Anda di halaman 1dari 6

Nama : Muhammad Mirza Arroyyan

NPM : 1706049200
Program Studi : S1 Hukum Reguler
Kelas : Ilmu Perundang-Undangan B

TUGAS ILMU PERUNDANG-UNDANGAN


RANGKUMAN BAB V: HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK
INDONESIA

Hierarki Peraturan Perundang-Undangan merupakan sebuah tata susunan


perundang-undangan yang menjadi sumber tertib hukum di Indonesia. Tata susunan
perundang-undangan dirumuskan secara berjenjang dan berlapis-lapis yang berisi
peraturan perundang-undangan hierarki tinggi sampai dengan rendah; dimana yang
lebih rendah selalu bersumber dan berdasar pada yang lebih tinggi, sesuai dengan
Stufentheorie menurut Hans Kelsen.
Hierarki peraturan perundang-undangan dalam sejarahnya tidak pernah
diatur secara tegas, baik dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebelum
amandemen, Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) Tahun 1949, Undang-
Undang Dasar Sementara (UUDS) Tahun 1950, serta UUD 1945 setelah amandemen.
Sampai saat ini, hierarki tersebut sebatas diatur di dalam Pasal 5 ayat (1) UUD 1945
sebelum amandemen, Pasal 20 UUD 1945 setelah amandemen, Pasal 22 ayat (1) UUD
1945 sebelum dan setelah amandemen, dan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 sebelum dan
sesudah amandemen; yang isi rumusannya berupa tiga jenis peraturan perundang-
undangan, berupa Undang-Undang (UU) , Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang (PERPU), dan Peraturan Pemerintah (PP). Selain itu, pengaturan mengenai
hierarki tersebut juga diatur dalam beberapa peraturan. Selanjutnya akan dijelaskan
mengenai peraturan tersebut beserta tanggapannya.
I. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan berdasarkan UU No.1 Tahun
1950
 Dalam Pasal 1 dirumuskan peraturan-peraturan Pemerintah Pusat,
yaitu:
a. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang;
b. Peraturan Pemerintah; dan
c. Peraturan Menteri.
Selanjutnya, Pasal 2 menyebutkan bahwa “tingkat kekuatan peraturan-
peraturan Pemerintah Pusat ialah menurut urutannya pada Pasal 1.”
 UU No.1 Tahun 1950 lahir dalam suasana konstitusi UUDS 1950 yang
menganut sistem parlementer, sehingga Presiden hanya bertindak
sebagai Kepala Negara yang tidak mempunyai kewenangan untuk
membentuk keputusan yang bersifat mengatur.
 Disini dapat disimpulkan bahwa Peraturan Menteri merupakan salah
satu jenis peraturan perundang-undangan yang terletak di bawah
Peraturan Pemerintah, bukan di bawah Keputusan Presiden (Keppres).

II. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan berdasarkan Ketetapan MPRS


No. XX/MPRS/1966
Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 merupakan suatu usaha dari MPRS
sebagai lembaga tertinggi negara dalam menangani masalah tertib hukum di
Negara Republik Indonesia, dan secara tidak langsung mengatur pula mengenai tata
susunan norma hukum sekaligus menjadikannya sebagai dasar dalam kebijakan
pengembangan perundang-undangan selanjutnya di Indonesia. Ketetapan MPRS
tersebut tidak menjelaskan hal-hal mengenai garis-garis besar tentang kebijakan
Hukum Nasional namun menentukan sumber tertib hukum Indonesia, yaitu
Pancasila. Terdapat suatu pengakuan adanya suatu sistem norma hukum yang
berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang.
Berdasarkan Lampiran I Ketetapan MPRS tersebut, perwujudan dari segala
sumber hukum Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
b. Dekrit 5 Juli 1959
c. Undang-Undang Dasar Proklamasi
d. Surat Pemerintah 11 Maret 1966.
Norma-norma hukum yang termasuk dalam sistem norma menurut Ketetapan
MPRS tersebut berturut-turut adalah UUD 1945, Ketetapan (Tap) MPR, UU, PP,
Keppres, dan Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya seperti Peraturan Menteri,
Instruksi Menteri, dan lain-lain.
Terdapat beberapa tanggapan terhadap kandungan Ketetapan
No.XX/MPRS/1966, yaitu:

 Di dalam Pasal 2 Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 menetapkan bahwa


Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dinyatakan “tetap berlaku” tetapi perlu
“disempurnakan”.
 Hal yang perlu disempurnakan yaitu Lampiran II A tentang Tata Urutan
Peraturan Perundangan:
a. UUD 1945
UUD 1945 tidak tepat jika dikatakan sebagai peraturan perundang-
undangan, karena UUD 1945 memiliki dua kelompok norma hukum, yaitu
Pembukaan UUD 1945 yang merupakan Staatsfundamentalnorm dan
Batang Tubuh UUD 1945 yang merupakan Staatsgrundgesetz.
b. Tap MPR
o Tap MPR merupakan Staatsgrundgesetz yang berisi garis-garis besar
atau pokok-pokok kebijakan negara yang sifat norma hukumnya
masih secara garis besar, merupakan norma hukum tunggal, dan tidak
dilekati oleh norma hukum yang berisi sanksi.
o Batang Tubuh UUD 1945 dan Ketetapan MPR tidak dapat digolongkan
ke dalam peraturan perundang-undangan karena mengandung jenis
norma yang lebih tinggi dan berbeda daripada norma yang terdapat
dalam Undang-Undang.
o Sifat-sifat norma dari Batang Tubuh UUD 1945 dan Ketetapan MPR
sebagai norma konstitusi yang mengatur lembaga-lembaga tertinggi
dan tinggi dalam negara, serta tata cara pembentukannya, tata
hubungan sesamanya, dan lingkup tugas masing-masing, serta
mengatur secara dasar tata hubungan antara warga negara dengan
negara secara timbal balik.
c. Keppres
o Keputusan Presiden yang bersifat einmahlig tidak tepat karena suatu
Keputusan Presiden dapat juga bersifat dauerhaftig.
o Keputusan yang bersifat einmahlig adalah yang bersifat penetapan
(beschikking), dimana sifat normanya individual, konkret, dan sekali
selesai (einmahlig), sedangkan norma dari suatu peraturan
perundang-undangan selalu bersifat umum, abstrak, dan berlaku
terus menerus (dauerhaftig).
d. Peraturan Menteri
Peraturan Menteri sebaiknya diganti peristilahannya dengan Keputusan
Menteri karena dapat diaartikan secara luas yaitu baik yang berarti
peraturan dan juga berarti penetapan.
e. Instruksi Menteri
Penyebutan “Instruksi Menteri” tidak tepat, karena suatu instruksi itu
bersifat individual dan konkret serta harus ada hubungan atasan dan
bawahan secara organisatoris. Sifat dari suatu norma hukum dalam
peraturan perundang-undangan adalah umum, abstrak, dan berlaku terus
menerus.
f. Peraturan Daerah
Peraturan Daerah juga termasuk dalam jenis peraturan perundang-
undangan dan tidak selalu merupakan peraturan pelaksanaan saja.
 Dalam Ketetapan MPRS tersebut, terdapat istilah-istilah yang harus
diperbaiki, yaitu:
a. Istilah “tata urutan” diganti dengan istilah “tata susunan” karena “tata
susunan” lebih mencerminkan suatu jenjang dari peraturan perundang-
undangan yang mengandung suatu fungsi dan materi muatan yang
berbeda.
b. Istilah “bentuk” sebaiknya diganti dengan istilah “jenis”, yang artinya
macam dari peraturan perundang-undangan.
c. Istilah “perundangan” adalah tidak tepat, sebaiknya digunakan istilah
“perundang-undangan”, oleh karena UUD 1945 menyebutkan kata
Undang-Undang untuk peraturan yang dibentuk oleh Presiden dengan
persetujuan DPR.
d. Istilah “dan lain-lain” tidak tepat, oleh karena istilah itu dapat diartikan
secara luas; seolah-olah peraturan tersebut tidak terbatas jumlahnya dan
peraturan-peraturan lainnya pun disamakan dengan peraturan
perundang-undangan.

III. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan berdasarkan Ketetapan MPR


No.III/MPR/2000
Dalam Pasal 2 Ketetapan MPR tersebut disebutkan tata urutan peraturan
perundang-undangan Indonesia adalah UUD 1945, Tap MPR, UU, PERPU, PP,
Kepres, dan Peraturan Daerah (Perda). Pengaturan mengenai hierarki peraturan
perundang-undangan dalam Ketetapan MPR tersebut tidak dapat dilepaskan
dengan ketentuan dalam Pasal 1-4 Ketetapan MPR tersebut.
Terdapat beberapa tanggapan terhadap Ketetapan MPR No.III/MPR/2000, yaitu:

 Masalah sumber hukum dan tata susunan peraturan perundang-undangan


o Dalam Pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa sumber hukum adalah
sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan
perundang-undangan dan menurut ayat (3) sumber hukum tersebut
adalah Pancasila (Pembukaan UUD 1945) dan Batang Tubuh UUD
1945, sedangkan Pasal 2 dinyatakan bahwa tata urutan Peraturan
Perundang-undangan dimulai dari (termasuk) UUD 1945. Selain itu
dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa UUD 1945 merupakan hukum
dasar tertulis.
o Sumber tertib hukum peraturan perundang-undangan Indonesia
menurut Ketetapan MPR tersebut:
1. Ketetapan MPR
Apabila dilihat dari sifat dan karakteristik suatu norma hukum,
Ketetapan MPR juga tidak termasuk dalam jenis peraturan
perundang-undangan, oleh karena Ketetapan MPR masih
merupakan Aturan Dasar Negara.
2. PERPU
Penjelasan Pasal 22 UUD 1945 menjelaskan bahwa PERPU adalah
suatu peraturan yang mempunyai kedudukan setingkat dengan
UU, tetapi dibentuk oleh Presiden tanpa persetujuan DPR,
disebabkan terjadinya “hal ihwal kegentingan yang memaksa”.
3. Permasalahan yang berhubungan dengan Peraturan dan
Keputusan lainnya
Permasalahan yang timbul adalah dalam hal: Peraturan atau
Keputusan Mahkamah Agung, Peraturan atau Keputusan BPK,
Peraturan atau Keputusan Menteri, Peraturan atau Keputusan BI,
Peraturan atau Keputusan Badan, Lembaga, atau Komisi, dan
Peraturan di tingkat Daerah.
 Peristilahan
o Kata “tata urutan” peraturan perundang-undangan sebenarnya lebih
tepat diganti dengan “tata susunan”, oleh karena istilah “tata
susunan” kita mengacu kepada suatu hierarki dari peraturan
perundang-undangan tersebut.
o Istilah “sumber hukum” sebenarnya lebih tepat apabila diganti
dengan “sumber tertib hukum”, karena sumber tertib hukum tidak
hanya diartikan sebagai sumber atau dasar dari suatu hukum atau
peraturan, akan tetapi sumber dan dasar tersebut juga membentuk
suatu “tertib” atau “orde” yang sering disebut dengan “hierarki”.

IV. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan berdasarkan Undang-Undang


No.10 Tahun 2004
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan yaitu: UUD 1945, UU/PERPU, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Pada Pasal 7 ayat (2), Peraturan Daerah
meliputi: Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, Peraturan
Desa/peraturan yang setingkat.
Terdapat beberapa tanggapan terhadap UU No.10 Tahun 2004
1. UUD 1945
UUD 1945 tidak tepat untuk dikatakan sebagai peraturan perundang-
undangan, karena terdiri atas dua kelompok norma hukum, yaitu
Staatsfundamentalnorm dan Staatsgrundgezetz.
2. Ketetapan MPR
Ketetapan MPR merupakan aturan dasar negara yang mengandung jenis
norma yang lebih tinggi dan berbeda daripada norma yang terdapat dalam
UU.
3. Peraturan Presiden
Penggunaan istilahnya tidak tepat, sebab dalam suatu keputusan terdapat
pengaturan dan penetapan.
4. Peraturan Desa
Peraturan Desa dapat bersifat mengatur dan mengikat umum, dalam arti
peraturan di bidang penyelenggaraan pemerintahan saja, tetapi tidak
sebagai Peraturan Perundang-undangan.
5. Peraturan-peraturan lainnya
Tidak semua lembaga negara atau pejabat mempunyai kewenangan
membentuk peraturan yang bersifat umum, dan berlaku ke luar sebagai
Peraturan Perundang-undangan. Adapun lembaga negara yang berwenang
yaitu: MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, BI, Menteri, Kepala badan, lembaga,
atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh UU atau pemerintah atas
perintah undang-undang, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, dan Kepala Desa atau yang setingkat.

Anda mungkin juga menyukai