Disusun oleh:
KELOMPOK 4
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
A. PENGERTIAN HUKUM
Menurut para ahli pengertian hukum ada beberapa macam sebagai berikut :
Achmad Ali : Hukum adalah norma yang mengatur mana yang benar dan mana
yang salah, yang eksistensi atau pembuatannya dilakukan oleh pemerintah, baik
itu secara tertulis ataupun tidak tertulis, dan memiliki ancaman hukuman bila
terjadi pelanggaran terhadap norma tersebut.
Plato : Hukum merupakan sebuah peraturan yang teratur dan tersusun dengan
baik serta juga mengikat terhadap masyarakat maupun pemerintah.
Tullius Cicerco : Hukum merupakan sebuah hasil pemikiran atau akal yang
tertinggi yang mengatur mengenai mana yang baik dan mana yang tidak
C. HIRARKI HUKUM
Pasal 7 menyebutkan:
Pasal 7
Pasal 8
Setelah tumbangnya pemerintahan orde lama pada tahun 1966, DPR-GR pada
tanggal 9 Juni 1966 mengeluarkan memorandum yang diberi judul Memorandum
DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia.
TAP MPRS ini dalam Sidang MPR tahun 1973 dan MPR Tahun 1978 dengan TAP
MPR No.V/MPR/1973 dan TAP MPR No. IX/MPR/1978 akan disempurnakan.
Namun sampai dengan runtuhnya pemerintahan orde baru TAP MPRS tersebut tetap
tidak diubah walaupun di sana sini banyak menimbulkan kontroversi khususnya dalam
jenis dan tata urutan peraturan perundang-undangannya.
Dalam Pasal 2 TAP MPR tersebut kalau dibaca sepintas seakan-akan jenis peraturan
perundang-undangan bersifat limitatif yaitu hanya berjumlah 7 (tujuh) yaitu: UUD-RI,
TAP MPR, UU, Perpu, PP, Keppres, dan Perda. Artinya, di luar yang 7 (tujuh) jenis,
bukanlah peraturan perundang-undangan. Apalagi di dalam pasal-pasal TAP MPR
III/MPR/2000 tersebut digunakan istilah lain yang maksudnya sama yaitu "aturan
hukum". Padahal kalau kita baca kalimat pembuka Pasal 2 yang berbunyi: Tata urutan
peraturan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan
hukum di bawahnya, dikaitkan dengan Pasal 4 TAP MPR tersebut yang berbunyi :
(1) Sesuai dengan tata urutan peraturan perundang-undangan ini, maka setiap aturan
hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum yang lebih
tinggi.
(2) Peraturan atau Keputusan Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, menteri,
Bank Indonesia, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh
Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang termuat dalam tata urutan
peraturan perundang-undangan ini.
Dalam Pasal 18 ayat (1) huruf d UU No. 22/1999, DPRD dan Kepala Daerah
diberikan kewenangan atributif untuk membentuk Peraturan Daerah (Perda).
Berdasarkan uraian di atas, maka kalau kita kaitkan dengan kalimat pembuka Pasal 2
dan Pasal 4 ayat (2) TAP MPR III/2000 secara interpretatif dan logika hukum
sebagaimana disebutkan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Pasal 2 TAP MPR No.
III/2000 tidak bersifat limitatif. Artinya, disamping 7 (tujuh) jenis peraturan perundang-
undangan, masih ada jenis peraturan perundang-undangan lain yang selama ini
dipraktikkan dan itu tersirat dalam rumusan Pasal 4 ayat (2) TAP MPR No.
III/MPR/2000. jenis peraturan perundang-undangan lain yang tidak ditempatkan pada
Pasal 2 antara lain adalah :
1. Peraturan Mahkamah Agung (walaupun bersifat pseudowetgeving)
2. Keputusan Kepala BPK yang bersifat pengaturan (regeling)
3. Peraturan Bank Indonesia
4. Keputusan Kepala/Ketua LPND yang bersifat pengaturan (regeling)
5. Keputusan Menteri yang bersifat pengaturan (regeling), yang didasarkan pada
kewenangan derivatif/delegatif yang diberikan oleh Presiden, UU/PP.
Banyak kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara tapi hukumannya jauh berbeda
dengan sang anak yang hanya mencuri sepasang sandal. Bila kita kaji, jauh lebih parah danpak
dari korupsi itu sendiri yang dapat menelantarkan ribuan bahkan jutaan jiwa dari pada sang
maling sandal yang hanya berdampak kepada pemilik sandal saja, dalam hal ini bukan berarti
maling itu baik, hanya saja asas persamaan hak terabaikan. Belum lagi kita menyinggung
mengenai penjara para koruptor yang begitu mewah yang dipenuhi dengan berbagai
fasilitas ditambah dengan tidak adanya penjagaan yang ketat, sedangkan yang dirasakan sang
maling sandal tidak seperti itu.
Hal ini menunjukkan bahwa supremasi hukum di Indonesia belum ditegakkan karena hukum
belum sepenuhnya berperan sebagai kedudukan tertinggi dalam negara karena masih bisa
dimanipulasi oleh para pejabat.
DAFTAR PUSTAKA
http://tesishukum.com/pengertian-supremasi-hukum-menurut-para-ahli/
http://pangeranarti.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-supremasi-hukum-dan.html
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/HierarkiProdukHukum.html
http://artonang.blogspot.co.id/2015/01/tata-urutanhierarki-peraturan-perundang.html
http://pengayaan.com/pengertian-hukum-menurut-para-ahli-di-dunia/