Anda di halaman 1dari 8

Nama : Rima Marta Ajeng Septiana

NPM : 2012011143

A. Materi Muatan Undang-Undang Dasar (UUD)

Pada umumnya UUD berlaku dalam suatu Negara bentuknya adalah selalu tertulis, sedangkan isinya
merupaka peraturan yang bersifat fundamental yang artinya tidak seluruh masalah-masalah yang
dianggap pentirg dalam suaty negara dimaksukkan dalam UUI). Hal-hal atau masalah. masalah yang
dimaksukkan dalam UUD adalah mencakup segi. segi yang bersifat pokok. mendasar atau asas-asasnya
saja (Muhaminad Ridwan Indra dalam astin Riyanto, 2000: 482)

S. Diponolo (1975, 178-179) menyatakan Biasanya pasal-pasal pertama konstitusi itu mulai dengan
mempnerkenalkan identitas negara, daerahnya, bangsanya, bahasanya, benderanya, lagu
kebangsaannya dan lambang negaranya. Begitu juga sifatrya sebagai negara hukum, bentuk negara, dan
bentuk pemerintahnnya, kedaulatannya dan bagaimana menjalankkannya. Kemudian dinyatakan
jaminanjaminan bagi hak-hak asasi dan kebebasa-kebebasan dasar manusia, nama-nama lembaga
negara dibidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif, disebutkan berikut ketentuanketentuan tentang
susunan organisasi, cara pembentukannya, dan wewenang-wewenangnya, serta kedudukan dan
hubunga satu sama lain. Pada bagian akhir dari konstitusi itu biasanya disebutkan cara bagaimana
merubah konstitusi itu. Dalam kesemua itu yang terpenting ialah:

a. Bagaimana imbangan kedudukan antara yang memerintah dan yang diperintah: b. Bagaimana
pembagian kekuasaan antara berbagai lembaga negara dan bagaimana peranan dan pengaruhnya bagi
stabilitas dan dinamika peinerintahan dan bagi tata kepentingan umum,

b. Bagaimana pembagian kekuasaan antara berbagai lembaga negara dan bagaimana peranan dan
pengaruhnya bagi stabilitas dan dinamika pemerintahan dan bagi tata kepentingan umum

c. Bagaimana tujuan negara dilaksanakan oleh berbagai lembaga negara:

d. Bagaimana jaminan bagi hak-hak asasi kebebasan-kebebasan dasar dan bagi kelangsungan dan
perkembangan hidup mereka,

e. Bagaimana partisipasi rakyat dalam sistem perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan


pertangggungjawaban pemerintahan.

Menurut Meriam Budiardjo (1991: 101), setiap UUD memuat ketentuan-ketentuan mengenai

1 Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antar badan legislatif, eksekutif dan yudicial. Dalam
Negara federal Adanya pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian
dsb.
2. Hak asasi manusia ( walaupun dapat diatur dalam naskah tersendiri).

3. Prosedur perubahan UUD.

4 Larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.

5. memuat cita-cita dan asas idiologi negara

Berdasarkan pandangan tioritik diatas, dapat dikatakan bahwa UUD merupakan peraturan perundang-
undangan di bidang ketatanegaraan yang bertalian dengan Organisasi negara dan pemerintahan, maka
materi muatannya meliputi ketentuan mengenai bentuk negara, bentuk pemerintahan, kbatan (organ)
negara dan pemerintahan, tugas dan wewenang jabatan negara dan pemeritahan, hubungan antara
berbagai jabatan negara dan pemerintah, dan cara mengisi jabatan negara. UUD juga memuat
ketentuan tentang rakyat Negara, Ketentuan ini akan terdiri dari ketentuan tentang siapa rakyat negara,
hak dan kewajibannya. Setiap UUD akan Memuat beberapa ketentuan yang berkaitan dengan identitas
negara seperti bahasa, lambang dan bendera. Selain hal di atas aneka ragaam materi muatan UUD juga
mengatur teritang hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

UUD 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturap perundang-undangan. Yang dimaksud hukum
dasar adalah norma dasar bagi pembentukan peraturan perundang, undangan yang merupakan sumber
hukum bagi pembenturar peraturan perundang-undangan di bawah UUD RI tahun 1945, UUD 1945
Terdiri dari Pembukaan dan Batang Tubuh Dalam Pembukaan UUD umumnya berupa prinsip-prinsip
hukum yang kemudian dijabarkan dalam batang tubuh menjadi norma hukum. Pembukaan UUD 1945
ditemukan norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm) dan rechtidee karena dimuat
pernyataan politik dan moral bangsa, juga cita serta tujuan negara. dibawah Norma fundarnenal
terdapat aturan dasar negara atau pokok negara (Staatgrundgeset:z) yan akan diatur lebih lanjut dengan
peraturan perundang: undangan di bawahnya.

B.Materi Muatan Putusan MPR

Bentuk putusan MPR yang disebutkan dalam Pasal 3 UUD 1945 adalah Perubahan UUD dan Penetapan
UUD. Di palam Pasal 3 UUD istilah “mengubah dan menetapkan" dituliskan sekaligus sehingga
menunjukkan bahwa kegiatan menetapkan itu dipahami sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
kegiatan mengubah. Dengan demikian materi muatan putusan MPR dapat berupa seluruh materi UUD
1945 kecuali ditetapkan oleh UUD 1945 materi itu tidak dapat dilakukan oleh suatu perubahan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 37 ayat (5) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “ Khusus mengenai
bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”.
Dalam sejarah ketatanegaraan kita putusan MPR terdiri dari dua bentuk, yaitu keputusan dan ketetapan.
Keputusan MPR adalah putusan MPR yang mempunyai kekuatan hukum mengikat kedalam MPR,
sedangkan Ketetapan adalah putusan MPR yang mempunyai kekuatan hukum mengikat keluar dan
kedalam MPR.

Dalam hukum tata negara positif Indonesia Ketetapan MPR merupakan peraturan perundang-undangan.
(lihat ketetapan MPRS NO. XX/MPRS/1966 jo Ketetapan MPR NO, 11/2000 dan terakhir dalam UU.NO.
12 tahun 2011). Ketetapan MPR sebagai bentuk peraturan perundang-undangan pada dasarnya tidak
disebutkan dalam UUD, melainkan sebagai Sesuatu yang tumbuh dalam praktek ketatanegaraan yang
diikuti secara terus menerus sejak tahun 1960, sehingga Menjadi kebiasaan (Konvensi) Ketatanegaraan
(Bagir Manan, 2000: 10).

Dengan diberlakukannya kembali Ketetapan MPR bebagai salah satu tata urutan peraturan perundang-
undangan di bawah peraturan perundang-undangan, bukaniah berary MPR dapat membuat ketetapan
MPR kembali sebapy peraturan perundangundangan yang mempunyai posisi bawah UUD 1945
sebagaimana telah diuraikan dalam bab-hay sebelumnya.

Berdasarkan Keputusan MPR RI Nomor 7/MPR/200y tentang Peraturan Tuta Tertih MPR RI sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan MPR RI Nomor 13/MPR/2004 tentang Perubahan Peraturan Tata Tertib
MPR RI, jenig Putusan Majelis ada 3 (tiga) macam yaitu:

1. Perubahan dan Penetapan Undang-Undang Dasar : Perubahan dan penetapan UUD adalah Putusan
Majelis :

a) mempunyai kekuatan hukum sebagai UUD Negara RI,

b) tidak menggunakan nomor putusan Majelis.

2. Ketetapan Maielis Permusyawaratan Rakyat :

Ketetapan MPR adalah Putusan Majelis :

a) berisi hal-hal yang bersifat penetapan (beschikking), Ketetapan MPR yang bersifat penetapan
(beschikking) dewasa sekarang setelah prubahan UUD 1545 hanya yang berhubungan dengan
1)menetapkan Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan,
atau tidak dapat melakukan kewajibannva dalam masajabatannya,

2)memilih Wakil Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan wakil presiden


3)memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama,

b) mempunyai kekuatan mengikat ke dalam dan ke luar Majelis, sebagaimana diatur dalam Ketetapan
MPR RI Nomor 1/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS
dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 samapai dengan Tahun 2002.

c) Menggunakan nomor putusan Majelis,

3.Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat:

a. berisi aturan/ketentuan intern Majelis:

b. mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam Majelis,

c. menggunakan nomor putusan Majelis.

Terdapat Ketetapan MPR dimasa lampau yang apabila dilihat dari subtansinya, tidak memenuhi syarat
sebagai peraturan perundang-undangan atau bukan merupakan peraturan perundang-undangan,
karena merupakan putusan yang bersifat kongkrit dan individual, misalnya ketetapan MPR yang
bertalian dengan pengangkatan presiden dan wakil presiden. Ketetapan MPR yang merupakan
peraturan berundang-undangan sepanjang ia berisi aturan tingkah laku yang bersifat abstrak dan
mengikat secara umum. Perubahan UUD 1945 yang telah dilaksanakan oleh MPR membawa: akibat yang
cukup mendasar tentang kedudukan, tugas dan wewenang lembaga-lembaga negara dan lembaga
pemerintahan yang ada, serta status hukum berbagai aturah hukum yang selama ini berlaku dalam
penyelenggaraan negara.

Perubahan kedudukan, tugas dan wewenang MPR Menurut UUD 1945 RI Tahun 1945 yang telah diubah
Mengakibatkan hilangnya kewenangan MPR untuk membentuk ketetapan-ketetapan MPR yang bersifat
mengatur ke luar, seperti membuat Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Karena MPR tidak lagi
membuat GBHN untuk dilaksanakan oleh Presiden, maka Presidenlah yang mempersiapkan program
kerjanya sesuai dengan UUD Ri Tahun 1945. Pasal 6 A UUD 1945 menetapkan bahwa Presiden dan Wakil
Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, sehingga Presiden tidak lagi
mempunyai kewajiban untuk bertanggungjawab kepada MPR. Perubahan kewenangan MPR dalam hal
pembentukan Ketetapan MPR yang berlaku ke luar membawa pula akibat perubahan pada kedudukan
dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR dalam tata susunan peraturan perundang-
undangan Indonesia.
Dalam masa transisi berlakunya UUD RI 1945 (sebelum perubahan) ke masa berlakunya UUD RI 1945
(setelah perubahan), dan untuk melakukan penyesuaian terhadap segala perubahan yang terjadi, dalam
sidang Tahunan MPR Tahun 2003, sebagaimana tugas yang diamanatkan oleh Pasal Aturan Tambahan,
Pasal I dan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, maka MPR membetuk sebuah ketetapan yaitu ketetapan
MPR RI Nomor 1/MPR/2003 yang berisi peninjauan terhadap matei: dan status Hukum ketetapan-
ketetapan MPRS dan MPR dari Tahun 1960 sampai dengan tahun 2002.

Perubahan Keempat UUD RI Tahun 1945 telah menegaskar bahwa perubahan UUD RI Tahun 1945 mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan, yaitu 10 Agustus 2002, Namun, pada saat itu masih terdapat sejumlah
ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR yang secara hukum masih berlaku Ketetapan MPRS dan Ketetapan
MPR yang secara hukum masih berlaku tersebut, kadang-kadang secara nyata tetapmembentuk
ketetapan-ketetapan MPR yang bersifat mengatur ke luar, seperti membuat Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN). Karena MPR tidak lagi membuat GBHN untuk dilaksanakan oleh Presiden, maka
Presidenlah yang mempersiapkan program kerjanya sesuai dengan UUD Ri Tahun 1945. Pasal 6 A UUD
1945 menetapkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat, sehingga Presiden tidak lagi mempunyai kewajiban untuk bertanggungjawab kepada MPR.

Perubahan kewenangan MPR dalam hal pembentukan Ketetapan MPR yang berlaku ke luar membawa
pula akibat perubahan pada kedudukan dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR dalam
tata susunan peraturan perundang-undangan Indonesia.

Dalam masa transisi berlakunya UUD RI 1945 (sebelum perubahan) ke masa berlakunya UUD RI 1945
(setelah perubahan), dan untuk melakukan penyesuaian terhadap segala perubahan yang terjadi, dalam
sidang Tahunan MPR Tahun 2003, sebagaimana tugas yang diamanatkan oleh Pasal ! Aturan Tambahan,
Pasal I dan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, maka MPR membetuk sebuah ketetapan yaitu ketetapan
MPR RI Nomor 1/MPR/2003 yang berisi peninjauan terhadap matei: dan status Hukum ketetapan-
ketetapan MPRS dan MPR dari Tahun 1960 sampai dengan tahun 2002.

Ditinjau dari sudut materi atau subtansi norma hukum yang terdapat dalam ketetapan MPRS dan
Ketetapan MPR dapat dibedakan sebagai berikut:

a. dari segi alamat yang dituju diatur (adressat norm) dapat dibedakan antara yang bersifat individual
dan yang bersifat umum

b. dari segi hal yang diatur dapat dibedakan antara yang bersifat kongkrit dan abstrak. |

c. dari segi keberlakuannya dapat dibedakan antara yang bersifat fina-sekali selesai (einmalig) dan yang
bersifat tuus menerus (tetap berlaku dengan ketentuan)

C. Materi Muatan Undang-Undang


Undang-undang adalah aturan yang dibentuk oleh DPR dan disahkan Presiden. Untuk menentukan
ruang lingkup atau materi muatan undang-undang di bawah ini akan digunakan beberapa pandangan
sebagaimana ditentukan oleh Juniarto (1980, 131) di mana ia mengatakan bahwa : Penyebutan
mengenai hal-hal yang diatur dengan undang-undang oleh UUD 1945 tersebut tidak boleh diartikan
limitatif. Artinya terhadap hal-hal lain boleh saja diatur pula oleh undangundang kalau pembentuk
undang-undang menghendaki, yaitu kapan saja merasa perlu untuk mengaturnya dengan
undangundang. Apabila hal ini dipilih, maka syarat-syarat formal tentang pembentukan undang-undang
haruslah dipenuhi. Sebaliknya apabila pembentuk undang-undang merasa tidak perlu mengaturnya
dengan undang-undang, itu juga tidak ada halangannya. Lain halnya terhadap hal-hal yang oleh UUD
harus diatur dengan undang-undang, maka yang oleh undang-undang dasar harus diatur dengan
undang-undang, maka ada kewajiban terhadap pembentuk undang-undang untuk mengaturnya".

Pemikiran di aras menunjukan dua hal mendasar yaitu ada materi (hal-hal) yang perlu diatur dengan
undang-undang karena hal tersebut diwajibkan oleh UUD 1945. Ada juga materi yang boleh ataupun
tidak perlu diatur dalam undang-undang karena UUD 1945 tidak mewajibkan hal tersebut: Kemungkinan
yang kedua ini sangat bergantung pada kemauan pembentuk undang-undang.

Batang tubuh UUD 1945, bila disistematisasi dapat terdapat 5 materi yang diatur dalam Undang-Undang
Dasar 1945, yaitu :

1. Pasal-pasal tentang bentuk dan kedaulatan negara

2. pasal-pasal yang mengatur tentang pembagian kekuasaan, kekuaaan pemerintahan negara

3. Pasal-pasal tentang organisasi dan kelengkapan negara dan tata cara mengisi alat kelengkapan
negara.

4. Pasal-pasal yang mengatur hak-hak dasar (asasi)

5. Pasal-pasal yany mengatur tentang, wilayah negara perekonomian dan kesejahteraan sosial,bendera,
lambang negara dan lagu kebangsaan.

Menurut Soehino (1981, 23) materi muatan undangundang dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1, Materi yang menurut UUD 1945 harus diatur dengan Undang-undang.

2. Materi yang menurut ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang legislatif harus
dilaksanakan dengan undang-undang.
3. Materi yang menurut undang-undang pokok atau undangundang tentang pokok-pokok harus
dilaksanakan dengan undang-undang.

4. Materi lain yang mengikat umum, seperti yang membebankan kebebasan warga negara, yang
memuat keharusan atau larangan.

Dari pandangan yang dikemukakan oleh soehino, maka kiranya point 2 dewasa sekarang setelah
perubahan UUD 1947 sudah tidak relefan lagi, karena MPR bukanlah satu-satuny? Jembaga pelaksana
kedaulatan rakyat dan produk hukum yang dapat dikeluarkannya terbatas yang ditentukan oleh UUD.

Berdasarkan pemikiran A. Hamid Attamimi yang disampaikan dalam seminar nasional tentang materi
muatan Undang-undang 1993 (Yohanes Usfunan, Desertasi, 1998: 160) materi muatan undang-undang
meliputi :

1. Hal-hal yang tegas-tegas diatur/diperintahkan undangundang Dasar 1945 dan Tap MPR (khusus
mengenai tap MPR lihat uraian diatas)

2. Hal-hal yang mengatur lebih lanjut ketentuan UndangUndang Dasar

3. Hal yang mengatur pembatasan dan pengurangan hak asasi,

4. Hal-hal yang mengatur hak dan kewajiban warga negara

5. Hal-hal yang yang mengatur pembagian kekuasaan negara ditingkat pusat:

6. Hal yang mengatur organisasi pokok lembaga lembaga negara,

7. Hal yang mengatur pembagian wilayah/daerah negara,

8. Hal yang mengatur dan menetapkan siapa warga negara dan cara-cara memperoleh/kehilangan
kewarganegaraan.

9. Hal yang oleh suatu undang-undang dinyatakan diatur dengan undang-undang.

Pasal 10 UU.NO. 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa: (1) Materi muatan yang harus diatur dengan
UndangUndang berisi:

a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945,

b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang:

c. pengesahan perjanjian internasional tertentu, dalam penjelasan Pasal ini dinyatakan bahwa Yang
dimaksud dengan “perjanjian internasional tertentu" adalah perjanjian internasional yang menimbulkan
akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara
dan/atau perjanjian.
D. Materi Muatan Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang

Anda mungkin juga menyukai