Anda di halaman 1dari 3

Sejak kedatangan bangsa belanda ke Indonesia berdampak begitu besar bagi bangsa Indonesia, salah

satunya dalam tatanan system administrasibentukan belanda yang dikenal rumit dengan mengakui
bentuk pemerintahan daerah daerah yang berbeda. Setelah pembubaran perusahaan hindia timur
belanda (voc) pada tanggal 31 desember 1799 dan diakuisisi oleh belanda, administrasi wilayah bekas
kekuasaan voc lalu diatur sepenuhnya oleh pemerintah, dengan pengecualian pada masa pemerintahan
sementara inggris antara tahun 1811-1816 di Jawa serta tahun 1810-1817 di sebagian wilayah lainnya
(semisal Bengkulu dan Belitung). Sewaktu pemerintahan gubernur jendral daendels (1808-1811), jawa
dibagi menjadi 9 provinsi. Pada waktu inggris berkuasa, gubernur jendral Thomas raffles membagi jawa
menjadi beberapa karesidenan. Terlepas dari beberapa perubahan ditahun-tahun berikutnya, perubahan
besar system administrasi di jawa terjadi pada tahun 1901, 1925, dan 1931. Adapun dipulau jawa sendiri
terdapat beberapa karesidenan pada masa pemerintahan raffles yaitu :1

1. Provinsi jawa barat ( Banten, Batavia, Bogor, Priangan, Cirebon)


2. Provinsi Jawa Tengah ( Banyumas, Pekalongan, Kedu, Semarang, Jepara-Rembang)
3. Provinsi Jawa Timur ( madiun, kediri, bojonegoro, Surabaya, malang, probolinggo, besuki dan
madura)

Tentunya pada setiap daerah karesidenan tersebut memiliki karakteristik masyarakat serta corak
budaya yang berbeda-beda seperti di Karesidenan banyumas. Karesidenan Banyumas atau Eks-
Karesidenan Banyumas adalah wilayah pemerintahan masa Hindia Belanda yang saat ini
meliputi Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten
Banjarnegara. Salah satu ciri khas budaya Banyumas adalah bahasanya. Bahasa Banyumasan adalah
bahasa kesetaraan tanpa ada strata atau tingkatan. Kesetaraan ini biasa disebut sebagai egaliter.
Menurutnya bahasa Banyumasan merupakan warisan ajaran Budha pada zaman Majapahit. “Sebab dalam
agama Budha tidak mengenal adanya keningratan. Semua setara tidak ada strata. Ini menunjukkan
demokrasi yang sesungguhnya. Tidak ada wong cilik tidak ada priyayi sehingga dalam penggunaan
bahasanya pun tidak dibedakan,“ Namun setelah memasuki era Kerajaan Mataram, muncul bahasa
Banyumasan versi baru yang dipengaruhi sistem kerajaan, di mana seseorang dipetakan dalam
kederajatan. Ada bangsawan, ada rakyat jelata. Dengan begitu maka bahasanya pun dibedakan untuk
orang kecil dan kelompok ningrat. Kabupaten Banyumas adalah salah satu sentra budaya di Jawa Tengah.
“Budaya Banyumas adalah bentuk kebudayaan yang berbasis kerakyatan. Ragam budaya di daerah ini
berlangsung secara grass root yang berbasis pada kehidupan masyarakat wong cilik. Budaya Banyumas
bukanlah tipikal budaya Jawa (kraton) yang bercirikan high culture. Ada sejumlah situs kebudayaan yang
menarik sebagai objek kunjungan wisata antara lain: 2

1. Peninggalan Sejarah dan Purbakala. Beberapa peninggalan sejarah dan purbakala di Kabupaten
Banyumas yang potensial dijadikan sebagai daya tarik wisata antara lain Kompleks Pendopo Duplikat Si
Panji, Museum Wayang Sendang Mas, Makam Adipati Mrapat (Bupati Banyumas I), Makam Kyai Tolih di
Banyumas, Situs Baseh di Kedungbanteng, Situs Carangandul, Situs Watu Gathel di Baturraden, Situs
Candi Ronggeng Sumbang, dan Situs Datar Sumbang.

1
Bimo KA, “Pembagian Administratif Hindia Belanda”, diakses
dari http://infobimo.blogspot.com/2016/04/pembagian-administratif-hindia-belanda.html, pada tanggal 6
September 209 pukul 14.22.
2
Koran Jakarta, “Mencermati Kebudayaan local Banyumas”, diakses dari http://www.koran-
jakarta.com/mencermati-kebudayaan-lokal-banyumas/, pada tanggal 6 September 209 pukul 14.34.
2.Sistem Religi. Sistem religi masyarakat di wilayah Kabupaten Banyumas juga memiliki tingkat keunikan
tersendiri yang dapat dijadikan sebagai aset kepariwisataan. Beberapa di antaranya upacara Unggah-
unggahan, upacara Udhun-udhunan, ziarah di Makam Makdum Wali, ziarah di Makam Raja Jembrana
Banyumas, Masjid Saka Tunggal Cikakak, upacara Jaro Rojap, dan sebagainya.

3. Kesenian Khas. Banyumas menyimpan aneka ragam kesenian khas yang tumbuh berkembang sebagai
bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat pendukungnya. Beberapa di antaranya aksimudha,
angguk, aplang atau dhaeng, batik Banyumasan, Begalan, dramatari tradisional, Bongkel, dan sebagainya.

Hokum yang dianut oleh masyarakat karesidenan banyumas selain hokum negara yaitu hokum adat
masyarakat setempat salah satu contohnya yaitu pada hokum yang digunakan pada saat pembagian harta
warisan.

Adapun karesidenan di jawa tengah yang selanjutnya adalah karesidenan pekalongan yang
mana terdiri dari kabupaten pekalongan, kota pekalongan, batang, kabupaten tegal, kota tegal, brebes,
dan pemalang. Pekalongan sendiri mendapat banyak pengaruh akulturasi budaya dari luar budaya jawa,
sebagai budaya akarnya. Seiring dengan masuknya budaya asing ke nusantara, khususnya pulau jawa,
masyarakat pekalongan juga mengalami akulturasi dan transformasi budaya. Salah satunya dapat terlihat
dari cara mereka menghasilkan kebudayaan ataupun kesenian setempat. 3

Selanjutnya ada Karesidenan Kedu . Wilayah karesidenan ini mencakup Kota


Magelang, Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten
Kebumen, Kabupaten Purworejo (dulu disebut Bagelen), dan Kabupaten Wonosobo. Namun
sebelumnya Karesidenan Kedu yang pada abad XIX hanya meliputi Kabupaten
Magelang dan Kabupaten Temanggung. Tahun 1818, pusat Karesidenan Kedu berada di
sebuah kota di Kabupaten Magelang yang akhirnya kini dimekarkan menjadi wilayah Kota
Magelang. Nama Kedu diambil dari sebuah desa sekaligus kecamatan di Kabupaten
Temanggung yaitu Kecamatan Kedu.

Karesidenan kedu yang termasuk didalamnya kabupaten Temanggung memiliki seni dan
budaya yang merupakan hasil adaptasi dipadukan dengan budaya asli. Seni pertunjukkan
kuda kepang (kuda lumping) yang berkembang di Kabupaten Temanggung mengadaptasi
seni kesenian Leak dari Bali.Selain kuda kepang juga berkembang seni terbangan/kemplingan
di desa-desa, tarian topeng loreng/ndayakan. Temanggung juga memiliki cengkok pagelaran
pewayangan khas yaitu dengan cengkok Kedu yang berbeda dari cengkok Mataraman Jogja
atau Solo. Budaya Nyadran atau mertideso atau bersih deso masih juga sering diadakan di
desa-desa.4

3
Rachmi Kumala Widyasari dkk, “Akulturasi Masyarakat
Pekalongan dalam Visualisasi Karya Batik” (Paper presented at
Seminar Nasional Seni dan Desain: “Membangun Tradisi Inovasi
Melalui Riset Berbasis Praktik Seni dan Desain” FBS Unesa, 28
Oktober 2017), Hal. 31
4
Warta Wisata, “TentNG Kabupaten Temanggung”, diakses dari https://wartawisata.id/jawa-
tengah/kabupaten-temanggung/, pada tanggal 6 September 2019 pukul 15.02.
Meskipun di Jawa Tengah terdiri dari beberapa karesidenan yang berbeda tetapi sebagai
masyarakat jawa khususnya jawa tengah memiliki karakter yang khas. Karakter khas orang jawa
tengah, dalam menjalankan kehidupan, cenderung sederhana. Orang jawa tengah cukup peduli
dengan keadaan lingkungan sekitar. Tenggang rasa dan kekeluargaan, masih sangat kuat
ditengah kehidupan orang jawa tengah. Mereka punya istilah guyup rukun ini menjadi ciri khasnya.

Selain sifat toleransi tinggi, gotong royong masih menjadi bagian dari kehidupan
sosialnya. Apalagi jika ada hubungan kekerabatan. Orang Jawa Tengah muda,
akan menjunjung tingi rawa hormat, kesopanan, terhadap yang lebih tua.

Mereka punya banyak bahasa. Diklasifikasi dalam penggunaannya. Kromo


inggil, adalah bahasa yang digunakan kepada orang yang sangat di hormati.
Seperti rakyat biasa, pada kaum bangsawan tempo dulu. Kromo, adalah bahasa
untuk saling menghormati. Seperti orang muda pada yang lebih
tua. Ngoko, adalah bahasa sehari-hari. Baik orang tua kepada yang muda.
Maupun orang muda kepada yang lebih tua. Dari sekian banyak suku etnis di
Indonesia, Suku Jawa paling nyaman dalam berinteraksi. Karena, mereka
terkenal santun. Dan sangat menghargai setiap orang. Kadang kala, saking
santunnya, ketika terjadi sesuatu yang tidak disukai, mereka masih tersenyum.
Jadi agak susah, menyelami pikiran orang dari suku Jawa. 5

Ariko dedi (2019). Karakter Khas Orang Jawa Tengah, Nrimo Ing Pandum. Dikutip 6
September 2019 dari Jateng Garuda Citizen: https://jateng.garudacitizen.com/karakter-khas-
orang-jawa-tengah/?fbclid=IwAR1G-qMdokHMCeZyd8pxrHydMaei72X69HFnbNiG-
WEDn_EU4qU_mO6CptU.
KA Bimo (2016). Pembagian Administratif Hindia Belanda. Dikutip 6 September 2019 dari
Info Bimo: http://infobimo.blogspot.com/2016/04/pembagian-administratif-hindia-
belanda.html.
Koran Jakarta (2017). Mencermati Kebudayaan local Banyumas. Dikutip 6 September 2019
dari : http://www.koran-jakarta.com/mencermati-kebudayaan-lokal-banyumas/
Warta Wisata (2018). TentaNG Kabupaten Temanggung. Dikutip 6 September 2019 dari :
https://wartawisata.id/jawa-tengah/kabupaten-temanggung/
Widyasari, Rachmi Kumala dkk. 2017. Akulturasi Masyarakat Pekalongan dalam Visualisasi
Karya Batik. Makalah.

5
Dedi Ariko, “Karakter Khas Orang Jawa Tengah, Nrimo Ing Pandum”, diakses
dari https://jateng.garudacitizen.com/karakter-khas-orang-jawa-tengah/?fbclid=IwAR1G-
qMdokHMCeZyd8pxrHydMaei72X69HFnbNiG-WEDn_EU4qU_mO6CptU, pada tanggal 6 September 2019
pukul 15.23.

Anda mungkin juga menyukai