Anda di halaman 1dari 112

TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

TOGI SIHAR H S
(PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN)
PENGERTIAN

Teknik?

Penyusunan?

Peraturan Perundang-undangan?
Dari segi etimologis,“Teknik Penyusunan
Peraturan Perundang-undangan” dapat diartikan
sebagai:
suatu metode/cara berdasarkan keahlian
khusus untuk menata peraturan tertulis yang
dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat
berwenang dan mengikat umum sehingga
tersusun secara sistematis dan koheren sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PASAL 7 AYAT (1) UU NO.12/2011


• UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
.
• KETETAPAN MPR
• UNDANG-UNDANG/PERPU
• PERATURAN PEMERINTAH
.
• PERATURAN PRESIDEN
• PERATURAN DAERAH PROVINSI
• PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
.
4
TAP MPR dan MPRS yang masih berlaku
(Pasal 2 dan Pasal 4 TAP MPR Nomor I/MPR/2003)
1. TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI, Pernyataan sebagai
Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara RI bagi PKI dan Larangan Setiap
Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran
Komunis/Marxisme Leninisme;
2. TAP MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka
Demokrasi Ekonomi;
3. TAP MPR Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur;
4. TAP MPRS Nomor XXIX/MPRS/1966 tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera;
5. TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
6. TAP MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka
Negara Kesatuan RI;

5
TAP MPR/MPRS...
7. TAP MPR No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan;
8. TAP MPR No.V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional;
9. TAP MPR No.VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Kepolisian Negara RI;
10. TAP MPR No.VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Kepolisian Negara RI;
11. TAP MPR No.VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa;
12. TAP MPR No.VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan;
13. TAP MPR No.VIII/mpr/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan
dan Pencegahan KKN;
14. TAP MPR No.IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber
Daya Alam.

6
KEKUATAN HUKUM PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN SESUAI DENGAN HIERARKI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN.----Pasal 7 ayat (2) UU
Nomor 12 Tahun 2011

{ TEORI BERJENJANG NORMA (HANS KELSEN) YANG DIKENAL


DENGAN STUFENTHEORIE. TEORI INI KEMUDIAN
DIKEMBANGKAN OLEH MURIDNYA YANG BERNAMA HANS
NAWIASKY MENJADI TEORI JENJANG NORMA HUKUM.
Jenis Peraturan Perundang-undangan Lain
(Pasal 8 UU No.12 Tahun 2011)
(1) Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan
yang ditetapkan oleh MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, KY, BI,
Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang
dibentuk dengan UU atau Pemerintah atas perintah UU,
DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat

(2) Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau
berdasarkan kewenangan.
LANDASAN HUKUM…
BERDASARKAN KETENTUAN PASAL 64 AYAT (1) DAN AYAT (2)
UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
MENYATAKAN BAHWA:
(1) Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-
undangan dilakukan sesuai dengan teknik
penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan
Peraturan Perundang-undangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Undang-Undang ini.
Beberapa hal terkait teknik penyusunan peraturan perundang-undangan
dalam UU 12/2011 sebagai pengganti UU 10/2004

UU 10 TAHUN 2004 UU 12 TAHUN 2011

HANYA ADA 1 (SATU) LAMPIRAN YAITU LAMPIRAN TERDIRI ATAS 2 LAMPIRAN:


TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG- LAMPIRAN I TEKNIK PENYUSUNAN NA RUU, RPERDA
UNDANGAN PROV, DAN R-PERDA KAB/KOTA
LAMPIRAN II TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
247 BUTIR 284 BUTIR
TIDAK ADA BENTUK RANCANGAN PERATURAN ADA BENTUK RANCANGAN PERATURAN MENTERI
MENTERI

BENTUK RANCANGAN PERATURAN DAERAH BENTUK RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI


BENTUK RANCANGAN PERATURAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA

TIDAK ADA PENGATURAN JENIS HURUF NASKAH DIATUR NASKAH PERATURAN PERUNDANG-
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANGAN DIKETIK DGN JENIS HURUF BOOKMAN
OLD STYLE, DGN HURUF 12, DIATAS KERTAS F4.
LAMPIRAN II
UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

SISTEMATIKA
BAB I KERANGKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. JUDUL
B. PEMBUKAAN
C. BATANG TUBUH
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (Jika diperlukan)
F. LAMPIRAN (Jika diperlukan)
BAB II HAL- HAL KHUSUS

