Anda di halaman 1dari 4

A.

Kedudukan Pancasila sebagai Sumber Hukum Dasar Negara Indonesia

Menurut Notonagoro (dalam Soegito, dkk., 1995: 8) bahwa berkat terean- tumnya dalam
pembukaan, Pancasila sebagai dasar falsafah negara, mengandung konsekuensi bahwa secara formil
Pancasila sebagai norma hukum dasar positif, objektif, dan subjektif adalalı mutlak tidak dapat
diubali dengan jalan hukum Secara materal adalah juga mutlak tak dapat diubah, disebabkan
kehidupan kemasyarakatan Kebudayaan, termasuk kefilsafatan kesusilaan, keagamaan merupakan
sumber hukum positif yang unsur-unsur intinya telah ada dan hidup sepanjang masa, di samping
sifat kenegaraannya juga mempunyai sifat adapt kebudayaan (kultural) dan sifat keagamaan
(religius).

Peran Pancasila sebagai sumber tertib hukum di Negara Republik Indonesia menurut Pasha (2002
110) adalah inheren, terkait erat dan menjadi satu kesatuan dengan peran Pancasila selaku dasar
falsafah Negara: Pancasila selaku dasar Negara, yang daripadanya seluruh perundang- undangan
diletakkan pada dirinya, dan dari falsafah Pancasila itu juga seluruh sumber hukum yang paling
utama segala perundang-undangan Negara, digali, diangkat dan dirumuskan.

Ruslan Saleh (dalam Pasha, 2002 111) menjelaskan bahwa terdapat tiga fungsi Pancasila terhadap
Perundang-undangan Indonesia, yaitu

1. Sebagai dasar dan pangkal tolak perundang-undangan Indonesia,


2. Sebagai papan uji bagi perundang-undangan Indonesia.

3. Sebagai sumber bahan hukum dari perundang-undangan Indonesia itu sendiri.

Dalam tertib hukum di Indonesia, menurut Effendy (1995: 41) terdapat susunan hierarki dari
peraturan perundangan/hukum yang berlaku, dimana UUD merupakan sumber hukum yang sangat
penting, mengatasi dan membatasi aturan-aturan hukum lainnya, baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis. Tetapi UUD ini bukanlah merupakan hukum dasar yang tertinggi, karena di atasnya
masih ada pokok kaidah Negara yang fundamen- tal yaitu Pembukaan UUD 1945, yang di dalamnya
terdapat Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum (dalam pengertian formal dan
materiil).

B.Kedudukan Pembukaan UUD 1945

1) Sebagai Pernyataan Kemerdekaan Indonesia yang terinci

Memorandum DPR tanggal 9 Juli 1966 tentang Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia, disebutkan
bahwa Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang terinci yang mengandung cita-
cita luhur dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan yang memuat Pancasila sebagai dasar
negara, merupakan satu rangkaian dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan oleh
karena itu tidak dapat diubah oleh siapa pun juga termasuk oleh MPR hasil pemilihan umum yang
berdasarkan pasal 3 dan pasal 37 UUD 1945 1945 berwenang menetapkan dan mengubah UUD,
karena mengubah isi Pembukaan UUD 1945 berarti pembubaran negara. Dalam kedudukannya yang
demikian tadi, Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar dan sumber dari batang tubuhnya.

2) Mempunyai Kedudukan yang Tetap

Pembukaan UUD 1945 menurut Notonagoro (1983: 177) merupakan norma hukum yang pokok dan
disebut pokok kaidah fundamental dari Negara Republik Indonesia, dalam hukum mempunyai
hakekat dan kedudukan yang tetap, kuat dan tak berubah bagi negara yang dibentuk, dengan lain
perkataan dengan jalan hukum tidak lagi dapat diubah.

3) Sebagai “staatsfundamentalnorm”, sebagai pokok kaidah NegaraYang fundamental.

Pokok-pokok kaidah negara yang fundamental, menurut pengertian ilmiah mengandung beberapa
unsur mutlak, yakni:

1) Dalam hal terjadinya (a) ditentukan oleh pembentuk negara, (b) terjelma dalam suatu bentuk
pernyataan lahir (ijab kabul) sebagaiPenjelmaan kehendak pembentuk negara untuk menjadikan hal-
hal Tertentu sebagai dasar-dasar negara yang dibentuk.

2) Dalam hal isinya: (a) memuat dasar-dasar negara atas dasar kero- hanian apa (asas kerohanian
negara), dan untuk cita-cita negara apa (tujuan negara) negaranya dibentuk dan diselenggarakan, (b)
memuat ketentuan diadakannya Undang-Undang Dasar negara, jadi merupakan sebab berada,
sumber hukum dari Undang-Undang Dasar Negara

C.Sistem ketatanegaraan Indonesia sebelum dan sesudah amandemen 1945

1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebelum Dilakukan Amandemen UUD 1945

Sebelum UUD 1945 diamandemen, di dalam penjelasan UUD 1945 dijelaskan bahwa sistem
pemerintahan yang ditegaskan dalam UUD 1945 meliputi:

a.Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan
belaka (machtstaat).

b. Sistem Konstitusional, artinya pemerintahan berdasar atas sistem konsti- tusi (hukum dasar), tidak
bersifat absolitisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem konstitusi juga berarti bahwa cara
pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan UUD dan ketentuan-ketentuan lain yang
merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah
dan sebagainya.

c. Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan MPR (Die gezamte statsewalt liegt allein bei der
Majelis). Bahwa kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan
Rakyat sebagai penjel- maan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des
Staatsvolkes). Majelis ini menetapkan Undang-Undang Dasar dan Menetapkan Garis-garis Besar
Haluan Negara, Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil
Presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedang Presiden harus
menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden
yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Ia adalah “mandataris”
dari Majelis ia wajib menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak “neben”, akan tetapi
“untergeordnet” kepada Majelis.

d. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah Majelis, di bawah
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi.
Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan Presiden
(concentration of power and responsibility upon the Presiden).

e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan perwakilan Rakyat. Di sampingnya Presiden
adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden harus mendapat persetujuan Dewan perwakilan Rakyat
untuk membentuk undang-undang (Gesetzgebung dan untuk menetapkan anggaran pendapatan
dan belanja negara (Staatsbegrooting). Oleh karena itu, Presiden harus bekerja bersama-sama
dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan
Presiden tidak tergantung dari Dewan.

f.Menteri Negara ialah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertang- gung jawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara,
menteri-menteri negara itu tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat

g.Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas, meskipun Kepala Negara tidak bertanggung jawab
kepada DPR, ia bukan “diktator”, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Kepala Negara bertanggung
jawab kepada MPR. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR

Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat

Kedudukan DPR kuat, tidak dapat dibubarkan oleh Presiden (berbeda dengan sistem Parlementer).
Kecuali itu anggota-anggota DPR semuanya merangkap menjadi anggota MPR. Oleh karena itu DPR
senantiasa dapat mengawasi tindakan-tindakan Presiden, dan jika dewan menganggap bahwa
Presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh UUDI atau oleh MPR, maka
Majelis dapat diundang untuk persidangan istimewa agar bisa meminta pertanggungjawaban
Presiden.

2. sistem Ketatanegaraan Indonesia Sesudah Dilakukan Amandemen UUD 1945

Ada beberapa perubahan sistem ketatanegaraan sesudah dilakukan aman. Demen UUD 1945, antara
lain:

a. Majelis Permusyawaratan Rakyat

1) Susunan Keanggotaan MPR, Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota


Dewan perwakilan rakyat dan anggota Dewan Perwa- kilan Daerah yang dipilih
melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang (Pasal 2 (1)
UUD 1945). Dengan perubahan tersebut, MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota
DPD yang semuanya dipilih oleh rakyat dalam pemilu Ketentuan itu sesuai dengan
prinsip demokrasi perwakilan yaitu “perwakilan atas dasar pemilihan”
(representation by election). Ketentuan itu juga menjelas- kan bahwa MPR terdiri
atas anggota DPR dan anggota DPD, bukan lembaga DPR dan lembaga DPD.
Perubahan itu bermaksud untuk meningkatkan legitimasi MPR (Majelis
Permusyawaratan Republik Indonesia, 2007: 49).

2) Kewenangan MPR

Pasal 3 UUD 1945 menyebutkan (1) mengubah dan menetapkan UUD; (2) melantik Presiden
dan/atau Wakil Presiden; (3) member- hentikan Presiden dan/ Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut UUD. Kewenangan MPR lainnya diatur dalam Pasal 8 ayat (2) dan (3) UUD 45
tentang pengisian lowongan jabatan Presiden dan Wakil Presiden secara bersama-sama ataupun
bilamana Wakil Presiden berhalangan tetap. Sehingga wewenang MPR selain tiga hal tersebut ada
dua lagi, yaitu (1) memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi
kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya (Pasal 8 ayat (2) UUD 1945). (2) memilih
Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya,
dari dua pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang diusulkan oleh Partai Politik atau
gabungan partai politik yang pasangan calon Preside dan wakil Presidennya meraih suara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya (Pasal 8
(3) UUD 1945).

Anda mungkin juga menyukai