NIM: 010002112003
Soal
b. UU
c. Ketentuan lain
Kriteria (a): 8 lembaga negara Kriteria (b): 7 lembaga negara (c) Kriteria 5 lembaga
Jawaban
B. 1) MPR
Kewenangan MPR dipertegas, yaitu pada ranah mengubah dan menetapkan UUD,
melantik Presiden dan wakil Presiden, memberhetikan Presiden dan/atau wakil
Presiden dalam masa jabatanya menurut UUD. MPR berwenang juga memilih
wakil presiden dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa
jabatanya.
2) DPR
DPD memiliki kedudukan yang sama dengan DPR sebagai lembaga perwakilan
rakyat. Perbedaanya pada penekanan posisi anggota DPD sebagai wakil dan
reppresentasi dari daerah (propvinsi). Pembentukan DPD sebagai salah satu
institusi Negara bertujuan member kesempatan kepada orang-orang daerah untuk
ikut serta mengabil kebijakan dalam tinkat nasional, khususnya yang terkait
dengan kepentingan daerah.
Tugas dan kewenangan BPK diatur dalam bab VIIIA UUD Negara RI Tahun 1945
terdiri dari tiga 3 pasal dan 7 ayat. Seperti yang tertulis di dalamnya, BPK bertugas
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara yang
hasilnya akan diserahkan pada DPR, DPD, serta DPRD sesuai kewenangannya.
5) Mahkamah Agung (MA)
Kewenangan yang dimiliki antara lain mengadili perkara pada tingkat kasasi,
menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU, dan juga memberikan
pertimbangan kepada presiden jika hendak memberikan grasi dan rehabilitasi.
Komisi Yudisial merupakan suatu badan kehakiman yang berada pada kekuasaan
kehakiman tetapi tidak menyelenggarakan peradilan. Lembaga negara dibentuk
dengan tujuan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran,
martabat, serta perilaku hakim agar kekuasaan kehakiman tetap terkontrol.
2) Dalam Pasal 3 UUD NRI Tahun 1945 sebelum amandemen MPR-RI juga
berwenang menetapkan Garis-garis Besar daripada Haluan Negara
3) MPR-RI juga berwenang memilih Presiden dan Wakil Presiden berdasrkan Pasal
6 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945; dan
Kemudian Pasca amandemen UUD 1945 baik kedudukan, bentuk, tugas, maupun
wewenang MPR RI cukup banyak berubah secara mendasar, dikarenakan MPR-RI
kedudukannya tidak lagi lembaga tertinggi negara melainkan lembaga tinggi
negara yang kedudukannya sama dengan lembaga tinggi negara lainnya, tidak
seperti sebelum adanya perubahan atau amandemen yang terjadi dimana MPR-RI
merupakan lembaga tertinggi negara dan memiliki kekuasaan yang besar.
Pasca amandemen, MPR-RI kini menjadi lembaga negara yang dimana mempunyai
kedudukan yang sejajar dengan lembaga negara lainnya, seperti DPR-RI, DPD-RI,
BPK. Presiden, Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi.
Tidak hanya kedudukan MPR-RI yang berbeda namun juga bentuk keanggotan
MPR-RI juga terjadi perubahan, dalam hal ini sebelum amandemen MPR-RI
beranggotakan Dewan Perwakilan Rakyat, Utusan Daerah, dan Utusan Golongan.
Hal ini berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 sebelum amandemen, sedangkan
pasca amandemen MPR-RI hanya terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota Dewan Perwakilan Daerah, hal ini mengacu pada Pasal 2 ayat (1) UUD
NRI 1945 pasca amandemen. Bahwa dengan ditetapkannya amandemen tersebut
maka kedaulatan berada di tangan rakyat, lembaga-lembaga negara melaksanakan
bagian-bagian dari wewenang, tugas, dan fungsi yang diberikan UUD NRI Tahun
1945, aturan dalam UUD tersebutlah yang menjadi rujukan utama dalam
menjalankan kedaulatan rakyat, sehingga MPR-RI tidak lagi berkedudukan
sebagai lembaga tertinggi negara.
a. Konflik eksekutif-legislatif bisa berubah menjadi jalan buntu, adalah akibat dari
koeksistensi dari dua badan independen yang diciptakan oleh pemerintahan
presidensial yang mungkin bertentangan.
b. Masa jabatan presiden yang pasti menguraikan periode-periode yang dibatasi
secara kaku dan tidak berkelanjutan, sehingga tidak memberikan kesempatan
untuk melakukan berbagai penyesuaian yang dikehendaki oleh keadaan.
c. Sistem ini berjalan atas dasar aturan "pemenang menguasai semua" yang
cenderung membuat politik demokrasi sebagai sebuah permainan dengan semua
potensi konfliknya
b. Pemilihan kepala eksekutif tidak dilakukan secara langsung oleh rakyat, tetapi
oleh partai politik.
c. Tidak adanya pemisahan kekuasaan yang tegas antara legislatif dan eksekutif.
Hal ini dapat membahayakan kebebasan individu
Referensi:
Adiwilaga, R., Alfian, Y., & Rusdia, U. (2018). Sistem Pemerintahan Indonesia. Deepublish.
Mahanani, A. E. E. (2019). Resultan Sistem Pemilu dan Sistem Pemerintahan terhadap Pelaksanaan
Demokrasi di Indonesia. Jurnal Yustika: Media Hukum dan Keadilan, 22(02), 74-83.
Marzuki, L. (2018). Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. Jurnal Legislasi Indonesia, 1(3), 1-6.
Sari, N. (2021). Pemberhentian Presiden dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Gresik).