BAB III RAGAM BAHASA PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN

BAB IV BENTUK RANCANGAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN
JUDUL
• JUDUL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
MEMUAT KETERANGAN MENGENAI:
 JENIS
 NOMOR
 TAHUN PENGUNDANGAN
 NAMA PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN
• NAMA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBUAT
SECARA SINGKAT DENGAN HANYA MENGGUNAKAN 1 (SATU)
KATA ATAU FRASA TETAPI SECARA ESENSIAL TELAH
MENCERMINKAN ISI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

• CONTOH NAMA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


YANG MENGGUNAKAN 1 KATA:
 PATEN;
 KEPEMUDAAN;
 YAYASAN;
 PEMASYARAKATAN;
 KETENAGAKERJAAN;
 KETENAGALISTRIKAN.
CONTOH NAMA PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN YANG MENGGUNAKAN FRASA:

• KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT


DI MUKA UMUM;
• PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
• SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
• PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM
• PEMERINTAHAN DAERAH
Judul Peraturan Perundang-undangan ditulis
seluruhnya dengan HURUF KAPITAL yang diletakkan
di TENGAH MARJIN tanpa diakhiri tanda baca

Contoh:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 6 TAHUN 2011
TENTANG
KEIMIGRASIAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2002
TENTANG
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR … TAHUN …
TENTANG
HUKUM ACARA PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR … TAHUN …
TENTANG
HAK ASASI MANUSIA
LANJUTAN…

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 16 TAHUN 1994
TENTANG
JABATAN FUNGSIONAL PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 43 TAHUN 2007
TENTANG
TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PERANCANG
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
LANJUTAN…
PERATURAN DAERAH PROVINSI
DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 8 TAHUN 2007
TENTANG
KETERTIBAN UMUM

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA


NOMOR 5 TAHUN 2010
TENTANG
KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA
MAJELIS RAKYAT PAPUA
COBA BERIKAN 2 (DUA) CONTOH JUDUL PERATURAN
PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG/PERPU?

FORMAT JUDUL PERPU:


PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
….
JUDUL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TIDAK
BOLEH DITAMBAH DENGAN SINGKATAN ATAU
AKRONIM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 26 TAHUN 2000
TENTANG
PENGADILAN HAM

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU


NOMOR 9 TAHUN 2005
TENTANG
LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK)
Pada nama Peraturan Perundang-
undangan perubahan ditambahkan
frasa perubahan atas di depan
judul peraturan perundang-
undangan yang diubah
Contoh:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2011
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008
TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 25 TAHUN 2003
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002
TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
JIKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TELAH
DIUBAH LEBIH DARI 1 (SATU) KALI, DIANTARA KATA
“PERUBAHAN” DAN KATA “ATAS” DISISIPKAN
KETERANGAN YANG MENUNJUKKAN BERAPA KALI
PERUBAHAN TERSEBUT TELAH DILAKUKAN, TANPA
MERINCI PERUBAHAN SEBELUMNYA

CONTOH:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32
TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
contoh
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2007
TENTANG
PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24
TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN
ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MINAHASA TENGGARA


NOMOR 3 TAHUN 2011
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN
2007 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS
DAERAH KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
JIKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
DIUBAH MEMPUNYAI NAMA SINGKAT, PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN PERUBAHAN DAPAT
MENGGUNAKAN NAMA SINGKAT PERATURAN YANG
DIUBAH TERSEBUT

CONTOH:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984
Pada nama Peraturan Perundang-
undangan pencabutan ditambahkan kata
“pencabutan” di depan judul Peraturan
Perundang-undangan yang dicabut

contoh:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2010
TENTANG
PENCABUTAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-
UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Pada nama Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) yang ditetapkan menjadi
Undang-Undang, ditambahkan kata “penetapan” di
depan judul Peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan dan diakhiri dengan frasa “menjadi
Undang-Undang”.
contoh:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2003
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-
UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA TERORISME MENJADI UNDANG-UNDANG
Pada nama Peraturan Perundang-undangan
pengesahan perjanjian atau persetujuan
internasional, ditambahkan kata “pengesahan” di
depan nama perjanjian atau persetujuan
internasional yang akan disahkan.
contoh:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 47 TAHUN 2007
TENTANG
PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN
AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN
(AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA
ON THE FRAMEWORK FOR SECURITY COOPERATION)
Jika dalam perjanjian atau persetujuan
internasional bahasa Indonesia digunakan
sebagai salah satu teks resmi, nama perjanjian
atau persetujuan ditulis dalam bahasa
Indonesia, yang diikuti oleh bahasa asing dari
teks resmi yang ditulis dengan huruf cetak
miring dan diletakkan di antara tanda kurung
(…).
contoh
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2010
TENTANG
PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK
INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG
PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA
NEGARA DI BAGIAN BARAT SELAT SINGAPURA,2009
(TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND
THE REPUBLIC OF SINGAPORE RELATING DELIMITATION
OF THE TERRITORIAL SEAS OF THE TWO COUNTRIES IN
THE WESTERN PART OF THE STRAIT OF SINGAPORE,2009)
jika dalam perjanjian atau persetujuan
internasional, bahasa Indonesia tidak
digunakan sebagai teks resmi, nama
perjanjian atau persetujuan ditulis dalam
bahasa Inggris dengan huruf cetak miring
dan diikuti oleh terjemahannya dalam bahasa
Indonesia yang diletakkan di antara tanda
baca kurung.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2009
TENTANG
PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST
TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME
(KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG
TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI)
PEMBUKAAN
A. Frasa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA;
B. JABATAN PEMBENTUK PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN;
C. KONSIDERANS;
D. DASAR HUKUM; DAN
E. DIKTUM
• FRASA: “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha
Esa”, DITULIS SELURUHNYA DENGAN HURUF
KAPITAL YANG DILETAKKAN DI TENGAH
MARJIN.
• Pencantuman frase ini memberikan cerminan
(refleksi) bahwa rumusan dalam peraturan
perundang-undangan yang dibentuk tersebut
mengalir atau dipenuhi oleh rahmat Tuhan
Yang Maha Esa yang merupakan perwujudan
nilai Pancasila (staatsfundamentalnorm).
Jabatan Pembentuk Peraturan
Perundang-undangan
• ditulis seluruhnya dengan HURUF KAPITAL yang
diletakkan di tengah marjin dan diakhiri dengan
tanda baca koma (,).
contoh:
1. jabatan pembentuk UU:
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
2. jabatan pembentuk Peraturan Daerah Provinsi:
GUBERNUR SUMATERA BARAT,
KONSIDERANS

• diawali dengan kata “Menimbang”


• Memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran
yang menjadi pertimbangan dan alasan
pembentukan peraturan perundang-undangan.
• Pokok pikiran pada konsiderans UU, Perda Prov
atau Perda kab/kota memuat unsur filosofis,
sosiologis, dan yuridis yang menjadi
pertimbangan dan alasan dibentuknya
peraturan tersebut yang penulisannya
ditempatkan secara berurutan dari filosofis,
sosiologis, dan yuridis.
Unsur Filosofis
Menggambarkan bahwa peraturan yang
dibentuk mempertimbangkan pandangan
hidup, kesadaran, dan cita hukum yang
meliputi suasana kebatinan serta falsafah
bangsa Indonesia yang bersumber dari
Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Unsur Sosiologis

Menggambarkan bahwa peraturan yang


dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek.
Unsur Yuridis
Menggambarkan bahwa peraturan yang
dibentuk untuk mengatasi permasalahan
hukum atau mengisi kekosongan hukum
dengan mempertimbangkan aturan yang telah
ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut
guna menjamin kepastian hukum dan rasa
keadilan masyarakat.
Contoh Konsiderans “Menimbang” UU No. 12 Tahun 2011
a. bahwa untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara
berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang
dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem
hukum nasional yang menjamin perlindungan hak dan kewajiban
segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan
perundang-undangan yang baik, perlu dibuat peraturan mengenai
pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan
dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat
semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-
undangan;
c. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan masih terdapat
kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan
masyarakat mengenai aturan pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik sehingga perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
CONTOH..2

UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG


PERSEROAN TERBATAS
Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang
diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional, perlu didukung oleh
kelembagaan perekonomian yang kokoh
dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat;
b. bahwa dalam rangka lebih
meningkatkan pembangunan
perekonomian nasioanl dan sekaligus
memberikan landasan yang kokoh bagi
dunia usaha dalam menghadapi
perkembangan perekonomian dunia
dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi di era globalisasi pada masa
mendatang, perlu didukung oleh suatu
undang-undang yang mengatur tentang
perseroan terbatas yang dapat
menjamin terselenggaranya iklim dunia
usaha yang kondusif;
c. bahwa perseroan terbatas sebagai
salah satu pilar pembangunan
perekonomian nasional perlu
diberikan landasan hukum untuk
lebih memacu pembangunan
nasional yang disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas
kekeluargaan;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan hukum dan
kebutuhan masyarakat sehingga
perlu diganti dengan undang-undang
yang baru;
Konsiderans huruf a:
Jika dicermati rumusan “menimbang” ini secara
jelas tergambar pokok pemikiran yang korelatif
dengan norma Pasal 33 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
merupakan jiwa (spirit) sekaligus cita hukum
dalam penyelenggaraan perekonomian nasional
sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan
masyarakat melalui penguatan kelembagaan
perekonomian. Sehingga dapat dipahami bahwa
rumusan konsiderans ini memuat unsur
FILOSOFIS.
Konsiderans huruf b
Rumusan ini secara eksplisit menggambarkan
argumentasi atau alasan pertimbangan mengenai
urgensitas dibentuknya suatu peraturan perundang-
undangan berupa Undang-Undang tentang
perseroan terbatas sebagai instrumen yang
diharapkan dapat menjamin iklim dunia usaha yang
kondusif yang merupakan kebutuhan riil masyakat
sehingga secara makro mampu meningkatkan
perekonomian bangsa Indonesia. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa rumusan pertimbangan ini
memuat unsur SOSIOLOGIS.
Konsiderans huruf c dan huruf d
- menggambarkan mengenai pentingnya atau
urgensitas suatu landasan hukum (legal base)
bagi perseroan terbatas dalam rangka menjamin
kepastian hukum sebagai prasyarat formalistik
untuk percepatan pembangunan nasional.
- Selain itu, peraturan yang telah ada yakni UU No.
1 Tahun 1995 dinilai belum sepenuhnya mampu
mengakomodasi perkembangan hukum yang
terjadi dan kebutuhan masyarakat pada
umumnya sehingga penggantian terhadap UU
tersebut menjadi hal yang sangat dibutuhkan.
- Berdasarkan hal di atas, rumusan dalam
konsiderans huruf c dan huruf d dapat dipahami
sebagai pertimbangan yang bersifat YURIDIS.
Konsiderans “terakhir”
e. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, dan
huruf d, perlu membentuk
Undang-Undang tentang
Perseroan Terbatas;
(contoh butir konsiderans terakhir UU No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2012
TENTANG
PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN
UNTUK KEPENTINGAN UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
pemerintah perlu melaksanakan pembangunan;
b. bahwa untuk menjamin terselenggaranya pembangunan
untuk kepentingan umum, diperlukan tanah yang
pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip
kemanusiaan, demokratis, dan adil;
c. bahwa peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum belum
dapat menjamin perolehan tanah untuk pelaksanaan
pembangunan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
PERTANYAAN:
Apakah perumusan konsiderans UU tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum telah memenuhi unsur
filosofis, sosiologis, dan yuridis? Jelaskan
masing-masing unsur dimaksud secara
berurutan?
Pokok pikiran yang hanya mengatakan bahwa
peraturan perundang-undangan dianggap perlu
untuk dibentuk adalah kurang tepat karena
tidak mencerminkan pertimbangan dan alasan
dibentuknya peraturan perundang-undangan
tersebut. (butir 20 Lampiran II UU No.12 Tahun
2011)
Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok
pikiran, setiap pokok pikiran dirumuskan
dalam rangkaian kalimat yang merupakan satu
kesatuan pengertian.

Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf


abjad, dan dirumuskan dalam satu kalimat
yang diawali dengan kata “bahwa” dan
diakhiri dengan tanda baca titik koma (;).
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2012
TENTANG
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa
yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;
b. bahwa untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak
mendapatkan pelindungan khusus, terutama pelindungan hukum dalam
sistem peradilan;
c. bahwa Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak
(Convention on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip
pelindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk
memberikan pelindungan khusus terhadap anak yang berhadapan
dengan hukum;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum
masyarakat karena belum secara komprehensif memberikan
pelindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum sehingga
perlu diganti dengan undang-undang baru;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2011
TENTANG
PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum yang berkualitas
diperlukan sebagai sarana untuk mewujudkan kedaulatan
rakyat dalam pemerintahan negara yang demokratis
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan
pemilihan umum yang dapat menjamin pelaksanaan hak
politik masyarakat dibutuhkan penyelenggara pemilihan
umum yang profesional serta mempunyai integritas,
kapabilitas, dan akuntabilitas;
c. bahwa dalam rangka peningkatan kualitas penyelenggaraan
pemilihan umum sebagaimana dimaksud pada huruf b,
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Penyelenggara Pemilihan Umum;
Latihan:

 Apakah perumusan pokok pikiran dalam


konsiderans Peraturan di atas telah
memenuhi unsur filosofis, sosiologis dan
yuridis?
Konsiderans Peraturan Pemerintah cukup
memuat satu pertimbangan yang berisi uraian
ringkas mengenai perlunya melaksanakan
ketentuan pasal atau beberapa pasal dari UU
yang memerintahkan pembentukan PP tersebut
dengan menunjuk pasal atau beberapa pasal dari
UU yang memerintahkannya.
Contoh:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2011
TENTANG
PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN
BERKELANJUTAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26


dan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Penetapan dan Alih
Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
Bahan diskusi:
PERATURAN PRESIDEN
NOMOR 50 TAHUN 2005
TENTANG
LEMBAGA PRODUKTIVITAS NASIONAL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa dalam rangka melaksanakan


ketentuan Pasal 30 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, maka dipandang perlu
membentuk Peraturan Presiden tentang
lembaga produktivitas nasional;
Butir 25:

Konsiderans Peraturan Presiden cukup memuat

satu pertimbangan yang berisi uraian ringkas

mengenai perlunya melaksanakan ketentuan

pasal atau beberapa pasal dari UU atau PP yang

memerintahkannya.
Latihan:
RANCANGAN
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011
TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (6), Pasal 29,
Pasal 31, Pasal 47 ayat (4),Pasal 53, Pasal 54 ayat (3), Pasal 55 ayat
(3), Pasal 59, Pasal 63, Pasal 64 ayat (3), Pasal 85, Pasal 86,Pasal 88,
Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, perlu
menetapkan Peraturan Presiden tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan;
Butir 26

Konsiderans Peraturan Presiden untuk


menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan
memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis
yang menjadi pertimbangan dan alasan
pembentukan Perpres tersebut.
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 54 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2013
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang
Rencana Kerja Pemerintah, perlu menyusun Rencana Kerja
Pemerintah;
b. bahwa Rencana Kerja Pemerintah memuat arah kebijakan
nasional satu tahun yang merupakan komitmen Pemerintah
untuk memberikan kepastian kebijakan dalam
melaksanakan pembangunan nasional yang
berkesinambungan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud
pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Presiden tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013;
Butir 27
Konsiderans Peraturan Daerah cukup memuat
satu pertimbangan yang berisi uraian ringkas
mengenai perlunya melaksanakan ketentaun
pasal atau beberapa pasal dari UU atau PP
yang memerintahkan pembentukan Perda
tersebut dengan menunjuk pasal atau
beberapa pasal dari UU atau PP yang
memerintahkannya.
CONTOH:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT


NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG HUTAN KOTA
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 63 Tahun
2002 tentang Hutan Kota, perlu
menetapkan Peraturan Daerah
tentang Hutan kota;
DASAR HUKUM
(legal base)
PENGERTIAN:

SUATU LANDASAN YANG BERSIFAT YURIDIS

BAGI PEMBENTUKAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN BAIK MATERIL

MAUPUN FORMIL.
DASAR HUKUM DIAWALI DENGAN KATA
“MENGINGAT”

 DASAR HUKUM MEMUAT:


A. DASAR KEWENANGAN PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN; DAN
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
MEMERINTAHKAN PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN.
DASAR HUKUM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG
YANG BERASAL DARI DPR:
PASAL 20 DAN PASAL 21 UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DASAR HUKUM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG


YANG BERASAL DARI PRESIDEN:
PASAL 5 AYAT (1) DAN PASAL 20 UNDANG-UNDANG
DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
DASAR HUKUM…
DASAR HUKUM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG
YANG BERASAL DARI DPR ATAS USUL DPD:
PASAL 20 DAN PASAL 22D AYAT (1) UNDANG-
UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1945
 JIKA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945 MEMERINTAHKAN LANGSUNG
UNTUK MEMBENTUK UNDANG-UNDANG, PASAL YANG
MEMERINTAHKAN DICANTUMKAN DALAM DASAR
HUKUM.
CONTOH:
Mengingat : Pasal 15, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
(Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar,
Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan)
Butir 33:

• Jika materi yang diatur dalam Undang-Undang


yang akan dibentuk merupakan penjabaran dari
pasal atau beberapa pasal Undang-Undang Dasar
Negara RI Tahun 1945, pasal tersebut
dicantumkan sebagai dasar hukum
contoh (RUU yang berasal dari DPR):
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H
ayat (1), ayat (2), ayat (4), Pasal 33 ayat (3),
Pasal 34 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-
Undang dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
(Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Pemukiman)
Butir 34:

Dasar Hukum pembentukan PERPU adalah:

Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945

Dasar Hukum Pembentukan Undang-Undang tentang


Penetapan PERPU Menjadi UU adalah:

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 22 ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dasar Hukum Pembentukan Undang-Undang
tentang Pencabutan PERPU adalah:

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 22 ayat (3)


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945

Dasar Hukum Pembentukan Peraturan Pemerintah


adalah:

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945
Dasar Hukum…
DASAR HUKUM PEMBENTUKAN PERATURAN
PRESIDEN (PERPRES) ADALAH:
PASAL 4 AYAT (1) UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945.
Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 (sebelum dan sesudah perubahan)
berbunyi:
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
menurut Jellinek, pemerintahan mengandung 2 arti yaitu arti
formal dan arti material.
Pemerintahan dalam arti formal adalah kekuasaan mengatur dan
kekuasaan memutus.
Pemerintahan dalam arti material berisi 2 unsur yakni memerintah
dan melaksanakan
Berdasarkan hal tersebut maka ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD
1945 dapat ditarik kesimpulan bahwa kekusaan pemerintahan itu
mengandung juga kekuasaan pengaturan dalam arti membentuk
peraturan.*
(* sumber: buku Ilmu Perundang-undangan, Prof. Maria Farida
Indrati S., Kanisius, 2007)
Dasar Hukum pembentukan Peraturan
Daerah (Perda) adalah
- Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang tentang Pembentukan
Daerah;
- Undang-Undang tentang Pemerintahan
Daerah (Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah).
Jika terdapat Peraturan perundang-undangan dibawah UUD NRI
Tahun 1945 yang memerintahkan secara langsung pembentukan
peraturan perundang-undangan maka peraturan perundang-
undangan tersebut dimuat dalam dasar hukum
Contoh:
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61,
Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia
Nomor 4846);
(Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik)
Peraturan Perundang-undangan yang digunakan
sebagai dasar hukum hanya Peraturan Perundang-
undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.

== Peraturan perundang-undangan yang akan


dicabut dengan peraturan perundang-undangan
yang akan dibentuk, peraturan perundang-
undangan yang sudah diundangkan tapi belum
resmi berlaku, tidak dicantumkan dalam dasar
hukum
jika jumlah peraturan perundang-undangan
yang dijadikan dasar hukum lebih dari satu,
urutan pencantuman perlu memperhatikan
tata urutan peraturan perundang-undangan
(hieraki).

jika tingkatan peraturan sama maka disusun secara


kronologis berdasarkan saat pengundangan atau
penetapannya.
== Dasar hukum yang bukan UUD, tidak perlu
mencantumkan pasal tetapi cukup mencantumkan
jenis dan nama peraturan perundang-undangan tanpa
frasa Republik Indonesia
Contoh:
(Dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh)
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4633);
Lanjutan…
Penulisan jenis peraturan perundang-undangan,
diawali dengan huruf kapital
Contoh: Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah.

Penulisan Undang-Undang dan Peraturan


Pemerintah, dalam dasar hukum dilengkapi dengan
pencantuman Lembaran Negara Republik
Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia yang diletakkan diantara tanda
baca kurung.
DIKTUM

Terdiri atas:
a. kata Memutuskan;
b. kata Menetapkan; dan
c. Jenis dan nama peraturan perundang-
undangan.
kata Memutuskan
Ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa spasi
diantara suku kata dan diakhiri dengan tanda baca titik
dua serta diletakkan di tengah marjin.

Pada Undang-Undang, sebelum kata Memutuskan


dicantumkan frase “Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA” yang diletakkan di
tengah marjin.
Butir 57:

Kata Menetapkan dicantumkan sesudah kata Memutuskan


yang disejajarkan ke bawah dengan kata menimbang dan
mengingat.

Huruf awal kata menetapkan ditulis dengan huruf kapital


dan diakhiri dengan tanda baca titik dua.
Jenis dan nama yang tercantum dalam judul
peraturan perundang-undangan dicantumkan lagi
setelah kata menetapkan tanpa frasa Republik
Indonesia, ditulis seluruhnya dengan huruf kapital
dan diakhiri tanda baca titik.

contoh:
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK.
Jenis dan nama yang tercantum dalam judul Peraturan
Daerah dicantumkan lagi setelah kata menetapkan
tanpa frasa Provinsi, Kabupaten/Kota, serta
ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan
diakhiri tanda baca titik.

Contoh:
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI
IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN.
PEMBUKAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TINGKAT
PUSAT YANG TINGKATANNYA LEBIH RENDAH DARI UNDANG-
UNDANG, ANTARA LAIN PERATURAN PEMERINTAH,
PERATURAN PRESIDEN, PERATURAN DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT, PERATURAN MENTERI, PERATURAN BANK
INDONESIA, SECARA MUTATIS MUTANDIS BERPEDOMAN PADA
PEMBUKAAN UNDANG-UNDANG.
LATIHAN:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1 TAHUN 2011
TENTANG
PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 dan Pasal 53


Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Penetapan dan Alih Fungsi
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
Mengingat : 1………..;
2……….;
Latihan:
RANCANGAN
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011
TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (6), Pasal 29,
Pasal 31, Pasal 47 ayat (4),Pasal 53, Pasal 54 ayat (3), Pasal 55 ayat
(3), Pasal 59, Pasal 63, Pasal 64 ayat (3), Pasal 85, Pasal 86,Pasal 88,
Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, perlu
menetapkan Peraturan Presiden tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan;
Pertanyaan:
Peraturan perundang-undangan yang perlu dicantumkan sebagai dasar hukum?
BATANG TUBUH
a. memuat semua materi muatan peraturan
perundang-undangan yang dirumuskan
dalam pasal atau beberapa pasal.
b. Pada umumnya, materi muatan dalam batang
tubuh dikelompokkan ke dalam:
1. Ketentuan Umum;
2. Materi pokok yang diatur;
3. Ketentuan pidana (jika diperlukan);
4. Ketentuan peralihan (jika diperlukan); dan
5. Ketentuan penutup
Substansi yang berupa sanksi administratif atau sanksi
keperdataan atas pelanggaran norma tersebut dirumuskan
menjadi satu bagian (pasal) dengan norma yang
memberikan sanksi administratif atau sanksi keperdataan.
Contoh:
(1) Setiap orang yang mendirikan bangunan wajib memiliki izin
mendirikan bangunan.
(2) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a…;
b…; dan
c…
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan wajib memiliki izin mendirikan
bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dikenai
sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian pembangunan; atau
c. pembongkaran bangunan.
Sanksi administratif dapat berupa antara lain:
- Pencabutan izin;
- Pembubaran;
- Pemberhentian sementara;
- Denda administratif.

Sanksi keperdataan dapat berupa antara lain:


ganti kerugian.
Jika norma yang memberikan sanksi
administratif atau keperdataan lebih dari satu
pasal, sanksi administratif atau sanksi
keperdataan dirumuskan dalam pasal terakhir
dari bagian (pasal) tersebut.
Dengan demikian, tidak merumuskan ketentuan
sanksi yang sekaligus memuat sanksi pidana,
sanksi perdata dan sanksi administratif dalam
satu bab.
Pengelompokkan materi muatan peraturan
perundang-undangan dapat disusun secara
sistematis dalam buku, bab, bagian, dan
paragraf.

Pengelompokan materi muatan dalam buku,


bab, bagian, dan paragraf dilakukan atas dasar
kesamaan materi (substansi).
Urutan pengelompokan materi:
bab dengan pasal/beberapa pasal tanpa bagian
dan paragraf
bab dengan bagian dan pasal/beberapa pasal
tanpa paragraf
 bab dengan bagian dan paragraf yang berisi
pasal atau beberapa pasal.

Pasal merupakan satuan aturan dalam peraturan yang


memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu
kalimat yang disusun secara singkat, jelas dan lugas.
- Pasal dapat dirinci ke dalam beberapa ayat.
- Jika suatu pasal atau ayat memuat rincian unsur, maka
dapat dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan rincian
atau dalam bentuk tabulasi.
rumusan dlm bentuk rincian:
Pasal 17
Penduduk yang dapat diberi hak pilih ialah warga negara
Indonesia yang telah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau telah
kawin dan telah terdaftar pada daftar pemilih.
rumusan dlm bentuk tabulasi:
Pasal 17
Penduduk yang dapat diberi hak pilih ialah warga negara
Indonesia yang telah:
a. berusia 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin; dan
b. telah terdaftar pada daftar pemilih.
KETENTUAN UMUM
- Diletakkan dalam bab satu (BAB I)
- Jika dalam peraturan perundang-undangan
tidak dilakukan pengelompokan bab maka
Ketentuan Umum diletakkan dalam pasal atau
beberapa pasal awal
Contoh:
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM BERISI:
A. BATASAN PENGERTIAN ATAU DEFINISI;
B. SINGKATAN ATAU AKRONIM YANG DITUANGKAN
DALAM BATASAN PENGERTIAN ATAU DEFINISI;
C. HAL-HAL LAIN YANG BERSIFAT UMUM YANG
BERLAKU BAGI PASAL-PASAL BERIKUTNYA ANTARA
LAIN KETENTUAN YANG MENCERMINKAN ASAS,
MAKSUD, DAN TUJUAN
Frasa pembuka dalam KETUM adalah:

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:


Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Dalam (jenis Peraturan) ini yang dimaksud dengan:

# KATA ATAU ISTILAH YANG DIMUAT DALAM KETENTUAN UMUM


HANYALAH KATA ATAU ISTILAH YANG DIGUNAKAN BERULANG-
ULANG DI DALAM PASAL ATAU BEBERAPA PASAL SELANJUTNYA.
Jika suatu batasan pengertian atau definisi perlu
dikutip kembali dalam ketentuan umum suatu
peraturan pelaksanaan, maka rumusan batasan
pengertian atau definisi dalam peraturan
pelaksana harus sama dengan rumusan batasan
pengertian atau definisi yang terdapat dalam
peraturan lebih tinggi yang dilaksanakannya.

definisi, batasan pengertian, akronim dan


singkatan harus dirumuskan dengan lengkap dan
jelas sehingga tidak menimbulkan pengertian
ganda.
Materi pokok yang diatur
• Memuat seluruh materi peraturan perundang-
undangan yang dirumuskan dalam pasal.
• Ditempatkan langsung setelah bab ketentuan
umum, dan jika tidak ada pengelompokan bab
maka materi pokok yang diatur diletakkan
setelah pasal atau beberapa pasal ketentuan
umum.
Ketentuan pidana
• Ketentuan pidana memuat rumusan yang
menyatakan penjatuhan pidana atas
pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi
norma larangan atau norma perintah.

• Dalam perumusan ketentuan pidana perlu


memperhatikan asas-asas umum ketentuan
pidana (Buku Kesatu KUHP).
Ketentuan pidana hanya dimuat dalam
Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi,
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Rumusan ketentuan pidana harus menyebutkan


secara tegas norma larangan atau norma
perintah yang dilanggar dan menyebutkan
pasal/beberapa pasal yang memuat norma
tersebut.
Lanjutan..
• Jika ketentuan pidana berlaku bagi siapapun, subjek
dari ketentuan pidana dirumuskan dengan frasa
“setiap orang”.
Contoh:
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
menggunakan merek yang sama pada keseluruhnya
dengan merek terdaftar milik orang lain atau badan
hukum lain untuk barang atau jasa sejenis yang
diproduksi dan/atau diperdagangkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah).
ketentuan pidana…
• Rumusan ketentuan pidana harus menyatakan
secara tegas kualifikasi pidana yang
dijatuhkan bersifat kumulatif, alternatif atau
kumulatif alternatif.

• Perumusan ketentuan pidana harus


menunjukkan dengan jelas unsur-unsur
perbuatan pidana bersifat kumulatif atau
alternatif.
Ketentuan Peralihan
• Memuat penyesuaian pengaturan tindakan
hukum atau hubungan hukum yang sudah ada
berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang lama terhadap peraturan perundang-
undangan yang baru, yang bertujuan untuk:
a. menghindari terjadinya kekosongan hukum;
b. menjamin kepastian hukum;
c. memberikan perlindungan hukum bagi pihak
yang terkena dampak perubahan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
d. mengatur hal-hal yang bersifat transisional
atau bersifat sementara.
Di dalam peraturan perundang-undangan yang
baru, dapat dimuat ketentuan mengenai
penyimpangan sementara atau penundaan
sementara bagi tindakan hukum atau hubungan
hukum tertentu.
Contoh ketentuan peralihan dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang:
Pasal 43
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Rupiah
kertas dan Rupiah logam yang telah dikeluarkan oleh
Bank Indonesia dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang belum dicabut dan ditarik dari peredaran.
Contoh…
(UU No. 15 Tahun 2011 ttg penyelenggara pemilu)

Pasal 129
(1) Masa kerja anggota KPU dan anggota
Bawaslu berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum berakhir
sampai dengan pengucapan sumpah/janji
anggota KPU dan anggota Bawaslu yang
baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Ketentuan Penutup
• Ditempatkan pada bab terakhir atau dalam pasal
/ beberapa pasal terakhir.
• Ketentuan penutup memuat ketentuan
mengenai:
a. Penunjukan organ atau alat kelengkapan yang
melaksanakan peraturan;
b. Nama singkat peraturan perundang-undangan;
c. Status peraturan perundang-undangan yang sdh ada;
d. Saat mulai berlaku peraturan perundang-undangan
Ket.Penutup UU 15/2011 ttg penyelenggara pemilu

Pasal 136
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4721) dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 137
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Penutup
Bagian akhir peraturan perundang-undangan, yang
memuat:
a. rumusan perintah pengundangan dan
penempatan peraturan perundang-undangan
dalam lembaran negara, berita negara,
lembaran daerah, berita daerah;
b. penandatangan pengesahan atau penetapan
peraturan perundang-undangan;
c. pengundangan atau penetapan;
d. akhir bagian penutup.
Rumusan perintah pengundangan dan penempatan
peraturan per-uu-an dalam lembaran resmi negara,
berbunyi sebagai berikut:

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Penutup…
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Agustus 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
tanda tangan
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Agustus 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
tanda tangan
AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 45


Sekian
&
Terima
kasih…

Anda mungkin juga menyukai