Anda di halaman 1dari 9

4.

1 Pentingnya Proses Administrasi Pertanahan

Pada kalangan masyarakat menetap saat ini terdapat tiga jenis administrasi yaitu
mengidentifikasi tanah, mendefinisikan kepentingan di tanah dan mengatur informasi atau
inventaris. Teori administrasi tanah meliputi proses yang negara yang melakukan tugas dengan
disiplin , focus, dan bagaimana tugas tersebut dapat dilakukan dalam ekonomi pasar dengan
menggunakan fungsi inti tenurial, penggunaan, penilaian dan pengembangan

Administrasi pertanahan pada intinya adalah proses, bukan kelembagaan. Proses suatu
negara dalam melakukan pemeriksaan, penguasaan, penggunaan penilaian, dan
pengembangan bukan institusi dan bukan Lembaga. Proses tersebut akan terorganisir dan
terintegrasi manakala struktur badan dan Lembaganya mengelola dengan baik.

Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam “Administrasi pertanahan di Wilayah UNECE


menggaris bawahii mengenai Tren pembangunan dan prinsip-prinsip utama,” di mana
administrasi pertanahan didefinisikan sebagai “proses pencatatan dan penyebaran informasi
tentang kepemilikan, nilai, dan penggunaan tanah dan sumber daya yang terkait” (UNECE
2005a). Dan Deklarasi Bogor UN-FIG tentang reformasi kadaster menyatakan, “Reformasi
atau peningkatan kadaster harus fokus pada fungsi kadaster dan khususnya proses kunci yang
terkait dengan mengadili, mentransfer, dan membagi hak atas tanah” (1996; penekanan
ditambahkan).

Administrasi Pertanahan pada area intii perlu dilakukan perancangan dan pembangunan
terlebih dahulu kemudian pengelolaan. Dalam tingkat pengembangan suatu negara, proses adalah hal
yang wajib diikutsertakan agar dapat mewujudkan semua proses administrasi pertanahan, daripada
mendekati aktivitas individu seperti survei kadaster, pendaftaran tanah, subdivisi, atau
penilaian, secara terpisah.Didalam setiap proses juga harus memperhatikan masalah kapasitas
dan lingkungan sosial seperti misalnya kepemilikan di negara dengan pasar terbuka akan
bervariasi, maka dalam pendaftaran tanah yang juga berkaitan dengan transfer tanah,
pendidikan profesional dan keterampilan masing-masing, dan juga bagaimana cara orang
berfikir tentang tanah.

Fokus kepada proses sebagai dasar dalam pemahaman dan peningkatan system
bukanlah sesuatu yang baru. Dalam konteks administrasi pertanahan , proses mengacu pada
perencanaan dan implementasi proses tersebut kemudian pemantauan kinerja. Berbagai
reformasi dan perubahan dibuat untuk membangun kepuasan pelanggan.
Rekayasa ulang administrasi pertanahan merupakan konversi sistem berbasis kertas
menjadi digital selama tahun 1980-an dan seterusnya oleh masing-masing agen silo yang
beroperasi di pasar yang sukses ekonomi. Potensi yang tertunda mengakibatkan terisolasinya
Lembaga pendaftaran tanah, otoritas kadaster, dan Lembaga penilaian yang dimana mereka
menggunakan teknologi spasial untuk melepaskan kekuatan inheren dari informasi tanah yag
berguna ntuk pemerintah, bisnis,dan masyarakat. Badan admistrasi pertanahan yang terisolasi
sering terjadi dan berdampak pada proses yang sulit,

A. F. Hall menulis tentang administrasi pertanahan di New South Wales, Australia,


pada tahun 1895. “Tujuannya adalah untuk memperkenalkan sistem survei kepada publik,
untuk mengekspos kesalahannya, secara mencolok menginginkan kebulatan suara di antara
berbagai cabang Pegawai Negeri Sipil dibebankan dengan administrasinya, dan untuk
menunjukkan ke arah mana ada ruang untu perbaikan, dan di mana, tanpa mengganggu
efisiensinya, biaya administrasi mungkin jauh berkurang” (149; penekanan ditambahkan).

Dalam penerapan teori administrasi pertanahan pada system baru atau reformasi
rekayasa ulang dari system yang sudah ada , melalui sebuah pendekatan tertentu dan proses
local. Pada implementasinya, setiap system berbeda , tema umum dijalankan seperti
pengalaman manusia. Namun, dalam konteks pertanahan, system tenurial menjadi proses yang
paling umum dilakukan karena mencerminkan hal mengenai kebutuhan manusia dan kepastian.
Maka dari itu, mereka yang menabur mengharap akan menuai , mereka yang membangun dapat
mengharapkan untuk mendapatkan keuntungan, dan sebagainya.
4.2 Inti Proses Administasi Pertanahan

Memahami proses tenurial inti ini yang sangat bervariasi di berbagai negara dapat
diungkapkan sebagaimana sistem administrasi pertanahan mereka bekerja serta
keefektifannya.

Ada lima proses tenurial:

1. Sertifikat tanah secara formal


2. Menjual tanah melalui perjanjian (beli, jual, gadai, dan sewa)
3. Pemindahan tanah sebab insiden sosial (ketewasan, persalinan, perkawinan,
perceraian, dan penyendirian dan pengikutan di antara kelompok pengelola)
4. Membentuk kepentingan baru di kadaster, umumnya bidang tanah atau
kekayaan baru (subdivisi dan konsolidasi)
5. Menentukan batas-batas

Proses ini tidak bisa dipahami secara terpisah namun harus dikaitkan dengan proses
paralel dalam pengembangan, perencanaan, dan penilaian lahan. Selain itu proses ini
dipengaruhi oleh kebijakan pertanahan nasional, dan sistem sosial dan ekonomi. Model Barat
untuk proses tenurial kuat, didukung oleh teknologi, dan cukup baik untuk memenuhi kondisi
dan kebijakan lokal. Tujuannya yaitu membentuk catatan kepemilikan dan kadaster dari proses
sertifikasi tanah. Sertifikasi tanah juga melibatkan proses yang sama pentingnya untuk
pemeliharaan sistem. Pemeliharaan sistem sertifikasi tanah dan, tentu saja, semua sistem inti
dalam administrasi pertanahan, sangatlah penting. Tanpa pemeliharaan, suatu sistem
kehilangan relevansinya dan akan digantikan oleh sistem informal. Proses administrasi
pertanahan yang semakin berkembang sebagai tanggapan terhadap tekanan ekonomi, sosial,
dan kelembagaan. Peningkatan ini sangat efektif karena mengarah peningkatan kekayaan
menghasilkan pendapatan dari pajak transaksi, pajak kekayaan dan sebagainya.
4.3 Contoh Proses Tenurial

PROSES STANDAR PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS INDIVIDU

Mengingat cakupan SISTEM ADMINISTRASI PERTANAHAN yang komprehensif


di negara maju, proses ini sebagian besar digunakan di negara berkembang, seringkali melalui
proyek administrasi pertanahan skala besar. Proses tersebut melibatkan negara bagian atau
negara yang mengidentifikasi area yang akan diadili, disurvei, dan diberi hak secara sistematis,
kemudian menggunakan program sertifikasi tanah yang sistematis.

Prosesnya meliputi identifikasi hukum, ajudikasi, demarkasi, survei, dan pendaftaran.


Menyiapkan peta dasar yang tepat dapat memakan waktu beberapa tahun, atau bahkan lebih
lama, hal ini dikarenakan kebutuhan untuk memberikan kontrak, pembatasan cuaca dapat
diberlakukan pada foto udara, dan kebutuhan untuk membangun kapasitas lokal untuk
menghasilkan peta. Keterlibatan masyarakat sangat penting dalam keterlibatan pendaftaran
tanah. Biasanya, tim sertifikasi tanah dibentuk di kota atau desa atau wilayah, menggunakan
penasihat, juri, surveyor, administrator, dan personel pendukung komputer. Setiap bidang
tanah diidentifikasi secara sistematis di lahan pemilik atau penyewa, dan pemilik atau tetangga
yang berdampingan, dan kepala desa atau walikota sebagai saksi. Batas persil ditandai secara
fisik, dan semua persil tanah dan data kepemilikan untuk persil tersebut dikumpulkan.

