Akhir-akhir ini perusakan hutan semakin meluas dan kompleks. Perusakan itu terjadi
tidak hanya di hutan produksi, tetapi juga telah merambah ke hutan lindung ataupun hutan
konservasi. Perusakan hutan telah berkembang menjadi suatu tindak pidana kejahatan yang
berdampak luar biasa dan terorganisasi serta melibatkan banyak pihak, baik nasional maupun
internasional. Kerusakan yang ditimbulkan telah mencapai tingkat yang sangat
mengkahwatirkn bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara. Oleh karena itu, penanganan
perusakan hutan dilakukan secara luar biasa. Sehingga dibetuklah UU No.18 tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).
“Setiap orang adalah orang perorangan dan/atau korporasi yang melakukan perbuatan
perusakan hutan secara terorganisir di wilayah hukum Indonesia dan/atau berakibat hukum di
wilayah hukum Indonesia”.
“Terorganisasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur, yang
terdiri dari 2 (dua) orang atau lebih, dan yang bertindak secara bersama-sama pada waktu
tertentu dengan tujuan melakukan perusakan hutan, tidak termasuk kelompok masyarakat
yang tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hutan yang melakukan perladangan tradisional
dan/atau melakukan penebangan kayu untuk keperluan sendiri dan tidak untuk tujuan
komersial”.
Dengan demikian jelas bahwa tindak pidana kehutanan yang tidak terorganisir tidak
bisa menggunakan undang-undang ini, termasuk tindak pidana yang dilakukan oleh
kelompok masyarakat yang tinggal di sekitar hutan/perladangan tradisional yang mengambil
manfaat hutan untuk keperluan hidup. Para petani tradisional yang tinggal di sekitar hutan
atau bahkan di dalam hutan yang memanfaatkan hutan untuk hidup memiliki kekebalan
(imunitas) atas undang-undang ini, dan tidak dapat dijadikan subjek delik. Tindak pidana
kehutanan dalam skala yang lebih kecil dapat merujuk pada undang-undang kehutanan (UU
No. 41/1999).
Yang dimaksud dengan korporasi yaitu “korporasi adalah kumpulan orang dan/atau
kekayaan yang terorganisir baik yang berupa Badan Hukum maupun bukan Badan Hukum”.
Pasal 1 angka 22.
B. Jenis Tindak Pidana dalam Ketentuan UU No.18 tahun 2013 tentang P3H
Ada beberapa perbuatan yang dilarang yang dikategorikan sebagai perbuatan pidana
dalam UU ini,yang terdapat dalam rumusan pasal 12,14,15,17,19-28,yakni :
membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga
akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin
5 pejabat yang berwenang
6 mengedarkan kayu hasil pembalakan liar melalui darat, perairan, atau udara;
terima, beli, jual, terima tukar, terima titipan, dan/atau memiliki hasil hutan yang
8 diketahui berasal dari pembalakan liar;
membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari
9 kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;
membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga
akan digunakan untuk melakukan kgiatan penambangan dan/atau angkut hasil
16 tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri
mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang berasal dari kegiatan
17 penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin (Pasal 17 ayat (1) huruf c)
20 perkebunan tanpa izin Menteri dlm kwsn hutan (Psl 17 ayat (2) huruf b);
membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga
akan digunakan kegiatan perkebunan dan/atau mengangkut hasil kebun di dalam
21 kawasan hutan tanpa izin Menteri (Psl 17 ayat (2) huruf a)
mendanai pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
27 secara langsung atau tidak langsung (Pasal 19 huruf d); dan/atau
mengubah status kayu hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan
hutan secara tidak sah, seolah-olah menjadi kayu yang sah atau hasil penggunaan
kawasan hutan yang sah untuk dijual kepada pihak ketiga, baik di dalam maupun
28 di luar negeri (Pasal 19 huruf f )
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta yang diketahui atau patut
diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan
hutan secara tidak sah sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah
31 (Psl 19 huruf i )
memalsukan surat izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kwsn
32 hutan (Pasal 24 huruf a);
merusak, memindahkan, atau menghilangkan pal batas luar kawasan hutan, batas
fungsi kawasan hutan, atau batas kawasan hutan yang berimpit dengan batas
negara yang mengakibatkan perubahan bentuk dan/atau luasan kawasan hutan
36 (Pasal 26)
C. Pertanggung jawaban Pidana oleh Korporasi dalam UU No.18 tahun 2013 tentan
P3H
Pertanggungjawaban pidana oleh korporasi dalam hal perbuatan perusakan hutan
dapat dikenakan sanksi pidana dan sanksi tindakan berupa sanksi administratif.
menyalahgunakan dokumen
angkutan hasil hutan kayu
yang diterbitkan oleh
pejabat yang berwenang
(Pasal 15 )
penambangan Sengaja:
dalam kawasan hutan tanpa Pidana Penjara - Pidana Penjara Pidana
izin Menteri (Pasal 17 ayat minimal 3 th Minimal 8 th, ditambah
(1) huruf b); maksimal 15 th Maksimal 20 th 1/3 dari
serta denda serta denda ancaman
pidana
membawa alat-alat berat min Rp. 1.5 Min. Rp. 20 M pokok
dan/atau alat-alat lainnya M. mak Rp. 10 Mak. Rp. 50 M (Pasal
yang lazim atau patut M (Pasal 89 (2)) 107)
diduga akan digunakan (Pasal 89 (1))
untuk melakukan kgiatan
penambangan dan/atau
angkut hasil tambang di
dalam kawasan hutan tanpa
izin Menteri
(Psl 17 ayat (1) huruf a)
menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul
harta yang diketahui atau
patut diduga berasal dari
hasil pembalakan liar
dan/atau hasil penggunaan
kawasan hutan secara tidak
sah sehingga seolah-olah
menjadi harta kekayaan
yang sah (Psl 19 huruf i )
memindahtangankan atau
menjual izin yang
dikeluarkan oleh pejabat
yang berwenang kecuali
dengan persetujuan Menteri
(Psl 24 huruf c )
lalai:
Pidana Penjara
Minimal 8 bln
Maksimal 2 th
serta denda
Min Rp. 200
jt Mak Rp. 1 M
(Pasal 98 (2))
menghalang-halangi Sengaja:
dan/atau menggagalkan Pidana Penjara Pidana Penjara Pidana
penyelidikan, penyidikan, Minimal 1 th Minimal 5 th ditambah
penuntutan, atau Maksimal 10 th Maksimal 15 th 1/3 dari
pemeriksaan di sidang serta denda serta denda ancaman
pidana
pengadilan tindak pidana Min Rp. 500 Min Rp. 5 M. Mak pokok
pembalakan liar dan jt. Mak Rp. 5 M Rp. 15 M (Pasal
penggunaan kawasan hutan (Pasal 102 (1)) (Pasal 102 (2)) 107)
secara tidak sah
( Pasal 22)
Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, korporasi tersebut diwakili
oleh pengurus.
Dalam hal ini pengurus adalah direksi yang bertindak selaku wakil dari korporasi
yang diduga melakukan perusakan hutan. Hakim juga dapat memerintahkan pengurus
korporasi agar menghadap sendiri di sidang pengadilan dan dapat pula memerintahkan agar
pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan ( Pasal 109 angka 4 UU P3H).
Namun, karena tanggung jawab pidana hanya dapat dijatuhkan pada pengurusnya
(diwakili oleh pengurusnya), maka terhadap korporasi tersebut hanya dapat dijatuhkan sanksi
administratif. Ketentuan ini dipertegas dalam Pasal 109 angka (5) dan (6) UU P3H yang
berbunyi:
(5) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana
denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 sampai dengan Pasal 103.
(6) Selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 sampai
dengan Pasal 103, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa penutupan
seluruh atau sebagian perusahaan.