Anda di halaman 1dari 6

“TEPATKAH PENGGUNAAN ISTILAH LOCKDOWN OLEH SETIAP

KEPALA DAERAH DI INDONESIA SEBAGAIMANA YANG DIATUR


DALAM PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN DI INDONESIA”

(An Article By ALIFIA LAILA FITRI,2020)

1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang

Pandemi koronavirus 2019-20 adalah pandemi penyakit coronavirus


yang sedang berlangsung 2019 (COVID-19), yang disebabkan oleh sindrom
pernafasan akut yang parah coronavirus 2 (SARS-CoV-2).  Wabah ini pertama
kali diidentifikasi di Wuhan , Provinsi Hubei , Cina , pada Desember
2019. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah itu
sebagai Kesehatan Masyarakat Darurat dari Kepedulian Internasional pada 30
Januari 2020 dan mengakuinya sebagai pandemi pada 11 Maret 2020. Pada 1
April 2020, lebih dari 857.000 kasus COVID-19 telah dilaporkan di lebih dari 200
negara dan wilayah, yang mengakibatkan sekitar 42.000 kematian. Lebih dari
178.000 orang telah pulih. 1 Berdasarkan data pemerintah pusat per Selasa
(31/3/2020) pukul 12.00 WIB, total ada 1.528 kasus Covid-19 di Indonesia.
Jumlah ini bertambah 114 pasien dalam 24 jam terakhir.

Berdasarkan data penambahan kasus baru, kasus Covid-19 saat ini tersebar
di 32 provinsi. Provinsi yang baru mencatat kasus perdana Covid-19 yakni
Bengkulu dengan 1 pasien. Adapun penambahan kasus tercatat ada di 16 provinsi.
Jumlah penambahan tertinggi tercatat di DKI Jakarta 2
dengan penambahan 41
pasien dalam 24 jam terakhir. Peningkatan jumlah Warga Indonesia yang positif
Covid 19 di Indonesia  membuat sejumlah kepala daerah membuat ataupun
mengeluarkan Kebijakan untuk Melakukan LOCKDOWN di daerah nya masing-
masing.

1
Wikipedia.2020.PandemiCovid19.https://translate.google.com/translate?u=https://
en.wikipedia.org/wiki/
2019%25E2%2580%259320_coronavirus_pandemic&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp.diakses
pada 1 april 2020 pukul 09.10
2
 Dian Erika Nugraheny. Kompas.com dengan judul "Update per 31 Maret: 1.528 Kasus
Covid-19, Masyarakat Diajak Saling Beri
Edukasi", https://nasional.kompas.com/read/2020/04/01/06293531/update-per-31-maret-1528-
kasus-covid-19-masyarakat-diajak-saling-beri. Diakses pada 1 April 2020 pukul 09.16
b. Rumusan Masalah

Namun yang menjadi pertanyaan Tepatkah Istilah Lockdown di gunakan


dalam kondisi staupun situasi seperti ini sebagaimana yang di atur dalam
peraturan perundang undangan ?

2. PEMBAHASAN
a. Analisis Teori

PADA tahun 1973, seorang pakar psikologi yang bernama Raymond


Bauer pernah menciptakan teori khalayak kepala batu (the obstinate audience
theory). Teori tersebut merupakan bentuk kritik terhadap teori jarum hipodermik
yang mengatakan bahwa khalayak tidak berdaya sedangkan media perkasa. Hal
ini kemudian dibantah oleh Bauer. Dia mengatakan bahwa khalayak justru sangat
berdaya dan sama sekali tidak pasif dalam proses komunikasi politik. Bahkan,
khalayak memiliki daya tangkap dan daya serap terhadap semua rangsangan yang
menyentuhnya. Khalayak hanya bersedia mengikuti pesan tersebut, bila pesan
tersebut memberikan keuntungan atau memenuhi kepentingan dan kebutuhan
khalayak (Ardial, 2010: 144). Teori inilah yang mendasari beberapa Negara
melakukan Lockdown terhadap Negaranya untuk mengantisipasi Penyebaran
Covid 19. Indonesia pun menjadi salah satu Negara yang memiliki angka
terinfeksi yang cukup tinggi sebagaimana yang telah tertera pada data di atas pada
tanggal 31 maret saja total ada 1.528 kasus Covid-19 di Indonesia tentunya ini
bukan angka yang main-main.

Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk mengganti Kegiatan


belajar mengajar dari tatap muka menjadi sistem Daring ( dalam Jaringan) bagi
Pelaksana pelayanan pendidikan dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah pertama
dan atas bahkan Perguruan tinggi di Indonesia bahkan Mendikbud mengeluarkan
Kebijakan untuk Meniadakan Ujian Nasional tahun 2020 untuk menekan angka
terinfeksi bagi warga Indonesia dengan mengeluarkan kebijakan tersebut Namun
kenyataan di Indonesia saat ini Masih banyak Siswa ataupun Mahasiswa yang
justru melakukan kegiatan di luar rumah seperti pergi rekresi atau jalan-jalan
karena sistem belajar yang di ubah. Oleh sebab itu saat ini Pemerintah sedang
membentuk aturan dengan melihat aspek Ekonomi ataupun Politik jika
mengeluarkan Kebijakan Untuk melakukan Lockdown seperti halnya yang
dilakukan oleh beberapa Negara di Dunia seperti Italy dan lain-lain.

b. Analisis Norma Hukum

Seperti yang telah tertera pada point sebelumnya di mana penulis


mempertanyakan tepat atu tidak penggunaan istilah LOCKDOWN dengan
Peraturan Perundang-undangan di Indonesia. Sebenarnya Aturan mengenai Situasi
ini telah di Undangkan dalam UU 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan mengatur tentang tanggung
jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hak dan kewajiban, Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Pintu
Masuk, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di wilayah, Dokumen
Karantina Kesehatan, sumber daya Kekarantinaan Kesehatan, informasi
Kekarantinaan Kesehatan, pembinaan dan pengawasan, penyidikan, dan ketentuan
pidana.

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan


meskipun jauh terlambat, muncul, karena International Health Regulations (IHR)
tahun 2005 mengharuskan Indonesia meningkatkan kapasitas dan kemampuan
dalam surveilans kesehatan dan respons, serta Kekarantinaan Kesehatan di
wilayah dan di Pintu Masuk, baik Pelabuhan, Bandar Udara, maupun Pos Lintas
Batas Darat Negara. Untuk itu diperlukan penyesuaian perangkat peraturan
perundang-undangan, organisasi, dan sumber daya yang berkaitan dengan
Kekarantinaan Kesehatan dan organisasi pelaksananya. Hal ini mengingat
peraturan perundang-undangan terkait Kekarantinaan Kesehatan yang ada, yaitu
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara, sudah tidak relevan
dengan kondisi saat ini. Kedua undang-undang tersebut masih mengacu pada
peraturan kesehatan internasional yang disebut International Sanitary
Regulations (ISR) tahun 1953. ISR Kemudian diganti dengan International
Health Regulations (IHR) pada tahun 1969 dengan pendekatan epidemiologi yang
didasarkan kepada kemampuan sistem surveilans epidemiologi. Sidang Majelis
Kesehatan Dunia Tahun 2005 telah berhasil merevisi IHR tahun 1969 sehingga
menjadi IHR tahun 2005 yang diberlakukan sejak tanggal 15 Juni 2007.

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan


disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 7 Agustus 2018 di Jakarta. Undang-
Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan diundangkan
Menkumham Yasonna H. Laoly di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 2018. Undang-
Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan ditempatkan pada
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 128. Penjelasan Atas
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6236. Agar setiap orang mengetahuinya.

