Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISU STRATEGIS

REVISI UU 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

ISU PERMASALAHAN REKOMENDASI


Daftar pemilih Terdapat beberapa persoalan mendasar berkaitan dengan daftar pemilih: 1. Mendefinisikan pemilih sebagai Warga Negara
1. Definisi pemilih sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 6 UU Indonesia yang telah berusia 17 tahun.
8/2015 yaitu: “Pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah 2. Dalam proses pemutakhiran daftar pemilu, DPT
17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin yang terdaftar pemilu sebelumnya menjadi data pembanding.
dalam Pemilihan”, menimbulkan kerancuan karena warga negara 3. Menjadikan KPU sebagai pusat data pengelola
asing dapat dikategorikan pula sebagai penduduk. Karena deifinisi data kependudukan yang berkolaborasi dengan
penduduk sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU 24/2013: kemendagri, kemenlu, dan kemenakertrans.
“Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang 4. Pengembalian hak pilih disabiltas mental
bertempat tinggal di Indonesia”. menjadi sebuah keharusan mengingat dari UU
2. Sumber data pemilih yakni DP4 yang diberikan oleh Mendagri tidak pemilu lainnya justru memberikan ruang bagi
sesuai dengan daftar pemilih 2014 yang sudah mutakhirkan. disabilitas mental untuk menggunakan hak
Sehingga DP4 tersebut perlu dibersihkan ulang; pilihnya.
3. Diberikanya waktu 1 minggu bagi petugas PPDP dalam menyusun 5. Advance dan Early voting menjadi relevan untuk
laporan hasil pemutakhiran, menyulitkan petugas; digunakan dengan waktu kurang dari satu
4. Minimnya kapasitas sumber daya manusia (sdm) petugas minggu sebelum hari pemungutan suara.
pemutakhiran di lapangan;
5. Keterbatasan infrastruktur dan jaringan sementara KPU
menggunakan SIDALIH yang harus online;
6. Sistem pengawasan pemutakhiran tidak maksimal yang terbukti
dengan terdapat beberapa kasus yang tidak dipasang stiker
pemutakhiran;
7. Tidak diberikannya hak pilih bagi disabilitas mental;
8. Pemilih pindah TPS pada hari H dikarenakan beberapa alasan seperti
profesi dengan tingkat mobilitas tinggi (pemantau pemilu, pilot, dll);
9. Ketiadaan TPS khusus di tempat-tempat pusat aktivitas dan pusat
ISU PERMASALAHAN REKOMENDASI
mobilitas (bandara, pelabuhan, tambang);
10. Warga circular (pulang mingguan) yang justru tidak mau pulang
karena hari pemungutan suara jatuh pada hari rabu.

Ambang batas Adanya ketentuan 20% kepemilikan kursi DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota Ketentuan ambang batas pencalonan dihilangkan dan
pencalonan atau 25% suara sah pada saat pemilu bagi partai politik untuk mencalonkan menyusun disain pemilu konkuren yakni pemilu daerah
kepala daerah. Menjadi salah satu penyebab munculnya fenomena calon yang terdiri dari pemilu kepala daerah, pemilu DPRD
tunggal dalam pilkada. Hal ini karena tingginya ambang batas pencalonan provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk menciptakan
mendorong partai politik untuk menjajaki partai politik lainya yang memiliki koalisi sejak awal tanpa pertimbangan besaran kursi
jumlah kursi cukup relevan berbasiskan pada transaksional atau “jual-beli yang dapat memicu praktek transaksional.
kursi” dengan harga satu kursi yang cukup mahal dan beravariatif
besarannya.

