Anda di halaman 1dari 25

MATERI UTS PHI

Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945 ). Tata hukum Indonesia,
yaitu keseluruhan hukum yang berlaku di Indonesia, yang merupakan obyek ilmu pengetahuan,
yaitu ilmu pengetahuan hukum positif (lus constitutum) sedangkan hukum yang dicita-citakan
(lus constituendum).

Ada empat macam Undang-Undang yang pernah berlaku, yaitu :


1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
(Penetapan Undang-Undang Dasar 1945)
Saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Republik yang baru ini
belum mempunyai undang-undang dasar. Sehari kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945
Rancangan Undang-Undang disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia setelah mengalami beberapa proses.
2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
(Penetapan konstitusi Republik Indonesia Serikat)
Perjalanan negara baru Republik Indonesia ternyata tidak luput dari rongrongan pihak Belanda
yang menginginkan untuk kembali berkuasa di Indonesia. Akibatnya Belanda mencoba untuk
mendirikan negara-negara seperti negara Sumatera Timur, negara Indonesia Timur, negara Jawa
Timur, dan sebagainya. Sejalan dengan usaha Belanda tersebut maka terjadilah agresi Belanda 1
pada tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun 1948. Dan ini mengakibatkan diadakannya KMB yang
melahirkan negara Republik Indonesia Serikat. Sehingga UUD yang seharusnya berlaku untuk
seluruh negara Indonesia itu, hanya berlaku untuk negara Republik Indonesia Serikat saja.
3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 
(Penetapan Undang-Undang Dasar Sementara 1950)
Periode federal dari Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1949 merupakan
perubahan sementara, karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945
menghendaki sifat kesatuan, maka negara Republik Indonesia Serikat tidak bertahan lama karena
terjadinya penggabungan dengan Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan wibawa dari
pemerintah Republik Indonesia Serikat menjadi berkurang, akhirnya dicapailah kata sepakat
untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi negara kesatuan yang
akan didirikan jelas perlu adanya suatu undang-undang dasar yang baru dan untuk itu
dibentuklah suatu panitia bersama yang menyusun suatu rancangan undang-undang dasar yang
kemudian disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite nasional pusat dan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus
1950 dan berlakulah undang-undang dasar baru itu pada tanggal 17 Agustus 1950.
4. Periode 5 Juli 1959 – sekarang
(Penetapan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945)
Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dan
perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama pada masa 1959-1965
menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru. Perubahan itu dilakukan karena
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama dianggap kurang mencerminkan
pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan, dalam Pasal 7 Ayat (1) huruf b sebagaimana yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Jenis dan Hierarki
Peraturan Perundangundangan, adalah sebagai berikut: (Hierarki setelah amandemen)

a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

DASAR2 HTN
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur tentang bentuk dan susunan negara, serta alat-
alat perlengkapan negara beserta tugasnya masing-masing. Untuk dapat dikatakan sebagai suatu negara
mempunyai beberapa unsur, yaitu:

1. 1.Wilayah
2. Rakyat
3. Penguasa tertinggi
4. pengakuan dari negara lain.

Sumber-sumber Hukum Tata Negara :

1. Tertulis dan tidak tertulis


2. Materiil dan formil
arti formil adalah Konstitusi atau Undang Undang Dasar

Asas Hukum Tata Negara

1. Asas Pancasila
2. Asas Negara Hukum
3. Asas Kedaulatan Rakyat & Demokrasi
4. Asas Negara Kesatuan
5. Asas Pemisahan Kekuasaan & check and Balance (Sistem Perimbangan Kekuasaan)

Lembaga2 negara liat di word BAB 2 HTN

Pembagian Kekuasaan Negara


Menurut John lock membagi kekuasaan Negara menjadi 3 (tiga) kekuasaan masing-masing adalah
kekuasaan legislatif, eksekutif dan federatif.

Menurut Montesque teori “Trias Politika” atau teori pemisahan kekuasaan dimana kekuasaan
negara dibagi menjadi 3 (tiga) kekuasaan tersebut legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Indonesia menurut ketentuan UUD NRI 1945 tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan
melainkan pembagian kekuasaan yang terdiri atas:
1. DPR (legislatif)
2. Presiden (eksekutif)
3. MA,MK,(yudikatif)

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA


Sebelum amandemen UUD 1945 Setelah amandemen UUD NRI Tahun 1945

Negara Indonesia berdasarkan atas hukum Negara Indonesia berdasarkan atas hukum
(rechstaat) tidak berdasarkan kekuasaan (rechstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka
belaka (maachstaat). (maachstaat) / Pasal 1 ayat (3)

Sistem konstitusional. Pemerintah Sistem konstitusional, Pemerintah berdasarkan


berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat
tidak bersifat absolute (kekuasaan yang tidak absolute (kekuasaan yang tidak terbatas)
terbatas)

Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan
MPR dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar.

Pemerintah adalah penyelenggara Presiden penyelenggara pemerintahan negara


pemerintahan negara yang tertinggal di bawah yang tertinggi
Majelis (MPR > PEMERINTAH)

Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR

Menteri Negara adalah pembantu presiden. Menteri Negara ialah pembantu presiden, Menteri
Menteri Negara tidak bertanggungjawab Negara tidak bertanggungjawab kepada DPR
kepada DPR

Kekuasaan Negara tidak tak terbatas Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas
(semakin dibatasi)

DASAR2 HAN

Hukum Tata Pemerintahan (HTP) atau Hukum Administrasi Negara (HAN).


Obyek ilmu ini adalah pemerintahan (Administrasi Negara) dengan segala kegiatan
pemerintahan. Administrasi Negara dengan berpangkal pada Trias Politica dari
Montesquieu, adalah gabungan dari jabatan aparat administrasi yang berada di bawah
pimpinan Presiden, melakukan sebagian pekerjaan pemerintahan fungsi administrasi
yang tidak ditugaskan kepada badan – badan pengadilan, badan legislatif dan bahan –
bahan pemerintahan dari persekutuan hukum yang lebih rendah dari pada Negara yang
masing – masing diberi wewenang untuk memerintah sendiri daerahnya (teori sisa/
residu). Pemerintahan dapat diartikan sebagai “sebagian penyelenggaraan tugas – tugas
Negara yang tidak tergolong dalam tugas legislatif maupun yudikatif”.

Beberapa sarjana telah membuat definisi tentang ketetapan yang agak berlainan
satu dengan yang lain:
a. Menurut Prins : Inleiding in het administrative recht van Indonesia
(1950:14) beschikking adalah suatu tindakan hukum sepihak di bidang
pemerintahan, dilakukan oleh penguasa berdasarkan kewenangan di
bidang pemerintah, dilakukan oleh alat penguasa berdasarkan kewenangan
khusus.
b. E. Utrecht : Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia hal 68,
menyatakan beschikking atau ketetapan adalah suatu perbuatan
berdasarkan hukum publik yang bersegi satu, ialah yang dilakukan oleh
pemerintah berdasarkan sesuatu kekuasaan istimewa.

Syarat untuk membuat ketetapan yaitu syarat materiil dan syarat formil. Syarat - syarat
materiil :

syarat materiil syarat formil


Alat pemerintah yang membuat ketetapan harus Syarat-syarat yang ditentukan sehubungan dengan
berwenang (berhak) persiapan dibuatnya ketetapan dan sehubungan
dengan cara ketetapan harus dipenuhi.
Dalam kehendak alat pemerintahan yang Harus diberi bentuk yang telah ditentukan.
membuat ketetapan tidak boleh ada kekurangan
yuridis

Keputusan harus diberi bentuk yang Syarat – syarat sehubungan dengan pelaksanaan
ditetapkan dalam peraturan yang menjadi ketetapan itu terpenuhi
dasarnya dan pembutannya harus juga
memperhatikan prosedur membuat ketetapan,
bilamana prosedur itu ditetapkan dengan tegas
dalam peraturan itu.

Isi dan tujuan ketetapan harus sesuai dengan isi Jangka waktu harus ditentukan, antara timbulnya
dan tujuan yang hendak dicapai. hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan
diumumkannya ketetapan.

Contoh ketetapan, yaitu:


a. Ketetapan sepihak, yaitu ketetapan yang waktu menetapkannya, tanpa perlu
dihubungi maupun melibatkan warga yang dikenainya.
Ex : SK Pengangkatan ASN
b. Ketetapan sepihak bersyarat, yaitu ketetapan yang sebelum menetapkannya
disyaratkan keterlibatan warga yang dikenai, baik sebelum diambil ketetapan
ataupun sesudahnya.
Ex: pemberian cuti ASN
c. Ketetapan yang menguntungkan, yaitu ketetapan yang memberi hak,
kemudahan atau keuntungan tertentu.
d. Ketetapan yang membebani kewajiban yang telah ada atau menimbulkan
kewajban baru.

Asas - Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB)

Dalam administrasi negara ada kemerdekaan untuk bertindak atas inisiatif sendiri
terutama dalam menyelesaikan masalah - masalah penting yang timbul, dimana peraturan
penyelesaian belum ada, atau belum dibuat oleh badan legislatif disebut Freis Ermessen. Supaya
alat perlengkapan Negara, dalam hal ini administrasi Negara dapat menjalankan tugasnya secara
baik atau tidak melakukan “Detournement de pouvoir” (penyalahgunaan wewenang) maka dalam
pembuatan keputusan-keputusan pemerintah harus memperhatikan antara lain asas-asas umum
pemerintah yang baik yaitu :

 Dalam praktek hukum di Belanda


a. Asas persamaan, hal yang sama diperlakukan sama
b. Asas kepercayaan, harapan- harapan yang ditimbulkan harus dipenuhi.
c. Asas kepastian hukum.
d. Asas kecermatan, suatu keputusan harus dipersiapkan dan diambil dengan cermat
e. Asas pemberian alasan, suatu keputusan harus di dukung oleh alasan yang dijadikan
dasarnya
f. Asas larangan : “Detournement de pouvoir”
 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara yang Bersih dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN)
a. Asas kepastian hukum
Setiap kebijakan penyelnggraan Negara harus berlandaskan hukum.
b. Asas tertib penyelenggaraan Negara
Penyelenggaraan Negara didasarkan pada keteraturan, keserasian dan
keseimbangan
c. Asas kepentingan umum
Mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif,
akomodatif dan selektif.
d. Asas keterbukaan
Membuka diri terhadap hak msyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaran Negara,
dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi manusia dan
rahasia Negara.
e. Asas Proporsionalitas
Mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
f. Asas profesionalitas: menggunakan keahlian

Dasar2 Hukum Pajak

Para ahli memberikan pengertian tentang pajak, antara lain :


a. PJA.Adriani, yang telah diterjemahkan oleh R.Santoso Brotodiharjo, dalam bukunya
“Pengantar Ilmu Hukum Pajak” sebagai berikut :
“Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan), yang terutang
oleh wajib pajak menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat
prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk
membayar pengeluaran-pengeluaran umum, berhubung dengan tugas negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan”
b. Rochmad Sumitro, dalam bukunya “Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak
Pendapatan”, sebagai berikut :
“pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara, berdasarkan Undang-
Undang (yang dapat dipaksakan), dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra
prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang dipergunakan untuk
membayar pengeluaran umum”.

Ciri-ciri Pajak
a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual
dari pemerintah.
c. Pajak dipungut oleh Negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
d. Pajak dipergunakan bagi pengeluaran pemerintah, dan apabila pemasukkannya masih
terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai “public investment”
e. Pajak dapat mempunyai tujuan mengatur dan tujuan budjeter

Fungsi Pajak

a. Fungsi budjeter
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh : dimasukkannya penerimaan dari
sektor pajak dalam APBN, sebagai penerimaan dalam negeri.
b. Fungsi mengatur (regulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di
bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang tinggi
terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan

Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan


antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Dalam hukum
pajak diatur mengenai :
a. Siapa-siapa yang menjadi subyek pajak dan wajib pajak
b. Obyek-obyek apa saja yang menjadi obyek pajak
c. Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah
d. Timbul dan hapusnya utang pajak
e. Cara penagihan pajak
f. Cara mengajukan keberatan dan banding
Pengelompokan Pajak

1. Menurut lembaga pemungutannya


a. Pajak Negara atau Pajak Pusat
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jendral
Pajak
Yang termasuk pajak pusat adalah :
1) Pajak Penghasilan (PPh)
2) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
barang mewah (PPN dan PPnBM)
3) Bea Materai (BM)
4) PBB untuk perkebunan, perhutanan, pertambangan
b. Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Tingkat I maupun
daerah tingkat II (Kota/Kabupaten) sesuai Undang – Undang Nomor 28
tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Jenis – jenis pajaknnya sebagai berikut :
1) Jenis pajak daerah untuk Pemerintah Propinsi, terdiri :
a) Pajak kendaraan bermotor
b) Bea balik nama kendaraan bermotor
c) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
d) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah
e) Pajak Rokok
2) Jenis-jenis pajak daerah untuk pemerintahan Kota/Kabupaten,
terdiri :
a) Pajak hotel
b) Pajak restoran
c) Pajak hiburan
d) Pajak reklame
e) Pajak penerangan jalan
f) pajak mineral bukan logam dan batuan
g) pajak parkir
h) pajak air tanah
i) pajak sarang burung wallet
j) pajak bumi dan bangunan, pedesaan dan perkotaan
k) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
2. Menurut Golongannya
Pembagian penggolongan pajak, ditinjau dari sudut beban pajak dan administrasi
pemungutan pajak.
a. Pajak Langsung
Pajak yang ditinjau dari segi admnistratif, berkohir dan dikenakan
secara berulang-ulang pada waku tertentu/periodik (misalnya setiap tahun),
dari segi ekonomis, pajak harus dipukul sendiri oleh wajib pajak, dan tidak
dapat dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan
b. Pajak Tidak Langsung
Pajak yang ditinjau dari segi administrative, tidak berkohir dan tidak
dikenakan secara periodik/berulang-ulang, tetapi dikenakan hanya apabila
terjadi hal-hal/ peristiwa-peristiwa yang dikenakan pajak. Secara ekonomi
pajak dapat dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : pajak pertambahan nilai.
3. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subyektif
Pajak yang pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak,
untuk menetapkan pajaknya harus ditentukan alasan-alasan obyektif, yang
berhubungan dengan keadaan meterilnya, yaitu yang disebut daya
pikulnya.
Contoh : Pajak Penghasilan, obyeknya adalah penghasilan (dikaitkan
dengan PTKP untuk wajib pajak pribadi)
b. Pajak Obyektif
Pajak yang pertama-tama melihat obyeknya yang selain dari benda, dapat
pula berupa keadaan, perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan
timbulnya kewajiban membayar, kemudian dicari subyeknya (orang
pribadi atau badan hukum) yang bersangkutan langsung, dengan tidak
mempersoalkan apakah subyek ini berkedudukan atau berkediaman di
Indonesia atau tidak. Subyek yang mempunyai hubungan hukum yang
tertentu dengan obyek itulah yang ditunjuk sebagai subyek hukum
membayar pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai Wajib Pajak Luar Negeri
Sistem Pemungutan Pajak

1. Self Assesment System

wajib pajak merupakan pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan besaran
pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui sistem administrasi online yang sudah dibuat
oleh pemerintah.

2. Offical Assesment System

membebankan wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau aparat
perpajakan sebagai pemungut pajak. wajib pajak bersifat pasif dan pajak terutang baru ada
setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus.

3. Withholding System

besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga yang bukan wajib pajak dan bukan juga aparat
pajak/fiscus. Contoh Witholding System adalah pemotongan penghasilan karyawan yang
dilakukan oleh bendahara instansi terkait. Jadi, karyawan tidak perlu lagi pergi ke KPP untuk
membayarkan pajak tersebut.

DASAR2 HUKUM AGRARIA

Hukum Agraria ialah keseluruhan kaidah – kaidah hukum, baik yang tertulis maupun
tidak tertulis yang mengatur agraria. Pengertian “agraria” meliputi bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya, bahkan dalam batas-batas yang ditentukan juga ruang angkasa.
(bumi: permukaan bumi (tanah) beserta apa yang ada dalam tubuh bumi;air;perairan
pedalaman/laut wilayah,ruang angkasa: ruang di atas bumi dan air).

Riwayat Hukum Agraria

a. Hukum Agraria sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)

hukum agraria di Indonesia bersifat dualistis, karena hukum agraria pada saat itu
bersumber pada hukum adat dan hukum perdata barat ini berlaku sampai dengan tahun 1959.
Hukum perdata barat yang menyangkut agraria dibedakan bagi orang-orang yang termasuk ke
dalam Golongan Eropa dan GolonganTimur Asing, sedangkan tanah – tanah yang dikuasi oleh
kedua golongan penduduk tersebut dinamakan “tanah dengan hak barat”. Sebagai lawannya
adalah “tanah dengan hak adat” yang termasuk dalam hukum adat tanah dan khusus berlaku bagi
golongan penduduk Bumi Putera (pribumi).

b. Hukum Agraria Berdasar Undang Undang Pokok Agraria

berlakunya UUPA tanggal 24 September 1960 terciptalah unifikasi hukum dalam bidang
hukum agraria di Indonesia. Hukum agraria baru (UUPA) disusun dengan dasar hukum adat.
UUPA masih mengakui Hak ulayat sejauh tidak menganggu atau menghambat pembangunan
nasional untuk kepentingan umum. Hukum agraria yang mengatur bumi,air,ruang angksa (BAR)
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah hukum adat sejauh tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional dan negara (Pasal 5 UUPA). Semua hak atas tanah dinyatakan
berfungsi sosial (Pasal 6 UUPA).

Tujuan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA)

a. Meletakkan dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang merupakan


sarana untuk mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan, keadilan bagi rakyat dan
negara, terutama rakyat tani dalam rangka menuju kemasyarakat adil dan
makmur.
b. Meletakkan dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum
pertanahan.
c. Meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas
tanah bagi rakyat seluruhnya.

Asas - Asas Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA)

BAB 1 UUPA yang memuat tentang asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok :

a. Asas Kesatuan
b. Asas Kepentingan Nasional
c. Asas Nasionalisme
d. Asas Manfaat

Hak – Hak Atas Tanah Yang Diatur Dalam UUPA

a. Tanah Negara
Menurut UUPA istilah “Tanah Negara” ialah :
1) Tanah yang dikuasai langsung oleh negara

Yaitu tanah-tanah yang belum ada sesuatu hak di atas tanah tersebut, misalnya
saja yang sering dikenal sengan sebutan “tanah negara bebas”. Dalam UUPA
yang berlaku sekarang ini tidak lagi berlaku atau mengenal “asas domein” sebab
tidak tepat bila negara bertindak sebagai pemilik tanah. Negara dalam UUPA
dinyatakan sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat dan bertindak selaku
badan penguasa.

2) Tanah yang dikuasai tidak langsung oleh negara.


Yaitu tanah yang sudah ada sesuatu hak di atasnya, misalnya sudah ada Hak
Miliknya, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan sebagainya.
b. Hak-hak Atas Tanah
Hak-hak atas tanah menurut pasal 16 UUPA ada bermacam-macam, yaitu:
1) Hak Milik
2) Hak Guna Usaha
3) Hak Guna Bangunan
4) Hak Gadai
5) Hak Pakai
6) Hak Sewa
7) Hak membuka tanah
8) Hak memungut hasil hutan
9) Hak-hak lain yang bersifat sementara, ialah hak atas tanah sebagaimana disebut
Pasal 53, misalnya
- Hak Gadai
- Hak Usaha Bagi Hasil
- Hak Menumpang
- Hak Sewa Tanah Pertanian

Selain hak-hak atas tanah, UUPA mengena pula hak-hak atas air dan ruang
angkasa. Menurut Pasal 16 Ayat(2) UUPA, hak-hak tersebut adalah :
1. Hak guna air
2. Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan
3. Hak guna ruang angkasa
c. Tanah dalam Undang-Undang Pokok Agraria

Oleh karena itu di dalam UUPA Pasal 1 Ayat (1) dinyatakan : seluruh wilayah
Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai
bangsa Indonesia.

Sedangkan dalam ayat (2) nya dinyatakan seluruh bumi,air, dan ruang angkasa
termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah Republik Indonesia sebagai
karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi,air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan
merupakan kekayaan nasional.

Dalam Pasal 4 Ayat (1) dijelaskan bahwa atas dasar hak menguasai dari negara,
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang
dapat diberikan dan di punyai oleh orang-orang, baik sendiri-sendiri maupun bersama-
sama dengan orang lain serta badan hukum.

Hak menguasai atas tanah oleh negara dapat diartikan memberi wewenang pada
negara untuk :
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, penyediaan dan
pemeliharaan tanah
2. Menentukan dan mengatur hubungan – hubungan hukum antara orang dan
tanah
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan hukum mengenai tanah (periksa Pasal 2 Ayat (1) )

DASAR2 HUKUM PERDATA MATERIAL

Hukum perdata ialah serangkaian peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara
orang satu dengan yang lain, dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan (Kansil,
2000:1999). Hukum perdata dapat dibagi dua yaitu :
1. Hukum perdata materiil, yaitu hukum perdata yang berisi peraturan hukum yang mengatur
hubungan antara hukum seseorang dengan orang lain. Misalnya : peraturan tentang sewa
menyewa, utang piutang dan sebagainya
2. Hukum perdata formil, yaitu hukum perdata yang mengatur bagaimana cara
mempertahankan berlakunya hukum perdata materiil. Misalnya : peraturan tentang cara
menyusun surat gugat, mengajukan banding dan sebagainya.

Sejarah Hukum Perdata di Indonesia

 penduduk di Hindia Belanda dibagi menjadi 3 (tiga) golongan menurut Pasal 163 Indische
Staatsregeling (I.S), ;

1. Golongan Eropa
yaitu orang-orang Belanda, Jepang dan mereka yang dianggap tunduk pada hukum keluarga,
yang azazsnya sama dengan hukum keluarga Belanda (asas monogami)
2. Golongan Timur Asing
mereka yang tidak termasuk dalam golongan Eropa atau golongan Bumiputera
Misal : Orang-orang Tionghoa
3. Golongan Bumiptera
orang Indonesia asli yang tidak beralih ke golongan lain, dan orang-orang dari golongan lain
yang terlebur atau mencampurkan diri dalam golongan Indonesia asli.
 hukum perdata yang berlaku juga terbagi dalam beberapa golongan menurut Pasal 131 I.S,, yaitu :
1. Bagi golongan Eropa, berlaku hukum perdata yang ketentuannya terdapat didalam Burgerlijk
Wetboek/B.W. (Kitab undang-undang Hukum Perdata), Wetboek Van Koophandel/W.v.k (Kitab
undang-undang Hukum Dagang) dang Faillisementverordering (Peraturan Kepailitan)
2. Bagi golongan Timur Asing, mula-mula berlaku hukum adatnya masing-masing, kemudian Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD)
dinyatakan berlaku bagi mereka.
3. Bagi Golongan Bumiputera, pada pokoknya berlaku hukum adatnya masing-masing.
 Penundukan diri dapat terbagi menjadi : (GOL. BUMI PUTERA & TIMUR ASING)

1. Penundukan diri untuk seluruh hukum perdata Eropa


2. Penundukan diri untuk sebagian hukum perdata Eropa
3. Penundukan diri untuk suatu perbuatan tertentu
4. Penundukan diri tidak sengaja untuk suatu perbuatan tertentu, disebut penundukan diri
anggapan (secara diam-diam)
 Berdasarkan aturan-aturan peralihan, peraturan perundang-undangan hukum perdata yang masih berlaku yaitu :
1. Peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia, misalnya
Undang-undang Perkawinan, Undang-undang Pokok Agraria dan lain sebagainya.
2. Hukum Perdata Barat (Burgerlijk Wetboek/Kitab undang-undang Hukum Perdata (KUHPer)) , yang
merupakan warisan dari Pemerintah Hindia Belanda yang karena belum ada penggantinya. Melallui
Pasal II aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 masih berlaku, termasuk Wetboek Van
Koophandel/Kitab Undang Undang Hukum Dagang (KUHD)
3. Hukum Perdata Adat yang baiasa disebut Hukum Adat
4. Hukum Perdata Islam (Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Isalam.

Sistematika Pembagian Hukum Perdata


1. Pembagian menurut isinya,
Hukum Perdata dibagi menjadi dua :
a. Hukum Perdata dalam arti luas, yaitu hukum perdata, termasuk di dalamnya selain peraturan yang
tercantum dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPer), juga peraturan-peraturan dalam
Kitab Undang Undang Hukum Dagang(KUHD).
b. Hukum Perdata dalam arti sempit, yaitu hukum perdata yang terdiri dari ketentuan-ketentuan yang
hanya diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata saja (KUHPer),.
2. Empat (4) bidang Hukum Perdata
1) Menurut Ilmu pengetahuan Hukum
a. Hukum Perorangan
1) Peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum
2) Peraturan-peraturan tentang kecakapan memiliki hak-hak serta untuk bertindak melaksanakan
hak-hak tersebut Domisili
b. Hukum Keluarga
1) Peraturan-peraturan tentang hubungan orang tua dengan anak
2) Peraturan tentang perwalian
3) Peraturan tentang pengampunan Peraturan tentang Perkawinan
c. Hukum Harta Kekayaan (hubungan hukum orang dalam lapngan harta kekayaan)
1) Hukum benda
2) Hukum perikatan
d. Hukum waris,
yaitu peraturan yang mengatur tentang benda atau kekayaan seorang, jika orang tersebut meninggal dunia.
2) Menurut KUHPer dibagi menjadi 4 (empat) buku
a. Buku kesatu (orang)
1) Hukum Perorangan
2) Hukum Keluarga

b. Buku Kedua (benda)

1) Hukum benda
2) Hukum waris
c. Buku ketiga(perikatan)
1) Hukum Harta Kekayaan.

d. Buku keempat, (pembuktian dan daluwarsa)


1) Alat bukti
2) Akibat daluwarsa

Hukum Perorangan ( Personenrecht)


a. Subyek Hukum
pengertian subyek hukum, yang artinya pembawa hak dan kewajiban. Subyek hukum terdiri
dari ;
1) Manusia (natuurlijk persoon)
2) Badan hukum (rechtspersoon)
Manusia sebagai pembawa hak dan kewajiban terjadi sejak ia lahir dan berakhir setelah
ia meninggal dunia. berada dalam kandungan ibunya, asalkan ia lahir hidup, ia dianggap sudah
sebagai subyek hukum (Pasal 2 Ayat (1) BW, akan tetapi apabila ia lahir dalam keadaan
meninggal, ia dianggap tidak pernah ada ( Pasal 2 Ayat (2) BW ) Ketentuan yang termuat dalam
Pasal 2 BW tersebut dinamakan rechtsfictie. Ketentuan ini sangat penting dalam hal warisan.
Badan hukum yang berstatus sebagai pembawa hak dan kewajiban (sebagai subyek
hukum) misalnya Negara, Propinsi, Kabupaten, Perseroan Terbatas, Yayasan, Wakaf, Gereja,
dan lainnya. Suatu perkumpulan dapat pula dijadikan badan hukum asal saja memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan oleh hukum. Persyaratan badan hukum sebagaimana diminta oleh
perundang-undangan, yurisprudensi maupun kebiasaan yang ditemui, tidak secara tegas
disebutkan, tetapi dengan menganalisa sedemikian rupa badan itu adalah badan hukum.
Misalnya Perseroan Terbatas (PT) dengan menganalis Pasal 7 Ayat (6), Pasal 21 Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1995.
b. Kewenangan Berhak dan Kecakapan Berbuat
1. Kewenangan Berhak
Hukum perdata mengatur tentang hak keperdataan. Dalam hukum perdata setiap
manusia pribadi mempunyai hak yang sama, setiap manusia pribadi wenang untuk berhak.
Tetapi tidak setiap manusia pribadi wenang berbuat. Adapun ratio bahwa setiap orang
wenang berhak, karena dalam hukum sanksi berlaku dan ditetapkan pada kewajiban bukan
hak. Kewenangan berbuat pada hakekatnya adalah melaksanakan kewajiban. Orang yang
melalaikan kewajiban dapat dikenakan sanksi, sedangkan orang yang melalaikan haknya
tidak apa-apa.
Kewenangan berhak setiap manusia pribadi tidak dapat dihilangkan / ditiadakan oleh
suatu hukum apapun. Hal ini ditentukan dalam Pasal 3 KUHPdt yang menyatakan bahwa
tidak ada suatu hukum apapun yang dapat mengakibatkan kematian perdata atau
kehilangan hak-hak perdata seseorang. Contoh hak perdata ialah hak hidup, hak memiliki,
hak untuk kawin, hak untuk beranak (bagi wanita), hak waris, hak atas nama, hak atas
tempat tinggal.
2. Kecakapan Berbuat
Setiap orang cakap membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh Undang Undang
dinyatakan tak cakap. Orang-orang yang dinyatakan tak cakap membuat perikatan
tercantum dalam Pasal 1330 KUHPdt, yaitu
(1) Orang-orang yang belum dewasa,
(2) mereka yang ditaruh di bawah pengampunan,
(3) orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang Undang (untuk
ini setelah berlakunya Undang Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan). Hal tersebut
sudah dicabut dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang - undang telah
melarang membuat persetujuan-persetujuan/perikatan-perikatan tertentu (misalnya, orang
yang dinyatakan pailit.)
3. Domilisili
Setiap orang menurut hukum harus mempunyai tempat tinggal atau domisili, begitu
pula bagi bagi badan hukum, arti pentingnya domisili bagi orang atau badan hukum ialah
untuk menentukan tempat dimana subyek hukum yang diminta pertanggung-jawabannya
dalam melakukan perbuatan hukum, untuk urusan-urusan tertentu misalnya :
a) Di Wilayah hukum mana perkawinan harus dilakukan apabila seseorang hendak
menikah.
b) Dimana seseorang atau badan hukum itu harus dipanggil oleh pengadilan.
c) Pengadilan mana yang berwenang untuk menyelesaikan perkara yang melibatkan orang
atau badan hukum
d) Tempat dilaksanakan pembagian warisan yang ditinggalkan oleh orang bersangkutan di
mana ia tinggal sampai meninggal dunia.
Domisili seseorang biasanya di tempat tinggal pokoknya, badan hukum biasanya di
kantor pusat badan hukum memilih tempat tertentu sebagai domisilinya untuk
memudahkan urusan atau menghubunginya apabila diperlukan, domisili yang dipilih,
misalnya : di kantor notaris atau di kantor Kepaniteran Pengadilan Negri tertentu.
Di samping domisili, juga ada “rumah kematian” yang merupakan adalah domisili
terakhir. Arti penting rumah kematian atau domisili kematian adalah untuk menentukan
hukum mana yang berlaku untuk mengatur warisan orang yang meninggal, hakim mana yang
berwenang mengadili perkara tentang warisan itu, dan untuk menentukan peraturan yang
memperkenankan orang-orang yang berpiutang untuk menggugat ahli waris yang bertempat
tinggal di rumah kamatian itu dalam waktu 6 (enam) bulan setelah meninggalnya orang
tersebut.
Hukum Keluarga
Hukum keluarga adalah peraturan hukum timbul untuk mengatur pergaulan hidup kekeluargaan.
Hukum Keluarga meliputi:
1. Kekuasaan orang tua (Outderlijke Macht)
Semua anak yang masih di bawah umur (belum berumur 21 tahun atau belum kawin sebelumnya) berada
di bawah kekuasaan orang tua. Artinya bahwa selama si anak itu belum dewasa orang tua mempunyai
kewajiban alimentasi yaitu kewajiban untuk memelihara, mendidik, memberi nafkah hingga anak-anak itu
dewasa atau sudah kawin. Sebaliknya si anak juga wajib patuh terhadap orang tua dan apabila anak itu telah
berkeluarga wajib membantu perekanomian orang tua yang tidak mampu menurut garis lurus keatas.
Dalam melakukan kekuasaan orang tua, bapak atau ibu mempunyai hak kekayaan anaknya dan berhak
menikmati hasil dari kekayaan itu.
Kekayaan orang tua berakhir apabila :
1) Anak telah dewasa atau sudah kawin
2) Perkawinan orang tua putus (BW). Undang-Undang Perkawinan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan tidak demikian.
3) Kekuasaan orang tua dicabut oleh hakim karena alasan tertentu (misalnya pemborosan, pendidikannya
tidak baik)
4) Anak dibebaskan dari kekuasaan orang tua karena terlalu nakal sehingga orang tua tidak mampu
menguasai dan mendidik.
2. Perwalian (voogdij)
Perwalian adalah pengawasan terhadap anak di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orang
tuanya, serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh undang - undang.
Pada dasarnya anak yatim piatu atau anak di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orang
tua memerlukan bimbingan dan pemeliharaan, karena itu perlu ditunjuk wali atau yayasan yang mengurus
keperluan dan kepentingan hukum anak-anak tersebut.
Hakim biasanya menetapkan seorang wali yang masih ada hubungan darah terdekat dengan si anak, atau
ayah dari anak itu yang oleh sesuatu hal perkawinannya dengan ibu si anak tersebut telah putus, dapat juga
saudara-saudaranya yang dianggap cakap untuk itu. Namun demikian, hakim juga dapat menetapkan
seseorang atau perkumpulan, misalnya yayasan sebagai wali.
Perwalian dapat terjadi karena :
a. Perkawinan orang tua putus baik karena kematian atau percerian (BW), Undang Undang Perkawinan
tidak demikian.
b. Kekuasaan orang tua dicabut atau dibebaskan
Dalam keadaan yang tersebut terakhir ini hakum mengangkat seorang wali yang disebut sebagai wali
pengawas. Wali pengawas di Indonesia dijalankan oleh Balai Harta Peninggalan.
3. Pengampuan (Curatele)
Pengampunan adalah kecakapan bertindak dari seseorang yang telah dewasa yang diserahkan kepada
orang lain berhubung sifat-sifat pribadinya tidak cakap untuk bertindak.
Orang yang perlu ditaruh di bawah pengampunan atau pengawasan (curatele) adalah orang-orang yang
sudah dewasa tetapi tidak dapat mengurus kepentingan sendiri dengan baik, misalnya :
a. Orang yang sakit ingatan
b. Orang yang pemboros
c. Orang-orang yang tidak mampu menggurus kepentingannya sendiri dengan baik, misalnya orang yang
mengganggu keamanan atau kelakuannya buruk sekali.
Orang ditaruh di bawah pengampunan dapat dimohonkan oleh suami atau isteri, keluarga sedarah, atau
Kejaksaan. Dalam Hal orang yang lemah daya yang dibenarkan meminta pengawasan adalah orang yang
bersangkutan, curator, atau pengampunan ditetapkan oleh hakim dengan mengangkat suami atau isteri atau
orang lain di luar keluarga atau perkumpulan, dan disertai pengampunan pengawas yaitu Balai Harta
Peninggalan. Pengampuan terhadap orang (curandus) berakhir apabila alasan-alasan untuk dimasukkannya
seseorang di bawah curatele sudah tidak ada.
4. Perkawinan
Perkawinan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam Titel Buku IV dari Pasal 26 dan
seterusnya. Setelah berlakunya Undang-undang Nomor : 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan beserta peraturan
pelaksanaannya (Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975), perkawinan yang diatur dalam Buku I Kitab
Undang Undang Hukum Perdata sebagian besar tidak berlaku lagi. Hal ini diatur Pasal 66 Undang Undang
Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan lain yang diatur dalam Kitab Undang
Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ordanansi Perkawinan Indonesia Kristen ( Huwelijks
Ordonantie / Cristen Indonesirs St.1933 Nomor 74), Perkawinan campuran (Regeling op de Gemengde
Huwelijken St.1898 Nomor 158), dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh
telah diatur di dalam undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku.
Pertimbangan dikeluarkannya Undang Undang Perkawinan :
Sebelum Undang Undang Nomor : 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan di Indonesia berlaku
bermacam-macam hukum perkawinan yang berbeda-beda untuk masing-masing golongan di dalam
masyarakat sebagai berikut :
a. Bagi orang Indonesia asli yang beragama Islam berlaku hukum agama yang telah diresipir dalam hukum
adat.
b. Bagi orang Indonesia lainnya berlaku hukum adat
c. Bagi orang Indonesia asli yang beragama Kristen berlaku Huwelijks Ordonantie Cristen Indonesirs
(St.1933 Nomor 74),
d. Bagi orang Timur Asing China dan warga Negara Indonesia Keturunan China berlaku ketentuan-
ketentuan Kitab Undang Undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan.
e. Bagi orang Timur Asing lainnya dan Warga Negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya berlaku
hukum adat mereka.
f. Bagi orang Eropa dan Warga Negara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka
berlaku Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
Peraturan yang beragam itu perlu diunifikasikan bagi Warga Negara Indonesia
Pengerian perkawinan antara Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan Undang Undang Nomor 1
Tahun 1974. Dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan ke Tuhan an Yang Maha Esa.
Perkawinan menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata, adalah pertalian yang sah antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Undang - Undang memandang perkawinan hanya
dari hubungan keperdataan (Pasal 26 Burgerlijk Wetboek)
Pengertian perkawinan menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata lebih bersifat materialistis
individualis sebab lebih dititikberatkan pada perbuatan hukum yang diakibatkan oleh suatu perkawinan dan
hubungan perdatanya saja, sedangkan menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan lebih
dilihat sebagai suatu yang bersifat religius dan tidak materialistis.
Di dalam Undang Undang Perkawinan di Indonesia, terdapat asas-asas dari hukum perkawinan, antara lain :
a. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin yang harus didasarkan pada persetujuan kedua belah pihak,
yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal atas dasar ke Tuhan an Yang Maha
Esa
b. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
c. Setiap perkawinan harus dicatat
d. Suami dan isteri mempunyai kedudukan yang seimbnagn, baik di dalam kehidupan rumah tangga
maupun dalam pergaulan hidup bersama di masyarakat.
e. Seorang pria dan seorang wanita masing-masing hanya boleh mempunyai seorang isteri dan seorang
suami (monogami), walaupun seorang pria atas dasar alasan dan syarat-syarat tertentu boleh beristeri
lebih dari seorang (poligami)
f. Batas usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita. Izin orang tua
masih tetap diberlakukan apabila yang bersangkutan belum mencapai usia 21 tahun.
g. Di dalam hubungan-hubungan dan keadaan terentu dilarang orang melangsungkan perkawinan, dan di
dalam hal-hal tertentu pula perkawinan dapat dicegah dan dibatalkan.
h. Perceraian hanya dapat dilangsungkan atas dasar alasan-alasan yang telah ditentukan dan setelah
perceraian kewajiban orang tua terhadap anak masih ada.
i. Perjanijan dapat diadakan sebelum atau pada waktu perkawinan dilangsungkan.
j. Semua harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dari suami isteri, kecuali
apabila ditentukan lain menurut perjanjian perkawinan.
k. Perkawinan campuran adalah perkawinan antara seorang Warga Negara Indonesia dengan seorang
warga negara asing, perkawinan mana dapat dilangsungkan di luar negeri.

Hukum Harta Kekayaan


Hukum harta kekayaan adalah hukum yang mengatur hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang, terbagi
menjadi :
1. Hukum benda, yaitu peraturan hukum yang mengatur hak-hak kebendaan yang bersifat mutlak, artinya hak
terhadap benda yang oleh setiap orang wajib diakui dan dihormati.
2. Hukum Perikatan, ialah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan yang bersifat kehartaan antara dua
orang atau lebih dimana pihak pertama berhak atas sesuatu prestasi (pemenuhan sesuatu) dan pihak lain wajib
memenuhi sesuatu prestasi (Kansil CST, 2000: 241)

Hukum benda
Menurut Pasal 499 KUHPdt, pengertian benda atau “zaak” adalah, “ segala sesuatu yang dapat menjadi objek
hak milik”. Yang menjadi objek hak milik dapat berupa barang dapat pula berupa hak, seperti hak cipta, hak
paten, dan lain-lain.
1. Macam-macam Benda
Menurut sistem Hukum Perdata Barat sebagaimana diatur dalam BW benda dapat dibedakan atas:
a. Benda tidak bergerak dan benda bergerak
b. Benda yang musnah dan benda yang tetap ada
c. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti
d. Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi
e. Benda yang diperdagangkan dan benda yang tidak diperdagangkan
2. Pengertian Hak kebendaan
Hak kebendaan, ialah hak mutlak atas suatu benda dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas
suatu benda dan dapat dipertahnkan terhadap siapa pun juga. Hak kebendaan yang diatur dalam Buku II BW
dapat dibedakan atas dua macam, yaitu :
1) Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan, yaitu : hak milik, bezit, hak memunggut hasil, hak
pakai, dan hak mendiami.
2) Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan, yaitu : gadai, fiduisa, hak tanggungan, hipotek.
Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Pokok Pokok Agraria, maka hak-
hak atas tanah yang diatur didalam Buku II Kitab Undang Undang Hukum Perdata sudah tidak berlaku lagi,
sepanjang yang mengatur mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang terkadung didalamnya, kecuali
ketentuan tentang hipotik. Oleh undang-undang tersebut diciptakan hak-hak atas tanah sebagai berikut
a. Hak milik, yaitu hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai oleh orang atas tanah,
dengan mengingat bahwa hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
b. Hak Guna Usaha, yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam
jangka waktu paling lama 25 tahun, waktu mana dapat diperpanjang
c. Hak Guna Bangunan, yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan
miliknya sendiri dengan jangka waktu 30 tahun, waktu mana dapat diperpanjang.
d. Hak Pakai, yaitu hak menggunakan tanah milik orang lain oleh seseorang atau suatu badan hukum untuk
keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.

Hukum Perikatan
1. Istilah dan Pengertian Perikatan
Buku III BW berjudul Van Verbintenissen. Istilah Verbintenis dalam BW merupakan salinan istilah
Obligation dalam Code Civil Perancis, istilah mana diambil dari hukum Romawi yang terkenal dengan istilah
obligation.
Istilah Verbintenis dalam BW ternyata diterjemahkan berbeda-beda dalam kepustakaan dengan perjanjian,
dan ada pula yang menerjemahkan dengan perikatan. Penggunaan istilah periktan untuk Verbintenis
tampaknya lebih umum dipergunakan dalam kepustakaan hukum Indonesia.
Definisi tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedeimikian rupa dalam ilmu
pengetahuan hukum.
Perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak di dalam lapngan harta kekayaan, dimana pihak yang satu
(kreditur) berhak atas prestasi dan pihak yang lain (debitur) berkewajiban memenuhi prestasi itu.
2. Sumber Perikatan
Menurut Pasal 1233 KUHPdt, perikatan lahir karena perjanjian dan undang-undang.
3. Obyek Perikatan
Obyek Perikatan ialah prestasi. Apa yang dimaksud prestasi? Prestasi ialah isi perjanjian, atau dengan
perkataan lain kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan/perjanjian. Jika pihak
debitur tidak melaksanakan kewajibannya, maka ia dikatakan dalam keadaan wanprestasi.
Menurut pasal 1234 KUPdt, ada tiga hal macam prestasi, yaitu
1) Memberikan sesuatu
2) Berbuat sesuatu
3) Tidak berbuat sesuatu
4. Hapusnya Perikatan
Hapusnya perikatan ditentukan dalam Pasal 1381 KUHPdt, sebagai berikut:
1) Karena pembayaran
2) Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3) Karena pembaharuan hutang
4) Karena perjuangan utang atau kompensasi
5) Karena pencampuran utang
6) Karena pembebasan utang
7) Karena musnahnya barang yang terutang
8) Karena kebatalan atau pembatalan
9) Karena berlakunya syarat batal
10) Karena lewat waktu

Hukum Waris
Hukum waris ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur nasib kekayaan orang setelah pemiliknya meninggal
dunia.
Selama hidupnya setiap manusia memiliki kekayaan, dan kekayaan tersebut tidak akan dibawa setelah dirinya
meninggal dunia. Kekayaan itu akan dibagikan kepada yang berhak menerima yaitu keturunan terdekat dari yang
meninggal dunia dan atau orang yang ditunjuk untuk menerima. Oleh orang yang meninggal dunia / pewaris
sedangkan yang berhak menerima harta peninggalan dinamakan”ahli waris”. Hukum Waris mengenal adanya 2
(dua) macam hukum waris, yaitu hukum waris tanpa wasiat atau hukum waris ob intestoto dan hukum waris wasiat
(testamen)
Hukum waris ab intestato mengatur tentang penerimaan warisan dari seseorang yang meninggal dunia tidak
mengadakan ketentuan-ketentuan mengenai kekayaan. Menurut Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
dinyatakan bahwa “yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah baik sah maupun luar kawin
dan suami atau isteri yang hidup terlama”. Kalau keluarga sedarah atau suami atau isteri yang terlama tidak ada,
maka segala harta peninggalan milik negara dengan melunasi segala hutang sekedar harta peinggalan menjadi
mencukupi untuk itu”. Yang dimaksud dengan keluarga sedarah dari suami atau isteri yang hidup terlama sebagai
ahli waris ada 4 (empat) golongan, yaitu :
Golongan I : Meliputi keturunan yang meninggal dunia yaitu anak, suami atau isteri yang hidup
terlama dan cucu sebagai ahli waris pengganti (plaatsvervulling)
Golongan II : Meliputi orang tua, saudara-saudara sekandung dan dari keturunannya yang meninggal
dunia
Golongan III : Meliputi leluhur dari yang meninggal dunia baik dari pihak suami maupun pihak isteri
Golongan IV : Meliputi keluarga sedarah sampai derajat keenam
Hak waris dari golongan-golongan ini tergantung dari tidak adanya golongan sebelumnya.
Sedang yang dimaksud “harta peninggalan milik Negara’” yaitu kalau dari golongan IV tidak ada atau dari
yang meninggal dunia tidak mempunyai sanak keluarga sedarah derajat keenam. Dan dalam keadaan ini, negara
memperhitungkan segala utang piutang yang ditinggalkan sesuai harta peninggalannya. Negara membayar utang
yang meninggal sesuai harta peninggalannya. Negara membayar utang yang meninggal dunia dan menagih
piutangnya. Kalau utangnya lebih besar dari piutangnya lebih besar dari piutangnya, maka pembayaran utang itu
diselesaikan, jadi negara dalam hal ini tidak menambah untuk melunasinya. Tetapi kalau piutangnya lebih besar,
maka sisa harta peninggalan itu diserahkan kepada Dinas Sosial.
Hukum Waris wasiat mengatur bagaimana cara membuat wasiat bagi seseorang sebelum meninggal dunia dan
akibat-akibat hukum dari perbuatan wasiat itu. Ada 4 (empat) jenis wasiat ialah :
a. Wasiat Umum ialah surat wasiat yang dibuat di hadapan seorang notaris dan dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi.
Wasiat umum ini sifatnya otentik dan sejak selesainya dibuat sampai pembuat meninggal dunia wasiat itu
disimpan di kantor Notaris.
b. Wasiat Olographie ialah surat wasiat yang ditulis sendiri kemudian disimpan di kantor Notaris samapi
pembuatnya meninggal dunia
c. Wasiat rahasia ialah surat wasiat yang dibuat sendiri atau orang lain dan disegel kemudian disimpan di kantor
Noratis sampai pembuatnya meninggal dunia.
d. Codisil ialah suatu akte di bawah tangan yang isinya kurang penting dan merupakan pesan seseorang setelah
meninggal dunia.
Isi surat wasiat umum, wasiat olographie dan wasiat rahasia menentukan pembagian waris bagi keturunannya
sebagai kehendak pembuat dan dapat juga menetapkan seseorang sebagai ahli waris walaupun bukan keturunannya,
sedangkan dalam condisli hanya berisikan pesan, misalnya mengenai permintaan tentang penguburan. Dalam
hukum warisan testamenter, sebelum harta peninggalan itu dibagikan para ahli waris keturunan terlebih dahulu
mendapat legitiemeportie yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan.

Anda mungkin juga menyukai