Abstract
Kind and procedural regulation oflaws managed in determining No. lll/MPf^2000 on Law
Resource and Procedural regulation oflaws contain some problem. Through this discus
sion, the writer shows some basic problem deals with the kind and procedural regulation
oflaws. Accordance with the task ofthe People's Consultative Assembly to criticize the
material and the lawstatus ofdetermina^on ofthe People's Consultative Assembly (MPFi/
S) issued sine 1966-2002, The People's Consultative Assembly (MPR) at the General
Council 2003, classifies The Determina^ons into 6 groups, as written in The People's
Consultab've Assembly Determination No. 1/MPf^2003 on searching the material and law
determination status ofthe People's Consultative Assembly Determination (MPRS) and
MPR 1960-2003. The People's Consultative Assembly Determination grouped the De
termination No.lll/MPR/2003 as a The People's ConsultaWe Assembly Determination
valid until Constitution established. The following writing is expected to be material of
discussion in forming the Laws as the replacement ofThe People's Consultative Assem
bly.
Pendahuluan
Salah satu masalah penting yang menjadi telah memiliki beberapa instrumen hukum
agenda reformasi hukum adalah penataan yang mengatur tentang sistem peraturan
peraturan perundang-undangan.^ Meski kita perundang-undangan,^ tetapi di sana sini kita
' Jimly Asshiddiqie, "Reformasi Menuju Indonesia Baru: Agenda Restrukturisasi Organisasi Negara,
Pembaruan Hukum, dan Keberdayaaan Masyarakaf, Makalah disampaikan pada Forum Konggres Mahasiswa
Indonesia Sedunia1, Chicago, AS,2001.
2Llhat Tap. MPR No. lll/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-
undangan, Kepres No. 188Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dan
Kepres No. 44Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundangnjndangan dan Bentuk Rancangan
Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Preslden.
' Pada awal kemerdekaan misalnya, kita menemui beberapa bentuk hiikum, seperti Maklumat, Surat
Edaran, dan Nota Dinas.yang dianggap mengikat secara hukum. Bahkan melalul produk hukum Maklumat,
pemerintah telah mengatur tentang fungsi KNIP sebagai lembaga leglslatifsementara dan mengubah sistem
pertanggungjawaban kabinet dari Presiden kepada pailemen (sistem pemerintahan pariementer). Uhat Maklumat
Wapres No. X, tertanggal 16 Oktober 1945 dan Maklumat Pemerintah tertanggal 14 Nopember 1945. Demikian
halnya, pada masa Orde Lama, berdasarkan Surat Presiden No. 2262/HK/1959 tanggal 20 Agustus 1959
kepada DPRGR, dinyatakan bahwa di sampingjenis^enis peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan
dalam UUD 1945, yaltu UUD, UU, Perpu, dan PP, dipandang perlu dikeluarkan bentuk-bentuk peraturan
lainnya, yaltu: Penetapan Presiden, Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, PeraUjran
Menteri, dan'Keputusan Menteri. Susunan demikian menimbulkan kerancuan dalam praktlk ketatanegaraan.
Apalagi dalarri realltanya, Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden menjad sangatdomlnai dan menggant'kan
kedudukan Undang-Undang.
*Baglr Manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia (Jakarta: Ind-Hill. Co,, 1992), hlrn. 25.
Lihat juga A. Hamid 8.Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara (Jakarta: Fakultas PascaSarjana Universltas Indonesia, 1990), him. 289-291.
®Kelnginan untukmenyempumakan Tap. No. >6</MPRS/1966 tersebutditegaskan kembali di dalam Tap.
No.lX/MPR/1978.
47
, Baru padamasa reformasi, tepatnya pada 3. penggunaan nomenkiatur Keputusan
Sidang Umum Tahun MPR 2000 tuntutan Presiden yang seiama ini dipakai tidak
perubahan tersebut direspon oleh MPR dengan membedakan secarategasantara keputusan
mengeluarkan Tap. No. III/l\/]PR/2000 tentang yang mengatur (regeling) dengan keputusan
Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan yang bersifat administratif belaka
Perundang-Undangan.® Pasal 2 Tap. tersebut {beschikkingy,
menetapkan, bahwa tata urutan peraturan 4. bentuk Peraturan Menteri tidak dlsebut
perundang-undangan merupakan pedoman dalam tata urutan tersebut.
dalam pembuatan aturan tiukum di bawahnya. Seiain itu, daiam praktik juga masiti
Tata urutan peraturan perundang-undangan ditemui berbagai jenis produk tiukum yang
Rl adalah: UUD 1945, Ketetapan MPR Rl, tidak dikenal daiam sistem peraturan
Undang-Undang, Peraturan Pemerintati perundang-undangan yang berlaku. MA dan 81
Pengganti Undang-Undang. Peraturan Peme misainya, mengeluarkan aturan yang disebut
rintati, Keputusan Presiden; dan Peraturan Surat Edaran.® Kemudian beberapa kemen-
Daerati. terian mengeiuarkan peraturan dalam bentuk
Perumusan mengenai jenis dan tata Keputusan Menteri, sedangkan yang lain
urutanperaturan perundang-undangan diatas menggunakan istiiati Peraturan Menteri.
dapat dikatakan kurang sempurna dan Melaiui momen reformasi kiranya penting
mengandung beberapa keiemahan. Jimiy bag! kita untuk meiakukan pembaharuan
Asstiiddiqie mencatat setidaknya terdapat sistem peraturan perundang-undangan.
empat permasalalian mendasar, yaitu:' Peraturan-peraturanyang tumpang tlnditi dan
1. mengingat naskati Perubatian UUD tidak mengikiiti sistem yang baku tiarus
sekarang dibuat terpisati, maka setiarusnya ditertibkan sesuai dengan tingkatan dan
penyebutan UUD 1945 dilengkapi dengan: derajatnya. Keputusan yang bersifat mengatur
"...dan Perubatian UUD"; {regeling) dan menetapkan (beschikking)
2. penyebutan Perpu pada nomor urut tiarus dibedakan istilatinya. Demikian juga,
keempat di bawati UU dapat menimbulkan susunan tiirarki peraturan perundang-
penafsiran seakan-akan kedudukan Perpu undangan dewasa ini yang. dirasakan tidak
itu berada di bawati UU. Padatiai, sesuai lagi dengan perkembangan kebututian,
kedudukan tiukum keduanya adalati periu segera disempurnakan.
sederajat.
®Berdasarkan Tap No. 1/MPR/2003 tentang Peninjauan tertiadap Materi dan Status Hukum Ketetapan
MPRS dan MPRTatiun 1960-2003, ditentukan batiwa Tap. No lii/MPR/2000 digolongkan sebagai Ketetapan
MPR yang letap berlaku sampal dengan terbentuknya UU.
^Jimiy Asstiiddiqie,Tata Urut Perundang-Undangan danProblema Peraturan Daerati", Makalah dalam
Lokakaiya Anggota DPRD se-lndonesia, diselenggarakan oleti LP3HET, Jakarta, 22Oktober 2000, tilm. 11.
®Di samping daiam bentuk Surat Edaran, Matikamati Agung juga mengeluarkan produk tiukum yang
bersifat mengatur, yaitu daiam bentuk Peraturan Matikamati Agung (Perma).
49
Hamid S.Attamimi, R. Sri Soemantri Bagir perundang-undangan." Penggunaan istilah
Manan,^® MariaFaridalndratiSoeprapto/'dan "peraturan perundang-undangan" lebih
DJoko Prakoso.^® Di samping itu, istilah ini juga berkaitan atau lebih relevan dalam pembicaraan
dipergunakan dalam Tap. No. lll/MPR/2000, mengenai jenis atau bentuk peraturan (hukum).
UU No. 5 Tahun 1956 tentang Peradilan Tata Dalam konteks lain lebih "kena" dipakai istilah
Usaha Negara, dan peraturan perundang- perundang-undangan saja, misalnya istilah ilmu
undangan lainnya. Perundang-Undangan, Teori Perundang-
Dewasa ini, banyak dipergunakan istilah Undangan, Dasar-Dasar Perundang-undangan,
yang terakhir ini, yaitu peraturan perundang- dan sebagainya.^
undangan. Menurut Attamimi istilah ini berasal >Penulis sendiri berpendapat, bahwa istilah
dari istilah dalam bahasa Belanda, yaituVeteffe peraturan negara dan peraturan perundangan
rege//hge/i," yang berarti peraturan-peraturan tidak tepat. Peraturan negara cakupannya
yang bersifat perundang-undangan^® atau terlaluluas.danbahkanbisamenyangkutpada
peraturan perundang-undangan.^^ peraturan kebijaksanaan (beleidsregels) yang
Menurut Rosjidi Ranggawidjaja, istilah di dikeluarkan pejabattata usaha negara melalui
atas tidak mutlak dipakai secara konsisten, freies ermessen. Sedangkan penggunaan
karena dalam konsteks tertentu lebih tepat istilah peraturan perundangan tidak tepat;
dipergunakan istilah perundang-undangan karena kataivefpadaumumnyaditerjemahkan
dandalam konteks lain digunakan istilah peraturan dengan "undang-undang dan bukan
"undang"."
R, Sri Soemantri, M., HakUji Material diIndonesia, Edisi Kedua, (Bandung: Alumni. 1997), hirh. 6.
Bagir Manan, op.cit,him. 1.Bagir Manan menyamakan istlahperaturan perundang-undangan dengan
istilah undang-undang dalamartl materiel. Ibid., him. 3.
" Menuait Maria Farida, peraturan perundang-undangan adalah teijemahan dari istilah Belanda wettelijke
regaling. Kata ivefumumnya diteijemahkan dengan "undang-undang". Sehubungan dengan katadasar"undang-
undang', makaterjemahanwettelijke regellng adalah peraturanperundang-undangan. Maria FaridaIndrati
Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan, Dasardan Pembentukannya (Yogyakarta: Kanisius, 1998), him. 53.
^®D]oko Prakoso, Proses Pembuatan Peraturan Daerah (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), him. 9.
"A. Hamid S. Attamimi, op.dt, him. 200.
Rosjidi Ranggawidjaja, Pedoman Teknik Perancangan Peraturan Perundang-Undangan (Bandung:
CitaBakti Akademika, 1996), hlm.7.
A Hamid S. Attamimi,/oadf.
" Rosjidi Ranggawidiaja, Pengantar ...op.c/f., him. 17.
" Ibid., him. 17. A. Hamid S. Attamimi membagi Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan
(Gesetzgebungswlssen-schaft) menjadi dua, yaitu Ilmu Perundang-undangan (Gezetzgebungslehre) danTeori
Perundang-undangan (Gesefsgei)i/ngsf/ieor/e). Lihat, A. Hamid S. Attamimi, 'Teori Perundang-undangan
Indonesia, SuatuSisiilmu Pengetahuan Perundang-undangan Indonesia yangMenjelaskandan Menjemihkan
Pemahaman," PIdato Pengukuhan Jabatan Gum BesarTetap padaFakultas Hukum Universitas Indonesia, 25
April1992, him. 18-19.
" Menurut Maria Farida, keberatan terhadap istilah "peraturan perundangan" sebagai teijemahan wettelijke
regellng iaiah karena arti kata"undang" dewasaini tidak mempunyai kaitan denganpengertian hukum, kecuali
51
Dalam kenyataannya, Tap. yang diharap- pengertian in! kemudlan tertuang dalam
kan mampu menciptakan "tertib peraturan Penjelasan UUD 1945. Pengertian yang sama
perundang-undangan ini malah sebaliknya, diulang di dalam Tap. No. XX/MPRS/1966.
mengandung berbagai macam kerancuan, Pengertian UUD tersebut tampak dangkal,
yang menyebabkan kekacauan didalamsistem terutama jika memperhatikan Isi dan fungsi
peraturan perundang-undangan Indonesia. UUD 1945.2® Menurut berbagai kajian, isi
Beberapa masalah yang muncul Itu terkait konstitusi atau UUD meiiputi cita-cita ber
dengan pengertian sumber hukum, jenis negara, jaminan terhadap hak-hak asasi
peraturan perundang-undangan, hirarki manusia danwarganegara,struktur organisasi
peraturan perundang-undangan, dan pengujl- negara, serta pembagian dan pembatasan
an peraturan perundang-undangan.^® Beberapa tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fun
masalah yang penuOs temui di dalam Tap. damental.®®
tersebut terkait dengan jenis peraturan Pada awal reformasi, ketika muncul
perundang-undangan adalah: tuntutan yang demikian kuat dari masyarakat
untuk merubah UUD 1945, muncui permasa-
lahan bagaimanakah cara atau bentuk
1. UUD 1945 dan "Perubahan" UUD
perubahannya? Apabila perubahan UUD
Di dalam Tap. No. lll/MPR/2000 dijelaskan ditetapkan dengan dengan produk hukum
bahwa UUD merupakan hukum dasar tertulis berupa Ketetapan MPR, padahai daiam tata
negara Republlk Indonesia, memuat dasar urutan perundang-undangan ditentukan
dan garis-garls besar hukum dalam penye- bahwa Ketetapan MPR itu lebih rendah
lenggaraan negara. Dalam pembahasan kedudukannya daripada UUD, maka bagai-
rancangan UUD selama sidang-sldang mana mungkin perubahan terhadap UUD
BPUPKI tahun 1945, UUD dipahami sebagal dituangkan dalam perundang-undangan yang
tertulis dari hukum dasar yang mengatur derajatnya lebih rendah? Baik UUD maupun
masalah-masalah pokok dalam bernegara. Tap. MPR memang merupakan produk hukum
pengertian masing-masing (Pasal2 danpasal 3 ayat(1) sampai ayat(7)); (c) hirarki peraturan perundang-
undangan dan prinsip-prinsipnya; Pasal2jo.Pasal4 ayat(1); (d) pengaturan tentang lembaga-lembaga lain
dalam konteks hirarki hukum (Pasal 4 ayat(2)); dan(e) pengujian terhadap keabsahan peraturan perundang-
undangan (Pasal 5 ayat (1), (2), (3),dan (4)).
2® Mengingatbanyaknya permasaiahan didalam Tap tersebut, Fajrul Falaakh memasukkan Tap. ituke
dalam salahsatu produk MPR paska Pemilu 1999 yang bermasalah. Menurut Fajrul Falaakh, Tap Inl tidak
termasuk dalam dokumen amandemen konstitusi, tetapi isinya telah banyak mengubah konstitusi. Ketetapan
yangdihasilkan bersamaan Perubahan Kedua UUD 1945 ini tidak disebutoleh MPR sebagaiamandemen
konstitusi, tetapi telahmengacaukan UUD 1945dan keduaperubahannya. Mohammad Fajml Falaakh, et, al.,
Laporan Akhir Kajian tentang Penlnjauanterhadap Mater! dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR
Tahun 1960-2002 (Yogyakarta: Keijasama SetjenMPR-RI dengan UGM, 2003), him. 38.
2®/6/c/.,hlm.40-41.
R, SriSoemantri M., Prosedurdan SistemPerubahan Konstitusi (Bandung: Alumni, 1987), him. 48-51.
53
dengan Sidang Umum Tahunan {SUT) MPR individual.^® Untuk meniadakan kerancuan,
2002, MPR telah mengeluarkan Ketetapan- perlu diadakan pembaharuan mengenai
Ketetapan I\/1PR{S) sebanyak 139 Ketetapan pengertian Ketetapan MPR (mengikat ke luar
MPR(S)." dan ke dalam) dan Keputusan MPR (mengikat
Banyaknya Ketetapan MPR tersebuttidak ke dalam).^®
terlepas dari luasnya wewenang yang dimiliki Sebagai baglan dari sistem peraturan
oleh MPR sebelum amandemen UUD 1945. perundang-undangan, Ketetapan MPR
Wewenang tersebut bersumber dari Pasal 1 semestinya dibatasi pada pengertian aturan
ayat (2), Pasal 3, Pasal 6 (2) UUD 1945, dan tingkah laku yang bersifat abstrak dan mengikat
Penjelasan Umum UUD 1945 tentang (secara) umum.^^ Tap. No. lll/MPR/2000
Kedaulatan Rakyat. Berdasarkan ketentuan memberi pengertian Ketetapan MPR sebagai
tersebut, MPR ben/venang untuk mengeluarkan putusan MPR sebagai pengemban kedaulatan
Ketetapan sebagal berikut;^^ (a) Ketetapan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sldang
yang bersifat mengatur sekaligus perlntati MPR.'^ Rumusan yang tidak spesifik inilah yang
kepada Presiden; (b) Ketetapan yang bersifat menyebabkan adanya kerancuan antara
beschikking; 6an (c) Ketetapan yang mengatur Ketetapan MPR yang merupakan peraturan
ke dalam (interne regeiingen); perundang-undangan dan Ketetapan MPR
Dalam perkembangannya, kewenangan yang bersifat penetapan (beschikking).
MPR untuk mengeluarkan Tap. tersebut Pada era reformasi, paska perubahan I, II,
meluas, dan meliputi juga: (d) Ketetapan yang III, danIV UUD NegaraRI 1945terjadi perubahan
bersifat deklaratoir; (e)Ketetapan yang bersifat yang signifikan terhadap kelembagaan MPR.
rekomendasi; dan (a) Ketetapan yang bersifat MPR terdiri dari dua kamar (bikameral), yaitu
perundang-undangan yang berlaku mengikat Dewan Perwakilan Rakyatdan Dewan Perwakilan
umum. Daerah. Wewenang MPR selanjutnya ber
Ketetapan-Ketetapan tersebut tidak sumber padaPasal 3 ayat(1), (2) dan (3) serta
seluruhnya memenuht syarat sebagai pe'raturan Pasal 8 ayat (2) dan (3) UUD 1945.
perundang-undangan. Ada Ketetapan MPR Dl samping Itu, melalui Perubahan Keempat
yang berupa peraturan perundang-undangan UUD 1945 secara implisit menghendaki
dan ada yang berupa keputusan konkrit dan peniadaan jenls produk hukum berupa
®Uhat Pasal IAturanTambahan UUD Negara Rl 1945. Di samping itu, kewenangan MPRuntuk menetapkan
garls-garis besar daripada haluan negara, sebagaimana disebut dalam Pasal 3 UUD 1945 dihapuskan.
Kewenangan Inilah yangoleh beberapa kaiangan dijadkan sebagai salahsatudasarlegalitas Ketetapan MPR.
** Sebagai bentuk hukum untuk pengangkatan dan pemberhentlan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
55
yang berisi materi pengaturan yang bersifat (1) yang menegaskan DPR sebagai
mandiri,^® dalam arti tidak dimaksudkan untuk pemegang kekuasaan membentuk Undang-
melaksanakan ketentuan Undang-Undang Undang. Demikian puia Pasal 5 ayat {1)
atau Peraturan Pemerintah. Praklik tersebut diubah menjadi Presiden berhak mengajukan-
mungkin dapat dibenarkan dengan alasan Rancangan Undang-Undang kepada DPR.
bahwa Presiden pada saat itu memang "Mengingat bahwa pada Perubahan
memegang kekuasaan membentuk Undang- Pertama UUD 1945 tersebut cabang kekuasa
Undang/® Dengan demikian, Presiden itu an iegislatif {membentuk Undang-Undang)
seiain sebagai eksekutif Juga mempunyai secara tegas dipindahkan dari Presiden
kedudukan sebagai legisiatif/' kepada DPR," maka-logika yang mungkin
Pengaturan demikian menimbulkan dapat dijadikan pertimbangan pembenar
berbagai persoaian; perfama, kekuasaan terhadap eksistensi Keputusan Presiden yang
Presiden menjadi demikian kuat, termasuk mengatur secara mandiri tersebut dengan
menentukan isi suatu Undang-Undang; kedua: sendirinya tidak dapat diterima iagi.®' Pada
ketentuan ini sangat mengendurkan kemauan prinsipnya Presiden bukan iagi pemegang
DPR untuk menggunakan hak inisiatifnya kekuasaan utama dalam pembentukan
mengajukan Rancangan Undang-Undang;"" Undang-Undang. Presiden hanya diberi hak
ketiga: seolah-oiah setiap Rancangan untuk mengajukan Rancangan Undang-
Undang-Undang harus disetujui dan DPR Undang.
harus menyetujui sesuai kehendak peme Dengan deniikian, tidak dibenarkan iagi
rintah, khususnya Presiden/® adanya peraturan untuk kepentingan
Untuk memuiihkan-kedudukan DPR pengaturan yang dibuat oleh Presiden atau
sebagai pemegang kekuasaan iegislatif dan Pemerintah secara mandiri. Semua peraturan
dalam rangka checkand balances, diadakaniah di bawah Undang-Undang hanyalah merupakan
perubahan terhadap ketentuan Pasal 20 ayat peiaksanaan iebih ianjut dari Peraturan Dasar
" Ibid., him. 9.Di Negeri Belanda memang hanya dikenal "Konlrikelijk Besiuif. Tidak ada"Koninkelijk
Verordening". Hal ini berkaitan dengan pembatasanwewenang Raja atau Ratu yang tidak menjaiankan tanggung
jawab penyelenggaraan pemerintahan. Pihak yang menjaiankan pemerintahan adalah kabinet. Meskipun Raja
atau Ratu di sini menandatangani AmvB (serupa PR) tetapi pemerintah disini adalah "kablnef.
"Pasal 22 ayat (1), (2), dan (3)'UUD 1945.
Bandingkan dengan Bagir Manan, Teori dan Politik... op.cit, him. 141, dan JimlyAsshiddiqie, Tata Umt
...op.cit., him. 5.
" Abdul Razak dan M. Guntur Hamzah, "Tanggapan atas Laporan Akhir Kajian tentang Peninjauan
57
mengurangi kekuasaan Presiden dalam Menterl, Keputusan Menterl, dan Keputusan
membual peraturan perundang-undangan. Bersama Menteri.®® Sistem peraturan perundang-
Menurut Bagir Manan, bentuk Peraturan undangan Indonesia tidak mengatur secara jelas
Presiden tetap diperlukan selama Peraturan tentang jenis produk hukum yang dikeluarkan
Pemerintah dibatasi hanyauntuk meiaksanakan oleh Menterl.^^ Akibatnya tidak ada kesatuan
Undang-Undang. Peraturan Presiden dapat bentuk produk hukum yang dipergunakan. Ada
dihilangkan kalau fungsi PeraturanPemerintah kementerlan yang menggunakan bentuk
diperluas tidak hanya meiaksanakan UU, hukum "Peraturan", tetapl adayang rhenggunakan
melainkan juga untuk mengatur adminlstrasi bentuk hukum "Keputusan". Keputusan Bersama
negara pada umumnya ® Untuk keperluan Inl Menterl biasanya dipergunakan untuk mengatur
tentunya diperlukan amandemen terhadap hal-halyang mellntasi batas kewenangan ieblh
Pasal5ayat{2) UUD1945. darl satu kementerlan.
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, MeskI demiklan, dlakul-bahwa setlap
Presiden menjalankan fungsi (bahkan kementerlan pasti mengeluarkan peraturan
memlmpin) penyelenggaraan pemerintahan untuk mengatur teknispelaksanaan keglatannya
(adminsltrasi negara). Adminlstrasi negara dalam llngkup departemen atau tugasnya
menjalankan wewenang mengatur (regelen) maslng-maslng. Untuk Itu, maka diperlukan
dan menjalankan pemerintahan (bestiren). adanya suatu bentuk hukum tertentu yang
Presiden sebagal adminsltrasi negara dapat menjadi wadah bagi kebijakan tiap-tlap
membuat aturan adminlstrasi untuk menjalankan menterl. Sebagal pembantu Presiden dalam
fungsi adminlstrasi negara." meiaksanakan tugas pemerintahan, maka
menteri sayogyanyajuga memiiiki kewenangan
membentuk peraturan sebagalmana Presiden.
5. Peraturan/Keputusan Menterl dan
Peraturan tersebut diperlukan untuk
Lembaga Pemerintahan Setingkat
meiaksanakan lebih lanjut kebijakan yang
Menterl
telah digarlskan oleh Presiden.
Dalam praktik ketatanegaraan, setldaknya Dalam hirarki peraturan perundang-
kita menjumpai tigajenis produk hukum yang undangan yang diatur Tap. No. lli/MPR/2000
dikeluarkan oleh menterl, yaltu Peraturan tidak disebut Keputusan (Peraturan) Menterl.
terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS danMPR Tahun 1960-2002", Makaiah dalam DiskusI
Panel Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR Rl Tahun 1960-2002,
Keijasama Setjen MPR-RI dengan UGM, 6 Hotel Plaza Yogyakarta, 26 Mel 2003, him. 5,
" BaglrManan, Teoridan Pclltlk... loc.cit.
" Ibid.
" Keputusan Bersama Menteri blasa disebut dengan Surat Keputusan Bersama (SKB).
Pasal 4 ayat(2) Tap. Nomor lll/MPR/2000 hanya menyebutkan: "Peraturan atau Keputusan Mahkamah
Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, Menteri, Bank Indonesia, Badan, Lembaga, atau komlsl yangsetingkat
yang dibentuk oleh pemerintah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yangtermuat dalam perundang-
undangan Inl".
Sepintas lalu berdasar Tap. MPR tersebut, dikeluarkan oleh menteri: (1) Peraturan
seolah-olah menteri sebagai pejabat administrasi Menteri-, dipergunakan untuk memberi bentuk
negara tidak berwenang membuat keputusan, tiukum kebijakan menteri yang bersifat
baik yang mengatur atau menerapkan. Tetapi, pengaturan (regeling), sebagai tindak lanjut
bila dikaji lebih teliti, secara tidak langsung dari pelaksanaan Peraturan Pemerintati dan
Pasal 4ayat (3) Tap. No. lll/MPR/2000 mengakui Peraturan Presiden; (2) Keputusan Menteri;
keberadaan Peraturan dan Keputusan Menteri. dipergunakan untuk kebijakan menteri yang
Dalam kaitan ini, Bagir Manan memberikan bersifat penetapan administratif (bescbikking).
catatan; Jenis Keputusan Menteri yang pertama dapat
"Dalam sistem ketatanegaraan di digolongkan ke dalam peraturan perundang-
manapun, wewenang menteri membuat undangan, sedangkan keputusan yang kedua
peraturan (administratif) diakui dan termasuk ke dalam kategori Keputusan Tata
mempunyai slfat peraturan perundang- Usaha Negara. Pembagian jenis keputusan
undangan. Menteri seiain sebagai pejabat di atas, juga berlaku bagi Lembaga Pemerintahan
publik adalati pejabat administrasi negara. Setingkat Menteri. Dengan demikian, lembaga
Sebagai pejabat administrasi negara, inipun juga dapat mengeluarkan keputusan
menteri -untuk melaksanakan tiak dan dalam bentuk Peraturan dan Keputusan
kewajiban atau wewenang departemennya- sebagaimana yang dikeluarkan menteri.
berhak membuat aturan-aturan. Wewenang Untuk Keputusan Bersama Menteri,
mengatur ini dapat bersumber dari atribusi, sebaiknya tidak dipergunakan lagi. Apabila
delegasi, mandat, atau dasar kebebasan ingin mengatur tial-tial yang melintasi batas
bertindak (freiesermessen, discretion, dis- kewenangan beberapa menteri, maka produk
cretionaiy powers). Berdasarkan aneka hukumnya dapat diwujudkan dalam bentuk
ragam sumber wewenang mengatur Peraturan Presiden (Keputusan Presiden),
tersebut, maka pengertlan mengatur tidak dengan alasan bahwa Presiden adalah kepaia
hanya terbatas pada peraturan perundang- pemerintahan yang membawahi para menteri.
undangan, tetapi juga termasuk Peraturan
Kebijakan (beleidsregel), dan berbagai
6. Wewenang Lembaga Negara Lain
bentuk keputusan yang bersifat umum
Membentuk Peraturan
lainnya. Kumpulan dari aneka ragam ini
di Belanda dinamakan "besiuiten van Di dalam Pasal4 ayat(2) Tap. No. lil/MPR/
aigemene strekking''.^^ 2000 dijelaskan, Peraturan atau Keputusan
Berdasarkan uraian di atas, penulis Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa
mengusulkan dua bentuk keputusan yang Keuangan, Bank Indonesia, badan, lembaga
Bagir Manan, "Tertib Peraturan Perundang-undangan Menurut Ketetapan MPR Rl Nomor lil/MPR/
2000," Material Course Hukum Pemdang-undangan. Jakarta, 2000, him. 12.
Diberi bentuk hukum Peraturan Presiden apabila bersifatperaturan perundang-undangan atau K^utusan
Presiden apabila menipakan keputusan yang bersifat penetapan {bescbikking).
59
atau komisi yang setingkalyang dibentuk oleh b. Dewan Perwakiian Rakyat dan Dewan
pemerintah tidak boleh bertentangan dengan Perwakilan Daerah
ketentuan yang termuat dalam tata urutan DPR sebagai iembaga leglslatif memiliki
peraturan perundang-undangan ini. kekuasaan untuk membentuk peraturan
Ketentuan di atas menimbulkan perundang-undangan dalam bentuk Undang-
pertanyaan: (1) apakah Peraturan danKeputus- Undang bersama-sama dengan Presiden.
an lembaga-lembaga di atas termasuk ke Undang-Undang adaiah aturan tingkah iaku
dalam kategori peraturan perundang- yang dibentuk oleh DPR dan disahkan oleh
undangan? Apakah yang dimaksud dengan Presiden. Rumusan demikian sebagai
badan, lembaga atau komisi yang setingkat konsekuensi dari Perubahan Pertama UUD
yang dibentuk oieh pemerintah? Terhadap 1945yang mengubah wewenang membentuk
pertanyaan di atas, khusus terkait dengan UU dari Presiden ke DPR. Perubahan
Peraturan dan Keputusan Menteri teiah dibahas wewenang membentuk UU itu semestinya
pada penjeiasan sebelumnya. membawa konsekuensi perubahan format
Adapun status produk hukum yang Undang-Undang, di mana frase "Presiden
dikeluarkan oleh iembaga negara lain selain Republik Indonesia"®^ yang mengawali setiap
Presiden dan Menteri dapat dijelaskan di Undang-Undang hendaknya digantl dengan
sebagai berikut: "Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indone
sia". UU ini memiliki oakupan yang luas,
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat
karena pada dasarnya segala sesuatu dapat
MPR berwenang untuk mengubah dan
diatur dengan UU, keouali terhadap hal yang
menetapkan UUD sebagai pelaksanaan tugas
telah ditetapkan diatur dengan peraturan lain.®®
konstitusionainya." Dengan demikian MPR
Dalam hai materi yang akan menjadi
dapat membentuk peraturan perundang-
muatan suatu RUU berkaitan dengan otonomi
undangan, yaitu daiam bentuk hukum "UUD
daerah, hubungan pusat dan daerah;
dan Perubahan UUD." Di samping itu, sebagai-
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
mana dijelaskan di depan, MPR juga dapat
daerah; pengeloiaan sumber daya alam dan
mengeluarkan Ketetapan atauperaturan MPR,
sumber daya ekonomi iainnya, serta perimbangan
sebagai pelaksanaan dari tugas konsti-
keuangan pusat dandaerah, Dewan Perwakiian
tusionainya yang iain.®^
Daerah (DPD) turut serta dalam pembahasan
RUU tersebut.®®
Rasa! 3 ayat (1) jo. Pasal 37 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) UUD 1945.
" Pasal 3 ayat (2) dan (3) serta Pasal 8 ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945. Ketetapan MPR tersebut
meipaJan)<^xitusana±niBtiatiff)esc/?Mng), sedangkan Peraturan MPR mempakan peraturan yang sifatnya
interne regelingen. Keduanya tidak tergolong peraturan perundang-undangan.
Frase ini menunjukkan Presiden yang membentuk Undang-Undang dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
^ Bagir Manan, Teoridan Politikop.cit, him. 138.
Pasai22DAyat(2)UUD1945.
Seperti halnya MPR, DPR dan DPD-juga praktik. SEMA bukanlah peraturan.perundang-
memiliki kewenangan. untuk membuat undangan, la leblh merupakan peraturan yang
peraturan yang sifatnya interne regelingen. sifatnya interne regelingen atau sebagai
Peraturan demikian tidak termasuk ke dalam bentuk hukum darl kewenangan diskresi yang
jenis peraturan perundang-undangan. dimlllkl oleh Mahkamah Agung. R. Soebektl
c. Mahkamah Agung dan Mahkamah pernah menegaskan bahwa SEMA bukanlah
Konstitusi
sumber hukum, karena Itu la tidak menglkat.
MA dan MK merupakan lembaga negara Kedudukan SEMA hanya anjuran atau saran
yang melaksanakan kekuasaan kehakiman. kepada para pengadllan, bukan kepada para
hakim."
MK adalah lembaga baru yang dibentuk
setelah Perubahan Ketiga UUD 1945.®' MA d. Badan Pemerlksa Keuangan
oleh Undang-Undang diberi wewenang SebagatmanaDPRdan MA, BPK sebagai
menetapkan Peraturan Mahkamah Agung suatu lembaga yang kedudukan dan
(Perma).®® Perma adalah semacam aturan wewenangnya diatur dl dalam UUD," juga
kebijakan yang ditujukan kepada aparaturnya memiliki kewenangan untuk membuat
sendirl dan diadakan untuk melancarkan pengaturan yangberslfat interne regelingen atau
pekerjaan peradllan. Sebagai aturan yang merupakan Peraturan Kebijakan (beleidsregel,
menyerupal aturan kebijakan, Perma tidak policy njle). Kewenangan membuat ketentuan
berada dalam tata urutan peraturan perundang- tersebut merupakan kewenangan yang
undangan, karena Itu tidak diuji terhadap dimlllkl oleh setiap lembaga.
peraturan perundang-undangan, melalnkan
e. Bank Indonesia
dengan asas-asas umum peraturan perundang-
Bl adalah badan negara (dalam UU
undangan dan pemerlntahan yang balk, seperti
disebut lembaga negara) yang Independen
asas melampaui wewenang, asas kewenangan,
yang berfungsl sebagai bank sentral. Bl
dan laln-lain.®®
berwenang mengeluarkan Peraturan Bank
Di samping Perma, dalam praktik MAjuga
Indonesia yang mated muatannya mempunyal
membuat pengaturan yang dlwujudkan dalam
sifat sebagai peraturan perundang-undangan."
bentuk Surat Edaran Mahkamah Agung
Menurut Baglr Manan, mesklpun Bl
(SEMA). Istllah SEMA Inl tidak dijumpai dl
adalah "independent agency", bahkan disebut
dalam sistem peraturan perundang-undangan/®
lembaga negara, tetapl fungsl Bl dillhat dad
tetapl la tumbuh dan berkembang dl dalam
fungsl-fungsl negara secara hakiki masuk
61
dalam fungsi pemerintahan atau administrasi dan keputusan lembaga-lembaga tersebut
negara. Karena itu, Peraturan Bl pada termasuk ke daiam kategori peraturan
dasarnya adalah peraturan administrasi perundang-undangan? Dan apakah yang-
negara. Untuk menguji Peraturan Bi tidak dimaksud dengan badan, lembaga, atau
menggunakan prinslp tata urutan peraturan komisi yang setingkat yang dibentuk oieh
perundang-undangan, melainkan pada pemerintah?
ukuran wewenang. Sepanjang peraturan Menurut penulis, berdasarkan pada kajian
tersebut dalam wewenang Bi, maka semua diatas,jenisperaturan yangtermasuk kedalam
peraturan administrasi iain mesti dikalahkan. peraturan perundang-undangan adalah
Demikian juga sebaliknya, kaiau Peraturan Bi Peraturan Menteri dan Peraturan Lembaga
melanggar batas wewenang dan bertentangan Pemerintahan Setingkat Menteri.'^ Sedangkan
dengan peraturan administrasi lainnya (mulai peraturan atau keputusan lembaganegara iain
dari PP dan seterusnya) harus dibatalkan.^^ (termasuk di daiamnya Keputusan Menteri
Di samping daiam bentuk Peraturan, BI dan Keputusan Lembaga Pemerintahan
juga menggunakan bentuk hukum iain dalam Setingkat Menteri) bukan termasuk ke dalam
memberikan aturan terhadap dunia perbankan, hirarki peraturan perundang-undangan.
yaitu Surat Edaran Bank Indonesia (SEBi). Peraturan dan Keputusan jenis terakhir ini
Menurutpandangan penulis, balk peraturan BI iebih dekat kepada peraturan yang bersifat in
maupun SEBI, masing-masing merupakan terne regeiingen atau sebagai Peraturan
peraturan yang bersifat internal. Art'nya khusus Kebijakan (beieidsregei).
mengatur dunia perbankan. Dengan demikian,
kedua jenis aturan tersebut tIdak dapat
7. Peraturan Gubernur, Bupati/Walikota,
dikategorikan sebagai peraturan perundang-
dan Kepala Desa
undangan, tetapi iebih merupakan interne
regelingen atau beleidsregel. Di dalam Tap. No. ill/MPR/2000 dijelaskan
Berdasar ulasan di atas, penulis meniiai bahwa Peraturan Daerah adalah peraturan
bahwa ketentuan Pasai 4 ayat (2) Tap. Nomor untuk meiaksanakan aturan hukum di atasnya
iil/MPR/2000 yang menyebut adanya jenis dan menampung kondisi khusus dari daerah
hukum peraturan dan keputusan pada yang bersangkutan. Peraturan Daerah ini terdiri
beberapa lembaga negara (Menteri, MA, BPK, dari:
Menteri, Bi, badan, lembaga atau komisi yang a. Peraturan Daerah Provinsi, dibuat oieh
setingkat yang dibentuk oleh pemerintah) Dewan Perwakiian Rakyat Daerah
mengandung beberapa kelemahan. Di sini Provinsi bersama dengan Gubernur;
dapat dipertanyakan, apakah jenis peraturan b. Peraturan Daerah Kabupateh/Kota, dibuat
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah b. Keputusan; jenis ini merupakan bentuk
Kabupaten/KotabersamaBupati/Walikota; dari keputusan administrasi, atau yang
dan biasa disebut sebagai Keputusan Tata
c. Peraturan Desaatau yang setingkat, dibuat Usaha Negara.
oleh Badan Perwakilan Desa atau yang
setingkat.
Hirarki Peraturan Perundang-Undangan
Perda merupakan jenis peraturan
Indonesia
perundang-undangan yang disebut paling
akhir di dalam Tap. No. lll/MPR/2000. Hal ini Di samping dalam hal jenis peraturan
tidak berarti bahwa dl bawah Itu tidak terdapat perundang-undangan, sistem perundang-
peraturan perundang-undangan lainnya.'® undangan Indonesia juga menylsakan
Untuk melaksanakan Perda, Kepala Peme- persoalan-persoalan lain, yaitu terkait dengan
rintahan yang bersangkutan juga diberi tata urutan (hlrarki) peraturan perundang-
wewenang untuk membuat peraturan yang undangan. Tata urutan (hlrarki) peraturan
bersifat pelaksanaan. Oleh karena itu, blla perundang-undangan in( penting karena
Presiden berwenang mengeiuarkan Peraturan berpengaruh terhadap derajat kekuatan
Pemerintah dan Peraturan Presiden, maka maslng-masing peraturan perundang-
Gubernur, Bupatl/Walikota, dan Kepala Desa undangan. Pasal 4 Tap. No. ill/MPR/2000
juga berwenang mengeiuarkan Peraturan menyebutkan:
Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota, dan "Sesuai dengan tata urutan perundang-
Peraturan Kepala Desa sebagal pelaksanaan undangan Ini, maka" setiap aturan hukum
terhadap peraturan yang lebih tinggi tersebut" yang lebih rendah tidak bolehbertentangan
Dengan demiklan, Gubernur, BupatI/ dengan aturan hukum yang lebih tinggi".
Walikota, dan Kepala Desadapat mengeiuarkan Pengaturan di atas sesuai dengan asas
duajeniskeputusan tertulis, yaitu dalam bentuk: peraturan perundang-undangan yang
a. Peraturan: jenis jnilah yang merupakan mengatakan: "lex superiore deregat lex
bagian darl hlrarki peraturan perundang- infiriore" (hukum yang lebih tinggi mengalahkan
undangan, sehingga dapat diuji berdasarkan hukum yang tlngkatannya di bawahnya). Hal ini
sistem peraturan perundang-undangan. dimaksudkan agar tercipta kepastian hukum
Peraturan Kepala Daerah ini dimaksudkan daiam sistem peraturan perundang-undangan.
untuk melaksanakan Peraturan Daerah Ajaran tentang tata urutan (hirarki) peraturan
sesuai dengan tlngkatannya maslng- perundang-undangan demikian mengandung
maslng. beberapa prinsip:'®
" Menumt ketentuan Pasal 69dan 72ayat(1) UU Nomor22Tahun 1999 tentang Pemeiintahan Daerah,
produk hukum daerah terdiri dari duamacam, Pertama, Peraturan Daerah yang ditetapkan bersama oleh
Kepala Daerah dan Dewan Penwakilan Rakyat Daerah (DPRD); Kedua, Keputusan Kepala Daerah yang
dikeluarkan oleh Kepala Daerah.
" JimlyAsshiddiqie, Tata Urut ...op.c/f., him. 8.
" Bagir Manan, Teori dan Politik ...op.cit,him. 133. Bandingkan dengan Hans Kelsen.Trans. Anders
Wedberg, General Theory of law and Sfafe (New York: Russel and Russel, 1973), him. 133.
63
1. Peraturan perundang-undangan tingkat UU. Seialn itu, UU jugamustahii dapatdijadikan
lebih rendah harus bersumber atau sebagai pedoman daiam penyusunan setiap
memiliki dasar hukum dari suatu peraturan Perpu, karena daiam praktik, sangat mungkin
perundang-undangan tingkat lebih tlnggi. pemerintah terpaksa menetapkan Perpu untuk
2. isi atau muatan peraturan perundang- mengubah UU yang teiah ada sebeiumnya.'^
undangan yang iebih rendah tidak boleh Secara teoritis aturan ini juga kurangtepat,
menyimpangi atau bertentangan dengan karena hakikatnya muatan Perpu samadengan
peraturan perundang-undangan yang UU dan memiliki kedudukan yang sejajar. Biia
lebih tinggi tingkatannya. tidak sejajar, bagalmana mungkin Perpu bisa
Biia dikaji secara mendalam, hirarki mencabut UU? Perpu dapat mencabut UU
peraturan perundang-undangan, sebagaimana karena kedudukan Perpu setingkat dengan
diaturTap. No. iil/MPR/2000, masih menyisakan UU. Perpu posisinya menggantikan UU dalam
beberapa masaiah mendasar. Beberapa kondisi kegentingan yang memaksa.®"
masalah tersebut akan diuraikan di bawah ini; Demikian juga, daiam praktik Tap. MPR
No. Iil/MPR/2000 di atas tidak beriaku. Hal ini
1. Kedudukan Peraturan Pemerintah
terbukti dengan banyaknya Perpu yang
Penganti Undang-Undang (Perpu)
mencabut atau menggantikan UU. Sebagai
Menurut Tap. MPR No. iii/MPR/2000, contoh, Perpu No. 2 Tahun 2000 tentang
dalam hirarki peraturan perundang-undangan Kawasan Perdagangan Bebasdan Pelabuhan
Indonesia, Peraturan Pemerintah Pengganti Bebas Sabang mencabut UU sebeiumnya
Undang-Undang (Perpu) diletakkan pada yang mengatur bahwa Sabang sebagai
nomor urut keempat di bawah Undang- pelabuhan tertutup.®^
Undang. Hal ini dapat menimbuikan penafsiran Mengapa Perpu harus berkedudukan
seakan-akan kedudukan Perpu itu di bawah sederajat dengan UU? Pertama, materi
UU.
muatan yang diatur Perpu semestinya diatur
Aturan tersebut, balk secara yuridis, teoritis, dengan UU. Kedua, Perpu adalah caradarurat
maupun praktis tldak dapat diterima. Menurut untuk membentuk, mengubah, mengganti
Yusril, secara yuridis penempatan Perpu di atau mengesampingkan suatu UU. Untuk
bawah. UU bertentangan dengan ketentuan mencegah penyaiahgunaan yang dapat
Pasai 22 UUD 1945 beserta Penjelasannya, menimbuikan kekacauan hukum, ditentukan
bahwa Perpu mempunyal kedudukan yang syaratformal dan materiel yang kuat.®^ Syarat
sama dengan UU. ini berarti Perpu tidak bisa formal adalah "sifat kesementaraan." Sebagai
diletakkan pada posisi satu tingkat di bawah "UU" yang dikeiuarkan Presiden pada saat
" Yusril Ihza Mahendra, "Problematika Sekitar Perpu", harian Republika, 8-9September 2000.
®Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 menegaskan: "Dalam hal ihwal yang memaksa, Presiden berhak menetapkari
PeraturanPemerintahsebagai PenggantiUndang-Undang".
^ Materi Kuliah IKapita Selekta Hukum Tata Negara, pada Program Maguster ilmu Hukum Ull, sebagaimana
disampaikan oiehMoh. Mahfud MD., pada tangga! 18Oktober 2002.
^ Bagir Manan, Tertib Peraturan ...op.cit, him. 11.
65
sampai dengan Perda). Pengaturan demikian Menteri, sehingga pembuatan dan
menurut Jimly Asshiddiqie menimbulkan penetapan Perda di daerah-daerah
beberapa masalah, antara lain:®^ tidak perlu mengacu kepada pedoman
a, Apakah Peraturan dan Keputusan yang ditetapkan oleh Menteri.
yang diletapkan oleh lembaga tinggi Masalah-masalah di atas, dapat disele-
negaraseperti MA dan BPK dianggap saikan tentunya dengan memperbaiki Tap.
sederajat dengan Peraturan dan Nomor lll/MPR/2000. Dalam hal ini kedudukan
Keputusan yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga harus diperjelas,
Menteri, B!,.dan bahkan badan, termasuk juga status peraturan yang
Lembaga, atau Komisi sederajatyang dikeluarkannya. Menurut penulis, sebagai-
dibentuk oleh Pamerintah? mana dljelaskan pada sub bab sebelumnya,
b. Apakah Peraturan Mahkamah Agung dari beberapa lembaga tersebut, yang
dan Peraturan Badan Pemeriksa berwenang untuk mengeiuarkan keputusan
Keuangan tidak boleh bertentangan tertulis yang bersifat peraturan perundang-
dengan Peraturan Pamerintah, tidak undangan hanyalah Menteri dan Lembaga
boleh bertentangan dengan Keputusan Pemerintahan Non Departemen. Keputusan
Presiden, dan bahkan tidak boleh tertulis tersebut dalam bentuk "peraturan".®®
bertentangan dengan Peraturan Peraturan Menteri dan Peraturan
Daerah Propinsi, Peraturan Daerah Lembaga Pemerintahan Non Depertemen,
Kabupaten/Kota, dan Peraturan Desa? mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut
' 0. Apakah Keputusan Mahkamah Agung dibentuk oleh Presiden, maka peraturan-
dalam menyelesaikan sesuatu perkara peraturan yang dibentuk oleh lembaga-
kasasi tjdak boleh bertentangan lembaga tersebut kedudukannya jelasberada
dengan semua ketentuan perundang- di bawah produk hukum yang dikeluarkan
undangan yang tingkatannya di Presiden. Peraturan perundang-undangan
bawah Undang-Undang? Padahal yang dibuat oleh lembaga-lembaga tersebut
sesuai dengan asas kebebasan merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari
hakim, demi keadilan berdasarkan Peraturan Presiden.Olehkarena itu, peraluran-
Ketuhanan Yang Maha Esa, putusan peraturan tersebut harus mendapalkan atribusi
hakim dapat saja bertentangan dari Peraturan Pemerintah dan/atau Peraturan
dengan Undang-Undang. Presiden.
d. Apakah kedudukan Perda lebih tinggi 4. Peraturan Daerah dan Peraturan Menteri®®
daripada Peraturan atau Keputusan
Sebelum adanya Tap. No. III/MPR/2000,
67
"pertingkatan", melainkan jugapada ^ingkungan undangan di mana-mana, antara Perda
wewenangnya". Dengan demikian, bisa jadi Propinsi bisajadi bertentangan dengan Perda
ketika terjadi pertentangan antara Perda Kabupaten/Kota, dan bahkan tidak menutup
dengan PP (atau bahkan dengan UU), Perda kemungkinan akan terjadi pertentangan antara
yang dimenangkan, dengan alasan PP atau Perda Kabupaten/Kota dengan Perda
UU telah melampaui wewenang yang telah Kabupaten/Kota lainnya.
didesentralisasikan kepada daerah otdnom. Untuk itu, penuiis mengusuikan, agar
masing-masing peraturan tersebut dibuat
5. Kedudukan Perda Propinsi, Perda
secara berjenjang. Perda Propinsi menempati
kabupaten/Kola, dan Perdes
posisi tertinggi, diikuti Perda Kabupaten/Kota,-
Pasal 3 ayat (7) Tap. No. lll/MPR/2000 baru kemudian Peraturan Desa. Peiaksanaan
menyebutkan: "Peraturan Daerah merupakan pengaturan demikian tentunya dengan
peraturan untuk melaksanakan aluran hukum memperhatikan kewenangan masing-masing
di atasnya dan menampung kondisi khusus Daerah, sebagaimana dl atur daiam BAB IV
dari daerah yang bersangkutan, terdiri dari UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Peraturan Daerah Propinsi, Peraturan Daerah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25
Kabupaten/Kota, dan Peraturan Desa". Tahun 2000 tentang Kewenangan Propinsi
Pengaturan tersebut memunculkan sebagai Daerah Otonom.
pertanyaan, bagaimanakah kedudukan Perda Di samping itu, daiam peiaksanaan prinsip
Propinsi, Perda Kabupaten/Kota, dan Perdes, 'lex superiore derogat lex infiriore'' harus
apakah masing-masing memiiiki kedudukan diimbangi dengan prinsip lain, yaitu 'lex
yang sederajat, ataukah berbeda? Kedudukan speclalis deregaflex generalis", bahwa norma
masing-masing tersebut penting daiam hukum yang khusus, baik materinya maupun
kaitannya dengan Pasal 4 ayat (1) Tap. Nomor wilayah beriakunya ataupun waktu beriakunya,
ili/MPR/2000, di mana kedudukan terkait erat dapatsaja mengatur yang berbeda darinorma
dengan derajat kekuatan masing-masing hukum yang bersifat umum tersebut.^ Daiam
peraturan. penerapan asas ini tentunya terkait eratdengan
UU No.22Tahun 1999tentang Pemerintahan kewenangan masing-masing daerah sebagai
Daerah mengatur bahwa hubungan antara mana di atur oieh peraturan perundang-
daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota undangan di atas.o
tidak iagi bersifat hirarkis, meiainkan koordi-
natif, dan horizontal. Biia mengingal ketentuan
demikian, maka masing-masing Perda Simpulan
tersebut memiiiki kedudukan yang sederajat. Uraian di atas menunjukkan, bahwa sistem
Namun demikian, penuiis menilai bahwa peraturan perundang-undangan Indonesia
biia peraturan-peraturan tersebut diietakkan setelah amandemen UUD 1945 temyata maslh
pada derajat yang sama, maka akan menim- menyisakan beberapa masaiah mendasar
buikan sengketa peraturan perundang- terkait dengan jenis dan tata urutannya. Seiring
dengan ketentuan Tap. No. I/MPR/2003 tentang Rakyat (MPR) Republik Indonesia
Peninjauan terhadap Mated dan Status Hukum Tahun 1960-2002, Kerjasama Setjen
Ketetapan MPRS dan MPR Tahun 1960-2003 MPR-RI dengan Universitas Indonesia,
yang mengelompokkan Tap. No. lll/MPR/2003 Jakarta, 2003.
sebagai Ketetapan MPR yang masih berlaku
sampai dibentuknya UU, make penulis Attamimi, A. Hamid 8., Peranan Keputusan
Presiden Republik Indonesia dalam
merekomendasikan kepada lembaga pem-
bentuk UU untuk segera membuat UU yang Penyelenggaraan Pemerintahan
Negara, Jakarta: Fakultas Pasca
mengatur tentang Ketentuan-Ketentuan
Sarjana Universitas Indonesia, 1990.
Pokok Peraturan Perundang-undangan guna
menertibkan dan menyempurnakan sistem , Teori Perundang-undangan Indonesia,
peraturan perundang-undangan Indonesia. Suatu Sisi llmu Pengetahuan
UU tersebut setidaknya mengatur tentang Perundang-undangan Indonesia yang
jenis-jenis peraturan perundang-undangan Menjelaskan dan Menjernihkan
beserta pengertiannya masing-masing, tata Pemahaman, Pidato Pengukuhan
urutan dan konsekuensi yuridisnya, serta Jabatan Guru Besar Tetap pada
mekanisme menegakkan tata urutan tersebut Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
melalul sistem pengujian terhadap peraturan 25 April 1992.
perundang-undangan.o Falaakh, Mohammad Fajrul, et., al., Laporan
Akbir Kajian tentang Peninjauan
Daftar Pustaka terhadap Materi dan Status Hukum
Ketetapan MPRS dan MPR Tahun
Asshiddiqie, Jimly, "Tata Urut Perundang-
1960-2002, Kerjasama Setjen MPR-RI
Undangan dan Problema Peraturan dengan UGM, Yogyakarta, 2003.
Daerah", Makalah dalam Lokakarya
Anggofa DPRD se-lndonesia, diselang- Kelsen, Hans, Trans. Anders Wedberg, Gen
garakan oleh 'LP3HET, Jakarta, 22 eral Theory of law and State, New
Oktober 2000. YorkiRussel and Russel, 1973.
, "Reformasl Menuju Indonesia Baru: Lubis, M. Solly, Landasan dan Teknik
Agenda Restrukturisasi Organisasi Perundang Undangan, Ctk III,
Negara, Pembaruan Hukum, dan Bandung: Mandar Maju, 1989.
Keberdayaaan Masyarakaf, Makalah Manan, Baglr, Dasar-Dasar Perundang-
disampalkan pada Forum Konggres Undangan Indonesia, Jakarta: Ind-Hill.
Mahasiswa Indonesia Sedunia I, Chi Co,, 1992.
cago, AS, 2001.
, Tertib Peraturan Perundang-undangan
, et., al., Laporan Penelitian Tmjauan Menurut Ketetapan MPR Rl Nomor III/
Materi dan status Hukum Ketetapan MPR/2000, Material Course Hukum
Majelis Permusyawaratan Rakyat Perundang-undangan, Jakarta, 2000.
(MPRS) dan Majelis Permusyawaratan
69
, Teori Politik dan Konstitusi, Jakarta; tentang Peninjauan terhadap Materl
Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas, dan Status Hukum Ketetapan MPRS
2000. dan MPR Tahun 1960-2002", Makalah
dalam DiskusI Panel Peninjauan
, DPR, DPD, danMPR dalam UUD1945
terhadap Mated dan Status Hukum
Bam, Yogyakarta; FH UH Press, 2003.
Ketetapan MPRS dan MPR Ri Tahun
Mahendra, Yusril Ihza, "Problematika Sekitar •1960-2002, Kerjasama Setjen MPR-Rl
Perpu", Republika, 8-9 September • dengan UGM, dl Hotel Plaza
2000. Yogyakarta, 26 Mel 2003.
M, R. Sri SoemantrL, Prosedur dan Sistem Sagala, Budlman S., Tugas dan Wewenang
. Perubahan Konstitusi, Bandung: MPR di Indonesia, Jakarta: Ghalla In
Alumni, 1987. donesia, 1982.
, KefefapanMPRfSj sebagaiSalah Satu Soebaglo, Mas, Aneka Masalah Hukum Tata
SumberHukum Tata Negara, Bandung: Negara Repubiik indonesia, Bandung:
Remaja Karya, 1988. Alumni, 1976.
, Hak Uji Material di Indonesia, Edisi Soejito, Irawan , Teknik Membuat Undang-
Kedua, Bandung: Alumni, 1997. Undang, Ctk. Kellma, Jakarta: Pradnya
, UUD 1945, Kedudukan dan Aspek- Paramlta, 1993.
Aspek Perubahannya, Bandung: Soeprapto, Maria Farlda Indrati, Ilmu
Unpad Press, 2002. Perundang-Undangan, Dasar dan
Prakoso, Djoko, Proses Pembuatan Pembentukannya, Yogyakarta:
Peraturan Daerah, Jakarta: Ghalla In Kanlslus, 1998.
donesia, 1985. Syarif, Amlroeddln, Perundang-Undangan,
Ranggawldjaja, Rosjidi, Pedoman Teknik Dasar, Jenis, dan Teknik Membuatnya,
Perancangan Peraturan Perundang- Ctk. Kedua, Jakarta: RIneka Gipta,
1997.
Undangan, Bandung: CIta Baktl
Akademika, 1996. Soehino, Hukum Tata Negara, Teknik
, Pengantar ilmu Perundang-undangan
Perundang-Undangan, EdisI Kedua,
Indonesia, Bandung: Mandar Maju, Ctk. Ketiga, Yogyakarta: Liberty, 2003.
1998. , Hukum Tata Negara, Penyusunan dan
Razak, Abdul, dan M. Guntur Hamzah,
Penetapan Peraturan Daerah,
Tanggapan atas Laporan Akhir Kajlan Yogyakarta: Liberty, 1997.
71