Syarat dukungan Meningkatnya ambang batas syarat dukungan bagi calon perseorangan 1. Menurunkan besaran ambang batas syarat
persorangan untuk ikut serta dalam bursa pemilihan kepala daerah, ikut ambil bagian dukungan bagi calon perseorangan dan
dari munculnya persoalan calon tunggal. Selain itu tinggnya syarat menggunakan basis data pemilih pada pemilu
dukungan ini berdampak pada sulitnya penyelenggara pemilu untuk terakhir sesuai dengan keputusan MK.
memverifikasi keabsahan dukungan tersebut. 2. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur
perseorangan dapat mendaftarkan diri jika
memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:
 Provinsi dengan jumlah pemilih sampai
dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus
didukung paling sedikit 5% (lima persen) dari
jumlah pemilih pada pemilu terakhir;
 Provinsi dengan jumlah pemilih lebih dari
2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan
6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung
paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah
pemilih pada pemilu terakhir;
ISU PERMASALAHAN REKOMENDASI
 Provinsi dengan jumlah pemilih lebih dari
6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan
12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus
didukung paling sedikit 3% (tiga persen) dari
jumlah pemilih pada pemilu terakhir;
 Provinsi dengan jumlah pemilih lebih dari
12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus
didukung paling sedikit 2% (dua persen) dari
jumlah pemilih pada pemilu terakhir.
 Dukungan sebagaimana dimaksud dikurangi
30% (tiga puluh persen) untuk calon
perseorangan Gubernur dan/atau Wakil
Gubernur perempuan.
3. Pasangan Calon Bupati dan Wakil
Bupati/Walikota dan Wakil Walikota
perseorangan dapat mendaftarkan diri jika
memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:
 Kabupaten/kota dengan jumlah pemilih
sampai dengan 250.000 (dua ratus lima
puluh ribu) jiwa harus didukung paling
sedikit 5% (lima persen) dari jumlah pemilih
pada pemilu terakhir;
 Kabupaten/kota dengan jumlah pemilih
lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh
ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus
ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 4%
(empat persen) dari jumlah pemilih pada
pemilu terakhir;
 Kabupaten/kota dengan jumlah pemilih
ISU PERMASALAHAN REKOMENDASI
lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai
dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus
didukung paling sedikit 3% (tiga persen) dari
jumlah pemilih pada pemilu terakhir;
 Kabupaten/kota dengan jumlah pemilih
lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus
didukung paling sedikit 2% (dua persen) dari
jumlah pemilih terakhir; dan
 Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d
tersebar di lebih dari 50% (lima puluh
persen) jumlah kecamatan di
kabupaten/kota dimaksud.
 Dukungansebagaimana dimaksud dikurangi
30% (tiga puluh persen) untuk calon
perseorangancalon Bupati dan Wakil
Bupati/Walikota dan Wakil Walikota
perempuan.
Mekanisme pencalonan 1. Proses rekrutmen kepala daerah belum demokratis yang terbukti 1. Mekanisme pencalonan harus diubah melalui
dengan hanya melibatkan elit partai politik tanpa melibatkan mekanisme pemilu internal yang menitik
anggota partai politik. Kemudian tidak terdesentralisasi dalam hal ini beratkan pada kompetisi internal dan juga
pilkada diselenggarakan oleh daerah maka sejatinya kedaulatan partisipasi anggota partai politik di level daerah.
berada ditangan kepengurusan partai politik di daerah bukan di level 2. Mekanisme pemilu internal dibuktikan dengan
pusat. Di samping itu “mahar politik” masih sering terjadi dalam dengan berita acara untuk diverifikasi
proses pencalonan, meskipun dalam prakteknya sulit untuk keabsahaanya oleh KPU.
dibuktikan dan dijerat. 3. Menghilangkan rekomendasi DPP.
2. Selain menghapus semangat desentralisasi, keberadaan 4. Partai politik dan/atau gabungan partai politik
rekomendasi DPP membuat proses pencalonan menjadi terburu- yang menurut bukti permulaan yang cukup
buru yang berdampak pada tidak dikenalnya calon kepala daerah terbukti menrima uang dan/atau imbalan dalam
ISU PERMASALAHAN REKOMENDASI
oleh DPP. Bahkan terdapat pula beberapa calon kepala daerah yang bentuk apapun dalam untuk mengusung atau
terhambat proses pencalonannya karena tidak mendapatkan surat tidak mengusung pasangan calon gubernur dan
rekomendasi DPP, misalnya saat pencalonan pilkada kota Surabaya wakil gubernur, bupati/walikota dan wakil
yang ditolak KPU Surabaya karena surat rekomendasi DPP PAN bupati/wakil walikota, anggota DPRD provinsi
“Hilang”. Hal serupa terjadi pula kabupaten Tasikmalaya yang dan DPRD kabupaten/Kota dibatalkan
berujung pada dibakarnya kantor DPC PKB. pencalonannya dengan keputusan KPU Provinsi
dan dilarang mengajukan calon dalam pemilihan
periode berikutnya.
Sengketa pencalonan Proses sengketa pencalonan yang berkepanjangan mengganggu tahapan Mekanisme penagakan hukum pemilu harus di disain
pilkada di beberapa daerah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor: beriringan dengan tahapan pemilu. Selain itu perlu
1. Banyaknya lembaga yang terlibat mulai dari Panwaslu, Bawaslu, dibedakan antara sengketa syarat mengajukan calon
PTUN, sampai dengan MA; dan sengketa syarat menjadi calon. Untuk mekanisme
2. Keputusan pengawas pemilu tidak utuh dalam memberikan sengketa pencalonan sendiri perlu dibuat se-efisien
pertimbangan hukum (kasus di Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi mungkin dengan memfokuskan kepada lembaga
Lampung); tertentu seperti:
3. Keputusan pengawas pemilu tidak membantah keberatan yang a. Upaya hukum pertama langsung ke PTUN dan
disampaikan oleh pemohon/pasangan calon yang dibatalkan (Kasus bisa kasasi ke MA;
di Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu). b. Upaya hukum dilakukan ke Bawaslu RI,
4. Pengawas pemilu keliru dan tidak cermat dalam merujuk ketentuan kemudian keberatan dilakukan ke MA;
syarat yang harus dipenuhi oleh calon kepala daerah dan sangat c. Majelis ad hoc sengketa pemilihan di Pengadilan
fatal sekali (Kasus di Kabupaten Kepulauan Aru). Tinggi yang isinya satu hakim Pengadilan Tinggi,
dua hakim ad hoc yang dipilih oleh KY dan
putusannya pertama dan terakhir.

Kampanye 1. Adanya pengadaan distribusi alat peraga kampanye yang dilakukan Rekomendasi kedepan dalam tataran kampanye
oleh KPU kurang efektif. semestinya:
2. Mekanisme debat formal yang ada tidak mampu membuka ruang 1. Alat peraga sebaiknya menjadi urusan partai.
dialog antara kandidat dengan pemilih. Seharusnya terjadi ruang 2. KPU seharusnya lebih menyebarluaskan visi,
ISU PERMASALAHAN REKOMENDASI
dialogis sampe dengan level akar rumput untuk mengetahui misi dan misi, program pasangan calon.
juga program. 3. Debat publik semestisnya dilakukan sampai
3. Visi kepala daerah sejatinya merujuk pada visi sebagai bangsa yang dengan level terendah.
tercantum dalam UUD 1945. Sehingga yang perlu diperhatikan lebih
4. Partai politik dan/atau gabungan partai politik
jauh iala misi dan program lebih operasional. Jika membaca Undang-
yang menurut bukti permulaan yang cukup
Undang Pemda tujuan otda adalah meningkatkan tata kelola
pemerintah lokal yang baik, meningkatkan pelayanan publik, terbukti menerima uang dan/atau imbalan
meningkatkan kesejahteraan umum, meningkatkan daya saing lokal, dalam bentuk apapun dalam untuk mengusung
seharusnya menjadi rujukan setiap pasangan calon. Akan tetapi atau tidak mengusung pasangan calon presiden
pada realitasnya visi misi panjang, tetapi tidak efektif dan tidak ada dan wakil presiden, anggota DPR, dan anggota
yang membaca. DPD dibatalkan pencalonannya dengan
4. UU 8/2015 tidak memuat ketentuan sanksi mengeni politik uang.
keputusan KPU dan dilarang untuk mengajukan
calon dalam pemilihan periode berikutnya.

Dana Kampanye 1. Rekening khusus kurang mencerminkan arus pemasukan dan 1. Sumbangan Pasangan Calon yang tidak terbatas,
pengeluaran dana kampanye pasangan calon. 9 dari 27 paslon nyata-nyata telah menciptakan perbedaan
bertransaksi tunak lebih dari 50% dari total dana kampanye. Saldo modal kampanye, pembiayaan dari negara tidak
awal dan akhir tidak berubah. cukup mampu menciptakan tujuan kesetaraan
2. Penerimaan: mayoritas kegiatan kampanye dibiayai sendiri oleh antar pasangan calon. Maka diperlukan
pasangan calon. Sumbangan dari partai politik sedikit sekali untuk pengaturan pembatasan terhadap sumbangan
membiayai pasangan calon. Hanya 7 dari 27 paslon yang partainya dari pasangan calon.
menyumbang, paling tinggi total 407 juta. Partai politik semangatnya 2. Partai politik tidak berkontribusi besar dalam
hanya menerima, bukan mengeluarkan. Saldo rekening partai politik pembiayaan kampanye, selaras dengan model
tidak terlalu banyak. koalisi yang dibangun berdasarkan kesiapan
3. Perusahaan memecah sumbangan ketika ingin menyumbang lebih modal yang dimiliki pasangan calon. Sehingga
dari 500 juta, di Balikpapan sumbangan dipecah ke anak kontribusi Partai politik terhadap pembiayaan
ISU PERMASALAHAN REKOMENDASI
perusahaan. KPU mengetahui betul hal ini, tetapi terlalu rumit untuk kampanye mutlak untuk dilakukan sebagai
memeriksanya. pertanggungjawaban pencalonan.
4. Pengeluaran: biaya pengeluaran pasangan calon tidak tercermin 3. Terdapat manipulasi laporan (unreported/under
dalam laporan dana kampanye. Di Palu pasangan calon mengundang reported) dalam laporan dan kampanye. Untuk
grup band Angkarna, ternyata biaya pengeluaran pasangan calon itu diperlukan cara pengawasan melekat dengan
lebih tinggi dari yang dilaporkan. Di Jember, dilaporkan habis 1 mengumpulkan data/angka pembanding biaya
miliar, tetapi hasil penghitungan JPPR 1,4 miliar. kampanye pasangan calon. Selain itu, jika
5. Batas dana kampanye: Tangerang Selatan batas dana kampanye 23 terbukti secara sengaja melakukan manipulasi
miliar yang bisa dipakai pasangan calon, ternyata maksimal laporan atau justru tidak melaporkan dana
pasangan calon hanya mengeluarkan 35%. kampanye, dapat dikenakan sanksi denda dan
6. Kepatuhan pelaporan: sebaiknya waktu dilock untuk mencegah sanksi administratif bagi partai politik
keributan di daerah. Laporan disiapkan setelah kampanye berakhir, pengusung tidak bisa mencalonkan calon kepala
pembukuannya tidak dicicil. daerah untuk satu kali penyelenggaran pilkada
7. Audit: pasangan calon hanya menyatakan patuh dan tidak patuh, berikutnya. Dan bagi pasangan calon juga tidak
baru auditor memeriksa apakah benar patuh/tidak patuh. Mulyati bisa menjadi calon di penyelenggaran pemilu
menyumbang kaos mendapat nilai 75 juta, padahal batasannya 50 dan pilkada berikutnya.
juta. Ketika diaudit, ini harus dikembalikan ke kas negara. 4. Untuk mengurangi transaksi tunai,
Mekanisme pengembalian ke kas negara belum ada. memberlakukan metode kas kecil (misalnya
1.000.000) untuk memudahkan laporan
keuangan dan mendorong tertib administrasi.
5. Pasangan calon yang tidak menyampaikan
laporan dana kampanye (ex, mengetahui
elektabilitas rendah). Dapat dijatuhkan sanksi
denda dan sanksi administratif bagi partai
politik pengusung tidak bisa mencalonkan calon
kepala daerah untuk satu kali penyelenggaran
ISU PERMASALAHAN REKOMENDASI
pilkada berikutnya. Dan bagi pasangan calon
juga tidak bisa menjadi calon di penyelenggaran
pemilu dan pilkada berikutnya.
6. Sistem audit hanya pada level kepatuhan.
Proses audit hanya menyandingkan laporan
dengan bukti pendukung tranksaki pengeluaran
(kuitansi). Sehingga diperlukan audit investigatif
dimana laporan dana kampanye perlu
menyertakan “laporan narasi kegiatan”
7. Efektifitas sanksi terhadap kepatuhan pelaporan
dana kampanye belum terwujud. Maka dari itu
perlu pemberlakukan sanksi yang tepat
(misalnya tertulis, denda, diskualifikasi).

Sengketa Pencalonan Permasalahan yang terkait dengan pencalonan: Lembaga penyelesaian sengketa perlu disederhanakan,
1. adanya sengketa di internal partai politik sehingga berimplikasi pada dengan beberapa pilihan:
masalah pencalonan calon kepala daerah 1. Majelis Ad Hoc penyelesaian sengketa yang ada
2. pemberian wewenang kepada pengawas pemilu dimana anggota di PT, yang isinya satu hakim PT, dua hakim ad
pengawas pemilu tidak dibentuk dan didesain sebagai lembaga hoc, dan putusannya bersifat terakhir. Akan
penyelesaian sengketa pencalonan, hal ini berpimplikasi pada: (1) tetapi terdapat mekanisme hak sanggah kepada
pertimbangan pengawas dalam membuat keputusan tidak utuh dan KPU sebalum masuk kadalam mekanisme
tidak konsisten, milsanya terkait dengan batas waktu penyerahan sengketa hukum.
berkas administrasi pencalonan 2. Upaya hukum pertama ke PTUN dan bisa kasasi
3. keputusan pengawas pemilu tidak cermat dalam merujuk ketentuan ke MA.
syarat yang harus dipenuhi calon kepala daerah 3. Upaya hukum dilakukan ke Bawaslu RI
4. munculnya berbagai peraturan teknis ditengah-tengah proses kemudian jika ada keberatan bisa dibawa ke MA
penyelesaian sengketa yang sedang berlangsung, misalnya adanya 4. Mesti ada limitasi waktu dan hukum acara yang
Fatwa MA mengenai penyelesaian sengketa pencalonan di pilkada. jelas, karena kejarannya adalah soal kepastian
ISU PERMASALAHAN REKOMENDASI
hukum
5. Ketentuan yang memberikan kesempatan
kepada partai politik yang memiliki lebih dari
satu kepengurusan lebih baik dihapuskan

Sengketa Hasil 1. waktu untuk mengajukan permohonan sengketa hasil ke MK sangat 1. waktu dalam mengajukan gugatan perlu
singkat, hanya 3x24 jam. Hal ini menyulitkan bagi daerah-daerah diperpanjang hingga 6 x 24 jam
yang ada di Indonesia Timur karena terpengaruh oleh kondisi 2. adanya selisih persentae dalam mengajukan
geografis, transportasi, dan komunikasi gugatan ke MK tidak diperlukan, jika memang
2. batasan persentase selisih hasil untuk mengajukan gugatan ke MK tetap diberlakukan maka seharusnya MK
yang menyebabkan MK tidak melihat proses pilkada secara utuh memberikan kesempatan kepada para
hanya melihat dari sisi hasil penghitungan saja. Akibatnya seluruh pemohon untuk memberikan argumentasinya
gugatan yang masuk dimana selisih persentasenya melewati batasan sehingga tidak hanya melihatnya pada hasil
ditolak oleh MK dan MK tidak memberikan kesempatan kepada para pilkada
pemohon untuk memberikan argumentasinya. 3. Ambang batas diputuskan di akhir setelah
3. adanya perbedaan cara menghitung selisih persentase hasil antara memeriksa pokok permohonan, apakah
MK dan pasangan calon. akibat perbedaan penghitungan tersebut, mempengaruhi hasil pilkada atau tidak. Besaran
beberapa daerah yang harusnya bisa diperiksa permohonannya ambang batas cukup satu misalnya 10% dan
justru tidak diterima seperti: Kab Ketapang, Kab Kapuas Hulu, tidak perlu dibuat berjenjang berdasarkan
Mahakam Hulu, Kutai Timur, Waropen, dan Batang Hari. jumlah penduduk.
Problemnya adalah tidak ada hukum acara untuk pemeriksaan 4. Objek sengketa bisa surat keputusan atau berita
ambang batas, apakah akan diputuskan setelah mendengarkan acara dengan tetap mengacu pembatasan
pokok permohonan atau sejak awal sudah menggugurkan waktu. Atau objek sengketa tetap surat
permohonan. keputusan namun pengajuan permohonan
4. Objek sengketa: objek permohonan perselisihan adalah surat didasarkan pada saat surat keputusan
keputusan tentang penetapan hasil, sedangkan waktu pengajuan diterbitkan atau diterima oleh pemohon.
permohonan terhitung sejak penetapan hasil. Padahal KPU tidak Konsekuensinya, waktu pengajuan bisa tidak
selalu langsung menerbitkan surat keputusan. Akibatnya, ada serentak dan panjang.
kesulitan bagi pemohon untuk mengajukan permohonan sehingga
ISU PERMASALAHAN REKOMENDASI
terlambat.
Anggaran 1. Dibebankannya anggaran penyelenggaran pilkada terhadap APBD 1. Membebankan biaya penyelenggaran pilkada
memicu hadirnya politisi anggaran di beberapa daerah yang calon serentak kepada APBN.
kepala daerahnya berasal dari incumbent. 2. Alokasi anggaran pilkada melalui APBN
2. Dibebankannya penyelenggaran pilkada pada APBD berdampak menyesuaikan dengan proposionalitas
pada ketidakadaan standarisasi anggaran pilkada yang berujung kebutuhan penyelenggaran pilkada di daerah
pada pembengkakan anggaran pilkada. Ketiadaan standar ini masing-masing sesuai dengan kondisi sosial dan
dilatarbelakangi oleh setiap anggaran pilkada menyesuaikan dengan geografis, dengan rujukan utamanya
kemampuan keuangan APBD di daerah-daerah masing-masing. berbasiskapa anggaran penyelenggaran pilkada
Sehingga dalam prakteknya terdapat beberapa daerah yang biaya terakhir.
penyelenggaraanya cenderung tinggi dan juga terdapat beberapa
daerah yang anggaranya rendah.
3. Dibebankannya penyelenggaran pilkada pada APBD membuka ruang
korupsi penyelenggara pemilu.

Anda mungkin juga menyukai