Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

"HUKUM SEBAGAI ALAT REKAYASA SOSIAL"


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
"Filsafat Hukum"

Dosen Pengampu:
Dr. Ahmad Yamin S,H. M,H

Disusun Oleh: Kelompok 1

Eliya Rosita Rayes


NIM : 221025012
Sintiya Nadela
NIM : 221025010
Niken Muji Astuti
NIM : 221025013
Selicha Putri Hadiliana
NIM : 221025020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Hukum Sebagai Alat Rekayasa Sosial ini untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Filsafat Hukum.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembacanya, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada banyak kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik lagi
kedepannya.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Hukum telah


menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Hukum sulit untuk didefinisikan dengan
tepat dan seragam dikarenakan hukum itu sendiri bersifat abstrak. Selain itu cakupan yang ada dalam
hukum itu sendiri sangat luas meliputi berbagai aspek kehidupan. Karena hal tersebut para ahli
memberikan definisi yang berbeda-beda tentang hukum. Hukum dalam Bahasa Inggris "Law".
Belanda "Reeth", Jerman "Recht". Italia "Dirito". Perancis "Droit yang bermakna aturan. Menurut Karl
von Savigny, hukum merupakan aturan yang terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan,
yaitu melalui pengoprasian kekuasaan secara diam-diam.. Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana
akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan dan kebiasaan warga masyarakat. Dan masih banyak
definisi-definisi yang lain mengenai hukum. Untuk itu agar lebih memudahkan batasan atas definisinya
hukum memiliki beberapa unsur, ciri-ciri, sifat, tujuan dan fungsi.
Salah satu fungsi dari hukum adalah hukum sebagai rekayasa sosial. Konsep hukum sebagai a tool of
social engineering selama ini dianggap sebagai suatu konsep yang netral, yang dicetuskan oleh Roscoe
Pound. Makalah ini dibuat atas tuntutan tugas pada mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum tentang fungsi
hukum sebagai rekayasa sosial.

1.2 Rumusan Masalah 1.


Bagaimana Roscoe Pound memberikan gambaran mengenai hukum sebagai rekayasa sosial? 2.
Bagaimana konsep hukum roscoe pound tentang law as a tool of social engineering?

1.3 Tujuan 1.
Untuk memenuhi tugas Pengantar Ilmu Hukum 2.
Memberikan penjelasan tentang hukum sebagai rekayasa sosial menurut Roscoe Pound. 3.
Memberikan penjelasan tentang konsep hukum roscoe pound tentang law as a tool of social engineering
BAB II
PEMBAHASAN

1. Hukum Sebagai Rekayasa Sosial Menurut Roscoe Pound Hukum yang baik terletak pada karya yang
dihasilkannya pada dunia sosial. Inilah inti ajaran Roscoe Pound melalui Sosiological Jurisprudence.
Pragmatisme Amerika, merupakan basis ideology pemikiran Roscoe Pound. Pound cenderung
menghindari konstruksi-konstruksi teori yang terlampau abstrak seperti umumnya teori-teori yang
muncul di Eropa. Bagi Pound hukum tidak boleh dibiarkan mengawang dalam konsep-konsep logis
analitis ataupun tenggelam dalam ungkapan-ungkapan teknis yuridis yang terlampau eksklusif.
Sebaliknya hukum itu mesti didaratkan di dunia nyata yaitu dunia sosial yang penuh sesak dengan
kebutuhan dan kepentingan-kepentingan yang saling bersaing.
Menghadapi realitas yang demikian itu, hukum yang bersifat logis-analitis dan serba abstrak (hukum
murni) ataupun yang berisi gambaran realitas apa adanya (sosiologis), tidak mungkin diandalkan. Hukum
dengan tipe demikian paling-paling hanya mengukuhkan dengan apa yang ada. la tidak mengubah
keadaan. Karena itu, perlu langkah progresif yaitu memfungsikan hukum untuk menata perubahan.
Ujung tombak perubahan ada ditangan pembuat UU (civil law) dan ditangan hakim (common law). Dari
sinilah muncul teori Pound tentang law as a tool of social engineering.
Roscoe Pound dalam sebuah pernyataannya menyatakan bahwa fungsi hukum adalah social engineering
atau rekayasa sosial. Dalam pemikirannya ia menyatakan bahwa putusan hukum yang dijatuhkan oleh
hakim diharapkan mampu merubah perilaku manusia. Pendapat Roscoe Pound tersebut benar ketika ia
memandang hukum sebagai sebuah putusan-putusan hakim dalam sistem hukum anglo saxon atau
common law."
Roscoe Pound sendiri memberikan gambaran tentang apa yang sebenernya diinginkan dan apa yang
tidak diinginkan oleh penggunaan hukum sebagai "alat rekayasa sosial" sebagai berikut:

1. Mempelajari efek sosial yang nyata dari lembaga-lembaga serta ajaran-ajaran hukum.
2. Melakukan studi sosiologis dalam rangka mempersiapkan perundang- undangan. Membuat undang-
undang dengan cara membanding-bandingkan selama ini dianggap sebagai cara yang bijaksana. Namun
demikian adalah tidak cukup jika kita hanya mebanding-bandingkan satu peraturan dengan yang lain.
Hal yang lebih penting lagi adalah untuk mempelajari bagaimana ia beroperasi di masyarakat serta efek
yang ditimbulkannya, apabila ada untuk kemudian dijalankan.
3. Melakukan studi tentang bagaiman membuat peraturan-peraturan hukum menjadi efektif. Selama ini
tampaknya orang menganggap bahwa, apabila peraturan sudah dibuat, maka ia akan bekerja dengan
sendirinya. Suatu studi yang serius tentang bagaimana membuat peraturan-peraturan perundang-
undangan serta keputusan-keputusan pengadilan yang demikian banyak itu menjadi efektif, merupakan
suatu keharusan.
4. Memperhatikan sejarah hukum, yaitu bahwa studi itu tidak hanya mengenai bagaimana ajaran-ajaran
itu terbentuk dan mengenai bagaimana ajaran- ajaran itu berkembang yang kesemuanya dipandang
sekedar sebagai bahan kajian hukum, melainkan tentang efek sosial apa yang ditimbulkan oleh ajaran-
ajaran hukum itu pada masa lalu dan bagaimana hukum pada masa lalu itu tumbuh dari kondisi sosial,
ekonomi dan psikologis, bagaimana ia menyesuaikan diri kepada semuanya itu, dan seberapa jauh kita
dapat mendasarkan atau mengabaikan hukum ia guna mencapai hasil yang kita inginkan.
Yang harus digarap oleh hukum dalam konteks Social Engineering yaitu: menata kepentingan-
kepentingan yang ada dalam masyarakat. Kepentingan- kepentingan tersebut harus ditata sedemikian
rupa agar tercapai keseimbangan yang proporsional. Manfaatnya adalah, terbangunnya suatu struktur
masyarakat sedemikian rupa agar tercapai keseimbangan yang proporsional Manfaatnya adalah,
terbangunnya suatu struktur masyarakat sedemikian rupa hingga secara maksimum mencapai kepuasan
akan kebutuhan dengan seminimum mungkin menghindari benturan dan pemborosan."
Pound mengajukan tiga kategori kelompok kepentingan yaitu:

