REPUBLIK INOONESIA
~
DR. H. SUSILO BAMBANG YUOHOYONO
Tembusan:
1. Wakil Presiden
2. Ketua Dewan Perwakilan Daerah
3. Menter! Koordinator Bldang Polhukam
4. Menter! Koordlnator Bidang Perekonomian
5. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
6. Memteri Dalarn Negeri
7. Menteri Hukum danHakAsasi Manusia
RAN CAN GAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN
WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG
MEMUTUSKAN:
Pasal 1
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubemur, Bupati, dan
Walikota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5588) ditetapkan menjadi Undang-Undang dan
melampirkannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
Pasal 2
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
-3-
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
I. UMUM
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
PRESJDEN
REPUBLIK INDONESJA
PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG~UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1TAHUN2014
TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
Mengingat ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
MEMUTUSKAN;
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini
yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang
selanju.tnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan
kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk
memilih Gubernur, Bupati, dan Walikcta secara langsung
dan demokratis.
2. Uji Publik adalah pengujian kompetensi dan integritas
yang dilaksanakan secara terbuka o}eh panitia yang
bersifat mandiri yang dibentuk oleh Komisi Pemilihan
Umum Provinsi atau Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten/ Ko ta, yang hasilnya tidak menggugurkan
pencalonan.
3. Calon Gubernur adalah peserta pemilihan yang diusulkan
oleh partai politik, gabungan parW.i politik, atau
perseorangan yang mendaftar atau didt:a.ftarkan di Komisi
Pemilihan U mum Provinsi.
4. Calon ...
•
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-3 -
-4 -
- 5 -
BAB II
ASAS DAN PRINSIP PELAKSANAAN
Bagian Kesatu
Asas
Pasal2
Pemilihan dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Bagian ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-6-
Bagian Kedua
Prinsip Pelaksanaan
Pasal 3
(1) Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (Hrna) tahun sekali secara
serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(2) Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang
dapat mengikuti Pemilihan harus mengikuti proses Oji
Publik.
Pasal 4
(1) DPRD Provinsi memberitahukan secara tertulis kepada
Gubernur dan KPU Provinsi . mengenai berakhirnya
masa jabatan Gubernur dalam waktu paling lambat
6 (enam) bulan sebelum masa jabata.h Gubernur berakhir,
(2) DPRD I<;abupaten/Kota memberitahukan secara tertulis
kepada Bupati/Walikota dan KPU Kabupaten/Kota
mengenai berakhirnya masa jabatan Bupati/Walikota
dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum masa
jabatan Bupati/Walikota berakhfr.
Pasal 5
(1) Pemilihan diselenggarakan melalui 2 (dua) tahapan yaitu
tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan.
(2) Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi: ·
a. perencanaan program dan anggaran;
b. penjusunan peraturan penyelenggaraan Pemilihan;
c. perenoanaan penyelenggaraan yang mcliputi
penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan
Pemiliha~:
d. pembentukan PPK, PPS, dan KPPS;
e. pembentukan ...
PRESIDEN
REPUBUK INDONESIA
-7-
Pasal 6
(1) KPU Provinsi menyampaikan laporan kegiatan setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur kepacla
DPRD Ptovinsi clan KPU dengan tembusan kepada
Presiden melalui Menteri.
-8 ~
Pasal 7
Warga negara Indonesia yang dapat. menjadi Calon Gubernur,
Calon ,Bupati, clan Calon Walikota adalah yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Panca~Ua, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklarnasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat
atas atau sederajat;
d. telah mengikuti Uji Publik;
e. berusia paling rendah 30 (tiga p'uluh} tahun untuk Calon
Gubernur dan 25 {dua puluh Hrna) tahun untuk Calon
Bupati dun Calon Walikota; ·
f. mai:npu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (Iima) tahun atau lebih;
h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
L tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
J. menyerahkan daftar kekayaan pribadi;.
k. tidak .. ,
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
n.,, .. ' ·1 .,. ' . _ .••
-9-
BAB IV
PENYELENGGARA PEMILIHAN
Bagian Kesatu
Um um
Pasal 8
(1) Penyelenggaraan Pemilihan menj~di tanggung jawab
bersama KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
- 10 -
Bagian Kedua
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban KPU
Pasal 9
Tugas clan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan
meliputi:
a. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap
tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan
Perwaldlan Rakyat dan Pemerintah;
b. mengkoordinasi dan memantau tahapan Pemilihan;
c. melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemilihan;
d. menerima laporan hasil Pemilihan dari KPU Provinsi clan
KPU Kabupaten/Kota;
e. memfasilitasi pelaksanaan tugas KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dalam · melanjutkan tahapan
pelaksanaan Pemilihan jika Provinsi, Kabupaten, dan
Kata tidak dapat melanjutkan tahapan Pemilihan secara
berjenjang; dan
f. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 10
KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan wajib:
a. memperlakukan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan
Calon Walikota secara adil dan setara;
b. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan
Pemilihan kepada masyarakat;
c. melaksanakan Keputusan DKPP; dan
d. melaksanakan ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
....... t· ,. ,.,.,,_,t
- 11 -
B agian Ketiga
Tugas 1 Wewenang 1 dan Kewajiban KPU Provinsi
Pasal 11
Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam Pemilihan
Gubernur meliputi:
a. merencanakan program dan anggaran;
b. merencanakan clan menetapkan jadwal Pemilihan
Gubernur;
c. men,yusun dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, clan KPPS daJam Pemilihan
Gubernur dengan memperhatikan pedoman dari KPU;
d, menyusun clan menetapkan pedoman teknis untuk setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. mengkoordinasikan, menyelenggarakan 1 dan
mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman
dari KPU;
f. menerima daftar pemilih dari KPU Kabupaten/ Kata dalam
penyelenggaraan Pemilihan Gubernur;
g. memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data
kependudukan yang disiapkan clan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:
1. pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Penvakilan Daerah 1 dan DPRD;
2. pemilihan umum Presiden dan Waldl Presiden; clan
3. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan W.alikota,
clan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
h. menetapkan ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
t. menyampaikan ...
PRESIDEN
REPUBL!K !NDONESIA
- 13 -
Pasal 12
Dalam pelaksanaakan Pemilihan Gubernur, KPU Provinsi
wajib:
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dengan tep8:t waktu;
b. rriemperlakukan peserta Pemilihan Calon Gubernur secara
adil dan setara;
c. menyampaikan semua informasi. penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban · penggunaan anggaran
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua
kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur kepada
KPU clan Menteri;
f. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/ dokumen serta
melaksanakan penyusutannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
g. rnenyampaikan laporan periodik mengenai tahapan
penyelengg9-raan Pemilihan Gubernur kepada KPU dan
Menteri dengan tembusan kepada Bawaslu;
h. membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU
Provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
i. menyediakan dan menyampaikan data hasil Pemilihan
Gubernur di tingkat Provinsi;
J· melaksanaki;:m Keputusan DKPP; dap
k. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU
dan/ a tau ketentuan peratu~an perundang-undangan.
Pasal 13 ...
PRES ID EN
REPUSLIK INDONESIA
- 14 -
Pa;:;al 13
Tugas da.n wewenang KPU :Kabupaten/ Ko ta dalam Pemilihan
Bupati dan Walikota meliputi:
a. merencanakan program dan anggaran;
b. merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan Bupati
dan Walikota;
c. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU
Kabupaten/ Kata, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan
Bupati dan Walikota dengan memperhatikan pedoman dari
KPV dan/atau }\PU Provinsi;
d, menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Walikota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. membentuk PPK, PPS, dan . KPPS dalam Pemilihan
Otibernur serta Pernilihan Bupati clan Walikota dalam
wilaya4 kerjanya;
f. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan
mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Bupati dan Walikota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan
pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
g. menerima daftar pemilih dari PPK' dalam penyelenggaraan
Pemilihan Bupati dan Walikota;
h. memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data
kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:
1. pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan DPRD;
2: pemilihan umum Presiden dart Wakil Presiden; dan
3. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota,
dan menetapkannya sebagai .daftar pemilih;
1. menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan
Perriilihan Gubernur dan menyampaikannya kepada KPU
Provinsi;
j. menetapkan ...
PRESIDE:N
REPUBLIK INDONESIA
- 15 -
t. melakukan ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16 -
Pasal 14
KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilihan Bupati dan Walikota
wajib:
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Bupati dan Walikota dengan tepat waktu;
b. memperlakukan pe:;;erta Pemilihan Calon Bupati clan
Walikota secara adil dan setara;
c. m(fnyampaikan semua informasi penyelenggaraan
Pemilihan Bupati dan Walikota kepada masyarakat;
d. melapork:an pertanggungjawaban penggunaan anggaran
sesuai' dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban serhua
kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Bupati clan Walikota
kepada Menteri melalui Gubemur dan kepada KPU melalui
KPU Provinsi;
f. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta
melaksanakan penyusutannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perµndang-undangan;
g. mengelola barang inventaris ·KPU Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. menyampaik9n lapor~n periodik . meng~mai tahapan
penyelenggaraan Pemilihan· Bup'ati dan Walikota kepada
Menteri melalui Gubernur, kepada KPU clan KPU Provinsi
serta menyampaikan tembusannya kepada Bawaslu
Provinsi;
i. membuat ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
17 -
Bagian Keempat
PPK
Pasal 15
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilihan di tingkat Kecamatan
dibentuk PPK.
(2) PPK berkedudukan di ibu kota Kecamatan.
(3) PPK dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat
6 (enam) bulan sebelum pemungutan suara clan
dibubarkan 2 (dua) bulari. setelah pemungutan suara.
(4) Hak keuangan anggota PPK dihitung sesuai dengan waktu
pelaksanaan tugasnya.
,Pasal 16
(1) Anggota PPK sebanya.k 5 (Hrna) orang yang memenuhi
syarat bei-dasarkan Undang-Undang.
'
(2) Anggota PPK diangkat dan diberheptikan oleh KPU
Kabupaten/ Ko ta.
(3) Komposisi keanggotaan PPK memperh~tikan keterwakilan
perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen).
(4) Dalam mehjalankan tugasnya, PPK dibantu oleh
sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris dari Pegawai
Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.
- 18 -
Pasal 17
Tugas, wewenang, clan kewajiban PPK meliputi:
a. membantu KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam
melakukan pemutakhiran data pemilih, Daftar Pemilih
Sementara, dan Daftar Pemilih Tetap;
b. membantu KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam
menyelenggarakan Pemilihan;
c. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
di tirigkat Kecamatan yang telah ditetapkan oleh KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/ Kata;
d. menerima dan menyampaikan daftar pemilih kepada KPU
Kabupaten/Kota;
e. mengumpulkan hasil penghitungan suarn dari seluruh
PPS di wilayah kerj anya;
f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara
se bagaimana dimak:;md pada huruf e dalam rapat yang
dihadiri oleh saksi peserta Pemilihan dan Panwas
kecamatan;
g. mengumumkan hasil rekapitulasi sebagaimana dimaksud
pada huruf f;
h. menyerahkan hasil rekapitulasi suara sebagaimana
dimaksud pada huruf f kepada s'eluruh· peserta Pemilihan;
i. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat
sertifikat penghitungan sua.ra dan wajib menyerahkannya
kepada saksi peserta Pemilihan', Panwas Kecamatan, dan
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ I{ota;
J. menindaklanjuti dengan segera te1nuan dan la po ran yang
disampaikan oleh Panwas Kecarri~tan;
k. melakuk~n evaluai;;i da:n membuat lttporan setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan di wilayah kerjanya;
1. melakukan .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 19 -
Bagian Kelima
PPS
Pasal 18
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilihan di Desa atau sebutan
lain/Kelurahan dibentuk PPS.
(2) PPS berkedudukan di Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
(3) PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota 6 (enam) bulan
sebelum pemungutan suara dan dibubarkan paling
lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
(4) Hak keuangan anggota PPS dihitung sesuai dengan waktu
pelaksanaan tugasnya.
Pasal 19
( 1) Anggota PPS berjumlah 3 (tiga) orang yang diangkat sesuai
dengan persyaratan dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai penyelenggara pemilihan
um um.
(2) Anggota PPS diangkat oleh KPU Kabupaten/Kota atas usul
bersama Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan Badan
Permusyawaratan Desa atau sebutan lain/Dewan
Kelurahan.
Pasal 20 ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 20 -
Pasal 20
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPS meliputi:
a. membantu KPU Kabupaten/Kota clan PPK dalam
melakukan pemutakhiran data Pemilih, Daftar Pemilih
Sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan Daftar
Pemilih Tetap;
b. membentuk KPPS;
c. melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon
perseorangan;
d. mengangkat petugas pemutakhiran data pemilih;
e. mengumumkan daftar pemilih;
f. menerima masukan dari masyarakat tentang Daftar
Pemilih Semen tara;
g. melakukan perbaikan dan mengumumkan hasil perbaikan
Daftar Pemilih Sementara;
h. menetapkan basil perbai.kan Daftar Pemilih Sementara
sebagaimana dimaksud pada huruf g untuk menjadi
Daftar Pemilih Tetap;
1. mengumumkan Daftar Pemilih Tetap sebagaiinana
dimaksud pada huruf h dan melaporkan kepada KPU
Kabupaten/Kota melalui PPK;
j. menyampaikan daftar Pemilih kepada PPK;
k. meJaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
di tingkat Desa a tau sebutan lain/ Kelurahan yang telah
ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota dan PPK;
1. mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh
TPS di wilayah kerjanya;
m. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara
sebagaimana dimaksud pada huruf 1 dalam rapat yang
harus c;lihadiri oleh saksi peserta Pemil~han dan PPL;
n. mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari
seluruh TPS di wilayah kerjanya;
o. menyerahkan rekapitulasi hasil penghitungan suara
sebgaimana dimaksud pada huruf m kepada seluruh
peserta Pemilihan;
p. membuat ...
PRE5IDEN
REPU8LIK INDONESIA
- 21 -
Pasal 21
( 1) Anggota KPP$ berjumlah 7 (tujuh) orang yang berasal dari
anggota masyarakat di sekitar TPS yang memenuhi syarat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Anggota KPPS diangkat clan diberhentikan oleh PPS atas
nama Ketua KPU Kabupaten/Kota,
(3) Pengangkatan clan pemberhentian anggota KPPS wajib
dilaporkan kepada KPU Kabupaten/ Kata.
(4) Susunan keanggotaan KPPS terdiri atas seorang ketua
merangkap anggota clan anggota.
Pasal 22 ...
PRESIDE;N
REPUBLIK INDONESIA
- 22 -
Pasal22
Tugas, wewenang, dan kewajiban KPP$ meliputi:
a. mengumumkan dan menempelkan Daftar Pemilih Tetap di
TPS;
b. mcnyerahkan Daftar Pernilih Tetap kepada saksi peserta
Pemilihan yang hadir dan. PPL;
c. melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di
TPS;
d. mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS;
e. ·menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang
disampaikan oleh saksi, PPL, peserta Pemilihan, dan
masyarakat pada hari pemungutan Sl.l:;tra;
f. menjaga dan mengamankan keutuhan kotuk ~uara setelah
penghitungan suara dan setelah kotak sua ra clisegel;
g. membuat berita acara pemungutan clan penghitungan
suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepacla saksi peserta Pemilihan,
PPL, clan PPK melalui PPS;
h. menyerahkan hasil penghitungan sua1·a kepada PPS dan
PPL; .
i. menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara
dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK
melalui PPS pada hari yang sama;
J. melaksanakan tugas, wewenang, dan ·kewajiban lain yang
diberikan oleh KPU Kabupaten/ Kata, PPK, clan PPS sesuai
dengan ketentuan peraturan perunclang-undangan; clan
k. melaksanakan tugas, wewenang, clan kewajiban lain yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Bagian ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 23 -
Bagian Keenam
Pengawas Penyelenggaraan Pemilihan
Pasal 23
(1) Pengawasan terhaclap penyelenggaraan Pemilihan
dilaksanakah oleh Bawaslu Provinsi, Pan was
Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas .
TPS. I
Pasal 24
(1) Panwas Kabupaten/Kota dibentuk paling lambat
1 (satu) bulan sebelum tahapan persiapan
penyelenggaraan Pemilihan dirn:ulai ·dan dibubarkan paling
lambat 2 (dua) bu.Ian setelah seluruh tahapan
penyelenggaraan Pemilihan selesai.
(2) Panwas Kabupaten/Kota dibentuk dan ditetapkan oleh
Bawaslu Provinsi. ·
(3) Penetapan ariggota Panwas Kab.upaten/Kota sebagaimana
dimaksµd pacla ayat (2) dilakukan ~etelah melalui seleksi
oleh Bawaslu Provinsi.
Pasal 25 ...
PRESIDi;:N
REPUBLIK INDONESIA
- 24 -
Pasal 25
(1) Panwas Kecamatan dibentuk 1 (satu) bulan sebelum
tahapan pertama penyelenggaraan Pemilihan dimulai dan
berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh
tahapan penyelenggaraan Pemilihan selesai.
(2) Panwas Kecamatan untuk Pemilihan dibentuk oleh
Pan was Kabupaten/Kota dan ditetapkan dengan
Keputusan Panwas Kabupaten/Kota.
Pasal 26
(1) PPL dibentuk 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama '
penyelenggaraan Pemilihan dimulai clan dibubarkan paling '
lambat · 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan
penyelenggaraan Pemilihan selesai.
(2) Anggota PPL berjumlah 1 (satu) orang setiap Desa atau
sebutan lain/Kelurahan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan,
(3) Anggota PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Panwas Kecamatan.
Pasal 27
(1) Dalam melaksanak:an tugas . pengawasan, PPL dapat
dibantu 1 (satu) orang Pengawas TPS di masing-masing
· TPS berdasarkan usulan PPL kepada .Panwas Kecamatan.
(2) Pengawas TPS dibentuk 23 (dua puluh tiga) hari sebelum
hari pemungutan suara Pemilihan .dan dibubarkan ·
7 (tujuh) hari setelah hari pemungutari suara Pemilihan.
Pasal 28
(1) Tugas dan \:l.'.ewenang Bawaslu Provinsi adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di
wilayah provinsi yang meliputi:
1. pemutakhiran d'ata pclmilih berdasarkan data
kependudukan clan penetapan Daftar Pemilih
Sementara dan Daftar PefI1ilih Tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan
tata cara pencalonan Gubernur;
3. proses ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONES/A
- 25 -
h. mengawasi ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 26 -
Pasal29
Bawaslu Provinsi wajib:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya;
b. rp.elakukan pembinaan dan pengawasan terhadap •
pelaksanaan tugas pengawas pemilihan umum pada
tingkatan di bawahnya;
c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan
dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan
peraturan perundang-undangan mengenai Pemilihan;
d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu
sesuai dengan tahapan Pemilihan secara periodik
dan/ atau berdasarkan kebutuhan;
e. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu
berkaitan dengan adanya dugaan. pelanggaran yang
dilakukan oleh KPU Provinsi yang mengakibatkan
terganggunya penyelenggaraan ta}lapan Pemilihan di
tingkat Provinsi; dan
f. melaksanakan kewajiban· lain sesuai. dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 30 ...
PRE SID EN
REPUBLJK INDONESIA
..
- 27 -
Pasal30
Tugas dan wewenang Panwas Kabupaten/Kota adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang
meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih
Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengah persyaratan dan ·
tata cara pencalonan;
3. proses dan penetapan calon;
4. pelaksanaan Kampanye;
5. perlengkapan Pemilihan da.n pendistribt.wic:innya;
6. pelaksanaan pemungutan suara dan penghitunga'n
suara hasil Pemilihan; ·
7. . mengendalikan pengawasan seluruh proses
penghitungan suara;
8. penyampaian surat suara dari tingkat TPS sampai ke
PPK;
9. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU
Provinsi, Kabupaten, dan Kota dari seluruh
Kecamatan; dan
10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara
ulang, Pem'ilihan lanjutan 1 dan Pemilihan susulani
b. menerirna laporan dugaan. pelanggaran terhadap
pelaksanaan peraturan . perunda.ng-undangan mengenai
Pemilihan;
c. menyelesaikan temuan dan laporan sengketa
penyelenggaraan Pemilihan yang tidak mengandung unsur
tindak pidana; ·
d. menyamp;:i..ikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi
kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
f. menyampaikan ...
PRES ID EN
REPUSLIK INOONESIA
- 28 -
Pasal 31
Dalam pelaksanaan tugas sel;:iagaimana dimaksud dalam
Pasal 28·, Bawaslu Provinsi berwenang:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU dan KPU Provinsi
untuk menonaktifkan sementara dan/ atau mengenakan
sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana
dimaksud pada Pasal 28 huruf g dan Pasal 30 huruf g;
b. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas
temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung
unsur tindak pidana Pemilihan.
Pasal 32
Dalam Pemilihan Bupati dan Walikota, Panwas
Kabupaten/Kota wajib:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas Panwas pada tingkatan di bawahnya;
c. menerima ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 29 -
Pasal 33
Tugas clan wewenang Panwas Kecamatan dalam Pemilihan
rneliputi:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah
Kecamatan yang meliputi:
1. pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data
kepem;iudukan dan penetapan Daftar Pemilih Sementara
clan Daftar Pernilih Tetap;
2. pelaksanaan Kampanye;
3. perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara hasil . I
Pemilihan;
5. penyampaian surat suara dari TPS sampai ke PPK;
6. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPK dari
seluruh TPS; clan;
7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara
ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan susulan;
b. mengawasi penyerahan k.otak suara tersegel kepada KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
e. menerima ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 30 -
Pasal34
Dalam Pemilihan, Panwas Kecamatan wajib:
a, bersik~p tidak dis~riminatif dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya; .
b. menyampaikan laporan kepada Panwas Kabupaten/Kota
berkaitan dengan adanya dugaan tindakari yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilihan di tingkat Kecamatan;
c. menyampaikan lapoi-an pengawasan atas tahapan
penyelenggaraa.n Pemilihan di · wilayah kerjanya kepada
Panwas Kabupaten/Kota;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwas
Kabupaten/Kota oerkaitan dengan adanya dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh PPK yang mengakibatkan
terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilihan di
tingkat Kecamatan; dan
e. melaksanakan kewajihan lain yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan.
Pasal 35 ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 31 ~
Pasal 35
Tugas clan wewenang PPL meliputi:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat
Desa atau sebutan lain/ Kelurahan yang rneliputi:
1. . pelaksanaan pemutakhiran data Pemilih berdasarkan
data kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih
Sementru-a, daftar Pemilih hasil perbaikan, dan Daftar
Pemilih Tetap;
2. pelaksanaan Kampanye;
3. perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan suara dan proses
penghitungan suara di setiap TPS;
5. pengumuman hasil penghitungan suara di setiap TPS;
6. pengumuman basil penghitungan suara dari TPS yang
ditempelkan di sekretariat PPS;
7. penyampaian surat suara dari TPS sampai ke PPK; dan
8. pela~sanaan penghitungan clan pemungutan suara
ulang, Pemilihan lanjutan, clan Pemilihan susulan.
b. menerima · laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan yang dilakukan oleh
penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud pada
huruf a;
c. meneruskan temuan dan laporan dugaan pelanggaran
terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada huruf b kepada instansi yang berwenang;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPS dan KPPS
untuk ditindaklanjuti;
e. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas
temuan clan laporan tentang adanyei tindakan yang
mengandung u.nsur tin.lak pidana Pemilihan sesuai dengan
ketentuan pera,turan perundang-undangan;
f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilihan; clan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan
oleh Panwas Kecamatan.
Pasal 36 ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 32 -
Pasal 36
Dalam Pemilihan, PPL wajib:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya;
b. menyampaikan laporan kepada Panwas Kecamatan
berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyeienggaraan
Pemilihan di tingkat Desa a tau ~sebutan: lain/Kelurahan;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwas
Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran
yang dilakukan oleh PPS clan KPPS yang mengakibatkan
terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilihan di
tingkat Desa atau sebutan lain/Keh.lrahan;
d. menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan
penyelenggaraan Pemilihan di wilayah keijanya kepada
Panwas Kecamatan; clan
e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh Panwas
Kecamatan.
BABV
PENDAFTARAN BAKAL CALON
. Pasal 37
( 1) KPU Provinsi mengumumkan masa pendaftaran bakal
Cafon Gubernur bagi warga negara Indonesia y~ng
berminat menjadi bakal Calon Gubernur yang diusulkan
Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau perseorangan.
(:~J KPU Kabupaten/Kota mengumumkan masa pendaftaran
bakal Calon Bupati dan Walikota .bagi warga negara
Indonesia yang berminat menja'.di bakal Calon Bupati dan
Calon Walikota yang diusulkan Partai Politik, gabungan
Partai Politik, atau perseorangan.
(3) Pendaftaran bakal Calon Gubernur, bl;lkal Calon Bupati,
dan bakal Calon Walikota dilaksanakap. 6 (enam} bulan
sebelum pembukaan pendaftaran Calon Gubernur, Galon
Bupati, dan Calon Walikota.
- 33 -
BAB VI
UJI PUBLIK
Pasal38
(1) Warga negara Indonesia yang mendaftar sebagai bakal
Calon Gubernur, bakal Calon Bupati da n bakal Calon
1
Publik.
(2) Partai Politik atau gabungan Partai Po.litik dapat
mengusulkan lebih dari 1 (satu) bakal Ca.Ion Gubernur,
bakal C~lon Bupati, dan bakal Calon Walikota untuk
dilakukan Uji Publik.
(3) Uji Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh panitia Uji Publik.
(4) Panitia Uji Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
beranggotakan 5 (lima) orang: yang terdiri atas 2 (dua)
orang berasal dari unsur akademisi, 2 (dua) orang berasal
dari tokoh masyarakat, clan I• (satu) orang anggota KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota,
(5) Uji Publik dilaksanakan secara terbuka paling lambat
3 (tiga) bulan sebelum pendaftaran Calon Gubernur, Calon
Bupati, dan Calon Walikota.
(6) Bakal Calon Gubernur, bakal Calon Bupati, dan bakal
Calor~ Walikota yang mengikuti Uji Publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memperoleh surat keterangan telah
mengikuti Oji Publik dari panitia Uji Publik.
- 34 -
BAB VII
PENDAFTARAN CALON GUBERNUR, CALON BUPATI,
DAN CALON WALIKOTA
Pasal 39
Peserta Pemilihan adalah:
a. Calon Gubernur, Calon Bupati, clan Calon Walikota yang
diusulkan oleh Partai PoJitik atau gabungan Partai Politik;
dan/atau
b. calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.
Pasal 40
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat
mendaftarkan calon jika telah memenuhi persya.rat.;i.n
perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari
jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima persen) dari
akumulasi perolehan suara sah dalarh pemilihan umum
anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
(2) Dalam · hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik
dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan
ketentuan memperoleh paling sediki.t 20% (dua puluh
persen) dari jumlah kursi DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), jika. · hasil bagi jumlah kursi DPRD
menghasilkan angka pecahan ma.ka perolehan dari jumlah
kursi dihitung dengan pembulatan ke atas.
(3) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik
mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan
memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh Hrna persen)
dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku
untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di DPRD.
(4) Partai Politik atau gabungan Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ha,nya dapat mengusulkan
I (satu) calon, dan calon tersebut tidak dapat diusulkan
Iagi oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik Iainnya.
Pasal 41 ...
. PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 35 -
Pasal 41
(1) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon
Gubernur jika memenuhi syarat dukungan dengan
ketentuan;
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan
2.000.000 (dua juta) jiwa harus didl.Jkung paling sedikit
6,5% (enam setengah persen);
b. Provinsi dengan · jumlah penduduk lebih dari
2.000.000 {dua juta) jiwa · sampai dengan
6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 5% (lima persen);
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
6.000.000 {enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000
(dua belas juta) .jiwa harus didukung paling sedikit 4%
(empat persen);
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 3% (tiga persen); dan
e. jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b, huruf c dan huruf d tersebar di lebih dad
50% {lima puluh persen) jumlah Kabupaten/Kota di
Provinsi dimaksud.
(2) Calon p~rseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon
Bupati dan Calon Walikota, jika memenuhi syarat
dukungan dengan ketentU:an:
a. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai
dengan 250.000 (dua ratus Hrna puluh ribu) jiwa harus
didukung paling sedikit 6,5% (enam !coma lima persen);
b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari
250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan
500.000 (lima ratus ribu) jiwa- parus didukung paling
sedikit 5% {lima persen);
c. Kabupaten/Kota· dengan jumlah penduduk lebih dari
500.000 (lima ratus ribu) sampai. d.engan
1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit
4% (empat persen);
d. Kabupaten ...
PRES ID EN
REPUBLIK INDONESIA
- 36 -
Pasal 42
( 1) Calon Gubernur didaftarkan ke KPU Provfrisi oleh Partai
Politik, gabungan Partai Politik, atf.ILl perseorangan.
(2) Calon Bupati dan Calon Walikota didaftarkan ke KPU
Kabupaten/Kota oleh Partai . Polidk, gabungan Partai
Politik, atau perseorangan.
(3) Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota
sebagaimana dimaksud pada aya t ( 1) dan ayat (2) harus
rnemenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7. ·
(4) Pendaftaran Calon Gubernur oleh Partai Politik
ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan sekretaris
Partai Politik tingkat Provinsi..
(5) Pendaftaran Calon Bupati dan Ca.Jon Walikota oleh Partai
Politik ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan
s~kretaris Partai Politik tingkat Kabupaten/Kota.
- 37 -
Pasal43
(1) Partai Politik atau gabungan · Partai Politik dilarang
menarik calonnya dan/ a tau calonnya dilarang
mengundurkan diri terhitung sejak pendaftaran sebagai
calon pada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(2) Dalam hal Partai Politik ata'.u gabungan Partai Politik
menarik calonnya ata\,l calonnya mengundurkan diri
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), Partai Politik atau
gabungan Partai Politik yang' menca1onkan tidak dapat
mengusulkan calon pengganti. '
(3) Calon perseorangan dilarang mengundurkan diri terhitung
sejak pendaftaran sebagai calon pada KPU Provinsi atau
KPU Kabupaten/Kota.
(4) Dalam hal calon perseorangan 1mengundurkan diri dengan
alasan yang tidak dapat diterima setelah pendaftaran pada
KPU Provinsi atau KPU, Kabupaten/Kota, yang
bersangkutan dikenai sanksi administratif berupa denda
sebesar Rp.20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)
untuk Calon Gubernur dan Rp.10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) untuk Calon Bupati atau Calon
Walikota.
Pasal 44
Masa pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon
Walikota paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak
pengumuman pendaftara.n Calon · Gubernur, Calon Bupati,
dan Cal on W alikota.
Pasal45
(1) Pendaftaran Calon Gubernur, · Calon Bupati, dan Calon
Walikota disertai dengan penyampa1an kelengkapan
dokumen persyaratan.
(2) Dokumen persyaratan seqagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. surat pernyataan, yang dibuat clan ditandatangani oleh
calon ...
PRESIDE;:N
REPUSLIK INDONESIA
- 38 -
h. daftar ...
PRESIDE:N
REPUBLIK INDONESIA
- 39 -
Pasal46
Calon perseo~angan pada saat mendaftar wajib menyerahkan:
a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh yang
bersangkutanj
b. berkas dukungan .dalam bentuk pernyataan dukungan
yang dilampiti dengan identitas diri berupa fotokopi Kartu
Tanda Penduduk Eleh.~ronik atau surat keterangan tanda
penduduk;dan
c. dokumen persyaratan administrasi se bagaimana
dimaksud dalam Pasal 45.
Pasal 47 ...
PRESIDEN
REPU8LIK INDONESIA
- 40 -
Pasal.47
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang
menerima imbalan dalam · bentuk apapun pada proses
pencalonan Gubernur, Bupati,· dan Walikota.
(2) Dalarn hal Partai Politik: F1tau . gabungan Partai Politik
terbukti menerima imbalan sebagairnana dirnaksud pada
ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang
bersangkutan dilarang mengi:tjukan calon pada periode
berikutnya di daerah yang sarria.
(3) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menerima
imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
dibuktikan . dengan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4} Setiap orang atau lernbaga dilarang memberi imbalan
kepada Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam
bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur,
Bupati, dan Walikota.
(5) Dalarn hal putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap menyatakan setiap orarig atau
lembaga · terbukti ·memberi · imbalan pada proses
pencalonan Gubernur, Bupati, atau Walikota maka
penetapan sebagai calon, calon te:rpilih, atau sebagai
Gubernur, Bupati, atau Walikota dibatalkan.
BAB VIII
VERIFIKASI. DUKUNGAN CALON DAN PENELITIAN
KELENGKAPAN PERSYARATAN CALON
Bagian Kesatu
Verifikasi dan Rekapitulasi Dukungan Calon Perseorangan
Pasal 48
(1) Verifikasi dukungan calon perseorangan untuk Pemilihan
Gubernur dilakukan oleli KPU Provinsi dan untuk
Pemilihan B-qp~ti dan Pemilihan Walikota dilakukan oleh
KPU Kabupaten/Kota yang dibantu oleh PPK dan PPS.
- 41 -
Bagian ...
PRESIDEN ..
REPUSl-IK INDONESIA
- 42 -
Bagian Kedua
Penelitian Kelengkapan• Persyaratan Calon
PasaL49
(1) KPU Provinsi meneliti . kelengkapan persyaratan
administrasi Calon Gubernur dan dapat melakukan
klarifikasi kepada instansi yang berwenang jika
diperlukan, dan menerima .masukan dari masyarakat
terhadap keabsahan persyaratan Calon Gubernur.·
(2) Penelitian persyaratan ~dministrasi sebagaimana
dimaksud ayat ( 1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari
sejak penutupan pendaftaran:Calon Q-ubernur.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberitahukan secara tertulis kepada Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau calon perseorangan paling
lambat 2 (dua) hari setelah penelitian selesai.
(4) Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3)
dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau calon perseorangan diberi
kesempatan untuk meJ.engkapi dan/ a tau mempetbaiki
persyaratan pencalonan paling lama 3 (tiga) hari sejak
pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU
Provinsi.
(5) Dalam hal Calon Gubernur yang diajukan Partai Politik
atau gabungan Partai Politik bcrhalangan tetap sampai
dengan tahap penelitian kelengkapan persyaratan,
Partai Politik atau gabungan Partai Politik diberi
kesempatan untuk mengajukan Calon Gubernur
pengganti paling Jama 3 (tiga)' hari sejak pemberitahuan
hasil penelitian per~yaratan oleh !{PU Provinsi diterima.
(6) KPU Provinsi melakukan penelitian kelengkapan
dan/atau perbaikan · persyaratan Calon Gubernur
sebagaimana dimaksud pada '.ayat (4) dan ayat (5) dan
memberitahukari hasil penelitian kepada pimpinan Partai
Politik atau pimpinan gabungan Partai Politik paling lama
7 (tujuh) hari sejak kelengkapan persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (SJ diterima.
- 43 -
Pasal 50
(1) KPU Kabupaten/Kota meneliti kelengkapan persyaratan
administrasi Calon Bupati atau Calon Walikota dan dapat
melakukan klarifikasi kepada instansi · yang berwenang
jika diperlukan, clan menerima masukan dari masyarakat
terhadap keabsahan persyaratan Calon Bupati dan Calon
Walikota.
(2) Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana
dimaksud ayat (.1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari
sejak penutupan pendaftaran Calon Bupati dan Calon
Walikota.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberitahukan secara tertulis kepada Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau calon perseorangan paling
lambat 2 (dua) hari setelah penelitian selesai.
(4) Apabila basil penelitian sebagairnana dimaksud ayat (3)
dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau calon 'perseorangan diberi
kesempatan untuk melengkapi dan/ atau memperbaiki
persyaratan pencalonannya paling lama 3 (tiga) hari sejak
pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU
Kabupaten/Kotf;l..diterima.
- 44 -
BAB IX ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 45 -
BAB IX
PENETAPAN CALON
Pasal 51
(1) KPU Provinsi· menuangkan hasil penelitian syarat
administrasi dan penetapan calon dalam Berita Acara
Penetapan Calon Gubernur.·
(2) Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) 1 KPU · Provinsi menetapkan paling
sedikit 2 (dua) Calon Gubernur dengan Keputusan KPU
Provinsi.
(3) Calon Gubernur yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan
pengundian nomor urut Calon Gubernur.
(4) Pengundian nomor urut Calon Gubernur dilaksanakan KPU
Provinsi yang disaksikan oleh Partai Politik, gabungan Partai
Politik, da.n calon perseora.ngan.
(5) Nornor urut Calon Gubernur· bersifat tetap dan sebagai
dasar KPU Provinsi dalam pengadaan surat suara.
(6) Calo.n yang telah ditetapkan ~ebagaimana dimaksud pada
· ayat (2) diumumkan secara terbuka paling lambat 1 (satu)
hari sejak tanggal penetapan.
Pasal 52
(1) KPU Kabupaten/Kota menuangkan hasil penelitian syarat
administrasi clan penetapan •calon dalam Berita Acara:
Penetapan Calon Bupati dan Calon Walikota.
(2) Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), KPU Kabupaten/Kota menetapkan
paling sedikit 2 (dua) Calon Bupati dan Calon Walikota
dengan Keputusan KPU Kabupaten/ Kata.
(3) Calon Bupati, dan Calon WaHkota yang telah ditetapkan
oleh KPU Kabupaten/ Kota se.bagaimana dimaksud pada
ayat (2), dilakukan pengundian nomor urut Calon Bupati
dan Calon Walikota.
- 46 -
Pasal 53
{l) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang
menarik calonnya dan/atalt calonnya dilarang
mengundurkan diri terhitung· iwjak ditetapkan sebagai
calon oleh KPU Provinsi dan KPU J{ubupaten/ Kota.
(2) Dalam hal Partai Politik dan gnbungan Partai Politik
menarik calonnya dan/ a tau calonnya mengundurkan diri
sebagaimana dimaksud pada aynt (1), Partai Politik atau
gabungan Partai Politik yang m~ncalonkan tidak dapat
mengusulkan calon pengganti. ·
(3) c.alon perseorangan dilarang mengundurkan diri terhitung
sejak ditetapkan sebagai calon oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/ Ko ta.
(4) Apabila calon perseorangan mengundurkan diri dari Calon
Gubernur setelah ditetapki;:tn oleh KPU Provinsi atau Calon
Supati clan Calon Walikota setelah ditetapkan oleh KPU
Kabupaten/Kota, calon dikenai sapksi administratif
berupa denda sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh
miliar rupiah) untuk Calon Qubernur clan
Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh 'miliar rupiah) untuk Calon
Bupati dan Calon Walikota ..
Pasal54
(1) Dalam hal calon berhalangan tetap sejf:l.k penetapan calon
sampai pada saat dimulainya h~ri Kampanye, Partai Politik
atau gabungan Partai Politik y~ng calonnya b~rhalangan
tetap dapat mengusulkan calqn pengganti paling lama
3 (tiga) hari terhitung sej~k calon berhale.ngan tetap.
- 47 -
PasalSS
( 1) Dalam hal salah satu calon, yang perolehan suaranya
terbesar pertama dan terbesar kedua berhalangan tetap ·
setelah pemungutan suara !,putaran pertama sampai
dimulainya hari pemungutan suara putaran kedua,
tahapan pelaksanaan Pemilihan ditunda paling lama ·
14 (empat belas) hari. ·
(2} Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang calonnya
berhalangan tetap sebagaimana dirnaksud pada ayat (1)
mengusulkan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari
sejak calon berhalangan tetap.
(3) KPU Provinsi clan KPU Ka6upaten/Kota melakukan
· penelitian persyaratan administra~i terhadap calon
pengganti sebagaimana dima:k:sud pada ayat (2) dan
menetapkannya paling lama 3 (tiga) h&ri terhitung sejak
pendaftaran calon pengganti.
- 48 -
BABX
RAK MEMILIH DAN PEl'JYUSUNAN DAFTAR PEMILIH
Bagla.n Kesatu
Hak Memilih
Pasal 56
(1) Warga negara Indonesia yang padc\ hari pemurtgutan suara
sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah
kawin, mempunyai hak memilih.
(2) Warga negara Indonesia seb~gaimana dimaksud pada
ayat (1) didaftar 1 (satu) kali oleh penyelenggara.
(3) Jika Pemilih mempunyai lebih dari 1 (satu) tempat tinggal,
Pemilih tersebut harus memilih salah satu tempat
tinggalnya yang dicantumkan dalam daftar pemilih
berdasarkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik dan/atau
surat keterangan domisili dari Kepala Desa atau sebutan
lain/ Lurah.
Pasal 57
(1) Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara
Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih.
(2) Dalam hal ·warga negara Indonesia tidak terdaftar sebagai
Pemilih sebagaimana dimaksud pa.da ayat {l), Pemilih
menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau
surat keterangan penduduk puda · saat pemungutan
suara.
- 49 -
Bagian Kedua
Penyusunan Daftar Pemilih
Pasal 58
(1) Daftar penduduk potensiGt-1 pemilih dari Dinas
Kependudukan clan Catatan Sipil dan daftar pemilih pada
saat pelaksanaan pemilihan umum terakhir di daerah,
digunakan sebagai bahan penyusunan daftar Pemilih
untuk·Pemilihan.
(2) Daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh
PPS dilakukan pemutakhiran berdasarkan perbaikan dari
RT/RW atau sebutan lain dan tambahan Pemilih yang
telah memenuhi persyaratan sebagai Pemilih.
(3) Daftar Pemilih hasil pemutakhiran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai Daftar Pemilih
Sementara.
(4) Daftar PemiUh Sementara sebagaimana dimaksud pada
1
ayat (3) diumumkan secara luas dan melalui papan
pengumumah RT/RW atau sebutan lain oleh PPS, untuk
mendapatkan masukan clan tanggapan dari masyarakat
selama 10 (sepuluh) hari.
(5) PPS ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 50 -
Pasal~9
Pasal 60
Daftar Pemilih Tetap harus ditetapkan paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sebelum tanggal pemuqgutan suara Pemilihan.
Pasal 61 ...
PRESIDE:N
REPUBLIK INOONESIA
- 51 -
Pasal 61
(1) Dalam hal masih terdapat ·penduduk yang mempunyai
hak pilih belum terda..ftar dalam Daftar Pemilih Tetap,
yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya
dengan menunjukkan K~rtu'. Tanda Penduduk Elektronik
atau surat keterangan penduduk.
(2) Penggunaan hak pilih sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dapat digunakan di tempat pemungutan
suara yang berada di RT/RW atau sebutan lain sesuai 1
Pasal62
( 1) Pemilih yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap
sebagaimana dimaksud dalani Pasal 58 ayat (6) kemudian
berpindah tern pat tinggal a tau karena ingin
menggunakan hak pilihnya di tempat lain, Pemilih yang
bersangkutan harus melapor kepada PPS setempat.
(2) PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencatat nama
Pemilih dari daftar pemilih dan memberikan surat
keterangan pindah tempat memilih.
(3) Pemilih melaporkan kepindahannya kepada PPS di
tempat Pemilihan yang baru.
BAB XI ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 52 -
BAB XI
'
KAMPANYE
Bagian Kesatu
Um um
Pasal.63
(1) Kampanye dilaksanakan setiagai wujud dari pendidikan
politik masyarakat yang dilaksanakan secara
bertanggung jawab.
(2} Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh KPU Provin'si untuk Pemilihan
Gubernur dan KPU Kabupaten/ J(ota untuk Pemilihan
Bupati dan Pemilihan Walikota.
(~) Jadwal pelaksanai;tn Karnp~nyt• ditetapkan oleh KPU
Provinsi untuk Pemilih1an Gubernur clan KPU.
Kabupaten/Kota untuk Pemllihan Bupati dan Pemilihan
Walikota dengan memperhatikan usul dari calon.
!
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2} diatur
dengan Peraturan KPU.
Bagian Kedua
Materi Kampanye
Pasal64
(1) Calon wajib menyampaikan v.isi clan m1s1 yang disusun
berdasarkan Rencana Pemb.angunan Jangka Panjang
Daerah Provinsi atau Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Kabupaten/Kota secara lisan maupun
tertulis kepada masyarak~ t. '
(2) Calon berhak untuk mendapatka:n inforrnasi atau c,iata
dari Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-updangan.
(3) Penyampaian . . . , ,
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 53 -
Bagian Ketig;a
Metode Kampanye
Pasal 65
(1) Kampanye dapat dilaksanak,an melalui:
a. pertemuan terbatas;
b. pertemuan tatap muka dan dialog;
c. debat publik/debat terbuka antarcalon.;
d. penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
e. ·pemasangan alat peraga;
f. iklan media massa cetak dan media massa elektronik; ·
dan/atau
g. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan ·
Kampanye clan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,:
huruf d, huruf e clan huruf f difasilitasi oleh KPU Provinsi '
dan KPU Kabupaten/ Kota yang didanai APBN. '
(3) Ketentuan Iebih lanjut mengenai pelaksanaan metode
Kampanye diatur dengan Peraturan KPU.
Pasal 66
(1) Media cetak dan media elektronik dapat menyampaikan
tema, materi, clan iklan Kampanye.
(2) Pemerintah Daerah dapat · membedkan kesempatan
penggunaan fasilitas umum untuk kegiatan Kampanye
pada KPU Provinsi clan KPU Kabupaten/ Kota.
(3) Semua yang hadir dalam . perternuan terbatas yang
diadakan oleh calon banya dibena.rkan metnbawa atau
menggunakan tanda gambar dan/ atau atribut calon yang
bersangkutan.
- 54 -
8agian Keempat
J adwal Kampanye
Pasal 67
(l} Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1)
dilaksanakan 3 (tiga) had setelah penetapan calon peserta
Pemilihan sampai c::lengan dimulainya masa tenang. .!
(2) Masa tenang sebagaimana 'dimaksud pada ayat (1)
berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelurp hari pemungutan
suara.
Pasal 68
(1) Debat publik/debat terbuka antarcalon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 ayai (1) huruf c dilaksanakan
paling banyak 3 (tiga) kali oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.
- 55 -
Bagian Kelima
Larangap dalarn :Karnpanye
Pasal 69
Dalam Kampanye dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara · Pancasi~a dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon
Gubernur, Calon Bupati, Calmi. Walikota, dan/ a tau· Partai
Politik; .
c. melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah,
mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/ a tau
kelompbk masyarakat;
d. menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau 1
e. mengganggu ...
PRE SID EN
REPUBLIK INDONESIA
- 56 -
Pasal 70
(1) Dalam Kampanye, calon dilarang rnelibatkan:
a. pejabat badan u.saha milik negara/badan usaha milik
daerah;
b. aparatur sipil Negara, anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional
Indonesia; dan ·
c. Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat
Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
(2) Gul:;>ernur, Bupati, Walikota, dan pejabat negara lainnya
dapat ikut dalam Kampanye dengnn mengajukan izin cuti
Kampanye sesuai dengan ketentuan petaturan perundang-
undangan. ·
(3) Pejabat negara sebagaimana dima.ksud pada ayat (2) yang
menjadi Calon Gubernur, Calon Bupati, Calon Walikota
dalam melaksanakan Kampanye tidak menggunakan
fasilitas yang terkait dengan jabatannya. ·
Pasal 71 ...
- 57 -
Pasal 71
(1) Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, clan Kepala
Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat
keputusan dan/atau tindakan yang nienguntungkan atau
merugikan salah satu calon selama masa Kampanye.
I
Pasal '72
(1) Pelanggaran atas ketentuan larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 huruf a sampai dengan huruf h
merl)pakan tindak pidana dan dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelanggaran atas ketentuan larangan sebagaimana
dimaksud da1am Pasal 69 huruf i dan huruf j, dikenai
sanksi:
a. peringatan tertulis walaqpun belum menimbulkan
gangguan; dan/atau
b. penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya
· pelanggaran atau di seluruh daerah Pemilihan
setempat jika terjadi gangguan terhadap . keamanan
yang berpotensi menyebar ke daerah lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
sanksi terhadap pelanggarari larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.
Pasal 73
(1) Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan
dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk
mempengaruhi Pemilih.
- 58 -
Bagjan Keenam
Dana Kampanye
Pasal 74.
(1) Dana Kampanye Calon yang diusulkan Partai Politik atau
gabungan Partai Politik dapat diperoleh dari:
a. sumbangan Partai Politik dan/atau gabungan Partai
Politik yang mengusulkan Calon; dan/ atau
b. sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang
meliputi sumbangan perseorangan dan/ a tau 'badan
hukum swasta. '
(2) Dana Kampanye calon perseorangan dapat diperoleh dari
sumbangan pihak lain yang ti~ak mengikat yang meliputi
sumbangan perseorangan dan/atau badan hukum swasta.
(3) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan Calon wajib memiliki rekening khusus dana
Kampanye atas nama Calon dan didaJtarkan kepada KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota,
(4) Calon perseorangan bertindak sebagai penerima
sumbangan dana Kampanye sybagalrnana dimaksud pada
ayat (2) clan wajib memiliki rekening khusus dana
Kampanye dan didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/ Kota.
- 59 -
Pasal 75
(1) Laporan sumbangan dapa Ka'.mpanye clan pengeluaran
sebagaimana dimaksud dalarri Pasal 74 ayat (SJ dan
ayat. (6), disampaikan oleh Calon Gu·bernur kepada KPU
Provinsi dan Calon Bu pati/ Calon Walikota kepada KPU
Kabupaten/Kota dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa
Kampanye dimulai dan 1 (satu) hari sesudah masa
Kampanye berakhir.
(2) KPU Provin.si dan KPU • Kabupaten/Kota wajib
inenyerahkan laporan se bagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada kantor akunt~3.n publik untuk diaudit
paling lambat 2 (dua) hari setefah KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota menerima laporan dana Kampanye.
f3} Kantor akunt&:i.. publik wajib rn'.enyelesaikan audit paling
lam bat 15 (Hrna belas) hari i terhitung sejak laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota diterima.
:.. 60 -
Pa:sal 76
(1) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan calon dan calon perseorangan dilarang
rnenerima sumbangan atau bantuan lain untuk Kampanye
yang berasal dari:
a. negara a~ing, lembaga swasta &sing, lembaga swadaya
masyarakat asing dan warga inegara asing;
b. penyumbang atau pemberi • bantuan yang tidak jelas
identitasnya;
c. Pemerinti;i.h dan Pemerintah Daerah; dan
d. badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah,
clan badan usaha milik desa atau sebutan lain.
'
(2) Partai Politik dan/ atau gabunga:n Partai Politik yang
mengusulkan calon dan calon perseorangan yang
menerima sumbangan sebagaimana dimaksud pada
ay~t (1) tidak dibenarkan menggunakan dana tersebut dan
wajib melaporkannya kepada ! !{PU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota paling l~moat 14 (empat belas) hari
setelah masa. Kampanye bef akhir dtm menyerahkan
sumbangan tersebut kepada ka~ nege..ra.
i
(3) Partai Politik dan/ atau gabupgan Partai Folitik yang
mengusulkan calon, yang 1 mel.anggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada i ayat · (1) dikenai sanksi
berupa pembatalan calon yang diusulkaJl.
I
(4) Calon yang melanggar ketentu~n sabagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai
calon.
- 61 -
BAB XII
PERLENGKAPAN PEMILIHAN
Pasal 77
( 1) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ Kata bertanggung
jawab dalam merencanakan: dan · menet:apkan standar
serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian
perlengkapan pemungutan suara.
(2) Sekretaris KPU Provinsi clan sekretaris KPU
Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam pelaksanaan
pengaclaan clan pendistribusian perlengkapan pemungutan
suara sebagaiinana dimaksud ~ada ayat (1).
Pasal 78
( 1) Jenis perlengkapan pemungutan suara terdiri atas:
a. kotak suara;
b. surat suara;
c. tinta;
d. bilik pemungutan suara;
e. segel;
f. alat untuk memberi tanda pilihan; clan
g. TPS.
(2) Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk me11jaga keamanan,
kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan
suara clan penghitungan suara, diperlukan dukungan
perlengkapan lainnya.
(3) Bentuk, ukuran, dan spesifikasi teknis perlengkapan
pemungutan suara ditetapkan dengan Keputusan KPU.
- 62 -
Pasal 79
(1) Surat suara sebagaim:::tna dimaksud dalam Pasal 78
ayat (1) huruf b mernuat foto, nama., dan nomor urut
calon.
(2) . Ketentuan lebih lanjut mengen~i surat suara sebagaimana
dimaksud p~da ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.
Pasal 80
( 1) Jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah
Pemilih tetap ditambah dengan ~,5% (dua setengah persen)
dari jumlah Pemilih tetap isebagai cadangan, yang
ditetapkan dengan Keputusan; KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.
PRESIDE:N
REPUBLIK INDONESIA
- 63 -
Pasal 81
(1) Tambahan surat suara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 80 ayat (1) digunakan sebagai cadangan di setiap
· TPS untuk mengganti surat suara Pemilih yang keliru
memilih pilihannya, mengganti: surat suara yang rusak,
dan untuk Pemilih tambahan. ·
(2) Penggunaan tambahan surat suara sebagaimana
dimaksud pada ayat {1) dibuatkan berita acara.
Pasal82
(1) Perusahaan pencetak surat suara dilarang mencetak surat
suara lebih dari jumlah yang ditetapkan oleh KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota · dan harus rnenjaga
kerahasiaan, keamanan, serta keutuhan surat suara.
(2) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ Ko ta dapat meminta
bantuan Pemerintah, Pemeriri:tah Daerah, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, · dan Tentara Nasional
Indonesia untuk mengamankan surat suara selama proses
pencetakan berlangsung, penyimpanan, dan
pendistribusian ke tempat tujuan.
(3) KPU Provinsi clan KPU Kabupaten/ Kota memverifikasi
jumlah surat suara yang telah dicetak, jumlah yang sudah
dikiriru clan/ atau jumlah yang inasih tersimpan, dengan
membuat berita acara yang ditandatangani oleh pihak
percetakan dan petugas KPU Provinsi atau petugas KPU
Kabupaten/Kota.
·'
PRESIOEN .
REPUBLIK INDONESIA
- 64 -
Pasal 83
Pengawasan atas pelaksanaan tugas dan wewenang KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota serta sekretariat KPU
Provinsi dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota mengenai
pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan
suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dilaksanakan
oleh Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota serta
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
BAB XIII
PEMUNGUTAN SUARA
Pasal 84
(1) KPPS memberikan undangan. kepada Pemilih untuk
menggunakan hak pilihnya paling lambat 3 (tiga) hari
sebelum tanggal pemungutan suara.
(2) Pemungutan sut;tra dilakukan dengan memberikan tanda
melalui surat suara.
- 65 -
Pasal 85
(1) Pemberian suara untuk Pemilihan I
dapat dilakukan
dengan cara:
a. memberi tanda satu kali pada surat suara; atau
b: memberi suara melalui peralatan Pemilihan suara
secara elektronik.
(2) Pemberian tanda satu kali sebagaimana dimaksud pada
ayat (I) huruf a dilakukan berdasarkan prinsip
memudahkan Pemilih, akurasi baJam penghitungan suara,
dan efisiensi dalam penyelengga'.raari Pemilihan.
{3) Ketentuan lebih lanjut meng~nai tata cara pemberian
suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan KPU.
Pasal 86
(1) Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai
halangan fisik lain pada :saat: memberikan suaranya di
TPS dapat dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain
atas permintaan Pemilih.
{2) Petugas KPPS atau orang lain) yang membantu Pemilih
sebagaimana dimaksud. pada ayat (1) wajib
merahasiakan pilihan Pemilih yang di ban tun ya.
(3) Ketentuan lebih lanjut meng~nai pemberian bantuan
kepada Pemilih sebagaimana \dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.
Pasal 87
(1) Pemilih .untuk setiap TPS palfng banyak 800 (delapan
ratus) orang.
- 66 -
Pasal 88
(1) Untuk keperluan pemungutan suara dalam Pemilihan
disediakan kotak suara sebagai tempat surat suara yang
digunakan oleh Pemilih,
(2) Ketentuan mengenai jumlah, bahan, bentuk, ukuran, dan
warna kotak suara sebagaimapa dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan KPU. :
Pasal89
(1) Pelaksanaan pemungutan suara di TPS dipimpin oleh
KPPS.
(2) Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
(3) Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi
cal on.
(4) Saksi calon sebagaimana. dimaksud pada ayat (3) harus
menyerahkan mandat tertulis dari calon.
(5) Penanganan ketenterama.n, ketertiban, dan keamanan di
setiap TPS dilaksanakan oleh 2 (dua) orang petugas yang
ditetapkan oleh PPS.
(6) Pengawasan pemungutan suara dilaks~nakan oleh PPL
I
dan Pengawas TPS.
- 67 -
Pasal .90
( 1) Dalam rangka persiapan pemungutan suara, KPPS
melakukan kegiatan yang meliputi:
a. penyiapan TPS;
b. pengumuman dengan menempelkan Daflar Pemilih
Tetap, Daftar Pemilih Tambalwn, serta narna dan foto
Calon di TPS; clan
c, penyerahan salinan Daftar ! P<.nn ilih Tetap dan Daftar
Pemilih Tambahan kepada ~1tksi yang hadir dan
Pengawas TPS.
(2) Dalam pelaksanaan pemungutan suara, KPPS rnelakukan
kegiatan yang meliputi: I
Pasal 91
'
(1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS:
a. membuka kotak suara;
b. rnengeh.J,arkan seluruh isi kotak suara;
c. mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
d. menghitung jumlah setiap jenis dokumen clan pera1atan;
I
e. memeriksa keadaan seluruh surat suara; clan
f. menandatangani surat suara yang aka.ii digunakan oleh
Pemilih.
- 68 -
Pasal 92
( 1) Setelah melakukan kegiatan se bagaimana dimaksud
dalam Pasal 91, KPPS memberikan penjelasan mengenai
tata cara pemungutan suara. ;
(2) Dalam memberikan suara, P.emil'ih diberi kesempatan
oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran
Pemilih.
(3) Dalam hal surat suara yang diter.ima rusak a.tau terdapat
kekeliruan dalam cara memberikan suara, Pernilih dapat
meminta surat suara pengganti kepada KPPS.
(4) Kf'PS memberikan surat suara pengganti sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) hanya ;i (satu) kali.
(SJ Penentuan waktu pemungutan suara dimulai
pukul 07.00 dan berakhir pada pukul 13.00 waktu
setempat.
Pasal 93
(1) Pemilih yang telah merrtberikan suara di TPS diberi
tanda kh usus oleh KPPS.
(2) Ketentuan mengenai tanda: khusus sebagaimana
dimaksud pad a ayat ( 1) diatur ~engan Peraturan KPU.
Pasal94
Surat suara untuk Pemiliha,n dinyatakan sah jika:
a. surat suara ditandatangani oleh !Ketu~: KPPS; clan
b. pembedan tanda satu kali ,pa<;fa nomor urut, foto, atau
nama salah satu Calon Gubernur, Calon Bupati, dan
Calon Walikota dalam surat suara.
Pasal 95 ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 69 -
Pasal 95
(1) Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS
meliputi: '
a. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS
yang bersangkutan; clan
b. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan.
(2) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakan haknya untuk memilih di TPS lain dengan
menunjukkan surat pemberitahuan dari PPS untuk
memberikan suara di TPS lain. '
(3) Dalam hal Pemilih tidak terdaftar dalam daftar Pemilih
sebagaimana dimaksud pada; ayat (1), Pemilih dapat
menggUnakan haknya untuk1 memilih di TPS sesuai
domisili dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk
Elektronik atau surat keteranga'..n penduduk.
. .
(4) Dalam hal terdapat Pemilih tumbahan sebagaimana
di"maksud pada ayat (3), KPPS pad("l TPS terse but mencatat
clan melaporkan kepada KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota melalui PPK. :
Pasal 96
(1) Pemilih tidak bcHeh membubuhkan tulisan dart/ atau
catatan lain pada surat suara. ,
(2) Dalam hal surat ·suara terdapat tulisan da.n/ a tau ca ta tan
lain maka surat suara dinyata:kGt'l tidak sah.
Pasal 97
(1) Dalam hal terjadi pelanggaran ,ketenteraman, ketertiban,
dan keamanan dalam pelaksanaan pemungutan suara
oleh anggota masyarakat atau pemantau Pemilihan,
petugas ketenteraman, ketehiban, dan keamanan
melakukan penanganan se~uai prosedur yang telah
ditetapkan.
(2) Dalam hal anggota masyarakat dan/atau pemantau
Pemilihan tidak mematuhi perianganan yang .dilakukan
oleh petugas ketenteraman, ktttertibanp dan keamanan
maka yang bersangkutan dis<l:rahkan kepada petugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- 70 -
BAB XIV
PENGHITUNGAN SUARA
Bagian Kesatu
Penghitungan Suara di TPS
Pasali98
(1) Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS setelah
pemungutan suara berakhir. ·
(2) Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS
menghitung:
a. jumlah Pemilih yang memberikan suara berdasarkan
salinan Daftar Pemilih Tetap untuk TPS;
b. jumlah Pemilih dari TPS lain;
I '
- 71 -
Pasal 99
PPS. wajib mengumumkan !salina~ sertifikat hasil
penghitungan suara sebagairnana'. dimaksud dalam Pasa1 98
ayat ·. (11) dari seluruh TPS di t wilayah kerjanya dengan
menympelkan salinan tersebut di tempat umum selama
7 (tujuh) hari.
Bagian Kedua
'
Rekapitulasi Penghitungan Suara di PPS
Pasal 100 ·
(1) PPS membuat berita acara penerimaan hasil pengbitungan
peroleban suara calon peserta P'.emilihan dari KPPS.
(2) PPS melakukan rekapitulasi basil penghitungan perolehan
suara calon peserta Pemiliban seba,gaimana ..dimaksud
pada ayat [IJ daiam rapat yang dihf:ld:.ixi salksi •caill{}ln, PPL,
pemantau, clan masyarakat. ·
- 72 -
Pasal 101,
(1) PPL wajib menyampaikan : lapor.an atas dugaan
pelanggaran, penyimpangan, dan/ atau kesalahan dalam
pelaksanaan rekapitulasi basil penghitungan perolehan
suara Calon Gubernur, Calon Bupati, atau Calon Walikota
kepada PPS. ' '
(2) PPS wajib langsung menindak18:njuti laporan sebagairnana
dimaksud pada ayat (1) pada hari pelaksanaan
rekapitulasi basil penghitungap perolehan suara ca.Jon
peserta Pemilihan. ·
- 73 -
Pasal 102·
(1) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPS
dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara: dan s'ertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan perolehan suara calon Peserta
Pemilihan d~ngan menggunakan format yang diatur dalam
Peraturan KPU. ·
(2) Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara calon peserta: Pemilihan -sebagaimana
dimaksud pada ayat {l) ditandatangani oleh seluruh
anggota PPS dan saksi calon yang hadir yang bersedia
menandatangani.
Pasal 103
(1) Dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari'setelah pemungutan
suara, PPS wajib menyerahkan kepada PPK:
a. surat suara Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon
Walikota dari TPS da!am kot~k suara tersegel;
b. berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perol.ehan
suara; dan ·
c. sertifikat rekapitulasi hasil i penghitungan perolehan
suara calon peserta Pemilihan di tingkat PPS.
I
'
:Sagian Ketiga
Rekapitulasi Penghitungan Suara di PPK
Pasal 104
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari PPS, ?PK membuat berita acara
penerimaan clan melakukan rekapitulasi jumlah suara
untuk tingkat I\ecamatan yang Qij.pat dihadiri oJeh saksi
calon, Panwas Kecamatan, pemaiitau, ·dan masyarakat.
- 74 -
- 75 -
Bagian Ketiga
Rekapitulasi Penghitungan Sua:r:a di KPU Kabupaten/Kota
Pasal 105
( 1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari PPI<, KPU Kabupaten/Kota
membuat berita acart:t petierimaan dan melakukan
rekapitulasi jumlah suara 1,lntuk tingkat J{nl.Jlolpaten/Kota
yang dapat dihadiri olel1 saksi ca.Jon, Panwas
Kab\lpaten/ Ko ta, pemantau, d'.an masyarakat.
(2) Saksi calon harus membawa: surat-. mandat dari calon
yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU
Ka bu paten/ Ko ta. ·
(3) Dalam hal rekapitulasi jumlah suara sebagaimana
dirnaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, saksi calon yang hadir
dapat mengajukan keberatan kepada KPU
Kabupaten/Kota.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi calon
sebagaimana dimaksud pada, ayat (3) dapat diterima,
KPU Kabupaten/ Kota seketika itu juga mengadakan
pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil
penghitungan suara dari semua PPK dalam wilayah kerja
Kabupaten/Kota yang i bersangkutan, KPU
Kabupaten/Kota membuat bqrita acara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara yang
ditandatangani oleh Ketua KIPU Kabupaten/ Kota clan
paling sedikit 2 (dua) : orang anggota KPU
Kabupaten/ Ko ta serta saksi cal.on yang hadir yang
bersedia menandatangani.
- 76 -
Pasal 106'
(1) Dalam hal Pemilihan Gubernur, KPU Kabupaten/Kota
wajib menyerahkan berJta acata pemungutan suara dan
s~rtifikat hasil penghitungan suara kepada KPU Provinsi
da:Iam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah berita
acara dan sertifikat hasil penghitungan sl,.lara dari KPPS
melalui PPK diterima.
(2) Berita Acara dan sertifikat sebagaimana dimaksud · pada
ayat (1) beserta kelengkapannya dimasukkan dalam
sampul khusus dan selanjutnya dimasukkan dalam kotak
suara yang disediakan yang pada bagian luar ditempel
label atau disegel. '
(3) KPU Kabupaten/Kota wajib menjaga d::ui mengamankan
keutuhan kotak suara.
· (4) Penyerahan berita acara dan sertifikat beserta
kelengkapannya sebagaimanai dimaksud pada ayat (I)
wajib diawasi oleh Bawaslu Provinsi.
~ 77 -
Pasal 107
(1) Calon Bupati dan Calon Walikota yang memperoleh suara
lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah
ditetapkan sebagai Calon Bupati terpilih dan Calon
Walikota terpilih.
(2) Dalam hal tidak ada Calon Bupati dan Calon Walikota
yang memperoleh suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diadakan Pemilihari Bupati dan Pemilihan
Walikota putaran kedua yang diikuti oleh calon yang
memperoleh s-uara terbanyak pertama dan kedua pada
pu taran pertama. ·
'
(3) Calon Bupati clan Calon Walikota yang memperoleh suara
lebih dari 50% (Hrna puluh pers'.en) dari Jumlah suara sah
pada putaran kedua ditetapkan sebagai Bupati terpilih dan
Walikota terpilih.
Bagian Keempat
Rekapitulasi Penghitungan S~ara di KPU Provinsi
Pasal 108
( 1) Setelah menerima beri ta acira clan sertifika t basil
penghitungan · suara dari KPL! Kabupaten/Kota, KPU
Provinsi membuat berita acara penerimaan dan
melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat
Provinsi yang dapat dihadiri oleh saksi calon, Bawaslu
Pr.ovinsi1 peman tau, clan masyarakat.
(2) Saksi calon harus membawa S:urat mandat dari calon
yang bersangkutan dan menye.rahkannya kepada KPU
Provinsi. ·
(3) Dalam hal penghitunga;n suara 1oleh KPU Provinsi tidak
sesuai dengan ketentuan :oeraturan perund~ng
undangan, sak~i calon yang 'hadir dapat mengaju:kan
keberatan kepada KPU Provinsi;. ,
(4) Dalam hal keberatan yang dia}ukan oleh saksi calon
·sebagaimana di:i;naksud pada ;ayat (3) dapat diterima,
KPU Provinsi seketika itu juga mengadakap pembetuian.
- 78 -
Pasal 109
(1) Calqn Gubernur yang memperoleh suara lebih dari
30% (tiga puluh persen) clari jumlah suara sah ditetapkan
sebagai Gubernur terpilih.
(2) Dalam hal tida!t ada . Calon Gubernur yang memperoleh
suara sebagaimana dimaksud: pada ayat (1), diadakan
Pemilihan Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh calon
yang memperoleh suar~a terba:hyak pertama clan kedua
pada putaran pertama.
(3) Calon Gubernur yang memperoleh suara lebih dari
50% (lima puluh persen) dari: jumlah suara sah pada
putaran kedua ditetapkan sebagai Gubernur terpilih.
Bagian ...
. h ' f
PRESIDEN
REPUBLIK INPONESIA'
- 79 -
Bagian Kefima
Pengawasan dan Sanksi dalam ~enghitungan Suara clan
I '
Pasal 110.
(1) Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas
Kecamatan, dan PPL melakukan pengawasan atas
rekapitulasi penghitungan suara yang dilaksanakan oleh
KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan KPPS.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap kemungki~an ~danya pelanggaran,
penyimpangan, dan/ atau kesalahan oleh anggota KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/ Kota, PPK, dan KPPS dalam
melakukan rekapitulasi penghittlngan suara.
(3) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup adanya
pelanggaran, penyimpangan, dan/ a tau kesalahan dalam
rekapitulasi penghitungan sus.:rra, Bawaslu Provinsi,
Panwas Kabupaten/ Ko ta, Pan was Kecamatan, dan PPL
melaporkan adanya pelanggaran, penyimpangan,
clan/ atau kesalahan kepada petugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia. ·
(4) Anggota KPU Provinsi, KPU Kabupaten/ Kota, PPK, PPS,
dan KPPS yang melakukan pel~nggaran, penyimpangan,
dan/atau kesalahan dikenai tindakan hukum sesuai
dengan ketentuan dalam Undang~Undang ini.
;
Pasal 111
Jl) Mekanisme penghitungan clan rekapitulasi suara.
Pemilihan secara manual dan/atau menggunakan sistem
penghitungan suara secara elektronik diatur dengan
Peraturan KPU.
(2) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan setelah dikonsl)ltasikEin dengan Pemerintah.
I
BAB XV ...
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA
- 80 -
BAB XV
l
Bagian Ke$atu
I
Pemungutan Suara Ulang
Pasal l 12
(1) Pemungutan suara di TPS dapat diulang jika terjadi
gangguan keamanan yang mengakiba tkan basil
pemungutan suara tidak , dapat digunakan atau
penghitungan suara tidak dapa~ dilakukan.
(2) Pemungutan suara di T:PS dapat diulang jika dari hasil
penelitian clan pemeriksaan Panwas Kecamatan terbukti
terdapat 1 (satu) atau lebih keadaan sebagai berikut:
a. pembukaan kotak suara dan/ atau berkas pemungutan
dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata
cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan;
b. petugas KPPS meminta : Pemilih memberi tanda
khusus, menandatangani, atau menulis nama ·atau
alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan;
c. petugas KPPS merusak lebih Clari satu ~urat suara yang
sudah digunakan oleh Pemilih sehingga surat suara
tersebut menjadi tic;:lak sah; ·
1
cl. lebih
dari seorang Pemilih me nggunakan hak pilih lebih
dari satu kali, pada TPS yang sama atau TPS yang
berbeda; dan/atau '
e. lebih dari seorang Pemilih yang tidak terdaftar sebagai
Pemilih 1 mendapat kesempatan metnb6rikan suara pada
TPS.
Bagian ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 81 -
Bagian Kedua
!
Penghitungan Suara Ulang dan
Rekapitulasi Penghitungan Suara Ulang
Pasal 113·
( 1) Penghitungan suara ulang meliputi:
a. penghitungan ulang :?Urat suara di TPS; atau
b. penghitungan ulang surat suara di PPS.
(2) Penghitungan ulang suara di TPS dilakukan seketika itu
juga jika: · ·
a. penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
b. penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang
terang atau yang kurang mendapat penerangan
cahaya;
c. penghitungan suara dilakukan · dengan suara, yang
kurang jelasj
d. penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang
kurang jelas;
e. saksi calon, PPL, clan 'masyarakat tidak dapat
menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas;
f. penghitungan suara dilakukan di tempat lain atau
waktu lain dari yang telah ditentukan; dan/atau
g. terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan surat
suara yang sah dan surat sua.ra yang tidak sah.
(3) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada
ayat {2), saksi calon atau PPL dapci.t mengusulkan
penghi tungan ulang surat suara di TPS yang
bersangkutan.
{4) Dalam hal TPS sebagaimana dirn,aksud pada ayat (3) tidak
dapat melakukan penghitungan ' suara ulang, saksi calon
atau PPL dapat mengusulkan penghitungan ulang ~urat
suara di PPS.
(5) Penghitunga.n ulang surat ~iiara di TPS atau PPS harus
dilaksanakan dan selesai pada ha'.ri yartg sa:ma dengan hari
pemungutan suara.
/,
Pasal 114 ...
PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA
- 82 -
Pasal. 114I
Dalam bal TPS atau PPS tidak dapat melakukan penghitungan
suara ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (5),
pelaksanaan penghitungan suara ulang dilakukan.oleh panitia
pemiliban setingkat di atasnya paling lama 2 (dua) bari setelah
bari pemungutan suara.
Pasal 115
Rekapitulasi basil penghitungan perolehan suara di PPS, PPK,
KPU Kabupaten/Kota, clan KPU Provinsi dapat diulang jika
terjadi keadaan sebagai berikut:
a. kerusuhan yang mengakibatkan rekapitulasi basil
penghitungan suara tidak dapat 'dilanjutkan;
b. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan secara
tertutup; ;
c. rekapitulasi basil penghitungan suara dilakukan di tempat
yang kurang terang atau kurang1 mendapatkan penerangan
cahaya; .. . .
d. rekapitulasi basil penghitungan: suara dilakukan ·dengan
suara yang kurang jelas;
e. rekapitulasi hasil pengbitungan suara dicatat dengan
1
tulisan yang kurang jelas;
f. saksi calon, pengawas penyelenggara Pemilihan, pemantau.
dan masyarakat tidak dapat ~enyaksikan proses
rekapitulasi hasil penghitungan suara secara jelas;
dan/atau
g. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat
lain di luar tempat dan waktu yang te1ab ditentukan.
Pasal 116 :
(1) Dalam bal terjadi keadaan sebagaimana. dimaksud dala.m
Pasal 115, saksi qalon dan pengawas penyelenggara
Pemilihan dapat mengusulkal} untuk dilaksanakan
rekapitulasi basil penghitungan · suara ulang di PPS, PPK,
KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi yang
bersangkutan.
- 83 -
Pasal 117
(1) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah ·suara pada sertifikat
hasil penghitung&n suara dari i TFS dengan sertifikat hasil
p~nghitungan suara yang diterima PPS dari TPS, saksi
calon tingkat Kecamatan. dan saksi calon di TPS, Panwas
Kecamatan 1 atau PPL make, pp·s. mela.kukan penghitungan
suara uli;ing untuk TPS yang bel'Sangkutan.
(2) Penghitungan dan rekapitulas{ hErnil penghitungan suara
ulang di PPS sebagaimana :dimi:tksud pada ayat (1)
dilaksanakan paling lama 4 (empat) hari setelah tanggal
• I "•
pemungutan suara. ·
Pasal 118
'
Penghitungan suara ulang untuk TPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 117 ayat ( 1) dilakuk;a.n dengan cara membuka
kotak suara yang hanya dilakukan :di PPS.
Pasal 119
(1) Daiam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam
sertifikat rekapitulasi basil penghitungan perolehi;i.n suara
pemilihan Gubemur dari ; PPS dengan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara yang
diterima oleh PPK, KPU Ka~upaten/ Ko ta, saksi calon
tingkat Kabupaten/Kota, dan saksi calon tingkat
K~camatan, Pan was Ka bu paten/ Kota, atau Pan was
Kecamatan, me.ka KPU Kabupat~n/ Ko ta melakukan
pembetulan data melalui i pengecekan dan/ atau
rekapitulasi ulang data yang\ termuat dalam sertifikat
rekapitulasi basil penghitungah suara untuk PPS yang
bersangkutan. :
- 84 -
Pasal 120
(1) Dalam hal sebagian atau · seluruh wilayah Pemilihan
terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam,
atau gangguan lainnya yang friengakibatkan sebagian
tahapan penyelenggaraan Pemilihan tidak dapat
dilaksanakan maka dilakukan Pemilihi:tn lanjutan.
(2) Pelaksanaan Pemilihan lanjut~n d!mulai dari tahap
penyelenggaraan Pemilihan yang:terhenti.
- 85 -
Pasal 121
(1) Dalam hal di suatu wilayah: Pemilihan terjadi bencana
alam, kerusuhan, gangguci.n . keamanan, dan/ a tau
gangguan lainnya yang me'ngakibatkan terganggunya
seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan maka
dilakukan Pemilihan susulan. i
(2) Pelaksanaan Pemilihan susulan dilakukan untuk seluruh
tahapan penyelenggaraa;n PemHihan.
Pasal 122,
(1) Pemilihan lanjutan clan Pemilihan susulan dilaksanakan
I
setelah penetapan penundaaI;l pelaksanaan Pemilihan
diterbitkan.
'
(2) Penetapan penundaan pelaksanaan Perriilihan dilakukan
oleh:
a. KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal
penundaan pelaksanaan Pemi.lihan meliputi 1 (satu)
a tau beberapa Desa a tau sebutan lain/ Kelurahan;
b. KPU Kabupaten/ Ko ta atas usul PPK dalam hal
penundaan pelaksanaan Peinilihan meliputi 1 (satu) ·
ata.u beberapa Kecamatan; at~u
c. KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota dalam hal
penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu)
atau beberapa Kabupaten/Kota.
(3) Dalam hal pemilihan Guqernur: tidak dapat dilaksanakan
di 40% (empat puluh persen) jum1ah Kabupaten/ Ko ta atau
50% (Hrna puluh persen) dari jurrtlah Pemilih terdaftar tidak .
dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan
Pemilihan Gubernur lan.jutan atau Pemilihan Gubernur
susulan dilakukan oleh Menteri atas l)sul KPU Provinsi.
(4) Dalam hal pemilihan Bupati dan Walikota tidak dapat
dilaksanakan di 40% (empat! puluh persen) jumlah
Kecamatan atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah
pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk
memilih, penetapan Pemilihan Bupati/Walikota lanjutan
atau Bupati dan Walikota susulan dilakukan oleh
Guhernur atas usul KPU Kabupaten/Kota.
. - 86 -
BAB XVII
PEMANTACT
1
Pasal 123
(1) Pelaksanaan Pemilihan dapati cti·pantau oleh pemantau
Pemilihan.
(2) Pemantau Pemilihan sebagaimann dimaksud pada ayat (1)
meliputi: :
a. organisasi kemasyarakatan pemantau Pemilihan dalam
negeri yang terdaftar di Pemerin tah; dan
b. lembaga pemantau Pemilihah asing.
(3) Lembaga pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan yang meliputi:
a. bersifat independen;
b. mempunyai sumber dana ya~g jela~; dan
c. terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU Provinsi
a tau KPU Kabupaten/ Kota i sesuai dengan cakupan
wilayah pemantauannya.
(4) Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), pemantau Pemilihan asing juga
harus memenuhi persyaratan khusus:
a. mempunyai kompetensi dan pengalaman sebagai
peII1antau pemilihan di negara lain yang dibuktikan
dengan surat . pernyataan dari organi$asi pemantau
yang bersangkutan atau dab peinerfntah negara lain
tempat yang bersangkutan pernah melakukan
pemantauan;
b. memperoleh visa untuk menjadi pemantau pemilihan
dari Perwakilan Republik Indbnesia: di luar negeri; dan
c. memenuhi tata cara melakukan pemantauan yang
diatur dalam ketentuan ! peraturan perundang~
undangan.
- 87 -
Pasal 124
(1) Lembaga pemantau Pemilihan wajib menyampaikan
laporan hasil pemantauannya kepada KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/ Ko ta da]am waktu · paling lam bat
7 (tujuh) hari :;;etelah pelandkan Gubernur, Bupati, dan
Walikota terpilih. :
(2) Lembaga pemantau Pemiliha1;i wajib mema.tuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Lembaga pernantai..1 Pemilihan y~ng tidak mematuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau
tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 123 ayat (3); dic~.but haknya sebagai
pemantau Pemilihan.
Pasal 125
(1) Untuk menjadi pemantau Pemilihan, lembaga pemantau
mendaftarkan kepada KPU · Provinsi un tuk Pemilihan
Gubernur dan kepada KPU/ Kabupaten/Kota untuk
Pemilihan Bupati dan Walikota'.
'
(2) Pendaftaran sebagai pemantau Pemilihan sebagaimana
dimaks:ud pada ayat ( 1) dilakukan dengan mengisi formulir
pendaftaran dengan menyerahkan kelengkapan
administrasi yang meliputi:
a. profil organisasi lembaga pemantau;
b. nama dan jumlah anggota.pemantau;
c. alokasi anggota pemantau P~milihan Gubernur masing-
masing di Provinsi, Kabupaten/ Kota, clan Kecamatan;
d. alokasi anggota pemantaw pemilihan Bupati da.n
Walikota masing-masing di I{abupaten/ Kata. clan
Kecamatan; ·
c. rencana ...
PRESIPE:N
R EPUE)LIK INDONESIA
- 88 -
Pasal 126
Lembaga pemantau Pemilihan mempunyai hak:
a. m~ndapatkan akses di wilayah ~emilihan;
- 89 -
Pasal 127
Lembaga pemantau Pemilihan wajib:
a. mematuhi kode etik pemanta\1 Pemilihan yang diterbitkan
oleh KPU;
b. mematuhi permintaan untuk meninggalkan atau tidak
memasuki daerah fl.tau tempat tertentu atau untuk
meninggalkan TPS atau tcmpat penghitungan suara dengan
ala~an. keamanan; '
c. menanggung sendiri semua biaya selama kegiatan
pemantauan berlang1?ung;
d. menyampaikan hasil pemantauan mengenai pemungutan
dan penghitungan S1..H3.ra kepada KPU Provinsi dan/ a tau
KPU Kabupaten/Kota, serta pc;!ngawas penyelenggara
Pemilihan sebelum pengl,J.muman basil pemungutan suara;
e. menghormati peranan, keduduka.n,
I
dan wewenang
penyelenggara Pi;;milih~n serta: menunjukkan sikap hormat
dan sopan kepada penyelenggara Pemilihan dan kepada
Pemilih; clan
f. melaksanakan perannya sebagai pemantau secara tidak
berpihak dan obyektif.
Pasal 128
Lembaga pemantau Pemilihan dilarang:
a. melakukan k~giatan yang mengganggu proses
pelaksanaan Pemilihf.ln;
b. mempengaruhi Pemilih dalam menggunakan haknya
un tuk memilih;
c. mencampuri pelaksanaan 'tugas dan wewenang
penyelenggara Pemilihan;
d. memihak kepad~ peserta Pemilihan te:rtentu;
!
g. mencampun ...
PRE:$10~N
REPU8Lfl"<. ll'JDONESIA
- 90 -
Pasal 129
(1) Lembaga pemantau Perniliharn yang melanggar kewajiban
dan larangan sebagaimana dirriaksud dalam Pasal 127 dan
Pasal 128 dicabut status dan! haknya sebagai pemantau
Pemilihan.
(2) Sebelum mencabut status dan )l.ak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), KPU Provinsi !atau KPU Kabupaten/Kota
wajib mendengarkan penjel~san lembaga pemantau
Pemilihan.
(3) Pencabutan status dan hak lemba.ga pemantau Pemilihan
sebagaimana dimak~ud pada ayat ( 1) ditetapkan dengan
Keputusan KPU Provinsi : atau Keputusan KPU
Kabupaten/ Ko ta.
(4) Lembaga pemantau Pemilihan yang telah dicabut status
clan haknya sebagai lembaga pe:mantau Pemilihan dilarang
menggunakan atrib\..lt lembagaJ pemantau Pemilihan dan
melakukan kegiatan yang ada hubungannya dengan
peman.tauan Pemilihan. ·
I
(5) Pelanggaran terhad~p kewaji~an dan larangan yang
·.,.
bersifat tindak pidana da.n/ ataG perdata yang dilakukan
oleh pemantau Pemiliha,.n, dik~nai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang~undangan,
- 91 -
Pasal 130
'
(1) Setiap anggota lembaga pemantau Pemilihan wajib
memakai kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan
dalam melaksanakan pemantauan Pemilihan.
(2) Kartu tanda pengenal pemaniau P~milihan diberikan oleh
KPU Provinsi untilk Pemilihan Gubernur dan oleh KPU
Kabupaten/Kota untuk PemiJ;ihan Bupati dan Walikota.
(3) Lembaga pemantau Pemilihan wajib menaati dan
mematuhi semua ketentuan yang berkenaan dengan
Pemilihan serta memperhatikan kode etik pemantau
Pemilihan.
·(4) Ketentuan lebih la.njut : mengenai pelaksanaan
pemantauan Pemilihan diatur dalam Peraturan KPU.
BAB XVIII
PARTISIPASI MASYARAKA T
DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN
Pasal 13 f
( 1) Untuk mendukung k:elancaran jpenyelenggaraan Pemilihan
dapat melibatkan partisipasi masyarakat.
!
c. bertujuan ... ·
PRE$10E.:N
REPUBLIK INDONESIA
- 92 -
Pasal 132
(1) Pelaksana survei atau jajak · p~mdapat dan. pelaksana
penghitungan <~epat hasil .Pemilihan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 131\ ayat (2) wajib melaporkan
status badan h1,1kum atau ;I surat. keterangan terdaftar,
susunan kepenguru~an, ~umber dana, alat, dan
metodologi yang digunakan !kepada KPU Provinsi atau
KPU Kabupaten/ Kota. :
I
(2) KPU Provinsi atau I<PU I\:abupaten/ Kota menetapkan
lembaga yang dapat melak~anakan survei atau jajak
pendapat dan pelaksana !penghitungan cepat hasil
Pemilihan sebagaimana climal~sud pada ayat (1).
!
Pa~ml 133
Partisipasi • masyarakat sebaga,ima11a dimaksud dalam
Pasal 131 ayat (2) wajib mengikuti: ketentuan yang diatur oleh
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota,
I
- 93 -
BAB X·IX
PENANGANAN LAPORAN PEU..ANGGARAN PEMILIHAf\l
Pasal 134
(1) Bawaslu Provinsi, Panwas; Kabupaten/Kota, Panwas
Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS menerima laporan
pelanggaran Pemilihan i pada setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan. !
(2) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat disampaikan oleh:
a. Pemilih;
b. pemantau Pemilihan; atau
c. pesetta Pemilihan.
(3) Laporan pelanggaran Pernilihan sebagaimana dimaksu.d
pada ayat (2) disampaikan secara tertulis yang memuat
paling sediki t:
a. nama dan alamat pelapor;
b. pihak terlapor;
c. waktu dan tempat kejadian p'erkara; dan
'
cl. uraian kejadian.
(4) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) di:;i9,mpilikan pa1ii~g lama 7 (tujuh) hari sej:ik
diketahui dan/ ata..i..1 ditemukannya pelanggaran Pemilihan. ·
I
- 94 -
Pasal 13$
(1) Laporan pelanggaran Pemilihan seba.gaimana dimaksud
dalam Pasal 134 ayat (1) yang inerupakan:
a. pelanggaran kode~ . etik ; penyelenggara Pem.ilihan
diteruskan oleh Bawaslu kepada DKPP; ·
b. pelanggaran administrasi P~milihan diteruskan kepada
KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota;
c. sengketa Pemilihan diselesaikan oleh Bawaslu; dan
d. tindak pidana Pemiliha.n ditindaklanjuti oleh Kepolisian
1
Negara Republik Indonesia.
(2) Laporan tindak pidana PemiliJJ,an sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d diteruska'.n kepada Kepolisian Negara
Republik Indonesia paling lama 1 x 24 (satu kali dua
puluh empat) jam sejak diputu~kan oleh Bawaslu Provinsi,
Panwas Kabupaten/Kota, dan/atau Panwas Kecamatan.
'
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan laporan
pelanggaran Pemilihan diatur d~ngan Peraturan Bawaslu.
BAB XX
'
PELANGGARAN KODE ETIK, PELANGGARAN ADMINISTRASI,
PENYELESAIAN SENGKETA, TINDAK PIDANA PEMILIHAN,
SENGKETA TATA USAHA NEGARA, DAN PERSELISIHAN
HASIL PEMILTHAN
Bagian Kes~tu
·'i
Pasal 136 :
Pelanggaran kode etik penyelen:ggara. Pemilihan adalah ,.
pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pernilihan yang '
berpedoman pada $\.lmpah d~m/ a tau janji sebelum
menjalankan tugas s~bagai penyelerigga.1·a Pemilihan.
I
"
1·
Pastil 137 ...
,I (I
PRESIPEN
REPUBLIK INOONESIA
- 95 -
Pasal 13']
( 1) Pelanggaran kode t;:tik : penyelengga_ra ~emilihan
sebagaimana dimaksuo dalam: Pasal 136 d1selesa1kan oleh
DKPP.
(2) Tata cara penyi;::lesaian ' pelanggaran kode etik
penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1} dilaksanakan sesuai qengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai penyelenggara pemilihan
um um.
Bagi an Ked ua
I
Pelanggaran Administrasi
Pasal 138
Pelanggarf.:tn administrasi Pemilihan meliputi pelanggaran
terhadap tata cara y;;i.ng berkaitan · dengan administrasi
pelaksanaan Pemilihan dalam setiap tahapan Pemilihan.
Pasal 139,
( 1) Bawaslu Provinsi di;in/ atau Panwaslu Kabupa.ten/ Kata
membuat rekomendF,tsi atas hasil kajiannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 134 ayat (5) terkait pelanggaran
administrasi Pemilihan.
(2} KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajio
rrienindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi clan/ a tau
Panwaslu Kabupaten/Kota · sebagaimana dimaksud pada
ayat (!).
(3) KPU Provinsi dan/atau .i KPU Kabupaten/Kota
menyelesaikan pelanggaran ; administrasi Pemilihan
berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/ atau
Panwaslu Kabupaten/ Kota sesuai dengan tingkatannya.
I
i
Pasal 140 •
(1) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota memeriksa
clan memutus pelanggc;tran hdministrasi sebagaimana
dimaksud dalam P:;i9al 139 ayat (2) paling lama 7 (tujuh)
hari sejak rekomendasi Ba~aslu Provinsi clan/ a tau
Panwaslu Kabupaten/Kota diterima.
'
(2) Ketentuan ...
PRl;::SIDEN
REPUSLIK !NOONESlA
- 96 -
Pasal 14~
Dalam hal KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota 1 PPK1 PPS,
atau peserta Pemilihan tidak m6nindaklanjuti rekomendasi
Bawaslu Provinsi dan/atau ; Panwas Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam P£:i.sal 139 ayat (2), Bawaslu
Provinsi dan/ atau Pan was Kabupaten/ Ko ta memberikan
sanksi perihgatan lisan atau peringatan tertulis.
Bagian
.
Ketiga
i
Sengketa Anta.rpeserta! Pemilihan dan
Sengketa Antara Peserta dengan jPenyelenggara Pemilihan
I
'
,'
)
Pasal 142 ·
Sengketa Pemilihan terdiri atas:
a. sengketa antarpeserta Pi;milihan; da.n
b. sengketa antara Peserta Pemilihan dengan penyelenggara
Pemilihan.
Pasal 143
( 1) Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/ Ko ta
berwenang menyelesuikan · sengketa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 142.
(2) Bawaslu Provinsi dan Pahwaslu Kabupaten/ Ko ta
memeriksa dan memutus sengk:eta Pemilihan ·paling lama
12 (dua belas) hari sejak diterim~nya laporan atau temuan.
(3) Bawaslu Provihsi , dan Pahwaslu Kabupaten/ Ko ta
melakukan penyelesaian sengk.eta melalui tahapan:
a. menerima dan rnengkql.ji lapo~an atau temuan; dan
b. mempertemukan pihak yang bersengketa untuk
mencapa1 kesepakGttan m6Ialui musyawarah dan
mufakat.
- 97 -
Pasal 14'.4
( 1) Keputusan Bawaslu Provinsi: clan Keputusan Panwaslu
Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa
Pemilihan merupakan keputus,an terakhir dan mengikat.
(2) Seluruh prosei:;; pengambilan Keputusan Bawaslu Provinsi
clan Keputusan Panwaslu Kabupaten/Kota wajib
dilakukan melalui proses yang transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan. :
(3) Ketentuan lebih 1anjut mengenai tata cara penyelesaian
sengketa diatur deng~n P~ratui:-an Bawaslu,
Bagian Kei;mpat
Tindak Pida.na Pemilihan
Paragraf l
I
Vmum:
Pasal 145
Tind~k pidana Pemilihan merupakan pelanggaran atau
kejahatan terhadap ketentuan Peinilihan se bagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
Pa.ragraf .2
Penyelesaian Tindak Pidana
Pasal 146i
I
(1) Penyidik Kepolisian NegaraJ
Republik Indonesia
menyampaikan hasil penyidikannya disertai berkas
perkara kepada penuntµt umpm paling lama 14 (empat
belas) hari sejak laporan diterii;na,
- 98 -
Pasal 147,
(1) Pengadilan Negeri dalam rriemeriksa, mengadili, dan
memutus perkara tindak pidaha Pemilihan menggunakan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
(2) Sidang pemeriksaan perkarai tindak pidana Pemilihan
sebagaJmana dimakm..ld padci. ayat: ( 1) dilakukan oleh
majelis khusus.
Pasal 148!
(1) Pengadilan Negeri memeriksaj mengadili, dan memutus
perkara tindak pidana, Pemilihan paling lama 7 (tujuh)
hari setelah pelimpa.han berka~ perkara.
(2) Dalam hal puti..1!;3an pengadil~n sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan banding, permohonan banding
diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan
dibacakan. ·
(3) Pengadilan Negeri melimpahkan berkas perkara
l
permohonan banding kepada Pengadilan Tinggi paling
lama 3 (tiga) hari setelah permohonan
t
banding diterima.
- 99 -
Pasal 149
I
(lJ Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 148 ayat (1) dan ayat (:4) harus sudah disampaikan
kepada penuntut umum paling lambat 3 (tigaJ hari
setelah putusan dibacakan. ;
(2) Putusan pengadilan sebagaima.na dimaksud dala.m
Pasal 148 harus dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari
setelah putusan diterima c:ilel~ jaksa.
Pasal 150
(1) Putusan pengadilan terhadap kasus tindak piclana
Pemilihan yang men.urut Undang-Undang ini dapat
mempengaruhi perolehan suara peserta Pemilihan harus
sudah selesai paling lama 5 (lima} hari sebelum KPU
Provinsi dan/ e.tau KPU Ka.bu paten/ Kota. menetapkan
hasil Pemilihan. ·
(2) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib
menindakla:njuti. putusan l pengadHan sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1}. ·
(3) Salinan putusan pengadilah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus S\ld~h diterima KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/ Kota, dan peseha Pemilihan pad a hari
putusan pengadilan tersebut dibacakan.
Paragraf 3 . , .
PRESIOl;;N
R EPU8LIK IND ONE..S IA
- 100 -
Paragr~f 3
I
MajeJis Khusus l'indak Pidana
Pasal 151
!
Paragraf:4
Sentra Penegakan Hukum Terpadu
Pasal 152
(l} Untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan
tindak pidana· Pemilihan, B'.awaslu Provinsi, dan/ a tau
Panwas Kabup~ten/ Kota 1 K~polisiar) Daerah dan/ a tau
Kepolisian Resor, dan · Ke]aksaan Tinggi dan/atau
Kejaksaan Negeri membentuk sentra penegakan hukum
terpadu. ·
;.. 101 -
Bagian Kelima
Sengketa Tata Usaha Negara
Pasal 153
Sengketa tata usaha negara Pernilihan merupakan sengketa
yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilihan antara
Calon Gubernur, Calon Bupati, ~an Galon Walikota dengan
KPU Provinsi dan/ a tau KPU Kabupaten/ Ko ta sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan KPU i Provinsi dan/ atau KPU
Kabupaten/ Ko ta.
Paragraf: I
Penyelesaian Sengketa T.ata Usaha Negara
Pasal 154:
(1} Pengajuan gugatan atas se11gketa tata usaha negara
Pemilihan ke · Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
dilakukan setelah selun;h upaya a.dministratif di Bawaslu
Provinsi dan/atau Panwas: Kabupaten/Kota telah
dilakukan.
(2) Pengajuan gugatan atas serigketa tata usaha negara
Pemilihan seba,ga,imana. dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling lama 3 (tiga) hari( setelah dikeluarkannya
Keputusan • Bawaslu Provinsi dan/ a tau · Panwas
Kabupaten/ Ko ta.
(3) Dalam hal pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1) k1J,rang lengkap, penggugat dapat
memperbaiki dan melengkapi g'ugatan paling lama 3 (tiga)
hari sejak ciiterimanya gugadn oleh Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara. :
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud p~da
ayat (2) penggugat belum menyempurnakan gugatan,
hakim memberikan putusan bahwa gugatan tidak dapat
diterima.
- 102 -
Paragraf 2
!
Majelis Khusus Tata Usaha Negara
Pasal 155 ,
( 1) Dalam memeriksa, mengadili,: dan memutus sengketa.
tata usaha negara Pemilihan idibentul< majelis khusus
yang terdiri dari hakim khusuk yang merupakan hakim
karier di lingkungan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara dan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
- 103 -
Pasal
.
157:I
(1) Dalam hal terjadi perselisihan 'penetapan perolehan suara
hasil Pemilihan, pesertf;l PemhihF,.1,n dapat mengajukan
permohonan pembatal~n pen~tapan hasil penghitungan
perolehan suara oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota kGpadu PengadiJan Tinggi yang ditunjuk
oleh Mahkamah Agung. ;
- 104 -
PF<!ESIO!;:N
REPUBLIK INDONESIA
11 ' ,.
- 105 -
Pasal 158
;
(1) Peserta pemilihan Gubernur dapat mengajukan
permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan
suara dengan k~tentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan
2.000.000 (dua juta) jfwa, pengajuan perselisihan
perolehan suara dilaku~an jika terdapat perbedaan
paling banyak sebesair 2°/c1 (dua persen) dari
penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh
KPU Provinsi; :
b. Provinsi c;lengan juml'.ah penduduk lebih dari
2.000.000 (dua juta) sarripai
I
dengan 6.000.000 (enam
juta), pen.gajuan perselisihan perolehan suara
dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak
sebesar 1,$% (satu kom~ lima ·persen) dari penetapan
hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU
Provinsi;
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
6.000.000 (enam JU ta} sampai dengan
12.000.000 {dua belas juta) jiwa, pengajuan
perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat
perbedaan ·paling banyak sebesar 1 % (satu persen)
dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara
oleh KPU Provinsi; dan
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari
12.000.000 (ctua belas juta) jiwa, pengajua.n
perselisihan perolehan suara dilakuka.n jika terdapat
perbedaan paling banyak sebesa.r 0,5% (nol korna
lima persen) dari pene~apan hasil penghitungan
perolehan suara oleh KPU; Provinsi.
(2) Peserta Pemilihan Bupati~ dan Walikota dapat
mengajukan permohonan pe'.mba.talan penetapan hasil
penghitungan perolehan suar~ dengan ketentuan:
a. Kabupaten/ Kata dengan jumlah penduduk sampai
dengan 250.000 (dua ratbs lima puluh ribu) jiwa,
pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika
terdapat perbedaan paling! banyak sebesar 2% (dua
persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan
suara oleh I<PU Kabupaten/iKota;
I
b. Kab~paten ...
PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA
- 106 -
I
Pai;;al 159
I
I
- 107 -
BAB xxr
PENGESAHAN PENGANGI<A;TAN DAN PELANTIKAN
Bagian Ke'satu
Pengesahan Pengangkatan
Pasal 160
i
(1) Pengesahan pengangkatan Gtibernur terpilih dilakukan
berdasarkan penetapah calon: terpilih oleh KPU Provinsi
yang disampaikan oleh DPRD Provinsi kepada Presiden
melalui Menteri. ·
(2} Pengesahan pengangkatan icalon Gubernur terpilih
dilakukan oleh Presiden dal~m w~ktu paling lama 14
(empat belas} hari terhitung sejak tanggal usul clan berkas
diterima secara lengkap.
(3} Pengesahan pengangkatan Bupati dan Walikota terpilih
dilakukan berd1;1.sarkan penetapan calon terpilih oleh KPU
Kabupaten/ Kata yang disampaikan oleh DPRD
Kabupaten/Kota kepada Mented melalui Gubernur.
(4} Pengesahan pengangkatan Bupati dan Walikota terpilih
dilakukan oleh Menteri dalarp waktu paling lama 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal usul dan berkas
diterima secara lengkap. · '
B agian Keaua
!
Pelan tika11
Pasal 161 .
•
(1) Gubernur sebeh.1m memangku
jabatannya dilantik
dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh
pejabat yang melantik. '
- 108 -
'
PasaJ 16~
(1) Gubernur sebagaimana dim:aksud dalam Pasal 161
ayat (l}:memegangjabatan sela:ma 5 (lima) tahun terhitung
sejak ·tanggal peJantikan dan! SeSLldahnya dapat ,dipilih
kembali dalam jabatan ya'.ng sama hapya untuk
I (satu) kali masa jabatan. !I 1
- 109 -
Pasal 163
i
(1) Gubernur dilantik. ol~h Presid~n di ibu kota negara.
(2) Dalam hal Pre~iden berhaIJngan, pelantikan Gubernur
dilakukan oleh Wak.il PresiderL ·
(3) Dalam hal Wakil Presideh berhalangan, pelantikan
Gubernur dilakukan oleh Mefl;teri.
Pasal 16;4
(1) Bupati dan Walikota dilantiki oleh Gubernur di ibu kota
Provinsi yang bersangkutan.
' .
l
I
Pasal 165
Ketentuan mengenai tata. Cf-1.ra pelantikan Gubernur, Bupati,
dan Walikota diatur dengan Peratu1ran Presiden .
•
BAB XXII
'
PENDANAAN
Pasal f66
Pendanaan kegiatan Pemilihan ! Gubernur, Bupati, dan
Walikota dibebanka.n pada Anggarcl.n Pendapa,tan dan Belanja
Negara dan dapat didukl,.1ng melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. !
- 110 -
BAB XXIII
PENOISIAN WAKIL OUBERNUR, WAKIL BUPATI,
DAN WAKIL V,v'ALIKOTA
l
Pasa1 167
(1) Gubernur, Bupati, dan W~likota dibantu oleh Wakil
Gubernur, Wakil Bupati dan Wakil Walikota.
\
(2) Wakil. Gubernur, Wald! B?.pati dan Wakil Walikota
menjalankan tugas memba11tu Oubernur, Bupati, dan
Walikota sesuai dengan keteptuan peraturan perimdang-
tindangan rnengenai pemerint~han daerah.
l
I
Pasal!168
!
(1) f'enentuan jurnlah W~kil Gubernur berlaku ketentuan
sebagai berikut: i
I
a, Provinsi dengan jt;unlah :penduduk sampai dengan
1.000.000 (satu juta) ji{.va tidak memiliki Wakil
Gubernur; '
i
b. Provinsi dengan jumlah penduduk di atas
1.000.000 (satu juta} ( jiwa sampai dengan
3.000.000 (tiga juta) jiwa1 memiliki 1 (satu) Wakil
Gubernur;
c. Provinsi dengan jumla},1 penduduk di atas
3.000.000 (tiga ju ta) sampai dengan
10.000.000 (sep1Jluh jutaJ jlwa dapat memiliki
2 (dua) Wakil Gubernu1·;
d. Provinsi dengan jumlali penduduk di atas
10.000.000 (sepuluh juta) d~pat memiliki 3 (tiga) Wakil
Gubemur. i
(2) Penentuan jurnl~h Wald! Bupati/Wakil Walikota berlaku
ketentuan sebagai berikut: l
a. Kabupaten/Kota dengan Jumlah penduduk sampai
dengan 100.000 (seratus ribu) jiwa tidak memiliki Wakil
Bupati/Wakil Walikota; . ;
b. Kabupaten/ Kota dengan jumlah penduduk di atas
100.000 (serah.ls ribu) jiwa sB;mpai dengan 250.000 (dua
ratus lima puluh ribu) jiwa'. memiliki 1 (satu) Wald!
Bupati/Wakil Walikota; I
f
c. Kabupaten ...
PR~SIOEN
REPUSLIK INOONESIA
- 111 -
PasaI; 169
Persyaratan calon Wakil Gubernur, calon Wakil Bupatj, dan
calon Wakil Walikota adal1;1h seba~ai berikut:
a. bertakwa kepada Tub.an Yang Mal~a Esa;
b. setia kepada Pf.lncasila, Unoang.-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun ! 1945, cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus'. 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia; ;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat
atas atau sed~rajat; · ·
d. :mempunyai kecakapan dan pengalaman pekerjaan yang
Fukup di bidang pel.ayanan pyblik;
e. calon Wakil Gubernur, caloi;:t .Wald! Bupati, dan .calon
Wakil Walikota yang berasai dari' Pegawai Negeri Sipil
dengan golongan kepangkata!1 paling rendah IV/ c untuk
calon Wakil Gubernur, dan golongan kepangkatan· paling
rendah IV/ b \.m tuk cal on Waldl Bupati / calon Wakil
Walikota dan pernah atau sedang menduduki jabatan
eselon II/a untuk calon Wakil Gubernur clan esehn II/b
untuk calon Wald! :Supati dan\calol'l Wakil Walikota;
f. berusia paling renda.h 30 (tig~ puh.,1h) tahun untuk calon
Wakil Gubernur d~n 25 (duat pl..lluh lima) tahun untuk
¢alon Wakil Bupati/ calon Wakll WaJjkota; ·
g. rhampu secara jasmani dan: roh~.ni berdasarkan hasiI
pemeriksaan kesehatan mertyeluruh dari tim dokter
daerah; i
h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan y~ng tefah mempl.lnyai keku~tan
hukum tetap karena melaktj.ka.n tipdak pidana yang
diancam denge.n pidana penJara 5 (lima) tahun atau
lebih; i
i. tidak sedang dicabut hak pilihnyfl berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan . hukum
tetap;
j. menyerahkan daftar kekayaan pd badi d an bersedia
1
untuk diumL1ml{an;
k. tidak ...
PRESIDEN
REPU1;3LIK INDONE:SIA
i
- 112 -
Pasal 170
( 1) Pengisian Wakil Gubernur, iWakil Bupati, dan Wakil
Walikota dilaksamilq.1.n paling Iambat 1 (satu) bulan setelah
pelantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(2) Masa jabatan Wakil Gl)bernu1~, Waldl Bupati, dan Wakil
Walikota sebagaimana dimaks'.ud pada ayat (1) berakhir
bersamaan dengan masa jabafan Gubernur> Bupati, dan
Walikota. i
(3) Wakil Gubernur, Wakil Bupati, clan Wakil Walikota
sebagaimana dimaksµd pada ayat (1) berasal dari Pegawai
Negeri Sipil atau nonpegawai negeri sipil.
'
Pasal 171
(1) Gubernur, Bupati, dan Wi;;i.likot~ w~jib mengusulkan Calon
Wakil Gubernur, Wakil· Bupati,I dan Wakil Walikota dalam
waktu paling lambat 15 (lima belas) hari setelah pelantikan
Gubernur, Bupati, dan Walikota~
(2} Wakil Gubernur diangkat olbh Presiden berdasarkan
usulan Gubernur melalui Menteri.
- 113 -
i
Pasal 172
(1) Wakil Gubernur dilantik oleh Qubernur.
(2) ~akil Bupati dilantik oleh Bupati dan Wakil Walikota
dilantik oleh Walikota.
(3) Dalam hal Wakil Oubernur, : Wakil Bupati, dan Wakil
Walikota tidak dilantik sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) clan ayat (2), WaJdl Gubernt,.11" dilantik oleh Menteri
d~n Wakil Bupati/Waldl Walikota dilantik oleh Gubernur.
(4) Dalam hal Wakil 8upati dan \\{akil Walikota tidak diJanl:ik
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wakil Bupati dan
Wakil Walikota dilantik oleh Menteri.i
Pasal 173
(1) Dalam ha! Gubernur, Bupati, 1dan Walikota berhalangan
tetap, Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil .Walikota
tidak. serta merti;:i. menggantikan Gubernur, Bupati, clan
Walikota. !
(2) Wakil Gubernur, Waldl Bup:ati, clan Wakil Walikota
sebagaitnana dimaksud pada a'.yat (1) menjalankan tugas
sesuai dengan ketentuan perat'.uran perundang-undangan
mengenai pemerintahan daerah.!I
- 114 -
PasaliI 174
( l} Apabila Gubernur berHenti a tau diberhentikan
berdasarkan putusan pengadpan yang telah · mempunyai
kekuatan hukum tetap dan si~a masa jabatan kurang dari
18 (delapan belas) bula,n, Presiden menetapkan penjabat
Gubernur atas usul Menteri ~ampai dengan berakhirnya
masa jabatan Gubernur. · !
- 115 -
Pasal: 175
(1) Apabila Bupati/Walikota b~rhenti atau diberhentika~
berdasarkan putusan pe;ngadilan yang telah mempunya1
kekuatan hukum tetap clan si~a masa jabatan kurang dari
18 (delapan belas) bulan, Menteri menetapkan penjabat
Bupati/Walikota sampai deng~n be1-akhirnya masa jabatan
Bupati/Walikota at~s usul '. Gubernur sebagai wakil
PGmerintah. ,
I
~ 116 -
Pasal: 176
(1) Apabila Wakil Gubernur, Waki,l Bupati, dan Wakil Walikota
berhenti atau diberhentikan, i dapat dilakukan pengisian
WakiJ Gubernur, Wakil Bupad, dan Wakil Walikota paling
lama 1 (satu) bulan setelah yang bersarigkutan
berhalangan tetap. i
(2) ApabilaWakil Guberm,.1r be:rhentj atau diberhentikan
berdasarkan putusan pengadifan yang telah mempunyai
kekuatan hukum t~tap, Gubernur mengusulkan calon
Waldl Guberrn.,lr yang memenuhi.' persyaratan kepada
Presiden melalui Menteri untuk diangkat sesuai ketentuan
se bagaimana dimaksud dalam Piasa] l 7 1. ·
(3) Apabila Wakil Bupati da.n Wakil Walikota berhenti atau
diberhentikan berdasarkan puthsan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, Bupati/Walikota
mengusulkan calon Wakil Bupati/Wakil Walikota yang
rriemenuhi persyaratan kepada! Menteri melalui Gubernur
sehagai wakil Pernerintah untuk dia.ngkat sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksi1d dalam Pasal 172. :
\
SAB XXIV I
KETENTUAN PIDANA
Pasal 177
Setiap orang yang deng~n ~engaja memberikan keterangan
yang tidak benar ·meng~nai diri s.;:;ndiri atau did orang lain
.tentang suatu hal yang diperlukan tintuk pengisian daftar
pemilih, dipidana dengan pidana! penjara paling singkat
3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (d\1a belas) bulan clan denda
paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling
banyak Rpl2.00C.OOO,OO (du~ belas juta rupiah).
~ 117 ~
Pa$al 178
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain
kehilangan hak pilihnya, dipict:ana dengan pidana penjara
paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua
puluh em pat) bulan dad denda paling sedikit
Rp 12,000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat ju ta rupiah).
Pa9al 179
Setiap orang yang dengGin sengaja memalsukan surat yang
menurut suatu aturan dalam Undang-Undang ini diperlukan
untuk menjalankan suatu perbuatan dengan maksud untuk
digunakan sendiri at~\,1 orang Ia'.in sebagai seolah-olah surat
sah atau tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama
72 . (tujuh puluh dua) bulan 'dan denda paling sedikit
Rp36.000.000,00 (tiga puluh eham Juta rupfah) clan paling
banyak Rp72.000.000,00 (tujuh p'.uluh dua juta rupiah}.
Pasal 180
(1} Setiap orang yang ciengan sengaja secara melawan hukum
menghilangkan hak sest;orang menjadi Calon Gubernur,
Galon Bupati, ctan Calon Walik.ota, dipidana dengan pidana
penjara paling s.ingkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan
paling lama 72 (tujuh puluh dua). bulan dan denda paling
sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp72.000.000,;oo (tujuh puluh dua juta.
rupiah).
(2} Setiap orang y:;i.ng kar~na j~bata.nnya dengan sengaja
secara . melawan 11ukum rnertghilangkan
. I
hak seseorang
menjadi Gul::;ierm,ir, J;3upati, ; d~n Walikota, dipidana.
dengan pidana penjara. paling singkat 48 (empat: puluh
delapan) bulan dan paling lam~ g5· (sembilan puluh ·ena.m)
bulan dan denda paling sedil~it R.p48.000.000,00 (empat
puluh delapan juta · rupia'.h) dan paling banyak
Rp96.000.000,00 (sembilQ.n pul'uh enam juta rupiah).
I
Pasal 181
F'RESIDEN ,
F~EPUSLIK INDONE'.SIA
r
- 118 -
Pasal 181
Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa.
suatu surat adalah tidak sah atau dipalsukan,
rnenggunakannya, atai,.1 ;rnenyuruh orang lain
menggunakannya sebagai surat ;sah, dipidana. dengan pidana
penjara paling singkat 36 (tiga •puluh enarn) bulan dan paling
lama 72 (tujuh puluh dua) bul:an dan denda paling sedikit
Rp36.000,000,00 (tiga puluh el)am juta rupiah) dan paling
banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 182
Setiap orang yang dengan kekerasan :;t.tau dengan ancaman
kekuasaan yang ada padanya; saat pendaftaran pemilih
menghalang-halangi seseorang: untuk terdaftar sebagai
pemilih dalam Pemilihan me1;iurut Undang-Undang m1,
dipidana dengan pidan~ penjara paling singkat 12 (dua belas)
bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan clan denda
paling sedikit Rpl2.000.00Q,OO (dua belas juta rupiah) dan
paling banyak Rp36.00Q.OOO,OO (tiga puluh enam juta rupiah).
i
Pasa.l 183
Setiap orang yang melakl...tkan ; kekcrasan terkait dengan
penetapan hasil Pemilihan meburut Undang-Undang ini,
dipidana dengan pidana penjara P,aling, singkat 12 {dua belas)
bulah dan paling lama 36 (tiga puluh enarn) bulan dan denda.
paling sedikit Rpl2.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan
paling banyak Rp36.000.000,00 (ti:ga puluh enam juta rupiah).
Pasal 184:
Setiap orang yang dengan sengaja mernberikan keterangan
yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah
sebagai surat yang sah tentang ~uatu hal yang diperlukan
bagi persyarab,n untu.~..: nienjadi Ca.ion Gubernur 1 . Calon
Bupati, dan Calon Walikota, dipid~na dengan pidana penjara
paling singkat 36 (tiga puluh ena'.m) bulan dan paling lama
72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enain jut:a rupiah) dan paling
banyak Rp72.000.000,00' (tujuh
.
pu:luh
i
dua ju ta rupiah).
I
'
Pasal 185 ...
' ' .
PRF;:$1DEN
REPUBUK INDONESIA
!
- 119 -
Pa~al 185
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan
yang tidak benar atau menggttnakan identitas diri palsu
untuk mendukung baked Calon perseorangan Gubernur, bakal
Calo'n perseorangan Bllpa.ti 1 da~ bakal Calon perseorangan
Walikota 1 dipidana i;:l.engan pidana penjara paling singkat
12 (dua belas) bulan dan paling I lama 36 (tiga puluh enam)
bul~n dan denda paling fJCdikit Rpl2.000.000,00 (dua belas
juta :rupiah) clan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh
1
enam juta'rupiah}.
Pasal 186
l
- 120 -
- 121 ,.
Pasal 18j8
Setiap pejabat negi;i.ra, pejabat iAparatur Sipil Negarat dan
Kepala Desa atau i;;iebutan lain/Lurah yang dengan sengaja
rnelanggar ketentuan sybagaiman!a dimaksud dalam Pasal 71,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan ·
atau paling la~a 6 (c:nam) bufan d.an/ a tau denda paling
sedikit Rp600~000,00 (enam rat~s ribu rupiah) atau paling
banyak Rp6.000.000 1 00 (enam jut~. rupiah).
Pasal 189I
Pasal 190 . , .
PRE:SIOEN ,
REPUBLfK INOONESIA
I
- 122 -
Pa.sal 19'0
I
Pejabat yang melanggar ketent~an Pasal 71 ayat (2) atau
.Pasal 162 ayat (3), dipida11a dehgan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) bulan ~tau p*ling . lama 6 (enam) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu
rupiah) atau paling· banyak ~p6.QOO.OOO,OO (enam juta
rupiah). i
Pas~I 19 ~
'
(1) Calon Gubernur, Calon .Supati, dan Galon Walikota yang
dengan .sengaja mengundur~an diri setelah penetapan
. Calon Gubernur 1 Calon Bupati, dan Calon Walikota
sampai dengan pl(laksanaan pemungutan suara putaran
pertama, dipidana dengan pidana penjara paling· singkat
24 (dua puluh empat) bulan ldan paling lama 60 (enam
puluh) bulan ~dan aenda paling . sedikit
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp50.000.000.poo,oo (lima puluh miliar
rupiah).
(2) Pimpinan Partai Politik atau kabungan pimpinan Partai
Politik yang dengan sengaja n)enadk calonnya dan/ atau
calon yang telah ditetapkan ol~h KPU Provinsi clan KPU
Kf:lbupaten/Kota 9ampai denga* pelaksanaan pemungutan
suara putaran pertama, dipid~na dengan pidana penjar8:
paling singkat 24 (dua puluh ! em pat) bulan dan paling
lama 60 (enam puluh) bulanl clan denda paling sedikit
Rp25.000.000.000 1 00 (dua pull'.th lim.a miliar rupiah) dan
paling banyak Rp50.000.000.dOO,OO (lima puluh miliar
rupiah). l
i
I
I
t
PGl,sal 192 j
(1) Calon Gubernur, Calon Bupati, l
dan Calon Walikota yang
dengan sengaja mengundurka1~ diri setelah pemungutan
suara putaran pertama sampai dengan pelaksanaan
pemungutan suara putaran kedua, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3~ (tiga puluh enam) bulan
dan paling lama 72 (tujuh puh~h dua) bulan dan denda
paling sedikit RpSO.OOO.OOo.oqo,oo (lima puluh miliar
rupiah) clan paling banyak Rp10:0.ooo.ooo.ooo,oo (seratus
miliar rupiah).
- 123 -
Pasal 193
'
(1) .Dalam hal KPU Provinsi dan; KPU Kabupaten/Kota tidak
menetapkan pemungutan su~ra ulang di TPS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 112 tan pa ala.san yang dibenarkan
berdasarkan Undang-Undang ini, anggota KPU Provinsi
dan anggota KPV Kabupaten/Kota dipidana dengan
pidana penjara paling· singka~ 6 (enam) bulan dan paling
lama 24 (dua puluh empat) bl.flan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta !rupiah) clan paling banyak
Rp24.000.000,00 (d1,.1a puluh Jmpat Juta rupiah}.
I
(2) Ketua · dan ang~ota KPPS :Xang denga:r: sengaja tidak
membuat dan/ataµ menandatangani berita acara
perolehan suara Calon Guberriur, Calon Bupati, dan Calon
Walikota, dipidana dengan piaana penjara pal~ng singkat
12 (dua belas) bulan d~n pali~g larna 36 (tiga· p"uluh enam)
bulan dan denda paling s~dikit Rp6.QOO.OOO,OO (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rpl2.000.000,00 (dua belas
juta rupiah). · !
:
(3) Ketua · clan anggota KPPS yang clengan sengaja tidak
melaksanakan ketetap~n KPU Provinsi clan KPU
Kabupaten/Kota vrituk rnelak~anakan pemungutan suara
ulang di TPS, dipidana dengan pidana penjara paling
i:;ingkat 3 (tiga) bt.Ilan dan paling lama 12 (dua belas) bulan
clan denda paling sedikit Rp3.doo.ooo,oo (tiga juta rupiah)
dan paling banyak l~p12.0QO.OOO,OO (dua belas juta
rupiah). ·
- 124 -
Pasal 194
Panwas Kecamatan yang titjak mkngawasi penyerahan kotak
suara tersegel kepada KPU Provin~i dan KPU Kabupaten/Kota
sebagaimaha dimaksud dalam Pasal 33 huruf b, dipidana
dengan pidana penjara paling sipgkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empalt ju ta rupiah).
I
Pasal 195 ...
PRESIDE:N
R EPU9Lll<. IND ONES IA
- 125 -
Pasal 195
Setiap orang yang dengan sen'gaja merusak, mengganggu,
atau mendistorsi sistern informJsi penghitungan suara hasil
Pemilihan, Gubernur, Bupati, dab I
Walikbta, dipidana dengan
pidana penjara. paling singkat 60 (en.am puluh) bulan dan
paling lama 120 (seratus d1,.1a pthuh) bulan dan denda paling
sedikit Rp2.SOO.OOO.OOO,OO .(dua /rniliar lirna ratus ju ta rupiah)
dan paling banyak Rps.000.000.qoo,oo (lima miliar rupiah).
i
'
Pasal 1 ~6
I
Ketua clan anggota KPP$ yang depgan sengaja tidak membuat
dan/ atau menandats.ngani berita aQara perolehan suara
Calon Gubernur, Calon Supati, qan Calon Walikota, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan
dan paling lama 36 (tiga puluh ertam) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.00Q,00 (enam jut'a rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta
,
ziupiah).
I .
j
Pasal 197 I
- 126 -
Pasal 1$8
Ketua dan anggota KPV Provin~i dan KPU Kabupaten/Kota
yang tidak melaksanaka.n putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan ht.1k1,.1m tetap Gebagaimana dimaksud
dalam Pasal 150 ayat (2), dipidana den.gan pidana penjara
paling singkat 12 (dua bela~) bulan dan paling lama
24 (dua puluh · empat) bulan j dan · denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas jut~ rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 {dua puluh em:patjuta rupiah).
BABXXV
I
KETENTVAN tAIN-LAIN
Pasal 199
i
~AB xx:Vr
I
I<ETENTUAN PERALIHAN
Pa~al200
!
- 127 -
Pa.saI 201
(1) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur,
Bupati, da'n Walikota yang masa jabatannya berakhir
pada tahun 2015 dilaksanakan di hari dan bulan yang
sama pada tahun 2015. ! !
(2) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur,
Bupati, clan Walikoti:l yang masa jabatannya berakhir
pada tahun 2016,, tahuh 2017 dan tahun 2018
. dilaksanakan di hari clan bulan yang sama pada
tahun 2018, dengan ma$aj~batan Gubernur, Bupati, clan
Walikota sampai dengan tahµn 2020.
i
(3} Dalam hal Pemilihan sepagairnana dimaksud pada
ayat (2) tidak dapat. di~elenggarakan karena tidak
terdapat calon yang mendaftar maka diangkat penjabat
Gubernur, penjabat Bupa~i, clan penjabat Walikota
sampai terpilihnya Gubernur, .Bupati, clan Walikota pacla
tahun 2020. '
(4) Pemungutan suara S((rentakj dalam Pemilihan yang ma.sa
jabatannya berakhir pada fahun 2019 dilaksanakan di
hari clan bulan yang sarna pada tahun 2020.
(5) Pemungutan .su~ra sercntak/ dalam Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota di selu~uh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesi~ dili:iksariakan pada hari dan bulan
yang sama pada tahun 2020.,
(6) Untuk mengisi kekosongan j jabatan Gubernur, Bupati,
dan Walikota y~ng oerakhii~ rnasa jabat~n tahun 2016
dan tahun 2017 diangkat p'.enjabat Gubernur,. penjabat
Bupati, dan pemjab;;i.t Walikota sampai dengan terpilihnya
Gubernur, Bupati, dan W~likota yang definitif pada
tahun 2018. · I
I
- 128 -
Pasal 202
!
(1) Gubernur, Bupati, dan W:alikota yang dilantik pada
tahun 2018 clengan mas~ jabatan sampai dengan
tahun 2020 maka masa jabatan tersebut tidak dihitung
satu periode. 1
Pasa1 203 I
- 129 -
''
Pasal 204
Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
ini mulai berlaku, semuf,l pera'.turan perundang-undangan
yang merupakan peraturan peiaksanaan dari peraturan
perundang-undangan rnengenai ! penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.
I
BAB XXVIII
KETENTUAN ~ENUTUP
Pasal
.
205
!
Pada saat Peraturan Pcmerintah: Pengganti Undang-Undang
ini rrtulai berlaku, Undang-Uq.dahg Nomor 22 Tahun 2014
tentang Peinilihan Gv.berm,..Ir, Bupktti, dan Walikota (Lembaran
Negara Republik Indonesia T~hun 2014 Nomor 243,
. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
Nomor 5586) dicabut d~n dinyatakan tidak berlaku.
'
Pasal 206
I
Agar ...
PRf.SIPEN
R EPLJBLll<.. IND ONE SIA
- 130 -
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Oktober 2014
MENTERI HUK'{)M DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLlKINDONESM, I
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
-
..
PRESIDEN
R EPUSL I~~ IND ONE,S l/.i,
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMEHINTAH
'
PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPt'.JBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHVN 2014
TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, BAN WALIKOTA
'
I. UMUM
2. Undang-Undang ...
PR~SIOEN l
REPUBLIK INDONESIA
-2 -
I
2. Undang-Undang yang dibutuhkan ter~ebut belum ada sehingga
terjadi kekosongan hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak
memadai;
3. kekosongan hukum tersebut tidak 9apat diatasi dengan cara
membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan
memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang
mendesak tersebut perlu kepastian untul~ diselesaikan.
Atas dasar tersebut, maka perlu m~netapkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur 1 Bupati, clan
Walikota.
;
i
Pendanaan penyelenggaraan Pemilihan Gubdi:nur, Bupati, dan Walikota
bersumber dad Anggaran Pendapatan dan IBelanja Negara dan dapat
didukung Anggaran Pendapatan dan Belanja paerah.
-3 -
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal3
Cukup jelas.
Pasal4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal6
Cukup jelas.
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
·Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "mela'.kukan perbuatan tercela"
antara lain, judi, mabuk, pemakai/pengedar narkoba, dan
berzina serta perbuatan yang melanggt;lr kesusilaan lainnya.
Huruf j '
Cukup jelas.
Huruf k ...
PRESIDEN
REPUBLIK lNDONE:SlA
-4-
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf 1
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q 1
Yang dimaksud dengan "tidak rnemiliki konflik kepentingan"
adalah antara lain, tidak mem~liki ikatan perkawinan atau ,
garis keturunan 1 (satu) tinglq1t lun..1s ke at1;1.s, ke bawah,
ke samping dengan petahana /kecuali telah melewati jeda
1
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14 ...
PRESIDE:N
REPl,J~LIK ll'JDONESIA
I
-5
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal23
Cukup jelas.
Pasal24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal27
Cukup jelas.
Pasal 28 ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-6-
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31 .
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42 ...
' '
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-7 -
Pasal 4~
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "orang"! termasuk Calon Gubernur,
Calon Bupati, atau Calon Walikqta.
Ayat (5) .
Cukup jelas.
Pasal48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53 ...
PRESIDEN
R EPUBLIK 11'-IDONESIA
-8 -
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup je1as.
Pasal 55
Ayat {1)
Cukup jelas.
Ayat {2) .
Cukup jelas.
Ayat {3)
Cukup jelas.
Ayat {4)
Penetapan calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
yang memperoleh suara terbanyak di bawah calon yang
rnerriperoleh suara terbanyak ;kedua dilakukan dengan
memperhatikan urutan perolehan isuara terbanyak.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) : . .
Yang dimaksud dengan "surat keterangan penduduk",
antara lain, paspor atau Surat Izih Mengemudi (SIM).
Ayat (3) :
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61 ...
PRESIO~N
REPUSLIK 11\IOONESIA
- 9 -
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal62
Cukup jelas.
Pasal63
Cukup jelas.
Pasal64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal66
Cukup jelas.
Pasal67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Huruf a
Cuku p j elas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketentuan dalam hun,If ini dikenal dengan istilah Ka.mpanye
hitam atau black cam,pclign..
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i ...
pr~E:'.$10\:=N !
REPLJSUK INDONE~IA
- 10 -
Huruf i.
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Ayat (1}
Cukup jelas.
Ayat (2} i
!
Pengisian jabatan hanya dapa t dilakukan untuk mengisi
1
kekosongan jabatan. i
l
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat ( 1)
Cukup jelas.
Ayat (2} ...
PRE:SIDl;::N
REPUEJLIK INOONESIA
- 11 -
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "perlengkapan lainnya" meliputi
sampul kertas, tand.a peng9nal KPPS, tanda pengenal
petugas keamanan TPS, tanda pengenal saksi, karet
pengikat surat suara, lem!/perekat, kantong plastik,
ballpoint, gembok, spid<;>l, forrtj.ulir untuk berita acara dan
sertifikat, stiker nomor kotak suara, tali pengikat alat
pemberi tanda pilihan, dan alat; bantu tuna netra.
Ayat (3). '
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasa1 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal85
Cukup jelas.
Pasal 86 ...
PRESIDEN i
R El::i UElLtr< lf'.ID ON E:S U.1.
- 12 -
Pasal 86
Cukup jelas ..
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
P.asal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal94
Cukup jelas.
Pasal95
Cukup jelas.
Pasal96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal99
Cukup jelas.
Pasal 100 ...
'
'
!
,, :q '
PRESIDSN ;
REPU1;3LIK INDONESIA
l
- 15 -
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas .
..Pasal 130
· Cukup jelas.
Pasal 131
Ayat (1)
Cukup jelas.
~~~) '
So$ialisasi Pemilihan d~n pendidikan politik bagi pemilih
dilakukan dalarn bentuk sen}inar, lokakarya, pelatihan,
simulasi, dan bentuk k~giatan lainnya.
Ayat (3) . '
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas.
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Cukup jelas.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140 ...
PRESIOEN 1
REPUBl-IK INOONESIA
- 16 -
Pasal 140
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jclas.
Pasal 142
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "sengketa antara Peserta Pemilihan
dengan penyelenggara Pemiliharf' antara lain, sengketa yang
diakibatkari keluarnya Keputusan KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota. ·
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Cukup jefas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152 ...
PRl,::SIOE;N
REPUf;3LI~<.. INPONEplA
- 17 -
'Pasal 152
Cukup jelas.
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
Cukup jelas.
Pasal 155
Cukup jdas.
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Cukup jelas.
Pasal 158
Cukup jelas.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160
Cukup jelas.
Pasal 161 .
Cukup jeias.
Pasal 162
Cukup jelas.
Pasal 163 I
Ayat (1) i I
- 18 -
Pas~ 164 .
Ayat(l) : .
Se.rah terima jabatan Bupati/'Vl{alikota. dilakukan di 1bu kota
1
Kabupaten/ Kota.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 165
Cukup jelas.
Pasal 166
Pendanaan untuk seluruh kegiatan iPemilihan dibebankan pada
APBN, kecuali kegiatan kampanye yang berupa pertemuan
terbatas dan pertemuan tatap muka df=ln dialog.
Dukungan dana melalui APBD ant:ar·a lain berupa kegiatan
sosialisasi, pengamanan, distribusi Jogistik dan lain-Iain.
Pasal 167
Cukup jelas.
Pasal 168
Cukup jelas.
Pasal 169
Cukup jelas.
Pasal 170
Cukup jelas.
Pasal 171
Huruf a
Cukup je1as.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d ·
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g ...
t
PRE:SIDEN :
REPUBUK !NOONE.SIA
- 19 -
Huruf g
Cukup jelas.
1-Iuruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf I·
Cukup jelas.
Hurufm
Cukup jelas.
Huruf n i
Yang dimaksud dengan "tidak memiliki konflik kepentingan"
adalah tidak memiliki ikatart perkawinan atau garis
keturunan 1 (satu) tingkc;tt lurus ke atas, ke bawah dan ke .
samping dengan Gubernut, Bupa!ti dan Walikota.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q ·
Cukup jelas.
Pasal 172
Cukup jelas.
Pasal 173
Cukup jelas.
Pasal .174 .
Cukup jelas.
Pasal 175
Cukup jelas.
Pasal 176
Cukup jelas.
Pasal 177
· Cukup jelas.
PasaJ 178 ...
FIRF;SIOE:N I
RE'.PUBLIK INDONESllA
- 20 -
Pasal 178
Cukup jelas.
Pasal 179 ·
Cukup jelas.
Pasal 180
Cukup jelas.
Pasal 181
Cukup jelas.
Pasal 182
Cukup jelas.
Pasal 183
Cukup jelas.
Pasal 184
Cukup jelas.
Pasal 185
Cukup jelas.
Pasal 186
Cukup jelas.
Pasal 187
Cukup jelas.
Pasal 188
Cukup jelas.
Pasal 189
Cukup jelas.
Pasal 190
Cukup jelas.
Pasal 191
Cukup jelas.
Pasl l 92 ...
.
PRESIDEN i
REPUBLIK INOONEiSIA
- 21 -
Pasal 192
Cukup jelas.
Pasal 193
Cukup jelas. ·
Pasal 194
Cukup jelas.
Pasal 195
Cukup jelas.
'Pa.sal 196
Cukup jelas.
Pasal 197
Cukup jelas.
Pasal 198
Cukup jelas.
Pasal 199
Cukup jelas.
Pasal 200
Cukup jelas.
Pasal 201
Cukup jelas.
Pasal 202
Cukup jelas.
Pasal203
Cukup jelas.
:Pasal 204
Cukup jelas.
Pasal205
Cukup jelas.
Pasal 206 ...
PRE;SIDEN
REPUBLIK JNDONESJA
- 22 -
Pasal206
Cukup jelas.
1
(..... dari 5 orang Anggota):
27. Saan Mustopa, M.Si
28. H. Zulkifli Anwar
29. Ir. Fandi Utomo
30. Libert Kristo Ibo, S.Sos, SH, MH
31. EE. Mangindaan, SIP
2
B. PEMERINTAH :
a) Mendagri
b) Menkumham
c) Komite I DPD RI
3
JALANNYA RAPAT :
Salam sejahtera buat kita semua Yang terhormat Saudara Menteri Dalam
Negeri beserta jajarannya.
Yang terhormat Saudara menteri Hukum dan HAM beserta jajarannya.
Yang terhormat Saudara pimpinan Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia.
Yang terhormat Saudara pimpinan Komisi II dan anggota komisi 2 DPR RI
yang berbahagia.
Hadirin sekalian yang kami hormati.
Dengan demikian sesuai dengan pasal 251 ayat (1) peraturan tata tertib DPR
RI makan perkenankan kami pembukaan rapat kerja ini dan rapat di nyatakan
terbuka untuk umum. Saudara-saudara, sekarang baru kita memulai pembahasan
tentang Perpu ini.
4
oleh DPR RI dalam masa sidang berikutnya. Berikutnya itu adalah masa sidang
yang sekarang, Pasal 22 Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun
1945 selengkapnya berbunyi, Undang-Undang Dasar kita jangan ditambah-tambah
dan jangan dikurang-kurang. Ini Kementerian Hukum dan HAM menteri Hukum dan
Ham, kita bersama-sama mengkaji ini, termasuk saya kira Saudara Menteri Dalam
Negeri tentang hal ini . Pasal 22 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 selengkapnya berbunyi dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa
Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-
Undang berikutnya Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut . Jika tidak mendapat
persetujuan , kata jika tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintah itu
harus dicabut , ini Undang-Undang Dasar .
Oleh karenanya pembahasan yang kami katakan di luar tadi yang bukan
kewenangannya, ya itu hanya sekedar pembicaraan-pembicaraan yang walapupun
Komisi II DPR RI telah memberikan, bukan teguran, tapi memberikan pengertian
jangan kita buat ribet mengatur republik ini , kalau kita buat ribet akan menjadi ribet
sendiri . Pasal 52 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan dinyatakan bahwa satu, Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut
artinya ini sudah prosedur dilalui .
Jadi ini banyak pers yang menanyakan apa keputusannya , terima atau tolak
atau cabut , kan itu yang kadang-kadang kita bikin pusing padahal belum mulai
pembahasannya . Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada Ayat
(5) tadi DPR atau Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang
Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Ayat 7 Rancangan
Undang-Undang tentang pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang sebagaimana dimaksud pada Ayat (6) mengatur segala akibat hukum dari
pencabutan Pemerintah Pengganti Undang-Undang jadi tadi Rapat kerja dengan
Menteri Dalam Negeri dalam hal pengawasan kita sudah bersepakat untuk
menyelesaikan tentang pembahasan Perpu ini berikut akibat Hukum yang muncul ,
penyelesaian akibat Hukum yang muncul dalam masa sidang yang cukup singkat ini
hanya selama 28 hari. Oleh Karena itu saya kira dari Kementerian Hukum dan HAM
5
juga kami sampaikan hal tersebut agar kepastian Hukum setelah kita tetapkan apa
pun nanti sudah tidak ada pertanyaan-pertanyaan hal yang menyangkut
pelaksanaan Pilkada di daerah-daerah . Ayat 8 Rancangan Undang-Undang tentang
Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana
dimaksud pada Ayat (7) ditetapkan menjadi Undang-Undang tentang Pencabutan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dalam rapat Paripurna yang sama
.
Jadi rapat Paripurna yang sama antara diterima dan atau ditolak atau dicabut
jadi jika Rapat Paripurna yang sama kita harus selesaikan akibat Hukum, apa yang
terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama agar kiranya Pilkada -Pilkada di daerah
dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.
Berdasarkan ketentuan tersebut , maka dalam hal Perpu disetujui oleh DPR, maka
Perpu ditetapkan dan diundangkan menjadi Undang-Undang tentang Penetapan
Perpu Nomor 1 menjadi Undang-Undang dan Perpu tersebut melanjutkan
keberlakuannya yang telah dimulai sejak tanggal 2 Oktober 2014. Artinya apa,
bahwa dalam pembahasan ini Perpu yang ada ini kalau kita terima kita harus terima
sepenuhnya dan kita laksanakan sepenuhnya. Ini makna konstitusional , kalau
Bapak Saudara Menteri Kemenkumham mengatakan negara ini adalah harus
memang berpahamkan negara konstitusional .
Dalam hal Perpu tidak mendapat persetujuan dari DPR maka dalam rapat
Paripurna yang sama ditetapkan Undang-Undang tentang Pencabutan Perpu Nomor
1 tahun 2014 dan kita bicarakan jalan keluar tentang konsekuensi hukumnya . RUU
tentang Pencabutan Perpu dapat diajukan oleh DPR atau Presiden dan di dalam
RUU tersebut diatur segala akibat Hukum dari Pencabutan Perpu , dengan demikian
ketika Perpu diserahkan pembahasannya kepada Komisi II DPR RI, maka sebelum
dibawa ke Rapat Paripurna sudah tentunya nanti kita persiapkan dua Rancangan
Undang-Undang itu dengan segala akibat huku -hukumnya .
Saudara Menteri Hukum dan HAM, Menteri Dalam Negeri , para Anggota DPD,
yang kami hormati,
Dengan demikian tata cara kita untuk membahas ini kita sudah bahas secara
internal di Komisi II langkah pertama yang harus kita lakukan adalah penjelasan
dari Presiden Republik Indonesia , Presiden Republik Indonesia bukan yang
mengeluarkan Perpu yang lalu tapi Presiden Republik Indonesia yang sudah
menugaskan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri untuk
memberikan penjelasan tentang Perpu 1 dan Perpu 2 tersebut. Yang di dalam
Undang-Undang dinyatakan adalah tidak yang dijelaskan ide dasar keluarnya Perpu
tersebut dan juga yang kedua substansi -substansi yang diatur di dalam Perpu
tersebut seluas-luasnya nanti akan kita dengarkan penjelasan daripada Pemerintah
.
Setelah itu mekanismenya karena baik diterima atau pun dicabut harus
diperbincangkan oleh Fraksi . Oleh karena itu setiap Fraksi di Komisi II akan
memberikan tanggapan atas penjelasan Pemerintah tentang Perpu tersebut.
Setelah tanggapan Fraksi-Fraksi dan juga DPD , Saudara Muqowam sudah mulai
agak senyum kok tidak disebut-sebut gitu DPD prosedurnya kita tempuh saja
6
setelah itu selesai baru kembali Pemerintah memberikan tanggapan atas
pandangan -pandangan dari Fraksi-fraksi, setelah memberikan tanggapan
Pemerintah baru kita rembukkan mau kita apakan, baru kita tetapkan mekanisme
pembahasan secara tuntas dan jadwal acara pembahasannya kita tetapkan dalam
Rapat Kerja lebih lanjut setelah itu kita bentuk tim Panja atau Timus baru kita
tuntaskan yang jika masa sidang ini sampai tanggal 19 Februari mudah-mudahan
Paripurna penetapannya bisa dilaksanakan tanggal 17 , selambat lambatnya tanggal
17 Februari. Saudara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM, Saudara
Pimpinan , Anggota Komisi II dan DPD yang kami hormati.
Tanggapan Fraksi nanti tentu kita ikuti secara bersama-sama , kalau seperti
yang kami katakan tadi lebih baik di forum ini kita buka bahwa jika diterima apa
konsekuensi hukumnya? Perpu ini harusnya , seharusnya. Bukan lagi harusnya,
seharusnya dilaksanakan secara utuh padahal kita menginginkan agar Perpu nanti
kalau kita terima misalnya jika kita terima dan sudah ada perbaikan , tetapi kalau
diterima tidak ada rumus perbaikan itu menurut bahasa Undang-Undang kita terima
secara utuh bagaimana jalan keluarnya nanti . Yang mewakili Presiden
menyampaikan tentang hal tersebut .
Suap dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 ada cara khusus ada cara
biasa dinyatakan di sana secara tegas . inilah pengantar kami Saudara-saudara
karena ini terbuka, jadi dari pers jangan dianggap sudah kiamat dunia ini semuanya
bisa kita selesaikan karena untuk demi bangsa dan negara. Komisi II DPR RI pada
dasarnya dalam rapat Komisi II nanti didengarkan pandangan fraksi-fraksi siap untuk
membahas ini sebab ini adalah tugas konstitusional yang mulia . Demikian
pengantar kami kami minta dari Pemerintah yang mewakili Presiden Republik
Indonesia Menteri Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM untuk
memberikan penjelasan seluas-luasnya sebab tidak kita buka dialog dari penjelasan
itu nanti, sebablangsung Pandangan Fraksi ditanggapi baru kita membicarakan hal-
hal lebih lanjut tentang itu.
Kami persilakan dengan hormat, terserah siapa yang mau mendahului untuk
memberikan penjelasan tersebut bila perlu lanjut nanti dengan Menteri Dalam
Negeri juga kita persilakan dan untuk kita perbincangkan yang jika nanti masih ada
waktu, ada Fraksi yang siap langsung atau DPD memberikan pandangan kita cicil
baru akan kelanjutan besok siang setelah Jumatan kita lakukan lagi Pandangan
setelah itu baru juga tanggapan Pemerintah . Kami persilakan dengan hormat izin
Pak Mendagri keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang dan
7
Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
Undang-Undang.
Berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (10) , seperti yang dikutip oleh Pak
Ketua tadi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
dinyatakan bahwa dalam hal Ihwal kegentingan yang memaksa Presiden berhak
menetapkan peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang untuk
melaksanakan hak konstitusional tersebut pada tanggal 2 Oktober 2014 Presiden
telah menetapkan : 1. Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota, dan 2. Perpu Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan
diterbitkannya Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur , Bupati dan
Walikota, maka segenap ketentuan pemilihan kepala daerah yang termuat dalam
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota dicabut dan dinyatakan tidak berlaku berkenaan dengan hal tersebut
pengaturan mengenai pemilihan Kepala Daerah di dalam Undang-Undang Nomor 32
8
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga telah dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku sedangkan regulasi penggantinya yakni Undang-Undang Nomor 23 tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, tidak memuat pengaturan terkait pemilihan
kepala daerah secara langsung .
Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
ditetapkan dengan tujuan untuk menjamin agar pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota dilaksanakan secara demokratis sebagaimana diamanatkan dalam Pasal
18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah dalam hal ini secara konsisten tetap berpandangan bahwa makna frasa
dipilih secara demokratis sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (4) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu ditegaskan dengan
pelaksanaan pemilihan gubernur , bupati dan walikota secara langsung oleh rakyat
dengan tetap melakukan beberapa perbaikan mendasar atas berbagai
permasalahan pemilihan kepala daerah langsung yang selama ini telah di jalankan
khususnya antara lain mengenai :
9
c) Pelaksanaan kampanye difasilitasi oleh KPU propinsi dan KPU Kabupaten/Kota
dengan menggunakan prinsip efektifitas, efesiensi dan proporsionalitas.
d) Memperketat persyaratan calon gubernur, bupati wali kota antara lain :
1. Syarat untuk berhenti dari jabatan kepala daerah jika mencalonkan diri di
daerah lain.
2. Syarat untuk mengurangi terjadinya politik dinasti
3. Syarat untuk mengundurkan diri sebagai anggota TNI/ Polri dan PNS sejak
mendaftarkan diri sebagai calon dan
4. Syarat berhenti dari jabatan pada BUMN dan BUMD jika mencalon di calon
kepala daerah.
10
menyebabkan terjadinya kegentingan yang memaksa yang pada akhirnya
mendorong kami untuk menetapkan kedua Perpu tersebut di atas sebagai landasan
yuridis agar kondisi kegentingan yang memaksa tersebut dapat segera kembali
menjadi kondisi yang normal.
11
meridhoi usaha ki dan senantiasa memberi petunjuk ke jalan yang lurus
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Atas nama Pemerintah Menteri
Hukum dan HAM dan Menteri Dalam Negeri.
KETUA RAPAT :
Terima kasih.
Penjelasan Pemerintah tentang Perpu Nomor 1 dan Nomor 2 , karena tadi
sudah ditutup dan sudah diserahkan kepada kami materi yang lengkap. . Tidak elok
lagi kalau kami minta tambahan dari Menteri Dalam Negeri karena sudah dinyatakan
tadi penutupnya, tapi tidak ditutup seperti itu masih ada cara mungkin bisa
ditambahkan, tapi karena sudah ditutup dan sudah diserahkan materinya . Saya kira
kita sudah dengarkan Penjelasan Pemerintah , sekarang jika untuk kita percepat
tahapan berikutnya adalah Pandangan dari Fraksi-Fraksi dan DPD kalau sudah ada
yang siap kita mulai cicil malam ini , sebab dari pandangan itu nanti Presiden dalam
hal ini juga Menteri Hukum dan HAM Menteri Dalam Negeri akan mencatat
pandangan tersebut akan mengutarakan Materi dan bagaimana kira-kira langkah-
langkah yang kita ambil agar dalam rapat berikutnya ditanggapi oleh pemerintah
cocok misalnya jalan keluarnya baru kita, atur sedemikian rupa perjalanan dan
mekanisme pembahasan kita kami dari pimpinan menawarkan kepada Fraksi-fraksi
dan DPD yang sudah siap memberikan Pandangan atas penjelasan pemerintah
Ketua juga sudah ada yang sip ya, Pak Yandri siap?
Bukan ketua.
Apa yang disampaikan pemerintah tadi saya kira begini saja, usul saya ini
pimpinan kita gilir saja per fraksi saya kira kan pendapat malam hari ini apakah kita
setuju dilanjutkan pembahasan itu saja kan di minta kepada masing-masing fraksi
belum kepada materi jadi kita minta kepada masing-masing fraksi digilir saja Ketua
bagi yang sudah siap dengan materi tertulis bagus kalau yang belum tertulis pada
prinsipnya setuju untuk lanjutan atau tidak setuju untuk dilanjutkan mari kita lihat
nanti masing-masing Fraksi kalau misalkan mayoritas atau seluruhnya fraksi
mengatakan setuju dilanjutkan maka mungkin Senin atau besok bisa kita bentuk
Panja itu artinya kita sesuai dengan prosedur saha Ketua, jangan diminta kepada
yang siap saya kira mungkin semua Fraksi sudah siap walaupun mungkin dari sisi
administrasi belum lengkap, Fraksi PAN sudah lengkap dengan tertulisnya apa
12
namanya Pimpinan, saya yakin juga Fraksi yang lain sudah siap karena kita
memang sudah dituntut oleh masyarakat ditunggu rakyat jangan sampai kita ini
dianggap berbelit-belit apalagi masa sidang kedua ini sangat pendek kalau kita
misalkan malam ini selesai dengan Pandangan Fraksi kita tentu akan melanjut
kepada langkah yang berikutnya dan saya yakin semua semua Fraksi berkomitmen
penuh untuk membahasa ini secepat-cepatnya, terima kasih pimpinan.
KETUA RAPAT:
Saya kira kita mulai saja. Biar lebih demokratis. Kita tanya yang mau tunjuk
tangan duluan, kalau tidak nanti dipimpin yang menunjuk.
Ketua diurut saja Ketua seperti biasanya, yang sesuai dengan undangan dari
fraksi yang terbesar dulu Kita harapkan kalau sudah ada nanti tertulisnya diserahkan
juga secara resmi Kepada Pemerintah dan juga diserahkan kepada Pimpinan agar
nanti bahan kita berikutnya juga kalau bisa diperbanyak oleh Sekretariat kami
persilakan dari PDIP Fraksi PDIP.
Terima kasih Ketua.
Jadi saya kira kita perlu tertib sesuai dengan undangan Komisi II bahwa pada
hari ini adalah setelah mendengarkan keterangan dari pemerintah kemudian setiap
Fraksi untuk menyampaikan pandangan fraksinya terhadap Keterangan Pemerinta.
Disampaikan oleh
Arif Wibowo
Nomor anggota 193
13
Yang terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri serta Menteri Hukum dan HAM
atau yang mewakili beserta jajarannya.
Yang terhormat Saudara Pimpinan Komite I DPD RI;
Hadirin sekalian yang berbahagia.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang memungkinkan kita bersidang pada hari ini dengan agenda penyampaian
pandangan fraksi-fraksi dan DPD RI terhadap Keterangan Pemerintah atas
Rancangan Undang-Undang tentang penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014 serta
Rancangan Undang-Undang tentang penetapan Perpu Nomor 2 tahun 2014 untuk
kemudian menjadi Undang-Undang, bagi fraksi PDI Perjuangan pembahasan
Rancangan Undang-Undang ini demikian penting dan starategis karena akan
memberikan landasan Hukum yang kuat dan kokoh atas pelaksanaan kedaulatan
rakyat di daerah dalam pemilihan Kepala Daerah dan untuk memantapkan
penyelenggaraan Otonomi Daerah Kepala Daerah terpilih diharapkan nantinya
mendapatkan legitimasi yang dibutuhkan melalui proses pemilihan yang menjunjung
tinggi asas kedaulatan rakyat transparan dan akuntabel.
Atas seluruh proses dan tahapan yang ditentukan derajat legitimasi pimpinan
daerah terpilih tidak sekedar mendapatkan cukup suara tetapi juga memerlukan
legitimasi substantif yaitu dipilih langsung oleh rakyat legitimasi yang demikian dapat
menjadi modal utama dalam mencapai efektivitas penyelenggaraan pemerintah
pemerintahan di daerah untuk mempercepat terwujudnya keesejahteraan
masyarakat daerah melalui peningkatan pelayanan pemberdayaan dan peran serta
masyarakat serta peningkatan daya saing daerah.
14
Yang kedua, Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga
terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai.
Yang ketiga, Kekosongan Hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara
membuat Undang-Undang secara prosedur biasa, karena akan memerlukan waktu
yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian
untuk diselesaikan maka fraksi PDI Perjuangan DPR RI memandang perlu bahwa
Perpu Nomor 1 Tahun 2014, penerbitannya memenuhi syarat substantif pasal 22
ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan putusan MK Nomor 138/PU-VII/2009
pandangan Fraksi PDI Perjuangan DPR RI tersebut dilakukan setelah melakukan
penialaian secara obyektif terhadap pertimbangan pada ketentuan menimbang
dalam Perpu Nomor 1/2014 Yakni : a. Untuk menjamin pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota dilaksanakan secara demokratis sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 maka kedaulatan rakyat serta
demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat
utama pemilihan Gubernur, Bupati, Bupati dan Walikota, Perlu ditegaskan dengan
pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota secara langsung oleh rakyat
dengan tetap melakukan beberapa perbaikan mendasar atas berbagai pemilihan
langsung yang selama ini telah dijalankan Undang-Undang Nomor d. Bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud perlu menetapkan Perpu tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Saudara Pimpinan dan Anggota, Saudara Menteri beserta hadirin yang mulia.
Selain melakukan penilaian obyektif dalam rangka filosofis dan dan yuridis
seperti yang dikemukakan di atas Fraksi PDI Perjuangan DPR RI juga melakuan
penilaian secara obyektif faktual bahwa unsur kegentingan memaksa penerbitan
Perpu No. 1 Tahun 2014 juga terpenuhi yakni dalam kurun waktu tahun 2015
terdapat 204 Kepala Daerah yang berakhir masa jabatannya. Dengan demikian
penyelenggaraan Pilkada Tahun 2015 secara langsung oleh rakyat memerlukan
payung hukum sebagai pijakan yuridis Pilkada tahun 2015. Dalam berbagai
pengalaman Pilkada langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan secara
matang dengan alokasi waktu yang cukup atau setidaknya dibutuhkan waktu 10
bulan sebelum pelaksanaan pemungutan suara dilakukan .
Pada tingkat perencanaan Pilkada Tahun 2015 Fraksi PDI Perjuangan DPR
RI meyakini bahwa penyelenggara Pilkada dan Pemerintah termasuk Pemda
beserta lembaga terkait lainnya telah mempersiapkannya secara matang dan itu
dilakukan sejak tanggal 2 Oktober 2014 dimana adalah Perpu Nomor 1 Tahun 2014
diterbitkan ketentuan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menggariskan Peraturan Perundang-
Undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal
diundangkan kecuali ditentukan lain di dalam peraturan Perundang-Undangan dan
yang bersangkutan .
Saudara Pimpinan dan Anggota, Saudara Menteri beserta hadirin yang mulia.
15
sebagaimana dikemukakan di atas, maka Fraksi PDI Perjuangan DPR RI
berpandangan agar Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1
tahun 2014 dilakukan pembahasan lebih lanjut dengan tahapan sesuai peraturan
Perundang-Undangan mengingat ketentuan Pasal 52 Ayat (3) Undang-Undang
nomor 12 Tahun 2011 DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak memberikan
persetujuan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang maka Fraksi
PDI Perjuangan DPR RI mengusulkan agar pembahasan dan pengambilan
keputusan rancangan Undang-Undang tentang Perpu Nomor satu tahun 2014
menjadi Undang-Undang dilakukan dengan mekanisme dan jadwal yang lebih
singkat :
Fraksi PDI Perjuangan DPR RI berharap agar usulan tersebut mendapat respon
positif dari Fraksi-Fraksi, DPD dan Pemerintah sendiri dengan satu harapan agar
tahapan penyelenggaraan Pilkada 2015 dapat segera dilaksanakan sesuai dengan
persiapan dan pencernaan yang telah dilakukan. Beberapa substansi materi Perpu
Nomor 1 Tahun 2014 yang dirasa masih diperlukan penyempurnaan dapat dilakukan
melalui penyusunan Rancangan Undang-Undang baru yang urgensi dan tujuan
penyusunannya, sasaran yang ingin diwujudkan, pokok pikiran, lingkup atau objek
yang akan diatur dan jangkauan serta pengaturannya merupakan penyempurnaan
atas Perpu Nomor 1 tahun 2014 setelah disahkan menjadi Undang-Undang
sedangkan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perpu Nomor 2 Tahun
2014 Fraksi PDI Perjuangan DPR RI juga menerima agar dilakukan lebih lanjut
dengan mekanisme dan jadwal pembahasan satu paket dengan rancangan Undang-
Undang tentang Perpu Nomor 1 Tahun 2014.
Saudara Pimpinan dan Anggota, Saudara Menteri beserta hadirin yang mulia.
16
Pimpinan Poksi II Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Saudara Yang terhormat Arif Wibowo dari Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan kita lanjutkan fraksi partai golongan karya Kami
persilakan.
Baiklah.
Bismillahirrahmaanirrahiim
Ijinkanlah kami atas nama fraksi Partai Golongan Karya dalam kesempatan
yang berbahagia ini ingin mengajak kita semuanya yang hadir dalam rapat kerja
komisi II ini untuk memanjatkan puji dan syukur kehadiran Allah SWT karena dengan
izin dan hidayahnya kita dapat hadir dan mengikuti Rapat Kerja Komisi II ini untuk
mendengarkan pendapat fraksi-fraksi mengenai penjelasan keterangan pemerintah
atau atas Rencana Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014
tentang perubahan dan atas Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 tentang
pemilihan Gubernur Bupati, walikota serta Undang-Undang tentang penetapan Perpu
Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
tentang pemerintahan daerah menjadi Undang-Undang.
17
dinamika dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah fraksi partai Golkar
berharap hendaknya Perpu ini mampu menghasilkan kebijakan terbaik bagi
masyarakat Indonesia.
18
menyatakan bahwa termasuk rezim Pemilu adalah pemilihan Presiden dan pemilihan
Anggota DPR, DPD dan DPRD.
Kelima Masalah terkait pilkada serentak bagi Kepala Daerah yang habis
masa jabatannya tahun 2015, maka akan diselenggarakan Pilkada pada tahun 2015
adapun Kepala Daerah yang habis masa jabatannya setelah tahun 2015 yakni tahun
2016 sampai dengan tahun 2018 akan dilaksanakan Pilkada pada tahun 2018
selama kurun waktu antara habis masa jabatan sampai dengan penyelenggaraan
Pilkada, roda Pemerintahan diarahkan di pegang oleh pelaksana tugas atau Plt .
Dalam rentang waktu yang cukup lama ini benarkah tidak akan menimbulkan
masalah besar dalam hal penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan pelaksanaan
pembangunan krena nyata-nyata seorang Plt tidak boleh mengambil kebijakan dan
keputusan strategis , di antaranya adalah pembahasan APBD dapat kita bayangkan
bagaimana penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan kegiatan pembangunan
apabila APBD tidak dapat diproses masyarakat lah yang akan dirugikan dengan
kondisi ini.
19
serentak maka bagi calon yang terpilih dalam 1 putaran harus menunggu
penyelesaian sengketa Pilkada di daerah lain yang berlangsung 2 putaran.
Bagaimana dengan pengawasan dan kemanan dalam setiap tahapan
penyelenggaraan jika proses cukup panjang. Apakah kita telah benar-benar yakin
bahwa hal ini akan berjalan sesuai dengan harapan.
Ketujuh, terkait dengan adanya Wakil Kepala Daerah lebih dari 1 sepanjang
memenuhi batas minimal jumlah penduduk sebagaimana dinyatakan dalam Pasal
168 apakah norma Hukum itu tidak dipandang sebagai politik akomodasi belaka.
Benarkah dengan adanya Wakil Kepala Daerah lebih dari 1 akan mendorong
terwujudnya Pemerintahan yang efektif dan efisien , apakah tidak sebaliknya dengan
adanya Wakil Kepala Daerah lebih dari 1 dimana dapat berjumlah 3 orang justru
akan menimbulkan masalah besar dalam koordinasi dan sinkronisasi pembagian
tugas. Pengaturan kekuasaan antara wakil dan antara Kepala Daerah dengan para
wakilnya belum lagi kuatnya tantangan bagi Kepala Daerah para wakilnya dalam
menjalankan kekompakan dan kerjasama pada saat yang sama adanya Wakil
Kepala Daerah lebih dari 1 juga akan menimbulkan pemborosan anggaran padahal
kita menginginkan roda Pemerintahan Daerah berjalan dengan efektif dan efesien.
Pandangan ketiga yang menyatakan bahwa jika Perpu tersebut tidak tidak
disetujui oleh DPR maka Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 dapat berlaku
kembali dengan adanya pernyataan bersama antara Pemerintah dan DPR. Bagi
Fraksi Partai Golkar perbedaan pandangan para ahli hukum tersebut pada saatnya
akan mempengaruhi proses pembahasan Perpu, oleh karena itu Fraksi Golkar akan
mendengarkan terlebih dahulu pandangan ahli-ahli hukum tata negara,
mendengarkan penjelasan lebih lanjut dari Pemerintah, mendengarkan aspirasi
masyarakat dan pandangan Fraksi Golkar yang akan membahas Perpu tersebut.
Berangkat dari pandangan yang telah dikemukakan tersebut nyata bahwa materi
Perpu memuat banyak masalah, sehingga harus disempurnakan akan tetapi
berdasarkan Pasal 52 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan PerUndang-Undangan DPR hanya memberikan persetujuan
atau tidak memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang seandainya disetujui oleh DPR berbagai permasalahan tersebut
akan menyebabkan Perpu ini sulit dilaksanakan dan seandainya tidak di setujui maka
harus diatur segala akibat Hukum yang ditimbulkan.
Mengingat urgensi Perpu ini sebagai bagian dari upaya membangun sistem
Pemerintahan yang demokratis, akuntabel dan efisien sekaligus penguatan NKRI
20
sebagai bagian dari amanat Konstitusi kita dalam memajukan kehidupan bernegara
menegakkan keadilan dan kesejahteraan Indonesia. Dengan mengucap
Bismillahirrahmanirrahim dan mengharap Ridha Allah Fraksi Partai Golkar
berpandangan siap membahas dan menyelesaikan Perpu Nomor 1 tahun 2014 dan
Perpu Nomor 2 tahun 2014 pada Masa Persidangan ini.
Sekali lagi kami tegaskan bahwa Fraksi Golkar DPR RI berkomitmen untuk
ber-ihktiar sekuat mungkin bersama teman-teman dari Fraksi-Fraksi lain untuk
menuntaskan pembahasan Perpu ini pada Masa Persidangan II tahun 2014 ini kami
juga yakin teman-teman dari seluruh Fraksi yang ada mempunyai tekad dan
semangat yang sama, dengan demikian menjadi target kita semuanya pada akhir
Persidangan Ke-II tahun 2014 ini yakni sekitar antara tanggal 15 Februari 2014 akan
datang sudah ada keputusan yang mengenai Perpu ini hal ini penting kita lakukan
bersama sebagai bagian dari komitmen kita semua untuk mendukung kelancaran
dan kesuksesan agenda nasional sekaligus agenda demokrasi kita yakni
pelaksanaan Pilkada yang jujur dan adil pada masa mendatang .
Demikian pendapat Fraksi partai Golkar, semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa memberikan perlindungan dan kekuatan kepada kita, sehingga kita
semua dapat menjalankan tugas konstitusional dengan sebaik-baiknya. Amin.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Merah, ini kuning Pak Menteri, Saudara yang terhormat Dadang Mukhtar, jubir
fraksi partai Golkar. Kita lanjutkan Fraksi partai Gerindra. Sudah siap, kalau
sudah siap.
21
anggota komisi 2 DPR RI Menteri dalam negeri Republik Indonesia,
Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia
Hadirin dan hadirat serta para
wartawan yang berbahagia.
Baru saja kita mendengarkan penjelasan tentang Perpu Nomor satu tahun
2014 dan Perpu Nomor 2 tahun 2014 oleh pemerintah yang dalam hal ini diwakili
dijelaskan oleh menteri Hukum dan HAM RI. Semua penjelasan telah kami catat
namun akan kami dalami latar persidangan ini.
Oleh karena itu, kami fraksi partai Gerindra dengan tidak mengurangi rasa
hormat pada kesempatan ini mohon izin untuk menyampaikan pandangan kami
besok pagi. Atau besoks iang, sehingga namun sgala proses dan mekanisme
persidangan ini lalu kita menyetujui untuk berjalan agak layak dalam persidangan
baik yang kedua ini masalah Perpu No. 1 dan 2 ini bisa selesai pada waktunya
Pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI yang kami hormati, demikianlah
permohonan dari fraksi Partai Gerindra mudah-mudahan bisakah nantinya akan jalan
dengan lancar. Wass. Disampaikan oleh Endro Hermono Kapoksi partai Gerindra
Nomor A369, terima kasih.
KETUA RAPAT :
Terima kasih.
Jadi kita jadwalkan besok siang, berikutnya adalah pakai fraksi partai
demokrat.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan yang maha Esa pada hari ini kita
dapat menjalankan tugas konstitusional kita seperti anggota DPR RI dalam rapat
komisi 2 DPR RI guna memberikan pandangan terhadap keterangan pemerintah
atas rancangan Undang-Undang penetapan Perpu Nomor I tahun 2014.
22
Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 tentang
pemilu pemilihan kepala daerah dan rancangan Undang-Undang tentang
penetapan Perpu Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Hadirin yang saya hormati,
pembahasan atas RUU tentang penetapan kedua Perpu tersebut bernilai strategis
karena menyangkut penyelenggaraan kehidupan bernegara yang demokratis di
daerah yaitu pemilihan kepala daerah secara langsung.
Tentu kuat dalam ingatan kita salah satu pesan reformasi adalah adanya
pemilu sebagai mekanisme terbaik untuk mengartikulasikan suara rakyat dimana
rakyat memilih pemimpinnya secara langsung umum bebas rahasia dan demokratis.
Hadirin yang hormati, fraksi partai demokrat Republik Indonesia DPR RI, Republik
Indonesia maaf fraksi partai demokrat DPR RI memandang sesungguhnya Perpu
Nomor I tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 tentang
pemilihan gubernur bupati dan walikota bukan hanya ditujukan untuk
mengembalikan pemilihan kepala daerah secara langsung namun juga telah
menjawab apa dirasakan sebagai kekurangan dari pelaksanaan pilkada secara
langsung selama ini. Kekurangan-kekurangan penyelenggaraan pilkada sebelumnya
dijawab oleh Perpu ini antara lain terkait dengan uji publik yang kedua terkait
dengan penghematan anggaran pilkada yang signifikan. Terkait dengan pengaturan
dan pembatasan kampanye terbuka. Keempat terkait dengan akuntabilitas
penggunaan dana kampanye.
Pelarangan politik uang atau money politic larangan fitnah atau kampanye
hitam, pelarangan pelibatan aparat birokrasi larangan pencopotan aparat birokrasi
sebelum dan sesudah pilkada, penyelesaian sengketa pilkada secara lebih
akuntabel. 10. Mencegahl kekerasan dan menuntut tanggungjawab calon atas
kepatuhan Hukum para pendukungnya. Pimpinan dan anggota serta Bapak menteri
dalam negeri dan Bapak Menkumham dan hadirin yang saya hormati, ]fraksi partai
demokrat juga mendengarkan sungguh-sungguh keberatan-keberatan yang diajukan
terhadap Perpu Nomor satu tahun 2014 ini.
Dan sesungguhnya pendalaman kita terhadap Perpu Nomor satu tahun 2014
sesungguhnya di dalamnya sekaligus menjawab ke atas keberatan-keberatan
tersebut dan jawabannya tentu dapat kita gali dari di dalamnya. Keberatan-
keberatan yang menyatakan bahwa ini bukan merupakan rezim pemilu, dan bahkan
lebih jauh dikatakan bahwa Perpu tidak dapat dilaksanakan sesungguhnya ini bisa
kita jawab dengan pendalaman kata Perpu itu sendiri maupun jawaban dari
pelaksana Undang-Undang yaitu KPU yang menyatakan kesiapannya untuk bisa
melaksanakan pilkada secara serentak pada tahun 2015 ini. Pimpinan dan anggota
komisi II yang saya hormati, Bapak menteri dalam negeri dan Bapak menteri Hukum
dan HAM serta seluruh hadirin maaf dan DPD RI dan seluruh hadirin yang
berbahagia. Berdasarkan pandangan kami fraksi partai demokrat dengan ini
menyatakan setuju untuk dilakukannya pembahasan lebih lanjut terhadap Perpu
Nomor I dan Perpu Nomor 2 tahun 2014, di dalam satu paket pembahasan sekaligus
tentu dengan harapan bahwa Perpu nomor I dan Perpu Nomor 2 ini mendapat
dukungan dari fraksi-fraksi DPR RI dan dengan demikian Perpu Nomor 1 dapat
diundangkan menjadi Undang-Undang dan dapat dilaksanakan pelaksanaannya di
tahun 2015 ini.
23
Demikian, pandangan fraksi partai Demokrat yang telah disampaikan
semoga Allah SWT Tuhan yang maha Esa memberikan ridhoNya kepada kita untuk
dapat melanjutkan rapat sampai dengan rapat Paripurna selesai dengan demikian
kita kan dapat mewujudkan Undang-Undang dalam rangka pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota dan perbaikan terhadap Undang-Undang Nomor 23 tahun
2014 sehingga dengan demikian kehidupan demokrasi di daerah dapat terlaksana
dengan baik kiranya Allah SWT menolong kita semua, terima kasih.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Terima kasih juru bicara fraksi Partai Demokrat. Kita lanjutkan jadi kita simak
semua, dan kita lanjut sekarang kepada Fraksi Partai Amanat Nasional.
24
Marilah kita sanjungkan puji dan syukur kehadirat Alloh SWTyang telah
melimpahkan taufik, hidayah dan inayah Nya kepada kita semua , sehingga kita bisa
melaksanakan sidang yang terhormat ini. Pimpinan dan Anggota Komisi II yang kami
hormati, hadirin yang berbahagia. Perpu Nomor 1 tahun 2014 dan Perpu Nomor 2
tahun 2014 merupakan Perpu yang mencabut Undang-Undang Nomor 22 tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Perpu ini secara konstitusional adalah hak subyektif Presiden. Dan sudah
memiliki kekuatan hukum, mengikat, meskipun belum mendapat persetujuan dari
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, sebagaimana ditentukan dalam pasal
22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Fraksi
PAN memandang bahwa ke dua Perpu ini memiliki implikasi dan konsekwensi
hukum, sehingga perlu mendapat perhatin yang sangat serius dari Dewan
Perwakilan Rakyat. Konsekwensi yang paling krusial yang sekaligus menjadi
perhatian publik adalah menyangkut mekanisme penyelenggaraan kepala daerah
dan penghapusan tugas dan kewenangan DPRD propinsi dan DPRD kabupaten kota
dalam mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah.
25
Daerah perlu segera dibahas dalam masa sidang ini Insya Allah menjadi sebuah
keputusan yang membuat bangsa dan negara ini, laju demokrasi kita menjadi lebih
baik terima kasih,
Ketua Sekretaris
Terima kasih,
KETUA RAPAT :
26
salam senantiasa tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW keluarga,
sahabat dan pengikutnya.
Dan kita semua berharap, menjadi bagian dari umat yang selalu mengikuti
tuntunannya. Pimpinan dan hadirin yang terhormat, sebelum kami menyampaikan
sikap atas 2 Perpu tersebut perkenankanlah kami menyampaikan sedikit review
tentang perjalanan Perpu ini kita semua tahu bahwa pasca-reformasi ini, situasi
politik, iklim demokrasi kita telah tumbuh dengan baik tumbuh dengan maju dan pada
saat pada saat itulah kita mulai mengenal sebagai bangsa pemilihan kepala daerah
secara langsung. Namun tentu saja kita semua mengakui bahwa proses perjalanan
pelaksanaan pemilu pemilihan kepala daerah bersifat langsung itu, berjalan dengan
catatan di sana sini tetapi prinsipnya bahwa kita sebagai bangsa telah mencatat satu
perubahan besar, dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya. Kita semua
mengakui bahwa penataran tentang pemilihan kepala daerah secara langsung masih
terus diupayakan, masih terus diusahakan dengan perbaikan di sana sini.
Tentu saja ini adalah satu arus balik, dimana kemudian muncul gelombang
protes, muncul gelombang keberatan, muncul berbagai situasi, di mana beberapa
kelompok masyarakat menganggap bahwa pemilihan kepala daerah secara
langsung, tetap jauh lebih baik. Dan Partai Kebangkitan Bangsa sejak awal sudah
memiliki sikap bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung, tetap jauh lebih
baik. Karena sesuai dengan perkembangan dan dinamika politik di masyarakat serta
lebih cocok untuk pengembangan demokrasi ke depan. Pimpinan sidang dan hadirin
yang terhormat. Dengan keluarnya Perpu tentu saja kita dihadapkan pada situasi
pilihan yang, sangat tegas antara menerima atau menolak Perpu. Namun demikian,
Perpu yang sudah dikeluarkan oleh Presiden oleh Pemerintah Partai Kebangkitan
Bangsa meskipun dasarnya adalah menerima, pemilihan kepala daerah secara
langsung, tapi tentu saja tidak serta merta substansi, isi yang ada di dalam Perpu ini
kita terima dengan begitu saja.
27
penanganan sengketa pemilukada ada di lembaga lain yang sebelumnya ada di
Mahkamah Konstitusi.
Begitu juga hal lain juga masih memerlukan pendalaman, catatan dan kearifan
kita untuk mengkaji lebih jauh. Termasuk salah satunya dalam pandangan PKB
adalah soal persyaratan kepala daerah. Salah satu yang perlu kita perhatikan adalah
misalnya syarat tentang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bagi PKB ini
syarat maha penting sekali, tetapi di dalam perjalanan kita selama ini, syarat ini
seringkali hanya sebagai lips service, seringkali hanya simbolik, seringkali hanya
normatif dan tanpa memiliki efek apapun kepada penetapan bakal calon menjadi
calon kepala daerah.
Karena itu syarat bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ke depan harus
kita kaji ulang lebih jauh, karena kenapa syarat ini ada tetapi kepala daerah justru
banyak yang bermasalah. Bermasalah dengan Hukum, sebagian besar di antaranya
bahkan harus terpaksa melepaskan jabatan dengan tidak hormat, karena tersangkut
masalah hukum. Lantas dimana posisi syarat bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa tentu saja ini ke depan adalah agenda penting untuk kita apalagi kita semua
mengakui Indonesia adalah negara religius, tapi anehnya syarat ini syarat pertama
yang paling di abaikan oleh kita semua.
Dan ini hampir seluruh persyaratan tentang pemilihan orang syarat ini ada
tetapi yang paling sering diabaikan tentu saja ada hal lain yang bersifat baru di dalam
Perpu ini, dan memerlukan pendalaman lebih lanjut. Namun demikian Partai
Kebangkitan Bangsa meskipun memiliki beberapa catatan penting atas Peru itu , ini
tidak mengurangi rasa atau tidak mengurangi prinsip dasar kita, bahwa pemilihan
kepala daerah secara langsung adalah tetap lebih utama.
Allohumafiq Illaaquamithoriq;
Wassalamu'alaikum warohmatullah wb.
28
Ketua Sekretaris
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik Pak.
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum Wr Wb puji syukur kita panjatkan kepada Allo SWT Sholawat serta
salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Seiring do'a, semoga kerja danikhtiar kita dan mengemban amanah rakyat,
melaksanakan tugas-tugas konstitusional sebagai wakil rakyat, dimudahkan oleh
Alloh SWT dan bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengawali penyampaian
pendapat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terhadap Rancangan Undang-Undang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014
tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota perkenankan kami mengucapkan
selamat datang kepada para Menteri mitra komisi II, beserta jajarannya dan hadirin,
pada kesempatan kali ini, mudah-mudahan kemitraan kita kedepan semakin kondusif
dan mewujudkan tata kelola yang lebih baik baik di pusat maupun di daerah.
29
Yang bersih, dan demokrasi. Hadirin yang kami hormati. Selanjutnya
perkenankan kami menyampaikan pandangan dan pendapat Fraksi PKS terhadap
Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubenur Bupati dan Walikota sebagai
berikut: Pertama penerbitan Perpu Nomor 1 tahun 2014 ini merupakan peristiwa
ketatanegaraan yang tidak biasa, dan terasa istimewa mengingat Perpu resmi
dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada tanggal 2 Oktober 2014,
tepat pada hari dan tanggal yang sama dimana Undang-Undang Nomor 22 tahun
2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota di undangkan oleh
pemerintah sementara Perpu sensiri mencabut dan menyatakan tidak berlaku
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 tersebut, peristiwa ini sebagai kita ikuti
bersama menimbulkan polemik dan debat publik. Bukan semata soal materi, muatan
yang diatur dalam Perpu akan tetapi juga menyangkut teknis prosedural dan politis
yang dikeluarkan oleh Perpu itu sendiri terlebih Perpu dikeluarkan oleh Presiden
SBY. Di akhir masa jabatannya dan harus ditanggung oleh Presiden berikutnya yaitu
Presiden Jokowi. Untuk diminta persetujuan kepada DPR yang juga baru, hasil
pemilihan yang baru. Kedua.
Menyangkut materi muatan Perpu Nomor 1 tahun 2014 Fraksi PKS kembali harus
menyampaikan betapa Perpu ini terasa berbeda dan istimewa karena Perpu Nomor
1 tahun 2014 tidak sekedar mencabut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 yang
lalu. Dan memberlakukan ketentuan sebelumnya tidak hanya melakukan perubahan
penyempurnaan terhadap sejumlah pasal, ketentuan pada Undang-Undang Nomor
22 tahun 2014, akan tetapi Perpu mencabut dan menyatakan tidak berlaku Undang-
Undang Nomor 22 tahun 2014 dan membuat aturan yang baru sama sekali yang
mengatur secara luas, dalam bentuk pasal, ketentuan. Sehingga lebih terlihat seperti
Undang-Undang baru, bukan seperti materi muatan Perpu yang lazimnya selama ini
yang substansinya singkat, dan terbatas untuk hal-hal tertentu Ketiga Fraksi PKS
tentu berharap perubahan, perbaikan, regulasi mulai Perpu ini akan memperkuat
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, melalui peningkatan kualitas demokrasi,
berorientasi pada penyelesaian permasalahan yang muncul dalam penyelenggaraan
pilkada selama ini, serta mampu mengantisipasi tantangan baru demokrasi ke depan
Hadirin yang kami hormati.
30
fundamental bagi proses demokrasi dan transisi kepemimpinan di daerah. Demikian
Pendapat Fraksi PKS, semoga Alloh SWT meridhoi dan mencatat ikhtiar kita
bersama, dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang ini sebagai bagian dari
amal baik kita semua, kemajuan bangsa dan kemajuan Indonesia yang kita cintai.
KETUA RAPAT :
Terima kasih, saudara yang terhormat Sa'duddin, dari fraksi Partai Keadilan
Sejahtera . Yang berikutnya adalah Fraksi Partai Persatuan Pembangunan .
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
Rahmat dan Hidayah nya sehingga pada hari ini kita dapat bersama-sama hadir
dalam keadaan sehat walafiat tanpa kurang satu apa pun dalam rangka
melaksanakan tugas konstitusional kita . Pimpinan dan Anggota Komisi II , bapak
Menteri dan DPD yang kami hormati . Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa
pada penghujung Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah
menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Nomor 1
Tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 tahun 2014 .
31
Berdasarkan ketentuan Pasal 22 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 juncto Pasal 52 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan . bahwa dalam
keadaan kegentingan yang memaksa maka Presiden dapat menerbitkan Perpu
dan selanjutnya Perpu tersebut harus mendapat persetujuan DPR. Pimpinan dan
Anggota Komisi II serta hadirin yang kami hormati. Apabila kita cermati alasan
penerbitan Perpu ini adalah adanya penolakan yang kuat dari masyarakat luas
berkenaan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan
secara langsung melalui lembaga perwakilan di daerah dan merubah ketentuan
Pilkada sebelumnya yang dilakukan secara langsung oleh rakyat.
Selain itu berkenaan dengan alasan penerbitan Perpu juga mengacu pada
putusan MK yang menegaskan bahwa syarat penerbitan Perpu dapat dilakukan
apabila terjadi keburtuhan Hukum yang mendesak untuk menyelesaikan masalah
Hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang sementara Undang-Undang
yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga menjadi kekosongan Hukum yang
tidak dapat dipenuhi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedural
biasa yang membutuhkan waktu lama. Sementara pada saat yang sama perlu
kepastian yang bersifat segera untuk diselesaikan dengan mendasarkan pada
pertimbangan di atas dan melihat kondisi faktual adanya potensi kekosongan
Hukum yang terjadi maka Fraksi PPP pada dasarnya dapat memahami alasan
penerbitan Perpu tersebut .
Pimpinan, Bapak Menteri dan Anggota Komisi II serta DPD yang kami hormati.
32
sepanjang terdapat kesiapan sarana dan prasarananya. Kelima, berkaitan dengan
penanganan sengketa pemilihan dia atur secara lebih rinci baik sengketa tata usaha
negara maupun sengketa hasil pemilihan untuk penanganan sengketa hasil
pemilihan dilakukan oleh Pengadilan Tinggi yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung.
Sedangkan sengketa-sengketa tata usaha negara oleh Pengadilan Tata Usaha
Negara . Satu hal yang baru adalah dikenalnya upaya Hukum bagi para pihak
dalam hal keberatan terhadap hasil putusan Pengadilan Tinggi Maupun putusan
PTUN dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung .
Keenam, Pelaksanaan Pilkada secara serentak pada tahun 2015 dan tahun
2018 untuk daerah yang masa jabatannya berakhir pada Tahun 2016 dilaksanakan
pungutan suara pada tahun 2015 dan untuk daerah yang masa jabatan kepala
daerahnya berakhir pada tahun 2016 tahun 2017 dan tahun 2018 pungutan suara
serentak dilaksanakan pada tahun 2018.
Berdasarkan uraian diatas dan pertimbangan yang obyektif serta kajian yang
mendalam dengan penuh kesadaran akan perlunya segera ada kepastian payung
Hukum bagi penyelenggaraan Pilkada dengan mengucapkan
Bismillahirrahmaanirrahiim Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menyatakan
menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 tahun 2014
untuk dibahas pada sidang -sidang selanjutnya Pimpinan dan Anggota Dewan
yang kami hormati. Demikianlah Pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
terhadap rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota menjadi untuk pembahasan lebih lanjut dan demikianlah semoga Allah
SWT memberikan Hidayah kepada kita sekalian dan memberikan suatu komitmen
bersama mudah-mudahan pembahasan ini dalam waktu yang singkat dan kita
semua mmpunyai pandangan yang sama hanya ada satu kata menyetujui daripada
Perpu ini pada massa yang akan datang, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Amirul Tamim.
33
F-PG (DRS.H. DADANG.S. MUCHTAR):
KETUA RAPAT :
Baik kita lanjutkan ini ada 3 lagi yang satu besok, apakah pas jam 10 kita
akhiri besok kita, sebab masih Partai Gerindra besuk Partai Gerindra besuk, tidak
boleh ditinggal. Lanjut Partai Nasdem, kalau sudah siap
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadiran Tuhan yang maha Esa yang
telah memberikan limpahan dan Rahmat serta Hidayah nya kepada kita semua
sehingga kita dapat mengikuti rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri RI, Menteri
Hukum dan HAM RI dan Komite I DPD RI dalam rangka membahas tentang
penetapan Rancangan Undang-Undang tentang peraturan pemerintah pengganti
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 22 tahun 2014 tentang pemilihan gubenur, bupati dan walikota serta
Rancangan Undang-Undang tentang Peraturan pemerintah pengganti Undang-
Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah untuk menjadi Undang-Undang melalui
komisi II DPR RI Pimpinan dan Anggota komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri RI,
Menteri Hukum dan HAM RI, Komite I DPD RI, Hadirin yang berbahagia. Fraksi
Parrtai Nasdem menilai bahwa Rancangan peraturan pemerintah pengganti Undang-
34
Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2014 tentang pemilihan gubenur bupati dan walikota. Merupakan kebijakan
Pemeritah dalam respon proses demokrasi yang terus mengalami gerakan
perubahan dan perbaikan dalam sistem ketatanegaraan. Khususnya dalam
menjawab kepentingan rakyat Indonesia atas hak untuk berperan aktif dalam
demokrasi melalui pemilihan kepala daerah secara langsung. Prinsip demokrasi
bahwa pemimpin yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat tetap perlu
dipertahankan dan dilaksanakan dengan mekanisme pemilihan langsung dimana
pemimpin berasal dari rakyat yang memperoleh dukungan dari rakyat dan partai
politik. Yang dipilih oleh rakyat untuk mengabdi kepada rakyat dan negara khususnya
rakyat di daerah pimpinan dan anggota komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri RI,
Menteri Hukum dan HAM RI, Komite I DPD RI, hadirin yang berbahagia Rancangan
Undang-Undang Perpu Nomor 1 Tahun 2014 yang mengatur beberapa materi
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yaitu azas dan prinsip pelaksanaan
persyaratan calon kepala daerah penyelenggara pemilihan, pendaftaran bakal calon,
uji publik, Pendaftaran calon Gubernur.
Calon bupati dan calon Walikota varivikasi dukungan calon dan penelitian
kelengkapan persyaratan calon, penetapan calon, hak memilih dan penyusunan data
pemilih, kampanye, perlengkapan pemilihan, pemungutan suara perhitungan suara,
pemungutan suara ulang, perhitungan suara ulang dan rekapitulasi hasil hasil
perhitungan suara ulang pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan, pemantau,
partisipasi masyarakat dalam penyelenggara pemilihan. Penanganan laporan,
pelanggaran pemilihan, pelanggaran kode etik.
Pemilihan bupati walikota dipilih oleh rakyat di Kabupaten kota. Perubahan ini
sejalan dengan perjuangan Partai Nasden untuk memberikan peran yang akatif
kepada rakyat dalam menentukan kepala daerah pilihan rakyat melalui pilkada
langsung. Setelah fraksi Partai Nasdem mempelajari dan mengkaji Rancangan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12
tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan perUndang-Undangan yang
membutuhkan Persetujuan DPR Republik Indonesia.
Pimpinan dan anggota komisi II DPR, Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Hukum dan HAM Komite I DPD RI, hadirin yang berbahagia Fraksi Partai Nasdem
berpandangan bahwa pemilihan kepala daerah perlu dilakukan perbaikan dalam
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah melalui Undang-Undang yang mengatur
tentang pemilihan Gubenur, Bupati dan Wakil Bupati khususnya bagaimana azas
dan prinsip pelaksana pemilih kepala daerah sungguh-sungguh, dilakukan dengan
35
transparan dan bertanggungjawab pendidikan politik bagi pemilih dan peserta
pemilih, kepala daerah perlu dijadikan materi, dalam Undang-Undang tentang
pemilihan kepala daerah. Sehingga gerakan perubahan demokrasi kearah lebih baik
membulat pemilihan cerdas dan peserta pemilih yang cerdas dan bertanggung jawab
Pelaksana Pilkada yang akan dilakukan serentak perlu disesuaikan dengan kesiapan
daerah dalam melaksanakan pilkada. Dan dalam rangka Supremasi Hukum dalam
penyelenggaraan pilkada, maka penyelenggara dan peserta pemilihan yang
melakukan tindakan pelanggaran hukum, harus benar-benar dilakukan penindakan
secara tegas. Sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Demi
menghormati dan menghargai hak demokrasi rakyat.
KETUA RAPAT :
Terima kasih.
Saudara yang terhormat Syarif Abdullah Alkadrie dari Fraksi Partai Nasdem.
Berikutnya adalah Fraksi Partai Hanura.
Ini banyak, saya sangat senang malam ini banyak sekali kemajuan, karena
sudah menunjukkan ada pandangan fraksi yang seharusnya kan kita hanya
menanggapi penjelasan daripada pemerintah. Ini saya sangat senang sekali namun
demikian, saya tepap konsisten akan menanggapi apa yang sudah disampaikan oleh
pemerintah di dalam penjelasannya tadi. Tanpa harus menyinggung materi seperti
mana tadi yang sudah jelaskan oleh teman-teman. Ijinkan kami dari 4 fraksi Partai
36
Hanura untuk memberi pandangan terhadap keterangan pemerintah atas Rancangan
Undang-Undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-
Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
menjadi Undang-Undang.
KETUA RAPAT :
Terima kasih.
Kalau DPD mau besok, setelah selesai dari Partai gerindra boleh dengan
Gerindra, habis itu kita sepakati besok siang, setelah Fraksi dan DPD memberikan
tanggapan baru kita langsung memasuki tanggapan pemerintah. atas pandangan
dari Fraksi-fraksi.
KOMITE I DPD Republik Indonesia (IIN) :
Interupsi Pimpinan.
Kami DPD minta waktu untuk malam ini kami sudah siap, tidak untuk besok.
KETUA RAPAT :
37
Ya, dipersilakan sekarang kalau sudah siap, kami persilakan.
Pandangan DPD RI
Terhadap Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota serta Perpu Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Asalamualaikum wrwb.
Salam sejahtera untuk kita semua,
Om Suawasti Astu.
Atas dasar tersebut dengan alasan hal ikhwal kegentingan yang memaksa
maka pada tanggal 2 Oktober 2014 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
menetapkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014
tentang pemilihan gubernur bupati dan walikota yang antara lain mengembalikan
mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung konsekwensi dari lahirnya
Perpu Nomor 1 tahun 2014 berimplikasi pada lahirnya Perpu Nomor 2 2014 tentang
pemerintahan daerah terutama yang mengatur kewenangan DPRD penetapan Perpu
dengan alasan kegentingan yang memaksa, secara konstitusional diatur dalam Pasal
52 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan Undang-
Undangan. Namun demikian mengenai kriteria jal ikhwal kegentingan yang memaksa
tidak diatur secara detil, yang menjadi perspektif, subyektif Presiden. Seiring dengan
dinamika politik yang berkembang, bertepatan dengan pergantian pemerintah dari
presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Presiden Joko Widodo dan juga
adanya pergantian anggota legislatif 2014 -2019 secara linier hal tersebut membuat
38
kedua Perpu belum ditetapkan sebagai landasan hukum penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah. Pada saat bersamaan proses penentuan daerah sudah akan
berlangsung pada tahun 2015, guna menjamin adanya keberlanjutan pembangunan
dan pelayanan publik di daerah menurut data Kemendagri yang kami kutip bahwa
pada akhir tahun 2015 terdapat 8 Gubenur dan 196 Bupati Walikota yang akan
mengakhiri masa jabatannya. Dengan belum ditetapkannya landasan Hukum
tersebut akan berkomplikasi pada proses pemilihan kepala daerah tahun 2015 ini.
Pemilihan kepala daerah pada prinsipnya diatur dalam Pasal 18 Ayat (4)
Undang-Undang Dasar1945 yang menyebutkan gubernur bupati dan walikota
masing-masing, sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi Kabupaten dan kota
dipilih secara demokratis. Mengacu pada pasal tersebut, maka pemberian kepala
daerah dapat dilaksanakan melalui mekanisme pemilihan langsung maupun tidak
langsung melalui perwakilan.
Praktik demokrasi yang berjalan selama lebih dari satu dasawarsa pasca reformasi,
mekanisme pemilihan langsung telah berjalan dan menjadi pilihan politik, meskipun
tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak persoalan yang harus dibenahi untuk
mewujudkan pemilihan kepala daerah yang ideal, seperti yang di cita-citakan dalam
pandangan kami, baik pemilihan langsung maupun tidak langsung, tetap tidak
mengurangi kadar constitution alasan presiden mengeluarkan Perpu Nomor 1 tahun
2014 sebagaimana tertuang dalam konsideran huruf c yaitu telah menimbulkan
kegentingan yang memaksa, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
138 2009 dalam putusan MK tersebut ada beberapa syarat penerbitan Perpu, yaitu
adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum
secara cepat berdasarkan Undang-Undang.
Atas dasar pertimbangan dan pandangan di atas dan kita baru melakukan
reses kami telah menyerap menghimpun, aspirasi masyarakat daerah yang
terbentang dari Aceh sampai ke Papua, maka DPD RI menyatakan menerima Perpu
Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan Perpu
Nomor 2 tahun 2014 tentang Pemilihan Daerah Kepala Daerah namun demikian
pemerintah daerah maafkan kami ralat namun demikian DPD RI meminta klarifikasi
dari pemerintah terhadap hal-hal sebagai berikut: Satu kewenangan subjectif
Presiden untuk menyatakan hal ikhwal kegentingan memaksa yang menjadi dasar
Presiden berhak menetapkan Perpu karena dalam undang-undang karena dalam
Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 52 Undang-Undang Nomor 12 tahun
2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan tidak diatur secara detil
hal mana, agar ada objektifikasi terhadap Perpu tersebut Kedua, kami mohon
39
penjelasan dari pemerintah tentang penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014 yang
bersamaan waktunya dengan penetapan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014
tentang pemilihan gubernur bupati dan walikota. Bapak, Ibu yang kami hormati.
Demikianlah pandangan DPD RI terhadap Perpu Nomor 1 tahun 2014 dan Perpu
Nomor 2 Tahun 2014. DPD RI berharap, pelaksanaan pemilihan kepala daerah ke
depan jauh lebih demokratis, dalam menghasilkan kepala daerah yang berkualitas
dan berintegritas.
Cukup singkat kami sampaikan.
Insiawati Ayus Akhmad Muqowam Ketua Komite I DPD RI, terima kasih.
Izin kami menyampaikan didampingi, karena kami dapat arahan dari Sekretariat.
KETUA RAPAT :
Untuk 2 kursi saja, jadi lebih afdol dan ideal kalau 2 kursi yang untuk DPD bisa
hadir ke sini eloknya sepasang, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih .
Jurubicara dari DPD Ibu Ayus yang didampingi ada pendampingnya Saudara
yang terhormat Pak Muqowam oleh karena itu kita skors, rapat ini. Sampai besok
jam 14, acara pertama adalah Pandangan Fraksi Partai Gerindra. Setelah itu adalah
langsung pandangan tanggapan, pemeritah, kita kerucutkan baru kita runding besok,
kita tetapkan sebagaimana yang sudah selesai pandangan pemerintah besok.
Dengan mengucap Alhamdulillahirrobil'alamin rapat diskors.
Interupsi Ketua, bisa Interupsi sebentar sekedar masukan saja karena ini
menyangkut pandangan yang ujungnya adalah menyatakan sikap persetujuan,
terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang maka sebenarnya
menyangkut soal yang teknis bisa dilakukan kemudian, menyusul , kalau boleh kami
minta, malam ini bisa diselesaikan semuanya. Yang kemudian secara tehnis nanti
akan disusulkan kemudian menyangkut pandangan yang sifatnya tertulis. Tentu saya
kira sesuatu yang lazim yang biasa kita, lakukan selama ini karena toh pada hari ini
sebenarnya undangan resmi yang diterima oleh masing-masing anggota, itu adalah
penyampaian pendapat fraksi, yang sebenarnya sejak awal tadi saya bermaksud
ingin menyampaikan, bahwa tidak perlu lagi ditawarkan karena memang semua
anggota komisi II yang hadir dan berdasarkan kelompok fraksinya masing-masing,
memang dimintakan untuk persiapkan dirinya menyampaikan pandangan fraksinya
terhadap keterangan pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang
Penetapan Perpu Nomor 1 dan Nomor 2 tahun 2014. Jadi dengan demikian, kita
40
bisa memanfaatkan waktu ini dengan baik dan kemudian bisa kita lanjutkan dengan
satu kegiatan yang lain, yang lebih maju dari sekedar hanya untuk mendengarkan
persetujuan dan pandangan fraksi-fraksi yang meskipun menurut hemat kami adalah
penting dan strategis agar semua orang bisa mengetahuinya dengan seluas luasnya,
saya kira itu Ketua, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Saudara Arif Wibowo saya kira tadi Partai Gerindra meminta
besok dan kita setujui. Tidak salah juga besok setelah tanggapan pemerintah, kita
duduk sebentar, kita selesaikan apakah hari Selasa mau kita ambil langsung dalam
Paripurna keputusan, besok kita bicarakan ini sudah jam 10.00 tata tertib
mengatakan jam 22.30 sudah pas, kalau tidak kita perpanjang, jadi kita skors rapat
ini besok kita bicarakan jam 14.00. Pemerintah juga sudah setuju . Dan silakan
Fraksi Partai Gerindra untuk melakukan mempersiapkan secara tertulis untuk kita
ikuti besok, termasuk DPD juga kita minta mendengarkan tanggapan pemerintah.
Mohon ijin karena sudah 10.30. Saudara Arif, kita skors sidang ini sampai besok jam
14.00 di tempat yang sama. Setuju ya? kita skors ya?
Terima kasih.
TTD.
MINARNI, SH
NIP. 19650620 199302 2 001
41
42
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
: 2014 – 2015
Tahun Sidang
Masa : II
Persidangan
Rapat Ke- : --
Jenis Rapat : Rapat Kerja (Raker)
Sifat Rapat : Terbuka
Hari/Tanggal : Jum’at, 16 Januari 2015
Pukul : 14.00 WIB s.d Selesai
Tempat : Ruang Rapat Komisi II DPR RI/KK. III
Ketua Rapat : Rambe Kamarul Zaman / Ketua Komisi II DPR RI
Acara : Pandangan Fraksi-fraksi dan DPD RI terhadap Keterangan
Pemerintah atas RUU tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi
Undang-undang dan RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang;
Sekretaris Rapat : Minarni, SH/Kabag.Set Komisi II DPR RI
Hadir : A. Anggota Komisi II DPR RI:
35 dari 50 orang Anggota dengan rincian :
B. Pemerintah:
1. Menteri Dalam Negeri RI;
2. Kementerian Hukum dan HAM RI;
3. Dewan Perwakilan Daerah RI.
JALANNYA RAPAT :
Bismillahirrahmanirrahi.
Hari ini adalah lanjutan acara kita yang kemarin masih ada tersisa Fraksi,
disamping yang akan menyampaikan dalam sidang ini adalah Fraksi Gerindra dan
juga ada nanti yang menyampaikan resmi secara tertulis Fraksi Hanura tertulis
begitu. Oleh karena itu sehabis Fraksi Gerindra dan penyerahan tertulis dari fraksi
Hanura, tidak tahu kalau Fraksi Partai Demokrat mau merubah pandangannya
begitu, silakan tapi kalau tidak ya sudah tetap yang sudah diserahkan kemarin,
setelah itu saudara-saudara kita akan lanjutkan karena waktu ini juga terus berjalan,
tidak apa-apa pers juga, ini terbuka lanjutan dari kemarin terbuka ya terbuka, tidak
apa-apa kita lanjutkan dengan tanggapan dari Pemerintah atas pandangan dari
Fraksi-fraksi. Nanti pada waktunya dari tanggapan pemerintah bisa kita perdalam
barang 20 menit, 30 menit hal-hal apalagi, baru setelah itu Saudara-saudara kita
langsung lobby dengan Pemerintah untuk menetapkan nanti adalah soal jalan-jalan
yang akan kita ambil dalam rangka hasil kesepakatan pandangan Fraksi.
Dengan demikian saudara-saudara hasil lobby nanti juga akan kita lanjutkan
misalnya apa kebijakan-kebijakan yang akan kita ambil, termasuk misalnya soal
mekanisme pembahasan dan penjadwalan serta hal-hal lain yang perlu sudah bisa
kita lanjutkan hari Senin, kalau hari Selasa misalnya harus Paripurna kita sudah bisa
Paripurnakan dan selanjutnya tentang sikap-sikap yang akan diambil dan
kesepakatan-kesepakatan setelah tanggapan dari Pemerintah nantinya.
Dengan demikian acara kita hari ini Saudara-saudara dapat kita setujui ya?
(RAPAT : SETUJU)
Yang kami hormati Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI serta DPD,
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia,
Menteri Hukum dan Ham Republik Indonesia atau yang mewakili,
Hadirin serta para wartawan yang berbahagia.
Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa dalam Penetapan suatu Perpu
pada dasarnya merupakan hak subyektif Presiden yang kemudian akan menjadi
obyektif jika disetujui oleh DPR untuk ditetapkan sebagai Undang-Undang.
Meskipun demikian Mahkamah Konstitusi juga memberikan rambu-rambu agar hal
ikhwal kegentingan yang memaksa dalam sebuah Perpu yang selanjutnya akan
dikeluarkan oleh Presiden agar lebih didasarkan pada kondisi obyektif. Oleh
karenanya jiwa konstitusi sesungguhnya tidak memberikan hak subyektif kepada
Presiden untuk mengeluarkan Perpu secara sepihak dikarenakan perbedaan
pandangan politik atau hal lainnya, tetapi Perpu tersebut menggambarkan secara
utuh kandungan roh kegentingan yang menjadi latar belakang dikeluarkan Perpu
tersebut. Pertanyannya muncul apa sebenarnya ukuran keadaan genting
sehingga Presiden boleh mengeluarkan Perppu. Bolehkah Presiden membuat
Perppu dan mencabut Undang-undang yang sudah ada.
2. Menurut Fraksi Partai Gerindra berdasarkan Pasal 22 ayat (2) Undang Undang
Dasar Tahun 1945 dan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
proses selanjutnya setelah suatu Perppu ditetapkan adalah mendapat persetujuan
DPR dalam persidangan yang berikut. Jika DPR menyetujui maka Perppu itu
dijadikan Undang Undang, tetapi jika DPR tidak menyetujui maka sesuai dengan
ketentuan Pasal 23 ayat (3) Perppu tersebut harus dicabut. Pada saat dikeluarkan
Perppu Undang Undang Pilkada dan Perppu Undang Undang Pemda tanggal 2
Oktober 2014, DPR dalam masa persidangan I Tahun Sidang 2014-2015,
sehingga pengambilan keputusan terhadap Perppu Undang-undang Pilkada dan
Perppu Undang-undang Pemda dilakukan pada massa persidangan berikutnya
yaitu masa Persidangan II Tahun Sidang 2014-2015.
Dari hal tersebut di atas Fraksi Partai Gerindra melihat bahwa akan terdapat
permasalahan hukum di kemudian hari menyangkut penyelenggaraan Pilkada.
4. Penyelenggaraan sengketa Pilkada yang terdapat dalam Pasal 157 ayat (1)
Perppu Nomor 1 Tahun 2014 menyatakan bahwa dalam hal terjadi perselisihan
penetapan perolehan suara hasil pemilihan perserta pemilihan dapat mengajukan
permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten Kota kepada Pengadilan Tinggi yang ditunjuk
oleh Mahkamah Agung. Disisi lain Mahkamah Konstitusi sudah tidak berwenang
lagi mengadili sengketa hasil Pilkada sesuai dengan putusan yang dijatuhkan
beberapa waktu yang lalu. Sementara itu Mahkamah Agung berpendapat bahwa
sebaiknya penyelesaian sengketa Pilkada tidak di Mahkamah Agung melainkan
ditangani oleh Badan Khusus diluar pengadilan. Sementara itu apabila
penyelenggaraan sengketa Pilkada diserahkan pada badan khusus tidak terpusat
dan belum berpengalaman dalam hal tersebut dapat menimbulkan putusan yang
berbeda karena terdapat penafsiran yang berbeda-beda terhadap suatu kasus
yang sama.
5. Fraksi Partai Gerindra melihat bahwa dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014
tersebut terdapat Pasal yang dapat menimbulkan permasalahan dikemudian hari
yaitu Pasal 40 ayat (2) dan (3) yang menyebutkan bahwa pengusulan Calon
Kepala Daerah dilakukan dengan berpasangan sementara dalam Pasal-pasal
lainnya disebutkan bahwa pengajuan calon kepala daerah diajukan dengan tidak
berpasangan dimana Wakil Gubernur, Wakil Walikota dan Wakil Bupati yang
selama ini berpasangan dalam satu paket sehingga melegitimasi yang kuat
karena dipilih secara bersama-sama. Namun dalam Perppu tersebut Wakil
Gubernur, Wakil Walikota, dan Wakil Bupati di usulkan oleh Gubernur, Bupati dan
Walikota terpilih. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah antara lain Kepala
Daerah dalam menentukan wakilnya tidak mengajukan orang yang berkualitas
karena takut tersaingi dalam Pilkada berikutnya.
8. Tahapan pelaksanaan Pilkada ini cukup panjang sebagaimana yang diatur dalam
Perppu dapat menimbulkan berbagai permasalahan antara lain hal tersebut dapat
menimbulkan suatu persaingan antar kandidat yang semakin lama semakin
panas, sehingga memperbesar peluang terjadinya konflik antar pendukung
kandidat, permasalahan lainnya adalah dengan lamanya tahapan pelaksanaan
Pilkada tersebut dapat menimbulkan biaya yang semakin besar yang akan
dikeluarkan oleh masing-masing kandidat dan juga penyelenggara Pilkada serta
tidak sesuai dengan semangat efisiensi.
Pimpinan Poksi II
Fraksi Gerakan Indonesia Raya
Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia,
Endro Hermono
A-369.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih yang terhormat pak Endro, Kolonel Purnawirawan yang telah
menyampaikan pandangan dari Fraksi Partai Gerindra, untuk selanjutnya jika ada
yang mau menyerahkan, serahkan saja bukan mau membahas lagi. Dari Partai
Hanura saya kira mau menyerahkan secara resmi dalam forum ini kami persilakan.
Baik terima kasih pimpinan, tidak perlu kita baca lagi, karena tadi malam saya
sudah sampaikan dan tidak ada yang berubah, terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Terima kasih yang menyerahkan tadi lewat Pak Rufinus daerah pemilihan
Sumut II, jadi Pak Menteri Sumut II itu 19 kabupaten kota paling besar, dari Partai
Hanura.
Demikian Saudara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan Ham atau
yang mewakilinya, sudah kita dengarkan secara tertulis juga semua sudah
diserahkan pandangan dari fraksi-fraksi. Tibalah saatnya langsung kita untuk
mendengarkan ungkapan dari pemerintah, tanggapan dari pemerintah atas
pandangan fraksi-fraksi tersebut. Kami kira dari pimpinan tidak usah menyimpulkan
setelah disampaikan oleh pak dari pemerintah natinya, kita juga saya masih
membuka ruang untuk sekiranya ada yang akan mendalami dipersilakan, setelah itu
nanti kita harus sudah melakukan forum lobby sore hari ini, kami persilakan.
Yang kami hormati saudara Ketua Komisi II, Wakil Ketua Komisi II, Bapak Ibu
Anggota Komisi II; Yang saya hormati yang mewakili DPD RI;
Bapak Ibu sekalian yang mewakili Menteri Hukum dan HAM ; dan
Teman-teman Pers yang saya hormati.
Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua, yang pertama mari kita
panjatkan kehadirat Alloh SWT Tuhan yang Maha Kuasa, atas rahmat dan
karuniaNya pada siang hari ini, melanjutkan Rapat Kerja Komisi II yang sejak
kemarin malam dengan agenda pandangan masing-masing fraksi dan hari ini ada
tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi-fraksi DPR dan tanggapan dari
Komite I DPD RI atas Rancangan Undang-undang tentang Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang dan Rancangan Undang-undang
tentang penetapan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun
2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang.
Sejak semalam dan siang hari tadi kami mendengar, menyimak, mencermati
kalimat demi kalimat yang disampaikan oleh masing-masing yang terhormat juru
bicara Fraksi-fraksi di DPR dan Komite I DPD atas keterangan pemerintah yang
kemarin telah disampaikan oleh Menteri Hukum dan Ham. Pemerintah yang pertama
sangat mengapresiasi sekali terhadap pandangan, pendapat Fraksi dan Komite DPD
terhadap Perppu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014. Baik dari
aspek yuridis, baik dari aspek procedural, maupun dari berbagai aspek-aspek
substansi yang ada, karena harus jujur kita akui bersama Perppu ini adalah sesuatu
Perppu yang cukup menarik untuk kita cermati dan kita merespon semua masukan
dan semua pandangan dari masing-masing fraksi DPR dan DPD.
Dari semua ini menunjukkan bahwa baik Pemerintah maupun DPR dan DPD
RI sangat mengedepankan perlunya membangun dan meningkatkan kualitas
demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta bermasyarakat melalui
pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat. Dengan demikian melaui
pemilihan Kepala Daerah secara langsung kita semua akan mendapatkan
setidaknya Kepala Daerah yang dipilih oleh masyarakat di daerahnya dan akan
mendapatkan Kepala Daerah yang langsung mendapat amanah dan juga
mendapatkan sosok Kepala Daerah yang langsung mendapatkan legitimasi dari
rakyat di daerah yang ada pemilihan Kepala Daerah tersebut.
Mencermati dengan berbagai pandangan, Pendapat Fraksi-Fraksi DPR dan
DPD RI termasuk Perppu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014
secara umum dapat kami sampaikan singkat penjelasan sebagai berikut:
Yang pertama dari aspek yuridis dengan diterbitkannya Perppu Nomor 1
Tahun 2014 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 sebagaimana telah kami sampaikan
dalam keterangan pemerintah pada tanggal 15 Januari kemarin bahwa penerbitan
kedua Perppu tersebut harus kita akui itu merupakan hak konstitusional dari seorang
Presiden, berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 yang berbunyi “Dalam hal ikhwal kegentingan yang
memaksa Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti
Undang-undang” yang selanjutnya dipertegas dalam keputusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 138/PP/VII/2009 yang tentunya variasi-variasi pemahaman
mengenai kegentingan yang memaksa ini kami mencermati dari pandangan seluruh
fraksi dan DPD yang pada pokok intinya tetap berpegang pada prinsip Pasal 22 ayat
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Yang kedua dari aspek penerbitan dan pengundangan Perppu Nomor 1
Tahun 2014 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 dapat kami jelaskan bahwa
penerbitan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2014 wajar telah menimbulkan pro dan
kontra dalam masyarakat terhadap mekanisme Pilkada melalui DPRD, oleh karena
itu Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan sesuai ketentuan Pasal 4
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan
memperhatikan dan mencermati gelagat perkembangan dinamika kondisi sosial
politik pada saat itu, maka berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden memang mempunyai
wewenang untuk menerbitkan Perppu. Penerbitan Perppu tersebut merupakan solusi
terhadap pengembangan hidupan sosial politik, iklim demokrasi, penyelenggaraan
pemerintahan yang lebih baik dan tentunya juga mencermati proses yang
demokratis, terbuka pada saat sidang paripurna DPR pada saat itu.
Pemerintah pada dasarnya berpendapat bahwa penerbitan Perppu memang
harus segera dilakukan dan Perppu tidak bisa diterbitkan apabila belum ada Undang-
undang atau sebagian dari materi muatan Undang-Undang yang dicabut atau
dinyatakan tidak berlaku, oleh karena pencabutan Undang-undang nomor 22 Tahun
2014 dan Penerbitan Perppu Nomor 1 tahun 2014 dilakukan pengundangan pada
waktu yang bersamaan, pada tanggal 2 Oktober 2014 ini semata agar tidak terjadi
kekosongan hukum.
Yang ketiga dari aspek Perppu sendiri Pemerintah mencermati sebagai
pandangan yang bervariatif walaupun pada inti ujungnya sama, tapi dari aspek
substansi dapat pemerintah sampaikan dengan diterbitkannya Perppu Nomor 1
Tahun 2014 maupun Perppu Nomor 2 Tahun 2014 dapat dimaknai bahwa Perppu
yang dimaksud tersebut sudah dapat dilaksanakan atau sudah dapat diaplikasikan
untuk pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat. Melalui pemilihan
Kepala Daerah secara serentak yang dimulai pada tahun 2015 di 204 daerah otonom
hal ini dapat kami tegaskan, bahwa dalam hal penyelenggaraan pemilihan Kepala
Daerah langsung oleh rakyat yang diselenggarakan oleh KPU memang memerlukan
berbagai tahapan-tahapan dalam penyelenggaraannya. Dan hal ini dapat dibuktikan
bahwa KPU sudah siap dan sudah menyiapkan berbagai rancangan peraturan-
peraturan KPU untuk pelaksanaan pilkada serentak pada tahun 2015.
Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri juga telah menerbitkan
Permendagri Nomor 37 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun
Anggaran 2015 yang menegaskan bahwa daerah yang akan melaksanakan Pilkada
untuk tahun 2015 secara serentak ini wajib untuk mengalokasikan anggaran Pilkada
dalam APBD tahun 2015, yang dalam Raker kemarin kami sampaikan secara
keseluruhan seluruh daerah sudah siap, hanya ada beberapa daerah yang masih
ada penyempurnaan anggaran, penyesuaian anggaran dengan KPU yang ada di
daerah.
Kebijakan ini memang harus sejalan dengan amanat Pasal 200 ayat (1)
Perppu Nomor 1 Thaun 2014 yang menegaskan bahwa pendanaan kegiatan
pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang dilaksanakan pada Tahun 2015
dibebankan oleh APBD. Kami tegaskan ketua yang terhormat dan bapak, ibu
sekalian dan DPD bahwa dibebankan di APBD itu bisa secara langsung dan ada
daerah yang sudah mencicil selama 5 tahun ini sehingga kebutuhan-kebutuhan yang
berkaitan dengan persiapan Pilkada ini sudah bisa terpenuhi. Oleh karena itu
Pemerintah berharap Perppu ini dapat segera mendapatkan atau diberikan
persetujuan menjadi Undang-Undang.
Selanjutnya terkait dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor
97/PUU/XI Tahun 2013 yang menyatakan bahwa Pilkada bukan termasuk rezim
pemilu. Dapat dijelaskan bahwa walaupun KPU sebagai penyelenggara pemilu yang
sifatnya nasional atau bersifat nasional, tetap dan mandiri yang bertugas
menyelenggarakan pemilu yang dalam hal ini esensi dari bertugas untuk mengawal
perwujudan kedaulatan rakyat guna mewujudkan pemerintahan yang demokratis
yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil hanya
dapat terwujud apabila penyelenggara pemilu mempunyai integritas yang tinggi serta
memahami dan menghormati hak-hak sipil dan hak politik dari warga Negara yang
dapat ditugasi sebagai penyelenggara Pilkada oleh Undang-undang.
Oleh karena itu pemerintah berpandangan bahwa pemaknaan konstitusi yang
menegaskan bahwa KPU bertugas menyelenggarakan Pemilu hanya pemilu
Presiden, Wakil Presiden dan Legislatif. Dan ini dapat dimaknai pula bahwa khusus
untuk pemilihan Presiden disamping sebagai Kepala Negara juga sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan, oleh karena itu menginggat penyelenggaraan
pemerintahan daerah merupakan sub system dari pada pemerintahan secara
nasional, maka KPU dapat ditugaskan sebagai penyelenggara Pilkada berdasarkan
Undang-undang sehingga penyelenggara Pilkada lebih dapat efektif, efisien dan
akuntable jika dibandingkan dengan membentuk sebuah lembaga baru.
Empat aspek-aspek sebagaimana diatas itulah yang menjadi subyektifitas
Presiden untuk menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perppu Nomor 2
tahun 2014.
KETUA RAPAT:
Silakan.
Selamat sore, salam sejahtera bagi kita semua, pimpinan Komisi II dan DPD
RI serta Bapak Menteri Dalam Negeri beserta seluruh jajarannya, dan Kementerian
Hukum dan Ham atau Pejabat yang mewakili, serta hadirin yang berbahagia.
Tentu kita pada agenda tanggapan pemerintah berkaitan agenda kita pada
hari ini saya pikir memag, karena ini tanggapan resmi pemerintah dalam rangka
menanggapi Pandangan Mini Fraksi, oleh karena itu saya pikir karena ini memang
sifatnya tanggapan resmi dan juga pandangan fraksi-fraksi juga atas nama fraksi,
maka untuk tidak menggurangi rasa hormat, saya pikir walaupun mungkin ada hal-
hal yang masih dianggap ada yang perlu kita perdalam tapi tidak salah nanti di dalam
pendapat akhir fraksi juga masih dimungkinkan memberikan catatan-catatan.
KETUA RAPAT :
Wa’alaikumsallam.
Saya kira saya gilir saja, misalnya nanti dari fraksinya tidak ada yang perlu
konfirmasi ya tidak apa-apa, makanya tadi mempercepat, kami persilakan dari PDIP.
Salam sejahtera untuk kita semua, Ketua, Wakil Ketua, Pimpinan DPD, para
anggota Komisi II yang kami hormati, Bapak Menteri Dalam Negeri beserta jajaran
yang kami banggakan.
Atas tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi-fraksi, maka Praksi
PDI Perjuangan berkesimpulan bahwa secara umum kita memandang bahwa
urgensi Perppu memang diperlukan dan sejak kali pertama diterbitkan dia sudah
menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan seluruh tahapan pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota namun dengan demikian memang masih menyisakan hal-hal yang
sekiranya memang memerlukan perbaikan atau penyempurnaan.
Namun demikian bapak, ibu, saudara sekalian kami mengajak sebenarnya
bahwa semangat untuk memperbaiki, baik dari aspek norma hukum yang sudah
tertuang di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun
2014 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 itu memang masih membutuhkan perbaikan,
tapi sekalipun demikian dia sudah bisa menjadi dasar bagi pelaksanaan seluruh
tahapan Pilkada yang ada.
Oleh karena itu menurut hemat kami sebagaimana juga perintah dari Undang-
undang 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan,
bahwa bisa dikatakan kewajiban DPR hanyalah untuk menyetujui atau menolak,
maka sebaiknya kami mengajak bersama-sama kita untuk memastikan dulu bahwa
DPR RI menolak atau menyetujui. Setelah itu jika memang misalnya saja bisa
disetujui untuk kemudian dibawa ke Paripurna, apa yang menjadi aspirasi yang
menyisakan kehendak untuk melakukan penyempurnaan dan perbaikan itu bisa kita
lanjutkan setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini sudah resmi
menjadi Undang-undang, tidak lagi dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang.
Bagi kami Fraksi PDI Perjuangan memandang bahwa ada kebutuhan, ada
keinginan secara hukum, secara sosiologis, secara spikologis dalam konteks politik
kita membutuhkan penguatan akan kepastian terhadap pelaksanaan Pilkada, supaya
tidak ada lagi keraguan meskipun sesungguhnya keraguan itu tidak perlu, nah untuk
itu kita mengajak segeralah kita memberikan persetujuan pada Perppu ini untuk
disahkan menjadi Undang-undang dan selanjutnya segeralah pula atas aspirasi yang
atau pandangan-pandangan yang ingin dilakukan perubahan atau penyempurnaan
untuk kemudian diteruskan dimasukkan undang-undang yang baru hasil dari pada
pengesahan atas hasil Perppu ini di dalam legislasi nasional untuk masuk pada
perubahan Undang-undang dalam kerangka perbaikan dan penyempurnaan.
Saya kira demikian Pimpinan, para Wakil Ketua, para Anggota, Pimpinan
DPD, Pak Menteri beserta jajarannya, Pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ada dua urgensi yang menurut saya seimbang kepentingannya, di satu sisi
bahwa kehadiran Perppu sebagai Undang-Undang untuk pelaksanaan Pilkada ini
sesuatu yang sangat urgen, dan ini harus diselesaikan secepatnya dan kita sepaham
kalau ini harus selesai pada masa persidangan ini.
Tapi yang kedua ada sesuatu yang kita sadari bahwa ada kekurangan-
kekurangan yang terdapat di dalam Undang-Undang ini, apabila Perppu ini kita
sahkan lalu menjadi undang-undang. Diantara itu adalah apabila misalnya calon
pasal-pasal yang terdapat dalam Perppu ini menjadi persoalan pergunjingan lagi
misalnya pasal-pasal yang bertentangan tadi. Saya memberikan apresiasi kepada
Bapak Menteri sudah mengomentari beberapa yang disampaikan oleh fraksi-fraksi
tapi masih menyisakan juga hal-hal yang belum dibahas disitu misalnya yang
berkaitan dengan soal pasal tentang pasangan di satu sisi dan pasal yang lain
mengatakan tidak pasangan.
Juga yang berkaitan dengan soal penyelenggaraan yang dipaksakan pada
bulan Desember tapi kalau nanti ini pada bulan dan tahun yang sama, tapi disitu juga
dibuka untuk putaran yang kedua yang kemungkinan akan menambrak bulan dan
tahun yang sama, ini juga akan menyisakan persoalan, oleh karena itu kita bisa saja
sepakat bahwa Perppu ini segera disahkan, diterima dan menjadi Undang-undang
tapi pada saat yang sama kita punya kesepakatan juga untuk memperbaikinya,
harapan kami perbaikan itu juga nanti penyempurnaan terhadap Undang-undang ini
dan menjadi landasan bagi penyelenggaraan Pemilu pada tahun 2015, bukan pada
Pemilu yang selanjutnya, sehingga dengan demikian kita punya kesepakatan
diterima kemudian ada perbaikan dan perbaikannya itu diselesaikan dalam waktu
yang secepat-cepatnya untuk benar-benar menjadi landasan bagi penyelenggaraan
Pemilukada pada tahun 2015.
Saya kira itu pandangan kami dan terima kasih sekali lagi atas tanggapan dari
Bapak Menteri, terima kasih.
KETUA RAPAT;
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.
Maka untuk itu kalau misalkan kita bisa secepatnya untuk menyetujui Perppu
ini menjadi Undang-undang dan kita bisa sahkan di Paripurna kita juga punya waktu
untuk mengusulkan perubahan dan penyempurnaan serta perbaikan terhadap
undang-undang ini. Jadi sekali lagi setuju, apa kita minta untuk disetujui secepatnya,
terima kasih.
Baik terima kasih Pimpinan, sekali lagi kami ingin mempertegas sebagaimana
pandangan Fraksi partai Amanat Nasional terhadap 2 Perpu yang disampaikan di
dalam Forum agenda rapat kita bahwa kami tetap bahwa sebagaimana komitmen
awal dalam pandangan fraksi kami bahwa kami siap untuk melanjutkan pembahasan
dan siap untuk memberikan persetujuan, dengan catatan bahwa kita perlu membuat
kesepakatan dengan pemerintah supaya dengan diundangkannya Perppu ini maka
segera kita untuk melakukan revisi dan perbaikan terhadap dimana banyak hal-hal
yang perlu kita berikan catatan-catatan sehingga ini bisa dilaksanakan dan bisa
diimplementasikan dilapangan, saya pikir itu saja pimpinan, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih, selanjutnya adalah PKB ada tidak? Tapi sikapnya kemarin
sudah tegas, tidak perlu, PKS.
Ya baik pimpinan.
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.
Prinsip dasar dari kami Partai Kedilan Sejahtera bahwa kita sama memaklumi
bahwa Perppu yang masuk ke kami, ke kita semuanya itu adalah hanya 2 diterima
atau ditolak, sebagaimana apa yang disampaikan oleh rekan-rekan kami, oleh sebab
itu kami minta ketegasan Pak Menteri nanti apabila kami sudah menyatakan
diterima, segera diproses berkaitan dengan hal-hal yang perlu diperbaiki, hal-hal
yang perlu dicermati karena banyak hal-hal keganjilan dalam hal itu.
Contoh nantilah kita bahas, oleh sebab itu kalau kita bahas tidak selesai, saya
kasih contoh juga banyak contohnya, dengan demikian saya sepakat dengan kata
lain segera kita sampaikan, mungkin itu saja dari saya.
KETUA RAPAT:
Dari apa yang telah kita cermati bersama, pandangan seluruh fraksi dan juga
apa yang telah disampaikan oleh pemerintah, kita semua sepakat bahwa ada
kepentingan yang sangat mendesak untuk segera adanya kepastian hukum terkait
dengan Pilkada. Keinginan ataupun juga kepentingan yang terkait dengan kepastian
hukum penyelenggaraan Pilkada inilah yang saya kira menjadi pemahaman kita
semua sehingga Alhamdulillah saya juga mengapresiasi dari pandangan seluruh
fraksi yang betul-betul mengedepankan kepentingan masyarakat, kepentingan yang
lebih umum, walaupun juga kita pahami bahwa ada kekurang lengkapan, kekurang
sempurnaan dari Perppu ini. Sehingga bagi kami sudah terang benderang
sebenarnya, bahwa kita semua menginginkan segera DPR memutuskan menerima
atau menolak Perpu ini, itu catatan pertama.
Yang kedua bahwa fraksi Partai Persatuan Pembangunan melihat kita tidak
bisa terlalu lama ketika sudah memahami, sepakat, untuk bahwa Perppu ini harus
segera kita putuskan sampai pada akhir masa sidang ini. Kalau kita lihat agenda
yang sudah kita sepakati bersama di awal, sementara ini memang tanggal 17
Februari adalah jadwal kita memutuskan, sehingga menurut kami secara konkrit
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengusulkan agar Komisi II bisa lebih cepat
menjadwalkan kata akhir keputusan kita apakah menerima atau menolak Perppu ini.
Jadi kalau dari pemandangan fraksi-fraksi semua kan sudah sepakat untuk
segera itulah tadi sehingga ini akan bisa memudahkan juga terkait dengan persoalan
penganggaran APBN-P nanti juga barangkali bisa lebih mudah untuk bisa disisipkan
ataupun juga disinambungkan di situ.
Barangkali itu yang bisa kami sampaikan dari Fraksi PPP, intinya kami
mengajak untuk bisa segera menerima Perppu ini, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Menurut saya dalam sebuah Negara yang menganut system demokrasi, ini
aturan yang sangat tidak, sulit diterima kenapa? Karena sepanjang orang itu terpilih
secara jujur, secara adil, tidak ada rekayasa, tidak ada intimidasi, tidak ada
manipulasi suara, maka dia sah-sah saja untuk menggantikan apakah satu tingkat ke
atas atau tingkat ke bawah, satu tingkat ke samping. Saya kasih contoh misalnya
Amerika sebagai kampiun Negara demokrasi ketika Bush menjadi Presiden, 3 orang
anaknya jadi gubernur dan tidak ada yang protes, sepanjang dia terpilih secara jujur,
adil, tidak ada rekayasa, tidak ada manipulasi, tidak ada intimidasi. Saya kira ini, ini
Pasal yang ketika saya baca Undang-undang ini mengganggu jalan pikiran saya.
Yang kedua Undang-undang ini memberi peluang untuk daerah-daerah
dengan jumlah penduduk tertentu memiliki lebih dari satu wakil, ini pertanyaan apa
dasar logikanya ini? Ini hanya akan membuat pemerintah daerah mengeluarkan
anggaran yang semakin besar untuk biaya birokrasi, selama ini pemerintah pusat
menilai bahwa pemerintah daerah terlalu boros dalam biaya birokrasi. Dengan
menambah jumlah wakil ini akan semakin memperbesar biaya birokrasi di daerah, ini
banyak sekali bolong-bolong yang saya kira harus kita perbaiki. Nah pertanyaan
saya adalah ketika nanti Perppu ini kita terima apakah pemerintah dalam hal ini
Kementerian Dalam Negeri sudah siap dengan draft perbaikan dari Undang-undang
ini, agar supaya bolong-bolong ini bisa kita perbaiki, terima kasih pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Baik terima kasih Pimpinan, teman-teman di Komisi II, Pak Menteri, Komite I
dari DPD.
Dari Pandangan Fraksi Hanura sudah kami sampaikan bahwa ini menyetujui
hanya menjadi catatan yang penting bagi kita barangkali ada kekhawatiran kita,
begitu diterima jadi Undang-undang ini, mekanisme apa yang akan kita tempuh,
karena dia menjadi Undang-undang apakah ini melalui Prolegnas, apakah ini melalui
jalur khusus, atau melalu jalur yang seperti apa? Jadi pandangan kami hendaknya di
dalam forum ini kita sepakati juga mekanisme mana yang kita pilih agar tidak
pemerintah terombang ambing, fraksi juga terombang ambing, karena begitu dia
berlaku menjadi undang-undang final dan maining.
Jadi pak Ketua, mohon supaya di dalam Forum ini menjadi satu bagian dari
kesepakatan kalau memang diterima dan menjadi satu kesepakatan juga kalau
memang ditolak, itu barangkali pandangan dari Fraksi Hanura supaya tidak bertele-
tele, supaya diputuskan apakah dalam forum lobby, atau dalam forum apa silakan,
tapi kami berpandangan penting proses yang seperti apa nanti kita pilih karena
menginggat waktu, menginggat bahan-bahan yang harus kita perbaiki sangat banyak
ya kan? Pandangan-pandangan yang begitu tajam, waktu juga tidak akan mungkin
menyelesaikan kalau ini dilakukan secara normal.
Barangkali ini mohon kebijakan dari pimpinan untuk menentukan pilihan-
pilihan mekanisme seperti apa yang akan kita pilih, terima kasih pimpinan.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.
KETUA RAPAT :
Terima kasih
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Sama saja Rufinus kan mempertanyakan itu apa jaminannya gitu, itu yang
ditanyakan beliau, terakhir DPD.
Terima kasih
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.
Pimpinan, Anggota Komisi II, Bapak Menteri dan Jajarannya yang saya
hormati.
KETUA RAPAT:
Bapak, ibu dan saudara sekalian setelah konfirmasi saya kira sudah
tertangkap bagi kita ada beberapa hal.
Pertama seluruh Fraksi mengatakan bahwa Perppu khususnya Perppu Nomor
1 tahun 2014 mengandung beberapa masalah yang perlu diperbaiki, berbagai ragam
seluruh fraksi ada yang mengutarakan masalahnya itu sampai 9, punya klasifikasi
lagi penting-pentingnya ya Partai Golkar. Dan juga PDIP juga menyampaikan, semua
Fraksi menyampaikan semua ada masalah, tergantung masalahnya itu juga di situ
ada yang berat, ada yang setengah berat, tapi pada umumnya menyampaikan
semuanya masalah, perlu untuk diperbaiki, pemerintah juga mengatakan sama,
pemerintah juga mengatakan sama.
Berikutnya kesimpulan yang kedua ada kesepakatan baik dari pemerintah,
maupun dari fraksi untuk menyelesaikan pembahasan Perppu 2 diterima atau
ditolak. Kalau diterima ajukan Rancangan Undang-undang untuk menerima akhirnya
Undang-undang. Kalau dicabut ajukan Rancangan Undang-undang, kalau ditolak
ajukan Rancangan Undang-undang pencabutan. Yang mengajukan boleh Presiden
atau pemerintah, boleh juga DPR.
Dalam 2 soal ini pembahasannya sebenarnya sudah dapat juga kita katakan
bahwa kalau misalnya diterima harus juga diterima seutuhnya, kan seperti itu.
Oleh karenanya akan muncul kesimpulan yang ketiga bahwa kita selesaikan
dulu makna pembahasan Perppu, kita selesaikan dulu pembahasan di DPR tentang
Perppu dari 2 alternatif tadi. Semua fraksi menginginkan bahwa posisi hukum dari
pada Pilkada yang akan diselenggarakan, harus segera kita keluarkan, harus segera
diundangkan agar dia menjadi Undang-undang, jadi tidak wacana yang berputar-
putar. Oleh karena itu dalam pembahasan Perppu kita lalui tahapan-tahapannya
dengan catatan semua kita menghendaki harus diperbaiki pada masa sidang yang
sekarang. Itu yang belum sama, masa sidang yang sekarang. Beberapa fraksi terang
mengatakan harus masa sidang yang sekarang, jadi kalau fraksi PDIP mengatakan
kita tuntaskan dulu Perppu, sudah dia menjadi Undang-undang adalah kesepakatan,
ini kan Perppu adalah kesepakatan untuk kita sepakat akan melakukan perbaikan
pada masa sidang ini juga, fraksi yang lain juga PKS menanyakan seperti itu, saya
kira Gerindra juga menyatakan harus masa sidang sekarang dan apa kira-kira
jaminannya. Partai Golkar juga menanyakan seperti itu.
Sebab jangan nanti misalnya Perppu jadi Undang-undang tadi pernyataan dari
PPP juga menyatakan ini menjadi soal tersendiri, oleh karena itulah kami dari
Pimpinan mau kita lakukan juga tadi pendapat kita, pandangan mini resmi tidak apa-
apa, kalau mau kita lakukan hari Senin, ini harus kita ada kesepakatan dulu
khususnya dengan pihak pemerintah itu yang kami katakan lobby itu, ada dulu
prosesnya baru nanti itu kita nyatakan, kalau sudah cocok ada perwakilan fraksi,
nanti kita lobby atau di forum ini juga tidak apa-apa atau mau lobby dari masing-
masing fraksi ada perwakilannya, kita tuntaskan dengan pemerintah, baru kita sikapi
misalnya Pandangan Mini hari Senin, hari Selasa Paripurna dan laporan Komisi II
menyatakan itu.
Jadi begini kami minta tanggapan dari pemerintah tentang hal-hal yang
disampaikan konfirmasi tadi, kami persilakan.
Terima kasih Ketua, setelah tadi mengikuti beberapa catatan dari seluruh
fraksi dan DPD, kami catat semua.
Yang pertama usul kata “dapat” dari DPD kami terima itu kita drop kata
“dapat” kami silakan Pak Muqowam.
Yang kedua Pemerintah ingin sebagaimana kesepakatan Ketua kemarin
selama 28 hari ini kalimat setuju atau tidak diputuskan, soal usul dari seluruh fraksi
yang kami tampung semua itu usul yang bukan subyektifitas fraksi dan ini yang
sangat-sangat mendasar sekali, baik dari fraksi maupun DPD. Kalau toh itu nanti
harus ada perbaikan membahas, waktu 28 hari itu harus menjadi pertimbangan,
satu.
Yang kedua kalau melalui tahapan Prolegnas itu cukup lama, panjang bisa
ada terobosan bukan dalam keadaan kegentingan yang memaksa, bukan, tapi
terobosan itu bisa usul inisiatif DPR, secara prioritas. Soal materi kami membantu
menyiapkan bisa sama-sama, toh usulan semua fraksi kemarin yang disampaikan
dari pandangan umum kan, pemahaman membangun demokrasi yang utuh dengan
segala konsekwensi yang ada. Soal lobby kami serahkan kepada Pimpinan, malah
soal kapan mau diputuskan itu di Paripurna kewenangan DPR, kami ikut, tahapan
proses mengenai draft RUU, kemudian adanya harmonisasi, kemudian adanya
beberapa Ampres dan sebagainya, itu saya kira termasuk penyusunan DIM dan
sebagainya. Hanya uji public tadi kan saya kira pandangan yang terhormat masing-
masing fraksi dan juga DPD kan sudah menyerap dari pada hasil public. Saya kira ini
yang kami tawarkan tapi pada prinsipnya diterima dan tidak itu menjadi hal yang
paling utama, terima kasih ketua.
KETUA RAPAT:
Ketua sedikit interupsi, ada kalimat yang mungkin pada posisi kami apa yang
disampaikan draft dari Pemerintah itu benar, yang mengoreksi kan hak dari pada
DPR, dan Fraksi-fraksi dan DPD, silakan kami ikut saja ketua.
KETUA RAPAT:
Justru itu mohon ijin ketua, justru itu kami memposisikan pada sebuah system
pemerintahan yang sama, sama satu walaupun berkesinambungan, walaupun
mekanismenya beda, keputusannya beda, tapi kita melanjutkan yang sama, terima
kasih pak.
KETUA RAPAT :
Oke terima kasih, tapi kami dari pimpinan, Pak Menteri harus hadir dalam
lobby ini, kalaupun Pak Menteri hanya mendengar saja tidak apa-apa, tapi harus
hadir agar 10 menit bisa tuntas kita selesaikan, habis itu kita masuk lagi kita
sampaikan, sampai dengan tahapan-tahapan penyelesaian yang lebih lanjut. Sidang
diskors 10 menit untuk langsung lobby dari unsur-unsur fraksi dan pihak pemerintah,
sidang diskors 10 menit.
KETUA RAPAT:
(SKORS DICABUT)
Bapak, ibu, dan saudara sekalian kewajiban kami untuk menyampaikan hasil
lobby :
Yang pertama adalah tentang penjadwalan pembahasan Perppu ini hari Sabtu
besuk libur konsolidasi, hari Minggu acara keluarga, hari Senin.
Ya, termasuk itu konsolidasi dan lain-lain, hari Senin jam 14.30 penyampaian
sikap dari masing-masing fraksi artinya adalah pandangan mini fraksi jam 14.30 di
ruang yang sama. Setelah pandangan mini nanti selesai pada tanggal 19 Januari
tersebut pukul 14.30 lobby dengan fraksi tadi dan juga didengarkan oleh pemerintah.
Hari Selasa pengambilan keputusan di Sidang Paripurna jadi tanggal 20
tentang pembahasan Perppu tahap awal kita akan jadwalkan pada hari Selasa, jadi
pandangan mini hari Senin, jam 14.30 dan kesepakatan hari Selasa, tanggal 20
adalah pengambilan keputusan di dalam Sidang Paripurna DPR tentang Perppu, itu
saudara-saudara kesimpulannya. Kesimpulan dan keputusan kita pada sore hari ini
dan kesepakatan itu pemerintah masih ada di sini, anggota juga masih ada, apa
dapat kita setujui?
(RAPAT : SETUJU)
TTD.
MINARNI, SH
NIP. 19650620 199302 2 001
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
1
Anggota Komisi II DPR RI:
...... orang Anggota dengan rincian :
2
Fraksi Partai Demokrat
(..... dari 5 orang Anggota):
27. Saan Mustopa, M.Si
28. H. Zulkifli Anwar
29. Ir. Fandi Utomo
30. Libert Kristo Ibo, S.Sos, SH, MH
31. EE. Mangindaan, SIP
3
Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat
(........... dari 2 orang Anggota):
48. Dr. Rufinus Hotmaulana Hutauruk, SH., MM.,
MH
49. Dr. Frans Agung Mula Putra, S.Sos., MH
B. PEMERINTAH :
a) Mendagri
b) Menkumham
c) Komite I DPD RI
4
JALANNYA RAPAT :
Saudara-saudara sekalian.
Para Anggota Dewan yang saya hormati dan saudara Menteri Dalam Negeri dan saudara Menteri
Hukum dan HAM serta dari DPD RI.
Mohon izin untuk apakah kita bisa mulai rapat pada siang hari?, kebetulan memang rapat-rapat
di DPR ini sedang maraton untuk mengejar beberapa target pencapaian pada masa sidang yang
singkat ini. Jadi Bapak Ketua Komisi dan Wakil Ketua Komisi Pak Rambe dan Pak Lukman Edy
mewakii Komisi II untuk rapat Bamus, kebetulan sedang sengit-sengitnya terkait dengan nomenklatur
kementrian yang berubah dan penempatannya di komisi-komisi. Sampai hari ini kita kaji agar
implikasinya terhadap pembahasan anggaran maupun pengawasan nantinya bisa efektif.
Baik,
Rapat kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, serta
DPD RI, RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan RUU tentang Penetapan RUU
Nomor 2 Tahun 2014 pada hari Senin, 19 Januari 2015 kita mulai.
Selamat datang Pak Wahidin. Mohon izin. Pak Ketua masih di Bamus.
Alhamdulillaah tidak diwakili langsung Pak Yasonna Laoly. Yang kami hormati Saudara
Pimpinan dan Anggota Komisi I DPD RI, dan tentu saja yang kami hormati semua saudara-saudara
Pimpinan dan Anggota Komisi II. Terlebih dahulu marilah kita panjatkan puji syukur ke Tuhan Yang
Maha Esa Allah SWT., atas perkenan-Nya kita dapat menghadiri rapat kerja Komisi II DPR RI pada hari
ini dalam keadaan sehat walafiat. Kita lihat Pak Menteri Dalam Negeri maupun Menteri Hukum dan
HAM segar bugar kita juga di Komisi II dengan pembahasan yang intensif tetap segar bugar di tengah
musim hujan ini Alhamdulillaah.
Sesuai laporan sekretariat rapat kerja pada hari ini dan telah ditandatangani oleh 32 Anggota
dari 50 orang Anggota mungkin sudah bertambah juga, dan 10 Fraksi lengkap sudah hadir, oleh karena
itu kourum telah terpenuhi dan telah sesuai dengan ketentuan Pasal 251 ayat (1) Peraturan Tata Tertib
DPR RI maka perkenankan kami dengan mengucapkan bismillaahirrahmaanirrahiim membuka rapat
kerja ini dan rapat dinyatakan terbuka untuk umum.
Selanjutnya kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh tamu yang hadir,
nampaknya partisipasi pada hari ini rapatnya cukup tinggi, jadi di tengah-tengah isu-isu politik yang
berkembang Perpu ini juga menjadi perhatian, karena menentukan wajah demokrasi kita ke depan. Dan
juga tentu saja mitra kami dari pemerintah yang hadir kami mengucapkan terima kasih atas
5
kehadirannya. Pada rapat ini sebagaimana kita sudah sepakati kemarin dalam rapat kerja yang
pertama lalu dilanjutkan lobi-lobi, kita membangun kesepahaman bersama untuk bangsa dan negara ke
depan, kami menawarkan sekaligus meminta persetujuan mengenai acara rapat kerja sebagai berikut.
Yang pertama, kita mendengarkan pendapat akhir mini Fraksi dan DPD RI serta pemerintah.
Dilanjutkan yang kedua pengambilan keputusan tingkat I antara pemerintah dan DPR RI. Lalu kita
lanjutkan yang ketiga penandatanganan dan pengesahan draft RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 1
Tahun 2014 dan Nomor 2 Tahun 2014 dan kemudian penutup. Apakah kira-kira ada pandangan dari
Bapak-Bapak Ibu sekalian terhadap agenda ini?
(RAPAT : SETUJU)
Setuju ya Pak ya. Kita akhiri kira-kira rapat ini sampai selesai tapi mudah-mudahan jam 05.30
ya? jam 05.00 ya? oke, jam 05.00 dengan tekad bulat kita semua mudah-mudahan bisa kita selesaikan.
Terima kasih.
(RAPAT: SETUJU)
Saudara Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM serta Komisi I DPD RI dan para
Anggota Komisi II DPR RI yang terhormat.
Acara selanjutnya langsung saja adalah penyampaian pendapat akhir mini fraksi-fraksi kita
mulai seperti urutan yang biasa atau kita ada urutan baru? langsung saja ya, sesuai dengan biasanya
seperti kemarin ya? ya baik. Oleh karena itu kami mohon dengan segala hormat kepada Fraksi PDI
Perjuangan untuk terlebih dahulu menyampaikan pandangan mininya. Kami persilakan.
6
Puji syukur kita panjatkan kekhadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga hari ini
kita kembali berkumpul dalam forum rapat Komisi DPR RI. Dengan agenda penyampaian pendapat mini
fraksi-fraksi DPD, fraksi-fraksi dan DPD RI terhadap RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun
2014, serta RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 2 tahun 2015 menjadi Undang-Undang.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa dalam kesempatan rapat kerja sebelumnya tepatnya
tanggal 15 dan tanggal 16 Januari 2015, seluruh fraksi-fraksi dan DPD dan pemerintah telah sepakat
dan menerima agar Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 serta RUU
tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 dilakukan pembahasan lebih lanjut. Saudara Pimpinan
dan Anggota.
Saudara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM beserta hadirin yang saya muliakan.
Menindaklanjuti pemahaman dan kesepakatan yang telah dicapai dalam kesempatan rapat
tersebut baik terkait ketentuan pembahasan Perpu dan RUU tentang Perpu Pasal 22 ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, putusan Mahkamah Agung 138/ PUU-VII/2009
Pasal 87 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, maupun substansi yang diatur dalam kedua Perpu, maka Fraksi PDI Perjuangan DPR RI
dengan segala ikhtiar serta melakukan kajian dan pendalaman lebih lanjut akhirnya merasa
berkewajiban untuk menyetujui agar RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 serta
Undang-Undang tentang Perpu Nomor 2 Tahun 2014 diteruskan pembahasannya pada pembicaraan
tingkat 2 pengambilan keputusan dalam rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi undang-
undang.
Melihat urgensi Perpu yang penerbitannya dilakukan atas dasar kegentingan yang memaksa,
akhirnya berkenaan dengan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 Fraksi PDI perjuangan DPR RI dapat
memaklumi adanya sejumlah materi dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2014 yang masih memerlukan
perbaikan. Dengan mengingat ketentuan Pasal 52 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
DPR hanya dapat memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan
pengganti Undang-Undang.
Dan pada saat yang sama pelaksanaan persiapan dan tahapan penyelenggaraan Pilkada
serentak 2015 memerlukan adanya payung hukum yang lebih memberikan kepastian hukum. Maka
Fraksi PDI Perjuangan DPR RI sependapat agar penyempurnaan materi Perpu Nomor 1 Tahun 2014
dilakukan melalui pengusulan RUU baru yang akan melakukan perubahan secara terbatas terhadap
Perpu Nomor 1 Tahun 2014 setelah Perpu tersebut disahkan atau diundangkan menjadi Undang-
Undang.
Setelah disetujui RUU tentang Perpu Nomor 1 Tahun 2014 menjadi Undang-Undang, Fraksi
PDI Perjuangan DPR RI berharap penyelenggara dari pusat sampai daerah mempersiapkan diri dengan
sungguh-sungguh untuk melaksanakan Undang-Undang Pilkada ini sebagai implementasi demokrasi di
Indonesia. Dan kepada peserta Pilkada agar memiliki jiwa besar untuk ikut menciptakan pelaksanaan
Pilkada secara kondusif di daerah masing-masing. Untuk keperluan tersebut Bung Karno berwasiat jika
kita mempunya keinginan yang kuat dari dalam hati maka seluruh alam semesta akan bahu-membahu
mewujudkan itu. Untuk mencapai itu masih kata Bung Karno strategi boleh beda, tapi tujuan satu yakni
untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Saudara Pimpinan dan Anggota. Saudara Menteri beserta
hadirin yang mulia. Demikian pendapat mini Fraksi PDI Perjuangan DPR RI atas RUU tentang
Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 serta RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014
menjadi Undang-Undang. Pada kesempatan ini Fraksi PDI Perjuangan DPR RI mengucapkan terima
kasih kepada yang terhormat Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI beserta staf sekretariat,
pemerintah, DPD dan semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam
7
pembahasan. Semoga Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi ikhtiar perjuangan kita dalam
rangka mewujudkan mandat spiritual pelaksanaan kedaulatan rakyat di daerah melalui Pilkada
langsung. Yakni mendekatkan jarak mental antara kesadaran kepala daerah terpilih dengan suasana
kebathinan rakyat memilih, dalam rangka merawat dan memperkokoh Negara Kesatuan akhirnya Fraksi
PDI Perjuangan mengajak semua kekuatan politik yang ada di DPR RI, dan pemerintah untuk
berpegangan tangan yang erat di bawah semboyan Bhineka Tunggal Ika. Bersatu kita teguh bercerai
kita runtuh.
KETUA RAPAT:
Luar biasa kutipan dari Bung Karno ini saya bacakan kembali, ini penting, wasiat beliau "Jika
kita mempunyai keinginan yang kuat dari dalam hati, maka seluruh alam semesta akan bahu-membahu
mewujudkannya". Merdeka! Saya teringat dalam bahasa agamanya ini jika satu penduduk negeri
beriman dan bertakwa maka turunlah berkah dari langit kurang lebih maknanya dan substansinya
sama. Jadi alhamdulillah mudah-mudahan dengan tekad bulat kita semua negeri ini menjadi
sebagaimana dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah negeri yang diberkahi.
Mudah-mudahan ada kutipan selanjutnya dari Fraksi lain nanti.
Saya lanjutkan berikutnya dari Fraksi Partai Golkar.
Izinkanlah kami atas nama Fraksi Partai Golongan Karya dalam kesempatan yang berbahagia
ini mengajak kita semua yang hadir dalam rapat kerja Komisi II untuk memanjatkan puji syukur kepada
Allah SWT karena atas izin dan hirayah-Nya kita dapat hadir dan mengikuti rapat kerja Komisi II ini
untuk mendengarkan pendapat fraksi-fraksi mengenai pengambilan keputusan tingkat I atas RUU
8
tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur Bupati, dan Walikota serta RUU tentang Penetapan Perpu
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah bagi Fraksi Partai Golkar diposisikan
sebagai bagian dari upaya untuk membangun pemerintahan yang demokratis akuntabel dan efisien.
Berkenaan dengan itu bagi Fraksi Partai Golkar membahas Perpu ini adalah upaya untuk memberikan
makna sekaligus penguatan terhadap NKRI, sebagai bagian dari amanat konstitusi kita dalam rangka
memajukan kehidupan bernegara menegakkan keadilan, kesejahteraan Indonesia dengan
memperhatikan pengalaman serta dinamika dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Fraksi
Partai Golkar berharap agar Perpu ini mampu menghasilkan kebijakan terbaik bagi masyarakat
Indonesia.
Selanjutnya Fraksi Partai Golkar sudah mendengarkan pendapat pemerintah pendapat fraksi-
fraksi dan mendengarkan harapan masyarakat untuk diselenggarakannya Pilkada langsung. Fraksi
Partai Golkar memahami urgensi Perpu ini untuk segera disahkan apalagi pada Tahun 2015 ini terdapat
204 daerah yang akan menggelar Pilkada. Dengan demikian maka kebutuhan akan adanya payung
hukum tidak dapat terelakan lagi agar Pilkada dapat berjalan dengan baik, berkualitas dan lancar. Akan
tetapi kita juga menyadari bahwa materi Perpu tersebut terdapat berbagai masalah yang apabila
dipaksakan akan muncul berbagai macam persoalan di dalam pelaksanaan di lapangan. Beberapa
masalah tersebut di antaranya sebagai berikut.
Pertama, terkait masalah calon dan pasangan calon, dalam Pasal 40 menyebutkan calon
diajukan secara berpasangan namun dalam pasal-pasal berikutnya disebutkan tidak berpasangan.
Kedua terkait Pilkada serentak. Adanya rentang waktu yang cukup lama bagi seorang pelaksana tugas
atau PLT untuk menjalankan roda pemerintahan daerah sampai dengan digelarnya Pilkada serentak.
Hal ini tentu akan menimbulkan masalah yang besar dalam hal penyelenggaraan pemerintahan daerah
karena seorang pelaksana tugas memiliki keterbatasan di dalam mengambil kebijakan dan keputusan-
keputusan yang bersifat strategis. Hal ini tentu memerlukan kajian yang sangat mendalam.
Ketiga, penjadualan atau tahapan penyelenggaraan Pilkada yang cukup panjang apalagi jika
berlangsung 2 putaran jika pelantikan dilakukan secara serentak maka calon yang terpilih dalam satu
putaran harus menunggu selesainya perhelatan Pilkada di daerah lain yang berlangsung 2 putaran.
Bagaimana dengan pengawasan dan keamanan dalam setiap tahapan. Penyelenggaraan Pilkada saya
ulangi bagaimana pengawasan dan keamanan dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pilkada apabila
prosesnya cukup panjang, yakinkah kita bahwa hal itu akan berjalan sesuai dengan harapan dan
keinginan masyarakat?.
Ke empat, terkait penyelesaian sengketa Perpu Nomor 1 Tahun 2014 menyatakan bahwa
penyelesaian sengketa Pilkada adalah di pengadilan tinggi yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung. Tetapi
Mahkamah Agung justru berpendapat bahwa sebaiknya penyelesaian sengketa Pilkada tidak di
Mahkamah Agung, melainkan ditangani oleh badan khusus di luar pengadilan. Walaupun sebagai
bagian dari pelaksanaan Indonesia sebagai negara hukum Mahkamah Agung siap mengadili sengketa
hasil Pilkada apabila diperintah Undang-Undang. Tentu tidak dapat terbayangkan betapa rumitnya jika
dalam waktu bersamaan menangani begitu banyak sengketa Pilkada. Kelima, uji publik. Jarak yang
terlalu lama antara uji publik dan pendaftaran calon yaitu 3 bulan.
Hal ini membuat penjadwalan atau tahapan penyelenggaraan Pilkada semakin panjang.
Apalagi hasil uji publik tidak mempunyai konsekuensi apa pun kecuali hanya mengantongi surat
keterangan telah mengikuti uji publik dari panitia uji publik. Bukankah hal ini menandakan adanya
formalitas belaka. Pimpinan Sidang, saudara Menteri Dalam Negeri, saudara Menteri Hukum dan HAM,
para Anggota DPR, Anggota DPD dan hadirin yang saya muliakan. Berangkat dari pemikiran di atas,
9
Fraksi Partai Golongan Karya berpandangan bahwa agar Perpu dapat dijalankan dengan baik dan
efektif maka perlu adanya perbaikan, namun karena Undang-Undang 12 tahun 2011 hanya
memberikan pilihan kepada DPR untuk menyetujui atau tidak menyetujui terhadap Perpu maka dengan
mengucap bismillaahirrahmaanirrahiim, serta mengharap petunjuk dari Allah SWT., Fraksi Partai Golkar
berpendapat bahwa jalan keluar yang paling moderat adalah menyetujui Perpu Nomor 1 2014 dan
Perpu Nomor 1 Tahun 2014 menjadi Undang-Undang. Kemudian Undang-Undang tersebut harus
segera direvisi dan selesai pada masa persidangan ini.
Dengan demikian maka payung hukum bagi pelaksanaan Pilkada langsung yang sangat
dinantikan oleh masyarakat tidak akan menimbulkan permasalahan. Demikianlah pendapat akhir Fraksi
Partai Golongan Karya semoga Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT., senantiasa memberikan
perlindungan dan kekuatan kepada kita semuanya. Sehingga kita dapat menjalankan tugas
konstitusional dengan sebaik baiknya.
Terima kasih.
Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi Wabarukatuh.
Pimpinan
Fraksi Partai Golongan Karya DPR RI
KETUA RAPAT :
Terima kasih atas penyampaiannya dari Fraksi Partai Golkar yang menyatakan setuju sebagai solusi
moderat, dengan harapan dapat diadakan revisi pada masa sidang ini. Baik kami melanjutkan pada
yang kami hormati yang mewakili Fraksi Gerindera, kami persilakan.
Pandangan mini
Fraksi Partai Gerindera DPR RI terhadap Perpu Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menjadi
Undang-Undang.
10
DPD RI di Komite I.
Hadirin serta para wartawan yang berbahagia.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugerahkan karunia-Nya kepada kita semua,
semoga dengan ridho-Nya kita dapat melaksanakan tugas-tugas konstitusional yang telah
diamanahkan oleh rakyat kepada kita. Aamiin. Konsepsi kedaulatan rakyat meletakkan kekuasaan
tertinggi di tangan rakyat dan setiap kebijakan yang dibuat oleh negara harus ditujukan untuk
kepentingan rakyat. Rakyat memiliki peran dalam setiap kebijakan yang dibuat oleh negara. Salah satu
wujud kedaulatan rakyat saat ini dalam pengisian jabatan adalah terselenggaranya pemilihan umum
pelaksanaan kedaulatan rakyat melalui penyelenggaraan Pemilu sekarang ini ekuivalen dengan
pelaksanaan sistim demokrasi kita sekarang ini.
Apabila dilihat dari latar belakang adanya kedaulatan rakyat bisa terjadi akibat perikatan
individu-individu rakyat yang menyerahkan kedaulatannya kepada penguasa secara tertulis, atau
kontrak sosial yang tercantum dalam konstitusi. Sehubungan dengan dikeluarkan Perpu Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur Bupati, Walikota dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-
Undang, maka Fraksi Partai Gerindra berpandangan pertama Fraksi Partai Gerindra berpandangan
bahwa setuju Perpu tersebut untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Dua, Fraksi Partai Gerindra
berpandangan sehubungan dengan Perpu tersebut masih memiliki kekurangan-kekurangan maka perlu
direvisi dengan mengusulkan Undang-Undang Pilkada dan Undang-Undang Pemerintah Daerah yang
baru setelah Perpu tersebut diundang-undangkan.
Tiga, Fraksi Partai Gerindera berpandangan agar revisi dan perbaikan Undang-Undang
tersebut melalui usulan Undang-Undang Pilkada dan Undang-Undang Pemerintah Daerah yang baru
harus selesai pada masa persidangan II Tahun Sidang 2014-2015. Demikian pandangan Fraksi Partai
Gerindera tentang Perpu Nomor 1 dan Nomor 2 Tahun 2014 menjadi Undang-Undang. Dengan
demikian Fraksi Partai Gerindra konsisten untuk menyelesaikan Perpu ini sebagai upaya untuk
perbaikan demokrasi ke depan dan pentingnya Pilkada yang berkualitas serta mampu menghadirkan
para kepala dan wakil kepala daerah yang baik juga mampu mewujudkan kesejahteraan bagi
masyarakat. Atas perhatian dan kerjasamanya yang diberikan kami ucapkan terima kasih.
KETUA RAPAT :
Dengan penuh penghormatan dari kita semua pada Fraksi Gerindera sudah menyatakan
persetujuannya meski ada kekurangan dan mengharapkan adanya revisi pada masa sidang ini pula.
Kami lanjutkan pada saudara kami yang kami hormati wakil dari Fraksi Partai Demokrat untuk
membacakan pandangan mini.
(ANGGOTA DEMOKRAT......):
Terima kasih.
11
RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-Undang.
Pada hari ini kita dapat menjalankan tugas konstitusional kita sebagai Anggota DPR RI, dalam
rapat Komisi II DPR RI guna memberikan pandangan mini fraksi terhadap RUU tentang Penetapan
Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 menjadi Undang-Undang. Pimpinan dan
para Anggota Komisi II serta hadirin yang terhormat. Setelah mendengar, mencermati dan memahami
keterangan pemerintah, Dewan Perwakilan Daerah dan pandangan fraksi-fraksi, dan mendengarkan
dengan sungguh-sungguh aspirasi dari seluruh rakyat Indonesia, maka dengan ini kami Fraksi Partai
Demokrat dengan ini menyatakan menerima Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
Undang-Undang. Demikian pandangan Fraksi Partai Demokrat Semoga Allah SWT., Tuhan Yang Maha
Esa memberikan ridho dan pertolongan kepada kita sekalian untuk dapat terus melanjutkan jalannya
pemerintahan dan negara yang kita cintai bersama.
Ketua Sekretaris
KETUA RAPAT:
Komentar dari Pak Menteri Hukum dan HAM singkat tepat dan luar biasa ini persetujuan dari Fraksi
Partai Demokrat ini memahami pandangan pemerintah. Ini bersejarah ini kalimat ini memahami
pandangan pemerintah, selain aspirasi masyarakat. Luar biasa. Baiklah kita lanjutkan kepada yang kita
hormati bersama yang mewakili Fraksi Partai Amanah Nasional, kami persilakan.
12
Dibacakan oleh H. Sukiman SPd., MM., Nomor Anggota 498.
Marilah kita sanjungkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan taufik
hidayah dan inayah-Nya kepada kita sekalian, sehingga kita bisa melaksanakan sidang Dewan yang
terhormat ini.
Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI serta hadirin sidang yang kami hormati.
Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 merupakan Perpu yang mencabut
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Perpu ini secara konstitusional
merupakan hak subjektif presiden dan memiliki kuat dan hukum mengikat, meskipun belum mendapat
persetujuan dari DPR, hal ini sebagaimana ditentukan ditentukan dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-
Undang Dasar 1945 yang menyatakan "Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang".
Namun demikian menurut Fraksi Partai Amanat Nasional, penerbitan Perpu oleh presiden juga
harus merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi atau MK. Khususnya peraturan khususnya putusan
MK Nomor 138/PUU/VII Tahun 2009 Berdasarkan putusan MK tersebut, ada 3 syarat sebagai indikator
adanya kegentingan yang memaksa bagi presiden untuk menetapkan Perpu yaitu: Satu, adanya
keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan
Undang-Undang.
Dua, Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan
hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai.
Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang
secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang
mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. Berdasarkan hal tersebut Fraksi Partai Amanat
Nasional menilai kondisi saat ini tidaklah termasuk sebagaimana yang ditentukan dalam putusan MK
tersebut, karena faktanya selama pembahasan Undang-Undang tersebut di atas dilakukan DPR
berdasarkan bersama dengan pemerintah semua tahapan penyusunan dan pembahasan dilakukan
secara cermat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sidang
Dewan serta hadirin yang kami hormati. Fraksi Partai Amanat Nasional memandang bahwa kedua
Perpu ini memiliki implikasi dan konsekuensi hukum yang cukup luas, sehingga perlu mendapat
perhatian yang sangat serius dari Dewan Perwakilan Rakyat konsekuensi paling krusial yang sekaligus
menjadi perhatian publik adalah menyangkut mekanisme penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
dan penghapusan tugas dan kewenangan DPR provinsi dan DPR kabupaten kota dalam mengusulkan
pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah Fraksi Partai Amanan Nasional menilai bahwa khusus
menyangkut Perpu Pilkada menyetujui atau tidak menyetujui Perpu tersebut oleh DPR secara pasti
akan menyisakan permasalahan hukum apabila DPR tidak menyetujui maka akan menimbulkan
kekosongan hukum, sementara bila DPR menyetujui maka akan diperhadapkan pada persoalan
tentang institusi apa yang akan menyelenggarakan Pilkada. Sebab dalam Perpu tersebut secara
13
tersurat bahwa penyelenggaraan Pilkada dilaksanakan oleh KPUD dan KPU daerah. Sementara di lain
pihak putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU/XI/2013 terkait pengujian Pasal 236 c Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 29 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Putusan MK ini menyatakan Mahkamah Konstitusi tidak berwenang mengadili dan
memutuskan perkara-perkara Pilkada, sebab Pilkada tidak termasuk ke dalam rezim Pemilu
sebagaimana diatur dalam Pasal 22 e Undang-Undang Dasar 1945. Putusan tersebut sekaligus
menegaskan bahwa KPU hanya menyelenggarakan Pemilu untuk memilih DPR, DPD, presiden dan
wakil presiden serta DPRD.
Sementara Pilkada menjadi bagian dari rezim pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa gubernur, bupati
dan walikota dipilih secara demokratis. Berdasarkan hal tersebut Fraksi Partai Amanat Nasional
berpendapat DPR sebagai pemegang kekuasaan untuk kekuasaan membentuk Undang-Undang harus
menjadi ujung tombak dalam pembenahan mekanisme dan proses pemilihan kepala daerah dan upaya
penyelesaian sengketa yang timbul di dalamnya Fraksi Partai Amanat Nasional berharap di masa
mendatang Pilkada dapat berjalan secara demokratis dan berkeadilan, untuk itu penting perlunya
kesepahaman konsepsional agar permasalahan ini dapat diselesaikan secara komprehensif, mengingat
pada Tahun 2015 terdapat 204 kepala daerah yang masa jabatannya akan berakhir. Sidang Dewan
yang kami hormati.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, dengan mengucapkan
Bismillaahirrahmaanirrahiim dan mengharap ridho dari Allah SWT., Fraksi Partai Amanat Nasional
menerima Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah disahkan menjadi undang-undang. Dan untuk selanjutnya segera
dilakukan penyesuaian sesuai dengan konstitusi negara dan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian pendapat mini fraksi kami, kami akhiri wabillaahittaufik walhidayah, wassalaamu'alaikum
warrahmatullaahi wabarakatuh.
Selamat sore.
Salam sejahtera bagi kita semua.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Pak H. Sukirman yang telah membacakan dengan berapi-api, pandangan Fraksi PAN yang
setuju untuk menerima dan kita ucapkan juga selamat Munas di Bulan Februari ya, PAN semoga
sukses. Ke Pak Menkumham juga dan Pak Mendagri. Baik. Para hadirin yang saya hormati. Kita
14
lanjutkan kepada Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa kami persilakan kepada yang kami hormati ada di
sebelah kanan, silakan.
Pada kesempatan yang baik ini perkenankanlah kami mengajak seluruh yang hadir untuk
memanjatkan puji syukur ke khadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, kekuatan,
niat, semangat, dan kesempatan kepada kita semua sehingga kita bisa hadir dalam acara yang sangat
penting ini yaitu pengambilan keputusan tingkat I atas dua rancangan undang-undang yaitu Rancangan
Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota menjadi Undang-Undang, dan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perpu
Nomor 2 Ttahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 2014 tentang Pemerintahan
Daerah menjadi Undang-Undang. Kedua RUU ini harus diambil keputusan segera untuk menjadi dasar
bagi ke pengambilan keputusan tingkat II dalam rapat Paripurna DPR.
Pada sisi lain keputusan atas dua RUU ini sudah ditunggu-tunggu oleh banyak pihak yang
hendak memastikan apakah perjalanan demokrasi di tanah air akan bergerak maju ke depan atau justru
sebaliknya bergerak mundur ke belakang. Hadirin sekalian yang kami hormati. Sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan khususnya Pasal 52 ayat (3) disebutkan bahwa DPR hanya memberikan persetujuan atau
tidak memberikan persetujuan terhadap Perpu. Jadi sikap DPR jelas setuju atau menolak. Jika setuju
berarti menyetujui seluruh isi Perpu, jika menolak berarti menolak seluruh substansi yang ada di dalam
Perpu. Sejak awal Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa sudah memiliki sikap yang jelas, tegas dan terang
benderang bahwa PKB mendukung penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung.
Demokrasi yang berprinsip pada kedaulatan rakyat hanya bisa tegak jika kepala daerah dipilih secara
langsung. Pemilu secara langsung lebih memberikan jaminan pada peningkatan dan perluasan
partisipasi politik rakyat, pembentukan kultur politik yang lebih matang, pembelajaran kompetisi politik
yang lebih sehat, fair dan terbuka. Serta ini yang juga penting memberikan peluang yang lebih besar
kepada individu-individu berkualitas, untuk naik ke puncak tertinggi kepemimpinan daerah hanya bisa
dicapai melalui Pemilukada secara langsung. Karna itu, ketika pemerintah mengeluarkan Perpu Nomor
1 Tahun 2014, PKB memandang bahwa ini adalah langkah tepat untuk mengoreksi Undang-Undang
sebelumnya yakni Nomor 22 Tahun 2014 yang menetapkan Pemilukada lewat DPRD.
15
Bagi PKB ini adalah upaya untuk memulihkan sekaligus memastikan bahwa perjalanan kapal
demokrasi tetap bergerak maju ke depan. Hadirin yang kami hormati. Berdasarkan latar belakang itu,
serta disertai rasa tanggung jawab yang besar terhadap masa depan demokrasi Indonesia dan dengan
memohon Ridha kepada Allah SWT Fraksi PKB menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota setuju untuk ditetapkan menjadi Undang-Undang. Namun
demikian, Fraksi PKB mengakui bahwa penyelenggaraan Pilkada secara langsung yang berjalan
selama ini belum mencapai tingkat yang ideal dan sempurna.
Di sana sini masih ada kelemahan, ada kekurangan, ada keterbatasan yang masih harus
diperbaiki dan disempurnakan bersama sama. Sekiranya rancangan undang-undang ini ditetapkan
menjadi undang-undang bukan berarti persoalan sudah selesai. Pengaturan Pemilukada yang tertuang
dalam perpu tersebut harus disempurnakan ulang pada tahap berikutnya. Fraksi PKB sangat terbuka
jika pada tahap berikutnya dilakukan revisi terhadap Perpu yang nanti akan ditetapkan menjadi undang-
undang. Karna itu, Pimpinan dan Anggota Komisi II yang terhormat, perkenankanlah kami
menyampaikan beberapa catatan penting terkait dengan revisi Perpu tersebut, antara lain pertama soal
persyaratan calon. Selama ini persyaratan calon tentang kepala daerah atau wakil kepala daerah lebih
banyak berurusan dengan soal-soal administratif, terutama terkait dengan kelengkapan berkas atau
dokumen yang dibutuhkan.
Dalam kenyataannya seringkali syarat-syarat administratif ini tidak menggambarkan kualitas
kompetensi integritas dan kepemimpinan individu calon. Ke depan perlu dikembangkan persyaratan
calon kepala daerah yang mengacu kepada apa yang kami sebut dengan indeks kepemimpinan
daerah, yang memiliki indikator yang jelas, terukur, komprehensif, akurat dan bisa
dipertanggungjawabkan. Pada intinya kita memerlukan persyaratan calon yang lebih baik, di mana alat
ukurnya bisa dipertanggungjawabkan, tidak sekedar dicantumkan persyaratan tetapi alat ukurnya kita
tidak pernah berani merumuskannya secara detil. Satu contoh tentang syarat bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Syarat ini paling sering diabaikan dan bahkan dianggap tidak penting. Pencantuman
syarat ini dalam sejumlah Undang-Undang terkesan hanya lip service, simbolik dan pemanis belaka,
tanpa kesungguhan untuk mengoperasionalkannya dalam pengujian syarat calon.
Tidak pernah digali dan dikembangkan dalam pengujian ini apa ukuran bertakwa itu, apa
indikator yang menjadi alat ukur yang jelas untuk mengukur ketakwaan seorang calon, siapa yang
harus mengukurnya, jika calon tidak memenuhi ukuran ini lantas bagaimana nasib pencalonannya
gugur atau masih bisa diteruskan. Sementara ketika ada sarat yang lain tidak memenuhi syarat dia
dipastikan gugur. Banyak syarat-syarat yang lain yang masih bisa kita diskusikan, dimana
membutuhkan alat ukur yang lebih jelas. Yang kedua, soal uji publik. Uji publik PKB memandang tetap
perlu tetapi pertanyaannya jika panitia uji publik sama dengan panitia seminar maka lebih baik iini dikaji
ulang. Panitia seminar hanya memberikan sertifikat kepada peserta seminar tanpa pernah tahu peserta
itu lulus atau tidak. Seyogyanya panitia uji publik diberikan tugas kewenangan yang lebih dari itu dalam
arti diberikan kewenangan untuk melakukan penilaian nyata atas calon berdasarkan indeks
kepemimpinan daerah tersebut.
Yang ketiga indeks kepemimpinan daerah. Fraksi PKB mengusulkan di dalam revisi nanti agar
secara jelas dicantumkan soal indeks kepemimpinan daerah agar kita memiliki standar minimal tentang
kemampuan, kapasitas, integritas dan kepemimpinan seorang calon kepala daerah di Negara Republik
Indonesia ini. Selama ini syarat kepemimpinan daerah dalam praktek hanya disederhanakan menjadi 2
yaitu politik dukung mendukung dan kemampuan finansial seorang calon. Syarat yang lain seringkali
tidak diperhatikan dengan baik. Karena itu kami mengusulkan dalam revisi nanti agar indeks
kepemimpinan daerah perlu dirumuskan, dikembangkan dan digali, misalnya mencakup aspek-aspek
antara lain religiusitas, pemahaman ideologi, wawasan nasional, regional dan global, kemampuan
akademik konseptual, kemampuan manajerial, kemampuan komunikasi, karakter dan sikap mental
pribadi bahkan sampai kepada kehidupan keluarganya, dan ini menjadi hal penting untuk menjadi
perhatian.
16
Bagaimana mungkin seorang menjadi calon ketika kehidupan keluarganya justru tidak menjadi
contoh untuk menjadi pemimpin daerah. Yang keempat soal rentang waktu tahapan Pilkada. Kalau
mengikuti rancangan dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2014 ini dibutuhkan waktu antara 13 sampai 17
bulan seluruh rancangan tahapan Pilkada ini, dari mulai pendaftaran bakal calon sampai dengan
penetapan calon terpilih.
Akan lebih panjang lagi jika ada putaran kedua, karena itu ke depan diperlukan kajian atau
pendalaman agar rentang waktu tahapan ini menjadi lebih efisien. Yang kelima soal Pemilukada
serentak. Kami mengusulkan agar ini juga melakukan pendalaman apakah Pilkada serentak ini berlaku
secara nasional atau berdasarkan wilayah atau region tertentu, mengingat banyak aspek yang harus
dipertimbangkan antara lain aspek penyelesaian sengketa, aspek keamanan dan stabilitas daerah,
aspek kesiapan penyelenggara Pemilu. Bahkan dari segi waktu saja masih ada banyak opsi apakah
serentak itu berdasarkan hari yang sama, Minggu yang sama atau bulan yang sama. Jadi banyak opsi
yang masih bisa kita kembangkan.
Hadirin sekalian.
Itulah beberapa catatan yang kami sampaikan mudah-mudahan ini bagian dari upaya kita
menyempurnakan Perpu tersebut. Catatan lain tentu akan berkembang seiring dengan penyerapan
aspirasi di masyarakat dan dinamika pembahasan di DPR. Hadirin yang kami hormati. Demikian
pandangan mini Fraksi PKB ini disampaikan sebagai bagian untuk mendukung penyelenggaraan
Pemilukada secara langsung, sebagai konsekwensi logis dari dukungan ini, maka Fraksi PKB juga
menyatakan setuju bahwa RUU tentang Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah agar ditetapkan menjadi Undang-
Undang. Perpu Nomor 2 ini memang harus mendapat perubahan, khususnya terkait dengan
penghapusan tugas DPRD dalam memilih gubernur, bupati dan walikota. Akhir kata Fraksi PKB
menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada semua pihak, khususnya pemerintah dan
fraksi-fraksi lain yang turut mengawal tegaknya penyelenggaraan Pilkada secara langsung. Semoga
Allah SWT memberi kemudahan dan ridho atas segala niat, usaha dan kerja keras kita membangun
demokrasi Indonesia yang religius. Terima kasih.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Yang kami hormati Bapak Yanuar Prihatin dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa yang demi
memulihkan kapal demokrasi ke depan menyetujui dan menerima Perpu Nomor 1 dan Nomor 2 TAHUN
17
2014 ini, dengan catatan catatannya ini sulit terbantahkan, terkait dengan ketaqwaan bagaimana kita
mengukurnya dan juga terkait keutuhan ketahanan keluarga. Ini luar biasa, nanti akan menjadi
pembahasan pada massa yang akan datang. Selanjutnya kita persilakan yang sama-sama kita hormati
dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang mewakilinya.
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Shalawat serta salam kita haturkan kepada nabi
Muhamad SAW. Seiring doa semoga kerja dan ikhtiar kita dalam mengemban amanah rakyat
melaksanakan tugas-tugas konstitusional sebagai wakil rakyat dimudahkan oleh Allah SWT dan
bermanfaat bagi rakyat Indonesia. Di awal pembicaraan pendapat akhir mini Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera ini kami ingin mengucapkan aspirasi dan penghargaan kepada Pimpinan dan Anggota Komisi
II, para Menteri beserta jajaran Dewan Perwakilan Daerah serta kalangan masyarakat sipil, insan pers
yang sungguh-sungguh turut serta membahas dan mengawal Perpu yang sangat menentukan dalam
proses demokrasi kita ini.
Secara prosedur dan substansi Perpu Nomor 1 Tahun 2014 mengatur penyelenggaraan
Pilkada secara langsung oleh rakyat dalam membatalkan dan menyatakan tidak berlaku Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, sementara Perpu
Nomor 2 Tahun 2014 merupakan konsekuensi dari Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dengan membatalkan
sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam ketentuan
perundang-undangan menyatakan Perpu merupakan hak dan kewenangan konstitusional presiden
untuk mengatasi keadaan di luar biasa, mendesak dalam kekosongan hukum. Di sisi lain kewenangan
DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan serta pengaturan akibat
hukum yang tidak disetujui.
Fraksi PKS menyampaikan sejumlah catatan kritis terhadap Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan
Perpu Nomor 2 Tahun 2014. Fraksi PKS memberikan catatan kritis ini di dalam kerangka refleksi
penyelenggara Pilkada berdasarkan aturan yang selama ini berlaku dan berfokus pada upaya untuk
mengatasi memberikan solusi atas permasalahan serius penyelenggara Pilkada selama ini.
18
Satu, perlu pendalaman persyaratan calon kepala daerah dalam rangka peningkatan kualitas
kemampuan daerah sebagai contoh perlu uji publik bakal calon kepala daerah.
Dua, terkait bersyarat pencalonan kepala daerah dengan prestasi dukungan 20% dari jumlah
kursi DPRD atau 25% dari akumlulasi peroleh suara sah dalam Pemilu DPRD perlu pendalaman
terkait... partisipasi yang lebih luas bagi partai politik yang mengajukan calon sehingga lebih banyak
pilihan calon berkualitas bagi rakyat.
Tiga, terkait ambang batas kemenangan calon kepala daerah harus memperoleh suara lebih
dari 30% suara sah. Jika tidak, maka diselenggarakan Pilkada putaran kedua. Perlu analisa dan kajian
dalam rangka efisiensi dan aktivitas kemungkinan Pilkada hanya satu putaran saja.
Empat, perlu dicermat mendalam berkenaan dalam berbagai permasalahan penyelenggaraan
Pilkada selama ini, antara lain bagaimana mencegah kecurangan pada setiap tahapan khusus dalam
proses rekapitulasi bertingkat politik uang politisi birokrasi dan potensi kecurangan atau gangguan
keamanan.
Lima, terkait Pilkada serentak pada 2015, 2018, 2020 serentak nasional harus benar-benar
mempertimbangkan dan mengukur kesiapan penyelenggara terhadap ... potensi kecurangan gangguan
keamanan, sengketa dan lain karena... secara nasional termasuk akan banyak daerah yang dipimpin
oleh Pelaksa Tugas Kepala Daerah (PLT) untuk mengisi masa transisi dalam jangka waktu yang lama
padahal PLT tidak dapat mengeluarkan kebijakan strategis pembangunan daerah.
Enam, untuk kepala daerah, sementara wakil kepala daerah diajukan oleh kepala daerah
terpilih yang ditetapkan dan dilantik oleh pejabat yang berwenang. Aturan ini sejalan dengan Undang-
Undang Dasar yang mengatasi permasalahan disharmoni antara kepala daerah wakil selama ini, meski
demikian perlu pendalaman, pencermatan berkenaan implikasi politik dan administrasinya.
Tujuh, terkait penyelesaian sengketa hasil Pilkada, Perpu kepada Mahkamah Agung dan
didelegasikan ke pengadilan tinggi serta kemungkinan banding atas putusan pengadilan tinggi perlu
cermat mengukur kesiapan Mahkamah Agung atau pengadilan tinggi apalagi Pilkada di depan akan
dilaksanakan serentak nasional serta perlu mencermati potensi masalah berlarutnya penyelesaian
sengketa akibat upaya banding. Nomor delapan, Terkait anggaran Pilkada yang bersumber dari APBN
dan dapat didukung melalui APBD perlu dicermati dan diteliti bagaimana konsep realisasinya
menyangkut perencanaan pelaksanaan sehingga akuntabilitas harapan dan anggaran Pilkada dapat
dilakukan secara efisien dengan sasaran kebutuhan.
Yang terakhir, berkenaan dengan Pilkada legal, putusan inkrah bahwa Pilkada tidak masuk
dalam hasil Pemilu, perlu konsekuensi legal untuk menetapkan penyelenggara Pilkada harus legal dan
konstitusional. Demikian diantara catatan kritis Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terhadap sejumlah
materi strategis Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014. Hadirin yang terhormat.
Berdasarkan pandangan di atas dengan demikian... Allah SWT mengucapkan
Bismillaahirrahmaanirrahiim Fraksi PKS menyatakan setuju terhadap Rancangan Undang-Undang
tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan
Perpu Nomor 2 Tahun 2014 dan selanjutnya dapat diteruskan kepada rapat pengambilan keputusan
tingkat II paripurna DPR RI. Fraksi PKS berharap segera setelah disetujui Perpu tersebut DPR RI dapat
menyampaikan inisiatif... undang-undang untuk menyempurnakan Perpu terhadap agar lebih
dimaksudkan dapat dilaksanakan masa sidang sekarang. Hadirin yang terhormat. Demikian pendapat
akhir mini Fraksi PKS semoga Allah SWT melindungi dan mencatat ikhtiar kita bersama dalam
pembahasan rancangan undang-undang ini sebagai bagian dari amal terbaik dan untuk kemajuan
bangsa dan Negara Republik Indonesia.
19
Bapak H. Jazuli Juwaini, Ir. Abdul Hakim.
Ketua Sekretaris
(INTERUPSI ANGGOTA) :
Interupsi Pimpinan.
Tadi yang memimpin membuka bukan Pak Rambe, tapi dari PKS, sudah kesepakatan jam 05.00. Ya
sementara ini baru 7.
KETUA RAPAT:
(INTERUPSI ANGGOTA) :
Ya 4 lagi Pak.
KETUA RAPAT:
Saudara-saudara, baik saya menawarkan kepada kita semua agar tuntas, kita perpanjang
sampai sebelum Magrib, dapat disetujui ya? Ya.
(RAPAT: SETUJU)
20
Yang terhormat Anggota DPD RI. Para hadirin sekalian yang kami hormati.
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT., atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga pada hari ini kita dapat bersama-sama hadir dalam keadaan sehat wal'afiat
tanpa kurang suatu apapun dalam rangka melaksanakan tugas konstitusional kita. Sebagaimana kita
ketahui bersama bahwa pada penghujung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah
menerbitkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 dan Perpu Nomor
2 Tahun 2014.
Berdasarkan ketentuan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan juga
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa
dalam keadaan kegentingan yang memaksa maka presiden dapat menerbitkan Perpu dan selanjutnya
Perpu tersebut harus mendapat persetujuan DPR. Apabila kita cermati alasan penerbitan Perpu ini
adalah adanya penolakan yang cukup kuat di masyarakat luas berkenaan dengan diundangkannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota yang
mengatur mekanisme pemilihan secara langsung melalui lembaga perwakilan di DPRD dan mengubah
ketentuan Pilkada sebelumnya yang dilakukan secara langsung oleh rakyat.
Kondisi sebagian besar masyarakat yang tetap menginginkan Pilkada dilaksanakan secara
langsung ini merupakan fakta sosiologis yang menjadi pertimbangan tentu bagi Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan di dalam menyikapi Perpu ini. Selain itu Fraksi PPP juga melihat bahwa Perpu ini juga
memberikan beberapa hal atau mengandung beberapa aspek yang krusial dan perlu menjadi perhatian
yaitu yang pertama untuk pelaksanaan Pilkada serentak Tahun 2015 diharapkan agar penyelenggara
segera dipersiapkan karena waktu yang tersedia sangat terbatas, mengingat terdapat tahapan baru
yang membutuhkan waktu dan kesiapan penyelenggara. Apabila penyelenggara tidak siap dan waktu
yang tersedia tidak mencukupi maka hal itu sangat membahayakan bagi kelancaran dan kualitas hasil
Pilkada. Yang kedua, berkaca pada pengalaman di mana potensi sengketa Pilkada cukup tinggi,
sementara penanganan sengketa dilakukan dalam waktu yang bersamaan, dengan jumlah daerah
sebanyak 240 pada Tahun 2015 dan 280-an 285 daerah pada Tahun 2018, sangat dibutuhkan
kesiapan pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilihan,
mengingat jangka waktunya yang dibatasi secara limitatif.
Sementara jumlah pengadilan tinggi yang menangani sengketa hasil pemilihan ditentukan
hanya 4 pengadilan tinggi. Hal ini sangatlah riskan karena jumlah daerah begitu banyak sehingga rata-
rata satu pengadilan tinggi akan menangani setidaknya 60 sengketa. Yang ketiga, dalam Perpu ini juga
memperbolehkan adanya upaya hukum kasasi apabila para pihak tidak menerima hasil putusan
pengadilan tinggi baik untuk sengketa tata usaha negara maupun sengketa hasil pemilihan. Hal ini juga
berpotensi menyulitkan dan membuat tahapan Pilkada dapat berpotensi berlarut-larut dan menimbulkan
ketidakpastian di dalam penyelenggaraannya.
Yang keempat, berkenaan dengan penganggaran juga perlu kerangka waktu yang sesuai
dengan siklus anggaran. Apalagi terdapat 2 sumber yaitu APBN dan APBD. Sehingga kalau terjadi
keterlambatan proses penganggaran baik di pusat maupun di daerah, tentu dapat mengganggu
penyelenggaraan Pilkada. Yang kelima, masalah pengamanan ini juga perlu menjadi fokus
pengamanan perlu mendapatkan persiapan dan kesiapan yang penuh, mengingat penyelenggaraan
yang serentak di berbagai daerah membutuhkan koordinasi yang baik untuk menjamin kelancaran dan
keamanan dalam pelaksanaan Pilkada. Berdasarkan hal yang kami sampaikan di atas, dengan
mengucap bismillahirrahmanirrahim, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menyatakan menyetujui
Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang dan
Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Demikianlah pandangan Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan atas Rancangan Undang-Undang tentang Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan
21
Perpu Nomor 2 Tahun 2014. Semoga Allah yang maha pengasih dan penyayang selalu memberikan
taufik dan hidayah-Nya pada kita sekalian. Sekian dan terima kasih. Wallahul muwafiq ila aqwamith
thariq.
KETUA RAPAT:
Disampaikan oleh H. Syarifi Abdullah Alkadri, SH., MH., nomor Anggota A-29.
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kekhadirat Tuhan Yang Maha Esa, ya telah
memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat mengikuti
rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM dan DPD RI dalam rangka
pembahasan Perpu baik berkenaan berkaitan dengan Pilkada maupun Perpu terhadap Pemerintahan
Daerah. Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI.
Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, DPD RI, hadirin yang berbahagia. Rancangan
Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Rancangan Undang-Undang
Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 yang diusulkan oleh pemerintah untuk menjadi Undang-
Undang, harus lebih dahulu untuk memperoleh persetujuan dari DPR RI sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011. Sehingga Fraksi Partai Nasdem memandang bahwa pembahasan
Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perpui ini harus segera diselesaikan untuk dapat
diambil keputusan. Fraksi Partai Nasdem pada prinsipnya konsisten dengan penyelenggaraan
demokrasi yang menciptakan dan melahirkan gubernur, bupati dan walikota yang memiliki integritas
dan berkepribadian yang sungguh-sungguh merakyat dan berpihak kepada kepentingan rakyat,
kepentingan daerah dan kepentingan bangsa Indonesia. Sehingga untuk itu sehingga untuk
menciptakan dan melahirkan kepala daerah yang sungguh-sungguh berjiwa pemimpin, pemilihan
gubernur, bupati, walikota harus dipilih secara langsung oleh rakyat. Fraksi Partai Nasdem
berpandangan bahwa persoalan yang disebabkan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014
22
tentang Pemilihan Gubenur Bupati dan Walikota yang mengatur tentang pemilihan melalui Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah telah menimbulkan gejolak di dalam masyarakat dan pada akhirnya
berujung pada penolakan rakyat terhadap Undang-Undang tersebut, sehingga bagi Fraksi Partai
Nasdem menilai penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Nomor 1
Tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 dapat dimengerti dan telah sesuai dengan maksud dan
tujuan dari pada Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, DPD RI,
hadirin yang berbahagia. Sikap Fraksi Partai Nasdem atas Rancangan Undang-Undang tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubenur, Bupati dan Walikota dan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka dengan ini menyatakan dengan mengucap
bismillaahirrahmaanirrahiim, Fraksi Partai Nasdem menyetujui untuk menjadi undang-undang dan
mengusulkan rancangan undang-undang ini agar segera dibawa dalam rapat paripurna DPR RI untuk
disetujui menjadi undang-undang.
Fraksi Nasdem memahami bahwa apabila rancangan Perpu ini setelah disetujui menjadi
undang-undang dan menurut kami juga banyak kelemahan-kelemahan yang harus kita perbaiki dalam
rangka kita memiliki atau memilih kepala daerah yang berkualitas yang dapat melaksanakan prinsip-
prinsip demokrasi dan menjadi pimpinan yang dapat diterima oleh masyarakat dan tidak terjadi
perpecahan di dalam Negara Republik Indonesia, batu itu batas dan membuka tempat atau diri sebagai
Fraksi untuk bersama-sama melakukan revisi terhadap Perpu yang telah dijadikan undang-undang itu.
Demikian pandangan Fraksi Partai Nasdem, demikianlah pandangan mini akhir Fraksi Partai Nasdem.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sekalian di dalam
menjalankan tugas dan fungsi kita sebaik-baiknya. Sekian.
Ketua Sekretaris
ketua rapat
Terima kasih.
Terima kasih.
Kita lanjutkan
Fraksi Partai Hanura.
Anggota Hanura?, silakan.
23
(F-HANURA.........):
Yang pertama, kita panjatkan puji dan syukur kepada kekhadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya pada hari ini kita dapat hadir dalam Raker Komisi II DPR RI dengan
Komite I DPD RI dan pemerintah dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang
Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 dan Nomor 2 Tahun 2014
supaya ditetapkan menjadi undang-undang.
Di sini ada 6 poin yang kurang lebih sama sehingga saya pikir tidak perlu saya bacakan, inti
daripada yang pandangan mini dari Fraksi Hanura akan saya sampaikan kepada hadirin yang terhormat
berdasarkan hal-hal ini nanti yang sudah tercatat di sini, dengan mengucapkan
Bismillaahirrahmaanirrahiim, Fraksi Partai Hanura menyatakan setuju agar Rancangan Undang-Undang
Perpu Nomor1 dan Nomor 2 Tahun 2014 ditetapkan menjadi undang-undang.
Demikian pendapat Fraksi Partai Hanura selanjutnya agar pendapat ini ditindaklanjuti sesuai
dengan mekanisme dan tata tertib yang berlaku di DPR RI agar segera dilakukan seperti yang sudah
disepakati sebelumnya.
KETUA RAPAT :
Terima kasih.
24
Komite I DPD RI :
Dibacakan oleh Insiawati Ayus Riau, bersama dengan Wakil Ketua Komite I Fahrurozi Aceh.
Mengawali pendapat mini DPD RI yang akan kami sampaikan maka pada kesempatan ini puji
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas izinnya kembali kita dapat duduk bersama dalam
menindaklanjuti pembahasan ini. Semoga semangat kebersamaan guna memenuhi tugas Konstitusi ini
dapat diberkahi. Pada kesempatan ini DPD RI berterima kasih kepada pemerintah yang telah
memperhatikan catatan-catatan DPD RI dan hormat kami atas dukungan dan kami mendukung
pandangan fraksi-fraksi yang telah disampaikan. DPD RI berkepentingan untuk mendorong pemerintah
dan DPR agar melakukan penyesuaian penyempurnaan materi-materi Perpu agar penyelenggaraan
Pilkada di Tahun 2015 ini memiliki payung hukum yang ideal. Seiring dengan dinamika politik yang
berkembang, kedua Perpu belum ditetapkan sebagai landasan hukum, Landasan hukum
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
Pada saat bersamaan proses pemilihan kepala daerah sudah akan berlangsung pada Tahun
2015 guna menjamin adanya keberlanjutan pembangunan dan pelayanan public di daerah. Untuk itu
kami singkat saja atas pertimbangan dan pandangan DPD RI maka tetap dalam posisi politik DPD RI
menerima Perpu Nomor 1 dan Perpu Nomor 2 untuk selanjutnya menjadi undang-undang. Kami DPD
RI pada rapat ini belum menyampaikan substansi maupun materi-materi dari pembahasan yang akan
dilakukan, namun akan kami sampaikan sebagaimana mekanisme pembahasan secara urut dan runtut.
Demikian kami sampaikan semoga pelaksanaan pemilihan kepala daerah ke depan jauh lebih
demokratis dalam menghasilkan kepala daerah yang berkualitas dan berintegritas. Salam dari Ketua
Komite I Pak Mukowam yang sekarang posisi ada di Malang. Kalau tadi Pimpinan ada kutipan kami pun
akan menyampaikan ciri kas daerah dari Aceh ke Ujungpandang mampir sebentar ke kota Malang
dialog sudah kita bentang menuju Indonesia yang gemilang. Merdeka!
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Ini bukan Pak Zul yang mendampingi bukan, berarti ada Wakil Ketua Komite I DPD. Saudara-saudara
Bapak Ibu sekalian yang berbahagia. Tibalah saatnya kita mendengarkan pendapat dari pemerintah.
25
Pendapat akhir mini dari pemerintah atas hasil tanggapan-tanggapan dari fraksi-fraksi yang ada dalam
sidang yang mulia ini. Kami persilakan.
PEMERINTAH :
Selamat sore.
Salam sejahtera untuk kita semuanya.
Yang saya hormati Ketua, Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI.
Yang saya hormati yang mewakili DPD RI.
Yang saya hormati rekan saya Menteri Hukum dan HAM.
Teman-teman pers, Hadirin yang saya hormati.
Yang pertama, kita memanjatkan puji syukur kekhadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
berkah, ridho, taufik dan hidayah-Nya kita pada sore hari ini telah mengikuti rangkaian rapat kerja
Komisi II DPR RI dengan Komite I DPD RI dan pemerintah dalam rangka pengambilan keputusan
tingkat I atas Rancangan Undang-Undang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, Walikota menjadi undang-undang dan Rancangan Undang-Undang tentang
Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi undang-undang.
Selanjutnya kami menyampaikan pendapat akhir pemerintah pada pengambilan keputusan
tingkat I mengenai kedua rancangan undang-undang tersebut. Mencermati seluruh dinamika pendapat
masukan yang kami rekam secara keseluruhan, dalam pembahasan kedua rancangan undang-undang
tersebut, baik penyampaian keterangan pemerintah dan seluruh pandangan fraksi-fraksi DPR RI dan
Komite I DPD RI, kemarin maupun hari ini, yang mana penyampaian tanggapan pemerintah atas
pandangan fraksi-fraksi dan Komite DPD RI juga telah mendapatkan respon dari masing-masing fraksi
dan Komite I DPD RI pada tanggal 16 Januari 2015, maupun penyampaian pendapat akhir mini fraksi
dan Komite DPD RI pada hari ini, maka pemerintah menyampaikan pendapat akhir pada pengambilan
keputusan tingkat I sebagai berikut.
Satu, pada dasarnya pemerintah mencermati bahwa seluruh fraksi-fraksi DPR RI dan Komite I
DPD RI yang terhormat, memiliki kesamaan komitmen dengan pemerintah untuk segera memberikan
persetujuan atas kedua rancangan undang-undang tersebut untuk ditetapkan menjadi undang-undang
agar dapat menjadi landasan yuridis dalam pemilihan gubernur, bupati dan walikota.
Yang kedua, sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa peraturan pemerintah pengganti undang-
undang harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat maka pemerintah menyerahkan
sepenuhnya kepada Komisi II DPR RI mengenai mekanisme pengambilan keputusan dalam pemberian
persetujuan atas kedua rancangan undang-undang tersebut.
Ketiga, pengambilan keputusan atas kedua rancangan undang-undang tersebut hanya
dilakukan dalam 2 opsi yaitu memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan atas
rancangan undang-undang tersebut. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 52 Undang-Undang
Dasar Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
menyebutkan dengan tegas ayat (3) bahwa DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak
memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang dan pada ayat (4)
ditegaskan bahwa karena peraturan pemerintah pengganti undang-undang mendapat persetujuan DPR
dalam rapat Paripurna peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut ditetapkan menjadi
undang-undang.
26
Terkait dengan adanya berbagai pandangan fraksi-fraksi dan pandangan Komite I DPD RI,
mengenai perlunya perubahan terbatas atas materi muatan Perpu Nomor 1 2014 bila nantinya disetujui
untuk tetapkan menjadi undang-undang pemerintah berpendapat bahwa hal ini perlu kita bicarakan
lebih lanjut dengan berbagai pertimbangan. Satu, terbatasnya masa persidangan DPR saat ini yang
tidak memungkinkan untuk dilakukan pembahasan secara intensif secara keseluruhan, tetapi
pemerintah mencermati aspirasi masukan seluruh fraksi dan DPD Komite I yang ingin
menyempurnakan menyelaraskan antar pasal dan materi pada muatan-muatan tertentu untuk
meningkatkan kualitas pemilihan gubernur bupati dan walikota.
Kedua, materi muatan dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota yang mengatur mengenai mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung oleh
rakyat sudah dapat dijadikan landasan yuridis bagi KPU dan KPUD di daerah serta instansi berwenang
lainnya untuk siap menyelenggarakan pemilihan kepala daerah, dan KPU dan KPUD selaku
penyelenggara pemilihan kepala daerah serta pemerintah daerah sangat membutuhkan kepastian
hukum mengenai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara serentak pada Tahun 2015 di 204
daerah otonom Untuk mendukung terwujudnya tata kelola pemerintahan daerah yang baik.
Pimpinan, Anggota Komisi II DPR RI. Anggota Komite I DPD RI yang saya hormati.
Demikianlah pendapat akhir dari pemerintah pada pengambilan keputusan tingkat I atas kedua
rancangan undang-undang tersebut. Pemerintah menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih
kepada Ketua, Pimpinan, seluruh Anggota Komisi II yang terhormat kepada Anggota yang mewakili
Komite I DPD RI yang terhormat yang telah berperan aktif dalam pembahasan kedua rancangan
undang-undang tersebut. Kami juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh media massa yang
telah meliput seluruh pembahasan antara pemerintah dengan Komisi II dan dan Komite I DPR RI. Saya
kira ini pendapat singkat pemerintah pada proses pengambilan keputusan tingkat I atas Rancangan
Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014. Sekian, terima kasih. Atas nama
pemerintah Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo, Menteri Hukum dan HAM Yassonna H. Laoly.
Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Tanggapan dari fraksi sudah semua menyampaikan, termasuk dari Komite I DPD RI. Dalam
tanggapan itu dapat kita simpulkan sudah akan menyetujui draft final RUU hasil pembicaraan tingkat I
kita tingkat I dalam Raker di Komisi II dengan pemerintah. Dalam pandangan fraksi disamping
menyetujui, seluruhnya fraksi menyampaikan masalah-masalah yang tentunya nanti diperbaiki setelah
RUU ini menjadi undang-undang.
Jadi masalah itupun akan dibatasi, yang penting dari pandangan fraksi saya kira menginginkan
bulan Februari ini paling lambat masa sidang yang sekarang sudah ada kepastian hukum, payung
hukum dalam rangka penyelenggaraan Pilkada di daerah-daerah khususnya Tahun 2015. Kami tidak
akan memperpanjang masalah yang disampaikan tetapi itu adalah 2 hari ini malah ini hari yang ke-3
kita perbincangkan, faksi-faksi dalam pandangan mininya sudah menyatakan itu. Di samping itu
pemerintah juga telah memberikan pendapat akhirnya dalam forum Yang Mulia ini, juga yang
27
menyatakan terima kasih serta persetujuannya kepada DPR RI khususnya Komisi II dan juga
pemerintah mengakui juga bahwa masalah-masalah yang ada di dalam Perpu akan kita upayakan
ditindaklanjuti setelah Perpu ini diundangkan dan saya kira pada masa sidang ini hanya tujuan Komisi II
dan juga saya kira pemerintah agar penyelenggaraan Pilkada di masa yang akan datang adalah lebih
baik dari pada yang sebelumnya.
Oleh karenanya saudara-saudara atas izin kita semua saya menawarkan draft final RUU hasil
pembicaraan tingkat I dalam Raker di Komisi II DPR RI akan kita lakukan penandatanganan khusus
RUU Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada dan juga Perpu Nomor 2 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah apakah dapat kita setujui? Setuju?
(RAPAT: SETUJU)
Nah ini pers sudah lihat di atas ini sudah disetujui ini tapi baru draft. Aslinya baru besok. Oleh
karenanya nanti di paripurna kami sampaikan paripurna besok jam 10.00, karena hasil rapat Bamus
tadi, karena kami terlambat Pak Menteri menghadiri rapat Bamus di DPR RI untuk menjadwalkan
khusus besok adalah pembahasan tentang jam 10.00 pembahasan tentang Perpu dan sekaligus
tanggapan khusus besok juga dari fraksi-fraksi.
Dengan demikian kita akhiri rapat ini dengan penandatanganan draft final rancangan undang-
undang, ini kita joke saja Pak Menteri, ini yang di sebelah kanan kami Pimpinan Komisi II sebelah kiri
Pak Wahidin Halim. Dari tadi saya katakan draft, nanya langsung lagi ke Pak, draft itu tidak bakal
berubah lagi gitu. Yakinlah ini dari Partai Demokrat, yakinlah tidak akan berubah. Jadi sudah
diundangkan, baru kita sepakat untuk kita ubah, jadi sesuai dengan aturan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 saya kira pihak pemerintah juga sudah menyampaikan itu, sebab ini itikad baik tidak ada
yang hal yang harus diubah lagi, dikhawatirkan, jadi sebab dengar, saya sama Pimpinan juga kita saling
mengintip ini.
Langsung kita jelaskan tidak akan berubah, kalau sudah. Oleh karenanya Pimpinan Komisi,
Wakil-Wakil Kapoksi-Kapoksi Fraksi dan juga pemerintah untuk menandatangani yang sudah disiapkan
ini. Jadi kalau sudah ditandatangan jangan kita ubah lagi Pak. Ya kira-kira begitu. Jadi dengan demikian
saudara-saudara untuk lebih sahnya mari kita melalui perwakilan pemerintah dalam hal ini Menteri
Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, serta Komite I DPD RI dan perwakilan dari Fraksi-Fraksi untuk
menandatangani naskah RUU yang telah disetujui.
Jadi belum kita tutup ini, baru penandatanganan naskah RUU. Kami persilakan saya kira dari
sekretariat sudah ada? Pimpinan dulu, dengan pemerintah baru diikuti oleh Kapoksi- Kapoksi termasuk
dan DPD, kami persilakan kita beramai-ramai saja. Saudara Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan
HAM, DPD Komite I, Komite I DPD RI, jadi soal tambahan RI ini dulu saya ingat dengan Pak Yassonna
itu harusnya dulu Dewan Utusan Daerah, disingkatnya DUT, waktu kita mau mengubah itu, tapi tidak
bagus singkatannya DUT, jadi DPD gitu. Ditambah lagi RI-nya, DPD RI.
Pimpinan Komisi II dan Anggota Komisi II DPR RI yang berbahagia. Tugas konstitusional kita
sudah kita selesaikan tahap satu, besok sebagaimana yang diumumkan akan kita lakukan tahap ke-2
artinya kita langsung tetapkan dengan acara besok juga adalah seperti pandangan mini fraksi, akan
dipimpin dalam sidang paripurna oleh Ketua DPR RI, kami dari Pimpinan Komisi II akan melaporkan
secara utuh sesuai dengan pandangan-pandangan fraksi yang ada dan pandangan pemerintah dan
juga kita harapkan setelah ditetapkan besok untuk diundangkan tidak terlalu lama.
Dengan demikian selesai sudah.
INTERUPSI ANGGOTA :
Sedikit Pimpinan.
KETUA RAPAT :
28
Rangkaian acara Raker ini.
INTERUPSI ANGGOTA :
Pimpinan, sekaligus kalau bisa disampaikan juga apa hasil komitmen dan kesepakatan tentang Bamus
dikaitkan dengan mitra kerja supaya tahu juga.
KETUA RAPAT:
Oh gitu soal mitra kerja. Soal, tapi ya besok di Paripurna diumumkan itu. Di paripurna
diumumkan itu, jadi percayalah Bapak Menteri Dalam Negeri, Kemenkumham, Komisi II punya
committed untuk itu gitu. Sampai tadi Ketua Komisi II agak ngotot juga sampai ngancam-ngancam gitu,
bila perlu kita ributkan sampai begitu. Jadi ini di luar itu saya kira tidak perlu disampaikan di sini, ya
untuk dicatat saja Pak Menteri ya off the record ini buat wartawan soal tadi itu. Ini kadang-kadang Pak
Sukiman ini mengganggu memancing-mancing begitu. Dengan demikian selesai sudah rangkaian acara
Raker hari ini, dan Pimpinan mengucapkan terima kasih kepada saudara Menteri Dalam Negeri,
Menteri Hukum dan HAM serta Komite I DPD RI dan Anggota Komisi II DPR RI dan seluruh jajaran
yang berpartisipasi dalam pembicaraan tingkat pertama dalam rangka penetapan RUU Nomor 1 dan
Nomor 2 tentang Pilkada dan juga tentang Pemda.
Dengan mengucapkan Alhamdulillaahirobbil'alamiin, Raker pada sore hari ini ditutup dengan
resmi.
TTD.
MINARNI, SH
NIP. 19650620 199302 2 001
29
1
RISALAH RESMI
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Ir. TAGORE ABU BAKAR
1. 124
(Aceh II)
H. IRMADI LUBIS
2. 125
(Sumut I)
dr. SOFYAN TAN
3. 126
(Sumut I)
TRIMEDYA PANJAITAN, S.H., M.H.
4. 127
(Sumut II)
Dr. JUNIMART GIRSANG, S.H., M.B.A., M.H.
5. 128
(Sumut III)
ALEX INDRA LUKMAN
6. 129
(Sumbar I)
AGUS SUSANTO
7. 130
(Sumbar II)
Ir. EFFENDI SIANIPAR
8. 131
(Riau I)
MARSIAMAN SARAGIH
9. 132
(Riau II)
IHSAN YUNUS, M.E.Con.Std.
10. 133
(Jambi)
Ir. NAZARUDIN KIEMAS
11. 134
(Sumsel I)
H. R. ERWIN MOESLIMIN SINGAJURU, S.H., M.H.
12. 135
(Sumsel II)
Hj. ELVA HARTATI, S.I.P., M.M.
13. 137
(Bengkulu)
Ir. ISMAYATUN
14. 138
(Lampung I)
SUDIN
15. 139
(Lampung I)
H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, S.H.
16. 140
(Lampung II)
ITET TRIDJAJATI SUMARIJANTO, M.B.A.
17. 141
(Lampung II)
Ir. RUDIANTO TJEN
18. 142
(Bangka Belitung)
DWI RIA LATIFA, S.H., M.Sc.
19. 143
(Kepri)
Ir. ERIKO SOTARDUGA, B. P.S.
20. 145
(DKI Jakarta II)
MASINTON PASARIBU, S.H.
21. 146
(DKI Jakarta II)
5
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Drs. EFFENDI MS SIMBOLON, M.Ipol.
22. 147
(DKI Jakarta III)
DARMADI DURIANTO
23. 148
(DKI Jakarta III)
CHARLES HONORIS
24. 149
(DKI Jakarta III)
JUNICO BP SIAHAAN, S.E.
25. 151
(Jabar I)
Dr. JALALUDIN RAKHMAT, MSc
26. 152
(Jabar II)
DIAH PITALOKA, S.Sos.
27. 154
(Jabar III)
dr. RIBKA TJIPTANING P.
28. 155
(Jabar IV)
ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU
29. 156
(Jabar V)
H. INDRA P. SIMATUPANG, S.E., M.B.A.
30. 157
(Jabar V)
SUKUR H NABABAN, S.T.
31. 158
(Jabar VI)
RISKA MARISKA, S.H.
32. 159
(Jabar VI)
RIEKE DIAH PITALOKA
33. 160
(Jabar VII)
DANIEL LUMBAN TOBING
34. 161
(Jabar VII)
Drs. YOSEPH UMARHADI, M.Si.,M.A.
35. 162
(Jabar VIII)
ONO SURONO, S.T.
36. 163
(Jabar VIII)
MARUARAR SIRAIT
37. 164
(Jabar IX)
PUTI GUNTUR SOEKARNO
38. 166
(Jabar X)
DONY MARYADI OEKON, S.T.
39. 167
(Jabar XI)
JULIARI P. BATUBARA
40. 168
(Jateng I)
Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO
41. 170
(Jateng II)
EVITA NURSANTY, M.Sc.
42. 171
(Jateng III)
AGUSTINA WILUJENG PRAMESTUTI, S.S.
43. (Jateng IV) 174
6
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
ARIA BIMA
44. 176
(Jateng V)
RAHMAD HANDOYO, S.PI.,, M.M.
45. 177
(Jateng V)
NUSYIRWAN SOEDJONO, S.T.
46. 178
(Jateng V)
Drs. UTUT ADIANTO
47. 180
(Jateng VII)
ADISATRYA SURYO SULISTO
48. 181
(Jateng VIII)
BUDIMAN SUDJATMIKO, M.Sc., M.Phil.
49. 182
(Jateng VIII)
Ir. MUHAMMAD PRAKOSA
50. 183
(Jateng IX)
DAMAYANTI WISNU PUTRANTI
51. 184
(Jateng IX)
Prof. Dr. HENDRAWAN SUPRATIKNO
52. 185
(Jateng X)
MY ESTI WIJAYATI
53. 187
(DIY)
M. GURUH IRIANTO SUKARNO PUTRA,
54. S.A.P.,M.M.,M.Si. 188
(Jatim I)
INDAH KURNIA
55. 189
(Jatim I)
HENKY KURNIADI
56. 190
(Jatim I)
Prof. Dr. H. HAMKA HAQ, M.A.
57. 191
(Jatim II)
Drs. AHMAD BASARAH, M.H.
58. 194
(Jatim V)
Ir. ANDREAS EDDY SUSETYO, M.M.
59. 195
(Jatim V)
Dr. Ir. H. PRAMONO ANUNG WIBOWO, M.M.
60. 196
(Jatim VI)
Ir. BUDI YUWONO, Dipl, S.E.
61. 198
(Jatim VI)
Ir. MINDO SIANIPAR
62. 200
(Jatim VIII)
SADARESTUWATI
63. 201
(Jatim VIII)
ABIDIN FIKRI, S.H.
64. 202
(Jatim IX)
H. NASYIRUL FALAH AMRU, S.E.
65. 203
(Jatim X)
7
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
M.H. SAID ABDULLAH
66. 204
(Jatim XI)
ICHSAN SOELISTIO
67. 206
(Banten II)
MARINUS GEA, S.E.
68. 208
(Banten III)
Drs. I MADE URIP, M.Si
69. 209
(Bali)
Dr. Ir. WAYAN KOSTER, M.M.
70. 210
(Bali)
I GUSTI AGUNG RAI WIJAYA, S.E., M.M.
71. 211
(Bali)
NYOMAN DHAMANTRA
72. 212
(Bali)
H. RACHMAT HIDAYAT, S.H.
73. 213
(NTB)
HONING SANNY
74. 214
(NTT I)
HERMAN HERRY
75. 215
(NTT II)
dr. KAROLIN MARGARET NATASA
76. 216
(Kalbar)
LASARUS, S.Sos, M.Si.
77. 217
(Kalbar)
Ir. G. MICHAEL JENO, M.M.
78. 218
(Kalbar)
ASDY NARANG, S.H., M.Comm.LAW
79. 219
(Kalteng)
Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, M.M.
80. 220
(Kalteng)
H. ADRIANSYAH
81. 221
(Kalsel II)
AWANG FERDIAN HIDAYAT, M.M.
82. 222
(Kaltim)
OLLY DONDOKAMBEY, S.E.
83. 223
(Sulut)
VANDA SARUNDAJANG
84. 224
(Sulut)
Ir. RENDY M. AFFANDY LAMADJIDO
85. 225
(Sulteng)
ANDI RIDWAN WITTIRI, S.H.
86. 226
(Sulsel I)
Drs. SAMSU NIANG, M.Pd.
87. 227
(Sulsel II)
MERCY CHRIESTY BARENDT, S.T.
88. 228
(Maluku)
8
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
IRINE YUSIANA ROBA PUTRI, S.Sos., M.Comn &
89. Media ST. 229
(Maluku Utara)
KOMARUDIN WATUBUN, S.H, M.H.
90. 230
(Papua)
TONY WARDOYO
91. 231
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 91 dari 106
orang Anggota
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si.
16. 249
(Bangka Belitung)
BAMBANG WIYOGO, S.E.
17. 250
(DKI Jakarta I)
Ir. FAYAKHUN ANDRIADI M.Kom.
18. 251
(DKI Jakarta II)
TANTOWI YAHYA
19. 252
(DKI Jakarta III)
Dra. POPONG OTJE DJUNDJUNAN
20. 253
(Jabar I)
AGUS GUMIWANG KARTASASMITA
21. 254
(Jabar II)
Ir.H. LILI ASDJUDIREDJA, S.E., Ph.D.
22. 255
(Jabar II)
Dr. H. DEDING ISHAK, S.H., M.M.
23. 256
(Jabar III)
EKA SASTRA
24. 257
(Jabar III)
Hj. DEWI ASMARA, S.H., M.H.
25. 258
(Jabar IV)
Ir. H. AIRLANGGA HARTARTO,M.M.T.,M.B.A.
26. 259
(Jabar V)
ICHSAN FIRDAUS
27. 260
(Jabar V)
Dra. WENNY HARYANTO, S.H.
28. 261
(Jabar VI)
Dr. H. ADE KOMARUDIN, M.H.
29. 262
(Jabar VII)
Drs. H. DADANG S MUCHTAR
30. 263
(Jabar VII)
DAVE AKBARSHAH FIKARNO LAKSONO, M.E.
31. 264
(Jabar VIII)
H. DANIEL MUTAQIEN SYAFIUDDIN, S.T.
32. 265
(Jabar VIII)
Drs. H. ELDIE SUWANDIE
33. 266
(Jabar IX)
H. FERDIANSYAH, S.E., M.M.
34. 268
(Jabar XI)
H. AHMAD ZACKY SIRADI
35. 269
(Jabar XI)
Drs. H.A. MUJIB ROHMAT
36. 270
(Jateng I)
BOWO SIDIK PANGARSO, S.E.
37. 272
(Jateng II)
FIRMAN SOEBAGYO, S.E., M.H.
38. (Jateng III) 273
10
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Hj. ENDANG MARIA ASTUTI, S.Sg. S.H.
39. 274
(Jateng IV)
ENDANG SRIKARTI HANDAYANI, S.H., M.Hum
40. 275
(Jateng V)
BAMBANG SOESATYO, S.E., M.B.A.
41. 277
(Jateng VII)
H. DITO GANINDUTO, M.B.A.
42. 278
(Jateng VIII)
AGUNG WIDYANTORO, S.H., M.Si
43. 279
(Jateng IX)
SITI HEDIATI SOEHARTO, S.E.
44. 281
(DIY)
Ir. H. ADIES KADIR, S.H., M.Hum.
45. 282
(Jatim I)
H. MUKHAMAD MISBAKHUN, S.E.
46. 283
(Jatim II)
HARDISOESILO
47. 284
(Jatim III)
H. MUHAMAD NUR PURNAMASIDI
48. 285
(Jatim IV)
Ir. H.M. RIDWAN HISJAM
49. 286
(Jatim V)
M. SARMUJI S.E., M.Si.
50. 287
(Jatim VI)
Dr. H. GATOT SUDJITO, M.Si.
51. 288
(Jatim VII)
H. MOHAMMAD SURYO ALAM, Ak. M.B.A.
52. 289
(Jatim VIII)
Ir. H. S.W. YUDHA, M.Sc.
53. 290
(Jatim IX)
ENI MAULANI SARAGIH
54. 291
(Jatim X)
H. ANDIKA HAZRUMY, S.Sos.
55. 293
(Banten I)
YAYAT YULMARYATMO BIARO
56. 294
(Banteng II)
H. ANDI ACHMAD DARA, S.E.
57. 295
(Banten III)
A.A. BAGUS ADHI MAHENDRA PUTRA
58. 297
(Bali)
H. MUHAMMAD LUTFI, S.E.
59. 298
(NTB)
MELCHIAS MARKUS MEKENG
60. 299
(NTT I)
Drs. SETYA NOVANTO
61. (NTT II) 300
11
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
dr. CHARLES JONES MESANG
62. 301
(NTT II)
Ir.H. ZULFADHLI, M.M.
63. 302
(Kalbar)
Hj. AGATI SULIE MAHYUDIN, S.E.
64. 303
(Kalteng)
Ir. H. AHMADI NOOR SUPIT
65. 304
(Kalsel I)
Dr. Hj. NENI MOERNIAENI, SPOG
66. 308
(Kaltim)
ADITYA ANUGRAH MOHA, S.Ked.
67. 309
(Sulut)
H. MUHIDIN MOHAMAD SAID
68. 310
(Sulteng)
Drs. HAMKA B. KADY
69. 311
(Sulsel I)
H. SYAMSUL BACHRI, M.Sc.
70. 312
(Sulsel II)
H. ANDI RIO IDRIS PADJALANGI, S.H, M.Kn.
71. 313
(Sulsel II)
Dr. Ir. MARKUS NARI, M.Si
72. 314
(Sulsel III)
Drg. Hj. ANDI FAUZIAH PUJIWATIE HATTA, S.K.G
73. 315
(Sulsel III)
Ir. RIDWAN BAE
74. 316
(Sultra)
Dr. Ir. FADEL MUHAMMAD
75. 317
(Gorontalo)
Drs. H. ROEM KONO
76. 318
(Gorontalo)
Hj. ENNY ANGGRAENY ANWAR
77. 319
(Sulbar)
EDISON BETAUBUN, S.H., M.H.
78. 320
(Maluku)
DR. SAIFUL BAHRI RURAY, S.H., M.Si
79. 321
(Maluku Utara)
Pdt. ELION NUMBERI, S.Th.
80. 322
(Papua)
ROBERT JOPPY KARDINAL, S.AB.
81. 323
(Papua Barat)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai GOLKAR 81 dari 91 orang Anggota
12
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Ir. H. NUROJI
23. 348
(Jabar VI)
Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, D.E.A.
24. 350
(Jabar VIII)
H. OO SUTISNA, S.H.
25. 351
(Jabar IX)
H. SUBARNA, S.E., M.Si
26. 352
(Jabar XI)
JAMAL MIRDAD
27. 353
(Jateng I)
ABDUL WACHID
28. 354
(Jateng II)
Hj. SRIWULAN, S.E.
29. 355
(Jateng III)
RAHAYU SARASWATI DJOJOHADIKUSUMO
30. 356
(Jateng IV)
H. BAMBANG RIYANTO, S.H., M.H., M.Si
31. 357
(Jateng V)
Ir. H. HARRY POERNOMO
32. 358
(Jateng VI)
Ir. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.
33. 359
(Jateng VII)
Hj. NOVITA WIJAYANTI, S.E., M.M.
34. 360
(Jateng VIII)
MOHAMAD HEKAL, M.B.A.
35. 361
(Jateng IX)
RAMSON SIAGIAN
36. 362
(Jateng X)
ANDIKA PANDU PURAGABAYA, S.Psi.,M.Si, M.Sc.
37. 363
(DIY)
Ir. BAMBANG HARYO. SOEKARTONO
38. 364
(Jatim I)
Ir. H. SOEPRIYATNO
39. 365
(Jatim II)
Ir. SUMAIL ABDULLAH
40. 366
(Jatim III)
BAMBANG HARYADI, S.E.
41. 367
(Jatim IV)
MORENO SUPRAPTO
42. 368
(Jatim V)
Ir. ENDRO HERMONO, M.B.A.
43. 369
(Jatim VI)
Drs. SUPRIYANTO
44. 370
(Jatim VII)
Dr. H. SAREH WIYONO M. ,S.H., M.H.
45. (Jatim VIII) 371
14
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
WIHADI WIYANTO, S.H.
46. 372
(Jatim IX)
KHILMI
47. 373
(Jatim X)
H. MOH NIZAR ZAHRO, S.H.
48. 374
(Jatim XI)
H. DESMOND JUNAIDI MAHESA, S.H., M.H.
49. 376
(Banten II)
IDA BAGUS PUTU SUKARTA, S.E., M. Si.
50. 378
(Bali)
H. WILLGO ZAINAR, S.E., M.B.A.
51. 379
(NTB)
PIUS LUSTRILANANG, S.I.P., M.Si
52. 380
(NTT I)
Ir. FARY DJEMY FRANCIS, M.M.A.
53. 381
(NTT II)
KATHERINE A. OENDOEN
54. 382
(Kalbar)
H. IWAN KURNIAWAN, S.H.
55. 383
(Kalteng)
Drs. H. SYAIFUL RASYID, M.M.
56. 384
(Kalsel I)
Drs. H. SJACHRANI MATAJA, M.M., M.B.A.
57. 385
(Kalsel II)
LUTHER KOMBONG
58. 386
(Kaltim)
Drs. WENNY WAROUW
59. 387
(Sulut)
SUPRATMAN, S.H., M.H.
60. 388
(Sulteng)
Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si.
61. 389
(Sulsel I)
H. ANDI IWAN DARMAWAN ARAS, S.E.
62. 390
(Sulsel II)
Drs. H. ANDI NAWIR, M.P.
63. 391
(Sumsel III)
HAERUL SALEH, S.H.
64. 392
(Sultra)
ELNINO M. HUSEIN MOHI, ST, M.Si
65. 393
(Gorontalo)
Dra. Hj. RUSKATI ALI BAAL
66. 394
(Sulbar)
ROBERTH ROUW
67. 396
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai GERINDRA 67 dari 73 orang Anggota
15
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Dr. AGUS HERMANTO
23. 423
(Jateng I)
Dr. IR. DJOKO UDJIANTO, M.M.
24. 424
(Jateng III)
RINTO SUBEKTI, S.E, M.M.
25. (Jateng IV) 425
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
NORBAITI ISRAN NOOR, A.Md.
46. 447
(Kaltim)
EVERT ERENST MANGINDAAN, S.IP.
47. 448
(Sulut)
dr. VERNA GLADIES M. INKIRIWANG
48. 449
(Sulteng)
Hj. ALIYAH MUSTIKA ILHAM, S.E.
49. (Sulsel I) 450
NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
H. MUSLIM AYUB, S.H., M.M.
1. 458
(Aceh I)
Dr. SALEH PARTAONAN DAULAY, M.Ag.,M.Hum.
2. M.A. 460
(Sumut II)
H. NASRIL BAHAR, S.E.
3. 461
(Sumut III)
H. MHD ASLI CHAIDIR, S.H.
4. 462
(Sumbar I)
H. JON ERIZAL, S.E. M.B.A.
5. 463
(Riau I)
H. A. BAKRI HM, S.E.
6. 464
(Jambi)
Ir. H. ACHMAD HAFISZ TOHIR
7. (Sumsel I) 465
18
NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
HANNA GAYATRI, S.H.
8. 466
(Sumsel II)
Hj. DEWI CORYATI, M.Si.
9. 467
(Bengkulu)
Ir. ALIMIN ABDULLAH
10. 469
(Lampung II)
AHMAD NAJIB QUDRATULLAH, S.E.
11. 471
(Jabar II)
Hj. DESY RATNASARI, M.Si., M.Psi.
12. 472
(Jabar VI)
PRIMUS YUSTISIO
13. 473
(Jabar V)
DAENG MUHAMMAD, S.E., M.Si.
14. 475
(Jabar VII)
BUDI YOUYASTRI
15. 476
(Jabar X)
HAERUDIN, S.Ag., M.H.
16. 477
(Jabar XI)
YAYUK BASUKI
17. 478
(Jateng I)
MOHAMMAD HATTA
18. 480
(Jateng V)
Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, M.T.
19. 481
(Jateng VI)
AMMY AMALIA FATMA SURYA, S.H.,M.Kn.
20. 483
(Jateng VIII)
Ir. H. TEGUH JUWARNO, M.Si.
21. 484
(Jateng IX)
ANDRIYANTO JOHAN SYAH
22. 485
(Jateng X)
H. A. HANAFI RAIS, SIP., M.P.P.
23. 486
(DIY)
H. SUNGKONO
24. 487
(Jatim I)
ANANG HERMANSYAH
25. 488
(Jatim IV)
H. TOTOK DARYANTO, S.E.
26. 489
(Jatim V)
VIVA YOGA MAULADI, M.Si.
27. 493
(Jatim X)
H. MUHAMMAD SYAFRUDIN, S.T., M.M.
28. 496
(NTB)
H. SYAHRULAN PUA SAWA
29. 497
(NTT I)
H. SUKIMAN, S.PD., M.M.
30. (Kalbar) 498
19
NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
HANG ALI SAPUTRA SYAH PAHAN, S.H.
31. 499
(Kalteng)
Dra. YASTI SOEPREDJO MOKOAGOW
32. 500
(Sulut)
INDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M.
33. 501
(Sulsel I)
AMRAN, S.E.
34. 503
(Sulsel III)
Dra. Hj. Tina Nur Alam, M.M.
35. 504
(Sultra)
H. JAMALUDDIN JAFAR, S.H., M.H.
36. 505
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Amant Narional 36 dari 48 orang Anggota
NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
H. IRMAWAN. S.Sos, M.M.
1. 37
(Aceh I)
MARWAN DASOPANG
2. 38
(Sumut II)
Ir. H. MUHAMAD LUKMAN EDI, M.Si.
3. 39
(Riau II)
H. HANDAYANI, S.K.M.
4. 40
(Jambi)
BERTU MERLAS, S.T.
5. 41
(Sumsel II)
Drs. H. MUSA ZAINUDDIN
6. 42
(Lampung I)
H. CUCUN AHMAD SYAMSURIJAL, S.Ag.
7. 44
(Jabar II)
NENG EEM MARHAMAH ZULFA HIZ, S.Fil.
8. 45
(Jabar III)
KRISNA MUKTI
9. 46
(Jabar VII)
H. DEDI WAHIDI, S.Pd.
10. 47
(Jabar VIII)
H. MAMAN IMANULHAQ
11. 48
(Jabar IX)
H. YANUAR PRIHATIN , M.Si.
12. 49
(Jabar X)
H. ACEP ADANG RUHIAT
13. (Jabar XI) 50
20
NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
H. ALAMUDIN DIMYATI ROIS
14. 51
(Jateng I)
Drs. FATHAN
15. 52
(Jateng II)
Drs. H. MOHAMAD TOHA, S.Sos, M.Si.
16. 54
(Jateng V)
H. ABDUL KADIR KARDING, S.Pi, M.Si.
17. 55
(Jateng VI)
Drs. H. TAUFIQ R. ABDULLAH
18. 56
(Jateng VII)
SITI MUKAROMAH, S.Ag.
19. 57
(Jateng VIII)
H. BAHRUDIN NASORI, S.Si., M.M.
20. 58
(Jateng IX)
Drs. H. BISRI ROMLY, M.M.
21. 60
(Jateng X)
H. AGUS SULISTIYONO, S.T., M.T.
22. 61
(DIY)
H. SYAIKHUL ISLAM ALI, Lc, M.Sos.
23. 63
(Jatim I)
ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.
24. 64
(Jatim II)
Hj. NIHAYATUL WAFIROH, M.A.
25. 65
(Jatim III)
Ir. M. NASIM KHAN
26. 66
(Jatim III)
Drs. H.M. SYAIFUL BAHRI ANSHORI, M.P.
27. 67
(Jatim IV)
HADI ZAINAL ABIDIN, S.Pd., M.M.
28. 68
(Jatim IV)
Dra. HJ. LATHIFAH SHOHIB
29. 69
(Jatim V)
Drs. IBNU MULTAZAM
30. 71
(Jatim VII)
Drs. H. ABD. MUHAIMIN ISKANDAR, M.Si.
31. 72
(Jatim VIII)
Dra. Hj. IDA FAUZIYAH, M.Si.
32. 73
(Jatim VIII)
Hj. ANNA MU’AWANAH, S.E., M.H.
33. 74
(Jatim IX)
H. JAZILUL FAWAID, S.Q, M.A.
34. 75
(Jatim X)
Dra. Hj. SITI MASRIFAH, M.A.
35. 77
(Banten III)
Ir. H.A. HELMY FAISHAL ZAINI
36. 78
(NTB)
21
NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
DANIEL JOHAN
37. 79
(Kalbar)
Dr. H.ZAINUL ARIFIN NOOR, S.E, M.M.
38. 80
(Kalsel I)
ROHANI
39. 82
(Maluku)
PEGGI PATRISIA PATTIPI
40. 83
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa 40 dari 47 orang Anggota
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. NURHASAN ZAIDI
17. 106
(Jabar IX)
Dr. K.H. SURAHMAN HIDAYAT, M.A.
18. 107
(Jabar X)
Dr. MOHAMAD SOHIBUL IMAN
19. 108
(Jabar XI)
Dr. H.M. GAMARI SOETRISNO
20. 109
(Jateng III)
Drs. H. HAMID NOOR YASIN, M.M.
21. 110
(Jateng IV)
H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI, S.E., M. Si., Akt.
22. 111
(Jateng V)
Drs. ABDUL FIKRI, M.M.
23. 112
(Jateng IX)
Dr. H. SUKAMTA
24. 113
(DIY)
Ir. H. SIGIT SOSIANTOMO
25. 114
(Jatim I)
Dr. ZULKIEFLIMANSYAH, S.E.,M.Sc.
26. 116
(Banten II)
H. JAZULI JUWAINI, Lc. M.A.
27. 117
(Banteng III)
H. HADI MULYADI, S. Si., M. Si.
28. 120
(Kaltim)
H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M.
29. 122
(Sulsel II)
MUHAMMAD YUDI KOTOUKY
30. 123
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera 30 dari 40 orang Anggota
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Dra. Hj. OKKY ASOKAWATI, M.Si.
6. 513
(DKI Jakarta II)
DR. H. R. ACHMAD DIMYATI NATAKUSUMAH, S.H.,
7. M.H., M.Si. 514
(DKI Jakarta III)
H. JOKO PURWANTO
8. 515
(Jabar III)
Dr. Hj. RENI MARLINAWATI
9. 516
(Jabar IV)
H. ACHMAD FARIAL
10. 517
(Jabar V)
Dra. Hj. WARDATUL ASRIAH
11. 518
(Jabar VII)
H. DONY AHMAD MUNIR, S.T., M.M.
12. 519
(Jabar IX)
ASEP A. MAOSHUL AFFANDY
13. 520
(Jabar X)
Hj. NURHAYATI
14. 521
(Jabar XI)
H. MUKHLISIN
15. 522
(Jateng II)
H. MOHAMAD ARWANI THOMAFI
16. 523
(Jateng III)
KH. MUSLICH ZA.
17. 524
(Jateng VI)
ACHMAD MUSTAQIM, S.P., M.M.
18. 526
(Jateng VIII)
Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si
19. 527
(Jateng IX)
H. ARSUL SANI, S.H., M.Si.
20. 528
(Jateng X)
SY. ANAS THAHIR
21. 530
(Jatim III)
H. ISKANDAR D. SYAICHU, S.E.
22. 531
(Jatim X)
Hj. IRNA NARULITA, S.E., M.M.
23. 533
(Banten I)
Hj. KARTIKA YUDHISTI, B.Eng., M.Sc.
24. 534
(Banten II)
Dra. Hj. ERMALENA MHS.
25. 536
(NTB)
H. USMAN JA'FAR
26. (Kalbar) 537
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. MUHAMMAD ADITYA MUFTI ARIFIN, S.H.
28. 539
(Kalsel II)
H. M. AMIR USKARA, M. Kes.
29. 541
(Sulsel I)
H. ANDI MUHAMMAD GHALIB, S.H., M.H.
30. 542
(Sulsel II)
Hj. FATMAWATI RUSDI, S.E.
31. 543
(Sulsel III)
Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si.
32. 544
(Sultra)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan 32 dari 39 orang
Anggota
NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
AMELIA ANGGRAINI
14. 17
(Jateng VII)
Drs. H. HASAN AMINUDIN, M.Si
15. 18
(Jatim II)
Drs. T. TAUFIQULHADI, M.Si
16. 19
(Jatim IV)
KRESNA DEWANATA PHROSAKH
17. 20
(Jatim V)
MOHAMMAD MAHARDHIKA SUPRAPTO
18. 21
(Jatim VI)
Drg. Hj. YAYUK SRIRAHAYUNINGSIH, M.M., M.H.
19. 22
(Jatim VII)
H. SLAMET JUNAIDI
20. 24
(Jatim XI)
Hj. TRI MURNY, S.H.
21. 25
(Banten I)
Dr. H. KURTUBI, SE, M.Sp, M.Sc.
22. 26
(NTB)
JOHNNY G PLATE, S.E.
23. 27
(NTT I)
VICTOR BUNGTILU LAISKODAT
24. 28
(NTT II)
H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE
25. 29
(Kalbar)
H. HAMDHANI, S.Ip.
26. 30
(Kalteng)
Dr. H. ACHMAD AMINS, M.M.
27. 31
(Kaltim)
AHMAD H.M. ALI, S.E.
28. 32
(Sulteng)
Drs. MUCHTAR LUTHFI MUTTY, M.Si
29. 34
(Sulsel III)
DR. ACHMAD HATARI, S.E., M.Si.
30. 35
(Maluku Utara)
SULAEMAN L. HAMZAH
31. 36
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Nasional Demokrat 31 dari 36 orang Anggota
Bismillahirrahmannirrahim.
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Yang kami hormati Saudara Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia beserta
seluruh jajarannya.
Yang kami hormati Saudara Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia
beserta seluruh jajarannya.
Yang kami hormati Anggota DPR RI dan hadirin sekalian yang berbahagia.
(RAPAT DIBUKA)
dengan itu izinkanlah kami mengajak seluruh hadirin untuk berdiri menyanyikan lagu
kebangsaan Indonesia Raya.
Hadirin dipersilakan berdiri.
(RAPAT : SETUJU)
Bismillahirrohmannirrohim.
Yang terhormat Saudara Ketua Pimpinan rapat dan para Anggota DPR RI yang
kami muliakan.
Yang terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri dan Saudara Menteri Hukum dan
HAM selaku wakil Pemerintah dan hadirin yang kami hormati.
drafter serta tim ahli Pemerintah yang telah membantu proses pembahasan RUU ini.
selanjutnya tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dari media
massa baik cetak maupun elektronik yang telah mempublikasikan proses
pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Penetapan Perpu, serta kepada
semua pihak yang telah secara aktif ikut guna penyempurnaan rumusan materi RUU
ini. Apabila ada kesalahan baik dalam proses pembahasan maupun dalam
penyampaian laporan ini dengan kerendahan hati kami mohon dimaafkan.
Selanjutnya perkenankanlah kami menyampaikan Rancangan Undang-
undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Nomor 2 Tahun 2014 ini
kepada Rapat Paripurna untuk diambil keputusannya dan selanjutnya mendapatkan
persetujuan bersama untuk disahkan menjadi undang-undang.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
(RAPAT : SETUJU)
KETUA RAPAT:
(RAPAT : SETUJU)
(RAPAT : SETUJU)
35
Interupsi.
KETUA RAPAT:
Silakan.
Sebentar saya cabut dulu ya ada interupsi.
KETUA RAPAT:
(RAPAT: SETUJU)
(RAPAT: SETUJU)
ini menjadi sebuah keputusan, maka kita juga harus menghormati keputusan yang
mengikat itu.
Oleh karena itu Pimpinan, saya pikir ini catatan yang perlu kami
sampaikan mudah-mudahan di lain waktu nanti kalau manakala ini ada keputusan
yang berbeda apa yang telah kita sepakati, maka saya pikir kita juga harus
menghormati, karena bagaimana Mahkamah Konstitusi adalah institusi yang betul-
betul diberikan kewenangan untuk itu.
Saya pikir ini catatan dari kami. Sekali lagi kami tetap berharap bahwa
revisi terhadap undang-undang ini mesti harus kita segera bahas secara bersama
mudah-mudahan bisa dilaksanakan demi kepentingan bangsa dan negara yang kita
cintai ini. Demikian catatan yang perlu kami sampaikan dengan tidak mengurangi dari
apa yang telah kami berikan persetujuan dalam sidang paripurna ataupun di rapat
pengambilan keputusan tahap I.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
(RAPAT: SETUJU)
(RAPAT: SETUJU)
saya agak sedikit tertiblah, supaya kita diberi kesempatan dan dilihat siapa yang mau
bicara, supaya tidak bolak balik dicabut lagi, diangkat lagi begitu.
Yang kedua, Pimpinan yang saya hormati, tentu Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa memandang tahapan Pilkada yang sebentar lagi akan kita
dihadapi tentu membutuhkan undang-undang ataupun Perpu yang sekarang ini akan
diputuskan, tetapi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa menangkap suasana bahwa
Perpu ini akan segera dilakukan revisi-revisi dan kami mengingatkan saja supaya
revisi-revisi yang akan dilakukan oleh teman-teman Fraksi di DPR RI ini kemudian
tidak mengganggu jadwal Pilkada yang semestinya dalam Perpu ini akan dilakukan
serentak di 2015.
Akan tetapi tentu pemerintah saya harapkan dapat memberikan masukan
secara baik juga kepada Anggota DPR agar tahapan-tahapan ini tidak berbenturan
dengan kesiapan masing-masing partai yang ada, karena Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa berpandangan bila revisi ini dilakukan saya yakin pada saat revisi ini akan
terjadi polemik yang sedemikian tajam. Oleh sebab itu hanya mengingatkan saja
Pimpinan supaya pada saat Perpu ini dilakukan perbaikan-perbaikan kita tetap
mengacu kepada agenda-agenda Pilkada serentak yang telah dijadwalkan.
Oleh sebab itu, sekali lagi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
menyampaikan apresiasi kepada Pimpinan Komisi II yang secara cepat sudah
mengagendakan pembahasan Perpu ini pada pembicaraan tingkat II ini. Mudah-
mudahan memberikan manfaat buat kita semua dan mudah-mudahan Pilkada
serentak yang akan dilakukan ke depan akan berjalan dengan lancar, demikian.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
(RAPAT: SETUJU)
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
(RAPAT: SETUJU)
40
Muhamad Arwani Thomafi, Dapil Jawa Tengah III, Nomor Anggota A-523.
KETUA RAPAT:
Wa’alaikumsalam.
(RAPAT : SETUJU)
Yang kedua, kami juga melihat dan membaca terhadap Perpu ini
kemungkinan dengan hanya berkaitan dengan terhadap yang selalu dituntut oleh
rakyat terutama mungkin yang menjadi persoalan pemilihan langsung itu, maka untuk
itu kami melihat Perpu ini tentu banyak kekurangan, kelemahannya. Maka untuk itu
juga Partai Nasdem membuka diri untuk melakukan perubahan terhadap Undang-
Undang dari Perpu yang telah kita tetapkan hari ini dalam rangka kita memperbaiki
karena pemilihan Kepala Daerah ini adalah yang sangat strategis dan mengandung
hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi di kemudian hari. Untuk itu, sekedar ini saja dari
kami dan Partai Nasdem menerima terhadap Perpu ini.
Sekian.
KETUA RAPAT:
(RAPAT : SETUJU)
Interupsi Pimpinan.
Terima kasih.
Kami dari Fraksi Hanura akan menanggapi tentang penetapan Perpu
yang telah disampaikan oleh Saudara Presiden.
Pertama, bahwa otoritas DPR sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
12/2011 ini adalah menerima atau menolak Perpu. Tentu ini juga akan berdampak
positif ketika kita disini menerima, maka kemudian ada kepastian hukum tanpa harus
melakukan beberapa catatan-catatan atau kemudian misalnya kita dalam kesempatan
yang sama hari ini juga merencanakan sebuah catatan-catatan untuk kemudian
membuat RUU yang merevisi Perpu ini. Itu dalam wilayah lain, sehingga tidak muncul
kemudian nanti pada penyelenggaraan Pemilukada ini memunculkan kebingungan-
kebingunan dan tidak adanya kepastian hukum. Sehingga Fraksi Hanura
berpendapat, pertama adalah menerima Perpu ini, kemudian sinkronisasi dan
catatan-catatan kita bicarakan dalam kesempatan lain sehingga kemudian tidak
memunculkan sakwa sangka atau keragu-raguan dan kebimbangan bagi
penyelenggara Pemilu di lapangan.
Demikian. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Wa’alaikumsalam.
(RAPAT : SETUJU)
Terima kasih.
Saat ini, Sidang Dewan sudah dihadiri 442 Orang Anggota Dewan.
(RAPAT : SETUJU)
Terima kasih.
Dengan demikian, seluruh Fraksi dan Anggota Dewan menyetujui:
a. Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota;
b. Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah untuk disahkan
menjadi Undang-Undang.
Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Kuasa atas taufiq, hidayah, dan inayah-Nya serta ridha-Nya kita pada hari ini telah
menyelenggarakan bersama-sama Pembicaraan Tingkat II atau Pengambilan
Keputusan terhadap Rancangan Undang-undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1
Tahun 2014 dan Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
Undang-undang yang semuanya tadi telah kita ikuti dengan seksama.
Yang kami hormati Pimpinan Sidang, Bapak, Ibu Anggota Dewan yang
terhormat,
Hadirin sekalian yang saya hormati.
Wabillahittaufiq Walhidayah,
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Wa’alakumsalam.
(RAPAT : SETUJU)
Terima kasih.
Melalui forum ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia berserta seluruh jajarannya atas peran serta dan kerjasama yang telah
diberikan selama pembahasan rancangan undang-undang tersebut.
47
Interupsi Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Oh ya silakan.
dalam Undang-undang Nomor 22 dan perubahan yang telah kita tetapkan hari ini
sehingga bisa menjawab seluruh rentang kendali persoalan yang berkaitan dengan
provinsi-provinsi kepulauan saat ini. Apa yang sementara yang kita hadapi saat ini
untuk provinsi-provinsi kepulauan luas wilayah laut kita hari ini tidak diakui oleh
negara dalam formula pembagian DAU DAK yang berbasis wilayah daratan, dan
jumlah penduduk.
Dengan demikian harapan kami formula kedepan dapat dihitung laut kita
dihitung sebagai wilayah administrasi pelayanan publik, dari laut kita melayani
masyarakat, dari laut kita membangun dan dari laut juga kita bisa menyentuh
masyarakat-masyarakat kita yang paling terkecil.
Untuk itu kepada Pimpinan dan kepada Pemerintah Pusat yang hadir saat
ini kiranya apa yang saya attensikan hari ini bisa menjadi perhatian serius bagi kita
sekalian demi membangun bangsa dan negara kita dengan pendekatan asas keadilan
dan pemerataan yang substantif.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Nama Mercy Barends dari dapil Maluku nomor A-228 Fraksi PDI
Perjuangan.
KETUA RAPAT:
Baik.
(RAPAT DISKORS)
49
KETUA RAPAT:
Dengan ini skors rapat kami cabut. Rapat Paripurna Dewan kita lanjutkan
kembali.
(SKORS DICABUT)
KETUA RAPAT:
Ya, silakan.
Terima kasih.
Luthfi dari dapil 3 Sulsel Fraksi Nasdem.
Isu tentang tarik menarik mitra kerja komisi dengan Pemerintah ini telah
berkembang begitu luas. Secara jujur harus diakui bahwa itu berdasarkan
subjektivitas dari masing-masing komisi. Terkait dengan hal itu ada beberapa hal yang
ingin saya sampaikan pada kesempatan ini. Pertama, kita harus melihat bahwa tugas
pokok Pemerintah itu hanya menyangkut 2 aspek, pertama, mengatur untuk
menciptakan ketentraman dan ketertiban. Yang kedua, mengurus dalam rangka
pemberian pelayanan kepada masyarakat.
Dimensi mengurus ini spektrumnya sangat luas, mulai dari berapa
banyak, berapa kali rahim seorang ibu melahirkan, sampai kemana jenazah orang
yang telah lama meninggal dipindahkan. Ini lah yang disebut dengan, sementara
tugas pembangunan itu adalah tugas tambahan. Terkait dengan itu, maka fungsi
penyelenggaraan Pemerintahan yang meliputi fungsi pelayanan, pemberdayaan dan
pembangunan harusnya tidak dibagi-bagi, harus utuh menjadi satu kesatuan agar
supaya nanti ketika ada permasalahan yang timbul, permasalahan itu dapat
diselesaikan secara bulat dan utuh. Pelaksanaan ketiga cabang dan fungsi
Pemerintahan yang saya sebutkan tadi mengacu kepada tugas pokok Pemerintahan.
Saya mau mengambil salah satu contoh, proses penanggulangan kemiskinan yang
dilaksanakan selama ini, dilaksanakan melalui proses 3 cluster. Cluster pertama,
penanggulangan kemiskinan berbasis individu, keluarga dan rumah tangga.
Bentuknya adalah BOS, Raskin, Jampersal, Jamkesmen, itu cluster pertama. Cluster
kedua, proses penaggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan yang kita kenal
dengan program PNPM dengan berbagai macam derifasinya. Yang ketiga, proses
penanggulangan kemiskinan berbasis penguatan ekonomi. Seharusnya ketiga cluster
penanggulangan kemiskinan ini adalah merupakan satu kesatuan tetapi
implementasinya dilapangan ketiga cluster ini berjalan sendiri-sendiri. Akibatnya
adalah proses penanggulangan kemiskinan tidak berjalan seperti apa yang kita
harapkan. Nah, kalau, kalau tugas dan fungsi Pemerintahan pada satu unit
kementerian itu dipecah-pecah, saya khawatir akan mengalami nasib seperti ini. Kita
selalu atau masyarakat menyoroti Pemerintah selama ini selalu bekerja ego centris
51
sangat sektoral, praktek yang akan kita kembangkan dengan memecah mitra kerja
yang ada di Kementerian dengan komisi yang ada di DPR akan semakin
mempertajam sektoralisme dan apa namanya egosentris dari Kementerian itu. Saya
mohon Pimpinan, hal ini dapat dipertimbangkan dalam rangka penetapan mitra kerja
agar supaya tidak terpecah-pecah tugas pokok dan fungsi pemerintah pada satu
Kementerian.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
KETUA RAPAT :
Interupsi.
KETUA RAPAT :
Silahkan.
Saya Daniel Johan dari Dapil Kalimantan Barat Fraksi PKB, A-79.
Sebelum keputusan diambil Pak Ketua, sebenarnya yang sudah
disepakati adalah keputusan mengenai hal ini mitra kerja itu diambil melalui fraksi-
fraksi sehingga hasil Bamus kemarin banyak keputusan yang sudah diambil itu tidak
sama dengan yang sudah diputuskan oleh Fraksi. Sehingga kami mohon untuk yang
terakhir mungkin diberikan kesempatan. Karena kami kemarin tidak mendapat waktu
yang cukup untuk berkonsultasi dengan Fraksi dan keputusan yang diambil berbeda
dengan yang sudah diputuskan oleh Fraksi. Karena yang sudah diputuskan oleh
Fraksi itu resmi memakai surat sehingga sebelum diambil keputusan bisa diberikan
kesempatan untuk Rapat Konsultasi terakhir antara fraksi-fraksi sehingga
keputusannya menjadi keputusan yang bulat dan keputusan yang bersama.
Demikian Pak Ketua, terima kasih.
KETUA RAPAT :
Terima kasih.
Interupsi Pimpinan.
KETUA RAPAT :
Ya, Silahkan.
Interupsi Pimpinan.
Dari Mulyadi Fraksi Partai Demokrat.
Terima kasih Pimpinan.
Apa yang disampaikan oleh Pimpinan tadi, itu sudah sesuai dengan hasil
Rapat Bamus yang dihadiri oleh seluruh Fraksi dan seluruh perwakilan Komisi.
Pembahasan mitra kerja telah berlarut-larut sudah 1 bulan lebih. Keputusan kemarin
harus diambil mengingat APBN-P akan segera kita lakukan pembahasan.
Jadi, menurut hemat kami, kalau kita masih berdebat yang sudah
perdebatannya dilakukan hampir 1 bulan lebih. Sehingga mitra kerja tidak dapat
diputuskan, kemarin telah diputuskan dan telah disetujui. Maka dari itu, kami meminta
kepada Pimpinan untuk segera mengetoknya tanpa mengurangi apa yang sudah
disampaikan oleh rekan-rekan tadi.
Jadi, menurut hemat saya karena sebentar lagi kita akan membahas
APBN-P. Mohon kiranya segera diputuskan, sehingga fungsi pengawasan dan fungsi
anggaran kita dapat kita laksanakan sesegera mungkin.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Masih ada.
Cukup.
Baik.
Seluruh pendapat, seluruh ide tentunya kami tampung karena hari ini
sudah diputuskan dalam rapat Konsultasi pengganti Bamus, namun apabila nanti ada
permasalahan dalam pelaksanaannya tentunya nanti bisa dibicarakan kembali.
Kami ulangi sekali lagi, sidang Dewan yang kami hormati, selanjutnya
kami menanyakan kepada sidang Dewan yang terhormat, apakah penetapan kembali
mitra kerja Komisi-Komisi DPR RI tersebut dapat disetujui untuk ditetapkan?
(RAPAT : SETUJU)
Terima kasih.
Interupsi Pimpinan
KETUA RAPAT :
KETUA RAPAT :
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. MUSTAFA KAMAL, S.S.
5. ARIF WIBOWO
6. DIAH PITALOKA, S.sos
7. ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU
8. Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, MM
9. TAGORE ABUBAKAR
B. Pemerintah
- Menteri Dalam Negeri (Tjahjo Kumolo, SH)
- Ketua KPU RI (Husni Kamil Manik, S.P)
- Ketua BAWASLU RI (Prof. Dr. Muhammad., S.IP.,M. Si)
1
Jalannya Rapat :
Ini sudah Kuorum 10 fraksi lengkap yang mewakili fraksi-fraksi ada, dengan ini rapat Panja
penyusunan RUU tentang revisi Perpu yang sudah dibuat dari Undang-undang kami buka.
Pertama Saudara Pimpinan yang hadir kami sendiri, dan Saudara Mustafa Kamal, kita
membagi-bagi tugas dan dari fraksi yang menyampaikan keanggotaan Panja ini dari Fraksi PDIP Pak
Arif Wibowo Ibu Diah Pitaloka sudah hadir, Saudara Adian Yunus tadi hadir dan sudah tanda tangani
absensi. Dr.Ir. Willy M.Yoseph Pak Willy belum datang ya? Willy M. Yoseph Saudara Hendri
Yosodiningrat belum datang, baru Saudara Tagore Abubakar belum datang, jadi ini diwakili sama Ibu
Diah lah Dari Partai Golkar Saudara dadang S, Muchtar hadir, Saudara Mujib Rohmad ke Baleg
Saudara Agung Widyantoro, di Baleg juga. Tapi sudah ada yang mewakili langsung kapoksinya Fraksi
Gerindra Saudara Azikin Sholtan hadir, Saudara Endro Hermono hadir, wah lengkap ini. Partai
Demokrat, Saudara Saan Mustopa, dan Saudara Fandi Utomo. Pak Fandi Utomo kan tidak di Baleg.
Tadi sudah datang ke sini dia beliau, Partai Amanat Nasional, Saudara Yandri Susanto Saudara Amran.
Ada Pak Amran di belakang Amran sudah hadir. Fraksi Kebangkitan Bangsa Abdul Malik Haramain
belum hadir PKS Pak Sa'aduddin akan segera menyusul tadi Kapoksi PKS di sini hadir Partai
Persatuan Pembangunan Saudara H. Muhammad Arwani Tomafi hadir, dari Fraksi partai Nasdem
sauadar Syarif Abdullah Alkadrie dari Partai Hanura Saudara Rufinus Hotmaulana Hutauruk baru ke
Baleg nanti bolak-balik kemari.
Saya kira ini rapat kita jadi sudah kuorum setidak-tidaknya, mewakili ada semua Bapak, Ibu
dan saudara-saudara, yang membuat draft ini Pak Pak Malik Haramain datang yang membuat
Rancangan yang kita terima itu sudah ada yang kita terima tapi, mungkin itu adalah dari PPP P3DI,
peneliti kita yang ditugasi untuk melakukan rumusan-rumusan sebagaimana usulan dari Fraksi yang
ada usulan-usulan dari fraksi yang ada jadi Jika kita baca clusternya yang ada di situ kita kelompokkan
apa itu kalau istilah dari P3DI tadi, bonggol ya? Inti-intinya ini ada 5 soal 5 kelompok besar Yang
pertama adalah tentang Rezim Pilkada termasuk penyelenggaranya.
Yang tentunya nanti kita cari, kita siasati, bagaimana caranya caranya atau di penjelasan kalau
kita tetap memang dengan keadaan seperti ini KPU yang sudah siap tapi KPU ini harus ada penjelasan
kita nyatakan apa, begitu itu yang pertama. Dan sudah di insert bahan-bahan ini.
Yang kedua adalah tentang debat publik debat publik, sebenarnya yang kaitannya dengan uji
publik, uji publik, ini kaitannya intinya semua setuju uji publik tapi pengaturannya yang perlu yang
diperlukan dari mana mulai tahapannya semua cara merumuskan pentahapan agar lebih singkat. Jadi
ini hal yang kedua Yang ketiga adalah tentang perselisihan hasil pemilihan perselisihan, hasil pemilihan,
ini hampir seluruh usulan fraksi juga menyatakan ini mengatur dan mempertegas itu Yang berikutnya
adalah tentang pasangan tentang pasangan, ini juga fraksi-fraksi menyampaikan berapa masukan
yang menyangkut ini mungkin nanti 5 soal ini yang kita rembugkan ya, kalau misalnya pasangan ini
nanti teknisnya kita dialogkan seperti apa yang di waktu kita rapat Dengar Pendapat Pak Profesor
Ramlan Surbakti misalnya Profesor Ramlan Surbakti Jadi untuk menghindari percekcokan antara jika
pasangan antara Gubernur dengan Wakil atau ketidakserasian lah Bupati, Walikota dengan Wakil
inipun masih bisa, masih bisa kita kombinasi, bagaimana secara lebih baik Berikut adalah tentang
Pilkada serentak itu hal-hal 5 apa pengelompokan, yang lain adalah usulan-usulan memang perlu nanti
2
kita ramu tentang persyaratan calon tugas dan memang KPU yang disempurnakan, kalau KPU nanti
penyelenggara pengawasan pemilihan, usul-usul saya kira memang perlu ini fraksi-fraksi juga
memberikan tanggapan, tahapan penyelenggaraan yang langsung misalnya, kalau tadi untuk tahapan
uji publik 4 bulan setengah itu Berikutnya dalah calon atau pasangan calon calon atau pasangan calon,
itu pembalasan berikutnya persyaratan partai politik mengajukan calon dan atau pasangan calon disitu
kita tinggal rembukkan ada yang menghendaki tetap 20 persen tapi ada juga Fraksi yang meminta 15
persen itu bisa kita perbincangkan Berikutnya adalah tentang larangan petahana ada yang ingin apa?
Memiliki apa namanya itu politik dinasti ada yang minta tetap saja tidak usah kita perbincangkan itu,
ada yang mengatakan ya minta dihapus itu ya? Uji publik, tadi sudah kami katakan, tentang kampanye
waktu kita mengatur kampanye yang lebih baik tahapan perhitungan suara dan rekapitulasi pemilihan
satu putaran atau 2 putaran itu ada pengusulan kalau mau cepat selesai ya satu putaran, begitu dalam
arti tidak demokratistidak demokratis tapi ada yang menginginkan tetap sajalah 2 putaran pemantau
pemilihan penentuan calon atau pasangan calon, penyelenggaraan administrasi, dan sengketa
pemilihan, dimana proses waktunya itu itu sebenarnya waktunya perselisihaan itu tadi itu yang lebih
besar pengesahan, sanksi, ada yang menginginkan sanksi termasuk pesertanya Itu dan juga KPU juga
harus tegas menyatakan sanksi hitung cepat mau kita apakan ini berikutnya adalah soal pendanaan
tapi itu tidak terlalu susah dan Bonggol pemilihan pemungutan suara serentak itu Jadi Saudara,
saudara ini sudah bisa sajikan kepada kita sekalian kami menawarkan dengan Panja ini yang lima hal
Satu-satu kita diskusikan dulu, sebab ini nanyi kalau dapat hari Senin, sudah kita ajukan berupa usul
inisiatif kalau misalnya ada usul yang dari kita nanti, kita tetapkan saja kesepakatan yang belum karena
ini nanti kan masuk kita pembahasan dengan pemerintah kita sepakat dari pemerintah sebab
pemerintah nanti akan membuat DIM nya masalah ini. Oleh karena itu, nanti hasil diskusi kita dapat
dirumuskan oleh legar drafter dan juga P3DI hal-hal yang diusulkan oleh masing-masing fraksi, kalau
teknis perubahan kalimat administrasi saya kira, kita kita bahas pada waktunya tentang Pasal ini Pasal
yang ingin kita rubah. Saya mau menawarkan dulu kepada Panja Persiapan, sebab kita ajukan dulu
sebagai usul inisiatif baru nanti setelah itu kita juga perdalam satu persatu baru kalau di jadwal kita
tanggal 10 sampai tanggal 14 kita lakukan pembahasan dengan pihak pemerintah saya menawarkan
dulu mekanismenya seperti ini apa kita diskusikan yang 5 hal ini begitu kita diskusikan dulu 5 hal kamu
menawarkan kepada kita lanjutkan besuk jam 2 misalnya dari hasil diskusi kita tapi apa yang kita
sepakati kira kira hal yang kita ajukan untuk untuk menjadi usul inisiatif ya kita bicarakanlah 5 hal ya
persyaratan calon, boleh juga kita kita perbincangkan ya bisa saya kira pasangan sudah persyaratan
calon oya, bonggolnya masuk ke pasangan persyaratan jumlah trash hold .
KETUA RAPAT :
Ya Pak Azikin.
sehingga kita ya harus mendapat sampaikan pimpinan bahwa yang terkemukakan tadi itu kita
tawarkan kepada teman-teman Panja untuk memberikan tanggapan sehingga sistimatis proses
penyelenggaraan rapat ini jadi apa yang disampaikan oleh pimpinan satu persatu tadi itu itu mungkin
kita tanggapi. Berdasarkan masukan-masukan yang disampaikan oleh masing-masing fraksi kalau
memang hari ini tidak selesai kita lanjutkan besok.
3
KETUA RAPAT:
Baik.
Jadi kalau nanti ada tambahan besarnya, bisa juga kita bahas tepi yang tahapan ini dulu
pertama adalah yang ada di Undang-Undang itu yaitu tentang penyelenggara Pilkada ini kemarin kan
sudah kita lakukan rapat ya memang kalau kita buat penyelenggaranya yang lain tidak KPU begitu, ini 2
tahun juga tidak selesai ini kalau KPU kita, ini kita perbincangkan nanti 15 menit. Kakau KPU kita buat
bagaimana kita mensiasatinya bahwa apa di penjelasan dibuat atau bagaimana begitu sekarang biar
ada dasar hukumnya Ini dulu di sana di penjelasan kita tambah, kita nyatakan di situ KPU yang
menyelenggarakan sebab ini terkait dengan perubahan Undang-Undang Peneyelenggara Pmilu Nomor
15 itu sebab disitu menyatakan memang KPU tapi dengan pernyataan dari Mahkamah Konstitusi bahwa
dia tidak mau menunjuk siapa, terserah pembentuk Undang-Undang tapi apa yang kami katakan ini,
tidak lagi Pilkada ini rezim pemilu. Kalau dia rezim pemilu memang KPU yang melakukan terserah
pembentuk Undang-Undang sebab ini belum apa-apa potensi untuk di di potensi untuk di di uji.
Tidak, saya, kita kan lihatnya begini pak. Kalau yang saya tangkap kemarin waktu kita
pertemuan dengan MK itu karena dia berdasarkanRezim Pemilu Rezim Pemilu itu kan KPU tetapi juga
Pilkada ini walaupun bukan rezim pemilu dia tidak melarang KPU untuk menyelenggarakan ini saya
berpikiran begini karena dari segala fasilitas skill dan sebagainya ini ya memang KPU lah supaya kita
tidak sulit-sulit lagi karena dia sudah menyelenggarakan ini kalau saya dari Nasdem kita sepakati itu
tetap dilaksanakan oleh KPU. Jadi memang di Undang-Undang kita harus masukan itu penyelenggara
Pilkada itu adalah KPU sampai kalau di situ kan Sampai kalau di lihat di Perpu itu tidak sampai kepada
proses peresmian. Sampai pelantikan, jadi kita masuk saja KPU dari proses awal sampai pelantikan
peresmian,
Pelaksanaan, Peresmian dilantik sebagai kepala daerah baik Kabupaten, kalau saya
sependapat di KPU.
Ya pimpinan.
Baik Terima kasih pimpinan salamon Komoro motor 2 kartu menyimak beberapa kali saya akan
kembalikan kepada pimpinan, makanya tidak ada debat yang seperti ini mungkin saya ulangi lagi
supaya Notulen kita itu dibagikan jadi ini akan mengulang kembali hal-hal yang sudah kita diskusikan,
jadi menurut pandangan saya khususnya dalam pasal perpasal kita harus definisikan dulu apa itu
Pilkada karena jelas Konstitusi kita mengatakan bahwa ini bukan masuk di dalam rezim pemilu jadi
pendefinisian Pilkada ini apa, menjadi substansi atau tolok ukur pasal-pasal berikutnya jadi kalau tadi
dikatakan KPU sebagai penyelenggara tentu di ayat itu nanti setelah devinisi dan segala macam tentu
nanti akan ada pasal-pasal turunan daripada pendevinisian ini, contohnya kalau kita katakan di pasal
berikutnya penyelenggara itu adalah KPU atau KPUD dan pengawasnya adalah Bawaslu tentu karena
ini rezim pemerintah apakah pertanyaannya kita meminta supaya dikeluarkan Keppres umpamanya jadi
supaya karena ini masuk di dajam rezim Pilkada ini otomatis sudah masuk di rezim pemerintahan pak
jadi pelakunya ini pemerintahnya sudah jadi ini kita harus siasati seperti apa?
Kalau sepakati dia nanti diKPU dan KPUD dan Bawaslu dan Bawaslu daerah, sebagai
penyelenggara maka kita harus atur landasan hukum penyelenggaraan KPU ini apa? Apakah di
Undang-Undang ini juga apakah bentuk nanti peraturan pemerintah atau Kepres atau apa? Nah ini, jadi
jadi sebelum melangkah kepada pasal-pasal berikutnya nanti berkaitan dengan masalah
4
penyelenggaraan ini tentu saya menyadari betul terminologi menjadi penting agar turunan daripada ini
semua nanti di dalam pasal-pasal perubahan itu menjadi sempurna adanya kemaren waktu kita ketemu
dengan MK, saya bertanya to the point, kira-kira kalau seandainya ada potensi untuk dilakukan uji
materi tapi dari bahasa tubuh mereka mengatakan seakan-akan bahwa memang ini mereka sudah
menjawab bahwa ini adalah rezim Pilkada itu yang saya tangkap kemarin, walaupun secara tidak
langsung mereka mengatakan itu jadi supaya nanti kita lanjut ke belakang eh ke depan maka usul saya
sebaiknya kita tidak usah lagi persoalkan ini sudah pastilah ini di KPU nah cuma landasannya supaya
menjadi KPU itu apakah di dalam Undang-Undang itu di ayat berikutnya kita katakan pemerintah,
karena ini rezim pemerintah maka apa bentuk landasan hukumnya supaya ini bisa dirilis atau bisa
dieksekusi demikian dulu sementara Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Ya silakan
Terkait penyelenggara Pilkada ini memang kita sepakat sebaiknya memang tertap KPU selain
kita tidak punya organisasi lain, kepanitiaan lain, yang siap kita lebih siap dari KPU tetapi memang
problem yang perlu dijawab ada 2 yang pertama adalah kita jelas mengetahui bahwa Pilkada ini adalah
bukan rezin pemilu nah disisi lain KPU itu menurut Undang-Undang adalah kalau tidak saya mungin
nanti bisa dilihat lagi teks normatifnya seperti apa normanya tugas dan kewenangan ataupun yang lain
yang diberikan oleh Undang-Undang oleh KPU itu apakah juga membatasi dia untuk dapat menjalankan
tugas dari Undang-Undang di dalam pelaksanaan Pilkada kira kira ada tidak norma yang membatasi
dari KPU untuk dapat menjalankan amanat Undang-Undang nanti ini Undang-Undang pilkada ini untung
dia ditugaskan menjalankan sebagai penyelenggara Pilkada titik tekannya di situ saja kalau tidak ada
saya kira kita jalan saya begitu tetapi kalau ada bertentangan dengan Undang-Undang atau bahkan dari
Pasal 2 e itu saya kira memang kita perlu hati-hati apakah kita sebut sebagai di selenggarakan oleh
kepanitiann yang dilaksanakan oleh KPU misalnya begitu atau seperti apa, saya kira persoalannya di
situ saja Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya memang Di Undang-Undang tentang pemilihan gubernur yang ada sekarang keraguan kita
landasan ang konkrit untuk membenarkannya KPU sebagai penyelenggara, kan ini sekarang intinya
Pasa 22 e ya limitatif yang dikatakan Mahkamah konstitusi jadi mau apapun pembentuk Undang-
Undang ini kan karena ketepatan yang siap ini KPU bisa di diperdebatkan cuman nanti jangan terlalu
mudah pandangannya kita mulai dari ketentuan umum pengertiannya sudah kita berikan bahwa ini
adalah rezim pilkada ya membahasakannya bukan rezim Pilkada, tapi itu yang kita nyatakan di situ ya
pemerintah daerah sesuai dengan Pasal 18 itu itu harus kita cantumkan pada akhirnya nanti apakah
jangan di tubuhnya itu langsung mau langsung juga kita nyatakan dilaksanakan oleh KPU atau di
penjelasan, tinggal itu saja itu saja, kalau kebersamaan kita ya ini memang untuk menyelesaikan soal
ini ya harus KPU begitu, sudah sudah tak mungkin lagi misalnya kita menyatakan ya di luar itu yang
menyelenggarakan, 2tahun lagi baru Pilkada ini jalan 2 tahun lagi. Oleh karenanya Saudara-saudara
Saya kira, kita buat rumusan Nanti kita serahkan yang bisa sebagai landasan Hukum begitu di
ketentuan umum dan juga di penjelasan tentang posisi KPU itu ya sudah dapat kita terima, kita selesai
dulu urusan ini nanti tinggal legal drafter tinggal P3DI merumuskan memang harus ada yang tegas,
Silakan saudara Azikin
5
F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):
Jadi kita ketahui bersama bahwa pilkada akan dilaksanakan pada 2015 akhir atau awal 2016
tidak akan mungkin lagi ada penyelenggara dari pihak pemerintah daerah yang mungkin bisa
mempersiapkan aturan aturannya untuk melaksanakan selaku menyelenggaraan Pilkada walaupun
pada tahun 70-an memang Pilkada itu dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam hal ini kepala
pemerintahan umum, bahkan pemilihan legislatif pun nah berdasarkan latarbelakang sejarah itulah
sehingga dibentuk KPU pertanyaannya apakah kita mendelegasikan kepada KPU, usul saya pimpinan
kita memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan siapa penyelenggara pilkada
dalam pebgawasan DPR tentu secara berjenjang karena tidak mungkin KPU ini akan melaksanakan
terus menerus karena itu bukan rezim Pilkada ini hanya kita menghindari kondisi 2015 dan 2006 tidak
akan mungkin ada suatu institusi resmi yang bisa diatur di apunya job diskription melaksanakan tugas
tugas ke pemilu tidak ada disini kecuali pemerintah daerah, tapi kalau pemerintah daerah kan banyak
juga intervensi-intervensi yang bisa mengganggu clearnya pelaksanaan pemilu yang akan dilaksanakan
di beberapa daerah Terima kasin Pimpinan. Jadi kita serahkan kepada delegasikan kepada pemerintah
dan pemerintah kita ini kan satu pemikiran, satu saran yang saya sampaikan, mungkin bisa kita
bicarakan lagi secara berjenjang satan yang saya maksudkan karena kalau kita juga menyerahkan
secara tegas dalam Undang-Undang ini kepada KPU mungkin 10 tahun yang akan datang berubah lagi
bukan lagi KPU yang laksanakan karena terus terang saya katakan bahwa diambilalihnya KPU ini
pelaksanaan pilkada dan Pileg ini, karena banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada
waktu itu nah sekarang kondisinya juga sudah mulai karena mungkin terlalu lama KPU laksanakan
sudah ada penyimpangan-penyimpangan yang dilihat dari beberapa kasus di beberapa daerah.
Sehingga enggak bisa tegas kita katakan dalam Undang-Undang ini bahwa KPU pelaksanaannya harus
dicari model lain, karena saya katakan tadi mungkin 5 kali tahun yang akan datang bukan KPU yang
laksanakan tapi ini Undang-Undang sulit untuk dirubah tapi kalau penyelenggaranya dibentuk dengan
Peraturan Pemerintah, atau Kepres itu setiap saat bisa dirubah.
Terima kasih Pimpinan
INTERUPSI:
Bisa sedikit
KETUA RAPAT:
Baik Pimpinan.
Ya jadi tadi menarik 2 pandangan dari PPP maupun dari Gerindra dengan saya tadi rasanya itu
satu pandangan jadi kita memang harus membuat terminologi terhadap institusi ini ini dulu yang harus
6
kita matangkan dulu, bahwa terminologi karena kalau kita bicara KPU itu di ranah rezim pemilu
sehingga harus ada terminologi penyelenggara apakah nanti di dalam Undang-Undang itu atau di
dalam penjelasan yang dimaksud dengan ini adalah ini sehingga mengabaikan yang dimaksud dengan
KPU tadi makanya tadi menarik kalau memang ada semacam kepanitiaan yang dibentuk oleh KPU ini
yang kita harus release apa terminologi terhadap lembaga ini jangan ada kesan KPU ini adalah rezim
pemilu ini yang harus kita siasati nanti di dalam ayat-ayat berikutnya itu jadi legal drafting melihat nanti
bagaimana mekanisme ini berjalan sesuai dengan terminologi yang ada karena kalau kita katakan KPU
ini kita sudah menabrak pak sudah menabrak ini langsung karena ini rejim yang bukan, nah jadi karena
ada lembaga ini satu-satunya yang punya pengalaman dan Historical tadi, bagaimana kita membuat
terminologi bahwa mereka jugalah yang penyelenggara pilkada ini walaupun ini bukan rezim Pemilu
begitu loh, ini bagaimana termonologi redaksionalnya barangkali itu yang saya maksud tadi Pimpinan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Sudah kita agak paham ini , Jadi intinya tadi soal lain misalkan ini kesepakatan kita KPU yang
menyelenggarakan untuk tahapan ini tetapi bagaimana mencari rumusan nya agar jangan KPU ini
sebagai penyelenggara yang dilaksanakan dalam rezim pemilu itu yang harus dicari y, mas Indra ya?
Saya kita kita sepakati dulu ya? Ya kita ke belakang nanti sebab kalau kita tidak sepakat harus kita buat
dari Partai, dari apa, itu bisa jadi bisa tidak selesai Baik bonggol yang berikut adalah ini berkaitan kita
dengan berkaitan dengan apa tahapan kita sepakati dulu, tahapan untuk di kita sederhanakan sebab
pada usulnya semua adalah tahapan-tahapan penyelenggaraan ini kita persingkat waktu seba disini
juga ada yang kita lihat, ini adalah sekian bulan, sekian bulan kesepakatan itu dulu, misalnya tahapan
jangan sampai 12 bulan begitu Ya kan, ini memang teknis tapi usul kemaren dari adinda saya begitu
Malik Haramain ya kita sepakati dulu sebab ini juga banyak rangkaiannya ada yang meminta ya soal
sekian bulan, sekian bulan tapi secara umum tahapan ini kita sederhanakan dan perpendek, ini kita
setujui dulu ya?.
Oke Kesimpulan yang kedua, ini siapa Notulennya ada ya? Kalau itu kita sepakati maka kita
sekarang perbincangkan dulu tentang uji publik Uji publik ya? Ya kita perbincangankan dulu, bagaimana
kita untuk membicarakan ini kami persilakan kalau ada, sebab ya kami buka dulu uji publik sebenarnya
diperlukan cuman bagaimana kita menempatkannya agar jangan mengganggu tahapan yang terlalu
lama terlalu Panjang gitu, terlalu Panjang dari mulai seleksi apa pembentukan panselnya saja olek KPU
harus dibentuk dan menyeleksi yang ada dinyatakan di Undang-Undang ini 5 orang 2 dari tokoh
masyarakat nah itu 2 dari akademisi, jadi ya kalau di daerah terpencil bagaimana mengatur ini satu dari
komisioner begitu kan ini satu setengah bulan bagaimana uji publik ini kita lakukan misalnya melalui
tahapan-tahapan yang betul misalnya salah satu contoh usulan usulan yang ada dari Fraksi-fraksi
dimulai dia, kita berikan kepada partai politik yang akan mencalonkan politik yang akan mencalonkan
Berikutnya tahapan berikutnya masuk ke KPU KPU di angkat di umumkan misalnya kita tentukan
waktu, diumumkan oleh KPU, dan jika ada ini dan harus dikonfirmasi sama calon yang bersangkutan
terus ada yang mengusulkan lagi di sini, agar DPRD ya kita ini kan apa untuk diberdayakan melakukan
itu juga ada yang mengusulkan uji publik ini, bila perlu ada tahapan dia diuji oleh seperti apa PKB atau
PPP, saya baca sepintas tadi ke perguruan tinggi ya, bukan tim seleksi, tapi perguruan tinggi menguji
misalnya, makanya itu yang kita perbincangkan kalau sudah kita persingkat, tahapannya tidak usah
misalnya ya ke mana DPR, atau lagi uji publik yang kita maksudkan itu, itu kan sampai akhir uji publik
yang terakhir itu adalah rakyat memilih apa enggak ke DPRD ke debat kandidad misalnya kita
kelompokkan yang uji public.
Pimpinan,
7
Berkaitan dengan uji publik ini Sebenarnya ini kan calon sudah uji publik ini setahun sebelum
dia mau calon dia sudah pasang dia punya foto di mana-mana silaturahmi kemana-mana orang kenal
Pak Dadang waktu itu kan sudah diuji oleh masyarakat itu, perampoknya dia kan koruptorkan dia,
narkobakah dia, sudah diuji ini oleh masyarakat nah kemudian makanya saya mau lihat tadi, korelasi
terhadap uji publik ini yang bentuk metode yang kaya apa apakah uji publk, nanti setelah uji dia tadi ada
juga betul juga memikirkan itu di uji diseleksi gitu kan, kemampuan intelektualnya, kemampuannya ini
apakah semacam ini yang di definisi kan padahal uji publik itu ketika mereka semua ini nanti mereka
akan masuk kepala pencalonan setelah pencalonan merekan menyampaikan visi misinya itu di dalam
lembaga, kalau dulu di DPR kemudian setelah itu ada debat kandidat pada akhirnya nanti rakyat yang
memilih kira-kira, ini kan kita harus bicara apakah dengan uji publik sekarang ini juga akan
meningkatkan kualitas daripada itu tolok ukurnya, ini kan harus ada tolok ukurnya sehingga jangan
sampai nanti malahan uji publik yang ada ini akan membawa kekacauan terhadap partai politik
sehingga partai politik bisa mengajukan 2 atau 3 orang untuk ini kemudian akhirnya kita akan
menentukan siapa yang lolos dari itu sehingga menjadilah dia satu nah ini yang harus jelas, kalau
makanya kami terus terang saja, kalau Nasdem kita mengusulkan itu dihapuskan saja karena kita
melihat apa sebenarnya korelasi terhadap uji publik ini, kalau yang cuma seperti itusudah uji publik kita
sudah setahun sebelum itu dia sudah pasang foto disana sini, silaturahmi sudah masuk ke, ini
pengertian dari pada kami ya wajar saja tadi ada yang perguruan tinggi dan sebagainya, terima kasih
pak.
Langsung saja seizin pimpinan terkait dengan uji publik kami dari fraksi partai Golkar
memandang perlu akan hal itu karena betapapun ada alasan filosofis yang mendasari di susunnya
syarat uji publik di sini banyak kasus di berapa daerah ketika sudah ditetapkan lolos di dalam
penetapan bahkan ada juga yang sudah terpilih oleh masyarakat ternyata masih ada persoalan Hukum
yang tidak kita ketahui dari awal sehingga lembaga uji publik ini perlu hanya persoalannya adalah akan
kita selenggarakan di awal, atau di akhir, karena pemilihan kepala daerah ini adalah rangkaian proses
fokus kepada calon ini apakah uji publik ini akan diselenggarakan pada saat menjadi bakal calon atau
dilaksanakan setelah menjadi calon sekaligus juga memberikan kesempatan yang sama kalau usulan
kami uji public ini dilakukan terhadap semua bakal calon sebelum ditetapkan sebagai calon sehingga
memiliki rasa demokratis semua memiliki kesempatan yang sama di awal ini tetapkan dia lolos dalam uji
publik itu atau tidak termasuk kemampuan akademisi dan juga barangkali ada sisi lain tidak, apa
pernyataan tidak tercela, artinya tidak pernah tersangkut kasus pidana dan sebagainya, dan sebagainya
kami rasa ini kami menjadi usul saran dan masukan kurang lebihnya mohon maaf, Wassalamu'alaikum
KETUA RAPAT:
Jadi ini, saran dan masukan itu sebenarnya adalah pengajuan ya?
lanjut. Abdul Malik
Ya
8
Terima kasih pimpinan saya coba kembali kepada pengalaman masa lalu kemudian muncul uji
publik sebetulnya uji publik itu konsepnya adalah seperti kalau di negara maju ada pra election sangat
tidak mungkin kita membuat pra election, atau pemilihan pendahuluan seperti yang dilakukan oleh
partai demokrat dan partai Republik, kira-kira begitu di Amerika maka kemudian apa solusinya sehingga
calon yang muncul nanti dan dicalonkan oleh partai itu benar-benar clear clear dalam arti tidak hanya
kapasitas tidak hanya ke kompetensi tidak hanya pengalaman tapi juga yang paling penting waktu itu
adalah bersih atau tidak jadi rekam jejak itu menjadi bagian penting sebetulnya dari uji publik itu waktu
itu itu kita berdiskusi, berdebat apa forumnya sampai kemudian kita berdebat dan berbeda pendapat
dengan teman-teman demokrat, apa kewenangan dan otoritas uji publik itudisitu kita berbeda nah
karena itu kemudian, Bapak dan Ibu sekalian, uji publik itu sebetulnya dirancang terutama untuk
menyaring dan menjaring makanya kenapa kemudian bakal calon itu syaratnya itu jauh lebih ringan
ketimbang saat pencalonan karena memang uji publik itu untuk menjaringnya kan begitu jadi syarat di
bakal calon dengan syarat dicalon itu jauh lebih ringan memang di Perpu itu sama sekali tidak dibahas
apa syarat-sayarat Balon, tapi kemudian diterjemahkan oleh KPU umum ada satu syarat yang
sebetulnya agak kuat itu trash hold 20 persen jadi tetap saja bahwa partai atau gabungan partai politik
yang sudah memenuhi 20 persen kursi atau 20 persen suara boleh mengajukan lebih dari satu bakal
calon sengaja memang kita buka seluas luasnya karena itu masih bakal calon Nah uji publik itu kita
maksudkan itu jadi karena itu bayangan saya uji publik yang kita diskusikan waktu itu dan Pak Agun
menjadi apa namanya, pengide utama dan didorong Pak Arif dan sebagainya Uji Publik tujuan dan
maksudnya adalah partai politik tidak sembarangan mencalonkan orang intinya itu, dari kapasitas,dari
kompetensi dan semacam, sampai kemudian rekam jejak itu, nah karena itu karena itu dari tahapan-
tahapan mulai bakal calon dan uji publik itu ada satu waktu di mana kemudian KPU itu melempar apa
namanya, figur bakal calon kepada publik dan menunggu ada pengaduan tidak dari masyarakat ada
respon tidak dari masyarakat jadi tidak hanya sekedar berdebat menyampaikan visi dan misi tetapi
menunggu publik masyarakat ada respon negatif tidak dari masyarakat.
Misalkan ternyata bakal calon ini punya pengalaman KDRT dan sebagainya, dan sebagainya
tetapi kemudian pada akhirnya kita berdebat kalau begitu apakah uji publik itu bisa menggagalkan
seorang bakal calon yang kemudian nanti tidak bisa mendaftar sebagai calon atau tidak, di situ kita
berpendapat berbeda pendapat sangat tajam sehingga kemudian tanpa keikutsertaan Partai Demokrat
waktu ini kita bersepakat, oke uji publik tidak menggagalkan tidak punya prevensi untuk menggagalkan
seorang bakal calon ya kira-kira ekstrimnya rusaknya seperti apa bakal calon tetap dia akan mendapat
semacam lisensi atau sertifikat yang akan menjadi syarat administratif untuk bisa mendaftar sebagai
calon jadi alasannya waktu itu jadi kemudian bakal calon Uji publik itu sebetulnya pembuka saja kepada
publik ini ada calon ini itu lagi berdebat dan sebagainya, selain itu publik juga diberi kesempatan untuk
Komplen atau mengadukan tentang satu hal nah karena itu kami menganggap bahwa uji publik itu
penting memang untuk menjaring tetapi kalau prosesnya tidak clear maka sebetulnya uji publik itu
hanya menjadi formalitas belaka saya setuju kalau kemudian uji publik ini diteruskan kita coba
diskusikan format yang paling pas seperti apa tentu saja peraturan KPU tentang uji akan sangat
menentukan uji publik itu akan substantif atau hanya formalitas itu yang pertama.
Yang kedua pimpinan memang kemudian uji publik ini dipertahankan atau tidak di pertahankan
konsekuensinya banyak kepada Pasal hitungan saya itu ada Pasal 1 ayat (2), ada Pasal 3 Ayat (2),
Pasal 5 Ayat (3), ada pasal 7 ayat (d), kemudian ke pasal 38 ayat (1) sampai (6) itu semuanya bicara
tentang uji publik nah kalau ini dihapus maka sebetulnya mengurangi sekian banyak pasal dan Ayat nah
begitu juga kalau kemudian uji publik ini dicoret maka itu akan berkonsentrasi kepada satu tahapan lagi
yaitu tahapan bakal calon kan begitu nah karena itu sebetulnya partai kami dengan melihat
perkembangan kami berfikir bahwa uji publik kalau sifatnya hanya formalitas mendingan dihapus kita
kembalikan kita berikan kepercayaan kepada sepenuhnya kepada partai politik dengan mekanisme
internal yang dia miliki, ini kan namanya partai politik tidak punya mekanisme obyektif kalau sudah
menyangkut Caleg Nomor satu Nomor 2 kan selalu subyektif, begitu juga kalau sudah
menyangkutsiapa yang mau dicalonkan subjektivitas yang bicara, tapi okelah yang menghukum nanti
9
adalah ketika hari Pilkada itu apakah pilihan partai politik itu diterima oleh publik atau tidak kan begitu
Nah karena itu kami berfikir bahwa apa namanya itu tadi berikan kepercayaan kepada partai politik
untuk mencalonkan siapa saja mekanismenya kita lepas siapa saja, toh nanti yang menghukum adalah
rakyat begitu. Dan memang kerjanya partai politik itu salah satunya adalah sumber klurekruitmen
pemimpin-pemimpin politik termasuk pemimpin kepala daerah Nah karena itu menurut kami pimpinan
apa namanya coba kita tinjau lagi, apakah uji publik dan bakal calon itu memang efektif apalagi
kemudian partai politik memang fungsinya adalah merekrut pemimpin-pemimpin itu Nah Yang terakhir
pimpinan tentang uji publik begini apa namanya kok jadi lupa saya di luar uji publik pimpinan, di luar
bonggol yang 5 itu PKB dari dulu sebetulnya Pak Arif tahu, karena kita berbeda kita pendapat sama
Pak Arif, tentang pilkada satu putaran dan 2 putaran saya minta forum ini juga kita coba exercise sekali
lagi, apa perlu kita tetap 2 putaran tidak cukup satu putaran, pertimbangan kami sangat-sangat masuk
akal pertama tentu saja efisiensi, sudah menjadi rahasia umum bahwa pilkada satu putaran dan 2
putaran perbandingannya 30 sampai 40 persen udah pasti itu ratusan milyar yang bisa irit hanya untuk
menentukan seorang kepala daerah begitu kan yang kedua alasan kami kita coba cek, kita kaji
mayoritas pilkada yang calonnya menang di putaran pertama itu mayoritas menang di putaran kedua
kecuali Golkar di Gresik Pak Sobari.
Pak Sambari itu menang Putaran pertama kalah, tapi putaran kedua menang karena MK
kemudian mengabulkan 9 kecamatan di ulang tapi fakta bahwa kemudian yang menang di putaran
pertama selalu menang puratan di kedua itu mayoritas kepala daerah apakah itu bupati, walikota, dan
Gubernur itu selalu terjadi pimpinan, karena itu menurut saya putaran kedua menjadi sia-sia Yang
ketiga pertimbangan kami adalah bahwa apa namanya efektivitas pemerintahan itu samasekali tidak
terkait dengan persentase atau selesih kemenangan seorang calon kepala daerah itu terbukti. Nah
karena itu menurut saya satu putaran dengan catatan trash hold nya kita naikkan dari 15 menjadi 20
persen itu sudah cukup Jadi berapa persen pun yang menang, sudah langsung ditetapkan sebagai
pemenang dan langsung dilantik sebagai seorang kepala daerah itu alasan kita, saya masih ingat
berdebat dengan pak Arif, begitu mudah-mudahan hari ini Pak Arif lebih bijak dan lebih arif begitu.
Sehingga Pilkada dulu bijak sekali hehehe dulu persoalannya kalau satu putaran nanti problemnya
adalah legitimasi, oke legitimasi walaupun sebetulnya di mana-mana legitimasi itu tidak selalu berkait
dan relevan dengan efektivitas pemerintahan, saya usul pimpinan masalah satu putaran atau dua
puttarankita masukan ke diskusi hari ini.
Terima kasih Pimpiinan
KETUA RAPAT:
Tadi masuk Pak Arif baru nanti Ke belakang jadi, jadi begini kita dengarkan juga kita kan
menyelesaikan ini untuk urusan bangsalah tentang uji publik ini tapi ya sudah dibuka begini, makanya
kita renung ini sampai ada bagi pikiran saya ini penamaan uji publik juga enggak pas begitu nama uji
publik itu kalau yang dimaksudkan misalnya tadi bung Malik menyampaikan ya uji, uji itu harus ada nilai
harus ada skor ,Iya ?
Saya ini anggota senat perguruan tinggi, kalau menguji orang itu diberikan skor ini kita buat
namanya besar, tapi tidak pas, yang harusnya itu fungsi-fungsi yang disampaikan tadi oleh Pak Malik
oleh karenanya kita diskusikan memang yaa ada yang ingin dihapus, cuma makna uji publik itu
memang harus kita dudukan dimana posisinya kira-kira begitu silakan Saudara Arif.
Ya terima kasih.
Ketua, Jadi sebenarnya menyangkut uji publik sudah banyak argumentasi yang di sampaikan
tapi barangkali saya me review sedikit saja pembahasan kita pada masa yang lalu dimana kemudian
sampai pada satu keputusan bahwa uji publik itu diperlukan sebagai bagian dari proses tahapan
10
tahapan pelaksanaan Pilkada Nah menyangkut pertama saya ingin menyatakan bahwa menyangkut
istilah uji publik, saya kira itu perlu mungkin untuk dirumuskan kembali tapi kira-kira maksud dan tujuan
dari uji publik saudara Malik Haramain sudah menjelaskan secara gamblang yang intinya tidak
dimaksudkan hanya sekedar memenuhi formalitas belaka Jadi rumusannya itu bisa di di diperbaiki, ya
diperbaiki dan kemudian dasar yang dijadikan sebagai atau merupakan pandangan, mengapa uji publik
itu diperlukan adalah itu tadi. Sebenarnya transparansi terhadap keberadaan para bakal calon supaya
publik kita mengenal lebih baik para bakal calon yang sedianya nanti akan ditetapkan sebagai calon
oleh masing-masing partai politik atau gabungan partai politik dan dengan demikian ini sesuai dengan
ajaran yang selalu disampaikan oleh Pak Malik dalam setiap rapat dulunya agar menjauhkan dari fitnah
kira-kira begitu agar menjauhkan dari fitnah.
Jadi publik itu menjadi sangat gamblang tentang siapa bakal calon yang nantinya kemungkinan
akan berlaga pada proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah nah kewenangan untuk menentukan
setiap bakal calon untuk menjadi calon itulah, menjadi kewenangan partai politik atau gabungan partai
politik yang mengusulkan dan menetapkannya sebagai calon dan dengan demikian maka tidak ada lagi
isu-isu yang kemudian sesungguhnya menjadi sangat bernuansa politiking, Tricki, fitnah, yang sudah
tidak bisa lagi dijadikan oleh setiap Partai atau gabungan Partai yang mengusung calon tertentu yang
sudah pernah menjadi bakal calon yang ditetapkan oleh partai politik itu dengan demikian kita ingin
sesungguhnya menyehatkan demokrasi itu bisa berjalan.
Jadi kalau kemudian misalnya ada yang menyatakan tentang isu tertentu terhadap pribadi para
kandidat itu sudah tidak lagi bisa digunakan dan justru karena itu maka kemudian dalam proses
Ilection-nya nanti adalah rakyat kita arahkan, kita ajak untuk memilih setiap calon yang sudah
ditetapkan partai politik ya dengan kelebihan dan kekurangannya dengan tidak lagi menjelek-jelekkan
para calon itu semua sudah diselesaikan pada saat mereka menjadi bakal calon dan melakukan telah
mengikuti uji publik itulah sebabnya juga maka, kemudian uji publik tidak dimaksudkan untuk
memberikan penilaian terhadap para bakal calon untuk bisa lulus atau tidak menjadi calon kita
kembalikan lagi kepada partai politik apalagi dalam proses pelaksanaannya nanti partai politik akan
mendapatkan respon dari publik nah kalau partai politik mendapatkan respon dari publik misalnya ketika
sebuah partai politik mencalonkan 3 bakal calon sebelum penetapan calon itu kemudian dari ketiga itu
kira-kira misalnya 2 orang di antaranya dinilai oleh publik tidak baik tetapi kemudian pada saatnya partai
tetap menentukan, menetapkan bakal calon itu menjadi calonnya ya resiko ditanggung partai jadi tidak
ada yang mengalami, memang tidak untuk memberikan peluang.
Tapi dulu kira-kira cara berfikir bawa komisi 2 pada masa itu adalah sama pemerintah
transparansi, menjauhkan dari fitnah dan tidak lagi di dalam perhelatan pilkada sah penetapan calon itu
kemudian masing-masing partai dan kampanye dan sebagainya memainkan isu-isu yang
sesungguhnya sejawat telah diklarifikasi melalui uji petik. Saya menyampaikan apa yang disampaikan
Ketua mungkin istilahnya bisa rumuskan tidak uji petik tapi isinya kira-kira begitu. Yang kedua mengenai
soal TPS 1 putaran 2 putaran, saya kira memang ini sekaligus saja jadi pada Undang-Undang tentang
DKI Jakarta. DKI Jakarta itu gubernur harus mendapatkan suara lebih dari 1/2.
Saya kira ini juga terpaut erat dengan sistem besar kita didalam pemilihan umum. Dalam
pemilhan umum kita tetap sampai hari ni menegaskan menggunakan sistem proporsionalitas.
Proporsional artinya adalah karena kita bangsa yang buruk karena kita bangsa yang menghargai
keragaman, tidak ingin menyingkirkan minoritas karena tak juga kita juga ingin mendorong bangsa ini
adalah berdiri di atas kekuasaan mayoritas maka legitimasi menjadi double memang dari aspek dana
dan efektivitas antara satu putaran dan 2putaran secara pragmatis tentu kita akan memilih satu
putaran, tetapi ini juga menyangkut soal siko politis orang yang dipilij dengan satu toleransi dalam
jumlah dukungan tertentu yang kita bisa takar, misalnya 30% sarat minimal legitimasi itu akan
berbeda.
Secara sikopolitis, dan tentu saja ini juga akan membuka menutup ruang bagi pihak-pihak
tertentu pasca calon itu terpilih. Nah soal misalnya ada yang menyatakan kalau dipilih ya tidak dengan 2
putaran misalnya cukup satu putaran saja dengan angka 20% apakah itu tidak menjamin pemerintahan
11
itu efektif, saya kira memag tidak ada hubungannya tetapi ada urusan sikopolitis yang tidak bisa
kemudian dikuantifisir yang kemudian dijadikan sebagai dasar bawa orang tersebut adalah miskin
legitimasi dan kemudian memudahkan bagi kelompok-kelompok politik yang barangkali dulu adalah
lawan politik untuk menggali saya kira ini soal problem legitimasi, agar secara psikololitik siapapun yang
menang mendapatkan merasa mendapatkan dukungan yang cukup dari publik dari rakyat, nah karena
itu apa lagi berdasarkan kepada pengalaman yang terjadi pemilihan 2 putaran sesungguhnya tidak
terjadi di banyak tempat.
Di beberapa tempat saja, saya kira itu satu fenomena yang fakta, fenomena yang biasa dia
tidak bisa keumuman dari sebuah proses karena itu menurut saya kita toleransi saja kalau ada 3,4,5,7
daerah saja dari total ratusan daerah yahng ada itu untuk sesuatu yang baru saya tidak perlu kita
perdebatkan juga. Tentang 2 putaran yang hanya terjadi kecuali dia menjadi gejala yang umum,yang
menyeluruh saya kira kita bisa berfikir ulang nah yang berikutnya sekali lagi dengan legitimasi yang
cukup sebenarnya sistem proprsional itu adalah sistem yang paling cocok bagi republik ini kita tentu
tidak mengarahkan pada satu proses yang telah ujungnya adalah majutarian, kita tentu tidak ingin
mengganggu sama sekali tentang apa yang disebut dengan satu kesatuan di dalam negara kita yang
notabene adalah negara yang sangat beragam, negara kepulauan, yang tentu arahnya ke depan
tanpa bermaksud kita anti pada federalisme tetapi memang kita sudah menentukan bahwa bentuk
negara cocok adalah negara kesatuan.
Nah karena itu, tentu dengan apa yang disebut sumber legitimasi yang cukup sebenarnya pada
batas yang paling toleran adalah 30% itu dan karenanya bisa kita terima dengan demikian maka Ketua
soal pemilihan putaran kedua rusak juga masih diperlukan ini menyangkut legitimasi nanti supaya juga
tidak ada masalah-masalah yang cukup berarti di kemudian hari, kalau ada pemilihan kepala daerah
misalnya yang sebenarnya yang dukungannya minim kemudian dia tidak terganggu, untuk sebagian
saya kira ini merupakan rahasia umum, kemampuan kepala daerah itu di dalam " melakukan
komunikasi dan interaksi " hal positif dengan kekuatan atau kelompok-kelompok politik yang lain yang
yang telah lawan politiknya, jadi ini soal kekuataan kepiawaian kepala daerah tersebut. Jadi sekali lagi
sumber legitimasi itu penting agar kita tidak mendegradasi bangsa ini Kalau dengan cara berpikir
adalah yang penting pokok yang menang pula apa pun yang didapatkan, saya kira itu Ketua dan yang
lainnya menurut hemat saya kita bisa sistematisir hendak hal pembicaraan kita untuk memudahkan di
dalam melakukan pembahasan ini dengan sistem cluster tadi dan tentu saja yang tidak menjadi
pandangan semua fraksi Itu tetap menjadi bagian pembahasan yang harus kita tuntaskan juga agar
nanti hasilnya adalah perubahan Undang-Undang ini jadi ini Undang-Undang yang relatif komprehensif
lengkap Pak.
Terima kasih.
Pak ketua, Maksud saya gini Ketua, Supaya kita tidak masuk ke tadi telah kita sepakati dulu
ini, kalau memang sekarang kita membahas 2 materi jadi kita sepakati sypaya tidak terulang lagi
karena tadi cuma KPU pada awalnya sudah selesai ah kalau begitu kita sepakati ini sekarang, Bila
tidak mengatur teknis Bukan KPU, ini uji publik, ni kan sekarang sudah masuk kepada Persyaratan
calon ini yang mana, Yang kita bahas tadi kan sudah disanggupi oleh...(suara tidak jelas) Kita sepakat
biar nanti maju kita ini uji publik.
Dan ini sebenarnya ya persilakan tadi dikatakan awal tujuannya sebenarnya dari pembentuk
Undang-Undang yang lama dulu sudah di ini soal transparansi dalam proses bakal calon sampai ke
ujung dia dipilih oleh rakyat. Kan gitu. Oleh karenanya kita lakukan saja apakah nanti isilahnya tetapi G
to G bisa-bisa juga tidak uji publik namanya yang kita mulai tahapannya kita minta tanggapan hilal dan
mulai tahapan menzalimi menjaring dan menjaring, dari mulai tahap bakal calon atau gabungan partai
publik dari proses yang ceritakan tadi.
Terus yang diharapkan juga dari istilah uji publik, itu berat bahasannya, dan diharapkan dari
peristilahan yang dirubah jadi yang dirasakan sekarang itu dibawah, tadi juga termasuk tanggapan di
bawah itu menjadi persoalan karena waktunya jadi panjang, bahwa ada atau tidak respon sudah t
disaring oleh partai politik ada atau tidak respon dari masyarakat. Baru pada akhirnya dialah yang
12
diklasifikasikan tentang makna, saya ulangi lagi tadi menarik makna dari uji publik ini, apakah bisa
berkampanye itu juga tidak termasuk soal itu kita kan tadi kalau benar atau kemana lagi kita berikan
tinggal tahapan itu saja, jadi nanti memang kita tidak kembangkan dihapus atau tidak dihapus tapi
makna dari uji publik itu kita tentukan dalam tahapan-tahapannya masuk di dalam pasal-pasal itu.
KETUA RAPAT :
Pimpinan, mana persyaratan mana yang dimaksud dengan uji publik? kalau persyaratan itu
betul yang dibilang tadi, jadi makanya terminologi uji publik benar, pak ketua sudah pertanyakan kalau
persyaratan SMA, sehat, tidak narkoba itu syarat calon. Tapi kalau kita bicara uji publik tentu ada
sesuatu hal di sini yang khusus pertanyaannya jelas siapa yang menjalankan uji public, kalau yang tadi
persyarata tadi itu kalau mau masuk AKABRI ini syaratnya kan begitu, nah begitu dia di uji itu berbeda
dengan persyaratan administrasi. Saya pikir kalau boleh teman-teman ini sepakat sikap bahas dulu uji
public, ini apa sih apakah perguruan tinggi, apakah KPU, aakah DPR , apakah pemerintah apakah
DPRD apakah KPK, jadi ini saya setuju dengan cara Pak Ketua membimbing kita jangan lari dulu apa
yang dimaksud dengan uji public itu barangkali Ketua, supaya tidak lari,
Terima kasih.
13
masyarakat partai memberikan respon kepada masyarakat kita melakukan uji public terhadap calon
ini.
Jadi, terima kasih Pak.
Jadi mengenai uji publik, saya kira kita sudah sepakat tadi di uji publik tetap harus ada itu dulu
poinnya, jadi kita sampai dihapus Ketua. Apapun namanya atau istilahnya tetap uji publik, ini karena
jangan sampai kita yang kita janjikan kepada masyarakat merubah revisi terbatas ya kan, nah tinggal
substansinya bagaimana substansinya yang kita susupkan Ketua. Saya kalau mau kita sederhanakan
saya setuju disederhanakan, misalkan tadi dari persaratan itu cukup di partai politik yang mendaftarkan
kalau semua syarat sudah memenuhi dari UU ini didaftarkan, kalau sudah kita publish calon ini,
kepada publik kira-kira begitu, mungkin keterbatasan partai politik, mungkin ada yang tersembunyi,
masyarakatlah yang bisa mengunggkap, hal yang belum terungkap, tetapi pertanyaannya apa kami
sudah selama uji publik itu ada hal yang sangat mendasar misalkan Ketua hal yang mendasar,
misalkan dia dipernyataan dia tidak pernah terlibat hukuman selama 5 tahun, ternyata dia terlibat dan
dibuktikan bisa, dan menurut saya ini serius, makanya menurut saya ini uji publik tetap kita buka
untuk melibatkan partisipasi masyarakat itu dalam rangka kita menaikan keperdulian masyarakat
kepada pilkada gitu loh jadi menurut saya namanya tetap uji publik biar kita tidak ribut di luar sana kita
kan mau cepat, kalau mau normal uu ini kita harus terima masukan dari publik. Terhadap perubahan
UU ini.
Kita mau cepat, menurut saya karena ktia menaggap karena ini teknis, dan hal-hal yang
menyangkut isu publik kemauan publik jangan sampaip kami memilih kucing dalam karung itu tetap
harus ditampung Pak. Jadi uji publik tetap tapi caranya mungkin tidak perlu ada sertifikat itu loh.
Tapi kalau ada yang mendasar tadi itu perlu di btasi, kalau misalnya ijasah palsu, pidana
kurungan 5 tahun ke atas itu mendasar, karena dia sudah melanggar dari persyaratan tadi, kalau dia
sudah tidakmelakukan persyarakatn dan otomatis KPU bisa menggugurkan, itu saja, jadi kalau sudah
ada yang mendapatkan calon ke partai A misalkan kemudian diverifikasi oleh KPU, diumumkan bahwa
si A dan B ini sudah mendaftar sebagai pasangan calon dipampangkan ke sudut kota dan sudut desa
namanya ini silakan rakyat menyampaikan informasi terhadap semua mengenai pasangan ini. Kalau
ada yang mendasar ini, menurut saya ini juga tanggung jawab kita sebagai pembuat UU Pak.
Tidak boleh kita menganggap ini remeh Pak ketua, jadi menurut saya ini tetap jangan sampai
nanti ini setelah terpilih nanti digugat ijasah palsunya ada atau kurungan 5 tahun itu lebih repot kita itu
loh. Tinggal memang apakah interperkasi dari kita misalkan kemungkinan ada pasangan calon yang
tidak memenuhi syarat karena ada uji publik tadi apakah masih bisa mengganti clon, itu nanti harus
diatur nantinya implikasi dari situ, apakah partai politik yang bersangkutan bisa mengajukan calon
pengganti gitu ini pikiran kita, karena saya yakin masih dari orang tidak jujur dipublik ini Pak. Ya kan
masih banyak juga yang ijasahnya pakai beli, karena dengan uangnya dan sebagainya.
Jadi misalnya ini apa namanya serius tapi kita sederhanakan, itu pendapat saya Pak, terima
kasih.
14
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Intinya Fraksi PPP masih melihat bahwa tahapan uji publik itu cukup dalam memberikan
harapan lagi publik sekarang ini ya bagi masyarakat sekarang ini. Terhadap penyelenggaraan pilkada
ke depan.
Jadi masyarakat sudah pada tahap memahami bahwa ada satu tanggapan baru di dalam
penyelenggaraan pilkada yang memberikan ruang bagi masyarakat sebelum seseorang itu termasuk
dalam wilayah calon, sehingga masyarakat masih bisa memberikan masukan yang lebih maksimal,
karena selama ini peran serta masyarakat melalui partai politik masih terbentuk pada hal tentu teman-
teman di partai politik ya sebagai pengambil kebijakan tetapi, wilayah yang lain di kampanye lelatu di
tempat publik itu sudah masuk wilayah mereka sebagai calon ya mungkin mereka akan mundur lagi
kiranya begitu.
Nah oleh karena itu lah kami tetap berpendapat bahwa uji publik itu tetap cara bisa
dilaksanakan tetapi memang oh seperti yang ada di Perpu itu menjadi cukup bisa disederhanakan ini
soal tahapan apa uji publik itu waktunya disederhanakan yaitu Kamis, bahkan kalau bisa mengambil
suap satu bulan saja bahkan temen-temen di fraksi PPP mengusulkan agar panelis di uji publik itu bisa
tidak dibatasi oleh hanya KPU atau tokoh masyarakat atau akademisi saja etapi juga pihak penegak
hukum. Ini juga bisa atau dapat dijadikan masukan di dalam tim panelis,i enggak tanggung dengan
mereka terima kasih.
Menyambung gambar nanti saya kira sudah hampir mengerucut, Pak Ketua khusus uji publik
karena hampir seluruh beberapa fraksi berpendapat bahwa uji publik tetap dilaksanakan waktunya
15
diperpendek, karena memang pengalaman selama ini ada beberapa daerah yang terpilih jadi kepala
daerah dan tidak pernah muncul didaerah itu, nanti mau pemilihan karena uangnya banyak dia terpilih
sehingga memang ini mungkin yang melatarbelakangi pemikiran-pemikiran sehingga uji publik ini
dilaksanakan.
Cuma Pak Ketua saya sarankan, seperti dikatakan diikutkan DPR, DPR tidak perlu diikutkan,
karena DPR sudah melakukan penilaian pada saat calon menyampaikan visi misinya di hadapan
sidang Paripurna DPR. Iya, iyah ya tadi kan adalah DPR juga ikut serta dan diikutsertakan yang kedua
dilaksanakan oleh partai politik jadi partai politik yang melaksanakan, dan yang partai politik bisa
melibatkan masyarakat. Saya rasa sudah hampir masukan-masukan sama sehingga sudah bisa kita
mengambil keputusan untuk kita beralih ke bonggol yang lain, terima kasih. Saran Juga simpulkan
Terima kasih Ketua, jadi beberapa teman yang telah menyampaikan argumennya yang saya anggap
untuk menambah bobot dari Undang-undang ini memang saya juga berpendapat ini sangat penting
karena kita sama-sama ingin membangun NKRI ini dengan baik ke depannya, dan juga uji publik ini
yang pemilihan-pemilihan kepala TI daerah yang dulu juga diadakan tetapi memang pada saat yang
lalu domain-nya atau yang mendengarkan ini adalah partai politik, partai politik.
Jadi diakan penjaringan kemudian diadakan penyaringan dan juga memanggil beberapa
masyarakat kader untuk menguji calon ini, namanya juga bakal calon, namanya juga sama hanya saja
tidak dalam penyusun Undang-Undang ini kyanya akan ditariknya yang domainnya partai politik
menjadi…(suara tidak jelas) uu ini KPU kalau dulu ini karena disitu nantinya akan aad penilaian-
penilaian terhadap masyarakat, lebih rumit lagi Pak nantinya nah bahwa untuk bakal calon ini yang
tadi yang akan diuji publik ini partai politik boleh mengusulkan lebih jadi satu, tetapi kalau sudah calon
itu satu, ini boleh stu, kalau nantinya mgnusulkan 10 ini nantinya akan repot sekali KPU satu saja sudah
repot kan harus ada tandatangan sekretaris, kemudian Ketua apalagi kalau ada tandingan dari partai
politik lebih rumit lagi Ketua KPU ini jadi ini biar diurusi oleh partai politik, memang perlu tetapi itu
urusannya dengan partai politik, tetapi tidak main-main untuk mmilih salah satu calonnya yang akan
diajukan dia juga akan sungguh-sungguh biar nanti partai politik ke depannya yang akan membangun
negara ini adalah calonnya.
Kemudian selanjutnya kadang-kadang terjadi bahwa bahan penilaian dari masyarakat dengan
penilaian dari partai politik itu bisa beda. Masyarakat dengan baik tetapi lihat penilaian jadi partai politik
ini adalah bahwa pertimbangan tahun ini kepada partainya membersarkan partainya dulu itu salah satu
menjadi perhitungan partai politik, sehingga saat ada perbedaan dalam masyarakat ini akan
menyulitkan partai politik ini untuk menjalankan itu. Sehingga saran saya Pak, ini uji publik ini memang
perlu apapun namanya, ini memang lebih baik Ini tetap di ranah partai, setelah satu terpilih inilah yang
nantinya akan ...(suara tidak jelas) dan nanti rentetannya sudah begitu ketat sekali ketika ada ini akan
menggugurkan KPU dengan aturan-aturan yang sudah kita lihat ternyata hasilnya beberapa Yang
dijelaskan KPU tegas, ketika memang itu bermasalah itu disuruh ganti
Terakhir Pak , Iya. Baik Pak, jadi pertama gini Pak, jadi kita membahasnya tentang
dilaksanakan oleh partai politik sementara kita tahu bahwa independen nanti agar dia independen juga
mencalonkan siapa yang melakukan uji public independen ini.
Kalau dia KPU berarti dia kan ada lebih bahasanya dilakukan oleh KPUD kan, tetapi kan
sangat beda sekali ini maka oleh karena itu memang prinsip seperti apa disampaikan teman-teman tadi
bahwa uji pubik ini memang ada tetapi sangat sederhana dan tidak terlalu banyak membebankan calon
maupun membebankan anggaran oleh yang dialihkan di inikan ke KPU, dianggarkan di KPU karena
kita tahu bahwa uji publik ini kan hanya berupa moral saja sebenarnya untuk menyeleksi daripada
calon, moral itu pun kita serahkan kepada hak partai tidak tahu bahwa apa saat ini semua partai sudah
melaksanakan pembukaan pendaftaran calon Lalu nanti stelah pendaftaran calon partai nanti untuk
melakukan fit and proper tes termasuk menguji segala sesuatunya kesiapannya dan sebagainya,
16
duitnya dan juga adanya nanti ada satu masalah juga kalau nanti itu partai politik yang tidak bisa
mengusung sendiri tentu mereka adalah terdiri dari berbagai partai politik nah sementara partai politik
yang satu aliran panas, atau dingin tentu beda lagi, agar tidak ribet bagaimana untuk mempermudah
calon itu, karena harapan kita agar apa yang direvisi semua mengarahkan kepada yang
mempermudah bukan untuk mempersulit yang mempersulit calon mempersulit tetapi mempersulit
negara terutama anggarannya.
Terima ksih Pak.
Pertama, rasanya kita sepaham ini maknanya dulu ya karena yang tertulis disitu uji publik itu
adalah proses transparansi dalam proses bakal caloon sudah dia juga sampai kepada calon. Yang
kaitannya termasuk misalnya potret recordnya, terus persyaratan dan diberikan sudah dimulai dari awal.
Kita sepakat di sini yang memulai dari awal ini adalah ya partai politik atau gabungan partai
politik kalau demikian halnya sebab yang menguji nanti, yang memberikan ini kan lama wujud public
ini keberatan terlalu besar kalau itu prosesnya, oleh karenanya mesti ada disini pembentuk undang-
undng 3 orang kalau mau kita sederhanakan namanya ini ada baiknya kita kita rasakan soal uji public
ini kekisruhan di masyarakat itu sudah apalagi yang mau calon itu sudah mulai ketakutan soal-soal
yang begini apalagi dengan anggaran kadang mulai dari panselnya harus ditunjuk 1 1/2 bulan itu ini
kita sepakat dulu makna yang dimaksudkan kita nanti minta apa namanya yang terbaik di dalam
Undang-Undang dan Undang-Undang nanti apa namanya mungkin apa memikirkan apa proses apa
namanya, itu harus ada nilainya seperti yang dikatakan tadi ada ini hanya boleh dan tidak, padahal
tidak dan juga memberikan namanya agar nanti drafting kita bisa makna ini dimana lagi yang kita
tempuh sekarang soal penamaan nanti ya kita minat perkembangannya nanti, tahapan uji publik kita
mulai ini makna dari uji publik tadi ya kita mulai dari proses partai politik dari proses pencalonan partai
politik kita nyatakan saja bahwa bagaimana nanti didalam menyelenggarakan partai politik iya salah
satu mulai dari tahap proses jadi biar ada juga keterbukaan partai politik kalau begini Ketua, partai
politik sebenarnya ada kewajiban Undang-undang partai yang mengatur soal rekrutmen dan seleksi
yang demokratis di dalam demokratis itu terbuka itu langkah partai politik tetapi maksud saya saya
adalah kalau partai politik kita mintakan itu otomatis ya memang berkewajiban dan yang dimaksud
disini apapun namanya nanti menyangkut sementara kita gunakan itu, yang menyeneggarakan KPU
nah kita setuju saja disederhanakan, misalnya proses untuk memilih tokoh masyarakat dan sebagainya
gitu kan waktu itu nanti kita pikirkan bagaimana menjadi lebih sederhana tapi tetap diselenggarakan
oleh KPU supaya ada standar jadi misalnya ada 10 partai politik yang berlaga di satu daerah ya
semua partai politik misalnya kemudian nanti hanya 3 partai politik yang bisa memenuhi syarat untuk
mencalonkan sendiri yang lainnya harus bergabung, kira-kira ada 5 calon 5 partai politik yang klip 3
partai politik dan 2 gabungan partai politik nah masing-masing silahkan mengajukan para bakal
calonnya para bakal calonnya ada 30 orang ya tidak apa-apa 30 diantara sebagian dari perorangan
biar diselenggarakan KPU saja diselenggarakan KPU supaya ada standar, nanti tidak ada proses yang
berbeda-beda partai politik ini kan punya rekrutmen dan seleksi mulai dari bakal calon sampai
menentukan calon maka bisanya partai itu punya mekanisme tertentu untuk penjaringan dan
penyaringan, itu sarana partai politik tetapi ranah ke publiknya ranah publik adalah kewenangannya
KPU.
Jadi supaya ada standar saja jadi sama-sama semuanya terlibat pada proses sementara
masih...(suara tidak jelas) dan nanti kita rumuskan dulu, kemudian disebarkan oleh KPU tadi, mungkin
kegiatan yang cukup sehari saja sehari tokoh masyarakat semua diundang semua dan lain sebagainya,
orang tanya, Pak dengar-dengar Bapak pernah kerja di satu perusahaan atanya Bapak terlibat apa
dengar-dengar terlibat pada pencurian saham atau penggelapan barang yang ada di perusahaan, ini
jelaskan saja tidak betul dan lain sebagainya jadi kegiatan yang sudah lama belum juga
membayangkan hari saja diselenggarakan KPU, setelah itu ...(tidak dilanjutkan).
17
F-PDIP (Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, MM):
Kemudian para tokoh masyarakat yang sedang kumpul mendengarkan, bertanya dan
mendapatkan penjelaskan dan sebagainya ini dan tentu akan menyebar luaskan pada masyarakat
yang lainnya. Nah kita berikan satu proses waktu misalnya 2 Minggu saja untuk ada respon dari
publik.
Responnya kepada siapa, responnya adalah kepada masing-masing partai itu gitu loh, jadi
bukan pada KPU lagi responnya jadi tidak ada urusannya dengan KPU, KPU hanya menyelenggarakan
saja,sebagai event organizer responnya pada partai, dan partailah atas respon kalau partai punya 5
bakal calon yang yang tadi saya gambarkan responnya buruk ternyata 3 di antaranya buruh silakan saja
partai itu kemudian memutuskan untuk menjadi calon hanya satu orang, kalau yang buruk itulah para
tetap nekad diputuskan ya risiko partai Itu maksudnya. Jadi supaya begini, karena kalau rekrutmen dan
seleksi saya mau kasih contoh di PDI Perjuangan nantinya yang datang hanya PAC ranting, yang
menguji internal dalam tanda kutip kalau para bakal calon ini misalnya iya begitu, dan ini mendorong
cara kita untuk menyehatkan partai politik
Itu maksudnya.
KETUA RAPAT :
Tidak maksud saya begini pimpinan supaya tidak bertele-tele kita ini kriminolog di uji publik itu
tetap kita harus buat bukman juga jelaskan yang dimaksud dengan uji public harga laa semua tadi nih
itu aja jadi nanti siapa penyelenggaranya jadi yang dimaksud proses calon, yang diselenggarakan oleh
KPU atau partai politik jadi semua kita adopsi tapi tadi ia agak menarik kolo kita lempar ini ke publik
tawuran di bawah jadi harus dibatasi defenisi uji publik itu kalau kita lempar ini ke publik Pak ini yang
ini puablik itu dibayar Pak nah ini harus kita sikapi dulu ya jadi partai politik pun saya bayar, partai
politik selesai saya dapat sertifikat jadi limitasi terhadap defenisi atau yang dimaksud dengan uji
public ini jangan kehilangan Pak, kita nanti jadi bulan-bulanan publik kalau kita hlangkan ini cuma kita
berikan pengertian yang dimaksud dengan uji public adalah ini tadi ini masalah redaksi.
Betul dari uji publik tetap harus ada karena semangat kita buat uu itu dulu Pak. Kenapa kita
membuat Undang-Undang perbaikan itu kan salah satu untuk memperbaiki kualitas pilkada yang
selama ini dikeluhkan masyarakat, membeli kucing dalam karung itu yang mesti kita sepakati dulu, uji
publik harus ada tinggal saya bilang tadi, kelau menurut pak Arif tadi itu mendekati sempurna menurut
saya jadi mungkin nanti itu KPU dan Bawaslu, Panwaslu Panwaslu itu kan bagian pengaduan biasa
jadi kita perkuat fungsi panwaslu di bawah,atau bawaslu nah mungkin proses pencalonan tadi, silakan
kita sampaikan ke kotak pengaduan, mungkin berlaku satu sampai 3 hari masing-masing calon
mengklarifikasi dalam Kurun tertentu. Itu bisa itulah dalam aduan tadi kalau ada, itu loh semacam itu,
yang masalahnya KPU dan Bawaslu, silakan apa namanya bakal calon mengklarifikasi karena semua
aduan masyarakat.
Nah setelah itu kembali ke berbagai politik apakah mereka itu sering datang Pak deputi tetapi
yang paling dasar sebentar di TPS selama dia tidak melanggar persyaratan nah kalau ijasah palsu tidak
18
bisa dong, walaupun partai politik mencalonkan, tetap gugur tidak bisa ini mungkin yang mesti kita
atur, jangan sampai diatur maknanya karena ini roh perbaikan dari pilkada yang menurut kita dulu carut
marut dulu, salah satunya adalah adanya isu publik, itu semangat dan Undang-Undang dulu baik derap
langsung atau tidak langsung, itu Pak Arifin, nah betul, itu Pak Ketua.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Ini dapat kita simpulkan bisa buar rumusan, kalau mau tetap namanya uji publik tapi tetap di
buat ketentuan umumnya kita buat rumusan kalau uji publik itu yang di maksudkan tadi adalah makna
transparan, termasuk di situ ada peran serta masyarakat nah dalam pengertian ya ada partisipasi
masyarakat di sana, nah untuk melihat calon mulai dari tahap proses yang dilakukan oleh partai
politik atau gabungan partai politik, dan penyelenggara uji publik ini adalah KPU dan Bawaslu kalau di
tingkat 2 panwaslu, hal itu dijabarkan langsung, jadi selesai urusannya, istilahnya tetap yang Pak Arif,
Pak Malik tetap istilahnya. Tidak terlalu besar, tapi kalau sudah begitu memang dan waktunya kade
…(suara tidak jelas) 3 minggu juga cukuplah.
Ini Ketua, kita spare saja, selama-lamanya 1 bulan, boleh 2 minggu, boleh 1 minggu, Selama-
lamanya 1 bulan. Sudah menyingkat dia. Iya. Ini kan sebetulnya untuk uji publik itu akan melibatkan
satu tahapan lagi yang disebut dengan bakal calon bagaimana kau membikin uji publik kalau bakal
calon belum ada?, kan begitu, saya tahu bocoran KPU itu jadi kira-kira kegiatan uji publik itu satu
sosialisasi Yang kedua debat publik ya seremoni nya begitu debat publik seperti apa terserah kan,
kalau kemudian debat publiknya itu kira-kira muncul 5 calon misalkan setelah tahu itu uji publik
sosialisasi karena begini, debat publik setelah penetapan calon.
Jadi diuji publik itu ada proses entah dialogue atau namanya, yang penting ada proses bahwa
visi dan misi coba kita cek nanti di peraturan KPU nya seperti apa tapi setahu saya seperti apa,
peraturan KPU tidak boleh mengalahkan UU Ketua.
Soalnya di uji publik itu kan umum Itu kan perlu peraturan KPU dan peraturan KPU sudah
disiapkan, jadi sosialisasinya ada diskusinya, atau apanya kemudian memberikan waktu untuk menjadi
rekam jejak itu kemudian baru penetapan lewati tadi kata semacam sertifikat. Dan dipersyaratan itu, itu
jadi syarat jadi bakal calon yang sudah ikut uji publik itu kalau kemudian apa orang yang
menacalonkan kemudian tidak ikut uji publik dan tidak sebagai (suara tidak jelas) jadi bakal calon
menjadi syarat, karena itu kmudian sebelum uji publik ada tahapan sbelumnya yang namanya
penjaringan per pendaftaran bakal calon itu, kan begitu Nah kalau kemudian waktunya 2 minggu, 3
minggu bisa ga gitu,
Hal kecuali kita satukan pendaftaran bakal calon sendiri, itu bakal calon?, yang uji publik itu?
INTERUPSI ANGGOTA :
Ya bakal calon,
Syaratnya sebenarnya sederhana saja Partai yang memiliki kursi 20% itu bisakah
mengikutkan para bakal calonnya kalau bakal calonnya banyak aku gabungan partai politik yang
19
sudah memenuhi syarat 20% jadi belum ada syarat macam-macam cuma itu saja nah setelah para
bakal calon mengikuti uji publik, maka partailah yang menetapkan calon. Nah setelah ditetapkan calon
baru calon itu mengikuti debat publik, itu beda lagi debat publik adalah untuk menuju visi misi saya jadi
kata bakal calon itu tidak ada urusan dengan syarat calon jadi tidak ada, waktu jadi bakal calon dia
belum mengurusi NPWP, belum punya KTP, itu tidak ada urusan ya Karena memang belum menjadi
calon partai politik ARIF WIBOWO: Belum masih bakal calon, jadi begini pada aspek kepartaian, pada
aspek partai uji publik itu membantu partai untuk juga memudahkan di dalam menetapkan calonnya
Ada 3 tahapan seseorang menjadi calon yang pertama itu sebelum dia mendaftar di KPU yaitu
ketika tahapan dia uji publik itu di partai, dan uji publik yang kedua dia sudah daftar di KPU, tapi
belum masih jadi calon, bakal calon setelah daftar KPU, dia lolos apa tidak, itu baru calon jadi begini
Pimpinan, yang pertama bahwa sebelum tahapan itu, ada tahapan pendaftaran bakal calon di
pedataran pembagi pendaftaran bakal calon itu saratnya itu umum kecuali Syarat tadi itu syarat 20%
jadi kalau partai dan gabungan partai bertemu berkumpul dan kemudian memenuhi 20 % kursi atau
suara maka dia boleh mencalonkan satu terlebih bakal calon baru kemudian setelah pendaftaran setlah
uji publik kemudian pendaftaran calon dibuka, disitu kemudian persyaratan yang macam-macam baru
dibuka begitu. Karena begini pimpinan kalau kemudian bakal sang bakal calon itu syaratnya sama
dengan pencalonan susah cari calon tentu saja, orang yang ikut di bakal calon sudah pasti maunya di
pendafataran calon, karena itu sudah antisipasi cuma karena KPU, kalau yang lucu begini nanti jadi
ada peraturan KPU bakal calon itu 20% partai politik yang sudah membusung untuk boleh pindah
ketika pencalonan karena kalau dipindah ini bahaya bisa pindah-pindah itu bahaya, karena bisa
mengakibatkan satu calon atau satu partai tidak memenuhi syarat lagi jadi ini berbahaya dan alasan
melihat kalau ini tidak dilalui dengan syarat-syarat begitu berbahaya kalau threshold yang ditentukan
mulai dari bakal calon.
KETUA RAPAT :
Saya luruskan dulu ya, sebentar tadi aspirasi yang berkembang bahwa ada transparansi yang
dimaksudkan, mulai dari tahap proses pencalonan seseorang oleh partai politik oleh karenanya betul
bahwa ini terserah namanya apa mulai dari tahap dan gabungan partai politik, mulai penjaringan
menyaring dan penjaringan siapa yang dia calonkan sudah mulai masuk ini ah apapun namanya tadi
istilah dari proses penjaringan oleh partai politik habis itu kan dicalonkan, kita belum masuk ini kalau
Pak Arif tadi mengatakan bolh partai politik dicalonkan 2 atau 3 ini sepertinya terlalu berat juga tugas
kPU melakukan hal itu, tapi kalau sudah misalnya lah yang memenuhi kaitannya juga dengan
persyaratan yang memenuhi diajukan ini juga ada kepastian bagi seseorang Li jadi masuk ke KPU, baru
KPU melakukan acara dengan partisipasi masyarakat kan itu, di 2 tahapan ini saja Kedua tahapan ini
kalau namanya tetap kita memberikan apa pengertian di Undang-Undang kita inilah yang kita
maksudkan uji publik terlalu tidak enak, misalnya kita memang ini apa, namanya ini terlalu besar jadi
padahal memang esnsinya, artinya tentu kita putuskan untuk dituangkan itu kesimpulan kita Pak Andu,
Jadi nanti bisa itu, nanti soal waktu kita hitung,
Sebentar ketua, dikit saja saya pertama mengenai tahapan KPU, KPU sudah kita hentikan
Pak tahapan nanti kan mengikuti apa yang kita setuju, belum membahas apa nama PKPU sekarang
lalu kemudian apa namanya yang disampaikan Pak Arif sudah benar uji publik ini Pak semacam
partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat 20%, 15% aau 25% belum kita bahas
dan beulm kita putuskan jgua itu menyampaikan kepada KPU bahwa menyampaikan kepada KPU
kami berkoalisi ini dari partai politik ini bisa 3-4 kali atau 2 calon iya kan, itu yang disampaikan uji
20
publik kata si masyarakat, pak itu Bakal Colon itu tidak benar pak, ijazahnya palsu atau dia punya
hutang tidak terbayar, kan ada file disitu setelah nanti diverifikasi diverifikasi yang emenuhi dari uji
publik kan dikembali kan ke partai politik, misalkan dari 4 calon ternyata 3 yang memenuhi syarat dari
uji publik, artinya dari persyaatan dia memenuhi, barulah nanti dipilih oleh partai politik atau gabungan
untuk mendaftarkan sebagai calon begitu Pak,
KETUA RAPAT :
Kalau melihat masukan tadi Pak dan saya tanya ke Pak Malik, berarti KPUD membuat
pendapatan 2 tahap tahap pertama adalah tahap pendaftaran calon bakal calon, yang ini terjadi seleksi
publik tadi, uji publik, setelah itu lagi ada tahap pendaftaran calon tetap jadi 2 tahap harusnya, jadi
mungkin kita harus jelas dalam memberikan petunjuknya nantinya.
Sebenarnya ketika Partai sudah mencalon mendaftarakan calonnya ke KPU posisinya bukan
calon, masih bakal calon, artinya Undang-undang ini kan mencoba hanya agar partisipasi masyarakat
itu bisa disalurkan yang tidak dalam tahap calon itu masih bisa dianulir oleh partai itu saja sebenarnya
Pimpinan.
Pak Ketua, tahapan masih tahap penjaringan jadi harus jelas kita memberikan 2 tahapan yang
dilakukan oleh KPUD, tahap penjaringan adalah pendaftaran bakal calon setelah ini melalui seleksi tadi
katkan kalau ada uji publik, tahap kedua adalah pendaftaran pencalonan yang perlu digarisbawahi, tadi
yang saran beliau, begini pak jujur ini rentang seleksi ini jangan menambah rentang cosh pak. Ini jujur
ya orang menjadi bupati, walikota, gubernur, mau saya tanya kalau ada yang mendaftar ke saya,
duitmu mana, gak punya duit mustahil gak akan dapat secara persyaratan normatif tadi, orang ini
memenuhi syarat di normatifnya akademis, kalau punya duit tidak bakalan dipilih sama orang bang Ya
itu jujur, kita terbuka kan walaupun persoalan lengkap bagus semuanya, duitnya banyak tidak dipilih
rakyat, pasti nanti adalah uang, jadi nanti tolong artinya jangan sampai si calon megeluarkan ongkos
lagi katakan menggalang efisiensi menggalang orang di publik keluar duit lagi kan begitu kalau
masalah uang diatur juga Pak di Perpu.
KETUA RAPAT:
21
F-PAN (AMRAN, S.E.):
Saya kira kesimpulannya saja bahwa bonggol uji public ini kita sepakati, nanti pada saat kita
buka lagi forum ini akan terjadi perdebatan seperti ini, maka tidak akan selesai-selesai ini masih berapa
bongol yang harus kita setujui, jadi kita kesimpulannya setujui dulu Ketok dulu bahwa uji public kita
masih pertahankan, itu saja dulu pak ketua. Persoalan nanti masuk-masuk ini pra, ya ini kan pra nya.
Saya kira itu pimpinan.
KETUA RAPAT :
Yang kita maksudkan tadi, kalau sekiranya kita sudah cocok pengertian itu kan
merumuskannya dalam legal drafter, itu sudah sudah bisa rumuskan ini. Oleh karena itu apapun
namanya belum tentu juga namanya uji publik tapi kalau kita sudah cocok uji publik, dilaksanakan
dengan menyederhanakan tahapan dengan menggunakan tahapan selambat-lambatnya 1 bulan ya
paling lama kira-kira satu bulan itu kan yang dimulai dalam tahapan penjaringan kira-kira begitu
penjaringan calon sampai kepada tahap pencalonan, jadi paling lambat ya ini satu bulan lagi itu dulu
kita mikir, nanti setelah dirumuskan dan itu diselenggarakan KPU dan Bawaslu kesimpulan kita,
penjaringan sudah boleh dimulai oleh Partai tentunya begitu ya, itu dulu kesimpulan kita setju ya?
(RAPAT : SETUJU)
Baik ini sudah kemajuan luar biasa ini pemanasan tapi ini sudah hampir hanya soalnya kita tadi
Kang Dadang dimatikan dulu mic nya menganggu soalnya tadi hanya yang belum clear sebetulnya
dimana kita buat peran partai politik, itu saja sebenarnya kalau tadi apa? Sebab, jangan sampai
tersingkir partai politik ini itu saja sebenarnya kalau kita lakukan ya sumber yang pertama dari situ
makanya ada juga usulan Fraksi ini kalau mau independen kita gedein jangan 5 persen ada yang
mengusulkan di sini kalau yang perseorangan.
KETUA RAPAT:
Oh ya jangan ada perasaan kita muncul seperti itu makanyadimana nanti meletakkan di
bahasanya.
KETUA RAPAT :
Itu kita masukkan baik ini sudah bisa masuk kerangka itu tentang uji publik kita setuju
namanya tidak usah dirubah tetap saja uji publik asal pengertiannnya tetap seperti itu cuma sudah
waktunya satu bulan tidak sepertii sekarang ini empat setengah bulan begitu ya? Ini sudah tiba ketuk.
Berikutnya adalah ini baru 2 bongkol tapi sudah luar biasa kemajuannya
22
F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH, MM, MH):
Ini mungkin apa menyimpang atau tidak saya tidak tahu perlu kita antisipasi juga karena
walaupun kita tadi bicara asesmen terhadap calon pertanyaannya adalah begini bagaimana seorang
calon yang sudah dilakukan asesment lulus berhalangan tetap atau meninggal dunia apakah si potensi
wakil bisa memilih yang lain yang belum di assesment apakah perlu ini kita atur Nah ini ya, padahal dia
belum di lakukan uji public Nah ini menjadi penting pada saat dia sudah berjalan, tiba-tiba dia sakitlah
atau meninggal dunia kan kasihan si Wakil ini atau mengundurkan diri, kan begitu nah jadi
Nanti dalam pembahasan rame-rame itu bang, hari ini kita sepakati berapa bonggol dulu itu
Pak,2 bongol dulu saja oh ya ya siap-siap.
Pimpinan, menjawab tadi Pak Rufinus jadi untuk uji public ini tidak hanya diberlakukan di awal
masa pemilihan, tetapi ketika ada pergantian antar waktu seperti yang sudah-sudah itu wakil bupati dari
partai pengusung saya kira pengganti antar waktu baik biar nanti pengaturannya masuk ke pasal-pasal
yang lain berikutnya adalah kalau perselisihaan ini itu saya kira lebih gampang ya kan perselisihan
penyelesaian perselisihan kan lebih gampang kita kita tetapkan serta dalam penyelesaian perselisian itu
Pak jelas MK tidak mau itu kan sudah pasti. Nanti arahnya ya tidak ada ke MA, MA nanti teknisnya
mengatur di bawah DPR akan mengkonsultasikan kepada MA kita konsultasikan, mana yang terbaik,
ini kan urusannya jadi kita jangan terpola dulu bahwa permintaan-permintaan kalau tidak siap ini, ini,
kalau tidak siap ini ada tawaran-tawaran nanti kita simpulkan saja penyelesaian perselisihan kita akan
lakukan konsultasi begitu juga dengan pemerintah dan juga dengan MA Mahkamah Agung kalau
kemarin MK sudah clear kita dia tidak akan mau sampai di tanyakan kemarin siapa yang harus
mematuhi yang sudah diputusin oleh MK ya seluruhnya termasuk pembentuk Undang-Undang begitu
sebab Pak Malikmkemarin kalau kita putusin begini rupanya apa salahnya begitu ya dinyatakan kalau
sudah Paham apa salahnya ya tidak usah lagi kita kutak katik jadi perselisihan nanti kita konsultasi
dengan Mahkamah Agung dan sekaligus dengan pemerintah kita setuju ya, bonggol ini ini bonggol, 2
bonggol lagi sisa ini soal pasangan besuk saja jam 2 kalau begitu Pak Arif ya?
INTERUPSI:
Pasangan setuju semua pasangan, kenapa lagi diperdebatkan) sudah semua setuju pasangan
Yang kita perbincangkan Mas Arif, ini tapi kita endapkan malam ini, kan ada juga pikiran yang
sudah berkembang seperti pikiran Pak Ramlan Surbakti itu perlu juga kita timbang-timbang pasangan
dan tahapan, tahapan juga besuk tidak terlalu lama lama jadi kita lanjutkan besok pagi Ya ini sudah
setengan 6 besok jam 2 Jam 14 kita diskusikan lagi sementara besok rumusan-rumusan yang sudah di
kita sepakati tadi sudah bisa langsung masuk.
Tapi masih menyisakan soal yang kecil-kecil ya, bukan yang gede-gede artinya tetap
dibicarakan.
23
KETUA RAPAT :
Yang kecil-kecil itu Pak Arif, mempersingkat misalkan tahapan ini bisa ratapan ini.
Artinya tetap dibicarakan supaya menjadi usulansetiap Partai Politik ini, setiap Fraksi ini tetap
mendapat perhatian.
KETUA RAPAT:
Ini akan kita rapatkan jam 14.00, Sabtu kita lanjutkan hari Senin, kita lanjutkan.
Yang berikutnya saran saja, kalau bikin undangan jangan mendadak sontak.
KETUA RAPAT:
O ya, kalau sekarang tidak pakai undangan lagi, besuk jam 14.00 kita diskusi kelar besok kita
bicarakan lagi, hal yang teknis-teknis tadi itu kita bicarakan. Misalnya hari Sabtu Sabtu kelar sudah kita
ajukan usul usul inisiatif, mungkin ada kesempatan kita yang merasa belum masuk lag,i kita ajukan ke
ke pemerintah kan pemerintah nanti yang mengajukan Daftar Inventarisasi Masalah baik, ketok besuk
Jam 14.00 kita mulai lagi.
Hanya usul aja Pak Ketua supaya nanti tidak begitu sulit jadi dari legal drafter sudah
memahami tadi frasa dari teman-teman ini jadi mungkin redaksionalnya coba disusun supaya nanti
seperti ditail-detailnya ini terjawan itu di redaksi nanti pak Jadi kalau umpamanya pendevisiannya yah
jadi tinggal mensimulasi saja jadi semua terjawab yang detai-detail ini nanti di dalam pengertian apa a,
b, c, d jadi itu mungkin usulan saya supaya lebih cepat Pak Ketua Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Oke. Bisa ya? Dengan mengucap Alhamdulillahirrobil Alamin Rapat Panja ditutup.
Ttd
24
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. MUSTAFA KAMAL, S.S.
2
Jalannya Rapat :
Kami buka pembicaraan kita yang menyangkut pasangan, kami ulangi putaran trash hold itu.
Silakan Pak.
Terima kasih.
Berkaitan dengan masalah pasangan calon, kami itu mengusulkan berpasangan, jadi sekaligus
di daftarkan secara berpasangan dalam rangka efisiensi, karena kita sudah melihat dan membaca
dalam Undang-undang Dasar 1945, bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota secara demokratis dipilih,
dalam arti berpasangan ini tidak melanggar Undang-undang Dasar 1945. Dan yang disampaikan MK
kemarin kembali pada pembentuk Undang-undang, untuk itu secara berpasangan tapi hanya satu, tidak
wakilnya dua atau tidak.
Berkaitan dengan partai pengusung, karena kita sepakat pemilihan ini langsung, tentu harus
ada tolak ukur supaya mendapat mandat dari rakyat, ini karena kita sudah sekarang bahwa kita masuk
pada demokrasi karena sudah menyangkut pemilihan langsung untuk mendapatkan legitimasi dan kami
mengusulkan pasangan yang mendapat, yang dikeluarkan pemenang itu, supaya kalau bisa tidak
...(suara tidak jelas) mengajukan calon 30% syarat ...(suara tidak jelas) mencalonkan, karena tentu
ingin kepala daerah ini dapat legitimasi, kalau cuma 30% ternyata 70% tidak memberikan dukungan
berarti ada 70% yang tidak memberikan dukungan pada calon terpilih karena ini untuk menentukan
daripada calon.
Jadi ini pandangan kami supaya yang dipilih supaya dapat legitimate, krena waktu itu daerah
25% teropilih dan dia terpilih, calonnya begitu banyak akhrinya ada yang demo, kami tidak memberikan
suara, berarti ada 75% yang tidak memberikan mandat, saya pikir itu saja terima kasih.
KETUA RAPAT :
3
F-PG (H. AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si):
Kami ingin menanggapi, kita kemarin terlalu fokus mengenai Rancangan Undang-undang
Pilkada, padahal saling terkait dengan Rancangan Undang-undang Pemerintah Daerah yang sedang
kita bahas juga, kami ingin menggabungkan saran dan masukan tapi tidak bertntangan dengan
Undang-undang Pemerintah daerah, kalau mau dipaksa tetap mengacu pada Undang-undang Pemda
dan kita beri kwenangan pada calon kepala daerah sesuai dengan komposisi jumlah penduduk yang
ada didaerah itu, tidak menyalahi pemda, apakah pada saat penetapan calon atau tidak menimulkan
...(suara tidak jelas) kami rasa pada saat penetapan bakal calon itu saat yang paling tepat, sementara
itu saran dari kami.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Terima kasih.
Pada pasangan atau paket, dari PAN masih menginginkan pada pilkada yang sebelumnya
bahwa pilkada itu satu paket, ada pertimbangan bahwa tidak menyalahi Undang-undang dan kedua
sebuah problem dan tentu akan menjadi kajian yang mendalam, kalau tidak satu paket, di tengah jalan
terjadi berhalangan tetap, itu kan tidak otomatis menggantikan yang kepala daeahnya dan ini menjadi
perdebatan, apakah akan dipilih oleh Ketua DPR atau dipilih lagi, menimbulkan multitafsir dan
pembiayaan, kemudian akan ada pelaksanaan tugas untuk menunggu itu.
Kemudian berapa sesungguhnya presentase dari calon yang diusung apakah parpol atau
gabungan parpol, saya kira ini 30-40 itu mungkin kami rangenya 20-30, dan itu bisa menjadi 8,5% saya
kira itu Pimpinan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Undang-undang yang kita bahas ini, terkait beberapa Undang-undang yaitu 23 tahun 2014
tentang pokok-pokok Pemerintah daerah, bahwa kalau ada Undang-undang integrated, maka biasanya
di Undang-undang Pemerintah pada akhir kalimat itu, yang bertentangan dengan Undang-undang ini
dinyatakan tidak berlaku.
Oleh karena itu bahwa terkait pasangan calon karena kita lihat Undang-undang 22 tahun 1999
ini dipisahkan tidak disatu paketkan pada bupati dan wakil bupati, kenapa terjadi demikian, karena
ditekankan yang menjadi wakil bupati adalah PNS atau ditunjuk oleh calon itu.
4
Dengan demikian maka dengan dihapusnya calon tunggal, menjadi paket maka otomatis ada
beberapa pasal yang di sesuaikan dalam rumusan Undang-undang ini, antara lain larangan PNS untuk
menjadi kepala daerah, ini pimpinan, terima kasih.
KETUA RAPAT :
MK memutuskan memang dilarang, jadi dia harus mundur, TNI POLRI juga gitu, oleh karena itu
.... (tidak dilanjutkan).
Hak-hak politik bagi PNS, bagaimaan finalnya di lembaga peradilan kami tidak mencampuri tapi
kami ingin memberikan ilustrasi yang sering terjadi di daerah, PNS meski cuti sementara sering ketika
menemui hambatan tidak memenangi pertarungan tapi pola karirnya terhenti, oleh karena itu jika
peradilan melarang lebih politiknya sehingga mempersempit ruang birokrasi.
Dan kami juga menghormati yang sudah disusun oleh teman-teman dalam Perpu kemarin, kita
sudah toleran dan kami menghimbau jangan total dirombak, jadi kita memperhatikan dalam .tidak
bertentangan dengan Pemerintah daerah, bupati nanti menunjuk siapa dan dipilih bersama, hanya
mekanisme saja penunjukan, barangkali teman-teman lain bisa menambahkan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Memang Pemerintah waktu itu ngotot tidak satu paket alasannya disharmoni, sebetulnya kita
mengusulkan paket, antara kepala daerah dan wakil di tetapkan bareng oleh KPU, tidak paket itu
artinya yang dipilih oleh KPU hanya calon Kepala daerah, itu akhirnya setuju tidak paket, karena waktu
itu Pemerintah setuju dipasang langsung, kemudian tidak paket problemnya lebih banyak, yang
masalah bagaimana kalau kepala daerah berhalangan datang, apalagi sesuai kuota penduduk wakil itu
lebih dari satu, kalau kita bca Pasal 168 ayat (1) untuk Gubernur, dan disitu sudah lengkap dijelaskan,
...(suara tidak jelas) jadi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten ...(suara tidak jelas) yang
menjadi masalah kemudian adalah kepala daerah berhalangan tetap, di Undang-undang Pemda
bagaimana kalau kepala daerah berhalangan tetap maka wakil karena statusnya tidak dipilih maka
tidak boleh menggantikan, legitimasinya berbeda, karena itu diserahkan DPRD yang memilih kembali si
kepala daerah, sesuai mekanisme pengusungnya, dan itu sudah ada di Pemda nomor 23, dan tebntang
wakilnya Pemerintah dulu ngotot PNS, tapi karena wakil itu “jatahnya parpol” maka kita bebaskan, jadi
boleh mengangkat politisi, penguasa artinya bebas.
Kalau dipilih paket, ini mekanisme untuk menentukan wakilnya harus diubah, kalau paket
wakilnya harus satu, kalau lebih ketika kepala daearh berhalangan tetap itu masalah, kecuali kita
siapkan mekanisme yang baru, dan diubah ketika calon resmi diusung oleh partai atau gabungan partai
maka diberi kuasa untuk menunjuk wakilnya, teserah siapa, satu, kalau paket lebih dari satu, kalau
5
kepala daerah berhalangan maka ini pasti berebut, maka Undang-undang berebuat lebih dari 18 bulan
maka wakil otomatis menggantikan, jadi siapa yang menggantikan, itu aturannya.
Jadi yang menjadi masalah adalah kalau kepala daerahnya berhalangan dan jabatannya lebih
dari 18 bulan siapa yang akan menjadi wakil, kalau wakilnya lebih dari satu, tapi kalau wakilnya satu
otomatis dia menggantikan.
Kemarin usul jadi penentuan wakil calon wakilnya itu akan ditentukan si calon kepala daerah
terusung yang sudah resmi diusung untuk mengangkat wakilnya, baru KPU menetapkan dua-duanya
sebagai calon dan wakil. Dan tinggal pinter-pinternya saja calon wakil kepala daerahnya melobby partai
dan gabungan partai.
Yang kedua menurut saya, setelah calon itu resmi diusung oleh partai, maka kemudian calon
itu mengusulkan mungkin kalau lebih dari satu nama kemudian partai ke pengusung partai yang
mengusung itu, jangan kebalik kalau kepala daerahnya yang mengusulkan misalnya lebih dari satu itu
dianggap sudah clear, tapi kalau dibalik partai atau gabungan partai mengusulkan bisa saja orang
diusulkan partai atau gabungan partai tidak cocok dengan kepala daerahnya, ....(suara tidak jelas) itu
yang jadi masalah besarnya, karena itu Pimpinan saya setuju ini dikembalikan ke paket dengan catatan
satu wakilnya yang kedua denagn syarat kepala daerah sudah resmi diusung oleh gabungan partai atau
partai yang mengusung itu, dan kemudian ditetapkan KPU dan baru di vote, ketimbang dipilih paket.
Kalau itu yang terjadi kita setuju paket, karena begini Pimpinan kepala daerah dan wakil itu jabatan
politik, tapi kalau tidak pilih beda statusnya, bedanya antara PNS dan kita ini kan beda, kalau PNS kan
jabatan karir, kalau kemudian kepalanya dipilih sementara wakilnya diangkat maka ada dua posisi yang
berbeda, satunya dipilih publik dan satunya diangkat, maka kita sepakat kalau kepalad aerah
berhalangan tetap tidak boleh wakilnya ini otomatis menggantikan kepala daerah.
Karena itu kita perlu diskusikan kalau ditanyakan sikap PKB, maka PKB setuju paket dengan
catatan perubahan itu, sekali lagi agar wakil dan kepala daeahnya itu lebih harmonis. Kalau tidak salah
3 Gubernur yang wakilnya bertahan yaitu Jawa Timur, ...(suara tidak jelas) kemudian Kalimantan
Tengah, Sulsel ya, belum kita lihat bupati wakil bupati, walikota wakil walikota, mayoritas memang
berantem dan salah satunya karena politik lagi, jadi itu, dan tentang trash hold itu sebetulnya 20% itu
kompromi dari 15-25% itu, eksesting 15% kecuali DKI, kemudian kita naikkan menjadi 25%, 20% kursi
atau 25% untuk suara asumsinya begini kalau kita sepakat 20% itu maksimal muncul 5% tapi tidak
mungkin pas, paling banyak 4 pasangan, bahkan mungkin 3 pasangan, kalau 3 pasangan itu hampir
...(suara tidak jelas) satu putaran, kemudian kita usulkan 1 putaran saja, jadi alasannya waktu itu
asumsinya bahwa 20% itu kira-kira muncul 4 pasangan, kalau 3 pasangan kemungkinan 1 putaran jauh
lebih besar.
Kami mendukung satu pasangan, tapi kita lihat psikolgi politik pasangan, jadi di Undang-
undang yang lama ketika bupati berhalangan tetap wakilnya menggantikan secara otomatis kemudian
nanti yang menggantikan wakil itu dari partai pengusung, problemnya adalah ketika Bupati berhalangan
tetap taruhlah kena kasus pidana, ini menjadi problem politik juga, fitnah yang ada di lapangan saya kira
juga seolah yang mendorong wakil Bupatinya, karena tidak pernah mendapatkan peran sehingga
dikasuskan, salah satunya kami, “sakitnya tuh disini Pak”, padahal kita tidak pernah mendorong itu, tapi
ibarat buah itu ranum kemudian matang, jatuh dari pohon, kami mencoba mengkolaborasi dapat satu
paket dari DKP tadi, tetapi yang diubah ketentuannya ketika Bupati berhalangan tetap bukan salah
6
satu atau dua orang wakil ini menggantikan tetapi calon bupatinya itu dipilih dari partai pengusung,
yang menggantikan, ini saran dan masukan.
Ditetapkan dipilih oleh DPRD, saya rasa nanti terjadi kompromi antara koalisi tersebut, dan
saya sependapat dengan PKB tadi paket karena kewenangan untuk memilih dan memasangkan,
sering kali kita terpaksa harus kawin disitu, yang umurnya 3 bulan bulan madunya, tapi kalau Bupati
diberikan kewenangan untuk menunjuk dan di sokong oleh semua partai koalisi tersebut, sehingga
disitulah legitimasi bupati yang dipilih bersama-sama, kami tetap supaya tidak bertentangan, wakilnya
tidak dibatasi lebih dari satu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Kalau Undang-undang itu adalah partai politik atau gabungan parpol, kalau kita bicara koalisi
disini terlalu apa, jadi di daerah ada misalnya dari partai saya bergabung dengan PDIP, PKB, kita
persilakan, bergabung dengan Gerindra, Nasdem, jadi intinya adalah upaya yang harus kita selesaikan
bahwa disini ada kesepahaman dari parpol.
Jadi yang berkembang sekarang kita pasangan cuma yang tinggal pengaturan pasangan itu
kalau lebih dari satu alternatifnya begini, kalau dia satu juga mekanismenya begini, itu sudah, itu
pandangan saja.
Kami persilakan.
Arahan dari Fraksi PDI Perjuangan sebetulnya agak berbeda, tapi pada esensinya menurut
saya point yang dibahas sama, jadi dalam hal berpasangan atau tidak berpasangan, partai kami
memutuskan untuk tidak berpasangan karena landasan tadi mengenai ketidakharmonisan kepala
daerah dan wakil kepala daerah mengganggu berjalannya pemerintahan di tengah periode pemilihan,
tapi ketika itu saya pikir dari Pak Agung esensinya sama bagaimana kita mencari solusi mengenai
bagaimana Pemerintahan daerah ini bisa berjalan antara kepala daerah dan wakil yang harmonis.
Ada dua pemikiran tadi, pertama apakah ini dikawinkan ketika artinya proses koalisi politiknya
sebelum pemilihan atau memang berpasangan tapi diajukan untuk menjadi calon kepala daerahnya
saja “ koalisi partai itu berdasarkan trash hold” yang mengusung satu kepala daerah untuk diputuskan
wakilnya di belakang, artinya pemilihan itu hanya kepala daerah itu saja, karena trash hold ini juga
nantinya akan membuat pilkada ini 1 putaran atau 2 putaran, sangat efektif bila trash hold nya
ditinggikan, dan juga menjadikan proses pemilihan ini satu putaran tanpa membahas putarannya.
Balik kepada pemilihan kepala daerah berpasangan atau tidak, saya pikir ide berpasangan ini
menjadi berkembang ketika ada solusi yang lebih aplikatif, artinya dikembalikan lagi kepada koalisi
partai politik, karena pasangan atau berpasangan hitung-hitungannya menang atau kalah, artinya
potensi kemenangan itu. Maksud saya, ketika mengusulkan seorang kepala daerah tanpa wakil koalisi
itu bisa tetap berjalan, atau memang untuk mengikat koalisi diikatkan dengan berpasngan, memang ada
kesulitan yang luar biasa ketika kita mengusulkan satu orang tanpa pasangan, karena biasanya
pasangan kepala daerah tetap saling melengkapi. PDI Perjuangan memang mengusulkan untuk tidak
berpasangan, tapi point terpenting mari kita cari solusi mengenai point ketidak harmonisan kepala
daerah itu.
Yang kedua, berdasarkan konstitusi pemilihan kepala daerah dipilih tidak dengan wakil, itu
mungkin perlu dipertimbangkan
Terima kasih.
7
KETUA RAPAT :
Bagaimana cara mencari jalan keluar yang dinyatakan tadi, ketidak hamonisan tadi yang harus
kita jawab, sementara dari partai Golkar menyatakan konsep untuk mengurus ketidakharmonisan itu.
Terima kasih.
Soal paket atau pasangan ini dua hal yang menjadi perhatian, pertama apakah proses
pencalonan itu lebih menitikberatkan pada peran daripada partai politik atau kita serahkan sepenuhnya
kepada kepala daerah atau gubernur, bupati walikota, jadi kalau ide bahwa kita apapun yang terjadi
parpol yang menentukan, kalau idependen yang bersangkutan, maka tidak ada pilihan dari awal, mulai
dari pencalonan sampai pada memutuskan wakil bupati parpol itu. Mendefenisikan bahwa pemilihan
kepala daerah itu adalah memilih gubernur dan walikota, tanpa wakil kan gitu, proses selanjutnya bisa
kita atur terkait misalnya berhalangan tetap, sehingga bagi PPP kalau melihat pengalaman yang kita
lalui tidak bisa berjalan dengan efektif, sehingga perlu ada fokus rakyat itu miliknya yang memimpin
dalam hal ini kepala daerah, waktu itu fraksi PPP mengusulkan tetap seperti yang ada dirumusan
Perpu dan juga di Undang-undang sebelumnya, kita pemilihan kepala daerah dan nanti terkait wakil itu
sepenuhnya menjadi domain kewenangan dari kepala daerah terpilih.
Lalu soal saran pencalonan, bagi partai politik kita ingin antisipasi dari seluruh komponen
masyarakat, dan juga bagaimana masyarakat lebih dipermudah untuk partisipasinya melalui
pencalonan di parpol, untuk itu angka 15%-20% itu menjadi angka yang moderat yang perlu kita
tahankan dulu.
Itu Saya kira demikian.
KETUA RAPAT :
Pak Rufinus.
KETUA RAPAT :
Silakan Pak.
8
F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):
Panja persiapan pun ada konsekuensinya artinya kita akan merumuskan tentang usul inisiatif,
kita kan sudah siap dari awal ini usul inisiatif daripada komisi II iya kan tidak da di tata tertib Pasal
116, dalam penyusunan rancangan Undang-Undang komisi atau gabungan komisi dapat membentuk
panitia kerja ini penyusunan yang akan kita persiapkan persiapannya ini jadi kita dapat memetik itu
dalam rangka penyusunan ini kan kita mau menyusun revisi Undang-Undang yang sudah ketuk
walaupun ada Nomor ya belum ada Nomor ya tidak apa-apa ini tidak melanggar keanggotaan juga
seperti itu panitia kerja yang dimaksudkan juga seperti itu dalam penyusunan RUU itu dibantu oleh
badan keahlian DPR barangkali DPR sudah hadir jjuga jadi tidak ada jadi ini nanti kan akan kita ajukan
RUU usul inisiatif usul inisiatif, ini kan belum masuk pembahasan resminya sebelum masuk panja
pembahasan tapi panja kita ini juga resmi ada ada ongkos nya .
Ini Pasal 116 Jadi pertanyaan berikutnya adalah karena ini kan tidak masuk belum masuk di
Prolegnas yang dimaksud dengan itu adalah kalau memang sudah diakses di Prolegnas itu pengertian
saya pimpinan jadi supaya nanti tidak kita salah jadi tolong saya dibimbing karena ini diperoleh masing-
masing tanda tanya.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT :
Jadi gini, usulan kita kan sudah masuk sudah kita Suratin, sudah saya tanda tangani dari
kesepakatan kita komisi 2 yaitu jarena belum diketok, tidak usah menunggu diketok kalau bulan depan
ketok padahal kita sudah harus menyelesaikan masa sidang ini kita persiapkan sekarang ada Undang-
Undang perubahan itu adi tidak ada, kita sudah konsultasikan kemana-mana, ke Pimpinan DPR juga
sudah, jadi ini resmi rapat kita ini, oke?
Makanya pimpinan saya mohon di bimbing karena pemahaman saya seperti yang saya
katakan tadi jangan menyalahi struktur yang sudah terbangun selama ini, terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT :
Oke, lanjut.
Yang interupsi dulu.
F- NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):
Sebagaimana saya sampaikan tadi, saya mohon ijin jam 4 sebelum saya meninggalkan tempat,
sekali lagi saya mau menegaskan bahwa mendengar beberapa masukan disampaikan oleh teman-
teman kelihatannya untuk paket ini sudah hampir mengerucut meminta bahwa kepala daerah
diusulkan berpaket dengan wakil kepala daerah. Ini saja Pak wakilnya terserag kondisi wilayah masing-
masing daerah jadi kita kembali naik 574 bahwa daerah yang luas bisa memikirkannya lebih daripada
satu wakil sekali lagi saya pertegas usulan tersebut, terima kasih.
KETUA RAPAT :
Oke.
Ada lagi?
9
F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):
Terima kasih Ketua, rekan-rekan yang saya hormati saya juga mohon maaf, menambahi saja
tentang ide-ide penyempurnaan rencana UU Pemilu ini memang kalau kita lihat bahwa banyak
pasangan pasangan dari kepala daerah, gubernur Bupati walikota ini yang masalah, tetapi kita tidak
bisa melihat bahwa permasalahan itu bukanlah merupakan sesuatu yang buruk tetapi bisa juga
merupakan suatu check and balances jadi dengan adanya paket merupakan check and balances
antara kepala daerah dan wakilnya, karena kalau hanya sendirian ini jangan-jangan nanti yang
namanya check and balances itu tidak ada sehingga akan membentuk suatu kediktatoran dimana
idenya di buat sendiri, dilaksanakan sendiri, di control sendiri, in malah bahaya kalau kita lihat Pak
Ketua dan rekan-rekan bahwa di negara-negara maju ini rata-rata setiap tugas penting ini juga berdua
walaupun tidak disebut tidak dengan wakilnya tetapi dikatakan mitra seperti waktu kita kecil dulu ada
chip chip itu tentara polisi yang jaga ada mitranya demikian juga di film-film detektif, ada ketua, jadi bisa
menyupport gerakan-gerakan nah bupati kepala daerah tetapi juga melindungi kepala daerah ini dari
tindakan-tindakan yang mungkin menyimpang sehingga mensehati dan dinasehati mungkin ini tidak
mau jadi bentrok , jadi ini hal yang bagus apabila ini berpasangan, jadi tidak ada kediktatoran tetapi ada
check and balances, walau terjadi perbedaan kita serahkan kepala daerah untuk bagaimana bekerja
sama dengan wakilnya agar supaya ke depan, dan saya yakin dengan perjalanan waktu antara
dengan kepala daerah dan wakilnya ini bisa akan lebih arif didalam melaksanakan kebijakan lebih-lebih
ketika ketika ada aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah pusat agar peran dari wakilnya ini lebih
konkrit contohnya ketika sebelum tahun 2007 ini yang namanya wakil itu memang membantu
membantu membantu dari kepala daerah tetapi ketika tahun 2007 ke atas setelah itu ini ada aturan dari
Pemerintah, nomornya saya lupa bahwa yang namanya wakil itu mengurusi bidang-bidang yang tidak
diotonomikan salah satunya adalah tentang departemen agama kalau tidak salah ada 7 kecil
perbedaan-perbedaan antara wakil dan kepala daerah jadi dalam hal ini Bapak Ketua Partai Gerindra
sesuai dengan arahan dari fraksi lain untuk kan untuk berpasangan.
Kemudian untuk treshole ini melihat perkembangan yang ada ini bahwa semakin hari prediksi
kita dominasi partai semakin hari semakin tidak ada, jadi partai-partai politik menunjukan kinerjanya
yang baik sehingga sudah hampir rata-rata tidak ada lagi yang 60% ini nantinya akan tepisah dibawah
20%, yang kecil juga berusaha bagaimana menyampaikan ide-idenya, ideologinya, menyampaikan
programnya, sehingga disenangi oleh masyarakatnya nantinya dominasi partai politik terhadap
masyarakat sepertinya sudah mulai berkurang sehingga ada kerta-rataan ini, kalau rata-rata nya ini
nanti dibawah 20 jadi kalau kita patok 15, itu adalah hal yang wajar, karena ada 10 partai kalau sama-
sama sehingga ketika nanti mengusung pasangan ini bukan hal yang sulit, karena cukup bergabung
dengan dari 2 atau 3 partai sudah memenuhi persyaratan yang ada ini Pak Ketua, hal yang mungkin
bisa saya sampaikan untuk menambah wacana keputusan yang nanti, kita ambil bersama, skian, terima
kasih.
Terima kasih.
Berkaitan tadi dengan masalah calon berpasangan saya selalu melihat kita ini selalu sifatnya
reaktif bukan solutif, berkaitan dengan Undang-Undang ketika Undang-Undang pada saat itu Itu
pantas ada yang tidak cocok, langsung kita reaktif wah ini pasangan yang salah ini langsung kita buat
Undang-Undang langsung tidak usah berpasangan tapi yang seharusnya kita kenapa sampai terjadi
itu? sebenarnya tadi ada disinggung oleh Pak kawan kita dari Gerindra ini kaitannya memang tugas
wakil itu yang tidak jelas. Seharusnya ini dibuat oleh pemerintah tugas wakil itu apa, diberikan dia kerja
10
karena ini sifatnya tidak prinsip mereka yaitu akibat bagi jatah proyek saja, cobalah dilihat, kita puasa
jadi wakil, memang bkan itu, mungkin bupatinyha serakah, atau Gubernurnya serakah, kalau bisa
mengakomodir waktu terus terang, baik yang selain itu, tentu kita berharap ini kita ini dengan main-
main ini kembali di pemilihan daerah memimpin daerah tentu ini kita harus mendapat legitimasi kalau
nanti dia dipilih lagi oleh DPR ya setelah itu menentukan lagi itu juga menjadi problem tidak persoalan
maka saya lihat itu kan sebenarnya kasus-kasus saja.
Berkaitan dengan itu, makanya kami tetap berpendapat seperti itu yang kedua, berkaitan
dengan wakil kalau wakil saya berpandangan wakil itu tetap satu dalam rangka efisiensi karena apa,
karena nanti ruang tugasnya nanti juga tidak baik juga akan banyak, disitu kan ada asisten yang bisa
membantu tugas-tugas kepala darerah sehingga untuk ini memang supaya kita menepis bila anggapan
bahwa nanti akan terjadi efisiensi, kalau banyak wakilnya disitu, sehingga timbul ada kesan ini bagi-
bagi partai politik menunjuk wakilnya banyak, terkait dengan pemilihan nanti kan berarti ada satu dua
nanti Pak Rambe calon Gubernur wakilnya ada Amat, Ali, dan ini juga kepada teknis saya
berpendapat ini harus betul-betul kita lihat, dan saya memberi persepsi kita berpasangan tinggal
teknisnya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Saya simpulkan, sebelum kita simpulkan kita tanya masing-masing dulu Dari PKB, jadi
pemanasan dulu karena PDIP sama demokrat mungkin masih bertahan 2 paket mungkin begini
pimpinan meskipun harus besarnya hari ini kembali ke paket, yang jadi persoalan itu paket ini wakilnya
harus satu atau boleh lebih dari satu.
Itu masalah pertama kalau wakilnya cuma satu maka mekanisme pergantiannya ketika
kepala daerah berhalangan tetap itu gampang, itu sudah diatur di Pemda, tinggal kita melihat apakah
kurang dari 18 bulan atau kurang lebih 18 bulan itu sudah demikian selain kita perlu cape-cape untuk
menentukan siapa yang akan mengantikan kalau wakilnya satu yang justru kita buatkan payung
Hukum kalau kemudian dipilih paket tapi wakilnya lebih dari satu pertanyaannya kalau kemudian wakil
gubernur Jawa Timur tiga, karena sesuai kuota ketika misalkan gubernurnya berhalangan tetap pada
besarnya siapa akan menggantikan dia saat untuk menentukan satu dari 3 wakil ini menurut saya ,
untuk menentukan gubernur yang berhalangan tetap maka harus di vote dan ngevotenya tidak
mungkin lagi, pilih langsung lagi Rufinus itu mahal lagi votenya mungkin perlu di DPRD.
Apakah kemudian yang di vote itu harus salah satu dari 3 wakil ini juga jadi pertanyaan kalau
kemudian gabuk partai atau gabungan partai yang dulu menjadi pengusungnya mencalonkan orang lain
di luar salah satu dari 3 juga jadi masalah kan negara itu mungkin terserah kesepakatan kita kalau
menurut saya mendingan kalau wakilnya lebih dari satu maka pergantian kepemimpinan gubernur
yang atau kepala daerah yang berhalangan tetap itu, di vote di DPR salah satu dari wakil itu itu bisa
lebih sederhana pimpinan ketimbang kemudian gabungan patai atau partai atau gabungan partai dari
orang lain di luar yang sudah menjadi wakil ini. Alasannya banyak sehingga salah satunya sustainability
wakil yang sudah bekerja 2-3 tahun, tiba-tiba tidak jadi wakil, orang lain, kemudian baru lagi itu menjadi
masalah bagi saya dan saya biasanya secara politik kan wakil itu apakah dipilih, ditunjuk, atau dipilih
bareng itu sudah pasti atas kesepakatan politik partai atau gabungan partai karena itu Pimpinan
menurut saya tidak masalah clear, apakah paket dengan hanya satu wakil atau paket wakil lebih dari
satu tidak masalah, kita siapkan payung hukumnya saja kalau wakilnya lebih dari satu jadi clear tinggal
kita mencari kesepakatan yang paling fundamental ini, paket atau tidak paket meskipun mayoritas paket
saya tetapi kalian PDIP dan teman-teman demokrat yang harus mempertahankan Perpu nya ini.
Sebelum PDIP ada dari PKS, sebelum dari Hanura, Demokrat baru nanti kita tetapkan dulu.
Apa dari PAN mau menambahkan lagi?,
Kalau diberikan waktu sebelum PKS, silakan, sebab tadi masih belum selesai tadi.
11
Silakan Pak.
Saya kira mau mempertegas kembali Pak Ketua Betul apa yang disampaikan dari PAN bahwa
kadang kita menyikapi sesuatu dengan sikap yang sangat reaktif, dulu terjadi perdebatan antara
pilkada maksudnya tidak langsung karena kita juga reaktif perihal kondisi lapangan dari hasil pilkada
yang banyak memunculkan konflik kan itu, saya katakan mungkin lebih bagus kita pilkada tidak
langsung mungkin salah satu pertimbangan itu, setelah dilihat dari tahap perjalanan kajian segala
macam masukan dari masyarakat ternyata juga bisa di minimaze bahwa persoalan-persoalan itu bisa
dihindari. Kemudian persoalan paket l selama 5 tahun masa kira ini kan solusi sehingga ini tidak terjadi
saya kira sudah banyak yang berkembang bahwa kalau umpamanya apa namanya, disharmonisasi itu
tidak tidak apa namanya terjadi ini harmonisasinya hanya singkat mungkin karena pesoalan pembagian
tugas, kalau pembagian tugas perlu diatur secara jelas mana yang diurusi khusus oleh wakilnya, mana
yang ditangani oleh kepala daerahnya, saya kira begitu, lalu itu diatur saya kira itu bisa terselesaikan.
Saya kira begitu Ketua, kemudian persoalan ini masuk sedikit tentang surat-surat itu saya kira jalan
tengah itu pernah terjadi perdebatan yang panjang moderatnya itu 20% saya pikir itu
Pimpinan.
KETUA RAPAT :
Silakan PKS.
INTERUPSI:
Mohon maaf ini Pak Saat sebagai anggota Panja beliau ada rapat kerja jadi saya mewakili
dan kelihatannya tidak perlu panjang lebar, saya mengamini saja apa yang dinyatakan, oleh karena
sudah ...(suara tidak jelas).
KETUA RAPAT :
Jadi sama PAN yang terakhir sudah cocok, tinggal masuk juga
Demokrat belum? atau sebelum PDIP, Hanura sama Demokrat, baru nanti gongnya dari PDIP,
ya.
Memang menurut pandangan saya sudah sangat sejalan tadi kita memang masalah waktu itu
menjadi persoalan betul karena persyaratan sebenarnya kemarin itu masih banyak yang perlu kita
harus bahas siapa sebenarnya yang harus bisa menjadi calon bupati, walikota atau gubernur. Kemarin
juga tidak bahas ini terjadi bupati yang sudah 2 kali habis masa jabatannya mencalonkan diri kembali
menjadi wakil jadi tolong supaya ini juga dalam pembahasan kita, menurut pandangan saya kalau point
ini mungkin harus dalam Pak Ketua, harus dalam ini jadi jangan kita berbicara hanya paket antara
bupati dan wakilnya atau pimpinan pimpinan kepala daerah ini jadi itu karena terlalu umum cepat kita
nanti memutuskan ini wakil ini karena sebenarnya tidak begitu apa paket ini tidak begitu sulit kita untuk
adopsi, hanya persoalannya adalah kembali ke yang kemaren kita setuju tetapi bagaimana kalau
seandainya Bupati yang masanya 2 periode jadi mohon maaf saya agak melangkah karena ada
12
masalah tirani yang dibentuk oleh para keluarga, itu kan belum masuk di poin ini yang kita bahas tapi
sangat berkaitan jadi menurut pandangan saya Pak pimpinan, kalau boleh kita hold dulu ini karena itu
akan bersinambungan nanti dengan masalah-masalah yang lain jadi mohon maaf saya tidak ingin
mendahului kalau boleh Pak Pimpinan supaya antara apalah yang kita sebut kemarin ini topik ada 5
kemarin topik itu karena itu, sangat berkaitan erat jadi pandangan saya kalau boleh, mengenai kontan
ini kita hold dulu, jangan kita putuskan dulu biarkan aja dulu beredar ya kan nanti cair, kalau hanya
memilih ini kan kalau perlu dibuatkan seandainya pun kita harus lakukan itu tapi supaya Undang-
Undang ini benar-benar represent semua pihak menurut pandangan saya kita harus bahas juga
Pimpinan, itu contoh yang klasik yang saya sebutkan ada tirani kekuasaan yang dibutuhkan oleh
sebuah keluarga semenda sehingga tidak menutup kemungkinan nanti bupati sudah 2 hari tiba-tiba
mencalonkan diri menjadi wakil ini banyak yang terjadi gitu jadi kalau boleh saya saran dari Hanura dari
fraksi hanura supaya ini benar matang tkita pikirkan kita bahas saya pikir kita lebih bagus kita pindah ke
konten yang lain.
KETUA RAPAT :
Jadi dari pembicaraan kita tadi kan catatan kesimpulan yang diamini tadi adalah prinsipnya
kita berpasangan satu wakil atau lebih satu wakil juga harus di atur jalan ke luar dengan konsekuensi
hukumnya dari persoalan ketidakcocokan lebih dari satu wakil Itu juga harus kita cari penyelesaian
payung Hukum bagaimana caranya itu untuk jangan ada perselisihan bisa kesimpulan tidak sampai di
situ biar bisa di …(suara tidak jelas)
Mohon maaf Pimpinan, adalah sangat tidak mungkin detail itu diatur di Undang-Undang
Undang-Undang tidak mengatur detail pembagian kekuasaan antara bupati dan wakilnya kita atur di
Undang-Undang diketawain orang kita pimpinan.
Itu sudah ranah yang lain dari itu kan di Pemda, kita mau mengadop dari Undang-Undang
pemda itu juga biar menyambung tapi kalau diatur di UU ini barangkali itu salah kaprah itu.
Tidak, di Perpu nomor 2 Itu pun perlu diatur pembagian tugas antara wakil dan pimpinan itu
bukan lah ranah kita tidak ada itu bisa diatur di Undang-Undang Kalau Undang-undang Pemda
sekarang diatur dia wakilnya pembagian tugas, diatur ini, kebablasan ini di pasang 66 UU Pemda wakil
kepala daerah mempunyai tugas membantu kepala daerah dalam: 1. Memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah 2. mengkoordinasikan kegiatan perangkat daerah dan
menindaklanjuti laporan dan atau temuan hasil pengawasan temuan pengawasan jadi begitu, ada tugas
wakil-wakil itu, ketiga, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan dan seterusnya ketujuh jadikan
berikutnya tadi ada masukan bagi-bagi proyek kan disitu, ternyata, itu sebenarnya bagus,
Iya kan, kalau sampai disana saya setuju Pimpinan, iya kalau suda yang pasti kita kan ada
tindak lanjutnya, yang benar nanti diatur oleh peraturan Pemerintah.
KETUA RAPAT :
Yang dimaksud dengan para Rufinus itu, penyamaan persepsi saja tidak keberatan beliau
sebenarnya ini untuk dialog rigit tidak cara mengaturnya oleh karena itu saya kira arah kesimpulan
kita pun tidak berpasangan oke, tapi wakil kalau satu, kalau dua harus dicari harus dicari payung
Hukumnya itu misalnya kesimpulan kita payung hukumnya untuk menyelesaikan hal-hal misalnya
13
mengangkut negatif-negatif itu tidak usah kita tulis gitu jadi agar Lampung tinggal demokrat, jadi
sebenarnya wakil lebih dari satu untuk membela Perpu saja lebih dari satu, tapi kalau tidak mau
demokrat juga sia-sia saja itu, kalau mengamini tadi ucapan, kami mengamini tadi ya.
Saya kira lebih baik temen-temen PPP dan PDIP yang belum mendapatkan kesempatan bicara
duluan tapi demokrat mengamini, kami persilakan PDIP, baru PPP.
Jadi poinnya bagaimana posisi wkil, atau tugas wakil sehingga itu memutuskan apakah kepala
daerah ini berpasangan atau tidak berpasangan, nah ketika itu tugas itu jelas gitu kan konsekuensinya
berhubungan dengan pembahasan berikutnya, wakil ini menjadi 1, 2 atau 3 kalau mengacu pada Perpu
ini yang kemudian menjadi Undang-Undang itu dilihat dalam kerangka teknis karena pertimbangan
jumlah penduduk jadi dilihat dari penugasannya bersifat teknis, artinya sanggup tidak seorang kepala
daerah memimpin 2 juta lebih penduduk atau 2 juta penduduk kurang, itumenjadi pertimbangan tapi
satu hal lagi di posisi wakil ini ada juga pertimbangan yang bersifat politis sebagai kepala daerah
apabila kepala daerahnya mengalami sesuatu akan mengalami hambatan dalam bertugas dia akan
punya konsekuensi digantikan oleh wakilnya, itu yang kemudian menjadi perdebatan 1, 2 atau 3 laki-laki
ini ketika harus menggantikan kepala daerah tapi paling berikutnya ini satu wakil atau lebih itu tidak bisa
kita putuskan sebelum kita clear kan apa sebetulnya perspektif wakil kepala daerah di sini jadi apakah
itu juga saya pikir menjadi bagian dari keputusan apakah berpasangan atau tidak berpasangan kenapa
ini perlu diperdebatkan, karena satu dan hal lainnya itu saling mempengaruhi jadi kembali kepada
berpasangan atau tidak berpasangan yang konsekuensinya adalah pembagian wewenang dan tugas
dengan wakil yang punya dimensi politis dan dimensi administratif serta teknis dalam menjalankan
tugas saya pikir pertimbangan itu kita kemukakan disini untuk kita putuskan balik dan landasan alat
pemikiranny, supaya terjadi keharmonisan sehingga kepemimpinan daerah menjadi efektif.
KETUA RAPAT :
Ya jadi sebenarnya hampir sama, kita harus atau lebih dengan catatan bahwa kalau
pasangannya tidak ada soal satu atau lebih dengan catatan kita harus bisa mencari jalan keluar
penempatan pembagian tugas dan kewenangan itu satu yang kedua Pak masalah pergantian jika
berhalangan jika berhalangan tetap ini harus kita carikan payung Hukumnya berikutnya adalah tentang
proses misalnya seperti yang dikatakan Pak Rufinus tadi ketentuan sudah Bupati dua periode mau
maju lagi menjadi wakil, itu yang etikanya kalau kita nyatakan disitu, di penjelasan kita katakan lagi
daripada Undang-Undang.
14
bupati ,walikota, wakil walikota, gubernur, wakil gubernur ini bermasalah 50% membentuk 51 orang 51
daerah membentuk dinas akibat mekanisme bupati dan wakil itu, jadi 51 daerah ini catatan Depdagri ini
dan yang ketiga tentu memperhatikan supaya Bupati dan wakil Bupati ini sungguh-sunggu seiya sekata
dalam menjalankan tugasnya tidak ada udang di balik batu, ingkar, sehingga kalau Bupati turun
wakilnya otomatis turun dan diatur dalam diatur dalam Perpu ini jika bupati berhalangan tetap ya yang
di ganti bupatinya. Ini artinya eksistensi partai atau koalisi partai yang mengusung bupati dan wakil
bupati, maaf yang mengusung bupati dan walikota dan gubernur ini biarpun partai kecil, eksistensinya
akan ada terus di dalam di dalam pengusungan pengganti jadi saya sih didalam posisi perolehan
suara demokrat sekarang tentu mendukung supaya tetap tidak berpasangan gitu saya kira sesuai
dengan perpu sudah kita..(tidak dilanjutkan).
KETUA RAPAT :
Kami persilakan.
PPP jadi maksudnya kan kita ini iya kan, nanti dalam usul inisiatif bukan dalam arti usul inisiatif
bahwa pasti jadi nanti gitu kan jadi nanti pemerintah juga akan kita diskusikan pemerintah akan kita
diskusikan jadi sudah beda pemerintah yang lalu dengan Pemerintah yang sekarang itu Pak, jadi tadi
PDIP saya kira menyampaikan hal yang tepat jika rumusan kita berpasangan harus mencari jalan
keluar kalau kalau dia satu bagaimana soal masalah pembagian tugas dan kewenangan yang kedua
adalah jika terjadi suatu hal berhalangan tetap atau gubenur, bupati, walikota harus kita mencari payung
Hukum. Lainnya bagaimana proses penggantiannya kan sudah ada tadi yang berkembang proses
pergantiannya itu jadi kesepakatan kita untuk berpasangan jika syarat yang 2 tadi bisa kita cari payung
Hukum ini penyelesaian yang yang terbaik di rancangan toh belum pandangan akhir ini rumuskan hal
yang terbaik kami silakan yang terakhir PPP posisi PPP sementara ini tentu masih ya, kita berpendapat
seperti di Perpu dan kami usul agar kesempatan kita kali ini ada 2 hal saja yang pertama tidak
berpasangan seperti yang ada di konsep di Perpu itu, yang kedua kembali seperti peraturan lama, jadi
kalau prinsipnya kan 2 kembali ke utara parpol yang mengusung atau kita serahkan kepada bupati
yang terpilih atau bupati yang menjadi calon kan gitu saja, kadi kalau konsep paket dari mulai
pencalonan ya ya udah partai politik yang berkuasa menentukan jangan terus menentukan pasar paket
tapi ketika mencalonkan nanti soal wakil bupatinya dipilih bupati, menurut saya dua hal itu kembali ke
parpol atau ke bupati hingga kepala daerah, posisi PPP ke kepala daerah.
Jadi saya kira PPP esensinya cocok cuma harus terjawab satu tadi masalah pembagian tugas
masalah pergantian jika ada rapat berhalangan tetap terus yang ketiga kalau dia berpasangan ini
atau pergantiannya tadi kan pauyung hukumnya kmbali ke parpol, dari mulai PPP mempersoalkan
kalau misalkan lebih atau prosesnya harus dimulai dari apa parpol gitu Saya kira kita biar ada rumusan
jadi itu di catat kesimpulan kita adalah berpasangan tapi harus kita bisa mencari payung Hukum dari
masalah yang kita nyatakan berpasangan.
15
Satu adalah masalah pembagian tugas antara kuantitas bupati antara kepala daerah dengan
wakil dari Heat yang kedua ini kalau mau tetap satu atau lebih itu seperti dulu yang kedua, mencari
payung Hukum bagaimana soal pergantian jika berhalangan tetap sebab kalau lebih nanti dari satu
bagaimana mekanismenya kalaupun sudah berkembang sekarang dikembalikan kepada parpol
pengusung, ada yang mengatakan dipilih di DPRD, itu hanya catatan dari rapat kita terus yang ketiga
hal jika berpasangan lebih dari satu atau 2 proses pencalonan adalah dinilai dari partai politik. Itu ya?
Jadi setuju ya?
(RAPAT : SETUJU)
Walaupun belum ada nomornya makanya persiapan Pak Rufinus kita sepakat semua
berikutnya adalah tentang apa tadi trashold ya kita tidak usah perbincangkan lebih tepat 20, pada
umumnya 20 tadi 20% tetap.
Sebentar Ketua, sebentar, kalau kami kita tadi memang dari awal sudah saya katakan bahwa
trashole ini memang kita naikkan dalam rangka kita memberikan legitimasi hasil pemilu itu hasil
pilkada itu makanya termasuk jumlah calon yang perorangan calon perorangannya itu pun kita
tingkatkan kalau di apa di Perpu itu 50% itu dia 60% sebarannya ya, karena begini jalan perorangan
ini juga dekan tidak punya kekuatan politik sehingga dia juga harus mendapatkan legitimasi terhadap
lalu dia terpilih kita pernah ada di daerah tetapi akibat tidak ada kekuatan politik jadi terombang ambing
juga makanya saya tadi berpendapat, maka untuk kekuatan supaya mendapat dukungan kuat di
parlemen dan mendapati legitimasi daripada masyarakat dia harus mendapat dukungan harus setengah
plus dari 50 +1 kemudian didukung oleh partai politiknya paling tidak 30% untuk apa, kalau 30% dan
paling banyak didapat baik yang bisa mencalonkan dan itu pasti semuanya berkoalisi itu dan tidak
mungkin tidak berkoalisi jadi sehingga itu pendapat daripada kami yang kita ajukan dari partai Nasdem,
kita melihat dari ini dari aspek legitimasinya masa 20% dia sudah menjadi 20% ,30%, 70 % dia tidak
memberikan suara kepada dia sudah kita anggap legitimate, Nah ini juga harus menjadi pertimbangan
itu Ketua pertimbangan dari kami, jadi kami tetap berbeda terhadap persentase ini atau atau
perpindahan juga, karena tidak cukup 20% yang pertama begini ada 2 pilihan pimpinan apakah 20%
kursi ataukah 20% kursi atau 25% suara kan di bunyinya begitu perlu ditegaskan Pimpinan, kalau
syaratnya 20% kursi itu maka asumsinya yang berlangsung calon nanti adalah partai-partai politik yang
hanya punya kursi sementara partai politik yang tidak punya kursi meskipun punya suara juga berhak
menurut saya Undang-Undang revisi perlu kita tegaskan apakah 20 % kursi titik Partai yang mengusung
hanya partai politik yang berkursi ataukah 22% atau 20% suara artinya partai politik yang tidak punya
kursi pun itu bisacari tahu pengalaman di sejumlah catatan mohon maaf partai nol koma biasanya
begitu nyambung hiduplah untuk persiapan pemilu selanjutnya Pimpinan , perlu dipikirkan itu saja
Pimpinan.
PPP Ketua.
KETUA RAPAT :
Silakan.
16
F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):
Kita kembali soal partisipasi pilihan pemilihan langsung itu kan prinsipnya di partisipasi jadi
jangan sampai kita juga memberikan batasan yang memberatkan atau persempit ruang partisipasi
publik lalu terkait dengan alur pemilihan langsung ini apa artinya kalau kita buka keran pemilihan
langsung tetapi justru menjadi ada ruang yang sempit di sana PPP melihatt bahwa yang pertama
bahwa syarat kalau pencalonan itu terkait dengan posisi partai politik ya yang memang harus diakui
dalam partai politik peserta pemilu di 2014 kemarin itu diakui oleh masyarakat posisinya baik itu di
nasional maupun di daerah apa buktinya karena mereka juga pada akhirnya mendapatkan kursi
dengan jumlah suara tertentu sesuai dengan yang diatur di dalam Undang-Undang sehingga
persyaratan itu mengikuti pada posisi pemilihan setempat. Kalau dia di kabupaten maka posisi partai
politik yang memperoleh, posisi partai politik secara rasional segera juga menjadi tetap diakui suara
ataupun juga kursi itu menjadi sama-sama diakui pada akhirnya apa syarat itu kursi atau suara.
Keduanya menjadi faktor yang bisa di akui menjadi syarat untuk partai politik mengajukan soal calon
atau gabungan partai politik mengajukan calon.
Jadi PPP yang pertama berpendapat angka moderatnya di angka 15-20 15 kursi atau 20%
suara. Bgitu Pak Malik 15 atau 20, kembali seperti yang lalu Jadi saya kira kita bikinkan dulu soal itu
yang jelas di Perpu 20% disitu 25% artinya suara dia kira-kira sementara disitu dulu posisinya
posisinya, jadi Pak Malik juga mungkin berfikir biar dengan nanti kita memisahkan partai tidak ada
kursi tapi dan kita diskusikan bahwa kita perlu juga partisipasi soal itu jadi begitu sementara sekarang
kecuali nanti pembahasan kita dengan pemerintah jadi misalnya ada titik temu kalau mau berubah kita
bicarakan lebih lanjut, jadi untuk sementara seperti yang ada di dalam Perpu itu saja dulu ya
kesimpulannya bahwa syarat itu bisa dari
Kursi atau dari suara, itu saja, soal presentasinya tadi sifatnya sementara, iya, kita runding
dengan Pemerintah rumusannya kita itu catatannya.
KETUA RAPAT :
Baik, saudara-saudara ada 2 hal lagi yang sore hari ini kita harus selesaikan kita putar lagi ke
yang kedua adalah soal satu putaran atau 2 putaran dan tadi usulan yang kemarin sudah sempat
dimasuk kan bahasannya kita diskusikan kira-kira bagaimana begitu, kalau mau efisien memang satu
putaran jadi kita sudah tidak sibuk lagi soal itu ya kan, berapa batasan jumlah otomatis yang tertera
pada 30% harus dapat itu tidak ada lagi trasholdnya tapi sekali ditulis simple, mana yang lebih
hmemperpendek waktu juga tidak ada harus menunggu, Bagaimana?
Kita perlu diskusi lagi terkait dengan persoalan suara tadi sudah dari awal mengatakan bahwa
pemilu itu pilkada ini tidak hanya dilihat dari partisipatif saja jadi legitimatenya juga dilihat dari hasil ini
sebagai Pimpinan daerah ya tentu kita pun tolak ukur makanya kalau ada tolak ukur ini seharusnya kita
harus berkaca kepada suara yang mayoritas.
Kalau sudah bicara tentang mayoritas tentu tolak ukurnya suara yang setengah itu adalah
mayoritas ada yang mengatakan bahwa 30% atau 35% ya oke saja, tapi saya dukung ini perluas tidak
bisa kita hanya ini memang konsekuensinya rakyat juga harus tahu kalau kita berkeinginan untuk
memilih langsung dengan cara ini ia juga tidak hanya cuma partisipasi masyarakat katakan saja ya,
kalau begitu kembalikan saja ke DPR iya kan iya kalau cuma hanya cuma hanya untuk ini bahkan
mungkin dipilih DPR itu 50 pasti 50% + 1 anggota DPR yang memilih tapi kita tidak bicara persoalan
itu kalau kita bicara persoalan ini, saya bagian ini jangan hanya diartikan bahwa ini kalau kau cuma ini
pkan sekedar dia senang-senang saja menyenangkan masyarakat partisipasi kemudian karena ini
sifatnya basis saja mau kita atur satu putaran ini menjadi persoalan, dan ini tentunya ada standar kalau
kita mau kita mencari legitimasi ya kita harus tunduk, presiden saja 50 + 1% gubernur DKI 50 buah
melihat istimewanya ini pkan sebagai tolak ukur kita jadi saya berpandangan seperti itu jangan kita
mau menyerhanakan, 20% itu memungkinkan kita untuk mencalonkan 4 pasang calon atau calonnya 5
17
ternyata hanya dapat 20%, berarti ada 80% suara yang tidak melegitimate dia sbagai pimpinan di
daerah itu. Ini juga harus kita lihat, karena ini terjadi di daerah kita dulu ada sebagian ini ini kan dipilih
rakyat dan yang mana yang memilih dia cuma hanya menang 27% waktu itu masih 25% yang UU yang
dulu ini saya tidak bicara itu, sebenarnya yang diucapkan betul juga, kita tidak tahu Pimpinan.
KETUA RAPAT :
Sebentar Pimpinan, ini supaya nyambung ini saya lihat Nasdem ini luar biasa ini jadi dikiri dia
mau ambil, di kanan dia mau ambil karena begini, beliau ini epakat trasholdnya 20 ke kalau kita hitung
kalau kita sudah bersepakat di range itu rasanya tidak ada pilihan itu sekali walaupun nanti kita
berikan ruang untuk dilakukan 2 kali itu jadi coba kita hitung-hitung dulu Kalau pandangan saya dengan
range persentase tadi yang sudah kita sepakati sementara itu otomatis menurut saya titu hanya sekali
namun mari kita sepakati kita berikan ruang untuk 2 kali bagaimana pengaturannya silakan itu
masalah frasa dan redaksionalnya itu barangkali Pimpinan supaya rapat ini efektif coba kita hitung kita
simulasikan kalau kita sepakati range itu saya ulangi Pak maka otomatis itu tidak ada pilihan jadi
untuk mengantisipasi yang di maksud dari Pak teman-teman yang lain kita buatkan ruang dan itu juga
akan men memperkecil perselisihan nantinya Pak, itu akan memperkecil nanti ada dispute selisih suara
itu akan kecil bahkan mungkin seperti itu pandangan kami nanti Mahkamah Agung itu tidak perlu lagi
jadi kalau kita efisien, ini sangat berkaitan dengan yang lain jadi kalau boleh efektif panja ini
menghasilkan produk tidak bisa kita konten yang satu kita putuskan tanpa membahas terlebih dahulu
konten yang lain jadi pandangan-pandangan seperti ini nanti makanya saya bilang tadi, Nasdem kiri
mau kanan mau nah harusnya tidak demikian itu akibat dari kita tidak membahas konten yang lain.
KETUA RAPAT :
Langsung saja, memang ada korelasi antara ...(suara tidak jelas), pemilu ini diselenggarakan
sekali atau dua kali kami tidak punya itung-itungan angka soal ekonomi tapi rata-rata di banyak tempat
secara empiris banyak kepala daerah yang merasa terkendala punya masa jabatan 5 tahun untuk
membangun tetapi ada fase jeda 1 tahun kita terkendala atau terpenjara bahwa kita harus
mengalokasikan dana pembangunan itu hanya untuk pemilihan kepala daerah. Sehingga kalau kita
bicara yang fokus untuk membangunkan hanya 4 tahun dari sisi efisiensi ini jelas tidak menguntungkan
gubernur Jawa tengah pada saat itu persoalan infrastruktur saja beban transportasi di Jawa tengah itu
dari Jawa Timur lewat Jawa tengah dari Jawa Timur maupun Jawa barat lewat Jawa tengah tetapi
alokasinya hanya 600 milyar, satu sisi pembangunan infrastruktur belum terjawab sudah tercipta satu
tahun harus menyiapkan alokasi pemilihan gubernur.
Bisa dibayangkan yah yang jumlahnya juga cukup besar sehingga kami tetap dari fraksi partai
Golkar mengusulkan ada kalau atas nama efisiensi satu putaran sekarang tinggal bagaimana
persoalannya elektoral trashold ketika terpilih pimpinan daerah benar-benar legitimate silakan kompromi
mengenai angka berapa angka elektrolit trashold yang kita sepakati bersama sama karena kalau kita
gatuk-gatukan, hubungkan ketika elektolik trashold tidak tinggi tapi kecil kita mencoba untuk cari
18
tampungan lain dengan dua putaran sebetulnya satu putaran atau dua putaran hakekatnya bagaimana
partai politik ini membentuk kekuatan untuk memenangi pertempuran itu, akhirnya ujung-ujungnya
rakyat yang dicapai, dan daerah akan terbelenggu saya rasa itu, atas nama efisiensi kami mengusulkan
satu putaran.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Ya memang menurut saya ada persoalan yang mendasar dari proses pilkada ini yaitu
legitimasi kalau kita sepakat di elektrol trashold itu 20% konsekuensinya pesertanya bisa jadi lebih dari
3 ketika lebih dari 3 konsekuensinya bisa jadi 2 putaran kalau mengacu padarepresentasi dari
legitimasi kekuasaan daerah sayapikir kalau bicara ini 2 paradigma yang berbeda ya antara efisiensi
dan legitimasi tapi dalam proses dan elektoral itu menurut saya esensinya adalah legitimasi
kekuasaan karena pada kekuasaan ini berjalan tidak dengan landasan kuat dari hasil sebuah proses
elektoral dia akan mudah digoyang itu merasa lebih mengerikan dan bisa jadi tidak efisien pada
akhirnya itu yang mendasar dari argumentasi kenapa butuh 2 putaran ketika kita sepakati elektorat
etrasholdnya 20% apabila elektoral trasholdnya kita tinggikan untuk mencapai 30% itu kita juga hak
bicara kesempatan partai-partai kecil karena ia tentu keadaannya akan berbeda akan menutup 2 atau 3
kekuatan politik itu konsekuensinya adalah polarisasi kekuatan politik daerah karakter pilkadanya akan
berbeda akan vis afis saja jadi 2 atau 3 saja yang bisa ikut pilkada itu menurut saya, kalau kita arah
forumnya lebih 20% karena itu menurut saya bicara keikutsertaan atau dinamika politikbalik yang lebih
dinamis dalam elektoral dalam proses elektorali di daerah ya konsekuensinya adalah kita sepakat juga
untuk membuka adanya 2 putaran tanaman sli di tim asi dari kekuasaan di wilayah itu itu tidak sepele
gitu.
Terima kasih.
F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH, M.Si) :
KETUA RAPAT :
Masalah satu putaran 2 putaran ini saya sependapat bahwa efisiensi ini memang sangat
perlu untuk perjalanan NKRI ini dengan adanya 2 putaran ini akan juga saya sependapat dengan apa
yang disampaikan Golkar tadi selain apa biaya pembangunan menjadi hanya 4 tahun tetapi juga hal-
hal yang lain atau pertentangan dan di masyarakat semakin lama tapi yang tidak kalah pentingnya Pak
Ketua bahwa dengan adanya pemilihan yang pemilihan yang kita harapkan adalah nantinya adalah
19
suara yang terbanyak tanpa batas minimal, tanpa batas minimal karena dengan adanya suara ini yang
diharapkan bahwa Kepala daerah ini harus didukung suara banyak dengan 2 putaran ini kayaknya juga
dukungan yang diada-adakan karena sebetul nya yang terjadi ini adalah ketika putaran pertama itu lah
yang dipilih oleh masyarakat gambaran yang dipilih oleh masyarakat tetapi kalau di situ tidak 50 persen
katakanlah kemudian diharuskan 50 persen otomatis nantinya tinggal 2 calon supaya 50 persen itu
sebetulnya masyarakat itu tetap pilihannya yang lama, tetapi karena hanya 2 calon ini sehingga dia
memilih itu.
Jadi, tidak bisa juga menggambarkan didukung oleh masyarakat yang banyak, tetap
dukungannya seperti pemilihan yang pertama ini, prosentasenya hingga 50 itulah gambaran yang
pertama. Sampai 50 persen karena putaran yang kedua ini Yang merupakan hanya gambara-
gambarann angka-angka saja tetapi dukungan praktis ini tetap gambaran yang pertama, ini yang kedua
yang Ketiga yang perlu juga untuk di…(suara tidak jelas) juga bahwa bisa saja sampai putaran kedua
apabila, terjadi suatu kecurangan di dalam suatu daerah salah satu contoh seperti pemiligan Gubernur
Jawa Timur, itu sampai 3 kali tapi tidak semua, jadi yang pertama dipilih, yang kedua ini hanya
sebagian Jawa Timur dan yang ketiga ini hanya Bangkalan, hanya Madura lah, ini sampai 3 kali ini.
konon katanya sampai juga menhabiskan 3 trilyun atau bagaimana ini yang, jadi bergitu banyak dan
ayang digunakan sampai 3 putaran ini.
Menambahkan keterangan Pak Endro saja kalau saya tidak bicara teoritis, tapi kita bicara fakta
ya bahwa kembali nahwa cosh pemilihan Kepala Daerah ini baik pemerintah daerah maupun person ini
tinggi sekali saya jujur saya katakan di tingkat Jawa Barat, Jawa Tengah sampai Jawa Timur, seorang
menjadi bupati tidak kurang dari 20, 30 milyar kalau dia di ulangi 2 kali maka dia pasti akan
mengeluarkan biaya lagi, nonsenlah kita saja merasakan kon jadi anggota Dewan tidak pakai duit
Bohong kalau ada yang bilang tidak pakai duit, itu tidak jujur Yang kedua bicara legitimasi pengakuan
masyarakat Ini Pilkada pemilihan umum baik presiden, sampai kepada gubernur, bupati angka
partisipasi masyarakat itu paling tinggi cuma 70 persen 60 bahkan jadi kalau mau jujur saya ambilkan
contoh saja Presidenlah Pak Jokowi dan Prabowo itu tidak lebih dari 60 persen kok perolehan
suaranya, hitung jumlah hak pilih kita se Indonesia 180 juta manusia, jadi presiden cuma untuk 60 juta
orang kok jadi hanya sepertiga apakah itu akan diakui oleh seluruh masyarakatnya, Jawa Barat
Gubernur saya itu Pak Heryawan, cuma 8 juta manusia dari 4 juta manusia jadi rakyat mana kata si
Menhan benar itu, rakyat mana, ini kondisi riel di lapangan Pak ya ini kondisi riel di lapangan jadi tidak
bicara tadi teoritis dari Pak Agung teoritis dari pak Mbak Dian tadi itu riel pelaksanaan di lapangan jadi
kita tentunya berpikir efektif efisien itu betul, berat pak, sehingga kita melahirkan Bupati korup karena
beban yang terlalu tinggi kapan balik duit gua, begitu kan Pak Fandi ya?
Tetapi sebagai masukan saja, kalau saya dari fakta empirik di lapangan ya kalau bicara tadi
menjadi pemimpin yang diakui rakyat, 60 juta dari 180 juta Bapak presiden ini dua-duanya, Prabowo
dengan Pak Jokowi gubernur boleg cek 42 juta hak pilih di Jawa Barat cuma 8 juta yang memilih Pak
Aher itu jadi rakayat mana kata Pak Tejo itu betul.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
20
F-PAN (AMRAN, SE):
Ya Terima kasih Pak Ketua karena persoalan satu putaran atau 2 putaran saya kira pertama
bagi saya itu rupanya ke satu putaran ada beberapa pertimbangan pertama memang dari segi cosh
cosh itu biaya, biayanya besar baik itu pada calon maupun itu padal biaya APBN atau APBD itu
pertama kemudian yang kedua kalau umpamanya masuk ke-2 putaran itu kerugian materiil dan non
material itu makin besar ya kerugian materiil ini yang sulit di ukur, tetapi sangat nyata di lapangan
karena apa itu sudah terjadi kristalisasi antara 2 kubu kalau terjadi 2 kristalisasi antara 2 Kubu itu yang
terjadi itu adalah ada intimidasi itu yang sangat sangat masih berjalan di lapangan baik itu PNS maupun
itu bagi masyarakat-masyarakat tertentu dan itu bahkan sudah mengandung unsur Sara Nah ini yang
menjadi kemudian yang kedua persoalan legitimasi saya belum mendapatkan sebuah hasil kajian dan
hasil survay yang didukung mayoritas katakanlah 70 persen dan 30 persen saya beum mendapatkan
mana yang lebih efektif pemerintahannya dan mana yang lebih bagus pemerintahannya yang didukung
antara 70 persen dan yang 30 persen itu belum ada sebuah kajian itu bahkan kadang kala yang
dukungannya tidak terlalu besar itu efektif pemerintahannya ada yang lebih besar dukungan pada saat
pemilihan, tapi efektifitas pemerintahannya tidak bagus tidak terlalu berjalan tergantung daripada
bagaimana pemerintah itu yang terpilih itu menjalankan roda pemerintahan saya kura itu tidak ada, kita
tidak bisa mengukur legitimasi di ukur dari dukungan masyarakat pada saat pemilu saya kira itui
pimpinan.
KETUA RAPAT:
Ini dari PAN dari Gerindra, dari Golkar sudah PKS mau menyampaikan memang ada sebelum
PKS kita pikir-pikir juga dari yang dinyatakan oleh Pak Amran tadi elum ada hasil penelitian yang
legitimate yang 50 persen itu lebih baik yang mana yang lebih baik dari yang 30 persenatau 25 persen
sebab rielnya adalah hasilnya terlihat sejauh mana pelaksanaan pemerintah di daerah itu Jadi kalau
yang satu putaran ini ini demi pendukung, demi efisiensi begitu sebab terlalu banyak memang dana
habis ya kita dukung jugalah tentang Perpu ini satu putaran untuk efisien begitu kira-kira, tapi kalau
Demokrat diam juga, ya kita lama-lama berapa kali putaran ini.
Kita setuju dengan Pepu ini syarat-syaratnya sudah memadai 20 persen sorry berapa tadi 20
persen kursi, 25 persen suara 30 persen, ambang batas kemenangan nah itu sesuai dengan Perpu itu
semua Jadi mudah, murah cepat, cuma ada yang agak lain sedikit supaya murah dan cepat, tadi kan
mudah pribadi happylah partai-partai juga mudah menyusun Koalisinya, calon perorangan juga berapa
persen begitu ya? Di Perpu ini 5 persen ya okelah, ini harus dibikin balance ini coba ya kalau di sini
diperketat lalu yang perorangan tetap enak tenan ini yang perorangan ini, berbondong-bondong orang
pindah ke perorangan ini ini yang harus kita apa satukan dalam pembahasan ya nah, Tapi kita melihat
juga Demokrasi di Indonesia ini kan banyak dipuji orang karena mahal, di tempat lain saja tidak berani
begitu, seliberal ini gitu mengambil risiko sedemikian rupa, tapi Indonesia aman-aman saja dan biaya
yang dikeluarkannya besar sekali nah kita berfikir ya apalagi ini untuk di tingkat lokal ya, mudah, murah
dan cepat itu saya kira akan lebih bijak, jadi dia mudah tadi sudah dengan persyaratan yang ada murah,
kita cukupkan saja lah satu putaran dan itu juga berarti kita mengurangi jadwal kita dalam dalam apa
namanya penyelenggaran pemilu sehingga pembangunan bisa segera berlanjut saya kira rakyat juga
senang di situ jadi mudah murah dan cepat.
Terima kasih.
21
Satu putaran, satu putaran, nah itu maksudnya.
KETUA RAPAT:
Dilanjutkan, tadikan 30% minimal itu kan di Perpu ambang batas 30 persen kalau tidak
mencapai 30 bagaimana? Kalau sudah 1 putaran begitu, 28 persen dia yang paling tinggi ya sudah itu
lah menang kita sudah harus pertegas dalam undang-undang.
Begini Ketua kalau bicara di Perpu ambang batas 30 persen, berarti tidak sampai 30 persen
belum bisa dinyatakan menang harus ada putaran kedua kalau Perpu kalau Perpu itu Nah yang kedua
juga harus jelas tadi dari PKS, elektoralnya berapa? kan begini soalnya ini tidak jelas juga bukan main
kiri kanan, Pak Rufinus mungkin salah dengar saja, Pak Rufinus tadi jadi harus jelas juga tadi ambang
batasnya berapa?
Mendukung demokrat namun, namunnya itu di ambang batas 30 persen itu. Ya tidak perlu
maksud saya tidak perlu sehingga di buat satu putaran saja, sehingga mudah, murah dan cepat, mohon
maaf tadi saya agak kurang ...(suara tidak jelas) pembicara habis Pak Arif nanti baru ini kan putaran-
putaran ini keluarnya pertama Kemarin itu kan cuma kita kan mencari yang terbaik, bagaimana jadi
Undang-Undang kita ini kan jadi tepat, efisien ini kan soal efisiensi dipusingkan yang calon, dipusingkan
yang pemerintah, dana, dipusingkan juga rakyat yang mengikuti kami persilakan.
KETUA RAPAT :
Mas Arif .
Jadi sebenarnya argumentasinya sudah kita sampaikan kemarin sudah Panjang lebar,
mengenai 2 putaran itu terutama, coba dicek kembali di Indonesia itu atas 497 kabupaten kota yang
definitif belum tambah DOB yang baru nanti tahun 2015 ini kemudian 33 provinsi itu hanya terjadi 2
putaran di kurang lebih 7 kabupaten kota saja itu menurut saya situasi yang terpaksa mungkin ya baru
belajar berdemokrasi lah, sehingga penggalangannya juga mungkin terbatas ya dan kebetulan calonnya
banyak dan itu sebenarnya kalau ditilik lebih lanjut betul itu ada problem di soal verifikasi data di KPU
problemnya di KPU nya sehingga muncul banyak calon Nah kalau verifikasi data dukungan terutama
perorangan dan koalisi partai-partainya itu relatif baik begitu, kira-kira maka kemungkinan untuk bisa 2
putaran itu tidak terjadi Nah namun demikian Saya kira Undang-Undang ini memang harus memberikan
Jalan keluar jika terjadi sesuatu yang harus apa yang kemungkinan terjadi dan kita musti sediakan
Normanya untuk bisa mengantisipasi sama dulu pilkada, ketika masih di Undang-Undang 32 sebelum
dijadikan Undang-Undang dikeluarkan sebagai Undang-Undang sendiri ada satu daerah yang terjadi
ketika proses pengaturan pada jadwal kalau tidak salah kota Pekalongan itu calonnya sampai diundur
hanya satu, karena tidak ada yang berani nyalon Nah kemudian akhirnya diatasi pernah terjadi coba
22
dicek lagi, kalau tidak salah pada tahun 2011 ya, ya mas kalau tidak salah, itu sampai diundur berkali
kali begitu, nah itu tidaka ada aturannya saat itu nah menurut hemat saya, bapak, ibu saudara sekalian
sejauh kalau tidak masih menggunakan trash hold 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara pemilih
maka kecenderungan kuatnya pasti 1 putaran, sudah pasti tetapi maksud saya Undang-Undang ini
mengantisipasi jika nanti kemungkinan masih ada satu 2 daerah yang karena lain suatu hal, tidak bisa
mencapai angka batas minimal legitimasi perolehan suara itu-itu saja. Jadi itu soal yang 2 putaran itu
putaran kedua itu tidak menjadi norma yang menurut saya mengkhawatirkan, kita perlu khawatir kan
jadi seolah-olah kan gambaran kita ini ada kewajiban bahwa harus 2 putaran, sehingga nanti akan
boros, tidak faktanya kan satu putaran kok tetapi kalau terjadi kemungkinan tidak mendapatkan satu
batas angka legitimasi yang cukup tadi, Undang-Undang ini memberikan jalan keluar juga sehungga
kita nanti tidak akan dinilai bahwa ada kekosongan Hukum di sana jadi begitu.
Jadi menurut hemat saya itu kenapa juga ada trash hold itu adalah supaya begini supaya
meminjam bahasanya Pak Mustofa tadi adalah tidak terlalu liberal jadi kita juga, iya tidak liberal kita
mendorong agar penguatan kelembagaan partai politik kita mendorong agar terjadi koalisi yang
cenderung idiologis, paling tidak ada kesamaan visi dan misi dari partai-partai tersebut dan barangkali
pada jangka panjang adalah untuk mendidik agar partai-partai bisa membangun satu koalisi yang relatif
permanen jauh dari transaksi yah, jauh dari kepentingan yang praktis Nah jadi menurt saya 2 putaran
tidak perlu dikhawatirkan, ini tidak berarti kita mendorong semua daerah akan 2 putaran, karena
prakteknya tidak akan begitu apalagi dengan trash hold yang tinggi 20 persen, saya kira itu
kemungkinan kecenderungannya hanya 3 kandidat kalau agak terpaksa bisa 4 kandidat 4 pasangan
begitu, kalau memang nanti kita pasangan nah hasilnya adalah di atas 30 persen dan
kecenderungganya pasti satu putaran Nah itu yang saya kira perlu dipertimbangkan bapak ibu saudara
sekalian nah sekarang tinggal KPU-nya bisa bekerja lurus, kalau KPU-nya lurus terutama untuk
membentengi apa namanya untuk tidak bermain-main ini dalam prakteknya adalah untuk Calon-calon
perseorang itu saya kira angka capaian, angka legitimasi minimal 30 persen itu, amat sangat dengan
mudah bisa dicapai oleh calon ya dalam pemilihan Kepala Daerah jadi supaya kita juga punya klausul
norma di dalam Undang-Undang ini yang mengantisipasi jika kemungkinan masih ada di dalam
prakteknya nanti daerah yang tidak bisa memenuhi ambang batas minimal legitimasi politik itu saja bisa
trash holg perseorangan kita tingikan meskipun nanti pasti akan memicu polemik, tinggal bagai mana
kita menyuarakan kepada publik saja yang paling bukan ancaman sebenarnya, tetapi yang selalu
menjadi apa, permainan politik itu ya di perorangan itu yang kemudian membuat fragmentasinya
semakin banyak dan fragmentasi yang banyak kemudian itu tadi hasilnya adalah Pilkada menjadi tidak
saja kompetisinya sangat ketat tetapi juga cost-nya pasti sangat tinggi nah efisiensi itu sebenarnya
sudah kita tempuh dengan melakukan penyerantaan itu penyerentakan itu adalah salah satu cara kita
mengefisiensikan, efisiensi lagi juga sudah kita tempuh dengan cara mengatur untuk beberapa hal
yang terkait dengan kampanye adalah dibiayai oleh negara.
Begitu karena itu kemudian kita batasi tentang alat-alat peraga jadi supaya tidak ada jor-joran
begitu kan nanti diisinya tergantung masing-masing calon isi dari Baliho dan sebagainya itu jadi supaya
juga mendorong para kandidat itu lebih banyak turun ke bawah, lebih banyak berdialog dengan
masyarakat, lebih banyak bertemu dengan rakyat, tidak jor-joran pada hal-hal yang sesungguhnya
bersifat asesoris simbolik semata mata dan menghabiskan biaya termasuk adalah perlu diatur juga
membatasi kampanye yang sifatnya rapat-rapat umum kita tidak setuju juga kalau itu dihilangkan, tetapi
bisa kita batasi, kita atur, berapa kali kampanye rapat umum yaitu sifatnya pengenalan secara massal
saja dan tentu biasanya dalam kampanye rapat umum kan yang terjadi Monolog ya lomba pidato tanpa
ada dialog, yang harus di dorong para kandidat adalah turun ke bawah ke lapangan untuk diskusi-
diskusi untuk bersentuhan langsung dengan masyarat banyak Nah saya ingin menegaskan supaya
kalau terjadi suatu tidak ada kekosongan hukum.
23
Bapak, ibu Saudara sekalian.
Ketua dan Wakil Ketua yang saya hormati.
Terima kasih.
Ya PPP Ketua
KETUA RAPAT:
Silakan
Terima kasih.
Jadi prinsipnya PPP sama dengan PDIP lah begitu jadi istrinya berdemokrasi lalu juga alat
salah satu prestasi yang di peroleh oleh pelaksanaan demokrasi di Indonesia itu ya apa yang sudah kita
laksanakan selama ini begitu jadi pemilihan Kepala Daerah dengan berbagai macam bentuknya seperti
kita ketahui ada yang sampai pada bahkan 3 putaran begitu ya? Bahkan 3 putaran saya kira itu
menjadi satu prestasi bagi kita karena dengan apa, tetap bagaimana masyarakat melaksanakan itu
dengan tetap baik gitu tanpa ada satu gejolak yang saya kira signifikanlah begitu jadi saya kira seni
berdemokrasi yang sudah ditunjukkan juga bagian dari prestasi membanggakan bagi negara kita, kita
pertahankan saja karena apa, karena kalau kita bicara soal efisiensi tidak ada kosakata efisiensi di
dalam pemilihan langsung, saya kira tidak ada, adalah yang namanya milyar langsung itu ya gak mikir
efisiensi tidak mungkin kita tetapi kalau sisi norma kan memang Undang-Undang ini aturan
pelaksanaan pemilihan kepala daerah ini tidak di bentuk, tidak dibangun oleh sebuah pemikiran bahwa
penyelenggaraan atau pemilihan kepala daerah itu nanti akan membutuhkan biaya yang banyak kita
tidak tidak ingin lalu menyepakati bahwa seperti disampaikan oleh teman-teman yang namanya nyalon
kepala daerah itu pasti sudah habis puluhan bahkan ratusan milyar, tidak, tidak daki tangga ingin terus
menerus punya anggapan seperti itu tetapi bahwa kalau soal menyelenggarakan sampai dua putaran,
saya kira itu bagian dari konsekuensi dan dan saya kira itu tidak banyak dilaksanakan seperti
disampaikan Pak Arif tadi jadi bagi PPP legitimasi ada ambang batas soal legitimasi itu saya kira
menjadi sangat penting dan PPP tetap berpendapat seperti yang sudah diputuskan 30 persen itu
menjadi apa batasan yang cukup menjadi apa pertanda satu kekuasaan itu di hasilkan oleh sebuah
pemilihan, yang betul-betul legitimate.
KETUA RAPAT:
Terima kasih, jadi sebenarnya kita ingin juga praktis, efisian dan juga demokratis tadi Pak Arief
saya kira sangat menarik kita mau satu putaran juga, kira-kira oke, tapi harus ada jawaban harus ada
payung hukumnya bagaimana mengatur kita kan menyahuti bagaimana kondisi masyarakat kita
sekarang ini coba kita turun misalnya, di kampung kami dengan Pak Rufinus ini mau 10 putaran rakyat
itu senang ada istilahnya kalau di Kampung kami itu mas Arif di Sumatera Utara masa ini yang
membentuk Undang-Undang DPR ini parah amat rejeki kita cuma 500.000 itu itupun sudah dipotong
begitu Jadi soal ada tanggapan, ramai itu langsung atau tidak langsung ini perkara kita pemilu ini, ini
digunakan oleh masyarakat bahwa ini adalah sarana ini yang menjadi salah, bukan sarana kedaulatan
rakyatnya yang maju tapi sarana, bagaimana soal oleh karena nya saya kira ya kita juga harus berikan
pendidikan kepada masyarakat mau dia satu putaran, tapi ada yang menjawab jika ada kejadian apa
kejadian harus 2 putaran, kalau Jawa Timur tadi kan pemilihan di lokalisir yang diulang, bukan
24
pemilihan berikutnya itu keputusan setelah MK pak, jadi berikutnya saya kira saudara-saudara kita
fokus saja dulu fokus bahwa mau satu putaran juga kan ada catatannya dari satu putaran misalnya
adalah memperkuat KPU nya jangan ikut KPU cawe-cawe, itu dari mulai tahapan berikutnya ini harus
juga kita perkuat pelaksanaan berikutnya juga seperti itu jadi kalau kita sekarang kalau setuju misalnya
seperti itu arahnya kita mencari payung hukum kalau ada kejadian, begitu kira-kira mas Arif ya, kalau
ada kejadian 2 putaran apakah dengan cara menurunkan trash hold dari 30 tadi menjadi 20 20
batasnya pokoknya siapa yang tertinggi di atas 20 itu langsung begitu langsung, untuk kita batasi
jangan di bawah 20, sebagaimana trash hold ini ada yang 15 persen, ada yang kita atur payung
hukumnya jadi ya Undang-Undang yang akan kita bentuk ini juga ada arahnya, arahnya untuk
perbaikan sebab kalau kita menyerahkan kondisi masyarakat apa begitu, mau 10 kali putaran juga
senang ada banyak yang begitu, tapi tidak di semua daerah tentunya
2 putaran itu konsekuensi saja Pak. Dan itu di dalam praktek tidak akan terjadi banyak nah
maka kemudian tadi, kenapa 2 putaran bisa terjadi, itu daerah yang baru awalah, kira-kira berdemokrasi
dengan pilkada langsung agar faktor-faktor tertentu di daerah-daerah itu terutama adalah ketika
KPUnya itu memudahkan dalam proses pencalonan dan dukungan partai politik itu pak.
Nah kalau munculnya terlalu banyak calon itu akibatnya itu tadi dengan 15 persen yang
kemarin itu paling sedikit 5 calon itu belum lagi ditambah dengan perorangan nah itulah yang kemudian
menyebabkan menjadi sangat banyak jadi mulai yang didukung partai politik dan gabungan partai politik
peserta calon itu bisa jadi 15 orang 15 kandidat Bali lah 15 kandidat bertarung begitu yah untuk
mencapai 30 persen memang tidak mudah Nah akibatnya kemudian 2 putaran saya kira kalau KPU-nya
Trash hold pertaman, trash holdnya sudah kita naikkan 25 atau 30 persen kemudian untuk dukungan
calon perorangan kita naikkan prakteknya akan cenderung satu putaran sudah pasti itu iya tetapi
maksud saya kalau masih ada yang terjadi 2 putaran, kita ada way out Undang-Undang ini
menyediakan klausul bahwa 2 putaran itu terjadi dan ada aturan yang memayungi sehingga legal 2
putaran itu, tapi Undang-undang itu tidak mendorong agar terjadi 2 putaran tidak, maksudnya tidak itu
maksudnya adalah ketentuan tentang putaran kedua itu adalah untuk mengantisipasi jika tidak ada satu
2 daerah yang tidak tuntas putaran pertama, karena tidak memenuhi ambang batas legitimasi
perolehan, itu saja maksudnya
KETUA RAPAT:
Kalau Mas Arif, ambang batas kita turunin menjadi 20, yang tertinggi.
Jangan, 30 persen menurut saya sudah cukup minimal bisa jawaban tidak, misalnya ambang
batas kita turunin 20, siapa yang paling tinggi di atas 20. ARIF: Saya kira saya kemarin memberikan
argumentasi tentang kenapa kita harus juga mempertahankan kesepadanan kita dengan sistem besar
juga tentang pemilu yang proporsional Pak kita tidak mengikuti vespas the post kita tidak menganut
prinsip Majuritari yang secara telanjang seperti itu karena kita menghargai keberagaman kita ingin
minoritas dilindungi dan sebagainya, nah kecocokan sistem ini kaitanya dengan legitimasi Pak kalau
kemudian pada satu sisi pemilu kita proposional tetapi kemudian pilkadanya kita liberalkan ini akan
25
terjadi benturan benturan sistem, yang satu basisnya adalah kolektivitas dan kemandirian serta
kedaulatan partai yang satu basisnya individualisme Saya kira Pak Riza pasti tidak setuju itu begitu loh
nah itu maksud saya jadi kita sendiri membenturkan tatanan sistem yang kita bangun Saya kira itu, jadi
kita kan tidak mau the Winer take old begitu ya kalau the winer take old nanti kita susun saja Undang-
Undang by distrik, jadi nanti setiap Kabupaten kota bertarung hanya satu anggota DPR siapa yang
paling jagoan di sana, berapapun dapat suaranya ya itu dia yang akan mewakili rakyat kita dis etiap
kabupaten kota menjadi simbol representasinya nah berarti kita mau adob betul, sistem yang berlaku di
Amerika kan kita tidak, katanya kita mau demokrasi Indonesia Pak.
Terima kasih.
Pak Rambe, kalau kita lihat penjelasannya Pak Arif, Pak Arif itu sependapat dengan satu
putaran hanya tadi argumen-argumen Pak Arif itu yang akan kita tuangkan dalam payung Hukumnya
tadi sehingga emergensilah yang akan bersifat 2 putaran itu kasarnya kan begitu bukan begitu Ya
sudah, di asetuju, setuju dia satu putaran pak, hanya kita carikan nanti dengan payung Hukum-payung
hukum apa sehingga kita bisa apalah Ya Undang-Undang tadi, makanya tuangkan, anti kenaikan itu
akan diadili kata yang melanda begini tak jadi kayak dari SD ini belum kesimpulan retak 3 lewat 3 eh
bukan izin pulang ke kamar lahir dari diri Maya biar kita Zahra juga aset baru ini jadi kita tidak boleh
juga menggiring padahal yang dimaksud oleh Mas Arif itu bukan seperti itu tetapi kita kembali kepada
Pasum, Pasum kita itu kepada profesional kalau memang tadi sudah dengan pemilihan 20 persen
langsung terpilih ah ini kan sudah beda, yang dimaksud Mas Arif juga begitu, jadi kita memang dalam
Undang-Undang ini paling tidak kita memberi, dibuka itu tapi juga rasional saya pikir begini pak, kalau
kita lihat tadi makanya saya tadi sudah tawarin, thresholdmnya ditinggikan dalam arti kata supaya tidak
ada 2 putaran, tapi saya juga sependapat ya okelah 20 persen ini kalau kita lihat di kursi saya tadi
nanya sama pak Pak Malik, Jawa Timur berapa? 100 kursi, 100 kursi 20 persen kan 20 syarat baru
mencalonkan itu, jadi memang calonnya tidak bakal lebih daripada 3 sehingga ini juga tidak akan terjadi
kecil sekali, di Kalimantan Barat sebagai contoh Pak Ketua itu pemilihan hanya 2 dari 14 Kabupaten
yang terjadi dua kali putaran di propinsi kemaren satu kali putaran.
Calonnya 3 Masih di atas yang pemenang itu 50% lebih. Jadi ini saya pikir supaya saya juga
kalau memurut pendapat kita rasional dan kita jangan menggiring juga pendapat itu seolah kita harus
ingin masukan pendapat mas syarif seolah menyetujui 20% dibuat payung hukumnya, saya pikir itu
saja terima kasih.
KETUA RAPAT :
Iya silakan.
Sebetulnya dulu yang di partai-partai atau fraksi fraksi sepakat satu putaran alasannya alasan
tarif itu alasannya karena memang kalau 20% hitungan kita yang maju nanti 3 - 4 nah mungkin 5. Jadi
trashole 20% itu kan tidak mungkin kurang, pasti lebih maka kemungkinan sangat dimungkinkan
muncul 3-4 dan dengan onsekuensi begitu maka sangat dimungkinkan satu putaran dan publik
meyakini itu kecenderungan mayoritasnya tahan sama telah sangat mungkin itu sama dengan
kecenderungan, Nah karena itu tinggal solusinya berbeda kalau saya solusinya dan teman-teman
adalah ya sudah karena kecenderungan mayoritasnya satu putaran kita buat satu putaran di sini tapi
Pak Arif kan tetap harus ada ambang batas kemenangan di Pasal 107 Perpu ini kan ada syarat 30
persen itu di sini memang tidak menyebut satu putaran atau 2 putaran pak, tapi dengan 107 artinya 2
putaran jadi perbedaannya adalah kita satu putaran otomatis menghapus 107, 30 persen itu, kalau 2
26
putaran seperti yang dibilang Pak Arif maka 107 itu berlaku artinya 2 putaran. Nah maksud saya begini
Pak Arif seperti pertimbangan banyak teman-teman tidak hanya efisiensi tapi juga ini masyarakat
kadang jenuh pak. Habis milih-milih lagi meskipun ya ada waspadanya, waspada itu walaupun sedikit
asal ada pak Yang kedua pertimbangan utama kita sebetulnya efisiensi dan mengambil satu putaran itu
sekali lagi seperti yang saya sampaikan kemarin tidak kemudian akan mengganggu bahkan
mengangkangi legitimasi tetap saja bahwa hasil pantauan kita pilkada dari tahun ke tahun yang menang
putaran pertama selalu menang putaran kedua itu rumus yang pertama boleh kita coba uji boleh kita
coba cek hampir semua daerah yang menang di putaran pertama, selalu menang artinya Tidak ada
kemudian relevansinya bahkan...(suara tidak jelas)
7 daerah kan yang 2 putaran, 7 daerah itu dengan thrashold 15 persen Pak, apalagi kalau
kemudian naikkan jadi 20 persen itu habis pak, kalau habis maka sebetulnya satu putaran lebih relevan
ketimbang pakai 30 persen angka kemenangan jadi menurut saya dengan sekian banyak pertimbangan
sepertinya dengan kecenderungan mayoritas yang disampaikan Pak Arif rasanya kok satu putaran itu
lebih realistis faktor legitimasi kalau 15 persen thresholdnya memang iya Pak itu akan banyak
memunculkan calon, tapi ketika thesholdnya kita naikin menjadi 20 persen atau 25 persen maka
sebetulnya legitimasi itu, akan bisa teratasi dengan menaikkan threshold itu dari dulu itulah yang
kemudian menjadi alasan ketika kita semau fraksi bersepakat oke kita naikkan dari 15 persen ke-20
persen satu putaran menjadi relevan tapi kalau kemudian thresholdnya masih 15 persen satu persen
memang menjadi pertanyaan.
Jadi begitu asbabun nuzul asbabul urutnya Ya Ketua bicara soal legitimasi saya kira tidak bisa
di artikan dari syarat pencalonan ya tetap berbeda lah ya, soal mencari legitimasi dari seorang pimpinan
kepala daerah dengan mendasarkan pada perolehan suara partai politik sebagai sarat dari pencalonan
itu sehingga kalau kita sepakat bahwa legitimasi ini penting banyak yang sepakat pak ya? Sepakat kan,
artinya memang harus kembali ke akhir ke pemilihan itu ke prosentase pemilihan di hari H itu bukan
perolehan partai politik yang diajukan sebagai syarat ketika mengajukan calon artinya kalau kita bicara
soal pentingnya legitimasi keterpilihan seorang kepala daerah maka memang harus ada angkanya itu
ada nah angka 30 itu memang toh tadi juga sudah berpandangan itu tidak akan mengganggu, sama-
sama tidak akan mengganggu kan, kalau sama tidak akan mengganggu kecenderungan ke sana ya
sudah biar apa sama-sama enaknya, ya dicantumin saja 30 persen, toh tidak, toh gak ada iya kan Pak
Arif, toh kira-kira nanti ya gak kecenderungannya tidak ada 2 putaran sama saja tapi legitimasi
mencantumkan angka untuk legitimasi legitimasi itu kan penting untuk norma kita norma Pilkada itu
penting hgito loh, jadi dari kalau bicara soal legitimasi ya di angka perolehan di dalam Pilkada itu bukan
di Pilegnya kan gitu maksud saya begitu
Ketua sedikit Ketua Ketua sedikit saja, saya mau mengingatkan saja kita ini membuat Undang-
Undang dan ini kan kita wariskan kepada generasi berikutnya dan barangkali karena kita sudah
perdebatan panjang diantara kita sih sebenarnya ada saling kesepahaman tapi belum tentu generasi
yang akan datang nah saya tidak mau ini menjadi tonggak kita terus terang saja saya tegaskan bagi
PDI Perjuangan untuk mendorong liberalisasi sistem politik jadi kita tidak mau nanti kalau ke depan itu
kemudian atas dasar Undang-Undang yang kita buat ini dan kita amini bahwa memang boleh
berapapun yang dicapai, tanpa ada angka legitimasi tertentu yang simpulkan toleransi minimal
dukungan rakjat itu kemudian mendorong apa yang kita khawatirkan yang kita kenal sebagai sistem
distrik dalam sistem besar pemilu kita jadi ini pertaruhannya maksud saya adalah bahwa apa yang kita
pikirkan hari ini bisa saja dipikirkan regenerasi mendatang, tidak sama dengan kita kita masih sekarang
27
ini berpikir tentang NKRI tentang prporsionalitas dalam sistem pemilu kita dan lain sebagainya tetapi
begitu kita taruhkan ya hal kita tegaskan di dalam Undang-Undang ini adalah kita membebaskan soal
itu maka ini akan menjadi Perseden yang menurut saya sekaligus bom waktu bagi lahirnya sebuah
sistem yang menurut hemat saya tidak berkesesuaian dengan bentuk negara kita negara kesatuan
tidak akan berurusan dengan upaya kita untuk menjaga kebhinekaan keberagaman, nah itu saya kira ,
perlu saya sampaikan setidaknya fraksi PDI perjuangan mengingatkan itu termasuk kita juga sedang
memikirkan mengenai soal kita lagi kaji kembali tentang paket, tidak paket tadi ini semuanya bertautan,
bukan hal yang sifatnya bebas nilai itu maksud saya jadi itu saja juga ingin ingatkan pada kita semua
sebagai pembentuk Undang-Undang.
Terima kasih
KETUA RAPAT:
Interupsi Pimpinan tentang mekanisme mungkin untuk masalah trash hold ini kita pending
mungkin kita masuk kepada persoalan lain, tentang jadwal serentak tahapan, kayaknya ini alot
pimpinan.
Enggak ini ada hanya ada 2 hal tadi, Saya kira yang sudah kita perbincangkan satu belum juga
teruji oleh kita ya kan trash hold yang kita nyatakan 30 Kalau itu sudah berhasil ini kan dari pandangan
efisiensi dan lain sebagainya, ada juga pikiran trash hold nya diturunan sama dengan trash hold
pencalonan seperti apa yang dikatakan oleh Pak Malik tadi tapi intinya yang kita perbincangkan ini
adalah mau satu putaran mau satu putaran, mau 2 putaran kita perkenankan yang 2 putaran ini pun
dengan sudah ditetapkan 20 perseen misalnya kalau kita setuju 20 persen nanti threshold dalam rangka
pencalonan dan 25 persen dalam rangka pengajuandari jumlah dukungan itu sudah bisa mungkin
menjawab tetapi harus ada juga payung hukumnya payung Hukum yang kita tentukan kalau di Perpu ini
kan tidak dinyatakan 2 putaran atau satu putaran itu ini tidak dinyatakan itu ada ambang batas.
KETUA RAPAT :
Ada ambang batas yang diyatakan di situ 30 persen pikiran teman-teman tadi ini bukan mau
digiring kemana-mana tidak.
Kalau misalnya ambang nya kita turunkan, misalnya, misalnya itu satu soal menjadi berapa
persen misalnya 20 persen kita nyatakan misalnya yang sudah tertinggi di atas 20 persen itu siapa pun
ya sudah itulah yang menang jadi praktis masyarakat juga paham semua kalau toh generasi yang akan
datang mau merobah ini, ini kan konsekuensi kita pemilihan langsung pemilihan langsung siapa pun
yang terpilih dan yang terbanyak dalam pemilihan langsung ya sudah begitu kita harus berikan
pengakuan dan masyarakat juga harus fair untuk itu gitu Oleh karenanya saudara-saudara kalaupun toh
nanti kesimpulan kita ada 2 alternatif, masih bisa mungkin nanti akan kita bicarakan tentang hal ini yah
tapi fraksi-fraksi beberapa fraksi menyatakan satu putaran tentang hal ini kita harus cari juga kalau mau
2 putaran ada kejadian yang 2 putaran misalnya harus cari payung hukumnya yang menyangkut ini
saya kira itu.
28
F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):
Pimpinan Interupsi Pimpinan kita mengakhiri rapat ini sampai kapan tidak, tanya saja dulu.
KETUA RAPAT:
Rapat ini kalau sebelum magrib kita bisa selesai kita lakukan hal-hal yang harus kita sisir besok
sebab ini Panja kita ini sudah resmi, sudah kita ajukan Panja Usul Inisiatif tentang perbaikan ini kan ke
DPR kita tidak perlu cari hotel, misalnya besok jam 2 kita lanjutkan jam 2 ya, tetapi setida-tidaknya
yang apa tadi istilahnya Bonggol ini sisa pentahapan saja besok kita sisir yang berikutnya tentang
jumlah-jumlah itu setelah ada bentuk format ya sudah misalnya beberapa hal yang kita sepakat begitu
ya tapi ada juga konsekwensinya gitu biar masuk kita ke pentahapan, apa begitu saja dulu kesimpulan
kita semnetara, biar bisa
KETUA RAPAT:
Kesimpulan adalah satu putaran tadi kemungkinan untuk 2 putaran harus kita cari payung
hukumnya gitu.
Pak Ketua jangan payung hukum terus Ketua , payungnya habis ini hujan-hujan.
Pak Ketua kalau satu putaran itu seperti Pak Malik katakan itu tidak ada batas legitimasi tadi
toleransi, kita pakai batas 30 persen
Jadi kesimpulan tidak harus 1 ketua, bisa dibuat 2 dulu opsi, opsional.
KETUA RAPAT :
Oke .
Jadi kesimpulan kita satu putaran dan 2 putaran itu, karena ini persoalannya adalah thashold
tadi itu 30 persen itu ambang batasnya disitu ya kita tinggal perbincangkan itu.
Atau begini pimpinan solusinya jadi apa namanya ini kan problemnya di ambang batas
perolehan suara kalau kemudian teman-teman keberatan dengan 30 persen, mungkin bisa diturunkan
29
25 persen asumsinya kenapa 25 persen, karena ambang batas perolehan suara itu harus di atas
thrashold tidak mungkin ambang batasnya misalnya thasholdnya 20 persen kita setuju tidak mungkin
kemudian ambang batas perolehan suara di bawah itu kita angkat 25 persen yaa mungkin
komprominya begitu kalau ini kan 30%.
itu yang kita setuju kan kita masih berpatokan pada 20 persen kursi DPR, atau 25 persen suara
pemilih ya di atasnya lagi 30 persen itu sudah normal saja begitu norma itu.
KETUA RAPAT :
Terima kasih Pimpinan jadi mungkin ini tadi sudah banyak analisa sosiologis jadi supaya tidak
berlama lama saya pikir kalau kita buka satu putaran dengan asumsi-asumsi tadi, itu sangat masuk di
akal bahwa ada kemungkinan 2 putaran itu menjadi inclause nanti drafter membuat jika tidak masuk
maka dilakukan ini, kan gitu aja sebenarnya jadi saya tidak menyimpulkan tapi kurang lebih isi pasal itu
nanti demikian jadi itu yang saya katakan tadi kalau kita bicara masalah lapangan tadi saya setuju, tidak
ada efisiensi signifikasinya dengan masalah pilkada ini uang bukan menjadi variable kalau kita ingin
mencapai sesuatu yang lebih baik tidak ada kaitannya ini jadi tadi katakan juga seakan akan 2 kali
bukan kita sebenarnya sudah sepakat tanda kutip itu serentak, karena ini serentak jadi istilah 2 kali itu
sebagai tidak ada, dia hanya diberikan satu ruang kalau kan gitu jadi itu hanya masalah ini bicara pasal
dan ayat kalau di ayat (1) kita lakukan satu putaran bila ayat berikutnya, bila ayat (1) itu tidak terpenuhi
maka kan begitu kurang lebih jadi rasa-rasanya sih tidak perlu kita berdebat terlalu jauh semua fraksi
sepakat bahwa ini satu putaran namun bila hal-hal yang substantif tidak terpenuhi kita buka ayat
berikutnya yang bisa merilis sehingga keinginan masyarakat itu bisa terpenuhi.
Jadi sebenarnya tidak ada perdebatan yang panjang di antara kita apakah ini satu atau dua
begitu loh makanya saya katakan tadi harusnya kita buat dulu analisa terhadap seluruh Bonggol setelah
itu kita ambil resumenya dari setiap bonggol apa yang menjadi masalah di setiap bongol, bagaimana
hubungan antara bonggol satu dengan 2 dan seterusnya sehingga kita temukan jadi drafter nanti akan
lebih sangat mudah membuat pasal-pasal atau ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah paket
kemudian masalah, satu putaran atau bukan, serentak atau bagaimana, kan begitu ini nanti menjadi
sangat mudah gitu pimpinan, jadi ngga usah berdebat kita sampai nanti maghrib itu barangkali
pimpinan.
Terima kasih.
Pimpinan saya pikir ini kan tadi sudah disepakati, sebaiknya kita berkaitan dengan masalah ini
kita pending saja, karena pasti tidak bisa kalau pimpinan mengatakan bahwa ini kita sepakat kemudian
nanti kalau terjadi kita cari payung Hukumnya juga tidak kena apa yang kita inginkan seperti itu jadi
karena ini waktunya sudah cukup sudah sore ini kan sebaik yang lain, untuk ini kita pending saja dulu,
tapi jangan dulu disimpulkan, seolah-olah nanti oh ini kita sepakat satu putaran tidak seperti itu
substansi dari apa yang kita maksud, jadi ya jadi kita kita pending saja, berarti ada 2 yang berkembang
ada yang menginginkan satu putaran.
30
F-PDIP (ARIF WIBOWO):
Ada yang menginginkan 2 putaran dengan ambang batas, ya betul juga kata mas dari PPP tadi,
ya kalau cuma 25 persen ambang batas terus kita thresholdnya 25 persen maka harus sama saya pikir
rasional lah itu 30 persen itu sebagai ambang batas kita.
Terima kasih pak.
KETUA RAPAT:
Jadi ini kan kecenderungannya seperrti begitu kenyataannya kita kan mendiskusikan itu tadi
memang tidak usah dulu kita simpulkan ada yang mengharapkan satu putaran meminta satu putaran
jadi semangatnya ada satu putaran ada juga semangatnya bagaimana mencari jalan keluar itu tadi
yang saya maksud. Jalan keluar bahwa kalau ini menyangkut ambang batas itu ya ya yang 30 persen
itu untuk nanti kita bicarakan lebih lanjut, untuk kita bicarakan lebih lanjut saja sebelum masuk kita ke
pentahapan Ini Demokrat bu Diah, Demokrat dari tadi tidak mau kasih pendapat dia.
Silakan.
Sayang MURI itu hanya mencatat yang perolehan terbanyak di Pilkada itu yang tercatat di
MURI itu satu bupati Kabupaten Mojokerto sekarang di Medaeng ditahan di Medaeng yang kedua
tercatat lagi Bangkalan puteranya itu itu masuk MURI itu sekarang juga di ditahan di KPK artinya
majority itu apa di dalam prakteknya ternyata memang terjadi kesewenang-wenangan gitu ya,
sehingga prakltek korupsinya terungkap begitu tapi sayang MURI tidak mencatat yang tiga puluh koma
05 persen itu ternyata juga pemerintah nya tidak stabil begitu ya kan jadi antara ambang batas
minimum dan apa perolehan yang mutlak ini memang menentukan karakter kepemimpinan, karakter
daerah oleh karena itu ambang batas minimum itu memang tetap harus dirumuskan oleh Undang-
Undang. Meskipun itu ya cuman 30 yaitu persoalannya Undang-Undang ini kan kepingin melakukan
penyederhanaan secara halus begitu penyederhanaan tapi halus threshold nya dinaikkan sehingga
kompetisinya turun jumlah pesertanya kontestannya turun, sehingga dengan begitu peluang untuk
mendapatkan 30 persen itu menjadi lebih mudah dan kecenderungannya akan satu putaran tetapi tetap
legitimasi minimal itu harus di rumuskan oleh Undang-Undang dan sekaligus merupakan exit strategy
bagi apa, demokrasi kita saya kira catatan dari saya begitu saja.
Terima kasih.
Menurut saya satu putaran atau dua putaran itu konsekuensi dari ambang batas jadi tidak usah
juga berdebat, satu putaran atau 2 putaran yang pentingnya itu ya threshold itu berhubungan dengan
kita mengambil sistem politik apa apa kami majoritorian atau proporsional saya pikir kita perlu juga
31
mempertimbangkan konsistensi kita akan sistem politik yang kita ambil hingga ke tataran demokrasi
lokal begitu saja pak.
KETUA RAPAT:
Sementara dari kesimpulan kita ya pandangan kita ada yang putaran, cuma jangan terjebak
kita soal ini itu tadi yang terakhir tapi intinya adalah disoal threshold itu ya karena dia berkaitan oleh
karenanya kita, perputaran kita tadi di sini adalah ya satu putaran 2 putaran, cuman kaitannya yang
pasti adalah di threshold itu. Itu untuk legitimate untuk legitimasinya ya itu dulu, itu kita biar ada bonggol
yang lain bisa kita tuntaskan jadi kesimpulannya itu ya ?
(RAPAT SETUJU)
Yang terakhir bonggol yang terakhir saudara-saudara jadi ini adalah soal pentahapan serentak
kami perlu jelaskan itu nanti kita simulasi ya kita simulasi pemilihan serentak nasional ini itu menurut
MK limitatif untuk untuk Pileg dan Pilpres kalau itu tegas demi efisiensi enggak bisa juga kita katakan,
untuk seluruh daerah harus serentak nasional hari yang sama, bulan yang sama, dan juga tahun yang
sama. Oleh karena di Perpu ini kan ada arah untuk serentak nasional pada waktunya kan itu yang
menjadi perdebatan yang Panjang ungkin yang kita diskusikan di sini adalah tidak juga terlalu panjang
serentak nasional yang kita maksud kan kita lakukan saja, misalnya dengan per gelombang, misalnya
maksimal 3 gelombang itu dulu di persepsi baru nanti mengatur yang ikut gelombang pertama mana,
gelombang kedua mana gelombang ketiga mana, jadi ya pemilihan pilkada itu tepat memang 5 tahun
satu kali juga. Tapi tahapan gelombangnya yang diatur karena ada ada bayangan juga bagi kita
saudara-saudara kalau pada waktu nya serentak kita bayangkan kepala daerah baik dialah propinsi,
Kabupaten, kota nanti jumlahnya 560 serentak betul apa ya serentak betul bagaimana menjadi apa
bentuk pengawalan, pengamanan, dan juga pengawasannya dan juga sekaligus penyelesaian
perselisihannya Jadi kalau kita mungkin untuk masa ini kita sepakati dulu bahwa serentak nasional
yang kita pahami itu adalah hanya untuk Pilek dan Pilpres tetapi untuk Pilkada kita bikin pergelombang,
jadi rame-rame juga, gelombang satu sekian misalnya itu yang pemahamam pemahaman yang kami
sampaikan dulu, bagaimana pendapat kita biar jangan nanti apa? Kita misalnya terlalu berkepanjangan
soal ini, seperti perkembangan yang sekarang itu kan habis masa jabatan untuk 2015 adalah 204 habis
masa jabatan 2016, 100 lebih kurang dan begitu seterusnya sampai di lalat 2016 agar jangan ada
kejadian bahwa masa jabatan menjadi 2 tahun sisa, 2 tahun ini diberikan kewajiban ini dan itu begitu ini
kalau itu sudah kita tinggal buat pemetaannya begitu pemetaan kalau serentak national itu kan
UndangUndang Dasar hanya menyatakan Pilek dan Pilpres kalau untuk ini tidak harus seperti itu,
tergantung kita menetapkan dari kondisi yang ada kita misalnya kita tetapkan 3 gelombang baru nanti
untuk tahapan berikutnya pemetaannya baru kita buat tahun-tahunnya itu-itu yang kami lempar dalam
diskusi kita.
Begini Ketua, saya mengusul ini sudah mau magrib setengah tujuh kita ada pengajian pak
serius ya kita bikin pengajian memang karena kita sudah bentuk 4 sayap partai yang bergerak di
wilayah anu jadi saya kira kita belajar dari fenomena menguatnya gerakan ikhwan di Mesir jadi karena
itu penting untuk kita adob di Indonesia ya gerakan Ikhwan ya saya salah satu pengikutnya Ketua jadi
menurut hemat saya, ini soal yang tidak mudah ya jadi kita akan coba disimulasikan semua, baiknya
serentak nasional, keserentakan propinsi saya pernah diskusi formal dengan Pak Riza atau
keserentakan sebagian dari wilayah kita yang lintas Provinsi dan kabupaten kota nanti kita coba,
simulasikan kita hitung matang dari berbagai aspek untuk sampai pada kesimpulan, pilihan
keserentakan seperti apa? Yang saya tahu memang tidak diatur tegas di dalam UU, Konstitusi kita yang
32
bisa dipahami sifatnya nasional adalah memang Pileg dan Pilpres tetapi ini ada open legal clousing,
pijakan hukum terbuka.
Nah karena kebijakan hukum terbuka maka sangat tergantung kepada para pembentuk
Undang-Undang Nah saya kira ini bukan soal yang sederhana Ketua, tapi apa yang sudah indosh ketua
tadi salah satu yang akan kita pikirkan karena kita juga bisa mencontoh di pengalaman banyak negara,
menimbang lah setidaknya di Philipina itu Pilkadanya juga serentak nasional negara Philipina itu negara
kepulauan seperti kita pemilihan bupati, gubernur, walikota di lakukan pada hari yang sama untuk
seluruh negaraPhilipina tetapi tentu ada aspek-aspek lain kenapa mereka membuat satu sistem
pelaksanaan Local electionnya serentak, bahkan dibarengkan dengan para senator nisalnya itu satu
contoh jadi maksud saya Ketua, agar kita punya waktu yang cukup besok misalnya untuk kita kupas
habis mengenai soal ini, dan harapannya dari Sekretariat bisa menampilkan apa simulasinya untuk
keserentakan, serentak provinsi, serentak nasional atau serentak sebagian wilayah, sebagaimana yang
diatur oleh Perpu menuju nasional jadi ada berbagai macam pola, saya kira saran saya itu ketua, jadi
rapat rapat kita hari ini bisa kita akhiri, maksud saya begitu karena setengah tujuh kita mau ada
pengajian mohon ijin begitu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ini boleh iri PKS sama PKB ini dan PPP karena Mas Arif mau pengajian setengah tujuh,
memang harus. Oleh karenanya Saudara-saudara ada yang diminta tadi biar kita bias.
KETUA RAPAT:
Biar kita memetakan jadi di minta dari Sekretariat sampai pada tanggal group dengan tanggal
bulannya yang apa 2016-2017 2018, dan 2019 itu besok baru kita petakan kita diskusikan sedemikian
rupa Oleh karena itu saya kita, bisa ya?
Pimpinan, ya disini jadi besok di sini jam 2 jadi kalau sudah itu dan kita minta juga dari apa dari
.. (tidak dilanjutkan).
Pak Ketua bisa cari waktu yang lain tidak pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Ini kan batasnya begini kita waktunya ini sudah sangat sangat mepet jadi besok itu adalah se
tidak-tidaknya Senin itu kita APBN-P Senin dengan Mensesneg APBN-P dengan Menpan dan malam
33
dengan Menteri Dalam Negeri itu. Kalau tidak ada bahasan pendahuluan bagaimana nanti mekanisme
pembahasan kita ini sahabat kita orang dari Menpan, dari Mensesneg ini menyangkuta anggaran ini
APBN-P malam dengan Kementerian Dalam Negeri ini sudah jadwalnya ketat seperti itu malah Sabtu,
Minggu begitu ini untuk kita tuntaskanlah begitu untuk kita tuntaskan, jadi waktunya yang sangat bisa
ya?
Bisa jam 2 besok, kita di sini tempat yang sama di Hotel belum dapat hotelnya ya di sini. Jam
14 itu, lebih kurang sampai jan 5 besok kita kenapa? Di Bogor macetnya itu minta ampun. Jadi kita,
skors rapat kita ini sementara di sini besok.
Sebentar Pimpinan sebentar Pimpinan agak ini ini kalau bisa besuk sekretariat sudah
mensimulasi, entah besok atau Senin maksud saya begini pak, kita sebetulnya sudah punya rancangan
tentang kapan itu pilkada dilaksanakan bisa suatu saat kita pilkada serentak nasional bisa itu artinya 5
tahun, satu kali Pilkada atau bisa dalam 5 tahun 2 kali Pilkada atau ketiga kali atau terserah jadi
misalkan 2016 kita Pilkada pertama pesertanya nanti 2015 dan 2016 yang SK nya habis kemudian
2018 kita Pilkada lagi pesertanya nanti yang SK nya habis 2017, 2018, plus 2019, karena 2019 tidak
ada Pilkada kemudian nanti 2021 ini bisa dibuat nasional kalau nasional kalau nasional berarti
pesertanya yang Pilkada 2016, 2018 atau ini bisa dibuat 2021 pesertanya yang Pilkada 2016 nanti 2023
pesertanya yang habis 2018 nah maksud saya saya tidak ngerti, mungkin Kemendagri sudah punya
data pasti itu, tentang berapa pesertanya kalau Pilkadanya di tahun ini, tahun ini, tahun ini jadi besok
atau bagusnya Senin sih kita sudah persiapan begitu pimpinan, agar tidak blank saja pimpinan.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Saya kira besok jam 2 dengan data yang itu, yang kita persiapkan begitu kita perbincanganlah
tentang hal ini sebab kalau hari Senin, waktunya kita ini sudah memet juga jadi tidak bahas nanti kita
APBN-P dari Mendagri kan sudah seperti itu besuk ya? kita skors sampai jam 2. Besok jam 2 ya
bermalam Minggulah, sampai kita selesaikan yang kami hormati?
(RAPAT SETUJU)
Terima kasih Saudara-saudara sampai ketemu besok siang dengan beberapa kesimpulan kita
tadi.
Ttd
34
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si.
5. H. MUSTAFA KAMAL, S.S.
B. Pemerintah:
- Menteri Dalam Negeri (Tjahjo Kumolo, SH)
- Ketua KPU RI (Husni Kamil Manik, S.P)
- Ketua BAWASLU RI (Prof. Dr. Muhammad., S.IP.,M. Si)
2
Jalannya Rapat:
Pertama terima kasih atas kehadiran Anggota Panja Usul inisiatif Komisi II DPR-RI terhadap
Perubahan atas Undang-Undang Nomor ... tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-
Undang.
Saudara-saudara kita tidak mempersoalkan, karena ini usul inisiatif dan kesepakat kita selesai
masa persidangan ini, saya kira merupakan suatu hal kewajiban. Cuma kalau kita reses tanggal 18 ini
gonjang-ganjing persoalan ini, reses sampai tanggal 22 Maret .
Saudara-saudara masih banyak waktulah kita menyelesaikan ini, agar ini tidak menjadi
persoalan ...(suara tidak jelas) oleh karenanya yang akan ...(suara tidak jelas) usul inisiasi itu dulu. Dan
jadwal pembahasan yang resmi nanti dengan pemerintah tanggal 10 sampai tanggal 14 kan begitu.
Jadi kalau nomornya keluar tanggal 5 Februari kita spesial, kalau bisa hari Senin, atau hari Selasa
sudah kita ajukan pakai nomor titik-titik saja, Komisi II menghindari agak kita jangan disalahkan soal ini,
saya berfikir begitu saja, sebab kalau kita lihat, kalau ini mau dilaksanakan. Bagaimana mau
dilaksanakan kalau tidak ada yang kita bahas persoalan-persoalan seperti itu.
Jadi kalau ...(suara tidak jelas) kami tidak akan ada faktor dari pemerintah (suara tidak jelas) ini
kan akan perang, (suara tidak jelas) kita sadari bahwa hal-hal yang dirubah hal prinsip ...(suara tidak
jelas) walaupun masih itu tadi. Dan hal-hal yang mengatur seperti misalnya kita persoalkan soal uji
publik itu kita hapus tapi namanya diatas ...(suara tidak jelas) sosialisasi calon, oleh karena itu konse
perubahan itu, kalau ke Perpu nomor 2 nanti otomaticly oleh karenanya yang belum selesai kita
perbincangkan.
Pentahapan kemarin kita sudah setuju satu ...(suara tidak jelas) Sekarang Tim Ahli dari P3DI.
Yang kedua KPU sebagai penyelenggara kita cari payung hukumnya, walaupun potensi akan
digugat ya tidak apa-apa, karena KPU lah yang lebih siap, sekarang kalau sekarang membuat badan
baru itu malah tersesat bisa nanti DPR malah disalahkan.
Yang ketiga kata uji publik itu kita masukkan ke dalam tahapan penyelenggara pemilu ...(suara
tidak jelas) partai politik nanti kepada KPU dan Bawaslu itu keputusan kita. soal nama kemarin kita cari
mungkin kalau hari ini akan kita temukan tentang nama dari pada uji publik ...(suara tidak jelas) yang
terpenting kalau uji publik itu kan harus ada skoor kalau ini tidak ada skoor, ya apa sosialisasi calon
atau sosialisasi apa bakal calon, atau calon yang sudah kita tetapkan.
Soal berpasangan juga kemarin sudah ada kerangkanya, soal pasangan ini tinggal kalau
misalnya pasangannya satu, kalau lebih dari satu kita bagaimana mencari payung hukumnya, karena
kalau terjadi ketidakharmonisan ...(suara tidak jelas) bupati dan wakil dan juga memperjelas tugas dari
pada wakil itu ... dan juga soal penetapan wakil ini adalah sekaligus tahapannya ...(suara tidak jelas)
bisa yang penting berpasangan yang begini-gini itu harus lebih ...(suara tidak jelas)
Kemarin juga kita diskusikan adalah soal tadi agak terjebak satu putaran, dua putaran, adalah
soal sebenarnya thrashold, baru kemarin rapat kita skors kita lanjutkan untuk membahas tentang
tahapan penyelenggaraan pemilu, itu untuk kita lanjutkan, hari ini kita bicarakan ...(suara tidak jelas)
ini.
Jadi nanti malam saudara-saudara itu kita akan sisir yang sudah masukan, tapi sekarang kita
diskusikan kira-kira tahapan pelaksanaan pemilu sebagaimana yang nanti akan ditayangkan, namun
sebelum itu kesepakatan kita untuk menyelesaikan misalnya malam nanti atau sampai besuk tidak ada
3
...(suara tidak jelas) usul inisiatif yang yang akan kita inikan harus kita tuntaskan. Hari Senin atau hari
Selasa kita ajukan surat untuk bisa ...(suara tidak jelas) jadi kita tuntaskan sampai besuk.
Setuju ya?
(RAPAT : SETUJU)
Baik kita masuk tahapan penyelenggaraan, dari sana ditertibkan ini dulu, kita diskusikan duu
tahapan penyelenggaraan.
Saudara-saudara dengan MK yang diputuskan kita kaji dalam saja. MK memutuskan pemilu
nasional serentak nasional sebagaimana undang-undang dasar kita di tatib hanya untuk Pilpres dan
Pileg, itu bisa serentak, dilaksanakan satu kali 5 tahun. Kalau Pilkada itu bagaimana? Karena Pilkada
bukan rezim pemilu, Pilkada ini demi efisiensi diupayakan mau serentak nasional, kita bayangka
serentak nasional lebih kurang 560 lah dengan Gubernur dan Bupati. Ini menjadi soal penanganan,
misalnya di Aceh itu kalau serentak sekaligus itu Gubernur, Bupati, Walikota 14 ya Pak Tagore?
Keadaan seperti itu sendiri-sendiri saja, persoalannya luar biasa ada yang Pileglah ada yang apa
...(suara tidak jelas) ini sulit padahal untuk Pilkada demi efisiensi kita buat saja misalnya bergelombang,
misalnya kita sepakati 3 gelombang, jadi gelombang yang kami maksudkan itu kalau 2015 sekian, atau
nanti diskusi kita 2015 ditarik ke 2016, gelombang berikutnya adalah, jadi gelombang yang 2016
memang akan Pilkada nanti tahun 2021. Kalau gelombang 2017 akan Pilkada 2022, jadi kita tidak
melanggar undang-undang...(suara tidak jelas) serentak Pilkada ini itu kita jabarkan juga serentak satu
kali. Ini kan dalam rangka pengaturan itulah saya kira diskusi kita sebelum nanti kita tampilkan
sepakatkan kita bahwa Pemilu serentak ini kita buat dulu Pemilu serentak, Pilkada serentak yang akan
kita atur kita buat dalam pergelombang saja, misalnya 3 gelombang dan itu tergantung tafsiran
pembentuk undang-undang.
Tapi kalau kita bikin gelombang serentak Pilpres dan Pileg tidak mungkin kita buat gelombang-
gelombang itu, itu sudah limittatif, terus terang diskusi kita langsung biar kalau sudah masuk kepada itu
bisa kita perbincangkan mana gelombang yang bisa, nanti misalnya kesepakatan kita memperpanjang
nanti setelah kita kesepakatan dulu. Kesepakatan dulu agar kita ajukan usul inisiatif, kita tidak usah
terpengaruh usul-usul yang dari luar tentang hal ini.
Saya kira kami buka jadi kita masalah untuk ...(suara tidak jelas) kami silakan yang mau
menyampaikan, atau PDIP dulu kalau begitu.
Terima kasih Pimpinan, kalau kita mau menghemat, efektif dan efisien yang pasti harus
terprovinsi, satu provinsi sekalian, sebab kalau hanya bupati saja tidak berpengaruh terhadap
keuangan, karena masing-masing daerah bupati kabupaten A, ...(suara tidak jelas) masing-masing itu,
tapi kalau sekaligus dengan gubernurnya disitu ada penghematan, kalau gak tidak ada penghematan
ini, karena masing-masing kabupaten punya anggaran tersendiri. Misalnya di Aceh dipilih bupati
...(suara tidak jelas) untuk bupati Maelaboh dan lain-lain itu tetap tidak ada penghematan, tapi kalau
sekaligus dengan gubernurnya itu terjadi penghematan. Jadi saran kami mungkin kita harus melihat
penjadwalan ini perprovinsi saja, karena kita lihat keadaan masa berakhirnya jabatan bupati dan
Gubernur.
Sebab kalau bergelombang itu kayaknya kalau pertama ini harus, kalau tidak bergelombang
tidak mungkin ini kacau, karena belum tentu ini diawal saja waktu menentukan pejabat saja sudah ribut,
dari penentuan pejabat bupati, ini tentu diusulkan oleh gubernur, biasanya dari gubernur kalau sudah
ribut baru dari kementerian dalam negeri. Tapi kalau pendapat kami perprovinsi, kita ...(suara tidak
jelas) perprovinsi tentu kita lihat cara pemetaannya lagi. Kalau gelombang di Aceh misalnya adalah
tahun 2016 yang terjadi apa? Berapa pejabat yang harus disiapkan, kemudian kalau memungkinkan ini,
4
kalau mungkin supaya pemilihannya berjalan baik itu ini biasanya begini, kalau kita dipilih lagi karena
dia masih bisa yang kedua yang masih menjabat ini persoalannya akan lain, akan diuntungkan ini
incumbent karena dia masih mengatur keuangan, masih mengatur semua, ini juga haris kita perhatikan,
tapi kalau jangkaun kita tidak mungkin sampai disana ini resiko.
Jadi saran kami ini kita lihat per Provinsi, baru dia ada penghematan, kemudian provinsi itu kita
kaji lagi berapa provinsi yang bisa ikut gelombang pertama, berapa provinsi yang bisa gelombang
kedua. Jadi saya ulangi kalau haighnya pemilihan bupati serentak tidak ada penghematannya, keceali
dia langsung dengan gubernurnya, disitu baru ada penghematan itu, kalau kita mau hemat.
Kemudian masalah pengamanan, tentu kita perhatikan, Polisi, tentara ini kan bisa di BKO kan
dari daerah mana ke daerah mana, jadi kita lihat kalau misalnya gelombang pertama mungkin Aceh
tidak dengan Papua karena sama-sama ada unsur potensi yang tidak bagus, kita lakukan Aceh dengan
yang lainnya mungkin juga tidak dengan Medan ...(suara tidak jelas) Kalau kita pembuat Undang-
undang kita tidak memikirkan sampai ke ...(suara tidak jelas) yang penting kita bagaimana Pilkada bisa
lebih hemat dan serentak kemudian bikin Spille masalah keamanan, tapi karena kita juga mungkin masi
memiliki bagaimana pentingnya keamanan supaya polisi, tentaranya sibuk, kita juga bisa menyumbang
pikiran untuk.
Jadi kesimpulannya mungkin kalau kita sepakat per Provinsi, kalau hanya bupati saja serentak
gubernurnya tidak, tidak ada penghematan bang, tetap dia tidak hemat, jadi kita juga harus
memperhatikan jangan terlalu banyak pejabat kacau nanti. Jadi kalau pejabat terlalu lama itu bisa desk
clever nanti keuangan daerah itu, karena biasanya pejabat itu dia tidak peduli yang penting ...(suara
tidak jelas) tinggal urusan kalian.
Ini saja terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabbarakkatuh.
KETUA RAPAT:
Kita lanjutkan, jadi mudah-mudahan ...(suara tidak jelas) kan cocok itu karena membuka dan
sudah ada ...(suara tidak jelas) tadi, kalau awal ini berkompak kalau kita atur tahapannya kita klasifikasi
dulu ...(suara tidak jelas) kalau untuk efisiensi harus bersamaan pemilihan gubernur dengan bupati.
Boleh saya menambahkan pimpinan, saya menggarisbawahi apa yang disampaikan dari Fraksi
Golkar, saya melihat bahwa putusan MK itu hanya menyangkut Pilpres dan Pileg yang secara nasional.
kemudian saya melihat banyak sekali hal yang nanti akan, yang tidak pernah terbayangkan kita dalam
pelaksanaannya nanti akan muncul hal-hal yang sangat rumit, oleh karena itu saya kepingin mendengar
dulu dari teman-teman, apa sih dasar pemikiran yang paling mendasar sehingga kita harus membuka
wacana untuk bergelombangkah, serempakah dan sebagainya. Kalau seperti tadi dikatakan bahwa itu
mubah ...(suara tidak jelas).
Nanti coba kita lihat saya belum melihat, belum nyambung menurut saya sisi manfaatnya untuk
menerapkan sistem yang sedang kita bicarakan ini dan ...(suara tidak jelas), yang paling mendasar itu
apa sih sasarannya apa? Dan apa keuntungan ....(suara tidak jelas) juga apa kerugiannya kalau kita
tetap melanjutkan sesuai dengan periode seperti yang selama ini berjalan. Itu juga yang ingin saya
dengar.
Terima kasih Ketua.
6
KETUA RAPAT:
7
Yang kedua pertimbangan kita kalau 2019 ikut 2020 atau 2021 maka sebenarnya kita
memperbanyak plt, maksud kita plt-plt ini kan kepentingannya bagaimana caranya plt tidak banyak, dan
bagaimana caranya plt itu tidak panjang. Nah karena itu tahun 2017, 2018 dan 2019 ikut atau ditarik ke
2018 kemungkinan Plt itu lebih kecil. Nah nanti serempak nasional baru di 2021, yang jadi masalah
memang kepala daerah yang terpilih di 2018 itu jabatannya cuma tidak sampai 5 tahun, 2018, 2019,
2020, 2021, itu lebih bagus. Kenapa kita tarik ke 2021? karena di Perppu ini 2020, sekali lagi untuk
meperpanjang, kalau 2020 nanti maka perserta hasil Pilkada 2018 itu tidak sampai satu periode
pimpinan, karena belum ...(suara tidak jelas) dari 5 tahun. Karena di Perpu pasal berapa ini, dianggap
bukan satu periode, tapi kalau kita tarike ke 2021 maka dia ...(suara tidak jelas) lebih dari 2 setengah
tahun bahkan 3 tahun itu bisa kita sebut sebagai satu periode. Nah karena itu menurut kami selanjutnya
adalah apakah kemudian kita serentak sekali nasional, apakah kita belum, atau kita jadikan 2 kali ke
dalam 5 tahun Pilkada.
Menurut saya Pemilu serentak nasional efisiensi masuk, kemudian kalender politik juga masuk
di situ, atau setidaknya kalau kemudian kita tidak bersempatan serentak nasional sekali yang paling
mungkin 2 kali. Yang pertama adalah tentu saja di 2021, itu serentak nasional gelombang pertama,
pesertanya 2021 itu adalah yang SK nya habis di 2016, kemudian di 2023 itu persertanya adalah hasil
Pilkada 2018, jadi plt kemudian percepatan SK kemudian Plt, bahkan bisa diundur itu tidak bisa
dihindari, untuk masa transisi, 2016, 2018, 2019, tetapi di di depannya kita bisa susun rapi tanpa
kemudian memberikan, mengeluarkan plt, apakah memajukan atau memperlambat. Nah karena itu
kemarin kita masih ingat Pak Arif waktu itu kekhawatiran kita boleh tidak kita Pilkada sebelum SK nya
habis. Ternyata boleh yang sebetulnya pertanyaan itu sebelumnya sudah terjawab. Contoh di Jawa
Timur itu 2014 SK nya jadwalnya habis, 2014 kemarin periode pertama, tapi Pilkadanya bisa di 2013
ternyata boleh, dan tidak ada yang menggugat. Nah jadi hitungan kita, bahwa yang penting SK nya
tidak dikurangi, kalau hari H Pilkadanya bisa diganti atau digeser, karena kalau SK kemudian dilewati
atau dikurangi itu Mahkamah Konstitusi tidak mau karena ada kasus mengurangi SK itu ternyata tidak
boleh.
Jadi kira-kira itu pimpinan sekedar masukan mungkin Pak Arif bisa menambahkan.
Interupsi pimpinan.
Diantara kita mungkin ada 80 persen perokok, saya mau berfikir, biasanya kita kalau mikir
sambil merokok itu lancar, bagaimana kalau kita sepakati nanti supaya hasil dari Panja ini optimal, kita
halalkan saja merokok.
Terima kasih pimpinan.
Mas itu yang pilkada harus 5 tahun itu Undang-undang Dasar atau Undang-undang?
Tidak ada yang tertulis 5 tahun, itu masa jabatan akan berakhir ketika diucapkannya sumpah
jabatan baru.
8
KETUA RAPAT:
Tapi kalau dimundurkan tadi seperti kasus Jawa Timur ...(suara tidak jelas) sebelum kita gilir
fraksi ini, kelihatannya pergelombang ini harus kita lakukan untuyk mengamankan hal yang tadi,
memang ada niat juga tadi 2 gelombang, saya juga 3 gelombang, setelah kita lihat nanti ...(suara tidak
jelas) berarti tidak ada yang terlalu banyak korban ya? Kami persilakan mungkin ada info dari
pembentuk Undang-undang, kita bisa tanggung jawab pembentuk undang-undang ini, silakan.
Saya menambahkan, pertama adalah ini yang kita gagas adalah keserentakan menuju
serentak nasional, itu yang utama yang menjadi kesepakatan seluruh hampir fraksi keserentakan dalam
pilkada. Secara tehnis itu dilakukan bergelombang tidak mungkin langsung serta merta serentak
nasional itu dilakukan, ada banyak alasan kenapa perlu untuk pelaksanaan Pilkada itu serentak secara
nasional.
Yang kedua saya lupa putusannya nomor berapa keputusan MK yang merupakan tentang hak
konstitusional kepala daerah dimana jabatan strukturnya diatur undang-undang. Jadi maksudnya kira-
kira demikian, kalau undang-undang mengartur masalah periodisasi kepala daerah jabatannya itu
adalah 5 tahun jadi tidak ...(suara tidak jelas) lagi, tidak perlu ditambah 5 tahun itu saja ...(suara tidak
jelas) maka di undang-undang yang lama pernah satu kali dibatalkan oleh MK menyangkut apa? Pasal
yang menyangkut tentang ...(suara tidak jelas) pada saat dia menjadi calon yang ditetapkan oleh KPU,
kemudian MK membetulkan dengan membatalkan pengaturan itu kemudian membetulkan hanya
dibolehkan cuti kampanye pada masa kampanye. Itu saja non aktif pada masa kampanye, itu saja non
aktif pada masa kampanye jadi tidak mengundurkan diri, karena itu ...(suara tidak jelas) konstitusional,
nah karena itu kemudian menjawab pertanyaan saudara Malik tadi penyelenggaraan nya saja
dibolehkan memang lebih maju, toh undang-undang yang lama juga mengatur pemungutan suara
dilakukan selambat-lambatnya 23 hari sebelum akhir masa jabatan. Jadi mau 6 bulan, mau 3 bulan
sebelum akhir masa jabatan kalau untuk penyelenggaraan, pemungutan suara ...(suara tidak jelas)
tetapi tidak menganggu akhir masa jabatannya, tetap.
Nah karena itu kalau kita mau mengatur karena menyangkut hak konstitusional tadi maka tidak
boleh dikurangi masa jabatan itu. nah itu yang perlu kita pikirkan keserentakan itu, dengan catatan
adalah berdasarkan pada hak konstitusional kepala daerah, bahwa masa jabatannya periodisasinya
adalah 5 tahun kalau misalnya kita atur tetap 5 tahun ya 5 tahun jangan dikurangi. Karena itu yang
paling dimungkinkan adalah pembuat pelaksana tugas Plt, jadi tidak bisa memang mengurangi hak
konstitusional kepala daerah tersebut masa jabatannya. Jadi seperti yang sedang kita bahas ini sampai
pada keserentakan nasional itu prinsipnya adalah 5 tahunan itu itu bisa terjaga jabatan 5 tahun.
Memang konsekwensinya akan ada daerah-daerah yang mungkin Pltnya agak lama, nah yang coba
kita atur sekarang adalah bagaimana membuat, melaksanakan pemungutan suara tanpa mengurangi
periodisasi masa jabatan dan ketemu pada satu titik adalah keserentakan secara nasional dimana nanti
selutuh jabatan kepala daerah itu tetap 5 tahun nanmun penyelenggaraannya bisa dilakukan secara
serentak. Inilah yang saya kira perlu kita atur jadi tidak mengurangi masa jabatannya dan karena itu
konsepnya sebenarnya lebih kepada memundurkan pelaksanaan Pilkada itu. supaya masa jabatannya
tidak berkurang jadi tetap 5 tahun tetap 5 tahun.
Nah yang menjadi probem kan salah satunya di dalam Perpu ini, ada pada satu periode
tertentu masa jabatan kepala daerah hanya 5 tahun, ...(suara tidak jelas) kalau dilaksanakan tahun
9
2020 yang tahun 2018 kan hanya mendapatkan masa jabatan 2 tahun, saya kira ini akan menjadi
problem. Oleh karena itu ketua maka dari kemarin kita mencoba untuk mendorong ini untuk coba
disimulasikan, nanti ketemunya serentak nasional itu sampai kapan, itu yang pertama.
Yang kedua bagaimana mensinkronisasi periodisasi jabatan kepala daerah ini dengan
pemerintah dengan Presiden supaya ada satu, kesatuan pemerintah maksudnya begini, kalau pada
saat ini terpilih Presiden baru tahun 2019 kemudian Presifen membentuk, menyusun RPJMN Rencana
Pembanguna Jangka Menengah yang itu 5 tahunan, kemudian 2 tahun lagi ada Pilkada serentak
nasional, sementara kemudian seluruh kepala daerah juga menyusun Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah, ada selisih 2 tahun yang tidak ketemu. Nah pada periode berikutnya 3 tahun lagi
ada pemilihan Presiden. Presiden menyusun kebetulan presidennya sudah ganti, menyusun RPJMN
yang berbeda, nah bagaimana RPJM yang didaerah itu? masih ada 2 tahun yang tentu tidak akan
selaras dengan Presiden yang baru. Nah inilah yang kapan waktu sempat dibicarakan tapi tidak tuntas,
maka kemudian ada yang mengusulkan bahwa pemilihan Kepala Daerah serentak ini adalah bagian
dari satu kesatuan sistem yang berfungsi untuk mengontrol sistem pemilu yangt sifatnya nasional, tapi
pengandaianya itu adalah begini.
Jika di satu pemilu karena kita sudah terikat dengan keputusan MK bahwa Pileg dan Pilpres
berubah, kira-kira ada calon Presiden A yang didukung oleh Partai A, B, C, D, E itulah yang
memenangkan Pemilu nasional. nah bagaimana cara kita mengontrol Presiden A dengan yang
didukung oleh Partai A, B, C, D tadi caranya adalah dengan pemilu kepala daerah serentak. Jadi
prakteknya begini kalau pemilu nasionalnya dimenangkan oleh Presiden A dengan didukung 4 partai
kemudian dalam 2 tahun itu, atau 2 tahun, 3 tahun ternyata dia tidak menjalankan pemerintahan
dengan baik maka Pilkada serentak akan cenderung dimenangkan oleh partai E, F, G, H dan lain
sebagainya, semacam sistem yang mengimbangi, tetapi ada lagi yang berfikiran bahwa itu juga tidak
akan efektif karena ranahnya berbeda. Satu ditingkat nasional, satu ditingkat lokal, dan kemudian yang
menjadi masalah sistem kita adalah ...(suara tidak jelas) bukan federal, jadi tidak ada bedanya juga
kontrol yang dilakukan melaui sistem keserentakan nasional di dalam Pilkada tersebut terhadap sistem
pemilu besar. Karena itu apakah tidak sebainya disatukan saja, jadi 5 tahun sekali itu ya pemilu
nasional, dan pemilu lokal. Sebab sebenarnya yang tidak pernah kita bayangkan bahwa waktu kita
energi kita habis dalam pemilu itukan sebenarnya tahapan, tahapannya kan jadi kita tidak
membayangkan satu hari sekedar orang mencoblos pagi hari itu, tetapi ada proses yang panjang
misalnya pemilu legislatif itu satu setengah tahun sebelum pemungutan suara, jadi ini yang harusnya
juga kita hitung, dengan demikian sebenarnya kalau keserentakan nasional itu bisa kita capai pada satu
tahun tertentu, meskipun mungkin harinya berbeda, maka kita hanya memiliki waktu yang tersedia bagi
pemerintah keseluruhan pemerintahan kita bekerja itu tanpa hituk pikuk adalah 3 setengah tahun.
Tetapi kalau masih kita pilah-pilah lagi sebenarnya esensinya sama saja setiap saat ada
pemilu, karena apa? Ada tahapan, tidak tiba-tiba saja orang digiring untuk nyoblos ke pemungutan
suara itu kan ada tahapan yang harus dilaksanakan. seluruh tahapan pertahapan itu kan ada intruksi
yang harus dikeluarkan ya memang tangung jawabnya penyelenggara tetapi secara tidak langsung
semua stakeholder pasti akan terlibat, pemerintah daerah, termasuk partai politik, masyarakat dan
sebagainya. Nah kalau kaitannya adalah kita menghemat energi yang dari pemerintah bisa berjalan
dengan efektif maka mohon dipikirkan atau ditimbvang bagaimana keserentakan itu adalah menyisakan
waktu yang cukup untuk masyarakat dan semua ...(suara tidak jelas) yang terlibat pada hiruk-pikuk
politik sehingga memberika keleluasaan pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk bisa
bekerja efektif. Jadi kalau saya membayangkan adalah satu tahun yang sama diselenggarakan 2
pilkada, juga 2 election, satu election nasional dan satu election lokal, tapi sifatnya serentak. Silakan
mau hari yang sama atau berbeda, tapi selesai di tahun itu. sehinmgga hitungan kita kalau mengacu
pada praktek selama ini di dalam pelaksanaan tahapan sampai dengan pemungutan suara selesai
berikutnya sampai berakhirnya adanya sengketa, itu kurang lebih hampir 2 tahun lah, jadi sebenarnya
10
kalau itu bisa dilaksanakan semua jenjang pemerintahan daerah, pemerintahan kita hanya punya waktu
3 tahun saja ynag tanpa hiruk pikuk politik.
Inilah sebabnya maka kita mesti cermat dulu mengajak kepada semua anggota dari semua
fraksi untuk melakukan simulasi yang cermat untuk kita tidak terburu-buru ...(suara tidak jelas) malah
terus terang saja mengenai keserentakan ini menurut hemat saya sangat terburu-buru, belum ada
simulasi yang cukup dari, karena ini inisiatif pemerintah pada masa lalu yang disampaikan kepada kita
tetapi bahwa ada kesepakatan kita tentang keserentakan nasional iya, ada kesepakatan kita tentang itu
dilaksanakan secara tetap iya, ada kesepakatan kita karena putusan MK bahwa periodisasi jabatan
kepala daerah tidak boleh dikurangi. Sekarang tinggal kemudian kita simulasikan dengan baik.
Jadi ketua ini saya rasa para wakil ketua serta anggota membutuhkan kehati-hatian kita semua.
Kalau tadi saya membayangkan bisa satu tahun yang sama ada Pileg, Pilpres dan Pilkada serentak itu
maka sebenarnya akan menghemat waktu dimana tanpa keadaan politik hanya 3 tahun saja bagi
seluruh jenjang pemerintahan. Itu siapapun yang menjadi bupati, siapapun yang menjadi presiden,
siapapun yang menjadi ...(suara tidak jelas).
Saya kira itu terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih, saya kira sudah ini ya, kita putar saja, tapi agak maju, mulai dari Hanura ya? Ini
kita sudah hampir cocok, cita-cita akhirnya saya untungnya tadi cita-cita akhirnya semua saya kira
cocok kita pada waktu tertentu bersamaan tahun itu Pilpres, Pileg dan Pilkada cocok jadi ...(suara tidak
jelas) tapi tahun-tahun politik itu, jadi sudah bisa kita tetapkan pergelombang, awal ini gelombang atau
tidak, itu saja, silakan.
F-HANURA (Dr. RUFINUS HOTMAULANA HUTAHURUK, SH., MH., MM):
Kalau saya berpandangannya sangat praktis sekali, jadi pertanyaan ini sebenarnya apakah
penyelenggara pemilu siap atau tidak? Nah kalau sudah siap semua saya sudah ...(suara tidak jelas)
baik putusan MK, baik Undang-undang Perpu 1 dan Perppu 2 apa sih salahnya kalau kita buat di 2015
kok semua yang namanya Pilkada kita buat di 2015 bahwa nanti mereka terpilih baru dilantik setelah
masa jabatan bupati yang lalu, begitu seterusnya. Jadi umpamanya yang 2019 hari ini dia menjadi
bupati, tapi dia baru mendapat pelantikan SK 2019, tunggu habis jadi tidak ada masalah, di sini juga
orang-orang ini akan diuji, dispute apa dia korupsi apakah terjadi sesuatu pada jenjang ini, mereka akan
diuji. Jadi saya tidak melihat lai waktu ini menjadi variable, jadi begtu hari ini umpamanya dia terjadi
Pilkada di seluruh Indonesia serentak katakanlah bulan 6, nah bagi bupati yang selesai masa
jabatannya pada hari ini selesai, ini masuk, begitu seterusnya 2017, 2018, 2019 jadi kita tidak
persoalkan ini, tidak ada gelombang-gelombang. Itu mungkin pak ketua jadi sangat sederhana saya
berfikirnya. Kalau memang kita mau pemilu serentak tidak ada masalah menurut pandangan saya.
Saya sudah baca semua putusan Mahkamah Konstitusi saya baca, Undang-undang Perppu 1 yang
kemarin Perppu 2 saya baca, masalah ini saya juga coba baca.
Jadi menurut saya tidak menganggu ini, jadi begitu hari ini dia Pilkada dia menang, ya jadi
bupatilah kamu untuk periode A, untuk periode B, dan seterusnya. Artinya pada saat ini sudah menjadi
bupati untuk nanti kalau kita mau, jadi kita tidak perlu berdebat terlalu panjang masalah serentak ini,
serentak sudah lakukan saja 2015 oke, kalau mau pilkada, begitu si A di daerah umpamanya provinsi
Kalimantan Utara sampai dengan Provinsi Lampung yang 2019 begitu dia dinyatakan menang pada
2015 ya masuk, jadi tidak ada Plt pak. Dia langsung masuk menggantikan yang ...(suara tidak jelas)
11
bagaimana pak? Sudah semuanya, itu jadi itu pandangan saya sangat praktis, tidak ada yang kita
tabrak, jadi kan hanya masalah pelaksanaan, hanya kapan dia dilantik yang tentu setekah incumbent
turun itu. jadi tidak perklu kita berdebat terlalu panjang saya pikir pimpinan, kalau ini dia ada opsi tidak
ada yang disalahin, mau MK mau apapun persoalannya adalah apakah penyelenggara itu siap atau
tidak. Khususnya untuk masalah dispute. Kita coba baca-baca tadi malam di Filiphina di Thailan yang
melakukan proses yang dia tampil tidak ada itu ...(suara tidak jelas) independens sampai disana saya
coba tarik justru disini yang ribet.
Jadi kita jangan dipengaruhi oleh lain waktu, habis masa jabatan. Itu barangkali pimpinan,
terima kasih.
KETUA RAPAT:
PKS silakan.
Baik.
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.
Sebelum saya memberikan gambaran sedikit bahwa ada kasus yang terjadi pada masa lalu
begini, kenapa pemilihan kepala daerah bisa berubah-ubah yang mestinya sudah tetap 5 tahun, ada
satu kabupaten yang bermasalah sehingga diturunkan bareng oleh Mendagri yang mestinya sudah 5
tahun jabatanya ketika itu dia jadi 2 tahun hilanglah 3 tahun itu, diganti waktunya, waktunya juga
terkena juga, sehingga itulah yang menyebabkan di daerah yang dia pemilu tidak bisa jadi serentak,
oleh sebab itu saya memberikan masukan bahwa kenapa harus ada gelombang ini, kalaulah yang
terjadi kejadian gelombang hari ini bisa terjadi karena kemungkinan akan terjadi lagi yang akan datang,
siapa yang bisa menjamin ketika kepala daerahnya bermasalah, ketika diputuskan tidak akan ...(suara
tidak jelas) lagi, kalau yang dilakukan ini berdasarkan tidak ada wakil otomatis melakukan pilkada
uangan lagi. Karena yang bermasalah kepada daerahnya yang ke imbas, sehingga otomatis berubah
yang direncanakan serentak itu tidak bisa.
Oleh sebab itu gelombang ini diperlukan kalau demikian adanya tidak mungkin sekaligus jadi.
Contoh kenapa tahun ini harus ada pemilukada serentak, makanya yang paling aman usulan yang
bergelombang itu bertahap, jangan merugikan mereka yang sudah punya jabatan SK nya 5 tahun
jangan dirugikan, bila 5 tahun kasih 5 tahun. Nah yang kemudian kita punya kesempatan katakan
contoh kalau jabatan 5 tahun hari ini di pemilukada serentak 5 tahun, nanti di tahun 2020 serentak 5
tahun, tapi tidak mungkin tidak pemilu yang akan datang artinya pemilu yang akan datang katakan di
pemilu tahun 2016 adalagi. Nah dikasih waktu 2016 waktu jabatan beliau cuma hanya 4 tahun sampai
2020, begitu ditunjuk 2017 cuma 3 tahun, begitu juga yang 2018 cuma 2 tahun, nah pas tahun 2020
seragam, itu yang kita harapkan yang menurunkan SK kalau mau korbankan masalahnya, karena kita
juga mengakui, kalau suruh menyiapkan SH tidak mau donk, nah makanya pertimbangannya ketika dia
belum punya SK, anda mau tidak pemilu Cuma 3 tahun jabatannya, kalau tidak jangan ikut, itu fair kasih
pengumuman sejak awal.
12
Kalau saat ini dihilangkan hak dia 5 tahun tidak bisa, nah yang jabatan jadi 5 tahun, dengan sk
itu kalau dia mau ikut silakan, dengan jabatan 3 tahun juga ikut silakan, dengan jabatan 2 tahun tidak
ikut silakan, dengan catatan yang tadi kalau seandainya kurang dari 3 tahun tidak dianggap 1 periode
itu yang paling aman. Makanya gelombang itulah yang kita sesuaikan dengan gelombang periode itu.
itu sekedar informasi yang kita lihat tahun 2015 dan 2016 banyak banget, artinya gelombang itu
diperlukan, tidak ujug-ujug sekaligus tidak ada gelombang.
Terima kasih pimpinan.
KETUA RAPAT:
Pak Ketua yang kami hormati dan rekan-rekan yang sangat saya banggakan.
Praktek yang dilakukan di dalam serentak ini di dalam pemilihan-pemilihan ini pernah juga
dilakukan walaupun tarafnya bukan taraf walikota, bupati dan gubernur tetapi kepala desa. Ini banyak
daerah-daerah yang menerapkan itu, tetapi akalau yang melakukan serentak 100 persen menurut
catatan saya kok tidak ada 100 persen tidak ada. Di negara Amerika pun yang jumlah kabupaten
walikotanya ini tidak sebanyak Indonesia, menurut catatan saya kalau masa periode kepresidenan atau
rezim itu hanya 2 periode hanya 2 kali, jadi 2 tahun sekali dan dilakukan pasti bulan November, pada
minggu pertama hari selasa itu pasti dilakukan itu, jadi walaupun tidak sebanyak itu. Sehingga saya
sependapat bahwa ini sebaiknya untuk dilakukan pergelombang. Lebih-lebih kalau dilakukan serentak
sehingga nantinya tinggal ngelantik-ngelantik pada masa yang akan datang katakanlah pemilihan
sekarang dilantik 2 tahun lagi, pemilihan sekarang dilantik 3 tahun lagi.
Memang secara gambaran itu bisa dilakukan tetapi yang namanya manusia sifatnya antara
satu dan satunya itu berbeda sehingga nantinya sesudah katakanlah incumbent tidak kepilih lagi dan
harus menunggu 3 tahun saya yakin kinerjanya juga tidak akan baik, seperti kita, kenapa kita dalam hal
ini kita ini DPR ketika 5 tahun lagi kita berjuang kita itu masih mau ke dapil, mau reses dan sebagainya,
tapi kalau 5 tahun lagi sudah nyata-nyata kita tidak ini, mungkin reses tidak kesana, ini adalah wajar,
karena akan diganti oleh yang lain.
Oleh karena itu di dalam pemilihan ini kalau kita lihat manfaat dan juga resiko-resiko yang akan
kita hadapi. Resiko keserentakan ini ...(suara tidak jelas) lebih-lebih kalau kita kaitkan bahwa kita selalu
13
membuat jorgan 4 pilar, kita selalu menjual jorgan bahwa yang paling dasar kita ada 4 yaitu Pancasila,
Undang-undang Dasar 45, Bhineka Tunggal Ika dan juga NKRI. Jadi yang namanya Bhineka Tunggal
Ika itu ada sudah keniscayaan, jadi bukan harus di satukan keniscayaan sehingga bahwa pemilihan
yang tidak serentak itu bukanlah hal yang jelek, bukanlah hal yang memalukan, tetapi merupakan
keniscayaan dari kita yang jumlah bupati walikotanya itu banyak, dan juga perlu pemikiran yang
banyak, dan mempunyai sifat-sifat yang banyak.
Kemudian kalau mengacu dari apakah itu di provinsi perprovinsi atau per jatuh temponya masa
jabatan Partai Gerindra lebih menitik beratnya pada jatuh temponya jadi regional terhadap waktu-waktu
5 tahun sehingga nantinya memperkecil jumlah Plt dan juga mengeliminir atau meminimalkan yang
nantinya akan bisa terjadi.
Jadi pemilihan berdasarkan pengelompokan dari masa jabatan ini lebih rasional dari pada di
provinsi-provinsi, karena provinsi ini juga ada yang baru satu tahun, 2 tahun ini juga ini.
Saya kira itu terima kasih.
KETUA RAPAT:
Jadi kenapa harus dilakukan proses gelombang dan lain sebagainya, sebenarnya dari
beberapa tahun itu, ini memang ...(suara tidak jelas) persoalan yang pertama adalah jumlah
kabuopaten kota dan provinsi itu 500 lebih kemudian hari dalam 1 tahun hanya 365 hari, sehingga
hampir setiap hari ada Pilkada itu yang pertama.
Kemudian beberapa pemikiran dulu muncul termasuk saya kira Pak Yusuf Kalla pada waktu
Presiden, Wakil Presiden pertama SBY dengan JK itu sudah digagas perlunya pemilu serentak,
alasannya antara lain tadi masyarakat mau disita waktunya hampir setiap hari kita Pilkada, kemudian
efek yang ditimbulkannya juga yaitu banyaknya kerusuhan dan lain sebagainya, sehingga beberapa
pemikiran bagaimana kalau pemilu serentak terus bagaimana kalau bergelombang dulu seperti itu
pemikiran-pemikiran. Kalau bergelombang itu berarti kita bagi 2 atau 3, kemudian muncul putusan MK
bahwa pemilihan presiden dan legislatif itu serentak, kalau bergelombang berarti 5 tahun ini kita habis
waktu hanya bicara politik, coba kalau kita simulasikan pemilihan Presiden 2019 dan legislatif,
kemudian Pilkada bergelombangnya 2016, kemudian 2018, 2021.Kemudian pemilu presiden, legislatif
lagi setelah 2019, 2024, itu kita terjebak dalam segenap proses untuk hari H pemilihan itu satu tahun
atau 2 tahun bergulir aktifitas sehingga kita terjebak pada 5 tahunan hanya soal siklus pemilihan-
pemilihandan politik. Oleh sebab itu dulu ada pemikiran bagaimana kalau disatukan serentak sehingga
kita hanya berada pada satu momen yang mungkin waktunya tidak terlalu mepet, seperti itu sehingga
sisa waktu yang ada itu kita konsentrasi dengan visi misi baik itu presiden maupun kepala daerah.
Persoalannya bagaimana tehnis kita menuju ke serentak, tentu kita lakukan tahapan
pertamanya adalah bergelombang, untuk mencapai itu konsekwensinya adalah kepala daerah harus
pelaksana tugas, untuk menghentikan siklus 5 tahunan jangan sampai ada yang kurang.
Kalau kita melihat jadwal yang ada ini 2015 ada 204 itu yang terbanyak dalam 5 tahun ini,
sekarang kalau kita ngambil katakanlah untuk menuju serentak memang ada konflik misi di tahun 2018,
itu ada kepala daerah yang hanya 2 tahun yang rugi. Apakah pertanyaannya itu ada yang mau ikut
pemilu pilkada atau tidak ada di dalam Perppu itu, itu ditunjuk pejabat. Sekarang kalau perjalanan ini, ini
14
nanti ada pejabat yang cukup 1 tahun, ada pejabat yang hanya berapa bulan, kategorinya nanti ada 2
kalau yang sampai 1 tahun itu pejabatnya Plt, tidak hampir sama juga dengan pejabat lebih penting di
dalam mengambil tindakan, Cuma dia tidak punyavisi misi tetapi langkah-langkah ininya juga. Yang
tidak cukup satu tahun mungkin itu PLH (pelaksana harian) ini yang harus di inikan bagaimana dengan
Plt dengan Plh, jadi memang menurut hemat saya memang kita lakukan simulasi, kita ambil 2 alternatif
apakah simulasi kita sebentar ini mencerminkan efektif ...(suara tidak jelas) normal, aatau simulasi kita
sebentar ini bisa kita lakukan efektif satu kali.Cuma saran saya kalau dia satu kali jangan sampai sama-
sama dengan Pileg dengan Pilpres, ribet pak, ribetnya itu karena pemilih, dia akan semalam nyoblos
sesuai dengan pengalaman kita saja yang keempat saja ini, ini berapa yang korban daripada cari-cari
ketiga provinsi maupun tingkat pusat, karena yang banyak main kan ditinggkat kabupaten, sehingga
calon-calon terbaik tidak bisa terakomodir.
Jadi mungkin saran saya kita buat simulasi dengan 2 alternatif tadi bergelombang atau
serentak, kalau yang sementara sebenarnya kita bisa menuju serentak untuk kita ...(suara tidak jelas)
tapi sebaiknya kita simulasi.
Saya kira demikian, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Silakan Nasdem.
Terima kasih.
Yang pertama memang kalau kita lihat, di dalam Undang-undang Dasar 45 itu mengatakan
tidak ada yang membuat Gubernur maupun bupati itu masa tugasnya 5 tahun dalam arti kata masa
tugasnya itu bisa kita bentuk dengan undang-undang satu tahun tapi kan kita yang bikin, 3 tahun
...(suara tidak jelas).
Yang kedua berkaitan dengan ini, ya memang ada persoalan, saya tadi malahan kemarin saya
berfikir, sama dengan pemikiran Pak Hendry Yoso, kalau masukan ini tidak rezim pemilu kenapa harus
kita atur, biarkan saja sesuai dengan penerimaan daerah. Tetapi kalau kita lihat dengan beragai macam
kepentingan secara nasional, kepentingan efisiensi, juga kepentingan-kepentingan yang lain saya
sependapat bahwa memang kita harus ...(suara tidak jelas) ini serempak, serempaknya apakah kita
bergelombang atau ya satu gelombang, 2 gelombang atau 3 gelombang saya melihatnya begini pak.
Kalau saya yang pertama jangan sampai terlalu lama Plt nya itu juga harus kita perhitungkan apalagi
tadi kalau umpamanya Pak Rufinus 5 tahun yang ada sampai 3 tahun, 3 bulan saja surat kaleng sudah
macam-macam. Supaya tidak dilantik, ini tentu akan menuai kekacauan, itu bukan kita untuk, itu
mungkin di tempat-tempat kami sangat ...(suara tidak jelas).
Yang kedua juga kita harus tapi kita berfikir tidak juga mungkin tidak akan Plt, kalau memang
kita ingin bergelombang. Maka saya tadi berpendapat memang kita buat dulu 4 gelombang, kita
harapkan pada tahun minimal pemilu tahun 2020 kalau bisa kita untuk serentak, kita menginikan. Tetapi
kalau umpamanya sekarang 2015 ditarik ke 2016, yang hampir 2017 ditarik 2018, 2018 ditarik
cukupkan sampai 2023, 5 tahun sehingga tidak, tapi itu tentunya maknanya memang harus simulasi.
Kalau kita mau tari ke 2024, 3 tahun ya undang-undangnya haruis kita dukung. Undang-undangnya kita
buat yang terpilih 2018 ada jabatan yang 3 tahun tapi tidak ada Plt. Wehingga SK nya jadi makanya
saya katakan dari awal, karena di Undang-undang dasar 1945 ini tidak perlu disebutkan makanya
masih bisa kita bentuk degan undang-undang.
Saya pikir itu saja mungkin kalau dari kami, memang kami merasakan memang perlu kita atur.
Kemudian begini kaitan yang serempak juga, nah ini mesti diperhitungkan, serempak mulai Pileg
nasional dengan pilkada ini masih banyak faktor yang harud diperhitungkan pak ketua, selain itu kita
15
nanti juga akan merasakan baru pemilihan legislasi antara calon DPR RI itu dengan celon tingkat II ini
bisa bisa terganjal partai politik, apalagi nanti ada tim suksesnya presiden, sehingga nampung semua,
kepala daerah ini nanti yang tim suksesnya juga ini pasti akan banyak persoalan yang harus kita
pertimbangkan sebelum kita memang memutuskan kalau itu berangkat pada waktu yang sama. Ini saya
juga melihat contoh yang kemarinlah Pileg saja kadang-kadang itu tidak sama antara kabupatennya
lain, provinsinya lain, pusatnya lain. Kemudian juga pasti nanti caleg-caleg ini juga ada tim suksesnya
presiden yang Anggota tapi partainya Bapak, ini tentu harus menjadi perhatian kita.
Saya fikir itu terima kasih pak.
Pak saya boleh menambahkan? Sebetulnya yang pertama itu yang tadi kita diskusikan dengan
Perppu yang ada itu sudah ada sebetulnya, kita sepakati dulu paketnya. Yang pertama adalah saran,
masukan sama-sama kita berfikir, kita mau mendidik serempak dan ...(suara tidak jelas) kita mau bikin
serentak nasional memang kita sudah sepakat untuk serentak nasional
Baru tahap kedua kita baru mengatur gelombang ...(suara tidak jelas) karena yang kita
waspadai ini adalah pergelombang pentahapan itu adalah tadinya Plt, karena adanya Plt yang terlalu
panjang hal-hal yang pernah saya alami itu, Plt saya itu 21 hari 19 ijin komersial dikeluarkan oleh
seorang Plt. Permasalah Plt itu 21 ijin dikeluarkan yang menyangkut komersial, ijin keadilan, ijin
...(suara tidak jelas) yang ada duitnya.
Jadi saran, pendek kata pak, kalau kita sepakati dulu, kalau kita sepakati bahwa kita tidak
merubah Perppu, bahwa tadi serentak nasional harus. Kesepakatan yang kedua ini pergelombangnya
tinggal diatur saja, sehingga sepakat kita menghindari Plt.
Terus yang kedua apakah kita tadi yang dikatakan oleh Pak Syarif karena di dalam Perppu itu
akan ada yang dirugikan masa jabatannya tapi tapi kalau sudah ditentukan di undang-undang untuk
Pilkada tahun sekian jabatannya hanya 2 tahun, 3 tahun. Itu masukan saja dulu.
KETUA RAPAT:
Jadi begini saudara-saudara, kalau kita mau menyatakan juga Pilkada secara serentak
nasional, ini kajiannya panjang ini, kalau kita nyatakan di undang-undang dasar ini selesai, sama
dengan bagaimana perdebatan kita kenapa dulu gubernur, bupati, walikota dipilih secara demokratis
baru tahun berikutnya Presiden, itu tahun ke 3, kenapa tidak dari awal? Kan begitu kalau di Undang
Undang Dasar kita kenapa DPRD juga satu rumpun dia didalam pemilu, kita keluarkan undang-undang
sekarang DPRD itu bagian dari pemerintah daerah yang harusnya kalau mau benar ini semua DPRD
pun yang sama pemilihannya yang sama provinsi sama dengan gubernur.
Jadi memang ini kajiannya panujang kalau menurut saya, kalau kita buat di undang-undang ini
serentak nasional, itu juga agak sulit kita harus kaji lebih dalam, jangan nanti seperti kita buat disitu tapi
tidak bisa pentahapan dilakukan, sebab kapan itu ada titim temunya begitu. Kita lakukan serentak
nasional, tapi sebagaimana yang dijelaskan pembentuk Undang-undang yang akhirnya membentuk
Undang-Undang ini menjadi Perppu, ini gelombang ini adalah alasan pertama efisiensi, terus yang
kedua agar ketatanegaraan kita juga kalau mauditetapkan begini, harus ketatanegaraan jangan hiruk-
pikuk politik itu juga terus, kan begitu. Tetapi ide ini, juga harus diaturnya tidak bisa langsung kita capai
kesana. Kita berfikir disini ya cita-citanya mungkin bisa kesana tapi kalau kita rubah Undang-Undang
Dasar 1945 itu memang kita harus rubah, biar terang juga semua. Ini kan Undang-undang Dasar 45 kita
belum menyatakan kita harus ... tetapi kira-kira cita-cita itu bisa kesana kalau menurut ketatanegaraan
kita.
Dari hasil diskusi kita ini, kita buat penggelombanganlah, penggelombangan dengan misdalnya
kita berpedoman tadi disana oleh Pak Tegore juga saya kira Mas Arif juga semua kita faktor efisiensi ini
16
kita perhitungkan. Jadi dimana ada faktor efisiensi di sana kalau kita simulasi, gubernur sekaligus
dengan bupatinya, kalau tidak, tidak ada kita atur gelombang ...(suara tidak jelas) itu satu.
Yang kedua ada kira-kira kesepakatan kita, jadi provinsi, kabupaten kota tapi kalau situasinya
begini memang tingkatnnya begini yang bisa kita dapatkan. Yang kedua adalah Plt atau apapun
namanya ini kita perpendek, kita pendekkan jangan sampai di sana lebih kalau kita sepakat di sana.
Kalau kita membentuk Undang-undangnya 8 bulan paling lama, itu kita sepakati, terus bagaimana kalau
tadi misalnya dari tadi dikatakan kalau perpendekan masa jabatan, kalau tahunnya memang sulit ya?
Tapi kalau tahun tidak, hanya bulannya saja itu bisa aman, ini memang kita mau ...(suara tidak jelas)
masih tidak ada masalah. Jadi dengan demikian nanti memang kita lebih efektifkan dan jangan terlalu
banyak gelombangnya. Kalau terlalu banyak gelombangnya masih mau 3 lah kita simulasi, kalau kita
cocok 3 sekali masih ada sisa 1 tahun memang yang agak lowong, tahun yang agak lowong tidak ada
pemilu, tapi kan kalau pemilu bergelombang itu tidak secara nasional. Apalah namanya ini ya akan
bisa semuanya ini juga evry body home happy, jadi tidak terlalu misalnya betul juga.
Kalau ada perintah Undang Undang Dasar tadi ya rugi di situ kalau begitu, perintah undang-
undang Dasar bahwa Pilkada harus serentak, ya sudah bahwa Undang-Undang Dasar yang
memerintah itu, selesai langsung kita jadwalkan saja. jadi reformasi sekalian sudah selesai. Tapi gak
bisa juga kita mau lakukan hal seperti itu.
Pimpinan, ini kan berdasarkan dokumen juga, tergantung ...(suara tidak jelas) makanya
dipikirkan yang baik.
KETUA RAPAT:
Oleh karena itu misalnya, bisa tidak nanti ...(suara tidak jelas).
Kalau saya usul begini ketua, jadi keserentakan regional, provinsi sama kabupaten kota,
praktek sudah pernah berapa provinsi, ...(suara tidak jelas) seperti apa? Kemudian serentak tapi tidak
nasional bergelombang terus menerus begitu, sebagian dari wilayah Indonesia, seperti yang ada di
Perppu kan sebetulnya mencerminkan itu.
Terus kemudian yang ketiga serentak nasional bergelombang rezim nasional, nati kita hitung.
Sebelum kita sampai pada satu putusan apakah kita memilih yang hanya regional provinsi itu maksud
saya, semua ide ditampung agar nanti kita semua bisa menjelaskan juga kepada publik, kenapa pilihan
kita hanya ... keserentakan kita di tingkat Provinsi, kita bisa jelaskan manfaat gitu loh. Kenapa kita tidak
memilih yang ditingkat provinsi sebagian dari wilayah kita yang serentak. Jadi nanti tidak akan ada
serentak nasional seluruh Indonesia. Kenapakita memilih serentak nasional se Indonesia? Meskipun
dengan cara bergelombang? Itu maksud saya, jadi kalau hanya membaca begini saja, ini sulit kita
punya tafsir dan bayangan yang berbeda-beda, jadi saya juga menjelaskan tentang keserentakan
bergelombang yang menuju nasional itu sampai pada tahun tertentu adalah pemilu legislatif, Pilpres
dan Pilkada itu pada tahun yang sama maka kita juga berhitung 3 tahun tanpa hiruk pikuk, yang 2 tahun
itu untuk tahapan menuju ke sana semua, tetapi kalau masih bergelombang ada juga keuntungannya
tadi ada juga kelemahannya.
Nah jadi 3 alternatif itu menurut saya, usul saya ini disimulasikan dengan model apa, kaya
garis-garis begitu loh.
17
F-PG (Drs. H.A. MUDJIB ROHMAT):
Saya kira Pak Arif, memang kita perlu sepakat dulu yang pertama kita sudah jelas sepakat
bahwa serentak itu tidak dilarang, tidak dilarang tapi juga tidak diwajibkan, itu yang pertama.
Yang kedua adalah di Undang-Undang Dasar tidak ada yang mewajibkan bahwa Pilkada itu
harus 5 tahun, berarti bisa diatur di dalam Undang-Undang ini. Memang ada potensial misalnya begini
misalnya pengertiannya sekarang nanti begitu kita jalan orang itu nanti bisa juga yudisial review karena
begitu dia mau masuk dia periodenya hanya 2 tahun atau 3 tahun, tapi kita jadikan dulu undang-undang
ini. Jadi ini saya kira pemahaman yang sama ketua.
Yang ketiga adalah adanya pemahaman bagi kita tidak bahwa yang dimaksud dengan
gelombang itu, gelombang sementara dan gelombang permanen. Pak Ketua jadi gelombang itu
gelombang sementara atau gelombang ini adalah gelombang permanen dalam pengertian 2 kali
nasional itu. Jadi kalau tadi Pak Arif itu kan ...(suara tidak jelas) satu yaitu menuju pada gelombang
hanya satu serentak nasional, tapi melalui proses bergelombang dulu, menuju ke nasional. Kalau yang
dimaksud ...(suara tidak jelas) salah satunya antara lain adalah kemungkinan secara nasional memang
2 kali untuk Pilkada ini, misinya adalah setiap tahun 2015 dan 2018 misalnya, atau 2016 dan ...(suara
tidak jelas).
Ya sebagian jadi bukan regional tetapi itu adalah intinya Indonesia itu dibagi 2 kali untuk
Pilkada atau dibagi 3 kali, tapi tidak menyalahi, kalau itu tidak menyalahi bisa tetap 5 tahun, periodenya
saya adalah 2015 sampai 2020, nanti 2020 saya Pilkada lagi, padahal yang 2017 jadi 2022, 5 tahun
juga. jadi karena itu pemahaman kita tentang serentak nasional atau apapun namanya itu adalah bisa
dalam pengertian yang sementara menuju yang sekali, atau yang ingin permenen bahwa secara
nasional, Pilkada secara nasional dibagi dalam 2 atau 3 kali. Tetap 5 tahun tapi ini model-modelnya
dulu, simulasi semua ini, jadi karena itu saya kira pemahaman kita yang mungkin yang dimaksud
dengan serentak tadi bergelombang itu maksudnya yang mana? Kalau gelombang yang bersifat
sementara itu Mas Arif tadi, kalau gelombang yang saya sampaikan tadi bukan gelombang angkatan,
karena dibagi dalam, Pilkada dibagi 3 kali atau 2 kali. Intinya ada concorn tadi nasional ya nasional,
Pilkada ya Pilkada, Pak Tagir ada pikiran per provinsi, kalau itu per provinsi berarti 34 kali provinsi.
Yang paling penting adalah tujuannya itu untuk apa, itu mau pilih yang mana tujuannya
misalnya efisiensi, efektifitas, keamanan dan sebagainya, mungkin tidak kalau nasional sekali tok, kalau
memang tidak bisa sekali sebaiknya berapa kali? Tapi yang sudah pasti dalam undang-undang adalah
tidak diatur bahwa bupati itu harus 5 tahun, itu yang ...(suara tidak jelas).
Tambahan pak, saya melihat bahwa prinsip dasar yang 5 tahun kita sepakati dulu ini, karena
kalau kurang 5 tahun tadi pasti ada gugatan, yang 2 tahun ada gugatan, semua daerah-daerah yang
...(suara tidak jelas) yang kita sepakati, gelombang itu yang melakukan ...(suara tidak jelas) contoh
yang saya contohkan tadi ada yang jabatan SK dari Gubernurnya atau bupati 5 tahun, tapi dalam
perjalannya dia punya jabatan 3 tahun, artinya kasus itu yang membuat mengembangkan seluruhnya.
18
WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):
Sebentar pak, saya bilang kenapa ...(suara tidak jelas) tidak karena Plt itu di undang-undang
sebelumnya Cuma dia 2 periode. Periode pertama 6 bulan, periode kedua 9 bulan karena saya tahu
tidak mungkin lebih dari 2 tahun, kemungkinan 2 tahun paling lama itu di undang-undangnya.
Saya simulasi ini Pak Ketua, yang penting kan bestmark nya maunya serempak itu kapan,
kalau keputusan kita adalah serempak secara nasional. nah kan tidak mungkin bestmarknya itu 2019
itu tidak mungkin dan pemilu presiden dan pemilu legislatif kan tidak bisa digeser-geser, yang bisa
digeser hanya Pilkada, karena distur Undang Undang Dasar. Pemilu Presiden dan pemilu legislatif
berikutnya pasti 2019, berikutnya pasti 2024 tidak bisa digeser itu Undang Undang Dasar. Oleh sebab
itu bestmark nya kalau tidak 2019 ya 2024, tidak mungkin 2019 yang paling mungkin itu paling cepat
2024. Sudah kita tarik mundur kalau simulasi kan begitu tarik mundur dari tahun 2024 ditarik mundur.
Kalau ketentuannya itu tidak boleh ada yang kurang dari 5 tahun tidak bisalah, gak bakal ketemu. Gak
ketemu pak, 2024, kecuali kalau ada kesepakatan boleh 4 tahun masa jabatan boleh 4 tahun.
Kemudian perpanjangannya tidak mungkin Plt 2 tahun pak, paling memungkinkan paling lama
Plt itu hanya 1 tahun, nah oleh sebab itu bisa ketemu pak ketentuan seperti itu, paling lama Plt 1 tahun,
paling cepat jabatan itu 4 tahun, boleh 3 tahun itu. kalau ada kesepakatan seperti itu pak, itu bisa
disimulasi ketemu nanti 2024, ketemu semua itu 2024 adalah tahun pertama kita Pilkada dan pemilu
serentak, habis pemilihan presiden dan legislatif lanjut dengan pemilihan gubernur, bupati, walikota.
Sekarang mulainya dari mana kalau kita mulai tahun 2015 maka pemilu berikutnya kan pasti 2020, 5
tahun kan, yang bisa bergabung di 2015 itu 2015 dan 2016. Karena kalau 2017 bergabung 2 tahun pak,
tidak memenuhi kesepakatan kita tadi yang hanya 1 tahun.
Kemudian pemilu 2015 dilaksanakan nanti 2020 setahun 2020 dia pemilu, makanya berikutnya
2024, 4 tahun jabatannya. Kemudian serentak kedua itu 2018, 2018 itu bergabunglah 2017, 2018 dan
2019 yang 2017 itu Plt setahun, yang 2019 masa jabatannya dikurangi setahun, ketemunya tahun
berapa 2018 itu? pemilu berikutnya dia tambah 5 tahun 2023 selesai semua 2023 diperpanjang setahun
taua Plt setahun untuk ketemu 2024 diperpanjang setahun saja. Ini saya gambar ini, itu kalau 2015 pak
mulainya.
Kalau mulainya 2016 ini relatif lebih aman pak, yang pemilu 2016, kalau keputusannya
serentak, kalau keputusannya tidak serentak ...(suara tidak jelas).
Saya coba ya untuk mencarikan, maksud saya begini itu ada 4 ide saya lihat tadi yang pertama
tadi Pak Rufinus, Ini Pak Rufinus tadi diulang-ulang kalau kita punya disk itu diformat ulang. Ini kita
klasifikasi pemikiran yang berkembang, pertama tadi pak Rufinus tadi saya katakan, ini paling radikal,
dicetak ulang lalu kemudian menyesuaikanlah pelantikannya itu kan satu.
Kemudian tadi yang kedua Pak Tagore, dibikin pokoknya serentaknya per provinsi, itu juga satu
gagasan saya kira menarik.
19
Yang ketiga ini yang umum, yang umum ada di Perpu dan sekarang ada alternatif yang sedang
dikembangkan oleh Pak Lukman, ini soal tahun-tahunnya saja, intinya bergelombang menuju serentak
kan begitu, alternatif ketiga.
Ada alternatif ke 4 yaitu ya sudah tidak perlu ada menuju serentak tapi bergelombang bisa 2
kali atau 3 kali dalam 5 tahun, ini 4 hal. Nah kita mau pilih yang mana? Nah kalau kita sudah setuju
mengambil salah satunya kita bisa ...(suara tidak jelas) misalnya yang banyak modelnya ini yang ke 3
ke 4 ini kan? Kalau ini kan sudah jelas format ulang nasional, selesai dari awal, jatuh perprovinsi selesai
yang 2 ini.
Tapi yang 2 ini, ini bisa ada usulan lagi bagaimana gelombang menuju serentak bisa beberapa
alternatif, ini tadi Mas Arif sampaikan coba dibikin kalau kita sepakat serentak menuju nasional. Bisa
juga yang ini satu lagi simulasi yang lain 3 gelombang, ...(suara tidak jelas) dalam 5 tahun, tidak ada
serentak nasional. Ini ada simulasi ada yang 3 tahun, ada yang 2 tahun, ada yang 3 tahun mulai 2015,
ada yang memulai 2016 itu juga ada beberapa alternatif yang 2 terakhir ini. Nah saya tidak tahu pak
Ketua, apakah yang dimaksud oleh Mas Arif tadi, teman-teman kita para staf ahli membuat simulasi ke
4 ini, atau 2 yang terakhir saja, atau 4, 4 nya kita bikin simulasi. Empat-empatnya kalau yang ini sudah
jelas yang 2 ini, tapi yang 2 terakhir bisa beberapa alternatif lagi masing-masingnya. Jadi ada subnya
ini. Nah baru kita ketemu lagi untuk pilih yang ini, yang itu, yang ini, sudah ada di papan itu kan?
Ini sedang menampilkan salah satu alternatif gelombang menuju serentak, salah satu alternatif
gelombang menuju serentak selain versi Perppu yang sudah ada, ini versi yang lain lagi. Tapi ujungnya
sama nasional, satu kategori dengan Perppu. Cuma tehnis gelombangnya berbeda, sementara tadi
saya lihat beberapa teman inginnya tidak perlu kearah serentak nasional, bergelombang saja dalam 5
tahun itu. ada yang termasuk gelombang pertama, ada yang termasuk gelombang kedua, ada yang
termasuk gelombang ketiga. Dalam 5 tahun tapi ada juga kesepakatan disitu asal jangan berdekatan
dengan pemilu legislasi dan presiden, artinya tahun 2018 kesana dihindari, kan berarti tinggal opsinya
2015, 2016, 2017, atau 2018 awal, kan opsinya tinggal di sekitar itu.
Nah ini teman-teman staf ahli mungkin bisa nanti membuat sebuah 4 model tapi yang 2 model
terakhir ada sekian model lagi. Ada yang model Perppu ada model apa nah nanti kita pilih, kita dorong
lagi bagaimana?
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Sekarang yang mau kita tempuh itu apa? Makanya saya katakan tadi kalau mau nasional kita
bikin kita setuju, tapi ini kan tidak wajib, kita ambil yang terbaik. Sekarang kalau kita tetapkan yang
nasional misalnya 2024, tapi resiko di sini ada pemotongan-pemotongan terus-terusan ini, nah itu
sudah disimulasikan itu, jangan ada pemotongan sudah tampak ada pemotongan kan? Pemotongan
masa jabatan jelas itu, sebab tanpa ada pemotongan masa jabatan tidak mungkin, kecuali bertahapnya
permanen ini bisa pelan-pelan. Kemudian kita ambil yang lebih ringan, kita tidak usah simulasi, itu
sudah simulasi ada nasional 2024, kita bisa tetapkan nasional tapi dengan memotong periode tahun.
ada pemotongan periodisasi pertahun. Ini kalau tidak ada pemotongan bisa ketemunya berikutnya nanti
akan diatur lagi misalnya di 2029 terlalu lama itu satu.
Yang kedua tadi dikatakan peregional provinsi kita simulasikan, per provinsi ini kelihatan, ini
198 kabuopaten kota, itu berapa provinsi? Itu di 8 provinsi.
Perprovinsi itu jelas ada manfaatnya langsung, kita lihat rencana jangka panjang, jangka
menengah, jangka pendek, itu bisa diantisipasi tahunan, tidak ada masalah. Jadi saya kira kalau yang
20
nampak-nampak regional itu, itu nampak langsung manfaatnya antara gubernur dengan bupati
langsung, dan tidak rumit untuk membahasnya.
KETUA RAPAT:
Jadi begini Pak Tagore, makanya tadi saya katakan itu, kabupaten kota 198 ini kan masa
jabatan terakhir, itu bukan hanya di provinsi yang di kabupaten kota itu.
Makanya datanya saya minta tadi ketua, per provinsi. Aceh ini saya lihat 85 seragam, kemudian
pemotongan perbulan itu yang ketua bilang tadi itu ...(suara tidak jelas) tidak terasa orang ngomong,
dipotong 6 bulan itu tidak terasa orang.
KETUA RAPAT:
Tapi dalam kontek kita masukkan per provinsi, ini sangat sulit, sangat repot, karena undang-
undang nasional. oleh karenanya menjadi 2 laternatif kita yang mengarah ke nasional satu, yang kedua
yang mengarak pergelombang yang nanti bisa diatu ...(suara tidak jelas) itu saja. 2 saja kita presentasi.
Jadi kalau provinsi lagi ada alternatif, nanti susah.
Jadi dari dua ini saudara-saudara kita kerucutkan, jangan kita asumsikan misalnya yang
nasional yang mengarah itu yang 2016.
Kalau saya kan konsennya ini ada bestmarknya sama-sama pemilu lokal dan pemilu nasional
tahun 2024, sebenarnya tanpa pemotongan setahun menjadi 4 tahun masa jabatan, tapi hanya
memperpanjang setahun, memperpanjang setahun begitu, ketemunya 2029, lama. Saya mengusulkan
masa jabatannya dikurangi setahun menjadi 4 tahun - 4 tahun dan ada yang diperpanjangan dijabat
oleh Plt setahun begitu saja, fasilitasnya hanya itu. Plt setahun dan perpendek setahun, ada dua kasus
jadinya.
Kalau 2015 ini mending kita buang saja ini yang opsi 2015 kan gak sempat ya? Opsi 2015.
Nanti dua-duanya dipakai ini bisa opsi pemilu secara besar-besaran, secara nasional Pilkada ini hanya
terjadi di 2020 dan 2024.
Saya kira mengikuti Pak Mustafa tadi itu, coba dibikin garis-garisnya, nanti akan kelihatan.
Coba pak simulasi, kalau formula yang lain ada yang 3 tahun pak tidak mungkin, ada yang 2
tahun pak tidak mungkin.
Kita kan tidak mengikutsertakan Plt pak? Coba dihitung Pltnya, maka Plt yang paling sok itu
tidak boleh terpilih. Satu tahun misalnya seperti apa?
21
Begini maksud saya begini, seperti Pak Lukman Edy bilang, mungkin ...(suara tidak jelas)
sampai 2029 karena itu pilihannya tidak apa-apa, kalau kita setuju pemilu nasional yang serentak itu
tadi, gak apa-apa. Jadi kita juga tidak bisa memaksakan misalnya harus 2024 kalau kita pilihannya
misalnya serentak nasional, tidak begitu juga begitu loh. Yang saya katakan tadi putusan MK nya,
bahwa periodisasi jabatan itu tidak boleh dikurangi. Kalau pembentuk Undang-undangnya menyatakan
jabatannya hanya 3 tahun, ya 3 tahun jangan dikurangi, kalau 5 tahun ya 5 tahun jangan dikurangi,
begitu maksudnya. Maka disimulasikan yang baik, itu maksud saya sebelum kita memilih.
Saya ...(suara tidak jelas) Pemilu pertama 2016 itu bergabung yang 2015 dan 2016, serta yang
2017 ada fasilitas diberikan kepada yang jabatannya 2015, Plt satu tahun, satu kali Plt. Yang
jabatannya sampai 2015 dia akan Plt setahun karena pemilunya 2016, Pilkadanya 2016. Yang 2017
Pilkada yang seharusnya 2017 itu dipercepat 2016 kurang setahun jabatannya.
Kalau dikurangi itu yang tidak boleh pak, itu tidak boleh.
Tidak boleh pak. Jadi pak dulu itu pernah ada gugatan kalau masalah Alzir Lampung, akibat
gugatan itu ke MK maka mungkin ada putusan, Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang dulu, yang sudah
kiita rubah itu menyangkut pasal yang mengatur bahwa calon bupati walikota harus mengundurkan diri
sejak ditetapkan sebagai calon oleh KPU itulah yang digugat. Maka kemudian putusan MK menyatakan
hanya non aktif pada masa kampanye sehingga jabatannya 5 tahun itu tidak berkurang, disitulanh
kemudian dijelaskan bahwa itu adalah hak konstitusional yang tidak boleh dikurangi. Ini bukan soal
...(suara tidak jelas) ini soal konstitusi, kalau kita melanggar ya tidak apa-apa begitu maksud saya, saya
hanya mengingatkan saja.
Jadi begini pak Ketua, untuk simulasi ini kita tentukan dulu bulan pelantikan, kalau bulan
pelantikan, jadi harus kita inventarisir berapa pejabat yang akan berakhir dan berakhirnya itu kapan? Itu
baru bisa kita tentukan siapa yang ikut dalam pemilu apa bergelombang atau serentak, bisa dihitung.
Kalau 2016, maka yang ikut Pilkada 2016 yang SK nya habis 2015, yang kedua pesertanya
adalah yang SK nya habis 2016, itu tidak masalah. Tar dulu yang 2016 itu ikut ke 2016 clear kalaupun
Plt paling beberapa hari atau bulan. Nah sekarang yang Pilkada kedua Pilkada 2018, pesertanya
siapa? Satu 2017, 2017 yang SK nya habis berarti Plt sampai 2018, yang kedua adalah yang SK nya
habis 2018 clear, nah yang ketiga adalah SK yang habis 2019, kenapa 2019 itu ditarik ke 2018 karena
2019 tidak boleh ada Pilkada clear. Nah baru kemudian yang menjadi masalah hasil pilkada yang 2018
22
itu, ...(suara tidak jelas) tahun 2021 baru Pilkada lagi, terserah mau dibuat ...(suara tidak jelas)
pesertanya adalah hasil Pilkada 2016 clear. Kemudian gelombang serentak nasional ke dua adalah
2022 atau 2023 siapa pesertanya hasil Pilkada 2015, 2 kali, 5 tahun itu 2 kali Pilkada.
Maksud saya ketua kalau kemudian Plt kita tidak mau, kemudian motong memajukan Pilkada
juga tidak mau ...(suara tidak jelas).
KETUA RAPAT:
Sebentar, jadi yang pertama poinnya dulu, ...(suara tidak jelas) tidak harus serentak, boleh
serentak tapi tidak harus, kemudian katakanlah saya kenapa tidak perlu berfikir serentak nasional
pertimbbangan yang pertama adalah kalau serentak nasional katakanlah 550 itu konflik, tidak
bermaksud mendahului Tuhan tapi poensi konfliknya pasti besar, saya pernah diskusi sama kepolisian,
begini, kalau ada Pilkada satu kabupaten selama ini pasti mendatangkan polisi dari kabupaten terdekat
itu sederhananya, banyak lagi alasan yang kita belum jabarkan kenapa konflik-konflik tapi tidak perlu
sekaranglah. Alasan yang kedua juga kenapa tidak perlu Pilkada serentak dirumuskan bolak balik
seperti apa, pasti ada yang dikurangi dan pasti ada Plt, sebab jaraknya terlalu jauh, bisa sampai 2
bahkan 3 tahun itu sudah pasti dan itu akhirnya kami sampaikan ...(suara tidak jelas) urus saja ke MK
dan sebagainya ...(suara tidak jelas).
Jadi makanya solusinya adalah untuk mengurangi itu, tetap ada Pilkada serentak tapi tidak
nasional, dibagi dalam 3 gelombang. Kita sudah sampaikan jadi 3 gelombang, tadi Mas Arif juga betul
tadi itu kan 2 gelombang kan? Kalau kami 3 gelombang. Juga sama 2 gelombang perbedaannya
hanya 3 gelombang lebih mengurangi lamanya Plt juga mengurangi lamanya yang dikurangi, itu saja.
Tidak mengurangi artinya masa jabatannya bukan, artinya jaraknya, tapi prakteknya tidak ada
masa jabatan kepala daerah dan wakil yang dikurangi.
Kecuali dikatakan dikurangi pak.Mulai periode 2016 kalau kita Pilkada akan dikurangi.
Yang sekarang tidak dikurangi, masyarakat Arif, yang sekarang tidak dikurangi, karena kalau
dia habis katakanlah di bulan Juni 2016 Pilkadanya katakanlah Januari 2016, selesai yang menang
adalah Pak Rufinus katakanlah saya incumbent kalah sama Pak Rufinus tetap Pak Rufinus masuknya
di Juni begitu loh, Pak Rufinus menggantikan saya menunggu, saya habis sampai bulan Juni.
Pilihannya kan 2 gelombang, 3 gelombang bahkan bisa tadi 4 gelombang, sudah tinggal kita lihat mana
yang lebih baiklah antara 2, 3 dan 4.
23
F-PKB (H. MALIK HARAMAIN, M.Si):
Yang pertama kita Pilkada 2016, karena di Perppu itu 2015, kenapa kita ambil 2016? Karena
satu persiapan KPU biar lebih matang, yang kedua 2015 atau 2016 tetap melibatkan 2 tahun. 2015
kalau kemudian 2 putaran itu pasti putaran ke 2 nanti di 2016 kan begitu, kecuali kita bersepakat
tentang pemptongan sekain tahapan, makanya menurut kita ambil awal 2016 paling akhir pertengahan
2016.
KETUA RAPAT:
Oke awal, karena panjang mulai pertengahan 2015, jadi KPU, Partai Politik punya kesempatan
panjang dia mencalonkan. Siapa peserta 2016? Yang SK nya habis 2016 ini pasti Plt, yang kedua
adalah yang SK nya habis 2016.
Kemudian yang kedua adalah Pilkada 2018, pesertanya adalah yang SK nya habis di 2017, Plt
pasti, kemudian 2018 kemudian narik 2019, kenapa 2019 ikut kesini? Karena 2019 tidak boleh ada
pemilu. Tetapi yang 2015 pun tidak mengurasi SK nya cuma Pilkadanya diangkat. Contoh misalkan
kaya di Jawa Timur kemarin.
Masa periodisasinya nanti 2016 nanti dia ikut Pilkada 202, itu jadi berapa tahun? oke 5 tahun.
Hasil Pilkada yang 2018 nanti di 2023 atau 2023.
Jadi begini, dia dilantik di 2018 tidak dilantik di 2019, tetapi dari masa jabatan 2014 – 2019 jadi
kan 4 tahun.
Makanya itu yang kemudian, memang benar bahwa disini SK nya ada yang 2019.
Pertanyaannya kemudian bagaimana kalau hasil Pilkada 2018 kita lantik di 2018 dalam 5 tahun ini tapi
masalahnya dia jabatannya.
Tidak masalah, fasilitasnya kasih saja semua, seperti di Perppu. Kalau tidak begitu tidak bisa.
24
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):
Jadi kalau 3 gelombang periodenya itu 2021 serentak nasional gelombang pertama, 5 tahun
clear sisanya ini, kemudian nanti 2023 pesertanya yang hasil Pilkada 2018, ini clear 5 tahun. Plt tidak
bisa dihindari.
Kita mau mengurangi saja, jadi gelombang pertama itu adalah 2015 persertanya ini, 2016
semester 1 itu pada tahun 2016 semester 1, Januari sampai Juni. Gelombang kedua 2016 semester 2
dengan 2017 semester 1. Gelombang 3, 2017 semester 2 sama 2018 dan 2019, ini bari di 2018
semester 1. Nah untuk disini sebenarnya ada 2 pilihan apakah 2017 satu semester atau narik sekalian
disini.
Jadi kalau mau bagus sebenarnya disini pelaksanaannya 2019 semester satu, tapi ini ditarik ke
atas ini menjadi kelompok 3 ini, sebentar 2016 itu ya ini 2017 satu tahun. 2017 semester 1. Ini kan
tahun 2016 nya habis sedangkan yang 2016 semester 1 Pilkadanya 2016 semester 1, artinya
Pilkadanya dari Januari sampai Juni kita pilih nanti yang terbaik. Ini hari H pencoblosan ya? Kan tadi
ada pemikiran ...(suara tidak jelas) yang kedua gelombang kedua 2016 ...(suara tidak jelas) ditambah
semua 2017 dari Januari sampai Desember masuk di 2017 semester 1, kemudian sisanya tadi Pak Edy
2018 semua belum ikut, 2019 belum ikut, 2018 awal selesai.
Jadi 2019 kan Pileg, tinggal kita pilih. Sekretariat dipilih berapa daftar Provinsi, berapa daftar
kabupaten kota dan mana yang paling efisien, kita tinggal pilih bukanya antara Januari sampai Juni
mana yang paling efisien dalam rangka mengurangi Plt nya. Lama Plt dan lama kurang nya tadi. Kita
kan mau narik simulasi sekretariat tinggal diikin kolom-kolomny ketemu nanti, atau kalau mau efisien
lagi dia bikin gelombang ke empat. Jadi ada 4 gelombang itu pasti lebih kecil lagi logianya. Kita coba
dulu inisama model yang 4 gelombang. Ini saja banyak nanti simulasi turunannya pak, kalau di bulan
Januari jatuhnya berapa? kalau di bulan ini begitu loh, Pltnya bisa itu dibikin, pabriknya ketemu.
Kalau yang 2017 kemudian berakhirnya Desember? Berarti berkurang berapa bulan saja?
Betul saya sudah cek, kepala daerah itu lebih senang berkurang daripada Plt, jadi kalau saya
misalnya habis bulan Desember saya lebih seneng dimajuin 6 bulan setahunpun tidak apa-apa?
INTERUPSI:
25
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):
Nanti dulu, kalau saya dari Gerindra tidak setuju Pilkada serentak nasional, paling tidak begini
Pak Edy dalam kurun waktu 5 tahun ini kita coba dululah 3 gelombang atau 4 gelombang atau 2
gelombang, nanti setelah itu kita akan pikirkan perlu atau tidaknya Pilkada serentak nasional.
Pilkada yang sekarang ini ketemunya itu ada serentak-serentaknya itu, semester ini. Ini ada
100 Pilkada ketemu.
Sekarang saya jelaskan dulu, saya ulang ya? Sekarang kan dibalik, apa sih konsep Pilkada
nasional kan kan sudah jelas ini? Kenapa ada pemikiran Pilkada serentak? Satu efisiensi, dua
menghilangkan hiruk-pikuk politik, paling dua itu yang mendasar. Nah sekarang kita tarik apa dampak
dari pada Pilkada serentak? Itu tadi potensi konfliknya luar biasa, dan terus terang kalau kita mau jujur,
kalau kita ego dengan kepentingan kita orang Parpol menyusahkan kita pak, dalam waktu serentak ini
mau DPP itu tidak gampang pak. Tapi memang iya tidak mudah pak.
Jadi kalau konsep ini, ini bisa kita katakan bahwa pemilu bergelombang serentak ini bisa tetapi
dengan catatan pelantikan tidak serentak. Karena dia akan berakhir sesuai dengan jabatan habisnya.
Jadi pemilu yang serentak bergelombang tetapi pelantikannya tidak bisa serentak, karena ada yang
dikurangi tapi konsekwensinya banyak yang Plt, sekarang yang perlu kita lihat Pltnya itu seberapa lama
yang perlu disimulasikan.
Saya mau jawab ini dulu, begini Pak Riza kita ini harus sepakat dulu, apakah kita serentak,
pemikiran kita serentak nasional, atau serentak daerah? Kalau memang kita sudah sepakat serentak
daerah ya bikin ...(suara tidak jelas).
26
F-PPP (Dr. H. AMIRUL TAMIM, M.Si):
Satu lagi ketua, kita perlu inventarisir jangan sampai banyak diantara kepala daerah itu berakhir
di November sampai dengan Desember, karena ini terkait dengan penyusunan APBD. Kalau kita ingin
bahwa penyelenggaraan pemerintahan itu sesuai dengan visi misi, ya sebaiknya kita patuh dulu, bahwa
pelantikan itu jangan lewat dari bulan sembilan. Jadi awal bulan dan serentak pelantikan, itu akhir
pelantikan pada bulan September, karena kalau kita percuma efisiensi tidak bisa kita jaga karena akan
mubazir. Tapi mungkin kita sarankan diinventarisir dulu.
Saya jawab dulu tadi, apa sih keuntungannya Pilkada serentak daerah pak, kalau mau
disampaikan bergelombang silakanlah pokoknya bukan nasional seluruhnya keuntungannya yang
pertama tetap ada efisien, biayanya tetap ada efisien karena tetap ada yang ...(suara tidak jelas) antara
gubernur, bupati, walikota, ada yang ...(suara tidak jelas) tapi tidak seluruhnya umpamanya di Surabaya
setengahnya bareng sama, gubernur kan setengahnya mungkin tidak di Jawa Timur, tetap ada efisien,
tapi tidak seefisien nasional ...(suara tidak jelas) yang kedua keuntungannya di Pilkada seperti ini dari
pada yang ini, yang ini hiruk pikuk kita hilang, kalau 5 tahun itu cuma ada 4 periode pileg dan Pilpres,
Pilkada ...(suara tidak jelas) sehingga ada satu tahun yang kita tidak ada, tahun evaluasilah tahun 2015
nanti, 2020 menjadi tahun evaluasi, sederhananya sebenarnya itu, banyak sebenarnya alasan lain.
Jadi kalau ini sepakat tinggal pilih nanti di bulan apa yang paling baik, mana bulannya cari pak,
di sebelah sana itu kan bisa Januari, Februari, bisa Juni nanti kita pilih kalau di matrik ketahuan nanti.
Tapi yang prinsip tadi tidak bisa mengurangi jabatan. Cuma ada catatan yang paling penting untuk yang
kedepan seperti yang Pak Edi SK nya sudah berubah, mungkin tidak 5 tahun Pak Malik, ini bisa jadi 4
tahun.
Jadi maksud saya begini ketua, tadi konsepnya Pak Riza ini menyangkut kita bersepakat
serentak atau tidak? Kalau kita tidak bersepakat serentak nasional ini kan modelnya ada dua. Yang
pertama serentak nasional dalam 5 tahun itu sekali bulan sama, hari sama, tanggal sama. Hari itu 500
sekian Pilkada, sebetulnya PKB maunya begini, dan dulu konsepnya sebetulnya ini, kenapa kalau ada
pertanyaan apakah siap itu? siap wong itu sudah ditetapkan di bawah kok, masing-masing kabupaten
kota itu siap kok, ...(suara tidak jelas) memang kemudian ini adalah Mahkamah Agung dengan
menugaskan 4 pengadilan tinggi itu kuat tidak? Makanya kemudian kita ada beberapa ...(suara tidak
jelas).
Yang kedua serentak nasional itu 2 gelombang. Satu konsep saya itu gelombang pertama
adalah 2021 itu nanti pesertanya adalah hasil pilkada 2016, 5 tahun. Gelombang kedua adalah 2023
siapa pesertanya hasil Pilkada tahun 2018, itu 5 tahun, problemnya memang kemudian adalah yang
jabatan habis di 2019 itukan kemudian Pilkada jabatannya masih ada, menurut saya tidak masalah,
karena fasilitasnya semua tetap kita berikan. Apalagi kemudian yang menang itu adalah yang masih
periodenya 2019 itu, tidak ada masalah.
Jadi 2016 Pilkada ...(suara tidak jelas) 2016, kemudian 2018 Pilkada dan pelantikan juga 2018.
Yang terpenting oleh Mahkamah Konstitusi itu tidak memotong Sknya itu, tidak memotong masa
kerjanya itu, kalau itu dilakukan itu salah. Dan karena itu menurut saya dengan 2021 gelombang
27
pertama, 2023 gelombang kedua selanjutnya itu ...(suara tidak jelas) Pertama kita menghindari
kemungkinan pemilu tahun 2019, kita bisa menghindari pemilu ...(suara tidak jelas) kita menghindari itu.
2 tahun sebelum pemilu kita ada Pilkada, 2 tahun setelah Pemilu kita ada Pilkada.
Kalau konsep itu pasti ada yang terpotong masa kerjanya, resiko itu. kalau yang ...(suara tidak
jelas) tadi kan suoaya tidak ada guggatan di MK kaitannya dengan itu.
Jadi dibikin begini pak, semenjak tahun 2016 Pilkada serentak pertama, maka jabatannya
hanya 4 tahun nah itu yang sudah di SK kan sudah habis di 2016, tidak ada konsekwensi hukumnya.
Karena konsekwensi hukumnya jabatannya 4 tahun, nanti baru ketemu 5 tahun lagi setelah 2024 tidak
ada yang dirugikan SK nya memang 4 tahun.
Pilihan itu, apapun ada yang dirugikan, jadi kita jangan berdebat saja masalah ini, tadi kan
resiko yang paling minimal di sini tadi.
Pak Rufinus, tadi itu ada 2 konsep, Pak Riza ini menyampaikan konsep Pilkada serentak
daerah.
Itu hanya masalah terminologi bang? Maaf saya potong dulu kalau kita mau bicara serentak,
yang dimaksud dengan serentak ini loh, selesai jadi kita tidak berdebat. Tidak usak kita debat disitu,
substansi masalahnya sudah terbuka disitu bahwa ada resiko-resiko, kecuali yang saya katakan tadi
tidak ada resiko disitu. Tidak ada resiko disitu kalau mau, jadi jangan debat masalah resiko itu pasti ada
pak.
Tadi Pak Rufinus ngak, sudah dibaca dan dikalkulasikan kalau daerah itu beda ada yang
pemotongannya itu, kalau resiko pasti ada.
Jadi resikonya pasti ada yang pertama adalah Plt. ...(suara tidak jelas) karena kalau jadwal
2018-2018 untuk untuk memperpendek masa Plt clear. Yang kedua adalah mempercepat periode
mengurangi itu loh, maka kenapa perlua ada aturan peradilan karena salah satunya adalah exitnya
disitu, pakai aturan peradilan itu, SK nya yang habis di 2019 kemudian ditarik ke 2018, dan itu
sebetulnya sudah berlaku pimpinan, tahun-tahun kemarin meskipun serentak kan sudah terjadi.
Kemarin itu saya ingat Jawa Timur, Jawa Timur itu 2014 SK nya Pak Karwo, tapi Pilkadanya 2015 tidak
ada masalah kok. Sekarang kita ubah, Pilkadanya 2018 pelantikannya 2018, gimana kita caranya
memberi exit kepada yang jabatannya 2019 itu, yang dikurangi itu, itu kita cariin payung hukumnya di
28
sini. Kalau pelantikannya tetap di 2019 kan sama saja ketemu nanti, tapi kalau pelantikannya ditarik ke
2018, Pilkadanya di 2018.
Yang 2019 itu SK nya itu dibuat pada awal 2014, 2014 itu sudah lewat pak, yang dinyatakan
jabatannya 5 tahun, itu jadi masalah.
Yang 3 ini sudah betul pak, yang 3 gelombang tapi diusahakan juga supaya hemat ya,
dimundurkan juga sekaligus.
Makanya ini Pak Ketua, kita harus tentukan dulu, kita mau serentak nasional atau kita alihkan
yang disampaikan oleh Pak Riza nanti serentak daerah, tapi kan tidak nasional.
Serentak daerah dan nasional pak, kalau 3 kali serentak itu nasional sudah.
F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):
Berarti ini ada 3 kali, yang 3 kali ini nanti kita ...(suara tidak jelas) 3 kali ustadz secara nasional.
Terlalu banyak undang-undang yang berubah. 3 dengan harapan gubernur sekaligus. Begini
seperti Aceh kan, Aceh itu 23 provinsi waktu saya cek eh 3 kabupaten, 19 ...(suara tidak jelas)
gubernur, yang 3 itulah kita buat pejabat nanti, suoaya nanti jadi serentak. Jadi usahakan serentak
regional yang 3 ini namanya tetap serentak nasional. bergelombang tetapi serentak nasional, Perppu
tidak berubah, serentak nasional, tapi 3 gelombang sudah aman.
KETUA RAPAT:
Saya kira sekarang cari alternatif-alternatif yang ...(suara tidak jelas) terjadi kita condong ke 3
gelombang itu, dari pada pemotongan kita persoalan masa jabatan memperpendek, yang dapat
dilakukan supaya jangan terlalu dipotong panjang.
Supaya kita ini menghemat uang negara, karena Gubernur dengan kabupaten ...(suara tidak
jelas) itu banyak hematnya, bisa dapat semua, bisa didapatkan.
29
WAKIL KETUA (Ir. HM. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):
Mungkin kita putuskan dulu, kita mau serentak nasional atau tidak, kalau tidak serentak
nasional mudah urusannya, per kabupaten, per provinsi ... saja. kalau mau dibikin 3 gelombang coba
disimulasi ketemu serentak nasionalnya tahun berapa?
KETUA RAPAT:
Nanti siapa yang menggabung siapa itu biar pemerintah yang menentukan, kalau kita sepakati
3 gelombang, per 4 bulan kan?
KETUA RAPAT:
Ini misalnya begini tadi alternatifnya kan, peserta 2015, 2016 karena habis masa jabatannya
semester 1 dilakukan 2016, ini sudah pengorbanan juga ini, kita tadi akan memperpendek semester
satu dibuat disitu kalau tidak dia lebih dari satu tahun haru mengurangi dilaksanakan, tidak ada jalan
lain, kalau tidak lewat Plt karena kepanjangan, hancur daerah. Jadi kita berikanlah ketegasan 1
Februari, kita simulasi juga, pesertanya 2016 semester dua jadi 6 ke semester dua Desember ditarik dia
ke 2017, sebab kalau ditarik dia semester dua 2016 itu 8 bulan dipercepat masa jabatannya, ini kan gak
benar ini, kan begitu, ditarik dia ke 2017, dilakukan 2017 semester satu, kalau kita lihat jangan terlalu
panjang Pltnya disitu, kita tentukan Februari 2017. Kita kan kesepakatannya disitu, baru pesertanya
2018-2019 dilakukan di 2018 semester satu, bila perlu harus kita tentukan bulannya.
Matrik simulasinya dibikin detai nanti di Sekretariat malam ini sehingga tar malam atau besuk
pagi kita bisa ...(suara tidak jelas).
KETUA RAPAT:
Ini simulasi kita belum masukkan ini pemilu Pilpres dengan Pileg, kalau kita tarik sekian
gelombang itu sama saja kita .. akhirnya kita tersita waktu dalam siklus 5 tahun itu hanya politik, hiruk
pikuk terus.
30
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):
Sekarang itu kalau kita berubah, kalau begitu itu konsentrasinya Cuma 3 kali dalam 5 tahun
tambah satu kali Pileg dan Pilpres. Dalam 5 tahun Cuma ada 4 kali, kalau sekarang kan hiruk pikuknya
kan Pileg, Pilpres, kemudian Pilkada setiap bulan kira-kira begitulah.
Pengalaman lapangan Pileg 2004itu kita sudah mulai 2002, kalau 2 tahun itu sudah main di
daerah, di lapangan sudah main itu. Ketika masuk tahapan sesuai dengan mekanisme itu mainnya
sudah semakin keras. Oleh sebab itu kalau kita simulasikan masukan dengan jadwal Pileg ini kita habis
waktu. Konsekwensi kita serentak memang harus ada korban, kalau di Perppu ini kalau saya lihat
korbannya kecil, dia cuma kena di 2019 hanya 52 kepala daerah. Di 2018 itu hanya berapa.
Kalau 2019 yang sekarang saja sudah berapa tahun Pltnya pak.
Tadi kalau konsennya masuk 2016 dengan 2019 yang sudah ditarik itu sudah tidak ... 2016
dengan 2019.
2016 itu semester satu saja, kalau dilihat dari jumlahnya 204 ditambah 68 yang dikasih warna
hijau itu. dibawah dibikin jumlahnya jadi 272 itu simulasi pertama. Yang kedua itu 2016 Desember itu
semester 2 itu 100 itu dikurangi 68. Ditambah 2017ya kan, 2017 semuanya ketemunya di bawah
berapa, nanti 2018 digabung semuanya sama 2019, 171. Tidak mungkin semua kabupaten beririsan
dengan gubernur tidak mungkin, ada yang dapat ada yang tidak. Tadi kan saya sudah bilang, makanya
konsep saya adalah kita coba dulu 5 tahun ini dalam 3 gelombang, sedapat mungkin cari bulan dan
harinya yang mengurangi, nanti kita akan lihat.
Itulah memang konsekwensinya, kalau kita bangun pemilu nasional, selanjutnya kita akan
membuat undang-undang itu, kemudian kalau kita memiliki memang tapi tetap ada hiruk pikuknya itu
tidak terlalu ini, karena masih ada 2021 kita pemilihan ada 2 tahun istirahat di daerah, 2019 Pileg, 2021
akan kembali pemilu lagi.
Makanya pak, dibikin simulasi, jadi kalau begini terlalu sederhana kan ada tahapan-tahapan
yang dilaksanakan oleh KPU, kalau kita sampai pemilu nasional itu maka apalagi ...(suara tidak jelas)
itu dengan asumsi ...(suara tidak jelas) yang sama, semua orang itu tidak ada urusan dengan ini, tapi
kalau ... makanya semua yang sama-sama hukum memutuskan yang mana yang harus kita pilih
...(suara tidak jelas) yang lengkap itu maksud saya. P3Di dulu pernah bikin penelitian mengenai itu, nah
saya kira bisa ditampilkan kembali untuk dijelaskan, jadi tidak sekedar mengkalkulasi jumlah angka itu
sederhana, kan tahapan pemilu mulai dari awal, mulai dari awal tahapan Pilkada itu penyusunan
31
Peraturan Pilkada, kemudian Daftar pemilih dan lain sebagainya, sampai penyelesaian sengketa itu
butuh berapa waktu, kkemungkinan gesekannya dari mana, itu maksud saya jadi bukan sekedar
menghitung kapan keputusan itu dilaksanakan serentak.
Justru karena itu jangan kita terburu-buru simulasikan dengan baik. Kita bebas nanti kalau
kemudian bisa kita simulasikan dengan baik maksud saya ...(suara tidak jelas) lebih memudahkan kita
untuk mengambil keputusan mana yang kita pilih dengan ...(suara tidak jelas) dan argumentasi yang
saya sampaikan ...(suara tidak jelas) dengan segala alasannya, itu maksudnya gitu loh.
Itulah maka tadi saya meminta kepada pimpinan, tenaga ahli untuk membikin simulasi yang
lengkap, nanti kita bahas lagi.
Interupsi Pimpinan, itu KPU sudah bikin simulasi, kalau bisa untuk masalah ini apa namanya
serentak ini kita undang, kemudian pilihan mereka kapan, itu sudah bikin jumlah, kita kan belum sama
sekali.
Iya, iya artinya kita sudah ...(suara tidak jelas) nanti kita ulang lagi memang rencananya
harusnya Senin tapi karena ada.
KETUA RAPAT:
Jadi saudara-saudara ini kita pembentuk undang-undang disepakati oleh ini, kita mau teruskan
kita masih inginkan tida pemilu serentak nasional yang akan kita atur, kalau mau kita inginkan pemilu
serentak nasional, kalu misalnya di Pemilu serentak nasional tadi kan diskusi kita sulit kita, tanpa
memotong masa jabatan-masa jabatan, sementara kita mau potong masa jabatan itu bisa digugat oleh
orang. Tadi MK mengatakan tidak mungkin.
Sebelum 2016 bisa digugat, tapi kalau setelah 2016 tidak bisa digugat.
KETUA RAPAT:
Kalau ada dalam Undang-undang, ini ...(suara tidak jelas) kalau misalnya dia mau dilantik 5
tahun kecuali kita nyatakan misalnya di undang-undang ini masa jabatannya adalah 4 tahun, tetapi
bisakan itu? itulah jadi kita simulasikan kalau mau nasional satu kali pastinya ada pemotongan masa
jabatan, pasti ada periode yang diperpendek, pasti ada, Plt yang bisa panjang, 1 tahun, bisa lewat juga.
oleh karenanya kita sederhanakan, menjadi ini alamnya juga nanti pemilu serentak nasional tapi dalam
serentak itu dalam 3 gelombang. Ini kan sudah satu keberhasilan kan, mudah-mudahan nanti kita bisa
tetapkan di Perubahan Undang-Undang Dasar, yang banyak yang harus kita lakukan di Undang-
Undang Dasar ini. Masa sekarang Undang Undang mau kita sahkan DPR adalah bagian dari pada
pemerintah, padahal dia dipilih oleh pemilu, bagaimana sakitnya sekarang anggota DPR ...(suara tidak
jelas) jangan bikin kacau pemilu ini.
32
F-PDIP (ARIF WIBOWO):
Itu nanti pertarungan paradigma pak, isi masalahnya soal anggaran besar pak.
KETUA RAPAT:
Ndak, makanya.
Ndak coba kita akan berbicara soal ini nanti, asal muasal daerah kesatuan bagaimana
konsepsinya.
KETUA RAPAT:
Oleh karenanya Undang Undang Dasar kita ini harus kita sesuaikan ini.
Jangan mengambil tafsir sendiri, kita bisa berdebat soal itu Pak Rambe.
KETUA RAPAT:
Itu kan dipilih secara demokratis, kanapa tidak terang dikatakan disana kalau kita mau ini,
tafsirannya kan bisa beda-beda.
KETUA RAPAT:
DPRD hanya usul Perda, tidak membuat Undang Undang, dia tidak ...(suara tidak jelas) itu.
KETUA RAPAT:
Oleh karena itulah dia jangan masuk dalam rombongan nah itu, itu kan perdebatan rombongan
daerah. Oleh karenanya inipun tahap ini bisa tidak kita simpulkan seperti ini, baru nanti disimulasi.
Begini pak, ini kita pelan-pelan ya? Prinsipnya nanti kita, kita tidak ingin buru-buru mengambil
kesimpulan, pertama karena ini memang Panja sementara, kedua kita akan sepakat dulu semua fraksi,
kemudian lagi ada tahapan ketiga dengan pemerintah, belum diluar 3 itu ...(suara tidak jelas) KPU,
paling tidak kita ingin di internal kita sudah agak mengerucut, sekalipun belum bulat, dan juga tidak
33
usah dipaksakan bulat, silakan saja ada ...(suara tidak jelas) masing-masing boleh dalam rangka
memperkaya, supaya yang merasa benar mudah-mudahan tambah benar begitu loh. Artinya untuk cari
yang lebih baik pak, dan kita kembali konsinyering, kita kembali kesini sebetulnya yang pertama itu
memang belum masuk gelombang itu kita mengerucut dululah, tidak usah putus dulu, perlu apa tidak
nasional, itu dulu sebenarnya.
Silakan kita berdiskusi, perlu apa tidak nasional, saya dan fraksi Gerindra dengan nanti kita
jelaskan alasannya berpendapat tidak perlu ada Pilkada nasional, sekarang sepakati dulu ...(suara tidak
jelas) nasional apa? Yang dimaksud Pilkada serentak nasional seluruhnya, biar sepakat dulu, nanti ada
istilah serentak daerah, atau serentak daerah nasional, kita sepakati dulu ini termonologinya.
Jadi yang dimaksud dengan Pilkada serentak nasional adalah pilkada yang diikuti oleh seluruh
Provinsi di Indonesia dan seluruh kabupaten dan seluruh walikota di Indonesia itu dulu, dalam waktu
yang bersamaan, serentak nasional, nah itu dulu. Sekarang itu dimungkinkan atau tidak? Kita kan tadi
sudah minta penjelasan, alasan yang dulu kenapa ada pemikiran Pilkada serentak tadi sudah
dijelaskan bahwa oleh Mas Mujib pertama kita juga sudah memahami nbahwa tidak ada kewajiban itu
dulu, artinya kalau tidak kita tidak melanggar, jadi bisa oke, bisa juga tidak, tapi masing-masing sudah
menjelaskan paling tidak ada gambaran besar pula dan mungkin bisa bertambah, pertama sementara
adalah dalam rangka efisiensi anggaran kan begitu kira-kira.
Kedua menghilangkan hiruk pikuk selama 5 tahun, 2 itu sebetulnya alasan yang paling utama.
Sehingga dalam 5 tahun ini cukup ada 2 Pemilu. Satu pemilu Nasional Pileg dan Pilpres, satu Pemilu
Pilkada kira-kira begitu. Nah sekarang itu pendapat, gambaran yang lama, silakan nanti bisa ditambah
alasan apa yang meyakinkan. Saya berpendapat kenapa tidak perlu ada Pilkada nasional, saya ulang
tadi ya? Bagi teman-teman tadi yang belum ikut, yang pertama adalah Pulkada serentak nasional
sangat dimungkinkan mmenyimpan potensi-potensi paling tidak ada 2 pendekatan, saya bisa jabarkan
banyak hal.
Pendekatan dari segi keamanan, tadi saya sudah jelaskan selama ini ada Pilkada satu
kabupaten selalu menarik dari kabupaten lain, yang kedua yang berbahaya sebetulnya bukan yang
pertama, yang pertama masih mungkin dimankanlah, entah tentara atau dari aman. Yang kedua begini,
saya ikut Pilkada di kabupaten saya katakanlah di Karawan Pak Dadang, di Karawang ini saya
katakanlah kalah tapi pelaksananya kurang lebih tidak terlalu bermasalah. Di satu Pilkada tempat Pak
Rambe tetap ... Purwakarta, di Purwakarta waktunya bersamaan, ada konflik entah tim suksesnya Pak
Rambe atau Pak Mustafa serentak nasional sangat mengkin menimbulkan konflik, beda sama Pilpres
bersaing, ada konflik dan terjadi konflik, karena saya ini kalah di situ ada konflik, saya dan tim sukses
saya atau oknum bisa saja menyulut ini jadi memicu konpflik di tetangga ini saya manfaatkan supaya di
kabupaten saya Karrawang yang sebetulnya bisa aman, jadi konflik. Jadi saya ikut menyampaikan
bahwa di satu tempat yang Pilkadanya aman saja pelaksanaannya bisa ikut-ikut menjadi konflik karena
dinilai yang berdekatan, tidak hanya berdekatan di Papua, di Aceh atau di ...(suara tidak jelas) selain
Jawa ini karena berita sekarang menasional sangat mungkin begiti loh, jadi ini sangat berbahaya, kita
bisa diskusilah dengan para ahli. Tapi saya meyakini Pilkada serentak nasional sangat mungkin
menimbulkan konflik, beda sama Pilpres. Kenapa Pilpres ...(suara tidak jelas) masih bisakarena jauh,
antara konstituen dia terlalu jauh.
Pertanyaan kedua kalau Pileg bagaimana? Dia juga tidak konflik karena terlalu dekat, dan
ributnya cuma di internal caleg, kita tidak pernah ribut dengan partai lain, di internal nomor, 1, 2 dan 3
dan seterusnya. Jadi ini saya berpendapat Pilkada serentak nasional menimbulkan banyak potensi
kelemahan-kelemahan, sehingga kita mengambil tetap dapat yang dimaksud Pak Malik efisiensinya
dengan 3 gelombang tetap efisiensi, kita bisa hitung nilai rupiahnya, tapi tentu tidak seefisiensi serentak
nasional. tetap ada penghematan, siklus politiklah yang tadinya hampir setiap 1, 2 bulan ada Pilkada
sekarang cuma ada 3 kali Pilkada secara serentak daerah regional atau wilayah atau nasional.
Itulah kira-kira beberapa hal.
34
WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):
Lebih beda. Dibandingkan dengan nasional beda, jauh. Nah kemudian tadi yang Mas Arif betul
ini kan gambaran, makanya tadi Mas Arif kita minta Sekretariat setelah ada gambaran umum dulu,
dibuat simulasi ...(suara tidak jelas) ketemu nanti Mas Edy di semester satu umpamanya dibuat apa
yang paling ideal, apakah Januari, Febbruari, Maret atau apa.
Kemudian yang terakhir terhadap tahapan yang disampaikan Mas Arif, tahapan betul kita harus
buat, tahapan itu bagaimana? Tergantung kita mau dibikin berapa tahapan itu, nanti kita akan tahu kan
begitu, dan ada hubungannya dengan undang-undang yang sudah kita buat apa? Kemarin umpamanya
ada pemikiran satu putaran, punya pengaruh juga terhadap siklus ini, kalau kita memberi kesempatan
yang luas timbulnya dua putaran itu tahapannya semakin panjang, jadi semua akan sangat terkaitkah
kira-kira begitu.
Jadi itu gambaran sederhananya, jadi kita akan detailkan ini Pak Ketua kalau kita sepakat,
kurang lebih seperti ini, sambil nanti kita lihat catatan-catatan. Tahapan ini sementara menurut KPU
secara lisan tentu belum dipaparkan saya tanya berapa lama Plkada itu dengan Perppu 10 bulan, 9
sampai 10 bulan, makanya kalau kita sepakat tidak menghilangkan uji publik mengurangi menjadi
...(suara tidak jelas) seperti diskusi kemarin, itu bisa hilang 3 bulan hilang, belum tahapan-tahapan yang
lain yang mungkin bisa kita per ...(suara tidak jelas) kira-kira begitu.
Mengapa 2018 di semester awal? Kita berharap 6 bulan terakhir 2018 konsentrasi penuh pada
Pileg dan Pilpres atau kalau perlu disepakati ini Pilkada serentak di 2018 dari awal katakanlah di
Januari atau di Februari maka punya waktu 10 bulan lebih di bulan 2018 yang bisa dikonsentrasikan
untuk Pilpres.
Kira-kira itu pak.
KETUA RAPAT:
Kita skors.
Saya tambahkan saja pak, yang pertama saya dengar dari para bupati, saya mengikuti
percakapan dengan para bupati, ini tentu kan ekspektasi itu kan datangnya dari sambutan supaya tidak
ada penyampaian, Plt jangan terlalu lama. Tapi para bupati itu ini tidak keberatan, dari pada di Plt
terlalu lama lebih baik masa jabatannya maju.
Yang kedua masalah keamanan pak, excercise keamanan, Jawa Timur itu pak, kalau terjadi
kerusuhan serentak, kemampuan keamanan kita ada di 17 kabupaten, jadi kalau terjadi kerusuhan
massif serentak, kemampuan keamanan, baik warga maupun polisi itu sekaligus dari 17 kabupaten, itu
excercise kita pak.
Yang ketiga tentu kerusuhan itu terjadi akibat mobilisasi, jika Pilkada itu dilakukan serentak,
maka kecenderungan mobilisasi akan turun, mobilisasi akan turun sekali, baik mobilisasi orang,
mobilisasi dana, mobilisasi power dari atas bahkan sangat berkurang, sehingga peluang terjadinya
kerusuhan itu akan turun drastis, dan saya kira kita sudah pernah mendapatkan masukan dari KPU
tentang pergeseran waktu pak ya? 16, 17, 21 kalau saya ingat, tapi konsennya KPU kan tetap Pilkada
serentaknya di tahun 2021, ini yang kita belum temukan pak, periodisasinya itu KPU belum memberikan
arah ke kita. itu sebetulnya saran yang paling progresif itu diberikan oleh Pak Ramlan Surbakti pada
35
waktu itu, yaitu pemilu nasional konkuren dan pilkada konkuren. Saya mengingatkan saja bahkan
usulannya Pak Ramlan itu progresif sampai ke sana begitu. Artinya itu tenaga ahli yang kita undang,
profesor yang kita undangpun menyarankan keserentakan itu oke.
Jadi itu catatan-catatan yang mau saya itu.
Kita makin banyak masukan, makin banyak dan memang harus semua bicara.
KETUA RAPAT:
Maka usulan Profesor Jo, Profesor Surbakti itu tidak bisa kita bicarakan hanya sederhana
begitu, maka saya katakan kita rubah dulu Undang Undang Dasar kita, dalam rangka merubah Undang-
Undang Dasar kenapa DPRD misalnya dalam memilih ya itu tadi, langsung perdebatan ini kan panjang,
ini kalau yang masuk sana itu kita agak panjang urusannya. Oleh karena itu Saudara-saudara semakin
mengerucut, kita skors dulu dengan catatan setengah delapan kita buka lagi ya?
Setuju?
(RAPAT : SETUJU)
ttd
36
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si.
5. H. MUSTAFA KAMAL, S.S.
B. Pemerintah:
- Menteri Dalam Negeri (Tjahjo Kumolo, SH)
- Ketua KPU RI (Husni Kamil Manik, S.P)
- Ketua BAWASLU RI (Prof. Dr. Muhammad., S.IP.,M. Si)
2
Jalannya Rapat:
Saya sebenarnya tadi minta biar enak membuat dulu formatnya sekarang kita bicarakan lagi
dan kemungkinan tinggal memplot, kita bicarakan lagi tentang penjadwalan Pilkada. Kalau kita secara
nasional memang idealnya begitu, tapi sementara waktu kita mau memotong percepatan, satu tahun,
membuat ...(suara tidak jelas) serentak juga pelaksanaannya secara nasional tapi bergelombang.
...(suara tidak jelas) pada saat tertentu harus diatur lagi berikutnya. Minimal gelombang ini bisa di 2029
baru bisa lagi, tapi dengan dua potongan. Harusnya dengan pemotongan seperti jabatan, dengan
pemotongan sekarang bagaimana kita mencari setelah kita lakukan kalau dengan gelombang kita
langsung melakukan exercise ada yang menagjukan 2 gelombang, saya kira misalnya dengan
melakukan 2 gelombang secara hampir sama lebih mudah, dengan 3 gelombang misalnya. Memang
dengan pengelombangan seperti ini setidak-tidaknya memang keriwehan pilkada agar tereleminasilah,
lebih turun, apa perlu kita buka lagi diskusi. Kalau sudah misalnya kita ini, tampaknya antara
gelombang yang sudah 3 gelombang dengan yang 2 gelombang.
Sebelum kita masuk ke situ, barangkali usul saya ini tidak terlalu lazim tapi kita inikan
menghadapi persoalan ini ada satu distribusi sepanjang 5 tahun, distribusi pilkada sepanjang 5 tahun.
Kita berasumsi pada periode kapan pilkada ini bisa dilakukan serentak secara nasional. Apakah itu ada
di tahun 2029 ataukah di tahun 2030. Kalau berkenan saya kira kita bisa minta bantuan ahli matematik
untuk merumuskan toleransi berapa. Misalnya jika toleransi Plt maksimum 6 bulan atau percepatan
maksimum maju pilkadanya itu 3 bulan, ini pada tahun ke berapa secara nasional kita bisa
melaksanakan pemilu serentak. Dan idealnya per tahapannya itu seperti apa. Ini memang suatu usul
yang tidak umum, tapi saya kira melihat koran distribusi ...(suara tidak jelas) itu, jika kita menghendaki
pemilu serentak, pilkada serentak nasional itu saya kira pemodelan ini bisa dikerjakan dalam waktu 2-3
hari mungkin dengan pemodelan computer bisa dilakukan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Kalau hitungan-hitungan kita tadi, kalau mau dipercepat ya memang di tahun 2029 tapi tetap
harus ada ...(suara tidak jelas) tanpa dipotong maksudnya Pak, tanpa ada Plt. Tidak akan mungkin kita
bisa melakukan.
Memang toleransinya harus dilakukan berapa maksimum plt, berapa maksimum percepatan.
Toleransinya ada di situ baru bisa disimulasi optimal di tahun berapa itu dilakukan pilkada serentak.
3
KETUA RAPAT:
Kalau misalnya ya ini kita exercise juga, 2016, 2017, 2018, ke sana ya. Itu untuk merubah ini
untuk jadi pemilu nasional ini sudah bisa jatuhnya ini kan menjadi 2021, 2022, 2023. Urutkan untuk
tahun 2009 ini pemotongannya lebih singkat, sudah lebih mudah.
Inikan kalau soal kapan harus pilkada serentak nasional itukan exercisenya kan bisa macam-
macam. Kalau saya melihat dari perdebatannya ada dua substansi yang berbeda. Substansinya yang
pertama adalah soal definisi tadi. Definisi pilkada secara serentak nasional itu seperti apa. Kalau dua
hal ini berbeda menurut saya belum bisa dimasukan exercise. Saya mengusulkan mungkin soal poin
ini kita lampaui saja dulu Ketua, sementara ini pasal yang kita masih sepakati adalah pasal ...(suara
tidak jelas) perpu. Dan di dalam perpu juga kan tidak terperinci secara mendetail seperti ini ...(suara
tidak jelas) yang disampaikan di dalam substansi normatifnya saja saya ingin sampaikan di dalam
...(suara tidak jelas) Kalau misalnya dalam opsi lain yang dimaksud dengan pilkada secara serentak
adalah seperti yang tadi kita kaji ada 3 tahap, 3 gelombang, dan kita tidak mentargetkan tahun berapa,
semuanya bersamaan, itu mesti nanti kita sepakati. Itu seperti itu kalau nanti bisa seperti itu.
Tapi kan sementara ini definisinya masih bahwa pada tahun tertentu itu sudah serentak
nasional. Tidak ada lagi gelombang 1, gelombang 2, gelombang 3. Sementara itu Ketua. Ini
berkembang dalam diskusi ini ada opsi lain, opsi yang kita tidak menterjemahkan pilkada serentak
nasional itu seperti apa. Oleh karena itu saya mengusulkan ini dilampaui saja Ketua. Kalau terlalu lama
kita mengexercise ini, ini kita kehabisan waktu untuk menyepakati untuk draf revisi kita itu. Termasuk
kepada hal-hal yang mungkin sudah sepakat kita. Misalnya kita sudah sepakat paket, itu sudah ketok
palu paket. Kita sepakat menghapus uji publik, ok.
KETUA RAPAT:
Kalau inikan masih ada dua opsi kita ya. Tidak apa kalau kita bikin dua opsi ini saja sebagai
catatan kita yang dimaksud dengan nasional itu secara serentak, bersamaan waktunya, sementara
yang dimaksud dengan pilkada serentak itu adalah bisa tiga tahap selama 5 tahun. Tidak
membutuhkan waktu yang bersamaan. Saya kira 3 ini kita pegang, kita catat. Saya soalnya begini
Ketua, untuk draf untuk perubahan perpu inikan tidak bisa ada opsi. Harus satu draf, tidak bisa
misalnya … ada dua opsi. Karena ini inisiatif kita. Kecuali kalau ini inisiatifnya eksekutif, kita bikin DIM,
bisa berbagai opsi yang nanti kita perdebatkan opsi itu. Kalau masih ada dua kubu seperti inikan susah
kita melanjutkan pembahasan ini. Oleh karena itu saya mengusulkan kalau ada perbedaan pendapat
yang tajam seperti ini ya kita lewati saja dulu, kita cari yang kira-kira sudah sepakat. Begitu Pimpinan.
Terima kasih.
Gelombang itu menuju pendapat, bedanya, gelombang itu menuju tahapan akhir itu bedanya.
KETUA RAPAT:
Jadi begini Ketua, saya usul tenaga ahli membuatkan simulasi yang …(suara tidak jelas)
mengenai tahapan-tahapan pemilihan kepala daerah juga. Saya sekali lagi misalnya ...(suara tidak
jelas) artinya pada saat yang sama akan…pilkada serentak yang nasional tadi. Jadi maksud saya
untuk kita tidak terlalu ...(suara tidak jelas) simulasinya dulu, setidaknya mengikuti apa yang tadi
5
disampaikan yang 3 gelombang dengan yang berapa gelombang. Perpu Pasal 201 sudah jelas,
pemilunya pemilu nasional, terserentak nasional karena dua biayanya disebutkan tahun 2020 adalah
tahun 2020 dilaksanakan pemilihan kepala daerah secara serentak, sudah pasti Pak. Yang dimulai
dengan pemilu serentak. Tidak secara nasional dan 2015, dan kemudian 2014 …(suara tidak jelas) tapi
tadi Pak Luman Eddy menawarkan dengan satu hitungan tertentu adalah ...(suara tidak jelas) karena
itu saya mengusulkan agar dibuatkan simulasinya yang ...(suara tidak jelas) Sebab kita tidak saja
berpikir saya kira pada ...(suara tidak jelas) juga kalau kita mau mengkritisi juga terkait dengan
tahapan-tahapan di dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan juga pemilihan umum Anggota
DPR, DPD, dan DPRD dan juga pilpres, bisa saja berhimpitan. Dan kita juga mestinya melihat putusan
MK yang menyatakan bahwa pileg dan ...(suara tidak jelas) dilaksanakan secara serentak. Yang
dimaksudkan adalah pemungutan suara dilakukan pada tanggal hari bulan dan tahun yang sama.
Bagaimana nanti dengan tahapan-tahapannya, satu contoh saja pada pemilu legislative dan pemilu
presiden ada tahapan-tahapan yang berhimpitan yang memang membuat di tengah mungkin Komisi
Pemilihan Umum belum siap ...(suara tidak jelas) itu tidak menimbulkan masalah. Dalam hal
bersamaan dalam hal ...(suara tidak jelas) partai politik misalnya, sementara KPU sudah harus
menyiapkan tentang beberapa persiapan awal untuk pilpres. Padahal pada saat itu ada beban kerja
...(suara tidak jelas) partai politik menjadi peserta pemilu, misalnya begitu. Inilah yang saya maksudkan
padahal kita tidak secara mudah, meskipun mungkin juga tidak terlalu sulit, mengambil satu
kesimpulan bahwa inilah yang paling tepat 3 gelombang tanpa nasional atau beberapa gelombang
atau kemudian beberapa gelombang menuju nasional. Karena itu usulan saya sekali lagi, tanpa
bermaksud ...(suara tidak jelas) dengan sebaik-baiknya….oleh karena itu kita lompati dulu seperti juga
perdebatan kita tentang isu menyangkut ambang toleransi minimal perolehan suara dalam pemilihan
kepala daerah yang berkonsekuensi pada ...(suara tidak jelas) itu maksud saya.
Saya kira itu Pak Ketua.
Kira-kira kita akan beruntung tambah berapa bulan? Saya setuju saja.
Memang kebetulan begitu, karena tidak mungkin masa jabatan presiden yang dikurangi. Ini
satu contoh. Maksud saya, ini bisa ketemulah. Pilpres itu kan 9 Juli, Pileg 9 April, 4 bulan itu. Jadi kita
tambah umur 4 bulan kira-kira. Dan itu juga artinya bahwa tahapan pilkada ini tidak ada hubungan
sama tahapan maksudnya. Atau dimundurkan lagi ya. Karena pilpresnya mungkin ...(suara tidak jelas)
kalau aturan pilpresnya cuma 1 putaran, apalagi tambah 2 bulan lagi, lumayan. Kalau pilpresnya satu
putaran seperti konsep kita. Itu contoh. Nah hubungannya dengan tadi Mas Arif, ini ada untungnya
juga, artinya tahapannya untuk persiapan pilpres dan pileg ke depan Insya Allah Mas Arif kalau pun
diputus di awal supaya di 18, tidak mengganggu. Kira-kira itu saja tambahannya.
6
F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):
Sekaligus menyampaikan sikap fraksi kami sebelum ini dipending, selanjutnya bahwa fraksi
kami …(suara tidak jelas) bahwa kami menginginkan pilkada serentak nasional. Dan karena itu kami
ikut apa yang pernah diputus dalam perpu. Tinggal yang kami usulkan tidak 2015 tapi 2016, 2018, dan
2021. Kenapa begitu, karena sejak draf ini dibentuk dulu waktu Panja, menyebutnya 2015. Tapi sejak
Panja dibahas sampai perpu diputus dan sampai sekarang melewati beberapa bulan. Kemudian 2015
itu juga menjadi tidak relevan. Karena sangat ...(suara tidak jelas) Apalagi kemudian revisi ini jelas
apakah tanggal 17 tanggal 18 selesai. Jadi itu pertimbangan kami, jadi serentak bergelombang itu tentu
saja arahnya menurut kami adalah menjadi ...(suara tidak jelas) nasional tahun 2001. Apakah
konsekuensi Plt atau pemotongan periode ...(suara tidak jelas) tidak dibicarakan sejak di Panja. Dan itu
konsekuensi artinya kalau kemudian kita tidak berani, kita takut, kemudian kita menyayangkan dua
periode kepala daerah dipotong, tidak ada kesempatan besar lagi untuk membuat pilkada serentak
secara nasional. Yang dimaksud secara serentak menurut PKB adalah 5 tahun sekali, bukan 5 tahun
berkali-kali. Itu bukan serentak namanya. iIu prinsip kami begitu. Kalau kebetulan di pending dan
menjadi usulan, tolong itu sudah menjadi usulan. Tidak hanya opsinya Pak Riza ya, hanya menjadi
usulan. Karena intinya, prinsipnya diperpu inikan, serentak menuju nasional.
Terima kasih.
Itu sebenarnya sejak dari 1 bulan. Artinya perpunya, undang-undangnya, memang seperti itu.
Undang-undangnya yang dibahas selama sekian tahun adalah itu. Semua fraksi sepakat dan itu adalah
ada asbabunuzul-nya di situ. Jadi sejarahnya seperti itu. Itu dengan segala konsekuensi. Intinya kan
kalau ini serentak pasti ada yang menjadi korban. Dan korban itu ternyata tidak salah karena ada
dalam undang-undang. Ada dalam undang-undang yang besok ini yang akan kita putuskan. Yang
salah itu adalah kalau menarik yang jadi masalah tinggal satu ini Mas Arif, yaitu yang menarik 19 ke 18.
Itu yang harus dijadikan landasan hukumnya. Selain alasan yang sifatnya teknis yaitu larangan dari
consensus kita karena itu ada pemilu lalu tidak boleh ada pilkada. Tetapi hukum mengenai hak dia,
konstitusional dia, sampai 5 tahun itu hak dia. Oleh karena itu bukan tidak boleh dimatikan oleh
larangan kesepakatan itu tidak boleh ...(suara tidak jelas) Oleh karena itu perlu ada, kalau menurut
saya tidak ada masalah itu. Jadi tinggal dicarikan jalan keluar mengenai mengurangi yang 19 menjadi
18. Saya kira itu Pak.
Kalau konsep perpu malah dia masuk menjadi 2020. Di Pasal 1 ayat (4) nya.
Kalau itu ke 2020 berarti nanti ketika ada pilkada di situ kemudian 2021 nya ...(suara tidak
jelas).
Makanya begini Mas, kenapa usulan PKB itu kenapa tidak 2020 PKB usul ada serentaknya ok,
tapi tahun pilkadanya berubah. Kalau di perpu itu kan 2015, kita ubah menjadi 2016, pesertanya SKB
15 menjadi 16. Kemudian yang 18 tetap 2018, cuma pesertanya adalah 2017, 2018 dan 2019, ini
klasifikasi. Kalau di Perppu itu kan pesertanya 2018 yang SK nya habis 2017, 2018, yang 2019 ikut
7
2020. Kalau versi PKB adalah yang Pilkada 2018 pesertanya adalah yang SK nya habis di 2017, SK
nya habis di 2018 dan SK nya habis di 2019. Kenapa 2019 ikut ke 2018 karena di situ ada Pemilu,
yang tidak mungkin ada Pilkada. Dari pada kemudian menggeser Plt mendingan ditarik ke 2019, nah
yang 2020 di Perppu nasional PKB minta diundur menjadi 2021, ini alasannya kenapa juga 2019
masuk ke 2018 bukan ke 2021. Alasan kami menari ke 2021 itu karena kalau 2020 maka kemudian SK
nya cuma 2 tahun dari 2018 ke 2020, tapi kalau 2021 maka SK nya bisa lebih dari satu periode artinya
3 tahun itu yang menurut kami sehingga di Undang Undang kita kalau periode kepala daerah itu kurang
dari separo, kurang dari 5 tahun maka itu tidak dianggap sebagai periode.
Nah kemudian kita caari solusinya yang SK nya habis di 2019 ditarik ke 2018, itu SK nya masih
ada, yang 2019 itu, itu cari solusinya. Kalau disini sebetulnya sudah ada solusinya yaitu tadi ayat
berapa fasilitas dan lain sebagainya diberikan sampai tanggal 19 sampai SK nya habis, tapi
pelantikannya DI 2018. Yang menjadi konsekwensi besar disini hasil kepala daerah di 2018 itu kalau
Pilkada nasionalnya 2020 maka cuma 2 tahun, itu masalah, kalau kita tarik ke 2021 maka 3 tahun.
Disitulan kemudian cari solusi hukumnya seperti apa, kalau disini kan solusi hukumnya kan hasil
Pilkada 2018 meskipun tidak 5 tahun itu tidak dianggap satu periode, karena Pilkadanya 2020 kan?
Kurang dari setengah tahun.
Yang kedua segala fasilitas mulai gaji tetap diberikan 5 tahun.
Oke, saya kira itu salah satu usulan yang dari PKB nah ini mungkin barangkali perlu kalau ada
ahli hukum paling tidak kalau seandainya kita ikuti yang ada di Perppu ini, lalu menjadi Undang Undang
walaupun hanya 2 tahun itu kan juga sah kan? Jadi itu Mas Arif, seandainya kita ikuti yang ini, 2015,
2018, 2018 itu hanya 2 tahun karena ada di dalam undang undang yaitu kan tidak ada salahnya, yang
tidak menarik hanya sati ini yaitu lamanya 2016, Plt nya sampai 2018.
Jadi kalau kita mengikuti yang ada dalam undang-undang sekarang yang menjadi Perppu ini,
itu adalah Plt yang terlalu lama, dari 2016 ke 2018. Kalau kita mengikuti usulan PKB itu sempit, karena
itu barangkali ini yang menjadi catatan kita, kalau yang soal 2015 menjadi 2016, kalau kita punya
kesepakatan bahwa tahapan pemilu dipercepat kemungkinan masih bisa nyandak, bisa nyampe. PKB
mungkin bisa nyampe, karena kita sepakat uji publiknya menjadi verifikasi bukti atau menjadi
sosialisasai sehingga yang tadinya 3 bukan setengah menjadi satu bulan misalnya seperti itu. Saya
kira itu yang memnjadi catatan kita.
Nah yang kedua adalah memang kita belum selesai ini, pasti masih panjang karena persoalan
apa yang disebut dengan serentak, menurut saya yang dimaksud dengan serentak itu adalah karena
tidak sesuai dengan SK masing-masing itu grouping menurut saya bukan serentak, tapi grouping di
2004 ada Desember tapi 2015 ini grouping ada 2024, tapikalau tidak grouping sesuaikan dengan
jadwalnya masing-masing, Jadi itu juga ada serentak dalam pengertian grouping ditahun pertama
gelombang ini.
Nah yang kedua itu adalah itu maksudnya jadi karena itu saya kira ini memang harus kita
selesaikan termasuk nanti ahli hukum yang kita mau tanya, bagaimana harunya kalau 2019 ditarik ke
2018, mmenjadi berkurang seperti apa, kemudian kalau panjang sampai 2 tahun Plt tidak boleh, lalu
bagamana cara begitu masih panjang sekali membutuhkan pendapat-pendapat para ahli. Karena itu
menurut saya oke alternatif ini masuk saja dulu, kita catat dulu, diskusinya lagi diputar kemudian, tapi
yang sekarang kita sepakati yang benar-benar kalau tidak cepat-cepat kita selesaikan tidak bisa jalan,
yaitu karena pertentangan pasal itu, yaitu berpasangan.
Kemudian yang ini, ini berpotensi mmemang mengganggu undang-undang kalau tidak
diselesaikan misalnya kalau tetap di Desember pasti menabrak undang-undang karena putaran
keduanya di 2016. Nah karena itu saya kira yang ini kita sisihkan dulu, mari kita masuk ke wilayah yang
lainnya yang pasangan, uji publik, teris kemudian, sengketa, terus kemudian kepastian tentang KPU
8
dan sebagainya. Saya kira kemarin disebutkan Mas istilahnya bonggolnya itu, Pak Mustafa Kamal ya,
bonggolnya paling tidak ada 4 atau 5 saja. Yang paling berat itu memang ternyata setelah kita putar ini
adalah teryata tentang serentak ini, pengertiannya sih hanya 2 menurut saya ada yang serentak dalam
pengertian nasional satu kali tok, yang kedua serentak dalam pengertian 5 tahun itu 3 kali atau 2 kali,
itu saja Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Kita nanti memilih 2 alternatif di exercise saja mana yang nanti bisa selesai, hari Senin sudah
bisa kelihatan, bahwa pertama 3 gelombang sebenarnya nasional juga, serentak nasional tapi dengan
jika erentak dengan 3 gelombang. Ini kita berupaya tidak melihat serentak nasional tapi untuk menuju
satu. Ini kita mencari jalan tengah ini, saya tidak untuk mempengaruhi jalan tengah, kita kan sudah
bersepakat kita kurangi, kita perpendek Plt kita kuragi, masa jabatan juga bisa di paskan. Jadi memang
agak lucu, kecuali misalnya kalau hanya berapa bulan itu, itu mungkin bisa digabung seperti ada
beberapa bulan untuk misalnya lebih sederhana, sebab Undang-undang ini kita paksa perkara, mau
melakukan itu, padahal dengan 3 gelombangpun pada 2019 lebih ringan sebenarnya. 2029 lebih
ringan mengatur tentang bagaimana upaya memperpendek 3 bulan, 3 bulan berarti sudah bisa
perkara.
Oleh karena itu saya kira menurut saya yang pertama yang 3 gelombang ini, dengan
menentukan sebab ini anggaran kita lihat ini memperpendek juga terus dilakukan juga model yang
serentak nasional itu yang satu kali, ini namanya sudah mendekati yang serentak nasional kita lakukan
di 2021 ...(suara tidak jelas) tadi itu yang menjadi perkara, sebab ada masa jabatan yang diperpendek,
2 tahun 8 bulan, padahal bisa dipilih untuk 5 tahun, itu soal.
WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):
KETUA RAPAT:
Yang ini dilakukan, 3 gelombang itu ya? yang nasional ini juga dilakukan tapi kalau bisa,
makanya coba diatur, kita setuju dengan ide-ide itu.
Tehnisnya kita kan pada akhirnya kan merubah pasal di dalam Perppu ini, kalau ini sepakat
tapi tidak bisa direalisasikan ke pasal sama saja. Oleh sebab itu saya langsung saja pak, Pak Ketua ni
ide merubah pasal yang mana? Pasal 201 ayat (1), itu sudah sepakat itu dirubah semua karena kita
baik versi 3 gelombang atau atau versi serentak tetap kita minta 2016 mulainya, tidak mungkin kita
minta 2015 kan? Berarti Pasal 201 ayat (1) berubah. Kalau di ayat (1) itu kan menyatakan serentak
pertama itu 2015.
Kalau boleh sebentar, maksudnya sih betul tapi kalau bisa malam ini kalau bisa substansinya
dulu, nanti baru masuk pada pasal, Cuma lihat yang terkait dan tidak terkait, baru pada ... memang
harapan kami kesitu, tapi yang penting kan substansinya, nanti Pasal-pasal Tim Ahli mungkin lebih ahli
dari kita.
9
WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):
Maksudnya yang ini, kalau yang ini kan substansinya kalau tidak poin satu, poin 2.
Tapi maksud saya pasalnya tidak usah dibahas, biar mereka yang lebih ini.
Mau tanya pak, berapa sebetulnya toleransi kita terhadap Plt dan perdekan masa jabatan itu?
Kalau yang beberapa Plt-Plt itu disebutkan Plt itu selama satu tahun itu dan itu dpat
diperpanjang. Kalau Plh itu, itu berapa tahunnya?
KETUA RAPAT:
Jadi begini saja yang kira-kira condong ke serentak nasional itu dibuatkan simulasinya, yang
kira-kira condong, ini kan hanya 2 alternatif saja condong ke Pilkada dengan penyederhanaan,
gelombang tapi juga mengarah pada waktunya ke serentak nasional, kita lakukan dengan catatan tadi
yang pertama dibuatkan tadi seperti usulan gelombang yang 3 gelombang.
Satu adalah kita upayakan kita harus berpegang pada pemotongan masa jabatan jangan
terlalu lama, jadi kalau orang itu dipilih harusnya 5 tahun ya kita buat jadi 2 tahun ini kan aneh.
Dipotong 2 tahunpun itu juga sangat keberatan, satu tahun apalagi. Tadi kita juga berikan kesepakatan
kita jangan juga Plt terlalu lama, kalau boleh batasannya ya kita sesuaikan ketentuan itu saja misalnya
paling lama 1 tahun. jadi kalau begitu keadaannya itu lebih, kalau dipotong masa jabatan, mau mandi
dia juga kelamaan, kelamaan juga proses satu tahun, ya kalau kita ini ya 6 bulan.
Makanya tadi ada mungkin alternatif yang dikatakan tadi itu, kalau yang 2016 semester satu,
itu Pltnya 6 bulan, 8 bulan karena sudaha ada yang bulan Juni habis yang 2015, Juni 6 bulan sudah 8
bulan. Kalau Februari, makanya di situ ada ketentuannya Februari harus dilakukan Pilkada ini
pertimbanggannya kan disitu.
KETUA RAPAT:
Plt, Plt 8 bulan ini. Ada yang sudah satu tahun, dan ada usulnya tadi bahwa yang dia pemilu,
Pilkada habis jabatan bulan 6 itu 4 bulan cuman, seperti usul Pak Fandi dia lebih ingin dipercepat, tapi
jangan juga dipercepat sampai satu tahun kan?
Itu ada analogi ketua, undang-undang itu kalau kurang dari 18 bulan walikota atau bupati itu
meninggal nantinya kan tidak bisa ngganti, sudah langsung masuk ke Pilkada, itu jadi ada analoginya.
Waktu 18 bulan itu sama waktu Plt yang diatur dalam Undang-undang setahun itu. Maksud saya yang
begitu barangkali toleransi berapa yang bisa kita maklumi untuk Plt dan untuk percepatan masa kerja
yang aturan terbaik saja.
KETUA RAPAT:
Lihat aturan yang terkait, 6 bulan lah kalau memang mau mengajukan toleransi. Jadi makanya
batasan-batasannya kan sudah ada, alternatif yang tadi dari Pak Tamim, kalau mau ada alternatif lagi
dengan yang tadi itu, bisa diajukan saja cuman kita atur sedemikian rupa. Sudah selesai nanti itu ada
nasional masih bisa sekali, ada yang 3 gelombang sementara waktu ...(suara tidak jelas) akan lebih
mudah untuk satu kali ada yang mau langsung satu kali. Itu yang dilihat yang kita ambil.
11
Saya kira itu saja dulu kita kumpulkan.
Gak, nyambung Mas Arif ini kalau belum cukup ini yang juga perlu disimulasi kalau mau
sampai seperti itu menuju pakah 2022, atau 2024 atau 2029, maksud saya bisa juga itu dibuat
simulasi, supaya nanti 2029 kita bisa ternyata serentak nasional dan tidak merugikan.
Artinya yang poin kedua ada cabangnya. Artinya serentak nasionalnya apakah 5 tahun
kedepan? Atau 10 tahun? begitu Pak Edi apakah 5 tahun atau 10 tahun kedepan.
KETUA RAPAT:
Ini Pak Lukman Edy sudah apa, ini yang gelombang ini lebih bagus ada rancangan, potongan
6 bulan bisa sekaligus tapi 2028 atau 2029. Sebab itu nanti berikutnya pemilihannya 2021, 2022, 2023.
Nah ...(suara tidak jelas) ini sudah lebih mudah inventaris masalah. Bu Diah silakan.
Saya pikir sudah agak mengerucut dan akan ketemunya kita di satu angka Pemilu nasional
serentak, nah berarti hitung-hitungan tehnisnya saya pikir simulasinya harus sudah mulai mengarah
kesitu juga pak, jadi opsi dua itu kayaknya sudah mengerucut ke satu menurut saya, ke arah pemilu
serentak di satu titik pada tahun sekian. Nah hitung-hitungan tehnisnya kan tadi muncul 3 gelombang
karena tidak ingin mengurangi Plt, jadi tidak serentak yang Plt tanpa ada menuju keserantakan karen
asumsinya akan ada hal-hal yang dikatakan rawan kalau ada pemilu serentak secara nasional.
Pertimbangan-pertimbangan itu kan kalau kembali ke KPU Daerah dan dalam rentang Pilpres, Pileg,
dan Pilkada yang beda rentang waktunya saya pikir itu akan juga selesai masalah keamanan dan lain
sebagainya. Sudah memang perlu adanya simulasi secara tehnis yang bisa mengkalkulasi untuk
mencapai hal detail seperti berapa masa Plt, berapa lama tahapan pemilu, dan juga bagaimana
penyelesaian konflik karena kita juga menurut saya kita harus mempersempit ruang konflik, supaya
juga Pilkada ini efektif.
Itu saja jadi segera lakukan simulasi mungkin besuk pagi untuk mengarah ke pemilu serentak
nasional.
Bukan itu masih ada dua, kalau itu kan opsi satu, masih ada dua. Apakah 3 gelombang
seterusnya serentak nasional atau ada serentak nasional ...(suara tidak jelas) yang dimulai dengan 3
gelombang, kebalik ini kalimatnya, itu opsinya. Kemudian yang opsi kedua itu betul juga Pak Edy,
saran Pak Syarif tadi, bisa dimungkinkan yang 3 gelombang menuju serentak nasional itu di 5 tahun
kedepan, atau 10 tahun kedepan. Jadi serentaknya bisa dibikin 3, apa yang 2 A dan B begitu kurang
lebih gambarannya.
Terus ...(suara tidak jelas) lain cari masukan biar clear dulu ini ...(suara tidak jelas) nanti rumusannya
tidak ketemu. Kita sepakati dulu apa-apa yang mau dirumuskan supaya kita mantap, tadi kan pilihan-
pilihan yang mau dirumuskan itu selain 2 hari ini adalah, pilihan-pilihan semester yang ideal, itu Ketua,
di semester satu kah? Atau di semester keduakah? Kemudian diantara semester satu dan semester 2
pilihan-pilihannya ada di bulan apa? Kan begitu.
12
F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):
Ya satu bulan memang, selain tahun harus bulan, jadi akan kelihatan kalkulasinya.
Simulasinya ...(suara tidak jelas) saja tinggal merumuskan kemudian di cek juga aturan-aturannya yang
terkait.
KETUA RAPAT:
Jadi sebenarnya itu kesimpulan satu 3 gelombang inipun mengarah ke pemilu serentak
nasional, lebih mudah sudah mengurusinya itu, karena kita berprinsip jangan dipotong masa jabatan.
Tahapan itu lebih realistis, jangan dipotong masa jabatan, jangan juga Plt terlalu lama, ini mengarah,
jadi kalau misalnya 2016 kalau 5 tahun kan 2021, 2022, 2023, itu untuk mengarah ke satu kali nasional
supaya lebih mudah.
KETUA RAPAT:
Kalau langsung kita mau tahapannya ke nasional, ini mau tidak mau pasti banyak yang di
...(suara tidak jelas) kalau dipaksakan si bisa saja, Pak Rufinus tadi mengatakan bila perlu langsung
kita tancap.
Jadi 2 kesimpulan ini saja.
Pertanyaan saya begini, ini masih menyisakan pertanyaan, kemudian setelah Pilkada 2019
kapan lagi Pilkada? Oke Pilkada 2018 setelah tahun 2018 tahun berapa lagi Pilkada?
KETUA RAPAT:
Pilkada 2018 masuk 2023, tambah 5 saja tidak usah ada yang dipotong.
KETUA RAPAT:
Yang 2018.
13
F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):
Pertanyaan saya adalah hasil Pilkada 2015, 2016, 2018 itu kemana?
Jadi begini menurut saya, pertama kalau yang disebut serentak nasional itu sudah menjadi
kesepakatan semua Fraksi kemarin maka berarti sepakat serentak nasional itu sudah menjadi
kesepakatan titik. karena itu kemudian ternyata ada 2 alternatif, ada yang soft ada yang hard, kalau
ingin serentaknya cepat, keras itu di 2020, yang soft sesuai Perppu ataupun kalau nanti usulannya
PKB 2021 itu yang hard Mas Haramain. Tapi yang soft nya adalah di 2029 itu yang soft nya, sehingga
dengan demikian kalau ini yang dipilih maka 3 tahapan itu, itu adalah tahun 2016, 2017, 2018 itu
putarannya ya 2021, 2022, 2023 kemudian 2024 nya adalah Pileg. Kemudian muter lagi yang 2021 di
2026, baru ketemunya di 2029, itu adalah menghindari dari Plt yang terlalu panjang dan pemotongan
yang terlalu pangjang, jadi pemotongannya lebih pendek kemudian Pltnya juga lebih pendek. Itu artinya
simulasinya dari ...(suara tidak jelas) itu. kalau 2020 atau 2021 usulan PKB pasti agak lebih keras
karena ada orang yang akhirnya 2 tahun, itu ada 3 tahun, dan ada juga yang lebih panjang sekali. Itu
kalau Pak Pak Rambe Pak Ketua, Pak Riza kalau yang soft ini berarti katakan kita tidak ada.
Sorry Mas, saya tidak setuju kalau kemudian prinsipnya tujuan kita adalah serentak nasional,
karena ...(suara tidak jelas) Pak Riza tidak bisa serentak nasional. kalau kemudian tidak bisa serentak
nasional ini prinsip bagi saya.
Ini begini Pak Haramain, ini saya izin sama Pak Riza, kalau sudah kita pakai yang soft itu
kemudian yang tadi serentaknya dalam 3 periodik dan ...(suara tidak jelas) itu tidak ada lagi, itu hanya
tahapan saja. dan kita niat untuk permanen 5 tahun itu 3 kali periodik tidak ada lagi. Kalau sudah soft
yang 2029, anternatif yang kedua yang 5 tahun 3 kali itu berarti bisa tidak ada, yang ada adalah 5
tahun 3 kali ini hanya tahapan sekarang dan tahapan 5 tahun yang akan datang lagi yang ...(suara
tidak jelas) gitu Pak Riza. Tapi kita milihnya yang di 2029.
Makanya pilihan kedua yang serentak itu tanpa nasional, makanya sepakati dulu.
14
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):
Tidak maksudnya sepakat itu versi saya kan adalah poin pertama itu tanpa nasional, maka
disebut itu 3 gelombang, serentak tanpa nasional. yang kedua adalah 3 gelombang menuju nasional. 3
gelombang menuju nasional itu dibagi 2, A yaitu bisa di 2021 ya kan? Atau di 2029, tapi disimulasikan
sekalian.
Pimpinan.
Ini kita mau bikin pasal peralihan, yang pasal peralihan itu harus pasti tahun berapa?
Iya sepakat.
Kalau kemudian kita bersepakat, maka tadi saya binggung, kalau 2015 ada Pilkada.
2016 pak.
Oke 2016, kita hitung 2021, yang 2017 jadi 2022, kemudian yang 2018 di 2023, selanjutnya
tetap 5 tahun, 5 tahun. Pertanyaannya kemudian kapan serentaknya?
Itu yang 2029 itu kan ada yang soft pasti ada yang dikurangi tetapi lebih soft kan itu.
2029.
Saya pikir begini pak, kalau memang ini kenapa tidak ...(suara tidak jelas) jadi kita juga harus
pemikiran kita ini yang mana tadi kan ada satu opsinya tidak ingin memotong terlalu banyak masa
jabatan, tidak terlalu jauh Plt, dan juga kita filosofinya ingin ada pemilu serentak nasional sekali, maka
saya bilang ...(suara tidak jelas) kita anukan 2029, tapi ini kan harus ada simulasinya, kalau tidak
berarti kan harus ada jalan yang kita ambil, ...(suara tidak jelas) kan ada motong jabatan, ya tentu
harus kita cari payung hukumnya, kalau kita mau pemilu serentak nasional. kalau tidak sampai tidak
15
terpotong ya kita kita kembali seperti semula kan begitu. Jadi pilihannya dibuatkan ini supaya kita tahu,
ada tidak alternatif terdekat.
Sebetulnya pilihan manapun yang diambil pasti ada pemotongan, pasti ada Plt, Cuma kita ingin
mengurangi itu saja.
Ketua, menurut saya kesimpulan ketiga ini gini saja kita simpulkan sementara nomor 1, nomor
2, da catatan itu atas dua alternatif harus diupayakan bila ada pemotongan jabatan serta Plt yang
terlalu lama, maksimal 2 kali 6 bulan. Nah kalau ini dilaksanakan, yang catatan ini pasti ketemu nanti,
10 tahun kan ya.
KETUA RAPAT:
Ini kan yang mau kita pakai kan? Kalau turunkan ada satu tahun, turunkan ini satu tahun
selesai, jadi ketahuan kesana. Ya dipenjelasan itu Februari, Februari di penjelasan.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Iya, itu satu ...(suara tidak jelas) terus ada yang nasional yang 5 tahun terus langsung.
Kalau Opsinya nomor 1 tidak perlu ada catatan pemotongan masa jabatan.
16
KETUA RAPAT:
Jadi dengan 3 gelombang ini yang ini penjelasan yang bawah, tapi kalau 3 gelombang menuju
serentak nasional 5 atau 10 tahun ke depan ini kok.
Kesimpulannya nomor 1, nomor 2 dan catatan yang dibawah itu, yang lain dibuang semua itu.
kita kinta TA untuk bikin simulasinya. Nanti TA yang men simulasi secara koprehensif.
KETUA RAPAT:
Nomor dua 3 gelombang. Yang tadi alternatif kedua coba, coba. Kalau yang nomor 2 ini
adalah.
Kalau kemudian hitungan 2016, 2018, dan 2021 yang jadi masalah kan dari 2016 ke 2021 5
tahun ...(suara tidak jelas) karena jabatannya 3 tahun, kalau kemudian ingin memperpendek motong
posisi setahun akhirnya 2022. Jadi 2022 itu adalah persertanya adalah satu hasil Pilkada 2016 itu
berarti Plt satu tahunan, yang kedua pesertanya adalah hasil Pilkada 2014. Jadi 2018 ke 2022 itu kan 4
tahun.
2021 masuk ke 2022 nasional. Jadi 2022 kita sudah bikin nasional, itu firm di sini, pasti, dari
pada kemudian 5 atau 10 tahunan nanti akan nasional tidak ada undang-undang itu. Makanya kenapa
di sini kalau kita baca Pasal 202 ayat (1) gubernur, bupati, dan walikota yang dilantik pada 2018 karena
jabatannya Cuma 2 tahun maka tidak dianggap satu periode, okelah kalau ini tidak terima maka bukan
2021, bukan 2020 tapi 2021 atau 2022, kita sudah punya serentak nasional di 2022, itu pasti. Dari paad
kemudian kita belum ferm kapan serentak nasionalnya.
INTERUPSI:
Yang 2013?
17
F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):
Tetap saja yang 2017 kan ikut ke 2018. Sekali lagi 2016 itu jalan tengah.
KETUA RAPAT:
Jadi Pak Malik, coba saja dibuat simulasinya, dengan catatan tadi itu, alternatif yang 3
gelombang tidak bisa mengarah kepada nasional, itu yang tadi 3 gelombang, kan ada tadi sudah
dibawah catatannya.
Tergantung simulasinya, dan tidak gampang loh, kan ini kita baru bicara tahun, tahun itu antara
Januari ke Desember itu 11 bulan, dan tidak enteng juga.
Jadi menurut saya disimulasi saja dulu, setahun itu ketemunya setelah simulasi.
KETUA RAPAT:
Jangankan Pak Jokowi Presiden, saya sendiri saja kalau bupati dipotong-potong saya tidak
mau, ini, ini dipotong-potong. Jadi tolong disimulasi yang contoh 3 gelombang ini juga dibagikan
simulasinya. Ini kan sudah sampai kepada bulan-bulannya untuk memperpendek Plt. Jadi 2
kesimpulan ini saja.
Masih ada satu syarat disepakati dulu, mulai tahun berapa, kalau mulainya tidak ketahuan
tidak bisa disimulasi. Kalau kita mulai tahun 2016 bisa disimulasi.
Kalau kita buat simulasi mau ketemu serentak nasional itu yang Pilkada 2015 atau 2016 itu
pada waktu masa berakhir 2021 itu harus berhenti dan itu harus Plt menunggu jadwal pemilu
selanjutnya, baru ketemu itu. Jadi kan begini 2015, 2016 itu jumlahnya kan tadi 272 ya? Kalau kita
ambil satu semester, kalau kita skenario pad tahun tertentu, kita pemilu serentak secara nasional maka
konsewensinya yang pemilu tahun pertama ini gelombang satu ini, itu pada ujung 2021 itu berhenti
semua dulu, tunggu, itu di Plt kan dulu untuk menuju Pilkada. Kemungkinan 2 kali Plt dari gelombang
satu ke gelombang 2 baru kita bisa ketemu satu kali, karena kalau tidak itu tidak bisa, karena ada yang
dipotong dari 5 tahun menjadi 4 tahun, itu dia punya matematika di situ. Saya kira itu matematikanya
pastu 2 kali pemilu kita Plt.
KETUA RAPAT:
Oke disimulasi saja dulu. Atau langsung kita kepada kita lihat sisirannya, bukan besuk ...
langsung kita ambilkan ada yang ...(suara tidak jelas) satu paket dan thrashold apa langsung saja kita,
bagaimana kita langsung sudah apa yang ditampilkan? Ya membuat masing-masing, ini agak pusing
juga nanti. Kalau diselangkan uji publik, ini kita sepakat kemarin sebenarnya uji opublik itu yang kita
maksudkan adalah sosialisasai bakal calon. Jadi uji publik yang maknanya masuk pada tahapan-
tahapan kan begitu, tidak ada panitianya, panitiannya adalah KPU. Jadi Uji publik.
KETUA RAPAT:
Di Provinsi, Kabupaten kota untuk memilih gubernur, bupati dan walikota secara demokratis
dan berpasangan atau paket.
Kalau paket mungkin dipertimbangkan dulu, karema pengalaman, sekian Pilkada yang panggil
itu yang permasalahan itu hanya berapa bisa dihitung jari, karena di struktur pemerintahan daerah itu,
itu sudah ada Sekda dan Asisten, Staf Ahli. Yang selama ini menjadi persoalan karena adanya Wakil
yang mungkin untuk beberapa kasus mungkin bisa adem-adem saja, tetapi dari sekian, saya itu 2 kali
punya wakil pak. Yang kedua itu meninggal satu tahun dan setelah itu Sekda lagi ganti, karena di
dalam undang-undang disitu dapat diusulkan, saya pakai tidak mengusulkan tapi itu tidak ada
persoalan.
Jadi kalau mungkin dari PPP sebaiknya tidak usah ada paket kepala daerah bisa saja dipilih
dan ini sudah dicoba di DKI ya untuk Wakil kepala ddaerah langsung menunjuk sekian hari dan itu
gejolaknya tidak terlalu besar. Dan kapan saja wakil itu bisa diganti, mungkin yang dipersoalkan
apakah perlu ada gaya dengan jumlah penduduk sekian lebih dari pada satu, itu yang mungkin bisa ...
tapi kalau dari PPP mungkin tidak usah paket. Tapi yang pengalaman lebih enak kita tidak ada wakil
pak, lebih cepat kita mengambil keputusan, lebih mudah kita untuk menuju kesiapa diantara pejabat
struktur yang bisa mewakil dan lain sebagainya.
19
Saya kita demikian kalau PPP mungkin ya tidak usah pakai paket itu.
Berkaitan dengan ini saya dari kemarin mengatakan kita ini kan selalu Undang-undang itu
...(suara tidak jelas) dalam artian kalau kasus wakil ada kasus tidak harmonis, langsung kita potong
harus ada wakil, tapi kita kan tidak athu apa persoalannya. Yang kedua perlu diketahui bahwa kepala
daerah itu hasil dari pemilihan rakyat, masyarakat, ...(suara tidak jelas) prediksi bisa mati besuk. Di
Undang Undang Dasar itu Presiden dan Wakil Presiden, saya melihat ini untuk wakil ini penting dalam
rangka untuk legitimasi, itu kalau meninggal 1 tahun atau meninggal 4 tahun.
Kalau begitu kalau ikut konsepnya Pak Malik, konsentrasi saja, jadi tidak perlu otonomi daerah.
Tida ada masalah karena kita negara kesatuan, bisa kita pakai sentral di sini. Kalau kepala daerah itu
melekat kata-kata, kalau masalah kita sampai dia terjadi ini kan kadang-kadang kalau saya melihat
sebenarnya bukan persoalan apa, persoalannya-persoalan rezki saja itu. kalau ada bupatinya yang
bagus, wakil di tempat saya ada 4 tetap berpasangan dan mendukung dia tapi yang jadi ...(suara tidak
jelas) bagus.
Jadi kalau saya berpandangan PKB tetap menginginkan itu karena berpasangan, tapi saya
melihat hanya satu tidak perlu ...(suara tidak jelas) Nasdem itu berpandangan perlu itu tetap
berpasangan. Tinggal masalah ini yang penting diatur oleh pemerintah, tugas wakil itu apa-apa. Diberi
tugas dia, diatur tugasnya, di bidang-bidang apa itu diatur sehingga dia punya tugas, soalnya kalau dia
meninggal ...(suara tidak jelas) itu juga harus dipikirkan, ini persoalan tidak semudah itu. Kami dari
Nasdem kita sepakat untuk mengusulkan untuk tetap ada wakil, tapi wakil cukup satu, tidak dua, tiga
yang diamanhkan Perppu itu.
Itu saja pak yang berkaitan dengan itu. Tadi itu sebenarnya itu tadi kelibet Pak Malik tadi PKB.
Kemarin ini sudah diputar, masih ada pandangan-pangannya, sebentar. Aga tidak ininya ya?
Sudah, jadi kalau disini diputar 2 kali ...(suara tidak jelas) supaya menghemat waktu saja
begitu maksud saya. Karena di Undang-undang Pemda itu bunyinya seperti apa kemarin ya? Partai
Golkar yang kemarin ...(suara tidak jelas)
KETUA RAPAT:
Undang-undang Pemda itu bahwa boleh satu sesuai dengan jumlah penduduk, tapi tidak
dipilih. Jadi kesimpulan kemarin, kesimpulan sementara itu ...(suara tidak jelas) oleh Pak Malik
Haramain, ini ada orang dari sini. Intinya adalah berpasangan, soal pasangan disini adalah satu
bagaimana cara untuk mengurangi ketidakserasian antara harus mencari payung hukum, misalnya
payung hukumnya dibagi tugas, apa tugas ...(suara tidak jelas) yang kedua adalah dalam rangka
dibuat berpasangan yang soal saiapa harus dicari modelnya ada payung hukum yang akan mengganti
jika berhalangan tetap yang diatasnya, kepala daerahnya. Apakah otomaticly, kalau otomaticly
selamanya ini do sorong-sorong ada citra, itu dari Golkar juga menyatakan ada komunikasi, ada
20
perasaan ya kalau jatuh yang diatas dianggap otomaticly yang akan, itu bagaimana cara mencari jalan
keluarnya.
Terus diusulkan lagi kalau di Perpu itu, wakil yang ditunjuk tadi lebih dari satu sesuai dengan
jumlah penduduk, ada usulan lebih lanjut bahwa berpasangan ini, boleh saja sesuai dengan jumlah
penduduk, pasangannya ini lebih dari satu, begitu kan asal kita buat ketentua-ketentuannya. Ini
kemarin sampai di situ. Sekarang kita ambil kerangkanya bagaimana kalau Pak Lukman Edy sama Pak
Malik Haramain sesuai jumlah penduduk kita perbincangkan jadi wakil lebih dari satu dipilih juga kan
yang kemarin.
Kalau tidak dipilih paket jadi clear, artinya diangkat bahwa kalau kepala daerah berhalangan
maka si wakil tidak bisa menggantikan secara otomatis. Karena itu kemudian mekanismenya dipilih
oleh DPRD. Kalau dipilihh secara paket hal selanjutnya ada 2. Satu ...(suara tidak jelas) jadi akalu
wakilnya berpasangan dan wakilnya satu maka clear tidak ada masalah. Kepala daerahnya
berhalangan otomatis ...(suara tidak jelas) yang jadi masalah kalau kemudian kalau dipilih berpasanga
wakilnya lebih dari satu, maka Undang-Undang itu harus menyiapkan payung hukumnya,
mekanismenya seperti apa kalau kemudian kepala daerahnya berhalangan, jadi itu saja.
Salah satunya mungkin jangan dipilih langsung lagi ketua untuk memilih wakil kita masih
DPRD, bagaimana cara memilih DPRD nya mungkin wakil-wakil yang lebih dari satu itu diusulkan oleh
pengusungnya atau seperti apa itu saja.
Saya kira kalau paket itu, ini kan kita partai, partai meminta paket karena ada koalisi, apalagi
kalau nanti thrasholdnya jadi 20 atau 25 atau 30 itu pertama, yang ini adalah gawenya pilkada ini
gawenya partai, karena itu tinggak paket.
Kemudian yang kedua adalah pilihan tadi itu apakah wakilnya lebih dari satu, kalau wakilnya
dua berdasarkan jumlah penduduk ya ini tinggal dicaruikan apa namanya payung hukumnya, dan
logikanya saya kira logika publiknya harus dilibatkan disitu. Dulu pernah terjadi itu satu orang wakilnya
dua tapi 2 paket, dipilih DPRD dulu, jadi satu orang temannya Pak Arif ini Hendy itu satu Wakilnya dari
Partai A, paket yang kedua dia wakilnya dari Partai B, jadi satu orang Bupati wakilnya 2 dan 2 paket
jadi ada 3 paket musuhnya satu. Kemudian dia orangnya ...(suara tidak jelas) kalau ini dibalik malahan
satu wakilnya, dua bareng-bareng. Jadi kira-kira gambarnya seperti apa, kalau satu orang wakilnya dua
apalagi tiga, lalu ini dalam pemilihan langsung.
Ini saya kira perlu ada diskusi yang lebih pajang berdasarkan ini, kemudian lalu mekanisme
berikutnya kalau terjadi pergantian. Kemarin Pak Prof. Ramlan itu menawarkan cara yang lain,
21
tahapannya berbeda kalau Bupati atau orang pertama itu ditetapkan dulu setelah itu baru orang
pertama itulah yang memilih calon wakilnya, sehingga dengan demikian itu tetap ada satu kesatuan,
karena itu adalah dia adalah gandengannya dari yang nomor satu, habis itu lalu tidak otomatis karena
dia itu adalah dipilih oleh orang pertamanya, maka orang kedua kalau mengganti orang pertama ...
tetap tidak otomatis tapi harus ketemu melalui pilihan, Cuma pilihannya melalui DPRD, kira-kira begitu.
Pilihan kita yang pertama saya kira kita sepakati dulu itu tadi adalah pilihan kita sebagai orang
partai itu kita ingin pasangan.
Tambahan kalau melihat paket, asal muasal wakil dipilih dua kan karena regional, sekarang
Perppu yang dianggap akan direvisi, toh tidak menyalihi juga karena revisinya paket adalah yang dipilih
oleh masyarakat dengan Perppu itu 2 wakil, tanpa ...(suara tidak jelas) pemilihan wakil diangkat dan
kalau ini kan langsung, lebih baik kita kembalikan kepada asalnya artinya paket tetap satu paket tapi
wakilnya satu, itu yang memungkinkan lebih nyaman mungkin, seperti Nasdem lah katakan, saya garis
bawahi itu, karena pengalaman berpasangan, berpaketlah.
Sebetulnya dipilih paket, lebih dari satu wakilnya kompromi biar maksudnya Mas Fandi ndak ...
di Perppu itu kan lebih dari satu tapi diangkat, kalau kita paket lebih dari satu itu biar tidak terlalu ini
saja.
Yang kedua pimpinan, begini itu masalah kalau ada pergantian, sekarang bagaimana
kemudian menentukan calon lepas dari satu atau lebih dari satu, untuk meminimalisir kemungkinan
Disharmoni. Makanya kemarin saya susun begini, ketika si calon resmi diusung oleh partai atau
golongan partai setelah diusung maka diberi kuasa oleh partai atau gabungan partai untuk mengangkat
atau untuk menunjuk calonnya baru kemudian dinyatakan ditarik. Jadi partai politik atau gabungan
partai politik pertama dia resmi mengusung calon kepala daerah. Setelah resmi diusung maka si calon
kepala daerah terusung ini mengusulkan calonnya, wakilnya.
Mekanismenya bisa dia kalau wakilnya satu maka dia mengusulkan satu dan harus disepakati
oleh partai dan pengurus partai, lalu kemudian ditetapkan oleh partai. Karena begini pak, kalau
kemudian partai dan gabungan partai pengusungnya yang mengusulkan itu kembali lagi disharmoni
pak, karena orang yang diajukan sebagai calon itu munculnya tidak dari si calon ini, munculnya dari
partai, tapi kalau munculnya dari calon berapapun itu orangnya clear. Jadi begini dari partai atau
gabungan partai menentukan siapa salah satu diantara calon wakil yang diusulkan oleh si calon itu.
Sedikit, kalau bicara bisa ...(suara tidak jelas) ada. Apapun pilihannya adalah satu paket
seperti selama ini, pilihan kedua adalah seperti ...(suara tidak jelas) saya jadi Bupati terpilih saya bebas
memilih, pilihan kedua adalah, pilihan yang ketiga adalah pasangan yang kemarin sebelumnya kita
bahas, wakil saya bisa satu, dua, tiga, semuanya berpotensi disharmony itu sudah pasti.
Contoh yang pertama kalau saya memilih sendiri wakilnya. Disharmoninya adalah saya akan
semena-mena memilih wakil karena setelah dilantik atau sebelum memang, ketika saya diputuskan
oleh KPU resmi jadi, calon Kepala Daerah maka yang ada di kepala saya sebagai kepala daerah saya
harus 2 periode, umumnya begitu kita harus jujur. Ketika ada di kepala saya 2 periode maka yang ada
di kepala saya adalah saya harus cari wakil jangan menjadi pesaing, itu yang saya sampaikan,
misalnya teman-teman PDIP di Jakarta. Ahok tidak mungkin ...(suara tidak jelas) berpotensi ngalahin
Ahok di 2017 karena Ahok gak Cuma bilang menjadi ...(suara tidak jelas) artinya begitulah, artinya
22
begitu. Begitu juga sistim paket selama ini ada, tetap juga sebetulnya mas, dengan pasangan calon
juga ada, jadi semuanya sebetulnya ada, jadi kembali kepada orang, kepada sistem, kepada kita
masing-masing parpol, jadi tidak bisa masuk lagi, memang semua ada, tinggal kita bagaimana
meminimalisir.
Waktu itu sama Malik, waktu tidak pernah kita dukung jadi gubernur. Misalnya begini, partai
politik ini berkoalisi dalam undang-undang istilahnya gabungan partai politik, kalau yang diusulkan
masing-masing ...(suara tidak jelas) kan kembali seperti dulu, bupati, calon bupati dan wakil bupatinya
dipilih, sama-sama dipilih. Tapi kan ada problem legitimasi yang sama itu, yang dari segi politis sama-
sama merasa kuat apalagi masing-masing adalah simbol dari masing-masing partai, ini gak gampang
memang.
Nah yang kedua kita hanya memilih bupatinya saja, wakilnya kemudian ditunjuk bupati, tetapi
kan sebenarnya di bawah ...(suara tidak jelas) politik juga. Pak Lukman Edy, kalau Pak Lukman saya
dukung jadi bupati nanti memang, wakilnya harus dari kita loh ya? Sampeyan tunjuk dari kita loh? Oke,
kan begitu jadi kan tidak semena-mena juga, tetapi ada ...(suara tidak jelas) politis sebenarnya wakil
dan yang bukan wakil tadi. Karena merasa sama-sama dipilih, lah ini yang terjadi di kita begini.
Makanya kemudian bagaimana caranya supaya pemerintahan ini efektif, tidak ada problem konflik
meskipun ditunjuk kok tetap ada konflik, meskipun Pak Lukman Edy ini jadu bupati ini karena dipilih,
yang ngangkat wakilnya atas dasar penunjukan, tapi wakil ini kan digaransi oleh partai kualisi, gak
mungkin mau semena-mena kira-kira begitu.
F-PKS (Dr. H. SA’ADUDDIN, MM):
Tapi juga belum jaminan pak, ketika dia dipilih dibelakang publik, artinya kan pemilihan kalau
dia misalnya paket, tidak ada jaminan dia akan ...(suara tidak jelas) itu.
Bisa jadi, yang namanya partai itu kan enak sudah jelas koalisinya.
Kalau begitu berarti integritasnya di koalisi tidak dapat dipertahankan itu, sejak awal sudah
menipu dari kesepakatan kan?
23
F-PD (Ir. FANDI UTOMO):
Kalau di Perppu itu justru antara bupati dan wakil itu, kalau bupatinya lengser, wakilnya lengser
itu otomatis. Artinya koalisi partai justru kuat disitu, makanya yang diusulkan itu hanya bupati lagi, nanti
dia bupatinya memilih wakil lagi.
Kalau di Perppu tidak lengser, ...(suara tidak jelas) otomatis, tidak otomatis jadi ...
Jadi tergantung bupati yang menggantikan nanti dipilih lagi tidak begitu kan.
Sebetulnya inti dari pada wakil itu mengantisipasi ketika sang bupatinya dalam keadaan
mangkat, dalam keadaan ...(suara tidak jelas) kita kan tidak pernah tahu itu. makanya kalau tidak
pernah tahu itu antisipasinya dibuatkanlah wakil, kecuali tadi ketika wakilnya meninggal tidak usah
diganti itu persoalan lain.
Sebetulnya kalau saya itu, seperti Perppu itu, sebaiknya tidak usah dipasang wakil lagi, kan
ada wakil, tidak ada wakil tak berpengaruh kalau itu Perppu, karena beban tugas itu ...(suara tidak
jelas) kan bisa dipilih, kalau kita mau kembali kepada itu pemilihan, kemudian kita sepakat, sudah
sepakat kita paket tidak?
Saya usul ketua, kkalau kita mau jujur paket itu memang ini kepentingan partailah untuk
menebar kadernya sebanyak mungkin, jadi kepala daerah, calon-calon Habibie dan sebagainya,
akhirnya muncul hampir semua itu berkonflik, konflik itu kepala daerahnya ingin 2 periode, wakilnya
periode berikutnya saya ingin calon kepala daerah, munculah konflik, yang wakilnya kepingin jadi
kepala daerah 5 tahun berikutnya, kepala daerahnya ingin 5 tahun lagi tambah, muncul konflik. Saya
kira kalau alasan ini saya kira bisa cari jalan tengah ketua, artinya kalau misalnya tidak paket, tetapi
wakil itu ditunjuk oleh kepala daerahnya saya agak tergoda juga Mas Arif tado bilang pasti ada
negosiasi di bawahnya, gak mungkin ini, pasti. Apalagi kalau thrasholdnya dinaikin, tidak mungkin ini
orang. Kepala daerah ini bisa calon kalau thrasholdnya tinggi, sendirian tidak mungkin, tidak ada yang
mungkin partai berangkat sendiri, harus koalisi untuk bisa maju dalam pemilihan kepala daerah. Nah
begitu thrasholdnya tinggi harus ada koalisi tentu harus ada negosiasi di bawah.
Saya kira ini menarik, partai politik itu lebih terbela Pak Mujib, artinya kadernya masih
dititipkan, kasusnya ya ...(suara tidak jelas) sebagai wakil.
24
F-PDIP (ARIF WIBOWO):
Apalagi kalau lebih dari satu wakilnya, itu masing-masing partai bisa dapat 3 wakil semua itu.
Jadi 0 sampai 5 juta dinaikkan, supaya kita bisa menitipkan ke partai. Yang kedua 0 sampai 5
juta satu orang wakilnya, 5 juta sampai 10 juta 2 orang wakilnya ada di Perppu, saya kira cocok itu
ketua, apalagi diangkat.
KETUA RAPAT:
Yang ditunjuk oleh kepala daerah, apa gubernur kan ditunjuk, apa susahnya dia dengan
Sekneg, apa bedanya dengan Asisten yang ada di ...(suara tidak jelas) apa bedanya.
KETUA RAPAT:
Tugas dan tanggung jawabnya membantu bupati, ...(suara tidak jelas) dilantik saja adalah
dilantik oleh bupati.
KETUA RAPAT:
25
Ini, ini ada tugas wakil bupati yang ditunjuk.
Maksud saya begini, bedakan dengan tugas Sekda, begitu loh supaya enak kita, oh ternyata
sama, berarti tidak ada gunanya.
Kalau saya begini, menangkap apa yang disampaikan oleh Pak Lukman, sama juga itu pasti
terjadi konflik juga. Yang kedua secara psikologis bupati ...(suara tidak jelas) kebawahnya pemimpin,
kalau memang ini diatur tugasnya saya tadi bilang, kalau wakil itu diatur tugasnya jelas, ya ini
konsekwensi lah itu kalaupun terjadi, tapi sebenarnya tidak mungkin wakil itu tidak sekuat untuk, paling
ya tapi tidak menganggu jabatan kita. Cuma ya ikut-ikut itu, tapi tidak menggangu jalan pemerintahan,
makanya saya melihat, saya beranggapan, menginginkan tetap satu, kalau sampai 3 wakilnya, oh itu
waktu sama wakilnya tidak berantem.
Pimpinan, sebetulnya kalau kita lihat Perppu pasal 167, 168, 169, 170, 171 sudah lengkap
yang wakil, ini kan mengatur tentang wakil. Jadi yang pertama adalah bahwa wakil lebih dari satu. Jadi
si Kepala Daerah setelah dilantik satu bulan maka kurang lebih satu bulan dia memilih orang, kalau
bupati maka menunjuk orang, kemudian melalui gubernur yang ...(suara tidak jelas) kan begitu, kalau
aman lebih aman ini, kalau wakilnya dua maka dia menggangkat ...(suara tidak jelas) ini melalui dan
sebagainya-dan sebagainya itu. Sebetulnya kalau dilihat dari Cabonisdis harmonisnya, maka
sebetulnya mekanisme di Perpu ini jauh lebih aman ketimbang paket, tapi persoalannya kemudia
adalah bahwa ini adalah wilayah politik, ini ranah politik, mungkin bukan karier. Karena itu proses
legitimasi politiknya harus sama, nah kalau mekanisme tentang ini, ini sudah clear, jadi wakil kepala
daerah menurut Perppu ini kalau kepala daerah berhalangan ...(suara tidak jelas) itu sudah clear di
sini. Makanya kemudian ...(suara tidak jelas) kalau kita setuju dengan bahwa wakil itu tidak dipilih paket
clear itu sudah bagus. Tapi kemudian karena dipilih paket itu yang harus ...(suara tidak jelas)
Perppu ini mengatur sejak pendaftaran sampai pelantikan, setelah pelantikan itu baru ...(suara
tidak jelas)
Sebetulnya karena kita dengan sistem undang-undang yang baru rekruitmen peminpin ini
kurang. Sebetulnya orang yang betul-betul mempunyai tracrecord yang baik ...(suara tidak jelas) ya
orang dimana pasti milih dia, orang butuh wakil kok, tidak mungkin semua bisa dikerjain sendiri semua
butuh wakil.
Terus yang kedua kalau dia ...(suara tidak jelas)
Jadi kalau saran saya kalau kita berfikirnya jernih, jadi jangan ngotot itu harus wakil dimana-
mana, itu bohong ...(suara tidak jelas) saya ini jadi bupati tanpa wakil dulu, kemudian ada wakil dari
Mendagri, alu ditunjuk wakilnya, makanya dulu wakil itu dari PNS. ...(suara tidak jelas)
Jadi kalau saran saya mas, wakil itu pasangan saja (... suara tidak jelas)
26
WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):
Kemarin kita terakhir putar, putar, putar, hanya menemukan payung hukum saja, ini kalimat
sudah begini kemarin, berpasangan tinggal cari payung hukumnya...(suara tidak jelas)
Memang kalau berpasangan wakilnya lebih dari satu itu agak pusing juga ya? karena artinya
ini masalah legitimasi wewenang, karena kan ada hubungannya dengan otonomi daerah, nah itu kalau
memang konsepnya berempat begitu kan, bertiga kan lucu juga. Sehingga artinya ada konsekwensi
kalau misalnya tidak berpasangan wakil bisa satu, dua, tiga, tapi kalau berpasangan semua orang
merasa punya legitimasi dalam pilkada, sehingga nanti carut-marut di masalah wewenang.
Ini Bu Diah pengalaman begitulah kira-kira, sudahlah ini pokoknya berpasangan, paket sudah,
itu saja dulu nanti soal yang berkembang kita bicarakan lagilah.
Mengulang kondisi yang memang selama ini menjadi persoalan dalam pemerintah daerah, jadi
kalau kita kembali berpasangan itu nanti masyarakat itu menilai apa-apaan ini kita, kalau kita tanya
calon kepala daerah, jadi mau maju setelah undang-undang ini, itu secara umum mereka tidak mau
ada masalah. Karena pengalaman yang ada itu selain memang tidak efektif itu kalau tadi rumusan
tugas yang diatur di Undang-undang Pemda terhadap tugas wakil itu dari dulu, dari dulu begitu
bunyinya, tapi aplikasinya ...(suara tidak jelas) sementara tugas-tugas yang selama ini yang diberikan
kepada wakil ...(suara tidak jelas) bisa diselesaikan oleh asisten. Kalau dulu masih Orde Baru itu yang
dipilih Kepala Daerahnya saja, wakilnya itu diserahkan Kepala daerah atau ketua DPR yang memilih.
Dalam Perppu ini kan kepala daerahnya yang mengusulkan dan juga melantik.
Jadi kalau menurut hemat saya sebainya tidak usah berpasangan, karena kalau berpasangan
kita mengulang cerita-cerita lama yang itu. Tanpa wakil nanti wakilnya sesuai Perppu itu diangkat. Ada
wakil tetapi tidak satu paket dalam pemilihan, karena kalau satu paket, tidak ini kan pengalaman-
pengalaman.
KETUA RAPAT:
Ini kita juga susah mengatakannya ini, sudah kebiasaan bahwa wakil itu membantu ...(suara
tidak jelas) ini tidak ada sama sekali wakil bupati yang tidak cocok hati adalah ...(suara tidak jelas)
Minta maaf Pak Ketua, tadi kalau kita baca tugasnya itu, itu sebenarnya dulu sudah begitu,
sekarang itu diberikan itu tetapi kan kita juga tahu bahwa tadi Pak Edy singgung siapa nanti yang
berpartisipasi, ada biasanya partisipasinya ...(suara tidak jelas) kemudian faktor-faktor pelayanan juga
ikut, kemudian ujung-ujungnya utu menganggap rezeki padahal paket rezeki yang sebenarnya kalau
kita pakai aturan-aturan main itu jelas. Tetapi kan manusia, tetapi kalau dia sudah tahu bahwa saya
lebih tokoh dari pada ini, cuma karena waktu itu ini ada prosentasi partai koalisa itu yang ditanya
...(suara tidak jelas) lalu pengalaman kalau ini lagi kita ulangi menjadi persoalan-persoalan ...(suara
tidak jelas) pemerintah tidak akan efektif.
27
F-PG (Drs. H.A. MUJIB ROHMAT):
Pak Ketua, yang pertama ini adalah wilayahnya, wilayah politik, itu ada di dalam domain politik
untuk kepentingan ini, itu memang peran partai politik ya memang sangat tinggi, keputusan Pilkada
atau Pileg ini. Yang kedua adalah soal legitimasi, kalau ini pilihanya langsung kemudian wakil bupati itu
hanya ditunjuk maka legitimasinya itu sangat kecil. Dan nanti posisinya betul-betul menjadi posisi
membantu, asistensi padahal yang asistensi itu adalah sudah ada yang namanya birokrasi, dan itu
yang akan membantu ...(suara tidak jelas) sesuai kompetensinya. Sedangkan ini adalah sewaktu-
waktu terjadi sesuatu baik itu permanen maupun tidak permanen, wakil ini adalah mewakili pimpinan
daerah, sehingga dengan demikian legitimasinya jauh lebih tinggi apalagi kalau ini adalah pilihannya
pilihan langsung, kalau pilihannya pilihan bukan langsung barangkali bisa saja tidak membutuhkan
legitimasi yang tinggi karena ini adalah pilihan langsung tentu kita berharap itu tetap bisa tarteg supaya
mendapat legitimasi yang tinggi. Soal kemudian tidak harmonis atau terjadi disharmonis maka memang
berbeda-beda ...(suara tidak jelas) masing-masing, kalau mungkin karena intensitas dari partai
politiknya itu ketika ...(suara tidak jelas) bagus saya kira masih bisa di pertahankan dengan baik masih
dalam kontrol partai politik.
Ini yang saya kira menjadi sesuatu yang sangat menentukan untuk kepentingan kita jadi
karena itu kita sepakat kalau ini adalah paket. Nah diskusi berikutnya adalah tentang paket yang tadi
langsung itu bagaimana kalau ...(suara tidak jelas) dari satu nah itu kita yang kemudian mencari
referensi kita mencari penguatan terhadap paung hukumnya dan bagaimana kira-kira jangan sampai
misalnya disarmini itu akan semakin tinggi kalau lebih dari satu, nah itu yang mencarikan cara supaya
di 2 atau 3 paket itu sesuai dengan jumlah penduduk itu yang menjadi diskusi kita carikan referensinya
yang lebih logis, lebih kuat jangan sampai menimbulkan justru disharmoninya semakin tinggi dari
jumlah yang lebih dari satu itu.
Saya kira putarannya kalau kemarin Pak Mustafa Kamal tadi bilang menjelaskan kemarin
sudah pernah diputar segitu ya barangkali kita sepakati sesuai dengan apa yang pernah kemarin kita
sampaikan.
Terima kasih ketua.
Contohnya yang dimasukkan dalam hal ini dan seperti apa yang saya sampaikan bahwa
dengan adanya wakil itu merupakan cek and balance jadi saling mengingatkan, saling mensuport dan
sebagainya. Dan ini kalau disadari oleh wakil, karena saya pernah jadi wakil juga itu tidak ada
permasalahan. Tetapi kalau seorang wakil ini seolah-olah bertindak sebagai kepala daerah ini yang
menjadi masalah. Majunya dianawaitunya sebagai wakil tapi setelah duduk ingin menjadi krpala daerah
ini yang menjadi pangkal pokok permasalahannya. Karena sehingga menjadi ...(suara tidak jelas)
pertama.
Yang kedua yang juga perlu kami sampaikan bahwa jadi dengan adanya.
Jadi kalau begitu kita tinggal minta payung hukumnya dibuat ini.
28
F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):
Yang kedua juga begini, ini ada cerita, tetapi saya tidak tahu kaena sampai sekarang belum
ada bukti konkrit masalah ini bahwa dengan adanya dengan tidak ada wakil ini adalah upaya-upaya
dari yang non partai politik ini untuk memperkecil peran partai politik. Karena kita tahu ada orang politik
dan orang yang nanti politik. Nah non politik itu menganggap bahwa kenapa kepala daerah-kepala
daerah ini dikuasai oleh partai politik sedangkan saya ...(suara tidak jelas) bahwa yang namanya
pemerintah itu adalah domain dari partai politik dimana bunyi ideologi, dimana mempunyai sasaran,
dimana mempunyai target, sehingga ...(suara tidak jelas) logis apabila kepala daerah dan wakilnya ini
diduduki oleh orang politik. Makanya di awal-awal kita tahu juga yang namanya wakil nantinya akan
diisi bukan rabut tapi gonrongsional. Yang diharapkan tentunya bukan yang orang politik, kenapa
kemudian ada desakan dari orang politik ini artinya menjadi ...(suara tidak jelas) orang yang politik
juga. Dengan ...(suara tidak jelas) bahwa dengan tidak ada wakil ini mengerdilkan arti partai politik di
dalam pemerintahan kita ini, sehinggasaya atas nama orang-orang politik ini dudukan juga bahwa
...(suara tidak jelas) partai politik sesuai dengan ...(suara tidak jelas) sehingga ada wakil yang dari
dalamnya ini, sehingga kami berpandangan bahwa kepala daerah dan wakilnya ini adalah domain
partai politik sehingga harus berpasangan.
Terima kasih.
Sebelum ini, kita ketok dulu atau kita lanjutkan kemarin yang sudah diketok sebelumnya, ini
kan bagian dari usulan kita untuk dirubah, kalau nanti misalnya pemerintah ngotot itu di drop ya nanti
kita dengar alasan pemerintah itu apa kan? Saya dengan kan ada kajian-kajian komprehensif tentang
konflik yang selama ini ditimbulkan akibat dari paket itu. Tapi ...(suara tidak jelas) lain dari bagian usul
kita. Tapi sebelumnya paling tidak ada catatan-catatan mesti kita jaga, misalnya begini pak, soal
pertimbangan konflik dengan wakil. Kalau ditunjuk pasti tidak ada konflik dengan wakil, ya
menguranggi lah ya? mengurangi konflik dengan wakil, kalau yang menunjuk kepala daerah
mengurangi konflik dengan wakil, artinya paket itu kemungkinkan untuk konflik itu lebih besar dari pada
ditunjuk.
Yang kedua partai politik misalnya ya karena partai politik berfungsi sebagai rekruitmen
...(suara tidak jelas) kepemimpinan daerah dan kepemimpinan nasional, maka kita punya kepentingan
untuk kita menebar ...(suara tidak jelas) kita. Nah kalau soal paket dan ditunjuk kesempatannya sama
peran partai politik itu untuk menempatkan, untuk komunikasi perannya sama ketika berpaket kita bisa
langsung masuk sebelum pemilihan, ketuka ditunjuk kita juga bisa masuk partai politik setelah
pemilihan.
Yang ketigalegitimasi, kalau legitimasi memang paling kuat itu dipilih dengan paket, dua-
duanya punya legitimasi, tetapi karena dua-duanya punya legitimasi yang kuat ini juga menimbulkan
konflik, kuat untuk menimbulkan konflik sama-sama dipilih oleh rakyat. Nah justru kalau itu
legitimasinya itu di kepala daerahnya, wakilnya karena kurang legitimasinya tidak berani melawan
kepala daerah, akhirnya begitu kemungkinannya.
Yang keempat soal kerjasama dan pembagian kewenangan. Kalau paket, kalau beranggapan
dalam soal ini kepala daerah itu tidak boleh berbagi kewenangan dengan wakilnya, bagaimana
mungkin kepala daerah membagi kewenangan dengan wakilnya, wakilnya itu adalah menjaklankan
kewenangan kepala daerahnya, kalau kepala daerahnya berhalangan, baru dia menjalankan
kewenangan kepala daerah, tapi tidak boleh berbagi, karena tanggung jawab penuh itu tetap di kepala
daerahnya. Oleh sebab itu soal kerja sama ...(suara tidak jelas) kewenangan ini menurut saya ditunjuk
itu jauh lebih bagus dibanding paket kalau soal kerja sama dan pembagian kewenangan.
Saya kira itu saja Pimpinan pertimbangan kami, tapi saya setuju itu untuk dilanjutkan.
29
WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S./F-PKS):
Oke kita lanjut saja ke poin kedua, kita minta Tenaga Ahli kita ini untuk menyelesaikan payung
hukumnya ini, artinya di Undang-undang Pemda ini harus ada ...(suara tidak jelas) terkait pasangan-
pasangan paket ini. Yang tadi saya kira satu saja ya? karena di sini memang tidak ada penjelasan lebih
lanjut tentang berapa pasangan.
Melengkapi saja pak mengenai tugas wakil anggaran dituliskan dalam Perppu itu diekplor lagi
apabila berpasangan atau tidak berpasangan satu atau lebih wakilnya, karena itu kan nanti ada
korelasinya kecenderungan kesatu.
Ya ibu yang mengusulkan, tapi biasanya ya sudah satu saja. Nanti kan pemerinah punya
tandingan kita nanti berdiskusi lagi supaya kita bisa selesaikan ini sebagai satu rancangan usulan. Oke
kita lanjut kemudian yang belum uji publik.
KETUA RAPAT:
Uji publik ini ...(suara tidak jelas) kita garis miring sosialisasi, sebab dengan kata-kata uji publik
ini harus ada skors.
Sedikit ketua nambahkan, sosialisasi atau yang kemarin dicantumkan uji publik, kemarin saya
menyampaikan bahwa sebaiknya di ranah partai, bukan di tahapan pemilu, ternyata di lapangan ini
juga ketika menjadi tahapan pemilu menjadi perdebatan seperti kemarin juga diterangkan di dalam
kesimpulan kalau tidak salah, pada waktu itu bahwa nantinya pendaftaran ada 2 kali. Yaitu pendaftaran
sebagai bakal calon, dan yang satu adalah pendaftaran sebagai calon yang sudah terpilih. Di dalam
pendaftaran bakal calon itu satu partai bisa mengirimkan 5 sampai 10 terserah partainya. Tetapi kalau
nanti menjadi calon itu menjadi satu. Kenyataan di lapangan yang sering terjadi adalah ketika
seseorang yang mempunyai kemampuan baik iti finence, baik itu pengetahuan, baik itu di dalam
memanage suatu daerah ini ikut data di dalam suatu partai, sebagai bakal calon di partai, tetapi partai
mempunyai keputusan sendiri yang dipilih adalah A katakanlah begitu, dia tidak terpilih, yang terpilih
biasanya dia itu datang di Partai lain atau dengan masyarakat. Kalau kenyataannya dia kalau harus
mengikuti pendapat sebagai calon kemudian nantinya tidak terpilih, karena yang dipilihnya hanya satu
apakah diperbolehkan untuk datang sebagai calon dari katakanlah masyarakat sebagai ...(suara tidak
jelas) atau diusung oleh partai yang juga memenuhi thrashold, karena partai yang itu belum
mempunyai calon yang mumpuni, apakah diperbolehkan, ini yang terjadi di lapangan pertanyaan
seperti itu yang kebanyakan nantinya juga ada.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
30
F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):
Ya, jadi apakah boleh menjadi perseorangan? Karena ...(suara tidak jelas) 2 hari yang pertama
dia datang sebagai bakal calon, kemudian di uji publik serta intensitas pemilih, dia berika ke calon
perorangan karena pada waktu awal.
Dengan sendirinya kan tidak bisa, karena sosialisasi bakal calon, begitu dinyatakan lulus dia
tidak bisa pindah. Yang bakal calon itu yang lulus.
Ya itu permasalahannya, tetapi pada waktu yang kemarin, pemilu kemarin kan karena itu
partai, karena masih di uji publik oleh partai, dia bisa untuk ...(suara tidak jelas) karena yang dapat di
KPU hanya satu pasangan atau satu orang, dulu kan banyak, banyak yang terjadi karena kita tahu juga
bahwa di daerah ini orang yang kompeten, orang yang mampu itu lebih sedikit dari pada di kota besar,
sehingga nantinya ...(suara tidak jelas) 2 orang atau 3 orang yang kompeten-kompeten itu kebetulan
satu partai ini nantinya menjadi yang kalah di pemilihan awal belum dari masyarakat. Saya kira itu
terima kasih.
Jadi kita kemarin apa ya, lebih pada ke sosialisasi bukan seperti ujian begitu.
Kita sepakat dulu, yang dimaksud uji publik atau sosialisasi atau apapun namanya sebetulnya
kita harus ...(suara tidak jelas) yang berhak jadi pasangan, atau Gerindra masih boleh 3 atau 4 itu dulu
sudah iputuskan masuk tahapan ini, kalau sudah diputuskan ya tidak mungkin dia pindah ke
independen. Jadi tergantung tahapan uji publik ini kapan waktunya?
Kalau di Perppu di sosialisasi ini, satu partai itu 2 atau 3 atau bahkan 5.
Partai atau gabungan partai, itu dulu disepakati. Terminologinya dulu disepakati.
Saya berpikir lagi tentang uji publik ini Pak, jadi ini sebetulnya akan ada suatu proses intervensi
dari publik terhadap penjaringan atau penyaringan dalam partai politik. Nah tentang mekanismenya
bagaimana inikan yang susah menggabungkan 2 dunia ini. Dunia kepentingan politik partai dengan
31
dunia LSM. Itu yang harus direview lagi apakah proses penyaringan ini kita membangun ruang
intervensi dari luar dalam rangka partai politik.
Jadi sebenarnya kalau tidak ada pakai kata pangkal lagi, sosialisasi calon sudah selesai itu.
Sosialisasi calon saja selama satu bulan.
Betul.
Bukan, bukan cuma dapat rekomendasi dari partai saja. Sudah ditetapkan oleh KPU, begitu
calon. Hati-hati. Yang namanya calon itu sudah ditetapkan oleh KPU.
Ibu Diah tadi kan menegaskan bahwa ini ranah kepentingan partai politik ya sudah, calon ya
kan ditetapkan tapi kita sekarang ini membuka diri bahwa calon kita itu disosialisasikan supaya dia
...(suara tidak jelas) masyarakat. Apakah begitu ada catatan di masyarakat partai politik boleh
perbaikan? Nah ini pertanyaan berikutnya.
Kalau sudah masuk bakal calon…partai, tidak bisa lagi kecuali dia tadi mengundurkan diri,
meninggal atau pidana dan lain sebagainya.
Sedikit Ketua.
32
Ini tanggapan yang dilakukan oleh KPU pertama adalah pendaftaran bakal calon kepala
daerah. Yang kedua, uji publik, yang ketiga pengumuman pendaftaran calon kepala daerah ini. Jadi
ada beberapa … (suara tidak jelas) pasti kan ini harus….
Pimpinan, jadi setelah ditetapkan oleh KPU kemudian sosialisasi puncaknya itu artinya tidak
perlu partai politik menjaring bakal calon. Kenapa namanya bakal calon karena dulu ...(suara tidak
jelas) publik sekarang kita buka sosialisasi. Dari sosialisasi itu kemudian partai politik dapat masukan
tentang calon yang dia lempar ke publik. Karena itu status bakal calon itu boleh partai politik atau
gabungan partai politik mengumumkan lebih dari satu bakal calonnya. Setelah bakal calon dan
sosialisasi selesai, baru masuk pendaftaran calon. Jadi kalau pendaftaran calon itulah kemudian saran-
saran semuanya itu terpenuhi ditetapkan oleh KPU lalu kampanye.
Iya.
Dan langsung oleh KPU diumumkan nama ini …(suara tidak jelas)
Ketua ini tadi jam 22.30 sesuai Tatib harus selesai ini.
Oleh si pembuat undang-undangnya dulu, Pak Agun, Pak Arif, dan segala macam itu, uji publik
itu menjadi penting. Kenapa, itulah untuk menjaring agar partai politik tidak sembarangan merekrut
bakal calon. Alasannya itu dulu. Tapi kalau forum ini menganggap bahwa tidak perlu uji publik,
kemudian ganti sosialisasi ya tidak masalah. Cuma Ketua, peraturan KPU yang sudah dibuat itu sudah
selesai tinggal mengesahkan. Ada aturan yang ketat tentang seperti apa bakal calon itu. Yang pertama
salah satu syarat bakal calon itu bahwa partai politik yang sudah memenuhi ambang batas 20%. Partai
politik atau gabungan partai politik 20% itu boleh mengusung bakal calon lebih dari satu boleh. Apakah
kemudian berubah ketika penetapan pencalonan? Tidak boleh berubah, kalau berubah berbahaya Pak
Riza. Berbahayanya kenapa? Kalau kemudian bakal calon yang diusung itu hanya satu, kemudian
ketika pendaftaran calon itu tidak masuk, karena syaratnya tetap, partai dan gabungan partai tidak
boleh mengusung. Karena itu partai politik atau gabungan partai politik diberi kuasa untuk membakal
calonkan orang lebih dari satu.
33
F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):
Pindah juga tidak boleh. Karena begini, ketika bakal calon partai politik atau gabungan partai
politik nanti di pendaftaran itu boleh pindah dari bakal calon yang sudah diusung, ini bisa berbahaya.
Tidak boleh, karena kalau itu dibolehkan justru misalkan saya bakal calon partai politik dan
gabungan partai politik dukung saya, tapi sampai pencalonan saya juga tidak ada apa-apanya, itu kan
bisa pindah itu, tidak boleh. Karena kalau bisa pindah itu menyebabkan bakal calon tidak lolos
pencalonan padahal bakal calon itu kan syarat pencalonan.
KETUA RAPAT:
Tadi kan kita …(suara tidak jelas) coba poin yang Pasal 38. Ini soal rezim, pemilu atau tidak
pemilu. Jadi yang dikatakan bahwa KPU yang bersifat nasional …(suara tidak jelas) katakan di sini
Komisi Pemilihan Umum yang diselanjutnya disingkat KPU adalah lembaga penyelenggara pemilihan
umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai pemilihan umum
yang mempunyai tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan
walikota berdasarkan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini. Komisi Pemilihan Umum
Provinsi yang selanjutnya disingkat KPU Provinsi adalah lembaga yang menyelenggarakan ini sama
yang dibawah, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota yang disebutkan KPU Kabupaten/Kota adalah
penyelenggara pemilihan bupati dan walikota. Itu untuk memposisikan KPU.
Saya usul mengikuti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 saja. Jadi KPU yang selanjutnya
...(suara tidak jelas) lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang yang mengatur tentang penyelenggaraan pemilu.
KETUA RAPAT:
Di sini Mas Arif, kita ok begitu yang mula-mula kita tuliskan, tapi karena pilkada ini rezimnya
bukan pemilu, di situ kita percepat. Tapi undang-undang inilah yang mengatur jika ada judicial review
misalnya, ini kita katakan gagasan ulang ...(suara tidak jelas)
Jalan pikiranya Mas Arif, bahwa MK itu mengatakan bukan rezim pemilu, tetapi bukan
authomatically KPU. Di keputusannya di 171 itu. Tentang sengketa itu. Kemudian yang kedua, ketika
MK mengatakan begitu tidak boleh dia menambahi lagi bahwa KPU tidak boleh. Jadi posisinya sama
34
dengan tadi itu yaitu yang namanya pasangan tadi, serentak tadi itu, posisi sama dengan itu bukan
dilarang tapi tidak harus, jadi mubah tadi, sehingga ini sudah ...(suara tidak jelas)
Artinya adalah kalau di KPU bukan authomatically tapi kalau kita tunjuk di sini yaitu tadi
ditunjuk oleh undang-undang. Bahwa itu sama dengan yang di Undang-Undang 15 its ok sama dengan
itu.
Tapi kan di Undang-Undang 15 kan ada itu tugas KPU tadi menyelenggarakan pemilihan
kepala daerah, jadi sebenarnya sudah jelas.
Mas Tjahjo itu kemarin sempat menggunakan kata dapat. Jadi KPU ini dapat. Lalu kemudian
dianulir juga.
Sampeyan benar, tapi di sini ditegaskan lagi. Supaya memperkuat apabila nanti ada judicial
review.
Pak Cahyo kan Menteri baru, belum membaca Undang Undang itu.
Saya kira memang kalau demikian adanya redaksinya harus diubah. Supaya tidak terjebak
KPU itu rezim pemilu atau tidak. Karena kan oleh beberapa orang ada ancaman untuk digugat ini di
judicial review. Oleh karena itu menurut saya redaksinya diubah supaya tadi menjawab tadi. Undang-
undang yang mengatur mengenai pemilihan umum yang diberi tugas dan wewenang bukan ...(suara
tidak jelas) tapi diberi tugas wewenang dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur oleh undang-
undang ini. Yang diberikan tugas bukan yang memiliki tugas.
Bukan yang di situ Pak, yang 8 dan 9. Di situ kan dia KPU, tidak ada pilkada itu, 8 dan 9. Kalau
Pak Edy betul di point 8 dan 9. Karena di point 7 itu KPU Pileg dan Pilpres sebetulnya. Bukan
35
membandingkan, inikan membandingkan 7 berbeda dengan 8 dan 9. Jadi di 8, 9 ada penegasan
bahwa dia unsur, ini kan katanya tugas atau apalah.
Tapi betul juga Pak ...(suara tidak jelas) diberi tugas, KPU pusat pun diberi tugas juga.
Tapi kan dia yang membuat aturan-aturan itu. Memang saya kira lebih tepat diberikan tugas,
kalau memiliki tugas jadi belum tentu.
Saya kira itu lebih lugaslah, menjadi tegas. Daripada memiliki, nanti orang belum tentu
memiliki. Padahal tidak otomatis.
Ok, lanjut ya?
Nanti dulu, itukan gubernur, bupati, dan walikota, nanti kalau paket kan gubernur, wakil
gubernur.
Ya beberapa point langsung diubah saja menurut kesepakatan, nanti kita bolak-balik kelewat,
buru-buru, itu bahaya. Maksudnya di situ, itukan pemilihan diberikan tugas wewenang dalam
penyelenggaraan pilkada. Bukan pemilihan gubernur, bupati, walikota lagi. Kepala daerah dan wakil
kepala daerah.
KETUA RAPAT:
Di Undang-Undang Dasar bupati Pasal 18 ayat (4) itu gubernur bupati, walokota.
36
WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si./F-PKB):
Sementara ini benar ini dibuat ...(suara tidak jelas) mencantumkan gubernur.
Saya kira ini nanti bisa diatasi dengan di buat perpu. Pengertian dari pilkada itu apa. Pilkada itu
adalah pemilihan gubernur, wakil gubernur …(suara tidak jelas) dan setiap kita kali kita mengatakan ini,
sudah selesai.
Tapi ini supaya ada cantolannya Mas Edy tadi. Nanti di ketentuan umumnya diubah.
Oh bukan, ...(suara tidak jelas) kan puasa, shalat, sedekah …(suara tidak jelas) sabda Nabi
Muhammad SAW, bahwa kita ...(suara tidak jelas) shalatnya ini. Mau ikut perintah Nabi Muhammad
atau perintah yang lain?
Ok ya, jadi kita harus ….(suara tidak jelas) tidak enak juga, oke ya, lanjut deh kita yang lain
saja. Apalagi yang masih penting ini?
KETUA RAPAT:
Inikan dari undang-undang, yang diubah itu yang kita usulkan yang merubah itu sudah
dimasukan di sini, kan begitu. Coba saja terus disisir. Yang lain dianggap tetap kalau tidak ada.
37
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):
Tapi belum konsen waktu Pak, baru nama tahapannya. Ini tahapannya Pak.
Kalau tahapan di undang-undang biasanya umum. Nanti di KPU nya kita perjelas supaya
waktunya, di sini tidak ada mencatat waktu kan. Tapi dilihat ada yang bikin lama tidak di sini. Ada satu
point tambahan tidak?
Sekarang tidak ada kan? Waktunya tidak ada kan? Kemarin kita sudah sepakat 1 bulan loh itu.
Begini Ketua, jadi tahapan pendaftaran bakal calon dan sosialisasi 1 bulan.
Nanti kan dijelaskan di masing-masing. Jadi ada 2 tahap, tahap persiapan dan tahap
penyelenggaraan. Dalam persiapan ada yang kita koreksi tidak? Coba sebentar kita koreksi berarti
…(suara tidak jelas). Uji publik namanya jadi sosialisasi apa gitu.
Tadi yang masalah tahapan kan di Pasal 5 ayat (3) ...(suara tidak jelas)
38
F-PDIP (ARIF WIBOWO):
Makanya, kita punya 2 usulan ini. Nanti kita berdebat loh, pasti berdebat. Makanya tadi saya
ingatkan, nabi sudah mengatakan sebaik-baik aku yang mengatakan tadi.
...(suara tidak jelas) sedekah, shalat, dan ...(suara tidak jelas) ya sudah aman.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
DPRD menyampaikan itu 6 bulan. Itu benar. Jadi kita berangkatnya itu tahapanya itu dari situ.
Jangan sampai kita buat tahapan di sini 8 bulan ternyata ada pasal yang menyebutkan
…(suara tidak jelas) sebab kalau tahapan sebelumnya kan 8 bulan.
Pendaftaran bakal calon gubernur, bakal calon bupati, walikota, dilaksanakan 6 bulan sebelum
pembukaan pendaftaran calon….(suara tidak jelas)
39
...(suara tidak jelas) ada 2 jenis, persiapan dan penyelenggaraan, pemberitahuan DPRD itu
masuk tahap …(suara tidak jelas), kesiapannya ini yang kita harus cek kembali. Pembentukan PPK,
PPS kapan. Penyusunan laporan KPU nya kapan, itu yang kita sederhanakan nanti. Masuk sampai 8
bulan, kita bisa hitung itu. Tetap ini karena membutuhkan timetable apa, maka panjang waktunya,
makanya mau kah kau ku ingatkan tadi?
Jam 8 katanya.
Jam 9 ya.
Begini, keputusan ini jadi simulasi pentahapannya itu coba dibuat sebentar ini. Besok pagi jam
9 itu kita bicarakan. Jam 9 sebelum Pak… datang biar beliau tahu hasil sudah matang. Begitu beliau
datang jam 10 kita sudah selesai ini Pak. Ok, jam 9 ya?
(RAPAT : SETUJU)
Jadi kita skors ya rapat pada malam hari ini dan besok jam 9 kita…(suara tidak jelas)…
Terima kasih.
Ttd
40
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si.
5. H. MUSTAFA KAMAL, S.S.
B. Pemerintah:
- Menteri Dalam Negeri (Tjahjo Kumolo, SH)
- Ketua KPU RI (Husni Kamil Manik, S.P)
- Ketua BAWASLU RI (Prof. Dr. Muhammad., S.IP.,M. Si)
Jalannya Rapat:
Sebelum masuk kepada materi saya mengingat kan bahwa jadwal yang kita rancang supaya
RUU ini bisa selesai revisinya ya? pada bulan ini, jadi saya tanya tadi ke Bu Min, hari Senin dan Selasa
itu ...(suara tidak jelas) hari apa ini Paripurna? Jadi ini ketat sekali. Kebetulan hari Senin itu DPR ada
konsultasi dengan Pak Jokowi, agendanya harus disampaikan kepada publik, ...(suara tidak jelas) lalu
disinkronisasi selanjutnya disahkan sebagai masuk prolegnas dan ...(suara tidak jelas).
2
Ini untuk mengingatkan saja bahwa hari ini menjadi sangat penting untuk menuntaskan, kalau
misalnya ada yang kurang-kurangg toh nanti dibahas di ...(suara tidak jelas) kalau kita mau menyisir
satu persatu pasal dan ayat-ayat itu bisa jadi di Baleg dilakukan hal yang sama. Jadi nanti perbaikan
soal isu itu bisa di Baleg, nanti kalau ada kata-kata yang sangat sulit sekali kita selesaikan sini untuk
mencapai titik temu, ...(suara tidak jelas) bisa lagi nanti kita buka melalui DIM nya pemerintah. ...(suara
tidak jelas) kita bikin kalimat yang normatif saja, mungkin ada ...(suara tidak jelas) sedikit, tapi nanti
dibuka lagi kalau memang mau diteruskan pada waktu pembahasan dengan pemerintah, sebab kalau
tidak kita ketuk sekarang, ...(suara tidak jelas) efisiensi pembahasan paa hari ini.
Ini sudah jadi ...(suara tidak jelas) mengeluarkan kita dari ruangan ini pada malam hari, kita
mnghasilkan simulasi yang diminta oleh beliau, apalagi kalau langsung membahas ini, atau kita
tunggulagi dengan beberapa teman-teman yang akan hadir, kita bahas satu lagi ...(suara tidak jelas)
atau kita bahas ulang?
Kalau itu mungkin kita minta tenaga ahli saja yang membuat simulasi, membuat prosentasi
supaya kita dengarkan, silakan. Ini dicarikan dari beberapa pemikiran masukan dari Pak Riza, dari Pak
Lukman termasuk dari Perppu sendiri, ...(suara tidak jelas) kita hitung sendiri.
Terima kasih Pak Ketua, bapak Ibu anggota Panja Komisi II yang saya hormati seijin Pimpinan
Rapat saya ingin menyampaikan penugasan tadi malam aitu membuat semacam simulasi dari
beberapa Opsi yang ada dan berkembang tadi malam tentang penjadwalan Pilkada serentak.
Untuk yang pertama ini, kita sebut Pilkada bergelombang permanen berdasarkan masukan
atau usulan dari Pak Riza, yang artinya tidak menuju Pilkada serentak nasional, 3 gelombang dan
akhirkan akan terus berulang.
Gelombang pertama adalah Februari 2015, pesertanya adalah Kepala daerah yang akhir masa
jabatannya tahun 2015 dan Akhir masa jabatan Januari sampai Juni 2016.
Konsekwensi yang ada adalah Plt akan ada maksimal satu tahun artinya yang AMJ 2015 maka
dia harus Plt, potong jabatan artinya ada di total jabatannya yang masa jabatan sampai 2016 itu
maksimal 6 bulan, jadi sampai bulan Juni dan masa jabatannya 5 tahun dan seterusnya, begitu juga
gelombang dua dan gelombang tiga yang dilakukan pada 2016 dan 2018.
Jadi artinya nanti akan ada lagi Pilkada gelombang satu berikutnya adal 2020, 2021 dan 2023
begitu seterusnya. Saya tidak merinci ini pak, karena memang tehnis ya, tetapi ada jumlahnya, tapi
total dari 3 gelombang ini adalah 542 daerah otonom baik provinsi maupun kabupaten kota. Ini nanti
datanya dari sini pak, yang kami buat disini misalnya kalau uang 2015 sampai 2016 maka totalnya 272,
kalau yang Desember sampai Juni 2017 totalnya 99 dan terakhir itu 171. Jadi datanya seperti ini. Ini
yang Pilkada gelombang permanen usulan Pak Riza.
Lalu simulasi berikutnya adalah Pilkada gelombang menuju serentak nasional ada kami buat 3
Opsi dari beberapa yang berkembang tadi malam. Yang untuk Ibu dan II romawi ini yang dituliskan
atau disampaikan oleh Pak Lukman Edy, pilihan tahunnya apakah mau dimulai tahun 2016 atau
dimulai tahun 2015, yang satu ini kalau dimulai 2016 sama seperti di atas penjelasannya, peserta dari
mana asalnya AMJ tahun berapa itu memang tidak dibagi persemester tetapi langsung gelondongan
dengan konsekwensi seperti ini. Plt makasimal 1 tahun potong masa jabatan maksimal 1 tahun dan
setiap gelombang ini ada tetapi nanti variasinya adalah masa jabatan dari setiap gelombang. Yang
elombang pertama maka otomatis masa jabatannya hanya 4 tahun anti karena akan ketemu di 2020
dan seterusnya, nanti pada 2024 akan menuju serentak nasional dengan pesertanya adalah hasil 2019
dan 2020 seperti itu pak.
Ini dengan catatan adalah berdasarkan kesimpulan tadi malam diupayakan tidak ada
pemotongan jabatan tetapi setelah disimulasi beberapa kali hampir sulit untuk menghilangkan sama
3
sekali potongan jabatan meskipun ada, misalnya yang di ...(suara tidak jelas) tidak ada pong jabatan.
Jadi ada resiko itu meskipun kita kasih toleransi maksimal 1 tahun.
Lalu yang Model II kalau dimulainya tahun 2015 hampir sama dengan yang model satu, Pemilu
serentaknya, Pilkada serentaknya adalah 2024, ini potong jabatan juga maksimal 1 tahun bahkan di
2020 karena dia hasil 2015 maka tidak ada potong jabatan tetapi resiko yang 2020 ini masa jabatannya
hanya 4 tahun untuk nanti 2024 itu adalah 5 tahun dan seterusnya, seperti itu pak. Ini pilihannya kalau
tidak 2024, itu 2025. Kalau 2025 maka masa jabatan ini adalah 5 tahun, kalau memang sepakatnya
2025.
Intinya pak di gelomang I dan gelombang II ini maksimal 1 tahun, 1 tahun masa jabatannya.
Kenapa di ...(suara tidak jelas) potong jabatan, karena AMJ nya 2016 misalnya menjelang akhir maka
dia maksimal, bisa kurang. Kalau yang gelombang II ini maksimal ini karena yang 2019 ditarik ke sini.
Karena yang 2020 persertanya nanti hasil yang 2015 Bu. Bisa serentak ini pilihannya ada di 2024 atau
di 2025, kalau yang berkembang tadi malam kan memang munculnya 2024 jadi makanya sementara
saya sampaikan 2024.
Dan yang ke tiga yang dinilai agak soft yang tadi malam berkembang tapi gelombangnya
menjadi lebih banyak karena menuju 2029. Dan ini juga sebetulnya 2029 ini bersamaan juga dengan
Pileg, Pilpres serentak ini, kalau tidak berarti 2030 seperti itu. Nah kalau 2030 maka maka masa
jabatan di sini adalah 5 tahun, sehungga per gelombang semua masa jabatan adalah 5 tahun, setelah
tahun 2030 dia running Pilkada serentak nasional yang masa jabatannya 5 tahun dan seterusnya.
INTERUPSI:
Ya tetapi ada konsekwensi, ada Plt yang lebih dari 1 tahun, jadi tinggakl pilihan itu potong
jabatannya minim tapi ada satu masa yang Plt nya lebih dari 2 tahun, kalau itu memang ada resiko-
resiko lain secara tehnis.
Satu lagi yang belum tertuang ada usulan.Kalau yang Perppu seperti ini pak, gelombang I
2015, gelombang II 2018 dan serentak nasional 2020, tetapi konsekwensi logisnya masa jabatan
hanya 2 tahun, jadi ada potong jabatan 3 tahun.
4
KETUA RAPAT:
Oke ya, jadi kita sudah bisa putuskan yang di Model Perppu ...(suara tidak jelas) semua ya?
oke.
(RAPAT : SETUJU)
Kita bisa masuk ke yang lain, yang lain ini tinggal 2 ini sebetulnya kan? Pilkada bergelombang
serentak atau Pilkada bergelombang permanen, nanti tinggal kita pilih lagi kalau permanen yang mana,
kalau menuju serentak nasional yang mana.
Misalnya Opsi III ini kita buang saja pak, karena terlalu lama ini, baru 2030 baru serentaknya.
KETUA RAPAT:
Bagaimana rekan-rekan yang lain? Yang 2030 di delete ya? ya delete oke?
(RAPAT : SETUJU)
Bisa kita berpadu di sini, bisa juga kita punya usulan yang lain lagi, kalau bapak-bapak dan ibu-
ibu ada pikiran yang mencoba menjembatani misalnya kalau Pilkada serentak nasional dengan Pilkada
permanen bergelombang silakan saja, sebenarnya kalau ada.
Ini ada 2 opsi yang opsi bergelombang permanen dimulai 2016 dan 2015.
KETUA RAPAT:
Di atas itu permanen pak, jadi nanti ada 2016, 2017. Yang ini nambahnya di 2016, 2017 itu.
Resikonya dipotong jabatan pak.
INTERUPSI:
Kalau Pak Malik itu ada di situ yang Pilkada 2014 ...(suara tidak jelas) 5 tahun akhirnya dia
harus 2019, 2018 harus ikut pemilu berarti kan potong berapa tahun itu pak? 2014 sampai 2018 4
tahun kan itu rawan untuk digugat. Tapi kalau yang ...(suara tidak jelas) ini memang di SK kan tahun
2015 dia, sehingga masa jabatannya 4 sesuai SK.
Tapi kalau saya lihat menurut saya kita menuju pemilu nasional yang tadi itu 2025 kita ...(suara
tidak jelas) ada pemikiran karena kita ada ganjalan di Plt pemikirannya. Yang menjabat sebagai Plt itu
diperpanjang gubernur, bupati, walikota.
Ada juga wakil bupati kemarin ngasih masukan, ... (suara tidak jelas)
KETUA RAPAT:
Kalau kita buat didalam Undang-undang ini bagamana? Jadi kita tanya kita sepakatnya
bagamana? Sementara ini memungkinkan, saya tidak tahu kalau bapak-bapak punya pemikiran
undang-undang mana yang kira-kira kelak ...(suara tidak jelas)
Dasarnya pengalaman, saya berakhir di Periode pertama itu tahun 2003. Kemudian pada
waktu itu saya masuk menang untuk ...(suara tidak jelas) pada waktu mau pelantikan ada konflik di
gubernur sehingga saya tidak bisa dilantik ...(suara tidak jelas) saya bilang pernah ada pejabat setelah
habis masa jabatannya diperpanjang. Dibuka dokumen pernah selesai bupati ...(suara tidak jelas)
diperpanjang hanya dengan surat Menteri pada waktu itu. Waktu itu saya diperpanjang hanya dengan
selembar surat perpanjangan dari Menteri Dalam Negeri.
6
F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):
Kalau ini dibuatnya dalam Undang-undang untuk yang periode ini masa jabatan bupati atau
gubernurnya atau walikotanya 5 tahun 6 bulan. Yang dirugikan tidak ada.
Pimpinan saya ingat ini begini, waktu TAP MPRS Nomor ...(suara tidak jelas) tahun 66 waktu
itu mengatakan Pemilu tahun 1971, tadi malam kan berkembang anggota DPR yang diperpanjang kan
pada waktu itu lihat situasi diperpanjang ...(suara tidak jelas) sehingga waktu itu Anggota DPR 6 tahun.
KETUA RAPAT:
...(suara tidak jelas) tidak ada gejolak, teman-teman kita yang kemarin datang dari Papua, kami
tidak mau ada Plt, kalau ada Plt rusuh, mereka punya taruhan waktu ada Plt hanya berapa bulan
langsung terjadi perubahan-perubahan. Sehingga sekarang mereka tidak mau lagi ada yang namanya
Plt itu.
Kalau itu misalnya kita mau bikin, nanti itu dirancang oleh Tim Ahli masuk pada Pasal yang
mana ya sudah itu selesai.
Begini, waktu itu kan sama dengan Plt daerah pemekaran, Plt itu kan ...(suara tidak jelas)
kalau ini diperpanjang bisa tidak kita buat ... (suara tidak jelas)
Makanya ini mana jalannya yang harus ditempuh untuk mencapai serentak nasional, tidak
boleh ditawar-tawar lagi, kita atur saja modelnya. Kalau ikut Pilkada habis 30 milyar, 40 milyar kan itu
lebih ...(suara tidak jelas)
KETUA RAPAT:
Silakan Bu Diah.
Saya mau ...(suara tidak jelas) yang ini akhir masa jabatan tahun 2019 ...(suara tidak jelas)
gelombang ke III di tahin 2020 kan tidak ada Plt satu tahun dan potong masa jabatan 1 tahun, itu kan
yang gelombang III ini kan peserta 2015 oke, dan ditambah peserta hasil ...(suara tidak jelas) awanya
juga tidak apa-apa maksudnya tidak ada masalah, jadi konsekwensinya lebih ...(suara tidak jelas) lagi.
KETUA RAPAT:
7
F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):
Jabatan yang berakhir di ...(suara tidak jelas) jadi pasal bawanya yang pemotongan jabatan itu
tidak sebanyak itu.
KETUA RAPAT:
Ini kan kita belum sampai kepada keputusan rapat sampai Pilkada bergelombang permanen
atau serentak nasional. Tadi saya menawarkan apakah ini kita jalannya tetap Plt ...(suara tidak jelas)
ibu bisa terima atau tidak baru nanti kita kesini begitu maksud saya. Artinya semua Partai Politik yang
ada semua oke kan tidak ada yang dirugikan kira-kira begitu.
KETUA RAPAT:
Itu dulu Bu, baru nanti kita kesini itu maksud saya
Cuma ada konsekwensi kalau kepala daerah sudah disenangi lalu diperpanjang ...(suara tidak
jelas) Tapi kalau kepala daerahnya itu di suka dapat diterima karena ...(suara tidak jelas).
KETUA RAPAT:
Silakan-silakan.
Kanapa Plt itu …(suara tidak jelas) bisa dikenakan sanksi administratif dan sanksi pidana.
Yang kedua seorang pegawai negeri pengadilannya dianggap terlalu mudah ...(suara tidak jelas).
Kalau dia bukan pegawai negeri contoh ...(suara tidak jelas) vonis-vonis publik apakah itu karena
terlalu baik dipertahankan oleh masyarakat atau dia terlalu jelek sehingga tidak diperpanjang ...(suara
tidak jelas)
KETUA RAPAT:
Ini masukan saya kira berdasarkan pengalaman bisakah misalnya kalau itu ada bisa kita
perpanjang tapi dengan satu persaratan usul perpanjangan itu, dia tidak boleh begino, begini, begini
kalau dia melakukan itu dia.
8
KETUA RAPAT:
Begini pimpinan, memang semua ini pasti ada masalah, ketika kita melihat mana yang lebih
mana yang lebih ringan, kalau masalah ini pasti ada, bisa juga dia baik tapi ada ambisi disitu, ...(suara
tidak jelas) tapi kan kalau kita lihat gak sampai setahun, dalam waktu yang minimal. ...(suara tidak
jelas) kita kan Undang Undang ini bagaimana bisa mengumpulkan orang.
Yang kedua juga ada juga ...(suara tidak jelas) kalau gubernurnya kan ini tehnik gubernur,
kalau bupati kan gubernur yang mengusulkan minimal kan ...(suara tidak jelas) kepentingan-
kepentingan ini. Ya kalau ini yang berkembang lain saya pikir minimal ...(suara tidak jelas) semangat
kita ini bagaimana undang undang ini tidak merugikan kepada anggaran dikenakan. Saya pikit itu saja.
KETUA RAPAT:
Apalagi tadi kalau misalnya PP yang mengatur lebih lanjut supaya tidak melakukan lanhgkah-
langkah tertentu sehingga dia seperti ...(suara tidak jelas) begitu kira-kira, sifat pekerjaannyal
kewenangannya ...(suara tidak jelas).
Mungkin begini Ketua, yang mungkin teman-teman di dalam beberapa partai penunjukan Plt
ini, ini kan ada kecurigaan terhadap penguasa untuk menurunkan Plt-Plt sesua dengan ...(suara tidak
jelas) Saran saya kalau mungkin kita sudah ...(suara tidak jelas) bahwa Plt itu Sekda, jadi tidak ada
droping, jadi Sekda tentu dalam ...(suara tidak jelas) kita kan sudah mencalonkan kan harus berunding,
jadi Sekda. Sekda itu kan kalau di Kabupaten eselon II, Sekda itu pejabat Sipil tertinggi di daerah.
KETUA RAPAT:
Saya kira ini juga catatan yang baik, ...(suara tidak jelas).
Kalau inipun saya pikir lebih netral lagi, kalau di Undang Undang itu.
KETUA RAPAT:
Silakan Bu Diah.
Ya pertimbangannya Plt apakah perpanjang, Plt itu kan tetap ada transisi kekuasaan artinya
dari pejabat bupati, walikota, ke pajebat selanjutnya. Kalau saya terus terang lebih ...(suara tidak jelas)
yang tidak ada Plt, karena itu lebih stabil dan kalau bicara soal ...(suara tidak jelas) Plt itu dia punya
kesempatan point satu tahun keuntungan politik juga, untuk menyiapkan pada investasi pemilu
berikutnya, itu awalnya disitu menurut saya. Saya lebih setuju dengan perpanjangan masa jabatan tapi
ditentukan kondisi-kondisi perbatasannya untuk masa transisi.
9
KETUA RAPAT:
Kalau saya sih, pada prinsipnya sudah dekat pak, karena memang ada satu hak juga yang
...(suara tidak jelas) juga dia kalau persiapan sudah kita atur, dia imbas dari kepentingan juga, dalam
arti kata kalau pejabat yang ini kan ada kepentingan jadi butuh maju biar bisa memobilisasi
pegawainya juga juga ...(suara tidak jelas) tudak ada sanksi administratif, tapi kalau Sekda sebagai
pelaksana kan dia ...(suara tidak jelas) kalau lapor tidak bisa jadi alat politik siapapun. Jadi dua-dua ini.
KETUA RAPAT:
Saya membayangkan nanti DIM sandingan pemerintah itu pasti ada pentahapan, kira-kira nanti
... (suara tidak jelas)
...(suara tidak jelas) provinsi kelihatannya dari sekian kepala daerah ini banyak yang memang
tidak berprestasi ya, mawaupun masyarakat itu cenderung ingin segera melakukan Pilkades, saya
lebih ...(suara tidak jelas) Sekda karena pemerintah ini dia akan tetap mempertahankan ...(suara tidak
jelas) kalau kepala daerah itu dari dia. Mungkin di beberapa daerah kalau kita memperpanjang itu
mungkin beberapa daerah akan menyambut, karena rata-rata di daerahnya itu yang menjabat masih
rezim dia, tapi kalau kita tawarkan Sekda sebagai solusi Plt, saya kira ini yang paling soft dan ini
kemungkinan akan lebih netral. Saya kira itu.
KETUA RAPAT:
Kita sudah bisa simpulkan bahwa kita akan menggunakan antara dua, kita nanti di Perppu bisa
tolak pak, sepakat kan pak ya? alternatifnya adalah.
Begini pak kalau saya adalah bisa ...(suara tidak jelas) tapi juga jalan yang terbaik, ini tetap kita
punya yang ini ya, tetapi juga pemerintah kalau kita tahu ada Sekda itu ...(suara tidak jelas) sebagai
solusi kita.
KETUA RAPAT:
Pokoknya nanti kalau kita gaya lawannya sudah kurang dari awal, jadi kita tidak bisa ngapa-
ngapain sudah habis gak bisa lagi, tetapi kalau kita ...(suara tidak jelas) kalau tidak ada lawannya
pasti Perppu kita jadi ...(suara tidak jelas) diperpanjang masa jabatannya tapi tapi dengan batasan-
batasan kewenangan seperti Plt, nanti kemudian dalam pembahasan dengan pemerintah kita akan
...(suara tidak jelas).
10
F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):
...(suara tidak jelas) posisi pemerintah itu kembalinya kepada pembuat undang-undang.
Mungkin ini solusi yang terbaik, ...(suara tidak jelas).
... (suara tidak jelas) dan ini bertentangan dengan peraturan-peraturan yang lain. Yang pasti
pemerintah akan berkeras untuk membatalkan perpanjangan ...(suara tidak jelas) karena hal-hal yang
bisa terjadi, kalau calonnya diperpanjang maka ini bisa membangun kembali generasi yang baru dalam
proses ...(suara tidak jelas).
KETUA RAPAT:
Itulah yang terjadi kemarin dari Papua atau dari mana kemarin Komisi II kita terima khusus
kabupaten mana itu kemarin, saya agak lupa itu. Hanya berapa bulan dia langsung melaksanakan
banyak sekali ...(suara tidak jelas) itu kemarin khusus bupati dengan rombongannya hanya untuk
menyatakan jangan sampai ada Plt.
Pimpinan kita kembali ke persoalan itu, saya berpendapat, karena ini kalau ...(suara tidak jelas)
semangatnya sama berkaitan dengan Plt, tidak masalah kita masukkan ini, karena kalaupun kita
masukkan Sekda ...(suara tidak jelas) ada konspirasi nanti untuk mengukur, konspirasi ini pak,
sebelum kita melangkah kesini mejadi undang-undang pasti ada konspirasi, kita masukkan inipun pasti
ada konspirasi itu ...(suara tidak jelas) yang penting kita sudah sepakat nanti anunya itu Sekda. Karena
soalnya Plt ini memang berat ini, ...(suara tidak jelas) kita bawa. Kalau dia bupati tidak, yang Pltnya,
kalau ini dikurangi.
Saya ada pengalaman juga pak Plt 3 bulan ...(suara tidak jelas)
Itulah makanya yang dilarang Plt ...(suara tidak jelas) dia tidak bleh mengeluarkan kebijakan-
kebijakan, dia menjalankan roda pemerintahan ...(suara tidak jelas) itu harus.
KETUA RAPAT:
Bahwa artinya ada 2 opsi untuk mengganti ...(suara tidak jelas) kita masih pilih salah satu.
Oke jadi mau kita pending lagi atau kita putuskan di ...(suara tidak jelas) yaitu tadi Pak Syarif.
11
F-PG (DRS. H. DADANG S. MUCHTAR):
Kita putuskan saja, buat alternatif ...(suara tidak jelas) Pilkada permanen, alteratif kedua
adalah menuju Pilkada serentak.
KETUA RAPAT:
Begini jadi kita sudah masuk pak, yang di Perppu simulasinya kita tolak. Tadi sudah kita
laporkan, simulasi yang tadi sudah kita tolak, kita punya simulasi baku namanya Pilkada bergelombang
permanen dan Pilkada bergelombang menuju serentak. Pilkada bergelombang menuju serentak
nasional itu masih ada opsi ...jadi dengan hitungan-hitungannya, meskipun saya tadi bicara pagi-pagi,
kalau Ibu Diah bisa menyampaikan gagasannya bagus, jadi Ibu Diah ini mohon maaf saya
menyampaikan gagasan beliau tadi di forum ini, ya kita tidak perlu menyertakan simulasi, normalnya
saja Pilkada bergelombang menuju serentak nasional, itu kan tehnis. Misalnya ke ...(suara tidak jelas)
atau ke KPU, tapi bisa juga ini gagasannya Ibu Diah supaya kita bisa terlalu lama dalam meMbahas
simulasi misalnya cukup normalnya saja kita ketuk disini. Karena memang undang undang kan
mengatur tehnis ini juga ...(suara tidak jelas) saya kira kita sudah maju ada 5 pasal yang kita cabut dari
Perppu di hari ini.
Kalau kita tidak steek di ...(suara tidak jelas) itu berarti kita menyerakan kepada pemerintah
untuk mengatur ...(suara tidak jelas)
KETUA RAPAT:
Jadi menurut saya yang pada proses transisi menuju Pilkada serentak ini ada aturan-aturan
turunan yang akan dilaksanakan, jadi diikuti aturan di bawahnya, yang kita ajukan ke pemerintah ya
yang ...(suara tidak jelas)
12
KETUA RAPAT:
Sebenarnya di Perppu ...(suara tidak jelas) menyebutkan itu pak detail yang ada di layar itu.
Itu bagaimana dengan tehnik pembuatan Undang undang, karena saya lihat ini kalau seperti
pasal-pasal di Perppu itu, itu kan setelah tahun sekian beberapa pasal itu almarhum ya to, beberapa
pasal itu almarhum. Padahal Undang-undang seharusnya tidak begitu. Oleh sebab itu kemungkinan
kita tuangkan di sini di pasal, bahwa pemilu itu bergelombang menuju serentak nasional. Jadwal
pemilih dibuatkan ...(suara tidak jelas) pemerintah, karena kalau kita muat seperti yang ada di Perppu
itu beberapa pasal itu almarhum.
KETUA RAPAT:
Ini ada beberapa alternatif, ya memang yang aneh memang dari ...(suara tidak jelas) terlalu
tehnis undang-undang itu kan, sehingga kemudian menjadi almarhum, tetapi juga ada kekhawatiran
misalnya apakah ini diserahkan pemerintah nanti nah begitu, apakah ini nanti simulasinya bagaimana,
atau ...(suara tidak jelas) menjadi normal.
Jadi normatifnya itu normatifnya pemilu serentak menuju serentak nasional itu di Pasal 201,
terus tentang rangka apanya itu diatur di aturan peralihan.
KETUA RAPAT:
Ini sudah satu kemajuan, bisa kita ketok ya?tadi yang serentak nasional yang itu belum.
Gerindra belum ini.
KETUA RAPAT:
Karena konflik yang akan ...(suara tidak jelas) pemilu serentak itu lebih besar nantinya yang
ditakutkan itu, jadi tetap gelombang menuju serentak sehingga bisa tetap ditangani ketika ada
permasalahan-permasalahan yang tidak kita inginkan.
Pimpinan, kalau saya sih kita kalau Nasdem sih sepakatlah Pemilu menuju serentak nasional,
Cuma memang apa yang disampaikan Bu Diah memang baik, dalam Undang-undang itu sebenarnya
diupayakan bahwa undang-undang itu bersifat fleksibel, tetapi juga kita harus tahu jangan sampai ini
tidak kita cantumkan itu berbeda antara jiwa, semangat yang kita inginkan di dalam ini dengan apa
yang diinginkan oleh pemerintah. Jadi ini membuka peluang pemerintah bisa saja tadi yang pertama
saya lihat dari kemarin keinginan kita tidak ingin merugikanlah saudara-saudara kita yang menjadi
pimpinan sekarang sehingga kita buat simulasinya.
Iya makanya ini tadi dari Partai Gerindra masih sangat jelas ini apa Pilkada bergelombang
permanen.
Sekalian saya saran, sekalian kalau kita semua diakomodir, juga tidak selesai, dalam artian
kalau sebagian besar sudah menyatakan keinginan serentak nasional, walaupun tetap Gerindra tetap
yang juga disampaikan, dicatat sehingga kita bisa putuskan, nanti Gerindra ...(suara tidak jelas) tapi ini
teta menjadi kesepakatan kita.
KETUA RAPAT :
KETUA RAPAT:
14
F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):
Ketua sebelum Partai Golkar, kita anggap sebagai Poltinggi peserta ini. Jadi serentak nasional
ini Poltinggi, nanti dalam pembahasan DIM dengan pemerintah bisa jadi nanti bergelombang, ini
poltinggi seperti tadi.
Ya pada dasarnya sama tadi dengan Pak Lukman, tapi mungkin tahapan pertamannya kita
coba dulu bergelombang permanen, sekarang kembali ya saya selalu melihat dari faktanya. Makanya
tadi saya punya ide tadi dalam mengefisiensi itu tentang pengklasteran dari pada TPS itu nanti ada
beberapa kalau setuju ya? maka kita akan kembali bahwa ...(suara tidak jelas) yang saya contohkan itu
sudah jelas pengalaman saya serentak awal-awal serentak itu saya dari kabupaten sayalah sampai
kepada gajinya ...(suara tidak jelas) juga di kabupaten saya, serentakan 180 kepala desa saya
membutuhkan 3 SSK Brimob yang siaga di tempat, karena tadi tingkat kerawanan untuk konflik ini
tinggi sekali, kalau andaikata ini serentak di seluruh Indonesia mau pasukan mana yang di siagakan.
Kalau ...(suara tidak jelas) Jawa Timur mengatakan bahwa its oke siap-siap, memang penguatan
pasukan itu adanya di Jawa Timur, bukan di Jawa Barat. Pasukan Kostrad itu semua itu terbesar di
Jawa Timur dan di Jawa Barat, kalau di ...(suara tidak jelas) itu kan TNI.
Jadi serentak itu ini tentunya perlu dikaji secara ...(suara tidak jelas) jangan kita ingin rame-
rame serentak, dalam artian tadi, jadi Golkar masih sependapat dengan 3 gelombang permanen, tadi
tanda bukti tadi kaya Pak Lukman maunya artinya ujungnya mungkin bisalah kita harapkan itu, kita
mau serentak, serentak, serentak, tapi makanya diajukan 2 alternatif ...(suara tidak jelas) dulu.
KETUA RAPAT:
Ya Demokrat.
Saya kira ini berdasarkan pengalaman dulu, begitu pilihan kepala desa serentak mobilisasi
dari desa lain itu langsung ...(suara tidak jelas) mobilisasi dari desa ke desa yang lain gontok-gontok
lah kalau di bahasa jawanya, gontok-gontok itu hilang pak itu, karena dia yang harus dikerjakan
serentak juga jadi tidak ada gunanya tidak bisa melakukan mobilisasi. Karena ...(suara tidak jelas) atau
apapun adalagi ...(suara tidak jelas) proses mobilisasi. Jadi kalau Pilkadanya serentak nasional
mobilisasi antar daerah, mobilisasi pusat daerah, mobilisasi ...(suara tidak jelas) akan jauh sangat
berkurang sehingga resiko keamananannya akan turun, ini saya kira pengalaman teritorial mengatakan
begitu.
15
F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):
Jadi Demokrat serentak nasional, supaya cepat di caount masing-masing fraksi saja supaya
cepat saja Ketua.
Mungkin kita masih berbicara teori dan sebagainya, kenapa bisa menurut ketika ada kepala
desa, pemilihan kepala desa serentak ini karena ...(suara tidak jelas) bisa mem back up kegiatan itu
sehingga yang namanya kerusuhan-kerusuhan tetap takut.
Ini intemeso saja, kalau di tempat saya Pilkades itu yang sangat menentukan itu penjudi, mau
aman, mau tidak itu penjudi. Dan Penjudi saya itu dia punya lembaga survey yang luar biasa, dia
sudah punya prediksi ini yang memang, bapak sudah yakin menang. Itu malam ditembak sama tim judi
yang lain bubar, taruhan itu, sudah terkenal. Judi itu pak dan saya jujur di Karawang itu dunia lain itu.
Di Karawang itu sekarang standart bukan per kepala, per KK di Karawang itu desa yang punya potensi
besar untuk calo ijin-ijin jual beli tanah itu per KK ...(suara tidak jelas) itu orang jadi kepala desa 105
milyar ...(suara tidak jelas).
KETUA RAPAT:
Ini sudah ada kemajuan, artinya yang ...(suara tidak jelas) kita sudah punya opsi tapi memang,
opsinya ini, jadi sebenarnya juga ada pemikiran tentang serentak itu dinilai bagus oleh semua, tetapi
ada yang menginginkan kita uji coba Pilkada gelombang permanen ini, ada yang ingin sudah kita
putuskan sekarang, kira-kira begitu. Kalau bisa pada periode ini gelombang permanen dulu tidak tahu
juga, 5 tahun ini juga ...(suara tidak jelas) nanti kita uji lagi pada masa yang akan datang kalau mau
dibikin ...(suara tidak jelas) ya tidak apa-apa, bisa juga kan begitu, tidak harus sekarang, tidak harus
sekarang buru-buru putuskan.
Kalau begitu tidak usah buru-buru revisi. Ini anomali juga, belum di coba terus direvisi, jalankan
dulu baru kalau jelek ...(suara tidak jelas).
Kita sepakat saja dulu ini 3 permanen, tai nanti dalam pasal apa tidak tahu, saya tidak baca
Undang Undang, menuju untuk serentak pada tahun sekian, melihat evaluasi hasil dari yang
permanen.
16
Begini jadi kita belum bisa kalau seperti itu, saya pikir kita ini kan sudah ...(suara tidak jelas) uji
coba ini gelombang satu, dua, tiga, menuju serentak. Gelombang permanenpun, kalau yang namanya
permanen tidak berubah lagi, itu kan tiga 3 gelombang seterusnya, padahal kita uji coba juga ini,
...(suara tidak jelas) sampai nanti menuju tahun 2025 kita laksanakan itu, baru kita serentak secara
nasional. Kalau pertombangan-pertimbangan masalah ini saya cuma ...(suara tidak jelas) itu pilkada
serentak beberapa daerah, ternyata memang tidak bisa dimobilisasi antara daerah yang satu dengan
daerah yang lain. Tadinya ada KTP yang sekarang ini kan belum E-KTP, KTP 2. Saya ikut pemilu
antara Singkawang dengan DKI yang bersamaan. Periode-periode pertama, mereka pada pulang,
...(suara tidak jelas) tidak bisa pulang akhirnya banyak yang tidak bisa menggunakan hak pilih.
KETUA RAPAT:
Coba kita dekatkan lagi, kita lihat dua-dua, simulasi bisa kita ambil sekaligus tidak? Nah oke.
Sekarang tinggal 2 Pilkada serentak satu simulasi, ini ada gelombang permanen satu simulasi, nah dua
ini, tinggal ini kan.
Sekarang gini simulasi nya gelombang satu, dua, tiga ini bisa disamakan tidak dulu? satu, dua,
tiga, dulu gelombangnya, ini tinggal 2 simulasi, sedikit lagi itu tinggal redaksinya. Kalau simuklasinya
sudah sama, kan tetap bergelombang ...(suara tidak jelas) ini simulasinya berbeda. Bisa tidak
simulasinya disamakan? Cuma ujungnya yang satu belum serentak, yang satu serentak, itu sudah
mulai mengerucut lagi kalau begitu, misalnya. Jadi itu nanti tinggal kalimatnya kan diatas kalau
simulasinya sudah sama tinggal kalimat di atas dan ujungnya saja yang berbeda. Yang satu kolomnya
tidak ada serentak nasional, itu sudah mulai lumayan, ada kemajuan.
Ketua, penyakitnya Demokrasi itu adalah ...(suara tidak jelas) kalau ada yang mengejar
perolehan fisik, ada yang mengejar ijin, ada yang mengejar macam-macamlah, ...(suara tidak jelas)
satu orang di Jakarta ini kalau menyelesaikan 10, 20 Pilkada itu enteng, tapi begitu seretak nasional
kita sudah sulit mau ...(suara tidak jelas) bagaimana?
KETUA RAPAT:
Ini tadi usulan ketua menarik, sudah disatukan saja, simulasinya disatukan caranya yang opsi
yang kedua ini masukkan 2016. Jadi gelombang satu 2015, gelombang dua 2016, gelombang tiga
2018, gelombang empat 2020, gelombang lima 2025 selesai. Ya 2015, 2016 kita buat, 2018, 2020,
2025 selesai.
Gelombang yang Opsi I plus Opsi II tapi ada serentak nasionalnya.
Sedikit pak ya, kemarin pertimbangan kita ...(suara tidak jelas) 3 gelombang tidak beresiko
terhadap masalah jabatan 5 tahun, tapi kok 2 ini kenapa pak, tetap berisiko, kalau 3 gelombang dia
...(suara tidak jelas) aman pak. Makanya simulasi ini seharusnya dari Tenaga Ahli itu dihitung akhir
jabatan dari Kepala Daerah itu ada termakan tidak? Bisa di dobelkan tidak? Saya hitung-hitung disana,
ini kalau 2 gelombang tidak mungkin pak, kalau mau aman terhadap jabatan. Karena masa jabatan 5
17
tahun itu kalau kita ...(suara tidak jelas) dia tetap kemakan. Maka kita pertimbangkan masa jabatannya
karena menurut MK kemarin masuk jabatan tetap menurut 5 tahun yang sekarang. Kalau yang
sekarang misalnya pak, kalau yang sekarang kita potong ...(suara tidak jelas) 5 tahun ini keliru,
melanggar Undang-undang. 5 tahun itu ...(suara tidak jelas) sejak dari dilantik, tugasnya SK, maka
kemarin yang menjadi halangan kita adalah masa jabatan pak, coba di ceka masa jabatannya supaa
kita ini gampang 2 gelombang atau mau serentak kayaknya ini bisa serentak nasional, tapi Pltnya itu
ada yang sampai 4 tahun pak.
KETUA RAPAT:
Mohon maaf ini tadi sebelum bapak, yang punya ini, ini sekalian saya laporkan kepada Pak
Ketua sama denan saya laporkan dengan Pak Tagor, jadi pembicaraan kita sampai jam 10.00 tadi kita
buka itu, kita sudah maju ini Pak Rambe, Pak Tagor, majunya itu kita sudah sama-sama sepakat
mencapai pasal-pasal yang ada di Perppu, kita punya opsi baru.
Opsi yang baru yang pertama coba ke bawah dulu, kebawah dulu, jadi pokoknya yang tadi
Perppu sudah ganti semua, kita sudah membuat pasal-pasal baru, cuma ada 2 alternatif.
Yang pertama itu untuk mengatasi masalah Plt-Plt yang kemarin banyak dibicarakan
menyalahgunakan wewenang dan lain sebagainya, kemudian kita mengusulkan perpanjangan Kepala
Daerah yang exsisting dengan persyaratan sama dengan Plt, dia tidak boleh melakukan urusan-urusan
strategis dan sebagainya. Itu satu opsi.
Yang kedua opsinya bukan kepala daerah existing tetapi Sekda ada 2. Nah yang Sekda ini dari
beberapa pertimbangan yang bisa terika t dengan peraturan perundangan yang berlaku. Jadi
pemerintah bisa melakukan ...(suara tidak jelas) kalau dia melakukan penyimpangan. Tetapi tadi ada
pemikiran juga bahwa alternatif satu ini kita buat saja kita sepakati bersama untuk ...(suara tidak jelas)
nanti toh pemerintah kira-kira akan bertahan ujung-ujungnya okelah kita kasih ke Sekda. Ini sudah
mengurangi nuansa Plt yang kita lihat kemarin banyak punya potensi bermasalah, ini perkembangn
Pak Tagor, jadi itu juga mengurangi, kalau kosnong ini bahaya, karena apa? Karena diperpanjang
pejabatnya, atau paling tidak turun ke Sekda.
Karena Undang-undang yang ...(suara tidak jelas) maksud kami mungkin saya ya.
KETUA RAPAT :
Mungkin saya tuntaskan dulu laporan saya ya? Itu keputusan kita tadi nanti Pak Tagor tentu
boleh menyampaikan ...(suara tidak jelas) lagi, kita sudah sampai di sana keputusan kita sudah maju,
tidak ada ada pasal yang baru kita buka, buat seperti ini satu, kemudian ada pasal berikutnya, kita lihat
yang atas lagi. Ada 2 yang kita mau pilih. Pilkada bergelombang permanen dengan simulasi kemarin
yang dinuat oleh Pak Riza ya? Lalu Pilkada bergelombang menuju serentak nasional dengan simulasi
yang yang dibuat oleh Pak Lukman Edy kalau tidak salah ya? Seperti ini.
Tadi kita sedang, ini sudah ketok palu artinya simulasi yang dibuat di Perppu kita sudah tolak
kita sudah sepakat, kita tidak akan pakai itu. Cuma kita masih berdebat apakah Pilkada bergelombang
permanen atau Pilkada bergelombang juga selama 5 tahun, ini sebenarnya ...(suara tidak jelas) nya
bergelombang tetapi menuju serentak nasional. Saya tadi mengajukan lagi Opsi ke tiga, ini coba
simulasinya disamakan saja, jadi simulasinya sudah sama, coba lihat ke bawah, simulasinya sama
tinggal buka antara simulasi yang satu yang diatas sama yang di bawah, tinggal kita yang ini ... satu
kolom serentak nasional nya dipisah disamping, supaya jangan langsung pro pada serentak nasional.
jangan dirapeting dulu diatasnya Pilkada bergelombang permanen strip serentak nasional begitu.
18
Itu kita coba tingkatkan sedikit, jadi kalau mau mencari kecocokan itu juga ditingkat kan sedikit-
sedikit, titik, komanya saja susahnya itu kan? Tadi kita sudah putar beberapa pandangan dari partai
Gerindra menginginkan Pilkada bergelombang permanen tanpa serentak nasional, dari Golkar juga
demikian, kurang lebih PKS juga begitu, karena nanti dievaluasi dulu, kalau PKS begitu, kita evaluasi
dulu Pilkada bergelombang ini, ini kan sudah ada serentak nya juga, kita evalusi dulu nanti yang
membuat Undang-undang pada periode yang akan datang mau membuat serentak silakan, itu
pandangan PKS, ini sekalian masuk juga saya, karena wakil PKS sudah hadir.
Sementara rekan-rekan yang lain, cenderung untuk sekalian saja hal ini serentak nasional,
kira-kira itu ... terakhir. Bang Rambe, Bang Tagor yang ... ini itulah perkembangnnya sebagai satu
laporan. Terima kasih dari saya.
Sedikit ya, potong jabatan diharamkan ini kan? Tidak boleh, diharamkan dalam Undang-
undang sekarang pak.
Oleh karena itu saya bisa interupsi, karena yang diharamkan potong jabatan itu yang memang
sudah terlanjur di SK kan 5 tahun.
Setelah periode 2016 itu kita bisa bikin SK 4 tahun itu pengecualian ...(suara tidak jelas)
KETUA RAPAT :
Kita coba dulu pak ya? Pertama kita tidak harus merevisi Undang-undang yang lain, akibat
timbulnya undang-undang ini, itu yang kita hindari, karena 5 tahun itu adalah Undang-undang. Jadi
jangan dia dilibat karena membuat Undang-undang ini ...(suara tidak jelas) Undang-undang yang lain,
kalau kita mau membuat Undang-undang revisi undang-undang terus sampai 5 tahun ini mungkin bisa
tercapai.
KETUA RAPAT :
Jadi kalau yang Pak Tagor itu, kalau menuju serentak nasional ini akan ada yang terpotong?
19
F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):
Dia tetap ...(suara tidak jelas) pertahankan tetap 5 tahun, kalau memang tidak bisa serentak
nasional, ini devinisi serentak nasional ini juga kita bisa rubah, serentak nasional 3 gelombang,
namanya serentak nasional juga pak, tapi kalau kita paksakan dengan kondisi begini seperti misalnya
tadi ada kata-kata Sekda kita minta, itu ada Undang-undang lagi yang kita rombak, karena di Undang-
undang itu kewenangan Gubernur, yang mengusulkan ke ...(suara tidak jelas) jadi itu juga harus kita
rombak kalau harus Sekda. Kalau kita sepakat Undang-undang yang lain tidak tertabrak, ini lewat.
KETUA RAPAT :
Jadi tidak selalu menabrak ya, pertama begini saya mengklarifikasi ...(suara tidak jelas) itu
cenderung untuk bergelombang.
Bergelombang kalau saya risiko yang hampir tidak ada resiko 3 gelombang.
KETUA RAPAT :
3 gelombang, jadi kemarin pada serentak nasional, jadi serentaknya devinisinya adalah
bergelombang pula ya?
Bergelombang itulah serentaknya, tapi kalau mau dipaksakan serentak nasional ini negeri ini
bisa kacau pak.
KETUA RAPAT :
Pemikiran bapak ini sudah tertampung di opsi yang pertama, Pilkada bergelombang permanen,
bergelombang tapi permanen.
Bukan proses permanennya pak, supaya ada hak nanti dari ...(suara tidak jelas) lagi.
KETUA RAPAT :
Boleh-boleh itu.
Kalau kita kunci nanti, ini kacau, karena Undang Undang Dasar 45 itu memberi keleluasaan
...(suara tidak jelas) atau demokrasinya tidak tetap ada demokrasinya itulah yang menjadi ukuran
secara luas. Kalau demikrasi menjadi ukuran saya melihat hitung-hitung kemarin itu 3 gelombang.
Yang saya minta disimulasi kemarin supaya kita lebih hemat, ada kata-kata hemat, kalau kata-kata
20
hemat hanya terdapat bahwa kalau gubernur dan bupatinya sekali pilih. Disitulah kita cari strategi untuk
menghemat uang, kalau ada kata-kata demokrasi itu bukan ukuran dengan uang kita jalan terus, tapi
kalau mau kita hemat gebuernur dan bupati sekali. Kemarin ada pandangan pak, ada misalnya RPJM
dan lain-lain itu sudah diantisipasi dengan rencana pembangunan. Jadi tetap bisa disinkronkan dengan
Rencana Nasional jangan khawatir kita sudah coba kemarin itu waktu di bupati ini tidak jadi halangan.
Jadi saran saya pertama tetap 5 tahun lah, tidak usah kita rubah lah, banyak sekali nanti
dengan Presidennya lagi 5 tahun, kita robah 4 tahun, ada yang tidak beres gitu loh. Sebenarnya ini kan
keseragaman, kita mau ...(suara tidak jelas) keseragaman sebenarnya, jadi aklau dari
keseragamannya sudah ada kita rubah lagi ini jadi masalah tersendiri lagi nanti.
Jadi kesimpulannya saya berharap yang saya hitung-hitung, 3 gelombang tidak beresiko
terhadap hukum-hukum yang lain.
KETUA RAPAT :
Ini masukan yang bagus dari Pak Tagor ya? Supaya juga tidak kemudian seperti bertentangan
dengan yang punya ide serentak dan sebagainya, itu yang Pilkada bergelombang saja ya kan, ini
masukin saja, jadi memang istilah permanen ini juga muncul tadi pagi, semalam juga tidak ada, ini
sebagai suatu ... untuk membedakan dengan penegasan terhadap serentak nasional itu kan? Supaya
kalau ini lebih dekat lagi ya sudah ini permanennya kita cabut saja pak, bagaimana? Yang penting kan
bergelombangnya ya kan?
Sebentar pimpinan, jadi begini, sebenarnya kalau ini kita kembali lagi, tadi kita sudah ada 2
opsi, 2 opsi ini bergelombang apakah itu bergelombang secara permanen atau bergelombang, tadi ada
opsi juga menuju ke Pilkada secara nasional 2025, itu 2025 tidak ada memotong satupun jabatan dan
dari 5 tahun ini, tapi 2025 kita sampai kepada Pilkada secara nasional. Kalau tang bergelombang tadi
itu otomatis selamanya kita bergelombang terus, kita tidak ada sampai kepada Pilkada secara
nasional.
Yang kedua opsi yang kedua tadi sudah jelas 2025 tadi itu tidak ada satupun yang dipotong
jabatan, bahkan ada tadi juga berkembang Pak Tagor, berkembang tadi itu apakah bupati yang sedang
menjabat itu diperpanjang jabatannya. Sebentar pak, sebentar apakah diperpanjang tadi itu
berkembang pak, diperpanjang dengan membuat ketentuan peraturan pemerintah mengatakan dia
hanya sebagai pelaksana tugas, tidak boleh membuat kebijakan keputusan yang strategis itu atau
Sekdanya jadi pelaksana tugas karena 6 bulan pak tidak alam. Saya tadi malahan kami, cenderung
kepada menuju kepada Pilkada secara nasional 2026 tidak ada memotong jabatan, kita tidak perlu
membuat lagi peraturan di dalam undang-undang itu untuk mengaturnya, ini dan itupun kami tangkap
dan keinginan teman-teman yang terlibat pada saat pembuatan Undang-Undang itu inginnya ada
Pilkada secara nasional. Jadi tidak ada yang dipotong itu kalau yang ...(suara tidak jelas) itu.
Ini begini, ini kita musyawarah pak ya? Kalau kita menuju ke serentak nasional beresiko itu.
Resiko yang paling ringan adalah Plt diperpanjang itu yang paling ringan, tapi kalau Plt diperpanjang
dengan ada yang 3 tahun lebih dan lain-lain itu berisiko tertebrak dengan keuangan pak. Jadi rata-rata
nanti bisa daerah yang Plt nya di atas 3 tahun disclaimer dia nanti.
21
F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH., MH):
Begini, coba ditayangkan dulu yang 2, ditayangkan dulu pak supaya bapak melihat tadi, coba
ditayangkan yang sampai 2015 itu berapa lama masa periodenya.
Tidak sampai 3 tahun, 1 tahun saja.
Kita hanya boleh bermain di Plt. Coba Pltnya kalau 1 kali serentak, Plt berapa yang paling
lama. Lebih pak, lebih pasti, sekali serentak terus. Pada tahun berapa kita adakan pemilu? Yang kita
mulai sekarang pak? 2015, ini ada yang dipotong pak?
Kemarin itu kita rapat, opsi-opsi itu termasuk opsi yang ketiga adalah kalau memotong jabatan
paling lama 1 tahun, kalau mau Plt paling lama 2 kali 6 bulan itu sudah kesepakatan kemarin.
Kalau pemotongan pak, kita tidak usah sepakati. Kalau kita sepakati kita melanggar undang-
undang pak, kita hanya boleh bermain di Plt, itu saja yang aman pak, tapi kalau memotong jabatan dia
ke MK dan lain-lain.
...(suara tidak jelas) 2 alternatif ketentuan 201. Satu serentak dengan 3 gelombang membuat
simulasi, 3 gelombang menuju serentak nasional 5 atau 10 tahun kedepan membuat simulasi tadi
sudah, atas 2 alternatif harus diupayakan memotong masa jabatan serta Plt yang terlalu lama,
maksimal 2 kali 6 bulan.
Kalau sekarang kita lakukan Pak pemotongan jabatan ada, maka yang paling aman kita
bermain di Plt, kita tidak memainkan undang-undang yang lain, kita tidak menabrak undang-undang
yang lain, itu paling aman. Kalau Plt yang terlalu panjang ini berakibat dengan ...(suara tidak jelas) itu
pak, palagi berapa persen, kalau hanya 10 persen dia Plt nya panjang, mainkan saja. Tapi kalau
sampai 50 persen itu bisa berakibat.
22
KETUA RAPAT :
Silakan Bu Diah.
Ya ini sebenarnya 3 gelombang itu kan untuk menyiasati tidak adanya pemotongan jabatan,
kemarin lisensinya itu. Terus yang kedua makanya disiasatinya dengan penambahan jabatan atau Plt,
itu konsekwensi satu point itu. dan yang kedua tentang serentak atau bergelombang itu kan
penetapannya tentang apakah dalam Undang-undang menyatakan menuju serentak nasional, akan
ada serentak nasional, yang turunan 3 gelombang ini akan diatur dalam pasal-pasal peralihan
konsekwensi dari masa transisi menuju adanya serentak nasional atau bergelombang. Artinya kalau ini
akan jadi bergelombang secara permanen dia akan menjadi undang-undang bergelombang ini, tidak
berada dalam pasal peralihan atau pasal tambahan, itu poin-poin yang menurut saya, kalau bicara tadi
merespon Pak Tagore yang poin terbesarnya bagaimana kita membangun sebuah satu pergantian
pemerintahan daerah tanpa adanya pemotongan jabatan, karena walaupun ini terjadi setelah tahun
2015 atau setelah undang-undang ditetapkan, konsekwensinya adalah kita bersentuhan dengan aturan
normatif lain dalam tata negara kita, itu yang menurut satya.
Jadi logis saja kalau ada Plt tidak ada pemotongan, mari kita upayakan sekarang membangun
simulasi, meminimalisir atau meniadakan pemotongan jabatan.
KETUA RAPAT :
Kalau simulasi lagi, simulasi lagi ini pada ...(suara tidak jelas) supaya mana yang paling efisien.
Pak Ketua tadi kan sudah ada solusi ketua, bahwa substansinya 2, dan substansi 2 ini kan 2
pandangan yang mengerucut tidak bisa disatukan. Satu ingin pemilu serentak nasional tentu
berdasarkan perjalanan panjang bahkan ketika membahas tentang Undang-undang pemilihan kepala
daerah semua fraksi di DPR periode yang lalu di Komisi II ini bersepakat spiritnya pemilu serentak
nasional, Pilkada serentak nasional, kemudian itu diambil oleh Perppu semangatnya itu. Nah sekarang
terjadi perubahan pendapat itu tidak menjadi masalah juga, cuma yang ini jangan kita pertajam pak,
karena pasti akan beda pendapat kita, pasti akan beda pendapat, menuju serentak nasional dan tidak
menuju serentak nasional.
Kami di PKB terus terang tetap titik koma, tetap konsisten, karena pertimbangan-
pertimbangannya lebih luas termasuk kajian-kajian dari kementerian Dalam Negeri, soal konflik
misalnya dalam kajian nyata-nyata serentak nasional itu untuk menghindari konflik yang lebih luas,
yang situs hari ini yang tidak serentak nasional justru menimbulkan banyak konflik.
Nah oleh sebab itu tadi solusi sudah ada dari Pak Mustafa Kamal, itu menurut saya bagus itu
solusinya, di dalam normatif pasal 201 itu kita nyatakan sebagai call tingginya menuju serentak
nasional. Perinciannya, detail simulasinya itu diatur dalam aturan peralihan. Nah untuk
menggabungkan 2 pendapat ini, karena kan dibuatan opsi yang ketiga, tahapan-tahapannya itu yang
tidak ada di opsi ke 2, ditambahkan opsi yang lama, jadi setiap tahun muncul 2015 ada pemilu, 2016
ada pemilu, 2018 dan 2025 selesai, itu menggabungkan 2 penangkal ini. Saya kira ini yang kita minta
simulasi.
23
KETUA RAPAT :
Jadi usulan saya itu kita simulasinya kita gabung, kalau itu diterima usulan saya tadi
simulasinya tadi sudah ... tapi yang satu mengatakan tidak perlu ada ujungnya, sudah begitu saja
bergelombang 3 kali begitu menjadi pola, satu lagi ujungnya serentak nasional tapi tapi peruntukannya
juga sama.
Maka itu yang di save pak. Itu prinsip ...(suara tidak jelas)
Apa yang disampaikan oleh pimpinan tinggal ada 2 opsi, mau menuju serentak nasional atau
memang ya bergelombang sesuai dinamika yang ada tapi konsekwensinya sama dengan sekarang,
cuma beda sedikit lah.
Tapi saya sedikit, bahwa bergelombang juga serentak nasional artinya dalam 5 tahun 3 kali
kita lakukan, itu juga serentak nasional, jadi bergelombang serentak nasional, bukan berarti serentak
nasional sekaligus 500 lebih kabupaten itu ...(suara tidak jelas) 500 lebih kabupaten melaksanakan
satu kali, tidak. Jadi serentak nasional bergelombang itu dalam 5 tahun 500 sekian kabupaten itu bisa
melakukan 3 kali. Sedikit lagi pak, sehingga yang saya sampaikan tadi sudah meruntut bahwa 2 pilihan
satu bergelombang satu serentak kita fokuskan lagi spontan biar tidak terlalu jauh ...(suara tidak jelas)
KETUA RAPAT :
Apakah judulnya Pilkada serentak bergelombang, judulnya sama-sama serentak, ada yang
serentak bergelombang ada yang serentak menuju serentak nasional.
Tetap lain pak, kalau saya sih pada prinsipnya yang mana yang lebih baik, kalau yang ...
serentak secara nasionalnya bergelombang atau serentak nasional satu kali itu 2025 itu habis, 2025
kita secara nasional, bahkan 2030 secara nasional, kalau yang tidak ...(suara tidak jelas) atau kita mau
mengambil secara bergelombang serentak nasional pasti ...(suara tidak jelas)
KETUA RAPAT :
Kita berupaya untuk menyederhanakan devinisi, kemudian Pak Mujib kemarin menjelaskan, ini
ada asbabun nuzulnya, dan asbabun nuzulnya sudah jelas semangatnya teman-teman sebelumnya itu
yang namanya serentak nasional itu ya sama waktunya, sama tahunnya edan sama waktunya, itu
bukan kemudian dibikin definisi baru yang dinamakan serentak nasional itu adalah serentak pertama,
24
serentak kedua, serentak ketiga. Maksud dari asbabun nuzulnya yaitu ketika Undang-Undang Pilkada
ini dibuat oleh periode sebelumnya dan semangat itu pula yang dimasukkan di dalam Perppu itu.
Kalau saya jangan sepertinya serentak nasional itu sudah merupakan keharusan, ini bukan
keharusan bolehlah soal langsung dan tidak langsung, dan kalau dikatakan langsung itu suatu
keharusan ...(suara tidak jelas) ya tidak ada. Kita menyadari sekarang sudahlah langsung saja ...(suara
tidak jelas) jadi itu. Jadi kalau menyangkut serentak nasional yang 3, memang jangan terjebak di
permanen, 3 gelombang inipun nanti bisa mungkin arahnya ke pemilu serentak nasional, makanya tadi
malam itu ditanyakan sampai kapan, kalau ...(suara tidak jelas) mungkin 2020, 2029, tapi untuk kali ini
langsung kita trabas ini memang ada alternatif yang kedua itu di 2025. Oleh karenanya mana yang
ringkas kalau toh nanti tidak apa-apa di pasal peralihan misalnya kalau ...(suara tidak jelas) kita buat di
pasal peralihan bahwa ini nanti pada tahun 2000 sekian menuju serentak nasional. jadi yang
gelombang di atas tadi kita prediksi ini nanti akan menuju ke serentak nasional, ketimbang kita
mengaturnya, menentukan, mendekati, inilah ini satu bahan juga tapi di rumusan kita saya kira jalan
keluarnya di aturan peralihan setelah ini saya nyatakan ...(suara tidak jelas) aturan peralihan.
Gelombang yang kita lakukan sekarang, kalau ini akan menuju serentak nasiona. Di Pasal peralihan
jadi ini jangan lagi ...(suara tidak jelas) peralihan di ketentuan saja atau mau dimasukkan ...(suara tidak
jelas) juga boleh tapi ada pasal tersendiri lagi pasal peralihan dinyatakan ini akan.
Tidak, misalnya inikan kita sepakati 2 apa? Gelombang satu Februari 2015 ya kan dengan
seperti ini, gelombang kedua Februari 2016, gelombang ketiga Februari 2018, ini kita atur sama di
penjelasannya kan tidak mungkin, tahapannya jadi ditaruh di pasal berikutnya nanti adalah kita
tambahkan 3 gelombang ini kita arahkan untuk begitu saja pasalnya, jangan kita persoalkan sekarang.
Jadi kalau nanti mau dilakukan ...(suara tidak jelas) katakan mau batasan tahun, ...(suara tidak jelas)
begitu saja saya kira.
Usulan Mbak Diah tadi bagus itu normatif menyatakan pemilu serentak nasional ini, diambil
sebagai sistem yang kita pilih, pasal 201 ayat (1), Pasal 201 ayat (2), (3), (4), kita buang, tidak ada itu.
nah kemudian muncul di aturan peralihan di itu menyatakan bahwa pemilu serentak itu dimulai 2015
pentahaoan pemilu menuju serentak nasional dimulai tahun 2015 dan pemilu serentak nasional tahun
2025 sudah, simulasinya serahkan kepada eksekutif membuat, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Kalau pemotongan masa jabatan itu dimulai saja, boleh tidak? ...(suara tidak
jelas) sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jadi simulasinya kita serahkan kepada eksekutif. Tahun
di awalnya ini serentak nasional terakhirnya saja yang kita sebutkan 2015 dan 2025, aturan
peralihannya.
Jadi tahapan menuju serentak nasional itu dimulai tahun 2015 dan pemilu serentak nasional
akan dilaksanakan tahun 2025. Tahapannya serahkan kepada eksekutif.
25
F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):
Bola panas serahkan kepada eksekutif pak ya? Oke, jangan di kita, ini bola panasnya ...
KETUA RAPAT :
Sudah banyak kemajuan kita ini, maju terus, maju terus. ... (suara tidak jelas)
Plt kapanpun bisa, pertahun, pertahun, pertahun. Jadi kalau Plt itu istilahnya pertahun.
Plt itu tergantung kalau dia nyebrang tahun itu harus Plt karena akan menyusun APBD, kalau
dia tidak menyeberang tahun dalam kaitan agenda penyusunan APBD bisa Plh. Kalau nyebrang tahun
harus Plt, karena kewenangan menyusun APBD.
Kalau kita menyusun ini, kalau kita punya ini, kalau sistem tadi, tidak akan menyinggung yang
sana pak, tidak terkena dampak ke sana, 3 gelombang yang kena dampak undang-undang yang lain,
jadi kita aman.
KETUA RAPAT :
Pak Ketua, ini tadi saya sudah melaporkan atau sekedar mengingatkan, jadwal kita ini juga kan
terbatas, selain yang mau kita revisi terbatas, jadwalnya juga terbatas, hari Senin, Selasa itu
seyogyanya harus dibahas di Baleg, mudah-mudahan nomornya sudah ada ini, nomor dari Pak Jokowi
ini untuk undang-undang yang telah di ...(suara tidak jelas) tapi saya sudah minta kepada rekan-rekan
ini saya juga mohon di sampaikan kepada masing-masing fraksi yang ada di Baleg ya ada
kesepahaman lah, soal administrasi penomoran ini ya kita sambil jalan saja, nanti begitu ada nomornya
sudah selesai, apalagi hari Senin ini Pak Jokowi kan konsultasi dengan Pimpinan DPR, kita harus
sampaikan masalah ini, ini harus segera diundangkan, jangan digantung-gantung terus ini, bukan
hanya itu begitu hari senin dan Selasa di Baleg ada penyisiran, harmonisasi maka Paripurna hari
Kamis itu bisa putuskan itu, masuk dalam Prolegnas.
KETUA RAPAT :
26
KETUA RAPAT :
Untuk ketok palu ini kan pak? Lalu yang harus kita ingatkan ke Pak Jokowi juga Ampresnya
harus segera turun, supaya bisa dibahas dengan pemerintah segera, jadi gelondongan ini harus
sampai ke Pak Jokowi detail, dia harus komitmen dengan jadwal kita, rapat kita semuanya buyar
semua. Kita sudah kerja keras, kerja rodi pak kita ini, berhari-hari kita membahas ini lalu kemudian
lewat juga barang ini. Kalau tambah satu masa sidang yang dibawah ini sudah mulai ada riak-riak
mungkin. Kalau normal masih bisa diurut-urut kalau ini sudah tidak bisa lagi.
Sekali lagi saya kira biar kita clear, kita upayakan yang gelombang-gelombang yang tidak
terlalu panjang Plt, yang tidak terlalu dipotong, masa jabatan kan tidak terlu paling banyak 6 bulan itu.
Kalau Plt memang tidak terhindar, sekarang begini ya, Pilkada gelombang itu permanennya
tidak usah dulu deh, ini kan misalnya 2016 itu akhir masa jabatan 2015 begitu kan, kita tarik dia yang
2015 dan yang 2016 semester 1 itu. Jadi ada yang narik April ...(suara tidak jelas) Februari cuma dia
diperpendek tapi ya, kalau tadi dia pilkadanya itu 2 bulan sebelumnya itu kan karena ada 2 putaran,
jadi dia kita sederhanakan dia di 2 Februari misalnya bulan 2 tahun 2016.
INTERUPSI:
Tidak dia jelas di SK itu sejak dilantik 5 tahun itu jelas, satu haripun tidak bisa dikurangi, itu hak
dia yang saya jadwal kita bermain di Plt saja main di bebas ...(suara tidak jelas) jangan ada
pemotongan.
Nanti bisa digeser ke periode ke dua, gelombang kedua, resikonya Plt agak panjang.
27
KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):
Itu disitu, kita kan kemarin sudah sepakat Plt jangan terlalu panjang.
Tidak terlalu ...(suara tidak jelas) bang karena 3 bang. Kalau 2 itu panjang.
Kacau makanya kita ambil 3 gelombang. 3 gelombang ini tidak ada yang terpotong, dan tidak
ada yang panjang Pltnya, saya jamin. Maka kita harus simulasi riil jangan simulasi begini tidak
kelihatan bang data validnya, data valid itu ditaruh sini, baru dapat hitungan berapa, paling lambat nanti
Plt satu tahun setengah, paling lambat. Plt itu bang biasanya SK nya per satu tahun sampai dia
menyelesaikan tugasnya. Apabila tugasnya selesai sebelum satu tahun.
KETUA RAPAT :
Tadi saya bilang 3 gelombang, 3 gelombang ini yang akan di norma kan pun di undang-undang
ini yang akan di normalkan ya 3 gelombang itu, gitu kan? cuma persoalannya menuju serentak
nasional atau tidak? Soal hitung-hitungan tehnisnya nanti ya bukan kita, 3 gelombang tahunnya A, B,
C, D. Sudah selesai normalnya cuma ini yang kita atur, tidak sampai detail-detail nanti ...(suara tidak
jelas)
Serentak nasional tahun 2025, urusannya, urusan yang akan datang, expotec dia yang
...(suara tidak jelas) mau bagaimana tidak beresiko terhadap negara. Kita mungkin jadi Presiden.
Jadi saya tadi belum selesai, jadi misalnya 3 gelombang, kita putuskan di aturan peralihan ...
gelombangnya bahwa ini diarahkan untuk yang akan datang menjadi serentak nasional, disana kalau
perhitungan gelombang yang di atas sini paling cepat tahun 2027, itu yang tadi saya runding di
belakang ini. Jadi kalau mau itu kita lakukan ya selesai. Tapi karena kita atur bagaimana ...(suara tidak
jelas)
28
KETUA RAPAT:
Ya sudah kita kan serentak semuanya, serentak nasional 2027, menuju serentak nasional kita
lakukan 3 gelombang.
Gelombangnya tidak usah diatur, tehnisnya selesai. Jadi mulai 2016 dan serentak nasional
2027.
Kalau tidak sanggup 3 kali, Menterinya dipertanyakan. Karena dia paling gampang juga, 3 ini
paling gampang, kalau 2 dia pusing.
Kalau Pak Fandi kan serentak nasional 2020, kalau menurut saya tidak mungkin pak, saya
sudah simulasi tidak mungkin 2020.
KETUA RAPAT :
Teknisnya bagaimana?
Startnya 2016?
KETUA RAPAT :
29
WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):
KETUA RAPAT :
Diketik langsung.
Di Pasal 201 ayat (1) Pemungutan suara serentak dalam pemilihan gubernur, bupati, walikota
masa jabatan berakhir, ini kita ganti Pemilihan Kepala Daerah, Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota dengan cara. Ayat (1) ini menyatakan bahwa sistimnya pemilu serentak nasional ayat (1) ini.
... ya kita kembalikan lagi nanti bikin ... tetapi ayat (1) menyatakan sistemnya pemilu serentak nasional.
Yang ayat (2), (3), (4), (5) ini buang tidak ada.
Nah kemudian di aturan peralihan.
Itu di aturan peralihan kita buat. Jadi ayat (2), (3), tentang pentahapan-pentahapan itu diluar,
muncul di aturan peralihan yang menyatakan tahapan pemilu serentak nasional dimuai tahun 2016 dan
pelaksanaan serentak nasional tahun 2027.
Terlalu bebas orang itu pak, dimana kita awasi dia ...(suara tidak jelas) kita membuat undang-
undang supaya mengawasi mereka, diktator dia nanti.
Jadi tahunnya sebagaimana ...(suara tidak jelas) bahwa Pemilu serentak nasional di tahun
2027.
30
KETUA RAPAT :
Mungkin kita juga ...(suara tidak jelas) pendapat Pimpinan Pak Lukman Edy dan Pak Rambe
jadi disitu tetap dimuat tahapannya tetapi kalimat pembuka pertamanya adalah Pemilu serentak
nasional dilaksanakan pada tahun 2027 dengan proses tahapan sebagai berikut: yang habis masa
jabatan tahun sekian di laksanakan pada tahun sekian, dan seterusnya.
KETUA RAPAT :
Sudah pak kalau yang pasal-pasalnya kecuali yang pasal ini belum.
KETUA RAPAT :
Tadi yang Plt saya sudah lapor kan bang. Nanti sama pemerintah kita bahas lagi. Oke ya?
(RAPAT : SETUJU)
31
F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):
Ini orang baru tamat universitas langsung masuk, belum 25 tahun ini kan.
KETUA RAPAT :
Kemarin kita sudah ada pembicaraan, kita akan mencari usia lebih matang, tapi sekarang
...(suara tidak jelas) saja apakah ini sudah cukup matang atau kepingin lebih matang lagi.
KETUA RAPAT :
Makanya ini tidak ada naskah akademiknya ini kenapa usia ... ini angka yang ... jadi 27.
Silakan pak.
Tentang usia sebelum kita menentukan bilangan angkanya mungkin kita lihat korelasi tentang
syarat pendidikan di ...(suara tidak jelas) itu. kalau disitu disebutkan pendidikan paling rendah sekolah
lanjutan atas atau sederajat maka, kita ambil ...(suara tidak jelas) waktu berapa tahun setelah dia lulus
SMA dianggap matang, kalau hitung-hitungan secara biologis dalam ilmu kesehatan 25 dan 30, kalau
Pria 25, kalau yang wanita itu 20. Matang boleh menikah dan hamil. Jangan kemudian lulus SMA boleh
jadi bupati.
KETUA RAPAT :
Ini kalau konkritnya usia berapa pak, karena kita perlu bicara angka disini.
Saya pikir kalau untuk gubernur dari standar, saya pikir kalau Gubernur dulu-dulu ...(suara
tidak jelas) tapi kedepan dari pendidikan dulu, nanti usia soal lain. Tidak salah kalau kita patok khusus
untuk Gubernur minimal S1, tapi kalau untuk bupati atau walikota karena levelnya kalau gubernur itu
sudah ...(suara tidak jelas) rasional itu dari segi latar pendidikan. Kalau usia untuk gubernur mungkin
35, untuk bupati atau walikota 27, itu saran saya silakan teman-teman yang lain.
KETUA RAPAT :
Silakan pak.
Jadi sebenarnya masalah usia ini, sejauh mana dia ada juga usia 40 ada juga belum matang,
Cuma sebagai referensi kita selama ini kan usia 25 sampai 30, 25 untuk bupati, 30 tahun untuk
gubernur, selama ini kan tidak ada masalah untuk usia calon ini.
32
Yang kedua terkait dengan pendidikan, tapi Presiden saja taman SLTA, saya malahan kalau
masih bisa mentaati syarat itu ini dibates derajat yang mana? Karena sederajat ini yang banyak
masalah, paket c, ...(suara tidak jelas) soal yang sederajat ini, sebab memang kalau sarjana ini nanti
akan ada gigatan orang juga karena presidennya saja tamatan SMA.
Di syarat Pilpres, tapi kalau nanti kita pasti akan perbaiki dulu Presidennya baru kita bisa
menyesuaikan ini.
Karena tergantung kita pak, 2016 ini ...(suara tidak jelas) syarat ini kita gunakan.
Saya hanya ingin menyampaikan keberhasilan China pak, tentang pemimpin. Gerakan itu
dimulai di tahun 1080 direalisasi di tahun 1982, 76 persen pemimpin partai pemilu China itu Pendidikan
SMP ke bawah, 76 persen tahun 1980.maka dicanangkan oleh Beng semua calon pemimpin harus
sarjana, dan itu buahnya sekarang. Hampir semua pegawai negeri di sana, Presiden China itu lulusan
Programing. Jadi menurut saya kalau syarat ini bisa di naikkan.
KETUA RAPAT :
Memang inilah saatnya sebetulnya kalau memang mau mulai ...(suara tidak jelas) sekarang
dari sini, kemari-kemarin itu itu ada yang baca psikologis jadi ...(suara tidak jelas) diskusinya,
bagaimana kita mau bikin ...(suara tidak jelas)
Pendapat saya dari pertama kalau ...(suara tidak jelas) tadi 25 atau 30 kita kan melalui usia
itu, bagaimana kita ketika usia 25, bagaimana kita ketika usia 30 meskipun tidak sama, tapi rata-rata
kita bisa membayangkan, untuk menjadi Kepala daerah usia 25 tahun itu relatif tingkat kematangannya
masing-masing ...(suara tidak jelas) apalagi 30 untuk Gubernur, juga rasanya masih belum sematang
yang diharapkan untuk memimpin tingkat Provinsi. Bagaimanapun harus diakui pasti berbeda SLA
dengan yang sederajat dengan Paket A, B, C, juga ...(suara tidak jelas) terlepas dia dari perguruan
tinggi mana tapi orang yang telah mengenyam pendidikan tinggi ...(suara tidak jelas) dan lulus S1 itu
pasti berbeda dengan yang SLA, pasti berbeda, tidak bisa dipungkiri. Jadi itu barangkali alasan saya
tadi, terima kasih.
33
KETUA RAPAT :
Ya saya rasa itu sesuai dengan peningkatan kualitas kepemimpinan kita yang diikat oleh
pendidikan itu saya pikir seiring dengan semangat kita untuk menghargai, atau semangat kita untuk
meningkatkan pendidikan nasional, jadi kita menghargainya adalah dengan mulai memikirkan
kualifikasi pendidikan untuk kepemimpinan bangsa.
KETUA RAPAT :
Oke mungkin juga itu yang membuat usia lebih matang, kalau kita simpulkan 30 untuk Bupati,
35 untuk Gubernur ya?
(RAPAT : SETUJU)
KETUA RAPAT :
Ini kalau sekarang bupati, misalkan gubernur yang usianya di bawah itu bagaimana? Ini mohon
maaf ini saya, ...(suara tidak jelas) ada pak 32 tahun. Jadi di Madura itu Buoati 25 tahun. Begitu tadi
kira-kira penjelasannya.
Penjelasannya.
KETUA RAPAT :
Pendidikan S1.
Saya mengantisiasi apa yang telah disampaikan teman-teman PDI supaya ini ada upaya untuk
meningkatkan kualitas kemampuan pimpinan daerah, mengusulkan Sarjana, kemudian untuk Gubernur
maupun Bupati Walikota pemahaman tentang sederajat memang harus dijelaskan, sering kali
menimbulkan bias implementasi di tingkat bawah. Maka dimasukkan di dalam penjelasan ...(suara tidak
jelas) sederajat dubuktikan dengan ijasah pendidikan formal.
KETUA RAPAT :
Itu di penjelasan ya kira-kira tolong dimasukkan, saya kira bisa langsung di ketuk.
(RAPAT : SETUJU)
34
KETUA KOMISI II (RAMBE KAMARUL ZAMAN):
Jadi Gubernur Sarjana, Bupati Walikota Sarjana juga? itu kita sepakati dulu? Sarjana juga?
makanya ini Bupati ...(suara tidak jelas)
KETUA RAPAT :
Jadi Bupatinya SMA, kalau mau lanjut Gubernur sekolah lagi, kalau tidak dia tidak bisa lanjut,
begitu kan kira-kira.
Pimpinan ide dasar untuk menentukan kualifikasi itu minimal sarjana itu ...(suara tidak jelas)
kabupaten kota, melihat konsidi daerah, tingkat kemajuan, kemudian pendidikan, kemiskinan dan
sebagainya. Jadi memang masih banyak mereka yang berkualifikasi SLTA, kalau dipaksakan
sarjanapun mereka akan mencoba mencari-cari dengan cara-cara yang bertentangan dengan aturan.
Jadi mingkin untuk bupati walokota bisa SLTA, tapi Gubernur Sarjana.
Terpencil-terpencilnya satu daerah kabupaten saya pikir sarjana sekarang ini sudah bejibun,
bertumpuk. Seterpencil-pencil suatu daerah. Kita membayangkan 20 tahun yang lalu.
KETUA RAPAT :
Bagaimana kalau kita ketuk sarjana ini? ...(suara tidak jelas) 15 tahun tapi saya bisa ketok palu
saja. lalu membicarakan setiap pembahasan undang-undang.
Pimpinan, Pimpinan.
KETUA RAPAT :
Ya silakan pak.
35
F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):
Yang pertama terkait dengan umur, kita putuskan bahwa di Indonesia ini usia harapan hidup itu
lebih maju, padahal di Undang-Undang 5 tahun 74 itu yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
...(suara tidak jelas) harapan hidup itu lebih buruk dari pada kondisi sekarang. ...(suara tidak jelas)
Yang kedua terkait dengan ijazah, saya sepakat kalau dia S1.
KETUA RAPAT :
Ini usia harapan hidup. 17 tahun tamat SMA, 4 tahun atau 5 tahun misalnya dia tamat STPDN
itu, saya 25 tahun ...(suara tidak jelas) 25 tahun lurah dan itu sudah matang. Kalau saya dari STPDN
to? Sehingga saya mengusulkan kalau memang usia, dengan usia harapan hidup ...(suara tidak jelas)
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Iya.
Iya, saya sepakat, bupati maupun gubernur sarjana minimal, ini kita memberikan kehormatan
juga kepada dunia pendidikan yang ...(suara tidak jelas) sangat serius.
Kalau soal stock ketua, pengalaman saya, di daerah-daerah terpencil pasti punya sarjana satu
atau dua. ...(suara tidak jelas) kita itu pendamping-pendamping pedesaan daerah-daerah tertinggal itu
tetap ada sarjananya pak.
36
F-PDIP (TAGORE ABUBAKAR):
Untuk umur saya sepakat kembali pada awal 25 dan 30, karena 25 itu sudah matang pak,
untuk sekarang ini pak, kematangan cepat sekarang pak, karena vitamin terjamin, sudah minum susu,
sudah makan roti, kalau kita dulu 25 belum dewasa karena minum susu tidak pak, minumnya air tajin,
air beras pak.
Sekarang ini anak-anak atau sarjana 21 tahun ada yang tamat sarjana pak, SD itu akselerasi 5
tahun, SMP ekselesarasi cuma 2 tahun.
Bang kalau Tuhan ngangkat pemimpin umur berapa? 40 tahun kan, itu yang membuat kita.
KETUA RAPAT :
Nabi nikahnya usia berapa? 25.
Kalau soal pendidikan saya sepakat S1 lah, walaupun sebenarnya kalau mau lebih bijaksana,
setelah 5 tahun berlakunya, kalau hari ini saya Pak Kyai masuk pesantren kualiah dulu, tapi kalau
sudah sepakat S1 dari sekarang setuju, tapi kalau mau bijaksana kita ada waktu orang kalau saya
masih SMA hari ini, persiapan 5 tahun, atau D3 pak Edi, ini masalah kebijaksanaan satu. Karena
tokoh-tokoh banyak yang tidak sekolah juga bang, tapi kalau mau bijaksana setelah 5 tahun berlaku,
jadi orang ada persiapan.
Kedua, tetapi dijelaskan setelah 5 tahun kedepan ini orang terpacu untuk sekolah, jadi
membantu memotivasi sekolah. Yang kedua soal umur, sebetulnya yang baik itu harus ...(suara tidak
jelas) itu yang baik, cuma yang lebih bijaksana S1 nya setelah 5 tahun, karena kalau hari ini saya
sudah ganti ...(suara tidak jelas) sekolahnya lari-larian, sejkolah 5 tahun kan tidak bijaksana, menutup
presiden saja ...(suara tidak jelas) tapi kalau diberi waktu 5 tahun orang tidak ada pilihan harus sekolah
kan begitu, itu kalau mau bijaksana atau D3. Ini kan untuk memacu orang untuk sekolah.
Umur kalau saya itu 30, 35. Jai begini. Pertimbangannya begini betul ada yang dewasa 25 tapi
secara umum, terus bupati kedepan ini kan bukan jabatan yang mudah, mantan-mantan bupati lebih
tahu, umur 25 itu seberapa sih? Sematang-matangnya kan begitu. Kemudian kita bicara karier orang
kita sudah hitung, katakanlah si A jadi bupati hari ini 2 periode berarti umurnya 25, dari 25 kan 10 tahun
35, nyambung lagi 35 jadi gubernur 2 periode, berarti kan umur 45. Jadi Presiden masih lebih hebat
dari Jokowi 45, betul tidak? Jadi logika berfikirnya orang yang umur 25, 10 tahun bupati, 10 tahun
gubernur, baru 45 mau jadi Presiden coba. Jokowi saja 53.
37
Jadi maksud saya tidak mengurangi, tidak menghalangi karier orang, kita kan juga harus
berfikir pemimpin kedepan itu ada tahapan-tahapan nya, bijaksana kalau 30 jadi dia umur 50 jadi
Capres kira-kira begitu. Bukan berarti umur 40 tidak boleh jadi Capres, itu pertimbangan sederhana
begitu.
Begini loh, ...(suara tidak jelas) pemikiran yang lain, saya melihat PNS karier ya, yang PNS
karier yang mereka tamat dari STPDN, IPDN itu teruuus sampai dia menjapai jenjang Sekda misanya
sudah tertinggi, usianya sudah usia berapa? Artinya diatas 50 atau gubernurnya itu usia 30, 40, 25.
Dari segi usia itu tidak ... ketinggalan dari segi latar belakang pendidikan, dalam praktek itu sekarang
kepala dinas, itu sudah eselon II itu S2, jadi kalau Kepala daerahnya Cuma SMA kita jangan melihat 30
tahun ke belakang, kan kedepan. Jadi suoaya daya saingnya juga tinggi dan kewibawaan kepala
daerah itu sendiri. Apa sih salahnya kita semua sarjana.
Jadi begini, kalau soal usia saya kira kita ...(suara tidak jelas) untuk bupati, Gubernur saya kira
30 kan rata-rata pemimpin-pemimpin ini yang itu adalah yang umur 32 itu jadi gubernur, dan kelihatan
itu tidak kalah dengan yang ...(suara tidak jelas) Kemudian soal ijazah, karena angkatan-angkatan saya
yang tamatan akademi dulu ada yang tidak sampai mau S1 tetapi mereka masih menjadi tokoh-tokoh
...(suara tidak jelas) oleh sebab itu saran saya, tapi mereka untuk saat ini masih potensi untuk jadi
kepala daerah, dan banyak mungkin ...(suara tidak jelas) yang dibawah kita, yang dulu sekolah di D3
tapi mereka misa jadi ...(suara tidak jelas) mungkin ada yang punya kemampuan ini dan sampai
dengan 5 tahun yang akan datang dia masih punya peluang untuk jadi kepala daerah.
Oleh sebab itu sarat mungkin untuk bupati kita ambil D3.
Saya kira itu.
Sedikit ketua, jadi kepala daerah itu dan kepala pemerintahan, dua dia fungsinya, Kepala
pemerintahan itu kalau SMA untuk kepala dinas itu ...(suara tidak jelas) III/c mentok sudah, kalau S1
baru bisa ubntuk kepala dinas. Jadi kalau persyaratan kepala daerahnya kurang dari kepala dinasnya
ini kacau, dari pengalaman kami pak psikologi, pengalaman kita. kalau dia, kalau teman-teman itu
orang ...(suara tidak jelas) itu tidak bersekolah itu dibodoh-bodohin sama Sekdanya pak, kalau dia
sudah S1 itu itu sudah bagus. Jadi kalau SMA Cuma III/c putus, tidak bisa naik lagi. Kalau D3 III/d
habis tidak boleh lagi. Sedangkan Sekda itu ini IV/b bersangkutan menjadi Sekda itu S1. Jadi kalau
bupati dan gubernur ini adalah kepala daerah, kepala pemerintahan S1 itu memang lebih tepat.
Terima kasih.
Kita jangan karena hanya mengakomodir segelintir orang lantas kita menurunkan greet dari
apa yang kita harapkan kedepan, masih jauh lebih banyak potensi yang anak bangsa ini kedepan yang
38
latar belakan S1 dari pada yang D3, denga tidak mengurangi rasa hormat saya, saya mengatakan
bahwa D3 dibawah S1 tidak, tapi untuk bangsa ini kedepan supaya menjadi lebih baik, itu saja.
Saya interupsi.
Jadi memang kalau kita lihat bahwa S1 D4 sama, Cuma kalau Gubernur itu disamakan Partai.
Saya kira kita ambil sarjana orangnya Gubernur, paling rendah minimal itu D1, kalau bupati
walikota minimal Diploma 3, minimal, jadi kalau banyak sarjana ya? Oke ya? Setuju ya?
(RAPAT : SETUJU)
(RAPAT : SETUJU)
Baik lanjut, syarat ada di sana kalau tidak salah, terus-terus. Umur minimal Diploma 3.
INTERUPSI:
Maksimalnya ya tidak.
Ini kan berlaku untuk yang akan datang kan soal umur ini.
39
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):
Jadi begini, bukan, bukan, kalau soal umur, tidak pendidikan, kalau umur sudah 2016 ini sudah
berlaku sambil nanti begini, tolong di cek umpamanya saya sekarang bupati Bogor masih incumbent
mau nyaleg kan juga tidak bisa, di cek saja persisnya, mudah-mudahan tidak ada.
Kalau ada, kalau tidak ada ya jangan. ...(suara tidak jelas) tidak pernah dijatuhi pidana itu kan
sudah sebentar lagi. Tapi ada tambahan tidak akan ...(suara tidak jelas) ini ada tambahan dari Fraksi
yang merah ini.
F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):
Ini yang perlu kita ini, kalau diatur pidana 5 tahun atau lebih. Yang diancam pidana 5 tahun
atau lebih, ini harus ditinggalkan irasional itu karena saya sendiri dulu selalu diganjal orang ...(suara
tidak jelas) pidana ancaman pidana 5 tahun. Tapi perkaranya lupa, pasal 359 kemudian saya bersama
dengan ...(suara tidak jelas) putusan MK mengatakan bahwa ini tidak berlaku bagi pemohon pertama
saya, karena itu ...(suara tidak jelas) lupa, karena lalainya. Karena orang yang kecelakaan lalu lintas itu
ancaman pidananya 5 tahun lebih itu. Kalau kita mengadopsi ini berarti, terancam gagal, batal. Begitu
juga Budiman Sudjatmiko karena politik, jadi artinya harus kita di dalam rumusannya kecuali terhadap
tindak pidana lupa, mungkin karena lalainya. Jadi saya tidak menyebut 359 karena masih banyak
tindak pidana yang lainnya, cukup ...(suara tidak jelas) itu 5 tahun.
Lalai itu apa? Contohnya apa? Kecelakaan apa saja? kelompok lalai itu maksudnya apa selain
kecelakaan?
Tindak pidana politik. Pimpinan 5 tahun ...(suara tidak jelas) tapi tidak perlu yang
mengumumkan secara terbuka dan jujur tidak perlu, tidak ada kewajiban saya misalnya untuk ...(suara
tidak jelas) saya dari pada dihukum. Jujur memsng dan saya tidak bersalah kalau persoalkan itu, tapi
ini orde baru. Masuk orde baru jangankan 2, dia punya kursi, kursinya gua tidak suka, jadi orang yang
tidak bersalahpun ...(suara tidak jelas).
Ini kami minya konfirmasi karena kita baca ini kan usulan dari teman-teman PDIP yang merah
ini, ini kita dalami, saya prinsipnya setuju saja ini, ...(suara tidak jelas) 5 tahun atau lebih kecuali yang
bersangkutan telah selesai menjalankan pidana lebih dari 5 tahun. tapi dimana menekankannya.
40
F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):
Jadi saya melihatnya tidak pernah itu, diganti menjadi tidak sedang karena ini kan kontradisksi
sama yang di bawahnya, kalau tidak pernah kan kesannya pernah.
Ndak, bukan itu pernah tetapi dia sudah 5 tahun lampau dari masa menjalani, misalnya bebas
hari ini 5 tahun yang lalu sudah keluar.
Sebenarnya begini pak, ini secara hukum, yang G, tindak pidana yang diancam sama divonis
beda kan bang. Itu hati-hati itu orang soal diancam saja sekalipun putusannya Cuma 4 tahun tidak bisa
kita, kena kan? Saya ini diancam vinis tapi setahun tidak bisa kan bang? Terus saya diancam 6 tahun
divonis 1 tahun, terus sudah menjalani boleh tidak kalau buat ini? Tidak boleh.
Kalau di Undang-undang pemilu kan 5 tahun, yang diancam 5 tahun ...(suara tidak jelas) jadi
kalau memang Pileg kita tentukan juga kan tetap kontadisi, Cuma 5 tahun setelah 5 tahun itu, 10 tahun
kemudian ini bisa?
Begini, pengertiannya adalah seorang telah divonis dan dinyatakan bersalah dan dihukum,
pasal yang di jadikan dakwaan oleh Jaksa adalah pasal yang diancam dengan pidana 5 tahun atau
lebih, 68 ... dan sebagainya. Kemudian setelah dia keluar menjalani hukuman, 5 tahun kemudian dia
baru boleh maju sebagai calon. Tapi kalau baru 4 tahun yang lalu keluar atau baru 3 tahun yang lalu
dia terganjal dengan ini.
Kalimatnya itu sudah benar, Cuma hanya dari saya ...(suara tidak jelas) dengan yang
bersangkuran mengumumkan, karena menurut saya tidak ada pentingnya bahwa ini usulan dari Fraksi.
Jadi begini ketua, kalau tidak salah yang dikatakan oleh PDIP ini sama seperti Pileg, seperti ini,
sehingga Pileg ini ...(suara tidak jelas)
KETUA RAPAT :
Atau biarin saja dulu gitu nanti, Cuma ini saya tanya kalau dia politik itu dipolitiknya ada bicara
tidak? ...(suara tidak jelas) yang dilakukan oleh pimpinan DPR itu yang dimaksud ...(suara tidak jelas) ,
AM Fatwa, Soekarno apa begitukan?
Ini adalah Pasal yang memang sudah ada pada undang-undang sebelumnya, baik Undang-
undang 32 maupun Undang undang yang melaksanakan pelaksanaan Pilkada.
Yang mulai tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan ..
Yang biru saja sampai kepada yang merah, 5 tahun ...(suara tidak jelas) jadi undang-undang
sebelumnya dia ...(suara tidak jelas)
Waktu pencalonan anggota DPR, atau satu formulir, saya tidak tahu apakah itu aturan dari
KPU atau ...(suara tidak jelas) kemarin satu halaman, Pernyataan saya yang bertanda tangan di bawah
ini, saya tidak mau salah-salah. Bersama ini menerangkan bahwa benar saya pernah dijatuhi pidana
bla, bla, bla, karena tersangka masyarakat sudah tahu kok.
42
KETUA RAPAT :
Jangan dihapus, nanti pas kita ...(suara tidak jelas) pemerintah kan bisa. Berikutnya saya
membaca ya.
Ketua, kalau dicabut hak politiknya bagaimana maksudnya? Ini kan ...(suara tidak jelas)
dicabut hak politiknya.
KETUA RAPAT :
...(suara tidak jelas) hukuman tambahan dari pasal tentang perbuatan pidananya ancaman
hukumannya tinggi misalkan korupsi, kemudian ...(suara tidak jelas) sudah tidak ada.
Jadi itu keputusan inkrah Mahkamah Agung pak, ...(suara tidak jelas)
Rahmat Yasin Bupati Bogor, itu jangkauannya selain hukumannya sekian tahun, itu 1 tahun
dicabut hak politiknya.
Tapi kan tidak bisa juga, kita kan pasti mencalonkan hak politik itu.
43
F-PDIP (H. KRH. HENRY YOSODININGRAT, SH):
Itu berlaku secara universal ya? di daerah manapun gak ada ...(suara tidak jelas) politik itu.
Atau begini dikasih warna kuning, kita konsul dengan ...(suara tidak jelas) kenapa dulu ada
pasal ini.
KETUA RAPAT:
Tidak, karena dikasih warna kuning ini kan besuk mau kita ...(suara tidak jelas) catatan kita
saja, akan mengusulkan ini ...(suara tidak jelas) pemerintah. Berikutnya adalah, jadi ini setuju kita
ajukan dengan ada catatannya di internal kita masih, berikutnya ini saya melihat tidak pernah
melakukan perbuatan tercela, di penjelasannya saya lihat tidak melakukan zina, kan itu lucu.
Bagaimana cara membuktikannya, penjelasannya itu ada, itu berlebihan, kalau masu minta masukan
itu penjelasannya kita hapus, cukup membuktikan bahwa dia berkelakuan baik, di penjelasannya.
Dan ini nanti P3DI ini Mas tidak mencela pasalnya itu dan caranya itu ...(suara tidak jelas) di
penjelesannya cukup dengan membuktikan dia berkelakuan baik ...(suara tidak jelas) penjelasannya itu
dihapus.
Oke,
(RAPAT : SETUJU)
Lanjut.
Masih ada lagi? Serta tidak akan mengulangi ...(suara tidak jelas) itu kan yang tadi, ini tidak
melakukan perbuatan tercela ini , itu penjelasannya dihapus. Cukup memperlihatkan surat berkelakuan
baik.
KETUA RAPAT:
Lha itu kan berbeda, proses, buktikan saja, tangan-tangan orang misalnya, lha iya orang
tukang judi yang ...(suara tidak jelas) tukang ini, tukang itu kan gitu, ada buktinya tidak? Walau pun
orang tercela atau tidak baik tidak kamu, baik ya sudah cukup.
KETUA RAPAT:
Ini aslinya penjelasan pasal 7 ini, ini penjelasannya kita bicara judi, makanya itu dihapus itu.
Atau kita skors saja jam satu kita.
44
WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):
Kalau waktunya bahas lagi kita rubah, menjadi 25, 30. Nanti hasilnya kembali lagi ke 20, 25
kan? Yang penting dibahas dulu di DIM.
Ini ada hubungan dengan pasal lainnya, umpamanya pasal12 ...(suara tidak jelas) iya kan,
kalau independen juga.
KETUA RAPAT:
Adi ini ada tinggal yang belum, apa habis istirahat kita bahas, soal thrashold pencalonan,
syarat. Kedua soal gabungan itu kita putus kemarin, tapi masih ada tanggapan dari Nasdem ya kan?
Bahwa ambang batas pencalonan. Partao Pilitik atau gabungan partai politik 20 persen kursi atau 25
persen suara, itu kan di Perppu, itu menurut kita sudah pas, tapi agak sudah normalah, itupun 20
persen sudah berat, paling banyak 4 atau 5 calon, tidak mungkin 10, tapi 5 sudah cukup banyak.
Nasdem usulannya dinaikkan 25 atau 30, 25 kursi, 30 suara.
Oleh karenanya hal itu nanti kita bicarakan, kalau kita sudah lebih banyak ke ke 20, 25 cuman
catatan bagi kita nanti bisa diangkat lagi oleh Nasdem dengan pemerintah.
Berikutnya adalah ambang batas kemenangan, pada umumnya, kecuali juga, kalau Petrppu 30
persen, artinya tadi ...(suara tidak jelas) yang lain minta dikurangi partai Gokkar minta 25, PKB 25, PKS
25, Gerindra 25, PDIP, PPP, Nasdem, PDIP belum ngasih gambaran ke 25 itu.
Tidak dia ligitimate nya, kalau menurut Pak Arif kemarin 30 persen itu sudah rasional.
KETUA RAPAT:
Itu yang dulu, tapi belum ada jaminan menyangkut itu ada yang 20 persen ...(suara tidak jelas)
KETUA RAPAT:
45
WAKIL KETUA (Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si/F-PKB):
Kalau menurut saya tidak perlu didiskusikan kita putuskan saja 25, toh nanti dibahas lagi
dengan pemerintah. Bagi yang mau tetap 30, kita berdebat di situ, pemerintah maunya apa?
Jadi begini, mungkin saya dulu kaitan, kenapa saya naikan thrashold pencalonan itu 25 untuk
kursi karena saya hitung-hitung, sudah saya simulasikan itu 4 akan terjadi, mana bisa, saya sudah
hitung ditempat saya. Karena 65 Kursi untuk DPRD Provinsi, PDIP 15, sudah jelas satu, Golkar 9,
Demokrat 7, Gerindra 7, PAN 6, Nasdem 5, kemudian PKB 2, PPP 4, Hanura 3, kemudian PKPI 3, ini
kalau ...(suara tidak jelas) hitung. Saya hitung kan tadi bilang tidak bisa, itu saua hitung itu 4 lebih
persennya tapi tak mungkin 5. ...(suara tidak jelas) lagi jalan independen, kalau syaratnya 20 kali 20
persen. Makanya saya tadi mengusulkan 25, kalau 25.
Makanya itu, kalau 25 tak mungkin, 25 itu, sebentar dululah. Saya ini kita gimana baru
ngomong sudah langsung dipotong, supaya efektif juga diskusi kita. Saya sih tidak ngotot begitu cuma
pertimbangnnya ...(suara tidak jelas) kalau 5 dengan persentasi nanti apa kemenangannya 25 persen
ini kan kalau di Jawa mungkin yang tidak ...(suara tidak jelas) dan sebagainya mungkin juga ini, tapi
kalau di daerah itu lain nanti, isunya itu isu apa? ...(suara tidak jelas) pemilik kepala suku, isu agana
yang merasa 25 persen cukup ya kita pegang, isunya pak, isu suku, agama dan sebagainya, ini uga
harus hati-hati.
Kita ini memilih ini Pemilu Kepala Daerah ini juga jangan sampai kita lepas, sangat liberal
begitu. Saya sebenarnya mengalami juga dulu sampai juga dikirim ke DPR itu, pemahaman-
pemahaman seperti itu, tetapi dengan pemilihan langsung ini kita harus jaga ini, jangan sampai terjad
isu-isu ini berkembang. Itu juga tadi mungkin pemikiran yang sampai ada prinsip yang ada di DPR itu
ada isu-isu itu, kita disini tidak ada masalah, 5 persen dan itu sekarang ya maaf saja yang merasa, wah
ini akhirnya ya takut ada ...(suara tidak jelas) 30 persen kalkulasi, maaf sampai suku ini, agama ini,
langsung isunya bukan lagi isu untuk mencari kualitas, ini yang harus kita jaga jangan sampai ini
terjadi.
Kaitannya dengan syarat kemenangan, supaya kita tidak juga sampai 2 kali, saya itu
mengadopsinya sampai 2 kali putarannya, maka syarat thrashold pencalonan itu diperbanyak sehingga
46
banyak calonnya sehingga semuanya berkoalisi, tidak lagi ada isu itu walaupun ada tapi ada tapi tidak
terlalu maksimal.
Kemudian syarat pemenangannya kita tinggikan dalam rangka juga ya memberikan peluang
sebagai ambang batasnya.
Itu saja sebenarnya.
Syarat kemenangannya?
Yang lama itu syaratnya 15, 30 yang lama ya? Eh 15, 20 sebelum Perppu, saya bicara yang
selama ini berjalan. Di Perppu sudah naik kan? 20, 25.
Sekarang kita bicara untuk rugi dan kondisi politik. Kalau tadi syaratnya 20 kira-kira berapa
calon sih yang memungkinkan? Logikanya sederhana semakin ditinggikan syarat calon, semakin
sedikit calon, semakin sedikit calon semakin tidak memberi kesempatan orang untuk berkompetisi. Itu
artinya bertentangan dengan yang selama ini kita ...(suara tidak jelas) apa yang disebut dengan
kedaulatan rakyat. Kita ribut ini antara DPRD atau Pilkada langsung. Sekaliun saya punya alasan yang
cukup mungkin lumayan, untuk kondisi 10 tahun kedepan karena bangsa ini lebih baik DPRD
katakanlah begitu, tapi karena lain hal, kita mengikuti untuk kepentingan masyarakat umun sehingga
langsung.
Jadi poin saya adalah kalau kita bicara kedaulatan rakyat itu membeli ...(suara tidak jelas)
sebebas-bebasnya itu artinya sesungguhnya syarat jangan mengurangi itu poin pertama. Jadi
sekarang bicara fobabilitas, kaslau 20 persen sedikit calonnya begitu. Kalau suara tadi 25 di DPRD itu
kan cuma 4 yang paling banyak 4, tapi 4 pun hampir mustahil, mana ada suara partai ratinggnya 0,
yang sama semua, hampir tidak mungkin artinya propolitasnya tadi 100 yang begitu sedikit lah, itu bisa
terjadi. Bisa terjadi artinya dari 101 ada yang bisa itu namanya juga terjadi, tapi masa sih satu
dikalahkan sama, eh 99 itu poin dulu.
Jadi saya maksud saya terus tadi kalau bicara agama atau suku semakin dibesarkan syarat ini
sesungguhnya juga, kebetulan saya sih muslim tapi yang non muslim juga peluangnya semakin sedikit
gitu loh, itu sebelum hitungan matematis saja bicara kedaulatan, bicara agama 2 pihak belum nanti
faktor-faktor lain, faktor lain. Begini sebenarnya ada yang menarik antara calon lebih dari 2 atau lebih
banyak dengan satu putaran ini ada yang menarik logikanya bang, apa itu? mengurangi konflik, kalau
calon itu sampai 5 yang penting usahakan jangan 2 lah, 3 ketas bang, tapi menang satu putaran, itu
konfliknya akan semakin kecil, itu rasional logikanya. Jadi kalau kemarin itu umpamanya ada Jokowi,
47
ada Prabowo, katakanlah ARB itu ...(suara tidak jelas) makin berkurang. Begitu juga Pilkada kalau
saya bersaing begitu sama Bu Diah cuma berdua itukan konfliknya semakin, taoi ada Bang Henry kita
bertiga semakin ada lagi, ini bicara ...(suara tidak jelas) saja.
Jadi artinya semakin banyak calon sesungguhnya punya nilai yang luar biasa, ...(suara tidak
jelas) memberi kesempatan agama yang lebih prioritas syarat pencalonan itu kecil, kecil logikanya.
Kemudian juga mengurangi konflik, dia tidak akan konflik karena calonnya selesai, terpecah-pecah ini,
ini logika sederhana dan yang baiknya juga sebetulnya bagaimana supaya akhirnya satu putaran yang
kemarin kita bilang sesuai anggaran, tidaka ada korelasinya. Jadi itu pendapat saya sebenarnya
tadinya malah Gerindra 15 persen ...(suara tidak jelas) sebenarnya itu kembali ke yang 15 persen
rekomendasi kami kemabli ke 15 persen seperti Pilkada yang selama ini ...(suara tidak jelas) 20. Tapi
walaupun ada peningkatan saya kira ya 20.
Ya itulah makanya kita harus lihat dari mana kalau tadi Pak Riza bilang itu ...(suara tidak jelas)
kita harus bicara juga berkait kedaulatan. Kalau udah kedaulatan, siapa yang harus berdaulat itu?
kemabli lagi bicaranya ...(suara tidak jelas) menjadi suara siapa yang terbanyak yang memberikan
kedaulatan itu kan gitu. Maka konsep saya pertama kemarin kalau ...(suara tidak jelas) itu kajiannya 50
plus 1 kita gunakan, kita ini kan mengadopsi antara liberal dengan musyawarah mufakat.
F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):
Interupsi Pimpinan.
Saya pikir jangan interupsi dulu untuk menyampaikan dulu kalau memang itu, jadi kita itu tidak
akan, kalau cuma kajian-kajian seperti itu, kita ini diskusi, karena saya bisa ...(suara tidak jelas) begitu
dengan makin banyak maka akan terjadi pluralisasi ...(suara tidak jelas) pengantinnya itu pasti.
Tidak bang, yang dimaksud dengan ...(suara tidak jelas) saya bukan yang itu maksudnya, yang
saya maksud bukan point yang tadi itu legitimasi beda, kalau yang saya maksud tadi walaupun 50
persen itu namanya legitimasi.
Kalau kita bicara kedaulatan pasti dilarang kan? Memberi kebebasan kepada orang, kalau
memang itu yang menjadi kajiannya saya justru ...(suara tidak jelas) saya buka saja 10 persen, iya kan
10 persen sehingga semua partai yang ada di DPR bisa, kalau ini ...(suara tidak jelas)
KETUA RAPAT :
Sebenarnya kita kalau mau katakan tadi ini, tapi kita ini kan kalau kita untuk benar kebebasan
sampai kapanpun berbicara kebebasan ...(suara tidak jelas)
48
F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):
Jadi begini, ini kita sedang memabahas syarat pencalonan dan kemudian syarat kemenangan,
tentang syarat pencalonan kita bersepakat dulu akan membuka peluang sebesar-besarnya calon atau
mempersempit, kalau ingin membuka peluang sebesar-besarnya calon maka prosentase angkanya
diperkecil sehingga semua Fraksi dan koalisi partai itu mampu mengajukan termasuk perorangan.
Kemudian syarat kemenangan, kalau syarat kemenangan ini akan dipatok tinggi sejatinya itu
adalah menuju satu putaran atau 2 putaran, kita berkomitmen mau satu putaran atau 2 putaran. Kalau
satu putaran kita tidak perlu suatu saat menentukan angkanya, tetapi kalau mau dua putaran kita patok
kisaran minimal angka berapa kalau tidak tercapai baru 2 putaran.
Sayarasa ini barangkali untuk titik temunya, bukan persoalan kedaulatan kaitannya dengan isu
sara dan agama itu tadi. Tapi 2 hal itu syarat pencalonan dan syarat.
Kalau syarat kemenangan untuk satu putaran tidak perlu dipertinggi angkanya, tapi kalau untuk
mencapai 2 putaran harus dipatok, kalau tidak memenuhi 30 persen maka dilakukan pemilihan ulang,
jadi 2 putaran.
Iya betul mas, saya nyambung jadi itu tadi kalau memang syarat kita ingin supaya tidak terjadi
2 putaran kita patok gampangnya ya? Maka thrashold untuk mengusurkan itu jangan besar.
KETUA RAPAT :
Jadi begini, memang ada korelasinya, saya tadi, untuk kita sudah pasangan calon disitu
namanya. Ini di Undang-undang Partai Politik Nomor 2 tahun 2011 setelah dirubah ini mengatakan
memang hak partai politik itu untuk mengajukan pasangan calon sudah disebut. Jadi kalau kita sebut
calon disini ini ...(suara tidak jelas) kan salah pasngan calon yang berhak itu, Undang-undang Papol
tetap ...(suara tidak jelas) itu ya sudah. Sekarang kita bahas berikutnya, kalau itu hak partai politik ini
sudah ditulis ini. Partai Politik dalam rangka mendaftarkannya ada thrashold disini 20 persen dari kursi
dan 25 persen dari suara. ...(suara tidak jelas) suara ini kan partai ini kan sudah semua, sudah semua
cocok, sebab dari tadi naik sudah dinaikkan, Memang korelasinya untuk menentukan thrashold
kemenangan itu pak, kita bicara tentang kedaulatan itu tadi.
49
Ini kita ketok dulu ya?
KETUA RAPAT :
(RAPAT : SETUJU)
Kita istirahat dulu baru nanti thrashold yang kaitannya dengan kedaulatan tadi itu. Itu mau
diketok juga?
Kalau mau satu putaran ini logikannya ini, dengerin dulu bang, kalau mau satu putaran
diturunin logikanya.
Kalau mau ...(suara tidak jelas) yang besar itu memang cukup dengan 25, tetapi ingat. Tidak
kalau jumlah pemilihnya besar 25 persen itu kan cukup besar, tetapi beberapa kabupaten kota di
Indonesia ini itu jumlah pemilihnya kecil. Jadi kalau hanya 26 persen orang yang punya duit setia
selesai itu, tidak usah berpanjang-panjang begini.
Pengalaman yang ada itu kan begitu, oleh sebab itu PPP itu menyarankan ya 30 persen
KETUA RAPAT :
Tadi kan intinya begini, kalau kita buat misalnya ini yang berkembang ...(suara tidak jelas) yang
paling tinggi.
KETUA RAPAT :
Saya minta klarifikasi, yang 30 yang lama kalau ada diatas 30 persen ...(suara tidak jelas)
kalau ada 2.
KETUA RAPAT :
Ada yang lebih tinggi, ...(suara tidak jelas) dia punya itu adalah tidak ada mencapai 30 ...(suara
tidak jelas) kalau dikasih 25 siapa yang lebih tinggi, ...(suara tidak jelas) sekali.
Saya ngomong dulu bang ya, yang abang ketok 25 tadi sudah final sudah 20, 25.
KETUA RAPAT :
Kalau yang 25 itu bang itu kalau misalnya Golkar 25 suaranya itu cuma dapat berarti ...(suara
tidak jelas) dong tidak ada yang masuk PDI di dalam itu. kalau dia 30 berarti bukan.
KETUA RAPAT :
ttd
H. Mustafa Kamal, S. S.
A-91
51
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si.
5. H. MUSTAFA KAMAL, S.S.
B. Pemerintah:
- Menteri Dalam Negeri (Tjahjo Kumolo, SH)
- Ketua KPU RI (Husni Kamil Manik, S.P)
- Ketua BAWASLU RI (Prof. Dr. Muhammad., S.IP.,M. Si)
2
Jalannya Rapat:
Kita sudah sampai ke tadi kan ada usul uji publik sudah hilang, karena uji publik sudah hilang
kita laksanakan sosialisasi, apa pengertian sosialisasi kita apa? Sosialisasi bakal calon adalah bagian
dari tahapan penyelenggaraan pemilihan yang diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu dengan
tujuan transparansi dan memberikan ruang bagi peran serta dan masukan-masukan terhadap bakal
calon dalam proses pencalonan. Itulah sebabnya kemarin dipertanyakan, kenapa dimana …(suara
tidak jelas) partai politik atau gabungan partai politik?
INTERUPSI:
Di Pasal 38 yang punya bakal calon itu adalah Partai Politik ayat (1) sampai ayat (2).
KETUA RAPAT:
Gabungan Partai Politik, mengajukan sekaligus menjalin, dia mencari, dia mengajukan, dia
jaring internal begitu kan?
INTERUPSI:
Pilihannya apakah dispesifikkan di pasal ini, bahwa partai politik melakukan penjaringan, atau
hanya seperti.
KETUA RAPAT:
Kita minta dispesifikkan partai politik itu, partai politik atau gabungan partai politik ini kita
usulkan masuk.
Sesungguhnya tehnisnya ya, biasanya ini soalnya sosialisasi penjaringan ini dengan ini poling.
Tehnisnya kan biasanya dilempar kepada warga masyarakat.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Penjaringan bukan sosialisasi. Partai politik bukan sosialisasi, tidak, penjaringan, kita nyatakan
penjaringan itu oleh partai politik, sekarang kalau ada pikiran sosialisasi bakal calon ini, itu yang
kaitannya dengan partai politik sudah menjaring, kalau ada satu diajukannya satu, itu bakal calon ke
KPU kan begitu. Tapi ini boleh lebih dari satu, ini kita buat di sini ini, di Pasal mana tadi?
Kenapa harus boleh lebih dari satu? Karena masih bakal calon, nanti kalau ada yang gugur
baru dia mengerucut cuma persoalannya di partai politik tadi. Sekarang kita tanya.
Kalau lebih dari satu agak berbahaya. Bahaya yang pertama misalnya nyalon, Daftar di PPP,
daftar di Golkar, Daftar di PDI, kebetulan 3 partai ini punya hak, kalau saya putuskan akhirnya ikut
PDIP bahaimana dengan PPP dan Golkar? Kan begitu. Sementara Golkar Cuma nama saya sendiri,
kan itu bahaya bang, kan tidak boleh.
F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):
Biasanya kalau di daerah partai-partai yang tidak sampai …(suara tidajk jelas) sendiri-sendiri,
sehingga orang perorang itu.
KETUA RAPAT:
Di internal, lebih konyol lagi ketika seperti itu, jadi ini apakah yang dimaksud seperti Demokrat
ketika dari Dahlan Iskan dan sebagainya.
Kalau sudah diusulkan oleh partai, itu dicounter partai. Jangan sampai ribut gara-gara si calon,
rugi kita. Kita ribut gara-gara calon.
4
KETUA RAPAT:
Jadi kalau satu yang diajukan kita berikan waktu singkat, sosialisasi dulu 2 minggu, masih ada
2 minggu atau 1 bulan, otomatis kan kepada partai politik kalau ada yang gugur.
Dari yang lama yang kita lihat satu kelemahan sehingga harus kita perbaiki, kalau memang
tidak ada masalah dengan pasal-pasal terdahulu atau tidak ada satu tujuan yang lebih baik, untuk apa
kita utak utik, utak utik yang membuat ribet urusan. Kemudian prinsip perundang-undang kita dalam
menyusunnya harus realistis dan dapat dilaksanakan. Saya khawatir justru banyak hal yang tidak bisa
dilaksanakan ini nantinya.
Kemudian Prinsip lain artinya lebih pada kemaslahatan, kalau saya tidak melihat dengan
peraturan yang lama, kecuali kalau kita bisa jelaskan disini, bisa dipahami oleh kita semua ini loh
kendala di Peraturan perundang-undangan yang lama, sehingga ini perlu kita perbaiki, kalau saya tidak
melihat itu. Coba nanti apa sih latas belakang sejarah hal yang aneh-aneh begitu.
KETUA RAPAT:
Jadi ini diskusi kita cocok,ini kan kemarin yang ini PKB, kemarin ini yang kita ambil, tapi kita
renung lagi bikin susah kita, sama dengan kode etik itu susah kita, Ini kan tinggal pemerintah apakah
nanti Pak Cahyo Kumolo sama Pak …(suara tidak jelas) ngotot dia menyatakan lakukan tahap uji
publik, bagaimana kita?
Oleh karena itu ini sudah rumusannya, rumusan yang tadi jangan diajukan lebih dari satu dong,
satu saja nanti kita pesankan disini kalau ada yang gufur dari situ, kembalikan agar diajukan oleh
Partai.
Jadi begini pak, kalau pengalaman, pwngalaman itu masuk bakal calon itu biasanya finisnya itu
ketika si partai atau gabungan partai daftarkan di KPU, itu satu menitpun sebelum masukkan berkas
itu bisa berubah. Oleh sebab itu memamg kita heran ketika ada agenda uji publik, disitu disebutkan
bakal calon bisa lebih dari satu, itu kan repot, repotnya karena kalau kita lihat, kita tadi sudah sepakati
bahwa sama kursi 20 persen, sama suara 25 persen, ini berarti kemungkinan yang terjadi kita bharus
koalisi, koalisinya itu biasanya yang gerilya kita, untuk mendapatkan 20 persen itu, kita gerilya itu
sampai satu menit sebelum pendaftaran, bisa berubah-berubah.
Oleh sebab itu kita cari rumusan jangan kita menjebak diri atau terjebak dengan aturan yang
kita buat, jangan kita sudah tentukan bakal calon kita umumkan satu menit sebelum kita datang ke
KPU itu bisa berubah, itu ceritanya bagaimana?
KETUA RAPAT
Itu dari partai pak, jadi kalau partai membuat …(suara tidakjelas) tenang ada mekanisme
internal partai kan, partai yang megajukan itu apa yang harus dipersoalkan.
5
F-NASDEM (H. SYARIF ABDULLAH ALKADRIE, SH, MH):
Yang penting kalau sudah ada komintem awalnya partai itu. Dan untuk mendapatkan
komitmen itu bukan soal mudah bagi calon.
Bisa terjadi si satu daerah itu, ada suatu keadilan yang mungkin tidak bisa tandingi dia dari
popularitas, dan segala apa dan lain sebagainya. Biasanya ada dari beberapa kandidat kita sabotase
jangan ada calon, sehingga catu calon tidak bisa, ada itu terpaksa banyak orang untuk menjadi calon,
itu kemungkinan besar akan terjadi. Bisa terjadi seperti itu sebab pengalaman yang ada itu satu menit
sebelum pendaftaran baru kita deal. Karena harus dukung partai, jumlah kursi. Kita sudah deal begini
hitung-hitung jumlah suara sudah 25 persen begitu satu partai tarik tidak cukup lagi.
Jadi bagaimana kita bisa mengatur ini, supaya tidak menjebak diri dan menjadi persoalan
krusial, saya pikir saya sepakat uji publik itu hilang.
Saya pikir ketika uji publik itu tidak kita sepakti, dan tidak ada juga aturan harus diganti dengan
aturan lain, dan harus diganti dengan sosialisasi kan tigak harus juga, karena sosialisasi ini juga
…(suara tidak jelas) sama dengan tahapan Pilkada yang sekarang yaitu deklarasi calon di KPU itu juga
sudah sosialisasi.
Jadi menurut saya kita tidak usah terjebak dengan penanti Pasal uji publik dengan Pasal yang
lain, ketika itu hilang ya sudah hilanglah pasal itu.
Ini hilang tapi kalau masih ada yang ngotot masa kita mau tetap hilang.
KETUA RAPAT:
Ini Demokrat sama, jadi bakal calon tidak boleh lebih dari satu, terus kita uji publik dengan
peran serta masyarakat. Jadi bakal pasangan calon sudah selesai. dapat mengusulkan satu pasangan
bakal calon. Ini kita serahkan kepada, KPU Provinsi dan Bawaslu Provinsi, atau KPU kabupaten kota.
Kalau nanti kita …(suara tidak jelas) lagi dengan pemerintah kita habis ini.
Jadi semua yang tertulis bakal calon ditulis pasangan bakal calon.
6
F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):
Saya sebenarnya melihat ini bukan satu atau lebih bakal calon, tapi partisipasi masyarakatnya,
kita mau buka ruang itu tau tidak, tidak, ya sudah selesai kalau menurut saya.
Mengajukan calon dari partai politik, terserah kalau mau dipakai boleh, tidak ya tidak apa-apa.
Mungkin di kasih waktu satu bulan.
Masyarakat ini kan subeyektif pak, begitu ada ruang untuk itu, apa saja yang dendan pada kita
akan dibongkar.
Itu tadi yang nomor 2 selesai ya sosialisasi bakal calon adalah bagian dari tahapan.
KETUA RAPAT:
Kita kan pernah jadi pejabat publik, saya pernah dilirimi surat kaleng sampai 13.
KETUA RAPAT :
Ini memang disini coba point 3, sosialisasi bakal calon dilaksanakan secara terbuka paling
lambat satu bulan sebelum pendaftaran, padahal kita mengatakan yang di sosialisasi ini adalah yang
didaftarkan.
7
F-PDIP (H.KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):
Ini bertabrakan dengan Pasal yang yang di peraturan itu diselenggarakan oleh …(suara tidak
jelas).
Tidak yang sebelum pendaftarannya jangan diatur Mas, jadi minta tadi di PKPU nya saja diatur
kapan, kalau diatur satu bulan sebelum pendaftaran, ketika dia nyalon kemudian gugur habis
waktunya, partai tidak bisa ngusulin penggantinya kan? Betul tidak? Karena sudah masuk namanya itu.
habis waktunya. Satu bulannya betul, tapi sebelum pendaftarannya itu tidak usah. Pokoknya satu bulan
saja begitu, faham gak?
KETUA RAPAT:
Iya, tapi maksudnya setelah pendaftaran itu, ketika calon itu ada masalah, partai tidak punya
waktu untuk mengisi penggantinya, karena waktu mendaftar itu tidak bisa lagi ada sosialisasi.
KETUA RAPAT:
Kalau partai lebih dari satu, …(suara tidak jelas) saya kira tidak ada kekhawatiran kita itu. ini
poin tiga harus ada. Coba keluarin dulu poin 3. Jadi kemarik kesimpulan kita kan langsung ke KPU dari
partai ini, begitu kan? Nama KPU membuat lampiran buat si Fulan, tempat tanggal lahir, ini, pendidikan
ini, selama ini ada orang mengatakan ini adalah transparan, ini ada tidak betul, ya memang wajarlah
KPU yang menjaring calon partai ini, tidak usah dibuat bohong macam-macam, diumumkan itu saja
sebenarnya yang kita inginkan. Jalan kalau ini sudah diusulkan memenuhi syarat, partai politiknya
sudah sekian dan lain sebagainya.
Sudah dilakukan coba masyarakat siapa yang mau melakukan usul menanggapi calon itu tidak
apa-apa kan? Kan terbuka.
KETUA RAPAT:
Ditetapkan Pasalnya, sosialisasi ini maknanya mengumumkan kepada masyarakat dan KPU
untuk melaksanakan, memberikan apa gitu sudah, clear dia.
Fakusnya di pengenalan, KPU berkewajiban mengumumkan bakal calon atau pasangan bakal
calon yang tidak diajukan oleh partai politik, gak pakai waktu.
8
KETUA RAPAT:
Tidak pakai waktu, poin 3 sudah dihapus ya? Yang diselenggarakan oleh KPU provinsi ini, ini,
ini dan seterusnya. Poin 3 kita hapus karena kita kasih waktu.
Sebentar Pimpinan, saya ini tadi jam 3 ada yang tidak bisa ditinggalkan, saya mohon ijin, saya
juga minta ini, karena tadi ambang batas suara menawar itu, kalaupun nanti kawan-kawan sepakat
yang lain, tapi diberikan hak lah pada Nasdem tetap minta …(suara tidak jelas) 30 persen karena
berikut sudah hitungan prinsipil.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Diwakilkan dulu sebelum pergi, kalau begitu wakil bupati tetap satu.
Yang lama itu wakil bisa, satu, bisa dua, bisa tiga, tergantung jumlah penduduk itu pak?
Sosialisasi ini walaupun tidak dilaksanakan oleh otomatis bakal calon itu, mensosialisasikan
dirinya kepada masyarakat bahwa saya ini mendaftar sebagai calon kepala daerah di daerah X, jadi
wakil diberikan agar tidak ada dari luar kepada yang bersangkutan dalam rangka melaksanakan
sosialisasi sehingga ruang waktunya itu diatur dalam ketentuan yang ada. Jadi sosialisasi tetap
dilakukan.
Ini kan kata sosialisasi kita ingat, karena kita tidak setuju dengan uji publik, itu kita sepakat
ketua, cuma menurut saya nomenklaturnya jangan sosialisasi, karena berbahaya. Bukan, kalau
sosilisasi itu berbahayanya apa? Orang ini selama 6 bulan sebelum jadi sudah sosialisasi, jadi
dianggap melanggar undang-undang.
9
F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):
Jadi sosialisasi itu tahapan seluruh masa kampanye, sekarang sudah kampanye sudah masuk
tahapan.
Sebelum, maksudnya bakal calon dia sosialisasi, saya ini mau mendaftar.
Tidak usah dibatasi di Undang-undang betul itu, karena jadi salah nanti, tadi 6 bulan
sebelumnya harus sudah sosialisasi bang. Berarti ini di PKPUnya kita atur.
KETUA RAPAT:
Kita kembali lagi, jadi makna yang kita maksudkan itu adalah bukan uji publik, ada peran serta
masyarakat untuk menilai partia politik kalai mau mencari, kalau sampai jangan dipersoalkan yang
menyangkut ijazah palsu, punya istri, anaklah, punya apa, kira-kira saja.
Oleh karenanya kalau kita cocok sosialisasi ini kita tidak usah misalnya ini mengkaitkan uji
publik, tidak dalam pikiran kita lagi gitu. Sosialisasi bakal calon adalah bagian dari tahapan
penyelenggaraan pemilu atau dia masuk mulai dari tahapan penjaringan, itu kan yang harus kita rapat,
mulai penjaringan oleh partai politik yang sudah melakukan sosialisasi, sampai kepada bakal calon,
terus partai politik sudah umumkan apa namanya di KPU itu. di KPU kan tidak uji publik, tapi
diumumkan, yang diverivikasi KPU untuk diumumkan.
Sosialisasi bakal calon adalah bagian dari tahapan penyelenggaraan pemilihan yang
diselenggarakan oleh penyelenggara pemilihan, yang diselenggarakan oleh partai politik atau
gabungan partai politik.
Jangan begitu, peseorangan …(suara tidak jelas) itu kan membuka peluang untuk
perseorangan.
Mengenai sosialisasi ini, yang …(suara tidak jelas) yang paling membahayakan itu degan
tujuan transparansi dan memberikan peluang peran serta supaya tidak dikritisi kan, nah berarti disitu
diganti kalimatnya, diselenggarakan oleh penyelenggara pemilihan dengan tujuan pengenalan bakal
calon. Jadi tidak ada yang perlu ditakutkan.
10
KETUA RAPAT:
Ya di situ juga.
Makanya sosialisasi bakal calon dilakukan oleh perorangan maupun partai politik sebelum
tahapan calon.
Atau diselenggarakan oleh partai politik dan atau penyelenggara pemilu dengan tujuan untuk
pengenalan bakal calon.
Batas waktunya tersendiri, tidak usah terlalu lebar, tapi intinya adalah dengan tujuan
pengenalan bakal calon, tapi kalau ada kalimat supaya terbuka, transparasi dan ruang bagi peserta ini,
ini membuka peluang untuk dikritisi, walaupun tidak ada istilah uji publik.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Yang diselenggarakan pleh partai politik atau gabungan partai politik, perorangan dan
penyelenggara, hanya sampai disitu saja. dan penyelenggara pemilihan sampai kepada apa?
Penetapan Calon.
11
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Kalau sudah calon, kampanye tidak boleh lagi misalnya penyelenggara pemilu. Sampai pada
penetapan calon.
KETUA RAPAT:
Sosialisasi bakal calon adalah tahapan penyelenggaraan pemilihan yang diselenggarakan oleh
partai politik dan atau gabungan partai politik bakal pasangan calon perseorangan dan atau
penyelenggaraan pemilihan dengan tujuan pengenalan bakal calon, transparansi dan memberikan
…(suara tidak jelas) bakal calon sampai pada penetapan calon.
KETUA RAPAT:
sosialisasi adalah, gitu kan, bakal calonnya hilang dulu. Jadi nanti kalau pemerintah
menanyakan jangan ada lagi kita yang ini, yang kita maksudnya ini yang fied, tapi nanti kalau sudah
bicara dengan pemerintah ada yang lain-lain bicara jadi catatan ini. Jadi itu benar, hilang itu tentang
suka-suka hati orang begitu loh hingga penetapan menjadi pasangan calon. Ini kita drop, transparansi
juga apa tadi kan tidak ini.
Nomor 3 tadi apa tadi 3 itu, itu kan sudah benar, pengertian sosialisasinya, jadi kan nomor 3
nya hilang.
KETUA RAPAT:
Partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan , ini tidak usah lagi kan.
Kira-kira kalau begini lebih cocok, rupanya ada acara keluarga firasat apa yang muncul, itu
yang poin 3 kita buang kan?
INTERUPSI:
KETUA RAPAT:
Apakah untuk sosialisasi ini PKPU melakukan dibuat proyeklah, tentang sosialisasi.
Tidak perlu lagi itu kan diminta mengumumkan, memberitahukan kepada khalayak bahwa
sudah mendaftar sekian calon di kabupaten ini, namanya ini.
KETUA RAPAT:
Jadi kalau …(suara tidak jelas) tinggal KPU bagaimana, soalnya KPU provinsi, Bawaslu
Provinsi dan KPU kabupaten kota pada saat mereka lakukan sosialisasi kan juga harus ada
ketentuannya kan? Bahwa mengumumkan itu kan tidak apa-apa.
Tentang pasangan kita masukkan, calon gubernur, wakil, bupati walikota dan perorangan.
Saya malah baru nyambung, bahwa pembuat undang-undang calon Gubernur semua ini.
KETUA RAPAT:
Sekarang habis dari sini persyaratan kan sudah ya? Tidak usah lagi, persyaratan tidak ada
soal lagi kan?
Lanjut. Masukkan dulu itu penegasan parpol. Coba hindari jangan ada masyarakat yang
membenci.
Partai Politik atau gabungan partai politik melakukan proses penjaringan, sebab di undang-
undang ini pasangan ini cetakan kok. Perorangan kan sudah itu syaratnya. Pasangan calon yang telah
memenuhi persyaratan perolehan. Ambang batas kemenangan kalau kita 25.
Kalau yang 2 pasangan ada tidak ketentuan yang mengundurkan diri setelah penetapan.
Karena ada prinsip bahwa dipilih hanya satu pasang.
KETUA RAPAT:
Jika nanti yang mendaftar ita atur di tengah, mau pasangan …(suara tidak jelas) kalau yang
satu pasangan mundur kan tidak sah. Dimana mau kita atur.
13
F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):
Dulu Undang-undang lama kalau tidak salah, kalau sekarang masih atau tidak itu tidak boleh
mengundurkan diri setelah ditetapkan menjadi pasangan calon, itu koreksi terhadap Pilkada yang lalu.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Mas, mas.
Di Perpu ada itu tetap masuk, kalau 2 pasangan, bukan kalau kan?
Apabila terjadi hanya 2 pasangan calon, maka terhadap salah satunya dilarang mengundurkan
diri setelah ditetapkan itu, terkecuali gugur karena seleksi administrasi, bukan, ini kan sudah
ditetapkan hanya 2 pasang.
KETUA RAPAT:
Dulu waktu undang-undang …(suara tidak jelas) 99 kasus Brebes itu, pemilihan tersebut di
DPR, ketika hitung-hitungan politiknya salah terus dia workout pada saat sebelum pemilihan,
pencoblosan tersebut, ini ada jadi boleh-boleh saja.
KETUA RAPAT:
Ini ayat (191) dinyatakan di Perpu ini nanti ini Calon Gubernur, Calon Bupati, Wakil dan
seterusnya paling lama 60 bulan absen denda, ini dendanya dan melanggar ketentuan ini diatur
semua, calon gubernur dan seterusnya. Ini nanti sesuaikan jangan ada calon gubernur saja.
Kalau begitu sudah terjawab ya, dari mas Agung tadi.
14
F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):
Ini kita bicara kalau ada pasangan calon yang memang juragan, berapapun dibeli dari pada
dirinya dipermalukan, kenapa tidak diikat dengan ancaman pidana, dendanya, tidak hanya denda tapi
diancam pidana kalau mengundurkan diri.
KETUA RAPAT:
24 bulan, 2 tahun kok, kalau mengundurkan diri rugi itu, 25 milyar habis, malah miskin jadinya.
KETUA RAPAT:
Oke.
Terus masuk lahi thrashold kemenangan, ini memang belum kita putus, ini kalau kita okelah
25, atau nanti
Atau begini jadi di daerah kabupaten …(suara tidak jelas) tapi potensial sumber daya alamnya
hak pilihnya hanya 35.000, itu seratuj jutaan plus 5 perse itu gampang sekali, itu yang dipakai Gasleo.
KETUA RAPAT:
Kalau mau ada efeknya 50 persen baru dia agak berat, tapi kalau cuma 5 persen beda-beda
tipis.
Peluangnya kita dengan ini itu kemungkinan minimal itu 5 calon pak, itu perorangan masuk.
Perorangan ini memang ada rencana, kita naikkan. Yang lama 345 atau 456?
15
F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):
Makannya ada 3, 4, 5 atau 4, 5, 6 saya lupa itu. kalau tidak salah 345.
Dari pengalaman yang ada, perorangan itu paling gampang untuk daerah yang kecil, dengan
bawa KPT, isi daftar formulir, saya bayar sekian itu harus berapa hari?
Oh 6, 5, sudah naik 6, 5, 5, sama 4 ya? 3, 4, 5, ada 5 malah, dulu seingat saya cuma 3
kategori, ini 4 kategori.
KETUA RAPAT:
Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2 juta harus didukung paling sedikit 6,5
persen, kalau yang lama berapa itu?
STAF AHLI:
KETUA RAPAT:
Iya.
STAF AHLI:
KETUA RAPAT:
Jadi cuma 1,5 persen, kurang lebih ini sesuai jumlah penduduk, lebih dari 2 juta sampai
dengan 6 juta harus didukung paling sedikit 5 persen.
16
KETUA RAPAT:
Memang sudah dinaikkan, kalau mau kita naikkan lagi ya dinaiikkan saja.
Begini ini kan paling gede, yang paling kecil dulu, yang 3 persen ini, yang paling berat kan
yang paling bawah, 3 persen itu dari 12 juta, artinya 360,000.
KETUA RAPAT:
Kalau a itu 65 persen dari 2 juta. Eh 6,5 persen dari 2 juta itukan berarti kalau 10 persen kan
200, kalau 5 persen 100 ribu.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
200.000 itu dari 2 juta itu …(suara tidak jelas) tersebar, artinya usul 10 itu.
Bahwa 1000 itu bayangin kalau calonnya 2 independen, berarti 400.000, dan pengertian 10
persen ini, ini yang sah loh, jadi kalau kita mau dapat 10 persen 200.000 itu yang diajukan itu …(suara
tidak jelas) persen satu setengah kali itu minimal, karena kan diverifikasi itu kan nanti KTP, tapi kalau
saya mah gak ada masalah, masalah kita ke parpol. Dengan penduduk 2 juta ini tinggal perlu 2 juta.
Semakin tinggi menetapkan prosentase, maka semakin membukan peluang kemenangan bagi
calon perorangan, karena dia sudah mengantongi KTP.
Belum tentu juga kalau sekarang, sekarang itu kalau yang mau besuk datang dikasih uang
transport mau ke TPS itu yang nusuk.
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):
Tapi itu poinnya, jangan sampai di …(suara tidak jelas) orang karena itu arogansi partai terlalu
berlebihan. Artinya dengan 10 persen sudah berat itu sebetulnya, tapi tidak apa-apa itu masih
rasionalah, kalau 15 oke saya sebarkan.
KETUA RAPAT:
Jadi begini, biar saya jelaskan sampai ke bawah kita naikkan sama, kalau yang 6,5 itu naik 3,5.
Jadi semua naik 3,5 sampai ke bawah.
Atau ketinggian kalau naik 3,5 persen?
3,4,5 ya? Kalau begitu dia naik, sementara kan sekarang Perpu itu sudah berlaku ini, tapi
begitu kita lakukan perubahan mereka melihat itu ada kenaikan, itu sama saja mengebiri peluang,
karena itu rame-rame.
Kalau yang paling pas tadi itu kan 10, berarti kan yang paling bawah itu kan 3 kalau dinaikin
sama, abang tadi naikin berapa? 3,5 persen. Jadi 6,5 persen. 6,5 persen dari 12 juta itu berapa? Kalau
2 persen yang paling bawah itu berarti 5 persen tidak bisa itu. 5 persen dari 12 juta berapa? 600.000
bisa itu.
Kita harusnya punya semangat harusnya memberikan peluang juga kepada warga negara
untuk bisa maju jangan sampai terlalu kita kebiri. Kemudian di syarat kita yang tadi 30 bisa 25, kenapa
kita sekarang 30, tentu punya alasan. Alasannya kalau dia terlalu rendah itu memberikan ruang bagi
pemodal, sebenarnya semangatnya dulu itu 50 plus 1 pak, itu tidak terlalu mahal kalau 50 plus 1.
18
Karena kalau sekian calon pasti 2 putaran, tetapi kalau dengan 30 persen dengan pengalaman yang
ada itu jarang juga yang 2 putaran, tetapi mmembatasi orang yang punya.
Sudah jarang bang, selama ini 30 persen, yang 50 persen ini Cuma DKI saja.
Tapi semangatnya itu pada waktu menyusun itu, karena kami waktu itu terlibat di dalam
perumusan-perumusan, dulu itu semangatnya kalau mau adil 50 plus 1, 30 persen itu pada waktu itu
kalau orang menang dengan 30 plus 1 itu berarti 30 persen, 60 persen lebih itu tidak mendukung
logikanya. Kalau dibuka lebih rendah lagi itu memberikan ruang pemodal dan pengalaman.
Pengalaman beberapa kepala daerah yang hadir di daerah, kenapa otonomi itu dianggap gagal karena
kepala daerahya tidak punya pengalaman tapi hanya punya modal dia bisa jadi kepala daerah.
Oleh sebab itu saya kira dengan 30 persen memberikan peluang yang agak terbatas untuk
orang susah untuk maju atau bisa lolos.
Kalau perseorangan itu kadang kan banyak ya? Banyak dalam proses pilkada langsung, tadi
kan kita terus terang beberapa kejadian ketika dia memang dia agak kesulitan di DPRD nya, sehingga
akhirnya bergabung dengan partai politik, atau beberapa yang akhirnya turun karena tidak tahan juga
untuk bertahan di sana nuansa partai-partai ini dalam …(suara tidak jelas) di daerah. Karena
kebutuhan kasihan k=juga memang kalau standarnya tidak ditinggiin, banyak korban juga, karena
dalam Pilkada itu kan kadang orang takutnya sama …(suara tidak jelas) jadi orang merasa besar.
Kalau memang ini di batas ambang untuk ikut dalam persoalan-persoalan tinggi, dia memang ke tokoh
saja sudah persoalan tinggi, tetapi kalau tanggung-tanggung kasihan juga karena kan banyak juga
yang syaratnya jual beli KTP itu kan dikelurahan banyak, akhirnya dia keluar rumusan begitu masuk
juga kontestasi sudah ngos-ngosan akhirnya kalah habis-habisan.
Jadi kita harus punya argumentasi positif argumentasi juga, untuk membuat apakah ini kita
naikkan. Saya pikir kalau ujian kekokohan di 10 persen itu sudah kokoh dan layak juga bersanding
dengan calon-calon partai politik.
Itu menurut saya.
Coba disimulasi, tadi kalau yang dibawah kalau kita tambah menjadi 5 persen dikali 12 juta, itu
artinya 600 ribu kan, terus yang diatas kalau naik 2 persen atau 3 persen jadi 6 persen, terus jadi di
bawah itu 5 naik ke atas jadi 6 persen, eh ini kan tambah 2 jadi 5, tambah 2 jadi 6, tambah 2 jadi 7, itu
6,5.
KETUA RAPAT:
Simulasi satu saja, nanti tambah kalau sepakat kita naik 2 persen.
Ini sudah ketahuan angkanya ketua, mengukur rasional atau tidaknya itu.
19
KETUA RAPAT:
STAF AHLI:
Itu termasuk Jawa Barat yang penduduknya lebih atau hampir 40 juta.
KETUA RAPAT:
Makanya rata-rata dimainkan berapa? Itu saja keputusan kita. kalau 3,5 misalnya, 3,5 ke
bawah sampai ke kabupaten. Makanya ada cerita begini, ini 2 bulan di Kabupaten Batubara, Sumatera
Utara …(suara tidak jelas) tapi kalau tidak cocok ya jangan maju tuan, kan begitu. Oke, saya tida usah
maju, tapi saya maju dari bawah mana, kelaur dari partai, kelur dia padahal hasil …(suara tidak jelas).
mask dia perorangan menang dari perorangan, kalah yang daru partai itu, sudah duduk dia itu yang
ditanyakan sama Bu Diah, balik lagi binggung sekarang dimana tempatnya, balik lagi direbut jangan di
Partai golkar, …(suara tidak jelas)lagi jadi begitu terus itu contoh ke partai, karena dioa menang.
Terlalu mudah ini ngupulin-ngumpulin ini. Makanya naikkan.
Yang kedua juga Sumatera Utara saudara saya, ada keponakan maunya dari partai, saya
bilang Partai Golkar sudah full tidag bisa, kalau dari Partai lain apa boleh? Silakan kalau memang
sudah cita-citamu mau jadi Bupati itu, jadinya perorangan, duitmu berapa? Ada 2 M. Ini kan ukuran
kalau kalau kabupaten kecil 2 M itu sudah lumayan. 2 M itu kalau …(suara tidak jelas) sudah semua
tabungan keluarga, tabungan isteri, tabungan anak. Tapi saya ingatkan kalau kamu gunakan berpolitik
itu nanti kehancuran yang akan kamu dapat. Silakan. Maju, uturan ke lima habis sekarang jadi strock,
harus kita berikan bimbingan kepada masyarakat. Pusing nendang-nendang kaleng di luar. Jadi apa
antisipasi-antisipasi, makanya saya kira kita naikkan ini.
KETUA RAPAT:
Angkanya naikkan 3,5 semua, tidak ada yang menggugatlah, masa ada yang menggugat saya
kira biasalah itu.
Yang kita naikkan itu wajar karena partai juga naik. Jadi berapa tadi, maka wajar naik.
Masing-masing naikkan 5, bahwa nanti digugat ya kan kurasa tidak ada, paslah itu.
20
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):
Jadi karena ini membicarakan angka-angka, nanti kan alasan pembuat undang-undang ini kan
pasti akan di catat di sana, jadi kita sepakati dulu saja, akan menumbuhkan peluang calon
perseorangan seluas-luasnya atau menutup karena data empiriknya banyak sekali roda pemerintahan
tidak jalan karena tidak ada dukungan partai, sehingga nanti ketika kita menentukan diluaran ada
komplain alasan-alasannya tetap dimulai disini.
KETUA RAPAT:
(RAPAT : SETUJU)
Kalau 8,5 dia otomatis ya tidak bisa, kalau 8,5 persen tambah 3,5 persen jadi 11.
Sekarang yang terakhir adalah ambang thrashold kemenangan, itu tadi. Kalau tapi disepakati
dulu. Kita lurus saja dulu, kalau dia 25 thrashold ada 3 orang atau 4, diatas 25 suara terbanyak itu, itu
pengertian kita.
Minimal 25.
KETUA RAPAT:
Ya minimal 25.
Kalau calonnya banyak kemudian tidak ada yang minta thrashold berarti 2 putaran.
KETUA RAPAT:
Masih ada potensi 2 putaran, misalkan calon 5 penduduk kecil, rata-rata 20 semua, 20, 20,
tetap saja 2 putaran.
21
F-PG (AGUNG WIDYANTORO, SH., M.Si):
Kalau memang sepakat satu putaran menurut kami, kita tidak perlu patok angka kemenangan,
kalau dipatok angka kemenangan ketika calonnya banyak di daerah yang penduduknya padat, tidak
mencapai angka itu akan membuka peluang di 2 putaran, kira-kira begitu.
Dulu pernah gagasan-gagasan itu muncul, kalau dia terlalu rendah 25, kenapa pembuat
…(suara tidak jelas) bukan partai, malah dulu kalau mamang satu putaran, tidak ada putaran kedua
setiap partai berhak mencalonkan, itu waktu gagasan-gagasan presentasi dulu ketika beberapa
wacana-wacana perubahan undang-undang mulai dari Undang-undang 22 terus naik 30, kemudian
Pilkada dan lain sebagainya itu, sehingga kan Yusril pernah mengajukan gagasan setiap partai punya
hak untuk mengajukan, tapi masih satu putaran. Dengan 2 putaran itu juga dipertimbangan kenapa
bukan 50 plus 1, kalau 50 plus 1 pasti itu du aputaran, mahal. Kalau terlalu rendah berisiko untuk
daerah-daerah kecil. Kalau di Jawa mungkin …(suara tidak jelas) besar.
Selama itu 30 persen dua putaran, sekarang ini kan 30 persen, banyak 2 putaran.
KETUA RAPAT :
Kalau 25, untuk daerah-daerah kita yang diluar Jawa sana, di Maluku di Sulawesi di Papua, itu
pemilihnya kecil, daerahnya itu kaya. Kalau kita buka ruang yang lebih rendah, itu …(suara tidak jelas)
gampang dia. Jadi disitu dia punya ini. Dan setelah orang terpilih …(suara tidak jelas) dia bukan orang
disini, dia dari suku ini, agama ini, itu potensi …(suara tidak jelas) 30 plus satu kan?
Tidak, kalau dulu itu …(suara tidak jelas) tapi kan rakyat punya kehendak di luar lain. Kan
begitu, itu sama-sama.
KETUA RAPAT:
Jadi saya kira begini saja, jadi 25, bagaimana kita bikin rumusannya? Sebab ini kan ada satu,
jadi kan pemerintah akan 30, kita lebih dari pemerintah lebih besar.
Lain lagi dengan Nasdem, dengan Demokrat, PDIP. Kalau yang semalam.
22
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):
30 itu ambang psikologis orang …(suara tidak jelas) jadi susah digugat ya?
Kalau dia 25 kalau dia di …(suara tidak jelas) kalian hanya dipilih 25, 75 persen kan.
Itu sama saja. jadi tadi daftarnya adalah, …(suara tidak jelas) faktor satu putaran, dua putaran.
WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):
Ya sudah 2 putaran, tapi 25 persen, kemungkinan dua putarannya hampir tidak ada, ini
kompromi sebenarnya.
Sebenarnya tujuannya adalah putaran dalam rangka efisien itu saja. dan kalau saya pribadi
sebenarnya begini bang, kalau caleg itu semakin banyak 3, 4 itu mengurangi polarisasi yang keras,
dibanding kita bersaing berlima, beda dengan berdua begitu. Jadi saya pribadi mendorong calon
…(suara tidak jelas) selain tadi bicara kedaulatan, …(suara tidak jelas) mengurangi politik, a[alagi satu
putaran begitu. Dan semua punya andil bukan cuma saya yang menang katakanlah, tidak bisa saya
blagu-blagu merasa lebih imag, merasa ini, supaya semua punya andil, kalau ada kontribusi bangsa
dan daerah, kira kira begitu filosofinya.
Iya yang lama 30, sebetulnya kurang lebih saja, sebab kalau di 25 hampir 99 persen supel dia
satu putaran, sudah pasti hemat.
KETUA RAPAT:
Jadi begini, kalau yang memilih awal itu karena itu murni pilihan orang, masuk putaran kedua
itu tidak usah khawatir, jadi ya …(suara tidak jelas), disitulah siudah selesai disitu. Jadi kalau …(suara
tidak jelas) jadi sama semua kalau tidak ada yang mendapatkan 25 persenpun akan ada putaran
kedua.
23
F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):
Sambil dengar pemerintah lah bang, nanti kalaupun kita sepakat 30, kita bicara pemerintah
selesai.
KETUA RAPAT:
Untuk intermezo pak, di luar pasal ini, kami ingin mohon penjelasan kira-kira ada tidak
kesepakatan calon pasangan itu harus merepresentasikan dalam artian yang berasal dari daerah
tersebut. Sebab begini pak, …(suara tidak jelas) yang lalu ada suatu kejadian yang bersangkutan
menjadi calon, tidak punya KTP disintu, sehingga yang bersangkutan tidak punya hak pilih, orang lain
disuruh milih dia, dulu kalau tidak salah sebelum Pak Hadar Gumai masuk ke KPU dulu ada Pasal itu
kemudian oleh …(suara tidak jelas) diadaptasi bahwa mengenal daerahnya dan dikenal oleh
daerahnya, diperlunak seperti itu, akhirnya terjadi juga orang nyalon tapi tidak punya KTP, sehingga
tidak punya hak pilih untuk dirinya sendiri, bahkan dirinya sendiri tidak memilih.
KETUA RAPAT :
Ini kita maksimal jam 4, jadi hal diluar itu tadi juga posisinya sudah hampir semua, kita tuntasin,
yang pasal alternatif tadi juga itu yang dibahas panen tadi oleh Pak Mustafa, kita oke saya kira 3
lobang itu, tadi dinyatakan dalam pasal berikutnya bahwa 3 gelombang itu akan menuju pemilu
nasional serentak di tahun 2027, kalau urusan nanti-nanti, 2027, jadi hal tekhnis yang sudah kita
sepakati bulat-bulatnya, bulat-bulatnya maksudnya penjelasan, jadi di norma itu ada tahun 2006 di
penjelasan ada yang gabung 2015 ke 2016, harus Februari dinyatakan di penjelasan, semester-
semester oleh Pak Riza juga itu, kan Februari sebab memperpendek kita kan, di penjelasan tadi.
Ada hal penting itu soal pasal anggaran, jadi teman-teman di Pemda itu Ketua, anggaran
pemilu Pilkada ini kan berjenjang, kalau kita Februari itu kan sebelum Mei sudah mulai, jangan sampai
anggaran itu selesai di 2015 tidak bisa lanjut di 2016, makanya harus ada istilah nomenklatur yang
istilah APBD …(suara tidak jelas) ini APBD atau BUMN? Karena APBD ada penekanan soal
pembiayaan kalau menurut saya dapat didukung APBN tapi itu bertahun jamak, ya multiyears,
penghubung multiyears apa ya? dapat dianggarkan dalam tahun jamak.
Tapi pak Ketua, dalam pemilukada stu tahun sebelum pemilukada di Sulawesi Selatan, itu
…(suara tidak jelas).
24
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):
Kemarin pesanan dari KPU Pusat, karena ada beberapa daerah tidak berani.
Itu diperkuat dengan surat dari Menteri Dalam Negeri terhadap dana anggaran pelaksanan
…(suara tidak jelas) tidak perlu cukup peraturan pemerintah atau surat edaran Mendagri ke masing-
masing daerah untuk memperkuat itu, dan sudah otomatis juga pemerintah pusat sudah
menganggarkan itu.
Terima kasih Pak Ketua.
Masih menyangkut anggaran yang …(suara tidak jelas) peraturan kita, kemarin respon positif
Menteri juga ada, KPU juga ada, ada payung hukum. Kita kan semua ini landasannya ingin hemat
anggaran, yang saya tadi ide tentang cluster itu 50 persen hemat, kemarin di Mendagri sudah oke kan,
, KPU juga oke asal ada payung hukum, makanya coba deh tayangkan, yang saya minta tolong.
Ijin menyampaikan dulu, kalau kami tidak …(suara tidak jelas) pemahaman, ada ketentuan
untuk perundang-undangan nomor 12 tahun 2011 tentang tehnik penyusunan peraturan perundang-
undangan. Perunahan terhadap satu peraturan perundang-undangan apabila …(suara tidak jelas) 50
persen dari materi yang dibahas itu. bukan prediksi tapi pembuatan undang-undang baru. Ini kami ingin
tanya dulu dulu kan kesepakatannya ini terbatas, tetapi sekarang ini bnayak sekali perseorangan dan
melebar dan memang harus dikenai. Maksud kami nanti tolong dihitung kira-kira sudah melebihi 50
persen atau belum.
STAF AHLI :
STAF AHLI :
Ketika akhirnya kembali ke pasangan, maka pasal apapun yang menyebut hanya calon, lalu
berubah menjadi pasangan dan itu berkonsekwensi menjadi bagian perubahan. Artinya menjadi
dihitung juga prosentasenya.
STAF AHLI :
25
Gak pak, pasal.
Ya Pasal, itu pasalnya bisa berubah tapi pasangan calon itu kan ada konsekwensi
nomenklaturnya …(suara tidak jelas)
STAF AHLI :
Artinya pasalnya berubah pak, tapi kan kalimatnya berubah, seluruh pasal berubah.
Iya seluruh pasal berubah betul, jadi kalau bilang perubahan, perubahan apa? Itu adalah
perubahan redaksi, bukan perubahan substansi beda loh, jadi kalau perubahan substansi itu yang
bonggol-bonggol itu keluar, terhadap perubahan substansi memang banyak yang berubah kan begitu.
Misalnya 50 pasal yang ada di situ, kita mau rubah 50 pasal, kita mau rubah 30 pasal begitu
kurang lebih.
Ini pergantian, tapi pergantian itu bukan substansi. Bukan bang, biarpun sampai harus
dibedakan antara substansi sama bukan substansi.
Coba nanti kita tanyakan kepada barangkali mungkin pendapat umum dari ahli atau
kementerian gitu pak.
KETUA RAPAT:
Ini waktunya 15 menit lagi ini, saya punya ide yang tadi yang tentang hemat anggaran, Pak
Syarif nanti kita berdebat dulu, dihitung dulu berapa pasal itu yang dirubah. Ya banyak yang dirubah,
pak mohon ijin dulu, kita kembali ini ribut-ribut ini kan intinya hemmat anggaran, ini terus terang saja
anggaran KPU ini paling melimpah ruah pak, katanya begini, ide saya yang KPU sudah bilang oke
kalau ada payung hukum yang kedua adaah Mendagri juga …(suara tidak jelas)ini pada Pasal tentang
pemilihan untuk setiap TPS yang paling banyak 800 itu ketentuan dari …(suara tidak jelas) yang ingin
kita rubah ditambahkan adalah ayat (1) a ini ketentuan jumlah pemilih setiap TPS itu sebagaimana
dimaksud ayat (1) dikecualikan untuk pulau Jawa dengan ketentuan bukan Cuma Pulau Jawa saja
sebenarnya, Jawa dan Madura …(suara tidak jelas) yang bisa dilalui darat, ini mohon dibuatkan
26
ketentuan untuk diclusterkan pak, dibuat pemilihan yang paling banyak 5.000 itu untuk satu TPS, ini
melandasi atau argumennya…(suara tidak jelas) di Jawa khususnya. Sama saja kok waktunya, juga
perhitungannya sama.jam 11, jam 12 sudah berhenti.
Yang kedua ini bisa hemat 50 persen, kalau bapak setuju, tapi berikan payung hukumnya dulu,
jadi kenapa kita berubah pilkades itu dalam satu lapangan bola TPSnya itu tetap pintu 1 TPS 1, 2, 3, 4,
5. Atau kalau desa itu ada 15 TPS, Pintu 2 TPS, 5, 6, 7, 8, 9, 10, itu hemat sekali pak, itu paling mahal
50 juta satu desa, mungkin 60 lah atau 75, kalau tiap kabupaten di Jawa hanya 300 desa itu cuma 21
milyar. Saya di Karawang saja 68 milyar itu. ini kan di Perpu.
Pak Rambe Perpu yang pertama bunyinya pemilihan setiap TPS paling banyak 800, ada yang
lamanya …(suara tidak jelas) mana yang lamanya dulu, yang aslinya, juga lokasi, bentuk dan tata letak
ditentukan oleh KPU. Jadi memang peraturan KPU pak, tapi ini ada di Undang-undang Pasal 20.
KETUA RAPAT:
Tapi dia minta payung hukum pak, makanya ini dicantumkan, dia minta payung hukum dalam
Undang-undang alasannya dia.
Jadi kalau Pak Dadang mau usul yang kemarin di lapangan Bola itu, KPU kemudian dibuat
PKPU nya, biar terang tehnisnya KPU.
27
F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):
Ya ini di Pasal 3.
KETUA RAPAT:
Dibuat di penjelasan, …(suara tidak jelas) apa yang pasal ini jumlah lokasi dari mana, dimana
payung hukumnya. Jumlah lokasi bentuk dan tata letak TPS ditetapkan oleh KPU provinsi Kabupaten
kota dijelasin itu tidak cukup jelas, ada yang tidak, di penjelasannya bahwa untuk menentukan efisiensi
apa, apa, apa begitu dilaksanakan apa tadi yang dimaksudkan Pak dadang, cluster.
Di Peraturan KPU.
Tapi KPU mau merubah itu kalau ada di Undang-undang ini, dalam turunan, kalau turunan
bagaimana?
KETUA RAPAT:
Jadi begini, ini kan usul Partai Golkar ini, ketentuan jumlah pemilih begitu kan? Ini sudah ada
payung hukumnya tidak? Ini yang baru ini.
Kalau jumlah pemilih paling banyak 5.000 orang dalam 1 TPS, itu tadi contohnya itu tadi. Kita
kan contohnya pakai sistim Pilkades.
28
F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):
Iya ini kan satu TPS, jadi begini 1 TPS itu ada berapa orang, berapa jumlah.
Makanya saya bilang kalau 5.000 dalam 1 TPS tidak mungkin, kotak suaranya isinya 5.000.
Lokalisasi.
Ya nanti dimasukkan saja kalau hemat pak. 50 persen saya jamin hemat.
KETUA RAPAT:
Ada lagi yang khusus pulau Jawa, ini memang agak ini, jadi kita bikin umum saja begini dalam
pengecualian di pulau Jawa.
29
WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):
Jadi begini, kita minta KPU ketika menyusun PKPU ini berkonsultasi dengan kita, kan itu dia di
Komisi II kan? Nanti.
Ini yang menjadi masalah tidak boleh ada kalimat yang seperti di pulau Jawa itu harus di
…(suara tidak jelas).
KETUA RAPAT:
Jadi ketentuan jumlah pemilih TPS sebagaimana ayat (1) yang jumlah pemilih sampai dengan
5.000 orang dilaksaanakan dalam satu lokasi TPS, jangan ditunjuk pulau Jawa.
Kita simulasi satu lokasi itu, apakah calon kepala desa menyediakan kendaraan, karena kalau
daerah Jawa Timur itu calon Kepala Desa mengangkuti.
Artinya itu tekhnis pak, tapi nyatanya lebih positif pak, lebih positif itu artinya begitu, satu
Pilkades itu menjadi pasar murah, kalau satu titik itu kan pedagang dari mana-mana banyak,
pengamanan lebih terkontrol, dan pengawasan lebih terkontrol, begitu hematnya itu kan.
Ya itu kan masalahnya kepala desanya, menyediakan kendaraan itu kan menarik perhatian,
tapi yang jelas ditarik atau tidak itu memang dampak partisipasi masyarakat di kampung seolah-olah
memang ada pesta, semua pada dateng.
Saya nangkep pak Dadang, jadi begini kalau Pilkades itu kan mobilisasinya desa, kalau
kabupaten itu interaksinya tidak sedekat kepala desa, sehingga ada konsekwensi nanti takutnya
partisipasinya sulit tidak begitu, kalau tidak dimobilisasi.
Tinggi, karena orang kan melihat ada tontonan, di kampung itu kan begitu ada keramaian, itu
menjadi kaya tontonan, tapi di daerah itu pak. Yang di …(suara tidak jelas) itu dimana di satu desa? Di
satu kampung? Di satu …(suara tidak jelas). di satu kompleh perumahan? Sekarang kan dapat
kompleh perumahannya bisa 5. Nanti dihitung saja pak, tapi ini masukkan ya? Kita lanjutkan ke ini, pak
mohon di masukkan kalau mau yang …(suara tidak jelas).
30
F-GERINDRA (Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si):
Memang dilematis, kalau jauh tadi problem kendaraan dan …(suara tidak jelas). sekarang
mana yang akan kita kejar, meningkatkan partisipasi.
Ita kan mengejar, itu tadi efisiensi, ini anggaran KPU pak, katakan ya, Jawa Barat ini 755,
katakan saya pernah menjadi kepala daerah 700 juta itu buat mbangun berapa gedung olah raga, tapi
kalau dengan sistim itu cuma 300, 200.
Persoalannya kalau ada problem tentang geografis, di tempat kami itu ada satu desa yang
tempatnya terpencar dan berbukit-bukit, ketika akan di lapangan desa ini akan kesulitan, padahal
penduduknya mungkin masuk dalam kategori itu, prinsip kami sepakat untuk itu.
Coba nanti sambil jalan, kita tangguhkan dulu, nanti kita dengan KPU dengan Mendagri kan
rencananya? Tapi ini suatu masukan, hemat, betul-betul hemat, jauh 50 persen, karena anggaran KPU
itu pak, 50 persen hanya untuk honor pegawai, katakan 40 milyar, 20 milyar hanya untuk honor.
Oke pak ketua tangguhkan dulu, ini masukan.
Mau tanya, ini kan sudah berapa pasal kita rubah ya? Nomenklaturnya bagaimana?
STAF AHLI :
Disesuaikan, kalau perubahan panjang judulnya kan RUU perubahan atas Undang-undang
Nomor sekian tahun sekian tentang apa. Kalau penggantian RUU tentang Pemilihan ...(suara tidak
jelas) dan seterusnya., tidak sepanjang ini nomenklaturnya.
STAF AHLI :
31
F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):
STAF AHLI :
Begini pak, kalau mencantumkan kata perubahan, maka di dalam penyajiannya nanti di
samping pasal pokok yang masih itu, kemudian pasal perubahan itu kan disitu harus ditulis bahwa
bunyi selengkapnya sebagai berikut, ini yang di …(suara tidak jelas) jadi langsung tanpa ada kata
perubahan.
F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):
Ganti.
Ya ganti.
Sementara kita kalau paripurna bukan mengganti, merevisi pasal-pasal yang rekomendasi
paripurna kan? Bukan mengganti, kalau kita lihat ini dengan perubahan itu mengganti.
STAF AHLI :
Ya tapi soal hitungnya itu, tapi pasti saya lihat dari bunyi pasal-pasal itu, karena serba
pasangan dan sebagai bukti kepala daerah itu nomenklatur konsekwensinya, sementara rekomendasi
paripurna kemarin itu bukan mengganti, berisi pasal-pasal tertentu. Sekarang kalau direkomendasi 50
32
persen tetapi substansi perubahan, nomenklatur perubahan, nah kalau nomenklatur perubahan berarti
mengganti, mengganti bertentangan dengan dokumentasi pada waktu paripurna.
Itu saja dari saya.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Jadi kalau nomenklaturnya ini sudah benar, jangan kita rubah disitu, pemilihan gubernur, wakil,
jangan.
Makanya saya tanya apakah tidak berkonsekwensi terhadap nomenklatur kan pertanyaan
saya, kalau tidak berkonsekwensi tidak masalah, tapi kalau materi pasal-pasalnya sudah menyebutkan
gubernur dan wakil gubernur, maka otomatis …(suara tidak jelas).
KETUA RAPAT:
Begini pak, ini yang kita ubah, coba kepalanya dulu, yang kita rubah itu adalah, besuk kan
keluarlah Undang Undang Nomor X tahun 2015 tentang, itu memang tentang ini kita kan tidak tahu,
tentangnya itu.
Iya betul, saya mengerti, kalau detailpun kan tidak menyebut wakil, sehingga nomenklaturnya
itu gubernur, karena pasal-pasal di yang kita bicarakan ini kita sudah rubah semua, ada wakil sehingga
nomenklaturnya apakah tidak berpengaruh? Saya Cuma …(suara tidak jelas) berpengaruh atau tidak?
Kalau tidak ada pengaruh tidak ada persooalan.
Ini Undang-undang yang baru kita sahkan di Paripurna kemarin, iya tentangnya, memang di
revisi kita ada ada wakil, tapi tidak berarti disini berubah menjadi wakil, kan begitu, sederhana saja
kan?
Tidak ada persoalan kalau seperti itu tidak ada persoalan, jangan sampai antara kepala
dengan isi tidak, nah itu.
33
KETUA RAPAT:
Makanya judulnya perubahan, tentangnya kaitannya dengan Perpu Nomor 2, otomaticly itu
hanya beberapa pasal sekaligus saja disamakan.
STAF AHLI :
Asal ininya sudah final nanti coba kita sesuaikan, karena ini belum final kan nanti berubah.
KETUA RAPAT:
Cuma dinisi kemarin, kalau Undang-undang Pemda wakilnya itu sesuai dengan …(suara tidak
jelas) dulu, ini sekarang. Kalau sudah bagus dikaitkan disini wakilnya boleh lebih dari satu sesuai
dengan …(suara tidak jelas).
Inilah judul ini perbedaan antara perubahan dan pengganti kan, kalau pengganti itu tidak apa-
apa.
KETUA RAPAT:
Sekarang yang paling terakhir adalah, kalau Undang-undang Pemda itu wakilnya boleh lebih
dari satu, apakah sekarang kesimpulan kita, kalau itu nanti kita ambil saja, apa mau lebih dari satu
wakilnya.
Sesuai yang kemarin itu, kan ada …(suara tidak jelas) dukungannya itu, jadi sudah pas itu.
KETUA RAPAT:
34
WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, S.S/F-PKS):
STAF AHLI :
Pasangan juga tidak apa-apa, kalau istrinya lebih dari satu kan pasangan juga.
Tidak ada aturan pasangan itu satu wakilnya, ada tidak aturan?
Pak Ketua jumlah wakil kepala daerah disesuaikan, jumlah wakil kepala daerah dapat lebih
dari satu disesuaikan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah.
Begini, di dalam tim kita ini tidak ada ahli bahasa ya? Tidak ada ahli bahasa disini? Biasanya
kita ada ahli bahasa, jadi nanti itulah yang akan memberikan rekomendasi, makna pasangan ini, kalau
saya melihatnya begitu, orang mempunyai istri lebih dari satu kan ini pasangan juga, bukan paket.,
boleh lebih dari satu, 4 itu semuanya pasangan, bukan paket itu bahasa Indonesia yang baik dan benar
itu.
Kalau 2 berarti sepasang, kalau pasangan adalah yang selalu dipakai bersama-sama sehingga
menjadi sepasang sebagaimana sepasang sepatu ini, seorang perempuan bagi seorang laki-laki atau
seekor betina bagi seekor jantan atau sebaliknya.
STAF AHLI :
Yang dimaksud bapak namanya berpasang-pasangan, kan kalau paket isinya ada lebih dari
satu.
35
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):
Ya sudah tadi kan wakil, ada kata wakil gubernur, tidak berarti tidak boleh lebih dari satu iya
kan?
Jadi begini kalau kita menginginkan lebih dari pada satu wakil, bukan berpasangan tapi paket.
KETUA RAPAT:
Baik saudara-saudara nanti kita ajukan 2 perubahan undang-undang ini, sebagai usul inisiatif,
tata tertib coba kita ini apa ditanda tangani oleh anggota atau cukup sebagai komisi?
STAF AHLI :
KETUA RAPAT:
Ini kan keputusan Panja, Panja itu kan keputusan kita bersama.
36
KETUA RAPAT:
Jadi …(suara tidak jelas) berpasangan boleh saja. Jadi posisinya ini adalah usulan Komisi II,
kalau usulan perorangan, satu orangpun boleh terakhir itu ditandatangani sendiri boleh, di sini
dikatakan Pasal 112 Rancangan Undang-Undang dapat diajukan oleh anggota komisi atau gabungan
anggota Komisi sebagai usul inisiatif, jadi disini anggota komisi. Rancangan Undang Undang ada 2
dapat diajukan oleh satu orang anggota atau lebih, ini kalau perorangan dia, Rancangan Undang-
Undang yang dapat diajukan oleh anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didukung oleh
anggota lain dengan membubuhkan tanda tangan. Rancangan Undang-undang yang diajukan oleh
Komisi atau gabungan komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan terlebih dahulu dalam
rapat Komisi atau rapat gabungan Komisi. Jadi apa ini perlu kita bawa ke rapat komisi. Berarti kalau
rapat komisi.
Sebentar, jadi di Komisi ini kan ada poksi semua, sudah seperti itu, ini kan kita sudah
Panjakan.
Waaupun bagaimanapun kalau redaksionalnya seperti itu, meskipun sudah ada poksi-poksi, ini
kan soal…(suara tidak jelas) harus diserahkan oleh komisi.
STAF AHLI :
Oh baliknya malem.
KETUA RAPAT:
Sebenarnya kan rapat Komisi kita sudah setuju membuat usul inisiatif, usul inisiatif sudah
sama-sama kita bentuk Panja, sebenarnya keputusan kita ini, sudah seperti Komisi. Komisi kan sudah
setuju kita bentuk Panja, hadirlah kita disini.
37
F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):
Tapi hasilnya dikembalikan dulu ke Komisi.
Jadi di Program besuk kalau begitu, siang. Jadi jadwal kita besuk, ini sudah dibagi oleh
Sekretariat, Hari Senin besuk Jam 10.00 Raker dengan Kementerian Sekretariat Negara, itu ada
rombongannya tidak itu? apa saja rombongannya? Mensesneg, Setkab, siapa yang diundang untuk
besuk pagi itu.
KETUA RAPAT:
Kalau Setneg saja habis itu, kita Rapat, kita jadwalkan dibuat undangannya, jam 13.00 gitu
sebelum jam 14.00 ini.
KETUA RAPAT:
Jadi suratnya begini, kita akan ketik di sini pasal 98 kita harus bahas anggaran dari pada mitra
kerja kita, kalau tidak nanti digugat, sebab undang-undang MD3 itu, itu, bisa digugat melanggar
undang-undang, jadi Pak Cahyo ajukanlah anggarannya, Aparatur Negara ajukanlah anggarannya, dan
itu kita bahas ada pendahuluan, seandainya 6, 7, 8 itu yang disini, jadi memang betul juga, kita
efektifkan, toh nanti akan kita bahas disini kan?
Jadi kita buat saja jam 13.00 WIB besuk, mana Ibu Min?
Jam 14.00 WIB nya jadwal tahan dulu, nanti kan jadwal ditentukan jam 13.00, kita
pelaksanaannya mundur kok, tidak mungkin cukup waktu 30 menit membahas ini, jadi mungkin.
38
KETUA RAPAT:
Ya hanya memberitahukan sajalah Laporan Panja, kita kan sudah …(suara tidak jelas) besuk
kita hadir.
Sebenarnya ini formalitas, terkait paripurnalah. Kalau begitu jangan bubar langsung begitu.
Maaf artinya pada saat Raker dengan Mensesneg itu jangan bubar, kalau bubar susah lagi orang.
Ya langsung saja.
Jadi undangannya begini, setelah dengan itu dilanjutkan, waktu dan ...(suara tidak jelas).
Pleno komisi itu kan hanya untuk penentuan, apa menyepakati apa yang sudah kita bicarakan,
saran kami sebelum Segneg hadir kita kan sudah kuorum, mekanisme untuk pengambilan keputusan,
membacakan laporan kemudian mengambil keputusan.
Saya lebih yakin siang, setelah makan siang, jadi Mensesneg dan Menpan, ada istirahat juga
kan, itu kan ada waktu panjang, seperti Pak dadang tadi Setelah Setgen langsung.
KETUA RAPAT:
Jadi kalau siang besuk, jadi kalau dapat habis, kan besuk pasti ada makan siang, jadi besuk
ada rapat komisi untuk menyepakati formula saja, usul inisiatif Komisi II.
KETUA RAPAT:
Dan dibuat undangan untuk ini, minimal Panja yang hadir disini ya untuk hadir.
Jadi harus ada undangan, jadi kangan ada orang tunggu-tunggu, ini kan tidak ada dalam
undangan.
KETUA RAPAT:
Lanjut sebentar dengan catatan melaporkan sudah kerja, sudah disiapkan diajukan, untuk
dapat disetujui. Biar juga bisa kita sampaikan sorenya, nanti kan mau beres benda ini tergantung
pemerintah, sebab kita yang mau bertahan, kalau kita menyerah tadi, ini harus sebaiknya 30 persen,
bila perlu 50 persen, Pak Cahyo misalnya, ya sudah.
Jadi begitu ya, sudah jam 16.00 lewat 5 menit sudah, sampai ketemu besuk, kita tetapkan ini
sebagai usul inisiatif, tapi sudah bisa bahan itu, sudah siap?
F-PDIP (DIAH PITALOKA, S.Sos):
KETUA RAPAT:
ttd
40
1
RISALAH RESMI
Didampingi :
1. Achmad Djuned, S.H., M.H.
(Wasekejen DPR RI)
2. Tatang Sutharsa, S.H.
(Deputi Bidang Persidangan dan KSAP)
3. K. Jhonson Rajagukguk, S.H., M.Hum.
(Deputi Bidang Perundang-Undangan)
4. Drs. Helmizar
(Kepala Biro Persidangan)
5. Dr. Dewi Barliana, S, S.H., M.Hum.
(Kepala Biro Kesekretariatan Pimpinan)
6. Dra. Mitra Anindyarina
(Kepala Bagian Persidangan Paripurna)
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Dra. SARWO BUDI WIRYANTI SUKAMDANI
19. 144
(DKI Jakarta I)
MASINTON PASARIBU, S.H.
20. 146
(DKI Jakarta II)
Drs. EFFENDI MS SIMBOLON, M.Ipol.
21. 147
(DKI Jakarta III)
DARMADI DURIANTO
22. 148
(DKI Jakarta III)
Ir. KETUT SUSTIAWAN
23. 150
(Jabar I)
JUNICO BP SIAHAAN, S.E.
24. 151
(Jabar I)
Dr. JALALUDIN RAKHMAT, M.Sc.
25. 152
(Jabar II)
H. YADI SRIMULYADI
26. 153
(Jabar II)
DIAH PITALOKA, S.Sos.
27. 154
(Jabar III)
dr. RIBKA TJIPTANING P.
28. 155
(Jabar IV)
ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU
29. 156
(Jabar V)
H. INDRA P. SIMATUPANG, S.E., M.B.A.
30. 157
(Jabar V)
SUKUR H NABABAN, S.T.
31. 158
(Jabar VI)
RISKA MARISKA, S.H.
32. 159
(Jabar VI)
RIEKE DIAH PITALOKA
33. 160
(Jabar VII)
DANIEL LUMBAN TOBING
34. 161
(Jabar VII)
Drs. YOSEPH UMARHADI, M.Si., M.A.
35. 162
(Jabar VIII)
ONO SURONO, S.T.
36. 163
(Jabar VIII)
Dr. TB. HASANUDDIN, M.M.
37. 165
(Jabar IX)
DONY MARYADI OEKON, S.T.
38. 167
(Jabar XI)
6
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
JULIARI P. BATUBARA
39. 168
(Jateng I)
Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO
40. 170
(Jateng II)
EVITA NURSANTY, M.Sc.
41. 171
(Jateng III)
H. IMAM SUROSO, S.Sos, S.H., M.M.
42. 172
(Jateng III)
AGUSTINA WILUJENG PRAMESTUTI, S.S.
43. 174
(Jateng IV)
ARIA BIMA
44. 176
(Jateng V)
RAHMAD HANDOYO, S.PI., M.M.
45. 177
(Jateng V)
Ir. SUDJADI
46. 179
(Jateng VI)
ADISATRYA SURYO SULISTO
47. 181
(Jateng VIII)
BUDIMAN SUDJATMIKO, M.Sc., M.Phil.
48. 182
(Jateng VIII)
Ir. MUHAMMAD PRAKOSA
49. 183
(Jateng IX)
DAMAYANTI WISNU PUTRANTI
50. 184
(Jateng IX)
Prof. Dr. HENDRAWAN SUPRATIKNO
51. 185
(Jateng X)
MY ESTI WIJAYATI
52. 187
(DIY)
INDAH KURNIA
53. 189
(Jatim I)
HENKY KURNIADI
54. 190
(Jatim I)
Prof. Dr. H. HAMKA HAQ, M.A.
55. 191
(Jatim II)
NURSUHUD
56. 192
(Jatim III)
ARIF WIBOWO
57. 193
(Jatim IV)
Drs. AHMAD BASARAH, M.H.
58. 194
(Jatim V)
7
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Ir. ANDREAS EDDY SUSETYO, M.M.
59. 195
(Jatim V)
Ir. BUDI YUWONO, Dipl, S.E.
60. 198
(Jatim VI)
Drs. SIRMADJI, M.Pd.
61. 199
(Jatim VII)
Ir. MINDO SIANIPAR
62. 200
(Jatim VIII)
SADARESTUWATI
63. 201
(Jatim VIII)
ABIDIN FIKRI, S.H.
64. 202
(Jatim IX)
H. NASYIRUL FALAH AMRU, S.E.
65. 203
(Jatim X)
M.H. SAID ABDULLAH
66. 204
(Jatim XI)
MOCHAMMAD HASBI ASYIDIKI JAYABAYA
67. 205
(Banten I)
ICHSAN SOELISTIO
68. 206
(Banten II)
MARINUS GEA, S.E.
69. 208
(Banten III)
Drs. I MADE URIP, M.Si.
70. 209
(Bali)
Dr. Ir. WAYAN KOSTER, M.M.
71. 210
(Bali)
I GUSTI AGUNG RAI WIJAYA, S.E., M.M.
72. 211
(Bali)
NYOMAN DHAMANTRA
73. 212
(Bali)
H. RACHMAT HIDAYAT, S.H.
74. 213
(NTB)
HERMAN HERRY
75. 215
(NTT II)
LASARUS, S.Sos, M.Si.
76. 217
(Kalbar)
Ir. G. MICHAEL JENO, M.M.
77. 218
(Kalbar)
ASDY NARANG, S.H., M.Comm.LAW
78. 219
(Kalteng)
8
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, M.M.
79. 220
(Kalteng)
H. ADRIANSYAH
80. 221
(Kalsel II)
AWANG FERDIAN HIDAYAT, M.M.
81. 222
(Kaltim)
VANDA SARUNDAJANG
82. 224
(Sulut)
ANDI RIDWAN WITTIRI, S.H.
83. 226
(Sulsel I)
Drs. SAMSU NIANG, M.Pd.
84. 227
(Sulsel II)
IRINE YUSIANA ROBA PUTRI, S.Sos., M.Comn &
85. Media ST. 229
(Maluku Utara)
KOMARUDIN WATUBUN, S.H, M.H.
86. 230
(Papua)
TONY WARDOYO
87. 231
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 87 dari 109
orang Anggota
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. JOHN KENEDY AZIS, S.H.
8. 240
(Sumbar II)
TABRANI MAAMUN
9. 241
(Riau I)
Ir. H.M IDRIS LAENA
10. 242
(Riau II)
Hj. SANIATUL LATIVA
11. 243
(Jambi)
DODI REZA ALEX NOERDIN
12. 244
(Sumsel I)
Drs. H. KAHAR MUZAKIR
13. 245
(Sumsel I)
BOBBY ADHITYO RIZALDI, S.E.Ak., M.B.A, C.F.E.
14. 246
(Sumsel II)
DWIE AROEM HADIATIE
15. 247
(Lampung I)
Dr. M. AZIS SYAMSUDDIN
16. 248
(Lampung II)
Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si.
17. 249
(Bangka Belitung)
BAMBANG WIYOGO, S.E.
18. 250
(DKI Jakarta I)
Ir. FAYAKHUN ANDRIADI M.Kom.
19. 251
(DKI Jakarta II)
TANTOWI YAHYA
20. 252
(DKI Jakarta III)
Dra. POPONG OTJE DJUNDJUNAN
21. 253
(Jabar I)
Ir.H. LILI ASDJUDIREDJA, S.E., Ph.D.
22. 255
(Jabar II)
Dr. H. DEDING ISHAK, S.H., M.M.
23. 256
(Jabar III)
EKA SASTRA
24. 257
(Jabar III)
Hj. DEWI ASMARA, S.H., M.H.
25. 258
(Jabar IV)
Ir. H. AIRLANGGA HARTARTO,M.M.T., M.B.A.
26. 259
(Jabar V)
ICHSAN FIRDAUS
27. 260
(Jabar V)
10
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Dr. H. ADE KOMARUDIN, M.H.
28. 262
(Jabar VII)
Drs. H. DADANG S MUCHTAR
29. 263
(Jabar VII)
DAVE AKBARSHAH FIKARNO LAKSONO, M.E.
30. 264
(Jabar VIII)
Drs. H. ELDIE SUWANDIE
31. 266
(Jabar IX)
AGUN GUNANJAR SUDARSA, M.Si.
32. 267
(Jabar X)
H. FERDIANSYAH, S.E., M.M.
33. 268
(Jabar XI)
H. AHMAD ZACKY SIRADI
34. 269
(Jabar XI)
Drs. H.A. MUJIB ROHMAT
35. 270
(Jateng I)
BOWO SIDIK PANGARSO, S.E.
36. 272
(Jateng II)
FIRMAN SOEBAGYO, S.E., M.H.
37. 273
(Jateng III)
Hj. ENDANG MARIA ASTUTI, S.Sg. S.H.
38. 274
(Jateng IV)
ENDANG SRIKARTI HANDAYANI, S.H., M.Hum
39. 275
(Jateng V)
BAMBANG SOESATYO, S.E., M.B.A.
40. 277
(Jateng VII)
H. DITO GANINDUTO, M.B.A.
41. 278
(Jateng VIII)
H. BUDI SUPRIYANTO, S.H., M.H.
42. 280
(Jateng X)
SITI HEDIATI SOEHARTO, S.E.
43. 281
(DIY)
Ir. H. ADIES KADIR, S.H., M.Hum.
44. 282
(Jatim I)
H. MUKHAMAD MISBAKHUN, S.E.
45. 283
(Jatim II)
HARDISOESILO
46. 284
(Jatim III)
H. MUHAMAD NUR PURNAMASIDI
47. 285
(Jatim IV)
11
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Ir. H.M. RIDWAN HISJAM
48. 286
(Jatim V)
M. SARMUJI S.E., M.Si.
49. 287
(Jatim VI)
Dr. H. GATOT SUDJITO, M.Si.
50. 288
(Jatim VII)
H. MOHAMMAD SURYO ALAM, Ak. M.B.A.
51. 289
(Jatim VIII)
Ir. H. S.W. YUDHA, M.Sc.
52. 290
(Jatim IX)
ENI MAULANI SARAGIH
53. 291
(Jatim X)
H. ANDIKA HAZRUMY, S.Sos.
54. 293
(Banten I)
H. ANDI ACHMAD DARA, S.E.
55. 295
(Banten III)
GDE SUMARJAYA LINGGIH, S.E.
56. 296
(Bali)
A.A. BAGUS ADHI MAHENDRA PUTRA
57. 297
(Bali)
H. MUHAMMAD LUTFI, S.E.
58. 298
(NTB)
MELCHIAS MARKUS MEKENG
59. 299
(NTT I)
Drs. SETYA NOVANTO
60. 300
(NTT II)
dr. CHARLES JONES MESANG
61. 301
(NTT II)
Ir.H. ZULFADHLI, M.M.
62. 302
(Kalbar)
Ir. H. AHMADI NOOR SUPIT
63. 304
(Kalsel I)
H. INDRO HANANTO
64. 305
(Kalsel I)
H. HASNURYADI SULAIMAN
65. 306
(Kalsel II)
Dr. Hj. NENI MOERNIAENI, SPOG
66. 308
(Kaltim)
ADITYA ANUGRAH MOHA, S.Ked.
67. 309
(Sulut)
12
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. MUHIDIN MOHAMAD SAID
68. 310
(Sulteng)
Drs. HAMKA B. KADY
69. 311
(Sulsel I)
H. SYAMSUL BACHRI, M.Sc.
70. 312
(Sulsel II)
H. ANDI RIO IDRIS PADJALANGI, S.H, M.Kn.
71. 313
(Sulsel II)
Dr. Ir. MARKUS NARI, M.Si
72. 314
(Sulsel III)
Drg. Hj. ANDI FAUZIAH PUJIWATIE HATTA, S.K.G
73. 315
(Sulsel III)
Ir. RIDWAN BAE
74. 316
(Sultra)
Dr. Ir. FADEL MUHAMMAD
75. 317
(Gorontalo)
Drs. H. ROEM KONO
76. 318
(Gorontalo)
Hj. ENNY ANGGRAENY ANWAR
77. 319
(Sulbar)
EDISON BETAUBUN, S.H., M.H.
78. 320
(Maluku)
DR. SAIFUL BAHRI RURAY, S.H., M.Si.
79. 321
(Maluku Utara)
Pdt. ELION NUMBERI, S.Th.
80. 322
(Papua)
ROBERT JOPPY KARDINAL, S.AB.
81. 323
(Papua Barat)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai GOLKAR 81 dari 91 orang Anggota
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. GUS IRAWAN PASARIBU, S.E.Ak., M.M.
4. 327
(Sumut II)
SUASANA DACHI, S.H.
5. 328
(Sumut II)
MARTIN HUTABARAT, S.H.
6. 329
(Sumut III)
Dr. H. SUIR SYAM, M.Kes. MMR
7. 330
(Sumbar I)
RITA ZAHARA, SH
8. 332
(Riau I)
Ir. H. A.R. SUTAN ADIL HENDRA, M.M.
9. 334
(Jambi)
EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A.
10. 335
(Sumsel I)
Ir. SRI MELIYANA
11. 336
(Sumsel II)
SUSI MARLENY BACHSIN, S.E, M.M.
12. 337
(Bengkulu)
H. AHMAD MUZANI
13. 338
(Lampung I)
Ir. DWITA RIA
14. 339
(Lampung II)
ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.
15. 340
(DKI Jakarta I)
H. BIEM TRIANI BENJAMIN, B.Sc., M.M.
16. 341
(DKI Jakarta II)
ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO
17. 342
(DKI Jakarta III)
Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc.
18. 343
(Jabar I)
Ir, H. AHMAD RIZA PATRIA, M.B.A.
19. 345
(Jabar III)
HERI GUNAWAN
20. 346
(Jabar IV)
H. FADLI ZON, S.S., M.Sc.
21. 347
(Jabar V)
Ir. H. NUROJI
22. 348
(Jabar VI)
Drg. PUTIH SARI
23. 349
(Jabar VII)
14
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, D.E.A.
24. 350
(Jabar VIII)
H. OO SUTISNA, S.H.
25. 351
(Jabar IX)
H. SUBARNA, S.E., M.Si.
26. 352
(Jabar XI)
JAMAL MIRDAD
27. 353
(Jateng I)
ABDUL WACHID
28. 354
(Jateng II)
Hj. SRIWULAN, S.E.
29. 355
(Jateng III)
RAHAYU SARASWATI DJOJOHADIKUSUMO
30. 356
(Jateng IV)
H. BAMBANG RIYANTO, S.H., M.H., M.Si.
31. 357
(Jateng V)
Ir. H. HARRY POERNOMO
32. 358
(Jateng VI)
Ir. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.
33. 359
(Jateng VII)
Hj. NOVITA WIJAYANTI, S.E., M.M.
34. 360
(Jateng VIII)
MOHAMAD HEKAL, M.B.A.
35. 361
(Jateng IX)
RAMSON SIAGIAN
36. 362
(Jateng X)
ANDIKA PANDU PURAGABAYA, S.Psi., M.Si, M.Sc.
37. 363
(DIY)
Ir. BAMBANG HARYO. SOEKARTONO
38. 364
(Jatim I)
Ir. H. SOEPRIYATNO
39. 365
(Jatim II)
Ir. SUMAIL ABDULLAH
40. 366
(Jatim III)
BAMBANG HARYADI, S.E.
41. 367
(Jatim IV)
MORENO SUPRAPTO
42. 368
(Jatim V)
Ir. ENDRO HERMONO, M.B.A.
43. 369
(Jatim VI)
15
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Drs. SUPRIYANTO
44. 370
(Jatim VII)
Dr. H. SAREH WIYONO M., S.H., M.H.
45. 371
(Jatim VIII)
WIHADI WIYANTO, S.H.
46. 372
(Jatim IX)
H. MOH NIZAR ZAHRO, S.H.
47. 374
(Jatim XI)
H. ANDA, S.E.,M.M.
48. 375
(Banten I)
H. DESMOND JUNAIDI MAHESA, S.H., M.H.
49. 376
(Banten II)
Ir. SUFMI DASCO AHMAD
50. 377
(Banten III)
IDA BAGUS PUTU SUKARTA, S.E., M. Si.
51. 378
(Bali)
PIUS LUSTRILANANG, S.I.P., M.Si.
52. 380
(NTT I)
Ir. FARY DJEMY FRANCIS, M.M.A.
53. 381
(NTT II)
KATHERINE A. OENDOEN
54. 382
(Kalbar)
H. IWAN KURNIAWAN, S.H.
55. 383
(Kalteng)
Drs. H. SYAIFUL RASYID, M.M.
56. 384
(Kalsel I)
Drs. H. SJACHRANI MATAJA, M.M., M.B.A.
57. 385
(Kalsel II)
Drs. WENNY WAROUW
58. 387
(Sulut)
SUPRATMAN, S.H., M.H.
59. 388
(Sulteng)
Dr. H. AZIKIN SOLTHAN, M.Si.
60. 389
(Sulsel I)
H. ANDI IWAN DARMAWAN ARAS, S.E.
61. 390
(Sulsel II)
Drs. H. ANDI NAWIR, M.P.
62. 391
(Sumsel III)
HAERUL SALEH, S.H.
63. 392
(Sultra)
16
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
ELNINO M. HUSEIN MOHI, ST, M.Si.
64. 393
(Gorontalo)
Dra. Hj. RUSKATI ALI BAAL
65. 394
(Sulbar)
AMRULLAH AMRI TUASIKAL, S.E.
66. 395
(Maluku)
ROBERTH ROUW
67. 396
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai GERINDRA 67 dari 73 orang Anggota
EKO WIJAYA
13. 411
(Bangka Belitung)
17
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
DWI ASTUTI WULANDARI
14. 412
(DKI Jakarta I)
Hj. MELANIE LEIMENA SUHARLI
15. 413
(DKI Jakarta II)
H. AGUNG BUDI SANTOSO, S.H., M.M.
16. 414
(Jabar I)
DEDE YUSUF MACAN EFFENDI, S.T.
17. (Jabar II) 415
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Drs. H. GUNTUR SASONO, M.Si.
33. 436
(Jatim VIII)
DIDIK MUKRIANTO, S.H.
34. 437
(Jatim IX)
H. MAT NASIR, S.Sos
35. 438
(Jatim XI)
VIVI SUMANTRI JAYABAYA, S.Sos.
36. 439
(Banten I)
Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si.
37. 440
(Banten III)
I PUTU SUDIARTANA
38. (Bali) 442
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
WILLEM WANDIK, S.Sos.
52. 456
(Papua)
MICHAEL WATTIMENA, S.E, M.M .
53. 457
(Papua Barat)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Demokrat 53 dari 61 orang Anggota
NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
Hj. LAILA ISTIANA DS, S.E.
16. 479
(Jateng IV)
MOHAMMAD HATTA
17. 480
(Jateng V)
Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, M.T.
18. 481
(Jateng VI)
Ir. TAUFIK KURNIAWAN, M.M.
19. 482
(Jateng VII)
AMMY AMALIA FATMA SURYA, S.H.,M.Kn.
20. 483
(Jateng VIII)
Ir. H. TEGUH JUWARNO, M.Si.
21. 484
(Jateng IX)
ANDRIYANTO JOHAN SYAH
22. 485
(Jateng X)
H. A. HANAFI RAIS, SIP., M.P.P.
23. 486
(DIY)
H. SUNGKONO
24. 487
(Jatim I)
H. TOTOK DARYANTO, S.E.
25. 489
(Jatim V)
Ir. A. RISKI SADIG
26. 490
(Jatim VI)
EKO HENDRO PURNOMO, S.Sos.
27. 491
(Jatim VIII)
Drs. H. KUSWIYANTO, M.Si
28. 492
(Jatim IX)
VIVA YOGA MAULADI, M.Si.
29. 493
(Jatim X)
H. YANDRI SUSANTO
30. 494
(Banten II)
M. ALI TAHER PARASONG
31. 495
(Banten III)
H. MUHAMMAD SYAFRUDIN, S.T., M.M.
32. 496
(NTB)
H. SYAHRULAN PUA SAWA
33. 497
(NTT I)
H. SUKIMAN, S.PD., M.M.
34. 498
(Kalbar)
Dra. YASTI SOEPREDJO MOKOAGOW
35. 500
(Sulut)
21
NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
INDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M.
36. 501
(Sulsel I)
Ir. H. ANDI TAUFAN TIRO
37. 502
(Sulsel II)
AMRAN, S.E.
38. 503
(Sulsel III)
Dra. Hj. Tina Nur Alam, M.M.
39. 504
(Sultra)
H. JAMALUDDIN JAFAR, S.H., M.H.
40. 505
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Amanat Narional 40 dari 48 orang Anggota
NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
Drs. FATHAN
13. 52
(Jateng II)
H. MARWAN JA’FAR
14. 53
(Jateng III)
Drs. H. MOHAMAD TOHA, S.Sos, M.Si.
15. 54
(Jateng V)
H. ABDUL KADIR KARDING, S.Pi, M.Si.
16. 55
(Jateng VI)
Drs. H. TAUFIQ R. ABDULLAH
17. 56
(Jateng VII)
SITI MUKAROMAH, S.Ag.
18. 57
(Jateng VIII)
H. BAHRUDIN NASORI, S.Si., M.M.
19. 58
(Jateng IX)
MUH. HANIF DHAKIRI
20. 59
(Jateng X)
Drs. H. BISRI ROMLY, M.M.
21. 60
(Jateng X)
H. AGUS SULISTIYONO, S.T., M.T.
22. 61
(DIY)
H. IMAM NAHRAWI, S.Ag.
23. 62
(Jatim I)
H. SYAIKHUL ISLAM ALI, Lc, M.Sos.
24. 63
(Jatim I)
ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.
25. 64
(Jatim II)
Hj. NIHAYATUL WAFIROH, M.A.
26. 65
(Jatim III)
Ir. M. NASIM KHAN
27. 66
(Jatim III)
Drs. H.M. SYAIFUL BAHRI ANSHORI, M.P.
28. 67
(Jatim IV)
HADI ZAINAL ABIDIN, S.Pd., M.M.
29. 68
(Jatim IV)
Dra. HJ. LATHIFAH SHOHIB
30. 69
(Jatim V)
H. AN’IM F. MAHRUS
31. 70
(Jatim VI)
Drs. IBNU MULTAZAM
32. 71
(Jatim VII)
23
NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
Drs. AL MUZZAMMIL YUSUF, M. Si.
10. 93
(Lampung I)
K.H. Ir. ABDUL HAKIM, M.M.
11. 94
(Lampung II)
Dr. H.M. HIDAYAT NUR WAHID, M.A.
12. 96
(DKI Jakarta II)
Drs. H. ADANG DARADJATUN
13. 97
(DKI Jakarta III)
Hj. LEDIA H. AMALIAH, S.Si, M.Psi.T.
14. 98
(Jabar I)
H. MA’MUR HASANUDDIN, M.A.
15. 99
(Jabar II)
H. ECKY AWAL MUCHARAM, S.E., Ak.
16. 100
(Jabar III)
Ir. H. YUDI WIDIANA ADIA, M.Si.
17. 101
(Jabar IV)
H. TB. SOENMANDJAJA
18. 102
(Jabar V)
H. MAHFUDZ ABDURRAHMAN, S.Sos.
19. 103
(Jabar VI)
Dr. H. SA'DUDDIN, M.M.
20. 104
(Jabar VII)
Drs. MAHFUDZ SIDDIQ, M.Si.
21. 105
(Jabar VIII)
Dr. K.H. SURAHMAN HIDAYAT, M.A.
22. 107
(Jabar X)
Dr. MOHAMAD SOHIBUL IMAN
23. 108
(Jabar XI)
Dr. H.M. GAMARI SOETRISNO
24. 109
(Jateng III)
Drs. H. HAMID NOOR YASIN, M.M.
25. 110
(Jateng IV)
H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI, S.E., M.Si., Akt.
26. 111
(Jateng V)
Drs. ABDUL FIKRI, M.M.
27. 112
(Jateng IX)
H. ROFI MUNAWAR, Lc
28. 115
(Jatim VII)
Dr. ZULKIEFLIMANSYAH, S.E., M.Sc.
29. 116
(Banten II)
25
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. JAZULI JUWAINI, Lc. M.A.
30. 117
(Banteng III)
H. FAHRI HAMZAH, S.E.
31. 118
(NTB)
H. ABOE BAKAR AL-HABSYI, S.E.
32. 119
(Kalsel I)
H. HADI MULYADI, S. Si., M.Si.
33. 120
(Kaltim)
TAMSIL LINRUNG
34. 121
(Sulsel I)
H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M.
35. 122
(Sulsel II)
MUHAMMAD YUDI KOTOUKY
36. 123
(Papua)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera 36 dari 40 orang Anggota
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. ACHMAD FARIAL
10. 517
(Jabar V)
H. DONY AHMAD MUNIR, S.T., M.M.
11. 519
(Jabar IX)
ASEP A. MAOSHUL AFFANDY
12. 520
(Jabar X)
Hj. NURHAYATI
13. 521
(Jabar XI)
H. MUKHLISIN
14. 522
(Jateng II)
H. MOHAMAD ARWANI THOMAFI
15. 523
(Jateng III)
KH. MUSLICH ZA.
16. 524
(Jateng VI)
Ir. H. M. ROMAHURMUZIY, M.T.
17. 525
(Jateng VII)
ACHMAD MUSTAQIM, S.P., M.M.
18. 526
(Jateng VIII)
H. ARSUL SANI, S.H., M.Si.
19. 528
(Jateng X)
SY. ANAS THAHIR
20. 530
(Jatim III)
H. ISKANDAR D. SYAICHU, S.E.
21. 531
(Jatim X)
Hj. IRNA NARULITA, S.E., M.M.
22. 533
(Banten I)
Hj. KARTIKA YUDHISTI, B.Eng., M.Sc.
23. 534
(Banten II)
Drs. H. IRGAN CHIRUL MAHFIZ, M.Si.
24. 535
(Banten III)
Dra. Hj. ERMALENA MHS.
25. 536
(NTB)
H. USMAN JA'FAR
26. 537
(Kalbar)
H. SYAIFULLAH TAMLIHA, S.Pi, M.S.
27. 538
(Kalsel I)
H. MUHAMMAD ADITYA MUFTI ARIFIN, S.H.
28. 539
(Kalsel II)
H. M. AMIR USKARA, M. Kes.
29. 541
(Sulsel I)
27
NO NAMA NOMOR
URUT ANGGOTA
H. ANDI MUHAMMAD GHALIB, S.H., M.H.
30. 542
(Sulsel II)
Hj. FATMAWATI RUSDI, S.E.
31. 543
(Sulsel III)
Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si.
32. 544
(Sultra)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan 32 dari 39 orang
Anggota
NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
NO NOMOR
NAMA
URUT ANGGOTA
Yang terhormat Saudara Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia beserta
jajarannya.
Yang terhormat Saudara Menteri Pertahanan Republik Indonesia beserta
jajarannya.
Yang terhormat para Anggota DPR RI, hadirin sekalian yang berbahagia.
Terima kasih.
Hadirin, dipersilakan duduk kembali.
Sidang Dewan yang kami hormati, sesuai hasil keputusan rapat Bamus
DPR RI tanggal 5 Februari 2015, acara rapat Paripurna hari ini adalah :
1. Penetapan Prolegnas Tahun 2015-2019 dan Prolegnas Rancangan Undang-
undang Prioritas tahun 2015;
2. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-
undang tentang Pengesahan Ekstradisi antara Republik Indonesia dan
Republik Sosialis Viet Nam (Ekstradition Treaty between Republic of Indonesia
and the Socialis Republic of Viet Nam) menjadi undang-undang;
3. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-
undang tentang Pengesahan Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Papua
Nugini (Ekstradition Treaty between Republic of Indonesia and the
Independence State of the Papua New Guinea) menjadi undang-undang;
4. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-
undang tentang Pengesahan Persetujuan antara Republik Indonesia dan
Pemerintah Demokratik Timor Leste tentang Kegiatan Kerjasama di Bidang
Pertahanan menjadi undang-undang;
5. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-
undang tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan tentang kegiatan
Kerjasama di Bidang Pertahanan menjadi undang-undang;
6. Pendapat Fraksi-Fraksi dilanjutkan dengan pengambilan keputusan terhadap
RUU-RUU Usul inisiatif Komisi II DPR RI menjadi RUU-RUU usul DPR RI,
yaitu ;
a. RUU tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor
1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 22 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-
undang.
b. RUU tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor
2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi undang-undang.
7. Pengumuman nama-nama Tim DPR RI sebagai berikut :
a. Tim Penyusun Mekanisme Penyampaian Hak Mengusulkan dan
Memperjuangkan Program Pembangunan Daerah Pemilihan.
b. Tim Pengawas DPR RI terhadap Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
c. Tim Pemantau DPR RI terhadap Pelaksanaan Undang-undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua serta
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan
Daerah Yogyakarta.
32
(RAPAT SETUJU)
Terima kasih.
Untuk surat pertama, kedua dan ketiga sesuai ketentuan Peraturan DPR
RI Nomor 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib, surat tersebut akan ditindaklanjuti
sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Untuk surat keempat dan kelima telah
dibahas dalam rapat Bamus tanggal 5 Februari 2015.
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas perkenan-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat menghadiri Rapat
Paripurna pada hari ini dalam keadaan sehat wal afiat.
Selanjutnya perkenankan saya selaku Ketua Badan Legislasi atas nama
Badan Legislasi menyampaikan Laporan Hasil Koordinasi Badan Legislasi dengan
Menteri Hukum dan HAM serta DPD RI atas penyusunan Program Legislasi
Nasional Tahun 2015 sampai 2019 dan Program Legislasi Nasional Rancangan
Undang-undang Prioritas Tahun 2015.
Laporan ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 12
tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan
Presiden Nomor 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan
Program Legislasi Nasional, Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata
Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan
Rancangan Peraturan Presiden serta Peraturan DPR RI Nomor 01 Tahun 2012
34
tentang Tata Cara Penyusunan Prolegnas dan Peraturan DPR RI tentang Tata
Tertib.
KETUA RAPAT :
Terima kasih.
Kami sampaikan kepada Pimpinan Badan Legislasi yang telah
menyampaikan laporan Badan Legislasi DPR RI mengenai penetapan Prolegnas
Tahun 2015-2019 dan Prolegnas Tahun 2015.
Interupsi Pimpinan.
KETUA RAPAT :
Silahkan.
37
KETUA RAPAT :
Silahkan.
Mungkin didaftar ya.
Legislasi. Kami mempertanyakan bahwa untuk bidang kehutanan ada RUU yang
kami anggap penting tetapi tidak tercantum di dalam longlist, yaitu RUU tentang
Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan.
Kami menganggap penting undang-undang ini dan kami sudah bahas
dengan Pemerintah tentunya, bahwa harus ada payung hukum yang tentunya bisa
memayungi terhadap penanggulangan kebakaran hutan dan lahan ini. Untuk itu
dalam kesempatan Paripurna ini, kami mengusulkan untuk rancangan undang-
undang ini dimasukkan kedalam Prolegnas 2015-2019.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik.
Interupsi Pimpinan,
KETUA RAPAT :
KETUA RAPAT :
Bismillahirrahmanirrahim.
39
Saya Reni Marlinawati dari Fraksi PPP daerah pemilihan Jawa Barat IV
kabupaten dan kota sukabumi.
Pimpinan yang saya hormati, serta Bapak, Ibu yang saya hormati,
Okky Asokawati
KETUA RAPAT :
Baik Pimpinan.
Kami dari 21 Anggota DPD RI dan DPR RI dari Provinsi di tanah Papua
dan Papua Barat menghendaki segera disahkannya otsusplus bagi provinsi Papua
dan Papua Barat. Karena itu merupakan solusi ketatanegaraan, karena otsusplus
bagi provinsi Papua dan Papua Barat merupakan bentuk implementasi dari
konsensus bernegara dan telah tertuang dalam 4 pilar kebangsaan.
Demikian halnya juga dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia sebagai konsensus bernegara yang telah disepakati bersama oleh
Bangsa Indonesia dan diilhami oleh konsepsi tentang kemerdekaan, persatuan,
kedaulatan, keadilan dan kemakmuran. Dan lebih lanjut Profesor Noto Negoro
menjelaskan makna keadilan sosial yang telah tertuang di dalam sila kelima
Pancasila adalah dimana kesesuaian sifat dan keadaan negara menghadirkan
keadilannya bagi warga negara.
Dalam hal ini, rakyat Papua dan Papua Barat tidak meminta sesuatu yang
melebihi keadilan, menurut rakyat di tanah Papua dan Papua Barat. Karena
persoalan penting yang terus menjadi polemik di atas tanah Papua adalah terkait
dengan permasalahan distribusi keadilan di semua sektor. Walaupun rakyat Papua
dan Papua Barat memiliki historis tersendiri.
Itulah sebabnya kehadiran draft otsusplus sebagai bentuk alat perjuangan
bagi rakyat Papua dan Papua Barat yang dapat menghormati sistem hukum dan
nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam tanda petik rakyat Papua memperjuangkan
nasib dan hak-haknya menggunakan pendekatan solusi ketatanegaraan. Karena
kehadiran otsus versi 1 Tahun 2001 belum sepenuhnya menjawab sejumlah
persoalan penting yang terus terjadi di atas tanah Papua. Oleh sebab itu, pada
kesempatan di Sidang Paripurna yang terhormat ini kami dari DPD RI dan DPR RI
dari Dapil 21 orang dari Dapil Papua dan Papua Barat, menghendaki agar segera
disahkannya otsusplus untuk 2015 ini bagi provinsi Papua dan Papua Barat. Karena
41
ini sebagai solusi ketatanegaraan tidak ada jalan lain. Saya sangat heran ketika
Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Pemerintah sekarang ini tega-teganya
mengatakan kami tunda tahun depan, tahun ini kami alokasikan dana besar untuk
bangun Papua akan dibangun oleh TNI, justru ini sangat keliru!. Karena persoalan
Papua bukan makan dan minum, dan pembangunan fisik semata, harus tahu itu.
Selama Republik di Jakarta ini ketika melanggengkan kekuatan TNI dan uang di
tanah Papua akan terus gagal meng-Indonesiakan orang Papua. Harus tahu itu!
Otsus keputusan harga mati harus masuk sekarang ini. Ini demi mendukung
eksistensi NKRI. ... karena sekarang sedang ramai di tanah Papua bahkan luar
negeri.
KETUA RAPAT:
Kalau ini tidak masuk hari ini juga, saya dengan teman-teman 21
Anggota Dewan, kami akan lepas jabatan disini, kami akan kembali, biar kami kerja
itu real dan nyata.
KETUA RAPAT:
Baik.
Selanjutnya, ada tadi yang daftar interupsi yang lain.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Interupsi, Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Daftar dulu.
Ibu Asokawati, Okky Asokawati.
Siapa?
KETUA RAPAT:
Oke silakan.
KETUA RAPAT:
Pimpinan,
KETUA RAPAT:
Atas waktunya.
Dalam Prolegnas 2015-2019 ini, rasanya DKI harus dimasukan
perubahan RUU DKI mengingat beberapa hal Pimpinan. Di DKI itu satu-satunya lex
specialist tetapi kita melihat lex specialis itu tidak boleh melanggar Undang-Undang
Dasar 1945 dimana di DKI satu-satunya provinsi yang Walikota, Bupati tidak dipilih
secara langsung dan tidak ada DPRD Tingkat II-nya. Itu harus ada pengkajian
secara khusus. Lalu penerapan secara adil dan selaras dana perimbangan antar
Pemerintah Pusat dan Pemerintah DKI Jakarta harus diperhatikan. Lalu penerapan
secara proporsional dan berkeadilan berkaitan dengan pengakuan dan
45
penghormatan negara pada kesatuan masyarakat hukum adat yang ada di DKI
harus juga diperhatikan. Intinya adalah DKI memang perlu perubahan rancangan
undang-undang yang memang mengakomodir dan sekarang juga Pimpinan di DKI
itu dihapuskan wakil lurah, padahal wakil lurah itu di dalam Undang-undang DKI
dicantumkan dan ada tugas tersendiri. Nah itu makanya saya mendesak DKI
menjadikan RUU di dalam Prolegnas 2015-2019. Kalau memang tidak
mendapatkan 2015, bisa saja di tahun-tahun berikutnya dimasukan dan ini juga
kaitannya dengan nanti agenda nomor 7, 7c Tim Pemantauan DPR RI terhadap
Pelaksanaan Undang-undang. Ya ini Tim Pemantau hanya memantau Undang-
undang Aceh, Undang-undang Papua, Jogja, padahal DKI ada di dalam Undang-
Undang Dasar 1945 itu dikaitkan atau di dalam suatu pasal ikut bersamaan
Undang-undang Daerah Khusus, Undang-undang Daerah Istimewa. Jadi saya
mendesak sekali di dalam tim itu pun nanti dimasukan Tim Pantauan Undang-
undang DKI Pimpinan. Satu mengenai RUU di Prolegnas, kedua juga nanti Tim
Pantauan.
Terima kasih Pimpinan atas waktunya.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Pak Henry Yosodiningrat.
Oke saya persilakan dulu Pak Henry Yosodiningrat, Pak Yandri,
kemudian dari Nasdem.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Sebentar-sebentar.
Saudara Yandri tadi yang sudah daftar dulu.
Yandri Susanto dari Dapil Banten II, A-494 Partai Amanat Nasional.
Sebenarnya apa yang dibacakan oleh Ketua Baleg tadi sungguh luar
biasa, karena itu melalui pembahasan yang cukup panjang. Kalau pun tadi usul
Teman-teman sangat banyak, saya kira kita patut apresiasi terutama mungkin
tentang khusus Papua Pimpinan. Sebenarnya hampir semua fraksi setuju waktu di
Baleg, tetapi Pemerintah ada pertimbangan lain khusus itu belum masuk prioritas.
Nah oleh karena itu jika saja dalam Paripurna ini bisa disetujui, itu lebih baik tetapi
kalau pun belum disetujui saya kira masih ada peluang kita untuk mengagendakan
pada prioritas berikutnya. Jadi tidak ada kata mati ataupun kata titik, kita tetap
membuka peluang itu. Intinya, kita tinggal menunggu sikap dari Pemerintah Ketua.
Kemudian yang kedua, mengenai usulan-usulan tadi. Saya kira kita juga
harus sadar bahwa keterbatasan ataupun waktu yang tersedia selama 1 tahun ini
ditambah dengan reses 5 kali reses itu menurut saya sudah sangat relevan jika saja
39 itu menjadi prioritas. Jangan sampai selama ini kita mengejar kuantitas yang
begitu banyak, kualitas terabaikan atau mengejar kuantitas sebenarnya juga tidak
47
terkejar Pimpinan. Nah oleh karena itu menurut saya Pimpinan harus sudah
mengarahkan Rapat Paripurna ini, sehingga tidak melebar kemana-kemana. Kalau
semuanya mengusulkan, itu bukan berarti prioritas Ketua karena berdasarkan
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 itu ada tata cara mengajukan sebuah Undang-
Undang, perlu ada naskah akademik, perlu ada pengusul, perlu ada Putusan
Pemerintah dan semua-semua yang harus kita penuhi untuk membuat Undang-
Undang. Usul saya Pimpinan, itu tadi ditampung dulu, kembalikan lagi ke Baleg
kalau misalkan kita harus itu dijadikan prioritas, karena perlu pengkajian lebih
mendalam, jangan sampai kita membuat daftar yang terlalu panjang tetapi hasilnya
nanti tidak sesuai dengan harapan, itu akan menjadi acuan kinerja kita akan dilihat
oleh rakyat atau masyarakat di luar sana Pimpinan.
Jadi harapan saya Pimpinan mengarahkan sebenarnya kami kerja di
Baleg itu sudah sangat detail, sudah sangat mempertimbangkan waktu yang ada
termasuk Anggota yang tersedia, termasuk kami dengan Pemerintah itu sudah
sangat relevan jika 39 prioritas 2015 itu bisa kita selesaikan dalam 1 tahun ini.
Jadi sekali lagi Pimpinan, mohon kiranya supaya tidak berlarut-larut, saya
kira ini penting kita ambil keputusan. Kalau pun ada yang sangat prioritas,
kembalikan lagi kepada Baleg, Pimpinan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya baik.
Jadi memang perlu digarisbawahi, bahwa proses penetapan Prolegnas
prioritas maupun Prolegnas dari 2015-2019 ini setelah melalui suatu proses yang
sesuai dengan Undang-undang MD3 yaitu dari Komisi dan sudah dibahas oleh
Baleg secara komprehensif begitu ya. Saya kira usulan-usulan ini kalau disepakati
kita tampung dan kita kembalikan kepada Badan Legislasi, kalau tidak kita tidak
akan bisa menyelesaikan atau memutuskan begitu ya. Jadi ini dikembalikan kepada
Badan Legislasi terutama untuk yang masalah prioritas.
Sebentar, dari Nasdem dulu tadi 1.
melindungi dirinya sendiri, PRT kita tidak bisa melindungi dirinya sendiri karena
tidak ada undang-undang yang melindunginya di dalam negeri.
Untuk itu, saya mengusulkan kepada Paripurna ini, kepada semua
kawan-kawan untuk bisa memasukan RUU PRT ini sebagai RUU Prioritas Tahun
2015.
Terima kasih Pimpinan.
Baik Pimpinan.
Langsung saja, saya Ansory Siregar, Dapil Sumut III, dari Fraksi PKS.
Langsung saja Pimpinan.
Undang-Undang No. 86 Prioritas 2015 sampai dengan 2019 dan juga
yang halaman yang keduanya nomor 22 tentang Pertembakauan. Begini Pimpinan.
Di setiap komisi di DPR ini pasti ada masalah-masalah yang tidak pernah habis-
habisnya Pimpinan baik di Komisi I sampai Komisi XI, pasti ada permasalahan yang
tidak tiap tahun begitu, yang berulang-ulang di Komisi II, Komisi III, Komisi IV
sampai dengan Komisi XI. Nah untuk di Komisi IX Pimpinan yang masih berulang-
ulang ini mengenai Kesehatan. Pimpinan tadi bilang bahwa undang-undang yang
prioritas ini sudah melalui Komisi dan sudah melalui Baleg, khusus untuk
pertembakauan Pimpinan tidak pernah melewati Komisi IX Undang-undang No. 86
maupun juga yang prioritas Prolegnas Nomor 86, kemudian Prioriotas Nomor 22.
undang-undang ini belum melalui Komisi IX, maka tolong Pimpinan dilalui dulu
Komisi IX mau kita masukan nanti Tahun 2016 boleh, tetapi tolong dulu masalah-
masalah kesehatan ini diprioritaskan Pimpinan, agar tidak selalu masalah yang
berulang-ulang. Saya minta tolong disitu Pimpinan khusus yang nomor 22
menindaklanjuti tadi teman saya juga Ibu Asokawati Anggota yang terhormat.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Silakan.
49
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Ya, silakan.
Para Anggota Dewan yang hadi pada Rapat Paripurna siang ini.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Dari Fraksi Partai Golongan Karya, kami persilakan.
F-PG (...):
menjelang reses, kami mohonkan kepada Pimpinan untuk mengesahkan dari pada
Prolegnas yang telah dibahas memakan waktu yang cukup panjang. Namun tidak
menutup kemungkinan ada hal-hal yang disampaikan oleh para Anggota tentunya
bisa disampaikan sesuai mekanisme melalui Badan Legislasi sehingga nanti bisa
dilakukan perubahan-perubahan.
Demikian.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Saudara Ketua,
Saudara-saudara yang saya hormati,
KETUA RAPAT:
Wabillaahittaufik walhidayah,
Wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.
53
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
perubahan tadi tentu saja bisa dilakukan. Maka dari itu kami Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan menyatakan yang pertama, silakan untuk mengetok terhadap usulan
Baleg tadi yaitu 37 RUU dan 5 RUU kumulatif terbuka dan juga yang kedua, sebagai
catatannya kami juga memohon nanti didalam prosesnya ada perubahan yang
memasukan usulan-usulan RUU yang harus dijadikan prioritas pada tahun 2015
saya kira.
Demikian Pimpinan yang saya sampaikan, terima kasih atas
perhatiannya.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Yang kami hormati Pimpinan, Saudara Menteri Hukum dan HAM, para Anggota
DPR yang berbahagia.
alangkah bijaknya apabila hari ini kita mengesahkan hasil kerja Baleg sekaligus
mengakomodir usulan-usulan yang tadi sudah saya sebutkan menjadi bagian dari
Prolegnas Rancangan Undang-undang tahun 2015.
Saya kira demikian, terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
F-... (...):
Interupsi!
F-... (...):
F-... (...):
Interupsi!
F-... (...):
KETUA RAPAT:
F-... (...):
Interupsi!
F-... (...):
Interupsi, Pimpinan!
61
F-... (...):
KETUA RAPAT:
F-... (...):
KETUA RAPAT:
Baik, sebentar ya saya ulangi lagi, bahwa dari rangkuman pendapat para
fraksi-fraksi yang hadir tadi yang menyatakan pendapat tadi dan pernyataan akhir
tadi, itu kita dapat menyetujui tetapi dengan sejumlah catatan. Catatan-catatan yang
tadi merupakan usulan itu bisa dilakukan perubahan ditampung oleh Baleg dan
dibicarakan bisa menjadi prioritas jika itu dimungkinkan, untuk menambah dari yang
37.
Apakah kita dapat menyetujui laporan Baleg tadi?
F-... (...):
F-... (...):
Sebentar Pimpinan.
Catatan itu multi tafsir, Pimpinan, catatan itu multi tafsir, ada juga tadi
catatan yang belum melewati komisi, apakah dikembalikan ke komisi, karena
prioritas-prioritas ini biasanya ini dari Komisi II, Komisi I, komisi ini, untuk yang
pertembakauan itu dari mana, itu juga catatan, gitu. Kalau multi tafsir ya ditafsirkan
dulu catatannya itu, Pimpinan.
62
KETUA RAPAT:
Saya kira ada yang merupakan usulan dari DPR, ada yang usulan dari
Pemerintah ya. Kita lihat bahwa ini sudah melalui suatu proses yang panjang di
Baleg dan saya kira ini harus bisa dikembalikan nanti didalam pembahasan sendiri,
didalam pembahasan RUU nya sendiri. Jadi apa yang kita sampaikan yang tadi kita
nyatakan tadi kita harus segera mengambil keputusan karena ini laporan dari Badan
Legislasi ini mempunyai limit waktu juga terkait dengan usulan-usulan berikutnya
terkait dengan usulan berikutnya. Karena itu sekali lagi saya ingin meminta pendapat
apakah laporan Badan Legislasi DPR RI.
Pimpinan,
Pimpinan,
KETUA RAPAT:
F-... (...):
Interupsi Pimpinan
Tambahan Pimpinan,
F-... (...):
Interupsi Pimpinan
63
Pimpinan, dari rancangan Program Legislasi Nasional yang hari ini kita
akan setujui, saya kira berbagai masukan-masukan tadi saya sepakat pada
Pimpinan menjadi suatu catatan yang harus digarisbawahi, yang harus di-stabilo
merah untuk hal-hal yang menyangkut pada saat proses pembahasan RUU.
Satu hal Pimpinan, supaya didalam proses pembahasan itu benar-benar
mendapatkan undang-undang yang benar-benar menampung dari berbagai macam
pemikiran, tadi dikatakan bahwa ini adalah belum melalui Komisi A, Komisi B, Komisi
C. Saya berharap, saya pernah mengikuti jalannya proses 5 tahun sebelumnya,
bahwa sebaiknya di dalam proses pembahasan undang-undang lebih ditekankan
pada pansus, tidak komisi, entah itu pansus besar atau pansus kecil dalam jumlah
60 atau 30 karena itu sangat penting untuk hal-hal yang menyangkut lintas sektoral,
lintas komisi, lintas departeman. Maka saya berharap ada kesepakatan antara
Pimpinan Dewan dan Pimpinan Fraksi bahkan mungkin Baleg karena ada
kecenderungan, ada kecenderungan ego sektoral di masing-masing komisi dan
masing-masing kementerian seolah-olah RUU itu selalu justru pertama kali
diprioritaskan untuk masing-masing komisi membahas. Sekarang harus dibalik
Pimpinan bahwa hampir secara keseluruhan atau sebagian besar RUU hasil
kesepakatan kita dalam program legislasi nasional ini harus dibahas di dalam
Pansus DPR RI bahwa ada RUU yang benar-benar memenuhi syarat untuk dibahas
per komisi itu hanya ada kecenderungan memenuhi syarat-syarat tertentu.
Ini yang saya usulkan, Pimpinan karena kecenderungan seolah-olah
komisi itu akan mampu menyelesaikan satu RUU, yang sebenarnya pada tingkat
implementasi itu sangat terkait dengan berbagai lintas sektoral, kecenderungan
Pimpinan yang 5 tahun terakhir justru menawarkan di Baleg maupun di Bamus ini
adalah Komisi I atau Komisi VI atau Komisi VIII, banyak undang-undang yang
sebenarnya harus dibahas 2, 3, 4 komisi tapi masuk ke pansus komisi. Mohon
dicermati ada pembahasan yang lebih khusus antara Pimpinan Baleg dan Pimpinan
Fraksi dan Pimpinan komisi untuk besar hati demi kepentingan proses kualitas
undang-undang maka sebaiknya Pimpinan DPR lebih menyepakati RUU kedepan
lebih diprioritaskan kepada pansus-pansus yang lebih menyangkut lintas komisi.
Demikian, terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
64
Usul PKB Pimpinan, jadi PKB begini, yang pertama bahwa PKB setuju 37
RUU itu disahkan sebagai Prolegnas Prioritas 2015, yang kedua, kita ingin
memastikan bahwa Baleg segera mengundang rapat semua fraksi untuk
memastikan agar catatan-catatan RUU tadi itu segera dibahas. Karena kalau tidak
segera Baleg membahas itu bisa lepas dari 2015, Pimpinan. Jadi sekali lagi PKB
setuju sahkan saja 37 itu dan sahkan juga bahwa Baleg juga segera mengundang
kami untuk membahas catatan tersebut.
Terima kasih.
persoalan regional, hati-hati. Saya capek, kita mendukung eksistensi NKRI, tolong
lihat persoalan ini secara serius bukan masalah beli miras, bukan masalah makan
minum, kita bicara masalah keutuhan NKRI, eksistensi NKRI. Kalau Saudara-
saudara yang terhormat dalam Sidang Paripurna ini kalau melihat saya sebagai
bagian dari Saudara-saudara, tolong dukung saya. Kalau merasa saya bagian dari
Saudara-saudara, ...(suara tidak menggunakan mike)...ini diusul oleh Pemerintah
Papua dan saya perwakilan masyarakat Papua. Tapi kalau ini tidak didukung oleh
Parlemen Pusat dan Pemerintah Pusat, hati-hati, saya penuh tanggungjawab
persoalan bangsa. Saya capek. Untuk eksistensi bangsa ini.
KETUA RAPAT:
Baik.
Saudara-saudara,
F-... (...):
Lanjutkan pimpinan!
F-... (...):
F-... (...):
Diketok pimpinan.
KETUA RAPAT:
(RAPAT : SETUJU)
66
Baik.
Mari kita memasuki acara kedua dan ketiga Rapat Paripurna hari ini yaitu
Pembicaraan Tingkat II Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang
Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis
Viet Nam (Extradition Treaty beetween the Republic of Indonesia and the Socialist
Republic of Viet Nam) menjadi undang-undang dan Pembicaraan Tingkat II
Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi
antara Republik Indonesia dan Papua Nugini (Extradition Treaty beetwen the
Republic of Indonesia and the Independent State of Papua New Nugini) menjadi
undang-undang.
Perlu kami beritahukan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 171 Ayat (1)
Undang-undang No. 17 tahun 2014 tentang MD3 sebagaimana yang telah diubah
dalam Undang-undang No. 42 tahun 2014, Pembicaraan Tingkat II merupakan
pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna dengan kegiatan penyampaian
laporan yang berisi proses pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD dan hasil
pembicaraan tingkat I, pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi
dan Anggota secara lisan yang dipimpin oleh Pimpinan Rapat Paripurna dan
pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh Menteri yang mewakilinya.
Berkenaan dengan hal tersebut kami persilakan kepada Pimpinan Komisi
I DPR RI, yang terhormat Saudara H. A. Hanafi Rais untuk menyampaikan
laporannya.
Kami persilakan. Kami sampaikan juga bahwa kehadiran Anggota pada
saat ini 446 Anggota.
Terima kasih.
Marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah SWT pada hari ini kita
dapat menghadiri Rapat Paripurna DPR RI dalam keadaan sehat wal afiat untuk
mendengarkan laporan Komisi I DPR RI mengenai hasil pembahasan Pembicaraan
Tingkat I terhadap RUU tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik
Indonesia dan Papua Nugini dan RUU tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi
antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis Vietnam.
Saudara Pimpinan Rapat Paripurna DPR RI, Saudara Anggota Dewan yang
saya hormati.
KETUA RAPAT:
Baik. Terima kasih kami sampaikan kepada Saudara H.A. Hanafi Rais,
S.IP., M.PP., yang telah menyampaikan laporan Komisi I DPR RI terhadap
pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi
Antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis Vietnam dan pembahasan RUU
tentang Pengesahan Perjanjian Esktradisi antara Republik Indonesia dan Papua
Nugini menjadi undang-undang.
Selanjutnya kami akan menanyakan kepada Sidang Dewan yang
terhormat apakah kita dapat menyetujui RUU yang telah disampaikan oleh Komisi I
DPR RI tadi?
(RAPAT : SETUJU)
PENDAPAT AKHIR
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN
PAPUA NUGINI (EXTRADITION TREATY BETWEEN REPUBLIC OF INDONESIA
AND INDEPENDENT STATE OF PAPUA NEW GUINEA)
DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN
REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM (EXTRADITION TREATY BETWEEN REPUBLIC
OF INDONESIA AND THE SOCIALIST REPUBLIC OF VIET NAM)
DALAM
RAPAT PARIPURNA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kasih
setia-Nya kita dapat melakukan karya, melakukan pekerjaan kita sampai pada hari
ini dan pada saat ini hadir pada Rapat Paripurna yang terhormat.
Pada hari yang berbahagia ini kita dapat hadir dalam Rapat Paripurna
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan agenda antara lain,
penyampaian Pendapat Akhir Presiden terhadap Rancangan Undang-undang
tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi Antara Republik Indonesia dan Papua
Nugini dan Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi
Antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis Viet Nam.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa rancangan undang-undang
tersebut telah diselesaikan pembahasannya dalam pembicaraan tingkat I secara
simultan pada tanggal 2 Februari 2015 dengan keputusan untuk menyetujui untuk
diteruskan ke tahap selanjutnya, yaitu pengambilan keputusan atau pembicaraan
tingkat II dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
yang sedang kita laksanakan pada saat ini.
Kita semua mengharapkan semoga rancangan undang-undang tersebut
dapat disetujui bersama dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia untuk disahkan menjadi undang-undang, sehingga diharapkan akan dapat
71
Om santi-santi-santi om,
Wallahul Muwwafiq Ilaa Aqwamiththoriq,
Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
73
KETUA RAPAT:
(RAPAT : SETUJU)
Mari kita masuk acara yang keempat dan kelima Rapat Paripurna, yaitu
pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan terhadap RUU tentang Pengesahan
Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Demokratik
Timor Leste tentang Kegiatan Kerjasama di Bidang Pertahanan menjadi undang-
undang dan pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan terhadap RUU tentang
Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Republik Islam Pakistan tentang Kegiatan Kerjasama di Bidang Pertahanan menjadi
undang-undang.
Untuk itu, kami persilakan kepada Pimpinan Komisi I DPR RI yang
terhormat Saudara Asril Hamzah Tanjung, S.IP., untuk menyampaikan laporan.
Kami persilakan.
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE TENTANG
KEGIATAN KERJA SAMA DI BIDANG PERTAHANAN (AGREEMENT BETWEEN
THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE
GOVERNMENT OF THE DEMOCRATIC OF TIMOR-LESTE CONCERNING
COOPERATIVE ACTIVITIES IN THE FIELD OF DEFENCE)
PADA RAPAT PARIPURNA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
9 FEBRUARI 2015
Aspek pertahanan merupakan salah satu faktor yang sangat hakiki dalam
menjamin kelangsungan hidup suatu negara. Kemampuan mempertahankan diri
terhadap ancaman dari luar negeri dan/atau dari dalam negeri merupakan syarat
mutlak bagi suatu negara dalam mempertahankan kedaulatannya. Untuk itu
kerjasama pertahanan merupakan salah satu faktor yang sangat diperlukan untuk
menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara, membangun kehidupan
berbangsa dan bernegara serta berpartisipasi dalam menjaga ketertiban dunia.
Kami berharap dengan disahkannya kedua rancangan undang-undang
ini, keinginan kita untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara serta
membangun kehidupan berbangsa bernegara dan berpartisipasi dan menjaga
ketertiban dunia dapat terealisasi.
Disamping itu, kami mengharapkan kerjasama di bidang pertahanan ini
dapat menjaga hubungan baik kedua negara dan meningkatkan kesejahteraan
dalam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
KETUA
Drs. MAHFUDZ SIDDIQ, M.Si.
A-105
KETUA RAPAT:
(RAPAT : SETUJU)
(RAPAT : SETUJU)
Baik.
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat sore dan salam sejahtera bagi kita semua,
isu strategis dan keamanan yang menjadi perhatian bersama. Pertukaran informasi,
kerjasama ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertahanan melalui pertukaran
personil, kunjungan pelatihan dan kerjasama teknis.
Kita berharap dengan diimplementasikannya persetujuan antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Demokratik Timor-Leste
serta Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan di
bidang pertahanan dapat memperkuat diplomasi Indonesia di tingkat internasional,
meningkatkan pengetahuan, kekuatan dan kemampuan militer Indonesia.
Dalam Sidang Paripurna yang membahas kedua rancangan undang-
undang ini, Pemerintah mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya atas
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk menyetujui
pembentukan Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan Persetujuan antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Demokratik Timor-Leste
tentang Kegiatan Kerjasama di Bidang Pertahanan dan Rancangan Undang-undang
tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Republk Islam Pakistan tentang Kegiatan Kerja Sama di bidang
Pertahanan ini menjadi undang-undang.
Pada kesempatan ini kami juga merasa bersyukur karena pada
pertemuan ketiga diantara Kementerian Pertahanan dan Komisi I DPR RI yang
dilaksanakan pada hari ini telah memberikan hasil berupa pengesahan Rancangan
Undang-undang yang telah sesuai dengan prinsip-prinsip kerja sama internasional
yaitu kesetaraan, saling menghormati dan saling menguntungkan yang akan
bermuara kepada kepentingan nasional.
Demikianlah penyampaian pendapat akhir kami dan atas perhatian
segenap pimpinan dan anggota DPR RI serta seluruh staf Sekretariat DPR dan
media masa, kami mengucakan terima kasih. Kiranya kerja keras ini sebagai wujud
dharma bakti kita kepada nusa dan bangsa yang sangat kita cintai bersama.
Semoga Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia
kepada kita semua.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
a.n. Pemerintah
Menteri Pertahanan
Ryamizard Ryacudu
Diandatangani. Selesai.
KETUA RAPAT:
(RAPAT : SETUJU)
Terima kasih.
Melalui forum ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat Saudara Menteri Pertahanan
Republik Indonesia beserta seluruh jajarannya atas segala peran dan kerja sama
yang telah diberikan selama pembahasan Rancangan Undang-Undang tersebut.
Perkenankan pula kami atas nama Pimpinan Dewan menyampaikan penghargaan
dan terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota Komisi I DPR RI serta Sekretariat
Jenderal DPR RI yang bersama-sama telah menyelesaikan rancangan undang-
undang tersebut dengan baik.
Interupsi, Pimpinan.
Yandri, Pimpinan.
81
KETUA RAPAT:
Silakan.
KETUA RAPAT:
(RAPAT SETUJU)
Ihdinassirotol mustaqim.
Billahit taufiq wal hidayah.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
PIMPINAN
FRAKSI PARTAI DEMOKRAT DPR RI
KETUA, SEKRETARIS,
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Apakah akan diserahkan dan juga mungkin kepada juru bicara fraksi-
fraksi lain bisa menyerahkan secara tertulis pandangan fraksinya sebelum kita
mengambil keputusan. Kami persilahkan.
perlu menjadi perhatian. Sekarang kami akan menanyakan kepada Sidang Dewan
yang terhormat, apakah 2 RUU usul inisiatif Komisi II yaitu RUU tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
menjadi undang-undang dapat disetujui menjadi rancangan undang-undang usul
inisiatif DPR RI?
(RAPAT : SETUJU)
(RAPAT : SETUJU)
Terima kasih.
Selanjutnya persetujuan Rapat Paripurna ini akan ditindaklanjuti sesuai
mekanisme yang berlaku.
Sekarang kita masuki acara terakhir Rapat Paripurna hari ini yaitu
pengumuman nama-nama tim-tim DPR RI sebagai berikut;
a. Tim Penyusun Mekanisme Penyampaian Hak Mengusulkan dan
Memperjuangkan Program Pembangunan Daerah Pemilihan.
b. Tim Pengawasan DPR RI terhadap Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
c. Tim Pemantau DPR RI terhadap Pelaksanaan Undang-undang Nomor 11
tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, serta
pelaksanaan Undang-undang Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan
Daerah Jogjakarta.
d. Tim Implementasi Reformasi DPR RI.
KETUA RAPAT:
Ya silakan.
KETUA RAPAT:
Baik, masukannya nanti tentu harus kita bicarakan kembali tetapi saya
kira ini masukan yang bisa menjadi tambahan nanti di dalam tim tergantung dari
kesepakatan. Untuk itu karena ini yang sudah kita sepakati bersama di dalam
Bamus juga, saya menanyakan dulu apakah nama tim berikut yang tengah
ditayangkan dapat disetujui dulu?
(RAPAT : SETUJU)
Dengan demikian selesai acara Rapat Paripurna hari ini, selaku Pimpinan
Rapat kami sampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat para anggota
Dewan dan hadirin sekalian atas ketekunan dan kesabarannya dalam mengikuti
Rapat Paripurna.
KETUA RAPAT:
Baik, tim ini tentu saja akan justru membicarakan mengenai hal itu, tetapi
kita sudah ketok tadi dan masukannya nanti kita akan pelajari. Baik terima kasih.
Dengan seizin Sidang Dewan kami menutup Rapat Paripurna ini dengan
mengucapkan alhamdulillahi rabilalamin.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si.
5. MUSTAFA KAMAL, S.S.
Panja A Panja B
F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA) F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA)
27. Dr. FRANS AGUNG MULA PUTRA, S.Sos, MH 27. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH,
MM, MH
2
Jalannya Rapat:
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Terlebih dahulu marilah kita senantiasa memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena hanya atas perkenannya kita dapat menhadiri Rapat Panitia Kerja RUU perubahan
atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015, dalam rangka melaksanakan tugas konstitusional kita di
bidang legislasi pada hari ini dalam keadaan sehat wal ‘afiat.
Sesuai dengan Laporan sekretariat Panitia Kerja pada hari ini telah hadir dari 9 Fraksi dan satu
Komite DPD dan telah memenuhi kuorum, sesuai dengan ketentuan Pasal 251 ayat (1) Peraturan Tata
Tertib DPR RI maka perkenankan kami membuka Rapat Panitian Kerja ini, dan Rapat Panitia Kerja
dinyatakan Tertutup untuk umum.
Selanjutnya kami menyampaikan terima kasih kepada pemerintah yang telah memenuhi
undangan dalam Rapat Panitia Kerja hari ini, demikian juga kepada Anggota Komite I DPD RI,
Pimpinan dan anggota Panja Komisi II DPR-RI.
Kemudian kami akan menawarkan sekaligus meminta persetujuan atas acara rapat Panitia
Kerja untuk hari ini, yaitu pembahasan substansi RUU tentang perubahan atas Undang-undang Nomor
1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota. Rapat kita akhiri pukul 17.00 bisa diterima sementara, nanti kalau dianggap ini, kita lanjutkan,
karena memang nanti malam jam 19.00 WIB kita ada juga rapat lanjutan dengan KPU, rapat akan kita
akhiri pukul 17.00 wib.
(RAPAT : SETUJU)
Pada rapat hari ini merupakan rapat Panja pertama kali dalam rangka pembahasan perubahan
Undang-undang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menginggat RUU ini merupakan RUU ususl
inisiatif DPR maka pemerintah yang akan mengajukan Daftar Inventarisasi Masalah, untuk itu kami
mempersilahkan, memberi kesempatan kepada pemerintah untuk menyampaikan Daftar Inventarisasi
Masalah. Mengingat terbatasnya waktu dalam sidang hari ini semoga dapat melakukan pembahasan
secara efektif dan efisien, sebelum kita memberi kesempatan kepada pemerintah untuk menyampaikan
Daftar Inventarisasi masalah, ini kita harus menyepakati dulu, seyogyanya ada 2 Panja memang, jadi
Panja Anggota untuk Undang-undang Nomor 1 dan Panja B untuk undang-undang Nomor 2, namun
demikian pemerintah, hanya satu ya pak ya? kalau di Komisi kita bisa dibagi 2, apakah nanti juga
pemerintah bisa membagi 2, atau dikarenakan memang pembahasan yang lebih mendalam banyak di
Panja Anggota, nanti tentang Pemda bisa menyesuaikan, sehingga apakah ingin disepakati bahwa
3
semua kumpul dulu di Panja A, kumpul dulu di sini ya?Kumpul dulu nanti kalau sudah hampir selesai
kita bisa menyesuaikan dengan Panja B pembahasan tentang RUU Nomor 2, bisa diterima ya?
(RAPAT SETUJU)
Oke kita sepakati bahwa Panja Bapak untuk sementara pembahasannya nanti setelah
mengerucutlah kira-kira pembahasan tentang Panja A, bisa diterima ya?
(RAPAT : SETUJU)
Baiklah untuk mempersingkat waktu pada kesempatan yang baik ini, kami persilakan kepada
pemerintah untuk menyampaikan, memaparkan daftar inventarisasi masalah, kami persilakan.
SEKJEN KEMENDAGRI:
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat sore.
Pimpinan san Anggota Panja yang kami hormati,
Pertama pemerintah juga telah menyiapkan pada prinsipnya 2 Panja walaupun Panja yang
kedua itu akan banyak menunggu aliran dari Panja yang pertama, kami sampaikan bahwa Panja yang
pertama nanti Pak Zudan, Prof. Zudan di Panja yang Pertama, dan Pak Zubaidi di Panja yang kedua,
tetapi pada dasarnya 2 Panja ini pekerjaannya sama Pak Apreadi. Pak Apreadi Kepala Badang Litbang
di Panja Pemda, dari awal memang kelahiran Undang-undang Pemda itu beliau yang membidangi, itu
yang pertama.
Yang kedua kami setuju tentang pembahasan substasi tetapi mungkin nanti juga kita
kelompokkan kami mengusulkan untuk format pembahasan substansi dari mana dulu, apakah
mengikuti pasal perpasal yang sudah ada RUU nya atau dalam konteks yang mana, ini dari kami kalau
diizinkan pimpinan dan anggota Panja dan Komite I DPD RI kami akan langsung kepada substansinya.
Apakah demikian dan kita paparkan DIM yang sudah disiapkan dan disampaikan oleh pihak
pemerintah, kami kembalikan ke pimpinan.
KETUA RAPAT:
Baiklah, jadi ada beberapa metode yang harus kita sepakati, yang pertama yang dimungkinkan
kita memberi kesempatan kepada pemerintah untuk memaparkan satu persatu dari pasal awal.
Katakanlah di Pasal 1 yang terkait perlu di pembahasan itu pilihan yang pertama, setelah dipaparkan
baru nanti kita diskusikan setelah selesai, jadi tidak didiskusikan pasal-demi pasal dulu, selesai dulu
mungkin nanti bisa kembali itu satu metode, yang kedua apakah kita ingin langsung pada substansi
pasal-pasal yang menjadi pembahasan, jadi kita sepakati mungkin dari pemerintah ada pasal-pasal
yang dianggap lebih penting, yang lainnya bukan tidak penting, nanti akan menyesuaikan, atau
mungkin ada pilihan lain? Saya tawarkan kepada teman-teman, silakan Pak Malik.
Saya lebih setuju dengan pilihan yang pertama pimpinan, jadi kita bahas dulu substansinya,
meskipun antar anggota Panja sudah sering berdebat tentang beberapa substansi itu, tetapi hari ini kita
4
mencoba mendiskusikannya dengan pemerintah, karena kalau kita lihat kemarin laporan yang
disampikan oleh Pak Menteri Dalam Negeri, kayaknya memang harus banyak yang diklarifikasi, perlu
banyak yang harus didiskusikan. Karena bagi saya setelah kita clear dan setuju dengan beberapa
subtansi maka kemudian Pasal itu bisa kita serahkan ke tenaga ahli, dan saya rasa itu lebih gampang
ketimbang kita membahas Pasal dulu sementara substansinya kita belum clear. Karena itu sekali lagi
pimpinan kita membahas substansi dulu, kemarin yang disampaikan oleh Kemendagri atau hari ini
diperjelas lagi oleh Pak Sekjen, kita coba diskusikan, kita coba cari titik temunya, coba kita cari titik
komprominya dimana, baru kemudian menuju ke pasal, terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Kita kan sudah tahu ya? poin-poin yang disampaikan oleh pemerintah, terkait dengan revisi
undang-undang Nomor 1 tahun 2015 ini, nah saya sepakat bahwa lebih baik kita substansinya kita coba
bahas lebih dulu, nanti apa yang dari pemerintah seperti apa, diperjelas lagi apa yang sudah
disampaikan oleh Mendagri waktu kemarin di DPR, nanti yang dari DPR dan DPD seperti apa, jadi
mana secara substansi yang memang sudah ketemu itu kan tinggal kita redaksinya, redaksi dan lain
sebagainya kita serahkan saja nanti ke Tim Ahli. Tapi kita cari dulu, kita buat cluster dulu saja, mana
dari usulan pemerintah dengan DPR dan DPD yang yang sama itu kita clusterkan saja, nah yang belum
ketemu mari kita bahas, mari kita cari titik temunya. Jadi lebih baik kita coba substansi lebih dahulu
saja, terima kasih.
KETUA RAPAT:
(RAPAT : SETUJU)
Baiklah jadi kita sepakat kita akan menginventarisir yang menjadi pembahasan yang substansi
dulu, ya nanti silakan dari pemerintah, menurut pemerintah poin-poin apa yang menjadi substansi, dan
dari kami juga nanti kami sampaikan poin-poin apa yang menjadi substansi, nanti kita catat, setelah itu
kita melakukan pembahasan. Bisa diterima begitu ya?
(RAPAT : SETUJU)
SEKJEN KEMENDAGRI:
Baik,terima kasih Pimpinan, Anggota Panja dan Komite I DPD RI, saya kira kami sepakat, dan
mungkin yang ini kesampingkan terlebih dahulu, kemarin prinsipnya sudah kita inventarisasi dari sisi
pemerintah ada 11 substansi pak, yang kita anggap strategis di dalam pembahasan RUU ini, apakah
satu-satu nanti kita bahas, mana yang selesai.
5
Pertama substansi pemilihan secara berpasangan, ini topik pertopik saja pak, jadi pemilihan
secara berpasangan, nanti implikasinya kepada pasal mana tentu kita akan cari perumusannya.
Yang kedua isu yang terkait dengan uji publik versus sosialisasi itu isu yang kedua. Kalau kita
bisa duduk dengan pemantapan isu ini, kemudian kita akan kembali lagi ke pasalnya itu isu yang
kedua.
Kemudian isu yang ketiga adalah penguatan pendelegasian tugas pada KPU dan Bawaslu, sebagai
penyelenggara pemilu, jadi kemarin sudah rumusan dari RUU inisiatif demikian ini kita anggap juga isu
strategis untuk penguatan pendelegasian tugas kepada KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara
pemilu. Tergantung nanti apakah ini sebetulnya tidak, pendalaman secara lebih detail saya kira sudah
bisa kita lewati isu strategis yang nomor 3 misalnya demikian.
Yang keempat pimpinan anggota Panja yang kami hormati, adalah persyaratan, ini dibagi 2
persyaratan Kepala Daerah yang terkait dengan persyaratan pendidikan dan persyaratan umur, itu kami
masukkan isu 4,5, walaupun itu satu isu.
Kemudian yang keenam syarat dukungan penduduk bagi calon perseorangan, persentase
dukungan yang di rumuskan di dalam RUU inisiatif.
Yang ketujuh isu penentuan pemenangan dalam pelaksanaan Pilkada ini kaitannya dengan
prosentase legitimasi terhadap Calon pemenang.
Kedelapan itu yang terkait dengan penentuan itu penting jumlah wakil kepala Daerah, baik
Gubernur, Bupati, Walikota tentu ini juga ada kaitannya dengan isu yang pertama, paket atau tidak
paket. Jadi ini berkaitan dengan ini tetapi kita angkat menjadi isu yang penting, penentuan jumlah wakil
Kepala Daerah.
Kesembilan adalah yang terkait dengan time frame atau pelaksanaan Pilkada serentak, jadi
format yang di RUU inisiatif memang berbeda di Undang-undang Nomor 1 sekarang ini. Nah ini yang
kami angkat sebagai isu strategis yang perlu kita bahas di Panja ini mendapatkan rumusan yang sama
untuk langkah atau tahapan yang berikutnya.
Kesepuluh
KETUA RAPAT:
Pak Maaf, yang time frame maksudnya apa pak? Tahapan atau apa? Jadwal, oh jadwal yang
2015, oh ya, ya.
SEKJEN KEMENDAGRI:
Berdasarkan Pilkada serentak jadi sebenarnya time frame waktu pak, yang di RUU usul inisiatif
itu memang berbeda dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.
Yang kesepuluh kami anggap penting, nanti kami juga mohon dari Panja atau dari pihak
legislatif di luar ini, yang kesepuluh terkait dengan pejabat kepala daerah. Yang didalam RUU inisiatif itu
eksplisit dikatakan bahwa sekretaris daerah, ya penjabat pak, penjabat bukan Plt, itu yang ada
walaupun kita sudah punya aturan tentang itu.
Yang kesebelas ini yang terakhir, tambahan pengaturan persyaratan calon Kepala Daerah, ini
saya kira prinsipnya yang terkait dengan governence, integritas, dan sebagainya, kalau ini juga sangat
penting untuk kita bahas di dalam Panja ini.
Itu pimpinan yang menurut hemat kami yang kami angkat walaupun beberapa hal yang
disampaikan pada forum Raker kemarin, substansi yang di Risk dari DPR RI hal-hal yang terkait
dengan misalnya penyelesaian perselisihan sengketa hasil Pilkada, itu juga termasuk isu strategis, nah
kalau ini bisa dijadikan substansi pembahasan ditambah prinsip-rinsip dasar yang diajukan oleh DPR
saya kira kita akan ambil yang mana satu persatu sehingga agenda kita selesai, kemudian masuk
kepada rumusan pasal perpasal.
6
Demikian sementara pimpinan, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik tadi ada 11 point yang mungkin diantara 11 bisa digabunggkan atau dari bagian yang
sama seperti poin satu dan delapan tadi ya?, mungkin yang lain juga.
Yang kedua saya kira dari Komisi II juga sudah menyampaikan dan kurang lebih sebagian
besar sama, dan rasanya yang disampaikan oleh Komisi II tidak keluar dari yang sebelas item, saya
kira begitu ya? artinya tidak ada yang keluar dari 11 item, untuk itu kita sepakati bahwa 11 yang
disampaikan pemerintah itu akan kita diskusikan kita akan bahas untuk memperdalam, saya kira untuk
mempesingkat waktu saya persilakan pemerintah untuk memulai menyampaikan pendapat tentang 11
item lebih mendalam, terima kasih pak.
Barangkali masih perlu ada yang belum masuk ini Pak Sekjen, penyelesaian sengketa hasil
Pilkada, ya, saya kira itu juga menjadi bagian yang kemarin disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri,
kemudian barangkali juga yang perlu disepakati adalah ini bisa menjadi poit tapi juga bisa
dipertimbangkan dana penyelenggaraan pilkada APBN, jadi saya kira ketua, itu dua itu yang pertama
soal penyelesaian sengketa hasil, lalu yang kedua mengenai dana penyelenggaran Pilkada terima
kasih.
KETUA RAPAT:
Betul ya? kita sampai lupa, karena sering dibahas malah menjadi lupa, sengketa padahal yang
termasuk penting, saya kira bisa disepakati ya? poin penambahan pembahasan sengketa pilkada dan
tambahan pembiayaan juga saya kira bisa disepakati karena ada perbedaan pendapat saya kira perlu
kita kerucutkan. Saya kira angkanya 13 tapi Insya Allah tidak sial, baiklah terima kasih, langsung saja.
SEKJEN KEMENDAGRI:
Terima kasih Pimpinan dan anggota Panja dan Anggota Komite I DPD RI saya kira kami akan
menyampaikan beberapa pikiran pemerintah terhadap isu-isu strategis ini untruk kita pendalaman,
diskusi, mungkin saya undang Pak Zudan untuk menyampaikan apakah satu persatu, apakah langsung
kita dengan isu-isu tadi, efektifitasnya silakan saja pimpinan dan anggota untuk menginterupsi ....itu.
KETUA RAPAT:
Jadi pilihannya sekarang tinggal satu-satu disampaikan baru kita bahas, ya silakan.
Terima kasih Pak Sekjen, pimpinan dan anggota DPR dan DPD yang saya hormati, kalau
diijinkan untuk menyampaikan, kami ingin urut dari yang mudah dulu, kira-kira yang sejak kita
pembahasan sudah mempunyai pandangan yang sama itu isu yang ketiga, tentang penugasan kepada
7
KPU dan Bawaslu dengan penugasan secara atributif, sebagai penyelenggara pemilihan kepala
daerah. Kira-kira di Undang-undang ini nanti, di undang-undang perubahan ini negara memberi tugas
kepada KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilihan Kepala Daerah, mudah-mudahan kita
semua bisa menyepakati ini rezim Pemda tetapi ada penugasan atributif, melalui Undang-undang
kepada KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara Pilkada. Ini titik yang pertama, jadi mohon pak
Pimpinan dapat melakukan satu pembahasan terlebih dahulu, satu isu dulu, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih, langung pak, terkait dengan pendelegasian wewenang atributif kepada KPU dan
Bawaslu dari fraksi kami memandang, memang lembaga yang saat ini siap sampai ke tingkat daerah ini
adalah KPU dan Bawaslu. Ini persoalannya terkait dengan pembiayaan, seringkali memang pemerintah
kabupaten kota dan juga provinsi terbelenggu, satu sisi terbatasnya dana alokasi umum yang
menjadikan hitungan pemerintah daerah, di dalam hitungan waktu 1 periode 5 tahun ini, setahun harus
tersita untuk penyelenggaraan pesta demokrasi.
Kami mohon agar KPU dan Bawaslu ini benar-benar bekerja dengan prinsip efisiensi dan
efektifitas, termasuk di dalamnya adalah bagaimana terhadap pemerintah daerah kabupaten kota dan
provinsi yang mengalokasikan anggarannya cukup besar untuk kegiatan pesta demokrasi ini, agar tidak
terlalu membebani keuangan daerah. Jadi kami memberikan catatan dan mungkin bisa diberikan
penjelasan bagaimana rumusan yang paling bagus begitu.
KETUA RAPAT:
Terima kasih ketua, bapak Sekjen beserta rombongannya yang kami hormati, dengan
pemasukan atau usulan bahwa memang ada kesepakatan dan pandangan yang sama bahwa
penyelenggaraan di dalam pilkada ini adalah KPU dan Bawaslu, saya kira pemerintah juga demikian,
kemudian Komisi II juga demikian, tetapi memang ada perbedaan dan pandangan dari masalah rezim
ini. Tadi dijelaskan bahwa ada tugas untuk menyelesaian, bahwa beliau ini tugasnya KPU dan Bawaslu,
perlu juga kami sampaikan ketika kemarin kita ini menghadap MA ada saran dari MA biar ini lebih
komplit ini saran dari beliau bahwa yang namanya pemilukada ini termasuk rezim pemilu jadi tidak
penugasan. Tetapi dianggap oleh pemilu. Dan ini kalau ditarik pada sejarah kebelakangg, pada waktu
itu memang kenapa, yang tahun-tahun yang lalu yang menangani MA, karena MK pada waktu itu
karena pekerjaannya tidak begitu banyak minta untuk masalah Pilkada ini menjadi wewenang MK,
karena ini adalah rezim dari pada Pemilu, kemudian di iyakan, tapi dengan problem-probem yang ada
akhirnya menolak rezim pemilu, jadi kayaknya ketegasan bahwa ini rezim pemilu dan tidak ini juga
masih sumir, dan juga ketika MK memutuskan di dalam persidangannya juga tidak untuk, mufakat
semuanya, sebagian ada menolak, dan sebagian juga, dari pada ini ada usulan 2 yang satu
penugasan.
8
KETUA RAPAT:
Pak Endro mohon maaf jadi sebelum dilanjutkan nanti juga yang lain, jadi fokus pada topik, jadi
kita bahas topik dulu, tadi yang kita bahas poin pertama tentang penyelenggara KPU, kira-kira setuju
atau tidak atau ada alternatif lain jadi tidak ke yang lain-lain dulu, nanti sesuai dengan itu, supaya
selesai cepat.
Oke, ini hanya tadi ditugaskan atau menjadi rezim pemilu, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Kita sudah mendapatkan semua keputusan bahwa KPU itu bukan rezim pemilu, oleh sebab itu
kalau memang kita sepakati KPU pelaksana pada tahapan pertama ini mungkin kita setuju semua
karena hanya satu lembaga yang siap melaksanakan itu, tapi kedepan kami usulkan jangan lagi KPU
karena kita sudah putuskan bahwa keputusan tetap bahwa KPU bukan rezim Pilkada. Pemerintah
daerah pernah melakukan itu pada masa orde baru, kegiatan pemilihan legislatif ditangani langsung
oleh KPU, Kepala Pemerintahan Umum waktu itu, Kepala Bagian pemerintahan Umum, Kepala Biro
Pemerintahan, di tingkat Provinsi ditambah dengan unsur-unsur yang terkait, antara lain ada kejaksaan,
ada parpol.
Oleh sebab itu mungkin ke depan dan dalam konsideran Undang-undang ini diberi suatu
keleluasaan bahwa setelah ini kemungkinan bukan lagi KPU yang melaksanakan, karena ini kan sudah
ada keputusan hukum tetap bahwa pelaksanaan Pilkada bukan rezim KPU, ya kita harus menghargai,
Terima kasih pimpinan.
KETUA RAPAT:
9
Yang pertama berkaitan dengan pelaksaaan apakah KPU atau yang lain, tapi kita sudah
sepakat bahwa untuk ini penyelenggaranya adalah KPU. Tetapi saya melihat pandangan kami,
kalaupun kita, walaupun itu tidak menjadi rezim pemilu sesuai dengan keputusan MK tetapi kalau kita
bersepakat, bahwa KPU sebagai pelaksana di dalam Pilkada ini, pada prinsipnya kita bisa menerima
ini, karena memang dari sisi beberapa konsekwensinya KPU adalah merupakan lembaga yang
profesinal selama ini untuk melaksanakan pemilu itu.
Saya pikir itu saja, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Keputusan MK mengatakan bahwa Pilkada itu bukan rezim pemilu, jadi pilkada bukan rezim
pemilu tapi rezim pemerintahan daerah, karena itu di keputsan MK mengatakan penyelenggaraan itu
bukan KPU, tetapi mengembalikan kepada pembuat Undang-undang siapa yang akan ditunjuk, kalau
kita memberikan kepada KPUD, pertanyaan saya adalah, KPU itu menurut Undang-undang Pemilu
adalah lembaga yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, kalau diserahkan kepada KPUD,
pertanyaannya adalah apakah KPUD itu bagian dari KPU Provinsi dan bagian dari KPU Pusat? Kalau
dia bagian dari KPU Provinsi dan bagian KPU Pusat kalau pemilihan bupati, walikota, maka apakah
nanti ini tidak membuka peluang untuk terjadinya yudisial review. Karena sudah dikatakan bukan rezim
pemilu, artinya kalau kita menunjuk KPUD sebagai penyelenggara itu sifatnya ad hoc, dan kalau
sifatnya ad hoc berarti tidak ada hubungan hirarkis dia dari pusat ke daerah, ini yang perlu dipikirkan.
Saya kira itu saja pimpinan, terima kasih.
SEKJEN KEMENDAGRI:
Pimpinan,
KETUA RAPAT:
SEKJEN KEMENDAGRI:
KETUA RAPAT:
SEKJEN KEMENDAGRI:
Terima kasih, Jadi memang Pak Mendagri memang standby pak, di sini, nanti waktunya tiba-
tiba masuk, anggota mempertanyakan, tapi prinsipnya sebelum lanjut, sebetulnya usul ini eh RUU ini
10
usul inisiatif, usul itu mau menguatkan KPU sampai ke bawah sebagai penyelenggara Pilkada, usul
DPR, pemerintah menawarkan penguatan ini dengan satu basis dengan satu argumentasi, dengan satu
justifikasi yang disampaikan Prof. Zudan tadi, bahwa kita tambahkan ini pemberian tugas oleh Undang-
undang ini kepada KPU dalam konteks menangani atributif, ini oleh Undang-undang pak.
Oleh sebab itu, kita mungkin tidak perlu mendiskusikan rezim ini, kalau kita mendiskusikan
rezim ini tidak akan pernah ketemu, MK sudah jelas ini adalah bukan rezim pemilu. Karena bukan rezim
pemilu kita berikan tugas atributif oleh Undang-undang, soft to mix oleh undang-undang 1, gak mic,
dananyapun Pak Lutfi tahun 2015 ini oleh APBD, kalau dia rezim pemilu totaly APBN, nah itu
sebetulnya standing point pemerintah sebetulnya pemerintah dari awal disampaikan Prof Zudan tadi
menguatkan usul inisiatif DPR, terima kasih pak.
KETUA RAPAT:
Yang pertama begini, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi, yang menyimpulkan bahwa
Pilkada ini bukan rezim pemilu itu karena MK tidak bersedia untuk mengadili hasil Pilkada, itu yang
pertama, bukan kemudian MK kemudian mengatakan bahwa KPU tidak bisa melaksanakan Pilkada
bukan begitu.
Nah karena itu yang kedua menurut saya saya setuju dengan pemerintah yang pertama
langsung saja kuatkan saja di Undang-undang ini bahwa pelaksana atau penyelenggara Pilkada
Provinsi kemudian Pilgub, Pilbub dan Pilwalkot, itu adalah KPU Provinsi, KPU kabupaten kota, itu yang
pertama, kalau perlu rujukan ya rujukannya ya sudah Undang-undang nomor 15 tentang
Penyelenggara Pemilu tahun 2011 kalau tidak salah, itu saja. Dan saya kira itu sudah kuat, kalau
kemudian pertanyaannya adalah yang melaksanakan Pilkada besuk bukan, bukan KPU terus siapa
lagi, semua ini berpuluh-puluh tahun kita melaksanakan Pilkada dari dulu yang melaksanakan ya
provinsi, dari dulu yang melaksanakan adalah KPU Kabupaten dan KPU Kota, kenapa baru kali ini
kemudian dipermasalahkan itu, dan tidak ada masalah kok, dulu Mahkamah Konstiusi juga mengurusi
masalah hasil pemilu Pilkada.
Jadi menurut saya dari sisi kewenangan saya kira tidak masalah kok, jadi Undang-undang ini
explisit, se-explisit explisitnya mengatakan bahwa pelaksana Pilkada atau Pilgub itu adalah KPU
provinsi, pelaksana pemilihan bupati itu adalah KPU kabupaten, pelaksana pemilu Walikota itu adalah
KPU kota kita explisit begitu. Nah oleh karena itu PKB setuju dan menurut saya kita putus saja bahwa
sudah kita putusin di sini, kasih saja pasal di sini sejelas-jelasnya bahwa pelaksana Pilkada tetap
adalah tetap KPU Provinsi, KPU Kabupaten kota, itu saja Pimpinan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Ya saya setuju dengan apa yang disampaikan oleh Pemerintah maupun dari PKB, Masyarakat
Malik bahwa kita memang tinggal explisitkan dalam pasal ini bahwa penyelenggara pemilu adalah
11
KPUD, KPUD Provinsi untuk Gubernur, KPUD Kabupaten Kota untuk Bupati dan Walikota. Di Pasal 15
tahun 2011 juga jelas Undang-Undang Nomor 15 itu mengatakan bahwa salah satu tugas KPUD itu
adalah menyelenggaralan Kepala Daerah, jadi menurut saya kita tidak usah terlalu berdebat lagi ini
tinggal kita explisitkan dan kita keluarkan saja dalam Undang-Undang ini pasalnya, begitu saja
pimpinan.
KETUA RAPAT:
Terima kasih pimpinan, menurut hemat kami ini Pemilu ini, dari sikap pemerintah sampai hari
ini segera dilakukan mulai tahun ini 2015, dan kalau ini bersifat mendesak, lembaga yang paling siap
hari ini adalah KPU, kalau bukan KPU kita bentuk lembaga berapa lama? Harus melaksanakan tugas
itu?
Oleh karena itu Fraksi PDI Perjuangan setuju degan sikap pemerintah dengan catatan tetap
harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh pasal yang akan kita menambah dalam Undang-
undang ini, untuk diberi kewenangan kepada KPU tidak bertetangan dengan konstitusi agar
membenarkan apa yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasin Pimpinan, rekan-rekan anggota Panja yang saya hormati, dari Panja Pemerintah.
Pertama bahwa yang kita inginkan penyelenggara pemilu adalah betul-betul yang sangat independen
tidak berfihak kekiri dan kanan, betul-betul ingin menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara,
sebagai wasit, bukan wasit yang berat sebelah. Nah kalau kita lihat perjalanan, berapa kali Pilkada itu
disadari atau tidak disadari, diakui atau tidak diakui ternyata memang masih ada hal-hal yang kalau kita
lihat teryata yang diberikan wewenang tugas untuk menyelenggarakan pilkada ini ternyata belum
memposisikan dirinya sebagai betul-betul sebagai wasit yang murni.
Nah kalau kita ingin mengkaji bahwa siapa sesungguhnya yang mampu untuk memposisikan
dirinya sebagai wasit yang murni. Saya kira agak sulit dan mungkin ini memerlukan sebuah perdebatan.
Nah kalau kita melihat sekarang yang ada dan tentu tadi disampaikan oleh teman-teman saya yang
siap sekarang itu adalah KPU, tinggal bagaimana tadi, sebagaimana yang disampaikan tadi explisit,
tidak ada penguatan dalam undang-undang ini. Cuma menjadi catatan dari Fraksi PAN bahwa
bagaimana penyelenggara pemilu itu betul-betul kita posisikan sebagai wasit yang murni.
Ada salah satu masukan kepada Fraksi PAN bahwa salah satu yang ikut dalam penyelenggara
pemilu itu yang membuat dia tidak bisa betul-betul netral tidak bisa betul-betul menjadi wasit, itu adalah
adanya unsur PNS atau utusan dari Pemerintah, sebagai Sekretaris di Penyelenggara Pilkada itu, itu di
KPU, ini menjadi masukan untuk kita pikirkan, apakah betul bahwa kalau KPU itu dan itu adalah
Sekretarisnya dan sekretaris itu adalah dari unsur PNS atau dari utusan pemerintah apakah itu bisa,
netra dan tidak dibawa kendali oleh pemerintah yang sekarang berjalan, saya kira sementara itu.
12
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Jadi kita poin satu tentang penyelenggara pemilu kita sepakat untuk penyelenggara pemilu
memperkuat kebaradaan KPU Provinsi dan KPU kabupaten kota.
Bisa diterima?
(RAPAT: SETUJU)
Ini poin yang paling mudah ya? jadi ternyata poin yang paling mudah ya lumayanlah hampir
setengan jam, mudah-mudahan setiap poin dari 13 ini tidak melebihi 1 jam sehingga selambat-
lambatnya 13 jam kita berdiskusi ini, mudah-mudahan besuk bisa selesai, karena setelah itu perlu ada
pembahasan redaksi dan lain-lain dan kita perlu ketemu sekali lagi, pasal demi pasal, supaya sinkron.
Lanjut.
Terima kasih, mohon ijin Pak Menteri untuk isu yang berikutnya adalah isu yang ke 12
pimpinan, adalah lembaga penyelesaian sengketa hasil Pilkada. Kalau kita melihat yang paling
berpengalaman adalah Mahkamah Konstitusi, tapi melalui keputusannya nomor 137 maaf 97 tahun
2013 MK sudah menutup dirinya, maka institusi yang paling profesional berikutnya tinggal Mahkamah
Agung, pemerintah memilih dengan seluruh pertimbangnnya Mahkamah Agung adalah lembaga yang
saat ini paling siap sebagai lembaga penyelesaian sengketa pemilihan, sengketa hasil pemilihan
Kepala Daerah dengan seluruh pertimbangan-pertimbangannya, karena kalau kita membentuk lembaga
baru, melatihnya perlu waktu, kemudian profesionalitasnya juga perlu diuji kembali, kira-kira itu
pimpinan standing position dari pemerintah tentang lembaga penyelesaian sengketa hasil pemilihan
kepala daerah.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Gantian, Pak Komarudin dulu, saya daftar dulu ya? Pak Komarudin satu, dua tadi Pak Syarif,
tiga Pak Tamanuri, yang belum Pak Muqowam, Pak Malik, Pak Saan.
Saya usul begini saya ketua, per fraksi saja, nanti kalau yang belum cukup boleh ditambah oleh
anggota yang lain.
13
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pimpinan, tentang lembaga yang berwenang untuk menangani sengketa pemilu,
kebetulan Komisi II kemarin telah melakukan konsultasi dengan Mahkamah Agung dan itu diterima oleh
ketua MK dan seluruh hakim, eh MA dan seluruh hakim agung, dan seluruh pegawai golongan berapa
kemarin. Dan di sana sudah tegas disampaikan bahwa sengketa tentang hasil, tentang sengketa
pidana, itu dutangani oleh MA, tapi khusus tentang sengketa hasil itu mereka kemarin tegas menolak
dengan pertimbangan bahwa mereka lagi mereformasi lembaga Mahkamah Agung jangan sampai
masalah ini masuk membikin rencana panjang mereka menjadi masalah.
Dan kedua karena mahkamah Agung itu strukturnya sampai ke bawah, maka kalau itu
ditugaskan di tingkat pengadilan, di tingkat Provinsi harus membutuhkan waktu dan singkatnya paling
tepat untuk melaksanakan tugas ini adalah Mahkamah Konstitusi, nah tinggal kita cari bagaimana kalau
SDM mahkamah konstitusi dan dasar aturan Mahkamah Konstitusi harus lakukan tugas ini, kalau sudah
diperintah oleh pembuat Undang-undang mestinya Mahkamah Konstitusi melaksanakan itu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Silakan Golkar.
Menambahkan dari Pak Komaruddin kesiapan MA itu terbatas pada persoalan sengketa pemilu
yang terkait dengan pidana.
Kemudian yang kedua adalah administrasi yang terkait dengan kewenangan tata usaha
negara, ini MA siap, tapi terkait dengan sengketa hasil saat ini sedang mereformasi diri sehingga
pengalaman tahun lali itu dijadikan pertimbangan, mohonnmaaf Pak Menteri kita tahu bahwa sejarah
lahirnya kewenangan sengketa pemungutan hasil ini pemungutan suara ini ke MK itu adalah koreksi
dari sebelumnya di tingkat peradilan umum atau di peradilan tinggi, kemudian diserahkan ke MK.
Sekarang ini tiba-tiba MK dengan keputusannya menyerahkan kembali ke peradilan umum, ini yang
oleh Pihak Mahkamah Agung sangat keberatan, bahkan kemarin diganbarkan satu ilustrasi kalau
serentak di tingkat pengadilan tinggi, kemudian disitu ada batasan-batasan mengenai tenggang waktu
untuk mengambil keputusan dari rangkaian aturan yang ada, rasanya dengan jumlah personil hakim
yang terbatas tidak mungkin untuk bisa dilaksanakan dengan baik, khawatirnya nanti malah justru
menganggu reformasi birokrasi dan juga deadline dari pemerintahan Pak Jokowi untuk menciptakan
refolusi mental, karena kami melihat memang di tingkat peradilan umum ini sudah mulai berjalan relatif
bagus.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
14
F-GERINDRA (Ir. ENDRO HERMONO, MBA):
Terima kasih bapak Ketua,
Bapak Menteri yang saya hormati.
Sebetulnya menyambung yang tadi, jadi yang tadi tetapi saya juga menghormati apa pendapat
dari Bapak Sekjen bahwa sebetulnya ini tidak dikaitkan dengan rezim pemilu atau tidak, tapi saya
pribadi juga Gerindra ini sesuai dengan eh sependapat dengan saran dari MA bahwa ketika kita berano
menyatakan bahwa Pilkada ini rezim dari pemilu, otomatis penyelenggaranya itu harus KPU dan juga
sengketa Pilkada ini juga MK. Jadi dengan hanya satu kalimat bahwa ini rezim pemilu ini semuanya
sudah menjawab nomor 3 sama nomor 12 ini, penyelenggaranya KPU dan tidak ada yang lain, saya
kira itu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Lanjut, Demokrat.
Terima kasih, saya ingin menyampaikan yang pertama ini kan soal siapa yang kita tugaskan,
bukan berhak, kalau kita tanya MK maupun MA pasti sama-sama menolak, karena buat mereka
menambah beban persoalan saja, mereka tidak mau didemo juga dan macam-macam, ini kan problem
pak, tapi kita perintahkan saja. Nah sebelum kita perintahkan melalui Undang-undang ini kan kita coba
kaji dulu kesiapan dari masing-masing lembaga. Pertama kalau kita serahkan ke MK jelas-jelas MK
lewat yudisial reviewnya dia mengatakan sudah menolak, dan juga dengan Pilkada serentak ini dengan
hakim MK yang terbatas cuma 9 jumlah Pilkada yang akan ditangani ini serentak anggap saja kalau kita
lakukan usulan pemerintah di 2015, belum lagi nanti sebagian fraksi usul 2016, itu serentak hampir 200
lebih Pilkada, kalau dari 200 lebih anggap saja 60 persen atau 50 persennya itu menyatakan sengketa,
itu berapa majelis yang harus dipilih, yang harus dibentuk, begitu kan? Tidak mungkin MK itu bisa
menangani dengan beban jumlah Pilkada serentak yang begitu banyak, jumlahnya ratusan, jangan-
jangan 100 persen mereka mengajukan gugatan semua, kita ini kalahnya tinggi saja tetap menunjukkan
gugatan tinggi ke MK.Jadi menurut saya dengan beban yang begitu besar, dengan keterbatasan hakim
MK yang 9 itu rasanya masuk akal kalau mereka paham itu satu hal.
Yang kedua kenapa kita juga bisa ke Mahkamah Agung kita perintahkan, ini kan Mahkamah
Agung kita perintahkan, ini Mahkamah Agung juga punya pengalaman menangani sengketa Pilkada itu
ketika awal-awal Pilkada langsung itu dilakukan. Untuk bupati Walikota itu sengketanya kan di
Pengadilan tinggi, untuk Gubernur sengketanya itu di Mahkamah Agung, nah itu relatif pertama
berjumlah kalau tiap pengadilan tinggi, klau rata-rata itu ada 34 privinsi berarti kan ada 34 pengadilan
tinggi, saya ingin contokan kalau Jawa Barat di 2015 Pilkada itu kurang dari 15, mungkin sepuluhlah
kali, 10 yang Pilkada, 10 kabupaten kota anggap saja sepuluh-sepuluhnya itu mengajukan gugatan,
ada sengketa itu ditangani oleh Pengadilan Tinggi itu bisa selesai, baik Pengadilan Tinggi itu tinggal
bikin berapa Majelis Hakim untuk menangani sengketa di situ kan selesai, 2 majelis hakim saja itu kira-
kira kalau 1 majelis hakimnya 3 itu cuma 6 hakimnya itu bisa selesai.
Menurut saya yang paling mungkin hari ini denagn pengalaman sebelumnya, Mahkamah
Agung pernah juga punya pengalaman menangani Pilkada kita perintahkan saja Mahkamah Agung
untuk menagani Pilkada melalu Undang-undang ini, jangan ditanya ke siapanya, kalau ditanya kesiapan
saya kita tidak akan mau, karena bebannya terlalu berat, takut juga didemo sibuk, itu satu. Jadi
perintahkan Mahkamah Agung untuk Bupati Walikota di Pengadilan Tinggi, untuk Gubernur di
Mahkamah Agung.
15
Dan yang kedua, catatan yang kedua, itu putus disitu satu tingkat saja, tidak perlu ada ruang
untuk banding apalagi kasasi. Tahun pertama sengketa Pilkada di Mahkamah Agung itu putud di tingkat
pertama, tidak ada banding, kecuali satu pengalaman yang banding adalah kasus Depok, kasus depok
itu satu-satunya pengadilan yang memutus Pilkada, sengketa Pilkada Tingkat Pengadilan Tinggi itu
yang banding itu cuma kasus Depok. Kenapa kasus Depok? Karena terlalu sorotannya luar biasa, ada
hal-hal yang luar biasa.
Yang kedua di Tingkat Mahkamah Agung untuk menagani sengketa Guburnur yang ribut itu
kan Cuma satu juga, mana yang ribut yang paling Maluku Utara saja kan begitu. Maluku Utara yang
paling rame, diluar itu rata-rata tidak terlalu ada riak yang luar biasalah.
Jadi menurut saya sekali lagi dari kami kita perintahkan saja Mahkamah Agung, itu untuk
menangani sengketa Pilkada, tetapi dengan satu catatan itu tidak ada banding, cukup putus satu tingkat
saja, tidak ada tinggkat kedua, tingkat ketiga, apalagi sampai ke Kasasi itu terlalu lama.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Sebentar tambahan dulu, Pak Henri tadi mutar Fraksi dulu pak Hendri.
Terima kasih. Pilkada ini didalam Undang-Undang kita yang baru ini mengalami
penyederhanaan yang luar biasa, pertama, ambang batasnya. Ambang batasnya sudah mengalami 20
dan 25. Yang kedia di Pasal 158 bisa kita lihat juga penyederhanaan sengketanya. Sengketa yang
selisihnya lebih dari 2 persen, lebih dari satu setengah persen, lebih dari satu persen, lebih dari
setengah persen sudah tidak diproses lagi, di sengketa kita, penyederhanaan ini saya kira akan
menyebabkan jumlah sengketa akan turun drastis, dan yang disampaikan oleh Mahkamah Agung
ketika kemarin melakukan audiensi yang pertama para hakim yang menagnani Pilkada tidak boleh
menangani perkara lain, ini yang Mahkamah Agung keberatan, bahwa Undang-undang melarang hakim
yang menangani sengketa Pilkada tidak boleh menangani perkara lain, ini yang Mahkamah Agung
keberatan, bahwa Undang Undang melarang hakim yang menangani sengketa Pilkada itu dilarang
menangani perkara lain, itu yang MA keberatan karena Loudnya tidak mungkinhanya dikhususkan
kepada sengketa Pilkada.
Yang kedia batas waktu pengadilan tinggi 14 hari untuk menyelesaikan sengketa sebagai
pengadilan pertama, kemudian banding di tempat MA yang 14 hari itu dirasa tidak cukup waktunya,
oleh karena itu saya kira ada jalan keluar kalau MA menunjuk pengadilan tinggi sekaligus Pengadilan
tingkat Pertama tapi sekaligus final and finding itu saya kira waktunya jadi 28 hari jadi cukup waktunya
untuk menyelesaikan sengketa Pilkada ini, saya kira kita terhadap probasiliras kejadian extrim pada
saat serentak nasional itu misalnya 560 Pilkada, bersengkata semua 560 itu kejadian ekstrim itu
peluang munculnya saya kira sudah sangat dieliminer oleh Undang-undang ini, jadi kalau ambang
batas pendaftarannya saja sudah 20 dan 25 itu calon maksimum hanya4 untuk mendapatkan ambang
batas kemenangan 30 menjadi rensnya pendek menjadi lebih mudah, dan kemudian ada Pasal 158
yang mengatur penyederhanaan, ambang batas yang boleh dipersengketakan.
Jadi saya kira ada Pasal 158 yang mengatur penyederhanaan ambang batas yang boleh
dipersengketakan. Jadi saya kira dengan begitu sengketa Pilkada ini bisa kita tetapkan di Mahkamah
agung sesuai dengan Undang-undang ini tapi disederanakan saja supaya MA bisa menunjuk
Pengadlan Tinggi yang mana, tetapi pengadilan tinggi pertama ini sudah final and finding tidak perlu
kasasi lagi. Saya kira pendapat, melengkapan pendapat Partai Demokrat.
