Anda di halaman 1dari 36

BAB I

UUD 1945 SEBAGAI KONSTITUSI NEGARA

1.1 Konstitusi

Kata ‘konstitusi” yang berarti pembentukan, berasal dari kata “constituer”

(Perancis) yang berarti membentuk. Sedangkan istilah “undang-undang dasar”

merupakan terjemahan dari bahasa Belanda “grondwet”. “Grond” berarti dasar,

dan “wet” berarti undang-undang. Jadi Grondwet sama dengan undang-undang

dasar. Namun dalam kepustakaan Belanda dikenal pula istilah “constitutie” yang

artinya juga undang undang dasar. Dalam kepustakaan hukum di Indonesia juga

dijumpai istilah “hukum dasar”. Hukum memiliki pengertian yang lebih luas

dibandingkan dengan undang-undang. Kaidah hukum bisa tertulis dan bisa tidak

tertulis, sedangkan undang-undang menunjuk pada aturan hukum yang tertulis.

Konstitusi disamakan pengertiannya dengan hukum dasar, yang berarti

sifatnya bisa tertulis dan tidak tertulis. Sedangkan undang-undang dasar adalah

hukum dasar yang tertulis atau yang tertuang dalam suatu naskah/dokumen.

Dengan demikian undang-undang dasar merupakan bagian dari konstitusi.

Sedangkan di samping undang-undang masih ada bagian lain dari hukum dasar

yakni yang sifatnya tidak tertulis, dan biasa disebut dengan konvensi atau

kebiasaan ketatanegaraan. Konvensi ini merupakan aturan-aturan dasar yang

timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara walaupun tidak

tertulis.

1
1.2 Pengertian Konstitusi Bagi Beberapa Para Ahli

a. K. C. Wheare, konstitusi adalah keseluruhan system ketatanegaraan

suatu Negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk,

megatur, dan memrintah dalam pemerintahan suatu Negara.

b. Lassale, konstitusi adalah hubungan antara kekuasaan yang terdapat

didalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata

didalam masyarakat.

c. L. J Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan yang tertulis

maupun peraturan tak tertulis.

d. Herman heller, konstitusi mempunyai arti luas daripada UUD. Konstitusi

tidak hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.

e. Koernimanto Soetopawiro, istilah konstitusi berasal dari bahasa latin

cisme yang berarti bersama dengan dan statute yang berarti membuat

sesuatu agar berdiri. Jadi konstitusi berarti menetapkan secara bersama.

Carl Schmitt membagi konstitusi dalam empat pengertian yaitu:

 Konstitusi dalam arti absolut mempunyai 4 sub pengertian yaitu;

a. Konstitusi sebagai kesatuan organisasi yang mencakup hukum dan

semua organisasi yang ada di dalam negara.

b. Konstitusi sebagai bentuk negara.

c. Konstitusi sebagai faktor integrasi.

d. Konstitusi sebagai sistem tertutup dari norma hukum yang tertinggi

di dalam negara .

2
Dari pendapat para ahli diatas, dapat kita simpulkan bahwa konstitusi merupakan

system ketatanegaraan suatu Negara. Istilah konstitusi mempunyai 2 pengertian:

1. Pengertian luas, konstitusi merupakan keseluruhan dari ketentuan-ketentuan

dasar atau hukum dasar.

2. Pengertian sempit, konstitusi berarti piagam dasar atau undang-undang dasar,

yaitu suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar Negara.

1.3 Sifat dan Fungsi Konstitusi

a. Sifat umum konstitusi, adalah sebagai berikut:

1. Normatif, adalah aturan yang harus ditaati oleh penyelenggara Negara

dan warga negaranya.

2. Nominal, pilihan pasal yang dilaksanakan oleh pengusaha.

3. Semantik, UUD hanya sebagai simbol sedangkan aturan bernegara

menurut kemauan politik politik penguasa.

b. Fungsi Konstitusi

1. Fungsi pokok kontitusi atau UUD adalah untuk membatasi kekuasaan

pemerintah agar tidak sewenang-wenang , sehingga hak-hak warga Negara

dapat terlindungi (kontitusionalisme).

2. Fungsi umum konstitusi adalah:

1. Sebagai control penyelenggaraan Negara

2. Sebagai indikator keberhasilan pemerintah.

3
1.4 Perbedaan Undang-Undang Dasar dengan Konstitusi

Undang-undang dasar adalah suatu kitab atau dokumen yang memuat

aturan-aturan hukum dan ketentuan-ketentuan hukum yang pokok-pokok atau

dasar-dasar yang sifatnya tertulis, yang menggambarkan tentang sistem

ketatanegaraan suatu negara. Sedangkan konstitusi adalah dokumen yang memuat

aturan-aturan hukum dan ketentuan-ketentuan hukum yang pokok-pokok atau

dasar-dasar, yang sifatnya tertulis maupun tidak tertulis, yang menggambarkan

tentang sistem ketatanegaraan suatu negara. (Soehino, 1985:182). Konstitusi yang

pernah berlaku di Indonesia:

1) UUD 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)

2) RIS 1949 (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)

3) UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)

4) UUD 1945 (5 Juli 1959-19 Oktober 1999)

5) UUD 1945 hasil amandemen (19 Oktober 1999-Sekarang)

1.5 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Negara Indonesia

Undang-Undang 1945 merupakan konstitusi bagi Negara Indonesia.

Sebagai dasar hukum, UUD 1945 berperan dalam mewujudkan nilai-nilai luhur

yang terkandung dalam ideologi bangsa Indonesia yaitu pancasila. Pancasila

sendiri merupakan hukum diatas segala hukum (staats fundamental norm).

Artinya UUD 1945 sebagai dasar hukum, dalam pembuatannya tidak

boleh bertentangan dan harus mematuhi nilai-nilai yang terdapat pada pancasila,

sebab UUD 1945 adalah hokum yang setingkat dibawah Pancasila. Maka dari itu

4
dikenallah asas yang berbunyi “hukum yang lebih tinggi menjadi acuan bagi

hukum yang lebih rendah”.

UUD 1945 dalam prosesnya tidak bersifat absolut, maksudnya UUD 1945

dapat diamandemen sesuai dengan keadaan dan kebutuhan Negara Indonesia.

Bahkan dalam perubahan UUD ini telah tercantum sendiri pada pasa 37. Dan

dalam perubahannya juga harus mematuhi asas “hukum yang lebih tinggi menjadi

acuan bagi hukum yang lebih rendah”.

Pada dasarnya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Negara

Indonesia maksudnya adalah UUD 1945 menjadi dasar atau landasan struktural

dalam penyelenggaraan pemerintahan menurut sistem ketatanegaraan. Undang-

Undang Dasar 1945 juga memiliki fungsi khusus sebagai perwujudan hukum

tertinggi yang harus ditaati, bukan hanya oleh rakyat akan tetapi oleh

pemerintahan dan penguasa juga.

Intinya setiap warga Negara Indonesia beserta pemerintah wajib mematuhi

apa yang sudah tertulis dalam UUD 1945. Sebab dengan cara ini, tujuan Negara

dalam menyelenggarakan kepentingan umum tanpa menyingkirkan kepentingan

pribadi dapat terlaksana dengan baik dan bijaksana.

5
BAB II

SISTEM KETATANEGARAAN BERDASARKAN

PANCASILA DAN UUD 1945

2.1 Pengertian Hukum Dasar

Ada dua macam hukum dasar, yaitu hukum dasar tertulis (undang-undang

dasar) dan hukum dasar tidak tertulis (konvensi).

a. Hukum Dasar Tertulis (Undang-Undang Dasar)

E.C.S.Wade dalam bukunya Constitutional Law mengatakan bahwa secara

umum undang-undang dasar adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan

tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintah suatu negara dan menentukan

cara kerja badan-badan tersebut. Jadi pada prinsipnya mekanisme dan dasar setiap

sistem pemerintah diatur dalam undang-undang dasar.

b. Hukum Dasar Tidak Tertulis (Konvensi)

Konvensi adalah hukum yang timbul dan terpelihara dalam praktek

penyelenggara negara secara tertulis. Sifat-sifat konvensi adalah sebagai berikut:

1. Merupakan kebiasaan yang muncul berulang kali dan terpelihara dalam

praktek penyelenggara negara.

2. Tidak bertentangan dengan undang-undang dasar dan berjalan sejajar.

3. Dapat diterima oleh seluruh rakyat

4. Bersifat sebagai pelengkap yang tidak terdapat di dalam undang-undang dasar.

6
Konvensi misalnya terdapat pada praktek penyelenggara negara yang

sudah menjadi hukum dasar yang tidak tertulis, seperti:

a. Pidato kenegaraan Republik Indonesia setiap tanggal 16 Agustus di dalam

siding Dewan Perwakilan Rakyat.

b. Pidato Presiden yang diucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada minggu pertama

bulan Januari setiap tahun.

c. Pidato pertanggungjawaban Presiden dan Ketua Lembaga Negara lainnya

dalam siding Tahunan MPR

d. Mekanisme pembuatan GBHN.

2.2 Pengertian UUD 1945

Undang-undang dasar dalam UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis yang

bersifat mengikat bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat, da

warga negara Indonesia di mana pun mereka berada, serta setiap penduduk yang

ada di wilayah Republik Indonesia. Sebagai hukum, UUD 1945 berisi norma,

aturan, atau ketentuan yang harus dilakasanakan dan ditaati.

2.3 Kedudukan dan Sifat UUD 1945

Undang-undang dasar merupakan hukum dasar yang menjadi sumber

hukum. Dalam kerangka tata susunan norma hukum yang berlaku, UUD 1945

merupakan hukum yang menempati kedudukan tertinggi. UUD 1945 ditetapkan

dan dijelaskan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada

tanggal 18 Agustus 1945. Dalam ayat (2) aturan tambahan UUD 1945 disebutkan

7
bahwa dalam 6 bulan sesudah MPR dibentuk, majelis itu bersidang untuk

menetapkan UUD. Aturan tambahan ini menunjukkan bahwa status UUD 1945

adalah sementara. Kini UUD 1945 tidak bersifat sementara lagi, karena telah

ditetapkan oleh MPR menjadi konstitusi tertulis. Namun UUD 1945 tetap bersifat

fleksibel.

Dalam penjelasan UUD 1945 sebelum amandemen menyatakan bahwa

UUD 1945 bersifat singkat dan supel, yakni hanya memuat 37 pasal, ditambah 4

pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan. Sifat undang-undang yang

singkat dan supel itu juga dikemukakan dalam penjelasan:

a. Undang-undang Dasar itu sudah cukup apabila telah memuat aturan-aturan

pokok saja, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada

pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan

kehidupan Negara dan kesejahteraan social.

b. UUD 1945 yang singkat dan supel itu lebih baik bagi negara seperti Indonesia

ini, yang masih harus berkembang, harus terus hidup secara dinamis, masih

terus akan mengalami perubahan-perubahan.

Dengan aturan-aturan yang tertulis, yang hanya memuat aturan pokok,

Undang-undang Dasar menjadi aturan yang luwes, supel, dan tidak ketinggalan

zaman. Keluasan atau fleksibilitas ini tetap menajmin kejelasan dan kepastian

hukum apabila aturan-aturan pokok itu menyerahkan pengaturan lebih lanjutnya

kepada aturan hukum dalam tingkat yang lebih rendah, misalnya ketetapan MPR

8
dan undang-undang, yang pembuatan, pengubahan, dan pencabutannya lebih

mudah daripada UUD 1945.

2.4 Fungsi UUD 1945

Undang-undang dasar mempunyai fungsi sebagai alat untuk mengontrol

apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan

UUD 1945. Undang-undang dasar bukanlah satu-satunya atau keseluruhan hukum

dasar, melainkan sebagian dari hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis. Di

samping itu masih ada hukum dasar yang lain, yaitu hukum dasar yang tidak

tertulis, yang menurut penjelasan UUD 1945 merupakan aturan-aturan dasar yang

timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara dalam bentuk tidak

tertulis. Aturan-aturan semacam ini disebut konvensi ketatanegaraan.

2.5 Pembukaan UUD 1945

Pembukaan UUD 1945 juga merupakan sumber motivasi dan aspirasi

perjuangan serta tekad bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan nasional. Selain

itu, ia juga merupakan sumber dari cita hukum dan moral yang ingin ditegakkan

dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan dengan bangsa-bangsa lain

di dunia. Pembukaan tersebut bersifat lestari karena ia akan tetap menjadi

landasan perjuangan bangsa dan negara selama bangsa kita tetap setia kepada

negara Indonesia.

Selain peraturan perundang-undangan di Indonesia harus bersumber pada

Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya terkandung asas kerohanian atau dasar

9
filsafat Negara RI. Berdasarkan TAP MPR No. III/2000 sumber tertib hukum

terdiri dari:

a. UUD 1945

b. TAP MPR

c. UU/Perpu

d. PP

e. Kepres

f. Peraturan Daerah

2.6 Kedudukan Pancasila dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Pancasila memiliki fungsi yang spesifik bagi eksistensi Indonesia sebagai

bangsa maupun negara. Terhadap bangsa, Pancasila berkedudukan sebagai

pandangan hidup bangsa ini adalh nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan yang ideal

dan tak terlihat (intangible). Sedangkan, Pancasila sebagai dasar negara akan

mewujudkan diri dalam bentuk yang lebih konkret, yakni konstitusi, konvensi,

maupun peraturan perundang-undangan lain yang berlaky dalam negara Indonesia

(hukum positif). Artinya, nilai-nilai Pancasila yang idela dan tak terlihat harus

dimanfestasikan dala wujud peraturan-peraturan yang konkret dan operasional,

peran Pancasila sebagai philosofische Grondslag atau staatsidee ini sangat

penting sebab segala bentuk kegiatan dari negara haruslah bersumber darinya

(Mahmud, 2001:3). Pancasila selanjutnya dijabarkan secara lebih rinci dalam

bentuk yuridis formal sebagai fundamen dari seluruh hukum tata cara negara dan

10
hukum posistif Indonesia. Pancasila menjadi landasan segala kebijakan

pemerintah dan alat-alat kelengkapan negara.

Penetapan suatu konstitusi sebagai landasan kebijakan negara diawali dari

gagasan konstituasionalisme. Konstituasionalisme memiliki asumsi bahwa

kekuasaan tidak boleh bersifat sewenang-wenang, adalah dengan membagi-bagi

kekuasaan. Teori “trias politika” yang sangat terkenal dari monstesquieu

membedakan kekuasaan ke dalam tiga kategori: legislatif (membuat peraturan),

eksekutif (menjatankan peraturan), dan yudikatif (mengawasi jalannya peraturan).

Konstituasionalisme mengamanatkan undang-undang dasar untuk berfungsi

sabagai saran membatasi kekuasaan pemerintah agar tidak sewenang-wenang.

Dengan demikian diharapkan hak-hak warganegara akan lebih terlindungi

(Budiardjo, 1995:96). Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum atau

sumber hukum tertinggi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Dalam istilah

teknis hukum, Pancasila adalah ratio legis, sumber nilai yang mendasari peraturan

perundang-undangan yang ada di negara ini.

2.7 Perwujudan Nilai-nilai Dasar Pancasila dalam UUD 1945

Dalam setiap sila pancasila terdapat nilai dasar yang menjadi landasan

bagi penataan negara Indonesia. Kelima nilai dasar yang ada dalam Pancasila

tersebut adalah:

1. Negara Ketuhanan

Perincian dari asas Negara ketuhanan dijabarkan dala pasal 29 UUD 1945.

Inti dari pasal ini adalh Negara menganggap penting nilai-nilai agama, terutama

11
keyakinan kepada Tuhan YME, sebagai landasan moral pelaksanaan fungsi dan

tugasnya. Selain itu, Negara juga menjamin bahwa setiap warga Negara punya

kebebasan untuk beragama dan beribadah sesuai keyakinannya. Hal ini juga

berarti Negara tidak akan membeda-bedakan status, hak dan kewajiban warga

Negara atas dasar agama yang dianutnya.

2. Perlindungan HAM

Wujud yang paling penting dari nilai kemanusiaan ini adalah perlindungan

terhadap hak-hak manusia (human rights), khususnya hak-hak asasi manusia.

Dalam batang tubuh UUD 1945 (sebelum amandemen), terdapat pasal-pasal yang

memuat pengakuan dan perlindungan terhadap HAM, yakni:

1. Kesamaan di depan hukum dan pemerintah (pasal 27 ayat 1)

2. Pekerjaan dan penghidupan yang layal (pasal 27 ayat 2)

3. Berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat (pasal 28)

4. Kebebasan beragama (pasal 29 ayat 2)

5. Hak mendapatkan pengajaran (pasal 31)

3. Negara Kesatuan

Asas negara kesatuan secara tegas dicantumkan dalam UUD 1945

(sebelum amandemen) dala pasal 1. Ayat (1) berbunyi “negara Indonesia adalah

negara kesatuan yang berbentuk Republik”. Ayat (2) berbunyi, “kedaulatan ada di

tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.

12
Struktur dan fungsi MPR ini akan berubah pada beberapa aspek pasca amandemen

UUD 1945, akan tetapi secara prinsip Indonesia tetap dalam bentuk negara

kesatuan.

4. Demokrasi Pancasila

Tidak dapat disangkal bahwa Negara Republik Indonesia memang

didesain untuk menjadi negara berasas demokrasi. Syarat-syarat sebagai negara

demokrasi telah dipenuhi dan dinyatakan dengan tegas dalam UUD 1945.

Pertama, pemegang kedaulatan tertinggi rakyat, tercantum dalam pasal 1. Kedua,

adanya pembagian kekuasaan secara horizontal ke dalam fungsi-fungsi legislatif,

eksekutif, dan yudikatif. Jika dibandingkan dengan berbagai tipe demokrasi

modern, Indonesia pada dasarnya menggunakan demokrasi dengan sistem

Presidensil, yakni demokrasi dengan pemerintahan perwakilan yang

representative (Mahmud, 2001:84). Ketiga, adanya ketegasan bahwa Indonesia

adalah negara hukum. Asas negara hukum ini sangat penting bagi demokrasi

untuk menghindarkan rakyat dari kesewenang-wenangan pemegang kekuasaan

negara. Dengan supremasi hukum, segala tindakan pemegang kekuasaan negara

dibatasi dan dikendalikan oleh hukum, tidak boleh sewenang-wenang.

