OLEH :
1. WIDYA YOLANDA H. (1604003) 9. WINDA TRIANDINI (1704027)
2. FADILLATUL ZIKRI (1604055) 10. MIKEL WAGUCI (1704042)
3. MULIA (1604075) 11. NADA PRATIWI P (1704042)
4. VICKY BUANA (1604081) 12. CAHNIA RAHMA D. (1704048)
5. MIFTA HUSYALAM (1604087) 13. NIKEN MILENIA (1704068)
6. YELLIZA PUTRI (1604103) 14. YULI FATMA (1704089)
7. IGA DESTRI LISARYE (1704020) 15. YOLANDA PUTRI (1704095)
8. SASKIA PUTRI ZELVI (1704022) 16. YOLANDA M. (1704100)
KELAS :A
KELOMPOK : 2
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden
1. UUD 1945
Selain hukum dasar yang tertulis yaitu UUD masih terdapat lagi hukum
dasar yang tidak tertulis, tetapi berlaku dan dipatuhi oleh para pendukungnya,
yaitu yang lazim disebut konvensi, yang berasal dari bahasa Inggris
convention, yang dalam peristilahan ketatanegaraan disebut
kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan. Misalnya , kebiasaan yang dilakukan
oleh Presiden RI, setiap tanggal 16 agustus melakukan pidato kenegaraan di
muka Sidang Paripurna DPR. Pada tahun 1945 hingga tahun 1949, karena
adanya maklumat pemerintah tertanggal 14 November 1945, yang telah
mengubah system pemerintahan dari cabinet presidensial ke cabinet
parlementer. Tetapi apabila keadaan Negara bahaya atau genting, cabinet
beruah menjadi presidensiil, dan sewaktu-waktu keadaan Negara menjadi
aman kebinet berubah kembali menjadi parlementer lagi. Terhadap
tindakan-tindakan tersebut tidak ada peraturan yang tegas secara tertulis,
pendapat umum cenderung melakukannya,, apabila tidak dilaksanakan,
dianggap tidak benar.
- UUD 1945
- Pembukaan
- Terdiri dari: 4 Alinea
- Alinea 4 :Terdapat rumusan Sila-sila dari Pancasila dan pasal- pasal
- Terdiri dari : Bab I s.d. Bab XVI (20 Bab) Pasal 1 s.d. Pasal 37 (72
Pasal), ditambah 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Pasal Aturan Tambahan.
2. Ketetapan MPR
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, atau disingkat Ketetapan
MPR atau TAP MPR, adalah bentuk putusan Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang berisi hal-hal yang bersifat penetapan (beschikking). Pada masa
sebelum Perubahan (Amendemen) UUD 1945, Ketetapan MPR
merupakan Peraturan Perundangan yang secara hierarki berada di bawah
UUD 1945 dan di atas Undang-Undang. Pada masa awal reformasi, ketetapan
MPR tidak lagi termasuk urutan hierarki Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia.
Namun pada tahun 2011, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011, Tap MPR kembali menjadi Peraturan Perundangan yang secara hierarki
berada di bawah UUD 1945.[2] Pimpinan MPR sempat menyatakan bahwa
kembali berlakunya Tap MPR pun tidak serta-merta mengembalikan posisi
MPR seperti kondisi sebelumnya, dikarenakan pada era reformasi pembuatan
Tap MPR baru tidak akan seperti masa yang sebelumnya, mengingat peran
pembuatan Undang-Undang (legislatif) pada era reformasi diserahkan
sepenuhnya kepada Presiden dan DPR.
Perubahan UUD 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas,
dan wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sebagai lembaga
tertinggi negara, kini berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara
dengan lembaga negara lainnya (seperti Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA,
dan MK).
Jika Perpu ditolak DPR, maka Perpu tersebut harus dicabut dan harus
dinyatakan tidak berlaku, dan Presiden mengajukan RUU tentang Pencabutan
Perpu tersebut, yang dapat pula mengatur segala akibat dari penolakan
tersebut.
4. PP ( Peraturan Pemerintah)
5. Peraturan Presiden