Sebagaimana yang telah tertera pada pasal 1 UU No 6 Tahun 2018


menyatakan bahwa Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan
menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan
masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Dan
phrasa yang di gunakan dalam Undang-undang ini adalah Karantina Wilayah.
Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk
wilayah Pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau
terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran
penyakit atau kontaminasi. Dan di nyatakan pula pada pasal 4 bahwa Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab melindungi kesehatan
masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat
yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.

c. Analisis Fakta Empirik

Kenyataan Yang terjadi pada saat ini adalah


“Tidak terkendalinya penularan infeksi COVID-19 di Indonesia membuat salah
satu kepala daerah mengambil keputusan yang kontroversial. Kepala daerah
tersebut adalah Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono. Dalam menanggulangi
COVID-19, wali kota Tegal mengambil keputusan lockdown. Yaitu penutupan
akses keluar masuk wilayah Tegal selama empat bulan ke depan. Keputusan
tersebut diambil karena munculnya kasus pertama warga tegal yang terjangkit
COVID-19. Menurut wali kota tersebut, kebijakan diambil agar penularan
COVID-19 di Tegal tidak semakin bertambah. Keputusan lockdown oleh wali
kota Tegal menjadi kontroversial karena bertentangan dengan kebijakan presiden.
Sebelumnya, presiden melarang kepala daerah untuk melakukan lockdown.
Karena menurut presiden, lockdown merupakan kewenangan pusat. Sehingga
upaya yang dilakukan oleh wali kota Tegal telah melanggar imbauan dari
pemerintah pusat.
Langkah wali kota Tegal mengambil keputusan lockdown sebenarnya
perlu mendapat apresiasi. Upaya tersebut merupakan langkah yang berani dan
pertama diterapkan di Indonesia. Sebelumnya, Gubernur Kalimantan Timur Isran
Noor dan Wali Kota Malang Sutiaji mengambil kebijakan lockdown untuk
mengatasi masalah COVID-19 di wilayahnya masing-masing. Akan tetapi, para
kepala daerah tersebut mengklarifikasi bahwa kebijakan yang diambil bukanlah
lockdown.
Menurut Dedy Yon Supriyono, pengambilan keputusan lockdown dilakukan
untuk menyelamatkan warganya. Wali kota tersebut sudah memahami akan terjadi
pro kontra di masyarakat. Bahkan beliau sudah siap untuk dibenci warganya. Bagi
beliau, keselamatan warga Tegal menjadi prioritas utama. Sehingga dapat
menekan penyebaran virus Corona di Tegal.”

Kepala Daerah Justru menggunakan Istilah LOCKDOWN dalam mengeluarkan


Kebijakannya tanpa mengacu pada Undang-Undang No 6 tahun 2018.

3. PENUTUP
Peningkatan Junlah Orang yang terinfeksi Covid 19 haruslah di ikuti
dengan sikap cepat dan tanggap oleh Pemerintah Daerah dan Pusat. Dimana
dalam membuat Kebijakan ataupun mengeluarkan Pendapat di muka public
haruslah sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. Pada artikel ini telah di
sebutkan bahwa Peraturan perundang-undangan di Indonesia telah menagatur
mengenai hal ini dalam Undang-Undang No 6 tahun 2018 tentang Karantina
Kesehatan, hal ini pun sejalan dengan bebrapa kebijakan yang di keluarkan oleh
pemerintah untuk menghimbau masyarakat untuk tidak berpergian keluar rumah
atau pun dalam skala besar melakukan Mudik (pulang Kampung) Ke daerah Asal
karena sangat berpotensi dalam Peningkatan Penyebaran Covid 19 ini. Istilah
lockdown sebenarnya tidak dikenal dalam aturan Indonesia.

Dalam aturan Indonesia lebih dikenal “karantina kesehatan”. Yang diatur


dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.
UU tersebut menyebutkan bahwa karantina kesehatan adalah pembatasan aktivitas
keluar masuk orang atau barang sebagai upaya penangkalan penyakit untuk
mencegah kemungkinan penyebarannya ke pihak lain. Karantina tersebut terdiri
dari rumah, rumah sakit, wilayah dan pembatasan sosial berskala besar.
Penetapan karantina kesehatan hanya bisa dilakukan oleh presiden. Pasal 5 ayat
(1) UU Karantina memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat untuk
menyelenggarakan karantina kesehatan atau lockdown. Dalam ayat (2)
disebutkan, presiden juga bisa melibatkan pemerintah daerah untuk menetapkan
lockdown. Artinya, penetapan lockdown tidak bisa dikerjakan sendiri oleh
pemerintah. Melainkan juga melibatkan pemerintah daerah. Hal ini penting untuk
tercapainya Kepastian Hukum Kedepannya.

Anda mungkin juga menyukai