Anda di halaman 1dari 4

Nama : Kelvin Setyawan Harianja

NIM : 180200487
Mata Kuliah : Perancangan Peraturan Perundang-undangan
Grup : Simultan (e)

1) Dua orang mengadakan suatu perjanjian sewa menyewa sebuah rumah, kemudian
mereka membuat sebuah naskah “Perjanjian Sewa Menyewa” yang mereka
tandatangani. Ketika mereka membuat naskah perjanjian tersebut sudah tentu menurut
pedoman sebagaimana diatur Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata. Dari pembuatan
perjanjian tersebut, Coba Saudara jelaskanlah mana aktivitas yang masuk dalam
bidang Legal Drafting, dan mana pula yang masuk dalam bidang Legislatif Drafting
(Perancangan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan/PPPU).
2) Jelaskanlah latar belakangnya bahwa dimasa lalu sebelum terjadinya Perubahan UUD
1945, sebuah Undang-Undang tidak dapat diganggu gugat. Jika saat ini setelah
Perubahan UUD NRI Thn 1945, sebuah Undang-Undang dapat digugat sebutkan
dasar hukumnya dan pengadilan mana sajakah yang berhak untuk menyidangkan
gugatan sebuah Undang-undang yang dapat dilakukan oleh warga mayarakat sebelum
dan sesudah terbitnya UU Nomor 24 Tahun 2003 ?.
3) Mengapa dalam proses pembentukan sebuah peraturan perundang-undangan itu harus
dihindarkan saat mulai berlakunya dengan menggunakan asas undang-undang tidak
berlaku surut. Bagaimana akibat hukumnya bagi masyarakat luas bila terdapat
sebuah peraturan perundang-undangan itu berlaku surut pada waktu dibelakang hari
dari sejak ditetapkannya peraturan perundang-undangan itu.
4) Bila terdapat 2 atau lebih Undang-undang yang secara substansial (materi muatannya)
berbeda atau menyimpang satu sama lainnya. Coba Saudara jelaskan bagaimana cara
pemecahannya bila dikaitkan dengan asas-asas :
a. Lex spesialis derogate lex generalis
b. Lex posteriori derogate lex priori.
5). Secara filosofis dan sosiologis pembentukan materi muatan sebagai norma hukum
yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan (khususnya dalam
bentuk undang-undang) di berbagai Negara yang ada di dunia bisa berbeda-beda
pengaturan materi muatannya. Jelaskanlah dan beri contohnya di Indonesia dengan
negara lainnya.

JAWABAN
1. Legal Drafting merupakan hal-hal yang berkaitan dengan perancangan hukum yang
dibuat oleh subjek hukum baik perorangan dan/atau badan hukum (Lembaga yang
berwenang), yaitu dalam bentuk MoU, perjanjian kerja sama, perjanjian / kontrak dan lain-
lain. Maka, dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa terjadi kegiatan praktek hukum
yang mengasilkan sebuah peraturan yang mana kedua orang dalam contoh soal tersebut
melaksanakan perancangan sebuah perjanjian sewa menyewa merupakan subjek dalam Legal
Drafting yakni perorangan. Kemudian, kesepakatan akan perjanjian sewa menyewa tersebut
hanya mengikat kedua orang yang sepakat tidak memiliki dampak lain kepada pihak lain
selama tidak disinggung dalam kalusul atau isi perjanjian tersebut apabila dikaitkan dengan
Hukum Perdata maka perjanjian sewa menyewa tersebut menjadi undang-undang atau aturan
bagi kedua belah pihak sehingga masing-masing pihak harus memenuhi hak dan
kewajibannya (asas Acta Sund Servanda).
Sedangkan untuk Legislative Drafting tidak ditemui aktivitasnya dalam contoh soal tersebut
karena sesuai dengan pengertian Legilative Drafting yakni Teknik pembuatan perancangan
perundang-undangan yang dibuat oleh pejabat/lembaga yang berwenang, yaitu dalam bentuk
undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan daerah, dan peraturan
perundang-undangan jenis lainnya.
2. Latar belakang tidak dapat menggugat Undang-Undang adalah akibat dari pasal 95
ayat (2) UUDS 1950. Setelah Dikeluarkannya TAP MPR 23/2000 penggugatan UU dapat
dilakukan melalui MPR namun adanya unsur politis , dan terjadi penyimpangan dimana
undang-undang diuji oleh legislatif sendiri. Setelah adanya amandemen ketiga dari UUD
1945, terdapat pada pasal 14 ayat (1) mengenai suatu lembaga yang dapat menguji Undang-
undang dengan Undang-undang dasar yaitu Mahkamah Konstitusi akan tetapi pembentukan
MK harus diatur dalam suatu Undang-undang, setelah adanya amandemen keempat terdapat
urgensi dari UUD NRI 1945 dibagian aturan peralihan pasal 3, MK harus dibentuk pada
tahun 2003 dalam suatu Undang-undang. Dan terdapat di pasal 4, jika MK belum dibentuk,
pengujian Undang-undang dilakukan oleh MA. Dua pasal aturan peralihan inilah yang
mendesak terbentuk UU MK Nomor 24 Tahun 2003. Dua pasal aturan peralihan inilah yang
mendesak terbentuk UU MK Nomor 24 Tahun 2003. Setelah adanya UU MK nomor 24
Tahun 2003, pengujian UU terhadap UUD dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Sedangkan
jika pengujian Undang-undang terhadap Undang-undang diatasnya, dilakukan oleh
Mahkamah Agung. Dasar hukum ini, juga terdapat di dalam Pasal 9 undang-undang nomor
12 tahun 2011.

3. Mengenai perundang-undangan bersifat retroaktif, maka hal tersebut mengarah


terhadap pelanggaran Legalitas suatu hak individu, dikarenakan Peraturan tersebut dibuat
setelah tindak pidana dilakukan, maka akan berakibat masyarakat yang telah melakukan
tindak pidana yang belum diatur dapat dijerat kembali dan dinyatakan bersalah. Dalam
hukum pidana berlakunya peraturan perundang-undangan yang berlaku surut dapat
mengakibatkan lepasnya pelaku tindak pidana. Berlaku surut ini juga dapat berdampak
terhadap kesewang-wenangan pembentuk perundang-undangan dalam membentuk undang-
undang maka untuk itu sebuah aturan harus mengikat dan sebagaimana halnya norma
memiliki unsur-unsur, yakni perintah, larangan, sanksi, dan kebolehan sehingga tidak
menjerat pelaku tindak pidana yang sebelumnya tidak diatur

4. a. Asas lex specialis derogat legi generali dipakai untuk mengatasi konflik antara
UU yang lebih luas substansi pengaturannya berhadapan dengan Undang-Undang yang lebih
sempit substansi pengaturannya. Contoh yang sering digunakan adalah konflik antara pasal-
pasal yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang. Dalam hal ini, pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
dianggap lebih khusus, sehingga pasal-pasal tersebut harus dimenangkan. Analisis struktur
atas asas lex specalis derogat legi generali menunjukkan bahwa hierarki undang-undang
(lex) di sini haruslah sejajar. Jika secara hierarkis, undang-undang ini tidak lagi sejajar, maka
asas ini tidak dapat digunakan. Untuk itu harus dicari asas hukum lain untuk menyelesaikan
konflik itu. Asas ini digunakan sebagai dasar pengutamaan suatu aturan hukum terhadap
aturan hukum lainnya dengan melihat pada tiga kriteria, yaitu: hirarki(hierarchy), kronologi
(chronology), dan kekhususan specialization). Maka dari itu apabila terdapat sebuah aturan
atau undang-undang yang mengatur secara lebih spesifik dan eksplisit maka dapat
mengkesampingkan aturan atau udang-undang yang hanya mencantumkan ketentuan yang
dasar yang tidak mencakup setiap aturan yang dibutuhkan.

b. Asas Lex posteriori derogate lex priori dipakai dalam mengatasi konflik
antara UU yang lebih terbaru substansi pengaturannya berhadapan dengan Undang-Undang
yang lebih lampau substansi pengaturannya. Asas lex posterior derogat legi priori bermakna
undang-undang (norma/aturan hukum) yang baru meniadakan keberlakuan undang-undang
(norma/ aturan hukum) yang lama. Asas ini hanya dapat diterapkan dalam kondisi norma
hukum yang baru memiliki kedudukan yang sederajat atau Contoh yang sering digunakan
adalah penggunaan Undang-undang 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik.yang digantikan dengan Undang-udang No. 19 tahun 2016.
5. Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai
aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai
perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Hal ini muncul dalam
kehidupan bermasyarakat Indonesia yang didasarkan pada norma dan aturan yang sesuai
dengan adab yang telah berlaku sejak pra-kemerdekaan Republik Indonesia. Adanya hukum
adat yang diakui sebagai hukum positif juga menjadi dasar pembentukan undang-undang.
Berbeda dengan negara lain yang landasan sosiologinya berbeda dengan Indonesia. Tentunya
tampak dari bagaimana negara Indonesia yang merupakan negara yang majemuk dan
bersimbolkan musyawarah yang bebas namun bertanggung jawab sedangkan negara lain
lebih mengutamakan kepentingan individual yang sebebas-bebasnya seperti negara Amerika
Serikat.

Landasan Filosofis yakni dasar-dasar pembentukan peraturan perundang-undangan itu


didasarkan kepada dasar filsafat atau pandangan hidup yang dianut sesuatu bangsa, Indonesia
yang menganut paham Pancasila yang sesuai dengan norma dan nilai luhur masyarakat
Indonesia. Bagaimana kemudian Pancasila menjadi dasar negara dengan semangat gotong
royong menjadi semangat yang harus tampil dalam setiap perumusan perundang-udangan
semisal pengakuan negara akan adanya agama. Berbeda dengan negara lain yang menganut
Komunisme yang mana negara tidak mengakui keberadaan agama seperti Korea Utara dan
kediktaktoran dalam kepemimpinan.

Anda mungkin juga menyukai