Anda di halaman 1dari 18

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

Disampaikan oleh :
FARIZ RIFQI HASBI S.H.,M.H.
DAFTAR MATERI

Ruang Lingkup Matakuliah HAPA

Pengertian Peradilan dan Pengadilan Agama

Historitas Pengadilan Agama

Sumber Hukum PA
1. Ruang Lingkup Matakuliah HAPA

Pengantar

Kedudukan Peradilan Agama

Sumber Hukum Acara Peradilan Agama

Kewenangan Peradilan Agama

Asas-asas Umum Peradilan Agama


Lanjutan…

Perbedaan dan Persamaan Hukum Acara di


Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama

Gugatan dan Permohonan

Pembuatan Gugatan dan Permohonan

Pendaftaran Gugatan dan Permohonan

Pemeriksaan Gugatan dan Permohonan


Lanjutan…

Pembuktian

Produk Pengadilan Agama

Upaya Hukum Terhadap Putusan

Pelaksanaan Putusan
2. Pengertian Peradilan dan Pengadilan
Agama

Suatu proses yang berakhir


Peradilan (Rechspraak) dengan memberi keadilan
dalam suatu keputusan

Suatu susunan instansi yang


Pengadilan
memutus perkara

Pengadilan adalah tempat dilakukan


peradilan yaitu majelis hukum atau
mahkamah

Peradilan dijalankan
oleh pengadilan
Lanjutan…

Peradilan diartikan sebagai kewenangan suatu lembaga untuk


menyelesaikan perkara untuk dan atas nama hukum demi
tegaknya hukum dan keadilan (Abdullah (1987: 10-11))

Peradilan agama adalah terjemahan dari bahasa Belanda


godsdientige rechtspraak. Godsdienst berarti ibadah atau
agama, sementara rechtspraak berarti peradilan yaitu upaya
mencari keadilan atau penyelesaian perselisihan hukum yang
dilakukan menurut peraturan-peraturan dalam lembaga-
lembaga tertentu dalam pengadilan Noeh ((1980: 15))
Lanjutan…

Peradilan agama dapat dirumuskan sebagai kekuasaan negara


dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutus dan
menyelesaikan perkara-perkara tertentu antara orang-orang
yang beragama Islam untuk menegakkan hukum dan keadilan
3. Historitas Peradilan Agama di Indonesia

Peradilan Agama di Indonesia telah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan Islam


seperti :
• Kerajaan Islam Samudera Pasai di Aceh
• Kerajaan Islam Mataram di Jawa Tengah
• Kerajaan Islam di Banjarmasin,
• Kerajaan islam Makassar
• Kerajaan islam banten dan selainnya
Wewenang Peradilan Agama pada saat itu meliputi perkara perdata bahkan
pidana

Peradilan Agama di Indonesia telah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan Di


zaman pemerintahan Hindia Belanda, Peradilan Agama berkembang di
daerah-daerah dalam keadaan tidak sama. baik namanya, wewenangnya,
maupun strukturnya
Lanjutan…

Ada beberapa sebutan nama Peradilan Agama pada waktu itu seperti :
• Rapat Ulama,
• Raad Agama.
• Mahkamah Islam,
• Mahkamah Syara',
• Priessteraa,
• Peradilan Paderi,
• Godsdientige Rechtspark.
• Godsdietnst Beatme,
• Mohammedansche Godsdienst Beatme.
• Kerapatan Qadi,
• Hof Voor Islamietische Zaaken,
• Kerapatan Qadi besar.
• Mahkamah Islam Tinggi dan sebagainya"
Lanjutan…

Menurut Soepomo, pada masa penjajahan Belanda terdapat lima buah tatanan
peradilan yaitu (Cik Hasan Bisri. Peradilan Agama di Indonesia hal. 110) :
1. Peradilan Gubernemen, tersebar di seluruh daerah Hindia Belanda
2. Peradilan Pribumi, tersebar di luar Jawa dan Madura, yaitu: Keresidenan Aceh,
Tapanuli. Sumatera Barat. Jambi, Palembang, Bengkulu, Riau. Kalimantan Barat.
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi, Maluku dan di pulau Lombok
dari Keresidenan Bali dan Lombok
3. Peradilan Swapraja, tersebar hamper di seluruh daerah Swapraja kecuali di
daerah Pakualam dan Pontianak
4. Peradilan Agama, tersebar di daerah-daerah tempat berkedudukan Peradilan
Gubernemen yang menjadi bagian dari Peradilan Pribumi atau daerah-daerah
swapraja dan menjadi bagian di Peradilan Swapraja
5. Peradilan Desa, tersebar di daerah-daerah tempat berkedudukan Peradilan
Gubernemen Di samping itu ada juga Peradilan Desa yang merupakan bagian dari
Peradilan Pribumi atau Peradilan Swapraja
Lanjutan…

