Anda di halaman 1dari 4

SEJARAH TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DI INDONESIA
SEP 2
Posted by Robby aneuknangroe

Tugas kuliah ilmu perundang-undangan

Sejak tahun 1966 sampai dengan sekarang telah dilakukan perubahan


atas hierarki (tata urutan) peraturan perundang-undangan diIndonesia.
Pada tahun 1996, dengan Ketetapan MPR No. XX/MPR/1966 Lampiran 2,
disebutkan bahwa hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia
adalah:

1. Undang-undang Dasar 1945


2. Ketetapan MPR
3. Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Keputusan Presiden
6. Peraturan-peraturan pelaksananya, seperti:
Peraturan Menteri
Instruksi Menteri
Dan lain-lainnya
Menurut TAP MPRS XX Tahun 1966:
1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU/PERPU
4. Peraturan Pemerintah
5. Keputusan Presiden
6. Peraturan Menteri
7. Instruksi Menteri
Menurut TAP MPR III Tahun 2000:
1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU
4. PERPU
5. PP
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan DaeraH
Menurut UU No. 10 Tahun 2004:
1. UUD 1945
2. UU/PERPU
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah
D. KESEPAKATAN PANITIA AD HOC TENTANG PERUBAHAN UUD
1945
1. Tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
sistematika, aspek kesejarahan dan orisinalitasnya.
2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
3. Mempertegas Sistem Pemerintahan Presidensial.
1. Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam
penjelasan dimasukkan dalam pasal-pasal.
2. Perubahan dilakukan dengan cara adendum.

Pada tahun 1999, dengan dorongan yang besar dari berbagai daerah di
Indonesia untuk mendapatkan otonomi yang lebih luas serta semakin
kuatnya ancaman disintegrasi bangsa, pemerintah mulai mengubah
konsep otonomi daerah. Maka lahirlah Undang Undang No. 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah (telah diganti dengan UU No. 32 Tahun
2004) dan Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah (telah diganti dengan UU No. 33 Tahun 2004).

Perubahan ini tentu saja berimbas pada tuntutan perubahan terhadap tata
urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Karena itulah, dibuat
Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang. Kalau selama ini Peraturan Daerah (Perda) tidak
dimasukkan dalam tata urutan peraturan perundang-undangan, setelah
lahirnya Ketetapan MPR No. II Tahun 2000, Perda ditempatkan dalam tata
urutan tersebut setelah Keputusan Presiden.

Lengkapnya, tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia


setelah tahun 2000 adalah sebagai berikut:

1. Undang-undang Dasar 1945


2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3. Undang-undang
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Saat ini

Pada tanggal 24 Mei 2004 lalu, DPR telah menyetujui RUU Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (PPP) menjadi UU No. 10 Tahun 2004,
yang berlaku efektif pada bulan November 2004. Keberadaan undang-
undang ini sekaligus menggantikan pengaturan tata urutan peraturan
perundang-undangan yang ada dalam Ketetapan MPR No. III Tahun 2000.

Tata urutan peraturan perundang-undangan dalam UU PPP ini diatur


dalam Pasal 7 sebagai berikut :

1. Undang-undang Dasar 1945


2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah, yang meliputi:
Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Desa
Pasca Amandemen

Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri


dari :pembukaan dan pasal-pasal (sesuai pasal II Aturan Tambahan UUD
1945. Konsekuensinya, penjelasan tidak lagi menjadi bagian dari UUD.
Meskipun demikian, penjelasan memiliki fungsi yang penting dalam
rangka menjelaskan tentang norma yang terdapat dalam UUD 1945
sehingga seharusnya mengandung norma yang baru.

Penjelasan Umum, disebutkan bahwa UUD 1945 merupakan hukum dasar.


Dikaitkan dengan teorinya Hans Kelsen, Stufentheorie, atau theorie vom
Stufenaufbau-nya Hans Nawiasky Pembukaan mengandung sejumlah
tujuan negara dan dasar falsafah bernegara yaitu Pancasila. Posisi
Pancasila dalam UUD adalah sebagai norma dasar suatu negara
(Staatsfundamentalnorm), yang memberikan landasan bagi Aturan Dasar.
Sedangkan materi yang terdapat dalam pasal-pasal UUD 1945
merupakan Grundgezetze, norma dasar yang memiliki kekuatan mengikat
kepada norma-norma hukum peraturan perundang-undangan, atau
menggariskan tatacara membentuk peraturan perundang-undangan
secara Umum. Hal ini ditunjukkan dalam pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004.
Dengan demikian, UUD 1945 memiliki kedudukan yang lebih tinggi
daripada peraturan perundang-undangan yang lainnya.

Dalam pasal 3, mengatur tentang kewenangan MPR baik tentang


kewenangan mengubah dan menetapkanUUD. Meskipun MPR bukan
lembaga tertinggi Negara lagi namun MPR merupakan lembaga
perwakilan (parlemen) yang oleh konstitusi diberi wewenang untuk
mengubah dan menetapkan UUD. Pembentukan UUD kewenangannya
tidak diberikan kepada lembaga legislatif karena lembaga legislatif hanya
memiliki kewenangan dalam membentuk UU dan kedudukan UU di bawah
UUD.

Sedangkan untuk prosedur amandemen yang diatur dalam pasal 37


terdapat prosedur khusus dengan ketentuan yang lebih kompleks. Dalam
hal substansi perubahan/amandemen masih terdapat kesamaan dengan
UUD 1945 pra amandemen, yaitu mutlak tidak diperbolehkan untuk
merubah/mengamandemen pembukaan UUD 1945, karena didalamnya
terdapat falsafah negara yang merupakan dasar Negara. Selain itu, ada
hal lain yang tidak boleh diganti yaitu bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia (psl 37 ayat 5). Dan ketentuan yang lebih spesifik diatur dengan
peraturan perundang-undangan lainnya.

UUD 1945 pasca amandemen lebih bersifat rigid. Hal ini dikarenakan
persepsi penguasa yang sepakat untuk lebih mengkultuskan UUD 1945
sebagai kesatuan pemikiran dari mayarakat untuk memilih sesuatu yang
ideal dalam hal-hal tertentu yang direfleksikan didalamnya. Selain itu,
nilai historis yang terkandung dalam UUD 1945 membuatnya sebagai
konstitusi memiliki kandungan rigiditas. UUD 1945 tidak lg dipandang
sebagai peraturan perundang-undangan saja melainkan merupakan
wibawa daripada suatu bentuk Hukum tertinggi dari suatu negara.

1. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan


yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang
sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada
tidak terjadinya checks and balances pada institusi-institusi
ketatanegaraan.
2. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat
besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem
yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni kekuasaan
dominan berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak
konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain:
memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan
legislatif karena memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.
3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes dan
fleksibel sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran
(multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum di amandemen).
4. UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan
Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang.
Presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden
dapat merumuskan hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam
Undang-undang.

Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum


cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang
kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat,
penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka
peluang bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara yang tidak
sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:Tidak
adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan
terpusat pada presiden.

Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai