Nim:D10121247
Kelas G/Bt 19
Tugas I
Jawaban.
1. Peraturan pelaksanaan adalah peraturan atau ketentuan yang dikeluarkan
oleh instansi atau lembaga tertentu untuk menjelaskan atau melaksanakan
undang-undang atau peraturan tingkat lebih tinggi. Dasar hukum dari
peraturan pelaksanaan adalah undang-undang atau peraturan tingkat lebih
tinggi yang memberikan kewenangan kepada lembaga atau instansi
tersebut untuk mengeluarkan peraturan tersebut.
Mencari dasar hukum Jenis Herarki yang di TAP MPRS No.20 tahun 1966
Jawaban:
Jawaban
TAP MPRS No. 20 Tahun 1966 adalah keputusan Musyawarah
Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia yang dikeluarkan
pada tahun 1966.
Pada tahun 1966, Indonesia mengalami situasi politik yang sangat tegang.
Negara ini sedang menghadapi krisis politik dan ekonomi yang parah. TAP
MPRS No. 20 tahun 1966 adalah sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Indonesia pada tahun
1966. TAP MPRS merupakan singkatan dari "Tata Aturan Pokok Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara," dan keputusan ini memiliki
signifikansi dalam sejarah Indonesia.
Salah satu hal penting yang diatur dalam TAP MPRS No. 20 tahun 1966
adalah mengenai penetapan Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
resmi negara. TAP MPRS ini menegaskan bahwa Bahasa Indonesia harus
digunakan secara luas dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam
pemerintahan, pendidikan, media massa, dan komunikasi umum. Tujuan dari
keputusan ini adalah untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia melalui penggunaan bahasa yang bersama-sama dipahami oleh
berbagai suku dan etnis di Indonesia.
TAP MPRS No. 20 tahun 1966 juga memuat berbagai ketentuan lainnya yang
berkaitan dengan isu-isu politik dan sosial pada masa itu, termasuk mengenai
pembersihan korupsi dan kolaborasi dengan rezim sebelumnya.
Perlu diketahui bahwa TAP MPRS No. 20 tahun 1966 adalah bagian dari
sejarah politik Indonesia dan dapat menjadi subjek interpretasi dan diskusi
yang berbeda-beda. Jika Anda memiliki pertanyaan lebih spesifik mengenai
isi atau dampak dari TAP MPRS No. 20 tahun 1966
TAP MPR adalah keputusan yang dikeluarkan oleh MPR, yang mer upakan
lembaga tertinggi dalam sistem politik Indonesia pada masa itu. Keputusan
ini bisa berisi pernyataan kebijakan, panduan, atau tindakan yang harus
diikuti oleh pemerintah atau lembaga-lembaga pemerintah lainnya.
Tap MPR No. 3 Tahun 2000 mengatur tentang sumber hukum di Indonesia.
Ini adalah salah satu peraturan yang penting dalam sistem hukum Indonesia
karena menentukan sumber-sumber formal dari hukum di negara ini.
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang diakui oleh sistem hukum sebagai
tempat untuk mencari aturan atau norma hukum yang mengikat. Tap MPR
No. 3 Tahun 2000 menegaskan beberapa sumber hukum utama di Indonesia,
termasuk:
1. Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Dasar (UUD) adalah
hukum dasar tertinggi di Indonesia. Semua hukum dan peraturan lain
harus sesuai dengan UUD 1945.
2. Undang-Undang,Tap MPR No. 3 Tahun 2000 mengakui bahwa undang-
undang yang dibuat oleh lembaga legislatif (DPR) adalah sumber hukum
utama selanjutnya setelah UUD.
3. Peraturan Pemerintah,Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk
melaksanakan undang-undang juga diakui sebagai sumber hukum.
4. Peraturan Daerah Tap MPR No. 3 Tahun 2000 juga mengakui peraturan
daerah sebagai sumber hukum, tetapi dengan batasan bahwa peraturan
daerah tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.
5. Peraturan Lembaga-Lembaga Negara, Sumber hukum juga bisa berasal
dari peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga negara selain
pemerintah.
6. Adat Istiadat, Tap MPR No. 3 Tahun 2000 mengakui adat istiadat sebagai
salah satu sumber hukum, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan
hukum adat dan masalah lokal.
7. Hukum Internasional yang Diterima oleh Negara, Hukum internasional
yang telah diterima oleh Indonesia juga diakui sebagai sumber hukum.
Dengan menetapkan sumber-sumber hukum ini, Tap MPR No. 3 Tahun
2000 memberikan landasan hukum yang jelas untuk sistem perundang-
undangan di Indonesia. Hal ini juga membantu memastikan bahwa semua
hukum dan peraturan yang ada di Indonesia berada dalam kerangka
hukum yang sejalan dengan konstitusi negara.
Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan dianggap bermasalah karena meletakkan
Perpu di bawah UU. Padahal, dua produk hukum itu dinilai sederajat.
Hal itu dikemukakan pakar hukum tata negara Universitas Pajajaran, Prof
Sri Soemantri. Menurutnya, Tap MPR No. III/MPR/2000 mengandung
keanehan karena meletakkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang (Perpu) di bawah UU. Padahal, jelas, Perpu dimaksudkan sebagai
pengganti UU.
Karena materinya setingkat UU itulah, dalam Tap MPRS No.
XX/MPRS/1966 tentang Tata Urutan Peraturan Perundangan RI, Perpu
diletakkan berdampingan dengan UU. Nah, ternyata, dalam Tap MPR No.
III/MPR/2000, yang dimaksudkan sebagai penggantian Tap MPRS No.
XX/MPRS/1966, anggota MPR membuat kekhilafan. Perpu diletakkan di
bawah UU.
UU No. 10 Tahun 2004 adalah Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan. Tujuan utama UU ini adalah untuk memberikan pedoman dan
prosedur yang jelas tentang bagaimana peraturan perundang-undangan
dibuat dan diundangkan di Indonesia.
UU ini bertujuan untuk menyediakan kerangka hukum dan prosedur
yang mengatur pembentukan peraturan perundang-undangan di
Indonesia. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa proses
pembentukan hukum berlangsung secara transparan, terbuka, dan
akuntabel.
UU ini menekankan beberapa prinsip penting, termasuk:
Keterbukaan dan transparansi dalam proses pembentukan peraturan
perundang-undangan.
Partisipasi publik yang lebih besar dalam proses ini.
Koordinasi antar lembaga pemerintah dalam rangka memastikan
konsistensi dan integritas dari hukum yang dihasilkan.
UU ini menguraikan tahapan yang harus diikuti dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan. Ini meliputi identifikasi kebutuhan
hukum, penyusunan rancangan peraturan, dan proses persetujuan dari
lembaga-lembaga terkait.
Salah satu aspek yang sangat penting dari UU ini adalah pemberian hak
dan kewajiban bagi masyarakat untuk ikut serta dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal ini menunjukkan
semangat partisipasi publik dalam proses hukum.
Sejak diundangkan, UU ini telah mempengaruhi cara di mana peraturan
perundang-undangan dibuat dan dijalankan di Indonesia. Lebih
keterbukaan dan partisipasi publik dalam proses ini dapat meningkatkan
legitimasi hukum dan membantu mencegah penyalahgunaan kekuasaan.