Anda di halaman 1dari 9

KEABSAHAN TALAK DENGAN LAFAL KINAYAH PERSPEKTIF FIKIH MUNAKAHAT

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu Syarat Melanjutkan Penelitian


Pada Jurusan Syariah Program Studi Perbandingan Madzhab
Sekolah Tinggi Ilmu Islam Dan Bahasa Arab(STIBA) Makassar
OLEH
MUHAMMAD NUR
NIM : 2074233226

JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI ILMU ISLAM DAN BAHASA ARAB
(STIBA MAKASSAR)
1444 H/2023 M.
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan hubungan yang suci sebagai langkah awal untuk membangun sebuah
keluarga dan merupakan jalan yang sangat baik untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia
di bumi ini.1

Undang-undang mencantumkan Pengertian Perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan


Nomor 01 Tahun 1974 bahwa “Perkawinan adalah hubungan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.2 Perkawinan sangatlah penting bagi
kehidupan manusia, baik seorang maupun berkelompok. Islam memandang bahwa pernikahan
merupakan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah Rasulullah. Kebahagiaan yang
kekal merupakan tujuan awal dalam Pernikahan.3
Sebagaimana firman Allah surah Ar-Rum ayat 21 yang artinya: “Dan diantara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari janinmu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara
kamurasakasihsayang.Sesungguhnyapadayangdemikianitubenar-benarterdapattanda-
tandabagikamuyangberfikir”(Qs.Ar-Rum:21).

Perceraian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu perihal bercerai antar suami
dan istri, dan kata “bercerai” itu sendiri artinya “menjatuhkan talak atau memutuskan
hubungan sebagai suami istri. Cerai merupakan upaya terakhir yang dapat ditempuh apabila
rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan dan hal ini tidak dapat dihindari. Cerai adalah

1
Annas, Syaiful, Jurnal Al-Ahwal “Implementasi Hukum Acara di Pengadilan Agama”, Vol. 10, No. 1, Juni 2017,
hlm.1
2
Lihat pada pasal 1 UU Perkawinan No. 1/1974, kemenag.go.id
3
Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam Indonesia, Jakarta Sinar, Grafika, 2006.
pisah, putus hubungan sebagai suami istri.4 Talak menurut hukum Islam adalah melepaskan
ikatan perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri. 5

Salah satu sebab putusnya perkawinan adalah Peceraian, namun perceraian hanya dapat
dilakukan apabila memenuhi alasan-alasan perceraian sebagaimana yang disebutkan dalam
Pasal 39 Ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 116 Kompilasi
Hukum Islam

Perceraian merupakan bagian dari perkawinan, sebab tidak ada perceraian tanpa adanya
perkawinan terlebih dahulu. Perkawinan merupakan awal dari hidup bersama antara hidup
seorang pria dengan wanita yang diatur dalam hukum agama serta peraturan perundang-
undangan dalam suatu negara, sedang perceraian merupakan akhir dari kehidupan bersama
suami istri tersebut. Setiap orang menghendaki agar perkawinan yang dilaksanakannya itu
tetap utuh sepanjang masa kehidupannya, tetapi tidak sedikit perkawinan yang dibina dengan
susah payah itu harus berakhir dengan suatu perceraian.
Sebenarnya perceraian itu baru dapat dilaksanakan apabila telah dilakukan berbagai cara untuk
mendamaikan kedua (suami-istri) untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka dan
ternyata tidak ada jalan lain kecuali perceraian. Dapat dikatakan bahwa perceraian itu
merupakan jalan keluar bagi suami istri dalam menyelesaikan permasalahan yang sudah pelik.
Hal ini sesuai dengan yang digariskan agama Islam bahwa perceraian itu dibenarkan dan
diperbolehkan apabila hal itu lebih baik daripada tetap dalam ikatan perkawinan tetapi
kebahagiannya tidak tercapai dan selalu dalam penderitaan.6
Sabda Nabi yang Artinya: “Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah Azza wajalla adalah
talak.” (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim).7
Salah satu asas yang dianut oleh hukum perkawinan Nasional adalah mempersulit terjadinya
perceraian. Hal ini sejalan dengan ajaran agama (khususnya agama Islam), karena jika

