Anda di halaman 1dari 95

PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

Pengaturan:

1. UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar


Pokok-pokok Agraria (dikenal dengan nama UUPA);
2. PP Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah;
PP tsb telah dicabut dan diganti dengan
3. PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
4. PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaf-
taran Tanah;

2
4. PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
PPAT; kemudian diubah dengan
5. PP Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan PP No-
mor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT;
6. PMNA/KBPN Nomor 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan
Pelaksanaan PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pera-
turan Jabatan PPAT; PMNA/KBN tersebut dicabut dan
diganti dengan
7. Peraturan KBPN RI Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ke-
tentuan Pelaksanaan PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan PPAT; sebagaimana telah diubah de-
ngan
8. Peraturan KBPN RI Nomor 23 tahun 2009 tentang Pe-
rubahan Atas Peraturan KBPN RI Nomor 1 Tahun 2006
tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 37 Tahun
1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT;
3
9. UU Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun;
10. UU Nomor 42 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman;
11. UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
atas Tanah beserta Benda2 yang berkaitan dengan
Tanah;
12. Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN RI Nomor
354/KEP.100.17.3/VIII/2014, tanggal 27 Agustus
2014 tentang Kewenangan Pengesahan Kecocokan
Fotokopi Dengan Aslinya Untuk PPAT Yang Tidak
Merangkap Notaris;
13. Surat Menteri ATR/Kepala BPN RI Nomor 4/ SE/I/
2015 tanggal 26.01.2015 tentang Batas Usia Dewasa
Rangka Pelayanan Pertanahan;

4
14. Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN RI Nomor 10
Tahun 2017, tanggal 11 Juli 2017, tentang Tata Cara
Ujian, Magang, Pengangkatan dan Perpanjangan Ma-
sa Jabatan PPAT yang berlaku mulai tanggal 1 Ja-
nuari 2018;
15. Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN RI Nomor 2
Tahun 2018 tentang Pembinaan dan Pengawasan
PPAT.

5
SEJARAH LAHIRNYA
PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
(PPAT)

6
UUPA tidak mengatur PPAT tetapi mengatur
perbuatan hukum yang memerlukan peran PPAT.
Pasal 19 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1960
tentang UUPA menyatakan:
“Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah
diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Re-
publik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang
diatur dengan peraturan pemerintah”.
Peraturan pemerintah itu ialah PP Nomor 10 Tahun
1961 tentang Pendaftaran Tanah (yang kemudian dica-
but dan diganti dengan PP Nomor 24 Tahun 1997).

7
Pasal 19 PP Nomor 10 Tahun 1961 menyatakan:
“Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak
atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah,
menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak
atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan
dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan
Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri (selanjutnya dalam
PP ini disebut PEJABAT). Akta tersebut bentuknya
ditetapkan oleh Menteri Agraria”.
Jadi, PPAT dikenal sejak berlakunya PP 10 Tahun 1961
tentang Pendaftaran Tanah tetapi masih dengan istilah
PEJABAT.
8
Penyebutan secara eksplisit Pejabat Pembuat Akta Tanah
pertama kali ditemukan dalam Surat Edaran Menteri
Pertanian dan Agraria Nomor Unda/1/2/8, tgl. 21 April
1962, perihal Penjelasan Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria
Nomor 10 Tahun 1961.

“…apabila untuk suatu kecamatan belum ditunjuk seorang


pejabat khusus, maka Asisten Wedana “ambsthalve” men-
jadi Pejabat Pembuat Akta tanah… ” . Pembuatan akta
di hadapan Pejabat harus menggunakan formulir yang
tercetak atau formulir yang diketik dengan ukuran kertas
tertentu & harus mendapat persetujuan Kepala Jawatan
Pendaftaran Tanah dan formulir tercetak yang hanya dapat
dibeli di kantor-kantor pos.

9
Pengaturan itu dilatarbelakangi oleh pertimbangan
pada waktu itu sebagian besar PPAT dijabat oleh
Camat yg karena jabatannya menjalankan sementara
jabatan PPAT agar memudahkan pelaksanaan jaba-
tannya, termasuk petunjuk pengisian formulir atau
blanko akta tsb.
Pengaturan tsb masih dipertahankan oleh PMA/
KBPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pe-
laksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997 sampai dengan
keluar PBPN RI Nomor 8 Tahun 2012, tanggal 27
Desember 2012 yang berlaku mulai tanggal 2 Ja-
nuari 2013.

10
SIAPA PEJABAT (PPAT) ITU?

Pasal 19 PP tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan


Menteri Agraria Nomor 10 Tahun 1961. Pasal 3 ayat (1)nya
menentukan, bahwa yang dapat diangkat sebagai Pejabat
adalah:
1. Notaris;
2. pegawai2 dan bekas pegawai dalam lingkungan Depar-
temen Agraria yg dianggap mempunyai pengetahuan yg
cukup tentang peraturan pendaftaran tanah dan peraturan
lainnya yang bersangkutan dengan persoalan peralihan hak
atas tanah;
3. para pegawai pamong praja yang pernah melakukan tugas
seorang pejabat;
4. orang2 lain yang telah lulus dalam ujian yang dilakukan
oleh Menteri Agraria;
11
Pasal 1 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997:

Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan yang


dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, ber-
kesinambungan dan teratur, meliputi: pengumpulan,
pengolahan, pembukuan dan penyajian serta peme-
liharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta
dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian
surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan
rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya.

12
Kegiatan pendaftaran meliputi 2 kegiatan:
1. kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali kalinya
berupa pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan pe-
nyajian data fisik dan data yuridis;
2. kegiatan pemeliharaan data fisik dan data yuridis.

Tujuan pendaftaran tanah (menurut pasal 3):


1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan
hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah,
satuan rumah dan hak-hak lain yang terdaftar agar
dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pe-
megang hak yang bersangkutan;
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berke-pentingan, termasuk pemerintah agar dengan mu-
dah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam
mengadakan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bi-
dang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang
sudah terdaftar;
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

13
OBJEK PENDAFTARAN TANAH (Pasal 9 PP 24/1997):

1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan HM,


HGB, HGU dan HP;
2. tanah hak pengelolaan;
3. tanah wakaf;
4. hak milik atas satuan rumah susun;
5. hak tanggungan;
6. tanah negara.

14
Pasal 5 PP 24/1997, instansi pemerintah yang menye-
lenggarakan pendaftaran tanah adalah Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia.

Pasal 6 ayat (1) PP 24/1997, tugas pelaksanaan pendaf-


taran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang
oleh peraturan pemerintah ini atau peraturan perundang-
undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada pejabat
lain”.

