Anda di halaman 1dari 978

PRESIDEN

REPUBLIK INOONESIA

Jakarta, 2 Oktober 2014

Nomor : R...56/Pr-es/10/2014 Yth.


Sifat : Rahasia KETUA
Lampiran : Satu berkas DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Hal : Rancangan Undang.Undang tentang REPUBLIK INDONESIA
Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang..Undang Nomor 1
di
Tahun 2014 tentang Pemilihan Jakarta
Gubemur, Bupati, dan Walikota
Menjadi Undang.Undang

bengan .ini kami menyampaikan:


Rancangan Undang--Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Lindang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, untuk dibicarakan dalam Sidang
Dewan Perwakilan Rakyat. guna mendapatkan persetujuan dalam persidangan
yang berikut.
Selanjutnya, untuk keperluan pembahasan Ranct:angan Undang·Undang
tersebut, kami menugaskan Menter! Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia.• baik sendiri~sendiri maupun bersama-ssma. untuk mewakili kami
dalam membahas Rancangan Undang-Undang tersebut.
Atas perhatian Saudarl kami ucapkan terima kaslh.

t Z/to PRESIDEN REPUBLIK INOONESIA,

~
DR. H. SUSILO BAMBANG YUOHOYONO

Tembusan:
1. Wakil Presiden
2. Ketua Dewan Perwakilan Daerah
3. Menter! Koordinator Bldang Polhukam
4. Menter! Koordlnator Bidang Perekonomian
5. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
6. Memteri Dalarn Negeri
7. Menteri Hukum danHakAsasi Manusia
RAN CAN GAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN
WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa untuk menjamin pemilihan Gubernur, Bupati, dan


Walikota dilaksanakan secara demokratis sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka
kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat
utama pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota;
b. bahwa kedaulatan rakyat dan demokrasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu ditegaskan dengan
pelaksanaan pemilihan Gubemur, Bupati, dan Walikota
secara langsung oleh rakyat, dengan tetap melakukan
beberapa perbaikan mendasar atas berbagai
permasalahan pemilihan langsung yang selama ini telah
dijalankan;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur
mekanisme pemilihan kepala daerah . secara tidak
langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah
mendapatkan penolakan yang luas oleh rakyat dan proses
pengambilan keputusannya telah menimbulkan persoalan
serta kegentingan yang memaksa sesuai Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur,
-2-

Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang;


Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN


PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI,
DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG.

Pasal 1
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubemur, Bupati, dan
Walikota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5588) ditetapkan menjadi Undang-Undang dan
melampirkannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.

Pasal 2
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
-3-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Undang-Undang 1n1 dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR


RAN CAN GAN
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN
WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

I. UMUM

Untuk menjamin Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota


dilaksanakan secara demokratis sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 maka kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat utama
pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Kedaulatan rakyat dan demokrasi tersebut perlu ditegaskan dengan


pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung
oleh rakyat, dengan melakukan be berapa perbaikan mendasar atas
berbagai permasalahan pemilihan langsung yang selama ini telah
dilaksanakan.

Namun, pembentukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang


Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur mekanisme
pemilihan kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah telah mendapatkan penolakan yang luas oleh
rakyat dan proses pengambilan keputusannya tidak mencerminkan
pr_insip demokrasi.

Selain berdasarkan alasan tersebut di atas, terdapat pertimbangan


mengenai kegentingan yang memaksa sesuai dengan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 yang di dalamnya
memuat tentang persyaratan perlunya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang apabila:
-2-

1. adanya keadaan yaitu kebutuban mendesak untuk menyelesaikan


masalab bukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;
2. Undang-Undang yang dibutubkan tersebut belum ada sebingga
terjadi kekosongan bukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak
memadai;
3. kekosongan bukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara
membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan
memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang
mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Atas dasar tersebut, maka Presiden telah menetapkan Peraturan
Pemerintab Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemiliban Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Dalam Peraturan Pemerintab Pengganti Undang-Undang Nomor 1


Tahun 2014 tersebut diatur mengenai KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara Pemiliban Gubernur,
Bupati, dan Walikota. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ Kota dalam
menjalankan tugasnya melakukan selurub tahapan Pemiliban
Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Agar tercipta kualitas Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki


kompetensi, integritas, dan kapabilitas serta memenubi unsur
akseptabilitas maka selain memenubi persyaratan formal administratif
juga dilakukan Uji Publik oleb akademisi, tokob masyarakat, dan
Komisioner KPU Provinsi dan/ atau KPU Ka bupaten/ Kota.

Guna menjamin transparansi dan efisiensi penyelenggaraan Pemiliban


Gubernur, Bupati, dan Walikota maka lembaga penegak bukum wajib
mengawasi pelaksanaan selurub tahapan Pemiliban Gubernur, Bupati,
dan W alikota.

Pendanaan penyelenggaraan Pemiliban Gubernur, Bupati, dan Walikota


bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan dapat
didukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Adapun pelaksanaan Kampanye difasilitasi oleh KPU Provinsi dan KPU


Kabupaten/Kota dengan menggunakan paradigma efisiensi, efektifitas,
dan proporsionali tas.

Dalam rangka menegakkan supremasi bukum dalam konteks kesatuan


bukum nasional, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tersebut mengatur penyelesaian baik penyelesaian
untuk perselisihan basil Pemiliban Gubernur maupun perselisihan basil
-3-

Pemilihan Bupati dan Walikota di tingkat Pengadilan Tinggi dan dapat


mengajukan pennohonan keberatan ke Mahkamah Agung yang
putusannya bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan
upaya hukum lain.

Berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia maka Peraturan. Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota, perlu ditetapkan menjadi Undang-Undang.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR



i
\ '

PRESJDEN
REPUBLIK INDONESJA

PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG~UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1TAHUN2014
TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: '~. bahwa untuk menjamin pemilihan Guberflt.tr, Bupati, dan


V\Talikota dilaksanakan secara den10kratis sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang
Dasar Negara, Republik Indonesia Tahun 1945 maka
kedaulatan rak:yat serta dernol-t;rasi dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat ·wajib diho~mati sebagai syarat
utama pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota;
b. bahwa kedaulatan rakyat clan demokrasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu ditegaskan dengan
pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, clan Walikota
secara langsung oleh rakyat; dengan tetap melakukan
beberapa perbaikan mendasar atas berbagai
permasalahan pemilihan langsung yang selama ini telah
dijalankan;
c. bahwa Undang-Und.ang Nomor 22 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walilcota yang meng~tur
mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak
langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah
·mendapatkan penolakan yang luas oleh rakyat clan proses
pengambilan keputusannya telah menimbulkan persoalan
serta kegentingan yang memaksa sesuaj Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU~VII/2009;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan hun.if c. perlu menetapkan
Peraturan r~merinta.~~. Pengg,a:Llti U~ iang-Undang ten.tang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota;

Mengingat ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 2 -

Mengingat: 1. Pasal 22 ayat {l) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara. Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor ;244, Tarnbahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

MEMUTUSKAN;

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI \J'NDANG-UNDANG


TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN
WALIKOTA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini
yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang
selanju.tnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan
kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk
memilih Gubernur, Bupati, dan Walikcta secara langsung
dan demokratis.
2. Uji Publik adalah pengujian kompetensi dan integritas
yang dilaksanakan secara terbuka o}eh panitia yang
bersifat mandiri yang dibentuk oleh Komisi Pemilihan
Umum Provinsi atau Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten/ Ko ta, yang hasilnya tidak menggugurkan
pencalonan.
3. Calon Gubernur adalah peserta pemilihan yang diusulkan
oleh partai politik, gabungan parW.i politik, atau
perseorangan yang mendaftar atau didt:a.ftarkan di Komisi
Pemilihan U mum Provinsi.

4. Calon ...

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-3 -

4. Calon Bupati dan Calon Walikota adalah peserta pemilihan


yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai
politik, atau perseorangan yang mendaftar atau
didaftarkan di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.
5. Partai Politik adalah organisasi. yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara
sukarela atas dasar kesamaan kehendak clan cita-cita
untuk memperjuangkan clan membela kepentingan politik
ariggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pen1ilih adalah · penduduk yang berusia paling rendah
17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin yang
terdaftar dalam Pemilihan.
7. Komisi Pemilihan Um urn yang selanjutnya disingkat KPU
adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas
melaksanakan pemilihan umum.
8. Komisi Pemilihan Umum Provinsi yang selanjutnya
di$ingkat KPU Provinsi adalah penyelenggara Pemilihan
Gubernur.
9. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota yang
selanjutnya disingkat KPU Kabupaten/Kota adalah
penyelenggara Pemilihan Bupati/Walikota.
10. Badan Pengawas Pemilihan Umum yang selanjutnya
disebut Bawaslu adalah lembaga penyelenggara pemilihan
umum yang bertugas mengawasi penyelenggaraan
pemilihan umum di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
11. Dewan Kvhormatan Penyelenggara Pemilihan Umum yang
selanjutnya disingkat DKPP adalah lernbaga yang bertugas
. menangani pelanggaran kode ·etik penyelenggara pemilihan
umutn dan merupakan satu kesatuan fungsi
penyelenggaraan pemilihan umum.
12. Pariitia Pemilihan Kecamatan yang selanjutnya disingkat
PPK adalah panitia y?ng dibentuk oleh KPU
Kabupaten/Kota · untuk menyelenggarakan Pemilihan di
tingkat Kecamatan atau nama lain.

13. Panitia ...


PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-4 -

13. Panitia Pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat PPS


adalah panitia yang dibentuk bleh KPU Kabupaten/Kota
untuk menyelenggarakan Pemilihan di tingkat Desa atau
se bu tan lain/ Kelurahan.
14. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang
se1anjutnya disingkat KPPS adalah kelompok yang
dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemunguta.n
suara di tempat pemungutan suara.
15. Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat
TP.S adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara
untuk Pemilihan.
16. Badan Pengawas Pemilu Provinsi yang selanjutnya
disingkat Bawaslu Provinsi adalah Badan Pengawas
Pemilihan Gubernur yang bertugas untuk mengawasi
penyelenggaraan Pemilihan Gubernur di wilayah Provinsi.
17. Panitia Pengawas Pemilihan • . Kabupaten/Kota yang
sel,anjutnya disebut Panwas . Kabupaten/Kota adalah
panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas.
un tuk · rnengawasi penyelenggaraan Pemilihan di wilayah
Ka bu pa ten/ Ko ta.
18. Pariitia Pengawas Pemilihan Keca1natan yang selanjutnya
dis~but Panwas Kecamatan adalah panitia yang dibentuk
oleh Panwas Kabupaten/Kota · yang bertugas untuk
mengawasi penyelenggaraan · Pemilihan di wilayah
Kecamatan.
19. Perigawas Pemilihan Lapangan yang selanjutiiyan
disingkat PPL adalah petugas yang dibentuk oleh Panwas
Kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan
di Desa a.tau sebutan lain/Kelurahan.
20. Pengawas Tempat · Pemungutan . Suara yang selanjutnya
disebut Pengawas TPS adalah petugas yang dibentuk oleh
Panwas Kecamatan untuk membantu PPL.
21. Kampanye Pemilihan yang selanj,utnya disebut Kampanye
adalah kegiatan 1,ln tuk meyakinkan Pemilih dengan
, menawarkan visi, misi, dan program Calon Gubernur 1
Calon Bupati, dan Calon Walikota.

22. Pemerintahan ...


PRESIDEN
~EPU8LlK INDONESIA

- 5 -

22. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan


pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya.
dalam sistem da,n prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang~ Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
23. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
24. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi yang
selanjutnya disingl<:at DPRD Provinsi atau sebutan lainnya
adalah lembaga perwakilan rak:Yat daerah di Provinsi dan
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah.
25. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang
selanjutnya disingkat DPRD Kabupaten/ Kata a tau
sebutan lainnya adalah lembaga perwakilan rakyat daerah
di Kabupaten/Kota sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah.
26. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
27. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerin tahan dalam negeri.
28. Hari adalah hari kerja.

BAB II
ASAS DAN PRINSIP PELAKSANAAN

Bagian Kesatu
Asas

Pasal2
Pemilihan dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Bagian ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-6-

Bagian Kedua
Prinsip Pelaksanaan

Pasal 3
(1) Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (Hrna) tahun sekali secara
serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(2) Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang
dapat mengikuti Pemilihan harus mengikuti proses Oji
Publik.

Pasal 4
(1) DPRD Provinsi memberitahukan secara tertulis kepada
Gubernur dan KPU Provinsi . mengenai berakhirnya
masa jabatan Gubernur dalam waktu paling lambat
6 (enam) bulan sebelum masa jabata.h Gubernur berakhir,
(2) DPRD I<;abupaten/Kota memberitahukan secara tertulis
kepada Bupati/Walikota dan KPU Kabupaten/Kota
mengenai berakhirnya masa jabatan Bupati/Walikota
dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum masa
jabatan Bupati/Walikota berakhfr.

Pasal 5
(1) Pemilihan diselenggarakan melalui 2 (dua) tahapan yaitu
tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan.
(2) Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi: ·
a. perencanaan program dan anggaran;
b. penjusunan peraturan penyelenggaraan Pemilihan;
c. perenoanaan penyelenggaraan yang mcliputi
penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan
Pemiliha~:
d. pembentukan PPK, PPS, dan KPPS;

e. pembentukan ...
PRESIDEN
REPUBUK INDONESIA

-7-

e. pembentukan Panwas Kabupaten/Kota, Panwas


Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS;
f. pemberitahuan clan pendaftaran pemantau Pemilihan;
clan
g. penyerahan claftar penduduk potensial Pemilih.
(3) Tahapan penyelenggaraan sebagaima.na dimaksucl pada
ayat (1) meliputi:
a. pendaftaran bakal Calon Gubernur, Calon Bupati, dan
Calon Walikota;
b. Uji Publik;
c. pengumuman pendaftaran Calon Gubernur, Ca.Ion
Bupati, dan Calon Walikota;
cl. pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, clan Calon
Walikota;
e. penelitian persyaratan Calon Gubernur, Calon Bupati,
dan Calon Walikota;
f. penetapan Calon Gubernur, Calon Bupati, clan Calon
Walikota;
g. pelaksanaan Kampanye; .
h. pelaksanaan pemungutan suara;
i. penghitungan suara clan rekapitulasi hasil
penghi tungah suara;
j. penetapan calon terpilih;
k. penyelesaian pelanggaran clan sengketa hasil
Pemilihan; dan
I. pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih.

Pasal 6
(1) KPU Provinsi menyampaikan laporan kegiatan setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur kepacla
DPRD Ptovinsi clan KPU dengan tembusan kepada
Presiden melalui Menteri.

(2) KPU ...


PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-8 ~

(2) KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kegiatan


setiap tah:::i.pan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan
Walikota kepada DPRD Kabupaten/Kota dengan tembusan
kepada KPU Provinsi dan Gubernur.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh KPU
Provinsi diteruskan kepada KPU dan oleh Gubernur
diteruskan kepada Menteri.

BAB III '


PERSYARATAN CALON

Pasal 7
Warga negara Indonesia yang dapat. menjadi Calon Gubernur,
Calon ,Bupati, clan Calon Walikota adalah yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Panca~Ua, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklarnasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat
atas atau sederajat;
d. telah mengikuti Uji Publik;
e. berusia paling rendah 30 (tiga p'uluh} tahun untuk Calon
Gubernur dan 25 {dua puluh Hrna) tahun untuk Calon
Bupati dun Calon Walikota; ·
f. mai:npu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (Iima) tahun atau lebih;
h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
L tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
J. menyerahkan daftar kekayaan pribadi;.

k. tidak .. ,
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
n.,, .. ' ·1 .,. ' . _ .••

-9-

k. tidak sedang memiliki tanggungan u tang secara


perseorangan ctan/atau secara badan hukum yang
menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan
negara;
1. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan memiliki laporan
pajak pribadi;
n. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, clan
Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan
yang sama;
o. berhenti dari jabatannya bagi Gubernur, Bupati, dan
Walikota yang mencalonkan diri di daerah lain;
p. tidak berstatus sebagai penjabat Gubernur, penjabat
Bupati dan penjabat Walikota;
q. tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana;
r. memberitahukan pencalonannya sebagai Gubernur,
Bupati, dan Walikota kepada Pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, kepada
Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah bagi anggota Dewan
Perwakilan Daerah, atau kepada Pimpinan DPRD bagi
anggota DPRD; ·
s. mengundurkan diri sebagai anggota Tentara Nasional
Indonesia, · Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan
Pegawai Negeri Sipil sejak mendaftarkan diri sebagai calon;
clan
t. berhenti dari jabatan pada badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah.

BAB IV
PENYELENGGARA PEMILIHAN

Bagian Kesatu
Um um

Pasal 8
(1) Penyelenggaraan Pemilihan menj~di tanggung jawab
bersama KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.

(2) Pemilihan ...


PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 10 -

(2) Pemiliha.n Gubernur d:ilaksanakan oleh KPU Provinsi.


(3) Pemilihan Bupati dan Walikota dilaksanakan oleh KPU
Kabupaten/Kota.

Bagian Kedua
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban KPU

Pasal 9
Tugas clan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan
meliputi:
a. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap
tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan
Perwaldlan Rakyat dan Pemerintah;
b. mengkoordinasi dan memantau tahapan Pemilihan;
c. melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemilihan;
d. menerima laporan hasil Pemilihan dari KPU Provinsi clan
KPU Kabupaten/Kota;
e. memfasilitasi pelaksanaan tugas KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dalam · melanjutkan tahapan
pelaksanaan Pemilihan jika Provinsi, Kabupaten, dan
Kata tidak dapat melanjutkan tahapan Pemilihan secara
berjenjang; dan
f. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 10
KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan wajib:
a. memperlakukan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan
Calon Walikota secara adil dan setara;
b. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan
Pemilihan kepada masyarakat;
c. melaksanakan Keputusan DKPP; dan

d. melaksanakan ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
....... t· ,. ,.,.,,_,t

- 11 -

d. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang.:.undangan.

B agian Ketiga
Tugas 1 Wewenang 1 dan Kewajiban KPU Provinsi

Pasal 11
Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam Pemilihan
Gubernur meliputi:
a. merencanakan program dan anggaran;
b. merencanakan clan menetapkan jadwal Pemilihan
Gubernur;
c. men,yusun dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, clan KPPS daJam Pemilihan
Gubernur dengan memperhatikan pedoman dari KPU;
d, menyusun clan menetapkan pedoman teknis untuk setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. mengkoordinasikan, menyelenggarakan 1 dan
mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman
dari KPU;
f. menerima daftar pemilih dari KPU Kabupaten/ Kata dalam
penyelenggaraan Pemilihan Gubernur;
g. memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data
kependudukan yang disiapkan clan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:
1. pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Penvakilan Daerah 1 dan DPRD;
2. pemilihan umum Presiden dan Waldl Presiden; clan
3. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan W.alikota,
clan menetapkannya sebagai daftar pemilih;

h. menetapkan ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 12 -

h. menetapkan Calon Gubernur yang telah memenuhi


persyaratan;
i. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi
penghitungan suara Pemilihan Gubernur berdasarkan
hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU
Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi yang
bersangku tan;
j. membuat berita acara penghitungan suaru clan sertifikat
hasil penghitungan suara serta wajib menyerahkannya
k:epada saksi peserta Pemilihan dan Bawa8l u Provinsi;
k. . menerbitkan Keputusan KPU Provi11si untuk
mengesahkan hasil Pemilihan 0 11 bernur dan
mengumumkannya;
I. mengumumkan Calon Gubernur terpilih dan membuat
berita acaranya;
m. melaporkan basil Pemilihan Gubernur kepada KPU dan
Menteri;
n. menindaklanjuti denga!1 segera rekomendasi Bawaslu
Pr9vinsi atas temuan dan laporan adanya dugaan
pelanggaran Pemilihan;
o. mengenakan sanksi administratif dan/ atau menonaktifkan
sementara anggota KPU Kabupaten/Kota, sekret.aris KPU
Provinsi 1 dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang
terbukti melakukan tindakan yang mengakibl;!.tkan
terganggunya taha.pan penyelenggaraan Pemilihan
berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau
ketentuan peraturan peruhdang-undangan;
p. melaksana.kan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan/ atau yang berkaitan dengan tugas dan
wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
q. melaksanakan pedoman yang ditetapkan oleh KPU;
r. memberikan pedoman terhadap penetapan organisasi dan
tata cara penyeiengg·araan Pemilihan Gubernur sesuai
dengan- tahapan yang diatur dalmt1 ketentuan peraturan
pen.indang-undangan;
s. melaku.kan evaluasi d,an membuat laporan
penye1enggaraan Pemi1ihan Gubernur;

t. menyampaikan ...
PRESIDEN
REPUBL!K !NDONESIA

- 13 -

t. menyampaikan laporan mengenai hasil Pemilihan


Gubernur kepada DPRD Provinsi; dan
u. melaksanakan tugas clan wewenang lain yang diberikan
oleb KPU dan/atau ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 12
Dalam pelaksanaakan Pemilihan Gubernur, KPU Provinsi
wajib:
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dengan tep8:t waktu;
b. rriemperlakukan peserta Pemilihan Calon Gubernur secara
adil dan setara;
c. menyampaikan semua informasi. penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban · penggunaan anggaran
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua
kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur kepada
KPU clan Menteri;
f. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/ dokumen serta
melaksanakan penyusutannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
g. rnenyampaikan laporan periodik mengenai tahapan
penyelengg9-raan Pemilihan Gubernur kepada KPU dan
Menteri dengan tembusan kepada Bawaslu;
h. membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU
Provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
i. menyediakan dan menyampaikan data hasil Pemilihan
Gubernur di tingkat Provinsi;
J· melaksanaki;:m Keputusan DKPP; dap
k. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU
dan/ a tau ketentuan peratu~an perundang-undangan.

Pasal 13 ...
PRES ID EN
REPUSLIK INDONESIA

- 14 -

Pa;:;al 13
Tugas da.n wewenang KPU :Kabupaten/ Ko ta dalam Pemilihan
Bupati dan Walikota meliputi:
a. merencanakan program dan anggaran;
b. merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan Bupati
dan Walikota;
c. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU
Kabupaten/ Kata, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan
Bupati dan Walikota dengan memperhatikan pedoman dari
KPV dan/atau }\PU Provinsi;
d, menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Walikota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. membentuk PPK, PPS, dan . KPPS dalam Pemilihan
Otibernur serta Pernilihan Bupati clan Walikota dalam
wilaya4 kerjanya;
f. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan
mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Bupati dan Walikota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan
pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
g. menerima daftar pemilih dari PPK' dalam penyelenggaraan
Pemilihan Bupati dan Walikota;
h. memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data
kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:
1. pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan DPRD;
2: pemilihan umum Presiden dart Wakil Presiden; dan
3. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota,
dan menetapkannya sebagai .daftar pemilih;
1. menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan
Perriilihan Gubernur dan menyampaikannya kepada KPU
Provinsi;

j. menetapkan ...
PRESIDE:N
REPUBLIK INDONESIA

- 15 -

j. menetapkan Calon Bupati clan Calon Walikota yang telah


memenuhi persyaratan;
k. menetapkan clan mengumumkan hasil rekapitulasi
penghitungan suara Pemilihan Bupati dan Walikota
berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari
seluruh PPK di wilayah Kabupaten/Kota yang
bersangku tan;
1. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat
sertifikat penghitungan suara clan wajib menyerahkannya
kepada saksi peserta Pemilihan, Panwaslu
Kabupaten/Kota, dart KPU Provinsi;
m. menerbitkan Keputusan KPU Kat;mpaten/Kota untuk
mengesahkan hasil Pemilihan Bupati dan Walikota dan
mengum umkannya;
n. mengumumkan Calon Bupati dan Walikota terpilih dan
dibuatkan berita acaranya;
o. melaporkan hasil Pemilihan Bupati dan Walikota kepada
Menteri melalui Gubernur dan kepada KPU melalui KPU
Provinsi;
p. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu
Kabupaten/Kota atas temuan dan laporan adanya dugaan
pelanggaran Pemilihan;
q. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan
sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU
Kabupaten/Kota, clan pegawai sekretariat KPU
Kabupaten/Kota yang terbukti :melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan
pemilihan berdasarkan rekomendasi Panwaslu
Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan pe-raturan
perundang-undangan;
r. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan
dan/atau yang berkaitan dengan tugas KPU
Kabupaten/ Kota kepada masyarakat;
s. melaksanakan tugas dan wewenang yang berkaitan
-dengan Pemilihan G-...i.bernur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan pedoman KPU
dan/ a tau KPU Provinsi;

t. melakukan ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 16 -

t. melakukan · evaluasi dan membuat laporan


penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Walikota;
u. menyampaikan hasil Pemilihan Bupati dan Walikota
kepada KPU Provinsi, Gubernur, dan DPRD
kabupaten/ Kota; dan
v. melaksanakan tugas clan wewenang lain yang diberikan
oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 14
KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilihan Bupati dan Walikota
wajib:
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Bupati dan Walikota dengan tepat waktu;
b. memperlakukan pe:;;erta Pemilihan Calon Bupati clan
Walikota secara adil dan setara;
c. m(fnyampaikan semua informasi penyelenggaraan
Pemilihan Bupati dan Walikota kepada masyarakat;
d. melapork:an pertanggungjawaban penggunaan anggaran
sesuai' dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban serhua
kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Bupati clan Walikota
kepada Menteri melalui Gubemur dan kepada KPU melalui
KPU Provinsi;
f. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta
melaksanakan penyusutannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perµndang-undangan;
g. mengelola barang inventaris ·KPU Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. menyampaik9n lapor~n periodik . meng~mai tahapan
penyelenggaraan Pemilihan· Bup'ati dan Walikota kepada
Menteri melalui Gubernur, kepada KPU clan KPU Provinsi
serta menyampaikan tembusannya kepada Bawaslu
Provinsi;

i. membuat ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

17 -

i. membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU


Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
J. menyampaikan data basil Pemilihan d.ari tiap TPS pada
tingkat Kabupaten/Kota kepada peserta Pemilihan paling
lama 7 (tujuh) hari setelah rekapitulasi di
Kabupaten/Kota;
k. melaksanakan Keputusan DKPP; dan
1. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU,
KPU Provinsi dan/atau ketentuat1 peraturan perundang-
undangan.

Bagian Keempat
PPK

Pasal 15
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilihan di tingkat Kecamatan
dibentuk PPK.
(2) PPK berkedudukan di ibu kota Kecamatan.
(3) PPK dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat
6 (enam) bulan sebelum pemungutan suara clan
dibubarkan 2 (dua) bulari. setelah pemungutan suara.
(4) Hak keuangan anggota PPK dihitung sesuai dengan waktu
pelaksanaan tugasnya.

,Pasal 16
(1) Anggota PPK sebanya.k 5 (Hrna) orang yang memenuhi
syarat bei-dasarkan Undang-Undang.
'
(2) Anggota PPK diangkat dan diberheptikan oleh KPU
Kabupaten/ Ko ta.
(3) Komposisi keanggotaan PPK memperh~tikan keterwakilan
perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen).
(4) Dalam mehjalankan tugasnya, PPK dibantu oleh
sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris dari Pegawai
Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.

(5) PPK ...


PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 18 -

(5) PPK melalui KPU Kabupaten/Kota mengusulkan


3 (tiga) nama calon sekretaris PPK kepada Bupati/Walikota
untuk selanjutnya dipilih dan ditetapkan 1 (satu) nama
sebagai Sekretaris PPK dengan Keputusan
Bupati/Walikota.

Pasal 17
Tugas, wewenang, clan kewajiban PPK meliputi:
a. membantu KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam
melakukan pemutakhiran data pemilih, Daftar Pemilih
Sementara, dan Daftar Pemilih Tetap;
b. membantu KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam
menyelenggarakan Pemilihan;
c. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
di tirigkat Kecamatan yang telah ditetapkan oleh KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/ Kata;
d. menerima dan menyampaikan daftar pemilih kepada KPU
Kabupaten/Kota;
e. mengumpulkan hasil penghitungan suarn dari seluruh
PPS di wilayah kerj anya;
f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara
se bagaimana dimak:;md pada huruf e dalam rapat yang
dihadiri oleh saksi peserta Pemilihan dan Panwas
kecamatan;
g. mengumumkan hasil rekapitulasi sebagaimana dimaksud
pada huruf f;
h. menyerahkan hasil rekapitulasi suara sebagaimana
dimaksud pada huruf f kepada s'eluruh· peserta Pemilihan;
i. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat
sertifikat penghitungan sua.ra dan wajib menyerahkannya
kepada saksi peserta Pemilihan', Panwas Kecamatan, dan
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ I{ota;
J. menindaklanjuti dengan segera te1nuan dan la po ran yang
disampaikan oleh Panwas Kecarri~tan;
k. melakuk~n evaluai;;i da:n membuat lttporan setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan di wilayah kerjanya;

1. melakukan .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 19 -

I. melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon


perseorangan;
m. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan
dan/ atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPK
kepac;ia masyarakat;
n. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang
diberikan oleh. KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
o. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang
diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kelima
PPS

Pasal 18
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilihan di Desa atau sebutan
lain/Kelurahan dibentuk PPS.
(2) PPS berkedudukan di Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
(3) PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota 6 (enam) bulan
sebelum pemungutan suara dan dibubarkan paling
lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
(4) Hak keuangan anggota PPS dihitung sesuai dengan waktu
pelaksanaan tugasnya.

Pasal 19
( 1) Anggota PPS berjumlah 3 (tiga) orang yang diangkat sesuai
dengan persyaratan dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai penyelenggara pemilihan
um um.
(2) Anggota PPS diangkat oleh KPU Kabupaten/Kota atas usul
bersama Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan Badan
Permusyawaratan Desa atau sebutan lain/Dewan
Kelurahan.

Pasal 20 ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 20 -

Pasal 20
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPS meliputi:
a. membantu KPU Kabupaten/Kota clan PPK dalam
melakukan pemutakhiran data Pemilih, Daftar Pemilih
Sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan Daftar
Pemilih Tetap;
b. membentuk KPPS;
c. melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon
perseorangan;
d. mengangkat petugas pemutakhiran data pemilih;
e. mengumumkan daftar pemilih;
f. menerima masukan dari masyarakat tentang Daftar
Pemilih Semen tara;
g. melakukan perbaikan dan mengumumkan hasil perbaikan
Daftar Pemilih Sementara;
h. menetapkan basil perbai.kan Daftar Pemilih Sementara
sebagaimana dimaksud pada huruf g untuk menjadi
Daftar Pemilih Tetap;
1. mengumumkan Daftar Pemilih Tetap sebagaiinana
dimaksud pada huruf h dan melaporkan kepada KPU
Kabupaten/Kota melalui PPK;
j. menyampaikan daftar Pemilih kepada PPK;
k. meJaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
di tingkat Desa a tau sebutan lain/ Kelurahan yang telah
ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota dan PPK;
1. mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh
TPS di wilayah kerjanya;
m. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara
sebagaimana dimaksud pada huruf 1 dalam rapat yang
harus c;lihadiri oleh saksi peserta Pemil~han dan PPL;
n. mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari
seluruh TPS di wilayah kerjanya;
o. menyerahkan rekapitulasi hasil penghitungan suara
sebgaimana dimaksud pada huruf m kepada seluruh
peserta Pemilihan;

p. membuat ...
PRE5IDEN
REPU8LIK INDONESIA

- 21 -

p. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat


sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya
kepada saksi peserta Pemilihan, PPL, dan PPK;
q. menjaga clan mengamankan keutuhan kotak suara setelah
penghitungan suara dan setelah kotaksuara disegeJ;
r. meneruskan kotak suara dari setiap TPS kepada PPK pada
hari yang sama setelah terkumpulnya kotak suara dari
setiap TPS dan tidak memiliki kewenangan membuka
kotak suara yang sudah disegel oleh KPPS;
s. menindaklanjuti dengan segera temuan clan laporan yang
disampaikan oleh PPL;
t. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan di wilayah kurjanya;
u. melaksanakan sosialisasi penyelehggar:1an Pemilihan
da.n/ atau yang berkaitan dengan tugas· clan wewenang PPS
kepada masyarakat;
v. membantu PPK dalam i:nenyelenggarakan Pemilihan,
kecuali dalam hal penghitungan suara;
w. melaksanakan tugas, wewenang, clan kewajiban lain yang
diberikan oleh KPU Kabupaten/Kota, clan PPK sesuai
dengan ketentuan.peraturan perundang-undangan; clan
x. tnelaksanakan tugas, wewenang, clan kewajiban lain yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 21
( 1) Anggota KPP$ berjumlah 7 (tujuh) orang yang berasal dari
anggota masyarakat di sekitar TPS yang memenuhi syarat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Anggota KPPS diangkat clan diberhentikan oleh PPS atas
nama Ketua KPU Kabupaten/Kota,
(3) Pengangkatan clan pemberhentian anggota KPPS wajib
dilaporkan kepada KPU Kabupaten/ Kata.
(4) Susunan keanggotaan KPPS terdiri atas seorang ketua
merangkap anggota clan anggota.

Pasal 22 ...
PRESIDE;N
REPUBLIK INDONESIA

- 22 -

Pasal22
Tugas, wewenang, dan kewajiban KPP$ meliputi:
a. mengumumkan dan menempelkan Daftar Pemilih Tetap di
TPS;
b. mcnyerahkan Daftar Pernilih Tetap kepada saksi peserta
Pemilihan yang hadir dan. PPL;
c. melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di
TPS;
d. mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS;
e. ·menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang
disampaikan oleh saksi, PPL, peserta Pemilihan, dan
masyarakat pada hari pemungutan Sl.l:;tra;
f. menjaga dan mengamankan keutuhan kotuk ~uara setelah
penghitungan suara dan setelah kotak sua ra clisegel;
g. membuat berita acara pemungutan clan penghitungan
suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepacla saksi peserta Pemilihan,
PPL, clan PPK melalui PPS;
h. menyerahkan hasil penghitungan sua1·a kepada PPS dan
PPL; .
i. menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara
dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK
melalui PPS pada hari yang sama;
J. melaksanakan tugas, wewenang, dan ·kewajiban lain yang
diberikan oleh KPU Kabupaten/ Kata, PPK, clan PPS sesuai
dengan ketentuan peraturan perunclang-undangan; clan
k. melaksanakan tugas, wewenang, clan kewajiban lain yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

Bagian ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 23 -

Bagian Keenam
Pengawas Penyelenggaraan Pemilihan

Pasal 23
(1) Pengawasan terhaclap penyelenggaraan Pemilihan
dilaksanakah oleh Bawaslu Provinsi, Pan was
Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas .
TPS. I

(2) Keanggotaan Baw.aslu Provinsi, Panwas


Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas
TPS berasal dari kalangan profesional yang mempunyai
kemampuan dalam melakukan pengawasan clan tidak '
menjadi anggota Partai Politik. · .
(3) Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kot1:1, clan Panwas
Kecamatan inasing-masing beranggotakan 3 (tiga) orang.
(4) PPL berjumlah 1 (satu) orang' setiap Desa atau sebutan ,
lain/ Kelurahan.
(5) Pengawas TPS berjumlah 1 (satu) orang setiap TPS.

Pasal 24
(1) Panwas Kabupaten/Kota dibentuk paling lambat
1 (satu) bulan sebelum tahapan persiapan
penyelenggaraan Pemilihan dirn:ulai ·dan dibubarkan paling
lambat 2 (dua) bu.Ian setelah seluruh tahapan
penyelenggaraan Pemilihan selesai.
(2) Panwas Kabupaten/Kota dibentuk dan ditetapkan oleh
Bawaslu Provinsi. ·
(3) Penetapan ariggota Panwas Kab.upaten/Kota sebagaimana
dimaksµd pacla ayat (2) dilakukan ~etelah melalui seleksi
oleh Bawaslu Provinsi.

Pasal 25 ...
PRESIDi;:N
REPUBLIK INDONESIA

- 24 -

Pasal 25
(1) Panwas Kecamatan dibentuk 1 (satu) bulan sebelum
tahapan pertama penyelenggaraan Pemilihan dimulai dan
berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh
tahapan penyelenggaraan Pemilihan selesai.
(2) Panwas Kecamatan untuk Pemilihan dibentuk oleh
Pan was Kabupaten/Kota dan ditetapkan dengan
Keputusan Panwas Kabupaten/Kota.

Pasal 26
(1) PPL dibentuk 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama '
penyelenggaraan Pemilihan dimulai clan dibubarkan paling '
lambat · 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan
penyelenggaraan Pemilihan selesai.
(2) Anggota PPL berjumlah 1 (satu) orang setiap Desa atau
sebutan lain/Kelurahan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan,
(3) Anggota PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Panwas Kecamatan.

Pasal 27
(1) Dalam melaksanak:an tugas . pengawasan, PPL dapat
dibantu 1 (satu) orang Pengawas TPS di masing-masing
· TPS berdasarkan usulan PPL kepada .Panwas Kecamatan.
(2) Pengawas TPS dibentuk 23 (dua puluh tiga) hari sebelum
hari pemungutan suara Pemilihan .dan dibubarkan ·
7 (tujuh) hari setelah hari pemungutari suara Pemilihan.

Pasal 28
(1) Tugas dan \:l.'.ewenang Bawaslu Provinsi adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di
wilayah provinsi yang meliputi:
1. pemutakhiran d'ata pclmilih berdasarkan data
kependudukan clan penetapan Daftar Pemilih
Sementara dan Daftar PefI1ilih Tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan
tata cara pencalonan Gubernur;

3. proses ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONES/A

- 25 -

3. proses penetapan Calon Gubernur;


4. penetapan Ca.Ion Gubernur;
5. pelaksanaan Kampanye;
6. pengadaan logistik Pemilihan dan
pendistribusiannya;
7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara
dan penghitungan suara hasil Pemilihan;
8. pengawasan seluruh proses penghitungan suara di
wilayah kerjanya;
9. proses rekapitulasi suara dari seluruh
Kabupaten/Kota yang dilakukan oleh KPU
Provinsi;
10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara
ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan susulan;
clan
11. proses penetapan basil Pemilihan Gubernur;
b. mengelola 1 memelihara, clan merawat arsip/ dokumen
serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan
jadwal retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu
Provinsi clan lembaga kearsipan Provinsi berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu dan Arsip
Nasional Republik Indonesia;
c. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap
pelaksanaan peraturan· perundang-undangan
mengenai Pemilihan;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU
Provinsi i.;mtuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi
kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
f. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar ,
untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang
berkaitan dengan adanya, dugaan tindakan yang
rriengakibatka,n terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilihan oleh Penyelenggara
Pemilihan di tingkat Provinsi;
g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi
. Bawaslu tenta:ng. pengenaan sanksi kepada anggota
KPU Provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU
Provinsi yang terl;:mkti melakukan tindakan yang
mengakibatkan· terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilihan yang sedang berlang$ung;

h. mengawasi ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 26 -

h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan


Pemilihan; dan
i. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam pelaksanaan · tugas dan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Bawaslu Provinsi dapat:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU untuk
menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan
sanksi administratif atas . pelanggaran sebagaimana .
dimaksud pada ayat (1) huruf f; dan .
b. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang a.tas
temuan dan laporan terhadap tindakan yang.
mengandung unsur tindak pidana Pemilihan,

Pasal29
Bawaslu Provinsi wajib:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya;
b. rp.elakukan pembinaan dan pengawasan terhadap •
pelaksanaan tugas pengawas pemilihan umum pada
tingkatan di bawahnya;
c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan
dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan
peraturan perundang-undangan mengenai Pemilihan;
d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu
sesuai dengan tahapan Pemilihan secara periodik
dan/ atau berdasarkan kebutuhan;
e. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu
berkaitan dengan adanya dugaan. pelanggaran yang
dilakukan oleh KPU Provinsi yang mengakibatkan
terganggunya penyelenggaraan ta}lapan Pemilihan di
tingkat Provinsi; dan
f. melaksanakan kewajiban· lain sesuai. dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 30 ...
PRE SID EN
REPUBLJK INDONESIA
..
- 27 -

Pasal30
Tugas dan wewenang Panwas Kabupaten/Kota adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang
meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih
Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengah persyaratan dan ·
tata cara pencalonan;
3. proses dan penetapan calon;
4. pelaksanaan Kampanye;
5. perlengkapan Pemilihan da.n pendistribt.wic:innya;
6. pelaksanaan pemungutan suara dan penghitunga'n
suara hasil Pemilihan; ·
7. . mengendalikan pengawasan seluruh proses
penghitungan suara;
8. penyampaian surat suara dari tingkat TPS sampai ke
PPK;
9. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU
Provinsi, Kabupaten, dan Kota dari seluruh
Kecamatan; dan
10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara
ulang, Pem'ilihan lanjutan 1 dan Pemilihan susulani
b. menerirna laporan dugaan. pelanggaran terhadap
pelaksanaan peraturan . perunda.ng-undangan mengenai
Pemilihan;
c. menyelesaikan temuan dan laporan sengketa
penyelenggaraan Pemilihan yang tidak mengandung unsur
tindak pidana; ·
d. menyamp;:i..ikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi
kewenangannya kepada instansi yang berwenang;

f. menyampaikan ...
PRES ID EN
REPUSLIK INOONESIA

- 28 -

f, menyampaikan laporan kepada BawFtslu sebagai dasar


untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan
dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan oleh
penyelenggara di Provinsi, Kabupaten, dan Kata;
g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi
Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, sekretaris dan pegawai
sekretariat KPU Provinsi clan KPU Kabupaten/Kota yang
terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggataan Pemilihan yang '
sedang berlangsung;
h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilihan; dan
i. melaksanakan tugas clan wewenang lain yang diberikan
oleh peraturan perundang-undanga.n.

Pasal 31
Dalam pelaksanaan tugas sel;:iagaimana dimaksud dalam
Pasal 28·, Bawaslu Provinsi berwenang:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU dan KPU Provinsi
untuk menonaktifkan sementara dan/ atau mengenakan
sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana
dimaksud pada Pasal 28 huruf g dan Pasal 30 huruf g;
b. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas
temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung
unsur tindak pidana Pemilihan.

Pasal 32
Dalam Pemilihan Bupati dan Walikota, Panwas
Kabupaten/Kota wajib:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas Panwas pada tingkatan di bawahnya;

c. menerima ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 29 -

c. menerima clan menindaklanjuti laporan yang berkaitan · ·


dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan
peraturan perundang-undangan mengenai Pemilihan;
d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawash;
sesuai dengan tahapan Pemilihan secara periodik clan/ a tau
berdasarkan kebutuhan;
e. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu
ber kai tan dengan ad anya d ugaan . pelanggaran yang
dilakukan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota ,
yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan
tahapan Pemilihan; dan
f. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan.

Pasal 33
Tugas clan wewenang Panwas Kecamatan dalam Pemilihan
rneliputi:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah
Kecamatan yang meliputi:
1. pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data
kepem;iudukan dan penetapan Daftar Pemilih Sementara
clan Daftar Pernilih Tetap;
2. pelaksanaan Kampanye;
3. perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara hasil . I

Pemilihan;
5. penyampaian surat suara dari TPS sampai ke PPK;
6. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPK dari
seluruh TPS; clan;
7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara
ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan susulan;
b. mengawasi penyerahan k.otak suara tersegel kepada KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;

e. menerima ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 30 -

c. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan


penyelenggaraan Pemiljhan yang dilakukan oleh
penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud pada
huruf a; ·
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPK untuk
ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi
kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilihan;
g. memberikan rekomen<lasi kepada yang berwenang atas
temuan dan laporan mengenai tindakan yang mengandung
unsur tindak pidana Pemilihan; dan
h. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal34
Dalam Pemilihan, Panwas Kecamatan wajib:
a, bersik~p tidak dis~riminatif dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya; .
b. menyampaikan laporan kepada Panwas Kabupaten/Kota
berkaitan dengan adanya dugaan tindakari yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilihan di tingkat Kecamatan;
c. menyampaikan lapoi-an pengawasan atas tahapan
penyelenggaraa.n Pemilihan di · wilayah kerjanya kepada
Panwas Kabupaten/Kota;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwas
Kabupaten/Kota oerkaitan dengan adanya dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh PPK yang mengakibatkan
terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilihan di
tingkat Kecamatan; dan
e. melaksanakan kewajihan lain yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan.

Pasal 35 ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 31 ~

Pasal 35
Tugas clan wewenang PPL meliputi:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat
Desa atau sebutan lain/ Kelurahan yang rneliputi:
1. . pelaksanaan pemutakhiran data Pemilih berdasarkan
data kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih
Sementru-a, daftar Pemilih hasil perbaikan, dan Daftar
Pemilih Tetap;
2. pelaksanaan Kampanye;
3. perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan suara dan proses
penghitungan suara di setiap TPS;
5. pengumuman hasil penghitungan suara di setiap TPS;
6. pengumuman basil penghitungan suara dari TPS yang
ditempelkan di sekretariat PPS;
7. penyampaian surat suara dari TPS sampai ke PPK; dan
8. pela~sanaan penghitungan clan pemungutan suara
ulang, Pemilihan lanjutan, clan Pemilihan susulan.
b. menerima · laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan yang dilakukan oleh
penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud pada
huruf a;
c. meneruskan temuan dan laporan dugaan pelanggaran
terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada huruf b kepada instansi yang berwenang;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPS dan KPPS
untuk ditindaklanjuti;
e. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas
temuan clan laporan tentang adanyei tindakan yang
mengandung u.nsur tin.lak pidana Pemilihan sesuai dengan
ketentuan pera,turan perundang-undangan;
f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilihan; clan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan
oleh Panwas Kecamatan.

Pasal 36 ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 32 -

Pasal 36
Dalam Pemilihan, PPL wajib:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya;
b. menyampaikan laporan kepada Panwas Kecamatan
berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyeienggaraan
Pemilihan di tingkat Desa a tau ~sebutan: lain/Kelurahan;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwas
Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran
yang dilakukan oleh PPS clan KPPS yang mengakibatkan
terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilihan di
tingkat Desa atau sebutan lain/Keh.lrahan;
d. menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan
penyelenggaraan Pemilihan di wilayah keijanya kepada
Panwas Kecamatan; clan
e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh Panwas
Kecamatan.

BABV
PENDAFTARAN BAKAL CALON

. Pasal 37
( 1) KPU Provinsi mengumumkan masa pendaftaran bakal
Cafon Gubernur bagi warga negara Indonesia y~ng
berminat menjadi bakal Calon Gubernur yang diusulkan
Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau perseorangan.
(:~J KPU Kabupaten/Kota mengumumkan masa pendaftaran
bakal Calon Bupati dan Walikota .bagi warga negara
Indonesia yang berminat menja'.di bakal Calon Bupati dan
Calon Walikota yang diusulkan Partai Politik, gabungan
Partai Politik, atau perseorangan.
(3) Pendaftaran bakal Calon Gubernur, bl;lkal Calon Bupati,
dan bakal Calon Walikota dilaksanakap. 6 (enam} bulan
sebelum pembukaan pendaftaran Calon Gubernur, Galon
Bupati, dan Calon Walikota.

(4) KPU ...


PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 33 -

(4) KPU Provinsi clan KPU Kabupaten/Kota mengumumkan


bakal Calon Gubernur, bakal Calon Bupati, dan bakal
Calon Walikota kepada masyarakat . untuk memperoleh
masukan clan tanggapan. ·
(5) Bakal calon dapat mengenalkan dirinya kepada
masyarakat sebelum dimulainya pendaftaran Calon
Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota.

BAB VI
UJI PUBLIK

Pasal38
(1) Warga negara Indonesia yang mendaftar sebagai bakal
Calon Gubernur, bakal Calon Bupati da n bakal Calon
1

W alikota yang diusulkan oleh Parta1 Poli tik, gabungan


Partai Politik atau perseorail.gan wajib mengikuti Uji
1

Publik.
(2) Partai Politik atau gabungan Partai Po.litik dapat
mengusulkan lebih dari 1 (satu) bakal Ca.Ion Gubernur,
bakal C~lon Bupati, dan bakal Calon Walikota untuk
dilakukan Uji Publik.
(3) Uji Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh panitia Uji Publik.
(4) Panitia Uji Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
beranggotakan 5 (lima) orang: yang terdiri atas 2 (dua)
orang berasal dari unsur akademisi, 2 (dua) orang berasal
dari tokoh masyarakat, clan I• (satu) orang anggota KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota,
(5) Uji Publik dilaksanakan secara terbuka paling lambat
3 (tiga) bulan sebelum pendaftaran Calon Gubernur, Calon
Bupati, dan Calon Walikota.
(6) Bakal Calon Gubernur, bakal Calon Bupati, dan bakal
Calor~ Walikota yang mengikuti Uji Publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memperoleh surat keterangan telah
mengikuti Oji Publik dari panitia Uji Publik.

BAB VII ...


PRESIDEN
RgPUBLIK INOONESIA

- 34 -

BAB VII
PENDAFTARAN CALON GUBERNUR, CALON BUPATI,
DAN CALON WALIKOTA

Pasal 39
Peserta Pemilihan adalah:
a. Calon Gubernur, Calon Bupati, clan Calon Walikota yang
diusulkan oleh Partai PoJitik atau gabungan Partai Politik;
dan/atau
b. calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.

Pasal 40
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat
mendaftarkan calon jika telah memenuhi persya.rat.;i.n
perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari
jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima persen) dari
akumulasi perolehan suara sah dalarh pemilihan umum
anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
(2) Dalam · hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik
dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan
ketentuan memperoleh paling sediki.t 20% (dua puluh
persen) dari jumlah kursi DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), jika. · hasil bagi jumlah kursi DPRD
menghasilkan angka pecahan ma.ka perolehan dari jumlah
kursi dihitung dengan pembulatan ke atas.
(3) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik
mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan
memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh Hrna persen)
dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku
untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di DPRD.
(4) Partai Politik atau gabungan Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ha,nya dapat mengusulkan
I (satu) calon, dan calon tersebut tidak dapat diusulkan
Iagi oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik Iainnya.

Pasal 41 ...
. PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 35 -

Pasal 41
(1) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon
Gubernur jika memenuhi syarat dukungan dengan
ketentuan;
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan
2.000.000 (dua juta) jiwa harus didl.Jkung paling sedikit
6,5% (enam setengah persen);
b. Provinsi dengan · jumlah penduduk lebih dari
2.000.000 {dua juta) jiwa · sampai dengan
6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 5% (lima persen);
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
6.000.000 {enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000
(dua belas juta) .jiwa harus didukung paling sedikit 4%
(empat persen);
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 3% (tiga persen); dan
e. jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b, huruf c dan huruf d tersebar di lebih dad
50% {lima puluh persen) jumlah Kabupaten/Kota di
Provinsi dimaksud.
(2) Calon p~rseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon
Bupati dan Calon Walikota, jika memenuhi syarat
dukungan dengan ketentU:an:
a. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai
dengan 250.000 (dua ratus Hrna puluh ribu) jiwa harus
didukung paling sedikit 6,5% (enam !coma lima persen);
b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari
250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan
500.000 (lima ratus ribu) jiwa- parus didukung paling
sedikit 5% {lima persen);
c. Kabupaten/Kota· dengan jumlah penduduk lebih dari
500.000 (lima ratus ribu) sampai. d.engan
1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit
4% (empat persen);

d. Kabupaten ...
PRES ID EN
REPUBLIK INDONESIA

- 36 -

d. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari


1.000.000 (satu ju ta) jiwa harus didukung paling sedikit
3% (tiga persen); clan
e. Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d tersebar di lebih dari
50% (lima puluh persen) jumlah Kecamatan di
Ka bu paten/ Ko ta dimaksud.
(3) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dan
ayat (2) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai
dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau
surat keterangan tanda penduduk sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3} hanya
diberikan kepada 1 (satu) calon pe rseorangan.

Pasal 42
( 1) Calon Gubernur didaftarkan ke KPU Provfrisi oleh Partai
Politik, gabungan Partai Politik, atf.ILl perseorangan.
(2) Calon Bupati dan Calon Walikota didaftarkan ke KPU
Kabupaten/Kota oleh Partai . Polidk, gabungan Partai
Politik, atau perseorangan.
(3) Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota
sebagaimana dimaksud pada aya t ( 1) dan ayat (2) harus
rnemenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7. ·
(4) Pendaftaran Calon Gubernur oleh Partai Politik
ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan sekretaris
Partai Politik tingkat Provinsi..
(5) Pendaftaran Calon Bupati dan Ca.Jon Walikota oleh Partai
Politik ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan
s~kretaris Partai Politik tingkat Kabupaten/Kota.

(6) Pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, clan Calon


Walikota oleh gabungan Partai Po!itik ditandatangani oleh
para ketua Partai Politik dan para ~ekretaris Partai Politik
di tingkat Provinsi atau para ketq~ Partai ·Politik clan para
sekretaris Partai Politik di tingk~t Kabupaten/Kota.

(7) Pendaftaran ...


PRESIDEN
REPUBLIK INDONES'IA

- 37 -

(7) Pendaftaran calon perseorangan ditandatangani oleh yang


bersangkutan.

Pasal43
(1) Partai Politik atau gabungan · Partai Politik dilarang
menarik calonnya dan/ a tau calonnya dilarang
mengundurkan diri terhitung sejak pendaftaran sebagai
calon pada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(2) Dalam hal Partai Politik ata'.u gabungan Partai Politik
menarik calonnya ata\,l calonnya mengundurkan diri
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), Partai Politik atau
gabungan Partai Politik yang' menca1onkan tidak dapat
mengusulkan calon pengganti. '
(3) Calon perseorangan dilarang mengundurkan diri terhitung
sejak pendaftaran sebagai calon pada KPU Provinsi atau
KPU Kabupaten/Kota.
(4) Dalam hal calon perseorangan 1mengundurkan diri dengan
alasan yang tidak dapat diterima setelah pendaftaran pada
KPU Provinsi atau KPU, Kabupaten/Kota, yang
bersangkutan dikenai sanksi administratif berupa denda
sebesar Rp.20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)
untuk Calon Gubernur dan Rp.10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) untuk Calon Bupati atau Calon
Walikota.

Pasal 44
Masa pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon
Walikota paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak
pengumuman pendaftara.n Calon · Gubernur, Calon Bupati,
dan Cal on W alikota.

Pasal45
(1) Pendaftaran Calon Gubernur, · Calon Bupati, dan Calon
Walikota disertai dengan penyampa1an kelengkapan
dokumen persyaratan.
(2) Dokumen persyaratan seqagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. surat pernyataan, yang dibuat clan ditandatangani oleh

calon ...
PRESIDE;:N
REPUSLIK INDONESIA

- 38 -

calon sendiri, sebagai bukti pemenuhan syarat calon


sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf a, huruf b,
hurufi, hurufn, hurufo, hurufp, hurufr, hurufs,dan
huruf t;
b. surat keterangan hasil pemeriksaan kemampuan
secara rohani dan jasmani dar.i tim dokter yang
ditetapkan oleh KPU Provinsi a tau KPU
Kabupaten/Kota, sebagai · bukti pemenuhan syarat
calon sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf f;
c. surat tanda terima laporan kekayaan calon dari .
instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan
penyelenggara negara, sebagai bukti pemenuhan syarat
calon sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf j;
d. surat keterangan tidak sedang memiliki tanggungan
utang secara perseorangan dan/ atau secara badan
hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang
merugikan keuangan · negara, dari Pengadilan Negeri
yang wilayah hukumnya meUputi t~mpat tinggal calon,
sebagai bukti pemenuhan : syarat, calon sebagaimana
dimaksud pada Pasal 7 huruf k;
e. sl,lrat keterangan tidak dinyatakan pailit dari
Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi
tempat tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat
calon sebagaimana dimaksu,d pada Pasal 7 huruf l; .
f. surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihriya
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, dari Pengadilan
Negeri yang wilayah hukumnya m~liputi tempat tinggal
calon, ~ebagai bukti pemenuhan syarat calon
se bt;l.gaimana dimaksud pad a Pasal 7 huruf h;
g. fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak atas nama
calon, tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan ·Wajib Pajak Orang Pribadi
atas nama calon, untuk ma,sa 5 (lima) tahun terakhir,
dan tanda bukti tidak rnempunyai tunggakan pajak
dari Kar:itor Pela~/anan Pa:jak tempat calon yang
bersangkutan terdaftar, sebagai bukti pemenuhan
syarat calon sebagaimana dimaksud pada Pasal 7
huruf m;

h. daftar ...
PRESIDE:N
REPUBLIK INDONESIA

- 39 -

h. daftar riwayat hidup calon yang. dibuat clan


ditandatangani oleh calon perseorangan dan bagi calon
yang diusulkan dari Partai Politik atau gabungan Partai
Politik ditandatangani oleh calon, pimpinan Partai
Politik atau pimpinan gabungan Partai Politik;
i. fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik dengan
Nomor Induk Kependudukan;
j. fotokopi ijazah yang telah dilegalisir oleh pihak yang
berwenang, sebagai bukti pemenuhan syarat calon
.sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf c;
k. surat keterangan tidak pernah dijatuhi pidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mernperoleh kekuatan hukum tetap, karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih dari Pengadilan
Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal
calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon
sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf g;
1. pas foto terbaru Calon Gubernur, Calon Bupati clan
Calon Walikota;
m. surat keterangan telah mengikuti Uji Publik; dan
n. naskah visi clan misi Calon Gubernur, Calon Bupati,
dan Calon Walikota.

Pasal46
Calon perseo~angan pada saat mendaftar wajib menyerahkan:
a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh yang
bersangkutanj
b. berkas dukungan .dalam bentuk pernyataan dukungan
yang dilampiti dengan identitas diri berupa fotokopi Kartu
Tanda Penduduk Eleh.~ronik atau surat keterangan tanda
penduduk;dan
c. dokumen persyaratan administrasi se bagaimana
dimaksud dalam Pasal 45.

Pasal 47 ...
PRESIDEN
REPU8LIK INDONESIA

- 40 -

Pasal.47
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang
menerima imbalan dalam · bentuk apapun pada proses
pencalonan Gubernur, Bupati,· dan Walikota.
(2) Dalarn hal Partai Politik: F1tau . gabungan Partai Politik
terbukti menerima imbalan sebagairnana dirnaksud pada
ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang
bersangkutan dilarang mengi:tjukan calon pada periode
berikutnya di daerah yang sarria.
(3) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menerima
imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
dibuktikan . dengan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4} Setiap orang atau lernbaga dilarang memberi imbalan
kepada Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam
bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur,
Bupati, dan Walikota.
(5) Dalarn hal putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap menyatakan setiap orarig atau
lembaga · terbukti ·memberi · imbalan pada proses
pencalonan Gubernur, Bupati, atau Walikota maka
penetapan sebagai calon, calon te:rpilih, atau sebagai
Gubernur, Bupati, atau Walikota dibatalkan.

BAB VIII
VERIFIKASI. DUKUNGAN CALON DAN PENELITIAN
KELENGKAPAN PERSYARATAN CALON

Bagian Kesatu
Verifikasi dan Rekapitulasi Dukungan Calon Perseorangan

Pasal 48
(1) Verifikasi dukungan calon perseorangan untuk Pemilihan
Gubernur dilakukan oleli KPU Provinsi dan untuk
Pemilihan B-qp~ti dan Pemilihan Walikota dilakukan oleh
KPU Kabupaten/Kota yang dibantu oleh PPK dan PPS.

(2) Calon ...


PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 41 -

{2) Calon perseorangan menyerahkan dokumen syarat


d ukungan kepada PPS un tuk dilakukan verifikasi paling
lambat 21 (dua puluh satu) hari sebelum waktu
pendaftaran calon dimulai.
(3) Verifikasi sebagaimana dirriaksucl pada ayat (2) dilakukan
paling lama 14 (empat belas): hari sejak dokumen syarat
dukungan calon perseorangan cliserahkan ke PPS.
(4) Hasil verifikasi clokumen sylii~at dukungan calon
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dituangkan clalam berita acara yang selanjutnya
diteruskan kepacla PPK dan salinan hasil verifikasi
disampaikan kepada calon. ,
(5) · PPK melakukan verifikasi , clan. rekapitulasi jumlah ·
dukungan calon untuk menghindari adanya seseorang
yang memberikan dukungan kepada lebih clari 1 (satu)
calon dan adanya informasi manipulasi dukungan yang
dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari.
(6) Hasil verifikasi dukungan calon perseorangan
sebagaimana dimaksucl pada ayat (5) dituangkan dalam
berita acara yang selanjutnya diteruskan kepada KPU
Kabupaten/Kota dan salinan hasil verifikasi clan
rekapitulasi disampaikan kepada calon.
{7) Dalam Pemilihan Gubernur, Pemilihan Bupati, dan
Pemilihan Walikota, salinan hasil verifikasi clan
rekapitulasi sebagaimana climaksud pacla ayat (6)
dipergunakan oleh calon dari perseorangan sebagai bukti
pemenuhan persyaratan dukungan pencalonan.
(8) KPU Provinsi clan KPU Kabupaten/ Kota melakukan
verifikasi clan rekapitulasi jumlah dukungan calon untuk
menghindari adanya seseorang yang memberikan
dukungan kepada lebih dari 1 (satu) calon dan adanya
informasi manipulasi clukungan yang cjilaksanakan paling
lama 7 {tujuh) hari.
(9) Mekanisme dan tata car?- verifikasi dllaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian ...
PRESIDEN ..
REPUSl-IK INDONESIA

- 42 -

Bagian Kedua
Penelitian Kelengkapan• Persyaratan Calon

PasaL49
(1) KPU Provinsi meneliti . kelengkapan persyaratan
administrasi Calon Gubernur dan dapat melakukan
klarifikasi kepada instansi yang berwenang jika
diperlukan, dan menerima .masukan dari masyarakat
terhadap keabsahan persyaratan Calon Gubernur.·
(2) Penelitian persyaratan ~dministrasi sebagaimana
dimaksud ayat ( 1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari
sejak penutupan pendaftaran:Calon Q-ubernur.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberitahukan secara tertulis kepada Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau calon perseorangan paling
lambat 2 (dua) hari setelah penelitian selesai.
(4) Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3)
dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau calon perseorangan diberi
kesempatan untuk meJ.engkapi dan/ a tau mempetbaiki
persyaratan pencalonan paling lama 3 (tiga) hari sejak
pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU
Provinsi.
(5) Dalam hal Calon Gubernur yang diajukan Partai Politik
atau gabungan Partai Politik bcrhalangan tetap sampai
dengan tahap penelitian kelengkapan persyaratan,
Partai Politik atau gabungan Partai Politik diberi
kesempatan untuk mengajukan Calon Gubernur
pengganti paling Jama 3 (tiga)' hari sejak pemberitahuan
hasil penelitian per~yaratan oleh !{PU Provinsi diterima.
(6) KPU Provinsi melakukan penelitian kelengkapan
dan/atau perbaikan · persyaratan Calon Gubernur
sebagaimana dimaksud pada '.ayat (4) dan ayat (5) dan
memberitahukari hasil penelitian kepada pimpinan Partai
Politik atau pimpinan gabungan Partai Politik paling lama
7 (tujuh) hari sejak kelengkapan persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (SJ diterima.

(7) Dalam ...


PRESJDEN
REPUBLIK INDONESJA

- 43 -

(7) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimakaud pada


ayat (6), menetapkan calon yang diajukan tidak
memenuhi syarat, Partai Politik atau gabungan Partai
Politik tidak dapat mengajukan Calon Gubernur
pengganti.
(8) Dalam hal basil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) menghasilkan calon yang memenuhi persyaratan
kurang dari 2 (dua) calon, tahapan pelaksanaan
Pemilihan ditunda paling lama I 0 (sepuluh) hari.
(9) KPU Provinsi membuka kembali pendaftaran Calon
Gubernur paling lama 3 (tiga) hari setelah penundaan
tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian
persyaratan Calon Gubernur sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.

Pasal 50
(1) KPU Kabupaten/Kota meneliti kelengkapan persyaratan
administrasi Calon Bupati atau Calon Walikota dan dapat
melakukan klarifikasi kepada instansi · yang berwenang
jika diperlukan, clan menerima masukan dari masyarakat
terhadap keabsahan persyaratan Calon Bupati dan Calon
Walikota.
(2) Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana
dimaksud ayat (.1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari
sejak penutupan pendaftaran Calon Bupati dan Calon
Walikota.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberitahukan secara tertulis kepada Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau calon perseorangan paling
lambat 2 (dua) hari setelah penelitian selesai.
(4) Apabila basil penelitian sebagairnana dimaksud ayat (3)
dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau calon 'perseorangan diberi
kesempatan untuk melengkapi dan/ atau memperbaiki
persyaratan pencalonannya paling lama 3 (tiga) hari sejak
pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU
Kabupaten/Kotf;l..diterima.

(5) Dalam ...


PRESIDEN
REPUBL!K INOONESIA

- 44 -

(5) Dalarn hal Calon Bupati dan Calon Walikota diajukan


oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik
berhalangan tetap sampai dengan tahap penelitian
kelengkapan persyaratan, Partai Politik atau gabungan
Partai Politik diberi. kesempatan untuk mengajukan
Calon Bupati dan Calon Walikota pengganti paling lama
3 (tiga) hari sejak pemberitahuan h.asil penelitian
persyaratan oleh KPU Kabupaten/ Ko ta diterima.
(6) KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian tentang
kelengkapan dan/ a tau perbaikan persyaratan Calon
Bupati dan Calon Walikota sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dan ayat (5) dan memberitahukan hasilnya
kepada pimpinan Partai Politik atau pimpinan gabungan ·
Partai Politik paling lama 7 (tujuh} hari sejak
kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) diterima.
(7) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (6), menetapkan. · calon yang diajukan tidak
memenuhi syarat, Partai' Politik atau gabungan Partai
Politik tidak dapat rnengajukan Calon Bupati dan Calon
Walikota· pengganti.
(8) Dalarn hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) menghasilkan calon yang memenuhi persyaratan
kur·apg dari 2. · (duaJ calon, tahapan pelaksanaan
p.emilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari.
(9) KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran
Calon Bupati dan Calon Walikota paling lama 3 (tiga) hari
setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (8). · ·
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian
persyaratan Calon J3upati . dan Calon Walikota
sebagaimana dimaksud pada • ayat (1) diatur dengan
Peraturan KPU.

BAB IX ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 45 -

BAB IX
PENETAPAN CALON

Pasal 51
(1) KPU Provinsi· menuangkan hasil penelitian syarat
administrasi dan penetapan calon dalam Berita Acara
Penetapan Calon Gubernur.·
(2) Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) 1 KPU · Provinsi menetapkan paling
sedikit 2 (dua) Calon Gubernur dengan Keputusan KPU
Provinsi.
(3) Calon Gubernur yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan
pengundian nomor urut Calon Gubernur.
(4) Pengundian nomor urut Calon Gubernur dilaksanakan KPU
Provinsi yang disaksikan oleh Partai Politik, gabungan Partai
Politik, da.n calon perseora.ngan.
(5) Nornor urut Calon Gubernur· bersifat tetap dan sebagai
dasar KPU Provinsi dalam pengadaan surat suara.
(6) Calo.n yang telah ditetapkan ~ebagaimana dimaksud pada
· ayat (2) diumumkan secara terbuka paling lambat 1 (satu)
hari sejak tanggal penetapan.

Pasal 52
(1) KPU Kabupaten/Kota menuangkan hasil penelitian syarat
administrasi clan penetapan •calon dalam Berita Acara:
Penetapan Calon Bupati dan Calon Walikota.
(2) Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), KPU Kabupaten/Kota menetapkan
paling sedikit 2 (dua) Calon Bupati dan Calon Walikota
dengan Keputusan KPU Kabupaten/ Kata.
(3) Calon Bupati, dan Calon WaHkota yang telah ditetapkan
oleh KPU Kabupaten/ Kota se.bagaimana dimaksud pada
ayat (2), dilakukan pengundian nomor urut Calon Bupati
dan Calon Walikota.

(4) Perigundian ...


PRESIDE:N
REPUBLIK INDONESIA

- 46 -

(4) Pengundian nomor urut Calon Bupati dan Calon Walikota


dilaksanakan· KPU Kahupaten/Kota yang disaksika.n oleh
Partai Politik, gabungan Partai Politik, clan calon
perseorangan.
(5) Nomor urut Calon Bupati dan Calon Walikota bersifat tetap
da.n sebagai dasar KPU Kabupaten/Kota dalam pengadaan
surat suara.
(6) Calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diumumkan secara terbuka paling lambat 1 (satu)
hari sejak tanggal penetapan.

Pasal 53
{l) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang
menarik calonnya dan/atalt calonnya dilarang
mengundurkan diri terhitung· iwjak ditetapkan sebagai
calon oleh KPU Provinsi dan KPU J{ubupaten/ Kota.
(2) Dalam hal Partai Politik dan gnbungan Partai Politik
menarik calonnya dan/ a tau calonnya mengundurkan diri
sebagaimana dimaksud pada aynt (1), Partai Politik atau
gabungan Partai Politik yang m~ncalonkan tidak dapat
mengusulkan calon pengganti. ·
(3) c.alon perseorangan dilarang mengundurkan diri terhitung
sejak ditetapkan sebagai calon oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/ Ko ta.
(4) Apabila calon perseorangan mengundurkan diri dari Calon
Gubernur setelah ditetapki;:tn oleh KPU Provinsi atau Calon
Supati clan Calon Walikota setelah ditetapkan oleh KPU
Kabupaten/Kota, calon dikenai sapksi administratif
berupa denda sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh
miliar rupiah) untuk Calon Qubernur clan
Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh 'miliar rupiah) untuk Calon
Bupati dan Calon Walikota ..

Pasal54
(1) Dalam hal calon berhalangan tetap sejf:l.k penetapan calon
sampai pada saat dimulainya h~ri Kampanye, Partai Politik
atau gabungan Partai Politik y~ng calonnya b~rhalangan
tetap dapat mengusulkan calqn pengganti paling lama
3 (tiga) hari terhitung sej~k calon berhale.ngan tetap.

{2) KPU ...


PRE.SIDEN
REF'USLIK INOONESIA

- 47 -

(2) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ Kata melakukan


penelitian persyaratan administrasi calon pengganti
i;;ebagaimana dimaksud pa'.da ayat (1) paling lama
3 (tiga) hari terhitung ~ejak tapggal pengusulan.
(3) Dalam hal calon pengganti berdasarkan hasil penelitian
admini$trasi . memenuhi Ipersyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), paling lama 1 (satu) hari KPU
Provinsi/Kabupaten/Kota, menetapkannya sebagai calon. :
(4) Dalam hal calon berhalangan, tetap sejak penetapan calon
sampai pada saat di:mulainya hari Kampanye · sehingga
jumlah calon kurang dari 2 (dua) orang, KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran:
pengajuart calon paling lama 7 (tujuh) hari.
(5) Dalam hal calon berhalangani tetap pada saat dimulainya '
Kampanye sampai hari pemungutan suara dan. terdap~t
2 (dua) calon atau lebih, tahapan pe~aksanaan Pemilihan
dilanjutkan dan calon yang b~rhalangan tetap tidak dapat
diganti serta dinyatakan gugur.
(6) Dalam hal calon berhalangani tetap pada saat dimulainya.
Kampanye sampai hari pemungutan suara calon kurang
dari 2 (dua) orang, tahapan pelaksanaan Pemilihan ·
ditunda paling lama 14 (em pat: belas) hari.
. '

PasalSS
( 1) Dalam hal salah satu calon, yang perolehan suaranya
terbesar pertama dan terbesar kedua berhalangan tetap ·
setelah pemungutan suara !,putaran pertama sampai
dimulainya hari pemungutan suara putaran kedua,
tahapan pelaksanaan Pemilihan ditunda paling lama ·
14 (empat belas) hari. ·
(2} Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang calonnya
berhalangan tetap sebagaimana dirnaksud pada ayat (1)
mengusulkan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari
sejak calon berhalangan tetap.
(3) KPU Provinsi clan KPU Ka6upaten/Kota melakukan
· penelitian persyaratan administra~i terhadap calon
pengganti sebagaimana dima:k:sud pada ayat (2) dan
menetapkannya paling lama 3 (tiga) h&ri terhitung sejak
pendaftaran calon pengganti.

(4) Oalam ...


PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 48 -

(4) Dalam hal calon berhalangan tetap pada hari pemungutan


suara putaran kedua sehingga jumlah calon kurang dari
2 (dua), KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ Ko ta
menetapkan calon yang memperoleh suara terbanyak di
bawah calon yang memperoleh suara terbanyak kedua
untuk mengikuti pemungutan su~ra putaran kedua.

BABX
RAK MEMILIH DAN PEl'JYUSUNAN DAFTAR PEMILIH

Bagla.n Kesatu
Hak Memilih

Pasal 56
(1) Warga negara Indonesia yang padc\ hari pemurtgutan suara
sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah
kawin, mempunyai hak memilih.
(2) Warga negara Indonesia seb~gaimana dimaksud pada
ayat (1) didaftar 1 (satu) kali oleh penyelenggara.
(3) Jika Pemilih mempunyai lebih dari 1 (satu) tempat tinggal,
Pemilih tersebut harus memilih salah satu tempat
tinggalnya yang dicantumkan dalam daftar pemilih
berdasarkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik dan/atau
surat keterangan domisili dari Kepala Desa atau sebutan
lain/ Lurah.

Pasal 57
(1) Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara
Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih.
(2) Dalam hal ·warga negara Indonesia tidak terdaftar sebagai
Pemilih sebagaimana dimaksud pa.da ayat {l), Pemilih
menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau
surat keterangan penduduk puda · saat pemungutan
suara.

(3) Untuk ...


PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 49 -

(3) Untuk dapat didaftar sebagai Pemilih, warga negara


Indonesia sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) hatus
memenuhi syarat:
a. tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya; dan/ atau
b. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan
putusan pengadilan . yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(4) Warga negara Indonesia yang tidak terdaftar dalam daftar
Pepi.ilih dan pada saat pemungutan suara tidak
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
atau ayat (3), yang bersangkutan tidak dapat
menggunakan hak memilihnya.

Bagian Kedua
Penyusunan Daftar Pemilih

Pasal 58
(1) Daftar penduduk potensiGt-1 pemilih dari Dinas
Kependudukan clan Catatan Sipil dan daftar pemilih pada
saat pelaksanaan pemilihan umum terakhir di daerah,
digunakan sebagai bahan penyusunan daftar Pemilih
untuk·Pemilihan.
(2) Daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh
PPS dilakukan pemutakhiran berdasarkan perbaikan dari
RT/RW atau sebutan lain dan tambahan Pemilih yang
telah memenuhi persyaratan sebagai Pemilih.
(3) Daftar Pemilih hasil pemutakhiran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai Daftar Pemilih
Sementara.
(4) Daftar PemiUh Sementara sebagaimana dimaksud pada
1
ayat (3) diumumkan secara luas dan melalui papan
pengumumah RT/RW atau sebutan lain oleh PPS, untuk
mendapatkan masukan clan tanggapan dari masyarakat
selama 10 (sepuluh) hari.
(5) PPS ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 50 -

(5) PPS memperb~iki Daftar Perhilih Sementara berdasarkan


masukan clan· tanggapan dari masyarakat paling lama
5 (Hrna) hari terhitung sejak :f!lasukan dan tanggapan dari
masyarakat sebagaimana ; dimaksud pada ayat (4)
berakhir.
(6) Daftar Pemilih Sementara yang · telah diperbaiki
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan sebagai
Daftar Pemilih Tetap dan diumumkan oleh PPS paling
lama 2 (dua} hari terhitung sejak jangka waktu
penyu~unan Daftar Pemilih Te tap berakhir.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemutakhiran


data Pemilih diatur dengan Peraturan KPU.

Pasal~9

(1) Penduduk yang telah terdaftar da,lam Daftar Pemilih


Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (6)
diberikan surat pemberitahuan ·sebagai Pemilih oleh PPS.
(2) Penduduk yang mempunyai hak pilih dan belum terdaftar
datam Daftar Pemilih Tetap dapat mendaftarkan diri ·
sebagai Pemilih kepada PPS untuk dicatat dalam Daftar
P~milih Tambahan.

(3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilakl,lkan paling Iambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak ·
pengumuman Daftar Pemilih Sementara.
(4) Pemilih tambahan yang sudah didaftar sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diberikan surat pemberitahuan
sebagai Pemilih oleh PPS. ·

Pasal 60
Daftar Pemilih Tetap harus ditetapkan paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sebelum tanggal pemuqgutan suara Pemilihan.

Pasal 61 ...
PRESIDE:N
REPUBLIK INOONESIA

- 51 -

Pasal 61
(1) Dalam hal masih terdapat ·penduduk yang mempunyai
hak pilih belum terda..ftar dalam Daftar Pemilih Tetap,
yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya
dengan menunjukkan K~rtu'. Tanda Penduduk Elektronik
atau surat keterangan penduduk.
(2) Penggunaan hak pilih sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dapat digunakan di tempat pemungutan
suara yang berada di RT/RW atau sebutan lain sesuai 1

dengan alamat yang tertera dalam Kartu ·Tanda


Penduduk Elektronik atau sU:rat ketei-angan penduduk.
(3) Sebelum menggunakan :hak pilihnya penduduk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu
mendaftarkan diri pada KPPS seternpat dan dicatat dalam
Daftar Pemilih Tambahan.
(4) Penggunaan hak pilih penduduk sebagaimana dimaksud ·
pada ayat (1), dilakukan 1 (satu) jam sebelum selesainya
pemungutan suara di TPS.

Pasal62
( 1) Pemilih yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap
sebagaimana dimaksud dalani Pasal 58 ayat (6) kemudian
berpindah tern pat tinggal a tau karena ingin
menggunakan hak pilihnya di tempat lain, Pemilih yang
bersangkutan harus melapor kepada PPS setempat.
(2) PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencatat nama
Pemilih dari daftar pemilih dan memberikan surat
keterangan pindah tempat memilih.
(3) Pemilih melaporkan kepindahannya kepada PPS di
tempat Pemilihan yang baru.

BAB XI ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 52 -

BAB XI
'
KAMPANYE

Bagian Kesatu
Um um

Pasal.63
(1) Kampanye dilaksanakan setiagai wujud dari pendidikan
politik masyarakat yang dilaksanakan secara
bertanggung jawab.
(2} Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh KPU Provin'si untuk Pemilihan
Gubernur dan KPU Kabupaten/ J(ota untuk Pemilihan
Bupati dan Pemilihan Walikota.
(~) Jadwal pelaksanai;tn Karnp~nyt• ditetapkan oleh KPU
Provinsi untuk Pemilih1an Gubernur clan KPU.
Kabupaten/Kota untuk Pemllihan Bupati dan Pemilihan
Walikota dengan memperhatikan usul dari calon.
!
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2} diatur
dengan Peraturan KPU.

Bagian Kedua
Materi Kampanye

Pasal64
(1) Calon wajib menyampaikan v.isi clan m1s1 yang disusun
berdasarkan Rencana Pemb.angunan Jangka Panjang
Daerah Provinsi atau Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Kabupaten/Kota secara lisan maupun
tertulis kepada masyarak~ t. '
(2) Calon berhak untuk mendapatka:n inforrnasi atau c,iata
dari Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-updangan.

(3) Penyampaian . . . , ,
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 53 -

(3) Penyampaian materi Kampanye dilakukan dengan cara


yang sopan, tertib, dan bersifat edukatif.

Bagian Ketig;a
Metode Kampanye

Pasal 65
(1) Kampanye dapat dilaksanak,an melalui:
a. pertemuan terbatas;
b. pertemuan tatap muka dan dialog;
c. debat publik/debat terbuka antarcalon.;
d. penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
e. ·pemasangan alat peraga;
f. iklan media massa cetak dan media massa elektronik; ·
dan/atau
g. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan ·
Kampanye clan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,:
huruf d, huruf e clan huruf f difasilitasi oleh KPU Provinsi '
dan KPU Kabupaten/ Kota yang didanai APBN. '
(3) Ketentuan Iebih lanjut mengenai pelaksanaan metode
Kampanye diatur dengan Peraturan KPU.

Pasal 66
(1) Media cetak dan media elektronik dapat menyampaikan
tema, materi, clan iklan Kampanye.
(2) Pemerintah Daerah dapat · membedkan kesempatan
penggunaan fasilitas umum untuk kegiatan Kampanye
pada KPU Provinsi clan KPU Kabupaten/ Kota.
(3) Semua yang hadir dalam . perternuan terbatas yang
diadakan oleh calon banya dibena.rkan metnbawa atau
menggunakan tanda gambar dan/ atau atribut calon yang
bersangkutan.

(4) KPU ...


PRESIDE:N
REPUBLIK INOONESIA

- 54 -

(4) KPU Provinsi clan KPU Kabupaten/Kota berkoordinasi


dengan Pemerintah Daerah untuk menetapkan lokasi
pemasangan alat peraga untL1k keperluan Kampanye.
(5) Pemasangan alat peraga1 Kampanye sebagaimana
dimaksud pada e.yat (4) oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/ Kata dilaksanakan dengan .
mempertimbangkan etika, · estetika, kebersihan, dan
keindahan kota atau J<:awasan setempat sesuai dengan ;
ketentuan peraturan perundang-undangan.
' I
(6) Pemasangan alat peraga Kampanye pada tempat yang:
menjadi milik perseorangan. atau b·adan swasta harus:
seizin pemilik tempat tersebut. ··
(7} Alat peraga Kampanye harus sudah dibersihkan paling
lambat 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara.
(8} Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pemasangan ·
alat peraga clan· penyebaran bahan Kampanye diatur '
dengan Peraturan KPU.

8agian Keempat
J adwal Kampanye

Pasal 67
(l} Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1)
dilaksanakan 3 (tiga) had setelah penetapan calon peserta
Pemilihan sampai c::lengan dimulainya masa tenang. .!
(2) Masa tenang sebagaimana 'dimaksud pada ayat (1)
berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelurp hari pemungutan
suara.

Pasal 68
(1) Debat publik/debat terbuka antarcalon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 ayai (1) huruf c dilaksanakan
paling banyak 3 (tiga) kali oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.

(2) Debat ...


PRESIDE:N
REPUSLIK INDONESIA

- 55 -

(2) Debat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiarkan


se.cara langsung melalui lembaga pepyiaran publik.
(3) Moderatordebat dipilih oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dari kalanga'.n profesional dan akademisi
yang mempunyai integritas, : jujur, simpatik, dan tidak
memihak kepada salah :;;atu calon.
(4) Materi debat adalah visi clan misi Calon Gubernur, Calon
Bupati, dan Galon Walikota dalam rangka:
a. meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
b. memajukan daerah;
c. meningkatkan pelayani:-n kepada masyarakat;
d. menyelesaikan persoaJan daerah;
e. menyerasikan pelaksanaa:n pembangunan daerah •
kabupaten/kota clan provinsi dengan nasional; clan
f. mernperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
kebangsaan.

Bagian Kelima
Larangap dalarn :Karnpanye

Pasal 69
Dalam Kampanye dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara · Pancasi~a dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon
Gubernur, Calon Bupati, Calmi. Walikota, dan/ a tau· Partai
Politik; .
c. melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah,
mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/ a tau
kelompbk masyarakat;
d. menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau 1

menganjurkan penggunaan kekera$an kepada


perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai
Politik;

e. mengganggu ...
PRE SID EN
REPUBLIK INDONESIA

- 56 -

e. mengganggu keamanan, .ketenteraman, dan ketertiban


um um;
. f. mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan
untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang
sah·1 ·
g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye;
h. menggunakan fasilitas clan , anggaran Pemerintah clan
Pemerintah·Daerah; ·
1. rnenggunakan tempat ibadah dan tempat pendtdikan;
j. melakukan pawai yang dilakukr.~t~ dengan berjalan kaki
dan/atau dengan kendaraan dj ju.IMO rayai dan/atau
k. melakukan kegiatan Kampanye di luar jw;lwal yang telah
ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ Kota.

Pasal 70
(1) Dalam Kampanye, calon dilarang rnelibatkan:
a. pejabat badan u.saha milik negara/badan usaha milik
daerah;
b. aparatur sipil Negara, anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional
Indonesia; dan ·
c. Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat
Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
(2) Gul:;>ernur, Bupati, Walikota, dan pejabat negara lainnya
dapat ikut dalam Kampanye dengnn mengajukan izin cuti
Kampanye sesuai dengan ketentuan petaturan perundang-
undangan. ·
(3) Pejabat negara sebagaimana dima.ksud pada ayat (2) yang
menjadi Calon Gubernur, Calon Bupati, Calon Walikota
dalam melaksanakan Kampanye tidak menggunakan
fasilitas yang terkait dengan jabatannya. ·

Pasal 71 ...

' ' ~ ' Ii;'


PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 57 -

Pasal 71
(1) Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, clan Kepala
Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat
keputusan dan/atau tindakan yang nienguntungkan atau
merugikan salah satu calon selama masa Kampanye.
I

(2) Petahana dilarang melakukan penggantian pejabat


6 (enam) bulan sebelum masajabatannya berakhir.
(3) Petahana dilarang menggunakan program dan kegiatan
Pemerintahan Daerah untuk ikegiatan Pemilihan 6 (enam)
bulan sebelum masa jabatandya berakhiF.
(4) Dalam hal petahana melakukan hal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2} dan' ayat (3), petahana dikenai
sanksi pembatalan sebagai duon o1eh KPU Ptovinsi atau
KPU Kabupaten/ Kota.

Pasal '72
(1) Pelanggaran atas ketentuan larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 huruf a sampai dengan huruf h
merl)pakan tindak pidana dan dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelanggaran atas ketentuan larangan sebagaimana
dimaksud da1am Pasal 69 huruf i dan huruf j, dikenai
sanksi:
a. peringatan tertulis walaqpun belum menimbulkan
gangguan; dan/atau
b. penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya
· pelanggaran atau di seluruh daerah Pemilihan
setempat jika terjadi gangguan terhadap . keamanan
yang berpotensi menyebar ke daerah lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
sanksi terhadap pelanggarari larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.

Pasal 73
(1) Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan
dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk
mempengaruhi Pemilih.

(2) Calon ...


PRESIDf:'.N
REPUBL1K INOONESIA

- 58 -

(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana


dimaksud pada ayat ( 1) berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai
sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi clan
KPU Kabupaten/Kota clan dikenai sanksi pidana sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tim Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud pad.a ayat (1) berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagjan Keenam
Dana Kampanye

Pasal 74.
(1) Dana Kampanye Calon yang diusulkan Partai Politik atau
gabungan Partai Politik dapat diperoleh dari:
a. sumbangan Partai Politik dan/atau gabungan Partai
Politik yang mengusulkan Calon; dan/ atau
b. sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang
meliputi sumbangan perseorangan dan/ a tau 'badan
hukum swasta. '
(2) Dana Kampanye calon perseorangan dapat diperoleh dari
sumbangan pihak lain yang ti~ak mengikat yang meliputi
sumbangan perseorangan dan/atau badan hukum swasta.
(3) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan Calon wajib memiliki rekening khusus dana
Kampanye atas nama Calon dan didaJtarkan kepada KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota,
(4) Calon perseorangan bertindak sebagai penerima
sumbangan dana Kampanye sybagalrnana dimaksud pada
ayat (2) clan wajib memiliki rekening khusus dana
Kampanye dan didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/ Kota.

(5) Sumbangan ...


PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA

- 59 -

(5) Sumbangan dana Kampariye sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf b dan ayat (2) dari perseorangan paling
banyak RpS0.000.000,00 (lima: puluh juta rupiah) dan dari
badan hukum swasta paling; banyak RpS00.000.000.00
(lima ratus juta rupiah). '
(6) Partai Politik dan/ a tau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan calon dan calon perseorangan dapat
menerima clan/ a tau menyetujui pembiayaan bukan dalam
bentuk uang secara langsung' untuk kegiatan Kampanye
.yang jika dikonversi berdasar :harga pasar nilainya tidak
melebihi sumbangan dana · Kampanye sebagaimana
dimaksud pada ayat (SJ,
(7) Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
clan ayat (6) harus mencantumkan identitas yang jelas.
(8) Penggunaan dana Kampanye i calon wajib dilaksanakan
secara transparan clan akuntabel.
(9) Pembatasan dana Kampanye Pemilihan ditetapkan oleh
KPU Provinsi clan KPU . Kabupaten/Kota dengan
mempertimbangkan jumlah penduduk, cakupah/luas
wilayah, clan standar biaya daerah.
'

Pasal 75
(1) Laporan sumbangan dapa Ka'.mpanye clan pengeluaran
sebagaimana dimaksud dalarri Pasal 74 ayat (SJ dan
ayat. (6), disampaikan oleh Calon Gu·bernur kepada KPU
Provinsi dan Calon Bu pati/ Calon Walikota kepada KPU
Kabupaten/Kota dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa
Kampanye dimulai dan 1 (satu) hari sesudah masa
Kampanye berakhir.
(2) KPU Provin.si dan KPU • Kabupaten/Kota wajib
inenyerahkan laporan se bagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada kantor akunt~3.n publik untuk diaudit
paling lambat 2 (dua) hari setefah KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota menerima laporan dana Kampanye.
f3} Kantor akunt&:i.. publik wajib rn'.enyelesaikan audit paling
lam bat 15 (Hrna belas) hari i terhitung sejak laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota diterima.

(4) Hasil ....


PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA

:.. 60 -

(4) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


diumumkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kab.upaten/Kota
paling lambat 3 (tiga) h,ari setelah KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota mene.rlma laporan hasil audit dari kantor
akuntan publik.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumbangan dan
pengeluaran dana Kampanye calon diatur dengan
Peraturan KPU.

Pa:sal 76
(1) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan calon dan calon perseorangan dilarang
rnenerima sumbangan atau bantuan lain untuk Kampanye
yang berasal dari:
a. negara a~ing, lembaga swasta &sing, lembaga swadaya
masyarakat asing dan warga inegara asing;
b. penyumbang atau pemberi • bantuan yang tidak jelas
identitasnya;
c. Pemerinti;i.h dan Pemerintah Daerah; dan
d. badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah,
clan badan usaha milik desa atau sebutan lain.
'
(2) Partai Politik dan/ atau gabunga:n Partai Politik yang
mengusulkan calon dan calon perseorangan yang
menerima sumbangan sebagaimana dimaksud pada
ay~t (1) tidak dibenarkan menggunakan dana tersebut dan
wajib melaporkannya kepada ! !{PU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota paling l~moat 14 (empat belas) hari
setelah masa. Kampanye bef akhir dtm menyerahkan
sumbangan tersebut kepada ka~ nege..ra.
i
(3) Partai Politik dan/ atau gabupgan Partai Folitik yang
mengusulkan calon, yang 1 mel.anggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada i ayat · (1) dikenai sanksi
berupa pembatalan calon yang diusulkaJl.
I
(4) Calon yang melanggar ketentu~n sabagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai
calon.

(5) Pembatalan ...


PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 61 -

(5) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) clan


ayat (4) dilakukan oleh ; KPU Provinsi clan KPU
Kabupaten/Kota.

BAB XII
PERLENGKAPAN PEMILIHAN

Pasal 77
( 1) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ Kata bertanggung
jawab dalam merencanakan: dan · menet:apkan standar
serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian
perlengkapan pemungutan suara.
(2) Sekretaris KPU Provinsi clan sekretaris KPU
Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam pelaksanaan
pengaclaan clan pendistribusian perlengkapan pemungutan
suara sebagaiinana dimaksud ~ada ayat (1).

Pasal 78
( 1) Jenis perlengkapan pemungutan suara terdiri atas:
a. kotak suara;
b. surat suara;
c. tinta;
d. bilik pemungutan suara;
e. segel;
f. alat untuk memberi tanda pilihan; clan
g. TPS.
(2) Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk me11jaga keamanan,
kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan
suara clan penghitungan suara, diperlukan dukungan
perlengkapan lainnya.
(3) Bentuk, ukuran, dan spesifikasi teknis perlengkapan
pemungutan suara ditetapkan dengan Keputusan KPU.

(4) Pengadaan ...


PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA

- 62 -

(4) Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana


dimaksud pada ayat ( 1) huruf a sampai dengan huruf f
dilaksanakan oleh sekretatiat KPU Provinsi clan
sekretariat KPU Kabupate,n/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pengadaan perlengkapan pem'ungutan suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf g dilaksanakan oleh KPPS
bekerja sama dengan masyarakat.
(6) Perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a_sampai dengan, huruf f harus sudah
diterima KPPS paling lambat 1 (satu) hari sebelum
hari/tanggal pemungutan suaia.
(7) Pendistribusian perlengkapan pemungt,1tan suara
dilakukan oleh sekretariat KP:u Provinsi dan sekreta.riat
KPU Kabupaten/Kota.
(8) Dalam pendistribusian dan '.pengamanan perlengkapan
pemungutan suara, KPU : Provinsi dan · KPU
Kabupaten/Kota dapat bekerja sama dengan Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Kepolisian\ Negara Republik Indonesia,
dan Tentara Nasional Indonesia.

Pasal 79
(1) Surat suara sebagaim:::tna dimaksud dalam Pasal 78
ayat (1) huruf b mernuat foto, nama., dan nomor urut
calon.
(2) . Ketentuan lebih lanjut mengen~i surat suara sebagaimana
dimaksud p~da ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.

Pasal 80
( 1) Jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah
Pemilih tetap ditambah dengan ~,5% (dua setengah persen)
dari jumlah Pemilih tetap isebagai cadangan, yang
ditetapkan dengan Keputusan; KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.

(2) Selain ...


)ii'-.

PRESIDE:N
REPUBLIK INDONESIA

- 63 -

(2) Selain menetapkan. pencetakan surat suara sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi dan KPU
Ka bu paten/ Kota menetapkan besarnya jumlah surat
suara un tuk pelaksanaan pemungu.tan suara ulang.
(3) Jumlah surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh KPU Provinsi ·clan KPU Kabupaten/ Kota
sebanyak 2.000 (dua ribu) surat suara untuk pemungutan
suara ulang yang diberi tanda khusus'.

Pasal 81
(1) Tambahan surat suara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 80 ayat (1) digunakan sebagai cadangan di setiap
· TPS untuk mengganti surat suara Pemilih yang keliru
memilih pilihannya, mengganti: surat suara yang rusak,
dan untuk Pemilih tambahan. ·
(2) Penggunaan tambahan surat suara sebagaimana
dimaksud pada ayat {1) dibuatkan berita acara.

Pasal82
(1) Perusahaan pencetak surat suara dilarang mencetak surat
suara lebih dari jumlah yang ditetapkan oleh KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota · dan harus rnenjaga
kerahasiaan, keamanan, serta keutuhan surat suara.
(2) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ Ko ta dapat meminta
bantuan Pemerintah, Pemeriri:tah Daerah, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, · dan Tentara Nasional
Indonesia untuk mengamankan surat suara selama proses
pencetakan berlangsung, penyimpanan, dan
pendistribusian ke tempat tujuan.
(3) KPU Provinsi clan KPU Kabupaten/ Kota memverifikasi
jumlah surat suara yang telah dicetak, jumlah yang sudah
dikiriru clan/ atau jumlah yang inasih tersimpan, dengan
membuat berita acara yang ditandatangani oleh pihak
percetakan dan petugas KPU Provinsi atau petugas KPU
Kabupaten/Kota.

(4) KPU ...

·'
PRESIOEN .
REPUBLIK INDONESIA

- 64 -

(4) KPU Provinsi dan KPU · Kabupaten/Kota mengawasi . dan


mengamankan desain, film separasi, dan plat cetak yang
digunakan untuk membuat surat suara, sebelum dan
sesudah digunakan serta menyegel dan menyimpannya.
(5) Dalam hal pencetakan surat suara melebihi yang
dibutuhkan, dilakukan pemusnahan surat suara oleh KPU
Provinsi dan KPU Kabupat~n/Kota dengan disaksikan
oleh aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia
setempat, Bawaslu Provinsi, dan/atau Panwas
Kabupaten/Kota. ·
(6) Pemusnahan surat suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dibuatkan berita acara.:
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
p<;!ngamanan terhadap pencetakan, penghitungan,
penyimpanan, pengepakan, pendistribusian surat suara ke
tempat tujuan, dan pemusnahan surat suara diatur
dengan Peraturan KPU.

Pasal 83
Pengawasan atas pelaksanaan tugas dan wewenang KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota serta sekretariat KPU
Provinsi dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota mengenai
pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan
suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dilaksanakan
oleh Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota serta
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.

BAB XIII
PEMUNGUTAN SUARA

Pasal 84
(1) KPPS memberikan undangan. kepada Pemilih untuk
menggunakan hak pilihnya paling lambat 3 (tiga) hari
sebelum tanggal pemungutan suara.
(2) Pemungutan sut;tra dilakukan dengan memberikan tanda
melalui surat suara.

:(3) Pemungutan ...


PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA

- 65 -

(3) Peinungutan suara dilakukan pada hari libur atau hari


yang diliburkan.
(4) Hari, ta:nggal, dan waktu peinungutan suara Pemilihan
ditetapkan dengan Keputusah KPU Provinsi dan KPU
Ka bupaten/ Ko ta.

Pasal 85
(1) Pemberian suara untuk Pemilihan I
dapat dilakukan
dengan cara:
a. memberi tanda satu kali pada surat suara; atau
b: memberi suara melalui peralatan Pemilihan suara
secara elektronik.
(2) Pemberian tanda satu kali sebagaimana dimaksud pada
ayat (I) huruf a dilakukan berdasarkan prinsip
memudahkan Pemilih, akurasi baJam penghitungan suara,
dan efisiensi dalam penyelengga'.raari Pemilihan.
{3) Ketentuan lebih lanjut meng~nai tata cara pemberian
suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan KPU.

Pasal 86
(1) Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai
halangan fisik lain pada :saat: memberikan suaranya di
TPS dapat dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain
atas permintaan Pemilih.
{2) Petugas KPPS atau orang lain) yang membantu Pemilih
sebagaimana dimaksud. pada ayat (1) wajib
merahasiakan pilihan Pemilih yang di ban tun ya.
(3) Ketentuan lebih lanjut meng~nai pemberian bantuan
kepada Pemilih sebagaimana \dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.

Pasal 87
(1) Pemilih .untuk setiap TPS palfng banyak 800 (delapan
ratus) orang.

(2) TPS ...


PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA

- 66 -

(2) TPS sebagahnana dimaksud: pada ayat (1) ditentukan


lokasinya di tempat yang mudah dijangkau,
(3) Jµmlah, lokasi, bentuk, dan tata letak TPS ditetapkan oleh
. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(4) Jumlah surat suara di setiap TPS sa:ma dengan jumlah
Pemilih yang tercantum di dalam Daftar Pemilih Tetap dan
Daftar Pemilih Tambahan ditambah dengan 2,5% (dua
koma lima persen) dari Daftar Peinilih Tetap sebagai
cadangan.
(5) Penggunaan surat suara cadangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dibuatkan berita acara.

Pasal 88
(1) Untuk keperluan pemungutan suara dalam Pemilihan
disediakan kotak suara sebagai tempat surat suara yang
digunakan oleh Pemilih,
(2) Ketentuan mengenai jumlah, bahan, bentuk, ukuran, dan
warna kotak suara sebagaimapa dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan KPU. :

Pasal89
(1) Pelaksanaan pemungutan suara di TPS dipimpin oleh
KPPS.
(2) Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
(3) Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi
cal on.
(4) Saksi calon sebagaimana. dimaksud pada ayat (3) harus
menyerahkan mandat tertulis dari calon.
(5) Penanganan ketenterama.n, ketertiban, dan keamanan di
setiap TPS dilaksanakan oleh 2 (dua) orang petugas yang
ditetapkan oleh PPS.
(6) Pengawasan pemungutan suara dilaks~nakan oleh PPL
I
dan Pengawas TPS.

(7) Pemantauan ...


PRESIDEN
REPUBUK INDONESIA

- 67 -

(7) Pemantauan pemungutan ,suara dilaksanakan oleh


pemantau Pemilihan yang telah diakreditasi oleh KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

Pasal .90
( 1) Dalam rangka persiapan pemungutan suara, KPPS
melakukan kegiatan yang meliputi:
a. penyiapan TPS;
b. pengumuman dengan menempelkan Daflar Pemilih
Tetap, Daftar Pemilih Tambalwn, serta narna dan foto
Calon di TPS; clan
c, penyerahan salinan Daftar ! P<.nn ilih Tetap dan Daftar
Pemilih Tambahan kepada ~1tksi yang hadir dan
Pengawas TPS.
(2) Dalam pelaksanaan pemungutan suara, KPPS rnelakukan
kegiatan yang meliputi: I

a. pemeriksaan persiapan akhir pcmungutan suara;


b. rapat pemungutan suara;
c. pengucapan sumpah atau janji anggota KPPS clan
petugas ketenteraman 1 ketertiban, clan kearnanan TPS;
cl. penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara
pem ungu tan suara; clan
e. pelaksanaan pemberian suara.

Pasal 91
'
(1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS:
a. membuka kotak suara;
b. rnengeh.J,arkan seluruh isi kotak suara;
c. mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
d. menghitung jumlah setiap jenis dokumen clan pera1atan;
I
e. memeriksa keadaan seluruh surat suara; clan
f. menandatangani surat suara yang aka.ii digunakan oleh
Pemilih.

(2) Kegiatan ...


)
PRES ID EN
REPUBLIK INOON!::SIA

- 68 -

(2) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)


dapat dihadiri oleh saksi : calon, panitia pengawas,
pemantau, dan masyarakat. ,
(3) Kegiatan KPPS sebagaimana' dimaksud pada ayat (1)
wajib dibuatkan berita acara, yang ditandatangani oleh
Ketua KPPS dan paling sed~kit 2 (dua) a:nggota. KPPS
serta dapat ditandatangani oleh saksi calon.

Pasal 92
( 1) Setelah melakukan kegiatan se bagaimana dimaksud
dalam Pasal 91, KPPS memberikan penjelasan mengenai
tata cara pemungutan suara. ;
(2) Dalam memberikan suara, P.emil'ih diberi kesempatan
oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran
Pemilih.
(3) Dalam hal surat suara yang diter.ima rusak a.tau terdapat
kekeliruan dalam cara memberikan suara, Pernilih dapat
meminta surat suara pengganti kepada KPPS.
(4) Kf'PS memberikan surat suara pengganti sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) hanya ;i (satu) kali.
(SJ Penentuan waktu pemungutan suara dimulai
pukul 07.00 dan berakhir pada pukul 13.00 waktu
setempat.

Pasal 93
(1) Pemilih yang telah merrtberikan suara di TPS diberi
tanda kh usus oleh KPPS.
(2) Ketentuan mengenai tanda: khusus sebagaimana
dimaksud pad a ayat ( 1) diatur ~engan Peraturan KPU.

Pasal94
Surat suara untuk Pemiliha,n dinyatakan sah jika:
a. surat suara ditandatangani oleh !Ketu~: KPPS; clan
b. pembedan tanda satu kali ,pa<;fa nomor urut, foto, atau
nama salah satu Calon Gubernur, Calon Bupati, dan
Calon Walikota dalam surat suara.
Pasal 95 ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 69 -

Pasal 95
(1) Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS
meliputi: '
a. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS
yang bersangkutan; clan
b. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan.
(2) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakan haknya untuk memilih di TPS lain dengan
menunjukkan surat pemberitahuan dari PPS untuk
memberikan suara di TPS lain. '
(3) Dalam hal Pemilih tidak terdaftar dalam daftar Pemilih
sebagaimana dimaksud pada; ayat (1), Pemilih dapat
menggUnakan haknya untuk1 memilih di TPS sesuai
domisili dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk
Elektronik atau surat keteranga'..n penduduk.
. .
(4) Dalam hal terdapat Pemilih tumbahan sebagaimana
di"maksud pada ayat (3), KPPS pad("l TPS terse but mencatat
clan melaporkan kepada KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota melalui PPK. :

Pasal 96
(1) Pemilih tidak bcHeh membubuhkan tulisan dart/ atau
catatan lain pada surat suara. ,
(2) Dalam hal surat ·suara terdapat tulisan da.n/ a tau ca ta tan
lain maka surat suara dinyata:kGt'l tidak sah.

Pasal 97
(1) Dalam hal terjadi pelanggaran ,ketenteraman, ketertiban,
dan keamanan dalam pelaksanaan pemungutan suara
oleh anggota masyarakat atau pemantau Pemilihan,
petugas ketenteraman, ketehiban, dan keamanan
melakukan penanganan se~uai prosedur yang telah
ditetapkan.
(2) Dalam hal anggota masyarakat dan/atau pemantau
Pemilihan tidak mematuhi perianganan yang .dilakukan
oleh petugas ketenteraman, ktttertibanp dan keamanan
maka yang bersangkutan dis<l:rahkan kepada petugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia.

BAB XIV ...


PRE SID EN
REPUBLIK INDONESIA

- 70 -

BAB XIV
PENGHITUNGAN SUARA

Bagian Kesatu
Penghitungan Suara di TPS

Pasali98
(1) Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS setelah
pemungutan suara berakhir. ·
(2) Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS
menghitung:
a. jumlah Pemilih yang memberikan suara berdasarkan
salinan Daftar Pemilih Tetap untuk TPS;
b. jumlah Pemilih dari TPS lain;
I '

c. jumlah Pemilih yang menggunakan dasar Kartu Tanda


Penduduk Elektronik dan/ a tau surat keterangan
penduduk;.
d. jumlah surat suara yang tidak terpakai; dan
e. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh Pemilih
kaf.ena
~ ... rusak atau keliru ditandai.
(3) Dalam hal pemberian suara dilakukan dengan cara
elektronik, penghitungan $Uara dilakukan dengan cara
manual dan/ a tau elektronik. '
(4) Penggunaan surat suara cadangan wajib dibuatkan
berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan
paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS.
(5) Penghitunga.n· suara dilakukari sampai dengan selesai di
TPS oleh KPPS dan dihadiri oieh saksi calon, pengawas
TPS, pemantau, dan inasyarakat.
(6) Saksi calon harus membawa: surat me.ndat dari calon
yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua
KPPS.
(7) Penghitungan suara dilakl,lkan dengan cara yang
memungkinkan saksi calon, panitia pengawas,
pemantau, dan rnasyarakdt yang hadir dapat
menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara.

(8) Dalam ...


PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA

- 71 -

(8) Dalam hal terdapat proses: penghitungan suara yang


tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, saksi calon yang hadir dapat mengajukan
keberatan kepada KPPS.
(9) Dalam hal ·keberatan yang ; diajukan oleh saksi calon
sebagaimana dimaksud pad'.a ayat (8) dapat diterima,
KPPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.
. ~

(10) Segera setelah selesai penghitungan suara di TPS, KPPS


membuat berita acara dan sertifikat hasil penghitungan
suara yang ditandatangani oleh Ketµa KPPS clan paling
sedikit 2 (duaJ orang arrggota KPPS serta dapat
ditandatangani oleh saksi calon.
(11) KPPS wajib memberikan 1, (satu) eksemplar salinan
berita acara dan sertifikat :basil penghitu11gan suara
kepada saksi calon Gubernur, saksi calon Bupati, saksi
· calon Walikota, PPL, PPS, : PPK rnelalui PPS serta
menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat basil
penghitungan suara pada te~put pengumuman di TPS
selama 7 (tujuh) hari. '

Pasal 99
PPS. wajib mengumumkan !salina~ sertifikat hasil
penghitungan suara sebagairnana'. dimaksud dalam Pasa1 98
ayat ·. (11) dari seluruh TPS di t wilayah kerjanya dengan
menympelkan salinan tersebut di tempat umum selama
7 (tujuh) hari.

Bagian Kedua
'
Rekapitulasi Penghitungan Suara di PPS

Pasal 100 ·
(1) PPS membuat berita acara penerimaan hasil pengbitungan
peroleban suara calon peserta P'.emilihan dari KPPS.
(2) PPS melakukan rekapitulasi basil penghitungan perolehan
suara calon peserta Pemiliban seba,gaimana ..dimaksud
pada ayat [IJ daiam rapat yang dihf:ld:.ixi salksi •caill{}ln, PPL,
pemantau, clan masyarakat. ·

(3) Rekapitulasi ...


. PRESIQ!;:N
REPUBLIK INDONESIA

- 72 -

(3) Rekapitulasi basil penghitungan perolehan suara


dilakukan dengan mernbuka !kotak suara tersegel un tuk
rnengambil sampul yang berisi berita acara pemungutan
suara dan sertifikat hasil penghitungan perolehan suara,
kemudian kotak ditutup dan disegel kembali:
(4) PPS membuat berita acara rekapitulasi basil penghitungan
perolehan suara calon peserta Pemilihan dan membuat
sertifikat rekapitu1asi hasil pe:rJ;ghitungan perolehan suara.
(5) PPS mengumurnkan hasil ; rekapitulasi penghitungan
perolehan suara calon peserta Pemilihan se bagairnana
dimaksud pada ayat (4) di tempat umum selama
7 (tujuh) hari.
(6) PPS menyerahkan berita •acara rekupitulasi hasil
penghitungan perolehan suara calon peserta Pemilihan
serta sertifikat rekapitulasi basil penghitungan perolehan
suara tersebut kepada saksi calon, PPL, clan PPK.
(7) Saksi calon ·sebagaimana dimaksud. pada ayat (2) dan
ayat (6) harus membawa surat mandat dari calon yang
bersangk:u tan.
(8) Dalam hal proses penghitungan suara oleh PPS tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
saksi calon yang hadir dapat mengajukan keberatan
kepada PPS. :
(9) Dalam hal keberatan yang diajukan o1eh saksi calon
sebagaimana dimak$ud pada ayat (8) dapat diterima, PPS
seketika itu juga mengadakan ~embetulan.

Pasal 101,
(1) PPL wajib menyampaikan : lapor.an atas dugaan
pelanggaran, penyimpangan, dan/ atau kesalahan dalam
pelaksanaan rekapitulasi basil penghitungan perolehan
suara Calon Gubernur, Calon Bupati, atau Calon Walikota
kepada PPS. ' '
(2) PPS wajib langsung menindak18:njuti laporan sebagairnana
dimaksud pada ayat (1) pada hari pelaksanaan
rekapitulasi basil penghitungap perolehan suara ca.Jon
peserta Pemilihan. ·

Pasal 102 ... : I


PRESIDEN
REPUBl.-IK INOONESJA

- 73 -

Pasal 102·
(1) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPS
dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara: dan s'ertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan perolehan suara calon Peserta
Pemilihan d~ngan menggunakan format yang diatur dalam
Peraturan KPU. ·
(2) Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara calon peserta: Pemilihan -sebagaimana
dimaksud pada ayat {l) ditandatangani oleh seluruh
anggota PPS dan saksi calon yang hadir yang bersedia
menandatangani.

Pasal 103
(1) Dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari'setelah pemungutan
suara, PPS wajib menyerahkan kepada PPK:
a. surat suara Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon
Walikota dari TPS da!am kot~k suara tersegel;
b. berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perol.ehan
suara; dan ·
c. sertifikat rekapitulasi hasil i penghitungan perolehan
suara calon peserta Pemilihan di tingkat PPS.
I

(2) Penyerahan sebagaimana dimak$l.td pada ayat (1) dilampiri


berita acara· pemungutan suara dan sertifikat hasil
penghitungan perolehan suara. dari PPS.

'
:Sagian Ketiga
Rekapitulasi Penghitungan Suara di PPK

Pasal 104
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari PPS, ?PK membuat berita acara
penerimaan clan melakukan rekapitulasi jumlah suara
untuk tingkat I\ecamatan yang Qij.pat dihadiri oJeh saksi
calon, Panwas Kecamatan, pemaiitau, ·dan masyarakat.

(2) Saksi ...


PRESIDEN
REPUBl..IK INDONESlA

- 74 -

(2) Saksi calon harus mernbawa surat mandat dari calon


yang bersangkutan dan menyerithkannya kepada PPK.
' ;

(3) Dalam hal proses penghitungan suara oleh PPK tidak


sesuai dengan pe.:raturan. perundang-undangan, saksi
calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap
jalannya penghitungan suara K:epada PPK.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi calon
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPK
seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakuk'an I'.'ekapitulasi hasil
penghitungan suara yang berasal dari seluruh PPS
dalam wilayah kerja Kecamatan yang bersangkutan,
PPK membuat berita acara dE\11· sertifikat rekapitulasi
basil penghitungan suara ya11~ ditandatangani oleh
ketua clan paling sedikit 2 (dua.) orang anggota PPK serta
saksi calon yang hadir yan'g bersed ia menandatangarii.
(6) PPK wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita
acara dan sertifikat rekapitulasi basil penghitungan
suara di PPK kepada para· Calon Gubernur, Calon
Bupati, dan Calon Walikota atau saksi calon dan Panwas
Kecamatan yang ditunjuk serta· menempelkan 1 (satu)
eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada
papan pengumuman di PPK sei'ama 7. ( tujuh) hari.
(7} PPK wajib menyerahkan berita1 acara pemungutan suara
clan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara
kepac;la KPU Kabupaten/ Kata ~a.ling lam bat 3 (tiga} hari
setelah berita acara dan sei;tifikat rekapitulasi hasil
penghitungan su·ara darj PPS diterima.
(8) Berita acara dan sertifikat rekapitulasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) ,beserta kelengkapannya
dimasukkan dalam. sampul khusus dan dima:;;ukkan ke
dalam kotak suara yang disediakan yang pada bagian
luar ditempel label atau d.isegel.'.
(9) PPK wajib menjaga dan mengamankan keutuhan kotak
suara.

{ 10) Penyerahan ...


PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA

- 75 -

( 10) Penyerahan tierita acara 1 dan .sertifikat beserta


kelengkapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
wajib diawasi oleh Panwa'.s Kecamatan dan wajib
dilaporkan kepada Panwas Kabupaten/Kota.

Bagian Ketiga
Rekapitulasi Penghitungan Sua:r:a di KPU Kabupaten/Kota

Pasal 105
( 1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari PPI<, KPU Kabupaten/Kota
membuat berita acart:t petierimaan dan melakukan
rekapitulasi jumlah suara 1,lntuk tingkat J{nl.Jlolpaten/Kota
yang dapat dihadiri olel1 saksi ca.Jon, Panwas
Kab\lpaten/ Ko ta, pemantau, d'.an masyarakat.
(2) Saksi calon harus membawa: surat-. mandat dari calon
yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU
Ka bu paten/ Ko ta. ·
(3) Dalam hal rekapitulasi jumlah suara sebagaimana
dirnaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, saksi calon yang hadir
dapat mengajukan keberatan kepada KPU
Kabupaten/Kota.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi calon
sebagaimana dimaksud pada, ayat (3) dapat diterima,
KPU Kabupaten/ Kota seketika itu juga mengadakan
pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil
penghitungan suara dari semua PPK dalam wilayah kerja
Kabupaten/Kota yang i bersangkutan, KPU
Kabupaten/Kota membuat bqrita acara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara yang
ditandatangani oleh Ketua KIPU Kabupaten/ Kota clan
paling sedikit 2 (dua) : orang anggota KPU
Kabupaten/ Ko ta serta saksi cal.on yang hadir yang
bersedia menandatangani.

(6) KPU ...


PRESIDEN
REPUSLIK INDONESIA

- 76 -

(6) KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan 1 (satu) eksemplar


salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi basil
penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota kepada
Calon Guberriur, Calon Bupati, atau Calon Walikota atau
saksi calon · clan Panwas Kabupaten/ Kota dan
menempelkan 1 (satu) el:{semplar sertifikat hasil
penghitungan suara pada tempat pengumuman di KPU
Kabupa,ten/ Ko ta selama 7 (tujl:lh) hari.
(7) Setelah membuat berita acara: dan sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan suara se·t;iagaimana dimaksud pada
ayat (5), KPU Kabupaten/KOtf/l.: menetapkan Galon Bupati
dan Calon Walikota terp~lih dalft tn pleno KPU
Kabupaten/Kota dalam waktu paling lama 1 (satu) hari.
(8) KPU Kabupaten/Kota mengumumkan penetapan
rekapitulasi hasil pengh.itungan suarn dan penetapan
. Calon Bupati dan Calon Walikota terpilih dalam waktu
paling lama 3 (tiga) hari.

Pasal 106'
(1) Dalam hal Pemilihan Gubernur, KPU Kabupaten/Kota
wajib menyerahkan berJta acata pemungutan suara dan
s~rtifikat hasil penghitungan suara kepada KPU Provinsi
da:Iam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah berita
acara dan sertifikat hasil penghitungan sl,.lara dari KPPS
melalui PPK diterima.
(2) Berita Acara dan sertifikat sebagaimana dimaksud · pada
ayat (1) beserta kelengkapannya dimasukkan dalam
sampul khusus dan selanjutnya dimasukkan dalam kotak
suara yang disediakan yang pada bagian luar ditempel
label atau disegel. '
(3) KPU Kabupaten/Kota wajib menjaga d::ui mengamankan
keutuhan kotak suara.
· (4) Penyerahan berita acara dan sertifikat beserta
kelengkapannya sebagaimanai dimaksud pada ayat (I)
wajib diawasi oleh Bawaslu Provinsi.

Pasal 107 ...


PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
• j'' 1 · !'' ,,. ,.,.,,. '

~ 77 -

Pasal 107
(1) Calon Bupati dan Calon Walikota yang memperoleh suara
lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah
ditetapkan sebagai Calon Bupati terpilih dan Calon
Walikota terpilih.
(2) Dalam hal tidak ada Calon Bupati dan Calon Walikota
yang memperoleh suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diadakan Pemilihari Bupati dan Pemilihan
Walikota putaran kedua yang diikuti oleh calon yang
memperoleh s-uara terbanyak pertama dan kedua pada
pu taran pertama. ·
'
(3) Calon Bupati clan Calon Walikota yang memperoleh suara
lebih dari 50% (Hrna puluh pers'.en) dari Jumlah suara sah
pada putaran kedua ditetapkan sebagai Bupati terpilih dan
Walikota terpilih.

Bagian Keempat
Rekapitulasi Penghitungan S~ara di KPU Provinsi

Pasal 108
( 1) Setelah menerima beri ta acira clan sertifika t basil
penghitungan · suara dari KPL! Kabupaten/Kota, KPU
Provinsi membuat berita acara penerimaan dan
melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat
Provinsi yang dapat dihadiri oleh saksi calon, Bawaslu
Pr.ovinsi1 peman tau, clan masyarakat.
(2) Saksi calon harus membawa S:urat mandat dari calon
yang bersangkutan dan menye.rahkannya kepada KPU
Provinsi. ·
(3) Dalam hal penghitunga;n suara 1oleh KPU Provinsi tidak
sesuai dengan ketentuan :oeraturan perund~ng­
undangan, sak~i calon yang 'hadir dapat mengaju:kan
keberatan kepada KPU Provinsi;. ,
(4) Dalam hal keberatan yang dia}ukan oleh saksi calon
·sebagaimana di:i;naksud pada ;ayat (3) dapat diterima,
KPU Provinsi seketika itu juga mengadakap pembetuian.

{5) Setelah ...


PRESIDEN .
REPLIBLIK INOONES'IA

- 78 -

(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil


penghitungan suara dari semua KPU Kabupaten/Kota,
KPU Provinsi membuat berita acara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara yang
ditandatangani oleh Ketua : KPU. Provinsi dan paling
sedikit 2 (dua) orang anggota KPU Provinsi serta saksi
calon yang hadir yang bersedia menandatangani.
(6) KPU Provinsi wajib memberika,n 1 (satu) eksemplar salinan
berita acara dan sertifikat rek~pitulasi basil penghitungan
suara di KPU Provinsi kepada para Calon Gubernur
atau saksi calon dan Bawaslu! Provinsi dan menempelkan
1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada
tempat pengumuman di KPU Pr;ovinsi selama 7 .(tujuh) hari.
(7) Setelah membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi
basil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), KPU Provinsi mehetapkan Calon Gubernur
terpilih dalam pleno KPU dalam waktu paling lama
1 (satu) hari.
(8) KPU Provinsi mengumumkan penetapan rekapitulasi hasil
penghitungan suara dan penetapan calon Gubernur
terpilih dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.

Pasal 109
(1) Calqn Gubernur yang memperoleh suara lebih dari
30% (tiga puluh persen) clari jumlah suara sah ditetapkan
sebagai Gubernur terpilih.
(2) Dalam hal tida!t ada . Calon Gubernur yang memperoleh
suara sebagaimana dimaksud: pada ayat (1), diadakan
Pemilihan Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh calon
yang memperoleh suar~a terba:hyak pertama clan kedua
pada putaran pertama.
(3) Calon Gubernur yang memperoleh suara lebih dari
50% (lima puluh persen) dari: jumlah suara sah pada
putaran kedua ditetapkan sebagai Gubernur terpilih.

Bagian ...
. h ' f

PRESIDEN
REPUBLIK INPONESIA'

- 79 -

Bagian Kefima
Pengawasan dan Sanksi dalam ~enghitungan Suara clan
I '

Rekapitulasi Penghitungari Suara

Pasal 110.
(1) Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas
Kecamatan, dan PPL melakukan pengawasan atas
rekapitulasi penghitungan suara yang dilaksanakan oleh
KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan KPPS.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap kemungki~an ~danya pelanggaran,
penyimpangan, dan/ atau kesalahan oleh anggota KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/ Kota, PPK, dan KPPS dalam
melakukan rekapitulasi penghittlngan suara.
(3) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup adanya
pelanggaran, penyimpangan, dan/ a tau kesalahan dalam
rekapitulasi penghitungan sus.:rra, Bawaslu Provinsi,
Panwas Kabupaten/ Ko ta, Pan was Kecamatan, dan PPL
melaporkan adanya pelanggaran, penyimpangan,
clan/ atau kesalahan kepada petugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia. ·
(4) Anggota KPU Provinsi, KPU Kabupaten/ Kota, PPK, PPS,
dan KPPS yang melakukan pel~nggaran, penyimpangan,
dan/atau kesalahan dikenai tindakan hukum sesuai
dengan ketentuan dalam Undang~Undang ini.
;

Pasal 111
Jl) Mekanisme penghitungan clan rekapitulasi suara.
Pemilihan secara manual dan/atau menggunakan sistem
penghitungan suara secara elektronik diatur dengan
Peraturan KPU.
(2) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan setelah dikonsl)ltasikEin dengan Pemerintah.
I

BAB XV ...
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA

- 80 -

BAB XV
l

PEMUNGUTAN SUARA ULANG, PENGHITUNGAN


SUARA ULANG, DAN REKA.PITULASI HASIL PENGHITUNGAN
SUARA Ur.JANG

Bagian Ke$atu
I
Pemungutan Suara Ulang

Pasal l 12
(1) Pemungutan suara di TPS dapat diulang jika terjadi
gangguan keamanan yang mengakiba tkan basil
pemungutan suara tidak , dapat digunakan atau
penghitungan suara tidak dapa~ dilakukan.
(2) Pemungutan suara di T:PS dapat diulang jika dari hasil
penelitian clan pemeriksaan Panwas Kecamatan terbukti
terdapat 1 (satu) atau lebih keadaan sebagai berikut:
a. pembukaan kotak suara dan/ atau berkas pemungutan
dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata
cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan;
b. petugas KPPS meminta : Pemilih memberi tanda
khusus, menandatangani, atau menulis nama ·atau
alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan;
c. petugas KPPS merusak lebih Clari satu ~urat suara yang
sudah digunakan oleh Pemilih sehingga surat suara
tersebut menjadi tic;:lak sah; ·
1
cl. lebih
dari seorang Pemilih me nggunakan hak pilih lebih
dari satu kali, pada TPS yang sama atau TPS yang
berbeda; dan/atau '
e. lebih dari seorang Pemilih yang tidak terdaftar sebagai
Pemilih 1 mendapat kesempatan metnb6rikan suara pada
TPS.

Bagian ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 81 -

Bagian Kedua
!
Penghitungan Suara Ulang dan
Rekapitulasi Penghitungan Suara Ulang

Pasal 113·
( 1) Penghitungan suara ulang meliputi:
a. penghitungan ulang :?Urat suara di TPS; atau
b. penghitungan ulang surat suara di PPS.
(2) Penghitungan ulang suara di TPS dilakukan seketika itu
juga jika: · ·
a. penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
b. penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang
terang atau yang kurang mendapat penerangan
cahaya;
c. penghitungan suara dilakukan · dengan suara, yang
kurang jelasj
d. penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang
kurang jelas;
e. saksi calon, PPL, clan 'masyarakat tidak dapat
menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas;
f. penghitungan suara dilakukan di tempat lain atau
waktu lain dari yang telah ditentukan; dan/atau
g. terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan surat
suara yang sah dan surat sua.ra yang tidak sah.
(3) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada
ayat {2), saksi calon atau PPL dapci.t mengusulkan
penghi tungan ulang surat suara di TPS yang
bersangkutan.
{4) Dalam hal TPS sebagaimana dirn,aksud pada ayat (3) tidak
dapat melakukan penghitungan ' suara ulang, saksi calon
atau PPL dapat mengusulkan penghitungan ulang ~urat
suara di PPS.
(5) Penghitunga.n ulang surat ~iiara di TPS atau PPS harus
dilaksanakan dan selesai pada ha'.ri yartg sa:ma dengan hari
pemungutan suara.
/,
Pasal 114 ...
PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA

- 82 -

Pasal. 114I
Dalam bal TPS atau PPS tidak dapat melakukan penghitungan
suara ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (5),
pelaksanaan penghitungan suara ulang dilakukan.oleh panitia
pemiliban setingkat di atasnya paling lama 2 (dua) bari setelah
bari pemungutan suara.

Pasal 115
Rekapitulasi basil penghitungan perolehan suara di PPS, PPK,
KPU Kabupaten/Kota, clan KPU Provinsi dapat diulang jika
terjadi keadaan sebagai berikut:
a. kerusuhan yang mengakibatkan rekapitulasi basil
penghitungan suara tidak dapat 'dilanjutkan;
b. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan secara
tertutup; ;
c. rekapitulasi basil penghitungan suara dilakukan di tempat
yang kurang terang atau kurang1 mendapatkan penerangan
cahaya; .. . .
d. rekapitulasi basil penghitungan: suara dilakukan ·dengan
suara yang kurang jelas;
e. rekapitulasi hasil pengbitungan suara dicatat dengan
1
tulisan yang kurang jelas;
f. saksi calon, pengawas penyelenggara Pemilihan, pemantau.
dan masyarakat tidak dapat ~enyaksikan proses
rekapitulasi hasil penghitungan suara secara jelas;
dan/atau
g. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat
lain di luar tempat dan waktu yang te1ab ditentukan.

Pasal 116 :
(1) Dalam bal terjadi keadaan sebagaimana. dimaksud dala.m
Pasal 115, saksi qalon dan pengawas penyelenggara
Pemilihan dapat mengusulkal} untuk dilaksanakan
rekapitulasi basil penghitungan · suara ulang di PPS, PPK,
KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi yang
bersangkutan.

(2) Rekapitulasi ...


PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA

- 83 -

(2) Rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPS, PPK,


KPU Kabupaten/ Kota, dan: KPU Provinsi harus
dilaksanakari clan selesai pada hari yang sama dengan
pelaksanaan rekapitulasi.

Pasal 117
(1) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah ·suara pada sertifikat
hasil penghitung&n suara dari i TFS dengan sertifikat hasil
p~nghitungan suara yang diterima PPS dari TPS, saksi
calon tingkat Kecamatan. dan saksi calon di TPS, Panwas
Kecamatan 1 atau PPL make, pp·s. mela.kukan penghitungan
suara uli;ing untuk TPS yang bel'Sangkutan.
(2) Penghitungan dan rekapitulas{ hErnil penghitungan suara
ulang di PPS sebagaimana :dimi:tksud pada ayat (1)
dilaksanakan paling lama 4 (empat) hari setelah tanggal
• I "•

pemungutan suara. ·

Pasal 118
'
Penghitungan suara ulang untuk TPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 117 ayat ( 1) dilakuk;a.n dengan cara membuka
kotak suara yang hanya dilakukan :di PPS.

Pasal 119
(1) Daiam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam
sertifikat rekapitulasi basil penghitungan perolehi;i.n suara
pemilihan Gubemur dari ; PPS dengan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara yang
diterima oleh PPK, KPU Ka~upaten/ Ko ta, saksi calon
tingkat Kabupaten/Kota, dan saksi calon tingkat
K~camatan, Pan was Ka bu paten/ Kota, atau Pan was
Kecamatan, me.ka KPU Kabupat~n/ Ko ta melakukan
pembetulan data melalui i pengecekan dan/ atau
rekapitulasi ulang data yang\ termuat dalam sertifikat
rekapitulasi basil penghitungah suara untuk PPS yang
bersangkutan. :

(2) Dalam ...


PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA

- 84 -

(2) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam


sertifikat rekapitulasi hasil pen'ghitungan perolehan suara
pemilihan Bupati dan Walikota'. dari PPS dengan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitunge\.n suara yang diterima oleh
PPK, KPU Kabupaten/Kota:, saksi calon tingkat
Kabupaten/ Ko ta, clan saksi calon ·tingkat Kecamatan,
Panwas Kabupaten/Kota, atau1 Panwas Kecamatan maka
KPU Kabupaten/Kota melakukan pembetulan data
melalui pengecekan dan/ atau! rekapitulasi ulang data
yang termuat dalam sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara untuk PPS :yang bersangkutan.
(3) Dalam hal terdapat perbeda?-fl jumlah suara dalam
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
Pemilihan Gubernur dari KPU Kabupaten/Kota dengan
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang
diterima oleh KPU Provinsi, saksi peserta tingkat Provinsi,
saksi peserta tingkat Kabupaten/ Ko ta, Pan was
Kabupaten/Kota, dan Bawaslu Provinsi maka KPU
Provinsi melakukan pembetulan data melalui pengecekan
cian/ a tau rekapitulasi ulang data yang termuat dalam
sertifikat rekapitulasi ,hasil pehghitungan suara untuk
KPU Kabupaten/ Ko ta yang bersangkutan.

BAB XVI '


PEMILIHAN LANJUTAN DAN PEMILIHAN SUSULAN

Pasal 120
(1) Dalam hal sebagian atau · seluruh wilayah Pemilihan
terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam,
atau gangguan lainnya yang friengakibatkan sebagian
tahapan penyelenggaraan Pemilihan tidak dapat
dilaksanakan maka dilakukan Pemilihi:tn lanjutan.
(2) Pelaksanaan Pemilihan lanjut~n d!mulai dari tahap
penyelenggaraan Pemilihan yang:terhenti.

Pasal 121 ...


PRESIDEN
REPUBL!K INDONES(A

- 85 -

Pasal 121
(1) Dalam hal di suatu wilayah: Pemilihan terjadi bencana
alam, kerusuhan, gangguci.n . keamanan, dan/ a tau
gangguan lainnya yang me'ngakibatkan terganggunya
seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan maka
dilakukan Pemilihan susulan. i
(2) Pelaksanaan Pemilihan susulan dilakukan untuk seluruh
tahapan penyelenggaraa;n PemHihan.

Pasal 122,
(1) Pemilihan lanjutan clan Pemilihan susulan dilaksanakan
I
setelah penetapan penundaaI;l pelaksanaan Pemilihan
diterbitkan.
'
(2) Penetapan penundaan pelaksanaan Perriilihan dilakukan
oleh:
a. KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal
penundaan pelaksanaan Pemi.lihan meliputi 1 (satu)
a tau beberapa Desa a tau sebutan lain/ Kelurahan;
b. KPU Kabupaten/ Ko ta atas usul PPK dalam hal
penundaan pelaksanaan Peinilihan meliputi 1 (satu) ·
ata.u beberapa Kecamatan; at~u
c. KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota dalam hal
penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu)
atau beberapa Kabupaten/Kota.
(3) Dalam hal pemilihan Guqernur: tidak dapat dilaksanakan
di 40% (empat puluh persen) jum1ah Kabupaten/ Ko ta atau
50% (Hrna puluh persen) dari jurrtlah Pemilih terdaftar tidak .
dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan
Pemilihan Gubernur lan.jutan atau Pemilihan Gubernur
susulan dilakukan oleh Menteri atas l)sul KPU Provinsi.
(4) Dalam hal pemilihan Bupati dan Walikota tidak dapat
dilaksanakan di 40% (empat! puluh persen) jumlah
Kecamatan atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah
pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk
memilih, penetapan Pemilihan Bupati/Walikota lanjutan
atau Bupati dan Walikota susulan dilakukan oleh
Guhernur atas usul KPU Kabupaten/Kota.

(5) Ketentuan ...


PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

. - 86 -

{5} Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu


pelaksanaan Pemilihan lanjutan clan Pemilihan susulan
diatur dalam Peraturan KPU.

BAB XVII
PEMANTACT
1
Pasal 123
(1) Pelaksanaan Pemilihan dapati cti·pantau oleh pemantau
Pemilihan.
(2) Pemantau Pemilihan sebagaimann dimaksud pada ayat (1)
meliputi: :
a. organisasi kemasyarakatan pemantau Pemilihan dalam
negeri yang terdaftar di Pemerin tah; dan
b. lembaga pemantau Pemilihah asing.
(3) Lembaga pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan yang meliputi:
a. bersifat independen;
b. mempunyai sumber dana ya~g jela~; dan
c. terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU Provinsi
a tau KPU Kabupaten/ Kota i sesuai dengan cakupan
wilayah pemantauannya.
(4) Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), pemantau Pemilihan asing juga
harus memenuhi persyaratan khusus:
a. mempunyai kompetensi dan pengalaman sebagai
peII1antau pemilihan di negara lain yang dibuktikan
dengan surat . pernyataan dari organi$asi pemantau
yang bersangkutan atau dab peinerfntah negara lain
tempat yang bersangkutan pernah melakukan
pemantauan;
b. memperoleh visa untuk menjadi pemantau pemilihan
dari Perwakilan Republik Indbnesia: di luar negeri; dan
c. memenuhi tata cara melakukan pemantauan yang
diatur dalam ketentuan ! peraturan perundang~
undangan.

(5) Lembaga ...


PRESIDEN
REPUBLIK INOONE:SIA

- 87 -

(5) Lembaga pemantau Pemilihan asing sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib rnelapor clan
mendaftar ke KPU atas rekom'endasi Kementerian Luar
Negeri.

Pasal 124
(1) Lembaga pemantau Pemilihan wajib menyampaikan
laporan hasil pemantauannya kepada KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/ Ko ta da]am waktu · paling lam bat
7 (tujuh) hari :;;etelah pelandkan Gubernur, Bupati, dan
Walikota terpilih. :
(2) Lembaga pemantau Pemiliha1;i wajib mema.tuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Lembaga pernantai..1 Pemilihan y~ng tidak mematuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau
tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 123 ayat (3); dic~.but haknya sebagai
pemantau Pemilihan.

Pasal 125
(1) Untuk menjadi pemantau Pemilihan, lembaga pemantau
mendaftarkan kepada KPU · Provinsi un tuk Pemilihan
Gubernur dan kepada KPU/ Kabupaten/Kota untuk
Pemilihan Bupati dan Walikota'.
'
(2) Pendaftaran sebagai pemantau Pemilihan sebagaimana
dimaks:ud pada ayat ( 1) dilakukan dengan mengisi formulir
pendaftaran dengan menyerahkan kelengkapan
administrasi yang meliputi:
a. profil organisasi lembaga pemantau;
b. nama dan jumlah anggota.pemantau;
c. alokasi anggota pemantau P~milihan Gubernur masing-
masing di Provinsi, Kabupaten/ Kota, clan Kecamatan;
d. alokasi anggota pemantaw pemilihan Bupati da.n
Walikota masing-masing di I{abupaten/ Kata. clan
Kecamatan; ·

c. rencana ...
PRESIPE:N
R EPUE)LIK INDONESIA

- 88 -

e. rencana clan jadwal kegiatan pemantauan serta daerah


yang ingin dipantau;
f. nama, alama.t, clan pekerjaan pengurus lembaga
pemantau;
g. pas foto terbaru peng1,1rus lembaga pemantau; dan
h. sumber dana.
(3) KPU Provinsi atal) KPU Kabupaten/Kota melakukan
penelitian terha<;:iap kelengkapan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 123.
(4) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) terpenuhi, KPU Provihsi memberikan akreditasi
kepada Iembaga pemantau Perrtilihan Gubernur.
(5) Dalam hal persyaratan seb~gaimana dimaksud pada
ayat (3) terpenuhi, KPU Kabupaten/ Ko ta memberikan
akreditasi kepada lembaga pbmantau Pemilihan Bupati
dan Walikota.

Pasal 126
Lembaga pemantau Pemilihan mempunyai hak:
a. m~ndapatkan akses di wilayah ~emilihan;

b. mendapatkan perlindvngan hukum dan keamanan;


c. mengamati da~ mengumpulkan :infonnas~ jalannya proses
pefo.ksanaan Pemilihan dari tahap awal sampai tahap
akhir; ·
d. berada di lingkungan TPS pada had pemungutan suara
dan memantau jalannya p1-oses pemungutan dan
!
penghitungan suara;
e. mendapat akses inform~si dari KPU Provinsi clan KPU
Kabupaten/ Kot1;1.; dan
f. menggunakan perlengkapan untuk rnendokumentasikan
kegiatan pemantauan sepanjang berkaitan dengan
pelaksanaan Pemiliha11.

Pasal 127 ...


PR~SIDEN
REPUSLIK Jf'.IPONESIA

- 89 -

Pasal 127
Lembaga pemantau Pemilihan wajib:
a. mematuhi kode etik pemanta\1 Pemilihan yang diterbitkan
oleh KPU;
b. mematuhi permintaan untuk meninggalkan atau tidak
memasuki daerah fl.tau tempat tertentu atau untuk
meninggalkan TPS atau tcmpat penghitungan suara dengan
ala~an. keamanan; '
c. menanggung sendiri semua biaya selama kegiatan
pemantauan berlang1?ung;
d. menyampaikan hasil pemantauan mengenai pemungutan
dan penghitungan S1..H3.ra kepada KPU Provinsi dan/ a tau
KPU Kabupaten/Kota, serta pc;!ngawas penyelenggara
Pemilihan sebelum pengl,J.muman basil pemungutan suara;
e. menghormati peranan, keduduka.n,
I
dan wewenang
penyelenggara Pi;;milih~n serta: menunjukkan sikap hormat
dan sopan kepada penyelenggara Pemilihan dan kepada
Pemilih; clan
f. melaksanakan perannya sebagai pemantau secara tidak
berpihak dan obyektif.

Pasal 128
Lembaga pemantau Pemilihan dilarang:
a. melakukan k~giatan yang mengganggu proses
pelaksanaan Pemilihf.ln;
b. mempengaruhi Pemilih dalam menggunakan haknya
un tuk memilih;
c. mencampuri pelaksanaan 'tugas dan wewenang
penyelenggara Pemilihan;
d. memihak kepad~ peserta Pemilihan te:rtentu;
!

e. menggunakan seragam, warna, atau atribut lain yang


memberikan kesan mendukurig ,atau menolak peserta
Pemilihan; '
f. menerima atau mc~mberikan hac;liah, imbalan, atau fasilitas
apapun dari atau kepada pesert~ Pernilihan;

g. mencampun ...
PRE:$10~N
REPU8Lfl"<. ll'JDONESIA

- 90 -

g. mencampuri dengan cara 9-papun urusan politik dan


Pemerintahan dalam n~geri In.donesia dalam hal pemantau
merupaka.n peman tau Pemilihhn asing; .
!

h. membawa senjata, bahan i peledak, dan/ a tau bahan


berbahaya lainnya ~elama melakukan pemantauan;
i. masuk ke dalam TPS;
j. menyentuh perlengkapan/ alat pelaksanaan Pemilihan
termasuk surat suara tappa persetujuan petugas
Pemilihan; dan
k. melakukan kegiatan lain selain yang berkaitan dengan
pemantauan Pemilihan.

Pasal 129
(1) Lembaga pemantau Perniliharn yang melanggar kewajiban
dan larangan sebagaimana dirriaksud dalam Pasal 127 dan
Pasal 128 dicabut status dan! haknya sebagai pemantau
Pemilihan.
(2) Sebelum mencabut status dan )l.ak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), KPU Provinsi !atau KPU Kabupaten/Kota
wajib mendengarkan penjel~san lembaga pemantau
Pemilihan.
(3) Pencabutan status dan hak lemba.ga pemantau Pemilihan
sebagaimana dimak~ud pada ayat ( 1) ditetapkan dengan
Keputusan KPU Provinsi : atau Keputusan KPU
Kabupaten/ Ko ta.
(4) Lembaga pemantau Pemilihan yang telah dicabut status
clan haknya sebagai lembaga pe:mantau Pemilihan dilarang
menggunakan atrib\..lt lembagaJ pemantau Pemilihan dan
melakukan kegiatan yang ada hubungannya dengan
peman.tauan Pemilihan. ·
I
(5) Pelanggaran terhad~p kewaji~an dan larangan yang
·.,.
bersifat tindak pidana da.n/ ataG perdata yang dilakukan
oleh pemantau Pemiliha,.n, dik~nai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang~undangan,

Pasal .130 ...


PRESIDf;:N
REPUBLIK INDONESIA

- 91 -

Pasal 130
'
(1) Setiap anggota lembaga pemantau Pemilihan wajib
memakai kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan
dalam melaksanakan pemantauan Pemilihan.
(2) Kartu tanda pengenal pemaniau P~milihan diberikan oleh
KPU Provinsi untilk Pemilihan Gubernur dan oleh KPU
Kabupaten/Kota untuk PemiJ;ihan Bupati dan Walikota.
(3) Lembaga pemantau Pemilihan wajib menaati dan
mematuhi semua ketentuan yang berkenaan dengan
Pemilihan serta memperhatikan kode etik pemantau
Pemilihan.
·(4) Ketentuan lebih la.njut : mengenai pelaksanaan
pemantauan Pemilihan diatur dalam Peraturan KPU.

BAB XVIII
PARTISIPASI MASYARAKA T
DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN

Pasal 13 f
( 1) Untuk mendukung k:elancaran jpenyelenggaraan Pemilihan
dapat melibatkan partisipasi masyarakat.
!

(2) Partisipasi ma$y~rakat sebagaimana . dimaksud pada


ayat (1) dapat dilakukan dalan;i bentuk pengawasan pada
s~tiap tahapan Pemilihan,; sosialisasi Pernilihan,
pendidikan politik b~gi Pemilih,: survei atau jajak pendapat
tentang Pemilihan, clan penghitungan cepat hasil
Pemilihan. '
(3) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dcngan keten:'tua.n:
!

a. tidak rnelakukan keberpihal~an yang menguntungkan


atau merugikan salah satui Calon Gubernur, Calcm
Bupati, dan Calon Walikota;
b, tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan
Pemilihan;

c. bertujuan ... ·
PRE$10E.:N
REPUBLIK INDONESIA

- 92 -

c. bertujuan m<;ningkatkan partisipasi politik masyarakat


secara luas; dan
d. mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi
penyelenggaraan Pemilihan yang aman, damai, tertib,
1
danlancar.

Pasal 132
(1) Pelaksana survei atau jajak · p~mdapat dan. pelaksana
penghitungan <~epat hasil .Pemilihan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 131\ ayat (2) wajib melaporkan
status badan h1,1kum atau ;I surat. keterangan terdaftar,
susunan kepenguru~an, ~umber dana, alat, dan
metodologi yang digunakan !kepada KPU Provinsi atau
KPU Kabupaten/ Kota. :
I
(2) KPU Provinsi atau I<PU I\:abupaten/ Kota menetapkan
lembaga yang dapat melak~anakan survei atau jajak
pendapat dan pelaksana !penghitungan cepat hasil
Pemilihan sebagaimana climal~sud pada ayat (1).
!

(3) Pelaksana survei ata.u jajak pendapat dan Pelaksaria


penghitungan cepat hal;)il Pemjlihan dalam mengumumkan
dan/ atau meny~barluaskan hasilnya wajib
memberitahukan bahwa hasi1 penghitungan cepat yang
dilakukannya bukan m'erupa.kan hasil resmi
penyelenggara Pemilihan.
(4) Ketentuan mengena.i syarat 'dan tata cara penetapan
lembaga yang dapat melaksanakan survei atau jajak
pendapat dan pelaksana penghitungan cepat hasil
Pemilihan sebagaim~na dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan KPU. ·

Pa~ml 133
Partisipasi • masyarakat sebaga,ima11a dimaksud dalam
Pasal 131 ayat (2) wajib mengikuti: ketentuan yang diatur oleh
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota,
I

BAB XIX ...

·'.···I ·:· :•' i1


PRESIDEN ,
REPU8LIK INDONESIA

- 93 -

BAB X·IX
PENANGANAN LAPORAN PEU..ANGGARAN PEMILIHAf\l

Pasal 134
(1) Bawaslu Provinsi, Panwas; Kabupaten/Kota, Panwas
Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS menerima laporan
pelanggaran Pemilihan i pada setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan. !
(2) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat disampaikan oleh:
a. Pemilih;
b. pemantau Pemilihan; atau
c. pesetta Pemilihan.
(3) Laporan pelanggaran Pernilihan sebagaimana dimaksu.d
pada ayat (2) disampaikan secara tertulis yang memuat
paling sediki t:
a. nama dan alamat pelapor;
b. pihak terlapor;
c. waktu dan tempat kejadian p'erkara; dan
'
cl. uraian kejadian.
(4) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) di:;i9,mpilikan pa1ii~g lama 7 (tujuh) hari sej:ik
diketahui dan/ ata..i..1 ditemukannya pelanggaran Pemilihan. ·
I

(5) Dalam hal laporan pelanggara'.n Pemilihan sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) te.lah dikaji clan terbukU
kebenarannya, Bawaslu lI Provinsi, Panwas
.
Kabupaten/Kota, Panwas Kecatnatan, PPL, clan Pengawas
TPS wajib menindaklanjuti l . laporan paling Jama
3 (tiga) hari set<;l.;t.h l~pora.n ditefimi;t.
;
(6) Dalam hal diperlukan, Bay."a:sh...t Provinsi, Panwas
Kabupaten/ Kata, Pan was Kecarhatan, PPL, dan Pengawas
TPS dapat meminta ket~rangah tumbahan dari pelapor
dalam waktu paling lama 2 (duaJ hari.

Pasal 135 ...


PRESIDEN
REPLIBLIK INDONES:IA

- 94 -

Pasal 13$
(1) Laporan pelanggaran Pemilihan seba.gaimana dimaksud
dalam Pasal 134 ayat (1) yang inerupakan:
a. pelanggaran kode~ . etik ; penyelenggara Pem.ilihan
diteruskan oleh Bawaslu kepada DKPP; ·
b. pelanggaran administrasi P~milihan diteruskan kepada
KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota;
c. sengketa Pemilihan diselesaikan oleh Bawaslu; dan
d. tindak pidana Pemiliha.n ditindaklanjuti oleh Kepolisian
1
Negara Republik Indonesia.
(2) Laporan tindak pidana PemiliJJ,an sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d diteruska'.n kepada Kepolisian Negara
Republik Indonesia paling lama 1 x 24 (satu kali dua
puluh empat) jam sejak diputu~kan oleh Bawaslu Provinsi,
Panwas Kabupaten/Kota, dan/atau Panwas Kecamatan.
'
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan laporan
pelanggaran Pemilihan diatur d~ngan Peraturan Bawaslu.

BAB XX
'
PELANGGARAN KODE ETIK, PELANGGARAN ADMINISTRASI,
PENYELESAIAN SENGKETA, TINDAK PIDANA PEMILIHAN,
SENGKETA TATA USAHA NEGARA, DAN PERSELISIHAN
HASIL PEMILTHAN

Bagian Kes~tu

Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan

·'i
Pasal 136 :
Pelanggaran kode etik penyelen:ggara. Pemilihan adalah ,.
pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pernilihan yang '
berpedoman pada $\.lmpah d~m/ a tau janji sebelum
menjalankan tugas s~bagai penyelerigga.1·a Pemilihan.
I

"


Pastil 137 ...

,I (I
PRESIPEN
REPUBLIK INOONESIA

- 95 -

Pasal 13']
( 1) Pelanggaran kode t;:tik : penyelengga_ra ~emilihan
sebagaimana dimaksuo dalam: Pasal 136 d1selesa1kan oleh
DKPP.
(2) Tata cara penyi;::lesaian ' pelanggaran kode etik
penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1} dilaksanakan sesuai qengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai penyelenggara pemilihan
um um.

Bagi an Ked ua
I

Pelanggaran Administrasi

Pasal 138
Pelanggarf.:tn administrasi Pemilihan meliputi pelanggaran
terhadap tata cara y;;i.ng berkaitan · dengan administrasi
pelaksanaan Pemilihan dalam setiap tahapan Pemilihan.

Pasal 139,
( 1) Bawaslu Provinsi di;in/ atau Panwaslu Kabupa.ten/ Kata
membuat rekomendF,tsi atas hasil kajiannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 134 ayat (5) terkait pelanggaran
administrasi Pemilihan.
(2} KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajio
rrienindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi clan/ a tau
Panwaslu Kabupaten/Kota · sebagaimana dimaksud pada
ayat (!).
(3) KPU Provinsi dan/atau .i KPU Kabupaten/Kota
menyelesaikan pelanggaran ; administrasi Pemilihan
berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/ atau
Panwaslu Kabupaten/ Kota sesuai dengan tingkatannya.
I
i

Pasal 140 •
(1) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota memeriksa
clan memutus pelanggc;tran hdministrasi sebagaimana
dimaksud dalam P:;i9al 139 ayat (2) paling lama 7 (tujuh)
hari sejak rekomendasi Ba~aslu Provinsi clan/ a tau
Panwaslu Kabupaten/Kota diterima.
'
(2) Ketentuan ...
PRl;::SIDEN
REPUSLIK !NOONESlA

- 96 -

(2) Ketentuan lebih lanjut meng~nai tata cara penyelesaian


pelanggaran administrasi ! Pemilihan diatur dalam
Peraturan KPU.

Pasal 14~
Dalam hal KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota 1 PPK1 PPS,
atau peserta Pemilihan tidak m6nindaklanjuti rekomendasi
Bawaslu Provinsi dan/atau ; Panwas Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam P£:i.sal 139 ayat (2), Bawaslu
Provinsi dan/ atau Pan was Kabupaten/ Ko ta memberikan
sanksi perihgatan lisan atau peringatan tertulis.

Bagian
.
Ketiga
i
Sengketa Anta.rpeserta! Pemilihan dan
Sengketa Antara Peserta dengan jPenyelenggara Pemilihan
I
'
,'
)

Pasal 142 ·
Sengketa Pemilihan terdiri atas:
a. sengketa antarpeserta Pi;milihan; da.n
b. sengketa antara Peserta Pemilihan dengan penyelenggara
Pemilihan.

Pasal 143
( 1) Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/ Ko ta
berwenang menyelesuikan · sengketa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 142.
(2) Bawaslu Provinsi dan Pahwaslu Kabupaten/ Ko ta
memeriksa dan memutus sengk:eta Pemilihan ·paling lama
12 (dua belas) hari sejak diterim~nya laporan atau temuan.
(3) Bawaslu Provihsi , dan Pahwaslu Kabupaten/ Ko ta
melakukan penyelesaian sengk.eta melalui tahapan:
a. menerima dan rnengkql.ji lapo~an atau temuan; dan
b. mempertemukan pihak yang bersengketa untuk
mencapa1 kesepakGttan m6Ialui musyawarah dan
mufakat.

Pasal 144 ...


PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 97 -

Pasal 14'.4
( 1) Keputusan Bawaslu Provinsi: clan Keputusan Panwaslu
Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa
Pemilihan merupakan keputus,an terakhir dan mengikat.
(2) Seluruh prosei:;; pengambilan Keputusan Bawaslu Provinsi
clan Keputusan Panwaslu Kabupaten/Kota wajib
dilakukan melalui proses yang transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan. :
(3) Ketentuan lebih 1anjut mengenai tata cara penyelesaian
sengketa diatur deng~n P~ratui:-an Bawaslu,

Bagian Kei;mpat
Tindak Pida.na Pemilihan

Paragraf l
I
Vmum:

Pasal 145
Tind~k pidana Pemilihan merupakan pelanggaran atau
kejahatan terhadap ketentuan Peinilihan se bagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.

Pa.ragraf .2
Penyelesaian Tindak Pidana

Pasal 146i
I
(1) Penyidik Kepolisian NegaraJ
Republik Indonesia
menyampaikan hasil penyidikannya disertai berkas
perkara kepada penuntµt umpm paling lama 14 (empat
belas) hari sejak laporan diterii;na,

(2) Dalam ...


PRESIDEN .
REPUEJLJK INOONESIA
I

- 98 -

(2) Dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, dalam waktu


paling lama 3 (tiga) hari penuntut umum mengembalikan
berkas perkara kepada P,enyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia disertai j petunjuk tentang hal yang
harus dilakukan untuk clilen~kapL
(3) Penyidik Kepolisian Negara 1 Republik Indonesia dalam
waktu paling lama 3 (tiga) h~ri sejak tanggal penerimaan
berkas sebagaimana dimakslid pada ayat (2) harus sudah
menyampaikan kembali berk!as perkara tersebut kepada
penuntut umum. ;
(4) Penuntut urn um melimpahkan berkas perkara.
sebag1;1.imana dimaksud pada!ayat (1) clan ayat (3) kepada
Pengadilan Negeri paling lama 5 (lima) hari sejak
menerima berkas perkara.

Pasal 147,
(1) Pengadilan Negeri dalam rriemeriksa, mengadili, dan
memutus perkara tindak pidaha Pemilihan menggunakan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
(2) Sidang pemeriksaan perkarai tindak pidana Pemilihan
sebagaJmana dimakm..ld padci. ayat: ( 1) dilakukan oleh
majelis khusus.

Pasal 148!
(1) Pengadilan Negeri memeriksaj mengadili, dan memutus
perkara tindak pidana, Pemilihan paling lama 7 (tujuh)
hari setelah pelimpa.han berka~ perkara.
(2) Dalam hal puti..1!;3an pengadil~n sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan banding, permohonan banding
diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan
dibacakan. ·
(3) Pengadilan Negeri melimpahkan berkas perkara
l
permohonan banding kepada Pengadilan Tinggi paling
lama 3 (tiga) hari setelah permohonan
t
banding diterima.

(4) Pengadilan ...


PRE:SIDEN
REPUBLIK INOONESIA

- 99 -

{4} Pengadilan Tinggi me.:rneriksa dan memutus perk~.ra


banding sebagaimana dimf#l.ksud pada ayat (2) paling
lama 7 (tujuh) hari se~elah permohonan banding
diterima.
(5) Putusan Pengadilan Tinggi sebaga.imana dimaksud pada
ayat' (4) merupakan putusan terakhir clan mengikat serta
tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.

Pasal 149
I
(lJ Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 148 ayat (1) dan ayat (:4) harus sudah disampaikan
kepada penuntut umum paling lambat 3 (tigaJ hari
setelah putusan dibacakan. ;
(2) Putusan pengadilan sebagaima.na dimaksud dala.m
Pasal 148 harus dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari
setelah putusan diterima c:ilel~ jaksa.

Pasal 150
(1) Putusan pengadilan terhadap kasus tindak piclana
Pemilihan yang men.urut Undang-Undang ini dapat
mempengaruhi perolehan suara peserta Pemilihan harus
sudah selesai paling lama 5 (lima} hari sebelum KPU
Provinsi dan/ e.tau KPU Ka.bu paten/ Kota. menetapkan
hasil Pemilihan. ·
(2) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib
menindakla:njuti. putusan l pengadHan sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1}. ·
(3) Salinan putusan pengadilah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus S\ld~h diterima KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/ Kota, dan peseha Pemilihan pad a hari
putusan pengadilan tersebut dibacakan.

Paragraf 3 . , .
PRESIOl;;N
R EPU8LIK IND ONE..S IA

- 100 -

Paragr~f 3
I
MajeJis Khusus l'indak Pidana

Pasal 151
!

( 1) Majelis khusus sebagaimana dimaksud daJam


Pasal 147 ayat (2) terdki atas hakim khusus yang
merupakan hakim karier lpada Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Tinggi yang dit~tapkan secara khusus untuk
memeriksa, mengadili, da!n memutus perkara tindak
pidana Pemilihan.
\

(2) Hakim khusu:;; scbagaimana dimaksud pada ayat (I}


ditetapkan berda~arka.n K'eputusan Ketua Mahkamah
Agung Republik Indoi-iesia. ;
(3) Hakim khusus seba.gaima{ia dimaksud pada ayat ( 1)
harus memenuhi syarat te,lah melaksanakan tugasnya
sebagai hakim paling singkat 3 (tiga) tahun, . kecuali
dalam suatu penga.dilan tidak. t:erdapat hakim yang
masa kerjanya telah mencapai 3 (tiga) tahun.
\
!
(4) Hakim khusus sebagaimar;ta dimaksud pada ayat (1)
selama memeriksa, mengcidili, dan memutus tindak
pidana Pemilihan dibebas.kan dad tugasnya untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain.
(5) Hakim khusus sebagl;limarla dimaksud pada ayat (1)
harus menguasai pengetahu'an tentang Pemilihan. · ·
(6) Ketentuan lebih lanji1t men'genai hakim khusus diatur
dengan Peraturan Mahkamah Agung.

Paragraf:4
Sentra Penegakan Hukum Terpadu

Pasal 152
(l} Untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan
tindak pidana· Pemilihan, B'.awaslu Provinsi, dan/ a tau
Panwas Kabup~ten/ Kota 1 K~polisiar) Daerah dan/ a tau
Kepolisian Resor, dan · Ke]aksaan Tinggi dan/atau
Kejaksaan Negeri membentuk sentra penegakan hukum
terpadu. ·

(2) Ketentuan ...


P~ESIDEN .
REPUBLll<. INDONESIA

;.. 101 -

(2) Ketentuan lebih lanjut ~engenai sentra penegakan


hukum terpadu diatur ; berdasarkan kesepakatan
bersama anta,ra Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, clan Ketua
Bawa~u. 1

Bagian Kelima
Sengketa Tata Usaha Negara

Pasal 153
Sengketa tata usaha negara Pernilihan merupakan sengketa
yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilihan antara
Calon Gubernur, Calon Bupati, ~an Galon Walikota dengan
KPU Provinsi dan/ a tau KPU Kabupaten/ Ko ta sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan KPU i Provinsi dan/ atau KPU
Kabupaten/ Ko ta.
Paragraf: I
Penyelesaian Sengketa T.ata Usaha Negara

Pasal 154:
(1} Pengajuan gugatan atas se11gketa tata usaha negara
Pemilihan ke · Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
dilakukan setelah selun;h upaya a.dministratif di Bawaslu
Provinsi dan/atau Panwas: Kabupaten/Kota telah
dilakukan.
(2) Pengajuan gugatan atas serigketa tata usaha negara
Pemilihan seba,ga,imana. dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling lama 3 (tiga) hari( setelah dikeluarkannya
Keputusan • Bawaslu Provinsi dan/ a tau · Panwas
Kabupaten/ Ko ta.
(3) Dalam hal pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1) k1J,rang lengkap, penggugat dapat
memperbaiki dan melengkapi g'ugatan paling lama 3 (tiga)
hari sejak ciiterimanya gugadn oleh Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara. :
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud p~da
ayat (2) penggugat belum menyempurnakan gugatan,
hakim memberikan putusan bahwa gugatan tidak dapat
diterima.

(5) Terhadap ...


PRESIPE;N
REPUBLIK INDONESIA

- 102 -

(5) Terhadap pUt\lsan seb~gaima:na dimak.sud pada ayat (4)


tidak dapat dilakukan upaya B.ukum.
'
(6) Pengadilan Tinggi Tata Usaqa Negara memeriksa dan
memutus gugata11 sebagaimaha dimaksud pada ayat (1)
paling lama 21 (dua puluh ! satu) hari sejak gugatan
dinyatakan lengkap.
{7) Terhadap putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hanya dapat
dilakukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung
Republik Indonesia. ·
(8) Permohonan kasi;lsi ~eb~gaim~na dimaksud pada ayat (7)
'diajukan paling lama 7 (tujuh) hari, kerja sejak putusan
Pengadilan Tinggi T&ta Usaha Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (6).
(9) Mahkamah Agung Repµblik Indonesia wajib memberikan
putusan atas permohonan kas!:tsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) paling l?ma 3.0 (tiga puluh) hari sejak
permohonan kai:;asi di terima. ;
(10) Putusan Mahkamah Agurig Republik Indonesia
sebagaimana dimak~i1d pada. :ayat (9) bersifat final dan
~engikat serta tidak dapat dila~uk~n upaya hukum lain ..

{11) KPU Provinsi dan/ a tau KPV Kabupaten/ Ko ta wajib


menindaklanjuti pi.1tusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara sebagaimana dimaks'ud pada ayat (6) atau
putusan Mahkamah Agurig Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (9) paling lama
7 {tujuh) hari. ;

Paragraf 2
!
Majelis Khusus Tata Usaha Negara

Pasal 155 ,
( 1) Dalam memeriksa, mengadili,: dan memutus sengketa.
tata usaha negara Pemilihan idibentul< majelis khusus
yang terdiri dari hakim khusuk yang merupakan hakim
karier di lingkungan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara dan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

(2) Hakim ...


PRESIDEN .
REPUBLIK INDONESIA
i

- 103 -

(2) Hakim khusu$ sebaga;ima~a dhnaksud pada ayat (1)


ditetapkan berdai:;arka.n Keputusan Ketua Mahkarnah
Agung Republik Indonesia. ~ ·
(3) Hakim khusus seba.gaim,a1~a dimaksud pada ayat (1)
adalah hakim yang te1ah me1aksanakan tugasnya sebagai
hakim minimal 3 (tiga) ta·(1uri., kecuali apabila dalam
suatu pengadilan tictak terdapat hakim yang masa
kerjanya telah mencap~.i 3 (ti1ga) tahun.
!
(4) Hakim khusus sebagaiman~ dimaksud pada ayat ( 1}
1
selama menangemi sengketa tata usaha negara Pemilihan
dibebaskan dad tugf;lsnya ubtuk memeriksa, mengadili,
clan memutus perkara lain. i ·
(5) Hakim khusus sebagaiman~ dimaksud pada ayat (1}
harus menguasai pengetahua1n tentang Pemilihan.
. I .
I
{6) Ketentuan Iebih lanjut mengenai. haldm khusus diatur
dengan Peraturan Mahkamah; Agung.
i
Bagi(;ln Kee:nam
Perselisihan Hasil Pemilihan
t
;
Pasal 156;
' I

(I} Perselisihan hasil Pemilihan jadalah perselisihan antara


KPU Provinsi dan/atau K?U Kabupaten/Kota dan
peserta Pemilihan n1engenai .penetapan peroJehan suara
hasil Pemilihan. ;
I

(2} Perselisihan penetapan perol~han suara hasil Pemilihan


se bagaimana dimaksud pad a :~yat ( 1) adalah perselisihan
penetdpan perolehan ~uara yang signifikan dan dapat
mempengaruhi penetapan ca14m untuk maju ke putaran
beriku'tnya atau penetapan calpn terpilih. ·

Pasal
.
157:I
(1) Dalam hal terjadi perselisihan 'penetapan perolehan suara
hasil Pemilihan, pesertf;l PemhihF,.1,n dapat mengajukan
permohonan pembatal~n pen~tapan hasil penghitungan
perolehan suara oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota kGpadu PengadiJan Tinggi yang ditunjuk
oleh Mahkamah Agung. ;

(2) Peserta ...


PRE;:SIO!::N
REPUBL.IK INDONESIA

- 104 -

(2) Peserta Pemilihan mengajukan permohonan kepada


Pengadilan Ting~i sebagaimap<:t dimaksud pada· ayat (1)
paling lama 3 x 24 (tig~ kali dua p\.l.luh empat) jam sejak
diumumkan penr:tapan perolehan suara hasil Pemilihan
oleh KPU Provinsi dan KPU Kkbupaten/ Kata.
(3) Pengajuan permohonan sebag'aimana dimaksud pada ayat
(2) dilengkapi dengan ala.t buKti dan surat keputusan KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/ Ko ta ten tang hasil
rekapitulasi perhitungan suar~.
(4) Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana
dimaksud pad@. ayat (2) kurang lengkap, pemohon dapat
memperbaiki clan melengkapi permohonan paling lama
3 x 24 (tiga .kali dua puluh empat) jam sejak diterimanya
permohonan oleh Pengadilan Tinggi.
(5) Pengadilan Tinggi memutuskan perkara perselisihan
sengketa hasil Pemiliht;tn pal,ing lama 14 (empat belas)
hari sejak diterim~nya permo~onan.
I
(6) Pihak yang tidak menerima :Pu tusan Pengadilan Tinggi
sebagaimana dimaksud pada ;ayat (5) dapat mengajukan
permohonan keber~tan ke Mahka1nah Agung paling lama
3 (tiga) hari sejak putusan Pengadilan Tinggi dibacakan.
(7) Mahkamah Agung memutuskan permohonan keberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling Jama
14 (empat belas) hari sejak dit~rimanya permohonan.
(8) Putusan Mahkamah Agung s~bagaimana dimaksud pada
ayat (7) bersifat final d~.n mengikat ..
(9) KPU Provinsi dan/atau KPO Kabupaten/Kota wajib
menindaklanjuti putusan 'Pengadilan Tinggi atau
Mahkamah Agung.. ·

Pasal 158 ...


i.

PF<!ESIO!;:N
REPUBLIK INDONESIA

11 ' ,.

- 105 -

Pasal 158
;
(1) Peserta pemilihan Gubernur dapat mengajukan
permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan
suara dengan k~tentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan
2.000.000 (dua juta) jfwa, pengajuan perselisihan
perolehan suara dilaku~an jika terdapat perbedaan
paling banyak sebesair 2°/c1 (dua persen) dari
penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh
KPU Provinsi; :
b. Provinsi c;lengan juml'.ah penduduk lebih dari
2.000.000 (dua juta) sarripai
I
dengan 6.000.000 (enam
juta), pen.gajuan perselisihan perolehan suara
dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak
sebesar 1,$% (satu kom~ lima ·persen) dari penetapan
hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU
Provinsi;
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
6.000.000 (enam JU ta} sampai dengan
12.000.000 {dua belas juta) jiwa, pengajuan
perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat
perbedaan ·paling banyak sebesar 1 % (satu persen)
dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara
oleh KPU Provinsi; dan
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
12.000.000 (ctua belas juta) jiwa, pengajua.n
perselisihan perolehan suara dilakuka.n jika terdapat
perbedaan paling banyak sebesa.r 0,5% (nol korna
lima persen) dari pene~apan hasil penghitungan
perolehan suara oleh KPU; Provinsi.
(2) Peserta Pemilihan Bupati~ dan Walikota dapat
mengajukan permohonan pe'.mba.talan penetapan hasil
penghitungan perolehan suar~ dengan ketentuan:
a. Kabupaten/ Kata dengan jumlah penduduk sampai
dengan 250.000 (dua ratbs lima puluh ribu) jiwa,
pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika
terdapat perbedaan paling! banyak sebesar 2% (dua
persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan
suara oleh I<PU Kabupaten/iKota;
I

b. Kab~paten ...
PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA

- 106 -

b. Kabupaten/Kota deng~n jumlah penduduk s_ampai


dengan 250.000 . (dua ratus . lima puluh ribu) jiwa
sampai derigan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa,
I
pengajuan per~elisihan perolehan suara dilakukan
apabila terdapat p~rbeqaan paling banyak sebesar
1,5% (satu koma lirna persen) dari penetapan hasil
penghitungan peroleh;an suara al eh KPU
Kabupaten/Kota; 1

c. Kabupaten/Kota dengah jumlah penduduk sampa1


dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa sampai dengan
1.000,000 (satu jutaJ jfwa, pengajuan perselisihan
perolehan suara dil~ku~an jika terdapat perbedaar,i
paling banyak sebesar l 0/~ (satu persen) dari penetapan
basil penghitungan perolehan suara oleh KPU
Kabupaten/Kota; dan j ·
d. Kabupaten/Kota dengan Uumlah penduduk lebih dari
1.000.000 (satu juta) ji~a, pengajuan perselisihan
perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan
paling banyak ~ebeSftr Q,15% (nol koma lima persen)
dad penetapan hasil petjghitungan perolehan suara
oleh KPU Kabupaten/ Kota!

I
Pai;;al 159
I
I

(1) Penyelesaian sengketa hasil; Pemilihai1 ditangani oleh


hakim · adhoc di Pengadilan Tinggi yang ditetapkan oleh
Mahkamah Agung. ·
(2) Mahkamah Agung menetapkan 4 (empat) Pengadilan
Tinggi yang menangani sengketa hasil Pemilihan yang
tersebar di seluruh Indon~sia. i
l

(3) Mahkamah Agung menetapka;n hakim adhoc dan masa


tugas hakim adhoc untu.k pcnyelesaian sengketa
1
Pemilihan.
(4) Hakim adhoc memutuskan sen~l<:eta Pemilihan paling
lama 14 (empat belas) h::tri seja~{ perkara diregister.
(5) Pihak yang tidf.lk mencrima putusan Pengadilan · Tinggi
sebagai mana dimp.ksud pada ayat (4) dapat mengajukan
keberatan ke Mahkamah Agurjg paling lama 3 (tiga) hari
sejak putusan Pengadilan Tingsi dibacakan. .

(6) Mahkamah ...


PRESIDE:N
REPUBLIK INDONE~!A

- 107 -

(6) Mahkamah Agung memutuskan permohonan keberatan


sebagaimana dimaksud pada ayat (5} paling lama.
14 (empat
. .
belas) hari sejak diterima.nya
I
permohonan.
(7} Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa
hasil pemilihan diatur dengan Peraturan Mahkama.h
Agung.

BAB xxr
PENGESAHAN PENGANGI<A;TAN DAN PELANTIKAN

Bagian Ke'satu
Pengesahan Pengangkatan

Pasal 160
i
(1) Pengesahan pengangkatan Gtibernur terpilih dilakukan
berdasarkan penetapah calon: terpilih oleh KPU Provinsi
yang disampaikan oleh DPRD Provinsi kepada Presiden
melalui Menteri. ·
(2} Pengesahan pengangkatan icalon Gubernur terpilih
dilakukan oleh Presiden dal~m w~ktu paling lama 14
(empat belas} hari terhitung sejak tanggal usul clan berkas
diterima secara lengkap.
(3} Pengesahan pengangkatan Bupati dan Walikota terpilih
dilakukan berd1;1.sarkan penetapan calon terpilih oleh KPU
Kabupaten/ Kata yang disampaikan oleh DPRD
Kabupaten/Kota kepada Mented melalui Gubernur.
(4} Pengesahan pengangkatan Bupati dan Walikota terpilih
dilakukan oleh Menteri dalarp waktu paling lama 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal usul dan berkas
diterima secara lengkap. · '

B agian Keaua
!

Pelan tika11

Pasal 161 .

(1) Gubernur sebeh.1m memangku
jabatannya dilantik
dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh
pejabat yang melantik. '

(2} Sumpah ...


PRESIDEN t
F~EPUBLIKINDONESIA
I

- 108 -

(2) Sumpah/janji Gubernur sebagaimana dimaksud pada


ayat (1} adalah sebagai berik~t:
"Demi Allah (Tuhan), sayai berstimpah/berjanji akan
memenuhi kewajiban saya i sebagai Gubernur dengan
sebaik-baiknya dan seadil-:adilnya, memegang teguh
Unda,ng-Undang Dasar N~gara. Republik Indonesia ·
Tahun 1945 clan menjalanl~an segala Undang-Undang
dan peraturannya dengan; selurus-lurusnya, serta
berbakti kepada masyarakat,!nusa, dan bangsa. 11
(3) Bupati dan Walikota sebeJJm memangku jabatannya.
dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang
dipandu oleh pejabat ya.ng melantik.
i .
(4) Sumpah/janji Bupati
daq. Walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) adalah Bebagai berikut;
' f '
"Demi AEah (Tuha:i), saya ! bersumpah/berjanji akan
memenuhi kewajiban saya sebagai Bupati dan Walikota
dengan sebaik-baiknya dan) seadil-adilnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasari Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan menjalankkn segala Undang-Undang
dan .· peraturannya denganl selurus-lurusnya, serta
berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa."

'
PasaJ 16~
(1) Gubernur sebagaimana dim:aksud dalam Pasal 161
ayat (l}:memegangjabatan sela:ma 5 (lima) tahun terhitung
sejak ·tanggal peJantikan dan! SeSLldahnya dapat ,dipilih
kembali dalam jabatan ya'.ng sama hapya untuk
I (satu) kali masa jabatan. !I 1

(2) Bupati dan Walikota sebag!aimana


dimaksud dalam
I
Pasal 161 ayat (3) memegang jabatan selama
5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan
sesudahnya dapat dipilih kerhbali dalam jabatan yang
sama hanya untuk 1 (satu} kalil masa jt:\,batan.
!
(3} Gubernur, Bupati, atau Walikota djlarang melakukan
penggantian pejabat di 1ingk6ngan Femerintah Daerah
Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu
6 (enam) bulan terhitung sejak fanggal pelantikan.

Pasal 163 ...


PRESIOEN ,
REPUSLlK INDONESIA

- 109 -

Pasal 163
i
(1) Gubernur dilantik. ol~h Presid~n di ibu kota negara.
(2) Dalam hal Pre~iden berhaIJngan, pelantikan Gubernur
dilakukan oleh Wak.il PresiderL ·
(3) Dalam hal Wakil Presideh berhalangan, pelantikan
Gubernur dilakukan oleh Mefl;teri.

Pasal 16;4
(1) Bupati dan Walikota dilantiki oleh Gubernur di ibu kota
Provinsi yang bersangkutan.
' .
l
I

(2) Dalam hal Gubernur berhalangan, pelantikan Bupati clan


Walikota dilakukan oleh Wakil!Gubernur.
:
(3} Dalam hal Gubernur df.ln/atau WakiI Gubernur tidak
dapat · melaksanakan sebagaimana . dimaksud pada
ketentuan ayat ( 1) dan ayat (2), Menteri mengambiJ alih
kewenangan Guberm,.ir sebagaii wakiJ Pemerintah Pusat.

Pasal 165
Ketentuan mengenai tata. Cf-1.ra pelantikan Gubernur, Bupati,
dan Walikota diatur dengan Peratu1ran Presiden .

BAB XXII
'
PENDANAAN

Pasal f66
Pendanaan kegiatan Pemilihan ! Gubernur, Bupati, dan
Walikota dibebanka.n pada Anggarcl.n Pendapa,tan dan Belanja
Negara dan dapat didukl,.1ng melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. !

BAB XXIII ...


Pr~ESIDEN ,
l~EPUBLIK lNOON~SlA

- 110 -

BAB XXIII
PENOISIAN WAKIL OUBERNUR, WAKIL BUPATI,
DAN WAKIL V,v'ALIKOTA
l

Pasa1 167
(1) Gubernur, Bupati, dan W~likota dibantu oleh Wakil
Gubernur, Wakil Bupati dan Wakil Walikota.
\
(2) Wakil. Gubernur, Wald! B?.pati dan Wakil Walikota
menjalankan tugas memba11tu Oubernur, Bupati, dan
Walikota sesuai dengan keteptuan peraturan perimdang-
tindangan rnengenai pemerint~han daerah.
l
I
Pasal!168
!
(1) f'enentuan jurnlah W~kil Gubernur berlaku ketentuan
sebagai berikut: i
I
a, Provinsi dengan jt;unlah :penduduk sampai dengan
1.000.000 (satu juta) ji{.va tidak memiliki Wakil
Gubernur; '
i
b. Provinsi dengan jumlah penduduk di atas
1.000.000 (satu juta} ( jiwa sampai dengan
3.000.000 (tiga juta) jiwa1 memiliki 1 (satu) Wakil
Gubernur;
c. Provinsi dengan jumla},1 penduduk di atas
3.000.000 (tiga ju ta) sampai dengan
10.000.000 (sep1Jluh jutaJ jlwa dapat memiliki
2 (dua) Wakil Gubernu1·;
d. Provinsi dengan jumlali penduduk di atas
10.000.000 (sepuluh juta) d~pat memiliki 3 (tiga) Wakil
Gubemur. i
(2) Penentuan jurnl~h Wald! Bupati/Wakil Walikota berlaku
ketentuan sebagai berikut: l
a. Kabupaten/Kota dengan Jumlah penduduk sampai
dengan 100.000 (seratus ribu) jiwa tidak memiliki Wakil
Bupati/Wakil Walikota; . ;
b. Kabupaten/ Kota dengan jumlah penduduk di atas
100.000 (serah.ls ribu) jiwa sB;mpai dengan 250.000 (dua
ratus lima puluh ribu) jiwa'. memiliki 1 (satu) Wald!
Bupati/Wakil Walikota; I
f

c. Kabupaten ...
PR~SIOEN
REPUSLIK INOONESIA

- 111 -

c. Kabupaten/ Ko ta dengan :jumlah penduduk di atas


250.000 (dua ratl,.l:;; lima puluh ribu) jiwa dapat memiliki
2 (dua) Wakil Bupati/Wakff Walikota.

PasaI; 169
Persyaratan calon Wakil Gubernur, calon Wakil Bupatj, dan
calon Wakil Walikota adal1;1h seba~ai berikut:
a. bertakwa kepada Tub.an Yang Mal~a Esa;
b. setia kepada Pf.lncasila, Unoang.-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun ! 1945, cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus'. 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia; ;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat
atas atau sed~rajat; · ·
d. :mempunyai kecakapan dan pengalaman pekerjaan yang
Fukup di bidang pel.ayanan pyblik;
e. calon Wakil Gubernur, caloi;:t .Wald! Bupati, dan .calon
Wakil Walikota yang berasai dari' Pegawai Negeri Sipil
dengan golongan kepangkata!1 paling rendah IV/ c untuk
calon Wakil Gubernur, dan golongan kepangkatan· paling
rendah IV/ b \.m tuk cal on Waldl Bupati / calon Wakil
Walikota dan pernah atau sedang menduduki jabatan
eselon II/a untuk calon Wakil Gubernur clan esehn II/b
untuk calon Wald! :Supati dan\calol'l Wakil Walikota;
f. berusia paling renda.h 30 (tig~ puh.,1h) tahun untuk calon
Wakil Gubernur d~n 25 (duat pl..lluh lima) tahun untuk
¢alon Wakil Bupati/ calon Wakll WaJjkota; ·
g. rhampu secara jasmani dan: roh~.ni berdasarkan hasiI
pemeriksaan kesehatan mertyeluruh dari tim dokter
daerah; i
h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan y~ng tefah mempl.lnyai keku~tan
hukum tetap karena melaktj.ka.n tipdak pidana yang
diancam denge.n pidana penJara 5 (lima) tahun atau
lebih; i
i. tidak sedang dicabut hak pilihnyfl berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan . hukum
tetap;
j. menyerahkan daftar kekayaan pd badi d an bersedia
1

untuk diumL1ml{an;
k. tidak ...
PRESIDEN
REPU1;3LIK INDONE:SIA
i

- 112 -

k. tidak sedang memiliki itanggungan utang secara


perseorangan dan/ a tau s~cara badan hukum yang
menjadi tanggung jaw~bnya yang merugikan keuangan
negara;
1. tidak sedang dinyatakan ipailit berdasarkan putusan
pengadilan yang telah m~mperoleh kekuatan hukum
tetap;
m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan laporan pajak
pribadi; ·I
n. tidak merniliki konflik kepbntingan dengan Gubernur,
Bupati, dan Walikota;
o. tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin berat sesuai
I
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai apar~tur sipil negara dalam hal calon berasa.J
dari Pegawai Negeri Sipil;
p. menyerahkan surat kesediaan mengundurkan diri bagi
Pegawai Negeri Sipil sejak diangkat menjadi Wakil
Gubernur, Wakil B\.lpati, dan!Wakil Walikota; dan
q. menyerahkan daftar riwayat hidup.

Pasal 170
( 1) Pengisian Wakil Gubernur, iWakil Bupati, dan Wakil
Walikota dilaksamilq.1.n paling Iambat 1 (satu) bulan setelah
pelantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(2) Masa jabatan Wakil Gl)bernu1~, Waldl Bupati, dan Wakil
Walikota sebagaimana dimaks'.ud pada ayat (1) berakhir
bersamaan dengan masa jabafan Gubernur> Bupati, dan
Walikota. i
(3) Wakil Gubernur, Wakil Bupati, clan Wakil Walikota
sebagaimana dimaksµd pada ayat (1) berasal dari Pegawai
Negeri Sipil atau nonpegawai negeri sipil.
'

Pasal 171
(1) Gubernur, Bupati, dan Wi;;i.likot~ w~jib mengusulkan Calon
Wakil Gubernur, Wakil· Bupati,I dan Wakil Walikota dalam
waktu paling lambat 15 (lima belas) hari setelah pelantikan
Gubernur, Bupati, dan Walikota~
(2} Wakil Gubernur diangkat olbh Presiden berdasarkan
usulan Gubernur melalui Menteri.

(3) Wakil ....


PR!;:SIDEN
REPUBLIK INOONESIA

f. '· >'· u • '•' I

- 113 -
i

(3) Wakil Bupati/Wakil Waliko~a diangkat oleh Menteri


berdasarkan usulan 81.,lpati/(Walikota rnelalui Gubernur
sebagai wakil Pemerintah. !
(4) Gubernur 1 Bupati, dan Walik?ta yang tidak mengusulkan
Calon Wakil Guberm,.1r, Wakil[ Bupati, clan Wakil Walikota
sebagaimana dimak~ud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut rnengeriai tata cara pengusulan dan
pengangkatan Wakil Gubernu,r, Wakil Bupati, dan Wakil
Walikota diatur deng~n Peraturan Pemerintah.

Pasal 172
(1) Wakil Gubernur dilantik oleh Qubernur.
(2) ~akil Bupati dilantik oleh Bupati dan Wakil Walikota
dilantik oleh Walikota.
(3) Dalam hal Wakil Oubernur, : Wakil Bupati, dan Wakil
Walikota tidak dilantik sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) clan ayat (2), WaJdl Gubernt,.11" dilantik oleh Menteri
d~n Wakil Bupati/Waldl Walikota dilantik oleh Gubernur.

(4) Dalam hal Wakil 8upati dan \\{akil Walikota tidak diJanl:ik
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wakil Bupati dan
Wakil Walikota dilantik oleh Menteri.i

Pasal 173
(1) Dalam ha! Gubernur, Bupati, 1dan Walikota berhalangan
tetap, Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil .Walikota
tidak. serta merti;:i. menggantikan Gubernur, Bupati, clan
Walikota. !
(2) Wakil Gubernur, Waldl Bup:ati, clan Wakil Walikota
sebagaitnana dimaksud pada a'.yat (1) menjalankan tugas
sesuai dengan ketentuan perat'.uran perundang-undangan
mengenai pemerintahan daerah.!I

Pasal 174 ...


PRESIDEN
RE:l:::lLJBLIK INDONE~JA

- 114 -

PasaliI 174
( l} Apabila Gubernur berHenti a tau diberhentikan
berdasarkan putusan pengadpan yang telah · mempunyai
kekuatan hukum tetap dan si~a masa jabatan kurang dari
18 (delapan belas) bula,n, Presiden menetapkan penjabat
Gubernur atas usul Menteri ~ampai dengan berakhirnya
masa jabatan Gubernur. · !

(2) Apabila sisa masa jabatan; Gubernur berhenti atau


diberhentikan berda~arkan putusan· pengadilan yang telah
mempunyai· kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan
lebih dari 18 (delapan belas) bulan maka dilakukan
Pemilihan Gubernur melalui DPRD Provinsi.
, '. . I

(3} Gubernur ha$il Pemilihan i melalui DPRD Provinsi


meneruskan sisa masa jabatan Gubernur yang berhenti
atau yang diberhentikan. ;
(4} Apabila Gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dicalonkan dari frak:$i atau gabungan fraksi,
. '
fraksi atau gabungan fr~ksi y:ang mengusung Gubernur
ya'.ng berhenti atau yang dibe~hentikan mengusu~kan 2
{dua) orang Calon Gubernur kO,pada · DPRD Provinsi untuk
dipilih. '
(5) Apabila Gubernur berhenti atau! diberhentikan berdasarkan
p~tusan pcngadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap berasal dari perseorangan, · fraksi atau
gabungan fraksi yang memili~i kursi di DPRD Provinsi
paJing sedikit 20% (dua puluhj persen) dari jumlah ku1·si
atau
.
memiliki paling sedikit 25%
I
(dua puluh lima persen)
dari suara sah mengusulkan 2 (dua) orang Calon Gubernur
kepada DPRD Provinsi untuk dipilih.
I

(6) Presiden mengesa.hkan pengahgkatan Calon Gubernur


terpilih sesuai ketentuan sebakaimana dimaksud dala.m
Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2) . . !
(7) Ketentuan mengenai tata cara; pemilihan Gubernur oleh
DPRD Provinsi sebagaima,.na dimaksud pada ayat (4) dan
ayat (5) diatur dengan Peraturan!Pemerintah.
i

Pasal 175 ...


. PRE:SIQEN
REP/U8LIK INOONESIA

- 115 -

Pasal: 175
(1) Apabila Bupati/Walikota b~rhenti atau diberhentika~
berdasarkan putusan pe;ngadilan yang telah mempunya1
kekuatan hukum tetap clan si~a masa jabatan kurang dari
18 (delapan belas) bulan, Menteri menetapkan penjabat
Bupati/Walikota sampai deng~n be1-akhirnya masa jabatan
Bupati/Walikota at~s usul '. Gubernur sebagai wakil
PGmerintah. ,
I

(2) Apabila sisa masa jabatan Bu,Pati/Walikota berhenti atau


diberhentikan qerdasarkan pup.wan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan
lebih dari 18 (0.el:;i.pan bela!s) bl)lan maka dilakukan
Pemilihan Bupati/Walikota mel;alui DPRD Kabupaten/ Kota.
(3) Bupati/Walikota basil Pe'.milihan melalui DPRD
sebagaimana dimaksud pada: ayat (2) meneruskan sisa
masa jabatan Bupati/Walikota yang berhenti atau yang
diberhentikan.
(4) Apabila Bupati/Walilrnta berhenti atau diberhentikan
berdasarkan putusan pengactqan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dicalonkan dari fraksi ata.u
gabungan fraksi maka fraksi $.tau gabungan fraksi yang
mengusung Bupati/Wa.lilwta tyang berhenti atau yang
diberhentikan mengusulkan ; 2 (dua) orang calon
Bupati/Walikota kepp.da DPRD Kabupaten/ Kota untuk
dipilih.
(5) Apabila Bupati/Walikota berl;lenti atau diberhentikan
berdasarkan putusan pen$adil~n yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap berasal dari perseorangan, fraksi
atau gabungan frak::;i yang memiliki kursi di DPRD
Kabupaten/Kota paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari jumlah kursi atau memHiki paling sedikit
. 25% (dua puluh lima persen) dad suara sah mengusulkan
2 (dua) orang Calon BupatiVWalikota kepada DPRD
Kabupaten/Kota untuk dipilih. ,
(6) Menteri mengesa.hkan · pengangkatan Calon
Bupati/Walikota terpilih sesuai ketentuan sebagaimana
· dimaksud dalam Pasal 160 ayat {3) clan ayat (4).

(7) Ketentuan ...


PRESIOl;:N
l~EPUSLIK INDONESIA

~ 116 -

(7) Ketentuan mengenai tata car;;i. pemilihan Bupati/Walikota


oleh DPRD Kabupaten/ Ko ta sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal: 176
(1) Apabila Wakil Gubernur, Waki,l Bupati, dan Wakil Walikota
berhenti atau diberhentikan, i dapat dilakukan pengisian
WakiJ Gubernur, Wakil Bupad, dan Wakil Walikota paling
lama 1 (satu) bulan setelah yang bersarigkutan
berhalangan tetap. i
(2) ApabilaWakil Guberm,.1r be:rhentj atau diberhentikan
berdasarkan putusan pengadifan yang telah mempunyai
kekuatan hukum t~tap, Gubernur mengusulkan calon
Waldl Guberrn.,lr yang memenuhi.' persyaratan kepada
Presiden melalui Menteri untuk diangkat sesuai ketentuan
se bagaimana dimaksud dalam Piasa] l 7 1. ·
(3) Apabila Wakil Bupati da.n Wakil Walikota berhenti atau
diberhentikan berdasarkan puthsan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, Bupati/Walikota
mengusulkan calon Wakil Bupati/Wakil Walikota yang
rriemenuhi persyaratan kepada! Menteri melalui Gubernur
sehagai wakil Pernerintah untuk dia.ngkat sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksi1d dalam Pasal 172. :
\

(4) Ketentuar:i 1ebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan


pehgangkatan ·ct;1.lon Wakil Gubernut, calon Wakil Bupati,
dan calon Wakil Walikota sebkgairriana dimaksud pada
ayat (2) clan ayat (3) diat1,.1r deng~n Peraturan Pemerintah.

SAB XXIV I

KETENTUAN PIDANA

Pasal 177
Setiap orang yang deng~n ~engaja memberikan keterangan
yang tidak benar ·meng~nai diri s.;:;ndiri atau did orang lain
.tentang suatu hal yang diperlukan tintuk pengisian daftar
pemilih, dipidana dengan pidana! penjara paling singkat
3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (d\1a belas) bulan clan denda
paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling
banyak Rpl2.00C.OOO,OO (du~ belas juta rupiah).

Pasal 178 ...


J::lRESIOEN ,
REPUSLIK INQONE:SIA

~ 117 ~

Pa$al 178
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain
kehilangan hak pilihnya, dipict:ana dengan pidana penjara
paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua
puluh em pat) bulan dad denda paling sedikit
Rp 12,000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat ju ta rupiah).

Pa9al 179
Setiap orang yang dengGin sengaja memalsukan surat yang
menurut suatu aturan dalam Undang-Undang ini diperlukan
untuk menjalankan suatu perbuatan dengan maksud untuk
digunakan sendiri at~\,1 orang Ia'.in sebagai seolah-olah surat
sah atau tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama
72 . (tujuh puluh dua) bulan 'dan denda paling sedikit
Rp36.000.000,00 (tiga puluh eham Juta rupfah) clan paling
banyak Rp72.000.000,00 (tujuh p'.uluh dua juta rupiah}.

Pasal 180
(1} Setiap orang yang ciengan sengaja secara melawan hukum
menghilangkan hak sest;orang menjadi Calon Gubernur,
Galon Bupati, ctan Calon Walik.ota, dipidana dengan pidana
penjara paling s.ingkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan
paling lama 72 (tujuh puluh dua). bulan dan denda paling
sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp72.000.000,;oo (tujuh puluh dua juta.
rupiah).
(2} Setiap orang y:;i.ng kar~na j~bata.nnya dengan sengaja
secara . melawan 11ukum rnertghilangkan
. I
hak seseorang
menjadi Gul::;ierm,ir, J;3upati, ; d~n Walikota, dipidana.
dengan pidana penjara. paling singkat 48 (empat: puluh
delapan) bulan dan paling lam~ g5· (sembilan puluh ·ena.m)
bulan dan denda paling sedil~it R.p48.000.000,00 (empat
puluh delapan juta · rupia'.h) dan paling banyak
Rp96.000.000,00 (sembilQ.n pul'uh enam juta rupiah).
I

Pasal 181
F'RESIDEN ,
F~EPUSLIK INDONE'.SIA
r

- 118 -

Pasal 181
Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa.
suatu surat adalah tidak sah atau dipalsukan,
rnenggunakannya, atai,.1 ;rnenyuruh orang lain
menggunakannya sebagai surat ;sah, dipidana. dengan pidana
penjara paling singkat 36 (tiga •puluh enarn) bulan dan paling
lama 72 (tujuh puluh dua) bul:an dan denda paling sedikit
Rp36.000,000,00 (tiga puluh el)am juta rupiah) dan paling
banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

Pasal 182
Setiap orang yang dengan kekerasan :;t.tau dengan ancaman
kekuasaan yang ada padanya; saat pendaftaran pemilih
menghalang-halangi seseorang: untuk terdaftar sebagai
pemilih dalam Pemilihan me1;iurut Undang-Undang m1,
dipidana dengan pidan~ penjara paling singkat 12 (dua belas)
bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan clan denda
paling sedikit Rpl2.000.00Q,OO (dua belas juta rupiah) dan
paling banyak Rp36.00Q.OOO,OO (tiga puluh enam juta rupiah).
i

Pasa.l 183
Setiap orang yang melakl...tkan ; kekcrasan terkait dengan
penetapan hasil Pemilihan meburut Undang-Undang ini,
dipidana dengan pidana penjara P,aling, singkat 12 {dua belas)
bulah dan paling lama 36 (tiga puluh enarn) bulan dan denda.
paling sedikit Rpl2.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan
paling banyak Rp36.000.000,00 (ti:ga puluh enam juta rupiah).

Pasal 184:
Setiap orang yang dengan sengaja mernberikan keterangan
yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah
sebagai surat yang sah tentang ~uatu hal yang diperlukan
bagi persyarab,n untu.~..: nienjadi Ca.ion Gubernur 1 . Calon
Bupati, dan Calon Walikota, dipid~na dengan pidana penjara
paling singkat 36 (tiga puluh ena'.m) bulan dan paling lama
72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enain jut:a rupiah) dan paling
banyak Rp72.000.000,00' (tujuh
.
pu:luh
i
dua ju ta rupiah).
I

'
Pasal 185 ...
' ' .

PRF;:$1DEN
REPUBUK INDONESIA
!

- 119 -

Pa~al 185
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan
yang tidak benar atau menggttnakan identitas diri palsu
untuk mendukung baked Calon perseorangan Gubernur, bakal
Calo'n perseorangan Bllpa.ti 1 da~ bakal Calon perseorangan
Walikota 1 dipidana i;:l.engan pidana penjara paling singkat
12 (dua belas) bulan dan paling I lama 36 (tiga puluh enam)
bul~n dan denda paling fJCdikit Rpl2.000.000,00 (dua belas
juta :rupiah) clan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh
1
enam juta'rupiah}.

Pasal 186
l

(1) Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota,


dan anggota KPU Provins~ y1;1.ng . dengan sengaja
m,emalsukan daftar dukl.,ingan terhadap cal on
perseorangan sebagE;1..imana dialtur dalam Undang-Undang
ini, dipidana dengan pidana pe~jara paling singkat 36 (tiga
puluh enam) bulan dan paling jlama · 72 (tujuh puluh dua)
bulan clan denda paling sediklt Rp36.000.000,00 (tiga
puJuh enam juta rupiah) d9-n paling banyak
Rp72.000.000,00 {tujuh puluh quajuta rupiah).
' l

(2) Anggota PPS, anggota PPI{, anggota KPU Kabupaten/Kota,


dan anggota KPV Provinsi yc\ng dengan sengaja tidak
melakukan verifikasi dan reltapitulasi terhadap ca.Ion
perseot'angan sebaga.im~na diatur dalam Undang-Undang
ini, dipidana dengan pidana pen)ara paling singkat 36 (tiga.
puluh enam) bl,..tfo.n clan paliilg lama 72 (tujuh puluh
dua) bulan clan denc;la paling seclikit Rp36.000.000,00 (tiga
puluh enam jµta rupiah)j dan paling banyak
Rp72.000.000,0Q (tujuh puluh duajuta rupiah).

-Pasal 187 '.


!
(1) Setiap orang yang dvngtan sengaja me1akukan Kampanye
di luar jadwal waktu yang teiah ditetapkan oleh KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kpta untuk rnasing-masi11g
calon, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
15 (lima belas) hari atau pafing lama 3 (tiga) bulan
dan/ atau denda paling ::iedikit Rpl 00.000,00 (seratus ribu,
rupiah) atau ·paling banyak Rp 1.000,000,00 (satu ju ta
rupiah). '
(2) Setiap ...
'
PRESIDEN I
r~EPUBLIK INOONESIA
!

- 120 -

(2) Setiap orang yang dengan s~ngaja melanggar ketentuan


larangan pelaksanaan Kamp~nye sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 huruf a, huru~ b, huruf c, huruf d, huruf e,
atau huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat
3 (tiga) bulan atau pa.ling lama 18 (delapan belas) bulan
dan/atau dendQ. paling sedikit Rp600.000.00 (enam ratus
ribu rupiah) atai1 paling bariyak Rp6.000.000.00 (enam
juta rupiah). ; ·
(3) Setiap orang yang dengan s~ngaja me1anggar ke.tent~an
farangan pelaksanaan !
Kampanye Pemilihan
Bupati/Walikota sebagaimanaj dimaksud. dalam Pasal 69
huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana• dengan
pidana penjara pa.ling singkatl 1 (satu) bulan atau paling
lama 6 (enam) bulan dan/ a tau denda paling sedikit
Rpl 00.000,00 (seratus ribu iiupiah) a tau paling banyak
Rpl.000.000,00 (satu jut~ rupi~h).
(4) s'etiap orang yang ctenga~ sengaja mengacaukan,
menghalangi, atau menggaqggu ja.lannya Kampanye,
dipidana dengan pidana .i penjara paling singkat
1 (satu) bulan atai1 paling lamla 6 (enam) bu1an dan/ a tau
denda paling seclikit Rp6QO;fooo,oo (enam ratus ribu
rupiah) atau paling banyak Bp6.ooo.ooo,oo (enam juta
rupiah). <
i
(5) Setiap orang yang memberi atau menerima dana Kampanye
melebihi batas y~ng ditentuk~n sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 74 ayat (5), dipictb.na dengan pidana penjara
paling singkat 4 (em pat) bulad a tau. paling lama 24 (dua
1
puluh em pat) bulan dan/ at au denda paling ·sedikit
Rp200.000.000,QO (dua ratus f juta rupiah) atau paling
banyak Rpl.000.000.000,00 (satu rriiliar rupiah).
. . I
(6) Setiap orang yang deng?n sengaja menerima atau memberi
dana Kampanye dari atau kepada pihak yang dilarang
· sebagaimana dimaks\ld Q.alam if>as~l 76 ayat ( 1) dan/ a tau
tidak memenuhi kewajibr;tn seb):tgaimana dimaks.ud dalam
Pasal 71, dipidana dengan pid~na penjara paling singkat
4 . (empat) bulan atau palin)g lama 24 (dua puluh
em pat) bulan dan/ at~u I denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (<;!\la ratus ljutfrl. rupiah) atau paling
banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),
I

(7) Setiap ...


PRESIDEN ;
REPUBUK INDGNESlA

- 121 ,.

(7) Setiap orang yang dengan se9gaja mem berikan keterangan


yang tidak benar <;lalarn l laporan dana · Kampanye
sebagaim~na diwaji~kan ol~h !un~ang-Undang ini, dipidana
dengan p1dana penJara palmg smgkat 2 (dua) bulan atau
paling lama 12 (dua belas) tjulan dan/atau denda paling
sedikit Rpl.000.000 1 00 (satu juta rupiah) atau paling
banyak Rp 10.000.000,00 (sep~luh juta rupiah}. ·
I

(8) Calon yang menerima sumb:angan dana Kampanye dan


tidak melaporkan kepada I KPU Provinsi clan KPU
Kabupaten/Kota dan/atau tidak menyetorkan ke kas
negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
12 (dua belas) bulan dan p~ling lama 48 (empat puluh
delapan) bu!an dan denda ~ebanyak 3 (tiga) kali dari
jumlah sumbangan yang diter~ma.
I
I

Pasal 18j8
Setiap pejabat negi;i.ra, pejabat iAparatur Sipil Negarat dan
Kepala Desa atau i;;iebutan lain/Lurah yang dengan sengaja
rnelanggar ketentuan sybagaiman!a dimaksud dalam Pasal 71,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan ·
atau paling la~a 6 (c:nam) bufan d.an/ a tau denda paling
sedikit Rp600~000,00 (enam rat~s ribu rupiah) atau paling
banyak Rp6.000.000 1 00 (enam jut~. rupiah).

Pasal 189I

Calon Gubernur, Calon Bl,lpati, j clan Calon Walikota yang


dengan sengaja melibatkan pejaba!t badan usaha milik negara,
pejabat badan U.<?aha milik dae:dah, Aparatur SipH Negara,
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota
Tentara Nasional Indonesia, clan i Kepala Desa atau sebutan
lain/ Lurah serta perangkat Desa ~tau sebutan Iain/ perangkat
Kelurahan sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling s(ngkat 1 (satu) bulan atau
paling lama 6 (en\3,m) bulan danVatau denda paling sedikit
Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah} atau paling banyak
Rp6.000.000,00 (enam Jµta rµpiahj.

Pasal 190 . , .
PRE:SIOEN ,
REPUBLfK INOONESIA
I

- 122 -

Pa.sal 19'0
I
Pejabat yang melanggar ketent~an Pasal 71 ayat (2) atau
.Pasal 162 ayat (3), dipida11a dehgan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) bulan ~tau p*ling . lama 6 (enam) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu
rupiah) atau paling· banyak ~p6.QOO.OOO,OO (enam juta
rupiah). i

Pas~I 19 ~
'
(1) Calon Gubernur, Calon .Supati, dan Galon Walikota yang
dengan .sengaja mengundur~an diri setelah penetapan
. Calon Gubernur 1 Calon Bupati, dan Calon Walikota
sampai dengan pl(laksanaan pemungutan suara putaran
pertama, dipidana dengan pidana penjara paling· singkat
24 (dua puluh empat) bulan ldan paling lama 60 (enam
puluh) bulan ~dan aenda paling . sedikit
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp50.000.000.poo,oo (lima puluh miliar
rupiah).
(2) Pimpinan Partai Politik atau kabungan pimpinan Partai
Politik yang dengan sengaja n)enadk calonnya dan/ atau
calon yang telah ditetapkan ol~h KPU Provinsi clan KPU
Kf:lbupaten/Kota 9ampai denga* pelaksanaan pemungutan
suara putaran pertama, dipid~na dengan pidana penjar8:
paling singkat 24 (dua puluh ! em pat) bulan dan paling
lama 60 (enam puluh) bulanl clan denda paling sedikit
Rp25.000.000.000 1 00 (dua pull'.th lim.a miliar rupiah) dan
paling banyak Rp50.000.000.dOO,OO (lima puluh miliar
rupiah). l
i
I
I
t
PGl,sal 192 j
(1) Calon Gubernur, Calon Bupati, l
dan Calon Walikota yang
dengan sengaja mengundurka1~ diri setelah pemungutan
suara putaran pertama sampai dengan pelaksanaan
pemungutan suara putaran kedua, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3~ (tiga puluh enam) bulan
dan paling lama 72 (tujuh puh~h dua) bulan dan denda
paling sedikit RpSO.OOO.OOo.oqo,oo (lima puluh miliar
rupiah) clan paling banyak Rp10:0.ooo.ooo.ooo,oo (seratus
miliar rupiah).

(2) Pimpinan ...


PRESIOEN
F".!EPUBLIK INOONESIA

- 123 -

(2) Pimpinan Partai Politik ata.b gabl..mgan pimpinan Partai


Politik yang dengan sengaja; menarik calonnya clan/ atau
calon yang telah ditetapkanj oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/ Kota sarnpai dengan pelaksanaan pemungutan
suara putaran kedua, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 36 (tiga puluh! enam) bulan dan paling lama
72 (tujuh puluh dua) bula'.n clan denda paling sedikit
RpS0.000.000.000,00 (lima; puJuh miliar rupiah) dan
paling banyak Rpl00.000.!000.000,00 (seratus miliar
rupiah). '

Pasal 193
'
(1) .Dalam hal KPU Provinsi dan; KPU Kabupaten/Kota tidak
menetapkan pemungutan su~ra ulang di TPS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 112 tan pa ala.san yang dibenarkan
berdasarkan Undang-Undang ini, anggota KPU Provinsi
dan anggota KPV Kabupaten/Kota dipidana dengan
pidana penjara paling· singka~ 6 (enam) bulan dan paling
lama 24 (dua puluh empat) bl.flan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta !rupiah) clan paling banyak
Rp24.000.000,00 (d1,.1a puluh Jmpat Juta rupiah}.
I
(2) Ketua · dan ang~ota KPPS :Xang denga:r: sengaja tidak
membuat dan/ataµ menandatangani berita acara
perolehan suara Calon Guberriur, Calon Bupati, dan Calon
Walikota, dipidana dengan piaana penjara pal~ng singkat
12 (dua belas) bulan d~n pali~g larna 36 (tiga· p"uluh enam)
bulan dan denda paling s~dikit Rp6.QOO.OOO,OO (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rpl2.000.000,00 (dua belas
juta rupiah). · !
:
(3) Ketua · clan anggota KPPS yang clengan sengaja tidak
melaksanakan ketetap~n KPU Provinsi clan KPU
Kabupaten/Kota vrituk rnelak~anakan pemungutan suara
ulang di TPS, dipidana dengan pidana penjara paling
i:;ingkat 3 (tiga) bt.Ilan dan paling lama 12 (dua belas) bulan
clan denda paling sedikit Rp3.doo.ooo,oo (tiga juta rupiah)
dan paling banyak l~p12.0QO.OOO,OO (dua belas juta
rupiah). ·

(4) Setiap ...


PRESIDEN ,
REPUBLIK INDON~SIA

- 124 -

(4) Setiap KPPS yang denganj sengaja tidak memberikan .


salinan l(satu) ekse.mplar ~erita acara pemungutan dan
penghitungan suara d~n/ a tau sertifikat hasil
. penghitungan s\,lara pada s~ksi calon Gubernur 1 Bupati
dan Walikota, PPL, PPS dan PPK melalui PPS sebagaimana
I

.dimaksud dalam Pasal 98; ·ayat (12) dipidana. dengan


pidana penjara paling singkat 3 .(tiga) bulan dan paling
lama 12 (dua be las) bulai,i da1i .denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta irupiah} dan paling . banyak
Rpl2.000.000,00 (dua belas j\..ita rupiah).
i
(5) Setiap KPPS yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan
kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel yang
berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan
sertifikat basil penghitungan \suara kepada PPK pada hari
yang sama sebagaimana dimaksud · dalam Pasal 20
huruf q, dipidana dengan pi:dana :penjara paling singkat
6 (enam) bulan dan paling Ia:ma 18 (delapan belas) bulan
dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp~8.000.000,00 (delapan belas
juta rupiah). I
l
(6) Setiap PPS yang tidak mengufl1umkan hasil penghitungan
suara dari selurvh TPS di wi1ayah kerjanya sebagaimana
dimaksud dalam Pa~al 99, dip!dana.'dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tige.) bulan dan paling lama 12 (dua belas)
bulan clan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta
rupiah) dan paling bai1yak Rpl2.000.000,00 (dua be1as
juta rupiah) '

Pasal 194
Panwas Kecamatan yang titjak mkngawasi penyerahan kotak
suara tersegel kepada KPU Provin~i dan KPU Kabupaten/Kota
sebagaimaha dimaksud dalam Pasal 33 huruf b, dipidana
dengan pidana penjara paling sipgkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empalt ju ta rupiah).
I
Pasal 195 ...
PRESIDE:N
R EPU9Lll<. IND ONES IA

- 125 -

Pasal 195
Setiap orang yang dengan sen'gaja merusak, mengganggu,
atau mendistorsi sistern informJsi penghitungan suara hasil
Pemilihan, Gubernur, Bupati, dab I
Walikbta, dipidana dengan
pidana penjara. paling singkat 60 (en.am puluh) bulan dan
paling lama 120 (seratus d1,.1a pthuh) bulan dan denda paling
sedikit Rp2.SOO.OOO.OOO,OO .(dua /rniliar lirna ratus ju ta rupiah)
dan paling banyak Rps.000.000.qoo,oo (lima miliar rupiah).
i
'
Pasal 1 ~6
I
Ketua clan anggota KPP$ yang depgan sengaja tidak membuat
dan/ atau menandats.ngani berita aQara perolehan suara
Calon Gubernur, Calon Supati, qan Calon Walikota, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan
dan paling lama 36 (tiga puluh ertam) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.00Q,00 (enam jut'a rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta
,
ziupiah).
I .
j

Pasal 197 I

(.1) Dalam hal KPV Provinsi dan iKPU Kabupaten/Kota tidak


menetapkan perol~han hasil Pemilihan sebagaimana
diatur dalam Vndang~Vndang ini, .anggota KPU Provinsi
clan KPU Kabupaten/Kota i dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 24 (dt4a p1Jluh empat) bulan dan
paling lama 60 (enam puluh) bt,.1fon dan denda paling
sedikit Rp240.000.000,00 (dLia ratus empat puluh juta
rupiah} dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah). :
(2) Setiap orang atau lembaga yang mengumumkan hasil
penghitungan cepat pada hari/,tanggal pemungutan suara,
dipidana dt:ngan i
pidana penjara paling singkat
6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan
dan denda paling sedildt R~6.000.000,00 (enam. juta
rupiah): dan paling banyak !Rp18.000.00Q,OO (delapan
belas ju ta rupiah). ·

Pasal 198 ...


Pf.'.;IESIDEN
REPLIBLIK INOONESIA

- 126 -

Pasal 1$8
Ketua dan anggota KPV Provin~i dan KPU Kabupaten/Kota
yang tidak melaksanaka.n putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan ht.1k1,.1m tetap Gebagaimana dimaksud
dalam Pasal 150 ayat (2), dipidana den.gan pidana penjara
paling singkat 12 (dua bela~) bulan dan paling lama
24 (dua puluh · empat) bulan j dan · denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas jut~ rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 {dua puluh em:patjuta rupiah).

BABXXV
I
KETENTVAN tAIN-LAIN

Pasal 199
i

Ketentuan dalam Vndang~Undang ini berlaku juga bagi


penyelenggaraan Perniliha11 di Provin:;ii Aceh, Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, P'rovinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Provinsi Pap\ta,. dan I;;>rovinsi. Papua Barat,
sepanjang tidak diatur lain di;ilam)Undang-Undang tersendiri.
I

~AB xx:Vr
I
I<ETENTUAN PERALIHAN

Pa~al200
!

(1) Pendanaan kegiatan Pcmilih:an Gubernur, Bupati, dan


Walikota yan~ dila,ksanal}an pada tahun 2015
dibebankan pada Anggararn Penc;:lapatan dan Belanja
Dae rah. · !
i
(2) Bagi daerah yang sedang melaksanakan tahapan
Pemilihan; tahapan Peinilihan yang sedang
berjalan menyesuaikan d~ngan · ketentuan dalam
Undang~Undang ini.

Pasal 201 ...


PRE'.SID!:'.:N !
R E P U 8 L 11< I "ID ON E·! S I A

- 127 -

Pa.saI 201
(1) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur,
Bupati, da'n Walikota yang masa jabatannya berakhir
pada tahun 2015 dilaksanakan di hari dan bulan yang
sama pada tahun 2015. ! !
(2) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur,
Bupati, clan Walikoti:l yang masa jabatannya berakhir
pada tahun 2016,, tahuh 2017 dan tahun 2018
. dilaksanakan di hari clan bulan yang sama pada
tahun 2018, dengan ma$aj~batan Gubernur, Bupati, clan
Walikota sampai dengan tahµn 2020.
i
(3} Dalam hal Pemilihan sepagairnana dimaksud pada
ayat (2) tidak dapat. di~elenggarakan karena tidak
terdapat calon yang mendaftar maka diangkat penjabat
Gubernur, penjabat Bupa~i, clan penjabat Walikota
sampai terpilihnya Gubernur, .Bupati, clan Walikota pacla
tahun 2020. '
(4) Pemungutan suara S((rentakj dalam Pemilihan yang ma.sa
jabatannya berakhir pada fahun 2019 dilaksanakan di
hari clan bulan yang sarna pada tahun 2020.
(5) Pemungutan .su~ra sercntak/ dalam Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota di selu~uh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesi~ dili:iksariakan pada hari dan bulan
yang sama pada tahun 2020.,
(6) Untuk mengisi kekosongan j jabatan Gubernur, Bupati,
dan Walikota y~ng oerakhii~ rnasa jabat~n tahun 2016
dan tahun 2017 diangkat p'.enjabat Gubernur,. penjabat
Bupati, dan pemjab;;i.t Walikota sampai dengan terpilihnya
Gubernur, Bupati, dan W~likota yang definitif pada
tahun 2018. · I
I

(7) Untuk mengisi keko99ngan ijabatan Gubernur, Bupati,


clan Walikota yang: berakhir !masa jabatan tahun 2019,
diangkat penjabat . Gubermµr, penjabat Bupati, dan
penjabat Walikota sampai d~ngan terpilihnya Gubernur,
Bupati, dan Walikota
.
yang definitif
!
pada tahun 2020.

Pasal 202 ...


PRESIOEN
REPUBLIK lNOONESIA
I
'

- 128 -

Pasal 202
!
(1) Gubernur, Bupati, dan W:alikota yang dilantik pada
tahun 2018 clengan mas~ jabatan sampai dengan
tahun 2020 maka masa jabatan tersebut tidak dihitung
satu periode. 1

(2) Gubernur, Bupati, clan W,alikota yang dilantik pada


tahun 2018 dengan masa jabatan sampai dengan
tahun 2020 diberikan halC pensiun sebagai mantan
Gubernur, Bupati, clan Walikota satu periode.
(3) Daerah yang Gubernur, Bupati, dan Walikota berakhir
masa jabatannya tahun 2016, 1
tahun 2017 dan
tahun 2018, ki;i.rena sesuat!u hal yang mengakibatkan
tidak ·terselesaikannya tahapan pemilihan pada Desember
tahun 2018 maka untuk rhengisi kekosongan jabatan
Gubernur, Bupati, <;fan Walikota diangkat penjabat
Gubernur, penjabat Bupati, d;an penjabat Walikota sampai
dengan tahun 2020.
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota yang berakhir masa
jabatannya pada tahun 2018 dan masajabatannya kurang
dari 5 (lima) tahun dikarenci.kan pelaksanaan Pemilihan
serentak · maka diberikan ko{npensasi uang sebesar gaji
pokok dikalikan jumlah bulan yang tersisa serta
mendapatkan hak pensiun un:tuk satu periode.

Pasa1 203 I

(1) Dalam hal terjadi kekosongan Gubernur, Bupati, dan


Walikota yang diangkat be'rdasarkan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 ten(ang Pemerintahan Daerah,
Wakil Gubernur, Wakil Bupati, clan Wakil Walikota
menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota sampai
dengan berakhir masa jabatanriya.
I

(2) Dalam ...


PRESIOf;N
REPUSLIK INDONESIA.

- 129 -

(2) Dalam hal terj~di keko~on~an W~kiJ Gubernur, Wakil


Bupati, dan Waldl Walikota j yang diangkat berdasarkan
Undang-Undang N~;nnor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Imekanisme peng1siannya
dilaksanakan berdasarkan Uni:l.ang-Undang ini.
I
I
1

''
Pasal 204
Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
ini mulai berlaku, semuf,l pera'.turan perundang-undangan
yang merupakan peraturan peiaksanaan dari peraturan
perundang-undangan rnengenai ! penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.
I

BAB XXVIII
KETENTUAN ~ENUTUP

Pasal
.
205
!
Pada saat Peraturan Pcmerintah: Pengganti Undang-Undang
ini rrtulai berlaku, Undang-Uq.dahg Nomor 22 Tahun 2014
tentang Peinilihan Gv.berm,..Ir, Bupktti, dan Walikota (Lembaran
Negara Republik Indonesia T~hun 2014 Nomor 243,
. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
Nomor 5586) dicabut d~n dinyatakan tidak berlaku.

'
Pasal 206
I

Peraturan Pemerintah Peng$anti ;Undang-Undang ini mulai


berlaku pada tanggal diundangkarn

Agar ...
PRf.SIPEN
R EPLJBLll<.. IND ONE SIA

- 130 -

Agar ~etiap orang meng~tahuinya 1 memerintahkar


pengundangan Pdra tu ran Pemerin tah Penggan t
Undang-Undang id( dengan penempatannya. dalan
Lembar(:l.n Negara Rppublik Indonesia.
'
!
' '
Oitetapkan di Jakarta
pada t~nggal 2 Oktober 2014
'
PRESIIDEN REPUBLIK INDONESIA,
;
i
ttd.

DR. H. jSUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Oktober 2014
MENTERI HUK'{)M DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLlKINDONESM, I

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN '.2014 NOMOR 245


i

Salinan sesuai dengan aslinya


KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGAAA RI
A · eputi Perundang-undangan
~;feiJ~~fj);1~dan Kesejahteraan RE;lkyat,

"/-..

-
..
PRESIDEN
R EPUSL I~~ IND ONE,S l/.i,

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMEHINTAH
'
PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPt'.JBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHVN 2014
TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, BAN WALIKOTA
'
I. UMUM

Untuk menjamin Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota


dilaksanakan · secara . demokratis se;baga~mana diamanatkan dalam
Pasal 18 ayat (4) Undang-{Jndang Dasarj Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 maka
. kedaulatan rakyat serta. demokrasi dari rakyat, oleh
. \

rakyat, dan :Untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat utama


pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
I
: . l
. Kedaulatan rakyat dan demokrasi tersebyt p~rlu ditegaskan dengan
pelaksanaan Pemilihan Gub~rnur, Eh,tpati, drn
Walikota secara langsung
oleh rakyat, dengan melakukan beberapa! perbaikan rnendasar atas
berbagai permasalahan · pemilihan langsuhg yang selama ini tel ah
di1aksanakan.

Namun, pembentukan Undang-Undang Nor~or 22 Tahun 2014 tentang


Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikotalyang mengatur mekanisme
pemilihan kepala daerah secan;1 tidak !lang$ung melalui Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah telah mendapatkan penolakan yang luas oleh
rakyat dan proses pengambilan keputusalnnya ticlak mencerminkan
prinsip demokrasi.
'
!
Selain berdasarkan alasan tersel:>ut di atas, terdapat pertimbangan
mengenai kegentingan yang mema.ksa / sesuai dengan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 yang di dalamnya
memuat tentang persyaratan perlunya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang apabila: !
1. adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak u11tuk menyelesaikan
masalah hukum secara cepat berdasarkani Undang-Undang;

2. Undang-Undang ...
PR~SIOEN l
REPUBLIK INDONESIA

-2 -
I
2. Undang-Undang yang dibutuhkan ter~ebut belum ada sehingga
terjadi kekosongan hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak
memadai;
3. kekosongan hukum tersebut tidak 9apat diatasi dengan cara
membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan
memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang
mendesak tersebut perlu kepastian untul~ diselesaikan.
Atas dasar tersebut, maka perlu m~netapkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur 1 Bupati, clan
Walikota.
;

Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti iUndang-Undang ini diatur


mengenai KPU Provinsi dan KPU K~bup~t.en/Kota sebagai lembaga
penyelenggara .Pemilihan Gubernur, Bupati,i dan Walikota. KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota da.lam menjala'.nkan tugasnya melakukan
seluruh tahapan Pemilihan Gubernur, Bupati,
, dan Walikota.
I

Agar tercipta kualitas Gubernur, Bupati, clan Walikota yang memiliki


kompetensi, integritas, dan kapabilitas ! serta memenuhi unsur
akseptabilitas inaka se1ain memenuhi persyaratan formal administra.tif
juga dilakukan Uji Publik oleh akademi~i, tokoh masyarakat, dan
Komisioner KPU Provinsi dan/atau KPU KabJ1paten/Kota.
I
Gun.a rnenjamin transparansi dan efisiensi ipenyelenggaraan ·Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota maka lembaga penegak hukum wajib
mengawasi pelaksanaan seluruh tahapan Pemilihan Gubernur, Bupa.ti,
dan Walikota. · I

i
Pendanaan penyelenggaraan Pemilihan Gubdi:nur, Bupati, dan Walikota
bersumber dad Anggaran Pendapatan dan IBelanja Negara dan dapat
didukung Anggaran Pendapatan dan Belanja paerah.

Adapun pelaksanaan Kampanye difasilitasi Qleh KPU Provinsi dan KPU


Kabupaten/ Ko ta dengan menggunakan par~digma efisiensi, efektifitas,
dan proporsionalitas. · I
Dalam rangka menegakkan suprema.si huku~ dalam konteks kesatuan
hukum nasional, Peraturan Pemerint;;1.h Pengganti Undang-Undang ini
I
mengatur pen:yelesaian baik penyelesaian untuk perselisihan basil
Pemilihan Gubernur maupun pers{1lisihan qasil Pemilihan Bupati dan
Walikola tlngkat Pc~n.gadilan Tinggi : clan dapat mengajukan
permohonan keberatan ke Mahkamah Agung yang putusannya bersifat
final dan mengikat serta tidak dapat dilakuka~1 upaya hukum lain,

II. PASAL ...


PRESIDEN
REPUSLIK fNDONESIA

-3 -

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal3
Cukup jelas.

Pasal4
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal6
Cukup jelas.

Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
·Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "mela'.kukan perbuatan tercela"
antara lain, judi, mabuk, pemakai/pengedar narkoba, dan
berzina serta perbuatan yang melanggt;lr kesusilaan lainnya.
Huruf j '
Cukup jelas.

Huruf k ...
PRESIDEN
REPUBLIK lNDONE:SlA

-4-

Huruf k
Cukup jelas.
Huruf 1
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q 1
Yang dimaksud dengan "tidak rnemiliki konflik kepentingan"
adalah antara lain, tidak mem~liki ikatan perkawinan atau ,
garis keturunan 1 (satu) tinglq1t lun..1s ke at1;1.s, ke bawah,
ke samping dengan petahana /kecuali telah melewati jeda
1

1 (satu) kali masa jabatan.


Huruf r
Cukup jelas,
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Hurufu
Cukup jelas.
Pasal8
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14 ...
PRESIDE:N
REPl,J~LIK ll'JDONESIA
I

-5

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal23
Cukup jelas.

Pasal24
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal27
Cukup jelas.

Pasal 28 ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-6-

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31 .
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal36
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

. --~_,./. ... ; Pasal40


Cukup jelas.

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42 ...
' '

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-7 -

Pasal 4~
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal46
Cukup jelas.

Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "orang"! termasuk Calon Gubernur,
Calon Bupati, atau Calon Walikqta.
Ayat (5) .
Cukup jelas.

Pasal48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53 ...
PRESIDEN
R EPUBLIK 11'-IDONESIA

-8 -

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup je1as.

Pasal 55
Ayat {1)
Cukup jelas.
Ayat {2) .
Cukup jelas.
Ayat {3)
Cukup jelas.
Ayat {4)
Penetapan calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
yang memperoleh suara terbanyak di bawah calon yang
rnerriperoleh suara terbanyak ;kedua dilakukan dengan
memperhatikan urutan perolehan isuara terbanyak.

Pasal 56
Cukup jelas.

Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) : . .
Yang dimaksud dengan "surat keterangan penduduk",
antara lain, paspor atau Surat Izih Mengemudi (SIM).
Ayat (3) :
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59
Cukup jelas.

Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61 ...
PRESIO~N
REPUSLIK 11\IOONESIA

- 9 -

Pasal 61
Cukup jelas.

Pasal62
Cukup jelas.

Pasal63
Cukup jelas.

Pasal64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal66
Cukup jelas.

Pasal67
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Huruf a
Cuku p j elas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketentuan dalam hun,If ini dikenal dengan istilah Ka.mpanye
hitam atau black cam,pclign..
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.

Huruf i ...
pr~E:'.$10\:=N !
REPLJSUK INDONE~IA

- 10 -

Huruf i.
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.

Pasal 70
Cukup jelas.

Pasal 71
Ayat (1}
Cukup jelas.
Ayat (2} i
!
Pengisian jabatan hanya dapa t dilakukan untuk mengisi
1
kekosongan jabatan. i
l

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 72
Cukup jelas.

Pasal 73
Cukup jelas.

Pasal 74
Cukup jelas.

Pasal 75
Cukup jelas.

Pasal 76
Cukup jelas.

Pasal 77
Cukup jelas.

Pasal 78
Ayat ( 1)
Cukup jelas.
Ayat (2} ...
PRE:SIDl;::N
REPUEJLIK INOONESIA

- 11 -

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "perlengkapan lainnya" meliputi
sampul kertas, tand.a peng9nal KPPS, tanda pengenal
petugas keamanan TPS, tanda pengenal saksi, karet
pengikat surat suara, lem!/perekat, kantong plastik,
ballpoint, gembok, spid<;>l, forrtj.ulir untuk berita acara dan
sertifikat, stiker nomor kotak suara, tali pengikat alat
pemberi tanda pilihan, dan alat; bantu tuna netra.
Ayat (3). '
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 79
Cukup jelas.

Pasal 80
Cukup jelas.

Pasa1 81
Cukup jelas.

Pasal 82
Cukup jelas.

Pasal 83
Cukup jelas.

Pasal 84
Cukup jelas.

Pasal85
Cukup jelas.

Pasal 86 ...
PRESIDEN i
R El::i UElLtr< lf'.ID ON E:S U.1.

- 12 -

Pasal 86
Cukup jelas ..

Pasal 87
Cukup jelas.

Pasal 88
Cukup jelas.

P.asal 89
Cukup jelas.

Pasal 90
Cukup jelas.

Pasal 91
Cukup jelas.

Pasal 92
Cukup jelas.

Pasal 93
Cukup jelas.

Pasal94
Cukup jelas.

Pasal95
Cukup jelas.

Pasal96
Cukup jelas.

Pasal 97
Cukup jelas.

Pasal 98
Cukup jelas.

Pasal99
Cukup jelas.
Pasal 100 ...

'
'
!
,, :q '
PRESIDSN ;
REPU1;3LIK INDONESIA
l

- 15 -

Pasal 128
Cukup jelas.

Pasal 129
Cukup jelas .

..Pasal 130
· Cukup jelas.

Pasal 131
Ayat (1)
Cukup jelas.
~~~) '
So$ialisasi Pemilihan d~n pendidikan politik bagi pemilih
dilakukan dalarn bentuk sen}inar, lokakarya, pelatihan,
simulasi, dan bentuk k~giatan lainnya.
Ayat (3) . '
Cukup jelas.

Pasal 132
Cukup jelas.

Pasal 133
Cukup jelas.

Pasal 134
Cukup jelas.

Pasal 135
Cukup jelas.

Pasal 136
Cukup jelas.

Pasal 137
Cukup jelas.

Pasal 138
Cukup jelas.

Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140 ...
PRESIOEN 1
REPUBl-IK INOONESIA

- 16 -

Pasal 140
Cukup jelas.

Pasal 141
Cukup jclas.

Pasal 142
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "sengketa antara Peserta Pemilihan
dengan penyelenggara Pemiliharf' antara lain, sengketa yang
diakibatkari keluarnya Keputusan KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota. ·

Pasal 143
Cukup jelas.

Pasal 144
Cukup jelas.

Pasal 145
Cukup jelas.

Pasal 146
Cukup jefas.

Pasal 147
Cukup jelas.

Pasal 148
Cukup jelas.

Pasal 149
Cukup jelas.

Pasal 150
Cukup jelas.

Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152 ...
PRl,::SIOE;N
REPUf;3LI~<.. INPONEplA

- 17 -

'Pasal 152
Cukup jelas.

Pasal 153
Cukup jelas.

Pasal 154
Cukup jelas.

Pasal 155
Cukup jdas.

Pasal 156
Cukup jelas.

Pasal 157
Cukup jelas.

Pasal 158
Cukup jelas.

Pasal 159
Cukup jelas.

Pasal 160
Cukup jelas.

Pasal 161 .
Cukup jeias.

Pasal 162
Cukup jelas.

Pasal 163 I
Ayat (1) i I

Serah terima jabatan Gubernur dilakukan di ibu kota


provinsi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 164 ...


PRESIDEN
REPU8L..IK INDONESIA

- 18 -

Pas~ 164 .
Ayat(l) : .
Se.rah terima jabatan Bupati/'Vl{alikota. dilakukan di 1bu kota
1
Kabupaten/ Kota.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 165
Cukup jelas.

Pasal 166
Pendanaan untuk seluruh kegiatan iPemilihan dibebankan pada
APBN, kecuali kegiatan kampanye yang berupa pertemuan
terbatas dan pertemuan tatap muka df=ln dialog.
Dukungan dana melalui APBD ant:ar·a lain berupa kegiatan
sosialisasi, pengamanan, distribusi Jogistik dan lain-Iain.

Pasal 167
Cukup jelas.

Pasal 168
Cukup jelas.

Pasal 169
Cukup jelas.

Pasal 170
Cukup jelas.

Pasal 171
Huruf a
Cukup je1as.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d ·
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g ...
t

PRE:SIDEN :
REPUBUK !NOONE.SIA

- 19 -

Huruf g
Cukup jelas.
1-Iuruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf I·
Cukup jelas.
Hurufm
Cukup jelas.
Huruf n i
Yang dimaksud dengan "tidak memiliki konflik kepentingan"
adalah tidak memiliki ikatart perkawinan atau garis
keturunan 1 (satu) tingkc;tt lurus ke atas, ke bawah dan ke .
samping dengan Gubernut, Bupa!ti dan Walikota.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q ·
Cukup jelas.

Pasal 172
Cukup jelas.

Pasal 173
Cukup jelas.

Pasal .174 .
Cukup jelas.

Pasal 175
Cukup jelas.

Pasal 176
Cukup jelas.

Pasal 177
· Cukup jelas.
PasaJ 178 ...
FIRF;SIOE:N I
RE'.PUBLIK INDONESllA

- 20 -

Pasal 178
Cukup jelas.

Pasal 179 ·
Cukup jelas.

Pasal 180
Cukup jelas.

Pasal 181
Cukup jelas.

Pasal 182
Cukup jelas.

Pasal 183
Cukup jelas.

Pasal 184
Cukup jelas.

Pasal 185
Cukup jelas.

Pasal 186
Cukup jelas.

Pasal 187
Cukup jelas.

Pasal 188
Cukup jelas.

Pasal 189
Cukup jelas.

Pasal 190
Cukup jelas.

Pasal 191
Cukup jelas.
Pasl l 92 ...
.

PRESIDEN i
REPUBLIK INOONEiSIA

- 21 -

Pasal 192
Cukup jelas.

Pasal 193
Cukup jelas. ·

Pasal 194
Cukup jelas.

Pasal 195
Cukup jelas.

'Pa.sal 196
Cukup jelas.

Pasal 197
Cukup jelas.

Pasal 198
Cukup jelas.

Pasal 199
Cukup jelas.

Pasal 200
Cukup jelas.

Pasal 201
Cukup jelas.

Pasal 202
Cukup jelas.

Pasal203
Cukup jelas.

:Pasal 204
Cukup jelas.

Pasal205
Cukup jelas.
Pasal 206 ...
PRE;SIDEN
REPUBLIK JNDONESJA

- 22 -

Pasal206
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5588


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISI II


PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENETAPAN PERPU NOMOR I TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG

Tahun Sidang : 2014-2015


Masa
: II
Persidangan
Rapat ke- : --
Jenis Rapat : Rapat Kerja
Hari, Tanggal : Kamis, 15 Januari 2015
Waktu : 20.00-22.28 WIB
Tempat : RUANG KK III
:
Ketua Rapat Rambe Kamarul Zaman
Sekretaris Rapat : Minarni, SH/Kabag.Set Komisi II DPR RI
Acara : - Keterangan Pemerintah atas Rancangan
Undang-undang tentang penetapan peraturan
pemerintah pengganti Undang-undang nomor
1 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-
undang nomor 22 tahun 2014 tentang
pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serta
Rancangan Undang-undang tentang
penetapan peraturan pengganti Undang-
undang Nomor 2 tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-undang nomor 23
tahun 2014 tentang pemerintahan daerah
menjadi Undang-undang; dan
- Pandangan fraksi-fraksi dan DPD ri terhadap
keterangan Pemerintah atas Rancangan
Undang-undang tentang penetapan peraturan
Pemerintah pengganti Undang-undang nomor
1 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-
undang nomor 22 tahun 2014 tentang
pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota serta
Rancangan Undang-undang tentang
penetapan peraturan pemerintah pengganti
Undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-undang nomor 23
tahun 2014 tentang pemerintahan daerah
menjadi Undang-undang.

Anggota Komisi II DPR RI:


...... orang Anggota dengan rincian :

Pimpinan Komisi II DPR RI


(... dari 5 orang Pimpinan):
1. Rambe Kamarul Zaman
2. Ir. H. Ahmad Riza Patria, M.BA.
3. Drs. Wahidin Halim M.Si
4. Ir. H.M. Lukman Edy, M.Si
5. H. Mustafa Kamal, SS

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan


( ... dari 10 orang Anggota):

6. Komarudin Watubun, SH., MH


7. Arif Wibowo
8. Budiman Sudjatmiko, M.Sc, M.PhiL
9. Diah Pitaloka, S.Sos
10. Tagore Abu Bakar
11. Adian Yunus Yusak Napitupulu
Hadir : 12. Dr. Ir. Willy M. Yoseph, MM
13. H. KRH. Henry Yosodiningrat, SH
14. Drs. Sirmadji, M.Pd

Fraksi Partai Golkar


(.....dari 7 orang Anggota):
15. Dadang S. Muchtar
16. Drs. H.A. Mujib Rohmat
17. Drs. Setya Novanto, AK
18. Mahyudin, ST, MM
19. Hj. Enny Anggraeny Anwar
20. Tabrani Maamun
21. Agung Widyantoro, SH., M.Si

Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya


(..... dari 5 orang Anggota):
22. Dr. H. Azikin Solthan, M.Si
23. H. Bambang Riyanto, SH, MH, M.Si
24. H. Subarna, SE., M.Si
25. Suasana Dachi, SH
26. Ir. Endro Hermono, MBA
Fraksi Partai Demokrat

1
(..... dari 5 orang Anggota):
27. Saan Mustopa, M.Si
28. H. Zulkifli Anwar
29. Ir. Fandi Utomo
30. Libert Kristo Ibo, S.Sos, SH, MH
31. EE. Mangindaan, SIP

Fraksi Partai Amanat Nasional


(.... dari 4 orang Anggota):
32. H. Yanri Susanto
33. H. Sukiman, S.PD., MM
34. Ammy Amalia Fatma Surya, SH., M.Kn
35. Amran, SE

Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa


(.... dari 3 orang Anggota):
36. H. Abdul Malik Haramain, M.Si
37. Yanuar Prihatin, M.Si
38. Dr. Zainul Arifin Noor, SE, MM

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera


(....dari 3 orang Anggota):
39. H. Jazuli Juwaini, Lc., MA
40. Dr. H. Sa’aduddin, MM
41. Muhammad Yudi Kotouky

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan


(..... dari 3 orang Anggota):
42. H. Mohammad Arwani Thomafi
43. KH. Asep Ahmad Maosul Affandy
44. Dr. H. MZ. Amirul Tamim, M.Si

Fraksi Partai Nasional Demokrat


(...........dari 3 orang Anggota):
45. H. Syarif Abdullah Alkadrie, SH., MH
46. Drs. Tamanuri, MM
47. Dr. Muchtar Lutfhi A. Mutty, M.Si

Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat


(........... dari 2 orang Anggota):

48. Dr. Rufinus Hotmaulana Hutauruk, SH., MM.,


MH
49. Dr. Frans Agung Mula Putra, S.Sos., MH

2
B. PEMERINTAH :
a) Mendagri
b) Menkumham
c) Komite I DPD RI

3
JALANNYA RAPAT :

KETUA RAPAT (RAMBE KAMARUL ZAMAN) :

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Salam sejahtera buat kita semua Yang terhormat Saudara Menteri Dalam
Negeri beserta jajarannya.
Yang terhormat Saudara menteri Hukum dan HAM beserta jajarannya.
Yang terhormat Saudara pimpinan Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia.
Yang terhormat Saudara pimpinan Komisi II dan anggota komisi 2 DPR RI
yang berbahagia.
Hadirin sekalian yang kami hormati.

Berdasarkan surat presiden Republik Indonesia Nomor R56/Pres/10 /2014.


Tanggal 2 Oktober 2014 perihal rancangan Undang-Undang tentang Penetapan
Perpu nomor I tahun 2014 tentang pemilihan gubernur bupati dan walikota menjadi
Undang-Undang serta surat presiden Republik nomor R57 /Presiden /10 /2014
tanggal 2 Oktober 2014 perihal rancangan Undang-Undang tentang penetapan
Perpu Nomor 2 tahun 2014.

Tentang pemerintah daerah menjadi Undang-Undang, Pemerintah dalam hal


ini presiden telah Menugaskan Menteri Dalam Negeri serta Menteri Hukum dan
HAM baik secara sendiri-sendiri maupun bersama sama, dan berdasarkan
keputusan rapat Badan Musyawarah DPR RI tanggal 7 November 2014
memutuskan, bahwa penanganan pembahasan diserahkan kepada komisi II DPR RI.

Untuk mengawali pembicaraan tingkat satu terlebih dahulu marilah kita


memanjatkan puji syukur kehadiran Tuhan yang Maha Esa karena atas perkenannya
kita dapat menghadiri rapat kerja komisi II DPR RI dalam rangka pembahasan 2
rancangan Undang-Undang tentang penetapan Perpu dimaksud dengan Menteri
Dalam Negeri serta menteri Hukum dan HAM dalam rangka melaksanakan tugas
konstitusi di bidang legislasi pada hari ini dalam keadaan sehat. Follow up sesuai
dengan laporan sekretariat rapat kerja pada hari ini daftar hadir telah ditandatangani
oleh 33 dari 50 orang anggota yang terhormat di komisi II. Dan fraksinya lengkap 10
fraksi.

Dengan demikian sesuai dengan pasal 251 ayat (1) peraturan tata tertib DPR
RI makan perkenankan kami pembukaan rapat kerja ini dan rapat di nyatakan
terbuka untuk umum. Saudara-saudara, sekarang baru kita memulai pembahasan
tentang Perpu ini.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 20.00 WIB)

Kita disiplin dalam pembahasannya sesuai dengan aturan Konstitusi yang


ada , jadi mohon maaf jika kami sampaikan jika Perpu yang lalu dibahas di luar itu
pembahasan tidak resmi. Apalagi tanggapan mau mengarahkan sesuatu hal tentang
Perpu ini, itu adalah tidak resmi karena mampu forumnya sesuai dengan Undang-
Undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dinyatakan wajib dibahas

4
oleh DPR RI dalam masa sidang berikutnya. Berikutnya itu adalah masa sidang
yang sekarang, Pasal 22 Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun
1945 selengkapnya berbunyi, Undang-Undang Dasar kita jangan ditambah-tambah
dan jangan dikurang-kurang. Ini Kementerian Hukum dan HAM menteri Hukum dan
Ham, kita bersama-sama mengkaji ini, termasuk saya kira Saudara Menteri Dalam
Negeri tentang hal ini . Pasal 22 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 selengkapnya berbunyi dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa
Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-
Undang berikutnya Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut . Jika tidak mendapat
persetujuan , kata jika tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintah itu
harus dicabut , ini Undang-Undang Dasar .

Oleh karenanya pembahasan yang kami katakan di luar tadi yang bukan
kewenangannya, ya itu hanya sekedar pembicaraan-pembicaraan yang walapupun
Komisi II DPR RI telah memberikan, bukan teguran, tapi memberikan pengertian
jangan kita buat ribet mengatur republik ini , kalau kita buat ribet akan menjadi ribet
sendiri . Pasal 52 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan dinyatakan bahwa satu, Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut
artinya ini sudah prosedur dilalui .

Berikutnya yang kedua, pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-


Undang sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) yang kami katakan tadi , dilakukan
dalam bentuk pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang.

Jadi surat Presiden yang lalu adalah Rancangan Undang-Undang tentang


Perpu. Ayat (3) DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak memberikan
persetujuan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Berikutnya
dalam Ayat (4) dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
mendapat persetujuan DPR dalam rapat Paripurna , Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang. Ayat (5)
dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tidak mendapat
persetujuan DPR dalam rapat Paripurna Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang tersebut harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku.

Jadi ini banyak pers yang menanyakan apa keputusannya , terima atau tolak
atau cabut , kan itu yang kadang-kadang kita bikin pusing padahal belum mulai
pembahasannya . Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada Ayat
(5) tadi DPR atau Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang
Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Ayat 7 Rancangan
Undang-Undang tentang pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang sebagaimana dimaksud pada Ayat (6) mengatur segala akibat hukum dari
pencabutan Pemerintah Pengganti Undang-Undang jadi tadi Rapat kerja dengan
Menteri Dalam Negeri dalam hal pengawasan kita sudah bersepakat untuk
menyelesaikan tentang pembahasan Perpu ini berikut akibat Hukum yang muncul ,
penyelesaian akibat Hukum yang muncul dalam masa sidang yang cukup singkat ini
hanya selama 28 hari. Oleh Karena itu saya kira dari Kementerian Hukum dan HAM

5
juga kami sampaikan hal tersebut agar kepastian Hukum setelah kita tetapkan apa
pun nanti sudah tidak ada pertanyaan-pertanyaan hal yang menyangkut
pelaksanaan Pilkada di daerah-daerah . Ayat 8 Rancangan Undang-Undang tentang
Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana
dimaksud pada Ayat (7) ditetapkan menjadi Undang-Undang tentang Pencabutan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dalam rapat Paripurna yang sama
.

Jadi rapat Paripurna yang sama antara diterima dan atau ditolak atau dicabut
jadi jika Rapat Paripurna yang sama kita harus selesaikan akibat Hukum, apa yang
terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama agar kiranya Pilkada -Pilkada di daerah
dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.

Berdasarkan ketentuan tersebut , maka dalam hal Perpu disetujui oleh DPR, maka
Perpu ditetapkan dan diundangkan menjadi Undang-Undang tentang Penetapan
Perpu Nomor 1 menjadi Undang-Undang dan Perpu tersebut melanjutkan
keberlakuannya yang telah dimulai sejak tanggal 2 Oktober 2014. Artinya apa,
bahwa dalam pembahasan ini Perpu yang ada ini kalau kita terima kita harus terima
sepenuhnya dan kita laksanakan sepenuhnya. Ini makna konstitusional , kalau
Bapak Saudara Menteri Kemenkumham mengatakan negara ini adalah harus
memang berpahamkan negara konstitusional .

Dalam hal Perpu tidak mendapat persetujuan dari DPR maka dalam rapat
Paripurna yang sama ditetapkan Undang-Undang tentang Pencabutan Perpu Nomor
1 tahun 2014 dan kita bicarakan jalan keluar tentang konsekuensi hukumnya . RUU
tentang Pencabutan Perpu dapat diajukan oleh DPR atau Presiden dan di dalam
RUU tersebut diatur segala akibat Hukum dari Pencabutan Perpu , dengan demikian
ketika Perpu diserahkan pembahasannya kepada Komisi II DPR RI, maka sebelum
dibawa ke Rapat Paripurna sudah tentunya nanti kita persiapkan dua Rancangan
Undang-Undang itu dengan segala akibat huku -hukumnya .

Saudara Menteri Hukum dan HAM, Menteri Dalam Negeri , para Anggota DPD,
yang kami hormati,

Dengan demikian tata cara kita untuk membahas ini kita sudah bahas secara
internal di Komisi II langkah pertama yang harus kita lakukan adalah penjelasan
dari Presiden Republik Indonesia , Presiden Republik Indonesia bukan yang
mengeluarkan Perpu yang lalu tapi Presiden Republik Indonesia yang sudah
menugaskan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri untuk
memberikan penjelasan tentang Perpu 1 dan Perpu 2 tersebut. Yang di dalam
Undang-Undang dinyatakan adalah tidak yang dijelaskan ide dasar keluarnya Perpu
tersebut dan juga yang kedua substansi -substansi yang diatur di dalam Perpu
tersebut seluas-luasnya nanti akan kita dengarkan penjelasan daripada Pemerintah
.

Setelah itu mekanismenya karena baik diterima atau pun dicabut harus
diperbincangkan oleh Fraksi . Oleh karena itu setiap Fraksi di Komisi II akan
memberikan tanggapan atas penjelasan Pemerintah tentang Perpu tersebut.
Setelah tanggapan Fraksi-Fraksi dan juga DPD , Saudara Muqowam sudah mulai
agak senyum kok tidak disebut-sebut gitu DPD prosedurnya kita tempuh saja

6
setelah itu selesai baru kembali Pemerintah memberikan tanggapan atas
pandangan -pandangan dari Fraksi-fraksi, setelah memberikan tanggapan
Pemerintah baru kita rembukkan mau kita apakan, baru kita tetapkan mekanisme
pembahasan secara tuntas dan jadwal acara pembahasannya kita tetapkan dalam
Rapat Kerja lebih lanjut setelah itu kita bentuk tim Panja atau Timus baru kita
tuntaskan yang jika masa sidang ini sampai tanggal 19 Februari mudah-mudahan
Paripurna penetapannya bisa dilaksanakan tanggal 17 , selambat lambatnya tanggal
17 Februari. Saudara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM, Saudara
Pimpinan , Anggota Komisi II dan DPD yang kami hormati.

Tanggapan Fraksi nanti tentu kita ikuti secara bersama-sama , kalau seperti
yang kami katakan tadi lebih baik di forum ini kita buka bahwa jika diterima apa
konsekuensi hukumnya? Perpu ini harusnya , seharusnya. Bukan lagi harusnya,
seharusnya dilaksanakan secara utuh padahal kita menginginkan agar Perpu nanti
kalau kita terima misalnya jika kita terima dan sudah ada perbaikan , tetapi kalau
diterima tidak ada rumus perbaikan itu menurut bahasa Undang-Undang kita terima
secara utuh bagaimana jalan keluarnya nanti . Yang mewakili Presiden
menyampaikan tentang hal tersebut .

Kalau dicabut misalnya konsekuensi hukumnya juga harus terselesaikan ,


kita atur bagaimana lebih lanjut yang paling penting adalah Undang-Undang tentang
Pilkada kita selesaikan pada masa sidang ini dan juga demi bangsa dan negara
serta rakyat Indonesia yang sudah menanti apa hasil pembahasan kita untuk kita
selesaikan secara tuntas. Kami dari Pimpinan belum mau memasuki materi karena
nanti pandangan dari pada Fraksi-Fraksi akan menyampaikan hal ini dan
selanjutnya pandangan itu akan ditanggapi oleh Presiden dalam hal ini adalah
Kementerian Dalam Negeri, Menteri Dalam Negeri dan lalu Menteri Hukum dan HAM
yang selanjutnya baru kita bahas mekanisme pembahasannya .

Suap dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 ada cara khusus ada cara
biasa dinyatakan di sana secara tegas . inilah pengantar kami Saudara-saudara
karena ini terbuka, jadi dari pers jangan dianggap sudah kiamat dunia ini semuanya
bisa kita selesaikan karena untuk demi bangsa dan negara. Komisi II DPR RI pada
dasarnya dalam rapat Komisi II nanti didengarkan pandangan fraksi-fraksi siap untuk
membahas ini sebab ini adalah tugas konstitusional yang mulia . Demikian
pengantar kami kami minta dari Pemerintah yang mewakili Presiden Republik
Indonesia Menteri Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM untuk
memberikan penjelasan seluas-luasnya sebab tidak kita buka dialog dari penjelasan
itu nanti, sebablangsung Pandangan Fraksi ditanggapi baru kita membicarakan hal-
hal lebih lanjut tentang itu.

Kami persilakan dengan hormat, terserah siapa yang mau mendahului untuk
memberikan penjelasan tersebut bila perlu lanjut nanti dengan Menteri Dalam
Negeri juga kita persilakan dan untuk kita perbincangkan yang jika nanti masih ada
waktu, ada Fraksi yang siap langsung atau DPD memberikan pandangan kita cicil
baru akan kelanjutan besok siang setelah Jumatan kita lakukan lagi Pandangan
setelah itu baru juga tanggapan Pemerintah . Kami persilakan dengan hormat izin
Pak Mendagri keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang dan

7
Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
Undang-Undang.

MENTERI HUKUM DAN HAM (YASSONA H. LAOLY) :

Yang terhormat Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi II Dewan Perwakilan


Rakyat Republik Indonesia
Saudara Pimpinan dan Anggota Komite I DPD RI Bapak Mendagri,
dan hadirin yang berbahagia.

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Salam sejahtera buat kita semua.

Pertama-tama marilah kita panjatkan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha


Kuasa karena atas Rahmat dan Karunia-Nya pada hari ini kita dapat hadir dalam
Rapat Kerja antara Komisi II DPR RI, Komite I DPD RI, dan Pemerintah dalam
rangka Rapat Kerja pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang dan Rancangan
Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang .

Kedua rancangan tersebut telah disampaikan oleh Presiden kepada Ketua


DPR RI dengan surat Nomor R-56/Pres/X2014 dan surat Nomor R-57/Pres/X2014
tanggal 2 Oktober 2014 dalam surat tersebut Presiden menugaskan Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama untuk mewakili Presiden dalam membahas kedua Rancangan
Undang-Undang tersebut di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dalam
hal ini Komisi II .

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik


Indonesia serta Saudara Pimpionan dan Anggota Komite I Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia yang terhormat.

Berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (10) , seperti yang dikutip oleh Pak
Ketua tadi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
dinyatakan bahwa dalam hal Ihwal kegentingan yang memaksa Presiden berhak
menetapkan peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang untuk
melaksanakan hak konstitusional tersebut pada tanggal 2 Oktober 2014 Presiden
telah menetapkan : 1. Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota, dan 2. Perpu Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan
diterbitkannya Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur , Bupati dan
Walikota, maka segenap ketentuan pemilihan kepala daerah yang termuat dalam
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota dicabut dan dinyatakan tidak berlaku berkenaan dengan hal tersebut
pengaturan mengenai pemilihan Kepala Daerah di dalam Undang-Undang Nomor 32

8
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga telah dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku sedangkan regulasi penggantinya yakni Undang-Undang Nomor 23 tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, tidak memuat pengaturan terkait pemilihan
kepala daerah secara langsung .

Keadaan ini mengakibatkan terjadinya kekosongan Hukum dalam pemilihan


kepala daerah selain itu terdapat keadaan yang mendesak dan memerlukan tindakan
segera untuk menjamin kepastian hukum dalam pelaksanaan pemilihan kepala
daerah di 204 daerah pada tahun 2015 . Kondisi faktual tersebut dipandang selaras
dengan pertimbangan yang tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
138/PUU-VII/2009 yang memuat tentang persyaratan perlunya peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang apabila :

1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan


masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang.
2. Undang-Undang yang di butuhkan tersebut belum padat sehingga terjadi
kekosongan Hukum atau Undang-Undang tetapi ada Undang-Undang
tetapi tidak memadai.
3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat
Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu
yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu
kepastian untuk diselesaikan.

Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
ditetapkan dengan tujuan untuk menjamin agar pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota dilaksanakan secara demokratis sebagaimana diamanatkan dalam Pasal
18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah dalam hal ini secara konsisten tetap berpandangan bahwa makna frasa
dipilih secara demokratis sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (4) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu ditegaskan dengan
pelaksanaan pemilihan gubernur , bupati dan walikota secara langsung oleh rakyat
dengan tetap melakukan beberapa perbaikan mendasar atas berbagai
permasalahan pemilihan kepala daerah langsung yang selama ini telah di jalankan
khususnya antara lain mengenai :

1. Penguatan peran unsur penyelenggara pemilihan gubernur, bupati dan walikota


yakni KPU Propinsi dan KPU Kabupaten/Kota serta melakukan perbaikan dalam
setiap tahapan pelaksanaannya antara lain :

a) Menegaskan mekanisme pemilu gubernur, bupati dan walikota dilakukan


secara langsung oleh rakyat hanya untuk kepala daerah dan tidak satu paket
dengan wakil kepala daerah.
b) Menegaskan pentingnya pelaksanaan uji publik oleh akademisi, tokoh
masyarakat dan komisioner KPU Provinsi dan atau KPU Kabupaten/Kota bagi
setiap bakal calon kepala daerah untuk mewujudkan kualitas gubernur, bupati
dan walikota yang memiliki kompetensi dan integritas selain memenuhi
persyaratan formal administratif. Uji publik ini juga dimaksudkan untuk
mempertemukan preferensi partai politik dan preferensi masyarakat dalam
proses pengusulan calon kepala daerah.

9
c) Pelaksanaan kampanye difasilitasi oleh KPU propinsi dan KPU Kabupaten/Kota
dengan menggunakan prinsip efektifitas, efesiensi dan proporsionalitas.
d) Memperketat persyaratan calon gubernur, bupati wali kota antara lain :
1. Syarat untuk berhenti dari jabatan kepala daerah jika mencalonkan diri di
daerah lain.
2. Syarat untuk mengurangi terjadinya politik dinasti
3. Syarat untuk mengundurkan diri sebagai anggota TNI/ Polri dan PNS sejak
mendaftarkan diri sebagai calon dan
4. Syarat berhenti dari jabatan pada BUMN dan BUMD jika mencalon di calon
kepala daerah.

2. Pendanaan penyelenggaraan pemilihab gubernur, bupati dan walikota bersumber


dari APBN dan dapat didukung APBD namun khusus pelaksanaan pemilihan
gubernur, bupati dan walikota pada tahun 2015 pendanaannya dibebankan pada
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah guna menjamin transparansi dan efesiensi
penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati dan walikota, maka lembaga
penegak hukum wajib mengawasi pelaksanaan seluruh tahapan pemilihan
gubernur, bupati dan walikota, untuk mencegah politik uang yang dikhawatirkan.

4. Berdasarkan pengalaman penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah


sebelumnya dan untuk menundukkan kembali tugas dan fungsi lembaga yang
diamanatkan untuk menyelesaikan sengketa Pilkada sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, maka penyelesaian sengketa Pilkada yang sebelumnya
ditangani oleh Mahkamah Konstitusi diserahkan kembali ke Mahkamah Agung.
Kebijakan ini ditetapkan guna menegakkan supremasi hukum dalam konteks
kesatuan hukum nasional.

5. Penyelesaian perselisihan hasil pemilihan gubernur maupun perselisihan hasil


pemilihan bupati dan walikota adalah di tingkat pengadilan tinggi dan dapat
mengajukan permohonan keberatan ke Mahkamah Agung yang putusannya
bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain Adapun
Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 2 tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah kami ajukan sebagai konsekuensi dengan berlakunya
Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota .

Kedua Rancangan Undang-Undang tersebeut menjadi penting sebagai


jaminan terwujudnya prinsip kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan untuk
memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang
berlandaskan kedaulatan rakyat dan demokrasi. Saudara Pimpinan dan Anggota
Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, serta Saudara Pimpinan dan
Anggota Komite I DPD RI yang terhormat. Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, bupati walikota yang telah disahkan tanggal 30
September 2014 khususnya materi muatan mengenai mekanisme pemilihan kepala
daerah secara tidak berlangsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah
mendapatkan penolakan yang luas oleh masyarakat , rakyat dan mempengaruhi
kehidupan demokrasi di Indonesia sehingga kami menilai bahwa kondisi ini telah

10
menyebabkan terjadinya kegentingan yang memaksa yang pada akhirnya
mendorong kami untuk menetapkan kedua Perpu tersebut di atas sebagai landasan
yuridis agar kondisi kegentingan yang memaksa tersebut dapat segera kembali
menjadi kondisi yang normal.

Secara konstitusional Pasal 20 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dalam persidangan yang berikut. Ketentuan tersebut di atas dijabarkan
lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 52 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor
12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan yang menyatakan
bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke DPR
dalam persidangan yang berikut dan pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang tersebut dilakukan dalam bentuk pengajuan Rancangan Undang-
Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
menjadi Undang-Undang. Dalam penjelasan Pasal 55 ayat (1) dinyatakan bahwa
yang dimaksud dengan persidangan berikut adalah Masa Sidang Pertama DPR
setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditetapkan. Saudara
Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI serta Saudara penghinaan dan anggota
komisi satu DPR DPD yang terhormat materi muatan Rancangan Undang-Undang
tentang penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota menjadi Undang-Undang dan Rancangan Undang-Undang tentang
penetapan Perpu Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 tahun 20114 tentang Pemerintahan Daerah memuat 2 hal yaitu : 1.
Menetapkan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota menjadi Undang-Undang dan menetapkan Perpu Nomor 2 tahun 2041
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang, serta melampirkannya sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang tersebut . Mulai berlakunya
Undang-Undang 2. Mulai berlakunya Undang-Undang tentang penetapan Perpu
Nomor 1 tanggal 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi
Undang-Undang dan Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 2 tanggal
2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang Saudara Pimpinan dan Anggota
Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia serta Saudara Pimpinan dan
Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia yang terhormat.
Demikianlah kami sampaikan Keterangan Pemerintah atas kedua Rancangan
Undang-Undang tersebut, dengan harapan agar kedua Rancangan Undang-Undang
mendapat persetujuan bersama dari dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
dan kami memohon agar kiranya dapat kita dilaksanakan sesegera mungkin dapat
kita sahkan secepat mungkin mengingat pada saat ini tahapan pelaksanaan Pilkada
sudah memasuki tahapan dan KPU serta KPU Provinsi dan daerah sangat
mengharapkan keputusan kita yang cepat mengenai hal ini agar tahapan-tahapan
pelaksanaan Pilkada untuk tahun 2015 dapat dilaksanakan dengan baik.
Akhir kata kami atas nama Pemerintah Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Hukum dan HAM mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya
atas perhatian Pimpinan dan Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia serta Pimpinan dan Anggota Komite I DPD RI yang terhormat, yang
dengan kesabarannya mendengarkan penyampaian Keterangan Pemerintah atas
kedua rancangan Undang-Undang tersebut . Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa

11
meridhoi usaha ki dan senantiasa memberi petunjuk ke jalan yang lurus
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Atas nama Pemerintah Menteri
Hukum dan HAM dan Menteri Dalam Negeri.

KETUA RAPAT :

Terima kasih.
Penjelasan Pemerintah tentang Perpu Nomor 1 dan Nomor 2 , karena tadi
sudah ditutup dan sudah diserahkan kepada kami materi yang lengkap. . Tidak elok
lagi kalau kami minta tambahan dari Menteri Dalam Negeri karena sudah dinyatakan
tadi penutupnya, tapi tidak ditutup seperti itu masih ada cara mungkin bisa
ditambahkan, tapi karena sudah ditutup dan sudah diserahkan materinya . Saya kira
kita sudah dengarkan Penjelasan Pemerintah , sekarang jika untuk kita percepat
tahapan berikutnya adalah Pandangan dari Fraksi-Fraksi dan DPD kalau sudah ada
yang siap kita mulai cicil malam ini , sebab dari pandangan itu nanti Presiden dalam
hal ini juga Menteri Hukum dan HAM Menteri Dalam Negeri akan mencatat
pandangan tersebut akan mengutarakan Materi dan bagaimana kira-kira langkah-
langkah yang kita ambil agar dalam rapat berikutnya ditanggapi oleh pemerintah
cocok misalnya jalan keluarnya baru kita, atur sedemikian rupa perjalanan dan
mekanisme pembahasan kita kami dari pimpinan menawarkan kepada Fraksi-fraksi
dan DPD yang sudah siap memberikan Pandangan atas penjelasan pemerintah
Ketua juga sudah ada yang sip ya, Pak Yandri siap?

F-PAN (YANDRI SUSANTO):

Bukan ketua.

Ngomong sedikit Ketua.

Terima kasih, mohon ijin Ketua.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Pimpinan dan anggota komisi II yang saya hormati,


Kawan-kawan dari DPD,
Pak Menteri Dalam Negeri dan Kumham beserta jajaran.

Apa yang disampaikan pemerintah tadi saya kira begini saja, usul saya ini
pimpinan kita gilir saja per fraksi saya kira kan pendapat malam hari ini apakah kita
setuju dilanjutkan pembahasan itu saja kan di minta kepada masing-masing fraksi
belum kepada materi jadi kita minta kepada masing-masing fraksi digilir saja Ketua
bagi yang sudah siap dengan materi tertulis bagus kalau yang belum tertulis pada
prinsipnya setuju untuk lanjutan atau tidak setuju untuk dilanjutkan mari kita lihat
nanti masing-masing Fraksi kalau misalkan mayoritas atau seluruhnya fraksi
mengatakan setuju dilanjutkan maka mungkin Senin atau besok bisa kita bentuk
Panja itu artinya kita sesuai dengan prosedur saha Ketua, jangan diminta kepada
yang siap saya kira mungkin semua Fraksi sudah siap walaupun mungkin dari sisi
administrasi belum lengkap, Fraksi PAN sudah lengkap dengan tertulisnya apa

12
namanya Pimpinan, saya yakin juga Fraksi yang lain sudah siap karena kita
memang sudah dituntut oleh masyarakat ditunggu rakyat jangan sampai kita ini
dianggap berbelit-belit apalagi masa sidang kedua ini sangat pendek kalau kita
misalkan malam ini selesai dengan Pandangan Fraksi kita tentu akan melanjut
kepada langkah yang berikutnya dan saya yakin semua semua Fraksi berkomitmen
penuh untuk membahasa ini secepat-cepatnya, terima kasih pimpinan.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

KETUA RAPAT:

Saya kira kita mulai saja. Biar lebih demokratis. Kita tanya yang mau tunjuk
tangan duluan, kalau tidak nanti dipimpin yang menunjuk.

F-PDIP (ARIF WIBOWO) :

Ketua diurut saja Ketua seperti biasanya, yang sesuai dengan undangan dari
fraksi yang terbesar dulu Kita harapkan kalau sudah ada nanti tertulisnya diserahkan
juga secara resmi Kepada Pemerintah dan juga diserahkan kepada Pimpinan agar
nanti bahan kita berikutnya juga kalau bisa diperbanyak oleh Sekretariat kami
persilakan dari PDIP Fraksi PDIP.
Terima kasih Ketua.

Jadi saya kira kita perlu tertib sesuai dengan undangan Komisi II bahwa pada
hari ini adalah setelah mendengarkan keterangan dari pemerintah kemudian setiap
Fraksi untuk menyampaikan pandangan fraksinya terhadap Keterangan Pemerinta.

Pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan


Dewan perwakilan Rakyat Republik Indonesia Indonesia
Terhadap Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang
tentang
Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota serta Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang.

Disampaikan oleh
Arif Wibowo
Nomor anggota 193

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua


Om Suasti Astu,
Merdeka!!!
Yang terhormat Saudara Pimpinan Rapat dan segenap Anggota Komisi II
dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

13
Yang terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri serta Menteri Hukum dan HAM
atau yang mewakili beserta jajarannya.
Yang terhormat Saudara Pimpinan Komite I DPD RI;
Hadirin sekalian yang berbahagia.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang memungkinkan kita bersidang pada hari ini dengan agenda penyampaian
pandangan fraksi-fraksi dan DPD RI terhadap Keterangan Pemerintah atas
Rancangan Undang-Undang tentang penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014 serta
Rancangan Undang-Undang tentang penetapan Perpu Nomor 2 tahun 2014 untuk
kemudian menjadi Undang-Undang, bagi fraksi PDI Perjuangan pembahasan
Rancangan Undang-Undang ini demikian penting dan starategis karena akan
memberikan landasan Hukum yang kuat dan kokoh atas pelaksanaan kedaulatan
rakyat di daerah dalam pemilihan Kepala Daerah dan untuk memantapkan
penyelenggaraan Otonomi Daerah Kepala Daerah terpilih diharapkan nantinya
mendapatkan legitimasi yang dibutuhkan melalui proses pemilihan yang menjunjung
tinggi asas kedaulatan rakyat transparan dan akuntabel.

Atas seluruh proses dan tahapan yang ditentukan derajat legitimasi pimpinan
daerah terpilih tidak sekedar mendapatkan cukup suara tetapi juga memerlukan
legitimasi substantif yaitu dipilih langsung oleh rakyat legitimasi yang demikian dapat
menjadi modal utama dalam mencapai efektivitas penyelenggaraan pemerintah
pemerintahan di daerah untuk mempercepat terwujudnya keesejahteraan
masyarakat daerah melalui peningkatan pelayanan pemberdayaan dan peran serta
masyarakat serta peningkatan daya saing daerah.

Saudara pimpinan dan anggota Saudara Menteri;


beserta hadirin Yang Mulia.

Fraksi PDI Perjuangan DPR menghargai sikap pemerintah terdahulu yang


telah menerbitkan Perpu Nomor 1 tahun 2014 serta Perpu Nomor 2 Tahun 2014
seperti diketahui RUU yang kemudian sisahkan dan diundangkan menjadi Undang-
Undang Nomor 2 tahun 2014 tersebut dilakukan pembahasan bersama DPR RI
dengan pemerintah pada tanggal 6 Juni 2012 dan dilakukan pengambilan putusan
pada September 2014 hanya berselang 6 hari dalam masa pemerintah yang sama
dan oleh Pemerintah yang sama Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 dicabut
melalui penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014 tepatnya pada tanggal 2 Oktober
2014, secara bersamaan pada tanggal yang sama diterbitkan dan disampaikan
Rancangan Undang-Undang tentang penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 kepada
DPR RI Saudara pimpinan dan anggota Saudara Menteri beserta hadirin Yang Mulia.

Berdasarkan pada pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia 1945 dalam hal Ihwal kegentingan yang memaksa Presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang serta
memperhatikan putusan MK Nomor 138/PU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010 yang
menetapkan 3 syarat adanya kegentingan memaksa, sebagaimana dimaksud oleh
Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu satu, adanya keadaan yaitu
kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah Hukum secara cepat
berdasarkan Undang-Undang.

14
Yang kedua, Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga
terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai.

Yang ketiga, Kekosongan Hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara
membuat Undang-Undang secara prosedur biasa, karena akan memerlukan waktu
yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian
untuk diselesaikan maka fraksi PDI Perjuangan DPR RI memandang perlu bahwa
Perpu Nomor 1 Tahun 2014, penerbitannya memenuhi syarat substantif pasal 22
ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan putusan MK Nomor 138/PU-VII/2009
pandangan Fraksi PDI Perjuangan DPR RI tersebut dilakukan setelah melakukan
penialaian secara obyektif terhadap pertimbangan pada ketentuan menimbang
dalam Perpu Nomor 1/2014 Yakni : a. Untuk menjamin pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota dilaksanakan secara demokratis sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 maka kedaulatan rakyat serta
demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat
utama pemilihan Gubernur, Bupati, Bupati dan Walikota, Perlu ditegaskan dengan
pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota secara langsung oleh rakyat
dengan tetap melakukan beberapa perbaikan mendasar atas berbagai pemilihan
langsung yang selama ini telah dijalankan Undang-Undang Nomor d. Bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud perlu menetapkan Perpu tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Saudara Pimpinan dan Anggota, Saudara Menteri beserta hadirin yang mulia.

Selain melakukan penilaian obyektif dalam rangka filosofis dan dan yuridis
seperti yang dikemukakan di atas Fraksi PDI Perjuangan DPR RI juga melakuan
penilaian secara obyektif faktual bahwa unsur kegentingan memaksa penerbitan
Perpu No. 1 Tahun 2014 juga terpenuhi yakni dalam kurun waktu tahun 2015
terdapat 204 Kepala Daerah yang berakhir masa jabatannya. Dengan demikian
penyelenggaraan Pilkada Tahun 2015 secara langsung oleh rakyat memerlukan
payung hukum sebagai pijakan yuridis Pilkada tahun 2015. Dalam berbagai
pengalaman Pilkada langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan secara
matang dengan alokasi waktu yang cukup atau setidaknya dibutuhkan waktu 10
bulan sebelum pelaksanaan pemungutan suara dilakukan .

Pada tingkat perencanaan Pilkada Tahun 2015 Fraksi PDI Perjuangan DPR
RI meyakini bahwa penyelenggara Pilkada dan Pemerintah termasuk Pemda
beserta lembaga terkait lainnya telah mempersiapkannya secara matang dan itu
dilakukan sejak tanggal 2 Oktober 2014 dimana adalah Perpu Nomor 1 Tahun 2014
diterbitkan ketentuan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menggariskan Peraturan Perundang-
Undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal
diundangkan kecuali ditentukan lain di dalam peraturan Perundang-Undangan dan
yang bersangkutan .

Saudara Pimpinan dan Anggota, Saudara Menteri beserta hadirin yang mulia.

Dengan mendasarkan pada prinsip pelaksanaan kedaulatan rakyat melalui


Pilkada langsung penilaian obyektif dalam kerangka filosofis dan yuridis serta faktual

15
sebagaimana dikemukakan di atas, maka Fraksi PDI Perjuangan DPR RI
berpandangan agar Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1
tahun 2014 dilakukan pembahasan lebih lanjut dengan tahapan sesuai peraturan
Perundang-Undangan mengingat ketentuan Pasal 52 Ayat (3) Undang-Undang
nomor 12 Tahun 2011 DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak memberikan
persetujuan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang maka Fraksi
PDI Perjuangan DPR RI mengusulkan agar pembahasan dan pengambilan
keputusan rancangan Undang-Undang tentang Perpu Nomor satu tahun 2014
menjadi Undang-Undang dilakukan dengan mekanisme dan jadwal yang lebih
singkat :

1. Pandangan Fraksi-Fraksi dan DPD terhadap Keterangan Pemerintah


tanggapan Pemerintah atas Pandangan Fraksi-Fraksi dan DPD.
2. Pendapat Akhir Mini Fraksi-Fraksi dan DPD untuk Pengambilan Keputusan
Pembicaraan Tingkat i. 4. Pembicaraan Tingkat II atau Pengambilan
Keputusan dalam Rapat Paripurna DPR RI yang sedianya bisa
diselenggarakan minggu depan.

Fraksi PDI Perjuangan DPR RI berharap agar usulan tersebut mendapat respon
positif dari Fraksi-Fraksi, DPD dan Pemerintah sendiri dengan satu harapan agar
tahapan penyelenggaraan Pilkada 2015 dapat segera dilaksanakan sesuai dengan
persiapan dan pencernaan yang telah dilakukan. Beberapa substansi materi Perpu
Nomor 1 Tahun 2014 yang dirasa masih diperlukan penyempurnaan dapat dilakukan
melalui penyusunan Rancangan Undang-Undang baru yang urgensi dan tujuan
penyusunannya, sasaran yang ingin diwujudkan, pokok pikiran, lingkup atau objek
yang akan diatur dan jangkauan serta pengaturannya merupakan penyempurnaan
atas Perpu Nomor 1 tahun 2014 setelah disahkan menjadi Undang-Undang
sedangkan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perpu Nomor 2 Tahun
2014 Fraksi PDI Perjuangan DPR RI juga menerima agar dilakukan lebih lanjut
dengan mekanisme dan jadwal pembahasan satu paket dengan rancangan Undang-
Undang tentang Perpu Nomor 1 Tahun 2014.

Saudara Pimpinan dan Anggota, Saudara Menteri beserta hadirin yang mulia.

Demikian pandangan Fraksi PDI Perjuangan DPR RI terhadap Keterangan


Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1
Tahun 2014 serta Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 2
tahun 2014 menjadi Undang-Undang kami sampaikan. Semoga Allah Tuhan Yang
Maha Kuasa senantiasa memberikan pancaran kasih dan karunia-Nya pada kita
semua Amin. Orandum est us sit mens sana in corpore sano, berdoalah semoga di
dalam tubuh yang sehat bersemayam jiwa yang kuat. Demikian pesan penulis
Romawi. Sekian dan terima kasih.

Wasalamualakum Warah matullahi Wabarakatuh.


Om Shanti Shanti Om.
Merdeka.

Jakarta 15 Januari 2015.

16
Pimpinan Poksi II Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia.

Ketua Komarudin Watubun.


Nomor Anggota 230.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Saudara Yang terhormat Arif Wibowo dari Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan kita lanjutkan fraksi partai golongan karya Kami
persilakan.

F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

Baiklah.

Bismillahirrahmaanirrahiim

Giliran fraksi Partai Golkar untuk menyampaikan Pandangan yang akan


disampaikan oleh Dadang S.Muchtar Nomor Anggota A 263.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Yang Terhormat Pimpinan Sidang Saudara Menteri Dalam Negeri;


Saudara Menteri Hukum dan HAM;
dan Para Anggota Dewan khususnya Komisi II; dan Anggota Kominte DPD;
Hadirin sekalian yang saya muliakan.

Ijinkanlah kami atas nama fraksi Partai Golongan Karya dalam kesempatan
yang berbahagia ini ingin mengajak kita semuanya yang hadir dalam rapat kerja
komisi II ini untuk memanjatkan puji dan syukur kehadiran Allah SWT karena dengan
izin dan hidayahnya kita dapat hadir dan mengikuti Rapat Kerja Komisi II ini untuk
mendengarkan pendapat fraksi-fraksi mengenai penjelasan keterangan pemerintah
atau atas Rencana Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014
tentang perubahan dan atas Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 tentang
pemilihan Gubernur Bupati, walikota serta Undang-Undang tentang penetapan Perpu
Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
tentang pemerintahan daerah menjadi Undang-Undang.

Pimpinan sidang dan hadirin yang kami hormati; Undang-Undang tentang


pemilihan kepala daerah bagi fraksi partai Golkar diposisikan sebagai bagian dari
upaya untuk membangun sistem pemerintahan yang demokratis akuntable dan
efisien berkenaan dengan itu bagi fraksi partai Golkar membahas Perpu ini adalah
upaya memberikan makna sekaligus penguatan terhadap NKRI sebagai bagian dari
amanat Konstitusi kita dalam rangka memajukan kehidupan bernegara, menegakkan
keadilan dan kesejahteraan Indonesia dengan memperhatikan pengalaman serta

17
dinamika dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah fraksi partai Golkar
berharap hendaknya Perpu ini mampu menghasilkan kebijakan terbaik bagi
masyarakat Indonesia.

Sebelum menyampaikan pandangan fraksi kami ingin mengingatkan adanya


peristiwa menarik yang perlu diperhatikan bersama yaitu bahwa Perpu ini
dikeluarkan sesaat setelah Undang-Undang tentang pemilihan gubernur bupati dan
walikota ditandatangani oleh presiden seluruh materinya dicabut oleh presiden yang
yang sama melalui Perpu ini biasanya Perpu hanya mencabut beberapa pasal saja
terhadap suatu Undang-Undang, padahal presiden tersebut turut membahas
bersama DPR uniknya Perpu ini kemudian dibahas oleh presiden yang berbeda
bersama DPR, kira-kira apakah presiden saat ini sungguh-sungguh akan ikhlas
membahas Perpu ini selanjutnya perkenankanlah fraksi partai Golkar memberikan
pandangan dan pendapat terhadap penjelasan/keterangan pemerintah atas Rencana
Undang-Undang tentang penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014 dan Perpu Nomor 2
tahun 2014 sebagai berikut : pertama mengenai syarat adanya kegentingan yang
memaksa sehingga harus dikeluarkan Perpu berdasarkan putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 138/PUU /VII/2009 menetapkan 3 sarat adanya kegentingan yang
memaksa ,sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) Undang-Undang
Dasar 45 yaitu adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan
masalah Hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang Kedua Undang-Undang
yang dibutuhkan tersebut belum ada, sehingga terjadi kekosongan Hukum atau ada
Undang-Undang tetapi tidak memadai.

Kedua kekosongan Hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan ccara


membuat Undang-Undang secara prosedur biasanya karena akan memerlukan
waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu
kepastian untuk diselesaikan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut
Undang-Undang yang mengatur mengenai pemilihan kepala daerah sudah ada dan
dibahas bersama antara pemerintah dan DPR yaitu Undang-Undang Nomor 22
tahun 2014 tentang pemilihan gubernur bupati dan walikota artinya kekosongan
Hukum sebagaimana yang dikuatirkan tidak terjadi, atau jika Undang-Undang yang
sudah ada dikatakan tidak memadai sebagaimana yang dimaksud putusan MK
tersebut dalam hal apa? Yang dinilai tidak memadai bukankah dalam proses
pembuatan Undang-undang Nomor 22 tahun 2014 sudah melalui proses yang
matang, panjang dan berliku-liku, sehingga pemerintah juga menyatakan
persetujuannya pada saat pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPR
sekaligus ditandatangani oleh Presiden.

Ketiga Fraksi Partai Golkar memandang terdapat beberapa masalah terkait


materi Perpu yang diajukan oleh Pemerintah diantaranya adalah masalah yang
terkait pengajuan calon Kepala Daerah Pasal 40 Perpu 1 Tahun 2014 dengan jelas
menyebutkan bahwa calon diajukan secara berpasangan akan tetapi pada materi-
materi sebelumnya maupun selanjutnya dengan jelas dan tegas dapat kita pahami
bahwa calon diajukan tidak berpasangan bahkan wakil gubernur Wakil Bupati dan
Wakil Walikota diusulkan oleh Gubernur, Bupati dan Walikota sendiri untuk
selanjutnya dilantik oleh pejabat yang berwenang. Hal ini merupakan masalah yang
nyata-nyata yang akan menimbulkan persoalan yang serius di kemudian hari 3.
Masalah terkait dengan penyelenggaraan Pilkada, Undang-Undang Tahun 1945

18
menyatakan bahwa termasuk rezim Pemilu adalah pemilihan Presiden dan pemilihan
Anggota DPR, DPD dan DPRD.

Hal ini diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97 yang


menyatakan bahwa Pilkada bukan termasuk rezim pemilu oleh karenanya bukan
menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menanganinya, selanjutnya Pasal
20e Ayat (5) Undang-Undang 1945 dinyatakan bahwa Pemilihan Umum
diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap dan
mandiri artinya jika pilkada bukan masuk rezim Pemilu maka KPU penyelenggara
pemilu adalah AdHoc, jika KPU bersifat AdHoc maka dasar hukumnya apa, sebab
menurut Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 sifat KPU itu adalah tepat dan
permanen.

Keempat terkait penyelesaian sengketa Pilkada, Perpu No,or 1 Tahun 2014


menyatakan bahwa penyelesaian sengketa Pilkada adalah Pengadilan Tinggi yang
ditunjuk oleh Mahkamah Agung akan tetapi Mahkamah Agung justru berpendapat
bahwa sebaiknya penyelesaian sengketa Pilkada tidak di Mahkamah Agung
melainkan ditangani oleh badan khusus di luar pengadilan walaupun sebagian dari
pelaksanaan maaf, walaupun sebagai bagian dari pelaksanaan Indonesia negara
hukum, Mahkamah Agung siap mengadili sengketa hasil Pilkada apabila perintah
Undang-Undang.

Di sisi lain Mahkamah Konstitusi sudah tidak berwenang mengadili sengketa


hasil Pilkada sesuai dengan putusan yang telah dijatuhkannya beberapa waktu yang
lalu seandainya Mahkamah Konstitusi akan diberikan kembali tugas tersebut niscaya
akan sulit dilaksanakan mengingat kelak Pilkada akan dilakukan secara serentak
dengan kedudukan hanya ada di Jakarta dengan jumlah Hakim yang hanya 9 orang
dan pegawai jumlahnya terbatas maka sungguh tidak bisa dibayangkan betapa
berat melaksanakan tugas mengadili puluhan atau bahkan ratusan gugatan hasil
Pilkada secara serentak bersamaan waktunya. Kemudian bagaimana dan
pengawasan dan keamanan terkait masalah yang timbul tersebut kondisi ini
sungguh akan menyulitkan dalam pelaksanaannya menimbulkan dilema yang sangat
serius pabila Perpu ini disetujui Dewan.

Kelima Masalah terkait pilkada serentak bagi Kepala Daerah yang habis
masa jabatannya tahun 2015, maka akan diselenggarakan Pilkada pada tahun 2015
adapun Kepala Daerah yang habis masa jabatannya setelah tahun 2015 yakni tahun
2016 sampai dengan tahun 2018 akan dilaksanakan Pilkada pada tahun 2018
selama kurun waktu antara habis masa jabatan sampai dengan penyelenggaraan
Pilkada, roda Pemerintahan diarahkan di pegang oleh pelaksana tugas atau Plt .
Dalam rentang waktu yang cukup lama ini benarkah tidak akan menimbulkan
masalah besar dalam hal penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan pelaksanaan
pembangunan krena nyata-nyata seorang Plt tidak boleh mengambil kebijakan dan
keputusan strategis , di antaranya adalah pembahasan APBD dapat kita bayangkan
bagaimana penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan kegiatan pembangunan
apabila APBD tidak dapat diproses masyarakat lah yang akan dirugikan dengan
kondisi ini.

Keenam, penjadwalan atau pentahapan penyelenggaraan Pilkada yang cukup


panjang apabila jika berlangsung 2 putaran, jika pelantikannya dilakukan secara

19
serentak maka bagi calon yang terpilih dalam 1 putaran harus menunggu
penyelesaian sengketa Pilkada di daerah lain yang berlangsung 2 putaran.
Bagaimana dengan pengawasan dan kemanan dalam setiap tahapan
penyelenggaraan jika proses cukup panjang. Apakah kita telah benar-benar yakin
bahwa hal ini akan berjalan sesuai dengan harapan.

Ketujuh, terkait dengan adanya Wakil Kepala Daerah lebih dari 1 sepanjang
memenuhi batas minimal jumlah penduduk sebagaimana dinyatakan dalam Pasal
168 apakah norma Hukum itu tidak dipandang sebagai politik akomodasi belaka.

Benarkah dengan adanya Wakil Kepala Daerah lebih dari 1 akan mendorong
terwujudnya Pemerintahan yang efektif dan efisien , apakah tidak sebaliknya dengan
adanya Wakil Kepala Daerah lebih dari 1 dimana dapat berjumlah 3 orang justru
akan menimbulkan masalah besar dalam koordinasi dan sinkronisasi pembagian
tugas. Pengaturan kekuasaan antara wakil dan antara Kepala Daerah dengan para
wakilnya belum lagi kuatnya tantangan bagi Kepala Daerah para wakilnya dalam
menjalankan kekompakan dan kerjasama pada saat yang sama adanya Wakil
Kepala Daerah lebih dari 1 juga akan menimbulkan pemborosan anggaran padahal
kita menginginkan roda Pemerintahan Daerah berjalan dengan efektif dan efesien.

Delapan adanya beberapa pandangan ahli hukum yang berbeda terhadap


Perpu jika disetujui atau tidak disetujui oleh DPR . Pandangan pertama yang
menyatakan jika Perpu idak disetujui oleh DPR maka terjadi itu kekosoangn hukum
karena Undang-Undang yang telah dicabut tidak dapat hidup lagi. Pandangan kedua
yang menyatakan bahwa jika Perpu disetujui oleh DPR maka Undang-Undang
Nomor 22 tahun 2014 dapat berlaku kembali. Sebagai contoh putusan Mahkamah
Konstitusi yang membatalkan Undang-Undang Ketenagakerjaan Listrik pada tahun
2008 dalam putusan disebutkan mengisi kekosongan hukum akibat dibatalkannya
Undang-Undang Ketenagalistrikan peraturan sebelumnya dinyatakan kembali
berlaku .

Pandangan ketiga yang menyatakan bahwa jika Perpu tersebut tidak tidak
disetujui oleh DPR maka Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 dapat berlaku
kembali dengan adanya pernyataan bersama antara Pemerintah dan DPR. Bagi
Fraksi Partai Golkar perbedaan pandangan para ahli hukum tersebut pada saatnya
akan mempengaruhi proses pembahasan Perpu, oleh karena itu Fraksi Golkar akan
mendengarkan terlebih dahulu pandangan ahli-ahli hukum tata negara,
mendengarkan penjelasan lebih lanjut dari Pemerintah, mendengarkan aspirasi
masyarakat dan pandangan Fraksi Golkar yang akan membahas Perpu tersebut.
Berangkat dari pandangan yang telah dikemukakan tersebut nyata bahwa materi
Perpu memuat banyak masalah, sehingga harus disempurnakan akan tetapi
berdasarkan Pasal 52 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan PerUndang-Undangan DPR hanya memberikan persetujuan
atau tidak memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang seandainya disetujui oleh DPR berbagai permasalahan tersebut
akan menyebabkan Perpu ini sulit dilaksanakan dan seandainya tidak di setujui maka
harus diatur segala akibat Hukum yang ditimbulkan.

Mengingat urgensi Perpu ini sebagai bagian dari upaya membangun sistem
Pemerintahan yang demokratis, akuntabel dan efisien sekaligus penguatan NKRI

20
sebagai bagian dari amanat Konstitusi kita dalam memajukan kehidupan bernegara
menegakkan keadilan dan kesejahteraan Indonesia. Dengan mengucap
Bismillahirrahmanirrahim dan mengharap Ridha Allah Fraksi Partai Golkar
berpandangan siap membahas dan menyelesaikan Perpu Nomor 1 tahun 2014 dan
Perpu Nomor 2 tahun 2014 pada Masa Persidangan ini.

Sekali lagi kami tegaskan bahwa Fraksi Golkar DPR RI berkomitmen untuk
ber-ihktiar sekuat mungkin bersama teman-teman dari Fraksi-Fraksi lain untuk
menuntaskan pembahasan Perpu ini pada Masa Persidangan II tahun 2014 ini kami
juga yakin teman-teman dari seluruh Fraksi yang ada mempunyai tekad dan
semangat yang sama, dengan demikian menjadi target kita semuanya pada akhir
Persidangan Ke-II tahun 2014 ini yakni sekitar antara tanggal 15 Februari 2014 akan
datang sudah ada keputusan yang mengenai Perpu ini hal ini penting kita lakukan
bersama sebagai bagian dari komitmen kita semua untuk mendukung kelancaran
dan kesuksesan agenda nasional sekaligus agenda demokrasi kita yakni
pelaksanaan Pilkada yang jujur dan adil pada masa mendatang .

Demikian pendapat Fraksi partai Golkar, semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa memberikan perlindungan dan kekuatan kepada kita, sehingga kita
semua dapat menjalankan tugas konstitusional dengan sebaik-baiknya. Amin.

Jakarta 15 Januari 2015.

Pimpinan Fraksi Partai Golongan Karya Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia,

Dr. Adi Komaruddin, MA, MBA, Bambang Soesatyo SE, MBA


Ketua sekretaris,

Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

KETUA RAPAT :

Merah, ini kuning Pak Menteri, Saudara yang terhormat Dadang Mukhtar, jubir
fraksi partai Golkar. Kita lanjutkan Fraksi partai Gerindra. Sudah siap, kalau
sudah siap.

F-GERINDRA (IR. ENDRO HERMONO, MBA):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Yang kami hormati Pimpinan dan

21
anggota komisi 2 DPR RI Menteri dalam negeri Republik Indonesia,
Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia
Hadirin dan hadirat serta para
wartawan yang berbahagia.

Segala Puji bagi Allah SWT, yang telah menganugerahkan karunia-Nya


kepada kita semua dengan ridho nya kita dapat melaksanakan tugas-tugas
konstitusional yang telah diamanatkan oleh rakyat pada kita sekalian. Amin.

Pimpinan dan anggota komisi II yang kami hormati,

Baru saja kita mendengarkan penjelasan tentang Perpu Nomor satu tahun
2014 dan Perpu Nomor 2 tahun 2014 oleh pemerintah yang dalam hal ini diwakili
dijelaskan oleh menteri Hukum dan HAM RI. Semua penjelasan telah kami catat
namun akan kami dalami latar persidangan ini.

Oleh karena itu, kami fraksi partai Gerindra dengan tidak mengurangi rasa
hormat pada kesempatan ini mohon izin untuk menyampaikan pandangan kami
besok pagi. Atau besoks iang, sehingga namun sgala proses dan mekanisme
persidangan ini lalu kita menyetujui untuk berjalan agak layak dalam persidangan
baik yang kedua ini masalah Perpu No. 1 dan 2 ini bisa selesai pada waktunya
Pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI yang kami hormati, demikianlah
permohonan dari fraksi Partai Gerindra mudah-mudahan bisakah nantinya akan jalan
dengan lancar. Wass. Disampaikan oleh Endro Hermono Kapoksi partai Gerindra
Nomor A369, terima kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih.

Jadi kita jadwalkan besok siang, berikutnya adalah pakai fraksi partai
demokrat.

F-PD (IR. FANDI UTOMO):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Salam sejahtera untuk kita semua.


Yang terhormat pimpinan dan anggota komisi II DPR RI,
Menteri dalam negeri RI menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, perwakilan
DPD RI. Serta hadirin yang berbahagia.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan yang maha Esa pada hari ini kita
dapat menjalankan tugas konstitusional kita seperti anggota DPR RI dalam rapat
komisi 2 DPR RI guna memberikan pandangan terhadap keterangan pemerintah
atas rancangan Undang-Undang penetapan Perpu Nomor I tahun 2014.

22
Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 tentang
pemilu pemilihan kepala daerah dan rancangan Undang-Undang tentang
penetapan Perpu Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Hadirin yang saya hormati,
pembahasan atas RUU tentang penetapan kedua Perpu tersebut bernilai strategis
karena menyangkut penyelenggaraan kehidupan bernegara yang demokratis di
daerah yaitu pemilihan kepala daerah secara langsung.

Tentu kuat dalam ingatan kita salah satu pesan reformasi adalah adanya
pemilu sebagai mekanisme terbaik untuk mengartikulasikan suara rakyat dimana
rakyat memilih pemimpinnya secara langsung umum bebas rahasia dan demokratis.
Hadirin yang hormati, fraksi partai demokrat Republik Indonesia DPR RI, Republik
Indonesia maaf fraksi partai demokrat DPR RI memandang sesungguhnya Perpu
Nomor I tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 tentang
pemilihan gubernur bupati dan walikota bukan hanya ditujukan untuk
mengembalikan pemilihan kepala daerah secara langsung namun juga telah
menjawab apa dirasakan sebagai kekurangan dari pelaksanaan pilkada secara
langsung selama ini. Kekurangan-kekurangan penyelenggaraan pilkada sebelumnya
dijawab oleh Perpu ini antara lain terkait dengan uji publik yang kedua terkait
dengan penghematan anggaran pilkada yang signifikan. Terkait dengan pengaturan
dan pembatasan kampanye terbuka. Keempat terkait dengan akuntabilitas
penggunaan dana kampanye.

Pelarangan politik uang atau money politic larangan fitnah atau kampanye
hitam, pelarangan pelibatan aparat birokrasi larangan pencopotan aparat birokrasi
sebelum dan sesudah pilkada, penyelesaian sengketa pilkada secara lebih
akuntabel. 10. Mencegahl kekerasan dan menuntut tanggungjawab calon atas
kepatuhan Hukum para pendukungnya. Pimpinan dan anggota serta Bapak menteri
dalam negeri dan Bapak Menkumham dan hadirin yang saya hormati, ]fraksi partai
demokrat juga mendengarkan sungguh-sungguh keberatan-keberatan yang diajukan
terhadap Perpu Nomor satu tahun 2014 ini.

Dan sesungguhnya pendalaman kita terhadap Perpu Nomor satu tahun 2014
sesungguhnya di dalamnya sekaligus menjawab ke atas keberatan-keberatan
tersebut dan jawabannya tentu dapat kita gali dari di dalamnya. Keberatan-
keberatan yang menyatakan bahwa ini bukan merupakan rezim pemilu, dan bahkan
lebih jauh dikatakan bahwa Perpu tidak dapat dilaksanakan sesungguhnya ini bisa
kita jawab dengan pendalaman kata Perpu itu sendiri maupun jawaban dari
pelaksana Undang-Undang yaitu KPU yang menyatakan kesiapannya untuk bisa
melaksanakan pilkada secara serentak pada tahun 2015 ini. Pimpinan dan anggota
komisi II yang saya hormati, Bapak menteri dalam negeri dan Bapak menteri Hukum
dan HAM serta seluruh hadirin maaf dan DPD RI dan seluruh hadirin yang
berbahagia. Berdasarkan pandangan kami fraksi partai demokrat dengan ini
menyatakan setuju untuk dilakukannya pembahasan lebih lanjut terhadap Perpu
Nomor I dan Perpu Nomor 2 tahun 2014, di dalam satu paket pembahasan sekaligus
tentu dengan harapan bahwa Perpu nomor I dan Perpu Nomor 2 ini mendapat
dukungan dari fraksi-fraksi DPR RI dan dengan demikian Perpu Nomor 1 dapat
diundangkan menjadi Undang-Undang dan dapat dilaksanakan pelaksanaannya di
tahun 2015 ini.

23
Demikian, pandangan fraksi partai Demokrat yang telah disampaikan
semoga Allah SWT Tuhan yang maha Esa memberikan ridhoNya kepada kita untuk
dapat melanjutkan rapat sampai dengan rapat Paripurna selesai dengan demikian
kita kan dapat mewujudkan Undang-Undang dalam rangka pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota dan perbaikan terhadap Undang-Undang Nomor 23 tahun
2014 sehingga dengan demikian kehidupan demokrasi di daerah dapat terlaksana
dengan baik kiranya Allah SWT menolong kita semua, terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Jakarta 15 Januari 2015

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT

Edy Baskoro Yudhoyono Didi Mukrianto


Ketua Sekretaris

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih juru bicara fraksi Partai Demokrat. Kita lanjutkan jadi kita simak
semua, dan kita lanjut sekarang kepada Fraksi Partai Amanat Nasional.

F-PAN (H. YANDRI SUSANTO, S. pt):

Ya terima kasih pimpinan

Pandangan fraksi partai amanat Nasional


Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
terhadap
Rancangan Undang-Undang tentang Penatapan Perpu Nomor 1 tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan Perpu Nomor 2 tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.

Dibacakan oleh Yandri Susanto


nomor Anggota 494

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Salam sejahtera untuk kita semua.


Yang kami hormati Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR.
Yang kami hormati Anggota Komite I DPD RI;
Yang kami hormati Saudara Menteri Dalam Negeri beserta jajaran;
Yang kami hormati Saudara Menteri Hukum dan HAM beserta jajaran.

24
Marilah kita sanjungkan puji dan syukur kehadirat Alloh SWTyang telah
melimpahkan taufik, hidayah dan inayah Nya kepada kita semua , sehingga kita bisa
melaksanakan sidang yang terhormat ini. Pimpinan dan Anggota Komisi II yang kami
hormati, hadirin yang berbahagia. Perpu Nomor 1 tahun 2014 dan Perpu Nomor 2
tahun 2014 merupakan Perpu yang mencabut Undang-Undang Nomor 22 tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Perpu ini secara konstitusional adalah hak subyektif Presiden. Dan sudah
memiliki kekuatan hukum, mengikat, meskipun belum mendapat persetujuan dari
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, sebagaimana ditentukan dalam pasal
22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Fraksi
PAN memandang bahwa ke dua Perpu ini memiliki implikasi dan konsekwensi
hukum, sehingga perlu mendapat perhatin yang sangat serius dari Dewan
Perwakilan Rakyat. Konsekwensi yang paling krusial yang sekaligus menjadi
perhatian publik adalah menyangkut mekanisme penyelenggaraan kepala daerah
dan penghapusan tugas dan kewenangan DPRD propinsi dan DPRD kabupaten kota
dalam mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah.

Fraksi PAN menilai bahwa khusus menyangkut Perpu Pilkada, menyetujui


atau tidak menyetujui Perpu tersebut oleh DPR secara pasti akan menyisakan
permasalahan hukum, apabila tidak menyetujui maka akan menimbulkan
kekosongan hukum, sementara bila menyetujui maka akan diperhadapkan pada
persoalan tentang institusi apa yang akan menyelenggarakan Pilkada, sebab dalam
Perpu disebutkan secara tersurat bahwa penyelenggara Pilkada dilakukan oleh KPU
dan KPU daerah sementara sesuai amar keputusan Mahkamah konstitusi yang pada
pokoknya telah menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak berwenang mengadili
dan memutuskan perkara-perkara Pilkada, sebab Pilkada tidak termasuk dalam
rezim Pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 22 e Undang-undang Ddasar 1945
yang menegaskan bahwa KPU, hanya menyelenggarakan Pemilu untuk memilih
DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD.

Melainkan pilkada menjadi bagian dari rezin pemerintahan daerah,


sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (4) Undang-Undang 1945 yang pada
pokoknya menegaskan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota dipilih secara
demokratis. Oleh karena demikian agar proses pemilihan kepala daerah tetap bisa
berjalan secara demokratis dan berkualitas, maka penting perlunya kesepahaman
konsepsional agar permasalahan ini dapat diselesaikan secara komprehensip dan
bersifat solutif. Mengingat pada tahun 1015 terdapat 204 kepala daerah yang masa
jabatannya berakhir.

Pimpinan, Menteri yang kami hormati, seluruh hadirin yang berbahagia.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, dengan


mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim. Mengharap Ridha Allah Swt. Fraksi PAN
berpandangan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang penetapan Perpu Nomor
1 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang umur 22 tahun204 tentang
pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan Perpu Nomor 2 tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan

25
Daerah perlu segera dibahas dalam masa sidang ini Insya Allah menjadi sebuah
keputusan yang membuat bangsa dan negara ini, laju demokrasi kita menjadi lebih
baik terima kasih,

Wassalammualaikum warohmatullahi Wabarukatuh.

Jakarta 15 Januari 2015

Pimpinan Fraksi Partai Amanat Nasional Dewan perwakilan Rakyat Republik


Indonesia

Ir. Catur Sapto Edy, Ir. Teguh Juarno,

Ketua Sekretaris

Terima kasih,

KETUA RAPAT :

Berikutnya Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Saudara Yanuar.

F-PKB (H. YANUAR PRIHATI, M.Si):

Terima kasih pimpinan .

Pendapat Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa atas Rancangan Undang-


Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014.
Tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serta Perpu Nomor 2 tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang.

Disampaikan oleh Yanuar Prihatin, A-49 Partai Kebangkitan Bangsa.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Pimpinan sidang beserta Anggota komisi II yang terhormat;


Saudara Menteri Dalam Negeri beserta jajaran;
Saudara Menteri Hukum dan HAM beserta jajarannya;
Anggota DPD yang hadir dan hadirin sekalian.

Pada kesempatan ini perkenankanlah kami mengajak seluruh yang hadir,


untuk memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt. Oleh karena pada malamini, kita
semua bisa hadir dan berkumpul di dalam rangka membahas satu agenda penting
sekali untuk masa depan bangsa kita. Terkait dengan Rancangan Undang-Undang
tentang Perpu Nomor 1 tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 tahun 2014 shalawat dan

26
salam senantiasa tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW keluarga,
sahabat dan pengikutnya.

Dan kita semua berharap, menjadi bagian dari umat yang selalu mengikuti
tuntunannya. Pimpinan dan hadirin yang terhormat, sebelum kami menyampaikan
sikap atas 2 Perpu tersebut perkenankanlah kami menyampaikan sedikit review
tentang perjalanan Perpu ini kita semua tahu bahwa pasca-reformasi ini, situasi
politik, iklim demokrasi kita telah tumbuh dengan baik tumbuh dengan maju dan pada
saat pada saat itulah kita mulai mengenal sebagai bangsa pemilihan kepala daerah
secara langsung. Namun tentu saja kita semua mengakui bahwa proses perjalanan
pelaksanaan pemilu pemilihan kepala daerah bersifat langsung itu, berjalan dengan
catatan di sana sini tetapi prinsipnya bahwa kita sebagai bangsa telah mencatat satu
perubahan besar, dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya. Kita semua
mengakui bahwa penataran tentang pemilihan kepala daerah secara langsung masih
terus diupayakan, masih terus diusahakan dengan perbaikan di sana sini.

Baik menyangkut aspek, pelaksanaan, struktur pelaksanaan, tahapan-tahapan


pelaksanaan, pengawasan, sampai kepada penetapan hasil perhitungan suara. Dan
itu kita akui sebagai capaian yang kita capai bersama. Namun tiba-tiba kemudian
ada jeda, kemudian tiba-tiba agak koma, evoria pelaksanaan pemilukada secara
langsung tersebut kemudian terhenti, pada saat selesai pemilu pemilihan umum
legislatif dan pemilihan presiden tahun 2014. Kita masuk kepada satu pembahasan
dan bahkan satu penetapan dimana pemilihan kepala daerah, kita alihkan menjadi
pemilihan kepala daerah secara tidak langsung, dengan ditetapkannya Undang-
Undang Nomor 22 tahun 2014. Pada saat itu kita akhirnya kembali kepala pemilihan
kepala daerah sebelum orde reformasi.

Tentu saja ini adalah satu arus balik, dimana kemudian muncul gelombang
protes, muncul gelombang keberatan, muncul berbagai situasi, di mana beberapa
kelompok masyarakat menganggap bahwa pemilihan kepala daerah secara
langsung, tetap jauh lebih baik. Dan Partai Kebangkitan Bangsa sejak awal sudah
memiliki sikap bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung, tetap jauh lebih
baik. Karena sesuai dengan perkembangan dan dinamika politik di masyarakat serta
lebih cocok untuk pengembangan demokrasi ke depan. Pimpinan sidang dan hadirin
yang terhormat. Dengan keluarnya Perpu tentu saja kita dihadapkan pada situasi
pilihan yang, sangat tegas antara menerima atau menolak Perpu. Namun demikian,
Perpu yang sudah dikeluarkan oleh Presiden oleh Pemerintah Partai Kebangkitan
Bangsa meskipun dasarnya adalah menerima, pemilihan kepala daerah secara
langsung, tapi tentu saja tidak serta merta substansi, isi yang ada di dalam Perpu ini
kita terima dengan begitu saja.

Kami tentu memberikan beberapa catatan sebagaimana halnya fraksi-fraksi


lain juga memberikan catatan atas isi Perpu ini. Kita mencatat beberapa hal baru di
dalam Perpu ini yang berbeda dengan ketentuan sebelumnya. Di dalam Perpu ini
ada uji publik tentu ini sesuatu yang baru dimana uji publik ditangani oleh satu panitia
yang independen, satu panitia yang mandiri, kita juga mencatat di situ pasangan
calon tidak lagi kita kenal, karena yang diusulkan hanya gubernurnya saja. Bupatinya
saja, atau walikota tanpa ada wakil. Bahkan kita mengenal juga di sini satu, hal baru
dimana Wakil Gubernur, Wakil Bupati atau Wakil Walikota bisa lebih dari satu.
Sesuai dengan jumlah penduduk. Beberapa hal lain juga adalah hal yang baru,

27
penanganan sengketa pemilukada ada di lembaga lain yang sebelumnya ada di
Mahkamah Konstitusi.

Begitu juga hal lain juga masih memerlukan pendalaman, catatan dan kearifan
kita untuk mengkaji lebih jauh. Termasuk salah satunya dalam pandangan PKB
adalah soal persyaratan kepala daerah. Salah satu yang perlu kita perhatikan adalah
misalnya syarat tentang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bagi PKB ini
syarat maha penting sekali, tetapi di dalam perjalanan kita selama ini, syarat ini
seringkali hanya sebagai lips service, seringkali hanya simbolik, seringkali hanya
normatif dan tanpa memiliki efek apapun kepada penetapan bakal calon menjadi
calon kepala daerah.

Karena itu syarat bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ke depan harus
kita kaji ulang lebih jauh, karena kenapa syarat ini ada tetapi kepala daerah justru
banyak yang bermasalah. Bermasalah dengan Hukum, sebagian besar di antaranya
bahkan harus terpaksa melepaskan jabatan dengan tidak hormat, karena tersangkut
masalah hukum. Lantas dimana posisi syarat bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa tentu saja ini ke depan adalah agenda penting untuk kita apalagi kita semua
mengakui Indonesia adalah negara religius, tapi anehnya syarat ini syarat pertama
yang paling di abaikan oleh kita semua.

Dan ini hampir seluruh persyaratan tentang pemilihan orang syarat ini ada
tetapi yang paling sering diabaikan tentu saja ada hal lain yang bersifat baru di dalam
Perpu ini, dan memerlukan pendalaman lebih lanjut. Namun demikian Partai
Kebangkitan Bangsa meskipun memiliki beberapa catatan penting atas Peru itu , ini
tidak mengurangi rasa atau tidak mengurangi prinsip dasar kita, bahwa pemilihan
kepala daerah secara langsung adalah tetap lebih utama.

Dengan sejumlah perbaikan baik yang bersifat teknis, prosedural,


persyaratan, ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemilukada. Pimpinan sidang dan hadirin yang terhormat. Atas dasar pertimbangan
tersebut, dengan memohon ridho Allah Swt. Fraksi Kebangkitan Bangsa
menyatakan, menyetujui, Rancangan Undang-Undang tentang Perpu Nomor 1 tahun
2014 dan Perpu Nomor 2 tahun 2014, untuk dibahas lebih lanjut, dan bisa
diselesaikan pada masa sidang ini. Dengan berharap bahwa fraksi-fraksi bisa tetap
berpegang kepadaah pemilihan kepala daerah secara langsung, Gubernur, Bupati
dan Walikota tetap dipilih oleh rakyat secara langsung sesuai dengan asas
demokrasi sesuai dengan sila keempat dari Pancasila ideologi bangsa kita.
Demikian, pendapat Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, semoga Allah meridhoi atas
segala usaha, niat yang kita lakukan bersama menuju kepada perbaikan demokrasi
Indonesia di masa depan.

Allohumafiq Illaaquamithoriq;
Wassalamu'alaikum warohmatullah wb.

Jakarta 15 Januari 2015,

Pimpinan Praksi PKB

Ir.H. Ahmad Faisal Jaini, H. Jajilul Fawaid

28
Ketua Sekretaris

Terima kasih.

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi wb.

KETUA RAPAT:

Terima kasi fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.

Yang terhormat Saudara Yanuar. Kita lanjutkan fraksi partai keadilan


sejahtera.

F-PKS (Dr. H. SA'ADUDDIN, MM):

Baik Pak.

Bismillahirrahmanirrahim.

Pendapat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera


Terhadap
Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014
tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota

disampaikan oleh Sa'aduddin Nomor Anggota A-104

Yang kami hormati, Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI;


Menteri Dalam Negeri beserta jajaran;
Menteri Hukum dan HAM beserta jajarannya;
Hadirin sekalian yang berbahagia.

Assalamu'alaikum Wr Wb puji syukur kita panjatkan kepada Allo SWT Sholawat serta
salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Seiring do'a, semoga kerja danikhtiar kita dan mengemban amanah rakyat,
melaksanakan tugas-tugas konstitusional sebagai wakil rakyat, dimudahkan oleh
Alloh SWT dan bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengawali penyampaian
pendapat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terhadap Rancangan Undang-Undang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014
tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota perkenankan kami mengucapkan
selamat datang kepada para Menteri mitra komisi II, beserta jajarannya dan hadirin,
pada kesempatan kali ini, mudah-mudahan kemitraan kita kedepan semakin kondusif
dan mewujudkan tata kelola yang lebih baik baik di pusat maupun di daerah.

29
Yang bersih, dan demokrasi. Hadirin yang kami hormati. Selanjutnya
perkenankan kami menyampaikan pandangan dan pendapat Fraksi PKS terhadap
Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubenur Bupati dan Walikota sebagai
berikut: Pertama penerbitan Perpu Nomor 1 tahun 2014 ini merupakan peristiwa
ketatanegaraan yang tidak biasa, dan terasa istimewa mengingat Perpu resmi
dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada tanggal 2 Oktober 2014,
tepat pada hari dan tanggal yang sama dimana Undang-Undang Nomor 22 tahun
2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota di undangkan oleh
pemerintah sementara Perpu sensiri mencabut dan menyatakan tidak berlaku
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 tersebut, peristiwa ini sebagai kita ikuti
bersama menimbulkan polemik dan debat publik. Bukan semata soal materi, muatan
yang diatur dalam Perpu akan tetapi juga menyangkut teknis prosedural dan politis
yang dikeluarkan oleh Perpu itu sendiri terlebih Perpu dikeluarkan oleh Presiden
SBY. Di akhir masa jabatannya dan harus ditanggung oleh Presiden berikutnya yaitu
Presiden Jokowi. Untuk diminta persetujuan kepada DPR yang juga baru, hasil
pemilihan yang baru. Kedua.

Menyangkut materi muatan Perpu Nomor 1 tahun 2014 Fraksi PKS kembali harus
menyampaikan betapa Perpu ini terasa berbeda dan istimewa karena Perpu Nomor
1 tahun 2014 tidak sekedar mencabut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 yang
lalu. Dan memberlakukan ketentuan sebelumnya tidak hanya melakukan perubahan
penyempurnaan terhadap sejumlah pasal, ketentuan pada Undang-Undang Nomor
22 tahun 2014, akan tetapi Perpu mencabut dan menyatakan tidak berlaku Undang-
Undang Nomor 22 tahun 2014 dan membuat aturan yang baru sama sekali yang
mengatur secara luas, dalam bentuk pasal, ketentuan. Sehingga lebih terlihat seperti
Undang-Undang baru, bukan seperti materi muatan Perpu yang lazimnya selama ini
yang substansinya singkat, dan terbatas untuk hal-hal tertentu Ketiga Fraksi PKS
tentu berharap perubahan, perbaikan, regulasi mulai Perpu ini akan memperkuat
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, melalui peningkatan kualitas demokrasi,
berorientasi pada penyelesaian permasalahan yang muncul dalam penyelenggaraan
pilkada selama ini, serta mampu mengantisipasi tantangan baru demokrasi ke depan
Hadirin yang kami hormati.

Secara konsional yuridis berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang NKRI tahun


1945. Penerbitan Perpu merupakan hak dan kewenangan presiden dan mengatasi
hal ikhwal kepentingan yang memaksa saya ulangi, kegentingan yang memaksa.
Undang-Undang Dasar selanjutnya mengatur bahwa Perpu harus mendapatkan
persetujuan DPR, dan jika tidak mendapatkan persetujuan Perpu itu harus dicabut
kembali. Ketentuan prosedural pembahasan Perpu tersebut, diatur lebih lanjut dalam
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011, tentang pembentukan peraturan Perundang-
undangan. Berdasarkan ketentuan Pasal 52 Undang-Undang tersebut DPR hanya
memberikan persetujuan dan tidak memberikan persetujuan terhadap Perpu, dan
masing-masing dituangkan dalam rancangan Undang-Undang untuk disahkan di
dalam Paripurna DPR menjadi Undang-Undang. Hadirin yang terhormat.
Berdasarkan pandangan di atas dengan memohon taufik Alloh SWT dan
mengucapkan bismilahhirohmanirrahim fraksi PKS menyatakan setuju untuk
membahas lebih lanjut Rancangan Undang-Undang tentang penetapan Perpu
Nomor 1 tahun 2014 sebelum diambil keputusan Fraksi PKS berharap pembahasan
dilakukan secara cermat, dan teliti dalam waktu yang efektif mengingat substansi
Perpu yang sangat luas dan komprehensip serta mengaturhal ikhwal, yang sangat

30
fundamental bagi proses demokrasi dan transisi kepemimpinan di daerah. Demikian
Pendapat Fraksi PKS, semoga Alloh SWT meridhoi dan mencatat ikhtiar kita
bersama, dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang ini sebagai bagian dari
amal baik kita semua, kemajuan bangsa dan kemajuan Indonesia yang kita cintai.

Bilahittaufiq Walhidayah Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Jakarta 24 Rabiul Awal 1436


Hijriyah. 15 Januari 2015 Masehi. Pimpinan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Dewan
Perwakilan rakyat republik Indonesia. Ketua, H. Jazuli Juwaeni, Lc, MA. Nomor
Anggota A-117. Sekertaris, KH. Ir.

Abdul Hakim, MM. Nomor Anggota A-94 ditandatangani. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih, saudara yang terhormat Sa'duddin, dari fraksi Partai Keadilan
Sejahtera . Yang berikutnya adalah Fraksi Partai Persatuan Pembangunan .

F-PPP (DRS.H. Mz. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Pimpinan yang kami hormati ,


Menteri Hukum dan HAM Menteri Dalam Negeri,
DPD serta Hadirin sekalian yang kami hormati.

Izinkan kami untuk membacakan,

Pandangan Akhir Fraksi Partai Persatuan Pembangunan terhadap


Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
, Bupati dan Walikota serta Perpu Nomor 2 tentang Pemerintahan Daerah tahun
2014 menjadi Undang-Undang.

disampaikan oleh Amirul Tamim Nomor Anggota 544.

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
Rahmat dan Hidayah nya sehingga pada hari ini kita dapat bersama-sama hadir
dalam keadaan sehat walafiat tanpa kurang satu apa pun dalam rangka
melaksanakan tugas konstitusional kita . Pimpinan dan Anggota Komisi II , bapak
Menteri dan DPD yang kami hormati . Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa
pada penghujung Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah
menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Nomor 1
Tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 tahun 2014 .

31
Berdasarkan ketentuan Pasal 22 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 juncto Pasal 52 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan . bahwa dalam
keadaan kegentingan yang memaksa maka Presiden dapat menerbitkan Perpu
dan selanjutnya Perpu tersebut harus mendapat persetujuan DPR. Pimpinan dan
Anggota Komisi II serta hadirin yang kami hormati. Apabila kita cermati alasan
penerbitan Perpu ini adalah adanya penolakan yang kuat dari masyarakat luas
berkenaan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan
secara langsung melalui lembaga perwakilan di daerah dan merubah ketentuan
Pilkada sebelumnya yang dilakukan secara langsung oleh rakyat.

Selain itu berkenaan dengan alasan penerbitan Perpu juga mengacu pada
putusan MK yang menegaskan bahwa syarat penerbitan Perpu dapat dilakukan
apabila terjadi keburtuhan Hukum yang mendesak untuk menyelesaikan masalah
Hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang sementara Undang-Undang
yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga menjadi kekosongan Hukum yang
tidak dapat dipenuhi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedural
biasa yang membutuhkan waktu lama. Sementara pada saat yang sama perlu
kepastian yang bersifat segera untuk diselesaikan dengan mendasarkan pada
pertimbangan di atas dan melihat kondisi faktual adanya potensi kekosongan
Hukum yang terjadi maka Fraksi PPP pada dasarnya dapat memahami alasan
penerbitan Perpu tersebut .

Pimpinan, Bapak Menteri dan Anggota Komisi II serta DPD yang kami hormati.

Memperhatikan penjelasan Pemerintah dan melihat, mempelajari serta


mengkaji secara seksama dalam penilaian kami terdapat beberapa materi yang
penting diatur dalam Perpu dalam rangka menjamin pelaksanaan Pilkada yang lebih
demokratis berkualitas antara lain sebagai berikut Pertama, sebagai penanggung
jawab pelaksanaan pemilihan ditentukan adalah KPU bersama dengan KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota secara rinci telah diatur kewenangan masing-masing
sehingga dalam pelaksanaannya dapat saling bersinergi .

Kedua, dalam rangka pengawasan pemilihan untuk menjamin terlaksananya


Pilkada dengan baik ditugaskan kepada Bawaslu , Panwaslu Provinsi dan
Panwaslu Kabupaten/Kota panwa Secam dan pengawas pemilihan lapangan secara
khusus Bawaslu propinsi diberi kewenangan untuk dapat mengupayakan
penyelesaian sengketa administrasi sebelum masuk ke ranah pengadilan.

Ketiga, tahapan pencalonan memberlakukan mekanisme baru yaitu dilakukan


uji public terhadap calon yang akan didukung oleh partai politik , maupun
perseorangan untuk mengetahui kapabilitas para kandidat. Uji public ini dilakukan
oleh panitia yang independen dengan unsur-unsur dari kalangan akademisi , tokoh
masyarakat dan perwakilan KPU Propinsi, Kabupaten/Kota .

Keempat, dalam hal pemberian suara selain menggunakan metode


pemberian suara pada kertas suara juga dimungkinkan adanya pemberian suara
melalui peralatan elektronik, divoting . Pola ini memungkinkan adanya kemajuan
dalam penggunaan teknologi namun dengan catatan masih bersifat opsional. Yaitu

32
sepanjang terdapat kesiapan sarana dan prasarananya. Kelima, berkaitan dengan
penanganan sengketa pemilihan dia atur secara lebih rinci baik sengketa tata usaha
negara maupun sengketa hasil pemilihan untuk penanganan sengketa hasil
pemilihan dilakukan oleh Pengadilan Tinggi yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung.
Sedangkan sengketa-sengketa tata usaha negara oleh Pengadilan Tata Usaha
Negara . Satu hal yang baru adalah dikenalnya upaya Hukum bagi para pihak
dalam hal keberatan terhadap hasil putusan Pengadilan Tinggi Maupun putusan
PTUN dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung .

Keenam, Pelaksanaan Pilkada secara serentak pada tahun 2015 dan tahun
2018 untuk daerah yang masa jabatannya berakhir pada Tahun 2016 dilaksanakan
pungutan suara pada tahun 2015 dan untuk daerah yang masa jabatan kepala
daerahnya berakhir pada tahun 2016 tahun 2017 dan tahun 2018 pungutan suara
serentak dilaksanakan pada tahun 2018.

Dihadapkan putaran berikutnya penyelenggaraan Pilkada dapat


dilaksanakan secara serentak untuk seluruh daerah pada tahun 2020. Ketujuh,
penyelenggaraan Pilkada secara serentak pada tahun 2015 dan tahun 2018
memiliki beberapa konsekwensi antara lain : adanya kekosongan jabatan kepala
daerah, pada sejumlah daerah yang berakhir masajabatannya di Tahun 2016 dan
Tahun 2017 sehingga akan ada banyak pejabat kepala daerah yang nantinya
ditunjuk , tentu dengan pengalaman yang ada bahwa pejabat-pejabat yang ditunjuk
adalah birokrasi-birokrasi senior sehingga dianggap dapat mengawal
mempersiapkan Pemilihan Umum serentak pada tahun 2020 .

Pimpinan dan Anggota Komisi II yang kami hormati.

Berdasarkan uraian diatas dan pertimbangan yang obyektif serta kajian yang
mendalam dengan penuh kesadaran akan perlunya segera ada kepastian payung
Hukum bagi penyelenggaraan Pilkada dengan mengucapkan
Bismillahirrahmaanirrahiim Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menyatakan
menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 tahun 2014
untuk dibahas pada sidang -sidang selanjutnya Pimpinan dan Anggota Dewan
yang kami hormati. Demikianlah Pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
terhadap rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota menjadi untuk pembahasan lebih lanjut dan demikianlah semoga Allah
SWT memberikan Hidayah kepada kita sekalian dan memberikan suatu komitmen
bersama mudah-mudahan pembahasan ini dalam waktu yang singkat dan kita
semua mmpunyai pandangan yang sama hanya ada satu kata menyetujui daripada
Perpu ini pada massa yang akan datang, terima kasih.

Wassalamualaikum warohmatullahi wb.

KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Amirul Tamim.

33
F-PG (DRS.H. DADANG.S. MUCHTAR):

Yang terhormat Amirul Thamrin dari fraksi partai persatuan pembangunan.


Jadi tadi, bukan mau saya koreksi tidak ujungnya mengatakan menyetujui. Untuk
dibahas, setelah itu disebut Penandatangannya PPP menyetujui diselesaikan pada
masa sidang Nah itu. (Tadi bukan begitu itu) mudah-mudahan pada pembahasan ini
ujungnya menyetujui. jadi untuk lebih tegas lebih awal PPP ujungnya menyetujui.

KETUA RAPAT :

Baik kita lanjutkan ini ada 3 lagi yang satu besok, apakah pas jam 10 kita
akhiri besok kita, sebab masih Partai Gerindra besuk Partai Gerindra besuk, tidak
boleh ditinggal. Lanjut Partai Nasdem, kalau sudah siap

F-NASDEM (SYARIF ABDULLAH):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Selamat malam dan salam sejahtera,


yang saya hormati, pimpinan rapat
Yang saya hormati Bapak Menteri Saudara Menteri Dalam Negeri dan Saudara
Menteri HAM dan rekan-rekan yang terhormat, Komite I DPD RI. E Komite DPD
RI yang kami hormati.

Pandangan Fraksi Partai Nasdem RI terhadap keterangan pemerintah atas


Rancangan Undang-Undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 22 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupat,i dan walikota dan
Rancangan Undang-Undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah menjadi Undang-Undang
disampaikan oleh H. Syarif Abdullah Alkadrie, SH., MH Nomor Anggota A-29 Yang
terhormat Pimpinan anggota komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri, Menteri
Hukum dan HAM RI, Komite I DPD RI, hadirin yang berbahagia.

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadiran Tuhan yang maha Esa yang
telah memberikan limpahan dan Rahmat serta Hidayah nya kepada kita semua
sehingga kita dapat mengikuti rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri RI, Menteri
Hukum dan HAM RI dan Komite I DPD RI dalam rangka membahas tentang
penetapan Rancangan Undang-Undang tentang peraturan pemerintah pengganti
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 22 tahun 2014 tentang pemilihan gubenur, bupati dan walikota serta
Rancangan Undang-Undang tentang Peraturan pemerintah pengganti Undang-
Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah untuk menjadi Undang-Undang melalui
komisi II DPR RI Pimpinan dan Anggota komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri RI,
Menteri Hukum dan HAM RI, Komite I DPD RI, Hadirin yang berbahagia. Fraksi
Parrtai Nasdem menilai bahwa Rancangan peraturan pemerintah pengganti Undang-

34
Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2014 tentang pemilihan gubenur bupati dan walikota. Merupakan kebijakan
Pemeritah dalam respon proses demokrasi yang terus mengalami gerakan
perubahan dan perbaikan dalam sistem ketatanegaraan. Khususnya dalam
menjawab kepentingan rakyat Indonesia atas hak untuk berperan aktif dalam
demokrasi melalui pemilihan kepala daerah secara langsung. Prinsip demokrasi
bahwa pemimpin yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat tetap perlu
dipertahankan dan dilaksanakan dengan mekanisme pemilihan langsung dimana
pemimpin berasal dari rakyat yang memperoleh dukungan dari rakyat dan partai
politik. Yang dipilih oleh rakyat untuk mengabdi kepada rakyat dan negara khususnya
rakyat di daerah pimpinan dan anggota komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri RI,
Menteri Hukum dan HAM RI, Komite I DPD RI, hadirin yang berbahagia Rancangan
Undang-Undang Perpu Nomor 1 Tahun 2014 yang mengatur beberapa materi
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yaitu azas dan prinsip pelaksanaan
persyaratan calon kepala daerah penyelenggara pemilihan, pendaftaran bakal calon,
uji publik, Pendaftaran calon Gubernur.

Calon bupati dan calon Walikota varivikasi dukungan calon dan penelitian
kelengkapan persyaratan calon, penetapan calon, hak memilih dan penyusunan data
pemilih, kampanye, perlengkapan pemilihan, pemungutan suara perhitungan suara,
pemungutan suara ulang, perhitungan suara ulang dan rekapitulasi hasil hasil
perhitungan suara ulang pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan, pemantau,
partisipasi masyarakat dalam penyelenggara pemilihan. Penanganan laporan,
pelanggaran pemilihan, pelanggaran kode etik.

Pelanggaran administrasi penyelesaian sengketa, tindak pidana pemilihan


sengketa tata usaha negara dan perselisihan hasil pemilih pengesahan
pengangkatan dan pelantikan, pengisian wakil gubernur, wakil bupati dan wakil wali
kota ketentuan pidana, ketentuan lain serta Perpu Nomor 2 Tahun 2014 yang
merubah materi pokok merubah Pasal 101 dan Pasal 154 Undang-Undang Nomor
23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dengan menghapus tugas dan
wewenang DPRD propinsi untuk memilih gubernur menghapus tugas dan wewenang
DPRD Kabupaten kota untuk memilih bupati dan wakil bupati. Merupakan bagian
konsistensi atasPerpu Nomor 1 Tahun 2014 yang menyelenggarakan pemilihan
gubernur dipilih oleh rakyat di propinsi.

Pemilihan bupati walikota dipilih oleh rakyat di Kabupaten kota. Perubahan ini
sejalan dengan perjuangan Partai Nasden untuk memberikan peran yang akatif
kepada rakyat dalam menentukan kepala daerah pilihan rakyat melalui pilkada
langsung. Setelah fraksi Partai Nasdem mempelajari dan mengkaji Rancangan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12
tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan perUndang-Undangan yang
membutuhkan Persetujuan DPR Republik Indonesia.

Pimpinan dan anggota komisi II DPR, Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Hukum dan HAM Komite I DPD RI, hadirin yang berbahagia Fraksi Partai Nasdem
berpandangan bahwa pemilihan kepala daerah perlu dilakukan perbaikan dalam
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah melalui Undang-Undang yang mengatur
tentang pemilihan Gubenur, Bupati dan Wakil Bupati khususnya bagaimana azas
dan prinsip pelaksana pemilih kepala daerah sungguh-sungguh, dilakukan dengan

35
transparan dan bertanggungjawab pendidikan politik bagi pemilih dan peserta
pemilih, kepala daerah perlu dijadikan materi, dalam Undang-Undang tentang
pemilihan kepala daerah. Sehingga gerakan perubahan demokrasi kearah lebih baik
membulat pemilihan cerdas dan peserta pemilih yang cerdas dan bertanggung jawab
Pelaksana Pilkada yang akan dilakukan serentak perlu disesuaikan dengan kesiapan
daerah dalam melaksanakan pilkada. Dan dalam rangka Supremasi Hukum dalam
penyelenggaraan pilkada, maka penyelenggara dan peserta pemilihan yang
melakukan tindakan pelanggaran hukum, harus benar-benar dilakukan penindakan
secara tegas. Sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Demi
menghormati dan menghargai hak demokrasi rakyat.

Pimpinan dan anggota, hadirin yang kami hormati.

Sikap, Fraksi Partai Nasdem terhadap keterangan pemerintah atas


Rancangan Undang-Undang tetap menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan
Rancangan Undang-Undang tentang peraturan pemerintah pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Partai Nasdem dengan berkeyakinan
bahwa untuk Rancangan Perpu ini dapat disetujui untuk dilanjutkan pembahasanya
sesuai dengan tahapan dan mekanisme pembentukan peraturan perUndang-
Undangan, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011
Demikian pandangan Farksi Partai Nasdem semoga Tuhan Yang Maha Esa
HidayahNya kepada kita sekalian, dalam menjalankan tugas dan fungsi kita sebagai
hamba Allah.

Sekian Allohumafiq Ilaquamithorik.


Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Selamat malam dan salam sejahtera.

KETUA RAPAT :

Terima kasih.
Saudara yang terhormat Syarif Abdullah Alkadrie dari Fraksi Partai Nasdem.
Berikutnya adalah Fraksi Partai Hanura.

F-HANURA (RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH):

Terima kasih Pimpinan.

Ini banyak, saya sangat senang malam ini banyak sekali kemajuan, karena
sudah menunjukkan ada pandangan fraksi yang seharusnya kan kita hanya
menanggapi penjelasan daripada pemerintah. Ini saya sangat senang sekali namun
demikian, saya tepap konsisten akan menanggapi apa yang sudah disampaikan oleh
pemerintah di dalam penjelasannya tadi. Tanpa harus menyinggung materi seperti
mana tadi yang sudah jelaskan oleh teman-teman. Ijinkan kami dari 4 fraksi Partai

36
Hanura untuk memberi pandangan terhadap keterangan pemerintah atas Rancangan
Undang-Undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-
Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
menjadi Undang-Undang.

Dan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah


Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah menjadi Undang-
Undang. Tadi sudah dijelaskan, kepada Pimpinan dan anggota komisi II Republik
Indonesia yang saya hormatii, Pimpinan dan anggota Komite I DPD RI kepada
Bapak Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Pandangan Fraksi Hanura terhadap penjelasan pemerintah tentang pemilihan


Gubernur, Bupati, Walikota yang saya sebutkan tadi, Fraksi Hanura memandang
dalam sidang Yang Mulia ini memang perlu untuk melakukan pembahasan
selanjutnya hal ini untuk menguji sampai sejauhmana sebenarnya, Perpu tersebut
dapat dilaksanakan sebagai landasan hukum pada pemilihan langsung Gubernur,
Bupati maupun Walikota di Negara yang tercinta ini pentingnya pembahasan Perpu
Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota adalah
ditujukan untuk menjad, adanya suatu jaminan agar pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota dapat terlaksana secara demokratis, sebagaimana yang diamanatkan
dalam Pasal 18 Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 untuk itu mengingat waktu
yang sangat pendek, dan kami sudah menginventaris berbagai masalah yang masih
harus kita lakukan penjelasan, atau pengolahan atau mungkin perubahan. Maka
saya tidak berpanjang lebar, Fraksi Partai Hanura kalau perlu langsung besuk dii
buat panja Pak untuk segera, jadi bukan hanya sekedar menyetujui tetapi, langsung
aja kalau perlu Paripurna Jadi demikian pandangan dari fraksi Hanura dengan
demikian saya ucapkan terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Akan disusulkan besok. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih.

Kalau DPD mau besok, setelah selesai dari Partai gerindra boleh dengan
Gerindra, habis itu kita sepakati besok siang, setelah Fraksi dan DPD memberikan
tanggapan baru kita langsung memasuki tanggapan pemerintah. atas pandangan
dari Fraksi-fraksi.
KOMITE I DPD Republik Indonesia (IIN) :

Interupsi Pimpinan.
Kami DPD minta waktu untuk malam ini kami sudah siap, tidak untuk besok.

KETUA RAPAT :

37
Ya, dipersilakan sekarang kalau sudah siap, kami persilakan.

KOMITE I DPD RI:

Pandangan DPD RI
Terhadap Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota serta Perpu Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

juru bicara Insiawati Ayus didampingi Ketua Komite I Akhmad Muqowam

Asalamualaikum wrwb.
Salam sejahtera untuk kita semua,
Om Suawasti Astu.

Saudara pimpinan dan anggota komisi II DPR RI yang kami hormati;


Saudara Menteri Hukum HAM dan Menteri Dalam Negeri yang kami hormati,
serta hadirin yang berbahagia;

Mengawali pendapat DPD yang akan kami sampaikan maka pada


kesempatan ini marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas ijinnya, kita dapat mengikuti rapat kerja guna Satu mendengarkan
penjelasan pemerintah atas Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur,
Bupati, Walikota serta Perpu Nomor 2 tahun 2014 tentang pemerintah daerah tadi
sudah sampaikan Kedua, mendengarkan Pandangan fraksi-fraksi dan kali ini kami
DPD menyampaikan tentang dan terhadap kedua Perpu tersebut dalam keadaan
sehat serta suasana dan semangat kebersamaan, guna memenuhi tugas Konstitusi
semoga Tuhan Yang Maha Esa, memberikan rahmatNya kepada kita sehingga
seluruh agenda hari ini dapat diselesaikan dengan baik. Undang-Undang NUndang-
undang Nomor 22 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur bupati dan walikota yang
antara lain mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak langsung.
Melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah mendapatkan penolakan yang luas
oleh rakyat.

Atas dasar tersebut dengan alasan hal ikhwal kegentingan yang memaksa
maka pada tanggal 2 Oktober 2014 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
menetapkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014
tentang pemilihan gubernur bupati dan walikota yang antara lain mengembalikan
mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung konsekwensi dari lahirnya
Perpu Nomor 1 tahun 2014 berimplikasi pada lahirnya Perpu Nomor 2 2014 tentang
pemerintahan daerah terutama yang mengatur kewenangan DPRD penetapan Perpu
dengan alasan kegentingan yang memaksa, secara konstitusional diatur dalam Pasal
52 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan Undang-
Undangan. Namun demikian mengenai kriteria jal ikhwal kegentingan yang memaksa
tidak diatur secara detil, yang menjadi perspektif, subyektif Presiden. Seiring dengan
dinamika politik yang berkembang, bertepatan dengan pergantian pemerintah dari
presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Presiden Joko Widodo dan juga
adanya pergantian anggota legislatif 2014 -2019 secara linier hal tersebut membuat

38
kedua Perpu belum ditetapkan sebagai landasan hukum penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah. Pada saat bersamaan proses penentuan daerah sudah akan
berlangsung pada tahun 2015, guna menjamin adanya keberlanjutan pembangunan
dan pelayanan publik di daerah menurut data Kemendagri yang kami kutip bahwa
pada akhir tahun 2015 terdapat 8 Gubenur dan 196 Bupati Walikota yang akan
mengakhiri masa jabatannya. Dengan belum ditetapkannya landasan Hukum
tersebut akan berkomplikasi pada proses pemilihan kepala daerah tahun 2015 ini.

Pemilihan kepala daerah pada prinsipnya diatur dalam Pasal 18 Ayat (4)
Undang-Undang Dasar1945 yang menyebutkan gubernur bupati dan walikota
masing-masing, sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi Kabupaten dan kota
dipilih secara demokratis. Mengacu pada pasal tersebut, maka pemberian kepala
daerah dapat dilaksanakan melalui mekanisme pemilihan langsung maupun tidak
langsung melalui perwakilan.

Praktik demokrasi yang berjalan selama lebih dari satu dasawarsa pasca reformasi,
mekanisme pemilihan langsung telah berjalan dan menjadi pilihan politik, meskipun
tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak persoalan yang harus dibenahi untuk
mewujudkan pemilihan kepala daerah yang ideal, seperti yang di cita-citakan dalam
pandangan kami, baik pemilihan langsung maupun tidak langsung, tetap tidak
mengurangi kadar constitution alasan presiden mengeluarkan Perpu Nomor 1 tahun
2014 sebagaimana tertuang dalam konsideran huruf c yaitu telah menimbulkan
kegentingan yang memaksa, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
138 2009 dalam putusan MK tersebut ada beberapa syarat penerbitan Perpu, yaitu
adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum
secara cepat berdasarkan Undang-Undang.

Dua, Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada, sehingga terjadi


kekosongan Hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai Tiga,
kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-
Undang secara prosedur biasa, karena akan memerlukan waktu yang cukup lama
sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Dasar putusan MK mengenai syarat penerbitan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 menjadi
justifikasi perspektif subyektif Presiden dalam menafsirkan hal ikhwal kegentingan
yang memaksa.

Bapak, Ibu yang kami hormati.

Atas dasar pertimbangan dan pandangan di atas dan kita baru melakukan
reses kami telah menyerap menghimpun, aspirasi masyarakat daerah yang
terbentang dari Aceh sampai ke Papua, maka DPD RI menyatakan menerima Perpu
Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan Perpu
Nomor 2 tahun 2014 tentang Pemilihan Daerah Kepala Daerah namun demikian
pemerintah daerah maafkan kami ralat namun demikian DPD RI meminta klarifikasi
dari pemerintah terhadap hal-hal sebagai berikut: Satu kewenangan subjectif
Presiden untuk menyatakan hal ikhwal kegentingan memaksa yang menjadi dasar
Presiden berhak menetapkan Perpu karena dalam undang-undang karena dalam
Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 52 Undang-Undang Nomor 12 tahun
2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan tidak diatur secara detil
hal mana, agar ada objektifikasi terhadap Perpu tersebut Kedua, kami mohon

39
penjelasan dari pemerintah tentang penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014 yang
bersamaan waktunya dengan penetapan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014
tentang pemilihan gubernur bupati dan walikota. Bapak, Ibu yang kami hormati.
Demikianlah pandangan DPD RI terhadap Perpu Nomor 1 tahun 2014 dan Perpu
Nomor 2 Tahun 2014. DPD RI berharap, pelaksanaan pemilihan kepala daerah ke
depan jauh lebih demokratis, dalam menghasilkan kepala daerah yang berkualitas
dan berintegritas.
Cukup singkat kami sampaikan.

dan Wassalamu'alaikum warohmatullahi wb.


Salam sejahtera Om Santi Santi Santi Om.

Insiawati Ayus Akhmad Muqowam Ketua Komite I DPD RI, terima kasih.

Izin kami menyampaikan didampingi, karena kami dapat arahan dari Sekretariat.

KETUA RAPAT :

Untuk 2 kursi saja, jadi lebih afdol dan ideal kalau 2 kursi yang untuk DPD bisa
hadir ke sini eloknya sepasang, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih .
Jurubicara dari DPD Ibu Ayus yang didampingi ada pendampingnya Saudara
yang terhormat Pak Muqowam oleh karena itu kita skors, rapat ini. Sampai besok
jam 14, acara pertama adalah Pandangan Fraksi Partai Gerindra. Setelah itu adalah
langsung pandangan tanggapan, pemeritah, kita kerucutkan baru kita runding besok,
kita tetapkan sebagaimana yang sudah selesai pandangan pemerintah besok.
Dengan mengucap Alhamdulillahirrobil'alamin rapat diskors.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Interupsi Ketua, bisa Interupsi sebentar sekedar masukan saja karena ini
menyangkut pandangan yang ujungnya adalah menyatakan sikap persetujuan,
terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang maka sebenarnya
menyangkut soal yang teknis bisa dilakukan kemudian, menyusul , kalau boleh kami
minta, malam ini bisa diselesaikan semuanya. Yang kemudian secara tehnis nanti
akan disusulkan kemudian menyangkut pandangan yang sifatnya tertulis. Tentu saya
kira sesuatu yang lazim yang biasa kita, lakukan selama ini karena toh pada hari ini
sebenarnya undangan resmi yang diterima oleh masing-masing anggota, itu adalah
penyampaian pendapat fraksi, yang sebenarnya sejak awal tadi saya bermaksud
ingin menyampaikan, bahwa tidak perlu lagi ditawarkan karena memang semua
anggota komisi II yang hadir dan berdasarkan kelompok fraksinya masing-masing,
memang dimintakan untuk persiapkan dirinya menyampaikan pandangan fraksinya
terhadap keterangan pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang
Penetapan Perpu Nomor 1 dan Nomor 2 tahun 2014. Jadi dengan demikian, kita

40
bisa memanfaatkan waktu ini dengan baik dan kemudian bisa kita lanjutkan dengan
satu kegiatan yang lain, yang lebih maju dari sekedar hanya untuk mendengarkan
persetujuan dan pandangan fraksi-fraksi yang meskipun menurut hemat kami adalah
penting dan strategis agar semua orang bisa mengetahuinya dengan seluas luasnya,
saya kira itu Ketua, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Saudara Arif Wibowo saya kira tadi Partai Gerindra meminta
besok dan kita setujui. Tidak salah juga besok setelah tanggapan pemerintah, kita
duduk sebentar, kita selesaikan apakah hari Selasa mau kita ambil langsung dalam
Paripurna keputusan, besok kita bicarakan ini sudah jam 10.00 tata tertib
mengatakan jam 22.30 sudah pas, kalau tidak kita perpanjang, jadi kita skors rapat
ini besok kita bicarakan jam 14.00. Pemerintah juga sudah setuju . Dan silakan
Fraksi Partai Gerindra untuk melakukan mempersiapkan secara tertulis untuk kita
ikuti besok, termasuk DPD juga kita minta mendengarkan tanggapan pemerintah.
Mohon ijin karena sudah 10.30. Saudara Arif, kita skors sidang ini sampai besok jam
14.00 di tempat yang sama. Setuju ya? kita skors ya?

Terima kasih.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

(RAPAT DISKORS PUKUL : 22.28 WIB)

Jakarta, 15 Januari 2015


KABAG SET KOMISI II DPR RI

TTD.

MINARNI, SH
NIP. 19650620 199302 2 001

41
42
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISI II


PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENETAPAN PERPU NOMOR I TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG

: 2014 – 2015
Tahun Sidang
Masa : II
Persidangan
Rapat Ke- : --
Jenis Rapat : Rapat Kerja (Raker)
Sifat Rapat : Terbuka
Hari/Tanggal : Jum’at, 16 Januari 2015
Pukul : 14.00 WIB s.d Selesai
Tempat : Ruang Rapat Komisi II DPR RI/KK. III
Ketua Rapat : Rambe Kamarul Zaman / Ketua Komisi II DPR RI
Acara : Pandangan Fraksi-fraksi dan DPD RI terhadap Keterangan
Pemerintah atas RUU tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi
Undang-undang dan RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang;
Sekretaris Rapat : Minarni, SH/Kabag.Set Komisi II DPR RI
Hadir : A. Anggota Komisi II DPR RI:
35 dari 50 orang Anggota dengan rincian :

Pimpinan Komisi II DPR RI


(4 dari 5 orang Pimpinan):
1. Rambe Kamarul Zaman
2. Ir. H. Ahmad Riza Patria, M.BA.
3. Drs. Wahidin Halim M.Si
4. H. Mustafa Kamal, SS

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan


( 6 dari 10 orang Anggota):
5. Komarudin Watubun, SH., MH
6. Arif Wibowo
7. Diah Pitaloka, S.Sos
8. Tagore Abu Bakar
9. Adian Yunus Yusak Napitupulu
10. Dr. Ir. Willy M. Yoseph, MM

Fraksi Partai Golkar


(5 dari 7 orang Anggota):
11. Dadang S. Muchtar
12. Drs. H.A. Mujib Rohmat
13. Hj. Enny Anggraeny Anwar
14. Tabrani Maamun
15. Agung Widyantoro, SH., M.Si

Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya


(4 dari 5 orang Anggota):
16. Dr. H. Azikin Solthan, M.Si
17. H. Subarna, SE., M.Si
18. Suasana Dachi, SH
19. Ir. Endro Hermono, MBA

Fraksi Partai Demokrat


(4 dari 5 orang Anggota):
20. Saan Mustopa, M.Si
21. H. Zulkifli Anwar
22. Ir. Fandi Utomo
23. EE. Mangindaan, SIP

Fraksi Partai Amanat Nasional


(2 dari 4 orang Anggota):
24. H. Sukiman, S.PD., MM
25. Ammy Amalia Fatma Surya, SH., M.Kn

Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa


(0 dari 3 orang Anggota):

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera


(3 dari 3 orang Anggota):
26. H. Jazuli Juwaini, Lc., MA
27. Dr. H. Sa’aduddin, MM
28. Muhammad Yudi Kotouky

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan


(2 dari 3 orang Anggota):
29. H. Mohammad Arwani Thomafi
30. Dr. H. MZ. Amirul Tamim, M.Si

Fraksi Partai Nasional Demokrat


(3 dari 3 orang Anggota):
31. H. Syarif Abdullah Alkadrie, SH., MH
32. Drs. Tamanuri, MM
33. Dr. Muchtar Lutfhi A. Mutty, M.Si

Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat


(2 dari 2 orang Anggota):
34. Dr. Rufinus Hotmaulana Hutauruk, SH., MM., MH
35. Dr. Frans Agung Mula Putra, S.Sos., MH

B. Pemerintah:
1. Menteri Dalam Negeri RI;
2. Kementerian Hukum dan HAM RI;
3. Dewan Perwakilan Daerah RI.
JALANNYA RAPAT :

KETUA RAPAT (RAMBE KAMARUL ZAMAN/F-PG):

Bismillahirrahmanirrahi.

(SKORS DICABUT PUKUL 14.33 WIB)

Saudara Menteri Dalam Negeri yang kami hormati,


Para Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI.

Hari ini adalah lanjutan acara kita yang kemarin masih ada tersisa Fraksi,
disamping yang akan menyampaikan dalam sidang ini adalah Fraksi Gerindra dan
juga ada nanti yang menyampaikan resmi secara tertulis Fraksi Hanura tertulis
begitu. Oleh karena itu sehabis Fraksi Gerindra dan penyerahan tertulis dari fraksi
Hanura, tidak tahu kalau Fraksi Partai Demokrat mau merubah pandangannya
begitu, silakan tapi kalau tidak ya sudah tetap yang sudah diserahkan kemarin,
setelah itu saudara-saudara kita akan lanjutkan karena waktu ini juga terus berjalan,
tidak apa-apa pers juga, ini terbuka lanjutan dari kemarin terbuka ya terbuka, tidak
apa-apa kita lanjutkan dengan tanggapan dari Pemerintah atas pandangan dari
Fraksi-fraksi. Nanti pada waktunya dari tanggapan pemerintah bisa kita perdalam
barang 20 menit, 30 menit hal-hal apalagi, baru setelah itu Saudara-saudara kita
langsung lobby dengan Pemerintah untuk menetapkan nanti adalah soal jalan-jalan
yang akan kita ambil dalam rangka hasil kesepakatan pandangan Fraksi.
Dengan demikian saudara-saudara hasil lobby nanti juga akan kita lanjutkan
misalnya apa kebijakan-kebijakan yang akan kita ambil, termasuk misalnya soal
mekanisme pembahasan dan penjadwalan serta hal-hal lain yang perlu sudah bisa
kita lanjutkan hari Senin, kalau hari Selasa misalnya harus Paripurna kita sudah bisa
Paripurnakan dan selanjutnya tentang sikap-sikap yang akan diambil dan
kesepakatan-kesepakatan setelah tanggapan dari Pemerintah nantinya.
Dengan demikian acara kita hari ini Saudara-saudara dapat kita setujui ya?

(RAPAT : SETUJU)

Kami persilakan Fraksi Gerindra untuk menyampaikan pandangannya.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Assalamu;alaikum Warrahmatullahi Wabbarokatuh.


Salam sejahtera bagi kita semua,

Yang kami hormati Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI serta DPD,
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia,
Menteri Hukum dan Ham Republik Indonesia atau yang mewakili,
Hadirin serta para wartawan yang berbahagia.

Segala puji bagi Alloh Subhanahu Wata’ala yang telah menganugerahkan


karunianya kepada kita semua semoga dengan ridhoNya kita dapat melaksanakan
tugas-tugas konstitusional yang telah diamanahkan oleh rakyat kepada kita Amin.
Konsepsi kedaulatan rakyat meletakkan kekuasaan tertinggi ditangan rakyat
dan setiap kebijakan yang dibuat oleh Negara harus ditujukan untuk kepentingan
rakyat. Rakyat memiliki peran dalam setiap kebijakan yang dibuat oleh Negara, salah
satu wujud melaksanakan kedaulatan rakyat saat ini dalam pengisian jabatan adalah
terselenggaranya pemilihan umum, pelaksanaan kedaulatan rakyat melalui
penyelenggaraan pemilu sekarang ini equivalen dengan pelaksanaan system
demokrasi kita sekarang ini, apabila dilihat dari latar belakang adanya kedaulatan
rakyat bisa terjadi akibat perikatan individu-individu rakyat yang menyerahkan
kedaulatannya kepada penguasa secara tertulis ataupun trans social yang tercantum
dalam konstitusi kita.

Pimpinan dan Anggota Komisi II yang terhormat.


Saudara Menteri Dalam Negeri dan
Saudara Menkumham yang kami hormati.

Pada tanggal 2 Oktober 2014 Presiden Susilo Bambang Yudoyono


menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota atau disebut Perpu Pilkada
dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
atau Perpu Pemda.
Perpu Pilkada menolak pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatur mekanisme
pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD sedangkan Perpu Pemda mengubah ketentuan
dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang
memberikan kewenangan kepada DPRD untuk memilih Kepala Daerah.

Pimpinan dan Anggota Komisi II yang terhormat,


Saudara Menteri Dalam Negeri dan
Saudara Menkumham yang saya hormati.

Selanjutnya perkenankanlah Fraksi Partai Gerindra memberikan Pandangan


dan Pendapat atas penjelasan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang
Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 sebagai berikut:
1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang disebut dalam Pasal 22 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Dalam hal ikhwal kegentingan yang
memaksa Presiden menetapkan Peraturan Pengganti Undang_undang”.
Penetapan Perpu yang dilakukan oleh Presiden ini tertulis pada Pasal 1 ayat (4)
Undang_undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang berbunyi: “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang adalah Peraturan Perundang-Undangan yang ditetapkan oleh Presiden
dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa”. Dari bunyi kedua Pasal di atas,
dapat kita ketahui bahwa syarat Presiden mengeluarkan Perpu adalah dalam hal
ikhwal kegentingan yang memaksa.

Adapun secara Yuridis MK melalui putusan Nomor 138/PUU/8/2009


menggariskan 3 syarat kegentingan untuk bisa dikeluarkan Perpu:
a. Ada kekosongan hukum atau tidak ada Undang-Undang atau sesuatu yang
harus segera diselesaikan berdasarkan Undang-Undang.
b. Undang-undang yang ada itu tidak dapat dipergunakan untuk menyelesaikan
masalah yang ada dan yang;
c. Waktunya sangat mendesak sehingga tidak memungkinkan membuat
Undang-undang dengan prosedur normal.

Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa dalam Penetapan suatu Perpu
pada dasarnya merupakan hak subyektif Presiden yang kemudian akan menjadi
obyektif jika disetujui oleh DPR untuk ditetapkan sebagai Undang-Undang.
Meskipun demikian Mahkamah Konstitusi juga memberikan rambu-rambu agar hal
ikhwal kegentingan yang memaksa dalam sebuah Perpu yang selanjutnya akan
dikeluarkan oleh Presiden agar lebih didasarkan pada kondisi obyektif. Oleh
karenanya jiwa konstitusi sesungguhnya tidak memberikan hak subyektif kepada
Presiden untuk mengeluarkan Perpu secara sepihak dikarenakan perbedaan
pandangan politik atau hal lainnya, tetapi Perpu tersebut menggambarkan secara
utuh kandungan roh kegentingan yang menjadi latar belakang dikeluarkan Perpu
tersebut. Pertanyannya muncul apa sebenarnya ukuran keadaan genting
sehingga Presiden boleh mengeluarkan Perppu. Bolehkah Presiden membuat
Perppu dan mencabut Undang-undang yang sudah ada.

2. Menurut Fraksi Partai Gerindra berdasarkan Pasal 22 ayat (2) Undang Undang
Dasar Tahun 1945 dan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
proses selanjutnya setelah suatu Perppu ditetapkan adalah mendapat persetujuan
DPR dalam persidangan yang berikut. Jika DPR menyetujui maka Perppu itu
dijadikan Undang Undang, tetapi jika DPR tidak menyetujui maka sesuai dengan
ketentuan Pasal 23 ayat (3) Perppu tersebut harus dicabut. Pada saat dikeluarkan
Perppu Undang Undang Pilkada dan Perppu Undang Undang Pemda tanggal 2
Oktober 2014, DPR dalam masa persidangan I Tahun Sidang 2014-2015,
sehingga pengambilan keputusan terhadap Perppu Undang-undang Pilkada dan
Perppu Undang-undang Pemda dilakukan pada massa persidangan berikutnya
yaitu masa Persidangan II Tahun Sidang 2014-2015.

3. Dalam Perppu tersebut menyebutkan bahwa penyelenggaraan Pilkada dilakukan


oleh KPU dan KPU Daerah, sementara dalam Pasal 22 Undang Undang Dasar
1945 ayat (2) menegaskan bahwa pemilu diselenggarakan oleh KPU untuk
memilih DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD, sehingga Pilkada
bukan termasuk rezim pemilu, demikian juga dalam amar putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 97/PUU/VII/2013 yang pada pokoknya telah menyatakan bahwa
Mahkamah Konstitusi tidak berwenang mengadili dan memutuskan perkara-
perkara Pilkada, sebab Pilkada tidak termasuk dalam rezim pemilu. Sedangkan
Pasal 18 ayat (4) Undang Undang Dasar 1945 yang semangatnya adalah rezim
pemerintahan daerah menyiapkan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota dipilih
secara demokratis, disisi lain Pasal 22 e ayat (5) Undang Undang Dasar 1945
menyatakan bahwa Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu Komisi
Pemilihan Umum yang bersifat nasional tetap dan mandiri.

Dari hal tersebut di atas Fraksi Partai Gerindra melihat bahwa akan terdapat
permasalahan hukum di kemudian hari menyangkut penyelenggaraan Pilkada.
4. Penyelenggaraan sengketa Pilkada yang terdapat dalam Pasal 157 ayat (1)
Perppu Nomor 1 Tahun 2014 menyatakan bahwa dalam hal terjadi perselisihan
penetapan perolehan suara hasil pemilihan perserta pemilihan dapat mengajukan
permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten Kota kepada Pengadilan Tinggi yang ditunjuk
oleh Mahkamah Agung. Disisi lain Mahkamah Konstitusi sudah tidak berwenang
lagi mengadili sengketa hasil Pilkada sesuai dengan putusan yang dijatuhkan
beberapa waktu yang lalu. Sementara itu Mahkamah Agung berpendapat bahwa
sebaiknya penyelesaian sengketa Pilkada tidak di Mahkamah Agung melainkan
ditangani oleh Badan Khusus diluar pengadilan. Sementara itu apabila
penyelenggaraan sengketa Pilkada diserahkan pada badan khusus tidak terpusat
dan belum berpengalaman dalam hal tersebut dapat menimbulkan putusan yang
berbeda karena terdapat penafsiran yang berbeda-beda terhadap suatu kasus
yang sama.

5. Fraksi Partai Gerindra melihat bahwa dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014
tersebut terdapat Pasal yang dapat menimbulkan permasalahan dikemudian hari
yaitu Pasal 40 ayat (2) dan (3) yang menyebutkan bahwa pengusulan Calon
Kepala Daerah dilakukan dengan berpasangan sementara dalam Pasal-pasal
lainnya disebutkan bahwa pengajuan calon kepala daerah diajukan dengan tidak
berpasangan dimana Wakil Gubernur, Wakil Walikota dan Wakil Bupati yang
selama ini berpasangan dalam satu paket sehingga melegitimasi yang kuat
karena dipilih secara bersama-sama. Namun dalam Perppu tersebut Wakil
Gubernur, Wakil Walikota, dan Wakil Bupati di usulkan oleh Gubernur, Bupati dan
Walikota terpilih. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah antara lain Kepala
Daerah dalam menentukan wakilnya tidak mengajukan orang yang berkualitas
karena takut tersaingi dalam Pilkada berikutnya.

6. Dalam Perppu tersebut disebutkan bahwa akan diselenggarakan Pilkada serentak


sebagian pada tahun 2015 dan tahun 2018, serta serentak seluruh Indonesia
pada tahun 2020, dimana Kepala Daerah yang berhasil masa jabatannya setelah
pilkada Tahun 2015 sampai dengan 2016 pelaksanaanya Pilkada dilakukan pada
tahun 2018. Untuk mengisi kekosongan Kepala Daerah tersebut akan ditunjuk
pelaksana tugas Kepala Daerah jika akhir masa jabatan Kepala Daerah pada
tahun 2016 maka selama 2 tahun atau lebih daerah tersebut dipimpin oleh
pelaksana tugas. Hal tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan juga terlambatnya pembangunan di
daerah tersebut, karena hal-hal strategis tidak bisa diputuskan oleh Pelaksana
Tugas Kepala Daerah.

7. Disamping itu perlu diperhatikan juga masalah-masalah keamanan dan kesatuan


bangsa dalam penyelenggaraan Pilkada secara serentak secara nasional, karena
dalam prakteknya sekarang ini seringkali Pilkada menimbulkan konflik horizontal
yang cukup massif antar pendukung masing-masing calon sebagai akibat tidak
puasnya para pendukung terhadap hasil Pilkada tersebut, sehingga dikhawatirkan
bila hal tersebut terjadi diberbagai daerah bisa menimbulkan kondisi keamanan
yang cukup rawan karena konflik di satu daerah dapat menyulut konflik di daerah
lainnya, dan bila hal tersebut terus berlangsung dapat menimbulkan kondisi konflik
yang semakin besar yang dapat mengancam keamanan dan keutuhan bangsa
dan Negara.

8. Tahapan pelaksanaan Pilkada ini cukup panjang sebagaimana yang diatur dalam
Perppu dapat menimbulkan berbagai permasalahan antara lain hal tersebut dapat
menimbulkan suatu persaingan antar kandidat yang semakin lama semakin
panas, sehingga memperbesar peluang terjadinya konflik antar pendukung
kandidat, permasalahan lainnya adalah dengan lamanya tahapan pelaksanaan
Pilkada tersebut dapat menimbulkan biaya yang semakin besar yang akan
dikeluarkan oleh masing-masing kandidat dan juga penyelenggara Pilkada serta
tidak sesuai dengan semangat efisiensi.

9. Terkait dengan pembiayaan penyelenggaraan Pilkada Perppu tersebut mengatur


bahwa pembiayaan penyelenggaraan Pilkada yang bersumber dari APBN, disisi
lain selama ini biaya penyelenggaraan Pilkada yang dibebankan kepada APBD
sudah berjalan dengan baik, berdasarkan pengalaman praktek di lapangan jika
pembiayaan proyek dan pusat atau APBN ke daerah sering mengalami
keterlambatan dalam pengalokasiannya sehingga hal tersebut dapat menganggu
pelaksanaan tahapan dan penyelenggaraan Pilkada, sementara dalam
keterangan pemerintah atas Rancangan Undang-undang tersebut dalam halaman
5 point 2 disebutkan bahwa khusus untuk pelaksanaan Pilkada tahun 2015
pendanaannya dibebankan kepada APBD. Perlu diformulasikan apakah
pembiayaan penyelenggaraan Pilkada melalui APBN atau APBD atau APBN dan
APBD.

Pimpinan dan Anggota Komisi II yang terhormat;


Saudara Menteri Dalam Negeri; dan
Saudara Menkumham yang sangat kami hormati.

Namun Fraksi Partai Gerindra memahami dinamikanya berkembang di


tengah masyarakat agar pemilihan Kepala Daerah dapat terselenggara secara
demokratis dengan mengikutsertakan masyarakat sebagai pemegang kedaulatan,
untuk itulah berangkat dari argumentasi di atas, berdasarkan Pasal 52 ayat (3)
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, DPR hanya memberikan persetujuan atau
tidak memberikan persetujuan terhadap Perppu. Undang-undang Nomor 12 tahun
2012 tidak memberikan persetujuan terhadap sebagian pasal-pasal tertentu dalam
Perppu. Ketentuan lebih lanjut dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 12 tahun
2011 mengatur bahwa Perppu mendapat persetujuan DPR dalam Rapat Paripurna
maka Perppu tersebut menjadi Undang-undang, namun dalam hal Perppu tidak
mendapat persetujuan DPR di dalam Paripurna, Perppu tersebut harus dicabut dan
harus dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim dan mengharap ridho Alloh SWT
Fraksi Partai Gerindra siap dan memandang perlu untuk membahas secara
mendalam Perpu Nomor 1 dan Perppu Nomor 2 tahun 2014 serta perlu kiranya
disempurnakan melalui penyusunan Rencana Undang-undang yang baru dan harus
diselesaikan dalam masa persidangan ini.
Demikianlah Pandangan Fraksi Partai Gerindra atas keterangan Pemerintah
atau Rencana Undang-undang tentang Penetapan Perppu Nomor 1 dan Nomor 2
Tahun 2014 menjadi Undang-Undang. Dengan demikian Fraksi Partai Gerindra
konsisten untuk menyelesaikan Perppu ini sebagai upaya untuk perbaikan demokrasi
kedepan dan pentingnya Pilkada berkualitas serta mampu menghadirkan para
Kepala dan Wakil Kepala Daerah yang baik dan juga mampu mewujudkan
kesejahteraaan bagi masyarakat.
Atas perhatian dan kerjasamanya yang diberikan kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Pimpinan Poksi II
Fraksi Gerakan Indonesia Raya
Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia,

Endro Hermono
A-369.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih yang terhormat pak Endro, Kolonel Purnawirawan yang telah
menyampaikan pandangan dari Fraksi Partai Gerindra, untuk selanjutnya jika ada
yang mau menyerahkan, serahkan saja bukan mau membahas lagi. Dari Partai
Hanura saya kira mau menyerahkan secara resmi dalam forum ini kami persilakan.

F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH., MM., MH):

Baik terima kasih pimpinan, tidak perlu kita baca lagi, karena tadi malam saya
sudah sampaikan dan tidak ada yang berubah, terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Terima kasih yang menyerahkan tadi lewat Pak Rufinus daerah pemilihan
Sumut II, jadi Pak Menteri Sumut II itu 19 kabupaten kota paling besar, dari Partai
Hanura.
Demikian Saudara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan Ham atau
yang mewakilinya, sudah kita dengarkan secara tertulis juga semua sudah
diserahkan pandangan dari fraksi-fraksi. Tibalah saatnya langsung kita untuk
mendengarkan ungkapan dari pemerintah, tanggapan dari pemerintah atas
pandangan fraksi-fraksi tersebut. Kami kira dari pimpinan tidak usah menyimpulkan
setelah disampaikan oleh pak dari pemerintah natinya, kita juga saya masih
membuka ruang untuk sekiranya ada yang akan mendalami dipersilakan, setelah itu
nanti kita harus sudah melakukan forum lobby sore hari ini, kami persilakan.

MENDAGRI (CAHYO KUMOLO):

Yang kami hormati saudara Ketua Komisi II, Wakil Ketua Komisi II, Bapak Ibu
Anggota Komisi II; Yang saya hormati yang mewakili DPD RI;
Bapak Ibu sekalian yang mewakili Menteri Hukum dan HAM ; dan
Teman-teman Pers yang saya hormati.

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua, yang pertama mari kita
panjatkan kehadirat Alloh SWT Tuhan yang Maha Kuasa, atas rahmat dan
karuniaNya pada siang hari ini, melanjutkan Rapat Kerja Komisi II yang sejak
kemarin malam dengan agenda pandangan masing-masing fraksi dan hari ini ada
tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi-fraksi DPR dan tanggapan dari
Komite I DPD RI atas Rancangan Undang-undang tentang Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang dan Rancangan Undang-undang
tentang penetapan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun
2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang.
Sejak semalam dan siang hari tadi kami mendengar, menyimak, mencermati
kalimat demi kalimat yang disampaikan oleh masing-masing yang terhormat juru
bicara Fraksi-fraksi di DPR dan Komite I DPD atas keterangan pemerintah yang
kemarin telah disampaikan oleh Menteri Hukum dan Ham. Pemerintah yang pertama
sangat mengapresiasi sekali terhadap pandangan, pendapat Fraksi dan Komite DPD
terhadap Perppu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014. Baik dari
aspek yuridis, baik dari aspek procedural, maupun dari berbagai aspek-aspek
substansi yang ada, karena harus jujur kita akui bersama Perppu ini adalah sesuatu
Perppu yang cukup menarik untuk kita cermati dan kita merespon semua masukan
dan semua pandangan dari masing-masing fraksi DPR dan DPD.
Dari semua ini menunjukkan bahwa baik Pemerintah maupun DPR dan DPD
RI sangat mengedepankan perlunya membangun dan meningkatkan kualitas
demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta bermasyarakat melalui
pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat. Dengan demikian melaui
pemilihan Kepala Daerah secara langsung kita semua akan mendapatkan
setidaknya Kepala Daerah yang dipilih oleh masyarakat di daerahnya dan akan
mendapatkan Kepala Daerah yang langsung mendapat amanah dan juga
mendapatkan sosok Kepala Daerah yang langsung mendapatkan legitimasi dari
rakyat di daerah yang ada pemilihan Kepala Daerah tersebut.
Mencermati dengan berbagai pandangan, Pendapat Fraksi-Fraksi DPR dan
DPD RI termasuk Perppu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014
secara umum dapat kami sampaikan singkat penjelasan sebagai berikut:
Yang pertama dari aspek yuridis dengan diterbitkannya Perppu Nomor 1
Tahun 2014 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 sebagaimana telah kami sampaikan
dalam keterangan pemerintah pada tanggal 15 Januari kemarin bahwa penerbitan
kedua Perppu tersebut harus kita akui itu merupakan hak konstitusional dari seorang
Presiden, berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 yang berbunyi “Dalam hal ikhwal kegentingan yang
memaksa Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti
Undang-undang” yang selanjutnya dipertegas dalam keputusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 138/PP/VII/2009 yang tentunya variasi-variasi pemahaman
mengenai kegentingan yang memaksa ini kami mencermati dari pandangan seluruh
fraksi dan DPD yang pada pokok intinya tetap berpegang pada prinsip Pasal 22 ayat
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Yang kedua dari aspek penerbitan dan pengundangan Perppu Nomor 1
Tahun 2014 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 dapat kami jelaskan bahwa
penerbitan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2014 wajar telah menimbulkan pro dan
kontra dalam masyarakat terhadap mekanisme Pilkada melalui DPRD, oleh karena
itu Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan sesuai ketentuan Pasal 4
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan
memperhatikan dan mencermati gelagat perkembangan dinamika kondisi sosial
politik pada saat itu, maka berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden memang mempunyai
wewenang untuk menerbitkan Perppu. Penerbitan Perppu tersebut merupakan solusi
terhadap pengembangan hidupan sosial politik, iklim demokrasi, penyelenggaraan
pemerintahan yang lebih baik dan tentunya juga mencermati proses yang
demokratis, terbuka pada saat sidang paripurna DPR pada saat itu.
Pemerintah pada dasarnya berpendapat bahwa penerbitan Perppu memang
harus segera dilakukan dan Perppu tidak bisa diterbitkan apabila belum ada Undang-
undang atau sebagian dari materi muatan Undang-Undang yang dicabut atau
dinyatakan tidak berlaku, oleh karena pencabutan Undang-undang nomor 22 Tahun
2014 dan Penerbitan Perppu Nomor 1 tahun 2014 dilakukan pengundangan pada
waktu yang bersamaan, pada tanggal 2 Oktober 2014 ini semata agar tidak terjadi
kekosongan hukum.
Yang ketiga dari aspek Perppu sendiri Pemerintah mencermati sebagai
pandangan yang bervariatif walaupun pada inti ujungnya sama, tapi dari aspek
substansi dapat pemerintah sampaikan dengan diterbitkannya Perppu Nomor 1
Tahun 2014 maupun Perppu Nomor 2 Tahun 2014 dapat dimaknai bahwa Perppu
yang dimaksud tersebut sudah dapat dilaksanakan atau sudah dapat diaplikasikan
untuk pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat. Melalui pemilihan
Kepala Daerah secara serentak yang dimulai pada tahun 2015 di 204 daerah otonom
hal ini dapat kami tegaskan, bahwa dalam hal penyelenggaraan pemilihan Kepala
Daerah langsung oleh rakyat yang diselenggarakan oleh KPU memang memerlukan
berbagai tahapan-tahapan dalam penyelenggaraannya. Dan hal ini dapat dibuktikan
bahwa KPU sudah siap dan sudah menyiapkan berbagai rancangan peraturan-
peraturan KPU untuk pelaksanaan pilkada serentak pada tahun 2015.
Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri juga telah menerbitkan
Permendagri Nomor 37 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun
Anggaran 2015 yang menegaskan bahwa daerah yang akan melaksanakan Pilkada
untuk tahun 2015 secara serentak ini wajib untuk mengalokasikan anggaran Pilkada
dalam APBD tahun 2015, yang dalam Raker kemarin kami sampaikan secara
keseluruhan seluruh daerah sudah siap, hanya ada beberapa daerah yang masih
ada penyempurnaan anggaran, penyesuaian anggaran dengan KPU yang ada di
daerah.
Kebijakan ini memang harus sejalan dengan amanat Pasal 200 ayat (1)
Perppu Nomor 1 Thaun 2014 yang menegaskan bahwa pendanaan kegiatan
pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang dilaksanakan pada Tahun 2015
dibebankan oleh APBD. Kami tegaskan ketua yang terhormat dan bapak, ibu
sekalian dan DPD bahwa dibebankan di APBD itu bisa secara langsung dan ada
daerah yang sudah mencicil selama 5 tahun ini sehingga kebutuhan-kebutuhan yang
berkaitan dengan persiapan Pilkada ini sudah bisa terpenuhi. Oleh karena itu
Pemerintah berharap Perppu ini dapat segera mendapatkan atau diberikan
persetujuan menjadi Undang-Undang.
Selanjutnya terkait dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor
97/PUU/XI Tahun 2013 yang menyatakan bahwa Pilkada bukan termasuk rezim
pemilu. Dapat dijelaskan bahwa walaupun KPU sebagai penyelenggara pemilu yang
sifatnya nasional atau bersifat nasional, tetap dan mandiri yang bertugas
menyelenggarakan pemilu yang dalam hal ini esensi dari bertugas untuk mengawal
perwujudan kedaulatan rakyat guna mewujudkan pemerintahan yang demokratis
yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil hanya
dapat terwujud apabila penyelenggara pemilu mempunyai integritas yang tinggi serta
memahami dan menghormati hak-hak sipil dan hak politik dari warga Negara yang
dapat ditugasi sebagai penyelenggara Pilkada oleh Undang-undang.
Oleh karena itu pemerintah berpandangan bahwa pemaknaan konstitusi yang
menegaskan bahwa KPU bertugas menyelenggarakan Pemilu hanya pemilu
Presiden, Wakil Presiden dan Legislatif. Dan ini dapat dimaknai pula bahwa khusus
untuk pemilihan Presiden disamping sebagai Kepala Negara juga sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan, oleh karena itu menginggat penyelenggaraan
pemerintahan daerah merupakan sub system dari pada pemerintahan secara
nasional, maka KPU dapat ditugaskan sebagai penyelenggara Pilkada berdasarkan
Undang-undang sehingga penyelenggara Pilkada lebih dapat efektif, efisien dan
akuntable jika dibandingkan dengan membentuk sebuah lembaga baru.
Empat aspek-aspek sebagaimana diatas itulah yang menjadi subyektifitas
Presiden untuk menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perppu Nomor 2
tahun 2014.

Yang saya hormati Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi II DPR;


Yang saya hormati, bapak, ibu yang mewakili DPD berdua yang saya hormati.

Demikian penjelasan tanggapan singkat dari pemerintah yang kami merespon


dengan seksama, mencermati dengan seksama terhadap pandangan fraksi-fraksi
DPR dan Komite DPD RI atas Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang dan Rancangan
Undang-undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang.
Demikian Ketua, Wakil Ketua, bapak, ibu anggota DPR dan DPD RI
pandangan singkat pemerintah yang kami sampaikan semoga ini mendapatkan
bagian yang tidak terpisahkan dari komitmen dan pemikiran kita bersama untuk
segera menyelesaikan dan membahas persiapan-persiapan pelaksanaan Pilkada
langsung yang sudah menjadi agenda kita bersama, sekian terima kasih.

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih tanggapan dari pemerintah secara resmi sudah disampaikan


yang sekiranya nanti tanggapan itu juga kita terima dan para anggota dan DPD
dapat menerimanya. Karena tanggapan itu jika diperlukan konfirmasi dari fraksi-
fraksi kami buka juga kesempatan saya kira, agar dari fraksi tadi sudah disampaikan,
pemerintah sudah menyampaikan bahwa hal yang menyangkut Perppu ini harus kita
selesaikan, oleh karenanya saya menawarkan kepada Komisi II jika ada yang mau
ingin konfirmasi begitu kami persilakan, kami data dulu, apa seluruh fraksi kami
tawarkan? Seluruh fraksi saja itu lebih baik biar konfirmasinya konkrit.

F-PAN (H. SUKIMAN, S.PD., MM):

Saran saja Pimpinan boleh?


KETUA RAPAT :

Silakan.

F-PAN (H. SUKIMAN, S.PD., MM):

Terima kasih pimpinan,

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Selamat sore, salam sejahtera bagi kita semua, pimpinan Komisi II dan DPD
RI serta Bapak Menteri Dalam Negeri beserta seluruh jajarannya, dan Kementerian
Hukum dan Ham atau Pejabat yang mewakili, serta hadirin yang berbahagia.

Tentu kita pada agenda tanggapan pemerintah berkaitan agenda kita pada
hari ini saya pikir memag, karena ini tanggapan resmi pemerintah dalam rangka
menanggapi Pandangan Mini Fraksi, oleh karena itu saya pikir karena ini memang
sifatnya tanggapan resmi dan juga pandangan fraksi-fraksi juga atas nama fraksi,
maka untuk tidak menggurangi rasa hormat, saya pikir walaupun mungkin ada hal-
hal yang masih dianggap ada yang perlu kita perdalam tapi tidak salah nanti di dalam
pendapat akhir fraksi juga masih dimungkinkan memberikan catatan-catatan.

Oleh karena itu Pimpinan dengan tidak memperpanjang waktu saya


memberikan masukan alangkah baiknya supaya proses-proses persidangan kita bisa
satu kesepakatan, saya meminta untuk bisa diskors, sehingga kita bisa mengambil
langkah-langkah kapan dan bagaimana pada akhir dari pada proses persidangan ini,
saya pikir itu masukannya sehingga tidak perlu lagi diperdalam dalam kontek secara
perorangan tetapi cacatan itu bisa dimasukkan di dalam pendapat akhir mini, atau
pendapat akhir fraksi nanti, terima kasih pimpinan.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT :

Wa’alaikumsallam.

Saya kira saya gilir saja, misalnya nanti dari fraksinya tidak ada yang perlu
konfirmasi ya tidak apa-apa, makanya tadi mempercepat, kami persilakan dari PDIP.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Terima kasih Ketua.

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Salam sejahtera untuk kita semua, Ketua, Wakil Ketua, Pimpinan DPD, para
anggota Komisi II yang kami hormati, Bapak Menteri Dalam Negeri beserta jajaran
yang kami banggakan.
Atas tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi-fraksi, maka Praksi
PDI Perjuangan berkesimpulan bahwa secara umum kita memandang bahwa
urgensi Perppu memang diperlukan dan sejak kali pertama diterbitkan dia sudah
menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan seluruh tahapan pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota namun dengan demikian memang masih menyisakan hal-hal yang
sekiranya memang memerlukan perbaikan atau penyempurnaan.
Namun demikian bapak, ibu, saudara sekalian kami mengajak sebenarnya
bahwa semangat untuk memperbaiki, baik dari aspek norma hukum yang sudah
tertuang di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun
2014 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 itu memang masih membutuhkan perbaikan,
tapi sekalipun demikian dia sudah bisa menjadi dasar bagi pelaksanaan seluruh
tahapan Pilkada yang ada.
Oleh karena itu menurut hemat kami sebagaimana juga perintah dari Undang-
undang 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan,
bahwa bisa dikatakan kewajiban DPR hanyalah untuk menyetujui atau menolak,
maka sebaiknya kami mengajak bersama-sama kita untuk memastikan dulu bahwa
DPR RI menolak atau menyetujui. Setelah itu jika memang misalnya saja bisa
disetujui untuk kemudian dibawa ke Paripurna, apa yang menjadi aspirasi yang
menyisakan kehendak untuk melakukan penyempurnaan dan perbaikan itu bisa kita
lanjutkan setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini sudah resmi
menjadi Undang-undang, tidak lagi dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang.
Bagi kami Fraksi PDI Perjuangan memandang bahwa ada kebutuhan, ada
keinginan secara hukum, secara sosiologis, secara spikologis dalam konteks politik
kita membutuhkan penguatan akan kepastian terhadap pelaksanaan Pilkada, supaya
tidak ada lagi keraguan meskipun sesungguhnya keraguan itu tidak perlu, nah untuk
itu kita mengajak segeralah kita memberikan persetujuan pada Perppu ini untuk
disahkan menjadi Undang-undang dan selanjutnya segeralah pula atas aspirasi yang
atau pandangan-pandangan yang ingin dilakukan perubahan atau penyempurnaan
untuk kemudian diteruskan dimasukkan undang-undang yang baru hasil dari pada
pengesahan atas hasil Perppu ini di dalam legislasi nasional untuk masuk pada
perubahan Undang-undang dalam kerangka perbaikan dan penyempurnaan.
Saya kira demikian Pimpinan, para Wakil Ketua, para Anggota, Pimpinan
DPD, Pak Menteri beserta jajarannya, Pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kami lanjutkan Partai Golkar.

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Baik terima kasih.


Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Bapak Pimpinan yang saya hormati; dan


Teman-teman Anggota DPR; juga
Teman dari DPD RI;
Pak Menteri yang saya hormati beserta jajarannya.

Ada dua urgensi yang menurut saya seimbang kepentingannya, di satu sisi
bahwa kehadiran Perppu sebagai Undang-Undang untuk pelaksanaan Pilkada ini
sesuatu yang sangat urgen, dan ini harus diselesaikan secepatnya dan kita sepaham
kalau ini harus selesai pada masa persidangan ini.
Tapi yang kedua ada sesuatu yang kita sadari bahwa ada kekurangan-
kekurangan yang terdapat di dalam Undang-Undang ini, apabila Perppu ini kita
sahkan lalu menjadi undang-undang. Diantara itu adalah apabila misalnya calon
pasal-pasal yang terdapat dalam Perppu ini menjadi persoalan pergunjingan lagi
misalnya pasal-pasal yang bertentangan tadi. Saya memberikan apresiasi kepada
Bapak Menteri sudah mengomentari beberapa yang disampaikan oleh fraksi-fraksi
tapi masih menyisakan juga hal-hal yang belum dibahas disitu misalnya yang
berkaitan dengan soal pasal tentang pasangan di satu sisi dan pasal yang lain
mengatakan tidak pasangan.
Juga yang berkaitan dengan soal penyelenggaraan yang dipaksakan pada
bulan Desember tapi kalau nanti ini pada bulan dan tahun yang sama, tapi disitu juga
dibuka untuk putaran yang kedua yang kemungkinan akan menambrak bulan dan
tahun yang sama, ini juga akan menyisakan persoalan, oleh karena itu kita bisa saja
sepakat bahwa Perppu ini segera disahkan, diterima dan menjadi Undang-undang
tapi pada saat yang sama kita punya kesepakatan juga untuk memperbaikinya,
harapan kami perbaikan itu juga nanti penyempurnaan terhadap Undang-undang ini
dan menjadi landasan bagi penyelenggaraan Pemilu pada tahun 2015, bukan pada
Pemilu yang selanjutnya, sehingga dengan demikian kita punya kesepakatan
diterima kemudian ada perbaikan dan perbaikannya itu diselesaikan dalam waktu
yang secepat-cepatnya untuk benar-benar menjadi landasan bagi penyelenggaraan
Pemilukada pada tahun 2015.
Saya kira itu pandangan kami dan terima kasih sekali lagi atas tanggapan dari
Bapak Menteri, terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT;

Berikutnya Fraksi Partai Demokrat, oh Gerindra dulu, sorry, sorry Gerindra.

F- GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Terima kasih pimpinan.

Pimpinan yang saya hormati beserta seluruh Anggota Komisi II;


Bapak Menteri Dalam Negeri beserta rombongan yang kami hormati;
Komite I DPD RI yang kami hormati.

Setelah kami mendengarkan pandangan masing-masing Fraksi sejak tadi


malam sampai dengan hari ini, maka tentu Gerindra akan sepakat bahwa proses
selanjutnya kita setujui untuk dibahas pada sidang-sidang yang akan datang, cuma
memag ada beberapa catatan yang perlu kami sampaikan kepada Bapak Menteri
antara lain sebagai berkut:
Perpu ini bukan inisiatif DPR, Undang-undang 22 dan 23 bukan hak inisiatif
DPR, tapi Undang-undang 22 dan 23 ini diusulkan oleh pemerintah ke DPR, dan
berselang 9 hari Pemerintah mengeluarkan Perppu untuk mencabut Undang-undang
tersebut, saya yakin bahwa lahirnya Undang-undang ini melalui proses yang
panjang, termasuk kajian akademik, dan kajian public di beberapa daerah dan
provinsi, bahkan kalau kita melihat asas Press Airmation dalam hukum tata Negara
tidak terpenuhi, maupun Pasal 22 Undang Undang Dasar 1945 ayat (1), oleh sebab
itu mari kita jadikan proses pembelajaran ini agar tidak menjadi presedent yang
buruk dalam perjalanan bangsa ke depan. Harapan kami kondisi ini tidak terulang
lagi dalam pembuatan Perpu dengan tidak memenuhi unsur-unsur sebagaimana
yang diamanatkan pada Pasal 22 dan asas Press Airmation. Karena hal tersebut
apabila tidak terpenuhi maka dapat dikategorikan bahwa kebijakan ini adalah
kebijakan the tarmender forfoir atau penyalahgunaan wewenang.
Demikian masukan-masukan kami sampaikan kepada bapak menteri, maupun
Menteri Hukum dan Ham, mudah-mudahan apa yang kita laksanakan pada hari ini
bernilai ibadah di sisi Alloh SWT, terima kasih.

Bilahibisabilhaq Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT:

Berikutnya adalah Partai Demokrat.

F-PD (SAAN MUSTOPA, M.Si):

Terima kasih.
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Yang terhormat Pimpinan dan Anggota Komisi II;


Komite I DPD RI; dan
Menteri Dalam Negeri beserta jajaran yang terhormat.

Kita sudah mendengarkan penjelasan dari pemerintah sekaligus tanggapan


dari pemerintah dan juga pandangan-pandangan dari fraksi, dengan berbagai ragam
pandangan, meminta berbagai klarifikasi dalam Perpu ini tadi, baik secara sosiologis
maupun norma hukum dan lain sebagainya, secara urgensi Perppu ini bisa kita
terima urgensinya karena ada sesuatu yang memaksa untuk diterbitkan Perppu ini.
Nah bersadarkan ini pimpinan dan anggota sekalian, kami meminta bahwa
kita bisa melakukan persetujuan secepatnya terhadap Perppu ini dan kalaupun ada
hal-hal yang ingin kita sempurnakan dan kita perbaiki itu nanti setelah Perppu ini kita
setujui menjadi Undang-undang, baru kita bisa lakukan usul untuk melakukan
perubahan dan perbaikan.

Pimpinan yang saya hormati dan anggota yang saya hormati.

Maka untuk itu kalau misalkan kita bisa secepatnya untuk menyetujui Perppu
ini menjadi Undang-undang dan kita bisa sahkan di Paripurna kita juga punya waktu
untuk mengusulkan perubahan dan penyempurnaan serta perbaikan terhadap
undang-undang ini. Jadi sekali lagi setuju, apa kita minta untuk disetujui secepatnya,
terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.


KETUA RAPAT:

Berikutnya Partai Amanat Nasional.

F-PAN (H. SUKIMAN SPD., MM):

Baik terima kasih Pimpinan, sekali lagi kami ingin mempertegas sebagaimana
pandangan Fraksi partai Amanat Nasional terhadap 2 Perpu yang disampaikan di
dalam Forum agenda rapat kita bahwa kami tetap bahwa sebagaimana komitmen
awal dalam pandangan fraksi kami bahwa kami siap untuk melanjutkan pembahasan
dan siap untuk memberikan persetujuan, dengan catatan bahwa kita perlu membuat
kesepakatan dengan pemerintah supaya dengan diundangkannya Perppu ini maka
segera kita untuk melakukan revisi dan perbaikan terhadap dimana banyak hal-hal
yang perlu kita berikan catatan-catatan sehingga ini bisa dilaksanakan dan bisa
diimplementasikan dilapangan, saya pikir itu saja pimpinan, terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, selanjutnya adalah PKB ada tidak? Tapi sikapnya kemarin
sudah tegas, tidak perlu, PKS.

F-PKS (Dr. H. SA’ADUDDIN, MM):

Ya baik pimpinan.
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Pimpinan yang kami hormati;


Para Anggota Dewan Komisi II yang saya cintai;

Prinsip dasar dari kami Partai Kedilan Sejahtera bahwa kita sama memaklumi
bahwa Perppu yang masuk ke kami, ke kita semuanya itu adalah hanya 2 diterima
atau ditolak, sebagaimana apa yang disampaikan oleh rekan-rekan kami, oleh sebab
itu kami minta ketegasan Pak Menteri nanti apabila kami sudah menyatakan
diterima, segera diproses berkaitan dengan hal-hal yang perlu diperbaiki, hal-hal
yang perlu dicermati karena banyak hal-hal keganjilan dalam hal itu.
Contoh nantilah kita bahas, oleh sebab itu kalau kita bahas tidak selesai, saya
kasih contoh juga banyak contohnya, dengan demikian saya sepakat dengan kata
lain segera kita sampaikan, mungkin itu saja dari saya.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT:

Berikutnya adalah Partai Persatuan Pembangunan.

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):


Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Pimpinan dan Anggota Komisi II yang kami hormati;


Pak Menteri beserta jajarannya; serta
Komite I DPD RI.

Dari apa yang telah kita cermati bersama, pandangan seluruh fraksi dan juga
apa yang telah disampaikan oleh pemerintah, kita semua sepakat bahwa ada
kepentingan yang sangat mendesak untuk segera adanya kepastian hukum terkait
dengan Pilkada. Keinginan ataupun juga kepentingan yang terkait dengan kepastian
hukum penyelenggaraan Pilkada inilah yang saya kira menjadi pemahaman kita
semua sehingga Alhamdulillah saya juga mengapresiasi dari pandangan seluruh
fraksi yang betul-betul mengedepankan kepentingan masyarakat, kepentingan yang
lebih umum, walaupun juga kita pahami bahwa ada kekurang lengkapan, kekurang
sempurnaan dari Perppu ini. Sehingga bagi kami sudah terang benderang
sebenarnya, bahwa kita semua menginginkan segera DPR memutuskan menerima
atau menolak Perpu ini, itu catatan pertama.
Yang kedua bahwa fraksi Partai Persatuan Pembangunan melihat kita tidak
bisa terlalu lama ketika sudah memahami, sepakat, untuk bahwa Perppu ini harus
segera kita putuskan sampai pada akhir masa sidang ini. Kalau kita lihat agenda
yang sudah kita sepakati bersama di awal, sementara ini memang tanggal 17
Februari adalah jadwal kita memutuskan, sehingga menurut kami secara konkrit
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengusulkan agar Komisi II bisa lebih cepat
menjadwalkan kata akhir keputusan kita apakah menerima atau menolak Perppu ini.
Jadi kalau dari pemandangan fraksi-fraksi semua kan sudah sepakat untuk
segera itulah tadi sehingga ini akan bisa memudahkan juga terkait dengan persoalan
penganggaran APBN-P nanti juga barangkali bisa lebih mudah untuk bisa disisipkan
ataupun juga disinambungkan di situ.
Barangkali itu yang bisa kami sampaikan dari Fraksi PPP, intinya kami
mengajak untuk bisa segera menerima Perppu ini, terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, partai Nasdem.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M.Si):

Terima kasih Pimpinan.

Bapak Menteri dan jajaran, Rekan-rekan yang saya hormati.

Dari lalulintas pendapat yang berkembang di ruangan ini, nampaknya sudah


hampir dapat diprediksi bahwa pada akhirnya Perppu ini akan diterima, namun
demikian seperti yang dikhawatirkan oleh beberapa atau rekan-rekan pembicara
terdahulu kita harus jujur mengakui bahwa Perppu ini ketika diterima nanti akan
menyisakan banyak masalah antara lain misalnya soal yang diatur di dalam Pasal 7
“tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana yang menurut penjelasan tidak
memiliki konflik kepentingan, ikatan perkawinan garis keturunan satu tingkat keatas,
kesamping dan kebawah”.

Menurut saya dalam sebuah Negara yang menganut system demokrasi, ini
aturan yang sangat tidak, sulit diterima kenapa? Karena sepanjang orang itu terpilih
secara jujur, secara adil, tidak ada rekayasa, tidak ada intimidasi, tidak ada
manipulasi suara, maka dia sah-sah saja untuk menggantikan apakah satu tingkat ke
atas atau tingkat ke bawah, satu tingkat ke samping. Saya kasih contoh misalnya
Amerika sebagai kampiun Negara demokrasi ketika Bush menjadi Presiden, 3 orang
anaknya jadi gubernur dan tidak ada yang protes, sepanjang dia terpilih secara jujur,
adil, tidak ada rekayasa, tidak ada manipulasi, tidak ada intimidasi. Saya kira ini, ini
Pasal yang ketika saya baca Undang-undang ini mengganggu jalan pikiran saya.
Yang kedua Undang-undang ini memberi peluang untuk daerah-daerah
dengan jumlah penduduk tertentu memiliki lebih dari satu wakil, ini pertanyaan apa
dasar logikanya ini? Ini hanya akan membuat pemerintah daerah mengeluarkan
anggaran yang semakin besar untuk biaya birokrasi, selama ini pemerintah pusat
menilai bahwa pemerintah daerah terlalu boros dalam biaya birokrasi. Dengan
menambah jumlah wakil ini akan semakin memperbesar biaya birokrasi di daerah, ini
banyak sekali bolong-bolong yang saya kira harus kita perbaiki. Nah pertanyaan
saya adalah ketika nanti Perppu ini kita terima apakah pemerintah dalam hal ini
Kementerian Dalam Negeri sudah siap dengan draft perbaikan dari Undang-undang
ini, agar supaya bolong-bolong ini bisa kita perbaiki, terima kasih pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Terima kasih lanjut Hanura.

F. HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH., MM., MH):

Baik terima kasih Pimpinan, teman-teman di Komisi II, Pak Menteri, Komite I
dari DPD.

Dari Pandangan Fraksi Hanura sudah kami sampaikan bahwa ini menyetujui
hanya menjadi catatan yang penting bagi kita barangkali ada kekhawatiran kita,
begitu diterima jadi Undang-undang ini, mekanisme apa yang akan kita tempuh,
karena dia menjadi Undang-undang apakah ini melalui Prolegnas, apakah ini melalui
jalur khusus, atau melalu jalur yang seperti apa? Jadi pandangan kami hendaknya di
dalam forum ini kita sepakati juga mekanisme mana yang kita pilih agar tidak
pemerintah terombang ambing, fraksi juga terombang ambing, karena begitu dia
berlaku menjadi undang-undang final dan maining.
Jadi pak Ketua, mohon supaya di dalam Forum ini menjadi satu bagian dari
kesepakatan kalau memang diterima dan menjadi satu kesepakatan juga kalau
memang ditolak, itu barangkali pandangan dari Fraksi Hanura supaya tidak bertele-
tele, supaya diputuskan apakah dalam forum lobby, atau dalam forum apa silakan,
tapi kami berpandangan penting proses yang seperti apa nanti kita pilih karena
menginggat waktu, menginggat bahan-bahan yang harus kita perbaiki sangat banyak
ya kan? Pandangan-pandangan yang begitu tajam, waktu juga tidak akan mungkin
menyelesaikan kalau ini dilakukan secara normal.
Barangkali ini mohon kebijakan dari pimpinan untuk menentukan pilihan-
pilihan mekanisme seperti apa yang akan kita pilih, terima kasih pimpinan.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT :

Terima kasih

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Menambah dari Nasdem sedikit.

KETUA RAPAT:

Apa belum cukup, sudah terang benerang.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Bukan persoalannya seperti ini saya pikir berkaitan dengan masalah-masalah


ini, kan ada 2 saja ini kalau berkaitan dengan Perppu ini ditolak atau diterima, tidak
ada lagi, cuma mungkin kita harus sepakat karena tadi banyak yang sudah
berkembang dari beberapa, kita sepakat saja, setelah di terima Perppu ini kita minta
pemerintah segera menyampaikan untuk perubahan draft, jadi kita harus sepakat
dulu, sehingga memang ada pegangan kita berkaitan dengan beberapa hal yang
sudah kita baca ini, memang banyak kelemahan-kelemahannya, terima kasih itu
saja.

KETUA RAPAT:

Sama saja Rufinus kan mempertanyakan itu apa jaminannya gitu, itu yang
ditanyakan beliau, terakhir DPD.

KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Terima kasih
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Pimpinan, Anggota Komisi II, Bapak Menteri dan Jajarannya yang saya
hormati.

Pertama konfirmasi lalu yang kedua adalah barangkali adalah rekomendasi.


Pertama adalah soal konfirmasi tadi sudah disampaikan bahwa point yang ke-
3, Pak Menteri Cahyo Kumolo mengambil salah satu referensi adalah keputusan MK
Nomor 97/PUU/XII/2013 yang antara lain menyampaikan bahwa Pilkada itu bukan
konversi Pemilu. Kemudian Pak Menteri menyampaikan, menjelaskan mengenai
posisioning KPU dan kemudian di akhir menyampaikan bahwa pemandangan
terhadap hal pemerintah, KPU penyelenggara pemilu hanya pada Pilpres yang
Presiden, DPR dan DPD. Kemudian di ujung menyampaikan bahwa KPU dapat
sebagai penyelenggara Pilkada.
Saya kira ibu dan bapak sekalian, karena “dapat” ini bisa mengganggu di
kemudian hari, oleh karena itu kalau “dapat” itu misalnya nanti di suatu daerah
kebetulan Pemdanya tidak in line dengan KPU, maka bisa saja membentuk Panitia
tersendiri, ini bahaya Pak Menteri, jadi karena itu lebih baik menurut saya harus ada
komitmen bersama bahwa pemahaman kata “dapat” itu sebaik mungkin itu dihindari.
Ini di kemudian akan menimbulkan berbagai macam persepsi bagi daerah-daerah
provinsi dan kabupaten kalau dia menggunakan kata dapat, ini akan bahaya ke
depan. Itu yang menurut saya penting untuk dijelaskan oleh Pak Menteri kepada kita
semua sehingga posisi “dapat” itu kalau di dalam Undang-undang, di dalam
Keputusan MK, kemudian nanti di dalam Undang-Undang Pemilukada ini menjadi
bagian yang harus di bahas, maka harus juga justifikasi lebih pasti, itu yang pertama.
Lalu yang kedua Pak Menteri dan bapak, ibu sekalian, terhadap 204 daerah
yang segera akan mengadakan pemilihan Kepala Daerah tadi semua Fraksi mulai
Pak Arif sampai yang terakhir menyampaikan bahwa yang paling penting adalah
kepastian hukum penyelenggara Pilkada itu sendiri. Menurut saya terhadap ini ada 2
hal.
Pertama adalah setuju, kemudian sepakat dirubah bersama-sama, tetapi
kalau kemudian pendapatnya setuju dalam perubahan itu berbeda lagi pak Ketua,
jadi menurut saya sebaiknya atas nama sebuah waktu yang sangat juga diperlukan,
maka setuju kemudian dalam waktu yang sesingkat-singkatnya Pemerintah segera
melakukan revisi terhadap Undang-undang yang akan lahir hari ini sebagai dasar
pemilihan Pilkada yang akan datang, karena yang jelas di dalam Perppu 1 ini
sebagaimana komentar dan pendapat dari berbagai fraksi banyak sekali lubang-
lubang yang bisa membuat kita tidak lancar dalam menyelengarakan Pemilihan
Kepala Daerah.
Jadi saya kira Pak Ketua, saya kira kalau dengan demikian maka apakah kata
bahasan yang muncul dari pembahasan PKS tadi malam, apakah siap membahas
dari Golkar, apakah siap membahas dari Gerindra, itu kemudian bisa saya
maknakan sebagai keinginan untuk setuju itu, saya kira masih menjadi debat table.
Jadi Pak Mustafa Kamal mohon maaf ini, saya mencermati betul ada yang setuju,
ada yang dibahas nanti, setuju dan lain-lain, dan lain-lain. Saya kira ini harus menjadi
komitmen kita bersama ada 2 hal yang menurut saya Pak Ketua dan Pak Menteri,
dalam kontek Undang-undang 17 singkat kita selesaikan, Pak Arif Mohon maaf.
Kemudian yang kedua adalah dalam kontek pemilihan Kapolri singkat kita
selesaikan, kemudian kenapa dalam hal Perppu ini tidak juga singkat kita selesaikan
di DPR, sehingga dengan demikian dari 2 kejadian ini menarik sekali lebih-lebih
Perppu merupakan suatu yang penting secara nasional, itu yang kedua.
Lalu yang ketiga soal mekanisme Pak Ketua, ada 2 penyelesaian, pertama
adalah mekanisme di dalam mencermati tadi saya sampaikan di poit pertama
Pilkada kita setujui, eh Perppu kita setujui kemudian sepakat dirubah, lalu
mekanisme yang kedua Pak Ketua yang kecil ini, mekanisme ini adalah jika sepakat
selesai di dalam masa sidang ini, saya kira DPD siap untuk terlibat dalam
perbincangan-perbincangan yang berkaitan dengan materi Perppu 1 dan Perppu 2.
Saya kira demikian Ketua, dan bapak, ibu sekalian anggota Komisi II yang
saya hormati, Pak Menteri dan jajarannya.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT:

Bapak, ibu dan saudara sekalian setelah konfirmasi saya kira sudah
tertangkap bagi kita ada beberapa hal.
Pertama seluruh Fraksi mengatakan bahwa Perppu khususnya Perppu Nomor
1 tahun 2014 mengandung beberapa masalah yang perlu diperbaiki, berbagai ragam
seluruh fraksi ada yang mengutarakan masalahnya itu sampai 9, punya klasifikasi
lagi penting-pentingnya ya Partai Golkar. Dan juga PDIP juga menyampaikan, semua
Fraksi menyampaikan semua ada masalah, tergantung masalahnya itu juga di situ
ada yang berat, ada yang setengah berat, tapi pada umumnya menyampaikan
semuanya masalah, perlu untuk diperbaiki, pemerintah juga mengatakan sama,
pemerintah juga mengatakan sama.
Berikutnya kesimpulan yang kedua ada kesepakatan baik dari pemerintah,
maupun dari fraksi untuk menyelesaikan pembahasan Perppu 2 diterima atau
ditolak. Kalau diterima ajukan Rancangan Undang-undang untuk menerima akhirnya
Undang-undang. Kalau dicabut ajukan Rancangan Undang-undang, kalau ditolak
ajukan Rancangan Undang-undang pencabutan. Yang mengajukan boleh Presiden
atau pemerintah, boleh juga DPR.
Dalam 2 soal ini pembahasannya sebenarnya sudah dapat juga kita katakan
bahwa kalau misalnya diterima harus juga diterima seutuhnya, kan seperti itu.
Oleh karenanya akan muncul kesimpulan yang ketiga bahwa kita selesaikan
dulu makna pembahasan Perppu, kita selesaikan dulu pembahasan di DPR tentang
Perppu dari 2 alternatif tadi. Semua fraksi menginginkan bahwa posisi hukum dari
pada Pilkada yang akan diselenggarakan, harus segera kita keluarkan, harus segera
diundangkan agar dia menjadi Undang-undang, jadi tidak wacana yang berputar-
putar. Oleh karena itu dalam pembahasan Perppu kita lalui tahapan-tahapannya
dengan catatan semua kita menghendaki harus diperbaiki pada masa sidang yang
sekarang. Itu yang belum sama, masa sidang yang sekarang. Beberapa fraksi terang
mengatakan harus masa sidang yang sekarang, jadi kalau fraksi PDIP mengatakan
kita tuntaskan dulu Perppu, sudah dia menjadi Undang-undang adalah kesepakatan,
ini kan Perppu adalah kesepakatan untuk kita sepakat akan melakukan perbaikan
pada masa sidang ini juga, fraksi yang lain juga PKS menanyakan seperti itu, saya
kira Gerindra juga menyatakan harus masa sidang sekarang dan apa kira-kira
jaminannya. Partai Golkar juga menanyakan seperti itu.
Sebab jangan nanti misalnya Perppu jadi Undang-undang tadi pernyataan dari
PPP juga menyatakan ini menjadi soal tersendiri, oleh karena itulah kami dari
Pimpinan mau kita lakukan juga tadi pendapat kita, pandangan mini resmi tidak apa-
apa, kalau mau kita lakukan hari Senin, ini harus kita ada kesepakatan dulu
khususnya dengan pihak pemerintah itu yang kami katakan lobby itu, ada dulu
prosesnya baru nanti itu kita nyatakan, kalau sudah cocok ada perwakilan fraksi,
nanti kita lobby atau di forum ini juga tidak apa-apa atau mau lobby dari masing-
masing fraksi ada perwakilannya, kita tuntaskan dengan pemerintah, baru kita sikapi
misalnya Pandangan Mini hari Senin, hari Selasa Paripurna dan laporan Komisi II
menyatakan itu.
Jadi begini kami minta tanggapan dari pemerintah tentang hal-hal yang
disampaikan konfirmasi tadi, kami persilakan.

MENDAGRI (CAHYO KUMOLO):

Terima kasih Ketua, setelah tadi mengikuti beberapa catatan dari seluruh
fraksi dan DPD, kami catat semua.
Yang pertama usul kata “dapat” dari DPD kami terima itu kita drop kata
“dapat” kami silakan Pak Muqowam.
Yang kedua Pemerintah ingin sebagaimana kesepakatan Ketua kemarin
selama 28 hari ini kalimat setuju atau tidak diputuskan, soal usul dari seluruh fraksi
yang kami tampung semua itu usul yang bukan subyektifitas fraksi dan ini yang
sangat-sangat mendasar sekali, baik dari fraksi maupun DPD. Kalau toh itu nanti
harus ada perbaikan membahas, waktu 28 hari itu harus menjadi pertimbangan,
satu.
Yang kedua kalau melalui tahapan Prolegnas itu cukup lama, panjang bisa
ada terobosan bukan dalam keadaan kegentingan yang memaksa, bukan, tapi
terobosan itu bisa usul inisiatif DPR, secara prioritas. Soal materi kami membantu
menyiapkan bisa sama-sama, toh usulan semua fraksi kemarin yang disampaikan
dari pandangan umum kan, pemahaman membangun demokrasi yang utuh dengan
segala konsekwensi yang ada. Soal lobby kami serahkan kepada Pimpinan, malah
soal kapan mau diputuskan itu di Paripurna kewenangan DPR, kami ikut, tahapan
proses mengenai draft RUU, kemudian adanya harmonisasi, kemudian adanya
beberapa Ampres dan sebagainya, itu saya kira termasuk penyusunan DIM dan
sebagainya. Hanya uji public tadi kan saya kira pandangan yang terhormat masing-
masing fraksi dan juga DPD kan sudah menyerap dari pada hasil public. Saya kira ini
yang kami tawarkan tapi pada prinsipnya diterima dan tidak itu menjadi hal yang
paling utama, terima kasih ketua.

KETUA RAPAT:

Baik, saudara-saudara memang tidak boleh Pemerintah mempengaruhi kita


untuk ditolak atau diterima, sebab itu adalah hak kita, oleh karena itu saya
mengusulkan begini, kita lobby 10 menit unsur Fraksi, bila perlu lobby ini tidak salah,
sebab ada beberapa hal yang harus kita perbincangkan juga, pihak pemerintah ikut
serta, sebab nanti kalau akan dibahas di sini Perppu ini kan datangnya dari
Pemerintah, kalau mau perbaiki pemerintah dulu kira-kira begitu yang mau kita, jadi
kita lobby dan menentukan mekanismenya biar bisa seluruhnya lancar, oleh
karenanya di skors 10 menit saya kira ya? Diruang pimpinan masing-masing Fraksi
yang mengganggap harus 2 orang silakan, tapi setidak-tidaknya ada unsur fraksi 1
orang begitu. Yang mau 2 orang kami persilakan agar segera kita lakukan
pembicaraan yang tuntas.

MENDAGRI (CAHYO KUMOLO):

Ketua sedikit interupsi, ada kalimat yang mungkin pada posisi kami apa yang
disampaikan draft dari Pemerintah itu benar, yang mengoreksi kan hak dari pada
DPR, dan Fraksi-fraksi dan DPD, silakan kami ikut saja ketua.

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Sedikit Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Saya kira biar langsung kita.

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):


Sebentar Ketua, saya kira betul apa yang disampaikan Pak Menteri menurut
Pak Menteri betul, terus kemudian koreksinya dari kita, tapi kayaknya Pak Menteri
juga mengakui kalau ada catatan-catatan yang perlu diperbaiki, misalnya salah
satunya tadi Pak Menteri secara langsung malah langsung megatakan kata “dapat”
di drop yang disampaikan Pak Muqowan tadi, itu walaupun satu kata harus melalui
revisi pak Menteri, oleh karena itu berarti Pak Menteri pun mengakui memang ada
yang perlu diperbaiki, karena itu kita bersama-sama pak antara DPR dengan Pak
Menteri, terima kasih.

MENDAGRI (CAHYO KUMOLO):

Justru itu mohon ijin ketua, justru itu kami memposisikan pada sebuah system
pemerintahan yang sama, sama satu walaupun berkesinambungan, walaupun
mekanismenya beda, keputusannya beda, tapi kita melanjutkan yang sama, terima
kasih pak.

KETUA RAPAT :

Oke terima kasih, tapi kami dari pimpinan, Pak Menteri harus hadir dalam
lobby ini, kalaupun Pak Menteri hanya mendengar saja tidak apa-apa, tapi harus
hadir agar 10 menit bisa tuntas kita selesaikan, habis itu kita masuk lagi kita
sampaikan, sampai dengan tahapan-tahapan penyelesaian yang lebih lanjut. Sidang
diskors 10 menit untuk langsung lobby dari unsur-unsur fraksi dan pihak pemerintah,
sidang diskors 10 menit.

(RAPAT DI SKORS 10 MENIT)

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT:

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Skorsing sidang kami cabut.

(SKORS DICABUT)

Bapak, ibu, dan saudara sekalian kewajiban kami untuk menyampaikan hasil
lobby :

Yang pertama adalah tentang penjadwalan pembahasan Perppu ini hari Sabtu
besuk libur konsolidasi, hari Minggu acara keluarga, hari Senin.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Hari Minggu rapat partai ketua.


KETUA RAPAT:

Ya, termasuk itu konsolidasi dan lain-lain, hari Senin jam 14.30 penyampaian
sikap dari masing-masing fraksi artinya adalah pandangan mini fraksi jam 14.30 di
ruang yang sama. Setelah pandangan mini nanti selesai pada tanggal 19 Januari
tersebut pukul 14.30 lobby dengan fraksi tadi dan juga didengarkan oleh pemerintah.
Hari Selasa pengambilan keputusan di Sidang Paripurna jadi tanggal 20
tentang pembahasan Perppu tahap awal kita akan jadwalkan pada hari Selasa, jadi
pandangan mini hari Senin, jam 14.30 dan kesepakatan hari Selasa, tanggal 20
adalah pengambilan keputusan di dalam Sidang Paripurna DPR tentang Perppu, itu
saudara-saudara kesimpulannya. Kesimpulan dan keputusan kita pada sore hari ini
dan kesepakatan itu pemerintah masih ada di sini, anggota juga masih ada, apa
dapat kita setujui?

(RAPAT : SETUJU)

Dengan demikian sampai bertemu pada hari Senin, dengan mengucapkan


Alhamdulillahirrobil’alamin rapat ini ditutup.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 16.40 WIB)

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Jakarta, 16 Januari 2015


KABAG SET KOMISI II DPR RI

TTD.

MINARNI, SH
NIP. 19650620 199302 2 001
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISI II


PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENETAPAN PERPU NOMOR I TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG

Tahun Sidang : 2014-2015


Masa
: II
Persidangan
Rapat ke- :
Jenis Rapat : Rapat Kerja
Hari, Tanggal : Senin,19 Januari 2015
Waktu : 15.00 WIB sampai dengan selesai.
Tempat : RUANG KK III
:
Ketua Rapat Rambe Kamarul Zaman
Sekretaris Rapat : Minarni, SH/Kabag.Set Komisi II DPR RI
Acara : - Pengantar Pimpinan Komisi;
- Pembacaan naskah Rancangan Undang-
undang;
- Penandatanganan naskah Rancangan
Undang-undang tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor
1 tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-undang nomor 22 tahun 2014 tentang
pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serta
Rancangan Undang-undang tentang
penetapan peraturan pengganti Undang-
undang Nomor 2 tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-undang nomor 23
tahun 2014 tentang pemerintahan daerah
menjadi Undang-undang; dan
- Pengambilan keputusan untuk melanjutkan
pada pembicaraan tingkat II.

1
Anggota Komisi II DPR RI:
...... orang Anggota dengan rincian :

Pimpinan Komisi II DPR RI


(... dari 5 orang Pimpinan):
1. Rambe Kamarul Zaman
2. Ir. H. Ahmad Riza Patria, M.BA.
3. Drs. Wahidin Halim M.Si
4. Ir. H.M. Lukman Edy, M.Si
5. H. Mustafa Kamal, SS

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan


( ... dari 10 orang Anggota):

6. Komarudin Watubun, SH., MH


7. Arif Wibowo
8. Budiman Sudjatmiko, M.Sc, M.PhiL
9. Diah Pitaloka, S.Sos
10. Tagore Abu Bakar
11. Adian Yunus Yusak Napitupulu
12. Dr. Ir. Willy M. Yoseph, MM
13. H. KRH. Henry Yosodiningrat, SH
Hadir : 14. Drs. Sirmadji, M.Pd

Fraksi Partai Golkar


(.....dari 7 orang Anggota):
15. Dadang S. Muchtar
16. Drs. H.A. Mujib Rohmat
17. Drs. Setya Novanto, AK
18. Mahyudin, STRATEGI, MM
19. Hj. Enny Anggraeny Anwar
20. Tabrani Maamun
21. Agung Widyantoro, SH., M.Si

Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya


(..... dari 5 orang Anggota):
22. Dr. H. Azikin Solthan, M.Si
23. H. Bambang Riyanto, SH, MH, M.Si
24. H. Subarna, SE., M.Si
25. Suasana Dachi, SH
26. Ir. Endro Hermono, MBA

2
Fraksi Partai Demokrat
(..... dari 5 orang Anggota):
27. Saan Mustopa, M.Si
28. H. Zulkifli Anwar
29. Ir. Fandi Utomo
30. Libert Kristo Ibo, S.Sos, SH, MH
31. EE. Mangindaan, SIP

Fraksi Partai Amanat Nasional


(.... dari 4 orang Anggota):
32. H. Yanri Susanto
33. H. Sukiman, S.PD., MM
34. Ammy Amalia Fatma Surya, SH., M.Kn
35. Amran, SE

Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa


(.... dari 3 orang Anggota):
36. H. Abdul Malik Haramain, M.Si
37. Yanuar Prihatin, M.Si
38. Dr. Zainul Arifin Noor, SE, MM

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera


(....dari 3 orang Anggota):
39. H. Jazuli Juwaini, Lc., MA
40. Dr. H. Sa’aduddin, MM
41. Muhammad Yudi Kotouky

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan


(..... dari 3 orang Anggota):
42. H. Mohammad Arwani Thomafi
43. KH. Asep Ahmad Maosul Affandy
44. Dr. H. MZ. Amirul Tamim, M.Si

Fraksi Partai Nasional Demokrat


(...........dari 3 orang Anggota):
45. H. Syarif Abdullah Alkadrie, SH., MH
46. Drs. Tamanuri, MM
47. Dr. Muchtar Lutfhi A. Mutty, M.Si

3
Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat
(........... dari 2 orang Anggota):
48. Dr. Rufinus Hotmaulana Hutauruk, SH., MM.,
MH
49. Dr. Frans Agung Mula Putra, S.Sos., MH

B. PEMERINTAH :
a) Mendagri
b) Menkumham
c) Komite I DPD RI

4
JALANNYA RAPAT :

KETUA RAPAT (RAMBE KAMARUL ZAMAN) :

Saudara-saudara sekalian.
Para Anggota Dewan yang saya hormati dan saudara Menteri Dalam Negeri dan saudara Menteri
Hukum dan HAM serta dari DPD RI.

Mohon izin untuk apakah kita bisa mulai rapat pada siang hari?, kebetulan memang rapat-rapat
di DPR ini sedang maraton untuk mengejar beberapa target pencapaian pada masa sidang yang
singkat ini. Jadi Bapak Ketua Komisi dan Wakil Ketua Komisi Pak Rambe dan Pak Lukman Edy
mewakii Komisi II untuk rapat Bamus, kebetulan sedang sengit-sengitnya terkait dengan nomenklatur
kementrian yang berubah dan penempatannya di komisi-komisi. Sampai hari ini kita kaji agar
implikasinya terhadap pembahasan anggaran maupun pengawasan nantinya bisa efektif.
Baik,

Bapak-Bapak dan Ibu sekalian yang saya hormati,

Rapat kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, serta
DPD RI, RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan RUU tentang Penetapan RUU
Nomor 2 Tahun 2014 pada hari Senin, 19 Januari 2015 kita mulai.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.


Salam sejahtera bagi kita semua.
Selamat siang.

Selamat datang Pak Wahidin. Mohon izin. Pak Ketua masih di Bamus.

Yang kami hormati Saudara Menteri Dalam Negeri.


Yang kami hormati Saudara Menteri Hukum dan HAM.

Alhamdulillaah tidak diwakili langsung Pak Yasonna Laoly. Yang kami hormati Saudara
Pimpinan dan Anggota Komisi I DPD RI, dan tentu saja yang kami hormati semua saudara-saudara
Pimpinan dan Anggota Komisi II. Terlebih dahulu marilah kita panjatkan puji syukur ke Tuhan Yang
Maha Esa Allah SWT., atas perkenan-Nya kita dapat menghadiri rapat kerja Komisi II DPR RI pada hari
ini dalam keadaan sehat walafiat. Kita lihat Pak Menteri Dalam Negeri maupun Menteri Hukum dan
HAM segar bugar kita juga di Komisi II dengan pembahasan yang intensif tetap segar bugar di tengah
musim hujan ini Alhamdulillaah.
Sesuai laporan sekretariat rapat kerja pada hari ini dan telah ditandatangani oleh 32 Anggota
dari 50 orang Anggota mungkin sudah bertambah juga, dan 10 Fraksi lengkap sudah hadir, oleh karena
itu kourum telah terpenuhi dan telah sesuai dengan ketentuan Pasal 251 ayat (1) Peraturan Tata Tertib
DPR RI maka perkenankan kami dengan mengucapkan bismillaahirrahmaanirrahiim membuka rapat
kerja ini dan rapat dinyatakan terbuka untuk umum.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 15.30 WIB)

Selanjutnya kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh tamu yang hadir,
nampaknya partisipasi pada hari ini rapatnya cukup tinggi, jadi di tengah-tengah isu-isu politik yang
berkembang Perpu ini juga menjadi perhatian, karena menentukan wajah demokrasi kita ke depan. Dan
juga tentu saja mitra kami dari pemerintah yang hadir kami mengucapkan terima kasih atas

5
kehadirannya. Pada rapat ini sebagaimana kita sudah sepakati kemarin dalam rapat kerja yang
pertama lalu dilanjutkan lobi-lobi, kita membangun kesepahaman bersama untuk bangsa dan negara ke
depan, kami menawarkan sekaligus meminta persetujuan mengenai acara rapat kerja sebagai berikut.
Yang pertama, kita mendengarkan pendapat akhir mini Fraksi dan DPD RI serta pemerintah.
Dilanjutkan yang kedua pengambilan keputusan tingkat I antara pemerintah dan DPR RI. Lalu kita
lanjutkan yang ketiga penandatanganan dan pengesahan draft RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 1
Tahun 2014 dan Nomor 2 Tahun 2014 dan kemudian penutup. Apakah kira-kira ada pandangan dari
Bapak-Bapak Ibu sekalian terhadap agenda ini?

(RAPAT : SETUJU)

Setuju ya Pak ya. Kita akhiri kira-kira rapat ini sampai selesai tapi mudah-mudahan jam 05.30
ya? jam 05.00 ya? oke, jam 05.00 dengan tekad bulat kita semua mudah-mudahan bisa kita selesaikan.
Terima kasih.

(RAPAT: SETUJU)

Saudara Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM serta Komisi I DPD RI dan para
Anggota Komisi II DPR RI yang terhormat.

Acara selanjutnya langsung saja adalah penyampaian pendapat akhir mini fraksi-fraksi kita
mulai seperti urutan yang biasa atau kita ada urutan baru? langsung saja ya, sesuai dengan biasanya
seperti kemarin ya? ya baik. Oleh karena itu kami mohon dengan segala hormat kepada Fraksi PDI
Perjuangan untuk terlebih dahulu menyampaikan pandangan mininya. Kami persilakan.

F-PDIP (KOMARUDIN WATUBUN, SH, MH):

Pendapat mini Fraksi


Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-undang
tentang
Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota
serta RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014
tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
menjadi Undang-Undang.

Disampaikan oleh Komarudin Watubun


Nomor Anggota 230.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.


Salam sejahtera untuk kita semua.
Om swasti astu. Merdeka!
Yang terhormat saudara Pimpinan Rapat serta segenap rekan-rekan Anggota Komisi II Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Yang terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri. Menteri Hukum dan HAM dan seluruh jajarannya.
Yang terhormat saudara Pimpinan DPD RI.
Hadirin sekalian yang mulia dan berbahagia.

6
Puji syukur kita panjatkan kekhadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga hari ini
kita kembali berkumpul dalam forum rapat Komisi DPR RI. Dengan agenda penyampaian pendapat mini
fraksi-fraksi DPD, fraksi-fraksi dan DPD RI terhadap RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun
2014, serta RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 2 tahun 2015 menjadi Undang-Undang.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa dalam kesempatan rapat kerja sebelumnya tepatnya
tanggal 15 dan tanggal 16 Januari 2015, seluruh fraksi-fraksi dan DPD dan pemerintah telah sepakat
dan menerima agar Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 serta RUU
tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 dilakukan pembahasan lebih lanjut. Saudara Pimpinan
dan Anggota.

Saudara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM beserta hadirin yang saya muliakan.

Menindaklanjuti pemahaman dan kesepakatan yang telah dicapai dalam kesempatan rapat
tersebut baik terkait ketentuan pembahasan Perpu dan RUU tentang Perpu Pasal 22 ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, putusan Mahkamah Agung 138/ PUU-VII/2009
Pasal 87 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, maupun substansi yang diatur dalam kedua Perpu, maka Fraksi PDI Perjuangan DPR RI
dengan segala ikhtiar serta melakukan kajian dan pendalaman lebih lanjut akhirnya merasa
berkewajiban untuk menyetujui agar RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 serta
Undang-Undang tentang Perpu Nomor 2 Tahun 2014 diteruskan pembahasannya pada pembicaraan
tingkat 2 pengambilan keputusan dalam rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi undang-
undang.
Melihat urgensi Perpu yang penerbitannya dilakukan atas dasar kegentingan yang memaksa,
akhirnya berkenaan dengan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 Fraksi PDI perjuangan DPR RI dapat
memaklumi adanya sejumlah materi dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2014 yang masih memerlukan
perbaikan. Dengan mengingat ketentuan Pasal 52 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
DPR hanya dapat memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan
pengganti Undang-Undang.
Dan pada saat yang sama pelaksanaan persiapan dan tahapan penyelenggaraan Pilkada
serentak 2015 memerlukan adanya payung hukum yang lebih memberikan kepastian hukum. Maka
Fraksi PDI Perjuangan DPR RI sependapat agar penyempurnaan materi Perpu Nomor 1 Tahun 2014
dilakukan melalui pengusulan RUU baru yang akan melakukan perubahan secara terbatas terhadap
Perpu Nomor 1 Tahun 2014 setelah Perpu tersebut disahkan atau diundangkan menjadi Undang-
Undang.

Saudara Pimpinan Anggota. Saudara Menteri beserta hadirin yang mulia.

Setelah disetujui RUU tentang Perpu Nomor 1 Tahun 2014 menjadi Undang-Undang, Fraksi
PDI Perjuangan DPR RI berharap penyelenggara dari pusat sampai daerah mempersiapkan diri dengan
sungguh-sungguh untuk melaksanakan Undang-Undang Pilkada ini sebagai implementasi demokrasi di
Indonesia. Dan kepada peserta Pilkada agar memiliki jiwa besar untuk ikut menciptakan pelaksanaan
Pilkada secara kondusif di daerah masing-masing. Untuk keperluan tersebut Bung Karno berwasiat jika
kita mempunya keinginan yang kuat dari dalam hati maka seluruh alam semesta akan bahu-membahu
mewujudkan itu. Untuk mencapai itu masih kata Bung Karno strategi boleh beda, tapi tujuan satu yakni
untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Saudara Pimpinan dan Anggota. Saudara Menteri beserta
hadirin yang mulia. Demikian pendapat mini Fraksi PDI Perjuangan DPR RI atas RUU tentang
Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 serta RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014
menjadi Undang-Undang. Pada kesempatan ini Fraksi PDI Perjuangan DPR RI mengucapkan terima
kasih kepada yang terhormat Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI beserta staf sekretariat,
pemerintah, DPD dan semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam

7
pembahasan. Semoga Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi ikhtiar perjuangan kita dalam
rangka mewujudkan mandat spiritual pelaksanaan kedaulatan rakyat di daerah melalui Pilkada
langsung. Yakni mendekatkan jarak mental antara kesadaran kepala daerah terpilih dengan suasana
kebathinan rakyat memilih, dalam rangka merawat dan memperkokoh Negara Kesatuan akhirnya Fraksi
PDI Perjuangan mengajak semua kekuatan politik yang ada di DPR RI, dan pemerintah untuk
berpegangan tangan yang erat di bawah semboyan Bhineka Tunggal Ika. Bersatu kita teguh bercerai
kita runtuh.

Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.


Salam sejahtera untuk kita semua.
Om santi-santi om.
Merdeka!

KETUA RAPAT:

Luar biasa kutipan dari Bung Karno ini saya bacakan kembali, ini penting, wasiat beliau "Jika
kita mempunyai keinginan yang kuat dari dalam hati, maka seluruh alam semesta akan bahu-membahu
mewujudkannya". Merdeka! Saya teringat dalam bahasa agamanya ini jika satu penduduk negeri
beriman dan bertakwa maka turunlah berkah dari langit kurang lebih maknanya dan substansinya
sama. Jadi alhamdulillah mudah-mudahan dengan tekad bulat kita semua negeri ini menjadi
sebagaimana dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah negeri yang diberkahi.
Mudah-mudahan ada kutipan selanjutnya dari Fraksi lain nanti.
Saya lanjutkan berikutnya dari Fraksi Partai Golkar.

F-PG (H. AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si):

Pendapat akhir mini


Fraksi Partai Golongan Karya DPR Republik Indonesia
terhadap
RUU tentang Penetapan Perpu tentang Perpu Nomor satu tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serta
RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang.

Disampaikan oleh Agung Widyantoro Nomor Anggota A-279.

Yang terhormat Pimpinan Sidang.


Saudara Menteri Dalam Negeri.
Saudara Menteri Hukum dan HAM.
Para Anggota DPR, Anggota DPD, dan hadirin yang saya muliakan.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.


Salam damai sejahtera untuk kita semua.

Izinkanlah kami atas nama Fraksi Partai Golongan Karya dalam kesempatan yang berbahagia
ini mengajak kita semua yang hadir dalam rapat kerja Komisi II untuk memanjatkan puji syukur kepada
Allah SWT karena atas izin dan hirayah-Nya kita dapat hadir dan mengikuti rapat kerja Komisi II ini
untuk mendengarkan pendapat fraksi-fraksi mengenai pengambilan keputusan tingkat I atas RUU

8
tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur Bupati, dan Walikota serta RUU tentang Penetapan Perpu
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang.

Pimpinan Sidang dan hadirin yang kami hormati.

Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah bagi Fraksi Partai Golkar diposisikan
sebagai bagian dari upaya untuk membangun pemerintahan yang demokratis akuntabel dan efisien.
Berkenaan dengan itu bagi Fraksi Partai Golkar membahas Perpu ini adalah upaya untuk memberikan
makna sekaligus penguatan terhadap NKRI, sebagai bagian dari amanat konstitusi kita dalam rangka
memajukan kehidupan bernegara menegakkan keadilan, kesejahteraan Indonesia dengan
memperhatikan pengalaman serta dinamika dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Fraksi
Partai Golkar berharap agar Perpu ini mampu menghasilkan kebijakan terbaik bagi masyarakat
Indonesia.
Selanjutnya Fraksi Partai Golkar sudah mendengarkan pendapat pemerintah pendapat fraksi-
fraksi dan mendengarkan harapan masyarakat untuk diselenggarakannya Pilkada langsung. Fraksi
Partai Golkar memahami urgensi Perpu ini untuk segera disahkan apalagi pada Tahun 2015 ini terdapat
204 daerah yang akan menggelar Pilkada. Dengan demikian maka kebutuhan akan adanya payung
hukum tidak dapat terelakan lagi agar Pilkada dapat berjalan dengan baik, berkualitas dan lancar. Akan
tetapi kita juga menyadari bahwa materi Perpu tersebut terdapat berbagai masalah yang apabila
dipaksakan akan muncul berbagai macam persoalan di dalam pelaksanaan di lapangan. Beberapa
masalah tersebut di antaranya sebagai berikut.
Pertama, terkait masalah calon dan pasangan calon, dalam Pasal 40 menyebutkan calon
diajukan secara berpasangan namun dalam pasal-pasal berikutnya disebutkan tidak berpasangan.
Kedua terkait Pilkada serentak. Adanya rentang waktu yang cukup lama bagi seorang pelaksana tugas
atau PLT untuk menjalankan roda pemerintahan daerah sampai dengan digelarnya Pilkada serentak.
Hal ini tentu akan menimbulkan masalah yang besar dalam hal penyelenggaraan pemerintahan daerah
karena seorang pelaksana tugas memiliki keterbatasan di dalam mengambil kebijakan dan keputusan-
keputusan yang bersifat strategis. Hal ini tentu memerlukan kajian yang sangat mendalam.
Ketiga, penjadualan atau tahapan penyelenggaraan Pilkada yang cukup panjang apalagi jika
berlangsung 2 putaran jika pelantikan dilakukan secara serentak maka calon yang terpilih dalam satu
putaran harus menunggu selesainya perhelatan Pilkada di daerah lain yang berlangsung 2 putaran.
Bagaimana dengan pengawasan dan keamanan dalam setiap tahapan. Penyelenggaraan Pilkada saya
ulangi bagaimana pengawasan dan keamanan dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pilkada apabila
prosesnya cukup panjang, yakinkah kita bahwa hal itu akan berjalan sesuai dengan harapan dan
keinginan masyarakat?.
Ke empat, terkait penyelesaian sengketa Perpu Nomor 1 Tahun 2014 menyatakan bahwa
penyelesaian sengketa Pilkada adalah di pengadilan tinggi yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung. Tetapi
Mahkamah Agung justru berpendapat bahwa sebaiknya penyelesaian sengketa Pilkada tidak di
Mahkamah Agung, melainkan ditangani oleh badan khusus di luar pengadilan. Walaupun sebagai
bagian dari pelaksanaan Indonesia sebagai negara hukum Mahkamah Agung siap mengadili sengketa
hasil Pilkada apabila diperintah Undang-Undang. Tentu tidak dapat terbayangkan betapa rumitnya jika
dalam waktu bersamaan menangani begitu banyak sengketa Pilkada. Kelima, uji publik. Jarak yang
terlalu lama antara uji publik dan pendaftaran calon yaitu 3 bulan.
Hal ini membuat penjadwalan atau tahapan penyelenggaraan Pilkada semakin panjang.
Apalagi hasil uji publik tidak mempunyai konsekuensi apa pun kecuali hanya mengantongi surat
keterangan telah mengikuti uji publik dari panitia uji publik. Bukankah hal ini menandakan adanya
formalitas belaka. Pimpinan Sidang, saudara Menteri Dalam Negeri, saudara Menteri Hukum dan HAM,
para Anggota DPR, Anggota DPD dan hadirin yang saya muliakan. Berangkat dari pemikiran di atas,

9
Fraksi Partai Golongan Karya berpandangan bahwa agar Perpu dapat dijalankan dengan baik dan
efektif maka perlu adanya perbaikan, namun karena Undang-Undang 12 tahun 2011 hanya
memberikan pilihan kepada DPR untuk menyetujui atau tidak menyetujui terhadap Perpu maka dengan
mengucap bismillaahirrahmaanirrahiim, serta mengharap petunjuk dari Allah SWT., Fraksi Partai Golkar
berpendapat bahwa jalan keluar yang paling moderat adalah menyetujui Perpu Nomor 1 2014 dan
Perpu Nomor 1 Tahun 2014 menjadi Undang-Undang. Kemudian Undang-Undang tersebut harus
segera direvisi dan selesai pada masa persidangan ini.
Dengan demikian maka payung hukum bagi pelaksanaan Pilkada langsung yang sangat
dinantikan oleh masyarakat tidak akan menimbulkan permasalahan. Demikianlah pendapat akhir Fraksi
Partai Golongan Karya semoga Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT., senantiasa memberikan
perlindungan dan kekuatan kepada kita semuanya. Sehingga kita dapat menjalankan tugas
konstitusional dengan sebaik baiknya.

Terima kasih.
Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi Wabarukatuh.

Jakarta 19 Januari 2015.

Pimpinan
Fraksi Partai Golongan Karya DPR RI

Ketua rapat Sekretaris

Ade Komaruddin Bambang Soesatyo.

KETUA RAPAT :

Terima kasih atas penyampaiannya dari Fraksi Partai Golkar yang menyatakan setuju sebagai solusi
moderat, dengan harapan dapat diadakan revisi pada masa sidang ini. Baik kami melanjutkan pada
yang kami hormati yang mewakili Fraksi Gerindera, kami persilakan.

F-GERINDRA (IR ENDRO HERMONO, MBA):

Terima kasih Pimpinan.

Pandangan mini
Fraksi Partai Gerindera DPR RI terhadap Perpu Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menjadi
Undang-Undang.

Dibacakan oleh Endro Hermono, Nomor Anggota A-369.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.


Salam sejahtera bagi kita semua.
Yang kami hormati Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI.
Menteri Dalam Negeri beserta jajarannya.
Menteri Hukum dan HAM beserta jajarannya.

10
DPD RI di Komite I.
Hadirin serta para wartawan yang berbahagia.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugerahkan karunia-Nya kepada kita semua,
semoga dengan ridho-Nya kita dapat melaksanakan tugas-tugas konstitusional yang telah
diamanahkan oleh rakyat kepada kita. Aamiin. Konsepsi kedaulatan rakyat meletakkan kekuasaan
tertinggi di tangan rakyat dan setiap kebijakan yang dibuat oleh negara harus ditujukan untuk
kepentingan rakyat. Rakyat memiliki peran dalam setiap kebijakan yang dibuat oleh negara. Salah satu
wujud kedaulatan rakyat saat ini dalam pengisian jabatan adalah terselenggaranya pemilihan umum
pelaksanaan kedaulatan rakyat melalui penyelenggaraan Pemilu sekarang ini ekuivalen dengan
pelaksanaan sistim demokrasi kita sekarang ini.
Apabila dilihat dari latar belakang adanya kedaulatan rakyat bisa terjadi akibat perikatan
individu-individu rakyat yang menyerahkan kedaulatannya kepada penguasa secara tertulis, atau
kontrak sosial yang tercantum dalam konstitusi. Sehubungan dengan dikeluarkan Perpu Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur Bupati, Walikota dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-
Undang, maka Fraksi Partai Gerindra berpandangan pertama Fraksi Partai Gerindra berpandangan
bahwa setuju Perpu tersebut untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Dua, Fraksi Partai Gerindra
berpandangan sehubungan dengan Perpu tersebut masih memiliki kekurangan-kekurangan maka perlu
direvisi dengan mengusulkan Undang-Undang Pilkada dan Undang-Undang Pemerintah Daerah yang
baru setelah Perpu tersebut diundang-undangkan.
Tiga, Fraksi Partai Gerindera berpandangan agar revisi dan perbaikan Undang-Undang
tersebut melalui usulan Undang-Undang Pilkada dan Undang-Undang Pemerintah Daerah yang baru
harus selesai pada masa persidangan II Tahun Sidang 2014-2015. Demikian pandangan Fraksi Partai
Gerindera tentang Perpu Nomor 1 dan Nomor 2 Tahun 2014 menjadi Undang-Undang. Dengan
demikian Fraksi Partai Gerindra konsisten untuk menyelesaikan Perpu ini sebagai upaya untuk
perbaikan demokrasi ke depan dan pentingnya Pilkada yang berkualitas serta mampu menghadirkan
para kepala dan wakil kepala daerah yang baik juga mampu mewujudkan kesejahteraan bagi
masyarakat. Atas perhatian dan kerjasamanya yang diberikan kami ucapkan terima kasih.

Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT :

Terima kasih Pak.

Dengan penuh penghormatan dari kita semua pada Fraksi Gerindera sudah menyatakan
persetujuannya meski ada kekurangan dan mengharapkan adanya revisi pada masa sidang ini pula.
Kami lanjutkan pada saudara kami yang kami hormati wakil dari Fraksi Partai Demokrat untuk
membacakan pandangan mini.

(ANGGOTA DEMOKRAT......):

Terima kasih.

Pandangan Mini Fraksi Partai Demokrat


atas RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serta

11
RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-Undang.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Salam sejahtera untuk kita semua.


Yang saya hormati Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI. Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia. Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Perwakilan Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia.
Serta hadirin yang berbahagia. Puji syukur kekhadirat Allah SWT.

Pada hari ini kita dapat menjalankan tugas konstitusional kita sebagai Anggota DPR RI, dalam
rapat Komisi II DPR RI guna memberikan pandangan mini fraksi terhadap RUU tentang Penetapan
Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 menjadi Undang-Undang. Pimpinan dan
para Anggota Komisi II serta hadirin yang terhormat. Setelah mendengar, mencermati dan memahami
keterangan pemerintah, Dewan Perwakilan Daerah dan pandangan fraksi-fraksi, dan mendengarkan
dengan sungguh-sungguh aspirasi dari seluruh rakyat Indonesia, maka dengan ini kami Fraksi Partai
Demokrat dengan ini menyatakan menerima Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
Undang-Undang. Demikian pandangan Fraksi Partai Demokrat Semoga Allah SWT., Tuhan Yang Maha
Esa memberikan ridho dan pertolongan kepada kita sekalian untuk dapat terus melanjutkan jalannya
pemerintahan dan negara yang kita cintai bersama.

Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Jakarta 19 Januari 2015.


Pimpinan Fraksi Partai Demokrat DPR RI.

Ketua Sekretaris

Edhie Baskoro Yudhoyono, MSc. Didi Mupriyanto, SH.

KETUA RAPAT:

Komentar dari Pak Menteri Hukum dan HAM singkat tepat dan luar biasa ini persetujuan dari Fraksi
Partai Demokrat ini memahami pandangan pemerintah. Ini bersejarah ini kalimat ini memahami
pandangan pemerintah, selain aspirasi masyarakat. Luar biasa. Baiklah kita lanjutkan kepada yang kita
hormati bersama yang mewakili Fraksi Partai Amanah Nasional, kami persilakan.

F-PAN (H. SUKIMAN, S. Pd., M.M.):

Pendapat Akhir Mini Fraksi Partai Amanat Nasional DPR RI


terhadap RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan Perpu Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah.

12
Dibacakan oleh H. Sukiman SPd., MM., Nomor Anggota 498.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Selamat sore dan salam sejahtera bagi kita semua.


Yang kami hormati Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI.
Yang kami hormati Anggota Komite I DPD RI. Yang kami hormati saudara Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia.
Yang kami hormati saudara Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia beserta seluruh hadirin
dan undangan sekalian yang berbahagia.

Marilah kita sanjungkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan taufik
hidayah dan inayah-Nya kepada kita sekalian, sehingga kita bisa melaksanakan sidang Dewan yang
terhormat ini.

Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI serta hadirin sidang yang kami hormati.

Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 merupakan Perpu yang mencabut
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Perpu ini secara konstitusional
merupakan hak subjektif presiden dan memiliki kuat dan hukum mengikat, meskipun belum mendapat
persetujuan dari DPR, hal ini sebagaimana ditentukan ditentukan dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-
Undang Dasar 1945 yang menyatakan "Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang".
Namun demikian menurut Fraksi Partai Amanat Nasional, penerbitan Perpu oleh presiden juga
harus merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi atau MK. Khususnya peraturan khususnya putusan
MK Nomor 138/PUU/VII Tahun 2009 Berdasarkan putusan MK tersebut, ada 3 syarat sebagai indikator
adanya kegentingan yang memaksa bagi presiden untuk menetapkan Perpu yaitu: Satu, adanya
keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan
Undang-Undang.
Dua, Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan
hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai.
Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang
secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang
mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. Berdasarkan hal tersebut Fraksi Partai Amanat
Nasional menilai kondisi saat ini tidaklah termasuk sebagaimana yang ditentukan dalam putusan MK
tersebut, karena faktanya selama pembahasan Undang-Undang tersebut di atas dilakukan DPR
berdasarkan bersama dengan pemerintah semua tahapan penyusunan dan pembahasan dilakukan
secara cermat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sidang
Dewan serta hadirin yang kami hormati. Fraksi Partai Amanat Nasional memandang bahwa kedua
Perpu ini memiliki implikasi dan konsekuensi hukum yang cukup luas, sehingga perlu mendapat
perhatian yang sangat serius dari Dewan Perwakilan Rakyat konsekuensi paling krusial yang sekaligus
menjadi perhatian publik adalah menyangkut mekanisme penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
dan penghapusan tugas dan kewenangan DPR provinsi dan DPR kabupaten kota dalam mengusulkan
pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah Fraksi Partai Amanan Nasional menilai bahwa khusus
menyangkut Perpu Pilkada menyetujui atau tidak menyetujui Perpu tersebut oleh DPR secara pasti
akan menyisakan permasalahan hukum apabila DPR tidak menyetujui maka akan menimbulkan
kekosongan hukum, sementara bila DPR menyetujui maka akan diperhadapkan pada persoalan
tentang institusi apa yang akan menyelenggarakan Pilkada. Sebab dalam Perpu tersebut secara

13
tersurat bahwa penyelenggaraan Pilkada dilaksanakan oleh KPUD dan KPU daerah. Sementara di lain
pihak putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU/XI/2013 terkait pengujian Pasal 236 c Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 29 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Putusan MK ini menyatakan Mahkamah Konstitusi tidak berwenang mengadili dan
memutuskan perkara-perkara Pilkada, sebab Pilkada tidak termasuk ke dalam rezim Pemilu
sebagaimana diatur dalam Pasal 22 e Undang-Undang Dasar 1945. Putusan tersebut sekaligus
menegaskan bahwa KPU hanya menyelenggarakan Pemilu untuk memilih DPR, DPD, presiden dan
wakil presiden serta DPRD.
Sementara Pilkada menjadi bagian dari rezim pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa gubernur, bupati
dan walikota dipilih secara demokratis. Berdasarkan hal tersebut Fraksi Partai Amanat Nasional
berpendapat DPR sebagai pemegang kekuasaan untuk kekuasaan membentuk Undang-Undang harus
menjadi ujung tombak dalam pembenahan mekanisme dan proses pemilihan kepala daerah dan upaya
penyelesaian sengketa yang timbul di dalamnya Fraksi Partai Amanat Nasional berharap di masa
mendatang Pilkada dapat berjalan secara demokratis dan berkeadilan, untuk itu penting perlunya
kesepahaman konsepsional agar permasalahan ini dapat diselesaikan secara komprehensif, mengingat
pada Tahun 2015 terdapat 204 kepala daerah yang masa jabatannya akan berakhir. Sidang Dewan
yang kami hormati.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, dengan mengucapkan
Bismillaahirrahmaanirrahiim dan mengharap ridho dari Allah SWT., Fraksi Partai Amanat Nasional
menerima Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah disahkan menjadi undang-undang. Dan untuk selanjutnya segera
dilakukan penyesuaian sesuai dengan konstitusi negara dan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian pendapat mini fraksi kami, kami akhiri wabillaahittaufik walhidayah, wassalaamu'alaikum
warrahmatullaahi wabarakatuh.

Selamat sore.
Salam sejahtera bagi kita semua.

Jakarta, 19 Januari 2015.


Pimpinan Fraksi Partai Amanat Nasional Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,

Ketua Ir. H. Tjatur Sapto Edy, MT., Sekretaris,


Ir. H. Tjatur Sapto Edy, MT H. Teguh Djuwarno, MSi.

Terima kasih, demikian kami bacakan.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Pak H. Sukirman yang telah membacakan dengan berapi-api, pandangan Fraksi PAN yang
setuju untuk menerima dan kita ucapkan juga selamat Munas di Bulan Februari ya, PAN semoga
sukses. Ke Pak Menkumham juga dan Pak Mendagri. Baik. Para hadirin yang saya hormati. Kita

14
lanjutkan kepada Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa kami persilakan kepada yang kami hormati ada di
sebelah kanan, silakan.

F-PKB (H. JANUAR PRIHATIN, M.Si) :

Terima kasih Pimpinan.

Pendapat Akhir Mini Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa


atas Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang dan RUU tentang Penetapan
Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang.

Disampaikan oleh Januar Prihatin, Nomor anggota A-49.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI yang kami hormati.


Saudara Pimpinan dan Anggota Komite I DPD RI yang kami hormati.
Saudara Menteri Dalam Negeri beserta jajaran.
Saudara Menteri Hukum dan HAM beserta jajaran dan hadirin sekalian yang kami muliakan.

Pada kesempatan yang baik ini perkenankanlah kami mengajak seluruh yang hadir untuk
memanjatkan puji syukur ke khadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, kekuatan,
niat, semangat, dan kesempatan kepada kita semua sehingga kita bisa hadir dalam acara yang sangat
penting ini yaitu pengambilan keputusan tingkat I atas dua rancangan undang-undang yaitu Rancangan
Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota menjadi Undang-Undang, dan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perpu
Nomor 2 Ttahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 2014 tentang Pemerintahan
Daerah menjadi Undang-Undang. Kedua RUU ini harus diambil keputusan segera untuk menjadi dasar
bagi ke pengambilan keputusan tingkat II dalam rapat Paripurna DPR.
Pada sisi lain keputusan atas dua RUU ini sudah ditunggu-tunggu oleh banyak pihak yang
hendak memastikan apakah perjalanan demokrasi di tanah air akan bergerak maju ke depan atau justru
sebaliknya bergerak mundur ke belakang. Hadirin sekalian yang kami hormati. Sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan khususnya Pasal 52 ayat (3) disebutkan bahwa DPR hanya memberikan persetujuan atau
tidak memberikan persetujuan terhadap Perpu. Jadi sikap DPR jelas setuju atau menolak. Jika setuju
berarti menyetujui seluruh isi Perpu, jika menolak berarti menolak seluruh substansi yang ada di dalam
Perpu. Sejak awal Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa sudah memiliki sikap yang jelas, tegas dan terang
benderang bahwa PKB mendukung penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung.
Demokrasi yang berprinsip pada kedaulatan rakyat hanya bisa tegak jika kepala daerah dipilih secara
langsung. Pemilu secara langsung lebih memberikan jaminan pada peningkatan dan perluasan
partisipasi politik rakyat, pembentukan kultur politik yang lebih matang, pembelajaran kompetisi politik
yang lebih sehat, fair dan terbuka. Serta ini yang juga penting memberikan peluang yang lebih besar
kepada individu-individu berkualitas, untuk naik ke puncak tertinggi kepemimpinan daerah hanya bisa
dicapai melalui Pemilukada secara langsung. Karna itu, ketika pemerintah mengeluarkan Perpu Nomor
1 Tahun 2014, PKB memandang bahwa ini adalah langkah tepat untuk mengoreksi Undang-Undang
sebelumnya yakni Nomor 22 Tahun 2014 yang menetapkan Pemilukada lewat DPRD.

15
Bagi PKB ini adalah upaya untuk memulihkan sekaligus memastikan bahwa perjalanan kapal
demokrasi tetap bergerak maju ke depan. Hadirin yang kami hormati. Berdasarkan latar belakang itu,
serta disertai rasa tanggung jawab yang besar terhadap masa depan demokrasi Indonesia dan dengan
memohon Ridha kepada Allah SWT Fraksi PKB menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota setuju untuk ditetapkan menjadi Undang-Undang. Namun
demikian, Fraksi PKB mengakui bahwa penyelenggaraan Pilkada secara langsung yang berjalan
selama ini belum mencapai tingkat yang ideal dan sempurna.
Di sana sini masih ada kelemahan, ada kekurangan, ada keterbatasan yang masih harus
diperbaiki dan disempurnakan bersama sama. Sekiranya rancangan undang-undang ini ditetapkan
menjadi undang-undang bukan berarti persoalan sudah selesai. Pengaturan Pemilukada yang tertuang
dalam perpu tersebut harus disempurnakan ulang pada tahap berikutnya. Fraksi PKB sangat terbuka
jika pada tahap berikutnya dilakukan revisi terhadap Perpu yang nanti akan ditetapkan menjadi undang-
undang. Karna itu, Pimpinan dan Anggota Komisi II yang terhormat, perkenankanlah kami
menyampaikan beberapa catatan penting terkait dengan revisi Perpu tersebut, antara lain pertama soal
persyaratan calon. Selama ini persyaratan calon tentang kepala daerah atau wakil kepala daerah lebih
banyak berurusan dengan soal-soal administratif, terutama terkait dengan kelengkapan berkas atau
dokumen yang dibutuhkan.
Dalam kenyataannya seringkali syarat-syarat administratif ini tidak menggambarkan kualitas
kompetensi integritas dan kepemimpinan individu calon. Ke depan perlu dikembangkan persyaratan
calon kepala daerah yang mengacu kepada apa yang kami sebut dengan indeks kepemimpinan
daerah, yang memiliki indikator yang jelas, terukur, komprehensif, akurat dan bisa
dipertanggungjawabkan. Pada intinya kita memerlukan persyaratan calon yang lebih baik, di mana alat
ukurnya bisa dipertanggungjawabkan, tidak sekedar dicantumkan persyaratan tetapi alat ukurnya kita
tidak pernah berani merumuskannya secara detil. Satu contoh tentang syarat bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Syarat ini paling sering diabaikan dan bahkan dianggap tidak penting. Pencantuman
syarat ini dalam sejumlah Undang-Undang terkesan hanya lip service, simbolik dan pemanis belaka,
tanpa kesungguhan untuk mengoperasionalkannya dalam pengujian syarat calon.
Tidak pernah digali dan dikembangkan dalam pengujian ini apa ukuran bertakwa itu, apa
indikator yang menjadi alat ukur yang jelas untuk mengukur ketakwaan seorang calon, siapa yang
harus mengukurnya, jika calon tidak memenuhi ukuran ini lantas bagaimana nasib pencalonannya
gugur atau masih bisa diteruskan. Sementara ketika ada sarat yang lain tidak memenuhi syarat dia
dipastikan gugur. Banyak syarat-syarat yang lain yang masih bisa kita diskusikan, dimana
membutuhkan alat ukur yang lebih jelas. Yang kedua, soal uji publik. Uji publik PKB memandang tetap
perlu tetapi pertanyaannya jika panitia uji publik sama dengan panitia seminar maka lebih baik iini dikaji
ulang. Panitia seminar hanya memberikan sertifikat kepada peserta seminar tanpa pernah tahu peserta
itu lulus atau tidak. Seyogyanya panitia uji publik diberikan tugas kewenangan yang lebih dari itu dalam
arti diberikan kewenangan untuk melakukan penilaian nyata atas calon berdasarkan indeks
kepemimpinan daerah tersebut.
Yang ketiga indeks kepemimpinan daerah. Fraksi PKB mengusulkan di dalam revisi nanti agar
secara jelas dicantumkan soal indeks kepemimpinan daerah agar kita memiliki standar minimal tentang
kemampuan, kapasitas, integritas dan kepemimpinan seorang calon kepala daerah di Negara Republik
Indonesia ini. Selama ini syarat kepemimpinan daerah dalam praktek hanya disederhanakan menjadi 2
yaitu politik dukung mendukung dan kemampuan finansial seorang calon. Syarat yang lain seringkali
tidak diperhatikan dengan baik. Karena itu kami mengusulkan dalam revisi nanti agar indeks
kepemimpinan daerah perlu dirumuskan, dikembangkan dan digali, misalnya mencakup aspek-aspek
antara lain religiusitas, pemahaman ideologi, wawasan nasional, regional dan global, kemampuan
akademik konseptual, kemampuan manajerial, kemampuan komunikasi, karakter dan sikap mental
pribadi bahkan sampai kepada kehidupan keluarganya, dan ini menjadi hal penting untuk menjadi
perhatian.

16
Bagaimana mungkin seorang menjadi calon ketika kehidupan keluarganya justru tidak menjadi
contoh untuk menjadi pemimpin daerah. Yang keempat soal rentang waktu tahapan Pilkada. Kalau
mengikuti rancangan dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2014 ini dibutuhkan waktu antara 13 sampai 17
bulan seluruh rancangan tahapan Pilkada ini, dari mulai pendaftaran bakal calon sampai dengan
penetapan calon terpilih.
Akan lebih panjang lagi jika ada putaran kedua, karena itu ke depan diperlukan kajian atau
pendalaman agar rentang waktu tahapan ini menjadi lebih efisien. Yang kelima soal Pemilukada
serentak. Kami mengusulkan agar ini juga melakukan pendalaman apakah Pilkada serentak ini berlaku
secara nasional atau berdasarkan wilayah atau region tertentu, mengingat banyak aspek yang harus
dipertimbangkan antara lain aspek penyelesaian sengketa, aspek keamanan dan stabilitas daerah,
aspek kesiapan penyelenggara Pemilu. Bahkan dari segi waktu saja masih ada banyak opsi apakah
serentak itu berdasarkan hari yang sama, Minggu yang sama atau bulan yang sama. Jadi banyak opsi
yang masih bisa kita kembangkan.

Hadirin sekalian.

Itulah beberapa catatan yang kami sampaikan mudah-mudahan ini bagian dari upaya kita
menyempurnakan Perpu tersebut. Catatan lain tentu akan berkembang seiring dengan penyerapan
aspirasi di masyarakat dan dinamika pembahasan di DPR. Hadirin yang kami hormati. Demikian
pandangan mini Fraksi PKB ini disampaikan sebagai bagian untuk mendukung penyelenggaraan
Pemilukada secara langsung, sebagai konsekwensi logis dari dukungan ini, maka Fraksi PKB juga
menyatakan setuju bahwa RUU tentang Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah agar ditetapkan menjadi Undang-
Undang. Perpu Nomor 2 ini memang harus mendapat perubahan, khususnya terkait dengan
penghapusan tugas DPRD dalam memilih gubernur, bupati dan walikota. Akhir kata Fraksi PKB
menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada semua pihak, khususnya pemerintah dan
fraksi-fraksi lain yang turut mengawal tegaknya penyelenggaraan Pilkada secara langsung. Semoga
Allah SWT memberi kemudahan dan ridho atas segala niat, usaha dan kerja keras kita membangun
demokrasi Indonesia yang religius. Terima kasih.

Wallaahull Muafiq ila'aqwamittoriq.


Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Pimpinan Fraksi PKB DPR RI,


Ahmad Helmi Faizal Zaini, Sekretaris,

Ketua, Jazilu Fawaid

Terima kasih.

Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Yang kami hormati Bapak Yanuar Prihatin dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa yang demi
memulihkan kapal demokrasi ke depan menyetujui dan menerima Perpu Nomor 1 dan Nomor 2 TAHUN

17
2014 ini, dengan catatan catatannya ini sulit terbantahkan, terkait dengan ketaqwaan bagaimana kita
mengukurnya dan juga terkait keutuhan ketahanan keluarga. Ini luar biasa, nanti akan menjadi
pembahasan pada massa yang akan datang. Selanjutnya kita persilakan yang sama-sama kita hormati
dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang mewakilinya.

F-PKS (MUHAMMAD YUDI KOTOUKY):

Pendapat Akhir Mini Fraksi Partai Keadilan Sejahtera


terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah.

Disampaikan oleh Muhamad Yudi Kotouky Nomor Anggota 123.

Yang kami hormati Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI.


Menteri Dalam Negeri beserta jajaran. Menteri Hukum dan HAM beserta jajaran.
Yang mewakili Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
Hadirin sekalian yang berbahagia.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Shalawat serta salam kita haturkan kepada nabi
Muhamad SAW. Seiring doa semoga kerja dan ikhtiar kita dalam mengemban amanah rakyat
melaksanakan tugas-tugas konstitusional sebagai wakil rakyat dimudahkan oleh Allah SWT dan
bermanfaat bagi rakyat Indonesia. Di awal pembicaraan pendapat akhir mini Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera ini kami ingin mengucapkan aspirasi dan penghargaan kepada Pimpinan dan Anggota Komisi
II, para Menteri beserta jajaran Dewan Perwakilan Daerah serta kalangan masyarakat sipil, insan pers
yang sungguh-sungguh turut serta membahas dan mengawal Perpu yang sangat menentukan dalam
proses demokrasi kita ini.

Hadirin yang terhormat.

Secara prosedur dan substansi Perpu Nomor 1 Tahun 2014 mengatur penyelenggaraan
Pilkada secara langsung oleh rakyat dalam membatalkan dan menyatakan tidak berlaku Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, sementara Perpu
Nomor 2 Tahun 2014 merupakan konsekuensi dari Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dengan membatalkan
sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam ketentuan
perundang-undangan menyatakan Perpu merupakan hak dan kewenangan konstitusional presiden
untuk mengatasi keadaan di luar biasa, mendesak dalam kekosongan hukum. Di sisi lain kewenangan
DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan serta pengaturan akibat
hukum yang tidak disetujui.

Hadirin yang terhormat.

Fraksi PKS menyampaikan sejumlah catatan kritis terhadap Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan
Perpu Nomor 2 Tahun 2014. Fraksi PKS memberikan catatan kritis ini di dalam kerangka refleksi
penyelenggara Pilkada berdasarkan aturan yang selama ini berlaku dan berfokus pada upaya untuk
mengatasi memberikan solusi atas permasalahan serius penyelenggara Pilkada selama ini.

18
Satu, perlu pendalaman persyaratan calon kepala daerah dalam rangka peningkatan kualitas
kemampuan daerah sebagai contoh perlu uji publik bakal calon kepala daerah.
Dua, terkait bersyarat pencalonan kepala daerah dengan prestasi dukungan 20% dari jumlah
kursi DPRD atau 25% dari akumlulasi peroleh suara sah dalam Pemilu DPRD perlu pendalaman
terkait... partisipasi yang lebih luas bagi partai politik yang mengajukan calon sehingga lebih banyak
pilihan calon berkualitas bagi rakyat.
Tiga, terkait ambang batas kemenangan calon kepala daerah harus memperoleh suara lebih
dari 30% suara sah. Jika tidak, maka diselenggarakan Pilkada putaran kedua. Perlu analisa dan kajian
dalam rangka efisiensi dan aktivitas kemungkinan Pilkada hanya satu putaran saja.
Empat, perlu dicermat mendalam berkenaan dalam berbagai permasalahan penyelenggaraan
Pilkada selama ini, antara lain bagaimana mencegah kecurangan pada setiap tahapan khusus dalam
proses rekapitulasi bertingkat politik uang politisi birokrasi dan potensi kecurangan atau gangguan
keamanan.
Lima, terkait Pilkada serentak pada 2015, 2018, 2020 serentak nasional harus benar-benar
mempertimbangkan dan mengukur kesiapan penyelenggara terhadap ... potensi kecurangan gangguan
keamanan, sengketa dan lain karena... secara nasional termasuk akan banyak daerah yang dipimpin
oleh Pelaksa Tugas Kepala Daerah (PLT) untuk mengisi masa transisi dalam jangka waktu yang lama
padahal PLT tidak dapat mengeluarkan kebijakan strategis pembangunan daerah.
Enam, untuk kepala daerah, sementara wakil kepala daerah diajukan oleh kepala daerah
terpilih yang ditetapkan dan dilantik oleh pejabat yang berwenang. Aturan ini sejalan dengan Undang-
Undang Dasar yang mengatasi permasalahan disharmoni antara kepala daerah wakil selama ini, meski
demikian perlu pendalaman, pencermatan berkenaan implikasi politik dan administrasinya.
Tujuh, terkait penyelesaian sengketa hasil Pilkada, Perpu kepada Mahkamah Agung dan
didelegasikan ke pengadilan tinggi serta kemungkinan banding atas putusan pengadilan tinggi perlu
cermat mengukur kesiapan Mahkamah Agung atau pengadilan tinggi apalagi Pilkada di depan akan
dilaksanakan serentak nasional serta perlu mencermati potensi masalah berlarutnya penyelesaian
sengketa akibat upaya banding. Nomor delapan, Terkait anggaran Pilkada yang bersumber dari APBN
dan dapat didukung melalui APBD perlu dicermati dan diteliti bagaimana konsep realisasinya
menyangkut perencanaan pelaksanaan sehingga akuntabilitas harapan dan anggaran Pilkada dapat
dilakukan secara efisien dengan sasaran kebutuhan.
Yang terakhir, berkenaan dengan Pilkada legal, putusan inkrah bahwa Pilkada tidak masuk
dalam hasil Pemilu, perlu konsekuensi legal untuk menetapkan penyelenggara Pilkada harus legal dan
konstitusional. Demikian diantara catatan kritis Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terhadap sejumlah
materi strategis Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014. Hadirin yang terhormat.
Berdasarkan pandangan di atas dengan demikian... Allah SWT mengucapkan
Bismillaahirrahmaanirrahiim Fraksi PKS menyatakan setuju terhadap Rancangan Undang-Undang
tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan
Perpu Nomor 2 Tahun 2014 dan selanjutnya dapat diteruskan kepada rapat pengambilan keputusan
tingkat II paripurna DPR RI. Fraksi PKS berharap segera setelah disetujui Perpu tersebut DPR RI dapat
menyampaikan inisiatif... undang-undang untuk menyempurnakan Perpu terhadap agar lebih
dimaksudkan dapat dilaksanakan masa sidang sekarang. Hadirin yang terhormat. Demikian pendapat
akhir mini Fraksi PKS semoga Allah SWT melindungi dan mencatat ikhtiar kita bersama dalam
pembahasan rancangan undang-undang ini sebagai bagian dari amal terbaik dan untuk kemajuan
bangsa dan Negara Republik Indonesia.

Wabillaahittaufik walhidayah, wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Jakarta, 19 Januari 2014,


Pimpinan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,

19
Bapak H. Jazuli Juwaini, Ir. Abdul Hakim.
Ketua Sekretaris

(INTERUPSI ANGGOTA) :

Interupsi Pimpinan.

Tadi yang memimpin membuka bukan Pak Rambe, tapi dari PKS, sudah kesepakatan jam 05.00. Ya
sementara ini baru 7.

KETUA RAPAT:

Masih ada 4 lagi kan.

(INTERUPSI ANGGOTA) :

Ya 4 lagi Pak.

Jadi takut Bapak ini, terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Saudara-saudara, baik saya menawarkan kepada kita semua agar tuntas, kita perpanjang
sampai sebelum Magrib, dapat disetujui ya? Ya.

(RAPAT: SETUJU)

Terima kasih. Kita lanjutkan

Partai Persatuan Pembangunan.

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Pandangan Mini Fraksi Partai Persatuan Pembangunan terhadap Rancangan Undang-Undang


tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota, dan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang.
Disampaikan pada rapat kerja Komisi II DPR RI Senin, 19 Januari 2015 oleh juru bicara Fraksi PPP
DPR RI H. Muh. Arwani Tomafi, Nomor Anggota A-523.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.


Salam sejahtera bagi kita semua.
Yang terhormat Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI.
Yang terhormat Bapak Menteri Dalam Negeri.
Yang terhormat Menteri Hukum dan HAM.

20
Yang terhormat Anggota DPD RI. Para hadirin sekalian yang kami hormati.

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT., atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga pada hari ini kita dapat bersama-sama hadir dalam keadaan sehat wal'afiat
tanpa kurang suatu apapun dalam rangka melaksanakan tugas konstitusional kita. Sebagaimana kita
ketahui bersama bahwa pada penghujung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah
menerbitkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 dan Perpu Nomor
2 Tahun 2014.
Berdasarkan ketentuan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan juga
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa
dalam keadaan kegentingan yang memaksa maka presiden dapat menerbitkan Perpu dan selanjutnya
Perpu tersebut harus mendapat persetujuan DPR. Apabila kita cermati alasan penerbitan Perpu ini
adalah adanya penolakan yang cukup kuat di masyarakat luas berkenaan dengan diundangkannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota yang
mengatur mekanisme pemilihan secara langsung melalui lembaga perwakilan di DPRD dan mengubah
ketentuan Pilkada sebelumnya yang dilakukan secara langsung oleh rakyat.
Kondisi sebagian besar masyarakat yang tetap menginginkan Pilkada dilaksanakan secara
langsung ini merupakan fakta sosiologis yang menjadi pertimbangan tentu bagi Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan di dalam menyikapi Perpu ini. Selain itu Fraksi PPP juga melihat bahwa Perpu ini juga
memberikan beberapa hal atau mengandung beberapa aspek yang krusial dan perlu menjadi perhatian
yaitu yang pertama untuk pelaksanaan Pilkada serentak Tahun 2015 diharapkan agar penyelenggara
segera dipersiapkan karena waktu yang tersedia sangat terbatas, mengingat terdapat tahapan baru
yang membutuhkan waktu dan kesiapan penyelenggara. Apabila penyelenggara tidak siap dan waktu
yang tersedia tidak mencukupi maka hal itu sangat membahayakan bagi kelancaran dan kualitas hasil
Pilkada. Yang kedua, berkaca pada pengalaman di mana potensi sengketa Pilkada cukup tinggi,
sementara penanganan sengketa dilakukan dalam waktu yang bersamaan, dengan jumlah daerah
sebanyak 240 pada Tahun 2015 dan 280-an 285 daerah pada Tahun 2018, sangat dibutuhkan
kesiapan pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilihan,
mengingat jangka waktunya yang dibatasi secara limitatif.
Sementara jumlah pengadilan tinggi yang menangani sengketa hasil pemilihan ditentukan
hanya 4 pengadilan tinggi. Hal ini sangatlah riskan karena jumlah daerah begitu banyak sehingga rata-
rata satu pengadilan tinggi akan menangani setidaknya 60 sengketa. Yang ketiga, dalam Perpu ini juga
memperbolehkan adanya upaya hukum kasasi apabila para pihak tidak menerima hasil putusan
pengadilan tinggi baik untuk sengketa tata usaha negara maupun sengketa hasil pemilihan. Hal ini juga
berpotensi menyulitkan dan membuat tahapan Pilkada dapat berpotensi berlarut-larut dan menimbulkan
ketidakpastian di dalam penyelenggaraannya.
Yang keempat, berkenaan dengan penganggaran juga perlu kerangka waktu yang sesuai
dengan siklus anggaran. Apalagi terdapat 2 sumber yaitu APBN dan APBD. Sehingga kalau terjadi
keterlambatan proses penganggaran baik di pusat maupun di daerah, tentu dapat mengganggu
penyelenggaraan Pilkada. Yang kelima, masalah pengamanan ini juga perlu menjadi fokus
pengamanan perlu mendapatkan persiapan dan kesiapan yang penuh, mengingat penyelenggaraan
yang serentak di berbagai daerah membutuhkan koordinasi yang baik untuk menjamin kelancaran dan
keamanan dalam pelaksanaan Pilkada. Berdasarkan hal yang kami sampaikan di atas, dengan
mengucap bismillahirrahmanirrahim, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menyatakan menyetujui
Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang dan
Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Demikianlah pandangan Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan atas Rancangan Undang-Undang tentang Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan

21
Perpu Nomor 2 Tahun 2014. Semoga Allah yang maha pengasih dan penyayang selalu memberikan
taufik dan hidayah-Nya pada kita sekalian. Sekian dan terima kasih. Wallahul muwafiq ila aqwamith
thariq.

Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih saudara Arwani dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.

Lanjut Fraksi Partai Nasdem.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Pandangan Akhir Mini Fraksi Partai Nasdem DPR RI


terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubenur, Bupati dan Walikota dan
Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang.

Disampaikan oleh H. Syarifi Abdullah Alkadri, SH., MH., nomor Anggota A-29.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.


Selamat sore dan salam sejahtera.

Yang kami hormati Pimpinan Komisi II beserta Anggota.


Yang kami hormati Komite I DPD RI.
Yang kami hormati Menteri Dalam Negeri beserta jajaran Republik Indonesia.
Yang kami hormati Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia beserta jajaran.
Yang terhormat Pimpinan dan hadirin sekalian.

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kekhadirat Tuhan Yang Maha Esa, ya telah
memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat mengikuti
rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM dan DPD RI dalam rangka
pembahasan Perpu baik berkenaan berkaitan dengan Pilkada maupun Perpu terhadap Pemerintahan
Daerah. Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI.
Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, DPD RI, hadirin yang berbahagia. Rancangan
Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Rancangan Undang-Undang
Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 yang diusulkan oleh pemerintah untuk menjadi Undang-
Undang, harus lebih dahulu untuk memperoleh persetujuan dari DPR RI sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011. Sehingga Fraksi Partai Nasdem memandang bahwa pembahasan
Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perpui ini harus segera diselesaikan untuk dapat
diambil keputusan. Fraksi Partai Nasdem pada prinsipnya konsisten dengan penyelenggaraan
demokrasi yang menciptakan dan melahirkan gubernur, bupati dan walikota yang memiliki integritas
dan berkepribadian yang sungguh-sungguh merakyat dan berpihak kepada kepentingan rakyat,
kepentingan daerah dan kepentingan bangsa Indonesia. Sehingga untuk itu sehingga untuk
menciptakan dan melahirkan kepala daerah yang sungguh-sungguh berjiwa pemimpin, pemilihan
gubernur, bupati, walikota harus dipilih secara langsung oleh rakyat. Fraksi Partai Nasdem
berpandangan bahwa persoalan yang disebabkan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014

22
tentang Pemilihan Gubenur Bupati dan Walikota yang mengatur tentang pemilihan melalui Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah telah menimbulkan gejolak di dalam masyarakat dan pada akhirnya
berujung pada penolakan rakyat terhadap Undang-Undang tersebut, sehingga bagi Fraksi Partai
Nasdem menilai penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Nomor 1
Tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 dapat dimengerti dan telah sesuai dengan maksud dan
tujuan dari pada Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, DPD RI,
hadirin yang berbahagia. Sikap Fraksi Partai Nasdem atas Rancangan Undang-Undang tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubenur, Bupati dan Walikota dan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka dengan ini menyatakan dengan mengucap
bismillaahirrahmaanirrahiim, Fraksi Partai Nasdem menyetujui untuk menjadi undang-undang dan
mengusulkan rancangan undang-undang ini agar segera dibawa dalam rapat paripurna DPR RI untuk
disetujui menjadi undang-undang.

Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR Republik Indonesia.


Menteri Dalam Negeri.
Menteri Hukum dan HAM.
DPD RI yang terhormat.

Fraksi Nasdem memahami bahwa apabila rancangan Perpu ini setelah disetujui menjadi
undang-undang dan menurut kami juga banyak kelemahan-kelemahan yang harus kita perbaiki dalam
rangka kita memiliki atau memilih kepala daerah yang berkualitas yang dapat melaksanakan prinsip-
prinsip demokrasi dan menjadi pimpinan yang dapat diterima oleh masyarakat dan tidak terjadi
perpecahan di dalam Negara Republik Indonesia, batu itu batas dan membuka tempat atau diri sebagai
Fraksi untuk bersama-sama melakukan revisi terhadap Perpu yang telah dijadikan undang-undang itu.
Demikian pandangan Fraksi Partai Nasdem, demikianlah pandangan mini akhir Fraksi Partai Nasdem.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sekalian di dalam
menjalankan tugas dan fungsi kita sebaik-baiknya. Sekian.

Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq.


Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Jakarta, 19 Januari 2015.

Pimpinan Fraksi Partai Nasdem.

Viktor Bungtilu Laiskodat, SH. H. Syarif Abdulah Alkadri, SH., MH.

Ketua Sekretaris
ketua rapat

Terima kasih.
Terima kasih.
Kita lanjutkan
Fraksi Partai Hanura.
Anggota Hanura?, silakan.

23
(F-HANURA.........):

Baik. Terima kasih Pimpinan.


Mohon maaf Pimpinan, kalau boleh tidak perlu saya bacakan semua, karena berulang-ulang
dan semua hampir sama gitu. Kalau diperkenankan jadi saya tidak perlu baca semua. Baik. Terima
kasih. Jadi

Pandangan Mini Fraksi Partai Hanura DPR RI


terhadap Rancangan Undang-Undang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serta Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang.

Yang terhormat Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI.


Pimpinan Komite I DPD RI. Yang terhormat Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM
beserta jajarannya serta hadirin yang berbahagia pada sore hari ini.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Yang pertama, kita panjatkan puji dan syukur kepada kekhadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya pada hari ini kita dapat hadir dalam Raker Komisi II DPR RI dengan
Komite I DPD RI dan pemerintah dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang
Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 dan Nomor 2 Tahun 2014
supaya ditetapkan menjadi undang-undang.
Di sini ada 6 poin yang kurang lebih sama sehingga saya pikir tidak perlu saya bacakan, inti
daripada yang pandangan mini dari Fraksi Hanura akan saya sampaikan kepada hadirin yang terhormat
berdasarkan hal-hal ini nanti yang sudah tercatat di sini, dengan mengucapkan
Bismillaahirrahmaanirrahiim, Fraksi Partai Hanura menyatakan setuju agar Rancangan Undang-Undang
Perpu Nomor1 dan Nomor 2 Tahun 2014 ditetapkan menjadi undang-undang.
Demikian pendapat Fraksi Partai Hanura selanjutnya agar pendapat ini ditindaklanjuti sesuai
dengan mekanisme dan tata tertib yang berlaku di DPR RI agar segera dilakukan seperti yang sudah
disepakati sebelumnya.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Jakarta, 19 Januari 2015.


Pimpinan Fraksi Partai Hanura

Dossy Iskandar Prasetyo dan Dadang.

Terima kasih, demikian.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT :

Terima kasih.

Kami lanjutkan dari Komite I DPD RI.

24
Komite I DPD RI :

Baik, terima kasih Ketua, sebagai penghujung kami coba sesingkat-singkatnya.

Pendapat Mini DPD RI


terhadap Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serta
Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah.

Dibacakan oleh Insiawati Ayus Riau, bersama dengan Wakil Ketua Komite I Fahrurozi Aceh.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.


Salam sejahtera.
Om swasti astu.
Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI yang kami hormati.
Saudara Menteri Dalam Negeri dan saudara Menteri Hukum dan HAM yang kami hormati. Serta
hadirin yang berbahagia.

Mengawali pendapat mini DPD RI yang akan kami sampaikan maka pada kesempatan ini puji
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas izinnya kembali kita dapat duduk bersama dalam
menindaklanjuti pembahasan ini. Semoga semangat kebersamaan guna memenuhi tugas Konstitusi ini
dapat diberkahi. Pada kesempatan ini DPD RI berterima kasih kepada pemerintah yang telah
memperhatikan catatan-catatan DPD RI dan hormat kami atas dukungan dan kami mendukung
pandangan fraksi-fraksi yang telah disampaikan. DPD RI berkepentingan untuk mendorong pemerintah
dan DPR agar melakukan penyesuaian penyempurnaan materi-materi Perpu agar penyelenggaraan
Pilkada di Tahun 2015 ini memiliki payung hukum yang ideal. Seiring dengan dinamika politik yang
berkembang, kedua Perpu belum ditetapkan sebagai landasan hukum, Landasan hukum
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
Pada saat bersamaan proses pemilihan kepala daerah sudah akan berlangsung pada Tahun
2015 guna menjamin adanya keberlanjutan pembangunan dan pelayanan public di daerah. Untuk itu
kami singkat saja atas pertimbangan dan pandangan DPD RI maka tetap dalam posisi politik DPD RI
menerima Perpu Nomor 1 dan Perpu Nomor 2 untuk selanjutnya menjadi undang-undang. Kami DPD
RI pada rapat ini belum menyampaikan substansi maupun materi-materi dari pembahasan yang akan
dilakukan, namun akan kami sampaikan sebagaimana mekanisme pembahasan secara urut dan runtut.
Demikian kami sampaikan semoga pelaksanaan pemilihan kepala daerah ke depan jauh lebih
demokratis dalam menghasilkan kepala daerah yang berkualitas dan berintegritas. Salam dari Ketua
Komite I Pak Mukowam yang sekarang posisi ada di Malang. Kalau tadi Pimpinan ada kutipan kami pun
akan menyampaikan ciri kas daerah dari Aceh ke Ujungpandang mampir sebentar ke kota Malang
dialog sudah kita bentang menuju Indonesia yang gemilang. Merdeka!
Terima kasih.

Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.


Salam sejahtera untuk kita.
Om santi santi santi om.

KETUA RAPAT :

Ini bukan Pak Zul yang mendampingi bukan, berarti ada Wakil Ketua Komite I DPD. Saudara-saudara
Bapak Ibu sekalian yang berbahagia. Tibalah saatnya kita mendengarkan pendapat dari pemerintah.

25
Pendapat akhir mini dari pemerintah atas hasil tanggapan-tanggapan dari fraksi-fraksi yang ada dalam
sidang yang mulia ini. Kami persilakan.

PEMERINTAH :

Terima kasih Ketua.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Selamat sore.
Salam sejahtera untuk kita semuanya.
Yang saya hormati Ketua, Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI.
Yang saya hormati yang mewakili DPD RI.
Yang saya hormati rekan saya Menteri Hukum dan HAM.
Teman-teman pers, Hadirin yang saya hormati.

Yang pertama, kita memanjatkan puji syukur kekhadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
berkah, ridho, taufik dan hidayah-Nya kita pada sore hari ini telah mengikuti rangkaian rapat kerja
Komisi II DPR RI dengan Komite I DPD RI dan pemerintah dalam rangka pengambilan keputusan
tingkat I atas Rancangan Undang-Undang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, Walikota menjadi undang-undang dan Rancangan Undang-Undang tentang
Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi undang-undang.
Selanjutnya kami menyampaikan pendapat akhir pemerintah pada pengambilan keputusan
tingkat I mengenai kedua rancangan undang-undang tersebut. Mencermati seluruh dinamika pendapat
masukan yang kami rekam secara keseluruhan, dalam pembahasan kedua rancangan undang-undang
tersebut, baik penyampaian keterangan pemerintah dan seluruh pandangan fraksi-fraksi DPR RI dan
Komite I DPD RI, kemarin maupun hari ini, yang mana penyampaian tanggapan pemerintah atas
pandangan fraksi-fraksi dan Komite DPD RI juga telah mendapatkan respon dari masing-masing fraksi
dan Komite I DPD RI pada tanggal 16 Januari 2015, maupun penyampaian pendapat akhir mini fraksi
dan Komite DPD RI pada hari ini, maka pemerintah menyampaikan pendapat akhir pada pengambilan
keputusan tingkat I sebagai berikut.
Satu, pada dasarnya pemerintah mencermati bahwa seluruh fraksi-fraksi DPR RI dan Komite I
DPD RI yang terhormat, memiliki kesamaan komitmen dengan pemerintah untuk segera memberikan
persetujuan atas kedua rancangan undang-undang tersebut untuk ditetapkan menjadi undang-undang
agar dapat menjadi landasan yuridis dalam pemilihan gubernur, bupati dan walikota.
Yang kedua, sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa peraturan pemerintah pengganti undang-
undang harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat maka pemerintah menyerahkan
sepenuhnya kepada Komisi II DPR RI mengenai mekanisme pengambilan keputusan dalam pemberian
persetujuan atas kedua rancangan undang-undang tersebut.
Ketiga, pengambilan keputusan atas kedua rancangan undang-undang tersebut hanya
dilakukan dalam 2 opsi yaitu memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan atas
rancangan undang-undang tersebut. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 52 Undang-Undang
Dasar Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
menyebutkan dengan tegas ayat (3) bahwa DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak
memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang dan pada ayat (4)
ditegaskan bahwa karena peraturan pemerintah pengganti undang-undang mendapat persetujuan DPR
dalam rapat Paripurna peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut ditetapkan menjadi
undang-undang.

26
Terkait dengan adanya berbagai pandangan fraksi-fraksi dan pandangan Komite I DPD RI,
mengenai perlunya perubahan terbatas atas materi muatan Perpu Nomor 1 2014 bila nantinya disetujui
untuk tetapkan menjadi undang-undang pemerintah berpendapat bahwa hal ini perlu kita bicarakan
lebih lanjut dengan berbagai pertimbangan. Satu, terbatasnya masa persidangan DPR saat ini yang
tidak memungkinkan untuk dilakukan pembahasan secara intensif secara keseluruhan, tetapi
pemerintah mencermati aspirasi masukan seluruh fraksi dan DPD Komite I yang ingin
menyempurnakan menyelaraskan antar pasal dan materi pada muatan-muatan tertentu untuk
meningkatkan kualitas pemilihan gubernur bupati dan walikota.
Kedua, materi muatan dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota yang mengatur mengenai mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung oleh
rakyat sudah dapat dijadikan landasan yuridis bagi KPU dan KPUD di daerah serta instansi berwenang
lainnya untuk siap menyelenggarakan pemilihan kepala daerah, dan KPU dan KPUD selaku
penyelenggara pemilihan kepala daerah serta pemerintah daerah sangat membutuhkan kepastian
hukum mengenai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara serentak pada Tahun 2015 di 204
daerah otonom Untuk mendukung terwujudnya tata kelola pemerintahan daerah yang baik.

Pimpinan, Anggota Komisi II DPR RI. Anggota Komite I DPD RI yang saya hormati.

Demikianlah pendapat akhir dari pemerintah pada pengambilan keputusan tingkat I atas kedua
rancangan undang-undang tersebut. Pemerintah menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih
kepada Ketua, Pimpinan, seluruh Anggota Komisi II yang terhormat kepada Anggota yang mewakili
Komite I DPD RI yang terhormat yang telah berperan aktif dalam pembahasan kedua rancangan
undang-undang tersebut. Kami juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh media massa yang
telah meliput seluruh pembahasan antara pemerintah dengan Komisi II dan dan Komite I DPR RI. Saya
kira ini pendapat singkat pemerintah pada proses pengambilan keputusan tingkat I atas Rancangan
Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014. Sekian, terima kasih. Atas nama
pemerintah Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo, Menteri Hukum dan HAM Yassonna H. Laoly.
Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Yang terhormat saudara Menteri Dalam Negeri.


Yang terhormat saudara Menteri Hukum dan HAM, beserta jajarannya.
Yang terhormat saudara Pimpinan dan Anggota Komite I DPD RI.
Yang terhormat saudara Pipinan dan Anggota Komisi II.

Tanggapan dari fraksi sudah semua menyampaikan, termasuk dari Komite I DPD RI. Dalam
tanggapan itu dapat kita simpulkan sudah akan menyetujui draft final RUU hasil pembicaraan tingkat I
kita tingkat I dalam Raker di Komisi II dengan pemerintah. Dalam pandangan fraksi disamping
menyetujui, seluruhnya fraksi menyampaikan masalah-masalah yang tentunya nanti diperbaiki setelah
RUU ini menjadi undang-undang.
Jadi masalah itupun akan dibatasi, yang penting dari pandangan fraksi saya kira menginginkan
bulan Februari ini paling lambat masa sidang yang sekarang sudah ada kepastian hukum, payung
hukum dalam rangka penyelenggaraan Pilkada di daerah-daerah khususnya Tahun 2015. Kami tidak
akan memperpanjang masalah yang disampaikan tetapi itu adalah 2 hari ini malah ini hari yang ke-3
kita perbincangkan, faksi-faksi dalam pandangan mininya sudah menyatakan itu. Di samping itu
pemerintah juga telah memberikan pendapat akhirnya dalam forum Yang Mulia ini, juga yang

27
menyatakan terima kasih serta persetujuannya kepada DPR RI khususnya Komisi II dan juga
pemerintah mengakui juga bahwa masalah-masalah yang ada di dalam Perpu akan kita upayakan
ditindaklanjuti setelah Perpu ini diundangkan dan saya kira pada masa sidang ini hanya tujuan Komisi II
dan juga saya kira pemerintah agar penyelenggaraan Pilkada di masa yang akan datang adalah lebih
baik dari pada yang sebelumnya.
Oleh karenanya saudara-saudara atas izin kita semua saya menawarkan draft final RUU hasil
pembicaraan tingkat I dalam Raker di Komisi II DPR RI akan kita lakukan penandatanganan khusus
RUU Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada dan juga Perpu Nomor 2 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah apakah dapat kita setujui? Setuju?

(RAPAT: SETUJU)

Nah ini pers sudah lihat di atas ini sudah disetujui ini tapi baru draft. Aslinya baru besok. Oleh
karenanya nanti di paripurna kami sampaikan paripurna besok jam 10.00, karena hasil rapat Bamus
tadi, karena kami terlambat Pak Menteri menghadiri rapat Bamus di DPR RI untuk menjadwalkan
khusus besok adalah pembahasan tentang jam 10.00 pembahasan tentang Perpu dan sekaligus
tanggapan khusus besok juga dari fraksi-fraksi.
Dengan demikian kita akhiri rapat ini dengan penandatanganan draft final rancangan undang-
undang, ini kita joke saja Pak Menteri, ini yang di sebelah kanan kami Pimpinan Komisi II sebelah kiri
Pak Wahidin Halim. Dari tadi saya katakan draft, nanya langsung lagi ke Pak, draft itu tidak bakal
berubah lagi gitu. Yakinlah ini dari Partai Demokrat, yakinlah tidak akan berubah. Jadi sudah
diundangkan, baru kita sepakat untuk kita ubah, jadi sesuai dengan aturan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 saya kira pihak pemerintah juga sudah menyampaikan itu, sebab ini itikad baik tidak ada
yang hal yang harus diubah lagi, dikhawatirkan, jadi sebab dengar, saya sama Pimpinan juga kita saling
mengintip ini.
Langsung kita jelaskan tidak akan berubah, kalau sudah. Oleh karenanya Pimpinan Komisi,
Wakil-Wakil Kapoksi-Kapoksi Fraksi dan juga pemerintah untuk menandatangani yang sudah disiapkan
ini. Jadi kalau sudah ditandatangan jangan kita ubah lagi Pak. Ya kira-kira begitu. Jadi dengan demikian
saudara-saudara untuk lebih sahnya mari kita melalui perwakilan pemerintah dalam hal ini Menteri
Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, serta Komite I DPD RI dan perwakilan dari Fraksi-Fraksi untuk
menandatangani naskah RUU yang telah disetujui.
Jadi belum kita tutup ini, baru penandatanganan naskah RUU. Kami persilakan saya kira dari
sekretariat sudah ada? Pimpinan dulu, dengan pemerintah baru diikuti oleh Kapoksi- Kapoksi termasuk
dan DPD, kami persilakan kita beramai-ramai saja. Saudara Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan
HAM, DPD Komite I, Komite I DPD RI, jadi soal tambahan RI ini dulu saya ingat dengan Pak Yassonna
itu harusnya dulu Dewan Utusan Daerah, disingkatnya DUT, waktu kita mau mengubah itu, tapi tidak
bagus singkatannya DUT, jadi DPD gitu. Ditambah lagi RI-nya, DPD RI.
Pimpinan Komisi II dan Anggota Komisi II DPR RI yang berbahagia. Tugas konstitusional kita
sudah kita selesaikan tahap satu, besok sebagaimana yang diumumkan akan kita lakukan tahap ke-2
artinya kita langsung tetapkan dengan acara besok juga adalah seperti pandangan mini fraksi, akan
dipimpin dalam sidang paripurna oleh Ketua DPR RI, kami dari Pimpinan Komisi II akan melaporkan
secara utuh sesuai dengan pandangan-pandangan fraksi yang ada dan pandangan pemerintah dan
juga kita harapkan setelah ditetapkan besok untuk diundangkan tidak terlalu lama.
Dengan demikian selesai sudah.

INTERUPSI ANGGOTA :

Sedikit Pimpinan.

KETUA RAPAT :

28
Rangkaian acara Raker ini.

INTERUPSI ANGGOTA :

Pimpinan, sekaligus kalau bisa disampaikan juga apa hasil komitmen dan kesepakatan tentang Bamus
dikaitkan dengan mitra kerja supaya tahu juga.

KETUA RAPAT:

Oh gitu soal mitra kerja. Soal, tapi ya besok di Paripurna diumumkan itu. Di paripurna
diumumkan itu, jadi percayalah Bapak Menteri Dalam Negeri, Kemenkumham, Komisi II punya
committed untuk itu gitu. Sampai tadi Ketua Komisi II agak ngotot juga sampai ngancam-ngancam gitu,
bila perlu kita ributkan sampai begitu. Jadi ini di luar itu saya kira tidak perlu disampaikan di sini, ya
untuk dicatat saja Pak Menteri ya off the record ini buat wartawan soal tadi itu. Ini kadang-kadang Pak
Sukiman ini mengganggu memancing-mancing begitu. Dengan demikian selesai sudah rangkaian acara
Raker hari ini, dan Pimpinan mengucapkan terima kasih kepada saudara Menteri Dalam Negeri,
Menteri Hukum dan HAM serta Komite I DPD RI dan Anggota Komisi II DPR RI dan seluruh jajaran
yang berpartisipasi dalam pembicaraan tingkat pertama dalam rangka penetapan RUU Nomor 1 dan
Nomor 2 tentang Pilkada dan juga tentang Pemda.
Dengan mengucapkan Alhamdulillaahirobbil'alamiin, Raker pada sore hari ini ditutup dengan
resmi.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL......... WIB)

Jakarta, 19 Januari 2015


KABAG SET KOMISI II DPR RI

TTD.

MINARNI, SH
NIP. 19650620 199302 2 001

29
1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RESMI

Tahun Sidang : 2014-2015


Masa Persidangan : II
Rapat ke- : 16
Jenis Rapat : Rapat Paripurna DPR RI
Sifat Rapat : Terbuka

Hari, tanggal : Selasa, 20 Januari 2015

Waktu : Pukul 09.00 WIB s.d. selesai

Tempat : Ruang Rapat Paripurna


Gedung Nusantara II Lt.3
Jl. Jend. Gatot Subroto – Jakarta

Acara : 1. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap


Rancangan Undang-Undang-Rancangan Undang-Undang
tentang:
a. Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
menjadi undang-undang.
b. Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang.
2. Penetapan kembali mitra kerja komisi-komisi DPR RI
periode masa keanggotaan 2014-2019.

Ketua Rapat : Dr. AGUS HERMANTO


(Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang/F-PD)
Didampingi:
1. Drs. Setya Novanto.
(Ketua DPR RI/F-PG)
2

2. Fadli Zon, S.S.,MSc.


(Wakil Ketua DPR RI Bidang Polkam/F-P Gerindra)

Sekretaris Rapat : Dr. WINANTUNINGTYASTITI S., M.Si.


(Sekretaris Jenderal DPR RI)

H a d i r : ANGGOTA DPR RI:


467 dari 560 orang Anggota dengan rincian:

FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN


91 dari 106 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA


81 dari 91 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA


66 dari 73 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT


56 dari 61 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL


36 dari 48 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA


40 dari 47 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA


30 dari 40 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN


32 dari 39 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT


31 dari 36 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT


16 dari 16 orang Anggota;

SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI:


1) Achmad Djuned, S.H., M.H.
(Wakil Sekretaris Jenderal DPR RI)
2) Tatang Sutharsa, S.H.
3

(Deputi Bidang Persidangan dan KSAP)


3) K. Johnson Rajagukguk, S.H., M.H.
(Deputi Bidang Perundang-undangan)
4) Dr. Dewi Barliana S., S.H., M.Hum.
(Kepala Biro Kesekretariatan Pimpinan)
5) Drs. Helmizar
(Kepala Biro Persidangan)
6) Dra. Mitra Anindyarina
(Kepala Bagian Persidangan Paripurna)
4

DAFTAR HADIR ANGGOTA DPR RI


PADA RAPAT PARIPURNA TANGGAL 20 JANUARI 2015

1. FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Ir. TAGORE ABU BAKAR
1. 124
(Aceh II)
H. IRMADI LUBIS
2. 125
(Sumut I)
dr. SOFYAN TAN
3. 126
(Sumut I)
TRIMEDYA PANJAITAN, S.H., M.H.
4. 127
(Sumut II)
Dr. JUNIMART GIRSANG, S.H., M.B.A., M.H.
5. 128
(Sumut III)
ALEX INDRA LUKMAN
6. 129
(Sumbar I)
AGUS SUSANTO
7. 130
(Sumbar II)
Ir. EFFENDI SIANIPAR
8. 131
(Riau I)
MARSIAMAN SARAGIH
9. 132
(Riau II)
IHSAN YUNUS, M.E.Con.Std.
10. 133
(Jambi)
Ir. NAZARUDIN KIEMAS
11. 134
(Sumsel I)
H. R. ERWIN MOESLIMIN SINGAJURU, S.H., M.H.
12. 135
(Sumsel II)
Hj. ELVA HARTATI, S.I.P., M.M.
13. 137
(Bengkulu)
Ir. ISMAYATUN
14. 138
(Lampung I)
SUDIN
15. 139
(Lampung I)
H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, S.H.
16. 140
(Lampung II)
ITET TRIDJAJATI SUMARIJANTO, M.B.A.
17. 141
(Lampung II)
Ir. RUDIANTO TJEN
18. 142
(Bangka Belitung)
DWI RIA LATIFA, S.H., M.Sc.
19. 143
(Kepri)
Ir. ERIKO SOTARDUGA, B. P.S.
20. 145
(DKI Jakarta II)
MASINTON PASARIBU, S.H.
21. 146
(DKI Jakarta II)
5

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Drs. EFFENDI MS SIMBOLON, M.Ipol.
22. 147
(DKI Jakarta III)
DARMADI DURIANTO
23. 148
(DKI Jakarta III)
CHARLES HONORIS
24. 149
(DKI Jakarta III)
JUNICO BP SIAHAAN, S.E.
25. 151
(Jabar I)
Dr. JALALUDIN RAKHMAT, MSc
26. 152
(Jabar II)
DIAH PITALOKA, S.Sos.
27. 154
(Jabar III)
dr. RIBKA TJIPTANING P.
28. 155
(Jabar IV)
ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU
29. 156
(Jabar V)
H. INDRA P. SIMATUPANG, S.E., M.B.A.
30. 157
(Jabar V)
SUKUR H NABABAN, S.T.
31. 158
(Jabar VI)
RISKA MARISKA, S.H.
32. 159
(Jabar VI)
RIEKE DIAH PITALOKA
33. 160
(Jabar VII)
DANIEL LUMBAN TOBING
34. 161
(Jabar VII)
Drs. YOSEPH UMARHADI, M.Si.,M.A.
35. 162
(Jabar VIII)
ONO SURONO, S.T.
36. 163
(Jabar VIII)
MARUARAR SIRAIT
37. 164
(Jabar IX)
PUTI GUNTUR SOEKARNO
38. 166
(Jabar X)
DONY MARYADI OEKON, S.T.
39. 167
(Jabar XI)
JULIARI P. BATUBARA
40. 168
(Jateng I)
Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO
41. 170
(Jateng II)
EVITA NURSANTY, M.Sc.
42. 171
(Jateng III)
AGUSTINA WILUJENG PRAMESTUTI, S.S.
43. (Jateng IV) 174
6

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
ARIA BIMA
44. 176
(Jateng V)
RAHMAD HANDOYO, S.PI.,, M.M.
45. 177
(Jateng V)
NUSYIRWAN SOEDJONO, S.T.
46. 178
(Jateng V)
Drs. UTUT ADIANTO
47. 180
(Jateng VII)
ADISATRYA SURYO SULISTO
48. 181
(Jateng VIII)
BUDIMAN SUDJATMIKO, M.Sc., M.Phil.
49. 182
(Jateng VIII)
Ir. MUHAMMAD PRAKOSA
50. 183
(Jateng IX)
DAMAYANTI WISNU PUTRANTI
51. 184
(Jateng IX)
Prof. Dr. HENDRAWAN SUPRATIKNO
52. 185
(Jateng X)
MY ESTI WIJAYATI
53. 187
(DIY)
M. GURUH IRIANTO SUKARNO PUTRA,
54. S.A.P.,M.M.,M.Si. 188
(Jatim I)
INDAH KURNIA
55. 189
(Jatim I)
HENKY KURNIADI
56. 190
(Jatim I)
Prof. Dr. H. HAMKA HAQ, M.A.
57. 191
(Jatim II)
Drs. AHMAD BASARAH, M.H.
58. 194
(Jatim V)
Ir. ANDREAS EDDY SUSETYO, M.M.
59. 195
(Jatim V)
Dr. Ir. H. PRAMONO ANUNG WIBOWO, M.M.
60. 196
(Jatim VI)
Ir. BUDI YUWONO, Dipl, S.E.
61. 198
(Jatim VI)
Ir. MINDO SIANIPAR
62. 200
(Jatim VIII)
SADARESTUWATI
63. 201
(Jatim VIII)
ABIDIN FIKRI, S.H.
64. 202
(Jatim IX)
H. NASYIRUL FALAH AMRU, S.E.
65. 203
(Jatim X)
7

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
M.H. SAID ABDULLAH
66. 204
(Jatim XI)
ICHSAN SOELISTIO
67. 206
(Banten II)
MARINUS GEA, S.E.
68. 208
(Banten III)
Drs. I MADE URIP, M.Si
69. 209
(Bali)
Dr. Ir. WAYAN KOSTER, M.M.
70. 210
(Bali)
I GUSTI AGUNG RAI WIJAYA, S.E., M.M.
71. 211
(Bali)
NYOMAN DHAMANTRA
72. 212
(Bali)
H. RACHMAT HIDAYAT, S.H.
73. 213
(NTB)
HONING SANNY
74. 214
(NTT I)
HERMAN HERRY
75. 215
(NTT II)
dr. KAROLIN MARGARET NATASA
76. 216
(Kalbar)
LASARUS, S.Sos, M.Si.
77. 217
(Kalbar)
Ir. G. MICHAEL JENO, M.M.
78. 218
(Kalbar)
ASDY NARANG, S.H., M.Comm.LAW
79. 219
(Kalteng)
Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, M.M.
80. 220
(Kalteng)
H. ADRIANSYAH
81. 221
(Kalsel II)
AWANG FERDIAN HIDAYAT, M.M.
82. 222
(Kaltim)
OLLY DONDOKAMBEY, S.E.
83. 223
(Sulut)
VANDA SARUNDAJANG
84. 224
(Sulut)
Ir. RENDY M. AFFANDY LAMADJIDO
85. 225
(Sulteng)
ANDI RIDWAN WITTIRI, S.H.
86. 226
(Sulsel I)
Drs. SAMSU NIANG, M.Pd.
87. 227
(Sulsel II)
MERCY CHRIESTY BARENDT, S.T.
88. 228
(Maluku)
8

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
IRINE YUSIANA ROBA PUTRI, S.Sos., M.Comn &
89. Media ST. 229
(Maluku Utara)
KOMARUDIN WATUBUN, S.H, M.H.
90. 230
(Papua)
TONY WARDOYO
91. 231
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 91 dari 106
orang Anggota

2. FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H.M. SALIM FAKHRY, S.E., M.M.
1. 233
(Aceh I)
H. FIRMANDEZ
2. 234
(Aceh II)
RAMBE KAMARUL ZAMAN M.Sc, M.M.
3. 236
(Sumut II)
Dr. Capt. ANTHON SIHOMBING
4. 237
(Sumut III)
DELIA PRATIWI BR. SITEPU, S.H.
5. 238
(Sumut III)
BETTI SHADIQ PASADIGOE, S.E.Ak, M.M.
6. 239
(Sumbar I)
H. JOHN KENEDY AZIS, S.H.
7. 240
(Sumbar II)
TABRANI MAAMUN
8. 241
(Riau I)
Ir. H.M IDRIS LAENA
9. 242
(Riau II)
Hj. SANIATUL LATIVA
10. 243
(Jambi)
DODI REZA ALEX NOERDIN
11. 244
(Sumsel I)
Drs. H. KAHAR MUZAKIR
12. 245
(Sumsel I)
BOBBY ADHITYO RIZALDI, S.E..Ak,M.B.A, C.F.E.
13. 246
(Sumsel II)
DWIE AROEM HADIATIE
14. 247
(Lampung I)
Dr. M. AZIS SYAMSUDDIN
15. (Lampung II) 248
9

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si.
16. 249
(Bangka Belitung)
BAMBANG WIYOGO, S.E.
17. 250
(DKI Jakarta I)
Ir. FAYAKHUN ANDRIADI M.Kom.
18. 251
(DKI Jakarta II)
TANTOWI YAHYA
19. 252
(DKI Jakarta III)
Dra. POPONG OTJE DJUNDJUNAN
20. 253
(Jabar I)
AGUS GUMIWANG KARTASASMITA
21. 254
(Jabar II)
Ir.H. LILI ASDJUDIREDJA, S.E., Ph.D.
22. 255
(Jabar II)
Dr. H. DEDING ISHAK, S.H., M.M.
23. 256
(Jabar III)
EKA SASTRA
24. 257
(Jabar III)
Hj. DEWI ASMARA, S.H., M.H.
25. 258
(Jabar IV)
Ir. H. AIRLANGGA HARTARTO,M.M.T.,M.B.A.
26. 259
(Jabar V)
ICHSAN FIRDAUS
27. 260
(Jabar V)
Dra. WENNY HARYANTO, S.H.
28. 261
(Jabar VI)
Dr. H. ADE KOMARUDIN, M.H.
29. 262
(Jabar VII)
Drs. H. DADANG S MUCHTAR
30. 263
(Jabar VII)
DAVE AKBARSHAH FIKARNO LAKSONO, M.E.
31. 264
(Jabar VIII)
H. DANIEL MUTAQIEN SYAFIUDDIN, S.T.
32. 265
(Jabar VIII)
Drs. H. ELDIE SUWANDIE
33. 266
(Jabar IX)
H. FERDIANSYAH, S.E., M.M.
34. 268
(Jabar XI)
H. AHMAD ZACKY SIRADI
35. 269
(Jabar XI)
Drs. H.A. MUJIB ROHMAT
36. 270
(Jateng I)
BOWO SIDIK PANGARSO, S.E.
37. 272
(Jateng II)
FIRMAN SOEBAGYO, S.E., M.H.
38. (Jateng III) 273
10

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Hj. ENDANG MARIA ASTUTI, S.Sg. S.H.
39. 274
(Jateng IV)
ENDANG SRIKARTI HANDAYANI, S.H., M.Hum
40. 275
(Jateng V)
BAMBANG SOESATYO, S.E., M.B.A.
41. 277
(Jateng VII)
H. DITO GANINDUTO, M.B.A.
42. 278
(Jateng VIII)
AGUNG WIDYANTORO, S.H., M.Si
43. 279
(Jateng IX)
SITI HEDIATI SOEHARTO, S.E.
44. 281
(DIY)
Ir. H. ADIES KADIR, S.H., M.Hum.
45. 282
(Jatim I)
H. MUKHAMAD MISBAKHUN, S.E.
46. 283
(Jatim II)
HARDISOESILO
47. 284
(Jatim III)
H. MUHAMAD NUR PURNAMASIDI
48. 285
(Jatim IV)
Ir. H.M. RIDWAN HISJAM
49. 286
(Jatim V)
M. SARMUJI S.E., M.Si.
50. 287
(Jatim VI)
Dr. H. GATOT SUDJITO, M.Si.
51. 288
(Jatim VII)
H. MOHAMMAD SURYO ALAM, Ak. M.B.A.
52. 289
(Jatim VIII)
Ir. H. S.W. YUDHA, M.Sc.
53. 290
(Jatim IX)
ENI MAULANI SARAGIH
54. 291
(Jatim X)
H. ANDIKA HAZRUMY, S.Sos.
55. 293
(Banten I)
YAYAT YULMARYATMO BIARO
56. 294
(Banteng II)
H. ANDI ACHMAD DARA, S.E.
57. 295
(Banten III)
A.A. BAGUS ADHI MAHENDRA PUTRA
58. 297
(Bali)
H. MUHAMMAD LUTFI, S.E.
59. 298
(NTB)
MELCHIAS MARKUS MEKENG
60. 299
(NTT I)
Drs. SETYA NOVANTO
61. (NTT II) 300
11

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
dr. CHARLES JONES MESANG
62. 301
(NTT II)
Ir.H. ZULFADHLI, M.M.
63. 302
(Kalbar)
Hj. AGATI SULIE MAHYUDIN, S.E.
64. 303
(Kalteng)
Ir. H. AHMADI NOOR SUPIT
65. 304
(Kalsel I)
Dr. Hj. NENI MOERNIAENI, SPOG
66. 308
(Kaltim)
ADITYA ANUGRAH MOHA, S.Ked.
67. 309
(Sulut)
H. MUHIDIN MOHAMAD SAID
68. 310
(Sulteng)
Drs. HAMKA B. KADY
69. 311
(Sulsel I)
H. SYAMSUL BACHRI, M.Sc.
70. 312
(Sulsel II)
H. ANDI RIO IDRIS PADJALANGI, S.H, M.Kn.
71. 313
(Sulsel II)
Dr. Ir. MARKUS NARI, M.Si
72. 314
(Sulsel III)
Drg. Hj. ANDI FAUZIAH PUJIWATIE HATTA, S.K.G
73. 315
(Sulsel III)
Ir. RIDWAN BAE
74. 316
(Sultra)
Dr. Ir. FADEL MUHAMMAD
75. 317
(Gorontalo)
Drs. H. ROEM KONO
76. 318
(Gorontalo)
Hj. ENNY ANGGRAENY ANWAR
77. 319
(Sulbar)
EDISON BETAUBUN, S.H., M.H.
78. 320
(Maluku)
DR. SAIFUL BAHRI RURAY, S.H., M.Si
79. 321
(Maluku Utara)
Pdt. ELION NUMBERI, S.Th.
80. 322
(Papua)
ROBERT JOPPY KARDINAL, S.AB.
81. 323
(Papua Barat)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai GOLKAR 81 dari 91 orang Anggota
12

3. FRAKSI PARTAI GERINDRA


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
FADHLULLAH
1. 324
(Aceh I)
KHAIDIR
2. 325
(Aceh II)
H. R. MUHAMMAD SYAFI’I, S.H, M.Hum.
3. 326
(Sumut I)
H. GUS IRAWAN PASARIBU, S.E.,Ak., M.M.
4. 327
(Sumut II)
SUASANA DACHI, S.H.
5. 328
(Sumut II)
MARTIN HUTABARAT, S.H.
6. 329
(Sumut III)
Dr. H. SUIR SYAM, M.Kes. MMR
7. 330
(Sumbar I)
ADE REZKI PRATAMA, S.E.
8. 331
(Sumbar II)
RITA ZAHARA, SH
9. 332
(Riau I)
Ir. H. A.R. SUTAN ADIL HENDRA, M.M.
10. 334
(Jambi)
EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A.
11. 335
(Sumsel I)
Ir. SRI MELIYANA
12. 336
(Sumsel II)
SUSI MARLENY BACHSIN, S.E, M.M.
13. 337
(Bengkulu)
H. AHMAD MUZANI
14. 338
(Lampung I)
Ir. DWITA RIA
15. 339
(Lampung II)
ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.
16. 340
(DKI Jakarta I)
ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO
17. 342
(DKI Jakarta III)
Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc.
18. 343
(Jabar I)
RACHEL MARYAM SAYIDINA
19. 344
(Jabar II)
Ir, H. AHMAD RIZA PATRIA, M.B.A.
20. 345
(Jabar III)
HERI GUNAWAN
21. 346
(Jabar IV)
H. FADLI ZON, S.S., M.Sc.
22. (Jabar V) 347
13

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Ir. H. NUROJI
23. 348
(Jabar VI)
Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, D.E.A.
24. 350
(Jabar VIII)
H. OO SUTISNA, S.H.
25. 351
(Jabar IX)
H. SUBARNA, S.E., M.Si
26. 352
(Jabar XI)
JAMAL MIRDAD
27. 353
(Jateng I)
ABDUL WACHID
28. 354
(Jateng II)
Hj. SRIWULAN, S.E.
29. 355
(Jateng III)
RAHAYU SARASWATI DJOJOHADIKUSUMO
30. 356
(Jateng IV)
H. BAMBANG RIYANTO, S.H., M.H., M.Si
31. 357
(Jateng V)
Ir. H. HARRY POERNOMO
32. 358
(Jateng VI)
Ir. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.
33. 359
(Jateng VII)
Hj. NOVITA WIJAYANTI, S.E., M.M.
34. 360
(Jateng VIII)
MOHAMAD HEKAL, M.B.A.
35. 361
(Jateng IX)
RAMSON SIAGIAN
36. 362
(Jateng X)
ANDIKA PANDU PURAGABAYA, S.Psi.,M.Si, M.Sc.
37. 363
(DIY)
Ir. BAMBANG HARYO. SOEKARTONO
38. 364
(Jatim I)
Ir. H. SOEPRIYATNO
39. 365
(Jatim II)
Ir. SUMAIL ABDULLAH
40. 366
(Jatim III)
BAMBANG HARYADI, S.E.
41. 367
(Jatim IV)
MORENO SUPRAPTO
42. 368
(Jatim V)
Ir. ENDRO HERMONO, M.B.A.
43. 369
(Jatim VI)
Drs. SUPRIYANTO
44. 370
(Jatim VII)
Dr. H. SAREH WIYONO M. ,S.H., M.H.
45. (Jatim VIII) 371
14

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
WIHADI WIYANTO, S.H.
46. 372
(Jatim IX)
KHILMI
47. 373
(Jatim X)
H. MOH NIZAR ZAHRO, S.H.
48. 374
(Jatim XI)
H. DESMOND JUNAIDI MAHESA, S.H., M.H.
49. 376
(Banten II)
IDA BAGUS PUTU SUKARTA, S.E., M. Si.
50. 378
(Bali)
H. WILLGO ZAINAR, S.E., M.B.A.
51. 379
(NTB)
PIUS LUSTRILANANG, S.I.P., M.Si
52. 380
(NTT I)
Ir. FARY DJEMY FRANCIS, M.M.A.
53. 381
(NTT II)
KATHERINE A. OENDOEN
54. 382
(Kalbar)
H. IWAN KURNIAWAN, S.H.
55. 383
(Kalteng)
Drs. H. SYAIFUL RASYID, M.M.
56. 384
(Kalsel I)
Drs. H. SJACHRANI MATAJA, M.M., M.B.A.
57. 385
(Kalsel II)
LUTHER KOMBONG
58. 386
(Kaltim)
Drs. WENNY WAROUW
59. 387
(Sulut)
SUPRATMAN, S.H., M.H.
60. 388
(Sulteng)
Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si.
61. 389
(Sulsel I)
H. ANDI IWAN DARMAWAN ARAS, S.E.
62. 390
(Sulsel II)
Drs. H. ANDI NAWIR, M.P.
63. 391
(Sumsel III)
HAERUL SALEH, S.H.
64. 392
(Sultra)
ELNINO M. HUSEIN MOHI, ST, M.Si
65. 393
(Gorontalo)
Dra. Hj. RUSKATI ALI BAAL
66. 394
(Sulbar)
ROBERTH ROUW
67. 396
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai GERINDRA 67 dari 73 orang Anggota
15

4. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H.TEUKU RIEFKY HARSYA, B.Sc., M.T.
1. 397
(Aceh I)
MUSLIM, S.H., M.M
2. 398
(Aceh II)
RUHUT SITOMPUL, S.H.
3. 399
(Sumut I)
H. RUDI HARTONO BANGUN, S.E, M.A.P.
4. 401
(Sumut III)
H. DARIZAL BASIR
5. 402
(Sumbar I)
Ir. H. MULYADI
6. 403
(Sumbar II)
Drs. H. ZULFIKAR ACHMAD
7. 406
(Jambi)
H. SYOFWATILLAH MOHZAIB, S.Sos.
8. 407
(Sumsel I)
WAHYU SANJAYA, S.E.
9. 408
(Sumsel II)
H. ZULKIFLI ANWAR
10. 409
(Lampung I)
Ir. H. MARWAN CIK ASAN, M.M.
11. 410
(Lampung II)
EKO WIJAYA
12. 411
(Bangka Belitung)
DWI ASTUTI WULANDARI
13. 412
(DKI Jakarta I)
Hj. MELANIE LEIMENA SUHARLI
14. 413
(DKI Jakarta II)
H. AGUNG BUDI SANTOSO, S.H., M.M.
15. 414
(Jabar I)
DEDE YUSUF MACAN EFFENDI, S.T.
16. 415
(Jabar II)
ANTON SUKARTONO SURATTO
17. 417
(Jabar V)
SAAN MUSTOPA, M.Si
18. 418
(Jabar VII)
Ir.H. E. HERMAN KHAERON, M.Si
19. 419
(Jabar VIII)
LINDA MEGAWATI, S.E., M.Si
20. 420
(Jabar IX)
H. AMIN SANTONO, S.Sos.
21. 421
(Jabar X)
SITI MUFATTAHAH, Psi.
22. 422
(Jabar XI)
16

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Dr. AGUS HERMANTO
23. 423
(Jateng I)
Dr. IR. DJOKO UDJIANTO, M.M.
24. 424
(Jateng III)
RINTO SUBEKTI, S.E, M.M.
25. (Jateng IV) 425

KHATIBUL UMAM WIRANU, M.Hum.


26. 426
(Jateng VIII)
AMBAR TJAHJONO
27. 427
(DIY)
Ir. FANDI UTOMO
28. 428
(Jatim I)
EVI ZAINAL ABIDIN, B. Comm.
29. 429
(Jatim II)
Ir. H. AZAM AZMAN NATAWIJANA
30. 430
(Jatim III)
Drs. AYUB KHAN
31. 431
(Jatim IV)
Dr. Hj. NURHAYATI ALI ASSEGAF, M.Si
32. 432
(Jatim V)
VENNA MELINDA, S.E.
33. 433
(Jatim VI)
EDHIE BASKORO YUDHOYONO, M.Sc.
34. 434
(Jatim VII)
SARTONO HUTOMO
35. 435
(Jatim VII)
Drs. H. GUNTUR SASONO, M.Si
36. 436
(Jatim VIII)
DIDIK MUKRIANTO, S.H.
37. 437
(Jatim IX)
H. MAT NASIR, S.Sos
38. 438
(Jatim XI)
VIVI SUMANTRI JAYABAYA, S.Sos.
39. 439
(Banten I)
Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
40. 440
(Banten III)
I PUTU SUDIARTANA
41. 442
(Bali)
H.M. SYAMSUL LUTHFI
42. 443
(NTB)
Dr. BENNY K. HARMAN, S.H.
43. 444
(NTT I)
Dr. JEFIRSTSON R. RIWU KORE, M.M.
44. 445
(NTT II)
ERMA SURYANI RANIK, S.H.
45. 446
(Kalbar)
17

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
NORBAITI ISRAN NOOR, A.Md.
46. 447
(Kaltim)
EVERT ERENST MANGINDAAN, S.IP.
47. 448
(Sulut)
dr. VERNA GLADIES M. INKIRIWANG
48. 449
(Sulteng)
Hj. ALIYAH MUSTIKA ILHAM, S.E.
49. (Sulsel I) 450

Ir. H. MUHAMMAD NASYIT UMAR, s.p.


50. 451
(Sulsel Ii)
Dr. Ir. BAHRUM DAIDO, M.Si.
51. 452
(Sulsel III)
Drs. H. UMAR ARSAL
52. 453
(Sultra)
MAYJEN TNI (PURN) SALIM MENGGA
53. 454
(Sulbar)
LIBERT KRISTO IBO, S.Sos., S.H., M.H.
54. 455
(Papua)
WILLEM WANDIK, S.Sos.
55. 456
(Papua)
MICHAEL WATTIMENA, S.E, M.M .
56. 457
(Papua Barat)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Demokrat 56 dari 61 orang Anggota

5. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL

NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
H. MUSLIM AYUB, S.H., M.M.
1. 458
(Aceh I)
Dr. SALEH PARTAONAN DAULAY, M.Ag.,M.Hum.
2. M.A. 460
(Sumut II)
H. NASRIL BAHAR, S.E.
3. 461
(Sumut III)
H. MHD ASLI CHAIDIR, S.H.
4. 462
(Sumbar I)
H. JON ERIZAL, S.E. M.B.A.
5. 463
(Riau I)
H. A. BAKRI HM, S.E.
6. 464
(Jambi)
Ir. H. ACHMAD HAFISZ TOHIR
7. (Sumsel I) 465
18

NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
HANNA GAYATRI, S.H.
8. 466
(Sumsel II)
Hj. DEWI CORYATI, M.Si.
9. 467
(Bengkulu)
Ir. ALIMIN ABDULLAH
10. 469
(Lampung II)
AHMAD NAJIB QUDRATULLAH, S.E.
11. 471
(Jabar II)
Hj. DESY RATNASARI, M.Si., M.Psi.
12. 472
(Jabar VI)
PRIMUS YUSTISIO
13. 473
(Jabar V)
DAENG MUHAMMAD, S.E., M.Si.
14. 475
(Jabar VII)
BUDI YOUYASTRI
15. 476
(Jabar X)
HAERUDIN, S.Ag., M.H.
16. 477
(Jabar XI)
YAYUK BASUKI
17. 478
(Jateng I)
MOHAMMAD HATTA
18. 480
(Jateng V)
Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, M.T.
19. 481
(Jateng VI)
AMMY AMALIA FATMA SURYA, S.H.,M.Kn.
20. 483
(Jateng VIII)
Ir. H. TEGUH JUWARNO, M.Si.
21. 484
(Jateng IX)
ANDRIYANTO JOHAN SYAH
22. 485
(Jateng X)
H. A. HANAFI RAIS, SIP., M.P.P.
23. 486
(DIY)
H. SUNGKONO
24. 487
(Jatim I)
ANANG HERMANSYAH
25. 488
(Jatim IV)
H. TOTOK DARYANTO, S.E.
26. 489
(Jatim V)
VIVA YOGA MAULADI, M.Si.
27. 493
(Jatim X)
H. MUHAMMAD SYAFRUDIN, S.T., M.M.
28. 496
(NTB)
H. SYAHRULAN PUA SAWA
29. 497
(NTT I)
H. SUKIMAN, S.PD., M.M.
30. (Kalbar) 498
19

NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
HANG ALI SAPUTRA SYAH PAHAN, S.H.
31. 499
(Kalteng)
Dra. YASTI SOEPREDJO MOKOAGOW
32. 500
(Sulut)
INDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M.
33. 501
(Sulsel I)
AMRAN, S.E.
34. 503
(Sulsel III)
Dra. Hj. Tina Nur Alam, M.M.
35. 504
(Sultra)
H. JAMALUDDIN JAFAR, S.H., M.H.
36. 505
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Amant Narional 36 dari 48 orang Anggota

6. FRAKSI PARTAI KEBANGIKTAN BANGSA

NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
H. IRMAWAN. S.Sos, M.M.
1. 37
(Aceh I)
MARWAN DASOPANG
2. 38
(Sumut II)
Ir. H. MUHAMAD LUKMAN EDI, M.Si.
3. 39
(Riau II)
H. HANDAYANI, S.K.M.
4. 40
(Jambi)
BERTU MERLAS, S.T.
5. 41
(Sumsel II)
Drs. H. MUSA ZAINUDDIN
6. 42
(Lampung I)
H. CUCUN AHMAD SYAMSURIJAL, S.Ag.
7. 44
(Jabar II)
NENG EEM MARHAMAH ZULFA HIZ, S.Fil.
8. 45
(Jabar III)
KRISNA MUKTI
9. 46
(Jabar VII)
H. DEDI WAHIDI, S.Pd.
10. 47
(Jabar VIII)
H. MAMAN IMANULHAQ
11. 48
(Jabar IX)
H. YANUAR PRIHATIN , M.Si.
12. 49
(Jabar X)
H. ACEP ADANG RUHIAT
13. (Jabar XI) 50
20

NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
H. ALAMUDIN DIMYATI ROIS
14. 51
(Jateng I)
Drs. FATHAN
15. 52
(Jateng II)
Drs. H. MOHAMAD TOHA, S.Sos, M.Si.
16. 54
(Jateng V)
H. ABDUL KADIR KARDING, S.Pi, M.Si.
17. 55
(Jateng VI)
Drs. H. TAUFIQ R. ABDULLAH
18. 56
(Jateng VII)
SITI MUKAROMAH, S.Ag.
19. 57
(Jateng VIII)
H. BAHRUDIN NASORI, S.Si., M.M.
20. 58
(Jateng IX)
Drs. H. BISRI ROMLY, M.M.
21. 60
(Jateng X)
H. AGUS SULISTIYONO, S.T., M.T.
22. 61
(DIY)
H. SYAIKHUL ISLAM ALI, Lc, M.Sos.
23. 63
(Jatim I)
ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.
24. 64
(Jatim II)
Hj. NIHAYATUL WAFIROH, M.A.
25. 65
(Jatim III)
Ir. M. NASIM KHAN
26. 66
(Jatim III)
Drs. H.M. SYAIFUL BAHRI ANSHORI, M.P.
27. 67
(Jatim IV)
HADI ZAINAL ABIDIN, S.Pd., M.M.
28. 68
(Jatim IV)
Dra. HJ. LATHIFAH SHOHIB
29. 69
(Jatim V)
Drs. IBNU MULTAZAM
30. 71
(Jatim VII)
Drs. H. ABD. MUHAIMIN ISKANDAR, M.Si.
31. 72
(Jatim VIII)
Dra. Hj. IDA FAUZIYAH, M.Si.
32. 73
(Jatim VIII)
Hj. ANNA MU’AWANAH, S.E., M.H.
33. 74
(Jatim IX)
H. JAZILUL FAWAID, S.Q, M.A.
34. 75
(Jatim X)
Dra. Hj. SITI MASRIFAH, M.A.
35. 77
(Banten III)
Ir. H.A. HELMY FAISHAL ZAINI
36. 78
(NTB)
21

NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
DANIEL JOHAN
37. 79
(Kalbar)
Dr. H.ZAINUL ARIFIN NOOR, S.E, M.M.
38. 80
(Kalsel I)
ROHANI
39. 82
(Maluku)
PEGGI PATRISIA PATTIPI
40. 83
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa 40 dari 47 orang Anggota

7. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
TIFATUL SEMBIRING
1. 85
(Sumut I)
H. ISKAN QOLBA LUBIS, M.A.
2. 86
(Sumut II)
ANSORY SIREGAR, Lc.
3. 87
(Sumut III)
Dr. HERMANTO, S.E., M.M.
4. 88
(Sumbar I)
H. REFRIZAL
5. 89
(Sumbar II)
H. MUSTAFA KAMAL, S.S.
6. 91
(Sumsel I)
Drs. H. MOHD. IQBAL ROMZI
7. 92
(Sumsel II)
Drs. AL MUZZAMMIL YUSUF, M. Si.
8. 93
(Lampung I)
K.H. Ir. ABDUL HAKIM, M.M.
9. 94
(Lampung II)
Drs. H. ADANG DARADJATUN
10. 97
(DKI Jakarta III)
Hj. LEDIA H. AMALIAH, S.Si, M.Psi.T.
11. 98
(Jabar I)
H. MA’MUR HASANUDDIN, M.A.
12. 99
(Jabar II)
H. ECKY AWAL MUCHARAM, S.E.,Ak.
13. 100
(Jabar III)
Ir. H. YUDI WIDIANA ADIA, M.Si
14. 101
(Jabar IV)
Dr. H. SA'DUDDIN, M.M.
15. 104
(Jabar VII)
Drs. MAHFUDZ SIDDIQ, M.Si.
16. 105
(Jabar VIII)
22

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. NURHASAN ZAIDI
17. 106
(Jabar IX)
Dr. K.H. SURAHMAN HIDAYAT, M.A.
18. 107
(Jabar X)
Dr. MOHAMAD SOHIBUL IMAN
19. 108
(Jabar XI)
Dr. H.M. GAMARI SOETRISNO
20. 109
(Jateng III)
Drs. H. HAMID NOOR YASIN, M.M.
21. 110
(Jateng IV)
H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI, S.E., M. Si., Akt.
22. 111
(Jateng V)
Drs. ABDUL FIKRI, M.M.
23. 112
(Jateng IX)
Dr. H. SUKAMTA
24. 113
(DIY)
Ir. H. SIGIT SOSIANTOMO
25. 114
(Jatim I)
Dr. ZULKIEFLIMANSYAH, S.E.,M.Sc.
26. 116
(Banten II)
H. JAZULI JUWAINI, Lc. M.A.
27. 117
(Banteng III)
H. HADI MULYADI, S. Si., M. Si.
28. 120
(Kaltim)
H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M.
29. 122
(Sulsel II)
MUHAMMAD YUDI KOTOUKY
30. 123
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera 30 dari 40 orang Anggota

8. FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Drs. H. ANWAR IDRIS
1. 506
(Aceh III)
Drs. H. HASRUL AZWAR, M.M.
2. 507
(Sumut I)
MUHAMMAD IQBAL, S.E., M.Com.
3. 510
(Sumbar II)
Dra. HJ. ELVIANA, M.Si.
4. (Jambi) 511

H. ACHMAD FAUZAN HARUN, S.H, M.Kom.I.


5. 512
(DKI Jakarta I)
23

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Dra. Hj. OKKY ASOKAWATI, M.Si.
6. 513
(DKI Jakarta II)
DR. H. R. ACHMAD DIMYATI NATAKUSUMAH, S.H.,
7. M.H., M.Si. 514
(DKI Jakarta III)
H. JOKO PURWANTO
8. 515
(Jabar III)
Dr. Hj. RENI MARLINAWATI
9. 516
(Jabar IV)
H. ACHMAD FARIAL
10. 517
(Jabar V)
Dra. Hj. WARDATUL ASRIAH
11. 518
(Jabar VII)
H. DONY AHMAD MUNIR, S.T., M.M.
12. 519
(Jabar IX)
ASEP A. MAOSHUL AFFANDY
13. 520
(Jabar X)
Hj. NURHAYATI
14. 521
(Jabar XI)
H. MUKHLISIN
15. 522
(Jateng II)
H. MOHAMAD ARWANI THOMAFI
16. 523
(Jateng III)
KH. MUSLICH ZA.
17. 524
(Jateng VI)
ACHMAD MUSTAQIM, S.P., M.M.
18. 526
(Jateng VIII)
Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si
19. 527
(Jateng IX)
H. ARSUL SANI, S.H., M.Si.
20. 528
(Jateng X)
SY. ANAS THAHIR
21. 530
(Jatim III)
H. ISKANDAR D. SYAICHU, S.E.
22. 531
(Jatim X)
Hj. IRNA NARULITA, S.E., M.M.
23. 533
(Banten I)
Hj. KARTIKA YUDHISTI, B.Eng., M.Sc.
24. 534
(Banten II)
Dra. Hj. ERMALENA MHS.
25. 536
(NTB)
H. USMAN JA'FAR
26. (Kalbar) 537

H. SYAIFULLAH TAMLIHA, S.Pi, M.S.


27. 538
(Kalsel I)
24

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. MUHAMMAD ADITYA MUFTI ARIFIN, S.H.
28. 539
(Kalsel II)
H. M. AMIR USKARA, M. Kes.
29. 541
(Sulsel I)
H. ANDI MUHAMMAD GHALIB, S.H., M.H.
30. 542
(Sulsel II)
Hj. FATMAWATI RUSDI, S.E.
31. 543
(Sulsel III)
Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si.
32. 544
(Sultra)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan 32 dari 39 orang
Anggota

9. FRAKSI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT

NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA

Prof. Dr. BACHTIAR ALY, M.A.


1. 1
(Aceh I)
SAHAT SILABAN
2. 4
(Sumut II)
H.M. ALI UMRI, S.H,, M.Kn
3. 5
(Sumut III)
H. ENDRE SAIPOEL
4. 6
(Sumbar I)
IRMA SURYANI
5. 7
(Sumsel II)
PATRICE RIO CAPELLA, S.H.
6. 8
(Bengkulu)
Drs. TAMANURI, M.M.
7. 9
(Lampung II)
Drs. H. NYAT KADIR
8. 10
(KEPRI)
H. AHMAD SAHRONI, S.E.
9. 11
(DKI Jakarta III)
MAYJEN TNI (Purn) SUPIADIN ARIES SAPUTRA
10. 12
(Jabar XI)
Drs. FADHOLI
11. 13
(Jateng I)
DONNY IMAM PRIAMBODO, S.T.,M.M.
12. (Jateng III) 15

Drs. KH. CHOIRUL MUNA


13. 16
(Jateng VI)
25

NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
AMELIA ANGGRAINI
14. 17
(Jateng VII)
Drs. H. HASAN AMINUDIN, M.Si
15. 18
(Jatim II)
Drs. T. TAUFIQULHADI, M.Si
16. 19
(Jatim IV)
KRESNA DEWANATA PHROSAKH
17. 20
(Jatim V)
MOHAMMAD MAHARDHIKA SUPRAPTO
18. 21
(Jatim VI)
Drg. Hj. YAYUK SRIRAHAYUNINGSIH, M.M., M.H.
19. 22
(Jatim VII)
H. SLAMET JUNAIDI
20. 24
(Jatim XI)
Hj. TRI MURNY, S.H.
21. 25
(Banten I)
Dr. H. KURTUBI, SE, M.Sp, M.Sc.
22. 26
(NTB)
JOHNNY G PLATE, S.E.
23. 27
(NTT I)
VICTOR BUNGTILU LAISKODAT
24. 28
(NTT II)
H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE
25. 29
(Kalbar)
H. HAMDHANI, S.Ip.
26. 30
(Kalteng)
Dr. H. ACHMAD AMINS, M.M.
27. 31
(Kaltim)
AHMAD H.M. ALI, S.E.
28. 32
(Sulteng)
Drs. MUCHTAR LUTHFI MUTTY, M.Si
29. 34
(Sulsel III)
DR. ACHMAD HATARI, S.E., M.Si.
30. 35
(Maluku Utara)
SULAEMAN L. HAMZAH
31. 36
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Nasional Demokrat 31 dari 36 orang Anggota

10. FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Ir. NURDIN TAMPUBOLON
1. 545
(Sumut I)
RUFINUS HOTMAULANA HUTAHURUK, S.H., M.M,M.H.
2. 546
(Sumut II)
26

SAMSUDIN SIREGAR, S.H.


3. 547
(Sumut III)
FAUZIH H. AMRO, M.Si
4. 548
(Sumsel I)
FRANS AGUNG MULA PUTRA,S.Sos, M.H.
5. 549
(Lampung I)
MOH. ARIEF S. SUDITOMO, S.H.,M.A
6. 550
(Jabar I)
H. DADANG RUSDIANA, S.E., M.Si.
7. 551
(Jabar II)
CAPT. H. DJONI ROLINDRAWAN, S.E., M.Mar., M.B.A.
8. 552
(Jabar III)
MIRYAM S. HARYANI, M.Si
9. 553
(Jabar VIII)
Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO
10. 554
(Jatim VIII)
Dr. H. M. FARID ALFAUZI
11. 555
(Jatim XI)
H. INAS NASRULLAH ZUBIR, B.E.,S.E.
12. 556
(Banten III)
LALU GEDE SYAMSUL MUJAHIDIN, S.E.
13. 557
(NTB)
SALEH HUSIN, SE, M.Si.
14. 558
(NTT II)
H. SARIFFUDDIN SUDDING, S.H, M.H.
15. 559
(Sulteng)
Hj. DEWIE YASIN LIMPO, S.E.
16. 560
(Sulsel I)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai HANURA 16 dari 16 orang Anggota
27

KETUA RAPAT (Dr. AGUS HERMANTO/WAKIL KETUA DPR RI BIDANG


KORINBANG/F-PD) :

Bismillahirrahmannirrahim.
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

Yang kami hormati Saudara Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia beserta
seluruh jajarannya.
Yang kami hormati Saudara Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia
beserta seluruh jajarannya.
Yang kami hormati Anggota DPR RI dan hadirin sekalian yang berbahagia.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah


SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada kita semua sehingga kita dapat mengikuti Rapat Paripurna pada hari ini dalam
keadaan sehat walafiat untuk melaksanakan tugas konstitusional kita.
Menurut catatan dari Sekretariat Jenderal DPR RI, daftar hadir pada
permulaan rapat Paripurna hari ini telah ditandatangani oleh 307 dari 555 Anggota
DPR RI dan dihadiri oleh Anggota dari seluruh Fraksi yang ada di DPR RI dengan
rincian sebagai berikut :
1. Fraksi PDIP 91 dari 106 Anggota.
2. Fraksi Partai Golkar 55 dari 90 Anggota.
3. Fraksi Partai Gerindra 48 dari 73 Anggota.
4. Fraksi Partai Demokrat 41 dari 60 Anggota
5. Fraksi PAN 19 dari 48 Anggota
6. Fraksi PKB 20 dari 47 Anggota
7. Fraksi PKS 19 dari 40 Anggota
8. Fraksi PPP 20 dari 39 Anggota
9. Fraksi Partai Nasdem 20 dari 36 Anggota
10. Fraksi Partai Hanura 12 dari 16 Anggota.

Dengan mengucap Bismillahirrahmannirrahim, perkenankanlah kami


selaku Pimpinan Dewan membuka Rapat Paripurna DPR RI yang ke-16 Masa
Persidangan II Tahun Sidang 2014-2015, hari Selasa Tanggal 20 Januari 2015 dan
kami nyatakan terbuka untuk umum.

(RAPAT DIBUKA)

Berdasarkan Pasal 59 Ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 24 Tahun


2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan,
disebutkan bahwa lagu kebangsaan wajib diperdengarkan dan atau dinyanyikan
dalam acara pembukaan sidang Paripurna MPR, DPR, DPD dan DPRD. Berkaitan
28

dengan itu izinkanlah kami mengajak seluruh hadirin untuk berdiri menyanyikan lagu
kebangsaan Indonesia Raya.
Hadirin dipersilakan berdiri.

(MENYANYIKAN LAGU INDONESIA RAYA)

Hadirin dipersilakan duduk kembali.

Sidang Dewan yang kami hormati,

Sesuai dengan hasil keputusan rapat konsultasi antara Pimpinan DPR


dengan Pimpinan Fraksi-Fraksi pengganti Rapat Bamus DPR RI, tanggal 19 Januari
2015, acara Rapat Paripurna hari ini adalah :
1. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-
undang tentang:
a. Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota menjadi Undang-Undang.
b. Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
undang-undang.
2. Penetapan kembali mitra kerja komisi-komisi DPR RI perode masa keanggotaan
2014-2019.

Sekarang kami akan menanyakan kepada Sidang Dewan Yang Terhormat


apakah acara tersebut dapat disetujui?

(RAPAT : SETUJU)

Sidang Dewan yang kami hormati.

Selanjutnya untuk mempersingkat waktu marilah kita masuki acara yang


pertama yaitu, Pembicaraan Tingkat II/ Pegambilan Keputusan terhadap Rancangan
Undang-undang tentang :
a. Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota menjadi undang-undang.
b. Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah menjadi undang-undang.
Perlu kami beritahukan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 171 ayat (1)
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD,
Pembicaraan Tingkat II merupakan Pengambilan Keputusan dalam Rapat Paripurna
dengan kegiatan :
29

a. Penyampaian Laporan yang berisi proses, Pendapat Mini Fraksi,


Pendapat Mini DPD dan hasil Pembicaraan Tingkat I.
b. Pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi atau
Anggota secara lisan yang diminta oleh Pimpinan Rapat Paripurna.
c. Pendapat Akhir Presiden yang disampaikan oleh Menteri yang
mewakilinya.

Berkenaan dengan hal tersebut kami persilakan Pimpinan Komisi II yang


terhormat Saudara Rambe Kamarul Zaman untuk menyampaikan laporan hasil
pembahasan Perpu dimaksud.
Kami persilakan.

KETUA KOMISI II DPR RI (RAMBE KAMARUL ZAMAN M.Sc, M.M.):

Bismillahirrohmannirrohim.

Laporan Komisi II DPR RI dalam rangka Pembicaraan tingkat


II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-undang tentang Penetapan
Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 22
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-
undang dan Rancangan Undang-undang tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi undang-undang pada Rapat Paripurna DPR RI.

Assalamualaikum Warrohmatullahi Wabarakatuh.


Salam sejahtera bagi kita semua.

Yang terhormat Saudara Ketua Pimpinan rapat dan para Anggota DPR RI yang
kami muliakan.
Yang terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri dan Saudara Menteri Hukum dan
HAM selaku wakil Pemerintah dan hadirin yang kami hormati.

Terlebih dahulu marilah kita mengucapkan puji dan syukur Kehadirat


Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya perkenannya kita dapat menghadiri Rapat
Paripurna dalam keadaan sehat walafiat guna melaksanakan Pembicaraan Tingkat
II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-undang tentang Rancangan
Undang-undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Nomor 2 Tahun
2014.
Melalui Surat Presiden Nomor R-56/Pres/X/2014 tanggal 2 Oktober 2014,
Presiden. Perihal Rancangan Undang-undang tentang Rancangan Undang-undang
tentang Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan
melalui Surat Presiden Nomor R-56/Pres/X/2014 tanggal 2 Oktober 2014, Presiden.
Perihal Rancangan Undang-Undang tentang Rancangan Undang-undang tentang
30

Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang


Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang dikirim kepada DPR RI, telah
menugaskan Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama dan berdasarkan keputusan Rapat Bamus DPR RI tanggal 7
November 2014, memutuskan penanganan pembahasan diserahkan kepada Komisi II
DPR RI.
Saudara-saudara, dalam pembahasannya kewajiban DPR sesuai dengan
Undang-Undang dasar harus dibahas oleh DPR dan di dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011, alternatif yang bisa dari hasil pembahasan adalah diterima
Perpu tersebut atau ditolak.
Jika diterima secara utuh dan diajukan ditetapkan Rancangan Undang-
undang tentang penerimaan Perpu tersebut untuk menjadi undang-undang dan jika
ditolak, DPR atau Presiden harus mengajukan Rancangan Undang-undang tentang
pencabutan Perpu tersebut. Dalam rangka menindaklanjuti penugasan Bamus, Komisi
II DPR RI segera melakukan proses pembahasan dengan menghimpun masukan dari
beberapa pakar terkait dan selanjutnya pada Masa Sidang II tahun Sidang 2014-2015
Pembicaraan Tingkat I diawali dengan Pembicaraan Awal Tingkat I antara DPR RI
dengan Pemerintah ditanggal 15 Januari 2015 hingga pada akhirnya memasuki
pembahasan akhir Pengambilan Keputusan Tingkat I antara DPR RI dengan
Pemerintah pada Tanggal 19 Januari 2015 hari Senijn kemarin ini.
Secara umum Pemerintah menyampaikan bahwa sesuai dengan
ketentuan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa dalam hal ikhwal
kegentingan yang memaksa, Presiden menetapan Peraturan Pemerintah sebagai
pengganti Undang-undang. Untuk melaksanakan hak konstitusional tersebut, tanggal
2 Oktober tahun 2014, Presiden telah menetapkan Perpu Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serta Perpu nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah
Daerah.
Dengan demikian, maka Undang-undang Nomor 22 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Sementara ketentuan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah tidak memuat pengaturan terkait Pemilihan Kepala Daerah.
Alasan Pemerintah mengeluarkan kedua Perpu tersebut dengan melihat
kondisi faktual yang dipandang selaras dengan pertimbangan yang tertuang dalam
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009, yang memuat tentang
persyaratan perlunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, apabila:
Adanya keadaan yaitu kebutuhan yang mendesak untuk menyelesaikan
masalah secara cepat berdasarkan undang-undang.
Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada, hingga terjadi
kekosongan hukum atau ada undang-undang tetapi tidak memadai.
Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat
undang-undang secara prosedur biasa, karena akan memerlukan waktu yang cukup
lama, sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk
diselesaikan.
31

Selanjutnya Fraksi-Fraksi menyampaikan pandangannya atas keterangan


Pemerintah yang secara prinsip menyetujui Perpu untuk dibahas lebih lanjut.
Beberapa Fraksi memberikan catatan bahwa Perpu tersebut terutama Perpu Nomor 1
yang masih memiliki beberapa kekurangan yang harus diperbaiki. Kami lampirkan
juga tabel lampiran masalah-masalah yang disampaikan oleh seluruh Fraksi.
Komisi II DPR RI atas hal tersebut pada hari Jum’at 16 Januari 2015
Pemerintah memberikan tanggapan atas pandangan Fraksi tersebut, bahwa jika
dilihat dari aspek konstitusional, aspek prosedural, maupun aspek substansi
Pemerintah sangat mengedepankan perlunya membangun dan meningkatkan kualitas
demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat melalui
Pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat. Dengan demikian, kita akan
mendapatkan Kepala Daerah yang memiliki legitimasi dan kepercayaan dari rakyat.
Fraksi-Fraksi juga sepakat untuk itu.
Secara umum apa yang dihasilkan di dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI
dengan Pemerintah yang diwakili Mendagri dan Menteri Hukum dan HAM, serta DPD
RI dalam dua hari kemarin telah menghasilkan beberapa kesepakatan bahwa secara
prinsip Fraksi-Fraksi menerima Perpu Nomor 1 dan Nomor 2 Tahun 2014 untuk dapat
segera disahkan dalam Rapat Paripurna pada Masa Persidangan Ke-2 Tahun Sidang
2014-2015 ini.
Dalam rangkaian proses pembahasan pada Hari Senin 19 Januari 2015
telah diselenggarakan Rapat Kerja kembali untuk mendengarkan pendapat akhir mini
Fraksi dan Dewan Perwakilan Daerah, serta Pemerintah atas berbagai hal yang
sudah kita capai dalam beberapa hari ini. Semangat kita adalah seluruh Fraksi punya
semangat itu Saudara Ketua. Bagaimana membentuk sebuah aturan yang lebih baik
dengan tetap berlandaskan kepada nilai-nilai demokrasi substansial yang sesuai
dengan nilai-nilai kebangsaan kita. Untuk itu, kami harapkan agar semua Fraksi dan
Dewan Perwakilan Daerah, serta Pemerintah dapat menerima kedua Perpu demi
kepentingan bangsa dan negara yang lebih baik kedepan.
Tahapan selanjutnya setelah pengambilan keputusan Tingkat I di Komisi II
DPR RI, Perpu ini pada hari ini dibawa ke forum Rapat Paripurna DPR RI dan
harapan kita sesaat setelah disahkan di Rapat Paripurna, Pemerintah sesegera
mungkin untuk mengundangkannya agar proses selanjutnya setelah diundangkan
dapat kita bahas perbaikan-perbaikan secara cepat, secara terbatas untuk
pelaksanaan daripada aturan-aturan tersebut.
Selanjutnya terdapat kesepakatan bahwa permasalahan dalam Perpu
Nomor 1 Tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 ini, sehingga memerlukan
perbaikan sesegera mungkin dan dengan usul inisiatif DPR RI Komisi II DPR RI akan
mengajukan Rancangan Undang-undang perbaikan nantinya dan untuk dapat
disahkan pada masa sidang sekarang ini guna pemenuhan kebutuhan landasan
yuridis yang komprehensif dan lebih baik dalam menyelenggarakan pemilihan Kepala
Daerah ini terutama tahun 2015 yang sudah memasuki tahapan persiapan.
Oleh karena itu, segera setelah pengesahan Perpu Nomor 1 dan Perpu
Nomor 2 Tahun 2014 di dalam Rapat Paripurna ini harus segera pula diajukan dalam
masa sidang ini RUU Tentang Perubahan Atas Undang-undang Tentang Penetapan
32

Perpu menjadi Undang-undang melalui mekanisme yang berlaku dan sesuai


peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, akan dihasilkan produk hukum
yang lebih baik.
Demikianlah beberapa hal yang perlu kami sampaikan dengan harapan
agar seluruh proses ini dapat berjalan dengan baik dan lancar. Semoga apa yang kita
lakukan bermanfaat bagi seluruh rakyat, bangsa dan negara dalam rangka
mewujudkan iklim demokrasi yang lebih baik dan bermartabat.
Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
kelancaran proses pembahasan ini terutama kepada Pemerintah, para Anggota
Komisi II DPR RI, Komite I DPD RI, dan seluruh pihak yang tidak dapat kami sebutkan
satu per satu.

Saudara Pimpinan dan para Anggota Dewan yang berbahagia,


Saudara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM selaku wakil
Pemerintah, dan
Hadirin yang kami hormati.

Perlu kami sampaikan bahwa pada forum pengambilan keputusan Tingkat


I di Komisi II DPR RI tanggal 19 Januari 2015 kemarin terdapat beberapa usulan yang
dapat diakomodir dalam perubahan nanti, yakni mengajukan RUU Usul Inisiatif DPR
RI Tentang Perubahan Atas Undang-undang tentang Penetapan Perpu sebagai
Undang-Undang, dengan Anggota Komisi II DPR RI sebagai penggagas untuk
diperbaiki terhadap beberapa materi seperti terhadap persyaratan untuk menjadi
Kepala Daerah, tahapan penyelenggaraan Pilkada, termasuk tentang uji publik, tugas
dan kewenangan KPU sebagai penyelenggara, persoalan paket atau tidak paket, dan
hal lainnya yang bersifat teknis.
Berikutnya membahas dan menyelesaikan RUU tersebut pada Masa
Persidangan II Tahun 2014-2015 ini dengan tujuan agar penyelenggaraan Pilkada
tahun 2015 ini dapat berjalan dengan landasan yuridis yang baik. Perlu kami
sampaikan dalam Rapat Paripurna ini, bahwa RUU Tentang Penetapan Perpu ini
dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Daerah.
Demikian laporan ini kami sampaikan untuk memberikan gambaran
betapa Rancangan Undang-undang tentang penetapan kedua Perpu sangatlah
penting. Pada kesempatan ini kami menyampaikan sekali lagi terima kasih dan
penghargaan kepada Saudara Menteri Dalam Negeri, Saudara Menteri Hukum dan
HAM beserta jajarannya yang bersama-sama Anggota Komisi II DPR RI dan DPD RI
telah melakukan pembicaraan tingkat I untuk membahas rancangan undang-undang
ini dengan cermat dan transparan.
Proses pembahasan telah berusaha kami capai dengan hasil yang
maksimal. Namun tentu saja kami pun menyadari dan mengakui bahwa masih ada
kekurangan, kelemahan atau kesalahan baik dalam proses pembahasan maupun
hasil akhir yang telah dirumuskan.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh staf Sekretariat
Komisi II DPR RI, tim asistensi baik dari tenaga ahli Komisi, peneliti P3DI dan legal
33

drafter serta tim ahli Pemerintah yang telah membantu proses pembahasan RUU ini.
selanjutnya tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dari media
massa baik cetak maupun elektronik yang telah mempublikasikan proses
pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Penetapan Perpu, serta kepada
semua pihak yang telah secara aktif ikut guna penyempurnaan rumusan materi RUU
ini. Apabila ada kesalahan baik dalam proses pembahasan maupun dalam
penyampaian laporan ini dengan kerendahan hati kami mohon dimaafkan.
Selanjutnya perkenankanlah kami menyampaikan Rancangan Undang-
undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Nomor 2 Tahun 2014 ini
kepada Rapat Paripurna untuk diambil keputusannya dan selanjutnya mendapatkan
persetujuan bersama untuk disahkan menjadi undang-undang.
Terima kasih.

Wallahul Muwwafiq Ilaa Aqwamiththoriq,


Billahi Taufiq Walhidayah,
Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih kepada Ketua Komisi II DPR RI Saudara Rambe Kamarul


Zaman yang telah menyampaikan laporan hasil pembahasan:
Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota.
Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-
undang.

Selanjutnya kami akan menanyakan kepada Fraksi-Fraksi dan Anggota


Dewan, apakah:
a. Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota.
b. Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

Dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang yang pertama


dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan apakah dapat disetujui?

(RAPAT : SETUJU)

Berikutnya Fraksi Partai Golkar?


Sebentar, silakan ada yang ini.
34

F-PG (Drs. A.H. MUJIB ROHMAT):

Baik, terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Bapak Pimpinan Paripurna yang saya hormati,


Bapak Menteri Dalam Negeri, Bapak Menteri Hukum dan HAM, dan
Teman-teman Anggota Dewan yang saya hormati.

Pada prinsipnya Fraksi Partai Golongan Karya setelah mendengarkan


penjelasan dari Pemerintah, baik yang terkait dengan reasonning tentang lahirnya
Perpu I maupun Perpu II, kemudaian subatansi yang ada di dalam Perpu I dan Perpu
II. Fraksi Partai Golongan Karya memandang bahwa sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011, bahwa Perpu ini hanya bisa diterima atau ditolak oleh DPR RI.
Karena itu Partai Golongan Karya bersikap menerima, menyetujui Perpu
ini untuk diterima dan segera disahkan menjadi undang-undang. Namun demikian Pak
Ketua, setelah mempelajari khususnya adalah pada Perpu I Tahun 2014 setelah kita
cermati pasal demi pasal yang ada didalamnya terdapat beberapa masalah, beberapa
hal yang perlu diperbaiki. Supaya Perpu ini setelah nanti diundangkan bisa berjalan
dengan efektif dan dengan baik, maka kita sepakat untuk segera mengajukan revisi
beberapa pasal yang masih mengandung permasalahan. Kita mengusulkan supaya
perbaikan terbatas ini segera diajukan, dibahas dan selesaikan pada masa
persidangan ini juga. Sehingga dengan demikian, Pilkada pada tahun 2015 yang
dilakukan serentak itu bisa berjalan dengan baik berdasarkan Undang-Undang yang
kita lakukan perbaikan bersama-sama.
Saya kira itu sikap dari Fraksi Partai Golongan Karya,
Terima kasih.

Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih atas masukannya.


Sekali lagi kami sampaikan apakah dapat disetujui?

(RAPAT : SETUJU)

Selanjutnya Fraksi Partai Gerindra, apakah dapat disetujui?

(RAPAT : SETUJU)
35

F-GERINDRA (H. AHMAD MUZANI):

Interupsi.

KETUA RAPAT:

Silakan.
Sebentar saya cabut dulu ya ada interupsi.

F-GERINDRA (H. AHMAD MUZANI):

Terima kasih Pimpinan.


Kita hari ini membahas tentang pendapat Fraksi-Fraksi lewat forum
Paripurna yang terhomat tentang Perpu Pilkada. DPR RI periode 2009-2014 telah
menyetujui satu rancangan undang-undang yang kemudian menjadi Undang-Undang
Tentang Pilkada. Undang-undang yang disetujui oleh DPR RI ketika itu lewat
mekanisme votting adalah sebuah undang-undang yang diajukan oleh Pemerintah,
inisiatif yang pembahasannya memakan waktu yang cukup lama. Kemudian lewat
mekanisme votting yang cukup ketat, kemudian pada saat yang hampir bersamaan
Pemerintah ketika itu membatalkan keputusan DPR RI dengan mengeluarkan Perpu.
Fraksi Gerindra pada periode 2009-2014 menyetujui atas undang-undang
yang kemudian dijadikan undang-undang. Hari ini kita akan menyetujui tentang Perpu
yang semangatnya berbeda dengan undang-undang yang diajukan oleh Pemerintah
kemudian dibatalkan oleh Pemerintah sendiri.
Dalam konteks Perpu ini, Fraksi Gerindra sama sekali tidak keberatan
atas disetujuinya Perpu ini. Akan tetapi, melalui forum yang terhormat ini kami ingin
menyampaikan catatan-catatan tentang praktek penyelenggaraan kenegaraan yang
menurut hemat kami harus mendapat catatan dan perhatian yang serius dari
Pemerintah yang sekarang ini. Bagaimana mungkin ada usul inisiatif sebuah undang-
undang yang diajukan oleh Pemerintah lantas DPR RI menyetui, kemudian
Pemerintah membatalkannya sendiri. Kami mohon ini tidak terulang dalam praktek
penyelenggaraan Pemerintah pada masa mendatang, karena ini menimbulkan
ketidakpastian hukum dan perundang-undangan dalam bidang apa saja.
Karena itu saudara, melalui meja Pimpinan yang terhormat ini kami ingin
ajukan ini menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga, supaya pada masa-masa
yang akan datang... penyelenggaraan seperti... tidak terulang. Ini pelajaran penting
buat kita. Kami bersyukur ada sikap kenegarawanan yang besar dari semua Anggota
DPR yang terhormat untuk mengubah haluannya meskipun semua kita tahu dalam
catatan begitu seru perbedaan pendapat ketika mengambil voting dan hari ini kita
hampir semua untuk menyetujui undang-undang ini menjadi undang-undang.
Oleh karena itu kami sampaikan kepada Pimpinan melalui forum yang
terhormat ini, ada Menteri Dalam Negeri supaya ini menjadi catatan bagi praktek
penyelenggaraan kita pada perundang-undangan yang akan datang.
Terima kasih.
36

KETUA RAPAT:

Terima kasih atas masukannya.


Sekali lagi kami tanyakan, apakah Fraksi Partai Gerindera dapat
menyetujui?

(RAPAT: SETUJU)

Selanjutnya Fraksi Partai Demokrat apakah dapat menyetujui?

(RAPAT: SETUJU)

Berikutnya Fraksi Partai Amanat Nasional apakah dapat menyetujui?


Sebentar ada yang interupsi.

F-PAN (H. SUKIMAN, S. Pd., M.M.):

Terima kasih Pimpinan.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Pimpinan dan seluruh Anggota DPR RI yang kami hormati.

Tentu kami dapat memahami dan dapat mendengarkan secara langsung


hasil laporan dari pada Pimpinan Komisi II, yang kebetulan juga bagian dari pada
pengambilan keputusan pada saat di tingkat I dari Fraksi Partai Amanat Nasional.
Tentu dengan tidak mengurangi rasa hormat, dengan tidak kami memberikan bahwa
pada saat pandangan mini Fraksi, Fraksi Partai Amanat Nasional telah memberikan
persetujuan, akan tetapi kami memberi catatan sebagaimana disampaikan dalam
pandangan mini Fraksi dan kami perkuat pada rapat paripurna pada hari ini, bahwa
kami tetap berpendapat bahwa setelah Perpu ini diundangkan, maka selayaknya dan
berdasarkan kesepakatan kami dan kita semua, kita harapkan ini bisa dilakukan revisi
dalam waktu yang secepat-cepatnya, itu yang pertama.
Berkaitan termasuklah menyangkut tentang jadwal pelaksanaan Pilkada
serentak, tentu ini juga perlu harus kita sepakati dengan pemerintah terhadap
pelaksanaan, terhadap 204 daerah yang akan melaksanakan Pemilukada itu.
Dan yang kedua menyangkut tentang pasangan kepala daerah, saya pikir
jugai ini harus mesti harus kita rumuskan kembali di dalam revisi dari pada undang-
undang yang hari ini akan kita sahkan dari Perpu menjadi undang-undang.
Dan begitu juga ada hal-hal lain yang saya pikir perlu kami sampaikan
dalam sidang paripurna ini, bahwa pada saat ini juga terjadi adanya gugatan di
Mahkamah Konstitusi. Saya pikir ini juga harus kita berikan ruang, sehingga manakala
37

ini menjadi sebuah keputusan, maka kita juga harus menghormati keputusan yang
mengikat itu.
Oleh karena itu Pimpinan, saya pikir ini catatan yang perlu kami
sampaikan mudah-mudahan di lain waktu nanti kalau manakala ini ada keputusan
yang berbeda apa yang telah kita sepakati, maka saya pikir kita juga harus
menghormati, karena bagaimana Mahkamah Konstitusi adalah institusi yang betul-
betul diberikan kewenangan untuk itu.
Saya pikir ini catatan dari kami. Sekali lagi kami tetap berharap bahwa
revisi terhadap undang-undang ini mesti harus kita segera bahas secara bersama
mudah-mudahan bisa dilaksanakan demi kepentingan bangsa dan negara yang kita
cintai ini. Demikian catatan yang perlu kami sampaikan dengan tidak mengurangi dari
apa yang telah kami berikan persetujuan dalam sidang paripurna ataupun di rapat
pengambilan keputusan tahap I.
Terima kasih Pimpinan.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Wa'alaikumsalam warrahmatullaahi wabarakatuh.

Terima kasih atas masukannya.


Sekali lagi kami tanyakan apakah Fraksi Partai Amanat Nasional dapat
menyetujui?

(RAPAT: SETUJU)

Selanjutnya Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa apakah dapat menyetujui?

(RAPAT: SETUJU)

Selanjutnya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera apakah dapat menyetujui?

F-PKB (JAZILUL FAWAID, S.Q. MA):

Pimpinan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Pimpinan.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Pimpinan dan seluruh Anggota yang saya hormati.


Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM yang berbahagia.

Pertama, kepada Pimpinan saya ingin menyampaikan karena setiap kali


sidang kalau mau mengambil keputusan biasanya dipukal-pukul saja Pak. Maksud
38

saya agak sedikit tertiblah, supaya kita diberi kesempatan dan dilihat siapa yang mau
bicara, supaya tidak bolak balik dicabut lagi, diangkat lagi begitu.
Yang kedua, Pimpinan yang saya hormati, tentu Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa memandang tahapan Pilkada yang sebentar lagi akan kita
dihadapi tentu membutuhkan undang-undang ataupun Perpu yang sekarang ini akan
diputuskan, tetapi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa menangkap suasana bahwa
Perpu ini akan segera dilakukan revisi-revisi dan kami mengingatkan saja supaya
revisi-revisi yang akan dilakukan oleh teman-teman Fraksi di DPR RI ini kemudian
tidak mengganggu jadwal Pilkada yang semestinya dalam Perpu ini akan dilakukan
serentak di 2015.
Akan tetapi tentu pemerintah saya harapkan dapat memberikan masukan
secara baik juga kepada Anggota DPR agar tahapan-tahapan ini tidak berbenturan
dengan kesiapan masing-masing partai yang ada, karena Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa berpandangan bila revisi ini dilakukan saya yakin pada saat revisi ini akan
terjadi polemik yang sedemikian tajam. Oleh sebab itu hanya mengingatkan saja
Pimpinan supaya pada saat Perpu ini dilakukan perbaikan-perbaikan kita tetap
mengacu kepada agenda-agenda Pilkada serentak yang telah dijadwalkan.
Oleh sebab itu, sekali lagi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
menyampaikan apresiasi kepada Pimpinan Komisi II yang secara cepat sudah
mengagendakan pembahasan Perpu ini pada pembicaraan tingkat II ini. Mudah-
mudahan memberikan manfaat buat kita semua dan mudah-mudahan Pilkada
serentak yang akan dilakukan ke depan akan berjalan dengan lancar, demikian.
Terima kasih.

Wallahul muwafiq ila aqwamith Thariq,


Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih masukannya.


Kami tanyakan sekali lagi apakah Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
dapat menyetujui?

(RAPAT: SETUJU)

Selanjutnya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera apakah dapat menyetujui?

F-PKS (MUSTAFA KAMAL, S.S.):

Terima kasih.

Pimpinan yang kami hormati.


39

Perkenankan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera untuk menyampaikan


beberapa pandangan maupun catatan terhadap persetujuan Perpu Nomor 1 dan 2
Tahun 2014 ini.
Bagi kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera penerbitan Perlu Nomor 1 dan
2 Tahun 2014 ini merupakan peristiwa ketatanegaraan yang istimewa, mengingat
Perpu resmi dikeluarkan pada tanggal 2 Oktober 2014 dan tepat di hari dan tanggal
yang sama di mana di Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur Bupati dan Walikota diundangkan oleh pemerintah. Jadi hanya berselang
beberapa jam saja.
Sementara Perpu sendiri mencabut dan menyatakan tidak berlaku
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tersebut. Peristiwa ini sebagaimana kita ikuti
bersama telah menimbulkan polemik dan perdebatan publik, bukan hanya semata
soal materi pembuatannya yang diatur dalam Perpu, akan tetapi juga menyangkut
teknis prosedural politis dikeluarkannya Perpu. Terlebih Perpu ini dikeluarkan di masa
akhir jabatan Presiden SBY.
Ada bahkan pakar yang mengatakan apabila Perpu dapat dikeluarkan
dengan mudah oleh pemerintah, maka... lagi pekerjaan Anggota DPR, karena
berbagai produk perundang-undangan cukup sah dikeluarkan dengan Perpu dan
Perpu berikutnya, sehingga sebagaimana amanah dalam konstitusi kita bahwa DPR
mempunyai kewenangan dalam pembuatan undang-undang akan menjadi relatif.
Akan tetapi atas dasar tanggung jawab yang besar bagi kelangsungan
demokrasi kita yang semakin bermutu di masa yang akan datang, Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera dengan menyertakan 9 catatan terhadap Perpu yang dikeluarkan
ini mulai dari sebagaimana persyaratan calon kepala daerah, ambang batas
kemenangan, lalu kemudian juga makna dari Pilkada serentak itu sendiri, bagaimana
pengaturan mekanisme penjadwalannya hingga sengketa hasil Pemilu yang sudah
kami bacakan pada pembahasan di tingkat I, kami dengan mengucapkan
Bismillaahirrahmaanirrahiim dan memohon ridha kepada Allah SWT menerima dan
menyetujui Perpu Nomor 1 dan 2 Tahun 2014 ini.
Terima kasih.

Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Wa'alaikumsalam warrahmatullaahi wabarakatuh.

Terima kasih atas masukannya.


Sekali lagi kami tanyakan apakah Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dapat
menyetujui?

(RAPAT: SETUJU)
40

Selanjutnya Fraksi Partai Persatuan Pembangunan apakah dapat


menyetujui?

F-PPP (H. MUHAMAD ARWANI THOMAFI):

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Muhamad Arwani Thomafi, Dapil Jawa Tengah III, Nomor Anggota A-523.

Pimpinan dan para Anggota Dewan yang terhormat.


Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM yang terhormat.
Para hadirin.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa proses yang terjadi sebelum


adanya Perpu Nomor 1 dan Nomor 2 Tahun 2014 ini diterbitkan, sangatlah
menggambarkan betapa posisi Dewan Perwakilan Rakyat yang memang mempunyai
tugas dan kewenangan penuh didalam membahas, menyusun dan pada akhirnya
memutuskan suatu perundang-undangan, undang-undang.
Kewenangan yang dipunyai oleh DPR inilah yang menjadi sebuah posisi
penting dalam kehidupan bernegaraan kita, sehingga masing-masing lembaga negara
baik DPR RI, Presiden, maupun lembaga negara yang lain saling memahami posisi
masing-masing. Memahami posisi masing-masing itulah sehingga antara satu
lembaga negara dengan lembaga negara yang lain juga memahami apa yang harus
dikerjakan.
Kami Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menginginkan agar posisi
masing-masing lembaga negara ini betul-betul bisa bekerja sesuai dengan
kewenangan yang dipunyai, sehingga kita tidak ingin kedepan kerja keras yang telah
dilakukan oleh salah satu lembaga negara misalnya oleh DPR di dalam menyusun,
membahas undang-undang pada akhirnya dengan sangat mudahnya dihapuskan atau
digugurkan oleh sebuah peraturan perundang-undangan yang lain seperti Perpu.
Ini yang juga menjadi catatan penting terkait dengan proses yang terjadi,
sehingga ke depan bagi Fraksi PPP kita ingin agar betul-betul terbitnya sebuah Perpu
itu dimaknai sebagai keinginan dan juga pemahaman terhadap lembaga negara yang
lain dalam hal ini adalah DPR.
Yang kedua, yang perlu kami sampaikan adalah bahwa memang Perpu
Nomor 1 ini ada banyak hal yang menjadi catatan bagi Fraksi PPP. Ada beberapa hal
terkait misalnya soal penyelesaian sengketa yang kita lihat tentu nanti akan
merepotkan Pengadilan Tinggi. Ini juga dengan keserentakan yang sudah sangat
jelas diatur pada Tahun 2015 saya meragukan ada kesiapan dari Pengadilan Tinggi.
Yang kedua, soal waktu keserentakan itu sendiri. Kita melihat nanti ada
Plt. yang terlalu lama. Kita tahu Plt. Kepala Daerah juga mempunyai keterbatasan
kewenangan, tentu ini juga akan mengganggu perjalanan dari pemerintahan yang ada
di teman-teman tingkat lokal. Tetapi catatan-catatan itu pun saya kira bagi kami Fraksi
PPP melihat kepentingan yang lebih luas, sehingga dalam kesempatan kali ini Fraksi
41

PPP dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, menerima dan menyetujui


Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014.
Demikian Pimpinan dan para Anggota yang terhormat sikap dari PPP.
Catatan-catatan yang kami sampaikan tadi tidak mengurangi dari persetujuan kami
terhadap Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014.
Demikian yang bisa kami sampaikan.

Wallahu Muwafiq Illa Aquamiththoriq,


Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Wa’alaikumsalam.

Terima kasih atas masukannya.


Kami ulangi apakah Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dapat
menyetujui?

(RAPAT : SETUJU)

Berikutnya, Fraksi Partai Nasdem apakah dapat menyetujui?

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE):

Pimpinan, terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Berkaitan dengan pengesahan Perpu Nomor 1 dan Perpu Nomor 2 pada


hari ini, yang pertama Partai Nasdem tentu berkaitan dengan Perpu ini sesuai dengan
konstitusi menerima atau menolak. Yang pasti, pada hari ini kita menerima terhadap
Perpu ini. Namun tentu juga berkaitan dengan Perpu ini, ini perlu penjelasan yang
harus kita sepakati bersama antara Pemerintah terhadap penafsiran Pasal 22
berkaitan dengan hal ikhwal yang mendesak. Karena kalau ini tidak ada persepsi
yang sama, saya takut nanti pada suatu saat hal ikhwal yang mendesak ini bisa
digunakan secara tidak tepat karena mungkin ini bisa mengganggu di dalam
menjalankan ketatanegaraan kita, karena ini bisa nanti akan ada lagi menafsirkan
dengan salus prepolis premulife. Kekuasaan hukum itu yang tertinggi adalah
kepentingan rakyat, dan kepentingan rakyat yang mana? Tetapi namun demikian,
tentu kami juga mensyukuri bahwa Perpu ini dikeluarkan dalam rangka untuk
mengatasi ketegangan-ketegangan yang ada, berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada
yang akan kita laksanakan. Untuk itu, maka Partai Nasdem menerima terhadap Perpu
ini.
42

Yang kedua, kami juga melihat dan membaca terhadap Perpu ini
kemungkinan dengan hanya berkaitan dengan terhadap yang selalu dituntut oleh
rakyat terutama mungkin yang menjadi persoalan pemilihan langsung itu, maka untuk
itu kami melihat Perpu ini tentu banyak kekurangan, kelemahannya. Maka untuk itu
juga Partai Nasdem membuka diri untuk melakukan perubahan terhadap Undang-
Undang dari Perpu yang telah kita tetapkan hari ini dalam rangka kita memperbaiki
karena pemilihan Kepala Daerah ini adalah yang sangat strategis dan mengandung
hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi di kemudian hari. Untuk itu, sekedar ini saja dari
kami dan Partai Nasdem menerima terhadap Perpu ini.
Sekian.

Wallahu Muwafiq Ila Aqwamiththoriq,


Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih atas masukannya.


Saya ulangi, apakah Fraksi Partai Nasdem dapat menyetujui?

(RAPAT : SETUJU)

Berikutnya, Fraksi Partai Hanura apakah dapat menyetujui?

F-HANURA (H. DADANG RUSDIANA, S.E., M.Si.):

Interupsi Pimpinan.
Terima kasih.
Kami dari Fraksi Hanura akan menanggapi tentang penetapan Perpu
yang telah disampaikan oleh Saudara Presiden.
Pertama, bahwa otoritas DPR sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
12/2011 ini adalah menerima atau menolak Perpu. Tentu ini juga akan berdampak
positif ketika kita disini menerima, maka kemudian ada kepastian hukum tanpa harus
melakukan beberapa catatan-catatan atau kemudian misalnya kita dalam kesempatan
yang sama hari ini juga merencanakan sebuah catatan-catatan untuk kemudian
membuat RUU yang merevisi Perpu ini. Itu dalam wilayah lain, sehingga tidak muncul
kemudian nanti pada penyelenggaraan Pemilukada ini memunculkan kebingungan-
kebingunan dan tidak adanya kepastian hukum. Sehingga Fraksi Hanura
berpendapat, pertama adalah menerima Perpu ini, kemudian sinkronisasi dan
catatan-catatan kita bicarakan dalam kesempatan lain sehingga kemudian tidak
memunculkan sakwa sangka atau keragu-raguan dan kebimbangan bagi
penyelenggara Pemilu di lapangan.
Demikian. Terima kasih.

Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


43

KETUA RAPAT:

Wa’alaikumsalam.

Terima kasih atas masukannya.


Kami ulangi, apakah Fraksi Partai Hanura dapat menyetujui?

(RAPAT : SETUJU)

Terima kasih.

Sidang Dewan yang terhormat,

Saat ini, Sidang Dewan sudah dihadiri 442 Orang Anggota Dewan.

Sidang Dewan yang terhormat,

Yang terakhir, Anggota Dewan yang terhormat apakah:


a. Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota,
b. Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?

(RAPAT : SETUJU)

Terima kasih.
Dengan demikian, seluruh Fraksi dan Anggota Dewan menyetujui:
a. Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota;
b. Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah untuk disahkan
menjadi Undang-Undang.

Sidang Dewan yang terhormat,

Berikut, kami persilakan Saudara Menteri Dalam Negeri Republik


Indonesia untuk menyampaikan pendapat akhir mewakili Presiden.
Kami persilakan.
44

MENTERI DALAM NEGERI RI (TJAHJO KUMOLO, S.H.):

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Selamat Siang;
Salam Sejahtera untuk kita semuanya.

Yang saya hormati Pimpinan Sidang;


Yang saya hormati Bapak/Ibu Anggota Dewan;
Yang saya hormati Hadirin sekalian, Teman-teman Pers khususnya.

Izinkan kami akan menyampaikan pendapat akhir Pemerintah atas


Rancangan Undang-undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota menjadi undang-undang dan Rancangan Undang-undang tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tanggal 20 Januari 2015.

Pimpinan, Anggota Dewan yang saya hormati.

Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Kuasa atas taufiq, hidayah, dan inayah-Nya serta ridha-Nya kita pada hari ini telah
menyelenggarakan bersama-sama Pembicaraan Tingkat II atau Pengambilan
Keputusan terhadap Rancangan Undang-undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1
Tahun 2014 dan Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
Undang-undang yang semuanya tadi telah kita ikuti dengan seksama.

Pimpinan dan Bapak/Ibu Anggota Dewan yang saya hormati,

Penegakan kedaulatan rakyat dan semangat demokrasi dari rakyat, oleh


rakyat, untuk rakyat yang mendasari sikap Pemerintah dalam menerbitkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, Walikota dan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tersebut juga mengatur
tentang mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Dengan
melakukan berbagai perbaikan yang mendasar atas berbagai permasalahan
pemilihan langsung tersebut yang selama ini telah kita laksanakan. Hal ini sangat
selaras dengan pertimbangan yang tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 138/PUU-VII Tahun 2009 yang memuat tentang persyaratan perlunya
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. Pembahasan RUU tentang
Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 telah
diselesaikan antara Pemerintah dengan Komisi II dan Komite I DPD RI pada
Pembicaraan Tingkat I pada tanggal 19 Januari 2015 yang telah menghasilkan
45

kesepakatan, catatan, termasuk beberapa pertimbangan-pertimbangan yang catat


dengan seksama bahwa RUU ini dilanjutkan kepada Pembicaraan Tingkat II dalam
Rapat Paripurna hari ini.
Mencermati gelagat, dinamika, dan perkembangan dalam pembahasan
kedua RUU dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI dan Komite I DPD RI, Pemerintah
dalam rangka pengambilan keputusan Tingkat I pada dasarnya memahami bahwa
semua fraksi-fraksi DPR RI dan Komite DPD RI memiliki kesamaan, memiliki
komitmen yang sama dengan Pemerintah untuk memberikan persetujuan atas RUU
tersebut untuk ditetapkan menjadi undang-undang dan tentunya Pemerintah mencatat
beberapa usul saran pertimbangan untuk penyempurnaan ke depan. Demikian pula
Pemerintah melihat, mencermati dalam Rapat Paripurna ini yang telah konsisten
menetapkan Rancangan Undang-undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang dan
Rancangan Undang-undang tentang Penetapan Perpu Nomor 2/2014 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
menjadi undang-undang.
Hal ini merupakan wujud komitmen yang terhormat DPR RI dalam
membangun kebersamaan, membangun sebuah proses demokrasi di negara kita ini
yang ke depan harus selaras dan konsisten sebagaimana amanah konstitusi kita.
Meskipun Pemerintah mencatat masih terdapat beberapa pandangan fraksi-fraksi
DPR RI yang terhormat dan juga yang terhormat dari Komite I DPD RI mengenai
perlunya perubahan-perubahan atas materi muatan Perpu Nomor 1/2014 telah
disetujui dan ditetapkan menjadi Undang-Undang diantaranya salah satunya tahapan
pelaksanaan penyelesaian sengketa dan dampak Pilkada serentak, Pemerintah
berpendapat hal ini perlu dibicarakan lebih lanjut karena terbatasnya waktu masa
persidangan ini, sehingga secara intensif Pemerintah membuka diri bersama dengan
DPR RI dengan seluruh fraksi-fraksi sehingga akan dapat secara cepat
menyelesaikan perubahan daripada Undang-Undang ini. Perubahan terbatas ini saya
yakin Pemerintah menganggap tidak akan mengganggu proses tahapan-tahapan
Pilkada yang ditetapkan oleh penyelenggara pemilihan gubernur, bupati, dan walikota
yaitu Komisi Pemilihan Umum dengan jajarannya yaitu Komisi Pemilihan Umum
ditingkat provinsi dan Komisi Pemilihan Umum ditingkat kabupaten/kota. Hal ini
mengingat bahwa pada tahun 2015 terdapat 204 daerah otonom yang akan
melakukan pemilihan gubernur, bupati dan walikota.

Yang kami hormati Pimpinan Sidang, Bapak, Ibu Anggota Dewan yang
terhormat,
Hadirin sekalian yang saya hormati.

Pada kesempatan ini kami ijinkan Pemerintah menyampaikan ucapan


terima kasih kepada khususnya yang pertama Pimpinan dan seluruh Anggota Komisi
III dan Komisi I DPR RI pada tahap lobby, pada tahap pembahasan-pembahasan
selama 2 hari ini sehingga telah selesai menyelesaikan tugas utama agar
pelaksanaan Pilkada langsung ini berjalan dengan baik.
46

Yang kedua, Pemerintah menyampaikan terima kasih kepada Ketua dan


Pimpinan DPR RI, Bapak, Ibu Anggota Dewan yang kami hormati, kepada teman-
teman pers yang saya hormati, kepada seluruh jajaran sekretariat DPR RI dan semua
pihak yang telah bersama-sama mempunyai komitmen untuk mempercepat dengan
detail membahas berbagai permasalahan yang menjadi tanggung jawab kita bersama
agar Perpu Nomor 1 tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 tahun 2014 hingga akhirnya
dapat dilaksanakan dalam proses pengambilan keputusan Paripurna DPR hari ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa Allah SWT meridhoi seluruh
pengabdian kita bersama yang tujuannya agar pelaksanaan demokrasi, hak-hak
politik rakyat, kedaulatan rakyat, pilihan politik rakyat melalui Pilkada ini dapat
tersalurkan dengan baik sebagaimana amanah yang telah dibebankan kepada kita.
Demikian pendapat akhir Pemerintah pada forum yang terhormat ini,
terima kasih atas segala perhatiannya. Mohon maaf apabila dalam pembicaraan
pembahasan bersama-sama dengan Komisi II dan Komisi I termasuk pada forum
Paripurna hari ini ada hal-hal yang mungkin kurang berkenan kami atas nama
Pemerintah menyampaikan mohon maaf.
Sekian, terima kasih.

Wabillahittaufiq Walhidayah,
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Wa’alakumsalam.

Terima kasih, kami sampaikan kepada yang terhormat Saudara Menteri


Dalam Negeri yang telah menyampaikan pendapat akhirnya mewakili Presiden.
Sekarang kami akan menanyakan kepada Sidang Dewan yang terhormat,
apakah:
a. Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota.
b. Perpu Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dapat disetujui
untuk disahkan menjadi undang-undang?

(RAPAT : SETUJU)

Terima kasih.

Melalui forum ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia berserta seluruh jajarannya atas peran serta dan kerjasama yang telah
diberikan selama pembahasan rancangan undang-undang tersebut.
47

Perkenankalah pula kami atas nama Pimpinan Dewan menyampaikan


penghargaan dan terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI serta
Sekretariat Jenderal DPR RI, media, yang bersama-sama telah menyelesaikan
Rancangan Undang-undang tersebut dengan baik.

Sidang Dewan yang kami hormati,

Dengan demikian selesailah acara pertama Rapat Paripurna Dewan pada


hari ini. Sebelum kita memasuki acara berikutnya rapat akan kami tunda beberapa
menit untuk memberikan kesempatan.

F-PDIP (MERCY CHRIESTY BARENDS, ST):

Interupsi Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Oh ya silakan.

F-PDIP (MERCY CHRIESTY BARENDS, ST):

Terima kasih, Pak Pimpinan.


Sebelum menutup Paripurna yang pertama ini dan memberikan
kesempatan kepada Pak Mendagri, Menteri Menhukam dan jajaran meninggalkan
ruangan, ada beberapa catatan saja yang bisa saya sampaikan, yang pertama
berkaitan dengan apa yang telah kita tetapkan hari ini terutama pada penetapan
Perpu Nomor 2 sebagai pengganti atas perubahan Undang-undang Nomor 23 itu
memberikan kepastian hukum asas legal terhadap pengakuan terhadap provinsi-
provinsi kepulauan. Dengan demikian Pak Pimpinan, menjadi catatan yang sangat
serius bagi kami provinsi-provinsi kepulauan yang pertama adalah Riau dengan 95%
laut, Maluku dengan 92,96% laut, Maluku Utara 90% laut, Bangka Belitung 76% laut,
NTT, NTB hampir diatas 85% laut, kami meminta perhatian sangat serius untuk ada
turunan-turunan dari undang-undang yang telah disahkan ini terkait dengan
pembagian perimbangan keuangan pusat dan daerah. Kalau untuk wilayah
continental seluruh wilayah itu pembagian keuangan dibagi berdasarkan pembagian
luas wilayah daratan dan jumlah penduduk, untuk wilayah-wilayah yang berbasis
kepulauan dengan jumlah wilayah laut diatas 95% sampai dengan 76% ini menjadi
catatan serius juga akan sangat-sangat lucu bagaimana wilayah-wilayah yang
berbasis maritim dan bahari ini kemudian ketika perhitungan keuangan dilekatkan
formula yang berbasis wilayah continental.
Untuk itu harapan kami baik Pemerintah Pusat maupun Pimpinan DPR
dan seluruh Anggota DPR yang ada saat ini untuk kedepan kita dapat
memperhitungkan formula yang berbasis asas kemanusiaan, asas keadilan dan asas
kewajaran terhadap provinsi-provinsi kepulauan sebagaimana yang telah termaktub di
48

dalam Undang-undang Nomor 22 dan perubahan yang telah kita tetapkan hari ini
sehingga bisa menjawab seluruh rentang kendali persoalan yang berkaitan dengan
provinsi-provinsi kepulauan saat ini. Apa yang sementara yang kita hadapi saat ini
untuk provinsi-provinsi kepulauan luas wilayah laut kita hari ini tidak diakui oleh
negara dalam formula pembagian DAU DAK yang berbasis wilayah daratan, dan
jumlah penduduk.
Dengan demikian harapan kami formula kedepan dapat dihitung laut kita
dihitung sebagai wilayah administrasi pelayanan publik, dari laut kita melayani
masyarakat, dari laut kita membangun dan dari laut juga kita bisa menyentuh
masyarakat-masyarakat kita yang paling terkecil.
Untuk itu kepada Pimpinan dan kepada Pemerintah Pusat yang hadir saat
ini kiranya apa yang saya attensikan hari ini bisa menjadi perhatian serius bagi kita
sekalian demi membangun bangsa dan negara kita dengan pendekatan asas keadilan
dan pemerataan yang substantif.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih atas masukannya.


Kami ulangi sidang.

F-PDIP (MERCY CHRIESTY BARENDS, ST):

Nama Mercy Barends dari dapil Maluku nomor A-228 Fraksi PDI
Perjuangan.

KETUA RAPAT:

Baik.

Sidang Dewan yang kami hormati,

Dengan demikian selesailah acara pertama Rapat Paripurna Dewan pada


hari ini. Sebelum kita memasuki acara berikutnya, rapat akan kami tunda beberapa
menit untuk memberikan kesempatan kepada yang terhormat Saudara Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia beserta seluruh jajarannya untuk meninggalkan ruangan
sidang.
Kepada para Anggota Dewan diminta untuk tetap ditempatnya masing-
masing untuk mengikuti acara.
Dengan ini rapat diskors.

(RAPAT DISKORS)
49

KETUA RAPAT:

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yang terhormat Anggota Dewan, hadirin sekalian yang kami muliakan.

Dengan ini skors rapat kami cabut. Rapat Paripurna Dewan kita lanjutkan
kembali.

(SKORS DICABUT)

Sidang Dewan yang terhormat,

Selanjutnya untuk mempersingkat waktu marilah kita memasuki acara


kedua Rapat Paripurna Dewan hari ini yaitu penetapan kembali mitra kerja komisi-
komisi DPR RI periode masa keanggotaan 2014-2019.
Berdasarkan Keputusan Rapat Konsultasi antara Pimpinan DPR RI
dengan Pimpinan Fraksi-fraksi pengganti Bamus DPR RI tanggal 19 Januari 2015
telah disepakati mitra kerja komisi-komisi DPR RI masa keanggotaan tahun 2014-
2019.
Sesuai dengan Peraturan DPR tentang Tata Tertib Pasal 23 Ayat (5) hasil
Rapat Konsultasi disampaikan oleh Pimpinan DPR dalam Rapat Paripurna DPR untuk
ditetapkan. Hasil rapat tersebut menyepakati:
1. Pembidangan mitra kerja komisi-komisi yang belum mendapatkan persetujuan
dalam Rapat Paripurna DPR RI mengacu pada pembidangan mitra kerja komisi-
komisi periode 2009-2014.
2. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
disepakati menjadi mitra kerja Komisi II dan Komisi V dengan pengaturan bidang
desa menjadi mitra kerja Komisi II dan bidang pembangunan daerah tertinggal
dan transmigrasi menjadi mitra kerja Komisi V.
3. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan disepakati menjadi mitra kerja
Komisi IV dan Komisi VII dengan pengaturan bidang kehutanan menjadi mitra
kerja Komisi VI dan bidang lingkungan hidup menjadi mitra kerja Komisi VII.
4. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi disepakati menjadi mitra
kerja Komisi VII dan Komisi X dengan pengaturan bidang riset dan teknologi
menjadi mitra kerja Komisi VII dan bidang pendidikan menjadi mitra kerja Komisi
X.

Sidang Dewan yang kami hormati,

Selanjutnya kami menanyakan kepada sidang yang terhormat, apakah


penetapan kembali mitra kerja komisi-komisi DPR RI tersebut dapat disetujui dan
ditetapkan?
50

F-NASDEM (H. M. LUTHFI A. MUTTY):

Interupsi, interupsi Pak, interupsi.

KETUA RAPAT:

Ya, silakan.

F-NASDEM (H. M. LUTHFI A. MUTTY):

Terima kasih.
Luthfi dari dapil 3 Sulsel Fraksi Nasdem.

Pimpinan dan rekan-rekan yang saya hormati,

Isu tentang tarik menarik mitra kerja komisi dengan Pemerintah ini telah
berkembang begitu luas. Secara jujur harus diakui bahwa itu berdasarkan
subjektivitas dari masing-masing komisi. Terkait dengan hal itu ada beberapa hal yang
ingin saya sampaikan pada kesempatan ini. Pertama, kita harus melihat bahwa tugas
pokok Pemerintah itu hanya menyangkut 2 aspek, pertama, mengatur untuk
menciptakan ketentraman dan ketertiban. Yang kedua, mengurus dalam rangka
pemberian pelayanan kepada masyarakat.
Dimensi mengurus ini spektrumnya sangat luas, mulai dari berapa
banyak, berapa kali rahim seorang ibu melahirkan, sampai kemana jenazah orang
yang telah lama meninggal dipindahkan. Ini lah yang disebut dengan, sementara
tugas pembangunan itu adalah tugas tambahan. Terkait dengan itu, maka fungsi
penyelenggaraan Pemerintahan yang meliputi fungsi pelayanan, pemberdayaan dan
pembangunan harusnya tidak dibagi-bagi, harus utuh menjadi satu kesatuan agar
supaya nanti ketika ada permasalahan yang timbul, permasalahan itu dapat
diselesaikan secara bulat dan utuh. Pelaksanaan ketiga cabang dan fungsi
Pemerintahan yang saya sebutkan tadi mengacu kepada tugas pokok Pemerintahan.
Saya mau mengambil salah satu contoh, proses penanggulangan kemiskinan yang
dilaksanakan selama ini, dilaksanakan melalui proses 3 cluster. Cluster pertama,
penanggulangan kemiskinan berbasis individu, keluarga dan rumah tangga.
Bentuknya adalah BOS, Raskin, Jampersal, Jamkesmen, itu cluster pertama. Cluster
kedua, proses penaggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan yang kita kenal
dengan program PNPM dengan berbagai macam derifasinya. Yang ketiga, proses
penanggulangan kemiskinan berbasis penguatan ekonomi. Seharusnya ketiga cluster
penanggulangan kemiskinan ini adalah merupakan satu kesatuan tetapi
implementasinya dilapangan ketiga cluster ini berjalan sendiri-sendiri. Akibatnya
adalah proses penanggulangan kemiskinan tidak berjalan seperti apa yang kita
harapkan. Nah, kalau, kalau tugas dan fungsi Pemerintahan pada satu unit
kementerian itu dipecah-pecah, saya khawatir akan mengalami nasib seperti ini. Kita
selalu atau masyarakat menyoroti Pemerintah selama ini selalu bekerja ego centris
51

sangat sektoral, praktek yang akan kita kembangkan dengan memecah mitra kerja
yang ada di Kementerian dengan komisi yang ada di DPR akan semakin
mempertajam sektoralisme dan apa namanya egosentris dari Kementerian itu. Saya
mohon Pimpinan, hal ini dapat dipertimbangkan dalam rangka penetapan mitra kerja
agar supaya tidak terpecah-pecah tugas pokok dan fungsi pemerintah pada satu
Kementerian.
Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Bapak, Ibu-Ibu sekalian yang saya hormati,

Penetapan masalah mitra kerja ini kita sudah dibahas berkali-kali


sehingga alasan tadi seperti yang disampaikan Saudara Anggota Dewan tadi ini pun
juga sudah sering kita temui dan kita bahasnya sudah berkali-kali. Yang terakhir
memang keputusan yang disampaikan didalam Rapat pengganti Bamus antara
Pimpinan DPR RI dan Pimpinan fraksi-fraksi dari seluruh Anggota DPR ini yang
disepakati karena memang ini adalah yang terbaik dan disepakati di kemarin itu.
Barangkali ada yang disampaikan, selanjutnya, silahkan.

F- PKS (Dr. H. SUKAMTA) :

Ya, terima Kasih Pimpinan, saya Sukamta dari Dapil DIY.


Terkait dengan perubahan komposisi lembaga kementerian mitra, kami
dari Komisi I kemarin kami mendiskusikan tentang Basarnas. Kita apresiasi apa yang
sudah dilakukan oleh Basarnas didalam proses evakuasi dalam kecelakaan Air Asia
kemarin dan hasilnya luar biasa. Namun, kalau kita cermati lebih dalam Basarnas ini
personilnya itu dari TNI baik Pimpinan maupun pelaksananya ini TNI, walaupun pada
waktu melaksanakan tugas itu seragamnya ganti seragam Sarnas tetapi personil yang
ditugaskan adalah perasonil TNI. Dan ternyata peralatan, perlengkapan yang
digunakan untuk proses evakuasi itu juga sebagian terbesar itu adalah peralatan dan
perlengkapan milik TNI pula begitu.
Oleh karena itu untuk agar proses evakuasi dan tanggap bencana
kedepan ini lebih efektif dan efisien Pimpinan, kami mengusulkan agar Basarnas ini
bisa nantinya dipindah mitranya menjadi mitra Komisi I dan kami berharap mudah-
mudahan Komisi V tidak berkeberatan. Namun demikian, untuk teknis lebih lanjut
kami usulkan agar hal ini dapat dibicarakan dan diputuskan didalam rapat konsultasi
antara Pimpinan DPR dengan Pimpinan-pimpinan Komisi.
Terima kasih atas perhatiannya Pimpinan.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


52

KETUA RAPAT :

Baik, terima kasih Pak Sukamto.


Jadi, segala sesuatu tentang ide, tentang pendapat tentunya dibicarakan
secara konkrit di dalam komisinya masing-masing kemudian nanti disampaikan
kepada Pimpinan Fraksi masing-masing yang selanjutnya tentunya kita dapat
melaksanakan Rapat Bamus atau Rapat Pengganti Bamus untuk diambil suatu
keputusan. Yang diambil keputusan yang kemarin itu yang termasuk yang
disampaikan Pak Kamto itu memang tidak pernah diusulkan sehingga tata cara dari
awal dipersilahkan untuk diselesaikan sesuai juga dengan aturan Perundang-
undangan yang berlaku.
Baik, masih ada?

F-KB (DANIEL JOHAN) :

Interupsi.

KETUA RAPAT :

Silahkan.

F-KB (DANIEL JOHAN) :

Ya, terima kasih Pimpinan.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Saya Daniel Johan dari Dapil Kalimantan Barat Fraksi PKB, A-79.
Sebelum keputusan diambil Pak Ketua, sebenarnya yang sudah
disepakati adalah keputusan mengenai hal ini mitra kerja itu diambil melalui fraksi-
fraksi sehingga hasil Bamus kemarin banyak keputusan yang sudah diambil itu tidak
sama dengan yang sudah diputuskan oleh Fraksi. Sehingga kami mohon untuk yang
terakhir mungkin diberikan kesempatan. Karena kami kemarin tidak mendapat waktu
yang cukup untuk berkonsultasi dengan Fraksi dan keputusan yang diambil berbeda
dengan yang sudah diputuskan oleh Fraksi. Karena yang sudah diputuskan oleh
Fraksi itu resmi memakai surat sehingga sebelum diambil keputusan bisa diberikan
kesempatan untuk Rapat Konsultasi terakhir antara fraksi-fraksi sehingga
keputusannya menjadi keputusan yang bulat dan keputusan yang bersama.
Demikian Pak Ketua, terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.


53

KETUA RAPAT :

Terima kasih.

F-PD (Ir. H. MULYADI) :

Interupsi Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Ya, Silahkan.

F-PD (Ir. H. MULYADI) :

Interupsi Pimpinan.
Dari Mulyadi Fraksi Partai Demokrat.
Terima kasih Pimpinan.

Apa yang disampaikan oleh Pimpinan tadi, itu sudah sesuai dengan hasil
Rapat Bamus yang dihadiri oleh seluruh Fraksi dan seluruh perwakilan Komisi.
Pembahasan mitra kerja telah berlarut-larut sudah 1 bulan lebih. Keputusan kemarin
harus diambil mengingat APBN-P akan segera kita lakukan pembahasan.
Jadi, menurut hemat kami, kalau kita masih berdebat yang sudah
perdebatannya dilakukan hampir 1 bulan lebih. Sehingga mitra kerja tidak dapat
diputuskan, kemarin telah diputuskan dan telah disetujui. Maka dari itu, kami meminta
kepada Pimpinan untuk segera mengetoknya tanpa mengurangi apa yang sudah
disampaikan oleh rekan-rekan tadi.
Jadi, menurut hemat saya karena sebentar lagi kita akan membahas
APBN-P. Mohon kiranya segera diputuskan, sehingga fungsi pengawasan dan fungsi
anggaran kita dapat kita laksanakan sesegera mungkin.
Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

KETUA RAPAT :

Masih ada.
Cukup.
Baik.

Bapak, Ibu Anggota Dewan yang saya hormati,


54

Seluruh pendapat, seluruh ide tentunya kami tampung karena hari ini
sudah diputuskan dalam rapat Konsultasi pengganti Bamus, namun apabila nanti ada
permasalahan dalam pelaksanaannya tentunya nanti bisa dibicarakan kembali.

Bapak, Ibu Anggota Dewan sekalian yang saya hormati,

Kami ulangi sekali lagi, sidang Dewan yang kami hormati, selanjutnya
kami menanyakan kepada sidang Dewan yang terhormat, apakah penetapan kembali
mitra kerja Komisi-Komisi DPR RI tersebut dapat disetujui untuk ditetapkan?

(RAPAT : SETUJU)

Terima kasih.

Sidang Dewan yang kami hormati,

Dengan demikian, selesailah Rapat Paripurna Dewan hari ini. Selaku


Pimpinan kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat para
Anggaota Dewan dan hadirin sekalian atas ketekunan dan kesabarannya dalam
mengikuti Rapat Paripurna Dewan hari ini.

F- P.GERINDRA (ELNINO M. HUSEIN MOHI, ST, M.Si.) :

Interupsi Pimpinan

KETUA RAPAT :

Masih ada interupsi

F- P.GERINDRA (ELNINO M. HUSEIN MOHI, ST, M.Si.) :

Ya, sebelum ditutup Pimpinan.

Saudara-saudara, Pimpinan yang terhormat,

Saya Elnino dari Gorontalo Fraksi Partai Gerindra, kita hanya


mengingatkan bahwa ada agenda di Paripuna kemarin yang ditunda, tapi bukan
Paripurna ini saya mintanya, mungkin di Paripurna lain. Bahwa ada hak bagi Anggota
membacakan aspirasi masyarakat dari daerah pemilihan masing-masing. Sesuai tata
tertib yang mungkin bisa diagendakan berikutnya, itu penting Pimpinan saya kira itu
yang saya sampaikan.
Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.


55

KETUA RAPAT :

Baik, terima kasih.


Sekali lagi saya sampaikan terima kasih kepada Bapak, Ibu Anggota
Dewan, dengan seizin Dewan maka perkenankanlah kami menutup rapat paripurna ini
dengan ucapan Wallahumu’afiq ila aqwamittariq.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 12.15 WIB)

Jakarta, 20 Januari 2015


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISI II


PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENETAPAN PERPU NOMOR I TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tahun Sidang : 2014-2015


Masa Persidangan : II
Rapat Ke : -
Jenis Rapat : Rapat Panitia Kerja (PANJA)
Sifat Rapat : Tertutup
Hari,Tanggal : Kamis, 29 Januari 2015
Waktu : Pukul 14.00 WIB s.d Selesai
Tempat : Ruang Rapat Komisi II DPR RI (Gd. Nusantara / KK III)
Acara : Membahas masukan-masukan Fraksi.
Ketua Rapat : Rambe Kamarul Zaman/ Ketua Komisi II DPR RI
Sekretaris Rapat : Minarni, SH/Kabagset Komisi II DPR RI

Hadir Anggota : A. Anggota Panja


20 dari 25 Anggota Panja

PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. MUSTAFA KAMAL, S.S.

F-PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (F-PDIP)

5. ARIF WIBOWO
6. DIAH PITALOKA, S.sos
7. ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU
8. Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, MM
9. TAGORE ABUBAKAR

F-PARTAI GOLONGAN KARYA (F-GOLKAR)


10. Drs. H. DADANG S MUCHTAR
11. AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si
F-PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (F-GERINDRA)
12. DR. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si
13. Ir. ENDRO HERMONO, MBA

F-PARTAI DEMOKRAT (F-PD)


14. Ir. FANDI UTOMO

F-PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN)


15. YANDRI SUSANTO
16. AMRAN, S.E.

F-PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB)


17. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.

F-PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS)


-

F-PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F-PPP)


18. H. MOH. ARWANI THOMAFI

F-PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM)


19. H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE., SH., MH

F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA)


20. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH

B. Pemerintah
- Menteri Dalam Negeri (Tjahjo Kumolo, SH)
- Ketua KPU RI (Husni Kamil Manik, S.P)
- Ketua BAWASLU RI (Prof. Dr. Muhammad., S.IP.,M. Si)

1
Jalannya Rapat :

KETUA RAPAT (RAMBE KAMARUL ZAMAN/F-PG) :

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.


Salam sejahtera bagi kita sekalian.

Ini sudah Kuorum 10 fraksi lengkap yang mewakili fraksi-fraksi ada, dengan ini rapat Panja
penyusunan RUU tentang revisi Perpu yang sudah dibuat dari Undang-undang kami buka.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 15.36 WIB)

Pertama Saudara Pimpinan yang hadir kami sendiri, dan Saudara Mustafa Kamal, kita
membagi-bagi tugas dan dari fraksi yang menyampaikan keanggotaan Panja ini dari Fraksi PDIP Pak
Arif Wibowo Ibu Diah Pitaloka sudah hadir, Saudara Adian Yunus tadi hadir dan sudah tanda tangani
absensi. Dr.Ir. Willy M.Yoseph Pak Willy belum datang ya? Willy M. Yoseph Saudara Hendri
Yosodiningrat belum datang, baru Saudara Tagore Abubakar belum datang, jadi ini diwakili sama Ibu
Diah lah Dari Partai Golkar Saudara dadang S, Muchtar hadir, Saudara Mujib Rohmad ke Baleg
Saudara Agung Widyantoro, di Baleg juga. Tapi sudah ada yang mewakili langsung kapoksinya Fraksi
Gerindra Saudara Azikin Sholtan hadir, Saudara Endro Hermono hadir, wah lengkap ini. Partai
Demokrat, Saudara Saan Mustopa, dan Saudara Fandi Utomo. Pak Fandi Utomo kan tidak di Baleg.
Tadi sudah datang ke sini dia beliau, Partai Amanat Nasional, Saudara Yandri Susanto Saudara Amran.
Ada Pak Amran di belakang Amran sudah hadir. Fraksi Kebangkitan Bangsa Abdul Malik Haramain
belum hadir PKS Pak Sa'aduddin akan segera menyusul tadi Kapoksi PKS di sini hadir Partai
Persatuan Pembangunan Saudara H. Muhammad Arwani Tomafi hadir, dari Fraksi partai Nasdem
sauadar Syarif Abdullah Alkadrie dari Partai Hanura Saudara Rufinus Hotmaulana Hutauruk baru ke
Baleg nanti bolak-balik kemari.

Saya kira ini rapat kita jadi sudah kuorum setidak-tidaknya, mewakili ada semua Bapak, Ibu
dan saudara-saudara, yang membuat draft ini Pak Pak Malik Haramain datang yang membuat
Rancangan yang kita terima itu sudah ada yang kita terima tapi, mungkin itu adalah dari PPP P3DI,
peneliti kita yang ditugasi untuk melakukan rumusan-rumusan sebagaimana usulan dari Fraksi yang
ada usulan-usulan dari fraksi yang ada jadi Jika kita baca clusternya yang ada di situ kita kelompokkan
apa itu kalau istilah dari P3DI tadi, bonggol ya? Inti-intinya ini ada 5 soal 5 kelompok besar Yang
pertama adalah tentang Rezim Pilkada termasuk penyelenggaranya.
Yang tentunya nanti kita cari, kita siasati, bagaimana caranya caranya atau di penjelasan kalau
kita tetap memang dengan keadaan seperti ini KPU yang sudah siap tapi KPU ini harus ada penjelasan
kita nyatakan apa, begitu itu yang pertama. Dan sudah di insert bahan-bahan ini.
Yang kedua adalah tentang debat publik debat publik, sebenarnya yang kaitannya dengan uji
publik, uji publik, ini kaitannya intinya semua setuju uji publik tapi pengaturannya yang perlu yang
diperlukan dari mana mulai tahapannya semua cara merumuskan pentahapan agar lebih singkat. Jadi
ini hal yang kedua Yang ketiga adalah tentang perselisihan hasil pemilihan perselisihan, hasil pemilihan,
ini hampir seluruh usulan fraksi juga menyatakan ini mengatur dan mempertegas itu Yang berikutnya
adalah tentang pasangan tentang pasangan, ini juga fraksi-fraksi menyampaikan berapa masukan
yang menyangkut ini mungkin nanti 5 soal ini yang kita rembugkan ya, kalau misalnya pasangan ini
nanti teknisnya kita dialogkan seperti apa yang di waktu kita rapat Dengar Pendapat Pak Profesor
Ramlan Surbakti misalnya Profesor Ramlan Surbakti Jadi untuk menghindari percekcokan antara jika
pasangan antara Gubernur dengan Wakil atau ketidakserasian lah Bupati, Walikota dengan Wakil
inipun masih bisa, masih bisa kita kombinasi, bagaimana secara lebih baik Berikut adalah tentang
Pilkada serentak itu hal-hal 5 apa pengelompokan, yang lain adalah usulan-usulan memang perlu nanti

2
kita ramu tentang persyaratan calon tugas dan memang KPU yang disempurnakan, kalau KPU nanti
penyelenggara pengawasan pemilihan, usul-usul saya kira memang perlu ini fraksi-fraksi juga
memberikan tanggapan, tahapan penyelenggaraan yang langsung misalnya, kalau tadi untuk tahapan
uji publik 4 bulan setengah itu Berikutnya dalah calon atau pasangan calon calon atau pasangan calon,
itu pembalasan berikutnya persyaratan partai politik mengajukan calon dan atau pasangan calon disitu
kita tinggal rembukkan ada yang menghendaki tetap 20 persen tapi ada juga Fraksi yang meminta 15
persen itu bisa kita perbincangkan Berikutnya adalah tentang larangan petahana ada yang ingin apa?
Memiliki apa namanya itu politik dinasti ada yang minta tetap saja tidak usah kita perbincangkan itu,
ada yang mengatakan ya minta dihapus itu ya? Uji publik, tadi sudah kami katakan, tentang kampanye
waktu kita mengatur kampanye yang lebih baik tahapan perhitungan suara dan rekapitulasi pemilihan
satu putaran atau 2 putaran itu ada pengusulan kalau mau cepat selesai ya satu putaran, begitu dalam
arti tidak demokratistidak demokratis tapi ada yang menginginkan tetap sajalah 2 putaran pemantau
pemilihan penentuan calon atau pasangan calon, penyelenggaraan administrasi, dan sengketa
pemilihan, dimana proses waktunya itu itu sebenarnya waktunya perselisihaan itu tadi itu yang lebih
besar pengesahan, sanksi, ada yang menginginkan sanksi termasuk pesertanya Itu dan juga KPU juga
harus tegas menyatakan sanksi hitung cepat mau kita apakan ini berikutnya adalah soal pendanaan
tapi itu tidak terlalu susah dan Bonggol pemilihan pemungutan suara serentak itu Jadi Saudara,
saudara ini sudah bisa sajikan kepada kita sekalian kami menawarkan dengan Panja ini yang lima hal
Satu-satu kita diskusikan dulu, sebab ini nanyi kalau dapat hari Senin, sudah kita ajukan berupa usul
inisiatif kalau misalnya ada usul yang dari kita nanti, kita tetapkan saja kesepakatan yang belum karena
ini nanti kan masuk kita pembahasan dengan pemerintah kita sepakat dari pemerintah sebab
pemerintah nanti akan membuat DIM nya masalah ini. Oleh karena itu, nanti hasil diskusi kita dapat
dirumuskan oleh legar drafter dan juga P3DI hal-hal yang diusulkan oleh masing-masing fraksi, kalau
teknis perubahan kalimat administrasi saya kira, kita kita bahas pada waktunya tentang Pasal ini Pasal
yang ingin kita rubah. Saya mau menawarkan dulu kepada Panja Persiapan, sebab kita ajukan dulu
sebagai usul inisiatif baru nanti setelah itu kita juga perdalam satu persatu baru kalau di jadwal kita
tanggal 10 sampai tanggal 14 kita lakukan pembahasan dengan pihak pemerintah saya menawarkan
dulu mekanismenya seperti ini apa kita diskusikan yang 5 hal ini begitu kita diskusikan dulu 5 hal kamu
menawarkan kepada kita lanjutkan besuk jam 2 misalnya dari hasil diskusi kita tapi apa yang kita
sepakati kira kira hal yang kita ajukan untuk untuk menjadi usul inisiatif ya kita bicarakanlah 5 hal ya
persyaratan calon, boleh juga kita kita perbincangkan ya bisa saya kira pasangan sudah persyaratan
calon oya, bonggolnya masuk ke pasangan persyaratan jumlah trash hold .

F-GERINDRA (DR. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Interupsi dulu pimpinan

KETUA RAPAT :

Ya Pak Azikin.

F-GERINDRA (DR. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

sehingga kita ya harus mendapat sampaikan pimpinan bahwa yang terkemukakan tadi itu kita
tawarkan kepada teman-teman Panja untuk memberikan tanggapan sehingga sistimatis proses
penyelenggaraan rapat ini jadi apa yang disampaikan oleh pimpinan satu persatu tadi itu itu mungkin
kita tanggapi. Berdasarkan masukan-masukan yang disampaikan oleh masing-masing fraksi kalau
memang hari ini tidak selesai kita lanjutkan besok.

Terima kasih pimpinan

3
KETUA RAPAT:

Baik.

Jadi kalau nanti ada tambahan besarnya, bisa juga kita bahas tepi yang tahapan ini dulu
pertama adalah yang ada di Undang-Undang itu yaitu tentang penyelenggara Pilkada ini kemarin kan
sudah kita lakukan rapat ya memang kalau kita buat penyelenggaranya yang lain tidak KPU begitu, ini 2
tahun juga tidak selesai ini kalau KPU kita, ini kita perbincangkan nanti 15 menit. Kakau KPU kita buat
bagaimana kita mensiasatinya bahwa apa di penjelasan dibuat atau bagaimana begitu sekarang biar
ada dasar hukumnya Ini dulu di sana di penjelasan kita tambah, kita nyatakan di situ KPU yang
menyelenggarakan sebab ini terkait dengan perubahan Undang-Undang Peneyelenggara Pmilu Nomor
15 itu sebab disitu menyatakan memang KPU tapi dengan pernyataan dari Mahkamah Konstitusi bahwa
dia tidak mau menunjuk siapa, terserah pembentuk Undang-Undang tapi apa yang kami katakan ini,
tidak lagi Pilkada ini rezim pemilu. Kalau dia rezim pemilu memang KPU yang melakukan terserah
pembentuk Undang-Undang sebab ini belum apa-apa potensi untuk di di potensi untuk di di uji.

F-PAN (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE., SH., MH):

Tidak, saya, kita kan lihatnya begini pak. Kalau yang saya tangkap kemarin waktu kita
pertemuan dengan MK itu karena dia berdasarkanRezim Pemilu Rezim Pemilu itu kan KPU tetapi juga
Pilkada ini walaupun bukan rezim pemilu dia tidak melarang KPU untuk menyelenggarakan ini saya
berpikiran begini karena dari segala fasilitas skill dan sebagainya ini ya memang KPU lah supaya kita
tidak sulit-sulit lagi karena dia sudah menyelenggarakan ini kalau saya dari Nasdem kita sepakati itu
tetap dilaksanakan oleh KPU. Jadi memang di Undang-Undang kita harus masukan itu penyelenggara
Pilkada itu adalah KPU sampai kalau di situ kan Sampai kalau di lihat di Perpu itu tidak sampai kepada
proses peresmian. Sampai pelantikan, jadi kita masuk saja KPU dari proses awal sampai pelantikan
peresmian,
Pelaksanaan, Peresmian dilantik sebagai kepala daerah baik Kabupaten, kalau saya
sependapat di KPU.

F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH):

Ya pimpinan.
Baik Terima kasih pimpinan salamon Komoro motor 2 kartu menyimak beberapa kali saya akan
kembalikan kepada pimpinan, makanya tidak ada debat yang seperti ini mungkin saya ulangi lagi
supaya Notulen kita itu dibagikan jadi ini akan mengulang kembali hal-hal yang sudah kita diskusikan,
jadi menurut pandangan saya khususnya dalam pasal perpasal kita harus definisikan dulu apa itu
Pilkada karena jelas Konstitusi kita mengatakan bahwa ini bukan masuk di dalam rezim pemilu jadi
pendefinisian Pilkada ini apa, menjadi substansi atau tolok ukur pasal-pasal berikutnya jadi kalau tadi
dikatakan KPU sebagai penyelenggara tentu di ayat itu nanti setelah devinisi dan segala macam tentu
nanti akan ada pasal-pasal turunan daripada pendevinisian ini, contohnya kalau kita katakan di pasal
berikutnya penyelenggara itu adalah KPU atau KPUD dan pengawasnya adalah Bawaslu tentu karena
ini rezim pemerintah apakah pertanyaannya kita meminta supaya dikeluarkan Keppres umpamanya jadi
supaya karena ini masuk di dajam rezim Pilkada ini otomatis sudah masuk di rezim pemerintahan pak
jadi pelakunya ini pemerintahnya sudah jadi ini kita harus siasati seperti apa?
Kalau sepakati dia nanti diKPU dan KPUD dan Bawaslu dan Bawaslu daerah, sebagai
penyelenggara maka kita harus atur landasan hukum penyelenggaraan KPU ini apa? Apakah di
Undang-Undang ini juga apakah bentuk nanti peraturan pemerintah atau Kepres atau apa? Nah ini, jadi
jadi sebelum melangkah kepada pasal-pasal berikutnya nanti berkaitan dengan masalah

4
penyelenggaraan ini tentu saya menyadari betul terminologi menjadi penting agar turunan daripada ini
semua nanti di dalam pasal-pasal perubahan itu menjadi sempurna adanya kemaren waktu kita ketemu
dengan MK, saya bertanya to the point, kira-kira kalau seandainya ada potensi untuk dilakukan uji
materi tapi dari bahasa tubuh mereka mengatakan seakan-akan bahwa memang ini mereka sudah
menjawab bahwa ini adalah rezim Pilkada itu yang saya tangkap kemarin, walaupun secara tidak
langsung mereka mengatakan itu jadi supaya nanti kita lanjut ke belakang eh ke depan maka usul saya
sebaiknya kita tidak usah lagi persoalkan ini sudah pastilah ini di KPU nah cuma landasannya supaya
menjadi KPU itu apakah di dalam Undang-Undang itu di ayat berikutnya kita katakan pemerintah,
karena ini rezim pemerintah maka apa bentuk landasan hukumnya supaya ini bisa dirilis atau bisa
dieksekusi demikian dulu sementara Pak Ketua.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

KETUA RAPAT:

Ya silakan

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Terkait penyelenggara Pilkada ini memang kita sepakat sebaiknya memang tertap KPU selain
kita tidak punya organisasi lain, kepanitiaan lain, yang siap kita lebih siap dari KPU tetapi memang
problem yang perlu dijawab ada 2 yang pertama adalah kita jelas mengetahui bahwa Pilkada ini adalah
bukan rezin pemilu nah disisi lain KPU itu menurut Undang-Undang adalah kalau tidak saya mungin
nanti bisa dilihat lagi teks normatifnya seperti apa normanya tugas dan kewenangan ataupun yang lain
yang diberikan oleh Undang-Undang oleh KPU itu apakah juga membatasi dia untuk dapat menjalankan
tugas dari Undang-Undang di dalam pelaksanaan Pilkada kira kira ada tidak norma yang membatasi
dari KPU untuk dapat menjalankan amanat Undang-Undang nanti ini Undang-Undang pilkada ini untung
dia ditugaskan menjalankan sebagai penyelenggara Pilkada titik tekannya di situ saja kalau tidak ada
saya kira kita jalan saya begitu tetapi kalau ada bertentangan dengan Undang-Undang atau bahkan dari
Pasal 2 e itu saya kira memang kita perlu hati-hati apakah kita sebut sebagai di selenggarakan oleh
kepanitiann yang dilaksanakan oleh KPU misalnya begitu atau seperti apa, saya kira persoalannya di
situ saja Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya memang Di Undang-Undang tentang pemilihan gubernur yang ada sekarang keraguan kita
landasan ang konkrit untuk membenarkannya KPU sebagai penyelenggara, kan ini sekarang intinya
Pasa 22 e ya limitatif yang dikatakan Mahkamah konstitusi jadi mau apapun pembentuk Undang-
Undang ini kan karena ketepatan yang siap ini KPU bisa di diperdebatkan cuman nanti jangan terlalu
mudah pandangannya kita mulai dari ketentuan umum pengertiannya sudah kita berikan bahwa ini
adalah rezim pilkada ya membahasakannya bukan rezim Pilkada, tapi itu yang kita nyatakan di situ ya
pemerintah daerah sesuai dengan Pasal 18 itu itu harus kita cantumkan pada akhirnya nanti apakah
jangan di tubuhnya itu langsung mau langsung juga kita nyatakan dilaksanakan oleh KPU atau di
penjelasan, tinggal itu saja itu saja, kalau kebersamaan kita ya ini memang untuk menyelesaikan soal
ini ya harus KPU begitu, sudah sudah tak mungkin lagi misalnya kita menyatakan ya di luar itu yang
menyelenggarakan, 2tahun lagi baru Pilkada ini jalan 2 tahun lagi. Oleh karenanya Saudara-saudara
Saya kira, kita buat rumusan Nanti kita serahkan yang bisa sebagai landasan Hukum begitu di
ketentuan umum dan juga di penjelasan tentang posisi KPU itu ya sudah dapat kita terima, kita selesai
dulu urusan ini nanti tinggal legal drafter tinggal P3DI merumuskan memang harus ada yang tegas,
Silakan saudara Azikin

5
F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Terima kasih Pimpinan.

Jadi kita ketahui bersama bahwa pilkada akan dilaksanakan pada 2015 akhir atau awal 2016
tidak akan mungkin lagi ada penyelenggara dari pihak pemerintah daerah yang mungkin bisa
mempersiapkan aturan aturannya untuk melaksanakan selaku menyelenggaraan Pilkada walaupun
pada tahun 70-an memang Pilkada itu dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam hal ini kepala
pemerintahan umum, bahkan pemilihan legislatif pun nah berdasarkan latarbelakang sejarah itulah
sehingga dibentuk KPU pertanyaannya apakah kita mendelegasikan kepada KPU, usul saya pimpinan
kita memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan siapa penyelenggara pilkada
dalam pebgawasan DPR tentu secara berjenjang karena tidak mungkin KPU ini akan melaksanakan
terus menerus karena itu bukan rezim Pilkada ini hanya kita menghindari kondisi 2015 dan 2006 tidak
akan mungkin ada suatu institusi resmi yang bisa diatur di apunya job diskription melaksanakan tugas
tugas ke pemilu tidak ada disini kecuali pemerintah daerah, tapi kalau pemerintah daerah kan banyak
juga intervensi-intervensi yang bisa mengganggu clearnya pelaksanaan pemilu yang akan dilaksanakan
di beberapa daerah Terima kasin Pimpinan. Jadi kita serahkan kepada delegasikan kepada pemerintah
dan pemerintah kita ini kan satu pemikiran, satu saran yang saya sampaikan, mungkin bisa kita
bicarakan lagi secara berjenjang satan yang saya maksudkan karena kalau kita juga menyerahkan
secara tegas dalam Undang-Undang ini kepada KPU mungkin 10 tahun yang akan datang berubah lagi
bukan lagi KPU yang laksanakan karena terus terang saya katakan bahwa diambilalihnya KPU ini
pelaksanaan pilkada dan Pileg ini, karena banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada
waktu itu nah sekarang kondisinya juga sudah mulai karena mungkin terlalu lama KPU laksanakan
sudah ada penyimpangan-penyimpangan yang dilihat dari beberapa kasus di beberapa daerah.
Sehingga enggak bisa tegas kita katakan dalam Undang-Undang ini bahwa KPU pelaksanaannya harus
dicari model lain, karena saya katakan tadi mungkin 5 kali tahun yang akan datang bukan KPU yang
laksanakan tapi ini Undang-Undang sulit untuk dirubah tapi kalau penyelenggaranya dibentuk dengan
Peraturan Pemerintah, atau Kepres itu setiap saat bisa dirubah.
Terima kasih Pimpinan
INTERUPSI:

Bisa sedikit

KETUA RAPAT:

Ya ini biar clear ya?


Di ketentuan umum tadi kan kita baca ini disebut disiplin komisi pemilihan umum begitu kan
yang selanjutnya disingkat KPU adalam lembaga penyelenggara pemilihan umum jadi di sini rangkainya
ke bawah Pilkada masih sepertinya padahal bukan ini tadi yang dimasukkan, Saudara Azikin juga
maksudkan kita harus rumuskan ini yang benar jadi ada sikap kita Atau rumusannya nanti Pak Rufinus
kita serahkan dulu kepada P3DI untuk di ketentuan umum, baru nanti di penjelasan mungkin juga kita
ini sampai panjang tidak KPU ini, ada di penjelasan dari Undang-Undang ini

F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH):

Baik Pimpinan.

Ya jadi tadi menarik 2 pandangan dari PPP maupun dari Gerindra dengan saya tadi rasanya itu
satu pandangan jadi kita memang harus membuat terminologi terhadap institusi ini ini dulu yang harus

6
kita matangkan dulu, bahwa terminologi karena kalau kita bicara KPU itu di ranah rezim pemilu
sehingga harus ada terminologi penyelenggara apakah nanti di dalam Undang-Undang itu atau di
dalam penjelasan yang dimaksud dengan ini adalah ini sehingga mengabaikan yang dimaksud dengan
KPU tadi makanya tadi menarik kalau memang ada semacam kepanitiaan yang dibentuk oleh KPU ini
yang kita harus release apa terminologi terhadap lembaga ini jangan ada kesan KPU ini adalah rezim
pemilu ini yang harus kita siasati nanti di dalam ayat-ayat berikutnya itu jadi legal drafting melihat nanti
bagaimana mekanisme ini berjalan sesuai dengan terminologi yang ada karena kalau kita katakan KPU
ini kita sudah menabrak pak sudah menabrak ini langsung karena ini rejim yang bukan, nah jadi karena
ada lembaga ini satu-satunya yang punya pengalaman dan Historical tadi, bagaimana kita membuat
terminologi bahwa mereka jugalah yang penyelenggara pilkada ini walaupun ini bukan rezim Pemilu
begitu loh, ini bagaimana termonologi redaksionalnya barangkali itu yang saya maksud tadi Pimpinan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Sudah kita agak paham ini , Jadi intinya tadi soal lain misalkan ini kesepakatan kita KPU yang
menyelenggarakan untuk tahapan ini tetapi bagaimana mencari rumusan nya agar jangan KPU ini
sebagai penyelenggara yang dilaksanakan dalam rezim pemilu itu yang harus dicari y, mas Indra ya?
Saya kita kita sepakati dulu ya? Ya kita ke belakang nanti sebab kalau kita tidak sepakat harus kita buat
dari Partai, dari apa, itu bisa jadi bisa tidak selesai Baik bonggol yang berikut adalah ini berkaitan kita
dengan berkaitan dengan apa tahapan kita sepakati dulu, tahapan untuk di kita sederhanakan sebab
pada usulnya semua adalah tahapan-tahapan penyelenggaraan ini kita persingkat waktu seba disini
juga ada yang kita lihat, ini adalah sekian bulan, sekian bulan kesepakatan itu dulu, misalnya tahapan
jangan sampai 12 bulan begitu Ya kan, ini memang teknis tapi usul kemaren dari adinda saya begitu
Malik Haramain ya kita sepakati dulu sebab ini juga banyak rangkaiannya ada yang meminta ya soal
sekian bulan, sekian bulan tapi secara umum tahapan ini kita sederhanakan dan perpendek, ini kita
setujui dulu ya?.
Oke Kesimpulan yang kedua, ini siapa Notulennya ada ya? Kalau itu kita sepakati maka kita
sekarang perbincangkan dulu tentang uji publik Uji publik ya? Ya kita perbincangankan dulu, bagaimana
kita untuk membicarakan ini kami persilakan kalau ada, sebab ya kami buka dulu uji publik sebenarnya
diperlukan cuman bagaimana kita menempatkannya agar jangan mengganggu tahapan yang terlalu
lama terlalu Panjang gitu, terlalu Panjang dari mulai seleksi apa pembentukan panselnya saja olek KPU
harus dibentuk dan menyeleksi yang ada dinyatakan di Undang-Undang ini 5 orang 2 dari tokoh
masyarakat nah itu 2 dari akademisi, jadi ya kalau di daerah terpencil bagaimana mengatur ini satu dari
komisioner begitu kan ini satu setengah bulan bagaimana uji publik ini kita lakukan misalnya melalui
tahapan-tahapan yang betul misalnya salah satu contoh usulan usulan yang ada dari Fraksi-fraksi
dimulai dia, kita berikan kepada partai politik yang akan mencalonkan politik yang akan mencalonkan
Berikutnya tahapan berikutnya masuk ke KPU KPU di angkat di umumkan misalnya kita tentukan
waktu, diumumkan oleh KPU, dan jika ada ini dan harus dikonfirmasi sama calon yang bersangkutan
terus ada yang mengusulkan lagi di sini, agar DPRD ya kita ini kan apa untuk diberdayakan melakukan
itu juga ada yang mengusulkan uji publik ini, bila perlu ada tahapan dia diuji oleh seperti apa PKB atau
PPP, saya baca sepintas tadi ke perguruan tinggi ya, bukan tim seleksi, tapi perguruan tinggi menguji
misalnya, makanya itu yang kita perbincangkan kalau sudah kita persingkat, tahapannya tidak usah
misalnya ya ke mana DPR, atau lagi uji publik yang kita maksudkan itu, itu kan sampai akhir uji publik
yang terakhir itu adalah rakyat memilih apa enggak ke DPRD ke debat kandidad misalnya kita
kelompokkan yang uji public.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Pimpinan,

7
Berkaitan dengan uji publik ini Sebenarnya ini kan calon sudah uji publik ini setahun sebelum
dia mau calon dia sudah pasang dia punya foto di mana-mana silaturahmi kemana-mana orang kenal
Pak Dadang waktu itu kan sudah diuji oleh masyarakat itu, perampoknya dia kan koruptorkan dia,
narkobakah dia, sudah diuji ini oleh masyarakat nah kemudian makanya saya mau lihat tadi, korelasi
terhadap uji publik ini yang bentuk metode yang kaya apa apakah uji publk, nanti setelah uji dia tadi ada
juga betul juga memikirkan itu di uji diseleksi gitu kan, kemampuan intelektualnya, kemampuannya ini
apakah semacam ini yang di definisi kan padahal uji publik itu ketika mereka semua ini nanti mereka
akan masuk kepala pencalonan setelah pencalonan merekan menyampaikan visi misinya itu di dalam
lembaga, kalau dulu di DPR kemudian setelah itu ada debat kandidat pada akhirnya nanti rakyat yang
memilih kira-kira, ini kan kita harus bicara apakah dengan uji publik sekarang ini juga akan
meningkatkan kualitas daripada itu tolok ukurnya, ini kan harus ada tolok ukurnya sehingga jangan
sampai nanti malahan uji publik yang ada ini akan membawa kekacauan terhadap partai politik
sehingga partai politik bisa mengajukan 2 atau 3 orang untuk ini kemudian akhirnya kita akan
menentukan siapa yang lolos dari itu sehingga menjadilah dia satu nah ini yang harus jelas, kalau
makanya kami terus terang saja, kalau Nasdem kita mengusulkan itu dihapuskan saja karena kita
melihat apa sebenarnya korelasi terhadap uji publik ini, kalau yang cuma seperti itusudah uji publik kita
sudah setahun sebelum itu dia sudah pasang foto disana sini, silaturahmi sudah masuk ke, ini
pengertian dari pada kami ya wajar saja tadi ada yang perguruan tinggi dan sebagainya, terima kasih
pak.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si) :

Ijin bicara Pimpinan, Golkar Agung 279. Terima kasih.

Langsung saja seizin pimpinan terkait dengan uji publik kami dari fraksi partai Golkar
memandang perlu akan hal itu karena betapapun ada alasan filosofis yang mendasari di susunnya
syarat uji publik di sini banyak kasus di berapa daerah ketika sudah ditetapkan lolos di dalam
penetapan bahkan ada juga yang sudah terpilih oleh masyarakat ternyata masih ada persoalan Hukum
yang tidak kita ketahui dari awal sehingga lembaga uji publik ini perlu hanya persoalannya adalah akan
kita selenggarakan di awal, atau di akhir, karena pemilihan kepala daerah ini adalah rangkaian proses
fokus kepada calon ini apakah uji publik ini akan diselenggarakan pada saat menjadi bakal calon atau
dilaksanakan setelah menjadi calon sekaligus juga memberikan kesempatan yang sama kalau usulan
kami uji public ini dilakukan terhadap semua bakal calon sebelum ditetapkan sebagai calon sehingga
memiliki rasa demokratis semua memiliki kesempatan yang sama di awal ini tetapkan dia lolos dalam uji
publik itu atau tidak termasuk kemampuan akademisi dan juga barangkali ada sisi lain tidak, apa
pernyataan tidak tercela, artinya tidak pernah tersangkut kasus pidana dan sebagainya, dan sebagainya
kami rasa ini kami menjadi usul saran dan masukan kurang lebihnya mohon maaf, Wassalamu'alaikum

KETUA RAPAT:

Jadi ini, saran dan masukan itu sebenarnya adalah pengajuan ya?
lanjut. Abdul Malik

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Ya

8
Terima kasih pimpinan saya coba kembali kepada pengalaman masa lalu kemudian muncul uji
publik sebetulnya uji publik itu konsepnya adalah seperti kalau di negara maju ada pra election sangat
tidak mungkin kita membuat pra election, atau pemilihan pendahuluan seperti yang dilakukan oleh
partai demokrat dan partai Republik, kira-kira begitu di Amerika maka kemudian apa solusinya sehingga
calon yang muncul nanti dan dicalonkan oleh partai itu benar-benar clear clear dalam arti tidak hanya
kapasitas tidak hanya ke kompetensi tidak hanya pengalaman tapi juga yang paling penting waktu itu
adalah bersih atau tidak jadi rekam jejak itu menjadi bagian penting sebetulnya dari uji publik itu waktu
itu itu kita berdiskusi, berdebat apa forumnya sampai kemudian kita berdebat dan berbeda pendapat
dengan teman-teman demokrat, apa kewenangan dan otoritas uji publik itudisitu kita berbeda nah
karena itu kemudian, Bapak dan Ibu sekalian, uji publik itu sebetulnya dirancang terutama untuk
menyaring dan menjaring makanya kenapa kemudian bakal calon itu syaratnya itu jauh lebih ringan
ketimbang saat pencalonan karena memang uji publik itu untuk menjaringnya kan begitu jadi syarat di
bakal calon dengan syarat dicalon itu jauh lebih ringan memang di Perpu itu sama sekali tidak dibahas
apa syarat-sayarat Balon, tapi kemudian diterjemahkan oleh KPU umum ada satu syarat yang
sebetulnya agak kuat itu trash hold 20 persen jadi tetap saja bahwa partai atau gabungan partai politik
yang sudah memenuhi 20 persen kursi atau 20 persen suara boleh mengajukan lebih dari satu bakal
calon sengaja memang kita buka seluas luasnya karena itu masih bakal calon Nah uji publik itu kita
maksudkan itu jadi karena itu bayangan saya uji publik yang kita diskusikan waktu itu dan Pak Agun
menjadi apa namanya, pengide utama dan didorong Pak Arif dan sebagainya Uji Publik tujuan dan
maksudnya adalah partai politik tidak sembarangan mencalonkan orang intinya itu, dari kapasitas,dari
kompetensi dan semacam, sampai kemudian rekam jejak itu, nah karena itu karena itu dari tahapan-
tahapan mulai bakal calon dan uji publik itu ada satu waktu di mana kemudian KPU itu melempar apa
namanya, figur bakal calon kepada publik dan menunggu ada pengaduan tidak dari masyarakat ada
respon tidak dari masyarakat jadi tidak hanya sekedar berdebat menyampaikan visi dan misi tetapi
menunggu publik masyarakat ada respon negatif tidak dari masyarakat.
Misalkan ternyata bakal calon ini punya pengalaman KDRT dan sebagainya, dan sebagainya
tetapi kemudian pada akhirnya kita berdebat kalau begitu apakah uji publik itu bisa menggagalkan
seorang bakal calon yang kemudian nanti tidak bisa mendaftar sebagai calon atau tidak, di situ kita
berpendapat berbeda pendapat sangat tajam sehingga kemudian tanpa keikutsertaan Partai Demokrat
waktu ini kita bersepakat, oke uji publik tidak menggagalkan tidak punya prevensi untuk menggagalkan
seorang bakal calon ya kira-kira ekstrimnya rusaknya seperti apa bakal calon tetap dia akan mendapat
semacam lisensi atau sertifikat yang akan menjadi syarat administratif untuk bisa mendaftar sebagai
calon jadi alasannya waktu itu jadi kemudian bakal calon Uji publik itu sebetulnya pembuka saja kepada
publik ini ada calon ini itu lagi berdebat dan sebagainya, selain itu publik juga diberi kesempatan untuk
Komplen atau mengadukan tentang satu hal nah karena itu kami menganggap bahwa uji publik itu
penting memang untuk menjaring tetapi kalau prosesnya tidak clear maka sebetulnya uji publik itu
hanya menjadi formalitas belaka saya setuju kalau kemudian uji publik ini diteruskan kita coba
diskusikan format yang paling pas seperti apa tentu saja peraturan KPU tentang uji akan sangat
menentukan uji publik itu akan substantif atau hanya formalitas itu yang pertama.
Yang kedua pimpinan memang kemudian uji publik ini dipertahankan atau tidak di pertahankan
konsekuensinya banyak kepada Pasal hitungan saya itu ada Pasal 1 ayat (2), ada Pasal 3 Ayat (2),
Pasal 5 Ayat (3), ada pasal 7 ayat (d), kemudian ke pasal 38 ayat (1) sampai (6) itu semuanya bicara
tentang uji publik nah kalau ini dihapus maka sebetulnya mengurangi sekian banyak pasal dan Ayat nah
begitu juga kalau kemudian uji publik ini dicoret maka itu akan berkonsentrasi kepada satu tahapan lagi
yaitu tahapan bakal calon kan begitu nah karena itu sebetulnya partai kami dengan melihat
perkembangan kami berfikir bahwa uji publik kalau sifatnya hanya formalitas mendingan dihapus kita
kembalikan kita berikan kepercayaan kepada sepenuhnya kepada partai politik dengan mekanisme
internal yang dia miliki, ini kan namanya partai politik tidak punya mekanisme obyektif kalau sudah
menyangkut Caleg Nomor satu Nomor 2 kan selalu subyektif, begitu juga kalau sudah
menyangkutsiapa yang mau dicalonkan subjektivitas yang bicara, tapi okelah yang menghukum nanti

9
adalah ketika hari Pilkada itu apakah pilihan partai politik itu diterima oleh publik atau tidak kan begitu
Nah karena itu kami berfikir bahwa apa namanya itu tadi berikan kepercayaan kepada partai politik
untuk mencalonkan siapa saja mekanismenya kita lepas siapa saja, toh nanti yang menghukum adalah
rakyat begitu. Dan memang kerjanya partai politik itu salah satunya adalah sumber klurekruitmen
pemimpin-pemimpin politik termasuk pemimpin kepala daerah Nah karena itu menurut kami pimpinan
apa namanya coba kita tinjau lagi, apakah uji publik dan bakal calon itu memang efektif apalagi
kemudian partai politik memang fungsinya adalah merekrut pemimpin-pemimpin itu Nah Yang terakhir
pimpinan tentang uji publik begini apa namanya kok jadi lupa saya di luar uji publik pimpinan, di luar
bonggol yang 5 itu PKB dari dulu sebetulnya Pak Arif tahu, karena kita berbeda kita pendapat sama
Pak Arif, tentang pilkada satu putaran dan 2 putaran saya minta forum ini juga kita coba exercise sekali
lagi, apa perlu kita tetap 2 putaran tidak cukup satu putaran, pertimbangan kami sangat-sangat masuk
akal pertama tentu saja efisiensi, sudah menjadi rahasia umum bahwa pilkada satu putaran dan 2
putaran perbandingannya 30 sampai 40 persen udah pasti itu ratusan milyar yang bisa irit hanya untuk
menentukan seorang kepala daerah begitu kan yang kedua alasan kami kita coba cek, kita kaji
mayoritas pilkada yang calonnya menang di putaran pertama itu mayoritas menang di putaran kedua
kecuali Golkar di Gresik Pak Sobari.
Pak Sambari itu menang Putaran pertama kalah, tapi putaran kedua menang karena MK
kemudian mengabulkan 9 kecamatan di ulang tapi fakta bahwa kemudian yang menang di putaran
pertama selalu menang puratan di kedua itu mayoritas kepala daerah apakah itu bupati, walikota, dan
Gubernur itu selalu terjadi pimpinan, karena itu menurut saya putaran kedua menjadi sia-sia Yang
ketiga pertimbangan kami adalah bahwa apa namanya efektivitas pemerintahan itu samasekali tidak
terkait dengan persentase atau selesih kemenangan seorang calon kepala daerah itu terbukti. Nah
karena itu menurut saya satu putaran dengan catatan trash hold nya kita naikkan dari 15 menjadi 20
persen itu sudah cukup Jadi berapa persen pun yang menang, sudah langsung ditetapkan sebagai
pemenang dan langsung dilantik sebagai seorang kepala daerah itu alasan kita, saya masih ingat
berdebat dengan pak Arif, begitu mudah-mudahan hari ini Pak Arif lebih bijak dan lebih arif begitu.
Sehingga Pilkada dulu bijak sekali hehehe dulu persoalannya kalau satu putaran nanti problemnya
adalah legitimasi, oke legitimasi walaupun sebetulnya di mana-mana legitimasi itu tidak selalu berkait
dan relevan dengan efektivitas pemerintahan, saya usul pimpinan masalah satu putaran atau dua
puttarankita masukan ke diskusi hari ini.
Terima kasih Pimpiinan

KETUA RAPAT:

Tadi masuk Pak Arif baru nanti Ke belakang jadi, jadi begini kita dengarkan juga kita kan
menyelesaikan ini untuk urusan bangsalah tentang uji publik ini tapi ya sudah dibuka begini, makanya
kita renung ini sampai ada bagi pikiran saya ini penamaan uji publik juga enggak pas begitu nama uji
publik itu kalau yang dimaksudkan misalnya tadi bung Malik menyampaikan ya uji, uji itu harus ada nilai
harus ada skor ,Iya ?
Saya ini anggota senat perguruan tinggi, kalau menguji orang itu diberikan skor ini kita buat
namanya besar, tapi tidak pas, yang harusnya itu fungsi-fungsi yang disampaikan tadi oleh Pak Malik
oleh karenanya kita diskusikan memang yaa ada yang ingin dihapus, cuma makna uji publik itu
memang harus kita dudukan dimana posisinya kira-kira begitu silakan Saudara Arif.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Ya terima kasih.
Ketua, Jadi sebenarnya menyangkut uji publik sudah banyak argumentasi yang di sampaikan
tapi barangkali saya me review sedikit saja pembahasan kita pada masa yang lalu dimana kemudian
sampai pada satu keputusan bahwa uji publik itu diperlukan sebagai bagian dari proses tahapan

10
tahapan pelaksanaan Pilkada Nah menyangkut pertama saya ingin menyatakan bahwa menyangkut
istilah uji publik, saya kira itu perlu mungkin untuk dirumuskan kembali tapi kira-kira maksud dan tujuan
dari uji publik saudara Malik Haramain sudah menjelaskan secara gamblang yang intinya tidak
dimaksudkan hanya sekedar memenuhi formalitas belaka Jadi rumusannya itu bisa di di diperbaiki, ya
diperbaiki dan kemudian dasar yang dijadikan sebagai atau merupakan pandangan, mengapa uji publik
itu diperlukan adalah itu tadi. Sebenarnya transparansi terhadap keberadaan para bakal calon supaya
publik kita mengenal lebih baik para bakal calon yang sedianya nanti akan ditetapkan sebagai calon
oleh masing-masing partai politik atau gabungan partai politik dan dengan demikian ini sesuai dengan
ajaran yang selalu disampaikan oleh Pak Malik dalam setiap rapat dulunya agar menjauhkan dari fitnah
kira-kira begitu agar menjauhkan dari fitnah.
Jadi publik itu menjadi sangat gamblang tentang siapa bakal calon yang nantinya kemungkinan
akan berlaga pada proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah nah kewenangan untuk menentukan
setiap bakal calon untuk menjadi calon itulah, menjadi kewenangan partai politik atau gabungan partai
politik yang mengusulkan dan menetapkannya sebagai calon dan dengan demikian maka tidak ada lagi
isu-isu yang kemudian sesungguhnya menjadi sangat bernuansa politiking, Tricki, fitnah, yang sudah
tidak bisa lagi dijadikan oleh setiap Partai atau gabungan Partai yang mengusung calon tertentu yang
sudah pernah menjadi bakal calon yang ditetapkan oleh partai politik itu dengan demikian kita ingin
sesungguhnya menyehatkan demokrasi itu bisa berjalan.
Jadi kalau kemudian misalnya ada yang menyatakan tentang isu tertentu terhadap pribadi para
kandidat itu sudah tidak lagi bisa digunakan dan justru karena itu maka kemudian dalam proses
Ilection-nya nanti adalah rakyat kita arahkan, kita ajak untuk memilih setiap calon yang sudah
ditetapkan partai politik ya dengan kelebihan dan kekurangannya dengan tidak lagi menjelek-jelekkan
para calon itu semua sudah diselesaikan pada saat mereka menjadi bakal calon dan melakukan telah
mengikuti uji publik itulah sebabnya juga maka, kemudian uji publik tidak dimaksudkan untuk
memberikan penilaian terhadap para bakal calon untuk bisa lulus atau tidak menjadi calon kita
kembalikan lagi kepada partai politik apalagi dalam proses pelaksanaannya nanti partai politik akan
mendapatkan respon dari publik nah kalau partai politik mendapatkan respon dari publik misalnya ketika
sebuah partai politik mencalonkan 3 bakal calon sebelum penetapan calon itu kemudian dari ketiga itu
kira-kira misalnya 2 orang di antaranya dinilai oleh publik tidak baik tetapi kemudian pada saatnya partai
tetap menentukan, menetapkan bakal calon itu menjadi calonnya ya resiko ditanggung partai jadi tidak
ada yang mengalami, memang tidak untuk memberikan peluang.
Tapi dulu kira-kira cara berfikir bawa komisi 2 pada masa itu adalah sama pemerintah
transparansi, menjauhkan dari fitnah dan tidak lagi di dalam perhelatan pilkada sah penetapan calon itu
kemudian masing-masing partai dan kampanye dan sebagainya memainkan isu-isu yang
sesungguhnya sejawat telah diklarifikasi melalui uji petik. Saya menyampaikan apa yang disampaikan
Ketua mungkin istilahnya bisa rumuskan tidak uji petik tapi isinya kira-kira begitu. Yang kedua mengenai
soal TPS 1 putaran 2 putaran, saya kira memang ini sekaligus saja jadi pada Undang-Undang tentang
DKI Jakarta. DKI Jakarta itu gubernur harus mendapatkan suara lebih dari 1/2.
Saya kira ini juga terpaut erat dengan sistem besar kita didalam pemilihan umum. Dalam
pemilhan umum kita tetap sampai hari ni menegaskan menggunakan sistem proporsionalitas.
Proporsional artinya adalah karena kita bangsa yang buruk karena kita bangsa yang menghargai
keragaman, tidak ingin menyingkirkan minoritas karena tak juga kita juga ingin mendorong bangsa ini
adalah berdiri di atas kekuasaan mayoritas maka legitimasi menjadi double memang dari aspek dana
dan efektivitas antara satu putaran dan 2putaran secara pragmatis tentu kita akan memilih satu
putaran, tetapi ini juga menyangkut soal siko politis orang yang dipilij dengan satu toleransi dalam
jumlah dukungan tertentu yang kita bisa takar, misalnya 30% sarat minimal legitimasi itu akan
berbeda.
Secara sikopolitis, dan tentu saja ini juga akan membuka menutup ruang bagi pihak-pihak
tertentu pasca calon itu terpilih. Nah soal misalnya ada yang menyatakan kalau dipilih ya tidak dengan 2
putaran misalnya cukup satu putaran saja dengan angka 20% apakah itu tidak menjamin pemerintahan

11
itu efektif, saya kira memag tidak ada hubungannya tetapi ada urusan sikopolitis yang tidak bisa
kemudian dikuantifisir yang kemudian dijadikan sebagai dasar bawa orang tersebut adalah miskin
legitimasi dan kemudian memudahkan bagi kelompok-kelompok politik yang barangkali dulu adalah
lawan politik untuk menggali saya kira ini soal problem legitimasi, agar secara psikololitik siapapun yang
menang mendapatkan merasa mendapatkan dukungan yang cukup dari publik dari rakyat, nah karena
itu apa lagi berdasarkan kepada pengalaman yang terjadi pemilihan 2 putaran sesungguhnya tidak
terjadi di banyak tempat.
Di beberapa tempat saja, saya kira itu satu fenomena yang fakta, fenomena yang biasa dia
tidak bisa keumuman dari sebuah proses karena itu menurut saya kita toleransi saja kalau ada 3,4,5,7
daerah saja dari total ratusan daerah yahng ada itu untuk sesuatu yang baru saya tidak perlu kita
perdebatkan juga. Tentang 2 putaran yang hanya terjadi kecuali dia menjadi gejala yang umum,yang
menyeluruh saya kira kita bisa berfikir ulang nah yang berikutnya sekali lagi dengan legitimasi yang
cukup sebenarnya sistem proprsional itu adalah sistem yang paling cocok bagi republik ini kita tentu
tidak mengarahkan pada satu proses yang telah ujungnya adalah majutarian, kita tentu tidak ingin
mengganggu sama sekali tentang apa yang disebut dengan satu kesatuan di dalam negara kita yang
notabene adalah negara yang sangat beragam, negara kepulauan, yang tentu arahnya ke depan
tanpa bermaksud kita anti pada federalisme tetapi memang kita sudah menentukan bahwa bentuk
negara cocok adalah negara kesatuan.
Nah karena itu, tentu dengan apa yang disebut sumber legitimasi yang cukup sebenarnya pada
batas yang paling toleran adalah 30% itu dan karenanya bisa kita terima dengan demikian maka Ketua
soal pemilihan putaran kedua rusak juga masih diperlukan ini menyangkut legitimasi nanti supaya juga
tidak ada masalah-masalah yang cukup berarti di kemudian hari, kalau ada pemilihan kepala daerah
misalnya yang sebenarnya yang dukungannya minim kemudian dia tidak terganggu, untuk sebagian
saya kira ini merupakan rahasia umum, kemampuan kepala daerah itu di dalam " melakukan
komunikasi dan interaksi " hal positif dengan kekuatan atau kelompok-kelompok politik yang lain yang
yang telah lawan politiknya, jadi ini soal kekuataan kepiawaian kepala daerah tersebut. Jadi sekali lagi
sumber legitimasi itu penting agar kita tidak mendegradasi bangsa ini Kalau dengan cara berpikir
adalah yang penting pokok yang menang pula apa pun yang didapatkan, saya kira itu Ketua dan yang
lainnya menurut hemat saya kita bisa sistematisir hendak hal pembicaraan kita untuk memudahkan di
dalam melakukan pembahasan ini dengan sistem cluster tadi dan tentu saja yang tidak menjadi
pandangan semua fraksi Itu tetap menjadi bagian pembahasan yang harus kita tuntaskan juga agar
nanti hasilnya adalah perubahan Undang-Undang ini jadi ini Undang-Undang yang relatif komprehensif
lengkap Pak.
Terima kasih.
Pak ketua, Maksud saya gini Ketua, Supaya kita tidak masuk ke tadi telah kita sepakati dulu
ini, kalau memang sekarang kita membahas 2 materi jadi kita sepakati sypaya tidak terulang lagi
karena tadi cuma KPU pada awalnya sudah selesai ah kalau begitu kita sepakati ini sekarang, Bila
tidak mengatur teknis Bukan KPU, ini uji publik, ni kan sekarang sudah masuk kepada Persyaratan
calon ini yang mana, Yang kita bahas tadi kan sudah disanggupi oleh...(suara tidak jelas) Kita sepakat
biar nanti maju kita ini uji publik.
Dan ini sebenarnya ya persilakan tadi dikatakan awal tujuannya sebenarnya dari pembentuk
Undang-Undang yang lama dulu sudah di ini soal transparansi dalam proses bakal calon sampai ke
ujung dia dipilih oleh rakyat. Kan gitu. Oleh karenanya kita lakukan saja apakah nanti isilahnya tetapi G
to G bisa-bisa juga tidak uji publik namanya yang kita mulai tahapannya kita minta tanggapan hilal dan
mulai tahapan menzalimi menjaring dan menjaring, dari mulai tahap bakal calon atau gabungan partai
publik dari proses yang ceritakan tadi.
Terus yang diharapkan juga dari istilah uji publik, itu berat bahasannya, dan diharapkan dari
peristilahan yang dirubah jadi yang dirasakan sekarang itu dibawah, tadi juga termasuk tanggapan di
bawah itu menjadi persoalan karena waktunya jadi panjang, bahwa ada atau tidak respon sudah t
disaring oleh partai politik ada atau tidak respon dari masyarakat. Baru pada akhirnya dialah yang

12
diklasifikasikan tentang makna, saya ulangi lagi tadi menarik makna dari uji publik ini, apakah bisa
berkampanye itu juga tidak termasuk soal itu kita kan tadi kalau benar atau kemana lagi kita berikan
tinggal tahapan itu saja, jadi nanti memang kita tidak kembangkan dihapus atau tidak dihapus tapi
makna dari uji publik itu kita tentukan dalam tahapan-tahapannya masuk di dalam pasal-pasal itu.

KETUA RAPAT :

Dalam konteks ini dulu.


Ini kan kita sebut punya sependapat uji public itu dengan apa yang dijelaskan Pak Arif dan Pak
Malik itu kan sependapat, maknanya yang kita bahas dari awal kan yang pertama adalah kesepakatan
waktu dulu waktunya terlalu panjang, ini dipendekan, itu yang pertama dulu Pak. Yang kedua uji public
ini bisa dimasukkan dalam pentahapan di KPUD tentang seleksi administrasi nantikan KPU mengecek
ijasahnya asli atau tidak, dia datang ke sekolah yang besangkutan semuanya tapi mungkin bisa
dijelaskan kepada undang-undang tolong sosialisasi untuk calon yang sudah diajukan untuk
mendapatkan tanggapan masukan dari publik.
Dibuka kotak-kotak oleh KPU dengan waktu tertentu, satu minggu nanti kan akan mengirim
orang semuanya, sosialisasi lewat koran, media, ini adalah calon-alonnya jadi kan waktunya
diperpendek tapi tahapan yang masuk pada tahapan seleksi administrasi di KPU. Atau boleh dari partai
silakan, 2 minggu untuk partai menseleksi calon, kalau pun calonsudah mengajukan, KPU juga
melaksanakan sosialisasi karena KPU itu Pak akan mengecek ssemuanya Pak, dari surat kelakuan
baik, ijasah dia akan berangkat ke tempat sekolah, kalau ada yang dilragukan ini masukan saja untuk
sebagai bahan petimbangan, terima kasih.

F-PG (Drs. H. DADANG MUCHTAR):

Pimpinan, mana persyaratan mana yang dimaksud dengan uji publik? kalau persyaratan itu
betul yang dibilang tadi, jadi makanya terminologi uji publik benar, pak ketua sudah pertanyakan kalau
persyaratan SMA, sehat, tidak narkoba itu syarat calon. Tapi kalau kita bicara uji publik tentu ada
sesuatu hal di sini yang khusus pertanyaannya jelas siapa yang menjalankan uji public, kalau yang tadi
persyarata tadi itu kalau mau masuk AKABRI ini syaratnya kan begitu, nah begitu dia di uji itu berbeda
dengan persyaratan administrasi. Saya pikir kalau boleh teman-teman ini sepakat sikap bahas dulu uji
public, ini apa sih apakah perguruan tinggi, apakah KPU, aakah DPR , apakah pemerintah apakah
DPRD apakah KPK, jadi ini saya setuju dengan cara Pak Ketua membimbing kita jangan lari dulu apa
yang dimaksud dengan uji public itu barangkali Ketua, supaya tidak lari,
Terima kasih.

F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH):

Ketua, berkaitan dengan uji publik.


Saya begini, kalu saya mendengarkan penjelasan dari Mas Syarif dan Pak Malik ini jadi
sebenarnya kalau dilihat dari uji publik yang rentang wakunya 1 tahun tadi, karena uji publik kan tidak
mesti diuji hasil kan public yang menilai, menguji, tapi kalau yang disampaikan beliau tidak
menggugurkan saya malah lebih sependapat, tetap saja uji publik kan masyarakat masyarakt yang
menilai tapi tetap saja di partai, karena waktunya 3 bulan kita umumkan nanti masyarakat kan datang
ke partai Pak ini, pernah kawin, mungkin kan setahun itu ada pembelaan diri, baru dia sebagai calon
kalau ini masukan saja, ini nanti kami jawab kalau memang sudah struktur dicalonkan lah,
konsekuensinya bisa kalah, tapi saya juga sependa[pat uji publik itu tidak dengan hasil yang
dikeluarkan, cuma tadi saya mau tanya apakah konsekuensinya kalau memang yang mau disampaikan
tadi cukup diprtai politik saja, masyarakat tapi diumumkan ini kita transparan kita umumkan kepaa

13
masyarakat partai memberikan respon kepada masyarakat kita melakukan uji public terhadap calon
ini.
Jadi, terima kasih Pak.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Pimpinan, terima kasih PImpinan,

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Jadi mengenai uji publik, saya kira kita sudah sepakat tadi di uji publik tetap harus ada itu dulu
poinnya, jadi kita sampai dihapus Ketua. Apapun namanya atau istilahnya tetap uji publik, ini karena
jangan sampai kita yang kita janjikan kepada masyarakat merubah revisi terbatas ya kan, nah tinggal
substansinya bagaimana substansinya yang kita susupkan Ketua. Saya kalau mau kita sederhanakan
saya setuju disederhanakan, misalkan tadi dari persaratan itu cukup di partai politik yang mendaftarkan
kalau semua syarat sudah memenuhi dari UU ini didaftarkan, kalau sudah kita publish calon ini,
kepada publik kira-kira begitu, mungkin keterbatasan partai politik, mungkin ada yang tersembunyi,
masyarakatlah yang bisa mengunggkap, hal yang belum terungkap, tetapi pertanyaannya apa kami
sudah selama uji publik itu ada hal yang sangat mendasar misalkan Ketua hal yang mendasar,
misalkan dia dipernyataan dia tidak pernah terlibat hukuman selama 5 tahun, ternyata dia terlibat dan
dibuktikan bisa, dan menurut saya ini serius, makanya menurut saya ini uji publik tetap kita buka
untuk melibatkan partisipasi masyarakat itu dalam rangka kita menaikan keperdulian masyarakat
kepada pilkada gitu loh jadi menurut saya namanya tetap uji publik biar kita tidak ribut di luar sana kita
kan mau cepat, kalau mau normal uu ini kita harus terima masukan dari publik. Terhadap perubahan
UU ini.
Kita mau cepat, menurut saya karena ktia menaggap karena ini teknis, dan hal-hal yang
menyangkut isu publik kemauan publik jangan sampaip kami memilih kucing dalam karung itu tetap
harus ditampung Pak. Jadi uji publik tetap tapi caranya mungkin tidak perlu ada sertifikat itu loh.
Tapi kalau ada yang mendasar tadi itu perlu di btasi, kalau misalnya ijasah palsu, pidana
kurungan 5 tahun ke atas itu mendasar, karena dia sudah melanggar dari persyaratan tadi, kalau dia
sudah tidakmelakukan persyarakatn dan otomatis KPU bisa menggugurkan, itu saja, jadi kalau sudah
ada yang mendapatkan calon ke partai A misalkan kemudian diverifikasi oleh KPU, diumumkan bahwa
si A dan B ini sudah mendaftar sebagai pasangan calon dipampangkan ke sudut kota dan sudut desa
namanya ini silakan rakyat menyampaikan informasi terhadap semua mengenai pasangan ini. Kalau
ada yang mendasar ini, menurut saya ini juga tanggung jawab kita sebagai pembuat UU Pak.
Tidak boleh kita menganggap ini remeh Pak ketua, jadi menurut saya ini tetap jangan sampai
nanti ini setelah terpilih nanti digugat ijasah palsunya ada atau kurungan 5 tahun itu lebih repot kita itu
loh. Tinggal memang apakah interperkasi dari kita misalkan kemungkinan ada pasangan calon yang
tidak memenuhi syarat karena ada uji publik tadi apakah masih bisa mengganti clon, itu nanti harus
diatur nantinya implikasi dari situ, apakah partai politik yang bersangkutan bisa mengajukan calon
pengganti gitu ini pikiran kita, karena saya yakin masih dari orang tidak jujur dipublik ini Pak. Ya kan
masih banyak juga yang ijasahnya pakai beli, karena dengan uangnya dan sebagainya.

F-PAN (H. YANDRI SUSANTO):

Jadi misalnya ini apa namanya serius tapi kita sederhanakan, itu pendapat saya Pak, terima
kasih.

14
KETUA RAPAT:

Oiya saya janji tadi Bu Diah nanti, baru nanti ke sana.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.sos):

Terima kasih Pimpinan.


Ada 2 hal yang setankah dan berdebatan ini, pertama apakah ini transparansi atau sebuah
ujian yang kita jalankan karena kalau bicara transparansi itu akan dekat dengan konotasinya dengan
persyaratan yang sama ini juga sudah cukup ketat dilakukan oleh KPUD. Yang kedua, kita tentu
berharap otonomi daerah ini akan meningkatkan kualitas kepala daerahnya. Maka itu kita perlu
membangun satu verifikasi atau satu proses dalam demokrasi lokal untuk meningkatkan kapasitas
kepala daerah yang selama ini cenderung menjadi keprihatinan publik. Menurut saya itu poinnya.
Tapi bagaimana uji publik ini dilakukan karena ini sejauh ini menjadi ranah partai politik dalam
memilih bakal calon atau calon kepala daerah nah bagaimana melakukan intervensi terhadap satu
ortoritas yang pada dasarnya sejauh ini memang menjadi mandat dari partai politik untuk
mempunyaikemudian mempunyai korelasi terhadap peningkatan kualitas kepala daerah. Dalam hal ini
saya pikir uji publik ini akan sangat penting tergantung bagaimana kita menjalankannya
mekanismenya, karena bagaimanapun ini sudah masuk dalam sebuah kontestasi politik dan bicara
publik kita akan bicara satu hal yang sangat luas, bisa jadi siapa pun pada saat itu menjadi publik atas
nama publik karena suka tidak suka pilkada itu nuansanya politis menurut saya hal-hal termasuk juga
psikologis dan lain-lain atau sosiologis karena tidak ada korelasinya juga dari yang sudah banyak debat
politik dilakukan dengan keterpilihan calon karena masyarakat kita juga belum sadar kategori
masyarakat yang rasional jadi bagaimana kita membangun sistem untuk meningkatkan kualitas kepala
daerah, menurut saya itu yang harus digarisbawahi dalam hal ini , terima kasih.
F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Terima kasih.
Intinya Fraksi PPP masih melihat bahwa tahapan uji publik itu cukup dalam memberikan
harapan lagi publik sekarang ini ya bagi masyarakat sekarang ini. Terhadap penyelenggaraan pilkada
ke depan.
Jadi masyarakat sudah pada tahap memahami bahwa ada satu tanggapan baru di dalam
penyelenggaraan pilkada yang memberikan ruang bagi masyarakat sebelum seseorang itu termasuk
dalam wilayah calon, sehingga masyarakat masih bisa memberikan masukan yang lebih maksimal,
karena selama ini peran serta masyarakat melalui partai politik masih terbentuk pada hal tentu teman-
teman di partai politik ya sebagai pengambil kebijakan tetapi, wilayah yang lain di kampanye lelatu di
tempat publik itu sudah masuk wilayah mereka sebagai calon ya mungkin mereka akan mundur lagi
kiranya begitu.
Nah oleh karena itu lah kami tetap berpendapat bahwa uji publik itu tetap cara bisa
dilaksanakan tetapi memang oh seperti yang ada di Perpu itu menjadi cukup bisa disederhanakan ini
soal tahapan apa uji publik itu waktunya disederhanakan yaitu Kamis, bahkan kalau bisa mengambil
suap satu bulan saja bahkan temen-temen di fraksi PPP mengusulkan agar panelis di uji publik itu bisa
tidak dibatasi oleh hanya KPU atau tokoh masyarakat atau akademisi saja etapi juga pihak penegak
hukum. Ini juga bisa atau dapat dijadikan masukan di dalam tim panelis,i enggak tanggung dengan
mereka terima kasih.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Menyambung gambar nanti saya kira sudah hampir mengerucut, Pak Ketua khusus uji publik
karena hampir seluruh beberapa fraksi berpendapat bahwa uji publik tetap dilaksanakan waktunya

15
diperpendek, karena memang pengalaman selama ini ada beberapa daerah yang terpilih jadi kepala
daerah dan tidak pernah muncul didaerah itu, nanti mau pemilihan karena uangnya banyak dia terpilih
sehingga memang ini mungkin yang melatarbelakangi pemikiran-pemikiran sehingga uji publik ini
dilaksanakan.
Cuma Pak Ketua saya sarankan, seperti dikatakan diikutkan DPR, DPR tidak perlu diikutkan,
karena DPR sudah melakukan penilaian pada saat calon menyampaikan visi misinya di hadapan
sidang Paripurna DPR. Iya, iyah ya tadi kan adalah DPR juga ikut serta dan diikutsertakan yang kedua
dilaksanakan oleh partai politik jadi partai politik yang melaksanakan, dan yang partai politik bisa
melibatkan masyarakat. Saya rasa sudah hampir masukan-masukan sama sehingga sudah bisa kita
mengambil keputusan untuk kita beralih ke bonggol yang lain, terima kasih. Saran Juga simpulkan
Terima kasih Ketua, jadi beberapa teman yang telah menyampaikan argumennya yang saya anggap
untuk menambah bobot dari Undang-undang ini memang saya juga berpendapat ini sangat penting
karena kita sama-sama ingin membangun NKRI ini dengan baik ke depannya, dan juga uji publik ini
yang pemilihan-pemilihan kepala TI daerah yang dulu juga diadakan tetapi memang pada saat yang
lalu domain-nya atau yang mendengarkan ini adalah partai politik, partai politik.
Jadi diakan penjaringan kemudian diadakan penyaringan dan juga memanggil beberapa
masyarakat kader untuk menguji calon ini, namanya juga bakal calon, namanya juga sama hanya saja
tidak dalam penyusun Undang-Undang ini kyanya akan ditariknya yang domainnya partai politik
menjadi…(suara tidak jelas) uu ini KPU kalau dulu ini karena disitu nantinya akan aad penilaian-
penilaian terhadap masyarakat, lebih rumit lagi Pak nantinya nah bahwa untuk bakal calon ini yang
tadi yang akan diuji publik ini partai politik boleh mengusulkan lebih jadi satu, tetapi kalau sudah calon
itu satu, ini boleh stu, kalau nantinya mgnusulkan 10 ini nantinya akan repot sekali KPU satu saja sudah
repot kan harus ada tandatangan sekretaris, kemudian Ketua apalagi kalau ada tandingan dari partai
politik lebih rumit lagi Ketua KPU ini jadi ini biar diurusi oleh partai politik, memang perlu tetapi itu
urusannya dengan partai politik, tetapi tidak main-main untuk mmilih salah satu calonnya yang akan
diajukan dia juga akan sungguh-sungguh biar nanti partai politik ke depannya yang akan membangun
negara ini adalah calonnya.
Kemudian selanjutnya kadang-kadang terjadi bahwa bahan penilaian dari masyarakat dengan
penilaian dari partai politik itu bisa beda. Masyarakat dengan baik tetapi lihat penilaian jadi partai politik
ini adalah bahwa pertimbangan tahun ini kepada partainya membersarkan partainya dulu itu salah satu
menjadi perhitungan partai politik, sehingga saat ada perbedaan dalam masyarakat ini akan
menyulitkan partai politik ini untuk menjalankan itu. Sehingga saran saya Pak, ini uji publik ini memang
perlu apapun namanya, ini memang lebih baik Ini tetap di ranah partai, setelah satu terpilih inilah yang
nantinya akan ...(suara tidak jelas) dan nanti rentetannya sudah begitu ketat sekali ketika ada ini akan
menggugurkan KPU dengan aturan-aturan yang sudah kita lihat ternyata hasilnya beberapa Yang
dijelaskan KPU tegas, ketika memang itu bermasalah itu disuruh ganti

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Terakhir Pak , Iya. Baik Pak, jadi pertama gini Pak, jadi kita membahasnya tentang
dilaksanakan oleh partai politik sementara kita tahu bahwa independen nanti agar dia independen juga
mencalonkan siapa yang melakukan uji public independen ini.
Kalau dia KPU berarti dia kan ada lebih bahasanya dilakukan oleh KPUD kan, tetapi kan
sangat beda sekali ini maka oleh karena itu memang prinsip seperti apa disampaikan teman-teman tadi
bahwa uji pubik ini memang ada tetapi sangat sederhana dan tidak terlalu banyak membebankan calon
maupun membebankan anggaran oleh yang dialihkan di inikan ke KPU, dianggarkan di KPU karena
kita tahu bahwa uji publik ini kan hanya berupa moral saja sebenarnya untuk menyeleksi daripada
calon, moral itu pun kita serahkan kepada hak partai tidak tahu bahwa apa saat ini semua partai sudah
melaksanakan pembukaan pendaftaran calon Lalu nanti stelah pendaftaran calon partai nanti untuk
melakukan fit and proper tes termasuk menguji segala sesuatunya kesiapannya dan sebagainya,

16
duitnya dan juga adanya nanti ada satu masalah juga kalau nanti itu partai politik yang tidak bisa
mengusung sendiri tentu mereka adalah terdiri dari berbagai partai politik nah sementara partai politik
yang satu aliran panas, atau dingin tentu beda lagi, agar tidak ribet bagaimana untuk mempermudah
calon itu, karena harapan kita agar apa yang direvisi semua mengarahkan kepada yang
mempermudah bukan untuk mempersulit yang mempersulit calon mempersulit tetapi mempersulit
negara terutama anggarannya.
Terima ksih Pak.
Pertama, rasanya kita sepaham ini maknanya dulu ya karena yang tertulis disitu uji publik itu
adalah proses transparansi dalam proses bakal caloon sudah dia juga sampai kepada calon. Yang
kaitannya termasuk misalnya potret recordnya, terus persyaratan dan diberikan sudah dimulai dari awal.
Kita sepakat di sini yang memulai dari awal ini adalah ya partai politik atau gabungan partai
politik kalau demikian halnya sebab yang menguji nanti, yang memberikan ini kan lama wujud public
ini keberatan terlalu besar kalau itu prosesnya, oleh karenanya mesti ada disini pembentuk undang-
undng 3 orang kalau mau kita sederhanakan namanya ini ada baiknya kita kita rasakan soal uji public
ini kekisruhan di masyarakat itu sudah apalagi yang mau calon itu sudah mulai ketakutan soal-soal
yang begini apalagi dengan anggaran kadang mulai dari panselnya harus ditunjuk 1 1/2 bulan itu ini
kita sepakat dulu makna yang dimaksudkan kita nanti minta apa namanya yang terbaik di dalam
Undang-Undang dan Undang-Undang nanti apa namanya mungkin apa memikirkan apa proses apa
namanya, itu harus ada nilainya seperti yang dikatakan tadi ada ini hanya boleh dan tidak, padahal
tidak dan juga memberikan namanya agar nanti drafting kita bisa makna ini dimana lagi yang kita
tempuh sekarang soal penamaan nanti ya kita minat perkembangannya nanti, tahapan uji publik kita
mulai ini makna dari uji publik tadi ya kita mulai dari proses partai politik dari proses pencalonan partai
politik kita nyatakan saja bahwa bagaimana nanti didalam menyelenggarakan partai politik iya salah
satu mulai dari tahap proses jadi biar ada juga keterbukaan partai politik kalau begini Ketua, partai
politik sebenarnya ada kewajiban Undang-undang partai yang mengatur soal rekrutmen dan seleksi
yang demokratis di dalam demokratis itu terbuka itu langkah partai politik tetapi maksud saya saya
adalah kalau partai politik kita mintakan itu otomatis ya memang berkewajiban dan yang dimaksud
disini apapun namanya nanti menyangkut sementara kita gunakan itu, yang menyeneggarakan KPU
nah kita setuju saja disederhanakan, misalnya proses untuk memilih tokoh masyarakat dan sebagainya
gitu kan waktu itu nanti kita pikirkan bagaimana menjadi lebih sederhana tapi tetap diselenggarakan
oleh KPU supaya ada standar jadi misalnya ada 10 partai politik yang berlaga di satu daerah ya
semua partai politik misalnya kemudian nanti hanya 3 partai politik yang bisa memenuhi syarat untuk
mencalonkan sendiri yang lainnya harus bergabung, kira-kira ada 5 calon 5 partai politik yang klip 3
partai politik dan 2 gabungan partai politik nah masing-masing silahkan mengajukan para bakal
calonnya para bakal calonnya ada 30 orang ya tidak apa-apa 30 diantara sebagian dari perorangan
biar diselenggarakan KPU saja diselenggarakan KPU supaya ada standar, nanti tidak ada proses yang
berbeda-beda partai politik ini kan punya rekrutmen dan seleksi mulai dari bakal calon sampai
menentukan calon maka bisanya partai itu punya mekanisme tertentu untuk penjaringan dan
penyaringan, itu sarana partai politik tetapi ranah ke publiknya ranah publik adalah kewenangannya
KPU.
Jadi supaya ada standar saja jadi sama-sama semuanya terlibat pada proses sementara
masih...(suara tidak jelas) dan nanti kita rumuskan dulu, kemudian disebarkan oleh KPU tadi, mungkin
kegiatan yang cukup sehari saja sehari tokoh masyarakat semua diundang semua dan lain sebagainya,
orang tanya, Pak dengar-dengar Bapak pernah kerja di satu perusahaan atanya Bapak terlibat apa
dengar-dengar terlibat pada pencurian saham atau penggelapan barang yang ada di perusahaan, ini
jelaskan saja tidak betul dan lain sebagainya jadi kegiatan yang sudah lama belum juga
membayangkan hari saja diselenggarakan KPU, setelah itu ...(tidak dilanjutkan).

17
F-PDIP (Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, MM):

Kemudian para tokoh masyarakat yang sedang kumpul mendengarkan, bertanya dan
mendapatkan penjelaskan dan sebagainya ini dan tentu akan menyebar luaskan pada masyarakat
yang lainnya. Nah kita berikan satu proses waktu misalnya 2 Minggu saja untuk ada respon dari
publik.
Responnya kepada siapa, responnya adalah kepada masing-masing partai itu gitu loh, jadi
bukan pada KPU lagi responnya jadi tidak ada urusannya dengan KPU, KPU hanya menyelenggarakan
saja,sebagai event organizer responnya pada partai, dan partailah atas respon kalau partai punya 5
bakal calon yang yang tadi saya gambarkan responnya buruk ternyata 3 di antaranya buruh silakan saja
partai itu kemudian memutuskan untuk menjadi calon hanya satu orang, kalau yang buruk itulah para
tetap nekad diputuskan ya risiko partai Itu maksudnya. Jadi supaya begini, karena kalau rekrutmen dan
seleksi saya mau kasih contoh di PDI Perjuangan nantinya yang datang hanya PAC ranting, yang
menguji internal dalam tanda kutip kalau para bakal calon ini misalnya iya begitu, dan ini mendorong
cara kita untuk menyehatkan partai politik
Itu maksudnya.

KETUA RAPAT :

Sudah, jadi saya mau simpulkan saja

F-PDIP (ARIF WIBOWO) :

Tidak maksud saya begini pimpinan supaya tidak bertele-tele kita ini kriminolog di uji publik itu
tetap kita harus buat bukman juga jelaskan yang dimaksud dengan uji public harga laa semua tadi nih
itu aja jadi nanti siapa penyelenggaranya jadi yang dimaksud proses calon, yang diselenggarakan oleh
KPU atau partai politik jadi semua kita adopsi tapi tadi ia agak menarik kolo kita lempar ini ke publik
tawuran di bawah jadi harus dibatasi defenisi uji publik itu kalau kita lempar ini ke publik Pak ini yang
ini puablik itu dibayar Pak nah ini harus kita sikapi dulu ya jadi partai politik pun saya bayar, partai
politik selesai saya dapat sertifikat jadi limitasi terhadap defenisi atau yang dimaksud dengan uji
public ini jangan kehilangan Pak, kita nanti jadi bulan-bulanan publik kalau kita hlangkan ini cuma kita
berikan pengertian yang dimaksud dengan uji public adalah ini tadi ini masalah redaksi.

Terima kasih Pimpinan.

F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH):

Betul dari uji publik tetap harus ada karena semangat kita buat uu itu dulu Pak. Kenapa kita
membuat Undang-Undang perbaikan itu kan salah satu untuk memperbaiki kualitas pilkada yang
selama ini dikeluhkan masyarakat, membeli kucing dalam karung itu yang mesti kita sepakati dulu, uji
publik harus ada tinggal saya bilang tadi, kelau menurut pak Arif tadi itu mendekati sempurna menurut
saya jadi mungkin nanti itu KPU dan Bawaslu, Panwaslu Panwaslu itu kan bagian pengaduan biasa
jadi kita perkuat fungsi panwaslu di bawah,atau bawaslu nah mungkin proses pencalonan tadi, silakan
kita sampaikan ke kotak pengaduan, mungkin berlaku satu sampai 3 hari masing-masing calon
mengklarifikasi dalam Kurun tertentu. Itu bisa itulah dalam aduan tadi kalau ada, itu loh semacam itu,
yang masalahnya KPU dan Bawaslu, silakan apa namanya bakal calon mengklarifikasi karena semua
aduan masyarakat.
Nah setelah itu kembali ke berbagai politik apakah mereka itu sering datang Pak deputi tetapi
yang paling dasar sebentar di TPS selama dia tidak melanggar persyaratan nah kalau ijasah palsu tidak

18
bisa dong, walaupun partai politik mencalonkan, tetap gugur tidak bisa ini mungkin yang mesti kita
atur, jangan sampai diatur maknanya karena ini roh perbaikan dari pilkada yang menurut kita dulu carut
marut dulu, salah satunya adalah adanya isu publik, itu semangat dan Undang-Undang dulu baik derap
langsung atau tidak langsung, itu Pak Arifin, nah betul, itu Pak Ketua.
Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Ini dapat kita simpulkan bisa buar rumusan, kalau mau tetap namanya uji publik tapi tetap di
buat ketentuan umumnya kita buat rumusan kalau uji publik itu yang di maksudkan tadi adalah makna
transparan, termasuk di situ ada peran serta masyarakat nah dalam pengertian ya ada partisipasi
masyarakat di sana, nah untuk melihat calon mulai dari tahap proses yang dilakukan oleh partai
politik atau gabungan partai politik, dan penyelenggara uji publik ini adalah KPU dan Bawaslu kalau di
tingkat 2 panwaslu, hal itu dijabarkan langsung, jadi selesai urusannya, istilahnya tetap yang Pak Arif,
Pak Malik tetap istilahnya. Tidak terlalu besar, tapi kalau sudah begitu memang dan waktunya kade
…(suara tidak jelas) 3 minggu juga cukuplah.

F-PAN (H. YANDRI SUSANTO, S.Pt):

Ini Ketua, kita spare saja, selama-lamanya 1 bulan, boleh 2 minggu, boleh 1 minggu, Selama-
lamanya 1 bulan. Sudah menyingkat dia. Iya. Ini kan sebetulnya untuk uji publik itu akan melibatkan
satu tahapan lagi yang disebut dengan bakal calon bagaimana kau membikin uji publik kalau bakal
calon belum ada?, kan begitu, saya tahu bocoran KPU itu jadi kira-kira kegiatan uji publik itu satu
sosialisasi Yang kedua debat publik ya seremoni nya begitu debat publik seperti apa terserah kan,
kalau kemudian debat publiknya itu kira-kira muncul 5 calon misalkan setelah tahu itu uji publik
sosialisasi karena begini, debat publik setelah penetapan calon.
Jadi diuji publik itu ada proses entah dialogue atau namanya, yang penting ada proses bahwa
visi dan misi coba kita cek nanti di peraturan KPU nya seperti apa tapi setahu saya seperti apa,
peraturan KPU tidak boleh mengalahkan UU Ketua.
Soalnya di uji publik itu kan umum Itu kan perlu peraturan KPU dan peraturan KPU sudah
disiapkan, jadi sosialisasinya ada diskusinya, atau apanya kemudian memberikan waktu untuk menjadi
rekam jejak itu kemudian baru penetapan lewati tadi kata semacam sertifikat. Dan dipersyaratan itu, itu
jadi syarat jadi bakal calon yang sudah ikut uji publik itu kalau kemudian apa orang yang
menacalonkan kemudian tidak ikut uji publik dan tidak sebagai (suara tidak jelas) jadi bakal calon
menjadi syarat, karena itu kmudian sebelum uji publik ada tahapan sbelumnya yang namanya
penjaringan per pendaftaran bakal calon itu, kan begitu Nah kalau kemudian waktunya 2 minggu, 3
minggu bisa ga gitu,

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Hal kecuali kita satukan pendaftaran bakal calon sendiri, itu bakal calon?, yang uji publik itu?

INTERUPSI ANGGOTA :

Ya bakal calon,

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Syaratnya sebenarnya sederhana saja Partai yang memiliki kursi 20% itu bisakah
mengikutkan para bakal calonnya kalau bakal calonnya banyak aku gabungan partai politik yang

19
sudah memenuhi syarat 20% jadi belum ada syarat macam-macam cuma itu saja nah setelah para
bakal calon mengikuti uji publik, maka partailah yang menetapkan calon. Nah setelah ditetapkan calon
baru calon itu mengikuti debat publik, itu beda lagi debat publik adalah untuk menuju visi misi saya jadi
kata bakal calon itu tidak ada urusan dengan syarat calon jadi tidak ada, waktu jadi bakal calon dia
belum mengurusi NPWP, belum punya KTP, itu tidak ada urusan ya Karena memang belum menjadi
calon partai politik ARIF WIBOWO: Belum masih bakal calon, jadi begini pada aspek kepartaian, pada
aspek partai uji publik itu membantu partai untuk juga memudahkan di dalam menetapkan calonnya

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Ada 3 tahapan seseorang menjadi calon yang pertama itu sebelum dia mendaftar di KPU yaitu
ketika tahapan dia uji publik itu di partai, dan uji publik yang kedua dia sudah daftar di KPU, tapi
belum masih jadi calon, bakal calon setelah daftar KPU, dia lolos apa tidak, itu baru calon jadi begini
Pimpinan, yang pertama bahwa sebelum tahapan itu, ada tahapan pendaftaran bakal calon di
pedataran pembagi pendaftaran bakal calon itu saratnya itu umum kecuali Syarat tadi itu syarat 20%
jadi kalau partai dan gabungan partai bertemu berkumpul dan kemudian memenuhi 20 % kursi atau
suara maka dia boleh mencalonkan satu terlebih bakal calon baru kemudian setelah pendaftaran setlah
uji publik kemudian pendaftaran calon dibuka, disitu kemudian persyaratan yang macam-macam baru
dibuka begitu. Karena begini pimpinan kalau kemudian bakal sang bakal calon itu syaratnya sama
dengan pencalonan susah cari calon tentu saja, orang yang ikut di bakal calon sudah pasti maunya di
pendafataran calon, karena itu sudah antisipasi cuma karena KPU, kalau yang lucu begini nanti jadi
ada peraturan KPU bakal calon itu 20% partai politik yang sudah membusung untuk boleh pindah
ketika pencalonan karena kalau dipindah ini bahaya bisa pindah-pindah itu bahaya, karena bisa
mengakibatkan satu calon atau satu partai tidak memenuhi syarat lagi jadi ini berbahaya dan alasan
melihat kalau ini tidak dilalui dengan syarat-syarat begitu berbahaya kalau threshold yang ditentukan
mulai dari bakal calon.
KETUA RAPAT :

Saya luruskan dulu ya, sebentar tadi aspirasi yang berkembang bahwa ada transparansi yang
dimaksudkan, mulai dari tahap proses pencalonan seseorang oleh partai politik oleh karenanya betul
bahwa ini terserah namanya apa mulai dari tahap dan gabungan partai politik, mulai penjaringan
menyaring dan penjaringan siapa yang dia calonkan sudah mulai masuk ini ah apapun namanya tadi
istilah dari proses penjaringan oleh partai politik habis itu kan dicalonkan, kita belum masuk ini kalau
Pak Arif tadi mengatakan bolh partai politik dicalonkan 2 atau 3 ini sepertinya terlalu berat juga tugas
kPU melakukan hal itu, tapi kalau sudah misalnya lah yang memenuhi kaitannya juga dengan
persyaratan yang memenuhi diajukan ini juga ada kepastian bagi seseorang Li jadi masuk ke KPU, baru
KPU melakukan acara dengan partisipasi masyarakat kan itu, di 2 tahapan ini saja Kedua tahapan ini
kalau namanya tetap kita memberikan apa pengertian di Undang-Undang kita inilah yang kita
maksudkan uji publik terlalu tidak enak, misalnya kita memang ini apa, namanya ini terlalu besar jadi
padahal memang esnsinya, artinya tentu kita putuskan untuk dituangkan itu kesimpulan kita Pak Andu,
Jadi nanti bisa itu, nanti soal waktu kita hitung,

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Sebentar ketua, dikit saja saya pertama mengenai tahapan KPU, KPU sudah kita hentikan
Pak tahapan nanti kan mengikuti apa yang kita setuju, belum membahas apa nama PKPU sekarang
lalu kemudian apa namanya yang disampaikan Pak Arif sudah benar uji publik ini Pak semacam
partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat 20%, 15% aau 25% belum kita bahas
dan beulm kita putuskan jgua itu menyampaikan kepada KPU bahwa menyampaikan kepada KPU
kami berkoalisi ini dari partai politik ini bisa 3-4 kali atau 2 calon iya kan, itu yang disampaikan uji

20
publik kata si masyarakat, pak itu Bakal Colon itu tidak benar pak, ijazahnya palsu atau dia punya
hutang tidak terbayar, kan ada file disitu setelah nanti diverifikasi diverifikasi yang emenuhi dari uji
publik kan dikembali kan ke partai politik, misalkan dari 4 calon ternyata 3 yang memenuhi syarat dari
uji publik, artinya dari persyaatan dia memenuhi, barulah nanti dipilih oleh partai politik atau gabungan
untuk mendaftarkan sebagai calon begitu Pak,

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Pimpinan, disimpulkan saja Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Kalau melihat masukan tadi Pak dan saya tanya ke Pak Malik, berarti KPUD membuat
pendapatan 2 tahap tahap pertama adalah tahap pendaftaran calon bakal calon, yang ini terjadi seleksi
publik tadi, uji publik, setelah itu lagi ada tahap pendaftaran calon tetap jadi 2 tahap harusnya, jadi
mungkin kita harus jelas dalam memberikan petunjuknya nantinya.

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Sebenarnya ketika Partai sudah mencalon mendaftarakan calonnya ke KPU posisinya bukan
calon, masih bakal calon, artinya Undang-undang ini kan mencoba hanya agar partisipasi masyarakat
itu bisa disalurkan yang tidak dalam tahap calon itu masih bisa dianulir oleh partai itu saja sebenarnya
Pimpinan.

F-PG (Drs. H. DADANG S MUCHTAR):

Pak Ketua, tahapan masih tahap penjaringan jadi harus jelas kita memberikan 2 tahapan yang
dilakukan oleh KPUD, tahap penjaringan adalah pendaftaran bakal calon setelah ini melalui seleksi tadi
katkan kalau ada uji publik, tahap kedua adalah pendaftaran pencalonan yang perlu digarisbawahi, tadi
yang saran beliau, begini pak jujur ini rentang seleksi ini jangan menambah rentang cosh pak. Ini jujur
ya orang menjadi bupati, walikota, gubernur, mau saya tanya kalau ada yang mendaftar ke saya,
duitmu mana, gak punya duit mustahil gak akan dapat secara persyaratan normatif tadi, orang ini
memenuhi syarat di normatifnya akademis, kalau punya duit tidak bakalan dipilih sama orang bang Ya
itu jujur, kita terbuka kan walaupun persoalan lengkap bagus semuanya, duitnya banyak tidak dipilih
rakyat, pasti nanti adalah uang, jadi nanti tolong artinya jangan sampai si calon megeluarkan ongkos
lagi katakan menggalang efisiensi menggalang orang di publik keluar duit lagi kan begitu kalau
masalah uang diatur juga Pak di Perpu.

F-PAN (H. YANDRI SUSANTO, S.Pt):

Tidak boleh melakukan uang-uang itu, diaatur detail loh di Perpu

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Amran.

21
F-PAN (AMRAN, S.E.):

Saya kira kesimpulannya saja bahwa bonggol uji public ini kita sepakati, nanti pada saat kita
buka lagi forum ini akan terjadi perdebatan seperti ini, maka tidak akan selesai-selesai ini masih berapa
bongol yang harus kita setujui, jadi kita kesimpulannya setujui dulu Ketok dulu bahwa uji public kita
masih pertahankan, itu saja dulu pak ketua. Persoalan nanti masuk-masuk ini pra, ya ini kan pra nya.
Saya kira itu pimpinan.

Ya nanti kita ini berdebat lagi.

KETUA RAPAT :

Yang kita maksudkan tadi, kalau sekiranya kita sudah cocok pengertian itu kan
merumuskannya dalam legal drafter, itu sudah sudah bisa rumuskan ini. Oleh karena itu apapun
namanya belum tentu juga namanya uji publik tapi kalau kita sudah cocok uji publik, dilaksanakan
dengan menyederhanakan tahapan dengan menggunakan tahapan selambat-lambatnya 1 bulan ya
paling lama kira-kira satu bulan itu kan yang dimulai dalam tahapan penjaringan kira-kira begitu
penjaringan calon sampai kepada tahap pencalonan, jadi paling lambat ya ini satu bulan lagi itu dulu
kita mikir, nanti setelah dirumuskan dan itu diselenggarakan KPU dan Bawaslu kesimpulan kita,
penjaringan sudah boleh dimulai oleh Partai tentunya begitu ya, itu dulu kesimpulan kita setju ya?

(RAPAT : SETUJU)

Baik ini sudah kemajuan luar biasa ini pemanasan tapi ini sudah hampir hanya soalnya kita tadi
Kang Dadang dimatikan dulu mic nya menganggu soalnya tadi hanya yang belum clear sebetulnya
dimana kita buat peran partai politik, itu saja sebenarnya kalau tadi apa? Sebab, jangan sampai
tersingkir partai politik ini itu saja sebenarnya kalau kita lakukan ya sumber yang pertama dari situ
makanya ada juga usulan Fraksi ini kalau mau independen kita gedein jangan 5 persen ada yang
mengusulkan di sini kalau yang perseorangan.

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Maksudnya yang tersingkir yang mana? Apanya?.

KETUA RAPAT:

Oh ya jangan ada perasaan kita muncul seperti itu makanyadimana nanti meletakkan di
bahasanya.

F- NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Oh itu persyaratan nanti persyarat calonan.

KETUA RAPAT :

Itu kita masukkan baik ini sudah bisa masuk kerangka itu tentang uji publik kita setuju
namanya tidak usah dirubah tetap saja uji publik asal pengertiannnya tetap seperti itu cuma sudah
waktunya satu bulan tidak sepertii sekarang ini empat setengah bulan begitu ya? Ini sudah tiba ketuk.
Berikutnya adalah ini baru 2 bongkol tapi sudah luar biasa kemajuannya

22
F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH):

Ini mungkin apa menyimpang atau tidak saya tidak tahu perlu kita antisipasi juga karena
walaupun kita tadi bicara asesmen terhadap calon pertanyaannya adalah begini bagaimana seorang
calon yang sudah dilakukan asesment lulus berhalangan tetap atau meninggal dunia apakah si potensi
wakil bisa memilih yang lain yang belum di assesment apakah perlu ini kita atur Nah ini ya, padahal dia
belum di lakukan uji public Nah ini menjadi penting pada saat dia sudah berjalan, tiba-tiba dia sakitlah
atau meninggal dunia kan kasihan si Wakil ini atau mengundurkan diri, kan begitu nah jadi

Tolong dipikirkan saja Pak Ketua, terima kasih.

F-PG (Drs. H. DADANG S MUCHTAR):

Nanti dalam pembahasan rame-rame itu bang, hari ini kita sepakati berapa bonggol dulu itu
Pak,2 bongol dulu saja oh ya ya siap-siap.
Pimpinan, menjawab tadi Pak Rufinus jadi untuk uji public ini tidak hanya diberlakukan di awal
masa pemilihan, tetapi ketika ada pergantian antar waktu seperti yang sudah-sudah itu wakil bupati dari
partai pengusung saya kira pengganti antar waktu baik biar nanti pengaturannya masuk ke pasal-pasal
yang lain berikutnya adalah kalau perselisihaan ini itu saya kira lebih gampang ya kan perselisihan
penyelesaian perselisihan kan lebih gampang kita kita tetapkan serta dalam penyelesaian perselisian itu
Pak jelas MK tidak mau itu kan sudah pasti. Nanti arahnya ya tidak ada ke MA, MA nanti teknisnya
mengatur di bawah DPR akan mengkonsultasikan kepada MA kita konsultasikan, mana yang terbaik,
ini kan urusannya jadi kita jangan terpola dulu bahwa permintaan-permintaan kalau tidak siap ini, ini,
kalau tidak siap ini ada tawaran-tawaran nanti kita simpulkan saja penyelesaian perselisihan kita akan
lakukan konsultasi begitu juga dengan pemerintah dan juga dengan MA Mahkamah Agung kalau
kemarin MK sudah clear kita dia tidak akan mau sampai di tanyakan kemarin siapa yang harus
mematuhi yang sudah diputusin oleh MK ya seluruhnya termasuk pembentuk Undang-Undang begitu
sebab Pak Malikmkemarin kalau kita putusin begini rupanya apa salahnya begitu ya dinyatakan kalau
sudah Paham apa salahnya ya tidak usah lagi kita kutak katik jadi perselisihan nanti kita konsultasi
dengan Mahkamah Agung dan sekaligus dengan pemerintah kita setuju ya, bonggol ini ini bonggol, 2
bonggol lagi sisa ini soal pasangan besuk saja jam 2 kalau begitu Pak Arif ya?

INTERUPSI:

Pasangan setuju semua pasangan, kenapa lagi diperdebatkan) sudah semua setuju pasangan

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si) :

Yang kita perbincangkan Mas Arif, ini tapi kita endapkan malam ini, kan ada juga pikiran yang
sudah berkembang seperti pikiran Pak Ramlan Surbakti itu perlu juga kita timbang-timbang pasangan
dan tahapan, tahapan juga besuk tidak terlalu lama lama jadi kita lanjutkan besok pagi Ya ini sudah
setengan 6 besok jam 2 Jam 14 kita diskusikan lagi sementara besok rumusan-rumusan yang sudah di
kita sepakati tadi sudah bisa langsung masuk.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Tapi masih menyisakan soal yang kecil-kecil ya, bukan yang gede-gede artinya tetap
dibicarakan.

23
KETUA RAPAT :

Yang kecil-kecil itu Pak Arif, mempersingkat misalkan tahapan ini bisa ratapan ini.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Artinya tetap dibicarakan supaya menjadi usulansetiap Partai Politik ini, setiap Fraksi ini tetap
mendapat perhatian.

KETUA RAPAT:

Ini akan kita rapatkan jam 14.00, Sabtu kita lanjutkan hari Senin, kita lanjutkan.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Yang berikutnya saran saja, kalau bikin undangan jangan mendadak sontak.

KETUA RAPAT:

O ya, kalau sekarang tidak pakai undangan lagi, besuk jam 14.00 kita diskusi kelar besok kita
bicarakan lagi, hal yang teknis-teknis tadi itu kita bicarakan. Misalnya hari Sabtu Sabtu kelar sudah kita
ajukan usul usul inisiatif, mungkin ada kesempatan kita yang merasa belum masuk lag,i kita ajukan ke
ke pemerintah kan pemerintah nanti yang mengajukan Daftar Inventarisasi Masalah baik, ketok besuk
Jam 14.00 kita mulai lagi.

F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH):

Hanya usul aja Pak Ketua supaya nanti tidak begitu sulit jadi dari legal drafter sudah
memahami tadi frasa dari teman-teman ini jadi mungkin redaksionalnya coba disusun supaya nanti
seperti ditail-detailnya ini terjawan itu di redaksi nanti pak Jadi kalau umpamanya pendevisiannya yah
jadi tinggal mensimulasi saja jadi semua terjawab yang detai-detail ini nanti di dalam pengertian apa a,
b, c, d jadi itu mungkin usulan saya supaya lebih cepat Pak Ketua Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Oke. Bisa ya? Dengan mengucap Alhamdulillahirrobil Alamin Rapat Panja ditutup.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 17.00 WIB)

Jakarta, 29 Januari 2015


Ketua Rapat

Ttd

Rambe Kamarul Zaman


A-236

24
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISI II


PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENETAPAN PERPU NOMOR I TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tahun Sidang : 2014-2015


Masa Persidangan : II
Rapat Ke : -
Jenis Rapat : Rapat Panitia Kerja (PANJA)
Sifat Rapat : Tertutup
Hari,Tanggal : Jumat, 30 Januari 2015
Waktu : Pukul 14.00 WIB s.d Selesai
Tempat : Ruang Rapat Hotel Aryaduta Tugu Tani Lt 1.
Acara : 1. Membahas subtansi materi RUU tentang Perubahan UU
No.1 Tahun 2015 (PILKADA); dan
2. Membahas subtansi materi RUU tentang Perubahan UU
No.2 Tahun 2015 (PEMDA);
Ketua Rapat : Rambe Kamarul Zaman./Ketua Komisi II DPR RI
Sekretaris Rapat : Minarni, SH/Kabagset Komisi II DPR RI
Hadir Anggota : A. Anggota Panja
19 dari 25 Anggota Panja

PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. MUSTAFA KAMAL, S.S.

F-PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (F-PDIP)


5. ARIF WIBOWO
6. DIAH PITALOKA, S.sos
7. ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU
8. TAGORE ABUBAKAR

F-PARTAI GOLONGAN KARYA (F-PG)


9. Drs. H. DADANG S MUCHTAR
10. AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si
F-PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (F-GERINDRA)
11. DR. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si
12. Ir. ENDRO HERMONO, MBA

F-PARTAI DEMOKRAT (F-PD)


13. SAAN MUSTOFA, M.Si.
14. Ir. FANDI UTOMO

F-PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN)


15. AMRAN, S.E.
F-PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB)
16. H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.

F-PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS)


-

F-PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F-PPP)


17. H. MOH. ARWANI THOMAFI

F-PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM)


18. H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE., SH., MH

F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA)


19. Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH.

2
Jalannya Rapat :

KETUA RAPAT (RAMBE KAMARUL ZAMAN/F-PG):

(RAPAT DIBUKA PUKUL 14.45 WIB)

...(suara tidak terekam)

Kami buka pembicaraan kita yang menyangkut pasangan, kami ulangi putaran trash hold itu.
Silakan Pak.

Terima kasih.

F- NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Pimpinan dan anggota yang terhormat,

Berkaitan dengan masalah pasangan calon, kami itu mengusulkan berpasangan, jadi sekaligus
di daftarkan secara berpasangan dalam rangka efisiensi, karena kita sudah melihat dan membaca
dalam Undang-undang Dasar 1945, bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota secara demokratis dipilih,
dalam arti berpasangan ini tidak melanggar Undang-undang Dasar 1945. Dan yang disampaikan MK
kemarin kembali pada pembentuk Undang-undang, untuk itu secara berpasangan tapi hanya satu, tidak
wakilnya dua atau tidak.
Berkaitan dengan partai pengusung, karena kita sepakat pemilihan ini langsung, tentu harus
ada tolak ukur supaya mendapat mandat dari rakyat, ini karena kita sudah sekarang bahwa kita masuk
pada demokrasi karena sudah menyangkut pemilihan langsung untuk mendapatkan legitimasi dan kami
mengusulkan pasangan yang mendapat, yang dikeluarkan pemenang itu, supaya kalau bisa tidak
...(suara tidak jelas) mengajukan calon 30% syarat ...(suara tidak jelas) mencalonkan, karena tentu
ingin kepala daerah ini dapat legitimasi, kalau cuma 30% ternyata 70% tidak memberikan dukungan
berarti ada 70% yang tidak memberikan dukungan pada calon terpilih karena ini untuk menentukan
daripada calon.

Jadi ini pandangan kami supaya yang dipilih supaya dapat legitimate, krena waktu itu daerah
25% teropilih dan dia terpilih, calonnya begitu banyak akhrinya ada yang demo, kami tidak memberikan
suara, berarti ada 75% yang tidak memberikan mandat, saya pikir itu saja terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

KETUA RAPAT :

Terima kasih Pak Syarif Abdullah.


Kami lanjutkan yan mengomentari soal ini. Dalam perorangan kita naikkan jadi berapa? Ada
kenaikan tapi ya.
Jadi dari Nasdem pasangan, tapi pasangannya satu, di Perpu kita sebenarnya ada, itu wakilnya
ada lebih dari satu, sesuai dengan jumalh penduduk, kalau mau kita buat modifikasi tidak ada salahnya,
Cuma soal pasangan ini, dan soal waki.
Silakan.

3
F-PG (H. AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si):

Kami ingin menanggapi, kita kemarin terlalu fokus mengenai Rancangan Undang-undang
Pilkada, padahal saling terkait dengan Rancangan Undang-undang Pemerintah Daerah yang sedang
kita bahas juga, kami ingin menggabungkan saran dan masukan tapi tidak bertntangan dengan
Undang-undang Pemerintah daerah, kalau mau dipaksa tetap mengacu pada Undang-undang Pemda
dan kita beri kwenangan pada calon kepala daerah sesuai dengan komposisi jumlah penduduk yang
ada didaerah itu, tidak menyalahi pemda, apakah pada saat penetapan calon atau tidak menimulkan
...(suara tidak jelas) kami rasa pada saat penetapan bakal calon itu saat yang paling tepat, sementara
itu saran dari kami.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Kami buka dari PAN. Silakan.

F-PAN (AMRAN, S.E.):

Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Pada pasangan atau paket, dari PAN masih menginginkan pada pilkada yang sebelumnya
bahwa pilkada itu satu paket, ada pertimbangan bahwa tidak menyalahi Undang-undang dan kedua
sebuah problem dan tentu akan menjadi kajian yang mendalam, kalau tidak satu paket, di tengah jalan
terjadi berhalangan tetap, itu kan tidak otomatis menggantikan yang kepala daeahnya dan ini menjadi
perdebatan, apakah akan dipilih oleh Ketua DPR atau dipilih lagi, menimbulkan multitafsir dan
pembiayaan, kemudian akan ada pelaksanaan tugas untuk menunggu itu.
Kemudian berapa sesungguhnya presentase dari calon yang diusung apakah parpol atau
gabungan parpol, saya kira ini 30-40 itu mungkin kami rangenya 20-30, dan itu bisa menjadi 8,5% saya
kira itu Pimpinan.

Terima kasih.
KETUA RAPAT :

Prinsipnya pasangan oke.


Misalnya di Undang-undang Pemda itu sesuai jumlah penduduk, akomodasi atau
bagaimana?.
Coba nanti dilanjutkan.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Undang-undang yang kita bahas ini, terkait beberapa Undang-undang yaitu 23 tahun 2014
tentang pokok-pokok Pemerintah daerah, bahwa kalau ada Undang-undang integrated, maka biasanya
di Undang-undang Pemerintah pada akhir kalimat itu, yang bertentangan dengan Undang-undang ini
dinyatakan tidak berlaku.
Oleh karena itu bahwa terkait pasangan calon karena kita lihat Undang-undang 22 tahun 1999
ini dipisahkan tidak disatu paketkan pada bupati dan wakil bupati, kenapa terjadi demikian, karena
ditekankan yang menjadi wakil bupati adalah PNS atau ditunjuk oleh calon itu.

4
Dengan demikian maka dengan dihapusnya calon tunggal, menjadi paket maka otomatis ada
beberapa pasal yang di sesuaikan dalam rumusan Undang-undang ini, antara lain larangan PNS untuk
menjadi kepala daerah, ini pimpinan, terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

KETUA RAPAT :

MK memutuskan memang dilarang, jadi dia harus mundur, TNI POLRI juga gitu, oleh karena itu
.... (tidak dilanjutkan).

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH,. M.Si):

Hak-hak politik bagi PNS, bagaimaan finalnya di lembaga peradilan kami tidak mencampuri tapi
kami ingin memberikan ilustrasi yang sering terjadi di daerah, PNS meski cuti sementara sering ketika
menemui hambatan tidak memenangi pertarungan tapi pola karirnya terhenti, oleh karena itu jika
peradilan melarang lebih politiknya sehingga mempersempit ruang birokrasi.
Dan kami juga menghormati yang sudah disusun oleh teman-teman dalam Perpu kemarin, kita
sudah toleran dan kami menghimbau jangan total dirombak, jadi kita memperhatikan dalam .tidak
bertentangan dengan Pemerintah daerah, bupati nanti menunjuk siapa dan dipilih bersama, hanya
mekanisme saja penunjukan, barangkali teman-teman lain bisa menambahkan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Silakan Pak Malik.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Terima kasih Pimpinan.

Memang Pemerintah waktu itu ngotot tidak satu paket alasannya disharmoni, sebetulnya kita
mengusulkan paket, antara kepala daerah dan wakil di tetapkan bareng oleh KPU, tidak paket itu
artinya yang dipilih oleh KPU hanya calon Kepala daerah, itu akhirnya setuju tidak paket, karena waktu
itu Pemerintah setuju dipasang langsung, kemudian tidak paket problemnya lebih banyak, yang
masalah bagaimana kalau kepala daerah berhalangan datang, apalagi sesuai kuota penduduk wakil itu
lebih dari satu, kalau kita bca Pasal 168 ayat (1) untuk Gubernur, dan disitu sudah lengkap dijelaskan,
...(suara tidak jelas) jadi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten ...(suara tidak jelas) yang
menjadi masalah kemudian adalah kepala daerah berhalangan tetap, di Undang-undang Pemda
bagaimana kalau kepala daerah berhalangan tetap maka wakil karena statusnya tidak dipilih maka
tidak boleh menggantikan, legitimasinya berbeda, karena itu diserahkan DPRD yang memilih kembali si
kepala daerah, sesuai mekanisme pengusungnya, dan itu sudah ada di Pemda nomor 23, dan tebntang
wakilnya Pemerintah dulu ngotot PNS, tapi karena wakil itu “jatahnya parpol” maka kita bebaskan, jadi
boleh mengangkat politisi, penguasa artinya bebas.
Kalau dipilih paket, ini mekanisme untuk menentukan wakilnya harus diubah, kalau paket
wakilnya harus satu, kalau lebih ketika kepala daearh berhalangan tetap itu masalah, kecuali kita
siapkan mekanisme yang baru, dan diubah ketika calon resmi diusung oleh partai atau gabungan partai
maka diberi kuasa untuk menunjuk wakilnya, teserah siapa, satu, kalau paket lebih dari satu, kalau

5
kepala daerah berhalangan maka ini pasti berebut, maka Undang-undang berebuat lebih dari 18 bulan
maka wakil otomatis menggantikan, jadi siapa yang menggantikan, itu aturannya.
Jadi yang menjadi masalah adalah kalau kepala daerahnya berhalangan dan jabatannya lebih
dari 18 bulan siapa yang akan menjadi wakil, kalau wakilnya lebih dari satu, tapi kalau wakilnya satu
otomatis dia menggantikan.
Kemarin usul jadi penentuan wakil calon wakilnya itu akan ditentukan si calon kepala daerah
terusung yang sudah resmi diusung untuk mengangkat wakilnya, baru KPU menetapkan dua-duanya
sebagai calon dan wakil. Dan tinggal pinter-pinternya saja calon wakil kepala daerahnya melobby partai
dan gabungan partai.
Yang kedua menurut saya, setelah calon itu resmi diusung oleh partai, maka kemudian calon
itu mengusulkan mungkin kalau lebih dari satu nama kemudian partai ke pengusung partai yang
mengusung itu, jangan kebalik kalau kepala daerahnya yang mengusulkan misalnya lebih dari satu itu
dianggap sudah clear, tapi kalau dibalik partai atau gabungan partai mengusulkan bisa saja orang
diusulkan partai atau gabungan partai tidak cocok dengan kepala daerahnya, ....(suara tidak jelas) itu
yang jadi masalah besarnya, karena itu Pimpinan saya setuju ini dikembalikan ke paket dengan catatan
satu wakilnya yang kedua denagn syarat kepala daerah sudah resmi diusung oleh gabungan partai atau
partai yang mengusung itu, dan kemudian ditetapkan KPU dan baru di vote, ketimbang dipilih paket.
Kalau itu yang terjadi kita setuju paket, karena begini Pimpinan kepala daerah dan wakil itu jabatan
politik, tapi kalau tidak pilih beda statusnya, bedanya antara PNS dan kita ini kan beda, kalau PNS kan
jabatan karir, kalau kemudian kepalanya dipilih sementara wakilnya diangkat maka ada dua posisi yang
berbeda, satunya dipilih publik dan satunya diangkat, maka kita sepakat kalau kepalad aerah
berhalangan tetap tidak boleh wakilnya ini otomatis menggantikan kepala daerah.
Karena itu kita perlu diskusikan kalau ditanyakan sikap PKB, maka PKB setuju paket dengan
catatan perubahan itu, sekali lagi agar wakil dan kepala daeahnya itu lebih harmonis. Kalau tidak salah
3 Gubernur yang wakilnya bertahan yaitu Jawa Timur, ...(suara tidak jelas) kemudian Kalimantan
Tengah, Sulsel ya, belum kita lihat bupati wakil bupati, walikota wakil walikota, mayoritas memang
berantem dan salah satunya karena politik lagi, jadi itu, dan tentang trash hold itu sebetulnya 20% itu
kompromi dari 15-25% itu, eksesting 15% kecuali DKI, kemudian kita naikkan menjadi 25%, 20% kursi
atau 25% untuk suara asumsinya begini kalau kita sepakat 20% itu maksimal muncul 5% tapi tidak
mungkin pas, paling banyak 4 pasangan, bahkan mungkin 3 pasangan, kalau 3 pasangan itu hampir
...(suara tidak jelas) satu putaran, kemudian kita usulkan 1 putaran saja, jadi alasannya waktu itu
asumsinya bahwa 20% itu kira-kira muncul 4 pasangan, kalau 3 pasangan kemungkinan 1 putaran jauh
lebih besar.

Saya kira begitu Pimpinan.


KETUA RAPAT :

Silakan Pak, Golkar menyambung.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH,. M.Si):

Kami mendukung satu pasangan, tapi kita lihat psikolgi politik pasangan, jadi di Undang-
undang yang lama ketika bupati berhalangan tetap wakilnya menggantikan secara otomatis kemudian
nanti yang menggantikan wakil itu dari partai pengusung, problemnya adalah ketika Bupati berhalangan
tetap taruhlah kena kasus pidana, ini menjadi problem politik juga, fitnah yang ada di lapangan saya kira
juga seolah yang mendorong wakil Bupatinya, karena tidak pernah mendapatkan peran sehingga
dikasuskan, salah satunya kami, “sakitnya tuh disini Pak”, padahal kita tidak pernah mendorong itu, tapi
ibarat buah itu ranum kemudian matang, jatuh dari pohon, kami mencoba mengkolaborasi dapat satu
paket dari DKP tadi, tetapi yang diubah ketentuannya ketika Bupati berhalangan tetap bukan salah

6
satu atau dua orang wakil ini menggantikan tetapi calon bupatinya itu dipilih dari partai pengusung,
yang menggantikan, ini saran dan masukan.
Ditetapkan dipilih oleh DPRD, saya rasa nanti terjadi kompromi antara koalisi tersebut, dan
saya sependapat dengan PKB tadi paket karena kewenangan untuk memilih dan memasangkan,
sering kali kita terpaksa harus kawin disitu, yang umurnya 3 bulan bulan madunya, tapi kalau Bupati
diberikan kewenangan untuk menunjuk dan di sokong oleh semua partai koalisi tersebut, sehingga
disitulah legitimasi bupati yang dipilih bersama-sama, kami tetap supaya tidak bertentangan, wakilnya
tidak dibatasi lebih dari satu.
Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Kalau Undang-undang itu adalah partai politik atau gabungan parpol, kalau kita bicara koalisi
disini terlalu apa, jadi di daerah ada misalnya dari partai saya bergabung dengan PDIP, PKB, kita
persilakan, bergabung dengan Gerindra, Nasdem, jadi intinya adalah upaya yang harus kita selesaikan
bahwa disini ada kesepahaman dari parpol.
Jadi yang berkembang sekarang kita pasangan cuma yang tinggal pengaturan pasangan itu
kalau lebih dari satu alternatifnya begini, kalau dia satu juga mekanismenya begini, itu sudah, itu
pandangan saja.

Kami persilakan.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Arahan dari Fraksi PDI Perjuangan sebetulnya agak berbeda, tapi pada esensinya menurut
saya point yang dibahas sama, jadi dalam hal berpasangan atau tidak berpasangan, partai kami
memutuskan untuk tidak berpasangan karena landasan tadi mengenai ketidakharmonisan kepala
daerah dan wakil kepala daerah mengganggu berjalannya pemerintahan di tengah periode pemilihan,
tapi ketika itu saya pikir dari Pak Agung esensinya sama bagaimana kita mencari solusi mengenai
bagaimana Pemerintahan daerah ini bisa berjalan antara kepala daerah dan wakil yang harmonis.
Ada dua pemikiran tadi, pertama apakah ini dikawinkan ketika artinya proses koalisi politiknya
sebelum pemilihan atau memang berpasangan tapi diajukan untuk menjadi calon kepala daerahnya
saja “ koalisi partai itu berdasarkan trash hold” yang mengusung satu kepala daerah untuk diputuskan
wakilnya di belakang, artinya pemilihan itu hanya kepala daerah itu saja, karena trash hold ini juga
nantinya akan membuat pilkada ini 1 putaran atau 2 putaran, sangat efektif bila trash hold nya
ditinggikan, dan juga menjadikan proses pemilihan ini satu putaran tanpa membahas putarannya.

Balik kepada pemilihan kepala daerah berpasangan atau tidak, saya pikir ide berpasangan ini
menjadi berkembang ketika ada solusi yang lebih aplikatif, artinya dikembalikan lagi kepada koalisi
partai politik, karena pasangan atau berpasangan hitung-hitungannya menang atau kalah, artinya
potensi kemenangan itu. Maksud saya, ketika mengusulkan seorang kepala daerah tanpa wakil koalisi
itu bisa tetap berjalan, atau memang untuk mengikat koalisi diikatkan dengan berpasngan, memang ada
kesulitan yang luar biasa ketika kita mengusulkan satu orang tanpa pasangan, karena biasanya
pasangan kepala daerah tetap saling melengkapi. PDI Perjuangan memang mengusulkan untuk tidak
berpasangan, tapi point terpenting mari kita cari solusi mengenai point ketidak harmonisan kepala
daerah itu.
Yang kedua, berdasarkan konstitusi pemilihan kepala daerah dipilih tidak dengan wakil, itu
mungkin perlu dipertimbangkan

Terima kasih.

7
KETUA RAPAT :

Bagaimana cara mencari jalan keluar yang dinyatakan tadi, ketidak hamonisan tadi yang harus
kita jawab, sementara dari partai Golkar menyatakan konsep untuk mengurus ketidakharmonisan itu.

Ada yang tadi gantung.

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Terima kasih.
Soal paket atau pasangan ini dua hal yang menjadi perhatian, pertama apakah proses
pencalonan itu lebih menitikberatkan pada peran daripada partai politik atau kita serahkan sepenuhnya
kepada kepala daerah atau gubernur, bupati walikota, jadi kalau ide bahwa kita apapun yang terjadi
parpol yang menentukan, kalau idependen yang bersangkutan, maka tidak ada pilihan dari awal, mulai
dari pencalonan sampai pada memutuskan wakil bupati parpol itu. Mendefenisikan bahwa pemilihan
kepala daerah itu adalah memilih gubernur dan walikota, tanpa wakil kan gitu, proses selanjutnya bisa
kita atur terkait misalnya berhalangan tetap, sehingga bagi PPP kalau melihat pengalaman yang kita
lalui tidak bisa berjalan dengan efektif, sehingga perlu ada fokus rakyat itu miliknya yang memimpin
dalam hal ini kepala daerah, waktu itu fraksi PPP mengusulkan tetap seperti yang ada dirumusan
Perpu dan juga di Undang-undang sebelumnya, kita pemilihan kepala daerah dan nanti terkait wakil itu
sepenuhnya menjadi domain kewenangan dari kepala daerah terpilih.
Lalu soal saran pencalonan, bagi partai politik kita ingin antisipasi dari seluruh komponen
masyarakat, dan juga bagaimana masyarakat lebih dipermudah untuk partisipasinya melalui
pencalonan di parpol, untuk itu angka 15%-20% itu menjadi angka yang moderat yang perlu kita
tahankan dulu.
Itu Saya kira demikian.

KETUA RAPAT :

Pak Rufinus.

F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH):

Terima kasih pimpinan teman-teman yang saya hormati.


Ini Pak Ketua, ini saya Pak tua ini saya masih murid baru di sini jadi belum tahu betul karena
nanti tolong saya membicara terlalu dalam nanti ini teman-teman itu selalu mengatakan ini politik saya
membayangkan Undang-Undang ini belum ada Nomor kemudian kita buat panja, kemudian kira-kira
nanti pada saat ada panja beneran kira-kira gimana Pak Ketua?, jadi supaya saya tidak terlalu panjang,
tadi malam saya coba berfikir jadi saya berpikir pikir kita bicara konten yang sangat substantif,
pertanyaan saya apakah nanti bahan ini menjadi lain lagi enggak nanti di panja yang benaran?
Jadi ini panja apa ini, supaya nanti clear jadi mohon saya dibimbing Pak tKetuasaya belum
Paham betul ini panja ini memamg seperti apa judulnya apa ini itu saya Ketua, nanti baru masuk
kepada substansi yang harus kita bahas.
Terima kasih Ketua.

KETUA RAPAT :

Silakan Pak.

8
F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Panja persiapan pun ada konsekuensinya artinya kita akan merumuskan tentang usul inisiatif,
kita kan sudah siap dari awal ini usul inisiatif daripada komisi II iya kan tidak da di tata tertib Pasal
116, dalam penyusunan rancangan Undang-Undang komisi atau gabungan komisi dapat membentuk
panitia kerja ini penyusunan yang akan kita persiapkan persiapannya ini jadi kita dapat memetik itu
dalam rangka penyusunan ini kan kita mau menyusun revisi Undang-Undang yang sudah ketuk
walaupun ada Nomor ya belum ada Nomor ya tidak apa-apa ini tidak melanggar keanggotaan juga
seperti itu panitia kerja yang dimaksudkan juga seperti itu dalam penyusunan RUU itu dibantu oleh
badan keahlian DPR barangkali DPR sudah hadir jjuga jadi tidak ada jadi ini nanti kan akan kita ajukan
RUU usul inisiatif usul inisiatif, ini kan belum masuk pembahasan resminya sebelum masuk panja
pembahasan tapi panja kita ini juga resmi ada ada ongkos nya .
Ini Pasal 116 Jadi pertanyaan berikutnya adalah karena ini kan tidak masuk belum masuk di
Prolegnas yang dimaksud dengan itu adalah kalau memang sudah diakses di Prolegnas itu pengertian
saya pimpinan jadi supaya nanti tidak kita salah jadi tolong saya dibimbing karena ini diperoleh masing-
masing tanda tanya.
Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Jadi gini, usulan kita kan sudah masuk sudah kita Suratin, sudah saya tanda tangani dari
kesepakatan kita komisi 2 yaitu jarena belum diketok, tidak usah menunggu diketok kalau bulan depan
ketok padahal kita sudah harus menyelesaikan masa sidang ini kita persiapkan sekarang ada Undang-
Undang perubahan itu adi tidak ada, kita sudah konsultasikan kemana-mana, ke Pimpinan DPR juga
sudah, jadi ini resmi rapat kita ini, oke?

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Makanya pimpinan saya mohon di bimbing karena pemahaman saya seperti yang saya
katakan tadi jangan menyalahi struktur yang sudah terbangun selama ini, terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Oke, lanjut.
Yang interupsi dulu.
F- NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Sebagaimana saya sampaikan tadi, saya mohon ijin jam 4 sebelum saya meninggalkan tempat,
sekali lagi saya mau menegaskan bahwa mendengar beberapa masukan disampaikan oleh teman-
teman kelihatannya untuk paket ini sudah hampir mengerucut meminta bahwa kepala daerah
diusulkan berpaket dengan wakil kepala daerah. Ini saja Pak wakilnya terserag kondisi wilayah masing-
masing daerah jadi kita kembali naik 574 bahwa daerah yang luas bisa memikirkannya lebih daripada
satu wakil sekali lagi saya pertegas usulan tersebut, terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

KETUA RAPAT :

Oke.
Ada lagi?

9
F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Terima kasih Ketua, rekan-rekan yang saya hormati saya juga mohon maaf, menambahi saja
tentang ide-ide penyempurnaan rencana UU Pemilu ini memang kalau kita lihat bahwa banyak
pasangan pasangan dari kepala daerah, gubernur Bupati walikota ini yang masalah, tetapi kita tidak
bisa melihat bahwa permasalahan itu bukanlah merupakan sesuatu yang buruk tetapi bisa juga
merupakan suatu check and balances jadi dengan adanya paket merupakan check and balances
antara kepala daerah dan wakilnya, karena kalau hanya sendirian ini jangan-jangan nanti yang
namanya check and balances itu tidak ada sehingga akan membentuk suatu kediktatoran dimana
idenya di buat sendiri, dilaksanakan sendiri, di control sendiri, in malah bahaya kalau kita lihat Pak
Ketua dan rekan-rekan bahwa di negara-negara maju ini rata-rata setiap tugas penting ini juga berdua
walaupun tidak disebut tidak dengan wakilnya tetapi dikatakan mitra seperti waktu kita kecil dulu ada
chip chip itu tentara polisi yang jaga ada mitranya demikian juga di film-film detektif, ada ketua, jadi bisa
menyupport gerakan-gerakan nah bupati kepala daerah tetapi juga melindungi kepala daerah ini dari
tindakan-tindakan yang mungkin menyimpang sehingga mensehati dan dinasehati mungkin ini tidak
mau jadi bentrok , jadi ini hal yang bagus apabila ini berpasangan, jadi tidak ada kediktatoran tetapi ada
check and balances, walau terjadi perbedaan kita serahkan kepala daerah untuk bagaimana bekerja
sama dengan wakilnya agar supaya ke depan, dan saya yakin dengan perjalanan waktu antara
dengan kepala daerah dan wakilnya ini bisa akan lebih arif didalam melaksanakan kebijakan lebih-lebih
ketika ketika ada aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah pusat agar peran dari wakilnya ini lebih
konkrit contohnya ketika sebelum tahun 2007 ini yang namanya wakil itu memang membantu
membantu membantu dari kepala daerah tetapi ketika tahun 2007 ke atas setelah itu ini ada aturan dari
Pemerintah, nomornya saya lupa bahwa yang namanya wakil itu mengurusi bidang-bidang yang tidak
diotonomikan salah satunya adalah tentang departemen agama kalau tidak salah ada 7 kecil
perbedaan-perbedaan antara wakil dan kepala daerah jadi dalam hal ini Bapak Ketua Partai Gerindra
sesuai dengan arahan dari fraksi lain untuk kan untuk berpasangan.
Kemudian untuk treshole ini melihat perkembangan yang ada ini bahwa semakin hari prediksi
kita dominasi partai semakin hari semakin tidak ada, jadi partai-partai politik menunjukan kinerjanya
yang baik sehingga sudah hampir rata-rata tidak ada lagi yang 60% ini nantinya akan tepisah dibawah
20%, yang kecil juga berusaha bagaimana menyampaikan ide-idenya, ideologinya, menyampaikan
programnya, sehingga disenangi oleh masyarakatnya nantinya dominasi partai politik terhadap
masyarakat sepertinya sudah mulai berkurang sehingga ada kerta-rataan ini, kalau rata-rata nya ini
nanti dibawah 20 jadi kalau kita patok 15, itu adalah hal yang wajar, karena ada 10 partai kalau sama-
sama sehingga ketika nanti mengusung pasangan ini bukan hal yang sulit, karena cukup bergabung
dengan dari 2 atau 3 partai sudah memenuhi persyaratan yang ada ini Pak Ketua, hal yang mungkin
bisa saya sampaikan untuk menambah wacana keputusan yang nanti, kita ambil bersama, skian, terima
kasih.

F-PAN (AMRAN, S.E.):

Pimpinan tambahan pimpinan nyambung.

Terima kasih.
Berkaitan tadi dengan masalah calon berpasangan saya selalu melihat kita ini selalu sifatnya
reaktif bukan solutif, berkaitan dengan Undang-Undang ketika Undang-Undang pada saat itu Itu
pantas ada yang tidak cocok, langsung kita reaktif wah ini pasangan yang salah ini langsung kita buat
Undang-Undang langsung tidak usah berpasangan tapi yang seharusnya kita kenapa sampai terjadi
itu? sebenarnya tadi ada disinggung oleh Pak kawan kita dari Gerindra ini kaitannya memang tugas
wakil itu yang tidak jelas. Seharusnya ini dibuat oleh pemerintah tugas wakil itu apa, diberikan dia kerja

10
karena ini sifatnya tidak prinsip mereka yaitu akibat bagi jatah proyek saja, cobalah dilihat, kita puasa
jadi wakil, memang bkan itu, mungkin bupatinyha serakah, atau Gubernurnya serakah, kalau bisa
mengakomodir waktu terus terang, baik yang selain itu, tentu kita berharap ini kita ini dengan main-
main ini kembali di pemilihan daerah memimpin daerah tentu ini kita harus mendapat legitimasi kalau
nanti dia dipilih lagi oleh DPR ya setelah itu menentukan lagi itu juga menjadi problem tidak persoalan
maka saya lihat itu kan sebenarnya kasus-kasus saja.
Berkaitan dengan itu, makanya kami tetap berpendapat seperti itu yang kedua, berkaitan
dengan wakil kalau wakil saya berpandangan wakil itu tetap satu dalam rangka efisiensi karena apa,
karena nanti ruang tugasnya nanti juga tidak baik juga akan banyak, disitu kan ada asisten yang bisa
membantu tugas-tugas kepala darerah sehingga untuk ini memang supaya kita menepis bila anggapan
bahwa nanti akan terjadi efisiensi, kalau banyak wakilnya disitu, sehingga timbul ada kesan ini bagi-
bagi partai politik menunjuk wakilnya banyak, terkait dengan pemilihan nanti kan berarti ada satu dua
nanti Pak Rambe calon Gubernur wakilnya ada Amat, Ali, dan ini juga kepada teknis saya
berpendapat ini harus betul-betul kita lihat, dan saya memberi persepsi kita berpasangan tinggal
teknisnya.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Saya simpulkan, sebelum kita simpulkan kita tanya masing-masing dulu Dari PKB, jadi
pemanasan dulu karena PDIP sama demokrat mungkin masih bertahan 2 paket mungkin begini
pimpinan meskipun harus besarnya hari ini kembali ke paket, yang jadi persoalan itu paket ini wakilnya
harus satu atau boleh lebih dari satu.
Itu masalah pertama kalau wakilnya cuma satu maka mekanisme pergantiannya ketika
kepala daerah berhalangan tetap itu gampang, itu sudah diatur di Pemda, tinggal kita melihat apakah
kurang dari 18 bulan atau kurang lebih 18 bulan itu sudah demikian selain kita perlu cape-cape untuk
menentukan siapa yang akan mengantikan kalau wakilnya satu yang justru kita buatkan payung
Hukum kalau kemudian dipilih paket tapi wakilnya lebih dari satu pertanyaannya kalau kemudian wakil
gubernur Jawa Timur tiga, karena sesuai kuota ketika misalkan gubernurnya berhalangan tetap pada
besarnya siapa akan menggantikan dia saat untuk menentukan satu dari 3 wakil ini menurut saya ,
untuk menentukan gubernur yang berhalangan tetap maka harus di vote dan ngevotenya tidak
mungkin lagi, pilih langsung lagi Rufinus itu mahal lagi votenya mungkin perlu di DPRD.
Apakah kemudian yang di vote itu harus salah satu dari 3 wakil ini juga jadi pertanyaan kalau
kemudian gabuk partai atau gabungan partai yang dulu menjadi pengusungnya mencalonkan orang lain
di luar salah satu dari 3 juga jadi masalah kan negara itu mungkin terserah kesepakatan kita kalau
menurut saya mendingan kalau wakilnya lebih dari satu maka pergantian kepemimpinan gubernur
yang atau kepala daerah yang berhalangan tetap itu, di vote di DPR salah satu dari wakil itu itu bisa
lebih sederhana pimpinan ketimbang kemudian gabungan patai atau partai atau gabungan partai dari
orang lain di luar yang sudah menjadi wakil ini. Alasannya banyak sehingga salah satunya sustainability
wakil yang sudah bekerja 2-3 tahun, tiba-tiba tidak jadi wakil, orang lain, kemudian baru lagi itu menjadi
masalah bagi saya dan saya biasanya secara politik kan wakil itu apakah dipilih, ditunjuk, atau dipilih
bareng itu sudah pasti atas kesepakatan politik partai atau gabungan partai karena itu Pimpinan
menurut saya tidak masalah clear, apakah paket dengan hanya satu wakil atau paket wakil lebih dari
satu tidak masalah, kita siapkan payung hukumnya saja kalau wakilnya lebih dari satu jadi clear tinggal
kita mencari kesepakatan yang paling fundamental ini, paket atau tidak paket meskipun mayoritas paket
saya tetapi kalian PDIP dan teman-teman demokrat yang harus mempertahankan Perpu nya ini.
Sebelum PDIP ada dari PKS, sebelum dari Hanura, Demokrat baru nanti kita tetapkan dulu.
Apa dari PAN mau menambahkan lagi?,
Kalau diberikan waktu sebelum PKS, silakan, sebab tadi masih belum selesai tadi.

11
Silakan Pak.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):

Saya kira mau mempertegas kembali Pak Ketua Betul apa yang disampaikan dari PAN bahwa
kadang kita menyikapi sesuatu dengan sikap yang sangat reaktif, dulu terjadi perdebatan antara
pilkada maksudnya tidak langsung karena kita juga reaktif perihal kondisi lapangan dari hasil pilkada
yang banyak memunculkan konflik kan itu, saya katakan mungkin lebih bagus kita pilkada tidak
langsung mungkin salah satu pertimbangan itu, setelah dilihat dari tahap perjalanan kajian segala
macam masukan dari masyarakat ternyata juga bisa di minimaze bahwa persoalan-persoalan itu bisa
dihindari. Kemudian persoalan paket l selama 5 tahun masa kira ini kan solusi sehingga ini tidak terjadi
saya kira sudah banyak yang berkembang bahwa kalau umpamanya apa namanya, disharmonisasi itu
tidak tidak apa namanya terjadi ini harmonisasinya hanya singkat mungkin karena pesoalan pembagian
tugas, kalau pembagian tugas perlu diatur secara jelas mana yang diurusi khusus oleh wakilnya, mana
yang ditangani oleh kepala daerahnya, saya kira begitu, lalu itu diatur saya kira itu bisa terselesaikan.
Saya kira begitu Ketua, kemudian persoalan ini masuk sedikit tentang surat-surat itu saya kira jalan
tengah itu pernah terjadi perdebatan yang panjang moderatnya itu 20% saya pikir itu

Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Silakan PKS.

INTERUPSI:

Mohon maaf ini Pak Saat sebagai anggota Panja beliau ada rapat kerja jadi saya mewakili
dan kelihatannya tidak perlu panjang lebar, saya mengamini saja apa yang dinyatakan, oleh karena
sudah ...(suara tidak jelas).

KETUA RAPAT :

Jadi sama PAN yang terakhir sudah cocok, tinggal masuk juga
Demokrat belum? atau sebelum PDIP, Hanura sama Demokrat, baru nanti gongnya dari PDIP,
ya.

F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH):

Terima kasih Pimpinan.

Memang menurut pandangan saya sudah sangat sejalan tadi kita memang masalah waktu itu
menjadi persoalan betul karena persyaratan sebenarnya kemarin itu masih banyak yang perlu kita
harus bahas siapa sebenarnya yang harus bisa menjadi calon bupati, walikota atau gubernur. Kemarin
juga tidak bahas ini terjadi bupati yang sudah 2 kali habis masa jabatannya mencalonkan diri kembali
menjadi wakil jadi tolong supaya ini juga dalam pembahasan kita, menurut pandangan saya kalau point
ini mungkin harus dalam Pak Ketua, harus dalam ini jadi jangan kita berbicara hanya paket antara
bupati dan wakilnya atau pimpinan pimpinan kepala daerah ini jadi itu karena terlalu umum cepat kita
nanti memutuskan ini wakil ini karena sebenarnya tidak begitu apa paket ini tidak begitu sulit kita untuk
adopsi, hanya persoalannya adalah kembali ke yang kemaren kita setuju tetapi bagaimana kalau
seandainya Bupati yang masanya 2 periode jadi mohon maaf saya agak melangkah karena ada

12
masalah tirani yang dibentuk oleh para keluarga, itu kan belum masuk di poin ini yang kita bahas tapi
sangat berkaitan jadi menurut pandangan saya Pak pimpinan, kalau boleh kita hold dulu ini karena itu
akan bersinambungan nanti dengan masalah-masalah yang lain jadi mohon maaf saya tidak ingin
mendahului kalau boleh Pak Pimpinan supaya antara apalah yang kita sebut kemarin ini topik ada 5
kemarin topik itu karena itu, sangat berkaitan erat jadi pandangan saya kalau boleh, mengenai kontan
ini kita hold dulu, jangan kita putuskan dulu biarkan aja dulu beredar ya kan nanti cair, kalau hanya
memilih ini kan kalau perlu dibuatkan seandainya pun kita harus lakukan itu tapi supaya Undang-
Undang ini benar-benar represent semua pihak menurut pandangan saya kita harus bahas juga
Pimpinan, itu contoh yang klasik yang saya sebutkan ada tirani kekuasaan yang dibutuhkan oleh
sebuah keluarga semenda sehingga tidak menutup kemungkinan nanti bupati sudah 2 hari tiba-tiba
mencalonkan diri menjadi wakil ini banyak yang terjadi gitu jadi kalau boleh saya saran dari Hanura dari
fraksi hanura supaya ini benar matang tkita pikirkan kita bahas saya pikir kita lebih bagus kita pindah ke
konten yang lain.

Terima kasih pimpinan.

KETUA RAPAT :

Jadi dari pembicaraan kita tadi kan catatan kesimpulan yang diamini tadi adalah prinsipnya
kita berpasangan satu wakil atau lebih satu wakil juga harus di atur jalan ke luar dengan konsekuensi
hukumnya dari persoalan ketidakcocokan lebih dari satu wakil Itu juga harus kita cari penyelesaian
payung Hukum bagaimana caranya itu untuk jangan ada perselisihan bisa kesimpulan tidak sampai di
situ biar bisa di …(suara tidak jelas)

Yang belum selesai apa, itu yang terakhir biar berkembang.

F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH):

Mohon maaf Pimpinan, adalah sangat tidak mungkin detail itu diatur di Undang-Undang
Undang-Undang tidak mengatur detail pembagian kekuasaan antara bupati dan wakilnya kita atur di
Undang-Undang diketawain orang kita pimpinan.
Itu sudah ranah yang lain dari itu kan di Pemda, kita mau mengadop dari Undang-Undang
pemda itu juga biar menyambung tapi kalau diatur di UU ini barangkali itu salah kaprah itu.
Tidak, di Perpu nomor 2 Itu pun perlu diatur pembagian tugas antara wakil dan pimpinan itu
bukan lah ranah kita tidak ada itu bisa diatur di Undang-Undang Kalau Undang-undang Pemda
sekarang diatur dia wakilnya pembagian tugas, diatur ini, kebablasan ini di pasang 66 UU Pemda wakil
kepala daerah mempunyai tugas membantu kepala daerah dalam: 1. Memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah 2. mengkoordinasikan kegiatan perangkat daerah dan
menindaklanjuti laporan dan atau temuan hasil pengawasan temuan pengawasan jadi begitu, ada tugas
wakil-wakil itu, ketiga, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan dan seterusnya ketujuh jadikan
berikutnya tadi ada masukan bagi-bagi proyek kan disitu, ternyata, itu sebenarnya bagus,
Iya kan, kalau sampai disana saya setuju Pimpinan, iya kalau suda yang pasti kita kan ada
tindak lanjutnya, yang benar nanti diatur oleh peraturan Pemerintah.

KETUA RAPAT :

Yang dimaksud dengan para Rufinus itu, penyamaan persepsi saja tidak keberatan beliau
sebenarnya ini untuk dialog rigit tidak cara mengaturnya oleh karena itu saya kira arah kesimpulan
kita pun tidak berpasangan oke, tapi wakil kalau satu, kalau dua harus dicari harus dicari payung
Hukumnya itu misalnya kesimpulan kita payung hukumnya untuk menyelesaikan hal-hal misalnya

13
mengangkut negatif-negatif itu tidak usah kita tulis gitu jadi agar Lampung tinggal demokrat, jadi
sebenarnya wakil lebih dari satu untuk membela Perpu saja lebih dari satu, tapi kalau tidak mau
demokrat juga sia-sia saja itu, kalau mengamini tadi ucapan, kami mengamini tadi ya.
Saya kira lebih baik temen-temen PPP dan PDIP yang belum mendapatkan kesempatan bicara
duluan tapi demokrat mengamini, kami persilakan PDIP, baru PPP.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Terima kasih pimpinan.

Jadi poinnya bagaimana posisi wkil, atau tugas wakil sehingga itu memutuskan apakah kepala
daerah ini berpasangan atau tidak berpasangan, nah ketika itu tugas itu jelas gitu kan konsekuensinya
berhubungan dengan pembahasan berikutnya, wakil ini menjadi 1, 2 atau 3 kalau mengacu pada Perpu
ini yang kemudian menjadi Undang-Undang itu dilihat dalam kerangka teknis karena pertimbangan
jumlah penduduk jadi dilihat dari penugasannya bersifat teknis, artinya sanggup tidak seorang kepala
daerah memimpin 2 juta lebih penduduk atau 2 juta penduduk kurang, itumenjadi pertimbangan tapi
satu hal lagi di posisi wakil ini ada juga pertimbangan yang bersifat politis sebagai kepala daerah
apabila kepala daerahnya mengalami sesuatu akan mengalami hambatan dalam bertugas dia akan
punya konsekuensi digantikan oleh wakilnya, itu yang kemudian menjadi perdebatan 1, 2 atau 3 laki-laki
ini ketika harus menggantikan kepala daerah tapi paling berikutnya ini satu wakil atau lebih itu tidak bisa
kita putuskan sebelum kita clear kan apa sebetulnya perspektif wakil kepala daerah di sini jadi apakah
itu juga saya pikir menjadi bagian dari keputusan apakah berpasangan atau tidak berpasangan kenapa
ini perlu diperdebatkan, karena satu dan hal lainnya itu saling mempengaruhi jadi kembali kepada
berpasangan atau tidak berpasangan yang konsekuensinya adalah pembagian wewenang dan tugas
dengan wakil yang punya dimensi politis dan dimensi administratif serta teknis dalam menjalankan
tugas saya pikir pertimbangan itu kita kemukakan disini untuk kita putuskan balik dan landasan alat
pemikiranny, supaya terjadi keharmonisan sehingga kepemimpinan daerah menjadi efektif.

Begitu Pak pertimbagannya.

KETUA RAPAT :

Ya jadi sebenarnya hampir sama, kita harus atau lebih dengan catatan bahwa kalau
pasangannya tidak ada soal satu atau lebih dengan catatan kita harus bisa mencari jalan keluar
penempatan pembagian tugas dan kewenangan itu satu yang kedua Pak masalah pergantian jika
berhalangan jika berhalangan tetap ini harus kita carikan payung Hukumnya berikutnya adalah tentang
proses misalnya seperti yang dikatakan Pak Rufinus tadi ketentuan sudah Bupati dua periode mau
maju lagi menjadi wakil, itu yang etikanya kalau kita nyatakan disitu, di penjelasan kita katakan lagi
daripada Undang-Undang.

Kami persilakan dari PPP.

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Oleh karenanya saya kira, kita tunggu PPP?


Jadi kesimpulannya kita sekarang adalah partai Demokrat silakan mana yang mau kita amini
saya kira pendapat partai demokrat tetap seperti semula ini kan karena menganggap bahwa Perpu ini
sudah cukup memadai untuk mengatur kata dan sudah diundangkan oleh karena itu Demokrat
berpendapat bahwa erkaitan dengan pasangan ini menilik bahwa 96% dari pasangan bupati,wakil

14
bupati ,walikota, wakil walikota, gubernur, wakil gubernur ini bermasalah 50% membentuk 51 orang 51
daerah membentuk dinas akibat mekanisme bupati dan wakil itu, jadi 51 daerah ini catatan Depdagri ini
dan yang ketiga tentu memperhatikan supaya Bupati dan wakil Bupati ini sungguh-sunggu seiya sekata
dalam menjalankan tugasnya tidak ada udang di balik batu, ingkar, sehingga kalau Bupati turun
wakilnya otomatis turun dan diatur dalam diatur dalam Perpu ini jika bupati berhalangan tetap ya yang
di ganti bupatinya. Ini artinya eksistensi partai atau koalisi partai yang mengusung bupati dan wakil
bupati, maaf yang mengusung bupati dan walikota dan gubernur ini biarpun partai kecil, eksistensinya
akan ada terus di dalam di dalam pengusungan pengganti jadi saya sih didalam posisi perolehan
suara demokrat sekarang tentu mendukung supaya tetap tidak berpasangan gitu saya kira sesuai
dengan perpu sudah kita..(tidak dilanjutkan).

Terima kasih Ketua.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

KETUA RAPAT :

Kami persilakan.

F- NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

PPP jadi maksudnya kan kita ini iya kan, nanti dalam usul inisiatif bukan dalam arti usul inisiatif
bahwa pasti jadi nanti gitu kan jadi nanti pemerintah juga akan kita diskusikan pemerintah akan kita
diskusikan jadi sudah beda pemerintah yang lalu dengan Pemerintah yang sekarang itu Pak, jadi tadi
PDIP saya kira menyampaikan hal yang tepat jika rumusan kita berpasangan harus mencari jalan
keluar kalau kalau dia satu bagaimana soal masalah pembagian tugas dan kewenangan yang kedua
adalah jika terjadi suatu hal berhalangan tetap atau gubenur, bupati, walikota harus kita mencari payung
Hukum. Lainnya bagaimana proses penggantiannya kan sudah ada tadi yang berkembang proses
pergantiannya itu jadi kesepakatan kita untuk berpasangan jika syarat yang 2 tadi bisa kita cari payung
Hukum ini penyelesaian yang yang terbaik di rancangan toh belum pandangan akhir ini rumuskan hal
yang terbaik kami silakan yang terakhir PPP posisi PPP sementara ini tentu masih ya, kita berpendapat
seperti di Perpu dan kami usul agar kesempatan kita kali ini ada 2 hal saja yang pertama tidak
berpasangan seperti yang ada di konsep di Perpu itu, yang kedua kembali seperti peraturan lama, jadi
kalau prinsipnya kan 2 kembali ke utara parpol yang mengusung atau kita serahkan kepada bupati
yang terpilih atau bupati yang menjadi calon kan gitu saja, kadi kalau konsep paket dari mulai
pencalonan ya ya udah partai politik yang berkuasa menentukan jangan terus menentukan pasar paket
tapi ketika mencalonkan nanti soal wakil bupatinya dipilih bupati, menurut saya dua hal itu kembali ke
parpol atau ke bupati hingga kepala daerah, posisi PPP ke kepala daerah.

Terima kasih Pimpinan.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Jadi saya kira PPP esensinya cocok cuma harus terjawab satu tadi masalah pembagian tugas
masalah pergantian jika ada rapat berhalangan tetap terus yang ketiga kalau dia berpasangan ini
atau pergantiannya tadi kan pauyung hukumnya kmbali ke parpol, dari mulai PPP mempersoalkan
kalau misalkan lebih atau prosesnya harus dimulai dari apa parpol gitu Saya kira kita biar ada rumusan
jadi itu di catat kesimpulan kita adalah berpasangan tapi harus kita bisa mencari payung Hukum dari
masalah yang kita nyatakan berpasangan.

15
Satu adalah masalah pembagian tugas antara kuantitas bupati antara kepala daerah dengan
wakil dari Heat yang kedua ini kalau mau tetap satu atau lebih itu seperti dulu yang kedua, mencari
payung Hukum bagaimana soal pergantian jika berhalangan tetap sebab kalau lebih nanti dari satu
bagaimana mekanismenya kalaupun sudah berkembang sekarang dikembalikan kepada parpol
pengusung, ada yang mengatakan dipilih di DPRD, itu hanya catatan dari rapat kita terus yang ketiga
hal jika berpasangan lebih dari satu atau 2 proses pencalonan adalah dinilai dari partai politik. Itu ya?
Jadi setuju ya?

(RAPAT : SETUJU)

Walaupun belum ada nomornya makanya persiapan Pak Rufinus kita sepakat semua
berikutnya adalah tentang apa tadi trashold ya kita tidak usah perbincangkan lebih tepat 20, pada
umumnya 20 tadi 20% tetap.

F- NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Sebentar Ketua, sebentar, kalau kami kita tadi memang dari awal sudah saya katakan bahwa
trashole ini memang kita naikkan dalam rangka kita memberikan legitimasi hasil pemilu itu hasil
pilkada itu makanya termasuk jumlah calon yang perorangan calon perorangannya itu pun kita
tingkatkan kalau di apa di Perpu itu 50% itu dia 60% sebarannya ya, karena begini jalan perorangan
ini juga dekan tidak punya kekuatan politik sehingga dia juga harus mendapatkan legitimasi terhadap
lalu dia terpilih kita pernah ada di daerah tetapi akibat tidak ada kekuatan politik jadi terombang ambing
juga makanya saya tadi berpendapat, maka untuk kekuatan supaya mendapat dukungan kuat di
parlemen dan mendapati legitimasi daripada masyarakat dia harus mendapat dukungan harus setengah
plus dari 50 +1 kemudian didukung oleh partai politiknya paling tidak 30% untuk apa, kalau 30% dan
paling banyak didapat baik yang bisa mencalonkan dan itu pasti semuanya berkoalisi itu dan tidak
mungkin tidak berkoalisi jadi sehingga itu pendapat daripada kami yang kita ajukan dari partai Nasdem,
kita melihat dari ini dari aspek legitimasinya masa 20% dia sudah menjadi 20% ,30%, 70 % dia tidak
memberikan suara kepada dia sudah kita anggap legitimate, Nah ini juga harus menjadi pertimbangan
itu Ketua pertimbangan dari kami, jadi kami tetap berbeda terhadap persentase ini atau atau
perpindahan juga, karena tidak cukup 20% yang pertama begini ada 2 pilihan pimpinan apakah 20%
kursi ataukah 20% kursi atau 25% suara kan di bunyinya begitu perlu ditegaskan Pimpinan, kalau
syaratnya 20% kursi itu maka asumsinya yang berlangsung calon nanti adalah partai-partai politik yang
hanya punya kursi sementara partai politik yang tidak punya kursi meskipun punya suara juga berhak
menurut saya Undang-Undang revisi perlu kita tegaskan apakah 20 % kursi titik Partai yang mengusung
hanya partai politik yang berkursi ataukah 22% atau 20% suara artinya partai politik yang tidak punya
kursi pun itu bisacari tahu pengalaman di sejumlah catatan mohon maaf partai nol koma biasanya
begitu nyambung hiduplah untuk persiapan pemilu selanjutnya Pimpinan , perlu dipikirkan itu saja
Pimpinan.

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

PPP Ketua.

KETUA RAPAT :

Silakan.

16
F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Kita kembali soal partisipasi pilihan pemilihan langsung itu kan prinsipnya di partisipasi jadi
jangan sampai kita juga memberikan batasan yang memberatkan atau persempit ruang partisipasi
publik lalu terkait dengan alur pemilihan langsung ini apa artinya kalau kita buka keran pemilihan
langsung tetapi justru menjadi ada ruang yang sempit di sana PPP melihatt bahwa yang pertama
bahwa syarat kalau pencalonan itu terkait dengan posisi partai politik ya yang memang harus diakui
dalam partai politik peserta pemilu di 2014 kemarin itu diakui oleh masyarakat posisinya baik itu di
nasional maupun di daerah apa buktinya karena mereka juga pada akhirnya mendapatkan kursi
dengan jumlah suara tertentu sesuai dengan yang diatur di dalam Undang-Undang sehingga
persyaratan itu mengikuti pada posisi pemilihan setempat. Kalau dia di kabupaten maka posisi partai
politik yang memperoleh, posisi partai politik secara rasional segera juga menjadi tetap diakui suara
ataupun juga kursi itu menjadi sama-sama diakui pada akhirnya apa syarat itu kursi atau suara.
Keduanya menjadi faktor yang bisa di akui menjadi syarat untuk partai politik mengajukan soal calon
atau gabungan partai politik mengajukan calon.
Jadi PPP yang pertama berpendapat angka moderatnya di angka 15-20 15 kursi atau 20%
suara. Bgitu Pak Malik 15 atau 20, kembali seperti yang lalu Jadi saya kira kita bikinkan dulu soal itu
yang jelas di Perpu 20% disitu 25% artinya suara dia kira-kira sementara disitu dulu posisinya
posisinya, jadi Pak Malik juga mungkin berfikir biar dengan nanti kita memisahkan partai tidak ada
kursi tapi dan kita diskusikan bahwa kita perlu juga partisipasi soal itu jadi begitu sementara sekarang
kecuali nanti pembahasan kita dengan pemerintah jadi misalnya ada titik temu kalau mau berubah kita
bicarakan lebih lanjut, jadi untuk sementara seperti yang ada di dalam Perpu itu saja dulu ya
kesimpulannya bahwa syarat itu bisa dari
Kursi atau dari suara, itu saja, soal presentasinya tadi sifatnya sementara, iya, kita runding
dengan Pemerintah rumusannya kita itu catatannya.

KETUA RAPAT :

Baik, saudara-saudara ada 2 hal lagi yang sore hari ini kita harus selesaikan kita putar lagi ke
yang kedua adalah soal satu putaran atau 2 putaran dan tadi usulan yang kemarin sudah sempat
dimasuk kan bahasannya kita diskusikan kira-kira bagaimana begitu, kalau mau efisien memang satu
putaran jadi kita sudah tidak sibuk lagi soal itu ya kan, berapa batasan jumlah otomatis yang tertera
pada 30% harus dapat itu tidak ada lagi trasholdnya tapi sekali ditulis simple, mana yang lebih
hmemperpendek waktu juga tidak ada harus menunggu, Bagaimana?
Kita perlu diskusi lagi terkait dengan persoalan suara tadi sudah dari awal mengatakan bahwa
pemilu itu pilkada ini tidak hanya dilihat dari partisipatif saja jadi legitimatenya juga dilihat dari hasil ini
sebagai Pimpinan daerah ya tentu kita pun tolak ukur makanya kalau ada tolak ukur ini seharusnya kita
harus berkaca kepada suara yang mayoritas.
Kalau sudah bicara tentang mayoritas tentu tolak ukurnya suara yang setengah itu adalah
mayoritas ada yang mengatakan bahwa 30% atau 35% ya oke saja, tapi saya dukung ini perluas tidak
bisa kita hanya ini memang konsekuensinya rakyat juga harus tahu kalau kita berkeinginan untuk
memilih langsung dengan cara ini ia juga tidak hanya cuma partisipasi masyarakat katakan saja ya,
kalau begitu kembalikan saja ke DPR iya kan iya kalau cuma hanya cuma hanya untuk ini bahkan
mungkin dipilih DPR itu 50 pasti 50% + 1 anggota DPR yang memilih tapi kita tidak bicara persoalan
itu kalau kita bicara persoalan ini, saya bagian ini jangan hanya diartikan bahwa ini kalau kau cuma ini
pkan sekedar dia senang-senang saja menyenangkan masyarakat partisipasi kemudian karena ini
sifatnya basis saja mau kita atur satu putaran ini menjadi persoalan, dan ini tentunya ada standar kalau
kita mau kita mencari legitimasi ya kita harus tunduk, presiden saja 50 + 1% gubernur DKI 50 buah
melihat istimewanya ini pkan sebagai tolak ukur kita jadi saya berpandangan seperti itu jangan kita
mau menyerhanakan, 20% itu memungkinkan kita untuk mencalonkan 4 pasang calon atau calonnya 5

17
ternyata hanya dapat 20%, berarti ada 80% suara yang tidak melegitimate dia sbagai pimpinan di
daerah itu. Ini juga harus kita lihat, karena ini terjadi di daerah kita dulu ada sebagian ini ini kan dipilih
rakyat dan yang mana yang memilih dia cuma hanya menang 27% waktu itu masih 25% yang UU yang
dulu ini saya tidak bicara itu, sebenarnya yang diucapkan betul juga, kita tidak tahu Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Kita gilir saja.

F- NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Sebentar Pimpinan, ini supaya nyambung ini saya lihat Nasdem ini luar biasa ini jadi dikiri dia
mau ambil, di kanan dia mau ambil karena begini, beliau ini epakat trasholdnya 20 ke kalau kita hitung
kalau kita sudah bersepakat di range itu rasanya tidak ada pilihan itu sekali walaupun nanti kita
berikan ruang untuk dilakukan 2 kali itu jadi coba kita hitung-hitung dulu Kalau pandangan saya dengan
range persentase tadi yang sudah kita sepakati sementara itu otomatis menurut saya titu hanya sekali
namun mari kita sepakati kita berikan ruang untuk 2 kali bagaimana pengaturannya silakan itu
masalah frasa dan redaksionalnya itu barangkali Pimpinan supaya rapat ini efektif coba kita hitung kita
simulasikan kalau kita sepakati range itu saya ulangi Pak maka otomatis itu tidak ada pilihan jadi
untuk mengantisipasi yang di maksud dari Pak teman-teman yang lain kita buatkan ruang dan itu juga
akan men memperkecil perselisihan nantinya Pak, itu akan memperkecil nanti ada dispute selisih suara
itu akan kecil bahkan mungkin seperti itu pandangan kami nanti Mahkamah Agung itu tidak perlu lagi
jadi kalau kita efisien, ini sangat berkaitan dengan yang lain jadi kalau boleh efektif panja ini
menghasilkan produk tidak bisa kita konten yang satu kita putuskan tanpa membahas terlebih dahulu
konten yang lain jadi pandangan-pandangan seperti ini nanti makanya saya bilang tadi, Nasdem kiri
mau kanan mau nah harusnya tidak demikian itu akibat dari kita tidak membahas konten yang lain.

Itu barangkali pimpinan, terima kasih.

KETUA RAPAT :

Kami silakan...(suara tidak jelas)


Terima kasih.
F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si):

Langsung saja, memang ada korelasi antara ...(suara tidak jelas), pemilu ini diselenggarakan
sekali atau dua kali kami tidak punya itung-itungan angka soal ekonomi tapi rata-rata di banyak tempat
secara empiris banyak kepala daerah yang merasa terkendala punya masa jabatan 5 tahun untuk
membangun tetapi ada fase jeda 1 tahun kita terkendala atau terpenjara bahwa kita harus
mengalokasikan dana pembangunan itu hanya untuk pemilihan kepala daerah. Sehingga kalau kita
bicara yang fokus untuk membangunkan hanya 4 tahun dari sisi efisiensi ini jelas tidak menguntungkan
gubernur Jawa tengah pada saat itu persoalan infrastruktur saja beban transportasi di Jawa tengah itu
dari Jawa Timur lewat Jawa tengah dari Jawa Timur maupun Jawa barat lewat Jawa tengah tetapi
alokasinya hanya 600 milyar, satu sisi pembangunan infrastruktur belum terjawab sudah tercipta satu
tahun harus menyiapkan alokasi pemilihan gubernur.
Bisa dibayangkan yah yang jumlahnya juga cukup besar sehingga kami tetap dari fraksi partai
Golkar mengusulkan ada kalau atas nama efisiensi satu putaran sekarang tinggal bagaimana
persoalannya elektoral trashold ketika terpilih pimpinan daerah benar-benar legitimate silakan kompromi
mengenai angka berapa angka elektrolit trashold yang kita sepakati bersama sama karena kalau kita
gatuk-gatukan, hubungkan ketika elektolik trashold tidak tinggi tapi kecil kita mencoba untuk cari

18
tampungan lain dengan dua putaran sebetulnya satu putaran atau dua putaran hakekatnya bagaimana
partai politik ini membentuk kekuatan untuk memenangi pertempuran itu, akhirnya ujung-ujungnya
rakyat yang dicapai, dan daerah akan terbelenggu saya rasa itu, atas nama efisiensi kami mengusulkan
satu putaran.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Kita putar saja dulu,

PDIP, Ibu DIah

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.sos):

Ya memang menurut saya ada persoalan yang mendasar dari proses pilkada ini yaitu
legitimasi kalau kita sepakat di elektrol trashold itu 20% konsekuensinya pesertanya bisa jadi lebih dari
3 ketika lebih dari 3 konsekuensinya bisa jadi 2 putaran kalau mengacu padarepresentasi dari
legitimasi kekuasaan daerah sayapikir kalau bicara ini 2 paradigma yang berbeda ya antara efisiensi
dan legitimasi tapi dalam proses dan elektoral itu menurut saya esensinya adalah legitimasi
kekuasaan karena pada kekuasaan ini berjalan tidak dengan landasan kuat dari hasil sebuah proses
elektoral dia akan mudah digoyang itu merasa lebih mengerikan dan bisa jadi tidak efisien pada
akhirnya itu yang mendasar dari argumentasi kenapa butuh 2 putaran ketika kita sepakati elektorat
etrasholdnya 20% apabila elektoral trasholdnya kita tinggikan untuk mencapai 30% itu kita juga hak
bicara kesempatan partai-partai kecil karena ia tentu keadaannya akan berbeda akan menutup 2 atau 3
kekuatan politik itu konsekuensinya adalah polarisasi kekuatan politik daerah karakter pilkadanya akan
berbeda akan vis afis saja jadi 2 atau 3 saja yang bisa ikut pilkada itu menurut saya, kalau kita arah
forumnya lebih 20% karena itu menurut saya bicara keikutsertaan atau dinamika politikbalik yang lebih
dinamis dalam elektoral dalam proses elektorali di daerah ya konsekuensinya adalah kita sepakat juga
untuk membuka adanya 2 putaran tanaman sli di tim asi dari kekuasaan di wilayah itu itu tidak sepele
gitu.

Terima kasih.
F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si) :

Boleh ditanggapi lagi?

KETUA RAPAT :

Sebelum Pak Agung saya kira Pak Endo.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Terima kasih Ketua.

Masalah satu putaran 2 putaran ini saya sependapat bahwa efisiensi ini memang sangat
perlu untuk perjalanan NKRI ini dengan adanya 2 putaran ini akan juga saya sependapat dengan apa
yang disampaikan Golkar tadi selain apa biaya pembangunan menjadi hanya 4 tahun tetapi juga hal-
hal yang lain atau pertentangan dan di masyarakat semakin lama tapi yang tidak kalah pentingnya Pak
Ketua bahwa dengan adanya pemilihan yang pemilihan yang kita harapkan adalah nantinya adalah

19
suara yang terbanyak tanpa batas minimal, tanpa batas minimal karena dengan adanya suara ini yang
diharapkan bahwa Kepala daerah ini harus didukung suara banyak dengan 2 putaran ini kayaknya juga
dukungan yang diada-adakan karena sebetul nya yang terjadi ini adalah ketika putaran pertama itu lah
yang dipilih oleh masyarakat gambaran yang dipilih oleh masyarakat tetapi kalau di situ tidak 50 persen
katakanlah kemudian diharuskan 50 persen otomatis nantinya tinggal 2 calon supaya 50 persen itu
sebetulnya masyarakat itu tetap pilihannya yang lama, tetapi karena hanya 2 calon ini sehingga dia
memilih itu.
Jadi, tidak bisa juga menggambarkan didukung oleh masyarakat yang banyak, tetap
dukungannya seperti pemilihan yang pertama ini, prosentasenya hingga 50 itulah gambaran yang
pertama. Sampai 50 persen karena putaran yang kedua ini Yang merupakan hanya gambara-
gambarann angka-angka saja tetapi dukungan praktis ini tetap gambaran yang pertama, ini yang kedua
yang Ketiga yang perlu juga untuk di…(suara tidak jelas) juga bahwa bisa saja sampai putaran kedua
apabila, terjadi suatu kecurangan di dalam suatu daerah salah satu contoh seperti pemiligan Gubernur
Jawa Timur, itu sampai 3 kali tapi tidak semua, jadi yang pertama dipilih, yang kedua ini hanya
sebagian Jawa Timur dan yang ketiga ini hanya Bangkalan, hanya Madura lah, ini sampai 3 kali ini.
konon katanya sampai juga menhabiskan 3 trilyun atau bagaimana ini yang, jadi bergitu banyak dan
ayang digunakan sampai 3 putaran ini.

Saya kira itu yang perlu saya sampaikan terima kasih.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Menambahkan keterangan Pak Endro saja kalau saya tidak bicara teoritis, tapi kita bicara fakta
ya bahwa kembali nahwa cosh pemilihan Kepala Daerah ini baik pemerintah daerah maupun person ini
tinggi sekali saya jujur saya katakan di tingkat Jawa Barat, Jawa Tengah sampai Jawa Timur, seorang
menjadi bupati tidak kurang dari 20, 30 milyar kalau dia di ulangi 2 kali maka dia pasti akan
mengeluarkan biaya lagi, nonsenlah kita saja merasakan kon jadi anggota Dewan tidak pakai duit
Bohong kalau ada yang bilang tidak pakai duit, itu tidak jujur Yang kedua bicara legitimasi pengakuan
masyarakat Ini Pilkada pemilihan umum baik presiden, sampai kepada gubernur, bupati angka
partisipasi masyarakat itu paling tinggi cuma 70 persen 60 bahkan jadi kalau mau jujur saya ambilkan
contoh saja Presidenlah Pak Jokowi dan Prabowo itu tidak lebih dari 60 persen kok perolehan
suaranya, hitung jumlah hak pilih kita se Indonesia 180 juta manusia, jadi presiden cuma untuk 60 juta
orang kok jadi hanya sepertiga apakah itu akan diakui oleh seluruh masyarakatnya, Jawa Barat
Gubernur saya itu Pak Heryawan, cuma 8 juta manusia dari 4 juta manusia jadi rakyat mana kata si
Menhan benar itu, rakyat mana, ini kondisi riel di lapangan Pak ya ini kondisi riel di lapangan jadi tidak
bicara tadi teoritis dari Pak Agung teoritis dari pak Mbak Dian tadi itu riel pelaksanaan di lapangan jadi
kita tentunya berpikir efektif efisien itu betul, berat pak, sehingga kita melahirkan Bupati korup karena
beban yang terlalu tinggi kapan balik duit gua, begitu kan Pak Fandi ya?
Tetapi sebagai masukan saja, kalau saya dari fakta empirik di lapangan ya kalau bicara tadi
menjadi pemimpin yang diakui rakyat, 60 juta dari 180 juta Bapak presiden ini dua-duanya, Prabowo
dengan Pak Jokowi gubernur boleg cek 42 juta hak pilih di Jawa Barat cuma 8 juta yang memilih Pak
Aher itu jadi rakayat mana kata Pak Tejo itu betul.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Oke kita putar saja.

Ya silakan Pak Amran.

20
F-PAN (AMRAN, SE):

Ya Terima kasih Pak Ketua karena persoalan satu putaran atau 2 putaran saya kira pertama
bagi saya itu rupanya ke satu putaran ada beberapa pertimbangan pertama memang dari segi cosh
cosh itu biaya, biayanya besar baik itu pada calon maupun itu padal biaya APBN atau APBD itu
pertama kemudian yang kedua kalau umpamanya masuk ke-2 putaran itu kerugian materiil dan non
material itu makin besar ya kerugian materiil ini yang sulit di ukur, tetapi sangat nyata di lapangan
karena apa itu sudah terjadi kristalisasi antara 2 kubu kalau terjadi 2 kristalisasi antara 2 Kubu itu yang
terjadi itu adalah ada intimidasi itu yang sangat sangat masih berjalan di lapangan baik itu PNS maupun
itu bagi masyarakat-masyarakat tertentu dan itu bahkan sudah mengandung unsur Sara Nah ini yang
menjadi kemudian yang kedua persoalan legitimasi saya belum mendapatkan sebuah hasil kajian dan
hasil survay yang didukung mayoritas katakanlah 70 persen dan 30 persen saya beum mendapatkan
mana yang lebih efektif pemerintahannya dan mana yang lebih bagus pemerintahannya yang didukung
antara 70 persen dan yang 30 persen itu belum ada sebuah kajian itu bahkan kadang kala yang
dukungannya tidak terlalu besar itu efektif pemerintahannya ada yang lebih besar dukungan pada saat
pemilihan, tapi efektifitas pemerintahannya tidak bagus tidak terlalu berjalan tergantung daripada
bagaimana pemerintah itu yang terpilih itu menjalankan roda pemerintahan saya kura itu tidak ada, kita
tidak bisa mengukur legitimasi di ukur dari dukungan masyarakat pada saat pemilu saya kira itui
pimpinan.

KETUA RAPAT:

Ini dari PAN dari Gerindra, dari Golkar sudah PKS mau menyampaikan memang ada sebelum
PKS kita pikir-pikir juga dari yang dinyatakan oleh Pak Amran tadi elum ada hasil penelitian yang
legitimate yang 50 persen itu lebih baik yang mana yang lebih baik dari yang 30 persenatau 25 persen
sebab rielnya adalah hasilnya terlihat sejauh mana pelaksanaan pemerintah di daerah itu Jadi kalau
yang satu putaran ini ini demi pendukung, demi efisiensi begitu sebab terlalu banyak memang dana
habis ya kita dukung jugalah tentang Perpu ini satu putaran untuk efisien begitu kira-kira, tapi kalau
Demokrat diam juga, ya kita lama-lama berapa kali putaran ini.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):

Kita setuju dengan Pepu ini syarat-syaratnya sudah memadai 20 persen sorry berapa tadi 20
persen kursi, 25 persen suara 30 persen, ambang batas kemenangan nah itu sesuai dengan Perpu itu
semua Jadi mudah, murah cepat, cuma ada yang agak lain sedikit supaya murah dan cepat, tadi kan
mudah pribadi happylah partai-partai juga mudah menyusun Koalisinya, calon perorangan juga berapa
persen begitu ya? Di Perpu ini 5 persen ya okelah, ini harus dibikin balance ini coba ya kalau di sini
diperketat lalu yang perorangan tetap enak tenan ini yang perorangan ini, berbondong-bondong orang
pindah ke perorangan ini ini yang harus kita apa satukan dalam pembahasan ya nah, Tapi kita melihat
juga Demokrasi di Indonesia ini kan banyak dipuji orang karena mahal, di tempat lain saja tidak berani
begitu, seliberal ini gitu mengambil risiko sedemikian rupa, tapi Indonesia aman-aman saja dan biaya
yang dikeluarkannya besar sekali nah kita berfikir ya apalagi ini untuk di tingkat lokal ya, mudah, murah
dan cepat itu saya kira akan lebih bijak, jadi dia mudah tadi sudah dengan persyaratan yang ada murah,
kita cukupkan saja lah satu putaran dan itu juga berarti kita mengurangi jadwal kita dalam dalam apa
namanya penyelenggaran pemilu sehingga pembangunan bisa segera berlanjut saya kira rakyat juga
senang di situ jadi mudah murah dan cepat.

Terima kasih.

21
Satu putaran, satu putaran, nah itu maksudnya.

KETUA RAPAT:

Dilanjutkan, tadikan 30% minimal itu kan di Perpu ambang batas 30 persen kalau tidak
mencapai 30 bagaimana? Kalau sudah 1 putaran begitu, 28 persen dia yang paling tinggi ya sudah itu
lah menang kita sudah harus pertegas dalam undang-undang.

F- NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Begini Ketua kalau bicara di Perpu ambang batas 30 persen, berarti tidak sampai 30 persen
belum bisa dinyatakan menang harus ada putaran kedua kalau Perpu kalau Perpu itu Nah yang kedua
juga harus jelas tadi dari PKS, elektoralnya berapa? kan begini soalnya ini tidak jelas juga bukan main
kiri kanan, Pak Rufinus mungkin salah dengar saja, Pak Rufinus tadi jadi harus jelas juga tadi ambang
batasnya berapa?

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):

Mendukung demokrat namun, namunnya itu di ambang batas 30 persen itu. Ya tidak perlu
maksud saya tidak perlu sehingga di buat satu putaran saja, sehingga mudah, murah dan cepat, mohon
maaf tadi saya agak kurang ...(suara tidak jelas) pembicara habis Pak Arif nanti baru ini kan putaran-
putaran ini keluarnya pertama Kemarin itu kan cuma kita kan mencari yang terbaik, bagaimana jadi
Undang-Undang kita ini kan jadi tepat, efisien ini kan soal efisiensi dipusingkan yang calon, dipusingkan
yang pemerintah, dana, dipusingkan juga rakyat yang mengikuti kami persilakan.

KETUA RAPAT :

Mas Arif .

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Ya Terima kasih Ketua.

Jadi sebenarnya argumentasinya sudah kita sampaikan kemarin sudah Panjang lebar,
mengenai 2 putaran itu terutama, coba dicek kembali di Indonesia itu atas 497 kabupaten kota yang
definitif belum tambah DOB yang baru nanti tahun 2015 ini kemudian 33 provinsi itu hanya terjadi 2
putaran di kurang lebih 7 kabupaten kota saja itu menurut saya situasi yang terpaksa mungkin ya baru
belajar berdemokrasi lah, sehingga penggalangannya juga mungkin terbatas ya dan kebetulan calonnya
banyak dan itu sebenarnya kalau ditilik lebih lanjut betul itu ada problem di soal verifikasi data di KPU
problemnya di KPU nya sehingga muncul banyak calon Nah kalau verifikasi data dukungan terutama
perorangan dan koalisi partai-partainya itu relatif baik begitu, kira-kira maka kemungkinan untuk bisa 2
putaran itu tidak terjadi Nah namun demikian Saya kira Undang-Undang ini memang harus memberikan
Jalan keluar jika terjadi sesuatu yang harus apa yang kemungkinan terjadi dan kita musti sediakan
Normanya untuk bisa mengantisipasi sama dulu pilkada, ketika masih di Undang-Undang 32 sebelum
dijadikan Undang-Undang dikeluarkan sebagai Undang-Undang sendiri ada satu daerah yang terjadi
ketika proses pengaturan pada jadwal kalau tidak salah kota Pekalongan itu calonnya sampai diundur
hanya satu, karena tidak ada yang berani nyalon Nah kemudian akhirnya diatasi pernah terjadi coba

22
dicek lagi, kalau tidak salah pada tahun 2011 ya, ya mas kalau tidak salah, itu sampai diundur berkali
kali begitu, nah itu tidaka ada aturannya saat itu nah menurut hemat saya, bapak, ibu saudara sekalian
sejauh kalau tidak masih menggunakan trash hold 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara pemilih
maka kecenderungan kuatnya pasti 1 putaran, sudah pasti tetapi maksud saya Undang-Undang ini
mengantisipasi jika nanti kemungkinan masih ada satu 2 daerah yang karena lain suatu hal, tidak bisa
mencapai angka batas minimal legitimasi perolehan suara itu-itu saja. Jadi itu soal yang 2 putaran itu
putaran kedua itu tidak menjadi norma yang menurut saya mengkhawatirkan, kita perlu khawatir kan
jadi seolah-olah kan gambaran kita ini ada kewajiban bahwa harus 2 putaran, sehingga nanti akan
boros, tidak faktanya kan satu putaran kok tetapi kalau terjadi kemungkinan tidak mendapatkan satu
batas angka legitimasi yang cukup tadi, Undang-Undang ini memberikan jalan keluar juga sehungga
kita nanti tidak akan dinilai bahwa ada kekosongan Hukum di sana jadi begitu.

Bapak, Ibu Saudara sekalian,

Jadi menurut hemat saya itu kenapa juga ada trash hold itu adalah supaya begini supaya
meminjam bahasanya Pak Mustofa tadi adalah tidak terlalu liberal jadi kita juga, iya tidak liberal kita
mendorong agar penguatan kelembagaan partai politik kita mendorong agar terjadi koalisi yang
cenderung idiologis, paling tidak ada kesamaan visi dan misi dari partai-partai tersebut dan barangkali
pada jangka panjang adalah untuk mendidik agar partai-partai bisa membangun satu koalisi yang relatif
permanen jauh dari transaksi yah, jauh dari kepentingan yang praktis Nah jadi menurt saya 2 putaran
tidak perlu dikhawatirkan, ini tidak berarti kita mendorong semua daerah akan 2 putaran, karena
prakteknya tidak akan begitu apalagi dengan trash hold yang tinggi 20 persen, saya kira itu
kemungkinan kecenderungannya hanya 3 kandidat kalau agak terpaksa bisa 4 kandidat 4 pasangan
begitu, kalau memang nanti kita pasangan nah hasilnya adalah di atas 30 persen dan
kecenderungganya pasti satu putaran Nah itu yang saya kira perlu dipertimbangkan bapak ibu saudara
sekalian nah sekarang tinggal KPU-nya bisa bekerja lurus, kalau KPU-nya lurus terutama untuk
membentengi apa namanya untuk tidak bermain-main ini dalam prakteknya adalah untuk Calon-calon
perseorang itu saya kira angka capaian, angka legitimasi minimal 30 persen itu, amat sangat dengan
mudah bisa dicapai oleh calon ya dalam pemilihan Kepala Daerah jadi supaya kita juga punya klausul
norma di dalam Undang-Undang ini yang mengantisipasi jika kemungkinan masih ada di dalam
prakteknya nanti daerah yang tidak bisa memenuhi ambang batas minimal legitimasi politik itu saja bisa
trash holg perseorangan kita tingikan meskipun nanti pasti akan memicu polemik, tinggal bagai mana
kita menyuarakan kepada publik saja yang paling bukan ancaman sebenarnya, tetapi yang selalu
menjadi apa, permainan politik itu ya di perorangan itu yang kemudian membuat fragmentasinya
semakin banyak dan fragmentasi yang banyak kemudian itu tadi hasilnya adalah Pilkada menjadi tidak
saja kompetisinya sangat ketat tetapi juga cost-nya pasti sangat tinggi nah efisiensi itu sebenarnya
sudah kita tempuh dengan melakukan penyerantaan itu penyerentakan itu adalah salah satu cara kita
mengefisiensikan, efisiensi lagi juga sudah kita tempuh dengan cara mengatur untuk beberapa hal
yang terkait dengan kampanye adalah dibiayai oleh negara.
Begitu karena itu kemudian kita batasi tentang alat-alat peraga jadi supaya tidak ada jor-joran
begitu kan nanti diisinya tergantung masing-masing calon isi dari Baliho dan sebagainya itu jadi supaya
juga mendorong para kandidat itu lebih banyak turun ke bawah, lebih banyak berdialog dengan
masyarakat, lebih banyak bertemu dengan rakyat, tidak jor-joran pada hal-hal yang sesungguhnya
bersifat asesoris simbolik semata mata dan menghabiskan biaya termasuk adalah perlu diatur juga
membatasi kampanye yang sifatnya rapat-rapat umum kita tidak setuju juga kalau itu dihilangkan, tetapi
bisa kita batasi, kita atur, berapa kali kampanye rapat umum yaitu sifatnya pengenalan secara massal
saja dan tentu biasanya dalam kampanye rapat umum kan yang terjadi Monolog ya lomba pidato tanpa
ada dialog, yang harus di dorong para kandidat adalah turun ke bawah ke lapangan untuk diskusi-
diskusi untuk bersentuhan langsung dengan masyarat banyak Nah saya ingin menegaskan supaya
kalau terjadi suatu tidak ada kekosongan hukum.

23
Bapak, ibu Saudara sekalian.
Ketua dan Wakil Ketua yang saya hormati.
Terima kasih.

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Ya PPP Ketua

KETUA RAPAT:
Silakan

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Terima kasih.

Jadi prinsipnya PPP sama dengan PDIP lah begitu jadi istrinya berdemokrasi lalu juga alat
salah satu prestasi yang di peroleh oleh pelaksanaan demokrasi di Indonesia itu ya apa yang sudah kita
laksanakan selama ini begitu jadi pemilihan Kepala Daerah dengan berbagai macam bentuknya seperti
kita ketahui ada yang sampai pada bahkan 3 putaran begitu ya? Bahkan 3 putaran saya kira itu
menjadi satu prestasi bagi kita karena dengan apa, tetap bagaimana masyarakat melaksanakan itu
dengan tetap baik gitu tanpa ada satu gejolak yang saya kira signifikanlah begitu jadi saya kira seni
berdemokrasi yang sudah ditunjukkan juga bagian dari prestasi membanggakan bagi negara kita, kita
pertahankan saja karena apa, karena kalau kita bicara soal efisiensi tidak ada kosakata efisiensi di
dalam pemilihan langsung, saya kira tidak ada, adalah yang namanya milyar langsung itu ya gak mikir
efisiensi tidak mungkin kita tetapi kalau sisi norma kan memang Undang-Undang ini aturan
pelaksanaan pemilihan kepala daerah ini tidak di bentuk, tidak dibangun oleh sebuah pemikiran bahwa
penyelenggaraan atau pemilihan kepala daerah itu nanti akan membutuhkan biaya yang banyak kita
tidak tidak ingin lalu menyepakati bahwa seperti disampaikan oleh teman-teman yang namanya nyalon
kepala daerah itu pasti sudah habis puluhan bahkan ratusan milyar, tidak, tidak daki tangga ingin terus
menerus punya anggapan seperti itu tetapi bahwa kalau soal menyelenggarakan sampai dua putaran,
saya kira itu bagian dari konsekuensi dan dan saya kira itu tidak banyak dilaksanakan seperti
disampaikan Pak Arif tadi jadi bagi PPP legitimasi ada ambang batas soal legitimasi itu saya kira
menjadi sangat penting dan PPP tetap berpendapat seperti yang sudah diputuskan 30 persen itu
menjadi apa batasan yang cukup menjadi apa pertanda satu kekuasaan itu di hasilkan oleh sebuah
pemilihan, yang betul-betul legitimate.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, jadi sebenarnya kita ingin juga praktis, efisian dan juga demokratis tadi Pak Arief
saya kira sangat menarik kita mau satu putaran juga, kira-kira oke, tapi harus ada jawaban harus ada
payung hukumnya bagaimana mengatur kita kan menyahuti bagaimana kondisi masyarakat kita
sekarang ini coba kita turun misalnya, di kampung kami dengan Pak Rufinus ini mau 10 putaran rakyat
itu senang ada istilahnya kalau di Kampung kami itu mas Arif di Sumatera Utara masa ini yang
membentuk Undang-Undang DPR ini parah amat rejeki kita cuma 500.000 itu itupun sudah dipotong
begitu Jadi soal ada tanggapan, ramai itu langsung atau tidak langsung ini perkara kita pemilu ini, ini
digunakan oleh masyarakat bahwa ini adalah sarana ini yang menjadi salah, bukan sarana kedaulatan
rakyatnya yang maju tapi sarana, bagaimana soal oleh karena nya saya kira ya kita juga harus berikan
pendidikan kepada masyarakat mau dia satu putaran, tapi ada yang menjawab jika ada kejadian apa
kejadian harus 2 putaran, kalau Jawa Timur tadi kan pemilihan di lokalisir yang diulang, bukan

24
pemilihan berikutnya itu keputusan setelah MK pak, jadi berikutnya saya kira saudara-saudara kita
fokus saja dulu fokus bahwa mau satu putaran juga kan ada catatannya dari satu putaran misalnya
adalah memperkuat KPU nya jangan ikut KPU cawe-cawe, itu dari mulai tahapan berikutnya ini harus
juga kita perkuat pelaksanaan berikutnya juga seperti itu jadi kalau kita sekarang kalau setuju misalnya
seperti itu arahnya kita mencari payung hukum kalau ada kejadian, begitu kira-kira mas Arif ya, kalau
ada kejadian 2 putaran apakah dengan cara menurunkan trash hold dari 30 tadi menjadi 20 20
batasnya pokoknya siapa yang tertinggi di atas 20 itu langsung begitu langsung, untuk kita batasi
jangan di bawah 20, sebagaimana trash hold ini ada yang 15 persen, ada yang kita atur payung
hukumnya jadi ya Undang-Undang yang akan kita bentuk ini juga ada arahnya, arahnya untuk
perbaikan sebab kalau kita menyerahkan kondisi masyarakat apa begitu, mau 10 kali putaran juga
senang ada banyak yang begitu, tapi tidak di semua daerah tentunya

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

2 putaran itu konsekuensi saja Pak. Dan itu di dalam praktek tidak akan terjadi banyak nah
maka kemudian tadi, kenapa 2 putaran bisa terjadi, itu daerah yang baru awalah, kira-kira berdemokrasi
dengan pilkada langsung agar faktor-faktor tertentu di daerah-daerah itu terutama adalah ketika
KPUnya itu memudahkan dalam proses pencalonan dan dukungan partai politik itu pak.

Jadi Rame-rame begitu.

Jadi ini memang mainan KPU sehingga muncul banyak calon.

Nah kalau munculnya terlalu banyak calon itu akibatnya itu tadi dengan 15 persen yang
kemarin itu paling sedikit 5 calon itu belum lagi ditambah dengan perorangan nah itulah yang kemudian
menyebabkan menjadi sangat banyak jadi mulai yang didukung partai politik dan gabungan partai politik
peserta calon itu bisa jadi 15 orang 15 kandidat Bali lah 15 kandidat bertarung begitu yah untuk
mencapai 30 persen memang tidak mudah Nah akibatnya kemudian 2 putaran saya kira kalau KPU-nya
Trash hold pertaman, trash holdnya sudah kita naikkan 25 atau 30 persen kemudian untuk dukungan
calon perorangan kita naikkan prakteknya akan cenderung satu putaran sudah pasti itu iya tetapi
maksud saya kalau masih ada yang terjadi 2 putaran, kita ada way out Undang-Undang ini
menyediakan klausul bahwa 2 putaran itu terjadi dan ada aturan yang memayungi sehingga legal 2
putaran itu, tapi Undang-undang itu tidak mendorong agar terjadi 2 putaran tidak, maksudnya tidak itu
maksudnya adalah ketentuan tentang putaran kedua itu adalah untuk mengantisipasi jika tidak ada satu
2 daerah yang tidak tuntas putaran pertama, karena tidak memenuhi ambang batas legitimasi
perolehan, itu saja maksudnya

KETUA RAPAT:

Kalau Mas Arif, ambang batas kita turunin menjadi 20, yang tertinggi.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Jangan, 30 persen menurut saya sudah cukup minimal bisa jawaban tidak, misalnya ambang
batas kita turunin 20, siapa yang paling tinggi di atas 20. ARIF: Saya kira saya kemarin memberikan
argumentasi tentang kenapa kita harus juga mempertahankan kesepadanan kita dengan sistem besar
juga tentang pemilu yang proporsional Pak kita tidak mengikuti vespas the post kita tidak menganut
prinsip Majuritari yang secara telanjang seperti itu karena kita menghargai keberagaman kita ingin
minoritas dilindungi dan sebagainya, nah kecocokan sistem ini kaitanya dengan legitimasi Pak kalau
kemudian pada satu sisi pemilu kita proposional tetapi kemudian pilkadanya kita liberalkan ini akan

25
terjadi benturan benturan sistem, yang satu basisnya adalah kolektivitas dan kemandirian serta
kedaulatan partai yang satu basisnya individualisme Saya kira Pak Riza pasti tidak setuju itu begitu loh
nah itu maksud saya jadi kita sendiri membenturkan tatanan sistem yang kita bangun Saya kira itu, jadi
kita kan tidak mau the Winer take old begitu ya kalau the winer take old nanti kita susun saja Undang-
Undang by distrik, jadi nanti setiap Kabupaten kota bertarung hanya satu anggota DPR siapa yang
paling jagoan di sana, berapapun dapat suaranya ya itu dia yang akan mewakili rakyat kita dis etiap
kabupaten kota menjadi simbol representasinya nah berarti kita mau adob betul, sistem yang berlaku di
Amerika kan kita tidak, katanya kita mau demokrasi Indonesia Pak.
Terima kasih.

F-PG (Drs. H. DADANG MUCHTAR):

Pak Rambe, kalau kita lihat penjelasannya Pak Arif, Pak Arif itu sependapat dengan satu
putaran hanya tadi argumen-argumen Pak Arif itu yang akan kita tuangkan dalam payung Hukumnya
tadi sehingga emergensilah yang akan bersifat 2 putaran itu kasarnya kan begitu bukan begitu Ya
sudah, di asetuju, setuju dia satu putaran pak, hanya kita carikan nanti dengan payung Hukum-payung
hukum apa sehingga kita bisa apalah Ya Undang-Undang tadi, makanya tuangkan, anti kenaikan itu
akan diadili kata yang melanda begini tak jadi kayak dari SD ini belum kesimpulan retak 3 lewat 3 eh
bukan izin pulang ke kamar lahir dari diri Maya biar kita Zahra juga aset baru ini jadi kita tidak boleh
juga menggiring padahal yang dimaksud oleh Mas Arif itu bukan seperti itu tetapi kita kembali kepada
Pasum, Pasum kita itu kepada profesional kalau memang tadi sudah dengan pemilihan 20 persen
langsung terpilih ah ini kan sudah beda, yang dimaksud Mas Arif juga begitu, jadi kita memang dalam
Undang-Undang ini paling tidak kita memberi, dibuka itu tapi juga rasional saya pikir begini pak, kalau
kita lihat tadi makanya saya tadi sudah tawarin, thresholdmnya ditinggikan dalam arti kata supaya tidak
ada 2 putaran, tapi saya juga sependapat ya okelah 20 persen ini kalau kita lihat di kursi saya tadi
nanya sama pak Pak Malik, Jawa Timur berapa? 100 kursi, 100 kursi 20 persen kan 20 syarat baru
mencalonkan itu, jadi memang calonnya tidak bakal lebih daripada 3 sehingga ini juga tidak akan terjadi
kecil sekali, di Kalimantan Barat sebagai contoh Pak Ketua itu pemilihan hanya 2 dari 14 Kabupaten
yang terjadi dua kali putaran di propinsi kemaren satu kali putaran.
Calonnya 3 Masih di atas yang pemenang itu 50% lebih. Jadi ini saya pikir supaya saya juga
kalau memurut pendapat kita rasional dan kita jangan menggiring juga pendapat itu seolah kita harus
ingin masukan pendapat mas syarif seolah menyetujui 20% dibuat payung hukumnya, saya pikir itu
saja terima kasih.

KETUA RAPAT :

Iya silakan.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Sebetulnya dulu yang di partai-partai atau fraksi fraksi sepakat satu putaran alasannya alasan
tarif itu alasannya karena memang kalau 20% hitungan kita yang maju nanti 3 - 4 nah mungkin 5. Jadi
trashole 20% itu kan tidak mungkin kurang, pasti lebih maka kemungkinan sangat dimungkinkan
muncul 3-4 dan dengan onsekuensi begitu maka sangat dimungkinkan satu putaran dan publik
meyakini itu kecenderungan mayoritasnya tahan sama telah sangat mungkin itu sama dengan
kecenderungan, Nah karena itu tinggal solusinya berbeda kalau saya solusinya dan teman-teman
adalah ya sudah karena kecenderungan mayoritasnya satu putaran kita buat satu putaran di sini tapi
Pak Arif kan tetap harus ada ambang batas kemenangan di Pasal 107 Perpu ini kan ada syarat 30
persen itu di sini memang tidak menyebut satu putaran atau 2 putaran pak, tapi dengan 107 artinya 2
putaran jadi perbedaannya adalah kita satu putaran otomatis menghapus 107, 30 persen itu, kalau 2

26
putaran seperti yang dibilang Pak Arif maka 107 itu berlaku artinya 2 putaran. Nah maksud saya begini
Pak Arif seperti pertimbangan banyak teman-teman tidak hanya efisiensi tapi juga ini masyarakat
kadang jenuh pak. Habis milih-milih lagi meskipun ya ada waspadanya, waspada itu walaupun sedikit
asal ada pak Yang kedua pertimbangan utama kita sebetulnya efisiensi dan mengambil satu putaran itu
sekali lagi seperti yang saya sampaikan kemarin tidak kemudian akan mengganggu bahkan
mengangkangi legitimasi tetap saja bahwa hasil pantauan kita pilkada dari tahun ke tahun yang menang
putaran pertama selalu menang putaran kedua itu rumus yang pertama boleh kita coba uji boleh kita
coba cek hampir semua daerah yang menang di putaran pertama, selalu menang artinya Tidak ada
kemudian relevansinya bahkan...(suara tidak jelas)

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Itu hanya 7 daerah tidak semua daerah.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

7 daerah kan yang 2 putaran, 7 daerah itu dengan thrashold 15 persen Pak, apalagi kalau
kemudian naikkan jadi 20 persen itu habis pak, kalau habis maka sebetulnya satu putaran lebih relevan
ketimbang pakai 30 persen angka kemenangan jadi menurut saya dengan sekian banyak pertimbangan
sepertinya dengan kecenderungan mayoritas yang disampaikan Pak Arif rasanya kok satu putaran itu
lebih realistis faktor legitimasi kalau 15 persen thresholdnya memang iya Pak itu akan banyak
memunculkan calon, tapi ketika thesholdnya kita naikin menjadi 20 persen atau 25 persen maka
sebetulnya legitimasi itu, akan bisa teratasi dengan menaikkan threshold itu dari dulu itulah yang
kemudian menjadi alasan ketika kita semau fraksi bersepakat oke kita naikkan dari 15 persen ke-20
persen satu putaran menjadi relevan tapi kalau kemudian thresholdnya masih 15 persen satu persen
memang menjadi pertanyaan.
Jadi begitu asbabun nuzul asbabul urutnya Ya Ketua bicara soal legitimasi saya kira tidak bisa
di artikan dari syarat pencalonan ya tetap berbeda lah ya, soal mencari legitimasi dari seorang pimpinan
kepala daerah dengan mendasarkan pada perolehan suara partai politik sebagai sarat dari pencalonan
itu sehingga kalau kita sepakat bahwa legitimasi ini penting banyak yang sepakat pak ya? Sepakat kan,
artinya memang harus kembali ke akhir ke pemilihan itu ke prosentase pemilihan di hari H itu bukan
perolehan partai politik yang diajukan sebagai syarat ketika mengajukan calon artinya kalau kita bicara
soal pentingnya legitimasi keterpilihan seorang kepala daerah maka memang harus ada angkanya itu
ada nah angka 30 itu memang toh tadi juga sudah berpandangan itu tidak akan mengganggu, sama-
sama tidak akan mengganggu kan, kalau sama tidak akan mengganggu kecenderungan ke sana ya
sudah biar apa sama-sama enaknya, ya dicantumin saja 30 persen, toh tidak, toh gak ada iya kan Pak
Arif, toh kira-kira nanti ya gak kecenderungannya tidak ada 2 putaran sama saja tapi legitimasi
mencantumkan angka untuk legitimasi legitimasi itu kan penting untuk norma kita norma Pilkada itu
penting hgito loh, jadi dari kalau bicara soal legitimasi ya di angka perolehan di dalam Pilkada itu bukan
di Pilegnya kan gitu maksud saya begitu
Ketua sedikit Ketua Ketua sedikit saja, saya mau mengingatkan saja kita ini membuat Undang-
Undang dan ini kan kita wariskan kepada generasi berikutnya dan barangkali karena kita sudah
perdebatan panjang diantara kita sih sebenarnya ada saling kesepahaman tapi belum tentu generasi
yang akan datang nah saya tidak mau ini menjadi tonggak kita terus terang saja saya tegaskan bagi
PDI Perjuangan untuk mendorong liberalisasi sistem politik jadi kita tidak mau nanti kalau ke depan itu
kemudian atas dasar Undang-Undang yang kita buat ini dan kita amini bahwa memang boleh
berapapun yang dicapai, tanpa ada angka legitimasi tertentu yang simpulkan toleransi minimal
dukungan rakjat itu kemudian mendorong apa yang kita khawatirkan yang kita kenal sebagai sistem
distrik dalam sistem besar pemilu kita jadi ini pertaruhannya maksud saya adalah bahwa apa yang kita
pikirkan hari ini bisa saja dipikirkan regenerasi mendatang, tidak sama dengan kita kita masih sekarang

27
ini berpikir tentang NKRI tentang prporsionalitas dalam sistem pemilu kita dan lain sebagainya tetapi
begitu kita taruhkan ya hal kita tegaskan di dalam Undang-Undang ini adalah kita membebaskan soal
itu maka ini akan menjadi Perseden yang menurut saya sekaligus bom waktu bagi lahirnya sebuah
sistem yang menurut hemat saya tidak berkesesuaian dengan bentuk negara kita negara kesatuan
tidak akan berurusan dengan upaya kita untuk menjaga kebhinekaan keberagaman, nah itu saya kira ,
perlu saya sampaikan setidaknya fraksi PDI perjuangan mengingatkan itu termasuk kita juga sedang
memikirkan mengenai soal kita lagi kaji kembali tentang paket, tidak paket tadi ini semuanya bertautan,
bukan hal yang sifatnya bebas nilai itu maksud saya jadi itu saja juga ingin ingatkan pada kita semua
sebagai pembentuk Undang-Undang.
Terima kasih

KETUA RAPAT:

Oke ada lagi pendapat lain?

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Interupsi Pimpinan tentang mekanisme mungkin untuk masalah trash hold ini kita pending
mungkin kita masuk kepada persoalan lain, tentang jadwal serentak tahapan, kayaknya ini alot
pimpinan.

Terima kasih Pimpinan.

F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH):

Enggak ini ada hanya ada 2 hal tadi, Saya kira yang sudah kita perbincangkan satu belum juga
teruji oleh kita ya kan trash hold yang kita nyatakan 30 Kalau itu sudah berhasil ini kan dari pandangan
efisiensi dan lain sebagainya, ada juga pikiran trash hold nya diturunan sama dengan trash hold
pencalonan seperti apa yang dikatakan oleh Pak Malik tadi tapi intinya yang kita perbincangkan ini
adalah mau satu putaran mau satu putaran, mau 2 putaran kita perkenankan yang 2 putaran ini pun
dengan sudah ditetapkan 20 perseen misalnya kalau kita setuju 20 persen nanti threshold dalam rangka
pencalonan dan 25 persen dalam rangka pengajuandari jumlah dukungan itu sudah bisa mungkin
menjawab tetapi harus ada juga payung hukumnya payung Hukum yang kita tentukan kalau di Perpu ini
kan tidak dinyatakan 2 putaran atau satu putaran itu ini tidak dinyatakan itu ada ambang batas.

KETUA RAPAT :

Ada ambang batas yang diyatakan di situ 30 persen pikiran teman-teman tadi ini bukan mau
digiring kemana-mana tidak.
Kalau misalnya ambang nya kita turunkan, misalnya, misalnya itu satu soal menjadi berapa
persen misalnya 20 persen kita nyatakan misalnya yang sudah tertinggi di atas 20 persen itu siapa pun
ya sudah itulah yang menang jadi praktis masyarakat juga paham semua kalau toh generasi yang akan
datang mau merobah ini, ini kan konsekuensi kita pemilihan langsung pemilihan langsung siapa pun
yang terpilih dan yang terbanyak dalam pemilihan langsung ya sudah begitu kita harus berikan
pengakuan dan masyarakat juga harus fair untuk itu gitu Oleh karenanya saudara-saudara kalaupun toh
nanti kesimpulan kita ada 2 alternatif, masih bisa mungkin nanti akan kita bicarakan tentang hal ini yah
tapi fraksi-fraksi beberapa fraksi menyatakan satu putaran tentang hal ini kita harus cari juga kalau mau
2 putaran ada kejadian yang 2 putaran misalnya harus cari payung hukumnya yang menyangkut ini
saya kira itu.

28
F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Pimpinan Interupsi Pimpinan kita mengakhiri rapat ini sampai kapan tidak, tanya saja dulu.

KETUA RAPAT:

Rapat ini kalau sebelum magrib kita bisa selesai kita lakukan hal-hal yang harus kita sisir besok
sebab ini Panja kita ini sudah resmi, sudah kita ajukan Panja Usul Inisiatif tentang perbaikan ini kan ke
DPR kita tidak perlu cari hotel, misalnya besok jam 2 kita lanjutkan jam 2 ya, tetapi setida-tidaknya
yang apa tadi istilahnya Bonggol ini sisa pentahapan saja besok kita sisir yang berikutnya tentang
jumlah-jumlah itu setelah ada bentuk format ya sudah misalnya beberapa hal yang kita sepakat begitu
ya tapi ada juga konsekwensinya gitu biar masuk kita ke pentahapan, apa begitu saja dulu kesimpulan
kita semnetara, biar bisa

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Bagaimana Pak kesimpulannya

KETUA RAPAT:

Kesimpulan adalah satu putaran tadi kemungkinan untuk 2 putaran harus kita cari payung
hukumnya gitu.

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Pak Ketua jangan payung hukum terus Ketua , payungnya habis ini hujan-hujan.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Pak Ketua kalau satu putaran itu seperti Pak Malik katakan itu tidak ada batas legitimasi tadi
toleransi, kita pakai batas 30 persen

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Jadi kesimpulan tidak harus 1 ketua, bisa dibuat 2 dulu opsi, opsional.

KETUA RAPAT :

Oke .

Jadi kesimpulan kita satu putaran dan 2 putaran itu, karena ini persoalannya adalah thashold
tadi itu 30 persen itu ambang batasnya disitu ya kita tinggal perbincangkan itu.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Atau begini pimpinan solusinya jadi apa namanya ini kan problemnya di ambang batas
perolehan suara kalau kemudian teman-teman keberatan dengan 30 persen, mungkin bisa diturunkan

29
25 persen asumsinya kenapa 25 persen, karena ambang batas perolehan suara itu harus di atas
thrashold tidak mungkin ambang batasnya misalnya thasholdnya 20 persen kita setuju tidak mungkin
kemudian ambang batas perolehan suara di bawah itu kita angkat 25 persen yaa mungkin
komprominya begitu kalau ini kan 30%.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

itu yang kita setuju kan kita masih berpatokan pada 20 persen kursi DPR, atau 25 persen suara
pemilih ya di atasnya lagi 30 persen itu sudah normal saja begitu norma itu.

KETUA RAPAT :

Silakan Pak Rufinus

F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH):

Terima kasih Pimpinan jadi mungkin ini tadi sudah banyak analisa sosiologis jadi supaya tidak
berlama lama saya pikir kalau kita buka satu putaran dengan asumsi-asumsi tadi, itu sangat masuk di
akal bahwa ada kemungkinan 2 putaran itu menjadi inclause nanti drafter membuat jika tidak masuk
maka dilakukan ini, kan gitu aja sebenarnya jadi saya tidak menyimpulkan tapi kurang lebih isi pasal itu
nanti demikian jadi itu yang saya katakan tadi kalau kita bicara masalah lapangan tadi saya setuju, tidak
ada efisiensi signifikasinya dengan masalah pilkada ini uang bukan menjadi variable kalau kita ingin
mencapai sesuatu yang lebih baik tidak ada kaitannya ini jadi tadi katakan juga seakan akan 2 kali
bukan kita sebenarnya sudah sepakat tanda kutip itu serentak, karena ini serentak jadi istilah 2 kali itu
sebagai tidak ada, dia hanya diberikan satu ruang kalau kan gitu jadi itu hanya masalah ini bicara pasal
dan ayat kalau di ayat (1) kita lakukan satu putaran bila ayat berikutnya, bila ayat (1) itu tidak terpenuhi
maka kan begitu kurang lebih jadi rasa-rasanya sih tidak perlu kita berdebat terlalu jauh semua fraksi
sepakat bahwa ini satu putaran namun bila hal-hal yang substantif tidak terpenuhi kita buka ayat
berikutnya yang bisa merilis sehingga keinginan masyarakat itu bisa terpenuhi.
Jadi sebenarnya tidak ada perdebatan yang panjang di antara kita apakah ini satu atau dua
begitu loh makanya saya katakan tadi harusnya kita buat dulu analisa terhadap seluruh Bonggol setelah
itu kita ambil resumenya dari setiap bonggol apa yang menjadi masalah di setiap bongol, bagaimana
hubungan antara bonggol satu dengan 2 dan seterusnya sehingga kita temukan jadi drafter nanti akan
lebih sangat mudah membuat pasal-pasal atau ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah paket
kemudian masalah, satu putaran atau bukan, serentak atau bagaimana, kan begitu ini nanti menjadi
sangat mudah gitu pimpinan, jadi ngga usah berdebat kita sampai nanti maghrib itu barangkali
pimpinan.
Terima kasih.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Pimpinan saya pikir ini kan tadi sudah disepakati, sebaiknya kita berkaitan dengan masalah ini
kita pending saja, karena pasti tidak bisa kalau pimpinan mengatakan bahwa ini kita sepakat kemudian
nanti kalau terjadi kita cari payung Hukumnya juga tidak kena apa yang kita inginkan seperti itu jadi
karena ini waktunya sudah cukup sudah sore ini kan sebaik yang lain, untuk ini kita pending saja dulu,
tapi jangan dulu disimpulkan, seolah-olah nanti oh ini kita sepakat satu putaran tidak seperti itu
substansi dari apa yang kita maksud, jadi ya jadi kita kita pending saja, berarti ada 2 yang berkembang
ada yang menginginkan satu putaran.

30
F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Apalagi Pak Prabowo sudah ketemu Pak Jokowi

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Ada yang menginginkan 2 putaran dengan ambang batas, ya betul juga kata mas dari PPP tadi,
ya kalau cuma 25 persen ambang batas terus kita thresholdnya 25 persen maka harus sama saya pikir
rasional lah itu 30 persen itu sebagai ambang batas kita.
Terima kasih pak.

KETUA RAPAT:

Jadi ini kan kecenderungannya seperrti begitu kenyataannya kita kan mendiskusikan itu tadi
memang tidak usah dulu kita simpulkan ada yang mengharapkan satu putaran meminta satu putaran
jadi semangatnya ada satu putaran ada juga semangatnya bagaimana mencari jalan keluar itu tadi
yang saya maksud. Jalan keluar bahwa kalau ini menyangkut ambang batas itu ya ya yang 30 persen
itu untuk nanti kita bicarakan lebih lanjut, untuk kita bicarakan lebih lanjut saja sebelum masuk kita ke
pentahapan Ini Demokrat bu Diah, Demokrat dari tadi tidak mau kasih pendapat dia.
Silakan.

F-DEMOKRAT (Ir. FANDI UTOMO):

Terima kasih Pimpinan.

Sayang MURI itu hanya mencatat yang perolehan terbanyak di Pilkada itu yang tercatat di
MURI itu satu bupati Kabupaten Mojokerto sekarang di Medaeng ditahan di Medaeng yang kedua
tercatat lagi Bangkalan puteranya itu itu masuk MURI itu sekarang juga di ditahan di KPK artinya
majority itu apa di dalam prakteknya ternyata memang terjadi kesewenang-wenangan gitu ya,
sehingga prakltek korupsinya terungkap begitu tapi sayang MURI tidak mencatat yang tiga puluh koma
05 persen itu ternyata juga pemerintah nya tidak stabil begitu ya kan jadi antara ambang batas
minimum dan apa perolehan yang mutlak ini memang menentukan karakter kepemimpinan, karakter
daerah oleh karena itu ambang batas minimum itu memang tetap harus dirumuskan oleh Undang-
Undang. Meskipun itu ya cuman 30 yaitu persoalannya Undang-Undang ini kan kepingin melakukan
penyederhanaan secara halus begitu penyederhanaan tapi halus threshold nya dinaikkan sehingga
kompetisinya turun jumlah pesertanya kontestannya turun, sehingga dengan begitu peluang untuk
mendapatkan 30 persen itu menjadi lebih mudah dan kecenderungannya akan satu putaran tetapi tetap
legitimasi minimal itu harus di rumuskan oleh Undang-Undang dan sekaligus merupakan exit strategy
bagi apa, demokrasi kita saya kira catatan dari saya begitu saja.

Terima kasih.

F-PDIP (DIAH PITALOKA,S.Sos):

Ya saya pikir kita terjebak di satu putaran atau 2 putaran.

Menurut saya satu putaran atau dua putaran itu konsekuensi dari ambang batas jadi tidak usah
juga berdebat, satu putaran atau 2 putaran yang pentingnya itu ya threshold itu berhubungan dengan
kita mengambil sistem politik apa apa kami majoritorian atau proporsional saya pikir kita perlu juga

31
mempertimbangkan konsistensi kita akan sistem politik yang kita ambil hingga ke tataran demokrasi
lokal begitu saja pak.

KETUA RAPAT:

Sementara dari kesimpulan kita ya pandangan kita ada yang putaran, cuma jangan terjebak
kita soal ini itu tadi yang terakhir tapi intinya adalah disoal threshold itu ya karena dia berkaitan oleh
karenanya kita, perputaran kita tadi di sini adalah ya satu putaran 2 putaran, cuman kaitannya yang
pasti adalah di threshold itu. Itu untuk legitimate untuk legitimasinya ya itu dulu, itu kita biar ada bonggol
yang lain bisa kita tuntaskan jadi kesimpulannya itu ya ?

(RAPAT SETUJU)

Yang terakhir bonggol yang terakhir saudara-saudara jadi ini adalah soal pentahapan serentak
kami perlu jelaskan itu nanti kita simulasi ya kita simulasi pemilihan serentak nasional ini itu menurut
MK limitatif untuk untuk Pileg dan Pilpres kalau itu tegas demi efisiensi enggak bisa juga kita katakan,
untuk seluruh daerah harus serentak nasional hari yang sama, bulan yang sama, dan juga tahun yang
sama. Oleh karena di Perpu ini kan ada arah untuk serentak nasional pada waktunya kan itu yang
menjadi perdebatan yang Panjang ungkin yang kita diskusikan di sini adalah tidak juga terlalu panjang
serentak nasional yang kita maksud kan kita lakukan saja, misalnya dengan per gelombang, misalnya
maksimal 3 gelombang itu dulu di persepsi baru nanti mengatur yang ikut gelombang pertama mana,
gelombang kedua mana gelombang ketiga mana, jadi ya pemilihan pilkada itu tepat memang 5 tahun
satu kali juga. Tapi tahapan gelombangnya yang diatur karena ada ada bayangan juga bagi kita
saudara-saudara kalau pada waktu nya serentak kita bayangkan kepala daerah baik dialah propinsi,
Kabupaten, kota nanti jumlahnya 560 serentak betul apa ya serentak betul bagaimana menjadi apa
bentuk pengawalan, pengamanan, dan juga pengawasannya dan juga sekaligus penyelesaian
perselisihannya Jadi kalau kita mungkin untuk masa ini kita sepakati dulu bahwa serentak nasional
yang kita pahami itu adalah hanya untuk Pilek dan Pilpres tetapi untuk Pilkada kita bikin pergelombang,
jadi rame-rame juga, gelombang satu sekian misalnya itu yang pemahamam pemahaman yang kami
sampaikan dulu, bagaimana pendapat kita biar jangan nanti apa? Kita misalnya terlalu berkepanjangan
soal ini, seperti perkembangan yang sekarang itu kan habis masa jabatan untuk 2015 adalah 204 habis
masa jabatan 2016, 100 lebih kurang dan begitu seterusnya sampai di lalat 2016 agar jangan ada
kejadian bahwa masa jabatan menjadi 2 tahun sisa, 2 tahun ini diberikan kewajiban ini dan itu begitu ini
kalau itu sudah kita tinggal buat pemetaannya begitu pemetaan kalau serentak national itu kan
UndangUndang Dasar hanya menyatakan Pilek dan Pilpres kalau untuk ini tidak harus seperti itu,
tergantung kita menetapkan dari kondisi yang ada kita misalnya kita tetapkan 3 gelombang baru nanti
untuk tahapan berikutnya pemetaannya baru kita buat tahun-tahunnya itu-itu yang kami lempar dalam
diskusi kita.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Begini Ketua, saya mengusul ini sudah mau magrib setengah tujuh kita ada pengajian pak
serius ya kita bikin pengajian memang karena kita sudah bentuk 4 sayap partai yang bergerak di
wilayah anu jadi saya kira kita belajar dari fenomena menguatnya gerakan ikhwan di Mesir jadi karena
itu penting untuk kita adob di Indonesia ya gerakan Ikhwan ya saya salah satu pengikutnya Ketua jadi
menurut hemat saya, ini soal yang tidak mudah ya jadi kita akan coba disimulasikan semua, baiknya
serentak nasional, keserentakan propinsi saya pernah diskusi formal dengan Pak Riza atau
keserentakan sebagian dari wilayah kita yang lintas Provinsi dan kabupaten kota nanti kita coba,
simulasikan kita hitung matang dari berbagai aspek untuk sampai pada kesimpulan, pilihan
keserentakan seperti apa? Yang saya tahu memang tidak diatur tegas di dalam UU, Konstitusi kita yang

32
bisa dipahami sifatnya nasional adalah memang Pileg dan Pilpres tetapi ini ada open legal clousing,
pijakan hukum terbuka.
Nah karena kebijakan hukum terbuka maka sangat tergantung kepada para pembentuk
Undang-Undang Nah saya kira ini bukan soal yang sederhana Ketua, tapi apa yang sudah indosh ketua
tadi salah satu yang akan kita pikirkan karena kita juga bisa mencontoh di pengalaman banyak negara,
menimbang lah setidaknya di Philipina itu Pilkadanya juga serentak nasional negara Philipina itu negara
kepulauan seperti kita pemilihan bupati, gubernur, walikota di lakukan pada hari yang sama untuk
seluruh negaraPhilipina tetapi tentu ada aspek-aspek lain kenapa mereka membuat satu sistem
pelaksanaan Local electionnya serentak, bahkan dibarengkan dengan para senator nisalnya itu satu
contoh jadi maksud saya Ketua, agar kita punya waktu yang cukup besok misalnya untuk kita kupas
habis mengenai soal ini, dan harapannya dari Sekretariat bisa menampilkan apa simulasinya untuk
keserentakan, serentak provinsi, serentak nasional atau serentak sebagian wilayah, sebagaimana yang
diatur oleh Perpu menuju nasional jadi ada berbagai macam pola, saya kira saran saya itu ketua, jadi
rapat rapat kita hari ini bisa kita akhiri, maksud saya begitu karena setengah tujuh kita mau ada
pengajian mohon ijin begitu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ini boleh iri PKS sama PKB ini dan PPP karena Mas Arif mau pengajian setengah tujuh,
memang harus. Oleh karenanya Saudara-saudara ada yang diminta tadi biar kita bias.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Dan saya juga pengurus Anshor pak.

KETUA RAPAT:

Biar kita memetakan jadi di minta dari Sekretariat sampai pada tanggal group dengan tanggal
bulannya yang apa 2016-2017 2018, dan 2019 itu besok baru kita petakan kita diskusikan sedemikian
rupa Oleh karena itu saya kita, bisa ya?

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Pimpinan, ya disini jadi besok di sini jam 2 jadi kalau sudah itu dan kita minta juga dari apa dari
.. (tidak dilanjutkan).

F-PAN (AMRAN, SE):

Pak Ketua bisa cari waktu yang lain tidak pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Ini kan batasnya begini kita waktunya ini sudah sangat sangat mepet jadi besok itu adalah se
tidak-tidaknya Senin itu kita APBN-P Senin dengan Mensesneg APBN-P dengan Menpan dan malam

33
dengan Menteri Dalam Negeri itu. Kalau tidak ada bahasan pendahuluan bagaimana nanti mekanisme
pembahasan kita ini sahabat kita orang dari Menpan, dari Mensesneg ini menyangkuta anggaran ini
APBN-P malam dengan Kementerian Dalam Negeri ini sudah jadwalnya ketat seperti itu malah Sabtu,
Minggu begitu ini untuk kita tuntaskanlah begitu untuk kita tuntaskan, jadi waktunya yang sangat bisa
ya?
Bisa jam 2 besok, kita di sini tempat yang sama di Hotel belum dapat hotelnya ya di sini. Jam
14 itu, lebih kurang sampai jan 5 besok kita kenapa? Di Bogor macetnya itu minta ampun. Jadi kita,
skors rapat kita ini sementara di sini besok.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Sebentar Pimpinan sebentar Pimpinan agak ini ini kalau bisa besuk sekretariat sudah
mensimulasi, entah besok atau Senin maksud saya begini pak, kita sebetulnya sudah punya rancangan
tentang kapan itu pilkada dilaksanakan bisa suatu saat kita pilkada serentak nasional bisa itu artinya 5
tahun, satu kali Pilkada atau bisa dalam 5 tahun 2 kali Pilkada atau ketiga kali atau terserah jadi
misalkan 2016 kita Pilkada pertama pesertanya nanti 2015 dan 2016 yang SK nya habis kemudian
2018 kita Pilkada lagi pesertanya nanti yang SK nya habis 2017, 2018, plus 2019, karena 2019 tidak
ada Pilkada kemudian nanti 2021 ini bisa dibuat nasional kalau nasional kalau nasional berarti
pesertanya yang Pilkada 2016, 2018 atau ini bisa dibuat 2021 pesertanya yang Pilkada 2016 nanti 2023
pesertanya yang habis 2018 nah maksud saya saya tidak ngerti, mungkin Kemendagri sudah punya
data pasti itu, tentang berapa pesertanya kalau Pilkadanya di tahun ini, tahun ini, tahun ini jadi besok
atau bagusnya Senin sih kita sudah persiapan begitu pimpinan, agar tidak blank saja pimpinan.
Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Saya kira besok jam 2 dengan data yang itu, yang kita persiapkan begitu kita perbincanganlah
tentang hal ini sebab kalau hari Senin, waktunya kita ini sudah memet juga jadi tidak bahas nanti kita
APBN-P dari Mendagri kan sudah seperti itu besuk ya? kita skors sampai jam 2. Besok jam 2 ya
bermalam Minggulah, sampai kita selesaikan yang kami hormati?

(RAPAT SETUJU)

Terima kasih Saudara-saudara sampai ketemu besok siang dengan beberapa kesimpulan kita
tadi.

(RAPAT DISKORS PUKUL 17.45 WIB)

Jakarta, 30 Januari 2015


Ketua Rapat

Ttd

Rambe Kamarul Zaman


A-236

34
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISI II


PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENETAPAN PERPU NOMOR I TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tahun Sidang :2014-2015


Masa Persidangan :II
Rapat Ke :-
Jenis Rapat :Rapat Panja
Dengan :-
Sifat Rapat :Tertutup
Hari,Tanggal :Sabtu, 31 Januari 2015
Waktu :Pukul 14.00 WIB s.d Selesai
Tempat :Ruang Melati Lantai II Hotel Milenium Jakarta Pusat.
Acara : 1. Membahas Revisi terhadap Undang-Undang Penetapan Perppu Nomor
1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota,
menjadi Undang-Undang
2. Membahas Revisi terhadap Undang-Undang Penetapan Perppu Nomor
2 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menjadi Undang-Undang.
Ketua Rapat : Rambe Kamarul Zaman/Ketua Komisi II DPR RI
Sekretaris Rapat : Minarni, SH/Kabagset Komisi II DPR RI

Hadir : A. Anggota Panja


22 dari 25 Anggota Panja

PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si.
5. H. MUSTAFA KAMAL, S.S.

F-PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (F-PDIP)


6. ARIF WIBOWO
7. DIAH PITALOKA, S.sos
8. ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU
9. H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, SH
10. TAGORE ABU BAKAR
F-PARTAI GOLONGAN KARYA (F-PG)
11. Drs. H. DADANG S MUCHTAR
12. Drs. A. H. MUJIB ROHMAT
13. AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si

F-PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (F-GERINDRA)


14. Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si
15. Ir. ENDRO HERMONO, MBA

F-PARTAI DEMOKRAT (F-PD)


16. Ir. FANDI UTOMO
17. LIBERT KRISTO IBO, S.Sos., SH., MH

F-PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN)


-

F-PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB)


18. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.

F-PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS)


19. Dr. H SA'DUDDIN, MM

F-PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F-PPP)


20. Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si

F-PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM)


21. H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE., SH., MH

F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA)


22. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH

B. Pemerintah:
- Menteri Dalam Negeri (Tjahjo Kumolo, SH)
- Ketua KPU RI (Husni Kamil Manik, S.P)
- Ketua BAWASLU RI (Prof. Dr. Muhammad., S.IP.,M. Si)

2
Jalannya Rapat:

KETUA RAPAT (RAMBE KAMARUL ZAMAN/F-PG):

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 15.05 WIB)

Pertama terima kasih atas kehadiran Anggota Panja Usul inisiatif Komisi II DPR-RI terhadap
Perubahan atas Undang-Undang Nomor ... tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-
Undang.
Saudara-saudara kita tidak mempersoalkan, karena ini usul inisiatif dan kesepakat kita selesai
masa persidangan ini, saya kira merupakan suatu hal kewajiban. Cuma kalau kita reses tanggal 18 ini
gonjang-ganjing persoalan ini, reses sampai tanggal 22 Maret .
Saudara-saudara masih banyak waktulah kita menyelesaikan ini, agar ini tidak menjadi
persoalan ...(suara tidak jelas) oleh karenanya yang akan ...(suara tidak jelas) usul inisiasi itu dulu. Dan
jadwal pembahasan yang resmi nanti dengan pemerintah tanggal 10 sampai tanggal 14 kan begitu.
Jadi kalau nomornya keluar tanggal 5 Februari kita spesial, kalau bisa hari Senin, atau hari Selasa
sudah kita ajukan pakai nomor titik-titik saja, Komisi II menghindari agak kita jangan disalahkan soal ini,
saya berfikir begitu saja, sebab kalau kita lihat, kalau ini mau dilaksanakan. Bagaimana mau
dilaksanakan kalau tidak ada yang kita bahas persoalan-persoalan seperti itu.
Jadi kalau ...(suara tidak jelas) kami tidak akan ada faktor dari pemerintah (suara tidak jelas) ini
kan akan perang, (suara tidak jelas) kita sadari bahwa hal-hal yang dirubah hal prinsip ...(suara tidak
jelas) walaupun masih itu tadi. Dan hal-hal yang mengatur seperti misalnya kita persoalkan soal uji
publik itu kita hapus tapi namanya diatas ...(suara tidak jelas) sosialisasi calon, oleh karena itu konse
perubahan itu, kalau ke Perpu nomor 2 nanti otomaticly oleh karenanya yang belum selesai kita
perbincangkan.
Pentahapan kemarin kita sudah setuju satu ...(suara tidak jelas) Sekarang Tim Ahli dari P3DI.
Yang kedua KPU sebagai penyelenggara kita cari payung hukumnya, walaupun potensi akan
digugat ya tidak apa-apa, karena KPU lah yang lebih siap, sekarang kalau sekarang membuat badan
baru itu malah tersesat bisa nanti DPR malah disalahkan.
Yang ketiga kata uji publik itu kita masukkan ke dalam tahapan penyelenggara pemilu ...(suara
tidak jelas) partai politik nanti kepada KPU dan Bawaslu itu keputusan kita. soal nama kemarin kita cari
mungkin kalau hari ini akan kita temukan tentang nama dari pada uji publik ...(suara tidak jelas) yang
terpenting kalau uji publik itu kan harus ada skoor kalau ini tidak ada skoor, ya apa sosialisasi calon
atau sosialisasi apa bakal calon, atau calon yang sudah kita tetapkan.
Soal berpasangan juga kemarin sudah ada kerangkanya, soal pasangan ini tinggal kalau
misalnya pasangannya satu, kalau lebih dari satu kita bagaimana mencari payung hukumnya, karena
kalau terjadi ketidakharmonisan ...(suara tidak jelas) bupati dan wakil dan juga memperjelas tugas dari
pada wakil itu ... dan juga soal penetapan wakil ini adalah sekaligus tahapannya ...(suara tidak jelas)
bisa yang penting berpasangan yang begini-gini itu harus lebih ...(suara tidak jelas)
Kemarin juga kita diskusikan adalah soal tadi agak terjebak satu putaran, dua putaran, adalah
soal sebenarnya thrashold, baru kemarin rapat kita skors kita lanjutkan untuk membahas tentang
tahapan penyelenggaraan pemilu, itu untuk kita lanjutkan, hari ini kita bicarakan ...(suara tidak jelas)
ini.
Jadi nanti malam saudara-saudara itu kita akan sisir yang sudah masukan, tapi sekarang kita
diskusikan kira-kira tahapan pelaksanaan pemilu sebagaimana yang nanti akan ditayangkan, namun
sebelum itu kesepakatan kita untuk menyelesaikan misalnya malam nanti atau sampai besuk tidak ada
3
...(suara tidak jelas) usul inisiatif yang yang akan kita inikan harus kita tuntaskan. Hari Senin atau hari
Selasa kita ajukan surat untuk bisa ...(suara tidak jelas) jadi kita tuntaskan sampai besuk.
Setuju ya?

(RAPAT : SETUJU)

Baik kita masuk tahapan penyelenggaraan, dari sana ditertibkan ini dulu, kita diskusikan duu
tahapan penyelenggaraan.
Saudara-saudara dengan MK yang diputuskan kita kaji dalam saja. MK memutuskan pemilu
nasional serentak nasional sebagaimana undang-undang dasar kita di tatib hanya untuk Pilpres dan
Pileg, itu bisa serentak, dilaksanakan satu kali 5 tahun. Kalau Pilkada itu bagaimana? Karena Pilkada
bukan rezim pemilu, Pilkada ini demi efisiensi diupayakan mau serentak nasional, kita bayangka
serentak nasional lebih kurang 560 lah dengan Gubernur dan Bupati. Ini menjadi soal penanganan,
misalnya di Aceh itu kalau serentak sekaligus itu Gubernur, Bupati, Walikota 14 ya Pak Tagore?
Keadaan seperti itu sendiri-sendiri saja, persoalannya luar biasa ada yang Pileglah ada yang apa
...(suara tidak jelas) ini sulit padahal untuk Pilkada demi efisiensi kita buat saja misalnya bergelombang,
misalnya kita sepakati 3 gelombang, jadi gelombang yang kami maksudkan itu kalau 2015 sekian, atau
nanti diskusi kita 2015 ditarik ke 2016, gelombang berikutnya adalah, jadi gelombang yang 2016
memang akan Pilkada nanti tahun 2021. Kalau gelombang 2017 akan Pilkada 2022, jadi kita tidak
melanggar undang-undang...(suara tidak jelas) serentak Pilkada ini itu kita jabarkan juga serentak satu
kali. Ini kan dalam rangka pengaturan itulah saya kira diskusi kita sebelum nanti kita tampilkan
sepakatkan kita bahwa Pemilu serentak ini kita buat dulu Pemilu serentak, Pilkada serentak yang akan
kita atur kita buat dalam pergelombang saja, misalnya 3 gelombang dan itu tergantung tafsiran
pembentuk undang-undang.
Tapi kalau kita bikin gelombang serentak Pilpres dan Pileg tidak mungkin kita buat gelombang-
gelombang itu, itu sudah limittatif, terus terang diskusi kita langsung biar kalau sudah masuk kepada itu
bisa kita perbincangkan mana gelombang yang bisa, nanti misalnya kesepakatan kita memperpanjang
nanti setelah kita kesepakatan dulu. Kesepakatan dulu agar kita ajukan usul inisiatif, kita tidak usah
terpengaruh usul-usul yang dari luar tentang hal ini.
Saya kira kami buka jadi kita masalah untuk ...(suara tidak jelas) kami silakan yang mau
menyampaikan, atau PDIP dulu kalau begitu.

F-PDIP (TAGORE ABU BAKAR):

Terima kasih Pimpinan, kalau kita mau menghemat, efektif dan efisien yang pasti harus
terprovinsi, satu provinsi sekalian, sebab kalau hanya bupati saja tidak berpengaruh terhadap
keuangan, karena masing-masing daerah bupati kabupaten A, ...(suara tidak jelas) masing-masing itu,
tapi kalau sekaligus dengan gubernurnya disitu ada penghematan, kalau gak tidak ada penghematan
ini, karena masing-masing kabupaten punya anggaran tersendiri. Misalnya di Aceh dipilih bupati
...(suara tidak jelas) untuk bupati Maelaboh dan lain-lain itu tetap tidak ada penghematan, tapi kalau
sekaligus dengan gubernurnya itu terjadi penghematan. Jadi saran kami mungkin kita harus melihat
penjadwalan ini perprovinsi saja, karena kita lihat keadaan masa berakhirnya jabatan bupati dan
Gubernur.
Sebab kalau bergelombang itu kayaknya kalau pertama ini harus, kalau tidak bergelombang
tidak mungkin ini kacau, karena belum tentu ini diawal saja waktu menentukan pejabat saja sudah ribut,
dari penentuan pejabat bupati, ini tentu diusulkan oleh gubernur, biasanya dari gubernur kalau sudah
ribut baru dari kementerian dalam negeri. Tapi kalau pendapat kami perprovinsi, kita ...(suara tidak
jelas) perprovinsi tentu kita lihat cara pemetaannya lagi. Kalau gelombang di Aceh misalnya adalah
tahun 2016 yang terjadi apa? Berapa pejabat yang harus disiapkan, kemudian kalau memungkinkan ini,
4
kalau mungkin supaya pemilihannya berjalan baik itu ini biasanya begini, kalau kita dipilih lagi karena
dia masih bisa yang kedua yang masih menjabat ini persoalannya akan lain, akan diuntungkan ini
incumbent karena dia masih mengatur keuangan, masih mengatur semua, ini juga haris kita perhatikan,
tapi kalau jangkaun kita tidak mungkin sampai disana ini resiko.
Jadi saran kami ini kita lihat per Provinsi, baru dia ada penghematan, kemudian provinsi itu kita
kaji lagi berapa provinsi yang bisa ikut gelombang pertama, berapa provinsi yang bisa gelombang
kedua. Jadi saya ulangi kalau haighnya pemilihan bupati serentak tidak ada penghematannya, keceali
dia langsung dengan gubernurnya, disitu baru ada penghematan itu, kalau kita mau hemat.
Kemudian masalah pengamanan, tentu kita perhatikan, Polisi, tentara ini kan bisa di BKO kan
dari daerah mana ke daerah mana, jadi kita lihat kalau misalnya gelombang pertama mungkin Aceh
tidak dengan Papua karena sama-sama ada unsur potensi yang tidak bagus, kita lakukan Aceh dengan
yang lainnya mungkin juga tidak dengan Medan ...(suara tidak jelas) Kalau kita pembuat Undang-
undang kita tidak memikirkan sampai ke ...(suara tidak jelas) yang penting kita bagaimana Pilkada bisa
lebih hemat dan serentak kemudian bikin Spille masalah keamanan, tapi karena kita juga mungkin masi
memiliki bagaimana pentingnya keamanan supaya polisi, tentaranya sibuk, kita juga bisa menyumbang
pikiran untuk.
Jadi kesimpulannya mungkin kalau kita sepakat per Provinsi, kalau hanya bupati saja serentak
gubernurnya tidak, tidak ada penghematan bang, tetap dia tidak hemat, jadi kita juga harus
memperhatikan jangan terlalu banyak pejabat kacau nanti. Jadi kalau pejabat terlalu lama itu bisa desk
clever nanti keuangan daerah itu, karena biasanya pejabat itu dia tidak peduli yang penting ...(suara
tidak jelas) tinggal urusan kalian.
Ini saja terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabbarakkatuh.

KETUA RAPAT:

Kita lanjutkan, jadi mudah-mudahan ...(suara tidak jelas) kan cocok itu karena membuka dan
sudah ada ...(suara tidak jelas) tadi, kalau awal ini berkompak kalau kita atur tahapannya kita klasifikasi
dulu ...(suara tidak jelas) kalau untuk efisiensi harus bersamaan pemilihan gubernur dengan bupati.

Kami persilakan saudara Mudjib dari Golkar.

F-PG (Drs. H.A. MUJIB RAHMAT):

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabbarakkatuh.

Pimpinan dan para anggota yang saya hormati,


Memang harus di pertimbangkan beberapa hal yang pertama dari sudut yuridis, kalau dari
sudut yuridis saya kira yang di MK kemarin itu memang untuk Pileg dan Pilpres secara bersama-sama
karena disebutkan di ...(suara tidak jelas) lalu kemudian kalau Pilkada boleh tidak itu serentak, atau
wajibkan serentak, karen yang limitatif itu hanya Pileg dan Pilpres maka itu tidak wajib untuk serentak,
tetapi kita tidak wajib berarti boleh untuk serentak atau tidak serentak itu dari sudut yuridisnya menurut
saya, nanti teman-teman yang ahli hukum bisa berbicara itu, artinya adalah kita tidak linier dengan
keputusan MK berkaitan dengan Pilkada, yang berkaitan dengan MK itu adalah Pileg dan Pilpres, dan
kebetulan Pileg dan Pilpres itu satu. Pilegnya Presidennya satu tidak ada suatu yang berbeda-beda,
sementara Pilkada ini harus ada pertimbangan yang kedua, yaitu periode, periodenya itu berbeda-beda,
nah karena itu periode berbeda-beda, bolehkah kita melakukan inovasi dalam rangka efisiensi dan
efektifitas misalnya kita melakukan inovasi. Inovasinya itu adalah pertama ada yang berfikiran untuk
serentaknya sekali, yang kedua adalah pikiran untuk serentaknya bergelombang, bergelombangnya ini
5
adalah dasarnya sama, yaitu periodeya Bupati itu 5 tahun sekali, 5 tahun sekalinya kita jadikan patokan
tetapi waktunya kita bisa kelompokkan ada kloter-kloter tadi.
Nah yang sekarang ini oleh pemerintah adalah 204 itu kalau di Desember 2015, kemudian akan
dimasukkan lagi nanti 2018, itu gelombang yang kedua, lalu kemudian dimasukkan lagi pada
gelombang yang 2020 itu adalah jumlah seluruhnya artinya inovasi ini bisa saja sah, boleh jadi sah itu
pertanyaannya adalah lalu berarti kalau kita sepakatnya kalau 3 gelombang pilihan kita adalah karena
itu serentak se-Indonesia pengamanan dan sebagainya, kalau ada sengketa dan sebagainya itu berat
sekali. Sehingga lebih rasional kalau misalnya bergelombang juga tidak harus banyak, bisa jadi 2 atau 3
kali saja.
Kalau kita sepakat dengan gelombang pasti ada salah satu yang harus dipikirkan yang itu pasti
ada yang mundur dan ada yang maju, karena misalnya kalau 3 gelombang katakanlah 2015 ditarik di
2016 maka yang 2015 yang sudah selesai tidak akan ada Plt sampai 2016. 2016 nya yang pada akhir
bulan yang kita selenggarakannya di awal Februari tadi ada yang maju, itu adalah konsekwensi apabila
kita ingin melakukan serentak dengan gelombang seperti itu, itu yang perlu dipikirkan pertama sebelum
kita pada pilihan-pilihan nanti di tahun berapa itu dulu yang dipertimbangkan.
Yang kedua pak ketua yang perlu dipertimbangkan lagi adalah karena yang di MK itu Pileg dan
Pilpres, Pilegnya itu artinya sampai pada DPRD dan itu sekali, kalau Pilkadanya itu bergelobang,
berbeda maka akan ada periode yang berbeda antara Pimpinan Daerah dan DPRD nya. Seperti
sekarang ini, itu tidak bisa disamakan, dan mungkin jadwalnya akan bisa luar biasa ragamnya.
Nah itu saya kira sekali lagi saya ingin mengatakan secara Yuridis memungkinkan, karena kita
tidak linier dengan keputusan MK yang itu berbeda dengan kita, berarti memang tidak wajib, tetapi
bukan dilarang yaitu menjadi saya pakai bahasa yang lain pakai Mubah itu, kaitannya Fiqih, kaidahnya
fiqih jadi mubah, boleh buat kita, bukan sunnah juga, bukan haram, bukan wajib, bukan sudah tapi
mubah, boleh kita berkreasi, Cuma sekali lagi tolong diperhatikan adalah periode.
Yang terakhir pak Ketua adalah kita sepakatnya seperti apa kalau tadi Pak Tagor mengatakan
Aceh dulu sebagainya itu kita berarti prinsipnya adalah regional, sementara yang namanya
pengelompokan ini adalah nasional, kita sepakat dulu ini, kalau ini nasional ya memang secara
nasional, kalau mungkin yang kedia mungkin regional tapi tidak mungkin untuk sekarang ini nasional,
204 itu adalah nasional, nah kita berprinsip yang mana dulu, mungkin bagian-bagian ini yang perlu kita
sepakati dulu.
Pertama adalah kita boleh untuk serentak, kedua adalah boleh bersifat nasional, yang ketiga
adalah kita pertimbangkan periodesasinya.
Saya kira itu dulu pak Ketua. Terima kasih.

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Boleh saya menambahkan pimpinan, saya menggarisbawahi apa yang disampaikan dari Fraksi
Golkar, saya melihat bahwa putusan MK itu hanya menyangkut Pilpres dan Pileg yang secara nasional.
kemudian saya melihat banyak sekali hal yang nanti akan, yang tidak pernah terbayangkan kita dalam
pelaksanaannya nanti akan muncul hal-hal yang sangat rumit, oleh karena itu saya kepingin mendengar
dulu dari teman-teman, apa sih dasar pemikiran yang paling mendasar sehingga kita harus membuka
wacana untuk bergelombangkah, serempakah dan sebagainya. Kalau seperti tadi dikatakan bahwa itu
mubah ...(suara tidak jelas).
Nanti coba kita lihat saya belum melihat, belum nyambung menurut saya sisi manfaatnya untuk
menerapkan sistem yang sedang kita bicarakan ini dan ...(suara tidak jelas), yang paling mendasar itu
apa sih sasarannya apa? Dan apa keuntungan ....(suara tidak jelas) juga apa kerugiannya kalau kita
tetap melanjutkan sesuai dengan periode seperti yang selama ini berjalan. Itu juga yang ingin saya
dengar.
Terima kasih Ketua.
6
KETUA RAPAT:

(suara tidak jelas)

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Ya terima kasih pimpinan,


Semua anggota Revisi Pilkada, sebetulnya kenapa pertama dari sisi yuridis, sebetulnya waktu itu kita
masih ingat Pak Arif jawab waktu kita rapat Panja di Hotel Ambara, rapat pertama kali Panja setelah
putusan Mahkamah Konstitusi. Rapat di Ambara itu sebetulnya respon atas putusan Mahkamah
Konstitusi, yang kemudian menginspirasi kita sehingga tidak hanya Pileg, Pilpres, kali juga Pilkada juga
bisa kita buat serentak meskipun Mahkamah Konstitusi tidak memutuskan serta merta Pilkada serentak,
tapi betul apa kata mas Mudjib senior juga, sesuatu yang belum diatur dalam Undang-undang itu boleh
asalkan tidak melanggar konstitusi. Waktu itu kita bersepakat Pilkada boleh serentak, tapi tidak
melanggar konstitusi salah satunya tidak mengurangi, tidak melanggar SK atau masa jabatan kepala
daerah. Oleh karena itu sebetulnya ada 2 spirit, ada 2 semangat kenapa kita bikin serentak, yang
pertama tentu saja sudah pasti kalau Pilkada serentak dalam satu Provinsi sangat efisien, yang paling
besar melarang penyelenggaraan itu biasanya dalah jasa, jasa yang diberikan dianggarkan untuk jasa
mulai KPTS, mulai PPK, sampai ke KPU kabupaten kota dan KPU kabupaten provinsi.
Jadi misalkan kira-kira satu provinsi di Jawa Timur ada 38 kabupaten kota itu sekali Pilkada.
Maka sebetulnya KPU provinsi itu bekerja sekali. Misalkan di Jawa Timur dengan 38 kota yang jumlah
ikut Pilkada maka otomatis KPU Jawa Timur menganggarkan fungsi-fungsi koordinasinya dengan
sekian banyak kabupaten kota.
Jadi sebetulnya yang pertama sudah pasti efisiensi, yang kedua sebetulnya tidaik hanya
sekedar ...(suara tidak jelas) kalau unsur politik kita itu punya 5 tahun kalau dibagi bulan itu kita
sebetulnya 60 bulan, 60 bulan kita punya sekarang sekitar 500 kabupaten kota plus provinsi.
Bayangkan misalkan 5 tahun kemudian 60 bulan sebulan bisa 5 sampai 10 kali Pilkada, tentu saja ini
tidak sehat, nah karena itu kepentingan kita kenapa serentak itu adalah disamping efisiensi juga
memastikan kalender politik yang pasti. Kalau dibeberapa negara maju biasanya Pemilihan Presiden 2
tahun atau 2 tahun setengah diikuti pemilihan gubernur, bupati, dan walikota.
Kita membayangkan setelah Pilpres2 tahun atau 2 tahun setengah baru kemudian Pilkada
serentak, jadi 5 tahun kita akhirnya punya satu mungkin Presiden, Pileg dan sebagainya itu yang
kemudian kita punya yang namanya Pemilukada. Problemnya memang kemudian dengan kekuatan
lebih kota kabupaten memang susah kita bayangkan, tapi sebetulnya tidak juga karena masing-masing
kabupaten kota dan Provinsi itu sudah punya KPU Provinsi, punya KPU kabupaten dan kota, Jadi KPU
RI itu sebetulnya hanya fungsi-fungsi koordinasi. Jadi sebetulnya sudah ada pelaksananya masing-
masing, penylenggaranya masing-masing maka kemudian kita berfikir bahwa kalau kita memang
memperhatikan aspek kalender politik maka kemudian yang paling pas adalah serentak nasional, Cuma
kemudian memang dalam waktu dekat tidak mungkin dilakukan karena berkaitan dengan SK atau masa
pereodenya bupati, walikota dan provinsi.
Oleh karena itu PKB usul bahwa dalam masa transisi ini mungkin kita bikin 3 gelombang, yang
pertama syarat mungkin di tahun 2016 awal, atau paling akhir ...(suara tidak jelas) 2016 awal itu. siapa
kemudian yang Pilkada 2016 tentu saya yang SK nya habis di 2015 dan SK nya habis di 2016. Kalau
hanya 2015 maka 204 itu kalau 2016 yang ikut itu kira-kira 300 an, tidak masalah wong sudah ada
penyelenggaranya masing-masing, itu yang pertama.
Yang kedua tahun 2018 ini pikiran teman-teman PKB, 2018 itu persertanya nanti adalah yang
SK nya habis di 2017 kemudian di 2018 dan SK habis di 2019, kenapa 2019? lebih baik ikut di 2018
karena 2019 tidak boleh ada Pilkada, yang pertama.

7
Yang kedua pertimbangan kita kalau 2019 ikut 2020 atau 2021 maka sebenarnya kita
memperbanyak plt, maksud kita plt-plt ini kan kepentingannya bagaimana caranya plt tidak banyak, dan
bagaimana caranya plt itu tidak panjang. Nah karena itu tahun 2017, 2018 dan 2019 ikut atau ditarik ke
2018 kemungkinan Plt itu lebih kecil. Nah nanti serempak nasional baru di 2021, yang jadi masalah
memang kepala daerah yang terpilih di 2018 itu jabatannya cuma tidak sampai 5 tahun, 2018, 2019,
2020, 2021, itu lebih bagus. Kenapa kita tarik ke 2021? karena di Perppu ini 2020, sekali lagi untuk
meperpanjang, kalau 2020 nanti maka perserta hasil Pilkada 2018 itu tidak sampai satu periode
pimpinan, karena belum ...(suara tidak jelas) dari 5 tahun. Karena di Perpu pasal berapa ini, dianggap
bukan satu periode, tapi kalau kita tarike ke 2021 maka dia ...(suara tidak jelas) lebih dari 2 setengah
tahun bahkan 3 tahun itu bisa kita sebut sebagai satu periode. Nah karena itu menurut kami selanjutnya
adalah apakah kemudian kita serentak sekali nasional, apakah kita belum, atau kita jadikan 2 kali ke
dalam 5 tahun Pilkada.
Menurut saya Pemilu serentak nasional efisiensi masuk, kemudian kalender politik juga masuk
di situ, atau setidaknya kalau kemudian kita tidak bersempatan serentak nasional sekali yang paling
mungkin 2 kali. Yang pertama adalah tentu saja di 2021, itu serentak nasional gelombang pertama,
pesertanya 2021 itu adalah yang SK nya habis di 2016, kemudian di 2023 itu persertanya adalah hasil
Pilkada 2018, jadi plt kemudian percepatan SK kemudian Plt, bahkan bisa diundur itu tidak bisa
dihindari, untuk masa transisi, 2016, 2018, 2019, tetapi di di depannya kita bisa susun rapi tanpa
kemudian memberikan, mengeluarkan plt, apakah memajukan atau memperlambat. Nah karena itu
kemarin kita masih ingat Pak Arif waktu itu kekhawatiran kita boleh tidak kita Pilkada sebelum SK nya
habis. Ternyata boleh yang sebetulnya pertanyaan itu sebelumnya sudah terjawab. Contoh di Jawa
Timur itu 2014 SK nya jadwalnya habis, 2014 kemarin periode pertama, tapi Pilkadanya bisa di 2013
ternyata boleh, dan tidak ada yang menggugat. Nah jadi hitungan kita, bahwa yang penting SK nya
tidak dikurangi, kalau hari H Pilkadanya bisa diganti atau digeser, karena kalau SK kemudian dilewati
atau dikurangi itu Mahkamah Konstitusi tidak mau karena ada kasus mengurangi SK itu ternyata tidak
boleh.
Jadi kira-kira itu pimpinan sekedar masukan mungkin Pak Arif bisa menambahkan.

F-PDIP (Drs. H. SIRMADJI, M.Pd):

Interupsi pimpinan.
Diantara kita mungkin ada 80 persen perokok, saya mau berfikir, biasanya kita kalau mikir
sambil merokok itu lancar, bagaimana kalau kita sepakati nanti supaya hasil dari Panja ini optimal, kita
halalkan saja merokok.
Terima kasih pimpinan.

F-PG (Drs. H.A. MUJIB RAHMAT):

Mas itu yang pilkada harus 5 tahun itu Undang-undang Dasar atau Undang-undang?

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH. M.Si):

Tidak ada yang tertulis 5 tahun, itu masa jabatan akan berakhir ketika diucapkannya sumpah
jabatan baru.

F-PDIP (Drs. H. SIRMADJI, M.Pd):

Kalau SK Bupati tetap 5 tahun, pelantikan 5 tahun.

8
KETUA RAPAT:

Tapi kalau dimundurkan tadi seperti kasus Jawa Timur ...(suara tidak jelas) sebelum kita gilir
fraksi ini, kelihatannya pergelombang ini harus kita lakukan untuyk mengamankan hal yang tadi,
memang ada niat juga tadi 2 gelombang, saya juga 3 gelombang, setelah kita lihat nanti ...(suara tidak
jelas) berarti tidak ada yang terlalu banyak korban ya? Kami persilakan mungkin ada info dari
pembentuk Undang-undang, kita bisa tanggung jawab pembentuk undang-undang ini, silakan.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Terima kasih Pak.

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Saya menambahkan, pertama adalah ini yang kita gagas adalah keserentakan menuju
serentak nasional, itu yang utama yang menjadi kesepakatan seluruh hampir fraksi keserentakan dalam
pilkada. Secara tehnis itu dilakukan bergelombang tidak mungkin langsung serta merta serentak
nasional itu dilakukan, ada banyak alasan kenapa perlu untuk pelaksanaan Pilkada itu serentak secara
nasional.
Yang kedua saya lupa putusannya nomor berapa keputusan MK yang merupakan tentang hak
konstitusional kepala daerah dimana jabatan strukturnya diatur undang-undang. Jadi maksudnya kira-
kira demikian, kalau undang-undang mengartur masalah periodisasi kepala daerah jabatannya itu
adalah 5 tahun jadi tidak ...(suara tidak jelas) lagi, tidak perlu ditambah 5 tahun itu saja ...(suara tidak
jelas) maka di undang-undang yang lama pernah satu kali dibatalkan oleh MK menyangkut apa? Pasal
yang menyangkut tentang ...(suara tidak jelas) pada saat dia menjadi calon yang ditetapkan oleh KPU,
kemudian MK membetulkan dengan membatalkan pengaturan itu kemudian membetulkan hanya
dibolehkan cuti kampanye pada masa kampanye. Itu saja non aktif pada masa kampanye, itu saja non
aktif pada masa kampanye jadi tidak mengundurkan diri, karena itu ...(suara tidak jelas) konstitusional,
nah karena itu kemudian menjawab pertanyaan saudara Malik tadi penyelenggaraan nya saja
dibolehkan memang lebih maju, toh undang-undang yang lama juga mengatur pemungutan suara
dilakukan selambat-lambatnya 23 hari sebelum akhir masa jabatan. Jadi mau 6 bulan, mau 3 bulan
sebelum akhir masa jabatan kalau untuk penyelenggaraan, pemungutan suara ...(suara tidak jelas)
tetapi tidak menganggu akhir masa jabatannya, tetap.
Nah karena itu kalau kita mau mengatur karena menyangkut hak konstitusional tadi maka tidak
boleh dikurangi masa jabatan itu. nah itu yang perlu kita pikirkan keserentakan itu, dengan catatan
adalah berdasarkan pada hak konstitusional kepala daerah, bahwa masa jabatannya periodisasinya
adalah 5 tahun kalau misalnya kita atur tetap 5 tahun ya 5 tahun jangan dikurangi. Karena itu yang
paling dimungkinkan adalah pembuat pelaksana tugas Plt, jadi tidak bisa memang mengurangi hak
konstitusional kepala daerah tersebut masa jabatannya. Jadi seperti yang sedang kita bahas ini sampai
pada keserentakan nasional itu prinsipnya adalah 5 tahunan itu itu bisa terjaga jabatan 5 tahun.
Memang konsekwensinya akan ada daerah-daerah yang mungkin Pltnya agak lama, nah yang coba
kita atur sekarang adalah bagaimana membuat, melaksanakan pemungutan suara tanpa mengurangi
periodisasi masa jabatan dan ketemu pada satu titik adalah keserentakan secara nasional dimana nanti
selutuh jabatan kepala daerah itu tetap 5 tahun nanmun penyelenggaraannya bisa dilakukan secara
serentak. Inilah yang saya kira perlu kita atur jadi tidak mengurangi masa jabatannya dan karena itu
konsepnya sebenarnya lebih kepada memundurkan pelaksanaan Pilkada itu. supaya masa jabatannya
tidak berkurang jadi tetap 5 tahun tetap 5 tahun.
Nah yang menjadi probem kan salah satunya di dalam Perpu ini, ada pada satu periode
tertentu masa jabatan kepala daerah hanya 5 tahun, ...(suara tidak jelas) kalau dilaksanakan tahun
9
2020 yang tahun 2018 kan hanya mendapatkan masa jabatan 2 tahun, saya kira ini akan menjadi
problem. Oleh karena itu ketua maka dari kemarin kita mencoba untuk mendorong ini untuk coba
disimulasikan, nanti ketemunya serentak nasional itu sampai kapan, itu yang pertama.
Yang kedua bagaimana mensinkronisasi periodisasi jabatan kepala daerah ini dengan
pemerintah dengan Presiden supaya ada satu, kesatuan pemerintah maksudnya begini, kalau pada
saat ini terpilih Presiden baru tahun 2019 kemudian Presifen membentuk, menyusun RPJMN Rencana
Pembanguna Jangka Menengah yang itu 5 tahunan, kemudian 2 tahun lagi ada Pilkada serentak
nasional, sementara kemudian seluruh kepala daerah juga menyusun Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah, ada selisih 2 tahun yang tidak ketemu. Nah pada periode berikutnya 3 tahun lagi
ada pemilihan Presiden. Presiden menyusun kebetulan presidennya sudah ganti, menyusun RPJMN
yang berbeda, nah bagaimana RPJM yang didaerah itu? masih ada 2 tahun yang tentu tidak akan
selaras dengan Presiden yang baru. Nah inilah yang kapan waktu sempat dibicarakan tapi tidak tuntas,
maka kemudian ada yang mengusulkan bahwa pemilihan Kepala Daerah serentak ini adalah bagian
dari satu kesatuan sistem yang berfungsi untuk mengontrol sistem pemilu yangt sifatnya nasional, tapi
pengandaianya itu adalah begini.
Jika di satu pemilu karena kita sudah terikat dengan keputusan MK bahwa Pileg dan Pilpres
berubah, kira-kira ada calon Presiden A yang didukung oleh Partai A, B, C, D, E itulah yang
memenangkan Pemilu nasional. nah bagaimana cara kita mengontrol Presiden A dengan yang
didukung oleh Partai A, B, C, D tadi caranya adalah dengan pemilu kepala daerah serentak. Jadi
prakteknya begini kalau pemilu nasionalnya dimenangkan oleh Presiden A dengan didukung 4 partai
kemudian dalam 2 tahun itu, atau 2 tahun, 3 tahun ternyata dia tidak menjalankan pemerintahan
dengan baik maka Pilkada serentak akan cenderung dimenangkan oleh partai E, F, G, H dan lain
sebagainya, semacam sistem yang mengimbangi, tetapi ada lagi yang berfikiran bahwa itu juga tidak
akan efektif karena ranahnya berbeda. Satu ditingkat nasional, satu ditingkat lokal, dan kemudian yang
menjadi masalah sistem kita adalah ...(suara tidak jelas) bukan federal, jadi tidak ada bedanya juga
kontrol yang dilakukan melaui sistem keserentakan nasional di dalam Pilkada tersebut terhadap sistem
pemilu besar. Karena itu apakah tidak sebainya disatukan saja, jadi 5 tahun sekali itu ya pemilu
nasional, dan pemilu lokal. Sebab sebenarnya yang tidak pernah kita bayangkan bahwa waktu kita
energi kita habis dalam pemilu itukan sebenarnya tahapan, tahapannya kan jadi kita tidak
membayangkan satu hari sekedar orang mencoblos pagi hari itu, tetapi ada proses yang panjang
misalnya pemilu legislatif itu satu setengah tahun sebelum pemungutan suara, jadi ini yang harusnya
juga kita hitung, dengan demikian sebenarnya kalau keserentakan nasional itu bisa kita capai pada satu
tahun tertentu, meskipun mungkin harinya berbeda, maka kita hanya memiliki waktu yang tersedia bagi
pemerintah keseluruhan pemerintahan kita bekerja itu tanpa hituk pikuk adalah 3 setengah tahun.
Tetapi kalau masih kita pilah-pilah lagi sebenarnya esensinya sama saja setiap saat ada
pemilu, karena apa? Ada tahapan, tidak tiba-tiba saja orang digiring untuk nyoblos ke pemungutan
suara itu kan ada tahapan yang harus dilaksanakan. seluruh tahapan pertahapan itu kan ada intruksi
yang harus dikeluarkan ya memang tangung jawabnya penyelenggara tetapi secara tidak langsung
semua stakeholder pasti akan terlibat, pemerintah daerah, termasuk partai politik, masyarakat dan
sebagainya. Nah kalau kaitannya adalah kita menghemat energi yang dari pemerintah bisa berjalan
dengan efektif maka mohon dipikirkan atau ditimbvang bagaimana keserentakan itu adalah menyisakan
waktu yang cukup untuk masyarakat dan semua ...(suara tidak jelas) yang terlibat pada hiruk-pikuk
politik sehingga memberika keleluasaan pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk bisa
bekerja efektif. Jadi kalau saya membayangkan adalah satu tahun yang sama diselenggarakan 2
pilkada, juga 2 election, satu election nasional dan satu election lokal, tapi sifatnya serentak. Silakan
mau hari yang sama atau berbeda, tapi selesai di tahun itu. sehinmgga hitungan kita kalau mengacu
pada praktek selama ini di dalam pelaksanaan tahapan sampai dengan pemungutan suara selesai
berikutnya sampai berakhirnya adanya sengketa, itu kurang lebih hampir 2 tahun lah, jadi sebenarnya

10
kalau itu bisa dilaksanakan semua jenjang pemerintahan daerah, pemerintahan kita hanya punya waktu
3 tahun saja ynag tanpa hiruk pikuk politik.
Inilah sebabnya maka kita mesti cermat dulu mengajak kepada semua anggota dari semua
fraksi untuk melakukan simulasi yang cermat untuk kita tidak terburu-buru ...(suara tidak jelas) malah
terus terang saja mengenai keserentakan ini menurut hemat saya sangat terburu-buru, belum ada
simulasi yang cukup dari, karena ini inisiatif pemerintah pada masa lalu yang disampaikan kepada kita
tetapi bahwa ada kesepakatan kita tentang keserentakan nasional iya, ada kesepakatan kita tentang itu
dilaksanakan secara tetap iya, ada kesepakatan kita karena putusan MK bahwa periodisasi jabatan
kepala daerah tidak boleh dikurangi. Sekarang tinggal kemudian kita simulasikan dengan baik.
Jadi ketua ini saya rasa para wakil ketua serta anggota membutuhkan kehati-hatian kita semua.
Kalau tadi saya membayangkan bisa satu tahun yang sama ada Pileg, Pilpres dan Pilkada serentak itu
maka sebenarnya akan menghemat waktu dimana tanpa keadaan politik hanya 3 tahun saja bagi
seluruh jenjang pemerintahan. Itu siapapun yang menjadi bupati, siapapun yang menjadi presiden,
siapapun yang menjadi ...(suara tidak jelas).
Saya kira itu terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, saya kira sudah ini ya, kita putar saja, tapi agak maju, mulai dari Hanura ya? Ini
kita sudah hampir cocok, cita-cita akhirnya saya untungnya tadi cita-cita akhirnya semua saya kira
cocok kita pada waktu tertentu bersamaan tahun itu Pilpres, Pileg dan Pilkada cocok jadi ...(suara tidak
jelas) tapi tahun-tahun politik itu, jadi sudah bisa kita tetapkan pergelombang, awal ini gelombang atau
tidak, itu saja, silakan.
F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAHURUK, SH., MH., MM):

Baik terima kasih pimpinan, teman-teman komisi II

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Kalau saya berpandangannya sangat praktis sekali, jadi pertanyaan ini sebenarnya apakah
penyelenggara pemilu siap atau tidak? Nah kalau sudah siap semua saya sudah ...(suara tidak jelas)
baik putusan MK, baik Undang-undang Perpu 1 dan Perppu 2 apa sih salahnya kalau kita buat di 2015
kok semua yang namanya Pilkada kita buat di 2015 bahwa nanti mereka terpilih baru dilantik setelah
masa jabatan bupati yang lalu, begitu seterusnya. Jadi umpamanya yang 2019 hari ini dia menjadi
bupati, tapi dia baru mendapat pelantikan SK 2019, tunggu habis jadi tidak ada masalah, di sini juga
orang-orang ini akan diuji, dispute apa dia korupsi apakah terjadi sesuatu pada jenjang ini, mereka akan
diuji. Jadi saya tidak melihat lai waktu ini menjadi variable, jadi begtu hari ini umpamanya dia terjadi
Pilkada di seluruh Indonesia serentak katakanlah bulan 6, nah bagi bupati yang selesai masa
jabatannya pada hari ini selesai, ini masuk, begitu seterusnya 2017, 2018, 2019 jadi kita tidak
persoalkan ini, tidak ada gelombang-gelombang. Itu mungkin pak ketua jadi sangat sederhana saya
berfikirnya. Kalau memang kita mau pemilu serentak tidak ada masalah menurut pandangan saya.
Saya sudah baca semua putusan Mahkamah Konstitusi saya baca, Undang-undang Perppu 1 yang
kemarin Perppu 2 saya baca, masalah ini saya juga coba baca.
Jadi menurut saya tidak menganggu ini, jadi begitu hari ini dia Pilkada dia menang, ya jadi
bupatilah kamu untuk periode A, untuk periode B, dan seterusnya. Artinya pada saat ini sudah menjadi
bupati untuk nanti kalau kita mau, jadi kita tidak perlu berdebat terlalu panjang masalah serentak ini,
serentak sudah lakukan saja 2015 oke, kalau mau pilkada, begitu si A di daerah umpamanya provinsi
Kalimantan Utara sampai dengan Provinsi Lampung yang 2019 begitu dia dinyatakan menang pada
2015 ya masuk, jadi tidak ada Plt pak. Dia langsung masuk menggantikan yang ...(suara tidak jelas)
11
bagaimana pak? Sudah semuanya, itu jadi itu pandangan saya sangat praktis, tidak ada yang kita
tabrak, jadi kan hanya masalah pelaksanaan, hanya kapan dia dilantik yang tentu setekah incumbent
turun itu. jadi tidak perklu kita berdebat terlalu panjang saya pikir pimpinan, kalau ini dia ada opsi tidak
ada yang disalahin, mau MK mau apapun persoalannya adalah apakah penyelenggara itu siap atau
tidak. Khususnya untuk masalah dispute. Kita coba baca-baca tadi malam di Filiphina di Thailan yang
melakukan proses yang dia tampil tidak ada itu ...(suara tidak jelas) independens sampai disana saya
coba tarik justru disini yang ribet.
Jadi kita jangan dipengaruhi oleh lain waktu, habis masa jabatan. Itu barangkali pimpinan,
terima kasih.

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT:

PKS silakan.

F-PKS (Dr. H. SA’ADUDDIN, MM):

Baik.
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Selamat pagi salam sejahtera bagi kita semua.


Pimpinan yang saya hormati

Sebelum saya memberikan gambaran sedikit bahwa ada kasus yang terjadi pada masa lalu
begini, kenapa pemilihan kepala daerah bisa berubah-ubah yang mestinya sudah tetap 5 tahun, ada
satu kabupaten yang bermasalah sehingga diturunkan bareng oleh Mendagri yang mestinya sudah 5
tahun jabatanya ketika itu dia jadi 2 tahun hilanglah 3 tahun itu, diganti waktunya, waktunya juga
terkena juga, sehingga itulah yang menyebabkan di daerah yang dia pemilu tidak bisa jadi serentak,
oleh sebab itu saya memberikan masukan bahwa kenapa harus ada gelombang ini, kalaulah yang
terjadi kejadian gelombang hari ini bisa terjadi karena kemungkinan akan terjadi lagi yang akan datang,
siapa yang bisa menjamin ketika kepala daerahnya bermasalah, ketika diputuskan tidak akan ...(suara
tidak jelas) lagi, kalau yang dilakukan ini berdasarkan tidak ada wakil otomatis melakukan pilkada
uangan lagi. Karena yang bermasalah kepada daerahnya yang ke imbas, sehingga otomatis berubah
yang direncanakan serentak itu tidak bisa.
Oleh sebab itu gelombang ini diperlukan kalau demikian adanya tidak mungkin sekaligus jadi.
Contoh kenapa tahun ini harus ada pemilukada serentak, makanya yang paling aman usulan yang
bergelombang itu bertahap, jangan merugikan mereka yang sudah punya jabatan SK nya 5 tahun
jangan dirugikan, bila 5 tahun kasih 5 tahun. Nah yang kemudian kita punya kesempatan katakan
contoh kalau jabatan 5 tahun hari ini di pemilukada serentak 5 tahun, nanti di tahun 2020 serentak 5
tahun, tapi tidak mungkin tidak pemilu yang akan datang artinya pemilu yang akan datang katakan di
pemilu tahun 2016 adalagi. Nah dikasih waktu 2016 waktu jabatan beliau cuma hanya 4 tahun sampai
2020, begitu ditunjuk 2017 cuma 3 tahun, begitu juga yang 2018 cuma 2 tahun, nah pas tahun 2020
seragam, itu yang kita harapkan yang menurunkan SK kalau mau korbankan masalahnya, karena kita
juga mengakui, kalau suruh menyiapkan SH tidak mau donk, nah makanya pertimbangannya ketika dia
belum punya SK, anda mau tidak pemilu Cuma 3 tahun jabatannya, kalau tidak jangan ikut, itu fair kasih
pengumuman sejak awal.

12
Kalau saat ini dihilangkan hak dia 5 tahun tidak bisa, nah yang jabatan jadi 5 tahun, dengan sk
itu kalau dia mau ikut silakan, dengan jabatan 3 tahun juga ikut silakan, dengan jabatan 2 tahun tidak
ikut silakan, dengan catatan yang tadi kalau seandainya kurang dari 3 tahun tidak dianggap 1 periode
itu yang paling aman. Makanya gelombang itulah yang kita sesuaikan dengan gelombang periode itu.
itu sekedar informasi yang kita lihat tahun 2015 dan 2016 banyak banget, artinya gelombang itu
diperlukan, tidak ujug-ujug sekaligus tidak ada gelombang.
Terima kasih pimpinan.

KETUA RAPAT:

Habis PKS Nasdem, Gerindra saja deh, silakan Pak Endro.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Terima kasi ketua.


Memang menarik dan juga perlu pencermatan di dalam putusan-putusan, rumahnya dekat
pabrik jadi masih bisa dengar, karena ini juga nantinya kita harapkan bahwa produk kita ini nantinya
...(suara tidak jelas) nanti tidak hanya sekarang nantinya diganti lagi, diganti lagi. Saya juga hampir
sama dengan teman-teman memang di dalam hal ini, sebetulnya walaupun tadi juga sudah dihilangkan
tentang makna atau arti yang menentukan di dalam perintah ini, ini masih kebanyakan ini ada secara
teoritis ada di atas meja, belum dipraktekkan, karena kita tahu bahwa kadang-kadang di dalam teoritis
atau di dalam meja atau di dalam kajian-kajian ini kita lebih mementingkan di dalah hal-hal yang baik
walaupun juga kita mengantisipasi hal-hal yang mungkin nanti akan terjadi tetapi tidak menutup
kemungkinan ada hal-hal yang belum muncul, belum kelihatan artinya menjadi problem di masa yang
akan datang seperti kita ketahui bahwa dengan adanya pemilihan langsung, pencetus-pencetus pada
tahun 1990-1980 tidak menyangka akan terjadi seperti ini. Ini juga erlu kita antisipasi.
Jadi dalam hal ini yang kita runut yaitu bahwa MK memang tidak mengharuskan, ini ada
serentak, tetapi diperbolehkan di dalam kita menyelenggarakan.

Pak Ketua yang kami hormati dan rekan-rekan yang sangat saya banggakan.

Praktek yang dilakukan di dalam serentak ini di dalam pemilihan-pemilihan ini pernah juga
dilakukan walaupun tarafnya bukan taraf walikota, bupati dan gubernur tetapi kepala desa. Ini banyak
daerah-daerah yang menerapkan itu, tetapi akalau yang melakukan serentak 100 persen menurut
catatan saya kok tidak ada 100 persen tidak ada. Di negara Amerika pun yang jumlah kabupaten
walikotanya ini tidak sebanyak Indonesia, menurut catatan saya kalau masa periode kepresidenan atau
rezim itu hanya 2 periode hanya 2 kali, jadi 2 tahun sekali dan dilakukan pasti bulan November, pada
minggu pertama hari selasa itu pasti dilakukan itu, jadi walaupun tidak sebanyak itu. Sehingga saya
sependapat bahwa ini sebaiknya untuk dilakukan pergelombang. Lebih-lebih kalau dilakukan serentak
sehingga nantinya tinggal ngelantik-ngelantik pada masa yang akan datang katakanlah pemilihan
sekarang dilantik 2 tahun lagi, pemilihan sekarang dilantik 3 tahun lagi.
Memang secara gambaran itu bisa dilakukan tetapi yang namanya manusia sifatnya antara
satu dan satunya itu berbeda sehingga nantinya sesudah katakanlah incumbent tidak kepilih lagi dan
harus menunggu 3 tahun saya yakin kinerjanya juga tidak akan baik, seperti kita, kenapa kita dalam hal
ini kita ini DPR ketika 5 tahun lagi kita berjuang kita itu masih mau ke dapil, mau reses dan sebagainya,
tapi kalau 5 tahun lagi sudah nyata-nyata kita tidak ini, mungkin reses tidak kesana, ini adalah wajar,
karena akan diganti oleh yang lain.
Oleh karena itu di dalam pemilihan ini kalau kita lihat manfaat dan juga resiko-resiko yang akan
kita hadapi. Resiko keserentakan ini ...(suara tidak jelas) lebih-lebih kalau kita kaitkan bahwa kita selalu
13
membuat jorgan 4 pilar, kita selalu menjual jorgan bahwa yang paling dasar kita ada 4 yaitu Pancasila,
Undang-undang Dasar 45, Bhineka Tunggal Ika dan juga NKRI. Jadi yang namanya Bhineka Tunggal
Ika itu ada sudah keniscayaan, jadi bukan harus di satukan keniscayaan sehingga bahwa pemilihan
yang tidak serentak itu bukanlah hal yang jelek, bukanlah hal yang memalukan, tetapi merupakan
keniscayaan dari kita yang jumlah bupati walikotanya itu banyak, dan juga perlu pemikiran yang
banyak, dan mempunyai sifat-sifat yang banyak.
Kemudian kalau mengacu dari apakah itu di provinsi perprovinsi atau per jatuh temponya masa
jabatan Partai Gerindra lebih menitik beratnya pada jatuh temponya jadi regional terhadap waktu-waktu
5 tahun sehingga nantinya memperkecil jumlah Plt dan juga mengeliminir atau meminimalkan yang
nantinya akan bisa terjadi.
Jadi pemilihan berdasarkan pengelompokan dari masa jabatan ini lebih rasional dari pada di
provinsi-provinsi, karena provinsi ini juga ada yang baru satu tahun, 2 tahun ini juga ini.
Saya kira itu terima kasih.

KETUA RAPAT:

Oke PPP belum ya? Silakan.

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Terima kasih pak

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Jadi kenapa harus dilakukan proses gelombang dan lain sebagainya, sebenarnya dari
beberapa tahun itu, ini memang ...(suara tidak jelas) persoalan yang pertama adalah jumlah
kabuopaten kota dan provinsi itu 500 lebih kemudian hari dalam 1 tahun hanya 365 hari, sehingga
hampir setiap hari ada Pilkada itu yang pertama.
Kemudian beberapa pemikiran dulu muncul termasuk saya kira Pak Yusuf Kalla pada waktu
Presiden, Wakil Presiden pertama SBY dengan JK itu sudah digagas perlunya pemilu serentak,
alasannya antara lain tadi masyarakat mau disita waktunya hampir setiap hari kita Pilkada, kemudian
efek yang ditimbulkannya juga yaitu banyaknya kerusuhan dan lain sebagainya, sehingga beberapa
pemikiran bagaimana kalau pemilu serentak terus bagaimana kalau bergelombang dulu seperti itu
pemikiran-pemikiran. Kalau bergelombang itu berarti kita bagi 2 atau 3, kemudian muncul putusan MK
bahwa pemilihan presiden dan legislatif itu serentak, kalau bergelombang berarti 5 tahun ini kita habis
waktu hanya bicara politik, coba kalau kita simulasikan pemilihan Presiden 2019 dan legislatif,
kemudian Pilkada bergelombangnya 2016, kemudian 2018, 2021.Kemudian pemilu presiden, legislatif
lagi setelah 2019, 2024, itu kita terjebak dalam segenap proses untuk hari H pemilihan itu satu tahun
atau 2 tahun bergulir aktifitas sehingga kita terjebak pada 5 tahunan hanya soal siklus pemilihan-
pemilihandan politik. Oleh sebab itu dulu ada pemikiran bagaimana kalau disatukan serentak sehingga
kita hanya berada pada satu momen yang mungkin waktunya tidak terlalu mepet, seperti itu sehingga
sisa waktu yang ada itu kita konsentrasi dengan visi misi baik itu presiden maupun kepala daerah.
Persoalannya bagaimana tehnis kita menuju ke serentak, tentu kita lakukan tahapan
pertamanya adalah bergelombang, untuk mencapai itu konsekwensinya adalah kepala daerah harus
pelaksana tugas, untuk menghentikan siklus 5 tahunan jangan sampai ada yang kurang.
Kalau kita melihat jadwal yang ada ini 2015 ada 204 itu yang terbanyak dalam 5 tahun ini,
sekarang kalau kita ngambil katakanlah untuk menuju serentak memang ada konflik misi di tahun 2018,
itu ada kepala daerah yang hanya 2 tahun yang rugi. Apakah pertanyaannya itu ada yang mau ikut
pemilu pilkada atau tidak ada di dalam Perppu itu, itu ditunjuk pejabat. Sekarang kalau perjalanan ini, ini
14
nanti ada pejabat yang cukup 1 tahun, ada pejabat yang hanya berapa bulan, kategorinya nanti ada 2
kalau yang sampai 1 tahun itu pejabatnya Plt, tidak hampir sama juga dengan pejabat lebih penting di
dalam mengambil tindakan, Cuma dia tidak punyavisi misi tetapi langkah-langkah ininya juga. Yang
tidak cukup satu tahun mungkin itu PLH (pelaksana harian) ini yang harus di inikan bagaimana dengan
Plt dengan Plh, jadi memang menurut hemat saya memang kita lakukan simulasi, kita ambil 2 alternatif
apakah simulasi kita sebentar ini mencerminkan efektif ...(suara tidak jelas) normal, aatau simulasi kita
sebentar ini bisa kita lakukan efektif satu kali.Cuma saran saya kalau dia satu kali jangan sampai sama-
sama dengan Pileg dengan Pilpres, ribet pak, ribetnya itu karena pemilih, dia akan semalam nyoblos
sesuai dengan pengalaman kita saja yang keempat saja ini, ini berapa yang korban daripada cari-cari
ketiga provinsi maupun tingkat pusat, karena yang banyak main kan ditinggkat kabupaten, sehingga
calon-calon terbaik tidak bisa terakomodir.
Jadi mungkin saran saya kita buat simulasi dengan 2 alternatif tadi bergelombang atau
serentak, kalau yang sementara sebenarnya kita bisa menuju serentak untuk kita ...(suara tidak jelas)
tapi sebaiknya kita simulasi.
Saya kira demikian, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan Nasdem.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Terima kasih.
Yang pertama memang kalau kita lihat, di dalam Undang-undang Dasar 45 itu mengatakan
tidak ada yang membuat Gubernur maupun bupati itu masa tugasnya 5 tahun dalam arti kata masa
tugasnya itu bisa kita bentuk dengan undang-undang satu tahun tapi kan kita yang bikin, 3 tahun
...(suara tidak jelas).
Yang kedua berkaitan dengan ini, ya memang ada persoalan, saya tadi malahan kemarin saya
berfikir, sama dengan pemikiran Pak Hendry Yoso, kalau masukan ini tidak rezim pemilu kenapa harus
kita atur, biarkan saja sesuai dengan penerimaan daerah. Tetapi kalau kita lihat dengan beragai macam
kepentingan secara nasional, kepentingan efisiensi, juga kepentingan-kepentingan yang lain saya
sependapat bahwa memang kita harus ...(suara tidak jelas) ini serempak, serempaknya apakah kita
bergelombang atau ya satu gelombang, 2 gelombang atau 3 gelombang saya melihatnya begini pak.
Kalau saya yang pertama jangan sampai terlalu lama Plt nya itu juga harus kita perhitungkan apalagi
tadi kalau umpamanya Pak Rufinus 5 tahun yang ada sampai 3 tahun, 3 bulan saja surat kaleng sudah
macam-macam. Supaya tidak dilantik, ini tentu akan menuai kekacauan, itu bukan kita untuk, itu
mungkin di tempat-tempat kami sangat ...(suara tidak jelas).
Yang kedua juga kita harus tapi kita berfikir tidak juga mungkin tidak akan Plt, kalau memang
kita ingin bergelombang. Maka saya tadi berpendapat memang kita buat dulu 4 gelombang, kita
harapkan pada tahun minimal pemilu tahun 2020 kalau bisa kita untuk serentak, kita menginikan. Tetapi
kalau umpamanya sekarang 2015 ditarik ke 2016, yang hampir 2017 ditarik 2018, 2018 ditarik
cukupkan sampai 2023, 5 tahun sehingga tidak, tapi itu tentunya maknanya memang harus simulasi.
Kalau kita mau tari ke 2024, 3 tahun ya undang-undangnya haruis kita dukung. Undang-undangnya kita
buat yang terpilih 2018 ada jabatan yang 3 tahun tapi tidak ada Plt. Wehingga SK nya jadi makanya
saya katakan dari awal, karena di Undang-undang dasar 1945 ini tidak perlu disebutkan makanya
masih bisa kita bentuk degan undang-undang.
Saya pikir itu saja mungkin kalau dari kami, memang kami merasakan memang perlu kita atur.
Kemudian begini kaitan yang serempak juga, nah ini mesti diperhitungkan, serempak mulai Pileg
nasional dengan pilkada ini masih banyak faktor yang harud diperhitungkan pak ketua, selain itu kita
15
nanti juga akan merasakan baru pemilihan legislasi antara calon DPR RI itu dengan celon tingkat II ini
bisa bisa terganjal partai politik, apalagi nanti ada tim suksesnya presiden, sehingga nampung semua,
kepala daerah ini nanti yang tim suksesnya juga ini pasti akan banyak persoalan yang harus kita
pertimbangkan sebelum kita memang memutuskan kalau itu berangkat pada waktu yang sama. Ini saya
juga melihat contoh yang kemarinlah Pileg saja kadang-kadang itu tidak sama antara kabupatennya
lain, provinsinya lain, pusatnya lain. Kemudian juga pasti nanti caleg-caleg ini juga ada tim suksesnya
presiden yang Anggota tapi partainya Bapak, ini tentu harus menjadi perhatian kita.
Saya fikir itu terima kasih pak.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Pak saya boleh menambahkan? Sebetulnya yang pertama itu yang tadi kita diskusikan dengan
Perppu yang ada itu sudah ada sebetulnya, kita sepakati dulu paketnya. Yang pertama adalah saran,
masukan sama-sama kita berfikir, kita mau mendidik serempak dan ...(suara tidak jelas) kita mau bikin
serentak nasional memang kita sudah sepakat untuk serentak nasional
Baru tahap kedua kita baru mengatur gelombang ...(suara tidak jelas) karena yang kita
waspadai ini adalah pergelombang pentahapan itu adalah tadinya Plt, karena adanya Plt yang terlalu
panjang hal-hal yang pernah saya alami itu, Plt saya itu 21 hari 19 ijin komersial dikeluarkan oleh
seorang Plt. Permasalah Plt itu 21 ijin dikeluarkan yang menyangkut komersial, ijin keadilan, ijin
...(suara tidak jelas) yang ada duitnya.
Jadi saran, pendek kata pak, kalau kita sepakati dulu, kalau kita sepakati bahwa kita tidak
merubah Perppu, bahwa tadi serentak nasional harus. Kesepakatan yang kedua ini pergelombangnya
tinggal diatur saja, sehingga sepakat kita menghindari Plt.
Terus yang kedua apakah kita tadi yang dikatakan oleh Pak Syarif karena di dalam Perppu itu
akan ada yang dirugikan masa jabatannya tapi tapi kalau sudah ditentukan di undang-undang untuk
Pilkada tahun sekian jabatannya hanya 2 tahun, 3 tahun. Itu masukan saja dulu.

KETUA RAPAT:

Jadi begini saudara-saudara, kalau kita mau menyatakan juga Pilkada secara serentak
nasional, ini kajiannya panjang ini, kalau kita nyatakan di undang-undang dasar ini selesai, sama
dengan bagaimana perdebatan kita kenapa dulu gubernur, bupati, walikota dipilih secara demokratis
baru tahun berikutnya Presiden, itu tahun ke 3, kenapa tidak dari awal? Kan begitu kalau di Undang
Undang Dasar kita kenapa DPRD juga satu rumpun dia didalam pemilu, kita keluarkan undang-undang
sekarang DPRD itu bagian dari pemerintah daerah yang harusnya kalau mau benar ini semua DPRD
pun yang sama pemilihannya yang sama provinsi sama dengan gubernur.
Jadi memang ini kajiannya panujang kalau menurut saya, kalau kita buat di undang-undang ini
serentak nasional, itu juga agak sulit kita harus kaji lebih dalam, jangan nanti seperti kita buat disitu tapi
tidak bisa pentahapan dilakukan, sebab kapan itu ada titim temunya begitu. Kita lakukan serentak
nasional, tapi sebagaimana yang dijelaskan pembentuk Undang-undang yang akhirnya membentuk
Undang-Undang ini menjadi Perppu, ini gelombang ini adalah alasan pertama efisiensi, terus yang
kedua agar ketatanegaraan kita juga kalau mauditetapkan begini, harus ketatanegaraan jangan hiruk-
pikuk politik itu juga terus, kan begitu. Tetapi ide ini, juga harus diaturnya tidak bisa langsung kita capai
kesana. Kita berfikir disini ya cita-citanya mungkin bisa kesana tapi kalau kita rubah Undang-Undang
Dasar 1945 itu memang kita harus rubah, biar terang juga semua. Ini kan Undang-undang Dasar 45 kita
belum menyatakan kita harus ... tetapi kira-kira cita-cita itu bisa kesana kalau menurut ketatanegaraan
kita.
Dari hasil diskusi kita ini, kita buat penggelombanganlah, penggelombangan dengan misdalnya
kita berpedoman tadi disana oleh Pak Tegore juga saya kira Mas Arif juga semua kita faktor efisiensi ini
16
kita perhitungkan. Jadi dimana ada faktor efisiensi di sana kalau kita simulasi, gubernur sekaligus
dengan bupatinya, kalau tidak, tidak ada kita atur gelombang ...(suara tidak jelas) itu satu.
Yang kedua ada kira-kira kesepakatan kita, jadi provinsi, kabupaten kota tapi kalau situasinya
begini memang tingkatnnya begini yang bisa kita dapatkan. Yang kedua adalah Plt atau apapun
namanya ini kita perpendek, kita pendekkan jangan sampai di sana lebih kalau kita sepakat di sana.
Kalau kita membentuk Undang-undangnya 8 bulan paling lama, itu kita sepakati, terus bagaimana kalau
tadi misalnya dari tadi dikatakan kalau perpendekan masa jabatan, kalau tahunnya memang sulit ya?
Tapi kalau tahun tidak, hanya bulannya saja itu bisa aman, ini memang kita mau ...(suara tidak jelas)
masih tidak ada masalah. Jadi dengan demikian nanti memang kita lebih efektifkan dan jangan terlalu
banyak gelombangnya. Kalau terlalu banyak gelombangnya masih mau 3 lah kita simulasi, kalau kita
cocok 3 sekali masih ada sisa 1 tahun memang yang agak lowong, tahun yang agak lowong tidak ada
pemilu, tapi kan kalau pemilu bergelombang itu tidak secara nasional. Apalah namanya ini ya akan
bisa semuanya ini juga evry body home happy, jadi tidak terlalu misalnya betul juga.
Kalau ada perintah Undang Undang Dasar tadi ya rugi di situ kalau begitu, perintah undang-
undang Dasar bahwa Pilkada harus serentak, ya sudah bahwa Undang-Undang Dasar yang
memerintah itu, selesai langsung kita jadwalkan saja. jadi reformasi sekalian sudah selesai. Tapi gak
bisa juga kita mau lakukan hal seperti itu.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Pimpinan, ini kan berdasarkan dokumen juga, tergantung ...(suara tidak jelas) makanya
dipikirkan yang baik.

KETUA RAPAT:

Oleh karena itu misalnya, bisa tidak nanti ...(suara tidak jelas).

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Kalau saya usul begini ketua, jadi keserentakan regional, provinsi sama kabupaten kota,
praktek sudah pernah berapa provinsi, ...(suara tidak jelas) seperti apa? Kemudian serentak tapi tidak
nasional bergelombang terus menerus begitu, sebagian dari wilayah Indonesia, seperti yang ada di
Perppu kan sebetulnya mencerminkan itu.
Terus kemudian yang ketiga serentak nasional bergelombang rezim nasional, nati kita hitung.
Sebelum kita sampai pada satu putusan apakah kita memilih yang hanya regional provinsi itu maksud
saya, semua ide ditampung agar nanti kita semua bisa menjelaskan juga kepada publik, kenapa pilihan
kita hanya ... keserentakan kita di tingkat Provinsi, kita bisa jelaskan manfaat gitu loh. Kenapa kita tidak
memilih yang ditingkat provinsi sebagian dari wilayah kita yang serentak. Jadi nanti tidak akan ada
serentak nasional seluruh Indonesia. Kenapakita memilih serentak nasional se Indonesia? Meskipun
dengan cara bergelombang? Itu maksud saya, jadi kalau hanya membaca begini saja, ini sulit kita
punya tafsir dan bayangan yang berbeda-beda, jadi saya juga menjelaskan tentang keserentakan
bergelombang yang menuju nasional itu sampai pada tahun tertentu adalah pemilu legislatif, Pilpres
dan Pilkada itu pada tahun yang sama maka kita juga berhitung 3 tahun tanpa hiruk pikuk, yang 2 tahun
itu untuk tahapan menuju ke sana semua, tetapi kalau masih bergelombang ada juga keuntungannya
tadi ada juga kelemahannya.
Nah jadi 3 alternatif itu menurut saya, usul saya ini disimulasikan dengan model apa, kaya
garis-garis begitu loh.

17
F-PG (Drs. H.A. MUDJIB ROHMAT):

Saya kira Pak Arif, memang kita perlu sepakat dulu yang pertama kita sudah jelas sepakat
bahwa serentak itu tidak dilarang, tidak dilarang tapi juga tidak diwajibkan, itu yang pertama.
Yang kedua adalah di Undang-Undang Dasar tidak ada yang mewajibkan bahwa Pilkada itu
harus 5 tahun, berarti bisa diatur di dalam Undang-Undang ini. Memang ada potensial misalnya begini
misalnya pengertiannya sekarang nanti begitu kita jalan orang itu nanti bisa juga yudisial review karena
begitu dia mau masuk dia periodenya hanya 2 tahun atau 3 tahun, tapi kita jadikan dulu undang-undang
ini. Jadi ini saya kira pemahaman yang sama ketua.
Yang ketiga adalah adanya pemahaman bagi kita tidak bahwa yang dimaksud dengan
gelombang itu, gelombang sementara dan gelombang permanen. Pak Ketua jadi gelombang itu
gelombang sementara atau gelombang ini adalah gelombang permanen dalam pengertian 2 kali
nasional itu. Jadi kalau tadi Pak Arif itu kan ...(suara tidak jelas) satu yaitu menuju pada gelombang
hanya satu serentak nasional, tapi melalui proses bergelombang dulu, menuju ke nasional. Kalau yang
dimaksud ...(suara tidak jelas) salah satunya antara lain adalah kemungkinan secara nasional memang
2 kali untuk Pilkada ini, misinya adalah setiap tahun 2015 dan 2018 misalnya, atau 2016 dan ...(suara
tidak jelas).

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Bisa dikatakan nasional sebagian wilayahnya.

F-PG (Drs. H.A. MUDJIB ROHMAT):

Ya sebagian jadi bukan regional tetapi itu adalah intinya Indonesia itu dibagi 2 kali untuk
Pilkada atau dibagi 3 kali, tapi tidak menyalahi, kalau itu tidak menyalahi bisa tetap 5 tahun, periodenya
saya adalah 2015 sampai 2020, nanti 2020 saya Pilkada lagi, padahal yang 2017 jadi 2022, 5 tahun
juga. jadi karena itu pemahaman kita tentang serentak nasional atau apapun namanya itu adalah bisa
dalam pengertian yang sementara menuju yang sekali, atau yang ingin permenen bahwa secara
nasional, Pilkada secara nasional dibagi dalam 2 atau 3 kali. Tetap 5 tahun tapi ini model-modelnya
dulu, simulasi semua ini, jadi karena itu saya kira pemahaman kita yang mungkin yang dimaksud
dengan serentak tadi bergelombang itu maksudnya yang mana? Kalau gelombang yang bersifat
sementara itu Mas Arif tadi, kalau gelombang yang saya sampaikan tadi bukan gelombang angkatan,
karena dibagi dalam, Pilkada dibagi 3 kali atau 2 kali. Intinya ada concorn tadi nasional ya nasional,
Pilkada ya Pilkada, Pak Tagir ada pikiran per provinsi, kalau itu per provinsi berarti 34 kali provinsi.
Yang paling penting adalah tujuannya itu untuk apa, itu mau pilih yang mana tujuannya
misalnya efisiensi, efektifitas, keamanan dan sebagainya, mungkin tidak kalau nasional sekali tok, kalau
memang tidak bisa sekali sebaiknya berapa kali? Tapi yang sudah pasti dalam undang-undang adalah
tidak diatur bahwa bupati itu harus 5 tahun, itu yang ...(suara tidak jelas).

F-PKS (Dr. H. SA’ADUDDIN, MM):

Tambahan pak, saya melihat bahwa prinsip dasar yang 5 tahun kita sepakati dulu ini, karena
kalau kurang 5 tahun tadi pasti ada gugatan, yang 2 tahun ada gugatan, semua daerah-daerah yang
...(suara tidak jelas) yang kita sepakati, gelombang itu yang melakukan ...(suara tidak jelas) contoh
yang saya contohkan tadi ada yang jabatan SK dari Gubernurnya atau bupati 5 tahun, tapi dalam
perjalannya dia punya jabatan 3 tahun, artinya kasus itu yang membuat mengembangkan seluruhnya.
18
WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Saya mungkin menambah sedikit pak.

F-PKS (Dr. H. SA’ADUDDIN, MM):

Sebentar pak, saya bilang kenapa ...(suara tidak jelas) tidak karena Plt itu di undang-undang
sebelumnya Cuma dia 2 periode. Periode pertama 6 bulan, periode kedua 9 bulan karena saya tahu
tidak mungkin lebih dari 2 tahun, kemungkinan 2 tahun paling lama itu di undang-undangnya.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Saya simulasi ini Pak Ketua, yang penting kan bestmark nya maunya serempak itu kapan,
kalau keputusan kita adalah serempak secara nasional. nah kan tidak mungkin bestmarknya itu 2019
itu tidak mungkin dan pemilu presiden dan pemilu legislatif kan tidak bisa digeser-geser, yang bisa
digeser hanya Pilkada, karena distur Undang Undang Dasar. Pemilu Presiden dan pemilu legislatif
berikutnya pasti 2019, berikutnya pasti 2024 tidak bisa digeser itu Undang Undang Dasar. Oleh sebab
itu bestmark nya kalau tidak 2019 ya 2024, tidak mungkin 2019 yang paling mungkin itu paling cepat
2024. Sudah kita tarik mundur kalau simulasi kan begitu tarik mundur dari tahun 2024 ditarik mundur.
Kalau ketentuannya itu tidak boleh ada yang kurang dari 5 tahun tidak bisalah, gak bakal ketemu. Gak
ketemu pak, 2024, kecuali kalau ada kesepakatan boleh 4 tahun masa jabatan boleh 4 tahun.
Kemudian perpanjangannya tidak mungkin Plt 2 tahun pak, paling memungkinkan paling lama
Plt itu hanya 1 tahun, nah oleh sebab itu bisa ketemu pak ketentuan seperti itu, paling lama Plt 1 tahun,
paling cepat jabatan itu 4 tahun, boleh 3 tahun itu. kalau ada kesepakatan seperti itu pak, itu bisa
disimulasi ketemu nanti 2024, ketemu semua itu 2024 adalah tahun pertama kita Pilkada dan pemilu
serentak, habis pemilihan presiden dan legislatif lanjut dengan pemilihan gubernur, bupati, walikota.
Sekarang mulainya dari mana kalau kita mulai tahun 2015 maka pemilu berikutnya kan pasti 2020, 5
tahun kan, yang bisa bergabung di 2015 itu 2015 dan 2016. Karena kalau 2017 bergabung 2 tahun pak,
tidak memenuhi kesepakatan kita tadi yang hanya 1 tahun.
Kemudian pemilu 2015 dilaksanakan nanti 2020 setahun 2020 dia pemilu, makanya berikutnya
2024, 4 tahun jabatannya. Kemudian serentak kedua itu 2018, 2018 itu bergabunglah 2017, 2018 dan
2019 yang 2017 itu Plt setahun, yang 2019 masa jabatannya dikurangi setahun, ketemunya tahun
berapa 2018 itu? pemilu berikutnya dia tambah 5 tahun 2023 selesai semua 2023 diperpanjang setahun
taua Plt setahun untuk ketemu 2024 diperpanjang setahun saja. Ini saya gambar ini, itu kalau 2015 pak
mulainya.
Kalau mulainya 2016 ini relatif lebih aman pak, yang pemilu 2016, kalau keputusannya
serentak, kalau keputusannya tidak serentak ...(suara tidak jelas).

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Saya coba ya untuk mencarikan, maksud saya begini itu ada 4 ide saya lihat tadi yang pertama
tadi Pak Rufinus, Ini Pak Rufinus tadi diulang-ulang kalau kita punya disk itu diformat ulang. Ini kita
klasifikasi pemikiran yang berkembang, pertama tadi pak Rufinus tadi saya katakan, ini paling radikal,
dicetak ulang lalu kemudian menyesuaikanlah pelantikannya itu kan satu.
Kemudian tadi yang kedua Pak Tagore, dibikin pokoknya serentaknya per provinsi, itu juga satu
gagasan saya kira menarik.

19
Yang ketiga ini yang umum, yang umum ada di Perpu dan sekarang ada alternatif yang sedang
dikembangkan oleh Pak Lukman, ini soal tahun-tahunnya saja, intinya bergelombang menuju serentak
kan begitu, alternatif ketiga.
Ada alternatif ke 4 yaitu ya sudah tidak perlu ada menuju serentak tapi bergelombang bisa 2
kali atau 3 kali dalam 5 tahun, ini 4 hal. Nah kita mau pilih yang mana? Nah kalau kita sudah setuju
mengambil salah satunya kita bisa ...(suara tidak jelas) misalnya yang banyak modelnya ini yang ke 3
ke 4 ini kan? Kalau ini kan sudah jelas format ulang nasional, selesai dari awal, jatuh perprovinsi selesai
yang 2 ini.
Tapi yang 2 ini, ini bisa ada usulan lagi bagaimana gelombang menuju serentak bisa beberapa
alternatif, ini tadi Mas Arif sampaikan coba dibikin kalau kita sepakat serentak menuju nasional. Bisa
juga yang ini satu lagi simulasi yang lain 3 gelombang, ...(suara tidak jelas) dalam 5 tahun, tidak ada
serentak nasional. Ini ada simulasi ada yang 3 tahun, ada yang 2 tahun, ada yang 3 tahun mulai 2015,
ada yang memulai 2016 itu juga ada beberapa alternatif yang 2 terakhir ini. Nah saya tidak tahu pak
Ketua, apakah yang dimaksud oleh Mas Arif tadi, teman-teman kita para staf ahli membuat simulasi ke
4 ini, atau 2 yang terakhir saja, atau 4, 4 nya kita bikin simulasi. Empat-empatnya kalau yang ini sudah
jelas yang 2 ini, tapi yang 2 terakhir bisa beberapa alternatif lagi masing-masingnya. Jadi ada subnya
ini. Nah baru kita ketemu lagi untuk pilih yang ini, yang itu, yang ini, sudah ada di papan itu kan?
Ini sedang menampilkan salah satu alternatif gelombang menuju serentak, salah satu alternatif
gelombang menuju serentak selain versi Perppu yang sudah ada, ini versi yang lain lagi. Tapi ujungnya
sama nasional, satu kategori dengan Perppu. Cuma tehnis gelombangnya berbeda, sementara tadi
saya lihat beberapa teman inginnya tidak perlu kearah serentak nasional, bergelombang saja dalam 5
tahun itu. ada yang termasuk gelombang pertama, ada yang termasuk gelombang kedua, ada yang
termasuk gelombang ketiga. Dalam 5 tahun tapi ada juga kesepakatan disitu asal jangan berdekatan
dengan pemilu legislasi dan presiden, artinya tahun 2018 kesana dihindari, kan berarti tinggal opsinya
2015, 2016, 2017, atau 2018 awal, kan opsinya tinggal di sekitar itu.
Nah ini teman-teman staf ahli mungkin bisa nanti membuat sebuah 4 model tapi yang 2 model
terakhir ada sekian model lagi. Ada yang model Perppu ada model apa nah nanti kita pilih, kita dorong
lagi bagaimana?
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Sekarang yang mau kita tempuh itu apa? Makanya saya katakan tadi kalau mau nasional kita
bikin kita setuju, tapi ini kan tidak wajib, kita ambil yang terbaik. Sekarang kalau kita tetapkan yang
nasional misalnya 2024, tapi resiko di sini ada pemotongan-pemotongan terus-terusan ini, nah itu
sudah disimulasikan itu, jangan ada pemotongan sudah tampak ada pemotongan kan? Pemotongan
masa jabatan jelas itu, sebab tanpa ada pemotongan masa jabatan tidak mungkin, kecuali bertahapnya
permanen ini bisa pelan-pelan. Kemudian kita ambil yang lebih ringan, kita tidak usah simulasi, itu
sudah simulasi ada nasional 2024, kita bisa tetapkan nasional tapi dengan memotong periode tahun.
ada pemotongan periodisasi pertahun. Ini kalau tidak ada pemotongan bisa ketemunya berikutnya nanti
akan diatur lagi misalnya di 2029 terlalu lama itu satu.
Yang kedua tadi dikatakan peregional provinsi kita simulasikan, per provinsi ini kelihatan, ini
198 kabuopaten kota, itu berapa provinsi? Itu di 8 provinsi.

F-PDIP (TAGORE ABU BAKAR):

Perprovinsi itu jelas ada manfaatnya langsung, kita lihat rencana jangka panjang, jangka
menengah, jangka pendek, itu bisa diantisipasi tahunan, tidak ada masalah. Jadi saya kira kalau yang

20
nampak-nampak regional itu, itu nampak langsung manfaatnya antara gubernur dengan bupati
langsung, dan tidak rumit untuk membahasnya.

KETUA RAPAT:

Jadi begini Pak Tagore, makanya tadi saya katakan itu, kabupaten kota 198 ini kan masa
jabatan terakhir, itu bukan hanya di provinsi yang di kabupaten kota itu.

F-PDIP (TAGORE ABU BAKAR):

Makanya datanya saya minta tadi ketua, per provinsi. Aceh ini saya lihat 85 seragam, kemudian
pemotongan perbulan itu yang ketua bilang tadi itu ...(suara tidak jelas) tidak terasa orang ngomong,
dipotong 6 bulan itu tidak terasa orang.

KETUA RAPAT:

Tapi dalam kontek kita masukkan per provinsi, ini sangat sulit, sangat repot, karena undang-
undang nasional. oleh karenanya menjadi 2 laternatif kita yang mengarah ke nasional satu, yang kedua
yang mengarak pergelombang yang nanti bisa diatu ...(suara tidak jelas) itu saja. 2 saja kita presentasi.
Jadi kalau provinsi lagi ada alternatif, nanti susah.
Jadi dari dua ini saudara-saudara kita kerucutkan, jangan kita asumsikan misalnya yang
nasional yang mengarah itu yang 2016.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Kalau saya kan konsennya ini ada bestmarknya sama-sama pemilu lokal dan pemilu nasional
tahun 2024, sebenarnya tanpa pemotongan setahun menjadi 4 tahun masa jabatan, tapi hanya
memperpanjang setahun, memperpanjang setahun begitu, ketemunya 2029, lama. Saya mengusulkan
masa jabatannya dikurangi setahun menjadi 4 tahun - 4 tahun dan ada yang diperpanjangan dijabat
oleh Plt setahun begitu saja, fasilitasnya hanya itu. Plt setahun dan perpendek setahun, ada dua kasus
jadinya.
Kalau 2015 ini mending kita buang saja ini yang opsi 2015 kan gak sempat ya? Opsi 2015.
Nanti dua-duanya dipakai ini bisa opsi pemilu secara besar-besaran, secara nasional Pilkada ini hanya
terjadi di 2020 dan 2024.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Saya kira mengikuti Pak Mustafa tadi itu, coba dibikin garis-garisnya, nanti akan kelihatan.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Coba pak simulasi, kalau formula yang lain ada yang 3 tahun pak tidak mungkin, ada yang 2
tahun pak tidak mungkin.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Kita kan tidak mengikutsertakan Plt pak? Coba dihitung Pltnya, maka Plt yang paling sok itu
tidak boleh terpilih. Satu tahun misalnya seperti apa?
21
Begini maksud saya begini, seperti Pak Lukman Edy bilang, mungkin ...(suara tidak jelas)
sampai 2029 karena itu pilihannya tidak apa-apa, kalau kita setuju pemilu nasional yang serentak itu
tadi, gak apa-apa. Jadi kita juga tidak bisa memaksakan misalnya harus 2024 kalau kita pilihannya
misalnya serentak nasional, tidak begitu juga begitu loh. Yang saya katakan tadi putusan MK nya,
bahwa periodisasi jabatan itu tidak boleh dikurangi. Kalau pembentuk Undang-undangnya menyatakan
jabatannya hanya 3 tahun, ya 3 tahun jangan dikurangi, kalau 5 tahun ya 5 tahun jangan dikurangi,
begitu maksudnya. Maka disimulasikan yang baik, itu maksud saya sebelum kita memilih.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Saya ...(suara tidak jelas) Pemilu pertama 2016 itu bergabung yang 2015 dan 2016, serta yang
2017 ada fasilitas diberikan kepada yang jabatannya 2015, Plt satu tahun, satu kali Plt. Yang
jabatannya sampai 2015 dia akan Plt setahun karena pemilunya 2016, Pilkadanya 2016. Yang 2017
Pilkada yang seharusnya 2017 itu dipercepat 2016 kurang setahun jabatannya.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Kalau dikurangi itu yang tidak boleh pak, itu tidak boleh.

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Jadi konsekwensinya harus ada Plt.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Tidak boleh pak. Jadi pak dulu itu pernah ada gugatan kalau masalah Alzir Lampung, akibat
gugatan itu ke MK maka mungkin ada putusan, Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang dulu, yang sudah
kiita rubah itu menyangkut pasal yang mengatur bahwa calon bupati walikota harus mengundurkan diri
sejak ditetapkan sebagai calon oleh KPU itulah yang digugat. Maka kemudian putusan MK menyatakan
hanya non aktif pada masa kampanye sehingga jabatannya 5 tahun itu tidak berkurang, disitulanh
kemudian dijelaskan bahwa itu adalah hak konstitusional yang tidak boleh dikurangi. Ini bukan soal
...(suara tidak jelas) ini soal konstitusi, kalau kita melanggar ya tidak apa-apa begitu maksud saya, saya
hanya mengingatkan saja.

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Jadi begini pak Ketua, untuk simulasi ini kita tentukan dulu bulan pelantikan, kalau bulan
pelantikan, jadi harus kita inventarisir berapa pejabat yang akan berakhir dan berakhirnya itu kapan? Itu
baru bisa kita tentukan siapa yang ikut dalam pemilu apa bergelombang atau serentak, bisa dihitung.

F-PKB (H. MALIK HARAMAIN, M.Si):

Kalau 2016, maka yang ikut Pilkada 2016 yang SK nya habis 2015, yang kedua pesertanya
adalah yang SK nya habis 2016, itu tidak masalah. Tar dulu yang 2016 itu ikut ke 2016 clear kalaupun
Plt paling beberapa hari atau bulan. Nah sekarang yang Pilkada kedua Pilkada 2018, pesertanya
siapa? Satu 2017, 2017 yang SK nya habis berarti Plt sampai 2018, yang kedua adalah yang SK nya
habis 2018 clear, nah yang ketiga adalah SK yang habis 2019, kenapa 2019 itu ditarik ke 2018 karena
2019 tidak boleh ada Pilkada clear. Nah baru kemudian yang menjadi masalah hasil pilkada yang 2018
22
itu, ...(suara tidak jelas) tahun 2021 baru Pilkada lagi, terserah mau dibuat ...(suara tidak jelas)
pesertanya adalah hasil Pilkada 2016 clear. Kemudian gelombang serentak nasional ke dua adalah
2022 atau 2023 siapa pesertanya hasil Pilkada 2015, 2 kali, 5 tahun itu 2 kali Pilkada.
Maksud saya ketua kalau kemudian Plt kita tidak mau, kemudian motong memajukan Pilkada
juga tidak mau ...(suara tidak jelas).

KETUA RAPAT:

...(suara tidak jelas).

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Sebentar, jadi yang pertama poinnya dulu, ...(suara tidak jelas) tidak harus serentak, boleh
serentak tapi tidak harus, kemudian katakanlah saya kenapa tidak perlu berfikir serentak nasional
pertimbbangan yang pertama adalah kalau serentak nasional katakanlah 550 itu konflik, tidak
bermaksud mendahului Tuhan tapi poensi konfliknya pasti besar, saya pernah diskusi sama kepolisian,
begini, kalau ada Pilkada satu kabupaten selama ini pasti mendatangkan polisi dari kabupaten terdekat
itu sederhananya, banyak lagi alasan yang kita belum jabarkan kenapa konflik-konflik tapi tidak perlu
sekaranglah. Alasan yang kedua juga kenapa tidak perlu Pilkada serentak dirumuskan bolak balik
seperti apa, pasti ada yang dikurangi dan pasti ada Plt, sebab jaraknya terlalu jauh, bisa sampai 2
bahkan 3 tahun itu sudah pasti dan itu akhirnya kami sampaikan ...(suara tidak jelas) urus saja ke MK
dan sebagainya ...(suara tidak jelas).
Jadi makanya solusinya adalah untuk mengurangi itu, tetap ada Pilkada serentak tapi tidak
nasional, dibagi dalam 3 gelombang. Kita sudah sampaikan jadi 3 gelombang, tadi Mas Arif juga betul
tadi itu kan 2 gelombang kan? Kalau kami 3 gelombang. Juga sama 2 gelombang perbedaannya
hanya 3 gelombang lebih mengurangi lamanya Plt juga mengurangi lamanya yang dikurangi, itu saja.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Tidak ada yang dikurangi pak.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Tidak mengurangi artinya masa jabatannya bukan, artinya jaraknya, tapi prakteknya tidak ada
masa jabatan kepala daerah dan wakil yang dikurangi.

WAKIL KETUA (Ir. HM. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Kecuali dikatakan dikurangi pak.Mulai periode 2016 kalau kita Pilkada akan dikurangi.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Yang sekarang tidak dikurangi, masyarakat Arif, yang sekarang tidak dikurangi, karena kalau
dia habis katakanlah di bulan Juni 2016 Pilkadanya katakanlah Januari 2016, selesai yang menang
adalah Pak Rufinus katakanlah saya incumbent kalah sama Pak Rufinus tetap Pak Rufinus masuknya
di Juni begitu loh, Pak Rufinus menggantikan saya menunggu, saya habis sampai bulan Juni.
Pilihannya kan 2 gelombang, 3 gelombang bahkan bisa tadi 4 gelombang, sudah tinggal kita lihat mana
yang lebih baiklah antara 2, 3 dan 4.

23
F-PKB (H. MALIK HARAMAIN, M.Si):

Yang pertama kita Pilkada 2016, karena di Perppu itu 2015, kenapa kita ambil 2016? Karena
satu persiapan KPU biar lebih matang, yang kedua 2015 atau 2016 tetap melibatkan 2 tahun. 2015
kalau kemudian 2 putaran itu pasti putaran ke 2 nanti di 2016 kan begitu, kecuali kita bersepakat
tentang pemptongan sekain tahapan, makanya menurut kita ambil awal 2016 paling akhir pertengahan
2016.

KETUA RAPAT:

Kalau bisa diperpendek, nanti kelamaan masa jabatan 2015 habis.

F-PKB (H. MALIK HARAMAIN, M.Si):

Oke awal, karena panjang mulai pertengahan 2015, jadi KPU, Partai Politik punya kesempatan
panjang dia mencalonkan. Siapa peserta 2016? Yang SK nya habis 2016 ini pasti Plt, yang kedua
adalah yang SK nya habis 2016.
Kemudian yang kedua adalah Pilkada 2018, pesertanya adalah yang SK nya habis di 2017, Plt
pasti, kemudian 2018 kemudian narik 2019, kenapa 2019 ikut kesini? Karena 2019 tidak boleh ada
pemilu. Tetapi yang 2015 pun tidak mengurasi SK nya cuma Pilkadanya diangkat. Contoh misalkan
kaya di Jawa Timur kemarin.

WAKIL KETUA (Ir. HM. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Masa berakhirnya kapan?

F-PKB (H. MALIK HARAMAIN, M.Si):

Masa periodisasinya nanti 2016 nanti dia ikut Pilkada 202, itu jadi berapa tahun? oke 5 tahun.
Hasil Pilkada yang 2018 nanti di 2023 atau 2023.

WAKIL KETUA (Ir. HM. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Yang pentolannya yang 2019 itu, jabatannya jadi 4 tahun.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Jadi begini, dia dilantik di 2018 tidak dilantik di 2019, tetapi dari masa jabatan 2014 – 2019 jadi
kan 4 tahun.

F-PKB (H. MALIK HARAMAIN, M.Si):

Makanya itu yang kemudian, memang benar bahwa disini SK nya ada yang 2019.
Pertanyaannya kemudian bagaimana kalau hasil Pilkada 2018 kita lantik di 2018 dalam 5 tahun ini tapi
masalahnya dia jabatannya.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Tidak masalah, fasilitasnya kasih saja semua, seperti di Perppu. Kalau tidak begitu tidak bisa.
24
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Makanya tadi saya konsepnya, untuk mengurangi ini dibagi 3 gelombang.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Jadi kalau 3 gelombang periodenya itu 2021 serentak nasional gelombang pertama, 5 tahun
clear sisanya ini, kemudian nanti 2023 pesertanya yang hasil Pilkada 2018, ini clear 5 tahun. Plt tidak
bisa dihindari.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kita mau mengurangi saja, jadi gelombang pertama itu adalah 2015 persertanya ini, 2016
semester 1 itu pada tahun 2016 semester 1, Januari sampai Juni. Gelombang kedua 2016 semester 2
dengan 2017 semester 1. Gelombang 3, 2017 semester 2 sama 2018 dan 2019, ini bari di 2018
semester 1. Nah untuk disini sebenarnya ada 2 pilihan apakah 2017 satu semester atau narik sekalian
disini.
Jadi kalau mau bagus sebenarnya disini pelaksanaannya 2019 semester satu, tapi ini ditarik ke
atas ini menjadi kelompok 3 ini, sebentar 2016 itu ya ini 2017 satu tahun. 2017 semester 1. Ini kan
tahun 2016 nya habis sedangkan yang 2016 semester 1 Pilkadanya 2016 semester 1, artinya
Pilkadanya dari Januari sampai Juni kita pilih nanti yang terbaik. Ini hari H pencoblosan ya? Kan tadi
ada pemikiran ...(suara tidak jelas) yang kedua gelombang kedua 2016 ...(suara tidak jelas) ditambah
semua 2017 dari Januari sampai Desember masuk di 2017 semester 1, kemudian sisanya tadi Pak Edy
2018 semua belum ikut, 2019 belum ikut, 2018 awal selesai.
Jadi 2019 kan Pileg, tinggal kita pilih. Sekretariat dipilih berapa daftar Provinsi, berapa daftar
kabupaten kota dan mana yang paling efisien, kita tinggal pilih bukanya antara Januari sampai Juni
mana yang paling efisien dalam rangka mengurangi Plt nya. Lama Plt dan lama kurang nya tadi. Kita
kan mau narik simulasi sekretariat tinggal diikin kolom-kolomny ketemu nanti, atau kalau mau efisien
lagi dia bikin gelombang ke empat. Jadi ada 4 gelombang itu pasti lebih kecil lagi logianya. Kita coba
dulu inisama model yang 4 gelombang. Ini saja banyak nanti simulasi turunannya pak, kalau di bulan
Januari jatuhnya berapa? kalau di bulan ini begitu loh, Pltnya bisa itu dibikin, pabriknya ketemu.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Kalau yang 2017 kemudian berakhirnya Desember? Berarti berkurang berapa bulan saja?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Betul saya sudah cek, kepala daerah itu lebih senang berkurang daripada Plt, jadi kalau saya
misalnya habis bulan Desember saya lebih seneng dimajuin 6 bulan setahunpun tidak apa-apa?

INTERUPSI:

Pak ketemu Pilkada nasionalnya tahun kapan ya?

25
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Nanti dulu, kalau saya dari Gerindra tidak setuju Pilkada serentak nasional, paling tidak begini
Pak Edy dalam kurun waktu 5 tahun ini kita coba dululah 3 gelombang atau 4 gelombang atau 2
gelombang, nanti setelah itu kita akan pikirkan perlu atau tidaknya Pilkada serentak nasional.

WAKIL KETUA (Ir. HM. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Pilkada yang sekarang ini ketemunya itu ada serentak-serentaknya itu, semester ini. Ini ada
100 Pilkada ketemu.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ketemu tapi tidak di hari yang sama.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):


Jadi begini, kan harus kita samakan dulu persepsi kita, kan dari kemarin juga persepsinya
Pilkada nasional, kalau memang Pilkada serentak bergelombang itu dari kemarin sudah bisa. Jadi
begini saja.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Sekarang saya jelaskan dulu, saya ulang ya? Sekarang kan dibalik, apa sih konsep Pilkada
nasional kan kan sudah jelas ini? Kenapa ada pemikiran Pilkada serentak? Satu efisiensi, dua
menghilangkan hiruk-pikuk politik, paling dua itu yang mendasar. Nah sekarang kita tarik apa dampak
dari pada Pilkada serentak? Itu tadi potensi konfliknya luar biasa, dan terus terang kalau kita mau jujur,
kalau kita ego dengan kepentingan kita orang Parpol menyusahkan kita pak, dalam waktu serentak ini
mau DPP itu tidak gampang pak. Tapi memang iya tidak mudah pak.

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Jadi kalau konsep ini, ini bisa kita katakan bahwa pemilu bergelombang serentak ini bisa tetapi
dengan catatan pelantikan tidak serentak. Karena dia akan berakhir sesuai dengan jabatan habisnya.
Jadi pemilu yang serentak bergelombang tetapi pelantikannya tidak bisa serentak, karena ada yang
dikurangi tapi konsekwensinya banyak yang Plt, sekarang yang perlu kita lihat Pltnya itu seberapa lama
yang perlu disimulasikan.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Saya mau jawab ini dulu, begini Pak Riza kita ini harus sepakat dulu, apakah kita serentak,
pemikiran kita serentak nasional, atau serentak daerah? Kalau memang kita sudah sepakat serentak
daerah ya bikin ...(suara tidak jelas).

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Simulasinya cari bulatnya saja.

26
F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Satu lagi ketua, kita perlu inventarisir jangan sampai banyak diantara kepala daerah itu berakhir
di November sampai dengan Desember, karena ini terkait dengan penyusunan APBD. Kalau kita ingin
bahwa penyelenggaraan pemerintahan itu sesuai dengan visi misi, ya sebaiknya kita patuh dulu, bahwa
pelantikan itu jangan lewat dari bulan sembilan. Jadi awal bulan dan serentak pelantikan, itu akhir
pelantikan pada bulan September, karena kalau kita percuma efisiensi tidak bisa kita jaga karena akan
mubazir. Tapi mungkin kita sarankan diinventarisir dulu.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Saya jawab dulu tadi, apa sih keuntungannya Pilkada serentak daerah pak, kalau mau
disampaikan bergelombang silakanlah pokoknya bukan nasional seluruhnya keuntungannya yang
pertama tetap ada efisien, biayanya tetap ada efisien karena tetap ada yang ...(suara tidak jelas) antara
gubernur, bupati, walikota, ada yang ...(suara tidak jelas) tapi tidak seluruhnya umpamanya di Surabaya
setengahnya bareng sama, gubernur kan setengahnya mungkin tidak di Jawa Timur, tetap ada efisien,
tapi tidak seefisien nasional ...(suara tidak jelas) yang kedua keuntungannya di Pilkada seperti ini dari
pada yang ini, yang ini hiruk pikuk kita hilang, kalau 5 tahun itu cuma ada 4 periode pileg dan Pilpres,
Pilkada ...(suara tidak jelas) sehingga ada satu tahun yang kita tidak ada, tahun evaluasilah tahun 2015
nanti, 2020 menjadi tahun evaluasi, sederhananya sebenarnya itu, banyak sebenarnya alasan lain.
Jadi kalau ini sepakat tinggal pilih nanti di bulan apa yang paling baik, mana bulannya cari pak,
di sebelah sana itu kan bisa Januari, Februari, bisa Juni nanti kita pilih kalau di matrik ketahuan nanti.
Tapi yang prinsip tadi tidak bisa mengurangi jabatan. Cuma ada catatan yang paling penting untuk yang
kedepan seperti yang Pak Edi SK nya sudah berubah, mungkin tidak 5 tahun Pak Malik, ini bisa jadi 4
tahun.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Kalau intinya tidak ada Pilkada nasional tidak jadi masalah.

F-PKB (H. MALIK HARAMAIN, M.Si):

Jadi maksud saya begini ketua, tadi konsepnya Pak Riza ini menyangkut kita bersepakat
serentak atau tidak? Kalau kita tidak bersepakat serentak nasional ini kan modelnya ada dua. Yang
pertama serentak nasional dalam 5 tahun itu sekali bulan sama, hari sama, tanggal sama. Hari itu 500
sekian Pilkada, sebetulnya PKB maunya begini, dan dulu konsepnya sebetulnya ini, kenapa kalau ada
pertanyaan apakah siap itu? siap wong itu sudah ditetapkan di bawah kok, masing-masing kabupaten
kota itu siap kok, ...(suara tidak jelas) memang kemudian ini adalah Mahkamah Agung dengan
menugaskan 4 pengadilan tinggi itu kuat tidak? Makanya kemudian kita ada beberapa ...(suara tidak
jelas).
Yang kedua serentak nasional itu 2 gelombang. Satu konsep saya itu gelombang pertama
adalah 2021 itu nanti pesertanya adalah hasil pilkada 2016, 5 tahun. Gelombang kedua adalah 2023
siapa pesertanya hasil Pilkada tahun 2018, itu 5 tahun, problemnya memang kemudian adalah yang
jabatan habis di 2019 itukan kemudian Pilkada jabatannya masih ada, menurut saya tidak masalah,
karena fasilitasnya semua tetap kita berikan. Apalagi kemudian yang menang itu adalah yang masih
periodenya 2019 itu, tidak ada masalah.
Jadi 2016 Pilkada ...(suara tidak jelas) 2016, kemudian 2018 Pilkada dan pelantikan juga 2018.
Yang terpenting oleh Mahkamah Konstitusi itu tidak memotong Sknya itu, tidak memotong masa
kerjanya itu, kalau itu dilakukan itu salah. Dan karena itu menurut saya dengan 2021 gelombang
27
pertama, 2023 gelombang kedua selanjutnya itu ...(suara tidak jelas) Pertama kita menghindari
kemungkinan pemilu tahun 2019, kita bisa menghindari pemilu ...(suara tidak jelas) kita menghindari itu.
2 tahun sebelum pemilu kita ada Pilkada, 2 tahun setelah Pemilu kita ada Pilkada.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Kalau konsep itu pasti ada yang terpotong masa kerjanya, resiko itu. kalau yang ...(suara tidak
jelas) tadi kan suoaya tidak ada guggatan di MK kaitannya dengan itu.

WAKIL KETUA (Ir. HM. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Jadi dibikin begini pak, semenjak tahun 2016 Pilkada serentak pertama, maka jabatannya
hanya 4 tahun nah itu yang sudah di SK kan sudah habis di 2016, tidak ada konsekwensi hukumnya.
Karena konsekwensi hukumnya jabatannya 4 tahun, nanti baru ketemu 5 tahun lagi setelah 2024 tidak
ada yang dirugikan SK nya memang 4 tahun.

F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAHURUK, SH., MH., MM):

Pilihan itu, apapun ada yang dirugikan, jadi kita jangan berdebat saja masalah ini, tadi kan
resiko yang paling minimal di sini tadi.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Pak Rufinus, tadi itu ada 2 konsep, Pak Riza ini menyampaikan konsep Pilkada serentak
daerah.

F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAHURUK, SH., MH., MM):

Itu hanya masalah terminologi bang? Maaf saya potong dulu kalau kita mau bicara serentak,
yang dimaksud dengan serentak ini loh, selesai jadi kita tidak berdebat. Tidak usak kita debat disitu,
substansi masalahnya sudah terbuka disitu bahwa ada resiko-resiko, kecuali yang saya katakan tadi
tidak ada resiko disitu. Tidak ada resiko disitu kalau mau, jadi jangan debat masalah resiko itu pasti ada
pak.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Tadi Pak Rufinus ngak, sudah dibaca dan dikalkulasikan kalau daerah itu beda ada yang
pemotongannya itu, kalau resiko pasti ada.

F-PKB (H. MALIK HARAMAIN, M.Si):

Jadi resikonya pasti ada yang pertama adalah Plt. ...(suara tidak jelas) karena kalau jadwal
2018-2018 untuk untuk memperpendek masa Plt clear. Yang kedua adalah mempercepat periode
mengurangi itu loh, maka kenapa perlua ada aturan peradilan karena salah satunya adalah exitnya
disitu, pakai aturan peradilan itu, SK nya yang habis di 2019 kemudian ditarik ke 2018, dan itu
sebetulnya sudah berlaku pimpinan, tahun-tahun kemarin meskipun serentak kan sudah terjadi.
Kemarin itu saya ingat Jawa Timur, Jawa Timur itu 2014 SK nya Pak Karwo, tapi Pilkadanya 2015 tidak
ada masalah kok. Sekarang kita ubah, Pilkadanya 2018 pelantikannya 2018, gimana kita caranya
memberi exit kepada yang jabatannya 2019 itu, yang dikurangi itu, itu kita cariin payung hukumnya di
28
sini. Kalau pelantikannya tetap di 2019 kan sama saja ketemu nanti, tapi kalau pelantikannya ditarik ke
2018, Pilkadanya di 2018.

WAKIL KETUA (Ir. HM. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Yang 2019 itu SK nya itu dibuat pada awal 2014, 2014 itu sudah lewat pak, yang dinyatakan
jabatannya 5 tahun, itu jadi masalah.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR) :

Yang 3 ini sudah betul pak, yang 3 gelombang tapi diusahakan juga supaya hemat ya,
dimundurkan juga sekaligus.

F-PKB (H. MALIK HARAMAIN, M.Si):

Itu bukan serentak, kita maunya serentak.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Makanya ini Pak Ketua, kita harus tentukan dulu, kita mau serentak nasional atau kita alihkan
yang disampaikan oleh Pak Riza nanti serentak daerah, tapi kan tidak nasional.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR) :

Serentak daerah dan nasional pak, kalau 3 kali serentak itu nasional sudah.
F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Berarti ini ada 3 kali, yang 3 kali ini nanti kita ...(suara tidak jelas) 3 kali ustadz secara nasional.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR) :

Terlalu banyak undang-undang yang berubah. 3 dengan harapan gubernur sekaligus. Begini
seperti Aceh kan, Aceh itu 23 provinsi waktu saya cek eh 3 kabupaten, 19 ...(suara tidak jelas)
gubernur, yang 3 itulah kita buat pejabat nanti, suoaya nanti jadi serentak. Jadi usahakan serentak
regional yang 3 ini namanya tetap serentak nasional. bergelombang tetapi serentak nasional, Perppu
tidak berubah, serentak nasional, tapi 3 gelombang sudah aman.

KETUA RAPAT:

Saya kira sekarang cari alternatif-alternatif yang ...(suara tidak jelas) terjadi kita condong ke 3
gelombang itu, dari pada pemotongan kita persoalan masa jabatan memperpendek, yang dapat
dilakukan supaya jangan terlalu dipotong panjang.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR) :

Supaya kita ini menghemat uang negara, karena Gubernur dengan kabupaten ...(suara tidak
jelas) itu banyak hematnya, bisa dapat semua, bisa didapatkan.

29
WAKIL KETUA (Ir. HM. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Mungkin kita putuskan dulu, kita mau serentak nasional atau tidak, kalau tidak serentak
nasional mudah urusannya, per kabupaten, per provinsi ... saja. kalau mau dibikin 3 gelombang coba
disimulasi ketemu serentak nasionalnya tahun berapa?

KETUA RAPAT:

Sekarang serentak nasional kali 3 gelombang, tunggu dulu 2 gelombang kebanyakan


pemotongan-pemotongan, apakah kita sepakati? Dengan serentak 3 gelombang saja ini mengaturnya
Plt sudah berapa, ini hampir seluruhnya bupati, DPRD ...(suara tidak jelas) dengan catatan bahwa ini
nanti malam kita simulasikan.

WAKIL KETUA (Ir. HM. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Nanti siapa yang menggabung siapa itu biar pemerintah yang menentukan, kalau kita sepakati
3 gelombang, per 4 bulan kan?

KETUA RAPAT:

Ini misalnya begini tadi alternatifnya kan, peserta 2015, 2016 karena habis masa jabatannya
semester 1 dilakukan 2016, ini sudah pengorbanan juga ini, kita tadi akan memperpendek semester
satu dibuat disitu kalau tidak dia lebih dari satu tahun haru mengurangi dilaksanakan, tidak ada jalan
lain, kalau tidak lewat Plt karena kepanjangan, hancur daerah. Jadi kita berikanlah ketegasan 1
Februari, kita simulasi juga, pesertanya 2016 semester dua jadi 6 ke semester dua Desember ditarik dia
ke 2017, sebab kalau ditarik dia semester dua 2016 itu 8 bulan dipercepat masa jabatannya, ini kan gak
benar ini, kan begitu, ditarik dia ke 2017, dilakukan 2017 semester satu, kalau kita lihat jangan terlalu
panjang Pltnya disitu, kita tentukan Februari 2017. Kita kan kesepakatannya disitu, baru pesertanya
2018-2019 dilakukan di 2018 semester satu, bila perlu harus kita tentukan bulannya.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Matrik simulasinya dibikin detai nanti di Sekretariat malam ini sehingga tar malam atau besuk
pagi kita bisa ...(suara tidak jelas).

KETUA RAPAT:

Ada lagi, mau kita ketok kita lanjut dulu.

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Ini simulasi kita belum masukkan ini pemilu Pilpres dengan Pileg, kalau kita tarik sekian
gelombang itu sama saja kita .. akhirnya kita tersita waktu dalam siklus 5 tahun itu hanya politik, hiruk
pikuk terus.

30
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Sekarang itu kalau kita berubah, kalau begitu itu konsentrasinya Cuma 3 kali dalam 5 tahun
tambah satu kali Pileg dan Pilpres. Dalam 5 tahun Cuma ada 4 kali, kalau sekarang kan hiruk pikuknya
kan Pileg, Pilpres, kemudian Pilkada setiap bulan kira-kira begitulah.

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Pengalaman lapangan Pileg 2004itu kita sudah mulai 2002, kalau 2 tahun itu sudah main di
daerah, di lapangan sudah main itu. Ketika masuk tahapan sesuai dengan mekanisme itu mainnya
sudah semakin keras. Oleh sebab itu kalau kita simulasikan masukan dengan jadwal Pileg ini kita habis
waktu. Konsekwensi kita serentak memang harus ada korban, kalau di Perppu ini kalau saya lihat
korbannya kecil, dia cuma kena di 2019 hanya 52 kepala daerah. Di 2018 itu hanya berapa.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR) :

Kalau 2019 yang sekarang saja sudah berapa tahun Pltnya pak.

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Tadi kalau konsennya masuk 2016 dengan 2019 yang sudah ditarik itu sudah tidak ... 2016
dengan 2019.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

2016 itu semester satu saja, kalau dilihat dari jumlahnya 204 ditambah 68 yang dikasih warna
hijau itu. dibawah dibikin jumlahnya jadi 272 itu simulasi pertama. Yang kedua itu 2016 Desember itu
semester 2 itu 100 itu dikurangi 68. Ditambah 2017ya kan, 2017 semuanya ketemunya di bawah
berapa, nanti 2018 digabung semuanya sama 2019, 171. Tidak mungkin semua kabupaten beririsan
dengan gubernur tidak mungkin, ada yang dapat ada yang tidak. Tadi kan saya sudah bilang, makanya
konsep saya adalah kita coba dulu 5 tahun ini dalam 3 gelombang, sedapat mungkin cari bulan dan
harinya yang mengurangi, nanti kita akan lihat.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Itulah memang konsekwensinya, kalau kita bangun pemilu nasional, selanjutnya kita akan
membuat undang-undang itu, kemudian kalau kita memiliki memang tapi tetap ada hiruk pikuknya itu
tidak terlalu ini, karena masih ada 2021 kita pemilihan ada 2 tahun istirahat di daerah, 2019 Pileg, 2021
akan kembali pemilu lagi.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Makanya pak, dibikin simulasi, jadi kalau begini terlalu sederhana kan ada tahapan-tahapan
yang dilaksanakan oleh KPU, kalau kita sampai pemilu nasional itu maka apalagi ...(suara tidak jelas)
itu dengan asumsi ...(suara tidak jelas) yang sama, semua orang itu tidak ada urusan dengan ini, tapi
kalau ... makanya semua yang sama-sama hukum memutuskan yang mana yang harus kita pilih
...(suara tidak jelas) yang lengkap itu maksud saya. P3Di dulu pernah bikin penelitian mengenai itu, nah
saya kira bisa ditampilkan kembali untuk dijelaskan, jadi tidak sekedar mengkalkulasi jumlah angka itu
sederhana, kan tahapan pemilu mulai dari awal, mulai dari awal tahapan Pilkada itu penyusunan
31
Peraturan Pilkada, kemudian Daftar pemilih dan lain sebagainya, sampai penyelesaian sengketa itu
butuh berapa waktu, kkemungkinan gesekannya dari mana, itu maksud saya jadi bukan sekedar
menghitung kapan keputusan itu dilaksanakan serentak.
Justru karena itu jangan kita terburu-buru simulasikan dengan baik. Kita bebas nanti kalau
kemudian bisa kita simulasikan dengan baik maksud saya ...(suara tidak jelas) lebih memudahkan kita
untuk mengambil keputusan mana yang kita pilih dengan ...(suara tidak jelas) dan argumentasi yang
saya sampaikan ...(suara tidak jelas) dengan segala alasannya, itu maksudnya gitu loh.
Itulah maka tadi saya meminta kepada pimpinan, tenaga ahli untuk membikin simulasi yang
lengkap, nanti kita bahas lagi.

F-PKB (H. MALIK HARAMAIN, M.Si):

Interupsi Pimpinan, itu KPU sudah bikin simulasi, kalau bisa untuk masalah ini apa namanya
serentak ini kita undang, kemudian pilihan mereka kapan, itu sudah bikin jumlah, kita kan belum sama
sekali.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Iya, iya artinya kita sudah ...(suara tidak jelas) nanti kita ulang lagi memang rencananya
harusnya Senin tapi karena ada.

KETUA RAPAT:

Jadi saudara-saudara ini kita pembentuk undang-undang disepakati oleh ini, kita mau teruskan
kita masih inginkan tida pemilu serentak nasional yang akan kita atur, kalau mau kita inginkan pemilu
serentak nasional, kalu misalnya di Pemilu serentak nasional tadi kan diskusi kita sulit kita, tanpa
memotong masa jabatan-masa jabatan, sementara kita mau potong masa jabatan itu bisa digugat oleh
orang. Tadi MK mengatakan tidak mungkin.

WAKIL KETUA (Ir. HM. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Sebelum 2016 bisa digugat, tapi kalau setelah 2016 tidak bisa digugat.

KETUA RAPAT:

Kalau ada dalam Undang-undang, ini ...(suara tidak jelas) kalau misalnya dia mau dilantik 5
tahun kecuali kita nyatakan misalnya di undang-undang ini masa jabatannya adalah 4 tahun, tetapi
bisakan itu? itulah jadi kita simulasikan kalau mau nasional satu kali pastinya ada pemotongan masa
jabatan, pasti ada periode yang diperpendek, pasti ada, Plt yang bisa panjang, 1 tahun, bisa lewat juga.
oleh karenanya kita sederhanakan, menjadi ini alamnya juga nanti pemilu serentak nasional tapi dalam
serentak itu dalam 3 gelombang. Ini kan sudah satu keberhasilan kan, mudah-mudahan nanti kita bisa
tetapkan di Perubahan Undang-Undang Dasar, yang banyak yang harus kita lakukan di Undang-
Undang Dasar ini. Masa sekarang Undang Undang mau kita sahkan DPR adalah bagian dari pada
pemerintah, padahal dia dipilih oleh pemilu, bagaimana sakitnya sekarang anggota DPR ...(suara tidak
jelas) jangan bikin kacau pemilu ini.

32
F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Itu nanti pertarungan paradigma pak, isi masalahnya soal anggaran besar pak.

KETUA RAPAT:

Ndak, makanya.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Ndak coba kita akan berbicara soal ini nanti, asal muasal daerah kesatuan bagaimana
konsepsinya.

KETUA RAPAT:

Oleh karenanya Undang Undang Dasar kita ini harus kita sesuaikan ini.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Jangan mengambil tafsir sendiri, kita bisa berdebat soal itu Pak Rambe.

KETUA RAPAT:

Itu kan dipilih secara demokratis, kanapa tidak terang dikatakan disana kalau kita mau ini,
tafsirannya kan bisa beda-beda.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Soal DPRD kan yang bapak maksud?

KETUA RAPAT:

Ya DPRD, ...(suara tidak jelas) mengatakan di pasal berikutnya.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

DPRD hanya usul Perda, tidak membuat Undang Undang, dia tidak ...(suara tidak jelas) itu.

KETUA RAPAT:

Oleh karena itulah dia jangan masuk dalam rombongan nah itu, itu kan perdebatan rombongan
daerah. Oleh karenanya inipun tahap ini bisa tidak kita simpulkan seperti ini, baru nanti disimulasi.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Begini pak, ini kita pelan-pelan ya? Prinsipnya nanti kita, kita tidak ingin buru-buru mengambil
kesimpulan, pertama karena ini memang Panja sementara, kedua kita akan sepakat dulu semua fraksi,
kemudian lagi ada tahapan ketiga dengan pemerintah, belum diluar 3 itu ...(suara tidak jelas) KPU,
paling tidak kita ingin di internal kita sudah agak mengerucut, sekalipun belum bulat, dan juga tidak
33
usah dipaksakan bulat, silakan saja ada ...(suara tidak jelas) masing-masing boleh dalam rangka
memperkaya, supaya yang merasa benar mudah-mudahan tambah benar begitu loh. Artinya untuk cari
yang lebih baik pak, dan kita kembali konsinyering, kita kembali kesini sebetulnya yang pertama itu
memang belum masuk gelombang itu kita mengerucut dululah, tidak usah putus dulu, perlu apa tidak
nasional, itu dulu sebenarnya.
Silakan kita berdiskusi, perlu apa tidak nasional, saya dan fraksi Gerindra dengan nanti kita
jelaskan alasannya berpendapat tidak perlu ada Pilkada nasional, sekarang sepakati dulu ...(suara tidak
jelas) nasional apa? Yang dimaksud Pilkada serentak nasional seluruhnya, biar sepakat dulu, nanti ada
istilah serentak daerah, atau serentak daerah nasional, kita sepakati dulu ini termonologinya.
Jadi yang dimaksud dengan Pilkada serentak nasional adalah pilkada yang diikuti oleh seluruh
Provinsi di Indonesia dan seluruh kabupaten dan seluruh walikota di Indonesia itu dulu, dalam waktu
yang bersamaan, serentak nasional, nah itu dulu. Sekarang itu dimungkinkan atau tidak? Kita kan tadi
sudah minta penjelasan, alasan yang dulu kenapa ada pemikiran Pilkada serentak tadi sudah
dijelaskan bahwa oleh Mas Mujib pertama kita juga sudah memahami nbahwa tidak ada kewajiban itu
dulu, artinya kalau tidak kita tidak melanggar, jadi bisa oke, bisa juga tidak, tapi masing-masing sudah
menjelaskan paling tidak ada gambaran besar pula dan mungkin bisa bertambah, pertama sementara
adalah dalam rangka efisiensi anggaran kan begitu kira-kira.
Kedua menghilangkan hiruk pikuk selama 5 tahun, 2 itu sebetulnya alasan yang paling utama.
Sehingga dalam 5 tahun ini cukup ada 2 Pemilu. Satu pemilu Nasional Pileg dan Pilpres, satu Pemilu
Pilkada kira-kira begitu. Nah sekarang itu pendapat, gambaran yang lama, silakan nanti bisa ditambah
alasan apa yang meyakinkan. Saya berpendapat kenapa tidak perlu ada Pilkada nasional, saya ulang
tadi ya? Bagi teman-teman tadi yang belum ikut, yang pertama adalah Pulkada serentak nasional
sangat dimungkinkan mmenyimpan potensi-potensi paling tidak ada 2 pendekatan, saya bisa jabarkan
banyak hal.
Pendekatan dari segi keamanan, tadi saya sudah jelaskan selama ini ada Pilkada satu
kabupaten selalu menarik dari kabupaten lain, yang kedua yang berbahaya sebetulnya bukan yang
pertama, yang pertama masih mungkin dimankanlah, entah tentara atau dari aman. Yang kedua begini,
saya ikut Pilkada di kabupaten saya katakanlah di Karawan Pak Dadang, di Karawang ini saya
katakanlah kalah tapi pelaksananya kurang lebih tidak terlalu bermasalah. Di satu Pilkada tempat Pak
Rambe tetap ... Purwakarta, di Purwakarta waktunya bersamaan, ada konflik entah tim suksesnya Pak
Rambe atau Pak Mustafa serentak nasional sangat mengkin menimbulkan konflik, beda sama Pilpres
bersaing, ada konflik dan terjadi konflik, karena saya ini kalah di situ ada konflik, saya dan tim sukses
saya atau oknum bisa saja menyulut ini jadi memicu konpflik di tetangga ini saya manfaatkan supaya di
kabupaten saya Karrawang yang sebetulnya bisa aman, jadi konflik. Jadi saya ikut menyampaikan
bahwa di satu tempat yang Pilkadanya aman saja pelaksanaannya bisa ikut-ikut menjadi konflik karena
dinilai yang berdekatan, tidak hanya berdekatan di Papua, di Aceh atau di ...(suara tidak jelas) selain
Jawa ini karena berita sekarang menasional sangat mungkin begiti loh, jadi ini sangat berbahaya, kita
bisa diskusilah dengan para ahli. Tapi saya meyakini Pilkada serentak nasional sangat mungkin
menimbulkan konflik, beda sama Pilpres. Kenapa Pilpres ...(suara tidak jelas) masih bisakarena jauh,
antara konstituen dia terlalu jauh.
Pertanyaan kedua kalau Pileg bagaimana? Dia juga tidak konflik karena terlalu dekat, dan
ributnya cuma di internal caleg, kita tidak pernah ribut dengan partai lain, di internal nomor, 1, 2 dan 3
dan seterusnya. Jadi ini saya berpendapat Pilkada serentak nasional menimbulkan banyak potensi
kelemahan-kelemahan, sehingga kita mengambil tetap dapat yang dimaksud Pak Malik efisiensinya
dengan 3 gelombang tetap efisiensi, kita bisa hitung nilai rupiahnya, tapi tentu tidak seefisiensi serentak
nasional. tetap ada penghematan, siklus politiklah yang tadinya hampir setiap 1, 2 bulan ada Pilkada
sekarang cuma ada 3 kali Pilkada secara serentak daerah regional atau wilayah atau nasional.
Itulah kira-kira beberapa hal.

34
WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Tapi rawan konfliknya sama-sama kan?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Lebih beda. Dibandingkan dengan nasional beda, jauh. Nah kemudian tadi yang Mas Arif betul
ini kan gambaran, makanya tadi Mas Arif kita minta Sekretariat setelah ada gambaran umum dulu,
dibuat simulasi ...(suara tidak jelas) ketemu nanti Mas Edy di semester satu umpamanya dibuat apa
yang paling ideal, apakah Januari, Febbruari, Maret atau apa.
Kemudian yang terakhir terhadap tahapan yang disampaikan Mas Arif, tahapan betul kita harus
buat, tahapan itu bagaimana? Tergantung kita mau dibikin berapa tahapan itu, nanti kita akan tahu kan
begitu, dan ada hubungannya dengan undang-undang yang sudah kita buat apa? Kemarin umpamanya
ada pemikiran satu putaran, punya pengaruh juga terhadap siklus ini, kalau kita memberi kesempatan
yang luas timbulnya dua putaran itu tahapannya semakin panjang, jadi semua akan sangat terkaitkah
kira-kira begitu.
Jadi itu gambaran sederhananya, jadi kita akan detailkan ini Pak Ketua kalau kita sepakat,
kurang lebih seperti ini, sambil nanti kita lihat catatan-catatan. Tahapan ini sementara menurut KPU
secara lisan tentu belum dipaparkan saya tanya berapa lama Plkada itu dengan Perppu 10 bulan, 9
sampai 10 bulan, makanya kalau kita sepakat tidak menghilangkan uji publik mengurangi menjadi
...(suara tidak jelas) seperti diskusi kemarin, itu bisa hilang 3 bulan hilang, belum tahapan-tahapan yang
lain yang mungkin bisa kita per ...(suara tidak jelas) kira-kira begitu.
Mengapa 2018 di semester awal? Kita berharap 6 bulan terakhir 2018 konsentrasi penuh pada
Pileg dan Pilpres atau kalau perlu disepakati ini Pilkada serentak di 2018 dari awal katakanlah di
Januari atau di Februari maka punya waktu 10 bulan lebih di bulan 2018 yang bisa dikonsentrasikan
untuk Pilpres.
Kira-kira itu pak.

KETUA RAPAT:

Kita skors.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Saya tambahkan saja pak, yang pertama saya dengar dari para bupati, saya mengikuti
percakapan dengan para bupati, ini tentu kan ekspektasi itu kan datangnya dari sambutan supaya tidak
ada penyampaian, Plt jangan terlalu lama. Tapi para bupati itu ini tidak keberatan, dari pada di Plt
terlalu lama lebih baik masa jabatannya maju.
Yang kedua masalah keamanan pak, excercise keamanan, Jawa Timur itu pak, kalau terjadi
kerusuhan serentak, kemampuan keamanan kita ada di 17 kabupaten, jadi kalau terjadi kerusuhan
massif serentak, kemampuan keamanan, baik warga maupun polisi itu sekaligus dari 17 kabupaten, itu
excercise kita pak.
Yang ketiga tentu kerusuhan itu terjadi akibat mobilisasi, jika Pilkada itu dilakukan serentak,
maka kecenderungan mobilisasi akan turun, mobilisasi akan turun sekali, baik mobilisasi orang,
mobilisasi dana, mobilisasi power dari atas bahkan sangat berkurang, sehingga peluang terjadinya
kerusuhan itu akan turun drastis, dan saya kira kita sudah pernah mendapatkan masukan dari KPU
tentang pergeseran waktu pak ya? 16, 17, 21 kalau saya ingat, tapi konsennya KPU kan tetap Pilkada
serentaknya di tahun 2021, ini yang kita belum temukan pak, periodisasinya itu KPU belum memberikan
arah ke kita. itu sebetulnya saran yang paling progresif itu diberikan oleh Pak Ramlan Surbakti pada
35
waktu itu, yaitu pemilu nasional konkuren dan pilkada konkuren. Saya mengingatkan saja bahkan
usulannya Pak Ramlan itu progresif sampai ke sana begitu. Artinya itu tenaga ahli yang kita undang,
profesor yang kita undangpun menyarankan keserentakan itu oke.
Jadi itu catatan-catatan yang mau saya itu.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kita makin banyak masukan, makin banyak dan memang harus semua bicara.

KETUA RAPAT:

Maka usulan Profesor Jo, Profesor Surbakti itu tidak bisa kita bicarakan hanya sederhana
begitu, maka saya katakan kita rubah dulu Undang Undang Dasar kita, dalam rangka merubah Undang-
Undang Dasar kenapa DPRD misalnya dalam memilih ya itu tadi, langsung perdebatan ini kan panjang,
ini kalau yang masuk sana itu kita agak panjang urusannya. Oleh karena itu Saudara-saudara semakin
mengerucut, kita skors dulu dengan catatan setengah delapan kita buka lagi ya?
Setuju?

(RAPAT : SETUJU)

Kita skors sampai jam setengan delapan.

(RAPAT DISKORS PUKUL 17.45 WIB)

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 31 Januari 2015


Ketua Rapat

ttd

Rambe Kamarul Zaman


A-236

36
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISI II


PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENETAPAN PERPU NOMOR I TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tahun Sidang :2014-2015


Masa Persidangan :II
Rapat Ke :-
Jenis Rapat :Rapat Panja
Dengan :-
Sifat Rapat :Tertutup
Hari,Tanggal :Sabtu, 31 Januari 2015
Waktu :Pukul 19.00 WIB s.d Selesai
Tempat :Ruang Melati Lantai II Hotel Milenium Jakarta Pusat.
Acara : 1. Membahas Revisi terhadap Undang-Undang Penetapan Perppu Nomor
1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota,
menjadi Undang-Undang
2. Membahas Revisi terhadap Undang-Undang Penetapan Perppu Nomor
2 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menjadi Undang-Undang.
Ketua Rapat : Rambe Kamarul Zaman/Ketua Komisi II DPR RI
H. Mustafa Kamal, S.S/Wakil Ketua Komisi II DPR RI
Sekretaris Rapat : Minarni, SH/Kabagset Komisi II DPR RI

Hadir : A. Anggota Panja


22 dari 25 Anggota Panja

PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si.
5. H. MUSTAFA KAMAL, S.S.

F-PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (F-PDIP)


6. ARIF WIBOWO
7. DIAH PITALOKA, S.sos
8. TAGORE ABUBAKAR
9. ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU
10. H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, SH

F-PARTAI GOLONGAN KARYA (F-PG)


11. Drs. H. DADANG S MUCHTAR
12. Drs. A. H. MUJIB ROHMAT
13. AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si

F-PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (F-GERINDRA)


14. Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si
15. Ir. ENDRO HERMONO, MBA

F-PARTAI DEMOKRAT (F-PD)


16. Ir. FANDI UTOMO
17. LIBERT KRISTO IBO, S.Sos., SH., MH

F-PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN)


-

F-PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB)


18. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.

F-PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS)


19. Dr. H SA'DUDDIN, MM

F-PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F-PPP)


20. Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si

F-PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM)


21. H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE., SH., MH

F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA)


22. Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH

B. Pemerintah:
- Menteri Dalam Negeri (Tjahjo Kumolo, SH)
- Ketua KPU RI (Husni Kamil Manik, S.P)
- Ketua BAWASLU RI (Prof. Dr. Muhammad., S.IP.,M. Si)

2
Jalannya Rapat:

KETUA RAPAT (RAMBE KAMARUL ZAMAN/F-PG):

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi wabarrakatuh.

(SKORS DICABUT PUKUL 20.10 WIB)

Saya sebenarnya tadi minta biar enak membuat dulu formatnya sekarang kita bicarakan lagi
dan kemungkinan tinggal memplot, kita bicarakan lagi tentang penjadwalan Pilkada. Kalau kita secara
nasional memang idealnya begitu, tapi sementara waktu kita mau memotong percepatan, satu tahun,
membuat ...(suara tidak jelas) serentak juga pelaksanaannya secara nasional tapi bergelombang.
...(suara tidak jelas) pada saat tertentu harus diatur lagi berikutnya. Minimal gelombang ini bisa di 2029
baru bisa lagi, tapi dengan dua potongan. Harusnya dengan pemotongan seperti jabatan, dengan
pemotongan sekarang bagaimana kita mencari setelah kita lakukan kalau dengan gelombang kita
langsung melakukan exercise ada yang menagjukan 2 gelombang, saya kira misalnya dengan
melakukan 2 gelombang secara hampir sama lebih mudah, dengan 3 gelombang misalnya. Memang
dengan pengelombangan seperti ini setidak-tidaknya memang keriwehan pilkada agar tereleminasilah,
lebih turun, apa perlu kita buka lagi diskusi. Kalau sudah misalnya kita ini, tampaknya antara
gelombang yang sudah 3 gelombang dengan yang 2 gelombang.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Sebelum kita masuk ke situ, barangkali usul saya ini tidak terlalu lazim tapi kita inikan
menghadapi persoalan ini ada satu distribusi sepanjang 5 tahun, distribusi pilkada sepanjang 5 tahun.
Kita berasumsi pada periode kapan pilkada ini bisa dilakukan serentak secara nasional. Apakah itu ada
di tahun 2029 ataukah di tahun 2030. Kalau berkenan saya kira kita bisa minta bantuan ahli matematik
untuk merumuskan toleransi berapa. Misalnya jika toleransi Plt maksimum 6 bulan atau percepatan
maksimum maju pilkadanya itu 3 bulan, ini pada tahun ke berapa secara nasional kita bisa
melaksanakan pemilu serentak. Dan idealnya per tahapannya itu seperti apa. Ini memang suatu usul
yang tidak umum, tapi saya kira melihat koran distribusi ...(suara tidak jelas) itu, jika kita menghendaki
pemilu serentak, pilkada serentak nasional itu saya kira pemodelan ini bisa dikerjakan dalam waktu 2-3
hari mungkin dengan pemodelan computer bisa dilakukan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kalau hitungan-hitungan kita tadi, kalau mau dipercepat ya memang di tahun 2029 tapi tetap
harus ada ...(suara tidak jelas) tanpa dipotong maksudnya Pak, tanpa ada Plt. Tidak akan mungkin kita
bisa melakukan.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Memang toleransinya harus dilakukan berapa maksimum plt, berapa maksimum percepatan.
Toleransinya ada di situ baru bisa disimulasi optimal di tahun berapa itu dilakukan pilkada serentak.

3
KETUA RAPAT:

Kalau misalnya ya ini kita exercise juga, 2016, 2017, 2018, ke sana ya. Itu untuk merubah ini
untuk jadi pemilu nasional ini sudah bisa jatuhnya ini kan menjadi 2021, 2022, 2023. Urutkan untuk
tahun 2009 ini pemotongannya lebih singkat, sudah lebih mudah.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si./F-PKB):

Inikan kalau soal kapan harus pilkada serentak nasional itukan exercisenya kan bisa macam-
macam. Kalau saya melihat dari perdebatannya ada dua substansi yang berbeda. Substansinya yang
pertama adalah soal definisi tadi. Definisi pilkada secara serentak nasional itu seperti apa. Kalau dua
hal ini berbeda menurut saya belum bisa dimasukan exercise. Saya mengusulkan mungkin soal poin
ini kita lampaui saja dulu Ketua, sementara ini pasal yang kita masih sepakati adalah pasal ...(suara
tidak jelas) perpu. Dan di dalam perpu juga kan tidak terperinci secara mendetail seperti ini ...(suara
tidak jelas) yang disampaikan di dalam substansi normatifnya saja saya ingin sampaikan di dalam
...(suara tidak jelas) Kalau misalnya dalam opsi lain yang dimaksud dengan pilkada secara serentak
adalah seperti yang tadi kita kaji ada 3 tahap, 3 gelombang, dan kita tidak mentargetkan tahun berapa,
semuanya bersamaan, itu mesti nanti kita sepakati. Itu seperti itu kalau nanti bisa seperti itu.
Tapi kan sementara ini definisinya masih bahwa pada tahun tertentu itu sudah serentak
nasional. Tidak ada lagi gelombang 1, gelombang 2, gelombang 3. Sementara itu Ketua. Ini
berkembang dalam diskusi ini ada opsi lain, opsi yang kita tidak menterjemahkan pilkada serentak
nasional itu seperti apa. Oleh karena itu saya mengusulkan ini dilampaui saja Ketua. Kalau terlalu lama
kita mengexercise ini, ini kita kehabisan waktu untuk menyepakati untuk draf revisi kita itu. Termasuk
kepada hal-hal yang mungkin sudah sepakat kita. Misalnya kita sudah sepakat paket, itu sudah ketok
palu paket. Kita sepakat menghapus uji publik, ok.

KETUA RAPAT:

Ini tidak lama.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si./F-PKB):

Kalau inikan masih ada dua opsi kita ya. Tidak apa kalau kita bikin dua opsi ini saja sebagai
catatan kita yang dimaksud dengan nasional itu secara serentak, bersamaan waktunya, sementara
yang dimaksud dengan pilkada serentak itu adalah bisa tiga tahap selama 5 tahun. Tidak
membutuhkan waktu yang bersamaan. Saya kira 3 ini kita pegang, kita catat. Saya soalnya begini
Ketua, untuk draf untuk perubahan perpu inikan tidak bisa ada opsi. Harus satu draf, tidak bisa
misalnya … ada dua opsi. Karena ini inisiatif kita. Kecuali kalau ini inisiatifnya eksekutif, kita bikin DIM,
bisa berbagai opsi yang nanti kita perdebatkan opsi itu. Kalau masih ada dua kubu seperti inikan susah
kita melanjutkan pembahasan ini. Oleh karena itu saya mengusulkan kalau ada perbedaan pendapat
yang tajam seperti ini ya kita lewati saja dulu, kita cari yang kira-kira sudah sepakat. Begitu Pimpinan.
Terima kasih.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Ini sedikit saja.


Saya agak tergelitik ya. Sebetulnya tanpa serentak atau tidak serentak toh 5 tahun ini selama
masa jabatan memang bergelombang kenyataannya. Jadi sebetulnya kenyataannya sampai tahun kita
berakhir di sini, kenyataannya memang bergelombang. Jadi kita tidak mengalami yang disebut sebagai
4
serentak itu sendiri. Artinya urgensi kalau kalau kita menyatakan serentak itu dalam pengertian
bergelombang itu berarti ya untuk masa ini sudah selesai. Bahwa nanti misalnya Anggota DPR yang
akan datang mau mengatakan serentak lebih lanjut itu biarkan pada periode yang akan datang. Toh
kenyataannya kalau kita sebut serentak sekalipun kenyataannya 3 gelombang juga. Ini sekedar kita ini,
timbang-timbang untuk apa kita memperdebatkan sesuatu yang kenyataannya pada masa kita
menjabat, kenyataannya bergelombang.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Gelombang itu menuju pendapat, bedanya, gelombang itu menuju tahapan akhir itu bedanya.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kenyataan itu bergelombang memang untuk menuju nasional.


Ada benarnya Pak Mustafa, tapi sekalipun untuk periode yang akan datang. Ya kita harus
berkepala dingin, tapi kan kita sudah ada gambaran plus minus serentak dan tidak serentak. Tapi
menarik juga tadi Pak Mustafa, tadi saya sudah berdiskusi dengan Pak Ketua, bisa saja 5 tahun ini kita
exercise di 3 gelombang dulu sambil kita akan lihat bagaimana ini yang gelombang pertama. Karena
saya pribadi tidak bermaksud mau merasa ...(suara tidak jelas) kalau kita ingin selesai dalam waktu
masa sidang ini rasanya hasilnya pun tidak sempurna juga. Tidak sempurna betulan. Seperti yang kita
harapkan menjadi satu undang-undang yang komprehensif yang terintegrasi dengan semua undang-
undang, yang baguslah. Tapi paling tidak revisi ini bisa menjawab beberapa masalah yang cukup
strategis bahwa penyelenggara, soal perselisihan, soal tahapan, ada beberapa item yang kita
diskusikan ini adalah hal-hal yang krusial. Sebetulnya banyak lagi yang bisa kita diskusikan dalam
rangka perbaikan-perbaikan seperti …(suara tidak jelas) kemarin. Kalau kita mau lihat lebih dalam lagi
boleh tidak kalau saya sudah jadi bupati 2 bupati 2 periode jadi wakil, boleh tidak kalau saya sudah jadi
walikota saya jadi walikota ditempat lain. Ini juga bisa didiskusikan kalau kita ingin. Tapi mungkin ini
kan kita diskusikan. Tapi ada yang lebih penting ya, tidak bermaksud hal ini tidak penting. Ada juga hal-
hal yang lebih penting juga …(suara tidak jelas) ada kepastian hukum, jangan sampai ada yang
sinkron, contoh di Perpu inikan kasus Ahok itukan menarik. Ada satu sisi yang harus tidak serta merta
jadi gubernur, ada pasal yang otomatis tidak baik. Tapi ke depan jangan sampai adalah apasal-pasal
yang saling meniadakan, saling tumpang tindih, atau pengulangan, dan lain-lain. Saya kira hal yang
prinsip dululah yang kita sepakati.
Jadi maksud saya Pak Eddy, kalau pun kita putuskan 3 gelombang ini serentak nasional, tidak
berarti ke depannya tidak bisa nasional. Toh untuk mencapai serentak nasional kemudian tetap
tahapannya 2 atau 3 gelombang dulu, kan begitu. Kira-kira begitu. Karena gelombang yang serentak
nasional itu juga tidak dilakukan dalam ...(suara tidak jelas) Periode kita lah. Kalau saya
pendekatannya sambil kita tadi ...(suara tidak jelas) exercise yang belum.

KETUA RAPAT:

Itukan pasal di dalam perpu tidak berubah …(suara tidak jelas)

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Jadi begini Ketua, saya usul tenaga ahli membuatkan simulasi yang …(suara tidak jelas)
mengenai tahapan-tahapan pemilihan kepala daerah juga. Saya sekali lagi misalnya ...(suara tidak
jelas) artinya pada saat yang sama akan…pilkada serentak yang nasional tadi. Jadi maksud saya
untuk kita tidak terlalu ...(suara tidak jelas) simulasinya dulu, setidaknya mengikuti apa yang tadi
5
disampaikan yang 3 gelombang dengan yang berapa gelombang. Perpu Pasal 201 sudah jelas,
pemilunya pemilu nasional, terserentak nasional karena dua biayanya disebutkan tahun 2020 adalah
tahun 2020 dilaksanakan pemilihan kepala daerah secara serentak, sudah pasti Pak. Yang dimulai
dengan pemilu serentak. Tidak secara nasional dan 2015, dan kemudian 2014 …(suara tidak jelas) tapi
tadi Pak Luman Eddy menawarkan dengan satu hitungan tertentu adalah ...(suara tidak jelas) karena
itu saya mengusulkan agar dibuatkan simulasinya yang ...(suara tidak jelas) Sebab kita tidak saja
berpikir saya kira pada ...(suara tidak jelas) juga kalau kita mau mengkritisi juga terkait dengan
tahapan-tahapan di dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan juga pemilihan umum Anggota
DPR, DPD, dan DPRD dan juga pilpres, bisa saja berhimpitan. Dan kita juga mestinya melihat putusan
MK yang menyatakan bahwa pileg dan ...(suara tidak jelas) dilaksanakan secara serentak. Yang
dimaksudkan adalah pemungutan suara dilakukan pada tanggal hari bulan dan tahun yang sama.
Bagaimana nanti dengan tahapan-tahapannya, satu contoh saja pada pemilu legislative dan pemilu
presiden ada tahapan-tahapan yang berhimpitan yang memang membuat di tengah mungkin Komisi
Pemilihan Umum belum siap ...(suara tidak jelas) itu tidak menimbulkan masalah. Dalam hal
bersamaan dalam hal ...(suara tidak jelas) partai politik misalnya, sementara KPU sudah harus
menyiapkan tentang beberapa persiapan awal untuk pilpres. Padahal pada saat itu ada beban kerja
...(suara tidak jelas) partai politik menjadi peserta pemilu, misalnya begitu. Inilah yang saya maksudkan
padahal kita tidak secara mudah, meskipun mungkin juga tidak terlalu sulit, mengambil satu
kesimpulan bahwa inilah yang paling tepat 3 gelombang tanpa nasional atau beberapa gelombang
atau kemudian beberapa gelombang menuju nasional. Karena itu usulan saya sekali lagi, tanpa
bermaksud ...(suara tidak jelas) dengan sebaik-baiknya….oleh karena itu kita lompati dulu seperti juga
perdebatan kita tentang isu menyangkut ambang toleransi minimal perolehan suara dalam pemilihan
kepala daerah yang berkonsekuensi pada ...(suara tidak jelas) itu maksud saya.
Saya kira itu Pak Ketua.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Saya tambahkan sedikit ya, menyambung Mas Arif.


Jadi inikan kalau dihubungkan dengan pilpres 2019, ...(suara tidak jelas) yang akan
diputuskan, tapi rasanya dalam hal keputusan yang penting adalah bukan pilpres yang ikut pileg tapi
pileg yang ikut pilres. Jadi dalam sejarah Anggota DPR yang lebih dari 5 tahun ini. Ini gambaran kasar
saja.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Kira-kira kita akan beruntung tambah berapa bulan? Saya setuju saja.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Memang kebetulan begitu, karena tidak mungkin masa jabatan presiden yang dikurangi. Ini
satu contoh. Maksud saya, ini bisa ketemulah. Pilpres itu kan 9 Juli, Pileg 9 April, 4 bulan itu. Jadi kita
tambah umur 4 bulan kira-kira. Dan itu juga artinya bahwa tahapan pilkada ini tidak ada hubungan
sama tahapan maksudnya. Atau dimundurkan lagi ya. Karena pilpresnya mungkin ...(suara tidak jelas)
kalau aturan pilpresnya cuma 1 putaran, apalagi tambah 2 bulan lagi, lumayan. Kalau pilpresnya satu
putaran seperti konsep kita. Itu contoh. Nah hubungannya dengan tadi Mas Arif, ini ada untungnya
juga, artinya tahapannya untuk persiapan pilpres dan pileg ke depan Insya Allah Mas Arif kalau pun
diputus di awal supaya di 18, tidak mengganggu. Kira-kira itu saja tambahannya.

6
F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Sekaligus menyampaikan sikap fraksi kami sebelum ini dipending, selanjutnya bahwa fraksi
kami …(suara tidak jelas) bahwa kami menginginkan pilkada serentak nasional. Dan karena itu kami
ikut apa yang pernah diputus dalam perpu. Tinggal yang kami usulkan tidak 2015 tapi 2016, 2018, dan
2021. Kenapa begitu, karena sejak draf ini dibentuk dulu waktu Panja, menyebutnya 2015. Tapi sejak
Panja dibahas sampai perpu diputus dan sampai sekarang melewati beberapa bulan. Kemudian 2015
itu juga menjadi tidak relevan. Karena sangat ...(suara tidak jelas) Apalagi kemudian revisi ini jelas
apakah tanggal 17 tanggal 18 selesai. Jadi itu pertimbangan kami, jadi serentak bergelombang itu tentu
saja arahnya menurut kami adalah menjadi ...(suara tidak jelas) nasional tahun 2001. Apakah
konsekuensi Plt atau pemotongan periode ...(suara tidak jelas) tidak dibicarakan sejak di Panja. Dan itu
konsekuensi artinya kalau kemudian kita tidak berani, kita takut, kemudian kita menyayangkan dua
periode kepala daerah dipotong, tidak ada kesempatan besar lagi untuk membuat pilkada serentak
secara nasional. Yang dimaksud secara serentak menurut PKB adalah 5 tahun sekali, bukan 5 tahun
berkali-kali. Itu bukan serentak namanya. iIu prinsip kami begitu. Kalau kebetulan di pending dan
menjadi usulan, tolong itu sudah menjadi usulan. Tidak hanya opsinya Pak Riza ya, hanya menjadi
usulan. Karena intinya, prinsipnya diperpu inikan, serentak menuju nasional.
Terima kasih.

F-PG (Drs. A. H. MUJIB ROHMAT):

Itu sebenarnya sejak dari 1 bulan. Artinya perpunya, undang-undangnya, memang seperti itu.
Undang-undangnya yang dibahas selama sekian tahun adalah itu. Semua fraksi sepakat dan itu adalah
ada asbabunuzul-nya di situ. Jadi sejarahnya seperti itu. Itu dengan segala konsekuensi. Intinya kan
kalau ini serentak pasti ada yang menjadi korban. Dan korban itu ternyata tidak salah karena ada
dalam undang-undang. Ada dalam undang-undang yang besok ini yang akan kita putuskan. Yang
salah itu adalah kalau menarik yang jadi masalah tinggal satu ini Mas Arif, yaitu yang menarik 19 ke 18.
Itu yang harus dijadikan landasan hukumnya. Selain alasan yang sifatnya teknis yaitu larangan dari
consensus kita karena itu ada pemilu lalu tidak boleh ada pilkada. Tetapi hukum mengenai hak dia,
konstitusional dia, sampai 5 tahun itu hak dia. Oleh karena itu bukan tidak boleh dimatikan oleh
larangan kesepakatan itu tidak boleh ...(suara tidak jelas) Oleh karena itu perlu ada, kalau menurut
saya tidak ada masalah itu. Jadi tinggal dicarikan jalan keluar mengenai mengurangi yang 19 menjadi
18. Saya kira itu Pak.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Kalau konsep perpu malah dia masuk menjadi 2020. Di Pasal 1 ayat (4) nya.

F-PG (Drs. A. H. MUJIB ROHMAT):

Kalau itu ke 2020 berarti nanti ketika ada pilkada di situ kemudian 2021 nya ...(suara tidak
jelas).

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Makanya begini Mas, kenapa usulan PKB itu kenapa tidak 2020 PKB usul ada serentaknya ok,
tapi tahun pilkadanya berubah. Kalau di perpu itu kan 2015, kita ubah menjadi 2016, pesertanya SKB
15 menjadi 16. Kemudian yang 18 tetap 2018, cuma pesertanya adalah 2017, 2018 dan 2019, ini
klasifikasi. Kalau di Perppu itu kan pesertanya 2018 yang SK nya habis 2017, 2018, yang 2019 ikut
7
2020. Kalau versi PKB adalah yang Pilkada 2018 pesertanya adalah yang SK nya habis di 2017, SK
nya habis di 2018 dan SK nya habis di 2019. Kenapa 2019 ikut ke 2018 karena di situ ada Pemilu,
yang tidak mungkin ada Pilkada. Dari pada kemudian menggeser Plt mendingan ditarik ke 2019, nah
yang 2020 di Perppu nasional PKB minta diundur menjadi 2021, ini alasannya kenapa juga 2019
masuk ke 2018 bukan ke 2021. Alasan kami menari ke 2021 itu karena kalau 2020 maka kemudian SK
nya cuma 2 tahun dari 2018 ke 2020, tapi kalau 2021 maka SK nya bisa lebih dari satu periode artinya
3 tahun itu yang menurut kami sehingga di Undang Undang kita kalau periode kepala daerah itu kurang
dari separo, kurang dari 5 tahun maka itu tidak dianggap sebagai periode.
Nah kemudian kita caari solusinya yang SK nya habis di 2019 ditarik ke 2018, itu SK nya masih
ada, yang 2019 itu, itu cari solusinya. Kalau disini sebetulnya sudah ada solusinya yaitu tadi ayat
berapa fasilitas dan lain sebagainya diberikan sampai tanggal 19 sampai SK nya habis, tapi
pelantikannya DI 2018. Yang menjadi konsekwensi besar disini hasil kepala daerah di 2018 itu kalau
Pilkada nasionalnya 2020 maka cuma 2 tahun, itu masalah, kalau kita tarik ke 2021 maka 3 tahun.
Disitulan kemudian cari solusi hukumnya seperti apa, kalau disini kan solusi hukumnya kan hasil
Pilkada 2018 meskipun tidak 5 tahun itu tidak dianggap satu periode, karena Pilkadanya 2020 kan?
Kurang dari setengah tahun.
Yang kedua segala fasilitas mulai gaji tetap diberikan 5 tahun.

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Oke, saya kira itu salah satu usulan yang dari PKB nah ini mungkin barangkali perlu kalau ada
ahli hukum paling tidak kalau seandainya kita ikuti yang ada di Perppu ini, lalu menjadi Undang Undang
walaupun hanya 2 tahun itu kan juga sah kan? Jadi itu Mas Arif, seandainya kita ikuti yang ini, 2015,
2018, 2018 itu hanya 2 tahun karena ada di dalam undang undang yaitu kan tidak ada salahnya, yang
tidak menarik hanya sati ini yaitu lamanya 2016, Plt nya sampai 2018.
Jadi kalau kita mengikuti yang ada dalam undang-undang sekarang yang menjadi Perppu ini,
itu adalah Plt yang terlalu lama, dari 2016 ke 2018. Kalau kita mengikuti usulan PKB itu sempit, karena
itu barangkali ini yang menjadi catatan kita, kalau yang soal 2015 menjadi 2016, kalau kita punya
kesepakatan bahwa tahapan pemilu dipercepat kemungkinan masih bisa nyandak, bisa nyampe. PKB
mungkin bisa nyampe, karena kita sepakat uji publiknya menjadi verifikasi bukti atau menjadi
sosialisasai sehingga yang tadinya 3 bukan setengah menjadi satu bulan misalnya seperti itu. Saya
kira itu yang memnjadi catatan kita.
Nah yang kedua adalah memang kita belum selesai ini, pasti masih panjang karena persoalan
apa yang disebut dengan serentak, menurut saya yang dimaksud dengan serentak itu adalah karena
tidak sesuai dengan SK masing-masing itu grouping menurut saya bukan serentak, tapi grouping di
2004 ada Desember tapi 2015 ini grouping ada 2024, tapikalau tidak grouping sesuaikan dengan
jadwalnya masing-masing, Jadi itu juga ada serentak dalam pengertian grouping ditahun pertama
gelombang ini.
Nah yang kedua itu adalah itu maksudnya jadi karena itu saya kira ini memang harus kita
selesaikan termasuk nanti ahli hukum yang kita mau tanya, bagaimana harunya kalau 2019 ditarik ke
2018, mmenjadi berkurang seperti apa, kemudian kalau panjang sampai 2 tahun Plt tidak boleh, lalu
bagamana cara begitu masih panjang sekali membutuhkan pendapat-pendapat para ahli. Karena itu
menurut saya oke alternatif ini masuk saja dulu, kita catat dulu, diskusinya lagi diputar kemudian, tapi
yang sekarang kita sepakati yang benar-benar kalau tidak cepat-cepat kita selesaikan tidak bisa jalan,
yaitu karena pertentangan pasal itu, yaitu berpasangan.
Kemudian yang ini, ini berpotensi mmemang mengganggu undang-undang kalau tidak
diselesaikan misalnya kalau tetap di Desember pasti menabrak undang-undang karena putaran
keduanya di 2016. Nah karena itu saya kira yang ini kita sisihkan dulu, mari kita masuk ke wilayah yang
lainnya yang pasangan, uji publik, teris kemudian, sengketa, terus kemudian kepastian tentang KPU
8
dan sebagainya. Saya kira kemarin disebutkan Mas istilahnya bonggolnya itu, Pak Mustafa Kamal ya,
bonggolnya paling tidak ada 4 atau 5 saja. Yang paling berat itu memang ternyata setelah kita putar ini
adalah teryata tentang serentak ini, pengertiannya sih hanya 2 menurut saya ada yang serentak dalam
pengertian nasional satu kali tok, yang kedua serentak dalam pengertian 5 tahun itu 3 kali atau 2 kali,
itu saja Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Kita nanti memilih 2 alternatif di exercise saja mana yang nanti bisa selesai, hari Senin sudah
bisa kelihatan, bahwa pertama 3 gelombang sebenarnya nasional juga, serentak nasional tapi dengan
jika erentak dengan 3 gelombang. Ini kita berupaya tidak melihat serentak nasional tapi untuk menuju
satu. Ini kita mencari jalan tengah ini, saya tidak untuk mempengaruhi jalan tengah, kita kan sudah
bersepakat kita kurangi, kita perpendek Plt kita kuragi, masa jabatan juga bisa di paskan. Jadi memang
agak lucu, kecuali misalnya kalau hanya berapa bulan itu, itu mungkin bisa digabung seperti ada
beberapa bulan untuk misalnya lebih sederhana, sebab Undang-undang ini kita paksa perkara, mau
melakukan itu, padahal dengan 3 gelombangpun pada 2019 lebih ringan sebenarnya. 2029 lebih
ringan mengatur tentang bagaimana upaya memperpendek 3 bulan, 3 bulan berarti sudah bisa
perkara.
Oleh karena itu saya kira menurut saya yang pertama yang 3 gelombang ini, dengan
menentukan sebab ini anggaran kita lihat ini memperpendek juga terus dilakukan juga model yang
serentak nasional itu yang satu kali, ini namanya sudah mendekati yang serentak nasional kita lakukan
di 2021 ...(suara tidak jelas) tadi itu yang menjadi perkara, sebab ada masa jabatan yang diperpendek,
2 tahun 8 bulan, padahal bisa dipilih untuk 5 tahun, itu soal.
WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Jadi tehnisnya mungkin Ketua ya, supaya.

KETUA RAPAT:

Yang ini dilakukan, 3 gelombang itu ya? yang nasional ini juga dilakukan tapi kalau bisa,
makanya coba diatur, kita setuju dengan ide-ide itu.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Tehnisnya kita kan pada akhirnya kan merubah pasal di dalam Perppu ini, kalau ini sepakat
tapi tidak bisa direalisasikan ke pasal sama saja. Oleh sebab itu saya langsung saja pak, Pak Ketua ni
ide merubah pasal yang mana? Pasal 201 ayat (1), itu sudah sepakat itu dirubah semua karena kita
baik versi 3 gelombang atau atau versi serentak tetap kita minta 2016 mulainya, tidak mungkin kita
minta 2015 kan? Berarti Pasal 201 ayat (1) berubah. Kalau di ayat (1) itu kan menyatakan serentak
pertama itu 2015.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kalau boleh sebentar, maksudnya sih betul tapi kalau bisa malam ini kalau bisa substansinya
dulu, nanti baru masuk pada pasal, Cuma lihat yang terkait dan tidak terkait, baru pada ... memang
harapan kami kesitu, tapi yang penting kan substansinya, nanti Pasal-pasal Tim Ahli mungkin lebih ahli
dari kita.

9
WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Maksudnya yang ini, kalau yang ini kan substansinya kalau tidak poin satu, poin 2.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Tapi maksud saya pasalnya tidak usah dibahas, biar mereka yang lebih ini.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Mau tanya pak, berapa sebetulnya toleransi kita terhadap Plt dan perdekan masa jabatan itu?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Tergantung nanti simulasinya. Normalnya itu 2 kali 6 bulan.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Ini terkait perpendekan itu maksimum.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Pak Fandi, di Undang-Undang Pemda kayaknya ada, saya lupa pasalnya.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Kalau itu anu complaint sama di Undang-undang Pemda, jangan sampai.

F-PPP (Dr. H. M.Z. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Kalau yang beberapa Plt-Plt itu disebutkan Plt itu selama satu tahun itu dan itu dpat
diperpanjang. Kalau Plh itu, itu berapa tahunnya?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Berarti tidak ada batasan kira-kiranya ya?

F-PPP (Dr. H. M.Z. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Kalau Plt itu satu tahun.


Oleh senan itu pak Ketua kalau tadi dari PKB, 2015 digabung dengan 2016 dengan Pilkadanya
serentaknya 2016, kalau di PPP itu mengurangi panjangnya Plt karena yang terbanyak itu berakhir
masa jabatan di 2015. Oleh sebab itu Pilkadanya tetap 2015 untuk 2016 semester 1 di 2016 bisa diikuti
Desember 2016 dan semester 2 tahun 2016 itu diikuti 2017, karena kalau kita selenggarakan di 2018
kalau dia 2 tahap itu berhimpitan dengan pemilu legislatif 2019.
Jadi sebaiknya saran dari kami PPP, kalau Pilkadanya mau bertahan 2015 semester 1 2016
ikut di 2015, kemudian 2017 semester dua 2016 ikut di 2017 dan 2018 itu jumlahnya tidak terlalu
banyak sehingga 2018 dan 2019 konsentrasi di Pilpres dan Pileg, karena Pileg April itu kan. Oleh
sebab itu gelombang kedua, ya tapi kan pelaksanaannya tetap. Saran tadi kita tarik di 2017, semester
10
dua yang 2016 ikut di tahun 2017, semester satu di 2016 ikut di 2015. Ini untuk menghindari keraguan
tadi yang kita persoalkan, 2019 kan bisa ikut nanti dia ikut tetapi pelantikannya sesuai dengan ...(suara
tidak jelas) di 2017 kan diberakhir nanti kalau kita mengambil 2017 ambil di pertengahan. Sehingga
pelantikan di awal 2018, kan kita 2 tahun juga artinya suasananya sama ringan, Kan kalau 2015
...(suara tidak jelas) tetap 2016.

KETUA RAPAT:

Jadi begini saja yang kira-kira condong ke serentak nasional itu dibuatkan simulasinya, yang
kira-kira condong, ini kan hanya 2 alternatif saja condong ke Pilkada dengan penyederhanaan,
gelombang tapi juga mengarah pada waktunya ke serentak nasional, kita lakukan dengan catatan tadi
yang pertama dibuatkan tadi seperti usulan gelombang yang 3 gelombang.
Satu adalah kita upayakan kita harus berpegang pada pemotongan masa jabatan jangan
terlalu lama, jadi kalau orang itu dipilih harusnya 5 tahun ya kita buat jadi 2 tahun ini kan aneh.
Dipotong 2 tahunpun itu juga sangat keberatan, satu tahun apalagi. Tadi kita juga berikan kesepakatan
kita jangan juga Plt terlalu lama, kalau boleh batasannya ya kita sesuaikan ketentuan itu saja misalnya
paling lama 1 tahun. jadi kalau begitu keadaannya itu lebih, kalau dipotong masa jabatan, mau mandi
dia juga kelamaan, kelamaan juga proses satu tahun, ya kalau kita ini ya 6 bulan.
Makanya tadi ada mungkin alternatif yang dikatakan tadi itu, kalau yang 2016 semester satu,
itu Pltnya 6 bulan, 8 bulan karena sudaha ada yang bulan Juni habis yang 2015, Juni 6 bulan sudah 8
bulan. Kalau Februari, makanya di situ ada ketentuannya Februari harus dilakukan Pilkada ini
pertimbanggannya kan disitu.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Ini potong jabatan atau memang.

KETUA RAPAT:

Plt, Plt 8 bulan ini. Ada yang sudah satu tahun, dan ada usulnya tadi bahwa yang dia pemilu,
Pilkada habis jabatan bulan 6 itu 4 bulan cuman, seperti usul Pak Fandi dia lebih ingin dipercepat, tapi
jangan juga dipercepat sampai satu tahun kan?

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Itu ada analogi ketua, undang-undang itu kalau kurang dari 18 bulan walikota atau bupati itu
meninggal nantinya kan tidak bisa ngganti, sudah langsung masuk ke Pilkada, itu jadi ada analoginya.
Waktu 18 bulan itu sama waktu Plt yang diatur dalam Undang-undang setahun itu. Maksud saya yang
begitu barangkali toleransi berapa yang bisa kita maklumi untuk Plt dan untuk percepatan masa kerja
yang aturan terbaik saja.

KETUA RAPAT:

Lihat aturan yang terkait, 6 bulan lah kalau memang mau mengajukan toleransi. Jadi makanya
batasan-batasannya kan sudah ada, alternatif yang tadi dari Pak Tamim, kalau mau ada alternatif lagi
dengan yang tadi itu, bisa diajukan saja cuman kita atur sedemikian rupa. Sudah selesai nanti itu ada
nasional masih bisa sekali, ada yang 3 gelombang sementara waktu ...(suara tidak jelas) akan lebih
mudah untuk satu kali ada yang mau langsung satu kali. Itu yang dilihat yang kita ambil.
11
Saya kira itu saja dulu kita kumpulkan.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Gak, nyambung Mas Arif ini kalau belum cukup ini yang juga perlu disimulasi kalau mau
sampai seperti itu menuju pakah 2022, atau 2024 atau 2029, maksud saya bisa juga itu dibuat
simulasi, supaya nanti 2029 kita bisa ternyata serentak nasional dan tidak merugikan.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Artinya yang poin kedua ada cabangnya. Artinya serentak nasionalnya apakah 5 tahun
kedepan? Atau 10 tahun? begitu Pak Edi apakah 5 tahun atau 10 tahun kedepan.

KETUA RAPAT:

Ini Pak Lukman Edy sudah apa, ini yang gelombang ini lebih bagus ada rancangan, potongan
6 bulan bisa sekaligus tapi 2028 atau 2029. Sebab itu nanti berikutnya pemilihannya 2021, 2022, 2023.
Nah ...(suara tidak jelas) ini sudah lebih mudah inventaris masalah. Bu Diah silakan.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Saya pikir sudah agak mengerucut dan akan ketemunya kita di satu angka Pemilu nasional
serentak, nah berarti hitung-hitungan tehnisnya saya pikir simulasinya harus sudah mulai mengarah
kesitu juga pak, jadi opsi dua itu kayaknya sudah mengerucut ke satu menurut saya, ke arah pemilu
serentak di satu titik pada tahun sekian. Nah hitung-hitungan tehnisnya kan tadi muncul 3 gelombang
karena tidak ingin mengurangi Plt, jadi tidak serentak yang Plt tanpa ada menuju keserantakan karen
asumsinya akan ada hal-hal yang dikatakan rawan kalau ada pemilu serentak secara nasional.
Pertimbangan-pertimbangan itu kan kalau kembali ke KPU Daerah dan dalam rentang Pilpres, Pileg,
dan Pilkada yang beda rentang waktunya saya pikir itu akan juga selesai masalah keamanan dan lain
sebagainya. Sudah memang perlu adanya simulasi secara tehnis yang bisa mengkalkulasi untuk
mencapai hal detail seperti berapa masa Plt, berapa lama tahapan pemilu, dan juga bagaimana
penyelesaian konflik karena kita juga menurut saya kita harus mempersempit ruang konflik, supaya
juga Pilkada ini efektif.
Itu saja jadi segera lakukan simulasi mungkin besuk pagi untuk mengarah ke pemilu serentak
nasional.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Bukan itu masih ada dua, kalau itu kan opsi satu, masih ada dua. Apakah 3 gelombang
seterusnya serentak nasional atau ada serentak nasional ...(suara tidak jelas) yang dimulai dengan 3
gelombang, kebalik ini kalimatnya, itu opsinya. Kemudian yang opsi kedua itu betul juga Pak Edy,
saran Pak Syarif tadi, bisa dimungkinkan yang 3 gelombang menuju serentak nasional itu di 5 tahun
kedepan, atau 10 tahun kedepan. Jadi serentaknya bisa dibikin 3, apa yang 2 A dan B begitu kurang
lebih gambarannya.
Terus ...(suara tidak jelas) lain cari masukan biar clear dulu ini ...(suara tidak jelas) nanti rumusannya
tidak ketemu. Kita sepakati dulu apa-apa yang mau dirumuskan supaya kita mantap, tadi kan pilihan-
pilihan yang mau dirumuskan itu selain 2 hari ini adalah, pilihan-pilihan semester yang ideal, itu Ketua,
di semester satu kah? Atau di semester keduakah? Kemudian diantara semester satu dan semester 2
pilihan-pilihannya ada di bulan apa? Kan begitu.
12
F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Adanya sampai bulan berarti kan?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ya satu bulan memang, selain tahun harus bulan, jadi akan kelihatan kalkulasinya.
Simulasinya ...(suara tidak jelas) saja tinggal merumuskan kemudian di cek juga aturan-aturannya yang
terkait.

KETUA RAPAT:

Jadi sebenarnya itu kesimpulan satu 3 gelombang inipun mengarah ke pemilu serentak
nasional, lebih mudah sudah mengurusinya itu, karena kita berprinsip jangan dipotong masa jabatan.
Tahapan itu lebih realistis, jangan dipotong masa jabatan, jangan juga Plt terlalu lama, ini mengarah,
jadi kalau misalnya 2016 kalau 5 tahun kan 2021, 2022, 2023, itu untuk mengarah ke satu kali nasional
supaya lebih mudah.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Kita tinggal kalkulasi Plt nya.

KETUA RAPAT:

Kalau langsung kita mau tahapannya ke nasional, ini mau tidak mau pasti banyak yang di
...(suara tidak jelas) kalau dipaksakan si bisa saja, Pak Rufinus tadi mengatakan bila perlu langsung
kita tancap.
Jadi 2 kesimpulan ini saja.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Pertanyaan saya begini, ini masih menyisakan pertanyaan, kemudian setelah Pilkada 2019
kapan lagi Pilkada? Oke Pilkada 2018 setelah tahun 2018 tahun berapa lagi Pilkada?

KETUA RAPAT:

Pilkada 2018 masuk 2023, tambah 5 saja tidak usah ada yang dipotong.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Pesertanya 2023 siapa? Yang mana?

KETUA RAPAT:

Yang 2018.

13
F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Begini Pak Haramain, intinya begini.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Pertanyaan saya adalah hasil Pilkada 2015, 2016, 2018 itu kemana?

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Jadi begini menurut saya, pertama kalau yang disebut serentak nasional itu sudah menjadi
kesepakatan semua Fraksi kemarin maka berarti sepakat serentak nasional itu sudah menjadi
kesepakatan titik. karena itu kemudian ternyata ada 2 alternatif, ada yang soft ada yang hard, kalau
ingin serentaknya cepat, keras itu di 2020, yang soft sesuai Perppu ataupun kalau nanti usulannya
PKB 2021 itu yang hard Mas Haramain. Tapi yang soft nya adalah di 2029 itu yang soft nya, sehingga
dengan demikian kalau ini yang dipilih maka 3 tahapan itu, itu adalah tahun 2016, 2017, 2018 itu
putarannya ya 2021, 2022, 2023 kemudian 2024 nya adalah Pileg. Kemudian muter lagi yang 2021 di
2026, baru ketemunya di 2029, itu adalah menghindari dari Plt yang terlalu panjang dan pemotongan
yang terlalu pangjang, jadi pemotongannya lebih pendek kemudian Pltnya juga lebih pendek. Itu artinya
simulasinya dari ...(suara tidak jelas) itu. kalau 2020 atau 2021 usulan PKB pasti agak lebih keras
karena ada orang yang akhirnya 2 tahun, itu ada 3 tahun, dan ada juga yang lebih panjang sekali. Itu
kalau Pak Pak Rambe Pak Ketua, Pak Riza kalau yang soft ini berarti katakan kita tidak ada.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Sorry Mas, saya tidak setuju kalau kemudian prinsipnya tujuan kita adalah serentak nasional,
karena ...(suara tidak jelas) Pak Riza tidak bisa serentak nasional. kalau kemudian tidak bisa serentak
nasional ini prinsip bagi saya.

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Ini begini Pak Haramain, ini saya izin sama Pak Riza, kalau sudah kita pakai yang soft itu
kemudian yang tadi serentaknya dalam 3 periodik dan ...(suara tidak jelas) itu tidak ada lagi, itu hanya
tahapan saja. dan kita niat untuk permanen 5 tahun itu 3 kali periodik tidak ada lagi. Kalau sudah soft
yang 2029, anternatif yang kedua yang 5 tahun 3 kali itu berarti bisa tidak ada, yang ada adalah 5
tahun 3 kali ini hanya tahapan sekarang dan tahapan 5 tahun yang akan datang lagi yang ...(suara
tidak jelas) gitu Pak Riza. Tapi kita milihnya yang di 2029.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Makanya pilihan kedua yang serentak itu tanpa nasional, makanya sepakati dulu.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Itu yang belum kita sepakat.

14
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):
Tidak maksudnya sepakat itu versi saya kan adalah poin pertama itu tanpa nasional, maka
disebut itu 3 gelombang, serentak tanpa nasional. yang kedua adalah 3 gelombang menuju nasional. 3
gelombang menuju nasional itu dibagi 2, A yaitu bisa di 2021 ya kan? Atau di 2029, tapi disimulasikan
sekalian.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Pimpinan.
Ini kita mau bikin pasal peralihan, yang pasal peralihan itu harus pasti tahun berapa?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Iya sepakat.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Kalau kemudian kita bersepakat, maka tadi saya binggung, kalau 2015 ada Pilkada.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

2016 pak.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Oke 2016, kita hitung 2021, yang 2017 jadi 2022, kemudian yang 2018 di 2023, selanjutnya
tetap 5 tahun, 5 tahun. Pertanyaannya kemudian kapan serentaknya?

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Itu yang 2029 itu kan ada yang soft pasti ada yang dikurangi tetapi lebih soft kan itu.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Saya mau tanya yang soft itu di tahun berapa?

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

2029.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE , SH., MH):

Saya pikir begini pak, kalau memang ini kenapa tidak ...(suara tidak jelas) jadi kita juga harus
pemikiran kita ini yang mana tadi kan ada satu opsinya tidak ingin memotong terlalu banyak masa
jabatan, tidak terlalu jauh Plt, dan juga kita filosofinya ingin ada pemilu serentak nasional sekali, maka
saya bilang ...(suara tidak jelas) kita anukan 2029, tapi ini kan harus ada simulasinya, kalau tidak
berarti kan harus ada jalan yang kita ambil, ...(suara tidak jelas) kan ada motong jabatan, ya tentu
harus kita cari payung hukumnya, kalau kita mau pemilu serentak nasional. kalau tidak sampai tidak

15
terpotong ya kita kita kembali seperti semula kan begitu. Jadi pilihannya dibuatkan ini supaya kita tahu,
ada tidak alternatif terdekat.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Sebetulnya pilihan manapun yang diambil pasti ada pemotongan, pasti ada Plt, Cuma kita ingin
mengurangi itu saja.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Ketua, menurut saya kesimpulan ketiga ini gini saja kita simpulkan sementara nomor 1, nomor
2, da catatan itu atas dua alternatif harus diupayakan bila ada pemotongan jabatan serta Plt yang
terlalu lama, maksimal 2 kali 6 bulan. Nah kalau ini dilaksanakan, yang catatan ini pasti ketemu nanti,
10 tahun kan ya.

KETUA RAPAT:

Ini kan yang mau kita pakai kan? Kalau turunkan ada satu tahun, turunkan ini satu tahun
selesai, jadi ketahuan kesana. Ya dipenjelasan itu Februari, Februari di penjelasan.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Kita serahkan kelapa TA untuk mensimulasi dua opsi ini.

KETUA RAPAT:

Jadi yang Opsi nomor satu itu.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Itu harus menentukan tahapan Pilkada dan tahapan pemilunya.

KETUA RAPAT:

Iya, itu satu ...(suara tidak jelas) terus ada yang nasional yang 5 tahun terus langsung.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ada yang tadi yang ... (suara tidak jelas)

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Kalau Opsinya nomor 1 tidak perlu ada catatan pemotongan masa jabatan.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ada, yang ada gelombang 2016 saja ada yang dipotong.

16
KETUA RAPAT:

Jadi dengan 3 gelombang ini yang ini penjelasan yang bawah, tapi kalau 3 gelombang menuju
serentak nasional 5 atau 10 tahun ke depan ini kok.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Kesimpulannya nomor 1, nomor 2 dan catatan yang dibawah itu, yang lain dibuang semua itu.
kita kinta TA untuk bikin simulasinya. Nanti TA yang men simulasi secara koprehensif.

KETUA RAPAT:

Nomor dua 3 gelombang. Yang tadi alternatif kedua coba, coba. Kalau yang nomor 2 ini
adalah.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Kalau kemudian hitungan 2016, 2018, dan 2021 yang jadi masalah kan dari 2016 ke 2021 5
tahun ...(suara tidak jelas) karena jabatannya 3 tahun, kalau kemudian ingin memperpendek motong
posisi setahun akhirnya 2022. Jadi 2022 itu adalah persertanya adalah satu hasil Pilkada 2016 itu
berarti Plt satu tahunan, yang kedua pesertanya adalah hasil Pilkada 2014. Jadi 2018 ke 2022 itu kan 4
tahun.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Tapi kemudian 2018 nya 2 tahun, dari sekarang.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Tidak dari 2018 ke 2022, 4 tahun.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Bukan ...(suara tidak jelas) dari 2020 yang masuk ke 2018.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

2021 masuk ke 2022 nasional. Jadi 2022 kita sudah bikin nasional, itu firm di sini, pasti, dari
pada kemudian 5 atau 10 tahunan nanti akan nasional tidak ada undang-undang itu. Makanya kenapa
di sini kalau kita baca Pasal 202 ayat (1) gubernur, bupati, dan walikota yang dilantik pada 2018 karena
jabatannya Cuma 2 tahun maka tidak dianggap satu periode, okelah kalau ini tidak terima maka bukan
2021, bukan 2020 tapi 2021 atau 2022, kita sudah punya serentak nasional di 2022, itu pasti. Dari paad
kemudian kita belum ferm kapan serentak nasionalnya.

INTERUPSI:

Yang 2013?

17
F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Tetap saja yang 2017 kan ikut ke 2018. Sekali lagi 2016 itu jalan tengah.

KETUA RAPAT:

Jadi Pak Malik, coba saja dibuat simulasinya, dengan catatan tadi itu, alternatif yang 3
gelombang tidak bisa mengarah kepada nasional, itu yang tadi 3 gelombang, kan ada tadi sudah
dibawah catatannya.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Saya minta pastiin kapan serentak nasional tahun berapa?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Tergantung simulasinya, dan tidak gampang loh, kan ini kita baru bicara tahun, tahun itu antara
Januari ke Desember itu 11 bulan, dan tidak enteng juga.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Jadi menurut saya disimulasi saja dulu, setahun itu ketemunya setelah simulasi.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Kalau usul saya tadi kan sudah ketemu.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Tapi itu Plt nya banyak mas.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Jadi simulasi dulu baru ketemu tahun nanti.

KETUA RAPAT:

Jangankan Pak Jokowi Presiden, saya sendiri saja kalau bupati dipotong-potong saya tidak
mau, ini, ini dipotong-potong. Jadi tolong disimulasi yang contoh 3 gelombang ini juga dibagikan
simulasinya. Ini kan sudah sampai kepada bulan-bulannya untuk memperpendek Plt. Jadi 2
kesimpulan ini saja.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Masih ada satu syarat disepakati dulu, mulai tahun berapa, kalau mulainya tidak ketahuan
tidak bisa disimulasi. Kalau kita mulai tahun 2016 bisa disimulasi.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):


18
Coba dibikin dulu yang 2015 atau 2016.

F-PPP (Dr. H. M.Z. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Kalau kita buat simulasi mau ketemu serentak nasional itu yang Pilkada 2015 atau 2016 itu
pada waktu masa berakhir 2021 itu harus berhenti dan itu harus Plt menunggu jadwal pemilu
selanjutnya, baru ketemu itu. Jadi kan begini 2015, 2016 itu jumlahnya kan tadi 272 ya? Kalau kita
ambil satu semester, kalau kita skenario pad tahun tertentu, kita pemilu serentak secara nasional maka
konsewensinya yang pemilu tahun pertama ini gelombang satu ini, itu pada ujung 2021 itu berhenti
semua dulu, tunggu, itu di Plt kan dulu untuk menuju Pilkada. Kemungkinan 2 kali Plt dari gelombang
satu ke gelombang 2 baru kita bisa ketemu satu kali, karena kalau tidak itu tidak bisa, karena ada yang
dipotong dari 5 tahun menjadi 4 tahun, itu dia punya matematika di situ. Saya kira itu matematikanya
pastu 2 kali pemilu kita Plt.

KETUA RAPAT:

Oke disimulasi saja dulu. Atau langsung kita kepada kita lihat sisirannya, bukan besuk ...
langsung kita ambilkan ada yang ...(suara tidak jelas) satu paket dan thrashold apa langsung saja kita,
bagaimana kita langsung sudah apa yang ditampilkan? Ya membuat masing-masing, ini agak pusing
juga nanti. Kalau diselangkan uji publik, ini kita sepakat kemarin sebenarnya uji opublik itu yang kita
maksudkan adalah sosialisasai bakal calon. Jadi uji publik yang maknanya masuk pada tahapan-
tahapan kan begitu, tidak ada panitianya, panitiannya adalah KPU. Jadi Uji publik.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Nomor satu sudah disetujui pak ya? Yang pasangan paket.

KETUA RAPAT:

Di Provinsi, Kabupaten kota untuk memilih gubernur, bupati dan walikota secara demokratis
dan berpasangan atau paket.

F-PPP (Dr. H. M.Z. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Kalau paket mungkin dipertimbangkan dulu, karema pengalaman, sekian Pilkada yang panggil
itu yang permasalahan itu hanya berapa bisa dihitung jari, karena di struktur pemerintahan daerah itu,
itu sudah ada Sekda dan Asisten, Staf Ahli. Yang selama ini menjadi persoalan karena adanya Wakil
yang mungkin untuk beberapa kasus mungkin bisa adem-adem saja, tetapi dari sekian, saya itu 2 kali
punya wakil pak. Yang kedua itu meninggal satu tahun dan setelah itu Sekda lagi ganti, karena di
dalam undang-undang disitu dapat diusulkan, saya pakai tidak mengusulkan tapi itu tidak ada
persoalan.
Jadi kalau mungkin dari PPP sebaiknya tidak usah ada paket kepala daerah bisa saja dipilih
dan ini sudah dicoba di DKI ya untuk Wakil kepala ddaerah langsung menunjuk sekian hari dan itu
gejolaknya tidak terlalu besar. Dan kapan saja wakil itu bisa diganti, mungkin yang dipersoalkan
apakah perlu ada gaya dengan jumlah penduduk sekian lebih dari pada satu, itu yang mungkin bisa ...
tapi kalau dari PPP mungkin tidak usah paket. Tapi yang pengalaman lebih enak kita tidak ada wakil
pak, lebih cepat kita mengambil keputusan, lebih mudah kita untuk menuju kesiapa diantara pejabat
struktur yang bisa mewakil dan lain sebagainya.
19
Saya kita demikian kalau PPP mungkin ya tidak usah pakai paket itu.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE , SH., MH):

Berkaitan dengan ini saya dari kemarin mengatakan kita ini kan selalu Undang-undang itu
...(suara tidak jelas) dalam artian kalau kasus wakil ada kasus tidak harmonis, langsung kita potong
harus ada wakil, tapi kita kan tidak athu apa persoalannya. Yang kedua perlu diketahui bahwa kepala
daerah itu hasil dari pemilihan rakyat, masyarakat, ...(suara tidak jelas) prediksi bisa mati besuk. Di
Undang Undang Dasar itu Presiden dan Wakil Presiden, saya melihat ini untuk wakil ini penting dalam
rangka untuk legitimasi, itu kalau meninggal 1 tahun atau meninggal 4 tahun.
Kalau begitu kalau ikut konsepnya Pak Malik, konsentrasi saja, jadi tidak perlu otonomi daerah.
Tida ada masalah karena kita negara kesatuan, bisa kita pakai sentral di sini. Kalau kepala daerah itu
melekat kata-kata, kalau masalah kita sampai dia terjadi ini kan kadang-kadang kalau saya melihat
sebenarnya bukan persoalan apa, persoalannya-persoalan rezki saja itu. kalau ada bupatinya yang
bagus, wakil di tempat saya ada 4 tetap berpasangan dan mendukung dia tapi yang jadi ...(suara tidak
jelas) bagus.
Jadi kalau saya berpandangan PKB tetap menginginkan itu karena berpasangan, tapi saya
melihat hanya satu tidak perlu ...(suara tidak jelas) Nasdem itu berpandangan perlu itu tetap
berpasangan. Tinggal masalah ini yang penting diatur oleh pemerintah, tugas wakil itu apa-apa. Diberi
tugas dia, diatur tugasnya, di bidang-bidang apa itu diatur sehingga dia punya tugas, soalnya kalau dia
meninggal ...(suara tidak jelas) itu juga harus dipikirkan, ini persoalan tidak semudah itu. Kami dari
Nasdem kita sepakat untuk mengusulkan untuk tetap ada wakil, tapi wakil cukup satu, tidak dua, tiga
yang diamanhkan Perppu itu.
Itu saja pak yang berkaitan dengan itu. Tadi itu sebenarnya itu tadi kelibet Pak Malik tadi PKB.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Kemarin ini sudah diputar, masih ada pandangan-pangannya, sebentar. Aga tidak ininya ya?

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Ini sudah diputar ya?

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Sudah, jadi kalau disini diputar 2 kali ...(suara tidak jelas) supaya menghemat waktu saja
begitu maksud saya. Karena di Undang-undang Pemda itu bunyinya seperti apa kemarin ya? Partai
Golkar yang kemarin ...(suara tidak jelas)

KETUA RAPAT:

Undang-undang Pemda itu bahwa boleh satu sesuai dengan jumlah penduduk, tapi tidak
dipilih. Jadi kesimpulan kemarin, kesimpulan sementara itu ...(suara tidak jelas) oleh Pak Malik
Haramain, ini ada orang dari sini. Intinya adalah berpasangan, soal pasangan disini adalah satu
bagaimana cara untuk mengurangi ketidakserasian antara harus mencari payung hukum, misalnya
payung hukumnya dibagi tugas, apa tugas ...(suara tidak jelas) yang kedua adalah dalam rangka
dibuat berpasangan yang soal saiapa harus dicari modelnya ada payung hukum yang akan mengganti
jika berhalangan tetap yang diatasnya, kepala daerahnya. Apakah otomaticly, kalau otomaticly
selamanya ini do sorong-sorong ada citra, itu dari Golkar juga menyatakan ada komunikasi, ada
20
perasaan ya kalau jatuh yang diatas dianggap otomaticly yang akan, itu bagaimana cara mencari jalan
keluarnya.
Terus diusulkan lagi kalau di Perpu itu, wakil yang ditunjuk tadi lebih dari satu sesuai dengan
jumlah penduduk, ada usulan lebih lanjut bahwa berpasangan ini, boleh saja sesuai dengan jumlah
penduduk, pasangannya ini lebih dari satu, begitu kan asal kita buat ketentua-ketentuannya. Ini
kemarin sampai di situ. Sekarang kita ambil kerangkanya bagaimana kalau Pak Lukman Edy sama Pak
Malik Haramain sesuai jumlah penduduk kita perbincangkan jadi wakil lebih dari satu dipilih juga kan
yang kemarin.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Kalau tidak dipilih paket jadi clear, artinya diangkat bahwa kalau kepala daerah berhalangan
maka si wakil tidak bisa menggantikan secara otomatis. Karena itu kemudian mekanismenya dipilih
oleh DPRD. Kalau dipilihh secara paket hal selanjutnya ada 2. Satu ...(suara tidak jelas) jadi akalu
wakilnya berpasangan dan wakilnya satu maka clear tidak ada masalah. Kepala daerahnya
berhalangan otomatis ...(suara tidak jelas) yang jadi masalah kalau kemudian kalau dipilih berpasanga
wakilnya lebih dari satu, maka Undang-Undang itu harus menyiapkan payung hukumnya,
mekanismenya seperti apa kalau kemudian kepala daerahnya berhalangan, jadi itu saja.
Salah satunya mungkin jangan dipilih langsung lagi ketua untuk memilih wakil kita masih
DPRD, bagaimana cara memilih DPRD nya mungkin wakil-wakil yang lebih dari satu itu diusulkan oleh
pengusungnya atau seperti apa itu saja.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Payung hukumnya kita taruh dimana?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Bagaimana sepakatnya partai atau pasangan partai?

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Sepakat partainya apa?

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Saya kira kalau paket itu, ini kan kita partai, partai meminta paket karena ada koalisi, apalagi
kalau nanti thrasholdnya jadi 20 atau 25 atau 30 itu pertama, yang ini adalah gawenya pilkada ini
gawenya partai, karena itu tinggak paket.
Kemudian yang kedua adalah pilihan tadi itu apakah wakilnya lebih dari satu, kalau wakilnya
dua berdasarkan jumlah penduduk ya ini tinggal dicaruikan apa namanya payung hukumnya, dan
logikanya saya kira logika publiknya harus dilibatkan disitu. Dulu pernah terjadi itu satu orang wakilnya
dua tapi 2 paket, dipilih DPRD dulu, jadi satu orang temannya Pak Arif ini Hendy itu satu Wakilnya dari
Partai A, paket yang kedua dia wakilnya dari Partai B, jadi satu orang Bupati wakilnya 2 dan 2 paket
jadi ada 3 paket musuhnya satu. Kemudian dia orangnya ...(suara tidak jelas) kalau ini dibalik malahan
satu wakilnya, dua bareng-bareng. Jadi kira-kira gambarnya seperti apa, kalau satu orang wakilnya dua
apalagi tiga, lalu ini dalam pemilihan langsung.
Ini saya kira perlu ada diskusi yang lebih pajang berdasarkan ini, kemudian lalu mekanisme
berikutnya kalau terjadi pergantian. Kemarin Pak Prof. Ramlan itu menawarkan cara yang lain,
21
tahapannya berbeda kalau Bupati atau orang pertama itu ditetapkan dulu setelah itu baru orang
pertama itulah yang memilih calon wakilnya, sehingga dengan demikian itu tetap ada satu kesatuan,
karena itu adalah dia adalah gandengannya dari yang nomor satu, habis itu lalu tidak otomatis karena
dia itu adalah dipilih oleh orang pertamanya, maka orang kedua kalau mengganti orang pertama ...
tetap tidak otomatis tapi harus ketemu melalui pilihan, Cuma pilihannya melalui DPRD, kira-kira begitu.
Pilihan kita yang pertama saya kira kita sepakati dulu itu tadi adalah pilihan kita sebagai orang
partai itu kita ingin pasangan.

F-PKS (Dr. H. SA’ADUDDIN, MM):

Tambahan kalau melihat paket, asal muasal wakil dipilih dua kan karena regional, sekarang
Perppu yang dianggap akan direvisi, toh tidak menyalihi juga karena revisinya paket adalah yang dipilih
oleh masyarakat dengan Perppu itu 2 wakil, tanpa ...(suara tidak jelas) pemilihan wakil diangkat dan
kalau ini kan langsung, lebih baik kita kembalikan kepada asalnya artinya paket tetap satu paket tapi
wakilnya satu, itu yang memungkinkan lebih nyaman mungkin, seperti Nasdem lah katakan, saya garis
bawahi itu, karena pengalaman berpasangan, berpaketlah.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Sebetulnya dipilih paket, lebih dari satu wakilnya kompromi biar maksudnya Mas Fandi ndak ...
di Perppu itu kan lebih dari satu tapi diangkat, kalau kita paket lebih dari satu itu biar tidak terlalu ini
saja.
Yang kedua pimpinan, begini itu masalah kalau ada pergantian, sekarang bagaimana
kemudian menentukan calon lepas dari satu atau lebih dari satu, untuk meminimalisir kemungkinan
Disharmoni. Makanya kemarin saya susun begini, ketika si calon resmi diusung oleh partai atau
golongan partai setelah diusung maka diberi kuasa oleh partai atau gabungan partai untuk mengangkat
atau untuk menunjuk calonnya baru kemudian dinyatakan ditarik. Jadi partai politik atau gabungan
partai politik pertama dia resmi mengusung calon kepala daerah. Setelah resmi diusung maka si calon
kepala daerah terusung ini mengusulkan calonnya, wakilnya.
Mekanismenya bisa dia kalau wakilnya satu maka dia mengusulkan satu dan harus disepakati
oleh partai dan pengurus partai, lalu kemudian ditetapkan oleh partai. Karena begini pak, kalau
kemudian partai dan gabungan partai pengusungnya yang mengusulkan itu kembali lagi disharmoni
pak, karena orang yang diajukan sebagai calon itu munculnya tidak dari si calon ini, munculnya dari
partai, tapi kalau munculnya dari calon berapapun itu orangnya clear. Jadi begini dari partai atau
gabungan partai menentukan siapa salah satu diantara calon wakil yang diusulkan oleh si calon itu.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Sedikit, kalau bicara bisa ...(suara tidak jelas) ada. Apapun pilihannya adalah satu paket
seperti selama ini, pilihan kedua adalah seperti ...(suara tidak jelas) saya jadi Bupati terpilih saya bebas
memilih, pilihan kedua adalah, pilihan yang ketiga adalah pasangan yang kemarin sebelumnya kita
bahas, wakil saya bisa satu, dua, tiga, semuanya berpotensi disharmony itu sudah pasti.
Contoh yang pertama kalau saya memilih sendiri wakilnya. Disharmoninya adalah saya akan
semena-mena memilih wakil karena setelah dilantik atau sebelum memang, ketika saya diputuskan
oleh KPU resmi jadi, calon Kepala Daerah maka yang ada di kepala saya sebagai kepala daerah saya
harus 2 periode, umumnya begitu kita harus jujur. Ketika ada di kepala saya 2 periode maka yang ada
di kepala saya adalah saya harus cari wakil jangan menjadi pesaing, itu yang saya sampaikan,
misalnya teman-teman PDIP di Jakarta. Ahok tidak mungkin ...(suara tidak jelas) berpotensi ngalahin
Ahok di 2017 karena Ahok gak Cuma bilang menjadi ...(suara tidak jelas) artinya begitulah, artinya
22
begitu. Begitu juga sistim paket selama ini ada, tetap juga sebetulnya mas, dengan pasangan calon
juga ada, jadi semuanya sebetulnya ada, jadi kembali kepada orang, kepada sistem, kepada kita
masing-masing parpol, jadi tidak bisa masuk lagi, memang semua ada, tinggal kita bagaimana
meminimalisir.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Waktu itu sama Malik, waktu tidak pernah kita dukung jadi gubernur. Misalnya begini, partai
politik ini berkoalisi dalam undang-undang istilahnya gabungan partai politik, kalau yang diusulkan
masing-masing ...(suara tidak jelas) kan kembali seperti dulu, bupati, calon bupati dan wakil bupatinya
dipilih, sama-sama dipilih. Tapi kan ada problem legitimasi yang sama itu, yang dari segi politis sama-
sama merasa kuat apalagi masing-masing adalah simbol dari masing-masing partai, ini gak gampang
memang.
Nah yang kedua kita hanya memilih bupatinya saja, wakilnya kemudian ditunjuk bupati, tetapi
kan sebenarnya di bawah ...(suara tidak jelas) politik juga. Pak Lukman Edy, kalau Pak Lukman saya
dukung jadi bupati nanti memang, wakilnya harus dari kita loh ya? Sampeyan tunjuk dari kita loh? Oke,
kan begitu jadi kan tidak semena-mena juga, tetapi ada ...(suara tidak jelas) politis sebenarnya wakil
dan yang bukan wakil tadi. Karena merasa sama-sama dipilih, lah ini yang terjadi di kita begini.
Makanya kemudian bagaimana caranya supaya pemerintahan ini efektif, tidak ada problem konflik
meskipun ditunjuk kok tetap ada konflik, meskipun Pak Lukman Edy ini jadu bupati ini karena dipilih,
yang ngangkat wakilnya atas dasar penunjukan, tapi wakil ini kan digaransi oleh partai kualisi, gak
mungkin mau semena-mena kira-kira begitu.
F-PKS (Dr. H. SA’ADUDDIN, MM):

Tapi juga belum jaminan pak, ketika dia dipilih dibelakang publik, artinya kan pemilihan kalau
dia misalnya paket, tidak ada jaminan dia akan ...(suara tidak jelas) itu.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Berarti koalisinya rapuh.

F-PKS (Dr. H. SA’ADUDDIN, MM):

Bisa jadi, yang namanya partai itu kan enak sudah jelas koalisinya.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Kalau begitu berarti integritasnya di koalisi tidak dapat dipertahankan itu, sejak awal sudah
menipu dari kesepakatan kan?

F-PKS (Dr. H. SA’ADUDDIN, MM):

Itu dia yang kita takutkan.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Kenapa? Ya nanti tidak usah didukung lagi, kan begitu.

23
F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Kalau di Perppu itu justru antara bupati dan wakil itu, kalau bupatinya lengser, wakilnya lengser
itu otomatis. Artinya koalisi partai justru kuat disitu, makanya yang diusulkan itu hanya bupati lagi, nanti
dia bupatinya memilih wakil lagi.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE , SH., MH):

Kalau di Perppu tidak lengser, ...(suara tidak jelas) otomatis, tidak otomatis jadi ...

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Jadi tergantung bupati yang menggantikan nanti dipilih lagi tidak begitu kan.

F-PKS (Dr. H. SA’ADUDDIN, MM):

Sebetulnya inti dari pada wakil itu mengantisipasi ketika sang bupatinya dalam keadaan
mangkat, dalam keadaan ...(suara tidak jelas) kita kan tidak pernah tahu itu. makanya kalau tidak
pernah tahu itu antisipasinya dibuatkanlah wakil, kecuali tadi ketika wakilnya meninggal tidak usah
diganti itu persoalan lain.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE , SH., MH):

Sebetulnya kalau saya itu, seperti Perppu itu, sebaiknya tidak usah dipasang wakil lagi, kan
ada wakil, tidak ada wakil tak berpengaruh kalau itu Perppu, karena beban tugas itu ...(suara tidak
jelas) kan bisa dipilih, kalau kita mau kembali kepada itu pemilihan, kemudian kita sepakat, sudah
sepakat kita paket tidak?

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Saya usul ketua, kkalau kita mau jujur paket itu memang ini kepentingan partailah untuk
menebar kadernya sebanyak mungkin, jadi kepala daerah, calon-calon Habibie dan sebagainya,
akhirnya muncul hampir semua itu berkonflik, konflik itu kepala daerahnya ingin 2 periode, wakilnya
periode berikutnya saya ingin calon kepala daerah, munculah konflik, yang wakilnya kepingin jadi
kepala daerah 5 tahun berikutnya, kepala daerahnya ingin 5 tahun lagi tambah, muncul konflik. Saya
kira kalau alasan ini saya kira bisa cari jalan tengah ketua, artinya kalau misalnya tidak paket, tetapi
wakil itu ditunjuk oleh kepala daerahnya saya agak tergoda juga Mas Arif tado bilang pasti ada
negosiasi di bawahnya, gak mungkin ini, pasti. Apalagi kalau thrasholdnya dinaikin, tidak mungkin ini
orang. Kepala daerah ini bisa calon kalau thrasholdnya tinggi, sendirian tidak mungkin, tidak ada yang
mungkin partai berangkat sendiri, harus koalisi untuk bisa maju dalam pemilihan kepala daerah. Nah
begitu thrasholdnya tinggi harus ada koalisi tentu harus ada negosiasi di bawah.
Saya kira ini menarik, partai politik itu lebih terbela Pak Mujib, artinya kadernya masih
dititipkan, kasusnya ya ...(suara tidak jelas) sebagai wakil.

24
F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Bisa Wakilnya kalau menurut Perppu bisa 2, bisa.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Apalagi kalau lebih dari satu wakilnya, itu masing-masing partai bisa dapat 3 wakil semua itu.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Satu kalau kita, kalau kita ini pasangan.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Jadi 0 sampai 5 juta dinaikkan, supaya kita bisa menitipkan ke partai. Yang kedua 0 sampai 5
juta satu orang wakilnya, 5 juta sampai 10 juta 2 orang wakilnya ada di Perppu, saya kira cocok itu
ketua, apalagi diangkat.

KETUA RAPAT:

Yang ditunjuk oleh kepala daerah, apa gubernur kan ditunjuk, apa susahnya dia dengan
Sekneg, apa bedanya dengan Asisten yang ada di ...(suara tidak jelas) apa bedanya.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Makanya di cek di Undang-undang Pemda pak?


KETUA RAPAT:

Di Undang Undang Pemda itu ditunjuk.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Tugas dan tanggung jawabnya.

KETUA RAPAT:

Tugas dan tanggung jawabnya membantu bupati, ...(suara tidak jelas) dilantik saja adalah
dilantik oleh bupati.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kalau di Perppu tugas wakil itu adalah pengawasan.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Di Undang-undang 24 Tahun 2014 itu loh.

KETUA RAPAT:

25
Ini, ini ada tugas wakil bupati yang ditunjuk.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kemarin sudah dibacakan.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Maksud saya begini, bedakan dengan tugas Sekda, begitu loh supaya enak kita, oh ternyata
sama, berarti tidak ada gunanya.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE , SH., MH):

Kalau saya begini, menangkap apa yang disampaikan oleh Pak Lukman, sama juga itu pasti
terjadi konflik juga. Yang kedua secara psikologis bupati ...(suara tidak jelas) kebawahnya pemimpin,
kalau memang ini diatur tugasnya saya tadi bilang, kalau wakil itu diatur tugasnya jelas, ya ini
konsekwensi lah itu kalaupun terjadi, tapi sebenarnya tidak mungkin wakil itu tidak sekuat untuk, paling
ya tapi tidak menganggu jabatan kita. Cuma ya ikut-ikut itu, tapi tidak menggangu jalan pemerintahan,
makanya saya melihat, saya beranggapan, menginginkan tetap satu, kalau sampai 3 wakilnya, oh itu
waktu sama wakilnya tidak berantem.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Pimpinan, sebetulnya kalau kita lihat Perppu pasal 167, 168, 169, 170, 171 sudah lengkap
yang wakil, ini kan mengatur tentang wakil. Jadi yang pertama adalah bahwa wakil lebih dari satu. Jadi
si Kepala Daerah setelah dilantik satu bulan maka kurang lebih satu bulan dia memilih orang, kalau
bupati maka menunjuk orang, kemudian melalui gubernur yang ...(suara tidak jelas) kan begitu, kalau
aman lebih aman ini, kalau wakilnya dua maka dia menggangkat ...(suara tidak jelas) ini melalui dan
sebagainya-dan sebagainya itu. Sebetulnya kalau dilihat dari Cabonisdis harmonisnya, maka
sebetulnya mekanisme di Perpu ini jauh lebih aman ketimbang paket, tapi persoalannya kemudia
adalah bahwa ini adalah wilayah politik, ini ranah politik, mungkin bukan karier. Karena itu proses
legitimasi politiknya harus sama, nah kalau mekanisme tentang ini, ini sudah clear, jadi wakil kepala
daerah menurut Perppu ini kalau kepala daerah berhalangan ...(suara tidak jelas) itu sudah clear di
sini. Makanya kemudian ...(suara tidak jelas) kalau kita setuju dengan bahwa wakil itu tidak dipilih paket
clear itu sudah bagus. Tapi kemudian karena dipilih paket itu yang harus ...(suara tidak jelas)
Perppu ini mengatur sejak pendaftaran sampai pelantikan, setelah pelantikan itu baru ...(suara
tidak jelas)

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Sebetulnya karena kita dengan sistem undang-undang yang baru rekruitmen peminpin ini
kurang. Sebetulnya orang yang betul-betul mempunyai tracrecord yang baik ...(suara tidak jelas) ya
orang dimana pasti milih dia, orang butuh wakil kok, tidak mungkin semua bisa dikerjain sendiri semua
butuh wakil.
Terus yang kedua kalau dia ...(suara tidak jelas)
Jadi kalau saran saya kalau kita berfikirnya jernih, jadi jangan ngotot itu harus wakil dimana-
mana, itu bohong ...(suara tidak jelas) saya ini jadi bupati tanpa wakil dulu, kemudian ada wakil dari
Mendagri, alu ditunjuk wakilnya, makanya dulu wakil itu dari PNS. ...(suara tidak jelas)
Jadi kalau saran saya mas, wakil itu pasangan saja (... suara tidak jelas)
26
WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Kemarin kita terakhir putar, putar, putar, hanya menemukan payung hukum saja, ini kalimat
sudah begini kemarin, berpasangan tinggal cari payung hukumnya...(suara tidak jelas)

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Memang kalau berpasangan wakilnya lebih dari satu itu agak pusing juga ya? karena artinya
ini masalah legitimasi wewenang, karena kan ada hubungannya dengan otonomi daerah, nah itu kalau
memang konsepnya berempat begitu kan, bertiga kan lucu juga. Sehingga artinya ada konsekwensi
kalau misalnya tidak berpasangan wakil bisa satu, dua, tiga, tapi kalau berpasangan semua orang
merasa punya legitimasi dalam pilkada, sehingga nanti carut-marut di masalah wewenang.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Ini Bu Diah pengalaman begitulah kira-kira, sudahlah ini pokoknya berpasangan, paket sudah,
itu saja dulu nanti soal yang berkembang kita bicarakan lagilah.

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Mengulang kondisi yang memang selama ini menjadi persoalan dalam pemerintah daerah, jadi
kalau kita kembali berpasangan itu nanti masyarakat itu menilai apa-apaan ini kita, kalau kita tanya
calon kepala daerah, jadi mau maju setelah undang-undang ini, itu secara umum mereka tidak mau
ada masalah. Karena pengalaman yang ada itu selain memang tidak efektif itu kalau tadi rumusan
tugas yang diatur di Undang-undang Pemda terhadap tugas wakil itu dari dulu, dari dulu begitu
bunyinya, tapi aplikasinya ...(suara tidak jelas) sementara tugas-tugas yang selama ini yang diberikan
kepada wakil ...(suara tidak jelas) bisa diselesaikan oleh asisten. Kalau dulu masih Orde Baru itu yang
dipilih Kepala Daerahnya saja, wakilnya itu diserahkan Kepala daerah atau ketua DPR yang memilih.
Dalam Perppu ini kan kepala daerahnya yang mengusulkan dan juga melantik.
Jadi kalau menurut hemat saya sebainya tidak usah berpasangan, karena kalau berpasangan
kita mengulang cerita-cerita lama yang itu. Tanpa wakil nanti wakilnya sesuai Perppu itu diangkat. Ada
wakil tetapi tidak satu paket dalam pemilihan, karena kalau satu paket, tidak ini kan pengalaman-
pengalaman.

KETUA RAPAT:

Ini kita juga susah mengatakannya ini, sudah kebiasaan bahwa wakil itu membantu ...(suara
tidak jelas) ini tidak ada sama sekali wakil bupati yang tidak cocok hati adalah ...(suara tidak jelas)

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Minta maaf Pak Ketua, tadi kalau kita baca tugasnya itu, itu sebenarnya dulu sudah begitu,
sekarang itu diberikan itu tetapi kan kita juga tahu bahwa tadi Pak Edy singgung siapa nanti yang
berpartisipasi, ada biasanya partisipasinya ...(suara tidak jelas) kemudian faktor-faktor pelayanan juga
ikut, kemudian ujung-ujungnya utu menganggap rezeki padahal paket rezeki yang sebenarnya kalau
kita pakai aturan-aturan main itu jelas. Tetapi kan manusia, tetapi kalau dia sudah tahu bahwa saya
lebih tokoh dari pada ini, cuma karena waktu itu ini ada prosentasi partai koalisa itu yang ditanya
...(suara tidak jelas) lalu pengalaman kalau ini lagi kita ulangi menjadi persoalan-persoalan ...(suara
tidak jelas) pemerintah tidak akan efektif.
27
F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Pak Ketua, yang pertama ini adalah wilayahnya, wilayah politik, itu ada di dalam domain politik
untuk kepentingan ini, itu memang peran partai politik ya memang sangat tinggi, keputusan Pilkada
atau Pileg ini. Yang kedua adalah soal legitimasi, kalau ini pilihanya langsung kemudian wakil bupati itu
hanya ditunjuk maka legitimasinya itu sangat kecil. Dan nanti posisinya betul-betul menjadi posisi
membantu, asistensi padahal yang asistensi itu adalah sudah ada yang namanya birokrasi, dan itu
yang akan membantu ...(suara tidak jelas) sesuai kompetensinya. Sedangkan ini adalah sewaktu-
waktu terjadi sesuatu baik itu permanen maupun tidak permanen, wakil ini adalah mewakili pimpinan
daerah, sehingga dengan demikian legitimasinya jauh lebih tinggi apalagi kalau ini adalah pilihannya
pilihan langsung, kalau pilihannya pilihan bukan langsung barangkali bisa saja tidak membutuhkan
legitimasi yang tinggi karena ini adalah pilihan langsung tentu kita berharap itu tetap bisa tarteg supaya
mendapat legitimasi yang tinggi. Soal kemudian tidak harmonis atau terjadi disharmonis maka memang
berbeda-beda ...(suara tidak jelas) masing-masing, kalau mungkin karena intensitas dari partai
politiknya itu ketika ...(suara tidak jelas) bagus saya kira masih bisa di pertahankan dengan baik masih
dalam kontrol partai politik.
Ini yang saya kira menjadi sesuatu yang sangat menentukan untuk kepentingan kita jadi
karena itu kita sepakat kalau ini adalah paket. Nah diskusi berikutnya adalah tentang paket yang tadi
langsung itu bagaimana kalau ...(suara tidak jelas) dari satu nah itu kita yang kemudian mencari
referensi kita mencari penguatan terhadap paung hukumnya dan bagaimana kira-kira jangan sampai
misalnya disarmini itu akan semakin tinggi kalau lebih dari satu, nah itu yang mencarikan cara supaya
di 2 atau 3 paket itu sesuai dengan jumlah penduduk itu yang menjadi diskusi kita carikan referensinya
yang lebih logis, lebih kuat jangan sampai menimbulkan justru disharmoninya semakin tinggi dari
jumlah yang lebih dari satu itu.
Saya kira putarannya kalau kemarin Pak Mustafa Kamal tadi bilang menjelaskan kemarin
sudah pernah diputar segitu ya barangkali kita sepakati sesuai dengan apa yang pernah kemarin kita
sampaikan.
Terima kasih ketua.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Contohnya yang dimasukkan dalam hal ini dan seperti apa yang saya sampaikan bahwa
dengan adanya wakil itu merupakan cek and balance jadi saling mengingatkan, saling mensuport dan
sebagainya. Dan ini kalau disadari oleh wakil, karena saya pernah jadi wakil juga itu tidak ada
permasalahan. Tetapi kalau seorang wakil ini seolah-olah bertindak sebagai kepala daerah ini yang
menjadi masalah. Majunya dianawaitunya sebagai wakil tapi setelah duduk ingin menjadi krpala daerah
ini yang menjadi pangkal pokok permasalahannya. Karena sehingga menjadi ...(suara tidak jelas)
pertama.
Yang kedua yang juga perlu kami sampaikan bahwa jadi dengan adanya.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Jadi kalau begitu kita tinggal minta payung hukumnya dibuat ini.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kemarin kan kesepakatannya begitu.

28
F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Yang kedua juga begini, ini ada cerita, tetapi saya tidak tahu kaena sampai sekarang belum
ada bukti konkrit masalah ini bahwa dengan adanya dengan tidak ada wakil ini adalah upaya-upaya
dari yang non partai politik ini untuk memperkecil peran partai politik. Karena kita tahu ada orang politik
dan orang yang nanti politik. Nah non politik itu menganggap bahwa kenapa kepala daerah-kepala
daerah ini dikuasai oleh partai politik sedangkan saya ...(suara tidak jelas) bahwa yang namanya
pemerintah itu adalah domain dari partai politik dimana bunyi ideologi, dimana mempunyai sasaran,
dimana mempunyai target, sehingga ...(suara tidak jelas) logis apabila kepala daerah dan wakilnya ini
diduduki oleh orang politik. Makanya di awal-awal kita tahu juga yang namanya wakil nantinya akan
diisi bukan rabut tapi gonrongsional. Yang diharapkan tentunya bukan yang orang politik, kenapa
kemudian ada desakan dari orang politik ini artinya menjadi ...(suara tidak jelas) orang yang politik
juga. Dengan ...(suara tidak jelas) bahwa dengan tidak ada wakil ini mengerdilkan arti partai politik di
dalam pemerintahan kita ini, sehinggasaya atas nama orang-orang politik ini dudukan juga bahwa
...(suara tidak jelas) partai politik sesuai dengan ...(suara tidak jelas) sehingga ada wakil yang dari
dalamnya ini, sehingga kami berpandangan bahwa kepala daerah dan wakilnya ini adalah domain
partai politik sehingga harus berpasangan.
Terima kasih.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Sebelum ini, kita ketok dulu atau kita lanjutkan kemarin yang sudah diketok sebelumnya, ini
kan bagian dari usulan kita untuk dirubah, kalau nanti misalnya pemerintah ngotot itu di drop ya nanti
kita dengar alasan pemerintah itu apa kan? Saya dengan kan ada kajian-kajian komprehensif tentang
konflik yang selama ini ditimbulkan akibat dari paket itu. Tapi ...(suara tidak jelas) lain dari bagian usul
kita. Tapi sebelumnya paling tidak ada catatan-catatan mesti kita jaga, misalnya begini pak, soal
pertimbangan konflik dengan wakil. Kalau ditunjuk pasti tidak ada konflik dengan wakil, ya
menguranggi lah ya? mengurangi konflik dengan wakil, kalau yang menunjuk kepala daerah
mengurangi konflik dengan wakil, artinya paket itu kemungkinkan untuk konflik itu lebih besar dari pada
ditunjuk.
Yang kedua partai politik misalnya ya karena partai politik berfungsi sebagai rekruitmen
...(suara tidak jelas) kepemimpinan daerah dan kepemimpinan nasional, maka kita punya kepentingan
untuk kita menebar ...(suara tidak jelas) kita. Nah kalau soal paket dan ditunjuk kesempatannya sama
peran partai politik itu untuk menempatkan, untuk komunikasi perannya sama ketika berpaket kita bisa
langsung masuk sebelum pemilihan, ketuka ditunjuk kita juga bisa masuk partai politik setelah
pemilihan.
Yang ketigalegitimasi, kalau legitimasi memang paling kuat itu dipilih dengan paket, dua-
duanya punya legitimasi, tetapi karena dua-duanya punya legitimasi yang kuat ini juga menimbulkan
konflik, kuat untuk menimbulkan konflik sama-sama dipilih oleh rakyat. Nah justru kalau itu
legitimasinya itu di kepala daerahnya, wakilnya karena kurang legitimasinya tidak berani melawan
kepala daerah, akhirnya begitu kemungkinannya.
Yang keempat soal kerjasama dan pembagian kewenangan. Kalau paket, kalau beranggapan
dalam soal ini kepala daerah itu tidak boleh berbagi kewenangan dengan wakilnya, bagaimana
mungkin kepala daerah membagi kewenangan dengan wakilnya, wakilnya itu adalah menjaklankan
kewenangan kepala daerahnya, kalau kepala daerahnya berhalangan, baru dia menjalankan
kewenangan kepala daerah, tapi tidak boleh berbagi, karena tanggung jawab penuh itu tetap di kepala
daerahnya. Oleh sebab itu soal kerja sama ...(suara tidak jelas) kewenangan ini menurut saya ditunjuk
itu jauh lebih bagus dibanding paket kalau soal kerja sama dan pembagian kewenangan.
Saya kira itu saja Pimpinan pertimbangan kami, tapi saya setuju itu untuk dilanjutkan.
29
WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Oke kita lanjut saja ke poin kedua, kita minta Tenaga Ahli kita ini untuk menyelesaikan payung
hukumnya ini, artinya di Undang-undang Pemda ini harus ada ...(suara tidak jelas) terkait pasangan-
pasangan paket ini. Yang tadi saya kira satu saja ya? karena di sini memang tidak ada penjelasan lebih
lanjut tentang berapa pasangan.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Melengkapi saja pak mengenai tugas wakil anggaran dituliskan dalam Perppu itu diekplor lagi
apabila berpasangan atau tidak berpasangan satu atau lebih wakilnya, karena itu kan nanti ada
korelasinya kecenderungan kesatu.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Ya ibu yang mengusulkan, tapi biasanya ya sudah satu saja. Nanti kan pemerinah punya
tandingan kita nanti berdiskusi lagi supaya kita bisa selesaikan ini sebagai satu rancangan usulan. Oke
kita lanjut kemudian yang belum uji publik.

KETUA RAPAT:

Uji publik ini ...(suara tidak jelas) kita garis miring sosialisasi, sebab dengan kata-kata uji publik
ini harus ada skors.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Sedikit ketua nambahkan, sosialisasi atau yang kemarin dicantumkan uji publik, kemarin saya
menyampaikan bahwa sebaiknya di ranah partai, bukan di tahapan pemilu, ternyata di lapangan ini
juga ketika menjadi tahapan pemilu menjadi perdebatan seperti kemarin juga diterangkan di dalam
kesimpulan kalau tidak salah, pada waktu itu bahwa nantinya pendaftaran ada 2 kali. Yaitu pendaftaran
sebagai bakal calon, dan yang satu adalah pendaftaran sebagai calon yang sudah terpilih. Di dalam
pendaftaran bakal calon itu satu partai bisa mengirimkan 5 sampai 10 terserah partainya. Tetapi kalau
nanti menjadi calon itu menjadi satu. Kenyataan di lapangan yang sering terjadi adalah ketika
seseorang yang mempunyai kemampuan baik iti finence, baik itu pengetahuan, baik itu di dalam
memanage suatu daerah ini ikut data di dalam suatu partai, sebagai bakal calon di partai, tetapi partai
mempunyai keputusan sendiri yang dipilih adalah A katakanlah begitu, dia tidak terpilih, yang terpilih
biasanya dia itu datang di Partai lain atau dengan masyarakat. Kalau kenyataannya dia kalau harus
mengikuti pendapat sebagai calon kemudian nantinya tidak terpilih, karena yang dipilihnya hanya satu
apakah diperbolehkan untuk datang sebagai calon dari katakanlah masyarakat sebagai ...(suara tidak
jelas) atau diusung oleh partai yang juga memenuhi thrashold, karena partai yang itu belum
mempunyai calon yang mumpuni, apakah diperbolehkan, ini yang terjadi di lapangan pertanyaan
seperti itu yang kebanyakan nantinya juga ada.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi tidak boleh kita ada pertanyaan, begitu?

30
F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Ya, jadi apakah boleh menjadi perseorangan? Karena ...(suara tidak jelas) 2 hari yang pertama
dia datang sebagai bakal calon, kemudian di uji publik serta intensitas pemilih, dia berika ke calon
perorangan karena pada waktu awal.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Dengan sendirinya kan tidak bisa, karena sosialisasi bakal calon, begitu dinyatakan lulus dia
tidak bisa pindah. Yang bakal calon itu yang lulus.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Ya itu permasalahannya, tetapi pada waktu yang kemarin, pemilu kemarin kan karena itu
partai, karena masih di uji publik oleh partai, dia bisa untuk ...(suara tidak jelas) karena yang dapat di
KPU hanya satu pasangan atau satu orang, dulu kan banyak, banyak yang terjadi karena kita tahu juga
bahwa di daerah ini orang yang kompeten, orang yang mampu itu lebih sedikit dari pada di kota besar,
sehingga nantinya ...(suara tidak jelas) 2 orang atau 3 orang yang kompeten-kompeten itu kebetulan
satu partai ini nantinya menjadi yang kalah di pemilihan awal belum dari masyarakat. Saya kira itu
terima kasih.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Jadi kita kemarin apa ya, lebih pada ke sosialisasi bukan seperti ujian begitu.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kita sepakat dulu, yang dimaksud uji publik atau sosialisasi atau apapun namanya sebetulnya
kita harus ...(suara tidak jelas) yang berhak jadi pasangan, atau Gerindra masih boleh 3 atau 4 itu dulu
sudah iputuskan masuk tahapan ini, kalau sudah diputuskan ya tidak mungkin dia pindah ke
independen. Jadi tergantung tahapan uji publik ini kapan waktunya?

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, M.B.A.):

Kalau di Perppu di sosialisasi ini, satu partai itu 2 atau 3 atau bahkan 5.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Pokoknya intinya begitu diputuskan apakah sebelum ataukah sesudah.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE , SH., MH):

Partai atau gabungan partai, itu dulu disepakati. Terminologinya dulu disepakati.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos.):

Saya berpikir lagi tentang uji publik ini Pak, jadi ini sebetulnya akan ada suatu proses intervensi
dari publik terhadap penjaringan atau penyaringan dalam partai politik. Nah tentang mekanismenya
bagaimana inikan yang susah menggabungkan 2 dunia ini. Dunia kepentingan politik partai dengan
31
dunia LSM. Itu yang harus direview lagi apakah proses penyaringan ini kita membangun ruang
intervensi dari luar dalam rangka partai politik.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Jadi sebenarnya kalau tidak ada pakai kata pangkal lagi, sosialisasi calon sudah selesai itu.
Sosialisasi calon saja selama satu bulan.

F-P.GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, M.B.A.):

Kalau calon berarti sudah dapat rekomendasi dari partai.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Betul.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Bukan, bukan cuma dapat rekomendasi dari partai saja. Sudah ditetapkan oleh KPU, begitu
calon. Hati-hati. Yang namanya calon itu sudah ditetapkan oleh KPU.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, M.B.A.):

Sekarang yang bakal calon itu tadi bagaimana ini?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ditetapkan oleh KPU, itu yang diusung oleh parpol.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, M.B.A.):

Jadi bukan ada di urusan ranah KPU tetapi ranahnya partai.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Ibu Diah tadi kan menegaskan bahwa ini ranah kepentingan partai politik ya sudah, calon ya
kan ditetapkan tapi kita sekarang ini membuka diri bahwa calon kita itu disosialisasikan supaya dia
...(suara tidak jelas) masyarakat. Apakah begitu ada catatan di masyarakat partai politik boleh
perbaikan? Nah ini pertanyaan berikutnya.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kalau sudah masuk bakal calon…partai, tidak bisa lagi kecuali dia tadi mengundurkan diri,
meninggal atau pidana dan lain sebagainya.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, M.B.A.):

Sedikit Ketua.

32
Ini tanggapan yang dilakukan oleh KPU pertama adalah pendaftaran bakal calon kepala
daerah. Yang kedua, uji publik, yang ketiga pengumuman pendaftaran calon kepala daerah ini. Jadi
ada beberapa … (suara tidak jelas) pasti kan ini harus….

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Pimpinan, jadi setelah ditetapkan oleh KPU kemudian sosialisasi puncaknya itu artinya tidak
perlu partai politik menjaring bakal calon. Kenapa namanya bakal calon karena dulu ...(suara tidak
jelas) publik sekarang kita buka sosialisasi. Dari sosialisasi itu kemudian partai politik dapat masukan
tentang calon yang dia lempar ke publik. Karena itu status bakal calon itu boleh partai politik atau
gabungan partai politik mengumumkan lebih dari satu bakal calonnya. Setelah bakal calon dan
sosialisasi selesai, baru masuk pendaftaran calon. Jadi kalau pendaftaran calon itulah kemudian saran-
saran semuanya itu terpenuhi ditetapkan oleh KPU lalu kampanye.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE , SH., MH):

Berarti bakal calon tadi yang sosialisasi.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Iya.

F-PG (H. RAMBE KAMARUL ZAMAN, M.Sc. M.M.):

Dan langsung oleh KPU diumumkan nama ini …(suara tidak jelas)

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Ketua ini tadi jam 22.30 sesuai Tatib harus selesai ini.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Oleh si pembuat undang-undangnya dulu, Pak Agun, Pak Arif, dan segala macam itu, uji publik
itu menjadi penting. Kenapa, itulah untuk menjaring agar partai politik tidak sembarangan merekrut
bakal calon. Alasannya itu dulu. Tapi kalau forum ini menganggap bahwa tidak perlu uji publik,
kemudian ganti sosialisasi ya tidak masalah. Cuma Ketua, peraturan KPU yang sudah dibuat itu sudah
selesai tinggal mengesahkan. Ada aturan yang ketat tentang seperti apa bakal calon itu. Yang pertama
salah satu syarat bakal calon itu bahwa partai politik yang sudah memenuhi ambang batas 20%. Partai
politik atau gabungan partai politik 20% itu boleh mengusung bakal calon lebih dari satu boleh. Apakah
kemudian berubah ketika penetapan pencalonan? Tidak boleh berubah, kalau berubah berbahaya Pak
Riza. Berbahayanya kenapa? Kalau kemudian bakal calon yang diusung itu hanya satu, kemudian
ketika pendaftaran calon itu tidak masuk, karena syaratnya tetap, partai dan gabungan partai tidak
boleh mengusung. Karena itu partai politik atau gabungan partai politik diberi kuasa untuk membakal
calonkan orang lebih dari satu.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kalau boleh ngusung boleh Pak?

33
F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Pindah juga tidak boleh. Karena begini, ketika bakal calon partai politik atau gabungan partai
politik nanti di pendaftaran itu boleh pindah dari bakal calon yang sudah diusung, ini bisa berbahaya.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Yang ditanyakan Mas Arij juga ya.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Tidak boleh, karena kalau itu dibolehkan justru misalkan saya bakal calon partai politik dan
gabungan partai politik dukung saya, tapi sampai pencalonan saya juga tidak ada apa-apanya, itu kan
bisa pindah itu, tidak boleh. Karena kalau bisa pindah itu menyebabkan bakal calon tidak lolos
pencalonan padahal bakal calon itu kan syarat pencalonan.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Lanjut ya? Demokrat.

KETUA RAPAT:

Tadi kan kita …(suara tidak jelas) coba poin yang Pasal 38. Ini soal rezim, pemilu atau tidak
pemilu. Jadi yang dikatakan bahwa KPU yang bersifat nasional …(suara tidak jelas) katakan di sini
Komisi Pemilihan Umum yang diselanjutnya disingkat KPU adalah lembaga penyelenggara pemilihan
umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai pemilihan umum
yang mempunyai tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan
walikota berdasarkan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini. Komisi Pemilihan Umum
Provinsi yang selanjutnya disingkat KPU Provinsi adalah lembaga yang menyelenggarakan ini sama
yang dibawah, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota yang disebutkan KPU Kabupaten/Kota adalah
penyelenggara pemilihan bupati dan walikota. Itu untuk memposisikan KPU.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Saya usul mengikuti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 saja. Jadi KPU yang selanjutnya
...(suara tidak jelas) lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang yang mengatur tentang penyelenggaraan pemilu.

KETUA RAPAT:

Di sini Mas Arif, kita ok begitu yang mula-mula kita tuliskan, tapi karena pilkada ini rezimnya
bukan pemilu, di situ kita percepat. Tapi undang-undang inilah yang mengatur jika ada judicial review
misalnya, ini kita katakan gagasan ulang ...(suara tidak jelas)

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Jalan pikiranya Mas Arif, bahwa MK itu mengatakan bukan rezim pemilu, tetapi bukan
authomatically KPU. Di keputusannya di 171 itu. Tentang sengketa itu. Kemudian yang kedua, ketika
MK mengatakan begitu tidak boleh dia menambahi lagi bahwa KPU tidak boleh. Jadi posisinya sama
34
dengan tadi itu yaitu yang namanya pasangan tadi, serentak tadi itu, posisi sama dengan itu bukan
dilarang tapi tidak harus, jadi mubah tadi, sehingga ini sudah ...(suara tidak jelas)

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Artinya kan over legal ...(suara tidak jelas)

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Artinya adalah kalau di KPU bukan authomatically tapi kalau kita tunjuk di sini yaitu tadi
ditunjuk oleh undang-undang. Bahwa itu sama dengan yang di Undang-Undang 15 its ok sama dengan
itu.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Tapi kan di Undang-Undang 15 kan ada itu tugas KPU tadi menyelenggarakan pemilihan
kepala daerah, jadi sebenarnya sudah jelas.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Mas Tjahjo itu kemarin sempat menggunakan kata dapat. Jadi KPU ini dapat. Lalu kemudian
dianulir juga.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Sampeyan benar, tapi di sini ditegaskan lagi. Supaya memperkuat apabila nanti ada judicial
review.

F-PD (Ir (FANDI UTOMO):

Pak Cahyo kan Menteri baru, belum membaca Undang Undang itu.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si./F-PKB):

Saya kira memang kalau demikian adanya redaksinya harus diubah. Supaya tidak terjebak
KPU itu rezim pemilu atau tidak. Karena kan oleh beberapa orang ada ancaman untuk digugat ini di
judicial review. Oleh karena itu menurut saya redaksinya diubah supaya tadi menjawab tadi. Undang-
undang yang mengatur mengenai pemilihan umum yang diberi tugas dan wewenang bukan ...(suara
tidak jelas) tapi diberi tugas wewenang dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur oleh undang-
undang ini. Yang diberikan tugas bukan yang memiliki tugas.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Bukan yang di situ Pak, yang 8 dan 9. Di situ kan dia KPU, tidak ada pilkada itu, 8 dan 9. Kalau
Pak Edy betul di point 8 dan 9. Karena di point 7 itu KPU Pileg dan Pilpres sebetulnya. Bukan

35
membandingkan, inikan membandingkan 7 berbeda dengan 8 dan 9. Jadi di 8, 9 ada penegasan
bahwa dia unsur, ini kan katanya tugas atau apalah.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Tapi betul juga Pak ...(suara tidak jelas) diberi tugas, KPU pusat pun diberi tugas juga.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Bukan, KPU pusat itu tidak ngurusin Pilkada.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Tapi kan dia yang membuat aturan-aturan itu. Memang saya kira lebih tepat diberikan tugas,
kalau memiliki tugas jadi belum tentu.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si./F-PKB):

Nomor 7, nomor 8, 9, redaksinya itu diberikan tugas.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Saya kira itu lebih lugaslah, menjadi tegas. Daripada memiliki, nanti orang belum tentu
memiliki. Padahal tidak otomatis.
Ok, lanjut ya?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Nanti dulu, itukan gubernur, bupati, dan walikota, nanti kalau paket kan gubernur, wakil
gubernur.
Ya beberapa point langsung diubah saja menurut kesepakatan, nanti kita bolak-balik kelewat,
buru-buru, itu bahaya. Maksudnya di situ, itukan pemilihan diberikan tugas wewenang dalam
penyelenggaraan pilkada. Bukan pemilihan gubernur, bupati, walikota lagi. Kepala daerah dan wakil
kepala daerah.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Ya, kepala daerah itu sudah masuk.


Ok, kepala daerah ya.

KETUA RAPAT:

Kalau Undang Undang Dasar kepada Pemerintah Daerah.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Di Undang-Undang Dasar bupati Pasal 18 ayat (4) itu gubernur bupati, walokota.

36
WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si./F-PKB):

Sementara ini benar ini dibuat ...(suara tidak jelas) mencantumkan gubernur.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Justru itu, makanya harus diubah.

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Saya kira ini nanti bisa diatasi dengan di buat perpu. Pengertian dari pilkada itu apa. Pilkada itu
adalah pemilihan gubernur, wakil gubernur …(suara tidak jelas) dan setiap kita kali kita mengatakan ini,
sudah selesai.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Bukan, maksud saya bahannya diganti bukan pemilihan gubernur bupati.

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Tapi ini supaya ada cantolannya Mas Edy tadi. Nanti di ketentuan umumnya diubah.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Kita perpanjang dulu ya?

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Break dulu, break dulu.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Oh bukan, ...(suara tidak jelas) kan puasa, shalat, sedekah …(suara tidak jelas) sabda Nabi
Muhammad SAW, bahwa kita ...(suara tidak jelas) shalatnya ini. Mau ikut perintah Nabi Muhammad
atau perintah yang lain?

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Ok ya, jadi kita harus ….(suara tidak jelas) tidak enak juga, oke ya, lanjut deh kita yang lain
saja. Apalagi yang masih penting ini?

KETUA RAPAT:

Inikan dari undang-undang, yang diubah itu yang kita usulkan yang merubah itu sudah
dimasukan di sini, kan begitu. Coba saja terus disisir. Yang lain dianggap tetap kalau tidak ada.

37
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Dikasih warna yang beda itu.


Ini tahapannya, coba.

STAF AHLI DPR RI (INDRA PAHLEVI):

Tapi belum konsen waktu Pak, baru nama tahapannya. Ini tahapannya Pak.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kalau tahapan di undang-undang biasanya umum. Nanti di KPU nya kita perjelas supaya
waktunya, di sini tidak ada mencatat waktu kan. Tapi dilihat ada yang bikin lama tidak di sini. Ada satu
point tambahan tidak?

STAF AHLI DPR RI (INDRA PAHLEVI):

Kemarin uji petik yang 6 bulan itu.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Sekarang tidak ada kan? Waktunya tidak ada kan? Kemarin kita sudah sepakat 1 bulan loh itu.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Begini Ketua, jadi tahapan pendaftaran bakal calon dan sosialisasi 1 bulan.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Ya sudah itu saja.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Tidak usah disebut di sini.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Nanti kan dijelaskan di masing-masing. Jadi ada 2 tahap, tahap persiapan dan tahap
penyelenggaraan. Dalam persiapan ada yang kita koreksi tidak? Coba sebentar kita koreksi berarti
…(suara tidak jelas). Uji publik namanya jadi sosialisasi apa gitu.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Tadi yang masalah tahapan kan di Pasal 5 ayat (3) ...(suara tidak jelas)

38
F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Makanya, kita punya 2 usulan ini. Nanti kita berdebat loh, pasti berdebat. Makanya tadi saya
ingatkan, nabi sudah mengatakan sebaik-baik aku yang mengatakan tadi.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Di undang-undang kita tidak ada masalah.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

...(suara tidak jelas) sedekah, shalat, dan ...(suara tidak jelas) ya sudah aman.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Ini yang diketok yang hadist atau yang mana?

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Kita lanjutkan lagi besok jam 10, jam 9.

KETUA RAPAT:

Nanti yang 1 bulan itu bagaimana tempatnya?

STAF AHLI DPR RI (INDRA PAHLEVI):

Pasal 38 itu Pak.

KETUA RAPAT:

Pasal 38 oleh KPU dan Bawaslu itu?

F-PPP (Dr. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

DPRD menyampaikan itu 6 bulan. Itu benar. Jadi kita berangkatnya itu tahapanya itu dari situ.
Jangan sampai kita buat tahapan di sini 8 bulan ternyata ada pasal yang menyebutkan
…(suara tidak jelas) sebab kalau tahapan sebelumnya kan 8 bulan.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Pendaftaran bakal calon gubernur, bakal calon bupati, walikota, dilaksanakan 6 bulan sebelum
pembukaan pendaftaran calon….(suara tidak jelas)

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

39
...(suara tidak jelas) ada 2 jenis, persiapan dan penyelenggaraan, pemberitahuan DPRD itu
masuk tahap …(suara tidak jelas), kesiapannya ini yang kita harus cek kembali. Pembentukan PPK,
PPS kapan. Penyusunan laporan KPU nya kapan, itu yang kita sederhanakan nanti. Masuk sampai 8
bulan, kita bisa hitung itu. Tetap ini karena membutuhkan timetable apa, maka panjang waktunya,
makanya mau kah kau ku ingatkan tadi?

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Dengan janji besok akan kita selesaikan secara tuntas.


Jam berapa besok?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Jam 8 katanya.
Jam 9 ya.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Begini, keputusan ini jadi simulasi pentahapannya itu coba dibuat sebentar ini. Besok pagi jam
9 itu kita bicarakan. Jam 9 sebelum Pak… datang biar beliau tahu hasil sudah matang. Begitu beliau
datang jam 10 kita sudah selesai ini Pak. Ok, jam 9 ya?

(RAPAT : SETUJU)

Jadi kita skors ya rapat pada malam hari ini dan besok jam 9 kita…(suara tidak jelas)…
Terima kasih.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 22.50 WIB)

Jakarta, 31 Januari 2015


Ketua Rapat

Ttd

H. Mustafa Kamal, S.S.


A-91

40
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISI II


PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENETAPAN PERPU NOMOR I TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tahun Sidang :2014-2015


Masa Persidangan :II
Rapat Ke :-
Jenis Rapat :Rapat Panja
Dengan :-
Sifat Rapat :Tertutup
Hari,Tanggal :Minggu, 1 Februari 2015
Waktu :Pukul 09.00 WIB s.d Selesai
Tempat :Ruang Melati Lantai II Hotel Milenium Jakarta Pusat.
Acara : 1. Membahas Revisi terhadap Undang-Undang Penetapan Perppu Nomor
1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota,
menjadi Undang-Undang
2. Membahas Revisi terhadap Undang-Undang Penetapan Perppu Nomor
2 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menjadi Undang-Undang.
Ketua Rapat : H. Mustafa Kamal, S.S/Wakil Ketua Komisi II DPR RI
Sekretaris Rapat : Minarni, SH/Kabagset Komisi II DPR RI

Hadir : A. Anggota Panja


22 dari 25 Anggota Panja

PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si.
5. H. MUSTAFA KAMAL, S.S.

F-PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (F-PDIP)


6. ARIF WIBOWO
7. DIAH PITALOKA, S.sos
8. ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU
9. H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, SH
10. TAGORE ABU BAKAR
F-PARTAI GOLONGAN KARYA (F-PG)
11. Drs. H. DADANG S MUCHTAR
12. Drs. A. H. MUJIB ROHMAT
13. AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si

F-PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (F-GERINDRA)


14. Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si
15. Ir. ENDRO HERMONO, MBA

F-PARTAI DEMOKRAT (F-PD)


16. Ir. FANDI UTOMO
17. LIBERT KRISTO IBO, S.Sos., SH., MH

F-PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN)


-

F-PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB)


18. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.

F-PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS)


19. Dr. H SA'DUDDIN, MM

F-PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F-PPP)


20. Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si

F-PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM)


21. H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE., SH., MH

F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA)


22. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH

B. Pemerintah:
- Menteri Dalam Negeri (Tjahjo Kumolo, SH)
- Ketua KPU RI (Husni Kamil Manik, S.P)
- Ketua BAWASLU RI (Prof. Dr. Muhammad., S.IP.,M. Si)

Jalannya Rapat:

KETUA RAPAT (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

(SKORS DICABUT PUKUL 10.05 WIB)

Sebelum masuk kepada materi saya mengingat kan bahwa jadwal yang kita rancang supaya
RUU ini bisa selesai revisinya ya? pada bulan ini, jadi saya tanya tadi ke Bu Min, hari Senin dan Selasa
itu ...(suara tidak jelas) hari apa ini Paripurna? Jadi ini ketat sekali. Kebetulan hari Senin itu DPR ada
konsultasi dengan Pak Jokowi, agendanya harus disampaikan kepada publik, ...(suara tidak jelas) lalu
disinkronisasi selanjutnya disahkan sebagai masuk prolegnas dan ...(suara tidak jelas).

2
Ini untuk mengingatkan saja bahwa hari ini menjadi sangat penting untuk menuntaskan, kalau
misalnya ada yang kurang-kurangg toh nanti dibahas di ...(suara tidak jelas) kalau kita mau menyisir
satu persatu pasal dan ayat-ayat itu bisa jadi di Baleg dilakukan hal yang sama. Jadi nanti perbaikan
soal isu itu bisa di Baleg, nanti kalau ada kata-kata yang sangat sulit sekali kita selesaikan sini untuk
mencapai titik temu, ...(suara tidak jelas) bisa lagi nanti kita buka melalui DIM nya pemerintah. ...(suara
tidak jelas) kita bikin kalimat yang normatif saja, mungkin ada ...(suara tidak jelas) sedikit, tapi nanti
dibuka lagi kalau memang mau diteruskan pada waktu pembahasan dengan pemerintah, sebab kalau
tidak kita ketuk sekarang, ...(suara tidak jelas) efisiensi pembahasan paa hari ini.
Ini sudah jadi ...(suara tidak jelas) mengeluarkan kita dari ruangan ini pada malam hari, kita
mnghasilkan simulasi yang diminta oleh beliau, apalagi kalau langsung membahas ini, atau kita
tunggulagi dengan beberapa teman-teman yang akan hadir, kita bahas satu lagi ...(suara tidak jelas)
atau kita bahas ulang?
Kalau itu mungkin kita minta tenaga ahli saja yang membuat simulasi, membuat prosentasi
supaya kita dengarkan, silakan. Ini dicarikan dari beberapa pemikiran masukan dari Pak Riza, dari Pak
Lukman termasuk dari Perppu sendiri, ...(suara tidak jelas) kita hitung sendiri.

STAF AHLI DPR-RI (INDRA PAHLEVI):

Terima kasih Pak Ketua, bapak Ibu anggota Panja Komisi II yang saya hormati seijin Pimpinan
Rapat saya ingin menyampaikan penugasan tadi malam aitu membuat semacam simulasi dari
beberapa Opsi yang ada dan berkembang tadi malam tentang penjadwalan Pilkada serentak.
Untuk yang pertama ini, kita sebut Pilkada bergelombang permanen berdasarkan masukan
atau usulan dari Pak Riza, yang artinya tidak menuju Pilkada serentak nasional, 3 gelombang dan
akhirkan akan terus berulang.
Gelombang pertama adalah Februari 2015, pesertanya adalah Kepala daerah yang akhir masa
jabatannya tahun 2015 dan Akhir masa jabatan Januari sampai Juni 2016.
Konsekwensi yang ada adalah Plt akan ada maksimal satu tahun artinya yang AMJ 2015 maka
dia harus Plt, potong jabatan artinya ada di total jabatannya yang masa jabatan sampai 2016 itu
maksimal 6 bulan, jadi sampai bulan Juni dan masa jabatannya 5 tahun dan seterusnya, begitu juga
gelombang dua dan gelombang tiga yang dilakukan pada 2016 dan 2018.
Jadi artinya nanti akan ada lagi Pilkada gelombang satu berikutnya adal 2020, 2021 dan 2023
begitu seterusnya. Saya tidak merinci ini pak, karena memang tehnis ya, tetapi ada jumlahnya, tapi
total dari 3 gelombang ini adalah 542 daerah otonom baik provinsi maupun kabupaten kota. Ini nanti
datanya dari sini pak, yang kami buat disini misalnya kalau uang 2015 sampai 2016 maka totalnya 272,
kalau yang Desember sampai Juni 2017 totalnya 99 dan terakhir itu 171. Jadi datanya seperti ini. Ini
yang Pilkada gelombang permanen usulan Pak Riza.
Lalu simulasi berikutnya adalah Pilkada gelombang menuju serentak nasional ada kami buat 3
Opsi dari beberapa yang berkembang tadi malam. Yang untuk Ibu dan II romawi ini yang dituliskan
atau disampaikan oleh Pak Lukman Edy, pilihan tahunnya apakah mau dimulai tahun 2016 atau
dimulai tahun 2015, yang satu ini kalau dimulai 2016 sama seperti di atas penjelasannya, peserta dari
mana asalnya AMJ tahun berapa itu memang tidak dibagi persemester tetapi langsung gelondongan
dengan konsekwensi seperti ini. Plt makasimal 1 tahun potong masa jabatan maksimal 1 tahun dan
setiap gelombang ini ada tetapi nanti variasinya adalah masa jabatan dari setiap gelombang. Yang
elombang pertama maka otomatis masa jabatannya hanya 4 tahun anti karena akan ketemu di 2020
dan seterusnya, nanti pada 2024 akan menuju serentak nasional dengan pesertanya adalah hasil 2019
dan 2020 seperti itu pak.
Ini dengan catatan adalah berdasarkan kesimpulan tadi malam diupayakan tidak ada
pemotongan jabatan tetapi setelah disimulasi beberapa kali hampir sulit untuk menghilangkan sama

3
sekali potongan jabatan meskipun ada, misalnya yang di ...(suara tidak jelas) tidak ada pong jabatan.
Jadi ada resiko itu meskipun kita kasih toleransi maksimal 1 tahun.
Lalu yang Model II kalau dimulainya tahun 2015 hampir sama dengan yang model satu, Pemilu
serentaknya, Pilkada serentaknya adalah 2024, ini potong jabatan juga maksimal 1 tahun bahkan di
2020 karena dia hasil 2015 maka tidak ada potong jabatan tetapi resiko yang 2020 ini masa jabatannya
hanya 4 tahun untuk nanti 2024 itu adalah 5 tahun dan seterusnya, seperti itu pak. Ini pilihannya kalau
tidak 2024, itu 2025. Kalau 2025 maka masa jabatan ini adalah 5 tahun, kalau memang sepakatnya
2025.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Kalau yang 2019 itu 2020 ya potong masa jabatan?

STAF AHLI DPR-RI (INDRA PAHLEVI):

Iya makanya ada potensi ini.

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Yang potong jabatan yang mana?

STAF AHLI DPR-RI (INDRA PAHLEVI):

Intinya pak di gelomang I dan gelombang II ini maksimal 1 tahun, 1 tahun masa jabatannya.
Kenapa di ...(suara tidak jelas) potong jabatan, karena AMJ nya 2016 misalnya menjelang akhir maka
dia maksimal, bisa kurang. Kalau yang gelombang II ini maksimal ini karena yang 2019 ditarik ke sini.
Karena yang 2020 persertanya nanti hasil yang 2015 Bu. Bisa serentak ini pilihannya ada di 2024 atau
di 2025, kalau yang berkembang tadi malam kan memang munculnya 2024 jadi makanya sementara
saya sampaikan 2024.
Dan yang ke tiga yang dinilai agak soft yang tadi malam berkembang tapi gelombangnya
menjadi lebih banyak karena menuju 2029. Dan ini juga sebetulnya 2029 ini bersamaan juga dengan
Pileg, Pilpres serentak ini, kalau tidak berarti 2030 seperti itu. Nah kalau 2030 maka maka masa
jabatan di sini adalah 5 tahun, sehungga per gelombang semua masa jabatan adalah 5 tahun, setelah
tahun 2030 dia running Pilkada serentak nasional yang masa jabatannya 5 tahun dan seterusnya.

INTERUPSI:

Tadi ada yang ruginya ya, yang terakhir?

STAF AHLI DPR-RI (INDRA PAHLEVI):

Ya tetapi ada konsekwensi, ada Plt yang lebih dari 1 tahun, jadi tinggakl pilihan itu potong
jabatannya minim tapi ada satu masa yang Plt nya lebih dari 2 tahun, kalau itu memang ada resiko-
resiko lain secara tehnis.
Satu lagi yang belum tertuang ada usulan.Kalau yang Perppu seperti ini pak, gelombang I
2015, gelombang II 2018 dan serentak nasional 2020, tetapi konsekwensi logisnya masa jabatan
hanya 2 tahun, jadi ada potong jabatan 3 tahun.

4
KETUA RAPAT:

Oke ya, jadi kita sudah bisa putuskan yang di Model Perppu ...(suara tidak jelas) semua ya?
oke.

(RAPAT : SETUJU)

Kita bisa masuk ke yang lain, yang lain ini tinggal 2 ini sebetulnya kan? Pilkada bergelombang
serentak atau Pilkada bergelombang permanen, nanti tinggal kita pilih lagi kalau permanen yang mana,
kalau menuju serentak nasional yang mana.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Misalnya Opsi III ini kita buang saja pak, karena terlalu lama ini, baru 2030 baru serentaknya.

KETUA RAPAT:

Bagaimana rekan-rekan yang lain? Yang 2030 di delete ya? ya delete oke?

(RAPAT : SETUJU)

Bisa kita berpadu di sini, bisa juga kita punya usulan yang lain lagi, kalau bapak-bapak dan ibu-
ibu ada pikiran yang mencoba menjembatani misalnya kalau Pilkada serentak nasional dengan Pilkada
permanen bergelombang silakan saja, sebenarnya kalau ada.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Ini ada 2 opsi yang opsi bergelombang permanen dimulai 2016 dan 2015.

KETUA RAPAT:

Kalau begitu yang kedua itu menuju serentak nasional.

F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

Panjang banget ini tahunnya?

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN/F-PG):

Terakhirnya bagaimana kira-kira.

STAF AHLI DPR-RI (INDRA PAHLEVI):

Di atas itu permanen pak, jadi nanti ada 2016, 2017. Yang ini nambahnya di 2016, 2017 itu.
Resikonya dipotong jabatan pak.

INTERUPSI:

Dipotong jabatannya berapa itu?


5
STAF AHLI DPR-RI (INDRA PAHLEVI):

Malah Perppu potong jabatannya 3 tahun pak.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Kalau Pak Malik itu ada di situ yang Pilkada 2014 ...(suara tidak jelas) 5 tahun akhirnya dia
harus 2019, 2018 harus ikut pemilu berarti kan potong berapa tahun itu pak? 2014 sampai 2018 4
tahun kan itu rawan untuk digugat. Tapi kalau yang ...(suara tidak jelas) ini memang di SK kan tahun
2015 dia, sehingga masa jabatannya 4 sesuai SK.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Tapi kalau saya lihat menurut saya kita menuju pemilu nasional yang tadi itu 2025 kita ...(suara
tidak jelas) ada pemikiran karena kita ada ganjalan di Plt pemikirannya. Yang menjabat sebagai Plt itu
diperpanjang gubernur, bupati, walikota.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Ada juga wakil bupati kemarin ngasih masukan, ... (suara tidak jelas)

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

...(suara tidak jelas)

KETUA RAPAT:

Kalau kita buat didalam Undang-undang ini bagamana? Jadi kita tanya kita sepakatnya
bagamana? Sementara ini memungkinkan, saya tidak tahu kalau bapak-bapak punya pemikiran
undang-undang mana yang kira-kira kelak ...(suara tidak jelas)

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Jangankan kepala daerah ...(suara tidak jelas)

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Dasarnya pengalaman, saya berakhir di Periode pertama itu tahun 2003. Kemudian pada
waktu itu saya masuk menang untuk ...(suara tidak jelas) pada waktu mau pelantikan ada konflik di
gubernur sehingga saya tidak bisa dilantik ...(suara tidak jelas) saya bilang pernah ada pejabat setelah
habis masa jabatannya diperpanjang. Dibuka dokumen pernah selesai bupati ...(suara tidak jelas)
diperpanjang hanya dengan surat Menteri pada waktu itu. Waktu itu saya diperpanjang hanya dengan
selembar surat perpanjangan dari Menteri Dalam Negeri.

6
F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

Kalau ini dibuatnya dalam Undang-undang untuk yang periode ini masa jabatan bupati atau
gubernurnya atau walikotanya 5 tahun 6 bulan. Yang dirugikan tidak ada.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Pimpinan saya ingat ini begini, waktu TAP MPRS Nomor ...(suara tidak jelas) tahun 66 waktu
itu mengatakan Pemilu tahun 1971, tadi malam kan berkembang anggota DPR yang diperpanjang kan
pada waktu itu lihat situasi diperpanjang ...(suara tidak jelas) sehingga waktu itu Anggota DPR 6 tahun.

KETUA RAPAT:

...(suara tidak jelas) tidak ada gejolak, teman-teman kita yang kemarin datang dari Papua, kami
tidak mau ada Plt, kalau ada Plt rusuh, mereka punya taruhan waktu ada Plt hanya berapa bulan
langsung terjadi perubahan-perubahan. Sehingga sekarang mereka tidak mau lagi ada yang namanya
Plt itu.
Kalau itu misalnya kita mau bikin, nanti itu dirancang oleh Tim Ahli masuk pada Pasal yang
mana ya sudah itu selesai.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Begini, waktu itu kan sama dengan Plt daerah pemekaran, Plt itu kan ...(suara tidak jelas)
kalau ini diperpanjang bisa tidak kita buat ... (suara tidak jelas)

F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

Makanya ini mana jalannya yang harus ditempuh untuk mencapai serentak nasional, tidak
boleh ditawar-tawar lagi, kita atur saja modelnya. Kalau ikut Pilkada habis 30 milyar, 40 milyar kan itu
lebih ...(suara tidak jelas)

KETUA RAPAT:

Silakan Bu Diah.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Saya mau ...(suara tidak jelas) yang ini akhir masa jabatan tahun 2019 ...(suara tidak jelas)
gelombang ke III di tahin 2020 kan tidak ada Plt satu tahun dan potong masa jabatan 1 tahun, itu kan
yang gelombang III ini kan peserta 2015 oke, dan ditambah peserta hasil ...(suara tidak jelas) awanya
juga tidak apa-apa maksudnya tidak ada masalah, jadi konsekwensinya lebih ...(suara tidak jelas) lagi.

KETUA RAPAT:

Tadi masih ada yang tersisa juga kan?

7
F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Jabatan yang berakhir di ...(suara tidak jelas) jadi pasal bawanya yang pemotongan jabatan itu
tidak sebanyak itu.

KETUA RAPAT:

Ini kan kita belum sampai kepada keputusan rapat sampai Pilkada bergelombang permanen
atau serentak nasional. Tadi saya menawarkan apakah ini kita jalannya tetap Plt ...(suara tidak jelas)
ibu bisa terima atau tidak baru nanti kita kesini begitu maksud saya. Artinya semua Partai Politik yang
ada semua oke kan tidak ada yang dirugikan kira-kira begitu.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Diperpanjang itu ...(suara tidak jelas)

KETUA RAPAT:

Itu dulu Bu, baru nanti kita kesini itu maksud saya

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Cuma ada konsekwensi kalau kepala daerah sudah disenangi lalu diperpanjang ...(suara tidak
jelas) Tapi kalau kepala daerahnya itu di suka dapat diterima karena ...(suara tidak jelas).

KETUA RAPAT:

Silakan-silakan.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Kanapa Plt itu …(suara tidak jelas) bisa dikenakan sanksi administratif dan sanksi pidana.
Yang kedua seorang pegawai negeri pengadilannya dianggap terlalu mudah ...(suara tidak jelas).
Kalau dia bukan pegawai negeri contoh ...(suara tidak jelas) vonis-vonis publik apakah itu karena
terlalu baik dipertahankan oleh masyarakat atau dia terlalu jelek sehingga tidak diperpanjang ...(suara
tidak jelas)

KETUA RAPAT:

Ini masukan saya kira berdasarkan pengalaman bisakah misalnya kalau itu ada bisa kita
perpanjang tapi dengan satu persaratan usul perpanjangan itu, dia tidak boleh begino, begini, begini
kalau dia melakukan itu dia.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Diatur dengan peraturan pemerintah ini pak.

8
KETUA RAPAT:

Ada prraturan lagi?

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Begini pimpinan, memang semua ini pasti ada masalah, ketika kita melihat mana yang lebih
mana yang lebih ringan, kalau masalah ini pasti ada, bisa juga dia baik tapi ada ambisi disitu, ...(suara
tidak jelas) tapi kan kalau kita lihat gak sampai setahun, dalam waktu yang minimal. ...(suara tidak
jelas) kita kan Undang Undang ini bagaimana bisa mengumpulkan orang.
Yang kedua juga ada juga ...(suara tidak jelas) kalau gubernurnya kan ini tehnik gubernur,
kalau bupati kan gubernur yang mengusulkan minimal kan ...(suara tidak jelas) kepentingan-
kepentingan ini. Ya kalau ini yang berkembang lain saya pikir minimal ...(suara tidak jelas) semangat
kita ini bagaimana undang undang ini tidak merugikan kepada anggaran dikenakan. Saya pikit itu saja.
KETUA RAPAT:

Apalagi tadi kalau misalnya PP yang mengatur lebih lanjut supaya tidak melakukan lanhgkah-
langkah tertentu sehingga dia seperti ...(suara tidak jelas) begitu kira-kira, sifat pekerjaannyal
kewenangannya ...(suara tidak jelas).

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Mungkin begini Ketua, yang mungkin teman-teman di dalam beberapa partai penunjukan Plt
ini, ini kan ada kecurigaan terhadap penguasa untuk menurunkan Plt-Plt sesua dengan ...(suara tidak
jelas) Saran saya kalau mungkin kita sudah ...(suara tidak jelas) bahwa Plt itu Sekda, jadi tidak ada
droping, jadi Sekda tentu dalam ...(suara tidak jelas) kita kan sudah mencalonkan kan harus berunding,
jadi Sekda. Sekda itu kan kalau di Kabupaten eselon II, Sekda itu pejabat Sipil tertinggi di daerah.

KETUA RAPAT:

Saya kira ini juga catatan yang baik, ...(suara tidak jelas).

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Kalau inipun saya pikir lebih netral lagi, kalau di Undang Undang itu.

KETUA RAPAT:

Silakan Bu Diah.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Ya pertimbangannya Plt apakah perpanjang, Plt itu kan tetap ada transisi kekuasaan artinya
dari pejabat bupati, walikota, ke pajebat selanjutnya. Kalau saya terus terang lebih ...(suara tidak jelas)
yang tidak ada Plt, karena itu lebih stabil dan kalau bicara soal ...(suara tidak jelas) Plt itu dia punya
kesempatan point satu tahun keuntungan politik juga, untuk menyiapkan pada investasi pemilu
berikutnya, itu awalnya disitu menurut saya. Saya lebih setuju dengan perpanjangan masa jabatan tapi
ditentukan kondisi-kondisi perbatasannya untuk masa transisi.

9
KETUA RAPAT:

Dengan persyaratan seperti Plt itu ya? ...(suara tidak jelas).

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Kalau saya sih, pada prinsipnya sudah dekat pak, karena memang ada satu hak juga yang
...(suara tidak jelas) juga dia kalau persiapan sudah kita atur, dia imbas dari kepentingan juga, dalam
arti kata kalau pejabat yang ini kan ada kepentingan jadi butuh maju biar bisa memobilisasi
pegawainya juga juga ...(suara tidak jelas) tudak ada sanksi administratif, tapi kalau Sekda sebagai
pelaksana kan dia ...(suara tidak jelas) kalau lapor tidak bisa jadi alat politik siapapun. Jadi dua-dua ini.

KETUA RAPAT:

Saya membayangkan nanti DIM sandingan pemerintah itu pasti ada pentahapan, kira-kira nanti
... (suara tidak jelas)

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

...(suara tidak jelas) provinsi kelihatannya dari sekian kepala daerah ini banyak yang memang
tidak berprestasi ya, mawaupun masyarakat itu cenderung ingin segera melakukan Pilkades, saya
lebih ...(suara tidak jelas) Sekda karena pemerintah ini dia akan tetap mempertahankan ...(suara tidak
jelas) kalau kepala daerah itu dari dia. Mungkin di beberapa daerah kalau kita memperpanjang itu
mungkin beberapa daerah akan menyambut, karena rata-rata di daerahnya itu yang menjabat masih
rezim dia, tapi kalau kita tawarkan Sekda sebagai solusi Plt, saya kira ini yang paling soft dan ini
kemungkinan akan lebih netral. Saya kira itu.

KETUA RAPAT:

Kita sudah bisa simpulkan bahwa kita akan menggunakan antara dua, kita nanti di Perppu bisa
tolak pak, sepakat kan pak ya? alternatifnya adalah.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Begini pak kalau saya adalah bisa ...(suara tidak jelas) tapi juga jalan yang terbaik, ini tetap kita
punya yang ini ya, tetapi juga pemerintah kalau kita tahu ada Sekda itu ...(suara tidak jelas) sebagai
solusi kita.

KETUA RAPAT:

Pokoknya nanti kalau kita gaya lawannya sudah kurang dari awal, jadi kita tidak bisa ngapa-
ngapain sudah habis gak bisa lagi, tetapi kalau kita ...(suara tidak jelas) kalau tidak ada lawannya
pasti Perppu kita jadi ...(suara tidak jelas) diperpanjang masa jabatannya tapi tapi dengan batasan-
batasan kewenangan seperti Plt, nanti kemudian dalam pembahasan dengan pemerintah kita akan
...(suara tidak jelas).

10
F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

...(suara tidak jelas)

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

...(suara tidak jelas) posisi pemerintah itu kembalinya kepada pembuat undang-undang.
Mungkin ini solusi yang terbaik, ...(suara tidak jelas).

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

... (suara tidak jelas) dan ini bertentangan dengan peraturan-peraturan yang lain. Yang pasti
pemerintah akan berkeras untuk membatalkan perpanjangan ...(suara tidak jelas) karena hal-hal yang
bisa terjadi, kalau calonnya diperpanjang maka ini bisa membangun kembali generasi yang baru dalam
proses ...(suara tidak jelas).
KETUA RAPAT:

Itulah yang terjadi kemarin dari Papua atau dari mana kemarin Komisi II kita terima khusus
kabupaten mana itu kemarin, saya agak lupa itu. Hanya berapa bulan dia langsung melaksanakan
banyak sekali ...(suara tidak jelas) itu kemarin khusus bupati dengan rombongannya hanya untuk
menyatakan jangan sampai ada Plt.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Pimpinan kita kembali ke persoalan itu, saya berpendapat, karena ini kalau ...(suara tidak jelas)
semangatnya sama berkaitan dengan Plt, tidak masalah kita masukkan ini, karena kalaupun kita
masukkan Sekda ...(suara tidak jelas) ada konspirasi nanti untuk mengukur, konspirasi ini pak,
sebelum kita melangkah kesini mejadi undang-undang pasti ada konspirasi, kita masukkan inipun pasti
ada konspirasi itu ...(suara tidak jelas) yang penting kita sudah sepakat nanti anunya itu Sekda. Karena
soalnya Plt ini memang berat ini, ...(suara tidak jelas) kita bawa. Kalau dia bupati tidak, yang Pltnya,
kalau ini dikurangi.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Saya ada pengalaman juga pak Plt 3 bulan ...(suara tidak jelas)

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Itulah makanya yang dilarang Plt ...(suara tidak jelas) dia tidak bleh mengeluarkan kebijakan-
kebijakan, dia menjalankan roda pemerintahan ...(suara tidak jelas) itu harus.

KETUA RAPAT:

Bahwa artinya ada 2 opsi untuk mengganti ...(suara tidak jelas) kita masih pilih salah satu.
Oke jadi mau kita pending lagi atau kita putuskan di ...(suara tidak jelas) yaitu tadi Pak Syarif.

11
F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

Kita putuskan saja, buat alternatif ...(suara tidak jelas) Pilkada permanen, alteratif kedua
adalah menuju Pilkada serentak.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Ini menuju serentak semua Pak.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Serentak tapi tahapan.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Tadi ada 2 tetep.

KETUA RAPAT:

Begini jadi kita sudah masuk pak, yang di Perppu simulasinya kita tolak. Tadi sudah kita
laporkan, simulasi yang tadi sudah kita tolak, kita punya simulasi baku namanya Pilkada bergelombang
permanen dan Pilkada bergelombang menuju serentak. Pilkada bergelombang menuju serentak
nasional itu masih ada opsi ...jadi dengan hitungan-hitungannya, meskipun saya tadi bicara pagi-pagi,
kalau Ibu Diah bisa menyampaikan gagasannya bagus, jadi Ibu Diah ini mohon maaf saya
menyampaikan gagasan beliau tadi di forum ini, ya kita tidak perlu menyertakan simulasi, normalnya
saja Pilkada bergelombang menuju serentak nasional, itu kan tehnis. Misalnya ke ...(suara tidak jelas)
atau ke KPU, tapi bisa juga ini gagasannya Ibu Diah supaya kita bisa terlalu lama dalam meMbahas
simulasi misalnya cukup normalnya saja kita ketuk disini. Karena memang undang undang kan
mengatur tehnis ini juga ...(suara tidak jelas) saya kira kita sudah maju ada 5 pasal yang kita cabut dari
Perppu di hari ini.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Kalau kita tidak steek di ...(suara tidak jelas) itu berarti kita menyerakan kepada pemerintah
untuk mengatur ...(suara tidak jelas)

KETUA RAPAT:

Ya ini gambarannya Bu Diah makanya.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Jadi menurut saya yang pada proses transisi menuju Pilkada serentak ini ada aturan-aturan
turunan yang akan dilaksanakan, jadi diikuti aturan di bawahnya, yang kita ajukan ke pemerintah ya
yang ...(suara tidak jelas)

12
KETUA RAPAT:

Atau ditaruh di penjelasan mungkin tidak? Simulasinya ini di penjelasan.

STAF AHLI DPR RI (INDRA PAHLEVI):

Sebenarnya di Perppu ...(suara tidak jelas) menyebutkan itu pak detail yang ada di layar itu.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Berarti menyerahkan kepada pemerintah untuk ...(suara tidak jelas)

STAF AHLI DPR RI (INDRA PAHLEVI):

Ya tinggal pilihannya saja pak.

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Itu bagaimana dengan tehnik pembuatan Undang undang, karena saya lihat ini kalau seperti
pasal-pasal di Perppu itu, itu kan setelah tahun sekian beberapa pasal itu almarhum ya to, beberapa
pasal itu almarhum. Padahal Undang-undang seharusnya tidak begitu. Oleh sebab itu kemungkinan
kita tuangkan di sini di pasal, bahwa pemilu itu bergelombang menuju serentak nasional. Jadwal
pemilih dibuatkan ...(suara tidak jelas) pemerintah, karena kalau kita muat seperti yang ada di Perppu
itu beberapa pasal itu almarhum.

KETUA RAPAT:

Ini ada beberapa alternatif, ya memang yang aneh memang dari ...(suara tidak jelas) terlalu
tehnis undang-undang itu kan, sehingga kemudian menjadi almarhum, tetapi juga ada kekhawatiran
misalnya apakah ini diserahkan pemerintah nanti nah begitu, apakah ini nanti simulasinya bagaimana,
atau ...(suara tidak jelas) menjadi normal.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Jadi normatifnya itu normatifnya pemilu serentak menuju serentak nasional itu di Pasal 201,
terus tentang rangka apanya itu diatur di aturan peralihan.

KETUA RAPAT:

Ini sudah satu kemajuan, bisa kita ketok ya?tadi yang serentak nasional yang itu belum.
Gerindra belum ini.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Belum, kita masih menghendaki gelombang, ...(suara tidak jelas).

KETUA RAPAT:

Kita belum memutuskan itu.


13
F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Karena konflik yang akan ...(suara tidak jelas) pemilu serentak itu lebih besar nantinya yang
ditakutkan itu, jadi tetap gelombang menuju serentak sehingga bisa tetap ditangani ketika ada
permasalahan-permasalahan yang tidak kita inginkan.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Pimpinan, kalau saya sih kita kalau Nasdem sih sepakatlah Pemilu menuju serentak nasional,
Cuma memang apa yang disampaikan Bu Diah memang baik, dalam Undang-undang itu sebenarnya
diupayakan bahwa undang-undang itu bersifat fleksibel, tetapi juga kita harus tahu jangan sampai ini
tidak kita cantumkan itu berbeda antara jiwa, semangat yang kita inginkan di dalam ini dengan apa
yang diinginkan oleh pemerintah. Jadi ini membuka peluang pemerintah bisa saja tadi yang pertama
saya lihat dari kemarin keinginan kita tidak ingin merugikanlah saudara-saudara kita yang menjadi
pimpinan sekarang sehingga kita buat simulasinya.

F-PKB (H. MALIK HARAMAIN, M.Si):

Pimpinan diputusin dulu, serentak nasional apa tidak?


KETUA RAPAT:

Iya makanya ini tadi dari Partai Gerindra masih sangat jelas ini apa Pilkada bergelombang
permanen.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Sekalian saya saran, sekalian kalau kita semua diakomodir, juga tidak selesai, dalam artian
kalau sebagian besar sudah menyatakan keinginan serentak nasional, walaupun tetap Gerindra tetap
yang juga disampaikan, dicatat sehingga kita bisa putuskan, nanti Gerindra ...(suara tidak jelas) tapi ini
teta menjadi kesepakatan kita.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Jadi interupsi Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Partai Gokar ...(suara tidak jelas) ya silakan.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Partai Gerindra mengusulkan Pilkada dilaksanakan secara bergelombang permanen. Jadi


misalnya contohnya kalau dalam 5 tahun itu 3 kali melaksanakan bergelombang ya 3 kali.

KETUA RAPAT:

Itu sudah ada simulasinya.

14
F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Betul sehingga tidak ada Pilkada nasional.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Ketua sebelum Partai Golkar, kita anggap sebagai Poltinggi peserta ini. Jadi serentak nasional
ini Poltinggi, nanti dalam pembahasan DIM dengan pemerintah bisa jadi nanti bergelombang, ini
poltinggi seperti tadi.

F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

Ya pada dasarnya sama tadi dengan Pak Lukman, tapi mungkin tahapan pertamannya kita
coba dulu bergelombang permanen, sekarang kembali ya saya selalu melihat dari faktanya. Makanya
tadi saya punya ide tadi dalam mengefisiensi itu tentang pengklasteran dari pada TPS itu nanti ada
beberapa kalau setuju ya? maka kita akan kembali bahwa ...(suara tidak jelas) yang saya contohkan itu
sudah jelas pengalaman saya serentak awal-awal serentak itu saya dari kabupaten sayalah sampai
kepada gajinya ...(suara tidak jelas) juga di kabupaten saya, serentakan 180 kepala desa saya
membutuhkan 3 SSK Brimob yang siaga di tempat, karena tadi tingkat kerawanan untuk konflik ini
tinggi sekali, kalau andaikata ini serentak di seluruh Indonesia mau pasukan mana yang di siagakan.
Kalau ...(suara tidak jelas) Jawa Timur mengatakan bahwa its oke siap-siap, memang penguatan
pasukan itu adanya di Jawa Timur, bukan di Jawa Barat. Pasukan Kostrad itu semua itu terbesar di
Jawa Timur dan di Jawa Barat, kalau di ...(suara tidak jelas) itu kan TNI.
Jadi serentak itu ini tentunya perlu dikaji secara ...(suara tidak jelas) jangan kita ingin rame-
rame serentak, dalam artian tadi, jadi Golkar masih sependapat dengan 3 gelombang permanen, tadi
tanda bukti tadi kaya Pak Lukman maunya artinya ujungnya mungkin bisalah kita harapkan itu, kita
mau serentak, serentak, serentak, tapi makanya diajukan 2 alternatif ...(suara tidak jelas) dulu.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Ini Demokrat langsung, supaya anu.

KETUA RAPAT:

Ya Demokrat.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Saya kira ini berdasarkan pengalaman dulu, begitu pilihan kepala desa serentak mobilisasi
dari desa lain itu langsung ...(suara tidak jelas) mobilisasi dari desa ke desa yang lain gontok-gontok
lah kalau di bahasa jawanya, gontok-gontok itu hilang pak itu, karena dia yang harus dikerjakan
serentak juga jadi tidak ada gunanya tidak bisa melakukan mobilisasi. Karena ...(suara tidak jelas) atau
apapun adalagi ...(suara tidak jelas) proses mobilisasi. Jadi kalau Pilkadanya serentak nasional
mobilisasi antar daerah, mobilisasi pusat daerah, mobilisasi ...(suara tidak jelas) akan jauh sangat
berkurang sehingga resiko keamananannya akan turun, ini saya kira pengalaman teritorial mengatakan
begitu.

15
F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Jadi Demokrat serentak nasional, supaya cepat di caount masing-masing fraksi saja supaya
cepat saja Ketua.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Mungkin kita masih berbicara teori dan sebagainya, kenapa bisa menurut ketika ada kepala
desa, pemilihan kepala desa serentak ini karena ...(suara tidak jelas) bisa mem back up kegiatan itu
sehingga yang namanya kerusuhan-kerusuhan tetap takut.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Kalau tentaranya tidak bikin kerusuhan tidak ada kerusuhan.

F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

Ini intemeso saja, kalau di tempat saya Pilkades itu yang sangat menentukan itu penjudi, mau
aman, mau tidak itu penjudi. Dan Penjudi saya itu dia punya lembaga survey yang luar biasa, dia
sudah punya prediksi ini yang memang, bapak sudah yakin menang. Itu malam ditembak sama tim judi
yang lain bubar, taruhan itu, sudah terkenal. Judi itu pak dan saya jujur di Karawang itu dunia lain itu.
Di Karawang itu sekarang standart bukan per kepala, per KK di Karawang itu desa yang punya potensi
besar untuk calo ijin-ijin jual beli tanah itu per KK ...(suara tidak jelas) itu orang jadi kepala desa 105
milyar ...(suara tidak jelas).

KETUA RAPAT:

Ini sudah ada kemajuan, artinya yang ...(suara tidak jelas) kita sudah punya opsi tapi memang,
opsinya ini, jadi sebenarnya juga ada pemikiran tentang serentak itu dinilai bagus oleh semua, tetapi
ada yang menginginkan kita uji coba Pilkada gelombang permanen ini, ada yang ingin sudah kita
putuskan sekarang, kira-kira begitu. Kalau bisa pada periode ini gelombang permanen dulu tidak tahu
juga, 5 tahun ini juga ...(suara tidak jelas) nanti kita uji lagi pada masa yang akan datang kalau mau
dibikin ...(suara tidak jelas) ya tidak apa-apa, bisa juga kan begitu, tidak harus sekarang, tidak harus
sekarang buru-buru putuskan.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Kalau begitu tidak usah buru-buru revisi. Ini anomali juga, belum di coba terus direvisi, jalankan
dulu baru kalau jelek ...(suara tidak jelas).

F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

Kita sepakat saja dulu ini 3 permanen, tai nanti dalam pasal apa tidak tahu, saya tidak baca
Undang Undang, menuju untuk serentak pada tahun sekian, melihat evaluasi hasil dari yang
permanen.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

16
Begini jadi kita belum bisa kalau seperti itu, saya pikir kita ini kan sudah ...(suara tidak jelas) uji
coba ini gelombang satu, dua, tiga, menuju serentak. Gelombang permanenpun, kalau yang namanya
permanen tidak berubah lagi, itu kan tiga 3 gelombang seterusnya, padahal kita uji coba juga ini,
...(suara tidak jelas) sampai nanti menuju tahun 2025 kita laksanakan itu, baru kita serentak secara
nasional. Kalau pertombangan-pertimbangan masalah ini saya cuma ...(suara tidak jelas) itu pilkada
serentak beberapa daerah, ternyata memang tidak bisa dimobilisasi antara daerah yang satu dengan
daerah yang lain. Tadinya ada KTP yang sekarang ini kan belum E-KTP, KTP 2. Saya ikut pemilu
antara Singkawang dengan DKI yang bersamaan. Periode-periode pertama, mereka pada pulang,
...(suara tidak jelas) tidak bisa pulang akhirnya banyak yang tidak bisa menggunakan hak pilih.

KETUA RAPAT:

Coba kita dekatkan lagi, kita lihat dua-dua, simulasi bisa kita ambil sekaligus tidak? Nah oke.
Sekarang tinggal 2 Pilkada serentak satu simulasi, ini ada gelombang permanen satu simulasi, nah dua
ini, tinggal ini kan.
Sekarang gini simulasi nya gelombang satu, dua, tiga ini bisa disamakan tidak dulu? satu, dua,
tiga, dulu gelombangnya, ini tinggal 2 simulasi, sedikit lagi itu tinggal redaksinya. Kalau simuklasinya
sudah sama, kan tetap bergelombang ...(suara tidak jelas) ini simulasinya berbeda. Bisa tidak
simulasinya disamakan? Cuma ujungnya yang satu belum serentak, yang satu serentak, itu sudah
mulai mengerucut lagi kalau begitu, misalnya. Jadi itu nanti tinggal kalimatnya kan diatas kalau
simulasinya sudah sama tinggal kalimat di atas dan ujungnya saja yang berbeda. Yang satu kolomnya
tidak ada serentak nasional, itu sudah mulai lumayan, ada kemajuan.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Ketua, penyakitnya Demokrasi itu adalah ...(suara tidak jelas) kalau ada yang mengejar
perolehan fisik, ada yang mengejar ijin, ada yang mengejar macam-macamlah, ...(suara tidak jelas)
satu orang di Jakarta ini kalau menyelesaikan 10, 20 Pilkada itu enteng, tapi begitu seretak nasional
kita sudah sulit mau ...(suara tidak jelas) bagaimana?

KETUA RAPAT:

Kalau semakin sulit semakin menantang kayaknya.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Ini tadi usulan ketua menarik, sudah disatukan saja, simulasinya disatukan caranya yang opsi
yang kedua ini masukkan 2016. Jadi gelombang satu 2015, gelombang dua 2016, gelombang tiga
2018, gelombang empat 2020, gelombang lima 2025 selesai. Ya 2015, 2016 kita buat, 2018, 2020,
2025 selesai.
Gelombang yang Opsi I plus Opsi II tapi ada serentak nasionalnya.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Sedikit pak ya, kemarin pertimbangan kita ...(suara tidak jelas) 3 gelombang tidak beresiko
terhadap masalah jabatan 5 tahun, tapi kok 2 ini kenapa pak, tetap berisiko, kalau 3 gelombang dia
...(suara tidak jelas) aman pak. Makanya simulasi ini seharusnya dari Tenaga Ahli itu dihitung akhir
jabatan dari Kepala Daerah itu ada termakan tidak? Bisa di dobelkan tidak? Saya hitung-hitung disana,
ini kalau 2 gelombang tidak mungkin pak, kalau mau aman terhadap jabatan. Karena masa jabatan 5
17
tahun itu kalau kita ...(suara tidak jelas) dia tetap kemakan. Maka kita pertimbangkan masa jabatannya
karena menurut MK kemarin masuk jabatan tetap menurut 5 tahun yang sekarang. Kalau yang
sekarang misalnya pak, kalau yang sekarang kita potong ...(suara tidak jelas) 5 tahun ini keliru,
melanggar Undang-undang. 5 tahun itu ...(suara tidak jelas) sejak dari dilantik, tugasnya SK, maka
kemarin yang menjadi halangan kita adalah masa jabatan pak, coba di ceka masa jabatannya supaa
kita ini gampang 2 gelombang atau mau serentak kayaknya ini bisa serentak nasional, tapi Pltnya itu
ada yang sampai 4 tahun pak.

KETUA RAPAT:

Mohon maaf ini tadi sebelum bapak, yang punya ini, ini sekalian saya laporkan kepada Pak
Ketua sama denan saya laporkan dengan Pak Tagor, jadi pembicaraan kita sampai jam 10.00 tadi kita
buka itu, kita sudah maju ini Pak Rambe, Pak Tagor, majunya itu kita sudah sama-sama sepakat
mencapai pasal-pasal yang ada di Perppu, kita punya opsi baru.
Opsi yang baru yang pertama coba ke bawah dulu, kebawah dulu, jadi pokoknya yang tadi
Perppu sudah ganti semua, kita sudah membuat pasal-pasal baru, cuma ada 2 alternatif.
Yang pertama itu untuk mengatasi masalah Plt-Plt yang kemarin banyak dibicarakan
menyalahgunakan wewenang dan lain sebagainya, kemudian kita mengusulkan perpanjangan Kepala
Daerah yang exsisting dengan persyaratan sama dengan Plt, dia tidak boleh melakukan urusan-urusan
strategis dan sebagainya. Itu satu opsi.
Yang kedua opsinya bukan kepala daerah existing tetapi Sekda ada 2. Nah yang Sekda ini dari
beberapa pertimbangan yang bisa terika t dengan peraturan perundangan yang berlaku. Jadi
pemerintah bisa melakukan ...(suara tidak jelas) kalau dia melakukan penyimpangan. Tetapi tadi ada
pemikiran juga bahwa alternatif satu ini kita buat saja kita sepakati bersama untuk ...(suara tidak jelas)
nanti toh pemerintah kira-kira akan bertahan ujung-ujungnya okelah kita kasih ke Sekda. Ini sudah
mengurangi nuansa Plt yang kita lihat kemarin banyak punya potensi bermasalah, ini perkembangn
Pak Tagor, jadi itu juga mengurangi, kalau kosnong ini bahaya, karena apa? Karena diperpanjang
pejabatnya, atau paling tidak turun ke Sekda.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Karena Undang-undang yang ...(suara tidak jelas) maksud kami mungkin saya ya.

KETUA RAPAT :

Mungkin saya tuntaskan dulu laporan saya ya? Itu keputusan kita tadi nanti Pak Tagor tentu
boleh menyampaikan ...(suara tidak jelas) lagi, kita sudah sampai di sana keputusan kita sudah maju,
tidak ada ada pasal yang baru kita buka, buat seperti ini satu, kemudian ada pasal berikutnya, kita lihat
yang atas lagi. Ada 2 yang kita mau pilih. Pilkada bergelombang permanen dengan simulasi kemarin
yang dinuat oleh Pak Riza ya? Lalu Pilkada bergelombang menuju serentak nasional dengan simulasi
yang yang dibuat oleh Pak Lukman Edy kalau tidak salah ya? Seperti ini.
Tadi kita sedang, ini sudah ketok palu artinya simulasi yang dibuat di Perppu kita sudah tolak
kita sudah sepakat, kita tidak akan pakai itu. Cuma kita masih berdebat apakah Pilkada bergelombang
permanen atau Pilkada bergelombang juga selama 5 tahun, ini sebenarnya ...(suara tidak jelas) nya
bergelombang tetapi menuju serentak nasional. Saya tadi mengajukan lagi Opsi ke tiga, ini coba
simulasinya disamakan saja, jadi simulasinya sudah sama, coba lihat ke bawah, simulasinya sama
tinggal buka antara simulasi yang satu yang diatas sama yang di bawah, tinggal kita yang ini ... satu
kolom serentak nasional nya dipisah disamping, supaya jangan langsung pro pada serentak nasional.
jangan dirapeting dulu diatasnya Pilkada bergelombang permanen strip serentak nasional begitu.
18
Itu kita coba tingkatkan sedikit, jadi kalau mau mencari kecocokan itu juga ditingkat kan sedikit-
sedikit, titik, komanya saja susahnya itu kan? Tadi kita sudah putar beberapa pandangan dari partai
Gerindra menginginkan Pilkada bergelombang permanen tanpa serentak nasional, dari Golkar juga
demikian, kurang lebih PKS juga begitu, karena nanti dievaluasi dulu, kalau PKS begitu, kita evaluasi
dulu Pilkada bergelombang ini, ini kan sudah ada serentak nya juga, kita evalusi dulu nanti yang
membuat Undang-undang pada periode yang akan datang mau membuat serentak silakan, itu
pandangan PKS, ini sekalian masuk juga saya, karena wakil PKS sudah hadir.
Sementara rekan-rekan yang lain, cenderung untuk sekalian saja hal ini serentak nasional,
kira-kira itu ... terakhir. Bang Rambe, Bang Tagor yang ... ini itulah perkembangnnya sebagai satu
laporan. Terima kasih dari saya.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Sedikit ya, potong jabatan diharamkan ini kan? Tidak boleh, diharamkan dalam Undang-
undang sekarang pak.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Oleh karena itu saya bisa interupsi, karena yang diharamkan potong jabatan itu yang memang
sudah terlanjur di SK kan 5 tahun.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Ya ini SK 5 tahun pak.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Setelah periode 2016 itu kita bisa bikin SK 4 tahun itu pengecualian ...(suara tidak jelas)

KETUA RAPAT :

Kalau menuju serentak nasional kan?

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Kita coba dulu pak ya? Pertama kita tidak harus merevisi Undang-undang yang lain, akibat
timbulnya undang-undang ini, itu yang kita hindari, karena 5 tahun itu adalah Undang-undang. Jadi
jangan dia dilibat karena membuat Undang-undang ini ...(suara tidak jelas) Undang-undang yang lain,
kalau kita mau membuat Undang-undang revisi undang-undang terus sampai 5 tahun ini mungkin bisa
tercapai.

KETUA RAPAT :

Jadi kalau yang Pak Tagor itu, kalau menuju serentak nasional ini akan ada yang terpotong?

19
F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Dia tetap ...(suara tidak jelas) pertahankan tetap 5 tahun, kalau memang tidak bisa serentak
nasional, ini devinisi serentak nasional ini juga kita bisa rubah, serentak nasional 3 gelombang,
namanya serentak nasional juga pak, tapi kalau kita paksakan dengan kondisi begini seperti misalnya
tadi ada kata-kata Sekda kita minta, itu ada Undang-undang lagi yang kita rombak, karena di Undang-
undang itu kewenangan Gubernur, yang mengusulkan ke ...(suara tidak jelas) jadi itu juga harus kita
rombak kalau harus Sekda. Kalau kita sepakat Undang-undang yang lain tidak tertabrak, ini lewat.

KETUA RAPAT :

Jadi tidak selalu menabrak ya, pertama begini saya mengklarifikasi ...(suara tidak jelas) itu
cenderung untuk bergelombang.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Bergelombang kalau saya risiko yang hampir tidak ada resiko 3 gelombang.

KETUA RAPAT :

3 gelombang, jadi kemarin pada serentak nasional, jadi serentaknya devinisinya adalah
bergelombang pula ya?

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Bergelombang itulah serentaknya, tapi kalau mau dipaksakan serentak nasional ini negeri ini
bisa kacau pak.

KETUA RAPAT :

Pemikiran bapak ini sudah tertampung di opsi yang pertama, Pilkada bergelombang permanen,
bergelombang tapi permanen.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Bukan proses permanennya pak, supaya ada hak nanti dari ...(suara tidak jelas) lagi.

KETUA RAPAT :

Boleh-boleh itu.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Kalau kita kunci nanti, ini kacau, karena Undang Undang Dasar 45 itu memberi keleluasaan
...(suara tidak jelas) atau demokrasinya tidak tetap ada demokrasinya itulah yang menjadi ukuran
secara luas. Kalau demikrasi menjadi ukuran saya melihat hitung-hitung kemarin itu 3 gelombang.
Yang saya minta disimulasi kemarin supaya kita lebih hemat, ada kata-kata hemat, kalau kata-kata
20
hemat hanya terdapat bahwa kalau gubernur dan bupatinya sekali pilih. Disitulah kita cari strategi untuk
menghemat uang, kalau ada kata-kata demokrasi itu bukan ukuran dengan uang kita jalan terus, tapi
kalau mau kita hemat gebuernur dan bupati sekali. Kemarin ada pandangan pak, ada misalnya RPJM
dan lain-lain itu sudah diantisipasi dengan rencana pembangunan. Jadi tetap bisa disinkronkan dengan
Rencana Nasional jangan khawatir kita sudah coba kemarin itu waktu di bupati ini tidak jadi halangan.
Jadi saran saya pertama tetap 5 tahun lah, tidak usah kita rubah lah, banyak sekali nanti
dengan Presidennya lagi 5 tahun, kita robah 4 tahun, ada yang tidak beres gitu loh. Sebenarnya ini kan
keseragaman, kita mau ...(suara tidak jelas) keseragaman sebenarnya, jadi aklau dari
keseragamannya sudah ada kita rubah lagi ini jadi masalah tersendiri lagi nanti.
Jadi kesimpulannya saya berharap yang saya hitung-hitung, 3 gelombang tidak beresiko
terhadap hukum-hukum yang lain.

KETUA RAPAT :

Ini masukan yang bagus dari Pak Tagor ya? Supaya juga tidak kemudian seperti bertentangan
dengan yang punya ide serentak dan sebagainya, itu yang Pilkada bergelombang saja ya kan, ini
masukin saja, jadi memang istilah permanen ini juga muncul tadi pagi, semalam juga tidak ada, ini
sebagai suatu ... untuk membedakan dengan penegasan terhadap serentak nasional itu kan? Supaya
kalau ini lebih dekat lagi ya sudah ini permanennya kita cabut saja pak, bagaimana? Yang penting kan
bergelombangnya ya kan?

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Sebentar pimpinan, jadi begini, sebenarnya kalau ini kita kembali lagi, tadi kita sudah ada 2
opsi, 2 opsi ini bergelombang apakah itu bergelombang secara permanen atau bergelombang, tadi ada
opsi juga menuju ke Pilkada secara nasional 2025, itu 2025 tidak ada memotong satupun jabatan dan
dari 5 tahun ini, tapi 2025 kita sampai kepada Pilkada secara nasional. Kalau tang bergelombang tadi
itu otomatis selamanya kita bergelombang terus, kita tidak ada sampai kepada Pilkada secara
nasional.
Yang kedua opsi yang kedua tadi sudah jelas 2025 tadi itu tidak ada satupun yang dipotong
jabatan, bahkan ada tadi juga berkembang Pak Tagor, berkembang tadi itu apakah bupati yang sedang
menjabat itu diperpanjang jabatannya. Sebentar pak, sebentar apakah diperpanjang tadi itu
berkembang pak, diperpanjang dengan membuat ketentuan peraturan pemerintah mengatakan dia
hanya sebagai pelaksana tugas, tidak boleh membuat kebijakan keputusan yang strategis itu atau
Sekdanya jadi pelaksana tugas karena 6 bulan pak tidak alam. Saya tadi malahan kami, cenderung
kepada menuju kepada Pilkada secara nasional 2026 tidak ada memotong jabatan, kita tidak perlu
membuat lagi peraturan di dalam undang-undang itu untuk mengaturnya, ini dan itupun kami tangkap
dan keinginan teman-teman yang terlibat pada saat pembuatan Undang-Undang itu inginnya ada
Pilkada secara nasional. Jadi tidak ada yang dipotong itu kalau yang ...(suara tidak jelas) itu.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Ini begini, ini kita musyawarah pak ya? Kalau kita menuju ke serentak nasional beresiko itu.
Resiko yang paling ringan adalah Plt diperpanjang itu yang paling ringan, tapi kalau Plt diperpanjang
dengan ada yang 3 tahun lebih dan lain-lain itu berisiko tertebrak dengan keuangan pak. Jadi rata-rata
nanti bisa daerah yang Plt nya di atas 3 tahun disclaimer dia nanti.

21
F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Begini, coba ditayangkan dulu yang 2, ditayangkan dulu pak supaya bapak melihat tadi, coba
ditayangkan yang sampai 2015 itu berapa lama masa periodenya.
Tidak sampai 3 tahun, 1 tahun saja.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Kita hanya boleh bermain di Plt. Coba Pltnya kalau 1 kali serentak, Plt berapa yang paling
lama. Lebih pak, lebih pasti, sekali serentak terus. Pada tahun berapa kita adakan pemilu? Yang kita
mulai sekarang pak? 2015, ini ada yang dipotong pak?

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Kemarin itu kita rapat, opsi-opsi itu termasuk opsi yang ketiga adalah kalau memotong jabatan
paling lama 1 tahun, kalau mau Plt paling lama 2 kali 6 bulan itu sudah kesepakatan kemarin.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Kalau pemotongan pak, kita tidak usah sepakati. Kalau kita sepakati kita melanggar undang-
undang pak, kita hanya boleh bermain di Plt, itu saja yang aman pak, tapi kalau memotong jabatan dia
ke MK dan lain-lain.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

...(suara tidak jelas) 2 alternatif ketentuan 201. Satu serentak dengan 3 gelombang membuat
simulasi, 3 gelombang menuju serentak nasional 5 atau 10 tahun kedepan membuat simulasi tadi
sudah, atas 2 alternatif harus diupayakan memotong masa jabatan serta Plt yang terlalu lama,
maksimal 2 kali 6 bulan.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Kalau ...(suara tidak jelas) tidak ada memotong jabatan.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Pada tahun 2025.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Tidak sampai tahun 2025.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Kalau sekarang kita lakukan Pak pemotongan jabatan ada, maka yang paling aman kita
bermain di Plt, kita tidak memainkan undang-undang yang lain, kita tidak menabrak undang-undang
yang lain, itu paling aman. Kalau Plt yang terlalu panjang ini berakibat dengan ...(suara tidak jelas) itu
pak, palagi berapa persen, kalau hanya 10 persen dia Plt nya panjang, mainkan saja. Tapi kalau
sampai 50 persen itu bisa berakibat.
22
KETUA RAPAT :

Silakan Bu Diah.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Ya ini sebenarnya 3 gelombang itu kan untuk menyiasati tidak adanya pemotongan jabatan,
kemarin lisensinya itu. Terus yang kedua makanya disiasatinya dengan penambahan jabatan atau Plt,
itu konsekwensi satu point itu. dan yang kedua tentang serentak atau bergelombang itu kan
penetapannya tentang apakah dalam Undang-undang menyatakan menuju serentak nasional, akan
ada serentak nasional, yang turunan 3 gelombang ini akan diatur dalam pasal-pasal peralihan
konsekwensi dari masa transisi menuju adanya serentak nasional atau bergelombang. Artinya kalau ini
akan jadi bergelombang secara permanen dia akan menjadi undang-undang bergelombang ini, tidak
berada dalam pasal peralihan atau pasal tambahan, itu poin-poin yang menurut saya, kalau bicara tadi
merespon Pak Tagore yang poin terbesarnya bagaimana kita membangun sebuah satu pergantian
pemerintahan daerah tanpa adanya pemotongan jabatan, karena walaupun ini terjadi setelah tahun
2015 atau setelah undang-undang ditetapkan, konsekwensinya adalah kita bersentuhan dengan aturan
normatif lain dalam tata negara kita, itu yang menurut satya.
Jadi logis saja kalau ada Plt tidak ada pemotongan, mari kita upayakan sekarang membangun
simulasi, meminimalisir atau meniadakan pemotongan jabatan.

KETUA RAPAT :

Kalau simulasi lagi, simulasi lagi ini pada ...(suara tidak jelas) supaya mana yang paling efisien.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Pak Ketua tadi kan sudah ada solusi ketua, bahwa substansinya 2, dan substansi 2 ini kan 2
pandangan yang mengerucut tidak bisa disatukan. Satu ingin pemilu serentak nasional tentu
berdasarkan perjalanan panjang bahkan ketika membahas tentang Undang-undang pemilihan kepala
daerah semua fraksi di DPR periode yang lalu di Komisi II ini bersepakat spiritnya pemilu serentak
nasional, Pilkada serentak nasional, kemudian itu diambil oleh Perppu semangatnya itu. Nah sekarang
terjadi perubahan pendapat itu tidak menjadi masalah juga, cuma yang ini jangan kita pertajam pak,
karena pasti akan beda pendapat kita, pasti akan beda pendapat, menuju serentak nasional dan tidak
menuju serentak nasional.
Kami di PKB terus terang tetap titik koma, tetap konsisten, karena pertimbangan-
pertimbangannya lebih luas termasuk kajian-kajian dari kementerian Dalam Negeri, soal konflik
misalnya dalam kajian nyata-nyata serentak nasional itu untuk menghindari konflik yang lebih luas,
yang situs hari ini yang tidak serentak nasional justru menimbulkan banyak konflik.
Nah oleh sebab itu tadi solusi sudah ada dari Pak Mustafa Kamal, itu menurut saya bagus itu
solusinya, di dalam normatif pasal 201 itu kita nyatakan sebagai call tingginya menuju serentak
nasional. Perinciannya, detail simulasinya itu diatur dalam aturan peralihan. Nah untuk
menggabungkan 2 pendapat ini, karena kan dibuatan opsi yang ketiga, tahapan-tahapannya itu yang
tidak ada di opsi ke 2, ditambahkan opsi yang lama, jadi setiap tahun muncul 2015 ada pemilu, 2016
ada pemilu, 2018 dan 2025 selesai, itu menggabungkan 2 penangkal ini. Saya kira ini yang kita minta
simulasi.

23
KETUA RAPAT :

Jadi usulan saya itu kita simulasinya kita gabung, kalau itu diterima usulan saya tadi
simulasinya tadi sudah ... tapi yang satu mengatakan tidak perlu ada ujungnya, sudah begitu saja
bergelombang 3 kali begitu menjadi pola, satu lagi ujungnya serentak nasional tapi tapi peruntukannya
juga sama.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Maka itu yang di save pak. Itu prinsip ...(suara tidak jelas)

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Apa yang disampaikan oleh pimpinan tinggal ada 2 opsi, mau menuju serentak nasional atau
memang ya bergelombang sesuai dinamika yang ada tapi konsekwensinya sama dengan sekarang,
cuma beda sedikit lah.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Tapi saya sedikit, bahwa bergelombang juga serentak nasional artinya dalam 5 tahun 3 kali
kita lakukan, itu juga serentak nasional, jadi bergelombang serentak nasional, bukan berarti serentak
nasional sekaligus 500 lebih kabupaten itu ...(suara tidak jelas) 500 lebih kabupaten melaksanakan
satu kali, tidak. Jadi serentak nasional bergelombang itu dalam 5 tahun 500 sekian kabupaten itu bisa
melakukan 3 kali. Sedikit lagi pak, sehingga yang saya sampaikan tadi sudah meruntut bahwa 2 pilihan
satu bergelombang satu serentak kita fokuskan lagi spontan biar tidak terlalu jauh ...(suara tidak jelas)

KETUA RAPAT :

Apakah judulnya Pilkada serentak bergelombang, judulnya sama-sama serentak, ada yang
serentak bergelombang ada yang serentak menuju serentak nasional.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Tetap lain pak, kalau saya sih pada prinsipnya yang mana yang lebih baik, kalau yang ...
serentak secara nasionalnya bergelombang atau serentak nasional satu kali itu 2025 itu habis, 2025
kita secara nasional, bahkan 2030 secara nasional, kalau yang tidak ...(suara tidak jelas) atau kita mau
mengambil secara bergelombang serentak nasional pasti ...(suara tidak jelas)

KETUA RAPAT :

Kita putar lagi bagaimana? Masing-masing fraksi. Kita putar lagi.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Kita berupaya untuk menyederhanakan devinisi, kemudian Pak Mujib kemarin menjelaskan, ini
ada asbabun nuzulnya, dan asbabun nuzulnya sudah jelas semangatnya teman-teman sebelumnya itu
yang namanya serentak nasional itu ya sama waktunya, sama tahunnya edan sama waktunya, itu
bukan kemudian dibikin definisi baru yang dinamakan serentak nasional itu adalah serentak pertama,
24
serentak kedua, serentak ketiga. Maksud dari asbabun nuzulnya yaitu ketika Undang-Undang Pilkada
ini dibuat oleh periode sebelumnya dan semangat itu pula yang dimasukkan di dalam Perppu itu.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Kalau saya jangan sepertinya serentak nasional itu sudah merupakan keharusan, ini bukan
keharusan bolehlah soal langsung dan tidak langsung, dan kalau dikatakan langsung itu suatu
keharusan ...(suara tidak jelas) ya tidak ada. Kita menyadari sekarang sudahlah langsung saja ...(suara
tidak jelas) jadi itu. Jadi kalau menyangkut serentak nasional yang 3, memang jangan terjebak di
permanen, 3 gelombang inipun nanti bisa mungkin arahnya ke pemilu serentak nasional, makanya tadi
malam itu ditanyakan sampai kapan, kalau ...(suara tidak jelas) mungkin 2020, 2029, tapi untuk kali ini
langsung kita trabas ini memang ada alternatif yang kedua itu di 2025. Oleh karenanya mana yang
ringkas kalau toh nanti tidak apa-apa di pasal peralihan misalnya kalau ...(suara tidak jelas) kita buat di
pasal peralihan bahwa ini nanti pada tahun 2000 sekian menuju serentak nasional. jadi yang
gelombang di atas tadi kita prediksi ini nanti akan menuju ke serentak nasional, ketimbang kita
mengaturnya, menentukan, mendekati, inilah ini satu bahan juga tapi di rumusan kita saya kira jalan
keluarnya di aturan peralihan setelah ini saya nyatakan ...(suara tidak jelas) aturan peralihan.
Gelombang yang kita lakukan sekarang, kalau ini akan menuju serentak nasiona. Di Pasal peralihan
jadi ini jangan lagi ...(suara tidak jelas) peralihan di ketentuan saja atau mau dimasukkan ...(suara tidak
jelas) juga boleh tapi ada pasal tersendiri lagi pasal peralihan dinyatakan ini akan.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Tidak kita sebutkan 2025 itu serentak nasional begitu?

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Tidak, misalnya inikan kita sepakati 2 apa? Gelombang satu Februari 2015 ya kan dengan
seperti ini, gelombang kedua Februari 2016, gelombang ketiga Februari 2018, ini kita atur sama di
penjelasannya kan tidak mungkin, tahapannya jadi ditaruh di pasal berikutnya nanti adalah kita
tambahkan 3 gelombang ini kita arahkan untuk begitu saja pasalnya, jangan kita persoalkan sekarang.
Jadi kalau nanti mau dilakukan ...(suara tidak jelas) katakan mau batasan tahun, ...(suara tidak jelas)
begitu saja saya kira.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Usulan Mbak Diah tadi bagus itu normatif menyatakan pemilu serentak nasional ini, diambil
sebagai sistem yang kita pilih, pasal 201 ayat (1), Pasal 201 ayat (2), (3), (4), kita buang, tidak ada itu.
nah kemudian muncul di aturan peralihan di itu menyatakan bahwa pemilu serentak itu dimulai 2015
pentahaoan pemilu menuju serentak nasional dimulai tahun 2015 dan pemilu serentak nasional tahun
2025 sudah, simulasinya serahkan kepada eksekutif membuat, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Kalau pemotongan masa jabatan itu dimulai saja, boleh tidak? ...(suara tidak
jelas) sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jadi simulasinya kita serahkan kepada eksekutif. Tahun
di awalnya ini serentak nasional terakhirnya saja yang kita sebutkan 2015 dan 2025, aturan
peralihannya.
Jadi tahapan menuju serentak nasional itu dimulai tahun 2015 dan pemilu serentak nasional
akan dilaksanakan tahun 2025. Tahapannya serahkan kepada eksekutif.

25
F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Bola panas serahkan kepada eksekutif pak ya? Oke, jangan di kita, ini bola panasnya ...

KETUA RAPAT :

Sudah banyak kemajuan kita ini, maju terus, maju terus. ... (suara tidak jelas)

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Plt kapanpun bisa, pertahun, pertahun, pertahun. Jadi kalau Plt itu istilahnya pertahun.

F-PPP ( Dr. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Plt itu tergantung kalau dia nyebrang tahun itu harus Plt karena akan menyusun APBD, kalau
dia tidak menyeberang tahun dalam kaitan agenda penyusunan APBD bisa Plh. Kalau nyebrang tahun
harus Plt, karena kewenangan menyusun APBD.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Kalau kita menyusun ini, kalau kita punya ini, kalau sistem tadi, tidak akan menyinggung yang
sana pak, tidak terkena dampak ke sana, 3 gelombang yang kena dampak undang-undang yang lain,
jadi kita aman.

KETUA RAPAT :

Pak Ketua, ini tadi saya sudah melaporkan atau sekedar mengingatkan, jadwal kita ini juga kan
terbatas, selain yang mau kita revisi terbatas, jadwalnya juga terbatas, hari Senin, Selasa itu
seyogyanya harus dibahas di Baleg, mudah-mudahan nomornya sudah ada ini, nomor dari Pak Jokowi
ini untuk undang-undang yang telah di ...(suara tidak jelas) tapi saya sudah minta kepada rekan-rekan
ini saya juga mohon di sampaikan kepada masing-masing fraksi yang ada di Baleg ya ada
kesepahaman lah, soal administrasi penomoran ini ya kita sambil jalan saja, nanti begitu ada nomornya
sudah selesai, apalagi hari Senin ini Pak Jokowi kan konsultasi dengan Pimpinan DPR, kita harus
sampaikan masalah ini, ini harus segera diundangkan, jangan digantung-gantung terus ini, bukan
hanya itu begitu hari senin dan Selasa di Baleg ada penyisiran, harmonisasi maka Paripurna hari
Kamis itu bisa putuskan itu, masuk dalam Prolegnas.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Sebab kita tanggal 6. Senin, Selasa.

KETUA RAPAT :

Hari Kamis sudah Paripurna kan?

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Hari Rabu, Bamus menjadwalkan tanggal berapa di Paripurna.

26
KETUA RAPAT :

Untuk ketok palu ini kan pak? Lalu yang harus kita ingatkan ke Pak Jokowi juga Ampresnya
harus segera turun, supaya bisa dibahas dengan pemerintah segera, jadi gelondongan ini harus
sampai ke Pak Jokowi detail, dia harus komitmen dengan jadwal kita, rapat kita semuanya buyar
semua. Kita sudah kerja keras, kerja rodi pak kita ini, berhari-hari kita membahas ini lalu kemudian
lewat juga barang ini. Kalau tambah satu masa sidang yang dibawah ini sudah mulai ada riak-riak
mungkin. Kalau normal masih bisa diurut-urut kalau ini sudah tidak bisa lagi.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Sekali lagi saya kira biar kita clear, kita upayakan yang gelombang-gelombang yang tidak
terlalu panjang Plt, yang tidak terlalu dipotong, masa jabatan kan tidak terlu paling banyak 6 bulan itu.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Kita main di Plt sajalah yang hak-hak saja.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Kalau Plt memang tidak terhindar, sekarang begini ya, Pilkada gelombang itu permanennya
tidak usah dulu deh, ini kan misalnya 2016 itu akhir masa jabatan 2015 begitu kan, kita tarik dia yang
2015 dan yang 2016 semester 1 itu. Jadi ada yang narik April ...(suara tidak jelas) Februari cuma dia
diperpendek tapi ya, kalau tadi dia pilkadanya itu 2 bulan sebelumnya itu kan karena ada 2 putaran,
jadi dia kita sederhanakan dia di 2 Februari misalnya bulan 2 tahun 2016.

INTERUPSI:

Berarti ini cuti 2 bulan misalnya incumbent.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Kalau incumbent masuk dia hanya cuti 2 bulan.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Tidak dia jelas di SK itu sejak dilantik 5 tahun itu jelas, satu haripun tidak bisa dikurangi, itu hak
dia yang saya jadwal kita bermain di Plt saja main di bebas ...(suara tidak jelas) jangan ada
pemotongan.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Ini agak susah mengelompokkannya.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Nanti bisa digeser ke periode ke dua, gelombang kedua, resikonya Plt agak panjang.

27
KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Itu disitu, kita kan kemarin sudah sepakat Plt jangan terlalu panjang.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Tidak terlalu ...(suara tidak jelas) bang karena 3 bang. Kalau 2 itu panjang.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Katanya Pak Tagore Plt kalau terlalu panjang kacau.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Kacau makanya kita ambil 3 gelombang. 3 gelombang ini tidak ada yang terpotong, dan tidak
ada yang panjang Pltnya, saya jamin. Maka kita harus simulasi riil jangan simulasi begini tidak
kelihatan bang data validnya, data valid itu ditaruh sini, baru dapat hitungan berapa, paling lambat nanti
Plt satu tahun setengah, paling lambat. Plt itu bang biasanya SK nya per satu tahun sampai dia
menyelesaikan tugasnya. Apabila tugasnya selesai sebelum satu tahun.

KETUA RAPAT :

Tadi saya bilang 3 gelombang, 3 gelombang ini yang akan di norma kan pun di undang-undang
ini yang akan di normalkan ya 3 gelombang itu, gitu kan? cuma persoalannya menuju serentak
nasional atau tidak? Soal hitung-hitungan tehnisnya nanti ya bukan kita, 3 gelombang tahunnya A, B,
C, D. Sudah selesai normalnya cuma ini yang kita atur, tidak sampai detail-detail nanti ...(suara tidak
jelas)

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Serentak nasional tahun 2025, urusannya, urusan yang akan datang, expotec dia yang
...(suara tidak jelas) mau bagaimana tidak beresiko terhadap negara. Kita mungkin jadi Presiden.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Jadi saya tadi belum selesai, jadi misalnya 3 gelombang, kita putuskan di aturan peralihan ...
gelombangnya bahwa ini diarahkan untuk yang akan datang menjadi serentak nasional, disana kalau
perhitungan gelombang yang di atas sini paling cepat tahun 2027, itu yang tadi saya runding di
belakang ini. Jadi kalau mau itu kita lakukan ya selesai. Tapi karena kita atur bagaimana ...(suara tidak
jelas)

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

3 gelombang pada 2025, eh 2027 habis tugas dia.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Mulai 2016 ini kan ...(suara tidak jelas)

28
KETUA RAPAT:

Jadi ini pandangan Partai Golkar.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Urusan dialah nanti bang mau diapain.

F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

Ya sudah kita kan serentak semuanya, serentak nasional 2027, menuju serentak nasional kita
lakukan 3 gelombang.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Gelombangnya tidak usah diatur, tehnisnya selesai. Jadi mulai 2016 dan serentak nasional
2027.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Kalau tidak sanggup 3 kali, Menterinya dipertanyakan. Karena dia paling gampang juga, 3 ini
paling gampang, kalau 2 dia pusing.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Kalau Pak Fandi kan serentak nasional 2020, kalau menurut saya tidak mungkin pak, saya
sudah simulasi tidak mungkin 2020.

F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

Tapi Pak Fandi maunya serentak nasional ...(suara tidak jelas)

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Di Perppu itu kan 2020 todak mungkin sudah kita simulasikan.

KETUA RAPAT :

Teknisnya bagaimana?

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Startnya 2016?

KETUA RAPAT :

Coba teksnya, Rancangan Undang-undang ini.

29
WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Nah ini teksnya Pasal 201 ayat (1) kita menyepakati.

KETUA RAPAT :

Diketik langsung.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Di Pasal 201 ayat (1) Pemungutan suara serentak dalam pemilihan gubernur, bupati, walikota
masa jabatan berakhir, ini kita ganti Pemilihan Kepala Daerah, Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota dengan cara. Ayat (1) ini menyatakan bahwa sistimnya pemilu serentak nasional ayat (1) ini.
... ya kita kembalikan lagi nanti bikin ... tetapi ayat (1) menyatakan sistemnya pemilu serentak nasional.
Yang ayat (2), (3), (4), (5) ini buang tidak ada.
Nah kemudian di aturan peralihan.

F-KB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Serentak nasional itu menyebutkan kapan?

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Itu di aturan peralihan kita buat. Jadi ayat (2), (3), tentang pentahapan-pentahapan itu diluar,
muncul di aturan peralihan yang menyatakan tahapan pemilu serentak nasional dimuai tahun 2016 dan
pelaksanaan serentak nasional tahun 2027.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

3 Gelombang itu di mana?

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Terserah eksekutif mau bikin berapa gelombang.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Terlalu bebas orang itu pak, dimana kita awasi dia ...(suara tidak jelas) kita membuat undang-
undang supaya mengawasi mereka, diktator dia nanti.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Jadi tahunnya sebagaimana ...(suara tidak jelas) bahwa Pemilu serentak nasional di tahun
2027.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Jangan tidak dimasukkan.

30
KETUA RAPAT :

Kita itu harus hati-hati.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Undang-undang Partai Politik juga disebut berpasangan.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Serentak nasional 2027.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Mungkin kita juga ...(suara tidak jelas) pendapat Pimpinan Pak Lukman Edy dan Pak Rambe
jadi disitu tetap dimuat tahapannya tetapi kalimat pembuka pertamanya adalah Pemilu serentak
nasional dilaksanakan pada tahun 2027 dengan proses tahapan sebagai berikut: yang habis masa
jabatan tahun sekian di laksanakan pada tahun sekian, dan seterusnya.

KETUA RAPAT :

Okelah kira-kira begitu rancangannya, nanti ...(suara tidak jelas)

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Coba kita sisir.

STAF AHLI DPR RI (INDRA PAHLEVI):

Sudah pak kalau yang pasal-pasalnya kecuali yang pasal ini belum.

KETUA RAPAT :

Tadi yang Plt saya sudah lapor kan bang. Nanti sama pemerintah kita bahas lagi. Oke ya?

(RAPAT : SETUJU)

Terus kita lanjut ke persyaratan, sudah menjelang jam 12.00. Persyaratan.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Ini bang, anggota dewan yang ...(suara tidak jelas)

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Ini masuk persyaratan, Pasal 7 kemarin kan sudah.

31
F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Ini orang baru tamat universitas langsung masuk, belum 25 tahun ini kan.

KETUA RAPAT :

Kemarin kita sudah ada pembicaraan, kita akan mencari usia lebih matang, tapi sekarang
...(suara tidak jelas) saja apakah ini sudah cukup matang atau kepingin lebih matang lagi.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Itu orang tidak berubah-ubah, psikologisnya itu tidak ...

KETUA RAPAT :

Makanya ini tidak ada naskah akademiknya ini kenapa usia ... ini angka yang ... jadi 27.
Silakan pak.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Tentang usia sebelum kita menentukan bilangan angkanya mungkin kita lihat korelasi tentang
syarat pendidikan di ...(suara tidak jelas) itu. kalau disitu disebutkan pendidikan paling rendah sekolah
lanjutan atas atau sederajat maka, kita ambil ...(suara tidak jelas) waktu berapa tahun setelah dia lulus
SMA dianggap matang, kalau hitung-hitungan secara biologis dalam ilmu kesehatan 25 dan 30, kalau
Pria 25, kalau yang wanita itu 20. Matang boleh menikah dan hamil. Jangan kemudian lulus SMA boleh
jadi bupati.

KETUA RAPAT :

Ini kalau konkritnya usia berapa pak, karena kita perlu bicara angka disini.

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Saya pikir kalau untuk gubernur dari standar, saya pikir kalau Gubernur dulu-dulu ...(suara
tidak jelas) tapi kedepan dari pendidikan dulu, nanti usia soal lain. Tidak salah kalau kita patok khusus
untuk Gubernur minimal S1, tapi kalau untuk bupati atau walikota karena levelnya kalau gubernur itu
sudah ...(suara tidak jelas) rasional itu dari segi latar pendidikan. Kalau usia untuk gubernur mungkin
35, untuk bupati atau walikota 27, itu saran saya silakan teman-teman yang lain.

KETUA RAPAT :

Silakan pak.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Jadi sebenarnya masalah usia ini, sejauh mana dia ada juga usia 40 ada juga belum matang,
Cuma sebagai referensi kita selama ini kan usia 25 sampai 30, 25 untuk bupati, 30 tahun untuk
gubernur, selama ini kan tidak ada masalah untuk usia calon ini.

32
Yang kedua terkait dengan pendidikan, tapi Presiden saja taman SLTA, saya malahan kalau
masih bisa mentaati syarat itu ini dibates derajat yang mana? Karena sederajat ini yang banyak
masalah, paket c, ...(suara tidak jelas) soal yang sederajat ini, sebab memang kalau sarjana ini nanti
akan ada gigatan orang juga karena presidennya saja tamatan SMA.

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Presiden mana? Menteri, harus diperbaiki juga.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Di syarat Pilpres, tapi kalau nanti kita pasti akan perbaiki dulu Presidennya baru kita bisa
menyesuaikan ini.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Ini kan untuk kepala daerah yang akan datang.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Karena tergantung kita pak, 2016 ini ...(suara tidak jelas) syarat ini kita gunakan.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Saya hanya ingin menyampaikan keberhasilan China pak, tentang pemimpin. Gerakan itu
dimulai di tahun 1080 direalisasi di tahun 1982, 76 persen pemimpin partai pemilu China itu Pendidikan
SMP ke bawah, 76 persen tahun 1980.maka dicanangkan oleh Beng semua calon pemimpin harus
sarjana, dan itu buahnya sekarang. Hampir semua pegawai negeri di sana, Presiden China itu lulusan
Programing. Jadi menurut saya kalau syarat ini bisa di naikkan.

KETUA RAPAT :

Memang inilah saatnya sebetulnya kalau memang mau mulai ...(suara tidak jelas) sekarang
dari sini, kemari-kemarin itu itu ada yang baca psikologis jadi ...(suara tidak jelas) diskusinya,
bagaimana kita mau bikin ...(suara tidak jelas)

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Pendapat saya dari pertama kalau ...(suara tidak jelas) tadi 25 atau 30 kita kan melalui usia
itu, bagaimana kita ketika usia 25, bagaimana kita ketika usia 30 meskipun tidak sama, tapi rata-rata
kita bisa membayangkan, untuk menjadi Kepala daerah usia 25 tahun itu relatif tingkat kematangannya
masing-masing ...(suara tidak jelas) apalagi 30 untuk Gubernur, juga rasanya masih belum sematang
yang diharapkan untuk memimpin tingkat Provinsi. Bagaimanapun harus diakui pasti berbeda SLA
dengan yang sederajat dengan Paket A, B, C, juga ...(suara tidak jelas) terlepas dia dari perguruan
tinggi mana tapi orang yang telah mengenyam pendidikan tinggi ...(suara tidak jelas) dan lulus S1 itu
pasti berbeda dengan yang SLA, pasti berbeda, tidak bisa dipungkiri. Jadi itu barangkali alasan saya
tadi, terima kasih.

33
KETUA RAPAT :

Ya tadi Mas Agung mungkin, Bu Diah silakan.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Ya saya rasa itu sesuai dengan peningkatan kualitas kepemimpinan kita yang diikat oleh
pendidikan itu saya pikir seiring dengan semangat kita untuk menghargai, atau semangat kita untuk
meningkatkan pendidikan nasional, jadi kita menghargainya adalah dengan mulai memikirkan
kualifikasi pendidikan untuk kepemimpinan bangsa.

KETUA RAPAT :

Oke mungkin juga itu yang membuat usia lebih matang, kalau kita simpulkan 30 untuk Bupati,
35 untuk Gubernur ya?

(RAPAT : SETUJU)

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Tambahan untuk pendidikan.

KETUA RAPAT :

Ini kalau sekarang bupati, misalkan gubernur yang usianya di bawah itu bagaimana? Ini mohon
maaf ini saya, ...(suara tidak jelas) ada pak 32 tahun. Jadi di Madura itu Buoati 25 tahun. Begitu tadi
kira-kira penjelasannya.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Penjelasannya.

KETUA RAPAT :

Pendidikan S1.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Saya mengantisiasi apa yang telah disampaikan teman-teman PDI supaya ini ada upaya untuk
meningkatkan kualitas kemampuan pimpinan daerah, mengusulkan Sarjana, kemudian untuk Gubernur
maupun Bupati Walikota pemahaman tentang sederajat memang harus dijelaskan, sering kali
menimbulkan bias implementasi di tingkat bawah. Maka dimasukkan di dalam penjelasan ...(suara tidak
jelas) sederajat dubuktikan dengan ijasah pendidikan formal.

KETUA RAPAT :

Itu di penjelasan ya kira-kira tolong dimasukkan, saya kira bisa langsung di ketuk.
(RAPAT : SETUJU)
34
KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Ini untuk calon walikota atau Bupati.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Sama juga pak, untuk gubernur, bupati, walikota.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Jadi Gubernur Sarjana, Bupati Walikota Sarjana juga? itu kita sepakati dulu? Sarjana juga?
makanya ini Bupati ...(suara tidak jelas)

KETUA RAPAT :

Jadi Bupatinya SMA, kalau mau lanjut Gubernur sekolah lagi, kalau tidak dia tidak bisa lanjut,
begitu kan kira-kira.

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Apa keberatan kalau bupati, walikota juga sarjana?

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Pimpinan ide dasar untuk menentukan kualifikasi itu minimal sarjana itu ...(suara tidak jelas)
kabupaten kota, melihat konsidi daerah, tingkat kemajuan, kemudian pendidikan, kemiskinan dan
sebagainya. Jadi memang masih banyak mereka yang berkualifikasi SLTA, kalau dipaksakan
sarjanapun mereka akan mencoba mencari-cari dengan cara-cara yang bertentangan dengan aturan.
Jadi mingkin untuk bupati walokota bisa SLTA, tapi Gubernur Sarjana.

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Terpencil-terpencilnya satu daerah kabupaten saya pikir sarjana sekarang ini sudah bejibun,
bertumpuk. Seterpencil-pencil suatu daerah. Kita membayangkan 20 tahun yang lalu.

KETUA RAPAT :

Bagaimana kalau kita ketuk sarjana ini? ...(suara tidak jelas) 15 tahun tapi saya bisa ketok palu
saja. lalu membicarakan setiap pembahasan undang-undang.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Pimpinan, Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Ya silakan pak.

35
F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Yang pertama terkait dengan umur, kita putuskan bahwa di Indonesia ini usia harapan hidup itu
lebih maju, padahal di Undang-Undang 5 tahun 74 itu yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
...(suara tidak jelas) harapan hidup itu lebih buruk dari pada kondisi sekarang. ...(suara tidak jelas)
Yang kedua terkait dengan ijazah, saya sepakat kalau dia S1.

KETUA RAPAT :

Kalau usia berapa tadi bang, langsung saja ini.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Siap, usia tetap yang diusulkan tadi.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

25 baru tamat orang.


F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Ini usia harapan hidup. 17 tahun tamat SMA, 4 tahun atau 5 tahun misalnya dia tamat STPDN
itu, saya 25 tahun ...(suara tidak jelas) 25 tahun lurah dan itu sudah matang. Kalau saya dari STPDN
to? Sehingga saya mengusulkan kalau memang usia, dengan usia harapan hidup ...(suara tidak jelas)
Terima kasih.
KETUA RAPAT :

Baik Bupati maupun walikota?

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Iya.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Iya, saya sepakat, bupati maupun gubernur sarjana minimal, ini kita memberikan kehormatan
juga kepada dunia pendidikan yang ...(suara tidak jelas) sangat serius.

F-PPP ( Dr. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Kalau bupati mungkin diploma lah.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Kalau soal stock ketua, pengalaman saya, di daerah-daerah terpencil pasti punya sarjana satu
atau dua. ...(suara tidak jelas) kita itu pendamping-pendamping pedesaan daerah-daerah tertinggal itu
tetap ada sarjananya pak.

36
F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Kalau mengacu kesitu harus sarjana, supaya jangan dibodoh-bodohin formasi.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Untuk umur saya sepakat kembali pada awal 25 dan 30, karena 25 itu sudah matang pak,
untuk sekarang ini pak, kematangan cepat sekarang pak, karena vitamin terjamin, sudah minum susu,
sudah makan roti, kalau kita dulu 25 belum dewasa karena minum susu tidak pak, minumnya air tajin,
air beras pak.

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Matang itu ada 2 macam, matang pohon sama matang karbit.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Sekarang ini anak-anak atau sarjana 21 tahun ada yang tamat sarjana pak, SD itu akselerasi 5
tahun, SMP ekselesarasi cuma 2 tahun.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Bang kalau Tuhan ngangkat pemimpin umur berapa? 40 tahun kan, itu yang membuat kita.

KETUA RAPAT :
Nabi nikahnya usia berapa? 25.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kalau soal pendidikan saya sepakat S1 lah, walaupun sebenarnya kalau mau lebih bijaksana,
setelah 5 tahun berlakunya, kalau hari ini saya Pak Kyai masuk pesantren kualiah dulu, tapi kalau
sudah sepakat S1 dari sekarang setuju, tapi kalau mau bijaksana kita ada waktu orang kalau saya
masih SMA hari ini, persiapan 5 tahun, atau D3 pak Edi, ini masalah kebijaksanaan satu. Karena
tokoh-tokoh banyak yang tidak sekolah juga bang, tapi kalau mau bijaksana setelah 5 tahun berlaku,
jadi orang ada persiapan.
Kedua, tetapi dijelaskan setelah 5 tahun kedepan ini orang terpacu untuk sekolah, jadi
membantu memotivasi sekolah. Yang kedua soal umur, sebetulnya yang baik itu harus ...(suara tidak
jelas) itu yang baik, cuma yang lebih bijaksana S1 nya setelah 5 tahun, karena kalau hari ini saya
sudah ganti ...(suara tidak jelas) sekolahnya lari-larian, sejkolah 5 tahun kan tidak bijaksana, menutup
presiden saja ...(suara tidak jelas) tapi kalau diberi waktu 5 tahun orang tidak ada pilihan harus sekolah
kan begitu, itu kalau mau bijaksana atau D3. Ini kan untuk memacu orang untuk sekolah.
Umur kalau saya itu 30, 35. Jai begini. Pertimbangannya begini betul ada yang dewasa 25 tapi
secara umum, terus bupati kedepan ini kan bukan jabatan yang mudah, mantan-mantan bupati lebih
tahu, umur 25 itu seberapa sih? Sematang-matangnya kan begitu. Kemudian kita bicara karier orang
kita sudah hitung, katakanlah si A jadi bupati hari ini 2 periode berarti umurnya 25, dari 25 kan 10 tahun
35, nyambung lagi 35 jadi gubernur 2 periode, berarti kan umur 45. Jadi Presiden masih lebih hebat
dari Jokowi 45, betul tidak? Jadi logika berfikirnya orang yang umur 25, 10 tahun bupati, 10 tahun
gubernur, baru 45 mau jadi Presiden coba. Jokowi saja 53.

37
Jadi maksud saya tidak mengurangi, tidak menghalangi karier orang, kita kan juga harus
berfikir pemimpin kedepan itu ada tahapan-tahapan nya, bijaksana kalau 30 jadi dia umur 50 jadi
Capres kira-kira begitu. Bukan berarti umur 40 tidak boleh jadi Capres, itu pertimbangan sederhana
begitu.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Bupati, Gubernur 30 tahun minimal.

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Begini loh, ...(suara tidak jelas) pemikiran yang lain, saya melihat PNS karier ya, yang PNS
karier yang mereka tamat dari STPDN, IPDN itu teruuus sampai dia menjapai jenjang Sekda misanya
sudah tertinggi, usianya sudah usia berapa? Artinya diatas 50 atau gubernurnya itu usia 30, 40, 25.
Dari segi usia itu tidak ... ketinggalan dari segi latar belakang pendidikan, dalam praktek itu sekarang
kepala dinas, itu sudah eselon II itu S2, jadi kalau Kepala daerahnya Cuma SMA kita jangan melihat 30
tahun ke belakang, kan kedepan. Jadi suoaya daya saingnya juga tinggi dan kewibawaan kepala
daerah itu sendiri. Apa sih salahnya kita semua sarjana.

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Jadi begini, kalau soal usia saya kira kita ...(suara tidak jelas) untuk bupati, Gubernur saya kira
30 kan rata-rata pemimpin-pemimpin ini yang itu adalah yang umur 32 itu jadi gubernur, dan kelihatan
itu tidak kalah dengan yang ...(suara tidak jelas) Kemudian soal ijazah, karena angkatan-angkatan saya
yang tamatan akademi dulu ada yang tidak sampai mau S1 tetapi mereka masih menjadi tokoh-tokoh
...(suara tidak jelas) oleh sebab itu saran saya, tapi mereka untuk saat ini masih potensi untuk jadi
kepala daerah, dan banyak mungkin ...(suara tidak jelas) yang dibawah kita, yang dulu sekolah di D3
tapi mereka misa jadi ...(suara tidak jelas) mungkin ada yang punya kemampuan ini dan sampai
dengan 5 tahun yang akan datang dia masih punya peluang untuk jadi kepala daerah.
Oleh sebab itu sarat mungkin untuk bupati kita ambil D3.
Saya kira itu.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Sedikit ketua, jadi kepala daerah itu dan kepala pemerintahan, dua dia fungsinya, Kepala
pemerintahan itu kalau SMA untuk kepala dinas itu ...(suara tidak jelas) III/c mentok sudah, kalau S1
baru bisa ubntuk kepala dinas. Jadi kalau persyaratan kepala daerahnya kurang dari kepala dinasnya
ini kacau, dari pengalaman kami pak psikologi, pengalaman kita. kalau dia, kalau teman-teman itu
orang ...(suara tidak jelas) itu tidak bersekolah itu dibodoh-bodohin sama Sekdanya pak, kalau dia
sudah S1 itu itu sudah bagus. Jadi kalau SMA Cuma III/c putus, tidak bisa naik lagi. Kalau D3 III/d
habis tidak boleh lagi. Sedangkan Sekda itu ini IV/b bersangkutan menjadi Sekda itu S1. Jadi kalau
bupati dan gubernur ini adalah kepala daerah, kepala pemerintahan S1 itu memang lebih tepat.
Terima kasih.

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Kita jangan karena hanya mengakomodir segelintir orang lantas kita menurunkan greet dari
apa yang kita harapkan kedepan, masih jauh lebih banyak potensi yang anak bangsa ini kedepan yang

38
latar belakan S1 dari pada yang D3, denga tidak mengurangi rasa hormat saya, saya mengatakan
bahwa D3 dibawah S1 tidak, tapi untuk bangsa ini kedepan supaya menjadi lebih baik, itu saja.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Saya interupsi.
Jadi memang kalau kita lihat bahwa S1 D4 sama, Cuma kalau Gubernur itu disamakan Partai.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Partai itu berapa?

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):


Itu pangkat yang tertinggi, kalau dia bupati, pangkatnya itu IV/a, nah kalau dia IV/a itu ...
dengan pangkat IV/e di bidang pendidikan, dalam hal ini itu S3, kalau di awidaiswara, dia widyaiswara
utama, disamakan dengan profesor. Sehingga kalau kita samakan semua pesertanya IV/e dengan IV/a
itu ada ketimpang.
Jadi kesimpulannya sata serahkan kepada apa? Tapi jangan disamakan persyaratan guru
dengan persyaratan ...(suara tidak jelas)
Terima kasih.
KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Saya kira kita ambil sarjana orangnya Gubernur, paling rendah minimal itu D1, kalau bupati
walikota minimal Diploma 3, minimal, jadi kalau banyak sarjana ya? Oke ya? Setuju ya?

(RAPAT : SETUJU)

Umur 35, 30.

(RAPAT : SETUJU)

Baik lanjut, syarat ada di sana kalau tidak salah, terus-terus. Umur minimal Diploma 3.

INTERUPSI:

Ini kan minimal umur, tapi maksimalnya diatur tidak?

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Maksimalnya ya tidak.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Soal pendidikan diberi aturan peralihan.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Ini kan berlaku untuk yang akan datang kan soal umur ini.
39
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Jadi begini, bukan, bukan, kalau soal umur, tidak pendidikan, kalau umur sudah 2016 ini sudah
berlaku sambil nanti begini, tolong di cek umpamanya saya sekarang bupati Bogor masih incumbent
mau nyaleg kan juga tidak bisa, di cek saja persisnya, mudah-mudahan tidak ada.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Gubernur umur 32 ada ini.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Tapi baru nyaleg dia.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Kalau ada, kalau tidak ada ya jangan. ...(suara tidak jelas) tidak pernah dijatuhi pidana itu kan
sudah sebentar lagi. Tapi ada tambahan tidak akan ...(suara tidak jelas) ini ada tambahan dari Fraksi
yang merah ini.
F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Ini yang perlu kita ini, kalau diatur pidana 5 tahun atau lebih. Yang diancam pidana 5 tahun
atau lebih, ini harus ditinggalkan irasional itu karena saya sendiri dulu selalu diganjal orang ...(suara
tidak jelas) pidana ancaman pidana 5 tahun. Tapi perkaranya lupa, pasal 359 kemudian saya bersama
dengan ...(suara tidak jelas) putusan MK mengatakan bahwa ini tidak berlaku bagi pemohon pertama
saya, karena itu ...(suara tidak jelas) lupa, karena lalainya. Karena orang yang kecelakaan lalu lintas itu
ancaman pidananya 5 tahun lebih itu. Kalau kita mengadopsi ini berarti, terancam gagal, batal. Begitu
juga Budiman Sudjatmiko karena politik, jadi artinya harus kita di dalam rumusannya kecuali terhadap
tindak pidana lupa, mungkin karena lalainya. Jadi saya tidak menyebut 359 karena masih banyak
tindak pidana yang lainnya, cukup ...(suara tidak jelas) itu 5 tahun.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Lalai itu apa? Contohnya apa? Kecelakaan apa saja? kelompok lalai itu maksudnya apa selain
kecelakaan?

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Tindak pidana politik. Pimpinan 5 tahun ...(suara tidak jelas) tapi tidak perlu yang
mengumumkan secara terbuka dan jujur tidak perlu, tidak ada kewajiban saya misalnya untuk ...(suara
tidak jelas) saya dari pada dihukum. Jujur memsng dan saya tidak bersalah kalau persoalkan itu, tapi
ini orde baru. Masuk orde baru jangankan 2, dia punya kursi, kursinya gua tidak suka, jadi orang yang
tidak bersalahpun ...(suara tidak jelas).

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Ini kami minya konfirmasi karena kita baca ini kan usulan dari teman-teman PDIP yang merah
ini, ini kita dalami, saya prinsipnya setuju saja ini, ...(suara tidak jelas) 5 tahun atau lebih kecuali yang
bersangkutan telah selesai menjalankan pidana lebih dari 5 tahun. tapi dimana menekankannya.
40
F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Jadi saya melihatnya tidak pernah itu, diganti menjadi tidak sedang karena ini kan kontradisksi
sama yang di bawahnya, kalau tidak pernah kan kesannya pernah.

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Ndak, bukan itu pernah tetapi dia sudah 5 tahun lampau dari masa menjalani, misalnya bebas
hari ini 5 tahun yang lalu sudah keluar.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Sebenarnya begini pak, ini secara hukum, yang G, tindak pidana yang diancam sama divonis
beda kan bang. Itu hati-hati itu orang soal diancam saja sekalipun putusannya Cuma 4 tahun tidak bisa
kita, kena kan? Saya ini diancam vinis tapi setahun tidak bisa kan bang? Terus saya diancam 6 tahun
divonis 1 tahun, terus sudah menjalani boleh tidak kalau buat ini? Tidak boleh.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Kecuali di pengadilan menyatakan harus dicabut hak politiknya.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Kalau di Undang-undang pemilu kan 5 tahun, yang diancam 5 tahun ...(suara tidak jelas) jadi
kalau memang Pileg kita tentukan juga kan tetap kontadisi, Cuma 5 tahun setelah 5 tahun itu, 10 tahun
kemudian ini bisa?

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Begini, pengertiannya adalah seorang telah divonis dan dinyatakan bersalah dan dihukum,
pasal yang di jadikan dakwaan oleh Jaksa adalah pasal yang diancam dengan pidana 5 tahun atau
lebih, 68 ... dan sebagainya. Kemudian setelah dia keluar menjalani hukuman, 5 tahun kemudian dia
baru boleh maju sebagai calon. Tapi kalau baru 4 tahun yang lalu keluar atau baru 3 tahun yang lalu
dia terganjal dengan ini.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):

Jadi bagaimana cara membuat kalimatnya?

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Kalimatnya itu sudah benar, Cuma hanya dari saya ...(suara tidak jelas) dengan yang
bersangkuran mengumumkan, karena menurut saya tidak ada pentingnya bahwa ini usulan dari Fraksi.

KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):


Ya kita serahkan lah kembali, 5 tahun atau lebih, kecuali yang bersangkutan telah menjalani
pidana lebih dari 5 tahun, dan mengumumkan secara terbuka dan jujur kepada publik bahwa dirinya
pernah berbuat ...(suara tidak jelas) pidana serta tidak akan mengulang.
41
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Jadi begini ketua, kalau tidak salah yang dikatakan oleh PDIP ini sama seperti Pileg, seperti ini,
sehingga Pileg ini ...(suara tidak jelas)

KETUA RAPAT :

Atau biarin saja dulu gitu nanti, Cuma ini saya tanya kalau dia politik itu dipolitiknya ada bicara
tidak? ...(suara tidak jelas) yang dilakukan oleh pimpinan DPR itu yang dimaksud ...(suara tidak jelas) ,
AM Fatwa, Soekarno apa begitukan?

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Ini adalah Pasal yang memang sudah ada pada undang-undang sebelumnya, baik Undang-
undang 32 maupun Undang undang yang melaksanakan pelaksanaan Pilkada.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Itu yang mana, yang tambahan merah?

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Yang mulai tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan ..

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Yang biru-biru saja atau plus merah.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Yang biru saja sampai kepada yang merah, 5 tahun ...(suara tidak jelas) jadi undang-undang
sebelumnya dia ...(suara tidak jelas)

F-PDIP (H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, SH):

Waktu pencalonan anggota DPR, atau satu formulir, saya tidak tahu apakah itu aturan dari
KPU atau ...(suara tidak jelas) kemarin satu halaman, Pernyataan saya yang bertanda tangan di bawah
ini, saya tidak mau salah-salah. Bersama ini menerangkan bahwa benar saya pernah dijatuhi pidana
bla, bla, bla, karena tersangka masyarakat sudah tahu kok.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Jadi memang kalau tidak salah di Pileg juga ada kan?

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Dicocokkan saja nanti dengan undang-undang yang lain.

42
KETUA RAPAT :

Jangan dihapus, nanti pas kita ...(suara tidak jelas) pemerintah kan bisa. Berikutnya saya
membaca ya.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Ketua, kalau dicabut hak politiknya bagaimana maksudnya? Ini kan ...(suara tidak jelas)
dicabut hak politiknya.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Dicabut hak politiknya apa maksudnya, tidak bisa milih begitu?

KETUA RAPAT :

Politiknya tidak ada haknya lagi.


F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

...(suara tidak jelas) hukuman tambahan dari pasal tentang perbuatan pidananya ancaman
hukumannya tinggi misalkan korupsi, kemudian ...(suara tidak jelas) sudah tidak ada.

F-PDIP (H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, SH):

Boleh saya menyampaikan pendapat ya? Peraturan perundang-undangan yang memberikan


kewenangan untuk mencabut hak politik seseorang itu pengaturan ...(suara tidak jelas) karena hak
politik itu sama dengan hak keperdataan seseorang, yang tidak boleh dicabut, jadi hakim pengadilan
manapun tidak berwenang ataupun kalau mereka melakukan itu, melakukan pelanggaran hak dasar
seseorang, jadi mungkin itu yang kita karena ...(suara tidak jelas) kalau masih ada perundang-
undangan yang mengizikan hakim untuk ...(suara tidak jelas)
Terima kasih.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Jadi itu keputusan inkrah Mahkamah Agung pak, ...(suara tidak jelas)

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Jadi memang itu tidak bisa kita menafsirkan sendiri.

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Rahmat Yasin Bupati Bogor, itu jangkauannya selain hukumannya sekian tahun, itu 1 tahun
dicabut hak politiknya.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Tapi kan tidak bisa juga, kita kan pasti mencalonkan hak politik itu.

43
F-PDIP (H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, SH):

Itu berlaku secara universal ya? di daerah manapun gak ada ...(suara tidak jelas) politik itu.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Atau begini dikasih warna kuning, kita konsul dengan ...(suara tidak jelas) kenapa dulu ada
pasal ini.

KETUA RAPAT:

Tidak, karena dikasih warna kuning ini kan besuk mau kita ...(suara tidak jelas) catatan kita
saja, akan mengusulkan ini ...(suara tidak jelas) pemerintah. Berikutnya adalah, jadi ini setuju kita
ajukan dengan ada catatannya di internal kita masih, berikutnya ini saya melihat tidak pernah
melakukan perbuatan tercela, di penjelasannya saya lihat tidak melakukan zina, kan itu lucu.
Bagaimana cara membuktikannya, penjelasannya itu ada, itu berlebihan, kalau masu minta masukan
itu penjelasannya kita hapus, cukup membuktikan bahwa dia berkelakuan baik, di penjelasannya.
Dan ini nanti P3DI ini Mas tidak mencela pasalnya itu dan caranya itu ...(suara tidak jelas) di
penjelesannya cukup dengan membuktikan dia berkelakuan baik ...(suara tidak jelas) penjelasannya itu
dihapus.
Oke,

(RAPAT : SETUJU)

Lanjut.
Masih ada lagi? Serta tidak akan mengulangi ...(suara tidak jelas) itu kan yang tadi, ini tidak
melakukan perbuatan tercela ini , itu penjelasannya dihapus. Cukup memperlihatkan surat berkelakuan
baik.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Kalau sosiali nanti orang bisa bermain di situ

KETUA RAPAT:

Lha itu kan berbeda, proses, buktikan saja, tangan-tangan orang misalnya, lha iya orang
tukang judi yang ...(suara tidak jelas) tukang ini, tukang itu kan gitu, ada buktinya tidak? Walau pun
orang tercela atau tidak baik tidak kamu, baik ya sudah cukup.

F-PDIP (H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, SH):

Berkelakuan baik dibuktikan dengan surat SKCK.

KETUA RAPAT:

Ini aslinya penjelasan pasal 7 ini, ini penjelasannya kita bicara judi, makanya itu dihapus itu.
Atau kita skors saja jam satu kita.

44
WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Thrashold belum. Kalau Perpres berapa?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Perppu 20, 25. 20 kursi, 25 suara. Yang dulu sebelumnya 20.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Kalau waktunya bahas lagi kita rubah, menjadi 25, 30. Nanti hasilnya kembali lagi ke 20, 25
kan? Yang penting dibahas dulu di DIM.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ini ada hubungan dengan pasal lainnya, umpamanya pasal12 ...(suara tidak jelas) iya kan,
kalau independen juga.
KETUA RAPAT:

Adi ini ada tinggal yang belum, apa habis istirahat kita bahas, soal thrashold pencalonan,
syarat. Kedua soal gabungan itu kita putus kemarin, tapi masih ada tanggapan dari Nasdem ya kan?
Bahwa ambang batas pencalonan. Partao Pilitik atau gabungan partai politik 20 persen kursi atau 25
persen suara, itu kan di Perppu, itu menurut kita sudah pas, tapi agak sudah normalah, itupun 20
persen sudah berat, paling banyak 4 atau 5 calon, tidak mungkin 10, tapi 5 sudah cukup banyak.
Nasdem usulannya dinaikkan 25 atau 30, 25 kursi, 30 suara.
Oleh karenanya hal itu nanti kita bicarakan, kalau kita sudah lebih banyak ke ke 20, 25 cuman
catatan bagi kita nanti bisa diangkat lagi oleh Nasdem dengan pemerintah.
Berikutnya adalah ambang batas kemenangan, pada umumnya, kecuali juga, kalau Petrppu 30
persen, artinya tadi ...(suara tidak jelas) yang lain minta dikurangi partai Gokkar minta 25, PKB 25, PKS
25, Gerindra 25, PDIP, PPP, Nasdem, PDIP belum ngasih gambaran ke 25 itu.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Tidak dia ligitimate nya, kalau menurut Pak Arif kemarin 30 persen itu sudah rasional.

KETUA RAPAT:

Itu yang dulu, tapi belum ada jaminan menyangkut itu ada yang 20 persen ...(suara tidak jelas)

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Dia bilang begitu, katanya.

KETUA RAPAT:

Apa itu nanti kita diskusikan setelah.

45
WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

Kalau menurut saya tidak perlu didiskusikan kita putuskan saja 25, toh nanti dibahas lagi
dengan pemerintah. Bagi yang mau tetap 30, kita berdebat di situ, pemerintah maunya apa?

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Nanti dimasukkan saja 25 dan 30 itu.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Jadi begini, mungkin saya dulu kaitan, kenapa saya naikan thrashold pencalonan itu 25 untuk
kursi karena saya hitung-hitung, sudah saya simulasikan itu 4 akan terjadi, mana bisa, saya sudah
hitung ditempat saya. Karena 65 Kursi untuk DPRD Provinsi, PDIP 15, sudah jelas satu, Golkar 9,
Demokrat 7, Gerindra 7, PAN 6, Nasdem 5, kemudian PKB 2, PPP 4, Hanura 3, kemudian PKPI 3, ini
kalau ...(suara tidak jelas) hitung. Saya hitung kan tadi bilang tidak bisa, itu saua hitung itu 4 lebih
persennya tapi tak mungkin 5. ...(suara tidak jelas) lagi jalan independen, kalau syaratnya 20 kali 20
persen. Makanya saya tadi mengusulkan 25, kalau 25.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

25, 4. Kalau 25 persen minimal ya maksimalnya 4 calon, tidak mungkin.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Makanya itu, kalau 25 tak mungkin, 25 itu, sebentar dululah. Saya ini kita gimana baru
ngomong sudah langsung dipotong, supaya efektif juga diskusi kita. Saya sih tidak ngotot begitu cuma
pertimbangnnya ...(suara tidak jelas) kalau 5 dengan persentasi nanti apa kemenangannya 25 persen
ini kan kalau di Jawa mungkin yang tidak ...(suara tidak jelas) dan sebagainya mungkin juga ini, tapi
kalau di daerah itu lain nanti, isunya itu isu apa? ...(suara tidak jelas) pemilik kepala suku, isu agana
yang merasa 25 persen cukup ya kita pegang, isunya pak, isu suku, agama dan sebagainya, ini uga
harus hati-hati.
Kita ini memilih ini Pemilu Kepala Daerah ini juga jangan sampai kita lepas, sangat liberal
begitu. Saya sebenarnya mengalami juga dulu sampai juga dikirim ke DPR itu, pemahaman-
pemahaman seperti itu, tetapi dengan pemilihan langsung ini kita harus jaga ini, jangan sampai terjad
isu-isu ini berkembang. Itu juga tadi mungkin pemikiran yang sampai ada prinsip yang ada di DPR itu
ada isu-isu itu, kita disini tidak ada masalah, 5 persen dan itu sekarang ya maaf saja yang merasa, wah
ini akhirnya ya takut ada ...(suara tidak jelas) 30 persen kalkulasi, maaf sampai suku ini, agama ini,
langsung isunya bukan lagi isu untuk mencari kualitas, ini yang harus kita jaga jangan sampai ini
terjadi.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ini syarat calon apa syarat kemenangan?

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Kaitannya dengan syarat kemenangan, supaya kita tidak juga sampai 2 kali, saya itu
mengadopsinya sampai 2 kali putarannya, maka syarat thrashold pencalonan itu diperbanyak sehingga
46
banyak calonnya sehingga semuanya berkoalisi, tidak lagi ada isu itu walaupun ada tapi ada tapi tidak
terlalu maksimal.
Kemudian syarat pemenangannya kita tinggikan dalam rangka juga ya memberikan peluang
sebagai ambang batasnya.
Itu saja sebenarnya.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Jadi konkritnya syarat calon.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Syarat calon 25 persen kursi di DPR, 30 suara.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Syarat kemenangannya?

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Ambang batas 30 persen.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Yang lama itu syaratnya 15, 30 yang lama ya? Eh 15, 20 sebelum Perppu, saya bicara yang
selama ini berjalan. Di Perppu sudah naik kan? 20, 25.
Sekarang kita bicara untuk rugi dan kondisi politik. Kalau tadi syaratnya 20 kira-kira berapa
calon sih yang memungkinkan? Logikanya sederhana semakin ditinggikan syarat calon, semakin
sedikit calon, semakin sedikit calon semakin tidak memberi kesempatan orang untuk berkompetisi. Itu
artinya bertentangan dengan yang selama ini kita ...(suara tidak jelas) apa yang disebut dengan
kedaulatan rakyat. Kita ribut ini antara DPRD atau Pilkada langsung. Sekaliun saya punya alasan yang
cukup mungkin lumayan, untuk kondisi 10 tahun kedepan karena bangsa ini lebih baik DPRD
katakanlah begitu, tapi karena lain hal, kita mengikuti untuk kepentingan masyarakat umun sehingga
langsung.
Jadi poin saya adalah kalau kita bicara kedaulatan rakyat itu membeli ...(suara tidak jelas)
sebebas-bebasnya itu artinya sesungguhnya syarat jangan mengurangi itu poin pertama. Jadi
sekarang bicara fobabilitas, kaslau 20 persen sedikit calonnya begitu. Kalau suara tadi 25 di DPRD itu
kan cuma 4 yang paling banyak 4, tapi 4 pun hampir mustahil, mana ada suara partai ratinggnya 0,
yang sama semua, hampir tidak mungkin artinya propolitasnya tadi 100 yang begitu sedikit lah, itu bisa
terjadi. Bisa terjadi artinya dari 101 ada yang bisa itu namanya juga terjadi, tapi masa sih satu
dikalahkan sama, eh 99 itu poin dulu.
Jadi saya maksud saya terus tadi kalau bicara agama atau suku semakin dibesarkan syarat ini
sesungguhnya juga, kebetulan saya sih muslim tapi yang non muslim juga peluangnya semakin sedikit
gitu loh, itu sebelum hitungan matematis saja bicara kedaulatan, bicara agama 2 pihak belum nanti
faktor-faktor lain, faktor lain. Begini sebenarnya ada yang menarik antara calon lebih dari 2 atau lebih
banyak dengan satu putaran ini ada yang menarik logikanya bang, apa itu? mengurangi konflik, kalau
calon itu sampai 5 yang penting usahakan jangan 2 lah, 3 ketas bang, tapi menang satu putaran, itu
konfliknya akan semakin kecil, itu rasional logikanya. Jadi kalau kemarin itu umpamanya ada Jokowi,
47
ada Prabowo, katakanlah ARB itu ...(suara tidak jelas) makin berkurang. Begitu juga Pilkada kalau
saya bersaing begitu sama Bu Diah cuma berdua itukan konfliknya semakin, taoi ada Bang Henry kita
bertiga semakin ada lagi, ini bicara ...(suara tidak jelas) saja.
Jadi artinya semakin banyak calon sesungguhnya punya nilai yang luar biasa, ...(suara tidak
jelas) memberi kesempatan agama yang lebih prioritas syarat pencalonan itu kecil, kecil logikanya.
Kemudian juga mengurangi konflik, dia tidak akan konflik karena calonnya selesai, terpecah-pecah ini,
ini logika sederhana dan yang baiknya juga sebetulnya bagaimana supaya akhirnya satu putaran yang
kemarin kita bilang sesuai anggaran, tidaka ada korelasinya. Jadi itu pendapat saya sebenarnya
tadinya malah Gerindra 15 persen ...(suara tidak jelas) sebenarnya itu kembali ke yang 15 persen
rekomendasi kami kemabli ke 15 persen seperti Pilkada yang selama ini ...(suara tidak jelas) 20. Tapi
walaupun ada peningkatan saya kira ya 20.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Ya itulah makanya kita harus lihat dari mana kalau tadi Pak Riza bilang itu ...(suara tidak jelas)
kita harus bicara juga berkait kedaulatan. Kalau udah kedaulatan, siapa yang harus berdaulat itu?
kemabli lagi bicaranya ...(suara tidak jelas) menjadi suara siapa yang terbanyak yang memberikan
kedaulatan itu kan gitu. Maka konsep saya pertama kemarin kalau ...(suara tidak jelas) itu kajiannya 50
plus 1 kita gunakan, kita ini kan mengadopsi antara liberal dengan musyawarah mufakat.
F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Interupsi Pimpinan.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Saya pikir jangan interupsi dulu untuk menyampaikan dulu kalau memang itu, jadi kita itu tidak
akan, kalau cuma kajian-kajian seperti itu, kita ini diskusi, karena saya bisa ...(suara tidak jelas) begitu
dengan makin banyak maka akan terjadi pluralisasi ...(suara tidak jelas) pengantinnya itu pasti.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Tidak bang, yang dimaksud dengan ...(suara tidak jelas) saya bukan yang itu maksudnya, yang
saya maksud bukan point yang tadi itu legitimasi beda, kalau yang saya maksud tadi walaupun 50
persen itu namanya legitimasi.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Kalau kita bicara kedaulatan pasti dilarang kan? Memberi kebebasan kepada orang, kalau
memang itu yang menjadi kajiannya saya justru ...(suara tidak jelas) saya buka saja 10 persen, iya kan
10 persen sehingga semua partai yang ada di DPR bisa, kalau ini ...(suara tidak jelas)

KETUA RAPAT :

Atau gini kita skors dululah.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Sebenarnya kita kalau mau katakan tadi ini, tapi kita ini kan kalau kita untuk benar kebebasan
sampai kapanpun berbicara kebebasan ...(suara tidak jelas)
48
F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Jadi begini, ini kita sedang memabahas syarat pencalonan dan kemudian syarat kemenangan,
tentang syarat pencalonan kita bersepakat dulu akan membuka peluang sebesar-besarnya calon atau
mempersempit, kalau ingin membuka peluang sebesar-besarnya calon maka prosentase angkanya
diperkecil sehingga semua Fraksi dan koalisi partai itu mampu mengajukan termasuk perorangan.
Kemudian syarat kemenangan, kalau syarat kemenangan ini akan dipatok tinggi sejatinya itu
adalah menuju satu putaran atau 2 putaran, kita berkomitmen mau satu putaran atau 2 putaran. Kalau
satu putaran kita tidak perlu suatu saat menentukan angkanya, tetapi kalau mau dua putaran kita patok
kisaran minimal angka berapa kalau tidak tercapai baru 2 putaran.
Sayarasa ini barangkali untuk titik temunya, bukan persoalan kedaulatan kaitannya dengan isu
sara dan agama itu tadi. Tapi 2 hal itu syarat pencalonan dan syarat.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Tapi tidak pernah dinaikkan kalau ingin satu putaran, selesai.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Kalau syarat kemenangan untuk satu putaran tidak perlu dipertinggi angkanya, tapi kalau untuk
mencapai 2 putaran harus dipatok, kalau tidak memenuhi 30 persen maka dilakukan pemilihan ulang,
jadi 2 putaran.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Iya betul mas, saya nyambung jadi itu tadi kalau memang syarat kita ingin supaya tidak terjadi
2 putaran kita patok gampangnya ya? Maka thrashold untuk mengusurkan itu jangan besar.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Sebentar pak, kitabaha tentang ini dulu syarat pencalonan.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Tapi ada korelasinya.

KETUA RAPAT :

Jadi begini, memang ada korelasinya, saya tadi, untuk kita sudah pasangan calon disitu
namanya. Ini di Undang-undang Partai Politik Nomor 2 tahun 2011 setelah dirubah ini mengatakan
memang hak partai politik itu untuk mengajukan pasangan calon sudah disebut. Jadi kalau kita sebut
calon disini ini ...(suara tidak jelas) kan salah pasngan calon yang berhak itu, Undang-undang Papol
tetap ...(suara tidak jelas) itu ya sudah. Sekarang kita bahas berikutnya, kalau itu hak partai politik ini
sudah ditulis ini. Partai Politik dalam rangka mendaftarkannya ada thrashold disini 20 persen dari kursi
dan 25 persen dari suara. ...(suara tidak jelas) suara ini kan partai ini kan sudah semua, sudah semua
cocok, sebab dari tadi naik sudah dinaikkan, Memang korelasinya untuk menentukan thrashold
kemenangan itu pak, kita bicara tentang kedaulatan itu tadi.
49
Ini kita ketok dulu ya?

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Tidak, belum selesai kan anatara 25 dan 30.

WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):

25 itu naik dari 15 ke 25.

KETUA RAPAT :

...(suara tidak jelas) kita ketok ya?

(RAPAT : SETUJU)

Kita istirahat dulu baru nanti thrashold yang kaitannya dengan kedaulatan tadi itu. Itu mau
diketok juga?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kalau mau satu putaran ini logikannya ini, dengerin dulu bang, kalau mau satu putaran
diturunin logikanya.

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Kalau mau ...(suara tidak jelas) yang besar itu memang cukup dengan 25, tetapi ingat. Tidak
kalau jumlah pemilihnya besar 25 persen itu kan cukup besar, tetapi beberapa kabupaten kota di
Indonesia ini itu jumlah pemilihnya kecil. Jadi kalau hanya 26 persen orang yang punya duit setia
selesai itu, tidak usah berpanjang-panjang begini.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Tadi dia selesai juga oleh KPK.

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Pengalaman yang ada itu kan begitu, oleh sebab itu PPP itu menyarankan ya 30 persen

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Alasannya kita terima, selama ini juga 30 pak.

KETUA RAPAT :

Tadi kan intinya begini, kalau kita buat misalnya ini yang berkembang ...(suara tidak jelas) yang
paling tinggi.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):


50
Itu yang menag bukan global, apakah yang cuma 25 syaratnya orang dia juga, 30 itu ada
campuran bang, berarti rakyat begitu. Jadi ini 25.

KETUA RAPAT :

Saya minta klarifikasi, yang 30 yang lama kalau ada diatas 30 persen ...(suara tidak jelas)
kalau ada 2.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Siapa yang lebih tinggi?

KETUA RAPAT :

Ada yang lebih tinggi, ...(suara tidak jelas) dia punya itu adalah tidak ada mencapai 30 ...(suara
tidak jelas) kalau dikasih 25 siapa yang lebih tinggi, ...(suara tidak jelas) sekali.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Saya ngomong dulu bang ya, yang abang ketok 25 tadi sudah final sudah 20, 25.

KETUA RAPAT :

Itu syarat calon, syarat kemenangan.

F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):

Kalau yang 25 itu bang itu kalau misalnya Golkar 25 suaranya itu cuma dapat berarti ...(suara
tidak jelas) dong tidak ada yang masuk PDI di dalam itu. kalau dia 30 berarti bukan.

KETUA RAPAT :

Beda, KTP nya beda, makanya kita skors dulu.

(RAPAT DISKORS PUKUL 12.56 WIB)

Jakarta, 30 Maret 2015


Ketua Rapat

ttd

H. Mustafa Kamal, S. S.
A-91

51
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISI II


PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENETAPAN PERPU NOMOR I TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tahun Sidang :2014-2015


Masa Persidangan :II
Rapat Ke :-
Jenis Rapat :Rapat Panja
Dengan :-
Sifat Rapat :Tertutup
Hari,Tanggal :Minggu, 1 Januari 2015
Waktu :Pukul 14.00 WIB s.d Selesai
Tempat :Ruang Melati Lantai II Hotel Milenium Jakarta Pusat.
Acara : 1. Membahas Revisi terhadap Undang-Undang Penetapan Perppu Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, menjadi
Undang-Undang
2. Membahas Revisi terhadap Undang-Undang Penetapan Perppu Nomor 2
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menjadi Undang-Undang.
Ketua Rapat : Rambe Kamarul Zaman/Ketua Komisi II DPR RI
Sekretaris Rapat : Minarni, SH/Kabagset Komisi II DPR RI

Hadir : A. Anggota Panja


22 dari 25 Anggota Panja

PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si.
5. H. MUSTAFA KAMAL, S.S.

F-PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (F-PDIP)


6. ARIF WIBOWO
7. DIAH PITALOKA, S.sos
8. ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU
9. H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, SH
10. TAGORE ABU BAKAR
F-PARTAI GOLONGAN KARYA (F-PG)
11. Drs. H. DADANG S MUCHTAR
12. Drs. A. H. MUJIB ROHMAT
13. AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si

F-PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (F-GERINDRA)


14. Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si
15. Ir. ENDRO HERMONO, MBA

F-PARTAI DEMOKRAT (F-PD)


16. Ir. FANDI UTOMO
17. LIBERT KRISTO IBO, S.Sos., SH., MH
F-PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN)
-

F-PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB)


18. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.

F-PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS)


19. Dr. H SA'DUDDIN, MM

F-PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F-PPP)


20. Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si

F-PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM)


21. H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE., SH., MH

F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA)


22. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH

B. Pemerintah:
- Menteri Dalam Negeri (Tjahjo Kumolo, SH)
- Ketua KPU RI (Husni Kamil Manik, S.P)
- Ketua BAWASLU RI (Prof. Dr. Muhammad., S.IP.,M. Si)

2
Jalannya Rapat:

KETUA RAPAT (RAMBE KAMARUL ZAMAN/F-PG):

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Kita mulai, dengan ini skors saya cabut.

(KORS DICABUT PUKUL 14.20 WIB)

Bapak Ibu dan anggota sekalian.

Kita sudah sampai ke tadi kan ada usul uji publik sudah hilang, karena uji publik sudah hilang
kita laksanakan sosialisasi, apa pengertian sosialisasi kita apa? Sosialisasi bakal calon adalah bagian
dari tahapan penyelenggaraan pemilihan yang diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu dengan
tujuan transparansi dan memberikan ruang bagi peran serta dan masukan-masukan terhadap bakal
calon dalam proses pencalonan. Itulah sebabnya kemarin dipertanyakan, kenapa dimana …(suara
tidak jelas) partai politik atau gabungan partai politik?

INTERUPSI:

Di Pasal 38 yang punya bakal calon itu adalah Partai Politik ayat (1) sampai ayat (2).

KETUA RAPAT:

Gabungan Partai Politik, mengajukan sekaligus menjalin, dia mencari, dia mengajukan, dia
jaring internal begitu kan?

INTERUPSI:

Pilihannya apakah dispesifikkan di pasal ini, bahwa partai politik melakukan penjaringan, atau
hanya seperti.

KETUA RAPAT:

Kita minta dispesifikkan partai politik itu, partai politik atau gabungan partai politik ini kita
usulkan masuk.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Sesungguhnya tehnisnya ya, biasanya ini soalnya sosialisasi penjaringan ini dengan ini poling.
Tehnisnya kan biasanya dilempar kepada warga masyarakat.

KETUA RAPAT:

Terserah internal partailah, mekanisme diserahkan ke internal masing-masing, cuma kita


nyatakan di catatannya di Pasal itu, dengan aturan ya diatur oleh partai masing-masing ya kan? Atau
gabungan partai masing-masing.
3
Sekarang kalau sudah disini ini masuk kedalam sosialisasi, tidak kan? Seleksi bakal calon di
partai politiklah. Dimasukkan di Pasal itu Pasal 38 ini, sekarang kalau mau kita adakan pikiran
sekarang, sosialisasi ini, tadi yang dipartai politik bukan sosialisasi namanya.

WAKIL KETUA (Ir. H. A. RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kalau yang di partai politik penjaringan.

KETUA RAPAT:

Penjaringan bukan sosialisasi. Partai politik bukan sosialisasi, tidak, penjaringan, kita nyatakan
penjaringan itu oleh partai politik, sekarang kalau ada pikiran sosialisasi bakal calon ini, itu yang
kaitannya dengan partai politik sudah menjaring, kalau ada satu diajukannya satu, itu bakal calon ke
KPU kan begitu. Tapi ini boleh lebih dari satu, ini kita buat di sini ini, di Pasal mana tadi?
Kenapa harus boleh lebih dari satu? Karena masih bakal calon, nanti kalau ada yang gugur
baru dia mengerucut cuma persoalannya di partai politik tadi. Sekarang kita tanya.

WAKIL KETUA (Ir. H. A. RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kalau lebih dari satu agak berbahaya. Bahaya yang pertama misalnya nyalon, Daftar di PPP,
daftar di Golkar, Daftar di PDI, kebetulan 3 partai ini punya hak, kalau saya putuskan akhirnya ikut
PDIP bahaimana dengan PPP dan Golkar? Kan begitu. Sementara Golkar Cuma nama saya sendiri,
kan itu bahaya bang, kan tidak boleh.
F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Biasanya kalau di daerah partai-partai yang tidak sampai …(suara tidajk jelas) sendiri-sendiri,
sehingga orang perorang itu.

KETUA RAPAT:

Jadi penjaringan itu internal.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Di internal, lebih konyol lagi ketika seperti itu, jadi ini apakah yang dimaksud seperti Demokrat
ketika dari Dahlan Iskan dan sebagainya.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kalau sudah diusulkan oleh partai, itu dicounter partai. Jangan sampai ribut gara-gara si calon,
rugi kita. Kita ribut gara-gara calon.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Sebelum dia menjaring sudah ada kesepakatan-kesepakatan internal di partai, misalnya X


yang diusung mulai bakal calon sampai keluar nomor urut sebagai calon, biasanya ada misi-misi tolok
ukur ada tidak ada di DPP.

4
KETUA RAPAT:

Jadi kalau satu yang diajukan kita berikan waktu singkat, sosialisasi dulu 2 minggu, masih ada
2 minggu atau 1 bulan, otomatis kan kepada partai politik kalau ada yang gugur.

F-PDIP (H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, SH):

Dari yang lama yang kita lihat satu kelemahan sehingga harus kita perbaiki, kalau memang
tidak ada masalah dengan pasal-pasal terdahulu atau tidak ada satu tujuan yang lebih baik, untuk apa
kita utak utik, utak utik yang membuat ribet urusan. Kemudian prinsip perundang-undang kita dalam
menyusunnya harus realistis dan dapat dilaksanakan. Saya khawatir justru banyak hal yang tidak bisa
dilaksanakan ini nantinya.
Kemudian Prinsip lain artinya lebih pada kemaslahatan, kalau saya tidak melihat dengan
peraturan yang lama, kecuali kalau kita bisa jelaskan disini, bisa dipahami oleh kita semua ini loh
kendala di Peraturan perundang-undangan yang lama, sehingga ini perlu kita perbaiki, kalau saya tidak
melihat itu. Coba nanti apa sih latas belakang sejarah hal yang aneh-aneh begitu.

KETUA RAPAT:

Jadi ini diskusi kita cocok,ini kan kemarin yang ini PKB, kemarin ini yang kita ambil, tapi kita
renung lagi bikin susah kita, sama dengan kode etik itu susah kita, Ini kan tinggal pemerintah apakah
nanti Pak Cahyo Kumolo sama Pak …(suara tidak jelas) ngotot dia menyatakan lakukan tahap uji
publik, bagaimana kita?
Oleh karena itu ini sudah rumusannya, rumusan yang tadi jangan diajukan lebih dari satu dong,
satu saja nanti kita pesankan disini kalau ada yang gufur dari situ, kembalikan agar diajukan oleh
Partai.

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Jadi begini pak, kalau pengalaman, pwngalaman itu masuk bakal calon itu biasanya finisnya itu
ketika si partai atau gabungan partai daftarkan di KPU, itu satu menitpun sebelum masukkan berkas
itu bisa berubah. Oleh sebab itu memamg kita heran ketika ada agenda uji publik, disitu disebutkan
bakal calon bisa lebih dari satu, itu kan repot, repotnya karena kalau kita lihat, kita tadi sudah sepakati
bahwa sama kursi 20 persen, sama suara 25 persen, ini berarti kemungkinan yang terjadi kita bharus
koalisi, koalisinya itu biasanya yang gerilya kita, untuk mendapatkan 20 persen itu, kita gerilya itu
sampai satu menit sebelum pendaftaran, bisa berubah-berubah.
Oleh sebab itu kita cari rumusan jangan kita menjebak diri atau terjebak dengan aturan yang
kita buat, jangan kita sudah tentukan bakal calon kita umumkan satu menit sebelum kita datang ke
KPU itu bisa berubah, itu ceritanya bagaimana?

KETUA RAPAT

Itu dari partai pak, jadi kalau partai membuat …(suara tidakjelas) tenang ada mekanisme
internal partai kan, partai yang megajukan itu apa yang harus dipersoalkan.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Makanya satu selesai.

5
F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Sudah berpengalaman, sudah punya jago ini.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Yang penting kalau sudah ada komintem awalnya partai itu. Dan untuk mendapatkan
komitmen itu bukan soal mudah bagi calon.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M.Si):

Bisa terjadi si satu daerah itu, ada suatu keadilan yang mungkin tidak bisa tandingi dia dari
popularitas, dan segala apa dan lain sebagainya. Biasanya ada dari beberapa kandidat kita sabotase
jangan ada calon, sehingga catu calon tidak bisa, ada itu terpaksa banyak orang untuk menjadi calon,
itu kemungkinan besar akan terjadi. Bisa terjadi seperti itu sebab pengalaman yang ada itu satu menit
sebelum pendaftaran baru kita deal. Karena harus dukung partai, jumlah kursi. Kita sudah deal begini
hitung-hitung jumlah suara sudah 25 persen begitu satu partai tarik tidak cukup lagi.
Jadi bagaimana kita bisa mengatur ini, supaya tidak menjebak diri dan menjadi persoalan
krusial, saya pikir saya sepakat uji publik itu hilang.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Saya pikir ketika uji publik itu tidak kita sepakti, dan tidak ada juga aturan harus diganti dengan
aturan lain, dan harus diganti dengan sosialisasi kan tigak harus juga, karena sosialisasi ini juga
…(suara tidak jelas) sama dengan tahapan Pilkada yang sekarang yaitu deklarasi calon di KPU itu juga
sudah sosialisasi.
Jadi menurut saya kita tidak usah terjebak dengan penanti Pasal uji publik dengan Pasal yang
lain, ketika itu hilang ya sudah hilanglah pasal itu.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Ini hilang tapi kalau masih ada yang ngotot masa kita mau tetap hilang.

KETUA RAPAT:

Ini Demokrat sama, jadi bakal calon tidak boleh lebih dari satu, terus kita uji publik dengan
peran serta masyarakat. Jadi bakal pasangan calon sudah selesai. dapat mengusulkan satu pasangan
bakal calon. Ini kita serahkan kepada, KPU Provinsi dan Bawaslu Provinsi, atau KPU kabupaten kota.
Kalau nanti kita …(suara tidak jelas) lagi dengan pemerintah kita habis ini.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Jadi semua yang tertulis bakal calon ditulis pasangan bakal calon.

6
F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Saya sebenarnya melihat ini bukan satu atau lebih bakal calon, tapi partisipasi masyarakatnya,
kita mau buka ruang itu tau tidak, tidak, ya sudah selesai kalau menurut saya.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Mengajukan calon dari partai politik, terserah kalau mau dipakai boleh, tidak ya tidak apa-apa.
Mungkin di kasih waktu satu bulan.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Pengenalan boleh pak, pengenalan.

F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Katakanlah satu bulan, itu arena pembantaian.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Masyarakat ini kan subeyektif pak, begitu ada ruang untuk itu, apa saja yang dendan pada kita
akan dibongkar.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Kita sudah sepakat nih tinggal nanti kalimatnya di anu saja.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Itu tadi yang nomor 2 selesai ya sosialisasi bakal calon adalah bagian dari tahapan.

KETUA RAPAT:

Pokoknya lebih dari satu itu sudah hilang.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Kita kan pernah jadi pejabat publik, saya pernah dilirimi surat kaleng sampai 13.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Bagaimana kita sepakat ya, diilangin itu?

KETUA RAPAT :

Ini memang disini coba point 3, sosialisasi bakal calon dilaksanakan secara terbuka paling
lambat satu bulan sebelum pendaftaran, padahal kita mengatakan yang di sosialisasi ini adalah yang
didaftarkan.

7
F-PDIP (H.KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Ini bertabrakan dengan Pasal yang yang di peraturan itu diselenggarakan oleh …(suara tidak
jelas).

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Tidak yang sebelum pendaftarannya jangan diatur Mas, jadi minta tadi di PKPU nya saja diatur
kapan, kalau diatur satu bulan sebelum pendaftaran, ketika dia nyalon kemudian gugur habis
waktunya, partai tidak bisa ngusulin penggantinya kan? Betul tidak? Karena sudah masuk namanya itu.
habis waktunya. Satu bulannya betul, tapi sebelum pendaftarannya itu tidak usah. Pokoknya satu bulan
saja begitu, faham gak?

KETUA RAPAT:

Atau ndak usah kita atur.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Iya, tapi maksudnya setelah pendaftaran itu, ketika calon itu ada masalah, partai tidak punya
waktu untuk mengisi penggantinya, karena waktu mendaftar itu tidak bisa lagi ada sosialisasi.

KETUA RAPAT:

Kalau partai lebih dari satu, …(suara tidak jelas) saya kira tidak ada kekhawatiran kita itu. ini
poin tiga harus ada. Coba keluarin dulu poin 3. Jadi kemarik kesimpulan kita kan langsung ke KPU dari
partai ini, begitu kan? Nama KPU membuat lampiran buat si Fulan, tempat tanggal lahir, ini, pendidikan
ini, selama ini ada orang mengatakan ini adalah transparan, ini ada tidak betul, ya memang wajarlah
KPU yang menjaring calon partai ini, tidak usah dibuat bohong macam-macam, diumumkan itu saja
sebenarnya yang kita inginkan. Jalan kalau ini sudah diusulkan memenuhi syarat, partai politiknya
sudah sekian dan lain sebagainya.
Sudah dilakukan coba masyarakat siapa yang mau melakukan usul menanggapi calon itu tidak
apa-apa kan? Kan terbuka.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Begini saja KPU diberikan kewenangan mengumumkan calon-calon ini.

KETUA RAPAT:

Ditetapkan Pasalnya, sosialisasi ini maknanya mengumumkan kepada masyarakat dan KPU
untuk melaksanakan, memberikan apa gitu sudah, clear dia.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Fakusnya di pengenalan, KPU berkewajiban mengumumkan bakal calon atau pasangan bakal
calon yang tidak diajukan oleh partai politik, gak pakai waktu.

8
KETUA RAPAT:

Tidak pakai waktu, poin 3 sudah dihapus ya? Yang diselenggarakan oleh KPU provinsi ini, ini,
ini dan seterusnya. Poin 3 kita hapus karena kita kasih waktu.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Apa bedanya dengan mengumumkan calon?

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Sedikit berbeda, terkait sosialisasi.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):

Sebentar Pimpinan, saya ini tadi jam 3 ada yang tidak bisa ditinggalkan, saya mohon ijin, saya
juga minta ini, karena tadi ambang batas suara menawar itu, kalaupun nanti kawan-kawan sepakat
yang lain, tapi diberikan hak lah pada Nasdem tetap minta …(suara tidak jelas) 30 persen karena
berikut sudah hitungan prinsipil.
Terima kasih.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Jangan besuk berdebat lagi ya?

KETUA RAPAT:

Diwakilkan dulu sebelum pergi, kalau begitu wakil bupati tetap satu.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Yang lama itu wakil bisa, satu, bisa dua, bisa tiga, tergantung jumlah penduduk itu pak?

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Sosialisasi ini walaupun tidak dilaksanakan oleh otomatis bakal calon itu, mensosialisasikan
dirinya kepada masyarakat bahwa saya ini mendaftar sebagai calon kepala daerah di daerah X, jadi
wakil diberikan agar tidak ada dari luar kepada yang bersangkutan dalam rangka melaksanakan
sosialisasi sehingga ruang waktunya itu diatur dalam ketentuan yang ada. Jadi sosialisasi tetap
dilakukan.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ini kan kata sosialisasi kita ingat, karena kita tidak setuju dengan uji publik, itu kita sepakat
ketua, cuma menurut saya nomenklaturnya jangan sosialisasi, karena berbahaya. Bukan, kalau
sosilisasi itu berbahayanya apa? Orang ini selama 6 bulan sebelum jadi sudah sosialisasi, jadi
dianggap melanggar undang-undang.
9
F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Jadi sosialisasi itu tahapan seluruh masa kampanye, sekarang sudah kampanye sudah masuk
tahapan.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Jadi dia sebelum penetapan calon.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Sebelum, maksudnya bakal calon dia sosialisasi, saya ini mau mendaftar.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Tidak usah dibatasi di Undang-undang betul itu, karena jadi salah nanti, tadi 6 bulan
sebelumnya harus sudah sosialisasi bang. Berarti ini di PKPUnya kita atur.

KETUA RAPAT:

Kita kembali lagi, jadi makna yang kita maksudkan itu adalah bukan uji publik, ada peran serta
masyarakat untuk menilai partia politik kalai mau mencari, kalau sampai jangan dipersoalkan yang
menyangkut ijazah palsu, punya istri, anaklah, punya apa, kira-kira saja.
Oleh karenanya kalau kita cocok sosialisasi ini kita tidak usah misalnya ini mengkaitkan uji
publik, tidak dalam pikiran kita lagi gitu. Sosialisasi bakal calon adalah bagian dari tahapan
penyelenggaraan pemilu atau dia masuk mulai dari tahapan penjaringan, itu kan yang harus kita rapat,
mulai penjaringan oleh partai politik yang sudah melakukan sosialisasi, sampai kepada bakal calon,
terus partai politik sudah umumkan apa namanya di KPU itu. di KPU kan tidak uji publik, tapi
diumumkan, yang diverivikasi KPU untuk diumumkan.
Sosialisasi bakal calon adalah bagian dari tahapan penyelenggaraan pemilihan yang
diselenggarakan oleh penyelenggara pemilihan, yang diselenggarakan oleh partai politik atau
gabungan partai politik.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Sebelum penentuan bakal calon.

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Jangan begitu, peseorangan …(suara tidak jelas) itu kan membuka peluang untuk
perseorangan.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Mengenai sosialisasi ini, yang …(suara tidak jelas) yang paling membahayakan itu degan
tujuan transparansi dan memberikan peluang peran serta supaya tidak dikritisi kan, nah berarti disitu
diganti kalimatnya, diselenggarakan oleh penyelenggara pemilihan dengan tujuan pengenalan bakal
calon. Jadi tidak ada yang perlu ditakutkan.
10
KETUA RAPAT:

Kalau partai politik dimana?

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Ya di situ juga.

F-PG (DADANG S, MUCHTAR):

Makanya sosialisasi bakal calon dilakukan oleh perorangan maupun partai politik sebelum
tahapan calon.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Atau diselenggarakan oleh partai politik dan atau penyelenggara pemilu dengan tujuan untuk
pengenalan bakal calon.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Batas waktunya pak?

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Batas waktunya tersendiri, tidak usah terlalu lebar, tapi intinya adalah dengan tujuan
pengenalan bakal calon, tapi kalau ada kalimat supaya terbuka, transparasi dan ruang bagi peserta ini,
ini membuka peluang untuk dikritisi, walaupun tidak ada istilah uji publik.

KETUA RAPAT:

Sosialisasi calon adalah bagian dari tahapan penyelenggaraan pemilihan.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Yang diselenggarakan oleh perorangan bakal calon,

KETUA RAPAT:

Yang diselenggarakan pleh partai politik atau gabungan partai politik, perorangan dan
penyelenggara, hanya sampai disitu saja. dan penyelenggara pemilihan sampai kepada apa?

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Dengan tujuan pengenalan begitu saja titik.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Penetapan Calon.
11
KETUA RAPAT:

Sampai pada penetapan calon.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Bedanya sosialisasi bakal calon, dengan sosialisasi calon apa?

KETUA RAPAT:

Kalau sudah calon, kampanye tidak boleh lagi misalnya penyelenggara pemilu. Sampai pada
penetapan calon.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Oleh KPU atau penyelenggara.

KETUA RAPAT:

Sosialisasi bakal calon adalah tahapan penyelenggaraan pemilihan yang diselenggarakan oleh
partai politik dan atau gabungan partai politik bakal pasangan calon perseorangan dan atau
penyelenggaraan pemilihan dengan tujuan pengenalan bakal calon, transparansi dan memberikan
…(suara tidak jelas) bakal calon sampai pada penetapan calon.

F-PDIP (Drs. SIRMADJI, M.Pd):

Kalau penetapan bukan bakal calon namanya.

KETUA RAPAT:

sosialisasi adalah, gitu kan, bakal calonnya hilang dulu. Jadi nanti kalau pemerintah
menanyakan jangan ada lagi kita yang ini, yang kita maksudnya ini yang fied, tapi nanti kalau sudah
bicara dengan pemerintah ada yang lain-lain bicara jadi catatan ini. Jadi itu benar, hilang itu tentang
suka-suka hati orang begitu loh hingga penetapan menjadi pasangan calon. Ini kita drop, transparansi
juga apa tadi kan tidak ini.
Nomor 3 tadi apa tadi 3 itu, itu kan sudah benar, pengertian sosialisasinya, jadi kan nomor 3
nya hilang.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Partai Politik/atau gabungan partai politik, dan nya hilang itu.

KETUA RAPAT:

Partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan , ini tidak usah lagi kan.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Itu ada dan nya itu.


12
KETUA RAPAT:

Kira-kira kalau begini lebih cocok, rupanya ada acara keluarga firasat apa yang muncul, itu
yang poin 3 kita buang kan?

INTERUPSI:

Apakah perlu KPU membuat PKPU tentang sosialisasi itu?

KETUA RAPAT:

Apakah untuk sosialisasi ini PKPU melakukan dibuat proyeklah, tentang sosialisasi.

F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

Tidak perlu lagi itu kan diminta mengumumkan, memberitahukan kepada khalayak bahwa
sudah mendaftar sekian calon di kabupaten ini, namanya ini.

KETUA RAPAT:

Jadi kalau …(suara tidak jelas) tinggal KPU bagaimana, soalnya KPU provinsi, Bawaslu
Provinsi dan KPU kabupaten kota pada saat mereka lakukan sosialisasi kan juga harus ada
ketentuannya kan? Bahwa mengumumkan itu kan tidak apa-apa.
Tentang pasangan kita masukkan, calon gubernur, wakil, bupati walikota dan perorangan.

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Saya malah baru nyambung, bahwa pembuat undang-undang calon Gubernur semua ini.

KETUA RAPAT:

Sekarang habis dari sini persyaratan kan sudah ya? Tidak usah lagi, persyaratan tidak ada
soal lagi kan?
Lanjut. Masukkan dulu itu penegasan parpol. Coba hindari jangan ada masyarakat yang
membenci.
Partai Politik atau gabungan partai politik melakukan proses penjaringan, sebab di undang-
undang ini pasangan ini cetakan kok. Perorangan kan sudah itu syaratnya. Pasangan calon yang telah
memenuhi persyaratan perolehan. Ambang batas kemenangan kalau kita 25.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Kalau yang 2 pasangan ada tidak ketentuan yang mengundurkan diri setelah penetapan.
Karena ada prinsip bahwa dipilih hanya satu pasang.

KETUA RAPAT:

Jika nanti yang mendaftar ita atur di tengah, mau pasangan …(suara tidak jelas) kalau yang
satu pasangan mundur kan tidak sah. Dimana mau kita atur.
13
F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Dulu Undang-undang lama kalau tidak salah, kalau sekarang masih atau tidak itu tidak boleh
mengundurkan diri setelah ditetapkan menjadi pasangan calon, itu koreksi terhadap Pilkada yang lalu.

KETUA RAPAT:

Tidak itu ketetapan hasil yang lalu itu.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si)

Bukan ditetapkan, begitu mendaftar, tidak boleh mundur.

KETUA RAPAT:

Mas, mas.
Di Perpu ada itu tetap masuk, kalau 2 pasangan, bukan kalau kan?

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Apabila terjadi hanya 2 pasangan calon, maka terhadap salah satunya dilarang mengundurkan
diri setelah ditetapkan itu, terkecuali gugur karena seleksi administrasi, bukan, ini kan sudah
ditetapkan hanya 2 pasang.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Kalau di …(suara tidak jelas) itu mendaftar tidak boleh mundur.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Makanya harus di cek ulang.

KETUA RAPAT:

Nanti harus disisir.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Dulu waktu undang-undang …(suara tidak jelas) 99 kasus Brebes itu, pemilihan tersebut di
DPR, ketika hitung-hitungan politiknya salah terus dia workout pada saat sebelum pemilihan,
pencoblosan tersebut, ini ada jadi boleh-boleh saja.

KETUA RAPAT:

Ini ayat (191) dinyatakan di Perpu ini nanti ini Calon Gubernur, Calon Bupati, Wakil dan
seterusnya paling lama 60 bulan absen denda, ini dendanya dan melanggar ketentuan ini diatur
semua, calon gubernur dan seterusnya. Ini nanti sesuaikan jangan ada calon gubernur saja.
Kalau begitu sudah terjawab ya, dari mas Agung tadi.
14
F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Ini kita bicara kalau ada pasangan calon yang memang juragan, berapapun dibeli dari pada
dirinya dipermalukan, kenapa tidak diikat dengan ancaman pidana, dendanya, tidak hanya denda tapi
diancam pidana kalau mengundurkan diri.

KETUA RAPAT:

24 bulan, 2 tahun kok, kalau mengundurkan diri rugi itu, 25 milyar habis, malah miskin jadinya.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):


Pak Rambe saja waktu mau nyalon jadi calon tetap kan Golkar menetapkan kesepakatan,
apabila sudah ditetapkan sebagai calon, mengundurkan diri 1 milyar dendanya.

KETUA RAPAT:

Oke.
Terus masuk lahi thrashold kemenangan, ini memang belum kita putus, ini kalau kita okelah
25, atau nanti

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Atau begini jadi di daerah kabupaten …(suara tidak jelas) tapi potensial sumber daya alamnya
hak pilihnya hanya 35.000, itu seratuj jutaan plus 5 perse itu gampang sekali, itu yang dipakai Gasleo.

KETUA RAPAT:

Tapi yang memang tetap yang tertinggi, yang 65 persen ini.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Yang 30 persen dibeli juga sama saja kan?

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S/F-PKS):

Kalau mau ada efeknya 50 persen baru dia agak berat, tapi kalau cuma 5 persen beda-beda
tipis.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Peluangnya kita dengan ini itu kemungkinan minimal itu 5 calon pak, itu perorangan masuk.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Perorangan ini memang ada rencana, kita naikkan. Yang lama 345 atau 456?

15
F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

5 persen, kalau di Perpu itu dari jumlah penduduk.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Makannya ada 3, 4, 5 atau 4, 5, 6 saya lupa itu. kalau tidak salah 345.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Dari pengalaman yang ada, perorangan itu paling gampang untuk daerah yang kecil, dengan
bawa KPT, isi daftar formulir, saya bayar sekian itu harus berapa hari?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Oh 6, 5, sudah naik 6, 5, 5, sama 4 ya? 3, 4, 5, ada 5 malah, dulu seingat saya cuma 3
kategori, ini 4 kategori.

KETUA RAPAT:

Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2 juta harus didukung paling sedikit 6,5
persen, kalau yang lama berapa itu?

STAF AHLI:

Ini Perpu pak?

KETUA RAPAT:

Iya.

STAF AHLI:

Kalau yang lama 5 persen

KETUA RAPAT:

Jadi cuma 1,5 persen, kurang lebih ini sesuai jumlah penduduk, lebih dari 2 juta sampai
dengan 6 juta harus didukung paling sedikit 5 persen.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Kalau yang lama tidak ada ini nya ya? Rata?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Yang lama itu 3 persen, 4 persen, 5 persen cuma 3 kategori.

16
KETUA RAPAT:

Memang sudah dinaikkan, kalau mau kita naikkan lagi ya dinaiikkan saja.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Begini ini kan paling gede, yang paling kecil dulu, yang 3 persen ini, yang paling berat kan
yang paling bawah, 3 persen itu dari 12 juta, artinya 360,000.

KETUA RAPAT:

Yang a dulu, yang a sajalah.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kalau a itu 65 persen dari 2 juta. Eh 6,5 persen dari 2 juta itukan berarti kalau 10 persen kan
200, kalau 5 persen 100 ribu.

KETUA RAPAT:

6,5 persen, terlalu kecil.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

10 ya berat untuk 200 persen.

KETUA RAPAT:

200 ribu masa tidak dapat dari jumlah penduduk.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

200.000 itu dari 2 juta itu …(suara tidak jelas) tersebar, artinya usul 10 itu.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si)

Kalau daerah-daerah yang potensial tidak sulit ini.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Bahwa 1000 itu bayangin kalau calonnya 2 independen, berarti 400.000, dan pengertian 10
persen ini, ini yang sah loh, jadi kalau kita mau dapat 10 persen 200.000 itu yang diajukan itu …(suara
tidak jelas) persen satu setengah kali itu minimal, karena kan diverifikasi itu kan nanti KTP, tapi kalau
saya mah gak ada masalah, masalah kita ke parpol. Dengan penduduk 2 juta ini tinggal perlu 2 juta.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Kalau kita naikkan itu pasti digugat oleh.


17
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Terlalu tinggi, 10 itu kan syarat sahnya harus 200.000.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Semakin tinggi menetapkan prosentase, maka semakin membukan peluang kemenangan bagi
calon perorangan, karena dia sudah mengantongi KTP.

F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

Belum tentu juga kalau sekarang, sekarang itu kalau yang mau besuk datang dikasih uang
transport mau ke TPS itu yang nusuk.
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Tapi itu poinnya, jangan sampai di …(suara tidak jelas) orang karena itu arogansi partai terlalu
berlebihan. Artinya dengan 10 persen sudah berat itu sebetulnya, tapi tidak apa-apa itu masih
rasionalah, kalau 15 oke saya sebarkan.

F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

Jangan-jangan 10 persen saja.

KETUA RAPAT:

Jadi begini, biar saya jelaskan sampai ke bawah kita naikkan sama, kalau yang 6,5 itu naik 3,5.
Jadi semua naik 3,5 sampai ke bawah.
Atau ketinggian kalau naik 3,5 persen?

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

3,4,5 ya? Kalau begitu dia naik, sementara kan sekarang Perpu itu sudah berlaku ini, tapi
begitu kita lakukan perubahan mereka melihat itu ada kenaikan, itu sama saja mengebiri peluang,
karena itu rame-rame.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kalau yang paling pas tadi itu kan 10, berarti kan yang paling bawah itu kan 3 kalau dinaikin
sama, abang tadi naikin berapa? 3,5 persen. Jadi 6,5 persen. 6,5 persen dari 12 juta itu berapa? Kalau
2 persen yang paling bawah itu berarti 5 persen tidak bisa itu. 5 persen dari 12 juta berapa? 600.000
bisa itu.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Kita harusnya punya semangat harusnya memberikan peluang juga kepada warga negara
untuk bisa maju jangan sampai terlalu kita kebiri. Kemudian di syarat kita yang tadi 30 bisa 25, kenapa
kita sekarang 30, tentu punya alasan. Alasannya kalau dia terlalu rendah itu memberikan ruang bagi
pemodal, sebenarnya semangatnya dulu itu 50 plus 1 pak, itu tidak terlalu mahal kalau 50 plus 1.

18
Karena kalau sekian calon pasti 2 putaran, tetapi kalau dengan 30 persen dengan pengalaman yang
ada itu jarang juga yang 2 putaran, tetapi mmembatasi orang yang punya.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Sudah jarang bang, selama ini 30 persen, yang 50 persen ini Cuma DKI saja.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Tapi semangatnya itu pada waktu menyusun itu, karena kami waktu itu terlibat di dalam
perumusan-perumusan, dulu itu semangatnya kalau mau adil 50 plus 1, 30 persen itu pada waktu itu
kalau orang menang dengan 30 plus 1 itu berarti 30 persen, 60 persen lebih itu tidak mendukung
logikanya. Kalau dibuka lebih rendah lagi itu memberikan ruang pemodal dan pengalaman.
Pengalaman beberapa kepala daerah yang hadir di daerah, kenapa otonomi itu dianggap gagal karena
kepala daerahya tidak punya pengalaman tapi hanya punya modal dia bisa jadi kepala daerah.
Oleh sebab itu saya kira dengan 30 persen memberikan peluang yang agak terbatas untuk
orang susah untuk maju atau bisa lolos.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Kalau perseorangan itu kadang kan banyak ya? Banyak dalam proses pilkada langsung, tadi
kan kita terus terang beberapa kejadian ketika dia memang dia agak kesulitan di DPRD nya, sehingga
akhirnya bergabung dengan partai politik, atau beberapa yang akhirnya turun karena tidak tahan juga
untuk bertahan di sana nuansa partai-partai ini dalam …(suara tidak jelas) di daerah. Karena
kebutuhan kasihan k=juga memang kalau standarnya tidak ditinggiin, banyak korban juga, karena
dalam Pilkada itu kan kadang orang takutnya sama …(suara tidak jelas) jadi orang merasa besar.
Kalau memang ini di batas ambang untuk ikut dalam persoalan-persoalan tinggi, dia memang ke tokoh
saja sudah persoalan tinggi, tetapi kalau tanggung-tanggung kasihan juga karena kan banyak juga
yang syaratnya jual beli KTP itu kan dikelurahan banyak, akhirnya dia keluar rumusan begitu masuk
juga kontestasi sudah ngos-ngosan akhirnya kalah habis-habisan.
Jadi kita harus punya argumentasi positif argumentasi juga, untuk membuat apakah ini kita
naikkan. Saya pikir kalau ujian kekokohan di 10 persen itu sudah kokoh dan layak juga bersanding
dengan calon-calon partai politik.
Itu menurut saya.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Coba disimulasi, tadi kalau yang dibawah kalau kita tambah menjadi 5 persen dikali 12 juta, itu
artinya 600 ribu kan, terus yang diatas kalau naik 2 persen atau 3 persen jadi 6 persen, terus jadi di
bawah itu 5 naik ke atas jadi 6 persen, eh ini kan tambah 2 jadi 5, tambah 2 jadi 6, tambah 2 jadi 7, itu
6,5.

KETUA RAPAT:

Simulasi satu saja, nanti tambah kalau sepakat kita naik 2 persen.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ini sudah ketahuan angkanya ketua, mengukur rasional atau tidaknya itu.
19
KETUA RAPAT:

Pemerintah sudah ngitung itu.

STAF AHLI:

Itu termasuk Jawa Barat yang penduduknya lebih atau hampir 40 juta.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Iya, iya betul makanya kan 5 persen tidak apa-apa.

KETUA RAPAT:

Makanya rata-rata dimainkan berapa? Itu saja keputusan kita. kalau 3,5 misalnya, 3,5 ke
bawah sampai ke kabupaten. Makanya ada cerita begini, ini 2 bulan di Kabupaten Batubara, Sumatera
Utara …(suara tidak jelas) tapi kalau tidak cocok ya jangan maju tuan, kan begitu. Oke, saya tida usah
maju, tapi saya maju dari bawah mana, kelaur dari partai, kelur dia padahal hasil …(suara tidak jelas).
mask dia perorangan menang dari perorangan, kalah yang daru partai itu, sudah duduk dia itu yang
ditanyakan sama Bu Diah, balik lagi binggung sekarang dimana tempatnya, balik lagi direbut jangan di
Partai golkar, …(suara tidak jelas)lagi jadi begitu terus itu contoh ke partai, karena dioa menang.
Terlalu mudah ini ngupulin-ngumpulin ini. Makanya naikkan.
Yang kedua juga Sumatera Utara saudara saya, ada keponakan maunya dari partai, saya
bilang Partai Golkar sudah full tidag bisa, kalau dari Partai lain apa boleh? Silakan kalau memang
sudah cita-citamu mau jadi Bupati itu, jadinya perorangan, duitmu berapa? Ada 2 M. Ini kan ukuran
kalau kalau kabupaten kecil 2 M itu sudah lumayan. 2 M itu kalau …(suara tidak jelas) sudah semua
tabungan keluarga, tabungan isteri, tabungan anak. Tapi saya ingatkan kalau kamu gunakan berpolitik
itu nanti kehancuran yang akan kamu dapat. Silakan. Maju, uturan ke lima habis sekarang jadi strock,
harus kita berikan bimbingan kepada masyarakat. Pusing nendang-nendang kaleng di luar. Jadi apa
antisipasi-antisipasi, makanya saya kira kita naikkan ini.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kalau naikkan itu angkanya saja.

KETUA RAPAT:

Angkanya naikkan 3,5 semua, tidak ada yang menggugatlah, masa ada yang menggugat saya
kira biasalah itu.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Yang kita naikkan itu wajar karena partai juga naik. Jadi berapa tadi, maka wajar naik.

F-PDIP (H.KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Masing-masing naikkan 5, bahwa nanti digugat ya kan kurasa tidak ada, paslah itu.

20
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Tapi alasannya catat, partai naikkan 5.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Jadi karena ini membicarakan angka-angka, nanti kan alasan pembuat undang-undang ini kan
pasti akan di catat di sana, jadi kita sepakati dulu saja, akan menumbuhkan peluang calon
perseorangan seluas-luasnya atau menutup karena data empiriknya banyak sekali roda pemerintahan
tidak jalan karena tidak ada dukungan partai, sehingga nanti ketika kita menentukan diluaran ada
komplain alasan-alasannya tetap dimulai disini.

F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

Sudah ketoklah itu. berarti yang naik 10 kan independen?

KETUA RAPAT:

Perseorangan naik 3,5. Sesuai dengan jumlah itu pak.

(RAPAT : SETUJU)

Kalau 8,5 dia otomatis ya tidak bisa, kalau 8,5 persen tambah 3,5 persen jadi 11.
Sekarang yang terakhir adalah ambang thrashold kemenangan, itu tadi. Kalau tapi disepakati
dulu. Kita lurus saja dulu, kalau dia 25 thrashold ada 3 orang atau 4, diatas 25 suara terbanyak itu, itu
pengertian kita.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Minimal 25.

KETUA RAPAT:

Ya minimal 25.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Kalau calonnya banyak kemudian tidak ada yang minta thrashold berarti 2 putaran.

KETUA RAPAT:

Masih ada potensi 2 putaran, misalkan calon 5 penduduk kecil, rata-rata 20 semua, 20, 20,
tetap saja 2 putaran.

21
F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Kalau memang sepakat satu putaran menurut kami, kita tidak perlu patok angka kemenangan,
kalau dipatok angka kemenangan ketika calonnya banyak di daerah yang penduduknya padat, tidak
mencapai angka itu akan membuka peluang di 2 putaran, kira-kira begitu.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Dulu pernah gagasan-gagasan itu muncul, kalau dia terlalu rendah 25, kenapa pembuat
…(suara tidak jelas) bukan partai, malah dulu kalau mamang satu putaran, tidak ada putaran kedua
setiap partai berhak mencalonkan, itu waktu gagasan-gagasan presentasi dulu ketika beberapa
wacana-wacana perubahan undang-undang mulai dari Undang-undang 22 terus naik 30, kemudian
Pilkada dan lain sebagainya itu, sehingga kan Yusril pernah mengajukan gagasan setiap partai punya
hak untuk mengajukan, tapi masih satu putaran. Dengan 2 putaran itu juga dipertimbangan kenapa
bukan 50 plus 1, kalau 50 plus 1 pasti itu du aputaran, mahal. Kalau terlalu rendah berisiko untuk
daerah-daerah kecil. Kalau di Jawa mungkin …(suara tidak jelas) besar.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Selama itu 30 persen dua putaran, sekarang ini kan 30 persen, banyak 2 putaran.

KETUA RAPAT :

Berapa persen kira-kira?

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Dengan berapa persen batasnya?

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Kalau 25, untuk daerah-daerah kita yang diluar Jawa sana, di Maluku di Sulawesi di Papua, itu
pemilihnya kecil, daerahnya itu kaya. Kalau kita buka ruang yang lebih rendah, itu …(suara tidak jelas)
gampang dia. Jadi disitu dia punya ini. Dan setelah orang terpilih …(suara tidak jelas) dia bukan orang
disini, dia dari suku ini, agama ini, itu potensi …(suara tidak jelas) 30 plus satu kan?
Tidak, kalau dulu itu …(suara tidak jelas) tapi kan rakyat punya kehendak di luar lain. Kan
begitu, itu sama-sama.

KETUA RAPAT:

Jadi saya kira begini saja, jadi 25, bagaimana kita bikin rumusannya? Sebab ini kan ada satu,
jadi kan pemerintah akan 30, kita lebih dari pemerintah lebih besar.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Lain lagi dengan Nasdem, dengan Demokrat, PDIP. Kalau yang semalam.

22
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

PKB mau 25.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Nasdem tadi sebelum pamit 30.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

30 itu ambang psikologis orang …(suara tidak jelas) jadi susah digugat ya?

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Kalau dia 25 kalau dia di …(suara tidak jelas) kalian hanya dipilih 25, 75 persen kan.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Itu sama saja. jadi tadi daftarnya adalah, …(suara tidak jelas) faktor satu putaran, dua putaran.
WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):

Ya sudah 2 putaran, tapi 25 persen, kemungkinan dua putarannya hampir tidak ada, ini
kompromi sebenarnya.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Sebenarnya tujuannya adalah putaran dalam rangka efisien itu saja. dan kalau saya pribadi
sebenarnya begini bang, kalau caleg itu semakin banyak 3, 4 itu mengurangi polarisasi yang keras,
dibanding kita bersaing berlima, beda dengan berdua begitu. Jadi saya pribadi mendorong calon
…(suara tidak jelas) selain tadi bicara kedaulatan, …(suara tidak jelas) mengurangi politik, a[alagi satu
putaran begitu. Dan semua punya andil bukan cuma saya yang menang katakanlah, tidak bisa saya
blagu-blagu merasa lebih imag, merasa ini, supaya semua punya andil, kalau ada kontribusi bangsa
dan daerah, kira kira begitu filosofinya.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Yang lama kan 30.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Iya yang lama 30, sebetulnya kurang lebih saja, sebab kalau di 25 hampir 99 persen supel dia
satu putaran, sudah pasti hemat.

KETUA RAPAT:

Jadi begini, kalau yang memilih awal itu karena itu murni pilihan orang, masuk putaran kedua
itu tidak usah khawatir, jadi ya …(suara tidak jelas), disitulah siudah selesai disitu. Jadi kalau …(suara
tidak jelas) jadi sama semua kalau tidak ada yang mendapatkan 25 persenpun akan ada putaran
kedua.
23
F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Ini masih tergantung pemerintah, ini kan belum diel bang.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Sambil dengar pemerintah lah bang, nanti kalaupun kita sepakat 30, kita bicara pemerintah
selesai.

KETUA RAPAT:

Begitu Pak Tamim ya? Itu dulu.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Untuk intermezo pak, di luar pasal ini, kami ingin mohon penjelasan kira-kira ada tidak
kesepakatan calon pasangan itu harus merepresentasikan dalam artian yang berasal dari daerah
tersebut. Sebab begini pak, …(suara tidak jelas) yang lalu ada suatu kejadian yang bersangkutan
menjadi calon, tidak punya KTP disintu, sehingga yang bersangkutan tidak punya hak pilih, orang lain
disuruh milih dia, dulu kalau tidak salah sebelum Pak Hadar Gumai masuk ke KPU dulu ada Pasal itu
kemudian oleh …(suara tidak jelas) diadaptasi bahwa mengenal daerahnya dan dikenal oleh
daerahnya, diperlunak seperti itu, akhirnya terjadi juga orang nyalon tapi tidak punya KTP, sehingga
tidak punya hak pilih untuk dirinya sendiri, bahkan dirinya sendiri tidak memilih.

KETUA RAPAT :

Ini kita maksimal jam 4, jadi hal diluar itu tadi juga posisinya sudah hampir semua, kita tuntasin,
yang pasal alternatif tadi juga itu yang dibahas panen tadi oleh Pak Mustafa, kita oke saya kira 3
lobang itu, tadi dinyatakan dalam pasal berikutnya bahwa 3 gelombang itu akan menuju pemilu
nasional serentak di tahun 2027, kalau urusan nanti-nanti, 2027, jadi hal tekhnis yang sudah kita
sepakati bulat-bulatnya, bulat-bulatnya maksudnya penjelasan, jadi di norma itu ada tahun 2006 di
penjelasan ada yang gabung 2015 ke 2016, harus Februari dinyatakan di penjelasan, semester-
semester oleh Pak Riza juga itu, kan Februari sebab memperpendek kita kan, di penjelasan tadi.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ada hal penting itu soal pasal anggaran, jadi teman-teman di Pemda itu Ketua, anggaran
pemilu Pilkada ini kan berjenjang, kalau kita Februari itu kan sebelum Mei sudah mulai, jangan sampai
anggaran itu selesai di 2015 tidak bisa lanjut di 2016, makanya harus ada istilah nomenklatur yang
istilah APBD …(suara tidak jelas) ini APBD atau BUMN? Karena APBD ada penekanan soal
pembiayaan kalau menurut saya dapat didukung APBN tapi itu bertahun jamak, ya multiyears,
penghubung multiyears apa ya? dapat dianggarkan dalam tahun jamak.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Tapi pak Ketua, dalam pemilukada stu tahun sebelum pemilukada di Sulawesi Selatan, itu
…(suara tidak jelas).

24
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kemarin pesanan dari KPU Pusat, karena ada beberapa daerah tidak berani.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Itu diperkuat dengan surat dari Menteri Dalam Negeri terhadap dana anggaran pelaksanan
…(suara tidak jelas) tidak perlu cukup peraturan pemerintah atau surat edaran Mendagri ke masing-
masing daerah untuk memperkuat itu, dan sudah otomatis juga pemerintah pusat sudah
menganggarkan itu.
Terima kasih Pak Ketua.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Masih menyangkut anggaran yang …(suara tidak jelas) peraturan kita, kemarin respon positif
Menteri juga ada, KPU juga ada, ada payung hukum. Kita kan semua ini landasannya ingin hemat
anggaran, yang saya tadi ide tentang cluster itu 50 persen hemat, kemarin di Mendagri sudah oke kan,
, KPU juga oke asal ada payung hukum, makanya coba deh tayangkan, yang saya minta tolong.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Ijin menyampaikan dulu, kalau kami tidak …(suara tidak jelas) pemahaman, ada ketentuan
untuk perundang-undangan nomor 12 tahun 2011 tentang tehnik penyusunan peraturan perundang-
undangan. Perunahan terhadap satu peraturan perundang-undangan apabila …(suara tidak jelas) 50
persen dari materi yang dibahas itu. bukan prediksi tapi pembuatan undang-undang baru. Ini kami ingin
tanya dulu dulu kan kesepakatannya ini terbatas, tetapi sekarang ini bnayak sekali perseorangan dan
melebar dan memang harus dikenai. Maksud kami nanti tolong dihitung kira-kira sudah melebihi 50
persen atau belum.

STAF AHLI :

Mungkin ada pengaruh pak, mohon maaf pak.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Pengaruh itu…(suara tidak jelas)

STAF AHLI :

Ketika akhirnya kembali ke pasangan, maka pasal apapun yang menyebut hanya calon, lalu
berubah menjadi pasangan dan itu berkonsekwensi menjadi bagian perubahan. Artinya menjadi
dihitung juga prosentasenya.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Oh tidak dong, yang dihitung itu konsekwensinya, bukan kalimat itu.

STAF AHLI :

25
Gak pak, pasal.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ya Pasal, itu pasalnya bisa berubah tapi pasangan calon itu kan ada konsekwensi
nomenklaturnya …(suara tidak jelas)

STAF AHLI :

Artinya pasalnya berubah pak, tapi kan kalimatnya berubah, seluruh pasal berubah.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Iya seluruh pasal berubah betul, jadi kalau bilang perubahan, perubahan apa? Itu adalah
perubahan redaksi, bukan perubahan substansi beda loh, jadi kalau perubahan substansi itu yang
bonggol-bonggol itu keluar, terhadap perubahan substansi memang banyak yang berubah kan begitu.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Misalnya 50 pasal yang ada di situ, kita mau rubah 50 pasal, kita mau rubah 30 pasal begitu
kurang lebih.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ini pergantian, tapi pergantian itu bukan substansi. Bukan bang, biarpun sampai harus
dibedakan antara substansi sama bukan substansi.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Coba nanti kita tanyakan kepada barangkali mungkin pendapat umum dari ahli atau
kementerian gitu pak.

KETUA RAPAT:

Tidak usah, pendapat kita saja.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Ini waktunya 15 menit lagi ini, saya punya ide yang tadi yang tentang hemat anggaran, Pak
Syarif nanti kita berdebat dulu, dihitung dulu berapa pasal itu yang dirubah. Ya banyak yang dirubah,
pak mohon ijin dulu, kita kembali ini ribut-ribut ini kan intinya hemmat anggaran, ini terus terang saja
anggaran KPU ini paling melimpah ruah pak, katanya begini, ide saya yang KPU sudah bilang oke
kalau ada payung hukum yang kedua adaah Mendagri juga …(suara tidak jelas)ini pada Pasal tentang
pemilihan untuk setiap TPS yang paling banyak 800 itu ketentuan dari …(suara tidak jelas) yang ingin
kita rubah ditambahkan adalah ayat (1) a ini ketentuan jumlah pemilih setiap TPS itu sebagaimana
dimaksud ayat (1) dikecualikan untuk pulau Jawa dengan ketentuan bukan Cuma Pulau Jawa saja
sebenarnya, Jawa dan Madura …(suara tidak jelas) yang bisa dilalui darat, ini mohon dibuatkan
26
ketentuan untuk diclusterkan pak, dibuat pemilihan yang paling banyak 5.000 itu untuk satu TPS, ini
melandasi atau argumennya…(suara tidak jelas) di Jawa khususnya. Sama saja kok waktunya, juga
perhitungannya sama.jam 11, jam 12 sudah berhenti.
Yang kedua ini bisa hemat 50 persen, kalau bapak setuju, tapi berikan payung hukumnya dulu,
jadi kenapa kita berubah pilkades itu dalam satu lapangan bola TPSnya itu tetap pintu 1 TPS 1, 2, 3, 4,
5. Atau kalau desa itu ada 15 TPS, Pintu 2 TPS, 5, 6, 7, 8, 9, 10, itu hemat sekali pak, itu paling mahal
50 juta satu desa, mungkin 60 lah atau 75, kalau tiap kabupaten di Jawa hanya 300 desa itu cuma 21
milyar. Saya di Karawang saja 68 milyar itu. ini kan di Perpu.
Pak Rambe Perpu yang pertama bunyinya pemilihan setiap TPS paling banyak 800, ada yang
lamanya …(suara tidak jelas) mana yang lamanya dulu, yang aslinya, juga lokasi, bentuk dan tata letak
ditentukan oleh KPU. Jadi memang peraturan KPU pak, tapi ini ada di Undang-undang Pasal 20.

KETUA RAPAT:

Jadi ini …(suara tidak jelas) nanti usul ini.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Tapi dia minta payung hukum pak, makanya ini dicantumkan, dia minta payung hukum dalam
Undang-undang alasannya dia.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Itukan di Pasal 3 payung hukum.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Makanya itu Pasal 5 mana?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Itu Pasal 3 betul sudah.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

…(suara tidak jelas) ditetapkan oleh KPU.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Makanya diarahkan seperti itu.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Jadi kalau Pak Dadang mau usul yang kemarin di lapangan Bola itu, KPU kemudian dibuat
PKPU nya, biar terang tehnisnya KPU.

27
F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Tapi KPU kemarin menanyakan asasnya, payung hukumnya.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Ya ini di Pasal 3.

KETUA RAPAT:

Dibuat di penjelasan, …(suara tidak jelas) apa yang pasal ini jumlah lokasi dari mana, dimana
payung hukumnya. Jumlah lokasi bentuk dan tata letak TPS ditetapkan oleh KPU provinsi Kabupaten
kota dijelasin itu tidak cukup jelas, ada yang tidak, di penjelasannya bahwa untuk menentukan efisiensi
apa, apa, apa begitu dilaksanakan apa tadi yang dimaksudkan Pak dadang, cluster.

F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

Tolong dik nanti ditaruh, dimasukin nanti dalam peraturannya ya?

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Pelaksanaan pemungutan suara dilaksanakan di ...(suara tidak jelas)

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Gak, itu partai masuknya dimana?

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Di Peraturan KPU.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Tapi KPU mau merubah itu kalau ada di Undang-undang ini, dalam turunan, kalau turunan
bagaimana?

KETUA RAPAT:

Jadi begini, ini kan usul Partai Golkar ini, ketentuan jumlah pemilih begitu kan? Ini sudah ada
payung hukumnya tidak? Ini yang baru ini.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Ini yang baru jumlahnya ini pak.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kalau jumlah pemilih paling banyak 5.000 orang dalam 1 TPS, itu tadi contohnya itu tadi. Kita
kan contohnya pakai sistim Pilkades.
28
F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Maaf satu lokasi dalam satu lokasi TPS nya itu.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Iya ini kan satu TPS, jadi begini 1 TPS itu ada berapa orang, berapa jumlah.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Bukan satu TPS, ini salah dik, satu lokasi.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Jadi kalau satu TPS tidak mungkin.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Jadi begini Pak Ketua, tetap TPSnya banyak, tapi dilokalisasikan.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Makanya saya bilang kalau 5.000 dalam 1 TPS tidak mungkin, kotak suaranya isinya 5.000.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Lokalisasi.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Ya nanti dimasukkan saja kalau hemat pak. 50 persen saya jamin hemat.

KETUA RAPAT:

Ada lagi yang khusus pulau Jawa, ini memang agak ini, jadi kita bikin umum saja begini dalam
pengecualian di pulau Jawa.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Atau kita simulasi dulu sajalah, itu kan tekhnis ya?

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Itu kalau mau hemat.

29
WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):

Jadi begini, kita minta KPU ketika menyusun PKPU ini berkonsultasi dengan kita, kan itu dia di
Komisi II kan? Nanti.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ini yang menjadi masalah tidak boleh ada kalimat yang seperti di pulau Jawa itu harus di
…(suara tidak jelas).

KETUA RAPAT:

Jadi ketentuan jumlah pemilih TPS sebagaimana ayat (1) yang jumlah pemilih sampai dengan
5.000 orang dilaksaanakan dalam satu lokasi TPS, jangan ditunjuk pulau Jawa.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Kita simulasi satu lokasi itu, apakah calon kepala desa menyediakan kendaraan, karena kalau
daerah Jawa Timur itu calon Kepala Desa mengangkuti.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Artinya itu tekhnis pak, tapi nyatanya lebih positif pak, lebih positif itu artinya begitu, satu
Pilkades itu menjadi pasar murah, kalau satu titik itu kan pedagang dari mana-mana banyak,
pengamanan lebih terkontrol, dan pengawasan lebih terkontrol, begitu hematnya itu kan.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

(suara tidak jelas)

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Ya itu kan masalahnya kepala desanya, menyediakan kendaraan itu kan menarik perhatian,
tapi yang jelas ditarik atau tidak itu memang dampak partisipasi masyarakat di kampung seolah-olah
memang ada pesta, semua pada dateng.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Saya nangkep pak Dadang, jadi begini kalau Pilkades itu kan mobilisasinya desa, kalau
kabupaten itu interaksinya tidak sedekat kepala desa, sehingga ada konsekwensi nanti takutnya
partisipasinya sulit tidak begitu, kalau tidak dimobilisasi.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Tinggi, karena orang kan melihat ada tontonan, di kampung itu kan begitu ada keramaian, itu
menjadi kaya tontonan, tapi di daerah itu pak. Yang di …(suara tidak jelas) itu dimana di satu desa? Di
satu kampung? Di satu …(suara tidak jelas). di satu kompleh perumahan? Sekarang kan dapat
kompleh perumahannya bisa 5. Nanti dihitung saja pak, tapi ini masukkan ya? Kita lanjutkan ke ini, pak
mohon di masukkan kalau mau yang …(suara tidak jelas).
30
F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

(suara tidak jelas)

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Memang dilematis, kalau jauh tadi problem kendaraan dan …(suara tidak jelas). sekarang
mana yang akan kita kejar, meningkatkan partisipasi.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Ita kan mengejar, itu tadi efisiensi, ini anggaran KPU pak, katakan ya, Jawa Barat ini 755,
katakan saya pernah menjadi kepala daerah 700 juta itu buat mbangun berapa gedung olah raga, tapi
kalau dengan sistim itu cuma 300, 200.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Persoalannya kalau ada problem tentang geografis, di tempat kami itu ada satu desa yang
tempatnya terpencar dan berbukit-bukit, ketika akan di lapangan desa ini akan kesulitan, padahal
penduduknya mungkin masuk dalam kategori itu, prinsip kami sepakat untuk itu.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Coba nanti sambil jalan, kita tangguhkan dulu, nanti kita dengan KPU dengan Mendagri kan
rencananya? Tapi ini suatu masukan, hemat, betul-betul hemat, jauh 50 persen, karena anggaran KPU
itu pak, 50 persen hanya untuk honor pegawai, katakan 40 milyar, 20 milyar hanya untuk honor.
Oke pak ketua tangguhkan dulu, ini masukan.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Mau tanya, ini kan sudah berapa pasal kita rubah ya? Nomenklaturnya bagaimana?

STAF AHLI :

Disesuaikan, kalau perubahan panjang judulnya kan RUU perubahan atas Undang-undang
Nomor sekian tahun sekian tentang apa. Kalau penggantian RUU tentang Pemilihan ...(suara tidak
jelas) dan seterusnya., tidak sepanjang ini nomenklaturnya.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Jadi nanti nomenklatuirnya.

STAF AHLI :

RUU tentang pemilihan gubernur, bupati walikota.

31
F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Tadi kan dibawah kita berpasangan, bupati dan wakil bupati.

STAF AHLI :

Pak tinggal dilengkapi Gubernur dan Wakil Gubernur.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Kalau ketentuan apa tidak merubah undang-undang itu.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Begini pak, kalau mencantumkan kata perubahan, maka di dalam penyajiannya nanti di
samping pasal pokok yang masih itu, kemudian pasal perubahan itu kan disitu harus ditulis bahwa
bunyi selengkapnya sebagai berikut, ini yang di …(suara tidak jelas) jadi langsung tanpa ada kata
perubahan.
F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Ganti.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Ya ganti.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Itu mengganti kan?

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Ya, tanpa menyebut perubahan.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si)

Sementara kita kalau paripurna bukan mengganti, merevisi pasal-pasal yang rekomendasi
paripurna kan? Bukan mengganti, kalau kita lihat ini dengan perubahan itu mengganti.

STAF AHLI :

Nanti kita hitung dulu pak.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Ya tapi soal hitungnya itu, tapi pasti saya lihat dari bunyi pasal-pasal itu, karena serba
pasangan dan sebagai bukti kepala daerah itu nomenklatur konsekwensinya, sementara rekomendasi
paripurna kemarin itu bukan mengganti, berisi pasal-pasal tertentu. Sekarang kalau direkomendasi 50

32
persen tetapi substansi perubahan, nomenklatur perubahan, nah kalau nomenklatur perubahan berarti
mengganti, mengganti bertentangan dengan dokumentasi pada waktu paripurna.
Itu saja dari saya.

KETUA RAPAT:

Tentang perubahan atas Undang-undang tentang penetapan Perpu Pengganti Undang-undang


Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang. Dari
itu pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota itu adalah Perpu Nomor 1 menjadi Undang-undang. Jadi
jangan kita rubah bunyi Perpunya begitu.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Di bawah kan Bupati dan Wakil Bupati.

KETUA RAPAT:

Jadi kalau nomenklaturnya ini sudah benar, jangan kita rubah disitu, pemilihan gubernur, wakil,
jangan.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Makanya saya tanya apakah tidak berkonsekwensi terhadap nomenklatur kan pertanyaan
saya, kalau tidak berkonsekwensi tidak masalah, tapi kalau materi pasal-pasalnya sudah menyebutkan
gubernur dan wakil gubernur, maka otomatis …(suara tidak jelas).

KETUA RAPAT:

Begini pak, ini yang kita ubah, coba kepalanya dulu, yang kita rubah itu adalah, besuk kan
keluarlah Undang Undang Nomor X tahun 2015 tentang, itu memang tentang ini kita kan tidak tahu,
tentangnya itu.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Iya betul, saya mengerti, kalau detailpun kan tidak menyebut wakil, sehingga nomenklaturnya
itu gubernur, karena pasal-pasal di yang kita bicarakan ini kita sudah rubah semua, ada wakil sehingga
nomenklaturnya apakah tidak berpengaruh? Saya Cuma …(suara tidak jelas) berpengaruh atau tidak?
Kalau tidak ada pengaruh tidak ada persooalan.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ini Undang-undang yang baru kita sahkan di Paripurna kemarin, iya tentangnya, memang di
revisi kita ada ada wakil, tapi tidak berarti disini berubah menjadi wakil, kan begitu, sederhana saja
kan?

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Tidak ada persoalan kalau seperti itu tidak ada persoalan, jangan sampai antara kepala
dengan isi tidak, nah itu.
33
KETUA RAPAT:

Makanya judulnya perubahan, tentangnya kaitannya dengan Perpu Nomor 2, otomaticly itu
hanya beberapa pasal sekaligus saja disamakan.

STAF AHLI :

Asal ininya sudah final nanti coba kita sesuaikan, karena ini belum final kan nanti berubah.

KETUA RAPAT:

Cuma dinisi kemarin, kalau Undang-undang Pemda wakilnya itu sesuai dengan …(suara tidak
jelas) dulu, ini sekarang. Kalau sudah bagus dikaitkan disini wakilnya boleh lebih dari satu sesuai
dengan …(suara tidak jelas).

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Inilah judul ini perbedaan antara perubahan dan pengganti kan, kalau pengganti itu tidak apa-
apa.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Maksud saya, jangan sampai …(suara tidak jelas).

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Jangan sampai tidak mecing antara judul dengan isi.

KETUA RAPAT:

Sekarang yang paling terakhir adalah, kalau Undang-undang Pemda itu wakilnya boleh lebih
dari satu, apakah sekarang kesimpulan kita, kalau itu nanti kita ambil saja, apa mau lebih dari satu
wakilnya.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S/F-PKS):

Sesuai yang kemarin itu, kan ada …(suara tidak jelas) dukungannya itu, jadi sudah pas itu.

KETUA RAPAT:

Jumlah wakilnya lebih dari satu.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Jumlah penduduk dan luas wilayah.

34
WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S/F-PKS):

Berpasangan itu dengan 2 wakil.

STAF AHLI :

Paket, pasangan kan selalu 2 kan? Kapel.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S/F-PKS):

Pasangan juga tidak apa-apa, kalau istrinya lebih dari satu kan pasangan juga.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Tidak ada aturan pasangan itu satu wakilnya, ada tidak aturan?

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Pak Ketua jumlah wakil kepala daerah disesuaikan, jumlah wakil kepala daerah dapat lebih
dari satu disesuaikan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Iu benar bahasa itu tapi bukan berpasangan.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S/F-PKS):

Begini, di dalam tim kita ini tidak ada ahli bahasa ya? Tidak ada ahli bahasa disini? Biasanya
kita ada ahli bahasa, jadi nanti itulah yang akan memberikan rekomendasi, makna pasangan ini, kalau
saya melihatnya begitu, orang mempunyai istri lebih dari satu kan ini pasangan juga, bukan paket.,
boleh lebih dari satu, 4 itu semuanya pasangan, bukan paket itu bahasa Indonesia yang baik dan benar
itu.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Kalau 2 berarti sepasang, kalau pasangan adalah yang selalu dipakai bersama-sama sehingga
menjadi sepasang sebagaimana sepasang sepatu ini, seorang perempuan bagi seorang laki-laki atau
seekor betina bagi seekor jantan atau sebaliknya.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S/F-PKS):

Selama ini salah itu, yang istrinya 4 menyebut paket.

STAF AHLI :

Yang dimaksud bapak namanya berpasang-pasangan, kan kalau paket isinya ada lebih dari
satu.
35
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ya sudah tadi kan wakil, ada kata wakil gubernur, tidak berarti tidak boleh lebih dari satu iya
kan?

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Jadi begini kalau kita menginginkan lebih dari pada satu wakil, bukan berpasangan tapi paket.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Pengertian paket itu bukan berarti wakil satu.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Tapi itu barang.

KETUA RAPAT:

Baik saudara-saudara nanti kita ajukan 2 perubahan undang-undang ini, sebagai usul inisiatif,
tata tertib coba kita ini apa ditanda tangani oleh anggota atau cukup sebagai komisi?

STAF AHLI :

Usulannya bukan dari Komisi dari Anggota.

KETUA RAPAT:

Tapi setidak-tidaknya anggota Panja menandatangani.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S/F-PKS):

Ini kan keputusan Panja, Panja itu kan keputusan kita bersama.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Syaratnya berapa, berapa hal.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S/F-PKS):

Kalau keputusan Komisi tidak perlu lagi berapa, berapa.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kalau dari anggota satupun boleh.

36
KETUA RAPAT:

Jadi …(suara tidak jelas) berpasangan boleh saja. Jadi posisinya ini adalah usulan Komisi II,
kalau usulan perorangan, satu orangpun boleh terakhir itu ditandatangani sendiri boleh, di sini
dikatakan Pasal 112 Rancangan Undang-Undang dapat diajukan oleh anggota komisi atau gabungan
anggota Komisi sebagai usul inisiatif, jadi disini anggota komisi. Rancangan Undang Undang ada 2
dapat diajukan oleh satu orang anggota atau lebih, ini kalau perorangan dia, Rancangan Undang-
Undang yang dapat diajukan oleh anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didukung oleh
anggota lain dengan membubuhkan tanda tangan. Rancangan Undang-undang yang diajukan oleh
Komisi atau gabungan komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan terlebih dahulu dalam
rapat Komisi atau rapat gabungan Komisi. Jadi apa ini perlu kita bawa ke rapat komisi. Berarti kalau
rapat komisi.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Atau besuk saja.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Panja ini kan mewakili fraksi-fraksi.


KETUA RAPAT:

Sebentar, jadi di Komisi ini kan ada poksi semua, sudah seperti itu, ini kan kita sudah
Panjakan.

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Waaupun bagaimanapun kalau redaksionalnya seperti itu, meskipun sudah ada poksi-poksi, ini
kan soal…(suara tidak jelas) harus diserahkan oleh komisi.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S/F-PKS):

Kita bikin rapat lebih pagi saja sebelum balik.

STAF AHLI :

Baliknya besuk Senin malam.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S/F-PKS):

Oh baliknya malem.

KETUA RAPAT:

Sebenarnya kan rapat Komisi kita sudah setuju membuat usul inisiatif, usul inisiatif sudah
sama-sama kita bentuk Panja, sebenarnya keputusan kita ini, sudah seperti Komisi. Komisi kan sudah
setuju kita bentuk Panja, hadirlah kita disini.

37
F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):
Tapi hasilnya dikembalikan dulu ke Komisi.

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Karena bunyinya Rancangan Undang-undang diajukan oleh Komisi, berarti yang


menyelesaikan Komisi kan? …(suara tidak jelas) ditetapkan terlebih dahulu dalam rapat Komisi, ini kan
belum ada Rapat Komisi.

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Jadi di Program besuk kalau begitu, siang. Jadi jadwal kita besuk, ini sudah dibagi oleh
Sekretariat, Hari Senin besuk Jam 10.00 Raker dengan Kementerian Sekretariat Negara, itu ada
rombongannya tidak itu? apa saja rombongannya? Mensesneg, Setkab, siapa yang diundang untuk
besuk pagi itu.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Setneg saja kan?.

KETUA RAPAT:

Kalau Setneg saja habis itu, kita Rapat, kita jadwalkan dibuat undangannya, jam 13.00 gitu
sebelum jam 14.00 ini.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Tepat waktu tidak, mulainya setengan 2 lagi.

F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Kalau bisa diefektifkan rapat-rapatnya pak, karena padat acaranya.

KETUA RAPAT:

Jadi suratnya begini, kita akan ketik di sini pasal 98 kita harus bahas anggaran dari pada mitra
kerja kita, kalau tidak nanti digugat, sebab undang-undang MD3 itu, itu, bisa digugat melanggar
undang-undang, jadi Pak Cahyo ajukanlah anggarannya, Aparatur Negara ajukanlah anggarannya, dan
itu kita bahas ada pendahuluan, seandainya 6, 7, 8 itu yang disini, jadi memang betul juga, kita
efektifkan, toh nanti akan kita bahas disini kan?
Jadi kita buat saja jam 13.00 WIB besuk, mana Ibu Min?

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Jam 14.00 WIB nya jadwal tahan dulu, nanti kan jadwal ditentukan jam 13.00, kita
pelaksanaannya mundur kok, tidak mungkin cukup waktu 30 menit membahas ini, jadi mungkin.

38
KETUA RAPAT:

Ya hanya memberitahukan sajalah Laporan Panja, kita kan sudah …(suara tidak jelas) besuk
kita hadir.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Sebenarnya ini formalitas, terkait paripurnalah. Kalau begitu jangan bubar langsung begitu.
Maaf artinya pada saat Raker dengan Mensesneg itu jangan bubar, kalau bubar susah lagi orang.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ya langsung saja.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Jadi undangannya begini, setelah dengan itu dilanjutkan, waktu dan ...(suara tidak jelas).

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Pleno komisi itu kan hanya untuk penentuan, apa menyepakati apa yang sudah kita bicarakan,
saran kami sebelum Segneg hadir kita kan sudah kuorum, mekanisme untuk pengambilan keputusan,
membacakan laporan kemudian mengambil keputusan.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S/F-PKS):

Kalau Pak Ketua, tolong ini Kapoksi hadir sekian, sekian.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Saya lebih yakin siang, setelah makan siang, jadi Mensesneg dan Menpan, ada istirahat juga
kan, itu kan ada waktu panjang, seperti Pak dadang tadi Setelah Setgen langsung.

KETUA RAPAT:

Jadi kalau siang besuk, jadi kalau dapat habis, kan besuk pasti ada makan siang, jadi besuk
ada rapat komisi untuk menyepakati formula saja, usul inisiatif Komisi II.

F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):

Setelah rapat dengan Mensesneg, jadi setelah makan siang langsung.

KETUA RAPAT:

Dan dibuat undangan untuk ini, minimal Panja yang hadir disini ya untuk hadir.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Jadi setelah rapat bu.


39
KETUA RAPAT:

Jadi harus ada undangan, jadi kangan ada orang tunggu-tunggu, ini kan tidak ada dalam
undangan.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Setelah itu lanjut, kalau tidak lanjut bubar dia.

KETUA RAPAT:

Lanjut sebentar dengan catatan melaporkan sudah kerja, sudah disiapkan diajukan, untuk
dapat disetujui. Biar juga bisa kita sampaikan sorenya, nanti kan mau beres benda ini tergantung
pemerintah, sebab kita yang mau bertahan, kalau kita menyerah tadi, ini harus sebaiknya 30 persen,
bila perlu 50 persen, Pak Cahyo misalnya, ya sudah.
Jadi begitu ya, sudah jam 16.00 lewat 5 menit sudah, sampai ketemu besuk, kita tetapkan ini
sebagai usul inisiatif, tapi sudah bisa bahan itu, sudah siap?
F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):

Kalau bisa simbolis saja ...(suara tidak jelas) draft.

KETUA RAPAT:

Rekaman terputus ...(suara tidak jelas).

(RAPAT DITUTUP PUKUL 16.15 WIB)

Jakarta, 27 Februari 2015


Ketua Rapat

ttd

Rambe Kamarul Zaman


A-236

40
1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RESMI

Tahun Sidang : 2014-2015


Masa Persidangan : II
Rapat ke- : 18
Jenis Rapat : Rapat Paripurna DPR RI

Sifat Rapat : Terbuka

Hari, tanggal : Senin, 9 Februari 2015

Waktu : Pukul 14.00 WIB s.d. selesai

Tempat : Ruang Rapat Paripurna


Gedung Nusantara II Lt.3
Jl. Jend. Gatot Subroto – Jakarta

Acara : 1. Penetapan Prolegnas Tahun 2015-2019 dan


Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2015;
2. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan
terhadap RUU tentang Pengesahan Perjanjian
Ektradisi antara Republik Indonesia dan Republik
Sosialis Viet Nam (Extradition Treaty between the
Republic of Indonesia and the Socialist Republic of
Viet Nam) menjadi Undang-Undang;
3. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan
terhadap RUU tentang Pengesahan Perjanjian
Ektradisi antara Republik Indonesia dan Papua
Nugini (Extradition Treaty between the Republic of
Indonesia and the Independent State of Papua
New Guinea) menjadi undang-undang;
4. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan
terhadap RUU tentang Pengesahan Persetujuan
antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Demokratik Timor Leste tentang
Kegiatan Kerja Sama di Bidang Pertahanan
menjadi undang-undang;
2

5. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan


terhadap RUU tentang Pengesahan Persetujuan
antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Republik Islam Pakistan tentang
Kegiatan Kerja Sama di Bidang Pertahanan
menjadi undang-undang;
6. Pendapat Fraksi-fraksi dilanjutkan dengan
pengambilan keputusan terhadap RUU-RUU
Inisiatif Komisi I DPR RI menjadi RUU-RUU Usul
DPR RI yaitu :
a. RUU tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun
2015 tentang Penetapan PERPU Nomor 1
Tahun 2014 Perubahan atas UU Nomor 22
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang;
b. RUU tentang Perubahan atas UU No. 2 Tahun
2015 tentang Penetapan PERPU No. 2 Tahun
2014 tentang Perubahan atas UU No. 2 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
undang-undang;
7. Pengumuman Nama-nama Tim-tim DPR RI,
sebagai berikut :
a. Tim Penyusun mekanisme penyampaian Hak
Mengusulkan dan Memperjuangkan Program
Pembangunan Daerah Pemilihan;
b. Tim Pengawas DPR RI terhadap Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia;
c. Tim Pemantau DPR RI terhadap Pelaksanaan
Undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh dan Pelaksanaan UU No.
21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua, serta Pelaksanaan UU No. 13
Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah
Istimewa Yogyakarta;
d. Tim Implementasi Reformasi DPR RI.

Ketua Rapat : H. Fadli Zon, S.S., M.Sc


(Wakil Ketua DPR RI Bidang Polkam/F-GERINDRA)
Didampingi:
1. Drs. Setya Novanto, Ak
(Ketua DPR RI/F-PG)
2. Fahri Hamzah
(Wakil Ketua DPR RI Bidang Kesra/F-PKS)
3. Dr. Ir. H. Taufik Kurniawan, M.M
(Wakil Ketua DPR RI Bidang Ekku/F-PAN)
4. DR. Agus Hermanto
(Wakil Ketua DPR RI Bidang Inbang/F-PD)
3

Sekretaris Rapat : Dr. WINANTUNINGTYASTITI S., M.Si.


(Sekretaris Jenderal DPR RI)

Didampingi :
1. Achmad Djuned, S.H., M.H.
(Wasekejen DPR RI)
2. Tatang Sutharsa, S.H.
(Deputi Bidang Persidangan dan KSAP)
3. K. Jhonson Rajagukguk, S.H., M.Hum.
(Deputi Bidang Perundang-Undangan)
4. Drs. Helmizar
(Kepala Biro Persidangan)
5. Dr. Dewi Barliana, S, S.H., M.Hum.
(Kepala Biro Kesekretariatan Pimpinan)
6. Dra. Mitra Anindyarina
(Kepala Bagian Persidangan Paripurna)

H a d i r : ANGGOTA DPR RI:


479 dari 560 orang Anggota, dengan rincian:

FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA


PERJUANGAN
87 dari 109 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA


81 dari 91 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA


67 dari 73 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT


53 dari 61 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL


40 dari 48 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA


40 dari 47 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA


36 dari 40 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN


32 dari 39 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT


28 dari 36 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI HANURA


15 dari 16 orang Anggota
4

DAFTAR HADIR ANGGOTA DPR RI


PADA RAPAT PARIPURNA TANGGAL 9 FEBRUARI 2015

1. FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Ir. TAGORE ABU BAKAR
1. 124
(Aceh II)
H. IRMADI LUBIS
2. 125
(Sumut I)
dr. SOFYAN TAN
3. 126
(Sumut I)
TRIMEDYA PANJAITAN, S.H., M.H.
4. 127
(Sumut II)
Dr. JUNIMART GIRSANG, S.H., M.B.A., M.H.
5. 128
(Sumut III)
ALEX INDRA LUKMAN
6. 129
(Sumbar I)
AGUS SUSANTO
7. 130
(Sumbar II)
Ir. EFFENDI SIANIPAR
8. 131
(Riau I)
MARSIAMAN SARAGIH
9. 132
(Riau II)
IHSAN YUNUS, M.E.Con.Std.
10. 133
(Jambi)
H. R. ERWIN MOESLIMIN SINGAJURU, S.H., M.H.
11. 135
(Sumsel II)
YULIAN GUNHAR, S.H., M.H.
12. 136
(Sumsel II)
Hj. ELVA HARTATI, S.I.P., M.M.
13. 137
(Bengkulu)
Ir. ISMAYATUN
14. 138
(Lampung I)
SUDIN
15. 139
(Lampung I)
H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, S.H.
16. 140
(Lampung II)
ITET TRIDJAJATI SUMARIJANTO, M.B.A.
17. 141
(Lampung II)
Ir. RUDIANTO TJEN
18. 142
(Bangka Belitung)
5

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Dra. SARWO BUDI WIRYANTI SUKAMDANI
19. 144
(DKI Jakarta I)
MASINTON PASARIBU, S.H.
20. 146
(DKI Jakarta II)
Drs. EFFENDI MS SIMBOLON, M.Ipol.
21. 147
(DKI Jakarta III)
DARMADI DURIANTO
22. 148
(DKI Jakarta III)
Ir. KETUT SUSTIAWAN
23. 150
(Jabar I)
JUNICO BP SIAHAAN, S.E.
24. 151
(Jabar I)
Dr. JALALUDIN RAKHMAT, M.Sc.
25. 152
(Jabar II)
H. YADI SRIMULYADI
26. 153
(Jabar II)
DIAH PITALOKA, S.Sos.
27. 154
(Jabar III)
dr. RIBKA TJIPTANING P.
28. 155
(Jabar IV)
ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU
29. 156
(Jabar V)
H. INDRA P. SIMATUPANG, S.E., M.B.A.
30. 157
(Jabar V)
SUKUR H NABABAN, S.T.
31. 158
(Jabar VI)
RISKA MARISKA, S.H.
32. 159
(Jabar VI)
RIEKE DIAH PITALOKA
33. 160
(Jabar VII)
DANIEL LUMBAN TOBING
34. 161
(Jabar VII)
Drs. YOSEPH UMARHADI, M.Si., M.A.
35. 162
(Jabar VIII)
ONO SURONO, S.T.
36. 163
(Jabar VIII)
Dr. TB. HASANUDDIN, M.M.
37. 165
(Jabar IX)
DONY MARYADI OEKON, S.T.
38. 167
(Jabar XI)
6

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
JULIARI P. BATUBARA
39. 168
(Jateng I)
Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO
40. 170
(Jateng II)
EVITA NURSANTY, M.Sc.
41. 171
(Jateng III)
H. IMAM SUROSO, S.Sos, S.H., M.M.
42. 172
(Jateng III)
AGUSTINA WILUJENG PRAMESTUTI, S.S.
43. 174
(Jateng IV)
ARIA BIMA
44. 176
(Jateng V)
RAHMAD HANDOYO, S.PI., M.M.
45. 177
(Jateng V)
Ir. SUDJADI
46. 179
(Jateng VI)
ADISATRYA SURYO SULISTO
47. 181
(Jateng VIII)
BUDIMAN SUDJATMIKO, M.Sc., M.Phil.
48. 182
(Jateng VIII)
Ir. MUHAMMAD PRAKOSA
49. 183
(Jateng IX)
DAMAYANTI WISNU PUTRANTI
50. 184
(Jateng IX)
Prof. Dr. HENDRAWAN SUPRATIKNO
51. 185
(Jateng X)
MY ESTI WIJAYATI
52. 187
(DIY)
INDAH KURNIA
53. 189
(Jatim I)
HENKY KURNIADI
54. 190
(Jatim I)
Prof. Dr. H. HAMKA HAQ, M.A.
55. 191
(Jatim II)
NURSUHUD
56. 192
(Jatim III)
ARIF WIBOWO
57. 193
(Jatim IV)
Drs. AHMAD BASARAH, M.H.
58. 194
(Jatim V)
7

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Ir. ANDREAS EDDY SUSETYO, M.M.
59. 195
(Jatim V)
Ir. BUDI YUWONO, Dipl, S.E.
60. 198
(Jatim VI)
Drs. SIRMADJI, M.Pd.
61. 199
(Jatim VII)
Ir. MINDO SIANIPAR
62. 200
(Jatim VIII)
SADARESTUWATI
63. 201
(Jatim VIII)
ABIDIN FIKRI, S.H.
64. 202
(Jatim IX)
H. NASYIRUL FALAH AMRU, S.E.
65. 203
(Jatim X)
M.H. SAID ABDULLAH
66. 204
(Jatim XI)
MOCHAMMAD HASBI ASYIDIKI JAYABAYA
67. 205
(Banten I)
ICHSAN SOELISTIO
68. 206
(Banten II)
MARINUS GEA, S.E.
69. 208
(Banten III)
Drs. I MADE URIP, M.Si.
70. 209
(Bali)
Dr. Ir. WAYAN KOSTER, M.M.
71. 210
(Bali)
I GUSTI AGUNG RAI WIJAYA, S.E., M.M.
72. 211
(Bali)
NYOMAN DHAMANTRA
73. 212
(Bali)
H. RACHMAT HIDAYAT, S.H.
74. 213
(NTB)
HERMAN HERRY
75. 215
(NTT II)
LASARUS, S.Sos, M.Si.
76. 217
(Kalbar)
Ir. G. MICHAEL JENO, M.M.
77. 218
(Kalbar)
ASDY NARANG, S.H., M.Comm.LAW
78. 219
(Kalteng)
8

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, M.M.
79. 220
(Kalteng)
H. ADRIANSYAH
80. 221
(Kalsel II)
AWANG FERDIAN HIDAYAT, M.M.
81. 222
(Kaltim)
VANDA SARUNDAJANG
82. 224
(Sulut)
ANDI RIDWAN WITTIRI, S.H.
83. 226
(Sulsel I)
Drs. SAMSU NIANG, M.Pd.
84. 227
(Sulsel II)
IRINE YUSIANA ROBA PUTRI, S.Sos., M.Comn &
85. Media ST. 229
(Maluku Utara)
KOMARUDIN WATUBUN, S.H, M.H.
86. 230
(Papua)
TONY WARDOYO
87. 231
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 87 dari 109
orang Anggota

2. FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H.M. SALIM FAKHRY, S.E., M.M.
1. 233
(Aceh I)
H. FIRMANDEZ
2. 234
(Aceh II)
MEUTYA VIADA HAFID
3. 235
(Sumut I)
RAMBE KAMARUL ZAMAN M.Sc, M.M.
4. 236
(Sumut II)
Dr. Capt. ANTHON SIHOMBING
5. 237
(Sumut III)
DELIA PRATIWI BR. SITEPU, S.H.
6. 238
(Sumut III)
BETTI SHADIQ PASADIGOE, S.E.Ak, M.M.
7. 239
(Sumbar I)
9

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. JOHN KENEDY AZIS, S.H.
8. 240
(Sumbar II)
TABRANI MAAMUN
9. 241
(Riau I)
Ir. H.M IDRIS LAENA
10. 242
(Riau II)
Hj. SANIATUL LATIVA
11. 243
(Jambi)
DODI REZA ALEX NOERDIN
12. 244
(Sumsel I)
Drs. H. KAHAR MUZAKIR
13. 245
(Sumsel I)
BOBBY ADHITYO RIZALDI, S.E.Ak., M.B.A, C.F.E.
14. 246
(Sumsel II)
DWIE AROEM HADIATIE
15. 247
(Lampung I)
Dr. M. AZIS SYAMSUDDIN
16. 248
(Lampung II)
Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si.
17. 249
(Bangka Belitung)
BAMBANG WIYOGO, S.E.
18. 250
(DKI Jakarta I)
Ir. FAYAKHUN ANDRIADI M.Kom.
19. 251
(DKI Jakarta II)
TANTOWI YAHYA
20. 252
(DKI Jakarta III)
Dra. POPONG OTJE DJUNDJUNAN
21. 253
(Jabar I)
Ir.H. LILI ASDJUDIREDJA, S.E., Ph.D.
22. 255
(Jabar II)
Dr. H. DEDING ISHAK, S.H., M.M.
23. 256
(Jabar III)
EKA SASTRA
24. 257
(Jabar III)
Hj. DEWI ASMARA, S.H., M.H.
25. 258
(Jabar IV)
Ir. H. AIRLANGGA HARTARTO,M.M.T., M.B.A.
26. 259
(Jabar V)
ICHSAN FIRDAUS
27. 260
(Jabar V)
10

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Dr. H. ADE KOMARUDIN, M.H.
28. 262
(Jabar VII)
Drs. H. DADANG S MUCHTAR
29. 263
(Jabar VII)
DAVE AKBARSHAH FIKARNO LAKSONO, M.E.
30. 264
(Jabar VIII)
Drs. H. ELDIE SUWANDIE
31. 266
(Jabar IX)
AGUN GUNANJAR SUDARSA, M.Si.
32. 267
(Jabar X)
H. FERDIANSYAH, S.E., M.M.
33. 268
(Jabar XI)
H. AHMAD ZACKY SIRADI
34. 269
(Jabar XI)
Drs. H.A. MUJIB ROHMAT
35. 270
(Jateng I)
BOWO SIDIK PANGARSO, S.E.
36. 272
(Jateng II)
FIRMAN SOEBAGYO, S.E., M.H.
37. 273
(Jateng III)
Hj. ENDANG MARIA ASTUTI, S.Sg. S.H.
38. 274
(Jateng IV)
ENDANG SRIKARTI HANDAYANI, S.H., M.Hum
39. 275
(Jateng V)
BAMBANG SOESATYO, S.E., M.B.A.
40. 277
(Jateng VII)
H. DITO GANINDUTO, M.B.A.
41. 278
(Jateng VIII)
H. BUDI SUPRIYANTO, S.H., M.H.
42. 280
(Jateng X)
SITI HEDIATI SOEHARTO, S.E.
43. 281
(DIY)
Ir. H. ADIES KADIR, S.H., M.Hum.
44. 282
(Jatim I)
H. MUKHAMAD MISBAKHUN, S.E.
45. 283
(Jatim II)
HARDISOESILO
46. 284
(Jatim III)
H. MUHAMAD NUR PURNAMASIDI
47. 285
(Jatim IV)
11

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Ir. H.M. RIDWAN HISJAM
48. 286
(Jatim V)
M. SARMUJI S.E., M.Si.
49. 287
(Jatim VI)
Dr. H. GATOT SUDJITO, M.Si.
50. 288
(Jatim VII)
H. MOHAMMAD SURYO ALAM, Ak. M.B.A.
51. 289
(Jatim VIII)
Ir. H. S.W. YUDHA, M.Sc.
52. 290
(Jatim IX)
ENI MAULANI SARAGIH
53. 291
(Jatim X)
H. ANDIKA HAZRUMY, S.Sos.
54. 293
(Banten I)
H. ANDI ACHMAD DARA, S.E.
55. 295
(Banten III)
GDE SUMARJAYA LINGGIH, S.E.
56. 296
(Bali)
A.A. BAGUS ADHI MAHENDRA PUTRA
57. 297
(Bali)
H. MUHAMMAD LUTFI, S.E.
58. 298
(NTB)
MELCHIAS MARKUS MEKENG
59. 299
(NTT I)
Drs. SETYA NOVANTO
60. 300
(NTT II)
dr. CHARLES JONES MESANG
61. 301
(NTT II)
Ir.H. ZULFADHLI, M.M.
62. 302
(Kalbar)
Ir. H. AHMADI NOOR SUPIT
63. 304
(Kalsel I)
H. INDRO HANANTO
64. 305
(Kalsel I)
H. HASNURYADI SULAIMAN
65. 306
(Kalsel II)
Dr. Hj. NENI MOERNIAENI, SPOG
66. 308
(Kaltim)
ADITYA ANUGRAH MOHA, S.Ked.
67. 309
(Sulut)
12

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. MUHIDIN MOHAMAD SAID
68. 310
(Sulteng)
Drs. HAMKA B. KADY
69. 311
(Sulsel I)
H. SYAMSUL BACHRI, M.Sc.
70. 312
(Sulsel II)
H. ANDI RIO IDRIS PADJALANGI, S.H, M.Kn.
71. 313
(Sulsel II)
Dr. Ir. MARKUS NARI, M.Si
72. 314
(Sulsel III)
Drg. Hj. ANDI FAUZIAH PUJIWATIE HATTA, S.K.G
73. 315
(Sulsel III)
Ir. RIDWAN BAE
74. 316
(Sultra)
Dr. Ir. FADEL MUHAMMAD
75. 317
(Gorontalo)
Drs. H. ROEM KONO
76. 318
(Gorontalo)
Hj. ENNY ANGGRAENY ANWAR
77. 319
(Sulbar)
EDISON BETAUBUN, S.H., M.H.
78. 320
(Maluku)
DR. SAIFUL BAHRI RURAY, S.H., M.Si.
79. 321
(Maluku Utara)
Pdt. ELION NUMBERI, S.Th.
80. 322
(Papua)
ROBERT JOPPY KARDINAL, S.AB.
81. 323
(Papua Barat)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai GOLKAR 81 dari 91 orang Anggota

3. FRAKSI PARTAI GERINDRA


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
FADHLULLAH
1. 324
(Aceh I)
KHAIDIR
2. 325
(Aceh II)
H. R. MUHAMMAD SYAFI’I, S.H., M.Hum.
3. 326
(Sumut I)
13

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. GUS IRAWAN PASARIBU, S.E.Ak., M.M.
4. 327
(Sumut II)
SUASANA DACHI, S.H.
5. 328
(Sumut II)
MARTIN HUTABARAT, S.H.
6. 329
(Sumut III)
Dr. H. SUIR SYAM, M.Kes. MMR
7. 330
(Sumbar I)
RITA ZAHARA, SH
8. 332
(Riau I)
Ir. H. A.R. SUTAN ADIL HENDRA, M.M.
9. 334
(Jambi)
EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A.
10. 335
(Sumsel I)
Ir. SRI MELIYANA
11. 336
(Sumsel II)
SUSI MARLENY BACHSIN, S.E, M.M.
12. 337
(Bengkulu)
H. AHMAD MUZANI
13. 338
(Lampung I)
Ir. DWITA RIA
14. 339
(Lampung II)
ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.
15. 340
(DKI Jakarta I)
H. BIEM TRIANI BENJAMIN, B.Sc., M.M.
16. 341
(DKI Jakarta II)
ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO
17. 342
(DKI Jakarta III)
Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc.
18. 343
(Jabar I)
Ir, H. AHMAD RIZA PATRIA, M.B.A.
19. 345
(Jabar III)
HERI GUNAWAN
20. 346
(Jabar IV)
H. FADLI ZON, S.S., M.Sc.
21. 347
(Jabar V)
Ir. H. NUROJI
22. 348
(Jabar VI)
Drg. PUTIH SARI
23. 349
(Jabar VII)
14

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, D.E.A.
24. 350
(Jabar VIII)
H. OO SUTISNA, S.H.
25. 351
(Jabar IX)
H. SUBARNA, S.E., M.Si.
26. 352
(Jabar XI)
JAMAL MIRDAD
27. 353
(Jateng I)
ABDUL WACHID
28. 354
(Jateng II)
Hj. SRIWULAN, S.E.
29. 355
(Jateng III)
RAHAYU SARASWATI DJOJOHADIKUSUMO
30. 356
(Jateng IV)
H. BAMBANG RIYANTO, S.H., M.H., M.Si.
31. 357
(Jateng V)
Ir. H. HARRY POERNOMO
32. 358
(Jateng VI)
Ir. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.
33. 359
(Jateng VII)
Hj. NOVITA WIJAYANTI, S.E., M.M.
34. 360
(Jateng VIII)
MOHAMAD HEKAL, M.B.A.
35. 361
(Jateng IX)
RAMSON SIAGIAN
36. 362
(Jateng X)
ANDIKA PANDU PURAGABAYA, S.Psi., M.Si, M.Sc.
37. 363
(DIY)
Ir. BAMBANG HARYO. SOEKARTONO
38. 364
(Jatim I)
Ir. H. SOEPRIYATNO
39. 365
(Jatim II)
Ir. SUMAIL ABDULLAH
40. 366
(Jatim III)
BAMBANG HARYADI, S.E.
41. 367
(Jatim IV)
MORENO SUPRAPTO
42. 368
(Jatim V)
Ir. ENDRO HERMONO, M.B.A.
43. 369
(Jatim VI)
15

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Drs. SUPRIYANTO
44. 370
(Jatim VII)
Dr. H. SAREH WIYONO M., S.H., M.H.
45. 371
(Jatim VIII)
WIHADI WIYANTO, S.H.
46. 372
(Jatim IX)
H. MOH NIZAR ZAHRO, S.H.
47. 374
(Jatim XI)
H. ANDA, S.E.,M.M.
48. 375
(Banten I)
H. DESMOND JUNAIDI MAHESA, S.H., M.H.
49. 376
(Banten II)
Ir. SUFMI DASCO AHMAD
50. 377
(Banten III)
IDA BAGUS PUTU SUKARTA, S.E., M. Si.
51. 378
(Bali)
PIUS LUSTRILANANG, S.I.P., M.Si.
52. 380
(NTT I)
Ir. FARY DJEMY FRANCIS, M.M.A.
53. 381
(NTT II)
KATHERINE A. OENDOEN
54. 382
(Kalbar)
H. IWAN KURNIAWAN, S.H.
55. 383
(Kalteng)
Drs. H. SYAIFUL RASYID, M.M.
56. 384
(Kalsel I)
Drs. H. SJACHRANI MATAJA, M.M., M.B.A.
57. 385
(Kalsel II)
Drs. WENNY WAROUW
58. 387
(Sulut)
SUPRATMAN, S.H., M.H.
59. 388
(Sulteng)
Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si.
60. 389
(Sulsel I)
H. ANDI IWAN DARMAWAN ARAS, S.E.
61. 390
(Sulsel II)
Drs. H. ANDI NAWIR, M.P.
62. 391
(Sumsel III)
HAERUL SALEH, S.H.
63. 392
(Sultra)
16

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
ELNINO M. HUSEIN MOHI, ST, M.Si.
64. 393
(Gorontalo)
Dra. Hj. RUSKATI ALI BAAL
65. 394
(Sulbar)
AMRULLAH AMRI TUASIKAL, S.E.
66. 395
(Maluku)
ROBERTH ROUW
67. 396
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai GERINDRA 67 dari 73 orang Anggota

4. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
MUSLIM, S.H., M.M.
1. 398
(Aceh II)
RUHUT SITOMPUL, S.H.
2. 399
(Sumut I)
ROOSLYNDA MARPAUNG
3. 400
(Sumut II)
H. RUDI HARTONO BANGUN, S.E, M.A.P.
4. 401
(Sumut III)
H. DARIZAL BASIR
5. 402
(Sumbar I)
Ir. H. MULYADI
6. 403
(Sumbar II)
H. SUTAN SUKARNOTOMO, S.H., M.H.
7. 404
(Riau I)
Drs. H. ZULFIKAR ACHMAD
8. 406
(Jambi)
H. SYOFWATILLAH MOHZAIB, S.Sos.
9. 407
(Sumsel I)
WAHYU SANJAYA, S.E.
10. 408
(Sumsel II)
H. ZULKIFLI ANWAR
11. 409
(Lampung I)
Ir. H. MARWAN CIK ASAN, M.M.
12. (Lampung II) 410

EKO WIJAYA
13. 411
(Bangka Belitung)
17

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
DWI ASTUTI WULANDARI
14. 412
(DKI Jakarta I)
Hj. MELANIE LEIMENA SUHARLI
15. 413
(DKI Jakarta II)
H. AGUNG BUDI SANTOSO, S.H., M.M.
16. 414
(Jabar I)
DEDE YUSUF MACAN EFFENDI, S.T.
17. (Jabar II) 415

ANTON SUKARTONO SURATTO


18. 417
(Jabar V)
SAAN MUSTOPA, M.Si.
19. (Jabar VII) 418

Ir.H. E. HERMAN KHAERON, M.Si


20. 419
(Jabar VIII)
LINDA MEGAWATI, S.E., M.Si.
21. 420
(Jabar IX)
H. AMIN SANTONO, S.Sos.
22. 421
(Jabar X)
SITI MUFATTAHAH, Psi.
23. 422
(Jabar XI)
Dr. AGUS HERMANTO
24. 423
(Jateng I)
Dr. IR. DJOKO UDJIANTO, M.M.
25. 424
(Jateng III)
RINTO SUBEKTI, S.E, M.M.
26. 425
(Jateng IV)
Ir. FANDI UTOMO
27. 428
(Jatim I)
Ir. H. AZAM AZMAN NATAWIJANA
28. 430
(Jatim III)
Drs. AYUB KHAN
29. 431
(Jatim IV)
VENNA MELINDA, S.E.
30. (Jatim VI) 433

EDHIE BASKORO YUDHOYONO, M.Sc.


31. 434
(Jatim VII)
SARTONO HUTOMO
32. 435
(Jatim VII)
18

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Drs. H. GUNTUR SASONO, M.Si.
33. 436
(Jatim VIII)
DIDIK MUKRIANTO, S.H.
34. 437
(Jatim IX)
H. MAT NASIR, S.Sos
35. 438
(Jatim XI)
VIVI SUMANTRI JAYABAYA, S.Sos.
36. 439
(Banten I)
Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si.
37. 440
(Banten III)
I PUTU SUDIARTANA
38. (Bali) 442

H.M. SYAMSUL LUTHFI


39. 443
(NTB)
Dr. BENNY K. HARMAN, S.H.
40. 444
(NTT I)
Dr. JEFIRSTSON R. RIWU KORE, M.M.
41. (NTT II) 445

ERMA SURYANI RANIK, S.H.


42. 446
(Kalbar)
NORBAITI ISRAN NOOR, A.Md.
43. 447
(Kaltim)
EVERT ERENST MANGINDAAN, S.IP.
44. 448
(Sulut)
dr. VERNA GLADIES M. INKIRIWANG
45. 449
(Sulteng)
Hj. ALIYAH MUSTIKA ILHAM, S.E.
46. 450
(Sulsel I)
Ir. H. MUHAMMAD NASYIT UMAR, s.p.
47. 451
(Sulsel Ii)
Dr. Ir. BAHRUM DAIDO, M.Si.
48. 452
(Sulsel III)
Drs. H. UMAR ARSAL
49. 453
(Sultra)
MAYJEN TNI (PURN) SALIM MENGGA
50. 454
(Sulbar)
LIBERT KRISTO IBO, S.Sos., S.H., M.H.
51. 455
(Papua)
19

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
WILLEM WANDIK, S.Sos.
52. 456
(Papua)
MICHAEL WATTIMENA, S.E, M.M .
53. 457
(Papua Barat)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Demokrat 53 dari 61 orang Anggota

5. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL


NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
H. MUSLIM AYUB, S.H., M.M.
1. 458
(Aceh I)
MULFACHRI HARAHAP, S.H.
2. 459
(Sumut I)
H. NASRIL BAHAR, S.E.
3. 461
(Sumut III)
H. JON ERIZAL, S.E. M.B.A.
4. 463
(Riau I)
H. A. BAKRI HM, S.E.
5. 464
(Jambi)
Ir. H. ACHMAD HAFISZ TOHIR
6. 465
(Sumsel I)
HANNA GAYATRI, S.H.
7. 466
(Sumsel II)
Hj. DEWI CORYATI, M.Si.
8. 467
(Bengkulu)
Ir. ALIMIN ABDULLAH
9. 469
(Lampung II)
AHMAD NAJIB QUDRATULLAH, S.E.
10. 471
(Jabar II)
Hj. DESY RATNASARI, M.Si., M.Psi.
11. 472
(Jabar VI)
LUCKY HAKIM
12. 474
(Jabar VI)
DAENG MUHAMMAD, S.E., M.Si.
13. 475
(Jabar VII)
BUDI YOUYASTRI
14. 476
(Jabar X)
HAERUDIN, S.Ag., M.H.
15. 477
(Jabar XI)
20

NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
Hj. LAILA ISTIANA DS, S.E.
16. 479
(Jateng IV)
MOHAMMAD HATTA
17. 480
(Jateng V)
Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, M.T.
18. 481
(Jateng VI)
Ir. TAUFIK KURNIAWAN, M.M.
19. 482
(Jateng VII)
AMMY AMALIA FATMA SURYA, S.H.,M.Kn.
20. 483
(Jateng VIII)
Ir. H. TEGUH JUWARNO, M.Si.
21. 484
(Jateng IX)
ANDRIYANTO JOHAN SYAH
22. 485
(Jateng X)
H. A. HANAFI RAIS, SIP., M.P.P.
23. 486
(DIY)
H. SUNGKONO
24. 487
(Jatim I)
H. TOTOK DARYANTO, S.E.
25. 489
(Jatim V)
Ir. A. RISKI SADIG
26. 490
(Jatim VI)
EKO HENDRO PURNOMO, S.Sos.
27. 491
(Jatim VIII)
Drs. H. KUSWIYANTO, M.Si
28. 492
(Jatim IX)
VIVA YOGA MAULADI, M.Si.
29. 493
(Jatim X)
H. YANDRI SUSANTO
30. 494
(Banten II)
M. ALI TAHER PARASONG
31. 495
(Banten III)
H. MUHAMMAD SYAFRUDIN, S.T., M.M.
32. 496
(NTB)
H. SYAHRULAN PUA SAWA
33. 497
(NTT I)
H. SUKIMAN, S.PD., M.M.
34. 498
(Kalbar)
Dra. YASTI SOEPREDJO MOKOAGOW
35. 500
(Sulut)
21

NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
INDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M.
36. 501
(Sulsel I)
Ir. H. ANDI TAUFAN TIRO
37. 502
(Sulsel II)
AMRAN, S.E.
38. 503
(Sulsel III)
Dra. Hj. Tina Nur Alam, M.M.
39. 504
(Sultra)
H. JAMALUDDIN JAFAR, S.H., M.H.
40. 505
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Amanat Narional 40 dari 48 orang Anggota

6. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA

NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA

H. IRMAWAN. S.Sos, M.M.


1. 37
(Aceh I)
MARWAN DASOPANG
2. 38
(Sumut II)
Ir. H. MUHAMAD LUKMAN EDI, M.Si.
3. 39
(Riau II)
H. HANDAYANI, S.K.M.
4. 40
(Jambi)
BERTU MERLAS, S.T.
5. 41
(Sumsel II)
Drs. H. MUSA ZAINUDDIN
6. 42
(Lampung I)
Hj. CHUSNUNIA CHALIM, M.Si.
7. 43
(Lampung II)
H. CUCUN AHMAD SYAMSURIJAL, S.Ag.
8. 44
(Jabar II)
NENG EEM MARHAMAH ZULFA HIZ, S.Fil.
9. 45
(Jabar III)
H. MAMAN IMANULHAQ
10. 48
(Jabar IX)
H. YANUAR PRIHATIN , M.Si.
11. 49
(Jabar X)
H. ACEP ADANG RUHIAT
12. 50
(Jabar XI)
22

NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA

Drs. FATHAN
13. 52
(Jateng II)
H. MARWAN JA’FAR
14. 53
(Jateng III)
Drs. H. MOHAMAD TOHA, S.Sos, M.Si.
15. 54
(Jateng V)
H. ABDUL KADIR KARDING, S.Pi, M.Si.
16. 55
(Jateng VI)
Drs. H. TAUFIQ R. ABDULLAH
17. 56
(Jateng VII)
SITI MUKAROMAH, S.Ag.
18. 57
(Jateng VIII)
H. BAHRUDIN NASORI, S.Si., M.M.
19. 58
(Jateng IX)
MUH. HANIF DHAKIRI
20. 59
(Jateng X)
Drs. H. BISRI ROMLY, M.M.
21. 60
(Jateng X)
H. AGUS SULISTIYONO, S.T., M.T.
22. 61
(DIY)
H. IMAM NAHRAWI, S.Ag.
23. 62
(Jatim I)
H. SYAIKHUL ISLAM ALI, Lc, M.Sos.
24. 63
(Jatim I)
ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.
25. 64
(Jatim II)
Hj. NIHAYATUL WAFIROH, M.A.
26. 65
(Jatim III)
Ir. M. NASIM KHAN
27. 66
(Jatim III)
Drs. H.M. SYAIFUL BAHRI ANSHORI, M.P.
28. 67
(Jatim IV)
HADI ZAINAL ABIDIN, S.Pd., M.M.
29. 68
(Jatim IV)
Dra. HJ. LATHIFAH SHOHIB
30. 69
(Jatim V)
H. AN’IM F. MAHRUS
31. 70
(Jatim VI)
Drs. IBNU MULTAZAM
32. 71
(Jatim VII)
23

NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA

Drs. H. ABD. MUHAIMIN ISKANDAR, M.Si.


33. 72
(Jatim VIII)
Dra. Hj. IDA FAUZIYAH, M.Si.
34. 73
(Jatim VIII)
H. JAZILUL FAWAID, S.Q, M.A.
35. 75
(Jatim X)
Dr. KH. KHOLILURRAHMAN, S.H., M.Si
36. 76
(Jatim XI)
Dra. Hj. SITI MASRIFAH, M.A.
37. 77
(Banten III)
DANIEL JOHAN
38. 79
(Kalbar)
Dr. H.ZAINUL ARIFIN NOOR, S.E, M.M.
39. 80
(Kalsel I)
PEGGI PATRISIA PATTIPI
40. 83
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa 40 dari 47 orang Anggota

7. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. MUHAMMAD NASIR DJAMIL, S.Ag.
1. 84
(Aceh I)
TIFATUL SEMBIRING
2. 85
(Sumut I)
H. ISKAN QOLBA LUBIS, M.A.
3. 86
(Sumut II)
ANSORY SIREGAR, Lc.
4. 87
(Sumut III)
Dr. HERMANTO, S.E., M.M.
5. 88
(Sumbar I)
H. REFRIZAL
6. 89
(Sumbar II)
Drs. H. CHAIRUL ANWAR, Apt.
7. 90
(Riau I)
H. MUSTAFA KAMAL, S.S.
8. 91
(Sumsel I)
Drs. H. MOHD. IQBAL ROMZI
9. 92
(Sumsel II)
24

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Drs. AL MUZZAMMIL YUSUF, M. Si.
10. 93
(Lampung I)
K.H. Ir. ABDUL HAKIM, M.M.
11. 94
(Lampung II)
Dr. H.M. HIDAYAT NUR WAHID, M.A.
12. 96
(DKI Jakarta II)
Drs. H. ADANG DARADJATUN
13. 97
(DKI Jakarta III)
Hj. LEDIA H. AMALIAH, S.Si, M.Psi.T.
14. 98
(Jabar I)
H. MA’MUR HASANUDDIN, M.A.
15. 99
(Jabar II)
H. ECKY AWAL MUCHARAM, S.E., Ak.
16. 100
(Jabar III)
Ir. H. YUDI WIDIANA ADIA, M.Si.
17. 101
(Jabar IV)
H. TB. SOENMANDJAJA
18. 102
(Jabar V)
H. MAHFUDZ ABDURRAHMAN, S.Sos.
19. 103
(Jabar VI)
Dr. H. SA'DUDDIN, M.M.
20. 104
(Jabar VII)
Drs. MAHFUDZ SIDDIQ, M.Si.
21. 105
(Jabar VIII)
Dr. K.H. SURAHMAN HIDAYAT, M.A.
22. 107
(Jabar X)
Dr. MOHAMAD SOHIBUL IMAN
23. 108
(Jabar XI)
Dr. H.M. GAMARI SOETRISNO
24. 109
(Jateng III)
Drs. H. HAMID NOOR YASIN, M.M.
25. 110
(Jateng IV)
H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI, S.E., M.Si., Akt.
26. 111
(Jateng V)
Drs. ABDUL FIKRI, M.M.
27. 112
(Jateng IX)
H. ROFI MUNAWAR, Lc
28. 115
(Jatim VII)
Dr. ZULKIEFLIMANSYAH, S.E., M.Sc.
29. 116
(Banten II)
25

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. JAZULI JUWAINI, Lc. M.A.
30. 117
(Banteng III)
H. FAHRI HAMZAH, S.E.
31. 118
(NTB)
H. ABOE BAKAR AL-HABSYI, S.E.
32. 119
(Kalsel I)
H. HADI MULYADI, S. Si., M.Si.
33. 120
(Kaltim)
TAMSIL LINRUNG
34. 121
(Sulsel I)
H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M.
35. 122
(Sulsel II)
MUHAMMAD YUDI KOTOUKY
36. 123
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera 36 dari 40 orang Anggota

8. FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Drs. H. HASRUL AZWAR, M.M.
1. 507
(Sumut I)
H. FADLY NURZAL, S.Ag.
2. 508
(Sumut III)
H. EPYARDI ASDA, M.Mar.
3. 509
(Sumbar I)
MUHAMMAD IQBAL, S.E., M.Com.
4. 510
(Sumbar II)
H. ACHMAD FAUZAN HARUN, S.H, M.Kom.I.
5. 512
(DKI Jakarta I)
Dra. Hj. OKKY ASOKAWATI, M.Si.
6. 513
(DKI Jakarta II)
DR. H. R. ACHMAD DIMYATI NATAKUSUMAH, S.H.,
7. M.H., M.Si. 514
(DKI Jakarta III)
H. JOKO PURWANTO
8. 515
(Jabar III)
Dr. Hj. RENI MARLINAWATI
9. 516
(Jabar IV)
26

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. ACHMAD FARIAL
10. 517
(Jabar V)
H. DONY AHMAD MUNIR, S.T., M.M.
11. 519
(Jabar IX)
ASEP A. MAOSHUL AFFANDY
12. 520
(Jabar X)
Hj. NURHAYATI
13. 521
(Jabar XI)
H. MUKHLISIN
14. 522
(Jateng II)
H. MOHAMAD ARWANI THOMAFI
15. 523
(Jateng III)
KH. MUSLICH ZA.
16. 524
(Jateng VI)
Ir. H. M. ROMAHURMUZIY, M.T.
17. 525
(Jateng VII)
ACHMAD MUSTAQIM, S.P., M.M.
18. 526
(Jateng VIII)
H. ARSUL SANI, S.H., M.Si.
19. 528
(Jateng X)
SY. ANAS THAHIR
20. 530
(Jatim III)
H. ISKANDAR D. SYAICHU, S.E.
21. 531
(Jatim X)
Hj. IRNA NARULITA, S.E., M.M.
22. 533
(Banten I)
Hj. KARTIKA YUDHISTI, B.Eng., M.Sc.
23. 534
(Banten II)
Drs. H. IRGAN CHIRUL MAHFIZ, M.Si.
24. 535
(Banten III)
Dra. Hj. ERMALENA MHS.
25. 536
(NTB)
H. USMAN JA'FAR
26. 537
(Kalbar)
H. SYAIFULLAH TAMLIHA, S.Pi, M.S.
27. 538
(Kalsel I)
H. MUHAMMAD ADITYA MUFTI ARIFIN, S.H.
28. 539
(Kalsel II)
H. M. AMIR USKARA, M. Kes.
29. 541
(Sulsel I)
27

NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. ANDI MUHAMMAD GHALIB, S.H., M.H.
30. 542
(Sulsel II)
Hj. FATMAWATI RUSDI, S.E.
31. 543
(Sulsel III)
Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si.
32. 544
(Sultra)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan 32 dari 39 orang
Anggota

9. FRAKSI PARTAI NASDEM

NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA

Prof. Dr. BACHTIAR ALY, M.A.


1. 1
(Aceh I)
SAHAT SILABAN
2. 4
(Sumut II)
H.M. ALI UMRI, S.H,, M.Kn
3. 5
(Sumut III)
H. ENDRE SAIPOEL
4. 6
(Sumbar I)
IRMA SURYANI
5. 7
(Sumsel II)
PATRICE RIO CAPELLA, S.H.
6. 8
(Bengkulu)
Drs. TAMANURI, M.M.
7. 9
(Lampung II)
Drs. H. NYAT KADIR
8. 10
(KEPRI)
H. AHMAD SAHRONI, S.E.
9. 11
(DKI Jakarta III)
MAYJEN TNI (Purn) SUPIADIN ARIES SAPUTRA
10. 12
(Jabar XI)
Drs. FADHOLI
11. 13
(Jateng I)
H.M. PRASETYO, S.H.
12. 14
(Jateng II)
DONNY IMAM PRIAMBODO, S.T.,M.M.
13. 15
(Jateng III)
28

NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA

Drs. KH. CHOIRUL MUNA


14. 16
(Jateng VI)
AMELIA ANGGRAINI
15. 17
(Jateng VII)
Drs. H. HASAN AMINUDIN, M.Si.
16. 18
(Jatim II)
Drs. T. TAUFIQULHADI, M.Si.
17. 19
(Jatim IV)
KRESNA DEWANATA PHROSAKH
18. 20
(Jatim V)
Drg. Hj. YAYUK SRIRAHAYUNINGSIH, M.M., M.H.
19. 22
(Jatim VII)
H. SLAMET JUNAIDI
20. 24
(Jatim XI)
Dr. H. KURTUBI, SE, M.Sp, M.Sc.
21. 26
(NTB)
JOHNNY G PLATE, S.E.
22. 27
(NTT I)
H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE
23. 29
(Kalbar)
H. HAMDHANI, S.Ip.
24. 30
(Kalteng)
AKBAR FAISAL
25. 33
(Sulsel II)
Drs. MUCHTAR LUTHFI MUTTY, M.Si.
26. 34
(Sulsel III)
DR. ACHMAD HATARI, S.E., M.Si.
27. 35
(Maluku Utara)
SULAEMAN L. HAMZAH
28. 36
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Nasional Demokrat 28 dari 36 orang Anggota

10. FRAKSI PARTAI HANURA


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Ir. NURDIN TAMPUBOLON
1. 545
(Sumut I)
RUFINUS HOTMAULANA HUTAHURUK, S.H., M.M,M.H.
2. 546
(Sumut II)
29

SAMSUDIN SIREGAR, S.H.


3. 547
(Sumut III)
FAUZIH H. AMRO, M.Si.
4. 548
(Sumsel I)
FRANS AGUNG MULA PUTRA,S.Sos, M.H.
5. 549
(Lampung I)
MOH. ARIEF S. SUDITOMO, S.H.,M.A
6. 550
(Jabar I)
H. DADANG RUSDIANA, S.E., M.Si.
7. 551
(Jabar II)
CAPT. H. DJONI ROLINDRAWAN, S.E., M.Mar., M.B.A.
8. 552
(Jabar III)
MIRYAM S. HARYANI, M.Si.
9. 553
(Jabar VIII)
Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO
10. 554
(Jatim VIII)
Dr. H. M. FARID ALFAUZI
11. 555
(Jatim XI)
LALU GEDE SYAMSUL MUJAHIDIN, S.E.
12. 557
(NTB)
SALEH HUSIN, SE, M.Si.
13. 558
(NTT II)
H. SARIFFUDDIN SUDDING, S.H, M.H.
14. 559
(Sulteng)
Hj. DEWIE YASIN LIMPO, S.E.
15. 560
(Sulsel I)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai HANURA 15 dari 16 orang Anggota
30

KETUA RAPAT (H. FADLI ZON, SS, M.Sc) :

Kita mulai Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, Saudara-saudara sekalian.

Yang terhormat Saudara Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia beserta
jajarannya.
Yang terhormat Saudara Menteri Pertahanan Republik Indonesia beserta
jajarannya.
Yang terhormat para Anggota DPR RI, hadirin sekalian yang berbahagia.

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah


Subhanahu Wata’ala, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua untuk mengikuti Rapat Paripurna pada hari ini
dalam keadaan sehat walafiat untuk melaksanakan tugas konstitusional kita.
Menurut catatan dari Sekretariat Jenderal DPR RI, daftar hadir pada
permulaan rapat Paripurna DPR RI hari ini telah ditandatangani oleh 334 Anggota,
(dari 555 Anggota DPR RI) dengan perincian sebagai berikut :
1. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 61 dari 106 Anggota.
2. Fraksi Partai Golongan Karya 60 dari 90 Anggota.
3. Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya 50 dari 73 Anggota.
4. Fraksi Partai Demokrat 33 dari 60 Anggota
5. Fraksi Partai Amanat Nasional 25 dari 48 Anggota
6. Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa 29 dari 47 Anggota
7. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera 24 dari 40 Anggota
8. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan 23 dari 39 Anggota
9. Fraksi Partai Nasdem 21 dari 36 Anggota
10. Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat 8 dari 16 Anggota.

Dengan demikian kuorum telah tercapai dan dengan mengucap


Bismillahirrahmannirrahim perkenankan kami selaku Pimpinan Dewan membuka
Rapat Paripurna DPR RI yang ke-18, Masa Sidang II.Tahun Sidang 2014-2015, hari
Senin tanggal 9 Februari 2015, dan kami nyatakan terbuka untuk umum.
Berdasarkan Pasal 59 Ayat (1) huruf d Undang-undang No. 24 Tahun
2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan,
disebutkan bahwa lagu kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau dinyanyikan
dalam acara pembukaan Sidang Paripurna MPR, DPR, DPD dan DPRD. Berkaitan
dengan itu izinkanlah kami mengajak seluruh hadirin untuk berdiri menyanyikan lagu
kebangsaan Indonesia Raya.
Hadirin dipersilakan berdiri.

(LAGU INDONESIA RAYA)


31

Terima kasih.
Hadirin, dipersilakan duduk kembali.

Sidang Dewan yang kami hormati, sesuai hasil keputusan rapat Bamus
DPR RI tanggal 5 Februari 2015, acara rapat Paripurna hari ini adalah :
1. Penetapan Prolegnas Tahun 2015-2019 dan Prolegnas Rancangan Undang-
undang Prioritas tahun 2015;
2. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-
undang tentang Pengesahan Ekstradisi antara Republik Indonesia dan
Republik Sosialis Viet Nam (Ekstradition Treaty between Republic of Indonesia
and the Socialis Republic of Viet Nam) menjadi undang-undang;
3. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-
undang tentang Pengesahan Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Papua
Nugini (Ekstradition Treaty between Republic of Indonesia and the
Independence State of the Papua New Guinea) menjadi undang-undang;
4. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-
undang tentang Pengesahan Persetujuan antara Republik Indonesia dan
Pemerintah Demokratik Timor Leste tentang Kegiatan Kerjasama di Bidang
Pertahanan menjadi undang-undang;
5. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-
undang tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan tentang kegiatan
Kerjasama di Bidang Pertahanan menjadi undang-undang;
6. Pendapat Fraksi-Fraksi dilanjutkan dengan pengambilan keputusan terhadap
RUU-RUU Usul inisiatif Komisi II DPR RI menjadi RUU-RUU usul DPR RI,
yaitu ;
a. RUU tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor
1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 22 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-
undang.
b. RUU tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor
2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi undang-undang.
7. Pengumuman nama-nama Tim DPR RI sebagai berikut :
a. Tim Penyusun Mekanisme Penyampaian Hak Mengusulkan dan
Memperjuangkan Program Pembangunan Daerah Pemilihan.
b. Tim Pengawas DPR RI terhadap Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
c. Tim Pemantau DPR RI terhadap Pelaksanaan Undang-undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua serta
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan
Daerah Yogyakarta.
32

d. Tim Implementasi Reformasi DPR RI.

Sekarang kami menanyakan kepada sidang apakah acara tersebut dapat


disetujui?

(RAPAT SETUJU)

Terima kasih.

Sidang Dewan yang kami hormati,

Selanjutnya kami beritahukan bahwa Pimpinan Dewan telah menerima 5


pucuk surat yaitu :
1. Surat dari Presiden Republik Indonesia dengan Nomor R.10/Pres/01/2015
tanggal 30 Januari 2015. perihal Pertimbangan Permohonan bagi Pencalonan
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (Dubes LBBP) Republik
Demokratik Rakyat Aljazair untuk Republik Indonesia.
2. Surat dari Presiden Republik Indonesia dengan Nomor R.11/Pres/02/2015
tanggal 2 Februari 2015, perihal Rancangan Undang-undang tentang
Pengesahan Perjanjian Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara
Republik Indonesia dan Republik Sosialis Viet Nam (Treaty on Mutual Legal
Assistance in Criminal Matters between the Republic of Indonesia and the
Socialis Republic of Viet Nam).
3. Surat dari DPD RI dengan Nomor HM.310/28/DPDRI/I/2015 tanggal 20 Januari
2015, perihal Penyampaian Keputusan DPD RI terhadap tindak lanjut Hasil
Pemeriksaan BEPEKA RI Semester I Tahun 2014.
4. Surat dari DPD RI dengan Nomor HM.310/60/DPDRI/I/2015 tertanggal 28
Januari 2015, perihal Penyampaian keputusan DPD RI terhadap Rancangan
Undang-undang tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 27 Tahun
2014 tentang APBN tahun 2015.
5. Surat dari Komisi II DPRI dengan Nomor LG/039/KOM.II/II/2015 tanggal 4
Februari 2015. Perihal permintaan penjadwalan dalam Rapat Paripurna
mengenai Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota menjadi Undang-undang dan Rancangan Undang-undang
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi RUU usul Komisi II DPR RI.
33

Untuk surat pertama, kedua dan ketiga sesuai ketentuan Peraturan DPR
RI Nomor 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib, surat tersebut akan ditindaklanjuti
sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Untuk surat keempat dan kelima telah
dibahas dalam rapat Bamus tanggal 5 Februari 2015.

Sidang Dewan yang terhormat.

Selanjutnya untuk mempersingkat waktu, mari kita masuki acara pertama


Rapat Paripurna Dewan hari ini yaitu penetapan Prolegnas tahun 2015-2019 dan
Prolegnas RUU PrioritasTahun 2015. Untuk itu kami persilakan kepada Pimpinan
Badan Legislasi DPR RI yang terhormat saudara DR. H. Sareh Wiyono M., S.H.,
M.H. untuk menyampaikan laporannya.
Kami persilakan.

PIMPINAN BADAN LEGISLASI (DR. H. SAREH WIYONO M., S.H., M.H. /F


GERINDRA) :

Laporan Badan Legislasi tentang Penetapan Program Legislasi Nasional


tahun 2015-2019 dan Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang
Prioritas Tahun 2015 dalam Rapat Paripurna DPR RI.

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Salam sejahtera bagi kita semua.

Yang terhormat Ketua Rapat Paripurna.


Yang terhormat rekan-rekan Anggota Dewan.
Yang terhormat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan hadirin yang
berbahagia.

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas perkenan-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat menghadiri Rapat
Paripurna pada hari ini dalam keadaan sehat wal afiat.
Selanjutnya perkenankan saya selaku Ketua Badan Legislasi atas nama
Badan Legislasi menyampaikan Laporan Hasil Koordinasi Badan Legislasi dengan
Menteri Hukum dan HAM serta DPD RI atas penyusunan Program Legislasi
Nasional Tahun 2015 sampai 2019 dan Program Legislasi Nasional Rancangan
Undang-undang Prioritas Tahun 2015.
Laporan ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 12
tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan
Presiden Nomor 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan
Program Legislasi Nasional, Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata
Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan
Rancangan Peraturan Presiden serta Peraturan DPR RI Nomor 01 Tahun 2012
34

tentang Tata Cara Penyusunan Prolegnas dan Peraturan DPR RI tentang Tata
Tertib.

Ketua rapat dan hadirin yang kami hormati.

Dalam penyusunan Program Legislasi Nasional tahun 2015 sampai 2019


dan Program Legislasi Nasional rencana undang-undang Prioritas tahun 2015 dapat
kami sampaikan bahwa Badan Legislasi telah menerima usulan rencana undang-
undang dari Komisi, Fraksi dan Lembaga atau Masyarakat sebanyak 155 rencana
undang-undang. Adapun Pemerintah mengusulkan sebanyak 84 rencana undang-
undang dan DPD mengajukan 85 rencana undang-undang, sehingga secara
keseluruhan jumlah rencana undang-undang yang diajukan ketiga lembaga tersebut
berjumlah 324 rancana undang-undang. Terhadap usulan 324 rencana undang-
undang tersebut terdapat beberapa rencana undang-undang yang memiliki
kesamaan judul atau kesamaan substansi sehingga setelah dilakukan kajian secara
mendalam tersisa hanya 297 rencana undang-undang.
Berdasarkan evaluasi pelaksanaan Prolegnas periode sebelumnya Tahun
2010-2014 dimana rata-rata setiap tahun hanya dapat menyelesaikan rencana
undang-undang sebanyak 25 sampai dengan 30 rencana undang-undang dan
pertimbangan bahwa setiap Komisi hanya dapat mengusulkan paling banyak 2
rencana undang-undang dalam 1 tahun, sesuai ketentuan Pasal 107 ayat (6)
Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib. Ditambah dengan penugasan pembahasan
rencana undang-undang kepada Pansus dan Baleg setiap tahunnya 3 rencana
undang-undang, maka terhadap usulan 297 rencana undang-undang dilakukan
penyeleksian untuk masuk dalam daftar rancangan undang-undang Prolegnas
Tahun 2015 sampai 2019 di kisaran angka ideal kurang lebih 150 rencana undang-
undang, dan kurang lebih 30 rencana undang-undang dalam Prolegnas rencana
undang-undang prioritas Tahun 2015 setiap tahunnya.
Proses penyelesaian rencana undang-undang dilakukan dengan
menggunakan suatu parameter untuk memberikan bobot atau skoring kepada
masing-masing usulan rencana undang-undang. Adapun parameter yang digunakan
dalam melakukan pembobotan secara garis besar mengacu kepada parameter
teknis substansial terkait dengan urgensi masing-masing rencana undang-undang
yang mengacu pada norma dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan bahwa dalam penyusunan daftar
rancangan perundang-undangan didasarkan atas :
a. Perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Perintah Ketetapan Masjelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Perintah undang-undang lainnya;
d. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
e. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional;
f. Rencana Pembangunan Jangka Menengah;
g. Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Strategis DPR dan Hak Aspirasi dan
h. Kebutuhan Hukum Masyarakat.
35

Selain parameter teknis substansial digunakan pula parameter teknis


prosedural seperti kelengkapan naskah akademik dan draft rencana undang-
undang. Jumlah undang-undang yang menjadi beban masing-masing Komisi dan
adanya diskripsi, konsepsi yang memuat latar belakang dan tujuan, penyusunan,
sasaran yang ingin diwujudkan, serta jangkauan dan arah pengaturan.
Berdasarkan hasil pembahasan Badan Legislasi pemerintah dan DPD RI
kemudian disepakati 159 rencana undang-undang dalam daftar rencana undang-
undang Prolegnas Tahun 2015 sampai 2019 dan 37 undang-undang Prolegnas,
rencana undang-undang prioritas Tahun 2015. Dari 37 rencana undang-undang
dalam Prolegnas prioritas Tahun 2015 sebanyak 26 rencana undang-undang
diusulkan oleh DPR, 10 rencana undang-undang diusulkan oleh Pemerintah, dan 1
rencana undang-undang diusulkan oleh DPD RI. Hal ini bukan berarti hanya 1
rencana undang-undang dari DPD dalam Prolegnas prioritas, karena ada 7 rencana
undang-undang usulan DPD yang sama dengan usulan DPR atau Pemerintah dan
sudah disepakati akan diusulkan oleh DPR atau Pemerintah.
Selain 37 rencana undang-undang, selain 37 judul rencana undang-
undang yang disetujui atau disepakati sebagai Prolegnas rencana undang-undang
prioritas Tahun 2015 telah disepakati pula 5 rencana undang-undang yang bersifat
kumulatif terbuka, yaitu :
1. Daftar rencana undang-undang kumulatif terbuka tentang pengesahan
perjanjian internasional
2. Daftar rencana undang-undang kumulatif terbuka akibat putusan Mahkamah
Konstitusi;
3. Daftar rencana undang-undang kumulatif terbuka tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara;
4. Daftar rencana undang-undang kumulatif terbuka tentang pembentukan daerah
provinsi dan kabupaten/kota;
5. Daftar rencana undang-undang kumulatif terbuka tentang penetapan peraturan
Pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang.

Adapun daftar 159 rencana undang-undang dalam Prolegnas tahun 2015


sampai 2019 dan daftar 37 rencana undang-undang dalam Prolegnas rencana
undang-undang prioritas Tahun 2015, sebagaimana yang telah disampaikan Bapak,
Ibu Anggota Dewan.
Kami sadar bahwa beban legislasi yang diambil oleh DPR, Pemerintah
dan DPD pada Tahun 2015 cukup berat, mengingat waktu yang sudah memasuki
bulan kedua pada Tahun 2015. Namun, kami optimis dengan dukungan semua
pihak kinerja legislasi dapat mencapai target yang diharapkan, terlebih pembahasan
dalam penyusunan Prolegnas juga telah dilakukan dalam suasana kebersamaan.
Dengan adanya kesamaan visi untuk melakukan revitalisasi politik, hukum dan
perundang-undangan dalam jangka 5 tahun kedepan yang lebih realistis dan fokus
pada kualitas dan urgensi masing-masing rencana undang-undang.
36

Demikian, laporan Badan Legislasi mengenai penyusunan Prolegnas


Tahun 2015 sampai 2019 dan Prolegnas rencana undang-undang prioritas Tahun
2015, yang telah dilakukan berkoordinasi dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia serta DPD RI, yang menyetujui atau menyepakati sebanyak 159 rencana
undang-undang untuk Prolegnas Tahun 2015 sampai 2019 dan 37 rencana undang-
undang untuk Prolegnas rencana undang-undang Prioritas Tahun 2015 yang
selanjutnya untuk dapat ditetapkan dalam rapat paripurna DPR RI.
Sebelum kami mengakhiri laporan ini perkenankan kami selaku Ketua
Badan Legislasi menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada
Saudara H. Firman Subagyo, S.E., M.H. selaku Ketua Panja dalam penyusunan
Prolegnas, para Anggota Panja, Menteri Hukum dan HAM dan jajarannya, Pimpinan
dan Anggota Panitia Perancang Undang-undang DPD RI dan jajarannya atas
kerjasamanya dalam menyelesaikan penyusunan Prolegnas.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Tim Pendukung yang terdiri
dari Peneliti, Perancang Undang-undang serta Tenaga Ahli dan jajaran Sekretaris
Badan Legislasi DPR RI yang telah membantu kelancaran proses penyusunan
berkas.
Sekian dan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pimpinan Badan Legislasi


Ketua,

DR. H. Sareh Wiyono M., S.H., M.H.

KETUA RAPAT :

Terima kasih.
Kami sampaikan kepada Pimpinan Badan Legislasi yang telah
menyampaikan laporan Badan Legislasi DPR RI mengenai penetapan Prolegnas
Tahun 2015-2019 dan Prolegnas Tahun 2015.

F-PKB (Hj. NIHAYATUL WAFIROH, M.A.) :

Interupsi Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Silahkan.
37

F-PKB (Hj. NIHAYATUL WAFIROH, M.A.) :

Saya Nihayatul Wafiroh Dapil Jawa Timur III Banyuwangi, Situbondo,


Bondowoso dari Partai Kebangkitan Bangsa.

Pimpinan yang saya hormati,

Terkait undang-undang, rancangan undang-undang prioritas Tahun 2015.


Kami mengusulkan, Bahwasanya Undang-undang tentang Keadilan dan Kesetaraan
Gender nantinya bisa dimasukan menjadi prioritas Tahun 2015 ini. Kami
mengusulkan bahwasanya undang-undang KKG ini bisa menggantikan Undang-
undang tentang Pengelolaan Ibadah Haji dan Penyelenggaraan Umroh, karena kita
DPR sudah baru menetapkan Undang-undang tentang Keuangan Haji. Kita lihat
dulu bagaimana hasil kerja dari undang-undang ini bila ini nantinya bagus, tentu
RUU tentang Pengelolaan Ibadah Haji dan Penyelenggaraan Umroh ini tidak perlu
lagi.
Perlunya kenapa Undang-undang tentang Keadilan dan Keseteraan
Gender ini perlu kita menjadikan prioritas, disamping undang-undang ini, RUU sudah
dilakukan sudah sangat lama, bahkan sudah ada draft-draft semuanya sudah
lengkap, dan ini menyangkut tentang banyak persoalan masyarakat kita, terutama
persoalan perempuan, persoalan kawan-kawan yang ter-marjinalisasi. Oleh sebab
itu, saya mengusulkan bagaimana agar RUU KKG yang di longlist ini masuk di
nomor urutan 101 bisa dijadikan menjadi prioritas Tahun 2015 ini menggantikan
undang-undang menggantikan RUU yang nomor 27.
Terima kasih.

F-PD (Ir. H. E. HERMAN KHAERON, M.Si.) :

Herman Khaeron A-419.

KETUA RAPAT :

Silahkan.
Mungkin didaftar ya.

F-PD (Ir. H. E. HERMAN KHAERON, M.Si.) :

Terima kasih Pimpinan.

Pimpinan dan seluruh Anggota Dewan yang kami hormati.


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Kami sudah berkirim surat ke Badan Legislasi, disini Pimpinan, sebelah


kiri, dan kami sudah cek ke longlist yang ada disampaikan tadi oleh Ketua Badan
38

Legislasi. Kami mempertanyakan bahwa untuk bidang kehutanan ada RUU yang
kami anggap penting tetapi tidak tercantum di dalam longlist, yaitu RUU tentang
Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan.
Kami menganggap penting undang-undang ini dan kami sudah bahas
dengan Pemerintah tentunya, bahwa harus ada payung hukum yang tentunya bisa
memayungi terhadap penanggulangan kebakaran hutan dan lahan ini. Untuk itu
dalam kesempatan Paripurna ini, kami mengusulkan untuk rancangan undang-
undang ini dimasukkan kedalam Prolegnas 2015-2019.
Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Baik.

F-PDI-P (RIEKE DYAH PITALOKA):

Interupsi Pimpinan,

KETUA RAPAT :

Sebelum saya teruskan interupsi, saya umumkan juga kehadiran dari


Wakil Ketua Parlemen Madagaskar his excelency Miss. Raza Fimanan Swa dan
Anggota Parlemen yang berkunjung ke DPR RI dan ikut menyaksikan Paripurna kita
didampingi Dubes Kuasa Usaha Tetap, Bapak Hartanto Salmun.
Terima kasih.
Baik Silahkan.

F-PDI-P (RIEKE DYAH PITALOKA):

Rieke Dyah Pitaloka A-160, daftar Pimpinan.

F-GERINDRA (BIEM BENYAMIN):

Daftar Biem Benyamin, Fraksi Gerindra.

KETUA RAPAT :

Ibu Reni ya tadi yang daftar dulu.

F-PPP (Dr. Hj. RENI MARLINAWATI) :

Terima kasih Pimpinan.

Bismillahirrahmanirrahim.
39

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Saya Reni Marlinawati dari Fraksi PPP daerah pemilihan Jawa Barat IV
kabupaten dan kota sukabumi.

Pimpinan yang saya hormati, serta Bapak, Ibu yang saya hormati,

Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan


dan seluruh Anggota Baleg yang telah melahirkan prioritas legislasi nasional yang
akan dibahas pada Tahun 2015 ini. Namun Pimpinan, ingin saya sampaikan yang
pertama kami dari, saya dari Komisi X, yang telah mengusulkan 2 RUU: yang
pertama RUU Kebudayaan dan yang kedua RUU Perbukuan Nasional dan malah 3.
Tetapi yang muncul di prioritas sekarang itu hanya Sistem Perbukuan Nasional.
Sedangkan ingin kami beritahukan, rancangan undang-undang kebudayaan pada
tahun lalu sudah dibahas, maka dari itu naskah akademiknya sudah lengkap dan
draft RUU-nya pun sudah lengkap. Maka dari itu Pimpinan, saya kira sesuai dengan
Undang-undang MD3 nomor 17 Tahun 2014 juga sesuai dengan Tata Tertib DPR RI
dimana Anggota mempunya hak untuk mengajukan usulan RUU, maka saya dengan
hormat memohon kepada Pimpinan dan seluruh Ibu, Bapak yang saya hormati di
ruang Paripurna ini. Karena Rapat Paripurna ini adalah forum pengambilan
keputusan tertinggi, maka saya mengusulkan agar Rancangan Undang-undang
Kebudayaan masuk dan disahkan menjadi rancangan undang-undang prioritas yang
akan dibahas pada tahun 2015 di Komisi X ini.
Dan mohon ma’af Pimpinan, andaikan ini tidak dimasukkan, kami memiliki
waktu yang mubazir karena kami hanya membahas 1 rancangan undang-undang
saja. Sekali lagi mohon pertimbangan Pimpinan dan seluruh Bapak, Ibu yang hadir
pada rapat kesempatan ini untuk menyetujui usulan Rancangan Undang-undang
Kebudayaan disahkan menjadi prioritas untuk di Komisi X pada Tahun 2015.
Terima kasih Pimpinan atas waktunya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

F-GERINDRA (BEIM BENYAMIN):

Pimpinan Beim Benyamin, 341 Gerindra, Pimpinan.

F-PPP (OKKY ASOKAWATI):

Okky Asokawati

KETUA RAPAT :

Baik. Maaf tadi yang sudah daftar tadi.


Silahkan.
40

F-PD (WILLEM WANDIK, S.Sos.) :

Baik Pimpinan.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Shaloom,
Salam sejahtera buat kita semua.

Pak Ketua dan Pimpinan yang kami hormati,


Bapak, Ibu seluruh Anggota DPR RI yang kami hormati dan kami banggakan,
Dan juga Bapak Menteri Hukum dan Ham beserta jajarannya yang kami
hormati,
Dan juga utusan dari Negara-negara tetangga yang mau kerjasama dengan
Negara Indonesia yang kami hormati dan kami banggakan,
Dan juga rekan-rekan sekalian para media yang kami hormati dan kami
banggakan.

Kami dari 21 Anggota DPD RI dan DPR RI dari Provinsi di tanah Papua
dan Papua Barat menghendaki segera disahkannya otsusplus bagi provinsi Papua
dan Papua Barat. Karena itu merupakan solusi ketatanegaraan, karena otsusplus
bagi provinsi Papua dan Papua Barat merupakan bentuk implementasi dari
konsensus bernegara dan telah tertuang dalam 4 pilar kebangsaan.
Demikian halnya juga dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia sebagai konsensus bernegara yang telah disepakati bersama oleh
Bangsa Indonesia dan diilhami oleh konsepsi tentang kemerdekaan, persatuan,
kedaulatan, keadilan dan kemakmuran. Dan lebih lanjut Profesor Noto Negoro
menjelaskan makna keadilan sosial yang telah tertuang di dalam sila kelima
Pancasila adalah dimana kesesuaian sifat dan keadaan negara menghadirkan
keadilannya bagi warga negara.
Dalam hal ini, rakyat Papua dan Papua Barat tidak meminta sesuatu yang
melebihi keadilan, menurut rakyat di tanah Papua dan Papua Barat. Karena
persoalan penting yang terus menjadi polemik di atas tanah Papua adalah terkait
dengan permasalahan distribusi keadilan di semua sektor. Walaupun rakyat Papua
dan Papua Barat memiliki historis tersendiri.
Itulah sebabnya kehadiran draft otsusplus sebagai bentuk alat perjuangan
bagi rakyat Papua dan Papua Barat yang dapat menghormati sistem hukum dan
nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam tanda petik rakyat Papua memperjuangkan
nasib dan hak-haknya menggunakan pendekatan solusi ketatanegaraan. Karena
kehadiran otsus versi 1 Tahun 2001 belum sepenuhnya menjawab sejumlah
persoalan penting yang terus terjadi di atas tanah Papua. Oleh sebab itu, pada
kesempatan di Sidang Paripurna yang terhormat ini kami dari DPD RI dan DPR RI
dari Dapil 21 orang dari Dapil Papua dan Papua Barat, menghendaki agar segera
disahkannya otsusplus untuk 2015 ini bagi provinsi Papua dan Papua Barat. Karena
41

ini sebagai solusi ketatanegaraan tidak ada jalan lain. Saya sangat heran ketika
Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Pemerintah sekarang ini tega-teganya
mengatakan kami tunda tahun depan, tahun ini kami alokasikan dana besar untuk
bangun Papua akan dibangun oleh TNI, justru ini sangat keliru!. Karena persoalan
Papua bukan makan dan minum, dan pembangunan fisik semata, harus tahu itu.
Selama Republik di Jakarta ini ketika melanggengkan kekuatan TNI dan uang di
tanah Papua akan terus gagal meng-Indonesiakan orang Papua. Harus tahu itu!
Otsus keputusan harga mati harus masuk sekarang ini. Ini demi mendukung
eksistensi NKRI. ... karena sekarang sedang ramai di tanah Papua bahkan luar
negeri.

KETUA RAPAT:

Pak, kurang dekat sama mic.

F-PD (WILLEM WANDIK, S.Sos):

Kalau ini tidak masuk hari ini juga, saya dengan teman-teman 21
Anggota Dewan, kami akan lepas jabatan disini, kami akan kembali, biar kami kerja
itu real dan nyata.

KETUA RAPAT:

Baik.
Selanjutnya, ada tadi yang daftar interupsi yang lain.

F-PDIP (RIEKE DIAH PITALOKA):

A-160 Rieke Diah Pitaloka.

KETUA RAPAT:

Rieke Diah Pitaloka silakan.

F-PDIP (RIEKE DIAH PITALOKA):

Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang terhormat Pimpinan DPR RI;


Yang saya hormati Rekan-rekan DPR RI Sidang Paripurna;
dan Hadirin sekalian.
42

Ada 2 catatan yang ingin saya sampaikan. Pertama adalah mengenai


Prolegnas Prioritas 2015, mohon untuk ada perhatian terhadap salah satu RUU
yang sebetulnya juga diajukan oleh Komisi IX adalah RUU Perlindungan Pekerja
Rumah Tangga dimana kasus-kasus pekerja rumah tangga kurang lebih kami
sudah mencatat 400 lebih dan ini jelas membutuhkan perhatian dari Sidang
Paripurna ini agar dipertimbangkan untuk bisa masuk dalam Prolegnas Prioritas
2015.
Kemudian pada daftar RUU Kumulatif terbuka, saya ingin memberikan
catatan karena disini tidak disampaikan secara detail RUU apa saja yang masuk
dengan asumsi bahwa dalam RUU Kumulatif terbuka bisa kapan saja dan apa saja
yang dimasukan. Namun saya memberikan catatan sesuai dengan Rapat Panja
Prolegnas tanggal 6 Februari 2015 dalam pengesahan ini untuk tidak terpisahkan
dalam catatan sesuai dengan apa yang sudah disepakati antara Baleg DPR RI
yang di Panja Prolegnas, DPD RI, dan Perwakilan dari Pemerintah yaitu 3 Konvensi
Internasional yang menjadi penting bagi pekerja kita di luar negeri. Pertama adalah
Maritime Labour Convention Tahun 2006, lalu ILO Walk In Fishing Convention
Nomor 1/1988 dan 1 lagi adalah Ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Pekerjaan
Layak bagi Pekerja Rumah Tangga.
Mudah-mudahan bisa mendapatkan dukungan dari Paripurna yang saya
hormati ini dan keputusan ini juga dinantikan dan diawasi oleh Pekerja Dalam dan
Luar Negeri.
Terima kasih
Billahi Taufiq Wal Hidayah,
Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

F-HANURA (MIRYAM S. HARYANI, S.E., M.Si.):

Interupsi, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Daftar dulu.
Ibu Asokawati, Okky Asokawati.
Siapa?

F-HANURA (MIRYAM S. HARYANI, S.E., M.Si.):

Pimpinan daftar, Yani Miryam Fraksi Hanura Pimpinan.


Yani Hanura, daftar.
43

KETUA RAPAT:

Oke silakan.

F-HANURA (MIRYAM S. HARYANI, S.E., M.Si.):

Terima kasih Pimpinan.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Yang saya hormati Rekan-rekan Paripurna yang hadir disini,

Dalam Pembacaan Nota Keuangan APBN Perubahan yang sudah


diajukan oleh Pemerintah melalui DPR, disitu tertera pertumbuhan ekonomi 5,7
Pimpinan. Namun realitas yang terjadi itu tidak mencapai pertumbuhan. Nah kami
mohon dalam RUU Prolegnas ini untuk RUU tentang Jalan, mohon menjadi
prioritas, kenapa? Sektor Infrastruktur itu yang memang memacu pertumbuhan
ekonomi lebih cepat. Jadi mohon untuk RUU tentang Jalan yang diajukan Komisi V
DPR RI menjadi Prolegnas 2015.
Terima kasih.

F-GERINDRA (H. BIEM TRIANI BENJAMIN, BSC, MM):

Pimpinan, Biem Benjamin.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Oke. Tadi yang belum disana ya?


Silakan.

F-PPP (Dra. HJ. OKKY ASOKAWATI, M.Si):

Terima kasih Pimpinan.


Okky Asokawati, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, A-513 Dapil
DKI II.

Pimpinan DPR dan Anggota DPR yang saya hormati,


Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Pada kesempatan ini, saya ingin menyoroti Rancangan Undang-


Undang Pertembakauan. Di Rancangan Undang-Undang tersebut Pimpinan,
setelah saya amati itu isinya lebih banyak kepada pengembangan produk
44

tembakau, produksi tembakau, pertanian, perizinan dan sosialisasi. Sementara


yang mengatur pengendalian konsumsi tembakau itu tidak sampai 50% dari jumlah
pasal yang ada di Rancangan Undang-Undang tersebut.
Jadi pada kesempatan ini, kami berharap agar ketika nanti pembahasan
Rancangan Undang-Undang Pertembakauan tersebut dimasukan bab mengenai
perlindungan kesehatan masyarakat dari produk tembakau, sehingga Undang-
Undang ini nantinya Insya Allah bisa komprehensif dari semua berkeadilan.
Terima kasih Pimpinan.

Billahi Taufiq Wal Hidayah,


Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

F-GERINDRA (H. BIEM TRIANI BENJAMIN, BSC, MM):

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Pimpinan,

Saya Biem Benjamin dari DKI, A-341.


Terima kasih atas waktunya Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Sebentar supaya agak tertib ya Saudara-saudara sekalian.


Nanti saya daftar lagi yang belum.
Biem Benjamin, kemudian Hendriyosodiningrat, Yandri PAN.
Oke ya sementara itu dulu.
Silakan Pak Biem Benjamin.

F-GERINDRA (H. BIEM TRIANI BENJAMIN, BSC, MM):

Ya. Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Atas waktunya.
Dalam Prolegnas 2015-2019 ini, rasanya DKI harus dimasukan
perubahan RUU DKI mengingat beberapa hal Pimpinan. Di DKI itu satu-satunya lex
specialist tetapi kita melihat lex specialis itu tidak boleh melanggar Undang-Undang
Dasar 1945 dimana di DKI satu-satunya provinsi yang Walikota, Bupati tidak dipilih
secara langsung dan tidak ada DPRD Tingkat II-nya. Itu harus ada pengkajian
secara khusus. Lalu penerapan secara adil dan selaras dana perimbangan antar
Pemerintah Pusat dan Pemerintah DKI Jakarta harus diperhatikan. Lalu penerapan
secara proporsional dan berkeadilan berkaitan dengan pengakuan dan
45

penghormatan negara pada kesatuan masyarakat hukum adat yang ada di DKI
harus juga diperhatikan. Intinya adalah DKI memang perlu perubahan rancangan
undang-undang yang memang mengakomodir dan sekarang juga Pimpinan di DKI
itu dihapuskan wakil lurah, padahal wakil lurah itu di dalam Undang-undang DKI
dicantumkan dan ada tugas tersendiri. Nah itu makanya saya mendesak DKI
menjadikan RUU di dalam Prolegnas 2015-2019. Kalau memang tidak
mendapatkan 2015, bisa saja di tahun-tahun berikutnya dimasukan dan ini juga
kaitannya dengan nanti agenda nomor 7, 7c Tim Pemantauan DPR RI terhadap
Pelaksanaan Undang-undang. Ya ini Tim Pemantau hanya memantau Undang-
undang Aceh, Undang-undang Papua, Jogja, padahal DKI ada di dalam Undang-
Undang Dasar 1945 itu dikaitkan atau di dalam suatu pasal ikut bersamaan
Undang-undang Daerah Khusus, Undang-undang Daerah Istimewa. Jadi saya
mendesak sekali di dalam tim itu pun nanti dimasukan Tim Pantauan Undang-
undang DKI Pimpinan. Satu mengenai RUU di Prolegnas, kedua juga nanti Tim
Pantauan.
Terima kasih Pimpinan atas waktunya.

Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.
Pak Henry Yosodiningrat.
Oke saya persilakan dulu Pak Henry Yosodiningrat, Pak Yandri,
kemudian dari Nasdem.

F-PDIP (H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, S.H.):

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Memperhatikan Prolegnas Prioritas 2015, saya melihat berbagai


peraturan perundang-undangan antara lain RUU tentang Kitab Undang-undang
Hukum Pidana dan RUU Undang-undang lainnya yang apabila terjadi pelanggaran
terhadap Undang-Undang yang dengan ancaman pidana sudah barang tentu
penegakan hukumnya memerlukan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,
sementara setahu saya RUU tentang KUHAP sudah pernah dibahas pada periode
sebelumnya. Oleh karena itu, saya mengusulkan agar RUU tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana dimasukan dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2015.
Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


46

KETUA RAPAT:

Sebelum dilanjutkan interupsi, ini Delegasi Parlemen Madagaskar akan


meninggalkan tempat. Kami ucapkan terima kasih.
Kami persilakan Saudara Yandri.
Saudara Yandri dulu, kemudian baru dari Nasdem.

F-NASDEM (IRMA SURYANI):

Terima kasih Pimpinan.

Pimpinan Sidang yang terhormat,

Pada kesempatan ini, ....

KETUA RAPAT:

Sebentar-sebentar.
Saudara Yandri tadi yang sudah daftar dulu.

F-PAN (H. YANDRI SUSANTO, S.Pt):

Ya terima kasih Pimpinan.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Yandri Susanto dari Dapil Banten II, A-494 Partai Amanat Nasional.

Pimpinan yang saya hormati,

Sebenarnya apa yang dibacakan oleh Ketua Baleg tadi sungguh luar
biasa, karena itu melalui pembahasan yang cukup panjang. Kalau pun tadi usul
Teman-teman sangat banyak, saya kira kita patut apresiasi terutama mungkin
tentang khusus Papua Pimpinan. Sebenarnya hampir semua fraksi setuju waktu di
Baleg, tetapi Pemerintah ada pertimbangan lain khusus itu belum masuk prioritas.
Nah oleh karena itu jika saja dalam Paripurna ini bisa disetujui, itu lebih baik tetapi
kalau pun belum disetujui saya kira masih ada peluang kita untuk mengagendakan
pada prioritas berikutnya. Jadi tidak ada kata mati ataupun kata titik, kita tetap
membuka peluang itu. Intinya, kita tinggal menunggu sikap dari Pemerintah Ketua.
Kemudian yang kedua, mengenai usulan-usulan tadi. Saya kira kita juga
harus sadar bahwa keterbatasan ataupun waktu yang tersedia selama 1 tahun ini
ditambah dengan reses 5 kali reses itu menurut saya sudah sangat relevan jika saja
39 itu menjadi prioritas. Jangan sampai selama ini kita mengejar kuantitas yang
begitu banyak, kualitas terabaikan atau mengejar kuantitas sebenarnya juga tidak
47

terkejar Pimpinan. Nah oleh karena itu menurut saya Pimpinan harus sudah
mengarahkan Rapat Paripurna ini, sehingga tidak melebar kemana-kemana. Kalau
semuanya mengusulkan, itu bukan berarti prioritas Ketua karena berdasarkan
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 itu ada tata cara mengajukan sebuah Undang-
Undang, perlu ada naskah akademik, perlu ada pengusul, perlu ada Putusan
Pemerintah dan semua-semua yang harus kita penuhi untuk membuat Undang-
Undang. Usul saya Pimpinan, itu tadi ditampung dulu, kembalikan lagi ke Baleg
kalau misalkan kita harus itu dijadikan prioritas, karena perlu pengkajian lebih
mendalam, jangan sampai kita membuat daftar yang terlalu panjang tetapi hasilnya
nanti tidak sesuai dengan harapan, itu akan menjadi acuan kinerja kita akan dilihat
oleh rakyat atau masyarakat di luar sana Pimpinan.
Jadi harapan saya Pimpinan mengarahkan sebenarnya kami kerja di
Baleg itu sudah sangat detail, sudah sangat mempertimbangkan waktu yang ada
termasuk Anggota yang tersedia, termasuk kami dengan Pemerintah itu sudah
sangat relevan jika 39 prioritas 2015 itu bisa kita selesaikan dalam 1 tahun ini.
Jadi sekali lagi Pimpinan, mohon kiranya supaya tidak berlarut-larut, saya
kira ini penting kita ambil keputusan. Kalau pun ada yang sangat prioritas,
kembalikan lagi kepada Baleg, Pimpinan.
Terima kasih.

Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Ya baik.
Jadi memang perlu digarisbawahi, bahwa proses penetapan Prolegnas
prioritas maupun Prolegnas dari 2015-2019 ini setelah melalui suatu proses yang
sesuai dengan Undang-undang MD3 yaitu dari Komisi dan sudah dibahas oleh
Baleg secara komprehensif begitu ya. Saya kira usulan-usulan ini kalau disepakati
kita tampung dan kita kembalikan kepada Badan Legislasi, kalau tidak kita tidak
akan bisa menyelesaikan atau memutuskan begitu ya. Jadi ini dikembalikan kepada
Badan Legislasi terutama untuk yang masalah prioritas.
Sebentar, dari Nasdem dulu tadi 1.

F-NASDEM (IRMA SURYANI):

Terima kasih Pimpinan.


Saya Irma Suryani Nomor A-007 Fraksi Partai Nasdem, sepakat dengan
Saudara kita Rieke Diah Pitaloka untuk mengajak semua Anggota DPR yang
terhormat dapat mendukung RUU PRT masuk dalam RUU Prioritas Tahun 2015
mengingat pentingnya RUU ini untuk melindungi TKI kita di luar negeri yang sampai
hari ini tidak ada undang-undang yang dapat melindungi dirinya sendiri. RUU PRT
ini harus kita perjuangkan mengingat + 70% TKI kita adalah PRT dimana untuk
48

melindungi dirinya sendiri, PRT kita tidak bisa melindungi dirinya sendiri karena
tidak ada undang-undang yang melindunginya di dalam negeri.
Untuk itu, saya mengusulkan kepada Paripurna ini, kepada semua
kawan-kawan untuk bisa memasukan RUU PRT ini sebagai RUU Prioritas Tahun
2015.
Terima kasih Pimpinan.

F-PKS (H. ANSORY SIREGAR, Lc.):

Baik Pimpinan.
Langsung saja, saya Ansory Siregar, Dapil Sumut III, dari Fraksi PKS.
Langsung saja Pimpinan.
Undang-Undang No. 86 Prioritas 2015 sampai dengan 2019 dan juga
yang halaman yang keduanya nomor 22 tentang Pertembakauan. Begini Pimpinan.
Di setiap komisi di DPR ini pasti ada masalah-masalah yang tidak pernah habis-
habisnya Pimpinan baik di Komisi I sampai Komisi XI, pasti ada permasalahan yang
tidak tiap tahun begitu, yang berulang-ulang di Komisi II, Komisi III, Komisi IV
sampai dengan Komisi XI. Nah untuk di Komisi IX Pimpinan yang masih berulang-
ulang ini mengenai Kesehatan. Pimpinan tadi bilang bahwa undang-undang yang
prioritas ini sudah melalui Komisi dan sudah melalui Baleg, khusus untuk
pertembakauan Pimpinan tidak pernah melewati Komisi IX Undang-undang No. 86
maupun juga yang prioritas Prolegnas Nomor 86, kemudian Prioriotas Nomor 22.
undang-undang ini belum melalui Komisi IX, maka tolong Pimpinan dilalui dulu
Komisi IX mau kita masukan nanti Tahun 2016 boleh, tetapi tolong dulu masalah-
masalah kesehatan ini diprioritaskan Pimpinan, agar tidak selalu masalah yang
berulang-ulang. Saya minta tolong disitu Pimpinan khusus yang nomor 22
menindaklanjuti tadi teman saya juga Ibu Asokawati Anggota yang terhormat.
Terima kasih Pimpinan.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

F-PG (Dr. Hj NENI MOERNIAENI, Spog):

Neni, A-308, Kalimantan Timur.


Pimpinan.
Neni.
Pimpinan, A-308.

KETUA RAPAT:

Silakan.
49

F-PG (Dr. Hj NENI MOERNIAENI, Spog):

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Neni A-308, Daerah Pemilihan Kalimantan Timur, Fraksi Partai Golkar.


Kami menyadari Pimpinan, bahwa apa yang sudah disusun di dalam
Prolegnas sudah melalui Undang-undang MD3. Alhamdulillah bahwa Revisi
Undang-undang No. 33 Tahun 2004 sudah masuk dalam Prolegnas 2015 sampai
2019, tetapi Revisi Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
antara Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah tidak masuk dalam prioritas. Pada
kesempatan ini, saya memohon kiranya bisa masuk di dalam revisi yang prioritas
mengingat salah satu yang diusulkan oleh Provinsi Kalimantan Timur adalah
Otonomi Khusus dan ketika Revisi Undang-undang 33 Tahun 2004 ini masuk, maka
ini akan mengobati Masyarakat Kalimantan Timur karena di dalamnya ada
Perimbangan Dana Bagi Hasil.
Demikian Pimpinan.

Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Oke, baik, begini.


Kalau kita mau menyelesaikan ini, saya kira kita juga harus ada suatu
batas. Bagaimana kalau kita putar untuk pendapat dari Fraksi, karena kita akan
memutuskan apakah yang telah dilaporkan oleh Baleg tadi yang sudah bekerja
bersama dengan Pemerintah akan kita setujui atau tidak. Karena itu, mungkin kita
putar saja karena kalau kita membahas satu per satu ini akan terlalu panjang.
Apakah bisa kita minta pendapat dari Fraksi PDI Perjuangan, kita putar 1 round
begitu.
Kami persilakan kalau ada dari Fraksi PDI Perjuangan apakah kita akan
setuju atau tidak terhadap apa yang telah dilaporkan oleh Baleg tadi mengenai
Prolegnas dan Prolegnas Prioritas 2015.
Ya silakan.

KETUA RAPAT:

Ya, silakan.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Terima kasih Pimpinan.

Yang kami hormati Pimpinan dan


50

Para Anggota Dewan yang hadi pada Rapat Paripurna siang ini.

Secara prinsip, Fraksi Partai Demokrat Indonesia Perjuangan


menyatakan atas persetujuannya terhadap rancangan undang-undang yang sudah
dibahas dalam hal ini dalam Prolegnas baik tahunan 2015 maupun 2015-2019.
Menyangkut pada proses kemudian, jika pada tahun ini terutama 2015
dipandang ada hal-hal yang mendesak, yang dimungkinkan atau diinginkan adalah
terjadinya perubahan terhadap Prolegnas prioritas Tahun 2015, saya kira
sebagaimana yang Pimpinan hantarkan tadi, nanti bisa dimintakan kepada Badan
Legislasi bersama Pemerintah untuk membahasnya kembali, memasukkan 1-2
undang-undang yang kiranya memang betul-betul dari berbagai pertimbangan dan
aspek memang dinyatakan sebagai rancangan undang-undang yang perlu
mendapatkan prioritas.
Nah untuk itu Pimpinan, sebaiknya disahkan saja apa yang sudah
dibahas oleh Badan Legislasi bersama Pemerintah pada Jumat malam kemarin,
yang sudah disetujui secara bersama-sama oleh seluruh Fraksi dan Komisi serta
secara intensif telah dibahas oleh Badan Legislasi dan Pemerintah.
Demikian Pimpinan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.
Dari Fraksi Partai Golongan Karya, kami persilakan.

F-PG (...):

Baik terima kasih.

Pimpinan yang kami hormati,


Sidang Paripurna yang kami muliakan.

Kami atas nama Fraksi Partai Golkar, tentunya memahami tentang


dinamika yang berkembang dalam Paripurna pada siang hari ini. Tentunya kami
mengingatkan bahwa Panja Badan Legislasi sudah melakukan kerja keras bersama
Pemerintah, bersama DPR RI juga bersama Fraksi-fraksi yang mewakili di dalam
Panja Badan Legislasi, juga dari Badan Legislasi telah melakukan upaya untuk
melakukan penyerapan aspirasi dari pada masyarakat. Tentunya tidak mengurangi
rasa hormat apa yang telah disampaikan oleh kawan-kawan tadi, ini sudah menjadi
pertimbangan-pertimbangan dan sudah menjadi pembahasan, bahkan kemarin pada
hari Jumat Panja Badan Legislasi telah bekerja sampai jam 02.00 pagi, karena kita
semua didesak harus di-Paripurna-kan pada hari ini.
Oleh karena itu Fraksi Partai Golkar sependapat dengan Fraksi PDI
Perjuangan, karena mengingat bahwa waktu yang sudah semakin mepet kita akan
51

menjelang reses, kami mohonkan kepada Pimpinan untuk mengesahkan dari pada
Prolegnas yang telah dibahas memakan waktu yang cukup panjang. Namun tidak
menutup kemungkinan ada hal-hal yang disampaikan oleh para Anggota tentunya
bisa disampaikan sesuai mekanisme melalui Badan Legislasi sehingga nanti bisa
dilakukan perubahan-perubahan.
Demikian.
Terima kasih.

Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih.


Selanjutnya dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya.

F-GERINDRA (MARTIN HUTABARAT):

Saudara Ketua,
Saudara-saudara yang saya hormati,

Memang diskusi kita mengenai soal pembahasan Prolegnas ini sudah


sangat panjang. Banyak hal yang kita harapkan bisa tertampung, tetapi maksimal
yang kita hasilkan adalah seperti yang sekarang. RUU Disabilitas adalah salah satu
bentuk dari pada keyakinan kita bahwa manusia yang dilahirkan meskipun berbeda,
tapi itu adalah sama dengan diri kita. Begitu juga keinginan kita agar RUU Tabungan
Haji sangat penting karena melihat banyaknya para calon jamaah haji kita yang
dipermainkan sehingga mereka mengalami kerugian yang besar. Itu adalah salah
satu yang harus kita hapuskan dengan RUU Tabungan Haji. Ketiga, tentang RUU
Papua. Ini memang perdebatan yang panjang. Meskipun mayoritas Fraksi-fraksi di
Badan Legislasi mendukung revisi Undang-undang tentang Otonomi Papua,
termasuk Gerindra sangat keras mendukung, tetapi pemerintah dengan
argumentasinya belum siap, tapi akan memprioritaskan di tahun depan, akhirnya
menjadi keputusan.
Oleh karena itu Saudara Ketua dan Saudara-saudara sekalian, meskipun
banyak yang belum bisa kita jadikan prioritas di dalam tahun ini, tapi hasil ini adalah
hasil maksimal. Oleh karena itu Gerindra ingin meminta agar pemerintah konsisten
dengan janjinya agar RUU-RUU yang menjadi perhatian selama pembahasan
Badan Legislasi, khususnya mengenai RUU tentang revisi Otonomi Papua dapat
betul-betul diperhatikan.
Demikian Ketua.

Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.


52

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih kepada Fraksi Gerakan Indonesia Raya.


Selanjutnya dari Fraksi Partai Demokrat.

F-PD (DIDIK MUKRIANTO, S.H.):

Terima kasih Pimpinan.

Yang terhormat Pimpinan serta seluruh Anggota DPR RI,


Yang terhormat Bapak Menteri Hukum dan HAM yang telah hadir di tengah-
tengah kita semuanya.

Terkait dengan agenda hari ini yaitu penetapan Prolegnas 2015-2019,


termasuk RUU prioritas Tahun 2015, Fraksi Demokrat melihat bahwa masih banyak
keinginan atau dinamika dari para Anggota yang memandang perlu pentingnya
beberapa undang-undang atau RUU untuk dimasukkan skala prioritas 2015. Namun
demikian, kami juga sangat memahami bagaimana rekan-rekan kita di Badan
Legislasi sudah melakukan tugas dan kewajibannya sedemikian maksimalnya,
sehingga pada hari ini sudah dilaporkan kepada Sidang Paripurna yang terhormat ini
mengenai Prolegnas 2015-2019 termasuk RUU prioritas 2015.
Terkait dengan hal tersebut di atas, bahwa apa yang disampaikan oleh
beberapa fraksi terdahulu, tentunya kami mengapresiasi dan Partai Demokrat
memandang terkait dinamika-dinamika atau keinginan-keinginan para Anggota
Dewan yang belum terakomodir dalam undang-undang atau RUU prioritas 2015 ini,
kami memohon pada Rapat Paripurna hari ini untuk bisa mengakomodir seandainya
di dalam Tahun 2015 ini masih ada ruang dan waktu yang sekiranya bisa
mengakomodir keinginan Teman-teman karena beberapa undang-undang termasuk
otonomi khusus Papua yang disampaikan oleh Saudara kita dari Papua tadi, itu juga
menjadi sebuah prioritas yang menurut hemat kami juga layak untuk bisa
dipertimbangkan.
Untuk itu Ketua, sekali lagi Partai Demokrat memandang perlu bahwa di
dalam pembahasan RUU prioritas 2015 ini mohon dipertimbangkan seluruh
masukan-masukan atau usulan-usulan rekan-rekan yang belum terakomodir di
dalam 2015 untuk bisa dimasukkan seandainya secara teknis bisa diakomodir.
Demikian.

Wabillaahittaufik walhidayah,
Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.
53

KETUA RAPAT:

Wa'alaikumsalam warrahmatullaahi wabarakatuh.

Terima kasih kepada Fraksi Partai Demokrat.


Selanjutnya kepada Fraksi Partai Amanat Nasional kami persilakan.

F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, S.E.):

Terima kasih.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Fraksi Partai Amanat Nasional memandang dan mengikuti dengan


seksama pembahasan ini. Kita sudah menetapkan prioritas 37 RUU pada 2015 ini
atas pertimbangan yang sungguh-sungguh sudah sangat dalam dan berdasarkan
dari seluruh sektor yang sudah kita kaji dari Komisi I sampai Komisi XI, kemudian
kita juga mendengarkan berbagai pihak.
Kemudian Ketua dan Anggota yang terhormat, khusus untuk RUU tentang
Otonomi Khusus Papua, ini juga mendapatkan kajian yang sangat serius dari
seluruh Anggota Panja dan terakhir pada pendapat mini fraksi, semua fraksi-fraksi
menyampaikan pendapatnya. Kami dari Partai Amanat Nasional pada waktu itu juga
memandang bahwa perihal otonomi khusus Papua itu memang sesuatu yang sangat
penting dan mendesak dan diseyogyakan dapat dimasukkan pada Prolegnas 2015.
Namun setelah kami cermati bahwa Pemerintah yang menyampaikan
berbagai alasan dan kami simpulkan bahwa sebenarnya di balik seluruh alasan itu
ada kesungguhan untuk memecahkan persoalan Papua tidak hanya kepentingan
sesaat dan jangka pendek, tapi ada keinginan memecahkan persoalan Papua dalam
jangka panjang dalam kerangka melindungi kekayaan alam Papua dan dalam
rangka menjamin kesejahteraan masyarakat di Papua dan juga sekaligus
memperkokoh Papua sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia.
Atas keseriusan itu yang kami tangkap, maka kami sepakat memang
kalau mau serius itu ya tidak boleh buru-buru, harus dipertimbangkan dengan
sungguh-sungguh dan apalagi semua fraksi yang mendukung mayoritas itu
nampaknya juga sepakat bahwa persoalan otonomi khusus Papua itu memang tidak
bisa dianggap sebagai sesuatu yang sederhana, harus dengan keseriusan dengan
kesungguhan untuk membahasnya.
Maka Pimpinan, kami mengusulkan jalan tengah bahwa dalam prioritas
2015 saya kira yang sudah kita putuskan ini, ini ditok dulu, ini sudah optimal 37 RUU
yang kita tetapkan sebagai prioritas dan kita harus dengan sungguh-sungguh
bekerja supaya ke-37-nya itu benar-benar bisa kita sahkan pada masa sidang
periode 2015 ini.
Kemudian sembari Pemerintah mempersiapkan RUU yang terkait dengan
otonomi khusus Papua, kami juga dari PAN dan menghimbau kepada fraksi-fraksi
54

lain juga terus melakukan kajian-kajian, penyempurnaan-penyempurnaan dalam


kerangka 3 pikiran dasar yang tadi saya kemukakan, kekayaan alam, kesejahteraan
rakyat Papua dan NKRI. Saya kira pada saatnya kalau kita sudah sama-sama
matang dalam persiapan tidak perlu menunggu sampai 2015 habis catatannya itu
bisa kita agendakan, karena memang boleh kalau kita sudah menyelesaikan
prioritas 2013, Pimpinan atas persetujuan tentu dari para Anggota bisa melakukan
revisi terhadap prioritas untuk menambah bahkan mengurangi juga bisa.
Jadi itulah tawaran kami Pimpinan. Kita setujui dengan catatan seperti
yang sudah kami sampaikan.
Terima kasih.
Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih kepada Fraksi Partai Amanat Nasional.


Selanjutnya kami persilakan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.

F-PKB (ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Terima kasih Pimpinan.

Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Pendapat Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.


Ada dua hal yang ingin kita sampaikan Pimpinan. Yang pertama adalah
bahwa prinsipnya fraksi kami PKB setuju agar 37 RUU ini disahkan menjadi
Program Legislasi Nasional prioritas Tahun 2015, karena sebetulnya 37 baik yang
prioritas maupun yang longlist sudah dibahas di Komisi masing-masing atau di
Fraksi masing-masing, bahkan mungkin juga dibahas di Baleg dengan intensif gitu
Pimpinan.
Namun demikian Pimpinan, kami melihat di Nomor 27 RUU tentang
Pengelolaan Ibadah Haji dan Penyelenggaraan Umrah. Kami melihat RUU ini perlu
ditinjau ulang, kenapa, karena baru saja Komisi VIII mengesahkan Undang-undang
tentang Pengelolaan Keuangan Haji di akhir periode DPR RI 2009-2014 kemarin
Pimpinan dan sampai sekarang RUU ini masih dalam proses implementasi, karena
itu kami berpikir bahwa hendaknya Undang-undang Pengelolaan Keuangan Haji
2014 ini ditunggu dulu implementasinya oleh Pemerintah, baru kemudian kita
evaluasi dan kemudian bisa mengusulkan RUU Pengelolaan Ibadah Haji dan
Penyelenggaraan Umrah, karena sebetulnya substansi, esensi dan isinya
sebetulnya mirip, nyaris sama Pimpinan, itu yang pertama.
Yang kedua, karena usul PKB adalah mendrop RUU prioritas Nomor 27,
maka dengan demikian Fraksi kami mengusulkan RUU baru Pimpinan yang
namanya RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender. Kenapa kami mengusulkan RUU
KKG ini, yang pertama karena secara prosedur ini sudah ditempuh, naskah
55

akademiknya sudah ada, kemudian sudah pernah dibahas di Paripurna Badan


Legislasi Tahun 2014, jadi sebetulnya secara substansi tidak ada masalah. Begitu
juga Pemerintah waktu itu dan sekarang juga, kemudian DPR RI, kemudian DPD
semuanya mendukung agar KKG dimasukkan di daftar RUU long list Pimpinan,
karena itu kita minta agar ada pergantian RUU tentang Pengelolaan Ibadah Haji kita
ganti dengan RUU KKG. Kalau itu disepakati Pimpinan, maka PKB bulat setuju dan
ingin agar Prolegnas prioritas 2015 ini segera disahkan.
Jadi sekali lagi Pimpinan, PKB mengusulkan agar Rancangan Undang-
undang Keadilan dan Kesetaraan Gender dinaikkan statusnya tidak di long list tapi
diprioritas dan kemudian bisa menggantikan RUU tentang Pengelolaan Ibadah Haji
dan Penyelenggaraan Umrah. Sekali lagi karena RUU Nomor 27 ini secara
substansi dan esensi sudah ada dalam Undang-undang Pengelolaan Keuangan Haji
2014 yang baru disahkan oleh DPR periode kemarin.
Terima kasih, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih kepada Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa selanjutnya


Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, kami persilakan.

F-PKS (Ir. K.H. ABDUL HAKIM, M.M.):

Baik, terima kasih, Pimpinan.

Sidang Paripurna yang terhormat,


Hadirin yang berbahagia,
Pak Menteri yang juga kami banggakan.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera merespon terkait dengan Program


Legislasi Nasional Rancangan Undang-undang Tahun 2015-2019 dan Program
Legislasi Nasional Rancangan Undang-undang tahun 2015 karena program legislasi
nasional ini telah melalui proses yang panjang bahkan pembahasannya sudah
dimulai sejak bulan Oktober yang lalu dan sudah melibatkan berbagai pihak, Badan
Legislasi juga sudah mengundang Komisi-komisi. Badan Legislasi juga sudah
mengundang fraksi-fraksi dan juga Badan Legislasi juga sudah mengundang
berbagai lembaga yang mengusulkan terkait dengan usulan program legislasi
nasional.
Oleh karenanya Pimpinan yang terhormat dan Majelis Paripurna yang
kami banggakan, bahwa ada kebutuhan kita untuk segera mengesahkan terkait
dengan Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-undang Tahun 2015-2019
dan Program Legislasi Nasional untuk prioritas tahun 2015, yaitu juga kaitannya
dengan Komisi II telah menginisiasi melakukan ..(suara tidak jelas)..Undang-undang
56

tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serta Undang-undang tentang


Pemerintahan Daerah. Oleh karenanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera setuju apa
yang telah dilakukan proses pembahasannya panjang dan telah melalui proses yang
bertahap maka apa yang telah disahkan dan ditetapkan melalui pleno di Badan
Legislasi bersama Pemerintah yaitu ada telah mengesahkan 37 rancangan undang-
undang prioritas untuk bisa dibahas pada tahun 2015 dan kemudian sebanyak 159
rancangan undang-undang untuk menjadi Program Legislasi Nasional tahun 2015-
2019 untuk bisa disahkan pada kesempatan ini.
Adapun terkait dengan dinamika dan usulan-usulan yang telah
disampaikan oleh para Anggota yang terhormat tentu bisa dibahas kembali oleh
Badan Legislasi jika kemudian pada proses pembahasan selanjutnya adalah
disepakati baik untuk menambah pada prioritas program legislasi tahun 2015
ataupun untuk program legislasi nasional tahun 2015-2019 itu sangat
memungkinkan, tetapi untuk yang sudah melalui mekanisme proses pembahasan
ini, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera siap untuk bisa menyetujui terkait dengan hasil
proses pembahasan yang sudah dilakukan oleh Badan Legislasi, dengan tentu,
satu, memberikan catatan Pak Ketua, terkait dengan Rancangan Undang-undang
tentang Pertembakauan juga harus memberikan perhatian terkait dengan
perlindungan dampak negatif zat adiktif yang dikandungnya.
Adapun terkait dengan Undang-undang Penyelenggaraan Haji dan
Umroh, menurut Fraksi Partai Keadilan Sejahtera setelah disahkannya Undang-
undang tentang Pengelolaan Keuangan Haji pada periode yang lalu maka memang
mendesak juga harus dilakukan perubahan terhadap Rancangan Undang-undang
Penyelenggaran Haji dan Umroh. Kalau dulu undang-undangnya satu dari hulu
sampai ke hilir, setelah diambilnya terkait dengan Rancangan Undang-undang
Keuangan Haji menjadi Undang-undang Keuangan Haji para periode yang lalu maka
memang Rancangan Undang-undang Penyelenggaraan Haji dan Umrohnya harus
memang direvisi untuk menyesuaikan dengan Undang-undang Keuangan Haji yang
baru. Oleh karena sekali lagi Pak Ketua, apa yang telah disahkan melalui proses
pembahasan di Badan Legislasi bersama Pemerintah, Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera menyetujuinya.
Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih kepada Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Selanjutnya


kami persilakan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.

F-PPP (Dr. RENI MARLINAWATI):

Terima kasih, Pimpinan.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


57

Pimpinan yang saya hormati,


Bapak, Ibu Anggota Dewan yang saya banggakan,
Juga Pak Menteri Kum HAM yang telah hadir beserta kita didalam ruangan ini.

Pertama-tama kami akan menyampaikan dari Fraksi Partai Persatuan


Pembangunan beberapa hal terkait dengan sikap kami terhadap keputusan yang
akan diambil terkait dengan Program Prioritas Legislasi Nasional tahun 2015. Hal
pertama yang ingin kami sampaikan tentu ucapan terima kasih yang tak terhingga
kepada seluruh fraksi yang telah bekerja keras di Baleg juga Pimpinan dan secara
khusus kami juga menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada
seluruh fraksi di DPR RI khususnya di Baleg yang telah memasukan RUU Larangan
Minuman Beralkohol yang merupakan usulan kami, maka dari itu mudah-mudahan
dalam kurun waktu satu tahun ini kita semua di setiap komisi mampu menyelesaikan
37 Rancangan Undang-undang ini juga ditambah 5 Rancangan Undang-undang
kumulatif terbuka.

Maka dari itu,

Pimpinan yang saya hormati,


Bapak, Ibu Anggota Dewan yang saya banggakan.

Pada dasarnya kami dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan terhadap


usulan dari Baleg tentang prioritas legislasi nasional ini tentu bagi yang sudah
dibacakan tadi kami mempersilahkan untuk diketok terlebih dahulu tentu dengan
beberapa catatan. Catatan yang pertama dari kami adalah mohon dipertimbangkan
berbagai masukan, usulan dari Teman-teman Anggota Dewan yang sudah
disampaikan termasuk juga Pimpinan untuk memasukannya Rancangan Undang-
undang Kebudayaan di Komisi X karena Komisi X hanya satu RUU pada prioritas ini
yang dibahas, sedangkan sesuai dengan ketentuan tahun ini kami harus membahas
2 RUU.
Lalu catatan yang berikutnya adalah Pimpinan yang ingin kami
sampaikan, didalam Undang-undang Pertembakauan kami dari Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan mengusulkan bahwa dalam rangka melindungi kesehatan
masyarakat terhadap bahaya produk tembakau maka kami meminta satu bab
mencantumkan khusus tentang perlindungan kesehatan masyarakat dari bahaya
produk tembakau dan ini, ini mohon, saya kira mohon konsern bersama terkait
dengan ini.
Kemudian yang terakhir Pimpinan, saya kira ini lagi-lagi Paripurna adalah
keputusan tertinggi yang bisa kita ambil jika dimungkinkan prioritas legislasi nasional
yang terdiri dari 37 dan ditambah 5 kumulatif terbuka jika, bukan jika, saya kira
sangat dimungkinkan, sangat terbuka di dalam perjalanannya nanti untuk dilakukan
perubahan-perubahan dan pada proses perubahan itu mungkin dalam kurun 3 bulan
mendatang atau 2 masa sidang yang akan datang, usulan-usulan tadi, perubahan-
58

perubahan tadi tentu saja bisa dilakukan. Maka dari itu kami Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan menyatakan yang pertama, silakan untuk mengetok terhadap usulan
Baleg tadi yaitu 37 RUU dan 5 RUU kumulatif terbuka dan juga yang kedua, sebagai
catatannya kami juga memohon nanti didalam prosesnya ada perubahan yang
memasukan usulan-usulan RUU yang harus dijadikan prioritas pada tahun 2015
saya kira.
Demikian Pimpinan yang saya sampaikan, terima kasih atas
perhatiannya.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih kepada Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.


Selanjutnya Fraksi Partai Nasdem, kami persilakan.

F-NASDEM (H. M. LUTHFI A. MUTTY):

Terima kasih, Pimpinan.

Fraksi Partai Nasdem berpandangan seperti ini, Prolegnas ini sudah


dibahas secara intensif Badan Legislasi dan di Badan Legislasi itu hadir semua
wakil-wakil fraksi sehingga apa yang disepakati di Baleg itu seyogyanya sudah
merupakan kesepakatan seluruh fraksi. Karena itu menurut pendapat kami tidak ada
alasan lagi untuk tidak menyetujui apa yang telah dibahas secara intensif di Badan
Legislasi karena ini merupakan hasil maksimal setelah dibahas secara intensif dan
itu bukan cuma satu dua kali tapi berkali-kali dibahas.
Yang kedua, walaupun sistem kerja kita tidak mengenal carry over, tetapi
saya kira perlu dipertimbangkan bahwa RUU yang sudah dibahas pada periode
yang lalu sudah selesai dibicarakan pada tingkat pertama mungkin dapat
dipertimbangkan untuk menjadi prioritas dalam program legislasi nasional ditahun
2015.
Yang ketiga, terhadap isu-isu yang menarik perhatian luas dimasyarakat,
mungkin juga perlu dipertimbangkan untuk masuk dalam program legislasi nasional
2015, misalnya, RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU ini
menarik perhatian dan menjadi bahan diskusi dimasyarakat luas, karena itu menurut
pandangan fraksi kami, RUU seperti ini patut dipertimbangkan untuk masuk di
Prolegnas 2015. Yang kedua, RUU tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak-hak
Masyarakat Adat, kenapa, karena terasa sangat aneh jika Indonesia sebagai salah
satu negara yang menginisiasi lahirnya kovensi PBB tentang Pengakuan dan
Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat kemudian kita sendiri di dalam negeri
ternyata tidak peduli dengan lahirnya undang-undang ini, karena itu kami
mengusulkan kiranya Rancangan Undang-undang tentang Perlindungan dan
59

Pengakuan Hak-hak Masyarakat Adat ini bisa dibicarakan menjadi Prolegnas


prioritas di tahun 2015.
Demikian, Ketua.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, kepada Fraksi Partai Nasdem.


Selanjutnya Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, kami persilakan.

F-HANURA (H. DADANG RUSDIANA, S.E., M.Si.):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yang kami hormati Pimpinan, Saudara Menteri Hukum dan HAM, para Anggota
DPR yang berbahagia.

Kita menghargai, mengapresiasi apa yang sudah dilakukan oleh Badan


Legislasi bekerja keras untuk menuntaskan Prolegnas 2015-2019 dan Prolegnas
RUU tahun 2015. Kami sangat menghargai dan kami sangat memahami bahwa
dibalik itu hadir semua fraksi kemudian juga mengundang semua komisi. Tetapi
kemudian kita juga harus menghargai pendapat-pendapat yang berkembang dalam
Rapat Paripurna ini, karena Rapat Paripurna ini adalah bagian akhir dari
pengambilan keputusan kita. Tentu politik itu berkembang kemudian juga kita tidak
bisa menutup mata dari pembicaraan-pembicaraan di dalam gedung ini maupun di
luar gedung ini. Sehingga pada dasarnya Fraksi Partai Hanura menerima
menghargai apa yang sudah dilakukan oleh Baleg tetapi Fraksi Hanura juga
mengusulkan dan itu saya kira secara teknis bisa dilakukan dan kemudian juga hal-
hal yang prinsipil bagaimana kajian-kajian itu sudah kita perbincangkan panjang.
Oleh karena itu Fraksi Hanura bisa menerima hasil kerja Baleg dengan
catatan apa yang telah disampaikan oleh rekan-rekan di dalam ruang Paripurna ini
bisa diakomodir oleh Pimpinan, seperti misalnya Undang-undang tentang
Kebudayaan itu sudah dibicarakan di tingkat komisi kemudian juga hal-hal yang
berkenaan dengan penjabaran kebudayaannya sudah diundangkan sedangkan
induknya belum kita undangkan, ini adalah problem, ini masalah. Kemudian juga
masalah perlindungan PRT (Pembantu Rumah Tangga) ini menjadi pembicaraan
publik yang panjang juga yang ramai juga dan ini tentu tidak bisa kita biarkan begitu
saja. Demikian juga dengan KKG (Keadilan dan Kesetaraan Gender) ini juga harus
kita akomodir. Kemudian Undang-undang tentang Jalan yang tadi disampaikan oleh
rekan kami, Jalan merupakan sesuatu yang saat ini perlu kita perhatikan karena
salah satu keterbatasan kita adalah bagaimana membangun infrastruktur yang bisa
mendorong pertumbuhan ekonomi, ini problem. Kemudian juga tadi kawan-kawan
dari Papua sudah menyampaikan bagaimana RUU tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 21 tentang otsus bagi Papua, ini juga harus kita hargai. Jadi
60

alangkah bijaknya apabila hari ini kita mengesahkan hasil kerja Baleg sekaligus
mengakomodir usulan-usulan yang tadi sudah saya sebutkan menjadi bagian dari
Prolegnas Rancangan Undang-undang tahun 2015.
Saya kira demikian, terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih.

Saudara-saudara, Sidang Dewan yang kami hormati,

Kita sudah mendengar pandangan dari fraksi-fraksi yang secara


keseluruhan menyetujui dengan sejumlah catatan. Oleh karena itu tiba saatnya
untuk kita mengambil keputusan apakah kita dapat menyetujui laporan Badan
Legislasi DPR RI mengenai penetapan Prolegnas tahun 2015-2019 ....

F-... (...):

Interupsi!

F-... (...):

Pimpinan Interupsi! Pimpinan.

F-... (...):

Interupsi!

F-... (...):

Pimpinan Interupsi! Pimpinan.

KETUA RAPAT:

dan Prolegnas tahun 2015 dengan catatan, sebentar, dengan catatan

F-... (...):
Interupsi!

F-... (...):
Interupsi, Pimpinan!
61

F-... (...):

Otsus Papua masuk.

KETUA RAPAT:

Sebentar, dengan catatan bahwa sejumlah usulan dan pandangan


pendapat yang tadi telah diusulkan bisa dimasukan.

F-... (...):

Pamdal, pamdal, tolong diperlakukan dengan baik, jangan menggunakan


kekerasan. Tolong diperlakuan dengan baik.

KETUA RAPAT:

Baik, sebentar ya saya ulangi lagi, bahwa dari rangkuman pendapat para
fraksi-fraksi yang hadir tadi yang menyatakan pendapat tadi dan pernyataan akhir
tadi, itu kita dapat menyetujui tetapi dengan sejumlah catatan. Catatan-catatan yang
tadi merupakan usulan itu bisa dilakukan perubahan ditampung oleh Baleg dan
dibicarakan bisa menjadi prioritas jika itu dimungkinkan, untuk menambah dari yang
37.
Apakah kita dapat menyetujui laporan Baleg tadi?

F-... (...):

Pimpinan, Interupsi Pimpinan.

F-... (...):

Sebentar Pimpinan.

F-PG (Ir. H. ADIES KADIR, S.H., M.Hum.):

Interupsi Pimpinan, Adies Kadir, A-282

F-PKS (H. ANSORY SIREGAR, Lc.):

Catatan itu multi tafsir, Pimpinan, catatan itu multi tafsir, ada juga tadi
catatan yang belum melewati komisi, apakah dikembalikan ke komisi, karena
prioritas-prioritas ini biasanya ini dari Komisi II, Komisi I, komisi ini, untuk yang
pertembakauan itu dari mana, itu juga catatan, gitu. Kalau multi tafsir ya ditafsirkan
dulu catatannya itu, Pimpinan.
62

KETUA RAPAT:

Saya kira ada yang merupakan usulan dari DPR, ada yang usulan dari
Pemerintah ya. Kita lihat bahwa ini sudah melalui suatu proses yang panjang di
Baleg dan saya kira ini harus bisa dikembalikan nanti didalam pembahasan sendiri,
didalam pembahasan RUU nya sendiri. Jadi apa yang kita sampaikan yang tadi kita
nyatakan tadi kita harus segera mengambil keputusan karena ini laporan dari Badan
Legislasi ini mempunyai limit waktu juga terkait dengan usulan-usulan berikutnya
terkait dengan usulan berikutnya. Karena itu sekali lagi saya ingin meminta pendapat
apakah laporan Badan Legislasi DPR RI.

F-PG (Ir. H. ADIES KADIR, SH, M. Hum):

Pimpinan,

Interupsi Pimpinan, Adies Kadir, A-282, Pimpinan.

Pimpinan,

Dalam pembahasan kami minta juga Pemerintah harus siap, misalnya


RUU KUHAP kemarin dalam rapat di Baleg, Pemerintah menyatakan belum siap
sehingga KUHAP tidak bisa dimasukan prioritas 2015 padahal KUHP dengan
KUHAP sebaiknya dibahas itu berbarengan, simultan, tidak bisa berjalan sendiri-
sendiri. Oleh karena itu sebagai catatan juga agar supaya Pemerintah siap untuk
sewaktu-waktu apabila KUHAP kita barengkan dengan KUHP, Pemerintah juga
sudah senantiasa siap sedia untuk membahas itu berbarengan DPR.
Terima kasih, Pimpinan.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, itu juga kita jadikan catatan ya.

F-... (...):
Interupsi Pimpinan

F-PDIP (ARIA BIMA):

Tambahan Pimpinan,

F-... (...):
Interupsi Pimpinan
63

Pimpinan, Hanura Pimpinan.

F-PDIP (ARIA BIMA):

Aria Bima, Pimpinan.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pimpinan, dari rancangan Program Legislasi Nasional yang hari ini kita
akan setujui, saya kira berbagai masukan-masukan tadi saya sepakat pada
Pimpinan menjadi suatu catatan yang harus digarisbawahi, yang harus di-stabilo
merah untuk hal-hal yang menyangkut pada saat proses pembahasan RUU.
Satu hal Pimpinan, supaya didalam proses pembahasan itu benar-benar
mendapatkan undang-undang yang benar-benar menampung dari berbagai macam
pemikiran, tadi dikatakan bahwa ini adalah belum melalui Komisi A, Komisi B, Komisi
C. Saya berharap, saya pernah mengikuti jalannya proses 5 tahun sebelumnya,
bahwa sebaiknya di dalam proses pembahasan undang-undang lebih ditekankan
pada pansus, tidak komisi, entah itu pansus besar atau pansus kecil dalam jumlah
60 atau 30 karena itu sangat penting untuk hal-hal yang menyangkut lintas sektoral,
lintas komisi, lintas departeman. Maka saya berharap ada kesepakatan antara
Pimpinan Dewan dan Pimpinan Fraksi bahkan mungkin Baleg karena ada
kecenderungan, ada kecenderungan ego sektoral di masing-masing komisi dan
masing-masing kementerian seolah-olah RUU itu selalu justru pertama kali
diprioritaskan untuk masing-masing komisi membahas. Sekarang harus dibalik
Pimpinan bahwa hampir secara keseluruhan atau sebagian besar RUU hasil
kesepakatan kita dalam program legislasi nasional ini harus dibahas di dalam
Pansus DPR RI bahwa ada RUU yang benar-benar memenuhi syarat untuk dibahas
per komisi itu hanya ada kecenderungan memenuhi syarat-syarat tertentu.
Ini yang saya usulkan, Pimpinan karena kecenderungan seolah-olah
komisi itu akan mampu menyelesaikan satu RUU, yang sebenarnya pada tingkat
implementasi itu sangat terkait dengan berbagai lintas sektoral, kecenderungan
Pimpinan yang 5 tahun terakhir justru menawarkan di Baleg maupun di Bamus ini
adalah Komisi I atau Komisi VI atau Komisi VIII, banyak undang-undang yang
sebenarnya harus dibahas 2, 3, 4 komisi tapi masuk ke pansus komisi. Mohon
dicermati ada pembahasan yang lebih khusus antara Pimpinan Baleg dan Pimpinan
Fraksi dan Pimpinan komisi untuk besar hati demi kepentingan proses kualitas
undang-undang maka sebaiknya Pimpinan DPR lebih menyepakati RUU kedepan
lebih diprioritaskan kepada pansus-pansus yang lebih menyangkut lintas komisi.
Demikian, terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
64

F-PKB (ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Pimpinan, usul, Pimpinan.

F-HANURA (MIRYAM S. HARYANI, S.E., M.Si.):

Fraksi Hanura, Pimpinan.

F-PKB (ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Usul PKB Pimpinan, jadi PKB begini, yang pertama bahwa PKB setuju 37
RUU itu disahkan sebagai Prolegnas Prioritas 2015, yang kedua, kita ingin
memastikan bahwa Baleg segera mengundang rapat semua fraksi untuk
memastikan agar catatan-catatan RUU tadi itu segera dibahas. Karena kalau tidak
segera Baleg membahas itu bisa lepas dari 2015, Pimpinan. Jadi sekali lagi PKB
setuju sahkan saja 37 itu dan sahkan juga bahwa Baleg juga segera mengundang
kami untuk membahas catatan tersebut.
Terima kasih.

F-HANURA (MIRYAM S. HARYANI, S.E., M.Si.):

Fraksi Hanura, Pimpinan.


Terima kasih, Pimpinan.
Fraksi Hanura intinya setuju 37 menjadi prioritas 2015 namun supaya
tidak multitafsir apa yang tadi sudah dibicarakan oleh Pimpinan untuk RUU yang
menjadi dinamika di Sidang Paripurna ini seperti RUU KKG, RUU Otsus, RUU Jalan
dan RUU Kebudayaan itu, yang tadi usul dari Fraksi Hanura untuk dicatat bukan
saja dicatat, di-announce di Paripurna dan diketok juga. Itu saja, selesai.
Terima kasih.

F-PD (WILLEM WANDIK, S.Sos):

Interupsi Pak Ketua,


Saya harap penyelenggara negara jangan terus mencoba-coba
mengkhianati konsitusi nasional. Tolong melihat secara jeli persoalan regional yang
ada, persoalan berbangsa yang ada, persoalan Papua harus lihat secara serius.
Saya heran kemarin ketika Bapak Presiden Jokowi datang ke Papua, di dalam
Gedung GOR belum menyampaikan 4 kali, minta dialog dengan masyarakat Papua,
ini Bapak Menteri Hukum dan HAM juga sempat saya pegang tangan dengan dia,
kemarin beliau dampingi Pak Jokowi ke Papua. Orang Papua kalau bilang dialog
berarti dialog, berarti dialog Papua-Jakarta, pelurusan sejarah untuk menuju
referendum. Itulah sebabnya didalam pertemuan di Biak, Pemerintah Papua
meminta jangan disini, kita mau di Jakarta. Setelah kesini dorong ini Otsus plus
kalau penyelenggara negara di Jakarta, di Parlemen ini kalau tidak jeli melihat
65

persoalan regional, hati-hati. Saya capek, kita mendukung eksistensi NKRI, tolong
lihat persoalan ini secara serius bukan masalah beli miras, bukan masalah makan
minum, kita bicara masalah keutuhan NKRI, eksistensi NKRI. Kalau Saudara-
saudara yang terhormat dalam Sidang Paripurna ini kalau melihat saya sebagai
bagian dari Saudara-saudara, tolong dukung saya. Kalau merasa saya bagian dari
Saudara-saudara, ...(suara tidak menggunakan mike)...ini diusul oleh Pemerintah
Papua dan saya perwakilan masyarakat Papua. Tapi kalau ini tidak didukung oleh
Parlemen Pusat dan Pemerintah Pusat, hati-hati, saya penuh tanggungjawab
persoalan bangsa. Saya capek. Untuk eksistensi bangsa ini.

KETUA RAPAT:

Baik.

Saudara-saudara,

Kita sudah mendengarkan semua aspirasi dan kita,

F-... (...):

Lanjutkan pimpinan!

F-... (...):

Teruskan, pimpinan, teruskan!

F-... (...):

Diketok pimpinan.

KETUA RAPAT:

ya baik, Saudara-saudara kita sudah mendengarkan semua aspirasi dan


laporan Badan Legislasi DPR RI mengenai penetapan Prolegnas tahun 2015-2019
dan Prolegnas prioritas tahun 2015 dengan sejumlah catatan yang ada di dalam
aspirasi ini. Apakah hal ini dapat kita setujui?

(RAPAT : SETUJU)
66

Baik.

Sidang Dewan yang kami hormati,

Mari kita memasuki acara kedua dan ketiga Rapat Paripurna hari ini yaitu
Pembicaraan Tingkat II Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang
Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis
Viet Nam (Extradition Treaty beetween the Republic of Indonesia and the Socialist
Republic of Viet Nam) menjadi undang-undang dan Pembicaraan Tingkat II
Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi
antara Republik Indonesia dan Papua Nugini (Extradition Treaty beetwen the
Republic of Indonesia and the Independent State of Papua New Nugini) menjadi
undang-undang.
Perlu kami beritahukan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 171 Ayat (1)
Undang-undang No. 17 tahun 2014 tentang MD3 sebagaimana yang telah diubah
dalam Undang-undang No. 42 tahun 2014, Pembicaraan Tingkat II merupakan
pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna dengan kegiatan penyampaian
laporan yang berisi proses pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD dan hasil
pembicaraan tingkat I, pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi
dan Anggota secara lisan yang dipimpin oleh Pimpinan Rapat Paripurna dan
pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh Menteri yang mewakilinya.
Berkenaan dengan hal tersebut kami persilakan kepada Pimpinan Komisi
I DPR RI, yang terhormat Saudara H. A. Hanafi Rais untuk menyampaikan
laporannya.
Kami persilakan. Kami sampaikan juga bahwa kehadiran Anggota pada
saat ini 446 Anggota.
Terima kasih.

F-PAN (H. A. HANAFI RAIS, S.IP., M.PP./KOMISI I):

Laporan Komisi I DPR RI


mengenai hasil pembicaraan tingkat I pembahasan terhadap
RUU tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara
Republik Indonesia dan Papua Nugini (Extradition Treaty beetwen the Republic of
Indonesia and the Independent State of Papua New Nugini) dan
RUU tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan
Republik Sosialis Viet Nam (Extradition Treaty beetween the Republic of Indonesia
and the Socialist Republic of Viet Nam).

Yang terhormat Saudara Pimpinan Rapat Paripurna DPR RI,


Yang terhormat Saudara Menteri Hukum dan HAM,
Yang terhoramt Saudara Menteri Luar Negeri atau yang mewakili,
Yang terhormat Saudara-saudara Anggota Dewan dan hadirin sekalian yang
kami muliakan.
67

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Salam sejahtera bagi kita semua.

Marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah SWT pada hari ini kita
dapat menghadiri Rapat Paripurna DPR RI dalam keadaan sehat wal afiat untuk
mendengarkan laporan Komisi I DPR RI mengenai hasil pembahasan Pembicaraan
Tingkat I terhadap RUU tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik
Indonesia dan Papua Nugini dan RUU tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi
antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis Vietnam.

Saudara Pimpinan dan Anggota Dewan, hadirin yang kami muliakan.

Perkenankanlah saya mewakili Pimpinan dan Anggota Komisi I DPR RI


menyampaikan laporan hasil pembahasan pembicaran tingkat I terhadap kedua
RUU tersebut. Perlu kami informasikan bahwa Presiden RI melalui Surat Nomor
R58/Pres/X/2014 dan Nomor R59/Pres/X/2014 tanggal 9 Oktober 2014 telah
menyampaikan RUU tentang RUU tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara
Republik Indonesia dan Papua Nugini dan RUU tentang Pengesahan Perjanjian
Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis Vietnam, dan
menugaskan Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Luar Negeri untuk mewakili
Pemerintah bersama-sama dengan DPR RI membahas kedua Rancangan Undang-
undang tersebut.
Selanjutnya berdasarkan keputusan Rapat Bamus DPR RI tanggal 6
November 2014 menugaskan Komisi I DPR RI untuk melakukan pembahasan
terhadap kedua RUU ratifikasi tersebut bersama-sama dengan Pemerintah.
Menindaklanjuti penugasan Rapat Bamus, Rapat Intern Komisi I DPR RI tanggal 13
Januari 2015 memutuskan bahwa Komisi I DPR RI akan melakukan pembahasan
terhadap kedua RUU tersebut.

Saudara Pimpinan dan Anggota Dewan, hadirin yang kami muliakan.

Dalam proses persiapan pembahasan terhadap kedua RUU ratifikasi


perjanjian ekstradisi ini, Komisi I DPR RI telah melaksanakan RDP dan RDPU
dengan Kepala Divisi Kompolri, Dirjen Administrasi Hukum Umum Kemenkumham
dan Jaksa Agung Muda bidang tindak pidana umum Kejaksaan Agung serta para
pakar untuk mendapatkan masukan. Selanjutnya pada tanggal 2 Februari 2015
Komisi I DPR RI melakukan pembahasan dalam pembicaraan tingkat I bersama
dengan Pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Luar Negeri
yang diwakili oleh Wakil Menteri Luar Negeri.
Pembahasan pembicaraan tingkat pertama tersebut berlangsung secara
kritis, mendalam dan terbuka, akhirnya fraksi-fraksi di Komisi I DPR RI dan
Pemerintah bersama-sama menyetujui Rancangan Undang-undang tentang
Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Papua Nugini dan
68

RUU tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan


Republik Sosialis Vietnam untuk selanjutnya dibahas dalam pembicaraan tingkat II
atau pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan
menjadi undang-undang.

Yang terhormat Saudara Pimpinan Rapat Paripurna DPR RI, Saudara-saudara


Anggota Dewan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi


transportasi, komunikasi dan informasi yang semakin canggih selain membawa
dampak positif baik kehidupan manusia juga telah membawa dampak negatif yang
bersifat trans nasional yaitu memberikan peluang yang lebih besar bagi pelaku
kejahatan untuk meloloskan diri dari penyidikan, penuntutan dan pelaksanaan
pidana dari negara tempat kejahatan dilakukan. Untuk mencegah hal tersebut
diperlukan hubungan dan kerjasama antar negara yang dilakukan melalui berbagai
perjanjian baik bilateral maupun multilateral. Menyadari adanya pelaku kejahatan
yang meloloskan diri dari penyidikan, penuntutan dan pelaksanaan pidana dari
negara tempat kejahatan dilakukan, Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Papua Nugini sepakat mengadakan kerjasama ekstradisi yang telah ditandatangani
pada tanggal 17 Juni 2013 di Jakarta dan kerjasama perjanjian ekstradisi dengan
Pemerintah Republik Sosialis Viet Nam yang telah ditandatangani pada tanggal 27
Juni 2013 di Jakarta.
Dengan adanya perjanjian tersebut hubungan dan kerjasama antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Papua Nugini serta hubungan Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Viet Nam dalam bidang
penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan atas dasar kerjasama yang saling
menguntungkan mutual benefit diharapkan semakin meningkat. Dengan
disahkannya kedua Rancangan Undang-undang Ratifikasi Perjanjian Ekstradisi
tersebut diatas diharapkan dapat mendukung penegakan hukum di Indonesia
terutama yang berkaitan dengan kejahatan lintas negara atau trans
internationalcrime sehingga tidak ada lagi pelaku kejahatan yang dapat meloloskan
diri dari penyidikan, penuntutan dan pelaksanaan pidana dari negara tempat dia
melakukan kejahatan.

Saudara Pimpinan Rapat Paripurna DPR RI, Saudara Anggota Dewan yang
saya hormati.

Demikianlah laporan Komisi I DPR RI mengenai hasil pembicaraan


tingkat pertama terhadap Rancangan Undang-undang Perjanjian Ekstradisi antara
Indonesia dan Papua Nugini dan Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan
Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis Viet Nam.
Selanjutnya Komisi I DPR RI mengharapkan persetujuan Rapat Paripurna
DPR RI hari ini agar kedua RUU tersebut dapat disahkan menjadi undang-undang.
69

Mengakhiri laporan Komisi I DPR RI hari ini, kami mengucapkan terima


kasih kepada para Anggota Dewan terhomat yang telah mempercayakan Komisi I
DPR RI untuk melaksanakan tugas pembahasan terhadap RUU Ratifikasi Perjanjian
Ekstradisi ini.
Kami juga menyampaikan penghargaan dan terima kasih setinggi-
tingginya kepada para Anggota Komisi I DPR RI dan kepada tim interdept
Pemerintah yang telah secara kooperatif, bersunggung-sungguh dan bekerja keras
dalam pelaksanaan pembahasan kedua RUU ini. Selanjutnya kepada Setjen DPR RI
khususnya Sekretariat Komisi I DPR RI dan juga dari kalangan pers kami sampaikan
penghargaan dan terima kasih.
Sekian dan terima kasih.
Wabillahi Taufik Walhidayah,
Wallahul Muwwafiq Ilaa Aqwamiththoriq,
Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 9 Februari 2015


PIMPINAN KOMISI I DPR RI
KETUA

Dr. Mahfud Siddiq, M.Si.


A-105

KETUA RAPAT:

Baik. Terima kasih kami sampaikan kepada Saudara H.A. Hanafi Rais,
S.IP., M.PP., yang telah menyampaikan laporan Komisi I DPR RI terhadap
pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi
Antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis Vietnam dan pembahasan RUU
tentang Pengesahan Perjanjian Esktradisi antara Republik Indonesia dan Papua
Nugini menjadi undang-undang.
Selanjutnya kami akan menanyakan kepada Sidang Dewan yang
terhormat apakah kita dapat menyetujui RUU yang telah disampaikan oleh Komisi I
DPR RI tadi?

(RAPAT : SETUJU)

Dengan demikian, Sidang telah menyetujui pengesahan perjanjian


ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis Viet Nam dan
pengesahan perjanjian ekstradisi antara Republik Indonesia dan Papua Nugini untuk
disahkan menjadi undang-undang.
Berikutnya Sidang Dewan yang terhormat, kami persilakan kepada
Saudara Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia untuk menyampaikan
pendapat akhir mewakili Presiden.
Kami persilakan.
70

MENTERI HUKUM DAN HAM RI (YASONA H. LAOLY):

PENDAPAT AKHIR
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG
PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN
PAPUA NUGINI (EXTRADITION TREATY BETWEEN REPUBLIC OF INDONESIA
AND INDEPENDENT STATE OF PAPUA NEW GUINEA)
DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN
REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM (EXTRADITION TREATY BETWEEN REPUBLIC
OF INDONESIA AND THE SOCIALIST REPUBLIC OF VIET NAM)
DALAM
RAPAT PARIPURNA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Om swasti atsu.

Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat,


Hadirin dan sidang kami muliakan.

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kasih
setia-Nya kita dapat melakukan karya, melakukan pekerjaan kita sampai pada hari
ini dan pada saat ini hadir pada Rapat Paripurna yang terhormat.
Pada hari yang berbahagia ini kita dapat hadir dalam Rapat Paripurna
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan agenda antara lain,
penyampaian Pendapat Akhir Presiden terhadap Rancangan Undang-undang
tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi Antara Republik Indonesia dan Papua
Nugini dan Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi
Antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis Viet Nam.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa rancangan undang-undang
tersebut telah diselesaikan pembahasannya dalam pembicaraan tingkat I secara
simultan pada tanggal 2 Februari 2015 dengan keputusan untuk menyetujui untuk
diteruskan ke tahap selanjutnya, yaitu pengambilan keputusan atau pembicaraan
tingkat II dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
yang sedang kita laksanakan pada saat ini.
Kita semua mengharapkan semoga rancangan undang-undang tersebut
dapat disetujui bersama dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia untuk disahkan menjadi undang-undang, sehingga diharapkan akan dapat
71

terbentuk regulasi yang komprehensif dalam rangka proses ekstradisi diantara


Republik Indonesia dan Papua Nugini, serta Republik Indonesia dan Republik
Sosialis Viet Nam.

Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat,


Hadirin sidang yang kami muliakan.

Dalam rangka mencapai tujuan negara Republik Indonesia sebagaimana


tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan social, Pemerintah Republik Indonesia sebagai
bagian dari masyarakat internasional melakukan hubungan dan kerjasama
internasional yang diwujudkan dalam perjanjian internasional.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi
komunikasi, transportasi dan informasi yang semakin canggih telah menyebabkan
wilayah negara yang satu dengan wilayah negara yang lain seakan tanpa batas,
bordesless, sehingga memudahkan lalu lintas dan perpidahan manusia dari suatu
negara ke negara lain. Di samping mempunyai dampak positif bagi kehidupan
manusia kemajuan teknologi transportasi, komunikasi dan informasi juga berpotensi
disalahgunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif khususnya kejahatan-kejahantan
yang bersifat lintas batas, cross border crimes, sehingga seringkali memudahkan
para pelaku kejahatan melarikan diri ke negara lain dengan tujuan untuk
menghindari tuntutan hukum.
Hal ini juga yang mempengaruhi bentuk dan jenis kejahatan yang pada
awalnya bersifat konvensional dan individual atau kelompok terbatas menjadi
kejahatan yang terorganisasi dengan modus operan yang semakin canggih dan
meluas serta locus delicti-nya tidak lagi pada satu negara tetapi telah menyebar di
berbagai negara sebagai trans-national crime.
Papua Nugini dan Viet Nam merupakan dua negara yang cukup strategis
bagi Indonesia dalam rangka penanggulangan kejahatan yang bersifat lintas batas,
letak geografis serta tingginya mobilitas orang dari dan menuju ke negara tersebut
setidaknya menjadi faktor signifikan diperlukannya perjanjian ekstradisi antara
Republik Indonesia dengan kedua negara tersebut.

Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat,


Hadirin sidang yang kami muliakan.

Fenomena kejahatan yang terorganisir lintas negara atau transnational


organized crime menunjukkan tren yang semakin meningkat pada saat ini dan tidak
saja berdampak secara psikologis bagi individu atau kelompok-kelompok
masyarakat tetapi juga berdampak kepada sendi-sendi perekonomian nasional dan
internasional serta keutuhan suatu negara.
72

Bentuk-bentuk kejahatan terorganisir lintas negara ini antara lain, tindak


pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana narkotika dan
psikotropika, narcotic drugs and psychotropic substances, tindak pidana
perdagangan orang, trafficking in persons, tindak pidana cyber crime, tindak pidana
penyelundupan manusia, tindak pidana terorisme serta pencurian ikan, sehingga
penanggulangannya diperlukan kerjasama antara negara yang satu dengan negara
yang lain.
Untuk mempermudah penanganan proses penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap kejahatan-kejahatan tersebut diperlukan
kerjasama antar negara dalam bidang penegakan hukum yang dilakukan melalui
berbagai perjanjian bilateral maupun multilateral.
Saat ini Perserikatan Bangsa Bangsa telah mengeluarkan model treaty on
extradition yang dapat dijadikan model atau acuan pembuatan Undang-Undang
Ekstradisi Nasional. Demikian juga dalam United Nation Convention Againts
Corruption yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang Nomor 7
Tahun 2006 diatur mengenai kerjasama internasional dan secara khusus mengatur
tentang pengembalian asset korupsi hasil tindak pidana atau asset recovery.
Berdasarkan hal tersebut di atas, setelah mempertimbangkan secara
sungguh-sungguh persetujuan Fraksi-fraksi izinkanlah kami mewakili Presiden
dalam Rapat Paripurna yang terhormat ini dengan mengucapkan syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa, Presiden menyatakan setuju Rancangan Undang-undang
tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Papua
Nugini (Extradition Treaty between Republic of Indonesia and Independent State of
Papua New Guinea) dan Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan
Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis Viet Nam
(Extradition Treaty between Republic of Indonesia and the Socialist Republic of Viet
Nam) untuk disahkan menjadi undang-undang.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terhormat, atas segala perhatiannya
dalam menyelesaikan proses pembahasan rancangan undang-undang ini. Kami
sampaikan juga ucapan terima kasih yang tak terhingga dan apresiasi atas segala
perhatian, dukungan dan partisipasinya kepada semua pihak yang telah mendukung
kelancaran pembahasan, para wartawan dan para pemangku kepentingan yang
selalu mengikuti proses rancangan undang-undang ini dengan tertib.
Semoga setetes tinta yang kita goreskan dan buah pikiran yang kita
sumbangkan dalam proses pembahasan rancangan undang-undang ini dapat dinilai
sebagai amal ibadah kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Demikian pandangan dari Pemerintah dari Presiden Republik Indonesia.

Om santi-santi-santi om,
Wallahul Muwwafiq Ilaa Aqwamiththoriq,
Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
73

KETUA RAPAT:

Terima kasih kami sampaikan kepada yang terhormat Saudara Menteri


Hukum dan HAM Republik Indonesia yang telah menyampaikan pendapat akhirnya
mewakili Presiden.
Sekarang kami menanyakan kepada Sidang Dewan yang terhormat
apakah Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik
Sosialis Viet Nam (Extradition Treaty between Republic of Indonesia and the
Socialist Republic of Viet Nam) dan Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara
Republik Indonesia dan Papua Nugini (Extradition Treaty between Republic of
Indonesia and Independent State of Papua New Guinea) dapat disetujui untuk
disahkan menjadi undang-undang?

(RAPAT : SETUJU)

Sidang Dewan yang kami hormati,

Mari kita masuk acara yang keempat dan kelima Rapat Paripurna, yaitu
pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan terhadap RUU tentang Pengesahan
Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Demokratik
Timor Leste tentang Kegiatan Kerjasama di Bidang Pertahanan menjadi undang-
undang dan pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan terhadap RUU tentang
Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Republik Islam Pakistan tentang Kegiatan Kerjasama di Bidang Pertahanan menjadi
undang-undang.
Untuk itu, kami persilakan kepada Pimpinan Komisi I DPR RI yang
terhormat Saudara Asril Hamzah Tanjung, S.IP., untuk menyampaikan laporan.
Kami persilakan.

PIMPINAN KOMISI I DPR RI (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP. /F-GERINDRA):

LAPORAN KOMISI I DPR RI


MENGENAI HASIL PEMBAHASAN PEMBICARAAN TINGKAT I
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN PEMERINTAH ISLAM PAKISTAN TENTANG KEGIATAN KERJASAMA DI
BIDANG PERTAHANAN (AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE
REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE ISLAMIC
REPUBLIC OF PAKISTAN ON THE COOPERATIVE ACTIVITIES IN THE FIELD
OF DEFENCE)
DAN
74

RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE TENTANG
KEGIATAN KERJA SAMA DI BIDANG PERTAHANAN (AGREEMENT BETWEEN
THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE
GOVERNMENT OF THE DEMOCRATIC OF TIMOR-LESTE CONCERNING
COOPERATIVE ACTIVITIES IN THE FIELD OF DEFENCE)
PADA RAPAT PARIPURNA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
9 FEBRUARI 2015

Yang terhormat Saudara Pimpinan Rapat Paripurna DPR RI,


Yang terhormat Saudara Menteri Pertahanan Republik Indonesia,
Yang terhormat Saudara Menteri Hukum dan HAM atau yang mewakili,
Yang terhormat Saudara Menteri Luar Negeri atau yang mewakili,
Saudara-saudara Anggota Dewan, hadirin sekalian yang kami muliakan.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Salam sejahtera bagi kita semua.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT,


karena atas rahmat dan hidayah-Nya pada hari ini kita dapat menghadiri Rapat
Paripurna DPR Republik Indonesia dalam keadaan sehat walfiat untuk
mendengarkan laporan Komisi I DPR RI mengenai hasil pembahasan pembicaraan
tingkat I Terhadap Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan Persetujuan
antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Islam Pakistan tentang
Kegiatan Kerjasama di Bidang Pertahanan (Agreement between the Government of
the Republic of Indonesia and the Government pf the Islamic Republic of Pakistan
on the Cooperative Activities in the Field of Defence) dan Rancangan Undang-
undang tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah RI dan Pemerintah
Republik Demokratik Timor Leste tentang Kegiatan Kerja Sama di Bidang
Pertahanan (Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and
the Government of the Democratic of Timor-Leste Concerning Cooperative Activities
in the Field of Defence)

Saudara Pimpinan, Anggota Dewan, Hadirin yang kami muliakan,

Perkenankanlah saya mewakili Pimpinan dan seluruh Anggota Komisi I


DPR RI menyampaikan laporan hasil pembahasan Pembicaraan Tingkat I terhadap
Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan tentang Kegiatan
Kerjasama di Bidang Pertahanan dan Rancangan Undang-undang tentang
Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
75

Republik Demokratik Timor-Leste tentang Kegiatan Kerjasama di Bidang


Pertahanan.
Perlu kami informasikan bahwa Presiden Republik Indonesia melalui surat
Nomor R60/Pres/X/2014 dan Nomor R61/Pres/X/2014 pada tanggal 15 Oktober
2014 telah menyampaikan Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan
Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam
Pakistan tentang Kegiatan Kerjasama di Bidang Pertahanan dan Rancangan
Undang-undang tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Republik Demokratik Timor-Leste tentang Kegiatan
Kerjasama di Bidang Pertahanan dan menugaskan Menteri Pertahanan, Menteri
Luar Negeri dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mewakili Pemerintah
membahas kedua rancangan undang-undang tersebut bersama dengan DPR RI.
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Rapat Bamus DPR RI tanggal 6
November 2014 menugaskan Komisi I DPR RI untuk melakukan pembahasan
terhadap kedua rancangan undang-undang tersebut bersama-sama dengan
Pemerintah.
Menindaklajuti penugasan Rapat Bamus, Rapat Intern Komisi I DPR RI
tanggal 13 Januari 2015 memutuskan bahwa Komisi I DPR RI akan melakukan
pembahasan terhadap kedua rancangan undang-undang tersebut.

Saudara Pimpinan, Anggota Dewan, hadirin yang kami muliakan,

Dalam proses persiapan pembahasan terhadap kedua rancangan


undang-undang tersebut, Komisi I DPR RI telah melaksanakan rapat dengar
pendapat dan rapat dengar pendapat umum dengan instansi terkait maupun dengan
pakar untuk mendapatkan masukan. Selanjutnya pada tanggal 5 Februari 2015
Komisi I DPR RI melakukan pembahasan Pembicaraan Tingkat I bersama dengan
Pemerintah dalam hal ini Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri yang diwakili oleh
Dirjen Hukum dan Peraturan Internasional dan Menteri Hukum dan HAM yang
diwakili oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan. Pembahasan Pembicaraan
Tingkat I tersebut berlangsung secara kritis, mendalam dan terbuka. Akhirnya
Fraksi-fraksi di Komisi I DPR RI dan Pemerintah menyetujui Rancangan Undang-
Undang tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Pemerintah Republik Islam Pakistan tentang Kegiatan Kerjasama di Bidang
Pertahanan (Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and
the Government of the Islamic Republic of Pakistan on the Cooperative Activities in
the Field of Defence) dan Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan
Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik
Demokratik Timor-Leste tentang Kegiatan Kerjasama di Bidang Pertahanan
(Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the
Government of the Democratic of Timor-Leste Concerning Cooperative Activities in
the Field of Defence) untuk dibahas dalam Pembicaraan Tingkat II atau
Pengambilan Keputusan pada Rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi
undang-undang.
76

Yang terhormat Saudara Pimpinan Rapat Paripurna DPR RI; dan


Saudara-saudara Anggota Dewan,

Aspek pertahanan merupakan salah satu faktor yang sangat hakiki dalam
menjamin kelangsungan hidup suatu negara. Kemampuan mempertahankan diri
terhadap ancaman dari luar negeri dan/atau dari dalam negeri merupakan syarat
mutlak bagi suatu negara dalam mempertahankan kedaulatannya. Untuk itu
kerjasama pertahanan merupakan salah satu faktor yang sangat diperlukan untuk
menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara, membangun kehidupan
berbangsa dan bernegara serta berpartisipasi dalam menjaga ketertiban dunia.
Kami berharap dengan disahkannya kedua rancangan undang-undang
ini, keinginan kita untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara serta
membangun kehidupan berbangsa bernegara dan berpartisipasi dan menjaga
ketertiban dunia dapat terealisasi.
Disamping itu, kami mengharapkan kerjasama di bidang pertahanan ini
dapat menjaga hubungan baik kedua negara dan meningkatkan kesejahteraan
dalam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

Yang terhormat Saudara Pimpinan Rapat Paripurna DPR RI,


Saudara-saudara Anggota Dewan yang kami muliakan,

Demikian laporan Komisi I DPR RI mengenai hasil Pembahasan


Pembicaraan Tingkat I terhadap Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan
Persetujuan antara PemerintahRepublik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam
Pakistan tentang KegiatanKerjasama di Bidang Pertahanan dan Rancangan
Undang-undang tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Republik Demokratik Timor-Leste tentang Kegiatan
Kerjasama di Bidang Pertahanan.
Selanjutnya Komisi I DPR RI mengharapkan persetujuan Rapat Paripurna
DPR RI hari ini agar kedua rancangan undang-undang tersebut dapat disahkan
menjadi undang-undang.
Mengakhiri laporan Komisi I DPR RI hari ini, kami mengucapkan terima
kasih kepada para Anggota Dewan yang terhormat yang telah mempercayakan
Komisi I DPR RI untuk melaksanakan tugas pembahasan tugas pembahasan
terhadap kedua rancangan undang-undang ini. Kami juga menyampaikan
penghargaan dan terima kasih setinggi-tingginya kepada para Anggota Komisi I
DPR RI dan pada tim interdept Pemerintah yang telah secara kooperatif
bersungguh-sungguh dan bekerja keras dalam pelaksanaan pembahasan kedua
rancangan undang-undang ini.
Selanjutnya kepada Setjen DPR RI khususnya Sekretariat Komisi I DPR
RI dan kalangan pers, kami sampaikan penghargaan dan terima kasih.
Sekian terima kasih.
77

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 9 Februari 2015


PIMPINAN KOMISI I
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETUA
Drs. MAHFUDZ SIDDIQ, M.Si.
A-105

KETUA RAPAT:

Baik. Terima kasih kami sampaikan kepada Saudara Asril Hamzah


Tanjung, S.IP., yang telah menyampaikan laporan Komisi I DPR RI terhadap
pembahasan RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Republik Demokratik Timor-Leste tentang Kegiatan
Kerjasama di Bidang Pertahanan dan pembahasan RUU tentang Pengesahan
Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam
Pakistan tentang Kegiatan Kerjasama di Bidang Pertahanan menjadi undang-
undang.
Untuk selanjutnya, kami menanyakan kepada Sidang Dewan yang
terhormat, apakah RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Demokratik Timor-Leste tentang
Kegiatan Kerjasama di Bidang Pertahanan menjadi undang-undang dapat disetujui?

(RAPAT : SETUJU)

Apakah RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah


Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan tentang Kegiatan
Kerjasama di Bidang Pertahanan menjadi undang-undang dapat disetujui?

(RAPAT : SETUJU)

Baik.

Sidang Dewan yang terhormat,

Berikutnya kami persilakan kepada Saudara Menteri Pertahanan Republik


Indonesia untuk menyampaikan pendapat akhir mewakili Presiden.
Kami persilakan.
78

MENTERI PERTAHANAN RI (RYAMIZARD RYACUDU):

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat sore dan salam sejahtera bagi kita semua,

Yang terhormat Pimpinan DPR RI,


Yang kami hormati para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia; dan
Hadirin sekalian yang berbahagia,

Marilah kita tidak henti-hentinya memanjatkan puji dan syukur kehadirat


Tuhan Yang Maha Besar Allah Subhanahu Wata’ala atas segala rahmat dan
karunia-Nya kepada kita sekalian sehingga pada hari ini kita dapat hadir pada
Sidang Paripurna DPR RI dalam rangka membahas Rancangan Undang-undang
tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Republik Demokratik Timor-Leste tentang Kegiatan Kerjasama di Bidang
Pertahanan (Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and
the Government of the Democratic of Timor-Leste Concerning Cooperative Activities
in the Field of Defence) dan Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan
Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam
Pakistan tentang Kegiatan Kerjasama di Bidang Pertahanan (Agreement between
the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Islamic
Republic of Pakistan on the Cooperative Activities in the Field of Defence). Kedua
Rancangan Undang-undang ini telah dibahas oleh Pemerintah kemudian
disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melalui surat
R-60/Pres/X/2014 dan R-61/Pres/X/2014 tanggal 15 Oktober 2014 dengan penuh
kearifan dan semangat yang tinggi dari Pimpinan dan Anggota Komisi I Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah membahas kedua rancangan undang-
undang ini serta memahami urgensi di balik penyusunan kedua rancangan undang-
undang ini.
Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Demokratik Timor-leste serta Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Pemerintah Republik Islam Pakistan di bidang pertahanan ini merupakan
pencapaian penting bagi Indonesia.
Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Republik Demokratik Timor-Leste di bidang pertahanan memiliki arti penting dalam
rangka peningkatan hubungan bilateral dan interdependensi antar negara
khususnya dalam hal pelaksanaan dialog dan konsultasi bilateral tentang
pertahanan dan militer. Pertukaran informasi dalam bidang pertahanan
meningkatkan kerjasama angkatan bersenjata dan kerjasama dukungan logistik.
Sementara persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Republik Islam Pakistan di bidang pertahanan dapat meningkatkan
dialog dan konsultasi bilateral diantara kedua negara secara berkala mengenai isu-
79

isu strategis dan keamanan yang menjadi perhatian bersama. Pertukaran informasi,
kerjasama ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertahanan melalui pertukaran
personil, kunjungan pelatihan dan kerjasama teknis.
Kita berharap dengan diimplementasikannya persetujuan antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Demokratik Timor-Leste
serta Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan di
bidang pertahanan dapat memperkuat diplomasi Indonesia di tingkat internasional,
meningkatkan pengetahuan, kekuatan dan kemampuan militer Indonesia.
Dalam Sidang Paripurna yang membahas kedua rancangan undang-
undang ini, Pemerintah mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya atas
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk menyetujui
pembentukan Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan Persetujuan antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Demokratik Timor-Leste
tentang Kegiatan Kerjasama di Bidang Pertahanan dan Rancangan Undang-undang
tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Republk Islam Pakistan tentang Kegiatan Kerja Sama di bidang
Pertahanan ini menjadi undang-undang.
Pada kesempatan ini kami juga merasa bersyukur karena pada
pertemuan ketiga diantara Kementerian Pertahanan dan Komisi I DPR RI yang
dilaksanakan pada hari ini telah memberikan hasil berupa pengesahan Rancangan
Undang-undang yang telah sesuai dengan prinsip-prinsip kerja sama internasional
yaitu kesetaraan, saling menghormati dan saling menguntungkan yang akan
bermuara kepada kepentingan nasional.
Demikianlah penyampaian pendapat akhir kami dan atas perhatian
segenap pimpinan dan anggota DPR RI serta seluruh staf Sekretariat DPR dan
media masa, kami mengucakan terima kasih. Kiranya kerja keras ini sebagai wujud
dharma bakti kita kepada nusa dan bangsa yang sangat kita cintai bersama.
Semoga Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia
kepada kita semua.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

a.n. Pemerintah
Menteri Pertahanan
Ryamizard Ryacudu
Diandatangani. Selesai.

KETUA RAPAT:

Terima kasih kami sampaikan kepada Yang Terhormat Saudara Menteri


Pertahanan RI yang telah menyampaikan pendapat akhirnya mewakili Presiden.
Sekarang kami akan menanyakan kepada Sidang Dewan yang terhormat, apakah
RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Demokratik Timor Leste tentang Kerja Sama di bidang Pertahanan; dan
RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan
80

Pemerintah Republik Islam Pakistan tentang Kegiatan Kerja Sama dibidang


Pertahanan dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?

(RAPAT : SETUJU)

Terima kasih.
Melalui forum ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat Saudara Menteri Pertahanan
Republik Indonesia beserta seluruh jajarannya atas segala peran dan kerja sama
yang telah diberikan selama pembahasan Rancangan Undang-Undang tersebut.
Perkenankan pula kami atas nama Pimpinan Dewan menyampaikan penghargaan
dan terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota Komisi I DPR RI serta Sekretariat
Jenderal DPR RI yang bersama-sama telah menyelesaikan rancangan undang-
undang tersebut dengan baik.

Sidang Dewan yang kami hormati.

Dengan demikian selesailah acara keempat dan kelima Rapat Paripurna


Dewan pada hari ini. Sebelum kita lanjutkan acara selanjutnya kita berikan waktu
kepada yang terhormat Saudara Menteri Pertahanan Republik Indonesia beserta
seluruh jajarannya untuk meninggalkan ruang sidang dan kami ucapkan terima
kasih.
Selanjutnya untuk mempersingkat waktu mari kita masuki acara keenam
Rapat Paripurna Dewan hari ini, yaitu pendapat fraksi-fraksi. Dilanjutkan dengan
pengambilan keputusan terhadap RUU-RUU usul inisiatif Komisi II DPR RI menjadi
RUU usul DPR RI yaitu:
a. RUU tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 22 tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-undang.
b. RUU tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 2 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi unddang-undang.

Untuk keperluan tersebut Sekretariat Jenderal DPR RI telah


meyampaikan daftar nama-nama juru bicara masing-masing fraksi yang akan
menyampaikan pendapat fraksi dengan urutan bergiliran.

F-PAN (YANDRI SUSANTO):

Interupsi, Pimpinan.
Yandri, Pimpinan.
81

KETUA RAPAT:

Silakan.

F-PAN (YANDRI SUSANTO):

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Terima kasih pimpinan.


Untuk agenda yang keenam dalam Rapat Paripurna ini saya kira untuk
tanpa mengurangi muatan yang akan disampaikan, saya kira masing-masing juru
bicara fraksi tidak perlu membacakan cukup diserahkan kepada pimpinan. Karena
materi yang dibahas itu pada prinsipnya sudah dibahas di fraksi masing-masing dan
sudah juga disampaikan di Komisi II. Intinya kami mengusulkan kepada pimpinan,
pimpinan cukup memanggil juru bicara masing-masing untuk diserahkan kepada
pimpinan, untuk menghemat waktu pimpinan.
Terima kasih.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Apakah ini bisa disetujui? Kecuali ada yang mau menyampaikan.


Baik kalau begitu karena ada mungkin jika yang lain bisa menyampaikan
secara tertulis, dari Partai Demokrat ingin menyampaikan secara langsung. Kami
persilahkan kepada Partai Demokrat. Bisa disetujui?

(RAPAT SETUJU)

F-PD (FANDI UTOMO) :

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pimpinan dan Anggota DPR RI yang terhormat; serta


Hadirin yang kami hormati.

Sebelum menyampaikan pandangan tentang RUU tentang Perubahan


Nomor 1 dan Nomor 2 tahun 2015, ijinkanlah kami menyampaikan apresiasi kepada
seluruh fraksi-fraksi di DPR RI dan masyarakat luas atas atensi yang besar dan
pemahaman yang sama tentang pentingnya Kepala Daerah yang dilaksanakan
secara demokratis dengan mengaktualisasikan suara rakyat melalui Pemilihan
Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat. Sebagaimana diatur dalam Undang-
undang Nomor 1 tahun 2015 yang merupakan penetapan Perppu Nomor 1 tahun
2014 yang diterbitkan di masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono
82

sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 tahun 2014 tentang Pemilihan


Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang.
Undang-undang tidak hanya ditujukan untuk mengembalikan Pilkada
menjadi langsung dan dipilih oleh rakyat, namun juga sekaligus memperbaiki dan
menyempurnakan atas seluruh kekurangan praktek Pilkada secara langsung selama
ini. 10 perbaikan yang dimaksud meliputi;
1. Pentingnya pelaksanaan uji publik calon Kepala Daerah.
2. Pemotongan dan penghematan anggaran Pilkada secara signifikan.
3. Pegaturan kampanye dan pembatasan kampanye terbuka.
4. Akuntabilitas penggunaan dana kampanye.
5. Pelarangan politik uang.
6. Pelarangan fitnah dan kampanye hitam.
7. Pelarangan pelibatan aparat birokasi.
8. Pelarangan pencopotan aparat birokrasi sebelum dan sesudah Pilkada.
9. Penyelesaian sengketa Pilkada secara akuntabel.
10. Pencegahan kekerasan dan menuntut tanggung jawab calon atas kepatuhan
hukum pendukungnya.

Pimpinan dan anggota yang terhormat.

Beberapa waktu yang lalu Panja revisi Undang-undang Nomor 1 dan


Nomor 2 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota di Komisi II telah
menyepakati beberapa poin. Terdapat 8 poin yang telah disepakati. Meskipun pada
dasarnya Fraksi Partai Demokrat berpandangan bahwa Undang-undang Nomor 1
Tahun 2015 adalah cukup dan memadai untuk digunakan sebagai dasar dan
landasan pelaksanaan Pilkada di Tanah Air, namun Fraksi Partai Demokrat
sungguh-sungguh juga menghargai dan mendengarkan pandangan fraksi-fraksi di
DPR RI untuk melakukan revisi terbatas atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015.
Fraksi Partai Demokrat juga terus menerus melakukan konfirmasi kepada
masyarakat atas pendapat yang berkembang. Oleh karena itu terhadap hasil kerja
Panitia Kerja revisi Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tersebut, Fraksi Partai
Demokrat dapat menerima sebagiannya namun memberikan catatan dan sekaligus
menyampaikan pendapat sebagai berikut;
1. Tentang jadwal Pilkada serentak nasional, Fraksi Partai Demokrat DPR RI
meminta agar tetap sesuai dengan jadwal sebagaimana tertuang di Undang-
undang Nomor 1 Tahun 2015 atau mengikuti jadwal Pilkada dimulai dari
Februari 2016 untuk menuju serentak nasional pada tahun 2021 guna
menghindari penunjukan pejabat dan pemotongan masa jabatan Kepala
Daerah yang terlalu panjang.
2. Tentang penggantian istilah uji publik menjadi sosialisasi, Fraksi Partai
Demokrat DPR RI meminta supaya tetap menggunakan istilah uji publik
meskipun dilakukan penyederhanaan proses dan pemotongan waktu
pelaksanaan. Namun tidak seharusnya mengurangi substansi uji publik
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015.
83

3. Terhadap ambang batas kemenangan calon, Fraksi Partai Demokrat DPR RI


meminta tetap diangka 30 persen.
4. Tentang paket pasangan calon, Fraksi Partai Demokrat DPR RI tetap meminta
agar yang dipilih hanya caon Gubernur, Bupati dan Walikota, sementara
wakilnya ditunjuk oleh Kepala Daerah terpilih sebagaimana bunyi Undang-
undang Nomor 1 Tahun 2015.

Pimpinan dan anggota yang terhormat.

Demikianlah pandangan Fraksi Partai Demokrat yang pada dasaranya


dapat memahami dan menyetujui revisi terbaas Undang-undang Nomor 1 Tahun
2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota dan Perubahan Undang-undang Nomor 2 tahun 2015 tentang
Pemerintahan Daerah. Sejauh secara substansi tidak meniadakan 10 aspek
peribaikan yang terhadap praktek empirik pelaksanaan Pilkada langsung selama ini
untuk dilanjutkan menjadi RUU usul inisiatif DPR.
Demikian pandangan Fraksi Partai Demokrat dengan harapan agar
seluruh fraksi-fraksi di DPR RI dapat menerima dan memberikan dukungan. Semoga
Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa memberikan pertolongan kepada seluruh bangsa
Indonesia untuk dapat melanjutkan kehidupan berpemerintahan berbangsa dan
bernegara secara baik dan bermartabat. Atas perhatian dan dukungan serta kerja
samanya kami sampaikan terima kasih.

Ihdinassirotol mustaqim.
Billahit taufiq wal hidayah.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

PIMPINAN
FRAKSI PARTAI DEMOKRAT DPR RI
KETUA, SEKRETARIS,

EDY BASKORO YUDHOYONO, M.Si. DIDIK MUKRIYANTO, SH.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.
Apakah akan diserahkan dan juga mungkin kepada juru bicara fraksi-
fraksi lain bisa menyerahkan secara tertulis pandangan fraksinya sebelum kita
mengambil keputusan. Kami persilahkan.

Sidang Dewan yang terhormat.

Dengan telah diserahkannya juga telah disampaikan pendapat fraksi,


tentu dengan adanya catatan-catatan yang ada di dalam juga pendapat fraksi yang
84

perlu menjadi perhatian. Sekarang kami akan menanyakan kepada Sidang Dewan
yang terhormat, apakah 2 RUU usul inisiatif Komisi II yaitu RUU tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
menjadi undang-undang dapat disetujui menjadi rancangan undang-undang usul
inisiatif DPR RI?

(RAPAT : SETUJU)

Apakah RUU tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 2 tahun


2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2
tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi undang-undang dapat disetujui menjadi rancangan
undang-undang usul DPR RI?

(RAPAT : SETUJU)

Terima kasih.
Selanjutnya persetujuan Rapat Paripurna ini akan ditindaklanjuti sesuai
mekanisme yang berlaku.

Sidang Dewan yang terhormat.

Sekarang kita masuki acara terakhir Rapat Paripurna hari ini yaitu
pengumuman nama-nama tim-tim DPR RI sebagai berikut;
a. Tim Penyusun Mekanisme Penyampaian Hak Mengusulkan dan
Memperjuangkan Program Pembangunan Daerah Pemilihan.
b. Tim Pengawasan DPR RI terhadap Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
c. Tim Pemantau DPR RI terhadap Pelaksanaan Undang-undang Nomor 11
tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, serta
pelaksanaan Undang-undang Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan
Daerah Jogjakarta.
d. Tim Implementasi Reformasi DPR RI.

Selanjutnya untuk mengetahui secara lengkap susunan keanggotaan Tim


DPR RI dari tiap-tiap komisi berdasarkan usulan fraksi-fraksi, maka akan
mempersilahkan kepada Sekretariat Jenderal untuk menayangkan susunan
keanggotaan tim tersebut. Apakah nama ....

F-GERINDRA (BIEM TRIANI BENJAMIN):

Interupsi, Pimpinan, Biem Benjamin, Gerindra, A-341.


85

KETUA RAPAT:

Ya silakan.

F-GERINDRA (BIEM TRIANI BENJAMIN):

Agenda 7C Tim Pemantauan DPR RI terhadap pelaksanaan undang-


undang, kami harap tim pemantau juga memasukan Undang-undang Nomor 29
tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena di dalam Undang-Undang Dasar 45
disebutkan bahwa Daerah Khusus Istimewa itu ada 4 provinsi yaitu Aceh, Papua,
Yogya, dan Jakarta. Saya rasa ini sesuai dengan itu dan juga sesuai dengan
keadaan kekinian Jakarta rasanya undang-undang perlu dipantau juga. Intinya
bahwa Undang-undang DKI juga turut dimasukan di dalam pemantauan itu.
Terima kasih pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik, masukannya nanti tentu harus kita bicarakan kembali tetapi saya
kira ini masukan yang bisa menjadi tambahan nanti di dalam tim tergantung dari
kesepakatan. Untuk itu karena ini yang sudah kita sepakati bersama di dalam
Bamus juga, saya menanyakan dulu apakah nama tim berikut yang tengah
ditayangkan dapat disetujui dulu?

(RAPAT : SETUJU)

Dengan demikian telah terbentuk tim tersebut, maka tim-tim DPR RI


dapat memulai melakukan kegiatannya.

Sidang Dewan yang terhormat.

Dengan demikian selesai acara Rapat Paripurna hari ini, selaku Pimpinan
Rapat kami sampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat para anggota
Dewan dan hadirin sekalian atas ketekunan dan kesabarannya dalam mengikuti
Rapat Paripurna.

F-PD (Ir. H. MULYADI):

Interupsi pimpinan sebelum ditutup, pimpinan. Di depan.


Terima kasih.

Pimpinan beserta seluruh Anggota yang saya hormati.


86

Terkait dengan masalah aspirasi Dapil, kami hanya ingin mengingatkan,


karena APBN-P akan kita sahkan di Paripurna sesuai undang-undang, kan satu
bulan sejak disampaikan pemerintah. Itu berarti 13 Februari ya? Jadi mohon kiranya
sebetulnya kan ini sudah lama disampaikan di Paripurna, karena ini menyangkut
aspirasi tentu kalau baru menentukan mekanisme saya khawatir kita terlampaui
jadwal pengesahan APBN-P. Oleh karena itu kalau di Tatibkan sebetulnya kan
disampaikan melalui Pimpinan DPR, Pimpinan DPR menyampaikan kepada komisi
terkait dan Badan Anggaran melakukan sinkronisasi. Kalau baru menyiapkan
mekanisme kapan menjaring aspirasi, inikan panjang. Apakah tidak secara simultan
aspirasi segera. Ini dapat dibayangkan ada 560 aspirasi yang akan disampaikan
oleh anggota, seberapa mampu tim mensinkronisasikan, apalagi misalnya hampir
sebagian besar menyampaikan di infrastruktur. Bagaimana mekanismenya apabila
misalnya dibatasi? Ini yang perlu dipikirkan oleh Pimpinan karena kalau
menyampaikan atau disinkronisasi atau disahkan setelah pengesahan Paripurna itu
tentu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, tim ini tentu saja akan justru membicarakan mengenai hal itu, tetapi
kita sudah ketok tadi dan masukannya nanti kita akan pelajari. Baik terima kasih.
Dengan seizin Sidang Dewan kami menutup Rapat Paripurna ini dengan
mengucapkan alhamdulillahi rabilalamin.

Wassalamualaikum Waramatullahi Wabarakatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 17:40 WIB)

Jakarta, 9 FEBRUARI 2015


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISI II


PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENETAPAN PERPU NOMOR I TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tahun Sidang : 2014-2015


Masa Persidangan : II
Rapat Ke : -
Jenis Rapat : Rapat Panitia Kerja (PANJA)
Sifat Rapat : Tertutup
Hari,Tanggal : Kamis, 1 Februari 2015
Waktu : Pukul 14.00 WIB s.d Selesai
Tempat : Ruang Rapat Hotel Aryaduta Tugu Tani Lt 1.
Acara : 1. Membahas subtansi materi RUU tentang Perubahan UU
No.1 Tahun 2015 (PILKADA); dan
2. Membahas subtansi materi RUU tentang Perubahan UU
No.2 Tahun 2015 (PEMDA);
Ketua Rapat : H. Mustafa Kamal, S.S./Wakil Ketua Komisi II DPR RI
Sekretaris Rapat : Minarni, SH/Kabagset Komisi II DPR RI
Hadir Anggota :

PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si.
5. MUSTAFA KAMAL, S.S.

Panja A Panja B

F-PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN F-PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN


(F-PDIP) (F-PDIP)
6. KOMARUDIN WATUBUN, SH, MH 6. BUDIMAN SUDJATMIKO, M.Sc, M.Phil
7. ARIF WIBOWO 7. Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, MM
8. TAGORE ABUBAKAR 8. DIAH PITALOKA, S.sos
9. H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, SH 9. Drs. SIRMADJI, M.Pd
10. ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU
F-PARTAI GOLONGAN KARYA (F-GOLKAR) F-PARTAI GOLONGAN KARYA (F-GOLKAR)
10. Drs. H. DADANG S MUCHTAR 11. MAHYUDIN, S.T., M.M.
11. Drs. A. H. MUJIB ROHMAT 12. TABRANI MAAMUN
12. Drs. SETYA NOVANTO 13. Hj. ENNY ANGGRAENY ANWAR
13. AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si
F-PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (F-
F-PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (F- GERINDRA)
GERINDRA) 14. DR. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si
14. H. BAMBANG RIYANTO, SH, MH, M.Si 15. H. SUBARNA, SE.,M.Si
15. SUASANA DACHI, SH
16. Ir. ENDRO HERMONO, MBA
F-PARTAI DEMOKRAT (F-PD)
F-PARTAI DEMOKRAT (F-PD) 16. H. ZULKIFLI ANWAR
17. SAAN MUSTOFA, M.Si. 17. LIBERT KRISTO IBO, S.Sos., SH., MH
18. Ir. FANDI UTOMO 18. EVERT ERENST MANGINDAAN, S.Ip.

F-PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN) F-PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN)


19. YANDRI SUSANTO 19. AMMY AMALIA FATMA SURYA, SH, M.Kn
20. H. SUKIMAN, S. Pd., M.M. 20. AMRAN, S.E.

F-PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB) F-PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB)


21. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si. 21. H. YANUAR PRIHATIN, M.Si
22. Dr. ZAINUL ARIFIN NOOR, SE, MM
F-PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS)
22. DR. H SA'DUDDIN, MM F-PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS)
23. H. JAZULI JUWAINI, Lc., M.A.
F-PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F- 24. MUHAMMAD YUDI KOTOUKY
PPP)
23. H. MOH. ARWANI THOMAFI F-PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F-
24. KH. ASEP AHMAD MAOSHUL AFFANDY PPP)
25. DR. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si
F-PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM)
25. H. SYARIF ABDULLAH ALK., SH., MH F-PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM)
26. Dr. MUCHTAR LUTHFI A. MUTTY, M.Si 26. Drs. TAMANURI, MM

F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA) F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA)
27. Dr. FRANS AGUNG MULA PUTRA, S.Sos, MH 27. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH,
MM, MH

2
Jalannya Rapat:

KETUA RAPAT (RAMBE KAMARUL ZAMAN/F-PG):

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua.


Yang terhormat saudara yang mewakili pemerintah;
Yang terhormat anggota Komite I DPD RI;
Yang terhormat anggota Pimpinan dan Anggota Panja RUU tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor I Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota.

Terlebih dahulu marilah kita senantiasa memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena hanya atas perkenannya kita dapat menhadiri Rapat Panitia Kerja RUU perubahan
atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015, dalam rangka melaksanakan tugas konstitusional kita di
bidang legislasi pada hari ini dalam keadaan sehat wal ‘afiat.
Sesuai dengan Laporan sekretariat Panitia Kerja pada hari ini telah hadir dari 9 Fraksi dan satu
Komite DPD dan telah memenuhi kuorum, sesuai dengan ketentuan Pasal 251 ayat (1) Peraturan Tata
Tertib DPR RI maka perkenankan kami membuka Rapat Panitian Kerja ini, dan Rapat Panitia Kerja
dinyatakan Tertutup untuk umum.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 15.18 WIB)

Selanjutnya kami menyampaikan terima kasih kepada pemerintah yang telah memenuhi
undangan dalam Rapat Panitia Kerja hari ini, demikian juga kepada Anggota Komite I DPD RI,
Pimpinan dan anggota Panja Komisi II DPR-RI.
Kemudian kami akan menawarkan sekaligus meminta persetujuan atas acara rapat Panitia
Kerja untuk hari ini, yaitu pembahasan substansi RUU tentang perubahan atas Undang-undang Nomor
1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota. Rapat kita akhiri pukul 17.00 bisa diterima sementara, nanti kalau dianggap ini, kita lanjutkan,
karena memang nanti malam jam 19.00 WIB kita ada juga rapat lanjutan dengan KPU, rapat akan kita
akhiri pukul 17.00 wib.

(RAPAT : SETUJU)

Pada rapat hari ini merupakan rapat Panja pertama kali dalam rangka pembahasan perubahan
Undang-undang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menginggat RUU ini merupakan RUU ususl
inisiatif DPR maka pemerintah yang akan mengajukan Daftar Inventarisasi Masalah, untuk itu kami
mempersilahkan, memberi kesempatan kepada pemerintah untuk menyampaikan Daftar Inventarisasi
Masalah. Mengingat terbatasnya waktu dalam sidang hari ini semoga dapat melakukan pembahasan
secara efektif dan efisien, sebelum kita memberi kesempatan kepada pemerintah untuk menyampaikan
Daftar Inventarisasi masalah, ini kita harus menyepakati dulu, seyogyanya ada 2 Panja memang, jadi
Panja Anggota untuk Undang-undang Nomor 1 dan Panja B untuk undang-undang Nomor 2, namun
demikian pemerintah, hanya satu ya pak ya? kalau di Komisi kita bisa dibagi 2, apakah nanti juga
pemerintah bisa membagi 2, atau dikarenakan memang pembahasan yang lebih mendalam banyak di
Panja Anggota, nanti tentang Pemda bisa menyesuaikan, sehingga apakah ingin disepakati bahwa

3
semua kumpul dulu di Panja A, kumpul dulu di sini ya?Kumpul dulu nanti kalau sudah hampir selesai
kita bisa menyesuaikan dengan Panja B pembahasan tentang RUU Nomor 2, bisa diterima ya?

(RAPAT SETUJU)

Oke kita sepakati bahwa Panja Bapak untuk sementara pembahasannya nanti setelah
mengerucutlah kira-kira pembahasan tentang Panja A, bisa diterima ya?

(RAPAT : SETUJU)

Baiklah untuk mempersingkat waktu pada kesempatan yang baik ini, kami persilakan kepada
pemerintah untuk menyampaikan, memaparkan daftar inventarisasi masalah, kami persilakan.

SEKJEN KEMENDAGRI:

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Selamat sore.
Pimpinan san Anggota Panja yang kami hormati,

Pertama pemerintah juga telah menyiapkan pada prinsipnya 2 Panja walaupun Panja yang
kedua itu akan banyak menunggu aliran dari Panja yang pertama, kami sampaikan bahwa Panja yang
pertama nanti Pak Zudan, Prof. Zudan di Panja yang Pertama, dan Pak Zubaidi di Panja yang kedua,
tetapi pada dasarnya 2 Panja ini pekerjaannya sama Pak Apreadi. Pak Apreadi Kepala Badang Litbang
di Panja Pemda, dari awal memang kelahiran Undang-undang Pemda itu beliau yang membidangi, itu
yang pertama.
Yang kedua kami setuju tentang pembahasan substasi tetapi mungkin nanti juga kita
kelompokkan kami mengusulkan untuk format pembahasan substansi dari mana dulu, apakah
mengikuti pasal perpasal yang sudah ada RUU nya atau dalam konteks yang mana, ini dari kami kalau
diizinkan pimpinan dan anggota Panja dan Komite I DPD RI kami akan langsung kepada substansinya.
Apakah demikian dan kita paparkan DIM yang sudah disiapkan dan disampaikan oleh pihak
pemerintah, kami kembalikan ke pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baiklah, jadi ada beberapa metode yang harus kita sepakati, yang pertama yang dimungkinkan
kita memberi kesempatan kepada pemerintah untuk memaparkan satu persatu dari pasal awal.
Katakanlah di Pasal 1 yang terkait perlu di pembahasan itu pilihan yang pertama, setelah dipaparkan
baru nanti kita diskusikan setelah selesai, jadi tidak didiskusikan pasal-demi pasal dulu, selesai dulu
mungkin nanti bisa kembali itu satu metode, yang kedua apakah kita ingin langsung pada substansi
pasal-pasal yang menjadi pembahasan, jadi kita sepakati mungkin dari pemerintah ada pasal-pasal
yang dianggap lebih penting, yang lainnya bukan tidak penting, nanti akan menyesuaikan, atau
mungkin ada pilihan lain? Saya tawarkan kepada teman-teman, silakan Pak Malik.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Saya lebih setuju dengan pilihan yang pertama pimpinan, jadi kita bahas dulu substansinya,
meskipun antar anggota Panja sudah sering berdebat tentang beberapa substansi itu, tetapi hari ini kita
4
mencoba mendiskusikannya dengan pemerintah, karena kalau kita lihat kemarin laporan yang
disampikan oleh Pak Menteri Dalam Negeri, kayaknya memang harus banyak yang diklarifikasi, perlu
banyak yang harus didiskusikan. Karena bagi saya setelah kita clear dan setuju dengan beberapa
subtansi maka kemudian Pasal itu bisa kita serahkan ke tenaga ahli, dan saya rasa itu lebih gampang
ketimbang kita membahas Pasal dulu sementara substansinya kita belum clear. Karena itu sekali lagi
pimpinan kita membahas substansi dulu, kemarin yang disampaikan oleh Kemendagri atau hari ini
diperjelas lagi oleh Pak Sekjen, kita coba diskusikan, kita coba cari titik temunya, coba kita cari titik
komprominya dimana, baru kemudian menuju ke pasal, terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Oke, mungkin yang lain ada masukan.

F-PD (SAAN MUSTAFA, M.Si):

Ya terima kasih Pimpinan,


Yang terhormat anggota dan Pemerintah dan DPD yang terhormat.

Kita kan sudah tahu ya? poin-poin yang disampaikan oleh pemerintah, terkait dengan revisi
undang-undang Nomor 1 tahun 2015 ini, nah saya sepakat bahwa lebih baik kita substansinya kita coba
bahas lebih dulu, nanti apa yang dari pemerintah seperti apa, diperjelas lagi apa yang sudah
disampaikan oleh Mendagri waktu kemarin di DPR, nanti yang dari DPR dan DPD seperti apa, jadi
mana secara substansi yang memang sudah ketemu itu kan tinggal kita redaksinya, redaksi dan lain
sebagainya kita serahkan saja nanti ke Tim Ahli. Tapi kita cari dulu, kita buat cluster dulu saja, mana
dari usulan pemerintah dengan DPR dan DPD yang yang sama itu kita clusterkan saja, nah yang belum
ketemu mari kita bahas, mari kita cari titik temunya. Jadi lebih baik kita coba substansi lebih dahulu
saja, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, ada lagi yang lain? Sepaka ya?

(RAPAT : SETUJU)

Baiklah jadi kita sepakat kita akan menginventarisir yang menjadi pembahasan yang substansi
dulu, ya nanti silakan dari pemerintah, menurut pemerintah poin-poin apa yang menjadi substansi, dan
dari kami juga nanti kami sampaikan poin-poin apa yang menjadi substansi, nanti kita catat, setelah itu
kita melakukan pembahasan. Bisa diterima begitu ya?

(RAPAT : SETUJU)

Silakan dari pemerintah menyampaikan hal-hal yang dianggap penting.

SEKJEN KEMENDAGRI:

Baik,terima kasih Pimpinan, Anggota Panja dan Komite I DPD RI, saya kira kami sepakat, dan
mungkin yang ini kesampingkan terlebih dahulu, kemarin prinsipnya sudah kita inventarisasi dari sisi
pemerintah ada 11 substansi pak, yang kita anggap strategis di dalam pembahasan RUU ini, apakah
satu-satu nanti kita bahas, mana yang selesai.
5
Pertama substansi pemilihan secara berpasangan, ini topik pertopik saja pak, jadi pemilihan
secara berpasangan, nanti implikasinya kepada pasal mana tentu kita akan cari perumusannya.
Yang kedua isu yang terkait dengan uji publik versus sosialisasi itu isu yang kedua. Kalau kita
bisa duduk dengan pemantapan isu ini, kemudian kita akan kembali lagi ke pasalnya itu isu yang
kedua.
Kemudian isu yang ketiga adalah penguatan pendelegasian tugas pada KPU dan Bawaslu, sebagai
penyelenggara pemilu, jadi kemarin sudah rumusan dari RUU inisiatif demikian ini kita anggap juga isu
strategis untuk penguatan pendelegasian tugas kepada KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara
pemilu. Tergantung nanti apakah ini sebetulnya tidak, pendalaman secara lebih detail saya kira sudah
bisa kita lewati isu strategis yang nomor 3 misalnya demikian.
Yang keempat pimpinan anggota Panja yang kami hormati, adalah persyaratan, ini dibagi 2
persyaratan Kepala Daerah yang terkait dengan persyaratan pendidikan dan persyaratan umur, itu kami
masukkan isu 4,5, walaupun itu satu isu.
Kemudian yang keenam syarat dukungan penduduk bagi calon perseorangan, persentase
dukungan yang di rumuskan di dalam RUU inisiatif.
Yang ketujuh isu penentuan pemenangan dalam pelaksanaan Pilkada ini kaitannya dengan
prosentase legitimasi terhadap Calon pemenang.
Kedelapan itu yang terkait dengan penentuan itu penting jumlah wakil kepala Daerah, baik
Gubernur, Bupati, Walikota tentu ini juga ada kaitannya dengan isu yang pertama, paket atau tidak
paket. Jadi ini berkaitan dengan ini tetapi kita angkat menjadi isu yang penting, penentuan jumlah wakil
Kepala Daerah.
Kesembilan adalah yang terkait dengan time frame atau pelaksanaan Pilkada serentak, jadi
format yang di RUU inisiatif memang berbeda di Undang-undang Nomor 1 sekarang ini. Nah ini yang
kami angkat sebagai isu strategis yang perlu kita bahas di Panja ini mendapatkan rumusan yang sama
untuk langkah atau tahapan yang berikutnya.
Kesepuluh

KETUA RAPAT:

Pak Maaf, yang time frame maksudnya apa pak? Tahapan atau apa? Jadwal, oh jadwal yang
2015, oh ya, ya.

SEKJEN KEMENDAGRI:

Berdasarkan Pilkada serentak jadi sebenarnya time frame waktu pak, yang di RUU usul inisiatif
itu memang berbeda dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.
Yang kesepuluh kami anggap penting, nanti kami juga mohon dari Panja atau dari pihak
legislatif di luar ini, yang kesepuluh terkait dengan pejabat kepala daerah. Yang didalam RUU inisiatif itu
eksplisit dikatakan bahwa sekretaris daerah, ya penjabat pak, penjabat bukan Plt, itu yang ada
walaupun kita sudah punya aturan tentang itu.
Yang kesebelas ini yang terakhir, tambahan pengaturan persyaratan calon Kepala Daerah, ini
saya kira prinsipnya yang terkait dengan governence, integritas, dan sebagainya, kalau ini juga sangat
penting untuk kita bahas di dalam Panja ini.
Itu pimpinan yang menurut hemat kami yang kami angkat walaupun beberapa hal yang
disampaikan pada forum Raker kemarin, substansi yang di Risk dari DPR RI hal-hal yang terkait
dengan misalnya penyelesaian perselisihan sengketa hasil Pilkada, itu juga termasuk isu strategis, nah
kalau ini bisa dijadikan substansi pembahasan ditambah prinsip-rinsip dasar yang diajukan oleh DPR
saya kira kita akan ambil yang mana satu persatu sehingga agenda kita selesai, kemudian masuk
kepada rumusan pasal perpasal.
6
Demikian sementara pimpinan, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik tadi ada 11 point yang mungkin diantara 11 bisa digabunggkan atau dari bagian yang
sama seperti poin satu dan delapan tadi ya?, mungkin yang lain juga.
Yang kedua saya kira dari Komisi II juga sudah menyampaikan dan kurang lebih sebagian
besar sama, dan rasanya yang disampaikan oleh Komisi II tidak keluar dari yang sebelas item, saya
kira begitu ya? artinya tidak ada yang keluar dari 11 item, untuk itu kita sepakati bahwa 11 yang
disampaikan pemerintah itu akan kita diskusikan kita akan bahas untuk memperdalam, saya kira untuk
mempesingkat waktu saya persilakan pemerintah untuk memulai menyampaikan pendapat tentang 11
item lebih mendalam, terima kasih pak.

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Mohon maaf Ketua, DPD ketua, terima kasih.

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Barangkali masih perlu ada yang belum masuk ini Pak Sekjen, penyelesaian sengketa hasil
Pilkada, ya, saya kira itu juga menjadi bagian yang kemarin disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri,
kemudian barangkali juga yang perlu disepakati adalah ini bisa menjadi poit tapi juga bisa
dipertimbangkan dana penyelenggaraan pilkada APBN, jadi saya kira ketua, itu dua itu yang pertama
soal penyelesaian sengketa hasil, lalu yang kedua mengenai dana penyelenggaran Pilkada terima
kasih.

KETUA RAPAT:

Betul ya? kita sampai lupa, karena sering dibahas malah menjadi lupa, sengketa padahal yang
termasuk penting, saya kira bisa disepakati ya? poin penambahan pembahasan sengketa pilkada dan
tambahan pembiayaan juga saya kira bisa disepakati karena ada perbedaan pendapat saya kira perlu
kita kerucutkan. Saya kira angkanya 13 tapi Insya Allah tidak sial, baiklah terima kasih, langsung saja.

SEKJEN KEMENDAGRI:

Terima kasih Pimpinan dan anggota Panja dan Anggota Komite I DPD RI saya kira kami akan
menyampaikan beberapa pikiran pemerintah terhadap isu-isu strategis ini untruk kita pendalaman,
diskusi, mungkin saya undang Pak Zudan untuk menyampaikan apakah satu persatu, apakah langsung
kita dengan isu-isu tadi, efektifitasnya silakan saja pimpinan dan anggota untuk menginterupsi ....itu.

KETUA RAPAT:

Jadi pilihannya sekarang tinggal satu-satu disampaikan baru kita bahas, ya silakan.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Terima kasih Pak Sekjen, pimpinan dan anggota DPR dan DPD yang saya hormati, kalau
diijinkan untuk menyampaikan, kami ingin urut dari yang mudah dulu, kira-kira yang sejak kita
pembahasan sudah mempunyai pandangan yang sama itu isu yang ketiga, tentang penugasan kepada
7
KPU dan Bawaslu dengan penugasan secara atributif, sebagai penyelenggara pemilihan kepala
daerah. Kira-kira di Undang-undang ini nanti, di undang-undang perubahan ini negara memberi tugas
kepada KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilihan Kepala Daerah, mudah-mudahan kita
semua bisa menyepakati ini rezim Pemda tetapi ada penugasan atributif, melalui Undang-undang
kepada KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara Pilkada. Ini titik yang pertama, jadi mohon pak
Pimpinan dapat melakukan satu pembahasan terlebih dahulu, satu isu dulu, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, silakan rekan-rekan ada yang mau menanggapi, silakan.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, S.H, M.Si):

Terima kasih, langung pak, terkait dengan pendelegasian wewenang atributif kepada KPU dan
Bawaslu dari fraksi kami memandang, memang lembaga yang saat ini siap sampai ke tingkat daerah ini
adalah KPU dan Bawaslu. Ini persoalannya terkait dengan pembiayaan, seringkali memang pemerintah
kabupaten kota dan juga provinsi terbelenggu, satu sisi terbatasnya dana alokasi umum yang
menjadikan hitungan pemerintah daerah, di dalam hitungan waktu 1 periode 5 tahun ini, setahun harus
tersita untuk penyelenggaraan pesta demokrasi.
Kami mohon agar KPU dan Bawaslu ini benar-benar bekerja dengan prinsip efisiensi dan
efektifitas, termasuk di dalamnya adalah bagaimana terhadap pemerintah daerah kabupaten kota dan
provinsi yang mengalokasikan anggarannya cukup besar untuk kegiatan pesta demokrasi ini, agar tidak
terlalu membebani keuangan daerah. Jadi kami memberikan catatan dan mungkin bisa diberikan
penjelasan bagaimana rumusan yang paling bagus begitu.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT:

Pak Endro dulu, silakan.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Terima kasih ketua, bapak Sekjen beserta rombongannya yang kami hormati, dengan
pemasukan atau usulan bahwa memang ada kesepakatan dan pandangan yang sama bahwa
penyelenggaraan di dalam pilkada ini adalah KPU dan Bawaslu, saya kira pemerintah juga demikian,
kemudian Komisi II juga demikian, tetapi memang ada perbedaan dan pandangan dari masalah rezim
ini. Tadi dijelaskan bahwa ada tugas untuk menyelesaian, bahwa beliau ini tugasnya KPU dan Bawaslu,
perlu juga kami sampaikan ketika kemarin kita ini menghadap MA ada saran dari MA biar ini lebih
komplit ini saran dari beliau bahwa yang namanya pemilukada ini termasuk rezim pemilu jadi tidak
penugasan. Tetapi dianggap oleh pemilu. Dan ini kalau ditarik pada sejarah kebelakangg, pada waktu
itu memang kenapa, yang tahun-tahun yang lalu yang menangani MA, karena MK pada waktu itu
karena pekerjaannya tidak begitu banyak minta untuk masalah Pilkada ini menjadi wewenang MK,
karena ini adalah rezim dari pada Pemilu, kemudian di iyakan, tapi dengan problem-probem yang ada
akhirnya menolak rezim pemilu, jadi kayaknya ketegasan bahwa ini rezim pemilu dan tidak ini juga
masih sumir, dan juga ketika MK memutuskan di dalam persidangannya juga tidak untuk, mufakat
semuanya, sebagian ada menolak, dan sebagian juga, dari pada ini ada usulan 2 yang satu
penugasan.

8
KETUA RAPAT:

Pak Endro mohon maaf jadi sebelum dilanjutkan nanti juga yang lain, jadi fokus pada topik, jadi
kita bahas topik dulu, tadi yang kita bahas poin pertama tentang penyelenggara KPU, kira-kira setuju
atau tidak atau ada alternatif lain jadi tidak ke yang lain-lain dulu, nanti sesuai dengan itu, supaya
selesai cepat.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Oke, ini hanya tadi ditugaskan atau menjadi rezim pemilu, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya, Pak Azikin.

F-GERINDRA (Dr.H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Terima kasih Pak Ketua.

Pak Sekjen beserta rombongan yang saya hormati,

Kita sudah mendapatkan semua keputusan bahwa KPU itu bukan rezim pemilu, oleh sebab itu
kalau memang kita sepakati KPU pelaksana pada tahapan pertama ini mungkin kita setuju semua
karena hanya satu lembaga yang siap melaksanakan itu, tapi kedepan kami usulkan jangan lagi KPU
karena kita sudah putuskan bahwa keputusan tetap bahwa KPU bukan rezim Pilkada. Pemerintah
daerah pernah melakukan itu pada masa orde baru, kegiatan pemilihan legislatif ditangani langsung
oleh KPU, Kepala Pemerintahan Umum waktu itu, Kepala Bagian pemerintahan Umum, Kepala Biro
Pemerintahan, di tingkat Provinsi ditambah dengan unsur-unsur yang terkait, antara lain ada kejaksaan,
ada parpol.
Oleh sebab itu mungkin ke depan dan dalam konsideran Undang-undang ini diberi suatu
keleluasaan bahwa setelah ini kemungkinan bukan lagi KPU yang melaksanakan, karena ini kan sudah
ada keputusan hukum tetap bahwa pelaksanaan Pilkada bukan rezim KPU, ya kita harus menghargai,
Terima kasih pimpinan.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Syarif.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, S.H., M.H.):

Mohon izin Pimpinan daftar.


Terima kasih.

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Selamat sore, salam sejahtera.


Pimpinan yang kami hormati;
Sekjen serta seluruh jajaran,

9
Yang pertama berkaitan dengan pelaksaaan apakah KPU atau yang lain, tapi kita sudah
sepakat bahwa untuk ini penyelenggaranya adalah KPU. Tetapi saya melihat pandangan kami,
kalaupun kita, walaupun itu tidak menjadi rezim pemilu sesuai dengan keputusan MK tetapi kalau kita
bersepakat, bahwa KPU sebagai pelaksana di dalam Pilkada ini, pada prinsipnya kita bisa menerima
ini, karena memang dari sisi beberapa konsekwensinya KPU adalah merupakan lembaga yang
profesinal selama ini untuk melaksanakan pemilu itu.
Saya pikir itu saja, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Pak Lutfi, nanti Pak Malik, kemudian Pak Saan.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M.Si):

Terima kasih pimpinan,


Pak Sekjen dan jajaran, rekan-rekan Panja yang saya hormati,

Keputusan MK mengatakan bahwa Pilkada itu bukan rezim pemilu, jadi pilkada bukan rezim
pemilu tapi rezim pemerintahan daerah, karena itu di keputsan MK mengatakan penyelenggaraan itu
bukan KPU, tetapi mengembalikan kepada pembuat Undang-undang siapa yang akan ditunjuk, kalau
kita memberikan kepada KPUD, pertanyaan saya adalah, KPU itu menurut Undang-undang Pemilu
adalah lembaga yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, kalau diserahkan kepada KPUD,
pertanyaannya adalah apakah KPUD itu bagian dari KPU Provinsi dan bagian dari KPU Pusat? Kalau
dia bagian dari KPU Provinsi dan bagian KPU Pusat kalau pemilihan bupati, walikota, maka apakah
nanti ini tidak membuka peluang untuk terjadinya yudisial review. Karena sudah dikatakan bukan rezim
pemilu, artinya kalau kita menunjuk KPUD sebagai penyelenggara itu sifatnya ad hoc, dan kalau
sifatnya ad hoc berarti tidak ada hubungan hirarkis dia dari pusat ke daerah, ini yang perlu dipikirkan.
Saya kira itu saja pimpinan, terima kasih.

SEKJEN KEMENDAGRI:

Pimpinan,

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Sekjen.

SEKJEN KEMENDAGRI:

Apakah diperbolehkan Pak Mendagri bergabung di Forum?

KETUA RAPAT:

Dengan senang hatilah.

SEKJEN KEMENDAGRI:

Terima kasih, Jadi memang Pak Mendagri memang standby pak, di sini, nanti waktunya tiba-
tiba masuk, anggota mempertanyakan, tapi prinsipnya sebelum lanjut, sebetulnya usul ini eh RUU ini
10
usul inisiatif, usul itu mau menguatkan KPU sampai ke bawah sebagai penyelenggara Pilkada, usul
DPR, pemerintah menawarkan penguatan ini dengan satu basis dengan satu argumentasi, dengan satu
justifikasi yang disampaikan Prof. Zudan tadi, bahwa kita tambahkan ini pemberian tugas oleh Undang-
undang ini kepada KPU dalam konteks menangani atributif, ini oleh Undang-undang pak.
Oleh sebab itu, kita mungkin tidak perlu mendiskusikan rezim ini, kalau kita mendiskusikan
rezim ini tidak akan pernah ketemu, MK sudah jelas ini adalah bukan rezim pemilu. Karena bukan rezim
pemilu kita berikan tugas atributif oleh Undang-undang, soft to mix oleh undang-undang 1, gak mic,
dananyapun Pak Lutfi tahun 2015 ini oleh APBD, kalau dia rezim pemilu totaly APBN, nah itu
sebetulnya standing point pemerintah sebetulnya pemerintah dari awal disampaikan Prof Zudan tadi
menguatkan usul inisiatif DPR, terima kasih pak.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Malik.

F-KB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Ya terima kasih Pimpinan, saya sebetulnya.

Yang pertama begini, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi, yang menyimpulkan bahwa
Pilkada ini bukan rezim pemilu itu karena MK tidak bersedia untuk mengadili hasil Pilkada, itu yang
pertama, bukan kemudian MK kemudian mengatakan bahwa KPU tidak bisa melaksanakan Pilkada
bukan begitu.
Nah karena itu yang kedua menurut saya saya setuju dengan pemerintah yang pertama
langsung saja kuatkan saja di Undang-undang ini bahwa pelaksana atau penyelenggara Pilkada
Provinsi kemudian Pilgub, Pilbub dan Pilwalkot, itu adalah KPU Provinsi, KPU kabupaten kota, itu yang
pertama, kalau perlu rujukan ya rujukannya ya sudah Undang-undang nomor 15 tentang
Penyelenggara Pemilu tahun 2011 kalau tidak salah, itu saja. Dan saya kira itu sudah kuat, kalau
kemudian pertanyaannya adalah yang melaksanakan Pilkada besuk bukan, bukan KPU terus siapa
lagi, semua ini berpuluh-puluh tahun kita melaksanakan Pilkada dari dulu yang melaksanakan ya
provinsi, dari dulu yang melaksanakan adalah KPU Kabupaten dan KPU Kota, kenapa baru kali ini
kemudian dipermasalahkan itu, dan tidak ada masalah kok, dulu Mahkamah Konstiusi juga mengurusi
masalah hasil pemilu Pilkada.
Jadi menurut saya dari sisi kewenangan saya kira tidak masalah kok, jadi Undang-undang ini
explisit, se-explisit explisitnya mengatakan bahwa pelaksana Pilkada atau Pilgub itu adalah KPU
provinsi, pelaksana pemilihan bupati itu adalah KPU kabupaten, pelaksana pemilu Walikota itu adalah
KPU kota kita explisit begitu. Nah oleh karena itu PKB setuju dan menurut saya kita putus saja bahwa
sudah kita putusin di sini, kasih saja pasal di sini sejelas-jelasnya bahwa pelaksana Pilkada tetap
adalah tetap KPU Provinsi, KPU Kabupaten kota, itu saja Pimpinan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Silakan Pak Saan Mustafa.

F-PD (SAAN MUSTAPA, M.Si):

Ya saya setuju dengan apa yang disampaikan oleh Pemerintah maupun dari PKB, Masyarakat
Malik bahwa kita memang tinggal explisitkan dalam pasal ini bahwa penyelenggara pemilu adalah
11
KPUD, KPUD Provinsi untuk Gubernur, KPUD Kabupaten Kota untuk Bupati dan Walikota. Di Pasal 15
tahun 2011 juga jelas Undang-Undang Nomor 15 itu mengatakan bahwa salah satu tugas KPUD itu
adalah menyelenggaralan Kepala Daerah, jadi menurut saya kita tidak usah terlalu berdebat lagi ini
tinggal kita explisitkan dan kita keluarkan saja dalam Undang-Undang ini pasalnya, begitu saja
pimpinan.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Komarudin.

F-PDIP (KOMARUDIN WATUBUN, SH., MH):

Terima kasih pimpinan, menurut hemat kami ini Pemilu ini, dari sikap pemerintah sampai hari
ini segera dilakukan mulai tahun ini 2015, dan kalau ini bersifat mendesak, lembaga yang paling siap
hari ini adalah KPU, kalau bukan KPU kita bentuk lembaga berapa lama? Harus melaksanakan tugas
itu?
Oleh karena itu Fraksi PDI Perjuangan setuju degan sikap pemerintah dengan catatan tetap
harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh pasal yang akan kita menambah dalam Undang-
undang ini, untuk diberi kewenangan kepada KPU tidak bertetangan dengan konstitusi agar
membenarkan apa yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:

Fraksi PAN silakan.

F-PAN (AMRAN, S.E):

Terima kasin Pimpinan, rekan-rekan anggota Panja yang saya hormati, dari Panja Pemerintah.
Pertama bahwa yang kita inginkan penyelenggara pemilu adalah betul-betul yang sangat independen
tidak berfihak kekiri dan kanan, betul-betul ingin menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara,
sebagai wasit, bukan wasit yang berat sebelah. Nah kalau kita lihat perjalanan, berapa kali Pilkada itu
disadari atau tidak disadari, diakui atau tidak diakui ternyata memang masih ada hal-hal yang kalau kita
lihat teryata yang diberikan wewenang tugas untuk menyelenggarakan pilkada ini ternyata belum
memposisikan dirinya sebagai betul-betul sebagai wasit yang murni.
Nah kalau kita ingin mengkaji bahwa siapa sesungguhnya yang mampu untuk memposisikan
dirinya sebagai wasit yang murni. Saya kira agak sulit dan mungkin ini memerlukan sebuah perdebatan.
Nah kalau kita melihat sekarang yang ada dan tentu tadi disampaikan oleh teman-teman saya yang
siap sekarang itu adalah KPU, tinggal bagaimana tadi, sebagaimana yang disampaikan tadi explisit,
tidak ada penguatan dalam undang-undang ini. Cuma menjadi catatan dari Fraksi PAN bahwa
bagaimana penyelenggara pemilu itu betul-betul kita posisikan sebagai wasit yang murni.
Ada salah satu masukan kepada Fraksi PAN bahwa salah satu yang ikut dalam penyelenggara
pemilu itu yang membuat dia tidak bisa betul-betul netral tidak bisa betul-betul menjadi wasit, itu adalah
adanya unsur PNS atau utusan dari Pemerintah, sebagai Sekretaris di Penyelenggara Pilkada itu, itu di
KPU, ini menjadi masukan untuk kita pikirkan, apakah betul bahwa kalau KPU itu dan itu adalah
Sekretarisnya dan sekretaris itu adalah dari unsur PNS atau dari utusan pemerintah apakah itu bisa,
netra dan tidak dibawa kendali oleh pemerintah yang sekarang berjalan, saya kira sementara itu.

12
KETUA RAPAT:

Selamat datang Pak Menteri.


Ada lagi? Cukup?

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

PPP setuju, ketua.

KETUA RAPAT:

Jadi kita poin satu tentang penyelenggara pemilu kita sepakat untuk penyelenggara pemilu
memperkuat kebaradaan KPU Provinsi dan KPU kabupaten kota.
Bisa diterima?

(RAPAT: SETUJU)

Ini poin yang paling mudah ya? jadi ternyata poin yang paling mudah ya lumayanlah hampir
setengan jam, mudah-mudahan setiap poin dari 13 ini tidak melebihi 1 jam sehingga selambat-
lambatnya 13 jam kita berdiskusi ini, mudah-mudahan besuk bisa selesai, karena setelah itu perlu ada
pembahasan redaksi dan lain-lain dan kita perlu ketemu sekali lagi, pasal demi pasal, supaya sinkron.
Lanjut.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. SUDAN):

Terima kasih, mohon ijin Pak Menteri untuk isu yang berikutnya adalah isu yang ke 12
pimpinan, adalah lembaga penyelesaian sengketa hasil Pilkada. Kalau kita melihat yang paling
berpengalaman adalah Mahkamah Konstitusi, tapi melalui keputusannya nomor 137 maaf 97 tahun
2013 MK sudah menutup dirinya, maka institusi yang paling profesional berikutnya tinggal Mahkamah
Agung, pemerintah memilih dengan seluruh pertimbangnnya Mahkamah Agung adalah lembaga yang
saat ini paling siap sebagai lembaga penyelesaian sengketa pemilihan, sengketa hasil pemilihan
Kepala Daerah dengan seluruh pertimbangan-pertimbangannya, karena kalau kita membentuk lembaga
baru, melatihnya perlu waktu, kemudian profesionalitasnya juga perlu diuji kembali, kira-kira itu
pimpinan standing position dari pemerintah tentang lembaga penyelesaian sengketa hasil pemilihan
kepala daerah.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Gantian, Pak Komarudin dulu, saya daftar dulu ya? Pak Komarudin satu, dua tadi Pak Syarif,
tiga Pak Tamanuri, yang belum Pak Muqowam, Pak Malik, Pak Saan.

F-PD (SAAN MUSTAPA, M.Si):

Saya usul begini saya ketua, per fraksi saja, nanti kalau yang belum cukup boleh ditambah oleh
anggota yang lain.

13
KETUA RAPAT:

Baik, silakan jadi kalau Fraksi kita mulai dari PDIP.

F-PDIP (KOMARUDIN WATUBUN, SH., MH):

Terima kasih Pimpinan, tentang lembaga yang berwenang untuk menangani sengketa pemilu,
kebetulan Komisi II kemarin telah melakukan konsultasi dengan Mahkamah Agung dan itu diterima oleh
ketua MK dan seluruh hakim, eh MA dan seluruh hakim agung, dan seluruh pegawai golongan berapa
kemarin. Dan di sana sudah tegas disampaikan bahwa sengketa tentang hasil, tentang sengketa
pidana, itu dutangani oleh MA, tapi khusus tentang sengketa hasil itu mereka kemarin tegas menolak
dengan pertimbangan bahwa mereka lagi mereformasi lembaga Mahkamah Agung jangan sampai
masalah ini masuk membikin rencana panjang mereka menjadi masalah.
Dan kedua karena mahkamah Agung itu strukturnya sampai ke bawah, maka kalau itu
ditugaskan di tingkat pengadilan, di tingkat Provinsi harus membutuhkan waktu dan singkatnya paling
tepat untuk melaksanakan tugas ini adalah Mahkamah Konstitusi, nah tinggal kita cari bagaimana kalau
SDM mahkamah konstitusi dan dasar aturan Mahkamah Konstitusi harus lakukan tugas ini, kalau sudah
diperintah oleh pembuat Undang-undang mestinya Mahkamah Konstitusi melaksanakan itu.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan Golkar.

F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):

Menambahkan dari Pak Komaruddin kesiapan MA itu terbatas pada persoalan sengketa pemilu
yang terkait dengan pidana.
Kemudian yang kedua adalah administrasi yang terkait dengan kewenangan tata usaha
negara, ini MA siap, tapi terkait dengan sengketa hasil saat ini sedang mereformasi diri sehingga
pengalaman tahun lali itu dijadikan pertimbangan, mohonnmaaf Pak Menteri kita tahu bahwa sejarah
lahirnya kewenangan sengketa pemungutan hasil ini pemungutan suara ini ke MK itu adalah koreksi
dari sebelumnya di tingkat peradilan umum atau di peradilan tinggi, kemudian diserahkan ke MK.
Sekarang ini tiba-tiba MK dengan keputusannya menyerahkan kembali ke peradilan umum, ini yang
oleh Pihak Mahkamah Agung sangat keberatan, bahkan kemarin diganbarkan satu ilustrasi kalau
serentak di tingkat pengadilan tinggi, kemudian disitu ada batasan-batasan mengenai tenggang waktu
untuk mengambil keputusan dari rangkaian aturan yang ada, rasanya dengan jumlah personil hakim
yang terbatas tidak mungkin untuk bisa dilaksanakan dengan baik, khawatirnya nanti malah justru
menganggu reformasi birokrasi dan juga deadline dari pemerintahan Pak Jokowi untuk menciptakan
refolusi mental, karena kami melihat memang di tingkat peradilan umum ini sudah mulai berjalan relatif
bagus.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Endro mungkin, Gerindra.

14
F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):
Terima kasih bapak Ketua,
Bapak Menteri yang saya hormati.

Sebetulnya menyambung yang tadi, jadi yang tadi tetapi saya juga menghormati apa pendapat
dari Bapak Sekjen bahwa sebetulnya ini tidak dikaitkan dengan rezim pemilu atau tidak, tapi saya
pribadi juga Gerindra ini sesuai dengan eh sependapat dengan saran dari MA bahwa ketika kita berano
menyatakan bahwa Pilkada ini rezim dari pemilu, otomatis penyelenggaranya itu harus KPU dan juga
sengketa Pilkada ini juga MK. Jadi dengan hanya satu kalimat bahwa ini rezim pemilu ini semuanya
sudah menjawab nomor 3 sama nomor 12 ini, penyelenggaranya KPU dan tidak ada yang lain, saya
kira itu.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Lanjut, Demokrat.

F-PD (SAAN MUSTAFA, M.Si):

Terima kasih, saya ingin menyampaikan yang pertama ini kan soal siapa yang kita tugaskan,
bukan berhak, kalau kita tanya MK maupun MA pasti sama-sama menolak, karena buat mereka
menambah beban persoalan saja, mereka tidak mau didemo juga dan macam-macam, ini kan problem
pak, tapi kita perintahkan saja. Nah sebelum kita perintahkan melalui Undang-undang ini kan kita coba
kaji dulu kesiapan dari masing-masing lembaga. Pertama kalau kita serahkan ke MK jelas-jelas MK
lewat yudisial reviewnya dia mengatakan sudah menolak, dan juga dengan Pilkada serentak ini dengan
hakim MK yang terbatas cuma 9 jumlah Pilkada yang akan ditangani ini serentak anggap saja kalau kita
lakukan usulan pemerintah di 2015, belum lagi nanti sebagian fraksi usul 2016, itu serentak hampir 200
lebih Pilkada, kalau dari 200 lebih anggap saja 60 persen atau 50 persennya itu menyatakan sengketa,
itu berapa majelis yang harus dipilih, yang harus dibentuk, begitu kan? Tidak mungkin MK itu bisa
menangani dengan beban jumlah Pilkada serentak yang begitu banyak, jumlahnya ratusan, jangan-
jangan 100 persen mereka mengajukan gugatan semua, kita ini kalahnya tinggi saja tetap menunjukkan
gugatan tinggi ke MK.Jadi menurut saya dengan beban yang begitu besar, dengan keterbatasan hakim
MK yang 9 itu rasanya masuk akal kalau mereka paham itu satu hal.
Yang kedua kenapa kita juga bisa ke Mahkamah Agung kita perintahkan, ini kan Mahkamah
Agung kita perintahkan, ini Mahkamah Agung juga punya pengalaman menangani sengketa Pilkada itu
ketika awal-awal Pilkada langsung itu dilakukan. Untuk bupati Walikota itu sengketanya kan di
Pengadilan tinggi, untuk Gubernur sengketanya itu di Mahkamah Agung, nah itu relatif pertama
berjumlah kalau tiap pengadilan tinggi, klau rata-rata itu ada 34 privinsi berarti kan ada 34 pengadilan
tinggi, saya ingin contokan kalau Jawa Barat di 2015 Pilkada itu kurang dari 15, mungkin sepuluhlah
kali, 10 yang Pilkada, 10 kabupaten kota anggap saja sepuluh-sepuluhnya itu mengajukan gugatan,
ada sengketa itu ditangani oleh Pengadilan Tinggi itu bisa selesai, baik Pengadilan Tinggi itu tinggal
bikin berapa Majelis Hakim untuk menangani sengketa di situ kan selesai, 2 majelis hakim saja itu kira-
kira kalau 1 majelis hakimnya 3 itu cuma 6 hakimnya itu bisa selesai.
Menurut saya yang paling mungkin hari ini denagn pengalaman sebelumnya, Mahkamah
Agung pernah juga punya pengalaman menangani Pilkada kita perintahkan saja Mahkamah Agung
untuk menagani Pilkada melalu Undang-undang ini, jangan ditanya ke siapanya, kalau ditanya kesiapan
saya kita tidak akan mau, karena bebannya terlalu berat, takut juga didemo sibuk, itu satu. Jadi
perintahkan Mahkamah Agung untuk Bupati Walikota di Pengadilan Tinggi, untuk Gubernur di
Mahkamah Agung.
15
Dan yang kedua, catatan yang kedua, itu putus disitu satu tingkat saja, tidak perlu ada ruang
untuk banding apalagi kasasi. Tahun pertama sengketa Pilkada di Mahkamah Agung itu putud di tingkat
pertama, tidak ada banding, kecuali satu pengalaman yang banding adalah kasus Depok, kasus depok
itu satu-satunya pengadilan yang memutus Pilkada, sengketa Pilkada Tingkat Pengadilan Tinggi itu
yang banding itu cuma kasus Depok. Kenapa kasus Depok? Karena terlalu sorotannya luar biasa, ada
hal-hal yang luar biasa.
Yang kedua di Tingkat Mahkamah Agung untuk menagani sengketa Guburnur yang ribut itu
kan Cuma satu juga, mana yang ribut yang paling Maluku Utara saja kan begitu. Maluku Utara yang
paling rame, diluar itu rata-rata tidak terlalu ada riak yang luar biasalah.
Jadi menurut saya sekali lagi dari kami kita perintahkan saja Mahkamah Agung, itu untuk
menangani sengketa Pilkada, tetapi dengan satu catatan itu tidak ada banding, cukup putus satu tingkat
saja, tidak ada tinggkat kedua, tingkat ketiga, apalagi sampai ke Kasasi itu terlalu lama.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Sebentar tambahan dulu, Pak Henri tadi mutar Fraksi dulu pak Hendri.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Terima kasih. Pilkada ini didalam Undang-Undang kita yang baru ini mengalami
penyederhanaan yang luar biasa, pertama, ambang batasnya. Ambang batasnya sudah mengalami 20
dan 25. Yang kedia di Pasal 158 bisa kita lihat juga penyederhanaan sengketanya. Sengketa yang
selisihnya lebih dari 2 persen, lebih dari satu setengah persen, lebih dari satu persen, lebih dari
setengah persen sudah tidak diproses lagi, di sengketa kita, penyederhanaan ini saya kira akan
menyebabkan jumlah sengketa akan turun drastis, dan yang disampaikan oleh Mahkamah Agung
ketika kemarin melakukan audiensi yang pertama para hakim yang menagnani Pilkada tidak boleh
menangani perkara lain, ini yang Mahkamah Agung keberatan, bahwa Undang-undang melarang hakim
yang menangani sengketa Pilkada tidak boleh menangani perkara lain, ini yang Mahkamah Agung
keberatan, bahwa Undang Undang melarang hakim yang menangani sengketa Pilkada itu dilarang
menangani perkara lain, itu yang MA keberatan karena Loudnya tidak mungkinhanya dikhususkan
kepada sengketa Pilkada.
Yang kedia batas waktu pengadilan tinggi 14 hari untuk menyelesaikan sengketa sebagai
pengadilan pertama, kemudian banding di tempat MA yang 14 hari itu dirasa tidak cukup waktunya,
oleh karena itu saya kira ada jalan keluar kalau MA menunjuk pengadilan tinggi sekaligus Pengadilan
tingkat Pertama tapi sekaligus final and finding itu saya kira waktunya jadi 28 hari jadi cukup waktunya
untuk menyelesaikan sengketa Pilkada ini, saya kira kita terhadap probasiliras kejadian extrim pada
saat serentak nasional itu misalnya 560 Pilkada, bersengkata semua 560 itu kejadian ekstrim itu
peluang munculnya saya kira sudah sangat dieliminer oleh Undang-undang ini, jadi kalau ambang
batas pendaftarannya saja sudah 20 dan 25 itu calon maksimum hanya4 untuk mendapatkan ambang
batas kemenangan 30 menjadi rensnya pendek menjadi lebih mudah, dan kemudian ada Pasal 158
yang mengatur penyederhanaan, ambang batas yang boleh dipersengketakan.
Jadi saya kira ada Pasal 158 yang mengatur penyederhanaan ambang batas yang boleh
dipersengketakan. Jadi saya kira dengan begitu sengketa Pilkada ini bisa kita tetapkan di Mahkamah
agung sesuai dengan Undang-undang ini tapi disederanakan saja supaya MA bisa menunjuk
Pengadlan Tinggi yang mana, tetapi pengadilan tinggi pertama ini sudah final and finding tidak perlu
kasasi lagi. Saya kira pendapat, melengkapan pendapat Partai Demokrat.
Terima kasih.

16
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT:

Lanjut PKB.

F-KB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Ya sebetulnya dulu, Yang pertama begini, ini sebenarnya perdebatan lama, dan sebetulnya
materi perdebatannya sama, dulu sebelum Perpu itu keluar pilihan kita ada 3.
Yang pertama adalah Mahkamah Konstitusi,
Yang kedua adalah MA, kemudian pilihan
Yang ketiga semoat muncul itu Lembaga Khusus Peradilan Pemilu.
Tapi kemudian pilihan yang ketiga ditinggalkan dan waktu itu sebelum Perpu itu keluar kita
bersepakat, untuk Gubernur di MA, untuk Bupati dan Walikota di Pengadilan Tinggi, intinya itu, yang
kemudian diperkuat oleh Perpu, alasannya yang pertama adalah tentu saja pemicunya waktu itu Pak
Akil Muchtar, tetapi itu sebetulnya hanya pemicu saja, tetapi yang menjadi pertimbangan kuat kita
sebetulnya adalah beban kerja, yang disampaikan Pak Saan Mustafa tadi itulah yang menjadi
pertimbangan sehingga teman-teman Panja waktu itu memberikan pertimbangan bahwa MA dan
Pengadilan Tinggi. Karena kita bisa bayangkan kalau kemudian serentak Pilkada serentak, kemudian
semuanya ditangani oleh Mahkamah Konstitusi itu juga bisa jadi masalah, itu yang pertama.
Yang kedua Pimpinan tarakhir sekedar tambahan, ada sebetulnya pasal lain yang mengatur
tentang boleh tidaknya orang menggugat, saya lupa Pasal di Perpu itu seperti apa? 158 ya? Di Pasal
158 itu dibunyikan itu bahwa orang tidak sembarangan atau calon Kepala Daerah tidak sembarangan
menggugat hasil Pilkada, disitu ditulis ambang batas kira-kira berapa persen kemudian bisa kemudian
menggugat tergantung jumlah penduduknya. Nah Spirit atau semangat munculnya itu sebetulnya untuk
membatasi agar tidak semua calon kepala daerah yang kalau itu kemudian menggugat. Nah sebetulnya
kita sudah punya 2 filter yang pertama adalah kita berikan kepada Mahkamah Agung, dan pengadilan
Tinggi, yang kedua adalah kita Filter dengan pasal itu Dan kalau Pasal itu kita setujui saya kira harus
disetujui karena itu tidak menjadi cluster itu bisa juga membatasi orang untuk menggugat ke Makamah
Agung atau Pengadilan Tinggi.
Terakhir Sikap PKB, MA terakhir Final kemudian Pengadilan Tinggi juga final, jadi begitu
alasannya Pimpinan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Lanjut PAN.

F-PAN (AMRAN, S.E.):

Terima kasih Pimpinan, Pak Menteri.


Kalau kita melihat ini kan antara MA dan MK, MK melakukan penolakan kan kita juga mau
melihat, yang tahu kan suasana kebatinan di MK itu kan mereka sendiri, kalau suasana kebatinannya
itu adalah karena persoalan kasus Akil Muhtar, maka saya kira itu terlalu kecil, kalau itu, tapi kalau
suasana kebatinan di MK itu bahwa akan menjadi sebuah tambahan beban yang sangat berat, dengan
Pilkada serentak, dengan komisioner yang, Hakim MK yang begitu terbatas, dan sulit nanti akan
melakukan penyelesaian sengketa karena ini Pilkada serentak, yang Pilkada serentak itu bukan hanya
puluhan, bahkan sudah ratusan, dan katakanlah itu 30 persen atau 50 persen itu bersengketa, itu akan
17
sulit untuk melakukan dalam waktu yang singkat. Kalau itu yang menjadi suasana kebatinan MK maka
kita perlu perhatikan, karena tentu dia akan berfikir juga bahwa tentu ada sebuah pemikiran bahwa dia
tidak menginginkan juga Pilkada ini nanti kalau terlambat penyelesaiannya dalam sengketanya mereka
diselesaikan maka timbul konflik yang berkepanjangan, maka melebihi apa yang sebelumnya.
Tentu dalam hal ini kalau kita melihat bahwa mana yang siap antara MK dan MA dengan
melihat sebuah personil yang ada, saya kira MA lah yang memang memiliki kekuatan yang lebih dari
pada MK. Tinggal kita nanti mengatur bagaimana mekanismenya, anti kita atur lebih lanjut. Yang kita
putuskan dupu adalah apakah MA tau MK. Kalau sudah kita putuskan MA kemudian kita atur lagi,
bagaimana sistem mekanismenya dalam penyelesaian sengketa.
Saya kira begitu pimpinan.

KETUA RAPAT:

Lanjut PPP, PKS dulu, PKS.

F-PKS (Dr. H. SA’ADUDDIN, MM):

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Sa’adudin bapak Pimpinan, sebetulnya kita sama-sama mengerti bahwa kedua Lembaga MA
dan MK semuanya menolak, karena memang diberikan beban yang cukup berat apalagi dengan Pemilu
serentak, itu banyak. Kita semuanya sudah berpengalaman bahwa di MA juga tidak pernah mengikut
...(suara tidak jelas) kita juga pernah mengikuti, jangan sampai juga kasus yang terjadi hari ini,
belakangan ini yang sifatnya segelintir kasusyang terjadi belakangan ini yang sifatnya segelintir kasus
yang terjadi di MK sehingga persoalan-persoalan hukum ini dihilangkan atau dengan kata jangan
sampai ada ungkapan bahwa ketika kita menutupi lumbung, lumbung nya yang kita bakar, jangan
sampai terjadi.
Kita tahu bahwasannya yang selama ini sudah berjalan baik ya biarkan berjalan, makanya
dengan demikian bahwa kalau saja kasus itu individual dan sudah terselesaikan dengan baik, jangan
ditarik lagi itu aturan main, kita sama tadi sepakat dari pemerintah menyatakan bahwasannya kita
mengatakan ini tidak, ini tidak, kita sudah proses membuat Undang-undang, oleh sebab itu dalam
Undang-undang yang kita buat tadi kita putuskan saja, kita tentukan saja sehingga pemerintah katakan
inilah hasil yang kita buat Undang-undang ini hasi keputusan kita bersama, jangan sampai kita neken
dia nola-nolak mita mengikuti apa yang dikatakan oleh, Oleh sebab itu saya memahami bahwasannya,
kayaknya hari ini keputusan di MK, kita juga masih meyakini bahwa bisa berjalan dengan baik, kalau
digugat MK sudah bisa lihat hasilnya.
Berbicara tentang rezim pemilu atau bukan itu persoalan lain, anggap saja kita tidak bicara itu,
karena itu dianggap sudah selesai. Hari ini kita tinggal memproses mmembuat aturan Undang-undang,
lalu kami dari PKS masih meyakini bahwasannya MK masih bisa melaksanakan tugasnya.
Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Silakan PPP.

18
F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Ya PPP pak, Fraksi PPP seperti yang sudah disampaikan pada kesempatan sebelumnya
memahami betul bahwa dengan diselenggarakannya Pilkada secara serentak itu memang
membutuhkan satu lembaga yang lebih besar, lebih bisa memberikan jaminan dapat menangani
berbagai hal terkait dengan perselisihan terkait dengan sengketa. Nah apa yang telah di putuskan
dalam Undang-undang hasil Perpu saya memang dalam kerangka untuk mencocokkan antara
kepentingan pelaksanaan pilkada serentak dengan kepentingan bagaimana nanti terkait dengan
penyelesaian-penyelesaian sengketa itu sendiri, untuk itulah saya kira lembaga MA ini memang dapat
kita pertahankan untuk kita berikan tugas di dalam menangani soal-soal sengketa, termasuk
perselisihan hasil pemilihan, namun perlu juga kita pertimbangkan beberapa masukan dari pimpinan
MA seerti yang sudah disampaikan, kemarin dalam rapat konsultasi beberapa hal yang membuat pihak
MA itu keberatan atau ada problem-problem yang dikhawatirkan akan merusak kualitas atau
menganggu dari secara keseluruhan pelaksanaan penyelenggaraan Pilkada itu sendiri, misalnya soal
status hakim yang dalam Undang-undang itu diharapkan sudah bertugas 3 tahun. Kita tahu bahwa di
beberapa pengadilan negeri di beberapa tempat di daerah itu, hakim-hakim yang bertugas selama 3
tahun itu juga masih belum banyak.
Lalu soal status hakim tidak boleh merangkap menangani perkara-perkara lain di luar Pilkada
itu juga menjadi keberatan dari Mahkamah Agung, termasuk juga soal jumlah Pengadilan Tinggi, dalam
Undang-Undang yang kemarin baru disahkan itu, pengadilan tinggi belum juga kita tegaskan apakah itu
pengadilan tinggi, peradilan umum atau pengadilan tinggi Tata Usaha Negara dan jumlahnya saya kira
karena Mahkamah Agung mempunyai lebih dari 31, ada 31 pengadilan tinggi saya kira itu juga apakah
hanya di khususkan, dicukupkan hanya dibatasi hanya 4 pengadilan tinggi atau mungkin juga bisa
perluas, jadi terkait dengan keberadaan atau status perkara di pengadilan tinggi dan juga di MA untuk
bupati dan walikota, di pengadilan tinggi itu tingkat pertama dan terakhir ya? final dan mengikat
termasuk juga Gubernur di MA. Saya kira itu pandangan kami dari Fraksi PPP.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Nasdem.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Terima kasih.

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Selamat sore pimpinan, Pak Menteri yang saya hormati, seluruh jajaran,
Tadi mungkin sudah disampaikan juga oleh beberapa Fraksi berkaitan dengan apakah MK atau
Mahkamah Agung untuk menyelesaikan. Kemarin memang Ketua Mahkamah cukup menyampaikan
sampai berkaitan dengan persoalan soasial, kalau nanti semua ini pemilihanya katakanlah itu daerah
ada 20, atau 10 yang serempak pemilihan itu, kemudian diadili di pengadilan tentu ya kita akan nanti
pengadilan tinggi, pengadilan umum. Yang satu atau 2 saja banyak kantor kami yang sudah rusak,
seperti itu, tapi juga kita harus mengetahui bahwa putusan MK ini kan bersifat final dan mengikat, tidak
mungkin Undang-undang ini kita bikin kemudian kita tugaskan kepada Mahkamah Konstitusi untuk
melakukan peradilan tentu karena dia punya hak yudisial review pasti akan di yudisial oleh pihak-pihak
lain, kecuali kalau amandemen Undang-undang Dasar, yang langsung meyatakan tegas disitu, mungkin
baru ada kekuatan hukum, maka yang jelas kalau sudah seperti itu apapun konsekwensinya tentu ini
19
harus ke Mahkamah Agung. Karena tidak mungkin kita akan limpahkan kepada MK, kalau ke MK pasti
ada persoalan-persoalan.
Jadi tentu tinggal dipikirkan secara tehnis apa yang disampaikan oleh beberapa keberatan
termasuk personil di hakim-hakim itu di daerah kemudian berkaitan dengan dampak sosialnya yang
mereka harus tanggung bisa-bisa kantor mereka rusak dan sebagainya itu, dihancuri karena berkaitan
dengan ini. Jadi kami beranggapan karena ini memang sudah tidak ada lagi acara lain, tentu kita harus
ke MA, itulah yang terbaik dan sesuai dengan konstitusional yang ada. Mungkin ada tambahan dari Pak
Tamanuri, silakan.
Terima kasih.

F-NASDEM (Drs. TAMANURI, MM):

Terima kasih Bapak Pimpinan, sebenarnya memang sebaiknya adalah yang untuk mengadili
adalah MK, akan tetapi kalau kita melihat dari jumlah yang akan Pilkada serentak ini itu sedikit sekali
kemungkinan dapat dilaksanakan, jadi oleh karena itu, kita mengambil jalan yang agak banyak yaitu MA
dengan mendelegasikan kewenangannya kepada pengadilan tinggi-pengadilan tinggi di seluruh
provinsi. Dan ini juga ada lemahnya juga karena apa anggaran disampaikan rekan saya tadi Pak
Syarif, yaitu demonstrasi-demonstrasi karena apa? Karena di tingkat provinsi itu, di tingkat pengadilan
tinggi nitu adalah sangat dekat dengan masyarakat yang berkepentingan, maka itui tidak menutup
kemungkinan gampang sekali terjadi kericuhan-kericuhan, tetapi kita harus sadar resiko, kalau kita tidak
berani mengambil resiko, ya tidak ada keputusan ini.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, Hanura ada perwakilan, kemudian DPD silakan.

KETUA KOMITE DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Terima kasih, selamat datang Pak Menteri, pertama saya memberi pertimbangan soal ada 2
hal, pertama kaitan jumlah kasus dengan penanganan. Saya kira Pileg kemarin itu ada 77 Dapil dengan
12 Partai, itu baru DPR saja, artinya potensi untuk masing-masing partai melakukan yudisial, apa ini
kepada MK itu ada 924 gugatan potensi, ini belum DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat II. Dibanding
dengan Pilkada yang jumlahnya cuma 550 saya kira ini terlalu kecil untuk kerja-kerja yang harus
dilakukan oleh MK, dari kasus Pemilu kemarin Ketua dan peserta Rapat yang kami hormati ada 787
kasus yang kemudian MK melakukan pengatura bahwa ada persyaratan. Persoalan yang ditemukan di
kabupaten bisa ke nasional manakala ini keterangan dari KPU bahwa tidak selesai dian KPU Provinsi
juga melakukan hal yang sama, kalau tidak lapor maka, MK mengatakan bahwa persoalan ini tidak
masuk menjadi agenda di MK.
Jadi kasus di Dapil saya Pak Cahyo, kemarin mohon maaf Dapil Jawa Tengah di Dapil X
misalnya, ada sebuah partai kemudian keberatan ernata kemudian keputusan MK memberikan
kewenangan kepada perintah kepada KPU Jawa Tengah periksa kembali dan ternyata malah
berkurang suaranya itu, 7 suara. Jadi oleh karena itu kalau komparasinya adalah jumlah potensi
persoalan dengan itu saya kira itu terlalu kecil untuk Mahkamah Konstitusi. Nah karena itu atas dasar
pengalaman yang selama ini dilakukan oleh MK, kemudian Prof Zudan, kalau kemudian di kalkulasi
berapa waktu yang diperlukan dalam proses peradilan ya sungguhpun nanti ada finalnya nati di
perguruan, ee di pengadilan tinggi saya kira yang kalau pemerintah mau serentak ini kalkulasinya jelas
ini, jangan-jangan Prof. Zudan ini memberikan masukan kepada kita sebenarnya pemerintah setuju

20
dengan MK, kan begitu kira-kira ini. Ini jangan-jangan begitu. Terter saja dengan anggota DPR dan
anggota DPD saya kira ini.
Lalu yang kedua, ibu dan bapak sekalian, posisi MK saya kira dari 9, ada porsi DPR ada porsi
pemerintah, dan satu lagi porsi siapa. Kemudian dari MK saya kira terjauhkan dari kepentingan politik
lepas dari ada Pak Gayus Lumbun saya kira, ini bukan persoalan PD nya tapi ini kan profesional disitu.
Nah jadi karena itu kedekatan persoalan ini, ini lebih baik menurut saya, lebih bisa dikomunikasikan
dengan MK daripada dengan MA, jadi karena itu ketua dan bapak ibu sekalian pengalaman kemarin
saya kira yang terakhir di MK kemarin, tidak terlalu banyak persoalan kalau dia mampu memanage
bagaimana konflik harus diselesaikan. Ya atas dasar itu kami DPD saya kira memberikan pertimbangan
kalau toh kemudian DPR mau mengambil kesimpulan, DPD memberikan rekomedasi MK lah yang bisa
dipilih.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, tadi Pak Henri silakan.

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Terima kasih.

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Setelah saya menyimak semua pendapat, dengan berbagai argumentasi dan pertimbangan-
pertimbangan dan juga memperjatikan kaidah hukum dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang
menyatakan tidak berwenang, saya lebih cenderung apalagi kalau melihat dari profesionalisme serta
integritas dengan tidak mengurangi hormat saya kepada lembaga peradilan selain MK, dengan
berbagai argumentasi yang sudah disampaikan tadi serta alasan-alasan pertimbangan, saya lebih
cenderung berpendapat bahwa tidak ada istilah saya tidak mau menanganinya ketika sudah
diperintahkan oleh Undang-undang tidak. Artinya Undang-undang memerintahkan, menugaskan
kepada Mahkamah Konstitusi.
Problemnya kan yang kita lihat adalah keterbatasan jumlah hakim konstitusi, mungkin bisa
disiasati dengan merevi Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dengan menambah jumlah
hakim. Karena saya agak khawatir kalau sengketa ini diserahkan kepada peradilan umum. Terlepas
dari segi profesionalismenya tapi saya melihat integritas yang mungkin sama-sama kita bisa memahami
apa yang saya maksud dengan integritas disini. Karena tidak ada lembaga lain kalau kita tunjuk TUN
dia bukan pejabat tata usaha negara, dan itu akan lebih ribet lagi, sementara Mahkamah Konstitusi kita
tahu persis bagaimana profesionanya mereka, kita akan membentuk lembaga baru tidak akan selesai
dalam waktu 5 tahun, sementara 2016 sudah kita mulai.
Ya itu pendapat saya yang untuk melengkapi apa yang disampaikan oleh teman-teman
terdahulu, terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih, Pak Mustafa ingin menyampaikan jadi bapak-bapak, teman-teman, kita di
Komisi II pernah konsultasi dengan MK. {impinan DPR, Pimpinan Komisi II dan Kapoksi, sudah
berkonsutasi dengan MK. Intinya MK dengan berbagai alasan keberatan. Dan kemarin baru saja
21
kemarin jam 10.00 WIB, kami juga Pimpinan DPR, Pimpinan Komisi II dan Kaposi juga sudah
berkonsultasi dengan MA, dan dengan berbagai argumentasi yang cukup lengkap intinya MA juga
keberatan dan mempersilakan kembali ke MK.
Nah untuk itu mungkin Pak Mustafa bisa menyampaikan apa yang disampaikan oleh MA untuk
memperkaya pemahaman kita.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):

Saya coba ya, meskipun saya bukan Pak Hatta Ali. Mudah-mudahan mirip-mirip ya apa yang
beliau sampaikan kemarin. Khususnya buat Pak Menteri ini sebagai sebuah pertimbangan ya? jadi
be;au itu menyampaikan dari Pwerpu tersebut intinya ada 3 yang ditangkap anggaran terkaot dengan
Mahkamah Agung.
Untuk yang pertama terkait dengan penyelenggaraan Pilkada dalam prosesnya, ada pidana,
terkait pidana Pilkada, MA dirasakan tidak keberatan, setuju dengan catatan hakim jangan dibatasi per
perkara dengan yang lainnya. Jadi pada saat bersamaan kalau sangat banyak sekali kasus-kasus yang
disidangkan itu tidak memungkinkan kalau itu ditunda artinya akan menjadi masalah menurut beliau,
sementara, menyelesaikan kasus-kasus Pilkada dan secara tehnis itu bersamaan itu bisa dilakukan,
meskipun sampai pagi itu kata beliau itu bisa dilakukan. Dan juga kemarin beliau menyampaikan dari
sisi waktu karena dalam Perpu ini juga dibatasi waktunya itu juga beliau minta ada sedikit penambahan
waktu, nanti untuk detailnya beliau siap ditanya secara tertulis kira-kira waktunya berapa lama itu.
Lalu yang kedua, terlait dengan sengketa tata usaha negara, Mahkamah agung juga tidak
keberatan dengan catatan yang kurang lebih sama, bahwa hakimnya jangan dibatasi, menangani
perkara Pilkada saja, karena itu akan menimbulkan persoalan-persoalan dilingkungan Mahkamah
Agung ini.
Kemudian seirama dengan poin 1 dan 2 ini beliau juga mempertanyakan yang dimaksud dengan 4
pengadilan itu, apakah 4 pengadilan TUN yang memasng hanya 4 di Indonesia atau ditunjuk
pengadilan tinggi tertentu, di Perpu ini juga tidak ditegaskan lalu jangan sampai kata beliau juga perkara
pidana dan perkara TUN ini ditangani oleh hakim yang sama, karena kalau sudah ada perkara di TUN
diselesaikan oleh hakim tertentu lalu kemudian penyelesainnya juga di tempat yang sama itu hakimnya
akan cenderung membuat keputusan yang sama. Ya itu tadi.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Koreksi Pak Mustafa, TUN dan hasil pak, bukan pidana.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):

Oh ya, ya TUN dan Hasil, terim akasih atas koreksinya, itu yang agak tehnis-tehnis, lalu saya
masuk yang agak krusial disini, yang poin 1, 2 tadi sudah, tidak keberatan dengan catatan yang saya
sampaikan tadi, tapi yang ketiga ini panjang lebar disampaikan intinya yang hal sengketa hasil Pilkada,
Mahkamah Agung keberatan. Dulu sebelum tahun 2008 Mahkamah Agung yang menangani, lalu
Mahkamah Konstitusi melalu Prof. Jimly tanda kutip ini “memita” agar lembaga Mahkamah Konstitusi ini
juda mempunyai tanda kutip juga “pekerjaan” kira-kira peran karena investasinya sangat besar di situ.
Menurut MA dulu Pak Bagir Manan, dengan senang hati menyerahkan, sekarang kira-kira kok kembali
lagi ke Mahkamah Agung, sementara dalam putusan MK, beliau memperinci tentang masalah sengketa
hasil ini yang ditolak oleh MK itu tidak bulat hakim konstitusi yang 9 itu. Skornya 5:4, pada waktu itu
ketuanya masih Hamdan Zulfa yang cenderung untuk mrnolak sengketa hasil Pilkada itu di MK,
sementara Ketua dan Walik uyang sekarang termasuk yang setuju tetap ditangani oleh MK.

22
Lalu kemudian menurut Mahkamah Agung kalau DPR yang memegang supremasi dalam
pembuatan Undang-undang memerintahkan MK untuk menangani sengketa hasil Pilkada, maka
menurut MA DPR ini memiliki supremasi untuk memerintahkan itu berdasarkan undang-undang agar
MK menanganinya, ini peryataannya Pak Hatta Ali kemarin.
Lalu alasan yang lainnya pertahun itu ada 13.00 perkara yang ditangani oleh Mahkamah Agung
13.000 perkara menurut mereka ditambah lagi nanti dengan Pilkada serentak itu sesuatu yang belum
terbayangkan, bagaimana cara menyelesaikannya, meskipun tadi banyak pandangan tentang itu
sebagai satu tantangan dan resiko, tapi ini disampaikan sendiri oleh Ketua Mahkamah Agung. Tentang
beratnya secara tehnis itu untuk menyelesaikannya.
Kemudian masalah yang dikemukakan lagi adalah masalah SDM, masalah SDM ini tadi
dikatakan memang sedang ada reformasi internal di Mahkamah Agung saya kira kaitannya dengan
integritas yang tadi dikemukakan oleh Pak Hendri Yoso, ini katanya bayangkan bagaimana nantinya
begitu, kalau kemudian hakim-hakim ini yang nota bene punya kedekatan dengan Kepala-kepala
daerah gitu. Kira-kira menangani kasus ini, nanti rusak lagi kami katanya, kita ini sudah mau merapikan
reformasi internal di Mahkamah Agung, apalagi kalau kita mau merekrut hakim ad hock itu pernah
dikeluarkan biaya 4 milyar untuk menyaring hakim-hakim ad hoc itu yang lulus cuma satu. Dari uji publik
saja sudah banyak yang gugur, kata Pak Hatta Ali.
Lalu kemudian selanjutnya beliau sampaikan juga adalah masalah kerawanan politik lokal
beliau sampaikan pengalaman dahulu sebelum tahun 2008 itu berapa banyak pengadilan tinggi yang
hangus terbakar, bahkan Mahkamah Agung sendiripun waktu kasus Depok saya kira itu dikepung
berhari-hari, saya tidak tahu siapa yang mengepung waktu itu. Jadi beliau membayangkan ketika
Pilkada serentak lalu kemudian begini gedung-gedung ini dikepung lagi dan terbakar ini bagaimana
kata beliau? Akan menganggu kinerja lembaga peradilan kita. Nah tadi dinyatakan juga oleh Pak
Tamanuri, sama ini dengan Pak Hatta Ali, jadi kedekatan, jarak ini memudahkan mobilisasi sementara
kalau di MK sudah dialami sekian kali banyaknya kasus di sana tidak secara tehnis sulit, dan keuangan
juga sulit untuk memobilisasi orang banyak di sini, tapi kalau di pengadilan-pengadilan tinggi yang
ditunjuk itu nanti akan mengundang krawanan.
Saya kira itu, mudah-mudahan saya tidak menambah dan mengurangi pas ya? sudah pas ya
dengan Pak Hatta Ali ya?
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Mungkin ada yang menambahkan hasil di MA kemarin yang hadir? Cukup?

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Sebelum dikembalikan kepada pemerintah, memang apa yang disampaikan itulah adanya,
memang ini kebetulan Pak Zudan ada di sini, kaitan dengan ini kan masalah kostitusional ini, karena
putusan MK itu sifatnya mengikat, jadi keputusan MK itu yang final dan mengikat itu yang jadi problem,
maka saya bilang tadi kalau memang ini, memang Mahkamah Agung sangat keberatan dan kita juga
merasakan itu tinggal kalau mau sepakat, kebetulan ada DPD di sini, diamandemen Undang Undang
Dasar 45 yang menyatakan itu adalah ranah kewenangan MK, karena masaahnya, masalah
konstitusional.
Jadi begitu saja tambahan.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Sekjen.


23
SEKJEN KEMENDAGRI:

Terima kasih, kami kira sebelum dibahas secara detail kami posisikan dulu isu ini dulu pak, isu
ini sebetulnya tidak ada di RUU inisiatif dimunculkan oleh DPD kemarin kita bahas, dan ini sangat
krusial, bahkan sebelumnya Pimpinan DPR itu konsultasi atau mencari informasi dengan pihak-pihak
termasuk Mahkamah Agung. Bagi Pemerintah pada posisi di Undang-undang 1 itu demikian posisinya.
Kemudian apa dasarnya sebetulnya kita bicara sebelum operasionalisasi bahwa siapa yang punya
kompetensi, siapa yang punya suberdaya, dan lain-lainnya, sebetulnya kita bicara pertama, konsen
arbitras dari pada ini, karena MK sudah pernah mengajukan ini adalah bukan MK, besuk Undang-
undang ini lahir pak bukan MK lagi katanya, jadi tidak punya kepastian, kita terhadap penyelesaian
sengketa hasil Pilkada itu. Posisi itu nanti tolong Tim juga jelaskan tentang fungsi-fungsi.
Yang kedua adalah ini Pasal 156 sampai 159 ya, kalau menurut pemerintah kurang operasional
juga MA untuk menangninya mari kita perkuat, perkuat 156 sampai 159, karena dikatakan seperti Pak
Tamanuri mengatakan ini terlaporkan dengan posisi Pengadilan Tinggi, ini tidak semua pengadilan
tinggi pak? Di Undang-undang ini hanya ada 4pengadilan tinggi, tidak semua pengadilan tinggi,
mungkin saja yang di Mluku Utara mungkin di Manado, tidak tahu saya ini diatur melalui Peraturan
Mahkamah Agung di Pasal 159.
Jadi demikian posisinya karena perlu kita pertegas atau memang, tapi memang di domain
Forum ini sampai kepada Undang-undang untuk merumuskan, katakanlah tadi ada permasalahan ad
hoc, kalau tidak ad hoc bagaimana kita merumuskan itu. Jadi prinsipnya dulu adalah MK atau MA.
Kalau MK satu diantaranya adalah konstitusionalitasnya itu, begitu kita terbitkan ini Undang-undang,
muncuk lagi putusan MK untuk ini adalah rezim, rezim, rezim, lagi akhirnya terlambat lagi. Nah ini
demikian kalau rasionalisasi terhadap pelaksanaan itu saya kira subyek untuk kita bahas dan kita
sempurnakan Undang-undang Nomor 1 tahun 2015.
Pak Zudan bisa menambahkan?

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Terima kasih Pak Sekjen, Pak Menteri mohon ijin, Bapak dan ibu dari anggota Dewan, dan Pak
Mugowan dan Pak Amal Pasha tadi sudah menyampaikan pandangan-pandangan persperspektif
sosiologis dan itu penting untuk menjadi referensi kita tetapi kita juga tidak boleh meninggalkan
perspektif konstitusionalitas, karena MK sebagai dewa pencabut nyawa Undang-undang berkali-kali
membatalkan kewenangan konstitusional kita juga. Kalau kita membuka Pasal 24 c ayat 1 kewenangan
Mahkamah Konstitusi itu sangat terbatas, hanya sengketa kewenangan lembaga, pengujian Undang-
undang dan sengketa hasil pemilu. Dan MK sudah menyatakan Pilkada bukan rezim pemilu. Kemudian
pilihan yang paling rasional adalah ke Mahkamah Angung. Karena Mahkamah Agung di dalam Pasal 24
a, itu menyatakan di Undang-undang dasarnya Mahkamah Agung berwenang mengadili di Tingkat
Kasasi dan meiliki wewenang lain yang diberikan oleh Undang-undang.
Jadi kewenangan Mahkamah Agung itu ada open legal police, ada pilihan-pilihan kebijakan
yang masih terbuka sepanjang diberikan kewenangan oleh negara melalui Undang-undang. Inilah
bapak dan ibu secondes police nya, pilihan-pilihan tidak ada yang paling baik secondes police tetapi
sepanjang diperintahkan oleh Undang-undang ini sifat konstitusionalnya tinggi, karena tidak ada pilihan
lain ketika MK sudah menyatakan Pilkada bukan rezim Pemilu maka ketika nanti Undang-undang ini
memberikan kewenangan kepada MK, MK pasti pinjam tangannya advokat untuk menguju pasal itu
batal padahal kita Pilkada sudah berjalan, tidak ada lagi tempat, jadi bapak dan ibu menurut pandangan
pemerintah tidak ada lagi pilihan lain selain Mahkamah Agung, nanti Prinsip-prinsipnya adalah kita
memberi penguatan-penguatan dalam tataran operasional kepada Mahkamah Agung. Misalnya di dapal
Pasal 156 sampai Pasal 158 pintu-pintu untuk pengujian sudah sangat dibatasi, penduduknya di bawah

24
satu juta hanya setengah persen, lebih dari itu satu setengah persen, ini sudah akses untuk menguji
sudah sangat dibatasi.
Kira-kira demikian pimpinan, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, jadi

F-PAN (AMRAN, S.E.):

Pimpinan, Pimpinan,

KETUA RAPAT :

Ya silakan.

F-PAN (AMRAN, S.E.):

Kalau umpamanya begitu penjelasan dari Panja Pemerintah saya ingin bertanya sedikit,
bagaimana kaitaannya dengan KPU kalau seperti itu, ya kita sudah sepakati tadi bahwa penyelenggara
pemilu itu, Penyelenggara Pilkada itu adalah KPU yang dikatakan di situ bahwa bukan rezim pemilu,
rezim pemerintah, ini pada satu sisi kita mengatakan bahwa penyelesaian sengketa itu adalah MA, tapi
pada sesi yang lain kita mengatakan bahwa ini, ini bagaimana?

KETUA RAPAT:

Sebentar Pak Mujib dulu.


F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Terima kasih Pak Pemerintah, saya kira ketika pemerintah untuk meluangkan draft undang-
undang ini, saya kira sudah dihitung semuanya. Cuma yang menarik Pak Prof. Kita ini memang
masalah hukum sehingga dinamis sekalai, anggaran menarik pada saat kita mengundang pakar
hukum dalam hal ini adalah mantan Ketua MK, Pak Prof. Jimly Asidiqqi, memang agak repot pada
waktu itu ketika di berbicara, beliau mengatakan bahwa Pilkada itu bukan rezim pemilu itu dianggap
salah, itu yang mengutarakan adalah mantan ketua MK. Ini yang agak merepotkan, sementara kita tahu
persis bahwa Undang-undang dasar kita mengatakan bahwa MK itu tugasnya seperti tadi disampaikan
oleh Bapak Profesor ada limitasinya.
Yang ke 4 itu adalah dia menangani pemilu yang kemudian disebut di dalam itu adalah Pemilu
Presiden, Pemilu legislatif, berarti yang tidak disebut adalah diluar dari pada kewenangannya, itu
makna daripada limitasinya sehingga dengan demikian pada saat kita konsultasi dengan MK dia
menyebutkan ini, sejak awal memang sebutannya dia adalah niatan awal ketka Pilpres itu disebut
dengan langsung, kemudian Pilkada tidak disebut dengan langsung, tapi demokratis, itu sejak niat
awalnya memang sudah berbeda. Nah kemudian ditambah dengan limitasi tang disebutkan secara
langsung di dalam Undang-Undang Dasar, sehingga dengan demikian itu MK berketatapan hati bahwa
Pilkada bukan dilingkungan dia.
Hanya masalahnya adalah ketika kita tanyakan kepada yang mantan, yang duluan jadi
mengatakan pertama ini adalah tidak pas, yang kedua dia mengatakan kalau pembikin undang-undang
ini menunjuk dia, dia harus tunduk, ini yang agak mengaburkan pikiran kita itu saya kira. Tapi kalau
sekarang misalnya ini adalah pilihan dan pemerintah punya dasar konstitusional dan mengatakan tadi
25
sama dengan sikap dari MK yang sekarang ini, Anggota saya kira tdak ada pilihan lain. Sedangkan soal
KPU itu berbeda, MK hanya mengatakan bahwa Pilkada bukan ranahnya pemilu, itu berarti bukan serta
merta, bahwa KPU itu penyelenggara KPU, tetapi juga tidak dilarang kalau KPU itu menyelenggarakan
Pemilu.
Kalau kemarin saya sebutkan dalam guyonan pakai pendekatan agak fiqih sedikit ini hukumnya
menjadi mubah, kalau ditugaskan boleh, kalau tidak ditugaskan juga tidak apa-apa Jadi dengan
demikian maka, hukum yang ditetapkan oleh MK, tidak boleh menambah hukum yang lain, dia hanya
untuk mengatakan bahwa ini bukan ranah pemilu, tapi dia tidak boleh melarang dengan demikian KPU
tidak boleh menyelenggarakan itu tidak boleh. Nah kita itu berhak karena mubah kita boleh menetapkan
bahwa KPU adalah penyelenggara dan itu yang paling tepat karena kesiapan dan lain sebagainya.
Catatan yang lain Pak Ketua, Pak Profesor, mungkinkan satu lagi, yaitu kalau ini sudah ke MA
dengan permbangan-pertimbangan yang tadi ada pertimbangan yang lainnya, boleh tidak kita
membatasi bahwa tidak sampai, tidak usah ada banding kalau itu anggaran ditingkat kabupaten dan
kota, cukup di atasnya saja, sedangkan yang provinsi baru itu sampai kepada MA. Asas yang
mengatakan bahwa MA itu menerima banding bisa tidak oleh undang-undang ini dibatasi, kalau itu
boleh dengan demikian barangkali tidak sampai repot ada banding yang luar biasa dan tidak rampung-
rampung sampai ditingkat pusat.
Itu saja pertanyaan yang terakhir, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, saya tambahkan tadi, ada yang kelewat pada Pak Mustafa kemarin itu disampaikan selain
memang perbandingannya bahwa yang setuju ke MA 5 dan 4 tetap di MK itu keputusan dari pada
hakim MK, jadi 4, 5, dan sekarang Ketua, Wakil dan sebagian besar yang ingin kembali ke MK aadaah
hakim di MK. Juga kemarin itu disampaikan MA bahwa semua para pimpinan yang kebetulan lengkap
hari itu jumlah nya lebih dari 15 mungkin ya Pak Komarudin? Para Pimpinan di MA itu bulat dengan
berbagai alasannya kembali ke MK.
Kemudian yang kedua, ini memang menjadi sulit karena ini perdebatan hukum dan ahli-ahli
hukum kita harus percaya siapa, Prof Jimly kembali ke MK, yang lain MA dan sebagainya. Jadi saya
kira begini ya kita tidak bermaksud untuk memperuncing perbedaan, kita ingin mencari kesepakatan,
kalau disepakati sambil kita masuk ada poin berikut, untuk poin ini kita beri kesempatan Tenaga Ahli
untuk membuat Matrik dulu sambil nanti kita ada waktu break sambil memperdalam ada waktu satu,
dua jam, nanti bisa kita ulang kembali untuk memperdalam, karena memang kebetulan yang hadir di
MA, di MK beda. Saya kebetulan hadir di MK meyakinkan penjelasannya gitu Pak Menteri, begitu hadir
lagi di MA luar biasa juga penjelasannya begitu, kalau ada videonya luar biasa kalau di putar.
Jadi ini pendapat para ahli, jadi saya kira kalau disepakati kita masuk dulu pada poin yang lain
yang lebih mudah, sambil nanti dibuat matrik nanti kita bisa perdalam diskusikan.
Bisa diterima dulu itu?

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Mohon ijin pak untuk menjawab yang ditanyakan Pak Mujib, kedengaran Pak Menteri. Terima
kasih Pak Mujib. Pertama memang Undang-Undang Dasar ini memberikan kewenangan limitatif kepada
Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi tidak diberikan wewenang lebih sebagaimana kecuali yang
ditulis disini, kewenangan atributifnya, kewenangan yang lahir berdasarkan Undang-undang Dasar.
Berbeda dengan Mahkamah Konstitusi, Mashkamah Agung diberi kewenangan lebih sepanjang
kewenagnan itu lahir dari Undang-undang. Didalam Pasal 24 a, itu dikatakan begini, Mahkamah Agung
berwenang mengadili pada tingkat kasasi dan mempunyai wewenang lain yang diberikan oleh Undang-
undang.
26
Jadi kewenangan itu sifatnya adalah perbuatan hukum sepihak yang diberikan oleh negara
tanpa pernah orang itu mau atau tidak anda diberi wewenang itu, sebenarnya. Karena ini pemberian
kewenangan oleh negara tapi karena pembentuk di Indonesia itu kan baik, selalu ditanya mau tidak,
mau tidak, ini menjadi problem ketika rata-rata bapak dan ibu semua lembaga negara di Indonesia
senang diberi wewenang baru, baru kali ini menolak diberi wewenang baru, ini baru kali ini. Nah oleh
karena itu sebenarnya bapak dan ibu kalau kita kemabli kepada sejarahnya, wewenang ini sudah
pernah ada di Mahkamah Agung sejarahnya, dan di dalam asas hukum itu kita tidak melihat siapa yang
berpendapat, kalau pendapat mungkin boleh beda seperti Prof Jimly, Prof Sardi mungkin bisa beda
pendapat, tapi ada fakta hukum yang berupa putusan pengadilan, purusan Mahkamah Konstitusi yang
itu diikat dengan asas hukum resjudikata. Asas resyudikata itu mengatakan begini sepanjang putusan
itu belum pernah dibatalkan maka putusan itu mempunyai kekuatan yang mengikat ya Masyarakat
Hendri ya?
Nah oleh karena itu kita bisa keluar dari putusan MK Nomor 97 itu, Prof Jimly mau mengatakan
berbusa-busapun kalau ditunjukkan Prof ini loh putusannya dia tidak bisa mengatakan apapun. Mau di
mengatakan hakim MK itu salah, tapi dikatakan Prof, ingat tidak asas resyudikata, ingat saya juga
mengajarkan itu, diam dia. Kira-kira seperti itu, memang saya sependapat dengan Pak Mujib, Mubah itu
masih bisa dipakai karena itu tidak haram, ketika tidak ada pintu yang lain kalau Mahkamah Sgung
pintunya terbuka pak, tapi kalau lembaga penyelenggara pilkada, tidak ada lagi yang lain kecuali KPU.
Kira-kira itu menurut saya, terima kasih.

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Satu lagi Prof., tadi prof yang soal kita batasi bahwa tidak ada Pil Banding di tempat itu.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Terima kasih, bahwa pilihan-pilihan untuk tidak ada lembaga untuk membatalkanputusan, itu
sesungguhnya adalah pilihan kebijakan. Indonesia pernah menempuh kebijakan untuk tidak ada
putusan yang bersifak Pil banding itru contohnya di Mahkamah Konstitusi, PHPU itu final dan mengikat,
sengketa Pilkada itu final dan mengikat, sepanjang dirumuskan tanpa kesewenang-wenangan yang
meutuskan adalah pejabat yang berwenang, itu diobolehkan.
Contoh putusan TUN di daerah itu tidak perlu kasasi cukup sampai di banding, putusan-
putusan para Butai, Para Gubernur tidak perlu di kasasi cukup sampai di Banding, itu boleh pak. Tetapi
yang perlu kita cegah adalah agar jangan sampai pejabat yang memutus itu bertindak sewenang-
wenang karena tahu keputusannya tidak bisa dikoreksi pak. Mekanisme itu yang perlu kita cegah agar
jangan sampai pejabat yang memutus itu nanti bertindak sewenang-wenang, karena putusannya final
dan mengikat, dia kemudian memutus suka-suka seperti beberapa putusan yang terakhir.
Tapi pada prinsipnya pembentuk Undang-undang diberikan pilihan kebijakan untuk melakukan
itu.
Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Jadi itu juga, yang menjadi pertanyaan saya terakhir kepada Pimpinan MA, jadi saya tegas
terakhir bertanya dengan berbagai alasan yang disampaikan MA, saya bertanya bahwa apakah kalau
Undang-Undang memerintahkan MK melaksanakan sengketa perselisihan hasil diperbolehkan, dan
apakah melanggar atau tidak kira-kira begitulah. Jawabannya juga sangat jelas, kami kompak bahwa
kalau undang-undang yang memerintahkan kepada MK, MK harus melaksanakan, jdi sulit pak. Jadi
27
intinya bahwa bapak ibu yang hadir di MA ya kan betul pak ya? jadi slit pak, saya juga Pak Menteri
kemarin itu kita sudah siap pertanyaan, karena kita bawa pertanyaan di MK, kita bawa pertanyaan di
MA, jadi kita adu saja langsung, case demi case pak, detail pak, kira-kira begitu.
Jadi saya kira kalau kita sepakat kita endapkan untuk poin perselisihan ini, nanti kita bikin
matrik kita bisa diskusikan lagi kemudian kita masuk pada point yang lebih mudah. Mohon maaf tadi
mungkin menurut pemerintah di poin mudah ternyata buat kami termasuk yang paling sulit pak, sampai
ke MA dan MK begitu. Sebelum kita lanjutkan,kalau disepakati kita lanjut sampai pukul setengah enam
atau jam enam, setengah enam ya? kita sepakati lanjut sampai 17.30 Wib.
Sepakat ya?

(RAPAT : SETUJU)

Ini kan sudah jam lima perpanjang sampai jam setengah enam. Ada poin-poin yang mudah
pak, umpamanya syarat kemenangan, syarat calon, supaya ada progreslah dari 13 item.
Silakan.

SEKJEN KEMENDAGRI:

Baik, kami kira demikian pak, sebetulnya tidak ada yang mudah, tidak ada yang berat, sama
sebetulnya, cuma engklenya melihat dari mana, mungkin yang selanjutnya ini sangat berkait dengan isu
starategis dan penjadwalan, tapi kalau kita bicara menjadwalkan agak lama pak. Mungkin terkait
dengan Penjabat Kepala Daerah, baik kalau begitu terkait dengan syarat pendidikan dan usia.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Mohon ijin Pak Sekjen, pak Menteri untuk syarat pendidikan dari DPR mensyaratkan untuk
Gubernur sarjana dan untuk bupati walikota D3, kami ingin mengkomparasikan dari pemerintah kita
melihat dengan di undang-undang Pileg dan Pilpres bapak dan Ibu, Undang-undang Pileg dan Pilpres
di situ syarat pendidikan masih SMA. Kemudian kita juga ingin menyampaikan data statistik, data rata-
rata sekolah di Indonesia, 8,2 tahun untuk masyarakat, angka lama rata-rata bersekolah ini, kemudian
yang dipedesaan itu 6,3 tahun jadi masih SD, ini mohon menjadi pertimbangan kita, tetapi bapak dan
ibu masing-masing partai politik pasti punya referensi untuk mendorong calonnya yang mempunyai
pendidikan akademik lebih tinggi tetapi batasan bawahnya kira-kira kita masih moderatuntuk yang
tingkat SMA, ini untuk pendidikan minimum, minimalnya.
Kemudian untuk syarat usia, syarat usia dari DPR dinaikkan untuk Gubernur menjadi 35dan
untuk Bupati menjadi 30 tahun, nah ini memang untuk mempertimbangkan tingkat kematangan didalam
memimpin pemerintahan. Ini kira-kira bisalah, tingkat kewajaran, walaupun sekarang bapak dan ibu
yang usia 26 menjadi bupati juga ada di Bangkalan, di Tanah Kumbu, dia 33 juga, Gubernur 33 juga
ada. Kira-kira dari pemerintah pandangannya seperti itu bapak dan ibu dengan memperhatikan komdisi-
kondisi empirik, sebenarnya mudah juga belum tentu jelek, yang muda yang bagus juga banyak, tapi ini
adalah pilihan-pilihan kebijakan, karena tidak boleh juga muda dianggap tidak bagus, tapi kalau ini
menjadi keputusan kita semua monggo, kita putuskan bersama-sama.
Terima kasih pimpinan.

28
F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Interupsi Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Ya Pak Henri.

F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):

Terima kasih, dalam rapat Panja beberapa waktu yang lalu, dari PDI Perjuangan
menyampaikan usul mengenai pendidikan yang D3, saat ini saa cabut gantinya SLTA, jadi yang D3
tidak...(suara tidak jelas)
Terima kasih.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Saya usul mekanisme saja pimpinan, ditawari saja ke semua fraksi, saya yakin setuju seperti
persis di Perpu.

KETUA RAPAT:

Makanya PDIP Pak Komarudin silakan.

F-PDIP (KOMARUDIN WATUBUN, SH., MH):

Baik, terimakasih pimpinan PDIP setuju dengan pemerintah untuk 2 point tadi.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya Golkar.

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Baik, memang ada yang ideal, ideal itu ada waktunya juga, ada pikiran kenapa kita bisa
memahami dinaikkan menjadi segitu, karena pertama adalah ada asas desentralisasi, dan ada asas
otonomi, artinya adalah pimpinan daerah itu harus memajukan daerahnya, karena itu harusnya
diberikan kepada orang yang memiliki kapasitas tertentu, punya pengalaman tertentu, sehingga dengan
demikian diharapkan ada percepatan terhadap kesejahteraan di daerah.
Yang kedua adalah Pak Prof. Dan Pak Menteri ada pertimbangan yang dipimpin paling ada 2
komuditas yang satu ada komuditas birokrasi yang sangat terddidik dan berpengalaman, sebelum dia
menjadi birokrat itu sudah sarjana, pada saat dia menjadi birokrat dia dilatih Spamen apa Spama dan
sebagainya, dan sebagainya, sangat matang itu yang akan dipimpin oleh pimpinan daerah.
Yang kedua adalah yang dipimpin masyarakat yang sekarang perhatiannya terhadap
pendidikan sangat tinggi, oleh karena itu, harusnya yang memimpin 2 komuditas ini adalah orang yang
mempunyai kapasitas yang baik dan mempunyai integritas yang baik, itu sebabnya menjadi wajar kalau

29
kemudian ada yang menginginkan dinaikkan pendidikan, tidak ada lagi beban-beban sejarah masa lalu,
ini adalah masa depan, ini yang menjadi pikiran itu.
Cuma yang menjadi masalah adalah apakah yang ideal itu adalah yang diberlakukan sekarang
atau di masa yang akan datang, ini yang kami bisa menerima kalau seandainya kondisi saat ini yang
kita mau berubah, terbatas dan waktunya cepat, ya mari kita sepati apa yang sudah ada.
Kemudian yang kedua soal umur pak, kenapa kita setuju dengan dinaiikkan umur segitu,
karena saya punya anak pak, sudah sarjana, tapi anak saya begitu selesai sarjana masih anak mami
pak, belum punya pengalaman yang memadai, kalau hanya 25 tahun. Kemudian dulu teman-temannya
Pak Cahyo kalau dari KNPI langsung ke Senayan pantes, tetapi sekarang teman-teman KNPI maju ke
sana, itu kayaknya harus ada jembatan dulu Masyarakat Cahyo, karena tingkat pengalamannya belum
memadai juga. Karen apa? Karena yang di KNPI sekarang juga anak-anak yang sarjananya kemarin itu
juga, itu sebabnya perlu ada tadi dikaitkan dengan otonomi daerah harusnya juga orang yang sudah
punya kematangan yang luar biasa.
Saya kira Pak Muqowam mengajari kita kenapa Nabi Muhammad 40 tahun menjadi nabi, ini
juga dimaksudkan itu, oleh karena itu kita setuju kalau dinaikkan 30 kepada 35 apalagi Pak Profesor
tadi mengatakan untuk yang ini pemerintah juga sepakat, sama dengan sepakatnya Pak Komar
sepakat dua-duanya berarti yang keduanya sepakat.
Terima kasih pak.

KETUA RAPAT:

Baik, Gerindra, Pak Azikin.

F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):

Terima kasih Pimpinan,


Jadi Gerindra setelah mendalami dan melakukan pembicaraan secara internal melalui fraksi
maka Gerindra berpendapat bahwa untuk usia kita sepakat 30, 35.
Yang kedua tentang standart pendidikan saya rasa di Oerpu Nomor 1 yang telah kita tingkatkan
menjadi Undang-undang tetapi kita pergunakan bahwa serendah-rendahnya Sekolah Menengah Atas.
Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT:

Demokrat.

F-PD (SAAN MUSTAFA, M.Si):

Tidak usah diulang kalau demokrat sama dengan Perpu saja.

KETUA RAPAT:

Apalagi uji publik ya? silakan Pak Pandi, lanjut PAN.

30
F-PAN (H. YANDRI SUSANTO):

Ya terima kasih Pimpinan.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Pak Menteri yang saya hormati, kawan-kawan, yang termasuk mengusulkan untuk dinaikkan
pendidikannya adalah PAN waktu itu, tapi kami tidak berdiam diri, menerima masukan dari daerah-
daerah, jangan terkesan kita ini membunuh orang sebenarnya, persoalan mencalonksn nanti kan
persoalan hak partai masing-masing, apakah D1, D3 dan lain sebagainya, tapi mungkin yang SMA
punya hak sebenarnya. Nah oleh karena itu pada kesempatan ini kami setuju pimpinan dengan minimal
persyaratan pendidikan SLTA, kemudian umur juga setuju 35 untuk Gubernur, 30 untuk Bupati. Begitu
pimpinan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT:

Lanjut, PKB.

F-KB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

PKB kembali ke Perpu, jadi pendidikan SLTA, ini sudah perdebatan lama sekali pimpinan. Yang
kedua untuk bupati walikota minimal 25, untuk Gubernur minimal 30, jadi saya kira kita kembali ke
Perpu sajalah, sekali-sekali kita nikmati Perpulah pak.

KETUA RAPAT:

Untuk paket tida Pak Malik ya?


Lanjut PKS.

F-PKS (Dr. H. SA’ADUDDIN, MM):

Dari saya PKS menyatakan bahwa ada ungkapan dari .....di tangan anak pemuda persoalan
bisa diselesaikan, yang terjadi persoalan apa saja, artinya saya tidak membatasi dan tidak mengingkari
bahwasannya anak muda usianya belum mencapai 30 punya kemampuan untuk memimpin atau
dengan kata lain anak muda bisa lebih cakap bisa jadi ketika dia memimpin, jangan sampai kita
terjebak bahwasannya hanya orang yang usianya tualah yang bisa memimpin, bisa jadi yang tua sudah
pikun, begitu misalnya mebih ekstrim lagi. Tapi saya melihat bahwasannya kalau bisa jangan sampai
melihat dengan kedewasaan itu membatasi tentang usia itu sendiri, karena kita lihat dalam sejarah
banyak, ya rosulullah juga masih muda waktu menjadi pemimpin.
Oleh sebab itu saya melihat bahwasannya kalau dari PKS melihat jangan memperuncing
persoalan, jangan sampai juga yang usia 30, memang kematangan perlu juga, usia 35 Gubernur, usia
30 Bupati cuma masalahnya yang terjadi hari ini bisa jadi usia yang segitu juga tidak matang, atau yang
lainnya juga tentang masalah ijazah, saya juga tidak terlalu optimis soal orang yang ijazahnya tinggi
punya kemampuan yang lebih atau orang yang punya ijasah tinggi juga tidak punya kemampuan atau
dengan kata lain kalau saya lihat yang Perpu itu, itu usianya demikian okelah tidak ada persoalan. PKS

31
mengatakan bahwasannya tidak perlu diperdebatkan lagi yang penting dia cakap dan bisa
memimpinnya, usianya muda juga tapi cakap.
Itu saja pak terima kasih.

KETUA RAPAT:

Lanjut setelah PKS, PPP.

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Ya PPP, setuju sesuai Perpu dari awal.

KETUA RAPAT:

Lanjut Nasdem.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Terima kasih

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Kalau Nasdem sejak awal kita sudah melihat bahwa apa yang sudah tercantum itu, soalnya
tidak bisa belum ada juga satu penelitian yang muda tidak bisa memimpin, yang sekolah lebih tinggi
bahkan pengalaman Indonesia ini, banyak para ekonom tapi tidak berhasil di dalam bisnisnya kan
seperti itu, apalagi kalau kita menaikkan, SMA, Presiden saja SMA, kalau istilah kita kualat pak, masa
calon Gubernur Bupatinya sarjana. Jadi kalau dari awal Nasdem tidak ada perbedaan yang telah
disampaikan, ya mengikuti Perpulah berkaitan dengan itu.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Lanjut Hanura.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M.Si):

Tambahan Pimpinan, jadi saya mau menambahkan sedikit yang disampaikan oleh Pak Syarif
ini, persoalan umur dan pendidikan, saya kira yang lebih penting disini adalah pengalaman organisasi,
karena ini akan memimpin masyarakat, terutama pemimpin masyarakat bukan sekedar pemimpin
birokrasi, kalau kita menaikkan umur, menambah pendidikan, itu sama dengan kita menyatakan diri
bahwa sekarang ini setelah 70 tahun kita merdeka, setelah sekolah lebih banyak dibuka, kita lebih
terlambat matang, dulu waktu Pak Dirman diangkat menjadi Panglima besar umurnya 29 tahun pak,
Pak Dirman itu, Jenderal Nasution waktu diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat umur 30 tahun,
waktu Bung Karno mendirikan PNI itu umur 26 tahun, jadi disini persoalannya bukan pada pendidikan,
bukan pada usia, tetapi pada kematangan dalam bersosialisasi dan berorganisasi, saya kira kalau kita
mau mencari calon pemimpin, karena kepala daerah itu bukan sekedar pemimpin birokrasi tapi dia
pemimpin masyarakat, maka perlu dimasukkan syarat pengalaman organisasi, itu lebih penting.
Terima kasih Pimpinan.
32
KETUA RAPAT:

Lanjut DPD.

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Terima kasih Ketua, tadi Pak Zudan sampaikan bahwa usia pendidikan kita itu adalah di
perkotaan 8,3, kemudian pedesaan 6,2 sama dengan undang-undang desa pak Menteri, ketika kenapa
Kepala Desa itu hanya SMP, sedangkan aparat desa itu SMA, jadi persoalannya hanya soal
pendekatan profesionalitas dan yang kedua adalah berkat populaty, oleh karena itu dalam hal ini 8,3
tahun saya kira kalau kembali kepada SLTA dengan beberapa catatan dai kita kembali kepada Perpu
ada Pak Mangindaan saya kira, karena beliau datang saya setuju dengan Perpu saya kira itu.
Lalu yang kedua soal usia, umur ya saya setuju dengan Pak Lutfi tadi bahwa sebetulnya usia
itu tidak ada batasan, kesebelasan yang bagus itu kesebelasan yang muda rata-rata, bukan yang tua
malah, jadi kemarin misalnya Spanyol ketika juara dunia itu ketika scotnya scot muda rata-rata baru 24,
26 tahun, 25 tahun, maka kemudian ketika usia sudah pada menua ya otomatis mereka terseok-seok
dalam piala dunia kemarin. Nah karena itu sebetulnya usia 35 dan 30 itu ya saya menghormatilah
kepada Perpu Pak Mangindaan, kalau kita sepakat, itulah yang kita ambil sebagai kesepakatan politik.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya jadi pendekatan yang muda, kalau yang lucu yang balita Pak Muqowam, jadi bisa kita
sepakati untuk syarat pendidikan, SMA, SLTA, itu termasuk SMEA, SMA atau sederajat, sepakat ya?

(RAPAT SETUJU):

Yang kedua untuk umur, usia disepakati 35, 30 disepakati pak?

(RAPAT SETUJU):

SEKJEN KEMENDAGRI):

Pimpinan, saya kira kalau sepakat jadi tidak menjadi isu perubahan Undang-undang satu itu,
jadi kita keluarkan saja, jadi beban terhadap perubahan waktu yang singkat.

KETUA RAPAT:

Kemudian ini waktu sudah 17.30, kota skors dulu, acara berikutnya jam 19.00 Wib, dengan
KPU apa tetap jam 19.00 Wib atau 19.30 Wib, atau sebelum kita break mungkin Pak Menteri ingin ada
disampaikan beberapa hal silakan.

MENTERI DALAM NEGERI (TJAHJO KUMOLO, SH.):

Saya kira sama tadi yang disampaikan oleh Pimpinan, bahwa kalau bisa jam 19.00 atau 19.30
dengan KPU dan Bawaslu sekalian, untuk bisa menyerap aspirasi mereka.
Terima kasih.

33
KETUA RAPAT:

Kita sepakati jamnya jam 19.00 WIB atau 19.30 WIB jam 19.30 WIB. Baik pukul 19.30 WIB kita
kembali keruangan ini.
Terima kasih.

(RAPAT DISKORS PUKUL 17.30 WIB)

Jakarta, 12 Februari 2015


Ketua Rapat

Ttd

Rambe Kamarul Zaman


A-236

34
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISI II


PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENETAPAN PERPU NOMOR I TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tahun Sidang : 2014-2015


Masa Persidangan : II
Rapat Ke : -
Jenis Rapat : Rapat Panitia Kerja (PANJA)
Sifat Rapat : Tertutup
Hari,Tanggal : Kamis, 12 Februari 2015
Waktu : Pukul 19.00 WIB s.d Selesai
Tempat : Ruang Rapat Hotel Aryaduta Tugu Tani Lt 1.
Acara : 1. Membahas subtansi materi RUU tentang Perubahan UU
No.1 Tahun 2015 (PILKADA); dan
2. Membahas subtansi materi RUU tentang Perubahan UU
No.2 Tahun 2015 (PEMDA);
Ketua Rapat : Rambe Kamarul Zaman/Ketua Komisi II DPR RI
Sekretaris Rapat : Minarni, SH/Kabagset Komisi II DPR RI
Hadir Anggota :

PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si.
5. MUSTAFA KAMAL, S.S.

Panja A Panja B

F-PARTAI DEMOKRASI INDONESIA F-PARTAI DEMOKRASI INDONESIA


PERJUANGAN (F-PDIP) PERJUANGAN (F-PDIP)
6. KOMARUDIN WATUBUN, SH, MH 6. BUDIMAN SUDJATMIKO, M.Sc, M.Phil
7. ARIF WIBOWO 7. Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, MM
8. TAGORE ABUBAKAR 8. DIAH PITALOKA, S.sos
9. H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, SH 9. Drs. SIRMADJI, M.Pd
10. ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU
F-PARTAI GOLONGAN KARYA (F-GOLKAR) F-PARTAI GOLONGAN KARYA (F-GOLKAR)
10.Drs. H. DADANG S MUCHTAR 11. MAHYUDIN, S.T., M.M.
11.Drs. A. H. MUJIB ROHMAT 12. TABRANI MAAMUN
12.Drs. SETYA NOVANTO 13. Hj. ENNY ANGGRAENY ANWAR
13.AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si
F-PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (F-
F-PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (F- GERINDRA)
GERINDRA) 14. DR. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si
14. H. BAMBANG RIYANTO, SH, MH, M.Si 15. H. SUBARNA, SE.,M.Si
15. SUASANA DACHI, SH
16. Ir. ENDRO HERMONO, MBA
F-PARTAI DEMOKRAT (F-PD)
F-PARTAI DEMOKRAT (F-PD) 16. H. ZULKIFLI ANWAR
17. SAAN MUSTOFA, M.Si. 17. LIBERT KRISTO IBO, S.Sos., SH., MH
18. Ir. FANDI UTOMO 18. EVERT ERENST MANGINDAAN, S.Ip.

F-PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN) F-PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN)


19. YANDRI SUSANTO 19. AMMY AMALIA FATMA SURYA, SH, M.Kn
20. H. SUKIMAN, S. Pd., M.M. 20. AMRAN, S.E.

F-PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB) F-PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB)


21. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si. 21. H. YANUAR PRIHATIN, M.Si
22. Dr. ZAINUL ARIFIN NOOR, SE, MM
F-PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS)
22. DR. H SA'DUDDIN, MM F-PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS)
23. H. JAZULI JUWAINI, Lc., M.A.
F-PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F- 24. MUHAMMAD YUDI KOTOUKY
PPP)
23. H. MOH. ARWANI THOMAFI F-PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F-
24. KH. ASEP AHMAD MAOSHUL AFFANDY PPP)
25. DR. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si
F-PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM)
25. H. SYARIF ABDULLAH ALK., SH., MH F-PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM)
26. Dr. MUCHTAR LUTHFI A. MUTTY, M.Si 26. Drs. TAMANURI, MM

F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA) F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA)
27. Dr. FRANS AGUNG MULA PUTRA, S.Sos, MH 27. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH,
MM, MH

1
Jalannya Rapat:

KETUA RAPAT (RAMBE KAMARUL ZAMAN/F-PG):

Rapat Panja kami buka.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 20.06 WIB)

Pertama terima kasih atas kehadiran Saudara sekalian, rapat ini kami berterima kasih sekali
Pak Menteri dari siang sampai malam hari ini, terus mengikuti rapat kita, karena memang besuk
sebagaimana kesepakatan, kita lanjutkan tetapi Saudara Menteri tidak bisa hadir kecuali hari Sabtu,
dan acara kita pada hari ini adalah walaupun Rapat Panja sebagaimana permintaan dari pemerintah
bahwa kalau sudah dapat DIM yang disampaikan oleh pemerintah malam hari ini, ada kesepakatan
kemarin di sana kita minta pandangan dari KPU dan Bawaslu, sehabis itu nanti pandangan yang kita
tambahkan tentu akan kita bahas lebih lanjut dengan pemerintah, oleh karena itulah pada malam hari
ini kita ucapkan terima kasih kepada KPU dan Bawaslu karena memang kita harapkan untuk
memberikan pikiran.
Namun beberapa hal pengantar sebelumnya kami sampaikan karena tadi sudah masuk
pembahasan biar pas, ini kemajian sudah tadi siang eberapa hal sudah disepakati, tentang KPU,
pendelegasian tugas KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilihan Kepala Daerah tampaknya
sudah disepakati. Jadi ini dulu kalau tidak disepakati ya tidak kami undang KPU dan Bawaslu, yang
penting itu.
Yang kedua yang sudah disepakati adalah persyaratan calon terkait dengan syarat pendidikan
itu tetap, walaupun alternatif ada di situ ya, tetap kembali ke Perpu, ke Undang-undang nomor 1.
Yang berikutnya adalah persyaratan calon terait dengan usi itu juga kembali ke Undang-
undang, mau masuk tadi ke penyelesaian sengketa perselisihan Pilkada itu kan di Perpu MK, jadi perlu
kami sampaikan juga harapan Panja ini bahwa hasil konsultasi Pimpinan DPR, Pimpinan Komisi II dan
Kapoksi-Kapoksi Fraksi di DPR memang tampaknya kita sampaikan, terus terang sudah sebulan-
bulannya, jadi ini of the record ya? jangan dimuat wartawan, ini kita masih dalam pembahasan,
nyatanya kita juga nyatakan akan kami bahas dengan pemerintah.
MA itu merasa berkeberatan sampai pada tituk terakhir, MA mengatakan jangan soal nila
setitik, rusak susu sebelangga, itu jadi beliau meminta kembalikan ke sana, kita tahu posisi yang ke
sana yang sudah menolak, jadi dalam konteks ini kita nyatakan juga Panwas, Bawaslu kita perkuat juga
untuk mengawasi, KPU kita perkuat, sudah kita nyatakan begitu, tapi hal-hal dasar yang kita nyatakan
lain semangatnya, jadi tampaknya walaupun kita paksakan dengan di Undang-undang kita paksakan
begitu. Saya ulang ini pendapatnya MA itu yang dinyatakan kalau sudah diputuskan Undang-undang ya
apa boleh buat, itu saya ulangi, dia bilang tidak begitu yang kita maksudkan begitu.
Jadi oleh karena itu hal itu juga nanti kita mau juga bagaimana memperkuat Bawaslu, Panwas,
sebab kita mengalami semua ini, dan juga KPU. Saya tadi cerita sama Habib Sekh, sama tuan guru
juga saya sampaikan ini, bahwa dalam kejadian kita tenpat yang kemarin gambar saya di rumah
keluarga saya di pasang itu karena kan persaingan, di rumah keluarga di depan pintunya jadi oon
disobekin sama Panwas, baru saya marah-marahin kemarin karena terpilih jadi anggota DPR setelah
Komisi II, baru mau memarahi, ini saya buka terang saja. Saya tahu berapa dikasih sama Panwas itu,
agar karena saya dianggap saingan di desa itu, tidak boleh. Ini kan soal-soal begini ya janganlah nanti
Pilkada ini muncul lagi seperti ini, jadi harus kita perkuat, jadi aturannya juga akan begitu, termasuk
kesiapan ini kita minta, jangan nanti Panwas dibawah yang itu-itu juga, yang penyakit juga hal-hal yang
begitu yang diluar. Termasuk juga KPU di bawah.
Jadi kalau soal MK termasuk ini persiapannya atau KPU itu urusan kita bukan urusan KPU dan
Bawaslu, nanti kita dengan pemerintah harus ini ada, siapa yang menyelesaikan perselisihan walaupun
kita perkuat Panwas, jangan soal proses naik ke atas, makanya Panwas sama Bawaslu harus memang

2
faith, jangan tetek bengek di bawah selesaikanlah di bawah itu, jangan semuanya mau menuntut ke
atas, itu walaupun kita berikan jaminan, MA masih dia tidak mau menerima soal itu.
Ini pengantar dari kami al lainpun akan kita bicarakan di dalam hal Panja ini dengan pemerintah
sban itu niat baik kita semua, sebab masih banyak orang tidak percaya ini bisa kita selesaikan pada hari
Selasa, tanggal 17 yang akan datang. Berarti ini kemajuannya sudah luar biasa, demi untk
kebersamaan dan kebaikan bangsa ini semua sampai Saudara Menteri kemarin mengatakan sampai
pagipun kita harus selesaikan, sampai hari Minggupun. Tapi mudah-mudahan hari Sabtu malam
Minggu sudah selesai. Hari ini juga kami sampaikan sebab ini juga kami perlu sampaikan di sini dan ini
tertutup, bahwa masih ada yang main-main KPU di bawah, bukan KPU RI bukan, KPU di bawah yang
menyatakan kalau kamutidak mendaftar sekarang ya ini kita sudah paham lah soal-soal yang, padahal
sudah KPU menyatakan kami nanti akan ikut yang akan dibentuk undang-undang yang akan dibentuk,
dibahas bersama pemerintah setelah selesai tanggal 17, tapi masih ada saja ini, masih ada saja, jadi ini
juga dalam rangka persiapan kita semua, saya kira kami minta melalu Saudara Menteri bagaimana
tehnisnya apa langsung forum ini, kita minta pendapat atau ada pengantar dari saudara Menteri,
langsung saja ya?
Jadi yang pertama saya kira kita minta informasi-informasi yang penting, jadi ini bukan RDPU,
bukan RDP tapi ya informasi-informasi yang menyangkut masukan pada kita nanti dari KPU baru juga
sekaligus Bawaslu, pengantar dari kami tadi saya kira sudah cukup, nanti semakin keras, semakin
kacau lagi. Jadi kira-kira begitulah, yang kita kehendaki bagaimana agar Pilkada yang kita lakukan
nanti.
Ini soal serentak ada lagi, ini KPU dan Bawaslu serentak ini juga kita pertanyakan ini dasarnya
apakah dari keputusan MA itu, dinyatakan tidak? Tapi kalau Undang undang mau sentak, hari yang
sama, bulan yang sama, atau gelombang yang berbeda itu diserahkan kembali kepada pembentuk
Undang-undang, sebab kita tanya apakah ini konstitusional atau ini konsideran, dari mana undang-
undang dasar tidak ada yang menyatakan serentak begitu, tidak ada, serentak nasional tidak ada, jadi
ya itu sudah kita anggap clear juga terserah kepada pembentuk Undan-undang.
Kami persilakan kepada Saudara Ketua KPURepublik Indonesia, habis nanti baru ke Ketua
Bawaslu Republik Indonesia, kami persilakan dengan hormat.

KETUA KPU RI (Ir. HUSNI KAMIL MANIK):

Terima kasih Pimpinan,

Yang saya Hormati, Ketua, Wakil Ketua, Para anggota Komisi II DPR-RI;
Yang saya Hormati Bapak Menteri Dalam Negeri beserta seluruh pejabat dilingkungan
Kementerian Dalam Negeri;
Yang saya hormati Ketua Komite I DPD RI; yang datang pada malam hari ini seperti pulang kandang,
atau pulang kampung, selama ini ada di pindah lapangan ya? sekarang kembali ke lapangannya,
mudah-mudahan kembali ke jalan yang benar.
Bapak ibu yang kami hormati,
Sohib saya Ketua dan Pimpinan Bawaslu yang hadir saat ini,

Pertama kami menyampaikan apresiasi kami kepada Menteri Dalam Negeri dan Pimpinan
Komisi II beserta seluruh Anggota yang bersedia mengundang kami dalam forum yang sangat istimewa
ini, dimana telah lama kami menyuarakan agar ada keterlibatan penyelenggara pemilu dalam setiap
adanya pembentukan Undang-undang. Sehingga kami tidak hanya dalam posisi berkwewajiban
menyelenggarakan produk undang-undang tapi bisa berkontribusi ikut menyempurnakan produk
undang-undang itu.
Selanjutnya pada forum ini penting kami sampaikan bahwa KPU terlah merngirim 15 butir
masukan terhadap revisi Undang-undang nomor 1 tahun 2015 kepada Komisi II DPR RI dan juga

3
kepada Menteri Dalam Negeri. Dalam 15 poin ini kami mencoba diskusikan panjang lebar menyangkut
hal-hal yang sangat tehnis walaupun sebenarnya diluar 15 point itu masih ada 15 point yang kiranya
perlu diperhatikan dalam ewvisi Undang-undang ini karena memang secara substansi masih perlu
dilakukan perubahan, kemudian juga sebagian ada yang kelebihan dan sebagian ada yang
kekurangan. Kami akan menusulkan paling tidak sampai besuk poin-poin yang kami maksud dimana
misalnya Pasal 4 Undang-undang Nomor 1 itu soal pemberitahuan DPRD itu sesuatu yang tidak
penting diatur di sana, karena tidak lagi relevan, misalnya dan yang lain-lain. Itu diluar 15 poin yang
kami sudah berikan catatabnya. Saya akan mulai penjelasan ini berdasarkan pemahaman kami
berdasarkan Perpu Nomor 1 tahun 2014 yang telah diundangkan menjadi Undang-undang Nomor 1
tahun 2015 dimana penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota harus dipandang
secara utuh dan sempurna dari proses awal sampai proses akhir. Dimana proses awal merupakan
proses persiapan, selanjutnya pelaksanaan dan proses akhir adalah penyelesaiannya.
Dalam Undang-undang Nomor 1 dalam proses pertama dan keda KPU ikut bertanggung jawab,
sementara pada proses penyelesaian dimana pada dua pemilu yang telah kita selenggarakan pada
tahun 2014 Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif proses akhirnya adalah pelantikan, hasil pemilu.
Pada undang-undang nomor 1 proses pelantikan tidak menjadi kewenangan KPU, tapi sudah menjadi
kewenangannya Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri.Bapak-bapak dan Ibu Anggota DPR RI
dan DPD RI proses pelantikannya merupakan tanggung jawab KPU begitu pula dalam pemilu
Presiden, tahapan pelantikan itu merupakan satu tahapan yang masuk dalam undang-undang
penyelenggaraan pemilu, nomor 42 tahun 2008, hanya saja kemudian MPR karena tempatnya di MPR
banyak mengambil peran dan sidang itu merupakan Sidang MPR, tapi tanggung jawab proses itu ada di
penyelenggara Pemilu, berbeda dengan proses pelantikan kepala daerah terpilih tidak menjadi
kewenangan penyelenggara KPU namun demikian tentu kita harus mempertimbangkan semua sampai
proses pelantikan. Dimana jika diinginkan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 1 tahun
2015 itu serentak, maka dari awal sampai akhir tentu diinginkan serentak, maka untuk penyelenggaraan
dari awal sampai akhir juga harus ada yang mengkoordinir.
Tadi bapak Ketua sudah menyampaikan adanya kesepakatan penyelenggara pemilu ini tetap
menjadi kewenangan KPU dan juga Bawaslu, nah ini saya kira tentu menambah tanggung jawab kami
sebagai penyelenggara pemilu, kalau sudah diperintahkan ya kami kerjakan, namun memang jika
tadinya tidak diserahkan kepada KPU, memang agak tidak apa namanya tidak selaras karena ada
keinginan keserentakan. Kalau semua dikerjakan oleh KPU di daerah pertanyaan siapa yang
mengkoordinir, kalau KPU tidak diberi kewenangan, tentu mereka akan kesulitan bisa berkoordinasi
satu daerah dengan daerah lain. Untuk memastikan bahwa tahapan ini bisa diselenggarakan serentak.
Dalam disain anggaran dibuat oleh Undang-undang Nomor 1 tahu 2015 itu kami coba mensimulasikan
proses awal sampai proses akhir membutuhkan waktu 17 bulan, dengan mengikuti semua pakem-
pakem yang ada di dalam, yang menyebutkan hari, atau menyebutkan minggu, atau menyebutkan
bulan. Kami coba ikuti logika itu, maka dibutuhkan waktu 17 bulan termasuk di dalamnya putaran
pertama dan putaran kedua.
Dari waktu yang paling banyak dibutuhkan dalam penyelenggaraan tahapan itu adalah
pendaftaran bakal calon , kemudian uji publik dan penyelesaian sengketa jadi 3 titik ini memakan waktu
yang panjang. Untuk 3 kegiatan itu saja, membutuhkan waktu lebih kurang 9 bulan dari 17 bulan itu
hampir sekitar 9 bulannya untuk 3 kegiatan, nah inilah yang beberapa poin kami catat dalam masukan
kami untuk bisa diperhatkan. Kemudian dalam konsep besar penyelenggaraan pemilu atau Pilkada
serentak ada misi lain dimana Undang-undang itu juga menghendaki penyederhanaan jadwal
penyelenggaraa pemilu anggaran ditata dalam 5 tahun. Undang undang nomor 1 menyebutkan bahwa
Pilkada yang paling pertama dilakukan serentak itu adalah tahun 2015, yang kedua 2018, dan nanti
akan digabung 2020. Kami telah membahas dimana apabila penyelenggaraan Pilkada serentak seluruh
provinsi kabupaten kota di Indonesia tahun 2020 maka KPU yang akan menyelenggarakan pemilu atau
Pilkada serentak nasional 2019 akan sangat kelabakan untuk menyelenggarakan pemilu atau ilkada
serentak tahun 2020, apakah penyelenggaraan di tengah tahun berjalan atau di akhir tahun berjalan.

4
Tapi ibarat orang berlari tahun 2019 KPU nya sudah lari kencang di akhir tahun masih ngos-ngosan di
awal tahun masih disuruh lagi berlari.
Dan ini sangat sulit memastikan kualitas penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2020.
Kemudian bahwa dalam disain penyelenggaraan pemilu yang dikehendaki undang-undang nomor 1
tetap diselenggarakan tahun 2015 kami sudah mensimulasi sebagaimana juga sudah disampaikan
dalam RDP, untuk sampai pemungutan suara tahap pertama dibutuhkan waktu 10 bulan dari sejak
dimulainya pendaftara bakal calo. Disain awal kami telah simulasikan pebdaftaran bakal calon dimulai
tanggal 26 Februari 2015, itu tadi yang disampaikan keluhan oleh bapak Ketua dimana memang kami
memerintahkan dari sejak awal untuk adanya persiapan dan dilakukannya sosialisasi. Nah namanya
sosialisasi harusnya tidak ada tekanan-tekanan oleh KPU daerah, cukup memberikan informasi, tapi
memang kami mendapati adanya sebagian daerah lebih maju dari pada tahapan yang harusnya
mereka lakukan, pada Rapat pimpinan KPU di awal bulan Februari 2015 ini kami telah mengingatkan
semua daerah untuk tidak melakukan hal-hal selain yang diperintahkan, jadi keluhan pak ketua sudah
kita sampaikan pada rapat pimpinan dengan KPU Provinsi untuk merapikan barisan.
Kemudian dari 10 bulan itu jika proses persiapan yang dilakukan pada tahapan-tahapan
sebelum pemungutan suara bisa lebih dipersingkat maka ini sesuatu yang merupakan bonus atau
diposit waktu yang sebenarnya kami butuhkan untuk dialihkan dalam kegiatan lain. Misalnya jika revisi
undang-undang ini bisa ditetapkan tanggal 8 Fenruari maka butuh waktu untuk melakukan
pengundangan. Setelah pengundangan, kami baru bisa melakukan proses revisi terhadap peraturan
KPU walaupun masih dalam draft tapi kami butuh merevisi sebagian dari 10 peraturan yang telah
disiapkan. Setelah dilakukan revisi tentu ada sebuah kewajiban yang harus kami lakukan yaitu
melakukan konsultasi dengan DPR dan Pemeritah dan ini butuh waktu yang hitungannya mingguan
sampai satu atau 2 bulan, kemudian dari itu kita juga secara ideal membutuhkan waktu sosialisasi, saya
kira kami perlu sampakkan dalam rapat yang terhormat ini, kita tidak ingin mengulangi penerapan
beberapa undang-undang penyelenggaraan pemilu, mulai dari pemilu kegislatif dimana ditetapkan
undang-undangnya oleh DPR pada tanggal 12 April 2012 kemudian dundangkan oleh pemerintah
tanggal 12 Mei 2012 dan KPU harus memulai tahapan tanggal 9 Juni 2012, kami dilantik menjadi
anggota KPU tanggal 12 April 2012, begitu dilantik langsung bekerja over time, mengejar target tanggal
9 Juni 2012 atau 22 bulan sebelum hari pemungutan suara, tahapan pemilu sudah dimulai.
Jadi kami harus menyiapkan perangkat peraturan yang belum disosialisasikan harus sudah
dilaksanakan. Kita mudah-mudahan masih mengangat bahwa di awal tahapan penelenggaraan pemilu
legislatif KPU mencoba memfasilitasi penegelolaan data Partai Politik, dengan meluncurkan aplikasi
sistim informasi partai politik atau Sifom, karena kesulitan yang dihadapi oleh peserta pemilu yaitu calon
peserta pemilu ketika itu oleh partai politik, dan juga kesulitan KPU di dalam menata aplikasi yang
dibuat dalam waktu yang singkt akhirnya penerapan aplikasi itu dibatalkan. Karena memang
persiapannya sangat mendadak sekali. Tidak ada waktu yang cukup untuk melakukan persiapan yang
lebih matang, begitu juga ketika undang-undang 42 tahun 2008 batal direvisi untuk penyelenggaraan
Pilpres, keputusan batal itu sangat memet sekali dengan tahapan Pilpres harus dimlai, sehingga KPU
juga membuat peraturan KPU yang ketika itu tidak sempat disosialisasikan setelah ditetapkan, hanya
saja kami punya pendekatan, pada periode ini, setiap peraturan KPU dibahas, dirumuskan kemudian
ditetapkan melibatkan steckholder yang ada. Jadu kami hanya bertumpu kepada proses ketika itu di
bahas. Sementara pasca dibahas, tidak banyak waktu untuk sosialisasi, kmi berharap untuk Undang-
Undang Pilkada ini masih bisa disosialisasikan satu atau dua bulan sebelum dimulai tahapan.
Jadi perserta pemilu atau peserta atau partai poliotik yang sekarang berhak mengusung calon
dan begitu juga calon perseorangan masih punya waktu untuk bersiap-siap dalam memenuhi segala
persyaratan yang dibutuhkan.

5
Bapak Pimpinan yang kami hormati.

Kalau ditanya kesiapan KPU tahun 2015 KPU siap menyelenggarakan Pilkada, tapi kalau
ditawarkan bagaimana dengan 2016, KPU lebih siap lagi, jadi kami kalau dalam posisi sebagai
penanggung jawab operasional kapanpun siap, kecuali 2020 pertanyaannya kepada anggota KPU
berikutnya. Karena tidak menjadi tanggung jawab pribadi saya, tapi kami tentu punya kepentingak
kelembagaan aspirasi, 2020 itu terlalu dekat dengan 2019, jika kita menginginkan kualitas
penyelenggaraan pemilu dari waktu kewaktu bisa semakin baik. Di negara negara yang sudah menata
jadwal pemilunya dalam rentang satu periode pemerintahan hanya 2 kali itu menyelenggarakan pemilu
itu di awal dan di tengah periode pemerintahan berjalan. Jadi kalau kita mau mengambil atau
mempedomani prinsip tersebut maka kita bisa menyelenggarakan pemilu nasional serentak di
pertengahan tahun 2019 dan Pilkada serentak di akhir tahun 2021, nah itu kalau kita mau mengambil
pas di tengah, pas di tengah tahun pemerintahan berjalan, atau kaitannya dengan proses
penyelenggaraan pemilunya.
Kemudian saya mohon ijin tidak membacakan satu persatu ini, saya kira bapak pimpinan sudah
membagikan 15 poin yang kami catat di sini, belum ya? kami bacakan saja judul besarnya.
Pertama soal siklus pemilihan serentak yang sudah saya jelaskan tadi, yang kedua devinisi hari
yang tafinya hari kerja ini terlalu mengikat bagi kami dalam melayani perserta pemilu termasuk
menentukan kegiatan hari tenang misalnya, karena kira merencanakan pemungutan suara itu hari
Rabu, kemudian masa tenang itu berlangsung 3 hari sebelum dilakukan pemungutan suara, maka itu
terkena hari minggu yang hari tidak hari kerja, nah ini menjadi problem tersendiri.
Kemudian yang ketiga adalah tentang uji publik yang poinnya kami berharap bisa dipersingkat,
kemudian ada 3 poin yang kami ajukan soal terutama menyangkut tentang calon perseorangan dimana
Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 tidak memberi waktu yang cukup bagi kita untuk memeriksa calon
perseorangan. Disediakan waktu 20 hari kita butuh 35 hari, supaya calon perseorangan ini juga benar-
benar membuat dukungan itu faktual tidak kamuflase, jadi kita juga sedang menyiapkan bagaimana
satu aplikasi bisa bekerja menditeksi adanya kegandaan dukungan dan kami mensyaratkan bahwa
calon perseorangan itu harus memberikan dokumen dalam bentuk soft file supaya mudah di olah
secara aplikasi.
Kemudian yang keempat syarat bakal calon, nah ini belum diatur di dalam undang-undang
nomor 1 kami minta supaya diatur, apakah sama dengan syarat calon atau tidak, nah ini tentu menjadi
kewenanganya pembuat undang-undang.
Yang kelima adalah catatan menyangkut Panitia Uji Publik dimana undang-undang nomor 1
melibatkan KPU, unsur KPU di dalamnya, kami berharap bahwa tidak perlu ada KPU karena ini akan
menjadi ruang adanya konflik kepentingan, jadi kami mengajukan hanya 2 unsur saja yaitu tokoh
masyarakat dan akademisi, 3 tokoh masyarakat dan 2 akademisi.
Catatan keenam mekanisme seleksi panitia uji publik, dalam undang undang nomor 1 belum
mengatur dan kami berharap ini bisa diatur dan kami memberi poin-poinnya bagaimana mekanisme
seleksi uji publik bisa dilakukan, jadi apa yang kami ajukan adalah alternatif saja, keputusan tetap
kepada bapak-bapak dan ibu.
Kemudian yang ketujuh penyampaian syarat dukungan calon perseorangan, ini dalam
ketentuan undang-undang nomor 1 mengatur penyampaian syarat dukungan perseorangan
dilaksanakan 21 hari sebelum pendaftaran calon, sementara ada rincian disini, dan kami butuhkan 35
hari, jadi disini baru 21 hari. Jadi khuss yang ini kami minta tambah waktunya bapak pimpinan, yang
lain-lain boleh dikurangi.
Yang kedelapan, syarat calon, dimana syarat calon disini ada yang menyebutkan tidak
mempunyai ikatan perkawinan atau hubungan darah satu tingkat ke atas, ke samping dan kebawah
dengan petahana, jadi petahana ini menjadi soal juga bagi kami dalam membahasnya, karena akan
menyangkut tentang kepastian hukum, hak konstitusional hak warga negara, dan oleh karenanya harus
diatur oleh Undang-undang, kalau kami yang mengaturnya ini terlalu banyak yang residunya ke arah

6
KPU, apakah yudisial review atau macam-macam ke MA dan itu akan menghambat pekerjaan
tehnisnya, karena biasanya petahana ini sangat unik ya? an membutuhkan pengaturan yang kuat untuk
memastikan adanya hubungan perkawinan yang dilarang, karena banyak pertanyaan di sini
bapakpimpinan apakah perkawinan yang sah atau yang setengah sah ikut juga, inikan kalau masuk
KPU di sana nanti juga akan berbahaya.
Yang kesembilan menyangkut kampanye, kampanye ini diatur oleh undang-undang nomor 1
adanya pembatasan dana kampanye, nah ini perlu dipertegas menurut kami, maksudnya apa? Apakah
pembatasan ini menyangkut tentang nominal pembatasan atas yang harus dibatasi atau jenis yang
dibatasi, nah ini perlu di jelaskan. Nah bagaimana dengan sumbernya nah ini juga harus dibatasi.
Apakah partai politik ketika menyumbang calon yang didukungnya ada pembatasan atau tidak,
bagaimana nanti pemisahan antara rekening partai dengan rekening calon. Apakah belanja yang
dilakukan oleh partai politik un limited atau perlu ada pembatasan. Dan juga menyangkut larangan atas
dana kamoanye yang digunakan dalam kampanye ini juga perlu pengaturan lebih lanjut.

Bapak Pimpinan
Bapak ibu anggota yang kami hormati, dan
Bapak Menteri yang berbahagia,

Catatan sepuluh adalah soal logistik, dimana dalam ketentuan undang-undang nomor 1 ada
jumlah surat suara untuk pemungutan suara ulang ditetapkan oleh KPU Provinsi, KPU Kabupaten Kota,
sebanyak 2.000 surat suara, nah ini pengaturannya atau penempatannya ada di mana 2000 ini, kalau
Gubernur dimana? Kalau pemilihan Bupati Walikota dimana? Karena pilkada ini serentak, kalau Pilkada
tidak serentak kemungkinan satu perusahaan itu tidak mengerjakan banyak jenis surat suara, tapi
karena ini 204 jenis dan kemungkinan ada perusahaan yang menang lebih dari satu kali, nah
bagaimana nanti jika terjadi salah kirim surat suar yang menyebabkan tertukarnya surat suara, kalau
hanya 2.000 dan penempatannya belum jelas, nanti dikhawatorkan kalau terjadi pemungutan surat
suara ulang tidak cukup, nah kalau tidak cukup, nanti akan menghambat penjadwalan pemungutan
suara ulang dan ini bisa berakibat kepada proses penetapan dan penyelesaian hasil pilkadanya jadi ini
perlu dijelaskan di dalam undang-undang,
Kemudian catatan kesebelas ketentuan undang-undang nomor 1 belum mengatur penandaan
surat suara, bahasanya baru penandaan. Dalam Undang-undang 42 tahun 2008 juga penandaan,
kemudian KPU mengartikan pencoblosan kalau 2009 penandaan ditafsirkan contreng, apakah ini masih
kewenangan KPU mengartikannya ataua tidak, waktu Pilpres kemarin masih menjadi beda tafsir,
perdebatan nah KPU bersikukuh karena legislatif pencoblosan supaya tidak sulit melakukan sosialisasi
maka Pilpres juga pencoblosan. Kalau maksud penandaan ini adalah pencoblosan tentu
dberipengertian di sana, apalagi penandaan disini lingkupnya menjadi lebih luas, dimana diberi alternatif
tambahan alatnya tidak hanya manual tetapi juga elektronok. Dimana untuk pemilu 2015 sulit
KPU memfasilitasi pemilih untuk menggunakan elektrinik atau yang kita kenal denagn e-voting. Jadi
kami membutuhkan penjelasan penandaan ini apakan mencoblos, menconteng, apakah diserahkan
kepada KPU, menurut pertimbangan banyak aspek.
Kemudian yang keduabelas menyangkut tentang rekapitulasi, rekapitulasi diatur dalam undang-
undang nomor satu rekap ini masih berjenjang dari KPPS di TPS, TPS, PPK, KPU Kabupaten Kota,
Pak dadang tidak setuju dengan ini terlalu panjang dan beberapa dari bapak-bapak mengaspirasikan
bisa tidak ini dipersingkat, nah ini juga kita perlu pastikan apakah ada fleksibelitas KPU mengatur di
sana atau tidak, atau memang secara latterluxnya harus begitu prosesnya. TPS, Desa/Kelurahan, baru
Kabuoaten Kota. Kalau itu berati tetap seperti yang lama tidak seperti yang didiskusikan dalam 2 kali
pertemuan kita RDP.
Nah kemudian yang ketiga belas penyelesaian sengkrta, ketentuan penyelesaian sengketa
menurut Perpu memiliki beberapa kelemahan antara lain soal prosedural mekanisme penyelesaian
sengket yang Perpu mengadopsi penyelesaian sengketa dalam pemilu DPR, DPD dan DPRD yang

7
tidak mempertimbangkan dan waktu Pileg yang berbeda dengan Pilkada. Nah jadi waktu Pileg itu
panjang, sementara Pilkada kan kita inginkan singkat, tapi mekanismenya sama, ini sesuatu yang tidak
sejalan yang ambivalen, antara satu prinsip dan prinsip yang lain. Kemudian juga prosedural
mekanisme penyelesaian sengketa antar peserta atau antara peserta dengan penyelenggara Pilkada.
Nah ini juga sesuatu yang harus diatur detail dalam undang-undang nomor 1 belum diatur detail.
Nah kemudian Obyek sengketa TUN belum dibatasi secara limitatif jadi semua hal yang ingin
disengketakan boleh ke TUN, sudah disengketakan ke Bawaslu atau Panwaslu dibawa boleh lagi di
TUN, kalau ini bolehkan semua ke TUN mohon maaf sohib saya ini pekerjaan kita berulang-ulang. Kita
sudah ketemu di Panwas, nanti di TUN kita ketemu lagi, soalnya sama-sama saja. Dalam kontek ini
kami mengusulkan tentu keputusan ada ditangan bapak-bapak yang terhormat, mari kita beri
kepercayaan kepada Bawaslu yang lebih besar dimana tahapan-tahapan diselesaikan di Bawaslu saja,
tidak di TUN. Untuk TUN harus diperjelas mana yang menjadi kewenangannya supaya TUN ini juga
tidak menerima sengketa yang tidak menjadi kewenangannya, jadi harus dijelaskan disitu. Jangan
sampai nanti prinsip pengadilan kan tidak boleh menolak kasus, yang bukan kewenangannya diterima
juga, ini kan menyulitkan kita semua. yang memang tidak ada kepastian, dia kapan menangnya yang
kalah diberi peluang untuk lebih kalah lagi, karena belum pasri menang, kalau masih ada secercah
harapan ya maka sangat wajar yang kalah untuk memperjuangkan haknya. Tidak ada maksud lain
bapak pimpinan untuk mengusulkan bahwa kewenangan Bawaslu bisa diperbanyak dalam soal itu,
supaya fokus maksudnya.
Kemudian soal ke empatbelas penyelesaian sengketa hasil pemilihan, dimana Perpu mengatur
penyelesaian hasil itu dilakukan secara bertingkat oleh PT selanjutnya boleh di banding di Tingkat MA,
nah ini butuh waktu, catatannya butuh waktu antara PT dan MA butuh waktu, kemudian yang kedua kita
akan merubah budaya beracara di Ptyang tadinya nah ini sulit karena tidak ada dalam catatan ini,
istilahnya sangat umum bapak pimpinan, yurispaksi berubah menjadi maaf yudek yuris berubah
menjadi yuris yudepaksi. Jadi yang tadinya menyidangkan dokumen-dokumen, berubah menajdi harus
bertemu dengan para pihak, nah ini kan merubah budaya di tingkat PT, yang tidak mudah juga.
Kemudian kalau boleh mengajukan usul, tanpa berpihak dengan MA memang lebih cocok di
MK bapak Pimpinan, ini mengingat juga pengelolaan konflik yang ada di masyarakat, kami pelaku-
pelaku ketika sengketa itu ada di penagdilan tinggi, tingkat konflikna sangat tinggi karena masyarakat
lebih mudah menjangkau posisi keberadaan pengadilan tinggi itu, nah ini yang kami rasakan ketika
harus bersidang di pengadilan tinggi berneda dengan disidangkan di Mahkamah Konstitusi.
Kemudian hal prinsip bapak pimpinan memang ini sedang diperdebatkan oleh para pakar
hukum tata negara kita apakah Pilkada ini Pemilu atau tidak sehingga akan ada konstitensi nanti siapa
yang menyelenggarakan, siapa yang menyelesaikan sengketanya. Kalau KPU yang menyelenggarakan
Pilkadanya maka kalau selaras dengan logika Pemilu yang menyelesaikannya adalah Mahkamah
Kontitusi. Jadi kalau bapak pimpinan tadi menyampaikan bahwa sudah ada kesepahaman bahwa
penyelenggaraan Pilkada ini tetap dikoordinasi oleh KPU maka kalau kita mau sejalan dengan prinsip
itu penyelesaian masalahnya adalah Mahkamah Konstitusi, kami tidak ingin mencampuri kewenangan
pimpinan.
Kemudian poin kelimabelas adalah soal logistik surat suara cadangan ada perbedaan
pengaturan antara Pasal 80 ayat (1) dan Pasal 87 ayat (4) yang penting di selaraskan menyangkut
tentang penetapan jumlah cadangan 2,5 persen kalau untuk Pilkada ini 2,5 persen ini biasanya sangat
berpengaruh dan kami tidak ingin ada pemahaman yang negatif terhadap penyelenggara pemilu dalam
penetapan 2,5 persen ini. Apakah berdasarakan daftar pemilih tetap saj atau ditambah dengan daftar
pemilih tambahan, kalau daftar pemilih tambahan ini terlalu mepet nanti ketahuannya dengan
pemungutan suara. Jadi ketat saja usul kami ketat saja bahwa ini berdasarkan daftar pemilih tetap, 2,5
persen. Nah kami membutuhkan sebagaimana pengaturan, pengadaan barang dan jasa 4,5 hari
sebelum hari pemungutan suara, untuk proses adanya pencetakan dan seterusnya itu, pendisribusian
dan seterusnya. Juga ketentuan memproses pengadaan barang dan jasa nya jadi ada, 4, 5 hari jadi
kepastian ini harus dari sejak awal.

8
Bapak Pimpinan, bapak ibu anggota Komisi II DPR RI dan Komite I DPD RI, Bapak Menteri, Ketua
Bawaslu, hadirin yang kami hormati,

Sekali lagi kami perlu sampaikan di luar 15 ini sebenarnya ada catatan lain yang kami penting
beri masukan supaya bisa memastikan bahwa revisi Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 lebih
Paripurna lagi membuang hal-hal yang tidak perlu dan menambahkan hal-hal yang perlu lebih di rinci.
Demikian terima kasih atas kesemapatan yang diberikan kepada kami, mohon maaf jika ada
yang kurang berkenan.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Ketua KPU RI ternyata masalah yang disampaikan terhadap Perpu ini setelah
menjadi Undangg-undang baru Ketua KPU RI mau merobah begitu, jadi lebih banyak dari yang
diusulkan oleh DPR, DPR Cuma 6 bonggol dari KPU ini 15 bonggol dia, jadi memang ya itu setelah kita
lakukan menjadi Undang-undang, baru KPU RI tadinya Perpu ini mau dilaksanakan Pak Fandi, kalau
dilaksanakan ternyata bagus kan? Jadi pembahasan ini kita santai saja, tidak usah kita tegang-tegang
begitu. Kita lanjutkan KPU RI bersemangat jadi yang kita maksudkan kita hanya 7 bonggol, KPU RI 15
bonggol.

KETUA KPU RI :

23 bonggol Pak.

KETUA RAPAT:

23.

KETUA KPU RI:

Yang dibacakan tadi baru 15, selebihnya belum.

KETUA RAPAT:

Bawaslu nanti lebih banyak lagi, kami persilakan termasuk sudah tadi sial-soal, kita nanti tidak
usah berdialog lagi sebab di sini sudah bisa kita simpulkan, kami persilakan Ketua Bawaslu.

KETUA BAWASLU RI (Dr. MUHAMMAD, S.IP, M.Si):

Terima kasih Pak Ketua,


Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Selamat malan, salam sejahtera untuk kita semua, Saloom. Alhamdulillah Wasyukurilah
Washolatu Washalamu’ala rosulillah Wa'alaikum Salam Warahmatullahi Wabarakatuh’alaalihi
wasyahbihi wamanwala Allahumma sholi’ala Muhammad Wa'alasayyidina muhammad.

9
Yang saya hormati Bapak Ketua Komisi II DPR RI;
Yang saya hormati Bapak-bapak Pimpinan Komisi II DPR RI;
Yang juga saya hormati Ibu dan Bapak Anggota Komisi II DPR RI beserta seluruh jajaran
Sekretariat;
Yang saya hormati Bapak Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia beserta seluruh jajarannya;
Rekan-rekan Pimpinan Bawaslu;
Yang saya cintai Akhinafillla Ketua Komisi Pemilihan Umum Tuan Guru Husni Kamil Malik,
beserta seluruh jajaran Komisioner;
Hadirin, hadirot yang berbahagia.

Alhamdulillah kami juga sama, menyampaikan terima kasih dan syukur kehadirat Allah Tuhan
Yang Maha Kuasa, karen diundang untuk berdiskusi memberikan masukan, pendapat terkait dengan
rencana perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.

Bapak Ketua, Bapak Menteri Dalam Negeri serta Hadirin yang berbahagia,

Secara kebetulan tidak ada diskusi sebelumnya ternyata jumlah masukan KPU Bawaslu sama
pak 23, saya pastikan selalu Ketua tidak pernah berkoordinasi sampai dengan menjelang magrib tadi
pak, ini poinya ada 23 dan mudah-mudahan bida digandakan tapi karena tidak mungkin memungkinkan
saya akan membacakan beberapa hal penting saja yang kami ingin sampaikan dihadapan yang
terhormat bapak-bapak Komisi II DPR RI untuk mendapat perhatian. Sama posisi kami dengan KPU
bahwa sebagai penyelenggara apapun nantinya yang diputuskan kami Samikna Wa’atokna, tapi
sebelum diputuskan alhamdulillah ruang ini dibuka untuk menyampaikan pendapat.
Baiklah pertama terkait dengan isu penanganan pelanggaran. Di Pasal 134 laporan
pelanggaran pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan oleh :
a. Pemilih dan seterusnya. Permasalahan yang bisa saja terjadi dalam perspektif Bawaslu, pertama
devinisi pemilih pada ayat (2) huruf Anggota didevinisikan dalam pasal 1 angka 6 pemilih adalah
pendududk yang berusia paling rendah 17 tahun atau sudah atau pernah kawin yang terdaftar dalam
pemilihan sehingga akan membatasi hak masyarakat untuk menjadi pelapor kalau kalimatnya
seperti ini, sekali lagi pak, ini perspektif Bawaslu.
Saran kami syarat pelapor dipermudah dengan tawaran kalimat seperti ini, Syarat pelapor salah
satunya memiliki ubah menjadi warga negara Indonesia yang meiliki hak pilih dan dalam pelilihan
setempat, supaya peluang warga negara itu lebih terbuka ruang. Walaupun kita mengharapkan
bahwa siapapun juga bisa melaprkan, tapi kalau diikat dengan apa yang ada di dalam draft itu, itu
agak membatasi.
b. Kemudian yang kedua terkait dengan pelanggaran pidana. Pasal 135 ayat (1) huruf d, Laporan
pelanggaran pemilihan sebagaimana dimaksud pada Pasal 134 ayat (1) yang merupakan tindak
podana pemilihan ditindak lanjuti oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, permasalahannya:
Pertama penanganan tindak pidana pemilihan oleh 3 instansi Panwaslu, Polri dan kejaksaan secara
terpisah, itu memperpanjang proses birokrasi dan waktu penyelesaian.
Yang kedua keputusan Kepolisian dan Kejaksaan dengan keputusan yang disetujui oleh Sentra
Gakumdu berbeda, dalam hal menindak lanjuti kasus yang diteruskan Pengawas Pemilu. Jadi
keputusan Setra Gakumdu dengan keputusan penyidik dan penuntut kejasksaan itu berbeda, ini
harusnya tidak terjadi.
Rekomendasi atau saran dari Bawaslu :
1. Proses penanganan tindak pidana pemilihan dilakukan sejak penerimaan laporan sampai dengan
pengajuan ke pengadilan olehlembaga pengawas pemilu.
2. Perlu Polisi dan Jaksa menjadi penyidik, penuntut dalam institusi pengawas pemilu yang
bertanggung jawab pada Komisioner pengawas pemilu. Mohon ijin bapak-bapak yang terhormat,
10
Pak Mendagri yang kami maksud ini kaya model Polisi di KPK, jadi penyidik itu di BKO kan ke
Panwaslu dan dia bertanggung jawab kepada Komisioner. Yang terjadi di Centra Gakumdu baik
Pileg maupun Pilpres memang ada oknum penyidik dan penuntut tetapi pertanggung jawabannya
tetap kepada Mabes. Sehingga tidak nyambung pembahasan diantara 3 institusi dengan
keputusan arahan komandan. Jadi saran kami kalau bisa penyidik dan penuntut itu ada di
Lembaga pengawas pemilu sebagai satu kesatuan dan dia bertanggung jawab kepada
Komisioner pengawas pemilu.
3. Perlu melibatkan Polisi dan Jaksa sebagai penyidik dan penuntut umum dalam proses
penanganan pidana pemilihan dengan memperbantukan mereka pada institusi pengawas pemilu
yang bertanggung jawab kepada Komisioner. Ini penegasannya kembali, karena kalau tidak
podana pemilu akan bernasib sama dengan Pile, Pilpres. Sejumlah laporan pengawas pemilu itu
kemudian harus berhenti di kepolisian.
4. Penanganan tindak pidana pemilihan sampai kepada penuntutan dilakukan oleh pengawas
pemilu, karena tadi organ kepolisian dan kejaksaan tidak ada dalam satu kesatuan.
5. Penegakan hukum tindak pidana pemilihan, mulai dari penerimaan laporan sampai penuntutan
dan pengajuan pengadilan dilakukan oleh pengawas pemilu.
c. Lalu berikutnya mengenai kode etik, permasalahannya sering penyelenggara tingkat kecamatan
sampai dengan TPS yang melaanggar kode etik itu menganggu tahapan karena tidak dapat
langsung diselesaikan, harus melalui DKPP terlebih dahulu. Jadi Undang Undang Nomor 15 Tahun
2011 itu menegaskan bahwa swemua pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh jajaran
penyelenggara KPU, Bawaslu mulai RI sampai dengan desa itu diselesaikan oleh DKPP. Nah ini
sekali lagi berkaca pada 2 Pemilu Nasional, beberapa dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh
aparat kami, oknum aparat kami itu menganggu tahapan, disebabkan harus menunggu keputusan
DKPP. Sarat kami proses Kode etik di tingkat kecamatan, kelurahan, dan desa diselesaikan
langsung oleh jajaran penyelenggara satu tingkat di atasnya. Jadi kalau TPL yang melanggar
Panwascam yang melakukan penindakan supaya cepat berdasarkan pendampingan dari pengawas
pemilu yang ada di atasnya.

Isu berikutnya mengenai sengketa TUN, Pasal 153, Sengketa Tata Usaha Negara pemilihan
merupakan sengketa yang timbul dan seterusnya, ini kalimat Undang Undangnya permasalahannya.
Sengketa TUN mulai dari penyelesaian di Bawaslu, PT TUN, sampai kasasi MA.
Yang kedua tidak adanya pembatasan keputusan KPU yang dapat dibanding ke Pengadilan
tinggi.
Dan ketiga jangka waktu penyelesaian sengketa TUN terlalu panjang, sekitar 63 hari mulai dari
Bawaslu sampai dengan MA.

Rekomendasi Bawaslu :
Pertama perlu dibatasi mengenai keputusan KPU yang mana yang dapat dijadikan obyek
sengketa TUN, kalau bisa hanya mengenai keputusan penetapan calon. Karena ini kalau ruang
dibukasemua bisa disengketakan di TUN, ini akan menganggu tahapan dan prosesnya sangat panjang.
Nah kalau misalnya hanya keputusan penetapan oleh KPU saja, ini bagian-bagian lain bisa kita
selesaikan di Bawaslu. Dan kami juga menyambut positif apa yang menjadi saran atau masukan dari
mitra kami bahwa Bawaslu siap, jangankan sengketa proses pak, Bismillah sengketa hasil kita siap pak.
Yang kedua perlu mempersingkat, ya terima kasih pak, dari pada saling lempar pak, MK sudah
lempar handuk, MA tidak mau, ada Bawaslu pak kenapa repot-repot cari lembaga pak? Bawaslu sudah
siap pak, dan kami sudah punya succes story pak ketika menyelesaikan sengketa di Pileg, Pilpres
dengan tidak bermaksud sesumbar, beberapa partai politik kita selamatkan, beberapa caleg kita
selamatkan, melalui proses sengketa di Bawaslu. Selematkan sesuai dengan kepentingan perundang-
undangan tentunya pak.

11
Jadi dari pada bapak sulit juga sulit mengikuti diskursus ini kami siap dengan izin Allah
tentunya, dan dukungan bapak-bapak yang terhormat.
Uji Publik pasal 38, saya langsung saja pak, permasalahannya uji publik memerlukan waktu
yang lama.
Yang kedua konsep uji publik menurut undang undang Nomor 1 tahun 2015 tidak berdampak
apa penentuan layak atau tidak layak sebagai bakal calon dan tidak ada saksi pembatalan.
Rekomendasi Bawaslu agar uji publik dihapuskan pak, berbeda dengan KPU, memang tidak
harus sama dengan KPU, malam ini bapak-bapak yang terhormat bisa melihat bahwa kami tidak selalu
sama dengan KPU pak, untuk uji publik Bawaslu menyampaikan tidak perlu ada uji publik, biarkan
proses itu ada di partai politik.
Isu berikutnya jual beli dukungan dalam proses pencalonan. Pasal 47 kita sudah tahu
permasalahannya sorry kita sudah tahu isunya. Permasalahannya adanya proses transaksional terkait
pencalonan antara partai dengan bakal calon, tetapi di dalam undang-undang Nomor 1 tahun 2015
tidak disertai dengan sangsi pidana, ekomendasi Bawaslu perlu diatur mengenai ketentuan pidana jual
beli dukungan. Ini pak supaya lebih tegas dan ada efek jeranya, politik uang kalau pidana Insya Allah
ditangkap pak, siap, polisi dan jaksa di bawa-bawa dalam organisasi Sentra Gakumdu, mudah
mudahan polisi dan jaksanya juga happy.
Kemudian yang kesenelas money politic atau politik uang permasalahannya tidak ada
ketentuan pasal yang mengatur mengenai larangan dan sanksi terhadap politik uang, rekomendasi
Bawaslu pertama perlu diatur mengenai sanksi [idana politik uang, dalam hal ini dapat mengadopsi
ketentuan sanksi pidana dalam pemilu legislatif, saya kira sudah ada tinggal di adopsi saja.
Yang kedua perlu diatur mengenai penjatuhan sanksi administrasi tanpa harus menunggu
proses hukum diluar proses sanksi administrasi. Ini Bawaslu mendorong supaya penegakan sanksi
administrasi lebih efektif supaya partai-partai politik atau pasangan calon yang melanggar itu
memberikan perhatian yang serius terhadap penegakan hukum, kalau menunggu proses pidana ini
apalagi kalau polisi dan jaksa tidak menyatu dalam Sentra Gakumdu, dan bertanggung jawab kepada
komisioner Bawaslu atau Panwaslu, maka penegakan hukum pidana ini, akan bernasib sama dengan
Pileg Pilpres pak. Jadi kami mendorong supaya low impostment penegakan sanksi pemilu lebih di
tegaskan lagi. Kalau dia terbukti secara administrasi melanggar, Bawaslu bisa merekomendasikan
untuk diskualifikasi, ini kalau bapak-bapak setuju, siap pak, kami siap juga dengan amunisinya pak, jadi
tidak harus menunggu pidana Pak Menteri yang terhormat, ini kalau pidana yang bisa membatalkan
calon, administrasi tidak bisa membatalkan calon pak. Padahal kewenangan yang lebih besar itu ada di
Bawaslu terkat administrasi, nah kalau tidak secara administrasi terbukti melanggar, bisa memberikan
efek jera kita bisa mendiskualifikasi kalau bapak setuju. Sekali lagi kami menyerahkan kepada bapak
ibu yang terhormat.
Kemudian yang keduabelas larangan pelibatan kepala daerah dalam kampanye.
Permasalahannya, tidak ada pengaturan tentang larangan bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah
di kabupaten atau propinsi lain. Untuk terlibat dalam kampanye pemilihan di provinsi kabupaten. Jadi
gubernur A tidak dilarang untuk berkampanye pada pemilihan B. ini, ini potensi masalah.
Saran kami perlu adanya pengaturan tentang larangan bagi kepala daerah atau kepala daerah
di kabupaten propinsi lain untuk terlibat dalam kampanye pemilihan. Ini kalau pemilihan senang kita
bisa terima karena peran partai disitu, tapi ini kita lihat karena potensi konflik sangat tinggi maka perlu
dibatasi supaya gubernur yang tidak melakukan pemilihan itu tidak terlibat kampanye pada mitranya
atau teman gubernur yang lain.
Lalu pengawas TPS ini yang kami sangat berterimakasih karena diakomodir, ini kami punya
pengalaman ketika mengajukan pada pemilu pileg pilpres tapi karena situasi politik akhirnya kemudian
tidak disetujui, bagaimana bisa secara logika sederhana ada proses pemilu di TPS tidak ada pengawas
ini yang secara matematika politik kami belum menemukan jawabannya. Di Pilek pilpres begitu
kondisinya bapak ibu yang terhormat dan bapak ibu merasakan sendiri kadang-kadang menjadi korban,
karena di TPS itu tidak ada pengawas. Di undang-undang 15 tahun 2011 setiap Panwas, PPS, PPL itu,

12
itu mengawasi sekian banyak puluhan TPS pak. Saya sering menggoda teman-teman saya, jangan-
jangan kamu dibawah pohon saja mencatat pelanggaran tu, dari jam 7 sampai jam 1 mengawasi 60
atau 70 untuk ukuran Jawa, TPS.
Terimakasih sekali lagi hormat kami atas pasal ini. Jadi Insya Allah besok setiap TPS ada
pengawas pak dan dia menjadi organ, organ formal Bawaslu dan kita bekali. Masih ada hal yang perlu
disempurnakan mohon izin saran kami, permasalahannya tidak adanya pengarturan mengenai tugas
dan wewenang pengawas TPS, padahal undang-undang memberikan kewenangan kepada pengawas
pemilu untuk membentuk pengawas TPS, jadi di undang-undang ini hanya dikatakan ada pengawas
TPS tapi tidak ditegaskan apa tugas, fungsi dan kewenangannya. Saya khawatir dibawah ini akan
terjadi multitapsir mengenai kewenangannya, apakah tanda petik “sama dengan panwas kabupaten
kota atau kecamatan” karena dia organ yang paling bawah. Nah Kalau ini bisa disempurnakan tentu
akan lebih baik lagi lebih efektif lagi pelaksanaannya.
Lalu alat bantu memilih bagi penyandang disabilitas, Bawaslu pasca pileg pilpres itu
mendapatkan evaluasi dari saudara-saudara kita atau kelompok penyandang disabilitas bahwa menurut
sebagian teman-teman LSM itu belum terlalu UR pemilu itu terhadap teman-teman disabilitas, padahal
dalam pandangan kami KPU Bawaslu sudah cukup. Tapi oke lah saya kira kita merespon di Pasal 86,
pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik, halangan fisik lain pada saat
memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain atas permintaan
pemilih. Permasalahannya, tidak ada pengaturan yang mewajibkan untuk menyediakan alat bantu
memilih pada penyandang disabiitas.
Yang kedua tidak ada pengaturan yang mewajibkan untuk menyediakan alat bantu teplate
untuk pemilih penyandang disabilitas.

Rekomendasi Bawaslu.
Pertama perlu diatur tentang kewajiban menyediakan alat bantu memilih bagi penyandang
disabilitas di setiap TPS ditegaskan bapak ibu yang terhormat.
Yang kedua perlu diatur tentang kewajiban untuk menyediakan alat bantu template untuk
pemilih penyandang disabilitas.
Yang ketiga perlu pengaturan secara ketat terhadap pendamping pemilih disabilitas. Kami
menemukan laporan di pileg pilpres, rupanya karena pendamping tidak diatur ada oknum-oknum
petugas KPPS yang memanfaatkan situasi ini ya. Jadi karena tidak pendamping atau tidak ditegaskan
mengenai kriteria pendamping maka oknum-oknum petugas KPPS menggunakan kesempatan ini pak.
Saya kira bapak sudah mengerti maksud menggunakan kesempatan ini.
Yang keeempat perlu pengaturan tentang sanksi terhadap pelanggaran jika tidak menyediakan
alat bantu bagi pemilih penyandang disabilitas, dan pendamping penyandang disabilitas yang
melanggar ketentuan. Saya kira itu beberapa hal atau isu-isu yang penting kami perhadapkan
dihadapan bapak ibu yang terhormat dan bapak mentri yang terhormat.
Prinsip sekali lagi kami siap menerima apapun yang diputuskan dan terimakasih jika sebanyak-
banyaknya atau sesignifikan mungkin masukan kami di akomodir.

Assalamuallaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT:

Terimakasih, ternyata ini sama 23 juga usulannya. Bila perlu ditambah begitu. Oleh karenanya
KPU RI tadi menyatakan juga hal-hal seperti itu hal-hal yang saya kira sangat positif begitu. Bahwa
tahapan jika kita tidak merubah ini 17 bulan. 17 bulan ya? Jadi kesepakatan kita sudah sepakat dan
juga saya kira pemerintah untuk ini di perpendek dan disederhanakan. Dan juga jelas tadi sikapnya,
walaupun sebenarnya kami pun selalu uji public ini maknanya yang harus dimasukan dalam tahapan-
tahapan begitu. Dalam tahapan-tahapan. Jadi dimulai dari awal, dimulai tahapan penjaringan,

13
penjaringan bakal calon sampai dia calon itu adalah kewenangan dari partai politik. Pengusung atau
gabungan partai politik, baru KPU tadi, ini sedikit kita, KPU pada intinya kita juga sederhanakan
sebenarnya. Ya diumumkanlah di KPU, diumumkan calon itu, itu misalnya bahwa nama si Fulan,
pendidikan ini sesuai dengan persyaratan yang ada. Tempat tinggal sebab banyak hal juga walaupun
tidak dilarang ya yang tepat yang KPPnya adalah disana, tapi dia calon didaerah ini begitu. Termasuk
pengalaman-pengalaman organisasinya. Jadi disitu juga terlihat kalau partai ini dan gabungan pada
partai ini terlihat. Jadi di sampaikan dimana mana. Jadi masyarakat untuk bisa melakukan partisipasi
menyampaikan partisipasi pada saat sudah diumumkan oleh KPU. Jadi tidak juga ikut ya sama tadi
dengan usulan dari apa pikiran dari Bawaslu.
Jadi peran KPU dan jika ada hal disana juga harus Bawaslu ikut mengambil peran jika ada
persoalan disana. Oleh karena ini makannya mau saya tawarkan dulu, apakah kita mau buka dialog
apa sudah cukup?

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Saya kira butuh dialog kepada KPU untuk meminta penjelasan mungkin beberapa yang
disampaikan oleh KPU dan Bawaslu. Ndak, mempertajam aja pak. Jadi usulan saya mempertajam.
Saya tidak bisa pura-pura sok tau begitu kalau saya pribadi. Karena saya merasa belum jelas saya
perlu bertanya terhadap berapa ide-ide yang disampaikan oleh KPU maupun Bawaslu kira kira begitu.
Makasih.

KETUA RAPAT:

Jadi, ini ni saya tawar bagi yang mau memperdalam. Kalau catatan-catatan kita tadi ya cocok
juga makannya saya tawarkan kalau mau kita perdalam mempertajam tidak apa-apa. Tapi tidak kita
mengambil keputusan sekarang untuk kita perdalam aja untuk bahan masukan kan itu yang dimasukan
oleh

F.PDIP (ARIF WIBOWO):

Iya kan Bawaslu, KPU tidak terlibat membuat Undang-undang. Kita mau bertanya atas
gagasan-gagasan Bawaslu dan KPU tadi lho pak. Itu misalnya bayangannya tentang jaksa, dan polisi
misalnya. Itu nanti yang mau ditangkap siapa ? ya kan? Harus ditangkap kalau jadi gubernur. Ya di
dedikasikan transaksi begitu maksud saya. Itu aja.

KETUA RAPAT :

Baik saya kira bagi yang ingin lebih mendalami dengan pertanyaan dan pendapat, begitu kami
persilahkan kami buka mau kita ini kan Panja di persilahkan, yang pertama silahkan saudara Arif
Wibowo.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Ya terimakasih ketua yang baik hati dan para wakil ketua.


Pertama mungkin saya perlu ada penjelasan yang lebih konkrit begitu. Jadi salah satu isu yang
menurut saya adalah tidak mudah untuk bisa kita putuskan jika kita mengambil keputusan yang baik
dan membentuknya dalam satu norma didalam undang-undang perubahan ini adalah menyangkut
tahapan. Ya pemerintah berkali-kali sudah menyatakan bahwa siap melaksanakan apabila, apalagi
dengan satu keinginan dari DPR untuk menyederhanakan tahapan pelaksanaan pemilihan kepala
daerah. Ada hal yang prinsip menurut saya yang harus bisa mendapatkan penjelasan dan gambaran

14
yang konkrit adalah pertama menyangkut total tahapan yang akan disederhanakan, mengatur tahapan
dan keserentakannya.
Jadi supaya kita tidak membayangkan bahwa mengatur tahapan itu hanya kira-kira
gambarannya adalah sekedar pemungutan suara pada saat tahun-tahun tertentu dengan secara
serentak. Padahal sebelum pemungutan suara ada waktu yang dibutuhkan untuk menuju pemungutan
suara yang dibagi dalam tahapan-tahapan. Didalam setiap tahapan secara prinsip adalah kalau terjadi
masalah atau sengketa tidak boleh menggangu tahapan yang lain. Nah karena itu mesti disimulasikan
secara konkrit, tidak bisa diangan-angankan saja.
Satu contoh begini saudara ketua KPU putusan MK sudah menyatakan bahwa pemilihan umum
anggota DPR, DPD dan DPRD dan pemilihan umum presiden dan wakil presiden dilaksanakan secara
serentak pada tahun 2019. Nah sementara kita masih belum membereskan undang-undangnya. Kalau
keserentakannya yang dimaksud adalah dilaksanakannya pemungutan suara pada hari bulan tahun
yang sama, maka pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kita mengaturnya. Undang-undang
pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD Nomor 8 tahun 2012, sebelum pemungutan suara itu
ada satu setengah tahun tahapan. Mohon maaf, Ya 22 bulan, artinya kalau 22 bulan satu tahun kurang
2 bulan. 2 tahun kurang 2 bulan, 2 tahun kurang 2 bulan. nah pada tahun praktek yang sudah
dilaksanakan pada tahun 2014, tahapan awal dilaksanakan adalah penyerahan daftar penduduk
potensial pemilih pemilu pada tahun 2012 akhir. Ya verifikasi partai politik. Ya 4 bulan sebelumnya
verifikasi partai politik kemudian penyerahan DP 4 sampai kemudian pemungutan suara sampai dengan
pelantikan anggota DPR ditambah lagi 6 bulan berarti berapa itu 30 bulan. 28 bulan, ndak dong Mei,
Jjuni, Juli, Agustus, September, Oktober, tambah 6 bulan pak 28, 28. Berarti berapa tahun 2 tahun 4
bulan, nah itu untuk pileg, nah karna itu maka kemudian nanti dengan serentakan kemungkinan kan
akan dipadankan akan diserasikan. Apakah nanti yang pilpres akan mengikuti pileg, atau yang pileg
menjadi lebih sederhana mengikuti pilpres, kita belum tahu ya.
Nah kalau kemudian yang terjadi misalnya belum ada perubahan perundang-undangan maka
kemudian kalau ada usulan pilkada serentak pada tahun 2018 maka juga harus dilihat tahapannya,
berapa waktu yang dibutuhkan sebelum pemungutan suara maupun pasca pungutan suara sampai
dengan pelantikan. Nah masing-masing pasti akan berhimpit. Nah keberhimpitan, tahapan antara tiga
pemilihan ini baik pileg, pilpres dan pilkada, itu tentu beban kerja yang cukup besar. nah pertanyaannya
apakah KPU sanggup misalnya begitu. Nah kalau sanggup saya kira bagaimana cara supaya apa yang
dikerjakan oleh KPU dan Bawaslu dalam soal pelaksanaan ini bisa berlangsung efektif. Nah itu satu
contoh saja gambaran kenapa misalnya kalau saya berpikir 2018 tidak perlu ada. Mengapa? Karena
2018 pun kalau diadakan karena keserentakan menuju nasional ini juga akan berkaitan dengan
periodisasi jabatan, tidak seperti keserentakan yang pernah dilakukan pada masa-masa sebelumnya,
maka tentu akan mengurangi masa jabatan dari kepala daerah.
Yang 2013 kemarin dilaksanankan pilkada yang seharusnya adalah berakhir masa jabatannya
pada tahun 2019, 2014, ini pun akan berakhir pada tahun 2019 dan demikian kalau tetap dilaksanakan
2018 kita menjadi akan sulit menentukan nanti kapan waktunya lagi karena tidak boleh
jabatan,periodisasi jabatan itu dikurangi, dan itu dasarnya juga adalah putusan MK sebagai hak
Konstutional.
Nah karena itu sebenarnya kita berharap ada simulasi yang konkrit jadi tidak sekedar
menjelaskan yang kemudian kita semua membayang-bayangkan ya. Termasuk dari pertimbangan
berbagai aspek pelaksanaan pemerintahan, pertahanan keamanan, ketertiban masyarakat dan
sebagainya. Sehingga apakah tahapan-tahapan yang kita rancang serentak di sebagian wilayah
republik ini kemudian menuju keserentakan nasional itu, bisa dilaksanakan dalam waktu yang cukup.
Nah kira-kira begini dengan masing-masing perbedaan waktu yang tersedia, atas semua
tahapan yang dilaksanakan oleh 3 model pemilihan, pileg, pilpres dan pilkada, yang nantinya tentu kita
harapkan bisa disederhanakan kalau masih mengacu pada undang-undang yang ada maka total yang
dibutuhkan adalah kurang lebih 28 bulan kan? Paling panjang adalah pileg. Nah untuk itu kita bisa
bayangkan sebenarnya, kalau bisa diserentakan nasional pada satu tahun yang sama, maka hiruk

15
pikuk politik atas pelaksanaan election ini itu bisa diselesaikan, dibatasi hanya 28 bulan itu saja.
Dengan demikian maka selama 5 tahun sisanya itu kurang lebih 3 tahun lebih sedikit, itu adalah
pemerintah dan masyarakat, partai politik sudah tidak ngurusin lagi urusan-urusan politik gitu. Tetapi
kalau kemudian masih kita atur secara, apa namanya berbeda waktu yaa pileg pilpres 2019 kemudian
yang pilkadanya 2020 atau 2021 begitu, kira-kira waktu yang tersisa untuk tidak berurusan dengan
urusan politik election ini hanya sekitar satu setengah tahun selama 5 tahun. Nah kalau asumsinya atau
dasar pemikirannya bahwa penyederhanaan pilkada ini salah satunya adalah yang selalu diulang-ulang
oleh, terutama oleh yang terhomat ketua bahwa masyarakat jenuh sebarnya kita juga tidak mengatasi
masalah. Kejenuah akan terjadi lagi, hanya dulu bedanya kejenuhan itu terpisah-pisah disetiap
kabupaten kota ini kejenuhan yang bersifat nasional jadinya bersama-sama begitu.
Nah itulah sebabnya sejak awal saya meminta kepada semua pihak fraksi-fraksi dan
pemerintah, juga KPU untuk bisa membuat simulasi yang lebih konkrit. Jadi tidak sekedar kita hanya
membayang-bayangkan soal hari pemungutan suara yang dilakukan serentak sama pada tahun yang
sama, tetapi sejatinya itu berkonsekuensi kepada tahapan yang panjang yang harus dilakukan dan itu
melibatkan seluruh energi dari seluruh sector. Pemerintah, partai politik, DPR, KPU, Bawaslu dan lain
sebagainya. Nah itu yang pertama.
Yang kedua, yang kedua adalah menyangkut satu masa transisi yang tadi sempat disinggung
sebenarnya ketika pada tahun 2017 ada pemilihan anggota KPU yang baru yang bisa saja sebagian
masih kalau masih mendaftar mencalonkan terpilih atau bahkan ganti sama sekali dan itu secara
berurutan akan diikuti oleh jenjang yang lebih bawah ya, dan itu bukan pekerjaan yang sederhana juga.
Saya kira dulu dalam setiap kali rapat dengar pendapat salah satu yang dimintakan komisi II adalah
segera membereskan proses rekruitmen dan seleksi anggota KPU secara berjenjang ditingkat propinsi
kabupaten kota termasuk di Bawaslunya.
Kepentingan menyelesaikan problem internal didua institusi yang mendapatkan tanggung
jawab besar dalam melaksanankan election ini, itu adalah satu situasi dan kondisi objektif yang bakal
dihadapai dan itu harus dihitung sebagai juga beban yang tidak bisa diabaikan. Maksud saya adalah
pada saat bersamaan misalnya KPU Bawaslu yang sedang sibuk mengurus dirinya sendiri, sementara
juga dibebani oleh urusan yang, yang sangat besar sangat penting ini, ini juga salah satu yang harus
kita pertimbangkan.
Nah karena itu bapak ibu saudara sekalian, jadi menurut, menurut hemat saya adalah untuk
kita bisa merumuskan tentang tahapan yang tidak saja masuk akal tetapi juga bisa dilaksanakan
dengan baik, yang kemudian tidak sedikit menimbulkan dampak negative atau komplikasi yang
sesungguhnya harusnya kita hindari, apakah itu berupa konflik, apakah itu berupa ketidakefektifan,
penyelenggaraan dan penyelenggaraannya sekaligus.
Nah yang kedua, gagasan, ketiga, yang ketiga gagasan Bawaslu menyangkut soal memperkuat
dirinya dan apa, tawaran untuk terlibat lebih kuat ya dalam rangka menyelesaikan sengketa pilkada ini.
Nah saya kira itu perlu juga disampaikan oleh Bawaslu dijelaskan tentang evaluasi yang sudah
dilakukan yang sesungguhnya menyangkut kapasitas dan kapabilitas Bawaslu. Jadi disamping ada
record yang saya kira juga positif, dulu sudah pernah kita mintakan penjelasannya menyangkut kinerja
Bawaslu dalam keterlibatannya di dua pemilihan umum DPRD, legislative maupun presiden, tapi pada
sisi yang lain juga tidak bisa dipungkiri bahwa banyak keluhan dari berbagai pihak bahwa Bawaslu
jajaran dibawahnya terutama dinilai tidak mampu bekerja efektif. Dan itu kebetulan saja memang yang
paling keras adalah teman-teman kita yang tidak terpilih lagi. Dan dibanyak praktek yang terjadi
pengalaman dari banyak pihak yang disampaikan banyak laporan-laporan yang disampaikan kepada
panwas ditingkat kabupaten kota yang tidak dilanjuti. Bisa saja diperdebatkan karena memang tidak
memenuhi misalnya kelayakan dari laporan buktinya kurang dan sebagaianya. Tetapi bahwa apa yang
seharusnya bisa ditampung dan ditindak lanjuti oleh Bawaslu itu ternyata tidak dilakukan.
Nah kalau kemudian itu kapasitas dan kapabilitasnya masih dipertanyakan, kemudian justru
menawarkan menambah beban kerja yang lebih besar lagi apakah itu bisa dikerjakan dengan lebih
baik. Saya kira tidak bisa dipungkiri rekrutmen dan seleksi panwas dilapangan apalagi di PPA ditingkat

16
lebih bawah lagi Panwascam bukan hal yang mudah dalam konteks adalah dalam arti adalah bisa
menjamin ketersediaan sumber daya manusia yang bisa diharapkan bisa menjalankan pengawasan
yang efektif. Tengarah kita justru pengawasan yang harusnya bisa berlaku independent bahkan untuk
sebagian yang dikeluhkan adalah menjadi bagian dari proses politik yang justru tidak demokratis itu.
Nah kalau kemudian justru kemudian mengeluhkan tentang mekanisme Gakumdu yang tidak
jalan apakah sudah tepat misalnya kemudian apa yang diajukan Bawaslu itu lantas dengan berbagai
pertimbangan kita bisa kita setujui misalnya. Jangan-jangan justru malah, begini jadi saya ingin katakan
di Indonesia ini ada satu kecenderungan, institusi-institusi diberikan wewenang tertentu cenderung
lebay kira-kira begitu ya. Ada banyak faktor lah salah satu mungkin kedewasaan orang yang memimpin
institusi itu atau kedua kemudian ya mumpung ada kuasa begitu kemudian melebih-lebihkan
kekuasaanya. Nanti kalau kemudian para penyidik dan penuntut dikoordinasikan oleh Bawaslu jangan-
jangan justru membuat ini terdorong begitu untuk bertindak melampaui kewenangannya. Saya kira
pelajaran tentang Mahkamah Konstitusi dan lain sebagainya itu adalah bisa menjadi pelajaran yang
berharga bagi kehidupan berbangsa kita.
Nah saya kira itu saja dua hal yang kami mintakan, tiga hal yang kami mintakan penjelasan dan
sebenarnya kalau bisa bersepakat pemerintah dan semua fraksi untuk mendorong kondifikasi hukum
pemilu dan meskipun itu membutuhkan keseriusan dan waktu yang cukup itu akan lebih baik untuk
menuju sampai pada tingkat adanya peradilan pemilu yang bisa menyelesaikan semua masalah yang
muncul, sengketa yang muncul dalam setiap pemilu kita baik pilres, pileg, pilkada dan mungkin bahkan
sengketa partai politik. Tentu dengan cara adalah melakukan perubahan terhadap setidaknya 6
undang-undang yang dibidang politik yang sudah ada saat ini.
Terimakasih.

Wassalamuallaikum Warrahmatullahi Wabbarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik saudara-saudara dari fraksi lain ada yang mau mempertajam atau perorangan saja yang
mau ingin mempertajam lagi. Silahkan pak.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M.Si):

Makasih Pimpinan. Bapak Mendagri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu dan segenap jajaran. Saya
kira kita memang harus sepakat bahwa undang-undang ini harus selesai tanggal 17, tetapi itu tidak
harus berarti bahwa kualitas dari undang-undang ini asal jadi gitu. Nah oleh karena itu kalau kita boleh
menggunakan istilah DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) yang disampaikan oleh ketua Bawaslu dan
ketua KPU saya kira patut menjadi perhatian kita. agar supaya undang-undang yang kita lahirkan nanti
ini tidak menjadi masalah ketika pilkada dilaksanakan. Ada beberapa hal misalnya soal syarat calon
yang disampaikan tadi kalau ndak salah point kesembilan dari KPU, syarat calon yang tidak punya
konflik kepentingan dengan Petahana. Di Perpu dan yang sudah jadi undang-undang itu memang
penjelasannya itu sangat sumir, tidak jelas siapa yang dimaksud dengan punya hubungan darah satu
tingkat keatas, kebawah, dan kesamping. Karena itu ketua Bawaslu saya sepakat dengan KPU, ketua
KPU maksud saya, bahwa ini harus diperjelas di penjelasan satu tingkat keatas itu kalau menurut
pendapat kami dari fraksi Nasdem, keatas itu artinya bapak kandung, ibu kandung, mertua kandung,
laki-laki dan perempuan satu tingkat keatas. Satu tingkat kesamping itu adalah saudara kandung, istri.
Saudara kandung dan istri, saudara kandung dan istri gitu, istri dan saudara kandung gitu istri sah
maksudnya ya? istri sah ya. Satu tingkat kebawah anak kandung, menantu kandung ya harus diperjelas
supaya tidak ada multiinterpretasi. Ketika, ya menantu, menantu ya, menantu kandung gitu kan. Kalau
menantu dari anak kandung berarti cucu ya menantu kandung gitu. Ya harus diperjelas supaya tidak
ada multiinterpretasi.

17
Yang kedua mengenai rekap berjenjang ini juga dari nomor point ke 12 kalau ndak salah tadi.
Pengalaman di Pileg kemarin setiap kali terjadi mutasi suara maka disitu terjadi potensi terjadinya
manipulasi. Karena itu saya kira ini perlu menjadi perhatian agar supaya tidak perlu terlalu banyak
mutasi suara. Dari TPS selesai rekapitulasi C plano, langsung masuk C 1, langsung dibawa ke KPUD.
Tidak ada lagi rekapitulasi di desa, tidak ada rekapitulasi di kecamatan. Cuma yang perlu yang perlu
dicatat saya sudah sampaikan waktu RDP dulu di daerah-daerah ribut. ketika kotak suara dibawa ke
KPU itu rawan sekali dilakukan terjadi, terjadi manipulasi atau korban suara di tengah perjalanan. Nah
bagaimana mekanisme pengamanan kotak suara ini. Di daerah saya pak ketua ada satu, ada tiga
kecamatan yang tidak bisa kendaraan roda empat sampai kesitu. Bahkan ada beberapa tempat dari
satu desa ke ibu kota kecamatan harus dipikul berhari hari. Nah ini sangat rawan, ini perlu diatur
dengan jelas, agar supaya pilkada kita itu betul-betul lebih berkualitas.
Yang ketiga ini tidak masuk dalam DIMnya tadi KPU. Saya tidak tahu apakah ini domain KPU
atau Bawaslu. Ada praktek terutama dari Petahana mewajibkan seluruh pegawai yang mencoblos
memotret siapa yang dicoblos. Memotret ini nanti dilaporkan kepada pimpinan, karena diberi target
pegawai itu pak mentri diberi target gitu. Karena sekarang semua HP ini punya alat foto pak, sehingga
ketika dia mencoblos dia buktikan bahwa saya coblos ini . Nah ini bagaimana mengatur ini apakah nanti
di serahkan kepada KPU pengaturannya apakah dengan keputusan Bawaslu atau diatur dalam
undang-undang. Karena kita mau ini lebih berkualitas.
Kemudian yang lain lagi adalah Panwas ini pak Muhammad supaya tidak jadi macan ompong.
Kemarin dalam Pileg, Panwas itu betul-betul jadi macan ompong, kita laporkan segala macam
permasalahan serangan, bukan lagi serangan fajar, serangan berhari-hari pak. Amplop-amplop itu
berseliweran dan Panwas tidak bisa mengambil tindakan apa-apa. Bagaimana mekanisme agar supaya
ini tidak terulang.
Kemudian pendamping penyandang disabilitas ini memang penting. Ketika bukan cuma
disabilitas, orang tua yang sudah jompo, tetapi dia buta huruf dia mau si A yang di coblos gitu, tapi
katanya tidak boleh didampingi. Ketika ini jadi persoalan di TPS, tidak ada yang bisa memberi
penjelasan apakah KPPS, KPPSnya atau dari panwas tidak ada yang bisa memberi penjelasan.
Sehingga banyak orang tua ditempat saya tidak bisa memilih pak. Dia ndak bisa memilih karena dia
mau memilih si A tapi tidak tahu gaimana caranya memilih si A itu, saya kira ini perlu diatur pak ketua.
Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Jadi yang di kampung-kampung itu memang, ya betul Pak Lutfhi ini yang sudah tua begitu dan
ndak paham dia mau pilih siapa itu waktu kita dulu itu kita nyatakan pakai pendamping, sekarang
kantidak, pakai pendamping dia tanya yang mau saya pilih dia udah tau, mau dipilih itu ini iya. Coba
lanjut pak Fandi. Nah ini pak Fandi dari partai demokrat ini.

F-DEMOKRAT (Ir. FANDI UTOMO):

Terimakasih pimpinan. Saya mau konfirmasi saja ke Bawaslu, maksud Bawaslu itu
pemberkasan pidana pemilu selesai ditingkat Bawaslu, betul begitu yang diinginkan? Betul ya?

KETUA BAWASLU RI:

Kalau Pemberkasan betul pak.

F-DEMOKRAT (Ir. FANDI UTOMO):

Oya terimakasih.

18
Yang kedua saya mau Tanya ke KPU, saya kira saya tertarik pada implikasi. Anda tadi
menjelaskan ada dua, ada satu Negara yang menyelenggarakan pemilu itu dua, satu diawal satu
ditengah gitu ya? kalau kita pemilu legislatif dan Pilres 2019, kemudian kita pilkada serentak Nasional
2020 dibandingkan dengan kalau kita pemilu legislatif dan presiden 2019, dan pemilu kepala daerah
2021 akhir, artinya ada ditengah-tengah pemerintahan yang sedang berkuasa, itu kira-kira implikasinya
seperti apa? Bedanya seperti apa? Karena saya kira ini kita paham sebagai rezim pemerintahan
daerah, dan kalau itu bisa membuat pemerintahan itu bisa berjalan efektif, Saya kira kita harus
mengambil jalan keluar terbaik terhadap efektifitas ke pengelolaan pemerintahan itu. Saya kira ini saya
menganggap KPU sudah melakukan study banding terhadap, terhadap apa, implikasi itu.
Saya kira pertanyaan ini yang ingin saya sampaikan terimakasih.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Pimpinan, Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Silakan Pak Malik.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Ya makasih pimpinan. Saya mau tanya ke KPU jadi prinsipnya begini semua fraksi sepakat,
setuju, bahwa kita akan nanti punya pilkada serentak nasional. Cuma menuju nasional itu harus ada
masa transisi istilahnya bahasanya pak Syarif itu bergelombang, bergelombang. Nah sebetulnya kita
sudah punya hasil apa? Simulasi yang berbeda dengan Perpu dan berbeda dengan KPU. Saya
sebetulnya dulu sempat mengusulkan persis apa yang diusulkan oleh KPU.
Jadi yang pertama adalah pemilu 2016 pesertanya itu adalah SKnya yang habis di 2016 dan
habis di 2016 jadi ada konsekuensi PLT di 2015 kemudian pilkada di 2018 itu pesertanya Sknya yang
habis di 2017 di 2018 dan di 2019, Baru kemudian Pilkada serentak adalah 2021. Konsekuensinya
memang yang menjadi pertanyaan besar dan menjadi perdebatan sengit di antar fraksi adalah hasil
pilkada 2018 kalau di Perpu tetap 2020 maka jabatannya cuma 2 tahun. Karena itu ada pasal 200 yang
disitu isinya adalah prefilis dan sebagainya itu. Kalau 2021 maka jabatannya tinggal 3 tahun, 3 tahun.
Karena 3 tahun maka kemudian bisa disebut sebagai satu periode karena lebih dari setengah, 5 tahun
kan begitu, Itu yang pertama.
Nah karena itu teman-teman kemarin bersepakat dan meskipun ini belum menjadi putusan
resmi Panja tetapi kita sudah apa namanya, sudah simulasi, simulasinya itu adalah pertama Pilkada
2016 pesertanya itu SKnya habis di 15 dan SKnya di 16 semester pertama begitu maksud saya, sampai
juni lah pertengahan. Kemudian pilkada kedua 2017 pesertanya adalah yang SKnya habis di 2016
semester dua, kemudian yang Sknya habis di 2017 ya. Kemudian berikutnya ada pilkada 2018
pesertanya adalah di 2018 dan 2019 ya dan 2020 ya Juni.
Nah gelombang kedua itu kemudian Pilkada 2021 itu pesertanya adalah hasil pilkada 2015 ya
hasil pilkada 2016 jadi jabatannya pas, apa namanya, lebih satu tahun ya 5 tahun pas. Kemudian
Pilkada di 2022 itu pesertanya adalah hasil pilkada 2017 itu jabatannya 5 tahun. Nah kemudian Pilkada
2023 ya itu pesertanya antara hasil pilkada 2018 itu kurang satu tahun, ya hasil Pilkada 2018 ke 2023
itu kurang 1 tahun eh 5 tahun? 5 tahun semua ya? oke jadi ini yang diambil dan puncaknya nanti adalah
pilkada serentak nasional itu 2027, Cuma problemnya kalau kita ikuti ini maka panjang. Kita butuh
waktu 10 tahun lebih baru kemudian kita punya pilkada serentak .
Pertanyaan saya ke teman-teman KPU, kalau KPU mengambil posisi 2016, 2018, kemudian
2021, pertanyaan pertama adalah kira-kira pemilu SK yang habis di 2019 itu ikut ke 18 atau dia PLT
sampai kemudian menunggu penjabat, sampai dia menunggu 2021 itu. Karena kalau kemudian usulnya

19
Pak Arif di 2018 tidak ada PLT maka kemudian kita punya PLT luar biasa panjang dan banyak, ada
potongan. PKB sih sebetulnya usul moderatnya 2016, 2018 dan 2021. Memang kemudian memotong
kira-kira 2 tahun untuk masa jabatan hasil pilkada 2018, itu yang pertama.
Yang kedua pimpinan, tentang bakal calon. Memang tidak diatur disini syaratnya, tetapi kalau
tidak salah bakal calon itu kan partai politik boleh mengusung lebih dari satu calon ya. Karena itu
menurut saya konsekuensinya syratanya jangan persis seperti calon, boleh lah 20%. Tetapi karena
bakal calon itu asumsinya adalah menjaring, maka mungkin persyaratannya tidak boleh lebih sulit
ketimbang calon. Karena nanti di pendaftaran calon itu nanti apa namanya, di perketat. Nah tentang
kemudian tahapan bakal calon dan uji publik, saya sudah menghitung sama teman-teman kira-kira kita
butuh waktu satu bulan paling lama satu bulan plus satu minggu. Taruhlan misalkan KPU membuka
pendaftaran untuk bakal calon itu satu minggu, nah kemudian setelah itu 3 bulan, 3 minggu atau 1
bulan KPU kemudian membuka nama-nama bakal calon itu. Dibuka ke publik dan kemudian apapun
pengaduan dari masyarakat tetap masuk ke KPU dari KPU kemudian disampaikan kepada partai politik,
terserah partai politik apakah menghitung, mempertimbangkan atau membuat pengaduan dari
masyarakat itu menjadi sesuatu yang penting, atau tidak penting terserah partainya. Yang pasti bahwa
calon atau bakal calon yang dimunculkan oleh partai politik lewat fasilitasi KPU itu sudah diketahui oleh
publik.
Jadi meskipun kemudian uji public itu tidak sampai menggagalkan atau membatalkan seorang
bakal calon tetapi saya kira partai politik sudah sangat hati-hati karena bakal calonnya sudah di publish
ke masyarakat dan masyarakat berhak untuk itu. Jadi kira-kira itu aja pimpinan yang jadi pertanyaan.
Masalah teknis-teknis saya kira mungkin kita bisa usul begini masalah teknis yang disampaikan oleh
KPU kemudian oleh Bawaslu kita minta aja pasal redaksinya seperti apa. Karena kan apa namanya
mereka yang lebih tahu, teman-teman KPU dan Bawaslu yang lebih tahu. Tetapi masalah prinsipan
seperti 6 sampai 7 glondongan itu, itu saya kira bisa kita ambil kebijakan di internal Panja. Terimakasih
pimpinan.

KETUA RAPAT:

Pak Yanuar Prihatin.


F.-PKB (H. YANUAR PRIHATIN, M.Si):

Terimakasih pimpinan. tidak lama sebentar aja ini soal teknis. Saya kira masukan dari KPU dan
Bawaslu ini luar biasa untuk memperkaya pemahaman kita dalam penyempurnaan undang-undang ini
sehingga tergambar sesungguhnya ada hal-hal detail, hal-hal teknis, yang mungkin sebelumnya tidak
pernah kita gali kemudian muncul dan ini tentu harus menjadi pertimbangan kita, sementara waktu yang
kita miliki relative sangat terbatas kita cuma punya waktu paling maksimal barang kali hari minggu tentu
beberapa isu ini apakah akan kita garap seluruhnya atau tidak sampai ke hal-hal itu ya.
Satu contoh misalnya soal memperpendek tahapan Pilkada tadi KPU sudah agak merinci titik
krusial mana yang memerlukan waktu yang agak panjang. Satu contoh misalnya uji publik, uji publik
dibutuhkan waktu kurang lebih hampir 3 bulan pak ya? 6 bulan ya? itu uji publik 6 bulan, padahal
kontruksi uji publik yang ada di Perpu atau undang-undang no 1 ini kontruksinya, adalah kontruksi yang
di sana sini agak kurang konsisten.
Satu contoh misalnya diketentuan umum dinyatakan bahwa uji publik adalah untuk mengukur
kompetensi calon misalnya begitu. Tapi di pasal yang mengatur uji publik itu hasil akhir dari uji publik
adalah sertifikat. Jadi calon atau bakal calon setelah uji publik dapetnya sertifikat. Jadi kan tidak
nyambung antara maksud dari ketentuan umum dengan hasil akhir atau output ya? sertifikat itu kan
sama sekali tidak menunjukan kompetensi yang dimaksud di ketentuan umum, ini kan satu contoh
kalau kita mau mengkaji agak, agak apa, agak detail kalau misalnya ketentuan umumnya kompetensi,
kompetensi ini basis untuk menilai kompetensinya apa. Tentu basis mengenai kompetensinya
persyaratan, tapi ketika kita cek persyaratan, persyaratan lebih banyak pada aspek administrative,

20
aspek formalitas, tidak muncul aspek kompetensinya. Ini kan kalau di runut-runut jadi banyak hal yang
bisa kita, apa, kita gali. Tapi saya kira itu saya ngga tau apakah nanti kita akan sampai ke diskusi
sejauh itu karena waktu kita terbatas.
Karena itu usul tentu kita ingin mempertimbangkan bagaimana pada waktu yang terbatas ini
bisa kita selesaikan tanpa mengurangi substansi pokok dari revisi ini. Hal-hal terkait uji publik itu kalau
kita anggap substansinya penting ya harus kita bereskan alur-alur berfikirnya.
Kemudian yang kedua kaitan-kaitan dengan pasal-pasal yang, yang lainnya. Apakah Panja ini
dalam waktu dua malam tersisa bisa menyelesaikan ini, saya tidak tahu nanti kita atur apa,
mekanismenya.
Saya kira itu saja pimpinan terimakasih.

Assalamuallaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT :

Waalaikum salam.
Saya kira kita cukupkan soal ini ya? saya kira kalau soal uji publik itu di intern komisi dua pun
sudah hampir rampung, itu kan tadi Bawaslu sudah hampir rampung kita sudah menyesuaikan
peristilahannya menjadi sosialisasi calon, sosialisasi bakal calon dan sampai pada calon gitu.
Diserahkan kepada partai politik. Nanti kalau soal ini lagi nanti terungkit masalahnya tinggal soal waktu.
Tetapi saya kira tidak salah kalau ada penjelasan lebih lanjut dari Ketua KPU dan juga Bawaslu bila
perlu nanti sebagaimana yang diusulkan oleh Panja, bahwa bila perlu langsung besok kita sudah dapat
diberikan pasal mana dirubah jadi apa? redaksinya. Iya untuk masukan nanti bagi kita sebab ada
beberapa hal yang sangat penting, dari sisi itu termasuk ya sebelum nanti ketua KPU dan Bawaslu
tahapanya ini, tahapannya ini. Inikan kita sudah, sudah DIM dari pemerintah sudah masuk, tambah lagi
kena izin Pak Mentri juga ada sepertinya DIM dari KPU dan Bawaslu ya untuk kita melengkapinya,
Untuk kita juga memperbaikinya.
Jadi ya memang kalau bisa diterima paling telat besok sore begitu. Kita harapkan besok sore
sampai pada soal tahapan, tahapan untuk penyelenggaraannya, penyelenggaraannya. Sebab tadi
pernyataannya dari KPU sangat memerlukan gitu, sebelum ini dijawab ini. Memerlukan kalau tahapan
tadi 17 bulan, ini sampai berapa lama, sebab tadi dikehendaki kalau 2015 nanti jatuhnya ke 2020. 2020
itu memaksa orang berlari, Tadi kan dinyatakan begitu. Harusnya jangan adalah 2020 begitu.
Yang berikutnya adalah PKPU yang akan dilakukan juga nanti dapat kita pilah apa bisa di
PKPU apa langsung di undang-undang, tadi Bawaslu juga mengharapkan seperti itu, KPU juga
mengharapkan seperti itu, ya harus disosialisasikan disamping undang-undangnya ini perlu tadi KPU
menyatakan dua bulan setidaknya kita sosialisasikan, undang-undang yang kita rubah ini dan juga
PKPU yang diperlukan, bukan saja kepada partai politik, tapi harus juga sampai kepada masyarakat
pemilih ini biar terang. Itu saja misalnya sudah 2 bulan.
Berikutnya adalah jadi kalau begitu perhitungannya sampai kita bisa, apa, sampai ke
pencoblosan kalau dimulai bulan Juni misalnya, tahapan memang harus mulai tahun 2015, tahapan
harus mulai 2015 tidak mungkin tahapan 2016 kapan kejadiannya? Jadi kalau tahapan mulai 2016
dengan persiapan yang ada, saya kira ya, ya perhitungan kita memang harus kita lebih siap
menyelenggarakannya, ya tadi harapan kita soal-soal yang diusulkan tadi juga Bawaslu juga harus lebih
siap Panwas sampai kebawah, dan juga KPU juga sedemikian rupa. Kan ini harus ada pembenahan
juga ini termasuk bagaimana tadi yang disarankan membenahi KPU dan Bawaslu secara internal
disamping menghadapi soal ini. Ah itu itu, itu pertimbangan kita jadi memang diskusi ini kita mau
mencari jalan keluarnya begitu agar kita ada waktu untuk tahapan-tahapan itu.
Jadi ya kalau dari Komisi II alternatif yang kita keluarkan ialah seperti yang kita ditampilkan tadi
tu yang disampaikan oleh saudara Malik Haramain. Yang walaupun itu harus terang itu juga sampai kita
kaji. Karena ada, ada daerah otonomi baru kita cek undang-undangnya, daerah otonomi baru itu

21
dinyatakan, dia melaksanankan pilkada di undang-undang otonomi baru paling cepat 2 tahun. Ini ada
yang laporan ke Komisi II DPR. Ada KPU yang mengancam-ngancam kamu harus 2015, tidak paham
dia undang-undang begitu, ntidak paham undang-undang ini, ini, ni jadi dipaksa untuk melakukan itu
padahal di undang-undang otonomi baru pilkada paling cepat 2 tahun.
Jadi kalau paling cepat itu ya tidak boleh kurang dari 2 tahun. Harus paling cepat dia 2 tahun,
ya setidaknya 2 tahun lah sudah otonomi baru itu melakukan. Jadi kalau November 2016 terbentuk
otonomi baru dan ada PLT, paling cepat ada tertulis, ya, aturannya begitu jadi tidak boleh 2 tahun, ya,
jadi kan ada yang memaksa harus 2015 itu harus ikut di 2015. Ya bukan KPU pusat bukan, bukan juga
dari pemerintah tidak. Tapi yang kami katakan tadi setelah orde ya, kamu harus lakukan begitu. Wah ini
laporan ke Komisi II, ndak paham undang-undang ini kalau paling cepat 2 tahun. Jadi kalau dia
terbentuk misalnya tahun 2014 November artinya tahun 2016 November batasnya disitu keatas baru dia
ikut Pilkada, kalau dia mau, tapi undang-undang ini kalau kita atur misalnya dia bisa masuk di 2017
februari. Jadi sudah memang kita simulasi, seperti itu ini salah satu contoh jangan undang-undang yang
kita buat ini juga nanti menabrak undang-undang yang sudah dikeluarkan oleh, apa, dibentuk oleh DPR
bersama pemerintah.
Saya kira itu kami persilahkan KPU atau Bawaslu duluan atau KPU lah duluan dulu. Ya jangan
berebut.

KETUA KPU RI:

Terimakasih bapak pimpinan. Pertama bahwa soal bagaimana keinginan kita


menyederhanakan jadwal pemilu di Indonesia yang secara sistematis mau dibentuk dan dicantumkan
dalam undang-undang. Kami membahas di internal KPU juga dengan melibatkan banyak pihak
tentunya, ada dari akademisi, kemudian juga para aktifis pemerhati pemilu, dalam pembahasan itu kami
melakukan simulasi, melakukan simulasi, sehingga kemudian kami bisa membuat kesimpulan untuk
mengikuti alur berfikir undang-undang nomor 1 itu ada 17 bulan waktu yang dibutuhkan. Jadi step by
step kita ikuti terus untuk memenuhi pasal-pasal itu sampai kemudian total secara keseluruhan 17
bulan.
Kemudian kami tentu bisa memberikan hasil simulasinya. Kalau untuk draft peraturan yang
kami akan nomori nanti menjadi nomor 1 sebenarnya dalam peraturan tentang tahapan program dan
jadwal itu detail tanggal-tanggal dan sebagainya. Nah kemudian ini kalau mau disederhanakan juga
bisa kita tunjuk mana saja yang bisa di sederhanakan, karena sudah detail tadi apa yang harus, apa
yang bisa di persingkat, mana yang harus, yang dibutuhkan untuk di perbanyak, itu memang sudah bisa
kita rujuk atau kita tunjuk, unjuk ya unjuk, detailnya.
Nah kemudian menyangkut hal yang lebih besar dimana seperti yang sudah dibahas di Komisi
II apabila kita menyelenggarakan Pilkada pertama serentak itu tahun 2016, maka ada 304 daerah yang
bisa ikut disana kalau yang akan diikutkan dalam pemilu 2016 itu, atau pilkada 2016 adalah yang akhir
masa jabatannya jatuh tahun 2015 dan 2016 serta 18 DOB, nah ini 2016. Karena pembentukan DOB
terakhir itu tahun 2014 dibulan Juni, atau Juli, Juli ya 2000, dan itu satu atau dua DOB selebihnya
adalah 2013. Yang itu sudah memenuhi syarat kalau minimal 2 tahun ya, 2013, oh itu belum masuk?
204? Nanti kami cek lagi yang mana yang masuk mana yang belum. Nah kemudian ada 304.
Nah kemudian kalau 5 tahunnya kita tarik dari 2016 tentu adalah 2021, ini merupakan waktu
normal yang diatur oleh undang-undang dasar dan undang-undang. Nah kemudian undang-undang
nomor 1 itu mengatur Pilkada berikutnya adalah 2018.

22
Bapak Pimpinan yang kami hormati bapak ibu anggota yang kami hormati.

Kami sebenarnya agak riskan secara internal mengajukan tahun 2017 untuk Pilkada
berikutnya. Walaupun menurut kami idealnya tahun 2017, kenapa riskan? karena akhir masa jabatan
periode anggota KPU sekarang adalah April 2017.

KETUA RAPAT:

Ini usul kita Februari 2017.

KETUA KPU RI:

Nah akhir 2017. Sementara undang-undang 15 tahun 2011 mengatur apabila penyelenggaraan
Pemilu atau Pilkada sedang berlangsung maka anggota KPUnya diperpanjang, nah diperpanjang. Nah
kalau kami yang mengusulkan seakan-akan kami menginginkan perpanjangan masa jabatan ini kira-
kira gitu. Maka kami tidak mengajukan itu di 2017. Tapi idealnya dalam diskusi-diskusi yang kami
lakukan di internal KPU, 2016, 2017 sehingga nanti 2021 itu baik yang 2016 maupun 2017, 2016 full
periodenya, 2017 sudah mendekati full, mungkin hanya pengurangan pada bulan, jumlah bulan saja.
Jadi tidak perlu lagi ada PLT. Sementara yang 2019, pertanyaan pak Malik tadi, kami membahas tidak
ditarik ke 2017 tapi dilepas untuk PLT sampai 2021 dan jumlahnya sedikit, jumlahnya sedikit. Kalau
untuk provinsi hanya ada Jawa Timur dan Lampung, nah itu yang 2019 ya, 2019 jatuhnya.
Ada 45 kabupaten yang akan ini, akhir masa jabatannya juga jatuh, nah totalnya 47. Nah ini
yang bisa kita sederhanakan 5 tahun berikutnya 2021 lebih cepat dari pada yang di exercise yang
sudah di bahas di Komisi II.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Bentar-bentar pimpinan itu 2019 dan 2020 itu jumlahnya sekitar 47.

KETUA KPU RI:

Itu menyangkut tentang desain penyederhanaan yang kita sudah exercise atau disimulasi pak
Arif, kita buat begitu dalam hasil diskusinya. Kalau, kalau apa namanya, dokumen kalau mau dibuat
matriksnya juga kita siap untuk membuat matriksnya itu sampai tadi sebelum kesini kami juga
mengoret-oret itu, apa namanya, kami coba prediksi apa yang menjadi pikiran pemerintah dalam soal
permintaan tahun 2015 kami coba oret-oret sampai tadi, jadi kami memang selalu keluar dengan
simulasi-simulasi kalau tidak memang agak sulit sekali karena ini soal yang sangat teknis.
Kemudian menyangkut tentang transisi.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Sedikit saja di sela-sela, jadi 2015 ini kan 204 kabupaten kota dan provinsi. Nah itu kan masing-
masing AMJ nya kan beda bulan, beda tanggal, itu kan mesti ditarik-tarik itu. Nanti kalau PLT misalnya
3 bulan 7 hari, yang ini 4 bulan 5 hari kan begitu. Itu maksud saya jadi harus detail, tidak kita
bayangkan 2015 itu satu, begitu lho.
Nah pertanyaan yang terpenting sebenarnya adalah:
Satu bahwa sejak ada putusan MK tahun 2009 nomornya saya lupa tapi ada catatannya ini,
nomor 17 tahun 2008 Nomor 17/PU/2008, itu kan hak konstitusional dimana masa jabatan kepala
daerah yang sudah sedang menjabat tidak boleh dikurangi. Jadi dari kemarin itu 2018 itu maksudnya
apa saya ngga ngerti? kalau sekedar hanya untuk melaksanakan pemungutan suara boleh, tapi tetap

23
yang sudah terpilih kemarin pada tahun 2013 itu adalah dia AMJ nya 2014 umur kekuasaannya sampai
2019 tidak boleh dikurangi. Itu putusan MK begitu lho. Yang boleh kita coba untuk kurang-kurangi tidak
sama dengan yang sedang menjabat adalah yang akan datang orangnya belum ada gitu lho. Nah ini
maksud saya, saya mengingatkan itu. Padahal dalam konteks keserentakan menuju nasional,
keserentakan menuju nasional itu adalah dengan catatan tidak ada masa jabatan bagi kepala daerah
yang sedang menjabat yang boleh kita kurangi.
Kedua, soal PLT itu, soal PLT itu mesti diatur lebih rinci, jadi kalau 2015 nanti 2016 PLTnya
setahun-setahun dari mana? lha yang 2015 akhir masa jabatannya bulan Februari, yang bulan Februari.
Nah itu kan panjang urusannya. Itulah, itulah yang mesti kita atur detail jadi kalau membunyikan
serentak seolah-olah gampang tapi secara teknis tidak mudah.
Jadi sekali lagi harus diberikan simulasi yang sampai detail pertanggal bulan itu. sehingga kita
masing-masing tahu, oh ini kalau kita tarik PLTnya akan setahun lebih 7 hari setahun 1 bulan 10 hari
dan seterusnya dan seterusnya. Nah supaya pemerintahan nanti juga mudah. Lho kalau PLTnya lebih
dari 1 tahun apakah tidak terganggu pemerintahnya? Kalau PLTnya hanya 3 bulan apakah perlu
dibuatkan aturan khusus oleh pemerintah gitu maksud saya.
Jadi dengan demikian kita lebih cermat dan hati-hati sampai pada satu waktu misalnya kenapa
tadi saya membandingkan seluruh tahapan dan Pak Ketua masih sangat ingat sekali tentang total
waktu yang tersedia dalam tahapan pemilu legislatif kalau kita hitung tadi menjadi 28 bulan, nah pilpres
mau berapa bulan? kemudian Pilkada yang sedang kita rubah ini mau kita sederhanakan berapa
bulan? nah kalau itu berhimpitan kira-kira bagaimana mengaturnya?
Misalnya begini, KPU di kabupaten A pada saat bersamaan dia verifikasi daftar pemilih untuk
Pilpres, pada saat bersamaan juga dia lakukan verifikasi partai politik untuk peserta pemilu, pada saat
bersamaan lagi dia sedang dalam proses penetapan calon kepala daerah, kira-kira sanggup tidak?
begitu lho. Kenapa? Yo tidak, yo disimulasikan, lho kalau sanggup tidak apa-apa, tapi nanti kalau ada
masalah jangan ngomel gitu lho maksud saya. Ini kan mintanya enak terus jadi tidak, tidak, apa,
membayangkan juga beban penyelenggara dengan kapasitasnya yang juga harus kita hitung dengan
keterbatasan-keterbatasan.
Jadi maksud saya jadi, jadi kita ini juga konsekuen DPR terutama partai-partai lho kalau
kemudian terjadi masalah, memang yang buat undang-undang memang sudah memperkirakan bahwa
akan ada masalah ini dan itu harus kita terima dengan tulus ikhlas, suci, dan murni kira-kira begitu.
Itulah sebabnya, itulah sebabnya sekali lagi, saya mendorong untuk dilakukan simulasi yang detail ya,
yang detail, yang komprehensif, yang lengkap, agar nanti ketika kita sudah memutuskan setiap
keserentakan itu, itu maka kemudian kalau dimintakan penjelasan, dan kemudian diuji dalam praktek itu
bisa meminimalisir kemungkinan masalah yang akan muncul. Nah kenapa juga tidak ada gagasan coba
kalau satu tahun yang sama, pada tahun yang sama semua kegiatan ini bisa diselesaikan pemungutan
suaranya. Baik milih kepala daerah, milih Presiden milih anggota DPRD. Apalagi kalau misalnya
tahapannya bisa diselenggarakan, maka yang tadi saya sampaikan pemerintah dan masyarakat, partai
politik semua pihak, semua pihak, akan tidak ngurus lagi politik-politik kurang lebih 3 tahun, tapi kalau
masih bergelombang ya, meskipun nanti ada keserentakan nasional tapi masih dibagi pada dua, dua
tahun yang berbeda yang istilah pak Husni di pertengahannya tadi, kalau di tarik-tarik dengan tahapan
tetap kegiatannya akan sangat banyak. Bersih hanya satu tahun setengah masyarakat pemerintah KPU
Bawaslu.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Intruksi pak, mungkin kita biar selesai dulu KPU.

24
F-PDIP (ARIF WIBOWO):

ya ya sebentar sebentar, kalau ketua yang di depan kan ngomong banyak boleh, saya sedang
menanggapi sedikit, ya, ya, ndak supaya tidak hilang gagasan saya pak, ya gitu. Itu saja Ketua
terimakasih.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):


Intruksi dulu ketua, ketua intruksi dulu ini. Artinya kita ini kan sepakat waktu kita sangat terbatas
dan hari ini kalau kita sadari sesuai jadwal kan kita hanya mau mendengar masukan KPU dan Bawaslu
untuk kita sepakati bersama merumuskan bonggol-bonggol, atau apa? Bonggol atau apa tadi bilang,
yang sudah disepakati bersama antara pemerintah dengan kita ini, nah masukan dari KPU dan Bawaslu
itu nanti kita adopsi kan? Dan adopsi itu tentunya nanti pada bagaimana penyempurnaan peraturan
KPU pak, nah kalau kita masih berdiskusi lagi gini kaya pada saat Pokja lagi nggak akan ketemu ini
sampai besok.
Jadi saran saya tolong pimpinan untuk membatasi waktu ini berikan arahan yang jelas kita
tampung semua saran masukan Bawaslu dan ini untuk nanti kita rembug kemudian tapi bonggol yang
sudah kita sepakati tadi belum selesai ini baru tiga.
Baik terimakasih.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Makasih pak Dadang. Jadi yang pertama kami sampaikan bahwa kami komisi II bersama
pemerintah bersepakat mengundang KPU dan Bawaslu, ini yang kedua kali ya, yang kedua kali,
bahkan yang ketiga kali, untuk memberi kesempatan karena KPU termasuk adalah penyelenggara yang
kami yakini memiliki pengalaman dan lain-lain untuk dapat memberikan masukan.
Jadi hari ini kita sudah mendengarkan masukan bahkan tadi ketua menyampaikan juga
meminta besok sore, selambatnya juga masukan itu dalam bentuk redaksi yang detail.
Yang kedua juga kita minta seperti yang diminta Mas Arif ya, yang diminta Mas Arif, juga KPU
dan Bawaslu kalau dimungkinkan membuat simulasi tahapan kalau tadi katanya 17 bulan, kami ini di
komisi II bersepakat mempersingkat sesingkat-singkat mungkin tapi tidak mengurangi dari substansi
keabsahan dan lain-lain dari pada kualitas Pilkada itu sendiri, apakah dimungkinkan umpamanya 6
bulan atau paling minimal 8 bulan kami menunggu tahapan dari Bawaslu dan KPU secara detail.
Kemudian yang ke tiga yang dimaksud dengan Mas Arif tadi adalah, mohon perhatian sebentar,
yang dimaksud dengan Mas Arif tadi adalah juga tolong dibantu dibuatkan simulasi secara detail.
Sebetulnya Mas Arif kami di rapat di Milenium ya, Mas Malik juga sudah sampai malam membuat
simulasi seperti yang diminta Mas Arif, namun nanti akan kita detailkan kembali. Sampai bulan bahkan
sampai hari juga kita sudah minta Sekretariat. Tapi sampai tahun dan bulan itu sudah selesai.
Jadi yang terbaik mungkin kami laporkan pada Pak Mentri.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Mana hasil simulasinya. Lah yang detail sampai tahapan pak? Jadi tidak begitu tahapan.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Nanti, nanti saja, belum nanti jelasin, nanti, nanti Pak Arif nanti jelasin dulu. Iya ya nanti
dijelasin. Iya ada Pak Malik ada.
Jadi yang dimaksud dengan kita baru Pak Arif baru selesai pada simulasi adalah kita
menyepakati bahwa perlu ada Pilkada serentak. Itu ada kesepakatan gitu ya, kita sampaikan ulang ya.

25
Kemudian kita menyepakati perlu berapa gelombang untuk mencapai Pilkada serentak. Di
Perpu, Pak Menteri ada dua gelombang 2015 dan 2018 menuju pilkada serentak 2020. Berdasarkan
Perpu yang diundangkan tersebut kami berdiskusi panjang lebar memiliki banyak kelemahan,
kelemahan yang pertama yang disampaikan oleh Mas Arif atau kita semua bahwa masa jabatan kepala
daerah tidak bisa dipersingkat satu hari sekalipun, itu artinya bahwa masa jabatan tidak bisa
diperpendek, itu kita sepakati.
Kemudian yang kedua kami juga mendapat masukan dari daerah bahwa daerah keberatan
kalau PLT nya terlalu lama dan terlalu banyak, jadi itu keberatan dari daerah. Alasannya sederhana
karena kalau PLT terlalu lama bahwa kepala daerah atau PJ istilahnya pejabat tidak dapat membuat
kebijakan yang srategis, kemudian dikhawatirkan lain-lain lah banyak diantaranya bukan orang daerah,
pak mentri, tidak memiliki rasa memiliki dan sebagainya. Itu alasan alasan dari daerah yang kami
terima, sehingga intinya adalah bahwa daerah ingin PLT jangan terlalu lama. Bahkan Pak Mentri kami
laporkan kepala daerah, sedikit lagi, sediki pak satu lagi ni biar ditutup.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Begini, sebaiknya kita sepakat. Pada waktu itu kita udah sepakat, pada saat ini KPU dan
Bawaslu ini hanya menyampaikan, nah tadi kan kita sudah sepakat setelah itu beliau, setelah
menyampaikan selesai kita lanjutkan lagi, kalau memang kita mau sepakati sekarang kita akan bahas
tahapan-tahapan memilih, maka kita buka itu supaya nanti kita bisa menyelesaikan. Kalau kita harus
menjelaskan lagi semuanya ini bisa tidak selesai ini, kita dikejar waktu ini, jadi saya minta tadi pimpinan
itu kalau memang sudah selesai, KPU silahkan dan Bawaslu meninggalkan tempat kita selesaikan.
Yang sudah kita sepakati.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Begini Pak Syarif, jadi gini maksudnya sebelum nanti KPU meninggalkan tempat paling tidak
malam ini KPU Bawaslu sedikit mendengarkan apa yang menjadi perbincangan kami di komisi III, di
komisi II mohon maaf sebagai rujukan gitu, ini sekilas aja. Ya Saya teruskan sedikit saja. Jadi atas
dasar itu maka kami mengurangi PLT sedapat mungkin sehingga dari 2 gelombang menjadi 3
gelombang.
Setelah disimulasikan kemungkinan yang dimungkinkan untuk ketemu dalam rangka
mengurangi simulasi dan masa jabatan yang berkurang tadi adalah di 2027, pada 2027 itu ada 1 tahun
yang ketemu 2026, 2027, 2028 ketemu 2027. Atau kalau ingin ketemu di 6 bulan itu di 2032 kira-kira
begitu. Saya kira itu gambaran sebentar kami persilahkan untuk melanjutkan sedikit KPU dan Bawaslu
untuk selebihnya nanti kita akan lanjutkan diskusi kita.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Sedikit pimpinan, sedikit, cuma sedikit saja.


Yang pertama untuk 3 kabupaten baru itu, itu di Sulawesi Tenggara yaitu Buton Tengah, Buton
Selatan, dan Muna Barat, itu peresmiannya 9 Oktober 2014. Jadi kalau 2 tahun paling cepat itu 2016,
itu satu.
Kemudian yang kedua yang kita bicarakan ini hanya pemungutan suara serentak. Kita belum
menghitung kapan pelantikannya. Padahal yang menentukan itu pelantikannya, ya, kalau kita
berpatokan pada pelantikan itu kita bisa memulainya serentak dimana, karena pelantikan katakanlah
kalau kita simulasi 2015 semester satu 2016 ikut, kita target pelantikannya bulan 7 tahun 2016, itu
semua berakhir, ya, itu semua berakhir. Yang berakhir saja bulan Juni 2016 kalau kita ikutkan pemilu di
2015 itu otomatis dia akan, pelantikan juga akan berakhir di 2021. Sehingga kita bisa hitung bagaimana
kita memulai pemungutan suaranya. Nah itu saja.

26
Tapi kalau kita tidak menghitung kapan target pelantikan itu bisa beresiko kita lantik bulan 12
dan itu beresiko terhadap penetapan APBD. Karena penyusunan APBD harus disesuaikan dengan visi
misi kepala daerah. Efektifnya visi misi kepala daerah dia masuk pada penyusunan-penyusunan KUAA,
ya, semuanya. Karena kalau dia bergeser di bulan 11 dia tidak mampu untuk menyusun APBD.
Sehingga nanti antara visi dengan nanti realita penganggaran di APBD itu tidak ketemu. Ya. jadi
mungkin kita perlu menghitung target pelantikan sehingga urutannya bisa kita tentukan. Ya saya kira itu
terimakasih pak.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ya lanjutkan KPU kemudian Bawaslu.

KETUA KPU RI:

Baik. Kami membaca undang-undang mengenai Buton Selatan, dan yang 2 yang lain
diresmikan tanggal 23 Juli 2014. Pelantikannya, undang-undangnya pak. Yang kami baca undang-
undangnya. Kalau tadi ya, untuk pejabatnya, kalau untuk kabupatennya dari 23 Juli 2014 itu sudah ada.
Undang-undangnya pak, iya, iya undang-undangnya. Iya baru kemudian ceritannya tentang bupati dan
atau wakil bupati, itu dua tahun. Sejak diresmikannya kabupaten Buton Selatan. Jadi kabupatennya 23
Juli pak, dan disini itu yang menjadi rujukan di pasal 10 itu, saya kira nanti bisa dibaca lagi pak kalau
yang itu.
Baik kami teruskan, sebenarnya apa yang disampaikan oleh Pak Arif tadi saya kira bagi KPU
untuk akhir masa jabatan itu kewajibannya sunahlah hukumnya, paling wajib pak mentri. Sebagaimana
saya jelaskan dari sisi awal undang-undang nomor 1 tahun 2015 itu mengatur kewenangan
penyelenggaraan pilkadanya itu minus terhadap pelantikan. Karena pelantikan tidak termasuk tahapan
pilkada. Nah, ini yang 17 bulan itu tidak termasuk pelantikan kira-kira begitu. Nah jadi nanti
implementasi undang-undang nomor 2 tahun 2015 lah yang akan mengatur setelah ditetapkan oleh
KPU dan sengketanya sudah selesai, berapa lama pemerintah melantik kepala daerah- kepala daerah
itu.
Namun kami tentu apa namanya, menyambut baik keinginan kalau KPU membuat hitungan dari
pemungutan suara itu berapa lama satu daerah, kepala daerahnya berakhir masa jabatannya itu Insya
Allah bisa dikerjakan dengan cepat.
Kemudian point kedua pertanyaan Pak Arif saya kira masa transisi penyelenggara pemilu itu
juga penting untuk diperhatikan dimana kami berakhir tanggal 12 april 2017, ya. kalau ingin di 2017
maka kemudian sangat perlu diperhitungkan dampaknya kalau pemungutan suaranya 2017 sementara
akhir masa jabatan kepala daerahnya itu 2018 berarti dia kan dipercepat, nah ini konsekuensinya
seperti apa. Kalau mau digabung 2018 juga tentu pelantikannya pada bulan Desember 2018. Nah kalau
digabung 2015 kalau mau tidak mempercepat tentu pelantikannya juga tanggal 31 desember 2015, gitu
kira-kira. 2016 juga kalau tidak mau mempercepat, maka pelantikan hasil pilkada serentak itu dilantik
akhir Desember juga. Kalau prinsipnya tidak mau mempercepat satu hari pun. Dari 5 tahun yang
diperintahkan oleh undang-undang itu.
Nah kami lagi-lagi hanya berpatokan kepada perintah bahwa pemungutan suara itu
diselenggarakan pada hari dan bulan yang sama. Jadi patokan kami bekerja itu sangat teknis sekali,
tidak memperhitungkan akhir masa jabatan. Sehingga diawal tadi juga kami sampaikan untuk pasal 4
itu secara teknis tidak dibutuhkan lagi diatur pasal 4 itu. Karena tidak ada relefansinya untuk
penyelenggaraan tahapan.
Kemudian bagaimana implikasi pilkada yang dilakukan ditengah pemerintahan berjalan,ini pak
Fandi pertanyaannya. Seperti di Amerika misalnya Obama dipilih November 2012, kemudian baru saja
selesai pemilihan sebahagian yang lain dari anggota senatnya dan kepala-kepala daerahnya juga dan
kebetulan mayoritas yang memang bukan partainya Obama, pemerintahan tetap jalan dan

27
pemerintahan yang berkuasa menyampaikan ucapan selamat kepada partai pemenang itu hal yang
biasa saja. Nah kita kan sudah melampaui juga satu masa transisi yang kemarin itu, dimana ada
konsolidasi politik, di internal elit kita, yang ini merupakan satu wujud dewasanya para politisi kita. Jadi
ini hal yang tidak mengkhawatirkan dari segi dampak adanya pembagian dua jadwal pemilu tadi.
Kalau misalnya keinginan Pak Arif Wibowo tadi mau digabungkan pada suatu saat ini juga akan
lebih mudah untuk digabungkan. Seperti pemilu di Philipina misalnya, semua pemilihan dilakukan pada
hari yang sama, sehingga surat suaranya dan sebagainya itu banyak. Masyarakat diminta untuk
mencermati satu-satu untuk pilihan-pilihannya. Nah kita mungkin akan melakukan itu 15 tahun atau 20
tahun kedepan bisa saja. Tapi upaya penyederhanaan ini tentu tidak bisa diatur kalau tidak
mengandung resiko tersendiri, termasuk mempercepat atau memperlambat akhir masa jabatan. Paling
savety sebenarnya bagaimana supaya ada alternative berfikir yang lain ini, mohon maaf saya ikut
nimbrung berdiskusi bisa saja PLT itu kewenangannya diperbanyak untuk masa transisi. Atau bisa saja
yang menjabat diberi jabatan, masa jabatan plus. Dia berkuasa lebih lama dari 5 tahun misalnya.
Walaupun kemudian itu akan menyangkut tentang pengaturan undang-undang. Itu lepas dari konteks
yang menjadi kewenangan kami.
Kemudian pak Lutfhi tadi, ya hal-hal yang teknis saya kira bisa usulnya nanti kami akomodir
dan menyangkut rekap berjenjang itu tadi menjadi bagian usulan kami sekiranya diberi kewenangan
KPU yang mengatur maka kami akan atur. Kalau prinsipnya lebih sederhana maka penjenjangan
rekapitulasi kita akan sederhanakan.
Kemudian yang terakhir tadi pak Malik pertanyaannya 2019 kalau kami lebih cenderung untuk
di apa, di PLT kan digabung 2021, gitu ya, nah kalau 2018, 2018 ini memang nanti ada kegiatan
tahapan legislatif. Kalau untuk pilpres, pilpres itu kemarin memakan waktu 10 bulan Pak Arif, tidak
sampai 10 bulan, kita mulai Maret, Berarti 8 bulan sampai pelantikan. 2 putaran, konsepnya 2 putaran
itu. Karena kita harus melantik Presiden itu 20 Oktober tidak boleh lebih, nah jadi 8 bulan. tidak harus
tahapan yang untuk pileg dan pilpres 2019 itu awalnya sama, tidak harus, tapi pemungutan suaranya
sama. Jadi bisa dimulai dulu legislatif dengan sekian tahapan baru nanti masuk tahapan presiden, bisa
begitu. Nah Cuma untuk melakukan pilkada dalam tahapan pemilu legislatif ini, ini memang kita harus
kalkulasi yang lebih reject.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Mohon maaf. Perpanjang dulu waktunya sampai jam 12 sepakati? Sementara jam 12 dulu Pak
Arif nanti bisa sampai pagi. Karena Pak Menteri siap sampai pagi kemarin. Sampai jam 12 dulu
sementara, sepakat?

(RAPAT : SETUJU)
Silahkan.

KETUA KPU RI:

Kita punya pengalaman untuk Lampung. Di provinsi Lampung pemilu tahun 2014 legislatif
digabung dengan pilkada gubernurnya. Tapi masih menyisakan residu sampai hari ini. Dimana
pengelolaan disana di Lampung itu memang banyak kebijakannya, banyak kebijakannya. Memang
anggaran pilkadanya menjadi murah tapi korbannya juga banyak ya. KPPS saja itu ada beberapa orang
yang meninggal setelah rekap penghitungan suara di TPS tanggal 9 april 2014, belum lagi yang lain-
lain. Jadi kita harus hitung lagi kalau nanti mau diserentakan antara pemilu legislative pilpres dan
pilkada ini dengan segala efeknya. Ya jadi tidak hanya hal yang menjadi tujuan tapi efek juga perlu di
perhitungkan.
Yang terakhir Pak Yanuar mengenai uji publik kami membahas tentang uji publik ini dan hal-hal
yang lain secara lebih rinci khusus untuk uji publik ini memang kami membangun sendiri sebahagian

28
logikanya. Karena memang kami menemukan apa yang didiskusikan tadi antara diawal, logika awal
sama, sampai akhir ada yang tidak nyambung, tapi kerja kami kan tidak mengkritisi hal yang begitu,
cuma apa namanya, kami harus menautkan antara satu logika dengan logika berikutnya dan kami
harus bisa keluar dengan tahapan-tahapan pekerjaannya. Nah inilah yang dihasilkan dalam peraturan
yang pernah kami konsultasikan tahapan program dan jadwal penyelenggaraan pemilu yang detail.
Kami sangat berterimakasih dan kami akan upayakan apa yang diminta oleh pimpinan komisi II
untuk membuat ide-ide tadi menjadi bahasa pasal per pasal yang dibutuhkan di 23 point tadi dan
artinya teman-teman ini hadir ini 6 diantara 7, satu yang tidak hadir bahwa pimpinan, bu Ida tadi mohon
izin karena sakit dalam dua ini tadi sudah di coba masuk kantor ternyata drop lagi kemudian pulang
istirahat.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Bentar, bentar Pak Husni Kamil, kalau pilkadanya 2018 itu kan berarti pesertanya 18, 19, dan
20, 2020. Bagusnya nanti menginjak pilkada 2021 pesertanya itu gubernur kepala daerah, tetapi kalau
pilkadanya 2017 kemudian korbannya adalah yang SKnya habis 19, yang SKnya habis 20, itu nanti PLT
semua jadi peserta pilkada 2021 pesertanya PLT pimpinan. Makannya kenapa kami berfikir untuk 2018
meskipun periodenya 3 tahun tapi pesertanya nanti 2021 itu Gubernur, Bupati dan Walikota bukan PLT.
Kan sepakatnya kita ingin mencoba mengurangi jumlah PLT meskipun 2018 itu jabatannya tinggal 3
tahun. Coba dipertimbangkan untuk tidak di 17 tapi di 18.

KETUA KPU RI:

Kalau, kalau mau berani, ini mau berani ni. Kenapa saya bilang mau berani? Karena kasus
Lampung adalah accident bukan sesuatu yang di design. Nah kalau mau berani dilakukan serentak
tahun 2019 yang 18, 18 dan 19 ya 2019, kalau mau berani bersamaan dengan pilpres dan pileg. Jadi
ada 5 provinsi dan 47 kabupaten dilakukan di 2019. Nah itu apa, belum ada yang mengusulkan begitu.
Kan saya kira ini ya, kita belum apa, atau tidak terlalu sering mendiskusikan menyangkut tentang
konsistensi pilkada itu menepati perintah undang-undang satu kali 5 tahun. Itu tidak terlalu banyak
diperhatikan. Kalau kita lihat di beberapa, saya tidak bisa pastikan jumlahnya berapa tapi cukup
banyak, itu pilkada dilakukan lebih dari satu kali lima tahun. Nah Jawa Timur itu termasuk yang
memenuhi satu kali lima tahun. Sebenarnya kan pilkada putaran pertamanya tahun 2008, karena
disana 3 putaran dan penyelenggara pemilunya Mas Arif ini sampai 3 putaran di Jawa Timur maka
pelantikannya akhirnya 2009.
Sebenarnya putaran pertamanya bulan berapa mas? 2008. Juli, Juli jadi kalau kita ingin
memenuhi ketentuan undang-undang dasar itu satu kali lima tahun, maka lima tahun berikutnya adalah
Juli 2013 bukan Februari 2014, jadi 2013. Nah ini sudah tidak memenuhi ketentuan undang-undang
kalau kita bicara satu kali lima tahun. Nah ini yang tentu ada harus kita, apa lagi, lebih teliti lagi. Kenapa
47 kabupaten itu dan 5 provinsi akhirnya jabatan kepala daerahnya jatuh tahun 2014. Padahal undang-
undang nomor 10 tahun 2008 tentang perbaikan mengenai undang-undang pemerintah daerah itu,
maaf, sorry undang-undang pemilu yang digunakan 10 tahun 2008 ya. Nah itu mengatur 2009 tidak
boleh ada pilkada kalau tidak ada pilkada tahun 2009 harusnya tidak ada yang akhir masa jabatannya
di 2014, tapi nyatanya ada berarti ini adalah pilkada yang bermasalah tahun 2008. Nah ini yang, yang
apa, nah kita harus perhatikan dalam konteks menjaga keserentakan akhir masa jabatan dalam periode
5 tahun kedepan. Kalau tidak dijaga maka ini akan berhamburan lagi gitu kira-kira, berhamburan lagi
maka perlu ada masa jeda antara ditetapkannya satu hasil pilkada dengan pelantikan, jadi jangan
terlalu mepet karena kalau ada nanti yang bermasalah ini akan terundur sendirian gitu. Nah maka harus
ada masa jeda menurut kami begitu. Tidak terlalu dimepetkan. itu pimpinan.
Terimakasih.

29
KETUA RAPAT :

Jadi jadi sebelum Bawaslu ya, tadi pengantar kami soal serentak nasional ini pun tidak harus
lima tahun kedepan, kita pertanyakan kemarin itu ini dasar hukumnya dari mana, undang-undang dasar
itu tidak menyatakan ada serentak nasional pilkada, gitu lho. Apakah diambil dari keputusan, dampak
keputusan MK yang menyangkut pileg dan pilpres harus serentak untuk demi efisiensi. Jadi kami di
Komisi II tidak terpatri bahwa serentak nasional ini harus dilaksanakan 5 tahun mendatang. Ini kita clear
kan dulu ini. Jadi di Panja persiapan untuk usul inisiatif ini Komisi II tidak terpatok bahwa 5 tahun
mendatang harus serentak nasional. Kita harus mau mencari kalau tahun 2027 pun, nah ini nanti lebih
luas kita, di undang-undang dasar dinyatakan, nah ini kan biar clear kita semua. Jadi jangan kita
terburu-buru 5 tahun mendatang harus serentak nasional. Ini DPR yang tidak setuju. Nah ini kita dalam
diskusi kita ini.
Oleh karenanya Panja waktu itu sebelum ini menjadi usul inisiatif, kita mempertimbangkan
model ini. Dengan catatan tadi adalah kita menginginkan tidak terlalu lama PLT, ini oke ini dengan
pemerintah. Jangan sampe seperti Perpu sekarang PLT itu bisa panjang. Kalau Perpu sekarang ini
adalah 2 tahun 8 bulan PLT, gitu, 2 tahun 8 bulan kalau tidak 2016 tapi pilkadanya 2018 itu
kepanjangan. Satu jadi tidak terlalu panjang PLT dibawah satu tahun lah. Kalau bisa ada yang 6 bulan
paling lama 10 bulan, jadi oleh karena itu, itu yang pertama.
Yang kedua untuk apakah ini rekruting apa tidak kita buat tiga kali memang 3 gelombang,
jangan juga terlalu panjang, atau terlalu lama, atau dipersingkat masa jabatan yang terlalu banyak
begitu. Jadi kita ambil dalam posisi itu paling lama lah jangan sempat memotong masa jabatan itu lebih
dari satu tahun. Munculah simulasi kita adalah kita mulai disamping persiapan yang harus matang,
februari, februari jadi jangan ada lagi nanti salah yang menyalahkan, salah menyalahkan, wah ini siap
semua penyelenggara Februari 2016,yang April juga bergabung ke Februari 2015. Setengah periode
itu banyak yang mau dong, apa, setengah tahun Juni 2016 kebawah gabung ke 2016 Februari, satu.
Yang setengah periode seperti ini nanti kita juga minta dilengkapi mungkin alternatifnya,
setengah tahun bulan Juni 2000 keatas 2016 masuk di Februari 2017, Februari. Jangan lewat lagi dari
Februari kita juga mempertimbangkan KPU habis masa jabatannya 14 April 2017, jadi kalau Februari
2017 itu bisa selesai soalnya.
Masuk 2018 dengan prinsip juga seperti itu yang 2017 semua di Februari 2017, 2018 kita
ajukan disini Juni, kalau mau Agustus juga nanti bisa. Agar jangan kelamaan yang 2018 keatas kalau
kita lihat jumlahnya itu adalah tidak juga terlalu banyak 2018 itu, 171 daerah dan 2019 itu pada
umumnya April hanya satu, satu di posisi di akhir tahun. Jadi ya tidak bisa juga terlalu seadil-adilnya
tapi masuk di 2018. Jadi, apa, ini juga kita diskusikan Panja sampai kita menghitung tadi tentang DOB
itu tadi yang Pak Lutfhi dan Pak Tamim mengangkat soal itu, Pak Tamim mengangkat soal itu, Pak
Amirul, Amirul Tamim, Amirul Tamim. Jadi bukan Mutamimul’ulla, tapi Amirul Tamim. Jadi kita tidak
mau, ini kita sesuaikan juga dengan undang-undang DOB kalau dikatakan paling cepat, contohnya
Buton, Juli dia 2014 kan itu bunyi undang-undangnya. Ini 2 tahun paling cepat, habislah dia pada posisi
di 2016 Juli.
Karena posisinya setengah tahun keatas kita tetapkan saja itu pengelompokannya dia masuk
pada Februari 2017, dalam gelombang kedua di 2017. Jadi ini nanti kita sosialisasikan dan clear
begitu. Dengan tahapan model seperti itu, sekarang kita nyatakan juga di dalam usul inisiatif kita ada
pasal yang menyatakan 3 gelombang ini mengarah pada posisi pemilu serentak, pilkada serentak
nasional pada tahun 2027. Jadi kalau presepsi kita harus 5 tahun, ini kita beda begitu. Ini kita beda,
membentuk undang-undang kita beda. Memang terlalu lama kalau dikatakan tahun 2027, tapi ini lah
yang bayangan kita sekarang kalau pemilu serentak nasional ini termasuk yang ditakutkan oleh MA.
Yang serentak ini pun misalnya kita Februari 2016, Februari 2016 kita mulai ada 300 berapa
begitu, 271 kalau 60% saja yang soalnya naik ke MA, kalau kita setuju MA atau ke MK ini menjadi
persoalan waktunya 14 hari harus disidangkan 171, mereka ngga berani kalau misalnya dilaksanakan di
PTUN itu, akan dibakar gedung kami katanya. Jangan nanti kita buat, makannya pemilu serentak ini

30
mau kita tes dulu kalau kejadian nanti 2016 mantap, 2017 mantap, 2018 mantap, baru di 2027 semakin
mantap. Saya tidak terbayangkan yang melantik juga nanti hari dan bagaimana caranya 33 dalam satu
hari, 34, kalau Provinsi tidak tambah, Menteri Dalam Negri melantik itu atau dikumpul mungkin di
Jakarta. Padahal yang persoalan di kita ini kan baru tahapan diskusi belum ada dasar hukum yang
pasti. Dari mana dasar hukum yang pasti ini serentak nasional. Tapi DPR pembentuk undang-undang
menyahuti dengan tahapan-tahapan ini. Jadi untuk rekrut ini kita simulasi terus, tapi jalan tengah yang
diambil oleh Komisi II sebagai pengusul inisiatif adalah seperti ini. Disamping 2016 itu misalnya Februari
sudah siap ini, penyelenggara. Pemerintah sudah, sudah termasuk KPU Bawaslu sudah siap. Agar
jangan terlalu banyak juga masalahnya keatas, harus Bawaslu kita perkuat. Kita kan tadi ada
kesepakatan itu, harus kita perkuat, KPU pun harus kita perkuat.
Ini posisinya kita tinggal minta ke Bawaslu, ya, Bawaslu komentar sedikit, kalau sudah setuju
nanti catatan-catatan seperti model kita, sebab nanti ini akan kita tetapkan begini dalam undang-
undang dari mana dasarnya. Kita bisa di yudisian review, soal ini kalau langsung tahapannya harus.
Nah ini, ini pembenahan. Tapi sudahkan kadung menjadi Perpu ini menjadi undang-undang ini
sekarang yang memusingkan kita semua tapi yakinlah kita selesaikan.
Kami persilahkan ketua Bawaslu Republik Indonesia.

KETUA BAWASLU RI:

Terimakasih pak ketua dan bapak anggota Komisi II serta pak mendagri. Yang pertama kami
akan merespon dengan cepat terkait dengan kesempatan untuk menyempurnakan masukan Bawaslu
sampai ketingkat usulan redaksi. Insya Allah kami mengawali ini sebagai mana waktu yang diberikan
tadi paling lambat besok, besok sore, Insya Allah malam ini kami akan segera kembali ke kantor untuk
menyempurnakan ini dan Insya Allah menyerahkan besok sore usulan Bawaslu sampai tingkat redaksi
terkait dengan penyempurnaan undang-undang nomor 1 ini. Kemudian yang kedua, saya juga izin
merespon apa yang disampaikan oleh Pak Arif bahwa mesti menjadi perhatian KPU Bawaslu terkait
dengan himpitan tugas, tanggung jawab pada pemilu yang berbeda tadi.
Jadi saya kira ini warning yang baik kami perhatikan pak Arif. Lalu terkait apakah Bawaslu
sudah melakukan evaluasi tentang kapasitas jangka fabilitasnya kami sudah melakukan ini semejak
selesai pilpres dan itu kami sudah menemukan sejumlah titik-titik kelemahan pengawasan pemilu kita
berdasarkan dua pemilu nasional itu yang salah satunya tahap krusialnya adalah pada saat perekrutan
jajaran tingkat ad hoc.
Bapak ibu yang terhormat sebagaimana kita pahami kalau panwaslu kabupaten kota itu masih
ad hoc, berbeda dengan saudara kami KPU dikabupaten kota sudah permanen, sehingga program-
program pembinaan berjenjang secara berkelanjutan itu bisa dilakukan dengan relative mudah. Kalau
kami ini berganti pak, ad hoc, jadi kabupaten kota ini ad hoc sehingga setiap terjadi perekrutan baru
akan dibutuhkan sebuah pembinaan, pendoktrinan postif tehadap para pengawas pemilu yang baru.
Nah ini kami sudah melakukan. Nah untuk pemilu gubernur, bupati, walikota besok, kami sudah
memulai melakukan seleksi yang ketat pada perekrutan Timsel. Timsel ini alat pintu masuk melahirkan
pengawas pemilu yang kompeten. Timsel kami pastikan adalah orang-orang yang tokoh-tokoh
masyarakat atau Akademisi yang Insya Allah tidak bermasalah dan tentu mendapat pengakuan publik.
Jadi apa yang disampaikan oleh Pak Arif Insya Allah kami terus memperhatikan.
Lalu yang berikutnya, dari Opo Lutfhi mengenai apakah bisa diatur bahwa pemilu itu tidak
membawa alat potret. Sebenarnya ini sudah dilakukan pada saat pileg, pilpres dan KPU sudah
mengeluarkan edaran tentang hal itu. Lalu yang terakhir mengenai simulasi-simulasi ini. Kami
berpandangan seperti ini pak sebenarnya yang paling tahu problem ini adalah yang terhormat bapak
Mendagri.
Jadi kami sebagai penyelenggara itu percaya penuh pada Pak Mendagri dan tentu bersama
dengan Komisi II untuk menyusun formula-formula ini. Prinsip KPU Bawaslu itu siap pak, ini kan sudah
proses menerima masukan, nah monggo pak ditetapkan pak. Saya kira apaupun yang bapak tetapkan

31
semuanya ada plus minusnya. Maaf kami bukan menggurui, karena ini kita beralih secara ekstreme dari
proses pemilihan yang, gradual ke serentak ini pasti ada plus minusnya pak. Kita mengambil opsi ini
ada plus minusnya dan seterusnya. Oleh karena itu monggo kami siap untuk menerima apapun dari
keputusan bapak, ya. sekali lagi kami sangat percaya bahwa persoalan rumus dan metode ini yang
paling paham adalah Bapak Mendagri. Karena ini hanya, bukan hanya persoalan tahapan tapi ada
problem-problem di daerah, APBD kah segala macam itu yang mana jeroannya itu dikuasai dengan
khatam oleh pak Mendagri dan tentu oleh Komisi II. Jadi bayangan kami pak, kami berbeda seandainya
masukan ini cukup kami sampaikan sampai besok sore monggo bapak menawarkan formula KPU,
Bawaslu ini ada A B C. kira-kira anda happy dengan mana? Semuanya Insya Allah pak kami siap
melaksanakan itu aja pak terimakasih.

Assalamuallaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

F-DEMOKRAT (Ir. FANDI UTOMO):

Ketua saya mau konfirmasi ke ketua Bawaslu konfirmasi aja pemberkasan itu ditingkat provinsi
atau dipanwas, kalau yang anda maksudkan dengan pemberkasan.

KETUA BAWASLU RI:

Tentu di tingkat Panwas kabupaten kota pak kalau misalnya dia pemilihan kabupaten, kalau
pemilihan gubernur di tingkat propinsi, itu sesuai tingkatanya pak tapi ada pendampingan dari satu
tingkat di atasnya nggih makasih.

KETUA RAPAT:

Baik kita cukupkan ya. terimakasih ketua Bawaslu RI dan komisioner KPU Republik Indonesia
berikut anggota yang hadir. Kita akan lanjutkan beberapa hal mungkin malam ini yang bisa kita
selesaikan dengan pemerintah.
Oleh karenanya ya sesuai dengan janji KPU tadi dan Bawaslu tadi untuk menyampaikan
pikiranya secara tertulis. Besok sore untuk kita langsung dibagikan gitu. Jadi dengan demikian apa
perlu kita skors 5 menit baru nanti kita lanjutkan? Ini biar ada beberapa point yang bisa kita putuskan
juga malam ini kita skrors 5 menit, ya. yang merokok satu batang rokok yang mau sholat isya sempat
juga, ya di skors 5 menit.

(RAPAT DISKORS 5 MENIT)

KETUA RAPAT/WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

(SKORS DICABUT PUKUL 23.20 WIB)

Kita buka skors kita. rapat kita pada malam ini kami lanjutkan kepada pemerintah untuk masuk
pada point berikutnya. Kalau diperbolehkan ini kan ada yang, ya tidak bermaksud membedakan yang
sulit dan tidak sulit Pak Sekjen gitu, tapi kalau boleh uji publik begitu, setuju nggak teman-teman kalau
uji publik sekarang? Ya silahkan.

SEKJEN KEMENDAGRI :

Baik terima kasih mohon ijin Pak Mentri, pimpinan dan anggota Panja yang kami hormati. Kami
kira kami setuju kita masuk ke isu strategis uji publik karena ini akan terkait juga kita sudah dengar tadi

32
rangkaian jadwal sampai sejauh mana satu diantaranya dari segi waktu. RUU inisiatif memang sudah
merumuskan uji publik itu dengan nomenklatur yang baru, yaitu sosialisasi secara detail saya kira, kami
kira bahwa ini perlu dirumuskan dengan satu prinsip bahwa uji publik itu juga harus juga manakala
dirumuskan dalam bentuk nomenklatur sosialisasi maknanya itu sendiri masih punya relevansi dengan
uji publik. Tetapi ada unsur-unsur keuntungan dirumuskanya revisi ke arah nomenklatur yang baru.
DIM yang kami sampaikan sudah jelas bahwa bagaimana konstuksi uji publik itu didalam
undang-undang 1 tahun 2015, ini kami kira posisi pemerintah pada prinsipnya kalau ini dapat dikaitkan
dengan satu proses yang secara utuh satuan terhadap undang-undang 1 tahun 2015 perbaikanya kami
kira kita bisa bahas selanjutnya dalam konteks nomenklatur sosialisasi.
Jadi kalau nomenklaturnya itu kita ubah sebetulnya harusnya ada makna. Nah makna itu juga
harus punya korelasinya dengan rumusan yang sebelumnya. Sementara demikian pak yang dapat kami
sampaikan dari konteks posisi DIM yang sudah disampaikan kepada Panja kepada DPR terhadap
pembahasan pada pagi hari. Sementara demikian pak.

KETUA RAPAT/WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Silahkan teman-teman, PDIP kemudian.

F-PDIP (KOMARUDIN WATUBUN, SH., MH):

Terimakasih Pimpinan dan Pak Mendagri yang kami hormati. Saya pikir sikap tadi, sikap yang
disampaikan Pak Sekjen dengan rumusan disini agak berbeda setelah mendengar penjelasan dari KPU
maupun Bawaslu. Berartikan sejalan dengan yang diusulkan oleh DPR kalau itu yang dimaksudkan
PDIP setuju dengan itu.

KETUA RAPAT/WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Dipertegas setuju seperti apa.

F-PDIP (KOMARUDIN WATUBUN, SH., MH):

Setuju dengan kata sosialisasi, karena uji publik dari penjelasan dan kajian kita itu juga tidak
ada maknanya.

F-PG (Drs. H.A. MUNJIB RAHMAT):


Terimakasih pak. Sambil nambahin tambahan juga dari masukan dari Bawaslu tadi. Karena
didalam uji publik ini tidak dalam rangka memberikan nilai, tidak dalam rangka mengatakan lulus dan
tidak lulus, dan didalam undang-undang kita juga hanya mengatakan bahwa ini sudah mengikuti uji
publik. Pengertian kami makna dari situ adalah verifikasi publik dan sosialisasi karena itu sangat
mungkin bahwa ini bisa dipercepat, dipersingkat dan tidak perlu melalui proses-proses harus mencari
hakim, hal yang akan menjadi penguji terhadap, apa namanya yang disebut dengan uji public, karena
memang ternyata setelah dibaca maknanya adalah bukan dalam rangka ujian. Karena itulah kita setuju
dengan istilah sosialisasi atau itulah fungsi dari pada yang kita maksud dengan uji publik.
Karena itu disini peranan yang diharapkan adalah dari partai awalnya, kemudian juga KPU
boleh untuk mengumumkan itu kepada masyarakat apakah betul yang bersangkutan itu seperti data
yang disampaikan kepada KPU.
Terimakasih ketua.

33
KETUA RAPAT (RAMBER KAMARUL ZAMAN/F-PG):

Lanjut Gerindra.

F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):

Terimakasih Ketua, Bapak Menteri beserta jajaran yang saya hormati. Kami dari Gerindra
menilai bahwa dengan adanya uji publik ini malah menimbulkan suatu keruwetan-keruwetan, ya
memang di dalam satu sisi ada untungnya masyarakat mengetahui dan sebagainya calon-calon ini,
tetapi ini bisa dilakukan oleh partai. Salah satu keruwetannya adalah bahwa pendaftaran menjadi dua
yaitu pada waktu pendaftaran pertama sebagai bakal-bakal calon itu bahkan satu partai mendaftarkan
banyak calon, kemudian ketika nantinya setelah pilih satu daftar lagi dan ini kalau kita kaitkan dengan
usia, usia yang 25 tahun katakanlah ini yang pendaftaran mana, pendaftaran awal atau akhir dan
sebagainya.
Oleh karena itu, dan ini tidak ada maknanya secara keseluruhan tetapi ini menjadi suatu
tanggung jawab dari partai kami dari partai Gerindra mengusulkan atau sepakat bahwa kalau uji publik
ini menjadi domain dari partai politik sehingga tidak termasuk tahapan dari pilkada.
Terimakasih.

KETUA RAPAT :

Lanjut dari demokrat. Belum datang ya? PAN kami persilahkan.

F-PAN (AMRAN, S.E):

Terimakasih pimpinan. Dalam menyusun undang-undang ini kan kita harus mengurangi
perdebatan-perdebatan yang muncul di masyarakat. Nah saya kira potensi untuk munculkan sebuah
perdebatan atau beda pendapat adalah uji publik. Ya Siapa yang menilai, siapa yang menguji, karena
dia parameternya apa, standarisainya apa, nah itu kan terjadi perdebatan-perdebatan di masyarakat.
Nah untuk mengurangi meminimize atau menghilangkan perdebatan-perdebatan itu saya kira saya
sepakat apa yang sudah dirumuskan di Komisi II itu sosialisasi. Karena sosialisasi itu kan sama juga
dengan meminta pendapat dari masyarakat pada saat disampaikan kepada dari KPU kepada
masyarakat atau apalah melalui apalah namanya. Saya kira gitu pimpinan.

KETUA RAPAT :

Lanjut PKB Pak Yanuar.

F-PKB (H. YANUAR PRIHATIN, M.Si):

Ya terimakasih pimpinan. Prinsipnya PKB menyetujui perubahan nomenklatur dari uji publik
pada sosialisasi dan itu tentu makananya jadi jauh berubah dari konsep awal. Ini kami memandang
memang ini dari opsi maksimal menuju opsi minimal jadi ya cukup sosialisasi. Tapi barang kali perlu
dipertimbangkan kedepan bahwa uji publik itu sesungguhnya memiliki substansi yang penting jika itu
tepat. Konstruksi yang di Undang-undang nomor 1 tahun 2015 itu juga uji publik yang minimalis.
Sehingga karena minimalis ya sudah di geser saja menjadi sosialisasi. Tapi kalau opsi yang di uji publik
undang-undang nomor 1 itu opsinya maximalis, itu bisa dipertimbangkan.
Satu contoh misalnya uji publik ini tujuannya apa, disini juga tidak begitu jelas di Perpu. Jadi
undang-undang ini hanya menguji kompetensi. Tapi outputnya kenapa menjadi sertifikat, kira-kira gitu.
Jadi tujuan itu di ketentuan umum menguji kompetensi tapi outputnya sertifikat, jadi kan terlalu jauh pak.

34
Terus yang kedua, misalnya kalau uji kompetensi dasar kompetensinya itu apa, yang menjadi
dasar bahwa itu di uji kompetensinya. Maksudnya larinya ke persyaratan. Tapi ketika kita cek
persyaratan, persyaratan tidak memunculkan syarat kompetensi, yang ada syarat administrasi, syarat
formalitas, syarat simbolik. Sehingga kalau kita kait-kaitkan maka ketika membuka uji publik itu banyak
pasal atau substansi yang lain menjadi terbongkar. Jadi itu memerlukan waktu bagi kita untuk apa, apa,
menyempurnakan itu, atas dasar itu lah dengan keterbatasan waktu yang ada dan PKB menerima
perubahan konsep dari uji publik kepada sosialisasi dengan catatan pemikiran seperti tadi.
Saya kira itu terimakasih pimpinan.

KETUA RAPAT :

Terimakasih. PKS langsung, ada PKS pak Ketua Fraksinya tadi ada ini. Ya langsung ke
pimpinan.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):

Ini banyak yang Qiyamulail dulu pak kalau pergi, ke masjid jadinya ini. Mohon maaf Pak Menteri
jadi saya langsung mewakili. Ini kalau dari PKS masalah uji publik ini justru juga perlu di telaah apakah
akan memunculkan kemudorotan-kemudorotan yang baru. Jadi kita tahu bahwa setiap tahapan ini bisa
menjadi sesuatu yang di tanda kutip, “dimainkan” gitu. Begitu bakal calon muncul bukan hanya satu
apalagi di panitiakan pengujinya ini bisa jadi ruang yang rawan lagi. Iya diantara bakal-bakal calon bisa
terjadi persaingan tidak sehat saat itu, gejolaknya sudah mulai sampai ke bawah, kerawanan money
politic juga mulai disitu, peras memeras juga disitu, fitnah-memfitnah juga mulai dari situ. Iya, belum
lagi nanti kalau ada panitia yang dibentuk oleh KPU itu nah panitianya ini ya kita sudah sering
mengharapkan ada negarawan-negarawan yang netral tapi begitu dikasih kewenangan ini justru paling
sewenang-wenang karena banyak yang tidak siap mental. Ya apalagi di daerah kita tidak tahu itu siapa
yang disebut sebagai pakar, siapa itu yang disebut sebagai tokoh masyarakat, kualifikasi seperti apa.
Ini ukuran-ukuran yang tidak jelas seperti ini tambah lagi disitu ada permainan-permainan yang mungkin
saja terjadi diantara lingkungan ini.
Jadi saya kira bahkan kalau dari segi ke mudorotan ini ya kalau sudah semakin banyak seperti
ini lebih baik memang sudah tidak perlu ada pengganti dari uji publik ini di tiadakan saja, ini di tiadakan
saja, ya sebenarnya sosialisasi juga tidak perlu lagi karena bakal-bakal calon ini, ini selama semakin
banyak bakal-bakal ini, ini membuka ruang-ruang yang tidak terkendali menurut kajian kami ya,
katakanlah sosialisasi itu ingin dijadikan satu jalan tengah ya tetapi saya sepakat dengan Gerindra tadi
itu tidak perlu dimasukan sebagai tahapan, ya tidak termasuk dalam satu tahapan pilkada. Biarkan itu
menjadi ruang kreatif dari partai politik ya untuk menyelenggarakannya sebagai sesuatu yang sifatnya
boleh dilakukan dan itu dianjurkan kira-kira begitu. Karena untuk transparansi dalam proses rekrutmen
kepala daerah. Tetapi saya kira untuk di KPU sebaiknya hanya satu tahap saja. Dia seperti biasa yang
kemarin langsung berupa bakal calon yang tinggal di tetapkan, di verifikasi, sesuai dengan persyaratan
yang berlaku seperti biasanya.
Terima kasih.

KETUA RAPAT :

PPP.

35
F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):

Ya terima kasih pak. Jadi dari PPP mempunyai pengertian kalau uji berarti ada yang lulus ada
yang tidak ya, namanya uji harus ada yang lulus ada yang tidak. Sementara ini kan yang keluar
sertifikat.
Yang kedua ajang uji publik yang dimaksud di undang-undang itu kalau menurut hemat kami
dan pengalaman ini merupakan ajang untuk fitnah memfitnah. Untuk mengkambing hitamkan dan yang
kambing hitam nanti akan di serang yang paling di kambing hitamkan yang punya potensi menang.
Sehingga kemungkinan kita mendapatkan yang terbaik itu sangat tipis, karena kitanya akan, akan
menjadi lebih luas.
Kemudian yang ketiga kalau juga kita pakai sosialisasi sementara kampanye itu sosialisasi
juga, kan ada waktu kampanye. Sementara kalau yang dimaksud undang-undang itu sebenarnya itu
ranah partai politik, untuk mensosialisasi. Contoh soal saja gubernur Sulawesi Tenggara itu berakhir
tahun 2018 tapi sosialisasinya para calon sekarang sudah jalan pak. Jadi menurut hemat kami uji publik
tidak perlu, sosialisasi saya kira dipertimbangkan juga kalau memang itu tidak terlalu penting dan
berpengaruh terhadap proses pemilihan kepala daerah ini.
Saya kira demikian pak terimakasih.

KETUA RAPAT :

Lanjut Nasdem.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Terima kasih. Jadi kalau Nasdem ya saya kira sejak awal kita sudah memang tidak
menghendaki uji publik itu. Ya sejak sebulan, karena memang uji pubik ini ya apa, sama dengan PPP
tadi dan akhirnya kan ajang fitnah memfitnah. Kemudian juga sosialisasi, sosialisasi pun harus kita
fikirkan kalau dia masuk pentahapan. Karena juga rawan juga itu partai politik, karena kan kita
formalkan. Padahal sosialisasi itu sejak awal saja sudah sosialisasi. Nah jadi saya fikir ini domainnya
partai lah berkaitan dengan ini. Sebaiknya tidak usah lagi dimasukan kepada pentahapan di KPU
sosialisasi itu. Jadi domainnya partai berkaitan itu partai lah yang untuk mencalonkan, ya partai lah
yang mencalonkan untuk siapa yang layak untuk itu.
Maka saya berpendapat dan Partai Nasdem berpendapat ya tidak, tidak perlu di formalkan
persoalan itu. Dihilangkan saja terima kasih.

KETUA RAPAT :

Hanura tidak ada ya? Hanura? PKB sudah tadi pak Yanuar. Ya mau ditambahkan boleh.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Tambahkan aja. Jadi kalau sama dengan pak Yanuar berarti nambah, kalau beda berarti beda,
tapi sama. Jadi maksud kita begini pertama saya tetap uji publik itu harus di pertahankan, masalah
nama saya kira tidak penting tetapi kira-kira substansinya uji publik. Uji publik yang apa, menurut kita
sederhana itu dari waktu mungkin satu bulan cukup ketua. Jadi minggu pertama itu misalkan satu bulan
tanggal minggu pertama itu adalah KPU membuka pendaftaran bakal calon ya kemudian bakal calon itu
di publish oleh KPU, di publish, sarana publishnya kita serahkan kepada KPU, misalkan calon partai A
dan atau gabungan partai A itu namanya ini, recordnya ini, apa, cv nya begini dan sebagainya kira-kira
satu minggu sampai tiga minggu di publish kemudian sambil menunggu respon dari publik. Nah respon
dari publik itu bisa pengaduan, bisa masalah dan sebagainya. Itu semuanya ditampung, disimpan oleh

36
KPU dan kemudian oleh KPU dikembalikan masing-masing ke partai atau gabungan partai sebagai
pengusungnya itu.
Nah kemudian pengaduan itulah yang kemudian akan menjadi pertimbangan partai politik atau
gabungan partai politik untuk memilih calon-calon yang, bakal calon, bakal calon yang sudah di
sampaikan oleh, apa, yang diusung gitu. Nah karena uji publik ini tidak menggagalkan kemudian tidak
membatalkan bakal calon serahkan semuanya kepada partai politik. Ini penting menurut saya kenapa
pertama meskipun uji publik itu tidak membatalkan partai politik harus hati-hati untuk menyampaikan
bakal calonnya. Karena kalau bakal calonnya tidak hati-hati sembarangan maka pengaduan itu pasti
akan banyak dan meskipun pengaduan itu tidak di publish oleh KPU karena bisa menimbulkan fitnah.
Nah sekarang tergantung partai politik, mau dengerin pengaduan dari public apatidak? mau merespon
pengaduan public atau tidak?
Nah yang kedua kelebihannya adalah bakal calon dan uji public itu masyarakat sudah tahu
mana yang akan dipilih nanti dan mana yang akan dicalonkan oleh partai politik begitu. Nah ini lebih
singkat ketimbang yang ada di Perpu, Perpu itu kan waktunya 3 sampai 4 bulan dan KPU menurut saya
tidak perlu kemudian membentuk panel atau uji panel begitu, kenapa, cukup KPU membuka
pendaftaran bakal, bakal calon itutidak perlu membuat panitia baru tetap saja KPU dan menyampaikan
ke public juga tetap atas nama KPU dan KPU lah kemudian yang mengembalikan catatan, pengaduan,
masukan, kritik dan sebagainya dari masyarakat itu kepada partai politik dan akhirnya partai politiklah
yang kemudian menentukan ketika pendaftaran calon itu dibuka. Itu mungkin sederhana tidak perlu
waktu panjang. tapi yang terpenting bahwa publik sudah tahu ini bakal calon partai A, ini bakal calon
gabungan partai dan sebagainya.
Kira-kira begitu.

KETUA RAPAT :

Hanura tidak ada ya? jadi memang tadi agak, agak berbeda ya. kita berprinsip yang fraksi-
fraksi tadi ada yang mengatakan uji public ini sudah di drop saja begitu. Jadi diganti kata sosialisasi.
Sosialisasi ini pun harus kita rumuskan, yang benar namanya yang paling penting jangan hak dan
kewenangan partai politik atau gabungan partai politik untuk menjaring calon. Sebab itu ya undang-
undang dasar kita menyatakan seperti itu.
Oleh karena itu KPU tadi menolak untuk ikut-ikutan disitu begitu. Jadi paling yang bisa kita
serahkan KPU mengumumkan. Jadi mengumumkan yang bukan bakal calon lagi tapi sudah calon
diumumkan, ada tidak tanggapan misalnya seperti itu. Jadi pemerintah saya kira tinggal kita perumusan
uji public itu kita tidak ada lagi sudah di drop kita rumuskan yang terbaik, yang paling penting disini
adalah hak partai politik, gabungan partai politik, menjaring calon dan sampai calon partai politik dan
gabungan partai politik lah yang menyampaikan kepada KPU.

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Tidak, intruksi ketua. Jadi kalau kami berpendapat kalau itu, itu ranah partai politik. Ya jadi
ranah partai politik dalam arti kata kita tidak perlu untuk mengumumkan itu dari tahapan di KPU itu tetap
berada di partai politik, boleh ya boleh tidak. Jadi kalau itu kan kita formilkan, bukan apa, ini jadi
persoalan juga karena ketika kita jadikan formil di KPU, pasti juga sasarannya kepada partai politik.
Saya pikir belum dulu selesai. Jadi tolong di hormati juga masing-masing. Jadi ini yang harus
diperhatikan pak ketua. Nah kalau memang dimasukan kepada tahapan berarti kita memformilkan itu.
Saya fikir itu saja terima kasih.

37
F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Pak untuk pengetahuan aja tambahan pak ya, ini saya kebetulan bawa usulan biaya KPU
kabupaten ini. Jadi sebenarnya sudah masuk nomenklatur sosialisasi jadi disini mengajukan biaya 18
milyar untuk sosialisasi, kampanye, terus tes kesehatan, dan jadi ada gitu. Jadi artinya kalau kita
menggunakan kata sosialisasi berarti uji publiknya drop, karena sosialisasi itu sudah menjadi bagian
dari usulan kegiatan di KPUD pak gitu lho pak. Disini saya bacakan ini ya, artinya sebentar, sosialisasi
kampanye masih ada kata uji public disini. Uji public tes kesehatan, dan sengketa pilkada itu 18 milyar
itu pak. Itu pemda itu mengajukan 18 milyar lha ini udah di acc masuk ke APBD.
Jadi artinya tinggal sosialisasi itu masuk dalam, dalam kelompok tadi tugas dan kewenangan
KPU dalam tahapan KPU itu sendiri didalamnya dimasukan untuk sosialisasi pada saat pendaftaran
calon. Jadi uji public yang tahapan ini drop kan begitu ya. ini masukan aja walaupun saya juga
menyampaikan sosialisasi golkar kan, ini pengetahuan tambahan aja sebagai bahan pertimbangan.

KETU RAPAT :

Jadi ini soal mau di formalkan apa tidak masuk dalam tahapan begitu. Yang kita maksudkan
dari awal itu adalah mulai tahap penjaringan bakal calon dan juga penetapan calon itu, itu adalah partai
politik, partai politik dan gabungan partai politik, internal lah itu partai politik yang menyelesaikan. Jadi
tidak daftar dulu ke KPU ini nanti bakal perkara lagi, jadi dari partai poitik awalnya. Tadi yang kita
maksud dengan KPU adalah sekedar untuk mengumumkan gitu mungkin yang dimaksud. Iya ya di
daftar kan di umumkan oleh KPU ini lah yang mendaftar kan kira-kira begitu.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Ya kalau usul saya kan sama sekali tidak menghilangkan hak partai. Bakal calon itu sekali lagi
di usung oleh partai atau gabungan partai. Bakal calon, bakal calon, bakal calon itu diusung oleh partai
atau gabungan partai berapapun jumlahnya kita beri kebebasan lebih dari satu. Makanya tadi saya
tanya KPU tolong untuk bakal calon itu syaratnya jangan di perberat seperti calon karena dia masih
bakal calon.
Yang kedua KPU hanya memfasilitasi pengumuman saja, kan tidak mungkin bakal calon kalau
kemudian tidak diumumkan ke public. Terus apa isinya uji public kalau kemudian tidak ada pengaduan
dari partai, dari masyarakat. Nah setelah KPU kemudian mengumumkan kepada public asumsinya ada
pengaduan, baru dikembalikan kepada partai, partai lah yang kemudian memutuskan bakal calon itu.
Boleh, boleh.
Nah karena itu kemudian pimpinan dulu semangat kita dan spirit kita katanya biar parpol
transparan, akuntable, mengajukan calonnya begitu kan. nah kalau kemudian bakal calon kemudian uji
publik dihapus ya terserah kalau pemerintah oke ya saya juga ikut oke ngapain saya maksa.
Saya kan menghormati Perpu begitu kan menghormati pak SBY, yang lama. Karena bagamana
dulu ya Pak Menteri, saya menghormati Perpu dan Pak Arif tahu bagaimana munculnya uji public itu
kita berdebat waktu itu kan begitu. Ya kalau kemudian bapak menghilangkan uji public berarti selain
tidak menghormati Perpu juga tidak menghormati Komisi II yang lama.

KETUA RAPAT:

Saya kira, saudara-saudara saya kira pemerintah, Menteri dapat membaca rapat Panja ini.
Oleh karenanya kita tinggal masuk perumusan jadi ya disitu intinya adalah kita kembalikan kepada
partai politik atau gabungan partai politik. Perumusannya akan nanti tentu masuk ke Tim perumus, Tim
perumusnya juga ada dari pihak pemerintah dan Panja ini sendiri.
Kami minta tanggapan.

38
F-PDIP (Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, MM):

Sebentar pak ketua, pimpinan. Tadi kita kan bicaranya partai politik sekarang kan ada yang
perorangan.
Nah untuk uji public yang perorangan itu bagaimana?

KETUA RAPAT :

Tidak ada uji public untuk perorangan, karena itu hapus. Kita kan sudah mau katakan uji publik
itu dihapus, kan sudah begitu semangatnya.

F-PDIP (Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, MM):

Ya kalau dihapus sudah tidak usah kita bicarakan pak ya.

KETUA RAPAT :

Iya pak Willy sih

F-PDIP (ARIF WIBOWO) :

Ketua, ketua, ketua masih ada. Uji public masih ada untuk PKB nya Malik Haramain.

KETUA RAPAT:

Kami persilakan dari pemerintah.

SEKJEN KEMENDAGRI :

Terima kasih kami kira kita harus sebelum masuk ke perumusan, prinsip dasarnya kita pertegas
dulu pak. Kalau nomenklatur sosialisasi itu masih akan diatur disini. Sebetulnya rumusan RUU inisiatif
ini juga agak ambigiu artinya termasuk KPU dan partai politik yang melakukan, ini pilihannya pak,
pilihannya, kalau sosialisasi. Karena sekali lagi bahwa uji public tadi itu sebetulnya harusnya ada
outputnya, harusnya ada outputnya. Nah sekarang ini pemilihan itu dilakukan secara langsung bukan
lagi diuji dicoblos oleh rakyat. Esensinya itu di coblos oleh rakyat dalam proses kampanye public opini
itu selalu terbentuk. Sciety sosaitis itu sudah, sudah begitu dinamis, jadi tergantung lagi kepada partai
politik mau menang atau tidak. Ini kan kembali lagi kita. ketegasan itu perlu pak, jangan kita seperti
setengah-setengah, kita tempatkan sosialisasi tetapi tidak ada itu netral-netral saja ya, hanya
menyenangkan mengganti nomenklatur uji public dengan sosialisasi. Atau sekaligus tadi kalau
sosialisasi melalui ketentuan umum sampai kepada output ya sosialisasi uji public.
Jadi pimpinan kami kira kalau, kalau memang, karena ini kan usul inisiatif, usul inisiatif itu tentu
dari yang menginisiasi dulu sebetulnya di public juga sekarang sudah berkembang bahwa uji publik itu
akan diubah menjadi sosialisasi. Apakah undang-undang ini bisa, undang-undang pilkada itu
memerintahkan kepada partai politik tidak KPU untuk melakukan sosialisasi. Itu rezimnya undang-
undang partai politik. Jadi apa justifikasi kita menempatkan sosialisasi ini berarti ya sekalian lah jadi
dilepas. Tetapi harus punya justifikasi yang kuat bahwa ini adalah domennya partai politik untuk
sosialisasi. Kami kira demikian pak.
Sekali lagi Kalau istilah sosialisasi masih ada disini ini harus binding harus mengikat ada yang
diatur pak. Nah ini kan masih ada KPU kalau KPU ini berarti ada proses yang kita lakukan. Jadi sekali
lagi bahwa pemerintah posisinya harus kita tegaskan ya harus kita ambil jawabannya, kalau kita harus

39
drop jangan setengah-setengah kita tempatkan sosialisasi tidak punya dampak terhadap proses itu,
bahkan bisa menimbulkan permasalahan. Jadi sekali lagi kalau memang usul inisiatif itu akan mendrop
uji public pemerintah dalam posisi bisa menerima.

KETUA RAPAT :

DPD jadi menerima di drop?

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Baik. Jadi kalau mendengarkan apa yang disampaikan Pak Sekjen kalau memang tidak punya
dampak dan kemudian juga tidak punya redirec yang efektif kepada partai politik ya sudahlah
ditiadakan saja lah. Kalau perlu begini tokoh perorangan nanti yang nguji DPD tidak apa-apa nanti.

KETUA RAPAT :

Ini sudah mau keputusan dan jawaban pemerintah pun sudah oke. Jadi pak Fandi ada
komentar tentang uji public, tadi sudah semua mengatakan di drop. Sosialisasi pun tak ada begitu
pemerintah pun. Pak Fandi bagaimana kira-kira oke?

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Meskipun semua sudah sepakat begitu tapi Partai Demokrat tetap memandang uji publik
penting, memandang uji public ini penting untuk dilaksanakan. Meskipun saya, kami setuju dengan
penyederhanaan dan, apa, penyederhanaan proses dan pengurangan, waktu begitu. Jadi menurut kami
uji public ini penting supaya rakyat tidak merasa tiba-tiba disodori calon oleh kita. jadi ini bagian dari
ikhtiar untuk mencari calon yang baik untuk kepala daerah.
Terimakasih.

KETUA RAPAT :

Mantap. Tapi partai politiklah mencari calon yang terbaik. Jadi memang harus partai politik ini
dan gabungan partai politik untuk lebih siap. Jadi saya kira dapat kita setujui ya tentang uji publik di
drop. ya sudah di ketok.

(RAPAT : SETUJU)

Ini ada, ada 10, ya udah, udah diketok pak Komarudin, tinggal ada 10 menit lagi. Atau kita
ambil lah tentang syarat dukungan penduduk untuk calon perorangan ambang batas. Itu memang kita
naikan rata-rata dinaikan 3,5 persen itu kesepakatan kita, kecil itu masih kecil. Oleh karenanya mohon
langsung saya kira tanggapan pemerintah soal ini. Ya Memang kecil sebab ada juga di daerah
mengatakan 30 persen pun oke ini baru 10 persen ada daerah yang mengatakan itu. Ya apalagi DPD,
langsung saja saya kira tanggapan pemerintah.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Terima kasih seizin Pak Menteri dan Pak Sekjen, pak ketua. Ini syarat dukungan untuk calon
perseorangan maksudnya pak yang dinaikan dari 3 persen menjadi 6 persen. Ketika kita hendak
menaikan ini tentu saja harus mempertimbangkan seolah-olah kita ingin menutup akses. Menutup
akses calon-calon yang tidak punya dukungan parpol tetapi berkualitas bagus.

40
Ketika kita ingin mengurangi akses ini sesungguhnya kita nanti harus mempunyai korelasi
dengan pemikiran untuk penetapan pemenang itu tidak dengan kuota misalnya. Siapapun yang ketika
jumlah peserta pilkadanya sedikit, berapapun yang dapat suara terbanyak itu menjadi pemenang jadi
tidak ada putaran kedua. Jadi ini harus berkorelasi kesana. Nah kalau itu bisa diterima ini akan
mendorong satu penyederhanaan tahapan dengan waktu yang lebih cepat kontraksi politik di daerah
juga menjadi lebih pendek kira-kira pertimbangan-pertimbangannya seperti itu pak ketua.

KETUA RAPAT :

Jadi saya kira yang disampaikan pemerintah.

SEKJEN MENDAGRI :

Pak, pak ketua kami tambahkan juga bahwa angka-angka ini adalah arbitri suka-suka, dua tiga
empat lima enam. Ini arbitri pak jadi kepada public juga kita harus dapat menjelaskan kenapa dua
kenapa tiga. Nah sebetulnya data empiric yang kami sampaikan bahwa secara empiric calon
perseorangan dengan syarat dukungan penduduk 3 - 6,5 persen yang mendaftar dan kemudian terpilih
sebagai kepala daerah adalah sebanyak 23 pasangan calon dari 2007 sampai 2014. Ndak banyak-
banyak pula ini, sudah ngga banyak sellingnya itu kita naikan lagi. Kami, kami kira ini, ini ada, ada, data,
data empiric ya bahkan seharusnya dengan data empiric seperti ini mestinya malah kita turunkan. Ini,
ini tambahan justifikasi selain yang disampaikan Pak Zudan tadi begitu.

KETUA RAPAT :

Nah kalau korelasinya ke mengarah ke suara terbanyak siapa yang menang tidak mengenal
putaran satu putaran, dua putaran begitu itu memang ini juga kita naikan pada saat beberapa kejadian
baik di partai politik yang tadinya dia pimpinan partai politik, mencalonkan menjadi perorangan ya
karena syaratnya terlalu mudah menang dia, dia tadi keluar dari partai politik, menang dia. Terus
setelah jadi balik lagi menjadi pemimpin partai politik. Ya iya makannya syaratnya kita naikan rata-rata
3,5 persen ya? kita naikan 3,5 persen dari Perpu yang ada. Jadi ini punya korelasi memang disitu ya
tidak usah dibuat permainan untuk menjadi calon. Jadi memang harus, apa, harus tegas kita nyatakan
itu idenya. Namun demikian naiknya itu idenya kita disana. Ada tanggapan dari fraksi kalau korelasinya
ke soal suara terbesar pada ujungnya saya kira pemerintah tadi mengatakan ya tidak soal kalau kita
hitung seperti itu.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Coba. atau DPD dulu deh ?

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Sekali-sekali lah mumpung sudah mau final DPD pertama-tama. Jadi begini ada pertimbangan
lain Pak Zudan bahwa penduduk ini juga makin lama makin bertambah. Sehingga presentase itu
sebetulnya tetap sekali pun itu akan diujungnya juga akan menambah dari pilkada ke pilkada. Jadi
kalau kemudian presentasenya itu tetap maka pasti diujungnya ada tambah. Jadi karena faktor
penduduk yang apa namanya, makin lama makin bertambah, itu yang pertama.
Lalu yang kedua ini kalau pertanyaan ini Prof itu sama pertanyaan bahasa Indonesia urut
jawaban B gitu lho. A benar B benar tapi tidak nyambung. Jadi dibilang tadi ada, ada korelasi itu saya

41
tidak menemukan korelasi disitu. Kalau kemudian persyaratan partai politik tadi di misalnya adalah 20%
atau 25% boleh diujungnya itu ada korelasi yang sifatnya positif tapi ini saya belum menemukan
korelasinya untuk perorangan. Jadi ini tadi A pernyataan betul kemudian sebab akibatnya juga benar
gitu lho pak. Tapi tidak ada hubungan ini. Jadi saya ingin mempertajam lagi kalau memang itu dianggap
ada korelasi karena menueur saya tidak ada Prof. coba saya ingin tanya pada pemerintah dimana letak
korelasinya itu?

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Pertama begini Pak Muqowam, kalau jumlah penduduk bertambah walaupun presentasenya
tetap, itu nanti dukungan juga akan bertambah itu juga belum tentu tepat, karena banyak daerah-
daerah itu dimekarkan sehingga jumlah penduduknya berkurang pak. Kan yang tadinya 3 juta
penduduknya dimekarkan jadi 2 menjadi 1,5. Nah itu menjadi berkurang juga dalam konteks itu jadi
tidak terlalu tepat juga yang bapak sampaikan.
Kemudian yang kedua kalau jumlah, aksesnya kita buat sulit nanti jumlah yang menjadi
pasangan calon itu menjadi lebih sedikit. Kalau pasangan calonnya sedikit maka perolehan suaranya itu
diperkirakan akan ada yang lebih besar sehingga reratanya itu akan lebih besar dibandingkan dengan
calon-calonnya itu banyak pasti jumlah perolehan suaranya itu akan asumsinya terbagi menjadi lebih
merata. Kalau calonnya sedikit diperkirakan angkanya itu akan lebih besar-besar kira-kira seperti itu
pak. Misalnya katakanlah kalau calonnya itu hanya dari parpol dengan threshold nya 25 persen paling
banyak itu hanya 4 pasangan. Maka kalau kita menggunakan threshold, apa namanya, kuotanya 25
persen pasti itu satu putaran pasti bisa selesai. Tetapi kalau calonnya 5, 25 persen pasti bisa dua
putaran. Semakin sedikit calon, threshold nya bisa dibuka semakin besar. tapi kalau semakin banyak
calonnya, thresholdnya harus semakin kecil kalau ingin membuka putarannya semakin cepat ,kira-kira
seperti itu korelasinya Pak Muqowam terimakasih pimpinan.

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Belum, belum, sebentar, sebentar. Kalau kemudian asumsinya itu adalah partai politik dan
gabungan partai politik itu 25 persen itu 4 orang, kemudian dibuka lagi perorangan ada duplikasi, kalau
kita mau detailkan lagi lho prof. Jadi antara pendekatan kualitatif general dengan yang kuntitatif pemilih
ini kan selalu nanti akan dalam posisi padu ini, Pak Malik PKB nyalon dari dicalonkan atau mendukung
apa yang didukung oleh PKB. Tapi pada saat yang sama Pak Malik juga mendukung perorangan juga
bisa itu terjadi. Jadi scenario maksimal adalah kalau 25 maka 4 calon, kemudian perorangannya bisa
jadi kalau kemudian 3 persen itu bisa 100 bagi 3. Jadi maksimalnya adalah ada sekian puluh calon itu
pak.
Jadi pemerintah menurut saya, menurut saya tetap saja untuk gabungan partai politik dan
partai politik itu 20 persen, 25 persen, tetapi untuk yang perorangan saya tidak setuju ketua. Itu biar
tetap 3 persen saja dengan asumsi pemikiran tadi itu dan juga saya kira kalau Pak Zudan sampaikan
bahwa asumsinya itu bertambah justru saya tadi asumsinya tadi adalah pemekaran dengan kondisi fix
pada waktu itu ada gitu.
Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Pak Malik.

42
F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Ya. jadi sebetulnya saya setuju perseorangan alasannya ada 2 yang pertama alasannya Pak
Muqowam, yang kedua alasannya Mahkamah Konstitusi dan jujur saja partai politik sebetulnya kenapa
perseorangan itu alasannya Mahkamah Konstitusi. Karena fakta politiknya betul apa kata Pak Sekjen
tadi, yang pertama 0,0 sekian yang menang perseorangan itu, itu yang pertama.
Yang kedua sebagian besar yang menang di melalui independent itu masuk partai itu. PKB
punya pengalaman menarik dengan, dengan perseorangan di Garut pak Yanuar ya? Garut itu, siapa?
Aceng Fikri, bupati paling popular itu. Aceng Fikri itu dulu pengurus PKB. Nah sekarang kemudian
Aceng maju independent dan menang setelah itu masuk partai lain, masuk partai Golkar kan. Nah itu
yang pertama jadi bohon-bohongan menurut saya.
Yang ketiga kalau kemudian independent itu konsisten tetap independen sampai periodenya
selesai saya tidak bisa bayangin bagaimana mengelola hubunganya dengan parlemen di daerah kalau
kita ikut logika kepentingan partai dan sebagainya agak sulit untuk mengefektifkan pemerintahannya.
Namun demikian karena kita menghormati hak constitutional seseorang dan alasan Pak Muqowam ya
sudah kita serahkan. Kalau mau PKB setuju setinggi-tingginya juga setuju pak. Wong kita aja naik 5
persen kok dari 15 naik 5 persen, kenapa perseorangan tidak di naikin 5 persen? Kenapa malah cuma
3,5 menurut saya itu sudah moderat itu. Tetap menurut saya apa naiknya threshold itu tetap dalam
batas-batas, melindungi hak konstitusional orang atau seseorang sebagai independent. Jadi sikap PKB
saya kira pasti begitu pimpinan. Setuju 3 persen, kalau ditambah juga setuju.

KETUA RAPAT :

Jadi kan kita sudah bicarakan ini juga kita rata-rata naikan 3,5 persen dan kita sudah oke
sebenarnya ya pemerintah pun pada intinya tidak ada masalah soal ini gitu. Atau langsung kita ke
pemerintah atau Nasdem mau menyampikan sebelum pemerintah?

F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):

Terima kasih. Jadi kaitan memang berkaitan dengan independen ini karena kalau logika kita
menaikan angka sekian persen ini juga kaitan dengan dukungan terhadap independen itu. Kami lihat
berdasarkan dukungan dari pada masyarakatnya. Pada rakyat yang memilih karena kekuatan
parlemennya tidak ada ya. berkaitan dengan itu tentu persoalan independent ini juga harus ini kan
cuma memberi ruang konstitusional, sebenarnya kalau kita bicara kepada etika sebenarnya tidak ada
ruang independent itu. Karena yang mencalonkan itu partai politik seharusnya tetapi ini ya, ya kita diberi
dibuka, dibuka seperti itu ya ndak apa-apa, cuma saya begini, saya tetap mengusulkan ini supaya
independen ini dari awal sebarannya kalau ada disitu kan 50 persen, dia harus sebaran, sebaran
perolehan dukungan itu harus lebih dari 50 persen. Supaya apa? supaya independen itu betul-betul dia
mendapat dukungan betul dari pada masyarakat. Sebaran wilayah masa dia akan menjadi pimpinan
didaerah, oke lah kalau 3,5 persen itu saya sepakat lah. Tapi sebarannya mungkin perlu ditingkatkan
untuk supaya dia betul-betul menguasai daerah teritorial itu sebagai pimpinan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT :

PDIP.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

43
Ini aja ketua menurut saya yang paling penting itu adalah putusan MK itu di review, jadi supaya
kita lebih, lebih terukur ketika harus menentukan apakah memang syarat formal dukungan untuk bisa
menjadi calon itu perlu ditingkatkan atau tidak. Putusan MK itu yang kemudian menjadi perubahan
undang-undang 32 kalau tidak salah. Nah orgensinya apa? untuk pilkada kemudian MK memutuskan
bahwa dibolehkannya calon perorangan. Kalau tidak salah, salah satu alasan terpentingnya adalah
membuka ruang yang lebih luas bagi tumbuhnya, lahirnya kepemimpinan di tingkat lokal dan
pertimbangan berikutnya adalah kalau diberikan peran ruang yang cukup secara politik kepada
perorangan ditingkat local tidak akan membahayakan kira-kira begitu. Ya bagi keseluruhan system,
keseluruhan system yang dimaksud adalah karena system kita dasarnya pada kolektifitas, kolektifitas
itu dirumuskan dalam bentuk institusi partai politik.
Tetapi ada perkecualian karena ini menyangkut satu wilayah yang terbatas yang disebut
kabupaten kota bahkan provinsi maka kemudian MK memberikan, menerbitkan putusan itu, nah saya
kira perlu kita dalami sedikit tentang putusan MK itu supaya kemudian kita bisa sampai pada satu
keputusan apakah memang secara dukungan untuk menjadi calon didalam pemilihan kepala daerah
yang nota bene adalah calon perorangan itu perlu kita tingkatkan atau tidak. Tapi didalam praktek
sebenarnya calon perorangan ini meskipun peluangnya tidak cukup tinggi ya, di hanya berapa
kabupaten kota saya tidak begitu hafal. Hanya memang dia bisa menjadi salah satu instrument politik
yang sesungguhnya tidak kemudian memberikan penguatan pada proses local demokrasi itu.
Yang ingin saya katakan kenapa, putaran kedua ketika kita memperdebatkan apakah cukup
satu putaran atau dua putaran itu adalah muculnya calon-calon perorangan itu bagian dari satu
rekayasa politik ya untuk kemudian memberikan penguatan kecuali mungkin kasus Garut, dan
dukungan politik pada calon yang sesungguhnya dimajukan dan diutamakan oleh partai politik. Nah
kira-kira kalau bahasanya kasarnya itu bagian dari proses kecurangan politik. Itu lah yang kemudian kita
kemarin berdebat soal minimal angka perolehan suara yang bisa kita jadikan sebagai basis legitimasi
yang cukup. Idealnya dalam konteks Negara kita mestinya setengah plus satu. Tapi kita sudah pernah
mengatur 30 persen dan karena itu kemudian kita berdebat yang kembali apakah perlu kita turunkan
lagi dan kami Fraksi PDI Perjuangan sudah jelas tidak akan bersepakat kalau diturunkan, karena ini
menyangkut corak, menyangkut padanannya dengan besaran system pemilu kita yang sifatnya
proporsional.
Nah kita tidak mau kemudian kalau kita liberalkan begitu saja dia akan menjadi presedent
politik sekaligus presedent hukum dikemudian hari yang akan mendorong pada perubahannya satu
system yang selama ini sudah kita bakukan dalam rangka menopang Negara kesatuan. Apa yang saya
maksudkan adalah kita tidak ingin system kita diliberalkan dalam bentuk pemilu yang substansinya
adalah the winner take off dalam system pemilu sering disebut sebagai vespas the push atau yang kita
kenal, dikenal oleh awam adalah sebagai system distrik. Nah kalau system distrik pasti padanannya
adalah kapan waktunya kita tidak tahu tentu akan merubah corak Negara kita menjadi federal. Itulah
sebabnya kita tolak.
Menurut hemat saya ketua, saran saja ini, untuk menentukan angka itu kita coba lihat
argumentasi secara utuh Mahkamah Konstitusi ketika memutuskan dibolehkannya calon perorangan
dalam demokrasi …
Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Jadi sebelum yang lain sebelum juga pemerintah, Mahkamah Konstitusi kan memutuskan itu
dalam rangka peran serta perorangan tidak seperti yang dinyatakan di undang-undang dasar capres,
wapres, capres dan wapres harus dinyatakan partai politik atau gabungan partai politik. Diskusi kita
pada waktu kita mempersiapkan betul juga, ini perorangan dengan kejadian kita lakukan misalnya
mudah ini bisa menjadi rekayasa politik ini pengalaman kita, rekayasa politik untuk memenangkan, ini
kenyataan yang ada. Di partai kami juga ada begitu sama dengan yang tadi yang PKB sama dengan

44
yang ada pengalaman yang ada jadi cuma 3,5 persen misalnya ukuran kita naikan, agar jangan juga
orang menjadi calon, menjadi calon tidak terlalau gampang, Pak Komarudin ingatkan itu. Jadi
dimanfaatkan oleh orang, saudara Menteri saya contohkan itu ada saudara saya yang dipaksa diatur
untuk jadi calon perorangan karena memang mudah, saya ingatkan uangmu berapa? ada satu milyar
nanti itu uang apa? ini uang keluarga sudah, kalau kamu nanti kalah perkara perorangan ini ya sudah
jadi miskin kamu seumur hidup. Mau calon juga karena dikipas, nah ini yang korban namanya silahkan
pikirkan calon juga. Memang jika banyak calon nah ini sudah terpecah suara nah ini tadi yang
dimanfaatkan itu, ternyata kejadiannya lain kalah, betul menjadi saraf jadinya sekarang. Iya kalau istilah
di Sumatra Utara itu jangan nanti sudah kalah dijalan nendang-nendang kaleng begitu Pak Sekjen.
Ini yang harus kita halangi memang yang kita rasakan itu lain lagi kasusnya misalnya yang
perorangan, partai politik pindah menjadi perorangan dengan dukungan yang mudah. Akhirnya calon
dari partai politik kalah, ada memang yang menang perorangan dia lepas dari partai politik itu, lantas
sudah dia terpilih kembali lagi memimpin partai politik. Ini jadi main-mainan partai politik dilakukan, di
Golkar kejadianya.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Tapi ketua itu perlu digaris bawahi ini calon perorangan pemilihan kepala daerah lho ya. bukan
calon perorangan untuk anggota DPD kan?

KETUA RAPAT :

Tidak. Jadi itu pertimbangan kita Pak Menteri saya kira memang kita diskusikan di Panja soal
faktor ini, oleh karena itu kita minta pertimbangan lah dengan naik seperti ini, itupun kita naikan moderat
hanya 3,5 persen. Partai naik malah 5 persen jadi itu sudah, sudah moderat gitu, dengan soal-soal
seperti itu. Kami mohon langsung tanggapan pemerintah kalau selesai ini biar kita skors kita lanjutkan
misalnya besok siang.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si) :

Tambahan ketua.

KETUA RAPAT:

Oh ada tambahan, Pak dari PPP.

F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si) :

Jadi ini pengalaman saja dilapangan. Jadi ketika ada calon perorangan dibuka ini menciptakan
lapangan kerja baru. Jadi ada pekerja pengumpul KTP, dan harga KTP itu dikumpul bervariasi ya, itu
menjadi, jadi kalau saya yang punya duit, mau calon dan ini paling pasarnya ini di daerah yang
pemilihnya kecil potensi sumber daya alamnya besar, jadi disitu akan ramai perorangan. Nah yang
pertama perorangan datang itu tentu lihat, kan seperti di daerah-daerah kan ada 30.000 lebih pemilih ya
sudah bisa kita hitung satu KTP dikumpul itu berapa dan itu baku tindih harga pak. Jadi kalau ini dibuka,
ini pasar baru untuk.
Kemudian yang kedua ada beberapa kasus-kasus yang terpaksa pilkadanya diulang, saya kira
kasus Buton dulu itu kalau saya tidak salah 6 dia punya perorangan ya sudah menang dari parpol,
ketika di MK itu karena setelah dibuktikan ternyata ada tumpang, ada iya KTP itu digunakan oleh lebih
dari satu calon perorangan dan Mahkamah Konstitusi memutuskan diulang ya, dan itu mahal sekali pak.
Oleh sebab itu pada diskusi kita yang lalu ini mungkin perlu dinaikan ya, menutup untuk mudahnya

45
orang untuk bergeser ke perorangan dan kalau ini rendah itu juga parpol-parpol pecah pak, ya mungkin
dari tingkat pengurus provisi menginginkan si A, tapi ada orang pengurus kabupaten kota merasa saya
lebih punya potensi jadi kepala daerah dan itu embrionya tidak solidnya parpol dan pengalaman seperti
yang disampaikan, dia keluar dari parpol masuk perorangan, ketika dia masuk dia kembali lagi atau
dipungut oleh parpol lain. Jadi ini dalam kaitan pembinaan politik kita kedepan saya kira kurang, kurang
baik jadi memang perlu diatur sedemikian perorangan ini agar lebih, lebih ketat lah tidak terlalu mudah.
Saya kira demikian terimakasih.

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Ketua, Pak Maosul punya pendapat lain kayaknya. Pak Asep Maosul sama-sama PPP kan?

KETUA RAPAT :

Tidak, tidak, tidak, tidak PPP udah kompak itu ngga ada pendapat lain. Kami persilahkan
pemerintah.

MENTERI DALAM NEGERI (TJAHJO KUMOLO, SH):

Pimpinan dan Bapak Ibu sekalian yang saya hormati. Pada prinsipnya pemerintah menerima
apa yang tadi yang terhormat anggota komisi II ini menyampaikan beberapa pikiran. Hanya politik itu
kan opini, jangan sampai terkesan kita mempersulit calon independent, soal jumlah kami ikut aja, mau
apakah ikut Pak Muqowam atau mau ikut ditingkatkan berapapun itu tidak ada masalah tapi yang
penting jangan sampai ada opini kita mempersulit calon. Bagi kami partai politik dan kita harus
memberikan pemahaman kepada masyarakat kalau masyarakat memilih calon kepala daerah dari
independent dari 7 tahun ini 23 itu separuh dari Aceh. Nah sekarang kalau terjadi sesuatu dalam proses
pengambilan keputusan politik pembangunan didaerah dia gagal atau salah, apakah masyarakat yang
mencoblos itu mau angkat tangan saya tanggung jawab, kan tidak. Kalau lewat partai politik tu jelas
yang punya wakil di DPR setidaknya dia tanggung jawab, oh dia kader saya, wakil saya yang tanggung
jawab saya ini. Belum lagi Pak Rambe tadi, yang pak ketua sampaikan, orang partai tidak terpilih
direkomendasi oleh partai, dia keluar terus kembali lagi setelah jadi dia masuk ke partai, bisa ke partai
lain, bisa ke partai semula juga. Dan saya kira pada prispipnya ini kan sudah keputusan Mahkamah
Konstitusi jangan sampai kita ada kesan mempersulit dengan jumlah yang terbesar soal mau 3 persen,
mau 5 persen, mau 6 persen, saya kira ini Tim perumus yang bisa memutuskan. Yang penting kita
secara prinsip ini tetap ada.
Terimakasih ketua.

KETUA RAPAT :

Jadi masuk ke Tim Perumus ya kita ketok dulu kita tambah 3,5 tapi kita pertimbangkan nanti di
Tim Perumus yang paling pas begitu, setuju ya?

(RAPAT : SETUJU)

Ya untuk perorangan. Sebab dengan kejadian-kejadian yang kita rasakan selama ini gitu,
jangan juga kita permudah dari pemerintah tadi jangan pula terlalu dipersulit. Nah ini udah agak pas lah.
Baik ini ada.

46
F-PDIP (KOMARUDIN WATUBUN, SH., MH):

Pak ketua, saya mau memberikan penguatan kepada Tim perumus nanti supaya jangan ragu,
logika sederhana saja 3 persen, 4 persen kalau tokoh itu benar tokoh yang popular gampang saja 10
persen juga gampang itu cari dukunganya begitu. Jadi tidak melanggar keputusan MK sebenarnya.

KETUA RAPAT :

Iya. Jadi meperkuat tadi sudah, sudah ya Tim Perumus sudah kukuh lah nanti dengan kenaikan
ini. Kira-kira begitu maksudnya.
Baik Saudara Menteri, ini sudah jam pagi, tadi sudah 6 bonggol, tidak, dari mulai tadi uji public
sudah, penguatan KPU sudah, persyaratan calon terkait dengan syarat pendidikan sudah, persyaratan
calon terkait dengan usia sudah kita kembali kepada syarat dukungan penduduk, persyaratan calon
terkait dengan usia, syarat dukungan penduduk untuk calon perorangan sudah, penentuan pemenang
dalam pemilihan kepala daerah belum, syarat pencalonan, kalau syarat pencalonan dari partai politik
kita sudah setuju tidak ada DIMnya, tidak ada, tidak perlu kita perbincangkan itu 20 persen, 25 persen
di kita sudah selesai tidak ada yang mengajukan DIM itu. Ya jangan di tambah-tambah, tidak ada
bonggolnya pak. Iya.
Jadi saya kira, oh pasangan atau tidak pasangan belum, Pak Komarudin, atau berpasang-
pasangan. Jadi, ambang batas belum. Jadi kita skors ya sampai jam 2 siang besok, karena apa? jam
09.00 pagi Paripurna DPR dalam rangka mengesahkan ini APBNP kalau tidak di sahkan dengan lebih
dari ketentuan yang sudah disepakati, harus jadi jam 09.00 besok di DPR jam 14.00 balik lagi disini,
oleh karenanya saya kira karena ini Panja besok lanjut dilanjutkan Panja, Menteri tidak ikut serta di
siang hari sampai malam saya kira tapi Sabtu bergabung lagi.
Sabtu bergabung lagi, ya mudah-mudahan hal yang ini Sabtu dengan catatan semua yang
sudah kita sepakati tadi untuk masuk dalam Tim Perumus. Ya mulai di cicil saya kira, jadi dari pihak
pemerintah juga nanti dan Tim perumus dari kita mulai menyelesaikan soal ini. Saya kira sidang rapat
panja di skors sampai jam 14.00 besok siang, nanti siang bukan besok siang lagi, nanti siang.

(RAPAT DISKORS PUKUL 24.30 WIB)

Wassalamuallaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 12 Februari 2015


Ketua Rapat

ttd

Rambe Kamarul Zaman


A-236

47
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISI II


PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENETAPAN PERPU NOMOR I TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tahun Sidang : 2014-2015


Masa Persidangan : II
Rapat Ke : -
Jenis Rapat : Rapat Panitia Kerja (PANJA)
Sifat Rapat : Tertutup
Hari,Tanggal : Jumat, 13 Februari 2015
Waktu : Pukul 19.00 WIB s.d Selesai
Tempat : Ruang Rapat Hotel Aryaduta Tugu Tani Lt 1.
Acara : 1. Membahas subtansi materi RUU tentang Perubahan UU
No.1 Tahun 2015 (PILKADA); dan
2. Membahas subtansi materi RUU tentang Perubahan UU
No.2 Tahun 2015 (PEMDA);
Ketua Rapat : Rambe Kamarul Zaman/Ketua Komisi II DPR RI
Sekretaris Rapat : Minarni, SH/Kabagset Komisi II DPR RI
Hadir Anggota :

PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. H. AHMAD RIZA PATRIA, Ir, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si.
5. MUSTAFA KAMAL, S.S.

Panja A Panja B

F-PARTAI DEMOKRASI INDONESIA F-PARTAI DEMOKRASI INDONESIA


PERJUANGAN (F-PDIP) PERJUANGAN (F-PDIP)
6. KOMARUDIN WATUBUN, SH, MH 6. BUDIMAN SUDJATMIKO, M.Sc, M.Phil
7. ARIF WIBOWO 7. Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, MM
8. TAGORE ABUBAKAR 8. DIAH PITALOKA, S.sos
9. H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, SH 9. Drs. SIRMADJI, M.Pd
10. ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU
F-PARTAI GOLONGAN KARYA (F-GOLKAR) F-PARTAI GOLONGAN KARYA (F-GOLKAR)
10.Drs. H. DADANG S MUCHTAR 11. MAHYUDIN, S.T., M.M.
11.Drs. A. H. MUJIB ROHMAT 12. TABRANI MAAMUN
12.Drs. SETYA NOVANTO 13. Hj. ENNY ANGGRAENY ANWAR
13.AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si
F-PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (F-
F-PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (F- GERINDRA)
GERINDRA) 14. DR. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si
14. H. BAMBANG RIYANTO, SH, MH, M.Si 15. H. SUBARNA, SE.,M.Si
15. SUASANA DACHI, SH
16. Ir. ENDRO HERMONO, MBA
F-PARTAI DEMOKRAT (F-PD)
F-PARTAI DEMOKRAT (F-PD) 16. H. ZULKIFLI ANWAR
17. SAAN MUSTOFA, M.Si. 17. LIBERT KRISTO IBO, S.Sos., SH., MH
18. Ir. FANDI UTOMO 18. EVERT ERENST MANGINDAAN, S.Ip.

F-PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN) F-PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN)


19. YANDRI SUSANTO 19. AMMY AMALIA FATMA SURYA, SH, M.Kn
20. H. SUKIMAN, S. Pd., M.M. 20. AMRAN, S.E.

F-PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB) F-PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB)


21. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si. 21. H. YANUAR PRIHATIN, M.Si
22. Dr. ZAINUL ARIFIN NOOR, SE, MM
F-PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS)
22. DR. H SA'DUDDIN, MM F-PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS)
23. H. JAZULI JUWAINI, Lc., M.A.
F-PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F- 24. MUHAMMAD YUDI KOTOUKY
PPP)
23. H. MOH. ARWANI THOMAFI F-PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F-
24. KH. ASEP AHMAD MAOSHUL AFFANDY PPP)
25. DR. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si
F-PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM)
25. H. SYARIF ABDULLAH ALK., SH., MH F-PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM)
26. Dr. MUCHTAR LUTHFI A. MUTTY, M.Si 26. Drs. TAMANURI, MM

F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA) F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA)
27. Dr. FRANS AGUNG MULA PUTRA, S.Sos, MH 27. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH,
MM, MH

2
Jalannya Rapat:

KETUA RAPAT (RAMBE KAMARUL ZAMAN / F-PG):

Sebenarnya di Tatib DPR RI itu tidak dilarang pertemuan, tapi karena ini Paripurna, banyak
juga saran dari teman-teman untuk tidak dilakukan sepertinya rapat resmi, di luar Paripurna. Oleh
karena itu, sebelum selesai Paripurna ini paling lamalah 1 jam itu, tapi dalam waktu 1 jam ini kita diskusi
ringan saja pada akhirnya nanti cuma kita ketok yaitu ada dua ya. Jadi ini antara resmi dan bukan tidak
resmi, kira-kira ya lebih soft-lah yang kita bicarakan sekarang hal yang ringan. Ada dua yang ringan.
Yang berat itu tinggal 3 sebenarnya.
Satu adalah berpasangan atau tidak, berpasangan paket atau tidak gitu. Tadi lobi di luar sudah
hampir-hampir sama, tapi masih ada yang harus diselesaikan. Yang kedua yang berat lagi adalah ya
tidak berat juga, penentuan pemenang dalam pemilihan kepala daerah. Ini kita berpendapat bahwa
nanti harus resmi masing-masing fraksi memberikan sikap, mau diatur naik itu 30%, kalau tidak diatur
dihapus saja. Kira-kira sudah begitu. Yang ketiga adalah tentang kalau penjadwalan saya kira sudah
hampir cocoklah tidak usah terlalu kita buru-buru yang dari, tinggal nanti simulasinya kita tampilkan
kalau penjadwalan dan juga tentang penyelesaian perselisihan. Nanti dalam rapat resmi kami
sampaikan soal ini.
Tapi ada dua hal yang ringan perlu kita bicarakan, yang ringan begitu. Yang pertama adalah
tentang pejabat kepala daerah. Juga tadi sudah kita perbincangkan ringan sajalah. Kalau di usul ini ada
yang Sekda, kita buat alternatif Sekda. Mungkin nanti pandangan pemerintah dalam diskusi kita kalau
cocok nanti pandangan pemerintah diskusi kita ya sudah ini kita terima apa yang sebaiknya gitu, asal
itu satu. Terus yang kedua, ini ada usul dari DPD juga kita bahas dalam diskusi ini tentang pembiayaan
penyelenggaraan Pilkada. Nah ini juga perlu kita sahuti. Soal pembiayaan kan tidak ada DIM
pemerintah juga tidak ada. DIM dari bukan DIM, usulan dari ini usulan dari Komisi II juga tidak ada
bagaimana memperketat pembiayaan mungkin nanti kita diskusikan pasal apa yang harus ditambahkan
di situ kita diskusikan.
Yang pertama Saudara-saudara adalah soal ini soal penjabat, ini pejabat atau penjabat sih?
Penjabat, oh penjabat ya, pakai “n” ya penjabat kepala daerah. Oleh karena itu, kalau usulan
dari pada Komisi II ini Sekda ya. Sekda saja?
Sekda, ini mendapat tanggapan juga dari pemerintah kurang pas juga gitu, kita diskusikan saja.
Kalau kira-kira sudah cocok nanti tinggal mengukuhkan saja. Kami persilakan dari pemerintah.

DIRJEN OTONOMI DAERAH KEMENDAGRI:

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Bapak Ketua Pimpinan Komisi II,


Bapak Ketua Komite I DPD dan Anggota,
Anggota DPR RI,
Rekan-rekan pemerintah.

Mengenai posisi penjabat kepala daerah, kami perlu laporkan kepada forum ini praktek selama
desentralisasi, posisi penjabat kepala daerah untuk bupati walikota diisi oleh pejabat eselon II, boleh
Sekda, boleh kepala dinas, kepala badan, inspektur. Untuk gubernur diisi oleh pejabat eselon I, boleh
juga oleh Sekda.

3
Nah mengapa pengisiannya bervariasi seperti itu tidak hanya Sekda, karena bila hanya Sekda
ketika Sekda berhalangan tetap atau sedang kosong, maka akan ada kesulitan karena harus mengisi
Sekda terlebih dahulu dan praktek ini berjalan dengan baik.

Pak Ketua,

Perlu juga saya sampaikan ketika Sekda harus menjadi penjabat, itu terdapat konflik norma,
karena posisi gubernur itu adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan pemegang
kekuasaan pengelolaan barang yang diatur di Undang-Undang Keuangan Negara dan diatur di
Undang-Undang Perbendaharaan Negara. Sedangkan Sekda itu adalah pejabat pengguna anggaran
dan pejabat pengguna barang diatur di PP 27 Tahun 2014 dan PP 58 Tahun 2005 tentang Keuangan
Daerah.

Bapak dan Ibu,

Kalau penjabat kepala daerah sekaligus Sekda, berarti akan ada kekuasaan monopolistik.
Empat kekuasaan di tangah satu orang. Kemudian nanti yang menjadi Sekda pasti akan diangkat salah
satu asisten atau kepala dinas. Berarti nanti akan ada dua penjabat yang bersifat sementara. Satu PLH
Sekda, satu Sekda sebagai penjabat. Jadi di daerah akan ada dua jabatan yang bersifat sementara.
Masalahnya adalah jabatan Sekda-nya tidak kosong, karena kalau jabatan Sekda kosong,
maka dia tidak boleh menjadi penjabat gubernur, karena dia harus eselon I. Berarti si asisten tadi hanya
pelaksana harian, penangungjawab tetap Sekda. Berarti dia hanya sebagai pemegang mandat. Kalau
pemegang mandat, penanggungjawabnya tetap Sekda.
Nah dalam kerangka pemegang mandat ini, maka sesungguhnya Sekda ini memandatkan
kepada dirinya sendiri. Nah dalam hukum administrasi ini menjadi sangat janggal Pak Ketua. Oleh
karena itu pandangan pemerintah tetap seperti konstruksi di dalam peraturan Undang-Undang Nomor
32 atau di dalam Perpu ini. Jadi kita untuk gubernur tetap dijabat oleh eselon I dan untuk bupati
walikota tetap dijabat oleh eselon II, tapi barangkali nanti bisa lebih jelas dijelaskan oleh Pak Sahmin
Bidang Keuangan yang sehari-harinya mengelola itu.
Silakan Pak Sahmin.

STAF AHLI BIDANG KEUANGAN KEMENDAGRI (HAMDANI):

Baik.
Terima kasih.
Perkenalkan saya Hamdani Staf Ahli di bidang Keuangan. Jadi memang diskusi di luar dengan
Bapak kita dengan Abang kita, pertama fungsi Sekda itu memang tidak sederhana, dia di dalamnya itu
diatur baik dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 maupun juga Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 dan juga PP 54 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, PP 27 mengenai Pengelolaan
Barang di Daerah, termasuk Undang-Undang Nomor 23 kita tadi. Itu fungsinya sangat strategis sekali.
Jadi di sini dikatakan fungsi Sekda itu adalah koordinator pengelolaan keuangan daerah.
Koordinator pengelolaan keuangan daerah itu adalah perumusan pembantu dalam perumusan
kebijakan, tapi bukan pengambil kebijakan... tadi nanti pengambil keputusannya tandatangannya tetap
berada di kepala daerah.
Jadi di situ diletakkan bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan daerah ini adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari kekuasaan penyelenggaraan pemerintah daerah. Di situ memang kita
memisahkan fungsi kebijakan dengan fungsi perumusan kebijakan dan fungsi pelaksana kebijakan.
Sekda di samping sebagai koordinator pengelolaan keuangan daerah, juga sebagai pengelola
barang milik daerah. Tapi keputusan bagaimana terakhirnya tadi tetap kepada pemegang kekuasaan

4
pengelola barang daerah. Fungsi Sekda adalah pengelola. Sekda juga sebagai pengguna anggaran,
karena Sekda sebagai pengguna anggaran dan juga sebagai pengguna barang. Nah ini satu ke sini.
Jadi dengan demikian yang tadi dikatakan seorang kalau Sekda diletakkan pada posisi sebagai
PJ kepala daerah, sudah bisa dipastikan dia lepas jabatan Sekda tadi, hanya persoalannya adalah si
Sekda katakanlah dia bisa jadi PJ, tetapi asisten itu di... dia PLT, maka PLT itu tidak bertanggungjawab,
dia tidak pendelegasian sifatnya tidak... dia tetap berada di Sekda... apapun kejadian yang terjadi tidak
oleh si PLT, itu yang menjadikan. Hal yang berikutnya kalau si asisten ini jadi PJ. Jadi konstruksi
keuangan kita,... dalam pengelolaan keuangan kita itu betul-betul meletakkan pemisahan fungsi check
and balances. Jadi memang perumus undang-undang kita tadi menggariskan hal demikian.
Jadi memang Pak Ketua kami katakan tadi, ini memang diskusi yang kami pertimbangkan juga
dalam tim internal kami tadi, fungsi hal demikian seperti ini, benturannya dibenturkan di situ.
Permasalahan yang banyak terkait dengan kepala daerah yang tadi adalah permasalahan menyangkut
masalah keuangan daerah dan masalah pengelolaan barang daerah. Filter itu ada di Sekda, jadi
tentunya si PLT tidak pada posisi yang bisa sangat pas untuk menjadi filter dalam kontek itu. Nah
manakala kalau PJ...(suara tidak jelas) Sekda permanen dengan fungsi yang sangat apa tadi,
permanen dengan fungsi Sekda-nya...(suara tidak jelas) definitif, tentunya yang PJ dia tidak terlalu
konflik kepentingan nah mungkin tidak akan terjadi. Saya rasa demikian.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ini ketepatan diskusinya waktu itu Pimpinan Rapat-nya adalah Pak di Panja kita Pak Mustafa
Kamal. Jadi langsung saya bisik, Pak Mus ini kira-kira bagaimana? Ini ketepatan mantan bupati di sini
ada dua orang ini, kalau sudah cocok ya kan pikirannya yang menyangkut ini memang apa sedalam itu
untuk itu ya ini kan jadi conflict of interest jadinya kan kalau misalnya Sekda menjadi PLT, karena
konstruksi apa urusan keuangannya itu adalah yang mengaturnya Sekda. Terus yang kedua masalah
pengelolaan barang daerah itu juga Sekda. Sekda ini bosnya adalah kepala daerah. Nah kalau kepala
daerahnya mau maju lagi, ini tunduk dan patuh ini. Tunduk dan patuh nah malah lebih menyulitkan.
Jadi ada pikirannya tadi, mungkin nanti kita PP-nya Pak, PP-nya itu mungkin pikirannya
bagaimana Protap yang sekarang, nanti kalau Protap yang sekarang untuk PLT gubernur adalah
eselon I, untuk PLT bupati walikota eselon II. Eselon II kan? Mungkin ya kita diskusikan, tapi sebelum
itu coba Pak Mustafa Kamal, baru nanti kita putar diskusinya.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S. / F-PKS):

Terima kasih Pak Ketua.


Jadi kronologisnya itu seingat saya ya, itu ada dari usulan PPP Pak Amirul Tamim, mantan
bupati juga. Jadi beliau waktu itu mengusulkan ke Sekda. Lalu ada lagi usulan lain sebetulnya, dari PKS
tapi bukan dari saya pribadi, dari ada tim, itu incumbent-nya. Jadi ya kalau gubernur ya dia menjadi
pejabat sementara langsung begitu, juga bupati juga begitu. Jadi tetap menjabat meskipun sifatnya
sementara ya. Ini ada juga pemikiran seperti itu. Lalu perdebatan lumayan panjang waktu itu dan
akhirnya dibawa ke Panja 2 opsi itu ya dipilihlah kira-kira yang masih masuk itu ya Sekda ya sebagai
jalan tengahnya.
Tapi memang semangat dasarnya adalah bagaimana supaya PLT-PLT ini tidak menimbulkan
permasalahan di daerah gitu ya, karena kita sudah terima juga delegasi dari satu kabupaten ya di
Papua, Paniai atau sebelahnya itu Nabire ya, itu bahkan ini daerahnya trauma, Pak Bupati beserta
tokoh masyarakat hadir, jangan sampai ada PLT katanya, karena pernah ada PLT di sana itu sampai
karpet-karpet saja digulung dibawa pergi gitu kata mereka dan tentu juga izin-izin dan sebagainya itu
berubah masyarakat bergejolak dan sampai rusuh. Nah mereka berharap tidak ada PLT itu.

5
Nah sekarang kita carilah kira-kira yang paling soft gitu. Ya mungkin kalau Sekda karena sudah
akrab dengan masyarakat, ya dan juga masih punya kaitan dengan incumbent masyarakat tenang atau
sekaligus angkat saja gubernurnya atau bupatinya untuk sementara. Sebenarnya itu yang paling
mendasar dari argumentasi yang dikembangkan. Nah apakah kemudian dari pemerintah misalnya kalau
memang menurut peraturan perundang-undangan PP-PP yang sudah dibuat itu ada kesulitan, nah
bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa PLT-PLT ini selain juga dari pandangan-pandangan fraksi
jangan terlalu lama gitu ya, dibuat simulasi yang sesingkat-singkatnya, tapi juga selama menjabat
meskipun sudah ditegaskan.
Nah kemarin itu ada memang tidak boleh membuat kebijakan strategis, dia ganti kepala dinas,
angkat juga PLT kepala dinas, itu Pak Amirul Tamimi juga itu, ada kasus di daerah tertentu tidak boleh
merombak tapi dicopotnya diangkatnya PLT juga. Jadi ini bagi ini pengawasannya, karena begitu PLT
pengawasannya pemerintah saja ini kan selama beberapa bulan. Relatif fungsi-fungsi pemerintah
daerah yang lain tanda kutip ya dalam kondisi tidak utuh dan tidak berjalan seperti biasanya, sangat
bergantung pada pengawasan dari pusat.
Itu mungkin yang saya menjadi jiwa dari gagasan-gagasan yang berkembang.
Terima kasih Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Jadi Pak Malik Haramain nanti kita ikuti saja ini kita masih diskusi, karena belum berakhir di
sana, baru nanti resmi kita buat kita diskusi soal PLT ini. PLT yang dari mana gitu. Pemerintah tadi
sudah menyampaikan. Kita kan diskusikan waktu itu... apa Sekda. Kalau tidak Sekda, ada juga pikiran,
tapi kita ke Sekda pikiran yang disampaikan oleh Pak Mustafa Kamal tadi bagaimana dari pemerintah
tadi sudah menyatakan kita Protap yang biasa saja begitu. Protap yang biasa saja, cuma bagaimana
cara mengawasinya agar lebih, sebab misalnya kami contohkan, ini langsung kita contohkan, Sumut itu
14 dia bersamaan harus ada PLT. Sekarang ini sudah mulai banyak order itu bahwa dari provinsi ini,
dari provinsi yang eselon II wah sudah mau order kavling sini, kavling sini, itu membuat suasana
bagaimana caranya ya okelah Protap-nya mungkin begitu, tapi dari pemerintah bagaimana caranya.
Kalau gubernur, saya lebih aman mungkin, karena pasti dia dari Kementerian Dalam Negeri, itu
sudah okelah, cuma eselon II-nya tidak sampai 14 begitu, jangan sampai nanti ya di over juga untuk
bupati dari pusat. Inikan sepertinya bagaimana modelnya itu agar suasananya juga jangan orang kita
mau Pilkada, Pilkada yang baik, tapi sebelum itu sudah banyak permainan soal PLT. Makanya itulah
ide kita membuat ini tiga gelombang, biar jangan kepanjangan PLT-nya. Bukan soal harus nasional 5
tahun mendatang kita harus lakukan nasional, bukan, tapi kita pertimbangkan dari juga beberapa hal itu
bagaimana modelnya.
Kami buka saja, karena di sini mantan bupati juga ada, kami persilakan Pak Luthfi.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTHFI A. MUTTY, M. Si):

Terima kasih Pimpinan.


Saya mohon maaf terlambat tiba di sini, karena menunggu Sidang Paripurna yang tidak mulai-
mulai sampai sekarang, belum mulai. Sampai saya tinggalkan belum mulai. Alhamdulillaah kalau sudah
mulai.
Saya mengikuti sepotong, terima kasih Pimpinan, para pejabat dari Kementerian Dalam Negeri.
Saya mengikuti sepotong pembicaraan tentang PLT, tapi dari apa yang saya tangkap, secara prinsip
saya kayanya setuju dengan apa yang disampaikan oleh pemerintah, walaupun saya di sini di sisi yang
lain ini Pak Ketua, tapi saya setuju dengan segala macam argumen teknis administratif tadi.
Artinya bahwa PLT itu sudahlah itu domain pemerintah, pemerintah yang atur syarat-syaratnya,
pemerintah yang tahu siapa yang paling cocok untuk jadi PLT di suatu daerah bahwa ada persoalan di
Kabupaten Paniai itu kasuistis dan bukan cuma PLT yang berbuat seperti ini, bukan cuma PLT. Ada

6
bupati definitif, kepala daerah definitif 10 tahun juga melakukan hal yang sama. Bahkan ada kepala
daerah menurut yang saya pahami tidak mau meninggalkan rumah jabatan itu Pimpinan. Bukan PLT
dia, saya mohon maaf saya sebut di sini misalnya Walikota Kupang dulu ya. Setelah selesai 10 tahun
jadi bupati, tidak mau dia keluar. Ini bukan PLT. Jadi kalau soal bawa-bawa barang itu, itu saya kira
sifatnya individual ya.
Kemudian mengenai kewenangan yang terbatas terhadap PLT, jangan sampai dia nanti
diangkat sebagai PLT dengan kewenangan terbatas tapi baru seminggu dia jadi PLT sudah melakukan
mutasi. Nah ini persoalan yang harus diatur dalam aturan pemerintah itu, di PP tentang Pengangkatan
PLT harus diatur secara detil apa-apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh PLT. Sehingga ketika
masa dalam proses dia melaksanakan tugas sebagai PLT, ada instrumen yang digunakan oleh
pemerintah tingkat atas melakukan kontrol, karena ini juga Pimpinan terus terang saja bahwa aspek
pengawasan ini yang lemah dari atas. Jangankan terhadap PLT itu, yang definitif saja itu hampir tidak
ada pengawasan Pak dari atas. Jadi seenaknya orang di bawah ini.
Supaya tidak panjang waktu, saya simpulkan pertama kita serahkan PLT itu sebagai domain
pemerintah. Pemerintahlah yang mengatur, yang tahu siapa pejabat yang memenuhi syarat untuk
menjadi PLT, syarat kepangkatan, syarat pengalaman, syarat pendidikan, mereka yang tahu.
Yang kedua, jangan kita jadikan kasus Paniai itu mengeneralisir semuanya, karena bukan
cuma PLT yang berbuat seperti itu, yang definitif pun juga ada yang lebih parah dari PLT. Bukan cuma
1 bukan cuma 2.
Yang ketiga, saya minta kepada pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi ini
mengangkat PLT, pengawasan harus ketat di aturan tentang pengangkatan PLT itu harus disebut
apakah di SK-nya nanti atau apa, itu apa yang boleh dilakukan apa yang tidak boleh, karena ada aturan
juga misalnya kepala daerah yang akan berakhir masa jabatannya 6 bulan tidak boleh melakukan
mutasi. Jangan 6 bulan, 1 minggu sebelum berhenti masih melakukan mutasi dan kita di pusat ini diam
saja Pak ya, pemerintah diam saja gitu biar terjadi pembiaran. Pejabat atau namanya orang yang
dipidana korupsi tidak boleh menduduki jabatan. Banyak di daerah bekas pidana narapidana korupsi
tetap menjabat. Saya tidak tahu apakah pemerintah pusat tidak tahu atau pura-pura tidak
tahu....(rekaman terputus)

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Baik.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Segenap Pimpinan dan Anggota Komisi II, pemerintah dan teman-teman dari Komite II.

Saya ingin menambah sedikit Pak Prof., pentingnya kita bicara mengenai Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ya. Saya kira Ketua dan Saudara sekalian,
pemerintah nanti saya minta untuk menjelaskan mengenai jabatan tinggi dan jabatan madya di aparatur
sipil negara, di mana tunduk dengan catatan yang istilahnya umumnya itu dia adalah dinamakan
sebagai eselon I dan II. Itu akan menjadi kewenangan... menjadi kewenangan dari salah satunya
adalah dari Komite Aparatur Sipil Negara, Komisi Aparatur Sipil Negara.
Nah karena itu kemudian persoalannya adalah apakah kemudian dalam kontek PJ gubernur
dan PLT Sekda tadi itu ya kan. Tadi Pak mohon maaf ya menyampaikan bahwa niat 4 fungsi yang ada
sebagai Sekda, maka dia sesungguhnya adalah hanya sebagai boneka. Tidak bisa memutuskan
apapun, hanya pelaksana saja kan. Nah karena itu kalau kemudian pilihannya adalah Sekda tidak di-
PLT-kan memang kerumitan terjadi ketika proses pengangkatan dari Sekda itu Pak, karena ini iramanya
kemudian diatur oleh Komite Aparatur Sipil Negara.

7
Nah ini Ketua, saya kira kalau kemudian itu bisa dilakukan, barangkali tidak banyak orang yang
mau menjabat sebagai PLT bupati atau PLT walikota kalau pengisian dari Sekda itu adalah ya sudah
dalam waktu 1-2 bulan Kementerian Dalam Negeri berkoordinasi dengan Komite Aparatur Sipil Negara
ini daerah yang akan Pemilu di dalam Pilkada 2015-2019 dan sebagainya, pemerintah menyiapkan
kalau itu bisa dilakukan maka itu akan lebih bagus. Tetapi pilihannya adalah apa mau Sekda ini
kemudian dicopot hanya sekedar mengejar jabatan sebagai PLT ini? Ini sambil kita menegakkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014.
Nah tetapi kalau kemudian penjelasan pemerintah berkaitan dengan itu bisa dipastikan menjadi
bagian dari promosi kepegawaian, itu tidak soal. Tapi yang menjadi soal nah itu baru lain nanti.
Nah oleh karena itu soal pilihan kemudian apakah dia eselon I atau eselon I, Sekda atau eselon
I, Sekda kabupaten eselon II, saya kira kalau bisa... bisa dipakai kenapa tidak, dari pada. Lebih baik
yang generik eselon I atau generik eselon II dari pada sekedar kemudian menunjuk bahwa itu harus
Sekda. Jadi sama jadi pertimbangannya saya tambah satu saja soal kemudian kalau misalnya bagian
ada promosi siapa tahu bagian dari upaya yang pilihan Sekda itu akan menjadi PLT atau kemudian
tidak mau diganti, sebab kalau diganti nanti urusannya dengan Komite Aparatur Sipil Negara.
Itu Ketua tambahan dari saya dan Pak Kenedi ini juga walikota Pak, sebelum jadi DPD, profesi
aslinya itu walikota, DPD itu sambilannya saya kira, sampai sekarang masih ngakar dia di Bengkulu itu.
Berkenan ditambahkan Ketua ya.
Terima kasih.

ANGGOTA KOMITE I DPD RI (KENEDY):

Ya, terima kasih.


Ini mungkin pengalaman saja Pak ya. Kalau mau aman Pak, pemerintahan itu tidak goyang
Sekda Pak. saya mengalami itu Pak. 3,5 bulan saya PLT itu, Sekda-nya diganti Pak. Provinsi pusat
diam saja. 300 pejabat dipindahkan hanya 3 bulan Pak, itu PLT dari provinsi.
Nah ini kalau mau aman, pemerintahan itu tetap terjamin, tidak aga gejolak, kalau mau aman,
ya Sekda. Nah apa Sekda nanti PLH atau apa itu jauh lebih aman, tapi kalau PLT pasti Pak. Saya
menemukan, ini pengalaman Pak. Saya ini di kota 10 tahun menjadi kepala daerah, jadi kabupaten juga
begitu Pak, kalau mau tenang pemerintahan. Angkat saja PLH-nya Sekda, kan biasa saja kok. Kalau di
Sekda...(suara tidak jelas) tertib, damai, karena dia menggunakan ya sebagai PNS tertinggi gitu,
kondusif dan tidak ada gejolak, tapi kalau ...(suara tidak jelas) pindah-pindah pasti itu Pak. Kepala
sekolah saja dipindahkan.
Nah ini praktek Pak, memang kalau menurut Bapak tadi ...(suara tidak jelas) benar itu, tapi
dalam prakteknya saya mengalami 10 tahun loh sampai sekarang ini. Masa PLT kepala daerah bisa
memindahkan Sekda definitif Pak, Sekda terbaik, karena dia mau masukkan ...(suara tidak jelas)
kompromi dengan pejabat di atas lagi. Ini kenyataan, ini saya menyampaikan bukan dia saja di Timur,
tapi kenyataannya. Kalau kita mau pemerintahan yang efektif, keuangan aman, itu Sekda, tapi apabila
...(suara tidak jelas) saya tidak tahu apakah PLH, harian saja kalau hanya 3 bulan-4 bulan harian saja.
Sama kaya ditinggalkan naik haji kan gitu.
Ya itu pengalaman di Bengkulu ini Pak, pengalaman di Bengkulu hanya kurang 4 bulan Pak,
300 pejabat dipindahkan Pak, geger. Tidak ada teguran tidak ada apa. SK-nya dia dilantik... juga itu
kemana-mana wah bukan main petantang petenteng. Ya saya alami itu. Ini kalau kita mau buka ini kan
Pak Ketua baru bicara-bicara gitu.
Nah kalau kita mau saya inginkan, kalau kita mau bicara ketertiban, kedamaian, ketenangan
penyelenggara pemerintahan dengan kepala daerah... ya tidak usah pakai PLT, PLH saja Pak pakai SK
apa gitu, sehingga dia bisa ini. Kalau anggaran hanya 3 bulan-6 bulan itu bisa diatur kok dan kita bisa
diawasi gitu lebih gampang dan tidak kemana-mana saya yakin kalau Sekda itu tidak kemana-mana, itu
Sekda itu orang yang benar-benar sudah matang di dalam kepegawaian, sudah paham, mahir dan tahu
dia kaidah-kaidah penyelenggaraan pemerintahan dan tidak akan macam-macam, tidak akan Pak, tapi

8
kalau orang mumpung Pak, wah mumpung katanya. Sehebat-hebatnya orang aji mumpung itu Pak,
pasti gitu.
Jadi bagaimana nanti ya coba dipikirkan, ini pengalaman kami menemukan hal-hal seperti itu
yang kita temui. Ada juga yang baik, tapi tidak baik benar ini Pak Bupati. Loh kan kalau PLH itu kalau
PLT itu pastilah gitu ada hal-hal yang dan tidak akan tertib Pak. Ya tetangga juga saya lihat tetangga
dari Bengkulu juga ada yang PLT juga begitu. Pejabat-pejabat itu ...(suara tidak jelas) semua gitu. Ya
katanya saja tidak boleh, saya mengalami itu tidak boleh mengadakan ini mengadakan itu, katanya
Bapak... kalau istilah Bengkulu itu. Nah main sore juga dia, kalau istilahnya main sore.
Saya rasa itu saja Pak, jadi kalau pertimbangan-pertimbangan ya PLH-kan saja, hanya 3 bulan
hanya 4 bulan-5 bulan dapat definitif, ya lain kalau setahun Pak. Kalau setahun itu perlu diinikan
dipertimbangkan lagi, tapi kalau kurang dari setahun ya Sekda saja dan jauh lebih tertib. Saya
pengalaman ini jauh lebih tertib lebih aman nanti dan lebih terjagalah kondusif pemerintahan dan
masyarakat. Ya itu kalau kurang dari setahun gitu, tapi kalau lebih dari setahun ya saya sependapat
dilantik juga, karena nanti lain Pak kalau dilantik sudah pakai baju putih itu hanya 3-4 bulan wah penuh
keliling-keliling di kampung itu, mana ke mana dia ...(suara tidak jelas) permainan dia. Saya rasa
demikian ya.
Terima kasih.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

F-PG (Drs. H. DADANG S MUCHTAR):

Dari kami Pak, ini masih urun rembug kan?


Jadi kalau saya mau mempertegas dan ada yang mau ditanyakan kepada pemerintah. Jadi
dulu tim menentukan Sekda itu saya kira pemikirannya hampir sama apa yang disampaikan Pak
Walikota persis sama. Kalau kita lihat aturan tadi di generalis bahwa eselon II untuk kabupaten,
walikota, eselon I untuk provinsi, karena di kabupaten itu jelas eselon II senior itu Sekda Pak. Kalau
nanti... itu bunyinya eselon II, kalau ternyata yang diangkat itu di bawah Sekda katakan itu katakanlah
Kepala Bappeda atau Bawasda, tentunya ini secara fsikologis juga akan terjadi ketimpangan sama
yang dikatakan Pak Wali tadi.
Terus yang kedua juga kalau andaikata dikatakan eselon II dari luar kabupaten itu, akan terjadi
...(suara tidak jelas) tadi yang dikatakan oleh Pak Wali juga, karena orang baru datang tentunya akan
membuat suasana gaduh lain-lain. Itu salah satu pemikiran. Yang perlu saya tanyakan di sini, aturan
menentukan tadi bahwa ada 4 kewenangan yang dipegang oleh PLT dari Sekda. Ini tolong jelaskan
kasuistis apa yang akan ...(suara tidak jelas) bisa menjadi menjerat hukum. Kebijakan apa yang dia
telurkan dari dampak 4 jabatan pengguna barang dan pengguna keuangan dan jabatan bupati tadi dua
juga dalam bidang anggaran, kira-kira mohon Pak kira-kira kasus apa yang akan terjadi bisa nanti
menjerat hukum bagi seorang PLT ini? Karena selama ini kita lihat belum ada ya kasus yang seperti itu
dengan tadi 4 rangkap jabatan yang dia kuasai, apa yang dikhawatirkan tindak negatif itu gitu loh?
Tapi kalau tadi dijelaskan Pak Wali kita berpikir Sekda itu, karena tadi demi kesinambungan,
setidaknya lagi ada stagnant pemerintahan ini, karena program dibuat bersama Sekda dan bupatinya
dan sebagainya itu. Jadi tolong bisa jelaskan pada kami dulu, kira-kira kasuistis apa yang akan terjadi
dari 4 jabatan yang dipegang oleh seorang PLT ini?
Terima kasih Profesor.

KETUA RAPAT:

Ada lagi?
Pak Willy?
Belum.

9
Oleh karenanya beberapa hal tadi ya. Beberapa hal tadi Pak Prof. Zudan untuk sekiranya kan
intinya begini, bahwa ini sebenarnya untuk aman begitu saja Sekda, tapi kita terhambat soal aturan-
aturan ini. Kalau begitu kita hindari agar aman, misalnya yang eselon II tadi sesuai dengan Protap
bagaimana kita cara menghindarinya biar bisa misalnya tadi ada usul PLH gitu.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTHFHI A. MUTTY, M. SI):

Pimpinan.
Sebelum Pak Prof., saya interupsi mungkin sedikit.

KETUA RAPAT:

Ya.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTHFHI A. MUTTY, M. SI):

Jadi ini pengalaman dalam praktek, biasanya kalau masa jabatan itu kurang dari 3 bulan,
biasanya Sekda yang langsung menjabat gitu, kaya DKI kemarin. DKI itu dari Pak Sutiyoso, Pak siapa?
Pak Poke ke ini, itu kan Sekda yang menjabat. Kemudian di beberapa kabupaten juga begitu, tapi kalau
6 bulan ke atas biasanya dianggap diangkat penjabat gitu dan dilantik pakai baju putih. Kalau dia cuma
PLT, itu tidak ada baju putih gitu. Itu saja Pak, pakai ...(suara tidak jelas) dia kalau pejabat gitu. Kalau
mungkin 6 bulan ke atas gitu ya Prof ya?
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

(suara tidak jelas, tidak menggunakan mic)

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M. SI):

Jadi ya termasuk nanti soal mengawasinya misalnya dengan kasus yang kita sampaikan
bagaimana caranya?

STAF AHLI KEMENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Baik Pak Ketua.


Terima kasih nanti rekan-rekan saya akan menyempurnakan.
Pertama, kita sudah mempunyai perangkat hukum PP 49 Tahun 2008 yang mengatur tentang
apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh penjabat. Seorang penjabat itu diberikan pembatasan-
pembatasan, misalnya kalau akan melakukan mutasi, memindah-mindah pegawai itu harus izin Menteri
Dalam Negeri. Pernah ada penjabat di Pekanbaru memindahkan pegawai itu dibatalkan oleh Menteri
Dalam Negeri Pak, tetapi ada juga yang dibatalkan yang memutasi tetapi tidak lapor, sehingga Menteri
Dalam Negeri terlambat mengambil tindakan. Dalam banyak kasus ketika daerah seorang penjabat
melakukan mutasi, itu dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Kemudian yang kedua, seorang penjabat dilarang mengubah kebijakan bupati definitifnya.
Kemudian yang ketiga dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan bupati
pendahulunya. Ini sudah diatur di PP.49 Tahun 2008, tetapi benar yang disampaikan Pak Luthfi
pengawasannya yang kurang. Pengawasan gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah ini yang
perlu diperkuat.

10
Kemudian bagaimana cara mengatasi seperti yang ditanyakan Pak Bupati Kerawang tadi Pak
Dadang, agar senioritasnya tidak terganggu, maka diturunkan eselon II dari provinsi Pak. Ini kan Sekda
kabupaten pejabat senior, paling senior di kabupaten, maka diturunkan eselon II dari provinsi agar
senioritasnya minimal sama dan benar yang disampaikan Pak Luthfi bahwa namanya pelaksana harian
itu adalah agar tidak terjadi kepakuman kekuasaan. Biasanya seminggu, 1 bulan dan beda antara di
dalam konstelasi pengisian jabatan kepala daerah itu ada 3 istilah, pelaksana harian, pelaksana tugas
dan penjabat.
Penjabat itu dilakukan ketika terjadi kekosongan definitif pimpinan daerah, itu penjabat, daerah
otonom baru atau ketika Pilkada-nya masa jabatannya habis dan belum terpilih yang baru, itu penjabat.
Pelaksana tugas diangkat ketika kepala daerahnya berhalangan sementara, misalnya menjadi terdakwa
dan diberhentikan. Pelaksana harian itu ketika menunggu pelantikan. Jadi ada 3 istilah yang digunakan
dengan tujuan berbeda.
Kemudian pertanyaan dari Pak Dadang itu begini yang harus dihindari adalah kita mengatur
yang bersifat fiktimogenik, mengatur yang berpotensi menimbulkan korban karena kita mengatur sulit
membedakan siapa pejabat yang berwenang. Misalnya sebenarnya yang berwenang untuk
menerbitkan izin itu gubernur atau Sekda. Nah ketika Sekda dia Sekda, posisinya Sekda tetapi sedang
menjadi penjabat. Misalnya dia menerbitkan sekarang izin usaha pertambangan. Dia memaraf sendiri,
dia menerbitkan dia rekomendasinya dari Sekda, tandatangannya dari Sekda. Maka pertanyaannya ini
dia paraf sendiri, dia tandatangani sendiri.
Kemudian Pak, nanti Pak Hamdani bisa lebih merinci dalam rangka pertanggungjawaban
penggunaan anggaran kepala daerah. Sekda itu dalam rangka menjadi penjabat dia menggunakan
anggaran di sekretariat, ini Pak, para bupati tahu dia sebagai kepala daerah, anggarannya itu pengguna
anggarannya Sekda, maka ketika Sekda mempertanggungjawabkan anggaran kepala daerah, itu dalam
posisi sebagai kepala daerah atau sebagai Sekda, karena apa Bapak dan Ibu, nanti asisten yang dia
sebagai pelaksana harian dia tidak boleh mempertanggungjawabkan anggaran, karena dia hanyalah
pelaksana harian, karena pejabat aslinya itu masih ada.
Jadi Bapak dan Ibu, seorang pelaksana harian sesungguhnya tidak mempunyai beban
tanggung jawab, karena pejabat aslinya itu masih ada. Jadi ini mohon izin kita harus jeli ketika Sekda
nanti menjadi menjabat kepala daerah, dia tidak melepaskan jabatan sebagai Sekda, karena kalau dia
melepaskan jabatan sebagai Sekda, dia tidak bisa menjadi penjabat, karena dia kehilangan status
jabatan aslinya.
Nah seorang nanti yang menjadi pelaksana harian dia pasti tidak mau dimintai
pertanggungjawaban karena dia bekerja atas konstruksi mandat. Dalam hukum administrasi seseorang
yang mendapatkan mandat, dia tidak bertanggungjawab karena pemberi mandat bertanggungjawab
penuh atas mandat yang diberikan.
Kira-kira seperti itu Pak Dadang khusus Sekda itu karena dia pengguna anggaran di Sekretariat
Daerah. Ini konstruksi yang trigi dan bersifat fiktimogenik.
Pak Hamdani monggo silakan atau rekan-rekan nanti yang paham betul pengelolaan keuangan
daerah.
Pak Hamdani silakan.

PEMERINTAH:
Baik.
Memang yang menjadi konsen kita di dua sisi tadi, pertama pengelolaan keuangan daerah,
termasuk adalah kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan juga kekayaan daerah yang dipisahkan
itu yang menjadi kekuasaan dari pada seorang kepala daerah. Ini juga kekuasaan pengelolaan
keuangan daerah dan kemudian pengambilan kebijakan.
Maka seorang Sekda yang tadi kita katakan berfungsi dalam hal fungsi Sekda dalam
koordinator pengelolaan keuangan daerah betul-betul... membantu. Nanti... bantu rumusan kebijakan
dan pengambil kebijakan tetap berada di kepala daerah. Kemudian si Sekda tadi adalah selaku

11
pengelola barang itu proses pengelolaan barang itu ada di Sekda, sedangkan keputusan-keputusan
pengambilan keputusan ada di kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan barang di
daerah dan juga Sekda berfungsi sebagai pengguna anggaran dan juga sebagai pengguna barang.
Nah dengan demikian tentu 4 segmen tadi harus dilepas seorang Sekda ketika dia menjadi PJ
kepala daerah, maka karena sesuai tadi dikatakan Prof. Zudan tadi masih defenitif yang bisa mengisi
posisi tadi salah seorang asisten itu tidak pada posisi PJ, tapi ada pada posisi PLT. Mungkin aturan
ASN belum memungkinkan sementara 6 bulan, dia kosong sebagai apa tadi, nanti setelah dia diangkat
lagi sebagai Sekda. Mungkin yang menurut hemat kami kalaupun mungkin dikonsultasikan tadi... kalau
3 bulan kurang, bisa saja, karena mungkin tidak... untuk yang aspek konflik kepentingan antara
pengambil kebijakan dengan proses kebijakan dengan pelaksana kebijakan itu tidak terjadi, karena itu
Sekda tadi pemroses kebijakan dan juga pengambil kebijakan pelaksana kebijakan. Sedangkan kepala
daerah itu diletakkan pada pengambil kebijakan dengan kekuasaan yang dimilikinya.
Makanya penetapan, maka SK-SK itu berada di bupati, apakah dia dalam kaitan dengan
Perda/Perkada, keputusan kepala daerah, penetapan pejabat-pejabat semuanya berada di apa,
prosesnya dilakukan oleh Sekda. Ini yang kita agak sulit ketika si Sekda tadi memang ada persoalan
yang ...(suara tidak jelas) bagaimana kita mencoba mengeliminir persoalan-persoalan tadi, tetapi di...
keuangan yang sekarang menjadi problem banyak kepala daerah kita kan masalah uang, itu adalah
masalah tegas sekali perumusan kebijakan, perumusan undang-undang ini, itu pemisahan fungsi
seperti itu fungsi-fungsi seperti itu harus jelas. Check and balance-nya harus jelas. Makanya dipisahkan
seorang kepala daerah dia jangan pada posisi dia adalah pemegang kekuasaan keuangan daerah,
pemegang kekuasaan barang milik daerah, pemegang kekuasaan berkaitan dengan aset... kekayaan
daerah yang dipisahkan, tapi juga masuk ke dalam wilayah perumusan kebijakan dan juga kepada
pelaksana kebijakan.
Sementara si Sekda yang di-PLT-kan, kita mengatakan PLT sesungguhnya bertanggungjawab
kepada siapa yang definitif Sekda-nya, ini yang bagi kita mencari rumusannya yang agak sulit.
Barangkali demikian tambahan.
Terima kasih.

STAF AHLI KEMENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Kira-kira demikian Pak Ketua penjelasan kami.

KETUA RAPAT:

(suara tidak jelas tidak menggunakan mic)

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S. / F-PKS):

Pak Ketua,

Jadi tidak boleh ada istilah Pak Menteri Dalam Negeri tidak tahu, itu juga tidak boleh terjadi itu
bagaimana?
Kan kalau itu dibiarkan, bisa saja Menteri Dalam Negeri atau gubernur pura-pura tidak tahu
kan. Nah bagaimana membuat pengawasan sampai tidak ada yang tidak tahu begitu. Itu kan
bagaimana itu caranya itu?
Nah atau Anggota DPR ini besok ini kunjungan ke seluruh daerah itu. Kunjungan spesifik.

12
KETUA RAPAT:

Jadi kita juga ingin clear ini soal penjabat berhalangan tetap gitu kan. Berhalangan tetap,
diangkat penjabat. Itu biasanya berhalangan tetap diangkat penjabat kalau dari ukuran bulan
bagaimana?

STAF AHLI KEMENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Mohon izin Ketua.


Bukan berhalangan tetap, terjadi kekosongan pejabat, masa jabatannya habis atau terjadi
kekosongan pejabat.

KETUA RAPAT:

Oh terjadi kekosongan pejabat ya.

STAF AHLI KEMENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Bisa jabatannya habis atau dua-duanya meninggal dunia atau daerah otonom baru.

KETUA RAPAT:

PLT pelaksana tugas?

STAF AHLI KEMENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Pejabatnya berhalangan sementara, misalnya terdakwa, ditahan. Tidak, kalau pergi haji itu PLH
ya.

KETUA RAPAT:

Pergi haji PLH, nah ini kita harus jelas ini, sebab nanti ada yang pas sesuai dengan
gelombangnya, ada yang hanya 1 bulan, itu bagaimana nanti ukuran waktunya? Yang mana PLH, yang
mana PLT, yang mana juga penjabat gitu, itu harus tiga aturan ini, itu satu.
Yang kedua adalah bagaimana cara mengawasinya apa cukup dengan PP 49 tadi? Saya kira
tidak cukup, tidak cukup itu. Jadi kalau kita Prof. Zudan ini baru sekali kita reses, baru kemarin, ini mau
reses kita, turun kita ke bawah. Yang pertama, yang banyak soal itu adalah saya dipindahkan Pak
Bupati, dikiranya Anggota DPR ini hebat kan, memang hebat gitu kan. Dipindahkan Pak Bupati dari
kecamatan ini ke ujung kecamatan sana gitu. Dia petugas kesehatan misalnya, petugas kesehatan,
yang biasa saja gitu tidak ada soal dari ujung ke ujung misalnya begitu. Padahal di sana tidak ada
tempat dia, tapi memang diputar-putar juga itu apakah harus ada izin? Dari mana itu izinnya? Apa dari
kementerian? Kalau dilakukan begitu bagaimana?
Ada 6 bulan saja camat itu sudah diputar-putar, Prof., saya kira hafal lah kenapa diputar-putar.
Nah ini kekhawatiran kita tadi jangan sampai kalau dia nanti PLT 8 bulan, ini berputar semuanya, sebab
tanpa ada misalnya pengadaan barang, penggunaan barang tanpa ada itu pun ini diputar, rakyat sudah
tahu. Jadi ini izin lagi soal perizinan lagi, bongkar semua lagi. Ini yang perlu sebenarnya pikirannya tadi
Sekda lebih aman.
Bagaimana cara membuat ketentuan?
Kalau pemerintah bisa menjawab itu, kita bisa oke.

13
STAF AHLI KEMENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Mohon izin Pak Ketua.


Kalau dimasukkan di materi muatan undang-undang, ini kan sudah lewat ya. Kita punya
perangkat sekarang sedang menyelesaikan tindak lanjut PP-PP Undang-Undang 23, sekarang sedang
menyusun PP Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggara Pemda pengganti PP 79 Tahun
2005. Nanti bisa kita insert tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan ada di sana. Nah nanti
dimasukkan di sana.
Nah dengan memasukkan itu dan sekarang perlu kami laporkan dalam forum ini, ketika nanti
kepala daerah penjabat dan kepala daerah melakukan tindakan yang melanggar Undang-Undang
Pemda, sanksinya itu keras. Kalau dulu kan Undang-Undang Pemda tidak bersanksi Pak Ketua,
sekarang di Undang-Undang 23 itu gubernur dan Menteri Dalam Negeri bisa menjatuhkan sanksi. Nah
insha Allah dengan sistem ini mudah-mudahan sistem penyelenggaraan pemerintahan kita bisa lebih
efektif.
Kira-kira demikian Pimpinan.
Terima kasih.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTHFHI A. MUTTY, M. SI):

Pimpinan,

Saya ada sedikit lagi mengenai kekhawatiran jika PLT itu bukan Sekda, pejabat dari provinsi
karena dia akan melakukan mutasi, termasuk Sekda kata Pak Walikota tadi. Undang-Undang ASN
sekarang itu untuk jabatan pimpinan tinggi itu mutasinya diawasi oleh KASN dan mutasi untuk jabatan
pimpinan tinggi itu wajib dilakukan secara terbuka. Jadi kalau ada nanti mutasi yang tidak memenuhi
prosedur itu, maka KASN merekomendasikan kepada pejabat pembina kepegawaian untuk
membatalkan, itu pertama.
Yang kedua, kalau dalam perangkat peraturan pemerintah ada pembatasan-pembatasan
kepada PLT, berarti kalau dia melakukan mutasi yang oleh PP itu dilarang, maka KASN akan
menggunakan itu sebagai instrumen untuk meminta penundaan.
Saya kira begitu Prof., begitu Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik, Saudara-saudara karena Paripurna sudah habis, rapat Panja resmi kami buka.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 21.48)


(RAPAT: SETUJU)

Sudah selesai di sana ya, mau pending mau apa pokoknya sudah selesai. Kita sudah bisa
mengambil keputusan dalam Rapat Panja ini.
Baik, kita sudah diskusikan tadi soal PLT oh penjabat, penjabat bupati gubernur walikota.
Masalahnya sudah kita diskusikan. Oleh karenanya ada beberapa hal yang perlu kita lakukan
kesepakatan. Kalau misalnya itu Sekda tadi Sekda tampaknya jalan keluar susah gitu sesuai dengan
peraturan yang ada, tapi kalau Protap yang ada di Perpu ini itu adalah untuk provinsi adalah eselon I,
untuk kabupaten kota eselon II, nah itu yang ada.
Jadi yang harus kita jawab oleh yang harus kita atur bersama-sama dan minta jalan keluar oleh
pemerintah. Kita minta kepada pemerintah agar pertama agar jangan PLT ini menyalahgunakan
wewenangnya, ini penting untuk kita, sebab ini kekhawatiran juga bagaimana caranya misalnya kita

14
kaitkan dengan Undang-Undang Nomor 5 tadi dari Komite I DPD juga dari Pak Luthfi, juga tadi dari Pak
Dadang, juga dari PKS begitu, ini Pimpinan Komisi II dan juga sudah ada aturan PP 49 ya Prof., cuma
ini semua bagaimana siapa bentuk mengawasinya.
Jadi kalau kita sudah tunjuk yang mengawasinya tidak dilaksanakan, yang mengawasinya itu
yang kena, kan harus begitu. Jadi kalau kita kembalikan kepada eselon I dan eselon II soal ini tadi,
apakah bisa kita nyatakan. Tadi Prof. Zudan mengatakan ini akan kita buat PP yang baru, ini jangan ini
sudah dekat ini undang-undang ini nanti kita sahkan baru kita buat di penjelasan akan dibuat dalam
rangka pengawasan peraturan pemerintah. Tidak keluar-keluar peraturan pemerintahnya, jalan nanti ini,
kacau kita. Sedang berjalan, kalau bisa 2 Minggu setelah undang-undang ini disahkan apa bisa keluar
itu? Nah ini juga bagaimana cara mengakalinya. Jadi tinggal itu Pak dari pihak pemerintah.
Ada yang mau ditanyakan?

F-PDIP (Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, MM):

Sebentar Pak Ketua.


Mungkin tadi kita sudah bicara tentang eselon I, eselon II, tetapi mungkin yang menurut hemat
kami ada penegasannya, karena eselon II itu ada a dan b ya apakah eselon II/a atau II/b ya pasti itu
kan II/a ya yang paling tinggi kan ya atau eselon I, I/a atau 1/b, karena kalau kita tidak menegaskan
eselon I dan II itu karena ada dua tingkatan kan ya. Ada eselon II/a dan II/b. Contoh, kepala dinas di
tingkat kabupaten kota itu adalah eselon II/b ya. Kemudian Sekda itu adalah di kabupaten kota itu
adalah II/a. Nah sama juga dengan yang di provinsi. Di provinsi itu adalah golongan Sekda itu adalah
eselon I/b, Dirjen dan setingkatnya itu adalah eselon I/a.
Nah artinya perlu kita tegaskan adalah mungkin kalau untuk dijadikan penjabat di kabupaten
kota tadi, itu adalah mereka yang eselonnya adalah eselon II/a dan dia setaraf dengan Sekda di tingkat
kabupaten dan kota dan juga sama dengan yang di provinsi. Nah mungkin itu Pak Ketua yang
menyangkut masalah pejabat eselon I eselon II itu masih ada a dan b-nya. Mungkin itu masukan dari
kami.
Terima kasih.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M. Si):

Izin Pimpinan.
Saya ada usul begini, kita sinkronkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
ASN, di situ tidak disebut lagi eselon tapi jabatan pimpinan tinggi pratama, madya dan utama gitu. Kita
sinkron saja di situ. Yang boleh menjabat sebagai PLT gubernur adalah jabatan pimpinan tinggi utama,
sorry madya ya, tidak, Dirjen kan, utama kan Dirjen.

INTERUPSI:

Izin Pak Luthfi, kalau jabatan pimpinan tinggi utama itu seperti Kepala BKN, LAN, kalau yang
pimpinan tinggi madya itu Dirjen, pratama itu yang eselon II ya.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M. Si):

Jadi tidak dibedakan lagi II/a II/b gitu.

KETUA RAPAT:

Ya, bisa kita pahami asal saja ketentuan yang tadi bagaimana cara mengaturnya.

15
INTERUPSI :

Mohon izin Pak Ketua.


Di bagian peralihan Undang-Undang ASN itu sudah disebutkan bahwa untuk jabatan eselon II
itu setara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama. Untuk jabatan eselon I setara dengan jabatan
pimpinan tinggi madya, sudah seperti itu. Jadi di dalam Perpu ini tidak dibedakan lagi untuk eselon II/a
II/b, I/a dan Ib. Jadi untuk Sekda kabupaten dengan kepala dinas itu dianggap sama sebagai jabatan
pimpinan tinggi pratama. Untuk Sekda provinsi sama dengan Dirjen dianggap sebagai jabatan pimpinan
tinggi madya.
Jadi di Perpu ini sudah sama, hanya untuk memudahkan orang mengetahui di tingkat awal
sekarang ini. Nah nanti ke depan kita menyebutnya jabatan pimpinan tinggi pratama tapi itu kan terlalu
panjang JPT, JPM itu agak ribet telinga kita, maka eselon II, eselon I untuk pengenalan awal lah. Kira-
kira demikian Pimpinan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya, jadi misalnya tetap seperti Perpu ya usul inisiatif dari DPR ini, tapi di penjelasan apa bisa
gitu ya, di penjelasan tidak boleh dia mengambil keputusan strategis, tapi kalau 6 bulan atau
bagaimana mengawasi harus ada kita dia harus diawasi sesuai peraturan perundang-undangan.

INTERUPSI :

Pak Ketua mohon izin. Nanti di SK pengangkatan saja dibunyikan, dia dilarang melakukan ini,
ini, ini, kemudian diwajibkan membuat laporan tertulis secara rutin seperti itu Pak.

KETUA RAPAT:

Tapi harus dibuat di penjelasan undang-undang ini, kalau tidak nanti maling dia.
Silakan Pak Saan.

F-PD (SAAN MUSTOFA, M. Si):

Ya, ini kan soal kan sudah ada titik temu ini, kita akan menggunakan Perpu-lah ya untuk soal
penjabat ini kan, tinggal bagaimana orang yang diangkat sebagai penjabat ini, ini kan tidak
menyalahgunakan wewenangnya, karena dia hanya penjabat kan ya gitu ya. Nah apa jaminannya tidak
melakukan keputusan-keputusan yang sifatnya strategis? Karena banyak hal di daerah-daerah itu, dia
PLT saja misalnya bupatinya berhalangan, wakilnya jadi PLT, wakilnya begitu PLT keluar SK-nya, tidak
lama kemudian langsung geser itu kepala-kepala dinas digeser kan semua kan gitu. Nah padahal
dalam yang undang-undang sesuai Perpu itu kan tidak boleh menggeser. Kalau misalnya setelah mau
Pilkada mau apa kan. Nah jaminannya ini yang penting kan jaminannya.
Tadi ada usulan di SK, apakah SK cukup akan menggaransi itu tidak akan melakukan itu? atau
memang jalan keluarnya kita carikan ininya. Apakah memang di penjelasan undang-undang ini,
sehingga benar-benar mengikat kan gitu loh. Ada kekuatan hukum yang mengikat kan gitu kan. Kalau
SK kan kurang inilah kekuatan hukumnya kurang kuat kan gitu ya.
Nah jadi menurut saya mungkin di penjelasan bisa saja kan, tapi kalau misalnya bisa diatur
peraturan pemerintah kalau bisa cepat bisa juga mungkin ya. Terjemahannya kan untuk soal ini. Ya
mungkin di penjelasanlah menurut saya kalaupun mau ini dibuat di penjelasannya untuk PLT. Sudah
kita serahkan ke ini saja ke Tim Ahli saja itunya, tapi yang penting sesuai dengan Perpu untuk ininya,
tinggal jaminan itunya saja dia tidak menyalahgunakan wewenang sebagai penjabatnya.

16
Terima kasih Ketua.

ANGGOTA KOMITE I DPD RI:

Pimpinan sedikit Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Silakan.

ANGGOTA KOMITE I DPD RI:

Terima kasih Pak.


Jadi ini berdasarkan pengalaman juga, mungkin masukan ini untuk kita bersama. Tadi mantan
Pak Bupati menyampaikan pengawasan, tapi lebih bagus kita dari rekrutmen Pak. Nah itu bisa diseleksi
kalau bagaimana nanti supaya lebih bagus gitu. Ya jangan diusulkan oleh gubernur saja, sehingga itu
di-SK-kan, nah ini berbahaya Pak. Jadi mungkin seperti kita merekrut Sekda sekarang ini. Nah ini
benar-benar proses awalnya itu Pak Bupati. Jadi pengawasannya tetap, karena pengalaman di
Bengkulu ini Pak. Saya dengar langsung itu disebutkan, tidak boleh ngambil ini, baru seminggu Sekda
diganti Pak. Alumni Lemhanas Sekda-nya, terbaik. Nah ini fakta, tapi dilaporkan dengan Menteri Dalam
Negeri, Pak Gamawan diam saja.
Nah itu maka saya minta direkrutnya, jadi kita menghasilkan dia itu nanti memang kita
melakukan proses yang bagus gitu. Jadi ini saran kami saja supaya melengkapi Pak Bupati. Jadi
awalnya kita seleksinya memang selektif dan kita memang lakukan ya macam-macamlah nanti
instrumennya, tambah lagi dengan pengawasan, mudah-mudahan lebih baik.
Jadi tujuan kita ingin berkesinambungan, kondusif dan tidak menimbulkan keresahan di tengah
pemerintahan yang akan Pilkada dengan menggunakan penjabat ini Pak.
Saya rasa itu saja Pak Pimpinan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Saya kira sudah selesai, dengan catatan tadi itu. Pihak pemerintah apa di penjelasan juga
dilakukan ada, PP juga ada kita lakukan. Jadi kalau di penjelasan itu nanti menjadi pegangan... atau
tidak usah PP, Permendagri juga bisa, kan cepat. Bisa cepat, ini kan mengatur teknis itu saja lebih bisa
cepat, jadi tidak usah peraturan pemerintah, jadi lama lagi nanti. Permendagri saja agar kekhawatiran
kita yang ada di sini tadi ada akan terjadi penyalahgunaan wewenang yang diberikan. Di samping
catatan mengenai peristilahan ini. Kalau nanti hanya 2 Minggu apa tetap namanya PLT ya kan, hanya 2
Minggu, ada yang 2 bulan nanti. Kalau kita lakukan nanti dengan tiga gelombang ini, ada yang 1 bulan,
ada yang 2 bulan, ada yang 3 bulan begitu. Ini untuk disesuaikan.
Saya kira ini pihak pemerintah bulat ya soal keputusan kita kembali ke Perpu dengan catatan
kita harus bikin di rumusan penjelasan tadi. Ya Pak Riza oke sudah?

(RAPAT: SETUJU)

Kalau Pak Saan oke cepat, karena kita kembali ke Perpu, itu penting.

17
WAKIL KETUA (MUSTAFA KAMAL, S.S. / F-PKS):

Ini yang perlu diingat ini nanti DPR dan DPD ini akan panggil semua PLT itu, kita akan ingatkan
itu dan kita kunjungi ya, kita kunjungi itu satu per satu itu kelihatannya.

KETUA RAPAT:

Berikutnya Saudara-saudara, kita masuk kepada perselisihan penyelesaian atau syarat


kemenangan dulu?
Kemenangan dulu. Ambang kemenangan. Ambang kemenangan itu gampang juga. Itu kalau
menurut Pak Saan gampang ini bisa selesai kita cepat.
Sekarang kita masuk Pak bonggol yang lain yaitu penentuan pemenangan dalam pemilihan
kepala daerah atau ambang batas yang 30%. Ada itu ini kita berkembang juga di Komisi II, makanya
kita sekarang untuk membicarakan dengan pemerintah. Ada yang minta syarat 25%. Syarat 25% ini
dengan harapan bahwa siapa yang tertinggi di atas itu, sebenarnya ini keinginannya 1 putaran syarat
yang 25% ini. Ada tetap 20% dan 30%. Tidak ada yang 20, 30 itu di Perpu. Pak Saan mungkin tetap itu
di 30, tapi Pak Saan ini kita hafal jugalah nanti kalau berunding pas logikanya pas setuju juga tidak 30
pasti itu.
Ada yang meminta 35, kalau tidak salah dari PPP ini, oh dari Nasdem. Nasdem 51%. Ada yang
meminta untuk itu PKB ini Pak tanpa batasan itu. Jadi memang siapa yang paling tinggi ya sudah gitu.
Nah ini sama juga dengan Gerindra. Jadi itu pengantar kami biasa saja begitu ambang batas ini. Kita
konfirmasi ke pihak pemerintah sekarang, baru nanti hasil konfirmasi itu kita diskusikan baru bisa kita
putuskan.
Kami persilakan.

PEMERINTAH:

Terima kasih Pak Ketua.

Bapak dan Ibu Ketua Komite I,


Anggota Dewan,
Rekan-rekan dari pemerintah yang berbahagia.

Pertama-tama, pemerintah ingin menyampaikan dulu asbabunuzul lahirnya 30%. Dulu di


Undang-Undang 32 pemerintah itu 25% ambang batasnya. Kemudian di Undang-Undang 12 revisi
Tahun 2008 naik menjadi 30%. Kalau kita lihat statistik Bapak dan Ibu selama 10 tahun 11 tahun dari
2004 sampai 2015 ini, kita sudah menyelenggarakan kurang lebih 1.027 Pilkada. Dari 1.027 Pilkada itu
yang dilakukan 2 putaran kira-kira kurang dari 100. Jadi dari 1.027 yang 2 putaran itu kurang dari 100.
Jadi tidak sampai, kira-kira 9%. Kemudian yang paling kecil putaran pertama itu 12%. Ini data
statistiknya.
Nah mengapa di Tahun 2008 ini pemerintah menaikkan menjadi 30%. Di sini yang diharapkan
adalah legitimasi mengharapkan ada dukungan yang lebih tinggi dari masyarakat karena semakin tahun
di perkotaan itu dukungan dan keikutsertaan terhadap penyelenggaraan Pilkada, terhadap
keikutsertaan pemilihan itu semakin menurun.
Oleh karena itu pemerintah dengan juga mempertimbangkan forum ini, tetap ingin kita
konsisten 30%, karena rasanya kok dari 25 Tahun 2008 naik 30, kok kalau mau turun lagi kok rasanya
justru bertentangan dengan prinsip-prinsip legitimasi. Tapi pemerintah tetap akan mempertimbangkan
bagaimana pertimbangan di dalam forum ini. Tetapi yang perlu juga kita pertimbangkan adalah agar
kontraksi politik di daerah tidak terlalu lama.

18
Tadi kami berdiskusi dengan Pak Husni melalui telepon, ketika sosialisasi dipotong, Pak Husni
itu menghitung kira-kira tinggal 10 bulan Pak tahapannya. Sudah dengan 2 putaran, sudah 2 putaran itu
10 bulan. Sudah dengan sengketa di Mahkamah Konstitusi 10 bulan. Kalau dia menghitung sengketa di
Mahkamah Konstitusi itu 10 bulan. Tapi dia MK menghitung seperti itu. Kalau tidak ada sengketa berarti
bisa 9 bulan setengah. Nah tetapi ini saya kira masih bisa diringkas kembali.
Ini kira-kira pandangan pemerintah Bapak dan Ibu dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip
legitimasi, tetapi kita juga bisa melihat bagaimana agar prinsip Pemilu ini tidak menimbulkan konflik dan
bisa lebih cepat selesai.
Demikian Pimpinan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi kita buka sekarang tentang hal ini begitu ya, kita buka ya pemerintah tetap menginginkan
30 dengan alasan tadi itu di samping soal legitimasi ya, juga soal disampaikan tadi pentahapan ini bisa
lebih kita peringkas begitu, dan juga hal-hal yang menyangkut pelaksanaan, tapi kalau pemerintah
setuju 1 putaran, kenapa kita susah-susah batas-batasan itu. Ini sekarang kita mau buka, kita mulai
bebas saja ya, atau mau DPD duluan menanggapi silakan, baru masuk nanti Pak Malik, baru masuk
nanti Pak Amran ya dalam waktu ¾ jam ini, ini kita perbincangkan biar selesailah.
Ya silakan Saudara Ketua Komite I DPD.

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Terima kasih Pak Ketua.

Bapak Ibu sekalian,

Saya tadi malam memang mencermati betul apa yang disampaikan pemerintah. Ada beberapa
poin ini ada 9 poin ya Pak Zudan. Mulai pertama soal tidak berpasangan sampai kemudian terakhir
adalah mengenai pergeseran waktu pelaksanaan Pilkada dan meletakkan penentuan lolos sebagai
pemenang itu adalah 30% dengan pertimbangan 2 hal. Pertama adalah penguatan legitimasi, lalu yang
kedua adalah soal partisipasi yang tadi Prof. Zudan saya kira belum menyampaikan mengenai tingkat
partisipasi, sekaligus evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri.
Nah kalau kemudian menganalog dari pemikiran pemerintah 30%, dengan tingkat partisipasi
bukan rata-rata, yang terendah adalah di Sumatera Utara saya kira Pak Ramli, 48%. Jadi karena itu
Gubernur Sumatera Utara itu adalah dipilih oleh 30% dari 48 suara pemilih di Sumatera Utara. Jadi
kalau main persentasenya ini.
Nah karena itu Pak Zudan dan Bapak Ibu sekalian, kalau melihat dua indikator, pertama
legitimasi oke itu asumsi Pak. Lalu yang kedua soal partisipasi. Dengan evaluasi dari pemerintah saya
kira ini dimaksudkan dengan mungkin linear ya partisipasi yang dimaksudkan pemerintah, tapi kalau
kemudian asumsi bukan asumsi dengan melihat fakta yang terjadi akhir-akhir ini maka itu terbantahkan
antara legitimasi dengan partisipasi yang fakta ini terjadi.
Nah karena itu bagi DPD Bapak Ibu sekalian, bagi DPD kita mengusulkan secara resmi pada
rapat di Komisi II adalah untuk kemenangan itu adalah 50% lebih tetapi untuk persyaratan masuk itu
adalah 20% dari suara persentase yang ada. 50% kami konsisten dengan pendapat kami pada waktu
itu. Sehingga bisa misalnya atau kemudian yang kedua adalah seperti yang disampaikan PKB pada
waktu itu masuknya 25 tetapi kemudian di ujungnya bebas, sehingga dia tidak ada putaran kedua. Jadi
kalau DPD kemudian memberikan satu seperti itu adalah dengan asumsi semakin memperkuat
legitimasi pemerintah.

19
Nah saya kira kalau pemerintah setuju dengan DPD, saya kira legitimasi pemerintah pun juga
akan kuat itu Pak.
Terima kasih Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Oke, lanjut.
Ini legitimasi ekstrim sampai dengan yang diusulkan oleh Partai Golkar. Ya 25, siapa yang
paling tinggi di atas 25 itu, itu dari kenyataan perhitungan tadi. Jadi kali ini Golkar cocok dengan DPD.
Kami persilakan.

F-PD (SAAN MUSTOFA, M.Si):

Ya, terima kasih.


Ini ingin coba masuk. Pertama, tadi saya ingin memperkuat juga dari pemerintah ya, soal tadi
itu statistiklah itu statistik yang juga bisa harus dijadikan pegangan kita yang 2 putaran itu kan dari
1.027 Pilkada itu kan cuma 10 Pilkada yang 2 putaran, statistiknya rendah sekali kan di bawah 10%.
Nah selain legitimasi, memang kalau tadi DPD ini dengan Nasdem itu kan legitimasinya
ekstrimlah 50% ya. Kalau misalnya itu pasti 2 putaran semua kalau 50% kalau berdasarkan statistik
yang ada di selama Pilkada ini berlangsung. Dengan 30% itu rata-rata semua 1 putaran, tapi kalau
dinaikkan 50% plus 1 itu pasti akan 2 putaran semua. Tapi ya tidak apa-apa sebagai bahan untuk kita
diskusi. Tapi yang penting juga kenapa kami dari Demokrat 30%, kan sekarang batas persyaratannya
kan dinaikkan 20% untuk kursi DPRD dan 25% untuk suara yang sah kan di daerah dari Pemilu
sebelumnya 15% kursi DPRD dan 20% suara yang sah kan itu naik rata-rata naik 5%.
Nah kalau kita mau bikin ambang batas, tentu ambang batas itu harus lebih tinggi dari
persyaratan pencalonan. Tidak mungkin misalnya kita membuat ambang batas persyaratan pencalonan
itu 25% tapi ambang batas kemenangannya itu di bawah 25% atau sama dengan 25%. Nah batas
kemenangan itu harus lebih tinggi dari syarat pencalonan menurut saya ya gitu loh. Jadi ini yang kalau
misalnya kita ingin semangatnya itu kan bukan hanya soal legitimasi, tapi kan ingin membuat Pilkada itu
1 putaran untuk memudahkan atau untuk biaya supaya lebih murah kan gitu kan. Sebenarnya kan itu
juga yang mau dituju itu, memotong 2 putaran, maka dengan 25% persyaratan itu dan 20% kursi
DPRD, bakal calon itu tidak akan terlalu banyak menurut saya. Rata-rata itu kalau cuma dibagi 25%
saja itu kan logikanya cuma 4 pasang, kalau misalnya tadi setuju paket, kalau tidak kan cuma 4 calon
kepala daerah.
Nah tapi itu kan logikanya dibagi 25% semua sama, tapi kenyataannya secara politik mungkin
paling banyak 3 pasang. 3 pasang calon kepala daerah dengan ambang batas pencalonan yang
dinaikkan. Nah kalau misalnya 3 pasang calon kepala daerah yang ikut Pilkada, saya yakin itu rata-rata
bisa 1 putaran selesai itu kan gitu loh. Kalau misalnya dengan maksimal 3 pasanglah itu kalau misalnya
25%, susah itu di daerah untuk mendapatkan rata dibagi dukungan itu sama untuk pencalonan itu rata-
rata misal 25% itu menurut saya agak susah. Bahkan bisa ada salah satu kandidat bisa didukung lebih
dari 40%, sisanya ini berapa.
Itu saja yang menurut saya. Jadi saya hanya ingin memperkuat dari sisi lain saja apa yang
disampaikan oleh pemerintah.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, kita lanjut saja.


Demokrat sudah.
PKB kami persilakan.

20
F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Ya sebetulnya alasan-alasan terutama 1 putaran itu sudah disampaikan sedemikian rupa ya?
Dulu waktu kita membahas DPR periode lama juga sudah pernah kita sampaikan sedemikian rupa, jadi
prinsipnya yang pertama kenapa PKB, saya mengusulkan satu putaran, spirit dan semangat merevisi
Undang-undang ini kan sedernaha, jangan kemudian membuat Pilkada itu menjadi lebih rumit, jangan
membuat Pilkada itu lebih komplek, yang kemudian semalam penyelenggaranya baik KPU, kemudian
Bawaslu sulit melaksanakan dan menerjemahkan Undang-undang itu.
Nah salah satu menurut kita yang kemudian kita bukin sederhana adalah, bagaimana membuat
Pilkada yang efektif, efisien prinsipnya. Nah karena itu tentu saja tanpa mengurangi substansi
demokrasi, salah satunya memang legitimasi. Nah karena itu PKB sekali lagi mengusulkan bahwa
Pilkada satu putaran itu menurut saya sama sekali tidak berhubungan dengan efektifitas
pemerintahannya, tidak linier begitu. Ada Kepala Daerah yang menangnya sampai 80, sampai 90
sekian persen ternyata tidak efektif. Ada Kepala Daerah yang menangnya pas-pasan mungkin 31 atau
32 persen justru efektif, dan sebagainya, dan sebagainya itu. Nah karena itu kami berfikir bahwa selisih
kemenangan seorang Kepala daerah itu tidak berkorelasi, tidak selalu linier dengan efektifitas
pemerintahannya, itu yang pertama.
Yang kedua saya semakin yakin dengan data yang disampaikan oleh pemerintah di 1.027
Pilkada kemudian seratus kurang atau sembilan koma sekian persen kurang, yang 2 putaran, itu artinya
apa, ini dengan thrashold 15 persen, bukan dengan 20 persen, ini thrasholdnya 15 persen, artinya
semakin tidak, saya berfikir kebalik artinya semakin tidak relefan Pilkada 2 putaran ini, apalagi kita
bersepakat thrashold nya 20 persen semakin tidak relevan, semakin habis ini, kalau kemudian aturan
ini semakin tidak relevan, mengapa kita buat lagi putaran kedua dan sebagainya itu.
Nah alasan ketiga saya adalah alasan sekali lagi sering saya sampaikan bahwa calon Kepala
daerah yang menang di putaran pertama, mayoritas menang di putaran kedua, tunjukkan kepada saya
daerah mana yang menag di putaran pertama, kemudian kalah di putaran kedua, hanya Gresik, tidak
Jokowi dari awal menang, dari awal menang, kalah ya? Jadi karena masih debatable tidak usah pakai
sumber. Jadi yang ada adalah Gresik mana lagi, Bengkulu, mana lagi? Dari sekian daerah. Menurut
saya sebetulnya buang-buang duit saja, kasarnya kira-kira begitu wong yang menang putaran pertama
selalu menang dan selalu dominan di putaran kedua kok.
Yang ketiga alasan saya tentu saja alasan efisiensi ini yang selalu kita tekankan, kita sudah
kaji, kita sudah analisis, kita sudah konfirmasi baik dengan KPU kabupaten, KPU kota bahkan KPU
provinsi. Pasti bahwa Pilkada dengan 2 putarandan Pilkada dengan satu putaran itu selisih nya 30
sampai 40 persen, anggaran itu.
Kemudian yang ke empat adalah sebetulnya mengantisipasi kemungkinan konflik, jadi
seringkali kemudian putaran kedua Pilkada itu lebih seru ketimbang putaran pertamqa, jadi semakin
banyak calon Kepala Daerah maka semakin tidak seru sebetulnya persaingan tapi ketika masuk
putaran kedua persaingan semakin tajam, nah karena itu Pilkada satu putaran itu sebetulnya juga
mengantisipasi kemungkinan potensi konflik yang bakal muncul ketika putaran kedua itu terjadi.
Nah alasan yang kelima adalah alasan kecurangan politik masyarakat pak, jadi jangan sampai
kemudian ada kesan bahwa Pilkada itu bertele-tele, kira-kira begitulah.
Nah yang terakhir menurut saya yang paling penting juga selain efisien dari sisi logistik, atau
anggaran, sudah pasti efisien dari sisi waktu, tadi disampaikan Pilkada berapa? 10 bulan, kalau
kemudian Pilkada hanya satu putaran, itu bisa berkurang 2 sampai 3 bulan, atau 2 bulan, menurut saya
apa namanya itu alasan-alasan dan reasoning-reasoningnya sehingga masuk akal ksalau kemudian
PKB mengusulkan agar Pilkada 1 putaran dengan syarat bahwa thrashold nya naik, kalau thrashold nya
masih 15 persen jangan satu putaran, tapi thrashold nya kita sudah naik 20 persen atau 25 persen
kursi. Kalau kita hitung konselasi atau konfigurasi politik di daerah tidak mungkin pengusung itu pas 20
persen, ya mungkin tapi kecil, yang pasti tidak berkurang, pasti lebih. Kalau kita hitung 100 persen

21
maka sebetulnya kemungkinan 4 pasang itu maksimal, prediksi kita paling 3 pasang yang muncul kan
begitu. Nah 3 pasang itu potensinya satu putaran besar sekali, mungkin perlu dilengkapi datanya pak
Prof. Ini yang 100 ini pesertanya berapa? Yang 100 putaran kedua itu pesertanya mungkin lebih dari 5
pasang, tetapi yang menang satu putaran itu mungkin di bawah 4 pasang.
Nah karena itu bapak dan ibu sekalian yang saya hormati, sekali lagi bahwa apa namanya
legitimasi itu penting, kami berani mengusulkan Pilkada satu putaran asumsinya karena memang kita
sudan putus thrashold naik 20 menjadi 20 persen atau 25 persen suara, dan saya kira fakta-fakta di
lapangan termasuk yang disampaikan Prof tadi menurut saya itu justru mendukung bahwa kita saatnya
membuat Pilkada yang sederhana, Pilkada yang tidak apa Pilkada yang efisien, tidak hanya dari logistik
dana, tapi juga efisien dari segi waktu, saya kira itu alasannya.
Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Boleh, boleh, mengajukan pertanyaan, kalau bertanya boleh, berpendapat juga boleh, yang
tidak boleh ngamuk.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Saya ingin mengajukan pertanyaan ke pemerintah, sebelum kita maju lagi diskusi apakah
punya data mereka yang minim kemenangan, artinya minim legitimasi itu pemerintahannya tidak efektif,
saya menemukan pemimpin daerah yang masuk rekor MURI itu Kabupaten Mojokerto itu berakhir di
Penjara, kemudian saya temukan juga yang masuk rekor MURI berikutnya itu di Bangkalan, itu juga
berakhir di Penjara karena over legitimate. Cuma saya tidak punya rekor MURI yang 30,05 ini saya kira
pemerintah punya datanya, sebelum kita melanjutnya diskusinya karena kalau kita tidak mau ada
thrashold kemenangan itu juga tidak dibutuhkan thrashold pencalonan. Kalau tidak perlu thrashold
kemenangan itu tidak dibutuhkan thrashold pencalonan sebetulnya.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Nanti tidak usah dijawab dulu apa, nanti sekaligus ini Prof Zudan mencatat ini Partai Demokrat
yang kira-kira pro tidak perlu ada ambang batas kemenangan, ini pertanyaan, kalau untuk mencalonkan
ambang batas harus ada partai politik, kalau tidak ada semua kita nanti menjadi calon seluruh partai
yang tercatat menjadi calon, oleh karena itu kita putar dulu ini Prof. Kita putar dulu, apa sekarang
masuk ke PAN, silakan Pak Amran.

F-PAN (AMRAN, S.E.):

Terima kasih Pimpinan,


Assalamu’alaikum Warrahmatullahi wabarrakatuh.

Kepada pemerintah yang saya hormati, pertama waktu ada diskusi atau pembicaraan di Komisi
II itu sebenarnya PAN berpendapat bahwa Pilkada ini kita upayakan satu putaran, dan mengenai
ambang batas itu kita abaikan, salah satu yang saya sampaikan saat itu bahwa apakah ada sebuah
data, bahwa yang pemenang Pilkada yang legitimasinya tinggi itu bagus roda pemerintahannya,
kemudian yang legitimasi itu rendah itu roda pemerintahannya tidak bagus. Waktu itu saya bertanya
apakah ada sebuah data? Kenapa? Betul apa yang disampaikan tadi oleh dari Demokrat bahwa
jangan-jangan yang terlalu tinggi itu menjadi over conviden sehingga apa saja ingin dilakukan, karena
data ini atas nama rakyat, dukungan rakyat penuh kepada saya, nah itu, karena sampai saat ini saya

22
belum mendapatkan jawaban. Kemudian dalam sebuah perjalanan ini kan dinamis, politik ini dinamis,
masukan-masukan juga dari daerah dan juga dari internal, dikatakan ini harus ada sebuah angka, atau
batas ambang kemenangan yang harus kita tukar, nah disitu terjadi diskusi-diskusi kayaknya ya
kesimpulannya bahwa kembali ke Undang-undang nomor 1, yaitu 30, tadinya kita mau menaikkan lagi
35, tapi ya tetap kembali ke 30. Dengan berbagai macam alasan termasuk alasan yang disampaikan
tadi oleh Pak Saan Mustafa, bahwa ya kita sudah menentukan syarat dukungan untuk DPR sekian
persen, 20 persen, suara 25 persen ya tentu ambang kemenangan itu di atas itu.
Saya kira ini untuk mengambil jalan tengah secara moderat pak, kalau pendapat PKB itu
mengatakan sudah tidak usah ambang batas, ada yang terlalu ekstrim juga 50 persen, kita ambil
tengah-tengahnya. Saya kira itu pimpinan 30 persen, itu moderatlah itu, ini jangan dikaitkan, tidak ada
kaitannya ini, 30 persen, kembali ke Perpu 30 persen kalau kembali ke biasa sering ditanya oleh Pak
Saan dukung siapa? Saya bilang cuma saya yang tahu, saya kira itu.

KETUA RAPAT:

Jadi awal mula PAN tanpa ambang batas, 2 jam lagi itu bisa beruibah kembali ke tanpa
ambang batas, kembali ke jalan yang benar, oke kita lanjutkan Gerindra.

F-GERINDRA (H. BAMBANG RIYANTO, SH., MH., M.Si):

Terima kasih Pimpinan, Pimpinan yang saya hormati, Anggota dari Pemerintah yang saya
hormati, saya pernah megalami pak, ketika tahun resesingnya tahun 1999, tapi ketika itu melalui DPRD,
calonnya 9 orang pak, karena masih baru, Ketua DPRD nyalon, sekretaris daerah nyalon, kepala
Bappeda nyalon, Direktur RSU nyalon, banyak sekali dan alhamdulillah saya terpilih tidak ada satupun
yang saya geser pak, Sekda ya tetap menyelesaikan masa jabatannya, Kepala Bappeda, Direktur tidak
ada satupun yang saya ganti, ketika itu yang diambil karena calonnya 9, itu diambil kesepakatan oleh
DPRD suara terbanyak, ada yang dapatnya suara 0, saya suara terbanyak itu mendapatkan hanya 11,
dilantik tidak ada masalah. Dan di 2005 melalui proses pemilihan langsung, alhamdulillah saya terpilih
kembali pak, jadi kalau disyaratkan legitimasi ternyata dari faktor yang ada contohnya Jawa Tengah itu
tingkat partisipasinya 52 persen itupun ada beberapa calon Gubernur, kalau kita hitung prosentasenya
kan juga lebih banyak yang tidak menggunakan hak pilihnya.
Jadi kalau kita melihat perkembangan sekarang, lebih-lebih manakala, isu yang kemarin itu
sangat menggegerkan atau sangat jelas sekali di parlemen itu ada 2 kekuatan besar, KIH dan KMP nah
ketika 2 kekuatan besar ini nanti di break down sampai ke daerah bukan tidak mungkin calonnya itu
hanya ada 2. Ketika itu pada sepakat mempertahankan sampai tingkat daerah tetapi kalau dengan
persoalan ambang batas untuk pencalonan itu 20 persen paling-paling nanti calonnya itu untuk lebih
dari 3 sulit pak, sehingga kalau calonnya itu hanya 3 atau 2 kita bicara prosentase 25 persen, 30 persen
itu tidak ada artinya, karena toh ketika calonnya 3 itu pasti ada yang 25 persen, pasti ada yang 30
persen, lebih-lebih kalau calonnya hanya 2, itu pasti salah satu diantaranya 50 persen, nah kami dari
Partai Gerindra mengusulkan mungkin supaya kita sederhana, hemat dan tidak ada putaran kedua,
diambil saja kesepakatan kita untuk suara terbanyak, siapa yang terbanyak itulah yang berhak untuk
menjadi pemenang. Usulan dari partai Gerindra demikian pak.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ada tambahan? Tidak ada?

23
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Terima kasih Pimpinan, saya melengkapi saja, sebetulnya apa yang disampaikan pak
Bambang ini sudah cukup ya, karena beliau langsung melaksanakan, merasakan, berhasil di DPRD
dan berhasil di Pilkada langsung, saya menyetujui tidak perlu ada ambang batas, jadi cukup satu
putaran saja dengan alasan yang pertama, efosien efektiflah, saya tidak perlu jabarkan, semangat kita
efisien, efektif, kemudian kedua mengurangi kegaduhan politik, yang ketiga adalah mengurangi atau
menghilangi polarisasi. Jadi kalau calon itu lebih dari 2, kalau 5 itu biasanya konflik horisintal maupun
konflik vertikal itu hampir tidak ada, tapi ketika masuk di putaran kedua, hampir dipastikan ada konflik
dan 5 tahun itu tidak selesai. Jadi kalau saya terpilih jadi bupati maka PNS yang mendukung Pak Malik
itu tidak saya beri tempat itu, begitu sebaliknya, kalau Pak Malik yang menang, ada PNS yang kira-kira
sering ketemu saya, nonjok itu 5 tahun.
Jadi kalau calonnya lebih dari 2 dan diputus satu hampir pasti hilang konflik. Jadi masalah
legitimasi sejujurnya yang lebih legitimate itu adalah yang di putaran pertama, karena ketika
masyarakat memilih pada putaran pertama, karena itulah pilihan sesungguhnya, ketika pilihan kedua
belum tentu pilihan yang dipilih pertama itu ikut dipilihan putaran kedua. Jadi yang sangat legitimate dan
orisinil sebetulnya adalah calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang dipilih pada putaran
pertama, saya kira itu saya tidak perlu berpanjang lebar, tadi sudah disampaikan oleh teman-teman
yang lain, Pak Malik sudah menjelaskan, Pak Bambang dan mungkin yang lain jadi Fraksi Gerindra
sepakat untuk satu putaran tidak perlu ada putaran kedua, sehingga tidak perlu ada ambang batas.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kami lanjutkan, ini masuk PKS pak, biar lebih cepat.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):

Ini kalau dipakai banyak teori bisa saja, tapi sudah disampaikan jadi siapa yang jadi bupati,
walikota, gubernur, itu sudah ada tercatat dalam takdir itu sebetulnya. Jadi mau pakai legitimasi, tidak
legitimasi, pakai ambang batas dan tidak itu sudah kalau jadi ya jadi, jadi saya pikiran sederhana saja
pokoknya yang paling hemat biaya dan hemat waktu ya itulah yang kita pakai.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi mana yang paling hemat biaya, dan hemat waktu ya satu putaran ini, jadi gaya ustadz ini
penyampaiannya. Kami lanjutkan Partai Golkar? Oh sama, kami lanjutkan PDIP.

F-PDIP (Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH MM):

Terima kasih Pak Ketua dan pemerintah, ini artinya dari hasil Poksi di PDIP setelah kita
mencermati apa yang sudah diinformasikan oleh pemerintah dari pengalaman 10 tahun melaksanakan
pemilu kepala daerah dan juga melihat hal-hal yang menjadi efek dari pemilu ada putaran pertama,
putaran kedua, legitimasi dan sebagainya tadi saya juga sependapat dengan teman-teman memang
tidak ada korelasinya juga yang terpilih dengan suara terbanyak dengan yang artinya pas-pasan juga
sebenarnya juga kurang lebih sama. Tetapi yang penting saya melihat itu adalah dukungan parlemen,
setelah dia terpilih bukan dukungan dari masyarakat, tapi dukungan parlemen, jadi kalau dukungan
parlemennya kurang kuat, tentu juga pemerintah itu juga tidak kuat.

24
Jadi bukan masalah legitimasi nya yanng menjadi ini. Tapi di dalam kesimpulan kami dari PDIP
itu bahwa kami ikut Perppu, ikur Perppu pak, terutama artinya menghargai Pak SBY kemarin dengan
artinya beliau susah payah untuk menjelaskan ke masyarakat kan, setelah work outnya itu, ya tetapi itu
sudah, saya jelas tetapi kita bersyukur bahwa ada peningkatannya itu adalah karena kita membatasi 20
persen tadi ya? 20 persen dengan 25 persen suara dan kita melihat bahwa 30 itu memang itu sangat
pas, bukan berarti dari DPD bahwa 50 persen itu ini, ya 50 persen plus ini, mungkin seperti itu ya? Itu
biasanya kalau head to head tapi umumnya Pilkada di daerah itu biasanya terjadi cukup banyak calon,
tetapi juga perlu menjadi catatan kita bahwa di Kalimantan Tengah itu juga pernah sesuatu yang terjadi,
sesuatu yang terjadi itu untuk bahan kita bahwa perseorangan itu bisa mengalahkan seluruh partai
politik ya jadi itu terjadi di Kabupaten Seruyan namanya, jadi itu hanya ada 2 head to head
perseorangan dengan seluruh partai politik ternyata partai politik kalah.
Nah artinya ini juga menjadi bahan kita, nah artinya kami dalam hal ini untuk batas, ya untuk
lebih mempersingkatnya ya kami ikut Perppu 30 persen pas itu jangan sampai kurang sedikit, tidak
kurang tidak lebih. Artinya kalau dia kurang dari 30 persen putaran kedua, kalau dia lebih atau pas 30
ya sudah itu, jadi hati-hati menghitungnya harus 30 persen, jadi kalau dia kurang nol koma sekian
berarti harus 2 putaran. Kira-kira begitu Pak Ketua.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Tidak kali memang beberapa kali PDIP memang konsisten dengan demokrat, oh penyeimbang
ya? Lanjut Nasdem.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M. SI):

Terima kasih Pimpinan, Wakil pemerintah dan teman-teman dari DPD, sebelum saya
menyampaikan mengenai ambang batas ini, kami dari Fraksi partai Nasdem dalam diskusi itu
menyimpulkan beberapa hal.
Pertama kita mau disamping aspek ligitimasi dari orang yang terpilih dari Kepala Daerah yang
terpilih ini, kita juga menginginkan agar supaya melalui Pilkada itu, sistim Presidensiil di daerah itu
diperkuat, nah dengan mekanisme ini maka calon yang akan maju menjadi kepala daerah itu dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak banyak calon yang bisa ikut bertarung, caranya adalah syarat
dukungan kursi itu 30 persen sehingga tidak banyak orang yang bisa maju dan yang suara 35 persen,
dengan demikian yang bisa maju itu paling banyak 3 pasang calon dan mungkin hanya 2 pasang. Kalau
2 pasang calon maka dengan sendirinya seperti dikatakan tadi oleh DPD hanya 50 persen plus 1 itulah
yang menang. Jadi pemerintah yang baik itu pemerintah yang kurang memerintah pak, tetapi
bagaimana ini kita atur sedemikian rupa mekanismenya sehingga tidak banyak orang yang masuk ke
situ, ya itu dibatasi, dibatasi orang masuk ke situ, kemudian nanti yang menang, yang menang itu
sudah punya modal, di DPR sudah punya modal suara di DPR dan memiliki legitimasi yang kuat itu
yang pertama.
Yang kedua kenapa harus 50 persen ada beberapa kabupaten jumlah penduduknya itu di
bawah 50.000 pak, di bawah 50.000 pemilihnya, pendudukpun di bawah 50.000 bukan Cuma pemilih,
di Papua, Pulau seribu kan tidak dipilih pak, tidak dipilih, di Sumatera Utara juga ada kabupaten yang
pemilihnya tidak sampai hanya 42.000 atau berapa, nah artinya apa? Kalau pemilihnya kurang dari
50.000 dengan dapat suara 15.000 kalau Cuma 30 persen terpilih dia, sehingga bagi pemodal ini
sangat gampang mengontrol ini, nah karena itu seksali lagi kami dari Partai Nasdem. Pertama kita ingin
meperkuat sistem presidensiil di daerah, kita mau memperkuat legitimasi, keterpilihan orang yang
menjadi kepala daerah, dan kita mau orang yang maju menjadi Kepala daerah itu tidak banyak
bertarung, sehingga hanya 2 paling banyak 3, sehingga peluang 30 persen plus satu itu sangat terbuka.
Itu saja pimpinan terima kasih.

25
KETUA RAPAT:

PPP.

F-PPP (KH. ASEP AHMAD MOUSUL AFFANDY):

Terima kasih.
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Saya ini tidak apa ya? Ditanya-tanya orang-orang ini juga, kawan-kawan di PPP ini belum ada
yang jawab, dan saya juga tidak mendapatkan mandat, tetapi walau demikian kalau menurut pemikiran
saya para calon ini kan sudah diselektif sedemikian rupa oleh partai, artinta dia sudah punya nilai
apalagi dengan persyaratan prosentase dari kursi itu. Jadi maksud saya berapapun yang didapat asal
dia sudah terbanyak dia sudah baik dari sebelumnya, jadi pola pikirnya saya sederhana saja begitu,
sekecil apapun yang didapatkan posentase itu orang sudah dipilih, dan sebelumnya sudah beberapa
kali pemilihan.
Terima Kasih.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

KETUA RAPAT:

Ini suara paling pas, sudah semua ya? Sudah semua ya?

F-PAN (AMRAN, S.E.):

Pak Ketua, Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Oh ya, Amran.

F-PAN (AMRAN, S.E.):

Ini dulu waktu rapat kemarin itu, mudah-mudahan saya dapat jawaban pak ketua, dulu waktu
rapat pertama itu membicarakan persoalan ini ambang batas, saya kan pernah menanyakan apakah
ada data yang dimiliki? KDH Kepala daerah yang terpilih yang ligitimasinya sangat tinggi dengan yang
sangat rendah pembedaan dalam roda pemerintahannya itu, ya perolehan suara legitimasi ada yang
dapat, apakah ada pembedaan? Dan pada masa dia menyalahkan pemerintahan itu efektif atau tidak
batas atau tidak antara mendapatkan 70 persen suara dengan mendapatkan katakanlah itu 20 persen
suara, katakanlah itu, apakah ada? Kalau tidak ada, tidak ada data dari Kemendagri atau ada data tapi
ternyata yang tidak efektif pemerintah bahkan banyak yang bermasalah itu adalah yang mendapatkan
suara lebih banyak pada saat Pilkada, legitimasinya dianggap tinggi berarti kan tidak ada jaminan juga,
tidak ada sebuah jaminan juga bahwa ambang batas itu, nah ini. Nah ini saya pada saat pemerintah
memberikan jawaban ini, ada tidak data-data itu.

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Saya sedikt nambahin Pak Amaran pak.

26
KETUA RAPAT:

Ya tapi kita perpanjang dulu sidang kita sampai jam 12 ya?

(RAPAT : SETUJU)

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Ya para Bupati dan walikota yang saya hormati, jadi apakah ada pengaruh antara periode
pertama dan kedua, Petahana dan ini kan sudah 2 kali, jadi yang pertama itu memang tidak ada
pengaruh, tapi maut yang kedua saya kira soal baik atau tidak dia perofesional atau tidak itu sangat
berpengaruh kepada dia kepilih atau tidak, sudah pasti, nah tadi kita kan bicara detail sekali ini,
barangkali pemerintah punya data patahana yang lancung kembali nyalon dan jadi itu prosentasenya
berapa, kemudian yang dia masuk lagi tidak jadi itu berapa, dengan premisenya adalah bahwa yang
jadi itu karena memang dia baik, sehingga tadi kan kita bicara secara jeneral tidak ada periode pertama
dan kedua. Jadi saya kira pemerintah, bukan survey, kalau pemerintah tidak punya data ya kebangetan
gitu loh pak, betul ya pak Dadang ya?
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kami persilakan Prof.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Terima kasih Pak Ketua, ini tambah malam, pertanyaannya tambah susah-susah Pak ketua,
rasa-rasanya saya sering nguji Doktor tapi malam ini rasanya kayak saya diuji gitu,Pak Ketua
sayangnya yang ditanyakan oleh Pak Amran itu, yang namanya syarat ambang batas, bukan satu-
satunya tolok ukur penilaian keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kalau kita lihat
unsur-unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah itu ada 7:
Pertama yang namanya tolok ukur penilain pemerintahan daerah adalah keuangan daerah
betapapun hebatnya seseorang itu, dalam hal keterpilihan dia kalau tidak punya duit tidak akan bisa
menyelenggarakan urusan pemerintahan.
Yang kedua adalah persoalan kelembagaan daerah.
Yang ketiga Pelayanan Publik.
Yang keempat itu daya dukung dari DPRD nya.
Yang kelima itu adalah kepegawaiannya. Daya dukung dari dinas-dinas daerahnya.
Keenam itu daya dukung Potensi daerahnya.
Yang ketujuh itu daya dukung kerjasama daerahnya.
Kalau ketujuh unsur itu memberikan daya dukung yang bagus, nanti kinerja daerahnya akan
bagus, karena apa? Karena banyak yang dulu dipilih oleh DPRD Pak Bambang ini kan bagus banget,
dulu padahal yang milih hanya 11 orang, waktu dipilih oleh DPRD. 11 orang itu kan tidak
menggambarkan legitimasi, tapi beliau di Periode kedua terpilih lagi. Jadi memang yang digunakan di
Kemendagri EKPPD Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang menentukan
misalnya Jawa Tengah itu, Jawa Timur Kinerjanya tertinggi, Sulsel tertinggi kedua, itu menggunakan
tolok ukur-tolok ukur seperti itu, bukan menggunakan tolok ukur berapa dia terpilih saat Pemilu, Kepala
daerah.
Contoh misalnya Pak Fadel Muhammad terpilih 78 persen tapi beliau itu tidak pernah terpilih
dalam evaluasi kinerja sebagai daerah berkinerja tinggi, tidak pernah, tetapi Jawa Timur Pak Karwo
tidak pernah setinggi itu, tetapi nilai kinerja daerahnya tinggi karena memang tolok ukur kinerja daerah

27
tidak dinilai dengan elektabilitas itu. Nah disinilah yang menjadikan penilaian daerah itu berkinerja
bagus tidak dinilai dari tolok ukur itu. Memang sudut pandang kita berbeda, dalam menilai kinerja
daerah, tidak menggunakan perspektif itu, saya kira kalau saya ujian doktor pasti tidak lulus malam ini,
dengan jawaban ini Pak Amran, kira-kira seperti itu Pak Pimpinan, karena memang perspektif
pemerintahannya dengan yang ditanyakan oleh bapak-bapak dari dewan malan ini berbeda.
Kira-kira seperti itu Pimpinan.
Terima kasih.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Pimpinan saya mau nambahkan catatan, sepanjang catatan yang saya punya semua Kepala
Daerah Incumbent dengan indek kepuasan pembangunan di bawah 50 persen pasti kalah, ketika dia
maju kembali. Itu hampir seluruh survey yang pernah kita lakukan. Indeks kepuasan pembangunannya
dibawah 50 persen maju lagi pasti kalah, pasti bisa dikalahkan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi memang soal indek kepuasan pada saat dia memimpin itu memang menjadi ukuran, uji
publik sudah selesai, oleh karenanya ini masih lanjut kita perbincangkan tapi sudah di 2 hal ini, Pertama
adalah batas 30, yang kedua adalah tanpa batas, ambang batas, tinggal itu saja.

F-PD (SAAN MUSTAPA, M.Si):

Tidak itu kan Nasdem sama DPD masih 50 persen itu.

KETUA RAPAT:

DPD 50 persen itu legitimasinya, jadi korelasi antara legitimasi dan partisipasi itu sudah
terbantahkan, misalnya diambil contoh dari Sumut, Cuma 48 itu yang memilih, kalau kita ambil
sebenarnya, 25 persen di situ sudah legitimate 48 persen pemilih itu. itu tadi yang dikatakan, dari
legitimasi 50 persen plus 1 itu, dari hubungan partisipasi pemilih Cuma 48 dari 48 itu, itu diambil 25
persen dia katakan, bahwa itu sebenarnya sudah legitimasi dari 50 persen dari yang memilih itu, bukan
50 persen, bukan, itu tadi yang dimaksudkan.

F-PD (SAAN MUSTAPA, M.Si):

Ini saya ingin luruskan dulu, ini kan ada legitimasi ada tingkat partisipasi, kan begitu ini 2 hal
yang berbeda antara partisipasi dengan legitimasi. Partisipasi dalam setiap Pilkada atau Pemilu itu bisa
saja ada yang dibawah 50 persen tingkat partisipasi bisa, misalnya kaya di Sumut tingkat partisipasi
pada saat Pilkada itu 48 persen, itu kan partisipasi dan total pemilih yang terdaftar. Nah tapi legitimasi
ddari 48 persen tingkat partisipasi itu yang harus kita coba inikan, apa, kita samakan.
Nah yang saya pahami misalnya dari kamilah dari Demokrat berapapun tingkat partisipasi pada
saat Pilkada, maka legitimasi itu adalah 30 persen dari total partisipasi pemilih, kalau itu 50 persen, jadi
ini berbeda, 2 hal yang berbeda, ini dulu yang ingin kami inikan pak Ketua. Jadi partisipasi dengan
legitimasi itu 2 hal yang saya katakan berbeda.

28
F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTHFHI A. MUTTY, M. SI):

Tambahkan sedikit Ketua, Pimpinan bisa tambahkan sedikit, jadi menyambung paa yang
disampaikan oleh Pak Saan tadi tidak ada teori kalau tidak salah ini Prof. yang mengatakan berapa
sebenarnya batas partisipasi absahnya sebuah pemilihan, tidak ada teori itu, mau berapapun dia jadi
misalnya ada 100.000 pemilih yang berpartisipasi Cuma 50 persen atau 50.000 maka 50 persen dari
50.000 itula yang menang, itu legitimasinya di situ. Jadi tidak usah kita persoalkan berapa persen dari
Pertisipasi, pokoknya 50 persen dari partisipasi itulah yang jadi, dari yang partisipasi yang ikut memilih.

F-KB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Pimpinan memperkuat saja, memperkuat kali bisa menyeret satu dua lagi, yang pertama begini
tesis saya kan terbukti di forum ini, yang pertama bahwa tidak ada kaitan antara berapa perolehan
suara dengan legitimasi dengan efektifitas pemerintahan, terbukti hari ini harus kita akui malam ini, jam
sebelas.
Yang kedua legitimasi itu tidak ada kaitannya dengan perolehan suara, tidak ada kaitannya,
mestinya legitimasi semakin kuat maka dia semakin efektif mestinya kan begitu, ternyata teori itu kan
tidak ada, dan tidak terbukti tadi Prof Zudan sudah mengatakan itu. nah karena itu menurut saya justru
yang perlu diperkuat iotu Pak Prof tadi yang terakhir itu tentang indikasi kinerja itu, dan kemudian
diperkuat oleh Pak siapa? Pak Fandi bahwa kinerja di bawah 50 persen tidak terpilih. Ini tambahan
mungkin diluar bonggol, makanya PKB sebetulnya dalam usulan resminya kemarin kita ingin
menambahkan satu syarat lagi khusus incumbent, syarat itu adalah kinerja dan menghitung kinerja
satu tahun, 2 tahun bahkan 1 periode itu kita punya BBS. Jadi Kepala Daerah incumbent atau petahana
yang gagal di periode pertana sudah stop tidak boleh maju lagi, kenapa? Karena begini kadang-kadang
yang orang menang di Pilkada itu tidak ada urusannya dengan kinerja, tidak ada urusannya dengan
keberhasilan, tapi justru urusan yang lain.
Contoh misalkan Kepala daerahnya ganteng, muda, cakep persoalan sepele yang sama sekali
menurut saya yang hubungan dengan kinerja, kalau kita mau profesional maka sebetulnya khusus
incumbent dan petahanan kita tambahkan satu syarat, syarat kinerja, dan menghitung kinerja itu
gampang. Satu indek keberhasilan, saya punya daftarnya disitu Ketua, misalkan yang menjadi syarat
itu satu kenaikan pendapatan asli daerah. Seorang Bupati Kepala Daerah ini bisa tidak dalam 5 tahun
itu menaikan PADnya, kalau tidak bisa sudah gagal, kalau kemudian gagal ngapain diberi kesempatan
lagi. Kemudian indek pembangunan manusia, tingkat pertumbuhan ekonomi dan sebagainya semua
data itu kan ada, terlepas kemudian data itu debatable, tapi yang terpenting adalah kita ingin daerah itu
lebih maju siapapun pemimpinnya gitu, itu tambahan, jadi sekali lagi bahwa hari ini kita menyimpulkan
bahwa perolehan suara itu tidak ada kaitannya dengan kinerja, dan berapapun perolehan suara itu juga
sama sekali tidak ada kaitannya dengan legitimasi, jadi berapa persenpun itu bisa menjamin
pemerintahan itu.
Karena itu sekalai lagi PKB semakin yakin setidaknya saya semakin yakin bahwa dengan
thrashold naik 15 menjadi 20 persen atau 25 persen suara maka sebetulnya sudah cukup kuat untuk
mengusung seorang. Kalau semakin itu ditambahkan itu muncul lagi suara ini nanti kon orang maunya
menjadi pemimpin kok dipersulit kan begitu pertanyaannya, makanya 20 atau 20 persen itu angka ideal.
Nah ada pertanyaan menarik tadi kalau kemudian food satu putaran maka kemungkinan
oterjadi presidensiil di daerah itu kurang kuat, menurut saya tidak tidak ada korelasinya karena 20
persen itu sebetulnya sudah melibatkan sekian banyak Partai dan sekian banyak suara di situ, jadi dia
tinggal menambah saja berapa persen itu bisa menang.
Saya kira begitu pimpinan.

29
F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M. SI):

Pimpinan saya sedikit Pimpinan, Saya ingin menambahkan Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Pak Amran dulu coba, Pak Amran dulu.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M. SI):

Saya mau tanggapi sebelum hilang ini, sedikit ini, saya lihat ini serius kalau persoalan legitimasi
dianggap sepele, kenapa kemudian kita menyusuh Orde baru itu berhenti pimpinan, itu karena
persoalan legitimasi, kalau semata-mata pada persoalan kinerja itu kita pakai model Undang-undang
574 orang tidak peduli dengan legitimasi, yang penting dia dapat SK, dia jadi Kepala daerah, kinerjanya
bagus selesai, tapi ini kita, kita memilih sistim demokrasi karena kita mau pemimpin yang terpilih disitu
legitimate, dia dipilih oleh rakyat, jadi kalau persoalan legitimasi ini di nomor duakan, ini sama dengan
kita mengabaikan sistim demokrasi yang sedang kita tumbuih ini. Iti persoalan saya kira menurut saya,
karena Kepala-kepala daerah di jaman orde baru Ali Sadikin bagus, tidak dipilih oleh rakyat, kinerjanya
bagus, kemudian ada Harahap Gubernur Sumatera Utara, Pak Tompo di Makasar, ada banyak Kepala
Daerah Pak Nur di Jawa Timur dia terpilih tanpa legitimasi, kinerjanya bagus tapi dalam perspektif
demokrasi apapun hasilnya, dia tidak legitimate. Nah sekarang ini kita mau legitimasi yang kita cari
makanya kita pilih sistim demokrasi. Jadi saya kira ini bukan persoalan sepele Pak Pimpinan.
Saya berharap itu legitimasi ini tetap menjadi perhitungan penting, itu saja pimpinan.
Terima kasih.

F-KB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Saya tidak mengatakan legitimasi itu sepele, tapi bahwa legitimasi itu tidak selalu kemudian
linier dengan kinerja dan efektifitas pemerintahan. Kalau kemudian legitimasi tidak penting ngapain kita
kasih 20 persen, kasih saja 10 persen kan begitu, jadi saya kira sekali lagi bahwa legitimasi tetap
penting, tetapi bahwa legitimasi itu tidak selalu perpengarus dan linier terhadap kinerjanya iya.

KETUA RAPAT:

Pak Amran dulu baru nanti Pak Saan.

F-PAN (AMRAN, S.E):

Ya terima kasih apa yang tadi disampaikan oleh pemerintah, Panja Pemerintah, bukan juga
untuk membantah apa yang disampaikan oleh kakanda saya ini, bupati saya ini pak Ketua, itu satu
daerah, Jadi kalau kan ini pertanyaan saya dari dulu pertanyaan saya seoerti apa yang disampaikan
tadi, kalau begitu kita mengukur legitimasi sesungguhnya dan dukungan masyarakat sesungguhnya
kepada pemerintah yang berjalan itu adalah diukur dari indikator atau indikasi kerja, prosedur
pemerintah kalau begitu, jadi sesungguhnya legitimasinya muncul disitu, bukan muncul pada saat
pemilihan, dia mendapatkan suara terbanyak, kita sudah anggap bahwa dia sangat legitimasinya
sangat tinggi katakanlah sudah dapat 60 atau 70 persen, tapi pada saat sudah memerintah ternyata
tidak sesuai dengan harapan.
Nah ini yang kita mau cari ini adalah legitimasi di pemerintahan atau legitimasi pada kinerja
atau legitimasi pada hasil pada Pilkada itu. Saya kira yang kita inginkan itu adalah legitimasi pada
kinerja, yang diinginkan oleh masyarakat, saya kira itu, karena tujuan kita ini untuk memilih kepala

30
daerah itu untuk Pilkada ini adalah bagaimana masyarakat itu bisa terlayani dengan baik, ada sebuak
kepuasan masyarakat, jadi kalau begitu, dari pemerintah ini, saya kan bertanya-tanya juga apakah
ambang batas itu perlu ditentukan atau tidak, berhubungan atau tidak dalam sebuah keefektifan sebuah
pemerintahan pada saat dia sudah berjalan.
Saya kira itu saja pimpinan.

F-PD (SAAN MUSTAPA, M.Si):

Saya ingin menambahkan saja, pertama begini, kita menentukan ambang batas kemenangan
itukan bukan untuk menentukan bahwa pemerintahan itu nanti efektif atau tidak, berkinerja baik atau
tidak, itu kan bukan disitu. Kita ingin menentukan ambang batas kemenangan itu adalah apa sebagai
sebuah syarat itu tadi, legitimasi minimal, legitimasi minimal yang didapatkan oleh Kepala Daerah
dalam bentuk dukungan minimal istilahnya, dukungan minimal dari rakyat yang memilihnya, legitimate
minimal itu satu hal yang kita inikan. Misalnya begini kaya saya misalnya di DPR ketika kita menyusun
Undang-undang Pemilu legislatif itu juga kan ada legitimasi minimal dulu, BPP sekian, ini kan legitimasi
minimal yang kita dapatkan, jadi tidak dikaitkan dulu dengan soal efektif atau berkinerja baik atau tidak
Kepala daerah itu, itu satu hal.
Nah yang kedua yang ingin juga saya tegaskan adalah memang perolehan suara yang fantastis
dalam sebuah pilkada yang didapatkan oleh kepala daerah itu tidak berkorelasi tidak selamanya, kita
juga tidak bisa mengatakan apa berasumsi bahwa tidak ada korelasi perolehan suara yang baik apa
yang tinggi dengan kinerja itu tidak selamanya saya ingin katakan garis bawahi tidak selamanya
memag kepala daerah yang terpilih dengan suara tertinggi itu berkorelasi dengan kinerja yang baik.
Kenapa, bisa saja perolehan suara yang tinggi itu didapatkan dengan cara-cara yang tidak sah, money
politic dan sebagainya itu kan bisa saja kan begitu. Tapi minimal kalau dia mendapatkan suara yang
relatif lebih tinggi dukungan dari rakyatnya itu kan salah satu bentuk kepercayaan, itu adalah salah satu
indikator bahwa kepala daerah yang dipilih dengan suara sekian persen itu adalah kepercayaan, rakyat
percaya, pada kepala daerah itu, kan begitu.
Nah kepercayaan rakyat itu modal, modal bagi Kepala Daerah dalam memerintah, kalau dia
dipercaya oleh rakyat dengan kepercayaan yang relatif tinggi maka kepercayaan dalam memerintah
akan tinggi juga kan begitu. Bahwa sekali lagi saya ingin menggaris bawahi yang disampaikan oleh
teman-teman tadi soal korelasi.
Nah yang kedua tingkat kepuasan, kalau kita ingin mengukur tingkat kepuasan memang ada
indikatornya yang namanya kita kan electiet official pejabat publik yang namanya kepala daerah itu,
yang bisa mengatakan dia berhasil atau tidak itu reword and punishmannya itu kan rakyat. Saya kepala
daerah kalau saya selama satu periode saya menjalankan pemerintahan dengan baik dan rakyat
mengakui bahwa saya baik, saya ikut pemilihan yang kedua maka saya akan mendapatkan reword
dipilih lagi, itu kan di dalam pejabat publik jabatan-jabatan yang dipilih itu hukuman dan rewordnya itu
kan dengan cara dipilih atau tidaknya, tidak bisa kita ukur bahwa sebagai bupati todak boleh
mencalonkan lagi, karena indikator-indikator ini itu kan bisa subyektif, tapi itu bisa dikatakan berhasil
atau tidak tentu dengan cara rakyatnya masih memberikan kepercayaan atau tidak, kan begitu.
Jadi saya ingin sekali lagi mendudukkan persolan ini, ini supaya ini dululah bahwa syarat
ambang batas kemenangan itu saya katakan adalah sebagai dukungan legitimasi awal bagi seorang
kepala daerah. Tadi tingkat kepuasan itu di suvey kenapa misalnya Kepala Daerah yang 2 periode
incumbent, saya kan banyak membaca survey itu, kalau tingkat kepuasan terhadap pemerintahannya di
bawah 50 persen kan banyak variable, kenapa kepala daerah yang petahana itu maju tidak terpilih lagi,
kalah oleh penantang misalnya, itu banyak indikator.
Pertama dari segi tingkat kepuasan bolehlah misalnya. Yang kedua jarak elektabilitas antara
penantang dengan incumbent itu bedanya harus signifikan, saya belajar dari ahli-ahli survey itu kalau
antara petahana dengan penantang itu bedanya hanya cuma 10 persen elektabilitas itu tidak bisa
dikatakan penantang itu yang namanya petahana itu menang. Petahana itu bisa dikatakan bisa

31
mengalahkan penantang, kalau beda elektabilitasnya itu ditas minimal 30 persen. Tapi kalau misanya
cuma 10 persen itu tidak bisa apalagi cuma 5 persen dengan magin error survey. Jadi saya ingin inikan
lag.
Itu saja pimpinan.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):

Ini sebentar ini kalau saya boleh mengingat-ingat, semangat kita membuat Pilkada serentak itu
adalah dalam rangka, efisiensi, efektifitas, penghematan biaya, penghematan waktu, supaya
masyarakat tidak jenud dan sebagainya, dan sebagainya, itu kan semangatnya, makanya PKS
sederhana saja, mana yang biayanya lebih hemat, yang waktunya lebih singkat, karena kalau kita
berbicara tentang teori legitimasi ini bisa balik-balik, ya sudah yang paling legitimate itu cara yang
paling mudah menghitungnya dipilih oleh DPRD, ya ini kalau kita mau putar-putar tentang teori
legitimasi, yang paling jelas itu ukurannya itu, sesuai dengan indikator kinerja pemerintah, dukungan
DPRD, sudah klop itu, tapi kan tidak mau kita balik-balik kesana lagi kan? Teori legitimasi ini.
Nah oleh karena itu lebih baik kita bicara sekarang mana yang lebih efisien, mana yang lebih
efektif untuk menghemat biaya, menghemat waktu sehingga proses demokrasi kita ini lebih fokus
kepada kesejahteraan ...(suara tidak jelas) kira-kira begitulah.

KETUA RAPAT:

Sudah seperti…(suara tidak jelas) dari pada PKS, DPD silakan.

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Baik, saya ingat kalau kita makan di meja makan itu banyak sekalai makanan yang sebetulnya
itu tidak in line, soto, dicampur lagi sama pecel tidak ketemu, tapi enak semua itu pak, enak semua
disitu. Nah karena itu kemudian kalau kita hubung-hubungkan, satu enak semua, lalu yang kedua
piecenya tidak masuk kalau kita rasain itu tidak masuk kecuali kalau orang gragas, masuk semua,
dimakan semua itu. karena itu begini satu persoalan syarat masuk dan keluar itu tidak bisa, tolong tidak
usah dikaitkan dengan soal kinerja nantinya itu, tidak bisa, tidak nyambung ini, jaka sembung naik ojek,
gak nyambung jek, jadi karena itu menurut saya, oke kita sepakat masuknya berapa? Legitimasinya
bagaimana? Kualitatif atau kuantitatif itu Pak Bambang nuwun sewu tadi kan tidak mesti juga yang
rendah berkinerja rendah juga tidak kan, yang tinggi juga tidak mesti berkinerja tinggi.
Jadi ini kita oke, kita sepakat seperti apa, tidak ada hubungannya dengan kinerja itu, karena itu
menurut saya tinggal keputusan politik kita saja Ketua, kalau dihubungkan semua itu bisa hubungan
semua itu, tapi kalau tidak dihubungkan juga bisa, jadi karena itu menurut saya keputusan politik kita
adalah masuk berapa, pemenang berapa, tidak ada hubungannya ini pak.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Pak Amran.

F-PAN (AMRAN, S.E.):

Pak Ketua, ini kan masih banyak yang mau kita bahas Pak Ketua, sekarang sudah jam sebelas
Pak Ketua, kita pending sama dengan yang persoalan sengketa, kita masukkan di kelompok yang
sengketa itu yang belum selesai kemarin, kita pindah ke yang agak ringanringan sedikit pak ketua.

32
KETUA RAPAT:

Ini sebenarnya, jadi begini ini sebenarnya tidak ringan eh tidak berat ya kan, jadi yang
menyatakan tadi tidak perlu ambang batas, tidak ada hitungan-hitungan yang membuat kita pusing
begitu, santai saja, misalnya Fraksi Partai Golkar menyatakan itu tidak soal legitimate dikaitkan seperti
makan ini, ini tadi harus ditelan semua tidak, kita mau rakyat dibuat senang pemilihan ini, sama tadi
dibuat senang tidak usah dipusingkan soal, ini kan rakyat pusing ini sudah mulai rakyat itu menyatakan
seperti si Sumut ini di daerah di kampung saya saja, Pemilihan terus, pemilihan terus, apa? Ada yang
senang tapi tidak semuanya senang, jangan salah pak, agan-agen senang, jadi yang memilih itu
sekarang ada agennya, yang melangsunginya kita tidak mau lagi bicara soal itu, itu tadi sama dengan,
makanya kalau mau mengukur legitimasi yang sebenarnya itu adalah DPRD itu, tapi kita tidak mau
bicara soal itu.
Sekarang yang kita bicarakan senang dibuat rakyat dalam pemilihan pertama siapa yang lebih
besar? Begitu ya sudah selesai. tuntutanpun tidak macam-macam tuntutan, sebab dibuat batas itu,
lomba berlomba, sogok menyogok, tidak usah, ini kita tertutup membahas ini, iya kan, bicara hak
kedaullatan rakyat, kedaulatan rakyat itu dinilai urusan 3 lembar uang merah itu, tunggu dulu saya
jangan dipotong dulu, 3 lembar uang merah itu, tidak usah kita buka, kita ini bicara resmi ini, jujur kita
kalau saya tidak lakukan itu, dimana soalnya juga, kalau bicara kita soal legitimasi disitu, saya didukung
oleh 160.000 misalnya tapi sistem kita sekarang yang didukung 28.000 pun sudah sama statusnya
dengan yang 160.000, ini persoalan.
Jadi ya sudah duduk disini bisa saja yang 160.000 itu lebih legitimate, atau yang 28.000 tadi
lebih legitimate, jadi jangan dicampur aduk. Oleh karenanya Pilkada ini juga lebih sederhana, jadi fair,
bila perlu diatur nanti kita ke perselisihan, kalau selisihnya hanya sedikit tidak usah tuntut-tuntut, inilah
yang menang, selesai urusannya, sederhana urusannya. Sekali misalnya dan itu murni dia yang, tidak
ada rekayasa kalau putaran kedua suara ini nanti akan lari kemari, tidak bisa diarahkan masyarakat
tanpa ada sesuatu di situ. Jadi pemerintah ini juga kita mau lakukan soal itu, itu saja sebenarnya, tidak
ada kita putar, memutar apa disini soal keputusan, ini sederhana, siapa yang menang, paling besar
disitu, itulah yang akan mendapatkan legitimasi pada saat pemilihan. Iya cuma 7 yang 2 putaran
dengan dibatas-batasi, tapi itu pertempuran, itu sudah luar biasa. Oleh karenanya tadi Pak Sirmadji
mau menyampaikan sesuatu lagi kalau mau kita putuskan sekarang dari PDIP.

F-PDIP (Drs. SIRMADJI, M.Pd):

(Suara tidak jelas, tanpa mic)

KETUA RAPAT:

Tadi bukan-sama-sama pemerintah, jadi ini PDIP sudah sama dengan Golkar, PAN, PKB, PKS,
Gerindra sudah hampir sama ini, jadi itu pemerintah, dilepas jadi yang 25 persen tadi kami katakan
lebih efisien kita lepas jangan ada ketentuannya, suara terbanyak sudah, tidak putaran kedua ini juga
besar biayanya, kita ini mau simpel-simpel.

F-PDIP (Drs. SIRMADJI, M.Pd):

Ini kan produk musyawarah, artinya kalau mau kesitu oke, ini kan buat foot-footan, ini kan
musyawarah, mencari reasoningnya saja, inikan soal cois saja, kalau soal legitimasi, atau apa itu tidak
ada, artinya tidak ada yang sekian persen itu musti kinerjanya bagus tidak ada.

33
KETUA RAPAT:

Tidak, kita saya kira harus tertib, kita disini dipercaya oleh partai kita maing-masing.

F-PD (SAAN MUSTAPA, M.Si):

Begini saja, saya usul begini, nanti kan ada pandangan mini fraksi masing-masing, jadi nanti
kan kita lihat dari sikap fraksi masing-masing yang resmilah kan begitu. Jadi sekali lagi ini bukan soal,
ya saya sepakat bahwa kita ingin Pilkada itu lebih apa, lebih efisien, lebih efektif dan lebih mudah
dengan biaya hemat, tapi kan juga tidak, tidak menggampangkan dalam bahasa sederhananya “tidak
menggampangkan”, seseorang itu terpilih menjadi seorang kepala daerah. Tadi misalnya Pak Sirmadji
mengatakan walaupun tadi bahwa kalau mau kita los, kalau mau di los, los semua, tidak perlu ada
ambang batas pencalonan, jadi begini, ini kan saya paham Pak Sirmadji ini kan tidak ada ambang batas
kemenangan, berapapun selisihnya yang penting dia menang, terbanyak, menang nah itu tidak ada
limit bawahnya, berapapun menagnya itulah yang terpilih kan begitu.
Nah kalau logikanya seperti itu, kita tidak inikan, misalnya dia menang apa Cuma berapa
persen, rata-rata dibawah 30 persen, atau dibawah 20 persen.

F-PDIP (Drs. SIRMADJI, M.Pd):

Pasti diatas 25 persen.

F-PD (SAAN MUSTAPA, M.Si):

Misalnya begini tidak diatur itunya, saya lebih cenderung kalau misalnya itu tidak ada ambang
batas kemenangan juga tidak perlua ada ambang batas, biar di los semua partai bisa ini, di los saja
semua.

F-PDIP (Drs. SIRMADJI, M.Pd):

Sebentar pak, jadi mengapa endingnya tidak perlu di tentukan ambang batas karena thrashold
masuknya sudah di tata, naik dengan 20 persen itu tidak mungkin pemenangnya itu dibawah 25, tidak
mungkin pasti diatas, pasti lebih dari 25 persen tidak mungkin semuanya lalu dapat muncul 5 calon juga
agak susah.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Pak Sirmadji kalau kita ngomong probabilitas dengan thrashold independen paling tinggi 10
persen itu berarti ada 10 calon independen yang berpeluang ditambah thrashold partai itu 5 calon, kita
ngomong ekstrim pak, berarti ada 15 calon, yang dmungkinkan ekstrim atas peluang oke, kan faham
statistik pak ya? Jadi kalau ada ekstrim 15 calon itu pak, pasti, itu bisa dipastikan dibawah 25 persen.
Ada 2 legitimasi yang mau kita kejar. Satu dukungan di DPRD itu entry poin kan itu yang mau kita kejar.
Yang kedua legitimasi di tingkat publik supaya kepala daerah bisa menggerakkan rakyatnya, untuk
berpartisipasi, demokrasi ini menghendaki supaya otonomi itu sekaligus membangun demokrasi dari
bawah, demokrasi tingkat greeshold supaya dengan begitu rakyat berpartisipasi terhadap
pemerintahan.
Jadi kalau dasar pemikiran otonominya tidak kita pegang, kita sebetulnya pemikiran kita
tentang proses demokratisasi di daerah ini sia-sia, jadi 2 legitimasi ini harus kita pegang pak, saya
hanya mengingatkan dan ini saya kira sangat penting. Bahwa ada seleksi partai dan itu berarti basis

34
legitimasi di parlemen, yang kedua legitimasi publik di tingkat rakyat dan dua-duanya itu adalah syarat
minimal. Sebetulnya ada syarat yang penting juga yang kemarin sudah kita hilangkan itu uji publik,
kaitannya sama kapasitas, kafabilitas, sayangnya itu dibuang jadi kita tinggal 2 punya basis 2 basis
legitimasi.
Terima kasih.

FKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Saya merasa perlu menjawab, yang pertama begini, betul pertanyaan tadi bahwa meskipun kita
punya ambang batas 20 persen kursi atau 25 persen suara itu akan ditambah calon semakin banyak
dengan independen, sekarang saya tanya kepada pemerintah, pak Prof punya data tidak? Dari sekian
500 ini independen perseorangan itu muncul berapa sih rata-rata, dengan asumsi thrashold 3 persen
ya? Hari ini kita naikkan, kalau kemudian perseorangan itu dinaikkan, tentu saja kemudian calonnya
pasti berkurang bukan kemudian pasti naik kan begitu, itu menurut saya. Kalau pemenangnya sudah
kelihatan kemarin itu yang pertama.
Yang kedua Pak Fandi Utomo, PKB menaikkan atau membebaskan atau menghapus atau satu
putaran Pilkada itu karena thrasholdnya kita naikin pak, kalau thrashold tetap 15 kita tidak berani, tapi
kalau thrashold naik 20 persen itu sudah angka legitimasi itu sudah ada di situ, karena itu tidak mungkin
kalau kemudian yang kepilih itu dibawah 20 persen.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Saya cuma mengingatkan pak, saya cuma mengingatkan bahwa Undang-undang harus
mengatur termasuk kondisi ekstrim, saya cuma mengingatkan itu, artinya tidak ada pengandaian-
pengandaian yang tidak diatur oleh undang-undang. Bahwa peluang itu tidak bakal muncul itu tidak
boleh, Amerika yang sudah demikian maju berdemokrasi pernah mengalami masalah di Kalifornea
pada saat Bill Clinton ya kan, kejadian sama persis pak perolehannya dan itu.

FKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Ini menarik, ada tidak yang pemenangnya di bawah pengusung, kecuali pengusungnya besar
banget, misalnya 70 persen, kemudian perolehannya Cuma 50 tentu saja, tapi ada tidak pengusung
yang minimal taruhlah 15 persen, kemudian perolehannya di bawah 50 persen pemenangnya, kan tidak
mungkin. Jadi karena itu tidak mungkin mas, kalau thrashold 15 persen kemudian dia menang
perolehannya di bawah 5 persen itu kan tidak mungkin, pasti di atasnya. Atau kita cek statistik tidak
mungkin pasti di atasnya kalau minimal. Tapi kalau kemudian partai pengusung itu lebih dari 50 persen
ya tentu saja kemudian tidak selalu di atas prosetase pengusung, tetapi bahwa ambang batas 15
persen itu tidak mungkin, tidak mungkin ada pemenangnya pasti kalah dia kan begitu.

KETUA RAPAT:

Silakan dulu tanggapan pemerintah.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Terima kasih Pak Ketua, untuk nanti kesimpulan pemerintah terhadap keseluruhan pandangan
dari fraksi-fraksi karena pada prinsipnya undang-undang itu atas persetujuan bersama dari DPR
dengan pemerintah, Pemerintah akan memberikan pandangan terhadap isu ini setelah pandangan DPR
ini satu. Misalnya pandangan DPR ini sepakat 30 persen atau los kami akan memberikan pandangan
yang sama, oh kami setuju itu. Ini kami tadi melihat masih ada varian-varian, sebelah sini ingin los, kami

35
sama dengan Pak Saan ada masih Pak Muqowam masih 50 plus 1, Pak Lutfhi masih 50 plus satu,
masih ada beberapa varian-varian.
Kemudian titik-titik yang ekstrim perseorangan yang paling banyak di Aceh Mas Malik, Aceh itu
ada 13 yang menang calon perseorangan, kemudian yang paling ekstrim di Sulawesi Selatan jumlah
yang lebih kecil dari pengusung itu hanya dapat 12 persen, jadi pengusungnya kan minimal 15 persen
pada waktu itu, perolehan suaranya hanya 12 persen, itu pernah terjadi di Sulawesi Selatan, itu nilai
ekstrim statistik yang ada, kira-kira seperti itu, peta-peta ekstrimnya. Bukan itu makanya diulang lagi di
putaran keduanya. Ini kalau yang menang pasti di atasnya.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Saya tambahkan jadi kan tadi perdebatannya legitimate atau tidak legitimate, teman-teman
yang menganggap bahwa 30 lebih legitimate mudah dibantah, tadi Pak Fandi kan bilang yang menang
90 persen atau MURI atau segala macam saja berujung di penjara. Artinya bahwa legitimasi
kemenangan itu tidak berkorelasi langsung terhadap prestasi, kinerja dan lain-lain gitu. Sebetulnya
kalau kita mau jujur lebih penting prestasi kinerja atau legitimasi, bisa kita perdebatkan akhirnya.
Jadi maksud saya tidak akan ada habisnya, atdi siusulkan masuknya sudah 20 persen. Masuk
20 persen itu sudah bentuk penyaringan sebetulnya, tadi saya awalnya sama dengan Pak Saan, yang
sudah tidak usah pakai semua partai bisa mengusung saja seperti Pilpres sekaligus, tapi karena di
atasnya kita ingin satu putaran, saya kira baik ada proses penyaringan di awal, ditingkatkan dari 15
Gerindra tadi 15 tapi kita ikut teman-teman menjadi 20, itu ada proses penyaringan awal. Tadi kita juga
menjelaskan kita bisa buat matrik kalau sepakat bikin matrik untung ruginya, teman-teman kan cuma
poin legitimasi, kita ada poin lain yang lebih positif yang disampaikan Pak Malik, saya, Pak Bambang,
dan lain-lain, soal konflik, soal kejenuhan, soal biaya, soal efisiensi dan lain-lain dan faktanya sampai
hari ini dari 500 Pilkada lebih cuma 7 Pilkada yang masuk putaran kedua, dengan 30 persen yang lalu
kan 30 persen, gitu loh.
Jadi sejujurnya juga, hampir pasti juga tetap satu putaran, alangkah baiknya justru ambang
batas di atas ini saya kira dihilangkan, atau kalau terpaksa ada kita turunkan saja 25, 20 begitu, itu
pilihsnnya begitu kalau tidak sepakat dihilangkan, seperti argumennya Pak Fandi, ya tidak 30 apalagi
50, 20 atau 25 umpamanya. Karena hampir pasti dia lewat di angka itu.
Saya kira itu sementara.

KETUA RAPAT:

Saya kira kita selesaikan saja ini, tadi Pak Sirmadji juga sudah, jadi saya kira ini kan sudah 2
kutub, jadi Pak Sirmadji juga dari PDIP mrngatakan tidak usah kita kasih batas, mau turun mau kita
hapus saja, tidak pakai ambang batas, kan sudah 2 kutub ini ya kan?. Jadi yang satu masih kita
inginkan padahal sudah kita diskusikan panjang ini tidak ada korelasinya, jadi kenapa tidak efisien
mudah kita laksanakan, siapa menang dari calon yang ada itu, karena sudah kita buat saran. Untuk
menjadi calon itu sudah ada saringan di situ siapa yang paling tinggi dari sana, itulah. Jadi ya memang
kita jangan terjebak satu putaran atau 2 putaran, sudah sempit pintu masuknya 2, 3 calon atau 4 siapa
yang terbesar dari pertarungan yang pertama dan itulah aslinya ini lah yang terpilih, jadi sederhana
saja, bagaimana kalau ini kita rumuskan.

F-PG (Drs. H.A. MUJIB RAHMAT):

Segala sesuatunya bisa terjadi pak, maksudnya begini kalau kita batasi tidak ada putaran
berikutnya, atau kurang dari 30 artinya bisa kita anggap tidak ada 2 putaran, kalau terjadi angka itu
sama, ini bisa terjadi pak, dan itu bisa terjadi, anggaplah terjadi berarti apakah, nah artinya masih ada
kata-kata 2 putaran kan? Suara terbanyak, bukan dihilangkan ya? Anggap terjadi saja.

36
F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Pimpinan, sebelum dilanjutkan kesana, perumusan saya ingin memberikan catatn bahwa
penyederhanaan politik itu tidak boleh melanggar prinsip-prinsip dasarnya, kenapa kita melakukan
otonomi sedemikian luas ke daerah, tidak hanya dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada rakyat
tetapi sekaligus membangun partisipasi melalui demokrasi akar rumput.
Oleh karena itu dibutuhkan legitimasi pada tingkat rakyat, kita beryukur thrashold itu sekarang
untuk mencalonkan itu sudah 20 persen itu artinya legitimasi di DPRD salah satu ukuran daya dukung
itu adalah DPRD untuk kinerja sudah 20 persen, sekarang tinggal kesimpulan kita berapa sih orang itu
mendapat dukungan berapa dari rakyat supaya memudahkan dia untuk menggerakkan partisipasi itu,
menggerakkan partisipasi rakyat untuk dalam rangka pengelolaan pemerintahan maupun aspek yang
lain.
Terima kasih.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Pak Fandi mohon maaf, tidak ada hubungannya, kemarin kita bahas sampai malam, saya
independen tahu-tahu masuk partai, saya masuk partai tahu-tahu independen balik lagi ke partai, hari
ini saya dipilih bupati dengan satu partai, begitu jadi bupati bisa-bisa semua partai mendukung saya,
artinya maksud saya tidak berarti bahwa kalau saya hari ini cuma didukung satu partai setelah saya
menang dengan suara katakanlah 25 persen pasti tidak mendapat dukungan dari parlemen kan begitu
loh, poin saya itu Pak Fandi. Pak Fandi tadi ngasih contoh duluan yang menang 90 persen atau sekian
saja berujung di penjara, jadi kita ini sulit memang kalau berdebat seperti ini, ukurannya kan beda-beda.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Jadi begini Pak Riza kenapa saya kasih gambaran yang 95 persen di Bangkalan dan 89 di
Mojokerto Pak Ahmadi itu berakhir di penjara dua-duanya karena aspek kontrol itu penting di dalam
demokrasi, kenapa kita memudahkan calonnya supaya jangan cuman satu atau 2 supaya calon itu
lebih dari 2 kalau bisa, bahkan MK membuka ruang untuk calon independen untuk memperbanyak
aspirasi, itu salah satunya adalah pentingnya aspek kontrol. Kita tidak mensyaratkan 50 persen plus
satu seperti Presiden, yang disitu sudah melekat DPR, melekat sistim kenegaraan, di Pemerintahan
daerah itu rezimnya rezim pemerintah daerah pak, itu dibawah Mendagri semua dua-duanya, DPRD
maupun dan itu mudah sekali terjadi Uncontol begitu, beda itu.
Jadi maksud saya antara ektrim perolehan terbanyak over legitimate dan under legitimate ini
dua-duanya harus kita hindari supaya yang over legitimate supaya terkontrol yang under legitimate juga
jangan sampai terjadi, karena itu akan menyulitkan pengelolaan pemerintahan.
Terima kasih.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Baik pak, tapi ukurannya bukan 30 persen, tidak apa-apa kita diskusi ya? Saya bukan wasit ini,
jadi di Bangkalan itu Fuad Amin kalau kita mau jujur, hampir semua Partai di DPR dukung dia, saking
hebatnya ini orang mohon maaf mungkin saya berlebihan, informasi yang saya terima, yang mau jadi
anggota DPR RI itu kalau tidak lapor sama dia, gak jadi barang itu, ini Pak Nono, jadi orang ini luar
biasa. Jadi maksud saya Pak Pandi tidak ada hubungannya begitu loh.

37
WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):

Usul Pak Ketua kelihatannya 20 persennya itu sebagai persyaratan masuk dan 25 persen
suara kelihatannya sudah sama itu sudah bisa diketuk, sudah bisa diketuk, sudah maju kita ini, sudah
maju, sudah diketuk belum?
Belum diketuk Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Itu memang tidak ada bahasan kita, Cuma dalam DIM kita.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):

Jadi ya tinggal sedikit saja itu, tinggal sedikit lagi, memang kalau kita bicara tentang ini teori
Demokrasi, elektabilitas, legitimasi, nanti baliknya itu kaya kemarin lagi ini, Pilkada langsung dan tidak
langsung. Kalau PKS itu bab itu Bab diskusi tentang demokrasi dan legitimasi itu sudah selesai ketika
ya sudahlah berbesar hati Pak Fandi, ini berbesar hati, luar biasa kita ini, ya sudah kita hormati beliau
dan kita berbesar hati mendukung Perpu ini.
Lalu kemudian pikiran kita yang lain sekarang adalah bagaimana melakukan ya penghematan
dari sisk biaya penghematan, dari sisi waktu, penghematan, energi, penghematan kesibukan
masyarakat, dari hiruk pikuk Pilkada yang selalu menjadi alasan kita dalam berbagai pembicaraan, tapi
bab demokrasi dan legitimasi sudah selesai kemarin, ini sudah ngalah PKS ini, sudah ngalah kita di
Bab itu. Sudahlah Pilkada langsung ini yang paling top, kita sekarang ngalah di situ. Sekarang kita bab
yang lainnya ini mari kita diskusikan, saya kira diskusi soal itu sangat relatif, tapi kita sudah memilih
yaitu Pilkada langsung, sekarang ini tinggal urusan, menurut kami tinggal urusan efisiensi saja, tidak
ada itu perrdebatan demokrasi, mendalamnya itu sudah tidak ada lagi, sudah selesai.

KETUA RAPAT:

Jadi saya kira kita harus ada rasa toleransi juga disini, jangan kita berpura-pura, oleh
karenanya kita terang-terangan saja deh, ini sudah semua, sudah ham[ir semua, ini maaf Prof ini sudah
hampir semua ini cocok begitu. Jadi oke ya? Kita putus ini ya? Oke

(RAPAT : SETUJU)

Jangan lagi diputar, Pak Fandi perubahannya di luar jadi ya.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Pak Ketua mohon ijin keputusannya apa ini, keputusannya adalah suara terbanyak, ikut PKB
kita, suara terbanyak, tidak memakai ambang batas kemenangan, siapa yang terbanyak di sana, tapi
tadi dari PDIP menginginkan kalau suara sama harus dilakukan tingkat penyebarannya, begitu.

F-PAN (AMRAN, SE):

Ya Nasden juga sudah ikut Nasdem.

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Sudah diketok kan tadi sama ketua, jadi kalau sudah diketok, suara terbanyak.

38
KETUA RAPAT:

Tanggapan Pemerintah.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Terima kasih Pak Ketua, pertama setelah menyikapi, perkembangan pada forum pembahasan
pada malam hari ini, pemerintah berbesar hati mengikuti dinamika anggaran terjadi pada malam hari ini
dengan melihat bahwa perkembangan pembahasan menunjukkan ada perubahan sistem untuk
menentukan pemenang pemilihan Kepala Daerah, mudah-mudahan sistem ini ini mendorong Pilkada
lebih efisien, lebih user friendly, lebih cepat tahapannya dan lebih menghindarkan konflik, dan kita
berharap ini nanti lebih mendorong efektifitas penyelenggaraan pemerintahan. Tentu saja dengan
sistem baru ini nanti ketika ditambah pintu masuk yang dipersulit dengan harapan calon perseorangan
tidak terlalu banyak, karena kalau calon perseorangan banyak akan kecil-kecil dengan nanti
menghitung yang pasti belum pernah terjadi selama ini Pilkada dengan jumlah suara yang sama, belum
pernah ada, kalau pun nanti ada sejumlah yang sama dihitung persebarannya, yang menang lebih
banyak di berapa sebaran, sehingga tidak dimungkinkan ada Pilkada yang diulang karena jumlah
suaranya yang sama, nanti dibuat varian-varian dengan sebaran.
Kira-kira pandangan pemerintah seperti itu pak Ketua, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Oke diketok lagi, masuk ke Tim Perumus.

(RAPAT : SETUJU)

Baik saudara-saudara ada satu lagi, yaitu tentang penyelesaian perselisihan hasil pemilihan, itu
akan kita ketok biar kita beritahu, ceritanya ini begini, pada saat kita Pimpinan DPR rapat konsultasi,
dengan Komisi II dan Kapoksi, GMA. MA menyatakan ringkasnya seperti yang kami ceritakan MA
sepertinya minta ampun lah, tidak sanggup kalaupun diperintah oleh Undang-undang menyatakan tidak
sanggup, dengan alasan bahwa hakim, dengan alasan fasilitas, dengan alasan sebab musabab ini
sampai titik terakhir, Ketua MA menyatakan bahwa jangan perkara nila settitik rusak susu sebelangga.
Jadi terlebih dahulu, kita, Pimpinan DPR, Pimpinan Komisi II dan Kapoksi sudan bicara dengan MA, MA
dengan model bahwa menyatakan ini bukan rezim pemilu ini adalah rezim tersendiri walaupun diantara
mereka ada soal tapi ini keputusannya pun dinyatakan. Di keputusan dari MK itu juga dinyatakan
bahwa selama, ini ke;utusan nomor 2 MK itu nomor 97 yang sering juga kita kutip, Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili perselisihan hasil pemilihan umum Kepala Daerah, selama belum ada
Undang-Undang yang mengatur mengenai hal tersebut. Itu dinyatakan di keputusan 97, Jadi masa
transisi kita sudah undangkan ini MA, tapi Manya tidak mau dengan alasan “semua itu kami tidak
sanggup”, oleh karenanya saya kemarin selaku pimpinan komisi II langsung meminya kepada Ketua
DPR agar melakukan rundingan konsultasi dengan tiga lembaga ini. Sebab bagaimana kita atur dalam
Undang-undang tidak ada anggaran mau nanti dan ini terbuka, Perpu sebenarnya sudah berlaku,
sudah kita undangkan sudah berlaku secara terbuka Humas Mahkamah Agung itu, dan Ketua
Mahkamah Agung, menyatakan Anggota tidak sanggup, oleh karena itu hasil pertemuan tadi yang
terakhir inilqh sudah dibagikan kepada kita semua.
Jadi MK bersedia menyelesaikan sengketa dan MA juga turut serta di dalamnya tapi dalam dua
hal Peradilan Umum dan juga Tata Usaha Negara, jadi ada kerjasamanya di dalam itu dengan catatan
yang diminta oleh MK bahwa massanya kalau tadi 14 hari kerja, beliau minta 45 hari kerja dan tidak ada
hakim ad hoc begitu.

39
F-PD (SAAN MUSTOFA, M.Si):

Pertama ini dari Panja atau dari Komisi II yang ikut konsultasi ada tidak, kalau memang hari ini
konsulatasi. Karena begini ketika kita akan membikin Panja dan kita akan melimpahkan, menugaskan
atau memberikan kewenangan itu tentuakan menjadi lebih baik kalau misalnya dari Panja juga ada
yang ikut, karena kita sedang merumuskan undang-undang supaya kita tidak ada walaupun ini resmi
dari Pimpinan DPR kan kita tidak ada yang ikut. Dulu pengalaman kita menyusun Undang-undang
Pemilu, dulu waktu Pansus Pemilu ketika mau membikin Peradilan tentang Pemilu kita juga
mendengarkan, Pimpinan Pansus datang ke Mahkamah Agung atau kemana mendengarkan, mungkin
akan lebih baik lagi kalau kita mintalah surat secara resmi, surat dari MK maupun dari MA, tunjukkan
kepada Panja Undang-undang ini bahwa mereka, Pertama kalau memang MA menyatakan keberatan
alasannya apa? Biar kita punya pegangan resmi, jawaban tertulis, tidak bisa secara ini ya? Ini
menugaskan. Yang kedua sama MK, kalau memang MK bersedia dia juga harus menyiapkan secara
tertulis jangan sampai nanti, ketika kita konsultasi itu bukan sukap lembaga, tai sikap individu misalnya,
yang punya pendapat yang berbeda aptapi kelembagaannya dia lain.
Jangan sampai misalya ketika kita putuskan, kenyataannya masuk yudisial review lagi tentang
tadi putusan Mahkamah Konstitusi yang mengatakan tidak berhak untuk mengadili ini, ini an repot lagi
kita. Kalau saya supaya kita pasti saja bahwa dua lembaha ini bahwa MA memang tidak bersedia dan
MK bersedia, kita perlu pegangan tidak bisa hanya menggatakan secara lisan, ini kepastian buat kita
juga, ini penting menurut saya.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Mohon ijin pimpinan dari pemerintah. Terima kasih Pimpinan, kami tadi juga mendapatkan surat
ini, kami akan melaporkan dulu kepada Pak Mendagri mengenai posisi ini, karena Pak Mendagri
menggariskan kepada kami, penyelesaian sengketa tetap berada di Mahkamah Agung, tadi malam
kepada kami karena beliau sampai besuk tidak ikut dan kami akan segera melapor kepada Pak Menteri
bahwa ada surat ini. Dan bagi kami benar yang disampaikan Pak Saan perlu ada surat dari Mahkamah
Konstitusi bahwa MK bersedia menangani ini, sehingga ada jaminan tidak akan lagi melakukan kalau
ada yudisial review dia akan tolak, dan juga harus ada surat dari Makamah Agung sesuai dengan surat
inimenyatakan tidak siap untuk melakukan penyelesaian perselisihan hasil Kepala Daerah. Ini menjadi
penting agar ada kepastian hukum dan bagi pemerintah sebenarnya saya agak sulit mengatakan ini di
dalam Forum yang mulia ini.
Apalah ya, sebuah lembaga negara saya sedih betul menyatakan tidak sanggup, bayangkan
nanti kalau ada sebuah pemerintah daerah menyatakan saya tidak sanggup melaksanakan isi Undang-
undang. Dari cabang kekuasaan Yudikatif yang demikian mulia sebagai wakil Tuhan di dunia,
bayangkan dia salah satu cabang Trias politika yang demikian agung diberikan kekuasaan atributif yang
demikian mulia menelesaikan sengketa menyatakan dirinya, kami tidak siap. Tapi inilah realitanya tapi
kami kalau memang demikian, pemerintah mengharapkan ada pernyataan yang secara dokumen bisa
kami tindak lanjuti untuk kami laporkan kepada Pimpinan, erima kasih.

KETUA RAPAT:

Saya mau ceritakan soal ini ya, di pers juga kita baca, tidak usah lagi pakai pernyataan, inilah
republik kita sekarang. Di Pers dinyatakan humas itu secara terang kita bertemu malah dari MA
menyatakan malah duluan keluar, kami dari Kapoksi hadir semua, Pimpinan hadir semua di sini, terang-
terang menyatakan Pimpinan DPR hadir menyatakan itu. Dan kita bukan keluarkan di pers Ketua MA
menyatakan langsung dalam pertemuan itu saya nyatakan masi masih baca pernah pernyataan Ketua
Mahkamah Agung yang mulia yang megatakan menolak tapi terkecuali diperintah oleh Undang-undang
apa itu sudah dicabut? Minta ampun tolong kami jangan ikut-ikutan dilibatkan soal pemutus

40
perselisihan, nah itu memutus perselisihan Pilkada dengan alasan ini, ini, ini seperti yang kita baca di
Pers itu.
Jadi tidak usah pakai surat lagi kita minta pernyataannya begitu, di Pers sudah dinyatakan,
terbuka. Jad kalau soal MK menyatakan kesediannya itu karena ada memang keputusan MK Nomor 97
itu yang menyatakan bahwa : ini keputusan Nomor 2 sudah dinyatakan tapi Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili perse;isihan hasil pemilihan umum kepala daerah selama belum ada Undang-
undang yang mengatur hal tersebut. Ini keputusan nomor 97/PUU/XI/2013.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Kalau yang itu saya ingin mendebat pak, karena di Perpu 1 sudah diatur, kontek pada vonis
nomor 97 yang saya ikuti pada waku itu, Undang-undang Pemda saat diputus itu belum ada norma
yang lain. Tadi sudah di Perpu 1 sudah ada peraturan yang lainnya yang mengaturnya. Sehingga isi
putusan itu akuntrario sudah terbantahkan, ini kontek keputusan nomor 97 tahun 2014 itu Pak Ketua,
sehingga tidak bisa lagi, mohon maaf surat inipun validitasnya menjadi diragukan, karena menyatakan
karena belum ada Undang-undang yang mengatur mengenai hal tersebut, Perpu 1 itu sudah mengatur
mengenai tempat menyelesaikan sengketa, tapi ini untuk forum di sini saja.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):

Mungkin begini Pak Ketua ya, mungkin ada fakta bahwa memang sudah bertemu pimpinan
DPR dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi hari ini yang kamipun di Pimpinan juga tidak
tahu, itu ada faktanya mungkin saha Pak Saan, fakta tapi ketika fakta ini di sampaikan dalam bentuk
surat seperti ini, ini memang ada konsekwensi lain. Dalam hal ada surat seperti ini kita ingin
mengkonfirmasi saya kira itu sah ya? kita mengkonfirmasi kepada Pimpunan kita, kita bertanya kembali,
kita merujuk kembali dan sebagainya bisa, karena sudah terlanjur Anggota sudah, tapi kalau fakta
bahwa itu terjadi pertemuan apalagi sebenarnya kalau disampaikan saja sebagai hasil pertemuan yang
sifatnya formal, lalu kita juga memahami bersama, itu mungkin sebetulnya bisa lebih mulus,
dibandingkan dengan surat-surat seperti ini. Tapi ini kan sudah terlanjur ya sudah, mungkin ada
baiknya karena Pimpinan juga Ketua DPR, Wakil Ketua DPR semua bisa kita tanya, mungkin perlu juga
Pak Ketua kita mengkonfirmasi.
Jadi saya kira kita punya, bisa mengkonfirmasi.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

(suara tidaj jelas tanpa mic)

KETUA RAPAT:

Saya kira soal ini pemerintah berkoordinasi, bila perlu besuk pimpinan DPR juga kita duduk
disini. Saya terus terang saja Pimpinan DPR berpikir bagaimana nanti kalau tidak ada yang mau, yang
menyelesaikan perselesihan dengan dengan lembaga kita yang sudah sekian, kita temui disini mentok
di sini, bukan kita bilang tidak mungkin, ini kan ada pertanda apa seperti yang dinyatakan Prof tadi.
Waktu kita bertemu rapat konsultasi adalah legal, konstitusional menanyakan, jangan bunyi di koran
kita tanyakan bagaimana kebenarannya? Ini kan sebelum di tanya masih Perpu Nomor 1 ini kan
ditanggapi oleh Ketua MA, Perpunya sudah keluar kita mau bukabenar ini. Perpunya sudah
dikeluarkan, sudah kita sahkan menjadi Undang-Undang, itu ditanggapi ooleh Ketua MA, waktu itu Pak
Fandi juga hadir, bagaimana perasaannya menyampaikan itu, Kapoksi-kapoksi kita hadir semua,
Pimpinan hadir semua, kita simpulkan bahwa mohonlah.

41
Jadi kalau orang Melayu itu minta-minta ampun tolong jangan, jangan kami diberikan, kira-kira
begitu menyelesaiakan soal ini karena kami tidak siap dari sini, dinyatakan secara terbuka. Kami saring
hakim itu keluar juga di Pers itu, 4 milyar habis duit, di uji publik hakim, ada 1 yang lulus, bagaimana
mau kita tempatkan di daerah-daerah. Dibuka seperti itu semua, habis dari situ secara aterbuka ini
tampak MK menolak, MA menolak, ini bagaimana lantas pimpinan DPR melakukan Rapat Konsultasi.
Karena ini kan waktunya singkat harus nanti kita selesaikan, oleh karenanya dipersilakan konsultasi
dengan pemerintah, besok akan kita angkat soal ini dan kita minta juga pimpinan DPR, Pak Riza untuk
besuk bisa juga pada saat waktunya pembahasan ini, akan kita tentu dibicarakan. Tidak ada yang salah
dalam soal ini, tapi kenyataannya dalam konteks kita mau membentuk Undang-undang ini, untuk apa
kita atur kalau selurh rakyat Indonesia ...(suara tidak jelas)

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Nambahin sedikit Pak Ketua sebelum ditutup ini dari Pemerintah ingin memperkuat pandangan
kita dari aspek konstitusionalitas karena kan tidak mungkin kita bernegara melanggar tatanan tertinggi
di konstitusi. Begini cabang kekuasaan kita yang berwenang mengadili, menyelesaikan sengketa hanya
ada kekuasaan yudikatif di MK atau MA, hanya itu pilihanya ada dua itu. Di konstitusi itu ada
kompetensi absolut dan kompetensi relatif. Kompetensi yang dimiliki, kompetensi MK itu sifatnya sudah
limitatif pak, ini di Pasal 24 huruf c ayat (1).
Pertanyaannya itu bolehkah Lembaga negara menolak untuk melaksanakan kewenangan yang
ada didalam Undang-undang Dasar? Ini bernegara macam apa? Kalau kita menolak kewenangan
yanga da didalam konstitusi ini. Karena tidak mungkin kita memberi kewenangan yang sudah limitatif
mutlak di dalam konstitusi itu, tidak mungkin ditambah kewenangannya karena didalam Pasal 24 c ayat
(1) itu hanya untuk sengketa Pemilu. Sedangkan yang paling mungkin kewenangan yang ditambah
adalah Mahkamah Agung, karena pasal 24 huruf A ayat (1) itu memungkinkan MA itu diberikan
wewenang tambahan sepanjang dirumuskan di dalam Undang-undang, ini penguatan-penguatan kita
untuk memperkuat Pak Hatta Ali, karena hanya ada dua itu pak, kecuali kita akan membentuk badan
penyelesaian khusus, nanti kita beri Pak Hatta Ali kalau bapak tidak sanggup setahun ini sajalan, untuk
di tahap Pilkada serentak tahun ini untuk Pilkada serentak di tahun 2018 nanti kita bentuk badan
peradilan khusus kalau memang bapak tidang sanggup, tapi kita siapkan mulai sekarang misalnya
seperti itu. Tapi sebenarnya kita tidak memilih untuk disana, sebenarnya Mahkamah Agung jauh lebih
siap dengan seluruh perangkatnya itu kalau pemerintah pandangannya seperti itu, kita yang harus kita
perkuat di sana.
Karena di dalam bernegara dimanapun disain bernegaranya itu ada pada konstitusi tidak ada
pada pilihan masing-masing pejabat negera itu, tapi ada pada konstitusinya, itu pandangan pemerintah,
mohon maaf Pak Ketua terima kasih.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Pak Fandi saya boleh kan bicara,artinya begini, kita semua punya hak yang sama kita semua
punya hak yang sama, memimpin kan mengatur regulasi, tapi berpendapat juga boleh, apalagi bagi-
bagi pendapat.
Jadi begini bapak, ibu yang terhormat saya sederhana saja, ini kan ada 2 hal sebetulnya yang
penting ditinjau yang pertama aspek legalitas, aspek konstitusional, itu poin pertama.
Poin yang kedua adalah poin kebermanfatan kira-kira itulah kalau dikelompokkan, itulah kira-
kira, kalau dikelompokkanlah. Jadi semua aspek saya mebagi dua saya poin konstitusionalisan dan
poin kebermanfaatan. Saya masuk poin hukum, kalau bicara poin hukum saya kira kita semua sudah
membaca, apa putusan MK dan lain-lain, yang intinya bahwa MK merasa bahwa Pilkada bukan rezim
Pemilu, atas dasar itu kemudian bahwa perselisihan sengketa Pilkada tidak bisa dilaksanakan di MK itu
poinnya sebetulnya kan, nanti silakan kita diskusi poinnya.

42
Yang kedua namun demikian disitu juga dijelaskan bahwa selama belum ada perundang-
undangan yang mengatur yang intinya MK bersedia Menangani ini kan begitu.
Yang ketiga tadi kan dijawab bahwa ada Perpu, jadi dianggap karena Perpu sudah mengatur
jadi sudah ada Undang-undang, kalau bicara begini tidak akan habis, orang Undang-undang dasar saja
bisa diamandemen Anggota Kabupaten negitu artinya, artinya Undang-undang bisa juga nanti di revisi,
dan sekarang hari ini kita merevisi undang-undang.
Kemudian poin yang keempat apabila undang-undang memerintahkan saya setuju dengan
Prof, jangankan MK, Presiden sekalipun kalau diperintahkan ya laksanakan, jadi yang itu saya sepakat
pak, siapapun mau MK, mau MA kalau Undang-undang memerintahkan ya harus dilaksanakan. Justru
hari ini kita ingin membuat undang-undang dalam rangka siapa yang harus melaksanakan, bukan
bicara mau tidak mau. Itu silakan alasan masing0masingh mau, tidak mau silakan tapi kita yang
meyakini siapa yang terbaik menangani itu yang kita perintahkan melalui undang-undang untuk
melaksanakan.
Kemudian yang berikutnya adalah bahwa kami ini sudah membahas berkali-kali, memang ini
kita ada masalah juga DPR waktu ketemu di sini ada yang hadir ada yang tidak, jadi beda-bedalah kira-
kira begitu. Saya sampaikan tadi malam, atau kemarin malam, saya kepinginnya di MK awalnya, ketika
ikut hadir rapat konsultasi dengan MK berubah pikiran saya, saya mau ke MA, sekalipun disitu MK
Cuma berpikir bahwa pokoknya aturannya ini yang lain tidak pakai. Jadi ada istilah alasan pokoknya
gitu loh. Sekalipun itu sejujurnya bisa ditebak. Hari ini kalau kita bicara Undang-undang hampir banyak
undang-undang yang kita langgar atas nama keadilan, atas nama kebermanfaatan, mungkin bisa kita
carilah, banyak saya yakin saya bukan ahli hukum
Contoh yang sederhana kalau saya tidak salah yang dipilih Cuma Gubernur, Bupati dan
Walikota, sampai hari ini begitu bunyi undang-undangnya, tapi sudah berapa ratus, berapa puluh tahun
kita pilih kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pertanyaannya melanggar Undang-undang, tidak?
Kalau kita leterlex ya melanggar, tapi atas nama kebaikan, kebermanfaatan tidak bermaksud
meremehkan Undang-Undang Dasar, kita tetap melaksanakan. Jadi saya kira yang ahli hukum mungkin
lebih pintar dari saya banyak poin anggaran seperti ini. Jadi intinya sebenarnya kalau saya bukan
penting MA atau MK kalau saya adalah mana dari 2 lembaga ini yang paling baik, melaksanakan
sengketa Pilkada untuk kebaikan semua hal, itu sebabnya waktu kita berdebat berjam-jam saya pimpin
waktu itu Pak Rambe, saya putuskan kita break sambil diskusi dialog kita minta Sekretariat membuat
matrik, coba kita diskusi plus minus seperti tadi kita memutuskan berbagai hal selama ini, kita diskusi,
lain-lain kita punya argumentasi sendiri yang juga tidak salah sebetulnya, jadi intinya begitu.
Saya baru juga lihat ini, saya sama seperti Pak Saan, lebih baik ada tertulis, dan waktu itu
memang saya termasuk orang yang paling kritis di MA, paling banyak sampai satu jam makan siang itu
selama informal meeting itu ya Pak Rambe, saya kritisi satu-satu, termasuk pertanyaan yang paling
penting adalah apakah melanggar konstitusi kalau kemabli ke MK? Tidak saya bukan ahli hukum, di situ
semua orang ahli hukum di republik ini, Pak Hatta Ali dengar semua pembicaraannya lebih dari 15
meyakini bahkan dia bilang, kita bulat ke MK dengan berbagai argumentasi hukum dan argumentasi
kemanfaatan dan kemudhorata.
Kemudian ada poin yang tidak kalah penting adalah, kalau kita merujuk pada MK disitu
disampaikan bahwa ketika memutuskan di MK atau di MA dari 9 hakim konstitusi 5 yang memutuskan
ke MA, tapi 4 memutuskan ke MK. Poin saya adalah sangat tipis kalau ini, sekalipun keputusannya ke
MK, beda kalau 9 bulat, atau 8 lawan 1, kemudian yang tidak kalah penting hari ini faktanya itu
pimpinan Hamdan Zulfa Pak Ketua, hari ini faktanya MK anggaran 9 ada di Mahkamah Konstitusi
Ketua dan wakil yang lainnya yang kebetulan memutuskan meyakini dengan disanding opinion
memutuskan kembali ke MK.
Jadi kalau kita mau jujur ketika di Jureview karena hakimnya lebih banyak yang memutuskan
ke MK sangat tidak mustahil kemabli ke MK, kira-kira begiti, jadi memang sulit karena kita bukan ahli
hukum. Jadi maksud saya ujung-ujungnya keputusan ini akhirnya persepsi kan? Pendapat kan?
Dengan landasan dalil masing-masing.

43
Kemudian yang poin terakhir kita bicara praktis saja, seorang Jimly saya tidak tahu
kapasitasnya seperti apa, Prof Jimly Ketua Mahkamah Konstitusi, mantan kita juga panggil disini,
berpendapat juga Pak Jimly berpendapat kembali ke MK, waktu Pak Jimly hadir ada 2 pertanyaan
penting yang saya tanya.
Yang pertama soal legalitas apakah kalau kembali ke MK sama seperti MA melanggar Undang-
undang? Tidak jawabannya selama undang-undang ini memerintahkan kepada MK sah tidak
melanggar undang-undang.
Ada pertanyaan kedua yang penting yang mungkin diantara kita termasuk saya sebetulnya
meragukan apakan MK bisa menyelesaikan perkara Pilkada serentak, dalam waktu yang bersamaan,
saya sama Pak Saan itu ponnya Pak Saan. Setelah saya pelajari, saya kaji betul pendapat Prof Jimly.
Kita ini tidak Cuma berpengalaman menangani kasus Pilkada, Pileg. Pileg itu lebih dari 900 kasus
secara bersamaan dan waktunya sama 14 hari. Nah saya berpikiran sebetulnya ada 2 atas semua ini.
Yang pertama adalah kembali ke MK waktunya diberi tambahan yaitu 30 hari pikiran saya, tapi ternyata
surat yang kita terima ini malah lebih luas 45 hari. Apakah menganggu tahapan, tidak karena kita
hampir tidak ada 2 putaran apalagi kita tahu Pilkada serentak ini banyak waktu masa jabatan Pilkada
yang ditarik, artinya dia setelah terpilih belum langsung dilantik. Jadi dimungkinkan dari segi waktu
apalagi tadi uji publik sudah hilang, tahapan sudah hilang, hari ini kita sudah terima simulasi dari pada
KPU. Praktis tahapan pemilu di sini hanya 6 bulan 5 hari antara waktu pendaftaran sampai waktu
pencoblosan, ini diluar sengketa, diluar waktu sosialisasi sebelumnya. Jadi saya meyakini kalau KPU
membuat tahapan seperti ini sangat tidak menganggu tahapan dan sebagainya.
Yang terakhir saya ingin menyampaikan poin diluar hukum, ini matrik sudah dibuat, sebetulnya
kalau ada waktu saya ingin kita diskusi, kita paparan poin satu, poin dua, poin tiga, termasuk soal
paket, sebenarnya saya ingin semuanya seperti ini Pak Saan termasuk soal nanti jadwal, termasuk itu
tadi soal legitimasi, saya pribadi inginnya seperti ilmiah lah, kita buat matriknya, kita diskusi, itu lebih
baik tapi karena waktu, paling tidak ada beberapa poin disini saya bacakan saja satu menit.
Yang pertama dari segi, jadi begini poin yang paling penting buat saya sebetulnya adalah poin
2 hal kenapa saya ingin kembali ke MK, yang paling penting dari semuanya. Yang pertama asas
keadilan, kebenaran, kejujuran, keakuratan, kevalidan. Antara MK dengan MA, MK lebih valid lah kira-
kira hasilnya dalam mengadili, mohon maaf ketua MA didepan jajarannya pun jujur menyampaikan saya
mohon maaf, kami sedang meformasi badan peradilan ini anggaran hadir disini ada beberapa orang,
kalau kita menangani ini, dia khawatir hasilnya tidak adil. Salah satu alasannya adalah hubungan anatar
kepala apengadilan, majelis hakim, dekat dengan kepala daerah itu juga alasan Gerindra, kenapa ke
MK hubungannya dekat, bisa mempengaruhi, tapi kalau MK jangankan kita mau ketemu hakim, ketemu
stafnya saja tidak bisa pak, saya menangani berbagai Pilkada, sengketa mau ketemu stafnya saha
susah, ketemu hakimnya apalagi tidak bisa. Jadi kira-kira begitulah.
Jadi maksud saya itu poin soal hasil, kemudian ada yang lebih penting bapak-bapak, kenapa
saya ingin satu pintu, satu di MK saja jangan sampai ada 4 apalagi 10, apalagi setiap provinsi, saya
sudah jelaskan berkali-kali sebelumnya. Katakanlah di Aceh memutuskan satu kasus si A menang,
waktu Pilkada lain di Papua si B kalau apa yang menarik disini? Ternyata kasus si A sama si B simillir
dan untuk diketahui bahwa perselisihan sengketa Pilkada di seluruh Indonesia, kasusnya hampir sama,
tipikalnya sama, istilah saya kasus yang similir, bisa dibayangkan satu pengadilan disati sisi
memenangkan si A, di pengadilan yang satu memenangkan si B, untuk kasus yang hampir sama dan
itu saya yakin tidak mendahului Tuhan akan terjadi dari 550 Pilkada saya Haqul yakin pasti terjadi.
Kalau di MK hampir tidak pernah, saya tidak ada buktinya tapi rasanya hampir tidak pernah, itu
juga penting makanya saya berpendapat lebih baik satu pintu. Untuk masalah yang apakah cukup
hakimnya 9 itu sudah dijawab sangat mungkin dan bisa apalagi ditambah yang 45 hari.
Bab poin yang paling berat adalah mohon maaf ini ijin, poin yang konflik horisontal menurut
saya ya? mungkin teman-teman punya pendapat lain jika di satu kabupaten saya kalah terus saya
sepertinya bisa menerima, di kabupaten tetangga saya karena serentak, Pak Rambe menang tapi disitu
ada keributan, nah kemudian ini dapat memicu saya untuk ikut ribut dan lain-lain. Jadi intinya maksud

44
saya jadi faktor keadilan, faktor kedekatan. Kemudian yang paling penting lagi adalah kedekatan antara
kantor pengadilan atau apa namanya dengan massa itu dekat, kalau di MK itu jauh, susah kita dari
Papua, dari Aceh atau dari Lampung, bisa mungkin ke Jakarta, tapi relatif selama 5 tahun lebih ini
terisolir lah atau 10 tahun ini tidak ada keributan, hampir pasti ya mungkin tidak pasti atau paling tidak
akan terjadi dari 500 sekian tidak mustahil kekecewaan itu mengakibatkan membakar pengadilan dan
lain-lain, jadi banyak sekali alasannya mungkin waktunya tidak ini, tapi intinya yang akhirnya saya
pribadi mohon maaf tidak bermaksud ini, tenyata lebih baik ke MK untuk saat ini.
Tapi ada solusi seperti Prof tadi betul, kalau sepakat ya? sementara di MK sambil kita beri
kesempatan, di MK pak kalau saya, kalau Prof kan di MA, kalau saya sebaliknya tapi sama modelnya.
Sementara di MK nanti diberi kesempatan dalam 2 tahun kedepan untuk badan peradilan khusus,
rekomendasi Gerindra itu diantaranya adalah ke MK atau membentuk Badan Peradilan Khusus Pilkada,
itu Prof kalau Gerindra. Pilihannya kan sementara di MA, kalau saya dalam rangka tadi lebih baik MK
dulu kedepan baru dibentuk badan peradilan khusus, terima kasih.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Terima kasih pimpinan, untuk memudahkan saya kira jangan merasa Demokrat, kalau memang
prosedur hukumnya memungkinkan untuk kembali ke MK itu Demokrat tidak keberatan. Yang kita ini
menghadapi putusan MK yang mengikat pembuat Undang-undang. Kalau keputusan Mk itu bisa kita
hadapi dengan legel, bukan dengan rapat konsultasi tapi dengan putusan itu saya kira sangat baik
kalau kita bisa kembali ke MK gitu, pintunya tunggal, interpretasinya tunggal, itu akan menyebabkan
banyak kebaikan. Saya kira yang saya hadapi ini kita menghadapi keputusan MK itu, dan sebetulnya
kalau kita mau kembali ke MK itu prosedurnya jadi panjang karena kita harus yudisial review yang itu
keputusan soal MA untuk dikembalikan ke MK. Supaya MK mengeluarkan kembai keputusan yang itu.

F-PD (SAAN MUSTOFA, M.Si):

Saya ingin menambahkan ya, saya tidak mau terlibat dalam soal pembenaran, apakah MA atau
MK segala tadi yang disampaikan oleh Pak Riza oleh pimpinan, dengan segala pembenaran bahwa Mk
lebih benar, lebih baik dari MA misalnya kan, toh juga kalau kita mau melihat kepada fakta kenapa
misalnya kepercayaan terhadap Mahkaman Konstitusi dalam menangani sengketa pemilu apakah itu
Pilkada itu juga luntur, bahkan ada problem juga karena ada kasus, kasusnya sangat fenomenal,
bahwa memang seperti Pak Riza sampaikan bahwa susah ketemu pimpinan MK tapi kenyataanya bisa
tembus juga, saya hanya tidak mau terlibat dalam soal justifikasi, pembenaran bahwa ini lebih baik atau
ini lebih jelek tapi yang saya ingin pastikan adalah ini ada sebua preseden bbahwa Mahkamah
Konstitusi lewat keputusannya itu tidak siap menangani soal sengketa Pilkada, ini adalah sebuah
keputusan. Tidak ini yang Mahkamah Konstitusi ketika yang soal rezim pemilu atau rezim pilkada, ini ka
sebuah keputusan, nah tadi dikatakan bahwa secara ini MA menyatakan tidak siap dan sebagainya,
nah yang saya pertanyakan sederhana saja, saya ini kan butuh jaminan, butuh kepastian.
Jadi kalau memang Mahkamah Konstitusi itu bersedia kembali menangani sengketa Pilkada ini,
kita butuh surat jawaban resmi kepada DPR, ketika kita akan membikin undang-undang, sama kalau
memang Mahkamah Agung tidak bersedia kitapun butuh jawaban resmi, surat tidak hanya ada di
media, orang ngonong di media bisa berbeda dengan fakta putusannya, sama tadi dikatakan bahwa
yang memutuskan bahwa ini bukan rezim pemilu, pilkada maka MK tidak berwenang menangani
sengketa Pilkada 5 banding 4. Sama saja ketika DPR memutuskan Pilkada langsung atau tidak
langsung dengan suara berbeda itu sama proses pengambilan keputusan memang selalu ada intinya,
tapi lembaga bersikapnya seperti itu, walaupun bedanya satu tapi keputusan lembaga seperti itu kan?
Kita tidak bisa mengatakan 4 bading 1 tipis, karena lembaga memutuskan itu, itu lah suara lembaga.
Nah yang saya putus beda ini yang sama minta adalah jaminan kalau memang itu tadi surat resmilah

45
apa susahnya, kita DPR Panja, Pimpinan Komisi II mengirim surat kepada Mahkamah Agung maupun
Mahkamah Konstitusi untuk memberikan jawaban, tertulis kan gitu, biar kita jadi pegangan.
Kalau suatu ketika MK ini ada yang yudisial review ternyata dikabulkan oleh MK kita punya
pegangan, ini loh suratnya. Kalau memang MK bersedia kembali tidak ada masalah.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Pak Saan mungkin ini salah saya juga waktu terakhir itu saya tanya juga, Pak tolong diberikan
alasan yang tertulislah, itu saya sampaikan lisan mungkin salah saya harusnya disusuli dengan
permintaan tertulis, tapi sudah saya sampaikan Pak Saan di situ, saya juga paham itu, makanya saya
minta secara lisan sampai minta Pak tolong juga hasil ini disampaikan juga secara tertulis.

KETUA RAPAT:

Saya kira tidak usah kita perpanjang lagi soal ini, artinya kita mau putuskan mana yang terbaik,
ini kan ceritanya begini jangan lagi kita bicarakan bahwa waduh kecewa sekali embaga begini yang
harus diamananin. Inilah keadaan kita, ini mau saya buka secara terang ini, bahwa kenapa, ini nanti
terlalu jah lagi ini, kenapa kita bicarakan langsung harus diterima Perpu ini, itu juga ceritanya kan,
memang itulah jalannya yang harus kita tempuh. Oleh karena itu, ini saya pribadi sebenarnya dan
Komisi II berterima kasih kepada Pimpinan, bahwa ini sebernarnya sudah jawaban tertulis pertemuan
antara tiga lembaga negara, MK, DPR dan MA akibat hal yang aneh-aneh ya kan Prof? Sebenarnya
kita bertemu itu dalam berdebat yang harusnya itu tertutup angan dipublikasi, dipublikasikan bahwa MA
tidak siap walaupun sudah tertulis dan merasa keberatan, padahal itu sudah perintah undang-undang.
Merasa keberatan dan tidak siap dalam pertemuan itu dikatakan tidak siap, SDM dengan segala
macam.
Pimpinan DPR mendengar kalau begitu apalagi yang mau kita, kita MK setuju makanya Komisi
II MA ini setuju, tidak ada mempersoalkan tentang itu iya kan? Kita serakan setuju kita, tapi setelah kita
konsultasikan karena gelagatnya kita tidak mepersoalkan, MA dengan humasnya, Ka Biro Humas, MA
resmi bicara tentang itu, ini jadi aneh. Kita konsultasi juga kejadiannya begitu, kita konsultasi ke MK
antara lembaga ini, juga MK menyampaikan seperti itu. Terus mau gimana ini kita buat? Jalan
keluarnya. Terus kita minta duduk tiga ini.
Ini sebenarnya jawaban tertulisnya bahwa yang siap di sini adalah MK, oleh karena nya saya
kira, oh iya dalam pembicaraan itu dinyatakanlah di sana kita berunding antara Partai ini sama partai ini
saya misalnya yang melakukan sudah berunding tiga partai bahwa kami setuju ini, satu orang saja
sudah cukup dalam pertemuan resmi itu. Kita jangan mempersulit lagi soal administrasi, jadi kita
simpulkan saja pemerintah silakan, partai-partai silakan, sekarang kita mau pilih mana? Terserah kalau
di Undang-undang ini, kita pilih MK semua ini tidak ada keberatan tapi dengan catatan nanti bisa,
karena kita buat undang-undang terus langsung jawaban-jawaban ini segala macam itu menjadi sulit.
Tidak ada soalnya bagi Partai Politik ini MK atau MA, siapapun saja boleh asal di pilkada ini lancar itu
yang harus kita pegang, kondisinya kita seperti ini. Tidak usah mau mana kenyataan yang lebih siap ya
MK karena dia pengalaman selama inidan juga tidak bisa katakan bahwa MK itu bossit karena kejadian
yang lalu tidak juga. Kita datangi satu persatu manapun kita pilih bagi partai saya tidak ada soal, Cuma
jangan kita buat nantipun tidak siap di dalam undang-undang ini. Kalau yang tidak siap ini nanti tidak
akan jalan dan mereka sudah menyatakan ini resikonya, begitu silakan ini kan terserah pembentuk
undang-undang. Kami tidak mau kantor kami dibakar, diapa dinyatakan semau seperti itu, oleh ketua
MA, Kapoksi hadir semua di depan kita, tidak mau jadi artinya jangan di paksa-paksa kami walaupun di
ini.
Ini saya kira kesimpulan kita silakan kalau pemerintah menghendaki nanti ditanya masing-
masing partai. Bagi Partai Golkar tidak soal, pemerintah memilih MA silakan kita setuju, tapi jika ada
nanti suatu hal yang terjadi ya kita dihitung dikemudian hari ini kita pahit-pahit, nanti akan kita tanya,

46
misalnya besuk silakan pimpinan masing-masing fraksi nanti lapor, silakan pemerintah konsultasi,
besuk tidak usah kita persoalkan ini sudah bukti tertulis, ini pimpinan DPR dalam pertemuan itu, silakan
kita rembug mana yang dipilih. Bagi DPR kita tidak persoalkan yang ada di daam Perpu, besuk kita lihat
siapa yang mau mendukung ini tetap, ini kan kita kebaikan hati sudahkita konsultasi kemana-mana itu
tadi rasa toleransi itu.
Oleh karenanya ini bisa kita akhiri, oke Pak Bambang kami persilakan, Pak Sirmadji kami
persilakan.

F-GERINDRA (H. BAMBANG RIYANTO, SH., MH., M.Si):

Jadi kalau saya membaca surat ini, tidak ada opsi lain kecuali MK, karena di dalam surat ini
telah diadakan pertemuan tiga pihak, Pimpinan DPR, MK dan MA bertempat di MA. Ada konsensus,
kesepakatan bahwa sengketa pilkada ada di MK sehingga tidak ada opsi lain.
Kemudian istilahnyapun disini yang dikatakan bukan rezim pemilu adalah Pilkada tetapi ada
satu kata lagi didalam poin kedua adalah Pilkada serentak, kalau saya menganalisa dari hasil
keputusan Yang di setting opinion memungkinkan ada perubahan sikap MK yang semula menolak
menangani Pilkada tetapi dikemudian hari bisa menerima dengan istilah Pilkada serentak dan poin
yang terpenting disini adalah hasil dari pada konsultasi ini, harap ditindak lanjuti artinya dijadikan
pedoman.
Statement Prof tadi terkesan bahwa pemerintah akan memaksakan ke MA, mungkin kita
diskusi Prof, ini sudah tidak ada opsi lain sehingga Partai Gerindra bersikap sengketa Pilkada serentak
ada di MK hanya satu milyar, terima kasih Pimpinan.

F-PDIP (Drs. SIRMADJI, M.Pd):

Terima kasih pimpinan, jadi yang pertama saya kita kita tidak perlu lagi mempersoalkan
konsultasi-konsultasi itu, ini sudah lembaga artinta lembaga DPR RI melakukan konsultasi dan
kemudian hasilnya disampaikan kepada kita, jadi saya kira itu sudah cukup tidak perlu lagi kita Pokja
ini, berkonsultasi lagi ke sana itu lalu bagaimana trushnya diantara kita nanti, itu yang pertama yang
ingin saya sampaikan.
Yang kedua kalau artinya sesungguhnya kalau saya simpulkan dari yang kita sampaikan, kita
diskusikan itu secara konstitusional sebetulnya baik itu MK ataukah MA yang penting ditata di dalam
Undang-undang, dibunikan di dalam undang-undang yang sedang akan kita susun ini. Jangankan MK
ataukah MA, muncul dipikiran kita juga kalau perlu dibentuk lembaga khusus untuk menyelesaikan
sengketa, itu dimungkinkan saja. Jadi soal limitatif atau tidak limitatif.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Pak Sirmadji saya mengingatkan soal, persolalan Mahkamah Konstitusi.

F-PDIP (Drs. SIRMADJI, M.Pd):

Ya ini, ini, bukan konstitusional, Undang-undang Dasar 45 artinya apakah MK ataukah MA yang
akan kita putuskan nanti tidak pada soal yang ini lebih konstitusional yang ini tidak begitu tetapi soal
kalau didalam hukum islam ada Baksul masyail, mana yang lebih pas, mana yang mudhorotnya lebih
kecil dan maslahatnya lebih besar kira-kira kan begitu arahnya kesana, oleh karena itu kalau toh tidak
mau diputus malam ini masih diberi ruang konsutasi kira-kira, kalau mau diputus malam ini saya kira
dari segi maslahatnya itu saa kira memang MK lebih saya tidak akan menguraikan lagi dari segi konflik,
dari segi macam-macam semuanya akan lebih bisa, lebih baik lah dari pada di MA yang kemudian

47
didistribusikan ke daerah-daerah dalam hal ini pengadilan tinggi yang tentu akan menmbuka ruang
konflik yang lebih besar lagi. Saya kira itu, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Gilir saja yang saya katakan tadi adalah, kita masingg-masing konsultasi dengan pimpinan kita,
hanya dua hal mau pilih MK atau MA, besuk masing-masing menjawab, kalau kita tidak mau putuskan
malam ini.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTHFHI A. MUTTY, M. SI):

Saya bukan soal konsultasi, ini kita akan membuat undang-undang dan ini jangan sampai
menjadi preseden kenapa? Karena baru kali ini kita mau membuat undang-undang dan pembuat
undang-undang menanyakan kepada lembaga, kau mau laksanakan atau tidak ini, ini akan menjadi
preseden nanti seperti yang tadi dikatakan Prof Zudan, akan rusak tatanan bernegara ini pak, jadi tidak
sesederhana seperti yang kita bayangkan, siapa yang mau laksanakan ini, MK atau MA. Bukan
persoalan di situ Pak Ketua, persoalannya adalah kita sebagai pemegang mandat, pembuat undang-
undang apakah kita mau membuat preseden yang tidak pernah terjadi selama ini, dan ini baru pertama
kali terjadi. Kok kita mau memberikan tugas kepada lembaga, kita musti tanya. Nanti besuk kita beri
tugas kepada TNI di harus mau melaksanakan tugas ini, kita tanya hai TNI kami mau tidak
melaksanakan ini? Kalau dia bilang saya tidak mau wah kacau ini, jadi ini hati-hati kita melihat
persoalan ini, kita jangan menjadikan ini sebagai sebuah preseden. Jadi tidak sesederhana sekedar
menunjuk MA atau MK, itu saja pimpinan.

KETUA RAPAT:

Jadi Pak Malik kita ini bikan preseden mana Perpu keluar ini kita bongkar-bongkar lagi, jadi ini
panjang nanti urusannya ini memang sudah preseden.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M. SI):

Bukan pak, Perpu itu ada dasar hukumnya.

KETUA RAPAT:

Iya jadi ada aturan ditanggapi oleh lembaga negara saya tidak mau, bukan karena kita bertanya
di pers sudah duluan keluar, sudah duluan itu di pers keluar tidak mau, tidak siap MA untuk itu, jadi
baru kita konsultasi ke MK, MK tidak siap, begitu kan. Jadi kalau diruntut kebelakang persoalannya ini
memang tidak sederhada preseden itu tidak. Jadi ya kenapa lembaga kita ada forum konsultasi antar
lembaga, bukan hanya komisi II sebab untuk menghadap itupun harus pimpinan, antara pimpinan
dengan Pimpinan. Jadi ini sebenarnya sederhana saja, sederhana keputusan kita tadi, kalau malam ini
kita putus besuk bisa masing-masing kita konsultasi, kami tadi sudah katakan mau ke MA besuk kita
sama-sama bulat kita MA, tapi jangan yang kita putus itu kembali lagi menyatakan tidak siap, kita kan
sudah langsung ketemu. Mau ke MK juga boleh saja tidak ada soal, tidak ada hal yang penting nanti
beres yang serentak-serentak ini, kenapa ini mau saling menolak, perkara serentak juga dan dua
lembaga ini juga satu lembaga ini, kan saya nyatakan kemarin, dimana hukum mau pilkada serentak ini,
ini siapa yang bikin? Tapi karena sudah kadung di undang-undang nomor 1 itu serentak, mari kira
bicarakan serentak.
Undang-undang dasar tidak nyuruh serentak-serentak, kenapa kita buat di Undang-undang
serentak-serentak, kalau berbaris-berbaris serentak ya harus. Ini kita mau bongkar lagi, ini sudah

48
presedenya, sudahlah, perkara ini saudara-saudara hanya persoalannyakita mau efisien, karena kita
mau ...(suara tidak jelas) efiens panjang sekali satu putaran begitu.
Jadi oleh karenanya saya kira DPD apa perlu, air putih dululah. PDI sudah, sudah tegas, sikap
ke MK, official ya langsung. Atau mau kita putuskan sekarang, kita tanya saja, jadi saya minya surat ini
adalah resmi, surat ini tidak salah, tidak perlu kita minta jawaban secara resmi, karena ini sudah
bertemu antar lembaga menyatakan ini resmi tidak perlu menunggu Ketua MA begitu jawabannya. Jadi
kalau ini sudah kita beres tidak usah lagi, tapi kalau ada masih ragu tidak official tadi ini PDIP
menyatakan official sudah. Conform otomatis ketua poksinya juga conform sama Ketua Umum PDIP
dan Sekjen, saya form saya sudah sama ARB, Sekjen.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Mohon ijin.

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Sebentar ketua, sebelum pemerintah. Terima kasih, ini preseden juga ini sampai jam satu tidak
ada perpanjangan waktu. Jadi Pak Rambe pak ketua, ada landasan formal Pak Zudan, ada landasan
sosiologis, perkawanan antar lembaga. Kalau kemudian sesuatu yang formal diselesaikan dengan cara
informal ya begini ini jadinya, tetapi kan preseden orang Madura ini antara Presiden dengan preseden
tidak bisa membedakan, Madura pak, internit dan enternit tidak bisa membedakan, plafonnya berapa?
Tahu plafon, flafon harga pak. Email sama Ismail juga.
Di sini Pak Rambe saya kira kesalahannya adalah kenapa MA ngomong itu. Jadi kalau
kemudian nanti disalahin salah lo ngasih gua tanggung jawab, sudah ngomong di publik bahwa gua
tidak sanggup, ini jebakan ini, jebakan keledai ya begini ini, masa mau dijebak sama keledai seperti ini,
nah ini coba koran harian “DPR maunya MK, Pemerintah maunya MA” koran ini satu dua hari ini pak,
DPD kan memberi pertimbangan tidak memutuskan. Sekarang begini pak, pada saat begini saya di
DPD pak, tidak lagi Anggota atau Bapak kan pak, Pak Asep mohon maaf Pak Asep, Pak Asep dari PPP
ini, tapi kan yang lain ini jalur tengah pak, nah karena itu Pak Rambe saya kira oke Fraksi-fraksi
monggo MK silakan, MA silakan tetapi kembalikan kepada pemerintah.
Jadi ada 2 tahap ini Pak Ketua, fraksi-fraksi saya hanya mendengar menyaksikan, salah saya
ikut, benar kami juga ikut karena yang mempertimbangkan kan begitu, karena kerwenangan di bapak-
bapak sekalian. Jadi karena ini Pak Zudan saya kira monggolah panjenengan bisa mutuskan malam ini,
kalau tidak fraksi-fraksi yang memutuskan yes ini atau itu tidak ada soal, tapi yang jelas ketika harus
bersikap kemenangan DPD tidak bersikap ini pak, terima kasih, jadi preseden juga itu.

KETUA RAPAT:

Tidak biar partai lain, biar nanti Prof Zudan juga dapat gambaran konsultasi kepada Pak
Menteri, jadi ya Gerindra sudah resmi.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Jai Gerindra sebetulnya apa yang diputuskan nanti MK atau MA tentu mendukung, sekalipun
kami dalam usulan kami atas dasar berbagai pertimbangan pilihannya MK atau membentuk peradilan
khusus atau yang menurut kami MK sambil memberi kesempatan membentuk peradilan khusus 2 tahun
umpamanya itu juga pilihan. Jadi ini kan menjadi debattable sebetulnya asas konstitusional, tapi ada
faktor lain yang harus kita diskusikan. Kalau koonstitusional kita tidak habis malam ini sampai tahun
depan tidak selesai. jadi orang batak kita hari ini, jadi pilihannya sudah jelas bahwa atas dasar berbagai
pertimbangan pilihannya MK, kalau dimungkinkan kedepan membentuk peradilan khusus.

49
KETUA RAPAT:

Oke PKS.

WAKIL KETUA (MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):

PKS ya MK.

KETUA RAPAT:

Lanjut PKB, PPP, PPP dulu.

F-PPP (K.H. ASEP AHMAD MAOSUL AFFANDY):

Ini karena tinggal milih pak ya, kalau urusan milih kan urusan suka tidak suka, saya MK, terima
kasih.

KETUA RAPAT:

PDIP tadi sudah MK, Golkar coba pertegas, MK, Nasdem.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M. SI):

MK.

KETUA RAPAT:

Demokrat.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Perpu itu terbit setelah keputusan MK, sehingga putusan Perpu itu menempatkan MA sebagai
pemutus sengketa hasil, jadi saya kira Demokrat sejauh tidak ada perubahan keputusan MK maka tidak
punya pilihan lain kecuali MA, terima kasih.

KETUA RAPAT:

PKB, PAN dulu PAN.

F-PAN (AMRAN, SE):

Ya, dulu Pak Ketua waktu di Komisi kami di PAN itu ke MA tapi setelah rapat konsultasi dari
Kapoksi katakan wah ini agak sulit, kita tunggu perkembangan, perkembangan terakhir adalah ini ya
MK.

KETUA RAPAT:

DPD tidak ada keputusan apa-apa, penyeimbang.

50
KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Silakan putuskan.

KETUA RAPAT:

Jadi untuk dipertimbanmgkan, oh PKB, makanya duluan.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Semakin banyak diperdebatkan semakin binggung, tadi terakhir tapi saya masih ragu ketua,
jadi begini pilihannya sebetulnya sudah form Mahkamah Konstitusi tapi kemudian persoalannya ini bisa
jamin gak tidak ada yudiasial review, kalau kemudian ada yudisial review saa yakin ini tidak akan kuat
untuk menghambat yudisial review, kalau betul ini tidak menghambat yudisial review, bisa tidak kita
minta surat resmi dari Mahkamah Konstitusi, itu catatan kami pak. Kalau itu ada kami bisa lebih pasti
untuk Mahkamah Konstitusi. Dan saya kira semua fraksi begitu, makanya agar fraksi lebh yakin untuk
memilih Mahkamah Konstitusi coba diupayakan dari mulut MK sendiri dan surat resmi MK sendiri,
jangan kemudian itu kan hanya konsultasi, kita punya macam-macam.
Saya masih ingat pimpinan waktu kita melakukan rapat konsultasi pertama kali di Mahkamah
Konstitusi, ketika saya tanya kalau serentak boleh tidak sama MK? Tidak ngomong kok, tidak jawab
kok, saya khawatir ini kemudian tidak menjadi kekuatan apa-apa ketika yudisial review itu muncul, ya
begitu.

KETUA RAPAT:

Jadi saudara-saudara sekalian, kalau potensi untuk di yudisial review pasti semua ada undang-undang,
Cuma ini kita pilihan pembentuk undang-undang, kalau toh di udisial review tidak apa-apa.tidak bakal
kena tangkap kita, tidak bakal masuk penjara kita, tapi kita harus ada pilihan sekarang, potensi itu pasti
ada termasuk yang ditanyakan itu, mau dibuat disitu pemilu serentak potensi untuk di yudisial review
juga ada, mau dibuat disitu pelaksananya mereka katakan KPU di yudisial review juga bisa, jadi tidak
ada soal disini, yang kami maksudkan tadi adalah surat ini karena pertemuan resmi dan
kesepakatannya internal ada kita lebih mempunyai pegangan tentang hal itu. Oleh karena saya kira
pemerintah nanti silakan memberikan tanggapan, fraksi begitu menanggapi, begitu kebijakannya. Oleh
karenanya sebagaimana kebijakannnya tinggal hanya kita menuangkan kalau cocok pemerintah, kalau
pemerintah tidak cocok minta ke MA ya kita mendukung, tapi nanti karena kita sama-sama ya.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Kalau Mahkamah Konstitusi memang mau ketua, apa susahnya sih kirim surat resmi, kalau dia
memang mau gitu saja maksudnya.

F-PDIP (Drs. SIRMADJI, M.Pd):

Saya kira kalau MK suruh membuat surat tidak mungkin, karena itu ada prosedur apamiti
posisioning konstitusionalnya beda sekali .

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Berartikalau begini juga tidak kuat.

51
F-PDIP (Drs. SIRMADJI, M.Pd):

Sebentar ini adalah sebentar agak beda, surat ini adalah kesimpulan yang diperoleh oleh
pimpinan kita tatkala konsultasi agak beda, bukan posisinya MK ini, tapi kira-kira kita nangkap lalu dari
situ memperoleh inspirasi itu saja kira-kira, tapi kalau buat PDI Perjuangan tidak ada urusan sama surat
itu, posisioningnya memang lebih pas MK.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Saya kira begitu kita simpulkan, minta tanggapan pemerintah.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Baik pimpinan untuk pemerintah ada 2 pertimbangan pertama saya 6 tahun menjadi wakil
pemerintah menangani pengujian undang-undang di MK, pertimbangan MK itu hampir tidak pernah
mempertimbangkan aspek sosiologis dan aspek-aspek pemerintahan dalam pengujian undang-undang
di Mak pertimbangannya adalah konstitusionalitas itu satu.
Yag kedua arahan pimpinan sampai malam hari ini belum berubah, oleh karena itu pemerintah
penyelesaian sengketa masih di Mahkamah Agung, sampai besuk pagi kalau ada perubahan kami akan
sampaikan dalam forum ini, tapi sampai malam hari ini masih tetap di Mahkamah Agung, sampai jam
01.05 menit, karena biasanya Pak Mendagri ada SMS apa arahan-arahan sampai malam hari ini belum
ada pak, Pak Sirmadji belum ada arahan pak? Masih di Mahkamah Agung, terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Bosnya Prof, beda dengan bosnya Pak Sirmadji, ini kadang-kadang, baik saudara-saudara soal
ini kita tunggu besuk, tapi kalau sikap fraksi tadi sudah jelas. Ini masih ada satu lagi tanggung soal
tambahan persyaratan, persyaratan calon itu kita akan DPR akan menambahkan di situ adalah tidak
Narkoba, dan tidak teroris, ini sudah panjang kita pemerintah setuju itu?

(RAPAT : SETUJU)

Tidak korupsi juga, ada tiga itu kan? Yang terakhir pembiayaan, itu apa yang dimaksudkan oleh
DPD, pembiayaan penyelenggaraan Pilkada.

KETUA KOMITE I DPD (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Baik ketua dan bapak ibu sekalian dari 204 pilkada yang harus dilakukan tahun 2015 ini ada
daerah-daerah sementara yang siap dan tidak siap, awal kita mendengar 104 pada waktu pemerintah
kita undang ke DPD 104 siap 100 tidak siap, nah pertama.
Lalu yang kedua adalah dinamika di lapangan sering terjadi bahwa petahana atau incumbent
itu lebih domain, lebih mendominasi daripada calon yang lain.
Lalu yang ketiga adalah keserentakan itu mengimplikasi kepada nasionalitas kita, jadi karena
itu dalam konteks itu maka DPD mempunyai pemikiran dan juga pertimbangan-pertimbangan yang lain
bahwa dalam kontek pemilukada yang akan dilakukan ke depan harus danai oleh APBN bukan menjadi
tanggung jawab penuh dari pemerintah daerah ini dalam rangka mendorong keserentakan bisa
dilakukan kalau tadi Pak Rambe sampaikan 3 tahapan ya, yang barangkali itu bisa menjadi tanggung
jawab pemerintah pusat, terima kasih.

52
KETUA RAPAT:

Baik, ada tanggapam pemerintah.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ijin pemerintah sebelum, jadi soal anggaran sebetulnya Gerindra juga sudah masukin soal
pembiayaan Pilkada itu Gerindra usulnya adalah APBD dan dapat didukung oleh APBN, jadi mungkin
maaf ada daerah yang sangat minim anggaran, seperti DOB apa, jadi dimungkinkan APBN, jadi dibuka
pintu dapat APBD dapat didukung APBN. Jadi intinya memberi kesempatan APBD tapi dalam hal
tertentu dapat didukung oleh APBN.
Kemudian Prof yang kedua itu saya konsultasi dengan KPU ya Pak Muqowam, ada permintaan
dari KPU soal pembiayaan itu, apalagi ini seretak ketemunya di Februari, saya tidak tahu nanti ahli
hukum atau ahli bahasa, ahli keuangan menyebut kalimatnya yang intinya adalah anggaran itu bisa
berjalan artinya yang dianggarkan 2015 mungkin maksudnya dapat digunakan di 2016, ada istilah kalau
di proyek itu kalau tidak salah Multiyers ya ibi bahasa indonesianya tahun jamak, tahun berjamak atau
tahun jamak. Jadi apalagi kasus serentak ini seluruh Indonesia yang Pilkada siap di 2015, pelaksanaan
di 2016 katakanlah putus Februari sekalipun sebenarnya lebih dari 90 persen anggaran itu sudah habis
di tahapan yaitu di 2015. Jadi mungkin honor KPPS itu baru digunakan pada hari H.
Jadi usulnya tentang pembiayaan adalah dibiayai oleh APBD dan dapat di dukung oleh APBN
dan bertahun jamak, terima kasih. Dan dapat bertahun jamak.

KETUA RAPAT:

Jadi begini, di Perpu ini, itu tertulis, ini dengan pemerintah di Perpu ini tertulis APBN didukung
oleh APBD, ini informasi baru APBN-P tadi ditelepon kami Komisi II dengan Ketua KPU, “Ketua
anggarannya kok tambahnya sedikit sekali, ya memang itu yang ada uang, itu kan dari pemerintah, jadi
untuk Pilkada tidak ada kalau begitu, kita balik ini, harus APBD didukung oleh APBN. Jadi dalam
undang-undang ini nabrak-nabrak undang-undang ini, itu nanti Undang-undang APBN-Pak, ini
terpotong tahapannya, jadi kalau mau tahapan panjang begitu dia minta satu trilyun sekian, tidak ada
duit cuma 300, berapa yang bisa kita tambah, jadi ini pun bayar pegawai saja untuk urusan Pilkada ke
bawah itu saya bilang ya sudah panjang-panjangangin saja itu pelaksanaan Pilkada. Jdi ususlan dari
DPD itu betul ini mau kita putar APBD didukung oleh APBN, jangan APBN di depannya tidak ada duit
dari APBN gitu kalau kita setuju memutarnya sudah selesai, yang tahun jamak itu.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Pimpinan, memang pada waktu kita membahas dengan Menteri Keuangan, Menteri Keuangan
itu menyatakan keberatan dengan beban di APBN pak, dia inginnya ya dengan beban pada APBN, ini
realitasnya itu seperti itu, hanya dulu kan kita inginnya karena diselenggarakan oleh serentak nasional
bebannya secara nasional kan ini yang maksa kan kita gitu loh pak Ketua, yang maksa nasional kok
dibebankan kepada daerah, tapi ternyata kita maksa tetapi kita tidak mampu.

KETUA RAPAT:

Sekarang mulai pemerintah buka-buka, jangan buka-buka begitu, ini makin malam kita semakin
seru masih buka membuka lagi.

53
F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Tambahan sekali lagi ini saya titip bahwa kembali revisi undang-undang atau serentak, semua
ini dalam rangka efisiensi, itu di KPU bengkakannya besar, kita ditipu itu sama KPU, makanya mereka
anak-anak KPU kalau lihat muka kita asem semuanya itu, coba saya sudah tuliskan satu contoh mana
yang kemarin itu saya minta tulis, anggaran kabupaten Karawang dalam Pilkada ini yang sudah
disiapkan, saya pernah yang saya katakan saya uji coba tentang cluster, Tantri Bali sebagai Kebang
menghadap saya tidak ada yang adil :Pak Dadang tolong ini jangan diutik-utik orang KPU soak semua
idemu itu, 50 persen hilang, kemarin dalam rapat anggaran, banggar perubahan ini, saya yang
merintahkan kurangi saja, akhirnya turun juga saya perintahkan begitu. Coba tolong deh kemarin sudah
diketik gambaran bahwa uang ini tertumpuk pada wilayah honor, dan ini berulang-ulang dilakukan, kita
ditipu saja pendataan, online saja langsung minta ke catatan sipil, jadi nanti saya titip apakah itu dalam
apa namannya turunan atau apa namanya jelaskan ini bagaimana anggarannya untuk efektif efisien,
kita jangan dibohongin pak. Saya paling galak di Jawa Barat dulu tentang anggaran KPU, makanya itu
si orang-orang KPU itu kalau lihat saya pusing Feri itu paling takut banget, kita ditipunya pak, mana sih
TPS jaman kita Pikades dari mulai saya umur satu tahun sampai 63 tahun tidak ada itu Pilkades 2 TPS,
satu TPS dimana-mana. Ini kasarnya ngomongnya, jadi kita kalau ngomong nadanya begini bung, jadi
sudah malam ini, jadi nanti tolong bikinkan suatu klausul untuk kita jangan mau diatur sama KPU,
perpanjang waktu, apa sih wong ini pemilu sudah sekian kali, sudah tahu semua kok, tinggal tegas ini
sudah pagi, jadi tolong saya titip sudah tayangkan tulis dari kemarin ton itu ada kan dari kemarin suruh
ketik, kalau tidak ada besuk saja sudah malam, tapi sudah saya pesan, nanti saya ngomong tayangkan.
Jadi sebentar saya titip ini pak, pemerintah khususnya Depdagri wong itu tinggal buat peraturan
KPU saja, merubah TPS itu menjadi cluster, saya sudah janji kalau saudara sepakat, tanggal 22 itu ada
Pilkada serentak di Karawang, saya sudah pesan sama Sekda, tolong coba kalau nanti semua sepakat,
tinjau itu bagaimana Pilkades menggunakan tipe pemilu, jadi satu lapangan pintu satu TPS 1, 2, 3, 4, 5.
Pintu dua TPS 5, 6, 7, 8 dan seterusnya dengan cluster. Itu 50 persen biaya hilang khususnya untuk
honor pegawai. Jadi mungkin ini titip saja jadi nati sama-sama semuanya, coba korekti itu KPU dulu,
jangan dibodohi kita sama KPU, dibodohin saja itu anggaran-anggaran. Kemarin bukti suruh berobah
dia pak, dari 1,1 trilyun yang diajukan, akhirnya turun cuma 500 berapa, 408 saya tekan seperti itu
kemarin. Kita jangan mau dibodoh-bodohin KPU saja, nanti suaranya hilang, jadi mungkin itu saja
karena ini sudah larut malam sekalian pak.
Jadi tolong nanti bersepakat bagaimana mengoreksi anggaran-anggaran KPU ini, satu trilyun
itu APBN Provinsi Kabupaten banyak yang masih dibawah satu trilyun. Luar Jawa Cuma 600, 700
milyar, pemerintah daerah punya APBD, mereka enak saja kecil mintanya 1 trilun. Jadi mungkin itu saja
bang, dengan gaya gua saja ini ngomong, supaya tidak ngantuk. Jangan dibodoh-bodohin KPU, berani
harus begitu. Sayang ini adik-adik suruh nulis supaya ada gambaran, sudah diketik dari kemarin, saya
sudah bilang. Tolong kalau saya ngomong tayangkan, supaya semua bisa melihat, terima kasih bang.

KETUA RAPAT:

Oke, jadi dari pihak pemerintah setuju ya soal pembiayaan ini ya? apa masih APBN ditulis di
situ, tidak ada APBN ke situ.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Di Perppu 2015 APBD itu, Pasal 200 berapa itu. Jadi keputusan Mahkamah Konstitusi
bahwaPilkada tu bukan rezimnya pemilu itu yang justru kemudian APBN tidak bisa, justri APBD.

54
KETUA RAPAT:

Oke, kita sesuaikanlah, bahasanya.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Jadi kita sepakat, APBD pak ya? dapat didukung APBN. Kalau APBN nanti dia minta. Apa
istilah keuanganya, coba ahli keuangan ini. Istilahnya apa pak, mohon pencerahan dulu ini, sebelum
tidur.

AHLI BAHASA KEMENDAGRI:

Sebetulnya kalau yang namanya penganggaran di dalam APBN atau APBD sebetulnya kan
masalah kalau kita melihat ...(suara tidak jelas) memang di dalam yang di Perpu ini dikatakan APBN
didukung oleh APBD, itu kalau kita melihat dari konteks yang menyelenggarakan adalah KPU sebagai
instansi vertikal dan juga Bawaslu di instansi vertikal itu memang sah-sah saja, dukungan dari APBN.
Sebetulnya kalau dana daerah kalau kita lihat dari struktur dana daerah khususnya kalau kabupaten
kota itu rata-rata 90 persen itu kan merupakan transfer dana dari pusat, yang APBD itu kan 10 persen,
jadi sebetulnya kalau dikatakan tadi antara APBN, APBD itu kan ...(suara tidak jelas) sendiri saja,
artinya tidak ada yang kalau di pakai APBD tidak ada rugi, kalau dipakai kalau ada kata-kata
ditanggung, karena itu hubungan keuangan antara APBN dan APBD, kalau dilihat dari struktur tadi.
Memang ada juga pemikiran seperti tadi, sekarang APBD yang diletakkan mungkin pada
APBN, memang kemarin itu yang menjadi persoalan juga dari teman-teman, dari Menteri Keuangan.
Pertama keberatan kalau APBD diberikan kepada KPU DAN Bawaslu itu dalam Skema Hibah. Memang
kita tidak punya pilihan itu dari nsisi memberinya saja, ketika yang kita lakukan selama ini APBD
diberikan kepada APBN dalam skema belanja hibah itu Menteri Keuangan bersurat keberatan maunya
dinanainya bukan dari belanja hibah, bukan dianggarkan belanja hibah di daerah untuk diberikan
kepada KPU dan Bawaslu.
Maunya Menteri Keuangan tidak dalam belanja barang, kita tidak bisa melihat struktur
penganggaran belanja barang itu dalam bentuk transfer uang kepada KPU dan Bawaslu. Jadi yang
namanya skema belanja barang tidak bisa didisain dalam bentuk transfer dana dari bendahara umum
daerah Pemda kepada KPU dan Bawaslu. Sampai detik ini sistim penganggaran kita ketika kita
mendanai ...(suara tidak jelas) adalah dalam bentuk belanja hibah yang diberikan kepada KPU dan
kepada Bawaslu, termasuk sebetulnya kita menitipkan di dalam belanja KPU itu karena kalau kita
melihat kegiatan pemilihan Kepala Daerah itu dari tiga aspek pelaksanaan itu yang kita berikan kepada
KPU, pengawasan itu yang kita berikan kepada Bawaslu. Sedangkan yang untuk pengamanan
sebetulnya kita titipkan kepada KPU karena tiga aspek ya?

KETUA RAPAT:

Jadi begini pak ya, maunya pemerintah ditulisnya bagaimana, kita oke saja.

AHLI BAHASA KEMENDAGRI:

Ya kalau di dalam aspek pendanaan sendiri memang kita tidak melihat ada sistem terjamak,
karena kita tidak bisa melihat itu tahun tunggal, jadi kalau kebutuhan itu untuk 2 tahun kita anggarkan,
kalau dia di 2015 apa kebutuhan di 2015, kalau nanti kita sediakan lagi nanti di 2016. Karena kita tidak
melihat skema tahun jamak untuk yang jenisnya belanja hibah.

55
STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Pak Ketua saya bantu, nanti perumusannya kira-kira begini. Pendanaan untuk Pilkada
dibebankan kepada APBD. Ayat (2) pemerintah kapan mendukung dengan dana APBN, dukungan
dana APBD dengan belanja hibah, kira-kira begitu nanti sistim perumusnya, kira-kira itu pak.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi itu yang kita maksud, yang lebih penting kalau misalnya Februari 2015 sudah ada yang
siap APBD sekarang, masa pemerintah tidak bisa ngatur uang-uang kita sendiri, ngaturnya pakai nanti
untuk, itu yang kita maksud di Pasal Undang-Undang ini ada, bukan mau dimakan itu uangnya tidak,
tapi diatur ada payung hukumnya, uang yang sudah siap sekarang itu bisa dipakai di Februari 2015.

AHLI BAHASA KEMENDAGRI:

Jadi kita anggarkan per tahun terpisah.

KETUA RAPAT:

Ya terserahlah pak, terserah pokoknya bisa digunakan, jangan perkara uang sudah ada,
menggunakan 2015 kita kesulitan, ngatur uang kita sendiri masa kita kesulitan, soal lain yang kita
pinjam dari Amerika.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Pimpinan itu yang multyyears sudah tadi.

KETUA RAPAT:

Itu jawabannya, oke bisa diaturnya.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Kita tidak dengan multy years, tapi dengan belanja hibah, kalau sudah dihibahkan duit itu
dikelola oleh penerima hibah, terserah, nanti kalau sudah uangnya sisa dikembalikan lagi bisa,
mekanismenya kan sudah diatur di Permendagri 44 sudah ada itu. sudah clean kok selama ini sudah
jalan.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M. SI):

Pimpinan saya mau tanya sedikit.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Kalau sudah diketok, bisa digunakan di 2016 kan?

56
F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Karena maksud saya begini, ini kan ada Pilkada nanti yang melibatkan 2 tahun, itu sangat
mungkin misalkan meskipun belum jelas serentaknya mulai kapan 2015 persiapan nanti selesainya
2016, itu hibah clean gak masalah.

AHLI BAHASA KEMENDAGRI:

Jadi kalau skema anggaran kita, kegiatan itu dana di 2015, manakala kegiatan itu berlanjut
menyeberang ke 2016 maka pada akhir tahun anggaran 2015 itu dapat ditransfer sebelumnya kepada
KPU dan Bawaslu dengan catatan bahwa memang tahapan utamanya sudah berlangsung di
2015,katakanlah tahapan pemungutan suaranya, kalau katakan ini Desember terakhir maka untuk
sampai ke fros terakhirnya itu dapat ditrasfer seluruhnya sisa dana tadi dan nanti oleh KPU dan
Bawaslu mempertanggung jawabkan penggunaan walaupun itu digunakan oleh KPU dan Bawaslu
tahun 2015, itu clear pak.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M. SI):

Pimpinan, saya sedikit pimpinan, saya mau tanya kepada Prof Zudan, Prof saya mau tanya
apakah peraturan perundangan memungkinkan daerah memberi hibah kepada instansi vertikak, itu saja
pak.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Pak kita mempunyai PP tentang hibah daerah pak, ada PP nomor 2 tahun 2012 tentang hobah
daerah, boleh kepada pusat, kepada BUMN, kepada sesama pemerintah daerah dimungkinkan pak,
boleh. Yang tidak boleh berturut-turut Permendagri 37 pak.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Pimpinan, saya mau minta konfirmasi yang dimaksud dengan kegiatan utamanya itu hari H
pencoblosan, minta penjelasan.

AHLI BAHASA KEMENDAGRI:

Sebenarnya yang tadi kita katakan gini di dalam norma pengaturan kita pencairan dana kepada
KPU dan Bawaslu itu kan tidak sekaligus prinsip pokoknya, jadi bertahap sesuai dengan tahapannya,
tentu kita tidak berharap kalau pemilihan suaranya itu jauh tadi kan, progressnya baru 20 persen atau
50 persen kita sudah cairkan, tapi hal yang berbeda kalau ketika progressnya katakan mencapai 70
persen tadi maka kita bisa mencairkan seluruhnya, nanti pada tahun anggaran yang berikutnya dana itu
sudah cair, karena ada batasan uangtuk anggaran 2015 itu batas terakhirnya, pencairan itu, penerbitan
SP2D terakhir itu tanggal 20 Desember.
Pada saat 20 Desemeber uang itu ditransfer dari Bendahara Umum Daerah kepada Rekening
KPU dan Rekening Bawaslu. Di KPU dan Bawaslu uang itu bisa dipakai untuk 2016.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Saya boleh melanjutkan pertanyaan saya pak, begini kalau begitu dengan uang yang sudah
ada di pemerintah daerah sekarang untuk pelaksanaan Pilkada, itu diwajibkan pelaksanaannya di 2015
secara sebagian besar, begitu ya? Nah ini yang beda persepsinya Prof. DPR itu mikirnya ini uang

57
disiapkan mau dipakai 20 persen di 2015, 75 persen di 2016 itu. jadi kalau ini berkaitan dengan alokasi
itu ternyata mewajibkan pelaksanaan yang sebagian besar itu berarti coblosannya ada di 2015, ini nanti
menimbulkan persoalan, karena pembahasan kita tentang janwal itu sendiri belum kita masuki.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Begini Mas Fandi ya, kita bahas karena kan desainnya kemarin di 2015 APBD itu dengan
asumsi kemarin di APBD kan 2015 maka coblosannya di 2015, kira-kira begitu.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Jadi tehnicly bagian pengaturan keuangan itu urusannya pemerintah ya, yang penting
goodwillnya ada dari undang-undang inui bisa di pahami begitu kan, oya baik terima kasih.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Jadi saya pernah di KPU pak, saya pernah di KPU 5 tahun, jadi kalaupun kita berandai-andai
Pilkadanya jadi seperti saran Pak Ketua anggaplah begitu kalau belum sepakat semua, Februari 2016
pencoblosan, 2015 itu kalau kita mau jujur tahapannya sudah dimulai itu selambat-lambatnya Juni dan
kalau kita bicara prosentasi pengeluaran ya bukan cuma 50 persen, hampir 90 persen anggaran itu
sudah terserap di 2015, karena 2 bulan sebelum hari H itu kan bukan cuma pemenang lelang yang
sudah putus, barangnya sudah ada, cuma nanti di hari H itu tinggal yang besar di hari H itu apa sih ?
honor KPPS itu saja pak, jadi saya yakin kalaupun 2015 Februari tidak menganggu dan tadi bapak betul
bisa dihibahkan. Jadi 2015 memutuskan dihibahkan semuanya dikasih KPU kan begitu pak? Nanti
dipakai sebagian di 2016 dia pertanggungjawabkan, lebih dibalikin.
Atau cara kedua pak yang umum, cara yang kedua apa? Cara yang kedua ketika kita
berproses di 2015 sebagian 2016, ketika penganggaran 2015 dibuat lagi, diusulkan lagi baru malah
bisa tambah KPUnya, kalau incombent malah ditambah itu, tidak minta malah dikasih itu, butuh berapa
kira-kira begitu, tidak dipenjara. Jadi malah ditambah, betul, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi soal ini beres ya? Bisa redaksinya nanti di rumuskan.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Dengan bahasa tadi APBD di bantu oleh APBN presentasenya harus jelas, karena nanti kalau
tidak dijelaskan presentasenya berapa, kemampuan APBD provinsi maupun dari pusat. Saya paling
usul ini soal anggaran, sebab tadi sudah banyak diskusi saya bapak soal anggaran.

KETUA RAPAT:

Jadi dapat kita setujui ya soal pendanaan?

(RAPAT : SETUJU)

Ini tinggal 2 bonggol lagi, satu adalah soal pasangan atau paket. Satu lagi soal jadwal, habis itu
sudah selesai tinggal disisir, mau kita selesaikan tidak.

58
F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTHFHI A. MUTTY, M. SI):

Pimpinan besuk saja, besuk, kita tidak siap berfikir ini Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Oke kita tawar, pemerintah apa sudah kita cukupkan? Besuk jam 10.00 WIB pagi.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Sebenarnya pak ketua saya itu malam ini ingin melanjutkan, tapi karena Pak Muqowam sama
Pak dadang pingin tahajut, saya pingin menemani beliau.

KETUA RAPAT:

Baik, jadi saudara-saudara sekalian saya kita kita akhiri, ini tinggal kita kemarin dan usul
pemerintah juga dan juga Komisi II meminta usulan dari KPU dan Bawaslu, ini sudah tertulis, silakan
pemerintah juga mengkritisi yang kira-kira cocok kalau hanya redaksional tapi itu penting begitu, jangan
sampai nanti ini seperti undang-undang yang kita bahas ini. Jadi ini juga perlu kita sudah sampai pagi
ke pagi ya kan Pak Sirmadji, pagi ke pagi diatara pasal yang satu dengan pasal yang lain juga bisa
soal. Oleh karenanya termasuk tadi soal pendanaan ini, kita sinkronisasikan betul penulisannya jadi
selesai 2 soal ini, mudah-mudahan besuk 2 jam selesai sampai siang, sampai malam rumusan
menyisir, bila perlu adalah perumusan 2 Undang-undang Nomor 1 dan Nomor 2 sudan bisa kita mulai
besuk siang, setelah 2 bonggol ini diselesaikan, pasangan dan juga soal pentahapan.
Jadi kalau pentahapan tadi ini sudah kita diskusikan kemarin, soal pembiayaannya juga sudah
ada jalan keluar, saya kira pemerintah sudah cocok yang pentahapan itu, kalau mau kita ketok
sekarang sudah bisa. Pentahapan yang itu seadil-adilnya, yang kemarin yang kita bicarakan kan sudah
2016 Februari, 2017 Februari, dan 2018 Juni begitu, nanti tinggal kita rumuskan lebih bagus. Itu bisa
diketok sekarang.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTHFHI A. MUTTY, M. SI):

Jangan dulu, interupsi pimpinan, kita perlu ada data dari pemerintah yang bulan Februari itu,
kan tidak semua bersamaan itu, ada yang selisih satu hari, 2 hari, 3 hari, itu sudah ada itu?

KETUA RAPAT:

Masih ada waktunya besuk?

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Besuk dimulai lebih awal saja Pak Ketua.

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):

Ini mau nonton bola nampaknya ini.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Kita disini sampai kapan ini.

59
KETUA RAPAT:

Kita disini sampai jam berapa?

WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):

Yang normal itu selepas subuh jangan tidur lagi, sehat itu pak.

KETUA RAPAT:

Besuk ini hotel bisa kita gunakan sampai jam 12.00 WIB, ya mau dicoba kita tambah lagi satu
malam. Bagaimana tehnisnya, ini undang-undang dibahas bersama Presiden. Jadi ini tinggal 2 hal ini,
tinggal kita menuliskan sebenarnya, besuk kita bicara dengan satu pasangan ya selesai tambah satu
hari lagi, kalau mau tahapan kita putuskan, kan sudah bisa tertuliskan dengan pemerintah. Besuk saja?
baik besuk jam 10.00 WIB, dengan catatan bahwa kita bisa perpanjang sampai malam hari hari Minggu
sudah tuntas.
Dengan menucap Alhamdulillahirrobil’alamin rapat di skors sampai jam 10.00 WIB nanti pagi.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 01.40 WIB):

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Jakarta, 13 Februari 2015


Ketua Rapat

Ttd

Rambe Kamarul Zaman


A-236

60
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISI II


PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENETAPAN PERPU NOMOR I TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tahun Sidang : 2014-2015


Masa Persidangan : II
Rapat Ke : -
Jenis Rapat : Rapat Panitia Kerja (PANJA)
Sifat Rapat : Tertutup
Hari,Tanggal : Sabtu, 14 Februari 2015
Waktu : Pukul 14.00 WIB s.d Selesai
Tempat : Ruang Rapat Hotel Aryaduta Tugu Tani Lt 1.
Acara : 1. Membahas subtansi materi RUU tentang Perubahan UU
No.1 Tahun 2015 (PILKADA); dan
2. Membahas subtansi materi RUU tentang Perubahan UU
No.2 Tahun 2015 (PEMDA);
Ketua Rapat : H. Mustafa Kamal, S.S./Wakil Ketua Komisi II DPR RI
Sekretaris Rapat : Minarni, SH/Kabagset Komisi II DPR RI
Hadir Anggota :

PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIAMBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si.
5. MUSTAFA KAMAL, S.S.

Panja A Panja B

F-PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN F-PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN


(F-PDIP) (F-PDIP)
6. KOMARUDIN WATUBUN, SH, MH 6. BUDIMAN SUDJATMIKO, M.Sc, M.Phil
7. ARIF WIBOWO 7. Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, MM
8. TAGORE ABUBAKAR 8. DIAH PITALOKA, S.sos
9. H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, SH 9. Drs. SIRMADJI, M.Pd
10. ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU
F-PARTAI GOLONGAN KARYA (F-GOLKAR) F-PARTAI GOLONGAN KARYA (F-GOLKAR)
10. Drs. H. DADANG S MUCHTAR 11. MAHYUDIN, S.T., M.M.
11. Drs. A. H. MUJIB ROHMAT 12. TABRANI MAAMUN
12. Drs. SETYA NOVANTO 13. Hj. ENNY ANGGRAENY ANWAR
13. AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si
F-PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (F-
F-PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (F- GERINDRA)
GERINDRA) 14. DR. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si
14. H. BAMBANG RIYANTO, SH, MH, M.Si 15. H. SUBARNA, SE.,M.Si
15. SUASANA DACHI, SH
16. Ir. ENDRO HERMONO, MBA
F-PARTAI DEMOKRAT (F-PD)
F-PARTAI DEMOKRAT (F-PD) 16. H. ZULKIFLI ANWAR
17. SAAN MUSTOFA, M.Si. 17. LIBERT KRISTO IBO, S.Sos., SH., MH
18. Ir. FANDI UTOMO 18. EVERT ERENST MANGINDAAN, S.Ip.

F-PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN) F-PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN)


19. YANDRI SUSANTO 19. AMMY AMALIA FATMA SURYA, SH, M.Kn
20. H. SUKIMAN, S. Pd., M.M. 20. AMRAN, S.E.

F-PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB) F-PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB)


21. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si. 21. H. YANUAR PRIHATIN, M.Si
22. Dr. ZAINUL ARIFIN NOOR, SE, MM
F-PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS)
22. DR. H SA'DUDDIN, MM F-PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS)
23. H. JAZULI JUWAINI, Lc., M.A.
F-PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F- 24. MUHAMMAD YUDI KOTOUKY
PPP)
23. H. MOH. ARWANI THOMAFI F-PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F-
24. KH. ASEP AHMAD MAOSHUL AFFANDY PPP)
25. DR. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si
F-PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM)
25. H. SYARIF ABDULLAH ALK., SH., MH F-PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM)
26. Dr. MUCHTAR LUTHFI A. MUTTY, M.Si 26. Drs. TAMANURI, MM

F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA) F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA)
27. Dr. FRANS AGUNG MULA PUTRA, S.Sos, MH 27. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH,
MM, MH

2
Jalannya rapat:

KETUA RAPAT (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):

Atas izin Pak Ketua saya buka kembali dengan membaca basmallah.

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

(SKORS DICABUT PUKUL 14.45 WIB)

Bapak-bapak,

Karena menarik tadi ya Tuhan menciptakan kita berpasang-pasangan itu menurut Ibu Ami dari
PAN tadi ya, meskipun tadi kita belum bisa menyimpulkan masih ada catatan-catatan dari masing-
masing fraksi, meskipun memang mengarah kepada pasangan dan dari pemerintah tadi juga
memerlukan konsultasi dan sekarang sudah diperkuat dengan Pak Sekjen langsung hadir, mungkin
juga Pak Menteri akan hadir juga.
Jadi kita lanjutkan saja yang sebelumnya kita bahas mengenai pasangan kepala daerah ini.
Kemi persilakan kemudian dari pemerintah untuk menanggapi terlebih dahulu.

SEKJEN KEMENDAGRI:

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Terima kasih Pimpinan dan Anggota Panja.


Melanjutkan pembahasan sebelumnya, tim pemerintah pihak pemerintah sebetulnya
berkomunikasi terus tentang perkembangannya. Sebelum masuk kepada detil pasangan ini, kita juga
perlu melihat judul undang-undang yang akan kita ubah ini bagaimana nanti formatnya di dalam
perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 ini, karena sangat eksplisit undang-undang ini
mengatakan adalah tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Bagaimana kita menyikapi
terhadap judul undang-undang ini manakala kita lakukan perubahan dalam kontek berpasangan atau
paket. Itu yang pertama dari segi mungkin legaldraftingnya nanti bagaimana perlu kita diskusikan,
karena format Panja kita itu melakukan perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.
Yang kedua, terkait dengan paket, kami kira memang sudah diskusi, diskusinya sudah panjang,
tetapi pemerintah melihat satu kali lagi bahwa kita juga manakala ini harus kita sepakati bersama yang
terkait dengan waktu juga cepat kita harus bekerja di Panja yang satunya Pimpinan, yang terkait
dengan Undang-Undang Nomor 2 atau Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 23, karena
muatan-muatan Wakil Kepala Daerah ini ada di situ jangan sampai selesainya perubahan kedua
undang-undang ini kita masih menyisakan seperti halnya kalimat-kalimat yang ada di Perpu.
Yang ketiga, pemerintah pada hakekatnya kami telah berdiskusi, kalau kita bicara paket, itu
tidak dalam kondisi yang lebih dari satu Wakil Kepala Daerah itu, saya kira ini juga praktek-praktek
internasional, praktek semua bahwa kalau milih pasangan namanya juga milih pasangan itu dua.
Mengapa lebih dari satu yang kita rumuskan sebelumya, karena ini tidak berpasangan. Jadi ini juga
mohon dipertimbangkan di dalam pembahasan di Panja.
Sementara demikian Pak tiga poin itu yang perlu menurut hemat kami perlu kita diskusikan,
tetapi poin yang kedua itu tentu hanya terkait dengan penjadwalan kita untuk menyelesaikan Panja B
Panja kedua Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015.
Kami kembalikan kepada Pimpinan.
Terima kasih.

3
KETUA RAPAT:

Ya memang ini terkait dengan pasangan ini, sangat terkait dengan Undang-Undang Nomor 2 ini
Tahun 2015 tentang Pemda, termasuk pembagian tugas itu adanya mungkin di Undang-Undang
Pemda ya. Kita berharap memang kalau tentang sengketa hasil Pemilu, lalu tentang pasangan satu lagi
nanti tentang siklus, gelombang menuju serentak itu sudah kita sepakati, maka Panja yang satu lagi
sudah bisa bekerja untuk Pemda ini.
Kelihatannya tadi dari pemerintah sudah mulai mengarah juga ke pasangan tapi satu ya satu
begitu. Ini silakan ditanggapi oleh Anggota. Ya kalau terpaksa ya. Ya boleh ditanggapi silakan.
Sekarang dari DPD?
Tadi DPD minta lebih awal sekarang dan juga PPP ya, jangan sampai terlupa lagi.
Yang punya Perpu dulu?
Oke, Pak Fandi silakan.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Kalau memang pemerintah jika terpaksa pilihannya hanya itu, maka sebelum pemerintah
berubah dilihat Fraksi Partai Demokrat mendorong pemerintah untuk tetap mempertahankan Perpu.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya ini kalau PKB kayanya sudah senada ini kelihatannya, tapi belum tentu. Silakah Pak Malik
atau yang lain dulu silakan kalau mau.
DPD dulu ya, ya kita mohon kebijaksanaan dari DPD.

KOMITE I DPD RI :

Ya, terima kasih.


Mungkin kami DPD karena kami ini cuma memberitahukan menyampaikan juga perjalanan
kami DPD gitu. Nah kami khususnya Komite I ini pemerintah ya, Desember-Januari itu kami waktu
reses juga waktu kami, kami bukan reses tapi pulang ke Dapil gitu, fokus ke tokoh-tokoh masyarakat
gitu, nah ini masukan mengharapkan satu pasang gitu kepala daerah dan wakil kepala daerah gitu.
Pertimbangannya ini memang sudah diterima oleh masyarakat tinggal lagi perbaiki mana kekurangan-
kekurangan selama ini. Ini yang menjadi mungkin masukan kami.
Dan sekali lagi ya saya yang mengalami sama dengan Pak Dadang semua itu, tinggal kita
bagaimana memperbaiki ini Pak semangat memperbaiki. Nah sekali lagi saya tekankan kita mau
menghasilkan pemimpin yang baik untuk rakyat, tapi kita kadang tidak selesai ini. Tadi kita tidak pernah
membekali, kita tidak pernah memberikan, kita malahan membuat orang terjun bebas gitu. Nah itu
sampai saya ini Pak Sekjennya, saya sendiri dulu 2007 itu mengambil inisiatif itu, tidak ada yang saya
datang ke Kementerian Dalam Negeri sibuk kan, saya yang mengundang semua Wakil Kepala Daerah
untuk datang ke Bengkulu. Saya undang itu Pak Made waktu itu, yang memberikan sudah itu ada
beberapa alumni Lemhanas saya berikan, ya dengan 3 hari saja berubah. Nah ini suatu mungkin
pengalaman-pengalaman kita dalam membangun pemerintahan di daerah.
Nah sekali lagi kami DPD mengajak kita bersama ya, pengalaman-pengalaman dan perubahan
ini, di samping kita mempedomani konstitusi kita aturan-aturan yang lebih tinggi, tapi juga kita
menyelaraskan dengan pengalaman-pengalaman yang mungkin lebih baik kita pedomani, kita juga
jadikan pertimbangan untuk langkah-langkah ke depan gitu.

4
Kami mengingatkan terakhir ya, kita membahas ini, kami juga menghormati Pak SBY yang
sudah tentunya di depan umum menyampaikan Perpu ya... untuk perbaikan Pak, semangat itu saja
Pak. Republik ini untuk kita bersama, kita semua perbaiki.
Terima kasih.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Ya, PKB silakan.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Ya.
Jadi kita sekarang berpikir exit berpikir jalan keluarnya seperti apa. Kalau lihat suara dari
teman-teman fraksi, terakhir pemerintah, memang kemudian kesimpulannya mengerucut Pak,
mengerucut kepada satu paket. Meskipun ada satu dua fraksi bahkan tiga yang berpendapat kalau
paket bisa lebih dari satu wakil. Nah saya coba cari exit bagaimana kalau pasal tentang yang mengatur
calon wakil daerah, terutama jumlahnya, kita pakai bahasa netral saja. Jadi misalkan calon kepala
daerah dapat lebih dari satu, tapi kita batasi maksimal dua gitu, semua daerah maksimal dua. Tapi di
situ kemudian di redaksinya bunyinya dapat. Kalau dapat maka kemudian pertama terserah partai atau
gabungan partai (terserah pengusungnya) sama calon kepala daerah yang mau diusung mau satu atau
dua. Biar tidak ngawur kuota tetap berlaku, tetapi tidak sampai tiga, tapi tetap dua maksimal. Contoh
misalkan Jawa Timur. Jawa Timur itu sebetulnya kalau dari sisi beban kerja dengan 38 kota kabupaten,
jumlah penduduk sekitar 37-38 juta itu kan masuk akal, rasional kalau kemudian wakilnya lebih dari
satu. Dibanding daerah lain yang misalkan provinsi cuma 2 juta, tidak bisa disamakan.
Nah kuota itu tetap berlaku, tetapi tetap saja kita beri kesempatan kepada partai politik atau
gabungan politik pengusung dan calon kepala daerahnya agar fleksibel begitu. Itu yang pertama. Nah
nanti di Undang-Undang Pemda, nanti kita bisa kita siasati. Kalau kemudian calon kepala daerah
dengan wakil satu maka seperti apa tugasnya. Kalau kepala daerah dengan wakilnya dua maka seperti
apa tugasnya.
Sekali lagi Bapak Ibu sekalian saya berpikir menghormati Pak SBY yang punya Perpu gitu.
Jangan kemudian kita amputasi habis gitu Pak, tetapi ada jalan tengah bagaimana caranya karena
mainstream atau semua fraksi mayoritas sepakat paket, bahkan pemerintah juga naga-naganya begitu,
saya kira harus kita carikan exit-nya seperti apa agar kesempatan yang mengusulkan lebih dari satu
terakomodasi dan kesempatan fraksi-fraksi yang tetap bertahan untuk satu.
Yang ketiga, masalah mekanisme. Pertanyaannya memang kalau wakil lebih dari satu memang
mekanisme untuk mengganti jika kepala daerah berhalangan ya otomatis mau tidak mau harus kita
buatkan dan saya kira itu sangat bisa membuat mekanisme begitu. Menurut saya bukan masalahnya di
situ, karena itu gampang kita buat ya. Misalkan dipilih DPRD dan kemudian DPRD yang diajukan
adalah dua wakil ini, kemudian divote dan sebagainya. Pengusungnya juga standar sama, yang
mengajukan wakil adalah partai pengusungnya yang lama, ketika mengusung pertama kali itu, dan
sebagainya, saya kira itu gampang.
Nah sekali lagi kita coba cari exitnya saya usul seperti itu bunyi redaksinya, tetap dibatasi
paling banyak maksimal 2, tetapi juga tidak harus, tetapi juga jangan dilarang gitu Pimpinan.
Terima kasih.

5
KETUA RAPAT:

Ya, memang kalau dihitung-hitung, sebetulnya yang mungkin lebih dari satu itu mungkin
seluruh Jawa itu artinya Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI, Sumatera Utara, Sulawesi
Selatan. Mungkin 6 provinsi. Kalau kabupaten kota mungkin perlu dihitung juga ada berapa. Jadi kita
tarik menarik dalam soal ini setelah dihitung-hitung juga tidak banyak juga gitu ya. Jadi bijak juga apa
yang disampaikan oleh Pak Malik kelihatan berbeda ini sebelum makan siang dan sesudah makan
siang ini memang apalagi setelah sholat ini setelah sholat dan dzikir, istirahat dan merokok gitu. Ini
nampaknya banyak hikmah kebijaksanaan ya.
Kepada pemerintah juga perlu disampaikan, kita tadi punya catatan tentang tadi mekanisme
bagaimana pencalonannya, lalu pembagian tugasnya dan ketentuan penggantian kalau nanti terjadi
pergantian. Jadi saya kira tiga ini nanti kita harus juga bahas.
Ada tambahan dari yang lain?

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Pertimbangan-pertimbangan Ketua.

KETUA RAPAT:

Ya, silakan.

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Terima kasih.
Melanjutkan yang disampaikan oleh Pak Kenedi saya kira. Ada 4 alternatif sebagaimana
tertuang di sana. Satu adalah sesuai Perpu. Saya beranggapan bahwa Pak SBY sadar betul
memisahkan antara political approach dengan professional approach ini, sehingga boleh lebih dari satu
tetapi bukan diangkat dalam proses pemilihan kepala daerah. Oleh karena itu kemudian
kualifikasinya adalah yang sekian satu, yang sekian dua dan seterusnya, tapi tidak dalam konteks
pasangan saya kira.
Lalu yang kedua adalah itu berpasangan satu-satu itu. Yang ketiga adalah satu maksimal tiga.
Yang ke empat adalah lebih dari satu tapi maksimal dua. Jadi karena itu kalau mau itu Pak Mustofa
Kamal, suatu kali di Semarang itu ada orang jualan meubel, dia lupa dia, ...(bahasa jawa), yang ngerti
dalam Islam itu 4 kan Pak ya, 4,4,4 dia sudah berisi sampai 19 Pak, sampai lupa kemudian yang di...
londo tadi itu Pak....(bahasa jawa).
Nah karena itu begini Bapak Ibu sekalian, saya kira DPD berpendapat bahwa pasangan itu ya
satu Pak. Tetapi kalau kemudian mau milih yang lebih dari satu, kembali kepada Perpu. Jadi saya kira
DPD masih pada dua itu, pasangan ya satu, tetapi kemudian kalau mau lebih dari satu tidak pasangan.
Saya menegaskan apa yang disampaikan oleh Pak Kenedi tadi itu.
Banyak sekali saya kira plus minusnya dan saya kira kalau Pak Mustafa sampaikan tadi tidak
banyak provinsi, kabupaten yang lebih dari satu, tapi bahwa norma ini kemudian kalau diatur kemudian
kenapa bergradasi? Kenapa berbeda? Jawa luar Jawa kenapa berbeda? Lagi-lagi memunculkan isu
yang tak sedap juga pada akhirnya nanti itu.
Jadi saya ingin kita legowolah ya. Kalau Pak Malik tadi sampaikan bahwa seperti PKB saya kira
itu kan bukan dalam rangka Fiqih nikahnya PKB kemudian implementasi di apa Undang-Undang
Pilkada saya kira. Itu Ketua.
Terima kasih.

6
KETUA RAPAT:

Ya silakan.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTHFI A. MUTTY, M.Si):

Pimpinan.
Terima kasih Pimpinan.
Kita masih berputar-putar soal pasangan dan jumlahnya ini. Prinsip kita sudah menerima
berpasangan. Sekarang mengenai jumlah. Saya kembali lagi pada apa yang saya sampaikan tadi. Dulu
pemerintah itu mengajukan alternatif pasangan lebih dari satu karena asumsinya adalah wakil tidak
dipilih. Artinya wakil itu bukan political appointed. Dia adalah administrative appointed, karena dia tidak
dipilih, mau 10 wakil, mau 20 wakil tidak jadi masalah, karena dia tidak otomatis menggantikan kepala
daerah kalau berhalangan.
Jadi pertanyaannya adalah apakah kita tetap bersepakat wakil dipilih satu paket atau tidak?
Kalau kita tetap bersepakat dipilih satu paket, maka Fraksi Partai Nasdem mengatakan satu
saja. Alasannya kenapa, ini sudah berulang-ulang saya katakan, kalau lebih dari satu wakil, ketika
kepala daerah berhalangan tetap, ini akan jadi persoalan. Siapa diantara wakil yang akan memilih?
Kalau dikatakan yang memilih nanti lebih dari itu adalah DPRD, maka kita kembali kepada asas
pemerintahan. Kepala daerah bertanggungjawab kepada yang memilih. Karena yang memilih adalah
DPRD, berarti kepala daerah wakil yang naik jadi kepala daerah karena dipilih oleh DPRD, otomatis
bertanggungjawab kepada DPRD. Kalau dia bertanggungjawab kepada DPRD, kita menganut asas
sistim parlementer, bukan asas sistim parlementer. Berarti akan ada dua sistem di situ berlaku karena
begitu asasnya. Kepada pemerintahan harus bertanggungjawab kepada yang memilih.
Nah kemudian ketika saya ditunjuk oleh fraksi duduk sebagai Panja di sini, saya cuma dapat
petunjuk umum. Tempatkan kepentingan stabilitas pemerintahan di atas segala-galanya. Jadi Fraksi
Partai Nasdem menginginkan bahwa melalui undang-undang ini kepala daerah yang lahir akan
mengendalikan pemerintah dengan sistem pemerintah daerah yang stabil. Itu juga yang menjadi alasan
kenapa wakil itu tidak dipilih, diangkat saja.
Jadi kami tetap konsisten wakil dipilih berpasangan dengan kepala daerah, wakil cukup satu
orang. Kalau kepala daerah berhalangan tetap otomatis wakil yang mengganti. Itu Pimpinan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya.
Silakan.

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Terima kasih.
Jadi soal pilihan paket atau tidak paket ini memang berangkatnya kita dari persoalan di
lapangan bahwa kepala daerah dengan wakil kepala daerah itu di dalam perjalanannya banyak
mengalami situasi yang tidak sejalan di dalam melaksanakan program-program kepala daerah. Ini fakta.
Sehingga muncul ide agar ada perubahan di dalam komposisi atau mekanisme pencalonan.
Lalu yang selanjutnya turunan dari fakta ini adalah kondusifitas dari pemerintahan daerah
terganggu ya. Wakil bupati, wakil walikota yang mestinya bisa membantu tugas-tugas dari kepala
daerah, pada akhirnya justru lebih banyak mengganggu, itu fakta di lapangan seperti itu. Sehingga
dicari solusi bagaimana agar tugas-tugas kepala daerah itu bisa terbantukan, proses pelaksanaan
dalam pemerintahan daerah juga bisa terbantukan.

7
Saya kira pilihannya hanya ada dua, jika kita berpedoman pada mencari solusi atas fakta di
lapangan terkait dengan disharmonisasi antara kepala daerah dengan wakil kepala daerah itu maka
yang kita butuhkan sekarang adalah hanya memilih kepala daerah saja. Ini juga diperkuat bahwa wakil
kepala daerah memang tidak secara eksplisit disebut di dalam Undang-Undang Dasar. Ini juga
menunjukkan kepentingan adalah memilih kepala daerah. Berbeda dengan misalnya Presiden, ada
Wakil Presiden, sama-sama disebut dan juga ada kepentingan yang kuat dari konstitusi kita.
Untuk itulah saya kira jika kita ingin agar pasangan ini bisa lebih dari satu, maka pilihannya
saya sepakat yang dipilih adalah hanya kepala daerah. Artinya apa, artinya tidak paket, sehingga nanti
untuk wakil kepala daerah sifatnya ditunjuk oleh kepala daerah terpilih. Sedangkan jika kita
menginginkan paket, maka saya sepakat agar kepala daerah sama wakil kepala daerah itu satu saja
ya, pasangannya hanya satu seperti di dalam pelaksanaan Pilkada yang sudah berjalan.
Saya kira itu pandangan dari Fraksi PPP.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya, terima kasih Pak Arwani.


Tadi Pak Kyai Asep itu mashabnya kelihatannya agak berbeda sedikit itu. Mashabnya lebih dari
satu. Ya poligami, tapi karena belum pakai sorban masih monogami kelihatannya Pak Arwani.
Silakan Pak Rufinus.

F-HANURA (RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH):

Baik, terima kasih.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

Ya baru pulang Munas.


Jadi memang saya lebih ingin mengiris persoalan ini sebagai dari sudut pandang hukum saja
dan sosiologi. Kalau tadi disampaikan bahwa ada pilihan-pilihan, tentu menurut kultur yang ada maupun
cara sistem hukum tata negara kita yang menganut presidentil, tentu tidaklah mungkin seorang wakil
disuatu ketika diminta persetujuan dari DPR, tidaklah mungkin itu di dalam sistem presidential tidak
dikenal ada seorang eksekutif yang dipilih oleh parlementer. Ini tidak mungkin.
Jadi saya lebih memilih kepada kalau ditanya alternatifnya, tidak perlu saya memberikan
alternatif lain. Saya lebih cenderung pemilihan gubernur dan wakil gubernur, maupun bupati wakil
maupun walikota itu cenderung kepada satu paket dan satu wakil. Itu barangkali. Dengan kalau nanti
diperlukan ada analisa akademisnya saya akan sampaikan, tapi dalam kesempatan ini untuk
menyingkat waktu Pak Ketua Pimpinan, Fraksi Hanura sudah berketetapan final binding bahwa
pandangannya tetap di dalam posisi alternatif yang kedua sebagaimana yang ada di dalam matrik ini.
Itu barangkali sementara dulu untuk konten ini saya sampaikan.
Terima kasih.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Selamat datang Pak Menteri.

Selamat datang dari Solo ya Pak Menteri ya?

8
Sama-sama dengan Pak Rufinus. Jadi kita ucapkan selamat juga kepada Pak Rufinus yang
sudah punya ketua umum baru, tetap Pak Wiranto ya, dengan aklamasi.
Kita lanjut Pak Menteri ya.
Jadi masih ada yang ingin menyampaikan pandangan?
Sudah bulat ya.
Jadi sekarang kita sudah bisa berangkat ke matrik ini saja ini tadi. Ya alternatif dua memang
ada banyak yang mulai berkecenderungan ke sana gitu ya. Saya tidak tahu ini kenapa mashabnya ke
monogami ini ya kepada satu pasangan ya, tapi masih ada juga yang punya kecenderungan untuk lebih
dari pada satu atau kembali kepada Perpu. Ini bagaimana baiknya Bapak Ibu sekalian?
Ada lagi yang menyampaikan?

INTERUPSI:

Mungkin ditanyakan dulu maunya pasangan lebih dari satu atau tidak dulu gitu?

KETUA RAPAT:

Sudah.
Jadi kita sudah keliling semua 3 paket.

INTERUPSI:

Kalau soal paketnya sudah?

KETUA RAPAT:

Sudah.

INTERUPSI:

Suara tidak jelas (tidak menggunakan mic).

KETUA RAPAT:

Ya.
Silakan.

INTERUPSI:

PKS juga ingin lebih dari satu, ini susah, saya sendiri masalahnya.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Iya.
Makanya faktanya kan begitu, jadi PKS masih minta lebih dari satu. Gerindra lebih dari satu.
PAN lebih dari satu. PKB lebih dari satu. Terus kemudian Demokrat minta lebih dari satu. Kenapa
kemudian saya tadi berpikir tentang exit karena faktanya begitu. Ini sikap resmi kami juga tolong
dihormati.

9
KETUA RAPAT:

Ya, bagaimana dari PAN betul?


Dari Gerindra bagaimana?
Silakan.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ya, terima kasih.


Tadi Gerindra sudah sampaikan bahwa yang pertama paket pasangan calon dipilih secara
langsung bersamaan, itu poin itu dulu. Jadi dipilih secara langsung dan bersamaan atau dicoblos itu.
Mengenai jumlah Gerindra tidak ada masalah, yang penting tidak lebih dari dua gitu. Kalau
dimungkinkan dua, itu nanti diatur untuk daerah-daerah tertentu dengan jumlah penduduk tertentu,
seperti umpamanya kalau gubernur ya wakil gubernurnya Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur.
Mungkin kalau di Sumatera Sumut yang lebih dari 10 juta. Sulsel saya tidak tahu berapa jumlah Sulsel
ya, mungkin lebih dari 10. Jadi ada pendekatan memang jumlah penduduk. Jakarta bisa
pendekatannya lebih dari 10. Yang pasti lebih dari 10 itu 3 di Jawa, 1 di Sumatera, tambah 1 DKI,
mungkin 5 ya itu lebih dari 10 untuk gubernur wakil gubernur.
Kalau untuk kabupaten kota, tidak ada masalah jumlahnya cukup 1, lr teritorialnya cukup
dekatlah gitu. Jadi ini bisa saja hanya berlaku untuk provinsi. Jadi kalau walikota apalagi kecil tidak
perlu lebih dari 1. Kabupaten juga yang padat itu sangat sedikitlah mungkin cuma Kabupaten Bogor-lah.
Jadi tidak usah ya pengecualian. Jadi mungkin untuk kabupaten kota bisa saja cukup 1.
Terus kemudian mekanisme pencalonannya tadi dipilih bersamaan dicoblos oleh pasangan
diusung oleh pasangan calon, diusung oleh partai politik atau gabungan bakal calon yang didaftar di
KPU secara bersamaan.
Kemudian yang ketiga atau yang ke empat mekanisme penggantian, apabila kepala daerah
berhalangan, sekalipun wakilnya 1, rasanya lebih baik dipilih kembali oleh DPRD, karena ketika kita
memilih, itu biasanya orang milih wakilnya untuk wakil gitu loh. Jadi bukan dia milih wakil juga bisa
untuk kepala, kemudian siapa yang dapat diusung sebagai kepala daerah ketika berhalangan tetap,
bisa siapa saja yang penting diusung oleh partai yang menang. Partai atau gabungan partai yang
menang. Jadi bisa wakil yang ada tadi apakah satu atau dua jumlah, bisa dari luar. Silakan saja
termasuk PNS , TNI, Polri siapa saja gitu. Ya kalau perseorangan nah ini saya kira harus diatur juga.
Kalau perseorangan berhalangan bisa juga diatur nanti ya.
Kemudian yang ke empat, seperti yang disampaikan oleh Pak Panji, saya setuju nanti di
Undang-Undang Pemda harus diatur secara jelas pembagian tugasnya itu.
Saya kira itu.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya Gerindra kelihatannya mundur sedikit. Jadi untuk kabupaten kota tidak perlu lebih dari 1 ya,
tapi tinggal beberapa provinsi ya yang dihitung tadi ada 5. Nah kalau yang 5 ini pakai usulannya Pak
Malik pakai kata dapat itu kira-kira kan pakai kata dapat, sudah tinggal 5, terus pakai kata dapat apakah
bisa diterima atau bagaimana?
Ini saya minta sekali lagi.
Dari PAN bagaimana dari PAN ini?

10
F-PAN (AMRAN, S.E.):

Ya, terima kasih.


Sebenarnya kita ini mencari jalan tengahnya saja Pak Ketua, walaupun tadi banyak
perdebatan-perdebatan baik itu dari aspek konstitusional, kemudian aspek disharmonisasi, saya kira ini
Pak Ketua. Kemudian saya kira ada jalan keluar yang disampaikan tadi oleh dari PKB, saya agak
sependapat juga apa yang disampaikan oleh PKB. Kemudian juga dari kemarin sampai semalam kan
kita Perpu ini kan lahir dari periode yang lama, pemerintah yang sebelumnya dan itu yang mengawal itu
ya ada Partai Demokrat dan tadi malam itu PAN sudah banyak yang mengalahlah. Nah mungkin ya
sekali-kalilah kita memberikan ya apa namanya apresiasi untuk ini bagi Demokrat. Saya kira itu saja,
karena sudah terlalu banyak tadi perdebatan-perdebatan persoalan segala macam.
Begini juga Pak Ketua, kalau umpamanya satu paket ini kalau umpamanya tidak harmonis,
kalau umpamanya satu wakilnya kemudian tidak harmonis, itu kan memang tidak ada pilihan ya pecah
dan tidak harmonis sampai selesai, tapi kalau lebih dari satu, dia masih ada kemungkinan untuk
membangun kebersamaan yang satunya itu ininya.

KETUA RAPAT:

Kok kelihatannya Pak Amran berpengalaman gitu kelihatannya.

F-PAN (AMRAN, S.E.):

Bisa rasional bisa tidak rasional juga iya itu, tapi bisa dihubung-hubungkan ke sana.
KETUA RAPAT:

Ya ini Partai Nasdem ingin menegaskan kelihatannya.

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTHFI A. MUTTY, M.Si):

Ya, saya mau kembali lagi. Pertama, dulu ketikak Perpu ini dibuat, wakil tidak dipilih, lebih dari
satu orang karena wakil tidak otomatis menggantikan kepala daerah kalau berhalangan tetap, kan
begitu. Jadi wakil itu bukan political appointed, administrative appointed sehingga orang yang akan
duduk menjadi wakil itu ada parameter-parameter birokrasi yang digunakan di situ. Jadi ini dulu yang
perlu kita pahami kenapa bisa lebih dari satu, karena tidak otomatis mengganti.
Nah sekarang setelah wakil dipilih satu paket dengan kepala daerah, ketika kepala daerah
berhalangan tetap, siapa diantara wakil ini yang akan mengganti? Tadi jawabannya akan dipilih oleh
DPRD. Kalau dipilih oleh DPRD, kita kembali kepada asas pemerintahan. Asas pemerintahan
mengatakan Pimpinan pemerintahan harus bertanggungjawab kepada yang memilih. Apa artinya ini,
kita menjadi sistem parlementer.
Apa mungkin dalam sebuah negara itu ada dua sistem berjalan? Ada sebagian pemerintah
daerah berjalan dengan sistem presidentil, ada sebagian pemerintah daerah karena di tengah jalan ada
masalah jadi sistem parlementer. Ini persoalan konsistensi sistem Pak. Kita jangan menjadi negara
yang aneh di dunia ini.
Yang ketiga, kalau aneh dari dulu, tidak, sekarang Pak, kalau dari dulu aneh, dari dulu unik, kita
harus akhiri itu. Jangan yang jelek-jelek dulu kita mau lanjutkan terus. Jangan kita melanjutkan terus itu.
Kalau kita sadar bahwa negara kita ini aneh, unik atau lucu, masa kita mau lanjutkan keanehan,
keunikan dan kelucuan itu? kapan kita mau ada perbaikan? Atau kita sepakat mau diperlucu?
Nah saya lanjut lagi Pak. Kalau nanti kepala daerah berhalangan tetap, tadi saya katakan dipilih
oleh DPRD jadi parlementer. Jadi parlementer kita ini. Nah sekarang dapat dengan satu wakil saja kita
semua sudah sepakat dari kemarin bicara, dari Minggu lalu bicara, dari bulan lalu bicara dengan satu

11
wakil terjadi instabilitas pemerintahan di daerah. Terjadi instabilitas, karena Pimpinan daerah tidak
kompak. Terus sekarang kita mau menambah lagi instabilitas itu dengan menambah dua wakil?
Dengan menambah 3 wakil? Ini kan persoalan Pak. Artinya dengan logika sederhana saja yang kita
gunakan kita sudah membayangkan ini loh yang akan terjadi nanti.
Jadi sekarang saya sebagai wakil dari Partai Nasdem di sini, saya dapat mandat dari partai
mengatakan tempatkan kepentingan yang lebih besar di atas kepentingan partai. Itu penggarisan yang
saya dapat. Apa kepentingan yang lebih besar itu, kita mau menghadirkan pemerintahan daerah yang
stabil. Itu sebabnya maka Partai Nasdem tetap mengatakan dipilih satu paket, supaya kalau kepala
daerah berhalangan tetap otomatis wakil yang mengganti. Tidak perlu lagi ada pemilihan oleh DPRD
Pak, tidak perlu lagi atau tidak perlu ada pemilihan langsung lagi, dipilih satu paket, dipilih satu wakil.
Kemudian dalam rangka konsistensi asas pemerintahan, tidak ada sebagian dengan sistem
presidentil, ada bagian lain sistem parlementer, supaya kita tidak makin aneh, makin lucu, makin
macam-macam di muka bumi ini.
Saya kira begitu Pimpinan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya, terima kasih.


Ini mungkin ya kali ini kita juga perlu ini pandangan dari pemerintah. Apakah dari beragam
pendapat ini pemerintah mempunyai rancangan yang menariklah kira-kira. Kita ini memang banyak
yang unik dan juga lucu kadang-kadang, tapi itulah yang membuat kita bertahan sebagai NKRI ya, kita
bernegara ini bisa sambil tersenyum bahkan juga tertawa. Di tempat lain juga perang Pak berdarah-
darah, di tempat kita, kita masih bisa bersalaman, dan sebagainya, inilah Indonesia saya kira.

KETUA KOMISI (RAMBE KAMARUL ZAMAN / F-PG):

Ya, sebelum pemerintah saya kira ini kita renung apapun yang kita ambil adalah pilihan. Kalau
hal ini bagaimana kita mau meluruskan sesuai dengan konstitusi memang ya pilihan-pilihan ini memang
ada resikonya.

Saudara Menteri dan pihak pemerintah,

Ini dari pagi ini sampai sekarang belum selesai. Yang sudah selesai adalah seluruh fraksi
menginginkan berpasangan. Yang berbeda fraksi di sini adalah pasangannya boleh lebih dari 1 atau 1.
Kalau yang 1 ini sudah oke termasuk DPD. Ini juga sudah disahuti oleh pemerintah bahwa kalau
berpasangan itu ya 1 sudah, sudah terbuka ini, artinya kalau keputusan bersama kita ambil pilihan itu
sudah selesai, tapi ada 3 fraksi lagi 4 fraksi, kalau dengan PKS saya kira 5 fraksi. Jadi Demokrat, PKB,
PAN, Gerindra, PKS, ini sudah jelas posisi fraksi lain jelas, termasuk fraksi saya. Oh ini kita tinggal
pilihan.
Dalam konteks itu kita ambil jalan tengah, kalau kita bersepakat misalnya wakil untuk
kabupaten kota itu tetap 1. Relakah kita juga termasuk pemerintah bahwa kalau gubernur sesuai
dengan jumlah penduduk dan luas wilayah ya atau ukurannya ukuran tertentu kita katakan seperti
usulan yang disampaikan oleh PKB boleh lebih dari 1, dapat gitu dengan kata dapat ya untuk provinsi,
dengan konsekuensi kita atur dalam hal misalnya tugasnya itu satu.
Jadi masalah apakah ini wakil misalnya kalau yang tadi 1 saya kira kita bicarakan lebih lanjut.
Kalau 1 wakil, berhalangan tetap, gubernur, bupati, walikota otomatis dia, itu tidak soal, karena
memang dia satu paket, walaupun masih ada ujung perdebatan kita dia kan dipilih hanya untuk wakil,
tapi kalau memang wakilnya 1, ya itu otomatis dia tidak usah dipilih lagi oleh DPRD.

12
Nah sekarang muncul kalau wakil lebih dari 1 untuk provinsi, bagaimana cara milihnya, harus
dipilih kalau lebih dari 1 dia. Harus dipilih. Inilah syaratnya kita, kita atur lebih lanjut cara memilihnya ya
DPRD, sebab bagaimana caranya lebih dari 1 misalnya wakilnya?
Itulah saya kira yang kami dari Pimpinan menawarkan ini biar ini selesai. Kalau sudah selesai,
kita tinggal rumuskan. Masih ada satu masalah lagi yang harus kita bicarakan.
Itu saya kira Saudara Menteri untuk ditanggapi oleh pihak pemerintah. Jadi memang sudah
sangat mengerucut betul biar kita bisa mengambil jalan keluar soal ini. Saya kira itu.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Saya tambahkan sedikit teman-teman dari pemerintah.

Selamat datang Pak Menteri.

Kenapa Gerindra salah satu opsinya itu bahwa kalau kepala daerah berhalangan ya atau juga
wakil berhalangan itu dipilih melalui DPRD. Yang pertama tadi saya sampaikan bahwa ketika kita
masyarakat memilih kepala daerah ya sebagai kepala daerah. Ketika memilih wakil sebagai wakil.
Yang kedua, ini yang mungkin cukup menarik bahwa ini juga dapat mereduksi atau mengurangi
disharmonisasi. Banyak anggapan orang wakil itu tidak hanya berusaha keras, tapi doanya sebagai
kepala daerah bermasalah itu, tersangkut kasus korupsi, mungkin malah mati dan lain-lain. Sehingga
kalau wakil tidak serta merta menjadi kepala daerah dan harus dipilih melalui DPRD, saya kira doanya
berubah dia. Jadi tidak lagi berdoa supaya kepala daerah dapat digantikan oleh wakil kepala daerah,
karena kepala daerah yang berhalangan tetap begitu dipilih oleh pasangan yang diusung oleh
pasangan pemenang pengusung, seperti kalau di DKI itu PDI Perjuangan dan Gerindra dan dipilih
kembali oleh DPRD dan ini juga dapat menjawab tadi dari lupa saya tadi Demokrat atau mana, dapat
mengukur kinerja dari pada kepala atau wakil kepala daerah.
Jadi ukuran bagi DPRD apakah wakil kepala daerah ini memiliki kinerja yang baik. Kalau
memiliki kinerja yang baik, ya tentu dipilih kembali oleh masyarakat yang diwakili oleh DPRD.
Sebaliknya kalau kinerjanya tidak baik, dia juga tidak dipilih dan ini juga menjadi alasan bagi partai
pengusung untuk mengusung kembali calon wakil kepala daerah yang berhalangan tetap. Jadi ini satu
pilihan-pilihan juga yang saya kira cukup bijaksana.
Saya kira itu beberapa pilihan ya, saya kira sudah hampir mengerucut. Untuk kabupaten kota
saya kira kalau sepakat 1, untuk provinsi kami Gerindra 1 kecuali 5 provinsi dan mekanismenya dipilih
diusung oleh partai pengusung kalau... dan dipilih oleh DPRD. Menjawab alasan disharmonisasi,
mengurangi disharmonisasi, mengukur kinerja dan lain-lain.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Riza.


Kepada pemerintah mungkin silakan bisa ditanggapi.

MENTERI DALAM NEGERI (TJAHJO KUMOLO, SH):

Terima kasih.

Yang saya hormati Ketua, Pimpinan dan Bapak-bapak sekalian.

Yang utama pemerintah pada prinsipnya mengapresiasi seluruh pendapat fraksi, walaupun
belum mengerucut tetapi tentu pendapat tersebut punya argumentasi yang saya kira bisa dipahami.

13
Pemerintah memang masih berpegang pada alternatif 1 atau 2. Setelah kita cek iseng-iseng
teman-teman tadi malam juga ngecek semua, di dunia itu tidak ada, tidak ada wakil tidak ada. Di dunia
itu hanya ada 1 wakil yaitu Indonesia. Dengan wakil 1 saja masih kadang-kadang beragam dalam
proses pengambilan keputusan politik di daerah.
Saya ambil contoh provinsinya yang terhormat Pak Muqowam misalnya, punya 1 wakil, tapi
begitu dilantik sang wakil itu minta bagian kewenangan saya apa. Ya langsung namanya gubernur dan
juga dari tentara, wakil ya wakil, sudah titik, iya tergantung penugasan Bapak. Kayanya selama 5 tahun
istilah Jawa itu jutaan setiap gubernur berhalangan atau mewakilkan tetap Sekda atau asisten Sekda.
Nanti sang wakil jalan-jalan sendiri tidak pernah diberi tugas oleh gubernur. Itu contoh.
Kalau wakil 2, yang menjadi problem, kalau gubernur berhalangan tetap, kan diserahkan DPRD
kalau wakil 1, itu otomatis kami sepakat dengan Nasdem tadi, tapi kalau 2, diputuskan DPRD atau
diatur ini kan juga jadi masalah kalau 2 siapa, apa ada nomor urut wakil 1, wakil 2, kan tidak mungkin.
Ini akan menjadi permasalahan baru ini.
Sekarang saja Palembang sudah ada masalah baru, walikotanya sedang proses pengadilan,
Kementerian Dalam Negeri sudah memberhentikan sementara karena belum inkrah, tetapi DPRD-nya
sudah memutuskan bahwa wakilnya juga salah ikut terlibat, walaupun KPK tidak pernah memanggil
wakil, KPK tidak pernah mengundang sebagai saksi, tapi dianggap ini satu paket kalau walikota Nomor
1-nya bersalah, ya Nomor 2-nya otomatis bersalah. Diputuskan oleh Mahkamah Agung yang
memutuskan itu pengertian satu paket ya satu paket, satu salah ya dua-dua salah kan juga tidak begitu
aturannya.
Jadi ini pada prinsipnya kami memahami pendapat teman-teman sekalian, memang beban
tugas berat. Kalau di kota kabupaten mungkin tidak, mungkin di gubernur memang berat. Sehingga kan
DKI juga pernah ada 2 wakil dulu ya kalau tidak salah, tapi tidak dipilih, tapi kalau dipilih ya baru
pasangan itu. Jawa Barat juga pernah 2 dan sebagainya. Nah saya kira ini problem pasangan saja
yang diusung oleh partai politik juga teman-teman di daerah juga secara etika politik juga banyak yang
tidak pas. Secara pribadi kaya DKI itu saya sepakat dengan Gerindra secara pribadi ya, dia diusung
oleh satu partai, tapi setelah jadi ditinggal partainya. Itu seharusnya pribadi loh itu, nanti kalau ini terjadi
kaya begini kan repot nanti semua. Dia orang partai, diusung oleh partai, setelah jadi tinggal. Ya ini juga
saya kira ya ini etika. Ini kan tinggal hukuman Tuhan saja secara pribadi itu saja, tapi secara normatif
kan tidak memungkinkan kita tidak ada gitu. Nah pengalaman-pengalaman seperti itu saya kira ini
menjadi satu bahan pertimbangan. Saya kira secara umum ini mungkin ketetapan secara teknis Bapak
Sekjen.

KETUA RAPAT:

Ya kejadian yang DKI itu termasuk yang lucu-lucu juga ya Pak Menteri Dalam Negeri ya?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Saya tambahkan sedikit Pak.


Untuk Ahok mohon maaf ini mungkin berlebihan saya, tidak hanya tidak hanya seperti itu Pak.
Dalam beberapa hari ini, bahkan hari ini ada tim yang sedang merancang impeachment Pak Menteri
dan mohon maaf termasuk dari PDI Perjuangan. Nah tuh coba. Jadi mohon maaf, kita ini partai politik
dianggap beli tiket saja, selesai. Jadi urusan sama partai politik itu selesai ketika diterima oleh KPU
sebagai pasangan calon, setelah itu tidak ada urusan selama ini, jangankan sudah jadi, kadang-kadang
ketika proses kampanye pemenangan pun tidak dianggap. Nah kira-kira begitu, ini mohon maaf.
Kita kan tidak mau juga ya terserah kalau me-recall di DPRD mungkin berlebihan, tapi kita buat
satu mekanisme supaya ada penghargaan pasangan calon kepada partai politik, tapi juga partai politik
tidak melebihi kewenangannya untuk mengintervensi berlebihan gitu. Tidak perul di-recall oleh DPRD
tapi dengan mekanisme tadi yang saya sampaikan kalau wakil berhalangan dipilih lagi DPRD, sehingga

14
saya sebagai wakil bupati tidak mendoakan Pak Mustafa bupati saya supaya urusan sama KPK, urusan
mati begitu, karena saya merasa kalau pun Pak Mustafa berhalangan tetap karena sekolah keluar
negeri, kepala daerahnya dipilih kembali oleh DPRD gitu, begitu Pak Menteri.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ada tambahan dari pemerintah?


Silakan.

SEKJEN KEMENDAGRI:

Sedikit ingin kami tambahkan bahwa sebetulnya prinsipnya pilihan ini sebetulnya dua Pak 1
dan 2. Mengapa, ini sesuatu yang berbeda seperti dari DPD Pak Muqowam sampaikan tadi dan dari
Pak Luthfi, filosofinya berbeda sekali yang 1 dan 2 itu manakala boleh kita lebih dari 1 kalau dia tidak
kita pilih bersama. Kalau kita pilih bersama, kita lebih dari 1, itu jadi aneh dan masalah Pak, dan betul
Pak Menteri katakan saya kira tidak ada daerah otonom atau state di negara federal atau di... itu waktu
mereka mencoblos itu wakilnya itu lebih dari 1, tidak ada Pak, agak aneh juga, itu secara.
Kemudian kita keluar dari ruangan ini Bapak-bapak, saya kira kita juga harus punya satu
justifikasi yang kuat. Contohnya kemarin kita mendiskusikan mengenai uji publik. Saya lihat kita masing-
masing itu di media itu sudah sangat justified sekali mengatakan bahwa menggantikan itu. Jadi ada
satu argumentasi yang jelas. Kalau kita pilih ini mohon maaf, bisa saja kita buat alternatif 5,6,7 tetapi ini
adalah lebih kepada bacaan publik kami yakin ini adalah selera Pak, tidak cukup argumentasi.
Mengapa 2, mengapa 3, mengapa 4. Kalau pasangan itu sudah jelas. Itu yang pertama.
Yang kedua Pak, praktek yang sekarang ini Pak, baru dilantik itu BOP itu minta dibagi
bagaimana bagiannya belanja penunjang operasional itu natara kepala daerah, wakil kepala daerah.
Kompleksitasnya 2. Nanti bisa 3, bisa 4 dari segi prakteknya.
Jadi sekali lagi bahwa alternatif 1 itu waktu dibahas diwaktu Perpu dengan satu dasar yang
kuat Pak bahwa untuk menghindari kompleksitas itu bahwa wakilnya boleh lebih dari 1, tetapi tidak kita
pilih dan itu sudah kita lakukan untuk kasus baru DKI, dan kebetulan yang sudah masuk mau pakai
Perpu ini dan menunggu hasil kita ini, beberapa kepala daerah antara lain Sumedang, nah itu sudah
melempar wakilnya usulannya lebih dari 1.
Jadi sekali lagi Pak, tapi melihatnya bahwa alternatif itu sebetulnya yang mendudukkan
kebutuhan-kebutuhan penyelenggaraan pemerintah daerah saat ini sangat perlu sekali.
Saya kira demikian tambahannya mungkin Pak.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Interupsi Pimpinan.
Saya usul.

KETUA RAPAT:

Ya oke Pak Malik.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Jadi begini saja, menurut saya kita pending, sebentar dulu Pak dengarkan dulu, kita mau cari
exit gitu. Begini, beri kami dan saya kira semua fraksi untuk konsultasi ke partainya lagi. Saya tidak

15
perlu butuh waktu banyak, setengah jam, satu jam saya cukup untuk memutuskan mana yang mau
saya pilih. Saya tidak mengerti partai yang lain, tapi bagi PKB ini penting karena ya kita harus
memastikan pilihannya seperti itu.

KETUA RAPAT:

Ya bagus ya PKS juga sebetulnya perlu konsultasi juga. Ya yang jelas kita sudah pertama kita
menghargai kita apresiasi ada keterbukaan dari pemerintah. Ini sungguh tidak mudah bagi pemerintah,
tapi sudah ada ke lapangan untuk juga membuka diri ke alternatif 2 di dalam matrik ini ya.
Ada beberapa fraksi yang juga sepakat ya dengan alternatif 2 itu dari awal, dan ada yang
sudah mulai mundur sedikit ya kan. Nah apakah kita akan putuskan setengah jam kemudian? Sambil
kita bahas yang lain dulu ya? jadi kita bahas bagaimana kalau MK dulu Pak sambil kita setengah jam ini
para fraksi-fraksi yang belum clear sikapnya. Bukan belum clear, masih perlu konfirmasi, sudah clear
sikapnya. Nah bagaimana konsultasi setengah jam.
Jadi saya kira nanti jam 16.15 nanti kita buka lagi bab itu dan sementara ini kita lanjutkan ke
masalah MK, dan langsung pandangan dari pemerintah saja ya?
Saya persilakan.
Jadi saya putuskan tadi begitu ya setengah jam untuk itu kita pending.

(RAPAT: SETUJU)

STAF AHLI KEMENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Terima kasih Pak Ketua.


Seizin Pak Menteri dan Pak Sekjen.
Mengenai masalah tempat atau lembaga penyelesaian sengketa hasil Pilkada. Tadi pagi, saya
berkonsultasi dengan 3 hakim Mahkamah Konstitusi Pak Patrialis Akbar, Pak Wahidudin Adam dan Pak
Arif Hidayat. Saya menyampaikan pertanyaan yang sama. Pertanyaan yang saya sampaikan begini,
Pak tadi malam kami rapat dengan DPR dan menyampaikan pandangan bahwa bagaimana kalau
rumusan revisi Undang-Undang Pilkada memberikan kewenangan kembali kepada MK sebagai
lembaga penyelesaian sengketa Pilkada. Jawabannya oh tidak bisa Prof. Judan, karena MK tidak
berwenang sebagai lembaga penyelesaian sengketa Pilkada. Ini. Dasar rujukannya itu sama putusan
Nomor 97. Dengan dasar Pasal 24c ayat (1). Ternyata Prof. Arif, Pak Patrialis dan Pak Wahidudin
Adam menggunakan pendekatan konstitusionalitas yang sama.
Kemudian saya sampaikan suratnya Pak Fadli Zon, Mas Arif ini ada suratnya Pak Fadli Zon,
Pak Patrialis ini ada suratnya Pak Fadli Zon. Oh ya surat itu sesungguhnya adalah salah satu solusi
yang diberikan tetapi solusi ini hanya solusi sementara ketika tidak ada lembaga yang menyelesaikan
sengketa itu. Artinya hanya bersifat transisional. Jadi tidak boleh bersifat terus menerus.
Oleh karena itu Bapak Pimpinan, norma yang dipasang tidak seperti yang di dalam surat ini,
karena dalam surat ini kan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah serentak diselesaikan di
Mahkamah Konstitusi. Artinya normanya bersifat permanen.
Prof. Arif itu menyatakan kira-kira normanya itu sesuai dengan putusan Nomor 97 dalam hal
belum terbentuk Lembaga Penyelesaian Sengketa hasil pemilihan kepala daerah, penyelesaian
dilakukan di Mahkamah Konstitusi, tapi Mahkamah Konstitusi hanya mau untuk Pilkada serentak
periode pertama yaitu di 2015 ini.
Nanti di periode berikutnya artinya sambil Mahkamah Agung mempersiapkan diri untuk periode
2018. Nah mereka dari Prof. Arif itu menyatakan tolong Prof. Judan di ayat (2) dituliskan Mahkamah
Agung mempersiapkan diri sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa mulai Tahun 2016. Ini seperti itu
tadi kita diskusi panjang lebar mencari solusi. Artinya Lembaga Penyelesaian Sengketa yang di

16
Mahkamah Konstitusi hanya bersifat transisional. Kira-kira seperti itu Pak Ketua saran solusi yang kami
diskusikan tadi dengan Pimpinan Mahkamah Konstitusi.
Terima kasih.
Demikian Pak Menteri.

MENTERI DALAM NEGERI:

Ada sedikit tambahan Pimpinan.


Sebelum saya tadi ke sini, saya 1 jam berdiskusi dengan Pak Jimly Asshiddiqie, juga ada
ketua, ketuanya Pak Muqowam Ketua DPD. Yang pertama intinya saja bahwa tidak benar versi Pak
Jimly ya saya meminta kepada Mahkamah Konstitusi zaman Pak Bagir Manan untuk itu diserahkan
kembali kepada ya saya diam saja ya ya saja, tidak komentar. Tapi kesimpulannya semua bahwa kalau
saran dari Pak Jimly harus MK lagi ini harus MK, harus diserahkan ke MK.
Dia mengambil contoh perkara besar yang case-nya 20 ribu per tahun itu juga MK ya. Kalau
Pengadilan Negeri ya kalau MA memang problemnya tadi kerawanan. Kalau dibawa ke Jakarta kan
tidak mungkin bondong-bondong massa mau berangkat ke Jakarta. Itu bisa kita pahami secara
fsikologis kalau MA menolak.
Jadi intinya Prof. Jimly tetap memberi saran pendapatnya ke MK. Kalau ke MA pasti akan ada
beberapa orang yang akan menggugat, termasuk timnya Pak Yusril juga akan menggugat kalau itu
diserahkan kembali kepada MA, karena yang berwenang itu adalah MK dan penyelenggara Pemilu ini
adalah KPU jadi satu mata rantai gitu. Itu saja intinya dari pertemuan tambahan tadi dengan Prof. Jimly
dia juga tidak setuju dengan usulan Bawaslu yang harus Bawaslu atau DKPP dalam berbagai
pertimbangan yang cukup banyak.
Terima kasih Ketua.

KETUA RAPAT:

Ya kita mau putar dulu atau Pimpinan ada penyampaian?

KETUA KOMISI (RAMBE KAMARUL ZAMAN/F-PG):

Saya kira sudah dapat kita putuskan ini dan kalau kita menceritakan pembahasan kita tadi
malam, saya kira sudah pas dalam posisi fraksi juga seluruhnya menghendaki MK. Kita berikan kepada
pemerintah untuk melakukan konsultasi dengan berbagai pihak.
Jadi pertemuan yang kemarin Rapat Konsultasi 3 lembaga ini adalah betul bertemu karena kita
sudah mendapatkan surat dari DPR RI. Ini kita pahami itu. yang tinggal soal lain di sini seperti Saudara
Menteri tadi mengatakan kalau ini sudah selesai bahwa di mana mau kita jawab. Jangan lagi digantung
ya kan dari MK mengatakan kami dalam tahapan harus ada nanti Lembaga Peradilan Khusus, jadi
hanya tugas kami kalau 2015... 2016 saja, yang 2017 bagaimana nanti kalau tidak siap hakimnya
bagaimana?
Jadi oleh karenanya sebelum terbentuk kita mandatkan dalam undang-undang ini Lembaga
Peradilan Khusus ini siapa yang mau mengatur apakah MA yang membuat atau apakah MK? Ini jangan
setengah-setengah kita. Setengah-setengah nanti kita gantung dalam undang-undang ini nanti
persoalan baru ini.
Jadi kenapa misalnya kita putuskan MK, tapi kalau kita sudah sepakat ada Lembaga Peradilan
Khusus, berbeda tadi Saudara Menteri yang melakukan pembicaraan dengan Prof. Jimly. Kalau Prof.
Jimly itu inginnya ya terus, jangan MA begitu, jangan sementara. Jadi kita juga berpendapat begitu,
sebab bagi fraksi-fraksi tadi malam tidak ada persoalan yang menyangkut ini, tidak usah, yang penting
selesai Pilkada, sampai... tadi malam sudah berputar begitu, ya sudah mau dipilih kalau semua sudah

17
ke MK, ya misalnya kita tidak mau apa Prof., pemerintah ke MA, ya sudah kita setuju saja ke MA, tapi
kalau apa akibatnya nanti, ya sudah.
Kan ini kan kalau keputusan bersama, sudah MK, ya MK. Jangan dilakukan lagi oleh MA kami
hanya setahun saja, tidak bisa. Terus dilakukan selama undang-undang ini tidak kita ubah. Itu baru
tegas bunyi undang-undangnya.
Oleh karenanya saya kira Saudara-Saudara ini kita selesaikan sekarang ini. Kalau sudah begitu
jangan ada lagi pengadilan ad.hoc, masa kerjanya juga MK meminta 45 hari, ya sudah kita berikan
waktu 45 hari.

STAF AHLI KEMENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Biar saya tegaskan maksud konsultasi saya dengan Prof. Arif tadi Pak.
Itu intinya itu Prof. Arif menyatakan begini, harus ada tenggang waktu bahwa MK itu hanya
menyelesaikan dalam masa transisional sebelum terbentuk lembaganya penyelesaian sengketa Pilkada
ini boleh tetap di Mahkamah Konstitusi gitu, transisionalnya itu seperti itu, tapi harus ada pemikiran dari
negara sampai kapan gitu loh Pak, itu.

KETUA RAPAT:

Jadi saya kira ini sudah bagus ya.

F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAHURUK , SH., MM., SH):

Terima kasih Pimpinan,

Pak Menteri dan jajaran yang terhormat.

Kita juga tidak bisa melupakan bahwa filosofi dari pada pemilihan ini rezimnya bukan pemilu, ini
harus kita pahami dulu, jadi kalau nanti KPU pasti kita akan menabrak, ke MK ada putusan yang
bertentangan diantara mereka, kita juga nambrak, pasti nabrak ini pak, apalagi bapak konsultasi tadi
dengan Prof Arif mengatakan seakan-akan kalau ada ifclause di Undang-undang itu tidak boleh ada
ifclause pak, tidak boleh itu.
Nah kita memang harus secara komprehensif, tadi malam juga saya bicara lama dengan Pak
Jimly, beliau mengatakan dari sudut pandang beban kerja, sebaiknya di MK, dari sudut beban, jadi dia
bilang, saya katakan ada 2 putusan yang bertabrakan Prof. Lho kalau dia tabrak kenapa saya tidak bisa
tabrak, ini kan jadi diskusi tidak benar ini, maaf dengan Prof Jimly, saya katakan demikian, kalau dia
menabrak terus ini boleh menabrak wah DPR bukan begitu cara berpandangannya, kita harus
selesaikan dengan baik, malah saya ketemu dengan Ketua Bawaslu tadi malam, saya sampaikan
kenapa you tidak take over BKO kan dari MK, BKO kan dari Pengadilan Negeri atau TUN, lembaganya
tinggal kamu tarik, kenapa? Karena ini adalah ranah pemerintah. Pilkada ini buka ranah rezim pemilu.
Ini ranah pemerintah.
Jadi kalau nanti undang-undang …(suara tidak jelas) atau menegaskan di dalam pasal yang
mengatakan menyerahkan segala sesuatu yang tehnis kepada pemerintah itu akan lebih ideal, dalam
masalah tehnis, ini menurut pandangan saya akan lebih baik, lebih soft, karena Prof Jimly tidak bisa
jawab saya tadi malam. Kalau hanya dari segi beban kerja wah ini jangan main-main Prof saya bilang,
karena Mahkamah Agung sekian banyak, sekian ribu masalahnya, terus kita pindah, loh saya bilang
kenapa tidak kita bikin saja peradilan jalanan yang tidak punya kerjaan, kan begitu banyak akademisi,
kan begitu.
Jadi itupun pandangan dari Prof Jimly menurut pandangan saya tidak bisa sepenuhnya kita
adopsi, apalagi yang bersifat temporeri. Jadi pimpinan saya lebih cenderung kita diskusikan secara

18
tajam tapi bisa selesai, saya berpandangan kalau boleh masalah tehnis, karena ini adalah rezim
pemerintah serahkan pada pemerintah, biar nanti Kepres yang mengatur ini selanjutnya ke bawah. Jadi
menyangkut masalah A, B, C, D dalam pasal ini dikatakan diserahkan kepada pemerintah, bisa saja itu
terjadi dari pada kita disandera besuk, direvisi lagi besuk sama Mahkamah Konstitusi, malu kita.
Itu barangkali Pimpinan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Dari PPP tadi, ya nanti Mas Bambang, bukan PDI, Gerindra mungkin, oh Gerindra.

F-GERINDRA (H. BAMBANG RIYANTO, SH, MH., M.Si):

Terima kasih.

Pimpinan yang saya hormati;


Para Anggota;
Para Menteri yang saya hormati.

Saya tadi bincang-bincang dengan Ketua Mahkamah Agung, ada 30 menit, menyoal tentang
pertemuan 3 pihak antara legislatif DPR RI, Mahkamah Konstitusi, dan Mahkamah Agung.
Di dalam pertemuan tiga pihak itu, disepakati bahwa MK bersedia untuk menangani asal
waktunya tidak 14 hari, tapi 45 hari, dan tadi malam ada suatu keputusan, keputusan baru diantara kita
bahwa prosentase ambang batas pemenangan itu dihilangkan menjadi suara terbanyak. Coba kita
berfikir kalau ini nanti suara terbanyak yang akan disengketakan apa? Yang akan ditangani MA atau
MK apa? Dimana kesepakat kita, ketika dalam satu Pilkada sudah diperoleh suara terbanyak, salah
satu calon selesailah sudah. Persoalannya gimana ini pasti tidak ada persoalan lagi, sehingga mungkin
kita tidak perlu berpoleg panjang karena persoalan pidana itu ditangani oleh MA, persoalan administrasi
di Tata Usaha Negara, saya rasa kalau sengketa hasil itu hampir tidak akan terjadi.
Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Ya PPP, atau tidak jadi? Golkar?

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Kita tidak usah membuang-buang waktu, semalam kan sudah sepakat kita, semalam kan
pending menunggu pemerintah. Pemerintah datang Pak Menteri, Pak Menteri tadi sudah
menyampaikan sudah ketemu pak Jimly, sebab Pak Prof Zudan sudah konsultasi kesana, kesepakatan
kita lanjutkan, lalu diperkuat oleh Pak Bambang. Kalau tadi malam kita sepakti bahwa tidak ada
ambang batas kemenangan, maka sengketa itu akan .........persoalan pidana diserahkan kepada MA,
persoalan ini pada TUN, ini kan jelas semuanya pak.

KETUA RAPAT:

Oke, kita ke MA saja, sepakat ya? Silakan PPP.

19
F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Soal keputusan tadi malam kan, jadi kita harus menghargai ya? Lalu kita sudah mendengar
keputusan pemerintah artinya soal MK sudah MK setuju, Cuma tadi yang di pertanyakan adalah soal
termasuk oleh ketua soal kesementaraannya saja, ini yang apakah kesementaraan itu tetap kita
cantumkan, atau hanya soal kapannya saja, sementara tapi kapannya saja, uangan setahun misalnya,
jadi pilihannya ada 3, saya kira full mandat ke MK, lalu yang kedua adalah sementara setahun, atau
mungkin sementara tapi selagi belum ada ketentuan yang lebih lanjut, begitu.
Saya kira pilihannya hanya itu.

KETUA RAPAT:

Jadi itu ada di klausul keputusan MK sendiri sampai ada lembaga yang permanen.

F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):

Tidak perlu setahun, tidak perlu dibatasi. Jangan dibatasi tahunan.

KETUA RAPAT:

Silakan.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Selama DPR atau negara ini tidak membuat lembaga khusus peradilan, atau apa ya tetap saja
Mahkamah Konstitusi.

KETUA RAPAT:

Ya begitu ya pemerintah ya?


Pak Mendagri sepakat MK ya?
Ya Oke.

(RAPAT : SETUJU)

Ya sekarang kembali ke soal tadi sudah setengah jam, hasil konsultasinya bagaimana? Ini saya
belum dapat jawaban juga.
Kalau belum selesai juga kita masuk ke tahapan saja.
Oke, bisa ditayangkan tahapannya?
Mungkin Pak Riza mau prosentasi.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Pimpinan, mohin ijin Pak Menteri meminta saya menanyakan keputusannya di MK bersifat
permanen atau transisional?

KETUA RAPAT:

Permanen, tapi di dalam keputusan MK sendiri kan sudah ada, kalusul pasal berapa tadi.

20
STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Artinya nanti perumusan normanya pak harus itu artinya bermakna transisional pak, harus
dirumuskan seperti itu rumusan normanya itu sebelum terbentuk lembaga penyelesaian sengketa
pilkada di Mahkamah Konstitusi, harus seperti itu. itu artinya transisional.

KETUA RAPAT:

Oke, siap, terima kasih.

KETUA KOMISI (RAMBE KAMARUL ZAMAN/F-PG):

Tapi Prof Zudan, tidak kita batasi waktu seperti penjelasan tadi, satu tahun tidak, kita jangan
mau menjerat diri, itu repot kita, sama dengan yang kita bahas tadi malam itu ya kalau ada lembaga
sudah ada Undang-undang memerintah, gitu tidak mau, agak repot ini.

KETUA RAPAT:

Ya ini ada simulasi yang sudah pernah kita bahas, mungkin supaya ada review sedikit, ada
penyegaran, Pak Riza ingin menyampaikan dulu dari Pimpinan, perkembangan terakhir.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Terima kasih.
Jadi saya singkat saja, bahwa sudah kita bahas berkali-kali di Komisi II dan rasanya sudah bisa
dibilang sepakat ya? Kalau saya tidak berlebihan begitu, hasil kesepakatan komisi II.
Jadi kami ingin sampaikan kepada Pemerintah bahwa di Komisi II mungkin bisa saya
sampaikan ada kesepakatan menyangkut gelombang dan tahapan waktu Pilkada, kalau kita mengacu
kepada Perpu, 2015, 2018, 2020 untuk Pilkada serentak, kesepakatan kami:
Yang pertama sepakat ada pemilu serentak nasional tapi tidak dalam waktu 5 tahun kedepan,
dan jatuhnya sementara di 2027 yang ideal dalam rangka mengurangi lamanya masa Plt dan
mengurangi masa jabatan yang dipotong. Akhirnya sampailah pada kesimpulan, gelombang pertama di
2016, dengan 271 Pilkada, kemudian gelombang ke dua di 2017 Februari, yang pertama Februari, yang
ikut adalah yang 2015 dan 2016 semester pertama, jadi Januari sampai dengan Juni ikut di Gelombang
pertama Februari 2016.
Kemudian yang gelombang kedua di Februari 2017 yang ikut Pilkada adalah 2016 semester
kedua Juli sampai Desember dan penuh 2017 Januari sampai Desember dengan jumlah Pilkada 99.
Kemudian gelombang ketiga di 2018 yang ikut Pilkadanya bulan Juni 2018 yang ikut Pilkada
2018 Januari sampai Desember 2019. Dengan jumlah Pilkada 171, jadi kira-kira itu Pak Menteri,
pemerintah, ada tiga gelombang 2016 Februari, 2017 Februari, dan 2018 Juni dengan jumlah 271, 99,
dan 171 Pilkada serentak nasional Insya Allah 2027.
Ada tambahan dari Pak Ketua?

KETUA KOMISI (RAMBE KAMARUL ZAMAN/F-PG):

Pihak pemerintah sebagaimana pembahasan yang kemarin, juga ini sudah dengan pemerintah
kita sampaikan prinsipnya dalam usul inisiatif ini.

21
Yang pertama adalah kita berupaya betul agar jangan Plt terlalu panjang satu. Dan juga kita
berupaya betul agar jangan pemotongan masa jabatan terlalu panjang, itu poin satu.
Poin dua dalam konsep ini kita tidak terlalu memaksakan tentang apa yang dikatakan Pemilu
Pilkada serentak nasional, jadi tidak ada keputusan dari MK yang menyangkut ini, ada Pilkada serentak
nasional itu limitatif adalah pemilu Pilpres dan Pileg. Oleh karena itu dirancanglah sedemikian rupa,
yang Pemilu Februari diambil jalan tengahnya disitu, disamping kesiapan kita tentang pelaksanaan
Undang-undang ini, adanya PKPU yang betul dan juga DPR bisa mensosialisasikan kepada
masyarakat. Jadi ya bukan DPR tidak dan DPD tidak setuju Pilkada misalnya kita lakukan 2019 ini, eh
2015, tapi kita buat konsep seperti ini agar kesiapan lebih siap baik penyelenggara, maupun daerah
maupun dari pihak pemerintah.
Oleh karenannya jika Februari kita tidak tentukan tanggal, bulan yang sama, ya Februari hanya
bulannya sama, tahunnya sama harunya belum ditetapkan itu nanti penyelenggaralah yang
menetapkan itu, dapat kita simpulkan dengan matrik seperti ini.
Baru 2017 Februari juga termasuk DOB yang undang-undangnya dari beberapa DOB ini adalah
di undang-undang pembentukan DOB disitu dinyatakan bahwa itu juga harus kita perlakukan tidak bisa
kita paksa juga sebab kita akan menabrak undang-undang. Bahwa pembentukan DOB itu mulai
dibentuk sejak dia terbentuk Undang-undangnya dinyatakan di situ paling cepat 2 tahun baru dapat
dilakukan Pilkada. Jadi dengan demikian misalnya yang DOB keluar disahkan 23 Juli 2014, jatuhnya
kapan dia dilakukan Pilkada, 2 tahun paling cepat, kita berikan batas 2 tahun, kalau dia jatuh 2014 Juli
jadi 2 tahun kemudian adalah 2016 Juli dalam konsep ini dia ikut Pilkada Februari 2017, karena yang
ada sekarang ini saja sudah satu tahun, Saudara Menteri ini belum ada KPUnya, belum ada DPRD nya
jangan kita paksa dia untuk Pilkada.
Itu aspirasi-aspirasi yang kirta dapatkan sehingga muncullah hal seperti ini, Tadi malam
dibahas soal dana, pembiayaan. Kalau misalnya tahapanannya kita mulai 2015 pelaksanaannya
menusuk, mencoblos itu Februari 2017 dananya itu mau bagaimana? Tadi malam sudah clear pak
Menteri, satu jam setengan lebih itu, akhirnya dapat dilakukan, memang dananya harus ditetapkan
sekarang kalau memang tahapannya sudah mulai dilakukan, tetapi dengan sistem tadi malam itu Prof
Zudan sam Pak Hamdani bisa dihibahkan untuk pelaksanaan, sistim hibah atau apa yang harus kita
serahkan sama pemerintah, tadi malam untuk membuat rumusan ini. DPR kita bersepakat semua agar
juga pemilu kita ini lancar, juga aman, sudah kita tentukan hal-hal yang penting, jadi ini acuan dari
Komisi II, ini sudah hampir kita bulat soal ini, tinggal kalau ini sudah selesai ya menuliskan, ya di
daerahpun tahu, bila perlu tahapan ini seluruh daerah sudah ada di maping sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Kalau sudah ada aturan seperti ini, kalau dia jatuh misalnya 2016, masa jabatannya sebelum
Juni, dia tarik ke Februari, ini banyak yang mau ini bahasan kita juga banyak yang mau kalau 4 bulan
untuk clear, yang bulan Juni dia ke Februari 2017, jadi ini rancangannya 2018. Yang 2019 turun ke
2018, makannya 2018 kita ambil Juni, kalau memperdekat lagi tidak Juni, Agustus begitu bisa kita, bisa
juga biar lebih menyatu itu tidak apa-apa.
Saya kira pengantar kami sudah disampaikan tadi tentang hal ini dan memang sudah kita juga
lakukan kajian betul, sekiranya mudah0mudahan sore ini dapat ini terselesaikan oleh kita, tinggal
masuk prumusan-perumusan hal nanti malam, langsung 2 Panja bekerja dan pihak pemerintah juga
melakukan, sebab harus menyisir juga soal-soal yang kita perlukan.
Saya kira itu saudara Menteri, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Itulah gambaran perkembangan yang sudah disampaikan oleh pimpinan, kita juga sudah siap
dengan pemerintah provinsi kabupaten kota mana saja, detailnya dengan tanggal-tanggal nya. Tapi ya
nanti apakah itu perlu ditayangkan atau tidak, mungkin pertama kita minta, 40 lembar masalahnya, kita

22
tanggapan dari pemerintah terlebih dahulu baru kemudian kita tanya pimpinan, oh DPD dulu? Ini luar
biasa bahkan lebih dulu dari pada pemerintah.

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Kita kan perserta rapat Pak, bukan pemerintah.

KETUA RAPAT.

Siap, siap.

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Baik Pimpinan, dan Pak Menteri, Bapak, ibu Saudara sekalian,


Ada beberapa yang barangkali perlu kita diskusikan, data yang berkaitan dengan masa
jabatanm para Bupati yang berakhir di 2015 itu ada, kalau Pak Ketua tadi ada bilang 40 lembar, kita
hanya 4, 5 lembar ini.
Jadi Pak Menteri data 2015 sudah kami compile termasuk juga bulannya, kemudia yang 2016,
2017, 2018 juga sudah ada semua.

KETUA RAPAT:

Olahan DPD itu ya bahan ini?

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Sama datanya sama, nah karena itu kemudian begini, ada beberapa yang saya ingin tanya
kepada pemerintah, kalau kemudian menggunakan plt paling lama 1 tahun, kemudian disana adalah
apa yang 6 bulan tadi itu, pemotongan masa jabatan 6 bulan, dengan kalkulasi yang ada di tahun 2015
itu ada 204 dan sebagian besar itu adalah memang berada di antara bulan Juni sampai dengan
Desember, sebagian besar yang berakhir masa jabatannya. Nah memang kalau kemudian diadakan
pada bulan, pilihan kemudian adalah kita minta kepada pemerintah kira-kira bulan apa akan dilakukan,
agar plt tidak lebih satu tahun, dan yang kedua adalah pemotongan jabatan tidak lebih dari 6 bulan.
Nah karena itu, apakah kemudian 2015 itu mau diserentakkan di 2016 ekstrimnya itu akan ada
lebih dari 1 tahun ini Pak Menteri untuk sampai dengan Juni tahun 2016. Jadi saya ingin tanya apakan
kemudian ada treatmen khusus bagi yang kira-kira akan lebih satu tahun di dalam Plt itu. potensi itu
ada berdasarkan pada data yang kami miliki.
Kemudian yang kedua adalah potong masa jabatan bisa berpotensi tidak lebih dari 6 bulan.
Nah ini seperti apa kalau kemudian itu terjadi, karena kembali tadi saya katakan bahwa 2015 itu 204,
2016 itu 100, 2017 itu 66, 2018 itu 119, kemudian 2019 itu ada 52. Nah karena itu yang bisa dilakukan
oleh pemerintah di dalam rangka mendayung di sela karang ini Pak Menteri, ini kira-kira pada timing
yang mana yang akan diambil, kalau kemudian DPR memutuskan bahwa Plt tidak boleh lebih dari 1
tahun, kemudian masa jabatan, kemudian masa potong jabatan tidak boleh lebih dari 6 bulan,
sungguhpun dari gelombang yang disampaikan tadi teman-teman DPR, baik itu 2016, 2017, 2018, itu
sudah relatif meriviews persoalan hukum yang akan mengemukan di kemudian hari.
Itu saja terima kasih.

23
KETUA RAPAT:

Ya pada dasarnya yang sudah diprosentasikan, sudah meriviews ya? Tapi masih perlu
konfirmasi dari pemerintah, silakan.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Terima kasih Pimpinan, seijin Pak Menteri dan Pak Sekjen, pemerintah memiliki data Provinsi
yang habis pada tahun 2015 ini ada 8, kabupaten itu 170 dan kota itu 26, total 204. Nah yang habis
nanti masa jabatan sampai dengan Desember itu ada 11, yang habis di awal di Januari kemarin itu ada
1, di April ada 11, di Mei besuk ada 1, dan yang paling banyak habis masa jabatan itu bulan Agustus ini
kita petanya lengkap.
Bapak dan ibu dengan melihat peta ini dengan kesiapan-kesiapan yang sudah dilaksanakan
oleh daerah dengan 4 pertimbangan satu APBD di daerah sudah siap, kemudian melihat daerah-
daerah itu ingin cepat mempunyai kepala daerah devinitif. Kemudian KPU dalam berbagai
pernyataannya menyatakan siap, di hadapa Presiden juga menyatakan siap. Kemudian juga kita sudah
memotong tahapan uji publik, sehingga tahapan menjadi lebih pendek, kita mempunyai harapan di
tahun 2015 itu setidak-tidaknya bulan November coblosan sudah bisa dilaksanakan.
Oleh karena itu pemerintah tetap dalam pandangan di Perpu coblosan itu tetap dilaksanakan
untuk di Pilkada serentak pertama ini di tahun 2015, nanti yang tahapan berikutnya bisa dibicarakan
kembali.
Itu Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Ini dari pemerintah menawarkan untuk 2015 dulu, tidak bisa sekaligus saja biar kita lebih
komprehensif begitu.

STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):

Kalau misalnya kita mau terus, ini pilihan-pilihannya kita memang menjadi seperti di dalam
Perpu 2018, kemudian 2020, tetapi memang itu, ada pertimbangan-pertimbangan kita memotong
jabatan itu ada plus, minusnya kebijakan itu sehingga di periode 2018-2020 itu bisa dilakukan
perubahan, itu bisa dilakukan perhitungan ulang, bisa menggunakan pendekatan yang lain untuk di
periode 2018 itu.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Ini kita akan mengcompare Prof, kalau tadi Prof bertahan pada 2015 itu kan tahapan KPU, itu
sepintas dari pada simulasi tahapan KPU itu Prof, jadi itu ada pemotongan jabatan sampai 3 tahun. Kita
ini sudah dengan DPD, sudah kita hitung metematik dengan betul dengan pola tadi, kita meminimalis
tentang Plt, dan kita meminimalis masa jabatan yang dipotong, Jadi saya kira ini analisa kesepakatan
kita yang sudah disepakati oleh Komisi II ini, melalui kajian yang sangat panjang, dan tadi bisa dilihat
dari matriknya itu coba tayangkan lagi yang matrik kita, yang kita yang tadi yang pertama.
Itu di 2016 kita itu pemotongan jabatannya hanya 6 bulan ya/ tidak ada, silakan Prof baca itu,
jadi ini sudah betul-betul kita ini. Dan di akhir 2018 tidak ada pemotongan jabatan, Pltnya tetap 1 tahun,
kita akan mengacu penjabat ini kan 6 bulan diperpanjang, 6 bulan diperpanjang, jadi bukan kita mau
memaksakan kehendak, ini untuk kita compare bersama-sama, kita jangan mau diatur KPU sekali lagi,
sekali lagi kata-kata saya tadi malam, jangan mau diatur KPU toh kita, jangan dibohongin, yang saya
tayangkan tadi tercengang tadi ambil contoh Pilkada Karawang yang sudah disiapkan 68 Milyar itu

24
sama Prof. Hamdani sudah saya sampaikan, itu banyak tipu menipunya pak, Prof. Ini tolong deh kita
jangan terpengaruh oleh KPU ini, kita yang menentukan kebijakan ini adalah pemerintah dan Dewan
selaku pembuat Undang-undang dia tinggal melaksanakan, hitung mereka dibertahukan kembali.
Terima kasih Prof.

KETUA RAPAT:

Ya ini dari Pak Riza sebentar.

KETUA KOMISI (RAMBE KAMARUL ZAMAN/F-PG):

Jadi KPU ini menyatakan siap, saya terus terang ini kita kalau anggaran yang diajukan itu 1
trilyun sekian ini kita harus siap, ini tidak bisa diberikan oleh pemerintah anggaran sebesar itu, jadi
cuma 300-an sekian itu, ya 581 jadi saya beritahu tadi malam sama KPU nya, wah kalau begitu mau
jalan tidak kami ini, terserah KPU mau tidak sebagai penyelenggara, ya kan begitu Kang Dadang. Jadi
memang ini kita timbang dan kita minta juga agar4 ada sosialisasi DKPU yang akan dibuat, ada waktu
bagi KPU mensosialisasikan secara benar, jadi saudara Menteri kita juga kami dari Komisioner banyak
mau marah-marahin KPU ini. Jadi kalau Panwas, Panwas yang betul, kalau Bawaslu, bawaslu yang
betul, kita berikan tugas, disini, kalau KPU juga KPU yang betul, jangan mengkritisi Undang-undang,
laksanakan sebagaimana yang ada di dalam Undang-undang.
Saudara Menteri ini soal begini kita pertimbangkan sekarang, pada periode kita, sebab ada kita
buat Undang-undang jangan menambrak Undang-undang yang lain, ini soal masa jabatan ini
khususnya, apalagi soal Plt, kita bahas tadi malam yang sangat cukup panjang, kejadiannya di kita
sekarang Plt ini 3 bulan, 6 bulan Plt ini kita buat juga tadi malam, sial pengawasan plt ini dengan pihak
pemerintah, 6 bulan, jadi soal Plt ini sudah luar biasa bahasan kita tadi malam dengan pemerintah
yang menyangkut Plt yang dikasih terlalu panjang misalnya, jadi masih ada tadi malam. Jadi keluarlah
memang sudah kesepakat kita bagaimana upaya memperpendek Plt dan juga tidak terlalu panjang
memotong masa jabata. Jadi ya kemajuan kita saya kira diskusi tadi malam yang menyangkut ini sudah
jelas, sudah jelas juga formatnya, kira-kira bagaimana kita sudah harusnnya menyelesaikan, tak ada
yang lain juga hal-hal yang sangat prinsip. Dana saudara Menteri tadi malam kita bicarakan bagaimana
caranya agar ini, ternyata pemerintah juga memberi jawaban, dana itu yang sudah siap sekarang, dan
sudah memang diputuskan begitu, dan itu pencoblosannya itu untuk bulan Februari, sebab ini juga kita
sudah buat pertama Komisi II menyepakati 2015, tapi beralih kemabali karena memang kita setuju 3
gelombang ini yang harus kita laksanakan menuju ke 2027.
Jadi demikian saudara Menteri, tadi malam Plt ini kita bahas sudah terlalu terbuka-bukalah,
sudah terlalu terbuka kita membahas soal ini karena memang kita harus mencari jalan kelaurnya seperti
ini.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Saya tambahkan pak Menteri dan teman-teman semua.


Tadi disampaikan oleh Prof Zudan ada 4 alasan kenapa 2015, saya ulang pertama APBD, dua
PLT, tiga Uji Publik, empat KPU, saya coba jawab sebentar. Yang pertama sudah disampaikan oleh
kami berkali-kali saya ulang pendekatan kami menentukan jadwal pertama mengurangi Plt, mengurangi
masa jabatan. Kemudian poin yang tidak kalah penting poin ketiga, seperti tadi disampaikan Pak Ketua,
di Undang-undang dijelaskan masa jabatan kepala daerah, wakil kepala daerah tidak bisa dikurangi
satu haripun, jadi tetap lima tahun.
Kemudian kami menyusun ini, komprehensif, nah saya ingin jawab satu-satu, soal APBD, tadi
malam kita sudah diskusi juga dengan pemerintah APBD yang sudah disiapkan 2015 kalau konsep
komisi II di Februari ...bagaimana? ternyata APBD yang 2015 tetap terpakai untuk Pilkada Februari

25
2016 Pak Menteri, kenapa? Karena memang bobot kerja itu, di awal, di akhir itu tinggal pencoblosan
dan biaya hanya honor petugas KPPS lah, pengadaan dan lain-lain, sudah habis terserap di 2015 dan
bisa 2 model, tadi malam juga pendapat dari pemerintah bisa dianggarkan ulang di 2016 yang belum
atau dihibahkan di 2015 nanti dipertanggungjawabkan di 2016.
Jadi mengenai anggaran Pak Menteri tidak masalah menggunakan anggaran 2015, untuk
februari 2016 bahkan memang februari 2016 itu bobot besarnya itu mungkin lebih dari 85 persen itu
digunakan di 2015, karena memang tahapannya dimulai dari Juni.
Yang kedua soal Plt tadi Prof Zudan, justru konsep kami ini mengurangi Plt, kalau konsep tadi
yang sampai ke Prof Zudan masih banyak Pltnya. Mungkin Prof Zudan untuk 2015 Pltnya kan lebih
sedikitlah 2004, tapi yang tahun-tahun berikutnya lebih banyak, bahkan mencapai 3 tahun.
Kemudian mengenai uji publik juga kita suda mengurangi uju publik, sudah menghilangkan.
Nah yang keempat soal KPU, kami sudah tuga kali sama KPU, 2 kali di Komisi II, satu kali
kemarin malam kita dengarkan bersama, jelas dikatakan bahwa mereka lebih siap 2016, sekalipun siap
melaksanakan 2015 kalau diperintahkan, waktu sama KPU kita memberi tugas, coba buat simulasi,
ternyata simulasi yang dibuat oleh KPU malah Prof teman-teman dari pemerintah lebih mundur lagi dia,
sampai April. Bukan cuma 2015 ini mungkin sudah kita bagi ya? Sudah kita bagi ke pemerintah juga
yang kemarin kita terima, dari simulasi KPU, KPU malah minta 2016 pencoblosannya di April, tahapan
dimulai Maret, Maret dimulai dengan selesainya pengesahan revisi Undang-undang, kemudian mereka
masih perlu waktu yaitu penyusunan peraturan KPU, kemudian sosialisasi, penentuan Badan Ad hoc
dan lain sebagainya.
Jadi kalau bicara kesiapan KPU tidak hanya 2016 mereka mintanya tapi bahkan maunya April
Pak Menteri. KPU ini sudah kita minta silulasinya dibuat, secara detail, day by day, week by week,
bulan demi bukan dan tahun, detail sekali ini tahapannya, minta di April. Nah konsep Komisi II malah di
Februari 2016. Jadi jelas sekali KPU menyatakan bahwa mereka memang dan ingin di 2016, mengingat
pengalaman-pengalaman sebelumnya tanpa adaanya PKPU yang baik dan sosialisasi yang baik
menimbulkan masalah.
Kemudian yang berikutnya yang tidak kalah penting juga sebenarnya menunggu kossep yang
komprehensif dari pemerintah, sebetulnya pemerintah punya konsep apa? Berapa gelombang? Dan
kapan serentak nasionalnya? Sehingga kita bisa matrikkan, kita simulasikan, mana yang dapat
mengurangi kelemahan-kelemahan yang akan kita kirangi seperti Plt, masa jabatan, dan lain-lain.
Jadi kurang lebih seperti itu, jadi APBD kami jawab, Plt, Uji Publik dan KPU simulasi kami 3
gelombang yang lebih baik dalam rangka mengurangi Plt dan masa jabatan.
Saya kira terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya ini sebetulnya tinggal angka-angka saja, jadi kesepakatan bergelombang dan menuju
serentak itu sudah, dan simulasi ini di DPR sudah dikunyah-kunyah, jadi tinggal pemerintah bagaimana
menanggapi begitu. Kalau ada ususlan lagi nanti Pak Rufinus boleh cerita, itu sekedar ini saja.

MENTERI DALAM NEGERI:

Terima kasih Pimpinan dan Bapak sekalian.


Pada prinsipnya kami menghargai bahwa Komisi II dengan Fraksi sudah mensimulasikan
dengan detail, hanya perlu klarifikasi saja bahwa pengajuan anggaran dari KPU itu bukan untuk
Pilkada, bukan untuk tahapan-tahapan Pilkada ini untuk mempercepat pensiun sejumlah peggawai-
pegawai honorer KPU yang begitu banyak ini mau dipercepat anggarannya. Jadi perlu anggaran besar,
jadi tidak ada kaitan dengan anggaran ini. Karena KPU siap saja mau 2015, mau 2016 syukur 2016
pada waktu kami 2015 pun sudah cukuplah. Pemerintah hanya berpegang pada semangat, semangat
undang-undang inikan Perpu yang kemudian diundangkan nomor 1 tahun 2015 kesepakatan bersama

26
kita, semangatnya kan semangat serentak, ya kita harus menghargaikah terbentunya Perpu ini dengan
Undang-undang ini kan semangatnya semangat serentak. Serentaknya ya 2015.
Coblosan soal pelantikan, soal nanti ada tahapan, ada sengketa misa mundur berarti pelantikan
coblosannya mau September, mau Oktober, mau Novenber, mau Desember dari tahapan yang sudah
ada itu. Soal nanti yang 2018 mau mundur 2020 mau mundur dalam pertimbangan dari Komisi II yang
kami juga sama misalnya Plt terlalu lama juga tidak baik dan sebagainya, dengan berbagai pihak saya
kira sepakat-sepakat saja ini. Mau 2017 buat lagi, mau serentak setahun lagi, tahun 2016, tahun 2017
dan seterusnya juga bisa tapi semangat serentaknya ini kan di 2015.
Bagi pemerintah juga implikasinya macam-macam terkait proses anggaran, terkait proses
penyusunan RAPBD di daerah untuk 2016 kan juga awal harus dibahas, sudah mulai masuk ke APBD,
P nya misalnya begitu, sehingga juga akan dsangat terkait dengan hal itu.
Jadi pada prinsipnya kami memahami simulasi ini, untuk 2020 mau mundur kami juga ikut,
dukung, sepakat dengan berbagai pertimbangan 2018 mau diajukan, maju kami juga sepakat, karena
kalau Plt 2 tahun juga teriak-teriak, termamsuk juga calonnya, kosnya akan semakin besar tapi yang
2015 juga sama daerah juga siap semua, kepala daerahnya juga tidak mau mundur, kalau bisa harus,
kalau maju sebulan, 2 bulan dia juga memikirkan kos tambahan lagi, yang mau masuk ke 2 periode,
kan kita harus win-winlah solusinya. Tapi kan semangat undang-undang ini kan semangat serentaknya
ini, dan kita juga menghargailah Perpu yang sudah kita sepakati semangat serentak itu kalau memang
diijinkan, disepakati teman-teman, difahami, semua ini kami paham, yang 2018 bisa maju. 2020 bisa
mundur, mogok, saya kira tahapan-tahapan semua termasuk berbagai pertimbangan, saran-saran
fraksi dari pandangan mini awal, sampai hasil kompilasi dan simulasi ini, kami juga ada.
Saya kira itu, mungkin ada tambahan.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Baik, boleh nanggapi dulu pak.

KETUA RAPAT:

Tadi kalau saya tidak salah paham ya, saya bisa memahami apa yang disampaikan oleh Pak
Mendagri, beliau untuk 2017 dan 2018, tidak ada masalah tapi bagaimana yang 2016 ini tetap ditarik ke
2015, kalau tidak salah saya fahami begitu.

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Jadi begini pak, kalau saya artinya begini kan tahu perasaan batin Pak Mendagri bahwa beliau
menghendaki setara awalnya 2015 kan begitu pak ya? Kita pepetkan saja Desember jadi mungkin nanti
tadi kelebihan jabatannya itu yang tadi satu tahun jadi 1 tahun 2 bulan pak, kan begitu kan kerugiannya
cuma disitu tidak apa-apa saya kira. Kita ngerti perasaan batin beliau ini pak, jadi pada dasarnya
Desember pencoblosan begitu kan bos? Kita berarti cuma yang mundur 2 bulan dirugikan pak.
Jadi yang jadwal 2017 tetap, jadi saya kira ndak problem ini hanya 2 bulan, pimpinan, tapi yang
kedua ini Pak Mendagri ini saya nitip dulu kenapa saya duluan, ini tolong saya titip, saya orang yang
sangat idialis, ini KPU ini menghabiskan biayasangat-sangat besar sekali. Pilgub Jawa Barat saja 700
milyar, bapak ingat, nah makanya saya sengaja, saya tayangkan ini, saya ambil contoh konkrit yang
dari Karawang sudah di acc, tapi dengan perobahan ini akan berobah bahwa uang ini bertumpuk pada
honorer TPS, bapak lihat itu, 16 milyar, trek HPP, di bawahnya lagi 18 milyar.
Jadi kalau bisa kita sepakat menjadi satu pola pikir, bagaimana berdiscus pada KPU untuk mau
dia hemat, sesuai dengan kebijakan Presiden kita juga sekarang, bisa 50 persen ditekan pak, kalau tadi
malam kasar ngmong kita jangan ditipu-tipunya mereka, sosialisasi kita sudah 10 kali, seribu kali
Pilkada Bupati Walikota, masih sosialisasi-sosialisasi, uang dihambur-hamburkan. Saya kira saya

27
karena sudah diskusi maaf dengan staf ahli bapak, bidang keuangan. Jadi mungkin nanti dalam
peraturan KPU atau mungkin PP atau Juklas atau Juknis tentang bagaimana kita koordinasi untuk
menghemat anggaran ini pak, 1863 milyar bagi kabupaten yang susah yang kecil ini bisa membangun
SD, bisa membangun semuanya pak, kalau bupatinya betul-betul edialis dan efektif ya.
Mungkin itu saja pemikiran saya pak.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik apa kita, ya Pak Rufinus kami persilakan.

F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAHURUK , SH., MM., SH):

Baik Pimpinan, saya jadi malu sebenarnya walaupun pemahaman saya akademis pak, saya
mau melemparkan ide ini pada saat kita diskusi internal di Milenium, saya di bilang radikal, tetapi alam
pemahaman hukum saya ada yang disebut transaksi derivatif, hari ini kita berjanji untuk besuk, karena
obligasi itu jatuh tempo pada saat itu, ini hukum pak, kita bicara hukum, jadi legalstand nya substansi
legalnya sangat kuat, jadi saya katakan kenapa kita tidak lakukan 2015, semua, pada saat incumbent
itu selesai 2016 lantik dia 2016, dan seterusnya. Tidak ada Plt, tidak ada financial yang terbuang dan
segala macam, tetapi pada saat itu saya jujur agak merasa minder karena merasa pemahaman
akademisi ini tidak diaksep secara politik.
Ini harus saya sampaikan juga pandangan ini, karena ini banyak berlaku, banyak dilakukan ini,
nah sekarang apakah ini bisa aplicable di dalam proses pemilihan Pilkada ini, silakan, tapi yang
pastilegal standingnya sangat substansial dan sangat kuat. Jadi kita bisa melakukan berjanji hari ini
melakukan pemilihan hari ini, untuk melantik dia bahkan 10 tahun lagipun boleh, 5 tahun, 7 tahun, 2
bulan silakan, nah jadi tinggal sekarang kita memilih, jadi kalau tadi saya memahami persis pemerintah
kalau memang, dulu alasannya polisi tidak siap, keamanan tidak siap. Lho kita belum pernah manggil
polisi kok, kan begitu.
Saya berdebat dengan teman-teman fraksi 10 fraksi tidak ada yang tidak mungkin kalau
memang kita memang siap untuk melakukan ini.
Jadi itu saja barangkali pandangan saya, kalau dikatakan ini ekstrim mohon maaf, tapi itu
pemahaman hukum saya yang saya pelajari dengan baik dan tidak ada yang salah.
Demikian barangkali.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi yang menyebut beliau Radikal itu saya, tapi saya tidak sebut ekstrim, yang nyebut ekstrim
beliau sendiri, memang saya anggap gagasannya sangat mendasar sekali, kemarin kita sudah coba
serap juga, tapi memang berkembangnya kesini pak, ke tiga tahapan ini menuju serentak juga, dengan
kompromi, dengan parameter tertentu.
Pak Amran mau ada tambahan?

F-PAN (AMRAN, S.E):

Ya terima kasih pimpinan.

Assalamulalaikum Warrahmatullahi Wabbarakatuh.

Pak Menteri yang saya hormati.

28
Mengenai tahapan-tahapan ini, Pilkada bergelombang, Pilkada serentak kalau kita mengikuti,
ini kan semua mengikuti juga maka pemerintah juga mengikuti, waktu KPU dan Bawaslu ada di sini.
Ada 2 kata yang betul-betul ...(suara tidak jelas) antara siap dan sangat siap. Kalu kita ingin
mendapatkan hasil yang sangat maksimal tentu kita mengambil yang sangat siap, tetapi kalau kita mau
mendapatkan hasil yang terlalu maksimal ya siap itukan kita tidak bisa ukur juga parameternya sampai
sejauh mana? Kalau dikatakan sangat siap berarti dia sudah Haqul yakin untuk menjalankan bahwa
akan maksimal hasilnya.
Nah itu ditunjukkan dengan simulasi yang diberikan oleh KPU, dari simulasi yang disampaikan
oleh KPU disini malah itu kita disini menghitungnya itu bulan Februari, disini mengitunya April, artinya
apa, ini sesungguhnya sinyal yang diberikan kepada kita, ini sinyal, ini lho untuk KPU melaksanakan
secara siap betul ini, walaupun ada bahasa disampaikan bahwa ya kami juga siap tahun 2015, tapi
pada saat disuruh bikin simulasi ternyata ditunjukkan dan itu adalah sinyal, ini adalah sinyal diberikan
kepada kita.

KETUA RAPAT:

Dari KPU kan itu.

F-PAN (AMRAN, S.E):

Dari KPU ini sinyal, sinyal tertulis, ini sudah simulasi tentu dia sudah pikirkan matang-matang,
itu sudah lama itu, saya kira itu untuk ini, tapi kalau tahapan-tahapannya masih perdebatan apakah
nanti pemilu serentak secara nasional itu 2027, atau 2022 tentu kita akan perdebatkan lagi.
Saya kira itu saja Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Amran, jadi memang KPU bilang siap tahun 2015, tapi lebih siap tahun 2016,
kan begitu bahasanya, kemudian memang sudah memberikan simulasi ini, Pak Mendagri, jadi bulan
April pencoblosannya. Katakanlah dengan dihapuskannya uji publik dan putaran sekali ya, bisa
Februari. Jadi saya kira itu semangat 2015 ini sudah ada juga, karena sudah di bulan Februari awal,
sudah di awal tahun 2016. Jadi kalau ini bisa diterima saya kita juga kita bisa kembali ke laptop tadi
soal berpasangan itu.
Bagaimana kira-kira Pak Mendagri?
Ok Pak Riza ada tambahan juga?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Begini Pak Menteri, kalau kita majukan sebenarnya saya Gerindra awalnya termasuk yang
bersikeras di 2015 Novemver, sama Pak Menteri termasuk Golkar, yang keras 2015, karena berfikirnya
berat juga bagi Partai 271 Pak Menteri, kita ketemu langsung sama calon saja selama beberapa bulan
terakhir ini juga dalam 2 bulan ini, tidak ketemu itu 271 calon. Satu kepala daerah, belum kalau
calonnya 2, 3, 4, 5. Kira-kira beban partai juga kita pikirkan sebetulnya, karena beban partai ini akan
menentukan calon, menentukan calon, menentukan kualitas calon yang menentukan hasil dan tentu
pemerintahan selanjutnya Pak Menteri.
Jadi akan sangat berbahaya ketika Parpol mengusung calon yang tidak berkualitas, sering saya
sampaikan di berbagai forum tidak penting langsung, Pilkada langsung atau DPRD tapi yang paling
penting sistem yang mampu menjamin mendapatkan Kepala daerah yang berkualitas, jadi bukan cara
sebetulnya, bagaimana outputnya dapat. Nah untuk itu juga akhirnya saya mengalah Pak Menteri
dengan temen-temen yang lain yang di 2016 supaya juga bagi Parpol punya kesempatan dalam 2

29
bulan, 3 bulan ini untuk menyaring calon dan ternyata kemarin malam itu kita terjebak juga KPU nya
Pak Menteri.
Coba buatkan ususlan tertulis secara matrik usulannya, kritisinya, yang dulu kami siap
melaksanakan Perpu akhirnya keluar 15 bahkan 23 koreksi atas Perpu dari Bawaslu dan KPU Pak
Menteri dengar langsung. Kemudian yang menarik ketika kita minta juga membuat simulasi hasilnya
diluar dugaan saya, saya pikir dia siap di Desember simulasinya, pencoblosannya, ternyata April di situ
Pak Menteri dengan diawali tahapan Maret 2015.
Jadi disini pendaftaran sudah dimulai, bakal calon itu pendaftaran di September 2015 dengan
asumsi April, berarti kalau kita majukan 2 bulan jadi Februari, pendaftaran bisa dimulai Juli atau Juni
Pak Menteri. Jadi kalau Juni, Juli pendaftaran calon sesungguhnya bagi KPU juga bukan pekerjaan
yang mudah, kebetulan saya pernah di KPU 5 tahun, dan bagi Parpol juga lebih sulit dari pada KPU
menyiapkan calon ini.
Jadi itu berbagai alasan, Pak Menteri kalau saol APBD sudah selesai tidak masalah di 2016
menggunakan APBD 2015, soal Plt juga sudah kita simulasikan. Kalau kita kembali ke 2015 maka
gelombang yang ketiga itu akhirnya lebih dari 2 tahun Pak Menteri, Gelombang yang ketiga. Karena
apa? Karena KPU juga minta jangan berdekatan dengan 2019 Pak Menteri jadi Pileg, Pilpres itu jangan
berdekatan. Bahkan KPU wanti-wanti kalau bisa di 2018 jangan ada, tapi karena kita menghintung
gelombang supaya ideal tetap ketemu di 2018 Juni atau mungkin bisa April.
Jadi kira-kira itu mohon maaf gambaran sedikit Pak Menteri.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Pak Malik mau nambahi atau langsung Pak Menteri.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Saya mau bertanya ke Pemerintah ke Psak Menteri. Kalau ditanya tentang KPU, lebih siap
mana? Pasti jawaban KPU lebih siap 2016, sekarang kira-kira apa masalahnya dari Pemerintah kalau
2016, semalam kita tanya ke pemerintah tentang kemungkinan mengatur anggarannya jika melibatkan
2 tahun, 2015 dan 2016, ternyata clear kesimpulan kita tidak ada masalah, itu yang pertama, itu
pertanyaannya ke Pak Menteri.
Yang kedua ke Pimpinan, Pimpinan skenario dan proyeksi yang di bikin sampai kemudian 2027
ini Pilkada sebetulnya terlalu panjang, kalau misalnya kita lihat mulai dari tahun 2016, 2017, 2018, kita
bikin saja Pilkada serentak nasionalnya 2022 sama saja kon dengan 2027.
Coba kita hitung begini ketua, kalau kemudian terlalu panjang, terlalu lama, mulai serentak
nasionalnya saya khawatir, kita ini kan 2019 bisa anggotanya baru semua, ini bukan kita semua, entar
berfikir berubah lagi, ganti undang-undang lagi, dari serentak bikin satu-satu lagi, capai juga kan?. Jadi
itu yang terpenting itu Pak Menteri kira-kira keberatannya apa kalau 2016 prinsiplenya apa?
Keberatannya.

MENTERI DALAM NEGERI:

Ini bukan masalah keberatan, kami juga menghargai dari bapak-bapak sekalian dari Komisi II
untuk merencanakan dengan detail, dengan berbagai simulasi, ini kan keputusan politik antara
pemerintah dan DPR, semangat pemerintah itu satu, kita melaksanakan apa yang menjadi amanah
jaman pemerintahannya Pak SBY, maka Undang-undang ini kan arahnya kan serentak, serentak
bertahap untuk mencapai serentak nasional nantinya, yang ditengah-tengah 2019 ada Pilpres dan Pileg
serentak. Secara psikologis wajar KPU minta mbok jangan di 2020 karena beban, jangan 2018 karena
tahapan untuk Pileg dan Pilpres panjang. Makanya kenapa 2015nya kan sudah fix 204 delapan provinsi

30
dan kota kabupaten fix. Semua clean dan clear permasalahannya daerah juga siap, semua juga siap
dan sebagainya. Nah ini yang kami mintakan.
Pemerintah satu dan saya yakin DPR juga satu dong walaupun ini baru periode pemilihan
2014, itu kan semangatnya, semangat lembaga kan butuh satu menjaga ini, memontum serentaknya ini
kan 2015. Nah bulannya bisa geser, coblosannya yang penrting 2015. Soal 2016 sampai 2018 saya
sepakat dengan simulasi ini bisa ditarik 2017 dengan berbagai pertimbangan tidak lama, Plt dan
sebagainya, dan sebagainya. Tarik menarik usulan dari Pak Malik tadiu 2022 itu juga menarik juga,
tidak terlalu lama, untuk menunggu 2027 nasional. itu juga nanti bisa kita diskusikan tapi endingnya itu
saja pak Ketua. Jadi momentumnya, momentum undang-undang itu serentaknya ini, kok tahu-tahu
mundur ada apa mundur wong semua sudah siap kok.
KPU merancang April itu kan ada tahapan yang dia belum tahu masalah urusan uji publik sama
sosialisasi. Uji publik kan dia panjang, mungkin cetak sertifikat hasil uji publik juga mungkin panjang,
menentukan siapa tokoh masyarakat daerah bisa lama, siapa mewakili akademisi itu ya saya kira 3
bulan bisa clear, kalau ini bisa kita sahkan bulan ini, kan bisa tahapan mulai bulan depan sudah bisa
dimulai, bisa November, Desember bisa coblosan.
Saya kira itu, jadi ini tidak hanya semata tehnis tapi juga kami ada semangat, ada momentum
politisnya, momentum kita menghargai adanya undang-undang semangat itu. soal 2016, 2017 otomatis
sampai mepetpun oke 2016, yang 2016 juga dibuat serentak, berarti kan serentak setahun tidak ada
masalah, endingnya tadi menarik Pak Malik 2022, mari kita simulasikan, malah yang lebih mengenai di
2022 atau masuk di pemahaman 2000 itu.
Dari Hanura kami sepakat padahal kan baru pertama kali kita uji coba dari pemikiran akademis
secara kritis dengan konsidi-kondisi daerah yang ada beragam pilkada ini saya kira ini drastis, karena
kepolisian siap, KPUnya siap, memang ada kata-kata lebih siap saya kira pengertian lebih siap kan bisa
juga. kalau alasan anggaran kan hanya untuk hal-hal yang tadi.
Untuk dari Golkar kami sepakat juga merevisi pak, mengecek supaya tidak ada tumpang tindih
anggaran, memang juga fantastis sama dengan satu Pilkada yang hampir satu trilyun ya Pak Dadang
makanya fantastis, ini memang kedepan ada semangatnya yang cukup bagus, memang juga mohon
yang terhormat anggota Komisi II juga mencermati 2019 itu KPU nya beda, bukan KPU sekarang.
KPUnya kan sudah berpengalaman semua ini, pengalaman mengelola sebagai komisioner di daerah
sebagian besar. Ini kan baru, ini kan mau baru semua atau mau ada yang ditinggal saya kira itu
kewenangan dari pada yang terhormat DPR Komisi II.
Jadi ini pak Pimpinan, jadi ini tidak beda pendapat, tidak mencari titik temu saja, sama-sama
sepakat nanti ketemu di 2015.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kita cari keputusan politik, yang terhnis-tehnis mengikuti kita. Saya paham Pak Mengadri
karena memang dia dari daerah itu mereka sudah siap, sudah ancang-ancang juga untuk segera
menyelenggarakan Pilkada pada waktunya yang 2015 ini, saya bisa memahami.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Saya coba meneruskan apa yang disampaikan Mendagri.

KETUA RAPAT:

Pak Sirmadji dulu ya sebentar, soalnya tadi beliau duluan.

31
F-PDIP (Drs. SIRMADJI, M.Pd):

Jadi saya kira patut kita apresiasi niatnya pemerontahan ini supaya continuitynya itu
bersinambunglah, tidak rezim lama, diganti begitu saja dengan rezim yang baru, tapi spiritnya, ruhnya
sama, sehingga tahun 2016 itu sebetulnya kalau sebagian yang memang sehingga tidak terlalu
mengakibatkan pemotongan jabatan dan sebagainya, yang 2016 nya tetap ada, tetapi yang 2015
memang yang sudah siap untuk di mulai ada sekitar 204 kalau tidak salah. Jadi dengan demikian nanti
tidak akan mengurangi itu, rezimnya sama, ini hanya ingin membuat prestasi kita bersama maksudnya
pemerintah maupun dewan bersama KPU membuat prestasi bisa menjalankan amanat dari keputusan
MK itu pada 2015 kira-kira begitu.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ini ada keinginan yang penting supaya momentum politiknya, gongnya ini tahun 2015, apa
sebaiknya kita, simulasinya kan susah juga kalau sambil di meja begini, apa kita break kemudian
ngobrol beberapa.
Oh ya Pak Jazuli silakan.

F-PKS (H. JAZULI JUWAINI, Lc., MA):

Pak Ketua saya hanya ingin tambahkan sedikit.


Pak Menteri yang saya hormati dan seluruh jajaran;
Teman-teman.

Mohon maaf tadi saya ada acara partai jadi absen sebentar, sekarang balik lagi sudah seger
lagi Pak Dadang. Kalau kita lihat KPU kemarin malam itu, kan mengatakan sebenarnya dia pelaksana,
kalau dia tugasin kapan, dia jalakan. Menurut saya kalau KPU nya mengatakan siap kenapa kita harus
undur. Cuma kalau diundur di tahun 2015 ini di Desember umpamanya Pak Menteri, mereka yang
habisnya di bulan Februari, kalau harus menunggu di tahun 2017 itu menurut saya terlalu lama, nah
menurut saya itu jalan tengah. Jadi yang di 6 bulan ke bawah, kita tarik saja, sekaligus, nah yang 6
bulan separo ke atas tarike ke 2017, menurut saya itu tidak perlu simulasi lagi Pak Ketua, saya kira itu
cara yang paling arif dan bijak menurut saya, sehingga ada keserentakan itu tetap terlaksana.
Tadinya saya berfikir kalau di 2016 itu tidak ada dan di Februari 2017 itu terlalu jauh, tapi kalau
Pak Menteri umpamanya dan kita sepakat dari separo 2016 itu kita taris separohnya kita tarik kesana
menurut saya tidak terlalu jauh. Buat Fraksi PKS setujulah itu, itu sudah jalan yang paling tengah dan
bagus itu.

KETUA RAPAT:

Ikut mengapresiasi Pak SBY juga, Ini Pak Malik dari tadi sudah tunjuk duluan.

KETUA KOMISI (RAMBE KAMARUL ZAMAN/F-PG):

Sebelum ke Pak Malik ini konsep kehendak bukan kehendaklah saran dari pemerintah
khususnya Pak Menteri, ini konsep kita dari awal, Pak Sirmadji saya kira masih ingat, tapi kita utarakan
hal seperti itu seluruh LSM, persoalan net kita itu kan Desember musim hujanlah, apa, sampai kita ribut,
ribut soal ini, longsor segala macam, samoai kita ribut bahwa tidak ada urusan longsor-longsor dan
hujan ini urusan pemilu melaksanakan keputusan. Ini adalah alternatif yang pertama pada wakrtu itu.

32
Jadi dari 2015, 2017, 2018, kita kesulitannya kalau seperti ini, dilakukan adalah kesulitan untuk
mengarah ke 2027 akan banyak soal, sebab kita tidak mungkin lagi melanggar kehendak yang sudah
kita putuskan, Plt jangan terlalu lama. Terus yang kedua pemotongan, ya sebenarnya masa jabatan itu
dipotong ya tetap juga 5 tahun, hanya ya tunggu habis 5 tahun baru yang terpilih ini untuk diganti.
Sebenarnya tidak ada prinsip kita pemotongan masa jabatan itu, jadi disitu bedanya. Oleh karenanya
saya kira kalau usul PKS tadi seperti itu, ya konsekwensinya bahwa untuk mempersulit kita pemilu
serentak nasional ya di 2017 karena sebenarnya kekosongan dari 2015, 2016, tidak ada pemilihan
hanya 2015, 2017, 2018 tapi inipun pilihan itu.
Jadi artinya sebagainmana yang dipikirkan itu bahwa pada waktunya harus ada pemilu
serentak nasional. tapi kalau ini jalan yang terbaik ya kalau saya oke saja, tapi jangan lagi punya
harapan kita ini nanti harus, bulan, hari yang sama dan tahun yang sama Pilkada serentak nasional.
yang itupun masih kita persoalkan, bagaimana ini urusannya? Jadi Pak Menteri bukan kami tidak mau
melanjutkan apa yang dikatakan dalam Perpu, tapi kita juga harus juga berhati-hati, kita melanjutkan ini
juga ada disiplinnya dan ada juga konsekwensi pemanjangan pemilu serentak itu.
Kalau pemerintah sepaham dengan kita mungkin tidak 2027 akan menjadi Pemilu serentak
nasional ya oke, ada juga alternatif kami waktu itu 2032, kalau kita paham, sudah paham pemerintah
dengan kita selesai, jadi nanti pemilu serentak nasional akan terjadi 2032, ini alternatif pertama yang
kita bahas waktu itu. tapi dari PKB menyanggah bagaimana kalau mau kita dekatkan alternatif muncul
2027, tidak akan bisa kita 5 tahun kedepan sudah akan terjadi pemilu serentak nasional, ini memang
kan sudah panjang kita perbincangkan. Itulah tidak ada kepentingan apa-apa di sini konsep DPR yang
pertama adalah Desember, tapi kita diserbu soal ini, musim hujan, musim banjir, apa, dan KPU.
Ini tadi konsep KPU betul, kyai Jazuli Ketua Fraksi PKS kalau sudah bunyai itu ya perintah
partainya begitu, jadi ini KPU siap Juni tahun depan, oh April sebelum dipotong masa uji publik yang
segala macam itu. jadi kalau dipotong 2 bulan disini jatuhnya ke 2016 Februari. Ini saya kira kita
memahami ini, dari kalau sudah semakin sempit yang lain, pemerintah sudah oke, Cuma ya ini KPU
tinggal penyelenggara ini, Pak Malik, KPU penyelenggara kita bisa jamin tidak? Jadi Saudara Menteri
agak ngeluh ini tadi malam KPU nya, setelah dia tahu anggaran yang diajukan tak cocok. Tidak cocok,
padahal kesiapan KPU yang kita percayai dia kan buat program harus di dilakukan KPU yang pas,
harus KPU konsolidasi lagi ke bawah, harus Panwas Bawaslu konsolidasi ke bawah. Jadi kalau
serentak begini, kita kan belum ngalamin nih, kalai nanti separoh kebawah menjadi 250 sekaligus kita
coba ini yang perlu pertimbangan, tapi inipun pilihan saya kira usulan dari ustads ini pilihan,
Terserah bagi kita semua fraksi-fraksi merenung dulu ini setenmgah jam jadi 2 hal yang mau
direnung nanti ini. 2 hal tadi adalah, bila perlu kita putus tadi kalau sudah ada jawaban kesitu dulu
Saudara Menteri.
Yang apa tadi yang terpending oleh kita, masalah pasangan bisa langsung diputus?

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M.Si):

Pimpinan Nasdem belum bicara soal ini pimpinan, nasdem belum bicara tentang tahapan.
Izinkan pimpinan.
Terima kasih.
Pertama kami sangat mendukung semangat pemerintah yang ada sekarang untuk melanjutkan
program dari pemerintahan yang lalu, tetapi yang harus dipahami bahwa keinginan dari pemerintah
yang lalu itu, SBY- Budiono adalah pada dimensi kesentakan, bukan pada dimensi waktu serentaknya
ini. Artinya Pilkada itu dalam rangka menuju Pilkada nasional kita lakukan Pilkada nasional secara
bergelombang, dan itu diharapkan pada Pilkada yang sudah akan berlangsung pada periode ini,
mengenai waktunya, kita lihat matriks yang dibuat oleh KPU, karena KPUlah yang akan
menyelenggarakan apa yang diatur dalam Undang-undang. KPU menyatakan tahun 2015 siap, tapi
lebih siap lagi tahun 2016.

33
Karena Pilkada serentak ini baru kali ini akan dilaksanakan kita perlu memberi kesempatan
kepada KPU untuk mempersiapkan segala sesuatunya, yang jau betul-betul lebih siap agar supaya
kalau besuk lusa masih terjadi hal-hal yang “melenceng” KPU tidak bisa lagi melempar kesalahan itu
karena terdesak oleh waktu. Artinya waktu sudah KPU membuat matrik di situ, kalau kita paksakan
KPU melaksanakan Pilkada serentak itu 2015 dan besok lusa terjadi masalah, dia katakan bahwa
memang sebenarnya belum siap, tapi kami didorong ini untuk melakukan pilkada secara serentak 2015,
itu yang pertama.
Yang kedua saya mohon maaf, saya mendukung kepada Kang Dadang mengenai
pemborosan, di KPU walaupun sudah tahu bahwa, bukan sudah tahu Komisi II sudah meminta kepada
KPU supaya menunda semua proses Pilkada ini, tapi Pimpinan, di daerah itu KPUD tetap menjalankan
sosialisasi Pak Menteri, apa isi sosialisasinya? Sosialisasi Perpu tentang Pilkada, apa yang mau
disosialisasi, ini kan buang-buang biaya ak Menteri. Nah saya kira ini juga perlu dicermati.
Itu saja pimpinan.
Terima kasih.

KETUA KOMISI (RAMBE KAMARUL ZAMAN/F-PG):

Kami persialakan saudara Malik.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Pimpinan, karena ini sudah jam lima lebih jadi mohon waktunya.
Jadi yang pertama begini pimpinan, saya sebetulnya mau ngomong apa yang disampaikan oleh
hadratulshech almukarom kyai Jazuli Juwaini, jadi begini saja, kalau kemudian pemerintah tetap 2015,
dan KPU siap tinggal kita mengantisipasi bagaimana caranya Sknya yang habis di 2016 itu tidak terlalu
panjang menunggu di 2017. Caranya menurut saya adalah 2015 akhir Pilkada, pesertanya adalah yang
SK nya habis di 2015 dan SK nya habis di semester pertama 2016, kita angkat jadi kemungkinan
nambah.
Yang kedua kemudian kita Pilkada di 2017, nah siapa pesertanya, persertanya adalah yang SK
nya habis di 2016 semester ke II akhir, yang kedua pesertanya adalah yang SKnya habis di 2017, clear
nah sama. Kemudian yang Pilkada 2018 pesertanya adalah yang SK nya habis 2018 dan SK nya habis
2019. Karena kalau 2019 itu tidak ikut Pilkada ini artinya Pilkada langsung ke serentak nasional itu
terlalu panjang itu juga tidak bagus. 2020 tidak ada pimpinan, oh ini ada berarti clear.
Nah pertanyaannya kemudian adalah kapan kemudian Pilkada serentak, Pak Ketua ini suka
main Panjang pak, 2027 tadi usul 2032 kita sukanya main pendek Pak Ketua. Jadi sebetulnya hasil
Pilkada 2015, kalau pilkada di 2027, kalau Pilkada 2022 itu sama, lebih satu tahun. Sama ketika
misalkan ketika 2021 ikut 2027 itu kelebihan satu tahun sama itu kasusnya.
Yang kedua Pilkada hasil 2017 kemudian ikut pilkada 2022 itu sama 5 tahun periodenya, yang
menjadi masalah kemudian hasil Pilkada 2018 ikut ke 2022 itu kurang setahun masa jabatannya. Sama
dengan yang ikut 2023 kemudian ikut 2027 sama ceritanya. Nah kalau kemudian sama kenapa kita
pakai 2027, kenapa kita tidak pakai 2022, jadi itu hitungan saya.
Jadi menurut saya pimpinan saya pimpinan saya usul ini kan sudah ketemu, oke tidak apa-apa
pemerintah, Pak Menteri di 2015 awal tapi kita minta pesertanya 2016 yang SK nya di semester awal
kita ikutkan. Nah kemudian 2017, kemudian 2018, puncaknya nanti 2022, jadi itu saya kira lebih
realistis.
Yang terakhir mohon kalau belum selesai kita pending dulu.

34
F-PAN (AMRAN, S.E):

Pak Ketua, apa mau dipending dulu ya? Jadi saya memperkuat apa yang disampaikan Pak
Lutfhi, ini kan pemilu serentak ini, betul bahwa pemilu serentak ini kan tidak mencantumkan waktu, tapi
yang diinikan adalah pemilu serentaknya, persoalan waktu apakah 2015 atau 2016. Kemudian kita
melihat kesiapan karena ini pertama kali ini dilakukan jangan sampai yang kita berikan amanah untuk
melakukan ternyata dia tidak terlalu siap, kemudian dalam pelaksanaanya ada hal-hal yang dianggap
kurang, kemudian dia menyalahkan kita yang memberikan amanah itu kan kembali lagi kepada kita, kita
yang disalahkan.
Kemudian yang kedua, akan terjadi pembenaran nantinya bahwa KPU itu sesungguhnya tidak
bisa melaksanakan penyelenggara Pilkada karena bukan rezim pemilu. Ini jangan sampai muncul lagi
seperti itu, terjadi lagi perdebatan. Saya hanya melihat disini bahwa kita menginginkan sebuah hasil
yang sangat berkualitas, kalau hasilnya yang sangat berkualitas tentu kita juha meminimalis persoalan-
persoalan yang muncul di lapangan. Ini juga perlu kita perhatikan, kita kan berbicara pada persoalan
bagaimana mengefisienkan anggaran, saya kira bukan itu saja, bagaimana meminimalis suatu konflik-
konflik yang terjadi di lapangan, ini kan ada persoalan muncul disitu, itu adalah non materi dan materi.
Ni=on materi ini sesungguhnya yang lebih besar, nah bagaimana supaya ini kita bisa minimalis ya tentu
adalah kita betul-betul memberikan sebuah kesiapan kepada penyelenggaranya itu. Sebenarnya itu ada
di sampaikan tadi oleh PKB Pak Malik, juga sudah disimulasikan tadi yang itu bulan Februari nah ini. Ini
jangan sampai nanti muncul saling salah menyalahkan, ya kita ini kan pembuat undang-undang, kita
juga tidak mau disalahkan bahwa itu yang membuat pertama kali undang-undang itu ya rezimnya Pak
Amran, rezimnya Pak Lutfhi, rezimnya Pak Jazuli, kita juga tidak mau seperti itu.
Tapi kalau umpamanya kita sudah berikan dia mengatakan bahwa kami paling sangat siap
pada 2016 ternyata di tidak mampu berarti ada sesuatu. Saya kira begitu saja pimpinan.

KETUA KOMISI (RAMBE KAMARUL ZAMAN/F-PG):

Baik, masih ada lagi?

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Ijin ketrua, DPD mungkin masih boleh bicara.

KETUA RAPAT:

Silakan.

KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Terima kasih Ketua. Tidak karena Pak Malik mau ninggalin kita, Pak Menteri dan Bapak-bapak
sekalian, saya coba juga meng exercise kalau 5 tahun dibagi tiga maka hasilnya 15, 17, 18, kemudian
di tahun berikutnya masa jabatan akan berakhir pada tahun 2020, 2022, 2023. Tarik kebelakang lagi
karena itu berbeda dengan Pak Malik, Pak Ketua sampaikan kalau begitu yang logig sampai kemudian
serentak nasionai itu tahun berapa? Disitu akan ada negisiasi tahun antara 2020, 2022, 2023, itu
negisiasi lagi disitu. Oleh karena itu nanti untuk 2027 itu adalah atau 2026 lah yang 2025 itu adalah
perpanjangan satu tahun, kemudian yang 2022, 2027 pas sedangkan yang 2023, 2028 itu berkurang
satu tahun. Jadi disana kemudian serentak nasional terjadi.
Jadi menurut saya ketua, gelombang dalam 5 tahun ada gelombang besar dalam tiga
gelombang besar itu, karena itu kemudian mengalir dari Pak Malik tadi 2015 itu bisa dilakukan terhadap

35
204 plus ada berapa ini? Ada 227 Pak Cahyo, kalau 2016 itu ada 100 Pilkada, semester 1 ada 68,
maka 204 tambah 68 jadi 272.
Kemudian di 2017 itu ada 136, kemudian di 2018 itu 133, jadi soal angka soal nantilah, tapi yang jelas
pendekatan globalnya seperti itu, sehingga di gelombang kedua nanti, itu bisa ditengahnya Pak Cahyo,
di 2022 barangkali. Ada dua di 2022 atau 2024 kemudian ujungnya di 2027 sehingga kalau Pak Malik
tadi 2022 belum cukup pak, kurang panjang, jadi untuk kali ini memang yang panjang Pak Ketua benar
dari pada yang pendek.
Terima kasih.
Bukan ini soal pilihan, Pak Malik milih yang pendek, Pak Ketua milih yang panjang.

KETUA RAPAT:

Saya kira ini tinggal 2 opsi.


Yang pertama adalah opsi yang dilakukan oleh DPR, yang kedua opsi kombinasi yang diajukan
oleh pemerintah, yaitu 2015 kita mulai yaitu Desember separo yang 2016 Juni ditarik ke Desember.
Separo ke 2017 Februari ini harus pas, biar jangan terlalu panjang. Oleh karena itu kalau sudah cocok
titik temunya di 2027, dengan juga pengurangan pada saat berikutnya pengaturan, memang harus
diatur tidak kita paksakan di 2022, ini bisa jalan. Jadi dari 2 opsi ini, dari 2 opsi pilihan, jadi saudara
menteri tadi juga meminta agar 2015 tinggal persolaannya ini KPU nya saudara Menteri harus
mengatakan siap betul, jangan siap berpura-pura, ini menjadi soal yang penting juga bagi kita dan apa
yang kita putuskan ini terlebih dahulu harus dilakukan sosialisasi yang benar, agar jangan seperti
kejadian sekarang.
Ini pak menteri KPU ini genit, padahal kita yang membentuk KPU, ini genit soal menentukan
waktu ini juga sangat genit begitu, mau menabrak Undang-undang. KPU yang dibawah, bukan KPU
yang, tapi karena dikasih angin disini kan, KPU yang dibawah itu yang terjadi di Sulawesi Tenggara
kampungnya Pak Lutfi ini, Sulawesi Selatan juga iya, Sulawesi Tenggara juga iya di tempat Pak Amirul.
Undang-undang pembentukan DOB itu paling cepat dikatakan 2 tahun harus Pilkada, jadi datang KPU
memaksa-maksa tidak paham tentang undang-undang.
Jadi ini memang perlu persiapan, kalau kita sepakat bulan 12 dengan persiapan mulai
misalnya, minimal ini menjadi 6 bulan, kalau 6 bulan tahapannya jadi bulan Juni atau bulan Juli baru
mulai pendaftaran calon yang sebelunya ini adalah sosialisasi yang benar tidak ada soal dan kita kukuh
kalau bulan Desember itu jangan kita terganggu yang banjir, yang ini LSM pasti banyak dalam diskusi
kita itu begitu, yang banjirlah, yang cuaca ini begini, segala macam. Ini memang paling tidak Desember,
paling cepat, kalau tahapan kita lalui secara tepat. Waktu itu pikiran kita adalah kalau Desember ini
mudah-mudahan satu putaran semua, proses pelantikannya juga, jika waktunya tadi sudah kita cocok
di MK, dia minta 1 bulan setengah pelantikannya juga jatuhnya di 2016 Januari.
Jadi ini sudah pasti satu putaran tapi kita harus juga berikan waktu, ini kesimpulannya dua,
apakah perlu lagi konsultasi ke masing-masing most di partainya, tidak usah lagi yang alternatif ini, apa
setuju 2015 dengan catatan kesiapan KPU tadi? 2015 Desember jangan dimajuinlagi apa di kebawah,
2015 Desember pertengahan Juni 2016 tarik ke 2015 semester pertama. Semester kedua tarik ke
Februari 2017 dan 2018 bulan Juni.
Itu dulu kita setuju?

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Pesertanya?
Pesertanya dulu.

36
KETUA RAPAT:

Yang 2015 yang habis masa jabatan 2015 ditambah semester perrtama 2016 ikut, semester
kedua 2016 ikut Februari sama dengan konsep ini, itu saja tadi yang diminta oleh Saudara Menteri.
Dengan catatan bahwa KPU nya harus memang siap, jadi Desember.
Kira-kira bagaimana?

F-PAN (AMRAN, S.E):

Pak Ketua kalau itu disepakati mungkin PAN akan memberikan catatan-catatan.

KETUA RAPAT:

Ini kita tanya dulu pemerintah.

MENDAGRI:

Pimpinan, secara prinsip setuju, yang semester pertama 2016 ditarik ke 2015,
(suara tidak jelas).

KETUA RAPAT:

Harus saya kira siap, nanti kalau dikasih variabel kita agak repot.

F-PAN (AMRAN, S.E):

Pak ketua, ini kalau ada kasus seperti ini Pak Menteri ini menjadi preseden berikutnya Pak
ketua. Jadi makanya Fraksi PAN itu mungkin akan memberikan catatan-catatan.

F-PKS (H. JAZULI JUWAINI, Lc., MA):

Pak Ketua, mungkin kalau yang dimaksud Pak Menteri itu takut ada yang tidak siap tetapi
menurut saya sekali kita mengambil keputusan jangan dikasih ruang, jangan dikasih pilihan pak, karena
kalau kita bicara tidak siap mesti 2015 mesti tidak siap lagi karena lebih cepat dia, karena ada dia di
waktu tenggang 5, 6 bulan harusnya lebih siap lagi, harusnya.
Karena itu saya melihat jangan dikasih catatan, dengan catatan KPU siap umpamanya. Karena
kemarin malam KPU ditempat ini mengatakan kami sebagai penyelenggara kalau diperintahkan oleh
Undang-undang kami akan siap, meskipun dia bilang kalau 2016 lebih siap, artinya kita hormati kalimat
siapnya itu sudah. Jadi jangan kita pilih yang lebih siapnya. Jadi kita putuskan saja menurut saya yang
tema ini, seperti yang tadi sudah digambarkan Pak Ketua KPU harus siap karena sesungguhnya
Pilkada ini kan juga KPU daerah yang melaksanakannya pak, bukan KPU pusat ..........memberikan
bimbingan dari sisi regulasi gitu loh pak. Kalau Pilpres sama Pileg itu kan centralistik, semua logistik
apa segala macamnya. Tapi pemilukada ini kan masing-masing daerah ada, yang melaksanakannya
KPUD-KPUD itu mestinya terdistribusi, tugas itu mestinya lebih siap lagi.
Terima kasih pak.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Jadi begini boleh sedikit, begini Pak Menteri sebetulnya konsep kita 2016 dan seterusnya ini
ada terkait dengan APBD juga Pak Menteri. Jadi dia ada terkait APBD. Yang menganggarkan di 2015

37
adalah yang jatuh temponya di 2015, jadi kalau saya Bupati Lebak yang jatuh di 2016 hampir pasti tidak
menganggarkan Pilkada di 2015. Ada 67 kabupaten yang kalau kita tarik Desember 2015 yang jatuhnya
di 2016 tidak punya anggaran begitu Pak Menteri.
Jadi itulah sebabnya kami mengambil solusi, awalnya ini ya Pak Menteri ya, silakan kalau mau
berubah, kenapa tetap di 2016 Februari supaya juga memberi kesempatan bagi daerah yang belum
menganggarkan, bisa menganggarkan dan memang rencananya dianggarkan di 2016. Ada 67 di
semester pertama ini anggarannya sudah pasti tidak ada di 2015 pak Menteri, saya tidak ada masalah
kalau dimajukan bulan Desember yang 67 itu ditarik, tapi hampir pasti dia tidak siap dengan anggaran
di 2015, itu masalahnya. Jadi kalau kita boleh agak mengkerucut 2017, 2018, sudah sepakat, tinggal
Desember 2015 atau Februari 2016.
Tadi kan berbagai alasan sudah kita diskusikan, tapi saya baru sadar juga kalau dimajukan
Desember Pilkada yang 67 daerah anggarannya pasti tidak siap. Kemudian Pak Menteri kalau tadi
solusi yang kami tawarkan serahkan pada kesiapan saya tidak ngerti, saya kira sulit di undang-undang
kalau dikembalikan pada kesiapan akhirnta nanti kepala daerah dihitung-hitung untungan mana bagi
dia, untungan dimajukan atau lebih untung di mundurkan kan begitu, kalau di break pilihan. Saya kita
kita harus putuskan saja apakah Desember 2015 resikonya sudah kita tahu, atau 2016 Februari, kalau
resiko yang pasti 2015 adalah yang pertama kesiapan KPU yang menyatakan lebih siap 2016 bahkan
April, resiko yang kedua ketidak siapan anggaran.
Terima kasih.

F-PKS (H. JAZULI JUWAINI, Lc., MA):

Pak Ketua saya mungkin kasih catatan yang anggaran ya pak ya? Sekarang ini di pusat saja
baru diselesaikan APBN P tahun 2015, maka daerah akan menyusul APBD perubahannya lagi setelah
ini, nah kalau undang-undang ini di akhir masa sidang kita ini kita sahkan, mereka punya ruang untuk
perubahan APBD nya, sehingga dia bisa lakukan itu, karena dipusat saja tahun 2015 ini baru semalam
kita sahkan, jadi ada ruang pak, menurut saya tidak ada kesulitan kalau dari segi anggaran pak, itu dia
akan melakukan anggaran perubahan, karena konsekwensi APBN P kita ini, juga akan melakukan
perubahan di daerah itu otomatis, kalau otang Bali bilang Othomathis begitu pak.
Jadi saya kira tidak ada masalah, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kita minta tanggapan dari pemerintah karena kalau 2015 dia sudah harus ada anggarannya di
2015 karena tahapannya sudah mulai, mulai misalnya bulan Juni tahun ini sudah mulai, jadi ya antara
Rapat bulan ini yang akan mengikuti kalau di undang-undang ini, mengikuti 2015, harus ada APBD
Perubahan, gitu jadi kita minta tanggapan pemerintah.

SEKJEN KEMENDAGRI:

(suara tidak jelas tanpa mic)

F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):

Pak kan ada instruksi dari Mendagri, baik melalui paparan sehingga ke bawas ada dasar
hukum bagi kabupaten kota untuk siap dari Dirjen ...(suara tidak jelas).

KETUA RAPAT:

PDIP.

38
F-PDIP (TAGORE ABU BAKAR):

Menguatkan saja Pimpinan, jadi pengalaman kami apalagi ada dasar seperti ini yang begitu
kuat, dasar tidak kuatpun kami minta kepada DPRK waktu itu mendahului anggaran untuk kepentingan
ini disetujui langsung bisa dipakai, pada APBD Perubahan ini di selesaikan, dirubah dia.
Jadi kalau menurut hemat kami bahwa persoalan anggaran itu tidak ada masalah, kalau
anggaran ini, khusus anggaran, kalau kesiapan dari pemerintah, pemerintah sudah menyatakan siap,
kalau seperti KPU tentu harus siap karena dia badan penyelenggara yang sudah berpengalaman, jadi
tidak ada kesulitan, apalagi sudah ada Undang-undang, tidak ada Undang-undangpun itu sudah bisa
kami lakukan di daerah, apalagi ada Undang-undang.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Nah pak Menteri kita sepakat ini, oke Desember 2015 gelombang pertama pesertanya adalah
seluruhnya yang 2015 habis masa jabatan, semester satu 2016 kebawah, ini sekaligus saha diketok,
semester ke dua 2016 ke Februari 2017, baru 2018 bulan Juni.
Setuju ya?
Pesertanya yang 2017 Februari adalah semester akhir atau kedua 2016 dan 2017 penuh, total.
Yang 2018 habis masa jabatan sama 2019.
Oke setuju?

(RAPAT : SETUJU)

Ini sudah hati yang bicara.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Pokoknya kita ikut Pak Menteri ini.

KETUA RAPAT:

Sekarang untuk selesai...(suara tidak jelas).

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Pimpinan, Pimpinan, sebentar-sebentar dulu untuk serentak nasional ini. Itu kan serentak
nasionalnya belum, sekarang serentak nasionalnya.

KETUA RAPAT:

Serentak nasionalnya di 2027 tetap, itu ya Pak Menteri ya?

(RAPAT : SETUJU)

ini tidak lagi mau kita diskusikan, 2022, 2021, ya saya lihat cerah sekali mukanya Pak Fandi
dari Partai Demokrat, jadi Pak Malik juga yang setengah jam ini bagaimana? Soal penyelesaian
pasangan atau paket, satu atau lebih, tadi kita katakan yang satu perlu kita gilir satu-satu lagi yang sisa
bertahan tadi adalah Gerindra, PKB, Demokrat, PAN, PKS, Golkar sudah setuju. Apa diputar lagi

39
semua biar tuntas ini? Jadi yang keberatan saja, jadi Partai Golkar dan PDIP sudah cocok, tidak usah.
Pak Amran dulu.

F-PAN (AMRAN, S.E):

Terima kasih Pak ketua, tadi kita sudah diberikan kesempatan tadi untuk berkonsultasi kepada
Pimpinan, intinya ini amanah juga karena kita ditempatkan di sini untuk mengikuti pembahasan revisi
Undang-undang ini. Kami tetap pada paket dipilih secara paket dan itu dua bukan satu tetapi dua, mulai
dari tingkat I sampai tingkat II.
Kira-kira begitu Pimpinan.

KETUA RAPAT:

PKS.

F-PKS (H. JAZULI JUWAINI, Lc., MA):

Pak Ketua, Pak Menteri dan teman-teman, semenjak rapat ini dibuka kita bucaranya pasangan
tadi pagi itu, jadi kita bicara pasangan ini sudah cukup lama sekali pak, memang mencari pasangan itu
perlu lama rupanya. Tadi Profesor dari pagi sudah berargumentasi, saya juga kasih argumentasi
tentang konstitusi, saya dengan pemerintah sudah mau terima dengan pasangan, Fraksi PKS
mengapresiasi kemajuan pemerintah itu sesungguhnya PKS juga setuju dengan secara proporsional
lebih dari satu, dua, tiga, macem orang berkeluarga saja.
Tetapi demi waktu dan menghormati kemajuan pemerintah, menghormati beberapa teman,
PKS setuju dengan satu pasangan.

KETUA RAPAT:

Kami persilakan Gerindra, oh PKB dulu, silakan PKB.

F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):

Ya PKB punya kaidah Fiqih, Mallayudrok rukuluh layudrok rukuluh jadi kalau tidak dapat semua
ya dapat separuhnya juga tidak apa-apa.
Jadi kesimpulannya setelah saya berkonsultasi dengan pimpinan, PKB setuju satu paket
dengan satu wakil dengan catatan kita coba diskusikan, kita coba rumuskan, kita coba formulakan, kira-
kira menentukan calon wakilnya seperti apa? Sekali lagi pikiran kita, antisipasi kita adalah untuk
mengantisipasi kemungkinan politik disharmoni itu. kalau kemudian kita gagal untuk memberikan
rumusan baru tentang mekanisme calon, dan kemudian nanti tetap saja disharmoni berarti tidak ada
perkembangan kita ini, berbusa-busa mulai tahun ketahun tidak ada perkembangan.
Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Tepuk tangan juga, setuju pasangan yang disarankan tadi nanti untuk harmonisasi Panja
Undang-Undang Pemda dipertegas, dari pada itu lain lagi soalnya nanti di perumusan Undang-undang
Pemda.

F-PKS (H. JAZULI JUWAINI, Lc., MA):

40
Itu Pak Ketua, sebelum pindah ke yang lain catatan PKS dari pagi sumber konflik itu karena
kewenangan dan pembagiannya antara Kepala Daerah dengan Wakilnya itu tidak jelas. Jadi untuk
menghindari konflik itu ikut catatan juga seperti PKB, untuk menghindari konflik antara wakil dan kepala
daerahnya itu PKS memberikan catatan harus ada secara explisit pembagian tugas antara bupati dan
wakilnya, gubernur dan wakilnya, atau kepala daerah dan wakilnya, supaya tidak ada konflik. Itu saja
pak.

KETUA RAPAT:

Baik, jadi nanti di Undang-undang Pemda, kita tegaskan, di Undang-undang Pemda yang
Perpu Nomor 2 ini, di situ yang kita sepakat. Berikutnya Partai Demokrat.

F-PD (Ir. FANDI UTOMO):

Terima kasih pimpinan, Pak Mendagri saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan
atas prinsip continuity yang bapak sampaikan dan tentu nanti akan kami laporkan ke beliau, sayangnya
scedule itu bukan consening yang berkaitan dengan sepuluh perbaikan. Sepuluh perbaikan yang kita
harapkan dari dengan diterbitkannya Perpu itu justru pasangan atau tidak pasangan itu merupakan
salah satu point penting yang merupakan jalan keluar yang kita ambil untuk melakukan perbaikan
terhadap praktek pilkada kita selama ini.
Standing Demokrat saya kira mendukung pemerintah untuk alternatif satu, yaitu kembali ke
seperti pada Perpu, tetapi jika pada akhirnya pemerintah memilih pasangan artinya kalau saya lihat dari
PDI samopai ke belakang cenderung ke pasangan, kalau pemerintah cenderung ke pasangan, kami
titipkan satu hal yang mesti diatur dalam undang-undang, itu menyangkut mekanisme pencalonan
wakil, bagaimana caranya supaya partai atau koalisi partai itu mencalonkan, mendaftarkan ke KPU
hanya bupati, walikota dan gubernur. Kemudian KPU memberikan jeda waktu kepada calon yang
didaftarkan untuk memilih wakilnya sendiri dan kemudian dia mendaftarkan wakilnya itu ke KPU
sebagai pasangannya. Jika itu bisa diambil sebagai jalan keluar maka meskipun toh dia berpasangan
itu adalah pilihan yang tidak terpaksa dari calon gubernur, calon bupati, dan calon walikota.
Yang kedua bagaimana supaya mekanisme kerja itu bisa diatur dengan baik di dalam undang-
undang maupun di dalam PP nya nanti. Saya kira begitu terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarralatuh.

KETUA RAPAT:

Wa’alaikum Sallam. Sekarang hampir sama saja, jadi nanti kalau mau mencalonkan Partai
Politik dan gabungan Partai Politik ya diatur oleh Partai Politik lah megatur pasangan itu, dan untuk
bebannya juga nanti diatur di baban tugas di Undang-undang Pemda.
Silakan partai Gerindra, apa langsung.

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Ya langsung, ijin. Jadi Pak Menteri sampai tadi itu kami itu memang untuk kabupaten kota itu
paket, wakilnya satu. Untuk provinsi itu kan tadi cuma ada 5 provinsi yang wakilnya bisa dua, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jakarta dan Sumut. Kami berkonsultasi dengan pimpinan di partai
memberi kesempatan kepada kami disini untuk memutuskan dan kami memutuskan mengikuti
kesepakatan bersama yang ada di sini, jadi kalau Pak Menterinya terlalu baik susah kita ini
membantah-bantah, ini argumentasinya tidak keluar Pak Menteri.
Terima kasih Pak Menteri.

41
KETUA RAPAT:

Hanura sudah oke, berpasangan itu, gak perlu lagi, saya kira sudah semua. Nasdem sudah
dari awal kan?

F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, S.Sos., MH):

Ada catatan Pimpinan, boleh pimpinan?


Ya sebentar saja ini, Pak Menteri dari awal Nasdem mendukung paket dipilih dengan satu wakil tetapi
dengan catatan, antara kepala daerah dan wakil tidak boleh ada hubungan darah satu tingkat ke atas,
kesamping dan kebawah, karena ada kejadian ini pak, ada kejadian di NTB itu di Bima itu antara
Mertua dan menantu pak, ini perlu masuk catatan. Ada kakak adik juga, kemudian di Kalimantan antara
mertua dan menantu.
Ini saya kira perlu menjadi catatan.
Terima kasih pimpinan.

KETUA RAPAT:

Saya kira kalau sudah yang pakai kopiyah disebelah kiri saya ini menyatakan hati yang
memutuskan.
Saya kira kita setuju tentang hal ini ya?
Tentang pasangan?

(RAPAT : SETUJU)

Baik selesai bonggol, istilah bonggol ini kita Pak Menteri adah grupnya semua sudah detail
sekali kita bicarakan, oleh karenanya saya kira selesai perbincangan dengan catatan-catatan tadi perlu
kita sinkronisasi dan rumuskan.
Oleh karenanya nanti malam mulai 2 Panja ini merumuskan, jadi sudah tim perumus dari
masing-masing Fraksi, dari Tim tenaga ahli, dari pemerintah dan tenaga ahli dari DPR RI untuk
melakukan di dua tempat langsung menyerasikan secara keseluruhan. Mudah-mudahan jangan ada
pasal yang satu bertentangan dengan pasal yang lain. Sama saja dengan ada usulan KPU yang
menyatakan Pasal 6 bulan sebelum DPRD harus memberitahukan. Jadi ada format DPRD yang
memilih dimasukkan juga Perpu itu, jadi jangan sampai nanti begitu undang-undang yang kita bahas,
harus betul betul dan diharapkan selesai nanti, ini juga termasuk jabatan yang kosong tadi adalah
karena dia satu wakilnya ya otomatis harus yang bersangkutan naik. Kita juga sudah clearlah, tidak
lewat DPRD, pola lama.
Ya saya kita pukul rata sajalah.
Yang lama bagaimana?

WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):

Yang lama setengah kan? 18 bulan.


Coba Pak Malik jelaskan dulu yang lama.

KETUA RAPAT:

Ya ikuti ketentuan yang lama saja protap, sama dengan Plt yang kita bahas tadi malam Prof.,
Plt juga sudah kita bahas tadi malam, kita kan mengajukan dari Sekda, begitu DPR dengan

42
pertimbangan begini didiskusikan DPR ya sudah rela bagaimana pendapat pemerintah juga diserahkan
kembali, akhirnya juga kita setujui.
Jadi memang saling mengisi, rapat kita diskors dan sampai nanti Tim perumus yang dari Fraksi
jika mau ikut berperan, tapi apa perlu kita amanatkan saja dengan tim dari kita, dan juga tim dari
pemerintah untuk merumuskan secara lengkap, kita percayakan itu, dan TA kita juga, baru pada sore
hari ini, hari Senin jam 10.00 WIB sudah laporan Panja, sekaligus pandangan mini Pemerintah,
Pandangan mini fraksi-fraksi, pada hari Senin.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Ketua saya mengingatkan saja, secara tehnis bisa dilakukan oleh para tenaga ahli, tetapi
secara formil tetap harus dibahas oleh Timus, Timsin.
Jadi tidak bisa langsung Kamis masuk Panja pak.

KETUA RAPAT:

Jadi oleh karena itu saya kira, kalau Timus sama Timsin dan TA malam ini kerja, atau hari ini
harus kita bahas juga kalau begitu? Jadi malam ini kita bekerja dan membahas nanti ketemu jam 10
malam jangan tanggung. Jadi kalau Pak Menteri mengatakan jadi biar minggu besuk sudah aman, jadi
rapat juga kita malam ini.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Dan anu ketua kalau rapatnya itu diumumkan jelas, yang jelas begitu loh. Seperti kemarin itu
kita diayun-ayun hampir 7 jam tidak jelas, mau ada rapat atau tidak?

KETUA RAPAT:

Itu Paripurna.

F-PDIP (ARIF WIBOWO):

Ya artinya diumumkan, bukan karena paripurna, kita tahu pada saat rapat Paripurna, rapat
yang lain tidak boleh, tetapi juga harus ada kepastian, karena undangan dan jadwal kita sejak mulai jam
dua itu. rencananya kan jam dua siang kita rapat, kan tidak ada kepastian dari pimpinan untuk
memberikan tahu kepada kita, sekretariatnya juga diam saja, supaya tidak terulang kembali.

KETUA RAPAT:

Sekretariat tidak menyampaikan penundaan Paripurna tertunda, jadi Pak Arif Wibowo
menginginkan itu sekretariat untuk memberitahu, karena memang waktu paripurna kemarin, tidak ada
persidangan Panja akhirnya setelah paripurna selesai baru, resmi Panja malakukan rapat.
Oleh karenanya saya kira Timus dan Timsin jam 19.00 mulai. Jam 22.00 WIB kita nanti
membahas hasil rumusan disini. Jam 10 malam hasil rumusan dari pada perumus dan Timsin sekaligus
berjalan di dua itu.
Setuju ya jam 22.00 Wib?

(RAPAT : SETUJU)

43
Dengan demikian kita skors sampai jam 7 malam untuk langsung kedua Tim ini. Terima kasih.

(RAPAT DISKORS PUKUL 17.45 WIB)

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Jakarta, 14 Februari 2015


Ketua Rapat

Ttd.

H. Mustafa Kamal, S. S
A-91

44
1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RESMI

Tahun Sidang : 2014-2015


Masa Persidangan : II
Rapat ke- : 20
Jenis Rapat : Rapat Paripurna DPR RI

Sifat Rapat : Terbuka

Hari, tanggal : Selasa, 17 Februari 2015

Waktu : Pukul 10.00 WIB s.d. selesai

Tempat : Ruang Rapat Paripurna,


Gedung Nusantara II Lt.3
Jl. Jenderal Gatot Subroto – Jakarta

Acara : 1. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan


terhadap:
a. RUU tentang Perubahan atas Undang-undang No.
1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota menjadi Undang-Undang;
b. RUU tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang;
2. Laporan Mahkamah Kehormatan Dewan terhadap
Rancangan Peraturan DPR RI tentang Kode Etik DPR
RI dan Rancangan Peraturan DPR RI tentang Tata
Beracara Mahkamah Kehormatan DPR RI dilanjutkan
dengan pengambilan keputusan;
3. Penetapan kembali Mitra Kerja Komisi X DPR RI
Periode Keanggotaan 2014-2019.

Ketua Rapat : FADLI ZON, S.S., M.Sc.


(Wakil Ketua DPR RI Bidang Polkam/F-GERINDRA)
2

Didampingi:
1. Drs. Setya Novanto, Ak.
(Ketua DPR RI/F-PG)
2. Dr. Agus Hermanto
(Wakil Ketua DPR RI Bidang Inbang/F-PD)
3. Dr. Ir. H. Taufik kurniawan, M.M.
(Wakil Ketua DPR RI Bidang Ekku/F-PAN)
4. Fahri Hamzah, S.E.
(Wakil Ketua DPR RI Bidang Inbang/F-PKS)

Sekretaris Rapat : Dr. Winantuningtyastiti, S. M.Si.


(Sekretaris Jenderal DPR RI)

H a d i r : ANGGOTA DPR RI:


444 dari 560 orang Anggota dengan rincian:

FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA


PERJUANGAN
85 dari 109 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA


73 dari 91 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA


52 dari 73 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT


52 dari 61 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL


40 dari 48 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA


37 dari 47 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA


32 dari 40 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN


29 dari 39 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT


31 dari 36 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI HANURA


13 dari 16 orang Anggota;
3

SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI:

1) Achmad Djuned, S.H., M.Hum.


(Wakil Setjen DPR RI)
2) Tatang Sutharsa, S.H.
(Deputi Bidang Persidangan dan KSAP)
3) K. Johnson Rajagukguk, S.H., M.Hum.
(Deputi Bidang Perundang-undangan)
4) Drs. Helmizar
(Kepala Biro Persidangan)
5) Dr. Dewi Barliana S., M.Psi
(Kepala Biro Kesekretariatan Pimpinan)
6) Dra. Mitra Anindyarina
(Kepala Bagian Persidangan Paripurna)
4

DAFTAR HADIR ANGGOTA DPR RI


PADA RAPAT PARIPURNA TANGGAL 17 FEBRUARI 2015

1. FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN


NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
dr. SOFYAN TAN
1. 126
(Sumut I)
Dr. JUNIMART GIRSANG, S.H., M.B.A., M.H.
2. 128
(Sumut III)
Ir. EFFENDI SIANIPAR
3. 131
(Riau I)
MARSIAMAN SARAGIH
4. 132
(Riau II)
Ir. NAZARUDIN KIEMAS
5. 134
(Sumsel I)
Ir. ISMAYATUN
6. 138
(Lampung I)
SUDIN
7. 139
(Lampung I)
H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, S.H.
8. 140
(Lampung II)
ITET TRIDJAJATI SUMARIJANTO, M.B.A.
9. 141
(Lampung II)
Ir. RUDIANTO TJEN
10. 142
(Bangka Belitung)
DWI RIA LATIFA, S.H., M.Sc.
11. 143
(Kepri)
Ir. ERIKO SOTARDUGA, B. P.S.
12. 145
(DKI Jakarta II)
Drs. EFFENDI MS SIMBOLON, M.Ipol.
13. 147
(DKI Jakarta III)
DARMADI DURIANTO
14. 148
(DKI Jakarta III)
CHARLES HONORIS
15. 149
(DKI Jakarta III)
Ir. KETUT SUSTIAWAN
16. 150
(Jabar I)
JUNICO BP SIAHAAN, S.E.
17. 151
(Jabar I)
Dr. JALALUDIN RAKHMAT, M.Sc.
18. 152
(Jabar II)
H. YADI SRIMULYADI
19. 153
(Jabar II)
dr. RIBKA TJIPTANING P.
20. 155
(Jabar IV)
ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU
21. 156
(Jabar V)
5

H. INDRA P. SIMATUPANG, S.E., M.B.A.


22. 157
(Jabar V)
SUKUR H NABABAN, S.T.
23. 158
(Jabar VI)
RISKA MARISKA, S.H.
24. 159
(Jabar VI)
DANIEL LUMBAN TOBING
25. 161
(Jabar VII)
Drs. YOSEPH UMARHADI, M.Si., M.A.
26. 162
(Jabar VIII)
ONO SURONO, S.T.
27. 163
(Jabar VIII)
Dr. TB. HASANUDDIN, M.M.
28. 165
(Jabar IX)
DONY MARYADI OEKON, S.T.
29. 167
(Jabar XI)
JULIARI P. BATUBARA
30. 168
(Jateng I)
TJAHJO KUMOLO, S.H.
31. 169
(Jateng I)
Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO
32. 170
(Jateng II)
EVITA NURSANTY, M.Sc.
33. 171
(Jateng III)
H. IMAM SUROSO, S.Sos, S.H., M.M.
34. 172
(Jateng III)
Ir. BAMBANG WURYANTO, M.B.A.
35. 173
(Jateng IV)
AGUSTINA WILUJENG PRAMESTUTI, S.S.
36. 174
(Jateng IV)
PUAN MAHARANI
37. 175
(Jateng V)
ARIA BIMA
38. 176
(Jateng V)
RAHMAD HANDOYO, S.PI., M.M.
39. 177
(Jateng V)
NUSYIRWAN SOEDJONO, S.T.
40. 178
(Jateng V)
Ir. SUDJADI
41. 179
(Jateng VI)
Drs. UTUT ADIANTO
42. 180
(Jateng VII)
ADISATRYA SURYO SULISTO
43. 181
(Jateng VIII)
Ir. MUHAMMAD PRAKOSA
44. 183
(Jateng IX)
DAMAYANTI WISNU PUTRANTI
45. (Jateng IX) 184
6

Prof. Dr. HENDRAWAN SUPRATIKNO


46. 185
(Jateng X)
Drs. H. MOHAMMAD IDHAM SAMAWI
47. 186
(DIY)
M. GURUH IRIANTO SUKARNO PUTRA, S.A.P., M.M., M.Si.
48. 188
(Jatim I)
INDAH KURNIA
49. 189
(Jatim I)
HENKY KURNIADI
50. 190
(Jatim I)
Prof. Dr. H. HAMKA HAQ, M.A.
51. 191
(Jatim II)
NURSUHUD
52. 192
(Jatim III)
Drs. AHMAD BASARAH, M.H.
53. 194
(Jatim V)
Ir. ANDREAS EDDY SUSETYO, M.M.
54. 195
(Jatim V)
Dr. Ir. H. PRAMONO ANUNG WIBOWO, M.M.
55. 196
(Jatim VI)
Ir. BUDI YUWONO, Dipl., S.E.
56. 198
(Jatim VI)
Drs. SIRMADJI, M.Pd.
57. 199
(Jatim VII)
SADARESTUWATI
58. 201
(Jatim VIII)
ABIDIN FIKRI, S.H.
59. 202
(Jatim IX)
H. NASYIRUL FALAH AMRU, S.E.
60. 203
(Jatim X)
M.H. SAID ABDULLAH
61. 204
(Jatim XI)
ICHSAN SOELISTIO
62. 206
(Banten II)
Ir. HERDIAN KOOSNADI
63. 207
(Banten III)
MARINUS GEA, S.E.
64. 208
(Banten III)
Drs. I MADE URIP, M.Si.
65. 209
(Bali)
Dr. Ir. WAYAN KOSTER, M.M.
66. 210
(Bali)
I GUSTI AGUNG RAI WIJAYA, S.E., M.M.
67. 211
(Bali)
NYOMAN DHAMANTRA
68. 212
(Bali)
HONING SANNY
69. (NTT I) 214
7

HERMAN HERRY
70. 215
(NTT II)
LASARUS, S.Sos., M.Si.
71. 217
(Kalbar)
Ir. G. MICHAEL JENO, M.M.
72. 218
(Kalbar)
ASDY NARANG, S.H., M.Comm., LAW.
73. 219
(Kalteng)
Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, M.M.
74. 220
(Kalteng)
H. ADRIANSYAH
75. 221
(Kalsel II)
AWANG FERDIAN HIDAYAT, M.M.
76. 222
(Kaltim)
OLLY DONDOKAMBEY, S.E.
77. 223
(Sulut)
Ir. RENDY M. AFFANDY LAMADJIDO
78. 225
(Sulteng)
ANDI RIDWAN WITTIRI, S.H.
79. 226
(Sulsel I)
Drs. SAMSU NIANG, M.Pd.
80. 227
(Sulsel II)
MERCY CHRIESTY BARENDT, S.T.
81. 228
(Maluku)
IRINE YUSIANA ROBA PUTRI, S.Sos., M.Comn & Media S.T.
82. 229
(Maluku Utara)
KOMARUDIN WATUBUN, S.H., M.H.
83. 230
(Papua)
TONY WARDOYO
84. 231
(Papua)
JIMMY DEMIANUS IJIE
85. 232
(Papua Barat)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 85 dari 109
orang Anggota

2. FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H.M. SALIM FAKHRY, S.E., M.M.
1. 233
(Aceh I)
RAMBE KAMARUL ZAMAN M.Sc., M.M.
2. 236
(Sumut II)
Dr. Capt. ANTHON SIHOMBING
3. 237
(Sumut III)
DELIA PRATIWI BR. SITEPU, S.H.
4. 238
(Sumut III)
H. JOHN KENEDY AZIS, S.H.
5. 240
(Sumbar II)
8

TABRANI MAAMUN
6. 241
(Riau I)
Ir. H.M IDRIS LAENA
7. 242
(Riau II)
Hj. SANIATUL LATIVA
8. 243
(Jambi)
DODI REZA ALEX NOERDIN
9. 244
(Sumsel I)
Drs. H. KAHAR MUZAKIR
10. 245
(Sumsel I)
BOBBY ADHITYO RIZALDI, S.E.Ak., M.B.A., C.F.E.
11. 246
(Sumsel II)
DWIE AROEM HADIATIE
12. 247
(Lampung I)
Dr. M. AZIS SYAMSUDDIN
13. 248
(Lampung II)
Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si.
14. 249
(Bangka Belitung)
BAMBANG WIYOGO, S.E.
15. 250
(DKI Jakarta I)
TANTOWI YAHYA
16. 252
(DKI Jakarta III)
Dra. POPONG OTJE DJUNDJUNAN
17. 253
(Jabar I)
Ir. H. LILI ASDJUDIREDJA, S.E., Ph.D.
18. 255
(Jabar II)
Dr. H. DEDING ISHAK, S.H., M.M.
19. 256
(Jabar III)
Hj. DEWI ASMARA, S.H., M.H.
20. 258
(Jabar IV)
Ir. H. AIRLANGGA HARTARTO, M.M.T., M.B.A.
21. 259
(Jabar V)
ICHSAN FIRDAUS
22. 260
(Jabar V)
Dra. WENNY HARYANTO, S.H.
23. 261
(Jabar VI)
Dr. H. ADE KOMARUDIN, M.H.
24. 262
(Jabar VII)
Drs. H. DADANG S MUCHTAR
25. 263
(Jabar VII)
DAVE AKBARSHAH FIKARNO LAKSONO, M.E.
26. 264
(Jabar VIII)
H. DANIEL MUTAQIEN SYAFIUDDIN, S.T.
27. 265
(Jabar VIII)
Drs. H. ELDIE SUWANDIE
28. 266
(Jabar IX)
H. FERDIANSYAH, S.E., M.M.
29. (Jabar XI) 268
9

H. AHMAD ZACKY SIRADI


30. 269
(Jabar XI)
Drs. H.A. MUJIB ROHMAT
31. 270
(Jateng I)
BOWO SIDIK PANGARSO, S.E.
32. 272
(Jateng II)
FIRMAN SOEBAGYO, S.E., M.H.
33. 273
(Jateng III)
Hj. ENDANG MARIA ASTUTI, S.Sg., S.H.
34. 274
(Jateng IV)
ENDANG SRIKARTI HANDAYANI, S.H., M.Hum.
35. 275
(Jateng V)
Dr. H.M. IQBAL WIBISONO, S.H., M.H.
36. 276
(Jateng VI) (BELUM DILANTIK)
BAMBANG SOESATYO, S.E., M.B.A.
37. 277
(Jateng VII)
H. DITO GANINDUTO, M.B.A.
38. 278
(Jateng VIII)
AGUNG WIDYANTORO, S.H., M.Si.
39. 279
(Jateng IX)
SITI HEDIATI SOEHARTO, S.E.
40. 281
(DIY)
Ir. H. ADIES KADIR, S.H., M.Hum.
41. 282
(Jatim I)
HARDISOESILO
42. 284
(Jatim III)
H. MUHAMAD NUR PURNAMASIDI
43. 285
(Jatim IV)
Ir. H.M. RIDWAN HISJAM
44. 286
(Jatim V)
Ir. H. S.W. YUDHA, M.Sc.
45. 290
(Jatim IX)
ENI MAULANI SARAGIH
46. 291
(Jatim X)
H. ANDIKA HAZRUMY, S.Sos.
47. 293
(Banten I)
YAYAT YULMARYATMO BIARO
48. 294
(Banteng II)
GDE SUMARJAYA LINGGIH, S.E.
49. 296
(Bali)
A.A. BAGUS ADHI MAHENDRA PUTRA
50. 297
(Bali)
H. MUHAMMAD LUTFI, S.E.
51. 298
(NTB)
MELCHIAS MARKUS MEKENG
52. 299
(NTT I)
Drs. SETYA NOVANTO
53. (NTT II) 300
10

dr. CHARLES JONES MESANG


54. 301
(NTT II)
Ir. H. ZULFADHLI, M.M.
55. 302
(Kalbar)
Hj. AGATI SULIE MAHYUDIN, S.E.
56. 303
(Kalteng)
Ir. H. AHMADI NOOR SUPIT
57. 304
(Kalsel I)
H. INDRO HANANTO
58. 305
(Kalsel I)
H. HASNURYADI SULAIMAN
59. 306
(Kalsel II)
H. MAHYUDIN, S.T., M.M.
60. 307
(Kaltim)
Dr. Hj. NENI MOERNIAENI, S.POG.
61. 308
(Kaltim)
ADITYA ANUGRAH MOHA, S.Ked.
62. 309
(Sulut)
H. MUHIDIN MOHAMAD SAID
63. 310
(Sulteng)
Drs. HAMKA B. KADY
64. 311
(Sulsel I)
H. SYAMSUL BACHRI, M.Sc.
65. 312
(Sulsel II)
H. ANDI RIO IDRIS PADJALANGI, S.H., M.Kn.
66. 313
(Sulsel II)
Dr. Ir. MARKUS NARI, M.Si.
67. 314
(Sulsel III)
Drg. Hj. ANDI FAUZIAH PUJIWATIE HATTA, S.K.G
68. 315
(Sulsel III)
Ir. RIDWAN BAE
69. 316
(Sultra)
Drs. H. ROEM KONO
70. 318
(Gorontalo)
Hj. ENNY ANGGRAENY ANWAR
71. 319
(Sulbar)
EDISON BETAUBUN, S.H., M.H.
72. 320
(Maluku)
ROBERT JOPPY KARDINAL, S.AB.
73. 323
(Papua Barat)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai GOLKAR 73 dari 91 orang Anggota

3. FRAKSI PARTAI GERINDRA


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
KHAIDIR
1. 325
(Aceh II)
H. R. MUHAMMAD SYAFI’I, S.H., M.Hum.
2. 326
(Sumut I)
11

H. GUS IRAWAN PASARIBU, S.E.Ak., M.M.


3. 327
(Sumut II)
MARTIN HUTABARAT, S.H.
4. 329
(Sumut III)
RITA ZAHARA, S.H.
5. 332
(Riau I)
H. NURZAHEDI, S.E.
6. 333
(Riau II)
Ir. H. A.R. SUTAN ADIL HENDRA, M.M.
7. 334
(Jambi)
Ir. SRI MELIYANA
8. 336
(Sumsel II)
SUSI MARLENY BACHSIN, S.E., M.M.
9. 337
(Bengkulu)
H. AHMAD MUZANI
10. 338
(Lampung I)
Ir. DWITA RIA
11. 339
(Lampung II)
ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.
12. 340
(DKI Jakarta I)
H. BIEM TRIANI BENJAMIN, B.Sc., M.M.
13. 341
(DKI Jakarta II)
ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO
14. 342
(DKI Jakarta III)
Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc.
15. 343
(Jabar I)
RACHEL MARYAM SAYIDINA
16. 344
(Jabar II)
Ir, H. AHMAD RIZA PATRIA, M.B.A.
17. 345
(Jabar III)
H. FADLI ZON, S.S., M.Sc.
18. 347
(Jabar V)
Ir. H. NUROJI
19. 348
(Jabar VI)
Drg. PUTIH SARI
20. 349
(Jabar VII)
Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, D.E.A.
21. 350
(Jabar VIII)
H. OO SUTISNA, S.H.
22. 351
(Jabar IX)
H. SUBARNA, S.E., M.Si
23. 352
(Jabar XI)
Hj. SRIWULAN, S.E.
24. 355
(Jateng III)
RAHAYU SARASWATI DJOJOHADIKUSUMO
25. 356
(Jateng IV)
Ir. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.
26. (Jateng VII) 359
12

Hj. NOVITA WIJAYANTI, S.E., M.M.


27. 360
(Jateng VIII)
MOHAMAD HEKAL, M.B.A.
28. 361
(Jateng IX)
RAMSON SIAGIAN
29. 362
(Jateng X)
ANDIKA PANDU PURAGABAYA, S.Psi., M.Si., M.Sc.
30. 363
(DIY)
Ir. H. SOEPRIYATNO
31. 365
(Jatim II)
Ir. SUMAIL ABDULLAH
32. 366
(Jatim III)
BAMBANG HARYADI, S.E.
33. 367
(Jatim IV)
Ir. ENDRO HERMONO, M.B.A.
34. 369
(Jatim VI)
Dr. H. SAREH WIYONO M., S.H., M.H.
35. 371
(Jatim VIII)
WIHADI WIYANTO, S.H.
36. 372
(Jatim IX)
H. MOH NIZAR ZAHRO, S.H.
37. 374
(Jatim XI)
H. ANDA, S.E.,M.M.
38. 375
(Banten I)
H. DESMOND JUNAIDI MAHESA, S.H., M.H.
39. 376
(Banten II)
IDA BAGUS PUTU SUKARTA, S.E., M.Si.
40. 378
(Bali)
H. WILLGO ZAINAR, S.E., M.B.A.
41. 379
(NTB)
PIUS LUSTRILANANG, S.IP., M.Si
42. 380
(NTT I)
H. IWAN KURNIAWAN, S.H.
43. 383
(Kalteng)
Drs. H. SJACHRANI MATAJA, M.M., M.B.A.
44. 385
(Kalsel II)
LUTHER KOMBONG
45. 386
(Kaltim)
Drs. WENNY WAROUW
46. 387
(Sulut)
SUPRATMAN, S.H., M.H.
47. 388
(Sulteng)
Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si.
48. 389
(Sulsel I)
Drs. H. ANDI NAWIR, M.P.
49. 391
(Sumsel III)
Dra. Hj. RUSKATI ALI BAAL
50. (Sulbar) 394
13

AMRULLAH AMRI TUASIKAL, S.E.


51. 395
(Maluku)
ROBERTH ROUW
52. 396
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai GERINDRA 52 dari 73 orang Anggota

4. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H.TEUKU RIEFKY HARSYA, B.Sc., M.T.
a. 397
(Aceh I)
MUSLIM, S.H., M.M
2. 398
(Aceh II)
RUHUT SITOMPUL, S.H.
3. 399
(Sumut I)
ROOSLYNDA MARPAUNG
4. 400
(Sumut II)
H. RUDI HARTONO BANGUN, S.E, M.A.P.
5. 401
(Sumut III)
H. DARIZAL BASIR
6. 402
(Sumbar I)
Ir. H. MULYADI
7. 403
(Sumbar II)
H. SUTAN SUKARNOTOMO, S.H., M.H.
8. 404
(Riau I)
MUHAMMAD NASIR
9. 405
(Riau II)
Drs. H. ZULFIKAR ACHMAD
10. 406
(Jambi)
H. SYOFWATILLAH MOHZAIB, S.Sos.
11. 407
(Sumsel I)
WAHYU SANJAYA, S.E.
12. 408
(Sumsel II)
H. ZULKIFLI ANWAR
13. 409
(Lampung I)
Ir. H. MARWAN CIK ASAN, M.M.
14. 410
(Lampung II)
DWI ASTUTI WULANDARI
15. 412
(DKI Jakarta I)
Hj. MELANIE LEIMENA SUHARLI
16. 413
(DKI Jakarta II)
H. AGUNG BUDI SANTOSO, S.H., M.M.
17. 414
(Jabar I)
DR. SJARIFUDDIN HASAN, S.E., M.M., M.B.A.
18. 416
(Jabar III)
ANTON SUKARTONO SURATTO
19. 417
(Jabar V)
SAAN MUSTOPA, M.Si.
20. 418
(Jabar VII)
14

Ir.H. E. HERMAN KHAERON, M.Si.


21. 419
(Jabar VIII)
LINDA MEGAWATI, S.E., M.Si.
22. 420
(Jabar IX)
H. AMIN SANTONO, S.Sos.
23. 421
(Jabar X)
SITI MUFATTAHAH, Psi.
24. 422
(Jabar XI)
Dr. AGUS HERMANTO
25. 423
(Jateng I)
Dr. IR. DJOKO UDJIANTO, M.M.
26. 424
(Jateng III)
RINTO SUBEKTI, S.E., M.M.
27. 425
(Jateng IV)
KHATIBUL UMAM WIRANU, M.Hum.
28. 426
(Jateng VIII)
Ir. FANDI UTOMO
29. 428
(Jatim I)
EVI ZAINAL ABIDIN, B. Comm.
30. 429
(Jatim II)
Drs. AYUB KHAN
31. 431
(Jatim IV)
Dr. Hj. NURHAYATI ALI ASSEGAF, M.Si.
32. 432
(Jatim V)
VENNA MELINDA, S.E.
33. 433
(Jatim VI)
EDHIE BASKORO YUDHOYONO, M.Sc.
34. 434
(Jatim VII)
Drs. H. GUNTUR SASONO, M.Si.
35. 436
(Jatim VIII)
DIDIK MUKRIANTO, S.H.
36. 437
(Jatim IX)
H. MAT NASIR, S.Sos
37. 438
(Jatim XI)
Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si.
38. 440
(Banten III)
Ir JERO WACIK, M.M.
39. 441
(Bali)
I PUTU SUDIARTANA
40. 442
(Bali)
Dr. BENNY K. HARMAN, S.H.
41. 444
(NTT I)
Dr. JEFIRSTSON R. RIWU KORE, M.M.
42. 445
(NTT II)
ERMA SURYANI RANIK, S.H.
43. 446
(Kalbar)
EVERT ERENST MANGINDAAN, S.IP.
44. (Sulut) 448
15

dr. VERNA GLADIES M. INKIRIWANG


45. 449
(Sulteng)
Hj. ALIYAH MUSTIKA ILHAM, S.E.
46. 450
(Sulsel I)
Ir. H. MUHAMMAD NASYIT UMAR, s.p.
47. 451
(Sulsel Ii)
Dr. Ir. BAHRUM DAIDO, M.Si.
48. 452
(Sulsel III)
Drs. H. UMAR ARSAL
49. 453
(Sultra)
MAYJEN TNI (PURN) SALIM MENGGA
50. 454
(Sulbar)
LIBERT KRISTO IBO, S.Sos., S.H., M.H.
51. 455
(Papua)
WILLEM WANDIK, S.Sos.
52. 456
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Demokrat 52 dari 61 orang Anggota

5. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL


NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
H. MUSLIM AYUB, S.H., M.M.
1. 458
(Aceh I)
Dr. SALEH PARTAONAN DAULAY, M.Ag., M.Hum. M.A.
2. 460
(Sumut II)
H. JON ERIZAL, S.E. M.B.A.
3. 463
(Riau I)
H. A. BAKRI HM, S.E.
4. 464
(Jambi)
Ir. H. ACHMAD HAFISZ TOHIR
5. 465
(Sumsel I)
HANNA GAYATRI, S.H.
6. 466
(Sumsel II)
Hj. DEWI CORYATI, M.Si.
7. 467
(Bengkulu)
ZULKIFLI HASAN, S.E., M.M.
8. 468
(Lampung I)
Ir. ALIMIN ABDULLAH
9. 469
(Lampung II)
H. ASMAN ABNUR, S.E., M.Si.
10. 470
(Kepri)
AHMAD NAJIB QUDRATULLAH, S.E.
11. 471
(Jabar II)
PRIMUS YUSTISIO
12. 473
(Jabar V)
LUCKY HAKIM
13. 474
(Jabar VI)
DAENG MUHAMMAD, S.E., M.Si.
14. 475
(Jabar VII)
16

BUDI YOUYASTRI
15. 476
(Jabar X)
HAERUDIN, S.Ag., M.H.
16. 477
(Jabar XI)
YAYUK BASUKI
17. 478
(Jateng I)
Hj. LAILA ISTIANA DS, S.E.
18. 479
(Jateng IV)
MOHAMMAD HATTA
19. 480
(Jateng V)
Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, M.T.
20. 481
(Jateng VI)
Ir. TAUFIK KURNIAWAN, M.M.
21. 482
(Jateng VII)
AMMY AMALIA FATMA SURYA, S.H., M.Kn.
22. 483
(Jateng VIII)
ANDRIYANTO JOHAN SYAH
23. 485
(Jateng X)
H. A. HANAFI RAIS, SIP., M.P.P.
24. 486
(DIY)
H. SUNGKONO
25. 487
(Jatim I)
H. TOTOK DARYANTO, S.E.
26. 489
(Jatim V)
Ir. A. RISKI SADIG
27. 490
(Jatim VI)
EKO HENDRO PURNOMO, S.Sos.
28. 491
(Jatim VIII)
Drs. H. KUSWIYANTO, M.Si.
29. 492
(Jatim IX)
H. YANDRI SUSANTO
30. 494
(Banten II)
M. ALI TAHER PARASONG
31. 495
(Banten III)
H. MUHAMMAD SYAFRUDIN, S.T., M.M.
32. 496
(NTB)
H. SYAHRULAN PUA SAWA
33. 497
(NTT I)
H. SUKIMAN, S.PD., M.M.
34. 498
(Kalbar)
Dra. YASTI SOEPREDJO MOKOAGOW
35. 500
(Sulut)
INDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M.
36. 501
(Sulsel I)
IR. H. ANDI TAUFAN TIRO
37. 502
(Sulsel II)
AMRAN, S.E.
38. (Sulsel III) 503
17

Dra. Hj. Tina Nur Alam, M.M.


39. 504
(Sultra)
H. JAMALUDDIN JAFAR, S.H., M.H.
40. 505
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Amanat Nasional 40 dari 48 orang Anggota

6. FRAKSI PARTAI KEBANGIKTAN BANGSA


NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
H. IRMAWAN. S.Sos, M.M.
1. 37
(Aceh I)
Ir. H. MUHAMAD LUKMAN EDI, M.Si.
2. 39
(Riau II)
H. HANDAYANI, S.K.M.
3. 40
(Jambi)
BERTU MERLAS, S.T.
4. 41
(Sumsel II)
Drs. H. MUSA ZAINUDDIN
5. 42
(Lampung I)
Hj. CHUSNUNIA CHALIM, M.Si.
6. 43
(Lampung II)
H. CUCUN AHMAD SYAMSURIJAL, S.Ag.
7. 44
(Jabar II)
KRISNA MUKTI
8. 46
(Jabar VII)
H. DEDI WAHIDI, S.Pd.
9. 47
(Jabar VIII)
H. MAMAN IMANULHAQ
10. 48
(Jabar IX)
H. ACEP ADANG RUHIAT
11. 50
(Jabar XI)
H. ALAMUDIN DIMYATI ROIS
12. 51
(Jateng I)
Drs. FATHAN
13. 52
(Jateng II)
H. MARWAN JA’FAR
14. 53
(Jateng III)
Drs. H. MOHAMAD TOHA, S.Sos, M.Si.
15. 54
(Jateng V)
H. ABDUL KADIR KARDING, S.Pi, M.Si.
16. 55
(Jateng VI)
Drs. H. TAUFIQ R. ABDULLAH
17. 56
(Jateng VII)
Drs. H. BISRI ROMLY, M.M.
18. 60
(Jateng X)
H. AGUS SULISTIYONO, S.T., M.T.
19. (DIY) 61
18

H. IMAM NAHRAWI, S.Ag.


20. 62
(Jatim I)
ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.
21. 64
(Jatim II)
Hj. NIHAYATUL WAFIROH, M.A.
22. 65
(Jatim III)
Ir. M. NASIM KHAN
23. 66
(Jatim III)
Drs. H. M. SYAIFUL BAHRI ANSHORI, M.P.
24. 67
(Jatim IV)
Dra. Hj. LATHIFAH SHOHIB
25. 69
(Jatim V)
H. AN’IM F. MAHRUS
26. 70
(Jatim VI)
Drs. IBNU MULTAZAM
27. 71
(Jatim VII)
Drs. H. ABD. MUHAIMIN ISKANDAR, M.Si.
28. 72
(Jatim VIII)
Dra. Hj. IDA FAUZIYAH, M.Si.
29. 73
(Jatim VIII)
Hj. ANNA MU’AWANAH, S.E., M.H.
30. 74
(Jatim IX)
H. JAZILUL FAWAID, S.Q., M.A.
31. 75
(Jatim X)
Dra. Hj. SITI MASRIFAH, M.A.
32. 77
(Banten III)
Ir. H. A. HELMY FAISHAL ZAINI
33. 78
(NTB)
DANIEL JOHAN
34. 79
(Kalbar)
Dr. H.ZAINUL ARIFIN NOOR, S.E., M.M.
35. 80
(Kalsel I)
ROHANI
36. 82
(Maluku)
PEGGI PATRISIA PATTIPI
37. 83
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa 37 dari 47 orang Anggota.

7. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. MUHAMMAD NASIR DJAMIL, S.Ag.
1. 84
(Aceh I)
H. ISKAN QOLBA LUBIS, M.A.
2. 86
(Sumut II)
ANSORY SIREGAR, Lc.
3. 87
(Sumut III)
Dr. HERMANTO, S.E., M.M.
4. 88
(Sumbar I)
19

H. REFRIZAL
5. 89
(Sumbar II)
H. MUSTAFA KAMAL, S.S.
6. 91
(Sumsel I)
Drs. H. MOHD. IQBAL ROMZI
7. 92
(Sumsel II)
Drs. AL MUZZAMMIL YUSUF, M.Si.
8. 93
(Lampung I)
K.H. Ir. ABDUL HAKIM, M.M.
9. 94
(Lampung II)
H. AHMAD ZAINUDDIN, Lc.
10. 95
(DKI Jakarta I)
H. MA’MUR HASANUDDIN, M.A.
11. 99
(Jabar II)
H. ECKY AWAL MUCHARAM, S.E.Ak.
12. 100
(Jabar III)
Ir. H. YUDI WIDIANA ADIA, M.Si.
13. 101
(Jabar IV)
H. TB. SOENMANDJAJA
14. 102
(Jabar V)
H. MAHFUDZ ABDURRAHMAN, S.Sos.
15. 103
(Jabar VI)
Dr. H. SA'DUDDIN, M.M.
16. 104
(Jabar VII)
Drs. MAHFUDZ SIDDIQ, M.Si.
17. 105
(Jabar VIII)
H. NURHASAN ZAIDI
18. 106
(Jabar IX)
Dr. K.H. SURAHMAN HIDAYAT, M.A.
19. 107
(Jabar X)
Dr. MOHAMAD SOHIBUL IMAN
20. 108
(Jabar XI)
Dr. H.M. GAMARI SOETRISNO
21. 109
(Jateng III)
Drs. H. HAMID NOOR YASIN, M.M.
22. 110
(Jateng IV)
H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI, S.E., M.Si., Akt.
23. 111
(Jateng V)
Ir. H. SIGIT SOSIANTOMO
24. 114
(Jatim I)
H. ROFI MUNAWAR, Lc.
25. 115
(Jatim VII)
H. JAZULI JUWAINI, Lc., M.A.
26. 117
(Banteng III)
H. FAHRI HAMZAH, S.E.
27. 118
(NTB)
H. ABOE BAKAR AL-HABSYI, S.E.
28. (Kalsel I) 119
20

H. HADI MULYADI, S.Si., M.Si.


29. 120
(Kaltim)
TAMSIL LINRUNG
30. 121
(Sulsel I)
H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M.
31. 122
(Sulsel II)
MUHAMMAD YUDI KOTOUKY
32. 123
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera 32 dari 40 orang
Anggota

8. FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Drs. H. ANWAR IDRIS
1. 506
(Aceh III)
Drs. H. HASRUL AZWAR, M.M.
2. 507
(Sumut I)
H. FADLY NURZAL, S.Ag.
3. 508
(Sumut III)
H. EPYARDI ASDA, M.Mar.
4. 509
(Sumbar I)
H. ACHMAD FAUZAN HARUN, S.H., M.Kom.I.
5. 512
(DKI Jakarta I)
Dra. Hj. OKKY ASOKAWATI, M.Si.
6. 513
(DKI Jakarta II)
DR. H. R. ACHMAD DIMYATI NATAKUSUMAH, S.H., M.H., M.Si.
7. 514
(DKI Jakarta III)
H. JOKO PURWANTO
8. 515
(Jabar III)
Dr. Hj. RENI MARLINAWATI
9. 516
(Jabar IV)
H. ACHMAD FARIAL
10. 517
(Jabar V)
Dra. Hj. WARDATUL ASRIAH
11. 518
(Jabar VII)
H. DONY AHMAD MUNIR, S.T., M.M.
12. 519
(Jabar IX)
Hj. NURHAYATI
13. 521
(Jabar XI)
H. MOHAMAD ARWANI THOMAFI
14. 523
(Jateng III)
KH. MUSLICH ZA.
15. 524
(Jateng VI)
ACHMAD MUSTAQIM, S.P., M.M.
16. 526
(Jateng VIII)
Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.
17. 527
(Jateng IX)
21

H. ARSUL SANI, S.H., M.Si.


18. 528
(Jateng X)
H. MUSTOFA ASSEGAF, M.Si.
19. 529
(Jatim II)
SY. ANAS THAHIR
20. 530
(Jatim III)
Hj. IRNA NARULITA, S.E., M.M.
21. 533
(Banten I)
Hj. KARTIKA YUDHISTI, B.Eng., M.Sc.
22. 534
(Banten II)
Drs. H. IRGAN CHIRUL MAHFIZ, M.Si.
23. 535
(Banten III)
Dra. Hj. ERMALENA MHS.
24. 536
(NTB)
H. MUHAMMAD ADITYA MUFTI ARIFIN, S.H.
25. 539
(Kalsel II)
Hj. KASRIYAH
26. 540
(Kaltim)
H. M. AMIR USKARA, M. Kes.
27. 541
(Sulsel I)
H. ANDI MUHAMMAD GHALIB, S.H., M.H.
28. 542
(Sulsel II)
Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si.
29. 544
(Sultra)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan 29 dari 39 orang
Anggota

9. FRAKSI PARTAI NASDEM


NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
Prof. Dr. BACHTIAR ALY, M.A.
1. 1
(Aceh I)
ZULFAN LINDAN
2. 2
(Aceh II)
PRANANDA SURYA PALOH
3. 3
(Sumut I)
SAHAT SILABAN
4. 4
(Sumut II)
H. M. ALI UMRI, S.H., M.Kn.
5. 5
(Sumut III)
IRMA SURYANI
6. 7
(Sumsel II)
PATRICE RIO CAPELLA, S.H.
7. 8
(Bengkulu)
Drs. TAMANURI, M.M.
8. 9
(Lampung II)
H. AHMAD SAHRONI, S.E.
9. 11
(DKI Jakarta III)
22

MAYJEN TNI (Purn) SUPIADIN ARIES SAPUTRA


10. 12
(Jabar XI)
Drs. FADHOLI
11. 13
(Jateng I)
H. M. PRASETYO, S.H.
12. 14
(Jateng II)
DONNY IMAM PRIAMBODO, S.T., M.M.
13. 15
(Jateng III)
Drs. KH. CHOIRUL MUNA
14. 16
(Jateng VI)
AMELIA ANGGRAINI
15. 17
(Jateng VII)
Drs. T. TAUFIQULHADI, M.Si.
16. 19
(Jatim IV)
KRESNA DEWANATA PHROSAKH
17. 20
(Jatim V)
Drg. Hj. YAYUK SRIRAHAYUNINGSIH, M.M., M.H.
18. 22
(Jatim VII)
Drs. H. SOEHARTONO
19. 23
(Jatim VIII)
Hj. TRI MURNY, S.H.
20. 25
(Banten I)
Dr. H. KURTUBI, SE, M.Sp., M.Sc.
21. 26
(NTB)
JOHNNY G PLATE, S.E.
22. 27
(NTT I)
VICTOR BUNGTILU LAISKODAT
23. 28
(NTT II)
H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE
24. 29
(Kalbar)
H. HAMDHANI, S.Ip.
25. 30
(Kalteng)
Dr. H. ACHMAD AMINS, M.M.
26. 31
(Kaltim)
AHMAD H. M. ALI, S.E.
27. 32
(Sulteng)
AKBAR FAISAL
28. 33
(Sulsel II)
Drs. MUCHTAR LUTHFI MUTTY, M.Si.
29. 34
(Sulsel III)
DR. ACHMAD HATARI, S.E., M.Si.
30. 35
(Maluku Utara)
SULAEMAN L. HAMZAH
31. 36
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Nasional Demokrat 31 dari 36 orang Anggota
23

10. FRAKSI PARTAI HANURA


NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
1. Ir. NURDIN TAMPUBOLON
545
(Sumut I)
RUFINUS HOTMAULANA HUTAHURUK, S.H., M.M., M.H.
2. 546
(Sumut II)
SAMSUDIN SIREGAR, S.H.
3. 547
(Sumut III)
FAUZIH H. AMRO, M.Si.
4. 548
(Sumsel I)
FRANS AGUNG MULA PUTRA, S.Sos., M.H.
5. 549
(Lampung I)
MOH. ARIEF S. SUDITOMO, S.H., M.A.
6. 550
(Jabar I)
H. DADANG RUSDIANA, S.E., M.Si.
7. 551
(Jabar II)
CAPT. H. DJONI ROLINDRAWAN, S.E., M.Mar., M.B.A.
8. 552
(Jabar III)
Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO
9. 554
(Jatim VIII)
H. INAS NASRULLAH ZUBIR, B.E.,S.E.
10. 556
(Banten III)
LALU GEDE SYAMSUL MUJAHIDIN, S.E.
11. 557
(NTB)
SALEH HUSIN, S.E., M.Si.
12. 558
(NTT II)
H. SARIFFUDDIN SUDDING, S.H., M.H.
13. 559
(Sulteng)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai HANURA 13 dari 16 orang Anggota
24

KETUA RAPAT (FADLI ZON, SS, M.Sc) :

Yang terhormat Saudara Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia beserta
jajarannya.
Yang terhormat Saudara Menteri Pertahanan Republik Indonesia beserta
jajarannya.
Yang terhormat para Anggota DPR RI,
Hadirin sekalian yang berbahagia.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT,
Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNYA kepada kita
semua untuk mengikuti Rapat Paripurna pada hari ini dalam keadaan sehat wal afiat
untuk melaksanakan tugas konstitusional kita.
Menurut catatan dari Sekretariat Jenderal DPR RI, daftar hadir pada
permulaan Rapat Paripurna DPR RI hari ini telah ditandatangani oleh 310 orang
Anggota dengan perincian sebagai berikut :

1. Fraksi PDIP 65 dari 106 Anggota.


2. Fraksi Partai Golkar 50 dari 90 Anggota.
3. Fraksi Partai Gerindra 35 dari 73 Anggota.
4. Fraksi Partai Demokrat 35 dari 60 Anggota
5. Fraksi PAN 25 dari 48 Anggota
6. Fraksi PKB 27 dari 47 Anggota
7. Fraksi PKS 22 dari 40 Anggota
8. Fraksi PPP 25 dari 39 Anggota
9. Fraksi Partai Nasdem 18 dari 36 Anggota
10. Fraksi Partai Hanura 8 dari 16 Anggota.

Dengan demikian kuorum telah tercapai dan dengan mengucap


Bismillahirrohmannirrohim perkenankan kami selaku Pimpinan Dewan membuka
Rapat Paripurna DPR RI yang ke-20, Masa Sidang II Tahun Sidang 2014-2015 hari
Selasa tanggal 17 Februari 2015 dan kami nyatakan terbuka untuk umum.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 11.15 WIB)

Berdasarkan Pasal 59 Ayat (1) huruf (d) Undang-undang No. 24 Tahun


2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan,
disebutkan bahwa lagu kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau dinyanyikan dalam
acara pembukaan Sidang Paripurna MPR, DPR, DPD dan DPRD. Berkaitan dengan itu
izinkanlah kami mengajak seluruh hadirin untuk berdiri menyanyikan lagu kebangsaan
Indonesia Raya.
Hadirin dipersilakan berdiri.

(LAGU INDONESIA RAYA)

Terima kasih.
Hadirin dipersilakan duduk kembali.
25

Sidang Dewan yang kami hormati,

Sesuai dengan hasil keputusan Rapat Konsultasi antara Pimpinan DPR RI


dengan Pimpinan Fraksi-Fraksi DPR RI Pengganti Bamus DPR RI tanggal 16 Februari
2015, acara rapat Paripurna hari ini adalah :

1. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap :


a. Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota menjadi Undang-Undang.
b. Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
Undang-Undang.
2. Laporan Mahkamah Kehormatan Dewan terhadap Rancangan Peraturan DPR RI
tentang Kode Etik DPR RI dan Rancangan Peraturan DPR RI tentang Tata
Beracara Mahkamah Kehormatan DPR RI, dilanjutkan dengan pengambilan
keputusan,
3. Penetapan kembali Mitra Kerja Komisi X DPR RI Periode Masa Keanggotaan
2014-2019.

Kami tanyakan kepada Sidang Dewan yang terhormat apakah acara rapat
tersebut dapat disetujui?

(RAPAT : SETUJU)

Terima kasih.

Sidang Dewan yang terhormat,

Selanjutnya untuk mempersingkat waktu mari kita masuki acara pertama


Rapat Paripurna Dewan pada hari ini, yaitu :
Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap :
a. Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang.
b. Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah menjadi Undang-Undang.

Perlu kami beritahukan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 171 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014,
Pembicaraan Tingkat II merupakan pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna
26

dengan kegiatan penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi,
pendapat mini DPD, dan hasil Pembicaraan Tingkat I/Pernyataan Persetujuan atau
Penolakan dari tiap-tiap Fraksi dan Anggota secara lisan yang diminta oleh Pimpinan
Rapat Paripurna dan Pendapat Akhir Presiden yang disampaikan oleh Menteri yang
mewakilinya.
Berkenaan dengan hal tersebut, kami persilakan kepada Pimpinan Komisi II
DPR RI, yang terhormat Saudara Rambe Kamarul Zaman untuk menyampaikan
laporannya.
Kami persilakan.

PIMPINAN KOMISI II DPR RI (H. RAMBE KAMARUL ZAMAN, M.Sc. M.M.):

Bismillahhirrohmannirrohim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Yang terhormat Pimpinan Rapat dan para Anggota Dewan.


Yang Terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri
Keuangan selaku wakil Pemerintah dan hadirin yang kami muliakan.

Terlebih dahulu marilah kita mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan


Yang Maha Esa karena hanya perkenan-Nya kita dapat menghadiri Rapat Paripurna
dalam keadaan sehat wal afiat guna melaksakan Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan
Keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota menjadi Undang-Undang dan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan
ke 2 atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
menjadi Undang-Undang.
Berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPR RI tanggal 9 Februari 2015
yang memutuskan Program Legislasi Nasional Prioritas 2015 bahwa DPR RI
mengusulkan Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi
Undang-Undang dan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
Selanjutnya Rapat Paripurna memutuskan bahwa DPR RI secara resmi
mengajukan 2 usul Rancangan Undang-Undang tersebut untuk diajukan kepada
Presiden untuk dibahas bersama. Hasil tersebut ditindak lanjuti dengan terbitnya Surat
Presiden Nomor R12/Pres/02/2015 tanggal 10 Februari 2015 dan Nomor
R13/Pres/02/2015 tanggal 10 Februari 2015 yang menugaskan Menteri Dalam Negeri,
Menteri Hukum dan HAM serta Menteri Keuangan Republik Indonesia baik sendiri-
sendiri atau bersama-sama mewakili Pemerintah dalam pembahasan. Surat tersebut
selanjutnya dibahas dalam Rapat Konsultasi Pengganti Bamus DPR RI tanggal 10
Februari 2015 yang menugaskan Komisi II DPR RI melalui surat Nomor
PW/02279/DPR/II/2015 tanggal 10 Februari 2015 untuk membahas kedua Rancangan
Undang-Undang dimaksud.
27

Setelah keluarnya Surat Presiden dan surat penugasan Bamus tersebut,


Komisi II melakukan Rapat Kerja pertama dengan Pemerintah tanggal 10 Februari 2015
dengan agenda penyampaian keterangan pengusul yaitu Komisi II tentang pengajuan
usul 2 Rancangan Undang-Undang ini dilanjutkan dengan Pandangan Pemerintah dan
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Pada forum Rapat Kerja tersebut
diputuskan untuk selanjutnya membentuk Panitia Kerja untuk membahas beberapa
materi yang terdapat dalam 2 Rancangan Undang-Undang tersebut yang dilakukan
pada tanggal 12 -15 Februari 2015 dan pada tanggal 16 Februari 2015 dilakukan
Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan agenda Laporan Panja yang dilanjutkan dengan
Pandangan Mini Fraksi, DPD serta Pandangan Pemerintah atas 2 Rancangan Undang-
Undang tersebut untuk selanjutnya diambil keputusan Tingkat I dilanjutkan dengan
penandatanganan terhadap 2 Draft Rancangan Undang-Undang tersebut.
Hasil Pembicaraan Tingkat I, semua fraksi dan Pemerintah menyepakati
bahwa 2 Rancangan Undang-Undang ini dapat dilanjutkan ke pembicaraan Tingkat
II/Pengambilan keputusan pada Rapat Paripurna yang terhormat hari ini. Terhadap
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang,
terdapat beberapa materi menjadi fokus pembahasan dalam Rancangan Undang-
Undang ini yang dilakukan dalam bentuk pengelompokan substansi sebagai bentuk
penyederhanaan model pembahasan. Ada pun kelompok substansi tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Pemilihan secara pasangan atau tidak.
2. Uji Publik atau sosialisasi
3. Penguatan pendelegasian tugas KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara
pemilihan kepala daerah.
4. Persyaratan calon terkait dengan sarat pendidikan.
5. Persyaratan calon terkait dengan usia.
6. Syarat dukungan penduduk untuk calon perseorangan.
7. Penentuan pemenang dalam pemilihan Kepala Daerah.
8. Pennetuan jumlah wakil Kepala Daerah.
9. Time Frame pelaksanaan Pilkada serentak.
10. Pejabat Kepala Daerah.
11. Tambahan syarat calon Kepala Daerah.
12. Penyelesaian perselisihan hasil pemilihan.
13. Pembiayaan Penyelenggaraan Pilkada itu sendiri.

Saudara Pimpinan dan para Anggota Dewan.


Saudara Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Hukum dan Ham, Menteri Keuangan
selaku wakil Pemerintah dan hadirin yang kami hormati.

Sebagaimana pengelompokan substansi diatas, dapat dijelaskan hasil


yang dicapai dalam Pembicaraan Tingkat I di Komisi II sebagai berikut : Pembicaraan
tersebut adalah dilakukan secara musyawarah dan mufakat.
Yang pertama, tentang pemilihan secara berpasangan atau tidak, Komisi
II dan Pemerintah berhasil memutuskan bahwa pengajuan dilakukan secara
berpasangan yaitu seorang calon gubernur, bupati, walikota dan seorang wakil
gubernur, bupati dan walikota secara paket dalam pemilihan secara langsung oleh
rakyat. Dalam pembahasan terdapat beberapa pilihan yaitu sebagaimana di Perpu yang
wakilnya hanya ditunjuk atau diangkat setelah terpilihnya kepala daerah dan jumlahnya
disesuaikan dengan jumlah penduduk, lalu pilihan berpasangan dengan satu wakil serta
28

paket dengan wakil lebih dari satu, dua atau tiga namun demikian melalu musyawarah
mufakat kami menyepakati bahwa pengajuan dilakukan secara berpasangan atau
seperti yang selama ini terjadi.
Dua, tentang uji publik atau sosialisasi, Komisi II dan Pemerintah
menyepakati bahwa proses ini dihapus dengan alasan bahwa proses tersebut telah
menjadi domain atau kewajiban partai politik dan gabungan partai politik yang
mengusung pasangan calon tersebut termasuk calon perseorangan yang juga harus
melakukan proses sosialisasi kepada masyarakat. Hal ini dengan mengingat bahwa
partai politik atau gabungan partai politik yang mengusung pasangan calon tersebut,
termasuk calon perseorangan yang juga harus melakukan proses sosialisasi kepada
masyarakat. Hal ini dengan mengingat bahwa partai politik atau gabungan partai politik
adalah institusi yang memiliki fungsi melakukan seleksi atau rekrutmen calon pemimpin
untuk ditawarkan kepada masyarakat, sehingga harus menjadi perhatian bagi partai
politik untuk senantiasa melakukan proses tersebut secara accountable dan
demokratis.
Tiga, tentang penguatan pendelegasian tugas KPU dan Bawaslu sebagai
penyelenggara pemilihan. Komisi II DPR RI dan Pemerintah menyepakati bahwa KPU
dan Bawaslu tetap sebagai penyelenggara pemilihan disertai adanya penguatan bahwa
kedua lembaga tersebut secara atributif diberikan tugas oleh undang-undang ini untuk
menegaskan bahwa pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota adalah rezim
Pemerintahan Daerah sebagaimana Pasal 18 Ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Yang keempat, tentang persyaratan. Komisi II DPR RI dan Pemerintah
menyepakati terhadap dua hal, yaitu tentang usia dan pendidikan pasangan calon
terkait usia. Komisi II DPR RI menyepakati tetap menggunakan syarat yang ditentukan
dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2014, yaitu minimal 30 tahun untuk calon Gubernur atau
Wakil Gubernur dan minimal 2 tahun untuk calon Bupati, Wakil Bupati serta calon
Walikota dan Wakil Walikota. Sementara syarat pendidikan, Komisi II DPR RI dan
Pemerintah juga menyepakati bahwa tetap seperti yang diatur dalam Perpu, yaitu
minimal SLTA atau sederajat.
Yang kelima, tentang syarat dukungan bagi calon perseorangan. Komisi II
DPR RI dan Pemerintah menyepakati ditingkatkan sebesar 3,5% dari jumlah penduduk,
sehingga kisarannya adalah antara 6,5% sampai 10% dengan alasan utama, yakni
harus disesuaikan dengan syarat dukungan bagi calon yang diusulkan partai politik atau
gabungan partai politik, yaitu minimal sebesar 20% kursi di DPRD atau 25% perolehan
suara pada saat Pemilu. Selain itu, terkait dengan substansi lain tentang penetuan
pemenang ditentukan oleh suara terbanyak, maka peningkatan syarat dukungan bagi
calon perseorangan ini menjadi relevan agar setiap calon sudah memiliki dasar
legitimasi yang cukup melalui dukungan tersebut.
Yang keenam, tentang ambang batas kemenangan bagi calon. Komisi II
DPR RI dan Pemerintah menyepakati bahwa kemenangan pasangan calon ditentukan
berdasarkan perolehan suara terbanyak. Salah satu tujuan yang hendak dicapai adalah
efisiensi baik dari sisi waktu maupun anggaran, selain itu dengan syarat dukungan baik
dari partai politik atau gabungan partai politik maupun perseorangan yang sudah
ditingkatkan, maka sesungguhnya para calon sudah memiliki dasar legitimasi yang
cukup. Dengan demikian, proses pemilihan menjadi lebih sederhana. Namun, jika
terjadi kondisi diperolehnya hasil yang sama antar calon, maka kemenangannya
ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara.
Ketujuh, tentang Pilkada Serentak. Komisi II DPR RI dan Pemerintah
berhasil menyepakati bahwa akan dilaksanakan Pilkada Serentak dalam beberapa
29

tahap yang dimulai Desember 2015. Dengan peserta yang masa jabatannya berakhir
tahun 2015 serta Januari sampai Juni 2016. Lalu tahap kedua dilakukan pada Februari
2017 dengan peserta yang masa jabatannya berakhir pada Juli sampai Desember 2016
dan berakhir masa jabatan 2017. Tahap ketiga dilaksanakan pada Juni 2018 dengan
peserta yang masa jabatannya berakhir pada 2018 dan 2019. Untuk selanjutnya akan
dilaksanakan pemilihan serentak nasional pada tahun 2027.
Yang kedelapan, tentang penjabat Kepala Daerah. Komisi II DPR RI dan
Pemerintah menyepakati bahwa akan diisi oleh penjabat sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, yaitu bagi
penjabat Gubernur diisi oleh pejabat tinggi madya dan penjabat Bupati, Walikota diisi
oleh pejabat tinggi pratama.
Sembilan, tentang tambahan syarat calon Kepala Daerah yang terkait
dengan syarat tidak pernah dipidana. Komisi II DPR RI dan Pemerintah bersepakat
bahwa rumusannya disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana
yang tercantum dalam rumusan Perpu.
Sepuluh, tentang penyelesaian perselisihan hasil pemilihan. Komisi II DPR
RI dan Pemerintah bersepakat bahwa sebelum terbentuknya badan peradilan khusus
yang menanganai, maka proses penyelesaiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
Adapun badan peradilan khusus tersebut harus terbentuk sebelum Pilkada Serantak
Nasional di tahun 2027.
Sebelas, tentang pendanaan Pilkada. Komisi II DPR RI dan Pemerintah
sepakat anggaran penyelenggaraan dibebankan kepada APBD serta dapat didukung
APBN. Selain dari substansi yang disebut dalam pengelompokan substansi di atas juga
berkembang hal-hal lain yang masih dalam lingkup RUU ini, seperti terkait teknis
pelaksanaan pemilihan yang dilaksanakan KPU secara hirarkis, yaitu jenjang
rekapitulsai yang tidak dilakukan oleh PPS, penyesuaian tentang penyusunan daftar
pemilih dan lain-lain, juga masukan dari Bawaslu yang terkait dengan peran Bawaslu itu
sendiri.
Terhadap substansi RUU Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, lebih
sebagai implikasi dari hasil pembahasan RUU Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-undang.
Penyesuaian pertama diawali dengan perubahan judul yang diubah menjadi
RUU Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah, alasannya karena materi yang diubah dalam Perpu Nomor 2
Tahun 2014 yang ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 hanya
terkait dengan satu pasal tentang kewenangan DPRD dalam memilih Kepala Daerah
yang dihapus, sehingga perubahan yang terjadi dalam RUU ini adalah terhadap
beberapa materi dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah akibat diubahnya beberapa materi dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2015 tersebut.
Adapun beberapa materi yang harus menyesuaikan dengan hasil
pembahasan RUU Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
adalah terkait dengan peran Wakil Kepala Daerah akibat diputuskannya bahwa
pemilihan Kepala Daerah diikuti oleh pasangan calon yang terdiri atas Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah. Dengan demikian, ada beberapa pasal yang harus
menyesuaikan dengan hasil tersebut. Selain itu juga RUU ini mencoba merumuskan
agar hubungan antara Kepala Daerah dan wakilnya berjalan harmonis hingga akhir
30

masa jabatan, sehingga diatur adanya kewajiban bagi Wakil Kepala Daerah
menandatangani fakta integritas serta melakukan tugasnya bersama Kepala Daerah
hingga masa jabatan.
Saudara Pimpinan, demikian laporan ini kami sampaikan untuk
memberikan gambaran betapa rancangan undang-undang ini telah mengalami
serangkaian proses pembahasan yang mandalam dan menyeluruh, meskipun dilakukan
dalam waktu yang terbatas. Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih dan
penghargaan kepada Saudara Menteri Dalam Negeri, dalam Rapat Panja berhari-hari
Menteri Dalam Negeri ikut secara terus menerus. Saudara Menteri Hukum dan HAM,
Saudara Menteri Keuangan beserta jajarannya yang bersama-sama Anggota Komisi II
DPR RI telah melakukan pembicaraan Tingkat I membahas dua rancangan undang-
undang ini secara mendalam dengan cermat, tekun, terbuka dan berlangsung dalam
suasana demokratis. Walaupun kami telah berusaha mencapai hasil yang maksimal,
tentu saja kami menyadari dan mengakui bahwa masih ada kekuarangan, kelemahan
atau kesalahan baik dalam proses pembahasan maupun hasil akhir yang dirumuskan.
Ucapan terima kasih yang juga kami sampaikan kepada rekan-rekan dari
media massa, baik cetak maupun elektronik yang telah mempublikasikan proses
pembahasan dua rancangan undang-undang ini serta kepada semua pihak yang telah
secara aktif ikut serta guna penyempurnaan rumusan materi dua rancangan undang-
undang ini. Apabila ada kesalahan baik dalam proses pembahasan maupun dalam
penyampaian laporan ini dengan kerendahan hati kami mohon untuk dimaafkan.
Selanjutnya perkenankanlah kami menyampaikan dua rancangan undang-
undang ini kepada Rapat Paripurna untuk diambil keputusannya dan selanjutnya
mendapatkan persetujuan bersama untuk disahkan menjadi undang-undang.
Terima kasih.

Wallahu Muwafiq Illa Aquamiththoriq, Wabillahi Taufiq Walhidayah,


Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 17 Februari 2015


KETUA KOMISI II DPR RI

ttd

RAMBE KAMARUL ZAMAN


A-236

KETUA RAPAT:

Kami sampaikan kepada Saudara Rambe Kamarul Zaman yang telah


menyampaikan laporan Komisi II DPR RI terhadap RUU Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota menjadi undang-undang dan RUU Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Menjadi
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menjadi undang-undang.
Untuk selanjutnya kami akan menanyakan kepada fraksi-fraksi dan
Anggota Dewan, apakah RUU tersebut dapat disetujui. Untuk itu kami akan meminta
31

persetujuan masing-masing per fraksi, yang pertama kami meminta persetujuan untuk
kedua RUU tersebut dari Fraksi PDI Perjuangan kami persilakan.

INTERUPSI/F-PD (Drs. AYUB KHAN, M.Si.):

Interupsi Pimpinan, Pimpinan interupsi.

KETUA RAPAT:

Silakan.

INTERUPSI/F-PD (Drs. AYUB KHAN, M.Si.):

Interupsi Pimpinan, Ayub dari Dapil V Jatim, Jember, Lumajang, Nomor


Anggota 431 dari Fraksi Partai Demokrat.

KETUA RAPAT:

Silakan.

F-PD (Drs. AYUB KHAN, M.Si.):

Kami meminta kepada Pemerintah agar serius menangani TKI yang masih
banyak terlantar. Jangan ada oknum-oknum yang membebani TKI kita dengan biaya
siluman, jangan biarkan TKI kita disiksa di luar negeri, itu yang pertama.
Yang kedua, kami meminta agar BPJS yang baru saja mendapatkan dana
talangan 5 triliun benar-benar menyalurkannya dengan tepat sasaran memperbaiki
layanan dan juga jangan ada pembayaran yang telat.
Yang ketiga, kami meminta kepada Pemerintah untuk serius menaikkan
anggaran kesehatan 5% sesuai dengan amanat undang-undang.
Terima kasih.

Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

F-PD (WILLEM WANDIK, S.Sos.):

Interupsi Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Silakan.

F-PD (WILLEM WANDIK, S.Sos.):

Baik, saya Willem Wandik dari Partai Demokrat, Nomor Anggota 456. Pada
kesempatan ini kami mohon izin, negara ini adalah begitu luas dan oleh sebab itu pada
32

kesempatan ini saya mau menggunakan hak saya untuk menyampaikan kepada kita
semua dan juga Pemerintah, kepada penyelenggara negara di pusat ini bahwa
Indonesia ini begitu luas dan tidak boleh penyelenggara negara di pusat ini lebih khusus
di Jakarta ini tidak boleh menentukan definisi sendiri, parameter sendiri, dan perlu
meninjau kembali, perlu melakukan diagnosa terhadap karakteristik yang ada di
Indonesia ini terkait dengan persoalan-persoalan regional.
Untuk itu saya mau tanya sejauhmana melakukan peninjauan kepada
seluruh daerah di Indonesia ini, karena tidak bisa kita menentukan sesuai dengan….

INTERUPSI/ANGGOTA:

Interupsi Pimpinan, kita berharap Pimpinan kembali kepada empunya.

INTERUPSI/ANGGOTA:

Pimpinan harus tegas Pimpinan, kita menanggapi dulu RUU Pilkada baru
diberikan kesempatan untuk yang lainnya.
Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik, sudah cukup Pak?

F-PD (WILLEM WANDIK, S.Sos.):

Karena tentu masing-masing daerah punya karakteristik yang berbeda-


beda, di mana kita perlu melihat kembali masing-masing daerah itu tentu punya tingkat
partisipasi yang beda, tingkat karakteristik yang beda., tingkat cost politik yang begitu
berbeda, tidak bisa kita menentukan definisi dan parameter sendiri sesuai dengan
pandangan dan kondisi yang ada di Jakarta. Untuk itu perlu ada kriteria tersendiri, perlu
adanya pengecualian kepada daerah-daerah tertentu seperti di Papua, seperti daerah
saya. Itu yang saya tanya.

KETUA RAPAT:

Baik.

Sidang Dewan yang kami hormati,

Bisa kita lanjutkan dulu pandangan dan persetujuan apakah setuju atau
tidak untuk kedua RUU tersebut, dari Fraksi PDI Perjuangan. Kami persilakan dulu dari
Fraksi PDI Perjuangan.
Setuju?

F-PDIP (Drs. SIRMADJI, M.Pd.):

Terima kasih.
Jadi sudah dilaporkan, nama Sirmadji Nomor 199. Jadi tadi dari PDI
Perjuangan tadi juga sudah dilaporkan oleh Pak Ketua Dewan, Ketua Komisi bahwa
seluruh fraksi tanpa kecuali PDI Perjuangan telah sepakat untuk meneruskan hasil
33

pembicaraan Tingkat I ke Tingkat II untuk kemudian ditetapkan menjadi Undang-


Undang. Jadi sekali lagi kita setuju dan mari kita bersama-sama ke depan
melaksanakan Undang-Undang yang baru kita sempurna itu dengan sebaik-baiknya.
Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

INTERUPSI/SUPRIATNO:

Pimpinan,
Interupsi Pimpinan.

Pimpinan, Interupsi.

KETUA RAPAT:

Ya silakan.

INTERUPSI/SUPRIATNO:

Supriatno.
Saya kira Pimpinan karena semua fraksi sudah setuju, sebaiknya Pimpinan
sampaikan langsung ke floor saja. Kalau sudah setuju semua, langsung diketok semua
Pimpinan biar lebih cepat.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya soalnya ada yang mau menyampaikan pandangan juga 1 atau 2 fraksi.


Jadi saya persilakan, saya gilir saja biar cepat. Kemudian dari Fraksi Partai Golkar,
kalau tidak ada langsung.

F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Mujib Rohmat, A-270, dari Fraksi Partai Golongan Karya.


Setelah mengikuti seluruh pembahasan tahapan-tahapannya dengan
serius, dan memperhatikan kesepakatan Tingkat I di Komisi serta Laporan dari Ketua
Komisi II, dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim Fraksi Partai Golongan Karya
menerima, menyetujui 2 RUU Inisiatif itu menjadi Undang-Undang.
Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


34

KETUA RAPAT:

Baik.
Terima kasih Pandangan Fraksi Partai Golkar.
Selanjutnya kepada Fraksi Partai Gerindra dipersilakan.

F-GERINDRA (Drs. H. ANDI NAWIR, M.P.):

Andi Nawir A-391 Pak.

Bapak Ketua yang saya hormati,

Setelah mendengarkan tadi Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan


Gubernur pada Pasal 7 Ayat (d) Persyaratan Calon Gubernur maupun Wakil Gubernur
serta Bupati dan Wakil Bupati dan Walikota, persyaratan itu telah ditetapkan untuk bagi
Tentara Nasional maupun Polisi serta Pegawai Negeri Sipil harus mengundurkan diri
dari Pegawai Negeri. Untuk itu, saya kira ayat ini terlalu kejam. Apa tidak bisa hanya
mengambil cuti bagi tentara maupun pegawai negeri yang akan masuk calon selaku
wakil gubernur.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Oke, bisa kita lanjutkan ya?


Itu sebagai catatan masukannya.
Fraksi Partai Demokrat.

F-PD (Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si):

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Pimpinan, Saya Wahidin Halim Dapil III Banten.


Yang pertama, bahwa sampai hari ini Partai Demokrat sepakat untuk
menjadi Undang-Undang. Hanya ada beberapa catatan yang perlu saya sampaikan.
Yang pertama bahwa kita harus tegas untuk menyatakan sengketa hasil pilkada
ditangani oleh MK mengingat kemarin terjadi multi tafsir tarik menarik antara MA dan
MK, apalagi berkaitan dengan rezim pilkada bukan rezim pemilu. Kalau undang-undang
ini nanti menyatakan secara permanen MK memiliki kewenangan untuk mengadilinya,
maka harus tertuang di dalam undang-undang yang akan kita sepakati. Kalau tidak, kita
harus minta jaminan dari Ketua MK secara resmi agar kita tidak lagi dipontang-panting,
tidak lagi dilempar kanan-kiri bahwa nanti kita khawatir di dalam perjalanan ketika
Pilkada sudah kita selenggarakan, muncul lagi persoalan-persoalan baru atau bisa jadi
akan diyudisial-review oleh kelompok-kelompok orang yang merasa dirugikan. Itu yang
pertama.
Yang kedua, Fraksi Demokrat memandang bahwa uji publik merupakan
suatu media sarana pencerahan dan pencerdasan bagi pemilih dan ini menjadi hak
masyarakat menjadi area publik, mereka berhak untuk ikut menseleksi, ikut mewarnai,
ikut untuk memantau, ikut rekam jejak dan saya pikir juga tidak bermaksud
mengintervensi terhadap kewenangan Partai Politik, karena Tim Uji Publik tidak
memiliki hak sebagai eksekutor, tidak membatalkan tetapi ini merupakan suatu
35

terobosan yang harusnya kita posisikan bagian dari penyelenggaraan Pilkada. Kalau
soal jadwal, saya kira bisa kita sepakati dan sepanjang tidak mengganggu jadwal dan
agenda dari Pilkada itu sendiri, kenapa lalu kita skeptis alergi terhadap uji publik ini
karena saya lihat, menurut saya ini sesuatu yang sangat beradab sekali dalam rangka
membangun demokrasi, masyarakat memang harus dilibatkan.
Demikian saya kira yang bisa saya sampaikan.
Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik.
Terima kasih atas catatan dari Fraksi Partai Demokrat.
Berikutnya, Fraksi Partai Amanat Nasional.

F-PAN (AMRAN, S.E.):

Terima kasih Pak Ketua, dari Fraksi Partai Amanat Nasional.


Dalam pembahasan memang kita akui bahwa banyak dinamika yang
muncul dan pada akhirnya Fraksi Partai Amanat Nasional menyetujui sebagaimana
disampaikan kemarin pada pengambilan tingkat pertama di komisi. Namun ada
beberapa hal yang perlu barangkali menjadi perhatian ke depan, yaitu pertama kalau
kita melihat baik itu Pilkada maupun itu Pemilu sebelumnya ada beberapa hal yang
selalu menjadi persoalan dan problem di lapangan yaitu pada proses rekapitulasi
berjenjang yaitu mulai dari TPS, PPS, PPK, dan KPU. Sebelumnya Fraksi PAN
mengusulkan agar proses rekapitulasi itu cukup dari TPS ke KPU dengan pertimbangan
efisiensi dan mengurangi proses kecurangan dan konflik perjanjian yang terjadi, tetapi
dalam hal ini disepakati bahwa yang ditiadakan itu adalah rekapitulasi di tingkat PPS.
Kenyataan di lapangan ini menjadi perhatian ke depan, bahwa ternyata dari hasil
sengketa Pilkada Pemilu yang banyak terjadi di lapangan itu adalah banyak terjadi di
tingkat PPK, Kecamatan. Oleh karena itu, Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu akan
diberikan amanah ke depan harus betul-betul mencermati dan mengkaji sehingga
persoalan-persoalan seperti ini tidak muncul kembali. Itu yang menjadi catatan.
Kemudian catatan kedua Pimpinan. Dari hasil simulasi baik itu di komisi
maupun itu dilakukan oleh KPU yang nantinya akan diberikan amanah dalam
menyelenggarakan Pilkada, yaitu bahwa ada suasana kebatinan di KPU. Ini menurut
pandangan kami bahwa KPU itu siap, sangat siap untuk menyelenggarakan Pilkada itu
Tahun 2016 sesuai dengan simulasi tahapan yang diberikan kepada kami yaitu mereka
mencantumkan disitu Bulan April Tahun 2016 tetapi atas kesepakatan kita antar DPR
dan Pemerintah pada Bulan Desember 2015, maka sebagai catatan dan perhatian agar
betul-betul Pemerintah bersama dengan KPU sebagai Pembawa Amanah nanti untuk
menjalankannya supaya betul-betul melakukan persiapan yang sangat cermat dan
betul-betul dikaji tahapan-tahapan sehingga proses Pilkada serentak pertama itu tidak
menimbulkan ekses yang akan mempengaruhi pada tahapan Pilkada serentak
berikutnya.
Saya kira begitu saja Pimpinan.
Pada dasarnya bahwa Fraksi PAN menyetujui apa yang sudah
disampaikan tadi oleh Pimpinan dari Komisi II.
36

Billahi Taufiq Wal Hidayah,


Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Wa’alaikumsalam.

Terima kasih Fraksi PAN.


Selanjutnya, Fraksi PKB.
Kami persilakan.

F-PKB (ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Salam sejahtera bagi kita semua.

Yang saya hormati Pimpinan,


Yang saya hormati Menteri Dalam Negeri,
Yang saya hormati semua Anggota DPR RI.

Pimpinan,
Yang pertama, PKB ingin memberikan apresiasi tinggi kepada Pimpinan
Panja dan semua Anggota Panja terutama Anggota Komisi II yang berhasil dengan
sangat cepat menyelesaikan revisi Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 menjadi Draft
yang menurut saya jauh lebih baik ketimbang Draft RUU sebelumnya dan tentu saja
Draft yang ada dalam Perpu. Karena itu, PKB mengucapkan banyak terima kasih dan
mudah-mudahan ini bisa cepat dilaksanakan. Namun demikian Pimpinan, PKB ingin
memberikan catatan dan Alhamdulillah kita bersyukur kalau catatan ini kemudian
menjadi referensi, menjadi evaluasi dan perubahan dalam forum Paripurna yang mulia
ini. Yang pertama Pimpinan dan ini yang, pertama Pasal 201 Pimpinan tentang
peralihan. Pasal 201 itu berbicara tentang Peralihan. Disitu ada sekitar 10 ayat dan
beberapa ayat menurut kami perlu ditinjau ulang terutama Ayat (4), Ayat (5), Ayat (6),
dan Ayat (7). Sejak awal baik perdebatan di Panja maupun perdebatan di Komisi II,
PKB minta agar Pilkada serentak secara nasional itu dilakukan lebih cepat lebih baik.
PKB berharap bahwa serentak nasional itu tidak ditunda-tunda, apalagi kemudian
menunda sampai 10 tahun lebih. Kalau kita lihat di Pasal 201 terutama Ayat (7), maka
Pilkada serentak nasional itu dilakukan di Tahun 2007, kita butuh waktu sekitar 10
tahun lebih, kira-kira 12 tahun dari 2015 ini untuk bisa melakukan serentak nasional.
Padahal secara sejak awal kita sepakat bahwa serentak nasional itu untuk bukan hanya
efisiensi tetapi juga untuk sebagai upaya atau langkah untuk menertibkan kalender
politik kita karena 2,5 tahun sebelum dan sesudahnya ada Pilihan Presiden, Pilihan
Legislatif dan sebagainya itu.
Nah karena itu, dalam forum ini PKB tetap mengusulkan agar Pilkada
secara serentak nasional di Ayat (7) itu tidak di 2007 tetapi di 2022, Pimpinan. Jadi
pertama kita akan melakukan Pilkada serentak nasional di 2015 Desember, kemudian
di 2017 awal, kemudian di 2018 Juni dan akhirnya kita akan punya Pilkada serentak
nasional nanti di Tahun 2022. Kami mengusulkan kenapa di 2022, itu tadi. Yang
pertama, kita ingin agar kita punya Pilkada serentak nasional lebih cepat. Yang kedua
Pimpinan, bahwa Pilkada Tahun 2022 itu sama konsekuensinya dengan Pilkada Tahun
2027. Ada Pilkada yang lebih 1 tahun, yang pas 5 tahun, kemudian bisa mengurangi 1
37

tahun. Artinya apa? Kita sekali lagi mengusulkan dan mudah-mudahan ini bisa disetujui
oleh Forum Paripurna, bahwa kita bisa Pilkada serentak nasional sebetulnya di Tahun
2022 dan bukan di Tahun 2027.
Yang terakhir catatan PKB Pimpinan, apapun sikap teman-teman fraksi-
fraksi tentang catatan PKB, kita tetap setuju dan sepakat dengan perubahan atau revisi
Undang-Undang No. 1 Tahun 2015.
Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik.
Terima kasih atas catatannya dari Fraksi PKB.
Selanjutnya, dari Fraksi PKS.
Kami persilakan.

F-PKS (H. MUSTAFA KAMAL, S.S.):

Terima kasih Pak Ketua.

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Mustafa Kamal, A-92, Dapil Sumsel I.


Terima kasih atas waktunya.
Kami dengan berbesar hati setelah mengikuti dengan cermat, tahap demi
tahap pembahasan revisi terbatas Rancangan Undang-Undang untuk Pilkada dan
Pemda, pada dasarnya kami dapat menerima sepenuhnya berbagai revisi yang sudah
dilakukan secara intensif dan oleh karenanya kami juga mengucapkan apresiasi dan
terima kasih kepada utamanya Pemerintah yang mempunyai komitmen tinggi sehingga
Pak Mendagri siap untuk lembur sampai dini hari dan juga Hari Minggu, pada waktu
hari libur kita tetap bekerja sehingga akhirnya pada hari ini kita bisa mengesahkan
Rancangan Undang-Undang Pilkada dan Pemerintahan Daerah ini sebagai suatu hal
yang bersejarah. Mudah-mudahan Allah SWT memberkahi langkah kita kedepan untuk
memperbaiki demokrasi kita.
Terima kasih.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih kepada Fraksi PKS.


Selanjutnya kami persilakan Fraksi PPP.

F-PPP (H. ARSUL SANI, S.H., M.Si.):

Terima kasih Pimpinan.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Arsul Sani, Dapil Jawa Tengah X, A-528.


38

Pimpinan yang kami hormati,


Para Anggota Dewan yang kami hormati,
Pak Menteri Dalam Negeri beserta jajaran Pemerintah yang hadir pada hari ini
yang kami hormati,

Izinkanlah kami menyampaikan pandangan Fraksi PPP terhadap RUU


Pilkada ini. Setelah menyimak dan mengikuti proses pembahasan yang begitu intensif,
baik di Komisi II, di Baleg dan kemudian di Panja, secara prinsip Fraksi PPP dapat
menerima dan menyetujui RUU Pilkada yang akan disahkan pada Paripurna pada hari
ini.
Namun demikian, izinkan kami menyampaikan beberapa catatan untuk
melengkapi pengesahan yang akan dilakukan pada hari ini. Yang pertama mengenai uji
publik, walaupun uji publik ini dihapus dari tahapan Pilkada, Fraksi PPP meyakini
bahwa substansi dari uji publik harus tetap menjadi bagian penting dari proses
rekrutmen calon yang akan dilakukan oleh Parpol atau gabungan Parpol dan juga dari
perseorangan. Semangatnya adalah memberi ruang yang luas kepada masyarakat
untuk mengenal dan mengetahui calon lebih jauh.
Yang kedua, ini yang menyangkut Pasal 1 angka 20 dan Pasal 23 ayat 5
tentang pengawas di TPS. Walaupun telah disepakati bahwa akan ada tim pengawas di
TPS ini, namun kedepan kami Fraksi PPP mengusulkan agar pengawasan ini lebih
dititikberatkan kepada penggunaan teknologi rekapitulasi suara yang tentu teknisnya
diharapkan Pemerintah beserta dengan KPU sebagai penyelenggara Pilkada akan
menindaklanjutinya. Saya kira dua itu saja catatan yang ingin kami sampaikan.

Wallahulmuwwafiq Ilaa Aqwamiththoriq,


Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Fraksi PPP.


Selanjutnya kami persilakan Fraksi Partai Nasdem.

F-NASDEM (AHMAD H. M. ALI, S.E.):

Terima kasih Pimpinan.


Seperti dimaklumi bahwa pembahasan perubahan rancangan undang-
undang ini dilakukan secara intensif, hasilnya secara prinsip sebenarnya telah
disepakati untuk disetujui dalam Rapat Tingkat I kemarin. Namun kami tetap
memberikan catatan terkait dengan rencana keputusan Tingkat II ini, pertama,
mengenai kampanye yang diatur dalam Pasal 65 itu kampanye terbatas. Saya coba
lihat di penjelasan, tidak ada ada penjelasan apa yang dimaksud dengan kampanye
terbatas sehingga ini bisa menimbulkan multi interpretasi, ini sekedar catatan.
Yang kedua mengenai ambang batas. Ambang batas kemenangan yang
0% itu menurut pandangan Fraksi Partai Nasdem ini sangat liberal. Bahwa Pilkada
harus diselenggarakan secara efisien baik dari segi waktu maupun biaya, iya, tetapi
dukungan legalitas seorang calon terpilih itu penting. Jadi legitimasi seorang calon
terpilih itu penting dalam rangka penguatan sistem demokrasi kita di lapangan, di
daerah, begitu saja Pimpinan.
39

Dan dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, Fraksi Partai Nasdem


menyatakan menerima Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 1 dan Nomor 2 diterima menjadi undang-undang.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.
Berikutnya Fraksi Partai Hanura kami persilakan.

F-HANURA (H. DADANG RUSDIANA, S.E., M.Si.):

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pimpinan dan Anggota DPR yang kami hormati,

Apa yang sudah dilaporkan oleh Ketua Komisi II itu sudah mewadahi
beberapa masukan kemudian perbincangan-perbincangan yang sempat kita
perdebatkan pada rapat-rapat sebelumnya. Oleh karena itu Fraksi Partai Hanura
menerima Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
menjadi Undang-Undang. Demikian juga kami menerima Rancangan Undang-Undang
Republik Indonesia tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang.
Demikian terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih.

Sidang Dewan yang terhormat,

Ini saatnya kita untuk menanyakan kembali apakah RUU tentang


Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota dan RUU tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dapat disetujui untuk
disahkan menjadi undang-undang?

INTERUPSI/F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si.):

Interupsi Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Ya silakan.
40

INTERUPSI/F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si.):

Terima kasih.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Terkait apa yang disampaikan oleh pembicara terdahulu khususnya Pasal 7


ayat d yang antara lain mengatakan mengundurkan diri sebagai anggota tentara dan
pegawai negeri sipil dan polisi. Kami tetap mengusulkan agar pengunduran diri
sementara sebagaimana pasal-pasal dan undang-undang Pemerintahan sebelumnya.
Ini baru mendaftar sudah berhenti menjadi tentara, sudah berhenti menjadi polisi dan
sudah berhenti menjadi pegawai negeri sipil. Kita mengetahui bersama bahwa
demokrasi equality, kebersamaan, kesetaraan, oleh sebab itu, Pimpinan, kami
mengusulkan pasal ini ditambah mengundurkan diri sementara, kalau toh dia sudah
terpilih, silakan mengundurkan diri, tapi jangan saat dia mendaftar sebagai calon
Bupati, calon kepala daerah, yang bersangkutan sudah harus berhenti menjadi PNS. Ini
usul kami dan saya mohon kalau ini menjadi keputusan, saya minta agar ini menjadi
catatan dari kami Azikin Solthan A-389 yang mengatakan tidak setuju.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, ya silakan.

F-GERINDRA (Drs. H. SJACHRANI MATAJA, M.M., M.B.A.):

Pimpinan,
Sjachrani Mataja, 385.
Kita tadinya berharap bahwa undang-undang yang akan kita sahkan hari ini
tentang Pilkada itu banyak perubahan. Pengalaman kita, saya sendiri sebagai bupati
10 tahun berpasangan satu paket itu sangat menjadi masalah. Dua wakil yang bersama
saya itu selalu tidak cocok dan ini tidak hanya kepada daerah saya tapi juga kabupaten
lainnya. Mestinya tadi sesuai dengan Perppu itu, kita tunjuk gubernurnya, kemudian
bupatinya atau walikotanya baru dia menunjuk seperti yang terjadi sekarang seperti di
DKI ini. Saya kira ini sebagai renungan saja.
Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih.


Ya terakhir ya?

F-PD (WILLEM WANDIK, S.Sos.):

Baik, saya tegaskan kembali bahwa saya Willem Wandik mengharapkan


supaya untuk Papua perlu ada pengecualian, karena tentu kondisi Papua sangat jauh
berbeda dengan di luar Papua, antara langit dan bumi. Di sana itu rawan konflik dan
cost politiknya begitu tinggi dan juga tingkat partisipasinya juga jauh sekali. Oleh sebab
41

itu dalam pembahasan ini RUU Pilkada ini, kami dari Fraksi Demokrat mendukung tapi
khususnya untuk Papua perlu ada pengecualian, perlu ada kajian lebih dalam, tidak
bisa disamakan dengan di luar Papua.
Sekian dan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, kita tampung semua catatan-catatan tersebut ya, baik.

Sidang Dewan yang kami hormati,

Saya kira kita tiba saatnya untuk mengambil suatu keputusan, apakah RUU
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan RUU tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dapat kita
sahkan untuk menjadi undang-undang?

(RAPAT : SETUJU)

Terima kasih.
Dengan demikian seluruh Fraksi dan Anggota Dewan menyetujui RUU
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan RUU tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah untuk disahkan
menjadi undang-undang.

Sidang Dewan yang terhormat,

Berikutnya kami persilakan Saudara Menteri Dalam Negeri Republik


Indonesia untuk menyampaikan pendapat akhir mewakili Presiden.
Kami persilakan.

MENTERI DALAM NEGERI RI (TJAHJO KUMOLO):

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua,

Yang saya hormati Pimpinan Sidang,


Yang saya hormati Bapak/Ibu Para Anggota Dewan,

Izinkan kami atas nama Pemerintah akan menyampaikan pendapat akhir


Pemerintah berkaitan dengan Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 dan juga
perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 serta Nomor 2 Tahun 2014 dan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015.
42

Pimpinan dan Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati,

Ada kesepakatan dengan yang terhormat Ketua Komisi II, Pak Rambe, apa
yang menjadi paparan tadi dalam tanggapan sambutan Pak Rambe hampir sama
dengan apa yang menjadi poin-poin catatan dari pendapat akhir Pemerintah. Kalau
saya bacakan semua akan menyita waktu cukup panjang, mohon izin, akan kami
sampaikan singkat poin-poin tapi pendapat akhir tertulis yang tebalnya hampir sama
yang dibacakan oleh yang terhormat Bapak Ketua Komisi II menjadi bagian yang tidak
terpisahkan.

Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati,

Yang pertama, mencermati sebuah proses penetapan Perppu Nomor 1


Tahun 2014 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 antara Pemerintah, DPR dan DPD
punya kesamaan pandang yang sama sehingga dalam waktu tempo yang sesingkat-
singkatnya sudah bisa diputuskan dalam Sidang Paripurna dan dengan cepat
Pemerintah sudah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 dan Nomor 2 Tahun 2015.
Dari hasil pandangan mini fraksi-fraksi, menyepakati perlu adanya revisi
dari Undang-Undang Nomor 1 dan Nomor 2. Oleh karenanya semangat musyawarah
kebersamaan antara Pemerintah yang terhormat Anggota DPR dan yang terhormat dari
Komite I DPD mulai dari pembahasan awal sampai tim perumus kemudian melakukan
lobi-lobi pendekatan, baik dengan MA, dengan MK, dengan seluruh pakar mampu untuk
waktu yang cepat merumuskan hal-hal yang sudah menjadi kesepakatan awal dari
pandangan mini seluruh fraksi-fraksi baik dalam Panja ini.
Yang kedua, Pemerintah sangat menghargai semangat musyawarah
mufakat untuk merumuskan berbagai substansi yang menjadi agenda penting dalam
perubahan kedua rancangan undang-undang ini, walaupun kami sampaikan kepada
yang terhormat Pimpinan dan Bapak/Ibu sekalian, seluruh Anggota Komisi II DPR RI
yang terhormat, sampai pagi merumuskan ini dengan hadir semua dengan tertib dan
lancar sehingga substansi-substansi yang menjadi agenda penting itu bisa menjadi
suatu titik temu bersama dengan Pemerintah untuk bisa disepakati bersama pada hari
ini.
Yang kedua, pemerintah perlu pada forum yang terhormat ini
menyampaikan bahwa perlunya komitmen partai politik atau gabungan partai politik
secara di sini mengusung pasangan calon Pilkada ini untuk disosialisasikan kepada
masyarakat di daerah pemilihan itu. Sehingga masyarakat yang mempunyai hak politik,
mempunyai pilihan politik mampu untuk memilih pemimpin di daerahnya yang amanah,
yang mampu melaksanakan tugas-tugas konstitusi untuk pemerataan pembangunan
dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Yang ketiga, bahwa dalam upaya mensinergikan dan mengoptimalkan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan antara pusat dan daerah,
pemerintah menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh Anggota Panja dan
DPD bahwa komitmen Perpu itu adalah Pilkada serentak yang dimulai dari Tahun 2015.
Ini disepakati bersama bahwa pelaksanaan Pilkada dimulai Tahun 2015, termasuk
pelaksanaan Pilkada Juli 2016 itu diajukan.
Kita punya tanggung jawab yang sama antara pemerintah dan partai politik
serta Bapak Ibu sekalian Anggota Dewan yang terhormat bahwa Tahun 2019 kita
punya agenda Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden secara bersamaan. Sehingga
masukan KPU, masukan Bawaslu, seluruh pertimbangan teman-teman Fraksi DPR dan
DPD supaya tahapan-tahapan pelaksanaan Pemilu langsung 2015 dan juga tahapan di
43

2019 khususnya ada waktu yang cukup sehingga pelaksanaan Pilkada serentak tidak
2018 tetapi di Tahun 2017, termasuk yang 2020 tentunya proses Pileg dan Pilpres akan
berakhir 20 Oktober 2019, tidak memungkinkan waktu yang singkat buat penyelenggara
Pilkada, maka waktunya akan diagendakan pada setelah Tahun 2020. Yang disepakati
ini mudah-mudahan tidak akan ada perubahan lagi dari yang terhormat Anggota Dewan
terpilih pada Pemilu Tahun 2019 yang akan datang.
Yang terakhir, atas nama pemerintah menyampaikan penghargaan ucapan
terima kasih kepada Pimpinan yang juga ikut terjun berkonsultasi dengan MK dan MA.
Kemudian seluruh Anggota Komisi II, seluruh Pimpinan Fraksi yang telah bersama-
sama dalam waktu yang sesingkat-singkatnya ini mampu merumuskan beberapa revisi-
revisi perubahan dari Undang-Undang Nomor 1 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2015 untuk menyempurnakan agar pelaksanaan demokrasi melalui Pilkada langsung ini
dapat berjalan lebih baik.
Yang kedua, atas nama pemerintah menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Sekretariat Jenderal DPR, pada Sekretariat Komisi II yang sampai subuh
membantu penuh seluruh materi-materi penggandaan materi untuk menyukseskan
pembahasan revisi kedua undang-undang.
Yang ketiga, juga kami sampaikan kepada seluruh para pengamat KPU,
Bawaslu yang juga menyumbangkan pemikiran-pemikirannya termasuk khususnya
teman-teman pers yang meliput mengikuti mulai proses Panja sampai hari ini, sehingga
bisa menyampaikan kepada masyarakat apa-apa yang telah dibahas dengan seksama
oleh Anggota Dewan, Wakil DPD dan pemerintah.

Pimpinan dan Bapak Ibu sekalian yang saya hormati,

Demikian pendapat akhir pemerintah secara singkat yang seharusnya ada


13 poin sebagaimana tadi yang disampaikan oleh Ketua Komisi II, ini merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari pendapat pemerintah secara resmi.
Kami atas nama Kementerian Dalam Negeri, atas nama Kementerian
Hukum dan HAM menyampaikan mohon maaf apabila dalam pembahasan ini ada hal-
hal yang mungkin kurang berkenan, khususnya yang terhormat pada Bapak dan Ibu
Anggota Komisi II DPR RI dan kepada Pimpinan DPR RI.
Sekian.
Terima kasih.

Wabillaahittaufik walhidayah.
wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih kami sampaika kepada yang terhormat Saudara Menteri


Dalam Negeri Republik Indonesia, yang telah menyampaikan pendapat akhirnya
mewakili Presiden.
Sekarang kami akan menanyakan kepada Sidang Dewan yang terhormat
apakah RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan RUU tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dapat
disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?
44

(RAPAT: SETUJU)

Terima kasih.
Melalui forum ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia beserta seluruh jajarannya atas segala peran serta dan kerja sama yang
telah diberikan selama pembahasan rancangan undang-undang tersebut.
Perkenankan pula kami atas nama Pimpinan Dewan menyampaikan
penghargaan dan terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI serta
Sekretariat Jenderal DPR RI yang bersama-sama telah menyelesaikan rancangan
undang-undang tersebut dengan baik.

Sidang Dewan yang kami hormati,

Dengan demikian selesailah acara pertama Rapat Paripurna Dewan pada


hari ini. Sebelum kita masuki acara berikutnya, rapat akan kita tunda beberapa saat
untuk memberi kesempatan kepada yang terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri dan
beserta jajarannya untuk meninggalkan ruang sidang. Kepada para Anggota Dewan
untuk tetap di tempat masing-masing.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Saudara Menteri Dalam Negeri.

Sidang Dewan yang kami hormati,

Mari kita lanjutkan acara kedua Rapat Paripurna hari ini yaitu laporan
Mahkamah Kehormatan Dewan terhadap Rancangan Peraturan DPR RI tentang Kode
Etik DPR RI dan Rancangan Peraturan DPR RI tentang Tata Cara Beracara Mahkamah
Kehormatan DPR RI, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan.
Untuk itu kami persilakan kepada Pimpinan Mahkamah Kehormatan DPR
RI, yang terhormat Saudara Dr. K.H. Surahman Hidayat, MA., untuk menyampaikan
laporannya.
Kami persilakan.

KETUA BADAN KEHORMATAN (Dr. K.H. SURAHMAN HIDAYAT, M.A. /F-PKS):

Bismillaahirrohmaanirrohiim.

LAPORAN PIMPINAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN


MENGENAI
RANCANGAN PERATURAN DPR RI
TENTANG
KODE ETIK DAN PERATURAN DPR RI
TENTANG
TATA BERACARA MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN
KE HADAPAN RAPAT PARIPURNA,
Selasa, 17 Februari 2015.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.


Salam sejahtera bagi kita semua.

Yang terhormat Pimpinan Dewan, sekaligus Pimpinan Rapat Paripurna,


45

Yang terhormat para Anggota Dewan,


Hadirin sekalian yang berbahagia.

Pertama-tama, marilah kita bersyukur kekhadirat Allah SWT., bahwa dalam


suasana sehat wal’afiat kita dapat menunaikan kewajiban kita sebagai pemangku
amanah kuasa daulat rakyat untuk membahas Rancangan Tata Tertib, Rancangan
Peraturan DPR RI tentang Kode Etik dan Tata Beracara Mahkamah Kehormatan
Dewan.

Hadirin yang kami hormati,

Pada Rapat Paripurna DPR RI tanggal 27 Januari 2015 memutuskan untuk


menunda pengesahan Peraturan DPR RI tentang Kode Etik dan Tata Cara Beracara
MKD untuk lebih disempurnakan lagi sesuai dengan catatan dan masukan Anggota.
Menindaklanjuti keputusan Rapat Paripurna ini, Mahkamah Kehormatan
Dewan kembali mengirimkan surat kepada Pimpinan Fraksi-fraksi untuk ketiga kalinya
dalam rangka meminta masukan terhadap kedua rancangan peraturan tersebut dengan
tentu saja mengkoordinasikan masukan dan catatan dari para Anggota, baik dalam
Rapat Paripurna maupun sesudahnya. Alhamdulillaah semua Fraksi telah merespon
dengan positif dan mengirimkan masukan dan catatan-catatannya kepada Sekretariat
MKD. Kemudian Mahkamah Kehormatan Dewan melaksanakan konsinyering secara
maraton di Wisma Griya Shaba Kopo dan dilanjutkan dengan rapat-rapat di DPR RI
untuk membahas berbagai masukan-masukan tersebut.
Alhamdulillaah pembahasan dilaksanakan secara musyawarah dan
mufakat untuk mencapai keputusan-keputusan yang dapat kami sampaikan sebagai
berikut:
Pertama, terkait Rancangan Peraturan DPR RI tentang Kode Etik, ada
pasal-pasal atau ayat yang disepakati untuk didrop dihapus, mengingat pasal dan ayat
tersebut sudah cukup termaktub dalam Undang-Undang MD3 atau dalam Tatib DPR RI,
sehingga tidak perlu diulangi kembali di dalam Kode Etik, yaitu:

1. Pasal 8 Ayat (5) tentang larangan bagi Anggota untuk merokok, makan
dan menonaktifkan, mengaktifkan nada dering selama rapat. Menurut
MKD pasal ini telah tercantum dalam Pasal 258 Peraturan Nomor 1
Tahun 2014 tentang Tatib DPR RI, sehingga tidak diperlukan lagi
dicantumkan kembali di dalam Kode Etik.
2. Pasal 10 Ayat (4) tentang ketentuan mengenai perjalanan dinas atas
biaya pengundang, baik dari dalam maupun luar negeri harus
sepengetahuan Pimpinan DPR. Menurut MKD merupakan pengulangan
dari Pasal 10 Ayat (3) dalam Rancangan Peraturan DPR RI tentang
Kode Etik, sehingga tidak perlu dicantumkan kembali.
3. Pasal 11 Ayat (3) tentang larangan bagi Anggota untuk menjabat
sebagai bendahara fraksi, bendahara partai politik atau bendahara
organisasi merangkap sebagai Anggota Badan Anggaran. Bahwa sesuai
masukan dan pandangan Fraksi MKD berpandangan cukup hal tersebut
diatur dalam norma umum tentang keharusan bekerja secara profesional
dan berintegritas, mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
umum, menghindari tarikan kepentingan pribadi dan golongan
sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) bahwa Anggota
dalam setiap tindakannya harus mengutamakan kepentingan bangsa
46

dan negara dari pada kepentingan pribadi, seseorang dan golongan


serta Pasal 12 bahwa Anggota wajib mendahulukan fungsi tugas dan
wewenangnya sebagai Anggota.
4. Pasal 12 Ayat (2) larangan terhadap Anggota untuk terlibat dalam iklan,
film, sinetron. Menurut Rapat MKD pasal tersebut tidak memerlukan
pencantuman secara spesifik, karena telah tercantum secara eksplisit
dan implisit dalam Pasal 2 Ayat (5) tentang pengutamaan tugas sebagai
Anggota serta Pasal 3 Ayat (2) tentang pembatasan pribadi dalam
bersikap, bertindak dan berperilaku.

Bagian B, ada perubahan redaksional yaitu:


1. Pasal 8 Ayat (5) tentang larangan membawa senjata api dan benda
berbahaya lainnya dalam rapat di dalam atau di luar Gedung DPR. Pada
ketentuan sebelumnya dilakukan perubahan pasal dan ayat tersebut
kurang jelas dalam pelarangannya. Apakah hanya di dalam Gedung
DPR saja atau di luar juga termasuk dilarang. Setelah dilakukan
perubahan larangan tersebut berlaku di dalam dan di luar Gedung DPR.
2. Pasal 17 Ayat (5) tentang larangan bagi tenaga ahli, staf administrasi
anggota dan pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI
menghadiri rapat dan pertemuan yang menjadi tugas, fungsi dan
wewenang Anggota. Menurut Mahkamah Kehormatan Dewan Anggota
dapat mengutus tenaga ahli, staf administrasi anggota atau pegawai di
lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI untuk menghadiri, tapi tidak
dalam rangka mewakili rapat atas nama Anggota. Jadi tidak dalam
rangka mewakili Anggota tersebut dalam rapat atau pertemuan yang
menjadi tugas, fungsi dan wewenangnya.

Bagian C, ada penambahan pasal atau ayat yaitu:


1. Penambahan Ayat (6) dalam Pasal 8 tentang larangan Anggota
menyimpan, membawa dan menyalahgunakan Narkoba. Pasal ini diatur
sebagai salah satu bentuk keprihatinan DPR RI terhadap peningkatan
kejahatan Narkoba di Indonesia.
2. Penambahan Ayat (4) Pasal 13 tentang larangan mengangkat wartawan
sebagai tenaga ahli dan staf administrasi anggota. Pasal ini diatur untuk
mengantisipasi hubungan yang tidak profesional, yang mungkin terjadi
antara Anggota dan wartawan tersebut.
3. Penambahan satu pasal dalam bagian kelima belas tentang etika
persidangan yaitu Pasal 17 tentang etika berbicara dan interupsi serta
larangan berperilaku yang dapat menghambat kelancaran rapat-rapat
DPR.

Bagian Kedua, Rancangan Peraturan DPR RI tentang Tata Beracara.


Selain perubahan pada Rancangan peraturan DPR RI tentang Kode Etik, MKD juga
melakukan pembahasan tentang perubahan untuk Rancangan Peraturan DPR RI
tentang Tata Beracara MKD sebagaimana masukan dalam dan pandangan daripada
Fraksi dan Anggota di dalam Rapat MKD.
1. Penambahan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) tentang
tugas MKD dalam pemberian persetujuan terhadap pemanggilan dan
permintaan keterangan kepada Anggota yang diduga melakukan tindak
pidana baik yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi, tugas dan
47

wewenangnya maupun tidak. Diantara penambahan ketentuan tersebut


adalah menerima surat dari penegak hukum, meminta keterangan dari
pihak penegak hukum dan Anggota serta pihak-pihak terkait dan
mendampingi penegak hukum dalam melakukan penggeledahan atau
penyitaan di tempat Anggota yang diduga melakukan tindak pidana
setelah mendapatkan persetujuan dari MKD.
2. Penambahan ayat pada Pasal 72 dan 73 tentang proses pemberian
persetujuan terhadap pemanggilan dan permintaan keterangan kepada
Anggota yang diduga melakukan tindak pidana dengan menyesuaikan
penambahan ketentuan pada Pasal 2 Ayat (2). Dengan demikian Pasal
72 bertambah menjadi 9 Ayat dan Pasal 73 bertambah menjadi 10 Ayat.
Hal ini diperlukan untuk menjelaskan untuk lebih rinci sebagaimana hak
imunitas Anggota DPR RI seharusnya dijalankan. Ketentuan ini juga
diperuntukan bagi memperkuat penjagaan citra, martabat dan
kehormatan Anggota.
3. Penghapusan ketentuan peralihan sebagai konsekuensi perubahan
Badan Kehormatan DPR menjadi Mahkamah Kehormatan DPR. Jadi
berubah nomenklaturnya juga ada sedikit perubahan tentang fungsi,
tugas dan kewenangannya.

Saudara Pimpinan dan Sidang Anggota Dewan yang terhormat,

Sebelum mengakhiri laporan ini, kami atas nama Pimpinan dan Anggota
Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami didalam melakukan
pembahasan tentang 2 rancangan tersebut yang sampai hari ini Alhamdulillah dapat
diselesaikan dan dapat dilaporkan kembali kehadapan Rapat Paripurna yang terhormat.
Semoga Allah SWT menerima amal kita sebagai amal shaleh dan kita
dapat mencatat sejarah yang baik dalam rangka menjaga dan menjunjung tinggi
marwah, harkat dan martabat DPR RI, ini sebagai pertanggungjawaban kita kepada
rakyat Indonesia.
Terima kasih sekali lagi dan akhirnya besar harapan kami laporan MKD
dengan 2 draft dokumen untuk dapat diterima dan disahkan didalam rapat Paripurna ini,
sehingga menjadi milik kita semua.
Terima kasih.

Billahitaufiq wal hidayah.


Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

KETUA RAPAT :

Terima kasih kami sampaikan kepada Saudara Dr. KH. Surahman Hidayat,
MA. yang telah menyampaikan laporan Mahkamah Kehormatan DPR RI terhadap
rancangan peraturan DPR RI tentang kode etik DPR RI dan rancangan peraturan DPR
RI tentang tata beracara Mahkamah Kehormatan DPR RI.

Sidang Dewan yang terhormat,


48

Sekarang perkenankan kami menanyakan kepada Sidang Dewan yang


terhormat, apakah Rancangan Peraturan DPR RI tentang Kode Etik DPR RI dan
Rancangan Peraturan DPR RI.

INTERUPSI/F-PDIP (H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, S.H.):

Pimpinan, interupsi.

KETUA RAPAT :

Ya, silakan.

INTERUPSI/F-PDIP(H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, S.H.):

Henry Yosodiningrat Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Silahkan, Pak Henry Yoso.

INTERUPSI/F-PDIP(H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, S.H.):

Terima kasih.

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Henry Yosodiningrat, Nomor Anggota A-140 Fraksi PDI Perjuangan, Dapil


Lampung II. Setelah menyimak rancangan yang tadi disampaikan, saya melihat bahwa
rancangan peraturan tersebut masih belum mencakup nilai-nilai yang seharusnya
dimuat dalam kode etik. Bahwa pada dasarnya kode etik adalah norma moral, sekali
saya tegaskan norma moral yang harus dipedomani, yang dijabarkan dalam pedoman
tingkah laku atau code of conduct dari setiap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, baik
dalam menjalankan tugasnya maupun dalam kehidupan sehari-hari ditengah kehidupan
bermasyarakat yang mencerminkan kehormatan dan martabat sebagai wakil rakyat.
Bahwa dalam kenyataannya rancangan peraturan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia tentang kode etik Dewan Perwakilan Rakyat saya melihat
dicantumkannya berbagai ketentuan yang bukan merupakan pedoman tingkah laku
sebagai penjabaran dari norma moral. Akan tetapi, merupakan bagian dari disiplin
Anggota yang seharusnya atau setidaknya lebih tepat dituangkan dalam peraturan
disiplin Anggota DPR RI.
Sehubungan dengan hal yang saya kemukakan tadi, saya menyiapkan
konsep tetapi secara garis besar saya ingin menyampaikan pokok-pokoknya saja.
Pertama, didalam kosidran seyogyanya dimasukkan bahwa menimbang untuk menjaga
kehormatan, martabat serta citra dan kredibilitas Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia. Maka perlu ditetapkan kode etik dan pedoman tingkah laku bagi setiap
Anggota DPR RI dalam menjalankan tugasnya.
Pada bagian mengingat ada beberapa ketentuan pasal yang salah
dicantumkan. Saya menganjurkan supaya Pasal 235 Jo Pasal 77 Jo Pasal 78 Jo pasal
81 Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MD3. Kemudian, pasal-pasal penting
yang masih perlu dimasukkan mengenai pengertian, harus dijelaskan kode etik Dewan
49

Perwakilan Rakyat yang harus adalah, hal yang harus dipedomani oleh setiap Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Kemudian yang kedua, pengertian dari pedoman tingkah laku atau code of
conduct Anggota DPR RI yang harus menjadi pedoman bagi Anggota Dewan baik
dalam menjalankan tugas maupun dalam pergaulan ditengah-tengah masyarakat.
Kemudian Anggota DPR RI wajib, perlu dimasukkan pasal tertentu wajib menjunjung
tinggi dan menjaga kehormatan serta martabat sebagai wakil rakyat dan sebagai
pejabat negara.
Oleh karenanya, dalam kehidupan sehari-hari wajib menjaga kehormatan,
kewibawaan, harkat dan martabat serta memberikan contoh atau menjadi tauladan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masih perlu dicantumkan
juga pasal, bahwa Anggota DPR RI wajib menjunjung tinggi Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 mematuhi sumpah jabatan, peraturan perundang-undangan yang
berlaku, penuh pengabdian dan rasa tanggung jawab kepada diri sendiri, bangsa dan
Tuhan Yang Maha Esa dan wajib menjauhkan diri dari perbuatan tercela.
Pasal yang perlu ditambahkan juga mengenai pedoman tingkah laku.
Anggota DPR RI harus mencerminkan sikap sebagai seorang negarawan dalam
menyelesaikan berbagai konflik ditengah-tengah masyarakat, harus infarsial tidak
memihak kepada kelompok atau golongan. Akan tetapi, senantiasa menjadi penengah
untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang arif dan bijaksana dengan
mengedepankan prinsip-prinsip musyawarah dan mufakat.
Hal yang merupakan tadi keharusan sekarang larangan. Dalam
menjalankan fungsi wewenang dan tugas dan haknya sebagai Anggota DPR RI
dilarang meminta dan / atau menerima pemberian atau fasilitas dari mitra atau pihak-
pihak lain yang berkaitan dengan fungsi, wewenang dan tugas serta haknya sebagai
Anggota DPR RI.
Anggota DPR RI dilarang menyampaikan kepada publik mengenai hal-hal
yang dibicarakan dan diputus dalam rapat yang dinyatakan tertutup. Anggota DPR RI
dilarang memanfaatkan jabatan yang dimilikinya untuk kepentingan yang bersifat
pribadi. Anggota DPR RI dalam menyampaikan perbedaan pendapat baik dengan
teman sejawat maupun dengan teman lainnya, baik dalam persidangan atau ditempat
lain, baik melalui media cetak maupun media elektronik, dilarang menyerang
kehormatan sesama sejawat ataupun hal lain yang bersifat pribadi atau yang bersifat
tendensius.
Anggota DPR RI wajib memelihara dan memupuk kesetiakawanan menjaga
martabat dan nama baik serta saling menghargai antara sesama teman sejawat. Hal-
hal lain yang saya menaruh catatan tersendiri mengenai larangan membawa senjata
api masih bisa ditolelir kalau untuk didalam lingkungan DPR RI, tapi kalau itu diperluas
saya sebagai Anggota DPR RI berkeberatan karena setiap orang mempunyai tingkat
ancaman yang berbeda-beda, terlebih lagi senjata api bagi seorang Anggota DPR RI
tertentu diberikan dengan izin yang sah dari institusi kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Itulah pokok-pokok pikiran yang saya sampaikan dan saya sangat menaruh
harapan kepada teman-teman agar mempertimbangkan hal-hal yang saya kemukakan
tadi. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya.

Billahi taufiq wal hidayah.


Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
50

KETUA RAPAT :

Baik, terima kasih.

F-PPP (DR. H. R. ACHMAD DIMYATI NATAKUSUMAH, S.H., M.H., M.Si.):

Dimyati, Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Silakan Pak Dimyati.

F-PPP (DR. H. R. ACHMAD DIMYATI NATAKUSUMAH, S.H., M.H., M.Si.):

Ya, terima kasih Pimpinan.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pimpinan dan Anggota yang saya hormati,

Tadi sudah kita dengarkan dari yang mulia KH. Surahman Ketua
Mahkamah Kehormatan Dewan. Saya melihat banyak perbaikan yang sudah dilakukan
baik redaksional substansi dan pasal, tapi saya melihat hanya 1 pasal didalam tentang
kode etik Pasal 13. Dalam Pasal 13 disana dikatakan wajib dan frasenya wajib tersebut
wajib tersebut di Ayat (2), wajib dan harus itu mengandung unsur sangsi. Ini sangat
akan terjadi saya yakin semua banyak Anggota Dewan nanti yang akan terkena pasal
ini.
Coba kita baca, Pasal 13 Ayat (2) Anggota wajib menjelaskan kepada
wartawan mengenai data dan informasi yang didapatkan dalam rapat. Tiba-tiba ada
yang lupa tidak menginformasikan kepada wartawan salah satu Anggota Dewan yang
ikut rapat, apakah itu kena sangsi? ya kena sangsi karena wajib. Maka frase wajib
sebaiknya diganti dengan dapat. Anggota dapat menjelaskan kepada wartawan
mengenai data dan informasi yang didapatkan dalam rapat dan selanjutnya dan
selanjutnya. Keuntungan kalau liat frase ini redaksional yang ada keuntungan bagi yang
tidak hadir, boleh menyampaikan kepada wartawan, boleh tidak. Nah, oleh sebab itu
wajib tersebut ganti frase nya dengan dapat.
Di Ayat (3) Anggota harus efektif dalam melayani permintaan penjelasan
wartawan. Seyogyanya harus itu diganti dengan agar, sehingga lebih frasenya lebih
lunak dan tidak ada sangsi yang bisa menjerat Anggota Dewan itu sendiri, jadi frase
harus diganti dengan agar. Tadi yang mulia Bapak KH. Surahman, ada tambahan Pasal
13 Ayat (4), seyogyanya Ayat (4) itu sudah ditiadakan didrop, karena tata cara
pengangkatan tenaga ahli atau spoting staff bagi Anggota Dewan itu sudah
diparipurnakan yang lalu dan sudah diputus dalam tata cara pengangkatan TA. Kalau
disini dimasukkan nanti akan menjadi double, double aturan dimana aturan itu
diterapkan didalam kode etik Anggota Dewan. Itulah yang terkait dengan kode etik.
Yang kedua, terkait dengan nah ini penambahan saja, ini sudah ada
kemajuan, tata beracara Mahkamah Kehormatan. Saya berharap ditata beracara
kehormatan Pasal 13 juga dalam penyelidikan. Saya berharap di Pasal 13 Ayat (1)
dimana substansinya adalah MKD dapat melakukan penyelidikan, baik sebelum
maupun pada saat sidang MKD. Saya berharap ditambahkan frase atau redaksional
51

yang intinya adalah untuk pelanggaran berat. Jadi, jangan sampai pelanggaran yang
sifatnya belum jelas pun melakukan penyelidikan dan akhirnya pada Pasal 13 Ayat (8)
disana substansinya dalam hal pelaksanaan tugas penyelidikan sebagaimana
dimaksud pada Ayat (4) MKD dapat bekerjasama dengan aparat penegak hukum. Nah,
kalau pelanggarannya ringan kan tidak perlu. Maka sebab itu, apabila memang
substansi ini dimasukkan, maka dengan sendirinya ditambahkan redaksional untuk
pelanggaran berat, itu Pasal 13.
Dan satu lagi yaitu Pasal 39 tentang tata cara pembentukan tim panel. Di
Ayat (1) Pasal 39 dalam hal MKD menangani kasus pelanggaran kode etik yang
bersifat berat dan berdampak pada sangsi pemberhentian, MKD harus membentuk
panel. Saya berharap ditambahkan yang bersifat ad hoc. Karena disini tidak jelas,
waktunya jelas 30 hari tapi tidak jelas sifatnya, panel ini bersifat tetap atau bersifat ad
hoc. Maka dengan demikian saya berharap karena panel sifatnya temporer, karena
menyangkut juga dengan kegiatan maka lebih baik ditambahkan yang bersifat ad hoc.
Demikian Pimpinan, terima kasih.

KETUA RAPAT :

Baik.

Saudara-saudara sidang Dewan yang kami hormati,

Kita sudah membicarakan ini yang kedua kali di Paripurna dan ini adalah
masa akhir dari Masa Sidang ke-2, apakah kita bisa setujui atau harus kita
sempurnakan kembali?

ANGGOTA:

Sempurnakan kembali.

KETUA RAPAT:

Baik, kalau begitu agar ini lebih sempurna saya kira kita amanatkan kepada
MKAD untuk menyempurnakan dan diagendakan dalam Sidang Paripurna di waktu
yang akan datang. Setuju?

(RAPAT: SETUJU)

Sidang Dewan yang terhormat,

Selanjutnya untuk mempersingkat waktu mari kita masuki acara ke-3 Rapat
Paripurna Dewan hari ini yaitu penetapan kembali mitra kerja Komisi X DPR RI periode
masa keanggotaan 2014-2019. Berdasarkan hasil keputusan Rapat Konsultasi antara
Pimpinan DPR RI dengan Pimpinan fraksi-fraksi pengganti Rapat Bamus DPR RI
tanggal 16 Januari 2015 telah disepakati Badan Ekonomi Kreatif menjadi mitra kerja
Komisi X DPR RI masa keanggotaan 2014-2019. Sesuai dengan peraturan DPR
tentang Tata Tertib Pasal 23 Ayat (5) hasil Rapat Konsultasi disampaikan oleh
Pimpinan DPR dalam Rapat Paripurna untuk ditetapkan.
52

Sidang Dewan yang terhormat,

Kami menanyakan kepada Sidang Dewan yang terhormat, apakah


penetapan kembali mitra kerja Komisi X DPR RI tersebut dapat disetujui untuk
ditetapkan?

(RAPAT: SETUJU)

Baik, terima kasih.

INTERUPSI ANGGOTA:

Interupsi Ketua, dari Komisi X.


Terima kasih, Ketua.

Pimpinan dan Anggota DPR RI yang kami hormati,

Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi atas


ditetapkannya Badan Ekonomi Kreatif menjadi mitra kerja Komisi X. Tapi ada beberapa
hal yang ingin kami sampaikan diteruskan Pimpinan kepada Presiden karena pasca
dikeluarkannya Perpres No. 6 tersebut terkait dengan yang intinya adalah melepaskan
ekonomi kreatif dari Kementerian Pariwisata, dan ini kami melihat bahwa Pemerintah
dalam hal ini tidak siap dalam melahirkan sebuah badan yang kita beri nama Badan
Ekonomi Kreatif sehingga ini akan mempunyai resiko terhadap pembinaan, terhadap
jutaan seniman dan budayawan yang hari ini anggarannya tidak dapat dibahas di DPR
RI.
Kenapa hal ini terjadi, karena pada saat pembahasan APBNP itu dalam
struktur organisasi hanya ada 2 orang. Bagaimana kita memberikan anggaran 1,5
trilyun terhadap sebuah lembaga yang baru diisi 2 orang dan belum ada struktur
organisasi dan tata kelolanya. Jadi kami meminta agar Pimpinan DPR untuk dapat
berkonsultasi mengenai hal ini.
Terima kasih, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik, saya kira ini sangat penting.

INTERUPSI F-PKB (JAZILUL FAWAID, S.Q., M.A.):

Interupsi Pimpinan, dari PKB, Pimpinan.

Yang terhormat Pimpinan dan Anggota Paripurna,

Terkait dengan penetapan mitra Komisi X dan Komisi II, kami dari Fraksi
Partai Kebangkitan Bangsa ketika diputuskan soal mitra komisi, saya ingat betul bahwa
itu ada catatan karena sedang berlangsungnya proses pembahasan APBNP maka
mitra Komisi II dan Komisi X ketika itu terkait dengan Kementerian Dikti dan Ristek,
Kementerian Desa Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, mengacu kepada Undang-
undang MD3, mengacu kepada Tata Tertib, mestinya mitra yang menjadi mitra komisi
53

tidak boleh dobel karena pada tahap pengawasan ketika fungsi anggaran itu
menyulitkan secara teknis dan hampir tidak dimungkinkan.
Oleh sebab itu Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa memohon kepada forum
yang terhormat ini agar mitra kerja komisi diputuskan untuk hanya satu saja. Sehingga
tidak terjadi lagi misalkan satu Pimpinan Komisi atau dalam Rapat Komisi tertentu
berbeda kesimpulan dengan komisi yang lain padahal mitranya sama. Oleh sebab itu
mohon kearifan Pimpinan untuk meninjau kembali soal mitra Komisi X yaitu
Kementerian Dikti dan Komisi II dan Komisi V Kementerian Desa dan Transmigrasi.
Terima kasih, Pimpinan.

F-PG (Drs. A. H. MUJIB ROHMAT):

Pimpinan, Mujib Rohmat, Pimpinan, ingin menambahkan.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Sejalan dengan pikiran yang barusan disampaikan oleh teman dari PKB,
saya kira memang kebetulan kami dari Komisi II kita mengusulkan juga agar kiranya
mitra kita itu hanya bekerjasama dengan satu komisi saja karena kita punya fungsi DPR
sebagai legislasi, fungsi sebagai anggaran dan fungsi sebagai pengawasan.
Kita sudah mengalami kemarin pada saat proses untuk membahas tentang
anggaran di komisi pada hal yang sama, pada waktu yang sama ternyata Pak Menteri
juga menjelaskan ditempat komisi yang lainnya. Sehingga dengan demikian bisa jadi
kesimpulannya bisa berbeda antara satu dengan yang lainnya. Belum lagi nanti Pak
Pimpinan, Pak Ketua, pada saat kita melakukan pengawasan tentu saja masing-masing
pihak punya cara pandang dan punya temuan-temuan yang berbeda dan ini juga akan
menyulitkan bagi mitra kita dari kementerian tertentu itu.
Oleh karena itu kami dari Komisi II meminta kepada Pimpinan DPR RI
untuk meninjau kembali dan memutuskan agar kiranya satu menteri ada satu mitra buat
satu komisi.
Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terkait dengan masukan terakhir, saya kira mengenai mitra komisi lain
yang dobel itu akan kita bicarakan mungkin dalam Rapat Bamus berikutnya.
Dengan demikian, Sidang Dewan yang terhormat, selesailah acara Rapat
Paripurna hari ini selaku Pimpinan kami ucapkan terima kasih.

F-PKB (JAZILUL FAWAID, S.Q., M.A.):

Sebelum ditutup, Pimpinan. Tadi Fraksi PKB memastikan saja bahwa


terkait dengan mitra tadi akan dibahas pada Rapat Bamus berikutnya, itu menjadi
kesimpulan.
Terima kasih.
54

KETUA RAPAT:

Ya, baik, terima kasih.


Kami ucapkan terima kasih, dengan seijin Sidang Dewan perkenankan
kami menutup Rapat Paripurna dengan ucapan Alhamdulillahirrabbilalamin.

Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 13.10 WIB)

Jakarta, 17 Februari 2015


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Jalan Jenderal Gatot Subroto - Jakarta 10270

Nomor : LG/ Cll376 /OPR Rl/l/2015 21 Januari 2015


Sifat : Penting
Derajat : Amat Segera
Lampiran : 1 (satu) berkas
Hal : Persetujuan DPR RI terhadap RUU
tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi
Undang-Undang.
Yth.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Jakarta

Dengan ini Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyampaikan:

RANCANGAN UNDANG-UNOANG REPUBLIK INDONESIA


TENTANG PEN'ETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANT•
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATl, DAN WALIKOTA MENJADI
UNDANG-UNDANG ------------------- .... ----- ..... -

Rancangan Undang-Undang tersebut telah mendapatkan persetujuan


dalam Rapat Paripurna ke-16 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Masa Persidangan II Tahun Sidang 2014-2015 pada tanggal 20 Januari 2015
untuk disahkan menjadi Undang-Undang, sebagaimana tercantum dalam
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 03/DPR
Rl/11/2014-2015.

TEMBUSAN:
1. Wakil Presiden RI;
2. Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI;
3. Menteri Koordinator Bidang Polhukam;
4. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
5. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan;
6. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman;
7. Menteri Dalam Negeri;
8. Menteri Hukum dan HAM;
9. Menteri Sekretaris Negara.
KEPUTUSAN DPR RI
NOMOR: 03/DPR Rl/11/2014-2015

TENTAN:G
· PERSETUJUANDEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PENET APAN PERA TURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN W ALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIKINDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: 03/DPR Rl/11/2014.:2015
TENT ANG

PERSETUJUAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR
1 TAHUN2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR,·BUPATI, DAN .
WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang a. bahwa dengan Surat Presiden Republik Indonesia Nemer


R-56/Pres/1012014 tanggal 2 Oktober 2014, Presiden telah
menyampaikan Rancangan Undang-Undang tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nemer 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
- dan Walikota menjadi Undang-Undang,. untuk dibicarakan · ·
dalam Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
guna mendapatkan persetujuan bersama;

b. bahwa Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud


pada huruf a, telah dibicarakan menurut tingkat-tingkat
pembicaraan dalam Sidang Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia dan telah disetujui bersama oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik
Indonesia untuk disahkan menjadi undang-undang;

c. bahwa persetujuan bersama terhadap Rancangan Undang-


Undang sebagaimana dimaksud pada huruf b, perlu
ditetapkan dengan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
RepubHk Indonesia;

Mengingat 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nemer 17 Tahun 2014 tentang Majelis


Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nemer
182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nemer
5568), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nemer 42 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 383, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nemer 5650);
-2-

3. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik


Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib (Serita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1607).

Memperhatikan Keputusan Rapat Paripurna ke-16 Dewan Perwakilan Rakyat


Republik Indonesia tanggal 20 Januari 2015.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan · KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAK~AT REPUBLIK


INDONESIA TENTANG PERSETUJUAN DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT REPUBLIK INDONESlA TERHADAP RANCANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN
PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI,
DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG.

PERTAMA Menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan


Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi
Undang-Undang, untuk disahkan menjadi undang-undang, setelah
diadakan perubahan dan penyempurnaan sebagaimana terlampir
dalam Keputusan ini.

KE DUA Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada_ tanggal 20 Januari 2015
, ..
,1A.,4,

I -. '.
Sa ~
~ ~l1aW
1--~s
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ••• TAHUN •••

TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTIUNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2014

TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN
WALIKOTA
MENJADI
UNDANG-UNDANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
RAN CAN GAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN
WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa untuk menjamin pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota dilaksanakan secara demokratis sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka
kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat
utama pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota;
b. bahwa kedaulatan rakyat dan demokrasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu ditegaskan dengan
pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
secara langsung oleh rakyat, dengan tetap melakukan
beberapa perbaikan mendasar atas berbagai
permasalahan pemilihan langsung yang selama ini telah
dijalankan;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur
mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak
langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah
mendapatkan penolakan yang luas oleh rakyat dan proses
pengambilan keputusannya telah menimbulkan persoalan
serta kegentingan yang memaksa sesuai Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang;

Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN


PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1,
TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI,
DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG.

Pasal 1
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubemur, Bupati, dan
Walikota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5588) ditetapkan menjadi Undang-Undang dan
mel.ampirkannya .sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
Pasal 2
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JOKOWIDODO
Diundangkan di Ja.karta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN BAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

YASONNA H. LAOLY

2
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR...

Rancangan Undang-undang Republik Indonesia tentang Penetapan


Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, ,:bupati, dan Walikota menjadi Undang-
Undang tersebut diatas dan penjelasannya telah mendapatkan persetujuan
dalam Rapat Paripurna ke-16 Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia Masa Persidangan II Tahun Sidang 2014-2015 pad.a tanggal 20
Januari 2015 untuk disahkan menjadi Undang-undang

Jakarta, 20 Januari 2015

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


WAKIL KETUA,

Dr. AGUS HER.MANTO

3
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RAN CAN GAN


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN
WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

I. UMUM
Untuk menjamin Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
dilaksanakan secara demokratis se bagaimana diamanatkan dalam
Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 maka kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat utama
pelaksanaan Pemilihan Gubemur, Bupati, dan Walikota.

Kedaulatan rakyat dan demokrasi tersebut perlu ditegaskan dengan


pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung
oleh rakyat, dengan melakukan beberapa perbaikan mendasar atas
berbagai permasalahan pemilihan langsung yang selama ini telah
dilaksanakan.

Namun, pembentukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang


Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur mekanisme
pemilihan kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah telah mendapatkan penolakan yang luas oleh
:rakyat dan proses pengambilan keputusannya tidak mencerminkan
prinsip demokrasi.

Selain berdasarkan alasan tersebut di atas, terdapat pertimbangan


mengenai kegentingan yang memaksa sesuai dengan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 yang di dalamnya
memuat tentang persyaratan perlunya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang apabila:
1. adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan
masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;
2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga
terjadi kekosongan hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak
memadai;
3. kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara
membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan
memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang
mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Atas dasar tersebut, maka Presiden telab menetapkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemiliban Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1


Tahun 2014 terse but diatur mengenai KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam
menjalankan tugasnya melakukan seluruh tahapan Pemilihan
Gubemur, Bupati, dan Walikota.

Agar tercipta kualitas Gubernur, Bupati, clan Walikota yang memiliki


kompetensi, integritas, dan kapabilitas serta memenubi unsur
akseptabilitas maka selain memenuhi persyaratan formal administratif
juga dilakukan Uji Publik oleb akademisi, tokob masyarakat, dan
Komisioner KPU Provinsi dan/ a tau KPU Kabupaten/ Kata.

Guna menjamin transparansi dan efisiensi penyelenggaraan Pemilihan


Gubemur, Bupati, dan Walikota maka lembaga penegak bukum wajib
mengawasi pelaksanaan seh.~ruh tahapan Pemilihan Gubemur, Bupati,
dan Walikota.

Pendanaan penyelenggaraan Pemiliban Gubernur, Bupati, dan Walikota


bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan dapat
didukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Adapun pelaksanaan Kampanye difasilitasi oleh KPU Provinsi dan KPU


Kabupaten/Kota dengan menggunakan paradigma efisiensi, efektifitas,
dan proporsionalitas.

Dalam rangka menegakkan supremasi bukum dalam konteks kesatuan


bukum nasional, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tabun 2014 tersebut mengatur penyelesaian baik penyelesaian
untuk perselisihan basil Pemiliban Gubernur maupun perselisiban basil
Pemiliban Bupati dan Walikota di tingkat Pengadilan Tinggi dan dapat
mengajukan permobonan keberatan ke Mahkamah Agung yang
putusannya bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan
upaya bukum lain.

Berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang barus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tabun 2014 tentang Pemiliban Gubernur, Bupati, dan
Walikota, perlu ditetapkan menjadi Undang-Undang.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal2
Cukup jelas.

2
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR •..

Rancangan Undang-undang Republik Indonesia tentang Penetapan


Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-
Undang tersebut diatas dan penjelasannya telah mendapatkan persetujuan
dalam Rapat Padpurna ke-16 Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia Masa Persidangan II Tahun Sidang 2014-2015 pada tanggal 20
Januari 2015 untuk disahkan menjadi Undang-undang

Jakarta, 20 Januari 2015

DEWAN P:SRWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


WAKIL KETUA,

Dr. AGUS HERMANTO

3
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2015
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015
TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan pemilihan gubernur dan


wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota
dan wakil walikota yang demokratis, perlu dilakukan
penyempurnaan terhadap penyelenggaraan pemilihan
gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati,
serta walikota dan wakil walikota;
b. bahwa beberapa ketentuan penyelenggaraan pemilihan
gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati,
serta walikota dan wakil walikota berdasarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota yang telah ditetapkan menjadi Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015, perlu dilakukan perubahan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-
Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi
Undang-Undang;

Mengingat . . .
-2-

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (4), Pasal 20, Pasal 21, dan 22D ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan
Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 5656);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-


UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR,
BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 1


Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656),
diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan . . .
-3-

1. Ketentuan Pasal 1 angka 1, angka 3, angka 4, angka 7,


angka 8, angka 9, angka 10, angka 11, angka 16, angka 21,
angka 24, angka 25, dan angka 28 diubah, serta angka 2
dihapus, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang
selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan
kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan
kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
Wakil Walikota secara langsung dan demokratis.
2. Dihapus.
3. Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur adalah
peserta Pemilihan yang diusulkan oleh partai politik,
gabungan partai politik, atau perseorangan yang
didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum
Provinsi.
4. Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, Calon Walikota
dan Calon Wakil Walikota adalah peserta Pemilihan yang
diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik,
atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar
di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.
5. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara
sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita
untuk memperjuangkan dan membela kepentingan
politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah
17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin yang
terdaftar dalam Pemilihan.

7. Komisi . . .
-4-

7. Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat KPU


adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang
mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang
diberikan tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan
Pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
8. KPU Provinsi adalah lembaga penyelenggara pemilihan
umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum
yang diberikan tugas menyelenggarakan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan ketentuan
yang diatur dalam Undang-Undang ini.
9. KPU Kabupaten/Kota adalah lembaga penyelenggara
pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang yang mengatur mengenai penyelenggara
pemilihan umum yang diberikan tugas
menyelenggarakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta Walikota dan Wakil Walikota berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
10. Badan Pengawas Pemilihan Umum yang selanjutnya
disebut Bawaslu adalah lembaga penyelenggara
pemilihan umum yang bertugas mengawasi
penyelenggaraan pemilihan umum di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan
tugas dan wewenang dalam pengawasan penyelenggaraan
Pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
11. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum yang
selanjutnya disingkat DKPP adalah lembaga yang
bertugas menangani pelanggaran kode etik penyelenggara
pemilihan umum dan merupakan satu kesatuan fungsi
penyelenggaraan pemilihan umum sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan
tugas dan wewenang dalam menangani pelanggaran kode
etik penyelenggara Pemilihan berdasarkan ketentuan
yang diatur dalam Undang-Undang ini.

12. Panitia . . .
-5-

12. Panitia Pemilihan Kecamatan yang selanjutnya disingkat


PPK adalah panitia yang dibentuk oleh KPU
Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilihan di
tingkat Kecamatan atau nama lain.
13. Panitia Pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat
PPS adalah panitia yang dibentuk oleh KPU
Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilihan di
tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
14. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang
selanjutnya disingkat KPPS adalah kelompok yang
dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemungutan
suara di tempat pemungutan suara.
15. Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat
TPS adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara
untuk Pemilihan.
16. Bawaslu Provinsi adalah lembaga penyelenggara
pemilihan umum yang bertugas mengawasi
penyelenggaraan pemilihan umum di wilayah provinsi
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang
mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang
diberikan tugas dan wewenang dalam pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
17. Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten/Kota yang
selanjutnya disebut Panwas Kabupaten/Kota adalah
panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang
bertugas untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan di
wilayah Kabupaten/Kota.
18. Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan yang selanjutnya
disebut Panwas Kecamatan adalah panitia yang dibentuk
oleh Panwas Kabupaten/Kota yang bertugas untuk
mengawasi penyelenggaraan Pemilihan di wilayah
Kecamatan.
19. Pengawas Pemilihan Lapangan yang selanjutnya
disingkat PPL adalah petugas yang dibentuk oleh Panwas
Kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan
di Desa atau sebutan lain/Kelurahan.

20. Pengawas . . .
-6-

20. Pengawas Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya


disebut Pengawas TPS adalah petugas yang dibentuk oleh
Panwas Kecamatan untuk membantu PPL.
21. Kampanye Pemilihan yang selanjutnya disebut Kampanye
adalah kegiatan untuk meyakinkan Pemilih dengan
menawarkan visi, misi, dan program Calon Gubernur dan
Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
22. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
23. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
24. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi yang
selanjutnya disebut DPRD Provinsi atau sebutan lainnya
adalah lembaga perwakilan rakyat daerah di provinsi dan
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah.
25. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang
selanjutnya disebut DPRD Kabupaten/Kota atau sebutan
lainnya adalah lembaga perwakilan rakyat daerah di
kabupaten/kota sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah.
26. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
27. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam negeri.
28. Hari adalah hari kalender.

2. Ketentuan . . .
-7-

2. Ketentuan Pasal 3 ayat (2) dihapus sehingga Pasal 3 berbunyi


sebagai berikut:
Pasal 3
(1) Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara
serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(2) Dihapus.

3. Ketentuan Pasal 4 dihapus.

4. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pasal 5
(1) Pemilihan diselenggarakan melalui 2 (dua) tahapan yaitu
tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan.
(2) Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. perencanaan program dan anggaran;
b. penyusunan peraturan penyelenggaraan Pemilihan;
c. perencanaan penyelenggaraan yang meliputi penetapan
tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan Pemilihan;
d. pembentukan PPK, PPS, dan KPPS;
e. pembentukan Panwas Kabupaten/Kota, Panwas
Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS;
f. pemberitahuan dan pendaftaran pemantau Pemilihan;
g. penyerahan daftar penduduk potensial Pemilih; dan
h. pemutakhiran dan penyusunan daftar Pemilih.
(3) Tahapan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. Dihapus.
b. Dihapus.
c. pengumuman pendaftaran pasangan Calon Gubernur
dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan
Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota;
d. pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota;
e. penelitian . . .
-8-

e. penelitian persyaratan Calon Gubernur dan Calon Wakil


Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
f. penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota;
g. pelaksanaan Kampanye;
h. pelaksanaan pemungutan suara;
i. penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan
suara;
j. penetapan calon terpilih;
k. penyelesaian pelanggaran dan sengketa hasil Pemilihan;
dan
l. pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian tahapan persiapan
dan penyelenggaraan Pemilihan diatur dengan Peraturan
KPU.

5. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pasal 6
(1) KPU Provinsi menyampaikan laporan kegiatan setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur kepada DPRD Provinsi dan KPU dengan
tembusan kepada Presiden melalui Menteri.
(2) KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kegiatan
setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota
kepada DPRD Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada
KPU Provinsi dan Gubernur.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh KPU
Provinsi diteruskan kepada KPU dan oleh Gubernur
diteruskan kepada Menteri.

6. Ketentuan . . .
-9-

6. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pasal 7
Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur
dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas
atau sederajat;
d. Dihapus.
e. Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh
lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati
serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
f. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang
dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian;
j. menyerahkan daftar kekayaan pribadi;
k. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara
perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi
tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
l. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan memiliki laporan
pajak pribadi;

n. belum . . .
- 10 -

n. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, dan


Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan
yang sama untuk Calon Gubernur, Calon Bupati, dan
Calon Walikota;
o. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, dan
Walikota untuk Calon Wakil Gubernur, Calon Wakil
Bupati, dan Calon Wakil Walikota;
p. berhenti dari jabatannya bagi Gubernur, Wakil Gubernur,
Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota yang
mencalonkan diri di daerah lain sejak ditetapkan sebagai
calon;
q. tidak berstatus sebagai penjabat Gubernur, penjabat
Bupati, dan penjabat Walikota;
r. tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana;
s. memberitahukan pencalonannya sebagai Gubernur, Wakil
Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil
Walikota kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bagi
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, kepada Pimpinan
Dewan Perwakilan Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan
Daerah, atau kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
t. mengundurkan diri sebagai anggota Tentara Nasional
Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan
Pegawai Negeri Sipil sejak mendaftarkan diri sebagai calon;
dan
u. berhenti dari jabatan pada badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai calon.

7. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 8 diubah, sehingga


Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1) Penyelenggaraan Pemilihan menjadi tanggung jawab
bersama KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan
oleh KPU Provinsi.
(3) Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan
Walikota dan Wakil Walikota dilaksanakan oleh KPU
Kabupaten/Kota.

8. Ketentuan . . .
- 11 -

8. Ketentuan Pasal 10 huruf a diubah sehingga Pasal 10


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan wajib:
a. memperlakukan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota secara adil dan
setara;
b. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilihan
kepada masyarakat;
c. melaksanakan Keputusan DKPP; dan
d. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

9. Di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal,


yakni Pasal 10A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10A
KPU memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan
Pemilihan oleh KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS,
KPPS, dan petugas pemutakhiran data Pemilih.

10. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 11
Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur meliputi:
a. merencanakan program dan anggaran;
b. merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur;
c. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur dengan memperhatikan
pedoman dari KPU;
d. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;

e. mengoordinasikan . . .
- 12 -

e. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan


semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman
dari KPU;
f. menerima daftar Pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dalam
penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur;
g. memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data
kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:
1. pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah;
2. pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
3. Pemilihan,
serta menetapkannya sebagai daftar Pemilih;
h. menetapkan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang
telah memenuhi persyaratan;
i. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi
penghitungan suara Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan
suara di KPU Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi yang
bersangkutan;
j. membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat
hasil penghitungan suara serta wajib menyerahkannya
kepada saksi peserta Pemilihan dan Bawaslu Provinsi;
k. menerbitkan Keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan
hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan
mengumumkannya;
l. mengumumkan pasangan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur terpilih dan membuat berita acaranya;
m. melaporkan hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
kepada KPU dan Menteri;
n. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu
Provinsi atas temuan dan laporan adanya dugaan
pelanggaran Pemilihan;

o. mengenakan . . .
- 13 -

o. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan


sementara anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris KPU
Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang
terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan
berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan;
p. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur dan/atau yang berkaitan
dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada
masyarakat;
q. melaksanakan pedoman yang ditetapkan oleh KPU;
r. memberikan pedoman terhadap penetapan organisasi dan
tata cara penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur sesuai dengan tahapan yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan;
s. melakukan evaluasi dan membuat laporan
penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur;
t. menyampaikan laporan mengenai hasil Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur kepada DPRD Provinsi; dan
u. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan
oleh KPU dan/atau ketentuan peraturan perundang-
undangan.

11. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 12
Dalam pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, KPU Provinsi wajib:
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan tepat
waktu;
b. memperlakukan peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur secara adil dan setara;
c. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur kepada
masyarakat;

d. melaporkan . . .
- 14 -

d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua
kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur kepada KPU dan Menteri;
f. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen
serta melaksanakan penyusutannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan
penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur kepada KPU dan Menteri dengan tembusan
kepada Bawaslu;
h. membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU
Provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
i. menyediakan dan menyampaikan data hasil Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur di tingkat Provinsi;
j. melaksanakan Keputusan DKPP; dan
k. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU
dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

12. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 13
Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota
meliputi:
a. merencanakan program dan anggaran;
b. merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan Bupati
dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota;
c. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil
Walikota dengan memperhatikan pedoman dari KPU
dan/atau KPU Provinsi;

d. menyusun . . .
- 15 -

d. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap


tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota
dalam wilayah kerjanya;
f. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan
semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan
memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU
Provinsi;
g. menerima daftar Pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan
Wakil Walikota;
h. memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data
kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:
1. pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah;
2. pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
3. Pemilihan,
serta menetapkannya sebagai daftar Pemilih;
i. menerima daftar Pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan
menyampaikannya kepada KPU Provinsi;
j. menetapkan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota yang telah memenuhi persyaratan;
k. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi
penghitungan suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta Walikota dan Wakil Walikota berdasarkan
rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh PPK di
wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan;

l. membuat . . .
- 16 -

l. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat


sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya
kepada saksi peserta Pemilihan, Panwaslu
Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi;
m. menerbitkan Keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk
mengesahkan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta Walikota dan Wakil Walikota;
n. mengumumkan pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati
serta pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih
dan dibuatkan berita acaranya;
o. melaporkan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta
Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri
melalui Gubernur dan kepada KPU melalui KPU Provinsi;
p. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu
Kabupaten/Kota atas temuan dan laporan adanya dugaan
pelanggaran Pemilihan;
q. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan
sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU
Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU
Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan
pemilihan berdasarkan rekomendasi Panwaslu
Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan;
r. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan
dan/atau yang berkaitan dengan tugas KPU
Kabupaten/Kota kepada masyarakat;
s. melaksanakan tugas dan wewenang yang berkaitan
dengan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
pedoman KPU dan/atau KPU Provinsi;
t. melakukan evaluasi dan membuat laporan
penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta
pemilihan Walikota dan Wakil Walikota;
u. menyampaikan hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada KPU
Provinsi, Gubernur, dan DPRD kabupaten/Kota; dan
v. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan
oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan.

13. Ketentuan . . .
- 17 -

13. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 14
KPU Kabupaten/Kota dalam pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota wajib:
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan
Walikota dan Wakil Walikota dengan tepat waktu;
b. memperlakukan peserta pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota
secara adil dan setara;
c. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan
Walikota dan Wakil Walikota kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua
kegiatan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota
kepada Menteri melalui Gubernur dan kepada KPU
melalui KPU Provinsi;
f. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen
serta melaksanakan penyusutannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. mengelola barang inventaris KPU Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan
penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta
pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri
melalui Gubernur, kepada KPU dan KPU Provinsi serta
menyampaikan tembusannya kepada Bawaslu Provinsi;
i. membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU
Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;

j. menyampaikan . . .
- 18 -

j. menyampaikan data hasil Pemilihan dari tiap TPS pada


tingkat Kabupaten/Kota kepada peserta Pemilihan paling
lama 7 (tujuh) hari setelah rekapitulasi di
Kabupaten/Kota;
k. melaksanakan Keputusan DKPP; dan
l. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU, KPU
Provinsi dan/atau ketentuan peraturan perundang-
undangan.

14. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 20
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPS meliputi:
a. membantu KPU Kabupaten/Kota dan PPK dalam
melakukan pemutakhiran data Pemilih, Daftar Pemilih
Sementara, daftar Pemilih hasil perbaikan, dan Daftar
Pemilih Tetap;
b. membentuk KPPS;
c. melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon
perseorangan;
d. mengusulkan calon petugas pemutakhiran data Pemilih
kepada KPU Kabupaten/Kota;
e. mengumumkan daftar Pemilih;
f. menerima masukan dari masyarakat tentang Daftar
Pemilih Sementara;
g. melakukan perbaikan dan mengumumkan hasil perbaikan
Daftar Pemilih Sementara;
h. menetapkan hasil perbaikan Daftar Pemilih Sementara
sebagaimana dimaksud pada huruf g untuk menjadi
Daftar Pemilih Tetap;
i. mengumumkan Daftar Pemilih Tetap sebagaimana
dimaksud pada huruf h dan melaporkan kepada KPU
Kabupaten/Kota melalui PPK;
j. menyampaikan daftar Pemilih kepada PPK;
k. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
di tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan yang telah
ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota dan PPK;
l. mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS
di wilayah kerjanya;

m. Dihapus . . .
- 19 -

m. Dihapus.
n. Dihapus.
o. Dihapus.
p. Dihapus.
q. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah
penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel;
r. meneruskan kotak suara dari setiap TPS kepada PPK pada
hari yang sama setelah terkumpulnya kotak suara dari
setiap TPS dan tidak memiliki kewenangan membuka
kotak suara yang sudah disegel oleh KPPS;
s. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang
disampaikan oleh PPL;
t. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan di wilayah kerjanya;
u. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan
dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPS
kepada masyarakat;
v. membantu PPK dalam menyelenggarakan Pemilihan,
kecuali dalam hal penghitungan suara;
w. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang
diberikan oleh KPU Kabupaten/Kota, dan PPK sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
x. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

15. Di antara Pasal 22 dan Pasal 23 disisipkan 4 (empat) pasal,


yakni Pasal 22A, Pasal 22B, Pasal 22C, dan Pasal 22D yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22A
(1) Pengawasan penyelenggaraan Pemilihan menjadi
tanggung jawab bersama Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan
Panwas Kabupaten/Kota.
(2) Pengawasan penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi.
(3) Pengawasan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati, serta pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota dilaksanakan oleh Panwas Kabupaten/Kota.

Pasal 22B . . .
- 20 -

Pasal 22B
Tugas dan wewenang Bawaslu dalam pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan meliputi:
a. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk
setiap tahapan pengawasan penyelenggaraan Pemilihan
setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat
dan Pemerintah;
b. mengoordinasikan dan memantau tahapan pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan;
c. melakukan evaluasi pengawasan penyelenggaraan
Pemilihan;
d. menerima laporan hasil pengawasan penyelenggaraan
Pemilihan dari Bawaslu Provinsi dan Bawaslu
Kabupaten/Kota;
e. memfasilitasi pelaksanaan tugas Bawaslu Provinsi dan
Panwas Kabupaten/Kota dalam melanjutkan tahapan
pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan Pemilihan
jika Provinsi, Kabupaten, dan Kota tidak dapat
melanjutkan tahapan pelaksanaan pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan secara berjenjang; dan
f. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 22C
Bawaslu dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan
wajib:
a. memperlakukan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota secara adil dan
setara;
b. menyampaikan semua informasi pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan kepada masyarakat;
c. melaksanakan Keputusan DKPP; dan
d. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 22D . . .
- 21 -

Pasal 22D
Bawaslu memegang tanggung jawab akhir atas pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan oleh Bawaslu Provinsi, Panwas
Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas
TPS.

16. Ketentuan Pasal 27 ditambahkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (3)


dan ayat (4) sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27
(1) Dalam melaksanakan tugas pengawasan, PPL dapat
dibantu 1 (satu) orang Pengawas TPS di masing-masing
TPS berdasarkan usulan PPL kepada Panwas Kecamatan.
(2) Pengawas TPS dibentuk 23 (dua puluh tiga) hari sebelum
hari pemungutan suara Pemilihan dan dibubarkan
7 (tujuh) hari setelah hari pemungutan suara Pemilihan.
(3) Tugas dan wewenang Pengawas TPS:
a. mengawasi persiapan pemungutan dan penghitungan
suara;
b. mengawasi pelaksanaan pemungutan suara;
c. mengawasi persiapan penghitungan suara;
d. mengawasi pelaksanaan penghitungan suara;
e. menyampaikan keberatan dalam hal ditemukannya
dugaan pelanggaran, kesalahan, dan/atau
penyimpangan administrasi pemungutan dan
penghitungan suara; dan
f. menerima salinan berita acara dan sertifikat
pemungutan dan penghitungan suara.
(4) Kewajiban Pengawas TPS:
a. menyampaikan laporan hasil pengawasan pemungutan
dan penghitungan suara;
b. menyampaikan laporan dugaan pelanggaran pidana
pemilihan yang terjadi di TPS kepada Panwas
Kecamatan melalui PPL;
c. menyampaikan dokumen hasil pemungutan dan
penghitungan suara kepada PPL; dan
d. melaksanakan kewajiban lain yang diperintahkan oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan.

17. Ketentuan . . .
- 22 -

17. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 28
(1) Tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di
wilayah provinsi yang meliputi:
1. pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data
kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih
Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan
dan tata cara pencalonan Gubernur dan Wakil
Gubernur;
3. proses penetapan pasangan Calon Gubernur dan
Calon Wakil Gubernur;
4. penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur;
5. pelaksanaan Kampanye;
6. pengadaan logistik Pemilihan dan
pendistribusiannya;
7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan
suara dan penghitungan suara hasil Pemilihan;
8. pengawasan seluruh proses penghitungan suara di
wilayah kerjanya;
9. proses rekapitulasi suara dari seluruh
Kabupaten/Kota yang dilakukan oleh KPU
Provinsi;
10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan
suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan
susulan; dan
11. proses penetapan hasil Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur;
b. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen
serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan
jadwal retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu
Provinsi dan lembaga kearsipan Provinsi berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu dan Arsip
Nasional Republik Indonesia;

c. menerima . . .
- 23 -

c. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap


pelaksanaan peraturan perundang-undangan
mengenai Pemilihan;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU
Provinsi untuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi
kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
f. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar
untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang
berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilihan oleh Penyelenggara
Pemilihan di tingkat Provinsi;
g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi
Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota
KPU Provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU
Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilihan yang sedang berlangsung;
h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilihan; dan
i. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Bawaslu Provinsi dapat:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU untuk
menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan
sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f; dan
b. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang
atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang
mengandung unsur tindak pidana Pemilihan.

18. BAB V dihapus.

19. Ketentuan Pasal 37 dihapus.

20. BAB VI dihapus.

21. Ketentuan Pasal 38 dihapus.

22. Ketentuan . . .
- 24 -

22. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 39
Peserta Pemilihan adalah:
a. Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur,
Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta
Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang
diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai
Politik; dan/atau
b. Pasangan calon perseorangan yang didukung oleh
sejumlah orang.

23. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 40
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat
mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi
persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari
akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah
yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik
dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan
ketentuan memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika hasil
bagi jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
menghasilkan angka pecahan maka perolehan dari
jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke atas.
(3) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik
mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan
memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen)
dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku
untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.

(4) Partai . . .
- 25 -

(4) Partai Politik atau gabungan Partai Politik sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengusulkan
1 (satu) pasangan calon, dan calon tersebut tidak dapat
diusulkan lagi oleh Partai Politik atau gabungan Partai
Politik lainnya.

24. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 41
(1) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai
Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika
memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan
2.000.000 (dua juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 10% (sepuluh persen);
b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000
(enam juta) jiwa harus didukung paling sedikit 8,5%
(delapan setengah persen);
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan
12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung
paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung
paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan
e. jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d tersebar di
lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah
kabupaten/kota di Provinsi dimaksud.
(2) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota, jika memenuhi
syarat dukungan dengan ketentuan:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai
dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa
harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen);

b. Kabupaten . . .
- 26 -

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari


250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan
500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus didukung paling
sedikit 8,5% (delapan setengah persen);
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari
500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan
1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari
1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan
e. Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d tersebar di
lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan
di kabupaten/kota dimaksud.
(3) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang
disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk
Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya
diberikan kepada 1 (satu) pasangan calon perseorangan.

25. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 42
(1) Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
didaftarkan ke KPU Provinsi oleh Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau perseorangan.
(2) Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
didaftarkan ke KPU Kabupaten/Kota oleh Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau perseorangan.

(3) Calon . . .
- 27 -

(3) Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon


Bupati dan Calon Wakil Bupati, dan Calon Walikota
dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(4) Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur oleh Partai Politik ditandatangani oleh
ketua Partai Politik dan sekretaris Partai Politik tingkat
Provinsi disertai Surat Keputusan Pengurus Partai
Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon
yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat
Provinsi.
(5) Pendaftaran pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota oleh Partai Politik ditandatangani oleh ketua
Partai Politik dan sekretaris Partai Politik tingkat
kabupaten/kota disertai Surat Keputusan Pengurus
Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas
calon yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik
tingkat Provinsi.
(6) Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon
Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota oleh gabungan Partai Politik
ditandatangani oleh para ketua Partai Politik dan para
sekretaris Partai Politik di tingkat Provinsi atau para
ketua Partai Politik dan para sekretaris Partai Politik di
tingkat kabupaten/kota disertai Surat Keputusan
masing-masing Pengurus Partai Politik tingkat Pusat
tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh
Pengurus Partai Politik tingkat provinsi dan/atau
Pengurus Parpol tingkat kabupaten/kota.

26. Ketentuan . . .
- 28 -

26. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 44
Masa pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati,
serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak pengumuman
pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati,
serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.

27. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 45
(1) Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota disertai dengan penyampaian kelengkapan
dokumen persyaratan.
(2) Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. surat pernyataan, yang dibuat dan ditandatangani
oleh calon sendiri, sebagai bukti pemenuhan syarat
calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a,
huruf b, huruf n, huruf o, huruf p, huruf q, huruf s,
huruf t, dan huruf u;
b. surat keterangan hasil pemeriksaan kemampuan
secara rohani dan jasmani dari tim dokter yang
ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota, sebagai bukti pemenuhan syarat
calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf f;
c. surat tanda terima laporan kekayaan calon dari
instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan
penyelenggara negara, sebagai bukti pemenuhan
syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf j;

d. surat . . .
- 29 -

d. surat keterangan tidak sedang memiliki tanggungan


utang secara perseorangan dan/atau secara badan
hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang
merugikan keuangan negara, dari Pengadilan Negeri
yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon,
sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf k;
e. surat keterangan tidak dinyatakan pailit dari
Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi
tempat tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat
calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf l;
f. surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, dari Pengadilan
Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat
tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf h;
g. fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak atas nama
calon, tanda terima penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Orang Pribadi atas nama calon, untuk masa
5 (lima) tahun terakhir, dan tanda bukti tidak
mempunyai tunggakan pajak dari Kantor Pelayanan
Pajak tempat calon yang bersangkutan terdaftar,
sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana
dimaksud pada dalam 7 huruf m;
h. daftar riwayat hidup calon yang dibuat dan
ditandatangani oleh calon perseorangan dan bagi
calon yang diusulkan dari Partai Politik atau
gabungan Partai Politik ditandatangani oleh calon,
pimpinan Partai Politik atau pimpinan gabungan
Partai Politik;
i. fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik dengan
Nomor Induk Kependudukan;
j. fotokopi ijazah yang telah dilegalisir oleh pihak yang
berwenang, sebagai bukti pemenuhan syarat calon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c;

k. surat . . .
- 30 -

k. surat keterangan tidak pernah dijatuhi pidana penjara


berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih dari
Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi
tempat tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat
calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf g;
l. pas foto terbaru Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota; dan
m. Dihapus.
n. naskah visi dan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.

28. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 47
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang
menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses
pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik
terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai
Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon
pada periode berikutnya di daerah yang sama.
(3) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang
menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4) Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan
kepada Partai Politik atau gabungan Partai Politik
dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

(5) Dalam . . .
- 31 -

(5) Dalam hal putusan pengadilan yang telah memperoleh


kekuatan hukum tetap menyatakan setiap orang atau
lembaga terbukti memberi imbalan pada proses
pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka
penetapan sebagai calon, pasangan calon terpilih, atau
sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil
Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dibatalkan.
(6) Setiap partai politik atau gabungan partai politik yang
terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dikenakan denda sebesar 10 (sepuluh)
kali lipat dari nilai imbalan yang diterima.

29. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 48
(1) Verifikasi dukungan pasangan calon perseorangan untuk
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan oleh
KPU Provinsi dan untuk Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota
dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota yang dibantu oleh
PPK dan PPS.
(2) Pasangan calon perseorangan menyerahkan dokumen
syarat dukungan kepada PPS untuk dilakukan verifikasi
paling lambat 28 (dua puluh delapan) hari sebelum waktu
pendaftaran pasangan calon dimulai.
(3) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
paling lama 14 (empat belas) hari sejak dokumen syarat
dukungan pasangan calon perseorangan diserahkan
ke PPS.
(4) Hasil verifikasi dokumen syarat dukungan pasangan calon
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dituangkan dalam berita acara yang selanjutnya
diteruskan kepada PPK dan salinan hasil verifikasi
disampaikan kepada pasangan calon.

(5) PPK . . .
- 32 -

(5) PPK melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah


dukungan pasangan calon untuk menghindari adanya
seseorang yang memberikan dukungan kepada lebih dari
1 (satu) pasangan calon dan adanya informasi manipulasi
dukungan yang dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari.
(6) Hasil verifikasi dukungan pasangan calon perseorangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam
berita acara yang selanjutnya diteruskan kepada KPU
Kabupaten/Kota dan salinan hasil verifikasi dan
rekapitulasi disampaikan kepada pasangan calon.
(7) Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, dan Pemilihan
Walikota dan Wakil Walikota, salinan hasil verifikasi dan
rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
dipergunakan oleh pasangan calon perseorangan sebagai
bukti pemenuhan persyaratan dukungan pencalonan.
(8) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota melakukan
verifikasi dan rekapitulasi jumlah dukungan pasangan
calon untuk menghindari adanya seseorang yang
memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu)
pasangan calon dan adanya informasi manipulasi
dukungan yang dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari.
(9) Mekanisme dan tata cara verifikasi dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

30. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 49
(1) KPU Provinsi meneliti kelengkapan persyaratan
administrasi pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur dan dapat melakukan klarifikasi kepada
instansi yang berwenang jika diperlukan, dan menerima
masukan dari masyarakat terhadap keabsahan
persyaratan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur.
(2) Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana
dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari
sejak penutupan pendaftaran pasangan Calon Gubernur
dan Calon Wakil Gubernur.

(3) Hasil . . .
- 33 -

(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


diberitahukan secara tertulis kepada Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau pasangan calon
perseorangan paling lambat 2 (dua) hari setelah penelitian
selesai.
(4) Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3)
dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau pasangan calon
perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi
dan/atau memperbaiki persyaratan pencalonan paling
lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian
persyaratan oleh KPU Provinsi.
(5) Dalam hal pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur yang diajukan Partai Politik atau gabungan
Partai Politik berhalangan tetap sampai dengan tahap
penelitian kelengkapan persyaratan, Partai Politik atau
gabungan Partai Politik diberi kesempatan untuk
mengajukan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak
pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU
Provinsi diterima.
(6) KPU Provinsi melakukan penelitian kelengkapan dan/atau
perbaikan persyaratan pasangan Calon Gubernur dan
Calon Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dan ayat (5) dan memberitahukan hasil penelitian
kepada pimpinan Partai Politik atau pimpinan gabungan
Partai Politik paling lama 7 (tujuh) hari sejak kelengkapan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
diterima.
(7) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (6), menetapkan calon yang diajukan tidak memenuhi
syarat, Partai Politik atau gabungan Partai Politik tidak
dapat mengajukan pasangan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur pengganti.
(8) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) menghasilkan pasangan calon yang memenuhi
persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon,
tahapan pelaksanaan Pemilihan ditunda paling lama
10 (sepuluh) hari.

(9) KPU . . .
- 34 -

(9) KPU Provinsi membuka kembali pendaftaran pasangan


Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur paling lama
3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (8).
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian
persyaratan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan KPU.

31. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 50
(1) KPU Kabupaten/Kota meneliti kelengkapan persyaratan
administrasi pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati atau pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota dan dapat melakukan klarifikasi kepada instansi
yang berwenang jika diperlukan, dan menerima masukan
dari masyarakat terhadap keabsahan persyaratan
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(2) Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana
dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari
sejak penutupan pendaftaran pasangan Calon Bupati dan
Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberitahukan secara tertulis kepada Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau pasangan calon
perseorangan paling lambat 2 (dua) hari setelah penelitian
selesai.
(4) Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3)
dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau pasangan calon
perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi
dan/atau memperbaiki persyaratan pencalonannya paling
lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian
persyaratan oleh KPU Kabupaten/Kota diterima.

(5) Dalam . . .
- 35 -

(5) Dalam hal pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati
serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
diajukan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik
berhalangan tetap sampai dengan tahap penelitian
kelengkapan persyaratan, Partai Politik atau gabungan
Partai Politik diberi kesempatan untuk mengajukan
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan
hasil penelitian persyaratan oleh KPU Kabupaten/Kota
diterima.
(6) KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian tentang
kelengkapan dan/atau perbaikan persyaratan pasangan
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dan memberitahukan
hasilnya kepada pimpinan Partai Politik atau pimpinan
gabungan Partai Politik paling lama 7 (tujuh) hari sejak
kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) diterima.
(7) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (6), menetapkan pasangan calon yang diajukan tidak
memenuhi syarat, Partai Politik atau gabungan Partai
Politik tidak dapat mengajukan pengganti.
(8) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) menghasilkan pasangan calon yang memenuhi
persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon, tahapan
pelaksanaan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari.
(9) KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota paling
lama 3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian
persyaratan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan KPU.

32. Ketentuan . . .
- 36 -

32. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 51
(1) KPU Provinsi menuangkan hasil penelitian syarat
administrasi dan penetapan pasangan calon dalam Berita
Acara Penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur.
(2) Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi menetapkan paling
sedikit 2 (dua) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur dengan Keputusan KPU Provinsi.
(3) Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilakukan pengundian nomor
urut pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur.
(4) Pengundian nomor urut pasangan Calon Gubernur dan
Calon Wakil Gubernur dilaksanakan KPU Provinsi yang
disaksikan oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, dan
pasangan calon perseorangan.
(5) Nomor urut pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur bersifat tetap dan sebagai dasar KPU Provinsi
dalam pengadaan surat suara.
(6) Pasangan Calon yang telah ditetapkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diumumkan secara terbuka paling
lambat 1 (satu) hari sejak tanggal penetapan.

33. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 52
(1) KPU Kabupaten/Kota menuangkan hasil penelitian syarat
administrasi dan penetapan pasangan calon dalam Berita
Acara Penetapan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota.

(2) Berdasarkan . . .
- 37 -

(2) Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), KPU Kabupaten/Kota
menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan Calon Bupati
dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota
dan Calon Wakil Walikota dengan Keputusan KPU
Kabupaten/Kota.
(3) Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang
telah ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilakukan pengundian nomor
urut pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(4) Pengundian nomor urut pasangan Calon Bupati dan
Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota dilaksanakan KPU Kabupaten/Kota
yang disaksikan oleh Partai Politik, gabungan Partai
Politik, dan pasangan calon perseorangan.
(5) Nomor urut pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota bersifat tetap dan sebagai dasar KPU
Kabupaten/Kota dalam pengadaan surat suara.
(6) Pasangan Calon yang telah ditetapkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diumumkan secara terbuka paling
lambat 1 (satu) hari sejak tanggal penetapan.

34. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 53
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang
menarik pasangan calonnya dan/atau pasangan calon
dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan
sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.
(2) Dalam hal Partai Politik dan gabungan Partai Politik
menarik pasangan calonnya dan/atau pasangan calon
mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang
mencalonkan tidak dapat mengusulkan pasangan calon
pengganti.

(3) Pasangan . . .
- 38 -

(3) Pasangan Calon perseorangan dilarang mengundurkan


diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon
oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(4) Dalam hal pasangan calon perseorangan mengundurkan
diri dari pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur setelah ditetapkan oleh KPU Provinsi atau
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
setelah ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota, pasangan
calon dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) untuk
pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dan
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.

35. Ketentuan Pasal 54 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 54
(1) Dalam hal pasangan calon berhalangan tetap sejak
penetapan pasangan calon sampai pada saat dimulainya
hari Kampanye, Partai Politik atau gabungan Partai Politik
yang pasangan calonnya berhalangan tetap dapat
mengusulkan pasangan calon pengganti paling lama
3 (tiga) hari terhitung sejak pasangan calon berhalangan
tetap.
(2) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota melakukan
penelitian persyaratan administrasi pasangan calon
pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal pengusulan.
(3) Dalam hal pasangan calon pengganti berdasarkan hasil
penelitian administrasi memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lama 1 (satu)
hari KPU Provinsi/Kabupaten/Kota, menetapkannya
sebagai pasangan calon.
(4) Dalam hal pasangan berhalangan tetap sejak penetapan
pasangan calon sampai pada saat dimulainya hari
Kampanye sehingga jumlah pasangan calon kurang dari
2 (dua) orang, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
membuka kembali pendaftaran pengajuan pasangan calon
paling lama 7 (tujuh) hari.

(5) Dalam . . .
- 39 -

(5) Dalam hal pasangan calon berhalangan tetap pada saat


dimulainya Kampanye sampai hari pemungutan suara
dan terdapat 2 (dua) pasangan calon atau lebih, tahapan
pelaksanaan Pemilihan dilanjutkan dan pasangan calon
yang berhalangan tetap tidak dapat diganti serta
dinyatakan gugur.
(6) Dalam hal pasangan calon berhalangan tetap pada saat
dimulainya Kampanye sampai hari pemungutan suara
pasangan calon kurang dari 2 (dua) orang, tahapan
pelaksanaan Pemilihan ditunda paling lama 14 (empat
belas) hari.

36. Ketentuan Pasal 55 dihapus.

37. Ketentuan ayat (2) Pasal 57 diubah, sehingga Pasal 57


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 57
(1) Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara
Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih.
(2) Dalam hal Warga Negara Indonesia tidak terdaftar
sebagai Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pada saat pemungutan suara menunjukkan Kartu Tanda
Penduduk Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau
identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Untuk dapat didaftar sebagai Pemilih, warga negara
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi syarat:
a. tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya; dan/atau
b. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyaikekuatan
hukum tetap.
(4) Warga negara Indonesia yang tidak terdaftar dalam
daftar Pemilih dan pada saat pemungutan suara tidak
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
atau ayat (3), yang bersangkutan tidak dapat
menggunakan hak memilihnya.

38. Ketentuan . . .
- 40 -

38. Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 58
(1) Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan dari Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota
yang telah dikonsolidasikan, diverifikasi, dan divalidasi
oleh Menteri digunakan sebagai bahan penyusunan
daftar Pemilih untuk Pemilihan.
(2) Daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
oleh PPS dilakukan pemutakhiran berdasarkan
perbaikan dari rukun tetangga, rukun warga, atau
sebutan lain dan tambahan Pemilih yang telah
memenuhi persyaratan sebagai Pemilih paling lambat
3 (tiga) hari sejak diterimanya hasil konsolidasi,
verifikasi, dan validasi.
(3) Daftar Pemilih hasil pemutakhiran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diserahkan kepada PPK untuk
dilakukan rekapitulasi daftar Pemilih tingkat PPK.
(4) Rekapitulasi daftar Pemilih hasil pemutakhiran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diserahkan oleh
PPK kepada KPU Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga)
hari sejak selesainya pemutakhiran untuk dilakukan
rekapitulasi daftar Pemilih tingkat kabupaten/kota,
yang kemudian ditetapkan sebagai Daftar Pemilih
Sementara.
(5) Daftar Pemilih Sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) diumumkan secara luas dan melalui papan
pengumuman rukun tetangga dan rukun warga
atau sebutan lain oleh PPS untuk mendapatkan
masukan dan tanggapan dari masyarakat selama
10 (sepuluh) hari.
(6) PPS memperbaiki Daftar Pemilih Sementara
berdasarkan masukan dan tanggapan dari masyarakat
paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak masukan dan
tanggapan dari masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) berakhir.

(7) Daftar . . .
- 41 -

(7) Daftar Pemilih Sementara yang telah diperbaiki


sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diserahkan kepada
KPU Kabupaten/Kota untuk ditetapkan sebagai Daftar
Pemilih Tetap dan diumumkan oleh PPS paling lama
2 (dua) hari terhitung sejak jangka waktu penyusunan
Daftar Pemilih Tetap berakhir.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemutakhiran data Pemilih diatur dengan Peraturan
KPU.

39. Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 59 diubah, sehingga
Pasal 59 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 59
(1) Penduduk yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih
Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (7)
diberi surat pemberitahuan sebagai Pemilih oleh PPS.
(2) Penduduk yang mempunyai hak pilih dan belum
terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap dapat
mendaftarkan diri sebagai Pemilih kepada PPS untuk
dicatat dalam Daftar Pemilih Tetap Tambahan.
(3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak
pengumuman Daftar Pemilih Tetap.
(4) Pemilih tambahan yang sudah didaftar sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diberi surat pemberitahuan
sebagai Pemilih oleh PPS.

40. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 61 diubah, sehingga
Pasal 61 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 61
(1) Dalam hal masih terdapat penduduk yang mempunyai
hak pilih belum terdaftar dalam daftar Pemilih tetap,
yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya
dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk
Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(2) Penggunaan . . .
- 42 -

(2) Penggunaan hak pilih sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) hanya dapat digunakan di tempat pemungutan
suara yang berada di rukun tetangga atau rukun warga
atau sebutan lain sesuai dengan alamat yang tertera
dalam Kartu Tanda Penduduk Elektronik, kartu
keluarga, paspor, dan/atau identitas lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Sebelum menggunakan hak pilihnya penduduk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu
mendaftarkan diri pada KPPS setempat dan dicatat
dalam daftar Pemilih tambahan.
(4) Penggunaan hak pilih penduduk sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan 1 (satu) jam sebelum
selesainya pemungutan suara di TPS.

41. Ketentuan Pasal 63 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 63
(1) Kampanye dilaksanakan sebagai wujud dari pendidikan
politik masyarakat yang dilaksanakan secara
bertanggung jawab.
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur dan KPU
Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota.
(3) Jadwal pelaksanaan Kampanye ditetapkan oleh KPU
Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
dan KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota dengan memperhatikan usul dari pasangan
calon.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan KPU.

42. Ketentuan . . .
- 43 -

42. Ketentuan Pasal 64 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 64
(1) Pasangan calon wajib menyampaikan visi dan misi yang
disusun berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Provinsi atau Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah Kabupaten/Kota secara lisan
maupun tertulis kepada masyarakat.
(2) Pasangan Calon berhak untuk mendapatkan informasi atau
data dari Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Penyampaian materi Kampanye dilakukan dengan cara yang
sopan, tertib, dan bersifat edukatif.

43. Ketentuan ayat (1) huruf c dan ayat (2) Pasal 65 diubah,
sehingga Pasal 65 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 65
(1) Kampanye dapat dilaksanakan melalui:
a. pertemuan terbatas;
b. pertemuan tatap muka dan dialog;
c. debat publik/debat terbuka antarpasangan calon;
d. penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
e. pemasangan alat peraga;
f. iklan media massa cetak dan media massa elektronik;
dan/atau
g. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan
Kampanye dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
huruf d, huruf e dan huruf f difasilitasi oleh KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota yang didanai APBD.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan metode
Kampanye diatur dengan Peraturan KPU.

44. Ketentuan . . .
- 44 -

44. Ketentuan ayat (3) Pasal 66 diubah, sehingga Pasal 66


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 66
(1) Media cetak dan media elektronik dapat menyampaikan
tema, materi, dan iklan Kampanye.
(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan kesempatan
penggunaan fasilitas umum untuk kegiatan Kampanye
pada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(3) Semua yang hadir dalam pertemuan terbatas yang
diadakan oleh pasangan calon hanya dibenarkan
membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau
atribut pasangan calon yang bersangkutan.
(4) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota berkoordinasi
dengan Pemerintah Daerah untuk menetapkan lokasi
pemasangan alat peraga untuk keperluan Kampanye.
(5) Pemasangan alat peraga Kampanye sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) oleh KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan
mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan
keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Pemasangan alat peraga Kampanye pada tempat yang
menjadi milik perseorangan atau badan swasta harus
seizin pemilik tempat tersebut.
(7) Alat peraga Kampanye harus sudah dibersihkan paling
lambat 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemasangan
alat peraga dan penyebaran bahan Kampanye diatur
dengan Peraturan KPU.

45. Ketentuan ayat (1) Pasal 67 diubah, sehingga Pasal 67


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 67
(1) Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
ayat (1) dilaksanakan 3 (tiga) hari setelah penetapan
pasangan calon peserta Pemilihan sampai dengan
dimulainya masa tenang.

(2) Masa . . .
- 45 -

(2) Masa tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari
pemungutan suara.

46. Ketentuan ayat (4) Pasal 68 diubah dan ditambahkan


1 (satu) ayat, yakni ayat (5), sehingga Pasal 68 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 68
(1) Debat publik/debat terbuka antarcalon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c dilaksanakan
paling banyak 3 (tiga) kali oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.
(2) Debat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiarkan
secara langsung melalui lembaga penyiaran publik.
(3) Moderator debat dipilih oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dari kalangan profesional dan
akademisi yang mempunyai integritas, jujur, simpatik,
dan tidak memihak kepada salah satu calon.
(4) Materi debat adalah visi dan misi Calon Gubernur dan
Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
dalam rangka:
a. meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
b. memajukan daerah;
c. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat;
d. menyelesaikan persoalan daerah;
e. menyerasikan pelaksanaan pembangunan daerah
kabupaten/kota dan provinsi dengan nasional; dan
f. memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan kebangsaan.
(5) Moderator dilarang memberikan komentar, penilaian,
dan kesimpulan apapun terhadap penyampaian materi
debat dari setiap pasangan calon.

47. Ketentuan . . .
- 46 -

47. Ketentuan huruf b Pasal 69 diubah, sehingga Pasal 69


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 69
Dalam Kampanye dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon
Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon
Wakil Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota,
dan/atau Partai Politik;
c. melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah,
mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau
kelompok masyarakat;
d. menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau
menganjurkan penggunaan kekerasan kepada
perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai
Politik;
e. mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban
umum;
f. mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan
untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang
sah;
g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye;
h. menggunakan fasilitas dan anggaran Pemerintah dan
Pemerintah Daerah;
i. menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan;
j. melakukan pawai yang dilakukan dengan berjalan kaki
dan/atau dengan kendaraan di jalan raya; dan/atau
k. melakukan kegiatan Kampanye di luar jadwal yang telah
ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

48. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 70
(1) Dalam Kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan:
a. pejabat badan usaha milik negara/badan usaha
milik daerah;

b. aparatur . . .
- 47 -

b. aparatur sipil Negara, anggota Kepolisian Negara


Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional
Indonesia; dan
c. Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat
Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
(2) Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
Walikota dan Wakil Walikota, pejabat negara lainnya,
serta pejabat daerah dapat ikut dalam kampanye dengan
mengajukan izin cuti kampanye sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
Walikota dan Wakil Walikota, yang mencalonkan kembali
pada daerah yang sama, dalam melaksanakan kampanye
harus memenuhi ketentuan:
a. tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan
jabatannya;
b. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan
c. pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan
memperhatikan keberlangsungan tugas
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(4) Cuti Pejabat Negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), bagi Gubernur dan Wakil Gubernur diberikan
oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden dan bagi
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil
Walikota diberikan oleh Gubernur atas nama Menteri.
(5) Izin cuti yang telah diberikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), wajib diberitahukan oleh Gubernur,
Bupati, dan Walikota kepada KPU Provinsi, KPU
Kabupaten, dan KPU Kota.

49. Ketentuan Pasal 71 tetap, dengan perubahan penjelasan


Pasal 71 ayat (2), sehingga penjelasan Pasal 71 menjadi
sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan pasal demi pasal
Undang-Undang ini.

50. Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 74
(1) Dana Kampanye pasangan calon yang diusulkan Partai
Politik atau gabungan Partai Politik dapat diperoleh dari:

a. sumbangan . . .
- 48 -

a. sumbangan Partai Politik dan/atau gabungan Partai


Politik yang mengusulkan pasangan calon; dan/atau
b. sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang
meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badan
hukum swasta.
(2) Dana Kampanye pasangan calon perseorangan dapat
diperoleh dari sumbangan pihak lain yang tidak mengikat
yang meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badan
hukum swasta.
(3) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan pasangan calon wajib memiliki rekening
khusus dana Kampanye atas nama pasangan calon dan
didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota.
(4) Pasangan calon perseorangan bertindak sebagai penerima
sumbangan dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan wajib memiliki rekening khusus dana
Kampanye dan didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota.
(5) Sumbangan dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dan ayat (2) dari perseorangan paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
dari badan hukum swasta paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(6) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan pasangan calon dan pasangan calon
perseorangan dapat menerima dan/atau menyetujui
pembiayaan bukan dalam bentuk uang secara langsung
untuk kegiatan Kampanye yang jika dikonversi berdasar
harga pasar nilainya tidak melebihi sumbangan dana
Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dan ayat (6) harus mencantumkan identitas yang jelas.
(8) Penggunaan dana Kampanye pasangan calon wajib
dilaksanakan secara transparan dan akuntabel.
(9) Pembatasan dana Kampanye Pemilihan ditetapkan oleh
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan
mempertimbangkan jumlah penduduk, cakupan/luas
wilayah, dan standar biaya daerah.

51. Ketentuan . . .
- 49 -

51. Ketentuan ayat (1) dan ayat (5) Pasal 75 diubah, sehingga
Pasal 75 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 75
(1) Laporan sumbangan dana Kampanye dan pengeluaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (5) dan
ayat (6), disampaikan oleh pasangan Calon Gubernur dan
Calon Wakil Gubernur kepada KPU Provinsi dan pasangan
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota kepada KPU
Kabupaten/Kota dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa
Kampanye dimulai dan 1 (satu) hari sesudah masa
Kampanye berakhir.
(2) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota wajib
menyerahkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kepada kantor akuntan publik untuk diaudit paling
lambat 2 (dua) hari setelah KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota menerima laporan dana Kampanye.
(3) Kantor akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling
lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota diterima.
(4) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diumumkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
paling lambat 3 (tiga) hari setelah KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota menerima laporan hasil audit dari kantor
akuntan publik.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumbangan dan
pengeluaran dana Kampanye pasangan calon diatur
dengan Peraturan KPU.

52. Ketentuan Pasal 76 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 76
(1) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan pasangan calon dan pasangan calon
perseorangan dilarang menerima sumbangan atau
bantuan lain untuk Kampanye yang berasal dari:
a. negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya
masyarakat asing dan warga negara asing;

b. penyumbang . . .
- 50 -

b. penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak jelas


identitasnya;
c. Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan
d. badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah,
dan badan usaha milik desa atau sebutan lain.
(2) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan pasangan calon dan pasangan calon
perseorangan yang menerima sumbangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dibenarkan menggunakan
dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota paling lambat
14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye berakhir
dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas
negara.
(3) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan pasangan calon, yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
berupa pembatalan pasangan calon yang diusulkan.
(4) Pasangan calon yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi berupa pembatalan
sebagai pasangan calon.
(5) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (4) dilakukan oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.

53. Ketentuan ayat (4) Pasal 87 diubah, sehingga Pasal 87


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 87
(1) Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 800 (delapan
ratus) orang.
(2) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
lokasinya di tempat yang mudah dijangkau.
(3) Jumlah, lokasi, bentuk, dan tata letak TPS ditetapkan
oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(4) Jumlah surat suara di setiap TPS sama dengan jumlah
Pemilih yang tercantum di dalam Daftar Pemilih Tetap
ditambah dengan 2,5% (dua koma lima persen) dari
Daftar Pemilih Tetap sebagai cadangan.

(5) Penggunaan . . .
- 51 -

(5) Penggunaan surat suara cadangan sebagaimana


dimaksud pada ayat (4) dibuatkan berita acara.

54. Ketentuan ayat (3) dan ayat (4) Pasal 89 diubah, sehingga
Pasal 89 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 89
(1) Pelaksanaan pemungutan suara di TPS dipimpin oleh
KPPS.
(2) Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
(3) Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi
pasangan calon.
(4) Saksi pasangan calon sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus menyerahkan mandat tertulis dari
pasangan calon.
(5) Penanganan ketenteraman, ketertiban, dan keamanan di
setiap TPS dilaksanakan oleh 2 (dua) orang petugas yang
ditetapkan oleh PPS.
(6) Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh PPL
dan Pengawas TPS.
(7) Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh
pemantau Pemilihan yang telah diakreditasi oleh KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

55. Ketentuan Pasal 90 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 90
(1) Dalam rangka persiapan pemungutan suara, KPPS
melakukan kegiatan yang meliputi:
a. penyiapan TPS;
b. pengumuman dengan menempelkan daftar Pemilih
tetap, Daftar Pemilih Tambahan, serta nama dan foto
pasangan calon di TPS; dan
c. penyerahan salinan daftar Pemilih tetap dan daftar
Pemilih tambahan kepada saksi yang hadir dan
Pengawas TPS.
(2) Dalam pelaksanaan pemungutan suara, KPPS
melakukan kegiatan yang meliputi:
a. pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
b. rapat pemungutan suara;
c. pengucapan . . .
- 52 -

c. pengucapan sumpah atau janji anggota KPPS dan


petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan
TPS;
d. penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara
pemungutan suara; dan
e. pelaksanaan pemberian suara.

56. Ketentuan Pasal 91 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 91
(1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS:
a. membuka kotak suara;
b. mengeluarkan seluruh isi kotak suara;
c. mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
d. menghitung jumlah setiap jenis dokumen dan
peralatan;
e. memeriksa keadaan seluruh surat suara; dan
f. menandatangani surat suara yang akan digunakan
oleh Pemilih.
(2) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia
pengawas, pemantau, dan masyarakat.
(3) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh
Ketua KPPS dan paling sedikit 2 (dua) anggota KPPS
serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan calon.

57. Ketentuan Pasal 94 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 94
Surat suara untuk Pemilihan dinyatakan sah jika:
a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
b. pemberian tanda satu kali pada nomor urut, foto, atau
nama salah satu pasangan calon dalam surat suara.

58. Ketentuan . . .
- 53 -

58. Ketentuan ayat (3) Pasal 95 diubah, sehingga Pasal 95


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 95
(1) Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara
di TPS meliputi:
a. Pemilih yang terdaftar pada daftar Pemilih tetap dan
daftar Pemilih tetap tambahan pada TPS yang
bersangkutan; dan
b. Pemilih yang terdaftar pada daftar Pemilih tambahan.
(2) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakan haknya untuk memilih di TPS lain
dengan menunjukkan surat pemberitahuan dari PPS
untuk memberikan suara di TPS lain.
(3) Dalam hal Pemilih tidak terdaftar dalam daftar Pemilih
tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
menggunakan haknya untuk memilih di TPS sesuai
domisili dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk
Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Dalam hal terdapat Pemilih tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), KPPS pada TPS tersebut
mencatat dan melaporkan kepada KPU Provinsi atau
KPU Kabupaten/Kota melalui PPK.

59. Ketentuan Pasal 98 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 98
(1) Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS setelah
pemungutan suara berakhir.
(2) Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS
menghitung:
a. jumlah Pemilih yang memberikan suara
berdasarkan salinan daftar Pemilih tetap untuk
TPS;
b. jumlah Pemilih dari TPS lain;
c. jumlah Pemilih yang menggunakan dasar Kartu
Tanda Penduduk Elektronik, kartu keluarga,
paspor, dan/atau identitas lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;

d. jumlah . . .
- 54 -

d. jumlah surat suara yang tidak terpakai; dan


e. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh Pemilih
karena rusak atau keliru ditandai.
(3) Dalam hal pemberian suara dilakukan dengan cara
elektronik, penghitungan suara dilakukan dengan cara
manual dan/atau elektronik.
(4) Penggunaan surat suara cadangan wajib dibuatkan
berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan
paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS.
(5) Penghitungan suara dilakukan sampai dengan selesai di
TPS oleh KPPS dan dihadiri oleh saksi pasangan calon,
pengawas TPS, pemantau, dan masyarakat.
(6) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat
dari pasangan calon yang bersangkutan dan
menyerahkannya kepada Ketua KPPS.
(7) Penghitungan suara dilakukan dengan cara yang
memungkinkan saksi pasangan calon, panitia
pengawas, pemantau, dan masyarakat yang hadir dapat
menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara.
(8) Dalam hal terdapat proses penghitungan suara yang
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, saksi pasangan calon yang hadir dapat
mengajukan keberatan kepada KPPS.
(9) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan
calon sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat
diterima, KPPS seketika itu juga mengadakan
pembetulan.
(10) Segera setelah selesai penghitungan suara di TPS, KPPS
membuat berita acara dan sertifikat hasil penghitungan
suara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan paling
sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS serta dapat
ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
(11) Dalam hal terdapat anggota KPPS dan saksi pasangan
calon yang hadir, tetapi tidak bersedia menandatangani
sebagaimana dimaksud pada ayat (10), berita acara dan
sertifikat hasil penghitungan suara pasangan calon
ditandatangani oleh anggota KPPS dan saksi pasangan
calon yang hadir yang bersedia menandatangani.

(12) KPPS . . .
- 55 -

(12) KPPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan


berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara
kepada saksi pasangan calon, PPL, PPS, PPK melalui
PPS serta menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat
hasil penghitungan suara pada tempat pengumuman
di TPS selama 7 (tujuh) hari.

60. Ketentuan Pasal 100 dihapus.

61. Ketentuan Pasal 101 dihapus.

62. Ketentuan Pasal 102 dihapus.

63. Ketentuan Pasal 103 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 103
Dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah pemungutan
suara, PPS wajib menyerahkan kepada PPK:
a. surat suara pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Wakil
Walikota dari TPS dalam kotak suara tersegel; dan
b. berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari
TPS di wilayahnya.

64. Ketentuan Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 104
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari KPPS melalui PPS, PPK
membuat berita acara penerimaan dan melakukan
rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat Kecamatan
yang dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, Panwas
Kecamatan, pemantau, dan masyarakat.
(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat
dari pasangan calon yang bersangkutan dan
menyerahkannya kepada PPK.
(3) Dalam hal proses penghitungan suara oleh PPK tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, saksi
pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan
terhadap jalannya penghitungan suara kepada PPK.

(4) Dalam . . .
- 56 -

(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan


calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
diterima, PPK seketika itu juga mengadakan
pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil
penghitungan suara yang berasal dari seluruh TPS
dalam wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan,
PPK membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh
Ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota
PPK serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan
calon.
(6) Dalam hal ketua dan anggota PPK dan saksi pasangan
calon yang hadir, tetapi tidak bersedia menandatangani
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), berita acara
rekapitulasi hasil penghitungan suara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara pasangan calon
ditandatangani oleh anggota PPK dan saksi pasangan
calon yang hadir yang bersedia menandatangani.
(7) PPK wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita
acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
suara di PPK kepada para pasangan calon atau saksi
pasangan calon dan Panwas Kecamatan yang ditunjuk
serta menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil
penghitungan suara pada papan pengumuman di PPK
selama 7 ( tujuh) hari.
(8) PPK wajib menyerahkan berita acara pemungutan suara
dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara
kepada KPU Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga) hari
setelah berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara dari PPS diterima.
(9) Berita acara dan sertifikat rekapitulasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) beserta kelengkapannya
dimasukkan dalam sampul khusus dan dimasukkan ke
dalam kotak suara yang disediakan yang pada bagian
luar ditempel label atau disegel.
(10) PPK wajib menjaga dan mengamankan keutuhan kotak
suara.

(11) Penyerahan . . .
- 57 -

(11) Penyerahan berita acara dan sertifikat beserta


kelengkapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
wajib diawasi oleh Panwas Kecamatan dan wajib
dilaporkan kepada Panwas Kabupaten/Kota.

65. Ketentuan Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 105
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari PPK, KPU Kabupaten/Kota
membuat berita acara penerimaan dan melakukan
rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat
Kabupaten/Kota yang dapat dihadiri oleh saksi pasangan
calon, Panwas Kabupaten/Kota, pemantau, dan
masyarakat.
(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat
dari pasangan calon yang bersangkutan dan
menyerahkannya kepada KPU Kabupaten/Kota.
(3) Dalam hal rekapitulasi jumlah suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, saksi pasangan calon
yang hadir dapat mengajukan keberatan kepada KPU
Kabupaten/Kota.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan
calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
diterima, KPU Kabupaten/Kota seketika itu juga
mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil
penghitungan suara di semua PPK dalam wilayah kerja
kabupaten/kota yang bersangkutan, KPU
kabupaten/kota membuat berita acara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara yang
ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya
2 (dua) orang anggota KPU Kabupaten/Kota serta dapat
ditandatangani oleh saksi pasangan calon.

(6) Dalam . . .
- 58 -

(6) Dalam hal ketua dan anggota KPU Kabupaten/Kota dan


saksi pasangan calon yang hadir sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) tidak bersedia menandatangani berita
acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
suara, berita acara rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara ditandatangani oleh
anggota KPU Kabupaten/Kota dan saksi yang bersedia.
(7) KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan
1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU
Kabupaten/Kota kepada pasangan calon atau saksi
pasangan calon dan Panwas Kabupaten/Kota dan
menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil
penghitungan suara pada tempat pengumuman di KPU
Kabupaten/Kota selama 7 (tujuh) hari.
(8) Setelah membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), KPU Kabupaten/Kota menetapkan pasangan
calon terpilih dalam pleno KPU Kabupaten/Kota dalam
waktu paling lama 1 (satu) hari.
(9) KPU Kabupaten/Kota mengumumkan penetapan
rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan
pasangan calon terpilih dalam waktu paling lama 3 (tiga)
hari.

66. Ketentuan ayat (1) Pasal 106 diubah, sehingga Pasal 106
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 106
(1) Dalam hal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPU
Kabupaten/Kota wajib menyerahkan berita acara
pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan
suara kepada KPU Provinsi dalam waktu paling lambat
3 (tiga) hari setelah berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari KPPS melalui PPK diterima.
(2) Berita Acara dan sertifikat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) beserta kelengkapannya dimasukkan dalam
sampul khusus dan selanjutnya dimasukkan dalam kotak
suara yang disediakan yang pada bagian luar ditempel
label atau disegel.
(3) KPU . . .
- 59 -

(3) KPU Kabupaten/Kota wajib menjaga dan mengamankan


keutuhan kotak suara.
(4) Penyerahan berita acara dan sertifikat beserta
kelengkapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib diawasi oleh Bawaslu Provinsi.

67. Ketentuan Pasal 107 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 107
(1) Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang
memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih
serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
terpilih.
(2) Dalam hal terdapat jumlah perolehan suara yang sama
untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan
Walikota dan Wakil Walikota, pasangan calon yang
memperoleh dukungan Pemilih yang lebih merata
penyebarannya di seluruh kecamatan di kabupaten/kota
tersebut ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan
Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota terpilih.

68. Ketentuan Pasal 108 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 108
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari KPU Kabupaten/Kota, KPU
Provinsi membuat berita acara penerimaan dan
melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat
Provinsi yang dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon,
Bawaslu Provinsi, pemantau, dan masyarakat.
(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat
dari pasangan calon yang bersangkutan dan
menyerahkannya kepada KPU Provinsi.
(3) Dalam hal penghitungan suara oleh KPU Provinsi tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, saksi pasangan calon yang hadir dapat
mengajukan keberatan kepada KPU Provinsi.

(4) Dalam . . .
- 60 -

(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan


calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
diterima, KPU Provinsi seketika itu juga mengadakan
pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil
penghitungan suara di semua KPU Kabupaten/Kota,
KPU Provinsi membuat berita acara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara yang
ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya
2 (dua) orang anggota KPU Provinsi serta dapat
ditandatangani oleh saksi pasangan Calon Gubernur
dan Calon Wakil Gubernur.
(6) Dalam hal ketua dan anggota KPU Provinsi dan saksi
pasangan calon yang hadir sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) tetapi tidak bersedia menandatangani, berita
acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara pasangan calon gubernur dan calon wakil
gubernur ditandatangani oleh anggota KPU Provinsi
serta saksi pasangan calon yang hadir.
(7) KPU Provinsi wajib memberikan 1 (satu) eksemplar
salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara di KPU Provinsi kepada para
pasangan calon atau saksi pasangan calon dan Bawaslu
Provinsi dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat
hasil penghitungan suara pada tempat pengumuman
di KPU Provinsi selama 7 (tujuh) hari.
(8) Setelah membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), KPU Provinsi menetapkan pasangan Calon
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih dalam
pleno KPU dalam waktu paling lama 1 (satu) hari.
(9) KPU Provinsi mengumumkan penetapan rekapitulasi
hasil penghitungan suara dan penetapan pasangan
Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih
dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.

69. Ketentuan . . .
- 61 -

69. Ketentuan Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 109
(1) Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai
pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
terpilih.
(2) Dalam hal terdapat jumlah perolehan suara yang sama
untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
pasangan calon yang memperoleh dukungan Pemilih
yang lebih merata penyebarannya di seluruh
kabupaten/kota di provinsi tersebut ditetapkan sebagai
pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
terpilih.

70. Ketentuan Pasal 115 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 115
Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK, KPU
Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi dapat diulang jika terjadi
keadaan sebagai berikut:
a. kerusuhan yang mengakibatkan rekapitulasi hasil
penghitungan suara tidak dapat dilanjutkan;
b. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan secara
tertutup;
c. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat
yang kurang terang atau kurang mendapatkan
penerangan cahaya;
d. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan dengan
suara yang kurang jelas;
e. rekapitulasi hasil penghitungan suara dicatat dengan
tulisan yang kurang jelas;
f. saksi pasangan calon, pengawas penyelenggara Pemilihan,
pemantau, dan masyarakat tidak dapat menyaksikan
proses rekapitulasi hasil penghitungan suara secara jelas;
dan/atau
g. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat
lain di luar tempat dan waktu yang telah ditentukan.

71. Ketentuan . . .
- 62 -

71. Ketentuan Pasal 116 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 116
(1) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 115, saksi pasangan calon dan pengawas
penyelenggara Pemilihan dapat mengusulkan untuk
dilaksanakan rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang
di PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi yang
bersangkutan.
(2) Rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPK, KPU
Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi harus dilaksanakan
dan selesai pada hari yang sama dengan pelaksanaan
rekapitulasi.

72. Ketentuan ayat (2) Pasal 117 diubah, sehingga Pasal 117
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 117
(1) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara pada
sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS dengan
sertifikat hasil penghitungan suara yang diterima PPK
dari TPS, saksi pasangan calon tingkat Kecamatan dan
saksi calon di TPS, Panwas Kecamatan, atau PPL maka
PPK melakukan penghitungan suara ulang untuk TPS
yang bersangkutan.
(2) Penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara
ulang di PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari setelah
hari/tanggal pemungutan suara.

73. Ketentuan Pasal 118 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 118
Penghitungan suara ulang untuk TPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 117 ayat (1) dilakukan dengan cara membuka
kotak suara yang hanya dilakukan di PPK.

74. Ketentuan . . .
- 63 -

74. Ketentuan Pasal 119 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 119
(1) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam
sertifikat hasil penghitungan perolehan suara Pemilihan
dari TPS dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara Pemilihan yang diterima oleh PPK, KPU
Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi, saksi pasangan calon
tingkat kabupaten/kota dan saksi pasangan calon tingkat
kecamatan, Panwas Kabupaten/Kota, atau Panwas
kecamatan, maka KPU Kabupaten/Kota melakukan
pembetulan data melalui pengecekan dan/atau
rekapitulasi ulang data yang termuat dalam sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk
KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(2) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam
sertifikat hasil penghitungan perolehan suara pemilihan
bupati dan wakil bupati serta pemilihan walikota dan
wakil walikota dari PPK dengan sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan suara yang diterima oleh KPU
Kabupaten/Kota, saksi pasangan calon tingkat
kabupaten/kota dan saksi pasangan calon tingkat
kecamatan, Panwas Kabupaten/Kota, atau Panwas
Kecamatan, maka KPU Kabupaten/Kota melakukan
pembetulan data melalui pengecekan dan/atau
rekapitulasi ulang data yang termuat dalam sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk
KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(3) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
pemilihan gubernur dan wakil gubernur dari PPK dengan
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
yang diterima oleh KPU Provinsi, saksi Peserta pemilihan
gubernur dan wakil gubernur tingkat provinsi dan saksi
Peserta pemilihan gubernur dan wakil gubernur tingkat
kecamatan, bawaslu provinsi, maka KPU Provinsi
melakukan pembetulan data melalui pengecekan
dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat dalam
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
untuk KPU Provinsi yang bersangkutan.

75. Ketentuan . . .
- 64 -

75. Ketentuan Pasal 122 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 122
(1) Pemilihan lanjutan dan Pemilihan susulan dilaksanakan
setelah penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan
diterbitkan.
(2) Penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan dilakukan
oleh:
a. KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal
penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu)
atau beberapa desa atau sebutan lain/kelurahan;
b. KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal
penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu)
atau beberapa kecamatan; atau
c. KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota dalam
hal penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi
1 (satu) atau beberapa kabupaten/kota.
(3) Dalam hal pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur tidak
dapat dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah
kabupaten/kota atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah
Pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk
memilih, penetapan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur lanjutan atau Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur susulan dilakukan oleh Menteri atas usul KPU
Provinsi.
(4) Dalam hal pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta
Walikota dan Wakil Walikota tidak dapat dilaksanakan
di 40% (empat puluh persen) jumlah Kecamatan atau
50% (lima puluh persen) dari jumlah Pemilih terdaftar
tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih,
penetapan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta
Walikota dan Wakil Walikota lanjutan atau pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil
Walikota susulan dilakukan oleh Gubernur atas usul KPU
Kabupaten/Kota.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu
pelaksanaan Pemilihan lanjutan dan Pemilihan susulan
diatur dalam Peraturan KPU.

76. Ketentuan . . .
- 65 -

76. Ketentuan ayat (1) Pasal 124 diubah, sehingga Pasal 124
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 124
(1) Lembaga pemantau Pemilihan wajib menyampaikan
laporan hasil pemantauannya kepada KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lambat
7 (tujuh) hari setelah pelantikan pasangan Calon
terpilih.
(2) Lembaga pemantau Pemilihan wajib mematuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Lembaga pemantau Pemilihan yang tidak mematuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (3),
dicabut haknya sebagai pemantau Pemilihan.

77. Ketentuan Pasal 125 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 125
(1) Untuk menjadi pemantau Pemilihan, lembaga pemantau
mendaftarkan kepada KPU Provinsi untuk Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur dan kepada KPU
Kabupaten/Kota untuk pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
(2) Pendaftaran sebagai pemantau Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi
formulir pendaftaran dengan menyerahkan kelengkapan
administrasi yang meliputi:
a. profil organisasi lembaga pemantau;
b. nama dan jumlah anggota pemantau;
c. alokasi anggota pemantau Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur masing-masing di provinsi,
kabupaten/kota, dan kecamatan;
d. alokasi anggota pemantau pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota
masing-masing di kabupaten/kota dan kecamatan;

e. rencana . . .
- 66 -

e. rencana dan jadwal kegiatan pemantauan serta


daerah yang ingin dipantau;
f. nama, alamat, dan pekerjaan pengurus lembaga
pemantau;
g. pas foto terbaru pengurus lembaga pemantau; dan
h. sumber dana.
(3) KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota melakukan
penelitian terhadap kelengkapan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123.
(4) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) terpenuhi, KPU Provinsi memberikan akreditasi
kepada lembaga pemantau Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur.
(5) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) terpenuhi, KPU Kabupaten/Kota memberikan
akreditasi kepada lembaga pemantau pemilihan Bupati
dan Wakil Bupati seta Walikota dan Wakil Walikota.

78. Ketentuan Pasal 127 ditambahkan 1 (satu) huruf, yakni


huruf g sehingga Pasal 127 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 127
Lembaga pemantau Pemilihan wajib:
a. mematuhi kode etik pemantau Pemilihan yang
diterbitkan oleh KPU;
b. mematuhi permintaan untuk meninggalkan atau tidak
memasuki daerah atau tempat tertentu atau untuk
meninggalkan TPS atau tempat penghitungan suara
denganalasan keamanan;
c. menanggung sendiri semua biaya selama kegiatan
pemantauan berlangsung;
d. menyampaikan hasil pemantauan mengenai
pemungutan dan penghitungan suara kepada KPU
Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota, serta
pengawas penyelenggara Pemilihan sebelum
pengumuman hasil pemungutan suara;

e. menghormati . . .
- 67 -

e. menghormati peranan, kedudukan, dan wewenang


penyelenggara Pemilihan serta menunjukkan sikap
hormat dan sopan kepada penyelenggara Pemilihan dan
kepada Pemilih;
f. melaksanakan perannya sebagai pemantau secara
objektif dan tidak berpihak; dan
g. membantu Pemilih dalam merumuskan pengaduan
yang akan disampaikan kepada pengawas Pemilihan.

79. Ketentuan ayat (2) Pasal 130 diubah, sehingga Pasal 130
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 130
(1) Setiap anggota lembaga pemantau Pemilihan wajib
memakai kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan
dalam melaksanakan pemantauan Pemilihan.
(2) Kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan diberikan
oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur dan oleh KPU Kabupaten/Kota untuk
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan
Wakil Walikota.
(3) Lembaga pemantau Pemilihan wajib menaati dan
mematuhi semua ketentuan yang berkenaan dengan
Pemilihan serta memperhatikan kode etik pemantau
Pemilihan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
pemantauan Pemilihan diatur dalam Peraturan KPU.

80. Ketentuan ayat (3) huruf a Pasal 131 diubah, sehingga


Pasal 131 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 131
(1) Untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan Pemilihan
dapat melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk pengawasan pada
setiap tahapan Pemilihan, sosialisasi Pemilihan,
pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat
tentang Pemilihan, dan penghitungan cepat hasil
Pemilihan.

(3) Partisipasi . . .
- 68 -

(3) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu pasangan Calon Gubernur
dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati
dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota;
b. tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan
Pemilihan;
c. bertujuan meningkatkan partisipasi politik
masyarakat secara luas; dan
d. mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi
penyelenggaraan Pemilihan yang aman, damai, tertib,
dan lancar.

81. Ketentuan ayat (5) dan ayat (6) Pasal 134 diubah, sehingga
Pasal 134 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 134
(1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota,
Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS
menerima laporan pelanggaran Pemilihan pada setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan.
(2) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan oleh:
a. Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih
pada Pemilihan setempat;
b. pemantau Pemilihan; atau
c. peserta Pemilihan.
(3) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis
yang memuat paling sedikit:
a. nama dan alamat pelapor;
b. pihak terlapor;
c. waktu dan tempat kejadian perkara; dan
d. uraian kejadian.
(4) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lama
7 (tujuh) hari sejak diketahui dan/atau ditemukannya
pelanggaran Pemilihan.

(5) Dalam . . .
- 69 -

(5) Dalam hal laporan pelanggaran Pemilihan


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dikaji
dan terbukti kebenarannya, Bawaslu, Bawaslu
Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas
Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS wajib
menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari
setelah laporan diterima.
(6) Dalam hal diperlukan, Bawaslu, Bawaslu Provinsi,
Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL,
dan Pengawas TPS dapat meminta keterangan
tambahan dari pelapor dalam waktu paling lama
2 (dua) hari.

82. Ketentuan Pasal 138 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 138
Pelanggaran administrasi Pemilihan adalah pelanggaran yang
meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan
dengan administrasi pelaksanaan Pemilihan dalam setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan di luar tindak pidana
Pemilihan dan pelanggaran kode etik penyelenggara
Pemilihan.

83. Ketentuan huruf b Pasal 142 diubah, sehingga Pasal 142


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 142
Sengketa Pemilihan terdiri atas:
a. sengketa antarpeserta Pemilihan; dan
b. sengketa antara Peserta Pemilihan dan penyelenggara
Pemilihan sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

84. Ketentuan Pasal 157 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 157
(1) Perkara perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan diadili
oleh badan peradilan khusus.

(2) Badan . . .
- 70 -

(2) Badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan Pemilihan
serentak nasional.
(3) Perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil
Pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah
Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
(4) Peserta Pemilihan dapat mengajukan permohonan
pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan
suara oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
kepada Mahkamah Konstitusi.
(5) Peserta Pemilihan mengajukan permohonan kepada
Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh
empat) jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara
hasil Pemilihan oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.
(6) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dilengkapi alat bukti dan Keputusan KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota tentang hasil rekapitulasi
penghitungan suara.
(7) Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) kurang lengkap, pemohon dapat
memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama
3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diterimanya
permohonan oleh Mahkamah Konstitusi.
(8) Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara perselisihan
sengketa hasil Pemilihan paling lama 45 (empat puluh
lima) hari sejak diterimanya permohonan.
(9) Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (8) bersifat final dan mengikat.
(10) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib
menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi.

85. Ketentuan Pasal 158 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 158
(1) Peserta pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dapat
mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil
penghitungan suara dengan ketentuan:

a. Provinsi . . .
- 71 -

a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan


2.000.000 (dua juta) jiwa, pengajuan perselisihan
perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan
paling banyak sebesar 2% (dua persen) dari penetapan
hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi;
b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.000 (enam
juta), pengajuan perselisihan perolehan suara
dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak
sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari penetapan
hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi;
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
6.000.000 (enam juta) sampai dengan 12.000.000 (dua
belas juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan
suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling
banyak sebesar 1% (satu persen) dari penetapan hasil
penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi; dan
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
12.000.000 (dua belas juta) jiwa, pengajuan
perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat
perbedaan paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima
persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan
suara oleh KPU Provinsi.
(2) Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota
dan Wakil Walikota dapat mengajukan permohonan
pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan
suara dengan ketentuan:
a. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai
dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa,
pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika
terdapat perbedaan paling banyak sebesar
2% (dua persen) dari penetapan hasil penghitungan
perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota;
b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai
dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa
sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa,
pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan
apabila terdapat perbedaan paling banyak sebesar
1,5% (satu koma lima persen) dari penetapan hasil
penghitungan perolehan suara oleh KPU
Kabupaten/Kota;

c. Kabupaten . . .
- 72 -

c. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai


dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa sampai dengan
1.000.000 (satu juta) jiwa, pengajuan perselisihan
perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan
paling banyak sebesar 1% (satu persen) dari
penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh
KPU Kabupaten/Kota; dan
d. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari
1.000.000 (satu juta) jiwa, pengajuan perselisihan
perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan
paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen)
dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara
oleh KPU Kabupaten/Kota.

86. Ketentuan Pasal 159 dihapus.

87. Ketentuan Pasal 160 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 160
(1) Pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur
dan Wakil Gubernur terpilih dilakukan berdasarkan
penetapan pasangan calon terpilih oleh KPU Provinsi
yang disampaikan oleh DPRD Provinsi kepada Presiden
melalui Menteri.
(2) Pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur
dan Wakil Gubernur terpilih dilakukan oleh Presiden
dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung
sejak tanggal usul dan berkas diterima secara lengkap.
(3) Pengesahan pengangkatan pasangan calon Bupati dan
Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Wakil
Walikota terpilih dilakukan berdasarkan penetapan
pasangan calon terpilih oleh KPU Kabupaten/Kota yang
disampaikan oleh DPRD Kabupaten/Kota kepada
Menteri melalui Gubernur.

(4) Pengesahan . . .
- 73 -

(4) Pengesahan pengangkatan pasangan calon Bupati dan


Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Wakil
Walikota terpilih dilakukan oleh Menteri dalam waktu
paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal
usul dan berkas diterima secara lengkap.

88. Di antara Pasal 160 dan Pasal 161 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 160A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 160A
(1) Dalam hal DPRD Provinsi tidak menyampaikan
pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur
dan Wakil Gubernur terpilih, Presiden melalui Menteri
dapat melakukan pengesahan pengangkatan pasangan
calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih
berdasarkan usulan KPU Provinsi melalui KPU.
(2) Dalam hal DPRD Kabupaten/Kota tidak menyampaikan
pengesahan pengangkatan pasangan calon Bupati dan
Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Wakil
Walikota terpilih, Menteri melalui Gubernur sebagai
wakil Pemerintah dapat melakukan pengesahan
pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati
serta pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota
terpilih berdasarkan usulan KPU Kabupaten/Kota
melalui KPU Provinsi.
(3) Pengesahan pengangkatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama
20 (dua puluh) hari sejak diterimanya usulan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengesahan
pengangkatan pasangan calon terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

89. Ketentuan Pasal 161 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 161
(1) Gubernur dan Wakil Gubernur sebelum memangku
jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji
yang dipandu oleh pejabat yang melantik.

(2) Sumpah . . .
- 74 -

(2) Sumpah/janji Gubernur dan Wakil Gubernur


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai
berikut:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan
memenuhi kewajiban saya sebagai Gubernur/Wakil
Gubernur dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala Undang-
Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya,
serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa."
(3) Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil
Walikota sebelum memangku jabatannya dilantik dengan
mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat
yang melantik.
(4) Sumpah/janji Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota
dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
adalah sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan
memenuhi kewajiban saya sebagai Bupati/Wakil Bupati
dan Walikota/Wakil Walikota dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan
segala Undang-Undang dan peraturannya dengan
selurus-lurusnya, serta berbakti kepada masyarakat,
nusa, dan bangsa."

90. Ketentuan Pasal 162 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 162
(1) Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 161 ayat (1) memegang jabatan selama
5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(2) Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil
Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161
ayat (3) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun
terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat
dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk
1 (satu) kali masa jabatan.

(3) Gubernur . . .
- 75 -

(3) Gubernur, Bupati, atau Walikota dilarang melakukan


penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah
Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu
6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan.

91. Ketentuan Pasal 163 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 163
(1) Gubernur dan Wakil Gubernur dilantik oleh Presiden di
ibu kota negara.
(2) Dalam hal Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur
dan Wakil Gubernur dilakukan oleh Wakil Presiden.
(3) Dalam hal Wakil Presiden berhalangan, pelantikan
Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan oleh Menteri.

92. Ketentuan Pasal 164 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 164
(1) Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil
Walikota dilantik oleh Gubernur di ibu kota Provinsi yang
bersangkutan.
(2) Dalam hal Gubernur berhalangan, pelantikan Bupati dan
Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota
dilakukan oleh Wakil Gubernur.
(3) Dalam hal Gubernur dan/atau Wakil Gubernur tidak
dapat melaksanakan sebagaimana dimaksud pada
ketentuan ayat (1) dan ayat (2), Menteri mengambil alih
kewenangan Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

93. Ketentuan Pasal 165 diubah sehinggga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 165
Ketentuan mengenai tata cara pelantikan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota diatur dengan Peraturan Presiden.

94. Ketentuan . . .
- 76 -

94. Ketentuan Pasal 166 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 166
(1) Pendanaan kegiatan Pemilihan dibebankan pada
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dan dapat
didukung oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Ketentuan mengenai dukungan Anggaran Pendapatan
Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan kegiatan
Pemilihan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah diatur dengan Peraturan Menteri.

95. Ketentuan Pasal 167 dihapus.

96. Ketentuan Pasal 168 dihapus.

97. Ketentuan Pasal 169 dihapus.

98. Ketentuan Pasal 170 dihapus.

99. Ketentuan Pasal 171 dihapus.

100. Ketentuan Pasal 172 dihapus.

101. Ketentuan Pasal 173 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 173
(1) Dalam hal Gubernur, Bupati, dan Walikota:
a. berhalangan tetap; atau
b. berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap,
Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota
menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

(2) DPRD . . .
- 77 -

(2) DPRD Provinsi menyampaikan kepada Presiden


penetapan Calon Gubernur sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk diangkat dan disahkan sebagai
Gubernur melalui Menteri.
(3) DPRD Kabupaten/Kota menyampaikan kepada Menteri
penetapan Calon Bupati/Walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk diangkat dan disahkan
sebagai Bupati/Walikota melalui Gubernur.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengisian
Gubernur, Bupati, dan Walikota yang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

102. Ketentuan Pasal 174 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 174
(1) Dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota tidak
dapat menjalankan tugas karena alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1), dilakukan
pengisian jabatan melalui Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
(2) Partai politik atau gabungan partai politik pengusung
mengusulkan 2 (dua) pasangan calon kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah untuk dipilih.
(3) Dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota berasal
dari perseorangan tidak dapat menjalankan tugas
karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173
ayat (1), dilakukan pengisian jabatan melalui Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang calonnya berasal dari
partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki
kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah paling sedikit
20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi atau memiliki
paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari
perolehan suara dapat mengajukan pasangan calon.

(4) Dewan . . .
- 78 -

(4) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melakukan proses


pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) berdasarkan perolehan suara terbanyak.
(5) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyampaikan hasil
pemilihan kepada Presiden untuk Gubernur dan Wakil
Gubernur melalui Menteri dan untuk Bupati dan Wakil
Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota kepada
Menteri melalui Gubernur.
(6) Dalam hal sisa masa jabatan kurang dari 18 (delapan
belas) bulan, Presiden menetapkan penjabat Gubernur
dan Menteri menetapkan penjabat Bupati/Walikota.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengisian jabatan
melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

103. Ketentuan Pasal 175 dihapus.

104. Ketentuan Pasal 176 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 176
(1) Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil
Walikota berhalangan tetap, berhenti, atau
diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil
Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui
mekanisme pemilihan masing-masing oleh
DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota
berdasarkan usulan dari Partai Politik/Gabungan
Partai Politik pengusung.
(2) Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan
Wakil Walikota berasal dari calon perseorangan,
pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan
Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme
pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan
DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan
Gubernur, Bupati, dan Walikota.

(3) Ketentuan . . .
- 79 -

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan


dan pengangkatan calon Wakil Gubernur, calon Wakil
Bupati, dan calon Wakil Walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

105. Ketentuan Pasal 184 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 184
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan
yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-
olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang
diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi Calon
Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon
Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga
puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua)
bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga
puluh enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

106. Ketentuan Pasal 185 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 185
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan
yang tidak benar atau menggunakan identitas diri palsu
untuk mendukung pasangan calon perseorangan menjadi
calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, calon Bupati
dan calon Wakil Bupati, dan calon Walikota dan calon
Wakil Walikota dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga
puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling
banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

107. Ketentuan . . .
- 80 -

107. Ketentuan Pasal 189 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 189
Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati,
Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil
Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan
usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah,
Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan kepala
desa atau sebutan lain/lurah serta perangkat desa atau
sebutan lain/perangkat kelurahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama
6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

108. Ketentuan Pasal 191 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 191
(1) Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati,
Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil
Walikota yang dengan sengaja mengundurkan diri
setelah penetapan pasangan calon sampai dengan
pelaksanaan pemungutan suara, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat)
bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan
denda paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(2) Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai
Politik yang dengan sengaja menarik pasangan calonnya
dan/atau pasangan calon perseorangan yang dengan
sengaja mengundurkan diri setelah ditetapkan oleh
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sampai dengan
pelaksanaan pemungutan suara, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat)
bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan
denda paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

109. Ketentuan . . .
- 81 -

109. Ketentuan Pasal 192 dihapus.

110. Ketentuan ayat (2) Pasal 193 diubah, sehingga Pasal 193
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 193
(1) Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 tanpa alasan
yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini,
anggota KPU Provinsi dan anggota KPU Kabupaten/Kota
dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam
juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta rupiah).
(2) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak
membuat dan/atau menandatangani berita acara
perolehan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga
puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(3) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak
melaksanakan ketetapan KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pemungutan
suara ulang di TPS, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

(4) Setiap . . .
- 82 -

(4) Setiap KPPS yang dengan sengaja tidak memberikan


salinan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan
dan penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil
penghitungan suara pada saksi calon Gubernur dan
calon Wakil Gubernur, calon Bupati dan calon Wakil
Bupati, serta calon Walikota dan calon Wakil Walikota,
PPL, PPS dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98 ayat (12) dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama
12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(5) Setiap KPPS yang tidak menjaga, mengamankan
keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara
tersegel yang berisi surat suara, berita acara
pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan
suara kepada PPK pada hari yang sama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 huruf q, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling
lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
(6) Setiap PPS yang tidak mengumumkan hasil
penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah
kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda
paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan
paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

111. Ketentuan Pasal 195 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 195
Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu,
atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara
hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati
dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 60 (enam
puluh) bulan dan paling lama 120 (seratus dua
puluh) bulan dan denda paling sedikit
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

112. Ketentuan . . .
- 83 -

112. Ketentuan Pasal 196 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 196
Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak
membuat dan/atau menandatangani berita acara perolehan
suara pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati,
serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua
belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan
dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah).

113. Ketentuan Pasal 197 ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 197
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 197
(1) Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
tidak menetapkan perolehan hasil Pemilihan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini,
anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
dipidana dengan pidana penjara paling singkat
24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama
60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit
Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah).
(2) Dihapus.

114. Ketentuan Pasal 200 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 200
(1) Pendanaan kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta
Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota yang
dilaksanakan pada tahun 2015 dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(2) Dalam . . .
- 84 -

(2) Dalam hal kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil


Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta
Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota yang
dilaksanakan pada tahun 2015 dan dilanjutkan pada
tahun 2016, pendanaannya dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2016.
(3) Bagi daerah yang sedang melaksanakan tahapan
Pemilihan, tahapan Pemilihan yang sedang berjalan
menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini.

115. Ketentuan Pasal 201 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 201
(1) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa
jabatannya berakhir pada tahun 2015 dan bulan
Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2016
dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada
bulan Desember tahun 2015.
(2) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa
jabatannya berakhir pada bulan Juli sampai dengan
bulan Desember tahun 2016 dan yang masa
jabatannya berakhir pada tahun 2017 dilaksanakan
pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan
Februari tahun 2017.
(3) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa
jabatannya berakhir pada tahun 2018 dan tahun 2019
dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada
bulan Juni tahun 2018.

(4) Pemungutan . . .
- 85 -

(4) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil


Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota
dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2015
dilaksanakan pada tahun 2020.
(5) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota
dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2017
dilaksanakan pada tahun 2022.
(6) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota
dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2018
dilaksanakan pada tahun 2023.
(7) Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada
tahun 2027.
(8) Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur,
diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan
pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan
Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(9) Untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Walikota,
diangkat penjabat Bupati/Walikota yang berasal dari
jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan
pelantikan Bupati, dan Walikota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan
Peraturan KPU.

116. Ketentuan . . .
- 86 -

116. Ketentuan Pasal 202 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 202
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
serta Walikota dan Wakil Walikota yang tidak sampai satu
periode akibat ketentuan Pasal 201 diberi kompensasi uang
sebesar gaji pokok dikalikan jumlah bulan yang tersisa
serta mendapatkan hak pensiun untuk satu periode.

117. Di antara Pasal 205 dan Pasal 206 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 205A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 205A
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
Peraturan Perundang-undangan yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656),
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang
ini.

Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar . . .
- 87 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 18 Maret 2015
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Maret 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 57


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2015
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015
TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG

I. UMUM
Ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan
Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Untuk mewujudkan
amanah tersebut telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, Walikota. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
tersebut telah ditetapkan menjadi undang-undang berdasarkan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, Walikota Menjadi Undang-Undang.
Ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang telah ditetapkan menjadi Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015 dirasakan masih terdapat beberapa
inkonsistensi dan menyisakan sejumlah kendala apabila dilaksanakan,
sehingga perlu disempurnakan. Beberapa penyempurnaan tersebut,
antara lain:
a. Penyelenggara Pemilihan
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 menyatakan
bahwa Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kewenangan untuk
menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Putusan
ini mengindikasikan bahwa pemilihan kepala daerah bukan
merupakan rezim pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22E UUD 1945. Sebagai konsekuensinya, maka komisi
pemilihan umum yang diatur di dalam Pasal 22E tidak berwenang
menyelenggarakan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Untuk . . .
-2-

Untuk mengatasi masalah konstitusionalitas penyelenggara tersebut


dan dengan mengingat tidak mungkin menugaskan lembaga
penyelenggara yang lain dalam waktu dekat ini, maka di dalam
Undang-Undang ini ditegaskan komisi pemilihan umum, badan
pengawas pemilihan umum beserta jajarannya, dan dewan
kehormatan penyelenggara pemilihan umum masing-masing diberi
tugas menyelenggarakan, mengawasi, dan menegakkan kode etik
sebagai satu kesatuan fungsi dalam penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota secara berpasangan berdasarkan
Undang-Undang ini.
b. Tahapan Penyelenggaraan Pemilihan
Adanya penambahan tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang
diatur di dalam Perppu, yaitu tahapan pendaftaran bakal calon dan
tahapan uji publik, menjadikan adanya penambahan waktu selama 6
enam bulan dalam penyelenggaraan Pemilihan. Untuk itu Undang-
Undang ini bermaksud menyederhanakan tahapan tersebut, sehingga
terjadi efisiensi anggaran dan efisiensi waktu yang tidak terlalu
panjang dalam penyelenggaraan tanpa harus mengorbankan asas
pemilihan yang demokratis.
c. Pasangan Calon
Konsepsi di dalam Perppu adalah calon kepala daerah dipilih tanpa
wakil. Di dalam Undang-Undang ini, konsepsi tersebut diubah
kembali seperti mekanisme sebelumnya, yaitu pemilihan secara
berpasangan atau paket.
d. Persyaratan calon perseorangan
Penambahan syarat dukungan bagi calon perseorangan dimaksudkan
agar calon yang maju dari jalur perseorangan benar-benar
menggambarkan dan merepresentasikan dukungan riil dari
masyarakat sebagai bekal untuk maju ke ajang Pemilihan.
e. Penetapan calon terpilih
Salah satu aspek penting yang diperhatikan dalam penyelenggaraan
Pemilihan adalah efisiensi waktu dan anggaran. Berdasarkan hal
tersebut, perlu diciptakan sebuah sistem agar pemilihan hanya
dilakukan dalam satu putaran, namun dengan tetap memperhatikan
aspek legitimasi calon kepala daerah terpilih. Berdasarkan hal
tersebut, Undang-Undang ini menetapkan bahwa pasangan calon
yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan
calon terpilih.

f. Persyaratan . . .
-3-

f. Persyaratan Calon
Penyempurnaan persyaratan calon di dalam Undang-Undang ini
bertujuan agar lebih tercipta kualitas gubernur dan wakil gubernur,
bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota yang
memiliki kompetensi, integritas, dan kapabilitas serta memenuhi
unsur akseptabilitas.
g. Pemungutan suara secara serentak
Konsepsi pemungutan suara serentak menuju pemungutan suara
serentak secara nasional yang diatur di dalam Perppu perlu
disempurnakan mengingat akan terjadi pemotongan periode masa
jabatan yang sangat lama dan masa jabatan penjabat menjadi terlalu
lama. Undang-Undang ini memformulasikan ulang tahapan menuju
pemilu serentak nasional tersebut dengan mempertimbangkan
pemotongan periode masa jabatan yang tidak terlalu lama dan masa
jabatan penjabat yang tidak terlalu lama; kesiapan penyelenggara
pemilihan; serta dengan memperhatikan pelaksanaan Pemilu
Presiden dan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD secara serentak
pada tahun 2019.
Selain hal-hal tersebut, Undang-Undang ini juga menyempurnakan
beberapa ketentuan teknis lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan
Pemilihan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas.
Angka 2
Pasal 3
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal 4
Dihapus.
Angka 4
Pasal 5
Cukup jelas.
Angka 5 . . .
-4-

Angka 5
Pasal 6
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dihapus.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Persyaratan ini tidak berlaku bagi seseorang yang
telah selesai menjalankan pidananya, terhitung
5 (lima) tahun sebelum yang bersangkutan
ditetapkan sebagai bakal calon dalam pemilihan
jabatan publik yang dipilih (elected official) dan yang
bersangkutan mengemukakan secara jujur dan
terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan
pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku
kejahatan berulang-ulang. Orang yang dipidana
penjara karena alasan politik dikecualikan dari
ketentuan ini.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Dihapus.
Huruf j
Cukup jelas.

Huruf k . . .
-5-

Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah
penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat
Walikota mengundurkan diri untuk mencalonkan
diri menjadi Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Huruf r
Yang dimaksud dengan “tidak memiliki konflik
kepentingan dengan petahana” adalah tidak
memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan
dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus
ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana
yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik,
ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda
1 (satu) kali masa jabatan.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
Angka 7
Pasal 8
Cukup jelas.

Angka 8 . . .
-6-

Angka 8
Pasal 10
Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 10A
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal 11
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 12
Cukup jelas.
Angka 12
Pasal 13
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 14
Cukup jelas.
Angka 14
Pasal 20
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 22A
Cukup jelas.
Pasal 22B
Cukup jelas.
Pasal 22C
Cukup jelas.
Pasal 22D
Cukup jelas.

Angka 16 . . .
-7-

Angka 16
Pasal 27
Cukup jelas.
Angka 17
Pasal 28
Cukup jelas.
Angka 18
BAB V Dihapus.

Angka 19
Pasal 37
Dihapus.
Angka 20
BAB VI Dihapus.

Angka 21
Pasal 38
Dihapus.
Angka 22
Pasal 39
Cukup jelas.
Angka 23
Pasal 40
Cukup jelas.
Angka 24
Pasal 41
Cukup jelas.
Angka 25
Pasal 42
Cukup jelas.
Angka 26
Pasal 44
Cukup jelas.
Angka 27 . . .
-8-

Angka 27
Pasal 45
Cukup jelas.

Angka 28
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “orang” termasuk Calon
Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati,
Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, atau Calon Wakil
Walikota.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Angka 29
Pasal 48
Cukup jelas.
Angka 30
Pasal 49
Cukup jelas.
Angka 31
Pasal 50
Cukup jelas.
Angka 32
Pasal 51
Cukup jelas.
Angka 33 . . .
-9-

Angka 33
Pasal 52
Cukup jelas.
Angka 34
Pasal 53
Cukup jelas.
Angka 35
Pasal 54
Cukup jelas.
Angka 36
Pasal 55
Dihapus.
Angka 37
Pasal 57
Cukup jelas.
Angka 38
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemutakhiran data pemilih adalah menambah
dan/atau mengurangi calon pemilih sesuai dengan
kondisi nyata di lapangan, bukan untuk merubah
elemen data yang bersumber dari DP4.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8) . . .
- 10 -

Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 39
Pasal 59
Cukup jelas.
Angka 40
Pasal 61
Cukup jelas.
Angka 41
Pasal 63
Cukup jelas.
Angka 42
Pasal 64
Cukup jelas.
Angka 43
Pasal 65
Cukup jelas.
Angka 44
Pasal 66
Cukup jelas.
Angka 45
Pasal 67
Cukup jelas.
Angka 46
Pasal 68
Cukup jelas.
Angka 47
Pasal 69
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
- 11 -

Huruf c
Ketentuan dalam huruf ini dikenal dengan istilah
Kampanye hitam atau black campaign.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Angka 48
Pasal 70
Cukup jelas.
Angka 49
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal terjadi kekosongan jabatan, maka
Gubernur, Bupati, dan Walikota menunjuk pejabat
pelaksana tugas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Angka 50 . . .
- 12 -

Angka 50
Pasal 74
Cukup jelas.
Angka 51
Pasal 75
Cukup jelas.
Angka 52
Pasal 76
Cukup jelas.
Angka 53
Pasal 87
Cukup jelas.
Angka 54
Pasal 89
Cukup jelas.
Angka 55
Pasal 90
Cukup jelas.
Angka 56
Pasal 91
Cukup jelas.
Angka 57
Pasal 94
Cukup jelas.
Angka 58
Pasal 95
Cukup jelas.
Angka 59
Pasal 98
Cukup jelas.

Angka 60 . . .
- 13 -

Angka 60
Pasal 100
Dihapus.
Angka 61
Pasal 101
Dihapus.
Angka 62
Pasal 102
Dihapus.
Angka 63
Pasal 103
Cukup jelas.
Angka 64
Pasal 104
Cukup jelas.
Angka 65
Pasal 105
Cukup jelas.
Angka 66
Pasal 106
Cukup jelas.
Angka 67
Pasal 107
Cukup jelas.
Angka 68
Pasal 108
Cukup jelas.
Angka 69
Pasal 109
Cukup jelas.
Angka 70 . . .
- 14 -

Angka 70
Pasal 115
Cukup jelas.
Angka 71
Pasal 116
Cukup jelas.
Angka 72
Pasal 117
Cukup jelas.
Angka 73
Pasal 118
Cukup jelas.
Angka 74
Pasal 119
Cukup jelas.
Angka 75
Pasal 122
Cukup jelas.
Angka 76
Pasal 124
Cukup jelas.
Angka 77
Pasal 125
Cukup jelas.
Angka 78
Pasal 127
Cukup jelas.
Angka 79
Pasal 130
Cukup jelas.

Angka 80 . . .
- 15 -

Angka 80
Pasal 131
Cukup jelas.
Angka 81
Pasal 134
Cukup jelas.
Angka 82
Pasal 138
Cukup jelas.
Angka 83
Pasal 142
Cukup jelas.
Angka 84
Pasal 157
Cukup jelas.
Angka 85
Pasal 158
Cukup jelas.
Angka 86
Pasal 159
Dihapus.
Angka 87
Pasal 160
Cukup jelas.
Angka 88
Pasal 160A
Cukup jelas.
Angka 89
Pasal 161
Cukup jelas.

Angka 90 . . .
- 16 -

Angka 90
Pasal 162
Cukup jelas.
Angka 91
Pasal 163
Ayat (1)
Serah terima jabatan Gubernur dilakukan di ibu
kota provinsi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 92
Pasal 164
Ayat (1)
Serah terima jabatan Bupati/Walikota dilakukan
di ibu kota Kabupaten/Kota.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 93
Pasal 165
Cukup jelas.
Angka 94
Pasal 166
Cukup jelas.
Angka 95
Pasal 167
Dihapus.
Angka 96
Pasal 168
Dihapus. Angka 97 . . .
- 17 -

Angka 97
Pasal 169
Dihapus.
Angka 98
Pasal 170
Dihapus.
Angka 99
Pasal 171
Dihapus.
Angka 100
Pasal 172
Dihapus.
Angka 101
Pasal 173
Cukup jelas.
Angka 102
Pasal 174
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dua pasangan calon yang diusulkan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dalam hal keduanya
berhenti atau diberhentikan secara bersamaan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7) . . .
- 18 -

Ayat (7)
Cukup jelas.

Angka 103
Pasal 175
Dihapus.

Angka 104
Pasal 176
Cukup jelas.

Angka 105
Pasal 184
Cukup jelas.

Angka 106
Pasal 185
Cukup jelas.

Angka 107
Pasal 189
Cukup jelas.

Angka 108
Pasal 191
Cukup jelas.

Angka 109
Pasal 192
Dihapus.

Angka 110
Pasal 193
Cukup jelas.

Angka 111
Pasal 195
Cukup jelas.

Angka 112 . . .
- 19 -

Angka 112
Pasal 196
Cukup jelas.
Angka 113
Pasal 197
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dihapus.
Angka 114
Pasal 200
Cukup jelas.
Angka 115
Pasal 201
Cukup jelas.
Angka 116
Pasal 202
Cukup jelas.
Angka 117
Pasal 205A
Cukup jelas.

Pasal II
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5678

Anda mungkin juga menyukai