Anda di halaman 1dari 10

Sumber.

com - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum telah disahkan
dan ditandatangani oleh Presiden RI Joko Widodo pada tanggal 15 Agustus 2017 serta telah
diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 2017 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna
Laoly (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182). UU No 7 Tahun 2017 ini
terdiri atas 573 pasal, penjelasan dan 4 lampiran.

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka undang-undang berikut ini dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku :

1. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan Umum Presiden dan Wakil
presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924);
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O11 Nomor 101, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5246);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,
dan DPRD (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316);
4. Pasal 57 dan Pasal 60 ayat (1), ayat (2), serta ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633).

Substansi Penting UU Pemilihan Umum 

Dilansir dari Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, beberapa substansi penting dalam UU
Pemilu yang disepakati antara Pemerintah dan DPR-RI, antara lain 

 Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas Langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
(pasal 2);
 Kesetaraan bagi penyandang disabilitas yang memenuhi syarat memiliki kesempatan
yang sama sebagai pemilih, calon anggpta DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai
calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD, dan sebagai Penyelenggara
Pemilu (pasal 5);
 Presiden dan Wakil Presiden bisa dicalonkan minimal dengan usia 40 tahun dan
berpendidikan minimal SMA atau sederajatnya (pasal 169)
 Peserta Pemilu untuk pemilihan umum anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota adalah partai politik, yang telah ditetapkan/lulus verifikasi oleh Komisi
Pemilihan Umum (Pasal 173);
 Partai politik dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan (Pasal 173 ayat
2:

            a. berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik;


            b. memiliki kepengurusan di seluruh provinsi;
            c. memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen) jumlah kabupaten/kota di
provinsi yang bersangkutan;
            d. memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di
kabupaten/kota yang bersangkutan; 
            e. menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada
kepengurusan partai politik tingkat pusat;
            f. memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu
perseribu) dari jumlah Penduduk pada kepengurusan partai politik (mengacu pada huruf c)
            g. mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu;
            h. mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik kepada KPU; dan
            i. menyertakan nomor rekening dana Kampanye Pemilu atas nama partai politik kepada
KPU.;

 Partai Politik dapat menjadi Peserta Pemilu dengan mengajukan pendaftaran untuk
menjadi calon Peserta Pemilu kepada KPU, dengan surat yang ditandatangani oleh ketua
umum dan sekretaris jenderal atau nama lain pada kepengurusan pusat partai politik, dan
disertai dokumen persyaratan yang lengkap (pasal 176)
 Jadwal waktu pendaftaran Partai Politik Peserta Pemilu ditetapkan oleh KPU paling
lambat 18 (delapan belas) bulan sebelum hari pemungutan suara (Pasal 176)
 Penetapan Partai Politik peserta Pemilu dilakukan dalam sidang pleno KPU paling lambat
14 (empat belas) bulan sebelum hari pemungutan suara. Sementara penetapan nomor urut
partai politik sebagai peserta pemilu dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU yang
terbuka dengan dihadiri wakil Partai Politik Peserta Pemilu
 UU ini juga mengatur mengenai kemungkinan terjadinya perselisihan kepengurusan
partai politik. Menurut UU ini, kepengurusan Partai Politik tingkat pusat yang menjadi
Peserta Pemilu dan dapat mendaftarkan pasangan calon dan calon anggota DPR, calon
anggota DPRD provinsi, dan calon anggota DPRD kabupaten/kota merupakan
kepengurusan Partai Politik tingkat Pusat yang sudah memperoreh putusan Mahkamah
Partai atau nama lain, dan didaftarkan serta ditetapkan dengan keputusan menteri
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
 Jumlah kursi anggota DPR sebanyak 575 (lima ratus tujuh puluh lima), dimana daerah
pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/ kota,
dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3 (tiga) kursi dan
paling banyak 10 (sepuluh) kursi.
 Jumlah kursi DPRD provinsi, menurut UU ini, ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh
lima) dan paling banyak 120 (seratus dua puluh) mengikuti jumlah penduduk pada
provinsi yang bersangkutan.
 Jumlah kursi DPRD kabupaten/kota, menurut UU ini, ditetapkan paling sedikit 20 (dua
puluh) kursi dan paling banyak 55 (lima puluh lima) kursi, didasarkan pada jumlah
penduduk kabupaten/kota.
 Jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan daerah (DPD) untuk setiap provinsi, menurut
UU ini, ditetapkan  4 (empat), dengan daerah pemilihannya adalah provinsi.
 Warga Negara Indonesia yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan, anggota TNI
dan anggota Kepolisian RI tidak mempunyai hak memilih.
 Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik
atau Gabungan Partai Politik, yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit
20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima
persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya (Pasal 223).
 Masa pendaftaran bakal Pasangan Calon paling lama 8 (delapan) bulan sebelum hari
pemungutan suara (Pasal 226).
 Dana Kampanye dapat diperoleh dari: a. Pasangan Calon yang bersangkutan; b. Partai
Politik dan/atau Gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan Calon; dan  c.
sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain. Dalam UU ini juga disebutkan,
kampanye Pemilu Presiden dan wakil presiden dapat didanai dari APBN berupa uang,
barang, dan/atau jasa.
 Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling
sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam
penentuan perolehan kursi anggota DPR. Namun, untuk penetuan perolehan kursi
anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, menurut UU ini, seluruh Partai
Politik Peserta Pemilu diikutkan.
 Penentuan perolehan jumlah kursi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota Partai Politik peserta pemilu didasarkan atas hasil penghitungan seluruh
suara sah dari setiap Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi ketentuan di daerah
pemilihan yang bersangkutan (Pasal 419