Pada tanggal 3 Januari 1946 dengan Keputusan Pemerintah Nomor l/SD dibentuk
Kementrian Agama, kemudian dengan Penetapan Pemerintah tanggal 25 Maret 1946
Nomor 5/SD semua urusan mengenai Mahkamah Islam Tinggi dipindahkan dari
Kementrian Kehakiman ke dalam Kementrian Agama. Langkah ini memungkinkan
konsolidasi bagi seluruh administrasi lembaga-lembaga Islam dalam sebuah
wadah/badan yang besnat nasional. Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946
menunjukkan dengan jelas maksud- maksud untuk mempersatukan administrasi Nikah,
Talak dan Rujuk di seluruh wilayah Indonesia di bawah pengawasan Kementrian Agama
(Achmad Rustandi: 3)
Lanjutan…

Dengan keluarnya Undang -undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan


Kehakiman, maka kedudukan Peradilan Agama mulai nampak jelas dalam sistem
peradilan di Indonesia. Undang-undang ini menegaskan prinsip-prinsip sebagai
berikut :
1. Peradilan dilakukan "Demi Keadilan Berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa";
2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Us aha Negara;
3. Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi.
4. Badan-badan yang melaksanakan peradilan secara organisatoris, administratif,
dan finansial ada di bawah masing-masing departemen yang bersangkutan.
5. susunan kekuasaan serta acara dari badan peradilan itu masing-masing diatur
dalam undang-undang tersendiri.

Hal ini dengan sendirinya memberikan landasan yang kokoh bagi kemandirian
peradilan agama, dan memberikan status yang sama dengan peradilan-peradilan
lainnya di Indonesia.
Lanjutan…

Lahirnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memperkokoh


keberadaan pengadilan agama. Di dalam undang¬undang ini tidak ada ketentuan yang
bertentangan dengan ajaran Islam. Pasa12 ayat (1) undang-undang ini semakin
memperteguh pelaksanaan ajaran Islam (Hukum Islam).

Suasana cerah kembali mewarnai perkembangan peradilan agama di Indonesia dengan


keluarnya Undang- undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah
memberikan landasan untuk mewujudkan peradilan agama yang mandiri, sederajat dan
memantapkan serta mensejajarkan kedudukan peradilan agama dengan lingkungan
peradilan lainnya.
Lanjutan…

Pada masa kerajaan-kerajaan Islam, penghulu keraton sebagai pemimpin keagamaan


Islam di lingkungan keraton yang membantu tugas raja di bidang keagamaan yang
bersumber dari ajaran Islam, berasal dari ulama seperti KaBjeng Penghulu Tafsir
Anom IV pada Kesunanan Surakarta. Ia pemah mendapat tugas untuk membuka
Madrasah Mambaul Ulum pada tahun 1905. Demikian pula para personil yang telah
banyak berkecimpung dalam penyelenggaraan peradilan agama adalah ulama-ulama
yang disegani, seperti: KH. Abdullah Sirad Penghulu Pakualaman, KH. Abu Amar
Penghulu Purbalingga, K.H. Moh. Saubari Penghulu Tegal, K.H. Mahfudl Penghulu
Kutoarjo, KH. Ichsan Penghulu Temanggung, KH. Moh. Isa Penghulu Serang,
KH.Musta'in Penghulu T1;1ban, dan KH. Moh. Adnan Ketua Mahkamah Islam Tinggi
tiga zaman (Belanda, Jepang dan RI) (Daniel S. Lev: 5-7). Namun sejak tahun 1970-an,
perekrutan tenaga personil di lingkungan peradilan agama khususnya untuk tenaga
hakim dan kepaniteraan mulai diambil dati alumni lAIN dan perguruan tinggi agama.
4. Sumber Hukum Peradilan Agama

Peraturan-peraturan yang menjadi sumber hukum Peradilan Agama,


diantaranya adalah:
1. HIR (herzeine inlandsch reglement) untuk jawa dan Madura / RBG
(Rechtsreglement voor de buitengewesten untuk luar jawa dan
Madura);
2. BW (bugelijke wetboek voor Indonesia) atau KUH Perdata;
3. UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
4. UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan PP nomor 9 Tahun 1975
Tentang Pelaksanaan UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
4. Lanjutan…

5. UU No 5 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No 14 Tahun 1985


Tentang Mahkamah Agung;
6. UU No 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Pertama atas UU no 7 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama, dan UU No 50 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Kedua atas UU no 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama;
7. UU No 8 tahun 2004 Tentang Peradilan Umum;
8. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam;
9. Peraturan Mahkamah Agung RI;
10. Surat Edaran Menteri Agama ;
11. Peraturan Menteri Agama;
12. Keputusan Menteri Agama;
13. Kitab-kitab Fiqih Islam dan sumber-sumber Hukum yang tidak tertulis.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai