Anda di halaman 1dari 20

JUDICIAL REVIEW UNDANG-UNDANG

NOMOR 17 TAHUN 2014


TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN
DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

DISUSUN DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS


HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH:

Darrle Leonda Arya Wisnu Murti


201084009
Kelas S

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA
TAHUN 2021
ANALISIS PUTUSAN MK
NOMOR 79/PUU-XII/2014

A. RESUME PUTUSAN

I. PEMOHON

Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dalam hal ini diwakili oleh Irman Gurman,
S.E., MBA., selaku Ketua Dewan Perwakilan Daerah.

Kuasa Hukum
Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat kuasa khusus
tanggal 14 Agustus 2014.

II. OBJEK PERMOHONAN


Pengujian Materiil dan Formil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap
UndangUndang Dasar 1945.

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI


Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan
Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:
1. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.”
2. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 “Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus
pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum”.
3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi “menguji Undang-Undang terhadap Undang-
Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
4. Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan “Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
5. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah
Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan
Pemohon a quo.

IV. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON


Pemohon adalah lembaga negara yang dibentuk oleh Undang-Undang Dasar
1945. Pemohon dalam hal ini merasa dirugikan dan atau berpotensi dirugikan
dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara Formil, dan Pasal 71
huruf c, Pasal 72, Pasal 165, Pasal 166, Pasal 167, Pasal 170 ayat (5), Pasal
171 ayat (1), Pasal 174 ayat (1), ayat (4) dan ayat (5), Pasal 224 ayat (5),
Pasal 245 ayat (1), Pasal 249 huruf b, Pasal 250 ayat (1), Pasal 252 ayat (4),
Pasal 276 ayat (1), Pasal 277 ayat (1), Pasal 281, Pasal 305, dan Pasal 307
ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Kerugian konstitusional yang dimaksud Pemohon adalah sebagai berikut:
a. Kerugian secara formil dalam hal ini yang dimaksud oleh Pemohon
adalah, pembentukan Undang-Undang a quo tidak melibatkan Pemohon
(DPD), dimana seharusnya Pemohon sebagai lembaga yang diberikan
kewenangan untuk mengajukan RUU juga diberi kewenangan untuk ikut
membahas RUU tersebut;
b. Kerugian akibat berlakunya ketentuan a quo adalah dikuranginya
kewenangan Pemohon untuk dapat mengajukan Rancangan
UndangUndang, ikut membahas Rancangan Undang-Undang, dan
kewenangan Pemohon dalam kedudukannya sebagai lembaga
perwakilan daerah (territorial representative).

