Catatan Ilmu Perundang2 An 2
Catatan Ilmu Perundang2 An 2
- Jenis norma peraturan perunndang-undangan (semua norma hukum dan dimuat dalam
rumusan pasal atau pasal dan ayat) :
1. Norma tingkah laku (gedrags nomen):
2. Norma kewenangan (bevoegdheids normen)
3. Norma penetapan (bepalende normen)
- Ada 4 norma tingkah laku (ditujukan u/ pemerintah atau masyarakat) :
1. Larangan (verbod) : jangan melakukan sesuatu, ketentuan ini digunakan kata “dilarang”
2. Perintah (gebod) : HARUS MELAKUKAN SESUATU. Ktentuan ini menggunakan kata
“wajib” dan “harus”
3. Izin : boleh melakukan sesuatu/toestemming. Ketentuan ini digunakan kata “dapat”
4. Pembebasa suatu perintah/vriistelling : digunakan kata “kecuali” (apabila dirumuskan
dalam pasal tanpa ayat) atau “dalam hal” (apabila dirumuskan dalam pasal yang memiliki
ayat)
Note : “harus” mengacu pada akibat dan menunjukan kondisi, sedangkan “wajib” dikenakan
sanksi.
- Norma kewenangan :
1. Berwenang / gebonden bevoegdheid
2. Tidak berwenang / onbevoegdheid
3. Dapat tetapi tidak perlu melakukan / kan maar niet hoetf – discretionarie bevoegheid :
menteri dapat menolak permohonan izin usaha di bidang pengangkutan.
Kata yg digunakan adalah “dapat”
- Norma penetapan
Misalnya : kapan mulai berlakunya suatu peraturan perundang-undangan, penentuan tempat
kedudukan suatu lembaga, dsb.
Norma berpasangan :
1. Primer : norma yg mengatur perbuatan
2. Sekunder : norma yang mengatur sanksi
Hubungan anatar norma hukum primer dan sekunder : hubungan pertanggungjawaban, apabila
dilanggar (primer) maka akan mendapatkan sanksi (sekunder)
Mengenai peletakannya : terserah yg membuat
Ex : kuhp : diletakkan sekundernya dulu, baru primer
“dikenakan pidana penjara 5 tahun (sekunder)........barangsiapa yang mencuri (primer)
TGL 15 MARET
Ruang lingkun hukum positif :
1. Tertulis dan berlaku umum
a. Peraturan perundang-undangan
b. Peraturan kebijakan : lingkup administrasi negara, lingkup MA, lingkup legislatif
2. Tertulis dan berlaku khusus : ketetapan / keputusan (beschikking)
3. Tidak tertulis : hukum adat, hukum keagamaan, hukum yurisprudensi, hukum kebiasaan
Arti penting peraturan perundang-undangan :
1. Bagi administasi negara : peraturan perundang-undagan memberikan landasan atau dasar
bertindak sekaligus jaminan bahwa perbuatan administasi negara tidak akan dituntut oleh
masyarakat
2. Bagi warga negara : peraturan perudang-undagan berfungsi memberi perlindungan akan hak
dari tidakan tidak sewenang-wenang oleh administrasi negara
Peraturan perundang-undangan :
Peraturan kebijakan : sifatnya menjalankan saja, menjalankan peraturan perundang-undangan
Teori Hierarki perundang2 an :
1. Das Dappete Recgtsantiz – Adolf Merkl (teori dua wajah) : Mendasarkan uu yg diatasnya,
mengikuti pertautran yg ada di atasnya
2. Sufentheorie-Hans Kelsen (teori jenjang norma hukum) : norma hukum itu berjenjang-
jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan). Artinya, norma yang lebih
rendah berlaku dan bersumber pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi
bersumber pada norma yang lebih tinggi lagi dst sampai bersifat hipotesis dan fiktif yaitu
norma dasar
Menurut Nawiazki :
1. Staatsfundamentalnorm (Norma fundamental)
2. Staatsgrundgeset (aturan dasar negara/aturan pokok negara)
3. Formell gesetz (undang2 “formal”)
4. Verordnung & Autonome Satzung (aturan pelakasana dan aturan otonom)
PENATAAN KEWENANGAN.......
KRITERIA PEMBAGIAN KEWENANGAN:
1. Eksternalitas; Siapa Kena Dampak Dia Yang Berwenang Mengurus
2. Akuntabilitas; Yang Berwenang Mengurus Adalah Unit Pemerintahan Yang Paling Dekat
Dengan Dampak Tersebut
3. Efisiensi; Bahwa Otonomi Harus Menciptakan Efisiensi Dengan Memperhatikan Economies
Of Scale. Untuk Itu Perlu Mempertimbangkan Catchment Area Pelayanan
- Ketentuan pidana dalam perda berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (ima puluh juta rupiah).
- Perda juga dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain tersebut di atas
sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Perundang undangan lainnya.
