Anda di halaman 1dari 5

BAHAN BACA IPU

1. Pengertian Peraturan Perundang – undangan

Peraturan perundang – undangan merupakan terjemahan dari kata “wettelijke regeling”.


MATERIL,
KEPUTUSAN
TERTULIS
Bagir Manan mengemukakan bahwa dalam ilmu hukum dibedakan undang-undang
BERSIFAT
MENGIKAT
dalam arti material dan undang-undang dalam arti formal. Undang – undang dalam arti material
DIKELUAKAN adalah setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat yang berisi aturan tingkah laku yang
OLEH PEJABAT
YANG BERISI bersifat mengikat secara umum yang dinamakan peraturan perundang – undangan. Sementara
TINGKAH LAKU.
itu, undang – undang dalam arti formal adalah peraturan perundang – undangan yang dibentuk
FORMAL, DI
BENTUK OLEH DPR Bersama Presiden.
DPR BERSAMA
PRESIDEN

Logemann mengartikan perundang – undangan sebagai peraturan – peraturan yang


mengikat umum dan berdaya laku ke luar (algemen bindende en naar buiten werkende
voorschriften) Prinsip hierarki peraturan perundang – undangan:

• Peraturan perundang – undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi
• Peraturan perundang – undangan yang lebih rendah tidak dapat mengubah atau
mengesampingkan peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi
• Peraturan perundang – undangan hanya dapat dicabut, diubah, atau ditambah oleh
peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi atau sederajat
• Materi yang seharusnya diatur oleh peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi
tidak dapat diatur oleh peraturan perundang -undangan yang lebih rendah.

2. Klasifikasi Norma Hukum

1. Norma Hukum Umum dan Norma Hukum Individual


(NORMA HUKUM
UMUM)
DITUJUKAN PADA
Norma hukum umum (general norm) adalah suatu norma hukum yang ditujukan
ORANG BANYAK
ATAU TERTENTU
untuk orang banyak dan tidak tertentu. umum dirumuskan dengan kata “barangsiapa”, “setiap
SAJA orang”, dan “setiap warga negara”.
(NORMA HUKUM
INDIVIDUAL)
DITUJUKAN PADA
SESEORANG/
Norma hukum individual (individual norm) adalah suatu norma hukum yang
BEBERAPA
ORANG
ditujukkan pada seseorang atau beberapa orang yang telah tertentu. Contoh rumusan norma
hukum individual “para pedagang yang berjualan di Pasar 16 Ilir Palembang”

2. Norma Hukum Abstrak dan Norma Hukum Konkret

NORMA HUKUM
Norma hukum abstrak (abstract norm) adalah suatu norma hukum yang melihat pada
ABSTRAK,
NORMA HUKUM
perbuatan seseorang yang tidak ada batasnya, misalnya, kata “mencuri”, “membunuh”,
MELIHAT
SEORANG TIDAK
“menipu”. Sementara itu, norma hukum konkrit (concrete norm) adalah suatu norma hukum
ADA BATASNYA. yang melihat perbuatan seseorang secara lebih nyata (konkret).
NORMA HUKUM
KONKRIT, NORMA
HUKUM MELIHAT
SEORANG
Peraturan perundang – undangan bersifat mengatur (regeling) yang bentuk
SECARA NYATA. normanya berupa norma hukum umum dan abstrak sedangkan norma hukum individual dan
konkret terdapat dalam putusan pengadilan (vonis) dan keputusan pejabat tata usaha negara.
TEORI HIERARKI NORMA HUKUM, (HANS
KELSEN)

NORMA HUKUM ITU BERJENJANG DAN


BERLAPIS DLM SUSUNAN HIERARKIS, NORMA
YANG DIBAWAH BERLAKU, BERSUMBER, &
3. Teori Hierarki Norma Hukum
SESUAI PADA NORMA TIINGGI

Teori hierarki norma hukum atau teori jenjang norma diperkenalkan oleh Hans Kelsen
yang disebut sebagai stufenbau theorie. Menurut Hans Kelsen, norma hukum itu berjenjang
dan berlapis – lapis dalam suatu susunan hierarkis, di mana norma yang di bawah berlaku,
bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi.

Grundnorm merupakan asas asas hukum yang bersifat abstrak, umum, atau hipotesis.
Grundnorm bukan produk badan pembuat undang – undang, bukan bagian dari peraturan
perundang – undangan, namun merupakan sumber dari semua sumber dari tatanan peraturan
perundang – undangan yang berada di bawahnya.

Jimly Asshidiqie menyatakan bahwa hierarki norma hukum terdiri atas:

• Norma dasar (fundamental norm) yaitu terdapat dalam konstitusi


• Norma umum (general norms) yaitu terdapat dalam undang – undang
• Norma konkret (concrete norms) yaitu terdapat dalam putusan pengadilan dan
keputusan pejabat tata usaha negara

4. Materi Muatan Peraturan Perundang – Undangan

Menurut Bagir Manan, materi muatan adalah muatan yang sesuai dengan bentuk
peraturan perundang – undangan tertentu. Semakin tinggi kedudukan suatu peraturan
perundang – undangan, semakin abstrak dan mendasar materi muatannya. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah kedudukan suatu peraturan perundang – undangan, semakin
konkret materi muatannya.
(9) MATERI MUATAN PER UU :

1. UUD 1945
1. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. KETETAPAN MPR
3. UNDANG-UNDANG
4.PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UU
Menurut J.G. Steenbeek, materi muatan konstitusi atau undang – undang
5. PERATURAN PEMERINTAH
6. PERATURAN PRESIDEN
dasar mencakup tiga hal yang fundamental, yaitu pertama adanya jaminan terhadap hak
7. PERATURAN MENTERI
8. PERATURAN DAERAH
asasi manusia, kedua ditetapkannya ketatanegaraan suatu negara yang bersifat
9. PERATURAN DESA fundamental, dan ketiga adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang
bersifat fundamental.

Bagir Manan dan Kuntana Magnar mengemukakan materi muatan konstitusi


setidaknya memuat:

1. Dasar – dasar mengenai jaminan terhadap hak – hak dan kewajiban penduduk
dan warga negara
2. Dasar – dasar susunan atau organisasi negara
3. Dasar – dasar pembagian dan pembatasan kekuasaan lembaga – lembaga negara
4. Hal – hal yang menyangkut identitas negara, seperti bendera dan bahasa
nasional

2. Ketetapan MPR

Materi muatan TAP MPR yang masih berlaku berisi norma – norma hukum yang setara
dengan materi muatan undang – undang.
3. Undang – Undang

Maria Farida Indrati S. mengutip pendapat A.Hamid S. Attamimi menyebut ada 9


(sembilan) butir materi muatan undang – undang, yaitu:

a. Materi yang tegas – tegas diperintahkan oleh UUD dan TAP MPR
b. Materi yang mengatur lebih lanjut ketentuan UUD
c. Materi yang mengatur hak – hak asasi manusia
d. Materi yang mengatur hak dan kewajiban warga negara pembagian
kekuasaan negara

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang

keududukan perpu Kedudukan Perpu dalam sistem hukum nasional adalah sederajat dengan
sama derajat dengan
UU undang – undang. Namun, Perpu memiliki jangka waktu keberlakuan yang terbatas
(sementara). Apabila Perpu disetujui oleh DPR maka akan disahkan menjadi undang –
perpu memiliki
jangka berlaku
undang. Akan tetapi, jika Perpu tidak disetujui oleh DPR maka harus dicabut.
terbatas
Pasal 11 UU No. 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa “materi muatan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang – Undang sama dengan materi muatan undang –
undang”

5. Peraturan Pemerintah
PASAL 12 UU NO 12 Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang – undangan yang dibentuk
TAHUN 2011 oleh presiden untuk menjalankan undang – undang. Menurut teori Hans Nawiasky,
MATERI MUATAN
peraturan pemerintah dikategorikan sebagai aturan pelaksana (verordnung satzung).
PERATURAN Pasal 12 UU No. 12 Tahun 2011 menyebutkan bahwa “materi muatan Peraturan
PEMERINTAH, Pemerintah berisi msteri untuk menjalankan undang – undang sebagaimana
BERISI UNTUK
MENJALANKAN UU mestinya”.
SEMESTINYA.

6. Peraturan Presiden

Materi muatan peraturan presiden berisi materi yang diperintahkan oleh


undang – undang, materi untuk melaksanakan peraturan pemerintah, atau materi
untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.

7. Peraturan Menteri

Materi muatan peraturan Menteri adalah berisi materi yang diperintahkan oleh
undang – undang atau materi untuk melaksanakan peraturan pemerintah dan peraturan
presiden.

8. Peraturan Daerah
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2004, Perda memiliki
muatan materi sebagai berikut:
• Penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan
• Penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi
• Memuat materi muatan lokal atau kondisi khusus daerah.
9. Peraturan Desa
Materi muatan peraturan desa terdiri atas kewenangan yang sudah ada
berdasarkan hak asal usul desa, kewenangan yang diperoleh melalui peraturan
perundang – undangan di atasnya sebagai urusan desa, penjabaran lebih lanjut dari
peraturan perundang – undangan dan tugas pembantuan (medebewind), urusan
pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang – undangan diserahkan kepada
desa

5. Asas Pembentukan Peraturan Perundang – undangan yang Baik

• Asas Formil

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa dalam


membentuk peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundang-undnagan yang baik, meliputi sebagai berikut:

a) Asas kejelasan tujuan


Asas yang menyatakan bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-
undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b) Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
Setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara
atau pejabat pembentuk peraturan perundang - undangan yang berwenang.
Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi
hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.
c) Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan
Dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar
memerhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki
peraturan perundang- undangan.
d) Asas dapat dilaksanakan
Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan
efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik
secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
e) Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan
Setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar- benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
f) Asas kejelasan rumusan
Setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis
penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelasdan mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g) Asas keterbukaan
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan
bersifat transparan dan terbuka

• Asas Materil

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 merumuskan asas- asas yang


harus tercermin dalam materi muatan peraturan perundang-undangan, yaitu:
a) Asas pengayoman
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi
memberikan perlindungan untuk menciptakan ketenteraman masyarakat.
b) Asas kemanusiaan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
c) Asas kebangsaan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d) Asas kekeluargaan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e) Asas kenusantaraan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memerhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan
perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem
hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945.
f) Asas bhinneka tunggal ika
Materi muatan peraturan perundang-undangan harus memerhatikan keragaman
penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g) Asas keadilan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
h) Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal
yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama,
suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
i) Asas ketertiban dan kepastian hukum
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
j) Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu,
masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.

Anda mungkin juga menyukai