Anda di halaman 1dari 7

TUGAS 3 ADMINISTRASI PERTANAHAN

1. Jelaskan ruang lingkup dan dasar hukum peralihan hak atas tanah!

2. Jelaskan kebijakan-kebijakan penggunaan tanah!

3. Jelaskan Sistem informasi pertanahan

Jawaban

1. Seralihan hak atas tanah

Seralihan hak atas tanah menyebabkan hak atas tanah beralih dari sescorang kepada orang lan. Jadi,
peralihan adalah perbuatan hokum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar hak atas tanah beralih
dari yang mengalihkan kepada yang menerima pengalihan.
Dalam praktik bentuk-bentuk peralihan hak atas tanah dapat berupa:
1.Jual beli;
2.Tukar-menukar;
3. Hibah;
4. Pemisahan dan pembagian harta warisan;
5. Pemisahan dan pembagian harta biasa (bukan warisan);
6.Penyerahan/hibah wasiat (legaar);
7.Penyerahan tanah sebagai modal perusahaan.
Dasar hukum peralihan hak atas tanah dalam UUPA diatur pada Pasal 20, 28, 35, dan 43. Pasal 20 ayat 2
menyatakan bah wa Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pasal 28 ayat 3 menyatakan
bahwa HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Kemudian Pasal 35 ayat 3 menyatakan bahwa
HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Terhadap Hak Pakai terdapat pembatasan
scbagaimana diatur dalam Pasal 43 UUPA yaitu:
1. Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung olch Negara maka hak pakai hanya dapat dialinkan
kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang.
2. Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain jika hal itu dimungkinkan dalam
perjanjian yang bersangkutan.
Tentang hak sewa untuk bangunan dan hak-hak yang lain tidak terdapat aturan peralihannya dalam
UUPA. Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Milik menurut Pasal 50 UUPA akan diatur dengan undang-
undang, sedangkan mengenai HGU, HGB, Hak Pakai dan Hak Senwa untuk bangunan diatur dengan
peraturan perundangan. Ternyata baru pada tahun 1996 keluar peraturan perundangan yang dimaksud
yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No, 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai Atas Tanah.
Berdasarkan Pasal 37 PP No. 24 Tahun 1997, setiap peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan
rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan
hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didattarkan jika
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pasal 37 PP No. 24 Tahun 1997 mengharuskan setiap perjanjian
yang diakibarkan pemindahan hak atas tanah dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. PPAT
adalah pejabat yang berwenang membuat akta perjanjian – perjanjian yang dapat memindahkan hak
atas tanah, memberikan suatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan
hak atas tanah sebagai tanggungan, sebagaimana dimaksud dalam Pp No. 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tamah. Dahulu hal-hal mengenai penunjukan PPAT serta hak dan
kewajibannya diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No 10 Tahun 1961, scbagaimana
telah diubah dan ditambah dengan Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 4 Tahun 1963.
Peraturan mengenai PPAT yang berlaku sekarang adalah Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Pada masa lalu yang dapat diangkat menjadi PPAT ialah:
a. Notaris.
b. Pegawai-pegawai dan bekas pegawai dalam lingkungan Dircktorat Jenderal Agraria yang dianggap
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang peraturan-peraturan pendaftaran tanah dan peraturan-
peraturan lain yang berkaitan dengan persoalan peralihan hak atas tanah,
c. Para pegawai pamong praja yang pernah melakukan tugas sebagai PPAT.
d. Orang-orang lain yang telah lulus dalam ujian yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Agraria.
Berdasarkan Pasal 6 PP No. 37 Tahun 1998 yang menjadi PPAT adalah lulusan program pendidikan
spesialis notariat atau program khusus PPAT yang diselenggarakan olch Lembaga Pendidikan Tinggi di
samping harus lulus ujian yang diselenggarakan olch Kantor Menteri Negara Agraria/BPN.
Berdasarkan Pasal 5 PP No. 37 Tahun 1998, untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di
daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam
pembuatan akta PPAT tertentu, Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat sebagai PPAT Sementara atau
PPAT Khusus yaitu:
a. Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT,
sebagai PPAT Sementara.
b. Kepala Kantor Pertanahan untuk melayani pembuatan akta PPAT yang diperlukan dalam rangka
pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT
tertentu bagi negara sahabat berdasarkan asas resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen Luar
Negeri, sebagai PPAT Khusus. Sedangkan tugas PPAT ialah:
1. Membuat akia mengenai perbuatan-perbuatan hukum yang disebutkan dalam Pasal 37 PP No. 24
Tahun 1997.
2. Membantu pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum mengajukan permohonan izin pemindahan
hak dan permohonan penegasan konversi serta pendaftaran hak sebagaimana disebut di dalam
Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2 Tahun 1962.
Menurut Pasal 100 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 dijelaskan
PPAT menolak membuat akta PPAT mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun
apabila olehnya diterima pemberitahuan tertulis bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah
susun itu sedang disengketakan dari orang atau badan hukum yang menjadi pihak dalam sengketa
tersebut dengan disertai dokumen laporan kepada pihak yang berwajib, surat gugatan ke Pengadilan,
atau dengan memperhatikan ketentuan Pasal 37 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997, surat keberatan kepada
pemegang hak serta dokumen lain yang membuktikan adanya sengketa tersebut.
Kemudian Pasal 103 ayat (I) Peraturan Menteri Negara Agrarial'Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 dijelaskan
PPAT wajib menyampaikan akta PPAT dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan untuk keperluan
pendaftaran peralihan hak yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan, selambat – lambatnya 7
(tujuh) hari kerja sejak ditandatangani akta yang bersangkutan. Di samping itu, kewajiban PPAT ialah:
1.Menyelenggarakan suatu daftar dari akta-akta yang dibuatnya sebagaimana contoh di lampiran
Peraturan Kepala BPN No. 6 Tahun 1989.
2. Menyimpan asli akta-akta yang dibuatnya.
Akta yang dibuat PPAT tidak boleh sembarangan. Bentuknya dahulu ditetapkan olch Menteri Dalam
Negeri. Bentuk akta ditetapkan dengan surat keputusan Menteri Dalam Negeri No. 104/DJA/1977,
tentang penyempurnaan bentuk akta yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Agraria No. 11 Tahun
1961. Sekarang bentuk akta itu ditentukan oleh Kepala BPN melalui Peraturan Kepala BPN No. 6 Tahun
1989 tentang Penyempurnaan Bentuk Akta PPAT. Pasal 2 PMA No. 14 Tahun 1961 menyebutkan bahwa:
1. Pemindahan hak atas tanah memerlukan izin dari instansi pemberi izin.
2. Sebelum diperoleh izin sebagai yang dimaksudkan dalam ayat I pasal ini, pemindahan hak tersebut
tidak akan didaftar olch Kepala Kantor Pendaftaran Tanah (KKPT) yang bersangkutan (sekarang Kantor
Pendaftaran Tanah (KPT) menjadi Kantor Pertanahan).
Sebelumnya, berdasarkan PMA No. 14 Tahun 1961 tentang "Permintaan dan Pemberian Izin
Pemindahan Hak Atas Tanah", pemindahan hak atas tanah (semua macam) memerlukan izin. Tetapi
kemudian karena berbagai pertimbangan berdasarkan PMDN No. SK. 59/DDA/1970, yang mulai
berlaku tanggal 21 Oktober 1970, hanya meliputi pemindahan hak:
1. Milik atas tanah pertanian.
2. Milik atas tanah bangunan, jika penerima hak (kalau perorangan: termasuk suami, istri, dan anak-anak
yang masih menjadi tanggungannya) sudah mempunyai 5 bidang tanah atau lebih.
3. Guna Usaha
4.Guna Bangunan atas tanah Negara, jika penerima hak merupakan badan hukum.
5. Guna Bangunan atas tanah Negara, jika penerima hak merupakan perorangan yang sudah mempunyai
5 bidang tanah atau lebih (termasuk yang dipunyai istri, suami dan anak-anak yang masih menjadi
tanggungannya).
6. Pakai atas Tanah Negara, jika penerima hak seorang asing atau badan hukum.
7. Pakai atas tanah Negara jika penerima hak, orang warga ncgara Indonesia yang sudah mempunyai 5
bidang tanah atau lebih (termasuk yang dipunyai istrisuami dan anak-anak yang masih menjadi
tanggungannya).

Instansi yang berwenang memberikan izin pemindahan hak atas tanahdiatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri (PMDN) No. 6 Tahun 1972. Menurut Pasal 7 PMDN No. 6 Tahun 1972, Bupati/Walikota
memberikan keputusan mengenai izin pemindahan hak milik. Sedangkan menurut Pasal 3 PMDN No. 6
Tahun 1972, Gubernur Kepala Daerah dapat memberi keputusan mengenai permohonan izin
pemindahan HGU atas tanah negara jika:
a. Luasnya tidak lebih dari 25 ha (dua puluh lima hektar).
b.Peruntukan tanah bukan untuk tanaman keras.

Sedangkan berdasarkan Pasal 8 PMDN No. 6 Tahun 1972. Bupati Walikota dapat mengambil keputusan
mengenai izin untuk memindahkan HGiB atas tanah negara kepada warga negara Indonesia atau badan
hokum Indonesia bukan bermodal asing.
Pasal 9 menyatakan bahwa Hak Pakai atas tanah Negara sama dengan Pasal 8. Pasal 12 PMDN No. 6
Tahun 1972 ditegaskan bahwa Menteri Dalam Negeri dapat membuat keputusan mengenai pemohonan
izin pemindahan:
1. Hak milik.
2. HGU.
3. HGB.
4. Hak pakai.
5. Hak pengclolaan.
6. Hak penguasaan.
7.Izin membuka atas tanah Negara, yang wewenangnya tidak dilimpahkan kepada Gubernur/ Bupati
Walikota/Kepala Kecamatan.
Penjelasan umum UUPA menerangkan bahwa dilarangnya badan hokum mempunyai hak milik, karena
memang badan hukum tidak perlu mempunyai hak milik tetapi cukup bagi keperluan-keperluan yang
khusus yaitu hak-hak lain selain hak milik. Badan hukum tidak mungkin mempunyai tanah dengan
hak milik kecuali ditentukan secara khusus oleh Undang-undang atau peraturan lainnya, seperti yang
telah ditentukan oleh PP No. 38 Tahun 1973 yaitu:
A. Bank-bank yang didirikan oleh negara.
b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan Undang-undang No. 79
Tahun 1958.
c. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri
Agama.
d. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian / Agraria setelah mendengar Menteri Sosial.
Setelah terbentuk BPN maka pemberian izin yang menjadi kewenangan Menteri Dalam Negeri dialihkan
menjadi kewenangan Kepala BPN. Sedangkan kewenangan Gubernur menjadi kewenangan Kanwil BPN.
Dalam Pasal 23 UUPA ditcgaskan bahwa:
1. Hak Milik setiap peralihannya harus didafiarkan.
2. Pendaftaran termaksud dalam ayat I merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan.
Sedangkan Pasal 38 UUPA yang mengatur tentang HGU dan HGB memuat hal yang sama dengan Pasal
23, Jadi, pemindahan Hak Milik, HGU dan HGB, yaitu hak-hak yang wajib didaftarkan menurut PP No. 24
Tahun 1997, harus didaftarkan di Kantor Pertanahan. Berhubung Hak Pakai atas tanah Negara dan Hak
Gadai juga harus didatftar, maka peralihannya wajib didaftarkan pula.
Peralihan hak atas tanah harus dilakukan melalui akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang
berwenang, yaitu:
I.PPAT; untuk jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (inberik), dan
pembagian hak bersama.
2. Notaris; untuk peleburan atau penggabungan harta perusahaan (merger) dyang tidak didahului
dengan likuidasi perusahaan yang tergabung atau melebur.
3. Notaris, Pengadilan, Balai Harta Peninggalan, atau Kepala Desa dan Camat; untuk pemindahan hak
karena waris, tergantung kepada kedudukan hukum dari para ahli waris
4. Developer dan disalhkan oleh Pemda; untuk pemisahan hak milik atas Satuan Rumah Susun.
5. Pejabat Lelang; untuk rumah yang dilelang.
6. Pejabat pembuat Akta Ikrar Wakaf; untuk tanah yang diwakafkan.

Dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran balik nama:


1.Surat permohonan balik nama.
2.Surat kuasa apabila pengurusannya dikuasakan.
3. Akia tentang perbuatan hukum pemindahan hak tersebut.
4. Bukti identitas pihak yang mengalihkan hak.
5. Bukti identitas penerima hak.
6. Sertifikat hak atas tanah.
7. Izin pemindahan hak apabila dipersyaratkan.
8. Bukti pelunasan BPHTB berdasarkan UU No. 20 Tahun 2000. Objek BPHTB adalah objek pajak yang
mendapat perolchan hak atas tanah dan atau bangunan. Yang menjadi subjek pajak adalah orang
pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjck pajak
yang dikenakan kewaijiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-undang BPHTB.
9. Bukti pelunasan PPh berdasarkan PP No. 48 Tahun 1994 jo. No. 27 Tahun 1996. Pencatatan peralihan
hak dalam Buku Tanah, Sertifikat, dan datiar lainnya:
1.Nama pemegang hak lama dicoret.
2. Nama atau nama pemegang hak yang baru dituliskan pada halaman dan kolom yang disediakan.
3.Sebagai pengesahan peralihan hak maka perubahan tersebut diparaf dan ditandatangani olch pejabat
yang berwenang serta dibubuhi stempel atau cap dinas.
Pasal 16 PP No. 40 Tahun 1996 mengatur mengenai peralihan HGU yaitu sebagai berikut.
(1) HGU dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain.
(2)Peralihan HGU terjadi dengan cara:
a. jual beli;
b. tukar menukar;
c. penyertaan dalam modal;
d. hibah;
E. pewarisan.
(3) Peralihan HGU sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus didaftarkan pada Kantor Pertahanan.
(4) Peralihan HGU karena jual beli kecuali melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan
hibah dilakukan dengan akta yang dibuat oleh PPAT.
(5) Jual beli dilakukan melalui pelelangan dibuklikan dengan Berita Acara Lelang,
(6) Peralihan HGU karena warisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris
yang dibuat oleh instansi yang berwenang. Kemudian Pasal 34 PP No. 40 Tahun 1996 mengatur
mengenai peralihan hak guna bangunan yaitu sebagai berikut.
(1) HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
(2) Peralihan HGB terjadi karena:
a. jual beli;
b. tukar menukar;
c.penyertaan dalam modal;
d. hibah;
e. pewarisan.
(3) Peralihan HGB sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
(4) Peralihan HGB karena jual beli kecuali jual beli melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam
modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh PPAT.
(5) Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita
(6) Peralihan HGB karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris
yang dibuat oleh instansi yang berwenang.
(7) Peralihan HGB atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak
Pengelolaan.
(8) Peralihan HGB atas tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang
bersangkutan. A
2. Kebijakan penggunaan tanah yang diatur dalam U'U No. 5 Tahun 1960 secara garis besar merupakan
kekuasaan dari negara untuk mengatur dan menyelenggarakan penggunaan dan pemeliharaan bumi,
air, termasuk ruang angkasa scbagai upaya untuk meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat serta
menjamin bagi setiap warga negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, bagi
diri sendiri, maupun keluarganya. Penggunaan tanah menurut UUPA diprioritaskan untuk keperluan
Negara, peribadatan, keperluan sosial, kebudayaan, memperkembangkan produksi pertanian,
peternakan, perikanan, memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan. Tata guna tanah
adalah rangkaian kegiatan-kegiatan penataan, peruntukan, penggunaan, dan persediaan tanah secara
berencana danteratur sehingga diperoleh manfaat yang lestari, optimal, seimbang, dan serasi untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan negara. Istilah – istilah lain yang berkaitan dengan tata guna
tanah adalah land-use yang berlaku di daerah pedesaan (rural area) dan zoning yang dilaksanakan di
daerah perkotaan (urban area).
Dalam upaya untuk mewujudkan misi penggunaan tanah sebagaimana terkandung dalam UUPA,
pemerintah kemudian mengeluarkan berbagai peraturan yang merupakan operasionalisasi dari
ketentuan-ketentuan yang telah ada dalam UUPA. Peraturan yang berkaitan secara langsung di
antaranya:
1.UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
2. PP No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
Kebijakan penatagunaan tanah yang diatur dalam PP No. 16 Tahun 2004 pada prinsipnya dapat
dilaksanakan pada tanah perorangan, tanah negara maupun tanah ulayat. Prioritas penatagunaan tanah
yang diatur dalam peraturan terscbut ditujukan pada penggunaan dan pemanfaatan tanah khususnya
pada kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kcbjakan penatagunaan tanah juga didasari olch Rencana
Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan. Artinya, baik dalam penggunaan maupun pemanfaatan tanah
harus mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa penatagunaan tanah memiliki keterkaitan secara langsung dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah.

Guna Tanah
Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 72 Tahun 1981, tugas dan fungsi Tata Guna Tanah
dilaksanakan oleh Direktorat Tata Guna Tanah, sebagai pelaksana sebagian tugas pokok Direktorat
Jenderal Agraria di bidang Tata Guna Tanah berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Agraria (Pasal 853 Kepmendagri No. 72 Tahun 198I ). Pada dasarnya wewenang
pelaksanaan tugas pokok tata guna tanah berada pada Direktorat Tata Guna Tanah sedangkan di daerah
– dacrah hanya bersifat pengumpulan dan pengolahan data penggunaan tanah. Sedangkan pelaksanaan
pemberian fatwa tata guna tanah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1978
tentang Fatwa Tata Tujuan akhir pelaksanaan tata guna tanah adalah terkumpulnya data
penggunaan dan kemampuan tanah sccara menyeluruh untuk mewujudkan penggunaan atau
pemanfaatan tanah berencana yang memenuhi asas lestari, optimal, seimbang, serasi (LOSS). Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan tata guna tanah adalah mewujudkan pemanfaatan tanah
berencana secara optimal, seimbang, serasi, dan lestari, untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin,
adil dan merata bagi scluruh rakyat Indonesia sepanjang masa. Data yang dikumpulkan oleh Dircktorat
Tata Guna Tanah dianalisis dan digunakan untuk mengambil keputusan dalam pemanfaatan tanah.
Berkaitan dengan penatagunaan tanah adalah konsolidasi tanah sebagai kegiatan pengaturan
penggunaan tanah untuk berbagai keperluan. Konsolidasi tanah merupakan salah satu model
pembangunan di bidang pertanahan, mencakup wilayah perkotaan dan wilayah pertanian, dan
bertujuan mengoptimalkan penggunaan tanah dalam hubungan dengan pemanfaatan, peningkatan
produktivitas, dan konservasi bagi kelestarian lingkungan.
3. Sistem Informasi Pertanahan
Pada dasarnya Sistem Informasi Pertanahan (SIP) berawal daripengembangan Sistem Informasi
Geografik (SIG: Geographic Information System) pada bidang pertanahan. SIG dapat didefinisikan
sebagai sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk memproses data spasial yang
bergeo-referensi (berupa detail, fakta, kondisi, dan sebagainya) yang disimpan dalam suatu basis data
dan berhubungan dengan semua persoalan serta keadaan dunia nyata (real world). Menurut Drs. H.A.G,
Sunendar, SIP adalah suatu sistem pengadaan dan pelayanan secara sistematis tentang data yang
berkaitan dengan tanah dari suatu wilayah sebagai basis dari kegiatan-kegiatan hukum, administrasi,
ekonomi, perencanaan dan pengelolaan pembangunan yang dilaksanakan oleh BPN sesuai dengan
Keppres No. 26 Tahun 1988. Berdasarkan Keppres terscbut, BPN bertugas membantu Presiden dalam
mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan baik berdasarkan UUPA maupun peraturan
perudang-undangan lain yang meliputi pengaturan, penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah,
pengurusan hak atas tanah, pengukuran dan pendafiaran tanah dan lain-lain yang berkaitan dengan
masalah pertanahan berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan olch Presiden.
Sedangkan definisi SIP menurut Federal Surveyor Dunia adalah "a land information system is a tool for
legal, administrative and economic decision making and an aid for planning and development which
consists on the one hand of data base containing specially referenced land relared date for define area,
and on the other hand, of procedures and distribution of data. The base of land information system also
facilitates the linking of data within the system with other land related data". Definisi ini menyatakan
bahwa SIP adalah alat bantu yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan pengambilan keputusan berkaitan
dengan aspek hukumn, administratif dan ekonomi untuk membantu perencanaan dan pembangunan
suatu wilayah. Sistem Informasi Pertanahan terdiri dari: basis data yang bergeo-referensi, mempunyai
prosedur dan teknis yang secara sistematis digunakan untuk mengumpulkan, memperbaharui,
memproses dan mendistribusikan data pertanahan serta mempunyai fasilitas untuk menghubungkan
data (spasial dan tekstual) yang ada baik dalam SIP itu sendiri atau dengan sistem lain yang ada
kaitannya.

Anda mungkin juga menyukai