4
Departemen Pendidikan Nasional, Op., Cit. hlm. 208
5
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Ahli Bahasa M. Abdul Ghoffar, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), hlm. 208

6
Abu Abdullah Muhammad ibn Yazid Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Jordan: Baitul Afkar Al Dauliyyah, 2004), h.
219.
7
H.M.A. Tihami, dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2009), h. 249.
perceraian terjadi maka itu menandakan gagalnya perkawinan yang dicita-citakan yaitu
membentuk keluarga bahagia dan sejahtera.

Dalam aturan kenegaraan telah diatur tentang pelaksanaan pernikahan, yang tercantum dalam
Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan:

(1). Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu.
(2). Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Seperti yang telah dituliskan pada paragraf sebelumnya bahwa perceraian merupakan bagian
dari perkawinan maka perundang-undangan perkawinan seperti yang tertulis diatas (Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan) juga mengatur tentang tata cara perceraian.
Perceraian tidak dapat terjadi kecuali dengan sebab-sebab yang dapat dipertanggung jawabkan
seperti yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Tujuan

dari aturan tersebut agar melindungi kehormatan suami dan istri, sehingga ucapan talak tidak
sembarang dilontarkan oleh suami pada istrinya, akan tetapi dia harus mengajukan
permohonan talak di depan sidang Pengadilan Agama.8

Pengadilan Agama merupakan salah satu tempat mencari keadilan dalam menyelesaikan
persoalan hukum. Dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 menyatakan: “Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada dibawahnya
dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh Mahkamah Konstitusi”.
Khususnya terhadap pencari keadilan bagi orang-orang yang beragama Islam, Peradilan Agama
merupakan salah satu tempatnya. Seperti yang tertuang dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor
3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, menyatakan: “Peradilan Agama merupakan salah satu
pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai
perkara-perkara tertentu yang diatur dalam Undang-undang ini”.

8
Amlur Nuruddin dan azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum
Islam dari Fikih, UU No, 1/1974 Sampai KHI, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 233-234.
Sebagai peradilan khusus, Pengadilan Agama mempunyai tugas dan wewenang tertentu pada
Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, yang menyatakan:
Pasal 49 “Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang:

1. Perkawinan

2. Waris

3. Wasiat

4. Hibah

5. Wakaf

6. Zakat

7. Infaq

8. Shodaqah

9. Ekonomi Syariah

Salah satu kewenangan absolut Pengadilan Agama adalah memeriksa, memutus dan
menyelesaikan persoalan perkawinan. Terhadap persoalan perkawinan itu hukum di Indonesia
telah merumuskan sendiri aturan-aturan tentang perkawinan yang tersusun dalam Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan telah
diatur juga dalam Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 (Kompilasi Hukum
Islam).

Dalam hal perceraian sendiri, perudang-undangan di Indonesia adalah perundang-undangan


yang menganut asas mempersulit adanya perceraian sebagaimana yang sudah disebutkan
sebelumnya, sehingga berdasarkan asas tersebut maka perceraian tidak bisa dengan begitu saja
terjadi atau dikabulkan dalam persidangan di Pengadilan Agama tanpa adanya sebab atau
alasan-alasan yang jelas, karena harus memenuhi di antara alasan-alasan sebagaimana yang
diatur menurut hukum.9 Bahkan dalam melaksanakan proses pengajuan gugatan perceraian,
Majelis Hakim Pengadilan Agama yang menyidang, mempunyai pedoman khusus atau
tersendiri dalam melaksanakan aturan (hukum acara) terhadap perkara perceraian terutama
dalam hal ini perkara perceraian dengan masalah pengucapan lafal talak. Dalam penelitian ini
bukan hanya proses talak mengenai peradilan di indonesia yang akan dibahas; karena kita
menetap disini maka harus mengikuti aturan berlaku sebagaimana itu juga panduan ilahiah,
tapi disini juga akan dibahas lebih mendalam pada asas hukum segala sesuatu yakni panduan
Syaari', terkhusus untuk bahasan lafal talak yang digunakan apakah menjadi landasan
terjadinya perceraian secara resmi.

Dengan mempertimbangkan hal yang telah dijelaskan, kami berisiatif meneliti sebuah masalah
khusus tentang ini, dalam penelitian ilmiah; skripsi yang berjudulkan KEABSAHAN TALAK
DENGAN LAFAL KINAYAH PERSPEKTIF FIKIH MUNAKAHAT, bukan hanya akan di bahas dalam
pandangan islam secara khusus saja, tapi juga bagaimana pandangan hukum positif akan hal ini,
yang juga kita hidup di negara yang menerapkan hukum, bagaimana hukumnya mengatur akan
masalah ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Keabsahan Talak dalam Perpektif Fikih Munakahat (Termaksuk kepastian


terhadap hukum positif)

2. Bagaimana akibat hukum Talak dalam Perpektif Fikih Munakahat (Termaksuk


kepastian terhadap hukum positif)

C. Pengertian Judul
9
Lihat pasal 19 PP nomor 9 tahun 1975 tentang peraturan pelaksana UU nomor 1 tahun 1974 jo. Pasal 116 Inpres
Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Dalam maksud ingin agar kajian ilmiah yang kami sajikan ini tidak di salah pahami oleh
pembaca, maka kami selaku penulis akan menjelaskan beberapa hal yang perlu dijelaskan,
minimal bagi pembaca dapat memahami maksud dari karya ilmiah yang kami tuliskan dengan
judul, "KEABSAHAN TALAK DENGAN LAFAL KINAYAH PERSPEKTIF FIKIH MUNAKAHAT".

Secara umum kami jelaskan terlebih dahulu bahwa kajian ini adalah kajian islami dimana ini
akan menjelaskan tentang islam, dan disini dikhususkan masalah Talak. Kita sudah sering
mendengar istilah ini, bahkan di negara kita tidak asing dengan istilah ini, bahkan juga
menjadi landasan hukum peradilan agama tentang penetapan hukum pisahnya pasangan
suami istri yang terikat akad resmi baik secara kenegaraan maupun syariat.

Untuk rincinya, Keabsahan tentu kita telah mengetahui bersama telah jelas di benak
masyarakat maksud artinya, yakni sesuatu dikatakan itu Sah atau diterima keberadaannya.
Adapun Talak merujuk pada KBBI, talak adalah perceraian antara suami dan istri; lepasnya
ikatan perkawinan. Sudarsono dalam Hukum Perkawinan Nasional, menyebutkan talak
adalah salah satu bentuk pemutusan ikatan perkawinan dalam Islam karena sebab-sebab
tertentu yang tidak memungkinkan lagi bagi suami istri meneruskan hidup berumah tangga.

Secara sederhana, talak dapat diartikan sebagai permohonan yang diajukan seorang suami
untuk menceraikan istrinya. Ketentuan Pasal 66 ayat (1) UU 7/1989 menerangkan bahwa
seorang suami yang beragama islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan
permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. 10

Adapun maksud dari Lafal Kinayah, lafal seperti yang telah kita tahu bahwa ia adalah
lafadz, kata, atau juga kalimat yang diucapkan, sebagaimana dalam KBBI dijelaskan, "cara
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat bahasa mengucapkan bunyi
bahasa. Dan Melafalkan berarti: mengucapkan (kata, doa, dan sebagainya)". Adapun Kinayah
sendiri adalah kata dari bahasa arab yang menurut ahli bahasa ia adalah:

‫الكنايُة َلْفٌظ ُأْطِلَق َو أِرْيَد ِبِه اَل ِز ُم َم ْعَناُه َم َع َج َو اِز ِإَر اَد ِة َذ ِلَك اْلَم ْعَنى‬

"Kinayah adalah lafadz yang disampaikan dan yang dimaksud adalah kelaziman maknanya,
disamping boleh juga yang dimaksud pada makna yang sebenarnya."

Dari pengertian tersebut dapat difahami bahwa kinayah adalah suatu ungkapan yang biasa
dipakai oleh suatu kaum (dalam hal ini orang arab sebagai penutur asli bahasa Arab) dan
yang dimaksud adalah bukan makna aslinya walaupun bisa diartikan dengan makna yang
sebenarnya. Apabila masih bingung saya akan ambil penggunaan kinayah dalam bahasa
Melayu atau Indonesia. Perhatikan ungkapan berikut!

10
(https://www.hukumonline.com/berita/a/talak-pengertian--dasar-hukum--syarat--dan-pengajuannya-
lt616e28237e7dc/)
"Pak Bruno orangnya keras kepala."

Kata keras kepala diartikan sikap yang tidak mau diatur, susah dinasehati, atau ingin menang
sendiri. Frase keras kepala memang sudah lazim digunakan oleh masyarakat melayu untuk
menunjukkan sifat yang tadi saya sebutkan walaupun bisa saja diartikan makna sebenarnya
kalau Pak Bruno memang keras kepalanya (padahal semua orang pasti kepalanya keras. He). 11

Untuk pengertian Fikih Munakahat, dijelaskan oleh Amir Syarifuddin, "Hukum


Perkawinan Islam itu yang menurut asalnya disebut Fiqh Munakahat adalah ketentuan
tentang perkawinan menurut Islam".12

D. Tujuan Penelitian

(a). Untuk mengetahui Keabsahan Talak dalam Perpektif Fikih Munakahat (Termaksuk
kepastian terhadap hukum positif)

(b). Untuk mengetahui akibat hukum Talak dalam Perpektif Fikih Munakahat
(Termaksuk kepastian terhadap hukum positif)

E. Metodologi Penelitian

Adapun langkah-langkah yang akan ditemouh oleh penulis dalam penelitian ini ialah
meliputi:

a. Metode Penelitian

Dalam metode penelitian skripsi ini, penulis menggunakn metode kepustakaan atau
library research.

b. Jenis Data

Data yang dihimpun adalah data teorik dari berbagai buku atau literature sebagai
sumber referensi yang penulis temukan,yang berkorelasi(berkaitan) dengan materi skripsi ini.

c. Sumber Data

11
(https://hahuwa.blogspot.com/2017/09/pengertian-kinayah-dan-macam-macamnya.html?m=1)
12
(https://catalog.danlevlibrary.net/index.php?p=show_detail&id=8861)
1) Sumber data primer atau sumber data rujukan utama dalam penulisan skripsi ini,
antara lain: Al Fiqh ‘ala Madzhabil ‘arba’ah (Abdurrahman al Jazairi), Fiqh al-Sunnah (Sayyid
Sabiq), Fiqh Muakahat (Slamet Abidin dan Aminuddin).

2) Sumber data sekunder atau sumber data rujukan tambahan yang diambil oleh
penulis, antara lain: Bidayatul Mujtahid (Ibnu Rusyd), Kifayatul Ahyar (karya Taqiyuddin) dan
berbagai buku juga tulisan yang berkaitan dengan judul.

d. Teknik Pengumpulan Data

Teknik ini dilakukan dengan cara inventarisasi dari teks dan literature dari berbagai
sumber rujukan.

e. Analisis Data

Dengan cara melakukan pemahaman dan pengkajian terhadap data sesuai dengan judul
penelitian ini.

F. Sistematika Penulisan

Dalam rangka mencapai penulisan skripsi yang sempurna dan sistematis, maka penulis
membagi skripsi menjadi beberapa bab dan sub bab sebagaimana berikut.

BAB I : Bab pendahuluan ini meliputi; Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Pengertian
Judul, Tujuan Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II :

Anda mungkin juga menyukai