Anda di halaman 1dari 3

Nama : Muhammad Islami Putra

NIM : 2035030

1. Jelaskan apa tujuan dan hakikat dari konstitusi suatu Negara ?


Jawaban : Tujuan konstitusi yaitu:
a. Konstitusi bertujuan memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap
kekuasaan politik
b. Konstitusi bertujuan untuk mengawasi atau mengon trol proses-proses kekuasaan
dari para penguasa.
c. Konstitusi bertujuan memberi batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa
dalam menjalankan kekuasaannya.
d. Konstitusi pada dasarnya bertujuan untuk membatasi kewenangan pemerintah
dalam menjamin hak-hak yang diperintah.

Pada hakikatnya konstitusi (UUD) itu berisi tiga hal pokok, yaitu:

a. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia dan warga negaranya.


b. Ditetapkan susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental.
c. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat
fundamental.
2. Jelaskan mengenai sumber hukum tata Negara Indonesia?
Jawaban : Sumber hukum tata negara Indonesia mencakup sumber hukum dalam arti
materiil dan sumber dalam arti formil. Sumber hukum formil
1. Undang-undang Dasar 1945 : Undang-undang dasar 1945 merupakan segala induk
dari peraturan perundang-undangan di Indonesia dan merupakan hukum tertinggi di
Indonesia dan segala peraturan perundang-undangan yang dibuat ,tidak boleh
bertentangan dengan UUD 1945.
2. Ketetapan MPR : ketetapan MPR tidak terdapat dalam UUD 1945, namun
berdasarkan surat Presiden yang ditujukan kepada DPR no.2262/HK/1959 tanggal 20
Agustus 1959,dikenal bentuk peraturan perundang-undangan salah satunya adalah
Keputusan MPRS yaitu peraturan perundang-undangan yang dibuat berdasarkan pasal
2 UUD 1945. Istilah ketetapan itu sendiri baru dikenal pada sidang pertama MPRS
yang didasarkan pada pasal 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa MPR bertugas
untuk menetapkan Undang-undang dan Garis-garis besar haluan negara (GBHN).
3. Undang-undang / PERPU : Undang-undang dalam arti formil adalah suatu bentuk
keputusan atau ketentuan yang dikeluarkan oleh pembentuk Undang-undang dengan
prosedur tertentu. Dasar dari pembuatan Undang-undang ialah Pasal 5 ayat (1) dan
pasal 20 ayat (1) UUD 1945.
4. Peraturan pemerintah (PP) : Pasal 5 ayat (2) UUD 1945,Presiden menetapkan
peraturan pemerintah untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana
mestinya.Presiden tidak akan menetapkan peraturan pemerintah tersebut sebelum ada
Undang-undangnya,mengingat bahwa Undang-undang tersebut merupakan sumber
hukum tata negara,maka Peraturan pemerintah tersebut juga merupakan sumber
hukum tata negara.
5. Keputusan presiden : Keputusan Presiden pertama kalinya dikenal sebagai bentuk
peraturan perundang-undangan berdasarkan surat Presiden yang ditujukan kepada
DPR tertanggal 20 Agustus 1959 No.2262/HK/1959. Keputusan Presiden tersebut
dimasukkan kedalam peraturan perundang-undangan guna melaksanakan peraturan
Presiden maupun Undang-undang dibidang pengangkatan dan pemberhentian baik
personalia,pegawai atau anggota DPR.
6. Peraturan pelaksanaan lainnya : Yang dimaksud dengan peraturan pelaksana
lainnya adalah Peraturan Pelaksanaan yang ada setelah Tap.MPR no.XX/MPR/1966,
misalnya Peraturan menteri,yang dibuat berdasarkan pada peraturan yang lebih tinggi
sesuai dengan hierarkinya.
7. Konvensi : Konvensi sama dengan kebiasaan ketatanegaraan dengan adanya
keyakinan hukum dari golongan atau orang-orang yang berkepentingan dan
keyakinan tersebut dipercaya memuat hal-hal yang baik dan karena adanya nilai-nilai
yang baik dalam aturan tersebut maka harus ditaati.
8. Traktat : Traktat ketatanegaraan tidak sama persis dengan perjanjian,namun ada
kemiripan karena traktat tersebut merupakan suatu perjanjian,hanya saja prosesnya
berbeda dengan perjanjian pada umumnya.

Sumber hukum materiil : Sumber yang menentukan isi kaidah hukum tata negara, dan
contoh sumber hukum yang termasuk dalam arti materiil yaitu pancasila sebagai dasar
dan pandangan hidup bernegara. Hukum adat ketatanegaraan. Hukum kebiasaan
ketatanegaraan atau konvensi ketatanegaraan

3. Jelaskan mengenai praktik peradilan tata Negara berkaitan dengan pemakzulan presiden
dan/ atau wapres ?
Jawaban : Pada era pra amandemen UUD 1945, tidak ada aturan yang jelas untuk
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden di tengah masa jabatan. Implikasinya,
proses pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden dilakukan dengan kesepakatan
politik tanpa adanya kejelasan status hukum. Proses pemakzulan Presiden dan/atau Wakil
Presiden pada waktu itu senantiasa tergantung pada konfigurasi politik sehingga presiden
sangat mudah diberhentikan oleh parlemen ketika Presiden tidak mempunyai banyak
pendukung di parlemen Dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia, telah terjadi dua kali
pemakzulan Presiden, yaitu pemakzulan terhadap Presiden Soekarno pada tahun 1967
dan terhadap Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 2001. Keduanya diberhentikan
oleh MPR tanpa alasan hukum yang jelas yang semata-mata didasarkan atas keputusan
politik (politieke beslissing). Artinya, pemeriksaan dan pemberhentian dalam rapat
apripurna MPR terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden bukan persidangan judisial,
namun forum politik ketatanegaraan. Pasca amandemen UUD 1945, telah diatur
mengenai mekanisme pemberhentian (pemakzulan) Presiden dan/atau Wakil Presiden
ketika di tengah masa jabatan. Setidaknya pengaturan mengenai pemakzulan ini sebagai
agenda untuk menyempurnakan UUD 1945 pra amandemen atas pemberhentian Presiden
yang sarat akan kepentingan politik. UUD 1945 pasca amandemen mengatur bahwa
sebelum Presiden dan/atau wakil Presiden diberhentikan, terlebih dahulu harus dibawa
kepada MK dalam upaya penegakan hukum dan purifikasi keputusan politik di DPR.
Selanjutnya, MPR memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden.

4. Ceritakan salah satu pengujian konstitusional undang-undang di Indonesia yang saudara


ketahui ?
Jawaban : Hak uji materiil (HUM) adalah hak yang dimiliki oleh Mahkamah Agung
untuk menilai materi muatan suatu peraturan perundang-undangan di bawah Undang-
Undang terhadap perhaturan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Lingkup
tugas dan wewenang Mahkamah Agung ini sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal
24A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
“Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang
diberikan oleh undang-undang.”
Bersumber dari kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar tersebut maka,
dalam hal terdapat muatan suatu peraturan perundang-undangan di bawah undang-
undang yang diduga bertentangan dengan undang-undang, pengujiannya dilakukan oleh
Mahkamah Agung. Kemudian melalui putusan HUM, MA menyatakan tidak sah
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi
ketentuan yang berlaku. Adapun putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-
undangan dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi
maupun berdasarkan permohonan keberatan langsung yang diajukan kepada Mahkamah
Agung. Implikasi hukum atas putusan tersebut adalah peraturan perundang-undangan
yang dinyatakan tidak sah maka tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Anda mungkin juga menyukai