BUKU II
BUKU III
PSL 103
BUKU II
BUKU III
PENJELASAN:
1. Tindak pidana umum yang termasuk hukum pidana sebagai bentuk perluasan dari tindak pidana daalam Buku II KUHP
dan tindak pidana di bidang hukum administrasi sebagai bentuk perluasan dari Buku III KUHP.
2. Tindak pidana tertentu merupakan perbuatan yang dilarang sebagai tindak pidana yang dimuat dalam undang-undang
tertentu di luar KUHP yang memiliki sifat kekhususan karena subjeknya dan perbuatannya.
INTERPRETASI SEMPIT/TERTUTUP
YANG TIDAK MEMBOLEHKAN
Tidak membolehkan adanya ketentuan pidana di
luar KUHP, KECUALI:
• Tunduk kepada Ketentuan Umum Hukum Pidana dalam Buku I KUHP
• Mengatur materi hukum pidana:
1. Hukum pidana umum (biasa/normal) dalam bidang hukum administrasi
2. Hukum pidana khusus untuk mengatasi keadaan darurat (tidak normal atau luar biasa)
• Cacatatan Prof Mardjono: Terdapat 243 Undang-undang yang memuat ketentuan
ketentuan pidana (administrasi pidana).
INTERPRETASI SEMPIT/TERTUTUP
YANG TIDAK MEMBOLEHKAN
HK PIDANA HK PIDANA
UMUM ADMINISTRASI
BUKU I
KUHP UNTUK
MENGATASI
HK PIDANA
KHUSUS SITUASI
DARURAT
PENJELASAN:
1. HUKUM PIDANA UMUM (BIASA/NORMA) DALAM BIDANG HUKUM ADMINISTRASI
TUNDUK KEPADA BUKU I
2. HUKUM PIDANA KHUSUS BERLAKU DALAM SITUASI DARURAT (LUAR BIASA) DAN TIDAK
BISA DIATASI DENGAN HUKUM PIDANA UMUM/BIASA (NORMAL)
3. BOLEH MENGATUR KAEDAH PENYIMPANGANNYA DARI BUKU I, SEBAGAI BENTUK
PENGECUALIAN (MENGATASI SITUASI DARURAT)
4. BERLAKUNYA DIBATASI, SETELAH KEMBALI NORMAL, BERLAKU HUKUM PIDANA
UMUM/BIASA (NORMAL).
KEBIJAKAN DALAM LEGISLASI (SD 2010)
1. Ketentuan Pasal 103 KUHP ditafsir secara luas dan bersifat terbuka yang
acapkali diartikan sebagai bentuk kebolehan atau ‘perintah’ (?) adanya
undang-undang yang memuat hukum pidana dalam undang-undang di luar
KUHP.
2. Terdapat ketentuan pidana dalam undang-undang yang tidak menundukkan
diri kepada atau melakukan penyimpangan yang terlalu jauh dari Ketentuan
Umum Hukum Pidana dalam Buku I KUHP.
3. Karena berlaku secara terus menerus, legislasi hukum pidana melalui
undang-undang di luar KUHP telah ‘meninggalkan’ ketentuan umum hukum
pidana dalam Buku I KUHP dan mengatur sendiri sehingga disadari atau
tidak telah membentuk ‘sistem hukum pidana di luar KUHP’. Jadi ada dua
sistem hukum pidana (dan pemidanaan), yi sistem hukum pida dalam KUHP
dan di luar KUHP.
4. Meskipun sudah ada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang bagian ketentuan pidana
ditulis: “Ketentuan Pidana ( jika diperlukan)” (Lampiran bagian
Sistematika Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, Batang ubuh,
Ketentuan Umum, huruf C). Frase “(jika diperlukan)” tersebut dimaknai secara
terbuka/luas, yaitu pembentuk undang-undang memandang perlu adanya
sanksi pidana dalam undang-undang yang dibentuknya sehingga keadaan
sekarang tampak terjadi pengaturan sanksi pidana yang tidak perlu lagi dan
cenderung berlebihan.
5. Keadaan hukum pidana di luar KUHP menjadi tidak tersistematisasi sebagai
hukum pidana nasional yang baik yang berpotensi terjadinya pelanggaran hak
dasar manusia (lihat makalah).
APA YANG HARUS DILAKUKAN DEGAN RUU
KUHP?
1. Melakukan kebijakan kodifikasi atau rekodifikasi secara menyeluruh.
2. Pasal 187 RUU KUHP (Pasal 103 KUHP) ditafsirkan secara sempit atau
terbatas (tertutup, bukan terbuka) yi berlaku untuk ketentuan pidana
dalam hukum administrasi yang diancamkan secara selektif dan
berlaku untuk situasi dalam keadaan darurat yang berlaku sementara
(dibatasi waktu berlakunya).
3. Jika ada bentuk kejahatan baru yang tidak mungkin dijangkau oleh
norma hukum pidana dalam kodifikasi, ditempuh dengan cara
melakukan amandemen KUHP.
APA YANG HARUS DILAKUKAN
DENGAN RUU KUHP?
HUKUM
BUKU I PIDANA
KHUSUS
BUKU II
BUKU II
Aman-
demen KEADAAN
DARURAT
HK PIDANA HK PIDANA
UMUM ADMINISTRASI
BUKU I
KUHP UNTUK
HK PIDANA MENGATASI
KHUSUS SITUASI
DARURAT
PEMBERLAKUAN BUKU I RUU KUHP
1. Kedudukan Buku I RUU KUHP sebagai ketentuan hukum pidana yang urgen
dalam pembentukan sistem hukum pidana nasional di masa datang.
2. Untuk mengatasi problem hukum pidana sekarang maka perlu kebijakan
menyatukan dan mengintegrasikan ke dalam sistem hukum pidana nasional.
3. Pemberlakukan Buku I RUU KUHP yang telah disahkan menjadi alternatif
mengurangi atau mencegah penyimpangan hukum pidana dan penegakan
hukum pidana .
4. Jadi berpikir induksi, yaiu hukum pidana yang tersebar dalam undang-
undang di luar KUHP ditundukkan kepada Ketentuan Umum Hukum Pidana
dalam Buku I RUU KUHP
PEMBERLAKUAN BUKU I RUU KUHP 2019
HUKUM
BUKU I PIDANA
KHUSUS
BUKU II
BUKU II
Aman-
demen KEADAAN
DARURAT
6. Tindak pidana Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana (Pasal 249, 250, 251, 252)
7. Tindak pidana Tidak Melaporkan adanya Permufakatan Jahat (Pasal 253)
9. Tindak pidana Memasuki Rumah dan Pekarangan Orang lain (Pasal 256)
10. Tindak pidana Penyadapan (Pasal 257, 258)
12. Tindak pidana Turut Serta dalam Perkumpulan yang bertujuan melakukan tindak pidana (Pasal
260)
13. Tindak pidana melakukan kekeasan terhadap orang atau barang bersma-sama di Muka Umum
(Pasal 261)
15. Tindak pidana Ganguan terhadap Ketentraman Lingkungan dan Rapat Umum(Pasal 264, 265,
266)
16. Tindak pidana Gangguan terhadap Pemakaman dan Jjenazah (Pasal 267, 268, 269, 270)
17. Tindak pidana Pengguaan Ijazah atau Gelar Akademik Palsu (Pasal 271)
19. Tindak pidana Penyelenggaraan Pawai, Pesata, atau Keramaian (Pasal 273, 274)
20. Tindak pidana Menjalankan Pekerjaan Tanpa Izin atau Melampaaui Wewenang (Pasal 275)
21. Tindak pidana Pemberian atau Penerimaan Barang kepada dan dari Narapidana (Pasal 277)
22. Tindak pidana Gangguan terhadap Tanah, Benih, Tanaman dan Pekarangan (Pasal 278, 279, 280)
PASAL YANG KONTROVERSIAL 1
1. Penghinaan terhadap bendera negara, lambang negara, dan
lagu kebangsaan yang semula diatur dalam undang-undang di
laur KUHP setelah dimasukan susunan bahasa hukum pidana
tidak tepat hrs reformulasi agar koneksi dengan norma hukum
pidana lain.
2. Penghinaan terhadap Pemerintah telah ditambah unsur baru,
yaitu terjadi akibat kerusuhan.
3. Masuknya tindak pidana terkait dengan diskriminasi yang
berasal dari tindak pidana di laur KUHP tentang penghapusan
diskriminasi.
PASAL YANG KONTROVERSIAL 2
4. Tindak pidana penggunaan kekuatan gaib (santet) yg
sudah diubah menjadi delik formil.
5. Tindak pidana penyadapan atau perekaman, (ingat
kasus “papa minta saham”).
6. Penyiaran berita bohong yang berasal dari Pasal 14
dan 15 UU 1 Tahun 1946, (ingat kasus “Ratna
Sarumpaet”).
7. Tindak pidana gangguan unggas dan hewan ternak
yang masuk pekarang atau tanah orang lain.
KONKLUSI DAN SOLUSI
1. Norma hukum pidana dalam RUU KUHP masih belum menyatu sebagai rumusan
hukum pidana dalam suatu kodifikasi hukum yang terintegrasi ke dalam nilai
hukum, asas-asas hukum, norma hukum dan yang diwujudkan dalam teks hukum
yang dirumuskan dalam pasal-psal RUU KUHP. Oleh sebab itu, masih perlu
dilakukan review terutama terkait dengan kebijakan kriminalisasi atau politik
hukum pidana dan perumusan norma hukum pidana agar jelas perbuatan
inti/pokok yang dilarang dalam norma hukum pidana tersebut dan ancaman sanksi
pidana yang tersusun secara sitematik dan jangan disahkan dulu sebagai undang-
undang.
2. Presiden dan DPR RI harus memiliki ketegasan mengenai kebijakan perumusan
norma hukum pidana dalam RUU KUHP dalam bentuk kodifikasi tertutup, dengan
pengecualian hukum pidana dalam hukum administrasi dan hanya dikenakan
sanksi pidana adminstrasi dalam hukum administrasi.
3. Presiden dan DPR RI harus memiliki ketegasan bahwa norma hukum pidana nasional
yang termasuk sebagai atau tindak pidana/kejahatan
(independent/autonomous/suigeneris/ generic crimes) hanya ada dalam atau dimuat
dalam KUHP (sekarang RUU KUHP) dengan melakukan amandemen sesuai dengan BAB,
Bagian, Paragraf yang sejenis atau yang sesuai dengan norma hukum pidana yang
menjadi dasar (genus delict) pelarangan suatu perbuatan sebagai tindak pidana dalam
KUHP agar terintegrasi ke dalam sistem hukum pidana nasional terkodifikasi (KUHP).
4. Mengamanatkan kepada Fakultas Hukum UII dan Fakultas Hukum UMY serta para ahli
hukum pidana yang ditunjuk (dari peserta seminar) untuk melanjutkan kajian dari
materi Seminar Nasional ini menjadi Tim Perumus dan Tim Pengusul kepada Presiden
dan DPR RI sebagai rumusan norma hukum pidana hasil seminar dalam rumusan yang
lebih mudah dimengerti oleh masyarakat dan memberi jaminan perlindungan hukum
terhadap masyarakat dalam penegakan hukum pidana dan keadilan dalam hukum
pidana yang berbasis ilmu pengetahuan hukum pidana.
WASSALAAMU’ALAIKUM
WAROHMATULLAHI
WABAROKATUHU