Batas parsil disurvei ditandai pada peta foto, kemudian Surveyor atau staf teknis
menambahkan pengukuran persil tanah ke peta kadaster untuk area tersebut, sementara staf
administrasi atau teknis memperbarui indeks kadaster dengan informasi fisik dan kepemilikan
tentang persil tersebut. Sertifikat tanah disiapkan oleh staf administrasi dan diserahkan kepada
pemilik atau penyewa tanah pada suatu upacara. Seringkali, biaya kecil dibayarkan untuk
menerima sertifikat. Peta kadaster, indeks kadaster, dan salinan sertifikat tanah dipindahkan
ke pencatatan tanah setempat sehingga transfer atau subdivisi tanah berikutnya dapat dicatat.

Salah satu contoh paling sukses dari pendaftaran tanah sistematis dicapai di Thailand,
yang membentuk model dalam program pendaftaran lainnya, meskipun ini seringkali kurang
berhasil (Angus-Leppan dan Williamson 1985). Dengan menggunakan proses ini, satu pihak
lapangan survei, yang terdiri dari dua surveyor dan satu juri, dapat mensurvei 150 bidang
sebulan selama tujuh sampai delapan bulan setahun. Survei dasar ini terdiri dari sekitar 90
persen survei untuk sertifikat tanah pada tahap awal proyek sertifikasi tanah tahun 1983.
PERUBAHAN SUBYEK PEMILIK LAHAN BERDASARKAN PERJANJIAN

Semua Sistem Administrasi Pertanahan yang beroperasi dalam perdagangan tanah


menerapkan proses manajemen transaksi. "Feoffment by livery of seisin" adalah sarana
transfer yang dominan sampai tahun 1536 di Inggris dan akhirnya dihapuskan pada tahun
1925. Ini melibatkan upacara di mana pemilik tanah menyerahkan tanah, yang diwakili oleh
segumpal tanah kepada penerima kepemilikan tanah yang baru di hadapan saksi-saksi penting.
Biasanya diganti dengan akta, dan kemudian dilanjutkan dalam pendaftaran tanah. Banyak
desa berdasarkan sistem tradisional masih menggunakan alat seremonial transfer, dengan
mengandalkan saksi umum atau persetujuan kepala desa sebagai alat bukti.

Pihak ketiga perlu mengidentifikasi kepemilikan tanah di setiap bidang tanah. Hal ini
diperkuat dalam beberapa dokumen, antara lain kepentingan atas tanah bagi pemilik tanah
yang baru. Sistem modern membutuhkan bukti eksplisit berupa dokumen atau akta standar,
disertai dengan registrasi. Proses tipikal lainnya melibatkan pembeli secara fisik menyelidiki
tanah itu sendiri dengan melihat risiko atas kerugian kepentingannya akan ditemukan sebelum
dijual. Sistem modern memerlukan investigasi yang lebih jauh terhadap informasi dalam
menentukan status tarif, pajak, dan retribusi, informasi bangunan, dan kondisi lain dari tanah
tersebut.

Dalam system Pasar, manajemen risiko dalam proses transaksi adalah tanggung jawab
pembeli. Transaksi tanah di negara berkembang seringkali bersifat informal, seperti yang
terjadi di Indonesia. Sekitar 70 persen lahan dikuasai dalam tenurial hutan daripada tenurial
lahan, dan transaksi dalam “hak atas lahan” mengandalkan sistem informal. Mayoritas lahan
non-hutan berada di luar yurisdiksi registrasi lahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan
menunggu konversi.

