Oleh :
Nama : TRI YUDHA FATHURRAHMAN
No.DP :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
JAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilakukan pada tahun 1999 sampai dengan tahun
2002 telah membawa perubahan yang mendasar dalam kedudukan, tugas dan wewenang
Republik Indonesia Tahun 1945 membawa Indonesia menjadi sedikit lebih baik dalam
hal penegakkan Hukum. Amandemen tersebut diikuti dengan semangat Reformasi yang
menggebu-gebu dimana seluruh Masyarakat Indonesia telah bebas dan lepas dari suatu
negara, tak luput dari Lembaga Negara yang bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR). Keberadaan MPR yang dulunya merupakan lembaga tertinggi negara sebagai
pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat, kini berdasarkan Pasal 1 ayat
(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kedaulatan berada
dapat mengikat seluruh rakyat Indonesia, akibatnya tentu berdampak pada status hukum
dari ketetapan-ketetapan MPRS/MPR yang telah ada sejak tahun 1960 sampai tahun
2002.
1
Atas dasar itulah sehingga sesuai dengan amanat Pasal 1 Aturan Tambahan
1
Undang-Undang Dasar Negara Rebulik Indonesia Tahun 1945 pasca amandemen, MPR
ditugasi untuk melakukan pengkajian terhadap materi dan status hukum dari Ketetapan
MPRS/MPR tersebut.
Setelah terbitnya TAP MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap
Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS/MPR RI Tahun 1960-2002, Ketetapan MPR
beradadi simpang jalan. Berdasarkan TAP MPR tersebut maka produk lembaga MPR
2
dapat digolongkan sebagai berikut :
1
Pasal 1 aturan tambahan UUD 1945 paskah amandemen berbunyi “MPR ditugasi untuk
melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum ketetapan MPRS dan ketetapan MPR
untuk diambil putusan pada sidang MPR tahun 2003”
2
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Bahan Tayangan Materi Sosialisasi UUD NRI Tahun 1945
dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Sekretarian Jendral MPR RI 2014,
hal.60.
2
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003, Pasal 2 TAP MPRS/TAP MPR yang
3
dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan. Dalam hal ini ada 3(tiga) TAP yaitu :
3
Ibid., hal.61.
4
Dr. Erna Widjajati, SH, MH, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Jalur, 2011), hal.22.
2
Salah satu TAP MPRS/MPR sebagaimana yang telah ditulis diatas tadi
menurut penulis secara Yuridis telah bertentangan dengan Konstitusi. TAP
MPRSMPR yang dimaksud ialah Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966
tentang Pembubaran Partai Politik Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai
Organisasi Terlarang Di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai
Komunis Indonesia Dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan Atau
Mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunisme /Marxixme-Leninisme.
Ketetapan MPRS tersebut kontra dengan BAB X Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 tentang Warga Negara dan Penduduk pada Pasal
28 berbunyi, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”
Pasal ini juga terkait dengan Pasal 28E yang berbunyi “Setiap orang berhak atas
kebebasan atas berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” Menurut
MPR itu sendiri, Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS 1966 ini, ke depan
diberlakukan dengan BERKEADAILAN dan MENGHORMATI HUKUM,
PRINSIP DEMOKRASI dan HAK ASASI MANUSIA 5, menurut analisa penulis
dengan menyatakan Partai Komunis Indonesia sebagai Organisasi Terlarang dan
melarang segala kegiatan menyebarkan dan mengembangkan faham/ajaran
Komunisme /Marxixme-Leninisme, ialah suatu wujud ketidak adilan dan Hak
Asasi Manusia dan suatu wujud tidak diamalkannya Konstitusi dalam
membentuk suatu Ketetapan/Peraturan yang ada dibawahnya.
Dari latar belakang penelitian sebagaimana telah diuraikan di atas, maka penulis
tertarik untuk membahasnyadalam bentuk suatu penelitian ilmiah dengan judul
5
Ibid., hal.61.
8
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah bentuk relevansi TAP MPRS No.XXV Tahun 1966 terhadap Pasal 28
2. Bagaimanakah kedudukan dan status hukum TAP MPRS No.XXV Tahun 1966 yang
1. Tujuan Penelitian
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoretis
saat ini.
b. Kegunaan Praktis
1. Kerangka Teoritis
penelitian yang satu dengan yang lain berdasarkan teori-teori yang berkaitan dengan
9
permasalahan yang diteliti didalam skripsi.
negara hukum dalam batang tubuh, tetapi dalam penjelasan umum yaitu dalam
ialah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat)”. Namun dalam perubahan
10
ketiga UUD 1945. Dibandingkan dengan rumusan dalam studi literatur tentang
negara hukum maka di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 mengenai Negara
Hukum sangat singkat dan berbunyi: “Indonesia adalah Negara Hukum”. Dari
9
Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Strata satu (S-1) Fakultas Hukum Universitas
Krisnadwipayana, Cetakan Ke-6 (edisi revisi), 2013, hal.12.
10
Ahmad Muliadi, Politik Hukum (Padang: Akademia Permata, 2013), hal.63.
rumusan yang singkat ini telah tercermin bahwa Negara Indonesia menganut
Pada abad ke-19 muncul konsep rechtsstaat dari Freidrich Julius Stahl, yang
diilhami oleh Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum (rechtsstaat)
adalah :
Pada saat yang bersamaan muncul pula konsep Negara Hukum (rule of law)
dari A.V. Dicey, yang mengemukakan unsur-unsur rule of law sebagai berikut :
Dalam pada itu pendapat Burkens seperti dikutip oleh A. Hamid Attamini
pemerintah dalam suatu negara bersumber pada hukum dan sebaliknya untuk
b. Teori Konstitusi
Menurut Sri Soemantri, tidak ada suatu negara pun di dunia ini yang tidak
Istilah konstitusi pada mulanya berasal dari bahasa latin yaitu, Constitutio
16
yang berkaitan dengan kata jus atau ius yang berarti hukum atau prinsip.
organized through and by law, that is to say on which law has established
diorganisir dengan dan melalui hukum, dalam hal mana hukum menetapkan
15
Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi (Bandung: Alumni, 1987), hal.2-3.
16
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan KonstitusionalismeIndonesia(Jakarta: Konpress, 2005), hal.1. 17
C.F.Strong, Modern Political Constitution, (London: Sidgwick& Jackson Limited, 1960),
hal.9.
12
dari segala peraturan mengenai suatu negara. Dengan demikian, suatu konstitusi
memuat suatu peraturan pokok mengenai soko guru atau sendi-sendi pertama untuk
18
menegakkan bangunan besar yang bernama negara.
undang dasar. Pengertian tersebut dikemukakan oleh Herman Heller dalam bukunya
19
tertulis.
c. Teori Perundang-undangan
sehingga negara sama dengan hukum. Maksud dari suatu tata hukum nasional
adalah bukan merupakan suatu hukum yang simpang siur, tetapi merupakan suatu
pertingkatan hukum nasional, dimana hukum yang lebih rendah harus bersumber
pada hukum yang lebih tinggi. Demikian seterusnya sampai akhirnya mencapai
suatu norma dasar (grundnorm) yang menjadi sumber dari seluruh hukum yang
20
berlaku. Teori pertingkatan hukum ini disebut dengan Stufenbouw des Recht.
18
Zulkarnaen dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Konstitusi, (Bandung: Pustaka Setia, 2012),
hal.34.
19
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),
hal.100.
20
Padmo Wahyono, Kuliah-Kuliah Ilmu Negara, Cetakan 1 (Jakarta: Indo-Hill, 1966), hal.18.
13
Stufenbouw des Recht atau dikenal dengan stufentheorie berasal dari seorang
sarjana bernama Adolf Merkel yang tidak lain adalah murid Hans Kelsen. Adolf
21
hukum itu selalu mempunyai dua wajah (das Dopperlte Rechtsantlitz). Menurut
Adolf Merkel suatu norma hukum itu ke atas ia bersumber dan berdasar pada norma
diatasnya tetapi ke bawah ia juga menjadi sumber dan menjadi dasar bagi norma
hukum dibawahnya, sehingga norma hukum mempunyai masa berlaku yang relatif,
oleh karena masa berlakunya suatu norma hukum itu tergantung pada norma hukum
yang berada di atasnya. Apabila norma hukum yang berada di atasnya dicabut atau
Berkaitan dengan teori yang dikemukakan oleh Hans Kelsen bahwa setiap
aturan harus ada hierarkinya. Dimulai dari norma dasar yang menjadi tolak ukur
validitas bagi norma yang ada di bawahnya. Menurut Hans Kelsen, norma yang ada
dalam suatu negara bukanlah berdiri sejajar atau bersifat koordinatif, melainkan
23
masing-masing norma mempunyai tingkatan-tingkatan yang berbeda.
dengan suatu negara. Hans Nawiasky dalam bukunya yang berjudul Allgemeine
Rechtslehre mengemukakan bahwa sesuai dengan teori Hans Kelsen, maka suatu
21
Maria Farida Indrati, Op.cit., hal.41.
22
Ibid., hal.42.
23
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, diterjemahakan oleh Raisul
Mattaqien, Cet. 5 (Bandung: Nusa Media, 2010), hal.179.
14
Norma yang dibawah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih
24
tinggi yang disebut dengan norma dasar.
Hans Nawiasky juga berpendapat bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan
kelompok, dan pengelompokan norma hukum dalam suatu negara itu terdiri atas
25
empat kelompok besar yaitu :
1. Kelompok I
Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara)
2. Kelompok II
Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar Negara atau Aturan Pokok Negara)
3. Kelompok III
Formell Gesetz (Undang-Undang Formal)
4. Kelompok IV
Verordnung & AutonomeSatzung (Aturan Pelaksanan dan Aturan Otonom)
24
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan,
(Yogyakarta: Kanisius, 2007), hal.44.
25
Ibid., hal.44-45.
26
Aziz Syamsuddin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang. Edisi kedua, Cetakan
Pertama (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal.6.
15
Politik berasal dari bahasa Belanda = politiek, dan bahasa Inggris = Politics, yang
negara) dengan asal katanya Polites (warga negara) dan polis (negara kota) atau
stadstaat, yang secara historis dapat dikatakan bahwa politik mempunyai hubungan
27
dengan negara politik mempunyai hubungan dengan negara .
kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu
kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat, juga meliputi
bermasyarakat.
maka untuk pengertian politik hukum sebagai patokan dan perbandingan dapat
Politik hukum adalah suatu disiplin ilmu yang membahas perbuatan aparat yang
Political law atau political science berarti The branch of learning concerned
with the study of the principles and conduct of government. Olso termed
29
political law. Dalam terjemahan bebas diartikan bahwa politik hukum adalah
Politik hukum adalah suatu kebijakan yang diambil oleh Negara melalui
lembaganya atau pejabatnya untuk menetapkan hukum yang mana yang perlu
diganti, diubah, dipertahankan atau hukum tentang apa yang perlu diatur atau
pemerintahan dapat berlangsung dengan baik, tertib, dan aman sehingga tujuan
30
negara secara bertahap dan terencana dapat terwujud.
28
Ibid.,
29
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary (St. Paul: MNN, West Group, Seventh Edition,
1999), hal.1179.
30
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem
UUD 1945, (Jakarta: Gramedia, 1978), hal.15.
17
2. Kerangka Konseptual
31
diteliti, yang digunakan oleh penulis skripsi dalam penelitian. Adapun kerangka
sebagai berikut :
undangan yang lebih tinggi. Dalam pasal 7 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011
b. Tap MPR ( penjelasan pasal 7 (1) huruf b UU No.12 Tahun 2011 ) adalah yang
31
Pedoman penulisan skripsi sarjana strata satu (S-1) Fakultas Hukum Universitas
Krisnadwipayana, Loc.cit., hal.12.
18
32
tingkat orang badan atau negara).
d. Ketatapan dalam Kamus Hukum adalah Perbuatan hukum yang bersegi satu yang
33
istimewa alat pemerintahan itu.
e. Tap MPRS/MPR adalah Putusan MPRS/MPR yang berlaku mengikat ke luar dan
ke dalam MPRS/MPR.
f. Status Hukum adalahkeadaan atau kedudukan hukum dari suatu (badan atau
32
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1991), hal.245.
33
M. Maryam dan Jimmy P, Kamus Hukum “Dictionary Of Law Complete Edition”, (Jakarta :
Reality Publisher, 2009), hal.358.
19
g. Pasca UU No.12 Tahun 2011 adalah sesudah atau setelah terbit dan berlakunya
UU tersebut.
E. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
penelitian ini.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yuridis ialah menelaah dan mengkaji secara mendalam atas bunyi teks
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari:
1945.
20
Perundang-Undangan.
Perundang-Undangan.
atau hal-hal yang berkaitan dengan isi sumber hukum primer serta
34
implementasinya, yang terdiri dari hasil pengkajian, laporan penelitian, artikel
ilmiah, buku, makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan data-data resmi dari lembaga
34
Sri Mamudji, Metode Penelitian dan penulisan hukum (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal.31.
21
Disamping menggunakan data sekunder tersebut diatas, alat pengumpulan data yang
tujuan untuk mendapatkan informasi sebanyak dan seakurat mungkin yang akan
diteliti. Wawancara dilakukan pada narasumber, yaitu orang atau pihak yang
mengetahui permasalahan yang akan diteliti karena sifat keilmuan yang dimilikinya
4. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan metode analisa kualitatif. Analisis data yang
terkumpul kemudian diklasifikasikan dan mengingat data tersebut adalah data kualitatif