ILMU
PERUNDANG-
UNDANGAN -
UAS
Disusun oleh Dominique Virgil dan TIM (FHUI 2015)
2
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
UU/PERPU UU PP UU
PP PERPU PERPRES PP
Keppres PP PERDA PERPRES
Peraturan Keppres PERDA PROVINSI
pelaksanaan Perda PERDA
(Peraturan Menteri KAB/KOTA
dan Instruksi
Menteri, dll)
• Dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966: Sumber dari segala sumber hukum
Republik Indonesia adalah:
o Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
o Dekrit 5 Juli 1959
o UU Dasar Proklamasi
o Surat Perintah 11 Maret 1966
Ketetapan MPR: memuat garis-garis besar di bidang legislatif (yang akan
dilaksanakan dengan UU) dan bidang eksekutif (yang akan dilaksanakan dengan
Keppres)
UU: menjalankan UUD atau Ketetapan MPR
Keppres: melaksanakan UUD, Ketetapan MPR dalam bidang eksekutif, atau PP
Kritik terhadap hierarki menurut TAP MPRS No. XX/MPRS/1966:
a. UUD 1945 bukan merupakan peraturan perundang-undangan, karena UUD
1945 terdiri atas 2 kelompok norma:
o Pembukaan UUD 1945: Staatsfundamentalnorm à landasan dasar
filosofis, kaidah-kaidah dasar, norma hukum tertinggi, bersifat
presupposed, bersifat garis besar, umum, norma hukum tunggal
o Batang Tubuh UUD 1945: Staatsgrundgesetz à garis besar, norma hukum
tunggal
b. Ketetapan MPR: Staatsgrundgesetz atau Aturan Dasar Negara / Aturan
Pokok Negara à sehingga harusnya bukan termasuk peraturan perundang-
undangan
3
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
UUD 1945 dan Ketetapan MPR mengatur lembaga-lembaga tertinggi dan lembaga tinggi
negara (cara pembentukan, tata hubungan sesama, lingkup tugas masing-masing) dan mengatur
tata hubungan antara WN dengan negara secara timbal balik.
Pokok-Pokok Pikiran (Pancasila) dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan cita hukum
(rechtside) dan staatsfundamentalnorm.
Dualisme tugas MPR:
- Norma dalam Batang Tubuh UUD 1945 dibentuk oleh MPR saat melaksanakan
kewenangan selaku konstituante à berkedudukan lebih tinggi dibanding UUD 1945
- Ketetapan MPR dibentuk oleh MPR saat melaksanakan kewenangan selaku Lembaga
Penetap Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara & Lembaga Pemilih Presiden &
Wakil Presiden à berkedudukan lebih rendah dibanding UUD 1945
c. Keputusan Presiden
Bukan bersifat einmahlig (konkrit, individual, sekali-selesai), namun bersifat
dauerhafig (berlaku terus-menerus).
d. Peraturan Menteri
Istilah tidak tepat, lebih baik diganti menjadi Keputusan Menteri karena
berarti secara luas, bisa sebagai regelling maupun beschikking.
e. Instruksi Menteri
Penyebutan tidak tepat, karena instruksi bersifat individual dan konkret dan
harus ada hubungan atasan dan bawahan secara organisatoris; padahal
perundang-undangan sifatnya umum dan abstrak.
Instruksi tidak dapat digolongkan ke dalam peraturan perundang-undangan.
f. Peraturan Daerah
Perda dalam TAP MPRS No. XX/1966 ini Perda tidak dimasukkan ke dalam
PerUUan, padahal Perda juga termasuk ke dalam Peraturan perUUan.
4
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
5
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
6
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
7
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
8
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
9
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
10
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
Indonesia tidak mengenal adanya pembagian UU dalam arti formil dan materiil. UU di
Indonesia mencakup kedua hal tersebut sekaligus.
11
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
12
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
a. Menetapkan UUD
b. Menetapkan Garis-Garis besar haluan negara.
c. Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
MPR memegang kekuasaan negara tertinggi à Presiden harus menjalankan
haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan.
Presiden: bertanggung jawab kepada MPR, merupakan Mandataris MPR.
4. Presiden: penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah Majelis
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR
6. Menteri Negara: pembantu presiden, tidak bertanggungjawab kepada DPR
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Anggota DPR semuanya merangkap menjadi anggota MPR à mengawasi
tindakan Presiden.
Apabila DPR menganggap bahwa Presiden melanggar haluan negara yang telah
ditetapkan oleh UUD atau oleh MPR, maka MPR dapat diundang untuk sidang
istimewa agar bisa meminta pertanggungjawaban Presiden.
Presiden memegang kekuasaan Eksekutif dan Legislatif à Indonesia tidak menganut
ajaran Trias Politica dari Montesquieu yang menyatakan bahwa dalam suatu negara
terdapat tiga kekuasaan yang terpisah satu sama lain.
13
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
14
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
15
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
16
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
Kekuasaan dan fungsi ini harus terpisah secara absolut; tidak boleh ada irisan,
rembesan, hubungan antar ketiga kekuasaan ini (terpisah secara kedap). Teori ini
disebut juga teori pemisahan kekuasaan. à nama kekuasaan/fungsi identik dengan
nama lembaganya.
Di Amerika, sebagai contoh dari Negara yang mengimplementasikan trias politica, kata
ganti Kongres adalah “lembaga legislatif”; presidennya disebut “lembaga eksekutif”;
supreme court-nya menjalankan “fungsi yudikatif”.
Pembentukan negara selalu didasarkan bukan berdasarkan asumsi, tetapi seringkali
menggunakan teori ketatanegaraan/filsafat yang saat itu sedang berkembang dan bisa
saja sampai saat ini dianggap sebagai sebuah kebenaran.
Pada saat Indonesia dibentuk, banyak teori ketatanegaraan yang coba diterapkan oleh
founding fathers kita. Ketika bangsa kita ingin menentukan wilayah, sebelumnya kita
harus menentukan apa arti “bangsa” yang merupakan terminologi baru pada saat itu;
mencoba melepaskan diri dari kuasa trah (kerajaan).
Teori awal mengenai kebangsaan, pendekatannya adalah persamaan fisik. Namun,
pada Rapat PPKI pada Agustus ’45, ada ahli Sosiologi bernama Ernest Renand
mengatakan: bangsa adalah orang-orang yang disatukan atas kesamaan nasib, bukan
kesamaan fisik. Itulah alasan kenapa kita tidak memaksa Malaysia dan Timor Leste
menjadi bagian dari Bangsa Indonesia: karena tidak ada persamaan nasib. Atas dasar
ini pula, Indonesia menetapkan wilayahnya.
Ketika Indonesia mengambil “resiko” untuk menjadi satu kesatuan bangsa, maka
mereka melepaskan diri dari kerajaan mereka. Contoh: orang Solo yang memutuskan
menjadi bangsa Indonesia, maka ia melepaskan dirinya dari kekuasaan Raja di Solo.
Amerika pada saat merdeka (atas desakan Perancis, karena Perancis tidak mau
membela Amerika jika Amerika tidak ‘berdaulat’), kemudian memilih pendapat
Montesqiueu dalam menyelenggarakan negaranya. Tetapi kemudian timbul kesulitan-
kesulitan dalam menjalankan pendapat Montesqiueu, yaitu ide dasar/niat dasar untuk
mencegah absolutisme ternyata tetap terjadi. Pemisahan yang kedap menjadikan
ketiga kekuasaan ini menjadi absolut di bidang kekuasaannya. Kongres yang diberi
kekuasaan absolut terkait membuat UU, sewenang-wenang membuat UU tanpa
memikirkan Presiden (sebagai pelaksana UU) bisa menjalankan UU tersebut atau tidak.
