com - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum telah disahkan
dan ditandatangani oleh Presiden RI Joko Widodo pada tanggal 15 Agustus 2017 serta telah
diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 2017 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna
Laoly (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182). UU No 7 Tahun 2017 ini
terdiri atas 573 pasal, penjelasan dan 4 lampiran.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka undang-undang berikut ini dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku :
1. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan Umum Presiden dan Wakil
presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924);
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O11 Nomor 101, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5246);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,
dan DPRD (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316);
4. Pasal 57 dan Pasal 60 ayat (1), ayat (2), serta ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633).
Dilansir dari Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, beberapa substansi penting dalam UU
Pemilu yang disepakati antara Pemerintah dan DPR-RI, antara lain
Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas Langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
(pasal 2);
Kesetaraan bagi penyandang disabilitas yang memenuhi syarat memiliki kesempatan
yang sama sebagai pemilih, calon anggpta DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai
calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD, dan sebagai Penyelenggara
Pemilu (pasal 5);
Presiden dan Wakil Presiden bisa dicalonkan minimal dengan usia 40 tahun dan
berpendidikan minimal SMA atau sederajatnya (pasal 169)
Peserta Pemilu untuk pemilihan umum anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota adalah partai politik, yang telah ditetapkan/lulus verifikasi oleh Komisi
Pemilihan Umum (Pasal 173);
Partai politik dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan (Pasal 173 ayat
2:
Partai Politik dapat menjadi Peserta Pemilu dengan mengajukan pendaftaran untuk
menjadi calon Peserta Pemilu kepada KPU, dengan surat yang ditandatangani oleh ketua
umum dan sekretaris jenderal atau nama lain pada kepengurusan pusat partai politik, dan
disertai dokumen persyaratan yang lengkap (pasal 176)
Jadwal waktu pendaftaran Partai Politik Peserta Pemilu ditetapkan oleh KPU paling
lambat 18 (delapan belas) bulan sebelum hari pemungutan suara (Pasal 176)
Penetapan Partai Politik peserta Pemilu dilakukan dalam sidang pleno KPU paling lambat
14 (empat belas) bulan sebelum hari pemungutan suara. Sementara penetapan nomor urut
partai politik sebagai peserta pemilu dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU yang
terbuka dengan dihadiri wakil Partai Politik Peserta Pemilu
UU ini juga mengatur mengenai kemungkinan terjadinya perselisihan kepengurusan
partai politik. Menurut UU ini, kepengurusan Partai Politik tingkat pusat yang menjadi
Peserta Pemilu dan dapat mendaftarkan pasangan calon dan calon anggota DPR, calon
anggota DPRD provinsi, dan calon anggota DPRD kabupaten/kota merupakan
kepengurusan Partai Politik tingkat Pusat yang sudah memperoreh putusan Mahkamah
Partai atau nama lain, dan didaftarkan serta ditetapkan dengan keputusan menteri
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Jumlah kursi anggota DPR sebanyak 575 (lima ratus tujuh puluh lima), dimana daerah
pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/ kota,
dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3 (tiga) kursi dan
paling banyak 10 (sepuluh) kursi.
Jumlah kursi DPRD provinsi, menurut UU ini, ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh
lima) dan paling banyak 120 (seratus dua puluh) mengikuti jumlah penduduk pada
provinsi yang bersangkutan.
Jumlah kursi DPRD kabupaten/kota, menurut UU ini, ditetapkan paling sedikit 20 (dua
puluh) kursi dan paling banyak 55 (lima puluh lima) kursi, didasarkan pada jumlah
penduduk kabupaten/kota.
Jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan daerah (DPD) untuk setiap provinsi, menurut
UU ini, ditetapkan 4 (empat), dengan daerah pemilihannya adalah provinsi.
Warga Negara Indonesia yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan, anggota TNI
dan anggota Kepolisian RI tidak mempunyai hak memilih.
Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik
atau Gabungan Partai Politik, yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit
20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima
persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya (Pasal 223).
Masa pendaftaran bakal Pasangan Calon paling lama 8 (delapan) bulan sebelum hari
pemungutan suara (Pasal 226).
Dana Kampanye dapat diperoleh dari: a. Pasangan Calon yang bersangkutan; b. Partai
Politik dan/atau Gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan Calon; dan c.
sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain. Dalam UU ini juga disebutkan,
kampanye Pemilu Presiden dan wakil presiden dapat didanai dari APBN berupa uang,
barang, dan/atau jasa.
Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling
sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam
penentuan perolehan kursi anggota DPR. Namun, untuk penetuan perolehan kursi
anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, menurut UU ini, seluruh Partai
Politik Peserta Pemilu diikutkan.
Penentuan perolehan jumlah kursi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota Partai Politik peserta pemilu didasarkan atas hasil penghitungan seluruh
suara sah dari setiap Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi ketentuan di daerah
pemilihan yang bersangkutan (Pasal 419
Dalam UU ini telah ditetapkan, bahwa jumlah kursi anggota DPR sebanyak 575 (lima ratus tujuh
puluh lima), di mana daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau
gabungan kabupaten/kota, dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit
3 (tiga) kursi dan paling banyak 10 (sepuluh) kursi.
“Daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan
anggota DPR sebagaimana dimaksud tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini,” bunyi Pasal 187 ayat (5) UU ini.
Adapun jumlah kursi DPRD provinsi, menurut UU ini, ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh
lima) dan paling banyak 120 (seratus dua puluh) mengikuti jumlah penduduk pada provinsi yang
bersangkutan.
Daerah pemilihan anggota DPRD provinsi adalah kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota.
Sementara, jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD provinsi paling sedikit 3 (tiga)
kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi.
“Daerah pemilihan sebagaimana dimaksud dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota
DPR provinsi sebagaimana dimaksud tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini,” bunyi Pasal 189 ayat (5) UU ini.
Untuk jumlah kursi DPRD kabupaten/kota, menurut UU ini, ditetapkan paling sedikit 20 (dua
puluh) kursi dan paling banyak 55 (lima puluh lima) kursi, didasarkan pada jumlah penduduk
kabupaten/kota.
Ditegaskan dalam UU ini, KPU menyusun dan menetapkan daerah pemilihan anggota DPRD
Kabupaten/Kota berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Dalam penyusunan dan penetapan
daerah pemilihan anggota DPRD KabupatenlKota sebagaimana dimaksud, KPU melakukan
konsultasi dengan DPR.
Adapun jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan daerah (DPD) untuk setiap provinsi, menurut
UU ini, ditetapkan 4 (empat), dengan daerah pemilihannya adalah provinsi.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 ini menyebutkan, Warga Negara Indonesia yang pada
hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau
sudah pernah kawin mempunyai hak memilih. Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud
didaftar 1 (satu) kali oleh Penyelenggara Pemilu dalam daftar Pemilih. Adapun Warga Negara
Indonesia yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan tidak mempunyai hak memilih.
“Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga Negara Indonesia harus terdaftar sebagai
Pemilih kecuali yang ditentukan lain dalam Undang-Undang ini,” bunyi Pasal 199 UU ini.
Sementara anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia, menurut UU ini, tidak menggunakan haknya untuk memilih.
UU ini menegaskan, bahwa calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu)
pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, yang memenuhi persyaratan perolehan
kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoLeh 25% (dua
puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
“Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud hanya dapat mencalonkan 1
(satu) Pasangan Calon sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik dan/atau musyawarah
Gabungan Partai Politik yang dilakukan secara demokratis dan terbuka,” bunyi Pasal 223 ayat
(2) UU No. 7/2017 ini.
Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, menurut UU ini, dapat mengumumkan bakal calon
Presiden dan/atau bakal calon Wakil Presiden sebelum penetapan calon anggota. DPR, DPD, dan
DPRD.
Adapun pendaftaran bakal Pasangan Calon oleh Partai Politik ditandatangani oleh ketua umum
atau nama lain dan sekretaris jenderal atau nama lain serta Pasangan Calon yang bersangkutan.
Pendaftaran bakal Pasangan Calon oleh Gabungan Partai Politik, menurut UU ini, ditandatangani
oleh ketua umum atau nama lain dan sekretaris jenderal atau nama lain dari setiap Partai Politik
yang bergabung serta Pasangan Calon yang bersangkutan.
“Masa pendaftaran bakal Pasangan Calon paling lama 8 (delapan) bulan sebelum hari
pemungutan suara,” bunyi Pasal 226 ayat (4) UU ini.
Ditegaskan dalam UU ini, Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun pada
proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Dalam hal Partai Politik terbukti menerima
imbalan sebagaimana dimaksud, Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon
pada periode berikutnya.
Dalam hal salah satu calon dari bakal Pasangan Calon atau kedua calon dari bakal Pasangan
Calon berhalangan tetap sampai dengan 7 (tujuh) hari sebelum bakal Pasangan Calon ditetapkan
sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, menurut UU ini, Partai Politik atau Gabungan Partai
Politik yang (mengusung) bakal calon atau bakal Pasangan Calonnya berhalangan tetap diberi
kesempatan untuk mengusulkan bakal Pasangan Calon pengganti.
Selanjutnya, KPU menetapkan dalam sidang pleno KPU tertutup dan mengumumkan nama
Pasangan Calon yang telah memenuhi syarat sebagai Peserta Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden, 1 (satu) hari setelah selesai verifikasi.
“Penetapan nomor urut Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dilakukan secara undi dalam
sidang pleno KPU terbuka dan dihadiri oleh seluruh Pasangan Calon, 1 (satu) hari setelah
penetapan dan pengumuman sebagaimana dimaksud,” bunyi Pasal 235 ayat (2) UU ini.
UU ini juga menegaskan, Partai politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud
dilarang menarik calonnya dan/atau Pasangan Calon yang telah ditetapkari oleh KPU. Selain itu,
salah seorang dari bakal Pasangan Calon atau bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud
dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon oleh KPU.
“Salah seorang dari bakl Pasangan Calon atau bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud
dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon oleh KPU,”
bunyi Pasal 236 ayat (2) UU ini.
Menurut UU ini, dalam rangka pendidikan politik, KPU wajib memfasilitasi penyebarluasan
materi Kampanye Pemilu Presiden dan Wakit Presiden yang meliputi visi, misi, dan program
Pasangan Calon melalui laman KPU dan lembaga penyiaran publik.
Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud, menurut UU ini, dilaksanakan selama 21 (dua puluh
satu) hari, dan berakhir sampai dengan dimulainya Masa Tenang.
“Masa Tenang sebagaimana dimaksud berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari
pemungutan suara,” bunyi Pasal 278 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017.
Mengenai Dana Kampanye , menurut UU ini, dapat diperoleh dari: a. Pasangan Calon yang
bersangkutan; b. Partai Politik dan/atau Gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan
Calon; dan c. sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.
Selain didanai oleh dana kampanye sebagaimana dimaksud, dalam UU ini disebutkan kampanye
Pemilu Presiden dan wakil presiden dapat didanai dari APBN. Dana Kamparrye sebagaimana
dimaksud dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa. (stkb/nbh/bersambung