13
BAB III

BHINNEKA TUNGGAL IKA

3.1 Bhinneka Tunggal Ika

Kelahiran suatu bangsa memiliki karakteristik, sifat, ciri khas serta

keunikan sendiri-sendiri, yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang

mendukung kelahiran suatu bangsa Indonesia meliputi (1) faktor objektif, yang

meliputi faktor geografis-ekologi dan demografis, (2) faktor subjektif, yaitu faktor

historis, social, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia (Suryo,

2002). Menurut Mr.M. Yamin bahwa berdirinya negara Indonesia tidak dapat

dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama. Negara kebangsaan Indonesia

terbentuk melalui tiga tahap yaitu: pertama, zaman Sriwijaya di bawah wangsa

Syailendra, yang bercirikan kedatuan. Kedua, negara kebnagsaan zaman

Majapahit yang bercirikan keprabuan. Adapun kedua tahap tersebut merupakan

negara kebangsaan Indonesia lama. Kemudian ketiga, Negara kebangsaan modern

yaitu Negara Indonesia merdeka (sekarang negara Proklamasi 17 Agustus 1945)

(Sekretariat Negara RI., 1995:11). Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia

terbentuk melalui fase yang cukup panjang serta dalam suatu proses historis.

Elemen-elemen masyarakat yang membentuk bangsa Indonesia ini

tersusun atas berbagai macam faktor yang khas, unik, dan berbeda etnis,

geografis, kultural, serta ciri primordial lainnya. Robert de Ventos, sebagaimana

dikutip Manuel Castells dalam bukunya, The Power of Identity (Suryo, 2002),

mengemukakan teori tentang munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai

14
hasil interaksi historis antar empat faktor penting yaitu: pertama, faktor primer,

mencakup etnisitas, territorial, bahasa, agama dan yang sejenisnya. Unsur yang

beraneka ragam yang maisng-masing memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri

menyatukan diri dalam suatu persekutuan hidup bersama yaitu bangsa Indonesia.

Kesatuan tersebut tidak menghilangkan keberagaman, dan hal inilah yang disebut

Bhinneka Tunggal Ika. Kedua, faktor pendorong, meliputi pembangunan

komunikasi dan teknologi. Dalam hubungan ini bagi suatu bangsa kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta pembangunan negara dan bangsanya juga

merupakan suatu identitas nasional yang bersifat dinamis. Hal ini ditentukan oleh

tingkat kemampuan dan prestasi bangsa Indonesia dalam membangun bangasa

dan negaranya. Ketiga, faktor penarik, mencakup kodifikasi bangsa dalam

gramitika yang resmi, tumbuhnya birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan

nasional. Keempat, faktor reaktif, meliputi penindasan, dominasi, dan pencarian

identitas alternative melalui memori kolektif rakyat. Semangat perjuangan,

pengorbanan, menegakkan keberanian dapat merupakan identitas untuk

memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Indonesia.

Keempat faktor tersebut pada dasarnaya tercakup dalam proses

pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia, yang telah berkembang dari

masa sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dari penjajahan bangsa

lainnya.

15
3.2 Dasar Hukum Lambang Negara Bhinneka Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Ika sebagaimana terkandung dalam lambang negara

Garuda Pancasila, bersama-sama dengan Bendara Negara Merah Putih, Bahasa

Negara Bahasa Indonesia dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, merupakan jati

diri dan identitas Negara Keasatuan Republik Indonesia. Dengan demikian

lambang negara, beserta bendera negara, serta bahasa persatuan serta lagu

kebangsaan Indonesia bukan hanya sekedar pengakuan atas Indonesia sebagai

bangsa dan negara, melainkan menjadi symbol atau lambang negara yang harus

dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia. Dalam

hubungan dengan lambang Negara Garuda Pancasila yang didalamnya terdapat

seloka Bhinneka Tunggal Ika telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pasal 36A disebutkan bahwa Lambang

Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang lambang negara,

bendera, serta lagu kebngsaan antara lain.

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KHUP) yang mengatur tentang

kejahatan (tindak pidana) yang menggunakan Bendera Merah Putih;

penodaan terhadap bendera Negara sahabat; penodaan terhadap Bendera

Merah Putih dan Lambang negara Garuda Pancasila; serta penggunaan

bendera Merah Putih oleh mereka yang tidak memiliki hak

menggunakannya seperti terdapat pada Pasal 52a; Pasal 142a; Pasal

154a; dan Pasal 473.

16
2. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 tentang Penggunaaan

Lambang Negara.

Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu

Kebangsaan merupakan jaminan kepastian hukum, keselarasan, keserasian,

standarisasi, dan ketertiban dalam penggunaan bendera, bahasa, lambang negara

dan lagu kebangsaan. Ketentuan tentang Lambang Negara termuat dalam

Umdang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009.

3.3 Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Lokal Wisdom Bangsa Indonesia

Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia Lambang Negara Republik

Indonesia Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dituangkan

dalam Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 1951, yang disusun oleh Panitia Negara

yang diaangkat oleh Pemerintah dan duduk di dalamnya adalah Mr. Muhammad

Yamin. Nama Lambang Negara Garuda Pancasila, karena wujud lambang yang

dipergunakan adalah burung garuda, dan di dalamnya (ada tameng memuat sila-

sila Pancasila dan disertai semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dan seloka itu tersurat

dibawahnya. Jadi dalam lambang negara Indonesia itu terdapat unsur gambar

burung garuda, simbol sila-sila Pancasila dan seloka Bhinneka Tunggal Ika.

Burung garuda adalah merupakan kekayaan satwa nusantara, sebagai salah

satu jenis burung bahkan terdapat secara luas di tanah bangsa serumpun dan

memiliki kesamaan kebudayaan yaitu madagaskar dan malagsi, dan satwa itu

dahulu disitilahkan dengan nama Vurumahery yang berarti burung sakti. Garuda

17
adalah termasuk jenis burung yang besar dan kuat dan mampu terbang tinggi,

yang melambangkan bangsa (Indonesia) yang besar dan kuat. Sebagai seekor

satwa, burung garuda mampu terbang tinggi, dan hal ini melukiskan cita-cita

bangsa Indonesia di tengah-tengah masyarakat internasional (Ismaun 1975:118).

Seloka Bhinneka Tunggal Ika yang melambangkan realitas bangsa dan

negara Indonesia yang tersusun dari berbagai unsur rakyat (bangsa) yang terdiri

atas berbagai macam, suku, adat-istiadat, golongan, kebudayaan dan agama,

wilayah yang terdiri atas beribu-ribu pulau menyatu menjadi bangsa dan negara

Indonesia.

Secara linguistis makna stuktural seloka itu adalah ‘beda itu, satu itu’.

Secara morfologis kata ‘Bhinneka’ berasal dari kata polimerfemis yaitu ‘bhinna’

dan ‘ika’. Kata ‘Bhina’ berasal dari bahasa Sansekerta ‘Bhid’, yang dapat

diterjemahkan menjadi ‘beda’. Dalam proses linguistis karena digabungkan

dengan morfem ‘ika’ maka menjadi ‘bhinna’. ‘Ika’ artinya itu, ‘bhinneka’ artinya

beda itu, sedangkan ‘tunggal ika’ artinya satu itu. Oleh karena itu jikalau secara

bebas maka, makna Bhinneka Tunggal Ika, Tan hana dharma mangrwa, adalah:

meskipun berbeda-beda tetapi satu jua. Tidak ada hukum yang mendua

(dualisme).

18
3.4 Makna Filosofis Bhinneka Tunggal Ika

Sintesis persatuan dan kesatuan tersebut kemudian dituangkan dalam suatu

asas kerokhanian yang nerupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama yaitu

Pancasila. Prinsip-prinsip nasionalisme Indonesia yang berdasarkan Pancasila

adalah bersifat ‘majemuk tunggal’. Adapun unsur-unsur yang membentuk

nasionalisme (bangsa) Indonesia adalah sebagai berikut: (a) Kesatuan Sejarah:

bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dari suatu proses sejarah. (b) Kesatuan

Nasib: yaitu bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki kesamaan nasib yaitu

penderitaan penjajahan selama tiga setengah abad dan memperjuangkan demi

kemerdekaan secara bersama dan akhirnya mendapatkan kegembiraan bersama

atas karunia Tuhan yang Maha Esa tentang kemerdekaan. (c) Kesatuan

Kebudayaan: walaupun bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan,

namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yaitu kebudayaan nasional

Indonesia. (d) Kesatuan Asas Kerokhanian: bangsa ini sebagai satu bangsa

memiliki cita-cita, kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup yang berakar

dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri yaitu pandangan hidup

Pancasila (Notonagoro, 1975:106)

Negara kesatuan bukan dimaksudkan merupakan suatu kesatuan dari

negara bagian (federasi), melainkan kesatuan dalam arti keseluruhan unsur-unsur

negara yang bersifat fundamental. Nilai filosofis persatuan, dalam kehidupan

kenegaraan dan kebangsaan menjadi kunci kemajuan suatu bangsa. Bagi bangsa

Indonesia yang kausa materialisnya berbagai etnis, golongan, rasa, agam serta

primordial lainnya dinusantara secara moral menentukan kesepakatan untuk

19
membentuk suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Semangat moralitas bangsa itu

diungkapkan dalam suatu seloka, yang merupakan simbol semiotis moralitas

bangsa yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini mengandung nilai-nilai etis bahwa

setiap manusia apapun ras, etnis, golongan, agama adalah sebagai makhluk Tuhan

Yang Maha Esa (sila I), pada hakikatnay sama berdasarkan harkat dan martabat

manusia yang beradab (sila II). Oleh karena itu dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara ini harus mendasarkan pada kesadaran telah memiliki kesamaan

pandangan untuk mempersatukan diri dalam sebagai suatu bangsa yaitu bangsa

Indonesia (sila III), memiliki kebebasan disertai tanggungjawab dalam hidup

bersama (sila IV), untuk mewujudkan suatu cita-cita bersama yaitu kesejahteraan

seluruh rakyat warga bangsa Indonesia (sila V).

20
BAB IV

PEMBUKAAN UUD 1945

Pembukaan UUD 1945 terdiri atas empat alinea yang masing-masing memiliki

spesisifikasi tersendiri bila ditinjau dari segi nilainya. Alinea pertama, kedua,

ketiga dan keempat memuat penyataan yang tidak memiliki hubungan kausal

organis dengan pasal-pasal di dalam UUD 1945. Bagian-bagian tersebut memuat

serangkaian pernyataan yang menjelaskan peristiwa yang mendahului

terbentuknya negara Indonesia. Sementara itu, alinea keempat memuat pernyataan

mengenai keadaan setelah negara Indonesia terbentuk dan alinea ini memiliki

hubungan yang bersifat kausal organis dan pasal-pasal UUD 1945.

4.1 Hakikat Pembukaan UUD 1945

a. Pembukaan UUD 1945 Sebagai Tertib Hukum Tertinggi

Kedudukan UUD 1945, dalam kaitannya dengan tertib hukum Indonesia,

memiliki dua aspek yang sangat fundamental, yaitu memberikan faktor-faktor

mutlak bagi terwujudnya tertib hukum Indonesia dan termasuk dalam tertib

hukum Indonesia sebagai tertib hukum tertinggi. Sementara kedudukan Pancasila,

sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, adalah sebagai sumber

segala sumber hukum Indonesia.

21
b. Pembukaan UUD 1945

Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 memuat unsur-unsur yang

menurut ilmu hukum diisyaratkan bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia

(rechts orde), atau legal order, yaitu suatu keseluruhan peraturan-peraturan

hukum. Syarat-syarat tertib hukum yang dimaksud meliputi empat hal, yaitu:

1. Adanya kesatuan subjek, yaitu penguasa yang mengadakan peraturan

hukum. Hal ini terpenuhi dengan adanya suatu Pemerintah Negara

Republik Indonesia (Pembukaan UUD 1945 alinea IV).

2. Adanya kesatuan asas kerohanian, yang merupakan dasar dari keseluruhan

peratuan-peraturan hukum dan sumber dari segala sumber hukum. Hal ini

terpenuhi dengan adanya dasar filsafat negara Pancasila sebagaimana

tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945.

3. Adanya kesatuan daerah dimana peraturan-peraturan hukum itu berlaku,

yang terpenuhi oleh kalimat “……..seluruh tumpah darah Indonesia “

sebagaimaan tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945.

4. Adanya kesatuan waktu, dimana sumber dari segala sumber hukum

berlaku. Hal ini terpenuhi dengan kalimat pada alinea IV Pembukaan UUD

1945, “…..maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam

suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.” Hal ini menunjukkan

mulai berdirinya negara RI yang dusertai dengan suatu tertib hukum

sampai terus berlangsungnya negara RI.

22
Kedudukan Pembukaan UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia adalah

sebagai berikut:

1. Menjadi dasar tertib hukum, karena Pembukaan UUD 1945 memberikan

empat syarat adanya tertib hukum Indonesia.

2. Menjadi ketentuan hukum tertinggi, sesuai dengan kedudukannya

sebagai asas hukum dasar tertulis (UUD) maupun hukum dasar tidak

tertulis (konvensi) serta perauran-peraturan hukum lainnya yang rendah

(Notonagoro, 1974:45)

c. Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental

Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang fundamental

yang menurut ilmu hukum tata negara memiliki beberapa unsur mutlak antara

lain:

a. Merupakan perwujudan kehendak pembentuk negara untuk menjadikan hal-

hal tertentu sebagai dasar-dasar negara yang dibentuknya.

Dari segi bentuknya, Pembukaan UUD 1945 memuat dasar-dasar pokok

negara sebagai berikut:

1) Dasar tujuan negara (baik tujuan umum maupun tujuan khusus)

Tujuan umumnya tercakup dalam kalimat “….ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan

sosial…”. Tujuan umum ini berhubungan dengan masalah hubungan

antarbangsa (pergaulan masyarakat internasional). Tujuan umum inilah

yang merupakan dasar politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.

23
Tujuan khususnya tercakup dalam kalimat “....melindungi segenap

bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa….” Tujuan

khusus ini meliputi tujuan nasional sebagai tujuan bersama bangsa

Indonesia dalam membentuk negara untuk mewujudkan masyarakat

yang adil dan makmur secara material maupun spiritual.

2) Ketentuan diadakannya UUD Negara

Pernyataan ini tersimpul dalam kalimat “….maka disusunlah

kemerdekaan kebngsaan Indonesia itu dalam suatu UUD Negara

Indonesia….” Merupakan suatu ketentuan bahwa negara Indonesia

harus berdasarkan pada suatu UUD, dan merupakan suatu dasar yuridis

formal bahwa negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan

hukum.

3) Bentuk Negara.

Pernyataan ini terdapat pada kalimat “…yang terbentuk dalam suatu

susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat..”

4) Dasar filsafat negara (asas kerohanian negara)

Pernyataan ini tersimpul dalam kalimat “…dengan berdasar kepada

Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusia yang adil dan beradab,

persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

24
Pembukaan UUD 1945 tersebut memiliki kedudukan fundamental bagi

kelangsungan hidup negara, yaitu:

a) Sebagai pokok kaidah negara yang mepunyai kedudukan yang tetap dan

tidak berubah serta melekat pada kelangsungan hidup negara yang telah

dibentuk.

b) Dalam jenjang hierarki tertib hukum, Pembukaan UUD 1945 sebagai

pokok kaidah negara yang fundamental memiliki kedudukan tertinggi,

lebih tinggi daripada pasal-pasal UUD 1945, sehingga secara hukum dapat

dikatakn terpisah dari pasal-pasal UUD 1945.

4.2 Pengertian Isi Pembukaan UUD 1945

1. Alinea Pertama

“ Bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,

maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan

perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Dalam alinea pertama terkandung suatu pengakuan tentang hak kodrati

yang tersimpul dalam kalimat “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak

segala bangsa…” Hak kodrati merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa,

yang melekat pada manusia sebagai makhluk individu sekaligus sosial. Selain

sebagai hak kodrati yang bersifat mutlak dan asasi, hak tersebut juga merupakan

hak moral. Karena itu, pelanggaran terhadap hak kemerdekaan tersebut tidak

sesuai dengan hakikat perikemanusian dan perikeadilan. Penjajahan harus

dihapuskan.

25
Deklarasi kemerdekaan seluruh bangsa di dunia yang terkandung dalam

alinea pertama tersebut merupakan suatu pernyataan yang bersifat universal.

Pernyataan ini merupakan prinsip bagi bangsa Indonesia dalam pergaulan

internasional dalam merealisasikan hak asasi manusia baik sebagai individu

maupun sebagai makhluk sosial.

2. Alinea Kedua,

”Dan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang

berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakya Indonesia kedepan pintu

gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan

makmur”.

Kalimat tersebut membuktikan adanya penghargaan atas perjuangnan

bangsa Indonesia selama ini dan menimbulkan kesadaran bahwa keadaan

sekarang tidak dapat dipisahkan dengan keadaan kemarin dan langkah sekarang

akan menentukan keadaan yang akan datang. Nilai-nilai yang tercermin dalam

kalimat di atas adalah negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan

makmur hal ini perlu diwujudkan.

3. Alinea Ketiga

“Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan dengan didorong oleh keinginan

luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia

menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”

Pengakuan nilai religius dalam pernyataan “Atas berkat rahmat Allah

Yang Mahakuasa…” mengandung makna bahwa negara Indonesia mengakui nila-

26
nilai religius, bahkan menjadi dasar negara (sila I). Secara filososfis bangsa

Indonesia mengakui bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Mahakuasa,

sehingga kemerdekaan negara Indonesia di samping merupakan hasil jerih payah

perjuangan bangsa Indonesia juga yang merupakan rahmat dari Tuhan Yang

Mahakuasa.

Pengakuan nilai moral terkandung dalam pernyataan “…didorong oleh

keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas…” mengandung

makna bahwa negara dan hak kodrati adalah untuk segala bangsa. Pernyataan

kembali proklamasi yang tersimpul dalam kalimat “…maka rakyat Indonesia

menyatakan dengan ini kemerdekaannya…” dimaksudkan sebagai penegasan dan

rincian lebih lanjut naskah Proklamasi.

4. Alinea Keempat

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia dan

untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa, dan

ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia,

yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang

berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada :Ketuhanan Yang Maha Esa,

kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.

Setelah alinea pertama, kedua, dan ketiga menjelasankan alasan dasar serta

hubungan langsung dengan kemerdekaan, alinea keempat memperinci lebih

27
lanjut prinsip-prinsip serta pokok-pokok kaidah pembentukan pemerintah negara

Indonesia yang dapat disimpulkan dari kalimat “…kemudian daripada itu untuk

membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia…”

Yang dimaksud pemerintahan dalam frasa “pemerintahan negara

Indonesia” adalah penyelenggara keseluruhan aspek kegiatan negara dan segala

kelengkapannya (government), yang berbeda dari pemerintahan yang hanya

menyangkut salah satu aspek dari kegiatan penyelenggara negara, yaitu aspek

pelaksanaan (executive).

4.3 Kedudukan Pembukaan UUD 1945

a. Pembukaan UUD 1945 sebagai Pernyataan Kemerdekaan yang Terperinci

Bangsa Indonesia menyatakan proklamasi kemerdekaannya pada tanggal

17 Agustus 1945 dalam naskah proklamasi yang dibacakan Soekarno-Hatta atas

nama seluruh bangsa Indonesia. Penyataan tersebut adalah merupakan suatu

penyataan saja, baik kepada diri sendiri maupun kepada dunia luar bahwa bangsa

Indonesia telah merdeka, bebas menentukan nasibnya sendiri dan memiliki

kedaulatan sendiri. Namun perlu dipahami bahwa proklamasi tersebut memiliki

dua makna, yaitu:

(1) Suatu pernyataan tentang kemerdekaan bangsa Indonesia

(2) Tindakan-tindakan yag harus segera dilaksanakan berkaitan dengan

proklamasi tersebut, yaitu mulai detik proklamasi tersebut bangsa

Indonesia menyusun negara yang merdeka yang memiliki kedaulatan

28
sendiri untuk mewujudkan cita-cita bersama, yaitu masyarakat yang

adil dan makmur baik material maupun spiritual.

b. Pembukaan Memuat Sendi-Sendi Mutlak Kehidupan Negara

Pembukaan UUD 1945 mengandung sendi-sendi mutlak bagi kehidupan

negara:

(a) Hakikat dan Sifat Negara

Indonesia adalah negara Republik yang berkedaulatan rakyat yang

berdasarkan sifat monodualis manusia, yaitu sebagai makhluk

individual dan sosial. Hal ini berdasarkan pengertian bahwa dasar

ontologis negara adalah manusia, kerna manusia adalah subjek

pendukung negara.

(b) Tujuan Negara

Tujuan negara, sebagaimana temuat dalam UUD 1945, adalah

“…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial…” Pengertian “melindungi” mencakup warga

negara perseorangan, golongan, suku bangsa dan seluruh rakyat

dalam negara serta wilayah territorial dimana mereka hidup dan

mencari pemghidupan.

29
(c) Kerakyatan (Demokrasi)

Negara Indonesia adalah negara berkedaulatan rakyat, makna

kerakyatan yang tertuang dalam pembukaan itu adalah demokrasi.

Demokrasi Indonesia berdasarkan pada sifat sosial, kebersamaan,

kekeluargaan. Kedaulatan sebagaimana terkandung dalam

Pembukaan UUD 1945 mengandung arti bahwa kedaulatan berada

di tangan rakyat sebagai pendukung dan penyelenggara negara.

(d) Bentuk Susunan Persatuan

Pengertian negara kesatuan sebagaimana dimaksudkan dalam

Pembukaan UUD 1945 adalah terwujudnya sifat kodrati manusia

sebagai makhluk individual dan sosial. Suatu bangsa dalam negara

persatuan tetap mengakui hakiakt manusia sebagai individu, namun

harus senantiasa mempertahankan kodratnya sebagai makhluk

sosial.

4.4 Fungsi Pembukaan UUD 1945 dan Pokok-pokok Pikiran

Pokok-pokok pikiran dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan

UUD 1945 dijabarkan secara normatif dalam pasal-pasal UUD 1945. Pokok-

pokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pokok pikiran pertama: “Negara melindungi segenap bangsa dan seluruh

tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan asas persatuan dengan

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

30
Pokok pikiran ini menegaskan pengertian negara persatuan yang

melindungi dan meliputi segenap bangsa dan seluruh wilayahnya.

2) Pokok pikiran kedua: “Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia”.

Pokok pikiran ini menempatkan cita-cita yang ingin dicapai dalam

Pembukaan dan menentukan jalan serta aturan-aturan dalam Undang-

Undang Dasar yang harus dilaksanakan untuk sampai pada tujuan itu.

3) Pokok pikiran ketiga: “Negara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan atas

kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan”.

Pokok pikiran ini mengandung konsekuensi logis bahwa sistem negara

yang terbentuk dalam UUD harus berdasarkan kedaulatan rakyat dan

permusyawaratan/perwakilan.

4) Pokok pikiran keempat: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang

Mahaesa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.”

Pokok pikiran keempat ini mewajibkan pemerintah dan penyelenggara

negara lainnya untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur.

31
BAB V

DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945

Dinamika Pelaksanaan UUD 1945

Pelaksanaan UUD 1945 terbagi atas dua kurun waktu, yaitu masa kemerdekaan

(tahun 1945 s/d 27 Desember 1949) dan pada tahun 1959 sampai sekarang.

5.1 Masa Kemerdekaan (1945-1949)

Kurun waktu adalah masa revolusi fisik karena bangsa Indonesia harus

berjuang kembali mempertahankan negara dari rongrongan penjajah yang tidak

mau mengakui kemerdekaan Indonesia. Pada masa ini juga terjadi penyimpangan

sistem pemerintah dari presidensial menjadi parlementer, karena NKRI berubah

menjadi negara RIS sesuai dengan sidang KMB. Namun keadaan ini tidak

bertahan lama, karena pada tanggal 17 Agustus 1950 negara RIS berubah menjadi

NKRI dengan UUDS’50. Tapi ternyata pelaksanaan UUDS’50 itu tidak

memuaskan rakyat dan stabilitas nasional tidak dapat tercapai. Pada masa itu

terjadi pergantian cabinet sebanyak, 7 kali yaitu:

1. Kabinet Natsir (6-9-1950 s/d 27-4-1951)

2. Kabinet Sukirman (27-4-1951 s/d 3-4-1952)

3. Kabinet Wilopo (3-4-1952 s/d 1-8-1953)

4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (1-8-1953 s/d 12-8-1955)

32
5. Kabinet Burhanudin Harahap (12-8-1955 s/d 24-3-1956)

6. Kabinet Ali Sastromijoyo II (24-3-1956 s/d 9-4-1957)

7. Kabinet Juanda (9-4-1957 s/d 10-7-1959)

Karena seringnya pergantian cabinet, konstituante mengadakan siding

namun selalu gagal, sehingga Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden pada

tanggal 5 Juli 1959.

5.2 Masa Orde Lama

a. Pengertian Orde Lama

Orde lama mulai pada tanggal 5 Juli 1959 hingga 11 Maret 1966 saat

diserahkannya Supersemar oleh Presiden kepada Letjen Soeharto. Ciri-ciri Orde

Lama adalah sebagai berikut:

a) Mempunyai landasan idiil Pancasila dan landasan struktural UUD 1945

b) Mempunyai tujuan:

1) Membentuk NKRI yang berbentuk kesatuan dan kebangsaan yang

demokratis.

2) Membentuk suatu masyarakat yang adil dan makmur baik material

maupun spiritual dalam wadah NKRI.

3) Membentuk kerja sama yang baik denagan semua negara di dunia,

terutama dengan negara-negara di kawasan Asia-Afrika.

4) Melaksanakannya dengan meluruskan segala cara.

33
b. Beberapa Penyimpangan dalam Pelaksanaan UUD 1945

Pada masa ini lembaga seperti MPR, DPR, DPA DAN BPK belum

terbentuk sesuai UUD 1945, jadi hanya bersifat sementara. Penyimpangan yang

terjadi antara lain Presiden membuat UU tanpa persentujuan DPR dan Presiden

membubarkan DPR yang tidak menyetujui APBN yang diajukannya. Presiden

memegang kekuasaan sepenuhnya dan kemudian MPR mengankatnya sebagai

Presiden seumur hidup. Keadaan tersebut membuat stabilitas nasional makin

memburuk. Berbagai ancaman silih berganti. Puncak dari semua itu adalah

terjadinya pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965. Dalam situasi ini

Presiden Soekarno memberikan surat perintah kepada Letjen Soeharto untuk

mengambil tindakan pemulihan keadaan dan mengembalikan stabilitas negara.

5.3 Masa Orde Baru

a. Pengertian Orde Baru

Orde Baru lahir sejak diselenggarakan seminar TNI/AD yang kedua di

Seskoad Bandung pada tanggal 25 s/d 31 Agustus 1966. Ciri-ciri Orde Baru

hampir sama dengan Orde Lama, kecuali landasannya yang sedikit mengalami

perubahan. Landasan konstitusionalnya tetap UUD 1945, tetapi landasan

strukturalnya adalah kabinet Ampera sedangkan landasan operasional adalah Tap

MPR sejak sidang umum ke IV tahun 1966. Selain itu, tujuannya adalah

menegakkan kebenaran dan keadilan demi Ampera, Tritura, dan Hanura secara

konstitusional. Adapun pelaksanaan Pancasila dilakukan secara murni dan

konsekuen.

34
b. Langkah Pengamalan UUD 1945 oleh Orde Baru

Orde Baru berhasil menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengoreksi

kesalahan yang dilakukan di masa Orde Lama. Sidang istimewa MPRS tahun

1967 menarik mandat MPRS dari Presiden Soekarno dan pada sidang istimewa

pada tahun 1968 MPRS mengangkat Soeharto menjadi presiden sampai

terselenggaranya pemilu. Kemudian terbentuklah lembaga negara seperti MPR,

DPR, DPA dan BPK yang sesuai dengan UUD 1945.

Mekanisme kegiatan kenegaraan lima tahunan secara garis besar adalah

sebagai berikut:

a) MPR mengadakan sidang umum dan pemilu

b) Dalam sidang umum MPR bertugas:

 Menetapkan GBHN

 Memilih presiden dan wakilnya untuk melaksanakan GBHN

c) Presiden, wakilnya, dan para menteri negara menjalankan tugasnya

berdasarkan UUD 1945.

d) Tugas Presiden:

 Membentuk lembaga tinggi negara, yaitu DPA dan BPK.

 Melaksanakan pemilu tepat waktu.

 Mengajukan APBN setiap tahun tepat waktu dan harus menyusun

Repelita

 Membuat UU dengan persetujuan DPR dalam rangka pelaksanaan

UUD 1945 dan GBHN.

35
e) DPR bertugas mengawasi pelaksanaan tugas Presiden

f) Lembaga negara lainnya melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan

UUD 1945 dan UU.

c. Pelestarian UUD 1945

Pancasila dan UUD 1945 perlu dilestarikan karena:

1) Memberi semangat kepada masyarakat untuk mencapai kesejahteraan.

2) Menjamin stabilitas pemerintah.

3) Memiliki aturan pokok tentang penyelenggaraan negara dan pemerintah

serta berisi falsafah negara dan pandangan hidup bangsa.

4) Memberikan pengarahan dinamika yang jelas.

5) Telah diuji dengan perjuangan yang panjang.

6) Memberi kemantapan nilai-nilai pada generasi bengsa.

7) Sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

5.4 Masa Reformasi

Melalui Sidang Umum MPR tahun 1999, Sidang Tahunan MPR tahun

2000, Sidang Tahunan MPR 2001, dan Sidang Tahunan MPR 2002, UUD 1945

telah mengalami perubahan (amandemen). Perubahan ini dimaksudkan untuk

menyempurnakan Batang Tubuh UUD 1945 dan tidak mengubah Pembukaan

UUD 1945. Karena Pembukaan UUD 1945 merupakan ikrar berdirinya negara

Kesatuan Republik Indonesia dan ia memuat Pancasila sebagai Dasar Negara,

MPR berketetapan hati untuk tidak mengubahnya.

36

Anda mungkin juga menyukai