Anda di halaman 1dari 11

KEWARGANEGARAAN:

KONSTITUSI NEGARA

Oleh:

21105030049 M Rizqi Nugraha AG

21105030053 Achmad Azidhan Nauval Bayhaqi

21105030058 Ahmad Tajuddin Segarabening

21105030065 Childani Aulia Rahma

21105030070 Sela Safitri Siregar

21105030085 Raudya Nurafifah

PROGRAM STUDI ILMU Al-QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UIN SUNAN KALIJAGA


TAHUN 2021

BAB I

PENDAHULUAN

Konstitusi dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan
pada pemerintahan negara—biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis.
Hukum ini tidak mengatur hal-hal yang terperinci, melainkan hanya menjabarkan
prinsip-prinsip yang menjadi dasar bagi peraturan-peraturan lainnya.

Perkembangan konstitusi di Indonesia bisa dikatakan telah melalui berbagai


tahapan. Tahap perkembangan konstitusi di Indonesia dapat dikelompokkan
menjadi beberapa periode. Periode pertama berlaku UUD 1945, periode kedua
berlaku Konstitusi RIS 1949, periode ketiga berlaku Undang-Undang Dasar
Sementara 1950, Periode keempat berlaku kembali UUD 1945 beserta
penjelasannya. Setelah itu UUD 1945 diubah berturut-turut pada tahun 1999,
2000, 2001, 2002 dengan menggunakan naskah yang berlaku mulai 5 Juli 1959
sebagai standar dalam melakukan perubahan di luar teks yang kemudian dijadikan
lampiran yang tak terpisahkan dari naskah UUD 1945.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Konsep Dasar Konstitusi Negara

Konstitusi diterjemahkan sebagai “hukum atau prinsip” yang lazim digunakan


untuk menggambarkan seluruh sistem ketatanegaraan suatu negara kumpulan-
kumpulan berbagai peraturan yang membentuk dan mengatur atau mengarahkan
pemerintahan. Negara dan konstitusi adalah dwitunggal. Jika diibaratkan
bangunan, negara sebagai pilar-pilar atau tembok tidak bisa berdiri kokoh tanpa
pondasi yang kuat, yaitu konstitusi Indonesia. Hampir setiap negara mempunyai
konstitusi, terlepas dari apakah konstitusi tersebut telah dilaksanakan dengan
optimal atau belum. Yang jelas, konstitusi adalah perangkat negara yang perannya
tak bisa dipandang sebelah mata.
Di dalam sebuah negara, pastilah terdapat konstitusi karena konstitusi adalah hal
paling fundamental yang mengatur jalannya sebuah pemerintahan. Selain itu
konstitusi juga mengatur tugas atau pembagian wewenang/kekuasaan di antara
legislatif, eksekutif dan yudikatif. Indonesia memiliki konstitusi yaitu Undang-
undang Dasar tahun 1945, maka undang-undang 1945 inilah yang menjadi
landasan atau acuan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan. Selain itu
undang-undang 1945 ini adalah sumber hukum tertinggi dari negara Indonesia.
Undang-undang dasar atau konstitusi negara tidak hanya berfungsi membatasi
kekuasaan pemerintah, akan tetapi juga menggambarkan struktur pemerintahan
suatu negara.

Menurut Savornin Lohman ada 3 (tiga) unsur yang terdapat dalam konstitusi
yaitu:

a. Konstitusi sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak sosial),


sehingga menurut pengertian ini, konstitusi yang ada merupakan hasil atau
konklusi dari persepakatan masyarakat untuk membina negara dan
pemerintahan yang akan mengatur mereka.
b. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia, berarti
perlindungan dan jaminan atas hak-hak manusia dan warga negara yang
sekaligus penentuan batas-batas hak dan kewajiban baik warganya
maupun alat-alat pemerintahannya.
c. Konstitusi sebagai forma regimenis, yaitu kerangka bangunan
pemerintahan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Sri Sumantri, yang menyatakan bahwa materi
muatan konstitusi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Pengaturan tentang perlindungan hak asasi manusia dan warga negara,


2. Pengaturan tentang susunan ketatanegaraan suatu negara yang mendasar,
3. Pembatasan dan pembagian tugas-tugas ketatanegaraan yang juga
mendasar.
Konstitusi atau UU adalah instrumen of goverment yaitu seperangkat kebijakan
yang digunakan sebagai pegangan untuk memerintah dalam suatu negara. Negara
yang berdasarkan konstitusi adalah negara yang kekuasaan pemerintahannya, hak-
hak rakyatnya, dan hubungan antara kekuasaan pemerintah serta hak-hak warga
negaranya diatur oleh hukum.

Substansi konstitusi suatu negara secara umum meliputi:

a. Bentuk negara,
b. Bentuk pemerintahan,
c. Alat-alat kelengkapan negara,
d. Tugas alat kelengkapan negara,
e. Hubungan tata kerja alat perlengkapan negara,
f. Hak dan kewajiban warga negara,
g. Pembagian kekuasaan negara, dan
h. Sistem pemerintahan negara

B. Sejarah dan Perkembangan Konstitusi

Terbentuknya konstitusi di Indonesia berawal dengan adanya janji


kolonialisme jepang yang kemudian ditindak lanjuti dengan membentuk sebuah
badan yang diberi nama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI ) atau dalam bahasa jepang dinamai Dokuritsu Zumbi
Choosakai pada tanggal 29 April 1945.

Perubahan UUD 1945 kemudian dilakukan secara bertahap dan menjadi


salah satu agenda sidang Tahunan MPR dari tahun 1999 hingga perubahan ke
empat pada sidang tahunan MPR tahun 2002 bersamaan dengan kesepakatan
dibentuknya komisi konstitusi yang bertugas melakukan pengkajian secara
komperhensif tentang perubahan UUD 1945 berdasarkan ketetapan MPR No.
I/MPR/2002 tentang pembentukan komisi Konstitusi.
Dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia ada empat macam
Undang-Undang yang pernah berlaku, yaitu :
a) Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 (Penetapan Undang-
Undang Dasar 1945)
Pada tanggal 18 Agustus 1945 Rancangan Undang-Undang
disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
setelah mengalami beberapa proses.

b) Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 (Penetapan konstitusi


Republik Indonesia Serikat)
Akibatnya Belanda mencoba untuk mendirikan negara-negara
seperti negara Sumatera Timur, negara Indonesia Timur, negara Jawa
Timur, dan sebagainya. Sejalan dengan usaha Belanda tersebut maka
terjadilah agresi Belanda 1 pada tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun 1948.
Dan ini mengakibatkan diadakannya KMB yang melahirkan negara
Republik Indonesia Serikat. Sehingga UUD yang seharusnya berlaku
untuk seluruh negara Indonesia itu, hanya berlaku untuk negara Republik
Indonesia Serikat saja.

c) Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 (Penetapan Undang-Undang


Dasar Sementara 1950)

Disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja


komite nasional pusat dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan senat
Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950 dan berlakulah
undang-undang dasar baru itu pada tanggal 17 Agustus 1950.

d) Periode 5 Juli 1959 – sekarang (Penetapan berlakunya kembali


Undang-Undang Dasar 1945)

Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali Undang-


Undang Dasar 1945. Dan perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara Orde Lama pada masa 1959-1965 menjadi Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru. Perubahan itu dilakukan
karena Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama dianggap
kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara
murni dan konsekuen.
Perubahan UUD 1945 dilakukan secara bertahap dan menjadi salah
satu agenda Sidang MPR dari 1999 hingga 2002 . Perubahan pertama
dilakukan dalam Sidang Umum MPR Tahun 1999. Arah perubahan
pertama UUD 1945 adalah membatasi kekuasaan Presiden dan
memperkuat kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai
lembaga legislatif.
Perubahan kedua dilakukan dalam sidang Tahunan MPR Tahun
2000. Perubahan kedua menghasilkan rumusan perubahan pasal-pasal
yang meliputi masalah wilayah negara dan pembagian pemerintahan
daerah, menyempumakan perubahan pertama dalam hal memperkuat
kedudukan DPR, dan ketentuan¬-ketentuan terperinci tentang HAM.
Perubahan ketiga ditetapkan pada Sidang Tahunan MPR 2001.
Perubahan tahap ini mengubah dan atau menambah ketentuan-ketentuan pasal
tentang asas-asas landasan bemegara, kelembagaan negara dan hubungan
antarlembaga negara, serta ketentuan-ketentuan tentang Pemilihan Umum.
Sedangkan perubahan keempat dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR Tahun
2002. Perubahan Keempat tersebut meliputi ketentuan tentang kelembagaan
negara dan hubungan antarlembaga negara, penghapusan Dewan
Pertimbangan Agung (DPA), pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan
kesejahteraan sosial, dan aturan peralihan serta aturan tambahan.

C. Sifat-sifat Konstitusi

Konstitusi memiliki dua sifat yakni luwes (flexible) atau kaku (rigid), dan
tertulis atau tidak tertulis. Sifat luwes atau kakunya sebuah konstitusi dapat dilihat
dari kemampuannya dalam mengikuti atau menyesuaikan perkembangan jaman.

Undang-Undang Dasar 1945 dapat memiliki dua sifat yakni luwes dan
kaku. Dikatakan kaku karena untuk mengubahnya terbilang cukup sulit, ini
disebabkan Pasal 37 ayat 1 UUD 1945 mengharuskan bahwa perubahan baru
dapat terjadi jika disepakati minimal 2/3 anggota MPR yang hadir. Sedangkan
dikatakan luwes karena terbukti bahwa MPR telah melakukan perubahan
(Amandemen) sebanyak empat kali. UUD 1945 hanya berisi hal-hal pokok saja
dimana peraturan atau hal-hal yang lebih rinci diatur oleh perundang-undangan
yang derajatnya lebih rendah. Sifat lainnya yakni konstitusi tertulis dan tidak
tertulis. Dikatakan sebagai konstitusi tertulis jika ditulis dalam suatu naskah.
Sedangkan dinyatakan tidak tertulis yakni jika konstitusi tidak tertulis dalam suatu
naskah melainkan dalam suatu konvensi atau Undang-Undang biasa. Yang
menerapkan konstitusi tidak tertulis adalah negara Inggris.

D. Fungsi Konstitusi

Menurut C.F. Strong pada prinsipnya fungsi konstitusi adalah untuk membatasi
kewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang diperintah dan
merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.

Fungsi Konstitusi secara umum:

a) Konstitusi berfungsi membatasi kekuasaan pemerintah agar tidak terjadi


kesewenang-wenangan yang dapat dilaukan oleh pemerintah, sehingga
hak-hak bagi warga negara dapat terlindungi dan tersalurkan.
b) Konstitusi berfungsi sebagai piagam kelahiran suatu negara
c) Fungsi konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi
d) Fungsi konstitusi sebagai alat membatasi kekuasaan
e) Konstitusi berfungsi sebagai identitas nasional dan lambang
f) Konstitusi berfungsi sebagai pelindung hak asasi manusia dan kebebasan
warga suatu negara

E. Tujuan Konstitusi

Setelah mengetahui pengertiannya, berikutnya terdapat beberapa tujuan konstitusi


yang perlu diketahui. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa tujuan
konstitusi berkaitan dengan pembatasan para pejabat negara dalam pelaksanaan
pemerintahan yang sedang dijalankan. Hal ini dilakukan guna mencegah tindakan
menyalahgunakan wewenang yang merugikan rakyat.

Berikut beberapa tujuan konstitusi yang perlu diketahui :


1. Memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan
politik. Hal ini berfungsi untuk membatasi penguasa sehingga tidak
melakukan tindakan-tindakan yang merugikan masyarakat.
2. Melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasaan sendiri. Selain itu juga
memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia, sehingga setiap
penguasa dan masyarakat wajib menghormati HAM, berhak mendapatkan
perlindungan dan melakukan setiap haknya.
3. Memberikan batasan-batasan ketetapan bagi penguasa dalam
melaksanakan kekuasaannya. Selain itu, konstitusi juga bertujuan
memberikan pedoman bagi penyelenggara negara agar negara dapat
berdiri kuat dan kokoh.

F. Konstitusi Dalam Perspektif Islam

Indonesia adalah negara yang berasaskan pancasila. Meski memiliki


mayoritas penduduk muslim indonesia bukanlah negara islam. Namun islam (dan
juga agama lain) dijamin oleh negara pengamalannya. Menurut Novita Siswayanti
(2013) : Indonesia sebagai negara yang berasas Pancasila, mendekralasikan
dirinya bukan sebagai negara agama yang mendasarkan pada suatu agama
tertentu, dan bukan juga negara sekuler yang sama sekali tidak memperhatikan
agama dan menyerahkan urusan agama kepada individu dan masyarakat. Maka,
dalam konteks ini agama memberikan kerohanian yang dalam. Sedangkan negara
menjamin kehidupan keagamaan. Artinya negara sebagai lembaga publik harus
melindungi hak dan kepentingan warganya yang termuat dalam konstitusi,
termasuk kebebasan beragama tanpa membeda-bedakan antara penganut yang
satu dan penganut agama yang lain.

Konstitusi indonesia yaitu UUD 1945 tidaklah berseberangan dengan


agama islam. Bahkan, sebenarnya butir-butir yang terdapat dalam UUD 1945
secara substantif memiliki nilai-nilai keislaman. Hal itu bisa dibuktikan dari sila-
sila yang terdapat dalam pancasila.

Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai landasan spiritual yang


direflesikan dalam Bab XI tentang agama. Dalam hal ini dapat dibuktikan bahwa
UUD 1945 sejalan dengan nilai keislaman yang tinggi berhubungan dengan
keyakinan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara Indonesia
mengakui dan meyakini akan keberadaan Tuhan yang menciptakan alam semesta,
yang sejalan dengan Firman Allah yang diikrarkan 17 kali dalam sehari oleh
umat muslim dalam shalat: “Sungguh shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
adalah milik Allah, Tuhan semesta alam.” (Surah al-An’am/6: 162). (h. 155)

Kedua, Kemanusiaan sebagai landasan moral dan etika bangsa yang


direfleksikan dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia. Hak asasi manusia
adalah klaim yang harus dipenuhi demi mempertahankan ekistensi harkat dan
martabat manusia. Hal ini sejalan dengan konsep Islam tepatnya Firman Allah
Surah al-Isra’/17: 70 yang memandang manusia sebagai makhluk yang
dimuliakan oleh Allah, lebih dari makhluk-makhluk lain di alam semesta ini.

Ketiga, Persatuan sebagai landasan sosial bangsa yang dijabarkan dalam


Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial. Persatuan dan
semangat kekeluargaan untuk saling berbagi, saling bekerjasama dalam kebaikan
dan ketakwaan demi mencapai tujuan mulia ini sejalan dengan Firman Allah
Surah al-Maidah /5: 2.

Adalah negara sebagai penanggung jawab kepentingan umum yang


memikul tanggung jawab untuk memastikan bumi, air, dan kekayaan alam dapat
diakses oleh segenap warga manusia untuk kebutuhan hidupnya. Dan pemimpin
Negara berikut segenap aparat publik lainnya memikul amanat untuk mendeliver
anugerah Allah swt. tadi sampai ke tangan mereka sesuai kebutuhannya secara
adil dan merata.

