Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS YURIDIS TERHADAP EKSISTENSI TAP MPR DALAM HIRARKI

PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

NAMA : KHATIM MUTHMAINNAH ABAS

KELAS : B

SEMESTER : IV (EMPAT)

PENDAHULUAN

Perubahan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang


dilakukan oleh Mjelis Permusyawaratan Rakyat pada tahun 1999 sampai tahun 2002,
memberikan konsekuensi bagi kedudukan, tugas dan wewenang MPR. Pasal I Aturan Tambahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menugaskan MPR untuk
melakukan peninjauan terhadap materi dan status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada
Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003. Berdasarkan Pasal I Aturan Tambahan
tersebut, disahkan pada perubahan yang dilakukan pada tahun 2002, MPR menetapkan
Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum
Ketetepan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan tahun 2002.

Kegiatan peninjauan hukum dan status ini merupakan langkah nyata MPR untuk
menyikapi perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Perubahan hukum dasar di Indonesia itu perlu diketahui dan dipahami masyarakat luas secara
komprehensif melalui sosialisasi tentang perubahan materi dan status hukum Ketetapan MPRS
dan Ketetapan MPR kepada seluruh komponen bangsa dan masyarakat. Sosialisasi tentang
kedudukan perubahan materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR, juga
sejalan dengan kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh MPR tentang Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Bhinneka Tunggal Ika.

PEMBAHASAN

Sebelum Amandemen Undang -Undang Dasar 1945, Negara Republik Indonesia


menganut sistem supremasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Oleh karena itu
kedaulatan berada ditangan MPR yang merupakan Lembaga Tertinggi Negara dan membawahi
Lembaga lainnya seperti Lembaga Legislatif (DPR) maupun Eksekutif (Presiden). Pada Tahun
1966 MPRS mengeluarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang mengatur tata urutan
hierarki peraturan perundang-undangan. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 adalah sebagai
berikut :

1. UUD 1945

2. Ketetapan MPRS

3. UU/Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang

4. Peraturan Pemerintah

5. Keputusan Presiden

6. Peraturan-Peraturan pelaksanaan lainnya seperti :

Peraturan Menteri Instruksi Menteri, dan lain-lainnya. Dari uraian di atas, apabila peraturan yang
ada di bawah bertentangan dengan aturan yang ada di atas, maka aturan yang ada di bawah harus
di cabut karena kekuatan hukum (rechtskraft) peraturan yang lebih tinggi dapat mengalahkan
suatu peraturan yang lebih rendah. Pada Tahun 2000 MPR mengeluarkan Ketetapan MPR No.
III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan,
Ketetapan MPR No. XX/MPRS/1966 dicabut dan dinyatakantidak berlaku lagi. Oleh karena itu
Ketetapan

MPR No. III/MPR/2000 Pasal 2 yaitu :


Tata urutan peraturan Perundang- undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan
hukum di bawahnya. Tata urutan peraturan perundang-, undangan republik Indonesia adalah :

1. UUD 1945

2. Ketetapan MPR

3. Undang-Undang

4. Peraturan Pemerintah Pengganti UU

(Perppu)

5. Peraturan Pemerintah

6. Keputusan Presiden

1
7. Peraturan daerah. SAOKI

Ketatapan MPR sebagai salah satu produk hukum dalam ketatanegaraan RI pertama kali sejak
tahun 1960, yaitu benrpa Ketetapan MPRS No. IiIVIPRS/ 1 960 menyusul dibentuknya MPRS
pertama kali sebagai pelaksanaan dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Namun pada waktu itu

Ketatapan MPRS tersebut tidak dikategorikan sebagai salah satu tata urutan perundang-
undangan, sebagaimana UUD 1945 yang juga tidak dikategorikan sebagai peraturan perundang-
undangan, sebab memang UUD 1945 dan Ketetapan MPR secara teoretik masuk dalam
kelompok Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara). Sementara yang
dikategorikan dalam peraturan perundang- undangan pada waktu itu adalah Undang-Undang,

PERPU, Peraturan Pemerintah, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terdiri dari:
Penetapan Presiden, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, dan Keputusan
Menteri. Baru sejaka tahun 1966 Ketetapan MPR dimasukkan dalam tata urutan perundang-
undangan berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/ MPRS/1966 tentang Memorandum Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dari

1
Tata Urutan Perahrtan Perundangan Republik Indone-sia. Ketetapan MPRS ini merupakan
pengukuhandari Memorandum DPR-GRtanggal9 Juni 1966 yang merupakan hasil peninjauan
kembali dan penyempurnaan dari Memorandum MPRS tanggal 12Mei 196i No. ll68ruA4PRS/61
mengenai Penentuan Tata Urutan Perundang-undangan Republik Indonesia. Menurut
Memorandum DPR- GR yang telah dikukuhkan dengan Ketatapan MPRS No. XX/MPRS/1966
tersebut bentuk- bentuk peraturan perundangan Republik Indone- sia menurut UUD 1945 adalah:
(l) Undang- Undang Dasar Republik Indonesia 1945: (2) Ketetapan MPR; (3) Undang-undang,
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; (4) Peraturan Pemerintah; (5) Keputusan
Presiden; (6) Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya seperti Peraturan Menteri, Instruksi
Menteri, dan lainJainnya.Kelahiran Ketetapan MPRS No. XXAvIPRS/ 1966 tersebut
dimaksudkan untuk menertibkan kerancuan paraturan perundang-undangan yang ada saat itu.
Namur, sebagaimana diukemukakan oleh Maria Farida Indriati S., dimasukkannya UUD 1945
dan Ketatapn MPR sebagai bagian dari bentuk peraturan perundang-undangan adalah tidak tepat.
Karena LIIJD 1945 terdiri dari dua kelompok norma hukum, yaitu Staatsfundamentalnorm atau
Norma Fundamen- tal Negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, dan
Staatsgrundgesetz atau Norma Dasar Negara/Aturan Pokok Negara yang tertuang dalam Batang
Tubuh UUD 1945. SedangKetetapan MPR yang meskipun kedudukannya di bawah UUD 1945
juga berisi garis-garis besar atau pokok-pokok kebijakan negarajuga sebagai Staatsgrundgesetz
yang mengandung norma yang masih bersifat garis besar dan merupakan noffna hukum tunggal
yang belum dilekati oleh sanksi. Hal tersebut berbeda dengan materi muatan perafuran
perundang-undangan yang lazim disebut dengan Formell Gesetz yang berisi peraturan-peraturan
untuk mengatur warga negara dan penduduk secara langsung yang di dalamnya dilekati oleh
sanksi pidana dan sanksi pemaksa bagi pelanggamya. Dengan demikian UUD 1945 dan
Ketatapan MPR tidak termasuk dalamjenis peraturan perundang-undangan, tetapi masuk dalam
kategori Staotsgrundgesetz, sehingga menempatkan UUD 1945 dan Ketatapan MPR ke dalam
jenis peraturan-perundang- undangan adalah tertalu rendah (Indri ati,2007:7 5-

77).
Bagaimanakah seharusnya pengujian terhadap Tap MPR dan pengujian aturan hukum di
bawah Tap MPR? Dewasa ini hanya dikenal 2 (dua) jenis mekanisme pengujian terhadap aturan
hukum (judicial review). Pertama, terhadap undang-undang yang dianggap bertentangan dengan
UUD pengujian dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Kedua, pengujian terhadap aturan
hukum di bawah undang-undang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Pertanyaannya,
bagaimana mekanisme pengujian terhadap UU yang dianggap bertentangan dengan Tap MPR
dan bagaimana mekanisme pengujian terhadap aturan hukum di bawah UU yang dianggap
bertentangan dengan Tap MPR. Kedudukan UU dalam UU No. 12 Tahun 2011 secara normatif
berada di bawah Tap MPR, namun secara teoritis masih diperdebatkan. Jika dilihat posisi MPR
dalam UUD 1945 sebelum perubahan, yang mana MPR merupakan lembaga tertinggi negara,
maka Tap MPR posisinya memang lebih tinggi dari UU, akan tetapi jika dilihat posisi MPR
setelah amandemen UUD 1945, posisi MPR setingkat dan sederajat dengan DPR dan Presiden,
yang membuat UU, maka Tap MPR bisa dikatakan setingkat dengan UU. Tap MPR yang
dimaksud dalam UU No. 12 Tahun 2011 adalah Tap MPR yang ditetapkan pada saat MPR masih
menjadi lembaga tertinggi negara, maka hierarkinya tentu lebih tinggi dari UU yang dibuat oleh
2
DPR bersama Presiden yang hanya lembaga tinggi negara.

Tap MPR/S sebelum amandemen UUD 1945 merupakan aturan hukum dasar di samping
UUD 1945 yang memuat norma dasar dan bersifat regeling, posisinya jelas berada di atas UU
yang lebih teknis. Setelah amandemen UUD 1945 posisi Tap MPR tidak lagi menjadi aturan
hukum dasar, dan UUD 1945 adalah aturan hukum dasar tunggal, serta bersifat beshicking bagi
administrasi internal MPR saja. Berdasarkan lembaga yang membuatnya, Tap MPR secara
teoritis setingkat dengan UUD 1945, karena dibuat oleh MPR, yang membedakannya adalah
pertama, MPR mengubah dan menetapkan UUD 1945 karena fungsinya sebagai konstituante,
sedangkan dalam menetapkan Tap MPR fungsinya hanya sebatas legislasi biasa. Kedua,
prosedur amandeman UUD 1945 begitu rumit, sedangkan perubahan Tap MPR tidak begitu sulit,
yakni sama seperti UU. Oleh karena itu Tap MPR secara

2
Titik Triwulan Titik, Analisis Kedudukan dan status Hukum Ketetapan MPR RI Berdasarkan UU NO. 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,2013, hal 17
hierarki berada di bawah UUD 1945. Karena sama-sama ditetapkan oleh MPR, maka dalam
judicial review UU terhadap Tap MPR diberikan kewenangan pengujiannya kepada Mahkamah

Konstitusi. Kewenangan ini selain karena alasan UUD 1945 dan Tap MPR sama- sama
ditetapkan oleh MPR, tetapi juga untuk mengisi kekosongan hukum mengenai pengujian UU
terhadap Tap MPR. Dalam hal ini keadilan substantif lebih diutamakan dibandingkan dengan
kepastian hukum. Analogi dengan ketentuan di atas, maka sebaliknya jika aturan hukum di
bawah UU dianggap bertentangan dengan Tap MPR maka mekanisme judicial review dilakukan
oleh Mahkamah Agung, sebagaimana mekanisme judicial review yang selama ini dilakukan
3
terhadap aturan hukum yang berada di bawah UU.

KESIMPULAN

Dikeluarkannya Ketetapan MPR/S pada tatanan hierarki peraturan perundang-undangan menurut

UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan,


pertimbangannya adalah untuk menjaga konsistensi penyebutan peraturan perundang-undangan
yang bersifat mengatur digunakan istilah “Peraturan”. Hal ini dimaksudkan agar tidak lagi terjadi
atau timbul pertanyaan mmengenai istilah “Keputusan” yang bersifat mengatur ataupun yang

bersifat penetapan. Sehingga Ketetapan MPR/S tidak tercantum dalam hierarki Peraturan
Perundang-undangan.

3
ibid, Titik Triwulan Titik, Analisis Kedudukan dan status Hukum Ketetapan MPR RI Berdasarkan UU NO. 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,2013, hal 17

Anda mungkin juga menyukai