TRANSFERING LAHAN MELALUI ACARA SOSIAL

Proses sosial yaitu pernikahan, perceraian, kelahiran, kematian, atau masuk dan
dikeluarkan dari kelompok pemilik tanah merupakan aspek administrasi tanah yang
terabaikan. Sistem pewarisan: sistem wasiat (wasiat atau keinginan wasiat lainnya) dan
pewarisan garis keturunan. Sistem wasiat adalah instruksi tertulis atau terbukti dari pemilik
yang telah meninggal dan memasukkannya ke dalam catatan hak atas tanah. Pewarisan garis
keturunan adalah cara pewarisan dengan identifikasi penerus dari pemil ik yang sudah
meninggal dengan sistem sosiolegal. Sistem pewarisan darah cenderung mengikuti salah satu
dari dua model umum: model bahasa Inggris, di mana pewarisan garis keturunan
mengidentifikasi satu penerima, biasanya ahli waris laki-laki pertama, atau model Islam, yang
melibatkan berbagi di antara semua anggota kelompok generasi berikutnya. Model
primogeniture adalah yang paling sederhana untuk dimasukkan dalam catatan tanah.

Dalam beberapa sistem Islam dan Eropa, warisan tanah dilakukan dengan pembagian
atau pemisahan yang dilakukan dengan salah satu dari dua cara umum tergantung pada budaya
dan sistem hukum. Proses terakhir secara historis lazim di Hawaii. Di mana tanah secara fisik
dialihkan, peningkatan popuSIstem Administrasi Pertanahani menyebabkan penyusutan
bidang tanah.

Fragmentasi adalah akibat dari kepemilikan tanah secara waris , yaitu pola penggunaan
lahan yang tidak ekonomis dan tidak berkelanjutan serta lahan yang tidak dapat dijual karena
terlalu banyak pemilik . Solusinya yaitu melalui program konsolidasi tanah yaitu dengan
menggabungkan bidang-bidang kecil kemudian dibentuk bidang-bidang yang dapat digunakan.
Pasar tanah juga menggunakan "penjangkauan berlebihan" sebagai solusi alternatif untuk
fragmentasi yang pernah digunakan di Inggris untuk menetapkan kembali tanah setelah resesi
pertanian tahun 1880-an melalui Settled Land Act of 1882. Tanah aristokrasi diikat dalam
permukiman ketat yang mempertahankan tanah dalam keluarga yang berhak selama beberapa
generasi sehingga tidak dapat dijual. Mengingat penurunan harga produk, dana tidak tersedia
untuk memelihara tanah, jadi solusinya adalah skema hukum dengan penjualan dipercayakan
kepada seseorang yang terikat dengan tanah yang melebihi kepentingan pemiliknya. Dana
tersebut kemudian disimpan dalam rekening bank untuk pemilik sesuai dengan kepentingan
masing-masing. Kegagalan dalam proses ketika identifikasi perubahasn social adalah hal biasa
dalam proyek SISTEM ADMINISTRASI PERTANAHAN. Banyak dari perubahan sosial
melibatkan perintah pengadilan atau upacara resmi dan tercatat atau upacara keagamaan.
Keputusan berbagai lembaga harus segera dilaporkan guna untuk mencatat proses administrasi
system pemeliharaan data tanah.

Dalam ekonomi transisi, kepemilikan tanah dipengaruhi oleh masalah baru dari
pemilik yang tidak hadir atau meninggalkan desa untuk bekerja di daerah perkotaan, atau
bahkan di negara lain. Menangani klaim yang tidak hadir adalah bagian penting dari program
reformasi tanah dan system administrasi pertanahan.

PEMBENTUKAN KEPENTINGAN DAN SIFAT BARU (PROSES SUBDIVISI)

Pola penggunaan lahan berubah seiring dengan kondisi budaya dan pasar. Dalam
sistem pasar, pemilik akan menyiapkan desain dan mempekerjakan seorang surveyor untuk
meletakkannya dan menyusun rencana. Prosesnya diawasi oleh otoritas lokal. Otoritas ini
berkonsultasi dengan pemangku kepentingan yang berkepentingan, termasuk pemilik yang
berdampingan serta otoritas air, listrik, saluran pembuangan, telekomunikasi, dan gas.
Pemerintah daerah menyetujui pembagian tersebut, biasanya dengan kondisi seperti jalan atau
konstruksi lain yang dilakukan sesuai keinginan mereka. Survei akhir biasanya dilakukan oleh
surveyor profesional, dan rencana subdivisi disiapkan dan diserahkan ke otoritas lokal untuk
persetujuan rencana subdivisi terakhir dan hak milik atau dokumen kepemilikan diserahkan
ke pendaftaran tanah.

MENENTUKAN PROSES BATAS

Batas-batas didokumentasikan dengan baik dan pemilik yang berdampingan


menyetujui. Penetapan batas dalam SISTEM ADMINISTRASI PERTANAHAN melibatkan
serangkaian subproses: menandai batas di lapangan, termasuk batas dalam kadaster atau peta
kadaster, dan menjaga konsistensi antara batas di lapangan dan yang tercatat. Jika ada
ketidaksepakatan, sistem memerlukan subproses lain untuk menentukan batas-batas menurut
berbagai kriteria, termasuk riwayat pendudukan, kedudukan hukum batas, bukti fisik batas,
informasi judul dan kadaster, dan ketersediaan surveyor terampil.

Dalam beberapa hal ekstrim, ketidaksesuaian dapat dihilangkan dengan pemaksaan


batas fisik untuk menyepakati batas hak atau kadaster dengan terus meluruskan pagar,
bangunan, dan penanda batas sesuai dengan catatan. Solusi apa pun dapat bekerja dengan
pendaftaran tanah dan pencatatan kadaster, asalkan dipahami oleh masyarakat, diterapkan
secara konsisten, dan terintegrasi dengan proses inti lainnya.
4.4 Mereformasi Sistem Administrasi Pertanahan dengan Meningkatkan
Manajemen Proses

Banyak informasi terbaru tentang administrasi pertanahan dan aliran data kadaster dan
analisis kepentingan mereka membentuk latar belakang untuk upaya reformasi. W.W.
Effenberg, S.Enemark,dan I. P. Williamson (1999) menyelidiki proses yang berkaitan dengan
data kadaster spasial digital. K.Dalrymple, I. P. Williamson, dan J. Wallace (2003) menyoroti
proses utama administrasi pertanahan dari pengalihan dan pembagian tanah. Williamson dan
C. Fourie (1998) menganalisis kadaster proses dalam konteks pemahaman sistem kadaster dari
perspektif studi kasus. Itu dokumentasi proses yang paling luas dan berpengaruh yang
berhubungan dengan aktivitas lahan adalah dilakukan oleh Hernando de Soto (2000), juga
sebagai dasar reformasi administrasi pertanahan. De Soto pendekatan untuk
mendokumentasikan proses pasar tanah digunakan di Vietnam untuk lebih memahami dan
mereformasi LAS untuk mendukung pasar tanah pedesaan (Smith et al. 2007). Ini dan sumber
informasi lainnya tentang proses LAS menunjukkan tingkat volatilitas yang tinggi dalam
proses spesifik dan ketegangan antara mempertahankan proses formal yang disesuaikan dengan
bisnis dan kebutuhan sosial dan mendorong proses informal ke dalam sistem formal. Yang lain
juga terlihat. Sebuah asumsi bahwa proses pertanahan harus mencakup formalitas yang rumit
perlu diganti dengan formalitas minimum yang konsisten dengan bukti bukti pihak ketiga yang
memadai dan catatan publik yang dapat diandalkan. Biaya-biaya, termasuk pajak pemerintah
atas transaksi tanah, harus sesuai dengan kapasitas dan kemauan peserta untuk membayar.

Anda mungkin juga menyukai