Anda di halaman 1dari 18

Hirearki Peraturan Perundang-

undangan
DR. ALI DAHWIR, S.H., M.H
Pengantar
Sejarah perundang-undangan dapat dikemukakan, bahwa
sejak proklamasi 17Agustus1945, hingga periode sekarang,
setidaknya sudah 4 kali Indonesia mengalami pergantian
Undang-Undang Dasar, yaitu: (1)Undang-Undang Dasar
1945; (2) KonstitusiRepublik Indonesia Serikat; (3)
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia;
(4)Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 amandemen, dengan empatkali perubahan
UUD 1945 (sebelum perubahan) tidak secara lengkap
menjelaskan tentang prosespembentukan undang-undang,
melainkan sekedar menegaskan bahwa presiden
memegangkekuasaan membentuk undang-undang dengan
persetujuan DPR
Lanjutan
Konstitusi RIS (1950) yang terdiri dari 197 pasal dan UUDS
(1950) dengan 146pasal, secara terperinci mengatur tentang
proses pembentukan undang-undang. Bagian II Konstitusi
RIS, yang dimulai dari pasal 127 hingga pasal 143, tentang
tentang ketentuan mengenai perundang-undangan.
Setiap tata kaidah hukum merupakan suatu susunandaripada
kaidah-kaidah (Stufenbau des rechts theorie) di puncak
stufenbau terdapat kaidah dasar dari suatu tata hukum
nasional yang merupakan kaidah fundamental. Kaidah dasar
tersebut grundnorm atau ursprungnorm. Grundnorm
merupakan asas-asas hukum yang bersifat abstrak, umum dan
hipotesis, kemudian bergerak kegenerallenorm(kaidah
hukum),yang selanjutnya dipositifkan menjadi norma nyata
(concrettenorm)
Norma-norma hukum berjenjang-jenjang dan
berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan, dan
suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber,
dan berdasar pada normayang lebih tinggi.Hal ini
disebabkan supaya tidak ada peraturan perundang-
undangan yang saling bertentangan satu sama
lainnya, baik itu bertentangan secara vertikal
(peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
bertentangan dengan yang lebih tinggi tingkat
hierarkinya) maupun secara horizontal (peraturan
perundang-undangan yang derajatnya sejajar saling
bertentangan satu sama lainnya).
1. TAP MPRS NO.XX TH 1966
Pertimbangan ditetapkannya Tap MPRS
Nomor XX/MPRS/1966, antara lain: untuk
mewujudkan kepastian dan keserasian hukum
serta kesatuan tafsiran dan pengertian
mengenai Pancasila dan pelaksanaan Undang-
Undang Dasar 1945. Olehkarena itu,
diperlukan adanya perincian dan penegasan
sumber tata tertib hukum dan tata urutan
peraturan perundang-undangan Republik
Indonesia.
TAP MPRS No. XX/MPRS/1966
1. UUD RI 1945
2. TAP MPRS
3. UU/Perpu
4. PP
5. Keputusan Presiden
6. Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya, seperti:
► Peraturan Menteri
► instruksi Menteri
► dan lain-lainnya
2. TAP MPR Nomor IIl/MPR/2000
Adapun salah satu pertimbangan pencabutan
terhadap MPRS Nomor XX/MPRS/1966 adalah
bahwa Sumber Tertib HukumRepublik Indonesia
dan Tata Urutan peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia berdasarkan Ketetapan MPRS
Nomor XX/MPRS/1966 menimbulkan
kerancuanpengertian, sehingga tidak dapat lagi
dijadikan landasan penyusunan peraturan
perundang-undangan.
TAP MPR Nomor IIl/MPR/2000
1. Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
lndonesia;
3. Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang;
5. Peraturan Pemerintah;
6. Keputusan presiden;
7. Peraturan Daerah.
3. UU Nomor 10 Tahun 2004
Berdasarkan ketentuan Pasal 4Tap MPR Nomor
I/MPR/2003 tentang PeninjauanTerhadap Materi dan
Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI
Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2000, ditentukan
bahwa Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tidak berlaku
jika sudah ada undang-undang yang mengaturnya. Oleh
karena itu, sejak diberlakukannya Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
PeraturanPerundang-undangan, keberadaan Tap MPR
Nomor III/MPR/2000 tidak berlaku lagi.
UU Nomor 10 Tahun 2004

1. Undang-undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang/peraturan pemerintah
pengganti Undang-undang;

3. Peraturan pemerintah;

4. Peraturan presiden;

5. Peraturan Daerah.
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan
per uu-an yang baik, perlu dibuat peraturan mengenai
pembentukan peraturan per uu-an yang dilaksanakan
dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar
yang mengikat semua lembaga yang berwenang
membentuk peraturan perundang-undangan;
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan masih
terdapat kekurangan dan belum dapat menampung
perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan
pembentukan peraturan perundangundangan yang baik
sehingga perlu diganti
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik


lndonesia;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang;
4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi;

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.


penjelasan pasal 22 UUD 1945
Kedudukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang (Perpu) setingkat Undang-Undang dan berfungsi
sebagai Undang-Undang darurat (emergency law).

Pada hakikatnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-


Undang (Perpu) sama dan sederajat dengan Undang-
Undang, hanya syarat pembentukannya yang berbeda.
 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
dibentuk oleh Presiden untuk antisipasi keadaan yang
"genting dan memaksa” Jadi ada unsur paksaan keadaan
terhadap yang harus segera diantisipasi, tetapi masih dalam
koridor hukum
penjelasan Pasal 8 ayat (1)
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang
ditetapkan oleh :
 Majelis Permusyawaratan Rakyat,

 Dewan Perwakilan Rakyat,

 Dewan Perwakilan Daerah,

 Mahkamah Agung,

 Mahkamah Konstitusi,

 Badan Pemeriksa Keuangan,


LANJUTAN penjelasan Pasal 8 ayat (1)
g. Komisi Yudisial,
h. Bank Indonesia,
i. Menteri,
j. Badan,
k. Lembaga,
l. Komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-
Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,
m.Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
n. Gubernur,
o. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
p. Bupati/Walikota,
q. Kepala Desa atau yang setingkat”.
penjelasan Pasal 8 ayat (2)
 “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau
dibentuk berdasarkan kewenangan”.
Bagir Manan dikutip oleh Ni'matul Huda
 Dalam sistem ketatanegaraan di manapun, wewenang menteri
membuat peraturan (administratif) diakui dan mempunyai sifat
peraturan perundang-undangan.
 Menteri selain sebagai pejabat publik adalah pejabat administrasi
negara, serta melaksanakan hak dan kewajiban atau wewenang
departemennya berhak membuat aturan-aturan.
 Wewenang mengatur ini dapat bersumber dari atribusi, delegasi,
mandat, atau dasar kebebasan bertindak (freiesermessen, discretion,
discretionary power),
 Berdasarkan aneka ragam sumber wewenang mengatur tersebut,
pengertian mengatur tidak hanya terbatas pada peraturan perundang-
undangan,tapi juga termasuk Peraturan Kebijakan (beleidsregel) dan
berbagai bentuk keputusan yang bersifat umum lainnya.
 Kumpulan dari aneka ragam ini di Belanda dinamakan "besluiten van
algemene strekking."
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai