PERADILAN AGAMA KALEN SANATA KEDUDUKAN PERADILAN AGAMA
• Dimulai dari peradaban agama Islam pada zaman Rasullah SAW;
• Kekuasaan dan penyebaran agama Islam berkembang pesat sehingga ajaran agama Islam menjadi pegangan hidup; • Rasullah mengangkat utusan (sahabat) untuk memegang kekuasaan peradilan pada saat itu; • Berkembangnya agama Islam hingga Nusantara, sehingga keberadaan Peradilan Agama dianggap perlu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam menjalankan proses hukum. • Belanda mendirikan PA pada tahun 1882 yang ditujukan kepada masyarakat beragama Islam. • 1 agustus 1882 secara de jure diakuinya keberadaan PA di dalam system Pemerintahan Hindia Belanda. Berdasarkan keputusan Raja Belanda no. 24 tanggal 19 januari 1882 dimuat di Stb.1882 No. 152. 2 TEORI PERADILAN AGAMA SAAT BELANDA BERADA DI INDONESIA 1. Receptie in Complex, toleransi pihak Belanda melalui VOC yang memberikan ruang yang agak luas bagi perkembangan hukum Islam, dipelopori Lodewijk Willem Christian Van Den Berg. Pada kondisi ini posisi PA secara yuridis formal kedudukannya sebagai Pengadilan Negara. 2. Receptive, upaya intervensi dari pihak Belanda untuk memecah belah masyarakat Islam di Indonesia, dengan membenturkan agama dengan Hukum Adat. Teori ini dipelopori oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven. Munculnya teori tersebut berdampak pada wewenang dari PA dalam system peradilan Hindia Belanda, dicabutnya kewenangan dari PA dalam persoalan waris dan masalah lain yang berhubungan dengan harta benda, terutama tanah. Kompetensi PA hanya pada perkawinan dan perceraian, dengan dasar dikeluarkannya Stb 1937 no. 116. PA hanya sebatas Lembaga agama, bukan lagi menjadi Lembaga negara. KEDUDUKAN PASKA KEMERDEKAAN 1. Awal tahun 1946 dibentuk Kementerian Agama 2. Penetapan pemerintah tanggal 25 maret 1946 No. 5/SD yang menjadi semua urusan mengenai Mahkamah Islam Tinggi dipindahkan dari Kementerian Kehakiman ke dalam Kementerian Agama. 3. Berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 1946 menunjukan dengan jelas maksud- maksud untuk mempersatukan administrasi nikah, talak, dan rujuk di seluruh wilayah Indonesia di bawah pengawasan Kementerian Agama. MASA ORDE BARU 1. Disahkannya Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan- ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang mengokohkan keberadaan Peradilan Agama. (Double Roof System), wilayah administrative, organisasi Your Picture Here And Send To Back dan keuangan masih melibatkan eksekutif. 2. Lahirnya undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. 3. Lahirnya undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama. MASA REFORMASI 1. Diubahnya UU No. 14 tahun 1970 tentang pokok kekuasaan kehakiman, menjadi UU No. 4 tahun 2004 (One Roof System), secara teknis seluruh pembinaan terhadap 4 lingkungan peradilan dibawah kekuasaan yustisial berada ditangan MA. 2. Muncul UU no. 50 tahun 2009 yang merupakan perubahan kedua dari UU PA No. 7 tahun 1989. 3. Pada UU baru, muncul kewenangan dari mahkamah syar’iyah, dan perluasan kewenangan dari PA. KOMPETENSI PERADILAN AGAMA A. Kompetensi Absolut 1. Kompetensi absolut Peradilan Agama tertuang dalam pasal 49 UU PA, berdasarkan ketentuan tersebut maka PA berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang- orang yang beraga Islam di Bidang ; • Perkawinan yang dilakukan menurut syariah Islam • Waris • Wasiat • Hibah • Wakaf • Zakat • Infaq • Sedekah, dan • Ekonomi syariah. B. KOMPETENSI RELATIF Kompetensi relative adalah pembagian kewenangan atau kekuasaan mengadili antar pengadilan. Kekuasaan atau kewenangan yang diberikan kepada pengadilan dalam lingkungan peradilan yang sama jenis dan tingkatan yang berhubungan dengan wilayah hukum pengadilan dan wilayah tempat tinggal/tempat kediaman atau domisili pihak yang berperkara.