Anda di halaman 1dari 8

KONSEP KONSTITUSI NEGARA RI KAITANNYA DENGAN SITUASI NYATA

a. Konstitusi dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum yang
merupakan hasil pembentukan pemerintahan pada suatu negara yang biasanya
dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis. Dalam kasus pembentukan negara,
konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik dan hukum, istilah ini
merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi nasional sebagai prinsip-prinsip
dasar politik, prinsip-prinsip dasar hukum termasuk dalam bentukan struktur,
prosedur, wewenang dan kewajiban pemerintahan negara pada umumnya. Konstitusi
umumnya merujuk pada penjaminan hak kepada warga masyarakatnya. Istilah
konstitusi dapat diterapkan kepada seluruh hukum yang mendefinisikan fungsi
pemerintahan negara.
b. Konstitusi berarti hukum dasar baik yang tertulis maupun yang tak tertulis. Hukum
dasar tertulis biasanya disebut sebagai Undang-Undang Dasar, sedangkan hukum
dasar yang tak tertulis disebut Konvensi, yaitu kebiasaan ketatanegaraan atau aturan-
aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
Herman Heller membagi konstitusi dalam tiga tingkatan yaitu:
1) konstitusi sebagai pengertian sosial politik;
2) konstitusi sebagai pengertian hukum;
3) konstitusi sebagai peraturan hukum.

Sementara itu Lasalle, seorang tokoh sosialisme, membagi konstitusi dalam dua
pengertian yaitu;

1) konstitusi adalah kekuasaan antara kekuasaan yang terdapat dalam


masyarakat,
2) konstitusi adalah apa yang ditulis di atas kertas mengenai lembaga-lembaga
negara dan prinsip-prinsip pemerintah dari suatu negara.

Sedangkan, Carl Scmitt memberikan pengertian konstitusi yaitu;

1) konstitusi dalam arti absolut,


2) konstitusi dalam arti relatif,
3) konstitusi dalam arti positif, dan
4) konstitusi dalam arti ideal.

Fungsi Konstitusi

a. Konstitusi berfungsi sebagai landasan kontitusionalisme. Landasan


konstitusionalisme adalah landasan berdasarkan konstitusi, baik konstitusi dalam arti
luas maupun konstitusi dalam arti sempit. Konstitusi dalam arti luas meliputi undang-
undang dasar, undang-undang organik, peraturan perundang-undangan lain, dan
konvensi. Konstitusi dalam arti sempit berupa Undang-Undang Dasar
b. Konstitusi berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa,
sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan
demikian, diharapkan hak-hak warganegara akan lebih terlindungi. Gagasan ini
dinamakan konstitusionalisme, yang oleh Carl Joachim Friedrich dijelaskan sebagai
gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang
diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa
pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk
pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk
memerintah.
c. Konstitusi berfungsi:

 Membatasi atau mengendalikan kekuasaan penguasa agar dalam menjalankan


kekuasaannya tidak sewenang-wenang terhadap rakyatnya;
 Memberi suatu rangka dasar hukum bagi perubahan masyarakat yang dicitacitakan
tahap berikutnya;
 Dijadikan landasan penyelenggaraan negara menurut suatu sistem ketatanegaraan
tertentu yang dijunjung tinggi oleh semua warga negaranya;
 Menjamin hak-hak asasi warga negara.

DAFUS :

Asshiddiqiie, Jimly, 2010. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta, Sinar


Grafika.

Bakhtiar. Mahkamah Konstitusi Pada Pengujian UU Terhadap UUD. Jakarta: Raih Asa
Sukses. 2015

Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, dan Ni‟matul Huda. Teori dan Hukum Konstitusi. Raja Jakarta:
Grafindo Persada. 2012
KAITANNYA DENGAN SITUASI NAYATA

Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa negara konstitusi merupakan suatu organisasi
dari kelompok-kelompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu dan
mengakui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok
atau beberapa kelompok manusia tersebut, yang diatur dengan aturan-aturan dasar
(fundamental) yang dibentuk di dalam mengatur hubungan antar negara dan warga negara.
Konstitusi lahir sebagai usaha untuk melaksanakan dasar negara. Dasar negara memuat
norma-norma ideal, yang penjabarannya dirumuskan dalam pasal-pasal oleh UUD
(Konstitusi)

3.1. Konstitusi Di Indonesia


3.1.1. Hukum Dasar Tertulis (UUD)

UUD itu rumusannya tertulis dan tidak berubah. Adapun pendapat L.C.S wade dalam
bukunya contution law, UUD menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang
memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu
Negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut jadi UUD itu
mengatur mekanisme dan dasar dari setiap sistem pemerintahan.
UUD menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini bekerjasama dan
menyesuaikan diri satu sama lain. UUD merekam hubungan-hubungan kekuasaan
dalam satu Negara. Dalam penjelasan UUD 1945 disebutkan bahwa UUD 1945
bersifat singkat dan supel, UUD 1945 hanya memilik 37 pasal, adapun pasal-pasal
lain hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan yang mengandung makna:

1. Telah cukup jikalau UUD hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat
grafis besar intruksi kepada pemerintah pusat dan semua penyelenggara Negara
untuk menyelenggarakan kehidupan Negara dan kesejahteraan social.
2. Sifatnya harus supel (elastic) dimaksudkan bahwa kita harus senantiasa ingat
bahwa masyarakat ini harus terus berkembang dan dinamis seiring perubahaan
zaman . Oleh karena itu, makin supel sifatnya aturan itu makin baik. jadi kita
harus menjaga agar sistem dalam UUD itu jangan ketinggalan zaman.

3.1.1. Hukum Dasar Tidak Tertulis (Convensi )

Convensi adalah hokum dasar yang tak tertulis yaitu aturan-aturan dasar yang
timbul dan terperihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun sifatnya
tidak tertulis.
Sifat-sifat Convensi
1. Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan Negara.
2. Tak bertentangan dengan UUD dan berjalan sejajar.
3. Diterima oleh seluruh rakyat/masyarakat
4. Bersifat sebagai pelengkap sehingga memungkinkan bawa convensi bias menjadi
aturan-aturan dasar yang tidak tercantum dalam UUD 1945.
Praktek-praktek penyelenggaraan Negara yang sudah menjadi hukum dasar tidak
tertulis antara lain:
 Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat.
Menurut pasal 37 ayat(1) dan (4) UUD 1945 segala keputusan MPR diambil
berdasarkan suara terbanyak tetapi sistem ini kurang jiwa kekeluargaan sebagai
kepribadian bangsa. Oleh karena itu, dalam praktek-praktek penyelenggaraan
Negara selalu di usahakan untuk mengambil keputusan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat dan ternyata hampir selalu berhasil. Pungutan suara baru ditempuh
jika usaha musyawarah untuk mufakat sudah tak dapat dilaksanakan.
 Pidato kenegaraan presiden RI setiap 16 Agustus di dalam sidang DPR
Pidato presiden yang di ucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang rencana
anggaran pendapatan belanja (RAPB) Negara pada minggu 1, pada bulan januari
tiap tahunnya.

Jika convensi ingin di jadikan rumusan yang bersifat tertulis maka yang
berwenang adalah MPR dan rumusannya bukan lah merupakan suatu hukum dasar
melainkan tertuang dalam ketetapan MPR dan tidak secara otomatis setingkat dengan
UUD melainkan sebagai suatu ketetapan MPR.

PERANAN KONSTITUSI DALAM PENYELENGGARAAN NEGARA DI


INDONESIA
Negara dan konstitusi berhubungan sangat erat, konstitusi lahir merupakan usaha untuk
melaksanakan dasar negara. Dasar negara memuat norma-norma ideal, yang penjabarannya
dirumuskan dalam pasal-pasal oleh UUD (Konstitusi) Merupakan satu kesatuan utuh, dimana
dalam Pembukaan UUD 45 tercantum dasar negara Pancasila, melaksanakan konstitusi pada
dasarnya juga melaksanakan dasar negara. Bagi bangsa Indonesia, negara dan konstitusi
adalah dwitunggal. Jika diibaratkan sebagai bangunan, negara adalah pilar-pilar atau tembok
yang tidak bisa berdiri kokoh tanpa pondasi yang kuat, yaitu konstitusi Indonesia. Hampir
setiap negara memiliki konstitusi, terlepas dari apakah konstitusi tersebut sudah berjalan
optimal atau belum.

1. Konstitusi memegang peranan dalam penyelenggaraaan negara, dimana diatur jelas


tugas negara dalam Pembukaan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 pada alinia
keempat, yang berbunyi:

“… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, … ”.

Negara memainkan perannya sesuai apa yang telah digariskan dalam Pembukaan
UUD 1945 tersebut, kita harus melihat landasan konstitusionalnya dalam pasal - pasal
UUD 1945. Berdasarkan ketentuan tentang “bentuk dan kedaulatan” yang dinyatakan
dalam bab I UUD 1945, yaitu “Pasal 1 ayat (1) Negara Indonesia ialah Negara
Kesatuan, yang berbentuk Republik”.

2. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah sarana demokrasi untuk menyelenggarakan


pemilihan anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (pasal 22E ayat (2). Pemilihan umum anggota lembagalembaga negara
tersebut memiliki karakter tersendiri, yaitu:
a. Pemilihan anggota DPR dan DPRD melalui kelembagan partai politik, dimana
dominasi partai berperan menentukan sesiapa yang dapat dicalonkan oleh partai
politik tersebut. Rakyat yang berdaulat dibayangbayangi oleh simbol partai politik
untuk memilih wakil yang mereka kehendaki. Kesan partai politik lebih dominan
terhadap rakyat pemilih berbanding calon/personal, disini akan terjadi calon wakil
rakyat dengan rakyat pemilih kurang dikenal, sekalipun berbagai sistem pemilihan
umum telah disempurnakan memalui perubahan – undang pemilihan. Kualitas
partai politik dan kesadaran serta pemahaman (pendidikan politik)
makna demokrasi bagi warga negara sangat mempengaruhi terhadap kualitas
wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum.
b. Pemilihan anggota DPD adalah perseorangan sesuai pasal 22E ayat (4). Pemilihan
anggota DPD kurang populer bagi masyarakat umum, lembaga ini hanya sekedar
pelengkap disamping DPR dalam menempatkan fungsinya sebagai Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pendekatan personal dari caloncalon DPD
untuk dipilih dalam pemilihan umum belum menyangkau rasionalisasi massa,
apalagi UUD 1945 menempatkan DPD sebagai lembaga negara dalam posisi
sangat lemah, sebagaimana yang dinyatakan dalam UUD 1945 pasal 22D, dengan
kalimat kerja “…dapat mengajukan kepada DPR… ”, “… ikut membahas…” dan
”… dapat melakukan pengawasan…”, semua terkait dengan otonomi daerah,
namun demikian keputusan dalam legislasi berada di bawah kekuasaan DPR.
c. Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dinyatakan dalam
pasal 6A ayat (1) UUD 1945 ”… secara langsung oleh rakyat”. Hal ini
mengandung makna bahwa legitimasi Presiden dan Wakil Presiden sangat kuat.
Sekalipun pencalonan Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik, namun warga negara yang berhak memilih fokus
kepada personal tanpa simbolsimbol partai. Hal ini berbeda dengan
pemilihan anggota DPR yang lebih menonjolkan simbol partai politik. Dengan
demikian legitimasi dan kedekatan secara psikologis Presiden dan Wakil Presiden
lebih kuat berbanding DPR dihadapan rakyat. Presiden sebagai kepala negara dan
kepala pemerintah merupakan simbol ”republik” dan lebih dominan memainkan
kuat dan lemahnya peranan negara.
3. Kelembagaan negara yang bersifat pasif, juga memiliki peranan sebagaimana
diamanatkan dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yaitu: Negara Indonesia adalah
negara hukum. Ketentuan kekuasaan kehakiman dinyatakan dalam konstitusi, sebagai
berikut:

Pertama, pasal 24 ayat (1): ”Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang


merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.”
Pasal ini merupakan jaminan tegaknya hukum dan keadilan sebagai syarat dari negara
hukum atau rule of law, kekuasaan manapun tidak boleh mencampuri kekuasaan
kehakiman, termasuk Presiden. Dibalik itu Presiden dalam menjalankan
kekuasaannya harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Kedua, sebagai negara
hukum, hukum harus sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, jaminan bahwa hukum
memiliki rasa keadilan masyarakat dapat dilihat dalam dua ketentuan dalam UUD
1945, yaitu: Pasal 24A ayat (1), menyatakan bahwa: ”Mahkamah Agung berwenang…
, menguji peraturan perundangundangan dibawah undangundang terhadap
undangundang… ”. Ketentuan ini menunjukkan bahwa pemerintah atau Presiden dan
aparturan negara lainnya yang berwenang mengeluarkan hukum (Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah dan lainlainnya)
harus mampu menterjemahkan undangundang sesuai dengan citacita hukum dan rasa
keadilan masyarakat . jaminan bahwa hukum memiliki rasa keadilan masyarakat dapat
dilihat dalam dua ketentuan dalam UUD 1945, yaitu: Pasal 24A ayat (1), menyatakan
bahwa: ”Mahkamah Agung berwenang… , menguji peraturan perundangundangan
dibawah undangundang terhadap undangundang… ”. Ketentuan ini menunjukkan
bahwa pemerintah atau Presiden dan aparturan negara lainnya yang berwenang
mengeluarkan hukum (Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri,
Peraturan Daerah dan lainlainnya) harus mampu menterjemahkan undangundang
sesuai dengan citacita hukum dan rasa keadilan masyarakat . Pasal 24C ayat (1)
menyatakan bahwa: ”Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang
terhadap UndangUndang Dasar,…memutuskan pembubaran partai politik,…”.
Ketentuan ini menunjukkan adanya jaminan supremasi hukum yang berjiwa keadilan,
hukum berada diatas kekuasaan, keputusan yang dibuat oleh lembaga eksekutif
bersama legislatif dapat dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) apabila menurut
penilaian MK tidak sesuai atau bertentangan dengan UndangUndang Dasar 1945.
Sembilan orang hakim memiliki integritas yang tidak diragukan keahliannya, sesuai
pasal 24C ayat (5) ” … memiliki integriatas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan…”. Hakim MK ditetapkan
oleh Presiden (secara administratif) yang berasal dari pengajuan masingmasing tiga
orang dari Presiden, Mahkamah Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 24C
ayat (3). Berdasarkan ketentuan UUD 1945 peranan negara pada hakekatnya dominasi
dari kekuasaan Presiden, sedangkan lembaga lagi lebih banyak memberikan
pengawasan secara legislasi yang diperankan oleh DPR dan DPD serta pengawasan
judisial oleh lembaga kekuasaan kehakiman, khususnya MA dan MK.

4. Kekuasaan Pemerintah : Kewenangan konstitusional kepala negara ditandai dengan


kewenangan yang dimilikinya dalam penggunaan hak prerogatif sebagaimana
dinyatakan dalam pasal 10 sampai dengan pasal 15 UUD 1945, seperti: memegang
kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan darat, laut dan udara, membuat perdamaian
dengan negara lain, menyatakan keadaan bahaya, memberi grasi, amnesti, abolisi,
rehabilitasi, mengangkat dan menerima duta.
Berdasarkan ketentuan dalam UUD 1945 peranan negara cukup kuat dilihat dari segi
hukum sebagaimana yang dinyatakan diatas, namun demikian implementasinya
sangat ditentukan kepada pejabat yang menjalankan ketentuan peran negara tersebut.

Pada era reformasi dari awalnya banyak harapan rakyat yang ditumpukan kepada
negara agar neara mampu berperan sebagaimana diamanatkan UUD 1945, namun
demikian setelah bergulirnya reformasi selama lebih 10 tahun kepercayaan
masyarakat pada kemampuan negara mengelola berbagai permasalahan tampaknya
menipis. Dispartitas yang tinggi antara problem dan tingkat kepuasan terhadap
penanganan masalah bangsa menunjukkan komponen kenegaraan belum optimal
menangani berbagai masalah (Sultani, 5), negara terkesan tidak memiliki pijakan yang
kuat sehingga kerap tergagap dalam menghadapi problem penting yang muncul,
sering persoalan dibiarkan mengambang tanpa penyelesaian bersifat substansial,
seperti masalah korupsi dan kemiskinan adalah problem yang besar, negara bersikap
defensif dalam menghadapinya persoalan pada Bank Century, mafia pajak, mafia
hukum dan lainlainnya yang berakhir dengan antiklimaks. Dalam persoalan
kemiskinan Kompas, 114 201, negara cenderung menampilkan agregat kenaikan
pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi menutupi jurang kaya – miskin yang semakin
mendalam.
Dilema melemahnya peran negara apabila dilihat fokus kekuasaan berada di tangan
lembaga eksekutif yang mempunyai otoritas legal dalam melakukan tindakan
langsung kepada rakyat dalam bentuk kebijakankebijakan diberbagai bidang untuk
memecahkan persoalan bangsa dan negara. Kelemahan eksekutif disamping faktor
karakter manajemen atau kepemimpinan yang dimainkan oleh personal, juga
keraguan pengambilan keputusan akibat tekanan pluralis opini secara internal dan
eksternal. Kondisi ini sebagai suau gejala saling ketergantungan dalam proses
kekuasaan politik di era globalisasi, sekalipun UUD 1945 telah memberikan landasan
yuridis kepada pemegang kekuasaan, namun sulit bagi penguasan untuk menjalankan
peranan negara itu secara maksimal. Inilah suatu dilematis peranan negara di era
global yang dipikirkan solusinya.

DAFUS

Arief Hidayat, 2009, “Politik Hukum Konstitusi dan Fenomena Absentia Voter
(Golput) Dalam Pemilu di Indonesia, Jurnal Konstitusi, Volume 1, Nomor 1, Juni,

Moh. Mahfud MD., 2007, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen
Konstitusi, Jakarta: LP3ES

Bakhtiar. Mahkamah Konstitusi Pada Pengujian UU Terhadap UUD. Jakarta: Raih


Asa Sukses. 2015

Anda mungkin juga menyukai