Anda di halaman 1dari 10

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS TERHADAP PENGGUNAAN DISKRESI HAKIM DALAM PENOLAKAN


PERKARA DISPENSASI NIKAH
(Studi Kasus di Pengadilan Agama Kabupaten Lamongan)
Disusun guna: Memenuhi tugas
Mata Kuliah: Metode Penelitian
Dosen Pengampu: Drs. H. Sahidin, M.Si.

Di susun oleh:
Ahmad Haris Sa’dullah (2102016036)

HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2023

1
1. Judul Penelitian
“Analisis Terhadap Penggunaan Diskresi Hakim Dalam Penolakan Perkara
Dispensasi Nikah (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kabupaten Lamongan)”
2. Latar Belakang Masalah
Sudah menjadi kodrat manusia kalau tidak bisa hidup tanpa adanya orang
yang lainnya dan juga telah disebutkan dalam Al-qur’an, kalau manusia itu sudah di
ciptakan berpasang-pasangan.1 Akan tetapi, agar manusia bisa dikatakan memiliki
pasangan mereka harus melakukan sebuah perkawinan, yang mana dalam perkawinan
terdapat calon pria dan calon wanita yang akan disahkan sebagai pasangan suami istri
secara agama maupun negara.
Perkawinan sendiri menurut ketentuan Pasal 1 UU Perkawinan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.2
Di dalam islam, perkawinan di Indonesia telah diatur oleh hukum islam yang
telah dirumuskan dan di susun dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan
Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam kedua aturan tersebut telah diatur ketentuan-
ketentuan perkawinan secara lengkap, termasuk ketentuan perkawinan mengenai
batasan minimal usia yang diperbolehkan untuk melangsungkan perkawinan, yang
kemudian diubah dengan Undang-Undang tentang perkawinan Nomor 16 Tahun
2019.
Untuk mewujudkan tujuan perkawinan, salah satu syaratnya adalah kedua
mempelai harus sudah siap jiwa dan raganya. Oleh karena itu di dalam Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2019 Pasal 1 ayat (1), telah di tentukan batas umur minimal
yang diperbolehkan melangsungkan perkawinan, yaitu; “Perkawinan hanya diizinkan
apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun”.3
Dari adanya batasan usia ini dapat difahami bahwa Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tidak menghendaki adanya
perkawinan di bawah umur (perkawinan dini). Berbeda dengan Undang-Undang,
hukum adat tidak menentukan batasan umur tertentu bagi orang yang hendak

1
Q.S. An-Naba’: 8
2
R. Soetojo Prawirohamidjojo, “Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia”, (Airlangga
University Press, 1988), Hlm. 38.
3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2019, “Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan”, Jakarta: 14 Oktober 2019.

2
melaksanakan perkawinan akan tetapi yang lebih di tekankan adalah perkawinan
tersebut harus mendapatkan izin dari orang tua atau keluarga dan kerabat meskipun
kedua calon mempelai tersebut sudah cukup umur.4
Dalam perkawinan di bawah umur, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019
masih memberikan kemungkinan adanya penyimpangan. Hal ini diatur dalam Pasal 1
ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, yaitu dengan adanya dispensasi dari
Pengadilan bagi yang belum mencapai batas umur minimal tersebut.
Dispensasi nikah yang diberikan kepada calon suami istri yang belum
mencapai batas minimal usia diperbolehkannya menikah, harus dimohonkan kepada
pengadilan agama. Permohonan yang telah didaftarkan sebagai perkara, oleh hakim
akan diterima dan diputus dengan membuat penetapan yang mengabulkan atau
menolak permohonan dispensasi nikah.
Setiap tindakan yang dilakukan hakim untuk menerima atau menolak perkara
dispensasi nikah di sebut diskresi (kebijaksanaan). Istilah diskresi (discretionair)
berarti menurut kebijaksanaan dan menurut wewenang atau kekuasaan yang terikat
dengan Undang-Undang yang sudah berlaku.5
Diskresi diartikan sebagai kebebasan dan otoritas seseorang atau lembaga
untuk secara bijaksana dan penuh pertimbangan dalam menetapkan menentukan
tindakan yang tepat. Adapun yang dimaksud dengan diskresi hakim adalah kebebasan
hakim dalam memutuskan perkara di luar Undang-Undang
Di sini peneliti tertarik untuk menganalisis diskresi seorang hakim terhadap
penolakan perkara dispensasi nikah yang ada di pengadilan agama Kabupaten
Lamongan, dikarenakan diskresi hakim memiliki otoritas dan kewenangan untuk
menetapkan hukum yang hendak diterapkan, hal ini sesuai dengan pasal 24 UUD
1945 jo. Pasal 21 UU No. 4 Tahun 2004.

3. Rumusan Masalah
1) Bagaimana batasan-batasan kewenangan diskresioner hakim dalam memutus
perkara dispensasi nikah?
2) Bagaimana pertimbangan diskresi hakim dalam menolak perkara dispensasi nikah
di Pengadilan Agama Kabupaten Lamongan?
4
Rofiuzzaman Ahmad, “Diskresi Hakim Dalam Memutuskan Perkara Dispensasi Nikah”, Skripsi, Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, (Perpustakaan Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang,
2012), 3, dipublikasikan.
5
Ibid., hlm 5.

3
4. Tujuan Penelitan
1) Untuk mengetahui Sejauh mana hakim memiliki kewenangan diskresioner dalam
memberikan dispensasi nikah, dan bagaimana Batasan-batasan yang ada pada
kewenangan tersebut?
2) Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan diskresi hakim dalam menolak
perkara dispensasi nikah di Pengadilan Agama Kabupaten Lamongan?

5. Manfaat Penelitian
Dengan di adakannya penelitian ini, sangat diharapkan hasilnya nanti dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi Masyarakat pada umumnya. Ada 3
manfaat yaitu Praktis, Teoritis dan akademik.
Secara Praktis:
1. Peneliti
Penelitian ini akan bermanfaat sebagai tambahan wawasan ilmu
pengetahuan, yang mana dimasa akan datang akan sangat berguna bagi
peneliti untuk berperan dalam kehidupan Masyarakat.
2. Pengadilan Agama
Penelitian ini bagi Lembaga Pengadilan Agama merupakan sebuah
sumbangan pemikiran, khususnya tentang tinjauan yuridis terhadap
diskresi hakim dalam perkara dispensasi nikah.

Secara Teoritis:

1. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan atau pertimbangan


untuk melakukan penelitian atau penelitian lebih lanjut, khususnya bagi
mahasiswa Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
2. Digunakan sebagai acuan dan referensi untuk penelitian serupa agar lebih
baik lagi di masa mendatang.

Secara Akademik:

Hasil penelitian ini sangat diharapkan dapat memenuhi syarat untuk


mendapatkan gelar S1 pada bidang Hukum Keluarga Islam Fakultas Syari’ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Dan diharapkan bisa
dijadikan sebagai bahan kajian yang relevan dalam penelitian di UIN Walisongo.

4
6. Kajian Pustaka
Judul yang peneliti angkat pada penelitian ini ialah “Analisis Terhadap
Penggunaan Diskresi Hakim Dalam Penolakan Perkara Dispensasi Nikah (Studi
Kasus di Pengadilan Agama Kabupaten Lamongan)”, hal ini memiliki faktor yang
menarik untuk di telaah akan tetapi apakah tema atau topik yang sama sudah pernah
diteliti oleh peneliti sebelumnya.
Berikut peneliti akan memaparkan beberapa hasil penelitian yang berkorelasi
dengan judul diatas:
1. M. Faizin Anshory, 2005 dengan judul “Pernikahan Di Bawah Umur
Pada Perkara Dispensasi Nikah Di Pengadilan Agama Kabupaten
Malang”. Di dalam penelitian ini peneliti mengulas deskripsi dispensasi
pernikahan di bawah umur tahun 2002-2003 yang ada sebelas perkara, dan
terdapat suatu pertimbangan bahwa pernikahan selain membutuhkan
kematangan biologis juga membutuhkan kematangan psikologis (jasmani
dan rohani) yang mana hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Undang-
undang kalau suami istri harus telah matang jiwa raganya untuk dapat
melakukan pernikahan.
2. Rofiuzzaman Ahmad, 2012 dengan judul “Diskresi Hakim Dalam
Memutuskan Perkara Dispensasi Nikah (Studi Kasus di Pengadilan
Agama Lamongan)”. Di dalam penelitian ini peneliti menekankan
implementasi hakim terhadap diskresi dalam perkara dispensasi nikah,
peneliti juga mengangkat fungsi dan kedudukan hakim. Di dalamnya juga
memberikan saran kepada pemerintah untuk mengkaji ulang dan
memperjelas pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Karena dalam pasal
tersebut tidak dijelaskan secara rinci alasan sesorang dikabulkan
permohonan dispensasi nikahnya.
3. A. Jamil, Cut Aja Sela Nirmala, Inge Maulidina Putri, “Diskresi
Hakim dalam Memutuskan Perkara Dispensasi Kawin di Pengadilan
Agama Sukadana”, Syakhsiyah Jurnal Hukum Keluarga Islam, Volume 3
Nomor 1 Januari- Juni 2023. Di dalam jurnal ini peneliti telah menemukan
bagaimana latar belakang hakim memutuskan untuk mengabulkan
permohonan dispensasi kawin di pengadilan agama sukadana, dimana
hakim mengedepankan konsep maslahah untuk mempertimbangkan

5
sebuah putusan terlebih dalam teori maqashid syariah untuk mewujudkan
aspek hifd al-Nash (menjaga keturunan).

7. Kajian Teori
1) Diskresi
Diskresi atau kewenangan bertindak, sama dengan kata discretion,
discretionary power (Inggris), pouvoir discretionnaire (Perancis), dan freies
ermessen dalam bahasa Jerman. Freies ermessen memiliki dua suku kata, yaitu
frei yang bermakna bebas, merdeka, tidak terikat, dan ermessen yang memiliki
makna mempertimbangkan, menilai, menduga. Dengan demikian freies ermessen
dapat dimaknai sebagai orang yang bebas mempertimbangkan, bebas menilai,
bebas menduga dan bebas mengambil keputusan. 6 Sedangkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) kata diskresi dimaknai dengan kebebasan mengambil
keputusan sendiri di setiap situasi yang dihadapi.7
Wayne La Farve menyatakan bahwa diskresi memiliki pengaruh penilaian
pribadi lebih besar dari pada melaksanakan hukum secara kaku.8
2) Hakim
Secara bahasa kata hakim berasal dari bahasa arab hakam, berupa isim fa’il
yang berarti menghukumi, sedangkan kata hakim berarti orang yang menghukumi.
Di samping itu kata hakim sinonim dari kata qadli yang berasal dari kata qadla
yang berarti memutuskan.9
Hakim merupakan orang-orang yang diangkat oleh penguasa untuk
menyelesaikan persengketaan maupun dakwaan yang dilakukan oleh masyarakat,
karena penguasa tidak mampu menyelesaikan maupun memutuskan sendiri setiap
perkara, sebagaimana Rasulullah SAW, yang pada masanya telah mengangkat
qadhi-qadhi untuk menyelesaikan segala bentuk sengketa diantara manusia yang

6
Ramadhita, “Diskresi Hakim: Pola Penyelesaian Kasus Dispensasi Perkawinan”, De Jure, Jurnal Syariah dan
Hukum, Vol. 6, No. 1, Juni 2014, hlm. 62.
7
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989),
hlm. 208.
8
Marwan Effendy, Diskresi, Penemuan Hukum, Korporasi & Tax Amnesti dalam Penegakan Hukum, (Jakarta:
Referensi, 2012), hlm. 7
9
Rofiuzzaman Ahmad, “Diskresi Hakim Dalam Memutuskan Perkara Dispensasi Nikah”, Skripsi, Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, (Perpustakaan Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang,
2012), 3, dipublikasikan. Hlm 28-29.

6
tidak bisa dijangkau oleh penguasa.10 (Sekarang diatur dalam pasal 1 butir 3 UU
No 7 Tahun 1998 yang telah diamandemen dengan UU No 3 tahun 2006).
Hakim sendiri memiliki posisi penting dalam pengadilan, karena tanpa adanya
hakim pengadilan tidak akan berfungsi dan hukum yang berlaku didalamnya tidak
akan tersosialisasikan.
3) Dispensasi Nikah
Menurut SF. Marbun dan Moh. Mahfud M.D. Dispensasi merupakan
perbuatkan yang menyebabkan peraturan perundang-undangan menjadi tidak
berlaku karena suatu hal yang istimewa dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang
ditetapkan Undang-Undang yang berkaitan.11
Dalam riwayat pembentukan Undang-Undang Pernikahan. Dispensasi
perkawinan sudah ada sejak RUU Perkawinan yang diajukan pemerintah pada
tahun 1973. Akan tetapi dalam pembahasan RUU Perkawinan tidak ditemukan
alasan munculnya pasal dispensasi setelah pasal batas usia perkawinan, baik
tingkat fraksi, panitia kerja, rapat-rapat pleno, maupun sidang paripurna.12
Dalam perkara dispensasi perkawinan, peraturan perundang-undangan tidak
menetapkan kriteria khusus sebagai landasan pertimbangan majelis hakim untuk
menerima atau menolak permohonan para pihak. Namun, dalam pasal 10 ayat (1)
Undang-Undang 18 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman dengan tegas
menyatakan hakim dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang
jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
Sehingga, dalam kasus ini dimana tidak ada batasan jelas dalam Undang-
Undang tentang dispensasi nikah, maka hakim diperkenankan memakai
kewenangannya (diskresi) untuk memutus, menolak, dan mengadili perkara
dispensasi nikah.
8. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah hal yang harus ada di setiap penulisan karya ilmiah
atau penelitian, agar karya ilmiah maupun penelitian tersebut sesuai dengan kaidah-
kaidah penelitian. Metode penelitian merupakan langkah-langkah untuk melakukan

10
Sarlina, “Diskresi Hakim dalam Memutuskan Perkara Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Palopo
(Perspektif Hukum Islam)”, Skripsi, IAIN PALOPO 2016, dipublikasikan.
11
SF Marbun dan Moh. Mahfud M.D., Pokok-Pokok, hlm. 94.
12
Ramadhita, “Diskresi Hakim: Pola Penyelesaian Kasus Dispensasi Perkawinan”, De Jure, Jurnal Syariah dan
Hukum, Vol. 6, No. 1, Juni 2014, hlm. 67.

7
suatu penelitian yang didalamnya terdapat teknik penelitian dan prosedur penelitian. 13
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1) Jenis Penelitian
Dalam Penelitian ini penulis akan menggunakan jenis penelitian yang
dikemukakan Abdul Kadir Muhammad yakni penelitian normatif empiris
(applied law research) atau bisa disebut suatu penelitian yang menggunakan
studi kasus hukum normatif-empiris yang bersifat kualitatif. Dimana hal ini
menggabungkan unsur hukum normatif yang didukung dengan penambahan
data atau unsur empiris.
2) Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder.
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang utama dan di dapatkan secara
langsung dari lapangan, dimana dalam penelitian ini didapatkan dengan
cara observasi lapangan dan wawancara terhadap hakim di Pengadilan
Agama Kabupaten Lamongan.
b. Data Sekunder
Dalam penelitian ini data sekunder menjadi pendukung ataupun pelengkap
data primer. Data sekunder dalam penelitian ini dibagi dalam 3 kelpmpok
yaitu;
a) Bahan Hukum Primer
1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
2) Kompilasi Hukum Islam (KHI)
3) Darmoko Yuti Witanto, Arya Putra Negara Kutawaringin.
2013. Diskresi hakim: Sebuah Instrumen Menegakkan
Keadilan Substantif dalam Perkara-Perkara Pidana
b) Bahan Hukum Sekunder
1) Jurnal, Artikel dll., yang berkaitan dengan penelitian ini.
c) Bahan Hukum Tersier
1) Kamus Besar Bahasa Indonesia
3) Teknik Pengumpulan Data

13
Suteki, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan Praktik), (Depok: Rajagrafindo Persada, 2020),
hlm. 148.

8
Dalam penelitian ini menggunakan Studi lapangan dan didukung
dengan Studi Pustaka yang relevan dengan pokok pembahasan untuk mencari
data yang dibutuhkan, yaitu dengan melihat secara yurdis dan menjadikan
wawancara dan observasi sebagai sumber utama.
4) Teknik Analisis Data
Setelah semua data yang dibutuhkan telah terkumpul selanjutnya
adalah teknik analisis data, dalam penelitian ini penulis menggunakan metode
deskriptif-analisis yang dilakukan secara langsung dan bersamaan dengan
pengumpulan data.

9. Sistematika Penulisan
Agar pembaca dapat memahami lebih mudah tentang penelitian ini, maka
penulis akan memberikan gambaran umum atau garis besar dari penelitian yang
penulis tulis, penelitian ini terdiri dari lima bab yang menitikberatkan
pada pembahasan yang berbeda-beda, namun masih dalam satu kesatuan yang akan
mendukung dan memberikan pemahaman terhadap apa yang penulis tulis dalam
penelitian. Adapun gambaran umumnya sebagai berikut:

BAB I: Merupakan pendahuluan dari: latar belakang, rumusan masalah, tujuan


penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, kajian teori, metode penelitian
dan sistematika penulisan.

BAB II: Bab kedua ini penulis akan memberikan Pandangan yuridis terhadap
kewenangan Diskresioner seorang hakim. Penulis juga akan menguraikan
kewenangan seorang hakim dalam memutus perkara menggunakan diskresi
menurut hukum positif.

BAB III: Bab ketiga ini penulis akan memaparkan tentang batasan-batasan
kewenangan seorang hakim dalam memutus perkara dispensasi nikah.

BAB IV: Bab keempat ini penulis akan menyajikan alasan-alasan hakim di
Pengadilan Agama Lamongan menolak perkara dispensasi nikah.

BAB V: Penutup, Bab terakhir ini penulis menjelaskan kesimpulan dari Penelitian
yang penulis tulis, yang di dalamnya terdapat jawaban dari pokok-pokok
permasalahan yang di awal sudah dijelaskan, kemudian juga dimuat beberapa
saran.

9
Daftar Pustaka

Al-Qur’an Surah An-Naba’: 8

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. 1989.

Marwan Effendy. 2012. Diskresi, Penemuan Hukum, Korporasi & Tax Amnesti dalam
Penegakan Hukum. Jakarta. Referensi. 2012.

R. Soetojo Prawirohamidjojo. Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di


Indonesia. Airlangga University Press. 1988.

Ramadhita, “Diskresi Hakim: Pola Penyelesaian Kasus Dispensasi Perkawinan”, De Jure,


Jurnal Syariah dan Hukum, Vol. 6, No. 1, Juni 2014.

Rofiuzzaman Ahmad, “Diskresi Hakim Dalam Memutuskan Perkara Dispensasi Nikah”,


Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Perpustakaan
Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang. 2012. dipublikasikan.

Sarlina, “Diskresi Hakim dalam Memutuskan Perkara Dispensasi Nikah di Pengadilan


Agama Palopo (Perspektif Hukum Islam)”, Skripsi, IAIN PALOPO 2016,
dipublikasikan.

SF Marbun dan Moh. Mahfud M.D., Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta.
Liberty. 2009.

Suteki, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan Praktik). Depok. Rajagrafindo
Persada, 2020.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2019. Perubahan Atas Undang-


Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jakarta. 14 Oktober 2019.

10

Anda mungkin juga menyukai