Anda di halaman 1dari 85

Bagian Hukum Tata Negara

Fakultas Hukum Universitas Andalas


PENGANTAR
Arti penting mempelajari Ilmu Perundang-
undangan
Hukum Nasional Indonesia dewasa ini masih dalam
proses pembentukan. Dalam hal ini pengembangan
Ilmu Perundang-undangan terasa semakin perlu
untuk membentuk Hukum Nasional, karena Hukum
Nasional yang dicita-citakan akan terdiri dari hukum
tertulis dan hukum tidak tertulis.
PENGERTIAN
ILMU PENGETAHUAN
PERUNDANG-
UNDANGAN
Peristilahan
Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan merupakan
terjemahan dari Bahasa Jerman
Gesetzgebungswissenschaft , yang merupakan cabang
ilmu baru, yang mula-mula berkembang di Eropa
Barat, terutama negara-negara yang berbahasa
Jerman.
Menurut Burkhardt Krems, dalam bukunya
Grundfragen der Gesetzgebungslehre, membagi Ilmu
Pengetahuan Perundang-undangan
(Gesetzgebungswissenschaft) dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Teori Perundang-undangan
2. Ilmu Perundang-undangan
1. Teori Perundang-undangan
(Gesetzgebungstheorie) berorientasi pada mencari
kejelasan serta kejernihan makna atau pengertian-
pengertian, dan bersifat kognitif.
2.Ilmu Perundang-undangan
(Gesetzgebungslehre) berorientasi pada melakukan
perbuatan dalam hal pembentukan peraturan
perundang-undangan, dan bersifat normatif.
Burkhardt Krems membagi Ilmu Perundang-
undangan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Proses Perundang-undangan
(Gesetzgebungsverfahren)
2. Metode Perundang-undangan
(Gesetzgebungsmethode)
3. Teknik Perundang-undangan
(Gesetzgebungstechnik)
Istilah Perundang-undangan:
Bahasa Inggris (Legislation)
Bahasa Jerman
(Gesetzgebung)
Bahasa Belanda (Wetgeving)
Perundang-undangan mempunyai dua pengertian
yang berbeda, yaitu:
1. Perundang-undangan merupakan proses
pembentukan/proses membentuk peraturan
negara, baik tingkat Pusat maupun di tingkat
Daerah.
2. Perundang-undangan adalah segala peraturan
negara, yang merupakan hasil pembentukan
peraturan-peraturan, baik di tingkat Pusat
maupun di tingkat Daerah.
NORMA DAN
NORMA HUKUM
Pengertian Norma
Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh
seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya
ataupun dengan lingkungannya.
Istilah Norma berasal dari Bahasa Latin, atau
kaidah dalam Bahasa Arab, dan sering juga disebut
dengan pedoman, patokan atau aturan dalam Bahasa
Indonesia.
Norma dalam Masyarakat

Norma adat
Norma agama
Norma kesusilaan
Norma hukum
Persamaannya dari semua norma itu adalah sebagai
pedoman bagaimana bertindak/ bertingkah laku dalam
masyarakat.
Perbedaannya antara norma hukum dan norma lainnya:
1. Norma hukum bersifat heteronom dalam arti
datang dari luar diri kita sendiri.
2. Norma hukum dapat dilekati sanksi pidana
ataupun sanksi pemaksa secara fisik.
3. Norma hukum dilaksanakan oleh Aparat Negara.
Norma Hukum dalam Negara
Menurut Hans Kelsen, hukum termasuk dalam
sistem norma yang dinamik (nomodynamics), karena
hukum selalu dibentuk dan dihapus oleh lembaga-
lembaga atau otoritas-otoritas yang berwenang
membentuknya, hal ini dapat dilihat dari segi
berlakunya atau pembentukannya.
Hukum itu berjenjang-jenjang atau berlapis-lapis
membentuk suatu hierarki.
Hukum itu adalah sah (valid)
apabila dibuat:
a. Lembaga atau otoritas yang
berwenang;
b. Berdasarkan norma yang lebih
tinggi (superior), sehingga dalam hal
ini norma yang lebih rendah
(inferior) dibentuk oleh norma
Menurut Ruiter norma yang ada di dalam peraturan
perundang-undangan yang dibentuk dapat
mengadung salah satu sifat berikut ini:
1. perintah (gebod);
2. larangan (verbod);
3. pengizinan (toestemming); dan
4. pembebasan (vrijstelling).
Karakteristik Norma Hukum
Norma Hukum Umum dan Norma Hukum
Individual
Norma Hukum Umum adalah suatu norma hukum
yang ditujukan (adressatnya) untuk orang banyak dan
tidak tertentu.
Norma Hukum Individual adalah norma hukum yang
ditujukan (adressatnya) pada seseorang, beberapa
orang, atau banyak orang yang telah tertentu.
Contoh Norma Hukum Umum:
Barang Siapa
Setiap Orang
Setiap Warganegara

Contoh Norma Hukum Individual:


Amir bin Abdullah yang bertempat tinggal di Jl. Anggrek No.21
Jakarta
Para pengendara roda empat yang melewati Jalan Sudirman pada
pukul 07.00 sampai pukul 10.00 WIB
Norma Hukum Abstrak dan Norma Hukum
Konkret
Norma Hukum Abstrak adalah suatu norma hukum
yang melihat pada perbuatan seseorang yang tidak ada
batasnya dalam arti tidak konkret.
Norma Hukum Konkret adalah suatu norma hukum
yang melihat perbuatan seseorang secara lebih nyata
(konkret).
Contoh Norma Hukum Abstrak:
mencuri, membunuh, menebang pohon

Contoh Norma Hukum Konkret:


mencuri mobil Ferari,..
membunuh si Bedu dengan golok,
menebang pohon mahoni di Jalan M. Hatta,
Norma Hukum Tunggal dan Norma Hukum
Berpasangan
Norma Hukum Tunggal adalah suatu norma yang berdiri
sendiri dan tidak diikuti oleh suatu norma hukum lainnya,
jadi hanya suatu suruhan (das sollen).
Norma Hukum Berpasangan adalah suatu norma yang
terdiri dari norma hukum primer (cara berperilaku) dan
norma hukum sekunder (cara penanggulangannya).
Contoh Norma Hukum Tunggal:
Hendaknya kita berperikemanusiaan.
Dewan Perwakilan Rakyat membentuk undang-undang.

Contoh Norma Hukum Berpasangan:


Barangsiapa menghilangkan nyawa orang lain dihukum
setinggi-tingginya 15 tahun penjara.
Norma Hukum Einmahlig dan Norma Hukum
Dauerhaftig
Norma Hukum Einmahlig (sekali selesai) adalah norma
hukum yang berlaku satu kali saja atau sekali selesai, jadi
sifatnya hanya menetapkan saja.
Norma Hukum Dauerhaftig (terus menerus) adalah norma
hukum yang berlakunya tidak dibatasi oleh waktu, jadi
dapat berlaku secara terus menerus, sampai peraturan itu
dicabut atau diganti dengan peraturan yang baru.
Contoh Norma Hukum Einmahlig:
Surat Keputusan seseorang sebagai PNS
Izin Mendirikan Bangunan bagi seseorang
Surat Izin Mengemudi bagi seseorang

Contoh Norma Hukum Dauerhaftig:


Setiap warga negara dilarang mencemari
lingkungannya
HIERARKI NORMA
HUKUM DAN TATA
SUSUNAN NORMA
HUKUM NEGARA
Hierarki Norma Hukum (Stufentheorie) oleh Hans Kelsen
Stufentheorie adalah teori tentang jenjang norma hukum, bahwa
norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis
dalam suatu hierarki tata susunan, di mana suatu norma yang
rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih
tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar
pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai
pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan
bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu Norma Dasar (Grundnorm)
Norma Dasar (Grundnorm) merupakan norma
tertinggi dalam sistem norma yang tidak dibentuk
oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi Norma
Dasar ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat
sebagai Norma Dasar yang merupakan gantungan bagi
norma-norma yang berada di bawahnya sehingga
suatu Norma Dasar itu dikatakan pre-supposed.
Tata Susunan Norma Hukum Negara oleh Hans Nawiasky
Dalam bukunya Allgemeine Rechtslehre, Hans Nawiasky
mengelompokkan norma-norma hukum dalam suatu negara
menjadi empat kelompok besar, yaitu:
Kelompok I : Staatsfundamentalnorm
Kelompok II : Staatsgrundgesetz
Kelompok III : Formell Gesetz
Kelompok IV : Verordnung und Autonome Satzung
Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara)
Norma Fundamental Negara merupakan norma tertinggi dalam
suatu negara, yang mana norma tersebut tidak dibentuk oleh
suatu norma yang lebih tinggi, tetapi pre-supposed atau
ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat dalam suatu negara
dan merupakan norma yang menjadi tempat bergantungnya
norma-norma hukum di bawahnya. Menurut Hans Nawiasky,
norma ini merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau
undang-undang dasar suatu negara, termasuk norma
pengubahannya.
Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar/Pokok Negara)
Aturan Dasar Negara atau Aturan Pokok Negara merupakan
aturan-aturan yang masih bersifat pokok dan merupakan
aturan-aturan umum yang masih bersifat garis besar sehingga
masih merupakan norma tunggal dan belum disertai norma
sekunder. Menurut Hans Nawiasky aturan dasar/pokok negara
dapat dituangkan di dalam suatu dokumen negara yang disebut
Staatsverfassung (UUD), atau dapat juga dituangkan dalam
beberapa dokumen negara yang tersebar yang disebut dengan
istilah Staatsgrundgesetz.
Formell Gesetz (Undang-Undang Formal)
Norma-norma hukum dalam undang-undang formal sudah
merupakan norma hukum yang lebih konkret dan terinci serta
sudah dapat langsung berlaku di dalam masyarakat. Jadi norma-
norma hukum dalam undang-undang ini tidak saja hanya norma
yang bersifat tunggal, tetapi norma-norma hukum itu sudah
dilekati oleh norma sekunder di samping norma primernya
(norma berpasangan). Sehingga UU sudah dapat
mencantumkan norma-norma yang bersifat sanksi, baik sanksi
pidana maupun sanksi pemaksa.
Verordnung und Autonome Satzung (Peraturan
Pelaksanaan dan Peraturan Otonom)
Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom merupakan
peraturan-peraturan yang terletak di bawah undang-
undang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan-
ketentuan dalam undang-undang, di mana peraturan
pelaksanaaan bersumber dari kewenangan delegasi,
sedangkan peraturan otonom bersumber dari kewenangan
atribusi.
PERKEMBANGAN
SISTEM PERUNDANG-
UNDANGAN DI
INDONESIA
Jenis Peraturan Perundang-
undangan dari Zaman Hindia
Belanda, yaitu:
1. Wet
2. AMvB (Algemene Maatregel van
Bestuur)
3. Ordonnantie
4. Rv (Regeringsverordening)
Wet
Merupakan suatu peraturan perundang-undangan
yang dibentuk di Negeri Belanda, oleh Regering dan
Staten Generaal bersama-sama dengan nasihat dari
Raad van State. Wet berlaku untuk wilayah Belanda
dan Hindia Belanda. Contoh wet yang masih berlaku
sampai sekarang: BW, WvS, WvK.
Algemene Maatregel van Bestuur (AMvB)
Merupakan peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh Kroon (Raja) dan Menteri-menteri serta
mendapatkan nasihat dari Raad van State. AMvB ini
berlaku untuk Negeri Belanda dan Hindia Belanda,
tetapi dibentuknya di Belanda. AMvB setingkat
dengan undang-undang.
Ordonnantie
Merupakan peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh Gouverneur Generaal (Gubernur Jenderal)
dan Volksraad (Dewan Rakyat), di Jakarta dan berlaku bagi
wilayah Hindia Belanda. Ordonnantie yang masih berlaku
di Indonesia kedudukannya setingkat dengan undang-
undang, misalnya Hinder Ordonnantie atau disebut
Ordonansi Gangguan (karena ini produk perundang-
undangan di zaman Hindia Belanda).
Regeringsverodening (Rv)
Merupakan peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh Gouverneur Generaal (Gubernur
Jenderal) di Jakarta, dan berlaku di wilayah Hindia
Belanda. Rv ini adalah peraturan pelaksanaan bagi
Wet, AMvB, dan Ordonnantie. Rv ini setingkat dengan
Peraturan Pemerintah.
Jenis-jenis Peraturan Perundang-undangan dari
Zaman Orde Lama:
1. Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan MPR;
3. Undang-Undang/ Perpu;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Keputusan Presiden; dan
6. Peraturan-peraturan Pelasanaan.
Peraturan Perundang-undangan Tingkat Pusat antara
lain:
1. Undang-Undang/ PERPU;
2. Peraturan Pemerintah (PP);
3. Keputusan Presiden (KEPPRES);
4. Keputusan Menteri (KEPMEN);
5. Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non
Departemen;
6. Keputusan Direktorat Jenderal Departemen;
7. Keputusan Badan Negara.
Peraturan Perundang-undangan Tingkat
Daerah antara lain:
1. Peraturan Daerah Tingkat I;
2. Keputusan Gubernur/ Kepala Daerah
Tingkat I;
3. Peraturan Daerah Tingkat II; dan
4. Keputusan Bupati atau Wali Kota Madya/
Kepala Daerah Tingkat II.
ASAS-ASAS DAN
LANDASAN
PEMBENTUKAN
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Menurut I.C. van der Vlies, asas-asas pembentukan
peraturan-peraturan yang patut itu dapat dibagi ke dalam
asas-asas formal dan material, yaitu:
Asas-asas formal meliputi:
1. Asas tujuan yang jelas
2. Asas organ/lembaga yang tepat
3. Asas perlunya pengaturan
4. Asas dapat dilaksanakan
5. Asas konsensus
Asas-asas material yang meliputi:
1. Asas terminologi dan sistematika yang benar
2. Asas dapat dikenali
3. Asas perlakuan yang sama dalam hukum
4. Asas kepastian hukum
5. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan
individual
Menurut A. Hamid S. Attamimi, asas-asas
pembentukan yang patut sebagai berikut:
1. Cita Hukum Indonesia
2. Asas Negara Berdasar Hukum dan asas
Pemerintahan Berdasar Sistem Konstitusi
3. Asas-asas lainnya
Asas-asas formal menurut A. Hamid S. Attamimi :
1. Asas tujuan yang jelas
2. Asas perlunya pengaturan
3. Asas organ/lembaga yang tepat
4. Asas materi muatan yang tepat
5. Asas dapat dilaksanakan
6. Asas dapat dikenali
Asas-asas material menurut A. Hamid S. Attamimi :
1. Asas sesuai dengan Cita Hukum Indonesia dan
Norma Fundamental Negara
2. Asas sesuai dengan Hukum Dasar Negara
3. Asas sesuai dengan prinsip-prinsip Negara
Berdasar Atas Hukum
4. Asas sesuai dengan prinsip-prinsip
Pemerintahan Berdasar Sistem Konstitusi
Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
yang Baik (Pasal 5 UU No.12 Tahun 2011) meliputi:
1. Kejelasan Tujuan;
2. Kelembagaan atau pejabatpembentuk yang tepat;
3. Kesusaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
4. Dapat dilaksanakan;
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
6. Kejelasan rumusan;
7. Keterbukaan.
Asas-asas Materi Muatan (Pasal 6 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011) meliputi:
1. pengayoman;
2. kemanusiaan;
3. kebangsaan;
4. kekeluargaan;
5. kenusantaraan;
6. bhinneka tunggal ika;
7. keadilan;
8. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
9. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
10. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
LANDASAN PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Menurut Solly Lubis ada tiga landasan
pembetukan peraturan perundang-undangan
yaitu:
Landasan filosofis;
Landasan sosiologis; dan
Landasan politis.
Menurut Bagir Manan ada tiga landasan
pembentukan peraturan perundang-undangan
yaitu:
1. Landasan filosofis;
2. Landasan yuridis; dan
3. Landasan sosiologis.
Landasan Filosofis
Merupakan dasar filsafat atau ide yang menjadi dasar
cita-cita sewaktu menuangkan hasrat dan
kebijaksanaan pemerintah ke dalam suatu rencana
atau draft peraturan perundang-undangan. Bagi
Indonesia landasan filosofis pembentukan peraturan
perundang-undangannya adalah Pancasila.
Landasan Yuridis
Merupakan ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum
pembentukan peraturan perundang-undangan. Landasan
yuridis ini biasanya terletak dalam konsideran mengingat
dan diurut dengan memperhatikan tata tingkat (hierarki).
Selain memperhatikan hierarki, juga harus memperhatikan
urutan kronologis suatu peraturan perundang-undangan
yang menjadi dasar yuridis.
Landasan Politis
Merupakan garis kebijaksanaan yang menjadi dasar
selanjutnya bagi kebijaksanaan dan pengarahan
ketatalaksanaan pemerintahan negara. Garis
kebijaksanaan tersebut adalah garis kebijaksanaan
politik untuk memberikan arah bagi pemerintahan
negara untuk mewujudkan tujuan nasional atau cita-
cita negaranya.
Landasan Sosiologis
Merupakan pencerminan kenyataan yang hidup dalam
masyarakat, agar peraturan perundang-undangan
dapat diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan
spontan. Selain itu dasar sosiologis harus termasuk
pula kecenderungan dan harapan masyarakat.
TATA URUT
PERATURAN
PERUNDANG-
UNDANGAN
Hierarki Peraturan Perundang-undangan Menurut Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor
XX/MPRS/1966:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (S);
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Keputusan Presiden;
6. Peraturan Pelaksana Lainnya, seperti: Peraturan Menteri,
Instruksi Menteri dan lain-lainnya.
Hierarki Peraturan Perundang-undangan Menurut Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/2000:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat ;
3. Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang;

5. Peraturan Pemerintah;
6. Keputusan Presiden;
7. Peraturan Daerah.
Hierarki Peraturan Perundang-undangan Menurut
UU Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah.
Hierarki Peraturan Perundang-undangan Menurut UU
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan:
1. Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi;
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
KEWENANGAN
PEMBENTUKAN DAN
MATERI MUATAN
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar
Ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(Pasal 3 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945)
MPR juga berwenang untuk mengubah UUD.
UUD adalah Hukum Dasar yang memuat aturan
pokok kenegaraan, menentukan kelembagaan negara,
menentukan fungsi kelembagaan negara dan
menentukan hak-hak warga negara.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR).
Ketetapan MPR ini memuat aturan yang belum
dimuat dalam UUD, mengatur garis kebijaksanaan
dalam bidang kenegaraan, ideologi, politik, hukum,
dan pembangunan.
Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang
Dibentuk oleh DPR bersama dengan Presiden. (Pasal 5 ayat (1) dan
Pasal 20 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945)
UU berisi pengaturan lebih lanjut ketentuan UUD 1945, perintah suatu
UU, pengesahan perjanjian internasional tertentu, tindak lanjut atas
putusan MK, dan/atau pemenuhan kebutuhan hukum dalam
masyarakat. (Pasal 10 UU No.12 Tahun 2011)
Perpu ditetapkan oleh Presiden. (Pasal 22 ayat (1) UUD NRI Tahun
1945)
Materi muatan Perpu sama dengan materi muatan UU. (Pasal 11 UU
No.12 Tahun 2011)
Peraturan Pemerintah
Ditetapkan oleh Presiden. (Pasal 5 ayat (2) UUD NRI
Tahun 1945)
Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi
untuk menjalankan Undang-Undang sebagaiman
mestinya. (Pasal 12 UU No.12 Tahun 2011)
Peraturan Presiden
Ditetapkan oleh Presiden.
Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang
diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk
melaksanakan Peraturan Pemerintah atau materi
untuk melaksanakan penyelengaaraan kekuasaan
pemerintahan. (Pasal 13 UU No.12 Tahun 2011)
Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota
Ditetapkan oleh Pemerintahan Daerah. (Pasal 18 ayat (6)
UUD NRI Tahun 1945)
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah
dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi. (Pasal 14 UU No.12 Tahun 2011)
PROSES
PEMBENTUKAN
PERATURAN
PERUNDANG-
UNDANGAN
Pengertian Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan
adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan
yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan. (Pasal 1 angka 1 UU NO.12 Tahun 2011)
Perencanaan Peraturan Perundang-undangan
1. Perencanaan Undang-Undang (UU)
Dilakukan dalam Program Legislasi Nasional
(Prolegnas). (Pasal 16 UU No.12 Tahun 2011)
Prolegnas adalah instrumen perencanaan
pembentukan undang- undang yang
disusun secara terencana, terpadu, dan
sistematis. (Pasal 1 angka 9 UU No.12 Tahun 2011)
2. Perencanaan Peraturan Pemerintah (PP)
Perencanaan penyusunan PP dilakukan dalam suatu program
penyusunan PP. (Pasal 24 UU No.12 Tahun 2011)
3. Perencanaan Peraturan Presiden (Perpres)
Perencanaan penyusunan Perpres dilakukan dalam suatu
program penyusunan Perpres. (Pasal 30 UU No.12 Tahun 2011)
Ketentuan perencanaan penyusunan PP berlaku secara mutatis
mutandis terhadap perencanaan penyusunan Perpres. (Pasal 31
UU No.12 Tahun 2011)
4. Perencanaan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi
Dilakukan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda)
Provinsi. (Pasal 32 UU No.12 Tahun 2011)
Prolegda adalah instrumen perencanaan program
pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana,
terpadu, dan sistematis. (Pasal 1 angka 10 UU No. 12 Tahun
2011)
5. Perencanaan Peraturan Daerah (Perda)
Kabupaten/Kota
Dilakukan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda)
Provinsi. (Pasal 39 UU No.12 Tahun 2011)
Ketentuan perencanaan penyusunan Perda Provinsi
berlaku secara mutatis mutandis terhadap perencanaan
penyusunan Perda Kabupaten/Kota. (Pasal 40 UU No.12
Tahun 2011)
NASAKAH AKADEMIK
Adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil
penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan
masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap
permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. (Pasal 1 angka
11 UU No.12 Tahun 2011)
PERUBAHAN DAN
PENCABUTAN
PERATURAN
PERUNDANG-
UNDANGAN
Perubahan Peraturan Perundang-undangan
Dilakukan dengan cara:
a. menyisipkan atau menambah materi ke
dalam Peraturan Perundang-undangan; atau
b. menghapus atau mengganti sebagian materi
peraturan perundang-undangan.
Perubahan peraturan perundang-undangan dapat
dilakukan terhadap:
a. seluruh atau sebagian buku, bab, baguian,
paragraf, pasal, dan/atau ayat; atau
b. kata, istilah, kalimat, angka, dan/atau tanda baca.
Jika suatu perubahan peraturan perundang-undangan
mengakibatkan sistematika peraturan perundang-
undangan berubah, materi peraturan perundang-
undangan berubah lebih dari 50% atau esensinya
berubah, maka peraturan perundang-undangan yang
diubah tersebut lebih baik dicabut dan disusun
kembali dalam peraturan perundang-undangan yang
baru mengenai masalah tersebut.
Pencabutan Peraturan Perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan pada dasarnya hanya
dapat dicabut melalui peraturan perundang-undangan
yang setingkat.
Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
tidak boleh mencabut peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi
Jika ada peraturan perundang-undangan lama yang
tidak diperlukan lagi dan diganti dengan peraturan
perundang-undangan baru, maka peraturan
perundang-undangan yang baru harus secara tegas
mencabut peraturan perundang-undangan yang tidak
diperlukan itu.
Pencabutan melalui peraturan perundang-undangan
yang tingkatannya lebih tinggi dilakukan jika
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
tersebut dimaksudkan untuk menampung kembali
seluru atau sebagian dari materi peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah yang dicabut
itu.
Jika peraturan perundang-undangan baru mengatur
kembali suatu materi yang sudah diatur dan sudah
diberlakukan, pencabutan peraturan perundang-
undangan itu dinyatakan dalam salah satu pasal dalam
ketentuan penutup dari peraturan perundang-
undangan yang baru, dengan menggunakan rumusan
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pencabutan peraturan perundang-undangan yang sudah
diundangkan atau diumumkan, dapat dilakukan dengan
peraturan tersendiri dengn menggunakan rumusan
ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku.
Jika pencabutan peraturan perundang-undangan
dilakukan dengan peraturan pencabutan tersendiri, maka
peraturan pencabutan itu hanya memuat 2 (dua) pasal
yang ditulis dengan angka Arab.
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai