Anda di halaman 1dari 67

1

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA
--------

PERSANDINGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 YANG MENGATUR TENTANG MPR
DENGAN KONSEP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
YANG DISUSUN BERDASARKAN HASIL KAJIAN

JAKARTA
2019
2

PERSANDINGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 YANG MENGATUR TENTANG MPR DENGAN
KONSEP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MPR YANG DISUSUN BERDASARKAN HASIL KAJIAN

-----

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2014 NOMOR ......... TAHUN ..........

TENTANG TENTANG
MPR, DPR, DPD, DAN DPRD MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: Menimbang:

a. bahwa untuk melaksanakan kedaulatan rakyat atas a. TETAP;


dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
perlu mewujudkan lembaga permusyawaratan rakyat,
lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan
daerah yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai
demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan
aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan
perkembangan kehidupan berbangsa dan
bernegara;
b. bahwa Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memerintahkan pengaturan lebih lanjut
mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat
diatur dengan undang-undang;
3

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR

c. bahwa pengaturan tentang Majelis


Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dalam satu Undang-
Undang yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan hukum dan kebutuhan hukum
masyarakat sehingga perlu diganti;
b. bahwa untuk mewujudkan lembaga d. TETAP;
permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan
rakyat, dan lembaga perwakilan daerah
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
menata Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 e. TETAP;
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
hukum dan kebutuhan hukum masyarakat
sehingga perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
perlu membentuk Undang-Undang tentang dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilah Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
Mengingat Mengingat

Pasal 2, Pasal 3, Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 11, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik
4

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Pasal 13, Pasal 18 ayat (3), Pasal 19, Pasal 20, Pasal Indonesia Tahun 1945.
20A, Pasal 21, Pasal 22 ayat (2), Pasal 22B, Pasal 22C,
Pasal 22D, Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 23E
ayat (2) dan ayat (3), Pasal 23F ayat (1), Pasal 24A ayat
(3), Pasal 24B ayat (3), Pasal 24C ayat (2) dan ayat
(3), dan Pasal 37 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Dengan Persetujuan Bersama TETAP
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG


TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN
PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH.
BAB I BAB I
KETENTUAN UMUM KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat yang 1. Majelis Permusyawaratan Rakyat yang Perbedaan batasan pengertian tentang MPR, dengan
selanjutnya disingkat MPR adalah Majelis selanjutnya disingkat MPR adalah Lembaga alasan guna menegaskan bahwa MPR sebagai lembaga
Permusyawaratan Rakyat sebagaimana Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang- negara. Penggunaan frasa “lembaga negara” dalam
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun peraturan-perundang-undangan sudah merupakan suatu
Republik Indonesia Tahun 1945. 1945. kelaziman, seperti dalam Undang-Undang No. 15 Tahun
2006 tentang BPK, serta Undang-Undang No. 22 Tahun
2004 tentang Komisi Yudisial.
5

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
2. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya 2. TETAP.
disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
3. Dewan Perwakilan Daerah yang selanjutnya 3. TETAP.
disingkat DPD adalah Dewan Perwakilan
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang 4. TETAP.
selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Pengaturan KPU dalam ketentuan umum, karena adanya
Umum provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum pengaturan KPU dalam UU MPR.
kabupaten/kota yang selanjutnya disingkat KPU,
KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota adalah
KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam undang- undang
mengenai penyelenggara pemilihan umum.

6. Badan Pemeriksa Keuangan yang selanjutnya


disingkat BPK adalah lembaga negara yang
bertugas memeriksa pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
5. Haluan Negara adalah haluan negara sebagai
rujukan pembangunan nasional tentang
penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar
sebagai pernyataan kehendak rakyat secara
menyeluruh dan terpadu yang ditetapkan oleh
6

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk 5 (lima)
tahun guna mewujudkan kesejahteraan rakyat
yang berkeadilan
6. Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan
Umum provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum
kabupaten/kota yang selanjutnya disingkat KPU,
KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota adalah
KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam undang- undang
mengenai penyelenggara pemilihan umum.
7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang 7. TETAP.
selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara yang
ditetapkan dengan undang-undang.
8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang
selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang
ditetapkan dengan peraturan daerah.
9. Hari adalah hari kerja. 8. TETAP

BAB II BAB II
MPR MPR
Bagian Kesatu Bagian Kesatu
Susunan dan Kedudukan Susunan dan Kedudukan
Pasal 2 Pasal 2
MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang TETAP
dipilih melalui pemilihan umum.
Pasal 3 Pasal 3
MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang TETAP TETAP
berkedudukan sebagai lembaga negara.
Bagian Kedua Bagian Kedua
7

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Wewenang dan Tugas Wewenang dan Tugas
Paragraf 1 Paragraf 1
Wewenang Wewenang
Pasal 4 Pasal 4
MPR berwenang: MPR berwenang:
a. mengubah dan menetapkan Undang-Undang a. TETAP;
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945’
b. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden b. TETAP
hasil pemilihan umum;
c. memutuskan usul DPR untuk memberhentikan c. TETAP
Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya, setelah Mahkamah
Konstitusi memutuskan bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela
dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden;

d. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden d. TETAP


apabila Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya;
e. memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon e. TETAP
yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi
kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam
masa jabatannya; dan
f. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila f. TETAP
keduanya mangkat, berhenti, diberhentikan,
atau tidak dapat melakukan kewajibannya
8

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
dalam masa jabatannya secara bersamaan,
dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan
wakil presiden yang diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik yang
pasangan calon presiden dan wakil
presidennya meraih suara terbanyak pertama
dan kedua dalam pemilihan umum
sebelumnya, sampai berakhir masa
jabatannya.
g. Memberikan Tafsir Konstitusi;
h. Menetapkan Peraturan MPR;
Paragraf 2 Paragraf 2
Tugas Tugas
Pasal 5 Pasal 5
MPR bertugas: MPR bertugas:
a. meninjau dan mengevaluasi pelaksanaan
Ketetapan MPR untuk ditindaklanjuti oleh DPR
dan Pemerintah;
a. memasyarakatkan ketetapan MPR; b. memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka
Tunggal Ika, dan Ketetapan MPR
b. memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang c. menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara;
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Bhinneka Tunggal Ika;
c. mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang- d. memberikan keterangan yang bersifat
Undang Dasar Negara Republik Indonesia penafsiran terhadap Undang-Undang Dasar
Tahun 1945, serta pelaksanaannya; dan Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam
pengujian Undang-Undang terhadap Undang-
Undang Dasar oleh Mahkamah Konstitusi;
d. menyerap aspirasi masyarakat berkaitan e. menyelenggarakan Sidang Tahunan;
dengan pelaksanaan Undang-Undang Dasar
9

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
f. menyerap aspirasi masyarakat berkaitan
dengan pelaksanaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
g. mengevaluasi sistem ketatanegaraan, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dan pelaksanaannya;
Pasal 6 Pasal 6
(1) Dalam melaksanakan wewenang dan tugas (1) TETAP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan
Pasal 5 MPR memiliki kemandirian dalam
menyusun anggaran yang dituangkan ke
dalam program dan kegiatan disampaikan
kepada Presiden untuk dibahas bersama
DPR sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dalam menyusun program dan kegiatan MPR (2) Dalam menyusun program dan kegiatan MPR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk
memenuhi kebutuhannya, MPR dapat memenuhi kebutuhannya, MPR dapat menyusun
menyusun standar biaya khusus dan standar biaya khusus (keluaran) dan
mengajukannya kepada Pemerintah untuk mengajukannya kepada Pemerintah untuk dibahas
dibahas bersama. bersama.

(3) Anggaran MPR dikelola oleh Sekretariat (3) TETAP


Jenderal MPR sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.
(4) MPR menetapkan pertanggungjawaban (4) MPR menyusun prosedur pengelolaan anggaran
pengelolaan anggaran MPR dalam peraturan MPR dalam Peraturan MPR sesuai dengan
MPR sesuai dengan ketentuan peraturan ketentuan peraturan perundang-undangan.
perundang-undangan.
(5) MPR menetapkan pertanggungjawaban
pengelolaan anggaran MPR dalam Keputusan
MPR.
10

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR

Bagian Ketiga Bagian Ketiga


Keanggotaan Keanggotaan
Pasal 7 Pasal 7
(1) Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan (1) TETAP
Presiden.

(2) Masa jabatan anggota MPR adalah 5 (lima) tahun (2) TETAP
dan berakhir pada saat anggota MPR yang baru
mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 8 Pasal 8
(1) Anggota MPR sebelum memangku jabatannya (1) TETAP
mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama
yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam
Sidang Paripurna MPR.
(2) Anggota MPR yang berhalangan mengucapkan (2) Dalam hal Ketua Mahkamah Agung berhalangan KETERANGAN:
sumpah/janji secara bersama-sama sebagaimana memandu sumpah/janji sebagaimana dimaksud Penambahan ketentuan ini dimaksudkan memberikan
dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji pada ayat (1), pengucapan sumpah/janji dapat jaminan kepastian hukum, anggota MPR tetap dapat
yang dipandu oleh Pimpinan MPR. dipandu oleh Pimpinan Mahkamah Agung yang mengucapkan sumpah/janji meskipun ketua MA
lain. berhalangan untuk hadir.
Merujuk pada pola di Pasal 9 ayat (2) UUD NRI 1945,
menekankan Presiden sumpah/berjanji dengan sungguh-
sungguh di hadapan pimpinan Majelis
Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh
pimpinan Mahkamah Agung.
Ketentuan ini pada hakekatnya menyatakan bahwa
kewenangan memandu sumpah/janji tidak hanya terbatas
pada ketua MA semata, melainkan juga pimpinan lain
sebagai representasi kelembagaan MA.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara (3) Anggota MPR yang berhalangan mengucapkan
pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud sumpah/janji secara bersama-sama sebagaimana
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji
MPR tentang Tata Tertib yang dipandu oleh Pimpinan MPR.
11

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara


pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan
MPR tentang Tata Tertib.

Pasal 9 Pasal 9
Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 TETAP
sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya, akan memenuhi kewajiban saya sebagai
anggota/ketua/wakil ketua Majelis Permusyawaratan
Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, dengan
berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja
dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan
demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa
dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang,
dan golongan;
bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat dan
daerah yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan
nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.”
Bagian Keempat Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Anggota Hak dan Kewajiban Anggota
Paragraf 1 Paragraf 1
Hak Anggota Hak Anggota
Pasal 10 Pasal 10
Anggota MPR berhak: Anggota MPR berhak:
a. mengajukan usul perubahan pasal Undang-Undang a. TETAP
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
12

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
b. menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan b. TETAP
keputusan;
c. memilih dan dipilih; c. menyampaikan usul dan pendapat; Perubahan ketentuan ini, dengan dilatar belakangi
pemikiran bahwa Hak anggota MPR dalam
menyampaikan usul dan pendapat merupakan hak yang
bersifat imanen (yang tidak dapat dilepaskan dari anggota
MPR selaku representasi rakyat secara utuh). Dalam
menjalankan wewenang dan tugasnya, tentu anggota
MPR harus dijamin dapat menyampaikan usul dan
pendapat.
d. imunitas; d. memilih dan dipilih;
e. protokoler; dan e. membela diri; Membela diri, dimaksudkan ketika menghadapi persoalan
etik dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai
anggota MPR.
f. keuangan dan administratif; f. imunitas;
g. protokoler; dan
h. keuangan dan administratif.
Paragraf 2 Paragraf 2
Kewajiban Anggota Kewajiban Anggota
Pasal 11 Pasal 11
Anggota MPR berkewajiban: Anggota MPR berkewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila; a. TETAP
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara b. TETAP
Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati
peraturan perundang-undangan;
c. memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar c. memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka
Ika, Tunggal Ika, dan Ketetapan MPR;
d. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional d. menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan
dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia; Republik Indonesia Tahun 1945;
13

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
e. mendahulukan kepentingan negara di atas e. mempertahankan dan memelihara kerukunan
kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; dan nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
f. melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil f. mendahulukan kepentingan negara di atas
daerah. kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; dan
g. melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan
wakil daerah.
Bagian Kelima Bagian Kelima
Fraksi dan Kelompok Anggota MPR Fraksi dan Kelompok Anggota
Paragraf 1 Paragraf 1
Fraksi Fraksi
Pasal 12 Pasal 12
(1) Fraksi merupakan pengelompokan anggota MPR (1) TETAP
yang mencerminkan konfigurasi partai politik.
(2) Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang (2) TETAP
memenuhi ambang batas perolehan suara dalam
penentuan perolehan kursi DPR.
(3) Setiap anggota MPR yang berasal dari anggota DPR (3) TETAP
harus menjadi anggota salah satu fraksi.
(4) Fraksi dibentuk untuk mengoptimalkan kinerja MPR (4) TETAP
dan anggota dalam melaksanakan tugasnya sebagai
wakil rakyat.
(5) Pengaturan internal fraksi sepenuhnya menjadi (5) TETAP
urusan fraksi masing-masing.
MPR menyediakan sarana bagi kelancaran tugas fraksi. (6) Sekretariat Jenderal menyediakan sarana, Dalam Pasal 12 ayat (6), karena tidak cukup dijamin
anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran hanya sarana dukungan sekretariat jenderal terhadap
pelaksanaan tugas fraksi. pelaksanaan tugas fraksi. Melainkan perlu dipastikan
adanya dukungan anggaran dan sumber daya manusia
berupa tenaga ahli.
Paragraf 2 Paragraf 2
Kelompok Anggota Kelompok Anggota
Pasal 13 Pasal 13 1. Penggunaan Kelompok Anggota dimaksudkan
14

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
(1) Kelompok anggota merupakan pengelompokan (1) TETAP karena sudah terbiasa penggunaannya istilah
anggota MPR yang berasal dari seluruh anggota tersebut selama ini.
DPD. 2. Penggunaan istilah “kelompok DPD” seakan-akan
masih ingin adanya pengkotak-kotakan secara tegas
antara anggota MPR dari DPR dan DPD. Padahal
dalam ketentuan-ketentuan awal, telah diatur bahwa
MPR terdiri dari anggota DPD dan anggota DPR.
(2) Kelompok anggota dibentuk untuk meningkatkan (2) TETAP
optimalisasi dan efektivitas kinerja MPR dan anggota
dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil daerah.

(3) Pengaturan internal kelompok anggota sepenuhnya (3) TETAP


menjadi urusan kelompok anggota.

(4) MPR menyediakan sarana bagi kelancaran tugas (4) Sekretariat Jenderal menyediakan sarana, Penambahan dalam Pasal 13 ayat (4), dilatarbelakangi
Kelompok anggota. anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pemikiran bahwa tidak cukup dijamin hanya sarana
pelaksanaan Kelompok Anggota. dukungan sekretariat jenderal terhadap pelaksanaan
tugas kelompok anggota. Melainkan perlu dipastikan
adanya dukungan anggaran dan sumber daya manusia
berupa tenaga ahli.
Bagian Keenam Bagian Keenam
Alat Kelengkapan Alat Kelengkapan
Pasal 14 Pasal 14
Alat kelengkapan MPR terdiri atas: (1) Alat kelengkapan MPR terdiri atas: Alat kelengkapan MPR lainnya dengan maksud
a. Pimpinan; a. TETAP; mengantisipasi perkembangan kebutuhan dalam
b. Panitia Ad Hoc; b. TETAP; penyelenggaraan wewenang dan tugas MPR yang
c. Badan Sosialisasi; dinamis.
d. Badan Pengkajian;
e. Badan Penganggaran;
f. Alat kelengkapan lain yang dibentuk melalui
sidang paripurna
(2) Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan
MPR dibantu oleh unit pendukung yang tugasnya
15

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
diatur dalam peraturan MPR tentang Tata Tertib;
(3) Unit pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) terdiri atas:
a. Tenaga administrasi; dan
b. Tenaga ahli.
(4) Ketentuan mengenai rekrutmen tenaga administrasi
dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur lebih lanjut dalam peraturan MPR tentang
tata tertib.
Paragraf 1 Paragraf 1
Pimpinan Pimpinan
Pasal 15 Pasal 15
(1) Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan (1) TETAP
4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan
oleh anggota MPR.
(2) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) TETAP
(1) dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu
paket yang bersifat tetap.
(3) Bakal calon pimpinan MPR berasal dari fraksi (3) Paket Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud
dan/atau kelompok anggota disampaikan di dalam pada ayat (2) merupakan paket yang berbeda.
sidang paripurna.
(4) Tiap fraksi dan kelompok anggota sebagaimana (4) Bakal calon Pimpinan MPR berasal dari fraksi
dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan 1 (satu) dan/atau Kelompok Anggota disampaikan di dalam
orang bakal calon pimpinan MPR. Sidang Paripurna.
(5) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Tiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
(1) dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan dapat mengajukan 1 (satu) orang bakal calon
ditetapkan dalam rapat paripurna MPR. Pimpinan MPR.
(6) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana (6) Kelompok Anggota sebagaimana dimaksud pada
dimaksud pada ayat (5) tidak tercapai, pimpinan ayat (4) dapat mengajukan 1 (satu) atau lebih
MPR dipilih dengan pemungutan suara dan yang bakal calon Pimpinan MPR.
memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai
pimpinan MPR dalam rapat paripurna MPR.
(7) Selama pimpinan MPR sebagaimana dimaksud (7) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat
16

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
pada ayat (1) belum terbentuk, sidang MPR pertama (1) dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan
kali untuk menetapkan pimpinan MPR dipimpin oleh ditetapkan dalam Sidang Paripurna MPR.
pimpinan sementara MPR.
(8) Pimpinan sementara MPR sebagaimana dimaksud (8) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana
pada ayat (7) berasal dari anggota MPR yang tertua dimaksud pada ayat (7) tidak tercapai, Pimpinan
dan termuda dari fraksi dan/atau kelompok anggota MPR dipilih dengan pemungutan suara dan yang
yang berbeda. memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai
Pimpinan dalam sidang paripurna.
(9) Pimpinan MPR ditetapkan dengan keputusan MPR. (9) Selama Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) belum terbentuk, sidang MPR pertama
kali untuk menetapkan Pimpinan MPR dipimpin oleh
Pimpinan sementara MPR.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan (10) Pimpinan sementara MPR sebagaimana dimaksud
pimpinan MPR diatur dalam peraturan MPR tentang pada ayat (9) berasal dari anggota MPR yang tertua
tata tertib. dan termuda dari fraksi dan/atau Kelompok Anggota
yang berbeda.
(11) Pimpinan MPR ditetapkan dengan Keputusan MPR.
(12) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan
Pimpinan MPR diatur dalam peraturan MPR tentang
tata tertib.
Pasal XX
Masa jabatan Pimpinan MPR sama dengan masa Penambahan ketentuan ini dilatarbelakangi pemikiran
jabatan anggota MPR, sebagaimana dimaksud dalam bahwa untuk memberikan kepastian tentang masa
Pasal 7 ayat (2). jabatan pimpinan MPR. Seyogyanya masa jabatan
pimpinan MPR sesuai dengan masa jabatan anggota
MPR. Hal ini penting untuk menjaga stabilititas
lembaga MPR.
Pasal XX
Pimpinan MPR dilarang merangkap jabatan sebagai
Pimpinan DPR atau Pimpinan DPD
Pasal 16 Pasal 16
(1) Pimpinan MPR bertugas: (1) Pimpinan MPR bertugas:
17

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
a. memimpin sidang MPR dan menyimpulkan hasil a. TETAP
sidang untuk diambil keputusan;
b. menyusun rencana kerja dan mengadakan b. TETAP
pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua;
c. menjadi juru bicara MPR c. TETAP
d. melaksanakan putusan MPR; d. TETAP
e. mengoordinasikan anggota MPR untuk e. mengoordinasikan anggota MPR untuk
memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Bhinneka Tunggal Ika, Bhinneka Tunggal Ika, Ketetapan MPR,
pengkajian sistem ketatanegaraan, dan
penyerapan aspirasi masyarakat;
f. mewakili MPR di pengadilan; f. TETAP
g. menetapkan arah dan kebijakan umum g. TETAP
anggaran MPR; dan
h. menyampaikan laporan kinerja Pimpinan dalam h. TETAP
Sidang Paripurna MPR pada akhir masa
jabatan.
i. membentuk tim verifikasi persyaratan calon
Presiden dan/atau Wakil Presiden apabila
Presiden dan/atau Wakil Presiden
berhalangan tetap.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas (2) TETAP
Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.
Pasal 17 Pasal 17
(1) Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya karena: (1) Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia; a. TETAP;
b. mengundurkan diri; atau b. TETAP
c. diberhentikan. c. TETAP
(2) Pimpinan MPR diberhentikan sebagaimana dimaksud (2) Pimpinan MPR yang diberhentikan dari Perubahan Pasal 17 ayat (2) dan ayat (3) dimaksudkan
18

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
pada ayat (1) huruf c apabila: jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menyatukan 1 rumpun ketentuan tentang
a. diberhentikan sebagai anggota DPR atau anggota huruf c berupa diberhentikan tetap dan pemberhentian tetap dan pemberhentian sementara yang
DPD; atau diberhentikan sementara. sebelumnya diatur dalam Pasal-Pasal yang berbeda. Hal
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara ini dimaksudkan memperjelas pengaturan tentang
berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai pemberhentian pimpinan MPR.
Pimpinan MPR; atau
(3) Dalam hal Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya (3) Pimpinan MPR diberhentikan tetap sebagaimana Pasal 17 ayat (3) huruf c:
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota dari dimaksud pada ayat (2) apabila: Pemberhentian Pimpinan MPR berdasarkan keputusan
fraksi atau Kelompok Anggota asal Pimpinan MPR a. diberhentikan sebagai anggota DPR atau Tim Etik MPR dimaksudkan untuk menjaga wibawa dan
yang bersangkutan menggantikannya paling lambat anggota DPD; kehormatan lembaga MPR.
30 (tiga puluh) Hari sejak Pimpinan berhenti dari b. tidak dapat melaksanakan tugas secara
jabatannya. berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Pasal 17 ayat (3) huruf d:
pimpinan MPR; Pasal ini diperlukan mengingat, sangat mungkin partai
c. dikenakan sanksi Pemberhentian dari jabatan politik melalui fraksi dan DPD melalui kelompok anggota
Pimpinan MPR berdasarkan keputusan Tim sesuai dinamika yang berkembang ingin mengganti
Etik MPR; wakilnya yang menjadi pimpinan MPR.
d. diusulkan oleh fraksi atau kelompok anggota Adanya penambahan pemberhentian berdasarkan usulan
asal pimpinan yang bersangkutan. fraksi atau kelompok anggota asal pimpinan yang
e. Rangkap jabatan sebagai pimpinan lembaga bersangkutan, karena pimpinan MPR merupakan
negara lainnya. representasi fraksi dan kelompok anggota.

Pasal 17 ayat (3) huruf e


Penambahan larangan rangkap jabatan sebagai pimpinan
lembaga negara lainnya, diperlukan, karena tidak ada
ketentuan yang mengatur sebelumnya. Karena rangkap
jabatan ini mengakibatkan yang bersangkutan kurang
fokus dalam menyelenggarakan tugas dan wewenangnya.
Sekaligus akan mempersulit akuntabilitas hak keuangan
pimpinan.
(4) Penggantian Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud (4) Pimpinan MPR diberhentikan sementara
pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila
MPR dan dilaporkan dalam Sidang Paripurna MPR dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan
berikutnya atau diberitahukan secara tertulis kepada tindak pidana yang diancam dengan pidana
19

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
anggota. penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pasal XX Perubahan dalam ketentuan dilatarbelakangi pemikiran
(1) Dalam hal pimpinan MPR berhenti tetap dari diperlukan untuk memberikan koridor yang jelas
jabatannya sebagaimana dimaksud dalam mengenai penggantian pimpinan MPR. Selain hal tersebut
Pasal 17 ayat (3), anggota dari fraksi atau adanya jangka waktu dimaksudkan agar tidak terjadinya
Kelompok Anggota asal pimpinan MPR yang kekosongan jabatan pimpinan MPR dalam waktu yang
bersangkutan menggantikannya paling lambat terlalu lama. Ketentuan ini sebelumnya sudah diatur
30 (tiga puluh) Hari sejak pimpinan berhenti dari dalam Pasal 31 ayat (3) Tata Tertib MPR.
jabatannya.
(2) Penggantian pimpinan MPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
keputusan pimpinan MPR dan dilaporkan dalam
sidang paripurna MPR berikutnya atau
diberitahukan secara tertulis kepada anggota.
Pasal 18 Pasal 18
(1) Dalam hal salah seorang Pimpinan MPR atau lebih (1) TETAP
berhenti dari jabatannya, para anggota Pimpinan
lainnya mengadakan musyawarah untuk
menentukan pelaksana tugas sementara sampai
terpilihnya pengganti definitif.
(2) Dalam hal Pimpinan MPR dinyatakan sebagai (2) Dalam hal pimpinan MPR sebagaimana dimaksud
terdakwa karena melakukan tindak pidana yang dalam Pasal 17 ayat (4) dinyatakan tidak terbukti
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau melakukan tindak pidana berdasarkan putusan
lebih, Pimpinan MPR yang bersangkutan tidak boleh pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
melaksanakan tugasnya hukum tetap, pimpinan MPR yang bersangkutan
melaksanakan tugasnya kembali sebagai
pimpinan MPR.
(3) Dalam hal Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud Perubahan dalam Pasal ini dilakukan dengan
pada ayat (2) dinyatakan tidak terbukti melakukan memindahkan ketentuan Pasal 18 ayat (3) dipindahkan ke
tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang Pasal 17 ayat (4) yang mengatur tentang pemberhentian
telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Pimpinan pimpinan MPR.
MPR yang bersangkutan melaksanakan tugasnya Hal ini dimaksudkan untuk menyatukan 1 rumpun
kembali sebagai Pimpinan MPR. ketentuan tentang pemberhentian tetap dan
20

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
pemberhentian sementara
Pasal 19 Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian TETAP
dan penggantian Pimpinan MPR diatur dalam peraturan
MPR tentang tata tertib.
Pasal 20 Pasal 20
(1) Panitia Ad Hoc terdiri atas Pimpinan MPR dan paling (1) TETAP
sedikit 5% (lima persen) dari jumlah anggota dan
paling banyak 10% (sepuluh persen) dari jumlah
anggota yang susunannya mencerminkan unsur
DPR dan unsur DPD secara proporsional dari setiap
fraksi dan Kelompok Anggota.
(2) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2) TETAP
diusulkan oleh unsur DPR dan unsur DPD dari setiap
fraksi dan Kelompok Anggota MPR.
Pasal 21 Pasal 21
(1) Panitia Ad Hoc sebagaimana dimaksud dalam Pasal (1) TETAP
20 ayat (1) melaksanakan tugas yang diberikan oleh
MPR.
(2) Setelah terbentuk, Panitia Ad Hoc MPR segera (2) TETAP
menyelenggarakan rapat untuk membahas dan
memusyawarahkan tugas yang diberikan oleh MPR.
Pasal XX
Pimpinan MPR karena jabatannya juga sebagai
Pimpinan Ad Hoc.
Pasal 22 Pasal 22
(1) Panitia Ad Hoc MPR bertugas: (1) TETAP
a. mempersiapkan bahan sidang MPR; dan
b. menyusun rancangan putusan MPR.
(2) Panitia Ad Hoc MPR melaporkan pelaksanaan tugas (2) TETAP TETAP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Sidang
Paripurna MPR.
21

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
(3) Panitia Ad Hoc MPR dibubarkan setelah tugasnya (3) TETAP TETAP
selesai.
Pasal 23 Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, TETAP TETAP
susunan, dan tugas Panitia Ad Hoc MPR diatur dalam
peraturan MPR tentang Tata Tertib.
Paragraf XX
Badan Sosialisasi
Pasal XX
(1) Badan Sosialisasi dibentuk oleh MPR dan Penambahan ketentuan ini dilatarbelakangi pemikiran
merupakan alat kelengkapan MPR yang bersifat bahwa Badan Sosialisasi sebagai alat kelengkapan MPR
tetap. kedudukannya dianggap penting sehingga perlu diatur
dengan tegas dalam Undang-undang ini.
(2) Badan Sosialisasi dibentuk dan ditetapkan dalam
Sidang Paripurna MPR.
(3) Dalam hal Sidang Paripurna sebagaimana Adanya ayat (3) dimaksudkan supaya memberikan
dimaksud pada ayat (2) tidak dilaksanakan, kepastian instrumen yang digunakan dalam membentuk
Badan Sosialisasi dibentuk dan ditetapkan Badan Sosialisasi, apabila Sidang Paripurna tidak dapat
dengan Keputusan Pimpinan MPR berdasarkan dilaksanakan.
pada Keputusan Rapat Gabungan.
Pasal XX
(1) MPR menetapkan susunan dan keanggotaan
Badan Sosialisasi pada permulaan masa
keanggotaan MPR.
(2) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penambahan ketentuan ayat (2) dimaksudkan,
diusulkan oleh setiap fraksi dan kelompok memberikan kesamaan hak kepada setiap fraksi dan
anggota. kelompok anggota, untuk melakukan pengusulan
anggota Badan Sosialisasi.
(3) Jumlah anggota Badan Sosialisasi paling sedikit Sedangkan ayat (3) dimaksudkan untuk lebih
5% (lima persen) dan paling banyak 10% menjelaskan jumlah dan komposisi Badan
(sepuluh persen) dari jumlah anggota MPR, yang Sosialisasi, dari jumlah minimal dan maksimal.
mencerminkan fraksi dan kelompok anggota Penggunaan prosentase, agar konsisten dengan
22

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
dengan disusun secara proporsional. panitia Ad Hoc.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah anggota
Badan Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dalam peraturan MPR tentang tata
tertib.
Pasal XX
(1) Pimpinan Badan Sosialisasi merupakan satu
kesatuan Pimpinan yang bersifat kolektif dan
kolegial.
(2) Pimpinan Badan Sosialisasi terdiri atas 1 (satu)
orang ketua dan paling banyak 4 (empat) orang
wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota
badan dalam satu paket yang bersifat tetap
berdasarkan usulan fraksi dan Kelompok DPD
sesuai dengan prinsip musyawarah untuk
mufakat.
(3) Setiap fraksi dan Kelompok DPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat mengajukan 1
(satu) orang bakal calon Pimpinan badan.
(4) Dalam hal pemilihan Pimpinan Badan Sosialisasi
berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak
tercapai sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(5) Pemilihan Pimpinan Badan Sosialisasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan
dalam rapat Badan Sosialisasi yang dipimpin
oleh Pimpinan MPR setelah penetapan susunan
dan keanggotaan Badan Sosialisasi.
(6) Pimpinan, Keanggotaan, dan Tata Kerja Badan
Sosialisasi ditetapkan dengan Keputusan
Pimpinan MPR berdasarkan pada Keputusan
Rapat Gabungan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
23

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
pemilihan Pimpinan Badan Sosialisasi diatur
dalam peraturan MPR tentang tata tertib.
Pasal XX
Badan Sosialisasi bertugas:
a. memasyarakatan Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Bhinneka Tunggal Ika;
b. memasyarakatkan Ketetapan MPR;
c. menyusun materi dan metodologi dengan Penambahan ketentuan huruf c, dimaksudkan agar
berkoordinasi dengan lembaga yang membantu adanya kesatuan pemahaman terhadap Pancasila secara
Presiden dalam melakukan pembinaan ideologi universal. Sehingga masyarakat mendapatkan
Pancasila; pemahaman yang utuh. Untuk itu, koordinasi materi dan
metodologi antar lembaga dibutuhkan.
d. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan
kegiatan pemasyarakatan secara menyeluruh;
dan
e. melaporkan hasil pelaksanaan tugas dalam
Sidang Paripurna.
Pasal XX
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pembentukan, susunan, tugas dan mekanisme
kerja Badan Sosialisasi diatur dalam peraturan
MPR tentang tata tertib.
Paragraf XX
Badan Pengkajian
Pasal XX
(1) Badan Pengkajian dibentuk oleh MPR dan
merupakan alat kelengkapan MPR yang bersifat
tetap.
(2) Badan Pengkajian dibentuk dan ditetapkan
dalam Sidang Paripurna MPR.
24

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
(3) Dalam hal Sidang Paripurna sebagaimana dimaksudkan supaya memberikan kepastian instrumen
dimaksud pada ayat (2) tidak dilaksanakan, yang digunakan dalam membentuk Badan Pengkajian,
Badan Pengkajian dibentuk dan ditetapkan apabila Sidang Paripurna MPR tidak dapat dilaksanakan.
dengan Keputusan Pimpinan MPR berdasarkan
pada Keputusan Rapat Gabungan.
Pasal XX
(1) MPR menetapkan susunan dan keanggotaan
Badan Pengkajian pada permulaan masa
keanggotaan MPR.
(2) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penambahan ketentuan ayat (2) dimaksudkan,
diusulkan oleh setiap fraksi dan kelompok memberikan kesamaan hak kepada setiap fraksi dan
anggota. kelompok anggota, untuk melakukan pengusulan anggota
Badan Pengkajian.
(3) Jumlah anggota Badan Pengkajian paling sedikit Sedangkan ayat (3) dimaksudkan untuk lebih
5% (lima persen) dan paling banyak 10% menjelaskan jumlah dan komposisi Badan Pengkajian,
(sepuluh persen) dari jumlah anggota MPR, yang dari jumlah minimal dan maksimal. Penggunaan
mencerminkan fraksi dan kelompok anggota prosentase, agar konsisten dengan Ad Hoc.
dengan disusun secara proporsional.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah anggota
Badan Pengkajian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dalam peraturan MPR tentang tata
tertib.
Pasal XX
(1) Pimpinan Badan Pengkajian merupakan satu
kesatuan Pimpinan yang bersifat kolektif dan
kolegial.
(2) Pimpinan Badan Pengkajian terdiri atas 1 (satu)
orang ketua dan paling banyak 4 (empat) orang
wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota
badan dalam satu paket yang bersifat tetap
berdasarkan usulan fraksi dan Kelompok DPD
sesuai dengan prinsip musyawarah untuk
mufakat.
25

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
(3) Setiap fraksi dan Kelompok DPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat mengajukan 1
(satu) orang bakal calon Pimpinan badan.
(4) Dalam hal pemilihan Pimpinan Badan
Pengkajian berdasarkan musyawarah untuk
mufakat tidak tercapai sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), keputusan diambil berdasarkan
suara terbanyak.
(5) Pemilihan Pimpinan Badan Pengkajian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan
dalam rapat Badan Pengkajian yang dipimpin
oleh Pimpinan MPR setelah penetapan susunan
dan keanggotaan Badan Pengkajian.
(6) Pimpinan, Keanggotaan, dan Tata Kerja Badan
Pengkajian ditetapkan dengan Keputusan
Pimpinan MPR berdasarkan pada Keputusan
Rapat Gabungan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemilihan Pimpinan Badan Pengkajian diatur
dalam peraturan MPR tentang tata tertib.
Pasal XX
Badan Pengkajian bertugas:
1. meninjau dan mengevaluasi pelaksanaan
Ketetapan MPR;
2. mempersiapkan rancangan haluan negara;
3. mengevaluasi sistem ketatanegaraan, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, serta pelaksanaanya;
4. memberikan keterangan yang bersifat penafsiran
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dalam pengujian Undang-
Undang terhadap Undang-Undang Dasar oleh
Mahkamah Konstitusi;
26

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
5. Menyerap aspirasi masyarakat, daerah, dan
lembaga negara berkaitan dengan pelaksaaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
6. Merumuskan pokok-pokok pikiran tentang
Rekomendasi MPR berkaitan dengan dinamika
aspirasi masyarakat; dan
7. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas dalam
Sidang Paripurna.
Pasal XX
(1) Untuk melaksanakan tugasnya, sebagaimana
diatur dalam Pasal 33, Badan Pengkajian dapat
membentuk Lembaga Pengkajian.
(2) Pimpinan Badan Pengkajian karena jabatannya
juga sebagai Pimpinan Lembaga Pengkajian.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pembentukan, susunan, tugas, dan mekanisme
kerja diatur dalam peraturan MPR tentang tata
tertib.
Pasal XX
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pembentukan, susunan, tugas dan mekanisme kerja
Badan Pengkajian diatur dalam peraturan MPR
tentang tata tertib.

Paragraf XX
Badan Penganggaran
Pasal XX
(1) Badan Penganggaran dibentuk oleh MPR dan
merupakan alat kelengkapan MPR yang bersifat
tetap
(2) Badan Penganggaran dibentuk dan ditetapkan
27

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
dalam Sidang Paripurna MPR.
(3) Dalam hal Sidang Paripurna sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak dilaksanakan,
Badan Penganggaran dibentuk dan ditetapkan
dengan Keputusan Pimpinan MPR berdasarkan
pada Keputusan Rapat Gabungan.
Pasal XX
(1) MPR menetapkan susunan dan keanggotaan
Badan Penganggaran pada permulaan masa
keanggotaan MPR
(2) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penambahan ketentuan ayat (2) dimaksudkan,
diusulkan oleh setiap fraksi dan kelompok memberikan kesamaan hak kepada setiap fraksi dan
anggota. kelompok anggota, untuk melakukan pengusulan anggota
Badan Penganggaran.
(3) Jumlah anggota Badan Penganggaran paling dimaksudkan untuk lebih menjelaskan jumlah dan
sedikit 5% (lima persen) dan paling banyak 10% komposisi Badan Penganggaran, dari jumlah minimal dan
(sepuluh persen) dari jumlah anggota MPR, yang maksimal. Penggunaan prosentase, agar konsisten
mencerminkan fraksi dan kelompok anggota dengan panitia Ad Hoc.
dengan disusun secara proporsional.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah anggota
Badan Penganggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dalam peraturan MPR
tentang tata tertib.
Pasal XX
(1) Pimpinan Badan Penganggaran merupakan satu
kesatuan Pimpinan yang bersifat kolektif dan
kolegial.
(2) Pimpinan Badan Penganggaran terdiri atas 1
(satu) orang ketua dan paling banyak 4 (empat)
orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh
anggota badan dalam satu paket yang bersifat
tetap berdasarkan usulan fraksi dan Kelompok
DPD sesuai dengan prinsip musyawarah untuk
28

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
mufakat.
(3) Setiap fraksi dan Kelompok DPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat mengajukan 1
(satu) orang bakal calon Pimpinan badan.
(4) Dalam hal pemilihan Pimpinan Badan
Penganggaran berdasarkan musyawarah untuk
mufakat tidak tercapai sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), keputusan diambil berdasarkan
suara terbanyak.
(5) Pemilihan Pimpinan Badan Penganggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan
dalam rapat Badan Penganggaran yang dipimpin
oleh Pimpinan MPR setelah penetapan susunan
dan keanggotaan Badan Penganggaran.
(6) Pimpinan, Keanggotaan, dan Tata Kerja Badan
Penganggaran ditetapkan dengan Keputusan
Pimpinan MPR berdasarkan pada Keputusan
Rapat Gabungan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemilihan Pimpinan Badan Penganggaran diatur
dalam peraturan MPR tentang tata tertib.
Pasal XX
Badan Penganggaran bertugas:
1. Menyusun rancangan arah kebijakan umum
anggaran setiap 1 (satu) tahun anggaran untuk
ditetapkan oleh Pimpinan MPR;
2. menyusun rencana kerja dan anggaran MPR
secara mandiri yang dituangkan ke dalam
program dan kegiatan setiap tahun berdasarkan
usulan dari alat kelengkapan MPR dan
fraksi/Kelompok DPD;
3. dalam menyusun program dan kegiatan MPR
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 (satu),
29

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Badan Anggaran dapat menyusun standar biaya
khusus (keluaran) dan mengajukannya kepada
pemerintah untuk dibahas bersama;
4. Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan
anggaran;
5. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas dalam
Sidang Paripurna MPR.
Pasal XX
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pembentukan, susunan, tugas dan mekanisme
kerja Badan Anggaran diatur dalam peraturan
MPR tentang tata tertib.
Pasal XX
(1) Alat kelengkapan MPR lainnya dibentuk oleh Penambahan ketentuan ini dimaksudkan untuk
MPR. mengantisipasi perkembangan kebutuhan dalam
penyelenggaraan wewenang dan tugas MPR yang
dinamis.
(2) Alat kelengkapan MPR lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibentuk melalui rapat
Gabungan.
(3) Tata cara pembentukan alat kelengkapan MPR
lainnya diatur dengan Peraturan MPR tentang
Tata Tertib.
Pasal XX
Anggota MPR hanya dapat menjadi anggota pada Penambahan ketentuan ini dimaksudkan agar anggota
satu alat kelengkapan MPR. pada satu alat kelengkapan MPR fokus pada tugasnya.
Sekaligus menghindari konflik kewenangan yang
berpotensi ditimbulkan akibat rangkap jabatan. Contoh:
seseorang menjabat sebagai anggota BURT dan Badan
Pengkajian. Maka program Badan Pengkajian berpotensi
dijadikan prioritas daripada program alat kelengkapan
yang lain.
30

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Bagian Ketujuh Bagian Ketujuh
Pelaksanaan Wewenang dan Tugas Pelaksanaan Wewenang dan Tugas
Paragraf 1 Paragraf 1
Perubahan Undang-Undang Dasar Perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 24 Pasal 24
(1) MPR berwenang mengubah dan menetapkan (1) TETAP
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
(2) Dalam mengubah Undang-Undang Dasar Negara (2) TETAP TETAP
Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), anggota MPR tidak dapat
mengusulkan pengubahan terhadap Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pasal 25 Pasal 25
(1) Usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar (1) TETAP TETAP
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan
oleh paling sedikit 1/3 (satu per tiga) dari jumlah
anggota MPR.
(2) Setiap usul pengubahan diajukan secara tertulis (2) TETAP TETAP
dengan menunjukkan secara jelas pasal yang
diusulkan diubah beserta alasannya.
(3) Usulan pengubahan terhadap Undang-Undang Pasal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi tidak
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selesainya pembahasan UUD yang butuh konsentrasi
tidak dapat diajukan dalam 6 (enam) bulan yang besar, sedangkan disisi lain 6 bulan sebelum
sebelum berakhirnya masa keanggotaan MPR. berakhir keanggotaan MPR itu merupakan masa
kampanye pemilihan umum legislatif.

Disamping itu, dikhawatirkan tidak tuntasnya pembahasan


UUD ditengah-ditengah berakhirnya masa jabatan
keanggotaan MPR. Sementara UUD tidak mengenal pola
31

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
peralihan beban pembahasan dari MPR periode
sebelumnya kepada keanggotaan MPR periode
berikutnya.
Pasal 26 Pasal 26
(1) Usul pengubahan Undang-Undang Dasar Negara (1) TETAP
Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan kepada
Pimpinan MPR.
(2) Setelah menerima usul pengubahan sebagaimana (2) TETAP
dimaksud pada ayat (1), Pimpinan MPR memeriksa
kelengkapan persyaratannya yang
meliputi:w.hukumline.com
a. jumlah pengusul sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (1); dan
b. pasal yang diusulkan diubah dan alasan
pengubahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (2).
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) (3) TETAP
dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak
usul pengubahan diterima.
Pasal 27 Pasal 27
Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal TETAP
26 ayat (3), Pimpinan MPR mengadakan rapat dengan
Pimpinan fraksi dan Pimpinan Kelompok DPD untuk
membahas kelengkapan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2).
Pasal 28 Pasal 28
(1) Dalam hal usul pengubahan tidak memenuhi (1) TETAP
kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (2), Pimpinan MPR
memberitahukan penolakan usul pengubahan secara
tertulis kepada pihak pengusul beserta alasannya.

(2) Dalam hal usul pengubahan dinyatakan oleh (2) TETAP


32

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Pimpinan MPR memenuhi kelengkapan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2),
Pimpinan MPR wajib menyelenggarakan Sidang
Paripurna MPR paling lama 60 (enam puluh) hari.

(3) Anggota MPR menerima salinan usul pengubahan (3) Pimpinan MPR wajib menyelenggarakan Sidang
yang telah memenuhi kelengkapan persyaratan Paripurna MPR paling lama 60 (enam puluh) hari
paling lambat 14 (empat belas) Hari sebelum setelah usul pengubahan dinyatakan memenuhi
dilaksanakan Sidang Paripurna MPR. kelengkapan persyaratan oleh pimpinan MPR
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2).

(4) Anggota MPR menerima salinan usul pengubahan


yang telah memenuhi kelengkapan persyaratan
paling lambat 14 (empat belas) Hari sebelum
dilaksanakan Sidang Paripurna MPR.
Pasal 29 Pasal 29
Dalam Sidang Paripurna MPR sebagaimana dimaksud TETAP
dalam Pasal 28 ayat (2) dilakukan kegiatan sebagai
berikut:
a. pengusul menjelaskan usulan yang diajukan
beserta alasannya;
b. fraksi dan kelompok DPD memberikan
pemandangan umum terhadap usul pengubahan;
dan
c. membentuk Panitia Ad Hoc untuk mengkaji usul
pengubahan dari pihak pengusul.
Pasal 30 Pasal 30
(1) Dalam Sidang Paripurna MPR berikutnya, Panitia Ad (1) Panitia Ad Hoc melaporkan hasil kajian Penambahan ketentuan ini dilatarbelakangi oleh
Hoc melaporkan hasil kajian sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c pemikiran bahwa perubahan tata letak bahasa dalam
dalam Pasal 29 huruf c. dalam sidang paripurna MPR berikutnya. ketentuan ini dimaksudkan agar lebih memudahkan dalam
(2) Fraksi dan Kelompok DPD menyampaikan (2) Terhadap hasil kajian Panitia Ad Hoc, Fraksi dan memahami ketentuan tersebut.
pemandangan umum terhadap hasil kajian Panitia kelompok Anggota MPR menyampaikan
Ad Hoc. pemandangan umum.
33

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Pasal 31 Pasal 31
(1) Sidang Paripurna MPR sebagaimana dimaksud (1) TETAP
dalam Pasal 28 ayat (2) dihadiri oleh paling sedikit
2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota MPR.
(2) Sidang Paripurna MPR sebagaimana dimaksud pada (2) TETAP
ayat (1) dapat memutuskan pengubahan pasal
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dengan persetujuan paling sedikit 50%
(lima puluh persen) dari jumlah anggota ditambah 1
(satu) anggota.
Pasal 32 Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan TETAP
keputusan terhadap usul pengubahan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 diatur dalam
peraturan MPR tentang tata tertib.
Paragraf 2 Paragraf 2
Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
Hasil Pemilihan Umum Hasil Pemilihan Umum
Pasal 33 Pasal 33
MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil TETAP
pemilihan umum dalam Sidang Paripurna MPR.
Pasal XX
MPR menetapkan Ketetapan MPR tentang pelantikan
Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum
yang telah ditetapkan oleh KPU.

Pasal 34 Pasal 34
(1) Pimpinan MPR mengundang anggota MPR untuk (1) TETAP
menghadiri sidang paripurna MPR dalam rangka
pelantikan Presiden dan Wakil Presiden hasil
pemilihan umum.
(2) Pimpinan MPR mengundang pasangan calon (2) TETAP
34

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
presiden dan wakil presiden terpilih untuk dilantik
sebagai Presiden dan Wakil Presiden dalam sidang
paripurna MPR.
(3) Dalam sidang paripurna MPR sebagaimana dimaksud (3) Dalam Sidang Paripurna MPR sebagaimana Keputusan KPU sebaiknya tetap dibacakan oleh Pimpinan
dalam Pasal 33, pimpinan MPR membacakan dimaksud dalam Pasal 33, Pimpinan MPR MPR, sebab kinerja terakhir dari KPU adalah berupa
keputusan KPU mengenai penetapan pasangan calon membacakan Keputusan KPU mengenai penetapan Keputusan. Sehingga dalam sidang paripurna MPR,
Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil pemilihan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih Pimpinan MPR yang lebih layak untuk membacakan hasil
umum. hasil pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Keputusan KPU.
Perubahan ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih
memperjelas kalimat. Sebab, terdapat perubahan dalam
ketentuan ayat (3) ini dengan menghilangkan frasa di
akhir kalimat yakni “Presiden dan Wakil Presiden” hal ini
dimaksudkan agar tidak terjadi pengulangan kata.
Mengingat dalam Pasal 22E ayat (2) UUD NRI Tahun
1945 telah menegaskan salah satu wujud Pemilihan
Umum adalah Pemilihan Presiden.
(4) Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan (4) TETAP
dengan bersumpah menurut agama atau berjanji
dengan sungguh-sungguh di hadapan sidang
paripurna MPR.

(5) Dalam hal MPR tidak dapat menyelenggarakan (5) Berita acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditandatangani oleh Presiden dan Wakil Presiden
Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut serta Pimpinan MPR.
agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di
hadapan rapat paripurna DPR.

(6) Dalam hal DPR tidak dapat menyelenggarakan rapat (6) Setelah mengucapkan sumpah/janji Presiden dan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Presiden dan Wakil Presiden, Presiden menyampaikan pidato
Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau awal masa jabatan.
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan
Mahkamah Agung.
35

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR

(7) Berita acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden


ditandatangani oleh Presiden dan Wakil Presiden
serta pimpinan MPR.

(8) Setelah mengucapkan sumpah/janji Presiden dan


Wakil Presiden, Presiden menyampaikan pidato awal
masa jabatan.

Pasal XX
(1) Dalam hal MPR tidak dapat menyelenggarakan
sidang sebagaimana dimaksud pada Pasal 50,
Presiden dan Wakil Presiden bersumpah
menurut agama atau berjanji dengan sungguh-
sungguh di hadapan rapat paripurna DPR.
(2) Dalam hal DPR tidak dapat menyelenggarakan
rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Presiden dan Wakil Presiden bersumpah
menurut agama atau berjanji dengan sungguh-
sungguh di hadapan Pimpinan MPR dengan
disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.
Pasal 35 Pasal 35
Sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana TETAP
dimaksud dalam Pasal 53, sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban
Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik
Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undang-Undang Dasar dan
menjalankan segala undang-undang dan peraturannya
dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan
bangsa.”
36

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Janji Presiden (Wakil Presiden):
“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi
kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil
Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya
dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang
Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan
peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada nusa dan bangsa.”

Paragraf 3 Paragraf 3
Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
dalam Masa Jabatannya dalam Masa Jabatannya
Pasal 36 Pasal 36
(1) MPR hanya dapat memberhentikan Presiden (1) TETAP
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden (2) TETAP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh
DPR
(3) Usul DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Perubahan ketentuan ini dilakukan dengan memindahkan
harus dilengkapi putusan Mahkamah Konstitusi Pasal 37 ayat (2) ke Pasal 36 ayat (3) yang mengatur
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tentang kelengkapan usulan DPR ke Mahkamah
terbukti melakukan pelanggaran hukum, baik Konstitusi dalam hal pemberhentian Presiden dan Wakil
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, Presiden.
penyuapan, tindak pidana berat lainnya maupun Hal ini dimaksudkan agar lebih sistematis dan dalam
perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa rumpun pengaturan yang sama.
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden.
Pasal 37 Pasal 37
(1) MPR wajib menyelenggarakan Sidang Paripurna MPR wajib menyelenggarakan Sidang Paripurna MPR Perubahan ketentuan ini dimaksudkan dimaksudkan
MPR untuk memutuskan usul DPR mengenai untuk memutuskan usul DPR mengenai pemberhentian untuk menegaskan frasa “hari” dalam Pasal 37 “Hari”
37

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa yang merupakan “hari kalender” (bukan hari kerja).
pada masa jabatannya paling lambat 30 (tiga puluh) jabatannya paling lambat 30 (tiga puluh) Hari kalender Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi multi interpretasi
Hari sejak MPR menerima usul sebagaimana sejak MPR menerima usul sebagaimana dimaksud karena persoalan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2). dalam Pasal 36 ayat (2). Presiden merupakan peristiwa yang sangat urgen dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Selain hal tersebut, ditambahkan juga ketentuan
mengenai batasan waktu penyelenggaraan sidang
istimewa. Dengan demikian, pemilihan Presiden dan/atau
Wakil Presiden dapat dilakukan dalam jangka waktu yang
berkepastian.
(2) Usul DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (2) harus dilengkapi putusan Mahkamah
Konstitusi bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
terbukti melakukan pelanggaran hukum, baik berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya maupun
perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pasal 38 Pasal 38
(1) Pimpinan MPR mengundang Presiden dan/atau (1) TETAP
Wakil Presiden untuk menyampaikan penjelasan
yang berkaitan dengan usulan pemberhentiannya
dalam Sidang Paripurna MPR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1).
(2) Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak hadir (2) TETAP
untuk menyampaikan penjelasan, MPR tetap
mengambil keputusan terhadap usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1).
(3) Keputusan MPR terhadap usul pemberhentian (3) TETAP
Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diambil dalam Sidang
38

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Paripurna MPR yang dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) dari jumlah anggota dan disetujui oleh
paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota
yang hadir.
(4) Keputusan MPR atas usul pemberhentian Perubahan ketentuan ini dilakukan pada ayat (4).
Presiden dan/atau Wakil Presiden diambil paling Hal ini dimaksudkan agar pengambilan keputusan oleh
lama 7 (tujuh) hari kalender. MPR dalam menindaklanjuti putusan MK, merupakan
peristiwa politik.
Sedangkan keputusan MPR dalam pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden menyangkut
penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian agar
menjamin kepastian hukum maka keputusan MPR atas
pemberhentian Presiden harus dibatasi waktunya.
Pasal 39 Pasal 39
(1) Dalam hal MPR memutuskan memberhentikan (1) TETAP
Presiden dan/atau Wakil Presiden atas usul DPR,
Presiden dan/atau Wakil Presiden berhenti dari
jabatannya.
(2) Dalam hal MPR memutuskan tidak memberhentikan (2) TETAP
Presiden dan/atau Wakil Presiden atas usul DPR,
Presiden dan/atau Wakil Presiden melaksanakan
tugas dan kewajibannya sampai berakhir masa
jabatannya
(3) Keputusan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) TETAP
(1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Ketetapan MPR.
Pasal 40 Pasal 40
Dalam hal Presiden dan/atau Wakil Presiden TETAP
mengundurkan diri sebelum diambil keputusan MPR
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3), Sidang
Paripurna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat
(1) tidak dilanjutkan.
39

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Paragraf 4 Paragraf 4
Pelantikan Wakil Presiden Menjadi Presiden Pelantikan Wakil Presiden Menjadi Presiden
Pasal 41 Pasal 41
Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau TETAP
tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai
berakhir masa jabatannya. berakhir masa jabatannya.
Pasal 42 Pasal 42
(1) Jika terjadi kekosongan jabatan Presiden, MPR (1) TETAP
segera menyelenggarakan Sidang Paripurna MPR
untuk melantik Wakil Presiden menjadi Presiden.
(2) Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang (2) TETAP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden
bersumpah menurut agama atau berjanji dengan
sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR.
(3) Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat (3) TETAP
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden
bersumpah menurut agama atau berjanji dengan
sungguh-sungguh di hadapan Pimpinan MPR dengan
disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.
Pasal 43 Pasal 43
Sumpah/janji Presiden sebagaimana dimaksud dalam TETAP
Pasal 42 sebagai berikut:
Sumpah Presiden:
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban
Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar
dan menjalankan segala undang-undang dan
peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada nusa dan bangsa.”

Janji Presiden:
“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi
40

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-
baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-
Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang
dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada nusa dan bangsa.”
Pasal 44 Pasal 44
Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat Penetapan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Ketentuan Pasal 44 ditambahkan frasa “penetapan” di
(1) ditetapkan dengan Ketetapan MPR. Pasal 42 ayat (1) ditetapkan dengan Ketetapan MPR. awal ketentuan pasal. Hal ini dimaksudkan untuk
memperjelas bunyi Pasal tentang penetapan Presiden.
Pasal 45 Pasal 45
Setelah mengucapkan sumpah/janji, Presiden TETAP
menyampaikan pidato pelantikan.
Paragraf 5 Paragraf 5
Pemilihan dan Pelantikan Wakil Presiden Pemilihan dan Pelantikan Wakil Presiden
Pasal 46 Pasal 46
(1) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, MPR (1) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, MPR Frasa “hari” dalam Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2)
menyelenggarakan Sidang Paripurna dalam waktu menyelenggarakan Sidang Paripurna dalam waktu diperbaiki menjadi “hari kalender” untuk memperjelas
paling lama 60 (enam puluh) Hari untuk memilih paling lama 60 (enam puluh) Hari kalender untuk ketentuan Pasal tersebut.
Wakil Presiden. memilih Wakil Presiden. Mengingat kekosongan jabatan Wakil Presiden
(2) Presiden mengusulkan 2 (dua) calon Wakil Presiden (2) Presiden mengusulkan 2 (dua) calon Wakil Presiden merupakan hal yang urgen dalam penyelenggaraan
beserta kelengkapan persyaratan kepada Pimpinan beserta kelengkapan persyaratan kepada Pimpinan pemerintahan, untuk itu pengisian jabatan harus segera
MPR paling lambat 14 (empat belas) Hari sebelum MPR paling lambat 14 (empat belas) Hari kalender dilakukan.
penyelenggaraan Sidang Paripurna MPR. sebelum penyelenggaraan Sidang Paripurna MPR.
(3) Dalam Sidang Paripurna sebagaimana dimaksud (3) TETAP
pada ayat (1), MPR memilih satu di antara 2 (dua)
calon wakil presiden yang diusulkan oleh Presiden.
(4) Dua calon wakil presiden yang diusulkan (4) TETAP
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
menyampaikan pernyataan kesiapan pencalonan
dalam Sidang Paripurna MPR sebelum dilakukan
pemilihan.
(5) Calon wakil presiden yang memperoleh suara (5) TETAP
terbanyak dalam pemilihan di Sidang Paripurna MPR
41

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
ditetapkan sebagai Wakil Presiden.
(6) Dalam hal suara yang diperoleh tiap-tiap calon sama (6) TETAP
banyak, pemilihan diulang 1 (satu) kali lagi.
(7) Dalam hal pemilihan sebagaimana dimaksud pada (7) TETAP
ayat (6) hasilnya tetap sama, Presiden memilih salah
satu di antara calon wakil presiden.
Pasal 47 Pasal 47
(1) MPR melantik Wakil Presiden sebagaimana (1) TETAP
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (5) atau ayat (7)
dalam Sidang Paripurna MPR dengan bersumpah
menurut agama atau berjanji dengan sungguh-
sungguh di hadapan Sidang Paripurna MPR.
(2) Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan Sidang (2) TETAP
Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat
paripurna DPR.
(3) Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat (3) TETAP
paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
Pimpinan MPR dengan disaksikan oleh Pimpinan
Mahkamah Agung.
Pasal 48 Pasal 48
Sumpah/janji Wakil Presiden sebagaimana dimaksud TETAP
dalam Pasal 47 sebagai berikut:
Sumpah Wakil Presiden:
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban
Wakil Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-
baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-
Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang
dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada nusa dan bangsa.”
42

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR

Janji Wakil Presiden:


“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi
kewajiban Wakil Presiden Republik Indonesia dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-
undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta
berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Pasal 49 Pasal 49
Wakil Presiden terpilih sebagaimana dimaksud dalam TETAP
Pasal 46 ditetapkan dengan Ketetapan MPR.
Paragraf 6 Paragraf 6
Pemilihan dan Pelantikan Presiden dan Wakil Pemilihan dan Pelantikan Presiden dan Wakil
Presiden Presiden
Pasal 50 Pasal 50
Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden mangkat, TETAP
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya secara
bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah
Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri
Pertahanan secara bersama-sama.
Pasal 51 Pasal 51
(1) Apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, (1) Apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, Frasa “hari” dalam Pasal 51 diperbaiki menjadi “hari
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kalender” untuk memperjelas ketentuan Pasal tersebut.
kewajibannya dalam masa jabatannya secara kewajibannya dalam masa jabatannya secara Hal ini dimaksudkan, karena persoalan pemberhentian
bersamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, bersamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Presiden dan/atau Wakil Presiden merupakan peristiwa
MPR menyelenggarakan Sidang Paripurna paling MPR menyelenggarakan Sidang Paripurna paling yang sangat urgen dalam penyelenggaraan
lama 30 (tiga puluh) Hari sejak Presiden dan Wakil lama 30 (tiga puluh) Hari kalender sejak Presiden pemerintahan. Dengan demikian, harus diputuskan
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, dengan segera
tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
jabatannya secara bersamaan. kewajibannya dalam masa jabatannya secara
bersamaan.
(2) Paling lama 3 (tiga) kali 24 (dua puluh empat) jam (2) TETAP
43

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
sejak Presiden dan Wakil Presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya secara
bersamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pimpinan MPR memberitahukan kepada partai politik
atau gabungan partai politik yang pasangan calon
presiden dan wakil presidennya meraih suara
terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan
umum sebelumnya untuk mengajukan pasangan
calon presiden dan wakil presiden.
(3) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak diterimanya surat (3) Paling lama 7 (tujuh) Hari kalender sejak
pemberitahuan dari Pimpinan MPR, partai politik diterimanya surat pemberitahuan dari Pimpinan
atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud MPR, partai politik atau gabungan partai politik
pada ayat (2) menyampaikan calon presiden dan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
wakil presidennya kepada Pimpinan MPR. menyampaikan calon presiden dan wakil
presidennya kepada Pimpinan MPR.
(4) Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang (4) TETAP
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik yang meraih suara terbanyak pertama dan
kedua dalam pemilihan umum sebelumnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
menyampaikan kesediaannya secara tertulis yang
tidak dapat ditarik kembali.
(5) Calon presiden dan wakil presiden yang diajukan (5) TETAP
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam
undang-undang mengenai pemilihan umum presiden
dan wakil presiden.
(6) Ketentuan mengenai tata cara verifikasi terhadap (6) TETAP
kelengkapan dan kebenaran dokumen administrasi
pasangan calon presiden dan wakil presiden yang
diajukan diatur dalam peraturan MPR tentang tata
tertib.
44

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Pasal 52 Pasal 52
(1) Pemilihan 2 (dua) pasangan calon presiden dan (1) TETAP
wakil presiden dalam Sidang Paripurna MPR
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)
dilakukan dengan pemungutan suara.
(2) Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang (2) TETAP
memperoleh suara terbanyak dalam sidang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
(3) Dalam hal suara yang diperoleh setiap pasangan (3) TETAP
calon presiden dan wakil presiden sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sama banyak, pemungutan
suara diulang 1 (satu) kali lagi.
(4) Dalam hal hasil pemungutan suara ulang (4) Dalam hal hasil pemungutan suara ulang
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tetap sama, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tetap sama,
MPR memutuskan untuk mengembalikan kedua MPR memutuskan untuk mengembalikan kedua
pasangan calon presiden dan wakil presiden kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden
partai politik atau gabungan partai politik pengusul kepada partai politik atau gabungan partai politik
untuk dilakukan pemilihan ulang oleh MPR. pengusul.
(5) Dalam hal MPR memutuskan sebagaimana (5) Partai politik atau gabungan partai politik
dimaksud pada ayat (4), berlaku ketentuan mengusulkan kembali calon presiden dan wakil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3), presiden untuk dilakukan pemilihan ulang oleh
ayat (4), ayat (5) dan ayat (6). MPR.
(6) Dalam hal MPR memutuskan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3),
ayat (4), ayat (5) dan ayat (6).
Pasal 53 Pasal 53
(1) MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih (1) TETAP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2)
dalam Sidang Paripurna MPR dengan bersumpah
menurut agama atau berjanji dengan sungguh-
sungguh di hadapan Sidang Paripurna MPR.
45

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
(2) Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang (2) TETAP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden dan
Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat
paripurna DPR.
(3) Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat (3) TETAP
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden dan
Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
Pimpinan MPR dengan disaksikan oleh Pimpinan
Mahkamah Agung.
Pasal 54 Pasal 54
Sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana TETAP
dimaksud dalam Pasal 53 sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban
Presiden (Wakil Presiden) Republik Indonesia dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undangundang dan peraturannya dengan selurus-
lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”

Janji Presiden (Wakil Presiden):


“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi
kewajiban Presiden (Wakil Presiden) Republik Indonesia
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus-
lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Pasal 55 Pasal 55
Presiden dan Wakil Presiden terpilih sebagaimana TETAP
dimaksud dalam Pasal 52 ditetapkan dengan Ketetapan
MPR.
46

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Pasal 56 Pasal 56
Setelah mengucapkan sumpah/janji, Presiden TETAP
menyampaikan pidato pelantikan.
Paragraf XX
Meninjau Dan Mengevaluasi Pelaksanaan
Ketetapan MPR Untuk Ditindaklanjuti Oleh DPR
Dan Pemerintah
Pasal XX
(1) MPR melakukan peninjauan ulang terhadap
materi dan status hukum Ketetapan MPR Nomor
I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi
Dan Status Hukum Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Tahun 1960 Sampai Dengan
Tahun 2002;
(2) Peninjauan ulang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk menetapkan keberlakuan
Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR.
(3) MPR mengeluarkan Ketetapan MPR tentang
penetapan keberlakuan Ketetapan MPRS dan
Ketetapan MPR.
(4) Tata cara peninjauan ulang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dalam Peraturan MPR tentang Tata Tertib.
Pasal XX
(1) MPR melakukan evaluasi pelaksanaan Ketetapan
MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan
Terhadap Materi Dan Status Hukum Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Tahun 1960 Sampai Dengan
Tahun 2002.
47

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan kepada DPR dan Pemerintah
untuk ditindaklanjuti.
(3) Tata cara evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan MPR tentang Tata Tertib.
Paragraf XX
Menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara
Pasal XX
(1) Haluan Negara sudah harus diputuskan MPR
selambat-lambatnya satu tahun sebelum
pelaksanaan pemilihan umum.
(2) Penyusunan Naskah Haluan Negara
dilaksanakan oleh Badan Pengkajian untuk
dibahas lebih lanjut oleh Panitia Ad Hoc yang
khusus ditugaskan melakukan pembahasan
mengenai Pokok-Pokok Haluan Negara.
(3) Dalam menyusun Naskah Haluan Negara, Badan
Pengkajian dapat:
a. Mengundang pakar/ahli, baik dari kalangan
akademisi maupun profesi, untuk
mendengarkan pandangan keilmuannya
yang dianggap dapat membantu dalam
pembahasan;
b. mengadakan seminar; dan
menyerap aspirasi masyarakat.
Pasal XX
(1) Haluan Negara ditetapkan dalam Sidang
Paripurna MPR.
(2) Haluan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan Peraturan MPR tentang
Haluan Negara.
48

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Pasal XX
(1) MPR menyampaikan Haluan Negara kepada
lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
(2) Lembaga negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menindaklanjuti Haluan Negara sesuai
dengan wewenang, tugas dan fungsinya.
Paragraf XX
Memberi Keterangan yang Bersifat Penafsiran
Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Dalam Perkara Pengujian
Undang-Undang Terhadap Undang-Undang Dasar
Pasal XX
(1) MPR memberikan keterangan yang bersifat Pengaturan soal kewenangan MPR dalam penafsiran
penafsiran terhadap Undang-Undang Dasar UUD sudah diatur dalam Undang-Undang Mahkamah
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Konstitusi. Pasal 54 Undang-Undang No. 24 Tahun 2003
perkara pengujian undang-undang terhadap tentang Mahkamah Konstitusi jo Undang-Undang No. 8
Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Indonesia Tahun 1945 di Mahkamah Konstitusi, Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
sepanjang diminta oleh Mahkamah Konstitusi. (selanjutnya UU Mahkamah Konstitusi), yang
menentukan:
Mahkamah Konstitusi dapat meminta keterangan
dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan
permohonan yang sedang diperiksa kepada
Majelis Permusyawaratan Rakyat, DPR, Dewan
Perwakilan Daerah, dan/atau Presiden.

Terdapat kata “dapat” dalam Pasal 54 Undang-Undang


MK, kata “dapat” ini menunjukkan pada tidak wajib atau
pilihan (boleh digunakan atau tidak).
Pengaturan yang dilakukan dalam draft RUU ini, lebih
menekankan sifat penafsiran dari MPR terhadap
49

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Konstitusi, adalah keharusan. Sedangkan UU MK, bukan
merupakan keharusan. Oleh sebab itu, akan
menimbulkan persoalan hukum nantinya, apabila hal ini
diatur.
(2) Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun oleh Badan Pengkajian
(3) Tata cara penyusunan keterangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dalam Peraturan MPR tentang Tata Tertib.
Paragraf XX
Sidang Tahunan
Pasal XX
(1) MPR menyelenggarakan Sidang Tahunan dalam Tugas untuk menyelenggarakan sidang tahunan dalam
rangka: rangka mendengarkan laporan kinerja lembaga negara
a. Menyampaikan laporan pelaksanaan tugas; kepada publik tentang pelaksanaan Undang-Undang
b. mendengarkan laporan kinerja lembaga Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
negara kepada publik tentang pelaksanaan merupakan tugas penting MPR yang sebelumnya belum
Undang-Undang Dasar Negara Republik diatur dalam UU No. 17 Tahun 2014. Oleh karenanya
Indonesia Tahun 1945 dan Pokok-Pokok perlu diatur secara tegas dalam perubahan undang-
Haluan Negara. undang ini.
(2) Lembaga negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi MPR, DPR, DPD,
Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, dan
Komisi Yudisial.
(3) Sidang Tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diawali dengan penyampaian laporan
pelaksanaan tugas MPR, laporan kinerja
lembaga-lembaga negara dan diakhiri oleh
laporan kinerja Presiden.
(4) Pidato Presiden dalam rangka laporan kinerja
dilaksanakan pada tanggal 16 (enam belas)
50

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Agustus.
(5) Pidato Presiden sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) sekaligus merupakan pidato kenegaraan
Presiden dalam rangka hari ulang tahun
kemerdekaan Republik Indonesia.
(6) Apabila tanggal 16 Agustus jatuh pada hari libur,
laporan kinerja Presiden disampaikan pada hari
kerja sebelumnya.
Paragraf XX
Menyerap Aspirasi Masyarakat Berkaitan Dengan
Pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal XX
(1) MPR bertugas menyerap aspirasi masyarakat
berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Pimpinan MPR,
Anggota MPR, dan oleh Badan Pengkajian.
(3) Menyerap aspirasi masyarakat terhadap
pengkajian pelaksanaan sistem ketatanegaraan
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan cara menerima
masukan secara lisan dan/atau tertulis dengan
menyediakan forum tertentu untuk menyerap
aspirasi masyarakat.
(4) Tata cara pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dalam Peraturan MPR tentang Tata Tertib.
Paragraf XX
Mengevaluasi Sistem Ketatanegaraan, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
51

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
1945, Serta Pelaksanaannya
Pasal XX
(1) MPR bertugas mengevaluasi sistem
ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 serta
pelaksanaannya.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap implementasi sistem
ketatanegaraan dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilaksanakan oleh Badan
Pengkajian.
(4) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disampaikan kepada:
a. fraksi dan Kelompok DPD apabila berkaitan
dengan perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. DPR dan pemerintah apabila berkaitan
dengan pembentukan Undang-Undang;
c. Lembaga negara apabila berkaitan dengan
implementasi Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
(5) Tata cara pelaksanaan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dalam Peraturan MPR tentang Tata Tertib.
Paragraf XX
Memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka
Tunggal Ika, dan Ketetapan MPR
Pasal XX
(1) MPR bertugas untuk memasyarakatkan Pancasila,
52

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, dan
Ketetapan MPR kepada seluruh lapisan
masyarakat dan lembaga Negara dalam rangka
pembangunan karakter bangsa sesuai dengan
tujuan bernegara.
(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Pimpinan MPR,
Anggota MPR, dan oleh Badan Sosialisasi.
(3) Badan Sosialisasi menetapkan program dan
metoda pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Tata cara pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dalam Peraturan MPR tentang Tata Tertib.
Bagian Kedelapan Bagian Kedelapan
Pelaksanaan Hak Anggota Pelaksanaan Hak Anggota
Paragraf XX
Mengajukan Usul Perubahan Pasal Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
Pasal XX
(1) Anggota MPR mempunyai hak mengajukan usul
perubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan usul
perubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan
MPR tentang tata tertib.
Paragraf XX
Menentukan Sikap Dan Pilihan Dalam
53

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Pengambilan Keputusan;
Pasal XX
(1) Anggota MPR mempunyai hak menentukan sikap
dan pilihan dalam pengambilan keputusan
sesuai dengan hati nuraninya.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak
menentukan sikap dan pilihan dalam
pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam peraturan MPR
tentang tata tertib.
Paragraf XX
Menyampaikan Usul dan Pendapat
Pasal XX
(1) Anggota MPR berhak menyampaikan usul dan
pendapat mengenai suatu hal, baik yang sedang
dibicarakan maupun yang tidak dibicarakan
dalam rapat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penyampaian usul dan pendapat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
peraturan MPR tentang tata tertib.
Pasal XX
(1) Dalam menyampaikan usul dan pendapat dalam
rapat, anggota mendaftar pada ketua rapat.
(2) Hak menyampaikan usul dan pendapat dalam
rapat diberikan terlebih dahulu kepada anggota
yang datang lebih awal.
(3) Usul dan pendapat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat diajukan secara lisan dan/
atau tertulis, singkat, dan jelas kepada ketua
rapat.
(4) Apabila diperlukan, ketua rapat dapat meminta
54

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
anggota yang menyampaikan usul dan
pendapat untuk memperjelas usul dan
pendapatnya.
Paragraf XX
Memilih dan Dipilih
Pasal XX
(1) Anggota MPR mempunyai hak memilih dan dipilih
untuk menduduki jabatan tertentu pada alat
kelengkapan.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak
memilih dan dipilih sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam peraturan MPR tentang tata
tertib.
Paragraf XX
Membela Diri
Pasal XX
(1) Anggota MPR yang diduga melakukan
pelanggaran sumpah/janji, kode etik, dan/atau
tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota
diberi kesempatan untuk membela diri dan/atau
memberikan keterangan kepada Tim Kode Etik.
(2) Ketentuan mengenai tata cara membela diri
dan/atau memberikan keterangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan
MPR tentang tata tertib.
Paragraf 1 Paragraf XX
Hak Imunitas Hak Imunitas
Pasal 57 Pasal 57
(1) Anggota MPR mempunyai hak imunitas (1) TETAP
(2) Anggota MPR tidak dapat dituntut di depan (2) TETAP
pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau
pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan
55

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
maupun tertulis di dalam sidang atau rapat MPR
ataupun di luar sidang atau rapat MPR yang
berkaitan dengan wewenang dan tugas MPR.
(3) Anggota MPR tidak dapat diganti antarwaktu karena (3) TETAP
pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang
dikemukakannya baik di dalam sidang atau rapat
MPR maupun di luar sidang atau rapat MPR yang
berkaitan dengan wewenang dan tugas MPR.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (4) TETAP
tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan
mengumumkan materi yang telah disepakati dalam
rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang
dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Paragraf 2 Paragraf XX
Hak Protokoler Hak Protokoler
Pasal 58 Pasal 58
(1) Pimpinan dan anggota MPR mempunyai hak (1) TETAP
protokoler.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak (2) TETAP
protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3 Paragraf XX
Hak Keuangan dan Administratif Hak Keuangan dan Administratif
Pasal 59 Pasal 59
(1) Pimpinan dan anggota MPR mempunyai hak (1) TETAP
keuangan dan administratif.
(2) Hak keuangan dan administratif Pimpinan dan (2) TETAP
anggota MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun oleh Pimpinan MPR dan diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
56

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Pasal 60 Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan TETAP
hak anggota MPR diatur dalam peraturan MPR tentang
tata tertib.
Bagian Kesembilan Bagian Kesembilan
Persidangan dan Pengambilan Keputusan Persidangan dan Pengambilan Keputusan
Paragraf 1 Paragraf 1
Persidangan Persidangan
Pasal 61 Pasal 61
(1) MPR bersidang sedikitnya sekali dalam 5 (lima) (1) TETAP
tahun di ibu kota negara.
(2) Persidangan MPR diselenggarakan untuk (2) TETAP
melaksanakan wewenang dan tugas MPR
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5.
Pasal 62 Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara persidangan TETAP
diatur dalam Peraturan MPR tentang tata tertib.
PASAL XX
(1) Selain persidangan sebagaimana dimaksud dalam Tambahan ketentuan Pasal baru mengenai rapat-rapat
Pasal 61 ayat (1) MPR melaksanakan rapat MPR. yang nantinya mungkin akan diperlukan oleh MPR sesuai
kebutuhan
(2) Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan untuk melaksanakan wewenang
dan tugas MPR.
(3) Tata cara pelaksanaan rapat dan pengambilan
keputusan rapat diatur dengan peraturan MPR
tentang Tata Tertib.
Paragraf 2 Paragraf 2
Pengambilan Keputusan Pengambilan Keputusan
Pasal 63 Pasal 63
Sidang MPR dapat mengambil keputusan apabila: a. TETAP
a. dihadiri paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah
57

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
anggota MPR dan disetujui oleh paling sedikit 50%
(lima puluh persen) ditambah 1 (satu) anggota dari
seluruh anggota MPR untuk mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga per empat) dari jumlah b. TETAP
anggota MPR dan disetujui oleh paling sedikit 2/3
(dua per tiga) dari jumlah anggota MPR yang hadir
untuk memutuskan usul DPR tentang pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden;
c. dihadiri paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari c. TETAP
jumlah anggota MPR ditambah 1 (satu) anggota MPR
dan disetujui oleh paling sedikit 50% (lima puluh
persen) dari jumlah anggota ditambah 1 (satu)
anggota MPR yang hadir untuk sidang selain
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.
Pasal 64 Pasal 64
(1) Pengambilan keputusan dalam sidang sebagaimana (1) TETAP
dimaksud dalam Pasal 63 terlebih dahulu
diupayakan dengan cara musyawarah untuk
mufakat.
(2) Dalam hal cara pengambilan keputusan (2) TETAP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai,
keputusan diambil melalui pemungutan suara.
(3) Dalam hal keputusan berdasarkan pemungutan (3) TETAP
suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
tercapai, dilakukan pemungutan suara ulang.
(4) Dalam hal pemungutan suara ulang sebagaimana (4) TETAP
dimaksud pada ayat (3) hasilnya masih belum
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), berlaku ketentuan:
a. pengambilan keputusan ditangguhkan sampai
sidang berikutnya; atau
58

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
b. usul yang bersangkutan ditolak.
Pasal 65 Pasal 65
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan TETAP
keputusan sidang MPR diatur dalam peraturan MPR
tentang tata tertib.
Bagian XX
Tata Tertib dan Kode Etik
Paragraf XX
Tata Tertib
Pasal XX
(1) Tata tertib MPR ditetapkan oleh MPR dengan
berpedoman pada peraturan perundang-
undangan.
(2) Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku di lingkungan internal MPR.
(3) Tata tertib MPR paling sedikit memuat ketentuan
tentang:
a. pengucapan sumpah/janji;
b. penetapan pimpinan;
c. pemberhentian dan penggantian pimpinan;
d. jenis dan penyelenggaraan persidangan
atau rapat;
e. pelaksanaan fungsi, wewenang dan tugas
lembaga, serta hak dan kewajiban anggota;
f. pembentukan, susunan, serta wewenang
dan tugas alat kelengkapan;
g. penggantian antarwaktu anggota;
h. pengambilan keputusan;
i. penerimaan pengaduan dan penyaluran
aspirasi masyarakat;
j. pelaksanaan tugas kelompok pakar/ahli;
dan
k. mekanisme keterlibatan dan partisipasi
59

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
masyarakat dalam pelaksanaan wewenang
dan tugas MPR.
Paragraf XX
Kode Etik
Pasal XX
(1) MPR menyusun kode etik yang berisi norma
yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota selama
menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat,
kehormatan, citra, dan kredibilitas MPR.
(2) Untuk menegakkan Kode Etik MPR, dibentuk
Tim Kode Etik MPR yang bersifat Ad Hoc.
(3) Tim Kode Etik MPR dibentuk oleh Pimpinan MPR
dan anggotanya mencerminkan perwakilan
secara proporsional dari fraksi-fraksi dan
Kelompok DPD.
(4) Pimpinan Tim Kode Etik MPR dipilih dari dan
oleh Anggota Tim.
(5) Tim Kode Etik MPR ditetapkan dengan
Keputusan Pimpinan MPR.
(6) Tata cara pembentukan Tim Kode Etik diatur
dalam Peraturan Tata Tertib MPR
Paragraf XX
Tim Kode Etik
Pasal XX
(1) Tim Kode Etik dibentuk oleh Pimpinan MPR dan
bersifat ad hoc.
(2) Tim Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertujuan menjaga serta menegakkan
kehormatan dan keluhuran martabat MPR
sebagai lembaga permusyawaratan rakyat.
Pasal XX
(1) Pimpinan MPR menetapkan susunan dan
60

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
keanggotaan Tim Kode Etik yang terdiri atas
semua fraksi dan kelompok anggota.
(2) Jumlah Anggota Tim Kode Etik sebanyak jumlah
fraksi dan kelompok anggota dan ditetapkan
dalam rapat Pimpinan.
Pasal XX
(1) Pimpinan Tim Kode Etik merupakan satu
kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan
kolegial.
(2) Pimpinan Tim Kode Etik terdiri atas 1 (satu)
orang ketua dan paling banyak 2 (dua) orang
wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota
Majelis Kode Etik dalam satu paket yang bersifat
tetap berdasarkan usulan fraksi dan kelompok
anggota sesuai dengan prinsip musyawarah
untuk mufakat.
(3) Setiap fraksi dan kelompok anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan
Tim Kode Etik.
(4) Dalam hal pemilihan pimpinan Tim Kode Etik
berdasarkan musyawarah untuk mufakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara
terbanyak.
(5) Pemilihan pimpinan Tim Kode Etik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat
Majelis Kode Etik yang dipimpin oleh pimpinan
MPR setelah penetapan susunan dan
keanggotaan Majelis Kode Etik.
(6) Pimpinan Tim Kode Etik ditetapkan dengan
keputusan pimpinan MPR.
61

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemilihan pimpinan Tim Kode Etik diatur dalam
peraturan MPR tentang tata tertib
Pasal XX
Tim Kode Etik MPR mempunyai tugas:
a. menerima dan menindaklanjuti laporan
masyarakat atas dugaan pelanggaran kode etik
yang dilakukan oleh Anggota MPR;
b. memanggil Anggota yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk
memberikan penjelasan dan pembelaan
terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan;
c. memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak lain
yang terkait untuk dimintai keterangan,
termasuk untuk dimintai bukti berupa dokumen
atau bukti lain;
d. memutuskan sanksi kepada Anggota yang
terbukti melanggar Kode Etik MPR; dan
e. melaporkan putusan akhir hasil penyelidikan
kepada Pimpinan MPR.
Bagian Kesepuluh Bagian Kesepuluh
Penggantian Antarwaktu Penggantian Antarwaktu
Pasal 66 Pasal 66
(1) Penggantian antarwaktu anggota MPR dilakukan (1) TETAP
apabila terjadi penggantian antarwaktu anggota DPR
atau anggota DPD.
(2) Pemberhentian dan pengangkatan sebagai akibat (2) TETAP
penggantian antarwaktu anggota MPR diresmikan
dengan keputusan Presiden.
(3) Ketentuan mengenai Pergantian Antar Waktu
sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dalam
peraturan MPR tentang Tata Tertib.
62

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Bagian Ke-XX
Penyidikan
Pasal XX
(1) Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk
penyidikan terhadap Anggota MPR yang
diduga melakukan tindak pidana harus
mendapat persetujuan tertulis dari Presiden.
(2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh
Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak diterimanya
permohonan, proses pemanggilan dan
permintaan keterangan untuk penyidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak berlaku apabila Anggota:
a. tertangkap tangan melakukan tindak
pidana;
b. disangka melakukan tindak pidana
kejahatan yang diancam dengan pidana
mati atau seumur hidup atau tindak
pidana kejahatan terhadap kemanusiaan
dan keamanan negara berdasarkan bukti
permulaan yang cukup; atau disangka
melakukan tindak pidana khusus.
Bagian Ke-XX
Sistem Pendukung
Paragraf XX
Umum
Pasal XX
(1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan
wewenang dan tugas MPR, dibentuk Sekretariat
63

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Jenderal MPR, yang susunan organisasi dan
tata kerjanya diatur dengan peraturan Presiden
atas usul Pimpinan MPR.
(2) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan
wewenang dan tugas MPR, dibentuk Badan
Keahlian MPR yang diatur dengan Peraturan
Presiden.
(3) Badan Keahlian MPR sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) secara fungsional bertanggung
jawab kepada MPR dan secara administratif
berada di bawah Sekretariat Jenderal MPR.
(4) Pimpinan MPR melakukan koordinasi dengan
Pimpinan DPR, dan Pimpinan DPD melalui alat
kelengkapan dalam rangka pengelolaan sarana
dan prasarana dalam kawasan gedung
perkantoran MPR, DPR, dan DPD.
Bagian Ke-XX
Sekretaris Jenderal
Pasal XX
(1) Sekretariat Jenderal MPR, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal XX, dipimpin oleh
seorang sekretaris jenderal yang diusulkan oleh
pimpinan MPR masing-masing sebanyak 3 (tiga)
orang kepada Presiden.
(2) Sekretaris jenderal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pada dasarnya berasal dari pegawai
negeri sipil profesional yang memenuhi syarat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Sebelum mengajukan usul nama calon
sekretaris jenderal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), pimpinan MPR harus
64

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
berkonsultasi dengan Pemerintah.
(4) Usul nama calon Sekretaris Jenderal MPR,
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dengan keputusan pimpinan MPR untuk
diangkat dengan keputusan Presiden.
(5) Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretaris
Jenderal MPR, bertanggung jawab kepada
pimpinan MPR.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemilihan dan tata cara pertanggungjawaban
sekretaris jenderal diatur dengan peraturan
MPR.
Bagian Ke-XX
Badan Keahlian MPR
Pasal XX
(1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan
wewenang dan tugas MPR, dibentuk Badan
Keahlian MPR yang diatur dengan Peraturan
Presiden.
(2) Badan Keahlian MPR sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) secara fungsional bertanggung
jawab kepada MPR dan secara administratif
berada di bawah Sekretariat Jenderal MPR.
Bagian Ke-XX
Pegawai
Pasal XX
(1) Pegawai Sekretariat Jenderal MPR terdiri atas
pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah
non pegawai negeri.
(2) Ketentuan mengenai manajemen kepegawaian
MPR diatur dengan peraturan MPR yang dibahas
bersama dengan Pemerintah untuk ditetapkan
65

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
dalam peraturan pemerintah.
Bagian Keenambelas
Kelompok Pakar atau Tim Ahli
Pasal XX
(1) Dalam rangka melaksanakan wewenang dan
tugas MPR dibentuk kelompok pakar atau tim
ahli yang diperbantukan kepada Pimpinan dan
Alat Kelengkapan.
(2) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diangkat dan
diberhentikan dengan keputusan Sekretaris
Jenderal MPR sesuai dengan kebutuhan atas
usul Pimpinan dan Alat Kelengkapan.
Bagian Ketujuhbelas
Tenaga Ahli
Pasal XX
(1) Tenaga ahli alat kelengkapan MPR, tenaga ahli
fraksi dan Kelompok DPD adalah tenaga yang
memiliki keahlian tertentu yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi alat
kelengkapan MPR, fraksi, dan Kelompok DPD.
(2) Rekrutmen tenaga ahli sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh alat kelengkapan
MPR, fraksi, dan Kelompok DPD yang dalam
pelaksanaannya dibantu oleh Sekretaris
Jenderal MPR.
BAB XX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal XX
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini
harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
66

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
Pasal XX
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai MPR, DPR, DPD, DPRD provinsi,
dan DPRD kabupaten/kota dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-
Undang ini atau tidak diatur secara khusus dalam
Undang-Undang ini.
Pasal XX
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Karena UU ini hanya mengatur tentang MPR, maka
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang pencabutan terhadap UU sebelumnya, juga harus
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan menyangkut tentang MPR.
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5043); Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 383, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5650); dan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 29,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6187) sepanjang mengatur tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat dicabut dan dinyatakan
67

KONSEP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 KETERANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG MPR
tidak berlaku.
Pasal XX
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai