Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, makalah ini
untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Hukum. Saya berharap makalah ini
dapat menambah pengetahuan bagi pembaca mengenai Sosiologi Hukum.
Terima kasih kepada Bapak dosen pengajar dan semua pihak yang telah
memberikan saya semangat, motivasi dan bantuan baik langsung dan tidak
langsung dalam pembuatan makalah ini. Dan juga kepada teman-teman yang
membantu saya dalam berbagai hal. Harapan saya, informasi dan materi yang
terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Demikian makalah ini saya buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau
pun adanya ketidaksesuaian materi yang saya angkat pada makalah ini, saya
mohon maaf.
Saya menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Penulis,09 November 2023


DAFTAR ISI
Kata pengantar ……………………………………………………………………
Daftarisi……………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ..................................................................................................
B. Rumusan masalah .............................................................................................
C. Tujuan ..............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. sejarah awal sosiologi hukum………………………………………………
B. aliran yang mempengaruhi sosiologi hukum ………………………………
C. pelopor dan tokoh-tokoh sosiologi hukum………………………………....
D. ajaran-ajaran dalam sosiologi hukum……………………………………….

BAB III
Penutup……………………………………………………………………………..
Daftar pustaka………………………………………………………………………
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sosiologi merupakan ilmu sosial yang mempelajari mengenai perilaku
sosial antara kelompok dengan kelompok lainnya ataupun dari individu dengan
individu lainnya. Manusia merupakan makhluk sosial yang mana sehari-harinya
akan selalu berkaitan dengan hubungan sosial. Sebagai sebuah bidang studi tentu
saja cakupan dari ilmu sosiologi ini sangat lah luas.
Tak hanya mempelajari awal terbentuknya sebuah hukum yang berasalkan
dari tingkah laku atau prilaku masyarakat tersebut ada beberapa aspek juga yang
mempengaruhinya, sehingga pembahasan sosiologi hukum itu cukup luas. Dengan
keluasan tersebut dapat kita jadikan suatu alas an kita menggunakan sosiologi
dalam menarik atau membentuk suatu hukum itu sendiri. Dalam penarikan itu
tentunya ada yang berperan yaitu orang-orangatau tokoh-tokoh yangberperan atau
pernah mencetuskan suatu pemikiran dalam kehidupan bermasyarakatnya. Dan
bagaimana pengaruh orang terhadap orang lain namun juga pada bidang-bidang
lainnya. Di dalam sebuah bidang studi tentu saja terdapat tokoh-tokoh di
dalamnya yang memiliki peran dalam mengembangkan bidang ilmu tersebut.
Penting dan sekaligus menarik bagi para sosiolog Indonesia untuk
mendiskusikan tentang perkembangan sosiologi di Indonesia, bagaimana state of
the art keilmuan ini, yakni 'cerita' tentang levels of development-nya dan lain-lain
sekitar itu. Sebagaimana perkembangan sosiologi di negara-negara lain, meskipun
itu terjadi di negara maju seperti di Eropa dan Amerika, pergerakannya tidak
mudah diprediksi dan oleh karenanya juga tidak mudah 'diatur' mau kemana.
Demikian pula yang terjadi di Indonesia, terlebih sejarah perkembangan sosiologi
sangat berbeda dari negara-negara atau wilayah di mana sosiologi berinduk.
Secara sederhana state of the art dari sosiologi sebagaimana keilmuan
lainnya mengandung tiga tahap analisis: dasar mula berkembangnya keilmuan,
fakta yang berkembang saat ini, dan arah masa depannya. Dari ketiga analisis itu,
arah masa depan adalah yang paling sulit dipahami dan karenanya paling sulit
dibangun. Ini disebabkan bukan saja karena ilmu sosial pada umumnya lebih
bersifat reaktif terhadap kejadian sosial di sekitarnya, juga karena temuan atau
hasil kajian penelitian ilmu sosial kurang terangkai dalam satu sistem temuan
yang kontinum dan sustainable per bidang kajian. Dua kelemahan ini adalah
sekurang-
kurangnya faktor yang membawa sosiologi (dan tentu saja kebanyakan ilmu sosial
lainnya) sulit memprediksi dirinya, bahkan jauh lebih sulit ketimbang
memprediksi fenomena yang akan terjadi di sekitarnya.

Oleh karenanya tulisan ini hanya mencoba sekilas melihat ke belakang,


bagaimana tumbuh kembangnya sosiologi di Indonesia serta faktanya saat ini.
Setelah itu mari kita bersama-sama menelaah dan mengkritisi akan kemana
sosiologi Indonesia ke depan. Tanggung jawab perkembangan sosiologi di
Indonesia tentu berada di pundak para sosiolog Indonesia, bukan pada pundak
sosiolog luar Indonesia, meskipun samar-samar demikian adanya.

B. Rumusan Masalah
1. Sejarah awal dari sosiologi hukum di mana?
2. Sejarah awal sosiologi hukum masuk di indonesia di tandai dengan apa?
3. Bagaimana sosiologi hukum masuk di indonesia?
4. Siapa pelopor sosiologi hukum secara mendunia?
5. Aliran-aliran apa saja yang mempengaruhimya.?
6. Siapa pelopor sosiologi hukum di indonesia.?

C. Tujuan
Tujuan kami membentuk makalah ini agar kami mendapatakan ilmu
tambaan yang dimana di dalam makalah ini akan membaas beberapa sub-sub
dalam sosiologi hukum yang berawal dari sejarah, aliran-aliran yang
mempengaruhinya, tokoh-tokoh sosiologi hukum itu sendiri dan samapai kepada
aliran-aliran sosiologi hukum.
BAB 2 PEMBAHASAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SOSIOLOGI HUKUM


Dilihat dari sudut historis istilah Sosiologi Hukum untuk pertama kali
digunakan oleh seorang Italia yang bernama Anzilotti pada tahun 1882. Dari sudut
perkembangannya Sosiologi Hukum pada hakekatnya lahir dari hasil-hasil
pemikiran-pemikiran para ahli pemikir, baik dibidang Filsafat Hukum, ilmu
hukum maupun Sosiologi. Hasil-hasil pemikiran tersebut tidak saja berasal dari
individu- individu, akan tetapi berasal dari mazhab-mazhab atau aliran-aliran yang
mewakili sekelompok ahli pemikir yang pada garis besarnya mempunyai pendapat
yang tidak banyak berbeda. Betapa besarnya pengaruh filsafat hukum dan ilmu
hukum terhadap pembentukan Sosiologi Hukum, nyata sekali dari ajaran-ajaran
beberapa mazhab dan aliran yang memberikan masukan-masukan pada Sosiologi
Hukum.
Masukan yang diberikan dari aliran dan mazhab sangat berpengaruh baik
secara langsung maupun tidak langsung bagi Sosiologi Hukum. Sosiologi Hukum
sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri merupkan ilmu sosial yaitu ilmu
pengetahuan yang mempelajari kehidupan bersama manusia dengan sesamanya,
yakni kehidupan sosial atau pergaulan hidup,singkatnya Sosiologi Hukum
mempelajari masyarakat, khususnya gejala hukum dari masyarakat.
Aristoteles di Zaman Purba (385-322 SM) dan Montesquieu di jaman
modern (1689-1755) adalah hampir mendekati hukum metodis. Aristoteles
mengemukakan keseluruhan masalah-masalah yang semestinya harus dipecahkan;
Montesquieu, yang dipengaruhi oleh “fisika sosial” dari Hobbes dan Spinoza telah
menghilangkan prasangka-prasangka kesusilaan pada telaahan berdasarkan
kepada pengamatan empiris secara sistematis.1 Dengan demikian untuk
memahami arti keadilan Aristoteles terlebih dahulu menggambarkan berbagai
macam hukum positif, dalam hubunganya yang nomos (tata tertib sosial yang
benar-benar efisien), Philia (sociality atau solidaritas sosial) dan kelompok-
kelompok tertentu, dan negara hanya merupakan mahkotanya.
Singkatnya, Aristoteles, meskipun ia mengintegrasikan Sosiologi Hukum dengan
metafisika dogmatisnya, telah berhasil memperoleh suatu pandangan singkat
mengenai masalah-masalah asasi dari mikrososiologi hukum, Sosiologi
diferensial,

1
M. Chairul Basrun Umanailo,sosiologi hukum. (Fam Publishing) hlm 21
dan Sosiologi Hukum genetis, tetapi hanya dilapangan Sosiologi Hukum genetis,
dan selanjutnya pula dikhususkan kepada hukum negara Yunani masa itu.2
Sosiologi Hukum Monstequieu karena faktor banyak jumlahnya dan bercorak
ragam bentuknya, yang terjalin di dalamnya, yang dikembangkan, dimasukan ke
dalam telaah semangat sejarah dengan kecendrungannya kepada individualisasi
fakta-fakta. Sosiologi Hukumnya mengarahkan syarat-syarat naturalistik untuk
menelaah pola tingkah laku kolektif sebagai benda-benda fisik pada pengamatan
empiris yang nyata dan konsekuen; ia mengganti rasionalisme yang begitu
menonjol bahkan di antara orang-orang sesudah Monstequieu seperti Condorcet
dan Comte dengan empiris radikalnya.
Demikianlah untuk pertama kalinya Sosiologi Hukum Monstequieu membebaskan
Sosiologi Hukum dari segala kecendrungan-kecendrungan metafisika yang
dogmatis, dan membawanya lebih dekat barangkali terlalu dekat kepada telaah
perbandingan hukum. Bagaimanapun juga, monstequieu dengan mengguraikan isi
konkret dari pengalaman hukum dalam tipe-tipe peradaban yang berbagai
jenisnya, lebih daripada semua orang sebelumnya mampu berkata tentang hukum
membawa “ia berbicara tentang apa yang ada, bukan tentang apa yang
seharusnya” dan bahwa ia “tidak menilai kebiasaan-kebiasaan melainkan
menerangkannya”.3
Namun demikian ada pandangan yang mengartikan keterpengaruhan Sosiologi
Hukum terhadap Filsafat hukum, Ilmu Hukum dan Sosiologi yang berorientasi
pada hukum sebagai awal berkembangnya Sosiologi Hukum itu sendiri. Pada
segmentasi Filsafat Hukum Hans Kelsen mengungkapkan bahwasanya hukum
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih atas derajatnya, sementara
kajian ilmu hukum sendiri mengganggap “hukum sebagai gejala sosial” dan hal
ini berbeda seperti yang diungkapkan oleh Kelsen menanggapi hukum sebagai
gejala normative.
Untuk Sosiologi yang berorientasi pada Hukum terwakili oleh Durkheim dan
Weber; dalam setiap masyarakat selalu ada solidaritas, ada solidaritas organis dan
ada pula solidaritas mekanis. Solidaritas mekanis, yaitu yang terdapat pada
masyarakat sederhana, hukumnya bersifat represif yang diasosiasikan seperti
dalam hukum pidana. Lain halnya dengan solidaritas organis, yaitu terdapat
pada

2
(Johnson, 1994; 71).
3
(Johnson, 1994; 71).
masyarakat modern, hukumnya bersifat restuitif yang diasosiasikan seperti hukum
perdata.4
Perkembangan Awal Sosiologi di Indonesia
Ada kemiripan antara perkembangan awal dari sosiologi di Indonesia
dengan di Amerika. Kemiripan itu terletak pada karakter sosiologi, meskipun di
Indonesia lebih spesifik. Di Amerika, para pemikir sosiologi bermula dari
keilmuan yang beragam, demikian juga sebenarnya yang terjadi di Indonesia.
Hanya bedanya para pemikir itu lebih didominasi oleh ahli hukum. Mengapa
demikian? Karena pada masa Indonesia sebelum merdeka (akhir abad ke-19
sampai dengan awal abad ke-20) ketika Indonesia masih dijajah Belanda,
kawasan-kawasan Indonesia ditampakkan dalam kawasan-kawasan ethnologis
ketimbang seperti yang berkembang sekarang sebagai 'kawasan nasional'. Atas
keadaan seperti itu, perhatian Belanda diarahkan untuk menguasai pengetahuan
yang berhubungan dengan ethnografi. Dari kajian itu yang paling menonjol adalah
sudut pandang hukum adat yang dianggap sangat berguna bagi penjajah dalam
rangka merumuskan pengaturan hak dan kewajiban pemerintah yang dapat
diterima oleh pribumi. Prinsip mereka tentu menguntungkan pihak penjajah tetapi
tidak bertentangan atau berbenturan dengan hukum adat masyarakat setempat.5
Sebagaimana kita ketahui dalam sejarahnya, Belanda demikian lama
bertahan di nusantara karena mereka menguasai benar tipologi masyarakat yang
dijajahnya. Demikianlah kita kenal misalnya Krom, Veth dan Snouck Hurgronje
merupakan para pejabat merangkap pemikir yang boleh dikatakan ahli
kemasyarakatan, dan sekaligus sebagai cikal bakal yang memulai kajian-kajian
berbau sosiologi di Indonesia. Mereka menguasai struktur masyarakat dan banyak
menguasai hukum adat di berbagai belahan wilayah Indonesia masa itu (akhir
abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-20). Sejak tahun 1920 mulai timbul
minat sarjana-sarjana Belanda untuk memahami masyarakat lebih luas. gejala-
gejala yang disoroti tidak hanya terbatas pada lingkungan suku atau kelompok
etnik, tetapi lebih makro lagi.

4
(Ali, 2005;2-3).
5
Tjondronegoro, Sediono MP. 2002. “Perlunya Reorientasi Sosiologi di Indonesia”. Makalah pada
Seminar Nasional di Bogor.
Diantara mereka antara lain adalah B Schrieke (1890-1945) yang menulis sejarah
yang dikawinkan dengan ethnografis, sehingga tulisan-tulisannya bercorak
sosiologi. Salah satu hasil karyanya adalah tentang akulturasi. Schrieke juga
mengulas pergeseran kekuasaan politik dan ekonomi di nusantara antara abad ke-
16 sampai abad ke-17. Tulisan Schrieke banyak berbahasa Belanda, baru pada
tahun 1955 beredar kumpulan tulisannya yang berbahasa Inggris. Selain Schrieke,
tokoh Belanda lainnya adalah J.C. Van Leur (tinggal di Indonesia tahun 1934-
1942). Salah satu tulisannya yang dikenal adalah Indonesian Trade and Society.
Seorang lagi yang lebih luas dikenal dan juga menulis tentang Indonesia
kontemporer adalah Prof. W.F. Wertheim yang meninggal di tahun 2001 dalam
usia yang sangat tua, mencapai 102 tahun. Beliau pernah mengajar di Rechts
Hogeschool di Jakarta (1937) dan di Institut Pertanian Bogor yang waktu itu
masih menjadi Fakultas pertanian UI di Bogor, tahun 1957 ( lihat Sediono MP
Tjondronegoro, “Perlunya Reorientasi Sosiologi di Indonesia”, makalah pada
Seminar Nasional “Menggalang Masyarakat Indonesia Baru yang
Berkemanusiaan”, Bogor 28 Agustus 2002).
Demikianlah kita mengenal awal sosiologi yang dikenalkan oleh para
sosiolog yang umumnya memiliki latar belakang ilmu hukum. Tidak heran jika
kita mengenal senior-senior sosiolog kita di zaman awal kemerdekaan sampai
dengan di tahun 60-70-an berlatar belakang ilmu hukum. Yang terkenal antara
lain adalah Prof. Hardjono dan Prof. Soedjito Sosromihardjo di UGM, Prof.
Soelaeman Soemardi dan Prof. Soekanto di UI, Prof. Satjipto Rahardjo di UNDIP
dan bahkan yang lebih muda, Prof. Soetandyo Wignyo Soebroto di UNAIR.
Pengaruh Sosiologi Eropa jelas terhadap sosiologi Indonesia, terutama pengaruh
Comte dan Durkheim, Weber, Karl Marx dan Simmel. Pengaruh Sosiolog
Amerika belum nampak pada masa awal. Baru pada pertengahan tahun 1950-an
Indonesia mulai mengirim mahasiswa mereka belajar ke Amerika jauh lebih
banyak daripada ke Eropa. Tercatat antara lain, Selo Soemardjan, Mely G. Tan,
Harsya Bachtiar, dan Umar Kayam. Sejak itu pengaruh sosiologi Amerika lebih
bergema dan buku-buku karangan sosiolog Amerika memasuki perpustakaan di
Indonesia. Mahasiswa mulai mengenal Malinowski, Parsons, Merton, Coser,
Jonathan Turner dan banyak yang
lain lagi. Perkembangan sosiologi di Indonesia memasuki masa-masa yang lebih
bergairah.

B. ALIRAN-ALIRAN ATAU MAZHAB YANG MEMPENGARUHI


SOSIOLOGI HUKUM

1. Mazhab Formalistis (Jhon Austin Dan Hans Kelsen)


Menurut Austin, hukum merupakan perintah dari mereka yang memegang
kekuasaan tertinggi, atau dari yang memegang kedaulatan. Hukum adalahperintah
yang dibebankan untuk mengatur makhluk berfikir, perintah manadilakukan oleh
makhluk berfikir yang memegang dan mempunyai kekuasaan.Austin juga
beranggapan bahwa hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetapdan bersifat
tertutup.Hukum dibagi dalam dua bagian, yaitu hukum yang dibuat oleh Tuhan
dan hukum yang dibuat oleh manusia. Hukum yang dibuat oleh manusia
dapatdibedakan dalam:
a. Hukum yang sebenarnya :Yaitu hukum yang dibuat oleh penguasa bagi
pengikut-pengikutnya, danhukum yang disusun oleh individu-individu guna
melaksanakan hak-hakyangdiberikan kepadanya.
b. Hukum yang tidak sebenarnya.Hukum yang tidak sebenarnya bukanlah
merupakan hukum yang secaralangsung berasal dari penguasa, akan tetapi
merupakan peratura-peraturanyang disusun oleh perkumpulan-perkumpulan atau
badan-badan tertentu.Sementara Hans Kelsen beranggapan bahwa, suatu sistem
hukum sebagaisuatu sistem pertanggapan dari kaidah-kaidah, dimana suatu kaidah
hukumtertentu akan dapat dicari sumbernya pada kaidah hukum yang lebih tinggi
derajatnya. Kaidah yang merupakan puncak dari sistem pertanggapan
itudinamakan kaidah dasar atau Grundnorm.Kaidah dasar tersebut merupakan
dasar dari segenap penilaian yang bersifatyuridis yang dimungkinkan didalam
suatu tertib hukum dari suatu negara-negara berbeda dengan negara
lainnya.Kelsen juga menyatakan bahwa hukum berdiri sendiri terlepas dari aspek-
aspek kemasyarakatan yang lain. Teorinya bertujuan untuk menunjukkanapakah
hukum positif dan bukan apa yang merupakan hukum yang benar.
2. Mazhab Sejarah (Friedrich Karl Von Savigny Dan Sir Henry).
Dalam rentang sejarah, perkembangan aliran pemikiran hukum sangat
tergantung dari aliran pemikiran hukum sebelumnya, sebagai sandaran kritik
dalam rangka membangun kerangka teoritik berikutnya. Disamping itu kelahiran
satu aliran sangat terkait dengan kondisi lingkungan tempat suatu aliran itu
pertama kali muncul. Dengan kata lain lahirnya satu aliran atau mazhab hukum
dapat dikatakan sebagai jawaban fundamental terhadap kondisi kekinian pada
zamannya. Sebagai contoh dapat dikemukakan kritik positivisme dan aliran
sejarah terhadap aliran hukum alam atau kritik kaum realis terhadap positivistik.
Demikian juga halnya dengan kritik yang ditujukan oleh postmodernisme
terhadap kemapanan modernisme. Kelahiran mazhab sejarah dipelopori oleh
Friedrich Carl von Savigny (1779-1861) melalui tulisannya yang berjudul ”Von
Beruf unserer Zeit fur Gesetzgebung und Rechtwissenschaft” (Tentang Pekerjaan
pada Zaman Kita di Bidang Perundang-undangan dan Ilmu Hukum), di pengaruhi
oleh dua faktor yaitu pertama ajaran Montesqueu dalam bukunya “L’ esprit des
Lois” dan pengaruh faham nasionalisme yang mulai timbul pada awal abad ke 19.
Disamping itu, munculnya aliran ini juga merupakan reaksi langsung dari
pendapat Thibaut yang menghendaki adanya kodifikasi hukum perdata Jerman
yang didasarkan pada hukum Prancis (Code Napoleon). Kedua pengaruh tersebut
bisa digambarkan sebagai berikut:
Menurut Friedmann Aliran ini juga memberikan aksi tertentu terhadap dua
kekuatan besar yang berkuasa pada zamannya. Kedua hal tersebut menurut
Friedmann (1990) adalah :
1. Rasionalisme dari abad 18 dengan kepercayaan terhadap hukum alam,
kekuasaan akal dan prinsip-prinsip pertama yang semuanya dikombinasikan untuk
meletakkan suatu teori hukum dengan cara deduksi dan tanpa memandang fakta
historis, cirri khas nasional, dan kondisi sosial;
2. Kepercayaan dan semangat revolusi Prancis dengan pemberontakannya
terhadap tradisi, kepercayaan pada akal dan kekuasaan kehendak manusia atas
keadaan-keadaan zamannya.
Sedangkan Lili Rasjidi mengatakan kelahiran aliran/mazhab sejarah merupakan
reaksi tidak langsung dari terhadap aliran hukum alam dan aliran hukum positif.
Hal pertama yang mempengaruhi lahirnya mazhab sejarah adalah pemikiran
Montesqueu dalam bukunya “L’ esprit des Lois” yang mengatakan tentang adanya
keterkaitan antara jiwa suatu bangsa dengan hukumnya (Lili Rasyid,1996).
Menurut W. Friedman gagasan yang benar-benar penting dari L’esprit des Lois
adalah tesis bahwa hukum walaupun secara samar didasarkan atas beberapa
prinsip hukum alam mesti dipengaruhi oleh lingkungan dan keadaan seperti:
iklim, tanah, agama, adat-kebiasaan, perdagangan dan lain sebagainya.
Berangkat dari ide tersebut Montesqueu kemudian melakukan studi
perbandingan mengenai undang-undang dan pemerintahan. Seperti yang telah
diuraikan diatas, selain dipengaruhi oleh pemikiran Montesque lahirnya mazhab
sejarah juga banyak dipengaruhi oleh semangat nasionalisme Jerman yang mulai
muncul pada awal abad 19. Dengan memanfaatkan moment (semangat
nasionalisme), Savigny menyarankan penolakan terhadap gagasan Tibhaut tentang
kodifikasi hukum yang tersebar dalam pamfletnya “Uber Die Notwetdigkeit Eines
Allgemeinen Burgerlichen Rechts Fur Deutschland” (Keperluan akan adanya
kodefikasi hukum perdata negara Jerman).
Hakikat dari setiap sistem hukum menurut savigny adalah sebagai
pencerminan jiwa rakyat yang mengembangkan hukum itu. Dikemudian hari hal
tersebut oleh G. Puchta, murid Savigny yang paling setia, dicirikan sebagai
Volkgeist, menurut Puchta hukum adalah perwujudan dari kesadaran yang umum
ini. Dikatakannya:
“Hukum itu bersama-sama dengan pertumbuhan, dan menjadi kuat
bersama-sama dengan kekuatan dari rakyat, dan pada akhirnya ia mati manakala
bangsa itu kehilangan kebangsaannya.” (dalam Satjipto Rahardjo, 2006)

3.Mahzab Utilitarianisme (Jeremy Betham Dan Rudolph Von Ihering).


Aliran ini di pelopori oleh Jeremy Bentham (1748-1832), John Stuart Mill
(1806-1873), dan Rudolf von Jhering (1818-1889). Aliran ini akan penulis awali
dengan ajaran Jeremy Bentham, yang berpendapat bahwa alam memberikan
kebahagiaan dan kesusahan. Manusia selalu berusaha memperbanyak kebahagiaan
dan mengurangi kesusahannya. Standar penilaian etis yang dipakai disini adalah
apakah suatu tindakan itu menghasilkan kebahagiaan. Kebaikan adalah
kebahagiaan dan kejahatan adalah kesusahan. Tugas hukum adalah memelihara
kebaikan dan mencegah kejahatan. Dengan kata lain, untuk memelihara kegunaan.
Dalam sistem pemidanaan, menurutnya harus bersifat spesifik untuk tiap
kejahatan dana seberapa beratnya pidana itu tidak boleh melebihi jumlah yang
dibutuhkan untuk mencegah dilakukannya penyerangan-penyerangan tertentu.
Pemidanaan hanya bisa diterima apabila ia memberikan harapan bagi
tercegahnya kejahatan yang lebih rendah, Keberadaan hukum diperlukan untuk
menjaga agar tidak terjadi bentrokan kepentingan individu dalam mengejar
kebahagiaan yang sebesar- besarnya, untuk itu perlu ada batasan yang
diwujudkan dalam hukum, jika tidak demikian, maka akan terjadi homo homini
lupus (manusia menjadi serigala bagi manusia yang lain). karena itu, ajaran
Bentham dikenal sebagai utilitarianisme yang individual.
Penulis lain yang tidak kalah pentingnya ialah John Stuart Mill yang lebih
banyak dipengaruhi oleh pertimbangan psikologis. Ia menyatakan bahwa tujuan
manusia ialah kebahagiaan. Manusia berusaha memperoleh kebahagiaan melalui
hal-hal yang membangkitkan nafsunya. Mill juga menolak pandangan Kant yang
mengajarkan bahwa individu harus bersimpati pada kepentingan umum.
Kemudian Mill lalu menganalisis hubungan antara kegunaan dan keadilan. Ia
berpendapat bahwa asal-usul perasaan akan keadilan itu tidak ditemukan pada
kegunaan melainkan pada dua sentimen, yaitu rangsangan untuk mempertahanka
diri dan perasaan simpati. Pada hakekatnya, perasaan individu akan keadilan dapat
membuat individu itu menyesal dan ingin membalas dendam kepada tiap yang
tidak menyenangkannya. Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia
untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri,
maupun oleh siapa saja yang mendapatkan simpati dari kita.
Pendapat lain dilontarkan Rudolf von Jhering yang menggabungkan antara
utilitarianisme yang individual maupun yang sosial, karena Jhering dikenal
sebagai pandangan utilitarianisme yang bersifat sosial, jadi merupakan gabungan
antara teori yang dikemukakan oleh Bentham, Mill, dan positivisme hukum dari
John Austin. Bagi Jhering, tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan-
kepentingan. Dalam mendefinisikan kepentingan, ia mengikuti Bentham, dengan
melukiskannya sebagai pengejaran kesenangan dan menghindari penderitaan
tetapi
kepentingan individu dijadikan bagian dari tujuan sosial dengan menghubungkan
tujuan pribadi seseorang dengan kepentingan-kepentingan orang lain. Jhering
sangat tidak menyukai apa yang disebut dengan ilmu hukum yang menekankan
pada konsep-konsep, bahwa kebijaksanan hukum itu tidak terletak pada
permainan teknik-teknik pengehalusan dan penyempurnaan konsep, melainkan
kepada penggarapan konsep-konsep itu untuk melayani tujuan-tujuan yang
praktis.

4.Aliran Sociological Jurisprudence (Eugen Ehrlich Dan Roscoe Pound).


Aliran Sociological Jurispurdence sebagai salah satu aliran pemikiran
filsafat hukum menitik beratkan pada hukum dalam kaitannya dengan masyarakat.
Aliran ini berkembang di Indonesia dan di Amerika, dipelopori oleh Roescoe
Pound, Eugen Ehrlich, Benyamin Cardozo, Kantorowich, Gurvitch, dan lain-lain.
Akan tetapi Romli Atmasasmita (2012) berpendapat bahwa aliran ini berasal dari
Oliver Wendell Holmes (1841-1935) yang juga menurut para teoritis merupakan
tokoh terpenting dalam aliran Realisme Hukum. Menurut aliran ini hukum yang
baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat.
Aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the positive
law) dengan hukum yang hidup (the living law).
Aliran Sociological Jurisprudence berbeda dengan Sosiologi Hukum.
Dengan rasio demikian, Sosiologi Hukum merupakan cabang sosiologi yang
mempelajari hukum sebagai gejala sosial, sedang Sociological Jurisprudence
merupakan suatu mazhab dalam filsafat hukum yang mempelajari pengaruh
timbal balik antara hukum dan masyarakat dan sebaliknya. Sosiologi hukum
sebagai cabang sosiologi yang mempelajari pengaruh masyarakat kepada hukum
dan dan sejauh mana gejala-gejala yang ada dalam masyarakat dapat
mempengaruhi hukum di samping juga diselidiki juga pengaruh sebaliknya, yaitu
pengaruh hukum terhadap masyarakat. Dari 2 (dua) hal tersebut di atas
(sociological jurisprudence dan sosiologi hukum) dapat dibedakan cara
pendekatannya. Sociological jurisprudence, cara pendekatannya bertolak dari
hukum kepada masyarakat, sedang sosiologi hukum cara pendekatannya bertolak
dari masyarakat kepada hukum.
Roscoe Pound menganggap bahwa hukum sebagai alat rekayasa sosial (
Law as a tool of social engineering and social controle ) yang bertujuan
menciptakan harmoni dan keserasian agar secara optimal dapat memenuhi
kebutuhan dan kepentingan manusia dalam masyarakat. Keadilan adalah lambang
usaha penyerasian yang harmonis dan tidak memihak dalam mengupayakan
kepentingan anggota masyarakat yang bersangkutan. Untuk kepentingan yang
ideal itu diperlukan kekuatan paksa yang dilakukan oleh penguasa negara.
Pendapat/pandangan dari Roscoe Pound ini banyak persamaannya dengan aliran
Interessen Jurisprudence. Primat logika dalam hukum digantikan dengan primat
“pengkajian dan penilaian terhadap kehidupan manusia (Lebens forschung und
Lebens bewertung), atau secara konkritnya lebih memikirkan keseimbangan
kepentingan-kepentingan (balancing of interest, private as well as public interest).
Roscoe Pound juga berpendapat bahwa living law merupakan synthese
dari these positivisme hukum dan antithese mazhab sejarah. Maksudnya, kedua
aliran tersebut ada kebenarannya. Hanya, hukum yang sanggup menghadapi ujian
akal agar dapat hidup terus. Yang menjadi unsur-unsur kekal dalam hukum itu
hanyalah pernyataan-pernyataan akal yang terdiri dari atas pengalaman dan diuji
oleh pengalaman. Pengalaman dikembangkan oleh akal dan akal diuji oleh
pengalaman. Tidak ada sesuatu yang dapat bertahan sendiri di dalam sistem
hukum. Hukum adalah pengalaman yang diatur dan dikembangkan oleh akal,
yang diumumkan dengan wibawa oleh badan-badan yang membuat undang-
undang atau mensahkan undang-undang dalam masyarakat yang berorganisasi
politik dibantu oleh kekuasaan masyarakat itu.
Eugen Ehrlich (1862-1922) dalam karyanya “Fundamental Principles of
the Sociology of Law (1913) yang telah melakukan kritik terhadap peranan ahli
hukum dengan sebutan “Lawyer’s Law”. Sebutan sinis ini telah membuka mata
para ahli para ahli hukum ketika itu atas kekeliruannya dalam memahami konsep
hukum dan penerepanya dalam masyarakat. Bahkan Ehrlich lebih jauh mengkritisi
peranaan para hakim yang hanya menerapkan hukum atas suatu fakta tanpa
mempertimbangkan aspek-aspek sosiologis atas putusannya. Pernyataan Ehrlich
yang sangat terkenal sebagai pelopor aliran ini adalah “pusat gravitasi
perkembangan hukum sepanjang waktu dapat ditemukan, bukan di dalam
perundang-perundangan dan dalam ilmu hukum atau putusan pengadilan
melainkan di dalam masyarakat itu sendiri”(dalam Romli Atmasasmita, 2012).
Aliran sangat
mempengaruhi para ahli hukumnya untuk betul-betul menarik perhatiannya
kepada problem-problem kehidupan sosial yang nyata. Kritik yang bisa
dilontarkan terhadap pendapat Ehrlich yang demikia itu adalah, bahwa ilmu
hukum yang dilahirkanya menjadi tanpa bentuk (amorphous), bahkan menjadikan
arti penting dari hukum itu tenggelam dan menuntun kepada kematian ilmu
tersebut. (dalam Satjipto Rahardjo, 2006)

5. Mahzab Realisme Hukum (Karl Llewellyn, Jerome Frank Dan J.O.W Holmes).
Aliran realisme hukum merupakan salah satu subaliran dari positivisme
hukum yang dipelopori oleh John Chipman, Oliver Wendel Holmes, Karl
Liwellyn, Jerome Frank, William James, dan lain-lain. Roescoe Pound pun dapat
digolongkan dalam aliran ini melalui pendapatnya yang mengungkapkan bahwa
hukum itu merupakan a tool of social engineering.
Gerakan realisme mulai melihat apa sebenarnya yang dikehendaki hukum
dengan menghubungkan kedua sisinya, seperti fakta-fakta dalam kehidupan
sosial. Realisme yang berkembang di Amerika Serikat menjelaskan bagaimana
pengadilan membuat putusan. Penemuan mereka mengembangkan formula dalam
memprediksi tingkah laku hakim (peradilan) sebagai suatu fakta (kenyataan).
Jadi, hal yang pokok dalam ilmu hukum realis adalah “gerakan dalam
pemikiran dan kerja tentang hukum”. Ciri-ciri dari gerakan ini, Llewellyn
menyebut beberapa hal, yang terpenting diantaranya:
- Tidak ada mazhab realis, realisme adalah gerakan dalam pemikiran dan kerja
tentang hukum.
- Realisme adalah konsepsi hukum yang terus berubah dan alat untuk tujuan-
tujuan sosial, sehingga tiap bagian harus diuji tujuan dan akibatnya. Realisme
mengandung konsepsi tentang masyarakat yang berubah lebih cepat daripada
hukum.
- Realisme menganggap adanya pemisahan sementara antara hukum yang ada
dan yang seharusnya ada untuk tujuan-tujuan studi. Pendapat-pendapat tentang
nilai harus selalu diminta agar tiap penyelidikan ada sasarannya, tetapi selama
penyelidikan, gambaran harus tetap sebersih mungkin, karena keinginan-
keinginan pengamatan atau tujuan-tuan etis.
- Realisme tidak percaya pada ketentuan-ketentuan dan konsepsi-konsepsi
hukum, sepanjang ketentuan dan konsepsi itu menggambarkan apa yang
sebenarnya dilakukan oleh pengadilan-pengadilan dan orang-orang. Realisme
menerima peraturan-peraturan sebagai “ramalan-ramalan umum tentang apa yang
akan dilakukan oleh pengadilan-pengadilan.”
- Realisme menekankan pada evolusi tiap bagian dari hukum dengan
mengingat akibatnya.
Llewellyn sebagai salah satu tokoh pragmatic legal realism, mengalisa
perkembangan hukum di dalam kerangka hubungan antara pengetahuan-
pengetahuan hukum dengan perubahan-perubahan keadaan masyarakat. Hukum
merupakan bagian dari kebudayaan yang antara lain mencakup kebiasaan, sikap-
sikap maupun cita-cita yang ditransmisikan dari suatu generasi tertentu ke
generasi berikutnya. Dengan kata lain, hukum merupakan bagian kebudayaan
yang telah melembaga. Lembaga-Lembaga tersebut telah terorganisir dan
harapannya terwujud di dalam aturan-aturan eksplisit yang wajib ditaati serta
didukung oleh para ahli. Jadi yang namanya hukum itu bukan hanya yang tertulis
dalam Undang- Undang atau ketentuan dan peraturan tertulis, namun lebih besar
ditentukan oleh hakim di pengadilan yang pada umumnya didasarkan pada
kenyataan di lapangan. Hakim punya otoritas untuk menentukan hukum ketika
menjatuhkan putusan di pengadilan, meskipun putusannya itu dalam beberapa hal
tidak selalu sama dengan apa yang tertulis dalam Undang-Undang atau aturan
lainnya. Sehubungan dengan itu moralitas hakim sangat menentukan kualitas
hukum yang merupakan hasil putusan pengadilan itu. Dengan demikian, tidak ada
alasan untuk mengatakan bahwa suatu kasus tidak dapat diadili karena belum ada
hukum tertulis yang mengaturnya. (Soerjono Soekanto, 1985)
Holmes dikenal sebagai “the founder of the realist shoud”. Holmes, selama
30 tahun menjabat jabatan Hakim Agung Amerika Serikat. Kata-katanya yang
paling terkenal adalah: The life of the law has been, not logic, but experience.
Aspek-aspek empiris dan pragmatis dari hukum merupakan hal yang penting.
Bagi Holmes, yang disebutnya sebagai hukum adalah apa yang diramalkan akan
diputus dalam kenyataannya oleh pengadilan: Buku Holmes yang terkenal terbit
pada tahun 1920 berjudul: The Path of Law.
Jadi bagi Holmes, hukum adalah kelakuan aktual para hakim ( Patterns of
behaviors) dimana patterns of behavior hakim itu ditentukan oleh tiga faktor,
masing-masing:
1. Kaidah-kaidah hukum yang dikonkritkan oleh hakim dengan metode
interpretasi dan konstruksi.
2. Moral hidup pribadi hakim.
3. Kepentingan sosial. (Teguh Prasetya et al,2009)

C. PELOPOR DAN TOKOH-TOKOH SOISIOLOGI HUKUM


Sosiologi merupakan ilmu sosial yang mempelajari mengenai perilaku
sosial antara kelompok dengan kelompok lainnya ataupun dari individu dengan
individu lainnya. Manusia merupakan makhluk sosial yang mana sehari-harinya
akan selalu berkaitan dengan hubungan sosial. Sebagai sebuah bidang studi tentu
saja cakupan dari ilmu sosiologi ini sangat lah luas.
Tak hanya mempelajari bagaimana pengaruh orang terhadap orang lain
namun juga pada bidang-bidang lainnya. Di dalam sebuah bidang studi tentu saja
terdapat tokoh-tokoh di dalamnya yang memiliki peran dalam mengembangkan
bidang ilmu tersebut. Nah berikut ini beberapa tokoh-tokoh sosiologi dunia
dengan teori nya dalam ilmu sosiologi, sebagai berikut:

1. Auguste Comte (1798-1857)

Tokoh Sosiologi Dunia - Auguste ComteAuguste Comte merupakan


ilmuwan asal Perancis yang juga mendapat julukan sebagai Bapak Sosiologi.
Istilah sosiologi pertama kalinya juga dikemukakan oleh Comte di tahun 1839.
Berikut beberapa isi dari teori dari Augusthe Comte sebagai tokoh dalam
sosiologi:
Sebelumnya, penggunaan istilah fisika sosial digunakan yang diadaptasi
daro Adholpe Quetelet digunakan untuk menunjukkan studi statistika yang
berkaitan dengan gejala miral.
Kemudian Comte mengubahnya menjadi sosiologi yang menandakan
sebagai ilmu yang baru untuk masyarakat.
Comte merupakan tokoh yang menganut aliran positivisme yang cukup
terkenal. Penganut positivis ini percaya jika masyarakat merupakan salah satu
bagian dari alam yang mana menggunakan metode penelitian empiris digunakan
untuk hukum-hukum sosial.

2. Karl Marx (1818-1883)

Karl Marx menggunakan pendekatan materialisme historis mempercayai


jika penggerak dari sejarah manusia meurpakan konflik kelas. Marx berpendapat
jika kekusaan serta kekayaan yang ada tidak terdistribusi merata di dalam
masyarakat sehingga membuat adanya kaum penguasa dengan memiliki alat
produksi yang selalu terlibat masalah oleh kaum buruh yang mengalami
eksploitasi. Ilmu sosiologi Marxis lebih menjelaskan mengenai kapitalisme yang
mana produksi komoditas dapat mempengaruhi keseluruhan dari pengejaran
keuntungan. Hal ini karena nilai-nilai produksi telah meresap ke segala bidang
hidup. Tingkat keuntungan yang didapat akan menentukan berapa banyak
layanan yang akan diberikan. Hal inilah yang dimaksudkan oleh Marx jika
infrastruktur ekonomi akan
sangat menentukan suprastruktur.
Pendekatan sosiologi Marxis memang memiliki kesimpulan mengenai ide
pembaruan sosial yang mana sudah dibuktikan sebagai ide yang cukup cermelang
di abad XX, berikut ini rinciannya:

1. Masyarakat dibangun dengan dasar konflik.


2. Masyarakat harus dilihat sebagai bentuk totalitas di dalam ekonomi yang mana
menjadi faktor dominan.
3. Penggerak dasar dari segala perubahan sosial yang ada adalah ekonomi.
4. Perkembangan serta perubahan sejarah tidak terjadi secara acak namun bisa
dilihat dari hubungan antara manusia dengan kelompok ekonomi.
5. Individu memang dibentuk masyarakat namun bisa mengubah masyarakat itu
sendiri melalui tindakan yang rasional dengan didasarkan pada premis-premis
ilmiah.
5. Bekerja di lingkup masyarakat kapitalis bisa menyebabkan keterasingan.
6. Melalui kritik yang ada, manusia bisa memahami serta mengubag posisi dari
sejarah mereka sendiri.

3. Herbet Spencer (1820-1903)

tokoh sosiologi dunia - Herbet SpencerMerupakan seorang filsuf asal


Inggris sekaligus pemikir dari teori liberal klasik yang terkemuka. Meskipun
sebagian besar dari karya-karya nya menuliskan tentang politik namun dirinya
lebih dikenal dengan julukan ” Bapak Darwinisme Sosial”. Spencer menganalisis
masyarakat dengan mengibaratkan sebagai sistem evolusi. Beberapa teori yang
ditemukan dalam Herbet Spencer dalam perumusannya sebagai tokoh sosiologi:
Menurut Specer, objek sosiologi yang utama adalah keluarga, agama,
politik, industri, serta pengendalian sosial. Termasuk pula di dalamnya yaitu
masyarakat setempat, pembagian kerja, asosiasi, pelapisan sosial, ilmu
pengetahuan, dan penelitian mengenai keindahan dan kesenian.
Di tahun 1879, Specer mengemukakan mengenai teori Evolusi Sosial yang
sampai saat ini masih digunakan meskipun banyak mengalapi perubahan. (baca
juga: Fungsi Bahasa Daerah)
Specer meyakini jika masyarakat mengalami evolusi, dari yang awalnya
merupakan masyarakat primitif dan kemudian menjadi masyarakat Industri.
Sebagai organisme, manusia berevolusi sendiri terlepas dari tanggung jawab dan
kemauannya serta dibawah suatu hukum. (baca juga: Ciri-Ciri Kapitalisme)

4. Emile Durkheim (1859-1917)

tokoh sosiologi dunia - Emile DurkheimDurkheim lebih membicarakan


tentang kesadaran kolektif yang digunakan sebagai kekuatan moral untuk
mengikat individu di dalam suatu masyarakat. Melalui tulisannya yaitu The
Division of Labor in Society, Durkheim menggunakan pendekatan kolektivis
untuk sebuah pemahaman jika masyarakat dapat dikatakan modern atau primitif.
Solidaritas tersebut dalam bentuk nilai, adat istiadat, serta kepercayaan yang
diyakini bersama.
Pada masyarakat primitif, mereka dipersatukan dengan ikatan moral yang
kuat serta memiliki hubungan yang terjalin yang dinamakan Solidaritas Mekanik.
Sedangkan untuk masyarakat modern, kesadaran kolektif tersebut menurun
dikarenakan adanya ikatan dengan pembagian kerja yang rumit serta saling
ketergantungan yang disebut Solidaritas Organik, sebagai berikut landasan politik
dari Emile Durkheim sebagai tokoh sosiologi yang dia rumuskan:
Di karya selanjutnya yaitu The Role of Sociological Method, Dhurkeim
menjelaskan mengenai cara kerja yang dikenal dengan fakta sosial yaitu fakta-
fakta yang berasal dari luar individu yang mana dapat mengontrol individu
tersebut agar bisa berpikir, bertindak, serta memiliki daya paksa.
Fakta sosial sendiri terbagi menjadi dua yaitu material dan nonmaterial.
Selanjutnya Durkheim juga mampu membuktikan jika ada pengaruh antara fakta
sosial dengan pola bunuh diri.
Hal ini beliau simpulkan jika ada 4 jenis tipe bunuh diri yaitu egoistik, altruistik,
anomik, serta fatalistik.

5. Max Weber (1846-1920)

tokoh sosiologi di dunia - Max Weber Teori yang dikemukakan oleh Max
Weber tidak sependapat dengan Marx, yang mana menyatakan jika ekonomi
menjadi kekuatan pokok perubahan sosial. Dari karyanya yaitu “Etika Protestan
dan Semangat Kapitalisme”, Weber berpendapat jika kebangkitan pandangan
suatu religius tertentu (Protestanisme) lah yang membawa masyarakat menuju
perkembangan kapitalismen. Kaum Protestan yang memiliki tradisi Kalvinis
menyatakan jika kesuksesan finansial menjadi tanda utama jika Tuhan berpihak
pada mereka. Sehingga untuk mendapatkan tanda ini, maka mereka akan
menjalani gaya hidup yang hemat, rajin menabung, serta menginvestasikan
keuntungannya agar bisa mendapatkan modal yang banyak.
Pandangan lainnya dari Weber adalah mengenai perilaku individu yang
bisa mempengaruhi masyarakat secara luas, hal ini lah yang dinamakan sebagai
Tindakan Sosial. Menurutnya, tindakan sosial bisa dipahami asalkan kita dapat
memahami ide, niat, nilai, serta kepercayaan sebagai bentuk dari motivasi sosial.
Pendekatan inilah yang dinamakan Verstehen.

6. Georg Simmel (1859-1919)

tokoh sosiologi di dunia - Georg SimmelGeorg Simmel memang terkenal


dengan karyanya yang menjelaskan spesifik mengenai tindakan serta interaksi
individual, misalnya saja pada bentuk interaksi, tipe berinteraksi, pelacuran,
kemiskinan, serta masalah-masalah dalam skala kecil. Bahkan karya-karya dari
Simmel ini menjadi rujukan dari tokoh-tokoh dalam sosiologi yang berada di
Amerika, dan juga ada beberapa landasan teori yah sebagai berikut:
Salah satu karyanya yang cukup terkenal adalah mengenai Filsafat Uang.
Simmel memang dikenal sebagai ahli sosiologi yang sikapnya cenderung
menentang modernisasi atau yang dikenal dengan bervisi pesimistik.
Pandangan ini sering dikenal dengan Pesimisme Budaya. Menurutnya,
modernisasi membuat manusia tumbuh dan berkembang tanpa kualitas karena
terjebak dengan rasionalitasnya sendiri.
Selain itu gejala monetisasi yang berlangsung di berbagai aspek kehidupan
nyatanya dapat membelenggu masyarakat terutama pada hal pembekuan
kreativitas individu, bahkan dalam hal ini dapat mengubah kesadaran. Hal ini
dikarenakan adanya uang yang menjadi alat pembayaran namun kekuatan dapat
menjadi pembebas manusia atas manusia. Sehingga uang tak hanya dijadikan
sebagai alat namun sebagai tujuan.

7. Ferdinand Tonnies (1855-1936)

tokoh sosiologi di dunia - Ferdinand TonniesFerdinand Tonnies telah


mengkaji bentuk dan pola ikatan sosial serta organisasi yang mana menghasilkan
klasifikasi sosial. Menurut Tonnies, masyarakat memiliki sifat gemeinschaft atau
gesselschaft. Masyarakat gemeinschaft merupakan masyarakat yang memiliki
hubungan sosial yang tertutup, dihargai oleh setiap anggotanya, serta didasar atas
kepatuhan sosial dan hubungan kekeluargaan.
Sedangkan untuk masyarakat gesselschaft merupakan masyarakat yang
memiliki hubungan kekeluargaan yang sudah memudar, hubungan sosialnya lebih
cenderung ke impersonal karena pembagian kerja yang rumit.
Bentuk dari masyarakat seperti ini dapat terlihat pada masyarakat perkotaan. Teori
yang dimiliki oleh Tonnies ini memang akhirnya berhasil untuk membedakan
antara konsep tradisional dengan modern di dalam lingkup sosial dengan
menggunakan gemeinschaft dan gesselschaft. (baca juga: Macam-Macam
kebutuhan Manusia)

8. Herbert Marcuse (1898-1979)

tokoh sosiologi di dunia - Herbert MarcuseHerbert Marcuse, seorang


ilmuwan Jerman yang juga anggota dari Mazhab Frankurt ini menjadi terkenal di
tahun 1960an dikarenakan adanya dukungan kepada gerakan radikal dan
antikemapanan. (baca juga: Permasalahan Lingkungan Hidup)
Berikut beberapa paham yang ditemukan dalam teori Herbert Marcuse
dalam keterangannya sebagai berikut:
Bahkan Herbert Marcuse diberi julukan sebagai “Kakek Teroris” karena
kritikannya kepada masyarakat kapitalis.
Pada karyanya yaitu One Dimensional Man di tahun 1964 menyatakan jika
kapitalisme mencaiptakan kebutuhan dan kesadaran yang palsu serta budaya
massa yang mana memperbudak pekerja.

9. Leopold Von Wiese (1876-1949)

tokoh sosiologi di dunia - Leopold Von WieseVon Wiese yang merupakan


ilmuwan asal Jerman menyatakan jika sosiologi merupakan ilmu pengetahuan
yang bersifat empiris dan berdiri sendiri. Objek sosiologi sendiri merupakan
penelitian terhadap hubungan antara manusia dengan manusia lainnya yang
menjadi kenyataan sosial. Sehingga menurutnya objek khusus dari ilmu sosiologi
merupakan proses sosial atau interaksi sosial. Penelitian selanjutnya difokuskan
kepada struktur sosial yang mana menjadi saluran dari hubungan manusia.
Berikut arti dari perumusan dan beberapa teori penting dalam tokoh
Leopold Von Wiese sebagai tokoh dalam sosiologi:
Menurut Wiese, sosiologi merupakan penelitian yang memfokuskan pada
hubungan antara manusia yang mana merupakan kenyataan sosial.
Wiese meneliti mengenai klasifikasi proses-proses sosial yang ditekankan pada
proses sosial asosiatif dan disosiatif.
Dari kategori proses tersebut kemudian dibagi kembali menjadi proses yang lebih
kecil.
Sosiologi harus memusatkan perhatiannya kepada hubungan-hubungan
manusia tanpa dikaitkan dengan tujuan dan kaidah yang ada. Sosiologi juga harus
memulai dengan observasi kepada perilaku konkrit tertentu.

10. Antonio Gramsci (1891-1937)

tokoh sosiologi di dunia - Antonio GramsciAhli sosiologi asal Italia ini


merupakan salah satu orang pemikir kunci dari pendefinisian ulang perdepatan
tentang kelas dan kekuasaan. Konsep nya adalah mengenai Hegemoni yang mana
mendiskusikan tentang kompleksitas dari masyarakat modern.
Berikut beberapa landasan teori yang diajarkan Antonio Gramsi dalam
masa terkenalnya sebagai tokoh dalam sosiologi:
Gramsci berpendapat jika kaum Borjouis memiliki kuasa bukan karena
adanya paksaan namun dikarenakan adanya persetujuan, pemebntukan aliansi
politik dengan kelompok lainnya serta bekerja secara ideologis agar dapat
mendominasi di dalam masyarakat.
Ide tentang hegemoni (memenangkan kekuasaan atas dasar persetujuan
masyarakat) ini memang menjadi hal yang menarik dikarenakan di kenyataannya
individu selalu memiliki reaksi serta mendefinisikan ulang mengenai masyarakat
dan kebudayaan di tempat mereka berada.
Ide-ide dari Gramsci ini memang banyak memiliki pengaruh pada studi
mengenai kebudayaan populer.
11. George Herbert Mead (1863-1931)

tokoh sosiologi di dunia - George Herbert MeadMerupakan salah satu


tokoh dari sentra interaksionisme simbolik yang memiliki gambaran mengenai
pembentukan diri atau yang dikenal dengan tahap sosialisasi di dalam
penggamabaran pertumbuhan anak. Menurutnya pertumbuhan anak terdiri dari 3
tahapan yaitu tahap bermain (play stage), tahap permainan (game stage), serta
tahap pengambilan peran orang lain ( taking role the other), berikut teori yang
dijelaskan dalam George dalam tokoh sosiologi:
Manusia tidak akan bereaksi kepada dunia di sekitarnya secara langsung,
namun mereka akan bereaksi kepada makna yang dihubungkan dengan kejadian
ataupun benda yang ada di sekitaran mereka. (baca juga: Unsur Unsur Budaya)
W.I Thomas menyatakan jika definisi dari sebuah situasi, dimana kita hanya bisa
bertindak tepat jika sudah menentukan sifat dari situasinya.
Kegagalan ketika merumuskan sebuah situasi dengan tepat dan benar bisa
menyebabkan dampak-dampak yang kurang menyenangkan.

12. Lester Frank Ward (1841-1913)

tokoh sosiologi di dunia - Lester Frank WardMenurutnya, Sosiologi


memiliki tujuan untuk melakukan penelitian mengenai kemajuan-kemajuan
manusia. Lester Frank Ward sendiri membedakan antara ilmu sosiologi murni
yang berfokus pada asal serta perkembangan gejala sosial dengan ilmu sosiologi
terapan yang lebih mengkhususkan pada perubahan-perubahan yang terjadi di
masyarakat dikarenakan adanya usaha-usaha manusia. Ward menyatakan jika
manusia berkembang dari tingkatan yang rendah menuju status seperti saat ini,
berikut teorinya:
Berikut beberapa teori yang ditemukan dalam perumusannya Lester Frank
Ward dalam dia menjadi tokoh dalam sosiologi:
Ward meyakini jika masyarakat kuno dapat ditandai dengan kesederhanan
dan kemiskinan moral. Sedangkan pada masyarakat modern dapat ditandai dengan
hal yang lebih kompleks, bahagia, serta mendapatkan kebebasan yang berlebih.
Sosiologi terapan meliputi kesadaran dalam menggunakan ilmu pengetahuan
ilmiah yang digunakan untuk dapat mencapai kehidupan masyarakat menjadi
lebih baik dari sebelumnya

13. Vilfredo Pareto (1848-1923)

tokoh sosiologi di dunia - Vilfredo Pareto Menurut Vilfredo Pareto,


sosiologi didasarkan atas obervasi yang dilakukan terhadap tindakan-tindakan,
percobaan terhadap fakta serta rumus-rumus yang matematis. Masyarakat adalah
sistem kekuatan yang sangat seimbang, keseimbangan itu tergantung dari ciri ciri
tingkah laku serta tindakan manusia. Serta tindakan-tindakan tersebut tergantung
dari keinginan dan dorongan yang ada di dalam diri manusia.
Pareto memang dikenal akan kriteria efisiensi ekonominya, bahkan dirinya
juga diakui sebagai pendiri ilmu sosiologi di abad ke 20 bersama dengan
Durkheim dan Weber.
Penekanan teori pareto lebih kepada akar-akar hukum yang ada di sumber-
sumber yang menentang analisis mengenai rasional ortodoks dan pembangunanya
yang membenarkan logis di atas pondasi non-logos.
Di dalam karyanya yang berjudul “The Mind and Society” , Pareto mencoba
menyangkan pernyataan Marxisme dengan menggunakan eksistensi kasl penguasa
atau yang dikenal dengan kelompok elite.
Pareto menyatakan jika kaum elite tak perlu mendapat posisi dikarenakan
supremasi ekonomisnya serta perubahan sosial dan politik dapat terjadi
dikarenakan sirkulasi kaum elite yang tidak didukung dengan faktor-faktor
ekonomi.

BAB 3 PENUTUP
A.Simpulan
Dilihat dari sudut historis istilah Sosiologi Hukum untuk pertama kali
digunakan oleh seorang Italia yang bernama Anzilotti pada tahun 1882. Dari sudut
perkembangannya Sosiologi Hukum pada hakekatnya lahir dari hasil-hasil
pemikiran-pemikiran para ahli pemikir, baik dibidang Filsafat Hukum, ilmu
hukum maupun Sosiologi. Hasil-hasil pemikiran tersebut tidak saja berasal dari
individu- individu, akan tetapi berasal dari mazhab-mazhab atau aliran-aliran yang
mewakili sekelompok ahli pemikir yang pada garis besarnya mempunyai pendapat
yang tidak banyak berbeda.
Tokoh dalam sosiologi hukum :
Auguste Comte (1798-1857), Herbet Spencer (1820-1903), Emile Durkheim (1859-
1917), Karl Marx (1818-1883), Max Weber (1846-1920), Georg Simmel (1859-
1919) , Ferdinand Tonnies (1855-1936) , Herbert Marcuse (1898-1979), Leopold
Von Wiese (1876-1949), Antonio Gramsci (1891-1937), George Herbert Mead
(1863-1931), Lester Frank Ward (1841-1913), Vilfredo Pareto (1848-1923)

DAFTAR PUSTAKA
- https://materiips.com/tokoh-sosiologi
- http://yanikasiani77.blogspot.com/2016/09/mazhab-mazhab-yang-
berpengaruh-dalam.html
- Gillin, John Lewis. 1926. “The Development of Sociology in the United
States”.
- American Sociological Society, vol XXI.
- Tjondronegoro, Sediono MP. 2002. “Perlunya Reorientasi Sosiologi di
Indonesia”. Makalah pada Seminar Nasional di Bogor.
- Website Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM
Yogyakarta: Profil, 2009.
- Website UGM, Situs Fakultas ISIPOL. www.fisipol ugm.ac.id, 2009
- Website Universiteit Leiden, 2009.
- www.sosiologi-ui.or.id, 2009
- www.suara media.com, 2009
- Bustami Rahman Perkembangan Sosiologi di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai