Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekuasaan negara adalah kekuasaan mengatur, menertibkan ,dan memajukan


kepentingan umum dalam rangka mencapai tujuannya. Kekuasaan itu biasanya di serahkan
kepada lembaga negara yang bekerja, baik sendiri maupun berhubungan. Penyerahan
kekuasaan kepada lembaga negara di maksudkan agara tujuan nasional lebih efisien, karena
hal itu memberi perlindungan dan jamnan hak asasi manusia, yaitu warga negara selain di
atur juga di beri kesempatan mengenai haknya (misalnya berbicara, mencari nafkah, dan
persamaan dalam hukum). Kekuasaan kelembagaan negara umumnya berpedoman pada Trias
Politica dari Montesquieu tentang pemisahan kekuasaan atau dari John Lock tentang
pembagian kekuasaan. Kita ketahui saat ini negara kita memakai asas trias politica tidak
murni. Artinya pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif tidak
mengikuti asas Montesquieu secara penuh, jadi masih ada interperensi dari lembaga-lembaga
ekskutif, legislatif, dan yudikatif itu sendiri. Jika adanya interperensi berarti kita dapat
menemukan adanya hubungan lembaga-lembaga eksekutif, yudikatif, maupun legislatif.

Membahas tentang Lembaga Tinggi suatu Negara Pasti tidak bisa lepas dari konstitusi
yang berlaku di negara tersebut. Karena konstitusi merupakan hukum dasar penyelenggaraan
suatu pemerintahan. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD '45) adalah
konstitusi Republik Indonesia yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, satu hari setelah
Proklamasi Kemerdekaan RI, dalam sidang BPUPKI. UUD '45 berlaku dari sejak disahkan,
hingga waktu pengakuan kedaulatan RIS (di mana konsitusi yang berlaku adalah UUD RIS
sampai dengan 17 Agustus 1950, digantikan dengan UUD Sementara sampai Dekrit Presiden
5 Juli 1959.) UUD '45 mulai berlaku kembali setelah Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli
1959, sampai sekarang. Pada masa Orde Reformasi, UUD '45 telah mengalami proses
amandemen sebanyak 4 kali.

UUD 1945 merupakan landasan dasar Nasional dan landasan dasar Internasional
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dapat mempertahankan kemerdekaan dan
persatuan Indonesia sampai saat ini. Dalam sistem ketatanegaraan RI , DPR termasuk
lembaga tinggi negara bersama Presiden, BPK, dan MA. Masing-masing lembaga tinggi
negara tersebut mempunyai tugas, wewenang, dan hak sesuai dengan peraturan yang telah
ditetapkan. Sistem pemerintahan bukan parlementer, tetapi presidensil.
B. Maksud dan Tujuan

Penulisan makalah ini bermaksud dan bertujuan untuk persyaratan tugas mata kuliah
Sistem Politik Indonesia dari dosen pembimbing. Serta untuk memberikan wawasan serta
pengetahuan kepada para pembaca khususnya tentang peran lembaga legislatif di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia


didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan
legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR)
yang terdiri dari dua badan yaitu DPR yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil
Partai Politik dan DPD yang anggota-anggotanya mewakili provinsi yang ada di Indonesia.
Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang dipilih langsung oleh rakyat di daerahnya masing-
masing.

Lembaga-Lembaga Tinggi Negara Sebelum dan Sesudah Amandemen

Undang-undang dibuat harus sesuai dengan keperluan dan harus peka zaman, artinya aturan
yang dibuat oleh para DPR kita sebelum di syahkan menjadi Undang-undang sebelumnya
harus disosialisasikan dahulu dengan rakyat, apakah tidak melanggar norma- norma adat atau
melanggar hak-hak azazi manusia. Salah satu bukti bahwa Undang-Undang yang sudah tidak
relevan lagi dengan kondisi zamanya adalah Undang-Undang dasar 1945. Dengan mengalami
empat kali perubahan yang masing-masing tujuanya tidak lain hanya untuk bisa sesuai
dengan kehendak rakyat dan bangsa kita, dalam arti bisa mewakili aspirasi rakyat yang
disesuaikan zamanya , dimana dalam amandemen yang ke-4 rakyat memegang kekuasaan
yang paling tinggi, sangat berbeda dengan sebelum amandemen yang MPR merupakan wakil
rakyat untuk mewujudkan aspirasinya yang salah satu tugasnya adalah dalam memilih
Presiden dan Wakil Presiden, karena dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang korup,
syarat dengan aroma KKN yang membentuk kekuasaan tak terbatas terhadap Presidenya.
Kita tahu bahwa dalam masa Orde Baru Presiden kita tidak pernah mengalami pergantian
selama 32 tahun meski telah mengalami Pemilihan Umum sebanyak tidak kurang dari 6 kali
Pemilu. Oleh sebab itu para mahasiswa kita dan para aktivis lainya mengadakan Reformasi
yang berimbas juga pada reformasi didalam isi UUD 1945. Adapun perbedaan kelembagaan
dan tugas kenegaraan sebelum dan sesudah amandemen ke-4.
1. Sebelum Amandemen Ke -4 

Pada saat sebelum amandemen ke-4 lembaga tertinggi Negara adalah MPR seperti
yang tersebut dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa kedaulatan adalah
ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Pemusyarawatan Rakyat.Adapun
lembaga Tinggi Negara pada saat itu adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),Presiden,
Badan Pemeriksa Keuangan BPK, Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Mahkamah
Agung. Berikut bagan Lembaga Negara sebelum amandemen yang ke-4. Tugas kenegaraan
Lembaga legislatif Sebelum amandemen:

a) MPR
 Sebagai Lembaga Tertinggi Negara diberi kekuasaan tak terbatas (super
power) karena kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR dan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia adalah MPR yang
berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil
presiden.
 Susunan keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta
utusan golongan yang diangkat.

Dalam praktek ketatanegaraan, MPR pernah menetapkan antara lain:

 Presiden, sebagai presiden seumur hidup.


 Presiden yang dipilih secara terus menerus sampai 7 (tujuh) kali berturut turut.
 Memberhentikan sebagai pejabat presiden.
 Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya.
 Tidak memperpanjang masa jabatan sebagai presiden.
 Lembaga Negara yang paling mungkin menandingi MPR adalah Presiden,
yaitu dengan memanfaatkan kekuatan partai politik yang paling banyak
menduduki kursi DPR.
b) DPR
 Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.
 Memberikan persetujuan atas PERPU.
 Memberikan persetujuan atas Anggaran.
 Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna
meminta pertanggung-jawaban presiden.
2. Sesudah Amandemen Ke-4

Sebagai kelembagaan Negara, MPR RI tidak lagi diberikan sebutan sebagai lembaga
tertinggi Negara dan hanya sebagai lembaga Negara, seperti juga, seperti juga DPR, Presiden,
BPK dan MA. Dalam pasal 1 ayat (2) yang telah mengalami perubahan perihal kedaulatan
disebutkan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-
undang dasar sehingga tampaklah bahwa MPR RI tidak lagi menjadi pelaku/pelaksana
kedaulatan rakyat. Juga susunan MPR RI telah berubah keanggotaanya, yaitu terdiri atas
anggota DPR dan Dewan Perakilan Daerah (DPD), yang kesemuanya direkrut melalui
pemilu. Perlu dijelaskan pula bahwa susunan ketatanegaraan dalam kelembagaan Negara juga
mengalami perubahan, dengan pemisahan kekuasaan, antara lain adanya lembaga Negara
yang dihapus maupun lahir baru, yaitu sebagai Badan legislative terdiri dari anggota MPR,
DPR, DPD, Badan Eksekutif Presiden dan wakil Presiden, sedang badan yudikatif terdiri atas
kekuasaan kehakiman yaitu mahkamah konstitusi (MK) sebagai lembaga baru, Mahkamah
Agung (MA), dan Komisi Yudisial (KY) juga lembaga baru. Lembaga Negara lama yang
dihapus adalah dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Badan pemeriksa keuangan tetap ada
hanya diatur tersendiri diluar kesemuanya/dan sejajar. Tugas dan kewenagan MPR RI
sesudah perubahan, menurut pasal 3 UUD 1945 ( perubahan Ketiga ) yaitu:

a. Majelis Permusyawaran Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan UUD

b. Majelis Permusyawaran Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

c.Majelis Permusyawaran Rakyat hanya dapat memberhentikan presiden dan atau wakil
presiden dalam masa jabatannya menurut undang-undang dasar.

Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di


tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian
kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama
dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Perubahan (Amandemen) UUD 1945:

• Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan
menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, penghormatan kepada
HAM serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law.
• Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat Negara (hakim).

• Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu


setiap kekuasaan dibatasi oleh UU berdasakan fungsi masing-masing.

• Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.

• Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa lembaga
negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip Negara berdasarkan hukum.

• Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing Lembaga negara


disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.

Tugas Lembaga Tinggi Negara sesudah amandemen ke-4 :

1. MPR

• Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti
presiden, DPR, DPD, MA, MK, dan BPK.

• Menghilangkan supremasi kewenangannya.

• Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.

• Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara


langsung melalui pemilu).

• Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.

• Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
anggota DPD yang dipilih secara langsung melalui pemilu.

2. DPR

• Posisi dan kewenangannya diperkuat.

• Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR


hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU.

• Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.

• Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan
sebagai mekanisme control antarlembaga negara

3. DPD
• Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah
dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan
golongan yang diangkat sebagai anggota MPR.

• Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.

• Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.

• Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan
daerah.

BAB III

STUDI KASUS

Anggota DPR yang Terlibat Korupsi :

Suap Alih Fungsi Hutan Al Amin Divonis Delapan Tahun Penjara Hakim juga
mengharuskan Al Amin membayar denda Rp 250 juta subsider enam bulan penjara. Majelis
hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis selama delapan tahun penjara
terhadap Al Amin Nasution. Al Amin terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Saat
membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Hakim juga mengharuskan Al
Amin membayar denda Rp 250 juta subsider enam bulan penjara. Putusan majelis hakim ini
jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Pada Pada 10 Desember 2008, Jaksa
Penuntut Umum menuntut Al Amin 15 tahun penjara. Al Amin juga harus membayar denda
Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan serta mengembalikan uang yang dinikmati sebesar
Rp 2,957 miliar. Jaksa menjerat Al Amin dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf e, dan
Pasal 11 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal pemerasan
bagi Amin Jaksa kenakan pada kasus proyek pengadaan alat komunikasi GPS (Global
Positioning System) Departemen Kehutanan. Korupsi selain membuat hutang Negara
semakin meningkat juga mencemarkan nama baik Negara . Korupsi juga membuat orang
yang miskin menjadi miskin dan yang kaya menjadi semakin kaya seperti dalam kasus di
atas. Akibatnya harga-harga naik dan membuat rakyat menderita.

DPR dan Polri keroyok KPK:

Sebagai lembaga yang sama-sama dicap terkorup di Indonesia, nampaknya lembaga


legislatif tidak mau ketinggalan untuk mendukung Polri. Lembaga legislatif ini
menghembuskan isu untuk merubah undang-undang tentang KPK yang secara konstitusional
sudah sangat pas dengan kebutuhan bangsa ini. Usulan peninjauan kembali pasal-pasal yang
berkenaan dengan tugas dan wewenang KPK jelas-jelas akan melemahkan KPK. Pasalnya,
point yang diajukan untuk dirubah adalah pasal-pasal penting yang sangat berkait erat dengan
sistem kerja KPK. Dihapuskanya hak KPK untuk melakukan penyadapan terhadap pihak-
pihak yang diindikasikan melakukan kejahatan korupsi tentu akan sangat memperberat kerja
KPK. Jika, point ini benar-benar dihilangkan, maka alamat habis riwayat KPK. Karena hak
prerogatif inilah yang dapat digunakan KPK untuk mengungkap segala kejahatan korupsi
yang mendera di negari ini. Jika para anggota dewan melakukan penggembosan KPK melalui
perangkat hukum (undang-undang), maka polri melakukanya dengan penarikan anggotanya
yang diperkerjakan di KPK. Pertarungan ini tentu akan tidak seimbang, mengingat
keberadaan KPK akan sangat tergantung pada dua institusi ini. Secara hukum, eksistensi
KPK sangat tergantung dari undang-undang yang dibuat oleh lembaga legislatif, sedangkan
dalam implemantasi kerjanya KPK sangat membutuhkan lembaga Polri yang memberikan
pengamanan kepada mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Alfian. 1986 . Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia. Jakarta : Gramedia

Dahl, Robert. 1978 . Modern Political Analysis. New Delhi : Prentice Hall of India Private
Ltd

Easton, David. 1971. The Political System. New York : Alferd Knopf

Ndaraha, Talizuduhu. 1983 . Metodologi Pemerintahan Indonesia. Jakarta : Bina Aksara

Syafiie, Inu Kencana. 1994 . Ilmu Pemerintahan. Bandung : Mandar Maju

http://zridoangk.blogspot.com/2009/03/tugas-dan-wewenang-lembaga-tinggi.html

http://chicha14.blogspot.com/2011/04/sistem-politik-indonesia-lembaga.html

http://politik.kompasiana.com/2012/10/02/presiden-kita-gagal-total-terkait-kasus-polri-vs-
kpk/

http://toraerdo.blogspot.com/2010/06/lembaga-legislatif-dan-korupsi-di.html

Anda mungkin juga menyukai