Terima kasih.
16
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.
KETUA RAPAT:
Lanjut PKB.
Ya sebetulnya dulu, Yang pertama begini, ini sebenarnya perdebatan lama, dan sebetulnya
materi perdebatannya sama, dulu sebelum Perpu itu keluar pilihan kita ada 3.
Yang pertama adalah Mahkamah Konstitusi,
Yang kedua adalah MA, kemudian pilihan
Yang ketiga semoat muncul itu Lembaga Khusus Peradilan Pemilu.
Tapi kemudian pilihan yang ketiga ditinggalkan dan waktu itu sebelum Perpu itu keluar kita
bersepakat, untuk Gubernur di MA, untuk Bupati dan Walikota di Pengadilan Tinggi, intinya itu, yang
kemudian diperkuat oleh Perpu, alasannya yang pertama adalah tentu saja pemicunya waktu itu Pak
Akil Muchtar, tetapi itu sebetulnya hanya pemicu saja, tetapi yang menjadi pertimbangan kuat kita
sebetulnya adalah beban kerja, yang disampaikan Pak Saan Mustafa tadi itulah yang menjadi
pertimbangan sehingga teman-teman Panja waktu itu memberikan pertimbangan bahwa MA dan
Pengadilan Tinggi. Karena kita bisa bayangkan kalau kemudian serentak Pilkada serentak, kemudian
semuanya ditangani oleh Mahkamah Konstitusi itu juga bisa jadi masalah, itu yang pertama.
Yang kedua Pimpinan tarakhir sekedar tambahan, ada sebetulnya pasal lain yang mengatur
tentang boleh tidaknya orang menggugat, saya lupa Pasal di Perpu itu seperti apa? 158 ya? Di Pasal
158 itu dibunyikan itu bahwa orang tidak sembarangan atau calon Kepala Daerah tidak sembarangan
menggugat hasil Pilkada, disitu ditulis ambang batas kira-kira berapa persen kemudian bisa kemudian
menggugat tergantung jumlah penduduknya. Nah Spirit atau semangat munculnya itu sebetulnya untuk
membatasi agar tidak semua calon kepala daerah yang kalau itu kemudian menggugat. Nah sebetulnya
kita sudah punya 2 filter yang pertama adalah kita berikan kepada Mahkamah Agung, dan pengadilan
Tinggi, yang kedua adalah kita Filter dengan pasal itu Dan kalau Pasal itu kita setujui saya kira harus
disetujui karena itu tidak menjadi cluster itu bisa juga membatasi orang untuk menggugat ke Makamah
Agung atau Pengadilan Tinggi.
Terakhir Sikap PKB, MA terakhir Final kemudian Pengadilan Tinggi juga final, jadi begitu
alasannya Pimpinan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Lanjut PAN.
KETUA RAPAT:
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Sa’adudin bapak Pimpinan, sebetulnya kita sama-sama mengerti bahwa kedua Lembaga MA
dan MK semuanya menolak, karena memang diberikan beban yang cukup berat apalagi dengan Pemilu
serentak, itu banyak. Kita semuanya sudah berpengalaman bahwa di MA juga tidak pernah mengikut
...(suara tidak jelas) kita juga pernah mengikuti, jangan sampai juga kasus yang terjadi hari ini,
belakangan ini yang sifatnya segelintir kasusyang terjadi belakangan ini yang sifatnya segelintir kasus
yang terjadi di MK sehingga persoalan-persoalan hukum ini dihilangkan atau dengan kata jangan
sampai ada ungkapan bahwa ketika kita menutupi lumbung, lumbung nya yang kita bakar, jangan
sampai terjadi.
Kita tahu bahwasannya yang selama ini sudah berjalan baik ya biarkan berjalan, makanya
dengan demikian bahwa kalau saja kasus itu individual dan sudah terselesaikan dengan baik, jangan
ditarik lagi itu aturan main, kita sama tadi sepakat dari pemerintah menyatakan bahwasannya kita
mengatakan ini tidak, ini tidak, kita sudah proses membuat Undang-undang, oleh sebab itu dalam
Undang-undang yang kita buat tadi kita putuskan saja, kita tentukan saja sehingga pemerintah katakan
inilah hasil yang kita buat Undang-undang ini hasi keputusan kita bersama, jangan sampai kita neken
dia nola-nolak mita mengikuti apa yang dikatakan oleh, Oleh sebab itu saya memahami bahwasannya,
kayaknya hari ini keputusan di MK, kita juga masih meyakini bahwa bisa berjalan dengan baik, kalau
digugat MK sudah bisa lihat hasilnya.
Berbicara tentang rezim pemilu atau bukan itu persoalan lain, anggap saja kita tidak bicara itu,
karena itu dianggap sudah selesai. Hari ini kita tinggal memproses mmembuat aturan Undang-undang,
lalu kami dari PKS masih meyakini bahwasannya MK masih bisa melaksanakan tugasnya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Silakan PPP.
18
F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):
Ya PPP pak, Fraksi PPP seperti yang sudah disampaikan pada kesempatan sebelumnya
memahami betul bahwa dengan diselenggarakannya Pilkada secara serentak itu memang
membutuhkan satu lembaga yang lebih besar, lebih bisa memberikan jaminan dapat menangani
berbagai hal terkait dengan perselisihan terkait dengan sengketa. Nah apa yang telah di putuskan
dalam Undang-undang hasil Perpu saya memang dalam kerangka untuk mencocokkan antara
kepentingan pelaksanaan pilkada serentak dengan kepentingan bagaimana nanti terkait dengan
penyelesaian-penyelesaian sengketa itu sendiri, untuk itulah saya kira lembaga MA ini memang dapat
kita pertahankan untuk kita berikan tugas di dalam menangani soal-soal sengketa, termasuk
perselisihan hasil pemilihan, namun perlu juga kita pertimbangkan beberapa masukan dari pimpinan
MA seerti yang sudah disampaikan, kemarin dalam rapat konsultasi beberapa hal yang membuat pihak
MA itu keberatan atau ada problem-problem yang dikhawatirkan akan merusak kualitas atau
menganggu dari secara keseluruhan pelaksanaan penyelenggaraan Pilkada itu sendiri, misalnya soal
status hakim yang dalam Undang-undang itu diharapkan sudah bertugas 3 tahun. Kita tahu bahwa di
beberapa pengadilan negeri di beberapa tempat di daerah itu, hakim-hakim yang bertugas selama 3
tahun itu juga masih belum banyak.
Lalu soal status hakim tidak boleh merangkap menangani perkara-perkara lain di luar Pilkada
itu juga menjadi keberatan dari Mahkamah Agung, termasuk juga soal jumlah Pengadilan Tinggi, dalam
Undang-Undang yang kemarin baru disahkan itu, pengadilan tinggi belum juga kita tegaskan apakah itu
pengadilan tinggi, peradilan umum atau pengadilan tinggi Tata Usaha Negara dan jumlahnya saya kira
karena Mahkamah Agung mempunyai lebih dari 31, ada 31 pengadilan tinggi saya kira itu juga apakah
hanya di khususkan, dicukupkan hanya dibatasi hanya 4 pengadilan tinggi atau mungkin juga bisa
perluas, jadi terkait dengan keberadaan atau status perkara di pengadilan tinggi dan juga di MA untuk
bupati dan walikota, di pengadilan tinggi itu tingkat pertama dan terakhir ya? final dan mengikat
termasuk juga Gubernur di MA. Saya kira itu pandangan kami dari Fraksi PPP.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Nasdem.
Terima kasih.
Selamat sore pimpinan, Pak Menteri yang saya hormati, seluruh jajaran,
Tadi mungkin sudah disampaikan juga oleh beberapa Fraksi berkaitan dengan apakah MK atau
Mahkamah Agung untuk menyelesaikan. Kemarin memang Ketua Mahkamah cukup menyampaikan
sampai berkaitan dengan persoalan soasial, kalau nanti semua ini pemilihanya katakanlah itu daerah
ada 20, atau 10 yang serempak pemilihan itu, kemudian diadili di pengadilan tentu ya kita akan nanti
pengadilan tinggi, pengadilan umum. Yang satu atau 2 saja banyak kantor kami yang sudah rusak,
seperti itu, tapi juga kita harus mengetahui bahwa putusan MK ini kan bersifat final dan mengikat, tidak
mungkin Undang-undang ini kita bikin kemudian kita tugaskan kepada Mahkamah Konstitusi untuk
melakukan peradilan tentu karena dia punya hak yudisial review pasti akan di yudisial oleh pihak-pihak
lain, kecuali kalau amandemen Undang-undang Dasar, yang langsung meyatakan tegas disitu, mungkin
baru ada kekuatan hukum, maka yang jelas kalau sudah seperti itu apapun konsekwensinya tentu ini
19
harus ke Mahkamah Agung. Karena tidak mungkin kita akan limpahkan kepada MK, kalau ke MK pasti
ada persoalan-persoalan.
Jadi tentu tinggal dipikirkan secara tehnis apa yang disampaikan oleh beberapa keberatan
termasuk personil di hakim-hakim itu di daerah kemudian berkaitan dengan dampak sosialnya yang
mereka harus tanggung bisa-bisa kantor mereka rusak dan sebagainya itu, dihancuri karena berkaitan
dengan ini. Jadi kami beranggapan karena ini memang sudah tidak ada lagi acara lain, tentu kita harus
ke MA, itulah yang terbaik dan sesuai dengan konstitusional yang ada. Mungkin ada tambahan dari Pak
Tamanuri, silakan.
Terima kasih.
Terima kasih Bapak Pimpinan, sebenarnya memang sebaiknya adalah yang untuk mengadili
adalah MK, akan tetapi kalau kita melihat dari jumlah yang akan Pilkada serentak ini itu sedikit sekali
kemungkinan dapat dilaksanakan, jadi oleh karena itu, kita mengambil jalan yang agak banyak yaitu MA
dengan mendelegasikan kewenangannya kepada pengadilan tinggi-pengadilan tinggi di seluruh
provinsi. Dan ini juga ada lemahnya juga karena apa anggaran disampaikan rekan saya tadi Pak
Syarif, yaitu demonstrasi-demonstrasi karena apa? Karena di tingkat provinsi itu, di tingkat pengadilan
tinggi nitu adalah sangat dekat dengan masyarakat yang berkepentingan, maka itui tidak menutup
kemungkinan gampang sekali terjadi kericuhan-kericuhan, tetapi kita harus sadar resiko, kalau kita tidak
berani mengambil resiko, ya tidak ada keputusan ini.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih, selamat datang Pak Menteri, pertama saya memberi pertimbangan soal ada 2
hal, pertama kaitan jumlah kasus dengan penanganan. Saya kira Pileg kemarin itu ada 77 Dapil dengan
12 Partai, itu baru DPR saja, artinya potensi untuk masing-masing partai melakukan yudisial, apa ini
kepada MK itu ada 924 gugatan potensi, ini belum DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat II. Dibanding
dengan Pilkada yang jumlahnya cuma 550 saya kira ini terlalu kecil untuk kerja-kerja yang harus
dilakukan oleh MK, dari kasus Pemilu kemarin Ketua dan peserta Rapat yang kami hormati ada 787
kasus yang kemudian MK melakukan pengatura bahwa ada persyaratan. Persoalan yang ditemukan di
kabupaten bisa ke nasional manakala ini keterangan dari KPU bahwa tidak selesai dian KPU Provinsi
juga melakukan hal yang sama, kalau tidak lapor maka, MK mengatakan bahwa persoalan ini tidak
masuk menjadi agenda di MK.
Jadi kasus di Dapil saya Pak Cahyo, kemarin mohon maaf Dapil Jawa Tengah di Dapil X
misalnya, ada sebuah partai kemudian keberatan ernata kemudian keputusan MK memberikan
kewenangan kepada perintah kepada KPU Jawa Tengah periksa kembali dan ternyata malah
berkurang suaranya itu, 7 suara. Jadi oleh karena itu kalau komparasinya adalah jumlah potensi
persoalan dengan itu saya kira itu terlalu kecil untuk Mahkamah Konstitusi. Nah karena itu atas dasar
pengalaman yang selama ini dilakukan oleh MK, kemudian Prof Zudan, kalau kemudian di kalkulasi
berapa waktu yang diperlukan dalam proses peradilan ya sungguhpun nanti ada finalnya nati di
perguruan, ee di pengadilan tinggi saya kira yang kalau pemerintah mau serentak ini kalkulasinya jelas
ini, jangan-jangan Prof. Zudan ini memberikan masukan kepada kita sebenarnya pemerintah setuju
20
dengan MK, kan begitu kira-kira ini. Ini jangan-jangan begitu. Terter saja dengan anggota DPR dan
anggota DPD saya kira ini.
Lalu yang kedua, ibu dan bapak sekalian, posisi MK saya kira dari 9, ada porsi DPR ada porsi
pemerintah, dan satu lagi porsi siapa. Kemudian dari MK saya kira terjauhkan dari kepentingan politik
lepas dari ada Pak Gayus Lumbun saya kira, ini bukan persoalan PD nya tapi ini kan profesional disitu.
Nah jadi karena itu kedekatan persoalan ini, ini lebih baik menurut saya, lebih bisa dikomunikasikan
dengan MK daripada dengan MA, jadi karena itu ketua dan bapak ibu sekalian pengalaman kemarin
saya kira yang terakhir di MK kemarin, tidak terlalu banyak persoalan kalau dia mampu memanage
bagaimana konflik harus diselesaikan. Ya atas dasar itu kami DPD saya kira memberikan pertimbangan
kalau toh kemudian DPR mau mengambil kesimpulan, DPD memberikan rekomedasi MK lah yang bisa
dipilih.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Setelah saya menyimak semua pendapat, dengan berbagai argumentasi dan pertimbangan-
pertimbangan dan juga memperjatikan kaidah hukum dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang
menyatakan tidak berwenang, saya lebih cenderung apalagi kalau melihat dari profesionalisme serta
integritas dengan tidak mengurangi hormat saya kepada lembaga peradilan selain MK, dengan
berbagai argumentasi yang sudah disampaikan tadi serta alasan-alasan pertimbangan, saya lebih
cenderung berpendapat bahwa tidak ada istilah saya tidak mau menanganinya ketika sudah
diperintahkan oleh Undang-undang tidak. Artinya Undang-undang memerintahkan, menugaskan
kepada Mahkamah Konstitusi.
Problemnya kan yang kita lihat adalah keterbatasan jumlah hakim konstitusi, mungkin bisa
disiasati dengan merevi Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dengan menambah jumlah
hakim. Karena saya agak khawatir kalau sengketa ini diserahkan kepada peradilan umum. Terlepas
dari segi profesionalismenya tapi saya melihat integritas yang mungkin sama-sama kita bisa memahami
apa yang saya maksud dengan integritas disini. Karena tidak ada lembaga lain kalau kita tunjuk TUN
dia bukan pejabat tata usaha negara, dan itu akan lebih ribet lagi, sementara Mahkamah Konstitusi kita
tahu persis bagaimana profesionanya mereka, kita akan membentuk lembaga baru tidak akan selesai
dalam waktu 5 tahun, sementara 2016 sudah kita mulai.
Ya itu pendapat saya yang untuk melengkapi apa yang disampaikan oleh teman-teman
terdahulu, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih, Pak Mustafa ingin menyampaikan jadi bapak-bapak, teman-teman, kita di
Komisi II pernah konsultasi dengan MK. {impinan DPR, Pimpinan Komisi II dan Kapoksi, sudah
berkonsutasi dengan MK. Intinya MK dengan berbagai alasan keberatan. Dan kemarin baru saja
21
kemarin jam 10.00 WIB, kami juga Pimpinan DPR, Pimpinan Komisi II dan Kaposi juga sudah
berkonsultasi dengan MA, dan dengan berbagai argumentasi yang cukup lengkap intinya MA juga
keberatan dan mempersilakan kembali ke MK.
Nah untuk itu mungkin Pak Mustafa bisa menyampaikan apa yang disampaikan oleh MA untuk
memperkaya pemahaman kita.
Saya coba ya, meskipun saya bukan Pak Hatta Ali. Mudah-mudahan mirip-mirip ya apa yang
beliau sampaikan kemarin. Khususnya buat Pak Menteri ini sebagai sebuah pertimbangan ya? jadi
be;au itu menyampaikan dari Pwerpu tersebut intinya ada 3 yang ditangkap anggaran terkaot dengan
Mahkamah Agung.
Untuk yang pertama terkait dengan penyelenggaraan Pilkada dalam prosesnya, ada pidana,
terkait pidana Pilkada, MA dirasakan tidak keberatan, setuju dengan catatan hakim jangan dibatasi per
perkara dengan yang lainnya. Jadi pada saat bersamaan kalau sangat banyak sekali kasus-kasus yang
disidangkan itu tidak memungkinkan kalau itu ditunda artinya akan menjadi masalah menurut beliau,
sementara, menyelesaikan kasus-kasus Pilkada dan secara tehnis itu bersamaan itu bisa dilakukan,
meskipun sampai pagi itu kata beliau itu bisa dilakukan. Dan juga kemarin beliau menyampaikan dari
sisi waktu karena dalam Perpu ini juga dibatasi waktunya itu juga beliau minta ada sedikit penambahan
waktu, nanti untuk detailnya beliau siap ditanya secara tertulis kira-kira waktunya berapa lama itu.
Lalu yang kedua, terlait dengan sengketa tata usaha negara, Mahkamah agung juga tidak
keberatan dengan catatan yang kurang lebih sama, bahwa hakimnya jangan dibatasi, menangani
perkara Pilkada saja, karena itu akan menimbulkan persoalan-persoalan dilingkungan Mahkamah
Agung ini.
Kemudian seirama dengan poin 1 dan 2 ini beliau juga mempertanyakan yang dimaksud dengan 4
pengadilan itu, apakah 4 pengadilan TUN yang memasng hanya 4 di Indonesia atau ditunjuk
pengadilan tinggi tertentu, di Perpu ini juga tidak ditegaskan lalu jangan sampai kata beliau juga perkara
pidana dan perkara TUN ini ditangani oleh hakim yang sama, karena kalau sudah ada perkara di TUN
diselesaikan oleh hakim tertentu lalu kemudian penyelesainnya juga di tempat yang sama itu hakimnya
akan cenderung membuat keputusan yang sama. Ya itu tadi.
Oh ya, ya TUN dan Hasil, terim akasih atas koreksinya, itu yang agak tehnis-tehnis, lalu saya
masuk yang agak krusial disini, yang poin 1, 2 tadi sudah, tidak keberatan dengan catatan yang saya
sampaikan tadi, tapi yang ketiga ini panjang lebar disampaikan intinya yang hal sengketa hasil Pilkada,
Mahkamah Agung keberatan. Dulu sebelum tahun 2008 Mahkamah Agung yang menangani, lalu
Mahkamah Konstitusi melalu Prof. Jimly tanda kutip ini “memita” agar lembaga Mahkamah Konstitusi ini
juda mempunyai tanda kutip juga “pekerjaan” kira-kira peran karena investasinya sangat besar di situ.
Menurut MA dulu Pak Bagir Manan, dengan senang hati menyerahkan, sekarang kira-kira kok kembali
lagi ke Mahkamah Agung, sementara dalam putusan MK, beliau memperinci tentang masalah sengketa
hasil ini yang ditolak oleh MK itu tidak bulat hakim konstitusi yang 9 itu. Skornya 5:4, pada waktu itu
ketuanya masih Hamdan Zulfa yang cenderung untuk mrnolak sengketa hasil Pilkada itu di MK,
sementara Ketua dan Walik uyang sekarang termasuk yang setuju tetap ditangani oleh MK.
22
Lalu kemudian menurut Mahkamah Agung kalau DPR yang memegang supremasi dalam
pembuatan Undang-undang memerintahkan MK untuk menangani sengketa hasil Pilkada, maka
menurut MA DPR ini memiliki supremasi untuk memerintahkan itu berdasarkan undang-undang agar
MK menanganinya, ini peryataannya Pak Hatta Ali kemarin.
Lalu alasan yang lainnya pertahun itu ada 13.00 perkara yang ditangani oleh Mahkamah Agung
13.000 perkara menurut mereka ditambah lagi nanti dengan Pilkada serentak itu sesuatu yang belum
terbayangkan, bagaimana cara menyelesaikannya, meskipun tadi banyak pandangan tentang itu
sebagai satu tantangan dan resiko, tapi ini disampaikan sendiri oleh Ketua Mahkamah Agung. Tentang
beratnya secara tehnis itu untuk menyelesaikannya.
Kemudian masalah yang dikemukakan lagi adalah masalah SDM, masalah SDM ini tadi
dikatakan memang sedang ada reformasi internal di Mahkamah Agung saya kira kaitannya dengan
integritas yang tadi dikemukakan oleh Pak Hendri Yoso, ini katanya bayangkan bagaimana nantinya
begitu, kalau kemudian hakim-hakim ini yang nota bene punya kedekatan dengan Kepala-kepala
daerah gitu. Kira-kira menangani kasus ini, nanti rusak lagi kami katanya, kita ini sudah mau merapikan
reformasi internal di Mahkamah Agung, apalagi kalau kita mau merekrut hakim ad hock itu pernah
dikeluarkan biaya 4 milyar untuk menyaring hakim-hakim ad hoc itu yang lulus cuma satu. Dari uji publik
saja sudah banyak yang gugur, kata Pak Hatta Ali.
Lalu kemudian selanjutnya beliau sampaikan juga adalah masalah kerawanan politik lokal
beliau sampaikan pengalaman dahulu sebelum tahun 2008 itu berapa banyak pengadilan tinggi yang
hangus terbakar, bahkan Mahkamah Agung sendiripun waktu kasus Depok saya kira itu dikepung
berhari-hari, saya tidak tahu siapa yang mengepung waktu itu. Jadi beliau membayangkan ketika
Pilkada serentak lalu kemudian begini gedung-gedung ini dikepung lagi dan terbakar ini bagaimana
kata beliau? Akan menganggu kinerja lembaga peradilan kita. Nah tadi dinyatakan juga oleh Pak
Tamanuri, sama ini dengan Pak Hatta Ali, jadi kedekatan, jarak ini memudahkan mobilisasi sementara
kalau di MK sudah dialami sekian kali banyaknya kasus di sana tidak secara tehnis sulit, dan keuangan
juga sulit untuk memobilisasi orang banyak di sini, tapi kalau di pengadilan-pengadilan tinggi yang
ditunjuk itu nanti akan mengundang krawanan.
Saya kira itu, mudah-mudahan saya tidak menambah dan mengurangi pas ya? sudah pas ya
dengan Pak Hatta Ali ya?
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Sebelum dikembalikan kepada pemerintah, memang apa yang disampaikan itulah adanya,
memang ini kebetulan Pak Zudan ada di sini, kaitan dengan ini kan masalah kostitusional ini, karena
putusan MK itu sifatnya mengikat, jadi keputusan MK itu yang final dan mengikat itu yang jadi problem,
maka saya bilang tadi kalau memang ini, memang Mahkamah Agung sangat keberatan dan kita juga
merasakan itu tinggal kalau mau sepakat, kebetulan ada DPD di sini, diamandemen Undang Undang
Dasar 45 yang menyatakan itu adalah ranah kewenangan MK, karena masaahnya, masalah
konstitusional.
Jadi begitu saja tambahan.
KETUA RAPAT:
Terima kasih, kami kira sebelum dibahas secara detail kami posisikan dulu isu ini dulu pak, isu
ini sebetulnya tidak ada di RUU inisiatif dimunculkan oleh DPD kemarin kita bahas, dan ini sangat
krusial, bahkan sebelumnya Pimpinan DPR itu konsultasi atau mencari informasi dengan pihak-pihak
termasuk Mahkamah Agung. Bagi Pemerintah pada posisi di Undang-undang 1 itu demikian posisinya.
Kemudian apa dasarnya sebetulnya kita bicara sebelum operasionalisasi bahwa siapa yang punya
kompetensi, siapa yang punya suberdaya, dan lain-lainnya, sebetulnya kita bicara pertama, konsen
arbitras dari pada ini, karena MK sudah pernah mengajukan ini adalah bukan MK, besuk Undang-
undang ini lahir pak bukan MK lagi katanya, jadi tidak punya kepastian, kita terhadap penyelesaian
sengketa hasil Pilkada itu. Posisi itu nanti tolong Tim juga jelaskan tentang fungsi-fungsi.
Yang kedua adalah ini Pasal 156 sampai 159 ya, kalau menurut pemerintah kurang operasional
juga MA untuk menangninya mari kita perkuat, perkuat 156 sampai 159, karena dikatakan seperti Pak
Tamanuri mengatakan ini terlaporkan dengan posisi Pengadilan Tinggi, ini tidak semua pengadilan
tinggi pak? Di Undang-undang ini hanya ada 4pengadilan tinggi, tidak semua pengadilan tinggi,
mungkin saja yang di Mluku Utara mungkin di Manado, tidak tahu saya ini diatur melalui Peraturan
Mahkamah Agung di Pasal 159.
Jadi demikian posisinya karena perlu kita pertegas atau memang, tapi memang di domain
Forum ini sampai kepada Undang-undang untuk merumuskan, katakanlah tadi ada permasalahan ad
hoc, kalau tidak ad hoc bagaimana kita merumuskan itu. Jadi prinsipnya dulu adalah MK atau MA.
Kalau MK satu diantaranya adalah konstitusionalitasnya itu, begitu kita terbitkan ini Undang-undang,
muncuk lagi putusan MK untuk ini adalah rezim, rezim, rezim, lagi akhirnya terlambat lagi. Nah ini
demikian kalau rasionalisasi terhadap pelaksanaan itu saya kira subyek untuk kita bahas dan kita
sempurnakan Undang-undang Nomor 1 tahun 2015.
Pak Zudan bisa menambahkan?
Terima kasih Pak Sekjen, Pak Menteri mohon ijin, Bapak dan ibu dari anggota Dewan, dan Pak
Mugowan dan Pak Amal Pasha tadi sudah menyampaikan pandangan-pandangan persperspektif
sosiologis dan itu penting untuk menjadi referensi kita tetapi kita juga tidak boleh meninggalkan
perspektif konstitusionalitas, karena MK sebagai dewa pencabut nyawa Undang-undang berkali-kali
membatalkan kewenangan konstitusional kita juga. Kalau kita membuka Pasal 24 c ayat 1 kewenangan
Mahkamah Konstitusi itu sangat terbatas, hanya sengketa kewenangan lembaga, pengujian Undang-
undang dan sengketa hasil pemilu. Dan MK sudah menyatakan Pilkada bukan rezim pemilu. Kemudian
pilihan yang paling rasional adalah ke Mahkamah Angung. Karena Mahkamah Agung di dalam Pasal 24
a, itu menyatakan di Undang-undang dasarnya Mahkamah Agung berwenang mengadili di Tingkat
Kasasi dan meiliki wewenang lain yang diberikan oleh Undang-undang.
Jadi kewenangan Mahkamah Agung itu ada open legal police, ada pilihan-pilihan kebijakan
yang masih terbuka sepanjang diberikan kewenangan oleh negara melalui Undang-undang. Inilah
bapak dan ibu secondes police nya, pilihan-pilihan tidak ada yang paling baik secondes police tetapi
sepanjang diperintahkan oleh Undang-undang ini sifat konstitusionalnya tinggi, karena tidak ada pilihan
lain ketika MK sudah menyatakan Pilkada bukan rezim Pemilu maka ketika nanti Undang-undang ini
memberikan kewenangan kepada MK, MK pasti pinjam tangannya advokat untuk menguju pasal itu
batal padahal kita Pilkada sudah berjalan, tidak ada lagi tempat, jadi bapak dan ibu menurut pandangan
pemerintah tidak ada lagi pilihan lain selain Mahkamah Agung, nanti Prinsip-prinsipnya adalah kita
memberi penguatan-penguatan dalam tataran operasional kepada Mahkamah Agung. Misalnya di dapal
Pasal 156 sampai Pasal 158 pintu-pintu untuk pengujian sudah sangat dibatasi, penduduknya di bawah
24
satu juta hanya setengah persen, lebih dari itu satu setengah persen, ini sudah akses untuk menguji
sudah sangat dibatasi.
Kira-kira demikian pimpinan, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, jadi
Pimpinan, Pimpinan,
KETUA RAPAT :
Ya silakan.
Kalau umpamanya begitu penjelasan dari Panja Pemerintah saya ingin bertanya sedikit,
bagaimana kaitaannya dengan KPU kalau seperti itu, ya kita sudah sepakati tadi bahwa penyelenggara
pemilu itu, Penyelenggara Pilkada itu adalah KPU yang dikatakan di situ bahwa bukan rezim pemilu,
rezim pemerintah, ini pada satu sisi kita mengatakan bahwa penyelesaian sengketa itu adalah MA, tapi
pada sesi yang lain kita mengatakan bahwa ini, ini bagaimana?
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Pemerintah, saya kira ketika pemerintah untuk meluangkan draft undang-
undang ini, saya kira sudah dihitung semuanya. Cuma yang menarik Pak Prof. Kita ini memang
masalah hukum sehingga dinamis sekalai, anggaran menarik pada saat kita mengundang pakar
hukum dalam hal ini adalah mantan Ketua MK, Pak Prof. Jimly Asidiqqi, memang agak repot pada
waktu itu ketika di berbicara, beliau mengatakan bahwa Pilkada itu bukan rezim pemilu itu dianggap
salah, itu yang mengutarakan adalah mantan ketua MK. Ini yang agak merepotkan, sementara kita tahu
persis bahwa Undang-undang dasar kita mengatakan bahwa MK itu tugasnya seperti tadi disampaikan
oleh Bapak Profesor ada limitasinya.
Yang ke 4 itu adalah dia menangani pemilu yang kemudian disebut di dalam itu adalah Pemilu
Presiden, Pemilu legislatif, berarti yang tidak disebut adalah diluar dari pada kewenangannya, itu
makna daripada limitasinya sehingga dengan demikian pada saat kita konsultasi dengan MK dia
menyebutkan ini, sejak awal memang sebutannya dia adalah niatan awal ketka Pilpres itu disebut
dengan langsung, kemudian Pilkada tidak disebut dengan langsung, tapi demokratis, itu sejak niat
awalnya memang sudah berbeda. Nah kemudian ditambah dengan limitasi tang disebutkan secara
langsung di dalam Undang-Undang Dasar, sehingga dengan demikian itu MK berketatapan hati bahwa
Pilkada bukan dilingkungan dia.
Hanya masalahnya adalah ketika kita tanyakan kepada yang mantan, yang duluan jadi
mengatakan pertama ini adalah tidak pas, yang kedua dia mengatakan kalau pembikin undang-undang
ini menunjuk dia, dia harus tunduk, ini yang agak mengaburkan pikiran kita itu saya kira. Tapi kalau
sekarang misalnya ini adalah pilihan dan pemerintah punya dasar konstitusional dan mengatakan tadi
25
sama dengan sikap dari MK yang sekarang ini, Anggota saya kira tdak ada pilihan lain. Sedangkan soal
KPU itu berbeda, MK hanya mengatakan bahwa Pilkada bukan ranahnya pemilu, itu berarti bukan serta
merta, bahwa KPU itu penyelenggara KPU, tetapi juga tidak dilarang kalau KPU itu menyelenggarakan
Pemilu.
Kalau kemarin saya sebutkan dalam guyonan pakai pendekatan agak fiqih sedikit ini hukumnya
menjadi mubah, kalau ditugaskan boleh, kalau tidak ditugaskan juga tidak apa-apa Jadi dengan
demikian maka, hukum yang ditetapkan oleh MK, tidak boleh menambah hukum yang lain, dia hanya
untuk mengatakan bahwa ini bukan ranah pemilu, tapi dia tidak boleh melarang dengan demikian KPU
tidak boleh menyelenggarakan itu tidak boleh. Nah kita itu berhak karena mubah kita boleh menetapkan
bahwa KPU adalah penyelenggara dan itu yang paling tepat karena kesiapan dan lain sebagainya.
Catatan yang lain Pak Ketua, Pak Profesor, mungkinkan satu lagi, yaitu kalau ini sudah ke MA
dengan permbangan-pertimbangan yang tadi ada pertimbangan yang lainnya, boleh tidak kita
membatasi bahwa tidak sampai, tidak usah ada banding kalau itu anggaran ditingkat kabupaten dan
kota, cukup di atasnya saja, sedangkan yang provinsi baru itu sampai kepada MA. Asas yang
mengatakan bahwa MA itu menerima banding bisa tidak oleh undang-undang ini dibatasi, kalau itu
boleh dengan demikian barangkali tidak sampai repot ada banding yang luar biasa dan tidak rampung-
rampung sampai ditingkat pusat.
Itu saja pertanyaan yang terakhir, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, saya tambahkan tadi, ada yang kelewat pada Pak Mustafa kemarin itu disampaikan selain
memang perbandingannya bahwa yang setuju ke MA 5 dan 4 tetap di MK itu keputusan dari pada
hakim MK, jadi 4, 5, dan sekarang Ketua, Wakil dan sebagian besar yang ingin kembali ke MK aadaah
hakim di MK. Juga kemarin itu disampaikan MA bahwa semua para pimpinan yang kebetulan lengkap
hari itu jumlah nya lebih dari 15 mungkin ya Pak Komarudin? Para Pimpinan di MA itu bulat dengan
berbagai alasannya kembali ke MK.
Kemudian yang kedua, ini memang menjadi sulit karena ini perdebatan hukum dan ahli-ahli
hukum kita harus percaya siapa, Prof Jimly kembali ke MK, yang lain MA dan sebagainya. Jadi saya
kira begini ya kita tidak bermaksud untuk memperuncing perbedaan, kita ingin mencari kesepakatan,
kalau disepakati sambil kita masuk ada poin berikut, untuk poin ini kita beri kesempatan Tenaga Ahli
untuk membuat Matrik dulu sambil nanti kita ada waktu break sambil memperdalam ada waktu satu,
dua jam, nanti bisa kita ulang kembali untuk memperdalam, karena memang kebetulan yang hadir di
MA, di MK beda. Saya kebetulan hadir di MK meyakinkan penjelasannya gitu Pak Menteri, begitu hadir
lagi di MA luar biasa juga penjelasannya begitu, kalau ada videonya luar biasa kalau di putar.
Jadi ini pendapat para ahli, jadi saya kira kalau disepakati kita masuk dulu pada poin yang lain
yang lebih mudah, sambil nanti dibuat matrik nanti kita bisa perdalam diskusikan.
Bisa diterima dulu itu?
Mohon ijin pak untuk menjawab yang ditanyakan Pak Mujib, kedengaran Pak Menteri. Terima
kasih Pak Mujib. Pertama memang Undang-Undang Dasar ini memberikan kewenangan limitatif kepada
Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi tidak diberikan wewenang lebih sebagaimana kecuali yang
ditulis disini, kewenangan atributifnya, kewenangan yang lahir berdasarkan Undang-undang Dasar.
Berbeda dengan Mahkamah Konstitusi, Mashkamah Agung diberi kewenangan lebih sepanjang
kewenagnan itu lahir dari Undang-undang. Didalam Pasal 24 a, itu dikatakan begini, Mahkamah Agung
berwenang mengadili pada tingkat kasasi dan mempunyai wewenang lain yang diberikan oleh Undang-
undang.
26
Jadi kewenangan itu sifatnya adalah perbuatan hukum sepihak yang diberikan oleh negara
tanpa pernah orang itu mau atau tidak anda diberi wewenang itu, sebenarnya. Karena ini pemberian
kewenangan oleh negara tapi karena pembentuk di Indonesia itu kan baik, selalu ditanya mau tidak,
mau tidak, ini menjadi problem ketika rata-rata bapak dan ibu semua lembaga negara di Indonesia
senang diberi wewenang baru, baru kali ini menolak diberi wewenang baru, ini baru kali ini. Nah oleh
karena itu sebenarnya bapak dan ibu kalau kita kemabli kepada sejarahnya, wewenang ini sudah
pernah ada di Mahkamah Agung sejarahnya, dan di dalam asas hukum itu kita tidak melihat siapa yang
berpendapat, kalau pendapat mungkin boleh beda seperti Prof Jimly, Prof Sardi mungkin bisa beda
pendapat, tapi ada fakta hukum yang berupa putusan pengadilan, purusan Mahkamah Konstitusi yang
itu diikat dengan asas hukum resjudikata. Asas resyudikata itu mengatakan begini sepanjang putusan
itu belum pernah dibatalkan maka putusan itu mempunyai kekuatan yang mengikat ya Masyarakat
Hendri ya?
Nah oleh karena itu kita bisa keluar dari putusan MK Nomor 97 itu, Prof Jimly mau mengatakan
berbusa-busapun kalau ditunjukkan Prof ini loh putusannya dia tidak bisa mengatakan apapun. Mau di
mengatakan hakim MK itu salah, tapi dikatakan Prof, ingat tidak asas resyudikata, ingat saya juga
mengajarkan itu, diam dia. Kira-kira seperti itu, memang saya sependapat dengan Pak Mujib, Mubah itu
masih bisa dipakai karena itu tidak haram, ketika tidak ada pintu yang lain kalau Mahkamah Sgung
pintunya terbuka pak, tapi kalau lembaga penyelenggara pilkada, tidak ada lagi yang lain kecuali KPU.
Kira-kira itu menurut saya, terima kasih.
Satu lagi Prof., tadi prof yang soal kita batasi bahwa tidak ada Pil Banding di tempat itu.
Terima kasih, bahwa pilihan-pilihan untuk tidak ada lembaga untuk membatalkanputusan, itu
sesungguhnya adalah pilihan kebijakan. Indonesia pernah menempuh kebijakan untuk tidak ada
putusan yang bersifak Pil banding itru contohnya di Mahkamah Konstitusi, PHPU itu final dan mengikat,
sengketa Pilkada itu final dan mengikat, sepanjang dirumuskan tanpa kesewenang-wenangan yang
meutuskan adalah pejabat yang berwenang, itu diobolehkan.
Contoh putusan TUN di daerah itu tidak perlu kasasi cukup sampai di banding, putusan-
putusan para Butai, Para Gubernur tidak perlu di kasasi cukup sampai di Banding, itu boleh pak. Tetapi
yang perlu kita cegah adalah agar jangan sampai pejabat yang memutus itu bertindak sewenang-
wenang karena tahu keputusannya tidak bisa dikoreksi pak. Mekanisme itu yang perlu kita cegah agar
jangan sampai pejabat yang memutus itu nanti bertindak sewenang-wenang, karena putusannya final
dan mengikat, dia kemudian memutus suka-suka seperti beberapa putusan yang terakhir.
Tapi pada prinsipnya pembentuk Undang-undang diberikan pilihan kebijakan untuk melakukan
itu.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Jadi itu juga, yang menjadi pertanyaan saya terakhir kepada Pimpinan MA, jadi saya tegas
terakhir bertanya dengan berbagai alasan yang disampaikan MA, saya bertanya bahwa apakah kalau
Undang-Undang memerintahkan MK melaksanakan sengketa perselisihan hasil diperbolehkan, dan
apakah melanggar atau tidak kira-kira begitulah. Jawabannya juga sangat jelas, kami kompak bahwa
kalau undang-undang yang memerintahkan kepada MK, MK harus melaksanakan, jdi sulit pak. Jadi
27
intinya bahwa bapak ibu yang hadir di MA ya kan betul pak ya? jadi slit pak, saya juga Pak Menteri
kemarin itu kita sudah siap pertanyaan, karena kita bawa pertanyaan di MK, kita bawa pertanyaan di
MA, jadi kita adu saja langsung, case demi case pak, detail pak, kira-kira begitu.
Jadi saya kira kalau kita sepakat kita endapkan untuk poin perselisihan ini, nanti kita bikin
matrik kita bisa diskusikan lagi kemudian kita masuk pada point yang lebih mudah. Mohon maaf tadi
mungkin menurut pemerintah di poin mudah ternyata buat kami termasuk yang paling sulit pak, sampai
ke MA dan MK begitu. Sebelum kita lanjutkan,kalau disepakati kita lanjut sampai pukul setengah enam
atau jam enam, setengah enam ya? kita sepakati lanjut sampai 17.30 Wib.
Sepakat ya?
(RAPAT : SETUJU)
Ini kan sudah jam lima perpanjang sampai jam setengah enam. Ada poin-poin yang mudah
pak, umpamanya syarat kemenangan, syarat calon, supaya ada progreslah dari 13 item.
Silakan.
SEKJEN KEMENDAGRI:
Baik, kami kira demikian pak, sebetulnya tidak ada yang mudah, tidak ada yang berat, sama
sebetulnya, cuma engklenya melihat dari mana, mungkin yang selanjutnya ini sangat berkait dengan isu
starategis dan penjadwalan, tapi kalau kita bicara menjadwalkan agak lama pak. Mungkin terkait
dengan Penjabat Kepala Daerah, baik kalau begitu terkait dengan syarat pendidikan dan usia.
Mohon ijin Pak Sekjen, pak Menteri untuk syarat pendidikan dari DPR mensyaratkan untuk
Gubernur sarjana dan untuk bupati walikota D3, kami ingin mengkomparasikan dari pemerintah kita
melihat dengan di undang-undang Pileg dan Pilpres bapak dan Ibu, Undang-undang Pileg dan Pilpres
di situ syarat pendidikan masih SMA. Kemudian kita juga ingin menyampaikan data statistik, data rata-
rata sekolah di Indonesia, 8,2 tahun untuk masyarakat, angka lama rata-rata bersekolah ini, kemudian
yang dipedesaan itu 6,3 tahun jadi masih SD, ini mohon menjadi pertimbangan kita, tetapi bapak dan
ibu masing-masing partai politik pasti punya referensi untuk mendorong calonnya yang mempunyai
pendidikan akademik lebih tinggi tetapi batasan bawahnya kira-kira kita masih moderatuntuk yang
tingkat SMA, ini untuk pendidikan minimum, minimalnya.
Kemudian untuk syarat usia, syarat usia dari DPR dinaikkan untuk Gubernur menjadi 35dan
untuk Bupati menjadi 30 tahun, nah ini memang untuk mempertimbangkan tingkat kematangan didalam
memimpin pemerintahan. Ini kira-kira bisalah, tingkat kewajaran, walaupun sekarang bapak dan ibu
yang usia 26 menjadi bupati juga ada di Bangkalan, di Tanah Kumbu, dia 33 juga, Gubernur 33 juga
ada. Kira-kira dari pemerintah pandangannya seperti itu bapak dan ibu dengan memperhatikan komdisi-
kondisi empirik, sebenarnya mudah juga belum tentu jelek, yang muda yang bagus juga banyak, tapi ini
adalah pilihan-pilihan kebijakan, karena tidak boleh juga muda dianggap tidak bagus, tapi kalau ini
menjadi keputusan kita semua monggo, kita putuskan bersama-sama.
Terima kasih pimpinan.
28
F-PDIP (H. KRH. HENDRY YOSODININGRAT, SH):
Interupsi Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Ya Pak Henri.
Terima kasih, dalam rapat Panja beberapa waktu yang lalu, dari PDI Perjuangan
menyampaikan usul mengenai pendidikan yang D3, saat ini saa cabut gantinya SLTA, jadi yang D3
tidak...(suara tidak jelas)
Terima kasih.
Saya usul mekanisme saja pimpinan, ditawari saja ke semua fraksi, saya yakin setuju seperti
persis di Perpu.
KETUA RAPAT:
Baik, terimakasih pimpinan PDIP setuju dengan pemerintah untuk 2 point tadi.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya Golkar.
Baik, memang ada yang ideal, ideal itu ada waktunya juga, ada pikiran kenapa kita bisa
memahami dinaikkan menjadi segitu, karena pertama adalah ada asas desentralisasi, dan ada asas
otonomi, artinya adalah pimpinan daerah itu harus memajukan daerahnya, karena itu harusnya
diberikan kepada orang yang memiliki kapasitas tertentu, punya pengalaman tertentu, sehingga dengan
demikian diharapkan ada percepatan terhadap kesejahteraan di daerah.
Yang kedua adalah Pak Prof. Dan Pak Menteri ada pertimbangan yang dipimpin paling ada 2
komuditas yang satu ada komuditas birokrasi yang sangat terddidik dan berpengalaman, sebelum dia
menjadi birokrat itu sudah sarjana, pada saat dia menjadi birokrat dia dilatih Spamen apa Spama dan
sebagainya, dan sebagainya, sangat matang itu yang akan dipimpin oleh pimpinan daerah.
Yang kedua adalah yang dipimpin masyarakat yang sekarang perhatiannya terhadap
pendidikan sangat tinggi, oleh karena itu, harusnya yang memimpin 2 komuditas ini adalah orang yang
mempunyai kapasitas yang baik dan mempunyai integritas yang baik, itu sebabnya menjadi wajar kalau
29
kemudian ada yang menginginkan dinaikkan pendidikan, tidak ada lagi beban-beban sejarah masa lalu,
ini adalah masa depan, ini yang menjadi pikiran itu.
Cuma yang menjadi masalah adalah apakah yang ideal itu adalah yang diberlakukan sekarang
atau di masa yang akan datang, ini yang kami bisa menerima kalau seandainya kondisi saat ini yang
kita mau berubah, terbatas dan waktunya cepat, ya mari kita sepati apa yang sudah ada.
Kemudian yang kedua soal umur pak, kenapa kita setuju dengan dinaiikkan umur segitu,
karena saya punya anak pak, sudah sarjana, tapi anak saya begitu selesai sarjana masih anak mami
pak, belum punya pengalaman yang memadai, kalau hanya 25 tahun. Kemudian dulu teman-temannya
Pak Cahyo kalau dari KNPI langsung ke Senayan pantes, tetapi sekarang teman-teman KNPI maju ke
sana, itu kayaknya harus ada jembatan dulu Masyarakat Cahyo, karena tingkat pengalamannya belum
memadai juga. Karen apa? Karena yang di KNPI sekarang juga anak-anak yang sarjananya kemarin itu
juga, itu sebabnya perlu ada tadi dikaitkan dengan otonomi daerah harusnya juga orang yang sudah
punya kematangan yang luar biasa.
Saya kira Pak Muqowam mengajari kita kenapa Nabi Muhammad 40 tahun menjadi nabi, ini
juga dimaksudkan itu, oleh karena itu kita setuju kalau dinaikkan 30 kepada 35 apalagi Pak Profesor
tadi mengatakan untuk yang ini pemerintah juga sepakat, sama dengan sepakatnya Pak Komar
sepakat dua-duanya berarti yang keduanya sepakat.
Terima kasih pak.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Demokrat.
KETUA RAPAT:
30
F-PAN (H. YANDRI SUSANTO):
Pak Menteri yang saya hormati, kawan-kawan, yang termasuk mengusulkan untuk dinaikkan
pendidikannya adalah PAN waktu itu, tapi kami tidak berdiam diri, menerima masukan dari daerah-
daerah, jangan terkesan kita ini membunuh orang sebenarnya, persoalan mencalonksn nanti kan
persoalan hak partai masing-masing, apakah D1, D3 dan lain sebagainya, tapi mungkin yang SMA
punya hak sebenarnya. Nah oleh karena itu pada kesempatan ini kami setuju pimpinan dengan minimal
persyaratan pendidikan SLTA, kemudian umur juga setuju 35 untuk Gubernur, 30 untuk Bupati. Begitu
pimpinan terima kasih.
KETUA RAPAT:
Lanjut, PKB.
PKB kembali ke Perpu, jadi pendidikan SLTA, ini sudah perdebatan lama sekali pimpinan. Yang
kedua untuk bupati walikota minimal 25, untuk Gubernur minimal 30, jadi saya kira kita kembali ke
Perpu sajalah, sekali-sekali kita nikmati Perpulah pak.
KETUA RAPAT:
Dari saya PKS menyatakan bahwa ada ungkapan dari .....di tangan anak pemuda persoalan
bisa diselesaikan, yang terjadi persoalan apa saja, artinya saya tidak membatasi dan tidak mengingkari
bahwasannya anak muda usianya belum mencapai 30 punya kemampuan untuk memimpin atau
dengan kata lain anak muda bisa lebih cakap bisa jadi ketika dia memimpin, jangan sampai kita
terjebak bahwasannya hanya orang yang usianya tualah yang bisa memimpin, bisa jadi yang tua sudah
pikun, begitu misalnya mebih ekstrim lagi. Tapi saya melihat bahwasannya kalau bisa jangan sampai
melihat dengan kedewasaan itu membatasi tentang usia itu sendiri, karena kita lihat dalam sejarah
banyak, ya rosulullah juga masih muda waktu menjadi pemimpin.
Oleh sebab itu saya melihat bahwasannya kalau dari PKS melihat jangan memperuncing
persoalan, jangan sampai juga yang usia 30, memang kematangan perlu juga, usia 35 Gubernur, usia
30 Bupati cuma masalahnya yang terjadi hari ini bisa jadi usia yang segitu juga tidak matang, atau yang
lainnya juga tentang masalah ijazah, saya juga tidak terlalu optimis soal orang yang ijazahnya tinggi
punya kemampuan yang lebih atau orang yang punya ijasah tinggi juga tidak punya kemampuan atau
dengan kata lain kalau saya lihat yang Perpu itu, itu usianya demikian okelah tidak ada persoalan. PKS
31
mengatakan bahwasannya tidak perlu diperdebatkan lagi yang penting dia cakap dan bisa
memimpinnya, usianya muda juga tapi cakap.
Itu saja pak terima kasih.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Lanjut Nasdem.
Terima kasih
Kalau Nasdem sejak awal kita sudah melihat bahwa apa yang sudah tercantum itu, soalnya
tidak bisa belum ada juga satu penelitian yang muda tidak bisa memimpin, yang sekolah lebih tinggi
bahkan pengalaman Indonesia ini, banyak para ekonom tapi tidak berhasil di dalam bisnisnya kan
seperti itu, apalagi kalau kita menaikkan, SMA, Presiden saja SMA, kalau istilah kita kualat pak, masa
calon Gubernur Bupatinya sarjana. Jadi kalau dari awal Nasdem tidak ada perbedaan yang telah
disampaikan, ya mengikuti Perpulah berkaitan dengan itu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Lanjut Hanura.
Tambahan Pimpinan, jadi saya mau menambahkan sedikit yang disampaikan oleh Pak Syarif
ini, persoalan umur dan pendidikan, saya kira yang lebih penting disini adalah pengalaman organisasi,
karena ini akan memimpin masyarakat, terutama pemimpin masyarakat bukan sekedar pemimpin
birokrasi, kalau kita menaikkan umur, menambah pendidikan, itu sama dengan kita menyatakan diri
bahwa sekarang ini setelah 70 tahun kita merdeka, setelah sekolah lebih banyak dibuka, kita lebih
terlambat matang, dulu waktu Pak Dirman diangkat menjadi Panglima besar umurnya 29 tahun pak,
Pak Dirman itu, Jenderal Nasution waktu diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat umur 30 tahun,
waktu Bung Karno mendirikan PNI itu umur 26 tahun, jadi disini persoalannya bukan pada pendidikan,
bukan pada usia, tetapi pada kematangan dalam bersosialisasi dan berorganisasi, saya kira kalau kita
mau mencari calon pemimpin, karena kepala daerah itu bukan sekedar pemimpin birokrasi tapi dia
pemimpin masyarakat, maka perlu dimasukkan syarat pengalaman organisasi, itu lebih penting.
Terima kasih Pimpinan.
32
KETUA RAPAT:
Lanjut DPD.
Terima kasih Ketua, tadi Pak Zudan sampaikan bahwa usia pendidikan kita itu adalah di
perkotaan 8,3, kemudian pedesaan 6,2 sama dengan undang-undang desa pak Menteri, ketika kenapa
Kepala Desa itu hanya SMP, sedangkan aparat desa itu SMA, jadi persoalannya hanya soal
pendekatan profesionalitas dan yang kedua adalah berkat populaty, oleh karena itu dalam hal ini 8,3
tahun saya kira kalau kembali kepada SLTA dengan beberapa catatan dai kita kembali kepada Perpu
ada Pak Mangindaan saya kira, karena beliau datang saya setuju dengan Perpu saya kira itu.
Lalu yang kedua soal usia, umur ya saya setuju dengan Pak Lutfi tadi bahwa sebetulnya usia
itu tidak ada batasan, kesebelasan yang bagus itu kesebelasan yang muda rata-rata, bukan yang tua
malah, jadi kemarin misalnya Spanyol ketika juara dunia itu ketika scotnya scot muda rata-rata baru 24,
26 tahun, 25 tahun, maka kemudian ketika usia sudah pada menua ya otomatis mereka terseok-seok
dalam piala dunia kemarin. Nah karena itu sebetulnya usia 35 dan 30 itu ya saya menghormatilah
kepada Perpu Pak Mangindaan, kalau kita sepakat, itulah yang kita ambil sebagai kesepakatan politik.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya jadi pendekatan yang muda, kalau yang lucu yang balita Pak Muqowam, jadi bisa kita
sepakati untuk syarat pendidikan, SMA, SLTA, itu termasuk SMEA, SMA atau sederajat, sepakat ya?
(RAPAT SETUJU):
(RAPAT SETUJU):
SEKJEN KEMENDAGRI):
Pimpinan, saya kira kalau sepakat jadi tidak menjadi isu perubahan Undang-undang satu itu,
jadi kita keluarkan saja, jadi beban terhadap perubahan waktu yang singkat.
KETUA RAPAT:
Kemudian ini waktu sudah 17.30, kota skors dulu, acara berikutnya jam 19.00 Wib, dengan
KPU apa tetap jam 19.00 Wib atau 19.30 Wib, atau sebelum kita break mungkin Pak Menteri ingin ada
disampaikan beberapa hal silakan.
Saya kira sama tadi yang disampaikan oleh Pimpinan, bahwa kalau bisa jam 19.00 atau 19.30
dengan KPU dan Bawaslu sekalian, untuk bisa menyerap aspirasi mereka.
Terima kasih.
33
KETUA RAPAT:
Kita sepakati jamnya jam 19.00 WIB atau 19.30 WIB jam 19.30 WIB. Baik pukul 19.30 WIB kita
kembali keruangan ini.
Terima kasih.
Ttd
34
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si.
5. MUSTAFA KAMAL, S.S.
Panja A Panja B
F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA) F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA)
27. Dr. FRANS AGUNG MULA PUTRA, S.Sos, MH 27. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH,
MM, MH
1
Jalannya Rapat:
Pertama terima kasih atas kehadiran Saudara sekalian, rapat ini kami berterima kasih sekali
Pak Menteri dari siang sampai malam hari ini, terus mengikuti rapat kita, karena memang besuk
sebagaimana kesepakatan, kita lanjutkan tetapi Saudara Menteri tidak bisa hadir kecuali hari Sabtu,
dan acara kita pada hari ini adalah walaupun Rapat Panja sebagaimana permintaan dari pemerintah
bahwa kalau sudah dapat DIM yang disampaikan oleh pemerintah malam hari ini, ada kesepakatan
kemarin di sana kita minta pandangan dari KPU dan Bawaslu, sehabis itu nanti pandangan yang kita
tambahkan tentu akan kita bahas lebih lanjut dengan pemerintah, oleh karena itulah pada malam hari
ini kita ucapkan terima kasih kepada KPU dan Bawaslu karena memang kita harapkan untuk
memberikan pikiran.
Namun beberapa hal pengantar sebelumnya kami sampaikan karena tadi sudah masuk
pembahasan biar pas, ini kemajian sudah tadi siang eberapa hal sudah disepakati, tentang KPU,
pendelegasian tugas KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilihan Kepala Daerah tampaknya
sudah disepakati. Jadi ini dulu kalau tidak disepakati ya tidak kami undang KPU dan Bawaslu, yang
penting itu.
Yang kedua yang sudah disepakati adalah persyaratan calon terkait dengan syarat pendidikan
itu tetap, walaupun alternatif ada di situ ya, tetap kembali ke Perpu, ke Undang-undang nomor 1.
Yang berikutnya adalah persyaratan calon terait dengan usi itu juga kembali ke Undang-
undang, mau masuk tadi ke penyelesaian sengketa perselisihan Pilkada itu kan di Perpu MK, jadi perlu
kami sampaikan juga harapan Panja ini bahwa hasil konsultasi Pimpinan DPR, Pimpinan Komisi II dan
Kapoksi-Kapoksi Fraksi di DPR memang tampaknya kita sampaikan, terus terang sudah sebulan-
bulannya, jadi ini of the record ya? jangan dimuat wartawan, ini kita masih dalam pembahasan,
nyatanya kita juga nyatakan akan kami bahas dengan pemerintah.
MA itu merasa berkeberatan sampai pada tituk terakhir, MA mengatakan jangan soal nila
setitik, rusak susu sebelangga, itu jadi beliau meminta kembalikan ke sana, kita tahu posisi yang ke
sana yang sudah menolak, jadi dalam konteks ini kita nyatakan juga Panwas, Bawaslu kita perkuat juga
untuk mengawasi, KPU kita perkuat, sudah kita nyatakan begitu, tapi hal-hal dasar yang kita nyatakan
lain semangatnya, jadi tampaknya walaupun kita paksakan dengan di Undang-undang kita paksakan
begitu. Saya ulang ini pendapatnya MA itu yang dinyatakan kalau sudah diputuskan Undang-undang ya
apa boleh buat, itu saya ulangi, dia bilang tidak begitu yang kita maksudkan begitu.
Jadi oleh karena itu hal itu juga nanti kita mau juga bagaimana memperkuat Bawaslu, Panwas,
sebab kita mengalami semua ini, dan juga KPU. Saya tadi cerita sama Habib Sekh, sama tuan guru
juga saya sampaikan ini, bahwa dalam kejadian kita tenpat yang kemarin gambar saya di rumah
keluarga saya di pasang itu karena kan persaingan, di rumah keluarga di depan pintunya jadi oon
disobekin sama Panwas, baru saya marah-marahin kemarin karena terpilih jadi anggota DPR setelah
Komisi II, baru mau memarahi, ini saya buka terang saja. Saya tahu berapa dikasih sama Panwas itu,
agar karena saya dianggap saingan di desa itu, tidak boleh. Ini kan soal-soal begini ya janganlah nanti
Pilkada ini muncul lagi seperti ini, jadi harus kita perkuat, jadi aturannya juga akan begitu, termasuk
kesiapan ini kita minta, jangan nanti Panwas dibawah yang itu-itu juga, yang penyakit juga hal-hal yang
begitu yang diluar. Termasuk juga KPU di bawah.
Jadi kalau soal MK termasuk ini persiapannya atau KPU itu urusan kita bukan urusan KPU dan
Bawaslu, nanti kita dengan pemerintah harus ini ada, siapa yang menyelesaikan perselisihan walaupun
kita perkuat Panwas, jangan soal proses naik ke atas, makanya Panwas sama Bawaslu harus memang
2
faith, jangan tetek bengek di bawah selesaikanlah di bawah itu, jangan semuanya mau menuntut ke
atas, itu walaupun kita berikan jaminan, MA masih dia tidak mau menerima soal itu.
Ini pengantar dari kami al lainpun akan kita bicarakan di dalam hal Panja ini dengan pemerintah
sban itu niat baik kita semua, sebab masih banyak orang tidak percaya ini bisa kita selesaikan pada hari
Selasa, tanggal 17 yang akan datang. Berarti ini kemajuannya sudah luar biasa, demi untk
kebersamaan dan kebaikan bangsa ini semua sampai Saudara Menteri kemarin mengatakan sampai
pagipun kita harus selesaikan, sampai hari Minggupun. Tapi mudah-mudahan hari Sabtu malam
Minggu sudah selesai. Hari ini juga kami sampaikan sebab ini juga kami perlu sampaikan di sini dan ini
tertutup, bahwa masih ada yang main-main KPU di bawah, bukan KPU RI bukan, KPU di bawah yang
menyatakan kalau kamutidak mendaftar sekarang ya ini kita sudah paham lah soal-soal yang, padahal
sudah KPU menyatakan kami nanti akan ikut yang akan dibentuk undang-undang yang akan dibentuk,
dibahas bersama pemerintah setelah selesai tanggal 17, tapi masih ada saja ini, masih ada saja, jadi ini
juga dalam rangka persiapan kita semua, saya kira kami minta melalu Saudara Menteri bagaimana
tehnisnya apa langsung forum ini, kita minta pendapat atau ada pengantar dari saudara Menteri,
langsung saja ya?
Jadi yang pertama saya kira kita minta informasi-informasi yang penting, jadi ini bukan RDPU,
bukan RDP tapi ya informasi-informasi yang menyangkut masukan pada kita nanti dari KPU baru juga
sekaligus Bawaslu, pengantar dari kami tadi saya kira sudah cukup, nanti semakin keras, semakin
kacau lagi. Jadi kira-kira begitulah, yang kita kehendaki bagaimana agar Pilkada yang kita lakukan
nanti.
Ini soal serentak ada lagi, ini KPU dan Bawaslu serentak ini juga kita pertanyakan ini dasarnya
apakah dari keputusan MA itu, dinyatakan tidak? Tapi kalau Undang undang mau sentak, hari yang
sama, bulan yang sama, atau gelombang yang berbeda itu diserahkan kembali kepada pembentuk
Undang-undang, sebab kita tanya apakah ini konstitusional atau ini konsideran, dari mana undang-
undang dasar tidak ada yang menyatakan serentak begitu, tidak ada, serentak nasional tidak ada, jadi
ya itu sudah kita anggap clear juga terserah kepada pembentuk Undan-undang.
Kami persilakan kepada Saudara Ketua KPURepublik Indonesia, habis nanti baru ke Ketua
Bawaslu Republik Indonesia, kami persilakan dengan hormat.
Yang saya Hormati, Ketua, Wakil Ketua, Para anggota Komisi II DPR-RI;
Yang saya Hormati Bapak Menteri Dalam Negeri beserta seluruh pejabat dilingkungan
Kementerian Dalam Negeri;
Yang saya hormati Ketua Komite I DPD RI; yang datang pada malam hari ini seperti pulang kandang,
atau pulang kampung, selama ini ada di pindah lapangan ya? sekarang kembali ke lapangannya,
mudah-mudahan kembali ke jalan yang benar.
Bapak ibu yang kami hormati,
Sohib saya Ketua dan Pimpinan Bawaslu yang hadir saat ini,
Pertama kami menyampaikan apresiasi kami kepada Menteri Dalam Negeri dan Pimpinan
Komisi II beserta seluruh Anggota yang bersedia mengundang kami dalam forum yang sangat istimewa
ini, dimana telah lama kami menyuarakan agar ada keterlibatan penyelenggara pemilu dalam setiap
adanya pembentukan Undang-undang. Sehingga kami tidak hanya dalam posisi berkwewajiban
menyelenggarakan produk undang-undang tapi bisa berkontribusi ikut menyempurnakan produk
undang-undang itu.
Selanjutnya pada forum ini penting kami sampaikan bahwa KPU terlah merngirim 15 butir
masukan terhadap revisi Undang-undang nomor 1 tahun 2015 kepada Komisi II DPR RI dan juga
3
kepada Menteri Dalam Negeri. Dalam 15 poin ini kami mencoba diskusikan panjang lebar menyangkut
hal-hal yang sangat tehnis walaupun sebenarnya diluar 15 point itu masih ada 15 point yang kiranya
perlu diperhatikan dalam ewvisi Undang-undang ini karena memang secara substansi masih perlu
dilakukan perubahan, kemudian juga sebagian ada yang kelebihan dan sebagian ada yang
kekurangan. Kami akan menusulkan paling tidak sampai besuk poin-poin yang kami maksud dimana
misalnya Pasal 4 Undang-undang Nomor 1 itu soal pemberitahuan DPRD itu sesuatu yang tidak
penting diatur di sana, karena tidak lagi relevan, misalnya dan yang lain-lain. Itu diluar 15 poin yang
kami sudah berikan catatabnya. Saya akan mulai penjelasan ini berdasarkan pemahaman kami
berdasarkan Perpu Nomor 1 tahun 2014 yang telah diundangkan menjadi Undang-undang Nomor 1
tahun 2015 dimana penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota harus dipandang
secara utuh dan sempurna dari proses awal sampai proses akhir. Dimana proses awal merupakan
proses persiapan, selanjutnya pelaksanaan dan proses akhir adalah penyelesaiannya.
Dalam Undang-undang Nomor 1 dalam proses pertama dan keda KPU ikut bertanggung jawab,
sementara pada proses penyelesaian dimana pada dua pemilu yang telah kita selenggarakan pada
tahun 2014 Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif proses akhirnya adalah pelantikan, hasil pemilu.
Pada undang-undang nomor 1 proses pelantikan tidak menjadi kewenangan KPU, tapi sudah menjadi
kewenangannya Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri.Bapak-bapak dan Ibu Anggota DPR RI
dan DPD RI proses pelantikannya merupakan tanggung jawab KPU begitu pula dalam pemilu
Presiden, tahapan pelantikan itu merupakan satu tahapan yang masuk dalam undang-undang
penyelenggaraan pemilu, nomor 42 tahun 2008, hanya saja kemudian MPR karena tempatnya di MPR
banyak mengambil peran dan sidang itu merupakan Sidang MPR, tapi tanggung jawab proses itu ada di
penyelenggara Pemilu, berbeda dengan proses pelantikan kepala daerah terpilih tidak menjadi
kewenangan penyelenggara KPU namun demikian tentu kita harus mempertimbangkan semua sampai
proses pelantikan. Dimana jika diinginkan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 1 tahun
2015 itu serentak, maka dari awal sampai akhir tentu diinginkan serentak, maka untuk penyelenggaraan
dari awal sampai akhir juga harus ada yang mengkoordinir.
Tadi bapak Ketua sudah menyampaikan adanya kesepakatan penyelenggara pemilu ini tetap
menjadi kewenangan KPU dan juga Bawaslu, nah ini saya kira tentu menambah tanggung jawab kami
sebagai penyelenggara pemilu, kalau sudah diperintahkan ya kami kerjakan, namun memang jika
tadinya tidak diserahkan kepada KPU, memang agak tidak apa namanya tidak selaras karena ada
keinginan keserentakan. Kalau semua dikerjakan oleh KPU di daerah pertanyaan siapa yang
mengkoordinir, kalau KPU tidak diberi kewenangan, tentu mereka akan kesulitan bisa berkoordinasi
satu daerah dengan daerah lain. Untuk memastikan bahwa tahapan ini bisa diselenggarakan serentak.
Dalam disain anggaran dibuat oleh Undang-undang Nomor 1 tahu 2015 itu kami coba mensimulasikan
proses awal sampai proses akhir membutuhkan waktu 17 bulan, dengan mengikuti semua pakem-
pakem yang ada di dalam, yang menyebutkan hari, atau menyebutkan minggu, atau menyebutkan
bulan. Kami coba ikuti logika itu, maka dibutuhkan waktu 17 bulan termasuk di dalamnya putaran
pertama dan putaran kedua.
Dari waktu yang paling banyak dibutuhkan dalam penyelenggaraan tahapan itu adalah
pendaftaran bakal calon , kemudian uji publik dan penyelesaian sengketa jadi 3 titik ini memakan waktu
yang panjang. Untuk 3 kegiatan itu saja, membutuhkan waktu lebih kurang 9 bulan dari 17 bulan itu
hampir sekitar 9 bulannya untuk 3 kegiatan, nah inilah yang beberapa poin kami catat dalam masukan
kami untuk bisa diperhatkan. Kemudian dalam konsep besar penyelenggaraan pemilu atau Pilkada
serentak ada misi lain dimana Undang-undang itu juga menghendaki penyederhanaan jadwal
penyelenggaraa pemilu anggaran ditata dalam 5 tahun. Undang undang nomor 1 menyebutkan bahwa
Pilkada yang paling pertama dilakukan serentak itu adalah tahun 2015, yang kedua 2018, dan nanti
akan digabung 2020. Kami telah membahas dimana apabila penyelenggaraan Pilkada serentak seluruh
provinsi kabupaten kota di Indonesia tahun 2020 maka KPU yang akan menyelenggarakan pemilu atau
Pilkada serentak nasional 2019 akan sangat kelabakan untuk menyelenggarakan pemilu atau ilkada
serentak tahun 2020, apakah penyelenggaraan di tengah tahun berjalan atau di akhir tahun berjalan.
4
Tapi ibarat orang berlari tahun 2019 KPU nya sudah lari kencang di akhir tahun masih ngos-ngosan di
awal tahun masih disuruh lagi berlari.
Dan ini sangat sulit memastikan kualitas penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2020.
Kemudian bahwa dalam disain penyelenggaraan pemilu yang dikehendaki undang-undang nomor 1
tetap diselenggarakan tahun 2015 kami sudah mensimulasi sebagaimana juga sudah disampaikan
dalam RDP, untuk sampai pemungutan suara tahap pertama dibutuhkan waktu 10 bulan dari sejak
dimulainya pendaftara bakal calo. Disain awal kami telah simulasikan pebdaftaran bakal calon dimulai
tanggal 26 Februari 2015, itu tadi yang disampaikan keluhan oleh bapak Ketua dimana memang kami
memerintahkan dari sejak awal untuk adanya persiapan dan dilakukannya sosialisasi. Nah namanya
sosialisasi harusnya tidak ada tekanan-tekanan oleh KPU daerah, cukup memberikan informasi, tapi
memang kami mendapati adanya sebagian daerah lebih maju dari pada tahapan yang harusnya
mereka lakukan, pada Rapat pimpinan KPU di awal bulan Februari 2015 ini kami telah mengingatkan
semua daerah untuk tidak melakukan hal-hal selain yang diperintahkan, jadi keluhan pak ketua sudah
kita sampaikan pada rapat pimpinan dengan KPU Provinsi untuk merapikan barisan.
Kemudian dari 10 bulan itu jika proses persiapan yang dilakukan pada tahapan-tahapan
sebelum pemungutan suara bisa lebih dipersingkat maka ini sesuatu yang merupakan bonus atau
diposit waktu yang sebenarnya kami butuhkan untuk dialihkan dalam kegiatan lain. Misalnya jika revisi
undang-undang ini bisa ditetapkan tanggal 8 Fenruari maka butuh waktu untuk melakukan
pengundangan. Setelah pengundangan, kami baru bisa melakukan proses revisi terhadap peraturan
KPU walaupun masih dalam draft tapi kami butuh merevisi sebagian dari 10 peraturan yang telah
disiapkan. Setelah dilakukan revisi tentu ada sebuah kewajiban yang harus kami lakukan yaitu
melakukan konsultasi dengan DPR dan Pemeritah dan ini butuh waktu yang hitungannya mingguan
sampai satu atau 2 bulan, kemudian dari itu kita juga secara ideal membutuhkan waktu sosialisasi, saya
kira kami perlu sampakkan dalam rapat yang terhormat ini, kita tidak ingin mengulangi penerapan
beberapa undang-undang penyelenggaraan pemilu, mulai dari pemilu kegislatif dimana ditetapkan
undang-undangnya oleh DPR pada tanggal 12 April 2012 kemudian dundangkan oleh pemerintah
tanggal 12 Mei 2012 dan KPU harus memulai tahapan tanggal 9 Juni 2012, kami dilantik menjadi
anggota KPU tanggal 12 April 2012, begitu dilantik langsung bekerja over time, mengejar target tanggal
9 Juni 2012 atau 22 bulan sebelum hari pemungutan suara, tahapan pemilu sudah dimulai.
Jadi kami harus menyiapkan perangkat peraturan yang belum disosialisasikan harus sudah
dilaksanakan. Kita mudah-mudahan masih mengangat bahwa di awal tahapan penelenggaraan pemilu
legislatif KPU mencoba memfasilitasi penegelolaan data Partai Politik, dengan meluncurkan aplikasi
sistim informasi partai politik atau Sifom, karena kesulitan yang dihadapi oleh peserta pemilu yaitu calon
peserta pemilu ketika itu oleh partai politik, dan juga kesulitan KPU di dalam menata aplikasi yang
dibuat dalam waktu yang singkt akhirnya penerapan aplikasi itu dibatalkan. Karena memang
persiapannya sangat mendadak sekali. Tidak ada waktu yang cukup untuk melakukan persiapan yang
lebih matang, begitu juga ketika undang-undang 42 tahun 2008 batal direvisi untuk penyelenggaraan
Pilpres, keputusan batal itu sangat memet sekali dengan tahapan Pilpres harus dimlai, sehingga KPU
juga membuat peraturan KPU yang ketika itu tidak sempat disosialisasikan setelah ditetapkan, hanya
saja kami punya pendekatan, pada periode ini, setiap peraturan KPU dibahas, dirumuskan kemudian
ditetapkan melibatkan steckholder yang ada. Jadu kami hanya bertumpu kepada proses ketika itu di
bahas. Sementara pasca dibahas, tidak banyak waktu untuk sosialisasi, kmi berharap untuk Undang-
Undang Pilkada ini masih bisa disosialisasikan satu atau dua bulan sebelum dimulai tahapan.
Jadi perserta pemilu atau peserta atau partai poliotik yang sekarang berhak mengusung calon
dan begitu juga calon perseorangan masih punya waktu untuk bersiap-siap dalam memenuhi segala
persyaratan yang dibutuhkan.
5
Bapak Pimpinan yang kami hormati.
Kalau ditanya kesiapan KPU tahun 2015 KPU siap menyelenggarakan Pilkada, tapi kalau
ditawarkan bagaimana dengan 2016, KPU lebih siap lagi, jadi kami kalau dalam posisi sebagai
penanggung jawab operasional kapanpun siap, kecuali 2020 pertanyaannya kepada anggota KPU
berikutnya. Karena tidak menjadi tanggung jawab pribadi saya, tapi kami tentu punya kepentingak
kelembagaan aspirasi, 2020 itu terlalu dekat dengan 2019, jika kita menginginkan kualitas
penyelenggaraan pemilu dari waktu kewaktu bisa semakin baik. Di negara negara yang sudah menata
jadwal pemilunya dalam rentang satu periode pemerintahan hanya 2 kali itu menyelenggarakan pemilu
itu di awal dan di tengah periode pemerintahan berjalan. Jadi kalau kita mau mengambil atau
mempedomani prinsip tersebut maka kita bisa menyelenggarakan pemilu nasional serentak di
pertengahan tahun 2019 dan Pilkada serentak di akhir tahun 2021, nah itu kalau kita mau mengambil
pas di tengah, pas di tengah tahun pemerintahan berjalan, atau kaitannya dengan proses
penyelenggaraan pemilunya.
Kemudian saya mohon ijin tidak membacakan satu persatu ini, saya kira bapak pimpinan sudah
membagikan 15 poin yang kami catat di sini, belum ya? kami bacakan saja judul besarnya.
Pertama soal siklus pemilihan serentak yang sudah saya jelaskan tadi, yang kedua devinisi hari
yang tafinya hari kerja ini terlalu mengikat bagi kami dalam melayani perserta pemilu termasuk
menentukan kegiatan hari tenang misalnya, karena kira merencanakan pemungutan suara itu hari
Rabu, kemudian masa tenang itu berlangsung 3 hari sebelum dilakukan pemungutan suara, maka itu
terkena hari minggu yang hari tidak hari kerja, nah ini menjadi problem tersendiri.
Kemudian yang ketiga adalah tentang uji publik yang poinnya kami berharap bisa dipersingkat,
kemudian ada 3 poin yang kami ajukan soal terutama menyangkut tentang calon perseorangan dimana
Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 tidak memberi waktu yang cukup bagi kita untuk memeriksa calon
perseorangan. Disediakan waktu 20 hari kita butuh 35 hari, supaya calon perseorangan ini juga benar-
benar membuat dukungan itu faktual tidak kamuflase, jadi kita juga sedang menyiapkan bagaimana
satu aplikasi bisa bekerja menditeksi adanya kegandaan dukungan dan kami mensyaratkan bahwa
calon perseorangan itu harus memberikan dokumen dalam bentuk soft file supaya mudah di olah
secara aplikasi.
Kemudian yang keempat syarat bakal calon, nah ini belum diatur di dalam undang-undang
nomor 1 kami minta supaya diatur, apakah sama dengan syarat calon atau tidak, nah ini tentu menjadi
kewenanganya pembuat undang-undang.
Yang kelima adalah catatan menyangkut Panitia Uji Publik dimana undang-undang nomor 1
melibatkan KPU, unsur KPU di dalamnya, kami berharap bahwa tidak perlu ada KPU karena ini akan
menjadi ruang adanya konflik kepentingan, jadi kami mengajukan hanya 2 unsur saja yaitu tokoh
masyarakat dan akademisi, 3 tokoh masyarakat dan 2 akademisi.
Catatan keenam mekanisme seleksi panitia uji publik, dalam undang undang nomor 1 belum
mengatur dan kami berharap ini bisa diatur dan kami memberi poin-poinnya bagaimana mekanisme
seleksi uji publik bisa dilakukan, jadi apa yang kami ajukan adalah alternatif saja, keputusan tetap
kepada bapak-bapak dan ibu.
Kemudian yang ketujuh penyampaian syarat dukungan calon perseorangan, ini dalam
ketentuan undang-undang nomor 1 mengatur penyampaian syarat dukungan perseorangan
dilaksanakan 21 hari sebelum pendaftaran calon, sementara ada rincian disini, dan kami butuhkan 35
hari, jadi disini baru 21 hari. Jadi khuss yang ini kami minta tambah waktunya bapak pimpinan, yang
lain-lain boleh dikurangi.
Yang kedelapan, syarat calon, dimana syarat calon disini ada yang menyebutkan tidak
mempunyai ikatan perkawinan atau hubungan darah satu tingkat ke atas, ke samping dan kebawah
dengan petahana, jadi petahana ini menjadi soal juga bagi kami dalam membahasnya, karena akan
menyangkut tentang kepastian hukum, hak konstitusional hak warga negara, dan oleh karenanya harus
diatur oleh Undang-undang, kalau kami yang mengaturnya ini terlalu banyak yang residunya ke arah
6
KPU, apakah yudisial review atau macam-macam ke MA dan itu akan menghambat pekerjaan
tehnisnya, karena biasanya petahana ini sangat unik ya? an membutuhkan pengaturan yang kuat untuk
memastikan adanya hubungan perkawinan yang dilarang, karena banyak pertanyaan di sini
bapakpimpinan apakah perkawinan yang sah atau yang setengah sah ikut juga, inikan kalau masuk
KPU di sana nanti juga akan berbahaya.
Yang kesembilan menyangkut kampanye, kampanye ini diatur oleh undang-undang nomor 1
adanya pembatasan dana kampanye, nah ini perlu dipertegas menurut kami, maksudnya apa? Apakah
pembatasan ini menyangkut tentang nominal pembatasan atas yang harus dibatasi atau jenis yang
dibatasi, nah ini perlu di jelaskan. Nah bagaimana dengan sumbernya nah ini juga harus dibatasi.
Apakah partai politik ketika menyumbang calon yang didukungnya ada pembatasan atau tidak,
bagaimana nanti pemisahan antara rekening partai dengan rekening calon. Apakah belanja yang
dilakukan oleh partai politik un limited atau perlu ada pembatasan. Dan juga menyangkut larangan atas
dana kamoanye yang digunakan dalam kampanye ini juga perlu pengaturan lebih lanjut.
Bapak Pimpinan
Bapak ibu anggota yang kami hormati, dan
Bapak Menteri yang berbahagia,
Catatan sepuluh adalah soal logistik, dimana dalam ketentuan undang-undang nomor 1 ada
jumlah surat suara untuk pemungutan suara ulang ditetapkan oleh KPU Provinsi, KPU Kabupaten Kota,
sebanyak 2.000 surat suara, nah ini pengaturannya atau penempatannya ada di mana 2000 ini, kalau
Gubernur dimana? Kalau pemilihan Bupati Walikota dimana? Karena pilkada ini serentak, kalau Pilkada
tidak serentak kemungkinan satu perusahaan itu tidak mengerjakan banyak jenis surat suara, tapi
karena ini 204 jenis dan kemungkinan ada perusahaan yang menang lebih dari satu kali, nah
bagaimana nanti jika terjadi salah kirim surat suar yang menyebabkan tertukarnya surat suara, kalau
hanya 2.000 dan penempatannya belum jelas, nanti dikhawatorkan kalau terjadi pemungutan surat
suara ulang tidak cukup, nah kalau tidak cukup, nanti akan menghambat penjadwalan pemungutan
suara ulang dan ini bisa berakibat kepada proses penetapan dan penyelesaian hasil pilkadanya jadi ini
perlu dijelaskan di dalam undang-undang,
Kemudian catatan kesebelas ketentuan undang-undang nomor 1 belum mengatur penandaan
surat suara, bahasanya baru penandaan. Dalam Undang-undang 42 tahun 2008 juga penandaan,
kemudian KPU mengartikan pencoblosan kalau 2009 penandaan ditafsirkan contreng, apakah ini masih
kewenangan KPU mengartikannya ataua tidak, waktu Pilpres kemarin masih menjadi beda tafsir,
perdebatan nah KPU bersikukuh karena legislatif pencoblosan supaya tidak sulit melakukan sosialisasi
maka Pilpres juga pencoblosan. Kalau maksud penandaan ini adalah pencoblosan tentu
dberipengertian di sana, apalagi penandaan disini lingkupnya menjadi lebih luas, dimana diberi alternatif
tambahan alatnya tidak hanya manual tetapi juga elektronok. Dimana untuk pemilu 2015 sulit
KPU memfasilitasi pemilih untuk menggunakan elektrinik atau yang kita kenal denagn e-voting. Jadi
kami membutuhkan penjelasan penandaan ini apakan mencoblos, menconteng, apakah diserahkan
kepada KPU, menurut pertimbangan banyak aspek.
Kemudian yang keduabelas menyangkut tentang rekapitulasi, rekapitulasi diatur dalam undang-
undang nomor satu rekap ini masih berjenjang dari KPPS di TPS, TPS, PPK, KPU Kabupaten Kota,
Pak dadang tidak setuju dengan ini terlalu panjang dan beberapa dari bapak-bapak mengaspirasikan
bisa tidak ini dipersingkat, nah ini juga kita perlu pastikan apakah ada fleksibelitas KPU mengatur di
sana atau tidak, atau memang secara latterluxnya harus begitu prosesnya. TPS, Desa/Kelurahan, baru
Kabuoaten Kota. Kalau itu berati tetap seperti yang lama tidak seperti yang didiskusikan dalam 2 kali
pertemuan kita RDP.
Nah kemudian yang ketiga belas penyelesaian sengkrta, ketentuan penyelesaian sengketa
menurut Perpu memiliki beberapa kelemahan antara lain soal prosedural mekanisme penyelesaian
sengket yang Perpu mengadopsi penyelesaian sengketa dalam pemilu DPR, DPD dan DPRD yang
7
tidak mempertimbangkan dan waktu Pileg yang berbeda dengan Pilkada. Nah jadi waktu Pileg itu
panjang, sementara Pilkada kan kita inginkan singkat, tapi mekanismenya sama, ini sesuatu yang tidak
sejalan yang ambivalen, antara satu prinsip dan prinsip yang lain. Kemudian juga prosedural
mekanisme penyelesaian sengketa antar peserta atau antara peserta dengan penyelenggara Pilkada.
Nah ini juga sesuatu yang harus diatur detail dalam undang-undang nomor 1 belum diatur detail.
Nah kemudian Obyek sengketa TUN belum dibatasi secara limitatif jadi semua hal yang ingin
disengketakan boleh ke TUN, sudah disengketakan ke Bawaslu atau Panwaslu dibawa boleh lagi di
TUN, kalau ini bolehkan semua ke TUN mohon maaf sohib saya ini pekerjaan kita berulang-ulang. Kita
sudah ketemu di Panwas, nanti di TUN kita ketemu lagi, soalnya sama-sama saja. Dalam kontek ini
kami mengusulkan tentu keputusan ada ditangan bapak-bapak yang terhormat, mari kita beri
kepercayaan kepada Bawaslu yang lebih besar dimana tahapan-tahapan diselesaikan di Bawaslu saja,
tidak di TUN. Untuk TUN harus diperjelas mana yang menjadi kewenangannya supaya TUN ini juga
tidak menerima sengketa yang tidak menjadi kewenangannya, jadi harus dijelaskan disitu. Jangan
sampai nanti prinsip pengadilan kan tidak boleh menolak kasus, yang bukan kewenangannya diterima
juga, ini kan menyulitkan kita semua. yang memang tidak ada kepastian, dia kapan menangnya yang
kalah diberi peluang untuk lebih kalah lagi, karena belum pasri menang, kalau masih ada secercah
harapan ya maka sangat wajar yang kalah untuk memperjuangkan haknya. Tidak ada maksud lain
bapak pimpinan untuk mengusulkan bahwa kewenangan Bawaslu bisa diperbanyak dalam soal itu,
supaya fokus maksudnya.
Kemudian soal ke empatbelas penyelesaian sengketa hasil pemilihan, dimana Perpu mengatur
penyelesaian hasil itu dilakukan secara bertingkat oleh PT selanjutnya boleh di banding di Tingkat MA,
nah ini butuh waktu, catatannya butuh waktu antara PT dan MA butuh waktu, kemudian yang kedua kita
akan merubah budaya beracara di Ptyang tadinya nah ini sulit karena tidak ada dalam catatan ini,
istilahnya sangat umum bapak pimpinan, yurispaksi berubah menjadi maaf yudek yuris berubah
menjadi yuris yudepaksi. Jadi yang tadinya menyidangkan dokumen-dokumen, berubah menajdi harus
bertemu dengan para pihak, nah ini kan merubah budaya di tingkat PT, yang tidak mudah juga.
Kemudian kalau boleh mengajukan usul, tanpa berpihak dengan MA memang lebih cocok di
MK bapak Pimpinan, ini mengingat juga pengelolaan konflik yang ada di masyarakat, kami pelaku-
pelaku ketika sengketa itu ada di penagdilan tinggi, tingkat konflikna sangat tinggi karena masyarakat
lebih mudah menjangkau posisi keberadaan pengadilan tinggi itu, nah ini yang kami rasakan ketika
harus bersidang di pengadilan tinggi berneda dengan disidangkan di Mahkamah Konstitusi.
Kemudian hal prinsip bapak pimpinan memang ini sedang diperdebatkan oleh para pakar
hukum tata negara kita apakah Pilkada ini Pemilu atau tidak sehingga akan ada konstitensi nanti siapa
yang menyelenggarakan, siapa yang menyelesaikan sengketanya. Kalau KPU yang menyelenggarakan
Pilkadanya maka kalau selaras dengan logika Pemilu yang menyelesaikannya adalah Mahkamah
Kontitusi. Jadi kalau bapak pimpinan tadi menyampaikan bahwa sudah ada kesepahaman bahwa
penyelenggaraan Pilkada ini tetap dikoordinasi oleh KPU maka kalau kita mau sejalan dengan prinsip
itu penyelesaian masalahnya adalah Mahkamah Konstitusi, kami tidak ingin mencampuri kewenangan
pimpinan.
Kemudian poin kelimabelas adalah soal logistik surat suara cadangan ada perbedaan
pengaturan antara Pasal 80 ayat (1) dan Pasal 87 ayat (4) yang penting di selaraskan menyangkut
tentang penetapan jumlah cadangan 2,5 persen kalau untuk Pilkada ini 2,5 persen ini biasanya sangat
berpengaruh dan kami tidak ingin ada pemahaman yang negatif terhadap penyelenggara pemilu dalam
penetapan 2,5 persen ini. Apakah berdasarakan daftar pemilih tetap saj atau ditambah dengan daftar
pemilih tambahan, kalau daftar pemilih tambahan ini terlalu mepet nanti ketahuannya dengan
pemungutan suara. Jadi ketat saja usul kami ketat saja bahwa ini berdasarkan daftar pemilih tetap, 2,5
persen. Nah kami membutuhkan sebagaimana pengaturan, pengadaan barang dan jasa 4,5 hari
sebelum hari pemungutan suara, untuk proses adanya pencetakan dan seterusnya itu, pendisribusian
dan seterusnya. Juga ketentuan memproses pengadaan barang dan jasa nya jadi ada, 4, 5 hari jadi
kepastian ini harus dari sejak awal.
8
Bapak Pimpinan, bapak ibu anggota Komisi II DPR RI dan Komite I DPD RI, Bapak Menteri, Ketua
Bawaslu, hadirin yang kami hormati,
Sekali lagi kami perlu sampaikan di luar 15 ini sebenarnya ada catatan lain yang kami penting
beri masukan supaya bisa memastikan bahwa revisi Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 lebih
Paripurna lagi membuang hal-hal yang tidak perlu dan menambahkan hal-hal yang perlu lebih di rinci.
Demikian terima kasih atas kesemapatan yang diberikan kepada kami, mohon maaf jika ada
yang kurang berkenan.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Ketua KPU RI ternyata masalah yang disampaikan terhadap Perpu ini setelah
menjadi Undangg-undang baru Ketua KPU RI mau merobah begitu, jadi lebih banyak dari yang
diusulkan oleh DPR, DPR Cuma 6 bonggol dari KPU ini 15 bonggol dia, jadi memang ya itu setelah kita
lakukan menjadi Undang-undang, baru KPU RI tadinya Perpu ini mau dilaksanakan Pak Fandi, kalau
dilaksanakan ternyata bagus kan? Jadi pembahasan ini kita santai saja, tidak usah kita tegang-tegang
begitu. Kita lanjutkan KPU RI bersemangat jadi yang kita maksudkan kita hanya 7 bonggol, KPU RI 15
bonggol.
KETUA KPU RI :
23 bonggol Pak.
KETUA RAPAT:
23.
KETUA RAPAT:
Bawaslu nanti lebih banyak lagi, kami persilakan termasuk sudah tadi sial-soal, kita nanti tidak
usah berdialog lagi sebab di sini sudah bisa kita simpulkan, kami persilakan Ketua Bawaslu.
Selamat malan, salam sejahtera untuk kita semua, Saloom. Alhamdulillah Wasyukurilah
Washolatu Washalamu’ala rosulillah Wa'alaikum Salam Warahmatullahi Wabarakatuh’alaalihi
wasyahbihi wamanwala Allahumma sholi’ala Muhammad Wa'alasayyidina muhammad.
9
Yang saya hormati Bapak Ketua Komisi II DPR RI;
Yang saya hormati Bapak-bapak Pimpinan Komisi II DPR RI;
Yang juga saya hormati Ibu dan Bapak Anggota Komisi II DPR RI beserta seluruh jajaran
Sekretariat;
Yang saya hormati Bapak Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia beserta seluruh jajarannya;
Rekan-rekan Pimpinan Bawaslu;
Yang saya cintai Akhinafillla Ketua Komisi Pemilihan Umum Tuan Guru Husni Kamil Malik,
beserta seluruh jajaran Komisioner;
Hadirin, hadirot yang berbahagia.
Alhamdulillah kami juga sama, menyampaikan terima kasih dan syukur kehadirat Allah Tuhan
Yang Maha Kuasa, karen diundang untuk berdiskusi memberikan masukan, pendapat terkait dengan
rencana perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.
Bapak Ketua, Bapak Menteri Dalam Negeri serta Hadirin yang berbahagia,
Secara kebetulan tidak ada diskusi sebelumnya ternyata jumlah masukan KPU Bawaslu sama
pak 23, saya pastikan selalu Ketua tidak pernah berkoordinasi sampai dengan menjelang magrib tadi
pak, ini poinya ada 23 dan mudah-mudahan bida digandakan tapi karena tidak mungkin memungkinkan
saya akan membacakan beberapa hal penting saja yang kami ingin sampaikan dihadapan yang
terhormat bapak-bapak Komisi II DPR RI untuk mendapat perhatian. Sama posisi kami dengan KPU
bahwa sebagai penyelenggara apapun nantinya yang diputuskan kami Samikna Wa’atokna, tapi
sebelum diputuskan alhamdulillah ruang ini dibuka untuk menyampaikan pendapat.
Baiklah pertama terkait dengan isu penanganan pelanggaran. Di Pasal 134 laporan
pelanggaran pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan oleh :
a. Pemilih dan seterusnya. Permasalahan yang bisa saja terjadi dalam perspektif Bawaslu, pertama
devinisi pemilih pada ayat (2) huruf Anggota didevinisikan dalam pasal 1 angka 6 pemilih adalah
pendududk yang berusia paling rendah 17 tahun atau sudah atau pernah kawin yang terdaftar dalam
pemilihan sehingga akan membatasi hak masyarakat untuk menjadi pelapor kalau kalimatnya
seperti ini, sekali lagi pak, ini perspektif Bawaslu.
Saran kami syarat pelapor dipermudah dengan tawaran kalimat seperti ini, Syarat pelapor salah
satunya memiliki ubah menjadi warga negara Indonesia yang meiliki hak pilih dan dalam pelilihan
setempat, supaya peluang warga negara itu lebih terbuka ruang. Walaupun kita mengharapkan
bahwa siapapun juga bisa melaprkan, tapi kalau diikat dengan apa yang ada di dalam draft itu, itu
agak membatasi.
b. Kemudian yang kedua terkait dengan pelanggaran pidana. Pasal 135 ayat (1) huruf d, Laporan
pelanggaran pemilihan sebagaimana dimaksud pada Pasal 134 ayat (1) yang merupakan tindak
podana pemilihan ditindak lanjuti oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, permasalahannya:
Pertama penanganan tindak pidana pemilihan oleh 3 instansi Panwaslu, Polri dan kejaksaan secara
terpisah, itu memperpanjang proses birokrasi dan waktu penyelesaian.
Yang kedua keputusan Kepolisian dan Kejaksaan dengan keputusan yang disetujui oleh Sentra
Gakumdu berbeda, dalam hal menindak lanjuti kasus yang diteruskan Pengawas Pemilu. Jadi
keputusan Setra Gakumdu dengan keputusan penyidik dan penuntut kejasksaan itu berbeda, ini
harusnya tidak terjadi.
Rekomendasi atau saran dari Bawaslu :
1. Proses penanganan tindak pidana pemilihan dilakukan sejak penerimaan laporan sampai dengan
pengajuan ke pengadilan olehlembaga pengawas pemilu.
2. Perlu Polisi dan Jaksa menjadi penyidik, penuntut dalam institusi pengawas pemilu yang
bertanggung jawab pada Komisioner pengawas pemilu. Mohon ijin bapak-bapak yang terhormat,
10
Pak Mendagri yang kami maksud ini kaya model Polisi di KPK, jadi penyidik itu di BKO kan ke
Panwaslu dan dia bertanggung jawab kepada Komisioner. Yang terjadi di Centra Gakumdu baik
Pileg maupun Pilpres memang ada oknum penyidik dan penuntut tetapi pertanggung jawabannya
tetap kepada Mabes. Sehingga tidak nyambung pembahasan diantara 3 institusi dengan
keputusan arahan komandan. Jadi saran kami kalau bisa penyidik dan penuntut itu ada di
Lembaga pengawas pemilu sebagai satu kesatuan dan dia bertanggung jawab kepada
Komisioner pengawas pemilu.
3. Perlu melibatkan Polisi dan Jaksa sebagai penyidik dan penuntut umum dalam proses
penanganan pidana pemilihan dengan memperbantukan mereka pada institusi pengawas pemilu
yang bertanggung jawab kepada Komisioner. Ini penegasannya kembali, karena kalau tidak
podana pemilu akan bernasib sama dengan Pile, Pilpres. Sejumlah laporan pengawas pemilu itu
kemudian harus berhenti di kepolisian.
4. Penanganan tindak pidana pemilihan sampai kepada penuntutan dilakukan oleh pengawas
pemilu, karena tadi organ kepolisian dan kejaksaan tidak ada dalam satu kesatuan.
5. Penegakan hukum tindak pidana pemilihan, mulai dari penerimaan laporan sampai penuntutan
dan pengajuan pengadilan dilakukan oleh pengawas pemilu.
c. Lalu berikutnya mengenai kode etik, permasalahannya sering penyelenggara tingkat kecamatan
sampai dengan TPS yang melaanggar kode etik itu menganggu tahapan karena tidak dapat
langsung diselesaikan, harus melalui DKPP terlebih dahulu. Jadi Undang Undang Nomor 15 Tahun
2011 itu menegaskan bahwa swemua pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh jajaran
penyelenggara KPU, Bawaslu mulai RI sampai dengan desa itu diselesaikan oleh DKPP. Nah ini
sekali lagi berkaca pada 2 Pemilu Nasional, beberapa dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh
aparat kami, oknum aparat kami itu menganggu tahapan, disebabkan harus menunggu keputusan
DKPP. Sarat kami proses Kode etik di tingkat kecamatan, kelurahan, dan desa diselesaikan
langsung oleh jajaran penyelenggara satu tingkat di atasnya. Jadi kalau TPL yang melanggar
Panwascam yang melakukan penindakan supaya cepat berdasarkan pendampingan dari pengawas
pemilu yang ada di atasnya.
Isu berikutnya mengenai sengketa TUN, Pasal 153, Sengketa Tata Usaha Negara pemilihan
merupakan sengketa yang timbul dan seterusnya, ini kalimat Undang Undangnya permasalahannya.
Sengketa TUN mulai dari penyelesaian di Bawaslu, PT TUN, sampai kasasi MA.
Yang kedua tidak adanya pembatasan keputusan KPU yang dapat dibanding ke Pengadilan
tinggi.
Dan ketiga jangka waktu penyelesaian sengketa TUN terlalu panjang, sekitar 63 hari mulai dari
Bawaslu sampai dengan MA.
Rekomendasi Bawaslu :
Pertama perlu dibatasi mengenai keputusan KPU yang mana yang dapat dijadikan obyek
sengketa TUN, kalau bisa hanya mengenai keputusan penetapan calon. Karena ini kalau ruang
dibukasemua bisa disengketakan di TUN, ini akan menganggu tahapan dan prosesnya sangat panjang.
Nah kalau misalnya hanya keputusan penetapan oleh KPU saja, ini bagian-bagian lain bisa kita
selesaikan di Bawaslu. Dan kami juga menyambut positif apa yang menjadi saran atau masukan dari
mitra kami bahwa Bawaslu siap, jangankan sengketa proses pak, Bismillah sengketa hasil kita siap pak.
Yang kedua perlu mempersingkat, ya terima kasih pak, dari pada saling lempar pak, MK sudah
lempar handuk, MA tidak mau, ada Bawaslu pak kenapa repot-repot cari lembaga pak? Bawaslu sudah
siap pak, dan kami sudah punya succes story pak ketika menyelesaikan sengketa di Pileg, Pilpres
dengan tidak bermaksud sesumbar, beberapa partai politik kita selamatkan, beberapa caleg kita
selamatkan, melalui proses sengketa di Bawaslu. Selematkan sesuai dengan kepentingan perundang-
undangan tentunya pak.
11
Jadi dari pada bapak sulit juga sulit mengikuti diskursus ini kami siap dengan izin Allah
tentunya, dan dukungan bapak-bapak yang terhormat.
Uji Publik pasal 38, saya langsung saja pak, permasalahannya uji publik memerlukan waktu
yang lama.
Yang kedua konsep uji publik menurut undang undang Nomor 1 tahun 2015 tidak berdampak
apa penentuan layak atau tidak layak sebagai bakal calon dan tidak ada saksi pembatalan.
Rekomendasi Bawaslu agar uji publik dihapuskan pak, berbeda dengan KPU, memang tidak
harus sama dengan KPU, malam ini bapak-bapak yang terhormat bisa melihat bahwa kami tidak selalu
sama dengan KPU pak, untuk uji publik Bawaslu menyampaikan tidak perlu ada uji publik, biarkan
proses itu ada di partai politik.
Isu berikutnya jual beli dukungan dalam proses pencalonan. Pasal 47 kita sudah tahu
permasalahannya sorry kita sudah tahu isunya. Permasalahannya adanya proses transaksional terkait
pencalonan antara partai dengan bakal calon, tetapi di dalam undang-undang Nomor 1 tahun 2015
tidak disertai dengan sangsi pidana, ekomendasi Bawaslu perlu diatur mengenai ketentuan pidana jual
beli dukungan. Ini pak supaya lebih tegas dan ada efek jeranya, politik uang kalau pidana Insya Allah
ditangkap pak, siap, polisi dan jaksa di bawa-bawa dalam organisasi Sentra Gakumdu, mudah
mudahan polisi dan jaksanya juga happy.
Kemudian yang kesenelas money politic atau politik uang permasalahannya tidak ada
ketentuan pasal yang mengatur mengenai larangan dan sanksi terhadap politik uang, rekomendasi
Bawaslu pertama perlu diatur mengenai sanksi [idana politik uang, dalam hal ini dapat mengadopsi
ketentuan sanksi pidana dalam pemilu legislatif, saya kira sudah ada tinggal di adopsi saja.
Yang kedua perlu diatur mengenai penjatuhan sanksi administrasi tanpa harus menunggu
proses hukum diluar proses sanksi administrasi. Ini Bawaslu mendorong supaya penegakan sanksi
administrasi lebih efektif supaya partai-partai politik atau pasangan calon yang melanggar itu
memberikan perhatian yang serius terhadap penegakan hukum, kalau menunggu proses pidana ini
apalagi kalau polisi dan jaksa tidak menyatu dalam Sentra Gakumdu, dan bertanggung jawab kepada
komisioner Bawaslu atau Panwaslu, maka penegakan hukum pidana ini, akan bernasib sama dengan
Pileg Pilpres pak. Jadi kami mendorong supaya low impostment penegakan sanksi pemilu lebih di
tegaskan lagi. Kalau dia terbukti secara administrasi melanggar, Bawaslu bisa merekomendasikan
untuk diskualifikasi, ini kalau bapak-bapak setuju, siap pak, kami siap juga dengan amunisinya pak, jadi
tidak harus menunggu pidana Pak Menteri yang terhormat, ini kalau pidana yang bisa membatalkan
calon, administrasi tidak bisa membatalkan calon pak. Padahal kewenangan yang lebih besar itu ada di
Bawaslu terkat administrasi, nah kalau tidak secara administrasi terbukti melanggar, bisa memberikan
efek jera kita bisa mendiskualifikasi kalau bapak setuju. Sekali lagi kami menyerahkan kepada bapak
ibu yang terhormat.
Kemudian yang keduabelas larangan pelibatan kepala daerah dalam kampanye.
Permasalahannya, tidak ada pengaturan tentang larangan bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah
di kabupaten atau propinsi lain. Untuk terlibat dalam kampanye pemilihan di provinsi kabupaten. Jadi
gubernur A tidak dilarang untuk berkampanye pada pemilihan B. ini, ini potensi masalah.
Saran kami perlu adanya pengaturan tentang larangan bagi kepala daerah atau kepala daerah
di kabupaten propinsi lain untuk terlibat dalam kampanye pemilihan. Ini kalau pemilihan senang kita
bisa terima karena peran partai disitu, tapi ini kita lihat karena potensi konflik sangat tinggi maka perlu
dibatasi supaya gubernur yang tidak melakukan pemilihan itu tidak terlibat kampanye pada mitranya
atau teman gubernur yang lain.
Lalu pengawas TPS ini yang kami sangat berterimakasih karena diakomodir, ini kami punya
pengalaman ketika mengajukan pada pemilu pileg pilpres tapi karena situasi politik akhirnya kemudian
tidak disetujui, bagaimana bisa secara logika sederhana ada proses pemilu di TPS tidak ada pengawas
ini yang secara matematika politik kami belum menemukan jawabannya. Di Pilek pilpres begitu
kondisinya bapak ibu yang terhormat dan bapak ibu merasakan sendiri kadang-kadang menjadi korban,
karena di TPS itu tidak ada pengawas. Di undang-undang 15 tahun 2011 setiap Panwas, PPS, PPL itu,
12
itu mengawasi sekian banyak puluhan TPS pak. Saya sering menggoda teman-teman saya, jangan-
jangan kamu dibawah pohon saja mencatat pelanggaran tu, dari jam 7 sampai jam 1 mengawasi 60
atau 70 untuk ukuran Jawa, TPS.
Terimakasih sekali lagi hormat kami atas pasal ini. Jadi Insya Allah besok setiap TPS ada
pengawas pak dan dia menjadi organ, organ formal Bawaslu dan kita bekali. Masih ada hal yang perlu
disempurnakan mohon izin saran kami, permasalahannya tidak adanya pengarturan mengenai tugas
dan wewenang pengawas TPS, padahal undang-undang memberikan kewenangan kepada pengawas
pemilu untuk membentuk pengawas TPS, jadi di undang-undang ini hanya dikatakan ada pengawas
TPS tapi tidak ditegaskan apa tugas, fungsi dan kewenangannya. Saya khawatir dibawah ini akan
terjadi multitapsir mengenai kewenangannya, apakah tanda petik “sama dengan panwas kabupaten
kota atau kecamatan” karena dia organ yang paling bawah. Nah Kalau ini bisa disempurnakan tentu
akan lebih baik lagi lebih efektif lagi pelaksanaannya.
Lalu alat bantu memilih bagi penyandang disabilitas, Bawaslu pasca pileg pilpres itu
mendapatkan evaluasi dari saudara-saudara kita atau kelompok penyandang disabilitas bahwa menurut
sebagian teman-teman LSM itu belum terlalu UR pemilu itu terhadap teman-teman disabilitas, padahal
dalam pandangan kami KPU Bawaslu sudah cukup. Tapi oke lah saya kira kita merespon di Pasal 86,
pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik, halangan fisik lain pada saat
memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain atas permintaan
pemilih. Permasalahannya, tidak ada pengaturan yang mewajibkan untuk menyediakan alat bantu
memilih pada penyandang disabiitas.
Yang kedua tidak ada pengaturan yang mewajibkan untuk menyediakan alat bantu teplate
untuk pemilih penyandang disabilitas.
Rekomendasi Bawaslu.
Pertama perlu diatur tentang kewajiban menyediakan alat bantu memilih bagi penyandang
disabilitas di setiap TPS ditegaskan bapak ibu yang terhormat.
Yang kedua perlu diatur tentang kewajiban untuk menyediakan alat bantu template untuk
pemilih penyandang disabilitas.
Yang ketiga perlu pengaturan secara ketat terhadap pendamping pemilih disabilitas. Kami
menemukan laporan di pileg pilpres, rupanya karena pendamping tidak diatur ada oknum-oknum
petugas KPPS yang memanfaatkan situasi ini ya. Jadi karena tidak pendamping atau tidak ditegaskan
mengenai kriteria pendamping maka oknum-oknum petugas KPPS menggunakan kesempatan ini pak.
Saya kira bapak sudah mengerti maksud menggunakan kesempatan ini.
Yang keeempat perlu pengaturan tentang sanksi terhadap pelanggaran jika tidak menyediakan
alat bantu bagi pemilih penyandang disabilitas, dan pendamping penyandang disabilitas yang
melanggar ketentuan. Saya kira itu beberapa hal atau isu-isu yang penting kami perhadapkan
dihadapan bapak ibu yang terhormat dan bapak mentri yang terhormat.
Prinsip sekali lagi kami siap menerima apapun yang diputuskan dan terimakasih jika sebanyak-
banyaknya atau sesignifikan mungkin masukan kami di akomodir.
KETUA RAPAT:
Terimakasih, ternyata ini sama 23 juga usulannya. Bila perlu ditambah begitu. Oleh karenanya
KPU RI tadi menyatakan juga hal-hal seperti itu hal-hal yang saya kira sangat positif begitu. Bahwa
tahapan jika kita tidak merubah ini 17 bulan. 17 bulan ya? Jadi kesepakatan kita sudah sepakat dan
juga saya kira pemerintah untuk ini di perpendek dan disederhanakan. Dan juga jelas tadi sikapnya,
walaupun sebenarnya kami pun selalu uji public ini maknanya yang harus dimasukan dalam tahapan-
tahapan begitu. Dalam tahapan-tahapan. Jadi dimulai dari awal, dimulai tahapan penjaringan,
13
penjaringan bakal calon sampai dia calon itu adalah kewenangan dari partai politik. Pengusung atau
gabungan partai politik, baru KPU tadi, ini sedikit kita, KPU pada intinya kita juga sederhanakan
sebenarnya. Ya diumumkanlah di KPU, diumumkan calon itu, itu misalnya bahwa nama si Fulan,
pendidikan ini sesuai dengan persyaratan yang ada. Tempat tinggal sebab banyak hal juga walaupun
tidak dilarang ya yang tepat yang KPPnya adalah disana, tapi dia calon didaerah ini begitu. Termasuk
pengalaman-pengalaman organisasinya. Jadi disitu juga terlihat kalau partai ini dan gabungan pada
partai ini terlihat. Jadi di sampaikan dimana mana. Jadi masyarakat untuk bisa melakukan partisipasi
menyampaikan partisipasi pada saat sudah diumumkan oleh KPU. Jadi tidak juga ikut ya sama tadi
dengan usulan dari apa pikiran dari Bawaslu.
Jadi peran KPU dan jika ada hal disana juga harus Bawaslu ikut mengambil peran jika ada
persoalan disana. Oleh karena ini makannya mau saya tawarkan dulu, apakah kita mau buka dialog
apa sudah cukup?
Saya kira butuh dialog kepada KPU untuk meminta penjelasan mungkin beberapa yang
disampaikan oleh KPU dan Bawaslu. Ndak, mempertajam aja pak. Jadi usulan saya mempertajam.
Saya tidak bisa pura-pura sok tau begitu kalau saya pribadi. Karena saya merasa belum jelas saya
perlu bertanya terhadap berapa ide-ide yang disampaikan oleh KPU maupun Bawaslu kira kira begitu.
Makasih.
KETUA RAPAT:
Jadi, ini ni saya tawar bagi yang mau memperdalam. Kalau catatan-catatan kita tadi ya cocok
juga makannya saya tawarkan kalau mau kita perdalam mempertajam tidak apa-apa. Tapi tidak kita
mengambil keputusan sekarang untuk kita perdalam aja untuk bahan masukan kan itu yang dimasukan
oleh
Iya kan Bawaslu, KPU tidak terlibat membuat Undang-undang. Kita mau bertanya atas
gagasan-gagasan Bawaslu dan KPU tadi lho pak. Itu misalnya bayangannya tentang jaksa, dan polisi
misalnya. Itu nanti yang mau ditangkap siapa ? ya kan? Harus ditangkap kalau jadi gubernur. Ya di
dedikasikan transaksi begitu maksud saya. Itu aja.
KETUA RAPAT :
Baik saya kira bagi yang ingin lebih mendalami dengan pertanyaan dan pendapat, begitu kami
persilahkan kami buka mau kita ini kan Panja di persilahkan, yang pertama silahkan saudara Arif
Wibowo.
14
yang konkrit adalah pertama menyangkut total tahapan yang akan disederhanakan, mengatur tahapan
dan keserentakannya.
Jadi supaya kita tidak membayangkan bahwa mengatur tahapan itu hanya kira-kira
gambarannya adalah sekedar pemungutan suara pada saat tahun-tahun tertentu dengan secara
serentak. Padahal sebelum pemungutan suara ada waktu yang dibutuhkan untuk menuju pemungutan
suara yang dibagi dalam tahapan-tahapan. Didalam setiap tahapan secara prinsip adalah kalau terjadi
masalah atau sengketa tidak boleh menggangu tahapan yang lain. Nah karena itu mesti disimulasikan
secara konkrit, tidak bisa diangan-angankan saja.
Satu contoh begini saudara ketua KPU putusan MK sudah menyatakan bahwa pemilihan umum
anggota DPR, DPD dan DPRD dan pemilihan umum presiden dan wakil presiden dilaksanakan secara
serentak pada tahun 2019. Nah sementara kita masih belum membereskan undang-undangnya. Kalau
keserentakannya yang dimaksud adalah dilaksanakannya pemungutan suara pada hari bulan tahun
yang sama, maka pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kita mengaturnya. Undang-undang
pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD Nomor 8 tahun 2012, sebelum pemungutan suara itu
ada satu setengah tahun tahapan. Mohon maaf, Ya 22 bulan, artinya kalau 22 bulan satu tahun kurang
2 bulan. 2 tahun kurang 2 bulan, 2 tahun kurang 2 bulan. nah pada tahun praktek yang sudah
dilaksanakan pada tahun 2014, tahapan awal dilaksanakan adalah penyerahan daftar penduduk
potensial pemilih pemilu pada tahun 2012 akhir. Ya verifikasi partai politik. Ya 4 bulan sebelumnya
verifikasi partai politik kemudian penyerahan DP 4 sampai kemudian pemungutan suara sampai dengan
pelantikan anggota DPR ditambah lagi 6 bulan berarti berapa itu 30 bulan. 28 bulan, ndak dong Mei,
Jjuni, Juli, Agustus, September, Oktober, tambah 6 bulan pak 28, 28. Berarti berapa tahun 2 tahun 4
bulan, nah itu untuk pileg, nah karna itu maka kemudian nanti dengan serentakan kemungkinan kan
akan dipadankan akan diserasikan. Apakah nanti yang pilpres akan mengikuti pileg, atau yang pileg
menjadi lebih sederhana mengikuti pilpres, kita belum tahu ya.
Nah kalau kemudian yang terjadi misalnya belum ada perubahan perundang-undangan maka
kemudian kalau ada usulan pilkada serentak pada tahun 2018 maka juga harus dilihat tahapannya,
berapa waktu yang dibutuhkan sebelum pemungutan suara maupun pasca pungutan suara sampai
dengan pelantikan. Nah masing-masing pasti akan berhimpit. Nah keberhimpitan, tahapan antara tiga
pemilihan ini baik pileg, pilpres dan pilkada, itu tentu beban kerja yang cukup besar. nah pertanyaannya
apakah KPU sanggup misalnya begitu. Nah kalau sanggup saya kira bagaimana cara supaya apa yang
dikerjakan oleh KPU dan Bawaslu dalam soal pelaksanaan ini bisa berlangsung efektif. Nah itu satu
contoh saja gambaran kenapa misalnya kalau saya berpikir 2018 tidak perlu ada. Mengapa? Karena
2018 pun kalau diadakan karena keserentakan menuju nasional ini juga akan berkaitan dengan
periodisasi jabatan, tidak seperti keserentakan yang pernah dilakukan pada masa-masa sebelumnya,
maka tentu akan mengurangi masa jabatan dari kepala daerah.
Yang 2013 kemarin dilaksanankan pilkada yang seharusnya adalah berakhir masa jabatannya
pada tahun 2019, 2014, ini pun akan berakhir pada tahun 2019 dan demikian kalau tetap dilaksanakan
2018 kita menjadi akan sulit menentukan nanti kapan waktunya lagi karena tidak boleh
jabatan,periodisasi jabatan itu dikurangi, dan itu dasarnya juga adalah putusan MK sebagai hak
Konstutional.
Nah karena itu sebenarnya kita berharap ada simulasi yang konkrit jadi tidak sekedar
menjelaskan yang kemudian kita semua membayang-bayangkan ya. Termasuk dari pertimbangan
berbagai aspek pelaksanaan pemerintahan, pertahanan keamanan, ketertiban masyarakat dan
sebagainya. Sehingga apakah tahapan-tahapan yang kita rancang serentak di sebagian wilayah
republik ini kemudian menuju keserentakan nasional itu, bisa dilaksanakan dalam waktu yang cukup.
Nah kira-kira begini dengan masing-masing perbedaan waktu yang tersedia, atas semua
tahapan yang dilaksanakan oleh 3 model pemilihan, pileg, pilpres dan pilkada, yang nantinya tentu kita
harapkan bisa disederhanakan kalau masih mengacu pada undang-undang yang ada maka total yang
dibutuhkan adalah kurang lebih 28 bulan kan? Paling panjang adalah pileg. Nah untuk itu kita bisa
bayangkan sebenarnya, kalau bisa diserentakan nasional pada satu tahun yang sama, maka hiruk
15
pikuk politik atas pelaksanaan election ini itu bisa diselesaikan, dibatasi hanya 28 bulan itu saja.
Dengan demikian maka selama 5 tahun sisanya itu kurang lebih 3 tahun lebih sedikit, itu adalah
pemerintah dan masyarakat, partai politik sudah tidak ngurusin lagi urusan-urusan politik gitu. Tetapi
kalau kemudian masih kita atur secara, apa namanya berbeda waktu yaa pileg pilpres 2019 kemudian
yang pilkadanya 2020 atau 2021 begitu, kira-kira waktu yang tersisa untuk tidak berurusan dengan
urusan politik election ini hanya sekitar satu setengah tahun selama 5 tahun. Nah kalau asumsinya atau
dasar pemikirannya bahwa penyederhanaan pilkada ini salah satunya adalah yang selalu diulang-ulang
oleh, terutama oleh yang terhomat ketua bahwa masyarakat jenuh sebarnya kita juga tidak mengatasi
masalah. Kejenuah akan terjadi lagi, hanya dulu bedanya kejenuhan itu terpisah-pisah disetiap
kabupaten kota ini kejenuhan yang bersifat nasional jadinya bersama-sama begitu.
Nah itulah sebabnya sejak awal saya meminta kepada semua pihak fraksi-fraksi dan
pemerintah, juga KPU untuk bisa membuat simulasi yang lebih konkrit. Jadi tidak sekedar kita hanya
membayang-bayangkan soal hari pemungutan suara yang dilakukan serentak sama pada tahun yang
sama, tetapi sejatinya itu berkonsekuensi kepada tahapan yang panjang yang harus dilakukan dan itu
melibatkan seluruh energi dari seluruh sector. Pemerintah, partai politik, DPR, KPU, Bawaslu dan lain
sebagainya. Nah itu yang pertama.
Yang kedua, yang kedua adalah menyangkut satu masa transisi yang tadi sempat disinggung
sebenarnya ketika pada tahun 2017 ada pemilihan anggota KPU yang baru yang bisa saja sebagian
masih kalau masih mendaftar mencalonkan terpilih atau bahkan ganti sama sekali dan itu secara
berurutan akan diikuti oleh jenjang yang lebih bawah ya, dan itu bukan pekerjaan yang sederhana juga.
Saya kira dulu dalam setiap kali rapat dengar pendapat salah satu yang dimintakan komisi II adalah
segera membereskan proses rekruitmen dan seleksi anggota KPU secara berjenjang ditingkat propinsi
kabupaten kota termasuk di Bawaslunya.
Kepentingan menyelesaikan problem internal didua institusi yang mendapatkan tanggung
jawab besar dalam melaksanankan election ini, itu adalah satu situasi dan kondisi objektif yang bakal
dihadapai dan itu harus dihitung sebagai juga beban yang tidak bisa diabaikan. Maksud saya adalah
pada saat bersamaan misalnya KPU Bawaslu yang sedang sibuk mengurus dirinya sendiri, sementara
juga dibebani oleh urusan yang, yang sangat besar sangat penting ini, ini juga salah satu yang harus
kita pertimbangkan.
Nah karena itu bapak ibu saudara sekalian, jadi menurut, menurut hemat saya adalah untuk
kita bisa merumuskan tentang tahapan yang tidak saja masuk akal tetapi juga bisa dilaksanakan
dengan baik, yang kemudian tidak sedikit menimbulkan dampak negative atau komplikasi yang
sesungguhnya harusnya kita hindari, apakah itu berupa konflik, apakah itu berupa ketidakefektifan,
penyelenggaraan dan penyelenggaraannya sekaligus.
Nah yang kedua, gagasan, ketiga, yang ketiga gagasan Bawaslu menyangkut soal memperkuat
dirinya dan apa, tawaran untuk terlibat lebih kuat ya dalam rangka menyelesaikan sengketa pilkada ini.
Nah saya kira itu perlu juga disampaikan oleh Bawaslu dijelaskan tentang evaluasi yang sudah
dilakukan yang sesungguhnya menyangkut kapasitas dan kapabilitas Bawaslu. Jadi disamping ada
record yang saya kira juga positif, dulu sudah pernah kita mintakan penjelasannya menyangkut kinerja
Bawaslu dalam keterlibatannya di dua pemilihan umum DPRD, legislative maupun presiden, tapi pada
sisi yang lain juga tidak bisa dipungkiri bahwa banyak keluhan dari berbagai pihak bahwa Bawaslu
jajaran dibawahnya terutama dinilai tidak mampu bekerja efektif. Dan itu kebetulan saja memang yang
paling keras adalah teman-teman kita yang tidak terpilih lagi. Dan dibanyak praktek yang terjadi
pengalaman dari banyak pihak yang disampaikan banyak laporan-laporan yang disampaikan kepada
panwas ditingkat kabupaten kota yang tidak dilanjuti. Bisa saja diperdebatkan karena memang tidak
memenuhi misalnya kelayakan dari laporan buktinya kurang dan sebagaianya. Tetapi bahwa apa yang
seharusnya bisa ditampung dan ditindak lanjuti oleh Bawaslu itu ternyata tidak dilakukan.
Nah kalau kemudian itu kapasitas dan kapabilitasnya masih dipertanyakan, kemudian justru
menawarkan menambah beban kerja yang lebih besar lagi apakah itu bisa dikerjakan dengan lebih
baik. Saya kira tidak bisa dipungkiri rekrutmen dan seleksi panwas dilapangan apalagi di PPA ditingkat
16
lebih bawah lagi Panwascam bukan hal yang mudah dalam konteks adalah dalam arti adalah bisa
menjamin ketersediaan sumber daya manusia yang bisa diharapkan bisa menjalankan pengawasan
yang efektif. Tengarah kita justru pengawasan yang harusnya bisa berlaku independent bahkan untuk
sebagian yang dikeluhkan adalah menjadi bagian dari proses politik yang justru tidak demokratis itu.
Nah kalau kemudian justru kemudian mengeluhkan tentang mekanisme Gakumdu yang tidak
jalan apakah sudah tepat misalnya kemudian apa yang diajukan Bawaslu itu lantas dengan berbagai
pertimbangan kita bisa kita setujui misalnya. Jangan-jangan justru malah, begini jadi saya ingin katakan
di Indonesia ini ada satu kecenderungan, institusi-institusi diberikan wewenang tertentu cenderung
lebay kira-kira begitu ya. Ada banyak faktor lah salah satu mungkin kedewasaan orang yang memimpin
institusi itu atau kedua kemudian ya mumpung ada kuasa begitu kemudian melebih-lebihkan
kekuasaanya. Nanti kalau kemudian para penyidik dan penuntut dikoordinasikan oleh Bawaslu jangan-
jangan justru membuat ini terdorong begitu untuk bertindak melampaui kewenangannya. Saya kira
pelajaran tentang Mahkamah Konstitusi dan lain sebagainya itu adalah bisa menjadi pelajaran yang
berharga bagi kehidupan berbangsa kita.
Nah saya kira itu saja dua hal yang kami mintakan, tiga hal yang kami mintakan penjelasan dan
sebenarnya kalau bisa bersepakat pemerintah dan semua fraksi untuk mendorong kondifikasi hukum
pemilu dan meskipun itu membutuhkan keseriusan dan waktu yang cukup itu akan lebih baik untuk
menuju sampai pada tingkat adanya peradilan pemilu yang bisa menyelesaikan semua masalah yang
muncul, sengketa yang muncul dalam setiap pemilu kita baik pilres, pileg, pilkada dan mungkin bahkan
sengketa partai politik. Tentu dengan cara adalah melakukan perubahan terhadap setidaknya 6
undang-undang yang dibidang politik yang sudah ada saat ini.
Terimakasih.
KETUA RAPAT:
Baik saudara-saudara dari fraksi lain ada yang mau mempertajam atau perorangan saja yang
mau ingin mempertajam lagi. Silahkan pak.
Makasih Pimpinan. Bapak Mendagri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu dan segenap jajaran. Saya
kira kita memang harus sepakat bahwa undang-undang ini harus selesai tanggal 17, tetapi itu tidak
harus berarti bahwa kualitas dari undang-undang ini asal jadi gitu. Nah oleh karena itu kalau kita boleh
menggunakan istilah DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) yang disampaikan oleh ketua Bawaslu dan
ketua KPU saya kira patut menjadi perhatian kita. agar supaya undang-undang yang kita lahirkan nanti
ini tidak menjadi masalah ketika pilkada dilaksanakan. Ada beberapa hal misalnya soal syarat calon
yang disampaikan tadi kalau ndak salah point kesembilan dari KPU, syarat calon yang tidak punya
konflik kepentingan dengan Petahana. Di Perpu dan yang sudah jadi undang-undang itu memang
penjelasannya itu sangat sumir, tidak jelas siapa yang dimaksud dengan punya hubungan darah satu
tingkat keatas, kebawah, dan kesamping. Karena itu ketua Bawaslu saya sepakat dengan KPU, ketua
KPU maksud saya, bahwa ini harus diperjelas di penjelasan satu tingkat keatas itu kalau menurut
pendapat kami dari fraksi Nasdem, keatas itu artinya bapak kandung, ibu kandung, mertua kandung,
laki-laki dan perempuan satu tingkat keatas. Satu tingkat kesamping itu adalah saudara kandung, istri.
Saudara kandung dan istri, saudara kandung dan istri gitu, istri dan saudara kandung gitu istri sah
maksudnya ya? istri sah ya. Satu tingkat kebawah anak kandung, menantu kandung ya harus diperjelas
supaya tidak ada multiinterpretasi. Ketika, ya menantu, menantu ya, menantu kandung gitu kan. Kalau
menantu dari anak kandung berarti cucu ya menantu kandung gitu. Ya harus diperjelas supaya tidak
ada multiinterpretasi.
17
Yang kedua mengenai rekap berjenjang ini juga dari nomor point ke 12 kalau ndak salah tadi.
Pengalaman di Pileg kemarin setiap kali terjadi mutasi suara maka disitu terjadi potensi terjadinya
manipulasi. Karena itu saya kira ini perlu menjadi perhatian agar supaya tidak perlu terlalu banyak
mutasi suara. Dari TPS selesai rekapitulasi C plano, langsung masuk C 1, langsung dibawa ke KPUD.
Tidak ada lagi rekapitulasi di desa, tidak ada rekapitulasi di kecamatan. Cuma yang perlu yang perlu
dicatat saya sudah sampaikan waktu RDP dulu di daerah-daerah ribut. ketika kotak suara dibawa ke
KPU itu rawan sekali dilakukan terjadi, terjadi manipulasi atau korban suara di tengah perjalanan. Nah
bagaimana mekanisme pengamanan kotak suara ini. Di daerah saya pak ketua ada satu, ada tiga
kecamatan yang tidak bisa kendaraan roda empat sampai kesitu. Bahkan ada beberapa tempat dari
satu desa ke ibu kota kecamatan harus dipikul berhari hari. Nah ini sangat rawan, ini perlu diatur
dengan jelas, agar supaya pilkada kita itu betul-betul lebih berkualitas.
Yang ketiga ini tidak masuk dalam DIMnya tadi KPU. Saya tidak tahu apakah ini domain KPU
atau Bawaslu. Ada praktek terutama dari Petahana mewajibkan seluruh pegawai yang mencoblos
memotret siapa yang dicoblos. Memotret ini nanti dilaporkan kepada pimpinan, karena diberi target
pegawai itu pak mentri diberi target gitu. Karena sekarang semua HP ini punya alat foto pak, sehingga
ketika dia mencoblos dia buktikan bahwa saya coblos ini . Nah ini bagaimana mengatur ini apakah nanti
di serahkan kepada KPU pengaturannya apakah dengan keputusan Bawaslu atau diatur dalam
undang-undang. Karena kita mau ini lebih berkualitas.
Kemudian yang lain lagi adalah Panwas ini pak Muhammad supaya tidak jadi macan ompong.
Kemarin dalam Pileg, Panwas itu betul-betul jadi macan ompong, kita laporkan segala macam
permasalahan serangan, bukan lagi serangan fajar, serangan berhari-hari pak. Amplop-amplop itu
berseliweran dan Panwas tidak bisa mengambil tindakan apa-apa. Bagaimana mekanisme agar supaya
ini tidak terulang.
Kemudian pendamping penyandang disabilitas ini memang penting. Ketika bukan cuma
disabilitas, orang tua yang sudah jompo, tetapi dia buta huruf dia mau si A yang di coblos gitu, tapi
katanya tidak boleh didampingi. Ketika ini jadi persoalan di TPS, tidak ada yang bisa memberi
penjelasan apakah KPPS, KPPSnya atau dari panwas tidak ada yang bisa memberi penjelasan.
Sehingga banyak orang tua ditempat saya tidak bisa memilih pak. Dia ndak bisa memilih karena dia
mau memilih si A tapi tidak tahu gaimana caranya memilih si A itu, saya kira ini perlu diatur pak ketua.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Jadi yang di kampung-kampung itu memang, ya betul Pak Lutfhi ini yang sudah tua begitu dan
ndak paham dia mau pilih siapa itu waktu kita dulu itu kita nyatakan pakai pendamping, sekarang
kantidak, pakai pendamping dia tanya yang mau saya pilih dia udah tau, mau dipilih itu ini iya. Coba
lanjut pak Fandi. Nah ini pak Fandi dari partai demokrat ini.
Terimakasih pimpinan. Saya mau konfirmasi saja ke Bawaslu, maksud Bawaslu itu
pemberkasan pidana pemilu selesai ditingkat Bawaslu, betul begitu yang diinginkan? Betul ya?
Oya terimakasih.
18
Yang kedua saya mau Tanya ke KPU, saya kira saya tertarik pada implikasi. Anda tadi
menjelaskan ada dua, ada satu Negara yang menyelenggarakan pemilu itu dua, satu diawal satu
ditengah gitu ya? kalau kita pemilu legislatif dan Pilres 2019, kemudian kita pilkada serentak Nasional
2020 dibandingkan dengan kalau kita pemilu legislatif dan presiden 2019, dan pemilu kepala daerah
2021 akhir, artinya ada ditengah-tengah pemerintahan yang sedang berkuasa, itu kira-kira implikasinya
seperti apa? Bedanya seperti apa? Karena saya kira ini kita paham sebagai rezim pemerintahan
daerah, dan kalau itu bisa membuat pemerintahan itu bisa berjalan efektif, Saya kira kita harus
mengambil jalan keluar terbaik terhadap efektifitas ke pengelolaan pemerintahan itu. Saya kira ini saya
menganggap KPU sudah melakukan study banding terhadap, terhadap apa, implikasi itu.
Saya kira pertanyaan ini yang ingin saya sampaikan terimakasih.
Pimpinan, Pimpinan.
KETUA RAPAT :
Ya makasih pimpinan. Saya mau tanya ke KPU jadi prinsipnya begini semua fraksi sepakat,
setuju, bahwa kita akan nanti punya pilkada serentak nasional. Cuma menuju nasional itu harus ada
masa transisi istilahnya bahasanya pak Syarif itu bergelombang, bergelombang. Nah sebetulnya kita
sudah punya hasil apa? Simulasi yang berbeda dengan Perpu dan berbeda dengan KPU. Saya
sebetulnya dulu sempat mengusulkan persis apa yang diusulkan oleh KPU.
Jadi yang pertama adalah pemilu 2016 pesertanya itu adalah SKnya yang habis di 2016 dan
habis di 2016 jadi ada konsekuensi PLT di 2015 kemudian pilkada di 2018 itu pesertanya Sknya yang
habis di 2017 di 2018 dan di 2019, Baru kemudian Pilkada serentak adalah 2021. Konsekuensinya
memang yang menjadi pertanyaan besar dan menjadi perdebatan sengit di antar fraksi adalah hasil
pilkada 2018 kalau di Perpu tetap 2020 maka jabatannya cuma 2 tahun. Karena itu ada pasal 200 yang
disitu isinya adalah prefilis dan sebagainya itu. Kalau 2021 maka jabatannya tinggal 3 tahun, 3 tahun.
Karena 3 tahun maka kemudian bisa disebut sebagai satu periode karena lebih dari setengah, 5 tahun
kan begitu, Itu yang pertama.
Nah karena itu teman-teman kemarin bersepakat dan meskipun ini belum menjadi putusan
resmi Panja tetapi kita sudah apa namanya, sudah simulasi, simulasinya itu adalah pertama Pilkada
2016 pesertanya itu SKnya habis di 15 dan SKnya di 16 semester pertama begitu maksud saya, sampai
juni lah pertengahan. Kemudian pilkada kedua 2017 pesertanya adalah yang SKnya habis di 2016
semester dua, kemudian yang Sknya habis di 2017 ya. Kemudian berikutnya ada pilkada 2018
pesertanya adalah di 2018 dan 2019 ya dan 2020 ya Juni.
Nah gelombang kedua itu kemudian Pilkada 2021 itu pesertanya adalah hasil pilkada 2015 ya
hasil pilkada 2016 jadi jabatannya pas, apa namanya, lebih satu tahun ya 5 tahun pas. Kemudian
Pilkada di 2022 itu pesertanya adalah hasil pilkada 2017 itu jabatannya 5 tahun. Nah kemudian Pilkada
2023 ya itu pesertanya antara hasil pilkada 2018 itu kurang satu tahun, ya hasil Pilkada 2018 ke 2023
itu kurang 1 tahun eh 5 tahun? 5 tahun semua ya? oke jadi ini yang diambil dan puncaknya nanti adalah
pilkada serentak nasional itu 2027, Cuma problemnya kalau kita ikuti ini maka panjang. Kita butuh
waktu 10 tahun lebih baru kemudian kita punya pilkada serentak .
Pertanyaan saya ke teman-teman KPU, kalau KPU mengambil posisi 2016, 2018, kemudian
2021, pertanyaan pertama adalah kira-kira pemilu SK yang habis di 2019 itu ikut ke 18 atau dia PLT
sampai kemudian menunggu penjabat, sampai dia menunggu 2021 itu. Karena kalau kemudian usulnya
19
Pak Arif di 2018 tidak ada PLT maka kemudian kita punya PLT luar biasa panjang dan banyak, ada
potongan. PKB sih sebetulnya usul moderatnya 2016, 2018 dan 2021. Memang kemudian memotong
kira-kira 2 tahun untuk masa jabatan hasil pilkada 2018, itu yang pertama.
Yang kedua pimpinan, tentang bakal calon. Memang tidak diatur disini syaratnya, tetapi kalau
tidak salah bakal calon itu kan partai politik boleh mengusung lebih dari satu calon ya. Karena itu
menurut saya konsekuensinya syratanya jangan persis seperti calon, boleh lah 20%. Tetapi karena
bakal calon itu asumsinya adalah menjaring, maka mungkin persyaratannya tidak boleh lebih sulit
ketimbang calon. Karena nanti di pendaftaran calon itu nanti apa namanya, di perketat. Nah tentang
kemudian tahapan bakal calon dan uji publik, saya sudah menghitung sama teman-teman kira-kira kita
butuh waktu satu bulan paling lama satu bulan plus satu minggu. Taruhlan misalkan KPU membuka
pendaftaran untuk bakal calon itu satu minggu, nah kemudian setelah itu 3 bulan, 3 minggu atau 1
bulan KPU kemudian membuka nama-nama bakal calon itu. Dibuka ke publik dan kemudian apapun
pengaduan dari masyarakat tetap masuk ke KPU dari KPU kemudian disampaikan kepada partai politik,
terserah partai politik apakah menghitung, mempertimbangkan atau membuat pengaduan dari
masyarakat itu menjadi sesuatu yang penting, atau tidak penting terserah partainya. Yang pasti bahwa
calon atau bakal calon yang dimunculkan oleh partai politik lewat fasilitasi KPU itu sudah diketahui oleh
publik.
Jadi meskipun kemudian uji public itu tidak sampai menggagalkan atau membatalkan seorang
bakal calon tetapi saya kira partai politik sudah sangat hati-hati karena bakal calonnya sudah di publish
ke masyarakat dan masyarakat berhak untuk itu. Jadi kira-kira itu aja pimpinan yang jadi pertanyaan.
Masalah teknis-teknis saya kira mungkin kita bisa usul begini masalah teknis yang disampaikan oleh
KPU kemudian oleh Bawaslu kita minta aja pasal redaksinya seperti apa. Karena kan apa namanya
mereka yang lebih tahu, teman-teman KPU dan Bawaslu yang lebih tahu. Tetapi masalah prinsipan
seperti 6 sampai 7 glondongan itu, itu saya kira bisa kita ambil kebijakan di internal Panja. Terimakasih
pimpinan.
KETUA RAPAT:
Terimakasih pimpinan. tidak lama sebentar aja ini soal teknis. Saya kira masukan dari KPU dan
Bawaslu ini luar biasa untuk memperkaya pemahaman kita dalam penyempurnaan undang-undang ini
sehingga tergambar sesungguhnya ada hal-hal detail, hal-hal teknis, yang mungkin sebelumnya tidak
pernah kita gali kemudian muncul dan ini tentu harus menjadi pertimbangan kita, sementara waktu yang
kita miliki relative sangat terbatas kita cuma punya waktu paling maksimal barang kali hari minggu tentu
beberapa isu ini apakah akan kita garap seluruhnya atau tidak sampai ke hal-hal itu ya.
Satu contoh misalnya soal memperpendek tahapan Pilkada tadi KPU sudah agak merinci titik
krusial mana yang memerlukan waktu yang agak panjang. Satu contoh misalnya uji publik, uji publik
dibutuhkan waktu kurang lebih hampir 3 bulan pak ya? 6 bulan ya? itu uji publik 6 bulan, padahal
kontruksi uji publik yang ada di Perpu atau undang-undang no 1 ini kontruksinya, adalah kontruksi yang
di sana sini agak kurang konsisten.
Satu contoh misalnya diketentuan umum dinyatakan bahwa uji publik adalah untuk mengukur
kompetensi calon misalnya begitu. Tapi di pasal yang mengatur uji publik itu hasil akhir dari uji publik
adalah sertifikat. Jadi calon atau bakal calon setelah uji publik dapetnya sertifikat. Jadi kan tidak
nyambung antara maksud dari ketentuan umum dengan hasil akhir atau output ya? sertifikat itu kan
sama sekali tidak menunjukan kompetensi yang dimaksud di ketentuan umum, ini kan satu contoh
kalau kita mau mengkaji agak, agak apa, agak detail kalau misalnya ketentuan umumnya kompetensi,
kompetensi ini basis untuk menilai kompetensinya apa. Tentu basis mengenai kompetensinya
persyaratan, tapi ketika kita cek persyaratan, persyaratan lebih banyak pada aspek administrative,
20
aspek formalitas, tidak muncul aspek kompetensinya. Ini kan kalau di runut-runut jadi banyak hal yang
bisa kita, apa, kita gali. Tapi saya kira itu saya ngga tau apakah nanti kita akan sampai ke diskusi
sejauh itu karena waktu kita terbatas.
Karena itu usul tentu kita ingin mempertimbangkan bagaimana pada waktu yang terbatas ini
bisa kita selesaikan tanpa mengurangi substansi pokok dari revisi ini. Hal-hal terkait uji publik itu kalau
kita anggap substansinya penting ya harus kita bereskan alur-alur berfikirnya.
Kemudian yang kedua kaitan-kaitan dengan pasal-pasal yang, yang lainnya. Apakah Panja ini
dalam waktu dua malam tersisa bisa menyelesaikan ini, saya tidak tahu nanti kita atur apa,
mekanismenya.
Saya kira itu saja pimpinan terimakasih.
KETUA RAPAT :
Waalaikum salam.
Saya kira kita cukupkan soal ini ya? saya kira kalau soal uji publik itu di intern komisi dua pun
sudah hampir rampung, itu kan tadi Bawaslu sudah hampir rampung kita sudah menyesuaikan
peristilahannya menjadi sosialisasi calon, sosialisasi bakal calon dan sampai pada calon gitu.
Diserahkan kepada partai politik. Nanti kalau soal ini lagi nanti terungkit masalahnya tinggal soal waktu.
Tetapi saya kira tidak salah kalau ada penjelasan lebih lanjut dari Ketua KPU dan juga Bawaslu bila
perlu nanti sebagaimana yang diusulkan oleh Panja, bahwa bila perlu langsung besok kita sudah dapat
diberikan pasal mana dirubah jadi apa? redaksinya. Iya untuk masukan nanti bagi kita sebab ada
beberapa hal yang sangat penting, dari sisi itu termasuk ya sebelum nanti ketua KPU dan Bawaslu
tahapanya ini, tahapannya ini. Inikan kita sudah, sudah DIM dari pemerintah sudah masuk, tambah lagi
kena izin Pak Mentri juga ada sepertinya DIM dari KPU dan Bawaslu ya untuk kita melengkapinya,
Untuk kita juga memperbaikinya.
Jadi ya memang kalau bisa diterima paling telat besok sore begitu. Kita harapkan besok sore
sampai pada soal tahapan, tahapan untuk penyelenggaraannya, penyelenggaraannya. Sebab tadi
pernyataannya dari KPU sangat memerlukan gitu, sebelum ini dijawab ini. Memerlukan kalau tahapan
tadi 17 bulan, ini sampai berapa lama, sebab tadi dikehendaki kalau 2015 nanti jatuhnya ke 2020. 2020
itu memaksa orang berlari, Tadi kan dinyatakan begitu. Harusnya jangan adalah 2020 begitu.
Yang berikutnya adalah PKPU yang akan dilakukan juga nanti dapat kita pilah apa bisa di
PKPU apa langsung di undang-undang, tadi Bawaslu juga mengharapkan seperti itu, KPU juga
mengharapkan seperti itu, ya harus disosialisasikan disamping undang-undangnya ini perlu tadi KPU
menyatakan dua bulan setidaknya kita sosialisasikan, undang-undang yang kita rubah ini dan juga
PKPU yang diperlukan, bukan saja kepada partai politik, tapi harus juga sampai kepada masyarakat
pemilih ini biar terang. Itu saja misalnya sudah 2 bulan.
Berikutnya adalah jadi kalau begitu perhitungannya sampai kita bisa, apa, sampai ke
pencoblosan kalau dimulai bulan Juni misalnya, tahapan memang harus mulai tahun 2015, tahapan
harus mulai 2015 tidak mungkin tahapan 2016 kapan kejadiannya? Jadi kalau tahapan mulai 2016
dengan persiapan yang ada, saya kira ya, ya perhitungan kita memang harus kita lebih siap
menyelenggarakannya, ya tadi harapan kita soal-soal yang diusulkan tadi juga Bawaslu juga harus lebih
siap Panwas sampai kebawah, dan juga KPU juga sedemikian rupa. Kan ini harus ada pembenahan
juga ini termasuk bagaimana tadi yang disarankan membenahi KPU dan Bawaslu secara internal
disamping menghadapi soal ini. Ah itu itu, itu pertimbangan kita jadi memang diskusi ini kita mau
mencari jalan keluarnya begitu agar kita ada waktu untuk tahapan-tahapan itu.
Jadi ya kalau dari Komisi II alternatif yang kita keluarkan ialah seperti yang kita ditampilkan tadi
tu yang disampaikan oleh saudara Malik Haramain. Yang walaupun itu harus terang itu juga sampai kita
kaji. Karena ada, ada daerah otonomi baru kita cek undang-undangnya, daerah otonomi baru itu
21
dinyatakan, dia melaksanankan pilkada di undang-undang otonomi baru paling cepat 2 tahun. Ini ada
yang laporan ke Komisi II DPR. Ada KPU yang mengancam-ngancam kamu harus 2015, tidak paham
dia undang-undang begitu, ntidak paham undang-undang ini, ini, ni jadi dipaksa untuk melakukan itu
padahal di undang-undang otonomi baru pilkada paling cepat 2 tahun.
Jadi kalau paling cepat itu ya tidak boleh kurang dari 2 tahun. Harus paling cepat dia 2 tahun,
ya setidaknya 2 tahun lah sudah otonomi baru itu melakukan. Jadi kalau November 2016 terbentuk
otonomi baru dan ada PLT, paling cepat ada tertulis, ya, aturannya begitu jadi tidak boleh 2 tahun, ya,
jadi kan ada yang memaksa harus 2015 itu harus ikut di 2015. Ya bukan KPU pusat bukan, bukan juga
dari pemerintah tidak. Tapi yang kami katakan tadi setelah orde ya, kamu harus lakukan begitu. Wah ini
laporan ke Komisi II, ndak paham undang-undang ini kalau paling cepat 2 tahun. Jadi kalau dia
terbentuk misalnya tahun 2014 November artinya tahun 2016 November batasnya disitu keatas baru dia
ikut Pilkada, kalau dia mau, tapi undang-undang ini kalau kita atur misalnya dia bisa masuk di 2017
februari. Jadi sudah memang kita simulasi, seperti itu ini salah satu contoh jangan undang-undang yang
kita buat ini juga nanti menabrak undang-undang yang sudah dikeluarkan oleh, apa, dibentuk oleh DPR
bersama pemerintah.
Saya kira itu kami persilahkan KPU atau Bawaslu duluan atau KPU lah duluan dulu. Ya jangan
berebut.
22
Bapak Pimpinan yang kami hormati bapak ibu anggota yang kami hormati.
Kami sebenarnya agak riskan secara internal mengajukan tahun 2017 untuk Pilkada
berikutnya. Walaupun menurut kami idealnya tahun 2017, kenapa riskan? karena akhir masa jabatan
periode anggota KPU sekarang adalah April 2017.
KETUA RAPAT:
Nah akhir 2017. Sementara undang-undang 15 tahun 2011 mengatur apabila penyelenggaraan
Pemilu atau Pilkada sedang berlangsung maka anggota KPUnya diperpanjang, nah diperpanjang. Nah
kalau kami yang mengusulkan seakan-akan kami menginginkan perpanjangan masa jabatan ini kira-
kira gitu. Maka kami tidak mengajukan itu di 2017. Tapi idealnya dalam diskusi-diskusi yang kami
lakukan di internal KPU, 2016, 2017 sehingga nanti 2021 itu baik yang 2016 maupun 2017, 2016 full
periodenya, 2017 sudah mendekati full, mungkin hanya pengurangan pada bulan, jumlah bulan saja.
Jadi tidak perlu lagi ada PLT. Sementara yang 2019, pertanyaan pak Malik tadi, kami membahas tidak
ditarik ke 2017 tapi dilepas untuk PLT sampai 2021 dan jumlahnya sedikit, jumlahnya sedikit. Kalau
untuk provinsi hanya ada Jawa Timur dan Lampung, nah itu yang 2019 ya, 2019 jatuhnya.
Ada 45 kabupaten yang akan ini, akhir masa jabatannya juga jatuh, nah totalnya 47. Nah ini
yang bisa kita sederhanakan 5 tahun berikutnya 2021 lebih cepat dari pada yang di exercise yang
sudah di bahas di Komisi II.
Bentar-bentar pimpinan itu 2019 dan 2020 itu jumlahnya sekitar 47.
Itu menyangkut tentang desain penyederhanaan yang kita sudah exercise atau disimulasi pak
Arif, kita buat begitu dalam hasil diskusinya. Kalau, kalau apa namanya, dokumen kalau mau dibuat
matriksnya juga kita siap untuk membuat matriksnya itu sampai tadi sebelum kesini kami juga
mengoret-oret itu, apa namanya, kami coba prediksi apa yang menjadi pikiran pemerintah dalam soal
permintaan tahun 2015 kami coba oret-oret sampai tadi, jadi kami memang selalu keluar dengan
simulasi-simulasi kalau tidak memang agak sulit sekali karena ini soal yang sangat teknis.
Kemudian menyangkut tentang transisi.
Sedikit saja di sela-sela, jadi 2015 ini kan 204 kabupaten kota dan provinsi. Nah itu kan masing-
masing AMJ nya kan beda bulan, beda tanggal, itu kan mesti ditarik-tarik itu. Nanti kalau PLT misalnya
3 bulan 7 hari, yang ini 4 bulan 5 hari kan begitu. Itu maksud saya jadi harus detail, tidak kita
bayangkan 2015 itu satu, begitu lho.
Nah pertanyaan yang terpenting sebenarnya adalah:
Satu bahwa sejak ada putusan MK tahun 2009 nomornya saya lupa tapi ada catatannya ini,
nomor 17 tahun 2008 Nomor 17/PU/2008, itu kan hak konstitusional dimana masa jabatan kepala
daerah yang sudah sedang menjabat tidak boleh dikurangi. Jadi dari kemarin itu 2018 itu maksudnya
apa saya ngga ngerti? kalau sekedar hanya untuk melaksanakan pemungutan suara boleh, tapi tetap
23
yang sudah terpilih kemarin pada tahun 2013 itu adalah dia AMJ nya 2014 umur kekuasaannya sampai
2019 tidak boleh dikurangi. Itu putusan MK begitu lho. Yang boleh kita coba untuk kurang-kurangi tidak
sama dengan yang sedang menjabat adalah yang akan datang orangnya belum ada gitu lho. Nah ini
maksud saya, saya mengingatkan itu. Padahal dalam konteks keserentakan menuju nasional,
keserentakan menuju nasional itu adalah dengan catatan tidak ada masa jabatan bagi kepala daerah
yang sedang menjabat yang boleh kita kurangi.
Kedua, soal PLT itu, soal PLT itu mesti diatur lebih rinci, jadi kalau 2015 nanti 2016 PLTnya
setahun-setahun dari mana? lha yang 2015 akhir masa jabatannya bulan Februari, yang bulan Februari.
Nah itu kan panjang urusannya. Itulah, itulah yang mesti kita atur detail jadi kalau membunyikan
serentak seolah-olah gampang tapi secara teknis tidak mudah.
Jadi sekali lagi harus diberikan simulasi yang sampai detail pertanggal bulan itu. sehingga kita
masing-masing tahu, oh ini kalau kita tarik PLTnya akan setahun lebih 7 hari setahun 1 bulan 10 hari
dan seterusnya dan seterusnya. Nah supaya pemerintahan nanti juga mudah. Lho kalau PLTnya lebih
dari 1 tahun apakah tidak terganggu pemerintahnya? Kalau PLTnya hanya 3 bulan apakah perlu
dibuatkan aturan khusus oleh pemerintah gitu maksud saya.
Jadi dengan demikian kita lebih cermat dan hati-hati sampai pada satu waktu misalnya kenapa
tadi saya membandingkan seluruh tahapan dan Pak Ketua masih sangat ingat sekali tentang total
waktu yang tersedia dalam tahapan pemilu legislatif kalau kita hitung tadi menjadi 28 bulan, nah pilpres
mau berapa bulan? kemudian Pilkada yang sedang kita rubah ini mau kita sederhanakan berapa
bulan? nah kalau itu berhimpitan kira-kira bagaimana mengaturnya?
Misalnya begini, KPU di kabupaten A pada saat bersamaan dia verifikasi daftar pemilih untuk
Pilpres, pada saat bersamaan juga dia lakukan verifikasi partai politik untuk peserta pemilu, pada saat
bersamaan lagi dia sedang dalam proses penetapan calon kepala daerah, kira-kira sanggup tidak?
begitu lho. Kenapa? Yo tidak, yo disimulasikan, lho kalau sanggup tidak apa-apa, tapi nanti kalau ada
masalah jangan ngomel gitu lho maksud saya. Ini kan mintanya enak terus jadi tidak, tidak, apa,
membayangkan juga beban penyelenggara dengan kapasitasnya yang juga harus kita hitung dengan
keterbatasan-keterbatasan.
Jadi maksud saya jadi, jadi kita ini juga konsekuen DPR terutama partai-partai lho kalau
kemudian terjadi masalah, memang yang buat undang-undang memang sudah memperkirakan bahwa
akan ada masalah ini dan itu harus kita terima dengan tulus ikhlas, suci, dan murni kira-kira begitu.
Itulah sebabnya, itulah sebabnya sekali lagi, saya mendorong untuk dilakukan simulasi yang detail ya,
yang detail, yang komprehensif, yang lengkap, agar nanti ketika kita sudah memutuskan setiap
keserentakan itu, itu maka kemudian kalau dimintakan penjelasan, dan kemudian diuji dalam praktek itu
bisa meminimalisir kemungkinan masalah yang akan muncul. Nah kenapa juga tidak ada gagasan coba
kalau satu tahun yang sama, pada tahun yang sama semua kegiatan ini bisa diselesaikan pemungutan
suaranya. Baik milih kepala daerah, milih Presiden milih anggota DPRD. Apalagi kalau misalnya
tahapannya bisa diselenggarakan, maka yang tadi saya sampaikan pemerintah dan masyarakat, partai
politik semua pihak, semua pihak, akan tidak ngurus lagi politik-politik kurang lebih 3 tahun, tapi kalau
masih bergelombang ya, meskipun nanti ada keserentakan nasional tapi masih dibagi pada dua, dua
tahun yang berbeda yang istilah pak Husni di pertengahannya tadi, kalau di tarik-tarik dengan tahapan
tetap kegiatannya akan sangat banyak. Bersih hanya satu tahun setengah masyarakat pemerintah KPU
Bawaslu.
24
F-PDIP (ARIF WIBOWO):
ya ya sebentar sebentar, kalau ketua yang di depan kan ngomong banyak boleh, saya sedang
menanggapi sedikit, ya, ya, ndak supaya tidak hilang gagasan saya pak, ya gitu. Itu saja Ketua
terimakasih.
Makasih pak Dadang. Jadi yang pertama kami sampaikan bahwa kami komisi II bersama
pemerintah bersepakat mengundang KPU dan Bawaslu, ini yang kedua kali ya, yang kedua kali,
bahkan yang ketiga kali, untuk memberi kesempatan karena KPU termasuk adalah penyelenggara yang
kami yakini memiliki pengalaman dan lain-lain untuk dapat memberikan masukan.
Jadi hari ini kita sudah mendengarkan masukan bahkan tadi ketua menyampaikan juga
meminta besok sore, selambatnya juga masukan itu dalam bentuk redaksi yang detail.
Yang kedua juga kita minta seperti yang diminta Mas Arif ya, yang diminta Mas Arif, juga KPU
dan Bawaslu kalau dimungkinkan membuat simulasi tahapan kalau tadi katanya 17 bulan, kami ini di
komisi II bersepakat mempersingkat sesingkat-singkat mungkin tapi tidak mengurangi dari substansi
keabsahan dan lain-lain dari pada kualitas Pilkada itu sendiri, apakah dimungkinkan umpamanya 6
bulan atau paling minimal 8 bulan kami menunggu tahapan dari Bawaslu dan KPU secara detail.
Kemudian yang ke tiga yang dimaksud dengan Mas Arif tadi adalah, mohon perhatian sebentar,
yang dimaksud dengan Mas Arif tadi adalah juga tolong dibantu dibuatkan simulasi secara detail.
Sebetulnya Mas Arif kami di rapat di Milenium ya, Mas Malik juga sudah sampai malam membuat
simulasi seperti yang diminta Mas Arif, namun nanti akan kita detailkan kembali. Sampai bulan bahkan
sampai hari juga kita sudah minta Sekretariat. Tapi sampai tahun dan bulan itu sudah selesai.
Jadi yang terbaik mungkin kami laporkan pada Pak Mentri.
Mana hasil simulasinya. Lah yang detail sampai tahapan pak? Jadi tidak begitu tahapan.
Nanti, nanti saja, belum nanti jelasin, nanti, nanti Pak Arif nanti jelasin dulu. Iya ya nanti
dijelasin. Iya ada Pak Malik ada.
Jadi yang dimaksud dengan kita baru Pak Arif baru selesai pada simulasi adalah kita
menyepakati bahwa perlu ada Pilkada serentak. Itu ada kesepakatan gitu ya, kita sampaikan ulang ya.
25
Kemudian kita menyepakati perlu berapa gelombang untuk mencapai Pilkada serentak. Di
Perpu, Pak Menteri ada dua gelombang 2015 dan 2018 menuju pilkada serentak 2020. Berdasarkan
Perpu yang diundangkan tersebut kami berdiskusi panjang lebar memiliki banyak kelemahan,
kelemahan yang pertama yang disampaikan oleh Mas Arif atau kita semua bahwa masa jabatan kepala
daerah tidak bisa dipersingkat satu hari sekalipun, itu artinya bahwa masa jabatan tidak bisa
diperpendek, itu kita sepakati.
Kemudian yang kedua kami juga mendapat masukan dari daerah bahwa daerah keberatan
kalau PLT nya terlalu lama dan terlalu banyak, jadi itu keberatan dari daerah. Alasannya sederhana
karena kalau PLT terlalu lama bahwa kepala daerah atau PJ istilahnya pejabat tidak dapat membuat
kebijakan yang srategis, kemudian dikhawatirkan lain-lain lah banyak diantaranya bukan orang daerah,
pak mentri, tidak memiliki rasa memiliki dan sebagainya. Itu alasan alasan dari daerah yang kami
terima, sehingga intinya adalah bahwa daerah ingin PLT jangan terlalu lama. Bahkan Pak Mentri kami
laporkan kepala daerah, sedikit lagi, sediki pak satu lagi ni biar ditutup.
Begini, sebaiknya kita sepakat. Pada waktu itu kita udah sepakat, pada saat ini KPU dan
Bawaslu ini hanya menyampaikan, nah tadi kan kita sudah sepakat setelah itu beliau, setelah
menyampaikan selesai kita lanjutkan lagi, kalau memang kita mau sepakati sekarang kita akan bahas
tahapan-tahapan memilih, maka kita buka itu supaya nanti kita bisa menyelesaikan. Kalau kita harus
menjelaskan lagi semuanya ini bisa tidak selesai ini, kita dikejar waktu ini, jadi saya minta tadi pimpinan
itu kalau memang sudah selesai, KPU silahkan dan Bawaslu meninggalkan tempat kita selesaikan.
Yang sudah kita sepakati.
Begini Pak Syarif, jadi gini maksudnya sebelum nanti KPU meninggalkan tempat paling tidak
malam ini KPU Bawaslu sedikit mendengarkan apa yang menjadi perbincangan kami di komisi III, di
komisi II mohon maaf sebagai rujukan gitu, ini sekilas aja. Ya Saya teruskan sedikit saja. Jadi atas
dasar itu maka kami mengurangi PLT sedapat mungkin sehingga dari 2 gelombang menjadi 3
gelombang.
Setelah disimulasikan kemungkinan yang dimungkinkan untuk ketemu dalam rangka
mengurangi simulasi dan masa jabatan yang berkurang tadi adalah di 2027, pada 2027 itu ada 1 tahun
yang ketemu 2026, 2027, 2028 ketemu 2027. Atau kalau ingin ketemu di 6 bulan itu di 2032 kira-kira
begitu. Saya kira itu gambaran sebentar kami persilahkan untuk melanjutkan sedikit KPU dan Bawaslu
untuk selebihnya nanti kita akan lanjutkan diskusi kita.
26
Tapi kalau kita tidak menghitung kapan target pelantikan itu bisa beresiko kita lantik bulan 12
dan itu beresiko terhadap penetapan APBD. Karena penyusunan APBD harus disesuaikan dengan visi
misi kepala daerah. Efektifnya visi misi kepala daerah dia masuk pada penyusunan-penyusunan KUAA,
ya, semuanya. Karena kalau dia bergeser di bulan 11 dia tidak mampu untuk menyusun APBD.
Sehingga nanti antara visi dengan nanti realita penganggaran di APBD itu tidak ketemu. Ya. jadi
mungkin kita perlu menghitung target pelantikan sehingga urutannya bisa kita tentukan. Ya saya kira itu
terimakasih pak.
Baik. Kami membaca undang-undang mengenai Buton Selatan, dan yang 2 yang lain
diresmikan tanggal 23 Juli 2014. Pelantikannya, undang-undangnya pak. Yang kami baca undang-
undangnya. Kalau tadi ya, untuk pejabatnya, kalau untuk kabupatennya dari 23 Juli 2014 itu sudah ada.
Undang-undangnya pak, iya, iya undang-undangnya. Iya baru kemudian ceritannya tentang bupati dan
atau wakil bupati, itu dua tahun. Sejak diresmikannya kabupaten Buton Selatan. Jadi kabupatennya 23
Juli pak, dan disini itu yang menjadi rujukan di pasal 10 itu, saya kira nanti bisa dibaca lagi pak kalau
yang itu.
Baik kami teruskan, sebenarnya apa yang disampaikan oleh Pak Arif tadi saya kira bagi KPU
untuk akhir masa jabatan itu kewajibannya sunahlah hukumnya, paling wajib pak mentri. Sebagaimana
saya jelaskan dari sisi awal undang-undang nomor 1 tahun 2015 itu mengatur kewenangan
penyelenggaraan pilkadanya itu minus terhadap pelantikan. Karena pelantikan tidak termasuk tahapan
pilkada. Nah, ini yang 17 bulan itu tidak termasuk pelantikan kira-kira begitu. Nah jadi nanti
implementasi undang-undang nomor 2 tahun 2015 lah yang akan mengatur setelah ditetapkan oleh
KPU dan sengketanya sudah selesai, berapa lama pemerintah melantik kepala daerah- kepala daerah
itu.
Namun kami tentu apa namanya, menyambut baik keinginan kalau KPU membuat hitungan dari
pemungutan suara itu berapa lama satu daerah, kepala daerahnya berakhir masa jabatannya itu Insya
Allah bisa dikerjakan dengan cepat.
Kemudian point kedua pertanyaan Pak Arif saya kira masa transisi penyelenggara pemilu itu
juga penting untuk diperhatikan dimana kami berakhir tanggal 12 april 2017, ya. kalau ingin di 2017
maka kemudian sangat perlu diperhitungkan dampaknya kalau pemungutan suaranya 2017 sementara
akhir masa jabatan kepala daerahnya itu 2018 berarti dia kan dipercepat, nah ini konsekuensinya
seperti apa. Kalau mau digabung 2018 juga tentu pelantikannya pada bulan Desember 2018. Nah kalau
digabung 2015 kalau mau tidak mempercepat tentu pelantikannya juga tanggal 31 desember 2015, gitu
kira-kira. 2016 juga kalau tidak mau mempercepat, maka pelantikan hasil pilkada serentak itu dilantik
akhir Desember juga. Kalau prinsipnya tidak mau mempercepat satu hari pun. Dari 5 tahun yang
diperintahkan oleh undang-undang itu.
Nah kami lagi-lagi hanya berpatokan kepada perintah bahwa pemungutan suara itu
diselenggarakan pada hari dan bulan yang sama. Jadi patokan kami bekerja itu sangat teknis sekali,
tidak memperhitungkan akhir masa jabatan. Sehingga diawal tadi juga kami sampaikan untuk pasal 4
itu secara teknis tidak dibutuhkan lagi diatur pasal 4 itu. Karena tidak ada relefansinya untuk
penyelenggaraan tahapan.
Kemudian bagaimana implikasi pilkada yang dilakukan ditengah pemerintahan berjalan,ini pak
Fandi pertanyaannya. Seperti di Amerika misalnya Obama dipilih November 2012, kemudian baru saja
selesai pemilihan sebahagian yang lain dari anggota senatnya dan kepala-kepala daerahnya juga dan
kebetulan mayoritas yang memang bukan partainya Obama, pemerintahan tetap jalan dan
27
pemerintahan yang berkuasa menyampaikan ucapan selamat kepada partai pemenang itu hal yang
biasa saja. Nah kita kan sudah melampaui juga satu masa transisi yang kemarin itu, dimana ada
konsolidasi politik, di internal elit kita, yang ini merupakan satu wujud dewasanya para politisi kita. Jadi
ini hal yang tidak mengkhawatirkan dari segi dampak adanya pembagian dua jadwal pemilu tadi.
Kalau misalnya keinginan Pak Arif Wibowo tadi mau digabungkan pada suatu saat ini juga akan
lebih mudah untuk digabungkan. Seperti pemilu di Philipina misalnya, semua pemilihan dilakukan pada
hari yang sama, sehingga surat suaranya dan sebagainya itu banyak. Masyarakat diminta untuk
mencermati satu-satu untuk pilihan-pilihannya. Nah kita mungkin akan melakukan itu 15 tahun atau 20
tahun kedepan bisa saja. Tapi upaya penyederhanaan ini tentu tidak bisa diatur kalau tidak
mengandung resiko tersendiri, termasuk mempercepat atau memperlambat akhir masa jabatan. Paling
savety sebenarnya bagaimana supaya ada alternative berfikir yang lain ini, mohon maaf saya ikut
nimbrung berdiskusi bisa saja PLT itu kewenangannya diperbanyak untuk masa transisi. Atau bisa saja
yang menjabat diberi jabatan, masa jabatan plus. Dia berkuasa lebih lama dari 5 tahun misalnya.
Walaupun kemudian itu akan menyangkut tentang pengaturan undang-undang. Itu lepas dari konteks
yang menjadi kewenangan kami.
Kemudian pak Lutfhi tadi, ya hal-hal yang teknis saya kira bisa usulnya nanti kami akomodir
dan menyangkut rekap berjenjang itu tadi menjadi bagian usulan kami sekiranya diberi kewenangan
KPU yang mengatur maka kami akan atur. Kalau prinsipnya lebih sederhana maka penjenjangan
rekapitulasi kita akan sederhanakan.
Kemudian yang terakhir tadi pak Malik pertanyaannya 2019 kalau kami lebih cenderung untuk
di apa, di PLT kan digabung 2021, gitu ya, nah kalau 2018, 2018 ini memang nanti ada kegiatan
tahapan legislatif. Kalau untuk pilpres, pilpres itu kemarin memakan waktu 10 bulan Pak Arif, tidak
sampai 10 bulan, kita mulai Maret, Berarti 8 bulan sampai pelantikan. 2 putaran, konsepnya 2 putaran
itu. Karena kita harus melantik Presiden itu 20 Oktober tidak boleh lebih, nah jadi 8 bulan. tidak harus
tahapan yang untuk pileg dan pilpres 2019 itu awalnya sama, tidak harus, tapi pemungutan suaranya
sama. Jadi bisa dimulai dulu legislatif dengan sekian tahapan baru nanti masuk tahapan presiden, bisa
begitu. Nah Cuma untuk melakukan pilkada dalam tahapan pemilu legislatif ini, ini memang kita harus
kalkulasi yang lebih reject.
Mohon maaf. Perpanjang dulu waktunya sampai jam 12 sepakati? Sementara jam 12 dulu Pak
Arif nanti bisa sampai pagi. Karena Pak Menteri siap sampai pagi kemarin. Sampai jam 12 dulu
sementara, sepakat?
(RAPAT : SETUJU)
Silahkan.
Kita punya pengalaman untuk Lampung. Di provinsi Lampung pemilu tahun 2014 legislatif
digabung dengan pilkada gubernurnya. Tapi masih menyisakan residu sampai hari ini. Dimana
pengelolaan disana di Lampung itu memang banyak kebijakannya, banyak kebijakannya. Memang
anggaran pilkadanya menjadi murah tapi korbannya juga banyak ya. KPPS saja itu ada beberapa orang
yang meninggal setelah rekap penghitungan suara di TPS tanggal 9 april 2014, belum lagi yang lain-
lain. Jadi kita harus hitung lagi kalau nanti mau diserentakan antara pemilu legislative pilpres dan
pilkada ini dengan segala efeknya. Ya jadi tidak hanya hal yang menjadi tujuan tapi efek juga perlu di
perhitungkan.
Yang terakhir Pak Yanuar mengenai uji publik kami membahas tentang uji publik ini dan hal-hal
yang lain secara lebih rinci khusus untuk uji publik ini memang kami membangun sendiri sebahagian
28
logikanya. Karena memang kami menemukan apa yang didiskusikan tadi antara diawal, logika awal
sama, sampai akhir ada yang tidak nyambung, tapi kerja kami kan tidak mengkritisi hal yang begitu,
cuma apa namanya, kami harus menautkan antara satu logika dengan logika berikutnya dan kami
harus bisa keluar dengan tahapan-tahapan pekerjaannya. Nah inilah yang dihasilkan dalam peraturan
yang pernah kami konsultasikan tahapan program dan jadwal penyelenggaraan pemilu yang detail.
Kami sangat berterimakasih dan kami akan upayakan apa yang diminta oleh pimpinan komisi II
untuk membuat ide-ide tadi menjadi bahasa pasal per pasal yang dibutuhkan di 23 point tadi dan
artinya teman-teman ini hadir ini 6 diantara 7, satu yang tidak hadir bahwa pimpinan, bu Ida tadi mohon
izin karena sakit dalam dua ini tadi sudah di coba masuk kantor ternyata drop lagi kemudian pulang
istirahat.
Bentar, bentar Pak Husni Kamil, kalau pilkadanya 2018 itu kan berarti pesertanya 18, 19, dan
20, 2020. Bagusnya nanti menginjak pilkada 2021 pesertanya itu gubernur kepala daerah, tetapi kalau
pilkadanya 2017 kemudian korbannya adalah yang SKnya habis 19, yang SKnya habis 20, itu nanti PLT
semua jadi peserta pilkada 2021 pesertanya PLT pimpinan. Makannya kenapa kami berfikir untuk 2018
meskipun periodenya 3 tahun tapi pesertanya nanti 2021 itu Gubernur, Bupati dan Walikota bukan PLT.
Kan sepakatnya kita ingin mencoba mengurangi jumlah PLT meskipun 2018 itu jabatannya tinggal 3
tahun. Coba dipertimbangkan untuk tidak di 17 tapi di 18.
Kalau, kalau mau berani, ini mau berani ni. Kenapa saya bilang mau berani? Karena kasus
Lampung adalah accident bukan sesuatu yang di design. Nah kalau mau berani dilakukan serentak
tahun 2019 yang 18, 18 dan 19 ya 2019, kalau mau berani bersamaan dengan pilpres dan pileg. Jadi
ada 5 provinsi dan 47 kabupaten dilakukan di 2019. Nah itu apa, belum ada yang mengusulkan begitu.
Kan saya kira ini ya, kita belum apa, atau tidak terlalu sering mendiskusikan menyangkut tentang
konsistensi pilkada itu menepati perintah undang-undang satu kali 5 tahun. Itu tidak terlalu banyak
diperhatikan. Kalau kita lihat di beberapa, saya tidak bisa pastikan jumlahnya berapa tapi cukup
banyak, itu pilkada dilakukan lebih dari satu kali lima tahun. Nah Jawa Timur itu termasuk yang
memenuhi satu kali lima tahun. Sebenarnya kan pilkada putaran pertamanya tahun 2008, karena
disana 3 putaran dan penyelenggara pemilunya Mas Arif ini sampai 3 putaran di Jawa Timur maka
pelantikannya akhirnya 2009.
Sebenarnya putaran pertamanya bulan berapa mas? 2008. Juli, Juli jadi kalau kita ingin
memenuhi ketentuan undang-undang dasar itu satu kali lima tahun, maka lima tahun berikutnya adalah
Juli 2013 bukan Februari 2014, jadi 2013. Nah ini sudah tidak memenuhi ketentuan undang-undang
kalau kita bicara satu kali lima tahun. Nah ini yang tentu ada harus kita, apa lagi, lebih teliti lagi. Kenapa
47 kabupaten itu dan 5 provinsi akhirnya jabatan kepala daerahnya jatuh tahun 2014. Padahal undang-
undang nomor 10 tahun 2008 tentang perbaikan mengenai undang-undang pemerintah daerah itu,
maaf, sorry undang-undang pemilu yang digunakan 10 tahun 2008 ya. Nah itu mengatur 2009 tidak
boleh ada pilkada kalau tidak ada pilkada tahun 2009 harusnya tidak ada yang akhir masa jabatannya
di 2014, tapi nyatanya ada berarti ini adalah pilkada yang bermasalah tahun 2008. Nah ini yang, yang
apa, nah kita harus perhatikan dalam konteks menjaga keserentakan akhir masa jabatan dalam periode
5 tahun kedepan. Kalau tidak dijaga maka ini akan berhamburan lagi gitu kira-kira, berhamburan lagi
maka perlu ada masa jeda antara ditetapkannya satu hasil pilkada dengan pelantikan, jadi jangan
terlalu mepet karena kalau ada nanti yang bermasalah ini akan terundur sendirian gitu. Nah maka harus
ada masa jeda menurut kami begitu. Tidak terlalu dimepetkan. itu pimpinan.
Terimakasih.
29
KETUA RAPAT :
Jadi jadi sebelum Bawaslu ya, tadi pengantar kami soal serentak nasional ini pun tidak harus
lima tahun kedepan, kita pertanyakan kemarin itu ini dasar hukumnya dari mana, undang-undang dasar
itu tidak menyatakan ada serentak nasional pilkada, gitu lho. Apakah diambil dari keputusan, dampak
keputusan MK yang menyangkut pileg dan pilpres harus serentak untuk demi efisiensi. Jadi kami di
Komisi II tidak terpatri bahwa serentak nasional ini harus dilaksanakan 5 tahun mendatang. Ini kita clear
kan dulu ini. Jadi di Panja persiapan untuk usul inisiatif ini Komisi II tidak terpatok bahwa 5 tahun
mendatang harus serentak nasional. Kita harus mau mencari kalau tahun 2027 pun, nah ini nanti lebih
luas kita, di undang-undang dasar dinyatakan, nah ini kan biar clear kita semua. Jadi jangan kita
terburu-buru 5 tahun mendatang harus serentak nasional. Ini DPR yang tidak setuju. Nah ini kita dalam
diskusi kita ini.
Oleh karenanya Panja waktu itu sebelum ini menjadi usul inisiatif, kita mempertimbangkan
model ini. Dengan catatan tadi adalah kita menginginkan tidak terlalu lama PLT, ini oke ini dengan
pemerintah. Jangan sampe seperti Perpu sekarang PLT itu bisa panjang. Kalau Perpu sekarang ini
adalah 2 tahun 8 bulan PLT, gitu, 2 tahun 8 bulan kalau tidak 2016 tapi pilkadanya 2018 itu
kepanjangan. Satu jadi tidak terlalu panjang PLT dibawah satu tahun lah. Kalau bisa ada yang 6 bulan
paling lama 10 bulan, jadi oleh karena itu, itu yang pertama.
Yang kedua untuk apakah ini rekruting apa tidak kita buat tiga kali memang 3 gelombang,
jangan juga terlalu panjang, atau terlalu lama, atau dipersingkat masa jabatan yang terlalu banyak
begitu. Jadi kita ambil dalam posisi itu paling lama lah jangan sempat memotong masa jabatan itu lebih
dari satu tahun. Munculah simulasi kita adalah kita mulai disamping persiapan yang harus matang,
februari, februari jadi jangan ada lagi nanti salah yang menyalahkan, salah menyalahkan, wah ini siap
semua penyelenggara Februari 2016,yang April juga bergabung ke Februari 2015. Setengah periode
itu banyak yang mau dong, apa, setengah tahun Juni 2016 kebawah gabung ke 2016 Februari, satu.
Yang setengah periode seperti ini nanti kita juga minta dilengkapi mungkin alternatifnya,
setengah tahun bulan Juni 2000 keatas 2016 masuk di Februari 2017, Februari. Jangan lewat lagi dari
Februari kita juga mempertimbangkan KPU habis masa jabatannya 14 April 2017, jadi kalau Februari
2017 itu bisa selesai soalnya.
Masuk 2018 dengan prinsip juga seperti itu yang 2017 semua di Februari 2017, 2018 kita
ajukan disini Juni, kalau mau Agustus juga nanti bisa. Agar jangan kelamaan yang 2018 keatas kalau
kita lihat jumlahnya itu adalah tidak juga terlalu banyak 2018 itu, 171 daerah dan 2019 itu pada
umumnya April hanya satu, satu di posisi di akhir tahun. Jadi ya tidak bisa juga terlalu seadil-adilnya
tapi masuk di 2018. Jadi, apa, ini juga kita diskusikan Panja sampai kita menghitung tadi tentang DOB
itu tadi yang Pak Lutfhi dan Pak Tamim mengangkat soal itu, Pak Tamim mengangkat soal itu, Pak
Amirul, Amirul Tamim, Amirul Tamim. Jadi bukan Mutamimul’ulla, tapi Amirul Tamim. Jadi kita tidak
mau, ini kita sesuaikan juga dengan undang-undang DOB kalau dikatakan paling cepat, contohnya
Buton, Juli dia 2014 kan itu bunyi undang-undangnya. Ini 2 tahun paling cepat, habislah dia pada posisi
di 2016 Juli.
Karena posisinya setengah tahun keatas kita tetapkan saja itu pengelompokannya dia masuk
pada Februari 2017, dalam gelombang kedua di 2017. Jadi ini nanti kita sosialisasikan dan clear
begitu. Dengan tahapan model seperti itu, sekarang kita nyatakan juga di dalam usul inisiatif kita ada
pasal yang menyatakan 3 gelombang ini mengarah pada posisi pemilu serentak, pilkada serentak
nasional pada tahun 2027. Jadi kalau presepsi kita harus 5 tahun, ini kita beda begitu. Ini kita beda,
membentuk undang-undang kita beda. Memang terlalu lama kalau dikatakan tahun 2027, tapi ini lah
yang bayangan kita sekarang kalau pemilu serentak nasional ini termasuk yang ditakutkan oleh MA.
Yang serentak ini pun misalnya kita Februari 2016, Februari 2016 kita mulai ada 300 berapa
begitu, 271 kalau 60% saja yang soalnya naik ke MA, kalau kita setuju MA atau ke MK ini menjadi
persoalan waktunya 14 hari harus disidangkan 171, mereka ngga berani kalau misalnya dilaksanakan di
PTUN itu, akan dibakar gedung kami katanya. Jangan nanti kita buat, makannya pemilu serentak ini
30
mau kita tes dulu kalau kejadian nanti 2016 mantap, 2017 mantap, 2018 mantap, baru di 2027 semakin
mantap. Saya tidak terbayangkan yang melantik juga nanti hari dan bagaimana caranya 33 dalam satu
hari, 34, kalau Provinsi tidak tambah, Menteri Dalam Negri melantik itu atau dikumpul mungkin di
Jakarta. Padahal yang persoalan di kita ini kan baru tahapan diskusi belum ada dasar hukum yang
pasti. Dari mana dasar hukum yang pasti ini serentak nasional. Tapi DPR pembentuk undang-undang
menyahuti dengan tahapan-tahapan ini. Jadi untuk rekrut ini kita simulasi terus, tapi jalan tengah yang
diambil oleh Komisi II sebagai pengusul inisiatif adalah seperti ini. Disamping 2016 itu misalnya Februari
sudah siap ini, penyelenggara. Pemerintah sudah, sudah termasuk KPU Bawaslu sudah siap. Agar
jangan terlalu banyak juga masalahnya keatas, harus Bawaslu kita perkuat. Kita kan tadi ada
kesepakatan itu, harus kita perkuat, KPU pun harus kita perkuat.
Ini posisinya kita tinggal minta ke Bawaslu, ya, Bawaslu komentar sedikit, kalau sudah setuju
nanti catatan-catatan seperti model kita, sebab nanti ini akan kita tetapkan begini dalam undang-
undang dari mana dasarnya. Kita bisa di yudisian review, soal ini kalau langsung tahapannya harus.
Nah ini, ini pembenahan. Tapi sudahkan kadung menjadi Perpu ini menjadi undang-undang ini
sekarang yang memusingkan kita semua tapi yakinlah kita selesaikan.
Kami persilahkan ketua Bawaslu Republik Indonesia.
Terimakasih pak ketua dan bapak anggota Komisi II serta pak mendagri. Yang pertama kami
akan merespon dengan cepat terkait dengan kesempatan untuk menyempurnakan masukan Bawaslu
sampai ketingkat usulan redaksi. Insya Allah kami mengawali ini sebagai mana waktu yang diberikan
tadi paling lambat besok, besok sore, Insya Allah malam ini kami akan segera kembali ke kantor untuk
menyempurnakan ini dan Insya Allah menyerahkan besok sore usulan Bawaslu sampai tingkat redaksi
terkait dengan penyempurnaan undang-undang nomor 1 ini. Kemudian yang kedua, saya juga izin
merespon apa yang disampaikan oleh Pak Arif bahwa mesti menjadi perhatian KPU Bawaslu terkait
dengan himpitan tugas, tanggung jawab pada pemilu yang berbeda tadi.
Jadi saya kira ini warning yang baik kami perhatikan pak Arif. Lalu terkait apakah Bawaslu
sudah melakukan evaluasi tentang kapasitas jangka fabilitasnya kami sudah melakukan ini semejak
selesai pilpres dan itu kami sudah menemukan sejumlah titik-titik kelemahan pengawasan pemilu kita
berdasarkan dua pemilu nasional itu yang salah satunya tahap krusialnya adalah pada saat perekrutan
jajaran tingkat ad hoc.
Bapak ibu yang terhormat sebagaimana kita pahami kalau panwaslu kabupaten kota itu masih
ad hoc, berbeda dengan saudara kami KPU dikabupaten kota sudah permanen, sehingga program-
program pembinaan berjenjang secara berkelanjutan itu bisa dilakukan dengan relative mudah. Kalau
kami ini berganti pak, ad hoc, jadi kabupaten kota ini ad hoc sehingga setiap terjadi perekrutan baru
akan dibutuhkan sebuah pembinaan, pendoktrinan postif tehadap para pengawas pemilu yang baru.
Nah ini kami sudah melakukan. Nah untuk pemilu gubernur, bupati, walikota besok, kami sudah
memulai melakukan seleksi yang ketat pada perekrutan Timsel. Timsel ini alat pintu masuk melahirkan
pengawas pemilu yang kompeten. Timsel kami pastikan adalah orang-orang yang tokoh-tokoh
masyarakat atau Akademisi yang Insya Allah tidak bermasalah dan tentu mendapat pengakuan publik.
Jadi apa yang disampaikan oleh Pak Arif Insya Allah kami terus memperhatikan.
Lalu yang berikutnya, dari Opo Lutfhi mengenai apakah bisa diatur bahwa pemilu itu tidak
membawa alat potret. Sebenarnya ini sudah dilakukan pada saat pileg, pilpres dan KPU sudah
mengeluarkan edaran tentang hal itu. Lalu yang terakhir mengenai simulasi-simulasi ini. Kami
berpandangan seperti ini pak sebenarnya yang paling tahu problem ini adalah yang terhormat bapak
Mendagri.
Jadi kami sebagai penyelenggara itu percaya penuh pada Pak Mendagri dan tentu bersama
dengan Komisi II untuk menyusun formula-formula ini. Prinsip KPU Bawaslu itu siap pak, ini kan sudah
proses menerima masukan, nah monggo pak ditetapkan pak. Saya kira apaupun yang bapak tetapkan
31
semuanya ada plus minusnya. Maaf kami bukan menggurui, karena ini kita beralih secara ekstreme dari
proses pemilihan yang, gradual ke serentak ini pasti ada plus minusnya pak. Kita mengambil opsi ini
ada plus minusnya dan seterusnya. Oleh karena itu monggo kami siap untuk menerima apapun dari
keputusan bapak, ya. sekali lagi kami sangat percaya bahwa persoalan rumus dan metode ini yang
paling paham adalah Bapak Mendagri. Karena ini hanya, bukan hanya persoalan tahapan tapi ada
problem-problem di daerah, APBD kah segala macam itu yang mana jeroannya itu dikuasai dengan
khatam oleh pak Mendagri dan tentu oleh Komisi II. Jadi bayangan kami pak, kami berbeda seandainya
masukan ini cukup kami sampaikan sampai besok sore monggo bapak menawarkan formula KPU,
Bawaslu ini ada A B C. kira-kira anda happy dengan mana? Semuanya Insya Allah pak kami siap
melaksanakan itu aja pak terimakasih.
Ketua saya mau konfirmasi ke ketua Bawaslu konfirmasi aja pemberkasan itu ditingkat provinsi
atau dipanwas, kalau yang anda maksudkan dengan pemberkasan.
Tentu di tingkat Panwas kabupaten kota pak kalau misalnya dia pemilihan kabupaten, kalau
pemilihan gubernur di tingkat propinsi, itu sesuai tingkatanya pak tapi ada pendampingan dari satu
tingkat di atasnya nggih makasih.
KETUA RAPAT:
Baik kita cukupkan ya. terimakasih ketua Bawaslu RI dan komisioner KPU Republik Indonesia
berikut anggota yang hadir. Kita akan lanjutkan beberapa hal mungkin malam ini yang bisa kita
selesaikan dengan pemerintah.
Oleh karenanya ya sesuai dengan janji KPU tadi dan Bawaslu tadi untuk menyampaikan
pikiranya secara tertulis. Besok sore untuk kita langsung dibagikan gitu. Jadi dengan demikian apa
perlu kita skors 5 menit baru nanti kita lanjutkan? Ini biar ada beberapa point yang bisa kita putuskan
juga malam ini kita skrors 5 menit, ya. yang merokok satu batang rokok yang mau sholat isya sempat
juga, ya di skors 5 menit.
Kita buka skors kita. rapat kita pada malam ini kami lanjutkan kepada pemerintah untuk masuk
pada point berikutnya. Kalau diperbolehkan ini kan ada yang, ya tidak bermaksud membedakan yang
sulit dan tidak sulit Pak Sekjen gitu, tapi kalau boleh uji publik begitu, setuju nggak teman-teman kalau
uji publik sekarang? Ya silahkan.
SEKJEN KEMENDAGRI :
Baik terima kasih mohon ijin Pak Mentri, pimpinan dan anggota Panja yang kami hormati. Kami
kira kami setuju kita masuk ke isu strategis uji publik karena ini akan terkait juga kita sudah dengar tadi
32
rangkaian jadwal sampai sejauh mana satu diantaranya dari segi waktu. RUU inisiatif memang sudah
merumuskan uji publik itu dengan nomenklatur yang baru, yaitu sosialisasi secara detail saya kira, kami
kira bahwa ini perlu dirumuskan dengan satu prinsip bahwa uji publik itu juga harus juga manakala
dirumuskan dalam bentuk nomenklatur sosialisasi maknanya itu sendiri masih punya relevansi dengan
uji publik. Tetapi ada unsur-unsur keuntungan dirumuskanya revisi ke arah nomenklatur yang baru.
DIM yang kami sampaikan sudah jelas bahwa bagaimana konstuksi uji publik itu didalam
undang-undang 1 tahun 2015, ini kami kira posisi pemerintah pada prinsipnya kalau ini dapat dikaitkan
dengan satu proses yang secara utuh satuan terhadap undang-undang 1 tahun 2015 perbaikanya kami
kira kita bisa bahas selanjutnya dalam konteks nomenklatur sosialisasi.
Jadi kalau nomenklaturnya itu kita ubah sebetulnya harusnya ada makna. Nah makna itu juga
harus punya korelasinya dengan rumusan yang sebelumnya. Sementara demikian pak yang dapat kami
sampaikan dari konteks posisi DIM yang sudah disampaikan kepada Panja kepada DPR terhadap
pembahasan pada pagi hari. Sementara demikian pak.
Terimakasih Pimpinan dan Pak Mendagri yang kami hormati. Saya pikir sikap tadi, sikap yang
disampaikan Pak Sekjen dengan rumusan disini agak berbeda setelah mendengar penjelasan dari KPU
maupun Bawaslu. Berartikan sejalan dengan yang diusulkan oleh DPR kalau itu yang dimaksudkan
PDIP setuju dengan itu.
Setuju dengan kata sosialisasi, karena uji publik dari penjelasan dan kajian kita itu juga tidak
ada maknanya.
33
KETUA RAPAT (RAMBER KAMARUL ZAMAN/F-PG):
Lanjut Gerindra.
Terimakasih Ketua, Bapak Menteri beserta jajaran yang saya hormati. Kami dari Gerindra
menilai bahwa dengan adanya uji publik ini malah menimbulkan suatu keruwetan-keruwetan, ya
memang di dalam satu sisi ada untungnya masyarakat mengetahui dan sebagainya calon-calon ini,
tetapi ini bisa dilakukan oleh partai. Salah satu keruwetannya adalah bahwa pendaftaran menjadi dua
yaitu pada waktu pendaftaran pertama sebagai bakal-bakal calon itu bahkan satu partai mendaftarkan
banyak calon, kemudian ketika nantinya setelah pilih satu daftar lagi dan ini kalau kita kaitkan dengan
usia, usia yang 25 tahun katakanlah ini yang pendaftaran mana, pendaftaran awal atau akhir dan
sebagainya.
Oleh karena itu, dan ini tidak ada maknanya secara keseluruhan tetapi ini menjadi suatu
tanggung jawab dari partai kami dari partai Gerindra mengusulkan atau sepakat bahwa kalau uji publik
ini menjadi domain dari partai politik sehingga tidak termasuk tahapan dari pilkada.
Terimakasih.
KETUA RAPAT :
Terimakasih pimpinan. Dalam menyusun undang-undang ini kan kita harus mengurangi
perdebatan-perdebatan yang muncul di masyarakat. Nah saya kira potensi untuk munculkan sebuah
perdebatan atau beda pendapat adalah uji publik. Ya Siapa yang menilai, siapa yang menguji, karena
dia parameternya apa, standarisainya apa, nah itu kan terjadi perdebatan-perdebatan di masyarakat.
Nah untuk mengurangi meminimize atau menghilangkan perdebatan-perdebatan itu saya kira saya
sepakat apa yang sudah dirumuskan di Komisi II itu sosialisasi. Karena sosialisasi itu kan sama juga
dengan meminta pendapat dari masyarakat pada saat disampaikan kepada dari KPU kepada
masyarakat atau apalah melalui apalah namanya. Saya kira gitu pimpinan.
KETUA RAPAT :
Ya terimakasih pimpinan. Prinsipnya PKB menyetujui perubahan nomenklatur dari uji publik
pada sosialisasi dan itu tentu makananya jadi jauh berubah dari konsep awal. Ini kami memandang
memang ini dari opsi maksimal menuju opsi minimal jadi ya cukup sosialisasi. Tapi barang kali perlu
dipertimbangkan kedepan bahwa uji publik itu sesungguhnya memiliki substansi yang penting jika itu
tepat. Konstruksi yang di Undang-undang nomor 1 tahun 2015 itu juga uji publik yang minimalis.
Sehingga karena minimalis ya sudah di geser saja menjadi sosialisasi. Tapi kalau opsi yang di uji publik
undang-undang nomor 1 itu opsinya maximalis, itu bisa dipertimbangkan.
Satu contoh misalnya uji publik ini tujuannya apa, disini juga tidak begitu jelas di Perpu. Jadi
undang-undang ini hanya menguji kompetensi. Tapi outputnya kenapa menjadi sertifikat, kira-kira gitu.
Jadi tujuan itu di ketentuan umum menguji kompetensi tapi outputnya sertifikat, jadi kan terlalu jauh pak.
34
Terus yang kedua, misalnya kalau uji kompetensi dasar kompetensinya itu apa, yang menjadi
dasar bahwa itu di uji kompetensinya. Maksudnya larinya ke persyaratan. Tapi ketika kita cek
persyaratan, persyaratan tidak memunculkan syarat kompetensi, yang ada syarat administrasi, syarat
formalitas, syarat simbolik. Sehingga kalau kita kait-kaitkan maka ketika membuka uji publik itu banyak
pasal atau substansi yang lain menjadi terbongkar. Jadi itu memerlukan waktu bagi kita untuk apa, apa,
menyempurnakan itu, atas dasar itu lah dengan keterbatasan waktu yang ada dan PKB menerima
perubahan konsep dari uji publik kepada sosialisasi dengan catatan pemikiran seperti tadi.
Saya kira itu terimakasih pimpinan.
KETUA RAPAT :
Terimakasih. PKS langsung, ada PKS pak Ketua Fraksinya tadi ada ini. Ya langsung ke
pimpinan.
Ini banyak yang Qiyamulail dulu pak kalau pergi, ke masjid jadinya ini. Mohon maaf Pak Menteri
jadi saya langsung mewakili. Ini kalau dari PKS masalah uji publik ini justru juga perlu di telaah apakah
akan memunculkan kemudorotan-kemudorotan yang baru. Jadi kita tahu bahwa setiap tahapan ini bisa
menjadi sesuatu yang di tanda kutip, “dimainkan” gitu. Begitu bakal calon muncul bukan hanya satu
apalagi di panitiakan pengujinya ini bisa jadi ruang yang rawan lagi. Iya diantara bakal-bakal calon bisa
terjadi persaingan tidak sehat saat itu, gejolaknya sudah mulai sampai ke bawah, kerawanan money
politic juga mulai disitu, peras memeras juga disitu, fitnah-memfitnah juga mulai dari situ. Iya, belum
lagi nanti kalau ada panitia yang dibentuk oleh KPU itu nah panitianya ini ya kita sudah sering
mengharapkan ada negarawan-negarawan yang netral tapi begitu dikasih kewenangan ini justru paling
sewenang-wenang karena banyak yang tidak siap mental. Ya apalagi di daerah kita tidak tahu itu siapa
yang disebut sebagai pakar, siapa itu yang disebut sebagai tokoh masyarakat, kualifikasi seperti apa.
Ini ukuran-ukuran yang tidak jelas seperti ini tambah lagi disitu ada permainan-permainan yang mungkin
saja terjadi diantara lingkungan ini.
Jadi saya kira bahkan kalau dari segi ke mudorotan ini ya kalau sudah semakin banyak seperti
ini lebih baik memang sudah tidak perlu ada pengganti dari uji publik ini di tiadakan saja, ini di tiadakan
saja, ya sebenarnya sosialisasi juga tidak perlu lagi karena bakal-bakal calon ini, ini selama semakin
banyak bakal-bakal ini, ini membuka ruang-ruang yang tidak terkendali menurut kajian kami ya,
katakanlah sosialisasi itu ingin dijadikan satu jalan tengah ya tetapi saya sepakat dengan Gerindra tadi
itu tidak perlu dimasukan sebagai tahapan, ya tidak termasuk dalam satu tahapan pilkada. Biarkan itu
menjadi ruang kreatif dari partai politik ya untuk menyelenggarakannya sebagai sesuatu yang sifatnya
boleh dilakukan dan itu dianjurkan kira-kira begitu. Karena untuk transparansi dalam proses rekrutmen
kepala daerah. Tetapi saya kira untuk di KPU sebaiknya hanya satu tahap saja. Dia seperti biasa yang
kemarin langsung berupa bakal calon yang tinggal di tetapkan, di verifikasi, sesuai dengan persyaratan
yang berlaku seperti biasanya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
PPP.
35
F-PPP (Dr. H. MZ. AMIRUL TAMIM, M.Si):
Ya terima kasih pak. Jadi dari PPP mempunyai pengertian kalau uji berarti ada yang lulus ada
yang tidak ya, namanya uji harus ada yang lulus ada yang tidak. Sementara ini kan yang keluar
sertifikat.
Yang kedua ajang uji publik yang dimaksud di undang-undang itu kalau menurut hemat kami
dan pengalaman ini merupakan ajang untuk fitnah memfitnah. Untuk mengkambing hitamkan dan yang
kambing hitam nanti akan di serang yang paling di kambing hitamkan yang punya potensi menang.
Sehingga kemungkinan kita mendapatkan yang terbaik itu sangat tipis, karena kitanya akan, akan
menjadi lebih luas.
Kemudian yang ketiga kalau juga kita pakai sosialisasi sementara kampanye itu sosialisasi
juga, kan ada waktu kampanye. Sementara kalau yang dimaksud undang-undang itu sebenarnya itu
ranah partai politik, untuk mensosialisasi. Contoh soal saja gubernur Sulawesi Tenggara itu berakhir
tahun 2018 tapi sosialisasinya para calon sekarang sudah jalan pak. Jadi menurut hemat kami uji publik
tidak perlu, sosialisasi saya kira dipertimbangkan juga kalau memang itu tidak terlalu penting dan
berpengaruh terhadap proses pemilihan kepala daerah ini.
Saya kira demikian pak terimakasih.
KETUA RAPAT :
Lanjut Nasdem.
Terima kasih. Jadi kalau Nasdem ya saya kira sejak awal kita sudah memang tidak
menghendaki uji publik itu. Ya sejak sebulan, karena memang uji pubik ini ya apa, sama dengan PPP
tadi dan akhirnya kan ajang fitnah memfitnah. Kemudian juga sosialisasi, sosialisasi pun harus kita
fikirkan kalau dia masuk pentahapan. Karena juga rawan juga itu partai politik, karena kan kita
formalkan. Padahal sosialisasi itu sejak awal saja sudah sosialisasi. Nah jadi saya fikir ini domainnya
partai lah berkaitan dengan ini. Sebaiknya tidak usah lagi dimasukan kepada pentahapan di KPU
sosialisasi itu. Jadi domainnya partai berkaitan itu partai lah yang untuk mencalonkan, ya partai lah
yang mencalonkan untuk siapa yang layak untuk itu.
Maka saya berpendapat dan Partai Nasdem berpendapat ya tidak, tidak perlu di formalkan
persoalan itu. Dihilangkan saja terima kasih.
KETUA RAPAT :
Hanura tidak ada ya? Hanura? PKB sudah tadi pak Yanuar. Ya mau ditambahkan boleh.
Tambahkan aja. Jadi kalau sama dengan pak Yanuar berarti nambah, kalau beda berarti beda,
tapi sama. Jadi maksud kita begini pertama saya tetap uji publik itu harus di pertahankan, masalah
nama saya kira tidak penting tetapi kira-kira substansinya uji publik. Uji publik yang apa, menurut kita
sederhana itu dari waktu mungkin satu bulan cukup ketua. Jadi minggu pertama itu misalkan satu bulan
tanggal minggu pertama itu adalah KPU membuka pendaftaran bakal calon ya kemudian bakal calon itu
di publish oleh KPU, di publish, sarana publishnya kita serahkan kepada KPU, misalkan calon partai A
dan atau gabungan partai A itu namanya ini, recordnya ini, apa, cv nya begini dan sebagainya kira-kira
satu minggu sampai tiga minggu di publish kemudian sambil menunggu respon dari publik. Nah respon
dari publik itu bisa pengaduan, bisa masalah dan sebagainya. Itu semuanya ditampung, disimpan oleh
36
KPU dan kemudian oleh KPU dikembalikan masing-masing ke partai atau gabungan partai sebagai
pengusungnya itu.
Nah kemudian pengaduan itulah yang kemudian akan menjadi pertimbangan partai politik atau
gabungan partai politik untuk memilih calon-calon yang, bakal calon, bakal calon yang sudah di
sampaikan oleh, apa, yang diusung gitu. Nah karena uji publik ini tidak menggagalkan kemudian tidak
membatalkan bakal calon serahkan semuanya kepada partai politik. Ini penting menurut saya kenapa
pertama meskipun uji publik itu tidak membatalkan partai politik harus hati-hati untuk menyampaikan
bakal calonnya. Karena kalau bakal calonnya tidak hati-hati sembarangan maka pengaduan itu pasti
akan banyak dan meskipun pengaduan itu tidak di publish oleh KPU karena bisa menimbulkan fitnah.
Nah sekarang tergantung partai politik, mau dengerin pengaduan dari public apatidak? mau merespon
pengaduan public atau tidak?
Nah yang kedua kelebihannya adalah bakal calon dan uji public itu masyarakat sudah tahu
mana yang akan dipilih nanti dan mana yang akan dicalonkan oleh partai politik begitu. Nah ini lebih
singkat ketimbang yang ada di Perpu, Perpu itu kan waktunya 3 sampai 4 bulan dan KPU menurut saya
tidak perlu kemudian membentuk panel atau uji panel begitu, kenapa, cukup KPU membuka
pendaftaran bakal, bakal calon itutidak perlu membuat panitia baru tetap saja KPU dan menyampaikan
ke public juga tetap atas nama KPU dan KPU lah kemudian yang mengembalikan catatan, pengaduan,
masukan, kritik dan sebagainya dari masyarakat itu kepada partai politik dan akhirnya partai politiklah
yang kemudian menentukan ketika pendaftaran calon itu dibuka. Itu mungkin sederhana tidak perlu
waktu panjang. tapi yang terpenting bahwa publik sudah tahu ini bakal calon partai A, ini bakal calon
gabungan partai dan sebagainya.
Kira-kira begitu.
KETUA RAPAT :
Hanura tidak ada ya? jadi memang tadi agak, agak berbeda ya. kita berprinsip yang fraksi-
fraksi tadi ada yang mengatakan uji public ini sudah di drop saja begitu. Jadi diganti kata sosialisasi.
Sosialisasi ini pun harus kita rumuskan, yang benar namanya yang paling penting jangan hak dan
kewenangan partai politik atau gabungan partai politik untuk menjaring calon. Sebab itu ya undang-
undang dasar kita menyatakan seperti itu.
Oleh karena itu KPU tadi menolak untuk ikut-ikutan disitu begitu. Jadi paling yang bisa kita
serahkan KPU mengumumkan. Jadi mengumumkan yang bukan bakal calon lagi tapi sudah calon
diumumkan, ada tidak tanggapan misalnya seperti itu. Jadi pemerintah saya kira tinggal kita perumusan
uji public itu kita tidak ada lagi sudah di drop kita rumuskan yang terbaik, yang paling penting disini
adalah hak partai politik, gabungan partai politik, menjaring calon dan sampai calon partai politik dan
gabungan partai politik lah yang menyampaikan kepada KPU.
Tidak, intruksi ketua. Jadi kalau kami berpendapat kalau itu, itu ranah partai politik. Ya jadi
ranah partai politik dalam arti kata kita tidak perlu untuk mengumumkan itu dari tahapan di KPU itu tetap
berada di partai politik, boleh ya boleh tidak. Jadi kalau itu kan kita formilkan, bukan apa, ini jadi
persoalan juga karena ketika kita jadikan formil di KPU, pasti juga sasarannya kepada partai politik.
Saya pikir belum dulu selesai. Jadi tolong di hormati juga masing-masing. Jadi ini yang harus
diperhatikan pak ketua. Nah kalau memang dimasukan kepada tahapan berarti kita memformilkan itu.
Saya fikir itu saja terima kasih.
37
F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):
Pak untuk pengetahuan aja tambahan pak ya, ini saya kebetulan bawa usulan biaya KPU
kabupaten ini. Jadi sebenarnya sudah masuk nomenklatur sosialisasi jadi disini mengajukan biaya 18
milyar untuk sosialisasi, kampanye, terus tes kesehatan, dan jadi ada gitu. Jadi artinya kalau kita
menggunakan kata sosialisasi berarti uji publiknya drop, karena sosialisasi itu sudah menjadi bagian
dari usulan kegiatan di KPUD pak gitu lho pak. Disini saya bacakan ini ya, artinya sebentar, sosialisasi
kampanye masih ada kata uji public disini. Uji public tes kesehatan, dan sengketa pilkada itu 18 milyar
itu pak. Itu pemda itu mengajukan 18 milyar lha ini udah di acc masuk ke APBD.
Jadi artinya tinggal sosialisasi itu masuk dalam, dalam kelompok tadi tugas dan kewenangan
KPU dalam tahapan KPU itu sendiri didalamnya dimasukan untuk sosialisasi pada saat pendaftaran
calon. Jadi uji public yang tahapan ini drop kan begitu ya. ini masukan aja walaupun saya juga
menyampaikan sosialisasi golkar kan, ini pengetahuan tambahan aja sebagai bahan pertimbangan.
KETU RAPAT :
Jadi ini soal mau di formalkan apa tidak masuk dalam tahapan begitu. Yang kita maksudkan
dari awal itu adalah mulai tahap penjaringan bakal calon dan juga penetapan calon itu, itu adalah partai
politik, partai politik dan gabungan partai politik, internal lah itu partai politik yang menyelesaikan. Jadi
tidak daftar dulu ke KPU ini nanti bakal perkara lagi, jadi dari partai poitik awalnya. Tadi yang kita
maksud dengan KPU adalah sekedar untuk mengumumkan gitu mungkin yang dimaksud. Iya ya di
daftar kan di umumkan oleh KPU ini lah yang mendaftar kan kira-kira begitu.
Ya kalau usul saya kan sama sekali tidak menghilangkan hak partai. Bakal calon itu sekali lagi
di usung oleh partai atau gabungan partai. Bakal calon, bakal calon, bakal calon itu diusung oleh partai
atau gabungan partai berapapun jumlahnya kita beri kebebasan lebih dari satu. Makanya tadi saya
tanya KPU tolong untuk bakal calon itu syaratnya jangan di perberat seperti calon karena dia masih
bakal calon.
Yang kedua KPU hanya memfasilitasi pengumuman saja, kan tidak mungkin bakal calon kalau
kemudian tidak diumumkan ke public. Terus apa isinya uji public kalau kemudian tidak ada pengaduan
dari partai, dari masyarakat. Nah setelah KPU kemudian mengumumkan kepada public asumsinya ada
pengaduan, baru dikembalikan kepada partai, partai lah yang kemudian memutuskan bakal calon itu.
Boleh, boleh.
Nah karena itu kemudian pimpinan dulu semangat kita dan spirit kita katanya biar parpol
transparan, akuntable, mengajukan calonnya begitu kan. nah kalau kemudian bakal calon kemudian uji
publik dihapus ya terserah kalau pemerintah oke ya saya juga ikut oke ngapain saya maksa.