Memahami UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017

1. 1. MEMAHAMI UU NO 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM


AHSANUL MINAN, MH PEMERHATI PEMILU DARI UNIVERSITAS
NAHDLATUL ULAMA INDONESIA Disampaikan dalam acara bimbingan teknis
DPRD kab. Bangka tengah, jakarta 4 november 2017
2. 2. ISU KRUSIAL DALAM UU 7/2017 • Penyelenggara (status, kelembagaan, dan
kewenangan) • Syarat kepesertaan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD • Syarat
pencalonan Presiden dan Wakil Presiden • Pendaftaran pemilih • Kampanye dan Dana
Kampanye • Penentuan Perolehan Kursi • Penentuan Calon Terpilih
3. 3. PERBANDINGAN UU PEMILU UU PEMILU SEBELUMNYA • Terpisah dalam
beberapa UU, sehingga menyebabkan: legal• Terdapat banyak kontradiksi uncertainity
• Mempersulit pembaca untuk memahami norma UU 7 tahun 2017 • Terkodifikasi dalam
1 naskah, sehingga: • Menjamin konsistensi pengaturan • meminimalisasi kontradiksi
antar norma • mencegah duplikasi pengaturan • mewujudkan kepastian hukum (Pasal 4) •
mempermudah pembaca dalam memahami
4. 4. APA YANG BERUBAH DI SEKTOR PENYELENGGARA PEMILU –KPU ?
PENYELENGGARA PERUBAHAN DAMPAK KPU Tugas untuk mengakreditasi
pemantau dipindahkan ke Bawaslu Diatur mekanisme pengujian Peraturan KPU (waktu
pengujian oleh MA maksimal 30 hari) Ps 76 Peraturan KPU bisa diuji dalam waktu
singkat, diperlukan dan kecermatan peserta pemilu dan pihak-pihak yang berpotensi
dirugikan oleh PKPU dalam membaca dan memahami PKPU. Penguatan institusi:
Penambahan jumlah komisioner daerah (Pasal 10), penambahan Deputi (Pasal 79)
Penambahan tugas: Memelihara daftar pemilih secara berkelanjutan (Pasal 12 huruf f)
5. 5. APA YANG BERUBAH DI SEKTOR PENYELENGGARA PEMILU –Bawaslu ?
PENYELENGGARA PERUBAHAN DAMPAK BAWASLU Penambahan Tugas
Akreditasi Pemantau (Pasal 437) Memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan
pengujian Peraturan KPU Penguatan institusi: Penambahan jumlah komisioner daerah;
penambahan Deputi, status Panwaskab/kota menjadi permanen Penambahan
kewenangan: • memeriksa dan memutus pelanggaran administrasi Pasal 95 huruf b •
memeriksa, mengkaji, dan memuttrs pelanggaran politik uang; Pasal 95 huruf • meminta
bahan keterangan yang dibuhrhkan kepada pihak yang berkaitan dalam rangka
pencegatran dan penindakan pelanggaran Pemilu dan sengketa proses pemilu (Pasal 95
huruf g) Pasal 14 huruf j, KPU berkewajiban melaksanakan putusan Bawaslu mengenai
sanksi administratif dan sengketa proses pemilu Tugas mengawasi penataan dan
penetapan daerah pemilihan DPRD kabupaten/kota; (Pasal 93 huruf d angka 2) Tugas ini
sebelumnya tidak ada dalam UU Penyelenggara Pemilu. Penataan dan penetapan dapil
DPRD kemungkinan dapat berjalan lebih baik karena diawasi oleh Bawaslu. Tugas
mencegah terjadinya praktik politik uang & netralitas ASN, TNI, POLRI. Pasal 93 huruf
e & f Penambahan tugas memfasilitasi pelatihan saksi peserta pemilu
6. 6. APA YANG BERUBAH DI SEKTOR PENYELENGGARA PEMILU –DKPP ?
STATUS DKPP menjadi bagian dari kesatuan Penyelenggara Pemilu DKPP terikat Kode
Etik Penyelenggara Pemilu Masalah: Pasal 155 ayat (2) DKPP memeriksa dan memutus
dugaan pelanggara kode etik yang dilakukan KPU dan Bawaslu. Pasal 157 ayat (1), Kode
Etik hanya mengikat KPU dan Bawaslu. Bagaimana jika DKPP yang melanggar kode
etik?
7. 7. PENDAFTARAN PEMILIH TAHAPAN PERUBAHAN DAMPAK
PENDAFTARAN PEMILIH • Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data pemilu
terakhir dengan memperhatikan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
pemerintah dan menetapkannya sebagai daftar pemilih (Pasal 12 huruf f) • Pasal 14 huruf
l: melakukan pemutakhiran dan memelihara data pemilih secara berkelanjutan dengan
memperhatikan data kependudukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; •
KPU tidak lagi terlalu bergantung kepada Pemerintah • Sistem Pendaftaran Pemilih
berubah menjadi lebih condong kepada continuous voter registration system • KPU
menjadi penanggungjawab utama masalah daftar pemilih Data kependudukan dari
Pemerintah dijadikan sebagai data pembanding DPT Pemilu terakhir (Pasal 201 ayat 7)
Pemerintah memberikan data kependudukan yang dikonsolidasikan setiap 6 (enam) bulan
kepada KPU sebagai bahan tambahan dalam pemutaktriran data Pemilih (pasal 201 ayat
8)
8. 8. SYARAT KEPESERTAAN PEMILU Pejabat negara yang dicalonkan oleh partai
politik peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon presiden atau calon
wakil Fresiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Fresiden, wakil
presiden, pimpinan dan anggota MPR, Pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan
anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil
walikota. Pasal 170 ayat (1) Pasal 173 Partai politik dapat menjadi peserta pemilu DPR &
DPRD setelah memenuhi persyaratan: a. berstatus badan hukum sesuai dengan undang-
undang b. memiliki kepengurusan di seluruh provinsi; c. memiliki kepengurusan di 75%
(tuiuh puluh lima persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; d.
memiliki kepengurusan jumlah kecamatan 5O% (lima puluh persen) kabupaten/kota yang
bersangkutan; e. menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat; f. memiliki anggota sekurang-
kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/ 1.OOO (sattr perseribu) dari jumlah penduduk
pada kepengumsan partai politik sebagaimana dimaksud pada huruf c yang dibuktikan
dengan kepemilikan kartu tanda anggota; g. mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan
pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu; h.
mengaiukan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik kepada KPU; dan i.
menyerahkan nomor rekening dana Kampanye Pemilu atas nama partai politik kepada
KPU Partai politik yang telah lulus verifikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud pasal
173 (2) tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu.
Norma ini dalam UU sebelumnya pernah dibatalkan oleh MK, dan saat ini sedang dalam
pengujian di MK. Ketentuan mengenai tata cara penelitian administrasi dan penetapan
keabsahan persyaratan diatur dengan peraturan KPU. Pasal 174 ayat (3) jo 178 ayat (3)
KPU membuat PKPU yang mengatur tentang penggunaan SIPOL, dimana telah
memakan korban beberapa parpol yang dinyatakan tidak dapat diverifikasi lebih lanjut.
Parpol kemudian mempersoalkan eksistensi SIPOL yang diatur di PKPU, padahal tidak
ada normanya di UU. Saat ini kasus ini tengah disengketakan di Bawaslu. Hikmah dari
kejadian ini, peserta pemilu perlu memperhatikan PKPU dan jika perlu menggunakan hak
untuk menguji peraturan KPU ketimbang menempuh jalan sengketa
9. 9. KETENTUAN SAAT PENDAFTARAN BAGI CALON PESERTA PEMILU YANG
KEPENGURUSAN PARTAI POLITIKNYA TERJADI PERSELISIHAN (PASAL 184)
Dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan partai politik: • kepengurusan Partai Politik
tingkat pusat yang menjadi Peserta Pemilu dan dapat mendaftarkan pasangan calon dan
calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota merupakan
kepengurusan Partai Politik tingkat pusat yang sudah memperoreh putusan Mahkamah
Partai atau nama lain dan didaftarkan serta ditetapkan dengan keputusan Menkumham. •
Dalam hal masih ada perselisihan di MP, kepengurusan yang sudah memperoleh putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan didaftarkan serta
ditetapkan dengan keputusan Menkumham. • Putusan Mahkamah Partai atau nama lain
dan/atau putusan pengadilan yang telatr memperoleh kekuatan hukum tetap wajib
didaftarkan ke Kemenkumham paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
terbentuknya kepengurusan yang baru dan wajib ditetapkan dengan keputusan menteri
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya persyaratan • Dalam hal pendaftaran
dan penetapan kepengurusan partai Politik tersebut belum selesai, sementara batas waktu
pendaftaran Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota di KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota akan berakhir, kepengunrsan