Tap MPR
dst
materi muatan (isi dari peratutan perundang-undangan) sudah diatur dlm uu no 12 tahun 2011
kenapa uu no 12 tahun 2011 hanya mengatur uud dan mpr : karena uu hierarkinya ada dibawah
uud dan tap mpr, maka tidak mungkin mengatur isinya dari uud dan tap mpr
uud materi muatan isinya dilihat dalam ilmu hukum (konstitusi), di dalamnya materi muatan
konstitusi ada teori dari ahli yg pada dasarnya uud materi muatan berisi :
1. struktur ketatanegaraan (mpr,dpr, lembaga yudidial)
2. perlindungan HAM
3. memuat pembatasan kekuasaan
dalam uud ada suatu paham konstitualisme : aliran yg mendasari pembentukan uud, maka rtidak
semua uud mencerminkan konstitusionalisme.
Prinsip konstitusionalisme:
1. Pembatasan kekuasaan
2. Pembagian kekuasaan
3. Perlindungan ham
Yg menetapkan uud adalah mpr
Uu
Uu adalah peraturan yg berisi ada di pasal 10 uu no 12 tahun 2011
uu dibuat oleh dpr dengan persetujuan presiden
peraturan pemerintah oengganti uu sam dengan muatan uu, bedanya yg membuat perpu adalah
presiden yg kemudian dimintakan persetujuan dpr pada persidangan berikutnya karena ada hal
yang genting, kekosongan hukum, ekonomi ambruk, kerusuhan,dsb dalam hal ikhwal kepentingan
yang memaksa.
Pp : hanya untuk menjalankan uu, tidak boleh ada pp kalau uu belum mengatur. Dibuat presiden
Perpres : bisa mandiri (tidak ada pp atau uu bisa dibuat perpres krn untuk menjalankan
pemerintahan sebagaimana mestinya). Tidak boleh bertentangan dengan pp. Yg membuat presiden
Perda : dibuat oleh dprd dengan persetujuan bersama kepala daerah (gubernur/wali kota/bupati)
(dicari)
Putusan mk yg menguji uu 11 tahun 2011 dan uu md3 (putusan no 92 tentang pengujian uu tsb)
1. Tahap perencanaan (program legislasi nasional) : tahap untuk membuat planning atau rencana
peraturan apa saja yg mau dibuat dalam satu tahun. Isinya : memuat judul, ruang lingkup,
arah dan tujuan, sasaran.
- Kalau UU (program legislasi nasional) ada 2 tahap : perencanaan tahunan (program
legislasi nasional short list/ jangka pendek) dan perencanaan 5 tahunan (program legislasi
nasional jagka menengah/ long list)
- Kalau perda (program pembentukan perda) : program perencanaannya dilakukan dalam
bentuk program pembentukan perda/ propem perda
- Kalau PP dan Perpres (proksun/ program penyusunan)
2. Tahap penyusunan : ada 2 kegiatan besar yg dilakukan untuk uu/ perda yaitu :
1) Membat naskah akademik : yg wajib ada naskah akademik adalah uu (uu perubahan
wajib) dan perda baru (perda perubahan tidak wajib). Sistematika Naskah Akademik
Adalah Sebagai Berikut: Judul, Kata Pengantar, Daftar Isi, Bab I Pendahuluan, Bab II
Kajian Teoretis Dan Praktik Empiris, Bab III Evaluasi Dan Analisis Peraturan
Perundangundangan Terkait, Bab IV Landasan Filosofis, Sosiologis, Dan Yuridis, Bab V
Jangkauan, Arah Pengaturan, Dan Ruang Lingkup Materi Muatan Undang-Undang,
Peraturan Daerah Provinsi, Atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, Bab VI Penutup
2) Membuat rangcangan peraturan uu/ perda : bisa perda, uu, atau pp. Ada beberapa
bagian/isinya (bentuk) : bagian pembukaan, bagian batang tubuh, penutup, lampiran
apabila diperlukan, penjelasan apabila diperlukan. Terdapat dalam lampiran kedua uu no
12 tahun 2011. Ada 284 cara pada lampiran kedua tersebut.
3. Tahapan Pembahasan
4. Tahapan pengesahan/penetapan
5. Pengundangan
Program legislasi nasional ada 2 dilihat dari jangkan waktunya :
1. Setahun
2. 5 tahun
Cara menentukan : proleknas pertama kali ditentukan pada masa awal jabatan dpr, jabatan dpr
kan 5 tahun, jd nanti proleknas dibuat 5 tahun kemudian dipecah atau diprioritaskan menjadi
setahunan. Satu tahun pertama apa, tahun kedua apa, dll. Yg menyusun maupun menetapkan
proleknas adalah dpr, pemerintah dan dpd (putusan mk no 92 tahun 2012). Isi dari proleknas
judul, ruang lingkup, tujuan, sasaran. Dalam perkembangannya ini bisa ada ruu yg belum
terpikirkan u/ masuk dalam prolegnas (kebutuhan diluar) misal ada uu diputus mk dan oleh
mk dinyatakan inkonstitusional bersyarat sehingga pemerintah dan dpr mengubah uu agar
sesuai putusan mk, sehingga kalau prolegnas ada ditengah tahun maka namanya daftar
kumulatif terbuka.
Undang-undang (UU) adalah salah satu bentuk dari apa yang disebut dengan peraturan perundang-
undangan. Dalam hirarkhi peraturan perundang-undangan di Indonenesia UU menempati urutan
ketiga setelah Tap MPR. UU merupakan produk hukum bentukan bersama dari DPR dan Presiden
dan untuk UU tertentu melibatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Secara garis besar proses dan
tahapan pembentukan undang-undag terbagi dalam lima tahap, yaitu perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan dan pengundangan
yang disebut dengan adalah produk hukum yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Presiden, serta, untuk UU tertentu, melibatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Secara garis besar
proses pembentukan undang-undang terbagi menjadi 5 (lima) tahap, yakni perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan.
1. Perencanaan
Perencanaan adalah tahap dimana DPR dan Presiden (serta DPD terkait RUU tertentu)
menyusun daftar RUU yang akan disusun ke depan. Proses ini umumnya kenal dengan istilah
penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Hasil pembahasan tersebut kemudian
dituangkan dalam Keputusan DPR.
Ada dua jenis Prolegnas, yakni yang disusun untuk jangka waktu 5 tahun (Prolegnas Jangka
Menengah/ProlegJM) dan tahunan (Prolegnas Prioritas Tahunan/ProlegPT). Sebelum sebuah
RUU dapat masuk dalam Prolegnas tahunan, DPR dan/Pemerintah sudah harus menyusun
terlebih dahulu Naskah Akademik dan RUU tersebut.
2. Penyusunan
Tahap Penyusunan RUU merupakan tahap penyiapan sebelum sebuah RUU dibahas bersama
antara DPR dan Pemerintah. Tahap ini terdiri dari:
Tahapan Pembentukan UU
Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian
lainnya tehadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu rancangan peraturan sebagai solusi
terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. Penyusunan RUU adalah
pembuatan rancangan peraturan pasal demi pasal dengan mengikuti ketentuan dalam
lampiran II UU12/2011
3. Pembahasan
Pembahasan materi RUU antara DPR dan Presiden (juga dengan DPD, khusus untuk topik-
topik tertentu) melalui 2 tingkat pembicaraan. Tingkat 1 adalah pembicaraan dalam rapat
komisi, rapat gabungan komisi, rapat badan legislasi, rapat badan anggaran atau rapat
panitia khusus. Tingkat 2 adalah pembicaraan dalam rapat paripurna. Pengaturan sebelum
adanya putusan MK 92/2012 hanya “mengijinkan” DPD untuk ikut serta dalam pembahasan
tingkat 1, namun setelah putusan MK 92/2012, DPD ikut dalam pembahasan tingkat 2.
Namun peran DPD tidak sampai kepada ikut memberikan persetujuan terhadap suatu RUU.
Persetujuan bersama terhadap suatu RUU tetap menjadi kewenangan Presiden dan DPR.
Apa yang terjadi pada tahap pembahasan adalah “saling kritik” terhadap suatu RUU. Jika
RUU tersebut berasal dari Presiden, maka DPR dan DPD akan memberikan pendapat dan
masukannya. Jika RUU tersebut berasal dari DPR, maka Presiden dan DPD akan memberikan
pendapat dan masukannya. Jika RUU tersebut berasal dari DPD, maka Presiden dan DPR
akan memberikan masukan dan pendapatnya.
4. Pengesahan
Setelah ada persetujuan bersama antara DPR dan Presiden terkait RUU yang dibahas
bersama, Presiden mengesahkan RUU tersebut dengan cara membubuhkan tanda tangan
pada naskah RUU. Penandatanganan ini harus dilakukan oleh presiden dalam jangka waktu
maksimal 30 hari terhitung sejak tanggal RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR dan
Presiden. Jika presiden tidak menandatangani RUU tersebut sesuai waktu yang ditetapkan,
maka RUU tersebut otomatis menjadi UU dan wajib untuk diundangkan. Segera setelah
Presiden menandatangani sebuah RUU, Menteri Sekretaris negara memberikan nomor dan
tahun pada UU tersebut.
5. Pengundangan
Pengundangan adalah penempatan UU yang telah disahkan ke dalam Lembaran Negara (LN),
yakni untuk batang tubung UU, dan Tambahan Lembaran Negara (TLN)m yakni untuk
penjelasan UU dan lampirannya, jika ada. TLN.Sebelum sebuah UU ditempatkan dalam LN
dan TLN, Menteri Hukum dan HAM terlebih dahulu membubuhkan tanda tangan dan
memberikan nomor LN dan TLN pada naskah UU. Tujuan dari pengundangan ini adalah
untuk memastikan setiap orang mengetahui UU yang akan mengikat mereka.