Tahun 1945
Tim Pengajar
Departemen Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum
Materi
1. Pengantar
2. Hirarki Peraturan Perundang-Undangan
3. Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan
4. Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
5. Program Legislasi
6. Pengesahan dan Pengundangan
7. Daya Berlaku
8. Peraturan Kebijakan
Pengantar
Tidak setiap peraturan yang dibuat oleh lembaga/pejabat bersifat umum, abstrak
dan berlaku terus-menerus sebagai peraturan perundang-undangan atau
peraturan kebijakan di bidang pemerintahan, karena ada juga yang bersifat
mengikat ke dalam (interne regelingen).
UU 13/2022
• Menambah metode omnibus law
• Memperbaiki kesalahan teknis setelah persetujuan DPR dan Presiden
• Memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna
(meaningful participation)
• Membentuk peraturan perundang-undangan secara elektronik
• Mengubah sistem pendukung dari peneliti menjadi pejabat fungsional
• Mengubah Teknik penyusunan naskah akademik (RIA – ROCCIPI)
• Mengubah Teknik penyusunan PUU (omnibus)
HIRARKI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Karakter Peraturan Perundang-undangan
• Abstrak:
Hal yang diatur tidak dapat ditentukan bilangannya berapa kali.
contoh: tiap-tiap perkawinan dicatat mnrt perundang-undangan yang berlaku.
STUFENTHEORIE (Hans Kelsen)
Grundnorm
Norm
Norm
Norm
Norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan, di mana suatu
norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi; norma yang lebih tinggi
berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma
yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu Norma Dasar ( Grundnorm).
DIE THEORIE VOM STUFENTORDNUNG DER
RECHTSNORMEN (Hans Nawiasky)
Staatsfundamentalnorm
(Norma Fundamental Negara)
Staatsgrundgesetz
(Aturan Dasar/Pokok)
Formelle Gesetz
(Undang-undang ‘Formal’)
Verordnung &
Autonome Satzung
(Peraturan pelaksana & Peraturan Otonom)
Sejalan dengan Stufentheorie (Hans Kelsen) tetapi selain norma itu berlapis-lapis dan
berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok-kelompok .
Hans Nawiasky
Norma hukum terdiri atas 4 kelompok:
• Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental)
- norma tertinggi
- pre-supposed (ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat)
- dasar bagi pembentukan konstitusi
- hipotesis, fiktif, dan aksioma
Contoh : Pembukaan UUD 1945
• Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar/Pokok Negara)
- aturan yang bersifat pokok/garis besar
- norma tunggal
- dituangkan dalam dokumen negara
- berisi pembagian kekuasaan, hubungan antara kekuasaan negara dan hubungan antara negara dan warga negara.
Contoh :Batang Tubuh dan Konvensi Ketatanegaraan.
• Formell Gesetz (Undang-undang dalam arti formal)
- norma hukum lebih konkrit
- norma hukum berpasangan (primer dan sekunder)
- sudah mencantumkan sanksi pidana atau pemaksa.
- selalu dibentuk oleh lembaga legislatif.
Contoh : UU No. 25 Tahun 2000 tentang PROPENAS
• Verordnung & Autonome Satzung (Aturan pelaksana & aturan otonom)
• merupakan peraturan pelaksanaan
• berfungsi menyelenggarakan ketentuan dalam undang-undang
• aturan pelaksana berdasar kewenangan delegasi, aturan otonom berdasar atribusi.
Contoh :Peraturan Daerah merupakan delegasian
PERKEMBANGAN HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN
UUD 1945 UUD 1945 UUD 1945 UUD Negara RI Tahun 1945
INSTRUKSI
PERDES PERDES
MENTERI
DAN LAIN-LAINNYA.
Konsekuensi Tata Urut
(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup
peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia,
Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah
atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi
atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
• Ketentuan ini menimbulkan pertanyaan untuk menempatkan pada bagian mana dari tata urut yang disebutkan
dalam Pasal 7 ayat (1) agar tidak terjadi pertentangan satu sama lain.
MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
• Tap MPR : sudah tidak bisa lagi MPR menerbitkan tetapi masih tetap berlaku dan
ditaruh di atas UU di bawah UUD Pengujiannya?
• Pembedaan materi muatan PP dan Perpres; PP untuk menjalankan UU sebagaimana
mestinya; Perpres aturan lebih lanjut UU/PP.
• Pengujian Perda, pengujian perda yang bermuatan hak konstitusi -> pengujian hirarki
vs pengujian konstitusionalitas.
• Perpu; Pembuatan perpu (disidangkan masa siding berikutnya)
• Perpu; Pembatalan Perpu jika tidak mendapatkan persetujuan DPR maka akan
dicabut. Jika presiden menolak dicabut, maka tetap harus dicabut dalam bentuk UU
Pencabutan. Apakah UU Pencabutan ini harus masuk dalam tahapan legislasi biasa
yang memerlukan pembahasan dan persetujuan bersama Presiden?
PROSES PEMBENTUKAN
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
FUNGSI UU
1. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UUD yang tegas-tegas menyebutnya.
2. Melakukan pengaturan secara umum aturan-aturan dasar lainnya yang terdapat dalam batang
tubuh UUD 1945.
3. Melakukan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Tap MPR yang tegas-tegas menyebutnya,
misal dalam Pasal 6 Tap MPR No.III/2000 yang menyebutkan bahwa “Tata cara pembuatan
undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah dan pengujian peraturan perundang-
undangan oleh Mahkamah Agung serta pengaturan ruang lingkup keputusan presiden diatur lebih
lanjut dengan undang-undang”.
4. Pengaturan di bidang materi konstitusi, seperti: organisasi, tugas dan susunan lembaga negara, tata
hubungan antara negara dan warga negara, dan antara warga negara/penduduk secara timbal balik.
5. Pengaturan yang diperintahkan oleh UU lain.
PEMBENTUKAN UU
4a
tidak boleh diajukan
lagi dalam persi-
dangan masa itu
TIDAK [Pasal 20 (3)] 4b
1a
memegang kekuasaan mengesahkan
membentuk UU [Pasal 20 (4)]
4
[Pasal 20 (1)] 4c
13 anggota berhak mengajukan
persetujuan YA dalam hal RUU tidak
usul RUU bersama disahkan, dalam waktu 30
(Pasal 21) hari, RUU tersebut sah
menjadi UU dan wajib
diundangkan
[Pasal 20 (5)]
3
DPR Presiden
RUU
dibahas bersama
[Pasal 20 (2)]
UU
berhak mengajukan RUU
1b
yang sesuai dengan
kewenangannya berhak mengajukan RUU
[Pasal 22D (1)] [Pasal 5 (1)]
DPD
pertimbangan atas RUU
yang sesuai dengan
kewenangannya [Pasal
22D (2)]
RUU dari DPD
• Tingkat I dalam Rapat Komisi, Rapat Badan Legislasi, Rapat Panitia Anggaran, atau Rapat Panitia Khusus, terdiri atas:
• Pandangan dan pendapat Fraksi-Fraksi atau pandangan dan pendapat Fraksi-Fraksi dan DPD apabila RUU berkaitan dengan kewenangan DPD,
untuk RUU yang berasal dari Presiden; atau
• Pandangan dan pendapat Presiden atau pandangan dan pendapat Presiden beserta DPD apabila RUU berkaitan dengan kewenangan DPD, untuk
RUU yang berasal dari DPR;
• Pandangan dan pendapat Fraksi-Fraksi dan Presiden untuk RUU yang berasal dari DPD;
• Tanggapan Presiden atas pandangan dan pendapat Fraksi-Fraksi dan DPD atau tanggapan Pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas
RUU terhadap Pandangan dan pendapat Presiden atau pandangan dan pendapat Presiden beserta DPD dan Tanggapan DPD atas pendangan dan
pendapat Fraksi-Fraksi dan Presiden;
• Pembahasan RUU oleh DPR , Presiden dan DPD berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
• Dapat pula dilakukan:
• diadakan Rapat Dengar Pendapat atau Rapat Dengar Pendapat Umum;
• diundang Pimpinan Lembaga Negara atau lembaga lain apabila materi Rancangan Undang-
Undang berkaitan dengan lembaga negara atau lembaga lain; dan/atau
• diadakan rapat intern.
• Tingkat II dalam Rapat Paripurna, terdiri atas:
• laporan hasil Pembicaraan Tingkat I;
• pendapat akhir Fraksi yang disampaikan oleh Anggotanya dan apabila dipandang perlu dapat pula disertai dengan catatan tentang sikap
Fraksinya; dan
• pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh Menteri yang mewakilinya.
• Tanggapan akhir DPD.
PERPU
Harus
Dalam hal ihwal kegentingan yang
memaksa, berhak menetapkan dicabut
peraturan pemerintah sebagai [Pasal 22 (3)]
pengganti undang-undang
[Pasal 22 (1)]
Tidak
Persetujuan Menjadi
PRESIDEN DPR Ya UU
Perpu harus
mendapat
persetujuan
[Pasal 22 (2)]
Peraturan Pemerintah
Fungsi:
Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UU yang tegas-
tegas menyebutnya. Hal ini dapat terlihat dalam rumusan konsideran
menimbang setiap pembentukan PP.
Proses Pembentukan PP
(UU No. 12 Tahun 2011 jo. Perpres No. 87 Tahun 2014)
• Pemrakarsa membentuk Panitia • Ketua Panitia adalah pejabat yang ditunjuk oleh
pemrakarsa.
Antardepartemen (departemen, Kementerian, • Hasil penelitian oleh Panitia Antardepartemen
atau LPND). • Pembahasan difokuskan pada permasalahan yang
bersifat prinsip mengenai objek yang akan diatur, harus selalu dilaporkan kepada pimpinan asal
• Mengajukan Permohonan Keanggotaan jangkauan, dan arah pengaturan. lembaganya.
Panitia Antardepartemen kepada • Perancangan yang meliputi penyiapan, pengolahan,
dep/lembaga terkait. dan perumusan RPP oleh biro hukum atau satuan kerja
• Jika sudah dapat diterima, maka disampaikan
• Penetapan Keanggotaan oleh Pemrakarsa. yang menyelenggarakan fungsi di bidang peraturan kepada pemrakarsa.
perundang-undangan pada lembaga pemrakarsa.
• Keterlibatan wakil dari Depkumham pada • Hasil kerja perancangan disampaikan kpd Panitia
setiap RPP untuk melakukan harmonisasi Antardepartemen untuk diteliti kesesuaiannya dengan
dengan peraturan lain. prinsip-prinsip yang telah disepakati.
Presiden Penyebarluasan
Penyebarluasan
• Hasil
PP
yang telah disetujui bersama
• Diajukan kepada Presiden untuk disebarluaskan pada Masyarakat.
ditetapkan menjadi PP melalui Sekretariat • Hasil masukan dari Masyarakat dijadikan dasar
Negara. penyempurnaan Panitian Antardepartemen.
• Dimintakan persetujuan kepada menteri/
pimpinan lembaga terkait dengan paraf.
Peraturan Presiden
• Fungsi Perpres:
• menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
• menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut yang diperintahkan oleh UU
atau PP.
• menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain yang tidak
secara tegas disebutkan dalam PP.
Proses Pembentukan Perpres
(UU No. 12 Tahun 2011 jo. Perpres No. 87 Tahun 2014)
Panitia antarkementerian
Pemrakarsa Kementerian/Lembaga Terkait
• Pemrakarsa membentuk Panitia • Ketua Panitia adalah pejabat yang ditunjuk oleh
Antardepartemen (departemen, Kementerian, pemrakarsa.
• Hasil penelitian oleh Panitia Antardepartemen
atau LPND). • Pembahasan difokuskan pada permasalahan yang
bersifat prinsip mengenai objek yang akan diatur, harus selalu dilaporkan kepada pimpinan asal
• Mengajukan Permohonan Keanggotaan Panitia jangkauan, dan arah pengaturan. lembaganya.
Antardepartemen kepada dep/lembaga • Perancangan yang meliputi penyiapan, pengolahan, dan • Jika sudah dapat diterima, maka disampaikan
terkait. perumusan Raperpres oleh biro hukum atau satuan
kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang
kepada pemrakarsa.
• Penetapan Keanggotaan oleh Pemrakarsa.
peraturan perundang-undangan pada lembaga
• Keterlibatan wakil dari Depkumham pada pemrakarsa.
setiap Raperpres untuk melakukan • Hasil kerja perancangan disampaikan kpd Panitia
harmonisasi dengan peraturan lain. Antardepartemen untuk diteliti kesesuaiannya dengan
prinsip-prinsip yang telah disepakati.
Presiden Penyebarluasan
Penyebarluasan
• Pengesahan:
• Materiil: Pengesahan yang dilakukan pada saat DPR dan Presiden
memberikan persetujuan bersama dalam Sidang Paripurna DPR.
• Formil: Pengesahan Presiden pada saat presiden membubuhkan tanda
tangannya pada naskah RUU yang telah disahkan secara materiil.
• Pengundangan:
Pemberitahuan secara formal suatu peraturan negara dengan penempatannya
dalam suatu penerbitan resmi yang khusus untuk maksud itu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PENGUNDANGAN
• Landasan:
• een ieder wordt geacht de wet te kennen (setiap orang dianggap mengetahui
undang-undang).
• (Dutch) opdat neimand hiervan onwetendheid voorwende / (Latin) Ignorantia
iuris neminem excusat / (English) Ignorance of the law excuses no man
(ketidaktahuan seseorang terhadap undang-undang, tidak akan memaafkannya).
• Ratio:
• Karena UU dibuat oleh wakil-wakil rakyat, maka rakyat dianggap tahu akan UU
tsb.
• Peraturan negara yang diundangkan dapat menjangkau hak-hak rakyat seperti
perampasan kebebasan dan harta benda dalam bentuk sanksi pidana atau sanksi
pemaksa, perlu dibentuk dan diberitahukan dengan prosedur dan cara yang
ditentukan oleh rakyat sendiri melalui peraturan-peraturan yang ditetapkannya
sendiri.
PENGUNDANGAN
• Pasal 1 angka 12 UU No.12 Tahun 2011 jo. Pasal 1 angka 2 Perpres No.87 Tahun 2014
Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.
• Materi Pengundangan dalam Lembaran Negara: UU, Perpu, PP, dan Perpres (Pengesahan Perjanjian
Internasional dan Pernyataan Keadaan Bahaya), dan peraturan lainnya yang diperintahkan pengundangannya
dalam Lembaran Negara.
• Materi Pengundangan dalam Tambahan Lembaran Negara: Penjelasan UU, Penjelasan Perpu, Penjelasan PP,
dan Penjelasan Perpres dan Penjelasan peraturan lainnya yang diperintahkan pengundangannya dalam
Lembaran Negara.
• Materi Pengundangan dalam Berita Negara: Peraturan Menteri dan Peraturan LPNK, Putusan MK, dan
peraturan lainnya yang diperintahkan pengundangannya dalam Berita Negara.
• Materi Pengundangan dalam Tambahan Berita Negara: Penjelasan Peraturan Menteri dan Peraturan LPNK,
peraturan lainnya yang diperintahkan pengundangannya dalam Berita Negara, dan akta pendirian perseroan.
PENGESAHAN & PENGUNDANGAN UU
DPR
• RUU yang telah disetujui bersama
• Disampaikan kepada Presiden max 7 hari setelah disetujui bersama.
PENGESAHAN PRESIDEN
•Persiapan Naskah RUU oleh Sekretariat Negara. Jika sudah lengkap, Presiden membubuhkan tanda
tangannya
•Sekretaris Negara memberikan nomor dan tahun pada UU tersebut, dan menyampaikannya kepada
Menkumham untuk diundangkan
UU Tentang
UU No. 25 Tahun 2002 Pembentukan Provinsi Riau Kepulauan
UU No. 32 Tahun 2002 Penyiaran
UU No. 17 Tahun 2003 Keuangan Negara
UU No. 18 Tahun 2003 Advokat
UU No. 2 Tahun 2018 Perubahan Kedua UU MD3
UU No. 19 Tahun 2019 Perubahan Kedua atas UU KPK
PROBLEMATIKA UU YANG TIDAK
DISAHKAN PRESIDEN
• Pada bagian akhir sebuah UU (pada posisi tanda tangan presiden) dibubuhkan
kalimat "Undang-Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat
(5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Realitasnya
digunakan “telah sah”.
• Issues:
▪ Kenapa masih menggunakan Presiden Republik Indonesia pada setiap UU?
Padahal kewenangannya sudah dialihkan kepada DPR?
▪ Jika sebuah UU tidak disahkan oleh Presiden, dari manakah perintah
datangnya pengundangan?
▪ Siapa yang berwenang mengundangkan ketika presiden tidak memberikan
pengesahan dan perintahnya?
PENGESAHAN & PENGUNDANGAN PERPU, PP,
PERPRES, DAN PERATURAN LAINNYA
Peraturan
Perpu & PP Perpres
lainnya
• penetapan tertulis,
• Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara,
• tindakan hukum tata usaha negara,
• peraturan perundang-undangan yang berlaku,
• konkret,
• individual,
• final, dan
• akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Diskresi ≠ otoritarianisme
• AAUPB (kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan,
kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan,
kepentingan umum, pelayanan yang baik) – Pasal 10 UU 30/14
• Tidak boleh melampaui wewenang – Pasal 30:
• Melampaui batas waktu berlakunya wewenang yang diberikan oleh PUU
• Melampaui batas wilayah berlakunya wewenang yang diberikan oleh PUU
• Sesuai prosedur (pasal 26, 27, 28)
• Harus ada ruang untuk checks and balances/ keberatan dari pihak
yang merasa dirugikan
Penyelenggaraan Administrasi Pemerintah
• Pasal 33 UU 30/14 :
• Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang bersifat mengikat
dalam penyelenggaraan pemerintahan.
• Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang tetap berlaku hingga
berakhir atau dicabutnya Keputusan atau dihentikannya Tindakan oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang. contrarius actus (yang
membuat); atasan pembuat; atau pembatalan oleh lembaga pengadilan.
Masalah: Beleidsregel yang tidak bisa diuji karena
bentuk (formil) – Kompetensi absolute pengadilan
• Kebijakan lisan/ tidak tertulis
• Surat Edaran
• Instruksi
• Nota Dinas
• SOP ?
• Pedoman?
Baiknya diwadahi dalam format yang jelas (agar memberikan peluang untuk
pengujian atas keberatannya). Bisa berupa peraturan atau keputusan
tergantung dari sifat norma nya (umum abstrak atau individual konkret)
Teknik Penyusunan - Pasal 97 UU 12/2011
• Teknik penyusunan dan/atau bentuk yang diatur dalam Undang-Undang ini
berlaku secara mutatis mutandis bagi teknik penyusunan dan/atau bentuk
Keputusan Presiden, Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Keputusan Pimpinan DPR, Keputusan Pimpinan DPD, Keputusan Ketua
Mahkamah Agung, Keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi, Keputusan
Ketua Komisi Yudisial, Keputusan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan,
Keputusan Gubernur Bank Indonesia, Keputusan Menteri, Keputusan
Kepala Badan, Keputusan Kepala Lembaga, atau Keputusan Ketua Komisi
yang setingkat, Keputusan Pimpinan DPRD Provinsi, Keputusan Gubernur,
Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota, Keputusan Bupati/Walikota,
Keputusan Kepala Desa atau yang setingkat.