partai politik yang menjadi Peserta Pemilu dan dapat mendaftarkan Pasangan Calon,
calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah kepengurusan
Partai Politik yang tercantum dalam keputusan terakhir Menkumham. Norma ayat (4) ini
berpotensi menimbulkan masalah baru di internal partai politik yang sedang mengalami
perselisihan internal
10. 10. PENCALONAN PRESIDEN DAN WAPRES • Pasal 222. Pasangan Calon diusulkan
oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi
persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR
atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada
Pemilu anggota DPR sebelumnya. • Dengan demikian, partai baru tidak punya hak untuk
mencalonkan Capres-Cawapres. Norma ini juga sedang digugat Karena tidak sinkron
dengan semangat penyelenggaraan Pemilu serentak. • Pasal 228. Partai Politik dilarang
menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Presiden dan Wakil
Presiden. Dalam hal Partai Politik terbukti menerima imbalan, Partai Politik yang
bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya. Partai Politik yang
menerima imbalan harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap. Setiap orang atau lembaga dilarang memberikan imbalan kepada
Partai Politik dalam bentuk apa pun dalam proses pencalonan Presiden dan Wakil
Presiden. • Diperbolehkan calon tunggal, meskipun hal ini sangat dihindari. • Pasal 229
ayat (2) huruf a KPU menolak pendaftaran Pasangan Calon dalam hal: pendaftaran 1
(satu) Pasangan Calon diajukan oleh gabungan dari seluruh Partai Politik Peserta Pemilu.
• Jika hanya ada 1 pasangan calon dan sudah dilakukan perpanjangan masa pendaftaran 2
x 7 hari (Pasal 235 ayat 4) • Dalam hal partai politik atau Gabungan Partai Politik yang
memenuhi syarat mengajukan Pasangan Calon tidak mengajukan bakal Pasangan Calon,
partai politik bersangkutan dikenai sanksi tidak mengikuti pemilu berikutnya. (Pasal 235
ayat 5) • Dalam hal telah dilaksanakan perpanjangan pendaftaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) masih terdapat I (satu) Pasangan Calon, tahapan pelaksanaan Pemilu tetap
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-
11. 11. PENYUSUNAN DAERAH PEMILIHAN DPRD KAB/KOTA Prinsip penyusunan
DAPIL (Dalam UU Pemilu sebelumnya tidak diatur di tingkat UU): • kesetaraan nilai
suara; • ketaatan pada sistem Pemilu yang proporsional; • proporsionalitas; • Integralitas
wilayah; • berada dalam cakupan wilayah yang sama; • kohesivitas; dan •
kesinambungan. (Pasal 185) Susunan Dapil DPR RI dan DPRD Provinsi diatur dalam
lampiran UU Nomor 7 tahun 2017, akan tetapi susunan Dapil DPRD Kab/kota tidak
diatur. Jumlah maksimal kursi DPRD Kab/Kota bertambah 5 kursi, dari sebelumnya 50
kursi menjadi 55 kursi (Pasal 191 ayat 1). Penambahan ini untuk mengcover Kab/kota
yang memiliki penduduk 1 juta – 3 juta mendapat 50 kursi, dan Kab/Kota yang memiliki
penduduk lebih dari 3 juta mendapatkan 55 kursi. Dengan demikian, sangat terbuka
kemungkinan terjadi perubahan susunan Dapil DPRD Kab/Kota. Pengaturan tentang
susunan Dapil DPRD Kab/Kota diatur oleh KPU. (Pasal 195) Bawaslu diberi tambahan
tugas untuk mengawasi proses penyusunan dan penetapan Dapil dan alokasi kursinya
oleh KPU. (Pasal 93 huruf d angka 2) Tugas ini sebelumnya tidak ada dalam UU
Penyelenggara Pemilu. Parpol perlu memperhatikan proses penyusunan Dapil dan alokasi
kursi ini, agar tidak dirugikan.
12. 12. KAMPANYE DAN DANA KAMPANYE TAHAPAN PERUBAHAN DAMPAK
KAMPANYE Definisi Kampanye Pasal 1 angka 35 tidak lagi mensyaratkan
keterpenuhan unsur secara kumulatif, melainkan bisa alternatif (menggunakan dan/atau)
Kegiatan kampanye yang berpotensi melanggar akan lebih mudah dijerat secara hukum
Kampanye Pemilu dilaksanakan secara serentak antara kampanye Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden dengan kampanye Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD. (Pasal 267)
Kampanye dalam bentuk: pemasangan alat peraga, iklan media massa cetak, media massa
elektronik, dan Internet, dan debat Pasangan Calon tentang materi kampanye Pasangan
Calon difasilitasi KPU dengan biaya APBN (pasal 275 ayat 2) Subsidi negara atas biaya
kampanye tetap dipertahankan Pasal 283: Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat
fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan
kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta pemilu sebelum, selama,
dan sesudah masa Kampanye. Larangan meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan
atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya,
anggota keluarga, dan masyarakat. Larangan yang lebih tegas terkait praktek abuse of
power Sanksi atas praktek money politic secara terstruktur, massif dan sistematis adalah
pembatalan status calon melalui rekomendasi Bawaslu. Hal ini tidak menghilangkan
sanksi pidana. Pasal 286 DANA KAMPANYE Bawaslu bertugas mengawasai:
pelaksanaan dan dana kampanye (Pasal 93 huruf d angka 5) Dalam UU penyelenggara
pemilu sebelumnya, tugas mandatory Bawaslu hanya mengawasi kampanye,
13. 13. PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA • Rekapitulasi suara di tingkat
desa dihapus, hasil penghitungan suara direkapitulasi mulai di tingkat kecamatan. (Pasal
393) • Hal ini akan membutuhkan kecermatan dan kehati-hatian partai politik dan calon,
karena rawan terjadi manipulasi di antara jeda paska penghitungan di TPS dengan
pelaksanaan rekapitulasi di kecamatan. Kerawanan akan muncul dalam proses
pengiriman hasil penghitungan suara ke PPS dan selama kotak suara transit di PPS.
(Pasal 392) • Dalam hal ini, Pasal 391 mengatur bahwa PPS wajib mengumumkan
salinan sertilikat hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya dengan
cara menempelkan salinan tersebut di tempat umum. Pelaksanaan norma ini harus
dikawal oleh peserta pemilu dan masyarakat untuk memastikan PPS melaksanakannya.
14. 14. PENENTUAN PEROLEHAN KURSI DPR & DPRD • Pasal 414 Partai Politik
Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% (empat
persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan
kursi DPR. • Untuk kursi DPRD, seluruh Partai Politik Peserta Pemilu diikutkan dalam
penentuan perolehan kursi anggota DPRD Provinsi dan DPRD kab/kota. • Pasal 415
Suara sah setiap partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara dibagi
dengan bilangan pembagi I dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3; 5; 7; dan
seterusnya. Ketentuan ini berlaku sama untuk DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota
• Pasangan Capres-Cawapres terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara
lebih dari 50% (lima puluh persen) dari . jumLah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar
di lebih dari yz (setengah) jumlah provinsi di Indonesia. • Dalam hal tidak ada Pasangan
Calon yang dapat memenuhi ketentuan tersebut, 2 (dua) Pasangan Calon yang
memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh ralryat secara
langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
15. 15. ILUSTRASI DISTRIBUSI PEROLEHAN KURSI Di sebuah daerah pemilihan yang
memiliki 8 kursi dan terdapat 5 partai politik dengan 5.200 suara sah, maka penerapan
system penentuan perolehan kursi adalah sebagai berikut: PARTAI PEROLEHAN
SUARA SAH PEMBAGI 1 PEMBAGI 3 PEMBAGI 5 PEMBAGI 7 JUMLAH
PEROLEHAN KURSI Partai A 1.800 1.800 600 360 257 3 Partai B 300 300 100 60 42
Partai C 500 500 166.6 100 71 1 Partai D 1.100 1.100 366.6 220 157 2 Partai E 1.500
1.500 500 300 214 2 Kursi Kedelapan Kursi Kedua Kursi Ketiga Kursi Keempat Kursi
Kelima Kursi Keenam Kursi Ketujuh Kursi Pertama
16. 16. SEKIAN TERIMA KASIH
JPP, JAKARTA - Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
(Pemilu) yang disahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 15 Agustus 2017 terdiri atas
573 pasal, penjelasan, dan 4 lampiran. UU ini telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly pada 16 Agustus 2017.

Dalam UU ini telah ditetapkan, bahwa jumlah kursi anggota DPR sebanyak 575 (lima ratus tujuh
puluh lima), di mana daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau
gabungan kabupaten/kota, dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit
3 (tiga) kursi dan paling banyak 10 (sepuluh) kursi.

“Daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan
anggota DPR sebagaimana dimaksud tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini,” bunyi Pasal 187 ayat (5) UU ini.

Adapun jumlah kursi DPRD provinsi, menurut UU ini, ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh
lima) dan paling banyak 120 (seratus dua puluh) mengikuti jumlah penduduk pada provinsi yang
bersangkutan.

Daerah pemilihan anggota DPRD provinsi adalah kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota.
Sementara, jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD provinsi paling sedikit 3 (tiga)
kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi.

“Daerah pemilihan sebagaimana dimaksud dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota
DPR provinsi sebagaimana dimaksud tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini,” bunyi Pasal 189 ayat (5) UU ini.

Untuk jumlah kursi DPRD kabupaten/kota, menurut UU ini, ditetapkan paling sedikit 20 (dua
puluh) kursi dan paling banyak 55 (lima puluh lima) kursi, didasarkan pada jumlah penduduk
kabupaten/kota.

Ditegaskan dalam UU ini, KPU menyusun dan menetapkan daerah pemilihan anggota DPRD
Kabupaten/Kota berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Dalam penyusunan dan penetapan
daerah pemilihan anggota DPRD KabupatenlKota sebagaimana dimaksud, KPU melakukan
konsultasi dengan DPR.

Adapun jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan daerah (DPD) untuk setiap provinsi, menurut
UU ini, ditetapkan 4 (empat), dengan daerah pemilihannya adalah provinsi.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 ini menyebutkan, Warga Negara Indonesia yang pada
hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau
sudah pernah kawin mempunyai hak memilih. Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud
didaftar 1 (satu) kali oleh Penyelenggara Pemilu dalam daftar Pemilih. Adapun Warga Negara
Indonesia yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan tidak mempunyai hak memilih.

“Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga Negara Indonesia harus terdaftar sebagai
Pemilih kecuali yang ditentukan lain dalam Undang-Undang ini,” bunyi Pasal 199 UU ini.
Sementara anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia, menurut UU ini, tidak menggunakan haknya untuk memilih.

Pengusulan dan Penetapan Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden

UU ini menegaskan, bahwa calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu)
pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, yang memenuhi persyaratan perolehan
kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoLeh 25% (dua
puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

“Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud hanya dapat mencalonkan 1
(satu) Pasangan Calon sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik dan/atau musyawarah
Gabungan Partai Politik yang dilakukan secara demokratis dan terbuka,” bunyi Pasal 223 ayat
(2) UU No. 7/2017 ini.

Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, menurut UU ini, dapat mengumumkan bakal calon
Presiden dan/atau bakal calon Wakil Presiden sebelum penetapan calon anggota. DPR, DPD, dan
DPRD.

Adapun pendaftaran bakal Pasangan Calon oleh Partai Politik ditandatangani oleh ketua umum
atau nama lain dan sekretaris jenderal atau nama lain serta Pasangan Calon yang bersangkutan.
Pendaftaran bakal Pasangan Calon oleh Gabungan Partai Politik, menurut UU ini, ditandatangani
oleh ketua umum atau nama lain dan sekretaris jenderal atau nama lain dari setiap Partai Politik
yang bergabung serta Pasangan Calon yang bersangkutan.

“Masa pendaftaran bakal Pasangan Calon paling lama 8 (delapan) bulan sebelum hari
pemungutan suara,” bunyi Pasal 226 ayat (4) UU ini.

Ditegaskan dalam UU ini, Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun pada
proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Dalam hal Partai Politik terbukti menerima
imbalan sebagaimana dimaksud, Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon
pada periode berikutnya.

Dalam hal salah satu calon dari bakal Pasangan Calon atau kedua calon dari bakal Pasangan
Calon berhalangan tetap sampai dengan 7 (tujuh) hari sebelum bakal Pasangan Calon ditetapkan
sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, menurut UU ini, Partai Politik atau Gabungan Partai
Politik yang (mengusung) bakal calon atau bakal Pasangan Calonnya berhalangan tetap diberi
kesempatan untuk mengusulkan bakal Pasangan Calon pengganti.

Selanjutnya, KPU menetapkan dalam sidang pleno KPU tertutup dan mengumumkan nama
Pasangan Calon yang telah memenuhi syarat sebagai Peserta Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden, 1 (satu) hari setelah selesai verifikasi.

“Penetapan nomor urut Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dilakukan secara undi dalam
sidang pleno KPU terbuka dan dihadiri oleh seluruh Pasangan Calon, 1 (satu) hari setelah
penetapan dan pengumuman sebagaimana dimaksud,” bunyi Pasal 235 ayat (2) UU ini.
UU ini juga menegaskan, Partai politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud
dilarang menarik calonnya dan/atau Pasangan Calon yang telah ditetapkari oleh KPU. Selain itu,
salah seorang dari bakal Pasangan Calon atau bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud
dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon oleh KPU.

“Salah seorang dari bakl Pasangan Calon atau bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud
dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon oleh KPU,”
bunyi Pasal 236 ayat (2) UU ini.

Menurut UU ini, dalam rangka pendidikan politik, KPU wajib memfasilitasi penyebarluasan
materi Kampanye Pemilu Presiden dan Wakit Presiden yang meliputi visi, misi, dan program
Pasangan Calon melalui laman KPU dan lembaga penyiaran publik.

Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud, menurut UU ini, dilaksanakan selama 21 (dua puluh
satu) hari, dan berakhir sampai dengan dimulainya Masa Tenang.

“Masa Tenang sebagaimana dimaksud berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari
pemungutan suara,” bunyi Pasal 278 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017.

Mengenai Dana Kampanye , menurut UU ini, dapat diperoleh dari: a. Pasangan Calon yang
bersangkutan; b. Partai Politik dan/atau Gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan
Calon; dan c. sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.

Selain didanai oleh dana kampanye sebagaimana dimaksud, dalam UU ini disebutkan kampanye
Pemilu Presiden dan wakil presiden dapat didanai dari APBN. Dana Kamparrye sebagaimana
dimaksud dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa. (stkb/nbh/bersambung

Anda mungkin juga menyukai