1. UUD (PASAL)
Sebelum amandemen, yang dimaksud dengan undang-undang dasar 1945 adalah keseluruhan naskah
yang terdiri dari (1) Pembukaan, yang terdiri dari 4 alinea; (2) Batang Tubuh UUD 1945, yang berisi pasal 1s/d
37 yang dikelompokkan dalam 16 bab, 4 pasal aturan perahilan dan 2 ayat aturan tambahan; serta (3) Penjelasan
UUD 1945 yang terbagi atas penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal. Pembukaan, Batang Tubuh
yang memuat pasal-pasal, dan Penjelasan UUD 1945 merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak, dapat
dipisah-pisahkan. Naskah yang resmi telah dimuat dan disiarkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7
yang terbit pada tanggal 15 Februari 1946 sebuah penerbitan resmi pemerintah Republik Indonesia. UUD 1945
telah ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan mulai berlaku pada tanggal 18 Agustus
1945.
Namun berdasarkan hasil Sidang Tahunan MPR 2002, sistematika UUD 1945 adalah Pembukaan dan
pasal-pasal yang terdiri dari 37 pasal, ditambah 3 pasal aturan: peralihan dan 2 pasal aturan tambahan (Lihat
Pasal 2 Aturan Tambahan UUD 1945 hasil amandemen keempat).
Yang dimaksud dengan undang-undang dasar dalam UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis yang
bersifat mengikat bagi pemerintah, lembaga Negara, lembaga masyarakat, dan warga Negara Indonesia di mana
pun mereka berada, serta setiap penduduk yang ada di wilayah Republik Indonesia. Sebagai hukum, UUD 1945
berisi norma, aturan, atau ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.
2. KETETAPAN MPR
Ketetapan MPR/MPRS sebelum perubahan UUD Tahun 1945 merupakan putusan MPR mempunyai
kekuatan mengikat ke dalam Anggota MPR/MPRS dan juga mempunyai kekuatan hukum mengikat ke luar
Anggota MPR/MPRS yaitu kepada Lembaga Tinggi Negara, Presiden, legislatif, yudikatif, Dewan
Pertimbangan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan serta kepada seluruh lapisan masyarakat. Ketetapan
MPR/MPRS merupakan suatu amanat yang harus dilaksanakan oleh Presiden dalam rangka menjalankan
pemerintahannya. Ketetapan MPR/MPRS juga merupakan sumber dan dasar pembentukan peraturan
perundang-undangan.
Ketetapan MPR/MPRS sebelum perubahan UUD Tahun 1945 menjadi salah satu peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam hierarki peraturan perundang-undangan dengan penempatan di bawah UUD
Tahun 1945 di atas undang-undang sebagaimana diatur dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara Nomor XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik
Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia serta Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-
undangan.
Setelah adanya perubahan kewenangan MPR dalam Perubahan UUD Tahun 1945, Ketetapan
MPR/MPRS kemudian dikeluarkan dari hierarki peraturan perundang-undangan dengan berlakunya UU No. 10
Tahun 2004 yang menempatkan undang-undang berada langsung di bawah UUD Tahun 1945 (Pasal 7 ayat (1)
UU No. 10 Tahun 2004). UU No. 12 Tahun 2011, yang menggantikan UU No. 10 Tahun 2004, kembali
menempatkan Ketetapan MPR/MPRS dalam hierarki peraturan perundang-undangan di bawah UUD Tahun
1945 dan sebelum undang-undang berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 dengan pembatasan
yang dimaksud dengan “Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat” pada Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun
2011 adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan
Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.
Keputusan MPR merupakan salah satu bentuk Putusan MPR. Pasal 74 ayat (1) Keputusan MPR Nomor
1/MPR/2010 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menyebutkan
jenis Putusan MPR yaitu:
a. Perubahan dan penetapan Undang-Undang Dasar;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; dan
c. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 74 ayat (3) Keputusan MPR Nomor 1/MPR/2010 kemudian menyebutkan yang dimaksud dengan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b yaitu
putusan MPR yang berisi hal-hal yang bersifat penetapan (beschikking); mempunyai kekuatan hukum mengikat
ke dalam dan ke luar MPR sebagaimana diatur dalam Ketetapan MPR Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan
terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002; dan
menggunakan nomor putusan MPR.
3. UU/PERPU
Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945 menyatakan Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara
hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk
pemerintahan diselenggarakan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan. Menurut Bagir Manan,
peraturan perundang-undangan merupakan:
a. Setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berisi
aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat umum;
b. Merupakan aturan-aturan tingkah laku yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai hak, kewajiban,
fungsi, status atau suatu tatanan;
c. Merupakan peraturan yang mempunyai ciri-ciri umum-abstrak atau abstrakumum, artinya tidak
mengatur atau tidak ditujukan pada obyek, peristiwa atau gejala konkret tertentu;
d. Dengan mengambil pemahaman dalam kepustakaan Belanda, peraturan perundang-undangan lazim
disebut dengan wet in materiele zin, atau sering juga disebut dengan algemeen verbindende voorschrift
yang meliputi antara lain de supra-nationale algemeen verbindende voorschrifen, wet, AmvB, de
Ministeriele verordening, de gemeentelijke raadsverordeningen, de provinciale staten verordeningen.
UU No. 12 Tahun 2011 memberikan pengertian peraturan perundang-undangan sebagai peraturan tertulis
yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga Negara
atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 1
angka 2). Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan diatur pada Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011
yaitu terdiri atas UUD Tahun 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi
dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan sesuai dengan hierarki
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011. Jenis peraturan perundang-undangan
selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 diakui keberadaannya dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan (Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011).
4. PP
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah sebagai aturan "organik" daripada Undang-
Undang menurut hierarkinya tidak boleh tumpang tindih atau bertolak belakang.
PP 11 Tahun 2019, Perubahan Kedua atas PP 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 6
Tahun 2014 tentang Desa
PP 16 Tahun 2015, Tata Cara Pengumpulan dan Penggunaan Sumbangan Masyarakat Bagi Penanganan
Fakir Miskin
PP 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja
PP 18 Tahun 2019, Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan PNS Dan Janda/dudanya
PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
PP 19 Tahun 2019, Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan, Warakawuri/duda, Tunjangan Anak
Yatim/piatu, Anak Yatim Piatu, Dan Tunjangan Orang Tua Anggota TNI
PP 2 Tahun 2018, Standar Pelayanan Minimal
PP 20 Tahun 2019, Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan, Warakawuri/duda, Tunjangan Anak
Yatim/piatu, Anak Yatim Piatu, Dan Tunjangan Orang Tua Anggota Polri
PP 27 tahun 2019, Fasilitasi Akses Ciptaan Bagi Penyandang Disabilitas
PP 28 Tahun 2017 tentang Pembudidayaan Ikan
PP 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali
PP 29 tahun 2017 tentang Cara Pembayaran dan Penyerahan Barang dalam Kegiatan Ekspor dan Impor
PP 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil
PP 37 Tahun 2009 tentang Dosen
PP 37 tahun 2017 tentang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
PP 40/2019 tentang Pelaksanaan UU 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan
PP 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana
PP 43 tahun 2019 Tentang Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional
PP 45 Tahun 2017, Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
PP 45 Tahun 2019, Perubahan PP 94 Tahun 2010, Penghitungan PKP dan Pelunasan PPh Tahun
Berjalan
PP 46 Tahun 2019 tentang Pendidikan Tinggi Keagamaan
PP 47 tahun 2019 tentang LJK & Kemudahan Sistem Pembiayaan PKP
PP 51 Tahun 2019 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke Modal Saham PT PLN
PP 52 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas
PP 55 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas PP 16 Tahun 2009 tentang PPh atas Penghasilan berupa
Bunga Obligasi
PP 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
PP 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi Korban
PP 8 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua PP 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari
APBN
PP No 24 Tahun 2018, Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
PP Nomor 4 Tahun 2018, Pengamanan Wilayah Udara Republik Indonesia
PP Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas PP 74 Tahun 2008 Tentang Guru
PP Tahun 2019, Impor & Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa
Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut PPN
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015
Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas
5. PERPRES
Peraturan Presiden (Perpres) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk
menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan.
Definisi di atas ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Sebelumnya, pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Perpres didefinisikan sebagai
peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden, memuat materi yang diperintahkan oleh Undang-
Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah).
Materi muatan Perpres berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan
Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
Perpres merupakan peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara
sebagai atribusi dari Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. [3] Perpres dibentuk untuk menyelenggarakan
pengaturan lebih lanjut perintah UU atau PP baik secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan
pembentukannya.
Kerangka Dasar Peraturan Perundang-Undangan mencakup tiga dasar atau landasan, yaitu Landasan
Filosofis, yaiitu perundang-undangan dihasilkan, mempunyai landasan filosofis (filisofische groundslag) dan
apabila rumusannya atau norma-normanya mendapatkan pembenaran (rechtvaardiging) dan dikaji secara
filosofis. maka undang-undang tersebut mempunyai alasan yang dapat dibenarkan.Kemudian Landasan
Sosiologis; suatu perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan sosiologis (sociologische groundslog)
apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat., dan
Landasan Yuridis; (rechtground) atau disebut juga dengan landasan hukum adalah dasar yang terdapat dalam
ketentuan-ketentuan hukum yang lebih tinggi derajatnya.
Materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka otonomi daerah dan tugas
pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-
undangan, dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan-perundangundangan yang lebih tinggi dan
kepentingan umum.