Anda di halaman 1dari 2

1. Indonesia menggunakan budaya politik berorientasi Kognitif dan Evaluatif.

Kognitif karena para


politikus di Indonesia, baik yang berada di pemerintahan maupun sudah purna, memiliki tingkat
pengetahuan perpolitikan yang luas. Sedangkan evaluatif karena di Indonesia pasti ada pihak-
pihak independen yang selalu mengevaluasi sistem politik dan kebijakan politik pemerintah.
Menurut Almond and Powel, budaya politik mencakup 3 aspek, yaitu :
 Orientasi kognitif: pengetahuan dan keyakinan terhadap sistem politik.
 Orientasi afektif: aspek perasaan seorang individu terhadap suatu sistem politik.
 Orientasi evaluatif: penilaian seseorang terhadap suatu sistem politik yang berlaku.
Masih menurut Almond and Powel, budaya politik merupakan konsep yang terdiri dari sikap,
keyakinan, nilai-nilai, dan keterampilan yang tengah berlaku di masyarakat.
2. Dari kenyataan budaya politik yang ada dalam masyarakat, Gabriel Almond menggolongkan
budaya politik menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Budaya politik parokial atau budaya politik parokial. Yang dimaksud dengan budaya politik
parokial adalah tingkat keikutsertaan masyarakat yang ada di daerah tertentu itu sangat
sedikit, atau sangat rendah. Kalau kamu masih bingung, golput atau golongan putih adalah
salah satu contohnya. Mereka menganggap kalau mereka tidak harus menyumbangkan
suaranya dalam pemilu atau pemilihan umum. Tingkat pendidikan yang rendah juga
menjadi salah satu sebab munculnya budaya politik parokial ini.
b. Budaya politik kaula atau budaya politik subjek. Yang dimaksud dengan budaya politik kaula
ini adalah tingkat keikutsertaan masyarakat masih pasif. Dalam budaya politik ini,
masyakatnya sudah lebih maju, tapi pemikirannya masih pasif atau kurang memiliki
semangat untuk mengikuti budaya ini.
c. Budaya politik partisipan atau budaya politik partisipan. Yang dimaksud dengan budaya
politik partisipan ini adalah tingkat kesadaran masyarakat untuk berbudaya sudah sangat
tinggi. Masyarakat ini sudah menyadari bahwa peran mereka dalam budaya politik sangat
dibutuhkan dan mereka berusaha untuk memenuhinya.
Almond dan Powell mencatat, bahwa aspek lain yang menentukan orientasi politik seseorang,
adalah hal-hal yang berkaitan dengan “rasa percaya” (trust) dan “permusuhan” (hostility).
Perasaan ini dalam realitas sosial berwujud dalam kerjasama dan konflik yang merupakan dua
bentuk kualitas politik. Rasa percaya mendorong kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk
bekerjasama dengan kelompok lain. Sebaliknya rasa permusuhan akan mendorong seseorang
atau suatu kelompok pada konflik politik (Alfian dan Nazaruddin Sjamsuddin, 1991: 22-23).
Dengan demikian, kerjasama dan konflik tidak saja mewarnai kehidupan masyarakat, tetapi juga
merupakan ciri budaya politik.
Almond (1965:20), menunjukkan bahwa “tiap sistem politik mewujudkan dirinya didalam pola
orientasi-orientasi dan tindakantindakan politik tertentu”. Dalam pengertian yang hampir sama,
Lucian W. Pye (1965:24) mendefinisikan budaya politik sebagai “the ordered subjective realism
of politic, yaitu tertib dunia subjektif politik”. Definisi budaya politik menurut Verba (1965:31)
merupakan yang paling jelas. Bahwa “budaya politik”, demikian katanya, “menunjuk pada
sistem kepercayaan-kepercayaan tentang pola-pola interaksi politik dan institusi-institusi politik
(dalam A. Rahman H.I, 2007: 268).
Menurut Almond dan Verba, ketika mengkaitkan budaya politik dengan orientasi dan sikap
politik seseorang terhadap sistem politik, serta sikap peranan kita sendiri dalam sistem politik
artinya, jika ingin melihat kebudayaan politik suatu masyarakat, haruslah merujuk pada sistem
politik seperti yang diinternalisasikan kedalam kognitif20, afektif21, dan evaluatif.22 Almond
dan Verba mengatakan bahwa orientasi politik menjadi syarat utama dalam kebudayaan politik
itu sendiri, selanjutnya Almond dan Verba mengklasifikasikan budaya politik menjadi tiga tipe-
tipe kebudayaan politik, yaitu kebudayaan politik parokial 23 , kebudayaan politik subyek 24 ,
dan kebudayaan politik partisipanKultur sosial yang ada dimasyarakat yaitu masalah etnis
menjadi salah satu tema yang menarik untuk dikaji dalam budaya politik. Di mana etnis adalah
kelompok social yang di sebut etnis, karena mereka mempunyai satu atau lebih symbol-simbol
kebudayaan seperti halnya sebagai akibat dari agama, atau kepercayaan, keturunan, bahasa,
kesamaan asal-usul (negeri), gaya hidup dan adat istiadat. 26 Jika kita kaitkan dengan budaya
politik, etnis sangat berpengaruh sekali terhadap perkembangan politik sekarang ini, seperti
penelitian yang dilakukan oleh Syafarudin dan Darmawan purba dengan judul Analisi Orientasi,
Sikap, Pilihan dan Budaya Politik Pemuda-Pemudi Etnis Lampung Era Kontemporer.27 Dalam
konteks ini, peneliti mengkaitkan antara Budaya politik dengan pemilihan kepala daerah.
Menurut Almond ada pola-pola kebudayaan politik yang bisa dilihat dari pemilihan. Artinya,
menurut asumsi peneliti dengan Pilkada kita bisa melihat sikap politik yang diambil oleh
seseorang atau sekelompok orang yang nantinya akan berujung pada kebudayaan politik
seseorang atau sekelompok orang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai