MAKALAH

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

(THE PEOPLE’S CONSULTATIVE ASSEMBLY)

DOSEN PEMBIMBING :

Dr. YANTI ISMIYATI, S.Pd., M.Pd.

KELOMPOK 2

M ADRI RAMADHAN (2300874201037)

ARDEVA BINTANG NUGRAHA (2300874201042)

ADITYA ALZIQRI (2300874201018)

AHMAD ASROFI KHOIRUL ANAM (2300874201033)

M. BINTANG (2300874201021)

PANJI (2300874201014)

GENDUT (2300874202017)

JEKI CHAN (2300874201012)

ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BATANGHARI

2023
 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

MPR adalah lembaga negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sekarang ini
bukan lagi merupakan lembaga tertinggi negara. Ia adalah lembaga negara yang sederajat
dengan lembaga negara lainnya. Dengan tidak adanya lembaga tertinggi negara maka tidak
ada lagi sebutan lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi negara. Semua lembaga yang
disebutkan dalam UUD 1945 adalah lembaga negara.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan lembaga pelaksana kedaulatan

rakyat oleh karena anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah para wakil rakyat
yang berasal dari pemilihan umum. MPR bukan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat
sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 ,perubahan ketiga bahwa kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah MPR?
2. Apa pengertian MPR?
3. Apa tugas MPR?

1.3. TUJUAN
1. Agar dapat mengetahui sejarah terbentuknya MPR.
2. Untuk mengetahui pengertian MPR.
3. Untuk mengetahui tugas MPR.
 BAB II

PEMBAHASAN

2.1. SEJARAH TERBENTUKNYA MPR

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai majelis wakil rakyat yang namanya
sudah tak asing dalam kelembagaan Indonesia. Lembaga MPR sudah ada sejak merdekanya
negara ini. Pada awal disahkannya UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945 MPR dalam susunan
kelembagaan negara memiliki posisi sebagai lembaga tertinggi negara. Sebagai lembaga
tertinggi negara saat itu MPR ditetapkan dalam UUD 1945 sebagai pemegang kedaulatan
rakyat.

Sejak dibacakannya proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia

memulai perjalanan sejarahnya sebagai bangsa yang masih muda dalam penyusunan
pemerintahan. Indonesia masih muda dalam menyusun pemerintahan, politik, dan
administrasi negara. Dengan Pancasila sebagai dasar negara dan sebuah Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 pra Amandemen yang ditetapkan sehari setelah proklamasi, tepatnya
tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Masa Orde Lama (1945-1965) MPR belum dapat dibentuk secara utuh pada masa orde
lama karena situasi saat itu tidak mendukung. Hal tersebut telah diantisipasi para pejuang
kemerdekaan dengan dibuat Pasal 4 aturan Peralihan UUD RI 1945 sebelum Amandemen
yang berbunyi: "Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala
kekuasaannya dijalankan Oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional".

Rakyat yang merasa dikhianati oleh peristiwa G-30-S/PKI kemudian mengharapkan

adanya pertangungjawaban Presiden Soekarno. Tetapi, pidato pertanggungjawaban Presiden
Soerkarno yang diberi judul 'Nawaksara" tidak membuahkan hasil yang diharapkan MPRS
sebagai pemberi mandat. Ketidak puasan MPRS tertuang dalam Keputusan MPRS Nomor 5
Tahun 1966 yang isinya meminta Presiden agar menyempurnakan pidato
pertanggungjawaban tersebut.

Setelah reformasi, MPR bukan Iagi lembaga tertinggi negara. MPR menjadi lembaga
negara yang kedudukannya sejajar dengan lembaga-lembaga negara lainnya. Perubahan UUD
telah menata ulang posisi lembaga-lembaga negara. Kedudukan, fungsi dan wewenang MPR
yang dianggap tidak sejalan dengan pelaksanaan prinsip-demokrasi dan kedaulatan rakyat
akhirnya diubah. Tujuannya agar sistem ketatanegaraan dapat berjalan maksimal.

Pasal 1 ayat (2) yang semula berbunyi: "Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat", setelah perubahan UUD
bunyinya menjadi: "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar." Dengan demikian pelaksanaan kedaulatan rakyat sepenuhnya melalui cara-
cara dan oleh berbagai lembaga negara yang ditentukan oleh UUD 1945.

2.2. PENGERTIAN MPR

MPR adalah lembaga negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sekarang ini
bukan lagi merupakan lembaga tertinggi negara. Ia adalah lembaga negara yang sederajat
dengan lembaga negara lainnya. Dengan tidak adanya lembaga tertinggi negara maka tidak
ada lagi sebutan lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi negara. Semua lembaga yang
disebutkan dalam UUD 1945 adalah lembaga negara.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia atau cukup disebut Majelis

Permusyawaratan Rakyat (disingkat MPR RI atau MPR) adalah lembaga legislatif bikameral
yang merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Setelah amandemen UUD 1945, anggota MPR terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan Dewan Perwakilan Daerah.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan lembaga pelaksana kedaulatan

rakyat oleh karena anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah para wakil rakyat
yang berasal dari pemilihan umum. MPR bukan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat
sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 ,perubahan ketiga bahwa kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar.

Berikut kedudukan MPR di Indonesia:

1. Lembaga Tertinggi Negara

MPR merupakan lembaga tertinggi dalam hierarki lembaga negara di Indonesia.
Kedudukannya berada di atas lembaga-lembaga negara lainnya, termasuk Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR memiliki
 wewenang untuk menetapkan dan mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Kedudukan sebagai Pemegang Kedaulatan Rakyat
MPR merupakan lembaga yang mewakili kedaulatan rakyat Indonesia. MPR menjalankan
tugas dan wewenangnya berdasarkan amanat rakyat yang diwujudkan dalam UUD 1945.
MPR bertanggung jawab untuk menghasilkan keputusan yang mengakomodasi
kepentingan dan aspirasi rakyat.
3. Penentu Kebijakan Negara
MPR memiliki peran dalam menentukan kebijakan negara yang bersifat strategis melalui
penyusunan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). GBHN menjadi acuan bagi
pemerintah dalam menyusun program pembangunan nasional dan kebijakan-kebijakan
penting lainnya.
4. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
MPR memiliki tugas dan wewenang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia berdasarkan hasil pemilihan umum. MPR juga memiliki peran dalam
pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden dalam situasi-situasi yang diatur dalam UUD
1945.
5. Pembentukan Lembaga Negara
MPR berwenang untuk membentuk dan mengubah lembaga negara lainnya yang
dianggap perlu. Hal ini termasuk pembentukan lembaga seperti Mahkamah Konstitusi,
Badan Pemeriksa Keuangan, dan Komisi Yudisial.

2.3. TUGAS MPR

1. Menetapkan atau mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
MPR memiliki wewenang untuk mengubah atau menambah pasal-pasal dalam UUD
1945. Perubahan atau penambahan tersebut harus melalui persetujuan MPR dengan
persentase mayoritas yang ditentukan.
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden
MPR bertugas memilih Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum.
Prosedur pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
 MPR memiliki tugas untuk menetapkan GBHN yang menjadi pedoman dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara. GBHN mencakup arah kebijakan umum dalam
berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, sosial, dan pertahanan keamanan.
4. Pembentukan lembaga negara
MPR berwenang membentuk atau mengubah lembaga negara lainnya yang dianggap
perlu. Beberapa lembaga negara yang dibentuk oleh MPR antara lain Mahkamah
Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Komisi Yudisial.
 BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia atau cukup disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat (disingkat MPR RI atau
MPR) adalah lembaga legislatif bikameral yang merupakan salah satu lembaga tinggi negara
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Setelah amandemen UUD 1945, anggota MPR terdiri
dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.

Dalam rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, Soepomo menyampaikan bahwa

‘’Badan Permusyawaratan’’ berubah menjadi ‘’Majelis Permusyawaratan Rakyat’’ dengan
anggapan bahwa majelis ini merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, yang mana
anggotanya terdiri atas seluruh wakil rakyat, seluruh wakil daerah, dan seluruh wakil
golongan. Konsepsi Majelis Permusyawaratan Rakyat inilah yang akhirnya ditetapkan dalam
Sidang PPKI pada acara pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (pra Amendemen).

MPR memiliki tugas sebagai berikut:

1. Menetapkan atau mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden
3. Menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
4. Pembentukan lembaga negara
 CHAPTER I

INTRODUCTION

1.1. BACKGROUND

The MPR is a state institution. The People's Consultative Assembly (MPR) is now no
longer the highest state institution. It is a state institution that is equal to other state
institutions. In the absence of the highest state institution, there is no longer the term high
state institution and highest state institution. All institutions mentioned in the 1945
Constitution are state institutions.

The People's Consultative Assembly (MPR) is the institution implementing people's

sovereignty because the members of the People's Consultative Assembly (MPR) are the
people's representatives who come from general elections. The MPR is not the full
implementer of people's sovereignty as stated in Article 1 Paragraph (2) of the 1945
Constitution, the third amendment that states that sovereignty is in the hands of the people
and is implemented according to the constitution.

1.2. FORMULATION OF THE PROBLEM

1. What is the history of the MPR?
2. What is the meaning of MPR?
3. What are the duties of the MPR?

1.3. OBJECTIVE
1. In order to know the history of the formation of the MPR.
2. To understand the meaning of MPR.
3. To find out the duties of the MPR.
 CHAPTER II

DISCUSSION

2.1. HISTORY OF THE FORMATION OF THE MPR

The People's Consultative Assembly (MPR) is an assembly of people's representatives

whose name is already familiar in Indonesian institutions. The MPR institution has existed
since the independence of this country. At the beginning of the ratification of the 1945
Constitution on August 18 1945, the MPR in the state institutional structure had a position as
the highest state institution. As the highest state institution at that time, the MPR was
established in the 1945 Constitution as the holder of people's sovereignty.

Since the proclamation of independence was read on August 17 1945, the Indonesian
nation began its historical journey as a nation that was still young in forming a government.
Indonesia is still young in formulating government, politics and state administration. With
Pancasila as the basis of the state and a pre-Amendment 1945 Constitution which was
enacted the day after the proclamation, precisely on 18 August 1945 by the Preparatory
Committee for Indonesian Independence (PPKI).

Old Order Period (1945-1965) The MPR could not be fully formed during the Old Order
period because the situation at that time was not supportive. This had been anticipated by the
freedom fighters by making Article 4 of the Transitional Regulations on the 1945
Constitution of the Republic of Indonesia before the Amendment which read: "Before the
People's Consultative Assembly, the People's Representative Council and the Supreme
Advisory Council are formed according to this Constitution, all their powers are exercised by
the President with the assistance of a National Committee".

The people who felt betrayed by the G-30-S/PKI incident then hoped for President
Soekarno's accountability. However, President Soerkarno's accountability speech which was
entitled 'Nawaksara" did not produce the results expected by the MPRS as the giver of the
mandate. The MPRS's dissatisfaction was expressed in MPRS Decree Number 5 of 1966
which asked the President to perfect the accountability speech.
 After reform, the MPR is no longer the highest state institution. The MPR is a state
institution whose position is equal to other state institutions. Changes to the Constitution have
reorganized the position of state institutions. The position, function and authority of the MPR
which were considered inconsistent with the implementation of democratic principles and
popular sovereignty were finally changed. The goal is so that the constitutional system can
run optimally.

Article 1 paragraph (2) which originally read: "Sovereignty is in the hands of the people,
and is exercised entirely by the People's Consultative Assembly", after the amendment to the
Constitution it became: "Sovereignty is in the hands of the people and is implemented
according to the Constitution." In this way, the full implementation of popular sovereignty is
carried out through the methods and by various state institutions determined by the 1945
Constitution.

2.2. UNDERSTANDING MPR

The MPR is a state institution. The People's Consultative Assembly (MPR) is now no
longer the highest state institution. It is a state institution that is equal to other state
institutions. In the absence of the highest state institution, there is no longer the term high
state institution and highest state institution. All institutions mentioned in the 1945
Constitution are state institutions.

The People's Consultative Assembly of the Republic of Indonesia or simply called the
People's Consultative Assembly (abbreviated as MPR RI or MPR) is a bicameral legislative
institution which is one of the highest state institutions in the Indonesian constitutional
system. After the amendment to the 1945 Constitution, MPR members consisted of members
of the People's Representative Council and Regional Representative Council.

The People's Consultative Assembly (MPR) is the institution implementing people's

sovereignty because the members of the People's Consultative Assembly (MPR) are the
people's representatives who come from general elections. The MPR is not the full
implementer of people's sovereignty as stated in Article 1 Paragraph (2) of the 1945
Constitution, the third amendment that states that sovereignty is in the hands of the people
and is implemented according to the constitution.
The following is the position of the MPR in Indonesia:

1. Highest State Institution.

The MPR is the highest institution in the hierarchy of state institutions in Indonesia.
Its position is above other state institutions, including the People's Representative
Council (DPR) and the Regional Representative Council (DPD). The MPR has the
authority to enact and amend the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia.
2. Position as Holder of People's Sovereignty
The MPR is an institution that represents the sovereignty of the Indonesian people.
The MPR carries out its duties and authority based on the mandate of the people
which is embodied in the 1945 Constitution. The MPR is responsible for producing
decisions that accommodate the interests and aspirations of the people.
3. Determinants of State Policy
The MPR has a role in determining strategic state policies through the preparation of
Outlines of State Policy (GBHN). GBHN is a reference for the government in
preparing national development programs and other important policies.
4. Election of President and Vice President
The MPR has the duty and authority to elect the President and Vice President of
Indonesia based on the results of the general election. The MPR also has a role in
dismissing the President and Vice President in situations regulated by the 1945
Constitution.
5. Establishment of State Institutions
The MPR has the authority to form and change other state institutions as deemed
necessary. This includes the establishment of institutions such as the Constitutional
Court, the Financial Audit Agency, and the Judicial Commission.

2.3. TASKS OF THE MPR

1. Establish or amend the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia
The MPR has the authority to change or add articles to the 1945 Constitution. These
changes or additions must be approved by the MPR with a specified majority
percentage.
2. Elect the President and Vice President
 The MPR is tasked with electing the President and Vice President based on the results
of the general election. The procedures for electing the President and Vice President
are regulated in the 1945 Constitution and applicable laws and regulations.
3. Determine the Outlines of State Policy (GBHN)
The MPR has the task of establishing the GBHN which serves as a guideline for
administering state government. GBHN covers general policy directions in various
fields, such as politics, economics, social and defense and security.
4. Establishment of state institutions
The MPR has the authority to form or change other state institutions as deemed
necessary. Several state institutions established by the MPR include the Constitutional
Court, the Financial Audit Agency, and the Judicial Commission.
 CHAPTER III

CLOSING

3.1. CONCLUSION

From this paper it can be concluded that the People's Consultative Assembly of the
Republic of Indonesia or simply called the People's Consultative Assembly (abbreviated as
MPR RI or MPR) is a bicameral legislative institution which is one of the highest state
institutions in the Indonesian constitutional system. After the amendment to the 1945
Constitution, MPR members consisted of members of the People's Representative Council
and Regional Representative Council.

In the meeting of the Constitution Drafting Committee, Soepomo said that the
"Consultative Body" was changed to the "People's Consultative Assembly" with the
assumption that this assembly was the incarnation of the entire Indonesian people, whose
members consisted of all the people's representatives, all regional representatives. , and all
group representatives. This conception of the People's Consultative Assembly was finally
established in the PPKI Session at the ratification of the 1945 Constitution of the Republic of
Indonesia (pre-Amendment).

The MPR has the following duties:

1. Establish or amend the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia

2. Elect the President and Vice President
3. Determine the Outlines of State Policy (GBHN)
4. Establishment of state institutions