Anda di halaman 1dari 37

HUKUM TATA NEGARA

Sumber Hukum Tata Negara


Sumber Hukum Tata Negara dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) yakni :
A. Sumber hukum materil yaitu sumber hukum
yang menentukan isi hukum. Isi hukum
ditentukan oleh faktor sosiologis, faktor
filosofis, faktor historis dan lain-lain.
B. Sumber hukum formil yaitu sumber hukum
yang telah dirumuskan peraturannya dalam
sesuatu bentuk yang menyebabkan aturan
tersebut berlaku umum, mengikat dan ditaati.
Source of Law Menurut Utrecht
1. Sumber hukum dalam arti materiil atau in
materiele zin (source of law in material sense)
adalah tempat dari mana norma itu berasal,
baik yang berbentuk tertulis ataupun yang
tidak tertulis.
2. Sumber Hukum dalam arti formal atau formele
zin (source of law in formal sense) adalah
tempat formal dalam bentuk tertulis dari mana
kaidah hukum diambil.
SUMBER HUKUM TATA NEGARA

Sumber Hukum Materil Hukum Tata Negara


(Sumber hukum yang menentukan isi hukum)
dari Hukum Tata Negara Indonesia adalah
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia yang kemudian menjadi falsafah
negara.
Sumber Hukum Formil
Hukum Tata Negara
a. Peraturan Perundang-undangan;
b. Yurisprudensi peradilan;
c. Konvensi ketatanegaraan (constitutional convention);
d. Doktrin ilmu hukum (ius comminis opinio doktorum);
dan
e. Hukum internasional yang telah diratifikasi atau
telah berlaku sebagai hukum kebiasaan
internasional.
Peraturan Perundang-Undangan :
Peraturan Tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat
secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Hierarki Perundang-Undangan
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR (S)
3. Undang-Undang / Perpu
4. Peraturan Pemerintah
5. Keputusan Presiden
6. Peraturan Pelaksana lainnya, seperti :
- Peraturan Menteri
- Instruksi Menteri
- dll
Dipertahankan melalui Lampiran TAP MPR
No. IV/MPR/1973
Ketetapan MPR No. III/MPR/2000
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR
3. Undang-Undang
4. Perpu
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
- Peraturan Provinsi
- Perda Kabupaten/Kota
- Peraturan Desa
Undang-Undang No. 10 Tahun 2004
Jenis-Jenis Peraturan Perundang-Undangan :
1. UUD NRI Tahun 1945
2. Undang-Undang/Perpu
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah
- Peraturan Provinsi
- Perda Kabupaten/Kota
- Peraturan Desa
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011
Jenis-Jenis Peraturan Perundang-Undangan :
1. UUD NRI Tahun 1945
2. Ketetapan MPR
3. Undang-Undang/Perpu
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang Dasar
A. Istilah
Dalam bahasa Belanda UUD disebut dengan
Grondwet dan bahasa Jerman disebut dengan
Gerundgesetz.
Grond atau Gerund diartikan sebagai dasar dan
wet atau gesetz diartikan sebagai undang-
undang. Oleh karena itu dalam bahasa
Indonesia Grondwet diartikan Undang Undang
Dasar.
Demikian pula di Jerman bahwa verfassung
dalam arti konstitusi dianggap lebih luas
pengertiannya daripada gerundgesetz dalam
arti undang undang dasar.

Selain istilah UUD dikenal juga istilah Konstitusi.


Terhadap kedua istilah ini terdapat dua pandangan
yang berbeda atas keluasan pengertian dari masing-
masing istilah tersebut, dan adapula yang
menyamakan pengertian atas kedua istilah
tersebut.
L. J. van Apeldoorn
Menyatakan bahwa konstitusi itu lebih luas
daripada Undang Undang Dasar. Menurutnya
bahwa grondwet itu hanya memuat bagian tertulis
saja dari konstitusi yang cakupannya meliputi juga
prinsip-prinsip dan norma-norma dasar yang tidak
tertulis.
Herman Heller
Menyatakan bahwa konstitusi mempunyai arti yang
lebih luas dari UUD. Konstitusi sesungguhnya tidak
hanya bersifat yuridis, melainkan juga sosiologis
dan politis.
Pendapat untuk mempersamakan konstitusi dengan
UUD dimulai sejak Oliver Cromwell pada tahun
1649 yang menyebut UUD sebagai “instrument of
government” yaitu pegangan atau pedoman untuk
memerintah.
Pada tahun 1776 lahirlah Virginia Bill of Rights yang
merupakan tahun penting dalam sejarah
ketatanegaraan di dunia, karena merupakan awal
lahirnya pengertian konstitusi menurut bentuk dan
jiwa yang baru. Dan hal inilah yang mengilhami
lahirnya Konstitusi Amerika Tahun 1788.
Pandangan yang menyamakan arti konstitusi dengan
UUD disebabkan pengaruh dari paham kodifikasi yang
menghendaki agar semua peraturan hukum ditulis
untuk memperoleh kesatuan hukum, kesederhanaan
hukum, dan kepastian hukum. Sedemikian besarnya
pengaruh paham kodifikasi tersebut sehingga tiap
peraturan hukum yang penting harus ditulis dan
konstitusi yang ditulis adalah UUD.
Pengertian UUD
Wade
UUD adalah sebuah naskah yang memaparkan
rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan
pemerintahan suatu negara dan menentukan dasar-
dasar cara kerja badan-badan tersebut.
Herman Finer
UUD adalah riwayat hubungan kekuasaan.
Herman Finer memandang bahwa negara sebagai
organisasi kekuasaan, sehingga UUD dianggapnya
sebagai kumpulan asas-asas yang menetapkan
bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa
lembaga kenegaraan.
Suatu konstitusi dalam arti yuridis memerlukan 2
(dua) syarat, yaitu :

1. Bentuk
Bentuknya harus naskah tertulis yang
merupakan undang-undang yang tertinggi yang
berlaku dalam suatu negara.
2. Isi
Isinya merupakan suatu peraturan yang bersifat
fundamental yaitu tidak semua masalah yang
penting harus dimuat dalam UUD, melainkan
hanya bersifat pokok-pokok saja.
Undang-Undang / PERPU
Undang-Undang (UU)
T.J. Buys, mengatakan bahwa UU mempunyai 2
(dua) arti, yaitu :
a. UU dalam arti formil yaitu setiap keputusan
pemerintah yang merupakan UU karena cara
pembuatannya. (Misalnya UU yang dibentuk DPR
bersama Pemerintah)
b. uu dalam arti materil yaitu setiap keputusan
pemerintah yang menurut isinya mengikat
langsung setiap penduduk.
Meskipun pembentukan UU dilakukan oleh DPR +
Pemerintah bukan berarti setiap peraturan yang
dibuat oleh selalu berbentuk UU.
Konstruksi di dalam UUD 45 menyebutkan bahwa di
dalam membuat perjanjian atau perdamaian atau
menyatakan perang dengan negara lain harus
mendapat persetujuan dari DPR. Artinya
persetujuan tersebut tidak dalam bentuk UU.
Semua UU pada hakikatnya merupakan pelaksana
dari UUD, namun ada pasal-pasal tertentu di dalam
UUD yang memerintahkan secara langsung hal-hal
tertentu harus di atur dengan UU.
UU yang dibuat atas perintah langsung dari UUD
disebut dengan UU organik.
Contoh :
a. UU Nomor 32 Thn 2004 ttg Pemerintahan
Daerah, perintah langsung dari pasal 18 UUD 45
b. UU Nomor 24 Thn 2003 ttg Mahkamah
Konstitusi perintah langsung dari pasal 24C UUD
45.
Dalam kepustakaan dijumpai beberapa arti dari undang-
undang (wet) sebagai berikut:
1. Undang-undang dalam arti materiel (wet in materiele zin)
Yaitu, peraturan tertulis yang dibuat oleh penguasa
negara (overheid) yang mempunyai kekuatan mengikat
secara umum dan berdaya laku ke luar.
2. Undang-undang dalam arti formal (wet in formele zin)
Yaitu, yang menunjukkan segi formalitas terbentuknya
undang-undang (de wijze van totstandkoming). Yang
dimaksud adalah persesuain kehendak (overeensteming)
antara pemerintah dan badan legislative. Hasil dari
persesuaian kehendak tersebut tertuang dalam peraturan
tertulis (undang-undang) yang konkret).
3. Undang-undang pokok
Dalam praktek dikenal adanya undang-undang pokok.
Undang-undang pokok merumuskan dasar-dasar bagi
penyelenggaraan kenegaraan di bidang tertentu dan berisi
ketentuan pokok saja. Contoh: undang-undang nomor 14
tahun 1970 (LN 1970 : 74) tentang ketentuan-ketentuan
pokok kekuasaan kehakiman.
4. Undang-undang organik
Undang-undang organik adalah undang-undang yang
mengatur materi atau persoalan yang digariskan oleh
ketentuan-ketentuan hukum yang menjadi dasarnya (UUD
45, TAP MPR atau undang-undang (pokok)). Contoh:
undang-undang tentang Anggaran Belanja dan Pendapatan
Negara (APBN) adalah undang-undang organik yang
melaksanakan ketentuan pasal 23 ayat (1) UUD 1945.
5. Undang-undang non organik
Undang-undang non organik mengatur hal-hal yang tidak
ditentukan secara eksplisit oleh UUD, TAP MPR atau
undang-undang (pokok).

Sebagai diketahui bahwa UUD 45 sebagai aturan dasar Negara


yang tertulis hanya memuat aturan-aturan pokok saja, hanya
memuat garis-garis besar tentang penyelenggaraan kehidupan
bernegara. Jadi tidak seluruhh pokok persoalan telah
tergariskan dalam UUD . dan di samping itu masyarakatpun
berkembang sehingga ada persoalan-persoalan baru yang
timbul. Hal-hal mana kemudian perlu diatur dengan undang-
undang
Peraturan Pemerintah Pengganti UU (PERPU)
Perpu diatur dalam pasal 22 UUD 1945 yang
berbunyi :
(1) Dalam hal ikhwal kegentingan yang
memaksa, presiden berhak menetapkan
Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti UU.
(2) Peraturan Pemerintah pengganti UU itu harus
mendapat persetujuan DPR dalam persidangan
yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka
peraturan Pemerintah Pengganti UU itu harus
dicabut.
Keadaan memaksa dan keadaaan darurat adalah 2
(dua) keadaan yang berbeda.
Dalam teori HTN keadaan memaksa disebut dengan
noodverordeningrecht, sedangkan keadaan darurat
disebut dengan staatsnoodrecht.
Noodverordeningrecht adalah karena keadaan yang
memaksa yang menyebabkan penguasa
menyimpang dari cara biasa pembuatan peraturan
perundangan yang berderajat UU.
Staatnoodrecht adalah karena negara dalam
keadaan bahaya/darurat yang menyebabkan
penguasa bertindak menyimpang dari peraturan
sehari-hari.
Staatnoodrecht dibagi menjadi 2 (dua) klasifikasi,
yaitu :
a. Staatnoodrecht yang konstitusional (objektif).
Dalam hal ini kemungkinan timbulnya bahaya
yang mengancam negara, telah dapat
dibayangkan terlebih dahulu, sehingga telah
disediakan peraturan apabila benar-benar
terjadi keadaan bahaya.
Contoh :
UU Nomor 23 Thn 1959
UU Nomor 52/prp/1960.
Dikatakan konstitusional sebab tindakan penguasa
didasarkan pada peraturan yang telah dipersiapkan
terlebih dahulu.
Dikatakan objektif sebab karena syarat-syarat dan
akibat dari tindakan penguasa telah diperhitungkan
atau ditentukan dalam UU tersebut.
b. Staatnoodrecht ekstra konstitusional (subjektif)
yaitu keadaan bahaya yang timbul belum dapat
dibayangkan kemungkinan sebelumnya,
sehingga tidak ada peraturan yang dapat
mengantisipasi keadaan bahaya tersebut.
Inilah yang disebut dengan ekstra
konstitusional.
Disebut subjektif karena berdasarkan pada
pertimbangan subjektif penguasa.
Meskipun tindakan pemerintah bersifat subjektif,
tetapi harus didasarkan pertimbangan objektif diluar
pemerintah yakni bahwa tindakan yang akan diambil
benar-benar untuk kepentingan bangsa dan negara.
Pada umumnya tindakan penguasa dalam keadaan
seperti ini didasarkan azas Salus Populi Supreme Lex
artinya Keselamatan Rakyat adalah hukum tertinggi
dalam suatu negara.
Contoh : Dekrit Presiden 5 Luli 1959.
Peraturan Pemerintah (PP)
Logeman
Menyatakan tidak keharusan bahwa UU harus
dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah, namun
apabila pemerintah/penguasa menghendakinya
maka dapat dilakukan melalui peraturan
pemerintah.
Di dalam pasal 5 ayat (2) UUD 45 disebutkan
Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah utk
menjalankan UU sebagaimana mestinya.
Peraturan Presiden (PERPRES)
Istilah Peraturan Presiden baru dikenal sejak
dikeluarkannnya UU No 10 tahun 2004 tentang Tata
Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Peraturan Presiden adalah suatu peraturan yang
dibuat oleh Presiden untuk mengatur hal-hal yang
bersifat umum dan berlaku bagi umum.
• Istilah peraturan presiden dipergunakan untuk
membedakan dengan keputusan presiden,
keputusan presiden ditujukan untuk hal hal
yang bersifat individual dan konkrit.
• Jika suatu keputusan (pejabat tata usaha
negara) menimbulkan ketidakadilan, maka
upaya hukumnya adalah menggugat di PTUN.
• Namun sebaliknya, jika aturan itu bersifat
mengatur maka upaya hukumya adalah
“judicial review”.
• Karena peraturan presiden tingkatannya
berada di bawah UU, maka permohonan
judicial review diajukan kepada Mahkamah
Agung.
Peraturan Daerah (PERDA)
• Peraturan Daerah dibentuk atau dibuat oleh
DPRD bersama Pemerintah Daerah.
• Inisiatif pembuatan Rancangan Perda bisa
datang dari DPRD maupun dari Pemerintah
Daerah.
• Peraturan Daerah baik pada pemerintah
propinsi atau kabuten/kota dibuat dalam
rangka mengatur rumah tangganya sendiri.
• Setiap peraturan daerah harus dievaluasi oleh
pemerintah pusat dalam hal ini menteri dalam
negeri.
• Hal ini dilakukan agar terdapat sinkronisasi dengan
peraturan yang lebih tinggi. Dengan kata lain jangan
sampai Perda bertentangan dengan UU.
• Akibat hukum jika perda tersebut bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi, maka perda
tersebut akan dibatalkan.
• Pembatalan perda dapat ditempuh melalui dua
mekanisme yaitu ;
- melalui pemerintah pusat (mendagri)
- melalui judicial review oleh MA

Anda mungkin juga menyukai