1. Kepentingan umum yakni terdiri dari kepentingan-kepentingan negara sebagai badan hukum badan
hukum dalam mempertahankan kepribadian dan hakikatnya serta sebagai penjaga kepentingan-
kepentingan sosial.
2. Kepentingan pribadi terdiri dari pribadi dan kepentingan-kepentingandalam hubungan rumah tangga
serta kepentingan substansi yang meliputi perlindungan hak milik, kebebasan menyelesaikan warisan
dan lain-lain.
3. Kepentingan sosial meliputi enam jenis kepentingan:
a) Kepentingan sosial dalam soal kepentingan umum meliputi kepentingan dalam melindungi
ketenangan, kesehatan, keamanan atas transaksi dan pendapatan.
b) Kepentingan sosial dalam hal keamanan intuisi sosial. Misalnya perlindungan hubungan rumah tangga
dan lembaga-lembaga politik serta ekonomi yang sudah lama diakui dalam ketentuan-ketentuan hukum
yang menjamin lembaga perkawinan atau melindungi keluarga sebagai lembaga sosial.
c) Kepentingan sosial menyangkut moralumum.Ini meliputiperlindungan mayarakat terhadap
merosotnya moral seperti korupsi,judi, fitnah dan yang lainnya.
d) Kepentingan sosial menyangkut pengamanan sumber daya sosial.
e) Kepentingan sosial menyangkut kemajuan sosial.
f) Kepentingan sosial menyangkut kehidupan individual (pernyataan diri, kesempatan, kondisi
kehidupan) Seluruh daftar kepentingan yang dipaparkan Pound, tentu saja tidak. Absolut karena sangat
tergantung pada system-sistem politik dan sosial suatu masyarakat atau negara. Kita boleh tidak
sependapat mengenai detail kepentingan yang diurai Pound, beserta kepentingan-kepentingan yang
diprioritaskannya.
Fokus utama Pound dengan konsep Social Engineering adalah interest balancing, dan karenanya yang
terpenting adalah tujuan akhir dari hukum yang diaplikasikan dan mengarahkan masyarakat kearah yang
lebih maju. Bagi Pound, antara hukum dan masyarakat terdapat hubungan yang fungsional. Dan karena
kehidupan hukum terletak pada karya yang dihasilkannya bagi dunia sosial, maka tujuan utama dalam
Social Engineering adalah mengarahkan kehidupan sosial itu kearah yang lebih maju. Menurutnya,
hukum tidaklah menciptakan kepuasan, tetapi hanya memberi legitimasi atas kepentingan manusia
untuk mencapai kepuasan tersebut dalam keseimbangan. Hukum sebagai sarana social engineering,
bermakna penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai tertib atau keadaan masyarakat
sebagaimana dicita-citakan, atau untuk melakukan perubahan yang diinginkan."
Secara sistematis Pound mengemukakan enam langkah yang harusdilakukan dalam mewujudkan hukum
sebagai sarana perubahan sosial yaitu:
1. Mempelajari efek sosial yang nyata dari lembaga-lembaga serta ajaran- ajaran hukum.
2. Melakukan studi sosiologis dalam rangka mempersiapkan perundang-undangan untuk mempelajari
pelaksanaannya dalam masyarakat serta efek yang ditimbulkan, untuk kemudian dijalankan.

3. Melakukan sudi tentang bagaimana peraturan hukum menjadi efektif.


4. Memperhatikan sejarah hukum, artinya mempelajari efek sosial yang ditimbulkan oleh ajaran-ajaran
hukum pada masa yang lalu dan bagaimana cara menimbulkannya.studi itu dimaksudkan untuk
menunjukkan bagaimana hukum pada masa yang lalu itu tumbuh dari kondisi sosial, ekonomi, dan
psikologis, dan bagaimana ia menyesuaikan diri pada kesemuanya itu, dan seberapa jauh kita dapat
mendasarkan atau mengabaikan hukum itu guna mencapai hasil yang kita inginkan.
5. Pentingnya melakukan penyelesaian individual berdasarkan nalar, bukan berdasarkan peraturan
hukum semata. Artinya, hakim diberi keleluasaan untuk memutuskan perkara berdasarkan nalar yang
umum untuk memenuhi tuntutan keadilan dari pihak-pihak yang bersengketa.
6. Mengusahakan secara lebih efektif agar tujuan-tujuan hukum dapat tercupai.

2. Konsep Hukum Roscoe Pound Tentang Law As A Tool Of Social Engineering

Law as a tool of social engineering merupakan teori yang dikemukakan oleh Roscoe Pound, yang berarti
hukum sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat, dalam istilah ini hukum diharapkan dapat
berperan merubah nilai- nilai sosial dalam masyarakat. Dengan disesuaikan situasi da kondisi di
Indonesia, konsepsi "law as a tool of social engineering" yang merupakan inti pemikiran dari aliran
pragmatic legal realism itu, oleh Mochtar Kusumaatmadja kemudian dikembangkan di Indonesia.
Menurut pendapat Mochtar Kusumaatmadja. konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya daripada di Amerika Serikat tempat kelahirannya,
alasannya lebih menonjolnya perundang-undangan dalam proses- pembaharuan hukum di Indonesia
(walau yurisprudensi memegang peranan pula) dan ditolaknya aplikasi mekanisme daripada konsepsi
tersebut yang digambarkan akan mengakibatkan hasil yang sama daripada penerapan faham legisme
yang banyak ditentang di Indonesia. Sifat mekanisme itu Nampak dengan digunakannya istilah "tool"
oleh Roscoe Pound. itulah sebabnya mengapa Mochtar Kusumaatmadja cenderung menggunakan istilah
"sarana" daripada alat. Disamping disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia konsepsi tersebut
dikaitkan pula dengan filsafat budaya dari Northrop dan policy oriented dari Laswell dan Mc Dougal.

Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan itu dapat berupa undang-undang atau
yurisprudensi atau kombinasi keduanya, seperti telah dikemukakan dimuka, di Indonesia yang paling
menonjol adalah perundang- undangan, yurisprudensi juga berperan namun tidak seberapa. Beberapa
contoh perundang-undangan yang berfungsi sebagai sarana pembaharuan dalam arti merubah sikap
mental masyarakat tradisional kearah modem, misalnya larangan penggunaan koteka di Irian Jaya,
keharusan pembuatan sertifikat tanah dan sebagainya.

Law as a tool of social engineering dapat pula diartikan sebagai sarana yang ditujukan untuk mengubah
perilaku warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu
masalah yang dihadapi di dalam bidang ini adalah apabila terjadi apa yang dinamakan oleh Gunnar
Myrdal sebagai softdevelopment yaitu dimana hukum-hukum tertentu yang dibentuk dan diterapkan
ternyata tidak efektif. Gejala-gejala semacam itu akan timbul, apabila ada factor-faktor tertentu yang
menjadi halangan. Factor tesebut dapat berasal dari pembentuk hukum, penegak hukum, para pencari
keadilan, maupun golongan-golongan lain dalam masyarakat. Factor-faktor itulah yang harus
diidentifikasikan, karena suatu kelemahan yang terjadi kalua hanya tujuan-tujuan yang dirumuskan
tanpa mempertimbangkan sarana-sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Kalau hukum
merupakan sarana yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut maka prosesnya tidak hanya
berhenti pada pemilihan hukum sebagai sarana saja tetapi pengetahuan yang mantap tentang sifat-sifat
hukum juga perlu diketahui untuk agar tahu batas-batas didalam penggunaan hukum sebagai sarana
untuk mengubah ataupun mengatur perilaku warga masyarakat. Sebab sarana yang ada. membatasi
pencapaian tujuan. sedangkan tujuan menentukan sarana-sarana mana yang tepat untuk
dipergunakan."
Langkah yang diambil dalam Social Engineering itu bersifat sistematis, dimulai dari identifikasi problem
sampai kepada jalan pemecahannya, yaitu:

1. Mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya. Termasuk didalamnya mengenali dengan seksama
masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari penggarapan tersebut.
2. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini penting dalam hal social engineering itu
hendak diterapkan pada masyarakat dengan sector-sektor kehidupan majemuk, seperti: tradisional,
modern dan perencanaan. Pada tahap ini ditentukan nilai-nilai dari sector mana yang dipilih.
3. Membuat hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling layak untukdilaksanakan.

4. Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bagi Pound hukum tidak boleh dibiarkan mengawang dalam konsep- konsep logis analitis ataupun
tenggelam dalam ungkapan-ungkapan teknis yuridis yang terlampau eksklusif. Sebaliknya hukum itu
mesti didaratkan di dunia nyata yaitu dunia sosial yang penuh sesak dengan kebutuhan dan
kepentingan- kepentingan yang saling bersaing. Bagi Pound, antara hukum dan masyarakat terdapat
hubungan yang fungsional. Dan karena kehidupan hukum terletak pada karya yang dihasilkannya bagi
dunia sosial, maka tujuan utama dalam Social Engineering adalah mengarahkan kehidupan sosial itu
kearah yang lebih maju. Law as a tool of social engineering dapat pula diartikan sebagai sarana yang
ditujukan untuk mengubah perilaku warga masyarakat, sesuai dengan tujuan- tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.

B. SARAN
Semoga setelah kita mempelajari hukum sebagai rekayasa sosial kita dapat memahami lebih jauh lagi
dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari- hari.

Anda mungkin juga menyukai