15
Pasal 6 ayat (2) PP 24/1997:
“ Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala
Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) dan pejabat lain yang ditugaskan untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut pe-
raturan pemerintah ini dan peraturan perundang-un-
dangan yang bersangkutan”.
Jadi, PPAT diadakan karena diperlukan guna mem-
bantu kepala kantor pertanahan dalam pendaftaran ta-
nah di Indonesia.

16
Pejabat-pejabat yang membantu Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan tertentu dalam pendaftaran ta-
nah:
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT);
2. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW),
yakni Kepala KUA dan sekarang dilimpahkan
kepada notaris;
3. Pejabat dari Kantor Lelang;
4. Panitia Adjudikasi;
5. Notaris;
6. Kepala Desa/Kelurahan dan Camat.
17
PENGERTIAN
PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
Dalam peraturan perundangan terdapat banyak definisi tentang
Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Pejabat Pembuat Akta Tanah (disingkat PPAT) ialah:
- pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta
autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas
tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (pasal 1 angka 1
PP Nomor 24 Tahun 2016);
- pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta
autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak-hak
atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun (pasal 1 angka
1 Peraturan Ka BPN Nomor 1 Tahun 2006).
- pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta
tanah tertentu (pasal 1 angka 24 PP Nomor 24 Tahun 1997);

18
- pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pe-
mindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak tanggungan me-
nurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 angka
4 UU Nomor 4 Tahun 1996);
- pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta
tanah (Pasal 1 angka 5 PP Nomor 40 Tahun 1996);
- Pejabat umum yang bertugas membantu kepala kantor perta-
nahan dalam melakukan pendaftaran tanah dengan kewenang-an
membuat akta autentik tentang perbuatan hukum tertentu
mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun
sebagai dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah
yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu (dosen).

19
Pengertian Pejabat Umum
• Boedi Harsono: pejabat umum adalah seorang yang
diangkat oleh pemerintah dengan tugas dan kewe-
nangan memberikan pelayanan umum di bidang ter-
tentu;
• Sri Winarsi: pejabat umum mempunyai karakter yu-
ridis, yaitu selalu dalam rangka hukum publik. Sifat
publiknya dapat dilihat dari pengangkatan dan pem-
berhentian PPAT. PPAT diangkat dan diberhentikan
oleh Kepala BPN RI.

20
PPAT ada 4 macam (PP 24 /2016):
1.PPAT, adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat
akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum hak atas tanah atau hak
milik atas satuan rumah susun; PPAT diangkat oleh Kepala BPN;
2.PPATS, adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk
melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang
belum cukup terdapat PPAT; PPATS diangkat oleh Kepala Kanwil BPN
Propinsi atas nama Kepala BPN RI;
3.PPAT Khusus, adalah pejabat BPN yang ditunjuk karena jabatannya untuk
melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu khusus
dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah tertentu; PPAT
Khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum
tertentu yang disebut secara khusus dalam penun-jukannya.
4.PPAT pengganti, PPATS pengganti.

21
TUGAS POKOK PPAT

PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan


pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti
telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai
hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan
data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan
hukum itu.
(Pasal 2 ayat (1) dan (2) PPRI Nomor 37 Tahun 1997 juncto
pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun
2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PPRI Nomor 37 Tahun
1998)

22
Perbuatan hukum tersebut adalah sebagai berikut:
a. jual beli (AJB);
b. tukar menukar (ATM);
c. hibah (AH);
d. pemasukan ke dalam perusahaan (APDP);
e. pembagian hak bersama (APHB);
f. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai
atas Hak Milik (APHGB/HP HM);
g. pemberian Hak Tanggungan (APHT);
h. pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan
(SKMHT).

23
Akta PPAT yang mengubah data pendafta-
ran tanah:
a. jual beli (AJB);
b. tukar menukar (ATM);
c. hibah (AH);
d. pemasukan ke dalam perusahaan (APDP);
e. pembagian hak bersama (APHB);
f. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai
atas Hak Milik (APHGB/HP HM);
g. pemberian Hak Tanggungan (APHT);

24
Akta PPAT yang TIDAK mengubah data
pendaftaran tanah:
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
(SKHMT) yang merupakan akta pemberian kua-
sa yang digunakan dalam pembuatan akta pem-
berian hak tanggungan (APHT).

25
PEMELIHARAAN DATA
PENDAFTARAN TANAH
Dilaksanakan dengan pendaftaran peruba-
han:
1. data yuridis; dan atau
2. data fisik
objek pendaftaran tanah yang telah terdaftar
dengan mencatatnya di dalam daftar umum.

26
PENGERTIAN DATA YURIDIS DAN DATA FISIK
A. Perubahan data yuridis
Data yuridis adalah keterangan mengenai status hu-
kum bidang tanah dan satuan rumah susun yang di-
daftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta
beban-beban lain yang membebaninya.
b. Perubahan data fisik
Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas,
dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang
didaftar termasuk keterangan mengenai adanya ba-
ngunan atau bagian bangunan di atasnya.

27
BENTUK PERUBAHAN DATA YURIDIS

1. Peralihan hak karena jual beli, hibah, tukar-


menukar, pemasukan dalam perusahaan dan
perbuatan hukum pemindahan lainnya;
2. Peralihan hak karena pewarisan;
3. Peralihan hak karena penggabungan atau
peleburan perseroan terbatas;
4. Pembebanan hak tanggungan;
5. Hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan,
hak milik atas satuan rumah susun (HMSRS);
28
6. Peralihan hak tanggungan;
7. Pembagian hak bersama;
8. Perubahan data pendaftaran tanah berdasar
kan putusan pengadilan atau penetapan
ketua pengadilan;
9. Perubahan nama akibat pemegang hak ganti
nama;
10. Perpanjangan jangka waktu hak atas tanah.

29
BENTUK PERUBAHAN DATA FISIK

1. Pemecahan bidang tanah;


2. Pemisahan sebagian atau beberapa bagian
bidang tanah;
3. Penggabungan dua atau lebih bidang tanah.

30
KEWENANGAN UTAMA PPAT
 PPAT mempunyai kewenangan membuat akta tanah yang
merupakan akta otentik mengenai semua perbuatan hukum
mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya;

 PPAT Sementara mempunyai kewenangan membuat akta


tanah yang merupakan akta otentik mengenai semua per-
buatan hukum mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun dengan daerah kerja di dalam wilayah
kerja jabatannya;

 PPAT Khusus hanya berwenang membuat akta mengenai


perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam pe-
nunjukannnya.
31
 PPAT dapat membuat akta tukar menukar, akta pemasukan ke
dalam perusahaan, atau akta pembagian hak bersama mengenai
beberapa hak atas tanah dan atau Hak Milik Atas Satuan Ru-
mah Susun yang tidak semuanya terletak dalam satu derah ker-
janya, apabila salah satu bidang tanah atau Satuan Rumah Su-
sun yang menjadi objek perbuatan hukum itu terletak di dalam
daerah kerjanya;

 Akta yang dimaksud, dibuat oleh PPAT sesuai dengan jumlah


kabupaten/kota letak bidang tanah yang dilakukan perbuatan
hukumnya, untuk kemudian masing-masing akta itu didaf-
tarkan pada Kantor Pertanahan masing-masing.

32
KEWENANGAN TAMBAHAN
BAGI PPAT NON NOTARIS
Menurut Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN
RI Nomor 354/KEP.100.17.3/VIII/2014, tangggal
27 Agustus 2014 tentang Kewenangan Penge-
sahan Kecocokan Fotokopi Dengan Aslinya Un-
tuk PPAT Yang Tidak Merangkap Notaris, PPAT
yang tidak merangkap jabatan Notaris berwe-
nag mengesahkan fotokopi identitas diri, KTP,
KK dan data pendukung lain khusus untuk pem-
buatan akta PPAT dengan cara memperlihatkan
33
surat aslinya di hadapan PPAT dan melakukan
verifikasi sesuai dengan fakta dan dokumen as-
linya, dicap dan ditandatangani oleh PPAT de-
ngan kata2 “FOTOKOPI INI SESUAI DENGAN
ASLINYA”.

34
DAERAH KERJA PPAT
 Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota (menurut PP 24 Tahun
2016 wilayah kerja PPAT 1 propinsi);

 Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus


meliputi wilayah kerjanya sebagai pejabat peme-
rintah yang menjadi dasar penunjukannya.

(pasal 5 Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan


Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 2016)

35
 Apabila suatu wilayah kabupaten/kota dipecah menjadi 2
atau lebih wilayah kabupaten/kota, maka dalam waktu 1
tahun sejak diundangkannya undang-undang tentang pem-
bentukan kabupaten/kota yang baru, PPAT yang daerah ker-
janya adalah kabupaten/kota semula harus memilih salah
satu wilayah kabupaten/kota sebagai daerah kerjanya, de-
ngan ketentuan bahwa apabila pemilihan tersebut tidak dila-
kukan pada waktunya, maka mulai 1 tahun sejak diundang-
kannya undang-undang pembentukan kabupaten/kota baru
tsb, daerah kerja PPAT yang bersangkutan hanya meliputi
wilayah kabupaten/kota letak kantor PPAT yang bersang-
kutan.
 Pemilihan daerah kerja sebagaimana dimaksud di atas ber-
laku dengan sendirinya mulai 1 tahun sejak diundangkannya
undang-undang pembentukan kabupaten/kota yang baru.

36
 PPAT yang telah memeliki daerah kerja sebagaimana dimaksud di
atas, harus menyerahkan protokol PPAT untuk wilayah yang bu-
kan menjadi daerah kerjanya lagi kepada PPAT yang lain yang di-
tunjuk paling lama 3 bulan sejak penetapan wilayah kerja yang
baru.
 Apabila Kantor Pertanahan untuk wilayah pemekaran masih me-
rupakan kantor perwakilan, terhadap PPAT yang memilih daerah
kerja asal atau daerah kerja pemekaran masih dapat melaksanakan
pembuatan akta meliputi wilayah Kantor Pertanahan induk dalam
waktu paling lama 1 tahun sejak diundangkannya undang-undang
pembentukan kabupaten/kota yang bersangkutan.
 PPAT yang diangkat dengan daerah kerja kabupaten/kota peme-
karan sedangkan Kantor Pertanahan kabupaten/kota pemekaran
belum terbentuk, maka PPAT yang bersangkutan hanya berwe-
nang membuat akta di daerah kerja sesuai dengan pengangkatan-
nya.
37
PENGANGKATAN DAN
PEMBERHENTIAN PPAT
1. Pengangkatan PPAT adalah penetapan pemerintah yang
dilaksanakan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk
bagi seseorang yang memenuhi syarat sebagai PPAT
dalam suatu wilayah kerja tertentu
2. PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri ATR/Ke-
pala BPN.
3. Diangkat untuk suatu daerah kerja tertentu
4. Untuk daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau un-
tuk melayani golongan masyarakat tertentu, Kepala BPN
dapat menunjuk:
a. Camat/Kepala Desa sebagai PPAT Sementara;
b. Kepala Kantor Pertanahan sebagai PPAT Khusus.

38
SYARAT DIANGKAT PPAT
1. WNI;
2. Berusia minimal 30 tahun (menurut 24/2016 22 thn);
3. Berkelakuan baik;
4. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan pu-
tusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih;
5. Sehat jasmani dan rohani;
6. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata
dua kenotariatan atau lulusan program pendidikan
khusus PPAT yang diselenggarakan oleh kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan agraria/
39
pertanahan;
7. Lulusan program pendidikan khusus PPAT atau SpN
atau MKn;
8. Lulus ujian PPAT yang diadakan oleh BPN RI;
9. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bi-
dang agraria/pertanahan; dan
10.telah menjalani magang atau nyata-nyata telah be-
kerja sebagai karyawan pada kantor PPAT paling se-
dikit 6 bulan dan magang di Kantor Pertanahan sela-
ma bulan setelah lulus pendidikan kenotariatan.

40
SYARAT MENGIKUTI UJIAN PPAT

a. Warga Negara Indonesia;


b. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang
strata dua kenotariatan; atau lulusan Program
Pendidikan Khusus PPAT;
c. telah mengikuti kegiatan Peningkatan Kualitas;
d. telah mengikuti program Magang di Kantor
Pertanahan dan Kantor PPAT selama 1 (satu)
tahun; dan
e. tidak berstatus tersangka maupun terdakwa
atas tindak pidana.
41
DIBUKTIKAN DENGAN
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk;
b. pas photo berwarna dengan ukuran 4x6
sebanyak 4 lembar;
c. fotokopi surat keputusan pengangkatan
dan penunjukan tempat kedudukan
Notaris serta berita acara sumpah
jabatan Notaris yang terakhir, bagi calon
peserta Ujian yang sudah menjabat
sebagai Notaris;

42
d. fotokopi ijazah Sarjana Hukum dan fotokopi
ijazah Program Pendidikan Spesialis Notariat
atau Magister Kenotariatan yang dilegalisir
oleh Rektor/ Dekan/Pembantu Dekan Bidang
Akademik, atau fotokopi ijazah Strata Satu
dan Program Pendidikan Khusus PPAT yang
diselenggarakan oleh Kementerian yang dile-
galisir oleh Ketua Program Pendidikan Khu-
sus;
e. Sertifikat Peningkatan Kualitas;
f. Surat Keterangan Magang yang dikeluarkan
oleh Kantor Pertanahan dan Kantor PPAT;.

43
g. surat pernyataan bahwa dokumen yang di-
sampaikan adalah benar dan apabila dite-
mukan data yang tidak benar hasil Ujian da-
pat dibatalkan.

44
MATERI UJIAN PPAT

Terdiri dari:
1. Hukum Pertanahan Nasional;
2. Organisasi dan Kelembagaan Pertanahan;
3. Pendaftaran Tanah;
4. Peraturan Jabatan PPAT;
5. Pembuatan Akta PPAT; dan
6. Etika Profesi.

45
TATA CARA PENGANGKATAN PPAT

1. Mengikuti ujian PPAT yang diadakan Menteri ATR/BPN RI;


2. Bagi yg telah lulus ujian, mengajukan permohonan kepada
Kepala BPN RI dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Surat Keterangan Catatan Kepolisian tidak pernah mela-
kukan tindak pidana kejahatan;
b. Surat Keterangan Kesehatan dari dokter umum/spesialis;
c. Surat pernyataan bahwa ybs sehat jasmani & rohani;
d. Surat Pernyataan bahwa ybs tidak merangkap jabatan;
e. daftar riwayat hidup;
g. fotokopi ijazah S1 dan program pendidikan khusus PPAT
atau fotokopi ijazah pendidikan strata 2 kenotariatan;

46
3. Mengikuti pembekalan tehnis pertanahan yg diadakan oleh BPN
RI bekerja sama dengan organisasi PPAT;
4. Melapor pada Kantor Pertanahan setempat paling lambat 3 bu-
lan setelah menerima SK;
5. Mengangkat sumpah di hadapan Kepala Kantor Pertanahan
setempat;
6. Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, paraf dan
teraan stempel jabatan kepada:
- Kepala Kantor Pertanahan setempat;
- Bupati/Walikota setempat;
- Ketua Pengadilan Negeri;
- Kepala Kanwil BPN Propinsi;
7. Melaksanakan jabatan secara nyata.

47
PELANTIKAN DAN PNGANGKATAN
SUMPAH JABATAN PPAT

❑ Keputusan pengangkatan PPAT ditetapkan oleh Kepala


Badan dan berlaku sejak tanggal pelantikan.

❑ Pelantikan PPAT sebagaimana dimaksud tersebut di


atas, dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan se-
tempat.

Pelantikan PPAT dilaksanakan dengan mengangkat sumpah


jabatan PPAT di hadapan Kepala Kantor Pertanahan setem-
pat dan didampingi oleh rohaniawan.

48
PELAKSANAAN JABATAN PPAT

1. PPAT wajib berkantor di dalam daerah kerjanya;


2. Jika PPAT adalah Notaris, maka kantor PPAT harus sama dengan
kantor Notarisnya;
3. Kantor PPAT wajib dibuka setiap hari kerja (kecuali hari libur
resmi) dengan jam kerja minimal sama dengan jam kerja Kantor
Pertanahan setempat;
4. Apabila perlu dapat membuka kantor di luar jam kerja;
5. Jika PPAT cuti dan tidak menunjuk PPAT Pengganti, maka kantor
tetap wajib dibuka setiap hari kerja untuk mela-yani konsultasi,
salinan akta;
6. Akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Menteri
(lampiran Perkaban Nomor 8 Tahun 2012);
49
7. Semua jenis akta PPAT diberi 1 nomor urut yang berulang pada
permulaan tahun takwim;

8. Akta PPAT dibuat dalam bentuk asli dalam 2 lembar, yaitu:


a. lembar pertama sebanyak 1 rangkap disimpan oleh PPAT
yang bersangkutan;
b. lembar kedua sebanyak 1 rangkap/lebih menurut banyaknya
hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
yang menjadi objek perbuatan hukum dalam pembuatan
akta, yang disampaikan kepada Kantor Pertanahan untuyk
keperluan pendaftaran, dan kepada pihak-pihak yang
berekepentingan dapat diberikan salinannya;

9. Akta PPAT harus dibacakan/dijelaskan isinya kepada para


pihak dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi
sebelum ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksi-
saksi dan PPAT;
50
10.PPAT dilarang membuat akta untuk diri sendiri, suami/ is-
terinya, keluarga sedarah/semenda dalam garis lurus tanpa pem-
batasan derajat dan dalam garis ke samping sampai derajat ke-
dua, menjadi pihak dalam perbuatan hukum yang bersang-
kutan, baik dengan bertindak sendiri maupun melalui kuasa,
atau menjadi kuasa dari pihak lain.

11.Setiap lembar akta PPAT asli yang disimpan oleh PPAT harus
dijilid sebulan sekali dan setiap jilid terdiri dari 50 lembar akta
dengan julid terakhir dalam setiap bulan memuat lembar-lembar
akta sisanya;

12.Pada sampul buku akta hasil penjilidan akta-akta dicantumkan


daftar akta di dalamnya yang memuat nomor akta, tanggal
pembuatan akta dan jenis akta;

51
o Akta PPAT adalah akta tanah yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah
dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah
atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
o Protokol PPAT adalah kumpulan dokumen yang harus disimpan dan
dipelihara oleh PPAT yang terdiri dari daftar akta, akta asli, warkah
pendukung akta, arsip laporan, agenda dan surat-surat lainnya.
o Warkah adalah dokumen yang dijadikan dasar pembuatan akta PPAT.
o Formasi PPAT adalah jumlah maksimum PPAT yang diperbolehkan
dalam satu satuan daerah kerja PPAT.
o Daerah kerja PPAT adalah suatu wilayah yang menunjukkan kewe-
nangan seorang PPAT untuk membuat akta mengenai hak atas tanah
dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
o Para pihak adalah perorangan atau badan hukum yang melakukan per-
buatan hukum tertentu di hadapan PPAT, mengenai hak atas tanah atau
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

52
STEMPEL JABATAN PPAT

1. Stempel jabatan PPAT diterakan pada setiap tanda


tangan PPAT, akta, salinan akta, surat/dokumen lain
yang merupakan produk PPAT;
2. PPAT Khusus yang dijabat oleh Kepala Kantor Per-
tanahan menggunakan stempel Kantor Pertanahan;
3. Wakil Camat/Sekretaris Desa menggunakan stem-
pel jabatan yang digunakan oleh PPAT Sementara
yang bersangkutan.

53
PAPAN NAMA JABATAN PPAT

a. Ukuran:
100x40 cm; atau
150x60 cm; atau
200x180 cm
b. Warna:
dasar hitam putih, tulisan hitam
c. Bentuk huruf: kapital
d. Papan nama dipasang di lingkungan kantor PPAT yang
mudah dilihat umum.
54
KOP SURAT PPAT

a. Kop surat jabatan PPAT dicantumkan di bagian atas


sebelah kiri dari kertas surat dan sampul dinas PPAT;

b. Kop surat jabatan PPAT ditulis dengan warna hitam;

c. Tidak diperbolehkan menuliskan jabatan lain seperti


misal notaris.

55
PEMINDAHAN PPAT
▪ PPAT dapat mengajukan permohonan pindah
ke daerah kerja lain, setelah yang bersang-
kutan mengajukan permohonan berhenti se-
bagai PPAT di daerah kerja semula dengan ke-
tentuan masih tersedia formasi di kabupaten/
kota tujuan.
▪ Permohonan pindah ke daerah kerja lain
sebagaimana dimaksud di atas dapat diajukan
dalam rangka penyesuaian dengan kedu-
dukannya sebagai notaris, bagi PPAT yang me-
rangkap jabatan sebagai notaris.

56
▪ Permohonan pengangkatan kembali PPAT yang berhenti, di-
ajukan kepada Kepala Badan oleh yang bersangkutan dengan
tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor
Pertanahan di daerah kerja semula dan daerah kerja tujuan,
dengan dilengkapi persyaratan:
a. fotokopi keputusan pengangkatan yang bersangkutan se-bagai
PPAT dan Berita Acara Pengangkatan Sumpah Jaba-tan PPAT
di daerah kerja semula;
b. fotokopi keputusan pengangkatan yang bersangkutan se-bagai
notaris dan Berita Acara Sumpah Jabatan Notaris, bagi PPAT
yang juga menjabat sebagai notaris;
c. Fotokopi Berita Acara Penyerahan Protokol PPAT di dae-rah
kerja semula;
d. surat pernyataan bermeterai cukup dari yang bersangku-tan
yang menyatakan kesanggupan bersedia menerima protokol
dari PPAT calon penerima protokol di daerah kerja semula;

57
e. surat keterangan dari organisasi profesi yang menerangkan
bahwa PPAT yang bersangkutan selama menjabat PPAT tidak
pernah melanggar etika profesi PPAT yang dibuktikan secara
tertulis oleh pengurus cabang, atau pengurus daerah/wilayah
apabila di daerah yang bersangkutan belum ada pengurus
cabang organisasi profesi PPAT;
f. surat keterangan dari Kepala Kantor Pertanahan setempat
yang menerangkan bahwa PPAT yang bersangkutan selama
menjabat PPAT tidak pernah mendapat sanksi administratif;
g. surat dari Kepala Kantor Pertanahan setempat mengenai pe-
nilaian kualitas dan kuantitas akta yang dibuat selama men-
jabat sebagi PPAT.
▪ Permohonan pengangkatan kembali karena berhenti atas per-
mintaan sendiri dengan maksud untuk maksud untuk pindah
daerah kerja lain dapat diajukan setelah PPAT yang bersang-
kutan melaksanakan tugasnya paling kurang 3 tahun.
58
PEMBERHENTIAN PPAT

▪ PPAT berhenti menjabat sebagai PPAT karena:


a. meninggal dunia;
b. telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun; atau
c. diberhentikan oleh Menteri sesuai ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini.
▪ Ketentuan usia sebagaimana dimaksud dapat diperpan-
jang paling lama 2 (dua) tahun sampai dengan usia 67
(enam puluh tujuh) tahun dengan mempertimbangkan
kesehatan yang bersangkutan.

59
▪ PPAT Sementara dan PPAT Khusus berhenti melaksana-
kan tugas PPAT apabila tidak lagi memegang jabatan
sebagaimana dimaksud atau diberhentikan oleh Menteri.
▪ Ketentuan lebih lanjut mengenai perpanjangan masa ja-
batan dan penganglatan kembali PPAT sebagaimana di-
maksud diatur dengan Peraturan Menteri.
▪ PPAT yang akan berhenti karena mencapai usia 65 ta-
hun, paling lambat 3 bulan sebelumnya harus melapor-
kan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat menge-
nai PPAT yang bersedia menerima protokol PPATnya,
dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah.
▪ Pemberhentian PPAT dari jabatannya sebagaimana di-
maksud dalam pasal 8 dan pasal 10 PP Nomor 24 Tahun
2016 dilakukan dengan keputusan Menteri.
60
▪ PPAT yang diberhentikan dari jabatannya tidak berwe-
nang membuat akta PPAT sejak tanggal berlakunya ke-
putusan pemberhentian yang bersangkutan.
▪ PPAT, PPAT Sementara atau PPAT Khusus yang ber-
henti dari jabatannya wajib menyerahkan protokol
PPATnya kepada PPAT, PPAT Sementara atau kepada
Kepala Kantor Pertanahan kecuali karena pemberhen-
tian sementara, sebagaimana dimaksud dalam pasal 10
PP Nomor 24 Tahun 2016.
▪ Penyerahan protokol PPAT yang berhenti menjabat bu-
kan karena meninggal dunia, diberikan kepada PPAT
lain yang ditentukan oleh PPAT yang berhenti menjabat
tsb dalam waktu 7 hari kerja sejak tanggal berhenti PPAT
yang bersangkutan atau apabila menurut pemberitahuan
61
dari PPAT yang bersangkutan tidak ada yang ditentukan
olehnya, ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam
waktu 7 hari kerja sejak tanggal penunjukan penerima
tsb.
▪ Dalam hal PPAT berhenti karena meninggal dunia, ma-
ka ahli warisnya wajib menyerahkan protokol PPAT
kepada PPAT yang ditunjuk oleh Kepala Kanwil dalam
waktu paling lambat 1 bulan setelah penunjukan tsb.

62
▪ Penyerahan protokol PPAT Sementara yang berhenti
menjabat dilakukan kepada PPAT Sementara yang men-
jabat berikutnya di kecamatan yang bersangkutan, atau
apabila camat di kecamatan tsb tidak ditunjuk lagi se-
bagai PPAT Sementara, kepada Kepala Kantor Perta-
nahan untuk selanjutnya diserahkan kepada PPAT yang
berkantor di kecamatan yang bersangkutan yang ditun-
juk oleh Kepala Kantor Pertanahan.
▪ Penyerahan protokol PPAT Khusus dilakukan kepada
PPAT Khusus yang menjabat berikutnya.
▪ Apabila jumlah dan volume protokol PPAT cukup be-
sar, maka penyerahannya dapat dilakukan kepada lebih
dari satu PPAT yang daerah kerjanya sama, kecuali un-
tuk PPAT Khusus dan PPAT Sementara.
63
▪ Serah terima protokol PPAT sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sampai dengan ayat (6) dituangkan da-
lam Berita Acara Serah Terima Protokol PPAT yang
diketahui/disaksikan Kepala Kantor Pertanahan atau
dalam hal Kepala Kantor Pertanahan berhalangan
secara sah, oleh petugas yang ditunjuknya.
▪ PPAT yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan
atau Kepala Kanwil sebagai penerima protokol wa-
jib menerima protokol PPAT yang bersangkutan.
▪ PPAT wajib menurunkan papan nama PPATnya pada
hari yang bersangkutan berhenti dari jabatan PPAT.

64
➢ PPAT diberhentikan dengan hormat dari jabatannya
oleh Menteri, karena:
a. permintaan sendiri;
b. tidak lagi mampu menjalankan tugas karena kea-
daan kesehatan badan atau kesehatan jiwanya, se-
telah dinyatakan oleh tim pemeriksaan kesehatan
yang berwenang atas permintaan Kepala Badan a-
tau pejabat yang ditunjuk;
c. melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan
atau kewajiban sebagai PPAT;
d. diangkat sebagai PNS atas anggota TNI/Polri.

65
➢ PPAT diberhentikan dengan tidak hormat dari ja-
batannya oleh Menteri, karena:
a. melakukan pelanggaran berat terhadap larangan
atau kewajiban sebagai PPAT;
b. Dijatuhi hukuman kurungan/penjara karena mela-
kukan kejahatan perbuatan pidana yang diancam
dengan hukuman kurungan atau penjara paling
lama 5 tahun atau lebih berat berdasarkan putusan
pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hu-
kum tetap;
c. Melanggar kode etik profesi.

66
➢ Pemberhentian PPAT sebagaimana dimaksud di atas
ditetapkan oleh Kepala Badan berdasarkan usulan
Kepala Kantor Pertanahan melalui Kepala Kanwil.

➢ Pemberhentian sementara PPAT sebagaimana dimak-


sud dalam pasal 10 PP Nomor 24 Tahun 2016 dite-
tapkan oleh Kepala Badan berdasarkan usulan Ke-
pala Kantor Pertanahan melalui Kepala Kanwil.

67
PEMBERHENTIAN SEMENTARA

 PPAT dapat diberhentikan untuk sementara dari jaba-


tannya karena sedang dalam pemeriksaan pengadilan
sebagai terdakwa suatu tindak pidana yang diancam
dengan hukuman penjara paling lama 5 tahun atau
lebih berat.
 Pemberhentian sementara tersebut berlaku sampai ada
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.

68
RANGKAP JABATAN PPAT
▪ PPAT dilarang merangkap jabatan atau profesi:
a. advokat, konsultan atau penasehat hukum;
b. pegawai negeri, pegawai badan usaha milik negara,
pegawai badan usaha milik daerah, pegawai swasta;
c. pejabat negara atau Pegawai Pemerintah dengan Per-
janjian Kerja (PPPK) ;
d. pimpinan pada sekolah, perguruan tinggi negeri, atau
perguruan tinggi swasta;
e. surveyor berlisensi;
f. penilai tanah;
g. mediator; dan/atau
h. jabatan lainnya yang dilarang oleh peraturan perun-
dang-undangan.
69
▪ PPAT yang merangkap jabatan sebagaiman dimak-
sud di atas wajib mengajukan permohonan berhenti
kepada Menteri.
▪ PPAT yang merangkap jabatan sebagaimana dimak-
sud di atas, apabila masa tugasnya berakhir dapat
mengajukan permohonan pengangkatan kembali se-
suai peraturan perundang-undangan.
Apabila dalam waktu paling lama 3 bulan sejak PPAT
yang merangkap jabatan sebagaimana dimaksud di atas
tidak mengajukan permohonan berhenti, maka Kepala
Badan memberhentikan dengan hormat yang bersang-
kutan sebagai PPAT.

70
KEWENANGAN
1. Membuat Akta autentik (pasal 1 ayat 1, PP 37/1998)
2. Memungut jasa (honorarium) PPAT dan saksi maksimum 1% dari harga transaksi
(pasal 32 ayat 1, PP 37/1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT)

KEWAJIBAN
1. Mengangkat sumpah jabatan (pasal 15)
2. Melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai pengangkatannya sebagai PPAT (pasal 16
ayat 1)
3. Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, paraf, cap/stempel jabatan (pasal 19)
4. Memasang papan nama (pasal 20)
5. Membacakan/menjelaskan isi akta kepada para pihak dengan dihadiri saksi-saksi (pasal 22)
6. Meyimpan asli akta dan dijilid sebulan sekali, setiap jilid terdiri dari 50 akta (pasal 25)
7. Membuat Buku Daftar Akta (pasal 26);
8. Mengirim Laporan Bulanan (pasal 26);
9. Bila berhenti sebagai PPAT wajib menyerahkan protokol akta kepada PPAT lain di daerah
kerjanya (pasal 27);
10. Memberi jasa tanpa biaya kepada orang yang tidak mampu (pasal 32 ayat 2).
71
11. PPAT harus membuat satu buku daftar untuk semua
akta yang dibuatnya;
12. PPAT wajib mengirim laporan bulanan mengenai akta
yang dibuatnya, yang diambil dari buku daftar akta
PPAT kepada Kepala Kantor Pertanahan selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. Dalam prak-
teknya kantor pertanahan minta tanggal 3 laporan su-
dah sampai.

72
HAK: (Pasal 36)
• Cuti
• Memperoleh honorarium atas akta yang dibuatnya
• Memperoleh Informasi Peraturan Pertanahan
• Membela Diri Atas Keputusan Pemberhentian Sebagai PPAT

KEWAJIBAN: (Pasal 45, 46, 47)


• Menjunjung tinggi Pancasila, UUD ’45, NKRI
• Mengucapkan Sumpah Jabatan
• Menyampaikan Laporan Bulanan, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
• Menyerahkan protokol dalam hal berhenti sebagai PPAT
• Membebaskan honorarium kepada penghadap yang tidak mampu
• Membuka kantor tiap hari kerja = jam kerja Kantor Pertanahan setempat
• Hanya mempunyai 1 (satu) kantor dalam daerah kerja
• Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, paraf, teraan/cap jabatan
• Melaksanakan jabatan secara nyata setelah sumpah
• Pasang papan nama & mengenakan stempel bentuk dan ukuran tertentu
• Lain-lain sesuai peraturan perundang-undangan
73
1. PPAT dilarang merangkap jabatan atau profesi:
a. advokat, konsultan atau penasehat hukum;
b. pegawai negeri, pegawai badan usaha milik negara, pe-
gawai badan usaha milik daerah, pegawai swasta;
c. pejabat negara atau Pegawai Pemerintah dengan Per-
janjian Kerja (PPPK) ;
d. pimpinan pada sekolah, perguruan tinggi negeri, atau
perguruan tinggi swasta;
e. surveyor berlisensi;
f. penilai tanah;
g. mediator; dan/atau
h. jabatan lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-
undangan.
74
1. Merangkap jabatan;
2. Menjalankan jabatan sebelum disumpah (pasal 18);
3. Membuat akta untuk :
- diri sendiri;
- isteri/suami;
- keluarga sedarah dan semenda dalam garis lurus tanpa batas dan
dalam garis ke samping sampai derajat ke-2, baik dengan cara ber-
tindak sendiri atau melalui kuasa atau menjadi kuasa (pasal 23);
4. Meninggalkan kantor lebih dari 6 hari kerja (pasal 30 ayat 1);
5. Membuat akta sebelum ada bukti :
- sertifikat hak atas tanah diperiksakan ke kantor pertanahan
- BPHTB (UU 28/2009 jo. Perda Kota/Kabupaten) disetor kepada ne-
gara dan SSPD BPHTB divalidasi
- PPh (PP 48/1994 jis. PP 27/1996, PP 79/1999, PP 71/2008) disetor ke-
pada negara dan SSP PPH divalidasi oleh KPPP.
75
PELANGGARAN RINGAN Pasal 28 (3)
• Memungut uang jasa melebihi ketentuan
• Setelah 2 bulan cuti, tidak melaksanakan tugas (Pasal 42)
• Tidak menyampaikan Laporan Bulanan (Pasal 62)
• Rangkap jabatan: Advocad, PNS, dll. (Pasal 30)
• Lain-lain yang ditetapkan oleh Ka. BPN

PELANGGARAN BERAT Pasal 28 (4)


• Membantu melakukan tindak pidana
• Akta yang dibuat mengakibatkan sengketa/konflik
• Membuat akta di luar daerah kerja (kecuali Pasal 4 dan Pasal 6 ayat 3)
• Membuat keterangan yang tidak benar, mengakibatkan sengketa/konflik
• Membuka kantor cabang/perwakilan atau bentuk lainnya yang terletak di luar
dan atau di dalam daerah kerjanya
• Para pihak tidak hadir di hadapannya, saat pembuatan akta
• Pembuatan akta PPAT terhadap tanah yang diketahuinya masih dalam sengketa
• Pembuatan akta PPAT bukan oleh orang yang berhak
• Akta PPAT tidak dibacakan
• Akta PPAT dibuat oleh pihak yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum
• Akta PPAT dibuat dalam keadaan PPAT dikenakan sanksi atau sedang cuti
• Lain-lain yang ditetapkan BPN

76
CUTI
1. Hak Cuti:
a. Maksimal 2 minggu tiap tahun;
b. Cuti sakit dan melahirkan lamanya menurut ke-
terangan dokter yang memberikan keterangan;
c. Cuti karena alasan penting dapat diambil tiap
kali diperlukan, maksimal 9 bulan dalam tiap 3
tahun takwim

77
PEJABAT YANG BERWENANG
MEMBERIKAN CUTI

a. Cuti yang lamanya kurang 3 bulan, persetujuan


cuti kepada Kepala Kantor Pertanahan;
b. Cuti yang lamanya 3 bulan/lebih tetapi kurang
dari 6 bulan, persetujuan cuti kepada Kepala
Kanwil BPN Propinsi;
c. Cuti yang lamanya 6 bulan/lebih, persetujuan
cuti kepada Kepala BPN RI

78
PERMOHONAN CUTI
 Permohonan cuti harus mencantumkan lamanya
cuti, tanggal mulai pelaksanaan dan berakhirnya
cuti, alasan pengambilan cuti, daftar cuti yang
telah dilaksanakan dalam 3 tahun terakhir dan
alamat selama menjalankan cuti.
 Dalam hal PPAT menjalankan cuti, maka per-
mohonan cuti dapat disertai dengan usul peng-
angkatan PPAT Pengganti, kecuali di daerah
kerja tersebut sudah terdapat PPAT lain yang
diangkat oleh kepada badan.
79
 Peromohonan usul pengangkatan PPAT dilampi-
ri dengan:
a. fotokpi KTP calon PPAT;
b.Salinan surat pengangkatan/perjanjian kerja
calon PPAT pengganti sebagai pegawai PPAT
yang bersangkutan;
c. Fotokopi ijazah SH calon PPAT Pengganti;
d.berita acara pengangkatan sumpah jabatan
PPAT Pengganti apabila yang diusulkan seb-
agai PPAT Pengganti pernah menggantikan
PPAT yang bersangkutan didaerah kerja sama.

80
 PPAT Pengganti yang diusulkan harus memenuhi
syarat sebagaimana dimaksud berusia 22 tahun
dan belum berumur 65 tahun sampai batas akhir
masa jabatan PPAT Pengganti.
 Sebelum melaksanakan cuti, PPAT wajib menutup
Buku Daftar Akta dan melaporkan kepada kepala
kantor pertanahan setempat dan selama cuti yang
bersangkutan tidak perlu laporan bulanan.

81
PENOLAKAN DAN PERSTUJUAN CUTI

Penolakan atau persetujuan cuti harus diterbitkan


oleh pejabat yang berwenang dalam 7 hari kerja se-
jak tanggal diterimanya permohonan persetujuannya
harus disertai alasan penolakan tersebut.

82
PERSTUJUAN PERMOHONAN CUTI

1. Persetujuan untuk menjalankan cuti PPAT dibe-


rikan dengan keputusan pejabat yang berwenang
yang dibuat menurut contoh sebagaimana dalam
lampiran V.
2. Dalam hal Pengajuan permohonan persetujuan
cuti disertai dengan usul pengangkatan PPAT
Pengganti, maka pengangkatan PPAT Pengganti
dilakukan sekaligus dalam keputusan persetu-
juan cuti.
83
3. Keputusan ijin pelaksanaan cuti berikut peng-
angkatan PPAT Pengganti disampaikan kepada
PPAT yang bersangkutan atau kuasanya dan
kepada PPAT Pengganti serta salinannya disam-
paikan kepada:
a. Pejabat yang berwenang memberi ijin cuti
lainnya;
b. Bupati/Walikota yang bersangkutan.

84
PENYERAHAN PROTOKOL

1. PPAT Pengganti melaksakanan tugas jabatannya


sebagai PPAT Pengganti yang menjalankan cuti
setelah diterbitkan keputusan dan setelah yang
bersangkutan mengangkat sumpah jabatan.
2. Dalam hal PPAT Pengganti adalah orang yang
pernah melaksanakan tugas jabatan sebagai
PPAT Pengganti untuk PPAT yang sama didaerah
kerja yang sama, maka dalam melaksanakan
tugas jabatannya tidak perlu mengangkat sum-
pah jabatan PPAT.
85
3. Sebelum melaksanakan tugasnya PPAT Peng-
ganti wajib menerima protokol PPAT dari PPAT
yang digantinya.
4. Dalam hal PPAT yang melaksanakan cuti berha-
langan untuk menyerahkan protokol PPAT kepa-
da PPAT Pengganti, maka serah terima protokol
PPAT dilakukan oleh kuasa dari PPAT kepada
PPAT Pengganti dengan disaksikan oleh 2 orang
saksi.
5. Dalam hal PPAT yang digantikan meninggal
dunia sebelum berakhirnya masa cuti dan telah
ditunjuk PPAT Pengganti maka kewenangan
PPAT Pengganti dengan sedirinya berakhir.
86
6. Dalam menjalankan tugas jabatannya, ketentuan
yang berlaku pada PPAT berlaku pula terhadap
PPAT Pengganti .
7. PPAT Penggantibertanggungjawab secara pribadi
atas pelaksanaan tugas jabatannya.
8. Kewajiban PPAT berlaku pula bagi PPAT
Pengganti .

87
LARANGAN PPAT, CAMAT, DAN
KEPALA KANTOR PERTANAHAN
YANG MENJALANKAN CUTI
1. PPAT, Camat dan Kepala Kantah yang sedang
menjalankan cuti dilarang membuat akta PPAT.
2. Akta yang dibuat oleh PPAT, Camat atau Kepala
Kantor Pertanahan yang sedang menjalankan cuti
tidak dapat dijadikan dasar pendaftaran perubahan
data pendaftaran tanah.
3. Apabila larangan mengenai pembuatan akta oleh pe-
jabat yang sedang menjalankan cuti dilanggar, maka
segala akibat hukumannya menjadi tanggungjawab
pribadi dari pembuat akta yang bersangkutan

88
SYARAT SEBAGAI PPAT PENGGANTI

1. Telah lulus program pendidikan kenotariatan


dan telah menjadi pegawai kantor PPAT pa-
ling sedikit selama 1 (satu) tahun; atau
2. telah lulus program pendidikan khusus PPAT
yang diselenggarakan oleh kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bi-
dang agraria/pertanahan.

89
AKTA PPAT
Peraturan Kepala BPN RI Nomor 8 Tahun 2012 yg berlaku mulai tgl. 2
Januari 2013, tentang Perubahan atas Peraturan MNA/KBPN Nomor 3
Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997 ten-
tang Pendaftaran Tanah.

• Mulai tanggal 1 April 2013 akta disiapkan dan di-


buat oleh PPAT dengan tara cara pengisian sesuai
dengan lampiran PBPN RI Nomor 8 Tahun 2012.
• Sejak tanggal 1 April 2013 blanko PPAT yang diter-
bitkan oleh BPN RI tidak boleh digunakan lagi dan
harus dikembalikan ke BPN RI melalui kantor
perta-nahan setempat.
90
PEMBUATAN AKTA
1. Akta PPAT dibuat sesuai dengan contoh yang telah diberikan oleh BPN RI
(lampiran Perkaban RI Nomor 8 Tahun 2012);
2. Akta PPAT dibuat di kantor PPAT;
3. Akta PPAT dapat dibuat di luar kantornya hanya apabila ada salah satu pihak
mempunyai alasan yang sah untuk tidak dapat datang di Kantor PPAT;
4. Pembuatan akta PPAT harus dilakukan sesuai dengan kejadian, status dan
data yang benar, serta didukung dengan dokumen sesuai peraturan per-
undang-undangan;
5. Pembuatan akta disaksikan oleh 2 orang saksi yang memberikan kesaksian
tentang:
a. identitas dan kapasitas penghadap;
b. kehadiran para pihak atau kuasanya;
c. kebenaran data fisik dan data yuridis dalam hal objek perbuatan
hukum belum terdaftar;
d. keberadaan dokumen yang ditunjukkan dalam akta;
e. telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut oleh para pihak.

91
Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam
Membuat Akta

1. PPAT wajib melakukan pemeriksaan keabsahan sertifikat pada Kantor


Pertanahan setempat dengan menjelaskan maksud dan tujuannya;
2. PPAT tidak boleh membuat akta yang memuat kata-kata “menurut
keterangan pihak” jika tidak didasari oleh data formil;
3. PPAT berwenang menolak membuat akta yang tidak didasari oleh data
formil;
4. PPAT tidak boleh membuat akta atas sebagian dari sebidang tanah yang
sudah terdaftar atau tanah milik adat sebelum diukur oleh Kantor Per-
tanahan dan diberi NIB;
5. Dalam membuat akta, PPAT wajib mencantumkan:
a. Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB); dan/atau
b. Nomor hak atas tanah, misal HM 200;
c. Nomor SPPT PBB/NOP;
d. Penggunaan dan pemanfaatan sesuai dengan keadaan lapangan.

92
BUKU DAFTAR AKTA PPAT
1. PPAT wajib membuat daftar akta dengan membuat Buku Daftar Akta untuk
semua jenis akta yang dibuat;
2. Buku Daftar Akta PPAT diisi setiap hari kerja PPAT dan ditutup setiap akhir
hari kerja yang sama dengan garis tinta hitam dan diparaf oleh PPAT pada
kolom terakhir di bawah garis penutup;
3. Apabila pada hari kerja yang bersangkutan tidak terdapat akta yang dibuat,
maka dicantumkan kata “Nihil” di samping tanggal pencatatan dimaksud;
4. Pada akhir kerja terakhir setiap bulan, daftar akta PPAT ditutup dengan garis
merah dan tanda tangan serta nama jelas PPAT, dengan catatan di atas tanda
tangan tersebut yang berbunyi: “Pada hari ini .. tanggal .. daftar akta ini
ditutup oleh saya, dengan catatan bahwa dalam bulan ini telah dibuat .. (…)
buah akta;
5. Dalam hal PPAT menjalankan cuti, diberhentikan untuk sementara atau
berhenti dari jabatannya, maka pada hai terakhir jabatannya itu PPAT yang
bersangkutan wajib menutup daftar akta dengan garis merah dan tanda
tangan serta nama jelas dengan catatan di atas tanda tangan tersebut yang
berbunyi: “Pada hari ini.. tanggal .. daftar akta ini ditutup oleh saya, karena
menjalankan cuti/berhenti untuk sementara/berhenti.”
Berlaku juga bagi PPAT Sementara dan PPAT Pengganti.

93
LAPORAN BULANAN PPAT
Pasal 62

Laporan Bulanan disampaikan tiap tanggal 10 bulan berikutnya, ke-


pada :
• Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten;
• Kanwil BPN Propinsi;
• Kantor Pelayanan Pajak Pratama;
• Dinas Pendapatan Daerah Kota/Kabupaten.
Dalam prakteknya kantor pertanahan minta tanggal 3 laporan
sudah sampai.
Penyampaian Laporan Bulanan dikirim melalui jasa pengiriman atau
diantar langsung ke alamat.
94
95

Anda mungkin juga menyukai