Saya kan menghormati Perpu begitu kan menghormati pak SBY, yang lama. Karena bagamana
dulu ya Pak Menteri, saya menghormati Perpu dan Pak Arif tahu bagaimana munculnya uji public itu
kita berdebat waktu itu kan begitu. Ya kalau kemudian bapak menghilangkan uji public berarti selain
tidak menghormati Perpu juga tidak menghormati Komisi II yang lama.
KETUA RAPAT:
Saya kira, saudara-saudara saya kira pemerintah, Menteri dapat membaca rapat Panja ini.
Oleh karenanya kita tinggal masuk perumusan jadi ya disitu intinya adalah kita kembalikan kepada
partai politik atau gabungan partai politik. Perumusannya akan nanti tentu masuk ke Tim perumus, Tim
perumusnya juga ada dari pihak pemerintah dan Panja ini sendiri.
Kami minta tanggapan.
38
F-PDIP (Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, MM):
Sebentar pak ketua, pimpinan. Tadi kita kan bicaranya partai politik sekarang kan ada yang
perorangan.
Nah untuk uji public yang perorangan itu bagaimana?
KETUA RAPAT :
Tidak ada uji public untuk perorangan, karena itu hapus. Kita kan sudah mau katakan uji publik
itu dihapus, kan sudah begitu semangatnya.
KETUA RAPAT :
Ketua, ketua, ketua masih ada. Uji public masih ada untuk PKB nya Malik Haramain.
KETUA RAPAT:
SEKJEN KEMENDAGRI :
Terima kasih kami kira kita harus sebelum masuk ke perumusan, prinsip dasarnya kita pertegas
dulu pak. Kalau nomenklatur sosialisasi itu masih akan diatur disini. Sebetulnya rumusan RUU inisiatif
ini juga agak ambigiu artinya termasuk KPU dan partai politik yang melakukan, ini pilihannya pak,
pilihannya, kalau sosialisasi. Karena sekali lagi bahwa uji public tadi itu sebetulnya harusnya ada
outputnya, harusnya ada outputnya. Nah sekarang ini pemilihan itu dilakukan secara langsung bukan
lagi diuji dicoblos oleh rakyat. Esensinya itu di coblos oleh rakyat dalam proses kampanye public opini
itu selalu terbentuk. Sciety sosaitis itu sudah, sudah begitu dinamis, jadi tergantung lagi kepada partai
politik mau menang atau tidak. Ini kan kembali lagi kita. ketegasan itu perlu pak, jangan kita seperti
setengah-setengah, kita tempatkan sosialisasi tetapi tidak ada itu netral-netral saja ya, hanya
menyenangkan mengganti nomenklatur uji public dengan sosialisasi. Atau sekaligus tadi kalau
sosialisasi melalui ketentuan umum sampai kepada output ya sosialisasi uji public.
Jadi pimpinan kami kira kalau, kalau memang, karena ini kan usul inisiatif, usul inisiatif itu tentu
dari yang menginisiasi dulu sebetulnya di public juga sekarang sudah berkembang bahwa uji publik itu
akan diubah menjadi sosialisasi. Apakah undang-undang ini bisa, undang-undang pilkada itu
memerintahkan kepada partai politik tidak KPU untuk melakukan sosialisasi. Itu rezimnya undang-
undang partai politik. Jadi apa justifikasi kita menempatkan sosialisasi ini berarti ya sekalian lah jadi
dilepas. Tetapi harus punya justifikasi yang kuat bahwa ini adalah domennya partai politik untuk
sosialisasi. Kami kira demikian pak.
Sekali lagi Kalau istilah sosialisasi masih ada disini ini harus binding harus mengikat ada yang
diatur pak. Nah ini kan masih ada KPU kalau KPU ini berarti ada proses yang kita lakukan. Jadi sekali
lagi bahwa pemerintah posisinya harus kita tegaskan ya harus kita ambil jawabannya, kalau kita harus
39
drop jangan setengah-setengah kita tempatkan sosialisasi tidak punya dampak terhadap proses itu,
bahkan bisa menimbulkan permasalahan. Jadi sekali lagi kalau memang usul inisiatif itu akan mendrop
uji public pemerintah dalam posisi bisa menerima.
KETUA RAPAT :
Baik. Jadi kalau mendengarkan apa yang disampaikan Pak Sekjen kalau memang tidak punya
dampak dan kemudian juga tidak punya redirec yang efektif kepada partai politik ya sudahlah
ditiadakan saja lah. Kalau perlu begini tokoh perorangan nanti yang nguji DPD tidak apa-apa nanti.
KETUA RAPAT :
Ini sudah mau keputusan dan jawaban pemerintah pun sudah oke. Jadi pak Fandi ada
komentar tentang uji public, tadi sudah semua mengatakan di drop. Sosialisasi pun tak ada begitu
pemerintah pun. Pak Fandi bagaimana kira-kira oke?
Meskipun semua sudah sepakat begitu tapi Partai Demokrat tetap memandang uji publik
penting, memandang uji public ini penting untuk dilaksanakan. Meskipun saya, kami setuju dengan
penyederhanaan dan, apa, penyederhanaan proses dan pengurangan, waktu begitu. Jadi menurut kami
uji public ini penting supaya rakyat tidak merasa tiba-tiba disodori calon oleh kita. jadi ini bagian dari
ikhtiar untuk mencari calon yang baik untuk kepala daerah.
Terimakasih.
KETUA RAPAT :
Mantap. Tapi partai politiklah mencari calon yang terbaik. Jadi memang harus partai politik ini
dan gabungan partai politik untuk lebih siap. Jadi saya kira dapat kita setujui ya tentang uji publik di
drop. ya sudah di ketok.
(RAPAT : SETUJU)
Ini ada, ada 10, ya udah, udah diketok pak Komarudin, tinggal ada 10 menit lagi. Atau kita
ambil lah tentang syarat dukungan penduduk untuk calon perorangan ambang batas. Itu memang kita
naikan rata-rata dinaikan 3,5 persen itu kesepakatan kita, kecil itu masih kecil. Oleh karenanya mohon
langsung saya kira tanggapan pemerintah soal ini. Ya Memang kecil sebab ada juga di daerah
mengatakan 30 persen pun oke ini baru 10 persen ada daerah yang mengatakan itu. Ya apalagi DPD,
langsung saja saya kira tanggapan pemerintah.
Terima kasih seizin Pak Menteri dan Pak Sekjen, pak ketua. Ini syarat dukungan untuk calon
perseorangan maksudnya pak yang dinaikan dari 3 persen menjadi 6 persen. Ketika kita hendak
menaikan ini tentu saja harus mempertimbangkan seolah-olah kita ingin menutup akses. Menutup
akses calon-calon yang tidak punya dukungan parpol tetapi berkualitas bagus.
40
Ketika kita ingin mengurangi akses ini sesungguhnya kita nanti harus mempunyai korelasi
dengan pemikiran untuk penetapan pemenang itu tidak dengan kuota misalnya. Siapapun yang ketika
jumlah peserta pilkadanya sedikit, berapapun yang dapat suara terbanyak itu menjadi pemenang jadi
tidak ada putaran kedua. Jadi ini harus berkorelasi kesana. Nah kalau itu bisa diterima ini akan
mendorong satu penyederhanaan tahapan dengan waktu yang lebih cepat kontraksi politik di daerah
juga menjadi lebih pendek kira-kira pertimbangan-pertimbangannya seperti itu pak ketua.
KETUA RAPAT :
SEKJEN MENDAGRI :
Pak, pak ketua kami tambahkan juga bahwa angka-angka ini adalah arbitri suka-suka, dua tiga
empat lima enam. Ini arbitri pak jadi kepada public juga kita harus dapat menjelaskan kenapa dua
kenapa tiga. Nah sebetulnya data empiric yang kami sampaikan bahwa secara empiric calon
perseorangan dengan syarat dukungan penduduk 3 - 6,5 persen yang mendaftar dan kemudian terpilih
sebagai kepala daerah adalah sebanyak 23 pasangan calon dari 2007 sampai 2014. Ndak banyak-
banyak pula ini, sudah ngga banyak sellingnya itu kita naikan lagi. Kami, kami kira ini, ini ada, ada, data,
data empiric ya bahkan seharusnya dengan data empiric seperti ini mestinya malah kita turunkan. Ini,
ini tambahan justifikasi selain yang disampaikan Pak Zudan tadi begitu.
KETUA RAPAT :
Nah kalau korelasinya ke mengarah ke suara terbanyak siapa yang menang tidak mengenal
putaran satu putaran, dua putaran begitu itu memang ini juga kita naikan pada saat beberapa kejadian
baik di partai politik yang tadinya dia pimpinan partai politik, mencalonkan menjadi perorangan ya
karena syaratnya terlalu mudah menang dia, dia tadi keluar dari partai politik, menang dia. Terus
setelah jadi balik lagi menjadi pemimpin partai politik. Ya iya makannya syaratnya kita naikan rata-rata
3,5 persen ya? kita naikan 3,5 persen dari Perpu yang ada. Jadi ini punya korelasi memang disitu ya
tidak usah dibuat permainan untuk menjadi calon. Jadi memang harus, apa, harus tegas kita nyatakan
itu idenya. Namun demikian naiknya itu idenya kita disana. Ada tanggapan dari fraksi kalau korelasinya
ke soal suara terbesar pada ujungnya saya kira pemerintah tadi mengatakan ya tidak soal kalau kita
hitung seperti itu.
Sekali-sekali lah mumpung sudah mau final DPD pertama-tama. Jadi begini ada pertimbangan
lain Pak Zudan bahwa penduduk ini juga makin lama makin bertambah. Sehingga presentase itu
sebetulnya tetap sekali pun itu akan diujungnya juga akan menambah dari pilkada ke pilkada. Jadi
kalau kemudian presentasenya itu tetap maka pasti diujungnya ada tambah. Jadi karena faktor
penduduk yang apa namanya, makin lama makin bertambah, itu yang pertama.
Lalu yang kedua ini kalau pertanyaan ini Prof itu sama pertanyaan bahasa Indonesia urut
jawaban B gitu lho. A benar B benar tapi tidak nyambung. Jadi dibilang tadi ada, ada korelasi itu saya
41
tidak menemukan korelasi disitu. Kalau kemudian persyaratan partai politik tadi di misalnya adalah 20%
atau 25% boleh diujungnya itu ada korelasi yang sifatnya positif tapi ini saya belum menemukan
korelasinya untuk perorangan. Jadi ini tadi A pernyataan betul kemudian sebab akibatnya juga benar
gitu lho pak. Tapi tidak ada hubungan ini. Jadi saya ingin mempertajam lagi kalau memang itu dianggap
ada korelasi karena menueur saya tidak ada Prof. coba saya ingin tanya pada pemerintah dimana letak
korelasinya itu?
Pertama begini Pak Muqowam, kalau jumlah penduduk bertambah walaupun presentasenya
tetap, itu nanti dukungan juga akan bertambah itu juga belum tentu tepat, karena banyak daerah-
daerah itu dimekarkan sehingga jumlah penduduknya berkurang pak. Kan yang tadinya 3 juta
penduduknya dimekarkan jadi 2 menjadi 1,5. Nah itu menjadi berkurang juga dalam konteks itu jadi
tidak terlalu tepat juga yang bapak sampaikan.
Kemudian yang kedua kalau jumlah, aksesnya kita buat sulit nanti jumlah yang menjadi
pasangan calon itu menjadi lebih sedikit. Kalau pasangan calonnya sedikit maka perolehan suaranya itu
diperkirakan akan ada yang lebih besar sehingga reratanya itu akan lebih besar dibandingkan dengan
calon-calonnya itu banyak pasti jumlah perolehan suaranya itu akan asumsinya terbagi menjadi lebih
merata. Kalau calonnya sedikit diperkirakan angkanya itu akan lebih besar-besar kira-kira seperti itu
pak. Misalnya katakanlah kalau calonnya itu hanya dari parpol dengan threshold nya 25 persen paling
banyak itu hanya 4 pasangan. Maka kalau kita menggunakan threshold, apa namanya, kuotanya 25
persen pasti itu satu putaran pasti bisa selesai. Tetapi kalau calonnya 5, 25 persen pasti bisa dua
putaran. Semakin sedikit calon, threshold nya bisa dibuka semakin besar. tapi kalau semakin banyak
calonnya, thresholdnya harus semakin kecil kalau ingin membuka putarannya semakin cepat ,kira-kira
seperti itu korelasinya Pak Muqowam terimakasih pimpinan.
Belum, belum, sebentar, sebentar. Kalau kemudian asumsinya itu adalah partai politik dan
gabungan partai politik itu 25 persen itu 4 orang, kemudian dibuka lagi perorangan ada duplikasi, kalau
kita mau detailkan lagi lho prof. Jadi antara pendekatan kualitatif general dengan yang kuntitatif pemilih
ini kan selalu nanti akan dalam posisi padu ini, Pak Malik PKB nyalon dari dicalonkan atau mendukung
apa yang didukung oleh PKB. Tapi pada saat yang sama Pak Malik juga mendukung perorangan juga
bisa itu terjadi. Jadi scenario maksimal adalah kalau 25 maka 4 calon, kemudian perorangannya bisa
jadi kalau kemudian 3 persen itu bisa 100 bagi 3. Jadi maksimalnya adalah ada sekian puluh calon itu
pak.
Jadi pemerintah menurut saya, menurut saya tetap saja untuk gabungan partai politik dan
partai politik itu 20 persen, 25 persen, tetapi untuk yang perorangan saya tidak setuju ketua. Itu biar
tetap 3 persen saja dengan asumsi pemikiran tadi itu dan juga saya kira kalau Pak Zudan sampaikan
bahwa asumsinya itu bertambah justru saya tadi asumsinya tadi adalah pemekaran dengan kondisi fix
pada waktu itu ada gitu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Pak Malik.
42
F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):
Ya. jadi sebetulnya saya setuju perseorangan alasannya ada 2 yang pertama alasannya Pak
Muqowam, yang kedua alasannya Mahkamah Konstitusi dan jujur saja partai politik sebetulnya kenapa
perseorangan itu alasannya Mahkamah Konstitusi. Karena fakta politiknya betul apa kata Pak Sekjen
tadi, yang pertama 0,0 sekian yang menang perseorangan itu, itu yang pertama.
Yang kedua sebagian besar yang menang di melalui independent itu masuk partai itu. PKB
punya pengalaman menarik dengan, dengan perseorangan di Garut pak Yanuar ya? Garut itu, siapa?
Aceng Fikri, bupati paling popular itu. Aceng Fikri itu dulu pengurus PKB. Nah sekarang kemudian
Aceng maju independent dan menang setelah itu masuk partai lain, masuk partai Golkar kan. Nah itu
yang pertama jadi bohon-bohongan menurut saya.
Yang ketiga kalau kemudian independent itu konsisten tetap independen sampai periodenya
selesai saya tidak bisa bayangin bagaimana mengelola hubunganya dengan parlemen di daerah kalau
kita ikut logika kepentingan partai dan sebagainya agak sulit untuk mengefektifkan pemerintahannya.
Namun demikian karena kita menghormati hak constitutional seseorang dan alasan Pak Muqowam ya
sudah kita serahkan. Kalau mau PKB setuju setinggi-tingginya juga setuju pak. Wong kita aja naik 5
persen kok dari 15 naik 5 persen, kenapa perseorangan tidak di naikin 5 persen? Kenapa malah cuma
3,5 menurut saya itu sudah moderat itu. Tetap menurut saya apa naiknya threshold itu tetap dalam
batas-batas, melindungi hak konstitusional orang atau seseorang sebagai independent. Jadi sikap PKB
saya kira pasti begitu pimpinan. Setuju 3 persen, kalau ditambah juga setuju.
KETUA RAPAT :
Jadi kan kita sudah bicarakan ini juga kita rata-rata naikan 3,5 persen dan kita sudah oke
sebenarnya ya pemerintah pun pada intinya tidak ada masalah soal ini gitu. Atau langsung kita ke
pemerintah atau Nasdem mau menyampikan sebelum pemerintah?
Terima kasih. Jadi kaitan memang berkaitan dengan independen ini karena kalau logika kita
menaikan angka sekian persen ini juga kaitan dengan dukungan terhadap independen itu. Kami lihat
berdasarkan dukungan dari pada masyarakatnya. Pada rakyat yang memilih karena kekuatan
parlemennya tidak ada ya. berkaitan dengan itu tentu persoalan independent ini juga harus ini kan
cuma memberi ruang konstitusional, sebenarnya kalau kita bicara kepada etika sebenarnya tidak ada
ruang independent itu. Karena yang mencalonkan itu partai politik seharusnya tetapi ini ya, ya kita diberi
dibuka, dibuka seperti itu ya ndak apa-apa, cuma saya begini, saya tetap mengusulkan ini supaya
independen ini dari awal sebarannya kalau ada disitu kan 50 persen, dia harus sebaran, sebaran
perolehan dukungan itu harus lebih dari 50 persen. Supaya apa? supaya independen itu betul-betul dia
mendapat dukungan betul dari pada masyarakat. Sebaran wilayah masa dia akan menjadi pimpinan
didaerah, oke lah kalau 3,5 persen itu saya sepakat lah. Tapi sebarannya mungkin perlu ditingkatkan
untuk supaya dia betul-betul menguasai daerah teritorial itu sebagai pimpinan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
PDIP.
43
Ini aja ketua menurut saya yang paling penting itu adalah putusan MK itu di review, jadi supaya
kita lebih, lebih terukur ketika harus menentukan apakah memang syarat formal dukungan untuk bisa
menjadi calon itu perlu ditingkatkan atau tidak. Putusan MK itu yang kemudian menjadi perubahan
undang-undang 32 kalau tidak salah. Nah orgensinya apa? untuk pilkada kemudian MK memutuskan
bahwa dibolehkannya calon perorangan. Kalau tidak salah, salah satu alasan terpentingnya adalah
membuka ruang yang lebih luas bagi tumbuhnya, lahirnya kepemimpinan di tingkat lokal dan
pertimbangan berikutnya adalah kalau diberikan peran ruang yang cukup secara politik kepada
perorangan ditingkat local tidak akan membahayakan kira-kira begitu. Ya bagi keseluruhan system,
keseluruhan system yang dimaksud adalah karena system kita dasarnya pada kolektifitas, kolektifitas
itu dirumuskan dalam bentuk institusi partai politik.
Tetapi ada perkecualian karena ini menyangkut satu wilayah yang terbatas yang disebut
kabupaten kota bahkan provinsi maka kemudian MK memberikan, menerbitkan putusan itu, nah saya
kira perlu kita dalami sedikit tentang putusan MK itu supaya kemudian kita bisa sampai pada satu
keputusan apakah memang secara dukungan untuk menjadi calon didalam pemilihan kepala daerah
yang nota bene adalah calon perorangan itu perlu kita tingkatkan atau tidak. Tapi didalam praktek
sebenarnya calon perorangan ini meskipun peluangnya tidak cukup tinggi ya, di hanya berapa
kabupaten kota saya tidak begitu hafal. Hanya memang dia bisa menjadi salah satu instrument politik
yang sesungguhnya tidak kemudian memberikan penguatan pada proses local demokrasi itu.
Yang ingin saya katakan kenapa, putaran kedua ketika kita memperdebatkan apakah cukup
satu putaran atau dua putaran itu adalah muculnya calon-calon perorangan itu bagian dari satu
rekayasa politik ya untuk kemudian memberikan penguatan kecuali mungkin kasus Garut, dan
dukungan politik pada calon yang sesungguhnya dimajukan dan diutamakan oleh partai politik. Nah
kira-kira kalau bahasanya kasarnya itu bagian dari proses kecurangan politik. Itu lah yang kemudian kita
kemarin berdebat soal minimal angka perolehan suara yang bisa kita jadikan sebagai basis legitimasi
yang cukup. Idealnya dalam konteks Negara kita mestinya setengah plus satu. Tapi kita sudah pernah
mengatur 30 persen dan karena itu kemudian kita berdebat yang kembali apakah perlu kita turunkan
lagi dan kami Fraksi PDI Perjuangan sudah jelas tidak akan bersepakat kalau diturunkan, karena ini
menyangkut corak, menyangkut padanannya dengan besaran system pemilu kita yang sifatnya
proporsional.
Nah kita tidak mau kemudian kalau kita liberalkan begitu saja dia akan menjadi presedent
politik sekaligus presedent hukum dikemudian hari yang akan mendorong pada perubahannya satu
system yang selama ini sudah kita bakukan dalam rangka menopang Negara kesatuan. Apa yang saya
maksudkan adalah kita tidak ingin system kita diliberalkan dalam bentuk pemilu yang substansinya
adalah the winner take off dalam system pemilu sering disebut sebagai vespas the push atau yang kita
kenal, dikenal oleh awam adalah sebagai system distrik. Nah kalau system distrik pasti padanannya
adalah kapan waktunya kita tidak tahu tentu akan merubah corak Negara kita menjadi federal. Itulah
sebabnya kita tolak.
Menurut hemat saya ketua, saran saja ini, untuk menentukan angka itu kita coba lihat
argumentasi secara utuh Mahkamah Konstitusi ketika memutuskan dibolehkannya calon perorangan
dalam demokrasi …
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Jadi sebelum yang lain sebelum juga pemerintah, Mahkamah Konstitusi kan memutuskan itu
dalam rangka peran serta perorangan tidak seperti yang dinyatakan di undang-undang dasar capres,
wapres, capres dan wapres harus dinyatakan partai politik atau gabungan partai politik. Diskusi kita
pada waktu kita mempersiapkan betul juga, ini perorangan dengan kejadian kita lakukan misalnya
mudah ini bisa menjadi rekayasa politik ini pengalaman kita, rekayasa politik untuk memenangkan, ini
kenyataan yang ada. Di partai kami juga ada begitu sama dengan yang tadi yang PKB sama dengan
44
yang ada pengalaman yang ada jadi cuma 3,5 persen misalnya ukuran kita naikan, agar jangan juga
orang menjadi calon, menjadi calon tidak terlalau gampang, Pak Komarudin ingatkan itu. Jadi
dimanfaatkan oleh orang, saudara Menteri saya contohkan itu ada saudara saya yang dipaksa diatur
untuk jadi calon perorangan karena memang mudah, saya ingatkan uangmu berapa? ada satu milyar
nanti itu uang apa? ini uang keluarga sudah, kalau kamu nanti kalah perkara perorangan ini ya sudah
jadi miskin kamu seumur hidup. Mau calon juga karena dikipas, nah ini yang korban namanya silahkan
pikirkan calon juga. Memang jika banyak calon nah ini sudah terpecah suara nah ini tadi yang
dimanfaatkan itu, ternyata kejadiannya lain kalah, betul menjadi saraf jadinya sekarang. Iya kalau istilah
di Sumatra Utara itu jangan nanti sudah kalah dijalan nendang-nendang kaleng begitu Pak Sekjen.
Ini yang harus kita halangi memang yang kita rasakan itu lain lagi kasusnya misalnya yang
perorangan, partai politik pindah menjadi perorangan dengan dukungan yang mudah. Akhirnya calon
dari partai politik kalah, ada memang yang menang perorangan dia lepas dari partai politik itu, lantas
sudah dia terpilih kembali lagi memimpin partai politik. Ini jadi main-mainan partai politik dilakukan, di
Golkar kejadianya.
Tapi ketua itu perlu digaris bawahi ini calon perorangan pemilihan kepala daerah lho ya. bukan
calon perorangan untuk anggota DPD kan?
KETUA RAPAT :
Tidak. Jadi itu pertimbangan kita Pak Menteri saya kira memang kita diskusikan di Panja soal
faktor ini, oleh karena itu kita minta pertimbangan lah dengan naik seperti ini, itupun kita naikan moderat
hanya 3,5 persen. Partai naik malah 5 persen jadi itu sudah, sudah moderat gitu, dengan soal-soal
seperti itu. Kami mohon langsung tanggapan pemerintah kalau selesai ini biar kita skors kita lanjutkan
misalnya besok siang.
Tambahan ketua.
KETUA RAPAT:
Jadi ini pengalaman saja dilapangan. Jadi ketika ada calon perorangan dibuka ini menciptakan
lapangan kerja baru. Jadi ada pekerja pengumpul KTP, dan harga KTP itu dikumpul bervariasi ya, itu
menjadi, jadi kalau saya yang punya duit, mau calon dan ini paling pasarnya ini di daerah yang
pemilihnya kecil potensi sumber daya alamnya besar, jadi disitu akan ramai perorangan. Nah yang
pertama perorangan datang itu tentu lihat, kan seperti di daerah-daerah kan ada 30.000 lebih pemilih ya
sudah bisa kita hitung satu KTP dikumpul itu berapa dan itu baku tindih harga pak. Jadi kalau ini dibuka,
ini pasar baru untuk.
Kemudian yang kedua ada beberapa kasus-kasus yang terpaksa pilkadanya diulang, saya kira
kasus Buton dulu itu kalau saya tidak salah 6 dia punya perorangan ya sudah menang dari parpol,
ketika di MK itu karena setelah dibuktikan ternyata ada tumpang, ada iya KTP itu digunakan oleh lebih
dari satu calon perorangan dan Mahkamah Konstitusi memutuskan diulang ya, dan itu mahal sekali pak.
Oleh sebab itu pada diskusi kita yang lalu ini mungkin perlu dinaikan ya, menutup untuk mudahnya
45
orang untuk bergeser ke perorangan dan kalau ini rendah itu juga parpol-parpol pecah pak, ya mungkin
dari tingkat pengurus provisi menginginkan si A, tapi ada orang pengurus kabupaten kota merasa saya
lebih punya potensi jadi kepala daerah dan itu embrionya tidak solidnya parpol dan pengalaman seperti
yang disampaikan, dia keluar dari parpol masuk perorangan, ketika dia masuk dia kembali lagi atau
dipungut oleh parpol lain. Jadi ini dalam kaitan pembinaan politik kita kedepan saya kira kurang, kurang
baik jadi memang perlu diatur sedemikian perorangan ini agar lebih, lebih ketat lah tidak terlalu mudah.
Saya kira demikian terimakasih.
Ketua, Pak Maosul punya pendapat lain kayaknya. Pak Asep Maosul sama-sama PPP kan?
KETUA RAPAT :
Tidak, tidak, tidak, tidak PPP udah kompak itu ngga ada pendapat lain. Kami persilahkan
pemerintah.
Pimpinan dan Bapak Ibu sekalian yang saya hormati. Pada prinsipnya pemerintah menerima
apa yang tadi yang terhormat anggota komisi II ini menyampaikan beberapa pikiran. Hanya politik itu
kan opini, jangan sampai terkesan kita mempersulit calon independent, soal jumlah kami ikut aja, mau
apakah ikut Pak Muqowam atau mau ikut ditingkatkan berapapun itu tidak ada masalah tapi yang
penting jangan sampai ada opini kita mempersulit calon. Bagi kami partai politik dan kita harus
memberikan pemahaman kepada masyarakat kalau masyarakat memilih calon kepala daerah dari
independent dari 7 tahun ini 23 itu separuh dari Aceh. Nah sekarang kalau terjadi sesuatu dalam proses
pengambilan keputusan politik pembangunan didaerah dia gagal atau salah, apakah masyarakat yang
mencoblos itu mau angkat tangan saya tanggung jawab, kan tidak. Kalau lewat partai politik tu jelas
yang punya wakil di DPR setidaknya dia tanggung jawab, oh dia kader saya, wakil saya yang tanggung
jawab saya ini. Belum lagi Pak Rambe tadi, yang pak ketua sampaikan, orang partai tidak terpilih
direkomendasi oleh partai, dia keluar terus kembali lagi setelah jadi dia masuk ke partai, bisa ke partai
lain, bisa ke partai semula juga. Dan saya kira pada prispipnya ini kan sudah keputusan Mahkamah
Konstitusi jangan sampai kita ada kesan mempersulit dengan jumlah yang terbesar soal mau 3 persen,
mau 5 persen, mau 6 persen, saya kira ini Tim perumus yang bisa memutuskan. Yang penting kita
secara prinsip ini tetap ada.
Terimakasih ketua.
KETUA RAPAT :
Jadi masuk ke Tim Perumus ya kita ketok dulu kita tambah 3,5 tapi kita pertimbangkan nanti di
Tim Perumus yang paling pas begitu, setuju ya?
(RAPAT : SETUJU)
Ya untuk perorangan. Sebab dengan kejadian-kejadian yang kita rasakan selama ini gitu,
jangan juga kita permudah dari pemerintah tadi jangan pula terlalu dipersulit. Nah ini udah agak pas lah.
Baik ini ada.
46
F-PDIP (KOMARUDIN WATUBUN, SH., MH):
Pak ketua, saya mau memberikan penguatan kepada Tim perumus nanti supaya jangan ragu,
logika sederhana saja 3 persen, 4 persen kalau tokoh itu benar tokoh yang popular gampang saja 10
persen juga gampang itu cari dukunganya begitu. Jadi tidak melanggar keputusan MK sebenarnya.
KETUA RAPAT :
Iya. Jadi meperkuat tadi sudah, sudah ya Tim Perumus sudah kukuh lah nanti dengan kenaikan
ini. Kira-kira begitu maksudnya.
Baik Saudara Menteri, ini sudah jam pagi, tadi sudah 6 bonggol, tidak, dari mulai tadi uji public
sudah, penguatan KPU sudah, persyaratan calon terkait dengan syarat pendidikan sudah, persyaratan
calon terkait dengan usia sudah kita kembali kepada syarat dukungan penduduk, persyaratan calon
terkait dengan usia, syarat dukungan penduduk untuk calon perorangan sudah, penentuan pemenang
dalam pemilihan kepala daerah belum, syarat pencalonan, kalau syarat pencalonan dari partai politik
kita sudah setuju tidak ada DIMnya, tidak ada, tidak perlu kita perbincangkan itu 20 persen, 25 persen
di kita sudah selesai tidak ada yang mengajukan DIM itu. Ya jangan di tambah-tambah, tidak ada
bonggolnya pak. Iya.
Jadi saya kira, oh pasangan atau tidak pasangan belum, Pak Komarudin, atau berpasang-
pasangan. Jadi, ambang batas belum. Jadi kita skors ya sampai jam 2 siang besok, karena apa? jam
09.00 pagi Paripurna DPR dalam rangka mengesahkan ini APBNP kalau tidak di sahkan dengan lebih
dari ketentuan yang sudah disepakati, harus jadi jam 09.00 besok di DPR jam 14.00 balik lagi disini,
oleh karenanya saya kira karena ini Panja besok lanjut dilanjutkan Panja, Menteri tidak ikut serta di
siang hari sampai malam saya kira tapi Sabtu bergabung lagi.
Sabtu bergabung lagi, ya mudah-mudahan hal yang ini Sabtu dengan catatan semua yang
sudah kita sepakati tadi untuk masuk dalam Tim Perumus. Ya mulai di cicil saya kira, jadi dari pihak
pemerintah juga nanti dan Tim perumus dari kita mulai menyelesaikan soal ini. Saya kira sidang rapat
panja di skors sampai jam 14.00 besok siang, nanti siang bukan besok siang lagi, nanti siang.
ttd
47
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. H. AHMAD RIZA PATRIA, Ir, MBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si.
5. MUSTAFA KAMAL, S.S.
Panja A Panja B
F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA) F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA)
27. Dr. FRANS AGUNG MULA PUTRA, S.Sos, MH 27. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH,
MM, MH
2
Jalannya Rapat:
Sebenarnya di Tatib DPR RI itu tidak dilarang pertemuan, tapi karena ini Paripurna, banyak
juga saran dari teman-teman untuk tidak dilakukan sepertinya rapat resmi, di luar Paripurna. Oleh
karena itu, sebelum selesai Paripurna ini paling lamalah 1 jam itu, tapi dalam waktu 1 jam ini kita diskusi
ringan saja pada akhirnya nanti cuma kita ketok yaitu ada dua ya. Jadi ini antara resmi dan bukan tidak
resmi, kira-kira ya lebih soft-lah yang kita bicarakan sekarang hal yang ringan. Ada dua yang ringan.
Yang berat itu tinggal 3 sebenarnya.
Satu adalah berpasangan atau tidak, berpasangan paket atau tidak gitu. Tadi lobi di luar sudah
hampir-hampir sama, tapi masih ada yang harus diselesaikan. Yang kedua yang berat lagi adalah ya
tidak berat juga, penentuan pemenang dalam pemilihan kepala daerah. Ini kita berpendapat bahwa
nanti harus resmi masing-masing fraksi memberikan sikap, mau diatur naik itu 30%, kalau tidak diatur
dihapus saja. Kira-kira sudah begitu. Yang ketiga adalah tentang kalau penjadwalan saya kira sudah
hampir cocoklah tidak usah terlalu kita buru-buru yang dari, tinggal nanti simulasinya kita tampilkan
kalau penjadwalan dan juga tentang penyelesaian perselisihan. Nanti dalam rapat resmi kami
sampaikan soal ini.
Tapi ada dua hal yang ringan perlu kita bicarakan, yang ringan begitu. Yang pertama adalah
tentang pejabat kepala daerah. Juga tadi sudah kita perbincangkan ringan sajalah. Kalau di usul ini ada
yang Sekda, kita buat alternatif Sekda. Mungkin nanti pandangan pemerintah dalam diskusi kita kalau
cocok nanti pandangan pemerintah diskusi kita ya sudah ini kita terima apa yang sebaiknya gitu, asal
itu satu. Terus yang kedua, ini ada usul dari DPD juga kita bahas dalam diskusi ini tentang pembiayaan
penyelenggaraan Pilkada. Nah ini juga perlu kita sahuti. Soal pembiayaan kan tidak ada DIM
pemerintah juga tidak ada. DIM dari bukan DIM, usulan dari ini usulan dari Komisi II juga tidak ada
bagaimana memperketat pembiayaan mungkin nanti kita diskusikan pasal apa yang harus ditambahkan
di situ kita diskusikan.
Yang pertama Saudara-saudara adalah soal ini soal penjabat, ini pejabat atau penjabat sih?
Penjabat, oh penjabat ya, pakai “n” ya penjabat kepala daerah. Oleh karena itu, kalau usulan
dari pada Komisi II ini Sekda ya. Sekda saja?
Sekda, ini mendapat tanggapan juga dari pemerintah kurang pas juga gitu, kita diskusikan saja.
Kalau kira-kira sudah cocok nanti tinggal mengukuhkan saja. Kami persilakan dari pemerintah.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Mengenai posisi penjabat kepala daerah, kami perlu laporkan kepada forum ini praktek selama
desentralisasi, posisi penjabat kepala daerah untuk bupati walikota diisi oleh pejabat eselon II, boleh
Sekda, boleh kepala dinas, kepala badan, inspektur. Untuk gubernur diisi oleh pejabat eselon I, boleh
juga oleh Sekda.
3
Nah mengapa pengisiannya bervariasi seperti itu tidak hanya Sekda, karena bila hanya Sekda
ketika Sekda berhalangan tetap atau sedang kosong, maka akan ada kesulitan karena harus mengisi
Sekda terlebih dahulu dan praktek ini berjalan dengan baik.
Pak Ketua,
Perlu juga saya sampaikan ketika Sekda harus menjadi penjabat, itu terdapat konflik norma,
karena posisi gubernur itu adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan pemegang
kekuasaan pengelolaan barang yang diatur di Undang-Undang Keuangan Negara dan diatur di
Undang-Undang Perbendaharaan Negara. Sedangkan Sekda itu adalah pejabat pengguna anggaran
dan pejabat pengguna barang diatur di PP 27 Tahun 2014 dan PP 58 Tahun 2005 tentang Keuangan
Daerah.
Kalau penjabat kepala daerah sekaligus Sekda, berarti akan ada kekuasaan monopolistik.
Empat kekuasaan di tangah satu orang. Kemudian nanti yang menjadi Sekda pasti akan diangkat salah
satu asisten atau kepala dinas. Berarti nanti akan ada dua penjabat yang bersifat sementara. Satu PLH
Sekda, satu Sekda sebagai penjabat. Jadi di daerah akan ada dua jabatan yang bersifat sementara.
Masalahnya adalah jabatan Sekda-nya tidak kosong, karena kalau jabatan Sekda kosong,
maka dia tidak boleh menjadi penjabat gubernur, karena dia harus eselon I. Berarti si asisten tadi hanya
pelaksana harian, penangungjawab tetap Sekda. Berarti dia hanya sebagai pemegang mandat. Kalau
pemegang mandat, penanggungjawabnya tetap Sekda.
Nah dalam kerangka pemegang mandat ini, maka sesungguhnya Sekda ini memandatkan
kepada dirinya sendiri. Nah dalam hukum administrasi ini menjadi sangat janggal Pak Ketua. Oleh
karena itu pandangan pemerintah tetap seperti konstruksi di dalam peraturan Undang-Undang Nomor
32 atau di dalam Perpu ini. Jadi kita untuk gubernur tetap dijabat oleh eselon I dan untuk bupati
walikota tetap dijabat oleh eselon II, tapi barangkali nanti bisa lebih jelas dijelaskan oleh Pak Sahmin
Bidang Keuangan yang sehari-harinya mengelola itu.
Silakan Pak Sahmin.
Baik.
Terima kasih.
Perkenalkan saya Hamdani Staf Ahli di bidang Keuangan. Jadi memang diskusi di luar dengan
Bapak kita dengan Abang kita, pertama fungsi Sekda itu memang tidak sederhana, dia di dalamnya itu
diatur baik dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 maupun juga Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 dan juga PP 54 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, PP 27 mengenai Pengelolaan
Barang di Daerah, termasuk Undang-Undang Nomor 23 kita tadi. Itu fungsinya sangat strategis sekali.
Jadi di sini dikatakan fungsi Sekda itu adalah koordinator pengelolaan keuangan daerah.
Koordinator pengelolaan keuangan daerah itu adalah perumusan pembantu dalam perumusan
kebijakan, tapi bukan pengambil kebijakan... tadi nanti pengambil keputusannya tandatangannya tetap
berada di kepala daerah.
Jadi di situ diletakkan bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan daerah ini adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari kekuasaan penyelenggaraan pemerintah daerah. Di situ memang kita
memisahkan fungsi kebijakan dengan fungsi perumusan kebijakan dan fungsi pelaksana kebijakan.
Sekda di samping sebagai koordinator pengelolaan keuangan daerah, juga sebagai pengelola
barang milik daerah. Tapi keputusan bagaimana terakhirnya tadi tetap kepada pemegang kekuasaan
4
pengelola barang daerah. Fungsi Sekda adalah pengelola. Sekda juga sebagai pengguna anggaran,
karena Sekda sebagai pengguna anggaran dan juga sebagai pengguna barang. Nah ini satu ke sini.
Jadi dengan demikian yang tadi dikatakan seorang kalau Sekda diletakkan pada posisi sebagai
PJ kepala daerah, sudah bisa dipastikan dia lepas jabatan Sekda tadi, hanya persoalannya adalah si
Sekda katakanlah dia bisa jadi PJ, tetapi asisten itu di... dia PLT, maka PLT itu tidak bertanggungjawab,
dia tidak pendelegasian sifatnya tidak... dia tetap berada di Sekda... apapun kejadian yang terjadi tidak
oleh si PLT, itu yang menjadikan. Hal yang berikutnya kalau si asisten ini jadi PJ. Jadi konstruksi
keuangan kita,... dalam pengelolaan keuangan kita itu betul-betul meletakkan pemisahan fungsi check
and balances. Jadi memang perumus undang-undang kita tadi menggariskan hal demikian.
Jadi memang Pak Ketua kami katakan tadi, ini memang diskusi yang kami pertimbangkan juga
dalam tim internal kami tadi, fungsi hal demikian seperti ini, benturannya dibenturkan di situ.
Permasalahan yang banyak terkait dengan kepala daerah yang tadi adalah permasalahan menyangkut
masalah keuangan daerah dan masalah pengelolaan barang daerah. Filter itu ada di Sekda, jadi
tentunya si PLT tidak pada posisi yang bisa sangat pas untuk menjadi filter dalam kontek itu. Nah
manakala kalau PJ...(suara tidak jelas) Sekda permanen dengan fungsi yang sangat apa tadi,
permanen dengan fungsi Sekda-nya...(suara tidak jelas) definitif, tentunya yang PJ dia tidak terlalu
konflik kepentingan nah mungkin tidak akan terjadi. Saya rasa demikian.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ini ketepatan diskusinya waktu itu Pimpinan Rapat-nya adalah Pak di Panja kita Pak Mustafa
Kamal. Jadi langsung saya bisik, Pak Mus ini kira-kira bagaimana? Ini ketepatan mantan bupati di sini
ada dua orang ini, kalau sudah cocok ya kan pikirannya yang menyangkut ini memang apa sedalam itu
untuk itu ya ini kan jadi conflict of interest jadinya kan kalau misalnya Sekda menjadi PLT, karena
konstruksi apa urusan keuangannya itu adalah yang mengaturnya Sekda. Terus yang kedua masalah
pengelolaan barang daerah itu juga Sekda. Sekda ini bosnya adalah kepala daerah. Nah kalau kepala
daerahnya mau maju lagi, ini tunduk dan patuh ini. Tunduk dan patuh nah malah lebih menyulitkan.
Jadi ada pikirannya tadi, mungkin nanti kita PP-nya Pak, PP-nya itu mungkin pikirannya
bagaimana Protap yang sekarang, nanti kalau Protap yang sekarang untuk PLT gubernur adalah
eselon I, untuk PLT bupati walikota eselon II. Eselon II kan? Mungkin ya kita diskusikan, tapi sebelum
itu coba Pak Mustafa Kamal, baru nanti kita putar diskusinya.
5
Nah sekarang kita carilah kira-kira yang paling soft gitu. Ya mungkin kalau Sekda karena sudah
akrab dengan masyarakat, ya dan juga masih punya kaitan dengan incumbent masyarakat tenang atau
sekaligus angkat saja gubernurnya atau bupatinya untuk sementara. Sebenarnya itu yang paling
mendasar dari argumentasi yang dikembangkan. Nah apakah kemudian dari pemerintah misalnya kalau
memang menurut peraturan perundang-undangan PP-PP yang sudah dibuat itu ada kesulitan, nah
bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa PLT-PLT ini selain juga dari pandangan-pandangan fraksi
jangan terlalu lama gitu ya, dibuat simulasi yang sesingkat-singkatnya, tapi juga selama menjabat
meskipun sudah ditegaskan.
Nah kemarin itu ada memang tidak boleh membuat kebijakan strategis, dia ganti kepala dinas,
angkat juga PLT kepala dinas, itu Pak Amirul Tamimi juga itu, ada kasus di daerah tertentu tidak boleh
merombak tapi dicopotnya diangkatnya PLT juga. Jadi ini bagi ini pengawasannya, karena begitu PLT
pengawasannya pemerintah saja ini kan selama beberapa bulan. Relatif fungsi-fungsi pemerintah
daerah yang lain tanda kutip ya dalam kondisi tidak utuh dan tidak berjalan seperti biasanya, sangat
bergantung pada pengawasan dari pusat.
Itu mungkin yang saya menjadi jiwa dari gagasan-gagasan yang berkembang.
Terima kasih Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Jadi Pak Malik Haramain nanti kita ikuti saja ini kita masih diskusi, karena belum berakhir di
sana, baru nanti resmi kita buat kita diskusi soal PLT ini. PLT yang dari mana gitu. Pemerintah tadi
sudah menyampaikan. Kita kan diskusikan waktu itu... apa Sekda. Kalau tidak Sekda, ada juga pikiran,
tapi kita ke Sekda pikiran yang disampaikan oleh Pak Mustafa Kamal tadi bagaimana dari pemerintah
tadi sudah menyatakan kita Protap yang biasa saja begitu. Protap yang biasa saja, cuma bagaimana
cara mengawasinya agar lebih, sebab misalnya kami contohkan, ini langsung kita contohkan, Sumut itu
14 dia bersamaan harus ada PLT. Sekarang ini sudah mulai banyak order itu bahwa dari provinsi ini,
dari provinsi yang eselon II wah sudah mau order kavling sini, kavling sini, itu membuat suasana
bagaimana caranya ya okelah Protap-nya mungkin begitu, tapi dari pemerintah bagaimana caranya.
Kalau gubernur, saya lebih aman mungkin, karena pasti dia dari Kementerian Dalam Negeri, itu
sudah okelah, cuma eselon II-nya tidak sampai 14 begitu, jangan sampai nanti ya di over juga untuk
bupati dari pusat. Inikan sepertinya bagaimana modelnya itu agar suasananya juga jangan orang kita
mau Pilkada, Pilkada yang baik, tapi sebelum itu sudah banyak permainan soal PLT. Makanya itulah
ide kita membuat ini tiga gelombang, biar jangan kepanjangan PLT-nya. Bukan soal harus nasional 5
tahun mendatang kita harus lakukan nasional, bukan, tapi kita pertimbangkan dari juga beberapa hal itu
bagaimana modelnya.
Kami buka saja, karena di sini mantan bupati juga ada, kami persilakan Pak Luthfi.
6
bupati definitif, kepala daerah definitif 10 tahun juga melakukan hal yang sama. Bahkan ada kepala
daerah menurut yang saya pahami tidak mau meninggalkan rumah jabatan itu Pimpinan. Bukan PLT
dia, saya mohon maaf saya sebut di sini misalnya Walikota Kupang dulu ya. Setelah selesai 10 tahun
jadi bupati, tidak mau dia keluar. Ini bukan PLT. Jadi kalau soal bawa-bawa barang itu, itu saya kira
sifatnya individual ya.
Kemudian mengenai kewenangan yang terbatas terhadap PLT, jangan sampai dia nanti
diangkat sebagai PLT dengan kewenangan terbatas tapi baru seminggu dia jadi PLT sudah melakukan
mutasi. Nah ini persoalan yang harus diatur dalam aturan pemerintah itu, di PP tentang Pengangkatan
PLT harus diatur secara detil apa-apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh PLT. Sehingga ketika
masa dalam proses dia melaksanakan tugas sebagai PLT, ada instrumen yang digunakan oleh
pemerintah tingkat atas melakukan kontrol, karena ini juga Pimpinan terus terang saja bahwa aspek
pengawasan ini yang lemah dari atas. Jangankan terhadap PLT itu, yang definitif saja itu hampir tidak
ada pengawasan Pak dari atas. Jadi seenaknya orang di bawah ini.
Supaya tidak panjang waktu, saya simpulkan pertama kita serahkan PLT itu sebagai domain
pemerintah. Pemerintahlah yang mengatur, yang tahu siapa pejabat yang memenuhi syarat untuk
menjadi PLT, syarat kepangkatan, syarat pengalaman, syarat pendidikan, mereka yang tahu.
Yang kedua, jangan kita jadikan kasus Paniai itu mengeneralisir semuanya, karena bukan
cuma PLT yang berbuat seperti itu, yang definitif pun juga ada yang lebih parah dari PLT. Bukan cuma
1 bukan cuma 2.
Yang ketiga, saya minta kepada pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi ini
mengangkat PLT, pengawasan harus ketat di aturan tentang pengangkatan PLT itu harus disebut
apakah di SK-nya nanti atau apa, itu apa yang boleh dilakukan apa yang tidak boleh, karena ada aturan
juga misalnya kepala daerah yang akan berakhir masa jabatannya 6 bulan tidak boleh melakukan
mutasi. Jangan 6 bulan, 1 minggu sebelum berhenti masih melakukan mutasi dan kita di pusat ini diam
saja Pak ya, pemerintah diam saja gitu biar terjadi pembiaran. Pejabat atau namanya orang yang
dipidana korupsi tidak boleh menduduki jabatan. Banyak di daerah bekas pidana narapidana korupsi
tetap menjabat. Saya tidak tahu apakah pemerintah pusat tidak tahu atau pura-pura tidak
tahu....(rekaman terputus)
Baik.
Segenap Pimpinan dan Anggota Komisi II, pemerintah dan teman-teman dari Komite II.
Saya ingin menambah sedikit Pak Prof., pentingnya kita bicara mengenai Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ya. Saya kira Ketua dan Saudara sekalian,
pemerintah nanti saya minta untuk menjelaskan mengenai jabatan tinggi dan jabatan madya di aparatur
sipil negara, di mana tunduk dengan catatan yang istilahnya umumnya itu dia adalah dinamakan
sebagai eselon I dan II. Itu akan menjadi kewenangan... menjadi kewenangan dari salah satunya
adalah dari Komite Aparatur Sipil Negara, Komisi Aparatur Sipil Negara.
Nah karena itu kemudian persoalannya adalah apakah kemudian dalam kontek PJ gubernur
dan PLT Sekda tadi itu ya kan. Tadi Pak mohon maaf ya menyampaikan bahwa niat 4 fungsi yang ada
sebagai Sekda, maka dia sesungguhnya adalah hanya sebagai boneka. Tidak bisa memutuskan
apapun, hanya pelaksana saja kan. Nah karena itu kalau kemudian pilihannya adalah Sekda tidak di-
PLT-kan memang kerumitan terjadi ketika proses pengangkatan dari Sekda itu Pak, karena ini iramanya
kemudian diatur oleh Komite Aparatur Sipil Negara.
7
Nah ini Ketua, saya kira kalau kemudian itu bisa dilakukan, barangkali tidak banyak orang yang
mau menjabat sebagai PLT bupati atau PLT walikota kalau pengisian dari Sekda itu adalah ya sudah
dalam waktu 1-2 bulan Kementerian Dalam Negeri berkoordinasi dengan Komite Aparatur Sipil Negara
ini daerah yang akan Pemilu di dalam Pilkada 2015-2019 dan sebagainya, pemerintah menyiapkan
kalau itu bisa dilakukan maka itu akan lebih bagus. Tetapi pilihannya adalah apa mau Sekda ini
kemudian dicopot hanya sekedar mengejar jabatan sebagai PLT ini? Ini sambil kita menegakkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014.
Nah tetapi kalau kemudian penjelasan pemerintah berkaitan dengan itu bisa dipastikan menjadi
bagian dari promosi kepegawaian, itu tidak soal. Tapi yang menjadi soal nah itu baru lain nanti.
Nah oleh karena itu soal pilihan kemudian apakah dia eselon I atau eselon I, Sekda atau eselon
I, Sekda kabupaten eselon II, saya kira kalau bisa... bisa dipakai kenapa tidak, dari pada. Lebih baik
yang generik eselon I atau generik eselon II dari pada sekedar kemudian menunjuk bahwa itu harus
Sekda. Jadi sama jadi pertimbangannya saya tambah satu saja soal kemudian kalau misalnya bagian
ada promosi siapa tahu bagian dari upaya yang pilihan Sekda itu akan menjadi PLT atau kemudian
tidak mau diganti, sebab kalau diganti nanti urusannya dengan Komite Aparatur Sipil Negara.
Itu Ketua tambahan dari saya dan Pak Kenedi ini juga walikota Pak, sebelum jadi DPD, profesi
aslinya itu walikota, DPD itu sambilannya saya kira, sampai sekarang masih ngakar dia di Bengkulu itu.
Berkenan ditambahkan Ketua ya.
Terima kasih.
8
kalau orang mumpung Pak, wah mumpung katanya. Sehebat-hebatnya orang aji mumpung itu Pak,
pasti gitu.
Jadi bagaimana nanti ya coba dipikirkan, ini pengalaman kami menemukan hal-hal seperti itu
yang kita temui. Ada juga yang baik, tapi tidak baik benar ini Pak Bupati. Loh kan kalau PLH itu kalau
PLT itu pastilah gitu ada hal-hal yang dan tidak akan tertib Pak. Ya tetangga juga saya lihat tetangga
dari Bengkulu juga ada yang PLT juga begitu. Pejabat-pejabat itu ...(suara tidak jelas) semua gitu. Ya
katanya saja tidak boleh, saya mengalami itu tidak boleh mengadakan ini mengadakan itu, katanya
Bapak... kalau istilah Bengkulu itu. Nah main sore juga dia, kalau istilahnya main sore.
Saya rasa itu saja Pak, jadi kalau pertimbangan-pertimbangan ya PLH-kan saja, hanya 3 bulan
hanya 4 bulan-5 bulan dapat definitif, ya lain kalau setahun Pak. Kalau setahun itu perlu diinikan
dipertimbangkan lagi, tapi kalau kurang dari setahun ya Sekda saja dan jauh lebih tertib. Saya
pengalaman ini jauh lebih tertib lebih aman nanti dan lebih terjagalah kondusif pemerintahan dan
masyarakat. Ya itu kalau kurang dari setahun gitu, tapi kalau lebih dari setahun ya saya sependapat
dilantik juga, karena nanti lain Pak kalau dilantik sudah pakai baju putih itu hanya 3-4 bulan wah penuh
keliling-keliling di kampung itu, mana ke mana dia ...(suara tidak jelas) permainan dia. Saya rasa
demikian ya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ada lagi?
Pak Willy?
Belum.
9
Oleh karenanya beberapa hal tadi ya. Beberapa hal tadi Pak Prof. Zudan untuk sekiranya kan
intinya begini, bahwa ini sebenarnya untuk aman begitu saja Sekda, tapi kita terhambat soal aturan-
aturan ini. Kalau begitu kita hindari agar aman, misalnya yang eselon II tadi sesuai dengan Protap
bagaimana kita cara menghindarinya biar bisa misalnya tadi ada usul PLH gitu.
Pimpinan.
Sebelum Pak Prof., saya interupsi mungkin sedikit.
KETUA RAPAT:
Ya.
Jadi ini pengalaman dalam praktek, biasanya kalau masa jabatan itu kurang dari 3 bulan,
biasanya Sekda yang langsung menjabat gitu, kaya DKI kemarin. DKI itu dari Pak Sutiyoso, Pak siapa?
Pak Poke ke ini, itu kan Sekda yang menjabat. Kemudian di beberapa kabupaten juga begitu, tapi kalau
6 bulan ke atas biasanya dianggap diangkat penjabat gitu dan dilantik pakai baju putih. Kalau dia cuma
PLT, itu tidak ada baju putih gitu. Itu saja Pak, pakai ...(suara tidak jelas) dia kalau pejabat gitu. Kalau
mungkin 6 bulan ke atas gitu ya Prof ya?
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Jadi ya termasuk nanti soal mengawasinya misalnya dengan kasus yang kita sampaikan
bagaimana caranya?
10
Kemudian bagaimana cara mengatasi seperti yang ditanyakan Pak Bupati Kerawang tadi Pak
Dadang, agar senioritasnya tidak terganggu, maka diturunkan eselon II dari provinsi Pak. Ini kan Sekda
kabupaten pejabat senior, paling senior di kabupaten, maka diturunkan eselon II dari provinsi agar
senioritasnya minimal sama dan benar yang disampaikan Pak Luthfi bahwa namanya pelaksana harian
itu adalah agar tidak terjadi kepakuman kekuasaan. Biasanya seminggu, 1 bulan dan beda antara di
dalam konstelasi pengisian jabatan kepala daerah itu ada 3 istilah, pelaksana harian, pelaksana tugas
dan penjabat.
Penjabat itu dilakukan ketika terjadi kekosongan definitif pimpinan daerah, itu penjabat, daerah
otonom baru atau ketika Pilkada-nya masa jabatannya habis dan belum terpilih yang baru, itu penjabat.
Pelaksana tugas diangkat ketika kepala daerahnya berhalangan sementara, misalnya menjadi terdakwa
dan diberhentikan. Pelaksana harian itu ketika menunggu pelantikan. Jadi ada 3 istilah yang digunakan
dengan tujuan berbeda.
Kemudian pertanyaan dari Pak Dadang itu begini yang harus dihindari adalah kita mengatur
yang bersifat fiktimogenik, mengatur yang berpotensi menimbulkan korban karena kita mengatur sulit
membedakan siapa pejabat yang berwenang. Misalnya sebenarnya yang berwenang untuk
menerbitkan izin itu gubernur atau Sekda. Nah ketika Sekda dia Sekda, posisinya Sekda tetapi sedang
menjadi penjabat. Misalnya dia menerbitkan sekarang izin usaha pertambangan. Dia memaraf sendiri,
dia menerbitkan dia rekomendasinya dari Sekda, tandatangannya dari Sekda. Maka pertanyaannya ini
dia paraf sendiri, dia tandatangani sendiri.
Kemudian Pak, nanti Pak Hamdani bisa lebih merinci dalam rangka pertanggungjawaban
penggunaan anggaran kepala daerah. Sekda itu dalam rangka menjadi penjabat dia menggunakan
anggaran di sekretariat, ini Pak, para bupati tahu dia sebagai kepala daerah, anggarannya itu pengguna
anggarannya Sekda, maka ketika Sekda mempertanggungjawabkan anggaran kepala daerah, itu dalam
posisi sebagai kepala daerah atau sebagai Sekda, karena apa Bapak dan Ibu, nanti asisten yang dia
sebagai pelaksana harian dia tidak boleh mempertanggungjawabkan anggaran, karena dia hanyalah
pelaksana harian, karena pejabat aslinya itu masih ada.
Jadi Bapak dan Ibu, seorang pelaksana harian sesungguhnya tidak mempunyai beban
tanggung jawab, karena pejabat aslinya itu masih ada. Jadi ini mohon izin kita harus jeli ketika Sekda
nanti menjadi menjabat kepala daerah, dia tidak melepaskan jabatan sebagai Sekda, karena kalau dia
melepaskan jabatan sebagai Sekda, dia tidak bisa menjadi penjabat, karena dia kehilangan status
jabatan aslinya.
Nah seorang nanti yang menjadi pelaksana harian dia pasti tidak mau dimintai
pertanggungjawaban karena dia bekerja atas konstruksi mandat. Dalam hukum administrasi seseorang
yang mendapatkan mandat, dia tidak bertanggungjawab karena pemberi mandat bertanggungjawab
penuh atas mandat yang diberikan.
Kira-kira seperti itu Pak Dadang khusus Sekda itu karena dia pengguna anggaran di Sekretariat
Daerah. Ini konstruksi yang trigi dan bersifat fiktimogenik.
Pak Hamdani monggo silakan atau rekan-rekan nanti yang paham betul pengelolaan keuangan
daerah.
Pak Hamdani silakan.
PEMERINTAH:
Baik.
Memang yang menjadi konsen kita di dua sisi tadi, pertama pengelolaan keuangan daerah,
termasuk adalah kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan juga kekayaan daerah yang dipisahkan
itu yang menjadi kekuasaan dari pada seorang kepala daerah. Ini juga kekuasaan pengelolaan
keuangan daerah dan kemudian pengambilan kebijakan.
Maka seorang Sekda yang tadi kita katakan berfungsi dalam hal fungsi Sekda dalam
koordinator pengelolaan keuangan daerah betul-betul... membantu. Nanti... bantu rumusan kebijakan
dan pengambil kebijakan tetap berada di kepala daerah. Kemudian si Sekda tadi adalah selaku
11
pengelola barang itu proses pengelolaan barang itu ada di Sekda, sedangkan keputusan-keputusan
pengambilan keputusan ada di kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan barang di
daerah dan juga Sekda berfungsi sebagai pengguna anggaran dan juga sebagai pengguna barang.
Nah dengan demikian tentu 4 segmen tadi harus dilepas seorang Sekda ketika dia menjadi PJ
kepala daerah, maka karena sesuai tadi dikatakan Prof. Zudan tadi masih defenitif yang bisa mengisi
posisi tadi salah seorang asisten itu tidak pada posisi PJ, tapi ada pada posisi PLT. Mungkin aturan
ASN belum memungkinkan sementara 6 bulan, dia kosong sebagai apa tadi, nanti setelah dia diangkat
lagi sebagai Sekda. Mungkin yang menurut hemat kami kalaupun mungkin dikonsultasikan tadi... kalau
3 bulan kurang, bisa saja, karena mungkin tidak... untuk yang aspek konflik kepentingan antara
pengambil kebijakan dengan proses kebijakan dengan pelaksana kebijakan itu tidak terjadi, karena itu
Sekda tadi pemroses kebijakan dan juga pengambil kebijakan pelaksana kebijakan. Sedangkan kepala
daerah itu diletakkan pada pengambil kebijakan dengan kekuasaan yang dimilikinya.
Makanya penetapan, maka SK-SK itu berada di bupati, apakah dia dalam kaitan dengan
Perda/Perkada, keputusan kepala daerah, penetapan pejabat-pejabat semuanya berada di apa,
prosesnya dilakukan oleh Sekda. Ini yang kita agak sulit ketika si Sekda tadi memang ada persoalan
yang ...(suara tidak jelas) bagaimana kita mencoba mengeliminir persoalan-persoalan tadi, tetapi di...
keuangan yang sekarang menjadi problem banyak kepala daerah kita kan masalah uang, itu adalah
masalah tegas sekali perumusan kebijakan, perumusan undang-undang ini, itu pemisahan fungsi
seperti itu fungsi-fungsi seperti itu harus jelas. Check and balance-nya harus jelas. Makanya dipisahkan
seorang kepala daerah dia jangan pada posisi dia adalah pemegang kekuasaan keuangan daerah,
pemegang kekuasaan barang milik daerah, pemegang kekuasaan berkaitan dengan aset... kekayaan
daerah yang dipisahkan, tapi juga masuk ke dalam wilayah perumusan kebijakan dan juga kepada
pelaksana kebijakan.
Sementara si Sekda yang di-PLT-kan, kita mengatakan PLT sesungguhnya bertanggungjawab
kepada siapa yang definitif Sekda-nya, ini yang bagi kita mencari rumusannya yang agak sulit.
Barangkali demikian tambahan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Pak Ketua,
Jadi tidak boleh ada istilah Pak Menteri Dalam Negeri tidak tahu, itu juga tidak boleh terjadi itu
bagaimana?
Kan kalau itu dibiarkan, bisa saja Menteri Dalam Negeri atau gubernur pura-pura tidak tahu
kan. Nah bagaimana membuat pengawasan sampai tidak ada yang tidak tahu begitu. Itu kan
bagaimana itu caranya itu?
Nah atau Anggota DPR ini besok ini kunjungan ke seluruh daerah itu. Kunjungan spesifik.
12
KETUA RAPAT:
Jadi kita juga ingin clear ini soal penjabat berhalangan tetap gitu kan. Berhalangan tetap,
diangkat penjabat. Itu biasanya berhalangan tetap diangkat penjabat kalau dari ukuran bulan
bagaimana?
KETUA RAPAT:
Bisa jabatannya habis atau dua-duanya meninggal dunia atau daerah otonom baru.
KETUA RAPAT:
Pejabatnya berhalangan sementara, misalnya terdakwa, ditahan. Tidak, kalau pergi haji itu PLH
ya.
KETUA RAPAT:
Pergi haji PLH, nah ini kita harus jelas ini, sebab nanti ada yang pas sesuai dengan
gelombangnya, ada yang hanya 1 bulan, itu bagaimana nanti ukuran waktunya? Yang mana PLH, yang
mana PLT, yang mana juga penjabat gitu, itu harus tiga aturan ini, itu satu.
Yang kedua adalah bagaimana cara mengawasinya apa cukup dengan PP 49 tadi? Saya kira
tidak cukup, tidak cukup itu. Jadi kalau kita Prof. Zudan ini baru sekali kita reses, baru kemarin, ini mau
reses kita, turun kita ke bawah. Yang pertama, yang banyak soal itu adalah saya dipindahkan Pak
Bupati, dikiranya Anggota DPR ini hebat kan, memang hebat gitu kan. Dipindahkan Pak Bupati dari
kecamatan ini ke ujung kecamatan sana gitu. Dia petugas kesehatan misalnya, petugas kesehatan,
yang biasa saja gitu tidak ada soal dari ujung ke ujung misalnya begitu. Padahal di sana tidak ada
tempat dia, tapi memang diputar-putar juga itu apakah harus ada izin? Dari mana itu izinnya? Apa dari
kementerian? Kalau dilakukan begitu bagaimana?
Ada 6 bulan saja camat itu sudah diputar-putar, Prof., saya kira hafal lah kenapa diputar-putar.
Nah ini kekhawatiran kita tadi jangan sampai kalau dia nanti PLT 8 bulan, ini berputar semuanya, sebab
tanpa ada misalnya pengadaan barang, penggunaan barang tanpa ada itu pun ini diputar, rakyat sudah
tahu. Jadi ini izin lagi soal perizinan lagi, bongkar semua lagi. Ini yang perlu sebenarnya pikirannya tadi
Sekda lebih aman.
Bagaimana cara membuat ketentuan?
Kalau pemerintah bisa menjawab itu, kita bisa oke.
13
STAF AHLI KEMENDAGRI (PROF. ZUDAN):
Pimpinan,
Saya ada sedikit lagi mengenai kekhawatiran jika PLT itu bukan Sekda, pejabat dari provinsi
karena dia akan melakukan mutasi, termasuk Sekda kata Pak Walikota tadi. Undang-Undang ASN
sekarang itu untuk jabatan pimpinan tinggi itu mutasinya diawasi oleh KASN dan mutasi untuk jabatan
pimpinan tinggi itu wajib dilakukan secara terbuka. Jadi kalau ada nanti mutasi yang tidak memenuhi
prosedur itu, maka KASN merekomendasikan kepada pejabat pembina kepegawaian untuk
membatalkan, itu pertama.
Yang kedua, kalau dalam perangkat peraturan pemerintah ada pembatasan-pembatasan
kepada PLT, berarti kalau dia melakukan mutasi yang oleh PP itu dilarang, maka KASN akan
menggunakan itu sebagai instrumen untuk meminta penundaan.
Saya kira begitu Prof., begitu Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Baik, Saudara-saudara karena Paripurna sudah habis, rapat Panja resmi kami buka.
Sudah selesai di sana ya, mau pending mau apa pokoknya sudah selesai. Kita sudah bisa
mengambil keputusan dalam Rapat Panja ini.
Baik, kita sudah diskusikan tadi soal PLT oh penjabat, penjabat bupati gubernur walikota.
Masalahnya sudah kita diskusikan. Oleh karenanya ada beberapa hal yang perlu kita lakukan
kesepakatan. Kalau misalnya itu Sekda tadi Sekda tampaknya jalan keluar susah gitu sesuai dengan
peraturan yang ada, tapi kalau Protap yang ada di Perpu ini itu adalah untuk provinsi adalah eselon I,
untuk kabupaten kota eselon II, nah itu yang ada.
Jadi yang harus kita jawab oleh yang harus kita atur bersama-sama dan minta jalan keluar oleh
pemerintah. Kita minta kepada pemerintah agar pertama agar jangan PLT ini menyalahgunakan
wewenangnya, ini penting untuk kita, sebab ini kekhawatiran juga bagaimana caranya misalnya kita
14
kaitkan dengan Undang-Undang Nomor 5 tadi dari Komite I DPD juga dari Pak Luthfi, juga tadi dari Pak
Dadang, juga dari PKS begitu, ini Pimpinan Komisi II dan juga sudah ada aturan PP 49 ya Prof., cuma
ini semua bagaimana siapa bentuk mengawasinya.
Jadi kalau kita sudah tunjuk yang mengawasinya tidak dilaksanakan, yang mengawasinya itu
yang kena, kan harus begitu. Jadi kalau kita kembalikan kepada eselon I dan eselon II soal ini tadi,
apakah bisa kita nyatakan. Tadi Prof. Zudan mengatakan ini akan kita buat PP yang baru, ini jangan ini
sudah dekat ini undang-undang ini nanti kita sahkan baru kita buat di penjelasan akan dibuat dalam
rangka pengawasan peraturan pemerintah. Tidak keluar-keluar peraturan pemerintahnya, jalan nanti ini,
kacau kita. Sedang berjalan, kalau bisa 2 Minggu setelah undang-undang ini disahkan apa bisa keluar
itu? Nah ini juga bagaimana cara mengakalinya. Jadi tinggal itu Pak dari pihak pemerintah.
Ada yang mau ditanyakan?
Izin Pimpinan.
Saya ada usul begini, kita sinkronkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
ASN, di situ tidak disebut lagi eselon tapi jabatan pimpinan tinggi pratama, madya dan utama gitu. Kita
sinkron saja di situ. Yang boleh menjabat sebagai PLT gubernur adalah jabatan pimpinan tinggi utama,
sorry madya ya, tidak, Dirjen kan, utama kan Dirjen.
INTERUPSI:
Izin Pak Luthfi, kalau jabatan pimpinan tinggi utama itu seperti Kepala BKN, LAN, kalau yang
pimpinan tinggi madya itu Dirjen, pratama itu yang eselon II ya.
KETUA RAPAT:
Ya, bisa kita pahami asal saja ketentuan yang tadi bagaimana cara mengaturnya.
15
INTERUPSI :
KETUA RAPAT:
Ya, jadi misalnya tetap seperti Perpu ya usul inisiatif dari DPR ini, tapi di penjelasan apa bisa
gitu ya, di penjelasan tidak boleh dia mengambil keputusan strategis, tapi kalau 6 bulan atau
bagaimana mengawasi harus ada kita dia harus diawasi sesuai peraturan perundang-undangan.
INTERUPSI :
Pak Ketua mohon izin. Nanti di SK pengangkatan saja dibunyikan, dia dilarang melakukan ini,
ini, ini, kemudian diwajibkan membuat laporan tertulis secara rutin seperti itu Pak.
KETUA RAPAT:
Tapi harus dibuat di penjelasan undang-undang ini, kalau tidak nanti maling dia.
Silakan Pak Saan.
Ya, ini kan soal kan sudah ada titik temu ini, kita akan menggunakan Perpu-lah ya untuk soal
penjabat ini kan, tinggal bagaimana orang yang diangkat sebagai penjabat ini, ini kan tidak
menyalahgunakan wewenangnya, karena dia hanya penjabat kan ya gitu ya. Nah apa jaminannya tidak
melakukan keputusan-keputusan yang sifatnya strategis? Karena banyak hal di daerah-daerah itu, dia
PLT saja misalnya bupatinya berhalangan, wakilnya jadi PLT, wakilnya begitu PLT keluar SK-nya, tidak
lama kemudian langsung geser itu kepala-kepala dinas digeser kan semua kan gitu. Nah padahal
dalam yang undang-undang sesuai Perpu itu kan tidak boleh menggeser. Kalau misalnya setelah mau
Pilkada mau apa kan. Nah jaminannya ini yang penting kan jaminannya.
Tadi ada usulan di SK, apakah SK cukup akan menggaransi itu tidak akan melakukan itu? atau
memang jalan keluarnya kita carikan ininya. Apakah memang di penjelasan undang-undang ini,
sehingga benar-benar mengikat kan gitu loh. Ada kekuatan hukum yang mengikat kan gitu kan. Kalau
SK kan kurang inilah kekuatan hukumnya kurang kuat kan gitu ya.
Nah jadi menurut saya mungkin di penjelasan bisa saja kan, tapi kalau misalnya bisa diatur
peraturan pemerintah kalau bisa cepat bisa juga mungkin ya. Terjemahannya kan untuk soal ini. Ya
mungkin di penjelasanlah menurut saya kalaupun mau ini dibuat di penjelasannya untuk PLT. Sudah
kita serahkan ke ini saja ke Tim Ahli saja itunya, tapi yang penting sesuai dengan Perpu untuk ininya,
tinggal jaminan itunya saja dia tidak menyalahgunakan wewenang sebagai penjabatnya.
16
Terima kasih Ketua.
KETUA RAPAT:
Silakan.
KETUA RAPAT:
Saya kira sudah selesai, dengan catatan tadi itu. Pihak pemerintah apa di penjelasan juga
dilakukan ada, PP juga ada kita lakukan. Jadi kalau di penjelasan itu nanti menjadi pegangan... atau
tidak usah PP, Permendagri juga bisa, kan cepat. Bisa cepat, ini kan mengatur teknis itu saja lebih bisa
cepat, jadi tidak usah peraturan pemerintah, jadi lama lagi nanti. Permendagri saja agar kekhawatiran
kita yang ada di sini tadi ada akan terjadi penyalahgunaan wewenang yang diberikan. Di samping
catatan mengenai peristilahan ini. Kalau nanti hanya 2 Minggu apa tetap namanya PLT ya kan, hanya 2
Minggu, ada yang 2 bulan nanti. Kalau kita lakukan nanti dengan tiga gelombang ini, ada yang 1 bulan,
ada yang 2 bulan, ada yang 3 bulan begitu. Ini untuk disesuaikan.
Saya kira ini pihak pemerintah bulat ya soal keputusan kita kembali ke Perpu dengan catatan
kita harus bikin di rumusan penjelasan tadi. Ya Pak Riza oke sudah?
(RAPAT: SETUJU)
Kalau Pak Saan oke cepat, karena kita kembali ke Perpu, itu penting.
17
WAKIL KETUA (MUSTAFA KAMAL, S.S. / F-PKS):
Ini yang perlu diingat ini nanti DPR dan DPD ini akan panggil semua PLT itu, kita akan ingatkan
itu dan kita kunjungi ya, kita kunjungi itu satu per satu itu kelihatannya.
KETUA RAPAT:
PEMERINTAH:
18
Tadi kami berdiskusi dengan Pak Husni melalui telepon, ketika sosialisasi dipotong, Pak Husni
itu menghitung kira-kira tinggal 10 bulan Pak tahapannya. Sudah dengan 2 putaran, sudah 2 putaran itu
10 bulan. Sudah dengan sengketa di Mahkamah Konstitusi 10 bulan. Kalau dia menghitung sengketa di
Mahkamah Konstitusi itu 10 bulan. Tapi dia MK menghitung seperti itu. Kalau tidak ada sengketa berarti
bisa 9 bulan setengah. Nah tetapi ini saya kira masih bisa diringkas kembali.
Ini kira-kira pandangan pemerintah Bapak dan Ibu dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip
legitimasi, tetapi kita juga bisa melihat bagaimana agar prinsip Pemilu ini tidak menimbulkan konflik dan
bisa lebih cepat selesai.
Demikian Pimpinan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Jadi kita buka sekarang tentang hal ini begitu ya, kita buka ya pemerintah tetap menginginkan
30 dengan alasan tadi itu di samping soal legitimasi ya, juga soal disampaikan tadi pentahapan ini bisa
lebih kita peringkas begitu, dan juga hal-hal yang menyangkut pelaksanaan, tapi kalau pemerintah
setuju 1 putaran, kenapa kita susah-susah batas-batasan itu. Ini sekarang kita mau buka, kita mulai
bebas saja ya, atau mau DPD duluan menanggapi silakan, baru masuk nanti Pak Malik, baru masuk
nanti Pak Amran ya dalam waktu ¾ jam ini, ini kita perbincangkan biar selesailah.
Ya silakan Saudara Ketua Komite I DPD.
Saya tadi malam memang mencermati betul apa yang disampaikan pemerintah. Ada beberapa
poin ini ada 9 poin ya Pak Zudan. Mulai pertama soal tidak berpasangan sampai kemudian terakhir
adalah mengenai pergeseran waktu pelaksanaan Pilkada dan meletakkan penentuan lolos sebagai
pemenang itu adalah 30% dengan pertimbangan 2 hal. Pertama adalah penguatan legitimasi, lalu yang
kedua adalah soal partisipasi yang tadi Prof. Zudan saya kira belum menyampaikan mengenai tingkat
partisipasi, sekaligus evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri.
Nah kalau kemudian menganalog dari pemikiran pemerintah 30%, dengan tingkat partisipasi
bukan rata-rata, yang terendah adalah di Sumatera Utara saya kira Pak Ramli, 48%. Jadi karena itu
Gubernur Sumatera Utara itu adalah dipilih oleh 30% dari 48 suara pemilih di Sumatera Utara. Jadi
kalau main persentasenya ini.
Nah karena itu Pak Zudan dan Bapak Ibu sekalian, kalau melihat dua indikator, pertama
legitimasi oke itu asumsi Pak. Lalu yang kedua soal partisipasi. Dengan evaluasi dari pemerintah saya
kira ini dimaksudkan dengan mungkin linear ya partisipasi yang dimaksudkan pemerintah, tapi kalau
kemudian asumsi bukan asumsi dengan melihat fakta yang terjadi akhir-akhir ini maka itu terbantahkan
antara legitimasi dengan partisipasi yang fakta ini terjadi.
Nah karena itu bagi DPD Bapak Ibu sekalian, bagi DPD kita mengusulkan secara resmi pada
rapat di Komisi II adalah untuk kemenangan itu adalah 50% lebih tetapi untuk persyaratan masuk itu
adalah 20% dari suara persentase yang ada. 50% kami konsisten dengan pendapat kami pada waktu
itu. Sehingga bisa misalnya atau kemudian yang kedua adalah seperti yang disampaikan PKB pada
waktu itu masuknya 25 tetapi kemudian di ujungnya bebas, sehingga dia tidak ada putaran kedua. Jadi
kalau DPD kemudian memberikan satu seperti itu adalah dengan asumsi semakin memperkuat
legitimasi pemerintah.
19
Nah saya kira kalau pemerintah setuju dengan DPD, saya kira legitimasi pemerintah pun juga
akan kuat itu Pak.
Terima kasih Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Oke, lanjut.
Ini legitimasi ekstrim sampai dengan yang diusulkan oleh Partai Golkar. Ya 25, siapa yang
paling tinggi di atas 25 itu, itu dari kenyataan perhitungan tadi. Jadi kali ini Golkar cocok dengan DPD.
Kami persilakan.
KETUA RAPAT:
20
F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):
Ya sebetulnya alasan-alasan terutama 1 putaran itu sudah disampaikan sedemikian rupa ya?
Dulu waktu kita membahas DPR periode lama juga sudah pernah kita sampaikan sedemikian rupa, jadi
prinsipnya yang pertama kenapa PKB, saya mengusulkan satu putaran, spirit dan semangat merevisi
Undang-undang ini kan sedernaha, jangan kemudian membuat Pilkada itu menjadi lebih rumit, jangan
membuat Pilkada itu lebih komplek, yang kemudian semalam penyelenggaranya baik KPU, kemudian
Bawaslu sulit melaksanakan dan menerjemahkan Undang-undang itu.
Nah salah satu menurut kita yang kemudian kita bukin sederhana adalah, bagaimana membuat
Pilkada yang efektif, efisien prinsipnya. Nah karena itu tentu saja tanpa mengurangi substansi
demokrasi, salah satunya memang legitimasi. Nah karena itu PKB sekali lagi mengusulkan bahwa
Pilkada satu putaran itu menurut saya sama sekali tidak berhubungan dengan efektifitas
pemerintahannya, tidak linier begitu. Ada Kepala Daerah yang menangnya sampai 80, sampai 90
sekian persen ternyata tidak efektif. Ada Kepala Daerah yang menangnya pas-pasan mungkin 31 atau
32 persen justru efektif, dan sebagainya, dan sebagainya itu. Nah karena itu kami berfikir bahwa selisih
kemenangan seorang Kepala daerah itu tidak berkorelasi, tidak selalu linier dengan efektifitas
pemerintahannya, itu yang pertama.
Yang kedua saya semakin yakin dengan data yang disampaikan oleh pemerintah di 1.027
Pilkada kemudian seratus kurang atau sembilan koma sekian persen kurang, yang 2 putaran, itu artinya
apa, ini dengan thrashold 15 persen, bukan dengan 20 persen, ini thrasholdnya 15 persen, artinya
semakin tidak, saya berfikir kebalik artinya semakin tidak relefan Pilkada 2 putaran ini, apalagi kita
bersepakat thrashold nya 20 persen semakin tidak relevan, semakin habis ini, kalau kemudian aturan
ini semakin tidak relevan, mengapa kita buat lagi putaran kedua dan sebagainya itu.
Nah alasan ketiga saya adalah alasan sekali lagi sering saya sampaikan bahwa calon Kepala
daerah yang menang di putaran pertama, mayoritas menang di putaran kedua, tunjukkan kepada saya
daerah mana yang menag di putaran pertama, kemudian kalah di putaran kedua, hanya Gresik, tidak
Jokowi dari awal menang, dari awal menang, kalah ya? Jadi karena masih debatable tidak usah pakai
sumber. Jadi yang ada adalah Gresik mana lagi, Bengkulu, mana lagi? Dari sekian daerah. Menurut
saya sebetulnya buang-buang duit saja, kasarnya kira-kira begitu wong yang menang putaran pertama
selalu menang dan selalu dominan di putaran kedua kok.
Yang ketiga alasan saya tentu saja alasan efisiensi ini yang selalu kita tekankan, kita sudah
kaji, kita sudah analisis, kita sudah konfirmasi baik dengan KPU kabupaten, KPU kota bahkan KPU
provinsi. Pasti bahwa Pilkada dengan 2 putarandan Pilkada dengan satu putaran itu selisih nya 30
sampai 40 persen, anggaran itu.
Kemudian yang ke empat adalah sebetulnya mengantisipasi kemungkinan konflik, jadi
seringkali kemudian putaran kedua Pilkada itu lebih seru ketimbang putaran pertamqa, jadi semakin
banyak calon Kepala Daerah maka semakin tidak seru sebetulnya persaingan tapi ketika masuk
putaran kedua persaingan semakin tajam, nah karena itu Pilkada satu putaran itu sebetulnya juga
mengantisipasi kemungkinan potensi konflik yang bakal muncul ketika putaran kedua itu terjadi.
Nah alasan yang kelima adalah alasan kecurangan politik masyarakat pak, jadi jangan sampai
kemudian ada kesan bahwa Pilkada itu bertele-tele, kira-kira begitulah.
Nah yang terakhir menurut saya yang paling penting juga selain efisien dari sisi logistik, atau
anggaran, sudah pasti efisien dari sisi waktu, tadi disampaikan Pilkada berapa? 10 bulan, kalau
kemudian Pilkada hanya satu putaran, itu bisa berkurang 2 sampai 3 bulan, atau 2 bulan, menurut saya
apa namanya itu alasan-alasan dan reasoning-reasoningnya sehingga masuk akal ksalau kemudian
PKB mengusulkan agar Pilkada 1 putaran dengan syarat bahwa thrashold nya naik, kalau thrashold nya
masih 15 persen jangan satu putaran, tapi thrashold nya kita sudah naik 20 persen atau 25 persen
kursi. Kalau kita hitung konselasi atau konfigurasi politik di daerah tidak mungkin pengusung itu pas 20
persen, ya mungkin tapi kecil, yang pasti tidak berkurang, pasti lebih. Kalau kita hitung 100 persen
21
maka sebetulnya kemungkinan 4 pasang itu maksimal, prediksi kita paling 3 pasang yang muncul kan
begitu. Nah 3 pasang itu potensinya satu putaran besar sekali, mungkin perlu dilengkapi datanya pak
Prof. Ini yang 100 ini pesertanya berapa? Yang 100 putaran kedua itu pesertanya mungkin lebih dari 5
pasang, tetapi yang menang satu putaran itu mungkin di bawah 4 pasang.
Nah karena itu bapak dan ibu sekalian yang saya hormati, sekali lagi bahwa apa namanya
legitimasi itu penting, kami berani mengusulkan Pilkada satu putaran asumsinya karena memang kita
sudan putus thrashold naik 20 menjadi 20 persen atau 25 persen suara, dan saya kira fakta-fakta di
lapangan termasuk yang disampaikan Prof tadi menurut saya itu justru mendukung bahwa kita saatnya
membuat Pilkada yang sederhana, Pilkada yang tidak apa Pilkada yang efisien, tidak hanya dari logistik
dana, tapi juga efisien dari segi waktu, saya kira itu alasannya.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Boleh, boleh, mengajukan pertanyaan, kalau bertanya boleh, berpendapat juga boleh, yang
tidak boleh ngamuk.
Saya ingin mengajukan pertanyaan ke pemerintah, sebelum kita maju lagi diskusi apakah
punya data mereka yang minim kemenangan, artinya minim legitimasi itu pemerintahannya tidak efektif,
saya menemukan pemimpin daerah yang masuk rekor MURI itu Kabupaten Mojokerto itu berakhir di
Penjara, kemudian saya temukan juga yang masuk rekor MURI berikutnya itu di Bangkalan, itu juga
berakhir di Penjara karena over legitimate. Cuma saya tidak punya rekor MURI yang 30,05 ini saya kira
pemerintah punya datanya, sebelum kita melanjutnya diskusinya karena kalau kita tidak mau ada
thrashold kemenangan itu juga tidak dibutuhkan thrashold pencalonan. Kalau tidak perlu thrashold
kemenangan itu tidak dibutuhkan thrashold pencalonan sebetulnya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Nanti tidak usah dijawab dulu apa, nanti sekaligus ini Prof Zudan mencatat ini Partai Demokrat
yang kira-kira pro tidak perlu ada ambang batas kemenangan, ini pertanyaan, kalau untuk mencalonkan
ambang batas harus ada partai politik, kalau tidak ada semua kita nanti menjadi calon seluruh partai
yang tercatat menjadi calon, oleh karena itu kita putar dulu ini Prof. Kita putar dulu, apa sekarang
masuk ke PAN, silakan Pak Amran.
Kepada pemerintah yang saya hormati, pertama waktu ada diskusi atau pembicaraan di Komisi
II itu sebenarnya PAN berpendapat bahwa Pilkada ini kita upayakan satu putaran, dan mengenai
ambang batas itu kita abaikan, salah satu yang saya sampaikan saat itu bahwa apakah ada sebuah
data, bahwa yang pemenang Pilkada yang legitimasinya tinggi itu bagus roda pemerintahannya,
kemudian yang legitimasi itu rendah itu roda pemerintahannya tidak bagus. Waktu itu saya bertanya
apakah ada sebuah data? Kenapa? Betul apa yang disampaikan tadi oleh dari Demokrat bahwa
jangan-jangan yang terlalu tinggi itu menjadi over conviden sehingga apa saja ingin dilakukan, karena
data ini atas nama rakyat, dukungan rakyat penuh kepada saya, nah itu, karena sampai saat ini saya
22
belum mendapatkan jawaban. Kemudian dalam sebuah perjalanan ini kan dinamis, politik ini dinamis,
masukan-masukan juga dari daerah dan juga dari internal, dikatakan ini harus ada sebuah angka, atau
batas ambang kemenangan yang harus kita tukar, nah disitu terjadi diskusi-diskusi kayaknya ya
kesimpulannya bahwa kembali ke Undang-undang nomor 1, yaitu 30, tadinya kita mau menaikkan lagi
35, tapi ya tetap kembali ke 30. Dengan berbagai macam alasan termasuk alasan yang disampaikan
tadi oleh Pak Saan Mustafa, bahwa ya kita sudah menentukan syarat dukungan untuk DPR sekian
persen, 20 persen, suara 25 persen ya tentu ambang kemenangan itu di atas itu.
Saya kira ini untuk mengambil jalan tengah secara moderat pak, kalau pendapat PKB itu
mengatakan sudah tidak usah ambang batas, ada yang terlalu ekstrim juga 50 persen, kita ambil
tengah-tengahnya. Saya kira itu pimpinan 30 persen, itu moderatlah itu, ini jangan dikaitkan, tidak ada
kaitannya ini, 30 persen, kembali ke Perpu 30 persen kalau kembali ke biasa sering ditanya oleh Pak
Saan dukung siapa? Saya bilang cuma saya yang tahu, saya kira itu.
KETUA RAPAT:
Jadi awal mula PAN tanpa ambang batas, 2 jam lagi itu bisa beruibah kembali ke tanpa
ambang batas, kembali ke jalan yang benar, oke kita lanjutkan Gerindra.
Terima kasih Pimpinan, Pimpinan yang saya hormati, Anggota dari Pemerintah yang saya
hormati, saya pernah megalami pak, ketika tahun resesingnya tahun 1999, tapi ketika itu melalui DPRD,
calonnya 9 orang pak, karena masih baru, Ketua DPRD nyalon, sekretaris daerah nyalon, kepala
Bappeda nyalon, Direktur RSU nyalon, banyak sekali dan alhamdulillah saya terpilih tidak ada satupun
yang saya geser pak, Sekda ya tetap menyelesaikan masa jabatannya, Kepala Bappeda, Direktur tidak
ada satupun yang saya ganti, ketika itu yang diambil karena calonnya 9, itu diambil kesepakatan oleh
DPRD suara terbanyak, ada yang dapatnya suara 0, saya suara terbanyak itu mendapatkan hanya 11,
dilantik tidak ada masalah. Dan di 2005 melalui proses pemilihan langsung, alhamdulillah saya terpilih
kembali pak, jadi kalau disyaratkan legitimasi ternyata dari faktor yang ada contohnya Jawa Tengah itu
tingkat partisipasinya 52 persen itupun ada beberapa calon Gubernur, kalau kita hitung prosentasenya
kan juga lebih banyak yang tidak menggunakan hak pilihnya.
Jadi kalau kita melihat perkembangan sekarang, lebih-lebih manakala, isu yang kemarin itu
sangat menggegerkan atau sangat jelas sekali di parlemen itu ada 2 kekuatan besar, KIH dan KMP nah
ketika 2 kekuatan besar ini nanti di break down sampai ke daerah bukan tidak mungkin calonnya itu
hanya ada 2. Ketika itu pada sepakat mempertahankan sampai tingkat daerah tetapi kalau dengan
persoalan ambang batas untuk pencalonan itu 20 persen paling-paling nanti calonnya itu untuk lebih
dari 3 sulit pak, sehingga kalau calonnya itu hanya 3 atau 2 kita bicara prosentase 25 persen, 30 persen
itu tidak ada artinya, karena toh ketika calonnya 3 itu pasti ada yang 25 persen, pasti ada yang 30
persen, lebih-lebih kalau calonnya hanya 2, itu pasti salah satu diantaranya 50 persen, nah kami dari
Partai Gerindra mengusulkan mungkin supaya kita sederhana, hemat dan tidak ada putaran kedua,
diambil saja kesepakatan kita untuk suara terbanyak, siapa yang terbanyak itulah yang berhak untuk
menjadi pemenang. Usulan dari partai Gerindra demikian pak.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
23
WAKIL KETUA (Ir. H. AHMAD RIZA PATRIA, MBA/F-GERINDRA):
Terima kasih Pimpinan, saya melengkapi saja, sebetulnya apa yang disampaikan pak
Bambang ini sudah cukup ya, karena beliau langsung melaksanakan, merasakan, berhasil di DPRD
dan berhasil di Pilkada langsung, saya menyetujui tidak perlu ada ambang batas, jadi cukup satu
putaran saja dengan alasan yang pertama, efosien efektiflah, saya tidak perlu jabarkan, semangat kita
efisien, efektif, kemudian kedua mengurangi kegaduhan politik, yang ketiga adalah mengurangi atau
menghilangi polarisasi. Jadi kalau calon itu lebih dari 2, kalau 5 itu biasanya konflik horisintal maupun
konflik vertikal itu hampir tidak ada, tapi ketika masuk di putaran kedua, hampir dipastikan ada konflik
dan 5 tahun itu tidak selesai. Jadi kalau saya terpilih jadi bupati maka PNS yang mendukung Pak Malik
itu tidak saya beri tempat itu, begitu sebaliknya, kalau Pak Malik yang menang, ada PNS yang kira-kira
sering ketemu saya, nonjok itu 5 tahun.
Jadi kalau calonnya lebih dari 2 dan diputus satu hampir pasti hilang konflik. Jadi masalah
legitimasi sejujurnya yang lebih legitimate itu adalah yang di putaran pertama, karena ketika
masyarakat memilih pada putaran pertama, karena itulah pilihan sesungguhnya, ketika pilihan kedua
belum tentu pilihan yang dipilih pertama itu ikut dipilihan putaran kedua. Jadi yang sangat legitimate dan
orisinil sebetulnya adalah calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang dipilih pada putaran
pertama, saya kira itu saya tidak perlu berpanjang lebar, tadi sudah disampaikan oleh teman-teman
yang lain, Pak Malik sudah menjelaskan, Pak Bambang dan mungkin yang lain jadi Fraksi Gerindra
sepakat untuk satu putaran tidak perlu ada putaran kedua, sehingga tidak perlu ada ambang batas.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ini kalau dipakai banyak teori bisa saja, tapi sudah disampaikan jadi siapa yang jadi bupati,
walikota, gubernur, itu sudah ada tercatat dalam takdir itu sebetulnya. Jadi mau pakai legitimasi, tidak
legitimasi, pakai ambang batas dan tidak itu sudah kalau jadi ya jadi, jadi saya pikiran sederhana saja
pokoknya yang paling hemat biaya dan hemat waktu ya itulah yang kita pakai.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Jadi mana yang paling hemat biaya, dan hemat waktu ya satu putaran ini, jadi gaya ustadz ini
penyampaiannya. Kami lanjutkan Partai Golkar? Oh sama, kami lanjutkan PDIP.
Terima kasih Pak Ketua dan pemerintah, ini artinya dari hasil Poksi di PDIP setelah kita
mencermati apa yang sudah diinformasikan oleh pemerintah dari pengalaman 10 tahun melaksanakan
pemilu kepala daerah dan juga melihat hal-hal yang menjadi efek dari pemilu ada putaran pertama,
putaran kedua, legitimasi dan sebagainya tadi saya juga sependapat dengan teman-teman memang
tidak ada korelasinya juga yang terpilih dengan suara terbanyak dengan yang artinya pas-pasan juga
sebenarnya juga kurang lebih sama. Tetapi yang penting saya melihat itu adalah dukungan parlemen,
setelah dia terpilih bukan dukungan dari masyarakat, tapi dukungan parlemen, jadi kalau dukungan
parlemennya kurang kuat, tentu juga pemerintah itu juga tidak kuat.
24
Jadi bukan masalah legitimasi nya yanng menjadi ini. Tapi di dalam kesimpulan kami dari PDIP
itu bahwa kami ikut Perppu, ikur Perppu pak, terutama artinya menghargai Pak SBY kemarin dengan
artinya beliau susah payah untuk menjelaskan ke masyarakat kan, setelah work outnya itu, ya tetapi itu
sudah, saya jelas tetapi kita bersyukur bahwa ada peningkatannya itu adalah karena kita membatasi 20
persen tadi ya? 20 persen dengan 25 persen suara dan kita melihat bahwa 30 itu memang itu sangat
pas, bukan berarti dari DPD bahwa 50 persen itu ini, ya 50 persen plus ini, mungkin seperti itu ya? Itu
biasanya kalau head to head tapi umumnya Pilkada di daerah itu biasanya terjadi cukup banyak calon,
tetapi juga perlu menjadi catatan kita bahwa di Kalimantan Tengah itu juga pernah sesuatu yang terjadi,
sesuatu yang terjadi itu untuk bahan kita bahwa perseorangan itu bisa mengalahkan seluruh partai
politik ya jadi itu terjadi di Kabupaten Seruyan namanya, jadi itu hanya ada 2 head to head
perseorangan dengan seluruh partai politik ternyata partai politik kalah.
Nah artinya ini juga menjadi bahan kita, nah artinya kami dalam hal ini untuk batas, ya untuk
lebih mempersingkatnya ya kami ikut Perppu 30 persen pas itu jangan sampai kurang sedikit, tidak
kurang tidak lebih. Artinya kalau dia kurang dari 30 persen putaran kedua, kalau dia lebih atau pas 30
ya sudah itu, jadi hati-hati menghitungnya harus 30 persen, jadi kalau dia kurang nol koma sekian
berarti harus 2 putaran. Kira-kira begitu Pak Ketua.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Tidak kali memang beberapa kali PDIP memang konsisten dengan demokrat, oh penyeimbang
ya? Lanjut Nasdem.
Terima kasih Pimpinan, Wakil pemerintah dan teman-teman dari DPD, sebelum saya
menyampaikan mengenai ambang batas ini, kami dari Fraksi partai Nasdem dalam diskusi itu
menyimpulkan beberapa hal.
Pertama kita mau disamping aspek ligitimasi dari orang yang terpilih dari Kepala Daerah yang
terpilih ini, kita juga menginginkan agar supaya melalui Pilkada itu, sistim Presidensiil di daerah itu
diperkuat, nah dengan mekanisme ini maka calon yang akan maju menjadi kepala daerah itu dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak banyak calon yang bisa ikut bertarung, caranya adalah syarat
dukungan kursi itu 30 persen sehingga tidak banyak orang yang bisa maju dan yang suara 35 persen,
dengan demikian yang bisa maju itu paling banyak 3 pasang calon dan mungkin hanya 2 pasang. Kalau
2 pasang calon maka dengan sendirinya seperti dikatakan tadi oleh DPD hanya 50 persen plus 1 itulah
yang menang. Jadi pemerintah yang baik itu pemerintah yang kurang memerintah pak, tetapi
bagaimana ini kita atur sedemikian rupa mekanismenya sehingga tidak banyak orang yang masuk ke
situ, ya itu dibatasi, dibatasi orang masuk ke situ, kemudian nanti yang menang, yang menang itu
sudah punya modal, di DPR sudah punya modal suara di DPR dan memiliki legitimasi yang kuat itu
yang pertama.
Yang kedua kenapa harus 50 persen ada beberapa kabupaten jumlah penduduknya itu di
bawah 50.000 pak, di bawah 50.000 pemilihnya, pendudukpun di bawah 50.000 bukan Cuma pemilih,
di Papua, Pulau seribu kan tidak dipilih pak, tidak dipilih, di Sumatera Utara juga ada kabupaten yang
pemilihnya tidak sampai hanya 42.000 atau berapa, nah artinya apa? Kalau pemilihnya kurang dari
50.000 dengan dapat suara 15.000 kalau Cuma 30 persen terpilih dia, sehingga bagi pemodal ini
sangat gampang mengontrol ini, nah karena itu seksali lagi kami dari Partai Nasdem. Pertama kita ingin
meperkuat sistem presidensiil di daerah, kita mau memperkuat legitimasi, keterpilihan orang yang
menjadi kepala daerah, dan kita mau orang yang maju menjadi Kepala daerah itu tidak banyak
bertarung, sehingga hanya 2 paling banyak 3, sehingga peluang 30 persen plus satu itu sangat terbuka.
Itu saja pimpinan terima kasih.
25
KETUA RAPAT:
PPP.
Terima kasih.
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.
Saya ini tidak apa ya? Ditanya-tanya orang-orang ini juga, kawan-kawan di PPP ini belum ada
yang jawab, dan saya juga tidak mendapatkan mandat, tetapi walau demikian kalau menurut pemikiran
saya para calon ini kan sudah diselektif sedemikian rupa oleh partai, artinta dia sudah punya nilai
apalagi dengan persyaratan prosentase dari kursi itu. Jadi maksud saya berapapun yang didapat asal
dia sudah terbanyak dia sudah baik dari sebelumnya, jadi pola pikirnya saya sederhana saja begitu,
sekecil apapun yang didapatkan posentase itu orang sudah dipilih, dan sebelumnya sudah beberapa
kali pemilihan.
Terima Kasih.
KETUA RAPAT:
Ini suara paling pas, sudah semua ya? Sudah semua ya?
KETUA RAPAT:
Oh ya, Amran.
Ini dulu waktu rapat kemarin itu, mudah-mudahan saya dapat jawaban pak ketua, dulu waktu
rapat pertama itu membicarakan persoalan ini ambang batas, saya kan pernah menanyakan apakah
ada data yang dimiliki? KDH Kepala daerah yang terpilih yang ligitimasinya sangat tinggi dengan yang
sangat rendah pembedaan dalam roda pemerintahannya itu, ya perolehan suara legitimasi ada yang
dapat, apakah ada pembedaan? Dan pada masa dia menyalahkan pemerintahan itu efektif atau tidak
batas atau tidak antara mendapatkan 70 persen suara dengan mendapatkan katakanlah itu 20 persen
suara, katakanlah itu, apakah ada? Kalau tidak ada, tidak ada data dari Kemendagri atau ada data tapi
ternyata yang tidak efektif pemerintah bahkan banyak yang bermasalah itu adalah yang mendapatkan
suara lebih banyak pada saat Pilkada, legitimasinya dianggap tinggi berarti kan tidak ada jaminan juga,
tidak ada sebuah jaminan juga bahwa ambang batas itu, nah ini. Nah ini saya pada saat pemerintah
memberikan jawaban ini, ada tidak data-data itu.
26
KETUA RAPAT:
(RAPAT : SETUJU)
Ya para Bupati dan walikota yang saya hormati, jadi apakah ada pengaruh antara periode
pertama dan kedua, Petahana dan ini kan sudah 2 kali, jadi yang pertama itu memang tidak ada
pengaruh, tapi maut yang kedua saya kira soal baik atau tidak dia perofesional atau tidak itu sangat
berpengaruh kepada dia kepilih atau tidak, sudah pasti, nah tadi kita kan bicara detail sekali ini,
barangkali pemerintah punya data patahana yang lancung kembali nyalon dan jadi itu prosentasenya
berapa, kemudian yang dia masuk lagi tidak jadi itu berapa, dengan premisenya adalah bahwa yang
jadi itu karena memang dia baik, sehingga tadi kan kita bicara secara jeneral tidak ada periode pertama
dan kedua. Jadi saya kira pemerintah, bukan survey, kalau pemerintah tidak punya data ya kebangetan
gitu loh pak, betul ya pak Dadang ya?
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Ketua, ini tambah malam, pertanyaannya tambah susah-susah Pak ketua,
rasa-rasanya saya sering nguji Doktor tapi malam ini rasanya kayak saya diuji gitu,Pak Ketua
sayangnya yang ditanyakan oleh Pak Amran itu, yang namanya syarat ambang batas, bukan satu-
satunya tolok ukur penilaian keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kalau kita lihat
unsur-unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah itu ada 7:
Pertama yang namanya tolok ukur penilain pemerintahan daerah adalah keuangan daerah
betapapun hebatnya seseorang itu, dalam hal keterpilihan dia kalau tidak punya duit tidak akan bisa
menyelenggarakan urusan pemerintahan.
Yang kedua adalah persoalan kelembagaan daerah.
Yang ketiga Pelayanan Publik.
Yang keempat itu daya dukung dari DPRD nya.
Yang kelima itu adalah kepegawaiannya. Daya dukung dari dinas-dinas daerahnya.
Keenam itu daya dukung Potensi daerahnya.
Yang ketujuh itu daya dukung kerjasama daerahnya.
Kalau ketujuh unsur itu memberikan daya dukung yang bagus, nanti kinerja daerahnya akan
bagus, karena apa? Karena banyak yang dulu dipilih oleh DPRD Pak Bambang ini kan bagus banget,
dulu padahal yang milih hanya 11 orang, waktu dipilih oleh DPRD. 11 orang itu kan tidak
menggambarkan legitimasi, tapi beliau di Periode kedua terpilih lagi. Jadi memang yang digunakan di
Kemendagri EKPPD Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang menentukan
misalnya Jawa Tengah itu, Jawa Timur Kinerjanya tertinggi, Sulsel tertinggi kedua, itu menggunakan
tolok ukur-tolok ukur seperti itu, bukan menggunakan tolok ukur berapa dia terpilih saat Pemilu, Kepala
daerah.
Contoh misalnya Pak Fadel Muhammad terpilih 78 persen tapi beliau itu tidak pernah terpilih
dalam evaluasi kinerja sebagai daerah berkinerja tinggi, tidak pernah, tetapi Jawa Timur Pak Karwo
tidak pernah setinggi itu, tetapi nilai kinerja daerahnya tinggi karena memang tolok ukur kinerja daerah
27
tidak dinilai dengan elektabilitas itu. Nah disinilah yang menjadikan penilaian daerah itu berkinerja
bagus tidak dinilai dari tolok ukur itu. Memang sudut pandang kita berbeda, dalam menilai kinerja
daerah, tidak menggunakan perspektif itu, saya kira kalau saya ujian doktor pasti tidak lulus malam ini,
dengan jawaban ini Pak Amran, kira-kira seperti itu Pak Pimpinan, karena memang perspektif
pemerintahannya dengan yang ditanyakan oleh bapak-bapak dari dewan malan ini berbeda.
Kira-kira seperti itu Pimpinan.
Terima kasih.
Pimpinan saya mau nambahkan catatan, sepanjang catatan yang saya punya semua Kepala
Daerah Incumbent dengan indek kepuasan pembangunan di bawah 50 persen pasti kalah, ketika dia
maju kembali. Itu hampir seluruh survey yang pernah kita lakukan. Indeks kepuasan pembangunannya
dibawah 50 persen maju lagi pasti kalah, pasti bisa dikalahkan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Jadi memang soal indek kepuasan pada saat dia memimpin itu memang menjadi ukuran, uji
publik sudah selesai, oleh karenanya ini masih lanjut kita perbincangkan tapi sudah di 2 hal ini, Pertama
adalah batas 30, yang kedua adalah tanpa batas, ambang batas, tinggal itu saja.
KETUA RAPAT:
DPD 50 persen itu legitimasinya, jadi korelasi antara legitimasi dan partisipasi itu sudah
terbantahkan, misalnya diambil contoh dari Sumut, Cuma 48 itu yang memilih, kalau kita ambil
sebenarnya, 25 persen di situ sudah legitimate 48 persen pemilih itu. itu tadi yang dikatakan, dari
legitimasi 50 persen plus 1 itu, dari hubungan partisipasi pemilih Cuma 48 dari 48 itu, itu diambil 25
persen dia katakan, bahwa itu sebenarnya sudah legitimasi dari 50 persen dari yang memilih itu, bukan
50 persen, bukan, itu tadi yang dimaksudkan.
Ini saya ingin luruskan dulu, ini kan ada legitimasi ada tingkat partisipasi, kan begitu ini 2 hal
yang berbeda antara partisipasi dengan legitimasi. Partisipasi dalam setiap Pilkada atau Pemilu itu bisa
saja ada yang dibawah 50 persen tingkat partisipasi bisa, misalnya kaya di Sumut tingkat partisipasi
pada saat Pilkada itu 48 persen, itu kan partisipasi dan total pemilih yang terdaftar. Nah tapi legitimasi
ddari 48 persen tingkat partisipasi itu yang harus kita coba inikan, apa, kita samakan.
Nah yang saya pahami misalnya dari kamilah dari Demokrat berapapun tingkat partisipasi pada
saat Pilkada, maka legitimasi itu adalah 30 persen dari total partisipasi pemilih, kalau itu 50 persen, jadi
ini berbeda, 2 hal yang berbeda, ini dulu yang ingin kami inikan pak Ketua. Jadi partisipasi dengan
legitimasi itu 2 hal yang saya katakan berbeda.
28
F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTHFHI A. MUTTY, M. SI):
Tambahkan sedikit Ketua, Pimpinan bisa tambahkan sedikit, jadi menyambung paa yang
disampaikan oleh Pak Saan tadi tidak ada teori kalau tidak salah ini Prof. yang mengatakan berapa
sebenarnya batas partisipasi absahnya sebuah pemilihan, tidak ada teori itu, mau berapapun dia jadi
misalnya ada 100.000 pemilih yang berpartisipasi Cuma 50 persen atau 50.000 maka 50 persen dari
50.000 itula yang menang, itu legitimasinya di situ. Jadi tidak usah kita persoalkan berapa persen dari
Pertisipasi, pokoknya 50 persen dari partisipasi itulah yang jadi, dari yang partisipasi yang ikut memilih.
Pimpinan memperkuat saja, memperkuat kali bisa menyeret satu dua lagi, yang pertama begini
tesis saya kan terbukti di forum ini, yang pertama bahwa tidak ada kaitan antara berapa perolehan
suara dengan legitimasi dengan efektifitas pemerintahan, terbukti hari ini harus kita akui malam ini, jam
sebelas.
Yang kedua legitimasi itu tidak ada kaitannya dengan perolehan suara, tidak ada kaitannya,
mestinya legitimasi semakin kuat maka dia semakin efektif mestinya kan begitu, ternyata teori itu kan
tidak ada, dan tidak terbukti tadi Prof Zudan sudah mengatakan itu. nah karena itu menurut saya justru
yang perlu diperkuat iotu Pak Prof tadi yang terakhir itu tentang indikasi kinerja itu, dan kemudian
diperkuat oleh Pak siapa? Pak Fandi bahwa kinerja di bawah 50 persen tidak terpilih. Ini tambahan
mungkin diluar bonggol, makanya PKB sebetulnya dalam usulan resminya kemarin kita ingin
menambahkan satu syarat lagi khusus incumbent, syarat itu adalah kinerja dan menghitung kinerja
satu tahun, 2 tahun bahkan 1 periode itu kita punya BBS. Jadi Kepala Daerah incumbent atau petahana
yang gagal di periode pertana sudah stop tidak boleh maju lagi, kenapa? Karena begini kadang-kadang
yang orang menang di Pilkada itu tidak ada urusannya dengan kinerja, tidak ada urusannya dengan
keberhasilan, tapi justru urusan yang lain.
Contoh misalkan Kepala daerahnya ganteng, muda, cakep persoalan sepele yang sama sekali
menurut saya yang hubungan dengan kinerja, kalau kita mau profesional maka sebetulnya khusus
incumbent dan petahanan kita tambahkan satu syarat, syarat kinerja, dan menghitung kinerja itu
gampang. Satu indek keberhasilan, saya punya daftarnya disitu Ketua, misalkan yang menjadi syarat
itu satu kenaikan pendapatan asli daerah. Seorang Bupati Kepala Daerah ini bisa tidak dalam 5 tahun
itu menaikan PADnya, kalau tidak bisa sudah gagal, kalau kemudian gagal ngapain diberi kesempatan
lagi. Kemudian indek pembangunan manusia, tingkat pertumbuhan ekonomi dan sebagainya semua
data itu kan ada, terlepas kemudian data itu debatable, tapi yang terpenting adalah kita ingin daerah itu
lebih maju siapapun pemimpinnya gitu, itu tambahan, jadi sekali lagi bahwa hari ini kita menyimpulkan
bahwa perolehan suara itu tidak ada kaitannya dengan kinerja, dan berapapun perolehan suara itu juga
sama sekali tidak ada kaitannya dengan legitimasi, jadi berapa persenpun itu bisa menjamin
pemerintahan itu.
Karena itu sekalai lagi PKB semakin yakin setidaknya saya semakin yakin bahwa dengan
thrashold naik 15 menjadi 20 persen atau 25 persen suara maka sebetulnya sudah cukup kuat untuk
mengusung seorang. Kalau semakin itu ditambahkan itu muncul lagi suara ini nanti kon orang maunya
menjadi pemimpin kok dipersulit kan begitu pertanyaannya, makanya 20 atau 20 persen itu angka ideal.
Nah ada pertanyaan menarik tadi kalau kemudian food satu putaran maka kemungkinan
oterjadi presidensiil di daerah itu kurang kuat, menurut saya tidak tidak ada korelasinya karena 20
persen itu sebetulnya sudah melibatkan sekian banyak Partai dan sekian banyak suara di situ, jadi dia
tinggal menambah saja berapa persen itu bisa menang.
Saya kira begitu pimpinan.
29
F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTFHI A. MUTTY, M. SI):
KETUA RAPAT:
Saya mau tanggapi sebelum hilang ini, sedikit ini, saya lihat ini serius kalau persoalan legitimasi
dianggap sepele, kenapa kemudian kita menyusuh Orde baru itu berhenti pimpinan, itu karena
persoalan legitimasi, kalau semata-mata pada persoalan kinerja itu kita pakai model Undang-undang
574 orang tidak peduli dengan legitimasi, yang penting dia dapat SK, dia jadi Kepala daerah, kinerjanya
bagus selesai, tapi ini kita, kita memilih sistim demokrasi karena kita mau pemimpin yang terpilih disitu
legitimate, dia dipilih oleh rakyat, jadi kalau persoalan legitimasi ini di nomor duakan, ini sama dengan
kita mengabaikan sistim demokrasi yang sedang kita tumbuih ini. Iti persoalan saya kira menurut saya,
karena Kepala-kepala daerah di jaman orde baru Ali Sadikin bagus, tidak dipilih oleh rakyat, kinerjanya
bagus, kemudian ada Harahap Gubernur Sumatera Utara, Pak Tompo di Makasar, ada banyak Kepala
Daerah Pak Nur di Jawa Timur dia terpilih tanpa legitimasi, kinerjanya bagus tapi dalam perspektif
demokrasi apapun hasilnya, dia tidak legitimate. Nah sekarang ini kita mau legitimasi yang kita cari
makanya kita pilih sistim demokrasi. Jadi saya kira ini bukan persoalan sepele Pak Pimpinan.
Saya berharap itu legitimasi ini tetap menjadi perhitungan penting, itu saja pimpinan.
Terima kasih.
Saya tidak mengatakan legitimasi itu sepele, tapi bahwa legitimasi itu tidak selalu kemudian
linier dengan kinerja dan efektifitas pemerintahan. Kalau kemudian legitimasi tidak penting ngapain kita
kasih 20 persen, kasih saja 10 persen kan begitu, jadi saya kira sekali lagi bahwa legitimasi tetap
penting, tetapi bahwa legitimasi itu tidak selalu perpengarus dan linier terhadap kinerjanya iya.
KETUA RAPAT:
Ya terima kasih apa yang tadi disampaikan oleh pemerintah, Panja Pemerintah, bukan juga
untuk membantah apa yang disampaikan oleh kakanda saya ini, bupati saya ini pak Ketua, itu satu
daerah, Jadi kalau kan ini pertanyaan saya dari dulu pertanyaan saya seoerti apa yang disampaikan
tadi, kalau begitu kita mengukur legitimasi sesungguhnya dan dukungan masyarakat sesungguhnya
kepada pemerintah yang berjalan itu adalah diukur dari indikator atau indikasi kerja, prosedur
pemerintah kalau begitu, jadi sesungguhnya legitimasinya muncul disitu, bukan muncul pada saat
pemilihan, dia mendapatkan suara terbanyak, kita sudah anggap bahwa dia sangat legitimasinya
sangat tinggi katakanlah sudah dapat 60 atau 70 persen, tapi pada saat sudah memerintah ternyata
tidak sesuai dengan harapan.
Nah ini yang kita mau cari ini adalah legitimasi di pemerintahan atau legitimasi pada kinerja
atau legitimasi pada hasil pada Pilkada itu. Saya kira yang kita inginkan itu adalah legitimasi pada
kinerja, yang diinginkan oleh masyarakat, saya kira itu, karena tujuan kita ini untuk memilih kepala
30
daerah itu untuk Pilkada ini adalah bagaimana masyarakat itu bisa terlayani dengan baik, ada sebuak
kepuasan masyarakat, jadi kalau begitu, dari pemerintah ini, saya kan bertanya-tanya juga apakah
ambang batas itu perlu ditentukan atau tidak, berhubungan atau tidak dalam sebuah keefektifan sebuah
pemerintahan pada saat dia sudah berjalan.
Saya kira itu saja pimpinan.
Saya ingin menambahkan saja, pertama begini, kita menentukan ambang batas kemenangan
itukan bukan untuk menentukan bahwa pemerintahan itu nanti efektif atau tidak, berkinerja baik atau
tidak, itu kan bukan disitu. Kita ingin menentukan ambang batas kemenangan itu adalah apa sebagai
sebuah syarat itu tadi, legitimasi minimal, legitimasi minimal yang didapatkan oleh Kepala Daerah
dalam bentuk dukungan minimal istilahnya, dukungan minimal dari rakyat yang memilihnya, legitimate
minimal itu satu hal yang kita inikan. Misalnya begini kaya saya misalnya di DPR ketika kita menyusun
Undang-undang Pemilu legislatif itu juga kan ada legitimasi minimal dulu, BPP sekian, ini kan legitimasi
minimal yang kita dapatkan, jadi tidak dikaitkan dulu dengan soal efektif atau berkinerja baik atau tidak
Kepala daerah itu, itu satu hal.
Nah yang kedua yang ingin juga saya tegaskan adalah memang perolehan suara yang fantastis
dalam sebuah pilkada yang didapatkan oleh kepala daerah itu tidak berkorelasi tidak selamanya, kita
juga tidak bisa mengatakan apa berasumsi bahwa tidak ada korelasi perolehan suara yang baik apa
yang tinggi dengan kinerja itu tidak selamanya saya ingin katakan garis bawahi tidak selamanya
memag kepala daerah yang terpilih dengan suara tertinggi itu berkorelasi dengan kinerja yang baik.
Kenapa, bisa saja perolehan suara yang tinggi itu didapatkan dengan cara-cara yang tidak sah, money
politic dan sebagainya itu kan bisa saja kan begitu. Tapi minimal kalau dia mendapatkan suara yang
relatif lebih tinggi dukungan dari rakyatnya itu kan salah satu bentuk kepercayaan, itu adalah salah satu
indikator bahwa kepala daerah yang dipilih dengan suara sekian persen itu adalah kepercayaan, rakyat
percaya, pada kepala daerah itu, kan begitu.
Nah kepercayaan rakyat itu modal, modal bagi Kepala Daerah dalam memerintah, kalau dia
dipercaya oleh rakyat dengan kepercayaan yang relatif tinggi maka kepercayaan dalam memerintah
akan tinggi juga kan begitu. Bahwa sekali lagi saya ingin menggaris bawahi yang disampaikan oleh
teman-teman tadi soal korelasi.
Nah yang kedua tingkat kepuasan, kalau kita ingin mengukur tingkat kepuasan memang ada
indikatornya yang namanya kita kan electiet official pejabat publik yang namanya kepala daerah itu,
yang bisa mengatakan dia berhasil atau tidak itu reword and punishmannya itu kan rakyat. Saya kepala
daerah kalau saya selama satu periode saya menjalankan pemerintahan dengan baik dan rakyat
mengakui bahwa saya baik, saya ikut pemilihan yang kedua maka saya akan mendapatkan reword
dipilih lagi, itu kan di dalam pejabat publik jabatan-jabatan yang dipilih itu hukuman dan rewordnya itu
kan dengan cara dipilih atau tidaknya, tidak bisa kita ukur bahwa sebagai bupati todak boleh
mencalonkan lagi, karena indikator-indikator ini itu kan bisa subyektif, tapi itu bisa dikatakan berhasil
atau tidak tentu dengan cara rakyatnya masih memberikan kepercayaan atau tidak, kan begitu.
Jadi saya ingin sekali lagi mendudukkan persolan ini, ini supaya ini dululah bahwa syarat
ambang batas kemenangan itu saya katakan adalah sebagai dukungan legitimasi awal bagi seorang
kepala daerah. Tadi tingkat kepuasan itu di suvey kenapa misalnya Kepala Daerah yang 2 periode
incumbent, saya kan banyak membaca survey itu, kalau tingkat kepuasan terhadap pemerintahannya di
bawah 50 persen kan banyak variable, kenapa kepala daerah yang petahana itu maju tidak terpilih lagi,
kalah oleh penantang misalnya, itu banyak indikator.
Pertama dari segi tingkat kepuasan bolehlah misalnya. Yang kedua jarak elektabilitas antara
penantang dengan incumbent itu bedanya harus signifikan, saya belajar dari ahli-ahli survey itu kalau
antara petahana dengan penantang itu bedanya hanya cuma 10 persen elektabilitas itu tidak bisa
dikatakan penantang itu yang namanya petahana itu menang. Petahana itu bisa dikatakan bisa
31
mengalahkan penantang, kalau beda elektabilitasnya itu ditas minimal 30 persen. Tapi kalau misanya
cuma 10 persen itu tidak bisa apalagi cuma 5 persen dengan magin error survey. Jadi saya ingin inikan
lag.
Itu saja pimpinan.
Ini sebentar ini kalau saya boleh mengingat-ingat, semangat kita membuat Pilkada serentak itu
adalah dalam rangka, efisiensi, efektifitas, penghematan biaya, penghematan waktu, supaya
masyarakat tidak jenud dan sebagainya, dan sebagainya, itu kan semangatnya, makanya PKS
sederhana saja, mana yang biayanya lebih hemat, yang waktunya lebih singkat, karena kalau kita
berbicara tentang teori legitimasi ini bisa balik-balik, ya sudah yang paling legitimate itu cara yang
paling mudah menghitungnya dipilih oleh DPRD, ya ini kalau kita mau putar-putar tentang teori
legitimasi, yang paling jelas itu ukurannya itu, sesuai dengan indikator kinerja pemerintah, dukungan
DPRD, sudah klop itu, tapi kan tidak mau kita balik-balik kesana lagi kan? Teori legitimasi ini.
Nah oleh karena itu lebih baik kita bicara sekarang mana yang lebih efisien, mana yang lebih
efektif untuk menghemat biaya, menghemat waktu sehingga proses demokrasi kita ini lebih fokus
kepada kesejahteraan ...(suara tidak jelas) kira-kira begitulah.
KETUA RAPAT:
Baik, saya ingat kalau kita makan di meja makan itu banyak sekalai makanan yang sebetulnya
itu tidak in line, soto, dicampur lagi sama pecel tidak ketemu, tapi enak semua itu pak, enak semua
disitu. Nah karena itu kemudian kalau kita hubung-hubungkan, satu enak semua, lalu yang kedua
piecenya tidak masuk kalau kita rasain itu tidak masuk kecuali kalau orang gragas, masuk semua,
dimakan semua itu. karena itu begini satu persoalan syarat masuk dan keluar itu tidak bisa, tolong tidak
usah dikaitkan dengan soal kinerja nantinya itu, tidak bisa, tidak nyambung ini, jaka sembung naik ojek,
gak nyambung jek, jadi karena itu menurut saya, oke kita sepakat masuknya berapa? Legitimasinya
bagaimana? Kualitatif atau kuantitatif itu Pak Bambang nuwun sewu tadi kan tidak mesti juga yang
rendah berkinerja rendah juga tidak kan, yang tinggi juga tidak mesti berkinerja tinggi.
Jadi ini kita oke, kita sepakat seperti apa, tidak ada hubungannya dengan kinerja itu, karena itu
menurut saya tinggal keputusan politik kita saja Ketua, kalau dihubungkan semua itu bisa hubungan
semua itu, tapi kalau tidak dihubungkan juga bisa, jadi karena itu menurut saya keputusan politik kita
adalah masuk berapa, pemenang berapa, tidak ada hubungannya ini pak.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Pak Amran.
Pak Ketua, ini kan masih banyak yang mau kita bahas Pak Ketua, sekarang sudah jam sebelas
Pak Ketua, kita pending sama dengan yang persoalan sengketa, kita masukkan di kelompok yang
sengketa itu yang belum selesai kemarin, kita pindah ke yang agak ringanringan sedikit pak ketua.
32
KETUA RAPAT:
Ini sebenarnya, jadi begini ini sebenarnya tidak ringan eh tidak berat ya kan, jadi yang
menyatakan tadi tidak perlu ambang batas, tidak ada hitungan-hitungan yang membuat kita pusing
begitu, santai saja, misalnya Fraksi Partai Golkar menyatakan itu tidak soal legitimate dikaitkan seperti
makan ini, ini tadi harus ditelan semua tidak, kita mau rakyat dibuat senang pemilihan ini, sama tadi
dibuat senang tidak usah dipusingkan soal, ini kan rakyat pusing ini sudah mulai rakyat itu menyatakan
seperti si Sumut ini di daerah di kampung saya saja, Pemilihan terus, pemilihan terus, apa? Ada yang
senang tapi tidak semuanya senang, jangan salah pak, agan-agen senang, jadi yang memilih itu
sekarang ada agennya, yang melangsunginya kita tidak mau lagi bicara soal itu, itu tadi sama dengan,
makanya kalau mau mengukur legitimasi yang sebenarnya itu adalah DPRD itu, tapi kita tidak mau
bicara soal itu.
Sekarang yang kita bicarakan senang dibuat rakyat dalam pemilihan pertama siapa yang lebih
besar? Begitu ya sudah selesai. tuntutanpun tidak macam-macam tuntutan, sebab dibuat batas itu,
lomba berlomba, sogok menyogok, tidak usah, ini kita tertutup membahas ini, iya kan, bicara hak
kedaullatan rakyat, kedaulatan rakyat itu dinilai urusan 3 lembar uang merah itu, tunggu dulu saya
jangan dipotong dulu, 3 lembar uang merah itu, tidak usah kita buka, kita ini bicara resmi ini, jujur kita
kalau saya tidak lakukan itu, dimana soalnya juga, kalau bicara kita soal legitimasi disitu, saya didukung
oleh 160.000 misalnya tapi sistem kita sekarang yang didukung 28.000 pun sudah sama statusnya
dengan yang 160.000, ini persoalan.
Jadi ya sudah duduk disini bisa saja yang 160.000 itu lebih legitimate, atau yang 28.000 tadi
lebih legitimate, jadi jangan dicampur aduk. Oleh karenanya Pilkada ini juga lebih sederhana, jadi fair,
bila perlu diatur nanti kita ke perselisihan, kalau selisihnya hanya sedikit tidak usah tuntut-tuntut, inilah
yang menang, selesai urusannya, sederhana urusannya. Sekali misalnya dan itu murni dia yang, tidak
ada rekayasa kalau putaran kedua suara ini nanti akan lari kemari, tidak bisa diarahkan masyarakat
tanpa ada sesuatu di situ. Jadi pemerintah ini juga kita mau lakukan soal itu, itu saja sebenarnya, tidak
ada kita putar, memutar apa disini soal keputusan, ini sederhana, siapa yang menang, paling besar
disitu, itulah yang akan mendapatkan legitimasi pada saat pemilihan. Iya cuma 7 yang 2 putaran
dengan dibatas-batasi, tapi itu pertempuran, itu sudah luar biasa. Oleh karenanya tadi Pak Sirmadji
mau menyampaikan sesuatu lagi kalau mau kita putuskan sekarang dari PDIP.
KETUA RAPAT:
Tadi bukan-sama-sama pemerintah, jadi ini PDIP sudah sama dengan Golkar, PAN, PKB, PKS,
Gerindra sudah hampir sama ini, jadi itu pemerintah, dilepas jadi yang 25 persen tadi kami katakan
lebih efisien kita lepas jangan ada ketentuannya, suara terbanyak sudah, tidak putaran kedua ini juga
besar biayanya, kita ini mau simpel-simpel.
Ini kan produk musyawarah, artinya kalau mau kesitu oke, ini kan buat foot-footan, ini kan
musyawarah, mencari reasoningnya saja, inikan soal cois saja, kalau soal legitimasi, atau apa itu tidak
ada, artinya tidak ada yang sekian persen itu musti kinerjanya bagus tidak ada.
33
KETUA RAPAT:
Tidak, kita saya kira harus tertib, kita disini dipercaya oleh partai kita maing-masing.
Begini saja, saya usul begini, nanti kan ada pandangan mini fraksi masing-masing, jadi nanti
kan kita lihat dari sikap fraksi masing-masing yang resmilah kan begitu. Jadi sekali lagi ini bukan soal,
ya saya sepakat bahwa kita ingin Pilkada itu lebih apa, lebih efisien, lebih efektif dan lebih mudah
dengan biaya hemat, tapi kan juga tidak, tidak menggampangkan dalam bahasa sederhananya “tidak
menggampangkan”, seseorang itu terpilih menjadi seorang kepala daerah. Tadi misalnya Pak Sirmadji
mengatakan walaupun tadi bahwa kalau mau kita los, kalau mau di los, los semua, tidak perlu ada
ambang batas pencalonan, jadi begini, ini kan saya paham Pak Sirmadji ini kan tidak ada ambang batas
kemenangan, berapapun selisihnya yang penting dia menang, terbanyak, menang nah itu tidak ada
limit bawahnya, berapapun menagnya itulah yang terpilih kan begitu.
Nah kalau logikanya seperti itu, kita tidak inikan, misalnya dia menang apa Cuma berapa
persen, rata-rata dibawah 30 persen, atau dibawah 20 persen.
Misalnya begini tidak diatur itunya, saya lebih cenderung kalau misalnya itu tidak ada ambang
batas kemenangan juga tidak perlua ada ambang batas, biar di los semua partai bisa ini, di los saja
semua.
Sebentar pak, jadi mengapa endingnya tidak perlu di tentukan ambang batas karena thrashold
masuknya sudah di tata, naik dengan 20 persen itu tidak mungkin pemenangnya itu dibawah 25, tidak
mungkin pasti diatas, pasti lebih dari 25 persen tidak mungkin semuanya lalu dapat muncul 5 calon juga
agak susah.
Pak Sirmadji kalau kita ngomong probabilitas dengan thrashold independen paling tinggi 10
persen itu berarti ada 10 calon independen yang berpeluang ditambah thrashold partai itu 5 calon, kita
ngomong ekstrim pak, berarti ada 15 calon, yang dmungkinkan ekstrim atas peluang oke, kan faham
statistik pak ya? Jadi kalau ada ekstrim 15 calon itu pak, pasti, itu bisa dipastikan dibawah 25 persen.
Ada 2 legitimasi yang mau kita kejar. Satu dukungan di DPRD itu entry poin kan itu yang mau kita kejar.
Yang kedua legitimasi di tingkat publik supaya kepala daerah bisa menggerakkan rakyatnya, untuk
berpartisipasi, demokrasi ini menghendaki supaya otonomi itu sekaligus membangun demokrasi dari
bawah, demokrasi tingkat greeshold supaya dengan begitu rakyat berpartisipasi terhadap
pemerintahan.
Jadi kalau dasar pemikiran otonominya tidak kita pegang, kita sebetulnya pemikiran kita
tentang proses demokratisasi di daerah ini sia-sia, jadi 2 legitimasi ini harus kita pegang pak, saya
hanya mengingatkan dan ini saya kira sangat penting. Bahwa ada seleksi partai dan itu berarti basis
34
legitimasi di parlemen, yang kedua legitimasi publik di tingkat rakyat dan dua-duanya itu adalah syarat
minimal. Sebetulnya ada syarat yang penting juga yang kemarin sudah kita hilangkan itu uji publik,
kaitannya sama kapasitas, kafabilitas, sayangnya itu dibuang jadi kita tinggal 2 punya basis 2 basis
legitimasi.
Terima kasih.
Saya merasa perlu menjawab, yang pertama begini, betul pertanyaan tadi bahwa meskipun kita
punya ambang batas 20 persen kursi atau 25 persen suara itu akan ditambah calon semakin banyak
dengan independen, sekarang saya tanya kepada pemerintah, pak Prof punya data tidak? Dari sekian
500 ini independen perseorangan itu muncul berapa sih rata-rata, dengan asumsi thrashold 3 persen
ya? Hari ini kita naikkan, kalau kemudian perseorangan itu dinaikkan, tentu saja kemudian calonnya
pasti berkurang bukan kemudian pasti naik kan begitu, itu menurut saya. Kalau pemenangnya sudah
kelihatan kemarin itu yang pertama.
Yang kedua Pak Fandi Utomo, PKB menaikkan atau membebaskan atau menghapus atau satu
putaran Pilkada itu karena thrasholdnya kita naikin pak, kalau thrashold tetap 15 kita tidak berani, tapi
kalau thrashold naik 20 persen itu sudah angka legitimasi itu sudah ada di situ, karena itu tidak mungkin
kalau kemudian yang kepilih itu dibawah 20 persen.
Saya cuma mengingatkan pak, saya cuma mengingatkan bahwa Undang-undang harus
mengatur termasuk kondisi ekstrim, saya cuma mengingatkan itu, artinya tidak ada pengandaian-
pengandaian yang tidak diatur oleh undang-undang. Bahwa peluang itu tidak bakal muncul itu tidak
boleh, Amerika yang sudah demikian maju berdemokrasi pernah mengalami masalah di Kalifornea
pada saat Bill Clinton ya kan, kejadian sama persis pak perolehannya dan itu.
Ini menarik, ada tidak yang pemenangnya di bawah pengusung, kecuali pengusungnya besar
banget, misalnya 70 persen, kemudian perolehannya Cuma 50 tentu saja, tapi ada tidak pengusung
yang minimal taruhlah 15 persen, kemudian perolehannya di bawah 50 persen pemenangnya, kan tidak
mungkin. Jadi karena itu tidak mungkin mas, kalau thrashold 15 persen kemudian dia menang
perolehannya di bawah 5 persen itu kan tidak mungkin, pasti di atasnya. Atau kita cek statistik tidak
mungkin pasti di atasnya kalau minimal. Tapi kalau kemudian partai pengusung itu lebih dari 50 persen
ya tentu saja kemudian tidak selalu di atas prosetase pengusung, tetapi bahwa ambang batas 15
persen itu tidak mungkin, tidak mungkin ada pemenangnya pasti kalah dia kan begitu.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Ketua, untuk nanti kesimpulan pemerintah terhadap keseluruhan pandangan
dari fraksi-fraksi karena pada prinsipnya undang-undang itu atas persetujuan bersama dari DPR
dengan pemerintah, Pemerintah akan memberikan pandangan terhadap isu ini setelah pandangan DPR
ini satu. Misalnya pandangan DPR ini sepakat 30 persen atau los kami akan memberikan pandangan
yang sama, oh kami setuju itu. Ini kami tadi melihat masih ada varian-varian, sebelah sini ingin los, kami
35
sama dengan Pak Saan ada masih Pak Muqowam masih 50 plus 1, Pak Lutfhi masih 50 plus satu,
masih ada beberapa varian-varian.
Kemudian titik-titik yang ekstrim perseorangan yang paling banyak di Aceh Mas Malik, Aceh itu
ada 13 yang menang calon perseorangan, kemudian yang paling ekstrim di Sulawesi Selatan jumlah
yang lebih kecil dari pengusung itu hanya dapat 12 persen, jadi pengusungnya kan minimal 15 persen
pada waktu itu, perolehan suaranya hanya 12 persen, itu pernah terjadi di Sulawesi Selatan, itu nilai
ekstrim statistik yang ada, kira-kira seperti itu, peta-peta ekstrimnya. Bukan itu makanya diulang lagi di
putaran keduanya. Ini kalau yang menang pasti di atasnya.
Saya tambahkan jadi kan tadi perdebatannya legitimate atau tidak legitimate, teman-teman
yang menganggap bahwa 30 lebih legitimate mudah dibantah, tadi Pak Fandi kan bilang yang menang
90 persen atau MURI atau segala macam saja berujung di penjara. Artinya bahwa legitimasi
kemenangan itu tidak berkorelasi langsung terhadap prestasi, kinerja dan lain-lain gitu. Sebetulnya
kalau kita mau jujur lebih penting prestasi kinerja atau legitimasi, bisa kita perdebatkan akhirnya.
Jadi maksud saya tidak akan ada habisnya, atdi siusulkan masuknya sudah 20 persen. Masuk
20 persen itu sudah bentuk penyaringan sebetulnya, tadi saya awalnya sama dengan Pak Saan, yang
sudah tidak usah pakai semua partai bisa mengusung saja seperti Pilpres sekaligus, tapi karena di
atasnya kita ingin satu putaran, saya kira baik ada proses penyaringan di awal, ditingkatkan dari 15
Gerindra tadi 15 tapi kita ikut teman-teman menjadi 20, itu ada proses penyaringan awal. Tadi kita juga
menjelaskan kita bisa buat matrik kalau sepakat bikin matrik untung ruginya, teman-teman kan cuma
poin legitimasi, kita ada poin lain yang lebih positif yang disampaikan Pak Malik, saya, Pak Bambang,
dan lain-lain, soal konflik, soal kejenuhan, soal biaya, soal efisiensi dan lain-lain dan faktanya sampai
hari ini dari 500 Pilkada lebih cuma 7 Pilkada yang masuk putaran kedua, dengan 30 persen yang lalu
kan 30 persen, gitu loh.
Jadi sejujurnya juga, hampir pasti juga tetap satu putaran, alangkah baiknya justru ambang
batas di atas ini saya kira dihilangkan, atau kalau terpaksa ada kita turunkan saja 25, 20 begitu, itu
pilihsnnya begitu kalau tidak sepakat dihilangkan, seperti argumennya Pak Fandi, ya tidak 30 apalagi
50, 20 atau 25 umpamanya. Karena hampir pasti dia lewat di angka itu.
Saya kira itu sementara.
KETUA RAPAT:
Saya kira kita selesaikan saja ini, tadi Pak Sirmadji juga sudah, jadi saya kira ini kan sudah 2
kutub, jadi Pak Sirmadji juga dari PDIP mrngatakan tidak usah kita kasih batas, mau turun mau kita
hapus saja, tidak pakai ambang batas, kan sudah 2 kutub ini ya kan?. Jadi yang satu masih kita
inginkan padahal sudah kita diskusikan panjang ini tidak ada korelasinya, jadi kenapa tidak efisien
mudah kita laksanakan, siapa menang dari calon yang ada itu, karena sudah kita buat saran. Untuk
menjadi calon itu sudah ada saringan di situ siapa yang paling tinggi dari sana, itulah. Jadi ya memang
kita jangan terjebak satu putaran atau 2 putaran, sudah sempit pintu masuknya 2, 3 calon atau 4 siapa
yang terbesar dari pertarungan yang pertama dan itulah aslinya ini lah yang terpilih, jadi sederhana
saja, bagaimana kalau ini kita rumuskan.
Segala sesuatunya bisa terjadi pak, maksudnya begini kalau kita batasi tidak ada putaran
berikutnya, atau kurang dari 30 artinya bisa kita anggap tidak ada 2 putaran, kalau terjadi angka itu
sama, ini bisa terjadi pak, dan itu bisa terjadi, anggaplah terjadi berarti apakah, nah artinya masih ada
kata-kata 2 putaran kan? Suara terbanyak, bukan dihilangkan ya? Anggap terjadi saja.
36
F-PD (Ir. FANDI UTOMO):
Pimpinan, sebelum dilanjutkan kesana, perumusan saya ingin memberikan catatn bahwa
penyederhanaan politik itu tidak boleh melanggar prinsip-prinsip dasarnya, kenapa kita melakukan
otonomi sedemikian luas ke daerah, tidak hanya dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada rakyat
tetapi sekaligus membangun partisipasi melalui demokrasi akar rumput.
Oleh karena itu dibutuhkan legitimasi pada tingkat rakyat, kita beryukur thrashold itu sekarang
untuk mencalonkan itu sudah 20 persen itu artinya legitimasi di DPRD salah satu ukuran daya dukung
itu adalah DPRD untuk kinerja sudah 20 persen, sekarang tinggal kesimpulan kita berapa sih orang itu
mendapat dukungan berapa dari rakyat supaya memudahkan dia untuk menggerakkan partisipasi itu,
menggerakkan partisipasi rakyat untuk dalam rangka pengelolaan pemerintahan maupun aspek yang
lain.
Terima kasih.
Pak Fandi mohon maaf, tidak ada hubungannya, kemarin kita bahas sampai malam, saya
independen tahu-tahu masuk partai, saya masuk partai tahu-tahu independen balik lagi ke partai, hari
ini saya dipilih bupati dengan satu partai, begitu jadi bupati bisa-bisa semua partai mendukung saya,
artinya maksud saya tidak berarti bahwa kalau saya hari ini cuma didukung satu partai setelah saya
menang dengan suara katakanlah 25 persen pasti tidak mendapat dukungan dari parlemen kan begitu
loh, poin saya itu Pak Fandi. Pak Fandi tadi ngasih contoh duluan yang menang 90 persen atau sekian
saja berujung di penjara, jadi kita ini sulit memang kalau berdebat seperti ini, ukurannya kan beda-beda.
Jadi begini Pak Riza kenapa saya kasih gambaran yang 95 persen di Bangkalan dan 89 di
Mojokerto Pak Ahmadi itu berakhir di penjara dua-duanya karena aspek kontrol itu penting di dalam
demokrasi, kenapa kita memudahkan calonnya supaya jangan cuman satu atau 2 supaya calon itu
lebih dari 2 kalau bisa, bahkan MK membuka ruang untuk calon independen untuk memperbanyak
aspirasi, itu salah satunya adalah pentingnya aspek kontrol. Kita tidak mensyaratkan 50 persen plus
satu seperti Presiden, yang disitu sudah melekat DPR, melekat sistim kenegaraan, di Pemerintahan
daerah itu rezimnya rezim pemerintah daerah pak, itu dibawah Mendagri semua dua-duanya, DPRD
maupun dan itu mudah sekali terjadi Uncontol begitu, beda itu.
Jadi maksud saya antara ektrim perolehan terbanyak over legitimate dan under legitimate ini
dua-duanya harus kita hindari supaya yang over legitimate supaya terkontrol yang under legitimate juga
jangan sampai terjadi, karena itu akan menyulitkan pengelolaan pemerintahan.
Terima kasih.
Baik pak, tapi ukurannya bukan 30 persen, tidak apa-apa kita diskusi ya? Saya bukan wasit ini,
jadi di Bangkalan itu Fuad Amin kalau kita mau jujur, hampir semua Partai di DPR dukung dia, saking
hebatnya ini orang mohon maaf mungkin saya berlebihan, informasi yang saya terima, yang mau jadi
anggota DPR RI itu kalau tidak lapor sama dia, gak jadi barang itu, ini Pak Nono, jadi orang ini luar
biasa. Jadi maksud saya Pak Pandi tidak ada hubungannya begitu loh.
37
WAKIL KETUA (H. MUSTAFA KAMAL, SS/F-PKS):
Usul Pak Ketua kelihatannya 20 persennya itu sebagai persyaratan masuk dan 25 persen
suara kelihatannya sudah sama itu sudah bisa diketuk, sudah bisa diketuk, sudah maju kita ini, sudah
maju, sudah diketuk belum?
Belum diketuk Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Itu memang tidak ada bahasan kita, Cuma dalam DIM kita.
Jadi ya tinggal sedikit saja itu, tinggal sedikit lagi, memang kalau kita bicara tentang ini teori
Demokrasi, elektabilitas, legitimasi, nanti baliknya itu kaya kemarin lagi ini, Pilkada langsung dan tidak
langsung. Kalau PKS itu bab itu Bab diskusi tentang demokrasi dan legitimasi itu sudah selesai ketika
ya sudahlah berbesar hati Pak Fandi, ini berbesar hati, luar biasa kita ini, ya sudah kita hormati beliau
dan kita berbesar hati mendukung Perpu ini.
Lalu kemudian pikiran kita yang lain sekarang adalah bagaimana melakukan ya penghematan
dari sisk biaya penghematan, dari sisi waktu, penghematan, energi, penghematan kesibukan
masyarakat, dari hiruk pikuk Pilkada yang selalu menjadi alasan kita dalam berbagai pembicaraan, tapi
bab demokrasi dan legitimasi sudah selesai kemarin, ini sudah ngalah PKS ini, sudah ngalah kita di
Bab itu. Sudahlah Pilkada langsung ini yang paling top, kita sekarang ngalah di situ. Sekarang kita bab
yang lainnya ini mari kita diskusikan, saya kira diskusi soal itu sangat relatif, tapi kita sudah memilih
yaitu Pilkada langsung, sekarang ini tinggal urusan, menurut kami tinggal urusan efisiensi saja, tidak
ada itu perrdebatan demokrasi, mendalamnya itu sudah tidak ada lagi, sudah selesai.
KETUA RAPAT:
Jadi saya kira kita harus ada rasa toleransi juga disini, jangan kita berpura-pura, oleh
karenanya kita terang-terangan saja deh, ini sudah semua, sudah ham[ir semua, ini maaf Prof ini sudah
hampir semua ini cocok begitu. Jadi oke ya? Kita putus ini ya? Oke
(RAPAT : SETUJU)
Pak Ketua mohon ijin keputusannya apa ini, keputusannya adalah suara terbanyak, ikut PKB
kita, suara terbanyak, tidak memakai ambang batas kemenangan, siapa yang terbanyak di sana, tapi
tadi dari PDIP menginginkan kalau suara sama harus dilakukan tingkat penyebarannya, begitu.
Sudah diketok kan tadi sama ketua, jadi kalau sudah diketok, suara terbanyak.
38
KETUA RAPAT:
Tanggapan Pemerintah.
Terima kasih Pak Ketua, pertama setelah menyikapi, perkembangan pada forum pembahasan
pada malam hari ini, pemerintah berbesar hati mengikuti dinamika anggaran terjadi pada malam hari ini
dengan melihat bahwa perkembangan pembahasan menunjukkan ada perubahan sistem untuk
menentukan pemenang pemilihan Kepala Daerah, mudah-mudahan sistem ini ini mendorong Pilkada
lebih efisien, lebih user friendly, lebih cepat tahapannya dan lebih menghindarkan konflik, dan kita
berharap ini nanti lebih mendorong efektifitas penyelenggaraan pemerintahan. Tentu saja dengan
sistem baru ini nanti ketika ditambah pintu masuk yang dipersulit dengan harapan calon perseorangan
tidak terlalu banyak, karena kalau calon perseorangan banyak akan kecil-kecil dengan nanti
menghitung yang pasti belum pernah terjadi selama ini Pilkada dengan jumlah suara yang sama, belum
pernah ada, kalau pun nanti ada sejumlah yang sama dihitung persebarannya, yang menang lebih
banyak di berapa sebaran, sehingga tidak dimungkinkan ada Pilkada yang diulang karena jumlah
suaranya yang sama, nanti dibuat varian-varian dengan sebaran.
Kira-kira pandangan pemerintah seperti itu pak Ketua, terima kasih.
KETUA RAPAT:
(RAPAT : SETUJU)
Baik saudara-saudara ada satu lagi, yaitu tentang penyelesaian perselisihan hasil pemilihan, itu
akan kita ketok biar kita beritahu, ceritanya ini begini, pada saat kita Pimpinan DPR rapat konsultasi,
dengan Komisi II dan Kapoksi, GMA. MA menyatakan ringkasnya seperti yang kami ceritakan MA
sepertinya minta ampun lah, tidak sanggup kalaupun diperintah oleh Undang-undang menyatakan tidak
sanggup, dengan alasan bahwa hakim, dengan alasan fasilitas, dengan alasan sebab musabab ini
sampai titik terakhir, Ketua MA menyatakan bahwa jangan perkara nila settitik rusak susu sebelangga.
Jadi terlebih dahulu, kita, Pimpinan DPR, Pimpinan Komisi II dan Kapoksi sudan bicara dengan MA, MA
dengan model bahwa menyatakan ini bukan rezim pemilu ini adalah rezim tersendiri walaupun diantara
mereka ada soal tapi ini keputusannya pun dinyatakan. Di keputusan dari MK itu juga dinyatakan
bahwa selama, ini ke;utusan nomor 2 MK itu nomor 97 yang sering juga kita kutip, Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili perselisihan hasil pemilihan umum Kepala Daerah, selama belum ada
Undang-Undang yang mengatur mengenai hal tersebut. Itu dinyatakan di keputusan 97, Jadi masa
transisi kita sudah undangkan ini MA, tapi Manya tidak mau dengan alasan “semua itu kami tidak
sanggup”, oleh karenanya saya kemarin selaku pimpinan komisi II langsung meminya kepada Ketua
DPR agar melakukan rundingan konsultasi dengan tiga lembaga ini. Sebab bagaimana kita atur dalam
Undang-undang tidak ada anggaran mau nanti dan ini terbuka, Perpu sebenarnya sudah berlaku,
sudah kita undangkan sudah berlaku secara terbuka Humas Mahkamah Agung itu, dan Ketua
Mahkamah Agung, menyatakan Anggota tidak sanggup, oleh karena itu hasil pertemuan tadi yang
terakhir inilqh sudah dibagikan kepada kita semua.
Jadi MK bersedia menyelesaikan sengketa dan MA juga turut serta di dalamnya tapi dalam dua
hal Peradilan Umum dan juga Tata Usaha Negara, jadi ada kerjasamanya di dalam itu dengan catatan
yang diminta oleh MK bahwa massanya kalau tadi 14 hari kerja, beliau minta 45 hari kerja dan tidak ada
hakim ad hoc begitu.
39
F-PD (SAAN MUSTOFA, M.Si):
Pertama ini dari Panja atau dari Komisi II yang ikut konsultasi ada tidak, kalau memang hari ini
konsulatasi. Karena begini ketika kita akan membikin Panja dan kita akan melimpahkan, menugaskan
atau memberikan kewenangan itu tentuakan menjadi lebih baik kalau misalnya dari Panja juga ada
yang ikut, karena kita sedang merumuskan undang-undang supaya kita tidak ada walaupun ini resmi
dari Pimpinan DPR kan kita tidak ada yang ikut. Dulu pengalaman kita menyusun Undang-undang
Pemilu, dulu waktu Pansus Pemilu ketika mau membikin Peradilan tentang Pemilu kita juga
mendengarkan, Pimpinan Pansus datang ke Mahkamah Agung atau kemana mendengarkan, mungkin
akan lebih baik lagi kalau kita mintalah surat secara resmi, surat dari MK maupun dari MA, tunjukkan
kepada Panja Undang-undang ini bahwa mereka, Pertama kalau memang MA menyatakan keberatan
alasannya apa? Biar kita punya pegangan resmi, jawaban tertulis, tidak bisa secara ini ya? Ini
menugaskan. Yang kedua sama MK, kalau memang MK bersedia dia juga harus menyiapkan secara
tertulis jangan sampai nanti, ketika kita konsultasi itu bukan sukap lembaga, tai sikap individu misalnya,
yang punya pendapat yang berbeda aptapi kelembagaannya dia lain.
Jangan sampai misalya ketika kita putuskan, kenyataannya masuk yudisial review lagi tentang
tadi putusan Mahkamah Konstitusi yang mengatakan tidak berhak untuk mengadili ini, ini an repot lagi
kita. Kalau saya supaya kita pasti saja bahwa dua lembaha ini bahwa MA memang tidak bersedia dan
MK bersedia, kita perlu pegangan tidak bisa hanya menggatakan secara lisan, ini kepastian buat kita
juga, ini penting menurut saya.
Mohon ijin pimpinan dari pemerintah. Terima kasih Pimpinan, kami tadi juga mendapatkan surat
ini, kami akan melaporkan dulu kepada Pak Mendagri mengenai posisi ini, karena Pak Mendagri
menggariskan kepada kami, penyelesaian sengketa tetap berada di Mahkamah Agung, tadi malam
kepada kami karena beliau sampai besuk tidak ikut dan kami akan segera melapor kepada Pak Menteri
bahwa ada surat ini. Dan bagi kami benar yang disampaikan Pak Saan perlu ada surat dari Mahkamah
Konstitusi bahwa MK bersedia menangani ini, sehingga ada jaminan tidak akan lagi melakukan kalau
ada yudisial review dia akan tolak, dan juga harus ada surat dari Makamah Agung sesuai dengan surat
inimenyatakan tidak siap untuk melakukan penyelesaian perselisihan hasil Kepala Daerah. Ini menjadi
penting agar ada kepastian hukum dan bagi pemerintah sebenarnya saya agak sulit mengatakan ini di
dalam Forum yang mulia ini.
Apalah ya, sebuah lembaga negara saya sedih betul menyatakan tidak sanggup, bayangkan
nanti kalau ada sebuah pemerintah daerah menyatakan saya tidak sanggup melaksanakan isi Undang-
undang. Dari cabang kekuasaan Yudikatif yang demikian mulia sebagai wakil Tuhan di dunia,
bayangkan dia salah satu cabang Trias politika yang demikian agung diberikan kekuasaan atributif yang
demikian mulia menelesaikan sengketa menyatakan dirinya, kami tidak siap. Tapi inilah realitanya tapi
kami kalau memang demikian, pemerintah mengharapkan ada pernyataan yang secara dokumen bisa
kami tindak lanjuti untuk kami laporkan kepada Pimpinan, erima kasih.
KETUA RAPAT:
Saya mau ceritakan soal ini ya, di pers juga kita baca, tidak usah lagi pakai pernyataan, inilah
republik kita sekarang. Di Pers dinyatakan humas itu secara terang kita bertemu malah dari MA
menyatakan malah duluan keluar, kami dari Kapoksi hadir semua, Pimpinan hadir semua di sini, terang-
terang menyatakan Pimpinan DPR hadir menyatakan itu. Dan kita bukan keluarkan di pers Ketua MA
menyatakan langsung dalam pertemuan itu saya nyatakan masi masih baca pernah pernyataan Ketua
Mahkamah Agung yang mulia yang megatakan menolak tapi terkecuali diperintah oleh Undang-undang
apa itu sudah dicabut? Minta ampun tolong kami jangan ikut-ikutan dilibatkan soal pemutus
40
perselisihan, nah itu memutus perselisihan Pilkada dengan alasan ini, ini, ini seperti yang kita baca di
Pers itu.
Jadi tidak usah pakai surat lagi kita minta pernyataannya begitu, di Pers sudah dinyatakan,
terbuka. Jad kalau soal MK menyatakan kesediannya itu karena ada memang keputusan MK Nomor 97
itu yang menyatakan bahwa : ini keputusan Nomor 2 sudah dinyatakan tapi Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili perse;isihan hasil pemilihan umum kepala daerah selama belum ada Undang-
undang yang mengatur hal tersebut. Ini keputusan nomor 97/PUU/XI/2013.
Kalau yang itu saya ingin mendebat pak, karena di Perpu 1 sudah diatur, kontek pada vonis
nomor 97 yang saya ikuti pada waku itu, Undang-undang Pemda saat diputus itu belum ada norma
yang lain. Tadi sudah di Perpu 1 sudah ada peraturan yang lainnya yang mengaturnya. Sehingga isi
putusan itu akuntrario sudah terbantahkan, ini kontek keputusan nomor 97 tahun 2014 itu Pak Ketua,
sehingga tidak bisa lagi, mohon maaf surat inipun validitasnya menjadi diragukan, karena menyatakan
karena belum ada Undang-undang yang mengatur mengenai hal tersebut, Perpu 1 itu sudah mengatur
mengenai tempat menyelesaikan sengketa, tapi ini untuk forum di sini saja.
Mungkin begini Pak Ketua ya, mungkin ada fakta bahwa memang sudah bertemu pimpinan
DPR dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi hari ini yang kamipun di Pimpinan juga tidak
tahu, itu ada faktanya mungkin saha Pak Saan, fakta tapi ketika fakta ini di sampaikan dalam bentuk
surat seperti ini, ini memang ada konsekwensi lain. Dalam hal ada surat seperti ini kita ingin
mengkonfirmasi saya kira itu sah ya? kita mengkonfirmasi kepada Pimpunan kita, kita bertanya kembali,
kita merujuk kembali dan sebagainya bisa, karena sudah terlanjur Anggota sudah, tapi kalau fakta
bahwa itu terjadi pertemuan apalagi sebenarnya kalau disampaikan saja sebagai hasil pertemuan yang
sifatnya formal, lalu kita juga memahami bersama, itu mungkin sebetulnya bisa lebih mulus,
dibandingkan dengan surat-surat seperti ini. Tapi ini kan sudah terlanjur ya sudah, mungkin ada
baiknya karena Pimpinan juga Ketua DPR, Wakil Ketua DPR semua bisa kita tanya, mungkin perlu juga
Pak Ketua kita mengkonfirmasi.
Jadi saya kira kita punya, bisa mengkonfirmasi.
KETUA RAPAT:
Saya kira soal ini pemerintah berkoordinasi, bila perlu besuk pimpinan DPR juga kita duduk
disini. Saya terus terang saja Pimpinan DPR berpikir bagaimana nanti kalau tidak ada yang mau, yang
menyelesaikan perselesihan dengan dengan lembaga kita yang sudah sekian, kita temui disini mentok
di sini, bukan kita bilang tidak mungkin, ini kan ada pertanda apa seperti yang dinyatakan Prof tadi.
Waktu kita bertemu rapat konsultasi adalah legal, konstitusional menanyakan, jangan bunyi di koran
kita tanyakan bagaimana kebenarannya? Ini kan sebelum di tanya masih Perpu Nomor 1 ini kan
ditanggapi oleh Ketua MA, Perpunya sudah keluar kita mau bukabenar ini. Perpunya sudah
dikeluarkan, sudah kita sahkan menjadi Undang-Undang, itu ditanggapi ooleh Ketua MA, waktu itu Pak
Fandi juga hadir, bagaimana perasaannya menyampaikan itu, Kapoksi-kapoksi kita hadir semua,
Pimpinan hadir semua, kita simpulkan bahwa mohonlah.
41
Jadi kalau orang Melayu itu minta-minta ampun tolong jangan, jangan kami diberikan, kira-kira
begitu menyelesaiakan soal ini karena kami tidak siap dari sini, dinyatakan secara terbuka. Kami saring
hakim itu keluar juga di Pers itu, 4 milyar habis duit, di uji publik hakim, ada 1 yang lulus, bagaimana
mau kita tempatkan di daerah-daerah. Dibuka seperti itu semua, habis dari situ secara aterbuka ini
tampak MK menolak, MA menolak, ini bagaimana lantas pimpinan DPR melakukan Rapat Konsultasi.
Karena ini kan waktunya singkat harus nanti kita selesaikan, oleh karenanya dipersilakan konsultasi
dengan pemerintah, besok akan kita angkat soal ini dan kita minta juga pimpinan DPR, Pak Riza untuk
besuk bisa juga pada saat waktunya pembahasan ini, akan kita tentu dibicarakan. Tidak ada yang salah
dalam soal ini, tapi kenyataannya dalam konteks kita mau membentuk Undang-undang ini, untuk apa
kita atur kalau selurh rakyat Indonesia ...(suara tidak jelas)
Nambahin sedikit Pak Ketua sebelum ditutup ini dari Pemerintah ingin memperkuat pandangan
kita dari aspek konstitusionalitas karena kan tidak mungkin kita bernegara melanggar tatanan tertinggi
di konstitusi. Begini cabang kekuasaan kita yang berwenang mengadili, menyelesaikan sengketa hanya
ada kekuasaan yudikatif di MK atau MA, hanya itu pilihanya ada dua itu. Di konstitusi itu ada
kompetensi absolut dan kompetensi relatif. Kompetensi yang dimiliki, kompetensi MK itu sifatnya sudah
limitatif pak, ini di Pasal 24 huruf c ayat (1).
Pertanyaannya itu bolehkah Lembaga negara menolak untuk melaksanakan kewenangan yang
ada didalam Undang-undang Dasar? Ini bernegara macam apa? Kalau kita menolak kewenangan
yanga da didalam konstitusi ini. Karena tidak mungkin kita memberi kewenangan yang sudah limitatif
mutlak di dalam konstitusi itu, tidak mungkin ditambah kewenangannya karena didalam Pasal 24 c ayat
(1) itu hanya untuk sengketa Pemilu. Sedangkan yang paling mungkin kewenangan yang ditambah
adalah Mahkamah Agung, karena pasal 24 huruf A ayat (1) itu memungkinkan MA itu diberikan
wewenang tambahan sepanjang dirumuskan di dalam Undang-undang, ini penguatan-penguatan kita
untuk memperkuat Pak Hatta Ali, karena hanya ada dua itu pak, kecuali kita akan membentuk badan
penyelesaian khusus, nanti kita beri Pak Hatta Ali kalau bapak tidak sanggup setahun ini sajalan, untuk
di tahap Pilkada serentak tahun ini untuk Pilkada serentak di tahun 2018 nanti kita bentuk badan
peradilan khusus kalau memang bapak tidang sanggup, tapi kita siapkan mulai sekarang misalnya
seperti itu. Tapi sebenarnya kita tidak memilih untuk disana, sebenarnya Mahkamah Agung jauh lebih
siap dengan seluruh perangkatnya itu kalau pemerintah pandangannya seperti itu, kita yang harus kita
perkuat di sana.
Karena di dalam bernegara dimanapun disain bernegaranya itu ada pada konstitusi tidak ada
pada pilihan masing-masing pejabat negera itu, tapi ada pada konstitusinya, itu pandangan pemerintah,
mohon maaf Pak Ketua terima kasih.
Pak Fandi saya boleh kan bicara,artinya begini, kita semua punya hak yang sama kita semua
punya hak yang sama, memimpin kan mengatur regulasi, tapi berpendapat juga boleh, apalagi bagi-
bagi pendapat.
Jadi begini bapak, ibu yang terhormat saya sederhana saja, ini kan ada 2 hal sebetulnya yang
penting ditinjau yang pertama aspek legalitas, aspek konstitusional, itu poin pertama.
Poin yang kedua adalah poin kebermanfatan kira-kira itulah kalau dikelompokkan, itulah kira-
kira, kalau dikelompokkanlah. Jadi semua aspek saya mebagi dua saya poin konstitusionalisan dan
poin kebermanfaatan. Saya masuk poin hukum, kalau bicara poin hukum saya kira kita semua sudah
membaca, apa putusan MK dan lain-lain, yang intinya bahwa MK merasa bahwa Pilkada bukan rezim
Pemilu, atas dasar itu kemudian bahwa perselisihan sengketa Pilkada tidak bisa dilaksanakan di MK itu
poinnya sebetulnya kan, nanti silakan kita diskusi poinnya.
42
Yang kedua namun demikian disitu juga dijelaskan bahwa selama belum ada perundang-
undangan yang mengatur yang intinya MK bersedia Menangani ini kan begitu.
Yang ketiga tadi kan dijawab bahwa ada Perpu, jadi dianggap karena Perpu sudah mengatur
jadi sudah ada Undang-undang, kalau bicara begini tidak akan habis, orang Undang-undang dasar saja
bisa diamandemen Anggota Kabupaten negitu artinya, artinya Undang-undang bisa juga nanti di revisi,
dan sekarang hari ini kita merevisi undang-undang.
Kemudian poin yang keempat apabila undang-undang memerintahkan saya setuju dengan
Prof, jangankan MK, Presiden sekalipun kalau diperintahkan ya laksanakan, jadi yang itu saya sepakat
pak, siapapun mau MK, mau MA kalau Undang-undang memerintahkan ya harus dilaksanakan. Justru
hari ini kita ingin membuat undang-undang dalam rangka siapa yang harus melaksanakan, bukan
bicara mau tidak mau. Itu silakan alasan masing0masingh mau, tidak mau silakan tapi kita yang
meyakini siapa yang terbaik menangani itu yang kita perintahkan melalui undang-undang untuk
melaksanakan.
Kemudian yang berikutnya adalah bahwa kami ini sudah membahas berkali-kali, memang ini
kita ada masalah juga DPR waktu ketemu di sini ada yang hadir ada yang tidak, jadi beda-bedalah kira-
kira begitu. Saya sampaikan tadi malam, atau kemarin malam, saya kepinginnya di MK awalnya, ketika
ikut hadir rapat konsultasi dengan MK berubah pikiran saya, saya mau ke MA, sekalipun disitu MK
Cuma berpikir bahwa pokoknya aturannya ini yang lain tidak pakai. Jadi ada istilah alasan pokoknya
gitu loh. Sekalipun itu sejujurnya bisa ditebak. Hari ini kalau kita bicara Undang-undang hampir banyak
undang-undang yang kita langgar atas nama keadilan, atas nama kebermanfaatan, mungkin bisa kita
carilah, banyak saya yakin saya bukan ahli hukum
Contoh yang sederhana kalau saya tidak salah yang dipilih Cuma Gubernur, Bupati dan
Walikota, sampai hari ini begitu bunyi undang-undangnya, tapi sudah berapa ratus, berapa puluh tahun
kita pilih kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pertanyaannya melanggar Undang-undang, tidak?
Kalau kita leterlex ya melanggar, tapi atas nama kebaikan, kebermanfaatan tidak bermaksud
meremehkan Undang-Undang Dasar, kita tetap melaksanakan. Jadi saya kira yang ahli hukum mungkin
lebih pintar dari saya banyak poin anggaran seperti ini. Jadi intinya sebenarnya kalau saya bukan
penting MA atau MK kalau saya adalah mana dari 2 lembaga ini yang paling baik, melaksanakan
sengketa Pilkada untuk kebaikan semua hal, itu sebabnya waktu kita berdebat berjam-jam saya pimpin
waktu itu Pak Rambe, saya putuskan kita break sambil diskusi dialog kita minta Sekretariat membuat
matrik, coba kita diskusi plus minus seperti tadi kita memutuskan berbagai hal selama ini, kita diskusi,
lain-lain kita punya argumentasi sendiri yang juga tidak salah sebetulnya, jadi intinya begitu.
Saya baru juga lihat ini, saya sama seperti Pak Saan, lebih baik ada tertulis, dan waktu itu
memang saya termasuk orang yang paling kritis di MA, paling banyak sampai satu jam makan siang itu
selama informal meeting itu ya Pak Rambe, saya kritisi satu-satu, termasuk pertanyaan yang paling
penting adalah apakah melanggar konstitusi kalau kemabli ke MK? Tidak saya bukan ahli hukum, di situ
semua orang ahli hukum di republik ini, Pak Hatta Ali dengar semua pembicaraannya lebih dari 15
meyakini bahkan dia bilang, kita bulat ke MK dengan berbagai argumentasi hukum dan argumentasi
kemanfaatan dan kemudhorata.
Kemudian ada poin yang tidak kalah penting adalah, kalau kita merujuk pada MK disitu
disampaikan bahwa ketika memutuskan di MK atau di MA dari 9 hakim konstitusi 5 yang memutuskan
ke MA, tapi 4 memutuskan ke MK. Poin saya adalah sangat tipis kalau ini, sekalipun keputusannya ke
MK, beda kalau 9 bulat, atau 8 lawan 1, kemudian yang tidak kalah penting hari ini faktanya itu
pimpinan Hamdan Zulfa Pak Ketua, hari ini faktanya MK anggaran 9 ada di Mahkamah Konstitusi
Ketua dan wakil yang lainnya yang kebetulan memutuskan meyakini dengan disanding opinion
memutuskan kembali ke MK.
Jadi kalau kita mau jujur ketika di Jureview karena hakimnya lebih banyak yang memutuskan
ke MK sangat tidak mustahil kemabli ke MK, kira-kira begiti, jadi memang sulit karena kita bukan ahli
hukum. Jadi maksud saya ujung-ujungnya keputusan ini akhirnya persepsi kan? Pendapat kan?
Dengan landasan dalil masing-masing.
43
Kemudian yang poin terakhir kita bicara praktis saja, seorang Jimly saya tidak tahu
kapasitasnya seperti apa, Prof Jimly Ketua Mahkamah Konstitusi, mantan kita juga panggil disini,
berpendapat juga Pak Jimly berpendapat kembali ke MK, waktu Pak Jimly hadir ada 2 pertanyaan
penting yang saya tanya.
Yang pertama soal legalitas apakah kalau kembali ke MK sama seperti MA melanggar Undang-
undang? Tidak jawabannya selama undang-undang ini memerintahkan kepada MK sah tidak
melanggar undang-undang.
Ada pertanyaan kedua yang penting yang mungkin diantara kita termasuk saya sebetulnya
meragukan apakan MK bisa menyelesaikan perkara Pilkada serentak, dalam waktu yang bersamaan,
saya sama Pak Saan itu ponnya Pak Saan. Setelah saya pelajari, saya kaji betul pendapat Prof Jimly.
Kita ini tidak Cuma berpengalaman menangani kasus Pilkada, Pileg. Pileg itu lebih dari 900 kasus
secara bersamaan dan waktunya sama 14 hari. Nah saya berpikiran sebetulnya ada 2 atas semua ini.
Yang pertama adalah kembali ke MK waktunya diberi tambahan yaitu 30 hari pikiran saya, tapi ternyata
surat yang kita terima ini malah lebih luas 45 hari. Apakah menganggu tahapan, tidak karena kita
hampir tidak ada 2 putaran apalagi kita tahu Pilkada serentak ini banyak waktu masa jabatan Pilkada
yang ditarik, artinya dia setelah terpilih belum langsung dilantik. Jadi dimungkinkan dari segi waktu
apalagi tadi uji publik sudah hilang, tahapan sudah hilang, hari ini kita sudah terima simulasi dari pada
KPU. Praktis tahapan pemilu di sini hanya 6 bulan 5 hari antara waktu pendaftaran sampai waktu
pencoblosan, ini diluar sengketa, diluar waktu sosialisasi sebelumnya. Jadi saya meyakini kalau KPU
membuat tahapan seperti ini sangat tidak menganggu tahapan dan sebagainya.
Yang terakhir saya ingin menyampaikan poin diluar hukum, ini matrik sudah dibuat, sebetulnya
kalau ada waktu saya ingin kita diskusi, kita paparan poin satu, poin dua, poin tiga, termasuk soal
paket, sebenarnya saya ingin semuanya seperti ini Pak Saan termasuk soal nanti jadwal, termasuk itu
tadi soal legitimasi, saya pribadi inginnya seperti ilmiah lah, kita buat matriknya, kita diskusi, itu lebih
baik tapi karena waktu, paling tidak ada beberapa poin disini saya bacakan saja satu menit.
Yang pertama dari segi, jadi begini poin yang paling penting buat saya sebetulnya adalah poin
2 hal kenapa saya ingin kembali ke MK, yang paling penting dari semuanya. Yang pertama asas
keadilan, kebenaran, kejujuran, keakuratan, kevalidan. Antara MK dengan MA, MK lebih valid lah kira-
kira hasilnya dalam mengadili, mohon maaf ketua MA didepan jajarannya pun jujur menyampaikan saya
mohon maaf, kami sedang meformasi badan peradilan ini anggaran hadir disini ada beberapa orang,
kalau kita menangani ini, dia khawatir hasilnya tidak adil. Salah satu alasannya adalah hubungan anatar
kepala apengadilan, majelis hakim, dekat dengan kepala daerah itu juga alasan Gerindra, kenapa ke
MK hubungannya dekat, bisa mempengaruhi, tapi kalau MK jangankan kita mau ketemu hakim, ketemu
stafnya saja tidak bisa pak, saya menangani berbagai Pilkada, sengketa mau ketemu stafnya saha
susah, ketemu hakimnya apalagi tidak bisa. Jadi kira-kira begitulah.
Jadi maksud saya itu poin soal hasil, kemudian ada yang lebih penting bapak-bapak, kenapa
saya ingin satu pintu, satu di MK saja jangan sampai ada 4 apalagi 10, apalagi setiap provinsi, saya
sudah jelaskan berkali-kali sebelumnya. Katakanlah di Aceh memutuskan satu kasus si A menang,
waktu Pilkada lain di Papua si B kalau apa yang menarik disini? Ternyata kasus si A sama si B simillir
dan untuk diketahui bahwa perselisihan sengketa Pilkada di seluruh Indonesia, kasusnya hampir sama,
tipikalnya sama, istilah saya kasus yang similir, bisa dibayangkan satu pengadilan disati sisi
memenangkan si A, di pengadilan yang satu memenangkan si B, untuk kasus yang hampir sama dan
itu saya yakin tidak mendahului Tuhan akan terjadi dari 550 Pilkada saya Haqul yakin pasti terjadi.
Kalau di MK hampir tidak pernah, saya tidak ada buktinya tapi rasanya hampir tidak pernah, itu
juga penting makanya saya berpendapat lebih baik satu pintu. Untuk masalah yang apakah cukup
hakimnya 9 itu sudah dijawab sangat mungkin dan bisa apalagi ditambah yang 45 hari.
Bab poin yang paling berat adalah mohon maaf ini ijin, poin yang konflik horisontal menurut
saya ya? mungkin teman-teman punya pendapat lain jika di satu kabupaten saya kalah terus saya
sepertinya bisa menerima, di kabupaten tetangga saya karena serentak, Pak Rambe menang tapi disitu
ada keributan, nah kemudian ini dapat memicu saya untuk ikut ribut dan lain-lain. Jadi intinya maksud
44
saya jadi faktor keadilan, faktor kedekatan. Kemudian yang paling penting lagi adalah kedekatan antara
kantor pengadilan atau apa namanya dengan massa itu dekat, kalau di MK itu jauh, susah kita dari
Papua, dari Aceh atau dari Lampung, bisa mungkin ke Jakarta, tapi relatif selama 5 tahun lebih ini
terisolir lah atau 10 tahun ini tidak ada keributan, hampir pasti ya mungkin tidak pasti atau paling tidak
akan terjadi dari 500 sekian tidak mustahil kekecewaan itu mengakibatkan membakar pengadilan dan
lain-lain, jadi banyak sekali alasannya mungkin waktunya tidak ini, tapi intinya yang akhirnya saya
pribadi mohon maaf tidak bermaksud ini, tenyata lebih baik ke MK untuk saat ini.
Tapi ada solusi seperti Prof tadi betul, kalau sepakat ya? sementara di MK sambil kita beri
kesempatan, di MK pak kalau saya, kalau Prof kan di MA, kalau saya sebaliknya tapi sama modelnya.
Sementara di MK nanti diberi kesempatan dalam 2 tahun kedepan untuk badan peradilan khusus,
rekomendasi Gerindra itu diantaranya adalah ke MK atau membentuk Badan Peradilan Khusus Pilkada,
itu Prof kalau Gerindra. Pilihannya kan sementara di MA, kalau saya dalam rangka tadi lebih baik MK
dulu kedepan baru dibentuk badan peradilan khusus, terima kasih.
Terima kasih pimpinan, untuk memudahkan saya kira jangan merasa Demokrat, kalau memang
prosedur hukumnya memungkinkan untuk kembali ke MK itu Demokrat tidak keberatan. Yang kita ini
menghadapi putusan MK yang mengikat pembuat Undang-undang. Kalau keputusan Mk itu bisa kita
hadapi dengan legel, bukan dengan rapat konsultasi tapi dengan putusan itu saya kira sangat baik
kalau kita bisa kembali ke MK gitu, pintunya tunggal, interpretasinya tunggal, itu akan menyebabkan
banyak kebaikan. Saya kira yang saya hadapi ini kita menghadapi keputusan MK itu, dan sebetulnya
kalau kita mau kembali ke MK itu prosedurnya jadi panjang karena kita harus yudisial review yang itu
keputusan soal MA untuk dikembalikan ke MK. Supaya MK mengeluarkan kembai keputusan yang itu.
Saya ingin menambahkan ya, saya tidak mau terlibat dalam soal pembenaran, apakah MA atau
MK segala tadi yang disampaikan oleh Pak Riza oleh pimpinan, dengan segala pembenaran bahwa Mk
lebih benar, lebih baik dari MA misalnya kan, toh juga kalau kita mau melihat kepada fakta kenapa
misalnya kepercayaan terhadap Mahkaman Konstitusi dalam menangani sengketa pemilu apakah itu
Pilkada itu juga luntur, bahkan ada problem juga karena ada kasus, kasusnya sangat fenomenal,
bahwa memang seperti Pak Riza sampaikan bahwa susah ketemu pimpinan MK tapi kenyataanya bisa
tembus juga, saya hanya tidak mau terlibat dalam soal justifikasi, pembenaran bahwa ini lebih baik atau
ini lebih jelek tapi yang saya ingin pastikan adalah ini ada sebua preseden bbahwa Mahkamah
Konstitusi lewat keputusannya itu tidak siap menangani soal sengketa Pilkada, ini adalah sebuah
keputusan. Tidak ini yang Mahkamah Konstitusi ketika yang soal rezim pemilu atau rezim pilkada, ini ka
sebuah keputusan, nah tadi dikatakan bahwa secara ini MA menyatakan tidak siap dan sebagainya,
nah yang saya pertanyakan sederhana saja, saya ini kan butuh jaminan, butuh kepastian.
Jadi kalau memang Mahkamah Konstitusi itu bersedia kembali menangani sengketa Pilkada ini,
kita butuh surat jawaban resmi kepada DPR, ketika kita akan membikin undang-undang, sama kalau
memang Mahkamah Agung tidak bersedia kitapun butuh jawaban resmi, surat tidak hanya ada di
media, orang ngonong di media bisa berbeda dengan fakta putusannya, sama tadi dikatakan bahwa
yang memutuskan bahwa ini bukan rezim pemilu, pilkada maka MK tidak berwenang menangani
sengketa Pilkada 5 banding 4. Sama saja ketika DPR memutuskan Pilkada langsung atau tidak
langsung dengan suara berbeda itu sama proses pengambilan keputusan memang selalu ada intinya,
tapi lembaga bersikapnya seperti itu, walaupun bedanya satu tapi keputusan lembaga seperti itu kan?
Kita tidak bisa mengatakan 4 bading 1 tipis, karena lembaga memutuskan itu, itu lah suara lembaga.
Nah yang saya putus beda ini yang sama minta adalah jaminan kalau memang itu tadi surat resmilah
45
apa susahnya, kita DPR Panja, Pimpinan Komisi II mengirim surat kepada Mahkamah Agung maupun
Mahkamah Konstitusi untuk memberikan jawaban, tertulis kan gitu, biar kita jadi pegangan.
Kalau suatu ketika MK ini ada yang yudisial review ternyata dikabulkan oleh MK kita punya
pegangan, ini loh suratnya. Kalau memang MK bersedia kembali tidak ada masalah.
Pak Saan mungkin ini salah saya juga waktu terakhir itu saya tanya juga, Pak tolong diberikan
alasan yang tertulislah, itu saya sampaikan lisan mungkin salah saya harusnya disusuli dengan
permintaan tertulis, tapi sudah saya sampaikan Pak Saan di situ, saya juga paham itu, makanya saya
minta secara lisan sampai minta Pak tolong juga hasil ini disampaikan juga secara tertulis.
KETUA RAPAT:
Saya kira tidak usah kita perpanjang lagi soal ini, artinya kita mau putuskan mana yang terbaik,
ini kan ceritanya begini jangan lagi kita bicarakan bahwa waduh kecewa sekali embaga begini yang
harus diamananin. Inilah keadaan kita, ini mau saya buka secara terang ini, bahwa kenapa, ini nanti
terlalu jah lagi ini, kenapa kita bicarakan langsung harus diterima Perpu ini, itu juga ceritanya kan,
memang itulah jalannya yang harus kita tempuh. Oleh karena itu, ini saya pribadi sebenarnya dan
Komisi II berterima kasih kepada Pimpinan, bahwa ini sebernarnya sudah jawaban tertulis pertemuan
antara tiga lembaga negara, MK, DPR dan MA akibat hal yang aneh-aneh ya kan Prof? Sebenarnya
kita bertemu itu dalam berdebat yang harusnya itu tertutup angan dipublikasi, dipublikasikan bahwa MA
tidak siap walaupun sudah tertulis dan merasa keberatan, padahal itu sudah perintah undang-undang.
Merasa keberatan dan tidak siap dalam pertemuan itu dikatakan tidak siap, SDM dengan segala
macam.
Pimpinan DPR mendengar kalau begitu apalagi yang mau kita, kita MK setuju makanya Komisi
II MA ini setuju, tidak ada mempersoalkan tentang itu iya kan? Kita serakan setuju kita, tapi setelah kita
konsultasikan karena gelagatnya kita tidak mepersoalkan, MA dengan humasnya, Ka Biro Humas, MA
resmi bicara tentang itu, ini jadi aneh. Kita konsultasi juga kejadiannya begitu, kita konsultasi ke MK
antara lembaga ini, juga MK menyampaikan seperti itu. Terus mau gimana ini kita buat? Jalan
keluarnya. Terus kita minta duduk tiga ini.
Ini sebenarnya jawaban tertulisnya bahwa yang siap di sini adalah MK, oleh karena nya saya
kira, oh iya dalam pembicaraan itu dinyatakanlah di sana kita berunding antara Partai ini sama partai ini
saya misalnya yang melakukan sudah berunding tiga partai bahwa kami setuju ini, satu orang saja
sudah cukup dalam pertemuan resmi itu. Kita jangan mempersulit lagi soal administrasi, jadi kita
simpulkan saja pemerintah silakan, partai-partai silakan, sekarang kita mau pilih mana? Terserah kalau
di Undang-undang ini, kita pilih MK semua ini tidak ada keberatan tapi dengan catatan nanti bisa,
karena kita buat undang-undang terus langsung jawaban-jawaban ini segala macam itu menjadi sulit.
Tidak ada soalnya bagi Partai Politik ini MK atau MA, siapapun saja boleh asal di pilkada ini lancar itu
yang harus kita pegang, kondisinya kita seperti ini. Tidak usah mau mana kenyataan yang lebih siap ya
MK karena dia pengalaman selama inidan juga tidak bisa katakan bahwa MK itu bossit karena kejadian
yang lalu tidak juga. Kita datangi satu persatu manapun kita pilih bagi partai saya tidak ada soal, Cuma
jangan kita buat nantipun tidak siap di dalam undang-undang ini. Kalau yang tidak siap ini nanti tidak
akan jalan dan mereka sudah menyatakan ini resikonya, begitu silakan ini kan terserah pembentuk
undang-undang. Kami tidak mau kantor kami dibakar, diapa dinyatakan semau seperti itu, oleh ketua
MA, Kapoksi hadir semua di depan kita, tidak mau jadi artinya jangan di paksa-paksa kami walaupun di
ini.
Ini saya kira kesimpulan kita silakan kalau pemerintah menghendaki nanti ditanya masing-
masing partai. Bagi Partai Golkar tidak soal, pemerintah memilih MA silakan kita setuju, tapi jika ada
nanti suatu hal yang terjadi ya kita dihitung dikemudian hari ini kita pahit-pahit, nanti akan kita tanya,
46
misalnya besuk silakan pimpinan masing-masing fraksi nanti lapor, silakan pemerintah konsultasi,
besuk tidak usah kita persoalkan ini sudah bukti tertulis, ini pimpinan DPR dalam pertemuan itu, silakan
kita rembug mana yang dipilih. Bagi DPR kita tidak persoalkan yang ada di daam Perpu, besuk kita lihat
siapa yang mau mendukung ini tetap, ini kan kita kebaikan hati sudahkita konsultasi kemana-mana itu
tadi rasa toleransi itu.
Oleh karenanya ini bisa kita akhiri, oke Pak Bambang kami persilakan, Pak Sirmadji kami
persilakan.
Jadi kalau saya membaca surat ini, tidak ada opsi lain kecuali MK, karena di dalam surat ini
telah diadakan pertemuan tiga pihak, Pimpinan DPR, MK dan MA bertempat di MA. Ada konsensus,
kesepakatan bahwa sengketa pilkada ada di MK sehingga tidak ada opsi lain.
Kemudian istilahnyapun disini yang dikatakan bukan rezim pemilu adalah Pilkada tetapi ada
satu kata lagi didalam poin kedua adalah Pilkada serentak, kalau saya menganalisa dari hasil
keputusan Yang di setting opinion memungkinkan ada perubahan sikap MK yang semula menolak
menangani Pilkada tetapi dikemudian hari bisa menerima dengan istilah Pilkada serentak dan poin
yang terpenting disini adalah hasil dari pada konsultasi ini, harap ditindak lanjuti artinya dijadikan
pedoman.
Statement Prof tadi terkesan bahwa pemerintah akan memaksakan ke MA, mungkin kita
diskusi Prof, ini sudah tidak ada opsi lain sehingga Partai Gerindra bersikap sengketa Pilkada serentak
ada di MK hanya satu milyar, terima kasih Pimpinan.
Terima kasih pimpinan, jadi yang pertama saya kita kita tidak perlu lagi mempersoalkan
konsultasi-konsultasi itu, ini sudah lembaga artinta lembaga DPR RI melakukan konsultasi dan
kemudian hasilnya disampaikan kepada kita, jadi saya kira itu sudah cukup tidak perlu lagi kita Pokja
ini, berkonsultasi lagi ke sana itu lalu bagaimana trushnya diantara kita nanti, itu yang pertama yang
ingin saya sampaikan.
Yang kedua kalau artinya sesungguhnya kalau saya simpulkan dari yang kita sampaikan, kita
diskusikan itu secara konstitusional sebetulnya baik itu MK ataukah MA yang penting ditata di dalam
Undang-undang, dibunikan di dalam undang-undang yang sedang akan kita susun ini. Jangankan MK
ataukah MA, muncul dipikiran kita juga kalau perlu dibentuk lembaga khusus untuk menyelesaikan
sengketa, itu dimungkinkan saja. Jadi soal limitatif atau tidak limitatif.
Ya ini, ini, bukan konstitusional, Undang-undang Dasar 45 artinya apakah MK ataukah MA yang
akan kita putuskan nanti tidak pada soal yang ini lebih konstitusional yang ini tidak begitu tetapi soal
kalau didalam hukum islam ada Baksul masyail, mana yang lebih pas, mana yang mudhorotnya lebih
kecil dan maslahatnya lebih besar kira-kira kan begitu arahnya kesana, oleh karena itu kalau toh tidak
mau diputus malam ini masih diberi ruang konsutasi kira-kira, kalau mau diputus malam ini saya kira
dari segi maslahatnya itu saa kira memang MK lebih saya tidak akan menguraikan lagi dari segi konflik,
dari segi macam-macam semuanya akan lebih bisa, lebih baik lah dari pada di MA yang kemudian
47
didistribusikan ke daerah-daerah dalam hal ini pengadilan tinggi yang tentu akan menmbuka ruang
konflik yang lebih besar lagi. Saya kira itu, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Gilir saja yang saya katakan tadi adalah, kita masingg-masing konsultasi dengan pimpinan kita,
hanya dua hal mau pilih MK atau MA, besuk masing-masing menjawab, kalau kita tidak mau putuskan
malam ini.
Saya bukan soal konsultasi, ini kita akan membuat undang-undang dan ini jangan sampai
menjadi preseden kenapa? Karena baru kali ini kita mau membuat undang-undang dan pembuat
undang-undang menanyakan kepada lembaga, kau mau laksanakan atau tidak ini, ini akan menjadi
preseden nanti seperti yang tadi dikatakan Prof Zudan, akan rusak tatanan bernegara ini pak, jadi tidak
sesederhana seperti yang kita bayangkan, siapa yang mau laksanakan ini, MK atau MA. Bukan
persoalan di situ Pak Ketua, persoalannya adalah kita sebagai pemegang mandat, pembuat undang-
undang apakah kita mau membuat preseden yang tidak pernah terjadi selama ini, dan ini baru pertama
kali terjadi. Kok kita mau memberikan tugas kepada lembaga, kita musti tanya. Nanti besuk kita beri
tugas kepada TNI di harus mau melaksanakan tugas ini, kita tanya hai TNI kami mau tidak
melaksanakan ini? Kalau dia bilang saya tidak mau wah kacau ini, jadi ini hati-hati kita melihat
persoalan ini, kita jangan menjadikan ini sebagai sebuah preseden. Jadi tidak sesederhana sekedar
menunjuk MA atau MK, itu saja pimpinan.
KETUA RAPAT:
Jadi Pak Malik kita ini bikan preseden mana Perpu keluar ini kita bongkar-bongkar lagi, jadi ini
panjang nanti urusannya ini memang sudah preseden.
KETUA RAPAT:
Iya jadi ada aturan ditanggapi oleh lembaga negara saya tidak mau, bukan karena kita bertanya
di pers sudah duluan keluar, sudah duluan itu di pers keluar tidak mau, tidak siap MA untuk itu, jadi
baru kita konsultasi ke MK, MK tidak siap, begitu kan. Jadi kalau diruntut kebelakang persoalannya ini
memang tidak sederhada preseden itu tidak. Jadi ya kenapa lembaga kita ada forum konsultasi antar
lembaga, bukan hanya komisi II sebab untuk menghadap itupun harus pimpinan, antara pimpinan
dengan Pimpinan. Jadi ini sebenarnya sederhana saja, sederhana keputusan kita tadi, kalau malam ini
kita putus besuk bisa masing-masing kita konsultasi, kami tadi sudah katakan mau ke MA besuk kita
sama-sama bulat kita MA, tapi jangan yang kita putus itu kembali lagi menyatakan tidak siap, kita kan
sudah langsung ketemu. Mau ke MK juga boleh saja tidak ada soal, tidak ada hal yang penting nanti
beres yang serentak-serentak ini, kenapa ini mau saling menolak, perkara serentak juga dan dua
lembaga ini juga satu lembaga ini, kan saya nyatakan kemarin, dimana hukum mau pilkada serentak ini,
ini siapa yang bikin? Tapi karena sudah kadung di undang-undang nomor 1 itu serentak, mari kira
bicarakan serentak.
Undang-undang dasar tidak nyuruh serentak-serentak, kenapa kita buat di Undang-undang
serentak-serentak, kalau berbaris-berbaris serentak ya harus. Ini kita mau bongkar lagi, ini sudah
48
presedenya, sudahlah, perkara ini saudara-saudara hanya persoalannyakita mau efisien, karena kita
mau ...(suara tidak jelas) efiens panjang sekali satu putaran begitu.
Jadi oleh karenanya saya kira DPD apa perlu, air putih dululah. PDI sudah, sudah tegas, sikap
ke MK, official ya langsung. Atau mau kita putuskan sekarang, kita tanya saja, jadi saya minya surat ini
adalah resmi, surat ini tidak salah, tidak perlu kita minta jawaban secara resmi, karena ini sudah
bertemu antar lembaga menyatakan ini resmi tidak perlu menunggu Ketua MA begitu jawabannya. Jadi
kalau ini sudah kita beres tidak usah lagi, tapi kalau ada masih ragu tidak official tadi ini PDIP
menyatakan official sudah. Conform otomatis ketua poksinya juga conform sama Ketua Umum PDIP
dan Sekjen, saya form saya sudah sama ARB, Sekjen.
Mohon ijin.
Sebentar ketua, sebelum pemerintah. Terima kasih, ini preseden juga ini sampai jam satu tidak
ada perpanjangan waktu. Jadi Pak Rambe pak ketua, ada landasan formal Pak Zudan, ada landasan
sosiologis, perkawanan antar lembaga. Kalau kemudian sesuatu yang formal diselesaikan dengan cara
informal ya begini ini jadinya, tetapi kan preseden orang Madura ini antara Presiden dengan preseden
tidak bisa membedakan, Madura pak, internit dan enternit tidak bisa membedakan, plafonnya berapa?
Tahu plafon, flafon harga pak. Email sama Ismail juga.
Di sini Pak Rambe saya kira kesalahannya adalah kenapa MA ngomong itu. Jadi kalau
kemudian nanti disalahin salah lo ngasih gua tanggung jawab, sudah ngomong di publik bahwa gua
tidak sanggup, ini jebakan ini, jebakan keledai ya begini ini, masa mau dijebak sama keledai seperti ini,
nah ini coba koran harian “DPR maunya MK, Pemerintah maunya MA” koran ini satu dua hari ini pak,
DPD kan memberi pertimbangan tidak memutuskan. Sekarang begini pak, pada saat begini saya di
DPD pak, tidak lagi Anggota atau Bapak kan pak, Pak Asep mohon maaf Pak Asep, Pak Asep dari PPP
ini, tapi kan yang lain ini jalur tengah pak, nah karena itu Pak Rambe saya kira oke Fraksi-fraksi
monggo MK silakan, MA silakan tetapi kembalikan kepada pemerintah.
Jadi ada 2 tahap ini Pak Ketua, fraksi-fraksi saya hanya mendengar menyaksikan, salah saya
ikut, benar kami juga ikut karena yang mempertimbangkan kan begitu, karena kerwenangan di bapak-
bapak sekalian. Jadi karena ini Pak Zudan saya kira monggolah panjenengan bisa mutuskan malam ini,
kalau tidak fraksi-fraksi yang memutuskan yes ini atau itu tidak ada soal, tapi yang jelas ketika harus
bersikap kemenangan DPD tidak bersikap ini pak, terima kasih, jadi preseden juga itu.
KETUA RAPAT:
Tidak biar partai lain, biar nanti Prof Zudan juga dapat gambaran konsultasi kepada Pak
Menteri, jadi ya Gerindra sudah resmi.
Jai Gerindra sebetulnya apa yang diputuskan nanti MK atau MA tentu mendukung, sekalipun
kami dalam usulan kami atas dasar berbagai pertimbangan pilihannya MK atau membentuk peradilan
khusus atau yang menurut kami MK sambil memberi kesempatan membentuk peradilan khusus 2 tahun
umpamanya itu juga pilihan. Jadi ini kan menjadi debattable sebetulnya asas konstitusional, tapi ada
faktor lain yang harus kita diskusikan. Kalau koonstitusional kita tidak habis malam ini sampai tahun
depan tidak selesai. jadi orang batak kita hari ini, jadi pilihannya sudah jelas bahwa atas dasar berbagai
pertimbangan pilihannya MK, kalau dimungkinkan kedepan membentuk peradilan khusus.
49
KETUA RAPAT:
Oke PKS.
PKS ya MK.
KETUA RAPAT:
Ini karena tinggal milih pak ya, kalau urusan milih kan urusan suka tidak suka, saya MK, terima
kasih.
KETUA RAPAT:
MK.
KETUA RAPAT:
Demokrat.
Perpu itu terbit setelah keputusan MK, sehingga putusan Perpu itu menempatkan MA sebagai
pemutus sengketa hasil, jadi saya kira Demokrat sejauh tidak ada perubahan keputusan MK maka tidak
punya pilihan lain kecuali MA, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya, dulu Pak Ketua waktu di Komisi kami di PAN itu ke MA tapi setelah rapat konsultasi dari
Kapoksi katakan wah ini agak sulit, kita tunggu perkembangan, perkembangan terakhir adalah ini ya
MK.
KETUA RAPAT:
50
KETUA KOMITE I DPD RI (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):
Silakan putuskan.
KETUA RAPAT:
Semakin banyak diperdebatkan semakin binggung, tadi terakhir tapi saya masih ragu ketua,
jadi begini pilihannya sebetulnya sudah form Mahkamah Konstitusi tapi kemudian persoalannya ini bisa
jamin gak tidak ada yudiasial review, kalau kemudian ada yudisial review saa yakin ini tidak akan kuat
untuk menghambat yudisial review, kalau betul ini tidak menghambat yudisial review, bisa tidak kita
minta surat resmi dari Mahkamah Konstitusi, itu catatan kami pak. Kalau itu ada kami bisa lebih pasti
untuk Mahkamah Konstitusi. Dan saya kira semua fraksi begitu, makanya agar fraksi lebh yakin untuk
memilih Mahkamah Konstitusi coba diupayakan dari mulut MK sendiri dan surat resmi MK sendiri,
jangan kemudian itu kan hanya konsultasi, kita punya macam-macam.
Saya masih ingat pimpinan waktu kita melakukan rapat konsultasi pertama kali di Mahkamah
Konstitusi, ketika saya tanya kalau serentak boleh tidak sama MK? Tidak ngomong kok, tidak jawab
kok, saya khawatir ini kemudian tidak menjadi kekuatan apa-apa ketika yudisial review itu muncul, ya
begitu.
KETUA RAPAT:
Jadi saudara-saudara sekalian, kalau potensi untuk di yudisial review pasti semua ada undang-undang,
Cuma ini kita pilihan pembentuk undang-undang, kalau toh di udisial review tidak apa-apa.tidak bakal
kena tangkap kita, tidak bakal masuk penjara kita, tapi kita harus ada pilihan sekarang, potensi itu pasti
ada termasuk yang ditanyakan itu, mau dibuat disitu pemilu serentak potensi untuk di yudisial review
juga ada, mau dibuat disitu pelaksananya mereka katakan KPU di yudisial review juga bisa, jadi tidak
ada soal disini, yang kami maksudkan tadi adalah surat ini karena pertemuan resmi dan
kesepakatannya internal ada kita lebih mempunyai pegangan tentang hal itu. Oleh karena saya kira
pemerintah nanti silakan memberikan tanggapan, fraksi begitu menanggapi, begitu kebijakannya. Oleh
karenanya sebagaimana kebijakannnya tinggal hanya kita menuangkan kalau cocok pemerintah, kalau
pemerintah tidak cocok minta ke MA ya kita mendukung, tapi nanti karena kita sama-sama ya.
Kalau Mahkamah Konstitusi memang mau ketua, apa susahnya sih kirim surat resmi, kalau dia
memang mau gitu saja maksudnya.
Saya kira kalau MK suruh membuat surat tidak mungkin, karena itu ada prosedur apamiti
posisioning konstitusionalnya beda sekali .
51
F-PDIP (Drs. SIRMADJI, M.Pd):
Sebentar ini adalah sebentar agak beda, surat ini adalah kesimpulan yang diperoleh oleh
pimpinan kita tatkala konsultasi agak beda, bukan posisinya MK ini, tapi kira-kira kita nangkap lalu dari
situ memperoleh inspirasi itu saja kira-kira, tapi kalau buat PDI Perjuangan tidak ada urusan sama surat
itu, posisioningnya memang lebih pas MK.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik pimpinan untuk pemerintah ada 2 pertimbangan pertama saya 6 tahun menjadi wakil
pemerintah menangani pengujian undang-undang di MK, pertimbangan MK itu hampir tidak pernah
mempertimbangkan aspek sosiologis dan aspek-aspek pemerintahan dalam pengujian undang-undang
di Mak pertimbangannya adalah konstitusionalitas itu satu.
Yag kedua arahan pimpinan sampai malam hari ini belum berubah, oleh karena itu pemerintah
penyelesaian sengketa masih di Mahkamah Agung, sampai besuk pagi kalau ada perubahan kami akan
sampaikan dalam forum ini, tapi sampai malam hari ini masih tetap di Mahkamah Agung, sampai jam
01.05 menit, karena biasanya Pak Mendagri ada SMS apa arahan-arahan sampai malam hari ini belum
ada pak, Pak Sirmadji belum ada arahan pak? Masih di Mahkamah Agung, terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Bosnya Prof, beda dengan bosnya Pak Sirmadji, ini kadang-kadang, baik saudara-saudara soal
ini kita tunggu besuk, tapi kalau sikap fraksi tadi sudah jelas. Ini masih ada satu lagi tanggung soal
tambahan persyaratan, persyaratan calon itu kita akan DPR akan menambahkan di situ adalah tidak
Narkoba, dan tidak teroris, ini sudah panjang kita pemerintah setuju itu?
(RAPAT : SETUJU)
Tidak korupsi juga, ada tiga itu kan? Yang terakhir pembiayaan, itu apa yang dimaksudkan oleh
DPD, pembiayaan penyelenggaraan Pilkada.
Baik ketua dan bapak ibu sekalian dari 204 pilkada yang harus dilakukan tahun 2015 ini ada
daerah-daerah sementara yang siap dan tidak siap, awal kita mendengar 104 pada waktu pemerintah
kita undang ke DPD 104 siap 100 tidak siap, nah pertama.
Lalu yang kedua adalah dinamika di lapangan sering terjadi bahwa petahana atau incumbent
itu lebih domain, lebih mendominasi daripada calon yang lain.
Lalu yang ketiga adalah keserentakan itu mengimplikasi kepada nasionalitas kita, jadi karena
itu dalam konteks itu maka DPD mempunyai pemikiran dan juga pertimbangan-pertimbangan yang lain
bahwa dalam kontek pemilukada yang akan dilakukan ke depan harus danai oleh APBN bukan menjadi
tanggung jawab penuh dari pemerintah daerah ini dalam rangka mendorong keserentakan bisa
dilakukan kalau tadi Pak Rambe sampaikan 3 tahapan ya, yang barangkali itu bisa menjadi tanggung
jawab pemerintah pusat, terima kasih.
52
KETUA RAPAT:
Ijin pemerintah sebelum, jadi soal anggaran sebetulnya Gerindra juga sudah masukin soal
pembiayaan Pilkada itu Gerindra usulnya adalah APBD dan dapat didukung oleh APBN, jadi mungkin
maaf ada daerah yang sangat minim anggaran, seperti DOB apa, jadi dimungkinkan APBN, jadi dibuka
pintu dapat APBD dapat didukung APBN. Jadi intinya memberi kesempatan APBD tapi dalam hal
tertentu dapat didukung oleh APBN.
Kemudian Prof yang kedua itu saya konsultasi dengan KPU ya Pak Muqowam, ada permintaan
dari KPU soal pembiayaan itu, apalagi ini seretak ketemunya di Februari, saya tidak tahu nanti ahli
hukum atau ahli bahasa, ahli keuangan menyebut kalimatnya yang intinya adalah anggaran itu bisa
berjalan artinya yang dianggarkan 2015 mungkin maksudnya dapat digunakan di 2016, ada istilah kalau
di proyek itu kalau tidak salah Multiyers ya ibi bahasa indonesianya tahun jamak, tahun berjamak atau
tahun jamak. Jadi apalagi kasus serentak ini seluruh Indonesia yang Pilkada siap di 2015, pelaksanaan
di 2016 katakanlah putus Februari sekalipun sebenarnya lebih dari 90 persen anggaran itu sudah habis
di tahapan yaitu di 2015. Jadi mungkin honor KPPS itu baru digunakan pada hari H.
Jadi usulnya tentang pembiayaan adalah dibiayai oleh APBD dan dapat di dukung oleh APBN
dan bertahun jamak, terima kasih. Dan dapat bertahun jamak.
KETUA RAPAT:
Jadi begini, di Perpu ini, itu tertulis, ini dengan pemerintah di Perpu ini tertulis APBN didukung
oleh APBD, ini informasi baru APBN-P tadi ditelepon kami Komisi II dengan Ketua KPU, “Ketua
anggarannya kok tambahnya sedikit sekali, ya memang itu yang ada uang, itu kan dari pemerintah, jadi
untuk Pilkada tidak ada kalau begitu, kita balik ini, harus APBD didukung oleh APBN. Jadi dalam
undang-undang ini nabrak-nabrak undang-undang ini, itu nanti Undang-undang APBN-Pak, ini
terpotong tahapannya, jadi kalau mau tahapan panjang begitu dia minta satu trilyun sekian, tidak ada
duit cuma 300, berapa yang bisa kita tambah, jadi ini pun bayar pegawai saja untuk urusan Pilkada ke
bawah itu saya bilang ya sudah panjang-panjangangin saja itu pelaksanaan Pilkada. Jdi ususlan dari
DPD itu betul ini mau kita putar APBD didukung oleh APBN, jangan APBN di depannya tidak ada duit
dari APBN gitu kalau kita setuju memutarnya sudah selesai, yang tahun jamak itu.
Pimpinan, memang pada waktu kita membahas dengan Menteri Keuangan, Menteri Keuangan
itu menyatakan keberatan dengan beban di APBN pak, dia inginnya ya dengan beban pada APBN, ini
realitasnya itu seperti itu, hanya dulu kan kita inginnya karena diselenggarakan oleh serentak nasional
bebannya secara nasional kan ini yang maksa kan kita gitu loh pak Ketua, yang maksa nasional kok
dibebankan kepada daerah, tapi ternyata kita maksa tetapi kita tidak mampu.
KETUA RAPAT:
Sekarang mulai pemerintah buka-buka, jangan buka-buka begitu, ini makin malam kita semakin
seru masih buka membuka lagi.
53
F-PG (Drs. H. DADANG S. MUCHTAR):
Tambahan sekali lagi ini saya titip bahwa kembali revisi undang-undang atau serentak, semua
ini dalam rangka efisiensi, itu di KPU bengkakannya besar, kita ditipu itu sama KPU, makanya mereka
anak-anak KPU kalau lihat muka kita asem semuanya itu, coba saya sudah tuliskan satu contoh mana
yang kemarin itu saya minta tulis, anggaran kabupaten Karawang dalam Pilkada ini yang sudah
disiapkan, saya pernah yang saya katakan saya uji coba tentang cluster, Tantri Bali sebagai Kebang
menghadap saya tidak ada yang adil :Pak Dadang tolong ini jangan diutik-utik orang KPU soak semua
idemu itu, 50 persen hilang, kemarin dalam rapat anggaran, banggar perubahan ini, saya yang
merintahkan kurangi saja, akhirnya turun juga saya perintahkan begitu. Coba tolong deh kemarin sudah
diketik gambaran bahwa uang ini tertumpuk pada wilayah honor, dan ini berulang-ulang dilakukan, kita
ditipu saja pendataan, online saja langsung minta ke catatan sipil, jadi nanti saya titip apakah itu dalam
apa namannya turunan atau apa namanya jelaskan ini bagaimana anggarannya untuk efektif efisien,
kita jangan dibohongin pak. Saya paling galak di Jawa Barat dulu tentang anggaran KPU, makanya itu
si orang-orang KPU itu kalau lihat saya pusing Feri itu paling takut banget, kita ditipunya pak, mana sih
TPS jaman kita Pikades dari mulai saya umur satu tahun sampai 63 tahun tidak ada itu Pilkades 2 TPS,
satu TPS dimana-mana. Ini kasarnya ngomongnya, jadi kita kalau ngomong nadanya begini bung, jadi
sudah malam ini, jadi nanti tolong bikinkan suatu klausul untuk kita jangan mau diatur sama KPU,
perpanjang waktu, apa sih wong ini pemilu sudah sekian kali, sudah tahu semua kok, tinggal tegas ini
sudah pagi, jadi tolong saya titip sudah tayangkan tulis dari kemarin ton itu ada kan dari kemarin suruh
ketik, kalau tidak ada besuk saja sudah malam, tapi sudah saya pesan, nanti saya ngomong tayangkan.
Jadi sebentar saya titip ini pak, pemerintah khususnya Depdagri wong itu tinggal buat peraturan
KPU saja, merubah TPS itu menjadi cluster, saya sudah janji kalau saudara sepakat, tanggal 22 itu ada
Pilkada serentak di Karawang, saya sudah pesan sama Sekda, tolong coba kalau nanti semua sepakat,
tinjau itu bagaimana Pilkades menggunakan tipe pemilu, jadi satu lapangan pintu satu TPS 1, 2, 3, 4, 5.
Pintu dua TPS 5, 6, 7, 8 dan seterusnya dengan cluster. Itu 50 persen biaya hilang khususnya untuk
honor pegawai. Jadi mungkin ini titip saja jadi nati sama-sama semuanya, coba korekti itu KPU dulu,
jangan dibodohi kita sama KPU, dibodohin saja itu anggaran-anggaran. Kemarin bukti suruh berobah
dia pak, dari 1,1 trilyun yang diajukan, akhirnya turun cuma 500 berapa, 408 saya tekan seperti itu
kemarin. Kita jangan mau dibodoh-bodohin KPU saja, nanti suaranya hilang, jadi mungkin itu saja
karena ini sudah larut malam sekalian pak.
Jadi tolong nanti bersepakat bagaimana mengoreksi anggaran-anggaran KPU ini, satu trilyun
itu APBN Provinsi Kabupaten banyak yang masih dibawah satu trilyun. Luar Jawa Cuma 600, 700
milyar, pemerintah daerah punya APBD, mereka enak saja kecil mintanya 1 trilun. Jadi mungkin itu saja
bang, dengan gaya gua saja ini ngomong, supaya tidak ngantuk. Jangan dibodoh-bodohin KPU, berani
harus begitu. Sayang ini adik-adik suruh nulis supaya ada gambaran, sudah diketik dari kemarin, saya
sudah bilang. Tolong kalau saya ngomong tayangkan, supaya semua bisa melihat, terima kasih bang.
KETUA RAPAT:
Oke, jadi dari pihak pemerintah setuju ya soal pembiayaan ini ya? apa masih APBN ditulis di
situ, tidak ada APBN ke situ.
Di Perppu 2015 APBD itu, Pasal 200 berapa itu. Jadi keputusan Mahkamah Konstitusi
bahwaPilkada tu bukan rezimnya pemilu itu yang justru kemudian APBN tidak bisa, justri APBD.
54
KETUA RAPAT:
Jadi kita sepakat, APBD pak ya? dapat didukung APBN. Kalau APBN nanti dia minta. Apa
istilah keuanganya, coba ahli keuangan ini. Istilahnya apa pak, mohon pencerahan dulu ini, sebelum
tidur.
Sebetulnya kalau yang namanya penganggaran di dalam APBN atau APBD sebetulnya kan
masalah kalau kita melihat ...(suara tidak jelas) memang di dalam yang di Perpu ini dikatakan APBN
didukung oleh APBD, itu kalau kita melihat dari konteks yang menyelenggarakan adalah KPU sebagai
instansi vertikal dan juga Bawaslu di instansi vertikal itu memang sah-sah saja, dukungan dari APBN.
Sebetulnya kalau dana daerah kalau kita lihat dari struktur dana daerah khususnya kalau kabupaten
kota itu rata-rata 90 persen itu kan merupakan transfer dana dari pusat, yang APBD itu kan 10 persen,
jadi sebetulnya kalau dikatakan tadi antara APBN, APBD itu kan ...(suara tidak jelas) sendiri saja,
artinya tidak ada yang kalau di pakai APBD tidak ada rugi, kalau dipakai kalau ada kata-kata
ditanggung, karena itu hubungan keuangan antara APBN dan APBD, kalau dilihat dari struktur tadi.
Memang ada juga pemikiran seperti tadi, sekarang APBD yang diletakkan mungkin pada
APBN, memang kemarin itu yang menjadi persoalan juga dari teman-teman, dari Menteri Keuangan.
Pertama keberatan kalau APBD diberikan kepada KPU DAN Bawaslu itu dalam Skema Hibah. Memang
kita tidak punya pilihan itu dari nsisi memberinya saja, ketika yang kita lakukan selama ini APBD
diberikan kepada APBN dalam skema belanja hibah itu Menteri Keuangan bersurat keberatan maunya
dinanainya bukan dari belanja hibah, bukan dianggarkan belanja hibah di daerah untuk diberikan
kepada KPU dan Bawaslu.
Maunya Menteri Keuangan tidak dalam belanja barang, kita tidak bisa melihat struktur
penganggaran belanja barang itu dalam bentuk transfer uang kepada KPU dan Bawaslu. Jadi yang
namanya skema belanja barang tidak bisa didisain dalam bentuk transfer dana dari bendahara umum
daerah Pemda kepada KPU dan Bawaslu. Sampai detik ini sistim penganggaran kita ketika kita
mendanai ...(suara tidak jelas) adalah dalam bentuk belanja hibah yang diberikan kepada KPU dan
kepada Bawaslu, termasuk sebetulnya kita menitipkan di dalam belanja KPU itu karena kalau kita
melihat kegiatan pemilihan Kepala Daerah itu dari tiga aspek pelaksanaan itu yang kita berikan kepada
KPU, pengawasan itu yang kita berikan kepada Bawaslu. Sedangkan yang untuk pengamanan
sebetulnya kita titipkan kepada KPU karena tiga aspek ya?
KETUA RAPAT:
Jadi begini pak ya, maunya pemerintah ditulisnya bagaimana, kita oke saja.
Ya kalau di dalam aspek pendanaan sendiri memang kita tidak melihat ada sistem terjamak,
karena kita tidak bisa melihat itu tahun tunggal, jadi kalau kebutuhan itu untuk 2 tahun kita anggarkan,
kalau dia di 2015 apa kebutuhan di 2015, kalau nanti kita sediakan lagi nanti di 2016. Karena kita tidak
melihat skema tahun jamak untuk yang jenisnya belanja hibah.
55
STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):
Pak Ketua saya bantu, nanti perumusannya kira-kira begini. Pendanaan untuk Pilkada
dibebankan kepada APBD. Ayat (2) pemerintah kapan mendukung dengan dana APBN, dukungan
dana APBD dengan belanja hibah, kira-kira begitu nanti sistim perumusnya, kira-kira itu pak.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Jadi itu yang kita maksud, yang lebih penting kalau misalnya Februari 2015 sudah ada yang
siap APBD sekarang, masa pemerintah tidak bisa ngatur uang-uang kita sendiri, ngaturnya pakai nanti
untuk, itu yang kita maksud di Pasal Undang-Undang ini ada, bukan mau dimakan itu uangnya tidak,
tapi diatur ada payung hukumnya, uang yang sudah siap sekarang itu bisa dipakai di Februari 2015.
KETUA RAPAT:
Ya terserahlah pak, terserah pokoknya bisa digunakan, jangan perkara uang sudah ada,
menggunakan 2015 kita kesulitan, ngatur uang kita sendiri masa kita kesulitan, soal lain yang kita
pinjam dari Amerika.
KETUA RAPAT:
Kita tidak dengan multy years, tapi dengan belanja hibah, kalau sudah dihibahkan duit itu
dikelola oleh penerima hibah, terserah, nanti kalau sudah uangnya sisa dikembalikan lagi bisa,
mekanismenya kan sudah diatur di Permendagri 44 sudah ada itu. sudah clean kok selama ini sudah
jalan.
56
F-PKB (H. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si):
Karena maksud saya begini, ini kan ada Pilkada nanti yang melibatkan 2 tahun, itu sangat
mungkin misalkan meskipun belum jelas serentaknya mulai kapan 2015 persiapan nanti selesainya
2016, itu hibah clean gak masalah.
Jadi kalau skema anggaran kita, kegiatan itu dana di 2015, manakala kegiatan itu berlanjut
menyeberang ke 2016 maka pada akhir tahun anggaran 2015 itu dapat ditransfer sebelumnya kepada
KPU dan Bawaslu dengan catatan bahwa memang tahapan utamanya sudah berlangsung di
2015,katakanlah tahapan pemungutan suaranya, kalau katakan ini Desember terakhir maka untuk
sampai ke fros terakhirnya itu dapat ditrasfer seluruhnya sisa dana tadi dan nanti oleh KPU dan
Bawaslu mempertanggung jawabkan penggunaan walaupun itu digunakan oleh KPU dan Bawaslu
tahun 2015, itu clear pak.
Pimpinan, saya sedikit pimpinan, saya mau tanya kepada Prof Zudan, Prof saya mau tanya
apakah peraturan perundangan memungkinkan daerah memberi hibah kepada instansi vertikak, itu saja
pak.
Pak kita mempunyai PP tentang hibah daerah pak, ada PP nomor 2 tahun 2012 tentang hobah
daerah, boleh kepada pusat, kepada BUMN, kepada sesama pemerintah daerah dimungkinkan pak,
boleh. Yang tidak boleh berturut-turut Permendagri 37 pak.
Pimpinan, saya mau minta konfirmasi yang dimaksud dengan kegiatan utamanya itu hari H
pencoblosan, minta penjelasan.
Sebenarnya yang tadi kita katakan gini di dalam norma pengaturan kita pencairan dana kepada
KPU dan Bawaslu itu kan tidak sekaligus prinsip pokoknya, jadi bertahap sesuai dengan tahapannya,
tentu kita tidak berharap kalau pemilihan suaranya itu jauh tadi kan, progressnya baru 20 persen atau
50 persen kita sudah cairkan, tapi hal yang berbeda kalau ketika progressnya katakan mencapai 70
persen tadi maka kita bisa mencairkan seluruhnya, nanti pada tahun anggaran yang berikutnya dana itu
sudah cair, karena ada batasan uangtuk anggaran 2015 itu batas terakhirnya, pencairan itu, penerbitan
SP2D terakhir itu tanggal 20 Desember.
Pada saat 20 Desemeber uang itu ditransfer dari Bendahara Umum Daerah kepada Rekening
KPU dan Rekening Bawaslu. Di KPU dan Bawaslu uang itu bisa dipakai untuk 2016.
Saya boleh melanjutkan pertanyaan saya pak, begini kalau begitu dengan uang yang sudah
ada di pemerintah daerah sekarang untuk pelaksanaan Pilkada, itu diwajibkan pelaksanaannya di 2015
secara sebagian besar, begitu ya? Nah ini yang beda persepsinya Prof. DPR itu mikirnya ini uang
57
disiapkan mau dipakai 20 persen di 2015, 75 persen di 2016 itu. jadi kalau ini berkaitan dengan alokasi
itu ternyata mewajibkan pelaksanaan yang sebagian besar itu berarti coblosannya ada di 2015, ini nanti
menimbulkan persoalan, karena pembahasan kita tentang janwal itu sendiri belum kita masuki.
Begini Mas Fandi ya, kita bahas karena kan desainnya kemarin di 2015 APBD itu dengan
asumsi kemarin di APBD kan 2015 maka coblosannya di 2015, kira-kira begitu.
Jadi tehnicly bagian pengaturan keuangan itu urusannya pemerintah ya, yang penting
goodwillnya ada dari undang-undang inui bisa di pahami begitu kan, oya baik terima kasih.
Jadi saya pernah di KPU pak, saya pernah di KPU 5 tahun, jadi kalaupun kita berandai-andai
Pilkadanya jadi seperti saran Pak Ketua anggaplah begitu kalau belum sepakat semua, Februari 2016
pencoblosan, 2015 itu kalau kita mau jujur tahapannya sudah dimulai itu selambat-lambatnya Juni dan
kalau kita bicara prosentasi pengeluaran ya bukan cuma 50 persen, hampir 90 persen anggaran itu
sudah terserap di 2015, karena 2 bulan sebelum hari H itu kan bukan cuma pemenang lelang yang
sudah putus, barangnya sudah ada, cuma nanti di hari H itu tinggal yang besar di hari H itu apa sih ?
honor KPPS itu saja pak, jadi saya yakin kalaupun 2015 Februari tidak menganggu dan tadi bapak betul
bisa dihibahkan. Jadi 2015 memutuskan dihibahkan semuanya dikasih KPU kan begitu pak? Nanti
dipakai sebagian di 2016 dia pertanggungjawabkan, lebih dibalikin.
Atau cara kedua pak yang umum, cara yang kedua apa? Cara yang kedua ketika kita
berproses di 2015 sebagian 2016, ketika penganggaran 2015 dibuat lagi, diusulkan lagi baru malah
bisa tambah KPUnya, kalau incombent malah ditambah itu, tidak minta malah dikasih itu, butuh berapa
kira-kira begitu, tidak dipenjara. Jadi malah ditambah, betul, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Dengan bahasa tadi APBD di bantu oleh APBN presentasenya harus jelas, karena nanti kalau
tidak dijelaskan presentasenya berapa, kemampuan APBD provinsi maupun dari pusat. Saya paling
usul ini soal anggaran, sebab tadi sudah banyak diskusi saya bapak soal anggaran.
KETUA RAPAT:
(RAPAT : SETUJU)
Ini tinggal 2 bonggol lagi, satu adalah soal pasangan atau paket. Satu lagi soal jadwal, habis itu
sudah selesai tinggal disisir, mau kita selesaikan tidak.
58
F-NASDEM (Dr. MUCHTAR LUTHFHI A. MUTTY, M. SI):
Pimpinan besuk saja, besuk, kita tidak siap berfikir ini Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Oke kita tawar, pemerintah apa sudah kita cukupkan? Besuk jam 10.00 WIB pagi.
Sebenarnya pak ketua saya itu malam ini ingin melanjutkan, tapi karena Pak Muqowam sama
Pak dadang pingin tahajut, saya pingin menemani beliau.
KETUA RAPAT:
Baik, jadi saudara-saudara sekalian saya kita kita akhiri, ini tinggal kita kemarin dan usul
pemerintah juga dan juga Komisi II meminta usulan dari KPU dan Bawaslu, ini sudah tertulis, silakan
pemerintah juga mengkritisi yang kira-kira cocok kalau hanya redaksional tapi itu penting begitu, jangan
sampai nanti ini seperti undang-undang yang kita bahas ini. Jadi ini juga perlu kita sudah sampai pagi
ke pagi ya kan Pak Sirmadji, pagi ke pagi diatara pasal yang satu dengan pasal yang lain juga bisa
soal. Oleh karenanya termasuk tadi soal pendanaan ini, kita sinkronisasikan betul penulisannya jadi
selesai 2 soal ini, mudah-mudahan besuk 2 jam selesai sampai siang, sampai malam rumusan
menyisir, bila perlu adalah perumusan 2 Undang-undang Nomor 1 dan Nomor 2 sudan bisa kita mulai
besuk siang, setelah 2 bonggol ini diselesaikan, pasangan dan juga soal pentahapan.
Jadi kalau pentahapan tadi ini sudah kita diskusikan kemarin, soal pembiayaannya juga sudah
ada jalan keluar, saya kira pemerintah sudah cocok yang pentahapan itu, kalau mau kita ketok
sekarang sudah bisa. Pentahapan yang itu seadil-adilnya, yang kemarin yang kita bicarakan kan sudah
2016 Februari, 2017 Februari, dan 2018 Juni begitu, nanti tinggal kita rumuskan lebih bagus. Itu bisa
diketok sekarang.
Jangan dulu, interupsi pimpinan, kita perlu ada data dari pemerintah yang bulan Februari itu,
kan tidak semua bersamaan itu, ada yang selisih satu hari, 2 hari, 3 hari, itu sudah ada itu?
KETUA RAPAT:
59
KETUA RAPAT:
Yang normal itu selepas subuh jangan tidur lagi, sehat itu pak.
KETUA RAPAT:
Besuk ini hotel bisa kita gunakan sampai jam 12.00 WIB, ya mau dicoba kita tambah lagi satu
malam. Bagaimana tehnisnya, ini undang-undang dibahas bersama Presiden. Jadi ini tinggal 2 hal ini,
tinggal kita menuliskan sebenarnya, besuk kita bicara dengan satu pasangan ya selesai tambah satu
hari lagi, kalau mau tahapan kita putuskan, kan sudah bisa tertuliskan dengan pemerintah. Besuk saja?
baik besuk jam 10.00 WIB, dengan catatan bahwa kita bisa perpanjang sampai malam hari hari Minggu
sudah tuntas.
Dengan menucap Alhamdulillahirrobil’alamin rapat di skors sampai jam 10.00 WIB nanti pagi.
Ttd
60
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PIMPINAN
1. RAMBE KAMARUL ZAMAN
2. Ir. H. AHMAD RIZA PATRIAMBA
3. Drs. H. WAHIDIN HALIM, M.Si
4. Ir. H.M. LUKMAN EDY, M.Si.
5. MUSTAFA KAMAL, S.S.
Panja A Panja B
F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA) F-PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA)
27. Dr. FRANS AGUNG MULA PUTRA, S.Sos, MH 27. RUFINUS HOTMAULANA HUTAURUK, SH,
MM, MH
2
Jalannya rapat:
Atas izin Pak Ketua saya buka kembali dengan membaca basmallah.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Bapak-bapak,
Karena menarik tadi ya Tuhan menciptakan kita berpasang-pasangan itu menurut Ibu Ami dari
PAN tadi ya, meskipun tadi kita belum bisa menyimpulkan masih ada catatan-catatan dari masing-
masing fraksi, meskipun memang mengarah kepada pasangan dan dari pemerintah tadi juga
memerlukan konsultasi dan sekarang sudah diperkuat dengan Pak Sekjen langsung hadir, mungkin
juga Pak Menteri akan hadir juga.
Jadi kita lanjutkan saja yang sebelumnya kita bahas mengenai pasangan kepala daerah ini.
Kemi persilakan kemudian dari pemerintah untuk menanggapi terlebih dahulu.
SEKJEN KEMENDAGRI:
3
KETUA RAPAT:
Ya memang ini terkait dengan pasangan ini, sangat terkait dengan Undang-Undang Nomor 2 ini
Tahun 2015 tentang Pemda, termasuk pembagian tugas itu adanya mungkin di Undang-Undang
Pemda ya. Kita berharap memang kalau tentang sengketa hasil Pemilu, lalu tentang pasangan satu lagi
nanti tentang siklus, gelombang menuju serentak itu sudah kita sepakati, maka Panja yang satu lagi
sudah bisa bekerja untuk Pemda ini.
Kelihatannya tadi dari pemerintah sudah mulai mengarah juga ke pasangan tapi satu ya satu
begitu. Ini silakan ditanggapi oleh Anggota. Ya kalau terpaksa ya. Ya boleh ditanggapi silakan.
Sekarang dari DPD?
Tadi DPD minta lebih awal sekarang dan juga PPP ya, jangan sampai terlupa lagi.
Yang punya Perpu dulu?
Oke, Pak Fandi silakan.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Kalau memang pemerintah jika terpaksa pilihannya hanya itu, maka sebelum pemerintah
berubah dilihat Fraksi Partai Demokrat mendorong pemerintah untuk tetap mempertahankan Perpu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya ini kalau PKB kayanya sudah senada ini kelihatannya, tapi belum tentu. Silakah Pak Malik
atau yang lain dulu silakan kalau mau.
DPD dulu ya, ya kita mohon kebijaksanaan dari DPD.
KOMITE I DPD RI :
4
Kami mengingatkan terakhir ya, kita membahas ini, kami juga menghormati Pak SBY yang
sudah tentunya di depan umum menyampaikan Perpu ya... untuk perbaikan Pak, semangat itu saja
Pak. Republik ini untuk kita bersama, kita semua perbaiki.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya.
Jadi kita sekarang berpikir exit berpikir jalan keluarnya seperti apa. Kalau lihat suara dari
teman-teman fraksi, terakhir pemerintah, memang kemudian kesimpulannya mengerucut Pak,
mengerucut kepada satu paket. Meskipun ada satu dua fraksi bahkan tiga yang berpendapat kalau
paket bisa lebih dari satu wakil. Nah saya coba cari exit bagaimana kalau pasal tentang yang mengatur
calon wakil daerah, terutama jumlahnya, kita pakai bahasa netral saja. Jadi misalkan calon kepala
daerah dapat lebih dari satu, tapi kita batasi maksimal dua gitu, semua daerah maksimal dua. Tapi di
situ kemudian di redaksinya bunyinya dapat. Kalau dapat maka kemudian pertama terserah partai atau
gabungan partai (terserah pengusungnya) sama calon kepala daerah yang mau diusung mau satu atau
dua. Biar tidak ngawur kuota tetap berlaku, tetapi tidak sampai tiga, tapi tetap dua maksimal. Contoh
misalkan Jawa Timur. Jawa Timur itu sebetulnya kalau dari sisi beban kerja dengan 38 kota kabupaten,
jumlah penduduk sekitar 37-38 juta itu kan masuk akal, rasional kalau kemudian wakilnya lebih dari
satu. Dibanding daerah lain yang misalkan provinsi cuma 2 juta, tidak bisa disamakan.
Nah kuota itu tetap berlaku, tetapi tetap saja kita beri kesempatan kepada partai politik atau
gabungan politik pengusung dan calon kepala daerahnya agar fleksibel begitu. Itu yang pertama. Nah
nanti di Undang-Undang Pemda, nanti kita bisa kita siasati. Kalau kemudian calon kepala daerah
dengan wakil satu maka seperti apa tugasnya. Kalau kepala daerah dengan wakilnya dua maka seperti
apa tugasnya.
Sekali lagi Bapak Ibu sekalian saya berpikir menghormati Pak SBY yang punya Perpu gitu.
Jangan kemudian kita amputasi habis gitu Pak, tetapi ada jalan tengah bagaimana caranya karena
mainstream atau semua fraksi mayoritas sepakat paket, bahkan pemerintah juga naga-naganya begitu,
saya kira harus kita carikan exit-nya seperti apa agar kesempatan yang mengusulkan lebih dari satu
terakomodasi dan kesempatan fraksi-fraksi yang tetap bertahan untuk satu.
Yang ketiga, masalah mekanisme. Pertanyaannya memang kalau wakil lebih dari satu memang
mekanisme untuk mengganti jika kepala daerah berhalangan ya otomatis mau tidak mau harus kita
buatkan dan saya kira itu sangat bisa membuat mekanisme begitu. Menurut saya bukan masalahnya di
situ, karena itu gampang kita buat ya. Misalkan dipilih DPRD dan kemudian DPRD yang diajukan
adalah dua wakil ini, kemudian divote dan sebagainya. Pengusungnya juga standar sama, yang
mengajukan wakil adalah partai pengusungnya yang lama, ketika mengusung pertama kali itu, dan
sebagainya, saya kira itu gampang.
Nah sekali lagi kita coba cari exitnya saya usul seperti itu bunyi redaksinya, tetap dibatasi
paling banyak maksimal 2, tetapi juga tidak harus, tetapi juga jangan dilarang gitu Pimpinan.
Terima kasih.
5
KETUA RAPAT:
Ya, memang kalau dihitung-hitung, sebetulnya yang mungkin lebih dari satu itu mungkin
seluruh Jawa itu artinya Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI, Sumatera Utara, Sulawesi
Selatan. Mungkin 6 provinsi. Kalau kabupaten kota mungkin perlu dihitung juga ada berapa. Jadi kita
tarik menarik dalam soal ini setelah dihitung-hitung juga tidak banyak juga gitu ya. Jadi bijak juga apa
yang disampaikan oleh Pak Malik kelihatan berbeda ini sebelum makan siang dan sesudah makan
siang ini memang apalagi setelah sholat ini setelah sholat dan dzikir, istirahat dan merokok gitu. Ini
nampaknya banyak hikmah kebijaksanaan ya.
Kepada pemerintah juga perlu disampaikan, kita tadi punya catatan tentang tadi mekanisme
bagaimana pencalonannya, lalu pembagian tugasnya dan ketentuan penggantian kalau nanti terjadi
pergantian. Jadi saya kira tiga ini nanti kita harus juga bahas.
Ada tambahan dari yang lain?
Pertimbangan-pertimbangan Ketua.
KETUA RAPAT:
Ya, silakan.
Terima kasih.
Melanjutkan yang disampaikan oleh Pak Kenedi saya kira. Ada 4 alternatif sebagaimana
tertuang di sana. Satu adalah sesuai Perpu. Saya beranggapan bahwa Pak SBY sadar betul
memisahkan antara political approach dengan professional approach ini, sehingga boleh lebih dari satu
tetapi bukan diangkat dalam proses pemilihan kepala daerah. Oleh karena itu kemudian
kualifikasinya adalah yang sekian satu, yang sekian dua dan seterusnya, tapi tidak dalam konteks
pasangan saya kira.
Lalu yang kedua adalah itu berpasangan satu-satu itu. Yang ketiga adalah satu maksimal tiga.
Yang ke empat adalah lebih dari satu tapi maksimal dua. Jadi karena itu kalau mau itu Pak Mustofa
Kamal, suatu kali di Semarang itu ada orang jualan meubel, dia lupa dia, ...(bahasa jawa), yang ngerti
dalam Islam itu 4 kan Pak ya, 4,4,4 dia sudah berisi sampai 19 Pak, sampai lupa kemudian yang di...
londo tadi itu Pak....(bahasa jawa).
Nah karena itu begini Bapak Ibu sekalian, saya kira DPD berpendapat bahwa pasangan itu ya
satu Pak. Tetapi kalau kemudian mau milih yang lebih dari satu, kembali kepada Perpu. Jadi saya kira
DPD masih pada dua itu, pasangan ya satu, tetapi kemudian kalau mau lebih dari satu tidak pasangan.
Saya menegaskan apa yang disampaikan oleh Pak Kenedi tadi itu.
Banyak sekali saya kira plus minusnya dan saya kira kalau Pak Mustafa sampaikan tadi tidak
banyak provinsi, kabupaten yang lebih dari satu, tapi bahwa norma ini kemudian kalau diatur kemudian
kenapa bergradasi? Kenapa berbeda? Jawa luar Jawa kenapa berbeda? Lagi-lagi memunculkan isu
yang tak sedap juga pada akhirnya nanti itu.
Jadi saya ingin kita legowolah ya. Kalau Pak Malik tadi sampaikan bahwa seperti PKB saya kira
itu kan bukan dalam rangka Fiqih nikahnya PKB kemudian implementasi di apa Undang-Undang
Pilkada saya kira. Itu Ketua.
Terima kasih.
6
KETUA RAPAT:
Ya silakan.
Pimpinan.
Terima kasih Pimpinan.
Kita masih berputar-putar soal pasangan dan jumlahnya ini. Prinsip kita sudah menerima
berpasangan. Sekarang mengenai jumlah. Saya kembali lagi pada apa yang saya sampaikan tadi. Dulu
pemerintah itu mengajukan alternatif pasangan lebih dari satu karena asumsinya adalah wakil tidak
dipilih. Artinya wakil itu bukan political appointed. Dia adalah administrative appointed, karena dia tidak
dipilih, mau 10 wakil, mau 20 wakil tidak jadi masalah, karena dia tidak otomatis menggantikan kepala
daerah kalau berhalangan.
Jadi pertanyaannya adalah apakah kita tetap bersepakat wakil dipilih satu paket atau tidak?
Kalau kita tetap bersepakat dipilih satu paket, maka Fraksi Partai Nasdem mengatakan satu
saja. Alasannya kenapa, ini sudah berulang-ulang saya katakan, kalau lebih dari satu wakil, ketika
kepala daerah berhalangan tetap, ini akan jadi persoalan. Siapa diantara wakil yang akan memilih?
Kalau dikatakan yang memilih nanti lebih dari itu adalah DPRD, maka kita kembali kepada asas
pemerintahan. Kepala daerah bertanggungjawab kepada yang memilih. Karena yang memilih adalah
DPRD, berarti kepala daerah wakil yang naik jadi kepala daerah karena dipilih oleh DPRD, otomatis
bertanggungjawab kepada DPRD. Kalau dia bertanggungjawab kepada DPRD, kita menganut asas
sistim parlementer, bukan asas sistim parlementer. Berarti akan ada dua sistem di situ berlaku karena
begitu asasnya. Kepada pemerintahan harus bertanggungjawab kepada yang memilih.
Nah kemudian ketika saya ditunjuk oleh fraksi duduk sebagai Panja di sini, saya cuma dapat
petunjuk umum. Tempatkan kepentingan stabilitas pemerintahan di atas segala-galanya. Jadi Fraksi
Partai Nasdem menginginkan bahwa melalui undang-undang ini kepala daerah yang lahir akan
mengendalikan pemerintah dengan sistem pemerintah daerah yang stabil. Itu juga yang menjadi alasan
kenapa wakil itu tidak dipilih, diangkat saja.
Jadi kami tetap konsisten wakil dipilih berpasangan dengan kepala daerah, wakil cukup satu
orang. Kalau kepala daerah berhalangan tetap otomatis wakil yang mengganti. Itu Pimpinan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya.
Silakan.
Terima kasih.
Jadi soal pilihan paket atau tidak paket ini memang berangkatnya kita dari persoalan di
lapangan bahwa kepala daerah dengan wakil kepala daerah itu di dalam perjalanannya banyak
mengalami situasi yang tidak sejalan di dalam melaksanakan program-program kepala daerah. Ini fakta.
Sehingga muncul ide agar ada perubahan di dalam komposisi atau mekanisme pencalonan.
Lalu yang selanjutnya turunan dari fakta ini adalah kondusifitas dari pemerintahan daerah
terganggu ya. Wakil bupati, wakil walikota yang mestinya bisa membantu tugas-tugas dari kepala
daerah, pada akhirnya justru lebih banyak mengganggu, itu fakta di lapangan seperti itu. Sehingga
dicari solusi bagaimana agar tugas-tugas kepala daerah itu bisa terbantukan, proses pelaksanaan
dalam pemerintahan daerah juga bisa terbantukan.
7
Saya kira pilihannya hanya ada dua, jika kita berpedoman pada mencari solusi atas fakta di
lapangan terkait dengan disharmonisasi antara kepala daerah dengan wakil kepala daerah itu maka
yang kita butuhkan sekarang adalah hanya memilih kepala daerah saja. Ini juga diperkuat bahwa wakil
kepala daerah memang tidak secara eksplisit disebut di dalam Undang-Undang Dasar. Ini juga
menunjukkan kepentingan adalah memilih kepala daerah. Berbeda dengan misalnya Presiden, ada
Wakil Presiden, sama-sama disebut dan juga ada kepentingan yang kuat dari konstitusi kita.
Untuk itulah saya kira jika kita ingin agar pasangan ini bisa lebih dari satu, maka pilihannya
saya sepakat yang dipilih adalah hanya kepala daerah. Artinya apa, artinya tidak paket, sehingga nanti
untuk wakil kepala daerah sifatnya ditunjuk oleh kepala daerah terpilih. Sedangkan jika kita
menginginkan paket, maka saya sepakat agar kepala daerah sama wakil kepala daerah itu satu saja
ya, pasangannya hanya satu seperti di dalam pelaksanaan Pilkada yang sudah berjalan.
Saya kira itu pandangan dari Fraksi PPP.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
8
Sama-sama dengan Pak Rufinus. Jadi kita ucapkan selamat juga kepada Pak Rufinus yang
sudah punya ketua umum baru, tetap Pak Wiranto ya, dengan aklamasi.
Kita lanjut Pak Menteri ya.
Jadi masih ada yang ingin menyampaikan pandangan?
Sudah bulat ya.
Jadi sekarang kita sudah bisa berangkat ke matrik ini saja ini tadi. Ya alternatif dua memang
ada banyak yang mulai berkecenderungan ke sana gitu ya. Saya tidak tahu ini kenapa mashabnya ke
monogami ini ya kepada satu pasangan ya, tapi masih ada juga yang punya kecenderungan untuk lebih
dari pada satu atau kembali kepada Perpu. Ini bagaimana baiknya Bapak Ibu sekalian?
Ada lagi yang menyampaikan?
INTERUPSI:
Mungkin ditanyakan dulu maunya pasangan lebih dari satu atau tidak dulu gitu?
KETUA RAPAT:
Sudah.
Jadi kita sudah keliling semua 3 paket.
INTERUPSI:
KETUA RAPAT:
Sudah.
INTERUPSI:
KETUA RAPAT:
Ya.
Silakan.
INTERUPSI:
PKS juga ingin lebih dari satu, ini susah, saya sendiri masalahnya.
Iya.
Makanya faktanya kan begitu, jadi PKS masih minta lebih dari satu. Gerindra lebih dari satu.
PAN lebih dari satu. PKB lebih dari satu. Terus kemudian Demokrat minta lebih dari satu. Kenapa
kemudian saya tadi berpikir tentang exit karena faktanya begitu. Ini sikap resmi kami juga tolong
dihormati.
9
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Ya Gerindra kelihatannya mundur sedikit. Jadi untuk kabupaten kota tidak perlu lebih dari 1 ya,
tapi tinggal beberapa provinsi ya yang dihitung tadi ada 5. Nah kalau yang 5 ini pakai usulannya Pak
Malik pakai kata dapat itu kira-kira kan pakai kata dapat, sudah tinggal 5, terus pakai kata dapat apakah
bisa diterima atau bagaimana?
Ini saya minta sekali lagi.
Dari PAN bagaimana dari PAN ini?
10
F-PAN (AMRAN, S.E.):
KETUA RAPAT:
Bisa rasional bisa tidak rasional juga iya itu, tapi bisa dihubung-hubungkan ke sana.
KETUA RAPAT:
Ya, saya mau kembali lagi. Pertama, dulu ketikak Perpu ini dibuat, wakil tidak dipilih, lebih dari
satu orang karena wakil tidak otomatis menggantikan kepala daerah kalau berhalangan tetap, kan
begitu. Jadi wakil itu bukan political appointed, administrative appointed sehingga orang yang akan
duduk menjadi wakil itu ada parameter-parameter birokrasi yang digunakan di situ. Jadi ini dulu yang
perlu kita pahami kenapa bisa lebih dari satu, karena tidak otomatis mengganti.
Nah sekarang setelah wakil dipilih satu paket dengan kepala daerah, ketika kepala daerah
berhalangan tetap, siapa diantara wakil ini yang akan mengganti? Tadi jawabannya akan dipilih oleh
DPRD. Kalau dipilih oleh DPRD, kita kembali kepada asas pemerintahan. Asas pemerintahan
mengatakan Pimpinan pemerintahan harus bertanggungjawab kepada yang memilih. Apa artinya ini,
kita menjadi sistem parlementer.
Apa mungkin dalam sebuah negara itu ada dua sistem berjalan? Ada sebagian pemerintah
daerah berjalan dengan sistem presidentil, ada sebagian pemerintah daerah karena di tengah jalan ada
masalah jadi sistem parlementer. Ini persoalan konsistensi sistem Pak. Kita jangan menjadi negara
yang aneh di dunia ini.
Yang ketiga, kalau aneh dari dulu, tidak, sekarang Pak, kalau dari dulu aneh, dari dulu unik, kita
harus akhiri itu. Jangan yang jelek-jelek dulu kita mau lanjutkan terus. Jangan kita melanjutkan terus itu.
Kalau kita sadar bahwa negara kita ini aneh, unik atau lucu, masa kita mau lanjutkan keanehan,
keunikan dan kelucuan itu? kapan kita mau ada perbaikan? Atau kita sepakat mau diperlucu?
Nah saya lanjut lagi Pak. Kalau nanti kepala daerah berhalangan tetap, tadi saya katakan dipilih
oleh DPRD jadi parlementer. Jadi parlementer kita ini. Nah sekarang dapat dengan satu wakil saja kita
semua sudah sepakat dari kemarin bicara, dari Minggu lalu bicara, dari bulan lalu bicara dengan satu
11
wakil terjadi instabilitas pemerintahan di daerah. Terjadi instabilitas, karena Pimpinan daerah tidak
kompak. Terus sekarang kita mau menambah lagi instabilitas itu dengan menambah dua wakil?
Dengan menambah 3 wakil? Ini kan persoalan Pak. Artinya dengan logika sederhana saja yang kita
gunakan kita sudah membayangkan ini loh yang akan terjadi nanti.
Jadi sekarang saya sebagai wakil dari Partai Nasdem di sini, saya dapat mandat dari partai
mengatakan tempatkan kepentingan yang lebih besar di atas kepentingan partai. Itu penggarisan yang
saya dapat. Apa kepentingan yang lebih besar itu, kita mau menghadirkan pemerintahan daerah yang
stabil. Itu sebabnya maka Partai Nasdem tetap mengatakan dipilih satu paket, supaya kalau kepala
daerah berhalangan tetap otomatis wakil yang mengganti. Tidak perlu lagi ada pemilihan oleh DPRD
Pak, tidak perlu lagi atau tidak perlu ada pemilihan langsung lagi, dipilih satu paket, dipilih satu wakil.
Kemudian dalam rangka konsistensi asas pemerintahan, tidak ada sebagian dengan sistem
presidentil, ada bagian lain sistem parlementer, supaya kita tidak makin aneh, makin lucu, makin
macam-macam di muka bumi ini.
Saya kira begitu Pimpinan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya, sebelum pemerintah saya kira ini kita renung apapun yang kita ambil adalah pilihan. Kalau
hal ini bagaimana kita mau meluruskan sesuai dengan konstitusi memang ya pilihan-pilihan ini memang
ada resikonya.
Ini dari pagi ini sampai sekarang belum selesai. Yang sudah selesai adalah seluruh fraksi
menginginkan berpasangan. Yang berbeda fraksi di sini adalah pasangannya boleh lebih dari 1 atau 1.
Kalau yang 1 ini sudah oke termasuk DPD. Ini juga sudah disahuti oleh pemerintah bahwa kalau
berpasangan itu ya 1 sudah, sudah terbuka ini, artinya kalau keputusan bersama kita ambil pilihan itu
sudah selesai, tapi ada 3 fraksi lagi 4 fraksi, kalau dengan PKS saya kira 5 fraksi. Jadi Demokrat, PKB,
PAN, Gerindra, PKS, ini sudah jelas posisi fraksi lain jelas, termasuk fraksi saya. Oh ini kita tinggal
pilihan.
Dalam konteks itu kita ambil jalan tengah, kalau kita bersepakat misalnya wakil untuk
kabupaten kota itu tetap 1. Relakah kita juga termasuk pemerintah bahwa kalau gubernur sesuai
dengan jumlah penduduk dan luas wilayah ya atau ukurannya ukuran tertentu kita katakan seperti
usulan yang disampaikan oleh PKB boleh lebih dari 1, dapat gitu dengan kata dapat ya untuk provinsi,
dengan konsekuensi kita atur dalam hal misalnya tugasnya itu satu.
Jadi masalah apakah ini wakil misalnya kalau yang tadi 1 saya kira kita bicarakan lebih lanjut.
Kalau 1 wakil, berhalangan tetap, gubernur, bupati, walikota otomatis dia, itu tidak soal, karena
memang dia satu paket, walaupun masih ada ujung perdebatan kita dia kan dipilih hanya untuk wakil,
tapi kalau memang wakilnya 1, ya itu otomatis dia tidak usah dipilih lagi oleh DPRD.
12
Nah sekarang muncul kalau wakil lebih dari 1 untuk provinsi, bagaimana cara milihnya, harus
dipilih kalau lebih dari 1 dia. Harus dipilih. Inilah syaratnya kita, kita atur lebih lanjut cara memilihnya ya
DPRD, sebab bagaimana caranya lebih dari 1 misalnya wakilnya?
Itulah saya kira yang kami dari Pimpinan menawarkan ini biar ini selesai. Kalau sudah selesai,
kita tinggal rumuskan. Masih ada satu masalah lagi yang harus kita bicarakan.
Itu saya kira Saudara Menteri untuk ditanggapi oleh pihak pemerintah. Jadi memang sudah
sangat mengerucut betul biar kita bisa mengambil jalan keluar soal ini. Saya kira itu.
Kenapa Gerindra salah satu opsinya itu bahwa kalau kepala daerah berhalangan ya atau juga
wakil berhalangan itu dipilih melalui DPRD. Yang pertama tadi saya sampaikan bahwa ketika kita
masyarakat memilih kepala daerah ya sebagai kepala daerah. Ketika memilih wakil sebagai wakil.
Yang kedua, ini yang mungkin cukup menarik bahwa ini juga dapat mereduksi atau mengurangi
disharmonisasi. Banyak anggapan orang wakil itu tidak hanya berusaha keras, tapi doanya sebagai
kepala daerah bermasalah itu, tersangkut kasus korupsi, mungkin malah mati dan lain-lain. Sehingga
kalau wakil tidak serta merta menjadi kepala daerah dan harus dipilih melalui DPRD, saya kira doanya
berubah dia. Jadi tidak lagi berdoa supaya kepala daerah dapat digantikan oleh wakil kepala daerah,
karena kepala daerah yang berhalangan tetap begitu dipilih oleh pasangan yang diusung oleh
pasangan pemenang pengusung, seperti kalau di DKI itu PDI Perjuangan dan Gerindra dan dipilih
kembali oleh DPRD dan ini juga dapat menjawab tadi dari lupa saya tadi Demokrat atau mana, dapat
mengukur kinerja dari pada kepala atau wakil kepala daerah.
Jadi ukuran bagi DPRD apakah wakil kepala daerah ini memiliki kinerja yang baik. Kalau
memiliki kinerja yang baik, ya tentu dipilih kembali oleh masyarakat yang diwakili oleh DPRD.
Sebaliknya kalau kinerjanya tidak baik, dia juga tidak dipilih dan ini juga menjadi alasan bagi partai
pengusung untuk mengusung kembali calon wakil kepala daerah yang berhalangan tetap. Jadi ini satu
pilihan-pilihan juga yang saya kira cukup bijaksana.
Saya kira itu beberapa pilihan ya, saya kira sudah hampir mengerucut. Untuk kabupaten kota
saya kira kalau sepakat 1, untuk provinsi kami Gerindra 1 kecuali 5 provinsi dan mekanismenya dipilih
diusung oleh partai pengusung kalau... dan dipilih oleh DPRD. Menjawab alasan disharmonisasi,
mengurangi disharmonisasi, mengukur kinerja dan lain-lain.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Yang utama pemerintah pada prinsipnya mengapresiasi seluruh pendapat fraksi, walaupun
belum mengerucut tetapi tentu pendapat tersebut punya argumentasi yang saya kira bisa dipahami.
13
Pemerintah memang masih berpegang pada alternatif 1 atau 2. Setelah kita cek iseng-iseng
teman-teman tadi malam juga ngecek semua, di dunia itu tidak ada, tidak ada wakil tidak ada. Di dunia
itu hanya ada 1 wakil yaitu Indonesia. Dengan wakil 1 saja masih kadang-kadang beragam dalam
proses pengambilan keputusan politik di daerah.
Saya ambil contoh provinsinya yang terhormat Pak Muqowam misalnya, punya 1 wakil, tapi
begitu dilantik sang wakil itu minta bagian kewenangan saya apa. Ya langsung namanya gubernur dan
juga dari tentara, wakil ya wakil, sudah titik, iya tergantung penugasan Bapak. Kayanya selama 5 tahun
istilah Jawa itu jutaan setiap gubernur berhalangan atau mewakilkan tetap Sekda atau asisten Sekda.
Nanti sang wakil jalan-jalan sendiri tidak pernah diberi tugas oleh gubernur. Itu contoh.
Kalau wakil 2, yang menjadi problem, kalau gubernur berhalangan tetap, kan diserahkan DPRD
kalau wakil 1, itu otomatis kami sepakat dengan Nasdem tadi, tapi kalau 2, diputuskan DPRD atau
diatur ini kan juga jadi masalah kalau 2 siapa, apa ada nomor urut wakil 1, wakil 2, kan tidak mungkin.
Ini akan menjadi permasalahan baru ini.
Sekarang saja Palembang sudah ada masalah baru, walikotanya sedang proses pengadilan,
Kementerian Dalam Negeri sudah memberhentikan sementara karena belum inkrah, tetapi DPRD-nya
sudah memutuskan bahwa wakilnya juga salah ikut terlibat, walaupun KPK tidak pernah memanggil
wakil, KPK tidak pernah mengundang sebagai saksi, tapi dianggap ini satu paket kalau walikota Nomor
1-nya bersalah, ya Nomor 2-nya otomatis bersalah. Diputuskan oleh Mahkamah Agung yang
memutuskan itu pengertian satu paket ya satu paket, satu salah ya dua-dua salah kan juga tidak begitu
aturannya.
Jadi ini pada prinsipnya kami memahami pendapat teman-teman sekalian, memang beban
tugas berat. Kalau di kota kabupaten mungkin tidak, mungkin di gubernur memang berat. Sehingga kan
DKI juga pernah ada 2 wakil dulu ya kalau tidak salah, tapi tidak dipilih, tapi kalau dipilih ya baru
pasangan itu. Jawa Barat juga pernah 2 dan sebagainya. Nah saya kira ini problem pasangan saja
yang diusung oleh partai politik juga teman-teman di daerah juga secara etika politik juga banyak yang
tidak pas. Secara pribadi kaya DKI itu saya sepakat dengan Gerindra secara pribadi ya, dia diusung
oleh satu partai, tapi setelah jadi ditinggal partainya. Itu seharusnya pribadi loh itu, nanti kalau ini terjadi
kaya begini kan repot nanti semua. Dia orang partai, diusung oleh partai, setelah jadi tinggal. Ya ini juga
saya kira ya ini etika. Ini kan tinggal hukuman Tuhan saja secara pribadi itu saja, tapi secara normatif
kan tidak memungkinkan kita tidak ada gitu. Nah pengalaman-pengalaman seperti itu saya kira ini
menjadi satu bahan pertimbangan. Saya kira secara umum ini mungkin ketetapan secara teknis Bapak
Sekjen.
KETUA RAPAT:
Ya kejadian yang DKI itu termasuk yang lucu-lucu juga ya Pak Menteri Dalam Negeri ya?
14
saya sebagai wakil bupati tidak mendoakan Pak Mustafa bupati saya supaya urusan sama KPK, urusan
mati begitu, karena saya merasa kalau pun Pak Mustafa berhalangan tetap karena sekolah keluar
negeri, kepala daerahnya dipilih kembali oleh DPRD gitu, begitu Pak Menteri.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
SEKJEN KEMENDAGRI:
Sedikit ingin kami tambahkan bahwa sebetulnya prinsipnya pilihan ini sebetulnya dua Pak 1
dan 2. Mengapa, ini sesuatu yang berbeda seperti dari DPD Pak Muqowam sampaikan tadi dan dari
Pak Luthfi, filosofinya berbeda sekali yang 1 dan 2 itu manakala boleh kita lebih dari 1 kalau dia tidak
kita pilih bersama. Kalau kita pilih bersama, kita lebih dari 1, itu jadi aneh dan masalah Pak, dan betul
Pak Menteri katakan saya kira tidak ada daerah otonom atau state di negara federal atau di... itu waktu
mereka mencoblos itu wakilnya itu lebih dari 1, tidak ada Pak, agak aneh juga, itu secara.
Kemudian kita keluar dari ruangan ini Bapak-bapak, saya kira kita juga harus punya satu
justifikasi yang kuat. Contohnya kemarin kita mendiskusikan mengenai uji publik. Saya lihat kita masing-
masing itu di media itu sudah sangat justified sekali mengatakan bahwa menggantikan itu. Jadi ada
satu argumentasi yang jelas. Kalau kita pilih ini mohon maaf, bisa saja kita buat alternatif 5,6,7 tetapi ini
adalah lebih kepada bacaan publik kami yakin ini adalah selera Pak, tidak cukup argumentasi.
Mengapa 2, mengapa 3, mengapa 4. Kalau pasangan itu sudah jelas. Itu yang pertama.
Yang kedua Pak, praktek yang sekarang ini Pak, baru dilantik itu BOP itu minta dibagi
bagaimana bagiannya belanja penunjang operasional itu natara kepala daerah, wakil kepala daerah.
Kompleksitasnya 2. Nanti bisa 3, bisa 4 dari segi prakteknya.
Jadi sekali lagi bahwa alternatif 1 itu waktu dibahas diwaktu Perpu dengan satu dasar yang
kuat Pak bahwa untuk menghindari kompleksitas itu bahwa wakilnya boleh lebih dari 1, tetapi tidak kita
pilih dan itu sudah kita lakukan untuk kasus baru DKI, dan kebetulan yang sudah masuk mau pakai
Perpu ini dan menunggu hasil kita ini, beberapa kepala daerah antara lain Sumedang, nah itu sudah
melempar wakilnya usulannya lebih dari 1.
Jadi sekali lagi Pak, tapi melihatnya bahwa alternatif itu sebetulnya yang mendudukkan
kebutuhan-kebutuhan penyelenggaraan pemerintah daerah saat ini sangat perlu sekali.
Saya kira demikian tambahannya mungkin Pak.
Interupsi Pimpinan.
Saya usul.
KETUA RAPAT:
Jadi begini saja, menurut saya kita pending, sebentar dulu Pak dengarkan dulu, kita mau cari
exit gitu. Begini, beri kami dan saya kira semua fraksi untuk konsultasi ke partainya lagi. Saya tidak
15
perlu butuh waktu banyak, setengah jam, satu jam saya cukup untuk memutuskan mana yang mau
saya pilih. Saya tidak mengerti partai yang lain, tapi bagi PKB ini penting karena ya kita harus
memastikan pilihannya seperti itu.
KETUA RAPAT:
Ya bagus ya PKS juga sebetulnya perlu konsultasi juga. Ya yang jelas kita sudah pertama kita
menghargai kita apresiasi ada keterbukaan dari pemerintah. Ini sungguh tidak mudah bagi pemerintah,
tapi sudah ada ke lapangan untuk juga membuka diri ke alternatif 2 di dalam matrik ini ya.
Ada beberapa fraksi yang juga sepakat ya dengan alternatif 2 itu dari awal, dan ada yang
sudah mulai mundur sedikit ya kan. Nah apakah kita akan putuskan setengah jam kemudian? Sambil
kita bahas yang lain dulu ya? jadi kita bahas bagaimana kalau MK dulu Pak sambil kita setengah jam ini
para fraksi-fraksi yang belum clear sikapnya. Bukan belum clear, masih perlu konfirmasi, sudah clear
sikapnya. Nah bagaimana konsultasi setengah jam.
Jadi saya kira nanti jam 16.15 nanti kita buka lagi bab itu dan sementara ini kita lanjutkan ke
masalah MK, dan langsung pandangan dari pemerintah saja ya?
Saya persilakan.
Jadi saya putuskan tadi begitu ya setengah jam untuk itu kita pending.
(RAPAT: SETUJU)
16
Mahkamah Konstitusi hanya bersifat transisional. Kira-kira seperti itu Pak Ketua saran solusi yang kami
diskusikan tadi dengan Pimpinan Mahkamah Konstitusi.
Terima kasih.
Demikian Pak Menteri.
KETUA RAPAT:
Saya kira sudah dapat kita putuskan ini dan kalau kita menceritakan pembahasan kita tadi
malam, saya kira sudah pas dalam posisi fraksi juga seluruhnya menghendaki MK. Kita berikan kepada
pemerintah untuk melakukan konsultasi dengan berbagai pihak.
Jadi pertemuan yang kemarin Rapat Konsultasi 3 lembaga ini adalah betul bertemu karena kita
sudah mendapatkan surat dari DPR RI. Ini kita pahami itu. yang tinggal soal lain di sini seperti Saudara
Menteri tadi mengatakan kalau ini sudah selesai bahwa di mana mau kita jawab. Jangan lagi digantung
ya kan dari MK mengatakan kami dalam tahapan harus ada nanti Lembaga Peradilan Khusus, jadi
hanya tugas kami kalau 2015... 2016 saja, yang 2017 bagaimana nanti kalau tidak siap hakimnya
bagaimana?
Jadi oleh karenanya sebelum terbentuk kita mandatkan dalam undang-undang ini Lembaga
Peradilan Khusus ini siapa yang mau mengatur apakah MA yang membuat atau apakah MK? Ini jangan
setengah-setengah kita. Setengah-setengah nanti kita gantung dalam undang-undang ini nanti
persoalan baru ini.
Jadi kenapa misalnya kita putuskan MK, tapi kalau kita sudah sepakat ada Lembaga Peradilan
Khusus, berbeda tadi Saudara Menteri yang melakukan pembicaraan dengan Prof. Jimly. Kalau Prof.
Jimly itu inginnya ya terus, jangan MA begitu, jangan sementara. Jadi kita juga berpendapat begitu,
sebab bagi fraksi-fraksi tadi malam tidak ada persoalan yang menyangkut ini, tidak usah, yang penting
selesai Pilkada, sampai... tadi malam sudah berputar begitu, ya sudah mau dipilih kalau semua sudah
17
ke MK, ya misalnya kita tidak mau apa Prof., pemerintah ke MA, ya sudah kita setuju saja ke MA, tapi
kalau apa akibatnya nanti, ya sudah.
Kan ini kan kalau keputusan bersama, sudah MK, ya MK. Jangan dilakukan lagi oleh MA kami
hanya setahun saja, tidak bisa. Terus dilakukan selama undang-undang ini tidak kita ubah. Itu baru
tegas bunyi undang-undangnya.
Oleh karenanya saya kira Saudara-Saudara ini kita selesaikan sekarang ini. Kalau sudah begitu
jangan ada lagi pengadilan ad.hoc, masa kerjanya juga MK meminta 45 hari, ya sudah kita berikan
waktu 45 hari.
Biar saya tegaskan maksud konsultasi saya dengan Prof. Arif tadi Pak.
Itu intinya itu Prof. Arif menyatakan begini, harus ada tenggang waktu bahwa MK itu hanya
menyelesaikan dalam masa transisional sebelum terbentuk lembaganya penyelesaian sengketa Pilkada
ini boleh tetap di Mahkamah Konstitusi gitu, transisionalnya itu seperti itu, tapi harus ada pemikiran dari
negara sampai kapan gitu loh Pak, itu.
KETUA RAPAT:
Kita juga tidak bisa melupakan bahwa filosofi dari pada pemilihan ini rezimnya bukan pemilu, ini
harus kita pahami dulu, jadi kalau nanti KPU pasti kita akan menabrak, ke MK ada putusan yang
bertentangan diantara mereka, kita juga nambrak, pasti nabrak ini pak, apalagi bapak konsultasi tadi
dengan Prof Arif mengatakan seakan-akan kalau ada ifclause di Undang-undang itu tidak boleh ada
ifclause pak, tidak boleh itu.
Nah kita memang harus secara komprehensif, tadi malam juga saya bicara lama dengan Pak
Jimly, beliau mengatakan dari sudut pandang beban kerja, sebaiknya di MK, dari sudut beban, jadi dia
bilang, saya katakan ada 2 putusan yang bertabrakan Prof. Lho kalau dia tabrak kenapa saya tidak bisa
tabrak, ini kan jadi diskusi tidak benar ini, maaf dengan Prof Jimly, saya katakan demikian, kalau dia
menabrak terus ini boleh menabrak wah DPR bukan begitu cara berpandangannya, kita harus
selesaikan dengan baik, malah saya ketemu dengan Ketua Bawaslu tadi malam, saya sampaikan
kenapa you tidak take over BKO kan dari MK, BKO kan dari Pengadilan Negeri atau TUN, lembaganya
tinggal kamu tarik, kenapa? Karena ini adalah ranah pemerintah. Pilkada ini buka ranah rezim pemilu.
Ini ranah pemerintah.
Jadi kalau nanti undang-undang …(suara tidak jelas) atau menegaskan di dalam pasal yang
mengatakan menyerahkan segala sesuatu yang tehnis kepada pemerintah itu akan lebih ideal, dalam
masalah tehnis, ini menurut pandangan saya akan lebih baik, lebih soft, karena Prof Jimly tidak bisa
jawab saya tadi malam. Kalau hanya dari segi beban kerja wah ini jangan main-main Prof saya bilang,
karena Mahkamah Agung sekian banyak, sekian ribu masalahnya, terus kita pindah, loh saya bilang
kenapa tidak kita bikin saja peradilan jalanan yang tidak punya kerjaan, kan begitu banyak akademisi,
kan begitu.
Jadi itupun pandangan dari Prof Jimly menurut pandangan saya tidak bisa sepenuhnya kita
adopsi, apalagi yang bersifat temporeri. Jadi pimpinan saya lebih cenderung kita diskusikan secara
18
tajam tapi bisa selesai, saya berpandangan kalau boleh masalah tehnis, karena ini adalah rezim
pemerintah serahkan pada pemerintah, biar nanti Kepres yang mengatur ini selanjutnya ke bawah. Jadi
menyangkut masalah A, B, C, D dalam pasal ini dikatakan diserahkan kepada pemerintah, bisa saja itu
terjadi dari pada kita disandera besuk, direvisi lagi besuk sama Mahkamah Konstitusi, malu kita.
Itu barangkali Pimpinan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Dari PPP tadi, ya nanti Mas Bambang, bukan PDI, Gerindra mungkin, oh Gerindra.
Terima kasih.
Saya tadi bincang-bincang dengan Ketua Mahkamah Agung, ada 30 menit, menyoal tentang
pertemuan 3 pihak antara legislatif DPR RI, Mahkamah Konstitusi, dan Mahkamah Agung.
Di dalam pertemuan tiga pihak itu, disepakati bahwa MK bersedia untuk menangani asal
waktunya tidak 14 hari, tapi 45 hari, dan tadi malam ada suatu keputusan, keputusan baru diantara kita
bahwa prosentase ambang batas pemenangan itu dihilangkan menjadi suara terbanyak. Coba kita
berfikir kalau ini nanti suara terbanyak yang akan disengketakan apa? Yang akan ditangani MA atau
MK apa? Dimana kesepakat kita, ketika dalam satu Pilkada sudah diperoleh suara terbanyak, salah
satu calon selesailah sudah. Persoalannya gimana ini pasti tidak ada persoalan lagi, sehingga mungkin
kita tidak perlu berpoleg panjang karena persoalan pidana itu ditangani oleh MA, persoalan administrasi
di Tata Usaha Negara, saya rasa kalau sengketa hasil itu hampir tidak akan terjadi.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Kita tidak usah membuang-buang waktu, semalam kan sudah sepakat kita, semalam kan
pending menunggu pemerintah. Pemerintah datang Pak Menteri, Pak Menteri tadi sudah
menyampaikan sudah ketemu pak Jimly, sebab Pak Prof Zudan sudah konsultasi kesana, kesepakatan
kita lanjutkan, lalu diperkuat oleh Pak Bambang. Kalau tadi malam kita sepakti bahwa tidak ada
ambang batas kemenangan, maka sengketa itu akan .........persoalan pidana diserahkan kepada MA,
persoalan ini pada TUN, ini kan jelas semuanya pak.
KETUA RAPAT:
19
F-PPP (H. MOH. ARWANI THOMAFI):
Soal keputusan tadi malam kan, jadi kita harus menghargai ya? Lalu kita sudah mendengar
keputusan pemerintah artinya soal MK sudah MK setuju, Cuma tadi yang di pertanyakan adalah soal
termasuk oleh ketua soal kesementaraannya saja, ini yang apakah kesementaraan itu tetap kita
cantumkan, atau hanya soal kapannya saja, sementara tapi kapannya saja, uangan setahun misalnya,
jadi pilihannya ada 3, saya kira full mandat ke MK, lalu yang kedua adalah sementara setahun, atau
mungkin sementara tapi selagi belum ada ketentuan yang lebih lanjut, begitu.
Saya kira pilihannya hanya itu.
KETUA RAPAT:
Jadi itu ada di klausul keputusan MK sendiri sampai ada lembaga yang permanen.
KETUA RAPAT:
Silakan.
Selama DPR atau negara ini tidak membuat lembaga khusus peradilan, atau apa ya tetap saja
Mahkamah Konstitusi.
KETUA RAPAT:
(RAPAT : SETUJU)
Ya sekarang kembali ke soal tadi sudah setengah jam, hasil konsultasinya bagaimana? Ini saya
belum dapat jawaban juga.
Kalau belum selesai juga kita masuk ke tahapan saja.
Oke, bisa ditayangkan tahapannya?
Mungkin Pak Riza mau prosentasi.
Pimpinan, mohin ijin Pak Menteri meminta saya menanyakan keputusannya di MK bersifat
permanen atau transisional?
KETUA RAPAT:
Permanen, tapi di dalam keputusan MK sendiri kan sudah ada, kalusul pasal berapa tadi.
20
STAF AHLI MENDAGRI (PROF. ZUDAN):
Artinya nanti perumusan normanya pak harus itu artinya bermakna transisional pak, harus
dirumuskan seperti itu rumusan normanya itu sebelum terbentuk lembaga penyelesaian sengketa
pilkada di Mahkamah Konstitusi, harus seperti itu. itu artinya transisional.
KETUA RAPAT:
Tapi Prof Zudan, tidak kita batasi waktu seperti penjelasan tadi, satu tahun tidak, kita jangan
mau menjerat diri, itu repot kita, sama dengan yang kita bahas tadi malam itu ya kalau ada lembaga
sudah ada Undang-undang memerintah, gitu tidak mau, agak repot ini.
KETUA RAPAT:
Ya ini ada simulasi yang sudah pernah kita bahas, mungkin supaya ada review sedikit, ada
penyegaran, Pak Riza ingin menyampaikan dulu dari Pimpinan, perkembangan terakhir.
Terima kasih.
Jadi saya singkat saja, bahwa sudah kita bahas berkali-kali di Komisi II dan rasanya sudah bisa
dibilang sepakat ya? Kalau saya tidak berlebihan begitu, hasil kesepakatan komisi II.
Jadi kami ingin sampaikan kepada Pemerintah bahwa di Komisi II mungkin bisa saya
sampaikan ada kesepakatan menyangkut gelombang dan tahapan waktu Pilkada, kalau kita mengacu
kepada Perpu, 2015, 2018, 2020 untuk Pilkada serentak, kesepakatan kami:
Yang pertama sepakat ada pemilu serentak nasional tapi tidak dalam waktu 5 tahun kedepan,
dan jatuhnya sementara di 2027 yang ideal dalam rangka mengurangi lamanya masa Plt dan
mengurangi masa jabatan yang dipotong. Akhirnya sampailah pada kesimpulan, gelombang pertama di
2016, dengan 271 Pilkada, kemudian gelombang ke dua di 2017 Februari, yang pertama Februari, yang
ikut adalah yang 2015 dan 2016 semester pertama, jadi Januari sampai dengan Juni ikut di Gelombang
pertama Februari 2016.
Kemudian yang gelombang kedua di Februari 2017 yang ikut Pilkada adalah 2016 semester
kedua Juli sampai Desember dan penuh 2017 Januari sampai Desember dengan jumlah Pilkada 99.
Kemudian gelombang ketiga di 2018 yang ikut Pilkadanya bulan Juni 2018 yang ikut Pilkada
2018 Januari sampai Desember 2019. Dengan jumlah Pilkada 171, jadi kira-kira itu Pak Menteri,
pemerintah, ada tiga gelombang 2016 Februari, 2017 Februari, dan 2018 Juni dengan jumlah 271, 99,
dan 171 Pilkada serentak nasional Insya Allah 2027.
Ada tambahan dari Pak Ketua?
Pihak pemerintah sebagaimana pembahasan yang kemarin, juga ini sudah dengan pemerintah
kita sampaikan prinsipnya dalam usul inisiatif ini.
21
Yang pertama adalah kita berupaya betul agar jangan Plt terlalu panjang satu. Dan juga kita
berupaya betul agar jangan pemotongan masa jabatan terlalu panjang, itu poin satu.
Poin dua dalam konsep ini kita tidak terlalu memaksakan tentang apa yang dikatakan Pemilu
Pilkada serentak nasional, jadi tidak ada keputusan dari MK yang menyangkut ini, ada Pilkada serentak
nasional itu limitatif adalah pemilu Pilpres dan Pileg. Oleh karena itu dirancanglah sedemikian rupa,
yang Pemilu Februari diambil jalan tengahnya disitu, disamping kesiapan kita tentang pelaksanaan
Undang-undang ini, adanya PKPU yang betul dan juga DPR bisa mensosialisasikan kepada
masyarakat. Jadi ya bukan DPR tidak dan DPD tidak setuju Pilkada misalnya kita lakukan 2019 ini, eh
2015, tapi kita buat konsep seperti ini agar kesiapan lebih siap baik penyelenggara, maupun daerah
maupun dari pihak pemerintah.
Oleh karenannya jika Februari kita tidak tentukan tanggal, bulan yang sama, ya Februari hanya
bulannya sama, tahunnya sama harunya belum ditetapkan itu nanti penyelenggaralah yang
menetapkan itu, dapat kita simpulkan dengan matrik seperti ini.
Baru 2017 Februari juga termasuk DOB yang undang-undangnya dari beberapa DOB ini adalah
di undang-undang pembentukan DOB disitu dinyatakan bahwa itu juga harus kita perlakukan tidak bisa
kita paksa juga sebab kita akan menabrak undang-undang. Bahwa pembentukan DOB itu mulai
dibentuk sejak dia terbentuk Undang-undangnya dinyatakan di situ paling cepat 2 tahun baru dapat
dilakukan Pilkada. Jadi dengan demikian misalnya yang DOB keluar disahkan 23 Juli 2014, jatuhnya
kapan dia dilakukan Pilkada, 2 tahun paling cepat, kita berikan batas 2 tahun, kalau dia jatuh 2014 Juli
jadi 2 tahun kemudian adalah 2016 Juli dalam konsep ini dia ikut Pilkada Februari 2017, karena yang
ada sekarang ini saja sudah satu tahun, Saudara Menteri ini belum ada KPUnya, belum ada DPRD nya
jangan kita paksa dia untuk Pilkada.
Itu aspirasi-aspirasi yang kirta dapatkan sehingga muncullah hal seperti ini, Tadi malam
dibahas soal dana, pembiayaan. Kalau misalnya tahapanannya kita mulai 2015 pelaksanaannya
menusuk, mencoblos itu Februari 2017 dananya itu mau bagaimana? Tadi malam sudah clear pak
Menteri, satu jam setengan lebih itu, akhirnya dapat dilakukan, memang dananya harus ditetapkan
sekarang kalau memang tahapannya sudah mulai dilakukan, tetapi dengan sistem tadi malam itu Prof
Zudan sam Pak Hamdani bisa dihibahkan untuk pelaksanaan, sistim hibah atau apa yang harus kita
serahkan sama pemerintah, tadi malam untuk membuat rumusan ini. DPR kita bersepakat semua agar
juga pemilu kita ini lancar, juga aman, sudah kita tentukan hal-hal yang penting, jadi ini acuan dari
Komisi II, ini sudah hampir kita bulat soal ini, tinggal kalau ini sudah selesai ya menuliskan, ya di
daerahpun tahu, bila perlu tahapan ini seluruh daerah sudah ada di maping sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Kalau sudah ada aturan seperti ini, kalau dia jatuh misalnya 2016, masa jabatannya sebelum
Juni, dia tarik ke Februari, ini banyak yang mau ini bahasan kita juga banyak yang mau kalau 4 bulan
untuk clear, yang bulan Juni dia ke Februari 2017, jadi ini rancangannya 2018. Yang 2019 turun ke
2018, makannya 2018 kita ambil Juni, kalau memperdekat lagi tidak Juni, Agustus begitu bisa kita, bisa
juga biar lebih menyatu itu tidak apa-apa.
Saya kira pengantar kami sudah disampaikan tadi tentang hal ini dan memang sudah kita juga
lakukan kajian betul, sekiranya mudah0mudahan sore ini dapat ini terselesaikan oleh kita, tinggal
masuk prumusan-perumusan hal nanti malam, langsung 2 Panja bekerja dan pihak pemerintah juga
melakukan, sebab harus menyisir juga soal-soal yang kita perlukan.
Saya kira itu saudara Menteri, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Itulah gambaran perkembangan yang sudah disampaikan oleh pimpinan, kita juga sudah siap
dengan pemerintah provinsi kabupaten kota mana saja, detailnya dengan tanggal-tanggal nya. Tapi ya
nanti apakah itu perlu ditayangkan atau tidak, mungkin pertama kita minta, 40 lembar masalahnya, kita
22
tanggapan dari pemerintah terlebih dahulu baru kemudian kita tanya pimpinan, oh DPD dulu? Ini luar
biasa bahkan lebih dulu dari pada pemerintah.
KETUA RAPAT.
Siap, siap.
KETUA RAPAT:
Sama datanya sama, nah karena itu kemudian begini, ada beberapa yang saya ingin tanya
kepada pemerintah, kalau kemudian menggunakan plt paling lama 1 tahun, kemudian disana adalah
apa yang 6 bulan tadi itu, pemotongan masa jabatan 6 bulan, dengan kalkulasi yang ada di tahun 2015
itu ada 204 dan sebagian besar itu adalah memang berada di antara bulan Juni sampai dengan
Desember, sebagian besar yang berakhir masa jabatannya. Nah memang kalau kemudian diadakan
pada bulan, pilihan kemudian adalah kita minta kepada pemerintah kira-kira bulan apa akan dilakukan,
agar plt tidak lebih satu tahun, dan yang kedua adalah pemotongan jabatan tidak lebih dari 6 bulan.
Nah karena itu, apakah kemudian 2015 itu mau diserentakkan di 2016 ekstrimnya itu akan ada
lebih dari 1 tahun ini Pak Menteri untuk sampai dengan Juni tahun 2016. Jadi saya ingin tanya apakan
kemudian ada treatmen khusus bagi yang kira-kira akan lebih satu tahun di dalam Plt itu. potensi itu
ada berdasarkan pada data yang kami miliki.
Kemudian yang kedua adalah potong masa jabatan bisa berpotensi tidak lebih dari 6 bulan.
Nah ini seperti apa kalau kemudian itu terjadi, karena kembali tadi saya katakan bahwa 2015 itu 204,
2016 itu 100, 2017 itu 66, 2018 itu 119, kemudian 2019 itu ada 52. Nah karena itu yang bisa dilakukan
oleh pemerintah di dalam rangka mendayung di sela karang ini Pak Menteri, ini kira-kira pada timing
yang mana yang akan diambil, kalau kemudian DPR memutuskan bahwa Plt tidak boleh lebih dari 1
tahun, kemudian masa jabatan, kemudian masa potong jabatan tidak boleh lebih dari 6 bulan,
sungguhpun dari gelombang yang disampaikan tadi teman-teman DPR, baik itu 2016, 2017, 2018, itu
sudah relatif meriviews persoalan hukum yang akan mengemukan di kemudian hari.
Itu saja terima kasih.
23
KETUA RAPAT:
Ya pada dasarnya yang sudah diprosentasikan, sudah meriviews ya? Tapi masih perlu
konfirmasi dari pemerintah, silakan.
Terima kasih Pimpinan, seijin Pak Menteri dan Pak Sekjen, pemerintah memiliki data Provinsi
yang habis pada tahun 2015 ini ada 8, kabupaten itu 170 dan kota itu 26, total 204. Nah yang habis
nanti masa jabatan sampai dengan Desember itu ada 11, yang habis di awal di Januari kemarin itu ada
1, di April ada 11, di Mei besuk ada 1, dan yang paling banyak habis masa jabatan itu bulan Agustus ini
kita petanya lengkap.
Bapak dan ibu dengan melihat peta ini dengan kesiapan-kesiapan yang sudah dilaksanakan
oleh daerah dengan 4 pertimbangan satu APBD di daerah sudah siap, kemudian melihat daerah-
daerah itu ingin cepat mempunyai kepala daerah devinitif. Kemudian KPU dalam berbagai
pernyataannya menyatakan siap, di hadapa Presiden juga menyatakan siap. Kemudian juga kita sudah
memotong tahapan uji publik, sehingga tahapan menjadi lebih pendek, kita mempunyai harapan di
tahun 2015 itu setidak-tidaknya bulan November coblosan sudah bisa dilaksanakan.
Oleh karena itu pemerintah tetap dalam pandangan di Perpu coblosan itu tetap dilaksanakan
untuk di Pilkada serentak pertama ini di tahun 2015, nanti yang tahapan berikutnya bisa dibicarakan
kembali.
Itu Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Ini dari pemerintah menawarkan untuk 2015 dulu, tidak bisa sekaligus saja biar kita lebih
komprehensif begitu.
Kalau misalnya kita mau terus, ini pilihan-pilihannya kita memang menjadi seperti di dalam
Perpu 2018, kemudian 2020, tetapi memang itu, ada pertimbangan-pertimbangan kita memotong
jabatan itu ada plus, minusnya kebijakan itu sehingga di periode 2018-2020 itu bisa dilakukan
perubahan, itu bisa dilakukan perhitungan ulang, bisa menggunakan pendekatan yang lain untuk di
periode 2018 itu.
Ini kita akan mengcompare Prof, kalau tadi Prof bertahan pada 2015 itu kan tahapan KPU, itu
sepintas dari pada simulasi tahapan KPU itu Prof, jadi itu ada pemotongan jabatan sampai 3 tahun. Kita
ini sudah dengan DPD, sudah kita hitung metematik dengan betul dengan pola tadi, kita meminimalis
tentang Plt, dan kita meminimalis masa jabatan yang dipotong, Jadi saya kira ini analisa kesepakatan
kita yang sudah disepakati oleh Komisi II ini, melalui kajian yang sangat panjang, dan tadi bisa dilihat
dari matriknya itu coba tayangkan lagi yang matrik kita, yang kita yang tadi yang pertama.
Itu di 2016 kita itu pemotongan jabatannya hanya 6 bulan ya/ tidak ada, silakan Prof baca itu,
jadi ini sudah betul-betul kita ini. Dan di akhir 2018 tidak ada pemotongan jabatan, Pltnya tetap 1 tahun,
kita akan mengacu penjabat ini kan 6 bulan diperpanjang, 6 bulan diperpanjang, jadi bukan kita mau
memaksakan kehendak, ini untuk kita compare bersama-sama, kita jangan mau diatur KPU sekali lagi,
sekali lagi kata-kata saya tadi malam, jangan mau diatur KPU toh kita, jangan dibohongin, yang saya
tayangkan tadi tercengang tadi ambil contoh Pilkada Karawang yang sudah disiapkan 68 Milyar itu
24
sama Prof. Hamdani sudah saya sampaikan, itu banyak tipu menipunya pak, Prof. Ini tolong deh kita
jangan terpengaruh oleh KPU ini, kita yang menentukan kebijakan ini adalah pemerintah dan Dewan
selaku pembuat Undang-undang dia tinggal melaksanakan, hitung mereka dibertahukan kembali.
Terima kasih Prof.
KETUA RAPAT:
Jadi KPU ini menyatakan siap, saya terus terang ini kita kalau anggaran yang diajukan itu 1
trilyun sekian ini kita harus siap, ini tidak bisa diberikan oleh pemerintah anggaran sebesar itu, jadi
cuma 300-an sekian itu, ya 581 jadi saya beritahu tadi malam sama KPU nya, wah kalau begitu mau
jalan tidak kami ini, terserah KPU mau tidak sebagai penyelenggara, ya kan begitu Kang Dadang. Jadi
memang ini kita timbang dan kita minta juga agar4 ada sosialisasi DKPU yang akan dibuat, ada waktu
bagi KPU mensosialisasikan secara benar, jadi saudara Menteri kita juga kami dari Komisioner banyak
mau marah-marahin KPU ini. Jadi kalau Panwas, Panwas yang betul, kalau Bawaslu, bawaslu yang
betul, kita berikan tugas, disini, kalau KPU juga KPU yang betul, jangan mengkritisi Undang-undang,
laksanakan sebagaimana yang ada di dalam Undang-undang.
Saudara Menteri ini soal begini kita pertimbangkan sekarang, pada periode kita, sebab ada kita
buat Undang-undang jangan menambrak Undang-undang yang lain, ini soal masa jabatan ini
khususnya, apalagi soal Plt, kita bahas tadi malam yang sangat cukup panjang, kejadiannya di kita
sekarang Plt ini 3 bulan, 6 bulan Plt ini kita buat juga tadi malam, sial pengawasan plt ini dengan pihak
pemerintah, 6 bulan, jadi soal Plt ini sudah luar biasa bahasan kita tadi malam dengan pemerintah
yang menyangkut Plt yang dikasih terlalu panjang misalnya, jadi masih ada tadi malam. Jadi keluarlah
memang sudah kesepakat kita bagaimana upaya memperpendek Plt dan juga tidak terlalu panjang
memotong masa jabata. Jadi ya kemajuan kita saya kira diskusi tadi malam yang menyangkut ini sudah
jelas, sudah jelas juga formatnya, kira-kira bagaimana kita sudah harusnnya menyelesaikan, tak ada
yang lain juga hal-hal yang sangat prinsip. Dana saudara Menteri tadi malam kita bicarakan bagaimana
caranya agar ini, ternyata pemerintah juga memberi jawaban, dana itu yang sudah siap sekarang, dan
sudah memang diputuskan begitu, dan itu pencoblosannya itu untuk bulan Februari, sebab ini juga kita
sudah buat pertama Komisi II menyepakati 2015, tapi beralih kemabali karena memang kita setuju 3
gelombang ini yang harus kita laksanakan menuju ke 2027.
Jadi demikian saudara Menteri, tadi malam Plt ini kita bahas sudah terlalu terbuka-bukalah,
sudah terlalu terbuka kita membahas soal ini karena memang kita harus mencari jalan kelaurnya seperti
ini.
25
2016 Pak Menteri, kenapa? Karena memang bobot kerja itu, di awal, di akhir itu tinggal pencoblosan
dan biaya hanya honor petugas KPPS lah, pengadaan dan lain-lain, sudah habis terserap di 2015 dan
bisa 2 model, tadi malam juga pendapat dari pemerintah bisa dianggarkan ulang di 2016 yang belum
atau dihibahkan di 2015 nanti dipertanggungjawabkan di 2016.
Jadi mengenai anggaran Pak Menteri tidak masalah menggunakan anggaran 2015, untuk
februari 2016 bahkan memang februari 2016 itu bobot besarnya itu mungkin lebih dari 85 persen itu
digunakan di 2015, karena memang tahapannya dimulai dari Juni.
Yang kedua soal Plt tadi Prof Zudan, justru konsep kami ini mengurangi Plt, kalau konsep tadi
yang sampai ke Prof Zudan masih banyak Pltnya. Mungkin Prof Zudan untuk 2015 Pltnya kan lebih
sedikitlah 2004, tapi yang tahun-tahun berikutnya lebih banyak, bahkan mencapai 3 tahun.
Kemudian mengenai uji publik juga kita suda mengurangi uju publik, sudah menghilangkan.
Nah yang keempat soal KPU, kami sudah tuga kali sama KPU, 2 kali di Komisi II, satu kali
kemarin malam kita dengarkan bersama, jelas dikatakan bahwa mereka lebih siap 2016, sekalipun siap
melaksanakan 2015 kalau diperintahkan, waktu sama KPU kita memberi tugas, coba buat simulasi,
ternyata simulasi yang dibuat oleh KPU malah Prof teman-teman dari pemerintah lebih mundur lagi dia,
sampai April. Bukan cuma 2015 ini mungkin sudah kita bagi ya? Sudah kita bagi ke pemerintah juga
yang kemarin kita terima, dari simulasi KPU, KPU malah minta 2016 pencoblosannya di April, tahapan
dimulai Maret, Maret dimulai dengan selesainya pengesahan revisi Undang-undang, kemudian mereka
masih perlu waktu yaitu penyusunan peraturan KPU, kemudian sosialisasi, penentuan Badan Ad hoc
dan lain sebagainya.
Jadi kalau bicara kesiapan KPU tidak hanya 2016 mereka mintanya tapi bahkan maunya April
Pak Menteri. KPU ini sudah kita minta silulasinya dibuat, secara detail, day by day, week by week,
bulan demi bukan dan tahun, detail sekali ini tahapannya, minta di April. Nah konsep Komisi II malah di
Februari 2016. Jadi jelas sekali KPU menyatakan bahwa mereka memang dan ingin di 2016, mengingat
pengalaman-pengalaman sebelumnya tanpa adaanya PKPU yang baik dan sosialisasi yang baik
menimbulkan masalah.
Kemudian yang berikutnya yang tidak kalah penting juga sebenarnya menunggu kossep yang
komprehensif dari pemerintah, sebetulnya pemerintah punya konsep apa? Berapa gelombang? Dan
kapan serentak nasionalnya? Sehingga kita bisa matrikkan, kita simulasikan, mana yang dapat
mengurangi kelemahan-kelemahan yang akan kita kirangi seperti Plt, masa jabatan, dan lain-lain.
Jadi kurang lebih seperti itu, jadi APBD kami jawab, Plt, Uji Publik dan KPU simulasi kami 3
gelombang yang lebih baik dalam rangka mengurangi Plt dan masa jabatan.
Saya kira terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya ini sebetulnya tinggal angka-angka saja, jadi kesepakatan bergelombang dan menuju
serentak itu sudah, dan simulasi ini di DPR sudah dikunyah-kunyah, jadi tinggal pemerintah bagaimana
menanggapi begitu. Kalau ada ususlan lagi nanti Pak Rufinus boleh cerita, itu sekedar ini saja.
26
kita, semangatnya kan semangat serentak, ya kita harus menghargaikah terbentunya Perpu ini dengan
Undang-undang ini kan semangatnya semangat serentak. Serentaknya ya 2015.
Coblosan soal pelantikan, soal nanti ada tahapan, ada sengketa misa mundur berarti pelantikan
coblosannya mau September, mau Oktober, mau Novenber, mau Desember dari tahapan yang sudah
ada itu. Soal nanti yang 2018 mau mundur 2020 mau mundur dalam pertimbangan dari Komisi II yang
kami juga sama misalnya Plt terlalu lama juga tidak baik dan sebagainya, dengan berbagai pihak saya
kira sepakat-sepakat saja ini. Mau 2017 buat lagi, mau serentak setahun lagi, tahun 2016, tahun 2017
dan seterusnya juga bisa tapi semangat serentaknya ini kan di 2015.
Bagi pemerintah juga implikasinya macam-macam terkait proses anggaran, terkait proses
penyusunan RAPBD di daerah untuk 2016 kan juga awal harus dibahas, sudah mulai masuk ke APBD,
P nya misalnya begitu, sehingga juga akan dsangat terkait dengan hal itu.
Jadi pada prinsipnya kami memahami simulasi ini, untuk 2020 mau mundur kami juga ikut,
dukung, sepakat dengan berbagai pertimbangan 2018 mau diajukan, maju kami juga sepakat, karena
kalau Plt 2 tahun juga teriak-teriak, termamsuk juga calonnya, kosnya akan semakin besar tapi yang
2015 juga sama daerah juga siap semua, kepala daerahnya juga tidak mau mundur, kalau bisa harus,
kalau maju sebulan, 2 bulan dia juga memikirkan kos tambahan lagi, yang mau masuk ke 2 periode,
kan kita harus win-winlah solusinya. Tapi kan semangat undang-undang ini kan semangat serentaknya
ini, dan kita juga menghargailah Perpu yang sudah kita sepakati semangat serentak itu kalau memang
diijinkan, disepakati teman-teman, difahami, semua ini kami paham, yang 2018 bisa maju. 2020 bisa
mundur, mogok, saya kira tahapan-tahapan semua termasuk berbagai pertimbangan, saran-saran
fraksi dari pandangan mini awal, sampai hasil kompilasi dan simulasi ini, kami juga ada.
Saya kira itu, mungkin ada tambahan.
KETUA RAPAT:
Tadi kalau saya tidak salah paham ya, saya bisa memahami apa yang disampaikan oleh Pak
Mendagri, beliau untuk 2017 dan 2018, tidak ada masalah tapi bagaimana yang 2016 ini tetap ditarik ke
2015, kalau tidak salah saya fahami begitu.
Jadi begini pak, kalau saya artinya begini kan tahu perasaan batin Pak Mendagri bahwa beliau
menghendaki setara awalnya 2015 kan begitu pak ya? Kita pepetkan saja Desember jadi mungkin nanti
tadi kelebihan jabatannya itu yang tadi satu tahun jadi 1 tahun 2 bulan pak, kan begitu kan kerugiannya
cuma disitu tidak apa-apa saya kira. Kita ngerti perasaan batin beliau ini pak, jadi pada dasarnya
Desember pencoblosan begitu kan bos? Kita berarti cuma yang mundur 2 bulan dirugikan pak.
Jadi yang jadwal 2017 tetap, jadi saya kira ndak problem ini hanya 2 bulan, pimpinan, tapi yang
kedua ini Pak Mendagri ini saya nitip dulu kenapa saya duluan, ini tolong saya titip, saya orang yang
sangat idialis, ini KPU ini menghabiskan biayasangat-sangat besar sekali. Pilgub Jawa Barat saja 700
milyar, bapak ingat, nah makanya saya sengaja, saya tayangkan ini, saya ambil contoh konkrit yang
dari Karawang sudah di acc, tapi dengan perobahan ini akan berobah bahwa uang ini bertumpuk pada
honorer TPS, bapak lihat itu, 16 milyar, trek HPP, di bawahnya lagi 18 milyar.
Jadi kalau bisa kita sepakat menjadi satu pola pikir, bagaimana berdiscus pada KPU untuk mau
dia hemat, sesuai dengan kebijakan Presiden kita juga sekarang, bisa 50 persen ditekan pak, kalau tadi
malam kasar ngmong kita jangan ditipu-tipunya mereka, sosialisasi kita sudah 10 kali, seribu kali
Pilkada Bupati Walikota, masih sosialisasi-sosialisasi, uang dihambur-hamburkan. Saya kira saya
27
karena sudah diskusi maaf dengan staf ahli bapak, bidang keuangan. Jadi mungkin nanti dalam
peraturan KPU atau mungkin PP atau Juklas atau Juknis tentang bagaimana kita koordinasi untuk
menghemat anggaran ini pak, 1863 milyar bagi kabupaten yang susah yang kecil ini bisa membangun
SD, bisa membangun semuanya pak, kalau bupatinya betul-betul edialis dan efektif ya.
Mungkin itu saja pemikiran saya pak.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik Pimpinan, saya jadi malu sebenarnya walaupun pemahaman saya akademis pak, saya
mau melemparkan ide ini pada saat kita diskusi internal di Milenium, saya di bilang radikal, tetapi alam
pemahaman hukum saya ada yang disebut transaksi derivatif, hari ini kita berjanji untuk besuk, karena
obligasi itu jatuh tempo pada saat itu, ini hukum pak, kita bicara hukum, jadi legalstand nya substansi
legalnya sangat kuat, jadi saya katakan kenapa kita tidak lakukan 2015, semua, pada saat incumbent
itu selesai 2016 lantik dia 2016, dan seterusnya. Tidak ada Plt, tidak ada financial yang terbuang dan
segala macam, tetapi pada saat itu saya jujur agak merasa minder karena merasa pemahaman
akademisi ini tidak diaksep secara politik.
Ini harus saya sampaikan juga pandangan ini, karena ini banyak berlaku, banyak dilakukan ini,
nah sekarang apakah ini bisa aplicable di dalam proses pemilihan Pilkada ini, silakan, tapi yang
pastilegal standingnya sangat substansial dan sangat kuat. Jadi kita bisa melakukan berjanji hari ini
melakukan pemilihan hari ini, untuk melantik dia bahkan 10 tahun lagipun boleh, 5 tahun, 7 tahun, 2
bulan silakan, nah jadi tinggal sekarang kita memilih, jadi kalau tadi saya memahami persis pemerintah
kalau memang, dulu alasannya polisi tidak siap, keamanan tidak siap. Lho kita belum pernah manggil
polisi kok, kan begitu.
Saya berdebat dengan teman-teman fraksi 10 fraksi tidak ada yang tidak mungkin kalau
memang kita memang siap untuk melakukan ini.
Jadi itu saja barangkali pandangan saya, kalau dikatakan ini ekstrim mohon maaf, tapi itu
pemahaman hukum saya yang saya pelajari dengan baik dan tidak ada yang salah.
Demikian barangkali.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Jadi yang menyebut beliau Radikal itu saya, tapi saya tidak sebut ekstrim, yang nyebut ekstrim
beliau sendiri, memang saya anggap gagasannya sangat mendasar sekali, kemarin kita sudah coba
serap juga, tapi memang berkembangnya kesini pak, ke tiga tahapan ini menuju serentak juga, dengan
kompromi, dengan parameter tertentu.
Pak Amran mau ada tambahan?
28
Mengenai tahapan-tahapan ini, Pilkada bergelombang, Pilkada serentak kalau kita mengikuti,
ini kan semua mengikuti juga maka pemerintah juga mengikuti, waktu KPU dan Bawaslu ada di sini.
Ada 2 kata yang betul-betul ...(suara tidak jelas) antara siap dan sangat siap. Kalu kita ingin
mendapatkan hasil yang sangat maksimal tentu kita mengambil yang sangat siap, tetapi kalau kita mau
mendapatkan hasil yang terlalu maksimal ya siap itukan kita tidak bisa ukur juga parameternya sampai
sejauh mana? Kalau dikatakan sangat siap berarti dia sudah Haqul yakin untuk menjalankan bahwa
akan maksimal hasilnya.
Nah itu ditunjukkan dengan simulasi yang diberikan oleh KPU, dari simulasi yang disampaikan
oleh KPU disini malah itu kita disini menghitungnya itu bulan Februari, disini mengitunya April, artinya
apa, ini sesungguhnya sinyal yang diberikan kepada kita, ini sinyal, ini lho untuk KPU melaksanakan
secara siap betul ini, walaupun ada bahasa disampaikan bahwa ya kami juga siap tahun 2015, tapi
pada saat disuruh bikin simulasi ternyata ditunjukkan dan itu adalah sinyal, ini adalah sinyal diberikan
kepada kita.
KETUA RAPAT:
Dari KPU ini sinyal, sinyal tertulis, ini sudah simulasi tentu dia sudah pikirkan matang-matang,
itu sudah lama itu, saya kira itu untuk ini, tapi kalau tahapan-tahapannya masih perdebatan apakah
nanti pemilu serentak secara nasional itu 2027, atau 2022 tentu kita akan perdebatkan lagi.
Saya kira itu saja Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Amran, jadi memang KPU bilang siap tahun 2015, tapi lebih siap tahun 2016,
kan begitu bahasanya, kemudian memang sudah memberikan simulasi ini, Pak Mendagri, jadi bulan
April pencoblosannya. Katakanlah dengan dihapuskannya uji publik dan putaran sekali ya, bisa
Februari. Jadi saya kira itu semangat 2015 ini sudah ada juga, karena sudah di bulan Februari awal,
sudah di awal tahun 2016. Jadi kalau ini bisa diterima saya kita juga kita bisa kembali ke laptop tadi
soal berpasangan itu.
Bagaimana kira-kira Pak Mendagri?
Ok Pak Riza ada tambahan juga?
Begini Pak Menteri, kalau kita majukan sebenarnya saya Gerindra awalnya termasuk yang
bersikeras di 2015 Novemver, sama Pak Menteri termasuk Golkar, yang keras 2015, karena berfikirnya
berat juga bagi Partai 271 Pak Menteri, kita ketemu langsung sama calon saja selama beberapa bulan
terakhir ini juga dalam 2 bulan ini, tidak ketemu itu 271 calon. Satu kepala daerah, belum kalau
calonnya 2, 3, 4, 5. Kira-kira beban partai juga kita pikirkan sebetulnya, karena beban partai ini akan
menentukan calon, menentukan calon, menentukan kualitas calon yang menentukan hasil dan tentu
pemerintahan selanjutnya Pak Menteri.
Jadi akan sangat berbahaya ketika Parpol mengusung calon yang tidak berkualitas, sering saya
sampaikan di berbagai forum tidak penting langsung, Pilkada langsung atau DPRD tapi yang paling
penting sistem yang mampu menjamin mendapatkan Kepala daerah yang berkualitas, jadi bukan cara
sebetulnya, bagaimana outputnya dapat. Nah untuk itu juga akhirnya saya mengalah Pak Menteri
dengan temen-temen yang lain yang di 2016 supaya juga bagi Parpol punya kesempatan dalam 2
29
bulan, 3 bulan ini untuk menyaring calon dan ternyata kemarin malam itu kita terjebak juga KPU nya
Pak Menteri.
Coba buatkan ususlan tertulis secara matrik usulannya, kritisinya, yang dulu kami siap
melaksanakan Perpu akhirnya keluar 15 bahkan 23 koreksi atas Perpu dari Bawaslu dan KPU Pak
Menteri dengar langsung. Kemudian yang menarik ketika kita minta juga membuat simulasi hasilnya
diluar dugaan saya, saya pikir dia siap di Desember simulasinya, pencoblosannya, ternyata April di situ
Pak Menteri dengan diawali tahapan Maret 2015.
Jadi disini pendaftaran sudah dimulai, bakal calon itu pendaftaran di September 2015 dengan
asumsi April, berarti kalau kita majukan 2 bulan jadi Februari, pendaftaran bisa dimulai Juli atau Juni
Pak Menteri. Jadi kalau Juni, Juli pendaftaran calon sesungguhnya bagi KPU juga bukan pekerjaan
yang mudah, kebetulan saya pernah di KPU 5 tahun, dan bagi Parpol juga lebih sulit dari pada KPU
menyiapkan calon ini.
Jadi itu berbagai alasan, Pak Menteri kalau saol APBD sudah selesai tidak masalah di 2016
menggunakan APBD 2015, soal Plt juga sudah kita simulasikan. Kalau kita kembali ke 2015 maka
gelombang yang ketiga itu akhirnya lebih dari 2 tahun Pak Menteri, Gelombang yang ketiga. Karena
apa? Karena KPU juga minta jangan berdekatan dengan 2019 Pak Menteri jadi Pileg, Pilpres itu jangan
berdekatan. Bahkan KPU wanti-wanti kalau bisa di 2018 jangan ada, tapi karena kita menghintung
gelombang supaya ideal tetap ketemu di 2018 Juni atau mungkin bisa April.
Jadi kira-kira itu mohon maaf gambaran sedikit Pak Menteri.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Saya mau bertanya ke Pemerintah ke Psak Menteri. Kalau ditanya tentang KPU, lebih siap
mana? Pasti jawaban KPU lebih siap 2016, sekarang kira-kira apa masalahnya dari Pemerintah kalau
2016, semalam kita tanya ke pemerintah tentang kemungkinan mengatur anggarannya jika melibatkan
2 tahun, 2015 dan 2016, ternyata clear kesimpulan kita tidak ada masalah, itu yang pertama, itu
pertanyaannya ke Pak Menteri.
Yang kedua ke Pimpinan, Pimpinan skenario dan proyeksi yang di bikin sampai kemudian 2027
ini Pilkada sebetulnya terlalu panjang, kalau misalnya kita lihat mulai dari tahun 2016, 2017, 2018, kita
bikin saja Pilkada serentak nasionalnya 2022 sama saja kon dengan 2027.
Coba kita hitung begini ketua, kalau kemudian terlalu panjang, terlalu lama, mulai serentak
nasionalnya saya khawatir, kita ini kan 2019 bisa anggotanya baru semua, ini bukan kita semua, entar
berfikir berubah lagi, ganti undang-undang lagi, dari serentak bikin satu-satu lagi, capai juga kan?. Jadi
itu yang terpenting itu Pak Menteri kira-kira keberatannya apa kalau 2016 prinsiplenya apa?
Keberatannya.
Ini bukan masalah keberatan, kami juga menghargai dari bapak-bapak sekalian dari Komisi II
untuk merencanakan dengan detail, dengan berbagai simulasi, ini kan keputusan politik antara
pemerintah dan DPR, semangat pemerintah itu satu, kita melaksanakan apa yang menjadi amanah
jaman pemerintahannya Pak SBY, maka Undang-undang ini kan arahnya kan serentak, serentak
bertahap untuk mencapai serentak nasional nantinya, yang ditengah-tengah 2019 ada Pilpres dan Pileg
serentak. Secara psikologis wajar KPU minta mbok jangan di 2020 karena beban, jangan 2018 karena
tahapan untuk Pileg dan Pilpres panjang. Makanya kenapa 2015nya kan sudah fix 204 delapan provinsi
30
dan kota kabupaten fix. Semua clean dan clear permasalahannya daerah juga siap, semua juga siap
dan sebagainya. Nah ini yang kami mintakan.
Pemerintah satu dan saya yakin DPR juga satu dong walaupun ini baru periode pemilihan
2014, itu kan semangatnya, semangat lembaga kan butuh satu menjaga ini, memontum serentaknya ini
kan 2015. Nah bulannya bisa geser, coblosannya yang penrting 2015. Soal 2016 sampai 2018 saya
sepakat dengan simulasi ini bisa ditarik 2017 dengan berbagai pertimbangan tidak lama, Plt dan
sebagainya, dan sebagainya. Tarik menarik usulan dari Pak Malik tadiu 2022 itu juga menarik juga,
tidak terlalu lama, untuk menunggu 2027 nasional. itu juga nanti bisa kita diskusikan tapi endingnya itu
saja pak Ketua. Jadi momentumnya, momentum undang-undang itu serentaknya ini, kok tahu-tahu
mundur ada apa mundur wong semua sudah siap kok.
KPU merancang April itu kan ada tahapan yang dia belum tahu masalah urusan uji publik sama
sosialisasi. Uji publik kan dia panjang, mungkin cetak sertifikat hasil uji publik juga mungkin panjang,
menentukan siapa tokoh masyarakat daerah bisa lama, siapa mewakili akademisi itu ya saya kira 3
bulan bisa clear, kalau ini bisa kita sahkan bulan ini, kan bisa tahapan mulai bulan depan sudah bisa
dimulai, bisa November, Desember bisa coblosan.
Saya kira itu, jadi ini tidak hanya semata tehnis tapi juga kami ada semangat, ada momentum
politisnya, momentum kita menghargai adanya undang-undang semangat itu. soal 2016, 2017 otomatis
sampai mepetpun oke 2016, yang 2016 juga dibuat serentak, berarti kan serentak setahun tidak ada
masalah, endingnya tadi menarik Pak Malik 2022, mari kita simulasikan, malah yang lebih mengenai di
2022 atau masuk di pemahaman 2000 itu.
Dari Hanura kami sepakat padahal kan baru pertama kali kita uji coba dari pemikiran akademis
secara kritis dengan konsidi-kondisi daerah yang ada beragam pilkada ini saya kira ini drastis, karena
kepolisian siap, KPUnya siap, memang ada kata-kata lebih siap saya kira pengertian lebih siap kan bisa
juga. kalau alasan anggaran kan hanya untuk hal-hal yang tadi.
Untuk dari Golkar kami sepakat juga merevisi pak, mengecek supaya tidak ada tumpang tindih
anggaran, memang juga fantastis sama dengan satu Pilkada yang hampir satu trilyun ya Pak Dadang
makanya fantastis, ini memang kedepan ada semangatnya yang cukup bagus, memang juga mohon
yang terhormat anggota Komisi II juga mencermati 2019 itu KPU nya beda, bukan KPU sekarang.
KPUnya kan sudah berpengalaman semua ini, pengalaman mengelola sebagai komisioner di daerah
sebagian besar. Ini kan baru, ini kan mau baru semua atau mau ada yang ditinggal saya kira itu
kewenangan dari pada yang terhormat DPR Komisi II.
Jadi ini pak Pimpinan, jadi ini tidak beda pendapat, tidak mencari titik temu saja, sama-sama
sepakat nanti ketemu di 2015.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Kita cari keputusan politik, yang terhnis-tehnis mengikuti kita. Saya paham Pak Mengadri
karena memang dia dari daerah itu mereka sudah siap, sudah ancang-ancang juga untuk segera
menyelenggarakan Pilkada pada waktunya yang 2015 ini, saya bisa memahami.
KETUA RAPAT:
31
F-PDIP (Drs. SIRMADJI, M.Pd):
Jadi saya kira patut kita apresiasi niatnya pemerontahan ini supaya continuitynya itu
bersinambunglah, tidak rezim lama, diganti begitu saja dengan rezim yang baru, tapi spiritnya, ruhnya
sama, sehingga tahun 2016 itu sebetulnya kalau sebagian yang memang sehingga tidak terlalu
mengakibatkan pemotongan jabatan dan sebagainya, yang 2016 nya tetap ada, tetapi yang 2015
memang yang sudah siap untuk di mulai ada sekitar 204 kalau tidak salah. Jadi dengan demikian nanti
tidak akan mengurangi itu, rezimnya sama, ini hanya ingin membuat prestasi kita bersama maksudnya
pemerintah maupun dewan bersama KPU membuat prestasi bisa menjalankan amanat dari keputusan
MK itu pada 2015 kira-kira begitu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ini ada keinginan yang penting supaya momentum politiknya, gongnya ini tahun 2015, apa
sebaiknya kita, simulasinya kan susah juga kalau sambil di meja begini, apa kita break kemudian
ngobrol beberapa.
Oh ya Pak Jazuli silakan.
Mohon maaf tadi saya ada acara partai jadi absen sebentar, sekarang balik lagi sudah seger
lagi Pak Dadang. Kalau kita lihat KPU kemarin malam itu, kan mengatakan sebenarnya dia pelaksana,
kalau dia tugasin kapan, dia jalakan. Menurut saya kalau KPU nya mengatakan siap kenapa kita harus
undur. Cuma kalau diundur di tahun 2015 ini di Desember umpamanya Pak Menteri, mereka yang
habisnya di bulan Februari, kalau harus menunggu di tahun 2017 itu menurut saya terlalu lama, nah
menurut saya itu jalan tengah. Jadi yang di 6 bulan ke bawah, kita tarik saja, sekaligus, nah yang 6
bulan separo ke atas tarike ke 2017, menurut saya itu tidak perlu simulasi lagi Pak Ketua, saya kira itu
cara yang paling arif dan bijak menurut saya, sehingga ada keserentakan itu tetap terlaksana.
Tadinya saya berfikir kalau di 2016 itu tidak ada dan di Februari 2017 itu terlalu jauh, tapi kalau
Pak Menteri umpamanya dan kita sepakat dari separo 2016 itu kita taris separohnya kita tarik kesana
menurut saya tidak terlalu jauh. Buat Fraksi PKS setujulah itu, itu sudah jalan yang paling tengah dan
bagus itu.
KETUA RAPAT:
Ikut mengapresiasi Pak SBY juga, Ini Pak Malik dari tadi sudah tunjuk duluan.
Sebelum ke Pak Malik ini konsep kehendak bukan kehendaklah saran dari pemerintah
khususnya Pak Menteri, ini konsep kita dari awal, Pak Sirmadji saya kira masih ingat, tapi kita utarakan
hal seperti itu seluruh LSM, persoalan net kita itu kan Desember musim hujanlah, apa, sampai kita ribut,
ribut soal ini, longsor segala macam, samoai kita ribut bahwa tidak ada urusan longsor-longsor dan
hujan ini urusan pemilu melaksanakan keputusan. Ini adalah alternatif yang pertama pada wakrtu itu.
32
Jadi dari 2015, 2017, 2018, kita kesulitannya kalau seperti ini, dilakukan adalah kesulitan untuk
mengarah ke 2027 akan banyak soal, sebab kita tidak mungkin lagi melanggar kehendak yang sudah
kita putuskan, Plt jangan terlalu lama. Terus yang kedua pemotongan, ya sebenarnya masa jabatan itu
dipotong ya tetap juga 5 tahun, hanya ya tunggu habis 5 tahun baru yang terpilih ini untuk diganti.
Sebenarnya tidak ada prinsip kita pemotongan masa jabatan itu, jadi disitu bedanya. Oleh karenanya
saya kira kalau usul PKS tadi seperti itu, ya konsekwensinya bahwa untuk mempersulit kita pemilu
serentak nasional ya di 2017 karena sebenarnya kekosongan dari 2015, 2016, tidak ada pemilihan
hanya 2015, 2017, 2018 tapi inipun pilihan itu.
Jadi artinya sebagainmana yang dipikirkan itu bahwa pada waktunya harus ada pemilu
serentak nasional. tapi kalau ini jalan yang terbaik ya kalau saya oke saja, tapi jangan lagi punya
harapan kita ini nanti harus, bulan, hari yang sama dan tahun yang sama Pilkada serentak nasional.
yang itupun masih kita persoalkan, bagaimana ini urusannya? Jadi Pak Menteri bukan kami tidak mau
melanjutkan apa yang dikatakan dalam Perpu, tapi kita juga harus juga berhati-hati, kita melanjutkan ini
juga ada disiplinnya dan ada juga konsekwensi pemanjangan pemilu serentak itu.
Kalau pemerintah sepaham dengan kita mungkin tidak 2027 akan menjadi Pemilu serentak
nasional ya oke, ada juga alternatif kami waktu itu 2032, kalau kita paham, sudah paham pemerintah
dengan kita selesai, jadi nanti pemilu serentak nasional akan terjadi 2032, ini alternatif pertama yang
kita bahas waktu itu. tapi dari PKB menyanggah bagaimana kalau mau kita dekatkan alternatif muncul
2027, tidak akan bisa kita 5 tahun kedepan sudah akan terjadi pemilu serentak nasional, ini memang
kan sudah panjang kita perbincangkan. Itulah tidak ada kepentingan apa-apa di sini konsep DPR yang
pertama adalah Desember, tapi kita diserbu soal ini, musim hujan, musim banjir, apa, dan KPU.
Ini tadi konsep KPU betul, kyai Jazuli Ketua Fraksi PKS kalau sudah bunyai itu ya perintah
partainya begitu, jadi ini KPU siap Juni tahun depan, oh April sebelum dipotong masa uji publik yang
segala macam itu. jadi kalau dipotong 2 bulan disini jatuhnya ke 2016 Februari. Ini saya kira kita
memahami ini, dari kalau sudah semakin sempit yang lain, pemerintah sudah oke, Cuma ya ini KPU
tinggal penyelenggara ini, Pak Malik, KPU penyelenggara kita bisa jamin tidak? Jadi Saudara Menteri
agak ngeluh ini tadi malam KPU nya, setelah dia tahu anggaran yang diajukan tak cocok. Tidak cocok,
padahal kesiapan KPU yang kita percayai dia kan buat program harus di dilakukan KPU yang pas,
harus KPU konsolidasi lagi ke bawah, harus Panwas Bawaslu konsolidasi ke bawah. Jadi kalau
serentak begini, kita kan belum ngalamin nih, kalai nanti separoh kebawah menjadi 250 sekaligus kita
coba ini yang perlu pertimbangan, tapi inipun pilihan saya kira usulan dari ustads ini pilihan,
Terserah bagi kita semua fraksi-fraksi merenung dulu ini setenmgah jam jadi 2 hal yang mau
direnung nanti ini. 2 hal tadi adalah, bila perlu kita putus tadi kalau sudah ada jawaban kesitu dulu
Saudara Menteri.
Yang apa tadi yang terpending oleh kita, masalah pasangan bisa langsung diputus?
Pimpinan Nasdem belum bicara soal ini pimpinan, nasdem belum bicara tentang tahapan.
Izinkan pimpinan.
Terima kasih.
Pertama kami sangat mendukung semangat pemerintah yang ada sekarang untuk melanjutkan
program dari pemerintahan yang lalu, tetapi yang harus dipahami bahwa keinginan dari pemerintah
yang lalu itu, SBY- Budiono adalah pada dimensi kesentakan, bukan pada dimensi waktu serentaknya
ini. Artinya Pilkada itu dalam rangka menuju Pilkada nasional kita lakukan Pilkada nasional secara
bergelombang, dan itu diharapkan pada Pilkada yang sudah akan berlangsung pada periode ini,
mengenai waktunya, kita lihat matriks yang dibuat oleh KPU, karena KPUlah yang akan
menyelenggarakan apa yang diatur dalam Undang-undang. KPU menyatakan tahun 2015 siap, tapi
lebih siap lagi tahun 2016.
33
Karena Pilkada serentak ini baru kali ini akan dilaksanakan kita perlu memberi kesempatan
kepada KPU untuk mempersiapkan segala sesuatunya, yang jau betul-betul lebih siap agar supaya
kalau besuk lusa masih terjadi hal-hal yang “melenceng” KPU tidak bisa lagi melempar kesalahan itu
karena terdesak oleh waktu. Artinya waktu sudah KPU membuat matrik di situ, kalau kita paksakan
KPU melaksanakan Pilkada serentak itu 2015 dan besok lusa terjadi masalah, dia katakan bahwa
memang sebenarnya belum siap, tapi kami didorong ini untuk melakukan pilkada secara serentak 2015,
itu yang pertama.
Yang kedua saya mohon maaf, saya mendukung kepada Kang Dadang mengenai
pemborosan, di KPU walaupun sudah tahu bahwa, bukan sudah tahu Komisi II sudah meminta kepada
KPU supaya menunda semua proses Pilkada ini, tapi Pimpinan, di daerah itu KPUD tetap menjalankan
sosialisasi Pak Menteri, apa isi sosialisasinya? Sosialisasi Perpu tentang Pilkada, apa yang mau
disosialisasi, ini kan buang-buang biaya ak Menteri. Nah saya kira ini juga perlu dicermati.
Itu saja pimpinan.
Terima kasih.
Pimpinan, karena ini sudah jam lima lebih jadi mohon waktunya.
Jadi yang pertama begini pimpinan, saya sebetulnya mau ngomong apa yang disampaikan oleh
hadratulshech almukarom kyai Jazuli Juwaini, jadi begini saja, kalau kemudian pemerintah tetap 2015,
dan KPU siap tinggal kita mengantisipasi bagaimana caranya Sknya yang habis di 2016 itu tidak terlalu
panjang menunggu di 2017. Caranya menurut saya adalah 2015 akhir Pilkada, pesertanya adalah yang
SK nya habis di 2015 dan SK nya habis di semester pertama 2016, kita angkat jadi kemungkinan
nambah.
Yang kedua kemudian kita Pilkada di 2017, nah siapa pesertanya, persertanya adalah yang SK
nya habis di 2016 semester ke II akhir, yang kedua pesertanya adalah yang SKnya habis di 2017, clear
nah sama. Kemudian yang Pilkada 2018 pesertanya adalah yang SK nya habis 2018 dan SK nya habis
2019. Karena kalau 2019 itu tidak ikut Pilkada ini artinya Pilkada langsung ke serentak nasional itu
terlalu panjang itu juga tidak bagus. 2020 tidak ada pimpinan, oh ini ada berarti clear.
Nah pertanyaannya kemudian adalah kapan kemudian Pilkada serentak, Pak Ketua ini suka
main Panjang pak, 2027 tadi usul 2032 kita sukanya main pendek Pak Ketua. Jadi sebetulnya hasil
Pilkada 2015, kalau pilkada di 2027, kalau Pilkada 2022 itu sama, lebih satu tahun. Sama ketika
misalkan ketika 2021 ikut 2027 itu kelebihan satu tahun sama itu kasusnya.
Yang kedua Pilkada hasil 2017 kemudian ikut pilkada 2022 itu sama 5 tahun periodenya, yang
menjadi masalah kemudian hasil Pilkada 2018 ikut ke 2022 itu kurang setahun masa jabatannya. Sama
dengan yang ikut 2023 kemudian ikut 2027 sama ceritanya. Nah kalau kemudian sama kenapa kita
pakai 2027, kenapa kita tidak pakai 2022, jadi itu hitungan saya.
Jadi menurut saya pimpinan saya pimpinan saya usul ini kan sudah ketemu, oke tidak apa-apa
pemerintah, Pak Menteri di 2015 awal tapi kita minta pesertanya 2016 yang SK nya di semester awal
kita ikutkan. Nah kemudian 2017, kemudian 2018, puncaknya nanti 2022, jadi itu saya kira lebih
realistis.
Yang terakhir mohon kalau belum selesai kita pending dulu.
34
F-PAN (AMRAN, S.E):
Pak Ketua, apa mau dipending dulu ya? Jadi saya memperkuat apa yang disampaikan Pak
Lutfhi, ini kan pemilu serentak ini, betul bahwa pemilu serentak ini kan tidak mencantumkan waktu, tapi
yang diinikan adalah pemilu serentaknya, persoalan waktu apakah 2015 atau 2016. Kemudian kita
melihat kesiapan karena ini pertama kali ini dilakukan jangan sampai yang kita berikan amanah untuk
melakukan ternyata dia tidak terlalu siap, kemudian dalam pelaksanaanya ada hal-hal yang dianggap
kurang, kemudian dia menyalahkan kita yang memberikan amanah itu kan kembali lagi kepada kita, kita
yang disalahkan.
Kemudian yang kedua, akan terjadi pembenaran nantinya bahwa KPU itu sesungguhnya tidak
bisa melaksanakan penyelenggara Pilkada karena bukan rezim pemilu. Ini jangan sampai muncul lagi
seperti itu, terjadi lagi perdebatan. Saya hanya melihat disini bahwa kita menginginkan sebuah hasil
yang sangat berkualitas, kalau hasilnya yang sangat berkualitas tentu kita juha meminimalis persoalan-
persoalan yang muncul di lapangan. Ini juga perlu kita perhatikan, kita kan berbicara pada persoalan
bagaimana mengefisienkan anggaran, saya kira bukan itu saja, bagaimana meminimalis suatu konflik-
konflik yang terjadi di lapangan, ini kan ada persoalan muncul disitu, itu adalah non materi dan materi.
Ni=on materi ini sesungguhnya yang lebih besar, nah bagaimana supaya ini kita bisa minimalis ya tentu
adalah kita betul-betul memberikan sebuah kesiapan kepada penyelenggaranya itu. Sebenarnya itu ada
di sampaikan tadi oleh PKB Pak Malik, juga sudah disimulasikan tadi yang itu bulan Februari nah ini. Ini
jangan sampai nanti muncul saling salah menyalahkan, ya kita ini kan pembuat undang-undang, kita
juga tidak mau disalahkan bahwa itu yang membuat pertama kali undang-undang itu ya rezimnya Pak
Amran, rezimnya Pak Lutfhi, rezimnya Pak Jazuli, kita juga tidak mau seperti itu.
Tapi kalau umpamanya kita sudah berikan dia mengatakan bahwa kami paling sangat siap
pada 2016 ternyata di tidak mampu berarti ada sesuatu. Saya kira begitu saja pimpinan.
KETUA RAPAT:
Silakan.
Terima kasih Ketua. Tidak karena Pak Malik mau ninggalin kita, Pak Menteri dan Bapak-bapak
sekalian, saya coba juga meng exercise kalau 5 tahun dibagi tiga maka hasilnya 15, 17, 18, kemudian
di tahun berikutnya masa jabatan akan berakhir pada tahun 2020, 2022, 2023. Tarik kebelakang lagi
karena itu berbeda dengan Pak Malik, Pak Ketua sampaikan kalau begitu yang logig sampai kemudian
serentak nasionai itu tahun berapa? Disitu akan ada negisiasi tahun antara 2020, 2022, 2023, itu
negisiasi lagi disitu. Oleh karena itu nanti untuk 2027 itu adalah atau 2026 lah yang 2025 itu adalah
perpanjangan satu tahun, kemudian yang 2022, 2027 pas sedangkan yang 2023, 2028 itu berkurang
satu tahun. Jadi disana kemudian serentak nasional terjadi.
Jadi menurut saya ketua, gelombang dalam 5 tahun ada gelombang besar dalam tiga
gelombang besar itu, karena itu kemudian mengalir dari Pak Malik tadi 2015 itu bisa dilakukan terhadap
35
204 plus ada berapa ini? Ada 227 Pak Cahyo, kalau 2016 itu ada 100 Pilkada, semester 1 ada 68,
maka 204 tambah 68 jadi 272.
Kemudian di 2017 itu ada 136, kemudian di 2018 itu 133, jadi soal angka soal nantilah, tapi yang jelas
pendekatan globalnya seperti itu, sehingga di gelombang kedua nanti, itu bisa ditengahnya Pak Cahyo,
di 2022 barangkali. Ada dua di 2022 atau 2024 kemudian ujungnya di 2027 sehingga kalau Pak Malik
tadi 2022 belum cukup pak, kurang panjang, jadi untuk kali ini memang yang panjang Pak Ketua benar
dari pada yang pendek.
Terima kasih.
Bukan ini soal pilihan, Pak Malik milih yang pendek, Pak Ketua milih yang panjang.
KETUA RAPAT:
Pesertanya?
Pesertanya dulu.
36
KETUA RAPAT:
Yang 2015 yang habis masa jabatan 2015 ditambah semester perrtama 2016 ikut, semester
kedua 2016 ikut Februari sama dengan konsep ini, itu saja tadi yang diminta oleh Saudara Menteri.
Dengan catatan bahwa KPU nya harus memang siap, jadi Desember.
Kira-kira bagaimana?
Pak Ketua kalau itu disepakati mungkin PAN akan memberikan catatan-catatan.
KETUA RAPAT:
MENDAGRI:
Pimpinan, secara prinsip setuju, yang semester pertama 2016 ditarik ke 2015,
(suara tidak jelas).
KETUA RAPAT:
Harus saya kira siap, nanti kalau dikasih variabel kita agak repot.
Pak ketua, ini kalau ada kasus seperti ini Pak Menteri ini menjadi preseden berikutnya Pak
ketua. Jadi makanya Fraksi PAN itu mungkin akan memberikan catatan-catatan.
Pak Ketua, mungkin kalau yang dimaksud Pak Menteri itu takut ada yang tidak siap tetapi
menurut saya sekali kita mengambil keputusan jangan dikasih ruang, jangan dikasih pilihan pak, karena
kalau kita bicara tidak siap mesti 2015 mesti tidak siap lagi karena lebih cepat dia, karena ada dia di
waktu tenggang 5, 6 bulan harusnya lebih siap lagi, harusnya.
Karena itu saya melihat jangan dikasih catatan, dengan catatan KPU siap umpamanya. Karena
kemarin malam KPU ditempat ini mengatakan kami sebagai penyelenggara kalau diperintahkan oleh
Undang-undang kami akan siap, meskipun dia bilang kalau 2016 lebih siap, artinya kita hormati kalimat
siapnya itu sudah. Jadi jangan kita pilih yang lebih siapnya. Jadi kita putuskan saja menurut saya yang
tema ini, seperti yang tadi sudah digambarkan Pak Ketua KPU harus siap karena sesungguhnya
Pilkada ini kan juga KPU daerah yang melaksanakannya pak, bukan KPU pusat ..........memberikan
bimbingan dari sisi regulasi gitu loh pak. Kalau Pilpres sama Pileg itu kan centralistik, semua logistik
apa segala macamnya. Tapi pemilukada ini kan masing-masing daerah ada, yang melaksanakannya
KPUD-KPUD itu mestinya terdistribusi, tugas itu mestinya lebih siap lagi.
Terima kasih pak.
Jadi begini boleh sedikit, begini Pak Menteri sebetulnya konsep kita 2016 dan seterusnya ini
ada terkait dengan APBD juga Pak Menteri. Jadi dia ada terkait APBD. Yang menganggarkan di 2015
37
adalah yang jatuh temponya di 2015, jadi kalau saya Bupati Lebak yang jatuh di 2016 hampir pasti tidak
menganggarkan Pilkada di 2015. Ada 67 kabupaten yang kalau kita tarik Desember 2015 yang jatuhnya
di 2016 tidak punya anggaran begitu Pak Menteri.
Jadi itulah sebabnya kami mengambil solusi, awalnya ini ya Pak Menteri ya, silakan kalau mau
berubah, kenapa tetap di 2016 Februari supaya juga memberi kesempatan bagi daerah yang belum
menganggarkan, bisa menganggarkan dan memang rencananya dianggarkan di 2016. Ada 67 di
semester pertama ini anggarannya sudah pasti tidak ada di 2015 pak Menteri, saya tidak ada masalah
kalau dimajukan bulan Desember yang 67 itu ditarik, tapi hampir pasti dia tidak siap dengan anggaran
di 2015, itu masalahnya. Jadi kalau kita boleh agak mengkerucut 2017, 2018, sudah sepakat, tinggal
Desember 2015 atau Februari 2016.
Tadi kan berbagai alasan sudah kita diskusikan, tapi saya baru sadar juga kalau dimajukan
Desember Pilkada yang 67 daerah anggarannya pasti tidak siap. Kemudian Pak Menteri kalau tadi
solusi yang kami tawarkan serahkan pada kesiapan saya tidak ngerti, saya kira sulit di undang-undang
kalau dikembalikan pada kesiapan akhirnta nanti kepala daerah dihitung-hitung untungan mana bagi
dia, untungan dimajukan atau lebih untung di mundurkan kan begitu, kalau di break pilihan. Saya kita
kita harus putuskan saja apakah Desember 2015 resikonya sudah kita tahu, atau 2016 Februari, kalau
resiko yang pasti 2015 adalah yang pertama kesiapan KPU yang menyatakan lebih siap 2016 bahkan
April, resiko yang kedua ketidak siapan anggaran.
Terima kasih.
Pak Ketua saya mungkin kasih catatan yang anggaran ya pak ya? Sekarang ini di pusat saja
baru diselesaikan APBN P tahun 2015, maka daerah akan menyusul APBD perubahannya lagi setelah
ini, nah kalau undang-undang ini di akhir masa sidang kita ini kita sahkan, mereka punya ruang untuk
perubahan APBD nya, sehingga dia bisa lakukan itu, karena dipusat saja tahun 2015 ini baru semalam
kita sahkan, jadi ada ruang pak, menurut saya tidak ada kesulitan kalau dari segi anggaran pak, itu dia
akan melakukan anggaran perubahan, karena konsekwensi APBN P kita ini, juga akan melakukan
perubahan di daerah itu otomatis, kalau otang Bali bilang Othomathis begitu pak.
Jadi saya kira tidak ada masalah, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Kita minta tanggapan dari pemerintah karena kalau 2015 dia sudah harus ada anggarannya di
2015 karena tahapannya sudah mulai, mulai misalnya bulan Juni tahun ini sudah mulai, jadi ya antara
Rapat bulan ini yang akan mengikuti kalau di undang-undang ini, mengikuti 2015, harus ada APBD
Perubahan, gitu jadi kita minta tanggapan pemerintah.
SEKJEN KEMENDAGRI:
Pak kan ada instruksi dari Mendagri, baik melalui paparan sehingga ke bawas ada dasar
hukum bagi kabupaten kota untuk siap dari Dirjen ...(suara tidak jelas).
KETUA RAPAT:
PDIP.
38
F-PDIP (TAGORE ABU BAKAR):
Menguatkan saja Pimpinan, jadi pengalaman kami apalagi ada dasar seperti ini yang begitu
kuat, dasar tidak kuatpun kami minta kepada DPRK waktu itu mendahului anggaran untuk kepentingan
ini disetujui langsung bisa dipakai, pada APBD Perubahan ini di selesaikan, dirubah dia.
Jadi kalau menurut hemat kami bahwa persoalan anggaran itu tidak ada masalah, kalau
anggaran ini, khusus anggaran, kalau kesiapan dari pemerintah, pemerintah sudah menyatakan siap,
kalau seperti KPU tentu harus siap karena dia badan penyelenggara yang sudah berpengalaman, jadi
tidak ada kesulitan, apalagi sudah ada Undang-undang, tidak ada Undang-undangpun itu sudah bisa
kami lakukan di daerah, apalagi ada Undang-undang.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Nah pak Menteri kita sepakat ini, oke Desember 2015 gelombang pertama pesertanya adalah
seluruhnya yang 2015 habis masa jabatan, semester satu 2016 kebawah, ini sekaligus saha diketok,
semester ke dua 2016 ke Februari 2017, baru 2018 bulan Juni.
Setuju ya?
Pesertanya yang 2017 Februari adalah semester akhir atau kedua 2016 dan 2017 penuh, total.
Yang 2018 habis masa jabatan sama 2019.
Oke setuju?
(RAPAT : SETUJU)
KETUA RAPAT:
Pimpinan, Pimpinan, sebentar-sebentar dulu untuk serentak nasional ini. Itu kan serentak
nasionalnya belum, sekarang serentak nasionalnya.
KETUA RAPAT:
(RAPAT : SETUJU)
ini tidak lagi mau kita diskusikan, 2022, 2021, ya saya lihat cerah sekali mukanya Pak Fandi
dari Partai Demokrat, jadi Pak Malik juga yang setengah jam ini bagaimana? Soal penyelesaian
pasangan atau paket, satu atau lebih, tadi kita katakan yang satu perlu kita gilir satu-satu lagi yang sisa
bertahan tadi adalah Gerindra, PKB, Demokrat, PAN, PKS, Golkar sudah setuju. Apa diputar lagi
39
semua biar tuntas ini? Jadi yang keberatan saja, jadi Partai Golkar dan PDIP sudah cocok, tidak usah.
Pak Amran dulu.
Terima kasih Pak ketua, tadi kita sudah diberikan kesempatan tadi untuk berkonsultasi kepada
Pimpinan, intinya ini amanah juga karena kita ditempatkan di sini untuk mengikuti pembahasan revisi
Undang-undang ini. Kami tetap pada paket dipilih secara paket dan itu dua bukan satu tetapi dua, mulai
dari tingkat I sampai tingkat II.
Kira-kira begitu Pimpinan.
KETUA RAPAT:
PKS.
Pak Ketua, Pak Menteri dan teman-teman, semenjak rapat ini dibuka kita bucaranya pasangan
tadi pagi itu, jadi kita bicara pasangan ini sudah cukup lama sekali pak, memang mencari pasangan itu
perlu lama rupanya. Tadi Profesor dari pagi sudah berargumentasi, saya juga kasih argumentasi
tentang konstitusi, saya dengan pemerintah sudah mau terima dengan pasangan, Fraksi PKS
mengapresiasi kemajuan pemerintah itu sesungguhnya PKS juga setuju dengan secara proporsional
lebih dari satu, dua, tiga, macem orang berkeluarga saja.
Tetapi demi waktu dan menghormati kemajuan pemerintah, menghormati beberapa teman,
PKS setuju dengan satu pasangan.
KETUA RAPAT:
Ya PKB punya kaidah Fiqih, Mallayudrok rukuluh layudrok rukuluh jadi kalau tidak dapat semua
ya dapat separuhnya juga tidak apa-apa.
Jadi kesimpulannya setelah saya berkonsultasi dengan pimpinan, PKB setuju satu paket
dengan satu wakil dengan catatan kita coba diskusikan, kita coba rumuskan, kita coba formulakan, kira-
kira menentukan calon wakilnya seperti apa? Sekali lagi pikiran kita, antisipasi kita adalah untuk
mengantisipasi kemungkinan politik disharmoni itu. kalau kemudian kita gagal untuk memberikan
rumusan baru tentang mekanisme calon, dan kemudian nanti tetap saja disharmoni berarti tidak ada
perkembangan kita ini, berbusa-busa mulai tahun ketahun tidak ada perkembangan.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Tepuk tangan juga, setuju pasangan yang disarankan tadi nanti untuk harmonisasi Panja
Undang-Undang Pemda dipertegas, dari pada itu lain lagi soalnya nanti di perumusan Undang-undang
Pemda.
40
Itu Pak Ketua, sebelum pindah ke yang lain catatan PKS dari pagi sumber konflik itu karena
kewenangan dan pembagiannya antara Kepala Daerah dengan Wakilnya itu tidak jelas. Jadi untuk
menghindari konflik itu ikut catatan juga seperti PKB, untuk menghindari konflik antara wakil dan kepala
daerahnya itu PKS memberikan catatan harus ada secara explisit pembagian tugas antara bupati dan
wakilnya, gubernur dan wakilnya, atau kepala daerah dan wakilnya, supaya tidak ada konflik. Itu saja
pak.
KETUA RAPAT:
Baik, jadi nanti di Undang-undang Pemda, kita tegaskan, di Undang-undang Pemda yang
Perpu Nomor 2 ini, di situ yang kita sepakat. Berikutnya Partai Demokrat.
Terima kasih pimpinan, Pak Mendagri saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan
atas prinsip continuity yang bapak sampaikan dan tentu nanti akan kami laporkan ke beliau, sayangnya
scedule itu bukan consening yang berkaitan dengan sepuluh perbaikan. Sepuluh perbaikan yang kita
harapkan dari dengan diterbitkannya Perpu itu justru pasangan atau tidak pasangan itu merupakan
salah satu point penting yang merupakan jalan keluar yang kita ambil untuk melakukan perbaikan
terhadap praktek pilkada kita selama ini.
Standing Demokrat saya kira mendukung pemerintah untuk alternatif satu, yaitu kembali ke
seperti pada Perpu, tetapi jika pada akhirnya pemerintah memilih pasangan artinya kalau saya lihat dari
PDI samopai ke belakang cenderung ke pasangan, kalau pemerintah cenderung ke pasangan, kami
titipkan satu hal yang mesti diatur dalam undang-undang, itu menyangkut mekanisme pencalonan
wakil, bagaimana caranya supaya partai atau koalisi partai itu mencalonkan, mendaftarkan ke KPU
hanya bupati, walikota dan gubernur. Kemudian KPU memberikan jeda waktu kepada calon yang
didaftarkan untuk memilih wakilnya sendiri dan kemudian dia mendaftarkan wakilnya itu ke KPU
sebagai pasangannya. Jika itu bisa diambil sebagai jalan keluar maka meskipun toh dia berpasangan
itu adalah pilihan yang tidak terpaksa dari calon gubernur, calon bupati, dan calon walikota.
Yang kedua bagaimana supaya mekanisme kerja itu bisa diatur dengan baik di dalam undang-
undang maupun di dalam PP nya nanti. Saya kira begitu terima kasih.
KETUA RAPAT:
Wa’alaikum Sallam. Sekarang hampir sama saja, jadi nanti kalau mau mencalonkan Partai
Politik dan gabungan Partai Politik ya diatur oleh Partai Politik lah megatur pasangan itu, dan untuk
bebannya juga nanti diatur di baban tugas di Undang-undang Pemda.
Silakan partai Gerindra, apa langsung.
Ya langsung, ijin. Jadi Pak Menteri sampai tadi itu kami itu memang untuk kabupaten kota itu
paket, wakilnya satu. Untuk provinsi itu kan tadi cuma ada 5 provinsi yang wakilnya bisa dua, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jakarta dan Sumut. Kami berkonsultasi dengan pimpinan di partai
memberi kesempatan kepada kami disini untuk memutuskan dan kami memutuskan mengikuti
kesepakatan bersama yang ada di sini, jadi kalau Pak Menterinya terlalu baik susah kita ini
membantah-bantah, ini argumentasinya tidak keluar Pak Menteri.
Terima kasih Pak Menteri.
41
KETUA RAPAT:
Hanura sudah oke, berpasangan itu, gak perlu lagi, saya kira sudah semua. Nasdem sudah
dari awal kan?
KETUA RAPAT:
Saya kira kalau sudah yang pakai kopiyah disebelah kiri saya ini menyatakan hati yang
memutuskan.
Saya kira kita setuju tentang hal ini ya?
Tentang pasangan?
(RAPAT : SETUJU)
Baik selesai bonggol, istilah bonggol ini kita Pak Menteri adah grupnya semua sudah detail
sekali kita bicarakan, oleh karenanya saya kira selesai perbincangan dengan catatan-catatan tadi perlu
kita sinkronisasi dan rumuskan.
Oleh karenanya nanti malam mulai 2 Panja ini merumuskan, jadi sudah tim perumus dari
masing-masing Fraksi, dari Tim tenaga ahli, dari pemerintah dan tenaga ahli dari DPR RI untuk
melakukan di dua tempat langsung menyerasikan secara keseluruhan. Mudah-mudahan jangan ada
pasal yang satu bertentangan dengan pasal yang lain. Sama saja dengan ada usulan KPU yang
menyatakan Pasal 6 bulan sebelum DPRD harus memberitahukan. Jadi ada format DPRD yang
memilih dimasukkan juga Perpu itu, jadi jangan sampai nanti begitu undang-undang yang kita bahas,
harus betul betul dan diharapkan selesai nanti, ini juga termasuk jabatan yang kosong tadi adalah
karena dia satu wakilnya ya otomatis harus yang bersangkutan naik. Kita juga sudah clearlah, tidak
lewat DPRD, pola lama.
Ya saya kita pukul rata sajalah.
Yang lama bagaimana?
KETUA RAPAT:
Ya ikuti ketentuan yang lama saja protap, sama dengan Plt yang kita bahas tadi malam Prof.,
Plt juga sudah kita bahas tadi malam, kita kan mengajukan dari Sekda, begitu DPR dengan
42
pertimbangan begini didiskusikan DPR ya sudah rela bagaimana pendapat pemerintah juga diserahkan
kembali, akhirnya juga kita setujui.
Jadi memang saling mengisi, rapat kita diskors dan sampai nanti Tim perumus yang dari Fraksi
jika mau ikut berperan, tapi apa perlu kita amanatkan saja dengan tim dari kita, dan juga tim dari
pemerintah untuk merumuskan secara lengkap, kita percayakan itu, dan TA kita juga, baru pada sore
hari ini, hari Senin jam 10.00 WIB sudah laporan Panja, sekaligus pandangan mini Pemerintah,
Pandangan mini fraksi-fraksi, pada hari Senin.
Ketua saya mengingatkan saja, secara tehnis bisa dilakukan oleh para tenaga ahli, tetapi
secara formil tetap harus dibahas oleh Timus, Timsin.
Jadi tidak bisa langsung Kamis masuk Panja pak.
KETUA RAPAT:
Jadi oleh karena itu saya kira, kalau Timus sama Timsin dan TA malam ini kerja, atau hari ini
harus kita bahas juga kalau begitu? Jadi malam ini kita bekerja dan membahas nanti ketemu jam 10
malam jangan tanggung. Jadi kalau Pak Menteri mengatakan jadi biar minggu besuk sudah aman, jadi
rapat juga kita malam ini.
Dan anu ketua kalau rapatnya itu diumumkan jelas, yang jelas begitu loh. Seperti kemarin itu
kita diayun-ayun hampir 7 jam tidak jelas, mau ada rapat atau tidak?
KETUA RAPAT:
Itu Paripurna.
Ya artinya diumumkan, bukan karena paripurna, kita tahu pada saat rapat Paripurna, rapat
yang lain tidak boleh, tetapi juga harus ada kepastian, karena undangan dan jadwal kita sejak mulai jam
dua itu. rencananya kan jam dua siang kita rapat, kan tidak ada kepastian dari pimpinan untuk
memberikan tahu kepada kita, sekretariatnya juga diam saja, supaya tidak terulang kembali.
KETUA RAPAT:
Sekretariat tidak menyampaikan penundaan Paripurna tertunda, jadi Pak Arif Wibowo
menginginkan itu sekretariat untuk memberitahu, karena memang waktu paripurna kemarin, tidak ada
persidangan Panja akhirnya setelah paripurna selesai baru, resmi Panja malakukan rapat.
Oleh karenanya saya kira Timus dan Timsin jam 19.00 mulai. Jam 22.00 WIB kita nanti
membahas hasil rumusan disini. Jam 10 malam hasil rumusan dari pada perumus dan Timsin sekaligus
berjalan di dua itu.
Setuju ya jam 22.00 Wib?
(RAPAT : SETUJU)
43
Dengan demikian kita skors sampai jam 7 malam untuk langsung kedua Tim ini. Terima kasih.
Ttd.
H. Mustafa Kamal, S. S
A-91
44
1
RISALAH RESMI
Didampingi:
1. Drs. Setya Novanto, Ak.
(Ketua DPR RI/F-PG)
2. Dr. Agus Hermanto
(Wakil Ketua DPR RI Bidang Inbang/F-PD)
3. Dr. Ir. H. Taufik kurniawan, M.M.
(Wakil Ketua DPR RI Bidang Ekku/F-PAN)
4. Fahri Hamzah, S.E.
(Wakil Ketua DPR RI Bidang Inbang/F-PKS)
HERMAN HERRY
70. 215
(NTT II)
LASARUS, S.Sos., M.Si.
71. 217
(Kalbar)
Ir. G. MICHAEL JENO, M.M.
72. 218
(Kalbar)
ASDY NARANG, S.H., M.Comm., LAW.
73. 219
(Kalteng)
Dr. Ir. WILLY M. YOSEPH, M.M.
74. 220
(Kalteng)
H. ADRIANSYAH
75. 221
(Kalsel II)
AWANG FERDIAN HIDAYAT, M.M.
76. 222
(Kaltim)
OLLY DONDOKAMBEY, S.E.
77. 223
(Sulut)
Ir. RENDY M. AFFANDY LAMADJIDO
78. 225
(Sulteng)
ANDI RIDWAN WITTIRI, S.H.
79. 226
(Sulsel I)
Drs. SAMSU NIANG, M.Pd.
80. 227
(Sulsel II)
MERCY CHRIESTY BARENDT, S.T.
81. 228
(Maluku)
IRINE YUSIANA ROBA PUTRI, S.Sos., M.Comn & Media S.T.
82. 229
(Maluku Utara)
KOMARUDIN WATUBUN, S.H., M.H.
83. 230
(Papua)
TONY WARDOYO
84. 231
(Papua)
JIMMY DEMIANUS IJIE
85. 232
(Papua Barat)
Jumlah kehadiran dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 85 dari 109
orang Anggota
TABRANI MAAMUN
6. 241
(Riau I)
Ir. H.M IDRIS LAENA
7. 242
(Riau II)
Hj. SANIATUL LATIVA
8. 243
(Jambi)
DODI REZA ALEX NOERDIN
9. 244
(Sumsel I)
Drs. H. KAHAR MUZAKIR
10. 245
(Sumsel I)
BOBBY ADHITYO RIZALDI, S.E.Ak., M.B.A., C.F.E.
11. 246
(Sumsel II)
DWIE AROEM HADIATIE
12. 247
(Lampung I)
Dr. M. AZIS SYAMSUDDIN
13. 248
(Lampung II)
Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si.
14. 249
(Bangka Belitung)
BAMBANG WIYOGO, S.E.
15. 250
(DKI Jakarta I)
TANTOWI YAHYA
16. 252
(DKI Jakarta III)
Dra. POPONG OTJE DJUNDJUNAN
17. 253
(Jabar I)
Ir. H. LILI ASDJUDIREDJA, S.E., Ph.D.
18. 255
(Jabar II)
Dr. H. DEDING ISHAK, S.H., M.M.
19. 256
(Jabar III)
Hj. DEWI ASMARA, S.H., M.H.
20. 258
(Jabar IV)
Ir. H. AIRLANGGA HARTARTO, M.M.T., M.B.A.
21. 259
(Jabar V)
ICHSAN FIRDAUS
22. 260
(Jabar V)
Dra. WENNY HARYANTO, S.H.
23. 261
(Jabar VI)
Dr. H. ADE KOMARUDIN, M.H.
24. 262
(Jabar VII)
Drs. H. DADANG S MUCHTAR
25. 263
(Jabar VII)
DAVE AKBARSHAH FIKARNO LAKSONO, M.E.
26. 264
(Jabar VIII)
H. DANIEL MUTAQIEN SYAFIUDDIN, S.T.
27. 265
(Jabar VIII)
Drs. H. ELDIE SUWANDIE
28. 266
(Jabar IX)
H. FERDIANSYAH, S.E., M.M.
29. (Jabar XI) 268
9
BUDI YOUYASTRI
15. 476
(Jabar X)
HAERUDIN, S.Ag., M.H.
16. 477
(Jabar XI)
YAYUK BASUKI
17. 478
(Jateng I)
Hj. LAILA ISTIANA DS, S.E.
18. 479
(Jateng IV)
MOHAMMAD HATTA
19. 480
(Jateng V)
Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, M.T.
20. 481
(Jateng VI)
Ir. TAUFIK KURNIAWAN, M.M.
21. 482
(Jateng VII)
AMMY AMALIA FATMA SURYA, S.H., M.Kn.
22. 483
(Jateng VIII)
ANDRIYANTO JOHAN SYAH
23. 485
(Jateng X)
H. A. HANAFI RAIS, SIP., M.P.P.
24. 486
(DIY)
H. SUNGKONO
25. 487
(Jatim I)
H. TOTOK DARYANTO, S.E.
26. 489
(Jatim V)
Ir. A. RISKI SADIG
27. 490
(Jatim VI)
EKO HENDRO PURNOMO, S.Sos.
28. 491
(Jatim VIII)
Drs. H. KUSWIYANTO, M.Si.
29. 492
(Jatim IX)
H. YANDRI SUSANTO
30. 494
(Banten II)
M. ALI TAHER PARASONG
31. 495
(Banten III)
H. MUHAMMAD SYAFRUDIN, S.T., M.M.
32. 496
(NTB)
H. SYAHRULAN PUA SAWA
33. 497
(NTT I)
H. SUKIMAN, S.PD., M.M.
34. 498
(Kalbar)
Dra. YASTI SOEPREDJO MOKOAGOW
35. 500
(Sulut)
INDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M.
36. 501
(Sulsel I)
IR. H. ANDI TAUFAN TIRO
37. 502
(Sulsel II)
AMRAN, S.E.
38. (Sulsel III) 503
17
H. REFRIZAL
5. 89
(Sumbar II)
H. MUSTAFA KAMAL, S.S.
6. 91
(Sumsel I)
Drs. H. MOHD. IQBAL ROMZI
7. 92
(Sumsel II)
Drs. AL MUZZAMMIL YUSUF, M.Si.
8. 93
(Lampung I)
K.H. Ir. ABDUL HAKIM, M.M.
9. 94
(Lampung II)
H. AHMAD ZAINUDDIN, Lc.
10. 95
(DKI Jakarta I)
H. MA’MUR HASANUDDIN, M.A.
11. 99
(Jabar II)
H. ECKY AWAL MUCHARAM, S.E.Ak.
12. 100
(Jabar III)
Ir. H. YUDI WIDIANA ADIA, M.Si.
13. 101
(Jabar IV)
H. TB. SOENMANDJAJA
14. 102
(Jabar V)
H. MAHFUDZ ABDURRAHMAN, S.Sos.
15. 103
(Jabar VI)
Dr. H. SA'DUDDIN, M.M.
16. 104
(Jabar VII)
Drs. MAHFUDZ SIDDIQ, M.Si.
17. 105
(Jabar VIII)
H. NURHASAN ZAIDI
18. 106
(Jabar IX)
Dr. K.H. SURAHMAN HIDAYAT, M.A.
19. 107
(Jabar X)
Dr. MOHAMAD SOHIBUL IMAN
20. 108
(Jabar XI)
Dr. H.M. GAMARI SOETRISNO
21. 109
(Jateng III)
Drs. H. HAMID NOOR YASIN, M.M.
22. 110
(Jateng IV)
H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI, S.E., M.Si., Akt.
23. 111
(Jateng V)
Ir. H. SIGIT SOSIANTOMO
24. 114
(Jatim I)
H. ROFI MUNAWAR, Lc.
25. 115
(Jatim VII)
H. JAZULI JUWAINI, Lc., M.A.
26. 117
(Banteng III)
H. FAHRI HAMZAH, S.E.
27. 118
(NTB)
H. ABOE BAKAR AL-HABSYI, S.E.
28. (Kalsel I) 119
20
Yang terhormat Saudara Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia beserta
jajarannya.
Yang terhormat Saudara Menteri Pertahanan Republik Indonesia beserta
jajarannya.
Yang terhormat para Anggota DPR RI,
Hadirin sekalian yang berbahagia.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT,
Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNYA kepada kita
semua untuk mengikuti Rapat Paripurna pada hari ini dalam keadaan sehat wal afiat
untuk melaksanakan tugas konstitusional kita.
Menurut catatan dari Sekretariat Jenderal DPR RI, daftar hadir pada
permulaan Rapat Paripurna DPR RI hari ini telah ditandatangani oleh 310 orang
Anggota dengan perincian sebagai berikut :
Terima kasih.
Hadirin dipersilakan duduk kembali.
25
Kami tanyakan kepada Sidang Dewan yang terhormat apakah acara rapat
tersebut dapat disetujui?
(RAPAT : SETUJU)
Terima kasih.
Perlu kami beritahukan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 171 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014,
Pembicaraan Tingkat II merupakan pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna
26
dengan kegiatan penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi,
pendapat mini DPD, dan hasil Pembicaraan Tingkat I/Pernyataan Persetujuan atau
Penolakan dari tiap-tiap Fraksi dan Anggota secara lisan yang diminta oleh Pimpinan
Rapat Paripurna dan Pendapat Akhir Presiden yang disampaikan oleh Menteri yang
mewakilinya.
Berkenaan dengan hal tersebut, kami persilakan kepada Pimpinan Komisi II
DPR RI, yang terhormat Saudara Rambe Kamarul Zaman untuk menyampaikan
laporannya.
Kami persilakan.
Bismillahhirrohmannirrohim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
paket dengan wakil lebih dari satu, dua atau tiga namun demikian melalu musyawarah
mufakat kami menyepakati bahwa pengajuan dilakukan secara berpasangan atau
seperti yang selama ini terjadi.
Dua, tentang uji publik atau sosialisasi, Komisi II dan Pemerintah
menyepakati bahwa proses ini dihapus dengan alasan bahwa proses tersebut telah
menjadi domain atau kewajiban partai politik dan gabungan partai politik yang
mengusung pasangan calon tersebut termasuk calon perseorangan yang juga harus
melakukan proses sosialisasi kepada masyarakat. Hal ini dengan mengingat bahwa
partai politik atau gabungan partai politik yang mengusung pasangan calon tersebut,
termasuk calon perseorangan yang juga harus melakukan proses sosialisasi kepada
masyarakat. Hal ini dengan mengingat bahwa partai politik atau gabungan partai politik
adalah institusi yang memiliki fungsi melakukan seleksi atau rekrutmen calon pemimpin
untuk ditawarkan kepada masyarakat, sehingga harus menjadi perhatian bagi partai
politik untuk senantiasa melakukan proses tersebut secara accountable dan
demokratis.
Tiga, tentang penguatan pendelegasian tugas KPU dan Bawaslu sebagai
penyelenggara pemilihan. Komisi II DPR RI dan Pemerintah menyepakati bahwa KPU
dan Bawaslu tetap sebagai penyelenggara pemilihan disertai adanya penguatan bahwa
kedua lembaga tersebut secara atributif diberikan tugas oleh undang-undang ini untuk
menegaskan bahwa pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota adalah rezim
Pemerintahan Daerah sebagaimana Pasal 18 Ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Yang keempat, tentang persyaratan. Komisi II DPR RI dan Pemerintah
menyepakati terhadap dua hal, yaitu tentang usia dan pendidikan pasangan calon
terkait usia. Komisi II DPR RI menyepakati tetap menggunakan syarat yang ditentukan
dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2014, yaitu minimal 30 tahun untuk calon Gubernur atau
Wakil Gubernur dan minimal 2 tahun untuk calon Bupati, Wakil Bupati serta calon
Walikota dan Wakil Walikota. Sementara syarat pendidikan, Komisi II DPR RI dan
Pemerintah juga menyepakati bahwa tetap seperti yang diatur dalam Perpu, yaitu
minimal SLTA atau sederajat.
Yang kelima, tentang syarat dukungan bagi calon perseorangan. Komisi II
DPR RI dan Pemerintah menyepakati ditingkatkan sebesar 3,5% dari jumlah penduduk,
sehingga kisarannya adalah antara 6,5% sampai 10% dengan alasan utama, yakni
harus disesuaikan dengan syarat dukungan bagi calon yang diusulkan partai politik atau
gabungan partai politik, yaitu minimal sebesar 20% kursi di DPRD atau 25% perolehan
suara pada saat Pemilu. Selain itu, terkait dengan substansi lain tentang penetuan
pemenang ditentukan oleh suara terbanyak, maka peningkatan syarat dukungan bagi
calon perseorangan ini menjadi relevan agar setiap calon sudah memiliki dasar
legitimasi yang cukup melalui dukungan tersebut.
Yang keenam, tentang ambang batas kemenangan bagi calon. Komisi II
DPR RI dan Pemerintah menyepakati bahwa kemenangan pasangan calon ditentukan
berdasarkan perolehan suara terbanyak. Salah satu tujuan yang hendak dicapai adalah
efisiensi baik dari sisi waktu maupun anggaran, selain itu dengan syarat dukungan baik
dari partai politik atau gabungan partai politik maupun perseorangan yang sudah
ditingkatkan, maka sesungguhnya para calon sudah memiliki dasar legitimasi yang
cukup. Dengan demikian, proses pemilihan menjadi lebih sederhana. Namun, jika
terjadi kondisi diperolehnya hasil yang sama antar calon, maka kemenangannya
ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara.
Ketujuh, tentang Pilkada Serentak. Komisi II DPR RI dan Pemerintah
berhasil menyepakati bahwa akan dilaksanakan Pilkada Serentak dalam beberapa
29
tahap yang dimulai Desember 2015. Dengan peserta yang masa jabatannya berakhir
tahun 2015 serta Januari sampai Juni 2016. Lalu tahap kedua dilakukan pada Februari
2017 dengan peserta yang masa jabatannya berakhir pada Juli sampai Desember 2016
dan berakhir masa jabatan 2017. Tahap ketiga dilaksanakan pada Juni 2018 dengan
peserta yang masa jabatannya berakhir pada 2018 dan 2019. Untuk selanjutnya akan
dilaksanakan pemilihan serentak nasional pada tahun 2027.
Yang kedelapan, tentang penjabat Kepala Daerah. Komisi II DPR RI dan
Pemerintah menyepakati bahwa akan diisi oleh penjabat sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, yaitu bagi
penjabat Gubernur diisi oleh pejabat tinggi madya dan penjabat Bupati, Walikota diisi
oleh pejabat tinggi pratama.
Sembilan, tentang tambahan syarat calon Kepala Daerah yang terkait
dengan syarat tidak pernah dipidana. Komisi II DPR RI dan Pemerintah bersepakat
bahwa rumusannya disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana
yang tercantum dalam rumusan Perpu.
Sepuluh, tentang penyelesaian perselisihan hasil pemilihan. Komisi II DPR
RI dan Pemerintah bersepakat bahwa sebelum terbentuknya badan peradilan khusus
yang menanganai, maka proses penyelesaiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
Adapun badan peradilan khusus tersebut harus terbentuk sebelum Pilkada Serantak
Nasional di tahun 2027.
Sebelas, tentang pendanaan Pilkada. Komisi II DPR RI dan Pemerintah
sepakat anggaran penyelenggaraan dibebankan kepada APBD serta dapat didukung
APBN. Selain dari substansi yang disebut dalam pengelompokan substansi di atas juga
berkembang hal-hal lain yang masih dalam lingkup RUU ini, seperti terkait teknis
pelaksanaan pemilihan yang dilaksanakan KPU secara hirarkis, yaitu jenjang
rekapitulsai yang tidak dilakukan oleh PPS, penyesuaian tentang penyusunan daftar
pemilih dan lain-lain, juga masukan dari Bawaslu yang terkait dengan peran Bawaslu itu
sendiri.
Terhadap substansi RUU Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, lebih
sebagai implikasi dari hasil pembahasan RUU Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-undang.
Penyesuaian pertama diawali dengan perubahan judul yang diubah menjadi
RUU Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah, alasannya karena materi yang diubah dalam Perpu Nomor 2
Tahun 2014 yang ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 hanya
terkait dengan satu pasal tentang kewenangan DPRD dalam memilih Kepala Daerah
yang dihapus, sehingga perubahan yang terjadi dalam RUU ini adalah terhadap
beberapa materi dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah akibat diubahnya beberapa materi dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2015 tersebut.
Adapun beberapa materi yang harus menyesuaikan dengan hasil
pembahasan RUU Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
adalah terkait dengan peran Wakil Kepala Daerah akibat diputuskannya bahwa
pemilihan Kepala Daerah diikuti oleh pasangan calon yang terdiri atas Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah. Dengan demikian, ada beberapa pasal yang harus
menyesuaikan dengan hasil tersebut. Selain itu juga RUU ini mencoba merumuskan
agar hubungan antara Kepala Daerah dan wakilnya berjalan harmonis hingga akhir
30
masa jabatan, sehingga diatur adanya kewajiban bagi Wakil Kepala Daerah
menandatangani fakta integritas serta melakukan tugasnya bersama Kepala Daerah
hingga masa jabatan.
Saudara Pimpinan, demikian laporan ini kami sampaikan untuk
memberikan gambaran betapa rancangan undang-undang ini telah mengalami
serangkaian proses pembahasan yang mandalam dan menyeluruh, meskipun dilakukan
dalam waktu yang terbatas. Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih dan
penghargaan kepada Saudara Menteri Dalam Negeri, dalam Rapat Panja berhari-hari
Menteri Dalam Negeri ikut secara terus menerus. Saudara Menteri Hukum dan HAM,
Saudara Menteri Keuangan beserta jajarannya yang bersama-sama Anggota Komisi II
DPR RI telah melakukan pembicaraan Tingkat I membahas dua rancangan undang-
undang ini secara mendalam dengan cermat, tekun, terbuka dan berlangsung dalam
suasana demokratis. Walaupun kami telah berusaha mencapai hasil yang maksimal,
tentu saja kami menyadari dan mengakui bahwa masih ada kekuarangan, kelemahan
atau kesalahan baik dalam proses pembahasan maupun hasil akhir yang dirumuskan.
Ucapan terima kasih yang juga kami sampaikan kepada rekan-rekan dari
media massa, baik cetak maupun elektronik yang telah mempublikasikan proses
pembahasan dua rancangan undang-undang ini serta kepada semua pihak yang telah
secara aktif ikut serta guna penyempurnaan rumusan materi dua rancangan undang-
undang ini. Apabila ada kesalahan baik dalam proses pembahasan maupun dalam
penyampaian laporan ini dengan kerendahan hati kami mohon untuk dimaafkan.
Selanjutnya perkenankanlah kami menyampaikan dua rancangan undang-
undang ini kepada Rapat Paripurna untuk diambil keputusannya dan selanjutnya
mendapatkan persetujuan bersama untuk disahkan menjadi undang-undang.
Terima kasih.
ttd
KETUA RAPAT:
persetujuan masing-masing per fraksi, yang pertama kami meminta persetujuan untuk
kedua RUU tersebut dari Fraksi PDI Perjuangan kami persilakan.
KETUA RAPAT:
Silakan.
KETUA RAPAT:
Silakan.
Kami meminta kepada Pemerintah agar serius menangani TKI yang masih
banyak terlantar. Jangan ada oknum-oknum yang membebani TKI kita dengan biaya
siluman, jangan biarkan TKI kita disiksa di luar negeri, itu yang pertama.
Yang kedua, kami meminta agar BPJS yang baru saja mendapatkan dana
talangan 5 triliun benar-benar menyalurkannya dengan tepat sasaran memperbaiki
layanan dan juga jangan ada pembayaran yang telat.
Yang ketiga, kami meminta kepada Pemerintah untuk serius menaikkan
anggaran kesehatan 5% sesuai dengan amanat undang-undang.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Silakan.
Baik, saya Willem Wandik dari Partai Demokrat, Nomor Anggota 456. Pada
kesempatan ini kami mohon izin, negara ini adalah begitu luas dan oleh sebab itu pada
32
kesempatan ini saya mau menggunakan hak saya untuk menyampaikan kepada kita
semua dan juga Pemerintah, kepada penyelenggara negara di pusat ini bahwa
Indonesia ini begitu luas dan tidak boleh penyelenggara negara di pusat ini lebih khusus
di Jakarta ini tidak boleh menentukan definisi sendiri, parameter sendiri, dan perlu
meninjau kembali, perlu melakukan diagnosa terhadap karakteristik yang ada di
Indonesia ini terkait dengan persoalan-persoalan regional.
Untuk itu saya mau tanya sejauhmana melakukan peninjauan kepada
seluruh daerah di Indonesia ini, karena tidak bisa kita menentukan sesuai dengan….
INTERUPSI/ANGGOTA:
INTERUPSI/ANGGOTA:
Pimpinan harus tegas Pimpinan, kita menanggapi dulu RUU Pilkada baru
diberikan kesempatan untuk yang lainnya.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Baik.
Bisa kita lanjutkan dulu pandangan dan persetujuan apakah setuju atau
tidak untuk kedua RUU tersebut, dari Fraksi PDI Perjuangan. Kami persilakan dulu dari
Fraksi PDI Perjuangan.
Setuju?
Terima kasih.
Jadi sudah dilaporkan, nama Sirmadji Nomor 199. Jadi tadi dari PDI
Perjuangan tadi juga sudah dilaporkan oleh Pak Ketua Dewan, Ketua Komisi bahwa
seluruh fraksi tanpa kecuali PDI Perjuangan telah sepakat untuk meneruskan hasil
33
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
INTERUPSI/SUPRIATNO:
Pimpinan,
Interupsi Pimpinan.
Pimpinan, Interupsi.
KETUA RAPAT:
Ya silakan.
INTERUPSI/SUPRIATNO:
Supriatno.
Saya kira Pimpinan karena semua fraksi sudah setuju, sebaiknya Pimpinan
sampaikan langsung ke floor saja. Kalau sudah setuju semua, langsung diketok semua
Pimpinan biar lebih cepat.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Baik.
Terima kasih Pandangan Fraksi Partai Golkar.
Selanjutnya kepada Fraksi Partai Gerindra dipersilakan.
KETUA RAPAT:
terobosan yang harusnya kita posisikan bagian dari penyelenggaraan Pilkada. Kalau
soal jadwal, saya kira bisa kita sepakati dan sepanjang tidak mengganggu jadwal dan
agenda dari Pilkada itu sendiri, kenapa lalu kita skeptis alergi terhadap uji publik ini
karena saya lihat, menurut saya ini sesuatu yang sangat beradab sekali dalam rangka
membangun demokrasi, masyarakat memang harus dilibatkan.
Demikian saya kira yang bisa saya sampaikan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik.
Terima kasih atas catatan dari Fraksi Partai Demokrat.
Berikutnya, Fraksi Partai Amanat Nasional.
KETUA RAPAT:
Wa’alaikumsalam.
Pimpinan,
Yang pertama, PKB ingin memberikan apresiasi tinggi kepada Pimpinan
Panja dan semua Anggota Panja terutama Anggota Komisi II yang berhasil dengan
sangat cepat menyelesaikan revisi Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 menjadi Draft
yang menurut saya jauh lebih baik ketimbang Draft RUU sebelumnya dan tentu saja
Draft yang ada dalam Perpu. Karena itu, PKB mengucapkan banyak terima kasih dan
mudah-mudahan ini bisa cepat dilaksanakan. Namun demikian Pimpinan, PKB ingin
memberikan catatan dan Alhamdulillah kita bersyukur kalau catatan ini kemudian
menjadi referensi, menjadi evaluasi dan perubahan dalam forum Paripurna yang mulia
ini. Yang pertama Pimpinan dan ini yang, pertama Pasal 201 Pimpinan tentang
peralihan. Pasal 201 itu berbicara tentang Peralihan. Disitu ada sekitar 10 ayat dan
beberapa ayat menurut kami perlu ditinjau ulang terutama Ayat (4), Ayat (5), Ayat (6),
dan Ayat (7). Sejak awal baik perdebatan di Panja maupun perdebatan di Komisi II,
PKB minta agar Pilkada serentak secara nasional itu dilakukan lebih cepat lebih baik.
PKB berharap bahwa serentak nasional itu tidak ditunda-tunda, apalagi kemudian
menunda sampai 10 tahun lebih. Kalau kita lihat di Pasal 201 terutama Ayat (7), maka
Pilkada serentak nasional itu dilakukan di Tahun 2007, kita butuh waktu sekitar 10
tahun lebih, kira-kira 12 tahun dari 2015 ini untuk bisa melakukan serentak nasional.
Padahal secara sejak awal kita sepakat bahwa serentak nasional itu untuk bukan hanya
efisiensi tetapi juga untuk sebagai upaya atau langkah untuk menertibkan kalender
politik kita karena 2,5 tahun sebelum dan sesudahnya ada Pilihan Presiden, Pilihan
Legislatif dan sebagainya itu.
Nah karena itu, dalam forum ini PKB tetap mengusulkan agar Pilkada
secara serentak nasional di Ayat (7) itu tidak di 2007 tetapi di 2022, Pimpinan. Jadi
pertama kita akan melakukan Pilkada serentak nasional di 2015 Desember, kemudian
di 2017 awal, kemudian di 2018 Juni dan akhirnya kita akan punya Pilkada serentak
nasional nanti di Tahun 2022. Kami mengusulkan kenapa di 2022, itu tadi. Yang
pertama, kita ingin agar kita punya Pilkada serentak nasional lebih cepat. Yang kedua
Pimpinan, bahwa Pilkada Tahun 2022 itu sama konsekuensinya dengan Pilkada Tahun
2027. Ada Pilkada yang lebih 1 tahun, yang pas 5 tahun, kemudian bisa mengurangi 1
37
tahun. Artinya apa? Kita sekali lagi mengusulkan dan mudah-mudahan ini bisa disetujui
oleh Forum Paripurna, bahwa kita bisa Pilkada serentak nasional sebetulnya di Tahun
2022 dan bukan di Tahun 2027.
Yang terakhir catatan PKB Pimpinan, apapun sikap teman-teman fraksi-
fraksi tentang catatan PKB, kita tetap setuju dan sepakat dengan perubahan atau revisi
Undang-Undang No. 1 Tahun 2015.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Baik.
Terima kasih atas catatannya dari Fraksi PKB.
Selanjutnya, dari Fraksi PKS.
Kami persilakan.
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Berikutnya Fraksi Partai Hanura kami persilakan.
Apa yang sudah dilaporkan oleh Ketua Komisi II itu sudah mewadahi
beberapa masukan kemudian perbincangan-perbincangan yang sempat kita
perdebatkan pada rapat-rapat sebelumnya. Oleh karena itu Fraksi Partai Hanura
menerima Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
menjadi Undang-Undang. Demikian juga kami menerima Rancangan Undang-Undang
Republik Indonesia tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang.
Demikian terima kasih.
KETUA RAPAT:
Interupsi Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Ya silakan.
40
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, ya silakan.
Pimpinan,
Sjachrani Mataja, 385.
Kita tadinya berharap bahwa undang-undang yang akan kita sahkan hari ini
tentang Pilkada itu banyak perubahan. Pengalaman kita, saya sendiri sebagai bupati
10 tahun berpasangan satu paket itu sangat menjadi masalah. Dua wakil yang bersama
saya itu selalu tidak cocok dan ini tidak hanya kepada daerah saya tapi juga kabupaten
lainnya. Mestinya tadi sesuai dengan Perppu itu, kita tunjuk gubernurnya, kemudian
bupatinya atau walikotanya baru dia menunjuk seperti yang terjadi sekarang seperti di
DKI ini. Saya kira ini sebagai renungan saja.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
itu dalam pembahasan ini RUU Pilkada ini, kami dari Fraksi Demokrat mendukung tapi
khususnya untuk Papua perlu ada pengecualian, perlu ada kajian lebih dalam, tidak
bisa disamakan dengan di luar Papua.
Sekian dan terima kasih.
KETUA RAPAT:
Saya kira kita tiba saatnya untuk mengambil suatu keputusan, apakah RUU
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan RUU tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dapat kita
sahkan untuk menjadi undang-undang?
(RAPAT : SETUJU)
Terima kasih.
Dengan demikian seluruh Fraksi dan Anggota Dewan menyetujui RUU
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan RUU tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah untuk disahkan
menjadi undang-undang.
Ada kesepakatan dengan yang terhormat Ketua Komisi II, Pak Rambe, apa
yang menjadi paparan tadi dalam tanggapan sambutan Pak Rambe hampir sama
dengan apa yang menjadi poin-poin catatan dari pendapat akhir Pemerintah. Kalau
saya bacakan semua akan menyita waktu cukup panjang, mohon izin, akan kami
sampaikan singkat poin-poin tapi pendapat akhir tertulis yang tebalnya hampir sama
yang dibacakan oleh yang terhormat Bapak Ketua Komisi II menjadi bagian yang tidak
terpisahkan.
2019 khususnya ada waktu yang cukup sehingga pelaksanaan Pilkada serentak tidak
2018 tetapi di Tahun 2017, termasuk yang 2020 tentunya proses Pileg dan Pilpres akan
berakhir 20 Oktober 2019, tidak memungkinkan waktu yang singkat buat penyelenggara
Pilkada, maka waktunya akan diagendakan pada setelah Tahun 2020. Yang disepakati
ini mudah-mudahan tidak akan ada perubahan lagi dari yang terhormat Anggota Dewan
terpilih pada Pemilu Tahun 2019 yang akan datang.
Yang terakhir, atas nama pemerintah menyampaikan penghargaan ucapan
terima kasih kepada Pimpinan yang juga ikut terjun berkonsultasi dengan MK dan MA.
Kemudian seluruh Anggota Komisi II, seluruh Pimpinan Fraksi yang telah bersama-
sama dalam waktu yang sesingkat-singkatnya ini mampu merumuskan beberapa revisi-
revisi perubahan dari Undang-Undang Nomor 1 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2015 untuk menyempurnakan agar pelaksanaan demokrasi melalui Pilkada langsung ini
dapat berjalan lebih baik.
Yang kedua, atas nama pemerintah menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Sekretariat Jenderal DPR, pada Sekretariat Komisi II yang sampai subuh
membantu penuh seluruh materi-materi penggandaan materi untuk menyukseskan
pembahasan revisi kedua undang-undang.
Yang ketiga, juga kami sampaikan kepada seluruh para pengamat KPU,
Bawaslu yang juga menyumbangkan pemikiran-pemikirannya termasuk khususnya
teman-teman pers yang meliput mengikuti mulai proses Panja sampai hari ini, sehingga
bisa menyampaikan kepada masyarakat apa-apa yang telah dibahas dengan seksama
oleh Anggota Dewan, Wakil DPD dan pemerintah.
Wabillaahittaufik walhidayah.
wassalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
(RAPAT: SETUJU)
Terima kasih.
Melalui forum ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia beserta seluruh jajarannya atas segala peran serta dan kerja sama yang
telah diberikan selama pembahasan rancangan undang-undang tersebut.
Perkenankan pula kami atas nama Pimpinan Dewan menyampaikan
penghargaan dan terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI serta
Sekretariat Jenderal DPR RI yang bersama-sama telah menyelesaikan rancangan
undang-undang tersebut dengan baik.
Mari kita lanjutkan acara kedua Rapat Paripurna hari ini yaitu laporan
Mahkamah Kehormatan Dewan terhadap Rancangan Peraturan DPR RI tentang Kode
Etik DPR RI dan Rancangan Peraturan DPR RI tentang Tata Cara Beracara Mahkamah
Kehormatan DPR RI, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan.
Untuk itu kami persilakan kepada Pimpinan Mahkamah Kehormatan DPR
RI, yang terhormat Saudara Dr. K.H. Surahman Hidayat, MA., untuk menyampaikan
laporannya.
Kami persilakan.
Bismillaahirrohmaanirrohiim.
1. Pasal 8 Ayat (5) tentang larangan bagi Anggota untuk merokok, makan
dan menonaktifkan, mengaktifkan nada dering selama rapat. Menurut
MKD pasal ini telah tercantum dalam Pasal 258 Peraturan Nomor 1
Tahun 2014 tentang Tatib DPR RI, sehingga tidak diperlukan lagi
dicantumkan kembali di dalam Kode Etik.
2. Pasal 10 Ayat (4) tentang ketentuan mengenai perjalanan dinas atas
biaya pengundang, baik dari dalam maupun luar negeri harus
sepengetahuan Pimpinan DPR. Menurut MKD merupakan pengulangan
dari Pasal 10 Ayat (3) dalam Rancangan Peraturan DPR RI tentang
Kode Etik, sehingga tidak perlu dicantumkan kembali.
3. Pasal 11 Ayat (3) tentang larangan bagi Anggota untuk menjabat
sebagai bendahara fraksi, bendahara partai politik atau bendahara
organisasi merangkap sebagai Anggota Badan Anggaran. Bahwa sesuai
masukan dan pandangan Fraksi MKD berpandangan cukup hal tersebut
diatur dalam norma umum tentang keharusan bekerja secara profesional
dan berintegritas, mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
umum, menghindari tarikan kepentingan pribadi dan golongan
sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) bahwa Anggota
dalam setiap tindakannya harus mengutamakan kepentingan bangsa
46
Sebelum mengakhiri laporan ini, kami atas nama Pimpinan dan Anggota
Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami didalam melakukan
pembahasan tentang 2 rancangan tersebut yang sampai hari ini Alhamdulillah dapat
diselesaikan dan dapat dilaporkan kembali kehadapan Rapat Paripurna yang terhormat.
Semoga Allah SWT menerima amal kita sebagai amal shaleh dan kita
dapat mencatat sejarah yang baik dalam rangka menjaga dan menjunjung tinggi
marwah, harkat dan martabat DPR RI, ini sebagai pertanggungjawaban kita kepada
rakyat Indonesia.
Terima kasih sekali lagi dan akhirnya besar harapan kami laporan MKD
dengan 2 draft dokumen untuk dapat diterima dan disahkan didalam rapat Paripurna ini,
sehingga menjadi milik kita semua.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Terima kasih kami sampaikan kepada Saudara Dr. KH. Surahman Hidayat,
MA. yang telah menyampaikan laporan Mahkamah Kehormatan DPR RI terhadap
rancangan peraturan DPR RI tentang kode etik DPR RI dan rancangan peraturan DPR
RI tentang tata beracara Mahkamah Kehormatan DPR RI.
Pimpinan, interupsi.
KETUA RAPAT :
Ya, silakan.
KETUA RAPAT :
Terima kasih.
Perwakilan Rakyat yang harus adalah, hal yang harus dipedomani oleh setiap Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Kemudian yang kedua, pengertian dari pedoman tingkah laku atau code of
conduct Anggota DPR RI yang harus menjadi pedoman bagi Anggota Dewan baik
dalam menjalankan tugas maupun dalam pergaulan ditengah-tengah masyarakat.
Kemudian Anggota DPR RI wajib, perlu dimasukkan pasal tertentu wajib menjunjung
tinggi dan menjaga kehormatan serta martabat sebagai wakil rakyat dan sebagai
pejabat negara.
Oleh karenanya, dalam kehidupan sehari-hari wajib menjaga kehormatan,
kewibawaan, harkat dan martabat serta memberikan contoh atau menjadi tauladan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masih perlu dicantumkan
juga pasal, bahwa Anggota DPR RI wajib menjunjung tinggi Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 mematuhi sumpah jabatan, peraturan perundang-undangan yang
berlaku, penuh pengabdian dan rasa tanggung jawab kepada diri sendiri, bangsa dan
Tuhan Yang Maha Esa dan wajib menjauhkan diri dari perbuatan tercela.
Pasal yang perlu ditambahkan juga mengenai pedoman tingkah laku.
Anggota DPR RI harus mencerminkan sikap sebagai seorang negarawan dalam
menyelesaikan berbagai konflik ditengah-tengah masyarakat, harus infarsial tidak
memihak kepada kelompok atau golongan. Akan tetapi, senantiasa menjadi penengah
untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang arif dan bijaksana dengan
mengedepankan prinsip-prinsip musyawarah dan mufakat.
Hal yang merupakan tadi keharusan sekarang larangan. Dalam
menjalankan fungsi wewenang dan tugas dan haknya sebagai Anggota DPR RI
dilarang meminta dan / atau menerima pemberian atau fasilitas dari mitra atau pihak-
pihak lain yang berkaitan dengan fungsi, wewenang dan tugas serta haknya sebagai
Anggota DPR RI.
Anggota DPR RI dilarang menyampaikan kepada publik mengenai hal-hal
yang dibicarakan dan diputus dalam rapat yang dinyatakan tertutup. Anggota DPR RI
dilarang memanfaatkan jabatan yang dimilikinya untuk kepentingan yang bersifat
pribadi. Anggota DPR RI dalam menyampaikan perbedaan pendapat baik dengan
teman sejawat maupun dengan teman lainnya, baik dalam persidangan atau ditempat
lain, baik melalui media cetak maupun media elektronik, dilarang menyerang
kehormatan sesama sejawat ataupun hal lain yang bersifat pribadi atau yang bersifat
tendensius.
Anggota DPR RI wajib memelihara dan memupuk kesetiakawanan menjaga
martabat dan nama baik serta saling menghargai antara sesama teman sejawat. Hal-
hal lain yang saya menaruh catatan tersendiri mengenai larangan membawa senjata
api masih bisa ditolelir kalau untuk didalam lingkungan DPR RI, tapi kalau itu diperluas
saya sebagai Anggota DPR RI berkeberatan karena setiap orang mempunyai tingkat
ancaman yang berbeda-beda, terlebih lagi senjata api bagi seorang Anggota DPR RI
tertentu diberikan dengan izin yang sah dari institusi kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Itulah pokok-pokok pikiran yang saya sampaikan dan saya sangat menaruh
harapan kepada teman-teman agar mempertimbangkan hal-hal yang saya kemukakan
tadi. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya.
KETUA RAPAT :
Dimyati, Pimpinan.
KETUA RAPAT :
Tadi sudah kita dengarkan dari yang mulia KH. Surahman Ketua
Mahkamah Kehormatan Dewan. Saya melihat banyak perbaikan yang sudah dilakukan
baik redaksional substansi dan pasal, tapi saya melihat hanya 1 pasal didalam tentang
kode etik Pasal 13. Dalam Pasal 13 disana dikatakan wajib dan frasenya wajib tersebut
wajib tersebut di Ayat (2), wajib dan harus itu mengandung unsur sangsi. Ini sangat
akan terjadi saya yakin semua banyak Anggota Dewan nanti yang akan terkena pasal
ini.
Coba kita baca, Pasal 13 Ayat (2) Anggota wajib menjelaskan kepada
wartawan mengenai data dan informasi yang didapatkan dalam rapat. Tiba-tiba ada
yang lupa tidak menginformasikan kepada wartawan salah satu Anggota Dewan yang
ikut rapat, apakah itu kena sangsi? ya kena sangsi karena wajib. Maka frase wajib
sebaiknya diganti dengan dapat. Anggota dapat menjelaskan kepada wartawan
mengenai data dan informasi yang didapatkan dalam rapat dan selanjutnya dan
selanjutnya. Keuntungan kalau liat frase ini redaksional yang ada keuntungan bagi yang
tidak hadir, boleh menyampaikan kepada wartawan, boleh tidak. Nah, oleh sebab itu
wajib tersebut ganti frase nya dengan dapat.
Di Ayat (3) Anggota harus efektif dalam melayani permintaan penjelasan
wartawan. Seyogyanya harus itu diganti dengan agar, sehingga lebih frasenya lebih
lunak dan tidak ada sangsi yang bisa menjerat Anggota Dewan itu sendiri, jadi frase
harus diganti dengan agar. Tadi yang mulia Bapak KH. Surahman, ada tambahan Pasal
13 Ayat (4), seyogyanya Ayat (4) itu sudah ditiadakan didrop, karena tata cara
pengangkatan tenaga ahli atau spoting staff bagi Anggota Dewan itu sudah
diparipurnakan yang lalu dan sudah diputus dalam tata cara pengangkatan TA. Kalau
disini dimasukkan nanti akan menjadi double, double aturan dimana aturan itu
diterapkan didalam kode etik Anggota Dewan. Itulah yang terkait dengan kode etik.
Yang kedua, terkait dengan nah ini penambahan saja, ini sudah ada
kemajuan, tata beracara Mahkamah Kehormatan. Saya berharap ditata beracara
kehormatan Pasal 13 juga dalam penyelidikan. Saya berharap di Pasal 13 Ayat (1)
dimana substansinya adalah MKD dapat melakukan penyelidikan, baik sebelum
maupun pada saat sidang MKD. Saya berharap ditambahkan frase atau redaksional
51
yang intinya adalah untuk pelanggaran berat. Jadi, jangan sampai pelanggaran yang
sifatnya belum jelas pun melakukan penyelidikan dan akhirnya pada Pasal 13 Ayat (8)
disana substansinya dalam hal pelaksanaan tugas penyelidikan sebagaimana
dimaksud pada Ayat (4) MKD dapat bekerjasama dengan aparat penegak hukum. Nah,
kalau pelanggarannya ringan kan tidak perlu. Maka sebab itu, apabila memang
substansi ini dimasukkan, maka dengan sendirinya ditambahkan redaksional untuk
pelanggaran berat, itu Pasal 13.
Dan satu lagi yaitu Pasal 39 tentang tata cara pembentukan tim panel. Di
Ayat (1) Pasal 39 dalam hal MKD menangani kasus pelanggaran kode etik yang
bersifat berat dan berdampak pada sangsi pemberhentian, MKD harus membentuk
panel. Saya berharap ditambahkan yang bersifat ad hoc. Karena disini tidak jelas,
waktunya jelas 30 hari tapi tidak jelas sifatnya, panel ini bersifat tetap atau bersifat ad
hoc. Maka dengan demikian saya berharap karena panel sifatnya temporer, karena
menyangkut juga dengan kegiatan maka lebih baik ditambahkan yang bersifat ad hoc.
Demikian Pimpinan, terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik.
Kita sudah membicarakan ini yang kedua kali di Paripurna dan ini adalah
masa akhir dari Masa Sidang ke-2, apakah kita bisa setujui atau harus kita
sempurnakan kembali?
ANGGOTA:
Sempurnakan kembali.
KETUA RAPAT:
Baik, kalau begitu agar ini lebih sempurna saya kira kita amanatkan kepada
MKAD untuk menyempurnakan dan diagendakan dalam Sidang Paripurna di waktu
yang akan datang. Setuju?
(RAPAT: SETUJU)
Selanjutnya untuk mempersingkat waktu mari kita masuki acara ke-3 Rapat
Paripurna Dewan hari ini yaitu penetapan kembali mitra kerja Komisi X DPR RI periode
masa keanggotaan 2014-2019. Berdasarkan hasil keputusan Rapat Konsultasi antara
Pimpinan DPR RI dengan Pimpinan fraksi-fraksi pengganti Rapat Bamus DPR RI
tanggal 16 Januari 2015 telah disepakati Badan Ekonomi Kreatif menjadi mitra kerja
Komisi X DPR RI masa keanggotaan 2014-2019. Sesuai dengan peraturan DPR
tentang Tata Tertib Pasal 23 Ayat (5) hasil Rapat Konsultasi disampaikan oleh
Pimpinan DPR dalam Rapat Paripurna untuk ditetapkan.
52
(RAPAT: SETUJU)
INTERUPSI ANGGOTA:
KETUA RAPAT:
Terkait dengan penetapan mitra Komisi X dan Komisi II, kami dari Fraksi
Partai Kebangkitan Bangsa ketika diputuskan soal mitra komisi, saya ingat betul bahwa
itu ada catatan karena sedang berlangsungnya proses pembahasan APBNP maka
mitra Komisi II dan Komisi X ketika itu terkait dengan Kementerian Dikti dan Ristek,
Kementerian Desa Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, mengacu kepada Undang-
undang MD3, mengacu kepada Tata Tertib, mestinya mitra yang menjadi mitra komisi
53
tidak boleh dobel karena pada tahap pengawasan ketika fungsi anggaran itu
menyulitkan secara teknis dan hampir tidak dimungkinkan.
Oleh sebab itu Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa memohon kepada forum
yang terhormat ini agar mitra kerja komisi diputuskan untuk hanya satu saja. Sehingga
tidak terjadi lagi misalkan satu Pimpinan Komisi atau dalam Rapat Komisi tertentu
berbeda kesimpulan dengan komisi yang lain padahal mitranya sama. Oleh sebab itu
mohon kearifan Pimpinan untuk meninjau kembali soal mitra Komisi X yaitu
Kementerian Dikti dan Komisi II dan Komisi V Kementerian Desa dan Transmigrasi.
Terima kasih, Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Baik, terkait dengan masukan terakhir, saya kira mengenai mitra komisi lain
yang dobel itu akan kita bicarakan mungkin dalam Rapat Bamus berikutnya.
Dengan demikian, Sidang Dewan yang terhormat, selesailah acara Rapat
Paripurna hari ini selaku Pimpinan kami ucapkan terima kasih.
KETUA RAPAT:
Jakarta
TEMBUSAN:
1. Wakil Presiden RI;
2. Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI;
3. Menteri Koordinator Bidang Polhukam;
4. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
5. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan;
6. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman;
7. Menteri Dalam Negeri;
8. Menteri Hukum dan HAM;
9. Menteri Sekretaris Negara.
KEPUTUSAN DPR RI
NOMOR: 03/DPR Rl/11/2014-2015
TENTAN:G
· PERSETUJUANDEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PENET APAN PERA TURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN W ALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG
KEPUTUSAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: 03/DPR Rl/11/2014.:2015
TENT ANG
MEMUTUSKAN:
Ditetapkan di Jakarta
pada_ tanggal 20 Januari 2015
, ..
,1A.,4,
I -. '.
Sa ~
~ ~l1aW
1--~s
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ••• TAHUN •••
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTIUNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2014
TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN
WALIKOTA
MENJADI
UNDANG-UNDANG
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Pasal 1
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubemur, Bupati, dan
Walikota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5588) ditetapkan menjadi Undang-Undang dan
mel.ampirkannya .sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
Pasal 2
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
JOKOWIDODO
Diundangkan di Ja.karta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN BAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY
2
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR...
3
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
I. UMUM
Untuk menjamin Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
dilaksanakan secara demokratis se bagaimana diamanatkan dalam
Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 maka kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat utama
pelaksanaan Pemilihan Gubemur, Bupati, dan Walikota.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal2
Cukup jelas.
2
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR •..
3
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2015
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015
TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG
Mengingat . . .
-2-
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (4), Pasal 20, Pasal 21, dan 22D ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan
Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 5656);
MEMUTUSKAN:
Pasal I
1. Ketentuan . . .
-3-
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang
selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan
kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan
kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
Wakil Walikota secara langsung dan demokratis.
2. Dihapus.
3. Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur adalah
peserta Pemilihan yang diusulkan oleh partai politik,
gabungan partai politik, atau perseorangan yang
didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum
Provinsi.
4. Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, Calon Walikota
dan Calon Wakil Walikota adalah peserta Pemilihan yang
diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik,
atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar
di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.
5. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara
sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita
untuk memperjuangkan dan membela kepentingan
politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah
17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin yang
terdaftar dalam Pemilihan.
7. Komisi . . .
-4-
12. Panitia . . .
-5-
20. Pengawas . . .
-6-
2. Ketentuan . . .
-7-
6. Ketentuan . . .
-9-
n. belum . . .
- 10 -
8. Ketentuan . . .
- 11 -
e. mengoordinasikan . . .
- 12 -
o. mengenakan . . .
- 13 -
d. melaporkan . . .
- 14 -
d. menyusun . . .
- 15 -
l. membuat . . .
- 16 -
13. Ketentuan . . .
- 17 -
j. menyampaikan . . .
- 18 -
m. Dihapus . . .
- 19 -
m. Dihapus.
n. Dihapus.
o. Dihapus.
p. Dihapus.
q. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah
penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel;
r. meneruskan kotak suara dari setiap TPS kepada PPK pada
hari yang sama setelah terkumpulnya kotak suara dari
setiap TPS dan tidak memiliki kewenangan membuka
kotak suara yang sudah disegel oleh KPPS;
s. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang
disampaikan oleh PPL;
t. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan di wilayah kerjanya;
u. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan
dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPS
kepada masyarakat;
v. membantu PPK dalam menyelenggarakan Pemilihan,
kecuali dalam hal penghitungan suara;
w. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang
diberikan oleh KPU Kabupaten/Kota, dan PPK sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
x. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 22B . . .
- 20 -
Pasal 22B
Tugas dan wewenang Bawaslu dalam pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan meliputi:
a. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk
setiap tahapan pengawasan penyelenggaraan Pemilihan
setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat
dan Pemerintah;
b. mengoordinasikan dan memantau tahapan pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan;
c. melakukan evaluasi pengawasan penyelenggaraan
Pemilihan;
d. menerima laporan hasil pengawasan penyelenggaraan
Pemilihan dari Bawaslu Provinsi dan Bawaslu
Kabupaten/Kota;
e. memfasilitasi pelaksanaan tugas Bawaslu Provinsi dan
Panwas Kabupaten/Kota dalam melanjutkan tahapan
pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan Pemilihan
jika Provinsi, Kabupaten, dan Kota tidak dapat
melanjutkan tahapan pelaksanaan pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan secara berjenjang; dan
f. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 22C
Bawaslu dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan
wajib:
a. memperlakukan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota secara adil dan
setara;
b. menyampaikan semua informasi pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan kepada masyarakat;
c. melaksanakan Keputusan DKPP; dan
d. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 22D . . .
- 21 -
Pasal 22D
Bawaslu memegang tanggung jawab akhir atas pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan oleh Bawaslu Provinsi, Panwas
Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas
TPS.
17. Ketentuan . . .
- 22 -
c. menerima . . .
- 23 -
22. Ketentuan . . .
- 24 -
(4) Partai . . .
- 25 -
b. Kabupaten . . .
- 26 -
(3) Calon . . .
- 27 -
26. Ketentuan . . .
- 28 -
d. surat . . .
- 29 -
k. surat . . .
- 30 -
(5) Dalam . . .
- 31 -
(5) PPK . . .
- 32 -
(3) Hasil . . .
- 33 -
(9) KPU . . .
- 34 -
(5) Dalam . . .
- 35 -
(5) Dalam hal pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati
serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
diajukan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik
berhalangan tetap sampai dengan tahap penelitian
kelengkapan persyaratan, Partai Politik atau gabungan
Partai Politik diberi kesempatan untuk mengajukan
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan
hasil penelitian persyaratan oleh KPU Kabupaten/Kota
diterima.
(6) KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian tentang
kelengkapan dan/atau perbaikan persyaratan pasangan
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dan memberitahukan
hasilnya kepada pimpinan Partai Politik atau pimpinan
gabungan Partai Politik paling lama 7 (tujuh) hari sejak
kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) diterima.
(7) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (6), menetapkan pasangan calon yang diajukan tidak
memenuhi syarat, Partai Politik atau gabungan Partai
Politik tidak dapat mengajukan pengganti.
(8) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) menghasilkan pasangan calon yang memenuhi
persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon, tahapan
pelaksanaan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari.
(9) KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota paling
lama 3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian
persyaratan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan KPU.
32. Ketentuan . . .
- 36 -
(2) Berdasarkan . . .
- 37 -
(3) Pasangan . . .
- 38 -
(5) Dalam . . .
- 39 -
38. Ketentuan . . .
- 40 -
(7) Daftar . . .
- 41 -
39. Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 59 diubah, sehingga
Pasal 59 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 59
(1) Penduduk yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih
Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (7)
diberi surat pemberitahuan sebagai Pemilih oleh PPS.
(2) Penduduk yang mempunyai hak pilih dan belum
terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap dapat
mendaftarkan diri sebagai Pemilih kepada PPS untuk
dicatat dalam Daftar Pemilih Tetap Tambahan.
(3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak
pengumuman Daftar Pemilih Tetap.
(4) Pemilih tambahan yang sudah didaftar sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diberi surat pemberitahuan
sebagai Pemilih oleh PPS.
40. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 61 diubah, sehingga
Pasal 61 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 61
(1) Dalam hal masih terdapat penduduk yang mempunyai
hak pilih belum terdaftar dalam daftar Pemilih tetap,
yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya
dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk
Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Penggunaan . . .
- 42 -
42. Ketentuan . . .
- 43 -
43. Ketentuan ayat (1) huruf c dan ayat (2) Pasal 65 diubah,
sehingga Pasal 65 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 65
(1) Kampanye dapat dilaksanakan melalui:
a. pertemuan terbatas;
b. pertemuan tatap muka dan dialog;
c. debat publik/debat terbuka antarpasangan calon;
d. penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
e. pemasangan alat peraga;
f. iklan media massa cetak dan media massa elektronik;
dan/atau
g. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan
Kampanye dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
huruf d, huruf e dan huruf f difasilitasi oleh KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota yang didanai APBD.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan metode
Kampanye diatur dengan Peraturan KPU.
44. Ketentuan . . .
- 44 -
(2) Masa . . .
- 45 -
47. Ketentuan . . .
- 46 -
b. aparatur . . .
- 47 -
a. sumbangan . . .
- 48 -
51. Ketentuan . . .
- 49 -
51. Ketentuan ayat (1) dan ayat (5) Pasal 75 diubah, sehingga
Pasal 75 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 75
(1) Laporan sumbangan dana Kampanye dan pengeluaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (5) dan
ayat (6), disampaikan oleh pasangan Calon Gubernur dan
Calon Wakil Gubernur kepada KPU Provinsi dan pasangan
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota kepada KPU
Kabupaten/Kota dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa
Kampanye dimulai dan 1 (satu) hari sesudah masa
Kampanye berakhir.
(2) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota wajib
menyerahkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kepada kantor akuntan publik untuk diaudit paling
lambat 2 (dua) hari setelah KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota menerima laporan dana Kampanye.
(3) Kantor akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling
lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota diterima.
(4) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diumumkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
paling lambat 3 (tiga) hari setelah KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota menerima laporan hasil audit dari kantor
akuntan publik.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumbangan dan
pengeluaran dana Kampanye pasangan calon diatur
dengan Peraturan KPU.
b. penyumbang . . .
- 50 -
(5) Penggunaan . . .
- 51 -
54. Ketentuan ayat (3) dan ayat (4) Pasal 89 diubah, sehingga
Pasal 89 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 89
(1) Pelaksanaan pemungutan suara di TPS dipimpin oleh
KPPS.
(2) Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
(3) Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi
pasangan calon.
(4) Saksi pasangan calon sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus menyerahkan mandat tertulis dari
pasangan calon.
(5) Penanganan ketenteraman, ketertiban, dan keamanan di
setiap TPS dilaksanakan oleh 2 (dua) orang petugas yang
ditetapkan oleh PPS.
(6) Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh PPL
dan Pengawas TPS.
(7) Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh
pemantau Pemilihan yang telah diakreditasi oleh KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
58. Ketentuan . . .
- 53 -
d. jumlah . . .
- 54 -
(12) KPPS . . .
- 55 -
(4) Dalam . . .
- 56 -
(11) Penyerahan . . .
- 57 -
(6) Dalam . . .
- 58 -
66. Ketentuan ayat (1) Pasal 106 diubah, sehingga Pasal 106
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 106
(1) Dalam hal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPU
Kabupaten/Kota wajib menyerahkan berita acara
pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan
suara kepada KPU Provinsi dalam waktu paling lambat
3 (tiga) hari setelah berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari KPPS melalui PPK diterima.
(2) Berita Acara dan sertifikat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) beserta kelengkapannya dimasukkan dalam
sampul khusus dan selanjutnya dimasukkan dalam kotak
suara yang disediakan yang pada bagian luar ditempel
label atau disegel.
(3) KPU . . .
- 59 -
(4) Dalam . . .
- 60 -
69. Ketentuan . . .
- 61 -
71. Ketentuan . . .
- 62 -
72. Ketentuan ayat (2) Pasal 117 diubah, sehingga Pasal 117
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 117
(1) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara pada
sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS dengan
sertifikat hasil penghitungan suara yang diterima PPK
dari TPS, saksi pasangan calon tingkat Kecamatan dan
saksi calon di TPS, Panwas Kecamatan, atau PPL maka
PPK melakukan penghitungan suara ulang untuk TPS
yang bersangkutan.
(2) Penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara
ulang di PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari setelah
hari/tanggal pemungutan suara.
74. Ketentuan . . .
- 63 -
75. Ketentuan . . .
- 64 -
76. Ketentuan . . .
- 65 -
76. Ketentuan ayat (1) Pasal 124 diubah, sehingga Pasal 124
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 124
(1) Lembaga pemantau Pemilihan wajib menyampaikan
laporan hasil pemantauannya kepada KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lambat
7 (tujuh) hari setelah pelantikan pasangan Calon
terpilih.
(2) Lembaga pemantau Pemilihan wajib mematuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Lembaga pemantau Pemilihan yang tidak mematuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (3),
dicabut haknya sebagai pemantau Pemilihan.
e. rencana . . .
- 66 -
e. menghormati . . .
- 67 -
79. Ketentuan ayat (2) Pasal 130 diubah, sehingga Pasal 130
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 130
(1) Setiap anggota lembaga pemantau Pemilihan wajib
memakai kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan
dalam melaksanakan pemantauan Pemilihan.
(2) Kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan diberikan
oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur dan oleh KPU Kabupaten/Kota untuk
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan
Wakil Walikota.
(3) Lembaga pemantau Pemilihan wajib menaati dan
mematuhi semua ketentuan yang berkenaan dengan
Pemilihan serta memperhatikan kode etik pemantau
Pemilihan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
pemantauan Pemilihan diatur dalam Peraturan KPU.
(3) Partisipasi . . .
- 68 -
81. Ketentuan ayat (5) dan ayat (6) Pasal 134 diubah, sehingga
Pasal 134 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 134
(1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota,
Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS
menerima laporan pelanggaran Pemilihan pada setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan.
(2) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan oleh:
a. Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih
pada Pemilihan setempat;
b. pemantau Pemilihan; atau
c. peserta Pemilihan.
(3) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis
yang memuat paling sedikit:
a. nama dan alamat pelapor;
b. pihak terlapor;
c. waktu dan tempat kejadian perkara; dan
d. uraian kejadian.
(4) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lama
7 (tujuh) hari sejak diketahui dan/atau ditemukannya
pelanggaran Pemilihan.
(5) Dalam . . .
- 69 -
(2) Badan . . .
- 70 -
a. Provinsi . . .
- 71 -
c. Kabupaten . . .
- 72 -
(4) Pengesahan . . .
- 73 -
88. Di antara Pasal 160 dan Pasal 161 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 160A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 160A
(1) Dalam hal DPRD Provinsi tidak menyampaikan
pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur
dan Wakil Gubernur terpilih, Presiden melalui Menteri
dapat melakukan pengesahan pengangkatan pasangan
calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih
berdasarkan usulan KPU Provinsi melalui KPU.
(2) Dalam hal DPRD Kabupaten/Kota tidak menyampaikan
pengesahan pengangkatan pasangan calon Bupati dan
Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Wakil
Walikota terpilih, Menteri melalui Gubernur sebagai
wakil Pemerintah dapat melakukan pengesahan
pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati
serta pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota
terpilih berdasarkan usulan KPU Kabupaten/Kota
melalui KPU Provinsi.
(3) Pengesahan pengangkatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama
20 (dua puluh) hari sejak diterimanya usulan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengesahan
pengangkatan pasangan calon terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Sumpah . . .
- 74 -
(3) Gubernur . . .
- 75 -
94. Ketentuan . . .
- 76 -
(2) DPRD . . .
- 77 -
(4) Dewan . . .
- 78 -
(3) Ketentuan . . .
- 79 -
107. Ketentuan . . .
- 80 -
109. Ketentuan . . .
- 81 -
110. Ketentuan ayat (2) Pasal 193 diubah, sehingga Pasal 193
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 193
(1) Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 tanpa alasan
yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini,
anggota KPU Provinsi dan anggota KPU Kabupaten/Kota
dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam
juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta rupiah).
(2) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak
membuat dan/atau menandatangani berita acara
perolehan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga
puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(3) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak
melaksanakan ketetapan KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pemungutan
suara ulang di TPS, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(4) Setiap . . .
- 82 -
112. Ketentuan . . .
- 83 -
113. Ketentuan Pasal 197 ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 197
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 197
(1) Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
tidak menetapkan perolehan hasil Pemilihan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini,
anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
dipidana dengan pidana penjara paling singkat
24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama
60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit
Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah).
(2) Dihapus.
(2) Dalam . . .
- 84 -
(4) Pemungutan . . .
- 85 -
116. Ketentuan . . .
- 86 -
117. Di antara Pasal 205 dan Pasal 206 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 205A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 205A
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
Peraturan Perundang-undangan yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656),
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang
ini.
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 87 -
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 18 Maret 2015
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Maret 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
I. UMUM
Ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan
Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Untuk mewujudkan
amanah tersebut telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, Walikota. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
tersebut telah ditetapkan menjadi undang-undang berdasarkan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, Walikota Menjadi Undang-Undang.
Ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang telah ditetapkan menjadi Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015 dirasakan masih terdapat beberapa
inkonsistensi dan menyisakan sejumlah kendala apabila dilaksanakan,
sehingga perlu disempurnakan. Beberapa penyempurnaan tersebut,
antara lain:
a. Penyelenggara Pemilihan
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 menyatakan
bahwa Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kewenangan untuk
menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Putusan
ini mengindikasikan bahwa pemilihan kepala daerah bukan
merupakan rezim pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22E UUD 1945. Sebagai konsekuensinya, maka komisi
pemilihan umum yang diatur di dalam Pasal 22E tidak berwenang
menyelenggarakan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Untuk . . .
-2-
f. Persyaratan . . .
-3-
f. Persyaratan Calon
Penyempurnaan persyaratan calon di dalam Undang-Undang ini
bertujuan agar lebih tercipta kualitas gubernur dan wakil gubernur,
bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota yang
memiliki kompetensi, integritas, dan kapabilitas serta memenuhi
unsur akseptabilitas.
g. Pemungutan suara secara serentak
Konsepsi pemungutan suara serentak menuju pemungutan suara
serentak secara nasional yang diatur di dalam Perppu perlu
disempurnakan mengingat akan terjadi pemotongan periode masa
jabatan yang sangat lama dan masa jabatan penjabat menjadi terlalu
lama. Undang-Undang ini memformulasikan ulang tahapan menuju
pemilu serentak nasional tersebut dengan mempertimbangkan
pemotongan periode masa jabatan yang tidak terlalu lama dan masa
jabatan penjabat yang tidak terlalu lama; kesiapan penyelenggara
pemilihan; serta dengan memperhatikan pelaksanaan Pemilu
Presiden dan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD secara serentak
pada tahun 2019.
Selain hal-hal tersebut, Undang-Undang ini juga menyempurnakan
beberapa ketentuan teknis lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan
Pemilihan.
Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas.
Angka 2
Pasal 3
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal 4
Dihapus.
Angka 4
Pasal 5
Cukup jelas.
Angka 5 . . .
-4-
Angka 5
Pasal 6
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dihapus.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Persyaratan ini tidak berlaku bagi seseorang yang
telah selesai menjalankan pidananya, terhitung
5 (lima) tahun sebelum yang bersangkutan
ditetapkan sebagai bakal calon dalam pemilihan
jabatan publik yang dipilih (elected official) dan yang
bersangkutan mengemukakan secara jujur dan
terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan
pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku
kejahatan berulang-ulang. Orang yang dipidana
penjara karena alasan politik dikecualikan dari
ketentuan ini.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Dihapus.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k . . .
-5-
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah
penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat
Walikota mengundurkan diri untuk mencalonkan
diri menjadi Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Huruf r
Yang dimaksud dengan “tidak memiliki konflik
kepentingan dengan petahana” adalah tidak
memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan
dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus
ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana
yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik,
ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda
1 (satu) kali masa jabatan.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
Angka 7
Pasal 8
Cukup jelas.
Angka 8 . . .
-6-
Angka 8
Pasal 10
Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 10A
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal 11
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 12
Cukup jelas.
Angka 12
Pasal 13
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 14
Cukup jelas.
Angka 14
Pasal 20
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 22A
Cukup jelas.
Pasal 22B
Cukup jelas.
Pasal 22C
Cukup jelas.
Pasal 22D
Cukup jelas.
Angka 16 . . .
-7-
Angka 16
Pasal 27
Cukup jelas.
Angka 17
Pasal 28
Cukup jelas.
Angka 18
BAB V Dihapus.
Angka 19
Pasal 37
Dihapus.
Angka 20
BAB VI Dihapus.
Angka 21
Pasal 38
Dihapus.
Angka 22
Pasal 39
Cukup jelas.
Angka 23
Pasal 40
Cukup jelas.
Angka 24
Pasal 41
Cukup jelas.
Angka 25
Pasal 42
Cukup jelas.
Angka 26
Pasal 44
Cukup jelas.
Angka 27 . . .
-8-
Angka 27
Pasal 45
Cukup jelas.
Angka 28
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “orang” termasuk Calon
Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati,
Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, atau Calon Wakil
Walikota.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Angka 29
Pasal 48
Cukup jelas.
Angka 30
Pasal 49
Cukup jelas.
Angka 31
Pasal 50
Cukup jelas.
Angka 32
Pasal 51
Cukup jelas.
Angka 33 . . .
-9-
Angka 33
Pasal 52
Cukup jelas.
Angka 34
Pasal 53
Cukup jelas.
Angka 35
Pasal 54
Cukup jelas.
Angka 36
Pasal 55
Dihapus.
Angka 37
Pasal 57
Cukup jelas.
Angka 38
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemutakhiran data pemilih adalah menambah
dan/atau mengurangi calon pemilih sesuai dengan
kondisi nyata di lapangan, bukan untuk merubah
elemen data yang bersumber dari DP4.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8) . . .
- 10 -
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 39
Pasal 59
Cukup jelas.
Angka 40
Pasal 61
Cukup jelas.
Angka 41
Pasal 63
Cukup jelas.
Angka 42
Pasal 64
Cukup jelas.
Angka 43
Pasal 65
Cukup jelas.
Angka 44
Pasal 66
Cukup jelas.
Angka 45
Pasal 67
Cukup jelas.
Angka 46
Pasal 68
Cukup jelas.
Angka 47
Pasal 69
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
- 11 -
Huruf c
Ketentuan dalam huruf ini dikenal dengan istilah
Kampanye hitam atau black campaign.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Angka 48
Pasal 70
Cukup jelas.
Angka 49
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal terjadi kekosongan jabatan, maka
Gubernur, Bupati, dan Walikota menunjuk pejabat
pelaksana tugas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 50 . . .
- 12 -
Angka 50
Pasal 74
Cukup jelas.
Angka 51
Pasal 75
Cukup jelas.
Angka 52
Pasal 76
Cukup jelas.
Angka 53
Pasal 87
Cukup jelas.
Angka 54
Pasal 89
Cukup jelas.
Angka 55
Pasal 90
Cukup jelas.
Angka 56
Pasal 91
Cukup jelas.
Angka 57
Pasal 94
Cukup jelas.
Angka 58
Pasal 95
Cukup jelas.
Angka 59
Pasal 98
Cukup jelas.
Angka 60 . . .
- 13 -
Angka 60
Pasal 100
Dihapus.
Angka 61
Pasal 101
Dihapus.
Angka 62
Pasal 102
Dihapus.
Angka 63
Pasal 103
Cukup jelas.
Angka 64
Pasal 104
Cukup jelas.
Angka 65
Pasal 105
Cukup jelas.
Angka 66
Pasal 106
Cukup jelas.
Angka 67
Pasal 107
Cukup jelas.
Angka 68
Pasal 108
Cukup jelas.
Angka 69
Pasal 109
Cukup jelas.
Angka 70 . . .
- 14 -
Angka 70
Pasal 115
Cukup jelas.
Angka 71
Pasal 116
Cukup jelas.
Angka 72
Pasal 117
Cukup jelas.
Angka 73
Pasal 118
Cukup jelas.
Angka 74
Pasal 119
Cukup jelas.
Angka 75
Pasal 122
Cukup jelas.
Angka 76
Pasal 124
Cukup jelas.
Angka 77
Pasal 125
Cukup jelas.
Angka 78
Pasal 127
Cukup jelas.
Angka 79
Pasal 130
Cukup jelas.
Angka 80 . . .
- 15 -
Angka 80
Pasal 131
Cukup jelas.
Angka 81
Pasal 134
Cukup jelas.
Angka 82
Pasal 138
Cukup jelas.
Angka 83
Pasal 142
Cukup jelas.
Angka 84
Pasal 157
Cukup jelas.
Angka 85
Pasal 158
Cukup jelas.
Angka 86
Pasal 159
Dihapus.
Angka 87
Pasal 160
Cukup jelas.
Angka 88
Pasal 160A
Cukup jelas.
Angka 89
Pasal 161
Cukup jelas.
Angka 90 . . .
- 16 -
Angka 90
Pasal 162
Cukup jelas.
Angka 91
Pasal 163
Ayat (1)
Serah terima jabatan Gubernur dilakukan di ibu
kota provinsi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 92
Pasal 164
Ayat (1)
Serah terima jabatan Bupati/Walikota dilakukan
di ibu kota Kabupaten/Kota.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 93
Pasal 165
Cukup jelas.
Angka 94
Pasal 166
Cukup jelas.
Angka 95
Pasal 167
Dihapus.
Angka 96
Pasal 168
Dihapus. Angka 97 . . .
- 17 -
Angka 97
Pasal 169
Dihapus.
Angka 98
Pasal 170
Dihapus.
Angka 99
Pasal 171
Dihapus.
Angka 100
Pasal 172
Dihapus.
Angka 101
Pasal 173
Cukup jelas.
Angka 102
Pasal 174
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dua pasangan calon yang diusulkan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dalam hal keduanya
berhenti atau diberhentikan secara bersamaan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7) . . .
- 18 -
Ayat (7)
Cukup jelas.
Angka 103
Pasal 175
Dihapus.
Angka 104
Pasal 176
Cukup jelas.
Angka 105
Pasal 184
Cukup jelas.
Angka 106
Pasal 185
Cukup jelas.
Angka 107
Pasal 189
Cukup jelas.
Angka 108
Pasal 191
Cukup jelas.
Angka 109
Pasal 192
Dihapus.
Angka 110
Pasal 193
Cukup jelas.
Angka 111
Pasal 195
Cukup jelas.
Angka 112 . . .
- 19 -
Angka 112
Pasal 196
Cukup jelas.
Angka 113
Pasal 197
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dihapus.
Angka 114
Pasal 200
Cukup jelas.
Angka 115
Pasal 201
Cukup jelas.
Angka 116
Pasal 202
Cukup jelas.
Angka 117
Pasal 205A
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.