17
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
Begitu juga dengan Presiden yang memiliki kekuasaan absolut terkait pelaksana UU,
sewenang-wenang memilih jajaran menteri. Yang terjadi: stagnansi penyelenggaraan
kekuasaan. à muncul mekanisme “check and balances” dan memberikan kewenangan-
kewenangan baru ke ketiga lembaga tersebut untuk ‘mengawasi’ kekuasaan satu sama
lain (Adanya hak veto untuk Presiden terhadap Kongres, misalnya. Selain itu, supreme
court bisa men-judicial review UU atau meng-amandemen konstitusi Amerika).
Di Indonesia, 3 kekuasaan itu diakui. Tetapi diawal, founding fathers kita membentuk 5
lembaga (2 lembaga dianggap setara dengan 3 lembaga), bukan 3 lembaga saja à
Presiden tidak harus dipilih karena dia sekolah atau karena dia pintar, maka haruslah
didampingi dengan orang-orang pintar; muncul Dewan Pertimbangan Agung/DPA
(terinspirasi dari Perancis; isinya orang-orang tua yang pintar, sudah berpengalaman) à
dibentuk juga lembaga-lembaga lain yang tujuannya untuk backup Presiden. Di legislatif
ada fungsi budgeting jadi harus punya background accounting, makanya muncul BPK.
Jika kita membaca pasal-pasal di UUD 1945, ternyata ketiga lembaga negara ini dalam
menyelenggarakan kekuasaannya, saling berhubungan à Pasal 5 (1) UUD sebelum
amandemen, dapat dilihat bahwa kekuasaan eksekutif Presiden (Ps. 4 (1) UUD). Tetapi
di Pasal 5 (1), UUD juga memberi kekuasaan kepada Presiden untuk membentuk UU;
Presiden juga memiliki fungsi legislasi. Fungsi legislatif kemudian berkembang,
menjadi:
- Fungsi/kekuasaan legislasi à membuat UU.
- Fungsi budgeting
- Fungsi monitoring
- Fungsi persetujuan atas penunjukkan pejabat2 publik tertentu à pejabat
publiknya juga di bidang yudikatif.
Terhadap kekuasaan eksekutif, Presiden diberi kekuasaan untuk memberikan grasi,
amnesti, abolisi, dan gratifikasi. MA juga diberikan kekuasaan utk judicial review, di
bawah UU.
Dalam disertasinya, Prof. Miriam Budihardjo mengusulkan penyebutan lain atas
ketatanegaraan ini; kita tidak menganut trias politica dalam konteks pemisahan
kekuasaan, tetapi distribution of power/pembagian kekuasaan. Hal ini dikarenakan satu
lembaga bisa menjalankan 2 kekuasaan atau sebaliknya di Indonesia.
18
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
Di Pasal 20, DPR berwenang mengusulkan rancangan UU. BPK sebagai lembaga
keuangan dan melaporkannya ke DPR. MA mengadili/lembaga peradilan. DPA hanya
memberikan pertimbangan kpd Presiden, jika Presiden meminta. Dari semua
kewenangan masing-masing lembaga negara, yang harus dilihat adalah:
1. Ada 2 lembaga negara yang memiliki fungsi membentuk UU, yaitu Presiden dan
DPR. Tetapi mereka harus menjalankannya secara bersamaan.
2. Jenis peraturan perUUan yang mereka bentuk adalah UU.
3. Pengaturannya ada di Pasal 5 (1) dan Pasal 20 UUD lama.
Tiga lembaga negara yang lain menurut UUD tidak memiliki wewenang membentuk
peraturan perUUan.
Presiden dan DPR adalah dua lembaga negara yang bersama-sama memegang fungsi
membuat peraturan perUUan. Sebagai lembaga negara, Presiden sendirian TIDAK BISA
membentuk peraturan perUUan; dan DPR juga TIDAK BISA membentuk peraturan
perUUan sendirian. Contoh: DPR RI ‘mengeluh’ kenapa Polri tidak mau menegakkan
aturan yang dibuat DPR (mengenai pemanggilan paksa). Alasan Polri, mekanisme
mengenai hukum acara diaturnya di KUHAP, bukan peraturan DPR.
Peraturan DPR RI bukan merupakan peraturan perUUan. Pembentukan peraturan
perUUan harus dilakukan secara bersamaan antara Presiden dengan DPR.
Setelah amandemen, titik berat terkait kekuasaan legislasi ada di DPR, bukan lagi di
Presiden seperti sebelumnya. Setelah amandemen, Presiden dan DPR memiliki fungsi
legislasi, bukan legislatif (“Presiden ikut serta dalam pembuatan peraturan perUUan”).
Fungsi legislatif yang lain tidak ikut dimiliki oleh Presiden, hanya terkait dengan fungsi
legislasi saja.
UUD 1945 tidak menganut konsep pemisahan kekuasaan milik Montesquieu; yang
diterima adalah konsep pembagian kekuasaan. Menurut Montesquieu, konsep
‘pemisahan’ itu artinya terpisah secara kedap (tidak ada hubungan sama sekali).
Sebenarnya, DPR tidak bisa disebut sebagai ‘lembaga legislatif’ karena dia tidak
memegang secara penuh fungsi legislasi. Namun, Presiden tetap disebut sebagai
‘lembaga eksekutif’.
19
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
Sistem parlementer tidak sama dengan sistem presidensiil dalam arti kebalikan; yang
jelas, dalam sistem presidensiil, kedudukan Presiden dan DPR sama. Dalam sistem
parlementer, tanggungjawab Pemerintah adalah kepada Parlemen. Dalam sistem
parlementer, karier politik awalnya dimulai dari parlemen. Setelah sekian lama di
parlemen, baru seseorang dianggap pantas untuk menduduki posisi eksekutif.
Di sistem presidensiil kebalikannya. Ketika seseorang yang sudah lama di parlemen dan
masuk ke ranah eksekutif, tujuannya adalah supaya hubungan antara eksekutif dan
parlemen jadi lancar (di negara-negara yang menganut sistem Parlementer).
20
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
• Dari hal ini, terlihat bahwa Indonesia tidak menganut pemisahan kekuasaan
yang menurut Montesque pemisahaan kekuasaan itu dilakukan secara kedap
(mutlak). Indonesia menganut sistem distribution of power.
21
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
22
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
23
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
24
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
25
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
26
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
TUGAS PRESIDEN:
- Menjalankan UUD
- Menjalankan GBHN
- Menjalankan Pemerintahan dalam arti umum
Diperlukan peraturan perundang-undangan
FUNGSI PRESIDEN:
- Mandataris MPR
- Kepala Negara
- Kepala Pemerintahan (Penyelenggara Tertinggi Pemerintah Negara RI)
27
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
Undang-Undang
Peraturan perundang-undangan tertinggi. Di dalamnya dapat dicantumkan sanksi
pidana dan sanksi pemaksa, serta merupakan peraturan yang sudah dapat langsung
berlaku dan mengikat umum.
Kekuasaan membentuk Undang-Undang dipegang Presiden dan DPR.
Presiden membentuk UU, disetujui DPR, jika sudah disetujui bersama, Presiden akan
mengesahkannya.
UU Pokok
Di Belanda: raamwet, basiswet, atau moederwet.
Pembentuk wet di negeri Belanda adalah juga pembentuk grondwet dan basiswet,
sehingga hierarkhinya dapat diatur oleh pembentuk wet sendiri.
PERPU
Memiliki kedudukan yang sama dengan UU.
Ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. >> tidak selalu
ada hubungannya dengan keadaan bahaya, tetapi cukup kiranya apabila menurut
keyakinan Presiden terdapat keadaan yang mendesak, dan keadaan itu perlu segera
diatur dengan peraturan yang mempunyai derajat Undang-Undang.
Memiliki jangka waktu yang sementara. Secepat mungkin harus dimintakan
persetujuan DPR.
28
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
Fungsi maupun materi muatan dari PERPU adalah sama dengan fungsi atau materi
muatan dari UU.
Fungsi Perpu:
1. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UUD 1945 yang
tegas-tegas menyebutnya
2. Pengaturan lebih lanjut secara umum aturan dasar lainnya dalam Batang Tubuh
UUD 1945
3. Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Ketetapan MPR yang tegas-tegas
menyebutnya
4. Pengaturan di bidang materi konstitusi, seperti:
a. Organisasi, tugas dan susunan lembaga (tinggi) negara
b. Tata hubungan antara negara dan warga negara dan antara warga negara
/ penduduk timbal balik.
PERATURAN PEMERINTAH
Dibentuk oleh Presiden untuk melaksanakan UU (Pasal 5 ayat (2) UUD 1945)
PP hanya boleh mencantumkan sanksi pidana atau pemaksa apabila ditentukan dalam
UU yang dilaksanakannya.
Karakteristik PP (menurut Prof. Hamid S. Attamimi):
a. PP tidak dapat dibentuk tanpa terlebih dahulu ada UU yang menjadi induknya
b. PP tidak dapat mencantumkan sanksi pidana apabila UU yang bersangkutan
tidak mencantumkan sanksi pidana
c. Ketentuan PP tidak dapat menambah atau mengurangi ketentuan UU yang
bersangkutan
d. Untuk ‘menjalankan’, menjabarkan, atau merinci ketentuan UU, PP dapat
dibentuk meski ketentuan UU tersebut tidak memintanya secara tegas
e. Ketentuan PP berisi peraturan atau gabungan peraturan dan penetapan
Fungsi PP:
• Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UU yang tegas-tegas menyebutnya
• Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam UU yang
mengatur maupun tidak tegas-tegas menyebutnya
29
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
PERATURAN PRESIDEN
Peraturan Presiden ada yang bersifat mandiri (atribusian dari Pasal 4 ayat (1) UUD
1945), dan ada pula yang bersifat pelimpahan wewenang dari suatu PP dan UU yang
dilaksanakannya.
Fungsi Perpres:
• Menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahan
• Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam PP yang tegas-
tegas menyebutnya
• Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam PP, meskipun
tidak tegas-tegas menyebutnya
PERATURAN MENTERI
Kewenangan menteri untuk membentuk permen: Pasal 17 UUD 1945
Fungsi Permen:
• Menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahan di bidangnya
• Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Perpres
• Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UU yang tegas-
tegas menyebutnya
• Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam PP yang tegas-
tegas menyebutnya
30
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
PERATURAN GUBERNUR
Peraturan pelaksanaan dari perda provinsi.
31
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
32
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
• UU / PERPU
• PP
• PERPRES
• PERMEN
• Peraturan Ka. LPND
• Peraturan Dirjen
• Peraturan Badan Hukum Negara
Jenis Peraturan di Tingkat Daerah:
• Perda Provinsi
• Peraturan Gubernur
• Perda Kabupaten/Kota
• Peraturan Bupati/Walikota
Undang-Undang:
- Produk yang dikeluarkan oleh lembaga legislative à lembaga negara
- Jenis tertinggi dari peraturan perUUan
- Langsung dapat mengikat umum/masyarakat.
- Telah dapat dicantumkan sanksi pidana dan sanksi pemaksa.
- Pandangan adanya pergeseran legislative: Pasal 5 (1) jo. Pasal 20 Perubahan
mempunyai makna kekuasaan membentuk UU sebenarnya dipegang bersama
oleh Presiden dan DPR.
33
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
PERPU:
- Pasal 22 UUD 1945
- Perpu setingkat dengan UU
- Hanya dalam keadaan memaksa
34
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
35
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
Pendapat ahli: dalam konstitusi selalu ada siapa pembentuk wet, gesetz, namun
materinya tidak ditentukan.
1. Materi muatan UU (formel wet) tidak dapat ditentukan lingkup materinya,
mengingat UU adalah perwujudan kedaulatan raja atau kedaulatan rakyat,
sedangkan kedaulatan bersifat mutlak, ke luar tidak tergantung pada siapapun
dan ke dalam tertinggi di atas segalanya.
2. Semua materi dapat menjadi materi muatan UU kecuali bila UU tidak
berkehendak mengaturnya/menetapkannya
3. Hamid S. Attamimi
Pembentukan UU suatu negara bergantung pada:
a. Cita negara dan teori bernegara yang dianutnya
b. Kedaulatan dan pembagian kekuasaan dalam negaranya
c. Sistem pemerintahan negara yang diselenggarakannya
36
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
UUD tidak menetapkan hal-hal apa saja yang menjadi materi muatan UU. Namun ada
petunjuk yang menjadi pedoman untuk menemukan apa saja materi muatan UU.
Cara menemukan materi muatan UU:
1. Melihat ketentuan UUD (Batang Tubuh)
Sebelum amandemen: 18 masalah yang harus diatur berdasarkan UU
2. Wawasan Negara berdasarkan hukum (Rechtstaat)
Mengandung beberapa konsekuensi di bidang peraturan perundang-undangan,
oleh karena hal itu menyangkut masalah pembagian kekuasaan dan hak-hak
(asasi) manusia
- Polizeistaat
- Rechtstaat sempit / liberal: negara sebagai penjaga malam
- Rechtstaat formal
- Rechtstaat material / sosial: social welfare state
Ciri-ciri:
o Perlindungan HAM
37
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
o Pembagian Kekuasaan
o Pembagian berdasarkan UU
o Peradilan Administrasi
o Pemerintahan yang menciptakan kemakmuran rakyat
Rechtsstaat: a state based / government by law, bukan negara hukum
3. Wawasan Pemerintahan berdasarkan Sistem Konstitusi
Kewenangan pemerintah beserta segala tindakannya dalam menjalankan tugas-
tugasnya dibatasi oleh adanya konstitusi negara tersebut:
a. Kekuasaan perundang-undangan terikat oleh:
i. UUD
ii. Hukum Dasar (Moral, adat, agama)
b. Kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan peradilan terikat oleh UU dan
hukum negara
Staatsfundamentalnorm bisa berubah, namun grundnorm dari hukum moral, adat,
agama à tidak akan berubah.
38
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
Kalau kesembilan poin tersebut tidak ada, maka cukup diatur dalam Keppres saja.
Materi muatan Keppres:
1. Materi muatan sisa dari materi muatan UU, yaitu materi yang bersifat atribusian
Keppres boleh lahir tanpa adanya UU dan PP à lahir dalam fungsi Presiden
dalam kewenangan pemerintahan.
“Keppres Mandiri” à berasal dari kewenangan atribusi, Presiden bisa
membentuk keputusan Presiden yang mandiri, yang kewenangannya lebih luas
dibandingkan dengan kewenangan yang berasal dari delegasi UU / Peraturan
Pemerintah
Keppres lebih banyak dibanding UU, mengapa disebut sisa? Karena hanya
sedikit yang membutuhkan persetujuan DPR.
2. Materi yang bersifat delegasian UU dan PP.
Setelah Amandemen UUD, ada 43 hal yang diperintahkan secara tegas untuk diatur
dalam Undang-Undang.
Materi muatan Undang-Undang dalam UU No. 10 Tahun 2004: Pasal 8 (a) dan (b)
Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi hal-hal yang:
a. Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD NRI 1945 yang meliputi:
1. Hak-hak asasi Manusia
2. Hak dan kewajiban warga negara
3. Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara
4. Wilayah negara dan pembagian daerah
5. Kewarganegaraan dan kependudukan
6. Keuangan negara
39
Disusun oleh Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
40