Anda di halaman 1dari 51

Pertemuan II

Oleh: Encik Muhammad Fauzan

Hukum, Peraturan dan Negara Hukum

1
Hukum Peraturan/Putusan Negara Hukum

Fungsi:
Memberikan
Kepastian Hukum
Fungsi: Fungsi:
1. Ketertiban Penegakan Hukum
2. Melindungi
3. Keadilan Legal Drafting
Legislative Drafting

2
Istilah Yang Lazim Digunakan

Istilah yang sering digunakan, yaitu:


 Legal Drafting
 Legislative Drafting

Istilah yang lain juga masih ada tetapi tidak dibahas


dalam kesempatan ini, seperti: Wetgevingstechnick,
legalistik, dll.

3
Pengertian Legislative Drafting:

Legislative Drafting:
is both a science and an art. It is a science in so far as
certain rules can be laid down which are of universal
application to all kinds of measures that come up for
drafting and in so far as a certain set of rules is always
abserved by all drafts men for the purpose of securing
method in their drafts.
(L.M. Bakshi, 1872)

4
Ruang Lingkup Legislative Drafting

 Legal Drafting, meliputi;


Perancangan/penyusunan kontrak (nasional dan/atau internasional)
Perancangan putusan hakim/pengadilan

 Legislative Drafting, lebih tertuju pada;


jenis peraturan negara yang mengikat secara umum, baik yang
dikeluarkan atau yang ditetapkan oleh:
Legislatif, seperti : Keputusan Pimpinan DPR/D.
Eksekutif dengan persetujuan Legislatif, seperti: Undang-Undang,
Peraturan Daerah.
Eksekutif, seperti: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Kepala Daerah,
(Gubernur/Bupati/Walikota).

5
DASAR HUKUM PEMBENTUKAN PER. P-UU-AN

• UUD 1945 (Pasal 5(1), 18(6), 20(1-5), 20A, 21A, 22A)


• UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
• UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Pasal 10)
• UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
• UU No.5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No.14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung (Pasal 31)
• UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
• Peraturan Mendagri Nomor 80 Tahun 2015

6
Norma Agama
Jenis Norma Norma Sosial
Norma Hukum
Menentukan Sikap/
N.H. Primer Hub. Antar Pribadi
Norma - Jangan mencuri
Hukum - Membayar pajak
N.H. Sekunder Rumusan Sanksi

Dalam rumusan N.H. Primer & N.H. Sekunder sering menjadi


Satu. Jadi norma hukum selalu mencerminkan dua norma
(N.H. Primer & N.H. Sekunder)

7
Jenis Norma Hukum

Norma Hukum Umum dan Norma Hukum Individual.


Norma hukum dapat dibedakan dari segi alamat yang dituju
(addressat) atau siapa yang dituju. Norma hukum umum
ditujukan kepada orang banyak, sedangkan norma hukum
individual ditujukan kepada seseorang, beberapa orang, atau
banyak orang yang tertentu.
Norma Hukum Abstrak dan Norma Hukum Konkrit.
Norma hukum dapat dibedakan berdasarkan hal atau
perbuatan yang diatur menjadi norma hukum abstrak dan
norma konkrit. Norma hukum abstrak merumuskan suatu
perbuatan secara abstrak, sedangkan norma hukum konkrit
merumuskan perbuatan secara nyata.

8
Norma Hukum Einmahlig dan Norma Hukum Dauerhaftig.
Norma hukum einmahlig adalah norma yang berlaku sekali
selesai, sedangkan norma hukum dauerhaftig adalah norma
hukum yang berlaku terus-menerus.
Norma Hukum Tunggal dan Norma Hukum Berpasangan.
Norma hukum tunggal adalah norma hukum yang berdiri
sendiri atau suatu norma hukum yang tidak diikuti norma
hukum lain. Isi norma hukum ini hanya merupakan suatu
suruhan (das Sollen) untuk bertindak atau bertingkah laku,
sedangkan norma hukum berpasangan terdiri dari beberapa
norma, norma hukum primer dan norma hukum sekunder.
Norma hukum sekunder merupakan cara penanggulangan
kalau norma hukum primer ternyata tidak dilaksanakan.

9
Sumber Kewenangan Bertindak/Berbuat
1. ATRIBUSI: Diperoleh langsung dari Undang-
Undang (asli). Misalnya: Ps. 18 (7) Amandemen
Kedua UUD 45 _: UU No. 23/2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
2. DELEGASI: Pelimpahan tugas, wewenang dan
tanggung jawab dari atasan ke bawahan.
3. MANDAT: Pelimpahan mandat ke pada bawahan/yg
ditunjuk, sdg yg bertang.jwb ada pd pemberi mandat.
4. FREIS ERMESSION: Kebebasan/ Keleluasaan
bertindak atas inisatif sendiri.

10
Bentuk-Bentuk Perbuatan

1. Perbuatan nyata
2. Perbuatan Hukum: PERATURAN
- P.H. Perdata
- P.H. Publik KEPUTUSAN
3. Peradilan (semu).
PENETAPAN

11
Sahnya Keputusan

FORMIL MATERIAL

1. Prosedur sesuai dengan 1. Dibuat yang berwenang


ketentuan. - wilayah maupun
persoalan
2. Bentuknya sesuai yang 2. Tidak cacat hukum
diperbolehkan. - tidak ada kekhilafan
3. Diberitahukan - tidak ada penipuan
- tidak ada paksaan/suap
3. Mengenai obyek tertentu

12
SUMBER WEWENANG
. PRESIDEN
MENGATUR/BERTINDAK

BERDASAR UUD 1945 DI LUAR UUD 1945 *)

Ps. 5 (1) Ps.5 (2) Ps. 22(1) Ps. 4 (1) Ps. V(AP)

PENPRES
PENPRES
UU PERPU
PERPRES
PERPRES
PERPRES
PP
KERPRES KERPRES
KERPRES

*) Wewenang Negara Dalam Keadaan Darurat


Surat Pres. Kepada ketua DPR No. 3639/HK/1959 tgl. 26 Nop. 1959 yang melatarbe-
Lakangi pembentukan PENPRES dan PERPRES
Produk Hukum
LEMBAGA PRODUK

MPR - UUD
- TAP MPR
DPR + PRESIDEN UU

PRESIDEN - PERPU
- PP

- KEPRES

MA YURISPRUDENSI

DPRD + KEP.DA PERDA

KEP.DA - KEP. KEP. DA


14
PRODUK HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

SUMBER KEWENANGAN BENTUK PERBUATAN

PRODUK

SAH TIDAK SAH

15
Tertulis & berlaku umum:
a. Peraturan Perundang-undangan
b. Peraturan Kebijakan
- Lingkup Administrasi Negara
- Lingkup Mahkamah Agung
- Lingkup Legislatif

Ruang Lingkup Tertulis & berlaku khusus:


beschikking (Ketetapan/Keputusan)
Hukum Positif

Tidak Tertulis:
a. Hukum Adat
b. Hukum Keagamaan
c. Hukum Yurispudensi
d. Hukum Kebiasaan.

16
Negara Hukum

Neg. Hk. Formal Neg.Penjaga Malam


Negara
Hukum
Neg. Hk. Material Neg. Kesejahteraan

1. Dalam negara hukum, terdapat capur tangan negara


untuk mengatur masyarakat dengan mengeluarkan
peraturan perundang-undangan, peraturan kebijakan,
dan ketetapan.
2. Per-UU-an merupakan sarana kewenangan bertindak
oleh administrasi negara maupun warga negara.

17
Arti Penting Peraturan Perundang-undangan

Bagi Administrasi Negara:


Peraturan Perundang-undangan memberikan
landasan/dasar bertindak, sekaligus jaminan
bahwa perbuatan administrasi negara itu tidak
akan dituntut oleh masyarakat.
Bagi Warga Negara:
Peraturan Perundang-undangan berfungsi
memberi perlindungan akan hak-hak dari
tindakan tidak sewenang-wenang oleh
administrasi negara.

18
Fungsi Peraturan Perundang-undangan
bagi Administrasi Negara

• Sarana membatasi kekuasaan (fungsi normatif)


• Sarana untuk menggunakan kekuasaan (fungsi
instrumental)
• Sarana perlindungan hukum bagi masyarakat
(fungsi jaminan)

19
Tujuan Peraturan Perundang-undangan

Primer: mengedepankan nilai dan norma yang ada dalam


masyarakat (kodifikasi)
Sekunder: memberi arah kepada perubahan dalam
masyarakat (modifikasi).

 Nilai : - Sesuatu yang dianggap berguna/tidak berguna.


- Sesuatu yang dianggap baik/tidak baik.
- Sesuatu yang dianggap menyenangkan/tidak
menyenangkan
- Sesuatu yang dianggap adil/tidak adil.
 Norma: aturan yang berisi perintah dan/atau larangan
misal: jangan membunuh, jangan mencuri.
20
Hierarki Peraturan Perundang-undangan RI

UU No. 12/2011tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

SUMBER HUKUM HIERARKI PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN

 Sumber HukumTertulis 1. UUD 1945


- Naskah Proklamasi 2. Tap MPR
- Pancasila 3. UU/PERPU
 Sumber Hukum Tidak 4. PP
Tertulis: 5. PERPRES
- Konvensi 6. PERDA Provinsi
- Yurisprudensi 7. PERDA Kab./Kota
- Nilai-nilai Hukum yang
hidup dalam masyarakat
21
Asas Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan

pengayoman;
kemanusiaan;
kebangsaan;
kekeluargaan;
kenusantaraan;
bhinneka tunggal ika;
keadilan;
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

22
Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(yang Baik):

Tujuan yang jelas


Organ/lembaga yang tepat
Perlunya peraturan
FORMAL Dapat dilaksanakan
Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
Kedayagunaan dan kehasilgunaan
1. ASAS PEMBENTUKAN Kejelasan rumusan
PERATURAN Keterbukaan
PERUNDANG-UNDANGAN Konsensus
YANG BAIK

Terminologi/sistematika yang benar


MATERIIL Tentang dapat dikenali
Perlakuan yang sama dalam hukum
Kepastian Hukum
Pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan

23
Pertimbangan Filosofis
Pertimbangan Yuridis
2. SYARAT PEMBENTUKAN Pertimbangan Politis
PERATURAN PERUNDANG- Pertimbangan Sosiologis
UNDANGAN YANG BAIK
Pertimbangan Ekologis
Pertimbangan Ekonomis
Pertimbangan Kultural

3. TEKNIK PERANCANGAN Ketepatan Struktur


PEMBENTUKAN PERATURAN Ketepatan Pertimbangan
PERUNDANG-UNDANGAN
Ketepatan Dasar Hukum
YANG BAIK
Ketepatan Bahasa Hukum

24
Kewenangan
Berlaku Ke Depan/Tdk Berlaku Surut
Peraturan Baru Kesampingkan yang
4. ASAS TERTIB PERATURAN Lama
PERUNDANG-UNDANGAN Tata Urutan Peraturan Perundang-
YANG BAIK undangan
Persamaan & Tidak Memihak
Kepastian, Kepatutan, & Keadilan
Kepentingan Umum

25
PERSYARATAN PEMBENTUKAN PERATURAN

1. Syarat Materiil, antara lain:


• Sesuai kewenangan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
• Tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
• Sesuai dengan aspirasi masyarakat yang sedang
berkembang.
• Tidak bertentangan dengan peraturan lain yang sederajat.
• Tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

2. Syarat formal, antara lain:


• Dibuat oleh Pejabat yang berwenang.
• Mengikuti prosedur dan tata cara yang berlaku.
• Bentuk dan jenisnya sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan

26
Tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Evaluasi Perencanaan

Perancangan
Sosialisasi RUU /Perumusan

UU

Pembahasan
Pengundangan

Penetapan

27
Materi Muatan Undang-Undang Dasar

 Struktur lembaga negara


 Kewenangan lembaga negara
 Hubungan antara lembaga negara dengan warga negara
 Hubungan antara warga negara dengan warga negara
 Hak asasi manusia
 Batas/wilayah negara
 Hubungan antar negara

28
Materi muatan Undang-Undang:

Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:
hak-hak asasi manusia;
hak dan kewajiban warga negara;
pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta
pembagian kekuasaan negara;
wilayah negara dan pembagian daerah;
kewarganegaraan dan kependudukan;
keuangan negara.
diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan
Undang-Undang.

29
Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang sama dengan materi muatan
Undang-Undang.

Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi


materi untuk menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya.

Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi


yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau
materi untuk melaksanakan Peraturan
Pemerintah.

30
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh
materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan
menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran
lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Materi muatan Peraturan Desa/yang setingkat
adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan
urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih
lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi.

31
Landasan Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan:

Landasan Filosofis:
- Pemikiran terdalam yang harus terkandung dalam
peraturan perundang-undangan.
- Pandangan hidup yang mengarahkan pembuatan
peraturan perundang-undangan, yaitu nilai-nilai
Proklamasi dan Pancasila.
Landasan Yuridis:
- Ketentuan hukum yang harus diacu dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan yang dibedakan
menjadi:

32
a. Landasan Yuridis formal yaitu ketentuan yang
menunjuk kewenangan pembuatan.
b. Landasan Yuridis Material yaitu ketentuan hukum
yang menentukan isi peraturan perundang-undangan.
Contoh:
Pasal 18 UUD’45 : Pemerintahan Daerah
Pasal 23 (2) UUD’45 : Pajak
Pasal 28 UUD’45 : Berserikat, berkumpul,
mengeluarkan pikiran, dsb

33
 Landasan Politis: Keputusan-keputusan politik yang berisi
arahan-arahan/kebijakan-kebijakan pembangunan. Misalnya:
Kebijakan debirokratisasi, liberalisasi, moneter, dsb.
 Landasan Sosiologis: Situasi dan kondisi masyarakat di mana
peraturan perundang-undangan itu akan ditetapkan. Landasan ini
berkatian dengan efektivitas pelaksanaannya. Jadi landasan yang
dipikirkan untuk pelaksanaan peraturan perundang-undangan
setelah dibuat.
 Landasan Ekologis: Pertimbangan keselamatan dan kelestarian
lingkungan hidup dan ekosistemnya.
 Landasan Ekonomis: Pertimbangan ekonomi mikro dan makro.
 Dan sebagainya (sesuai dengan materi peraturan yg diaturnya).

34
Asas Berlakunya Peraturan P-UU-an

1. Perintah pengudangan setiap UU/PERPU, PP, Perpres, dalam


Lembaran Negara RI.
Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kpl.
Daerah diundangkan dlm Berita Daerah.
2. Pengundangan merupakan syarat tunggal kekuatan mengikat.
Fiksi Hukum: setiap orang dianggap mengetahui produk hukum.
3. Penjelasan UU, dituangkan dalam Tambahan Lembaran Negara.
4. Penjelasan Perda, dituangkan dalam Tambahan Lembaran
Daerah

35
Mulai Berlakunya Peraturan Per-UU-an

1. Mulai berlaku suatu Peraturan Per-UU-an pada hari


diundangkannya, kecuali dalam ditentukan lain dalam
ketentuan klausulanya.
2. Prinsip tidak boleh berlaku surut.
Dengan prinsip: - tidak boleh berlaku surut (KUHP)
- yang lebih menguntungkan.
3. Menunggu ditetapkannya oleh peraturan lain.
4. Berlaku untuk sebagian, sedangkan yang lain ditunda.

36
Bentuk Bagian Dalam dan Ragam Bahasa
Peraturan Perundang-undangan
• Bentuk Dalam, meliputi:
- Pilihan Sistematika yang baku bagi penuangan
ketentuan-ketentuan;
- Adanya definisi (pengertian umum)
- Menghindari penggunaan kata-kata yang mengandung
arti ganda.
- Pilihan untuk memasukkan hal-hal yang erat berkaitan
dengan satu Bab, satu Pasal, satu Paragraf, atau satu
Bagian.
• Ragam Bahasa, meliputi:
Perlunya penggunaan bahasa hukum yang sudah baku
(baik pada struktur kalimat, peristilahan, dan tanda baca).
37
Bentuk Bagian Luar
Peraturan Perundang-undangan

A. Bagian Judul, berisi:


• Keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan
atau penetapan, dan nama Peraturan Peraturan perundang-
undangan.
• Nama Peraturan Perundang-undangan dibuat secara
singkat dan mencerminkan isinya.
• Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital, di tengah
marjin, dan tanpa diakhiri tanda baca.
• Pada bagian judul Peraturan Perundang-undangan
Perubahan, ditamba frase Perubahan Atas… atau
Pencabutan…..
38
B. Bagian Pembukaan, berisi:
• Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa (huruf Kapital).
• Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan (huruf Kapital).
• Konsiderans: Menimbang, berisi uraian mengenai pokok pikiran yang
melatarbelakangi pembuatan Peraturan perundang-undangan (Filosofis,
sosiologis, politis, dll).
• Diawali kata; bahwa, dan diakhiri titik koma (;)
• Dasar hukum: Mengingat, berisi dasar yuridis formal dan material (pakai
huruf Arab; 1, 2, 3, dst).
• Diktum; sebelum kata MEMUTUSKAN:, dicantumkan frase Dengan
Persetujuan Bersama DPR RI dan PRESIDEN RI setelah itu baru
Menetapkan: diikuti Nama UU.
• Nama Peraturan;……. (dengan huruf Kapital).

39
C. Bagian Batang Tubuh, berisi:
• Semua substansi Peraturan Perundang-undangan yang dirumuskan
dalam pasal-pasal
• Secara umum terdiri dari; Ketentuan Umum, Materi Pokok yang
diatur, Ketentuan Pidana (jika diperlukan), Ketentuan Peralihan (jika
diperlukan), dan Ketentuan Penutup.

• Ketentuan Umum, berisi batasan pengertian, singkatan, akronim.


• Materi Pokok yang diatur diletakkan setelah Ketentuan Umum.
• Ketentuan Pidana, memuat: rumusan yang menyatakan penjatuhan
pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi norma
larangan atau perintah. Rumusan Ketentuan Pidana harus tegas apakah
bersifat: kumulatif, alternatif, atau kumulatif alternatif (dan, atau,
dan/atau).

40
Penyusunan Naskah Akademik:

N.A.: Naskah/Uraian yang berisi penjelasan tentang:


Perlunya sebuah peraturan harus dibuat.
Tujuan dan kegunaan dari peraturan yang akan dibuat.
Materi-materi yang harus diatur peraturan tersebut.
Aspek-aspek teknis penyusunan.
Bentuk Naskah Akademik
Tidak ada bentuk baku dari suatu naskah akademik,
namun pada umumnya naskah akademik disusun
secara sitematis dalam bab-bab.
Disarankan membuat naskah akademik ke dalam
sistematika bab berikut:
41
NASKAH AKADEMIK
BAB I. PENDAHULUAN
Berisi: uraian terperinci dasar pemikiran tentang
pentingnya mengatur masalah (tertentu) dalam
suatu UU, PP, PERPRES, PERDA, dsb.
Misalnya dalam N.A. PP tentang Otonomi
Daerah.
a. Pentingnya pelaksanaan otonomi untuk
mendayagunakan potensi daerah.
b. Otonomi sangat menentukan peran serta
masyarakat dalam pembangunan.

42
BAB II. PERTIMBANGAN DASAR PENGATURAN
DALAM …..(UU, PP, PERPRES, PERDA, dst.)

Banyak pertimbangan dasar yang dapat


dikemukakan untuk suatu peraturan misalnya:
a. Pertimbangan yuridis: pengaturannya belum
jelas.
b. Pertimbangan operasional: Tidak bisa
dilaksanakan karena belum ada PP-nya, dst.
Seperti kasus otonomi daerah pada
Kabupaten/Kota.

43
BAB III. ASPEK TEKNIS PENYUSUNAN PERATURAN

1. Tentang Nama dan Judul.


Nama/Judul apa yang akan dipakai sebaiknya diberi beberapa alternatip
nama dengan penjelasan kelebihan dan kekurangan masing-masing
nama/judul.
2. Tentang Pertimbangan.
Apa saja yang dimasukkan dalam pertimbangan karena kemungkinan
banyaknya pertimbangan, perlu ditentukan aspek-aspek penting apa yang
akan dijadikan pertimbangan.
Misalnya, tentang otonomi:
a. Aspek peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
b. Aspek daya guna dan hasil guna
c. Aspek demokratisasi, dsb.

44
3. Tentang Dasar Hukum
Sebutkan dasar hukumnya, baik formal
maupun material yang digunakan.
Dasar Hukum. Material …….sesuai dengan
isi/materi yang diatur.

45
4. Pemuatan Sanksi Pidana.
Perlu dijelaskan, pidana harus dimuat dalam UU, kecuali
UU menguasakannya/mendelegasikan kepada peraturan
lebih rendah.
Perlu dijelaskan: pidana kurungan dari Perda paling lama
6 bulan atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

46
BAB IV. ISI MUATAN PERATURAN

Dalam bab ini, perlu dijelskan peraturan yang akan dibuat itu
memuat materi apa saja. Biasanya isi muatan peraturan
peraturan perundang-undangan terdiri dari:
1. Ketentuan Umum: memuat pengertian-pengertian ada ketentuan
umum ini, naskah akademik sudah harus memerinci apa saja yang
perlu didefinisikan /diberi pengertian.
2. Materi yang akan diatur.
N.A. harus memerinci segi-segi apa saja yang diatur: contoh yang
perlu diatur adalah sebagai berikut:

47
- Pelaksanaan Otonomi
- Isi rumah tangga
- Aspek keuangan Nantinya menjadi
- Susunan organisasi bab-bab dalam
Pemda Kab/Kota. rancangan
- Dekonsentrasinya

3. Ketentuan Pidana; Kalau peraturan yang akan dibuat


memuat ketentuan pidana maka pidanya harus
dirumuskan secara jelas.
Misalnya: Barang siapa ……..……diancam dengan
hukuman …………..

48
4. Ketentuan Peralihan
Naskah akademik juga perlu menjelaskan bagaimana
peraturan yang dibuat itu akan berlaku nanti, kapan akan
efektif.
Jadi dapat meliputi
a. Ketentuan penerapan.
b. Cara-cara penerapan.
5. Lain-lain…
Misalnya tentang pedoman teknis penyusunan yang akan
digunakan dst.

49
Contoh NASKAH AKADEMIK
Sistematika TENTANG
PERIZINAN

BAB I. PENDAHULUAN
1. Umum
2. Dasar
3. Maksud dan Tujuan
4. Ruang Lingkup
5. Tata Urutan
6. Referensi
7. Pengertian-pengertian

50
BAB II. LANDASAN PEMIKIRAN

1. Landasan Filosofis
2. Landasan Hukum
3. Landasan Politis Perizinan
4. Landasan Sejarah
5. Landasan Ekonomi
6. Landasan Ekologi
7. Prinsip-prinsip pembinaan dan pengertian perizinan

51

Anda mungkin juga menyukai