V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DI UJI


A. NORMA MATERIIL
Norma yang diujikan, yaitu:
• Pasal 71 huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 DPR berwenang:
c) membahas rancangan undang-undang yangdiajukan oleh Presiden
atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan
DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden.
• Pasal 72 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 DPR bertugas:
a. menyusun, membahas, menetapkan, dan menyebarluaskan program
legislasi nasional;
b. menyusun, membahas, dan menyebarluaskan rancangan
undangundang;
c. menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah;
d. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang,
APBN, dan kebijakan pemerintah;
e. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK;
f. memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara
yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas
dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
keuangan negara;
g. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat; dan melaksanakan tugas lain yang diatur dalam
undangundang.
• Pasal 165 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
1. Rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden diajukan
dengan surat Presiden kepada pimpinan DPR.
2. Rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah diajukan kepada DPR dan pimpinan DPR
menyampaikannya kepada pimpinan DPD.
• Pasal 166 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
1. Rancangan undang-undang dapat diajukan oleh DPD berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan
dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
beserta naskah akademik disampaikan secara tertulis oleh pimpinan
DPD kepada pimpinan DPR.
3. Pimpinan DPR paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak menerima
rancangan undang-undang dari DPD sebagaimana dimaksud pada
ayat
(2) mengirim surat kepada Presiden untuk menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili
Presiden dalam pembahasan rancangan undangundang bersama DPR dengan
mengikutsertakan DPD.
4. Pimpinan DPR setelah menerima rancangan undang-undang dari DPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengirim surat kepada pimpinan
DPD untuk menunjuk alat kelengkapan DPD yang ditugasi mewakili
DPD ikut serta dalam pembahasan rancangan undangundang oleh
DPR bersama Presiden.
5. DPR dan Presiden mulai membahas rancangan undang-undang dari
DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 60 (enam
puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima Presiden.
• Pasal 167 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
Penyebarluasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 166 ayat (2) dilaksanakan oleh DPD.
• Pasal 170 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
Dalam hal DPD tidak menyampaikan pandangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b dan huruf e dan/atau tidak menyampaikan pendapat
mini sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, pembicaraan tingkat I
tetap dilaksanakan
• Pasal 171 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
Pembicaraan tingkat II merupakan pengambilan keputusan oleh DPR dan
Pemerintah dalam rapat paripurna DPR dengan kegiatan:
a. penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat ini fraksi, pendapat
mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I;
b. pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan
anggota DPR secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna;
dan
c. pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang ditugasi.
• Pasal 174 ayat (1), ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2014
1. DPR menerima dan menindaklanjuti pertimbangan tertulis mengenai
rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan
undangundang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama
yang disampaikan oleh DPD sebelum memasuki tahap pembahasan
antara DPR dan Presiden.
4. Pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
disampaikan secara tertulis melalui pimpinan DPR paling lama 30 (tiga
puluh) Hari sejak diterimanya surat pimpinan DPR, kecuali rancangan
undang-undang tentang APBN disampaikan paling lambat 14 (empat
belas) hari sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan
Presiden.
5. Pada rapat paripurna DPR berikutnya, pimpinan DPR memberitahukan
kepada anggota DPR perihal diterimanya pertimbangan DPD atas
rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
meneruskannya kepada Badan Musyawarah untuk diteruskan kepada
alat kelengkapan DPR yang akan membahasnya
• Pasal 224 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang
diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan
Dewan.
• Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap
anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat
persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
• Pasal 249 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
DPD mempunyai wewenang dan tuga: b) ikut membahas rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud
dalam huruf a.
• Pasal 250 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 249, DPD menyusun anggaran yang dituangkan dalam
program dan kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
• Pasal 252 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
Anggota DPD dalam menjalankan tugasnya berdomisili di daerah
pemilihannya dan mempunyai kantor di ibu kota provinsi daerah
pemilihannya.
• Pasal 276 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
DPD dapat mengajukan rancangan undang-undang berdasarkan program
legislasi nasional.
• Pasal 277 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276
ayat (3) beserta naskah akademik disampaikan dengan surat pengantar
pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dengan tembusan kepada
Presiden.
• Pasal 281 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
DPD memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248 ayat (1) huruf c kepada
pimpinan DPR.
• Pasal 305 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan pengaduan
kepada Badan Kehormatan DPD dalam hal memiliki bukti yang cukupbahwa
terdapat anggota DPD yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau
lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258 dan/atau melanggar
ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 302 • Pasal 307
ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
Anggota DPD diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c, apabila: d) tidak menghadiri sidang paripurna dan/atau
rapat alat kelengkapan DPD yang menjadi tugas dan
kewajibannyasebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang
sah.

B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945


Norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian, yaitu :
• Pasal 22C UUD 1945
(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui
pemilihan umum.
(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya
sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih
dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun
(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan
undangundang.
• Pasal 22D ayat (2) UUD 1945
Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;
Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan
dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama.
• Pasal 28D ayat (1) UUD 1945
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
• Pasal 22F UUD 1945 *)

VI. ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO


BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945
1. Pemohon pada awalnya mengajukan RUU tentang DPD tersendiri
namun RUU yang disampaikan ini tidak dibahas oleh DPR namun malah
membahas mengenai RUU perubahan UU Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menindaklanjuti hal tersebut DPD
kemudian menyerahkan Daftar Inventaris Masalah (DIM);
2. Setelah DIM tersebut disampaikan kepada DPR, Pemohon tidak pernah
diundang untuk membahas RUU perubahan terhadap UU Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah hingga RUU
tersebut disetujui dan disahkan menjadi sebuah Undang-Undang;
3. Pembentukan UU Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah ini melanggar asas-asas pembentukan peraturan
perundangundangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
bertentangan dengan Pasal 22C, Pasal 22D ayat (2), dan Pasal 22F
UUD 1945, karena :
• Pasal 165 dan Pasal 166 ketentuan a quo telah mereduksi
kewenangan legislasi Pemohon dalam pembahasan RUU bersama DPR
dan Presiden; • Pasal 71 huruf c ketentuan a quo tidak tercantum tugas
untuk membahas RUU dari DPD;
• Pasal 170 ayat (5) ketentuan a quo mendelegitimasi kewenangan
konstitusional DPD dalam pembahasan RUU;
• Pasal 171 ayat (1) ketentuan a quo hanya mengetur mengenai
pemberian kesempatan bagi DPD untuk menyampaikan pendapat
sebelum diambil persetujuan RUU;
• Pasal 249 huruf b ketentuan a quo telah mengaburkan pihak-pihak
yang berwenang dalam pembahasan RUU;
• Pasal 72 ketentuan a quo telah mengabaikan hasil pengawasan dan
pertimbangan DPD;
• Pasal 174 ayat (1) dan ayat (4) ketentuan a quo telah mengelabui
kewenangan dan tugas DPD;
• Pasal 174 ayat (5) ketentuan a quo telah mensubordinasi DPD hanya
sejajar alat kelengkapan DPR;
• Pasal 224 ayat (5), 245 ayat (1), dan Pasal 250 ayat (1) ketentuan a
quo bersifat diskriminatif, karena telah mendelegitimasi kewenangan
konstitusional Pemohon;
• Pasal 252 ayat (4) ketentuan a quo tidak memberikan kepastian
hukum, karena hanya menyebutkan bahwa SPS memiliki kantor di
ibukota provinsi tanpa ada epastian waktu pembangunan kantor yang
dimaksudkan;
• Pasal 281 ketentuan a quo hanya menyebutkan memberikan
pertimbangan RUU yang disampaikan DPD kepada pimpinan DPR dan
bukan kepada DPR;
• Pasal 305, Pasal 307 ayat (2) ketentuan a quo bersifat diskriminatif
karena hanya berlaku bagi anggota DPD saja, sedangkan anggota DPR
tidak; VII. PETITUM
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa pembentukan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah tidak memenuhi ketentuan
pembentukan Undang-Undang berdasarkan UUD 1945 dan tidak
memiliki kekuatan hukum mengikat, atau setidak-tidaknya
Menyatakan pasal-pasal berikut bertentangan dengan Pasal 22D ayat (1)
UUD 1945;
3. Menyatakan Pasal 166 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai: Rancangan undang-
undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta naskah
akademik disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada
pimpinan DPR dan Presiden.
4. Menyatakan Pasal 166 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang tidak dimaknai: Rancangan undang-undang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta naskah akademik
disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan
DPR dan Presiden.
5. Menyatakan Pasal 167 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai: rancangan undang-undang
beserta naskah akademik yang berasal dari DPD disampaikan
secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan
Presiden.
6. Menyatakan Pasal 167 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majeiis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang tidak dimaknai: Rancangan undang-undang
beserta naskah akademik yang berasal dari DPD disampaikan
secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan
Presiden.
7. Menyatakan Pasal 276 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai: DPD dapat mengajukan
rancangan undang-undang berdasarkan program tegislasi
nasiona dan mengajukan Rancangan Undang- Undang di luar
Prolegnas mencakup: a) untuk mengatasi keadaan Iuar biasa,
keadaan konflik,atau bencana a/am; dan b) keadaan tertentu
lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu
Rancangan UndangUndang yang dapat disetujui bersama oleh
alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi
dan menteri yang menyelenggarakan urusanpemerintahan di
bidang hukum;"
8. Menyatakan Pasal 276 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang tidak dimaknai: DPD dapat mengajukan
rancangan undang-undang berdasarkan program legislasi
nasiona dan mengajukan Rancangan Undang- Undang di Iuar
Prolegnas mencakup: a) untuk mengatasi keadaan Iuar biasa,
keadaan konflik, atau bencana a/am; dan b) keadaan tertentu
lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu
Rancangan UndangUndang yang dapat disetujui bersama oleh
alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi
dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum;"
9. Menyatakan Pasal 277 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945 sepanjang frasa "dengan tembusan" tidak dimaknai
"dan".
10. Menyatakan Pasal 277 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang frasa "dengan tembusan" tidak dimaknai
"dan".
11. Menyatakan Pasal 165 dan Pasal 166 Undang-Undang Nomor 17
Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang
tidak dimaknai pula: Rancangan undang-undang yang berasal dari DPR
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah disampaikan Pimpinan DPR kepada
Pimpinan DPD dan Presiden.
12. Menyatakan Pasal 165 dan Pasal 166 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak
dimaknai pula: Rancangan undang-undang yang berasal dari DPR
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah-,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya a/am dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah disampaikan Pimpinan DPR kepada
Pimpinan DPD dan Presiden. Menyatakan Pasal-Pasal Berikut
Bertentangan dengan Pasal 22D ayat (2) UUD 1945;
13. Menyatakan Pasal 71 huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak
dimaknai: "membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh
Presiden, DPR, atau DPD yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya a/am dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan
mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara
DPR dan Presiden".
14. Menyatakan Pasal 71 huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
"membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden,
DPR, atau DPD yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya a/am dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan
DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden".
15. Menyatakan Pasal 170 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
16. Menyatakan Pasal 170 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
17. Menyatakan Pasal 171 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai: "penyampaian dan penilaian DPD
atas RUU hasil pembicaraan tingkat I";
18. Menyatakan Pasal 171 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
"penyampaian dan penilaian DPD atas RUU hasil pembicaraan tingkat I".
19. Menyatakan Pasal 249 huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai: a) DPD ikut membahas Bersama
DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD,
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah; b) DPD ikut membahas bersama DPR dan
Presiden rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau
DPR, yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah; pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
20. Menyatakan Pasal 249 huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: c) DPD
ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undangundang
yang diajukan oleh DPD, yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; d) DPD
ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang
yang diajukan oleh Presiden atau DPR, yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Menyatakan Pasal-Pasal Berikut bertentangan dengan BAB VIIA DEWAN
PERWAKILAN DAERAH Pasal 22C, 22D, dan Pasal 22F UUD 1945
karena Mendestruksi Kelembagaan DPD sebagai Lembaga Perwakilan
21. Menyatakan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sepanjang tidak dimaknai pula: "membahas dan menindaklanjuti hasil
pengawasan yang dilakukan oleh DPD atas pelaksanaan Undang-
Undang" dan "membahas dan menindaklanjuti pertimbangan DPD
terhadap calon anggota BPK".
22. Menyatakan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Pjerwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pula:
"membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang dilakukan oleh
DPD atas pelaksanaan Undang-Undang" dan "membahas dan
menindaklanjuti pertimbangan DPD terhadap calon anggota BPK".
23. Menyatakan Pasal 174 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,. Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai: "Pertimbangan DPD
secara tertulis dan disampaikan pada saat pembahasan antara DPR dan
Presiden".
24. Menyatakan Pasal 174 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
"Pertimbangan DPD secara tertulis dan disampaikan pada saat
pembahasan antara DPR dan Presiden".
25. Menyatakan Pasal l74 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai: "Pertimbangan DPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disampaikan secara tertulis melalui
pimpinan DPR paling lama 50 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat
pimpinan DPR, kecuali rancapgan undang-undang tentang APBN
disampaikan paling lambat 14 (empat belas) hari dan disampaikan dalam
sidang paripurna sebelum persetujuan bersama antara DPR dan
Presiden".
26. Menyatakan Pasal 174 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majeiis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
"Pertimbangan DPD sebagimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
disampaikan secara tertulis melalui pimpinan DPR paling lama 50 (tiga
puluh) harus sejak diterimanya surat pimpinan DPR, kecuali rancangan
undang-undang tentang APBN disampaikan paling lambat 14 (empat
belas) hari dan disampaikan dalam sidang paripurna sebelum persetujuan
bersama antara DPR dan Presiden"
27. Menyatakan Pasal 174 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
28. Menyatakan Pasal 174 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
29. Menyatakan Pasal 224 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
bertentangan. dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
30. Menyatakan 224 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
31. Menyatakan Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
32. Menyatakan Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
33. Menyatakan 250 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sepanjang tidak dimaknai pula: Dalam melaksanakan.-wewenang dan
tugas, DPD memiliki kemandirian dalam menyusun anggaran yang
dituangkan ke dalam program dan kegiatan disampaikan kepada Presiden
untuk dibahas bersama DPR sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
34. Menyatakan 250 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pula:
Dalam melaksanakan wewenang dan tugas, DPD memiliki kemandirian
dalam menyusun anggaran yang dituangkan ke dalam program dan
kegiatan disampaikan kepada Presiden untuk dibahas bersama DPR
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
35. Menyatakan Pasal 252 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai pula: Penyediaan kantor DPD di
setiap ibu kota provinsi dilakukan secara bertahap oleh Pemerintah paling
lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
36. Menyatakan Pasal 252 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pula:
Penyediaan kantor DPD di setiap ibu kota provinsi dilakukan secara
bertahap oleh Pemerintah paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-
Undang ini diundangkan.
37. Menyatakan Pasal 281 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakiian Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sepanjang
kata "pimpinan" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
38. Menyatakan Pasal 281 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Bakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sepanjang
kata "pimpinan" tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
39. Menyatakan Pasal 305 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sepanjang tidak dimaknai pula: Setiap orang, kelompok, atau organisasi
dapat mengajukan pengaduan kepada Mahkamah Kehormatan DPR
dalam hal memiliki bukti yang cukup bahwa terdapat anggota DPR yang
tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 81 dan/atau melanggar ketentuan larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 236.
40. Menyatakan Pasal 305 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pula:
Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan pengaduan
kepada Mahkamah Kehormatan DPR dalam hal memiliki bukti yang cukup
bahwa terdapat anggota DPR yang tidak melaksanakan salah satu
kewajiban atau lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dan/atau
melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 236.
41. Menyatakan Pasal 307 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai pula: Anggota DPR
diberhentikan antarwaktu apabila tidak menghadiri rapat paripurna
dan/atau rapat alat kelengkapan DPR yang menjadi tugas dan
kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang
sah;
42. Menyatakan Pasal 307 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak
dimaknai pula: Anggota DPR diberhentikan antarwaktu apabila tidak
menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPR yang
menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut
tanpa aiasan yang sah; atau; apabila Majelis Mahkamah Konstitusi
berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex a quo et bono)

C. AMAR PUTUSAN
AMAR PUTUSAN
Mengadili,

Menyatakan,
1. Menolak permohonan provisi Pemohon;
2. Permohonan pengujian formil Pemohon tidak dapat diterima;
3. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
3.1. Pasal 71 huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568)
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “membahas
rancangan undangundang yang diajukan oleh Presiden, DPR, atau
DPD yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan
mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama
antara DPR dan Presiden”;
3.2. Pasal 71 huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568)
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak
dimaknai, “membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh
Presiden, DPR, atau DPD yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil
persetujuan bersama antara DPR dan Presiden;
3.3. Pasal 166 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568)
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan
undangundang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta
naskah akademik disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD
kepada pimpinan DPR dan Presiden”;
3.4. Pasal 166 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568)
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak
dimaknai, “Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) beserta naskah akademik disampaikan secara tertulis oleh
pimpinan
DPD kepada pimpinan DPR dan Presiden”;
3.5. Pasal 250 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568)
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Dalam
melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 249, DPD memiliki kemandirian dalam menyusun
anggaran yang dituangkan ke dalam program dan kegiatan
disampaikan kepada Presiden untuk dibahas bersama DPR sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”;
3.6. Pasal 250 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568)
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak
dimaknai, “Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 249, DPD memiliki kemandirian dalam
menyusun anggaran yang dituangkan ke dalam program dan kegiatan
disampaikan kepada Presiden untuk dibahas bersama DPR sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
3.7. Pasal 277 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568)
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan
undangundang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (3)
beserta naskah akademik disampaikan dengan surat pengantar
pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan Presiden”;
3.8. Pasal 277 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568)
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak
dimaknai, “Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 276 ayat (3) beserta naskah akademik disampaikan dengan
surat pengantar pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan Presiden”;
4. Permohonan Pemohon mengenai Pasal 167 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan
Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5568) tidak dapat diterima;
5. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;
6. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya;

D. KESIMPULAN
Bahwa dalam permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945,
agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima kedudukan hukum (legal
standing)-nya selaku Pemohon di hadapan Mahkamah, maka berdasarkan Pasal
51 ayat (1) UU MK, menentukan bahwa “Pemohon adalah pihak yang hak dan
atau kewenangan konstitusionalnya, telah dirugikan oleh berlakunya undang-
undang, yaitu:
a. Perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang
mempunyai kepentingan sama.
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam Undang-Undang
c. Badan hukum publik atau privat atau lembaga negara
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia adalah lembaga perwakilan
daerah yang membawa aspirasi sampai di tingkat pusat. Dengan lemahnya
kedudukan dan peran DPD dalam pembuatan undang-undang, maka tidak dapat
dipungkiri dan sulit diharapkan DPD mampu mengemban fungsi legislatif untuk
kepentingan daerah. Adapun kewenangan DPD sebelum putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor: 79/PUU-XII/2014 tidaklah begitu berarti karena DPR tidak
mengakomodir kewenangan DPD sesuai dengan perintah Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor: 92/PUU-X/2012 dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-XII/2014, Mahkamah
Konstitusi mengabulkan untuk sebagian permohonan DPD tentang Pengujian UU
No. 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) terhadap
UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 79/PUU-XII/2014 Tentang Pengujian UU No. 17 Tahun 2014
Tentang MD3 ditegaskan bahwa kedudukan Dewan Perwakilan Daerah di bidang
legislasi setara dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, atas dasar itu
Dewan Perwakilan Daerah berhak dan/atau berwenang mengusulkan
Rancangan Undang-Undang tertentu, dan berhak menyusun Program Legislasi
Nasional di lingkungan Dewan Perwakilan Daerah dan membahas Rancangan
Undang-Undang tertentu, sejak awal hingga akhir tahapan, namun Dewan
Perwakilan Daerah tidak memberi persetujuan Rancangan Undang-Undang menjadi
undang-undang. Dewan Perwakilan Daerah juga memiliki kemandirian dalam
menyusun anggaran yang di tuangkan ke dalam program dan kegiatan, disampaikan
kepada Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.Implikasi dari putusan
Mahkamah Konstitusi tersebut adalah terciptanya proses legislasi model tripartit
yang melibatkan tiga lembaga Negara dalam pembahasan Rancangan Undang-
Undang tertentu yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden dan Dewan Perwakilan
Daerah.

E. SARAN
Putusan Mahkamah Konstitusi itu adalah sama derajatnya dengan Undang-
Undang. Jadi putusan yang dihasilkan oleh MK adalah sifatnya mengikat

Anda mungkin juga menyukai