Anda di halaman 1dari 14

TUGAS UNDANG-UNDANG & ETIKA FARMASI

“JENIS DAN HIRARKI UNDANG-UNDANG ”

OLEH :
1. WIDYA YOLANDA H. (1604003) 9. WINDA TRIANDINI (1704027)
2. FADILLATUL ZIKRI (1604055) 10. MIKEL WAGUCI (1704042)
3. MULIA (1604075) 11. NADA PRATIWI P (1704042)
4. VICKY BUANA (1604081) 12. CAHNIA RAHMA D. (1704048)
5. MIFTA HUSYALAM (1604087) 13. NIKEN MILENIA (1704068)
6. YELLIZA PUTRI (1604103) 14. YULI FATMA (1704089)
7. IGA DESTRI LISARYE (1704020) 15. YOLANDA PUTRI (1704095)
8. SASKIA PUTRI ZELVI (1704022) 16. YOLANDA M. (1704100)

KELAS :A
KELOMPOK : 2

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA


YAYASAN PERINTIS
PADANG
Hirarki peraturan perundang-undangan adalah urutan sistematis peraturan
perundang-undangan dari yang tertinggi hingga terandah. Peraturan yang lebih
tinggi menjadi sumber dan dasar peraturan-peraturan dibawahnya. Setiap peraturan
tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya.

Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan :


Hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia merujuk ke
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang berbunyi:
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

d. Peraturan Pemerintah

e. Peraturan Presiden

f. Peraturan Daerah Provinsi

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 di atas mencakup peraturan yang ditetapkan oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,
Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang
setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah
Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau
yang setingkat.
Peraturan Perundang-undangan ini diakui keberadaannya dan mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang
-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Yang berwenang menetapkan/mengesahkan peraturan perundang-undangan dan
muatan yang diatur di dalamnya :
Dan perlu juga diketahui bahwa dari hierarki dan jenis-jenis peraturan
perundang-undangan tersebut, materi muatan mengenai ketentuan pidana
hanya dapat dimuat dalam Undang-undang, Perda Provinsi, atau Perda
Kabupaten/Kota.

1. UUD 1945

A. Pengertian UUD 1945

Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945 angka I dinyatakan


bahwa: “ Undang-undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari
hukumnya dasar Negara itu. Undang-undang Dasar ialah hukum dasar yang
tertulis, sedang disampingnya Undang-undang dasar itu berlaku juga hukum
dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara
dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis, ialah
aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis”.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan, pengertian kata


Undang-Undang Dasar menurut UUD 1945, mempunyai pengertian yang
lebih sempit daripada pengertian hukum dasar, Karena yang dimaksud
Undang-undang Dasar adalah hukum dasar yang tertulis, sedangkan
pengertiann hukum dasar mencakup juga hukum dasar yang tidak tertulis.

Di samping istilah undang-undang dasar, dipergunakan juga istilah lain


yaitu Konstitusi. Istilah konstitusi berasal dari bahasa inggris constitution atau
dari bahasa Belanda Constitutie. Kata konstitusi mempunyai pengertian yang
lebih luas dari Undang-undang dasar karena pengertian Undang-undang
Dasar hanya meliputi konstitusi yang tertulis saja, selain itu masih terdapat
konstitusi yang tidak tertulis, yang tidak tercakup dalam pengertian
Undang-undang Dasar.

Selain hukum dasar yang tertulis yaitu UUD masih terdapat lagi hukum
dasar yang tidak tertulis, tetapi berlaku dan dipatuhi oleh para pendukungnya,
yaitu yang lazim disebut konvensi, yang berasal dari bahasa Inggris
convention, yang dalam peristilahan ketatanegaraan disebut
kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan. Misalnya , kebiasaan yang dilakukan
oleh Presiden RI, setiap tanggal 16 agustus melakukan pidato kenegaraan di
muka Sidang Paripurna DPR. Pada tahun 1945 hingga tahun 1949, karena
adanya maklumat pemerintah tertanggal 14 November 1945, yang telah
mengubah system pemerintahan dari cabinet presidensial ke cabinet
parlementer. Tetapi apabila keadaan Negara bahaya atau genting, cabinet
beruah menjadi presidensiil, dan sewaktu-waktu keadaan Negara menjadi
aman kebinet berubah kembali menjadi parlementer lagi. Terhadap
tindakan-tindakan tersebut tidak ada peraturan yang tegas secara tertulis,
pendapat umum cenderung melakukannya,, apabila tidak dilaksanakan,
dianggap tidak benar.

Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari


Pembukaan dan Pasal-Pasal (Pasal II Aturan Tambahan). Pembukaan terdiri
atas 4 Alinea, yang di dalam Alinea keempat terdapat rumusan dari Pancasila,
dan Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 20 Bab (Bab I
sampai dengan Bab XVI) dan 72 Pasal (Pasal 1 sampai dengan pasal 37),
ditambah dengan 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Bab IV tentang DPA dihapus, dalam amandemen keempat penjelasan tidak
lagi merupakan kesatuan UUD 1945. Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945
merupakan satu kebulatan yang utuh, dengan kata lain merupakan
bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan.

Dengan demikian pengertian UUD 1945 dapat digambarkan sebagai


berikut :

- UUD 1945
- Pembukaan
- Terdiri dari: 4 Alinea
- Alinea 4 :Terdapat rumusan Sila-sila dari Pancasila dan pasal- pasal
- Terdiri dari : Bab I s.d. Bab XVI (20 Bab) Pasal 1 s.d. Pasal 37 (72
Pasal), ditambah 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Pasal Aturan Tambahan.

B. Kedudukan UUD 1945


Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertinggi dari
keseluruhan produk hukum di Indonesia. Produk-produk hukum seperti
undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan presiden, dan lain-lainnya,
bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah harus dilandasi dan bersumber
pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya harus dapat dipertanggung
jawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945.
Tata urutan peraturan perundang-undangan pertama kali diatur dalam
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian diperbaharui dengan
Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, dan terakhir diatur dengan Undang-undang
No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dimana
dalam Pasal 7 diatur mengenai jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
yaitu adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,


2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
3. Peraturan Pemerintah,
4. Peraturan Presiden,
5. Peraturan Daerah. Peraturan Daerah meliputi :

 Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


Provinsi bersama dengan Gubernur;
 Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota;
 Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan
desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Undang-Undang Dasar bukanlah satu-satunya atau keseluruhan hokum


dasar, melainkan hanya merupakan sebagian dari hukum dasar, masih ada
hukum dasar yang lain, yaitu hukum dasar yang tidak tertulis. Hukum dasar
yang tidak tertulis tersebut merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara -meskipun tidak tertulis –
yaitu yang biasa dikenal dengan nama ‘Konvensi’. Konvensi merupakan
aturan pelengkap atau pengisi kekosongan hukum yang timbul dan terpelihara
dalam praktek penyelenggaraan ketatanegaaan, dimana Konvensi tidak
terdapat dalam UUD 1945 dan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.

C. Fungsi UUD 1945


Setiap sesuatu dibuat dengan memiliki sejumlah fungsi. Demikian juga
halnya dengan UUD 1945. Telah dijelaskan bahwa UUD 1945 adalah hukum
dasar tertulis yang mengikat pemerintah, lembaga-lembaga negara, lembaga
masyarakat, dan juga mengikat setiap warga negara Indonesia dimanapun
mereka berada dan juga mengikat setiap penduduk yang berada di wilayah
Negara Republik Indonesia.
Sebagai hukum dasar, UUD 1945 berisi norma-norma dan aturan-aturan
yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua komponen tersebut di atas.
Undang-undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar, yaitu
hukum dasar yang tertulis. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan
sumber hukum tertulis. Dengan demikian setiap produk hukum
sepertiundang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ataupun
bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan dan
bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya kesemuanya
peraturan perundang-undangan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan UUD 1945, dan muaranya adalah Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum negara (Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2004).
Dalam kedudukan yang demikian itu, UUD 1945 dalam kerangka tata
urutan perundangan atau hierarki peraturan perundangan di Indonesia
menempati kedudukan yang tertinggi. Dalam hubungan ini, UUD 1945 juga
mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, dalam pengertian UUD 1945
mengontrol apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan
norma hukum yang lebih tinggi. UUD 1945 juga berperan sebagai pengatur
bagaimana kekuasaan negara disusun, dibagi, dan dilaksanakan. Selain itu
UUD 1945 juga berfungsi sebagai penentu hak dan kewajiban negara, aparat
negara, dan warga negara.

2. Ketetapan MPR
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, atau disingkat Ketetapan
MPR atau TAP MPR, adalah bentuk putusan Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang berisi hal-hal yang bersifat penetapan (beschikking). Pada masa
sebelum Perubahan (Amendemen) UUD 1945, Ketetapan MPR
merupakan Peraturan Perundangan yang secara hierarki berada di bawah
UUD 1945 dan di atas Undang-Undang. Pada masa awal reformasi, ketetapan
MPR tidak lagi termasuk urutan hierarki Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia.
Namun pada tahun 2011, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011, Tap MPR kembali menjadi Peraturan Perundangan yang secara hierarki
berada di bawah UUD 1945.[2] Pimpinan MPR sempat menyatakan bahwa
kembali berlakunya Tap MPR pun tidak serta-merta mengembalikan posisi
MPR seperti kondisi sebelumnya, dikarenakan pada era reformasi pembuatan
Tap MPR baru tidak akan seperti masa yang sebelumnya, mengingat peran
pembuatan Undang-Undang (legislatif) pada era reformasi diserahkan
sepenuhnya kepada Presiden dan DPR.
Perubahan UUD 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas,
dan wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sebagai lembaga
tertinggi negara, kini berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara
dengan lembaga negara lainnya (seperti Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA,
dan MK).

3. UU/PERPU ( Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti UU

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (atau disingkat


Perpu atau Perppu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Materi muatan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi
muatan Undang-Undang.

Perpu ditandatangani oleh Presiden. Setelah diundangkan, Perpu harus


diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut, dalam bentuk
pengajuan RUU tentang Penetapan Perpu Menjadi Undang-Undang.
Pembahasan RUU tentang penetapan Perpu menjadi Undang-Undang
dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan RUU. DPR
hanya dapat menerima atau menolak Perpu.

Jika Perpu ditolak DPR, maka Perpu tersebut harus dicabut dan harus
dinyatakan tidak berlaku, dan Presiden mengajukan RUU tentang Pencabutan
Perpu tersebut, yang dapat pula mengatur segala akibat dari penolakan
tersebut.

4. PP ( Peraturan Pemerintah)

Peraturan Pemerintah (disingkat PP) adalah Peraturan Perundang-


undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan
Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah
adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang. Di dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa Peraturan
Pemerintah sebagai aturan "organik" daripada Undang-Undang menurut
hierarkinya tidak boleh tumpang tindih atau bertolak belakang. Peraturan
Pemerintah ditandatangani oleh Presiden.
Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan
Undang-Undang sebagaimana mestinya.didalam UU No.10 Tahun 2004
tentang teknik pembuatan undang-undang, bahwa Peraturan Pemerintah
sebagai aturan organik daripada Undang-Undang menurut hierarkinya tidak
boleh tumpangtindih atau bertolak belakang Peraturan Presiden (disingkat
Perpres adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden.
Materi muatan Peraturan Presiden adalah materi yang diperintahkan oleh
Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.
Undang-undang (atau disingkat UU) adalah Peraturan Perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama
Presiden.

Jadi untuk melaksanakan undang-undang yang dibentuk oleh Presiden


dengan DPR, UUD 1945 memberikan wewenang kepada presiden untuk
menetapkan Peraturan Pemerintah guna melaksanakan undang-undang
tersebut sebagaimana mestinya. Keberadaan Pemerintah hanya untuk
menjalankan Undang-Undang. Hal ini berarti tidak mungkin bagi presiden
menetapkan Peraturan Pemerintah sebelum terbentuk undang-undangnya,
sebaliknya suatu undang-undang tidak dapat berlaku efektif tanpa adanya
Peraturan Pemerintah.

Peraturan Pemerintah memiliki beberapa karakteritik sehingga dapat


disebut sebagai sebuah Peraturan Pelaksana suatu ketentuan Undang-Undang
atau verordnung. Prof. Dr. A. Hamid Attamimi, mengemukakan beberapa
karakteristika dari Peraturan Pemerintah, yakni sebagai berikut:

1. Peraturan Pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa terlebih dahulu ada


Undang-Undang yang menjadi “induknya”;
2. Peraturan Pemerintah tidak dapat mencantumkan sanksi pidana apabila
Undang-Undang yang bersangkutan tidak mencantumkan sanksi pidana;
3. Ketentuan Peraturan Pemerintah tidak dapat menambah atau mengurangi
ketentuan Undang-Undang yang bersangkutan;
4. Untuk menjalankan, menjabarkan, atau merinci ketentuan Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah dapat dibentuk meski ketentuan Undang-Undang
tersebut tidak memintanya secara tegas-tegas
5. Ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah berisi peraturan atau gabungan
peraturan atau penetapan: Peraturan Pemerintah tidak berisi penetapan
semata-mata.

5. Peraturan Presiden

Peraturan Presiden (Perpres) adalah Peraturan Perundang-undangan yang


ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan.

Definisi di atas ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011


tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sebelumnya, pada
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Perpres didefinisikan sebagai
peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden, memuat materi
yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan
Peraturan Pemerintah).

6. Peraturan Daerah Provinsi

Peraturan Daerah (Perda Provinsi) adalah peraturan perundang-undangan


yang dibentuk oleh DPRD provinsi dengan persetujuan bersama gubernur.
Peraturan Daerah dibuat dengan untuk melaksanakan peraturan perundangan
yang lebih tinggi. Perda juga dibuat dalam rangka melaksanakan kebutuhan
daerah. Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Pemerintah pusat dapat membatalkan Perda yang nyata-nyata bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi.

Proses penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sesuai UU Nomor 12 Tahun


2011, sebagai berikut:

a. Rancangan perda provinsi dapat diusulkan oleh DPRD Provinsi atau


Gubernur.
b. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Provinsi maka proses
penyusunan adalah :

1) DPRD Provinsi mengajukan rancangan perda kepada Gubernur secara


tertulis
2) DPRD Provinsi bersama Gubernur membahas rancangan perda Provinsi.
3) Apabila rancangan perda memperoleh persetujuan bersama, maka
disahkan oleh Gubernur menjadi Perda Provinsi
c. Apabila rancangan diusulkan oleh Gubernur maka proses penyusunan
adalah :
1) Gubernur mengajukan rancangan Perda kepada DPRD Provinsi secara
tertulis
2) DPRD Provinsi bersama Gubernur membahas rancangan Perda Provinsi.
3) Apabila rancangan Perda memperoleh persetujuan bersama, maka
disahkan oleh Gubernur menjadi Perda Provinsi

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota


Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang-
undangan yang dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan
bersama Bupati/Walikota. Perda dibentuk sesuai dengan kebutuhan daerah
yang bersangkutan, sehingga peraturan daerah dapat berbeda-beda antara satu
daerah dengan daerah yang lainnya.
Proses penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sesuai UU Nomor 12
Tahun 2011, sebagai berikut :
a. Rancangan Perda kabupaten/kota dapat diusulkan oleh DPRD
Kabupaten/Kota atau Bupati/Walikota Gubernur.
b. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota maka proses
penyusunan adalah :
1) DPRD Kabupaten/Kota mengajukan rancangan perda kepada
Bupati/Walikota secara tertulis
2) DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota membahas rancangan
perda Kabupaten/Kota.
3) Apabila rancangan perda memperoleh persetujuan bersama, maka
disahkan oleh Bupati/Walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota.
c. Apabila rancangan diusulkan oleh Bupati/ Walikota maka proses
penyusunan adalah :
1) Bupati/Walikota mengajukan rancangan perda kepada DPRD
Kabupaten/Kota secara tertulis
2) DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/ Walikota membahas rancangan
perda Kabupaten/Kota.
3) Apabila rancangan perda memperoleh persetujuan bersama, maka
disahkan oleh Bupati/Walikota menjadi Perda Kabupaten/ Kota.

Anda mungkin juga menyukai