Keempat, Kerakyatan sebagai acuan politik bangsa yang dijabarkan dalam


Bab I tentang Bentuk dan Kedaulatan. Kerakyatan sebagai prinsip kenegaraan
berarti bahwa kepentingan rakyatlah yang harus menjadi sumber inspirasi
kebijakan dan langkah kekuasaan negara. Di samping itu juga suara dan
kemaslahan rakyat harus menjadi acuan tertinggi bagi setiap kebijakan pemerintah
dan negara.
Untuk merumuskan konsep kebijakan kenegaraan, baik program maupun
organisasi, maka musyawarah untuk mencapai mufakat merupakan prinsip dasar
dalam proses pengambilan keputusan di antara pihak (konstituen/stakeholder yang
berkepentingan. Urusan orang banyak (diputuskan) dengan musyawarah di
antara mereka. (Surah asy-Syµr±/42: 38). Dengan musyawarah dapat dipelihara
sikap saling pengertian, saling menghargai, dan menumbuhkan tanggungjawab
bersama, sehingga demokrasi yang sejati dapat terwujud dengan baik dan nyata.
Di samping itu, keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan
secara moral kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. (h.45-49)

Kelima, Keadilan sebagai tujuan bersama dalam bernegara. Mengelola


negara dengan prinsip keadilan yang meliputi semua aspek, seperti keadilan
hukum, keadilan ekonomi, dan sebagainya, yang diikuti dengan tujuan untuk
kesejahteraan rakyat merupakan amanat setiap agama bagi para pemeluknya.
Dalam Islam diajarkan agar pemimpin negara memperhatikan kesejahteraan
rakyatnya, dan apabila menghukum mereka hendaklah dengan hukuman yang
adil. (Surah an-Nis±╨/4: 58)

Dalam kaidah fikih Islam dinyatakan “ar-ra’iyyatu manuthun bil


mashlachah”, artinya kepemimpinan itu mengikuti (memperhatikan)
kemaslahatan rakyatnya. Artinya pemegang amanah kepemimpinan suatu negara
wajib mengutamakan kesejahteraan rakyat.3

Dalam kesempatan lain Rasulullah menegaskan bahwa semua kalian


adalah pemimpin, semua kalian akan dimintai pertanggungjawaban perihal yang
dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin, dia akan dimintai
pertanggungjawaban atas rakyatnya. (Hadis Riwayat Bukhari)

Dari deskripsi syarah terhadap pembukaan UUD 1945 tersebut di atas


dapat disimpulkan bahwa pengamalan ajaran Islam secara konsekuen dapat
memperkokoh implementasi Ideologi Pancasila dalam konteks kebangsaan. UUD
1945 dan Pancasila meskipun tidak mewakili agama tertentu, tetapi meniscayakan
agar seluruh rakyat Indonesia sebagai manusia bertuhan dan beragama, dan wajib
mentaati ajaran agamanya. Hal ini bermakna pula bahwa negara menjamin
kemerdekaan rakyatnya untuk memilih agama sesuai dengan keyakinannya dan
mendorong rakyat untuk taat menjalan ajaran agamanya, sehingga pengamalan
Pancasila menjadi lebih konkret-riil.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Konstitusi merupakan prinsip-prinsip dasar yang mengatur suatu negara


Konstitusi umumnya merujuk pada penjaminan hak kepada warga masyarakatnya.
Istilah konstitusi dapat diterapkan kepada seluruh hukum yang mendefinisikan
fungsi pemerintahan negara. Hukum ini tidak mengatur hal-hal yang terperinci,
melainkan hanya menjabarkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar bagi peraturan-
peraturan lainnya. Dewasa ini, istilah konstitusi sering di identikkan dengan suatu
kodifikasi atas dokumen yang tertulis. Lain halnya dengan Inggris juga memiliki
konstitusi, tetapi tidak dalam bentuk kodifikasi melainkan berdasarkan pada
yurisprudensi dalam ketatanegaraan negara Inggris. Jadi, konstitusi tidak harus
tertulis, semua yang menjadi keputusan yang mengikat maka itu sebuah
konstitusi.

Anda mungkin juga menyukai