Anda di halaman 1dari 8

HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI

INDONESIA

OLEH:
EDDY MULYONO

DISAMPAIKAN DALAM PELATIHAN PERANCANGAN


PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
DISELENGGARAKAN OLEH IKATAN MAHASISWA
HUKUM TATA NEGARA FH-UNEJ

SABTU, 9 OKTOBER 2021


PERBANDINGAN NORMA HUKUM (KELSEN –
KELSEN/NAWIASKY – REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK
HANS KELSEN KELSEN/NAWIASKY INDONESIA
Staatsfundamentalnorm:
GRUNDNORM
PROK/PANCASILA
Staatsgrundgezet:
UUD 1945
NORM
KONV. KTTNGRAAN
Formele gezet:
NORM UU PP dan
Verordnung; Autonomous PER-
Satzung PRES
NORM
PERDA
dan
PERDES
NORM
PS
DALAM KONTEKS
PASAL 2 jo. PASAL 7 UUD NRI
AYAT (1) jo. PASAL 8 1945
UU Nomor 12/2011
TAP MPR RI

UU/PERPU

PP
PERPRES, PERMK, PERMA, dll
PERMEN

PERDA
dan PERDES
AZAS-AZAS PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN
 AZAS TINGKATAN HIRARKI Maksudnya isi yang terkan-dung dalam
suatu perat per-uu-an yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan isi
perat per-uu-an yang lebih tinggi tingkatan atau derajatnya. Asas tingkatan
hirarki dapat diperinci lagi menjadi: (1) ket perat per-uu-an yang lebih
rendah tingkatannya tidak dapat meng-ubah atau mengesampingkan ket
perat per-uu-an yang lebih tinggi tingkatannya, tetapi sebaliknya boleh; (2)
suatu perat per-uu-an hanya dapat dicabut, diubah, atau ditambah oleh atau
dengan perat per-uu-an yang sederajat atau lebih tinggi tingkatannya; (3)
ket-ket perat per-uu-an yang lebih rendah tingkatannya tidak mempunyai
kekuatan hukum dan tidak mengikat apabila isinya bertentangan dengan ket-
ket parat per-uu-an yang lebih tinggi tingkatannya; dan (4) materi yang
seharusnya diatur oleh perat per-uu-an yang lebih tinggi tingkatannya tidak
dapat diatur oleh perat per-uu-an yang lebih rendah tingkatannya.
LANJUTAN

 AZAS UNDANG-UNDANG TIDAK DAPAT DIGANGGU GUGAT


Pada awalnya asas ini hanya berlaku untuk UU, tetapi dalam
perkembangannya sudah dapat diperluas dan berlaku untuk perat per-uu-an
di bawah UU, khususnya Peraturan Daerah (baik Provinsi maupun
Kabupaten/Kota). Asas ini terkait dengan penentuan luas ruang lingkup
materi muatan UU yang menurut para ahli pada umumnya, dalam arti
formele wet materi muatan UU tidak dapat ditentukan lingkup meterinya
mengingat UU merupakan perwujudan kedaulatan rakyat, kedaulatan
bersifat mutlak, ke dalam tertinggi di atas segalanya dan ke luar tidak
bergantung pada siapa pun. Namun demikian, sebagaimana sudah
dipraktikkan oleh berbagai negara, termasuk Indonesia, setiap perat per-uu-
an mempunyai materi muatan sesuai dengan tingkatannya. Perkem-bangan
tersebut terkait dengan adanya hak menguji, yang dibeda-kan menjadi dua:
(1) hak menguji secara material, dalam hal ini menguji isi: apakah
bertentangan atau tidak dengan perat per-uu-an yang lebih tinggi; dan (2)
hak menguji secara formal, dalam hal ini menguji prosedur: apakah semua
formalitas atau tata cara pembentukannya sudah dipenuhi atau tidak/belum.
LANJUTAN

 AZAS UNDANG-UNDANG YANG BERSIFAT KHUSUS


MENGESAMPINGKAN UNDANG-UNDANG YANG BERSIFAT
UMUM (LEX SPECIALIS DEROGAT LEX GENERALIS) Dalam
kenyataan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sudah lazim
ditemukan adanya perat per-uu-an yang berlaku secara umum dan ada pula
yang berlaku dan mengatur hal-hal yang bersifat khusus. Kekhususan
tersebut adalah karena sifat hakikat dari masalah/persoalan dan atau karena
kepentingan yang hendak diatur yang mempunyai nilai intrinsik yang khusus.
Sebagai contoh, pengelolaan lingkungan secara umum diatur oleh UU No.
4/1982 (diganti oleh UU No. 23/1997). Di samping itu, untuk hal-hal yang
terkait dengan pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,
berdasarkan Pasal 12 UU No. 4/1982 dibentuk UU No. 5/1990 tentang
Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya (KSDAH&E). Hal tersebut berarti
bahwa karena UU KSDAH&E belum dicabut, merupakan ketentuan (UU) yang
bersifat khusus terhadap UU No.23/1997. Demikian pula UU KSDAH&E
adalah lex specialis terhadap KUHP jika terjadi pencurian di kawasan
konservasi atau mencuri flora/fauna yang dikonservasi.
LANJUTAN

AZAS UNDANG-UNDANG TIDAK BERLAKU


SURUT (NONRETROAKTIF). Pada dasarnya setiap
aturan dibentuk atau dibuat untuk mengatur
perbuatan hukum atau perilaku di masa yang akan
datang. Tidak ada aturan yang dibuat untuk mengatur
perbuatan hukum atau perilaku pada masa yang lalu,
sebab jika demikian, tidak akan terwujud apa yang
diistilahkan dengan kepastian hukum. Asas
nonretroaktif terkait dengan lingkungan kuasa hukum,
yang meliputi: lingkungan kuasa tempat (territorial
sphere), lingkungan kuasa persoalan (material sphere),
lingkungan kuasa orang (personal sphere), dan
lingkungan kuasa waktu (temporal sphere).
LANJUTAN

 AZAS UNDANG-UNDANG YANG BARU


MENYAMPINGKAN UNDANG-UNDANG YANG LAMA
(LEX POSTERIORI DEROGAT LEX PRIORI) Apabila ada
suatu masalah yang sama diatur dalam undang-undang
(lama), kemudian diatur dalam undang-undang yang
(baru), maka ketentuan undang-undang yang baru
yang berlaku. Asas ini berlaku apabila masalah yang
sama yang diatur terdapat perbedaan, baik mengenai
maksud, tujuan, maupun maknanya. Namun demikian,
asas ini tidak berlaku mutlak. Contoh: Pasal 1 (2) KUHP.
Memang, tidak ada hukum yang berlaku mutlak
sebagaimana adagium Belanda: geen recht zonder
uitzondering.

Anda mungkin juga menyukai