Anda di halaman 1dari 47

Panitia

KATA PENGANTAR

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional


melaksanakan tugas pemerintah di bidang pertanahan secara nasional,
regional, dan sektoral. Pengelolaan tersebut berpedoman pada 4 (empat)
prinsip pengelolaan pertanahan, yang pada intinya yaitu tanah dan
pertanahan berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat dengan penciptaan sumber-sumber baru untuk
mewujudkan kemakmuran rakyat, keadilan, keberlanjutan, dan tatanan
kehidupan bersama yang harmonis.
Dalam menerapkan prinsip-prinsip tersebut, Direktorat Penertiban
dan Pendayagunaan Tanah Terlantar mempunyai tugas perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan
pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang penertiban dan
pendayagunaan tanah terlantar sebagaimana diatur dalam Peraturan
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 8 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Di samping itu, Direktorat Penertiban dan Pendayagunaan Tanah
Terlantar menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penertiban dan
pendayagunaan tanah terlantar;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang penertiban dan pendayagunaan tanah
terlantar;
3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar;
4. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penertiban dan
pendayagunaan tanah terlantar;
5. Pelaksanaan pengamanan dan pendayagunaan tanah negara bekas
tanah terlantar untuk berbagai kepentingan pembangunan;
6. Penyusunan program pendayagunaan tanah negara bekas tanah
terlantar untuk berbagai kegiatan pembangunan;

ii
7. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang penertiban
dan pendayagunaan tanah terlantar.

Tugas dan fungsi Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar


tersebut juga dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, sebagaimana
telah diatur sebelumnya dalam Pasal 28 dan Pasal 56 Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan
Sehubungan dengan tugas dan fungsi tersebut diatas, telah
dialokasikan anggaran dan kegiatan Pengelolaan Pertanahan Provinsi
dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2019 Kantor
Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan khususnya yang berkaitan dengan
tugas dan fungsi di lingkungan Direktorat Penertiban dan Pendayagunaan
Tanah Terlantar Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan
Penguasaan Tanah.
Pelaksanaan kegiatan di Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota menggunakan anggaran yang tersedia pada
DIPA masing- masing unit kerja dan berpedoman pada petunjuk teknis
Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar.
Petunjuk Teknis ini dimaksudkan untuk dijadikan sebagai
pedoman bagi petugas dalam rangka pelaksanaan kegiatan penertiban
tanah terlantar, yang diselenggarakan oleh Kantor Wilayah BPN dan Kantor
Pertanahan.

Jakarta, 2018
Direktur Jenderal Pengendalian
Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah

Dr. Ir. Budi Sitomorang, MURP.


NIP. 19651015 199102 1 001
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................iv

BAB I PENERTIBAN TANAH TERLANTAR .............................................. 1


A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Dasar Hukum ....................................................................... 2
C. Maksud dan Tujuan .............................................................. 3
D. Waktu Kegiatan Penertiban Tanah Terlantar ......................... 3
BAB II SUBYEK DAN OBYEK PENERTIBAN TANAH TERLANTAR ........... 4
A. Subjek Penertiban ................................................................. 4
B. Objek Penertiban .................................................................. 5
BAB III SATUAN PEKERJAAN DAN ANGGARAN ....................................... 9
A. Satuan Pekerjaan (SP) ........................................................... 9
B. Anggaran ............................................................................ 10
BAB IV TAHAPAN PENERTIBAN TANAH TERINDIKASI TERLANTAR ...... 12
A. Penyiapan Data dan Informasi ............................................ 12
B. Identifikasi dan Penelitian Panitia C .................................... 16
C. Peringatan .......................................................................... 19
D. Pemantauan dan Evaluasi Pada Akhir Peringatan ............... 21
E. Penyusunan Usulan Penetapan Tanah Terlantar ................. 22
F. Penetapan Tanah Terlantar ................................................. 25
G. Basis data tanah Terindikasi Terlantar ................................ 26
H. Pelaporan ............................................................................ 32
BAB V PENUTUP ................................................................................ 33

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Format Peta Administrasi


Lampiran 2 Format Peta Penguasaan Tanah
Lampiran 3 Format Peta Penggunaan Tanah
Lampiran 4 Format Peta Kemampuan Tanah
Lampiran 5 Format Peta Rencana Tata Ruang Wilayah
Lampiran 6 Format Gambar Situasi Pemanfaatan Tanah
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi bangsa


dan Negara Indonesia, yang harus diusahakan, dimanfaatkan dan
digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kondisi yang
terjadi di beberapa lokasi, penguasaan dan penggunaan tanah baik
untuk tanah yang sudah diberikan hak atas tanahnya maupun bukti
perolehan tanah atau dasar penguasaan atas tanahnya, masih banyak
yang terindikasi terlantar, sehingga upaya luhur untuk meningkatkan
kemakmuran rakyat tidak optimal.
Menerlantarkan tanah merupakan tindakan yang tidak
bijaksana, mengurangi nilai ekonomi tanah, dan pelanggaran
terhadap kewajiban yang harus dijalankan para pemegang HAT atau
DPAT. Menerlantarkan tanah dalam masa berlakunya hak yang
diberikan akan berdampak pada terhambatnya pencapaian tujuan
berbagai program pembangunan, rentannya ketahanan pangan dan
ketahanan ekonomi nasional, tertutupnya akses sosial ekonomi
masyarakat pada sumber daya tanah serta terusiknya rasa keadilan
dan harmoni sosial. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA)
telah mengatur akibat hukum bagi para Pemegang HAT/DPAT yang
menerlantarkan tanahnya, yaitu hapusnya hak atas tanah yang
bersangkutan dan pemutusan hubungan hukum serta ditegaskan
sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.
Terkait dengan tujuan utama agar tanah dimanfaatkan
secara optimal, maka penelantaran tanah harus dicegah dan
ditertibkan untuk mengurangi atau menghapus dampak negatifnya.
Penertiban tanah terlantar dimaksudkan agar Pemegang HAT/DPAT
dapat memanfatkan kembali tanah Hak/DPAT sesuai dengan keadaan
atau sifat dan tujuan pemberian Hak/DPAT.

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 1


Selain itu, penertiban tanah terlantar dimaksudkan agar
tanah yang sudah diberikan kepada pemegang hak atas tanah atau
dasar penguasaan atas tanah dapat dimanfaatkan untuk
kesejahteraan rakyat, dan apabila pada kenyataannya bertentangan
dengan tujuan pemberian Hak/DPAT, maka negara akan menertibkan
dan mengatur kembali penguasaan, peruntukan, penggunaan, dan
pemanfaatannya. Penertiban tanah terlantar tersebut berpedoman
pada Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban
dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar Jo. Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penertiban Tanah Terlantar.

B. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar


Pokok-Pokok Agraria.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban
dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.
3. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah
Terlantar;
4. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesdia Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah
Terlantar.

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 2


C. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
Maksud diterbitkannya Petunjuk Teknis Penertiban Tanah
Terlantar Tahun 2019 adalah sebagai pedoman operasional bagi
petugas pelaksana dalam melakukan tahapan penertiban tanah
terlantar agar tanah yang telah diberikan hak dapat diusahakan,
dipergunakan, dan dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat
dan tujuan pemberian haknya, sedangkan tanah yang ada dasar
penguasaannya dapat dimohonkan hak, diusahakan,
dipergunakan, dan dimanfaatkan sesuai dengan persyaratan atau
ketentuan yang ditetapkan dalam izin lokasi, surat keputusan
pemberian hak, surat keputusan pelepasan kawasan hutan,
dan/atau izin/keputusan/surat lainnya dari pejabat yang
berwenang sehingga tercapai optimalisasi pengusahaan,
penggunaan, dan pemanfaatan seluruh tanah di wilayah Indonesia.

2. Tujuan

Tujuan diterbitkannya Petunjuk Teknis Penertiban dan


Penetapan Tanah Terlantar Tahun 2019 adalah terwujudnya
pemahaman secara substansial dan kesamaan persepsi terhadap
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan
Tanah Terlantar, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penertiban Tanah Terlantar Jo. Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Penertiban Tanah Terlantar.

D. Waktu Kegiatan Penertiban Tanah Terlantar

Kegiatan Penertiban Tanah Terlantar dilaksanakan oleh Kantor


Wilayah BPN Provinsi dari bulan Januari s.d Desember dan tidak

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 3


boleh melebihi Tahun Anggaran berjalan. Waktu pelaksanaan masing-
masing tahapan kegiatan tersebut sebagai berikut :

Tabel 1. Rencana Waktu Pelaksanaan Tahapan Kegiatan


Penertiban Tanah Terlantar Per-Tahun Anggaran

Waktu Tahapan

1. Penetapan Lokasi
Januari s/d Maret 2. Daftar Isian Tanah Terindikasi Terlantar oleh
Kantor Wilayah
Maret s/d Mei Identifikasi dan Penelitian oleh Panitia C
1. Peringatan I
Maret s/d Juni
2. Evaluasi dan Pemantauan Akhir Peringatan I
1. Peringatan II
April s/d Juli
2. Evaluasi dan Pemantauan Akhir Peringatan II
1. Peringatan III
Mei s/d Agustus
2. Evaluasi dan Pemantauan Akhir Peringatan III
1. Usulan Penetapan Tanah Terlantar
Agustus s/d
2. Penyusunan Laporan Obyek Penertiban Tanah
Desember
Terlantar

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 4


BAB II
SUBYEK DAN OBYEK
PENERTIBAN TANAH TERLANTAR

A. Subyek Penertiban Tanah Terlantar

1. Subyek Penertiban Tanah Terlantar adalah Pemegang HAT/DPAT


yang menerlantarkan tanahnya, sebagaimana tersebut pada Pasal
2 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban
dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.

2. Dalam hal Pemegang HAT/DPAT tidak diketahui alamat dan


keberadaannya saat ini atau telah pindah dari alamat terdahulu,
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Kantor Wilayah BPN agar meminta klarifikasi mengenai alamat


Pemegang HAT/DPAT kepada Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Provinsi setempat dengan tembusan kepada
Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Ketua Pengadilan
Tinggi, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, Ketua Pengadilan
Negeri, dan Bank Indonesia setempat.
b. Apabila jawaban dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM tidak mengetahui alamat Pemegang HAT/DPAT saat ini,
maka pemberian Peringatan I, II, dan III tetap dilaksanakan
dengan langkah sebagai berikut :
1) Peringatan I, II, dan III disampaikan kepada:
a) Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara;
b) Ketua Pengadilan Tinggi;
c) Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara;
d) Ketua Pengadilan Negeri;
e) Pemegang Hak Tanggungan (apabila obyek diagunkan).
2) Kepala Kantor Wilayah BPN mengumumkan pemberian
peringatan pada papan pengumuman Kantor Wilayah BPN
dan Kantor Pertanahan setempat;

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 5


3) Semua tanda bukti pengiriman permintaan klarifikasi
alamat pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM Provinsi setempat harus diarsipkan.
Langkah-langkah sebagaimana dimaksud pada huruf b
tersebut dimaksudkan untuk memenuhi azas publisitas dalam
pelaksanaan penertiban tanah terindikasi terlantar;

B. Obyek Penertiban Tanah Terlantar

1. Obyek penertiban tanah terlantar adalah sebagai berikut :


a. Tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan
Hak Pengelolaan, yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan
atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat
dan tujuan pemberian hak;
b. Dasar Penguasaan Atas Tanah (DPAT).
1) Kriteria DPAT yang dapat menjadi obyek penertiban tanah
terindikasi terlantar adalah tanah yang sudah diperoleh
atau dikuasai, tetapi belum/tidak dipergunakan atau
dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya.
2) Dasar Penguasaan Atas Tanah (DPAT) berupa SK Pelepasan
Kawasan Hutan (PKH) merupakan obyek penertiban tanah
terlantar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11
Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah
Terlantar. Inventarisasi tanah terindikasi terlantar dapat
dilakukan terhadap tanah PKH yang sudah diberikan hak
maupun yang belum diberikan hak;
2. Hak Atas Tanah dan DPAT yang tidak menjadi Obyek Penertiban
Tanah Terlantar :
a. Obyek sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar :
1) Tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan atas nama
perseorangan yang secara tidak sengaja tidak dipergunakan
sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian
haknya; dan

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 6


2) Tanah yang dikuasai pemerintah baik secara langsung
maupun tidak langsung dan sudah berstatus maupun
belum berstatus Barang Milik Negara/Daerah yang tidak
sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau
sifat dan tujuan pemberian haknya.
b. Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai
belum terhitung 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan sertipikatnya;
c. Tanah yang telah memperoleh izin/keputusan/surat dasar
penguasaan atas tanah dari pejabat yang berwenang yang belum
berakhir dasar penguasaannya;
d. Tanah yang berfungsi sebagai lahan konservasi yang telah
ditetapkan oleh instansi berwenang dengan suatu Keputusan;
e. Tanah yang musnah seluruhnya karena bencana alam, sedangkan
terhadap tanah yang musnah sebagian karena bencana alam maka
cukup dengan revisi surat ukur dan daftar umum lainnya;
3. Penyelesaian terhadap permasalahan yang muncul pada saat
dilakukan tahapan penertiban terhadap suatu obyek penertiban
tanah terlantar :
a. Terhadap HAT/DPAT yang sedang dalam proses penertiban
tanah terlantar oleh Kantor Wilayah BPN Provinsi, ternyata
terdapat perkara di badan peradilan (Pengadilan Negeri/
Pengadilan Tata Usaha Negara), maka proses penertibannya
ditangguhkan sampai dengan adanya keputusan peradilan
yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van
gewijsde), terhadap anggaran yang tersedia dapat digunakan
sampai sebatas progress pelaksanaan fisiknya, sehingga sisa
anggaran dari kegiatan yang belum dilaksanakan
dikembalikan ke negara;
b. Terhadap obyek tanah terindikasi terlantar yang pemegang
HAT/DPAT telah dinyatakan pailit, maka tahapan penertiban
yang dimulai dari identifikasi dan penelitian tidak dapat
dilakukan terhadap pemegang hak tersebut karena
berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 7


tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, pemegang hak telah kehilangan haknya untuk
menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam
harta pailit sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan.
c. Untuk tanah terindikasi terlantar yang telah musnah
seluruhnya karena bencana alam, apabila :
1) Telah dilakukan identifikasi dan penelitian oleh Panitia C,
maka Panitia C memberikan rekomendasi kepada Kepala
Kantor Wilayah BPN untuk tidak melanjutkan proses
penertiban tanah terlantar;
2) Belum dilakukan identifikasi dan penelitian oleh Panitia C,
maka Kepala Kantor Wilayah BPN mengirimkan usulan
kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Cq. Direktur Jenderal Pengendalian
Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah, agar tanah
tersebut tidak lagi menjadi obyek penertiban tanah
terlantar;
d. Panitia C dapat memberikan Rekomendasi atas obyek
penertiban tanah terlantar terhadap Izin Lokasi yang baru
memperoleh tanah sebagian untuk :
1) Pemegang Izin Lokasi diwajibkan untuk mengajukan
permohonan hak atas tanah yang sudah diperoleh
sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Ayat (2) huruf c
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penertiban Tanah Terlantar;
2) Apabila pemegang Izin Lokasi tidak mengajukan
permohonan hak atas tanah sebagaimana angka 1) di atas,
maka tanah tersebut diusulkan sebagai tanah terlantar.
4. Apabila terjadi lelang oleh Negara atas obyek yang masuk dalam
basis data tanah terindikasi terlantar, maka kegiatan identifikasi
dan penelitian dalam rangka penertiban tanah terlantar dapat
dimulai 3 (tiga) tahun setelah tanggal perolehan hak berdasarkan

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 8


lelang yang tercatat dalam Buku Tanah.
5. Apabila terjadi peralihan kepemilikan atau penguasaan tanah,
maka kegiatan identifikasi dan penelitian dalam rangka penertiban
tanah terlantar dapat dimulai 3 (tiga) tahun setelah tanggal
peralihan hak berdasarkan bukti yang tercatat dalam Buku
Tanah.
6. Alokasi Kegiatan Penertiban Tanah Terlantar Tahun Anggaran
berjalan yang tidak tercatat dalam basis data tanah terindikasi
terlantar dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Kepala Kantor Wilayah BPN mengusulkan secara tertulis
mengenai obyek tersebut kepada Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Cq. Direktur
Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan
Tanah;
b. Data dari Kepala Kantor Wilayah BPN tersebut dimasukkan ke
dalam basis data tanah terindikasi terlantar.

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 9


BAB III
SATUAN PEKERJAAN DAN ANGGARAN

A. Satuan Pekerjaan (SP)

Satuan Pekerjaan (SP) dalam penertiban tanah terlantar


adalah HAT/DPAT, 1 (satu) SP terdiri dari 1 (satu) atau lebih
HAT/DPAT yang merupakan satu kelompok hamparan yang tidak
terpisahkan, dengan Pemegang HAT/DPAT yang sama. Untuk
mempermudah menghitung satuan biaya per SP diklasifikasikan
menjadi 8 (delapan) kelas luas, masing-masing sebagai berikut :
1. Kelas A1 untuk luas < 25 Ha;
2. Kelas A2 untuk luas > 25 s.d 100 Ha;
3. Kelas A3 untuk luas > 100 s.d 500 Ha;
4. Kelas A4 untuk luas > 500 s.d 1.000 Ha;
5. Kelas A5 untuk luas > 1.000 s.d 3.000 Ha;
6. Kelas A6 untuk luas > 3.000 s.d 6.000 Ha;
7. Kelas A7 untuk luas > 6.000 s.d 10.000 Ha
8. Kelas A8 untuk luas > 10.000 Ha
Penertiban tanah terlantar terbagi atas 6 (enam) tahapan
subkegiatan dengan tujuan tertibnya capaian kegiatan berbasis output
dan memudahkan penyusunan anggaran terkait banyaknya target
penertiban tanah terlantar tahun sebelumnya yang belum sampai
pada tahap penyusunan usulan penetapan tanah terlantar. Adapun 6
(enam) tahapan sub kegiatan yang merupakan rangkaian penertiban
tanah terlantar ialah :
1. Penyiapan Data dan Informasi Tanah Terindikasi Terlantar;
2. Identifikasi dan penelitian Panitia C;
3. Pemantauan dan Evaluasi Pada Akhir Peringatan I;
4. Pemantauan dan Evaluasi Pada Akhir Peringatan II;
5. Pemantauan dan Evaluasi Pada Akhir Peringatan III;
6. Penyusunan Usulan Penetapan Tanah Terlantar.

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 10


Tahapan inventarisasi dan pemutakhiran data tanah
terindikasi terlantar dipisahkan dari kegiatan tersebut karena
hasilnya digunakan sebagai dasar penertiban tanah terindikasi
terlantar tahun anggaran berikutnya.
Satuan biaya dari kegiatan tersebut di atas, untuk setiap SP
berbeda-beda tergantung pada kelas luas dan letak tanah. Kegiatan
dilaksanakan berdasarkan satuan biaya per SP dan Rincian Anggaran
Biaya (RAB) masing-masing Kantor Wilayah.

B. Anggaran

Struktur penganggaran penertiban tanah terindikasi


terlantar juga dilakukan dengan pertimbangan capaian kinerja
berbasis output dan memudahkan penyusunan anggaran terkait
banyaknya target penertiban tanah terindikasi terlantar tahun
sebelumnya yang belum sampai dengan penyusunan usulan
penetapan tanah terlantar.
Terdapat 6 (enam) kegiatan yang merupakan rangkaian
penertiban tanah terindikasi terlantar ialah :
1. Penyiapan data dan informasi dalam rangka penertiban tanah
terlantar;
2. Identifikasi dan penelitian Panitia C;
3. Pemantauan dan Evaluasi Pada Akhir Peringatan I;
4. Pemantauan dan Evaluasi Pada Akhir Peringatan II;
5. Pemantauan dan Evaluasi Pada Akhir Peringatan III;
6. Penyusunan Usulan Penetapan Tanah Terlantar.
Penganggaran untuk setiap kegiatan tersebut di atas
berdasarkan pada pembagian luasan kelas A1 sampai dengan A8.
Penganggaran tersebut disusun dengan memperhatikan realisasi
target penertiban tanah terlantar tahun sebelumnya dan target
penertiban tanah terlantar tahun anggaran berjalan.

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 11


Obyek penertiban tanah tanah terlantar terdiri dari target
sesuai dengan DIPA masing-masing Satker. Penggunaan anggaran
dimulai dari Penyiapan Data dan Informasi Dalam Rangka Penertiban
Tanah Terindikasi Terlantar sampai dengan Penyusunan Usulan
Penetapan Tanah Terlantar Dalam Rangka Penertiban Tanah
Terindikasi Terlantar, sesuai dengan kelas luas HAT/DPAT yang akan
ditertibkan.
Jika terjadi perubahan kelas luas sebagaimana terdapat
dalam DIPA Tahun Anggaran berjalan, maka dapat dilakukan revisi
Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) yang mengacu pada Rincian
Anggaran Belanja (RAB), dengan jumlah anggaran tidak boleh
melebihi dari yang telah ditentukan. Revisi POK hendaknya
dikonsultasikan kepada Kepala Bagian Tata Usaha Kantor Wilayah
BPN untuk proses input ke dalam aplikasi Rencana Kegiatan
Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL). Perubahan-perubahan
terkait obyek penertiban tanah terindikasi terlantar dilaporkan
kepada Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan
Penguasaan Tanah.

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 12


BAB IV
TAHAPAN PENERTIBAN
TANAH TERLANTAR

A. Penyiapan Data dan Informasi Tanah Terindikasi Terlantar oleh


Kantor Wilayah BPN

1. Tahap awal dilaksanakan penetapan lokasi penertiban tanah


terindikasi terlantar oleh Kepala Kantor Wilayah BPN disesuaikan
dengan target luas tanah terindikasi terlantar sebagaimana
tercantum pada Target Keluaran Provinsi Tahun Anggaran
berjalan.
2. Keputusan Penetapan Lokasi Obyek Penertiban Tanah Terlantar
harus dikirimkan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional cq. Direktur Jenderal Pengendalian
Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah selambat-lambatnya
10 (sepuluh) hari kerja sejak ditetapkan;
3. Kegiatan penyiapan data dan informasi dilaksanakan dengan
identifikasi dan penelitian. Kepala Kantor Wilayah BPN
memberitahukan secara tertulis (dengan bukti penerimaan)
kepada Pemegang HAT/DPAT bahwa dalam waktu yang telah
ditentukan akan dilaksanakan identifikasi dan penelitian (apabila
dijaminkan, pemberitahuan juga ditembuskan kepada pemegang
hak tanggungan).
4. Untuk kelancaran dan mempercepat proses identifikasi dan
penelitian, Kepala Kantor Wilayah BPN menugaskan Kepala
Bidang Penanganan Masalah dan Pengendalian Pertanahan
sebagai koordinator dibantu paling banyak 3 (tiga) orang staf,
untuk menyiapkan data dan keterangan mengenai tanah
terindikasi terlantar (berdasarkan Pasal 8 ayat (2) Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 2010), meliputi :
a. Verifikasi terhadap data fisik dan data yuridis;

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 13


b. Mengecek buku tanah, warkah dan dokumen lainnya untuk
mengetahui riwayat perolehan hak (nama pemegang hak,
alamat, akta pendirian, dasar perolehan, tanggal perolehan),
nomor/jenis hak, letak tanah (Desa/Kelurahan, Kecamatan,
Kabupaten/Kota), keberadaan pembebanan hak tanggungan,
berakhirnya hak, catatan perkara, catatan sita, blokir,
proposal permohonan hak, pemanfaatan tanah pada
keputusan pemberian hak;
c. Meminta keterangan pemegang hak dan pihak lain yang
terkait, sesuai dengan Lampiran 2 Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010
tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar;
d. Melaksanakan pemeriksaan fisik lapang meliputi pemeriksaan
fisik letak batas, penggunaan dan pemanfaatan tanah minimal
menggunakan GPS handheld, apabila memungkinkan dapat
didukung dengan pemetaan dan atau pengamatan
menggunakan teknologi UAV (Unmaned Aerial Vehicle);
e. Melaksanakan ploting posisi dan batas penggunaan dan
pemanfaatan tanah hasil huruf d, yang terdiri dari :
1) Peta Administrasi;
(menunjukkan letak tanah : Desa/Kelurahan, Kecamatan,
Kabupaten/Kota).
2) Peta Penguasaan Tanah;
(menggambarkan tanah yang dikuasai/dimiliki oleh
pemegang hak serta dipetakan masing-masing bidang
apabila obyek lebih dari satu bidang).
3) Peta Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah;
(menggambarkan penggunaan dan pemanfaatan tanah
objek setempat dan sekitarnya).
4) Peta Tanah Terindikasi Terlantar;
(apabila terdapat ketidaksesuaian antara penggunaan dan
pemanfaatan tanah dengan peruntukan yang tercatat
dalam SK hak/dasar penguasaan atas tanah).

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 14


5) Peta Rencana Tata Ruang Wilayah;
(sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota Setempat).
6) Peta Kemampuan Tanah;
(menggambarkan keadaan fisik tanah antara lain keadaan
lereng, kedalaman efektif, tekstur, drainase).
f. Menyusun laporan hasil identifikasi dan penelitian, dengan
sistematika berdasarkan Lampiran 3 Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010
tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar.
5. Luas pengusahaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai
Keputusan Pemberian Hak/DPAT yang tidak/belum diusahakan,
digunakan, dan dimanfaatkan sebagaimana dimaksud dalam
angka 5 huruf a, b, dan c pada Lampiran 2 Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar adalah
pengusahaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah oleh
Pemegang HAT/DPAT.
6. Hasil identifikasi dan penelitian terhadap Dasar Penguasaan Atas
Tanah (DPAT) oleh Panitia C, sekurang-kurangnya memuat :
a. Izin/Keputusan/Surat Pemberian DPAT yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang dengan lampiran petanya;
b. Laporan pelaksanaan perolehan tanah;
c. Laporan kemajuan penggunaan dan pemanfaatan tanah;
d. Site plan;
e. Informasi mengenai riwayat penguasaan tanah.
7. Hasil identifikasi dan penelitian disusun dan dijilid dalam bentuk
buku laporan.
8. Luas tanah yang diterlantarkan terdiri dari :
a. Luas tanah yang digunakan oleh pemegang hak tetapi tidak
sesuai dengan peruntukan dalam Keputusan Pemberian Hak
Atas Tanah/DPAT;
b. Luas tanah yang tidak/belum dimanfaatkan oleh Pemegang

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 15


HAT/DPAT (misalnya: tanah kosong, rawa, semak belukar);
c. Luas tanah yang dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh pihak
lain/masyarakat.
9. Penggunaan tanah yang berupa sarana dan prasarana penunjang
produktivitas (gudang, jalan menuju dari dan ke lokasi, mess
karyawan, kantor, rumah dan emplasement) adalah termasuk
kategori tanah yang digunakan sesuai dengan Keputusan
Pemberian HAT/DPAT.
10. Luas tanah yang diterlantarkan adalah Luas keseluruhan
HAT/DPAT dikurangi luas tanah yang digunakan oleh Pemegang
Hak sesuai Keputusan Pemberian HAT/DPAT.
11. Alasan Pemegang HAT/DPAT menerlantarkan tanahnya serta
upaya penyelesaian yang telah dilakukan, wajib diisi oleh petugas
identifikasi Kantor Wilayah BPN dengan meminta keterangan
Pemegang HAT/DPAT atau yang mewakili Pemegang HAT/DPAT
(dengan surat kuasa). Apabila Pemegang HAT/DPAT atau yang
mewakili tidak hadir petugas identifikasi Kantor Wilayah BPN
membuat Berita Acara yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah
setempat, yang berisi antara lain :
a. Alasan Pemegang HAT/DPAT tidak hadir atau tidak memberi
data dan informasi;
b. Pemegang HAT/DPAT tidak di tempat sejak tanggal, bulan, dan
tahun.
12. Dalam hal Pemegang HAT/DPAT tidak diketahui alamatnya
sehingga tidak hadir, pada bagian tanda tangan Pimpinan
Perusahaan/mewakili dapat dikosongkan dengan melampirkan
Surat Permohonan klarifikasi alamat pemegang hak kepada
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.
13. Dalam hal Pemegang HAT/DPAT dan atau yang mewakili tidak
bersedia menandatangani pada Form Lampiran 2 Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar pada
bagian tempat tanda tangan Pimpinan Perusahaan/mewakili

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 16


tersebut, maka tempat penandatanganan tersebut dapat
dikosongkan. Pada kalimat/kata pilihan bertanda*) yang ada di
semua Lampiran 2 harus dicoret yang tidak perlu, atau dipilih
salah satu.
14. Laporan Kegiatan Penyiapan Data dan Informasi Dalam Rangka
Penertiban Tanah Terindikasi Terlantar berdasarkan Lampiran 3
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah
Terlantar, diisi dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Pada Bab IV Analisis Data pada angka 4 yang menyatakan,
tanah yang diterlantarkan, harus dijelaskan mengenai
permasalahan-permasalahan yang menyebabkan terjadinya
tanah terlantar, kesesuaian dengan peruntukan hak yang
diberikan, serta kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah.
b. Pada Bab V tentang Kesimpulan, untuk DPAT harus
disebutkan luas tanah yang sudah diperoleh.
c. Peta yang harus dilampirkan:
1) Peta Administrasi;
2) Peta Penguasaan Tanah;
3) Peta Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah;
4) Peta Tanah Terindikasi Terlantar;
5) Peta Rencana Tata Ruang Wilayah;
6) Peta Kemampuan Tanah.
Dalam hal obyek penertiban tanah terlantar lebih dari 1 (satu)
Hak Atas Tanah/DPAT maka pada Peta Penguasaan Tanah,
Peta Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah, Peta Tanah
Terindikasi Terlantar harus dapat tergambar posisi masing-
masing Hak Atas Tanah/DPAT.
d. Untuk obyek penertiban tanah terlantar yang lebih dari 1 (satu)
Hak Atas Tanah/DPAT, hasil Kegiatan Penyiapan Data dan
Informasi dirinci kondisi penguasaan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah terhadap masing-masing hak atas tanah

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 17


dalam 1 daftar isian Kegiatan Penyiapan Data dan Informasi
(sesuai format lampiran 2 Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar pada angka 5).
e. Laporan Kegiatan Penyiapan Data dan Informasi harus
mencantumkan tanggal pelaksanaan kegiatan maupun tanggal
pembuatan laporan.

B. Identifikasi dan Penelitian Panitia C

1. Hasil penyiapan data dan informasi sebagaimana dimaksud di atas


digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh Kepala Kantor
Wilayah BPN untuk membentuk Panitia C dalam rangka
penertiban tanah terindikasi terlantar.

Susunan keanggotaan Panitia C sebagai berikut :

a. Ketua : Kepala Kantor Wilayah BPN.


b. Sekretaris : Kepala Bidang Penanganan Masalah dan
Pengendalian Pertanahan, merangkap anggota.
c. Anggota : 1) Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota.
Apabila Sekretaris Daerah Kabupaten/
Kota berhalangan hadir, Sekretaris
Daerah Kabupaten/Kota memberikan
kuasa kepada pejabat struktural
dibawahnya minimal Eselon III;
2) Dinas/Instansi Provinsi yang berkaitan
dengan peruntukan tanah;
3) Dinas/Instansi Kabupaten/Kota yang
berkaitan dengan peruntukan tanah; dan
4) Kepala Kantor Pertanahan.

2. Untuk membantu tugas Panitia C, Kepala Kantor Wilayah BPN


membentuk Sekretariat Panitia C yang diketuai oleh Sekretaris
Panitia C, yaitu Kepala Bidang Penanganan Masalah dan
Pengendalian Pertanahan, dengan anggota Sekretariat sebanyak 3
(tiga) orang staf. Untuk Kantor Wilayah BPN yang memperoleh

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 18


target lebih dari 1 (satu) SP dapat dibentuk anggota sekretariat
secara paralel.
3. Panitia C melaksanakan sidang dan identifikasi dengan
menggunakan laporan hasil Kegiatan Penyiapan Data dan
Informasi yang telah dilaksanakan dengan format sesuai Lampiran
3 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 dengan menghadirkan Pemegang
HAT/DPAT dan Pemegang Hak Tanggungan apabila dijaminkan
(dengan bukti tanda terima undangan).
4. Apabila dalam 1 (satu) wilayah Kabupaten/Kota terdapat beberapa
obyek penertiban tanah terindikasi terlantar maka sidang Panitia
C dapat dilakukan sekaligus untuk beberapa obyek tanah
terindikasi terlantar tersebut.
5. Sidang Panitia C dilakukan di lokasi obyek tanah terindikasi
terlantar atau Kantor Pertanahan setempat setelah pemantauan
ke lokasi tanah terindikasi terlantar oleh Panitia C.
6. Panitia C bersidang sekali setelah dilakukan identifikasi dan
penelitian untuk memberikan rekomendasi kepada Kepala Kantor
Wilayah BPN yang berisi saran agar memberi/tidak memberi
Peringatan kepada pemegang HAT/DPAT.
7. Berita Acara Sidang Panitia C memuat 1 (satu) obyek penertiban
tanah terindikasi terlantar yang dapat terdiri dari 1 (satu) atau
lebih Hak Atas Tanah/Dasar Penguasaan Atas Tanah yang
merupakan satu kelompok hamparan yang tidak terpisahkan.
8. Lampiran 4 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penertiban Tanah Terlantar (Berita Acara Identifikasi dan
Penelitian Tanah Yang Terindikasi Terlantar) diisi dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Apabila pemegang hak/kuasanya/yang mewakili tidak hadir,
harus disebutkan alasan ketidakhadirannya;
b. Keputusan Panitia C harus disebutkan secara tegas: diberi
atau tidak diberi Peringatan;

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 19


c. Pada kalimat/kata pilihan bertanda *) yang ada di semua
Lampiran 4 harus dicoret yang tidak perlu, atau dipilih salah
satu.
9. Panitia C menyampaikan laporan akhir hasil identifikasi dan
penelitian serta Berita Acara kepada Kepala Kantor Wilayah BPN,
format sesuai dengan Lampiran 5 Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010
tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar.

C. Peringatan

1. Apabila hasil identifikasi serta saran pertimbangan Panitia C


(Berita Acara Panitia C), disimpulkan terdapat tanah yang
terindikasi terlantar, Kepala Kantor Wilayah BPN memberitahukan
dan sekaligus memberikan peringatan I, agar dalam jangka waktu
1 (satu) bulan pemegang hak telah mengusahakan, menggunakan,
dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan keadaan atau sifat
dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya, format
sesuai dengan Lampiran 6 Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban
Tanah Terlantar.
2. Apabila pemegang hak tidak melaksanakan isi peringatan I,
setelah memperhatikan kemajuan penggunaan dan pemanfaatan
tanah pada akhir Peringatan I, Kepala Kantor Wilayah BPN
memberikan Peringatan II dengan jangka waktu sama dengan
Peringatan I, format sesuai dengan Lampiran 7 Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar.
3. Apabila pemegang hak tidak melaksanakan Peringatan II, setelah
memperhatikan kemajuan penggunaan dan pemanfaatan tanah
pada akhir Peringatan II, Kepala Kantor Wilayah BPN memberikan
Peringatan III yang merupakan peringatan tertulis terakhir dengan
jangka waktu sama dengan Peringatan II, format sesuai dengan
Lampiran 8 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 20


Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penertiban Tanah Terlantar.
4. Pada setiap peringatan disebutkan tindakan konkret (nyata) yang
harus dilakukan Pemegang HAT/DPAT dan sanksi yang dapat
dijatuhkan apabila Pemegang HAT/DPAT tidak melaksanakannya.
Tindakan nyata dan sanksi yang dimaksud sebagaimana diatur
dalam Pasal 15 ayat (2) dan (3) Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 4 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penertiban
Tanah Terlantar, antara lain :
a. Pemegang HAT/DPAT harus mengusahakan, menggunakan,
dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan keadaan atau
sifat dan tujuan pemberian Hak Atas Tanah/DPAT;
b. Dalam hal tanah yang digunakan tidak sesuai dengan keadaan
atau sifat dan tujuan pemberian haknya :
1) Pemegang Hak harus mengajukan Izin Perubahan Hak
apabila peruntukan tanahnya tidak sesuai dengan jenis
hak yang diberikan;
2) Pemegang Hak harus mengajukan Izin Perubahan
Penggunaan Tanah apabila peruntukannya tidak sesuai
dengan Surat Keputusan Pemberian haknya, kepada
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional sesuai dengan peraturan yang berlaku.
c. Apabila Obyek Penertiban adalah DPAT, Pemegang DPAT harus
mengajukan permohonan hak serta mengusahakan,
menggunakan, dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan
Izin/Keputusan/Surat dari pejabat yang berwenang.
5. Dalam masa peringatan I, II, dan III, Pemegang HAT/DPAT wajib
melaporkan kemajuan penggunaan dan pemanfaatan tanah secara
berkala setiap 2 (dua) mingguan kepada Kepala Kantor Wilayah
BPN dengan tembusan kepada Kepala Kantor Pertanahan, dengan
format sesuai Lampiran 9 Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 21


Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Penertiban Tanah Terlantar, serta dilakukan pemantauan
dan evaluasi lapangan oleh Kantor Wilayah BPN pada setiap Akhir
Peringatan I, II, dan III, dengan format sesuai Lampiran 10
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah
Terlantar.
6. Apabila tanggal peringatan berikutnya jatuh pada hari libur, maka
dibuat tanggal hari kerja pertama berikutnya.
7. Apabila Peringatan I tidak diterima Pemegang HAT/DPAT dan
dikembalikan ke Kantor Wilayah BPN, maka diteruskan dengan
Peringatan II dan seterusnya. Surat yang dikembalikan tersebut
harus disimpan berikut bukti pengirimannya sebagai arsip.
8. Setiap Peringatan harus ditembuskan kepada Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Cq. Direktur
Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan
Tanah dan Pemegang Hak Tanggungan (apabila dijaminkan) yang
dikirim bersamaan dengan tanggal pengiriman kepada Pemegang
HAT/DPAT.
9. Apabila pada akhir Peringatan I, II dan III, tanah sudah
dimanfaatkan sesuai peruntukannya, maka Kepala Kantor
Wilayah BPN dapat mengusulkan kepada Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional agar obyek tersebut
dapat dikeluarkan dari basis data tanah terindikasi terlantar.

D. Pemantauan dan Evaluasi Pada Akhir Peringatan

1. Laporan pemantauan dan evaluasi pada setiap akhir peringatan


harus memuat analisis kemajuan penguasaan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah, serta kendala dan upaya yang telah dilakukan
oleh Pemegang HAT/DPAT dalam menguasai, menggunakan, dan
memanfaatkan tanahnya.
2. Laporan Pemantauan dan Evaluasi sebagaimana dimaksud pada
huruf i angka 5) Lampiran 10 Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 22


Cara Penertiban Tanah Terlantar, kondisi pemanfaatan tanah yang
diterlantarkan wajib diisi tanggal, bulan, dan tahun pelaksanaan
pemantauan.
3. Laporan Pemantauan dan Evaluasi pada huruf g Lampiran 10
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah
Terlantar, harus dilampirkan peta sesuai kondisi pada saat akhir
masing-masing Peringatan yang terdiri dari :
a. Peta Penggunaan Tanah;
b. Peta Penguasaan Tanah;
c. Peta Tanah Terindikasi Terlantar.
4. Terhadap obyek penertiban tanah terindikasi terlantar yang lebih
dari 1 (satu) Hak Atas Tanah/DPAT, peta-peta hasil pemantauan
harus mencantumkan nomor Hak Atas Tanah/DPAT pada setiap
bidang tanah hak tersebut.
5. Pemantauan dan Evaluasi pada setiap akhir Peringatan harus
tetap dilaksanakan meskipun Pemegang HAT/DPAT tidak
memberikan tanggapan maupun laporan mingguan pada masa
Peringatan.

E. Penyusunan Usulan Penetapan Tanah Terlantar

1. Apabila sampai pada akhir peringatan III, dan setelah dilakukan


pemantauan dan evaluasi tanah yang diterlantarkan, ternyata
Pemegang Hak/DPAT tetap tidak menggunakan dan
memanfaatkan tanahnya sesuai sifat dan tujuan pemberian Hak
Atas Tanah/DPAT atau tidak mematuhi peringatan, sehingga
memenuhi kriteria sebagai tanah terlantar, maka Kepala Kantor
Wilayah BPN mengusulkan kepada Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk ditetapkan
sebagai tanah terlantar (format sesuai dengan Lampiran 12
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 23


2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar).
2. Yang dimaksud memenuhi kriteria sebagai tanah terlantar :
a. Seluruh bidang tanah hak tidak digunakan sesuai dengan sifat
dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaan atas tanah;
b. Sebagian tanah belum diusahakan sesuai dengan Keputusan
Pemberian Hak atau dasar penguasaan atas tanah;
c. Seluruh tanah telah digunakan tetapi tidak sesuai dengan
Keputusan Pemberian Hak atau dasar penguasaan atas tanah;
d. Sebagian tanah digunakan tetapi tidak sesuai dengan
Keputusan Pemberian Hak atau dasar penguasaan atas tanah;
e. Tidak ada tindak lanjut penyelesaian pembangunan
sebagaimana perencanaan (proposal permohonan hak).
3. Tanah yang telah diusulkan sebagai tanah terlantar dinyatakan
dalam keadaan status quo sampai terbitnya Keputusan Penetapan
Tanah Terlantar.
4. Usulan Penetapan Tanah Terlantar tersebut disertai dengan
lampiran-lampiran sebagai bahan pertimbangan penerbitan
Keputusan Penetapan Tanah Terlantar sebagaimana format
Lampiran 11 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penertiban Tanah Terlantar, sebagai berikut :
a. Laporan Hasil Identifikasi dan Penelitian Tanah Terindikasi
Terlantar;
b. Daftar Isian Identifikasi dan Penelitian Tanah Terlantar;
c. Berita Acara Sidang Panitia C;
d. Surat Peringatan I, II, dan III;
e. Tanggapan dari Pemegang HAT/DPAT atas pemberian
Peringatan I, II, dan III (apabila ada);
f. Laporan Hasil Pemantauan dan Evaluasi Tanah Terindikasi
Terlantar pada Akhir Peringatan I, II, dan III;
(Kondisi dan luas pemanfaatan tanah/rincian penggunaan
tanah dan luas tanah yang diterlantarkan pada Usulan
Penetapan Tanah Terlantar harus sesuai dengan Hasil
Pemantauan dan Evaluasi Tanah yang Diterlantarkan pada

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 24


Akhir Peringatan III).
g. Fotokopi Legalisir Keputusan Pemberian HAT/DPAT;
h. Fotokopi Legalisir Sertipikat/Buku Tanah;
i. Laporan Pemegang HAT/DPAT dua mingguan (apabila ada);
j. Peta yang terdiri dari :
1) Peta Administrasi (format Lampiran 1);
2) Peta Penguasaan Tanah (format Lampiran 2);
3) Peta Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (format
Lampiran 3);
4) Peta Tanah Terindikasi Terlantar (Format Lampiran 4)
5) Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (format Lampiran 5);
6) Peta Kemampuan Tanah (format Lampiran 6);
k. Dokumen-dokumen penunjang lainnya.
5. Usulan penetapan tanah terlantar dan seluruh data pendukung
yang formatnya telah diatur dalam petunjuk teknis ini dikirimkan
kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional dengan tembusan kepada Direktur Jenderal
Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah, dan
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat.
6. Berdasarkan tembusan usulan penetapan tanah terlantar
sebagaimana dimaksud pada angka 5 di atas, Kepala Kantor
Pertanahan wajib mencatat dalam Buku Tanah terhadap Hak Atas
Tanah yang telah diusulkan untuk ditetapkan sebagai tanah
terlantar dan berada dalam status quo.
7. Atas usulan Kepala Kantor Wilayah BPN, Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional mempertimbangkan
untuk menerbitkan Keputusan Penetapan Tanah Terlantar.
8. Usulan Penetapan Tanah Terlantar yang direvisi, harus
disampaikan melalui Surat Revisi Usulan Penetapan Tanah
Terlantar yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah BPN.
9. Revisi Usulan Penetapan Tanah Terlantar harus menyebutkan
secara jelas bagian yang direvisi, dengan menunjukkan kondisi
semula menjadi kondisi yang seharusnya.

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 25


10. Apabila berkas usulan penetapan tanah terlantar tidak lengkap
maka perlu dipenuhi sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.

F. Penetapan Tanah Terlantar

Penetapan Tanah Terlantar mempertimbangkan persentase (%) luas


tanah yang diterlantarkan, sebagai berikut :
1. Apabila seluruh hamparan tanah (100%) diterlantarkan, maka
Penetapan Tanah Terlantar diberlakukan terhadap seluruh
hamparan Hak Atas Tanah/DPAT tersebut.
2. Apabila sebagian hamparan (25% s.d 100%) yang diterlantarkan,
maka Penetapan Tanah Terlantar diberlakukan terhadap seluruh
Hak Atas Tanah/DPAT tersebut, dan selanjutnya kepada bekas
Pemegang HAT/DPAT diberikan kembali sebagian tanah yang
benar-benar diusahakan, dipergunakan, dan dimanfaatkan sesuai
dengan keputusan pemberian Hak Atas Tanah/DPAT, melalui
prosedur pengajuan Permohonan Hak Atas Tanah atas biaya
pemohon sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Apabila tanah yang diterlantarkan kurang dari atau sama dengan
25%, maka Penetapan Tanah Terlantar diberlakukan hanya
terhadap tanah yang diterlantarkan dan selanjutnya Pemegang
HAT/DPAT mengajukan permohonan revisi luas bidang tanah hak
tersebut dan biaya revisi menjadi beban Pemegang Hak sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar, dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan wajib dikosongkan oleh bekas Pemegang
HAT/DPAT.
5. Kepala Kantor Pertanahan wajib melaksanakan isi Diktum
Keputusan Penetapan Tanah Terlantar yang menyatakan perintah
kepada Kepala Kantor Pertanahan.

G. Tindak Lanjut Penertiban Tanah Terlantar

Tindak lanjut penertiban tanah terlantar dilaksanakan berdasarkan


usulan atau permohonan dari Kepala Kantor Wilayah BPN melalui
tindakan sesuai dengan keadaan tahapan penertiban berdasarkan

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 26


Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar dan Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar, sebagai berikut :
1. Tahapan kegiatan penertiban terlantar sampai dengan usulan
penetapan tanah terlantar oleh Kepala Kantor Wilayah BPN,
ditindaklanjuti dengan :
a. Analisis dan konfirmasi data pendukung;
b. Ekspose oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi di hadapan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional atau di hadapan Direktur Jenderal Pengendalian
Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah (bila diperlukan);
c. Penetapan tanah terlantar oleh Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional apabila telah
memenuhi syarat untuk ditetapkan;
d. Pengeluaran dari basis data tanah terindikasi terlantar apabila
dalam perkembangannya telah dimanfaatkan sesuai dengan
keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak, atau tidak
memenuhi kriteria sebagai tanah terlantar;
e. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf d di atas
diberikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN
atau Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan
Penguasaan Tanah.
2. Tahapan penertiban tanah terlantar hanya sampai dengan
Identifikasi dan Penelitian, Sidang Panitia C, dan atau Peringatan
yang tidak diusulkan penetapan tanah terlantarnya oleh Kepala
Kantor Wilayah BPN Provinsi, ditindaklanjuti dengan :
a. Analisis dan konfirmasi data pendukung;
b. Pengeluaran dari basis data tanah terindikasi terlantar apabila
dalam perkembangannya telah dimanfaatkan sesuai dengan
keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak, atau tidak
memenuhi kriteria sebagai tanah terlantar;
c. Penertiban Kembali apabila tanah tersebut masih belum

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 27


dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan
pemberian hak;
d. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas
diberikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional atau Direktur Jenderal Pengendalian
Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah.
3. Data tanah terindikasi terlantar yang sudah dilaksanakan tahapan
kegiatan Penertiban Tanah Terindikasi Terlantar tetapi ternyata
terdapat kesalahan, sebagai berikut :
a. Kesalahan administrasi :
1) Obyek tanah terindikasi terlantar yang pemegang
HAT/DPAT-nya telah dinyatakan pailit;
2) Pemegang hak belum 3 (tiga) tahun menguasai tanahnya.
Apabila ada peralihan Pemegang Hak, maka kegiatan
penertiban dapat dilakukan terhitung 3 (tiga) tahun sejak
memperoleh Hak, bukan dihitung dari pendaftaran pertama
oleh Pemegang Hak sebelumnya, terkecuali terhadap tanah
obyek penertiban tanah terlantar yang dalam proses kegiatan
penertiban tanah terlantar;
b. Kesalahan inventarisasi dan identifikasi :
1) Pemegang hak menguasai beberapa bidang dalam satu
hamparan tetapi yang diinventarisasi dan diidentifikasi
hanya 1 (satu) bidang, seharusnya inventarisasi dan
identifikasi dilakukan terhadap bidang-bidang tanah dalam
satu penguasaan pemegang hak. (Perlu diperhatikan tanah
yang masuk wilayah konservasi, tanah pendukung
produktivitas usaha seperti : pabrik, jalan, mess karyawan,
kantor, rumah dan emplasemen, penyangga/buffer zone dan
ruang terbuka hijau).
2) Obyek tidak dapat dimanfaatkan oleh Pemegang Hak karena
tanah yang dikuasai masih sporadik, sehingga apabila
dimanfaatkan sesuai Rencana Pembangunan (Site Plan)
masih belum memungkinkan.

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 28


Terhadap kesalahan administrasi dan/atau kesalahan
inventarisasi dan identifikasi, apabila tahapan penertiban
sudah sampai usulan penetapan tanah terlantar,
ditindaklanjuti :
1) Analisis dan konfirmasi data pendukung;
2) Ekspose oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi di
hadapan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional atau di hadapan Direktur Jenderal
Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah
(bila diperlukan);
3) Pengeluaran dari basis data tanah terindikasi terlantar
apabila berdasarkan hasil pada angka 1) dan/atau angka 2)
diketahui terjadi kesalahan administrasi dan/atau
kesalahan inventarisasi dan identifikasi;
4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 4 di atas
diberikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN
atau Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang
dan Penguasaan Tanah.
Terhadap kesalahan administrasi dan/atau kesalahan
inventarisasi dan identifikasi, apabila tahapan penertiban tanah
terlantar hanya sampai dengan Identifikasi dan Penelitian,
Sidang Panitia C, dan atau Peringatan yang tidak diusulkan
penetapan tanah terlantarnya oleh Kepala Kantor Wilayah BPN,
ditindaklanjuti :
1) Analisis dan konfirmasi data pendukung;
2) Pengeluaran dari basis data tanah terindikasi terlantar
berdasarkan permohonan dari Kepala Kantor Wilayah BPN;
3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 2) di atas
diberikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN
atau Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang
dan Penguasaan Tanah.
c. Perubahan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah yang menyebabkan obyek tidak dapat dimanfaatkan

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 29


oleh Pemegang HAT/DPAT sesuai dengan sifat dan tujuan
pemberian haknya atau dasar penguasaannya.
Tindak lanjut apabila kegiatan penertiban sudah sampai tahap
usulan penetapan tanah terlantar :
1) Analisis dan konfirmasi data pendukung;
2) Ekspose oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi di
hadapan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional atau di hadapan Direktur Jenderal
Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah
(bila diperlukan);
3) Pengeluaran dari basis data tanah terindikasi terlantar
apabila berdasarkan hasil pada angka 1) dan atau angka 2)
diketahui sebelum dilakukan penertiban telah terjadi
Perubahan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah yang menyebabkan obyek tidak dapat dimanfaatkan
oleh Pemegang HAT/DPAT sesuai dengan sifat dan tujuan
pemberian haknya atau dasar penguasaannya;
4) Pemegang HAT/DPAT diberitahu untuk mengajukan
permohonan perubahan hak yang harus dilaksanakan dalam
jangka waktu tertentu sehingga dapat memanfaatkan
tanahnya sesuai dengan sesuai dengan Peraturan Daerah
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah dan ketentuan
peraturan peundang-undangan yang berlaku.
5) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 4 di atas
diberikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN
atau Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang
dan Penguasaan Tanah.
Tindak lanjut apabila tahapan penertiban tanah terlantar hanya
sampai dengan Identifikasi dan Penelitian, Sidang Panitia C,
dan/atau Peringatan yang tidak diusulkan penetapan tanah
terlantarnya oleh Kepala Kantor Wilayah BPN, ditindaklanjuti :
1) Analisis dan konfirmasi data pendukung;
2) Pengeluaran dari basis data tanah terindikasi terlantar

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 30


apabila berdasarkan hasil pada angka 1) diketahui sebelum
dilakukan penertiban telah terjadi Perubahan Peraturan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah yang
menyebabkan obyek tidak dapat dimanfaatkan oleh
Pemegang HAT/DPAT sesuai dengan sifat dan tujuan
pemberian haknya atau dasar penguasaannya;
3) Pemegang HAT/DPAT diberitahu untuk mengajukan
permohonan perubahan hak yang harus dilaksanakan dalam
jangka waktu tertentu sehingga dapat memanfaatkan
tanahnya sesuai dengan sesuai dengan Peraturan Daerah
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah dan ketentuan
peraturan peundang-undangan yang berlaku;
4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 3) di atas
diberikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN
atau Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang
dan Penguasaan Tanah.
4. Kondisi obyek penertiban tanah terlantar lainnya yang dapat
dihapus dari basis data tanah terindikasi terlantar, yaitu:
a. Tanahnya musnah.
b. Tanahnya telah dilepaskan oleh Pemegang HAT/DPAT.
5. Materi Kepala Kantor Wilayah BPN dalam ekspose tindak lanjut
kegiatan penertiban tanah terindikasi terlantar adalah:
a. Menjelaskan secara rinci mengenai fakta penggunaan tanah
yang dilakukan oleh Pemegang HAT/DPAT, pihak
lain/masyarakat (pemanfaatan tanah oleh pemegang hak sesuai
Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah/DPAT, pemanfaatan
tanah oleh pemegang hak tidak sesuai Keputusan Pemberian
Hak Atas Tanah/DPAT, luas tanah tidak dimanfaatkan, luas
tanah dimanfaatkan oleh pihak lain/masyarakat, luas tanah
penggunaan lain, total luas tanah yang diterlantarkan);
b. Menjelaskan keadaan fakta di lapangan dengan membuat peta
terbaru yang dibuat oleh Kepala Kantor Wilayah BPN
berdasarkan kondisi terakhir;

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 31


c. Perubahan/kemajuan pengusahaan tanah yang terjadi selama
masa identifikasi dan penelitian, sidang Panitia C, pemberian
peringatan;
d. Alasan-alasan yang mendukung pernyataan Kepala Kantor
Wilayah BPN bahwa tanah tersebut dapat dimanfaatkan
kembali oleh pemegang HAT/DPAT (misalnya surat
rekomendasi dari dinas terkait, pernyataan dari Pemegang
HAT/DPAT bahwa seluruh tanah telah dimanfaatkan sesuai
dengan tujuannya berupa pernyataan bermaterai dari
Pemegang HAT/DPAT, Site Plan, Ketersediaan Anggaran).
6. Penghapusan catatan pada Buku Tanah (halaman perubahan):
a. Dilakukan oleh kepala Kantor Pertanahan berdasarkan Surat
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN atau Direktur
Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan
Tanah, dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota serta dibubuhi cap stempel;
b. isi catatan dalam buku tanah (halaman perubahan) :
" tidak lagi menjadi obyek kegiatan penertiban tanah terindikasi
terlantar, berdasarkan surat Menteri Agraria dan Tata Ruang/
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor ...., Tanggal ... (atau
Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan
Penguasaan Tanah Nomor ……, Tanggal .... )”.
7. Dalam rangka fungsi pengendalian, obyek yang sudah tidak masuk
basis data tanah Terindikasi Terlantar, Kepala Kantor Wilayah BPN
wajib melaksanakan pemantauan perkembangan pemanfaatannya
sesuai dengan RTRW dan menyampaikan laporan kepada Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Cq. Direktur Jenderal
Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah.
8. Pelaporan
Kantor Wilayah BPN wajib membuat dan menyampaikan
laporan pelaksanaan penertiban tanah terindikasi terlantar kepada
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Cq. Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan
Penguasaan Tanah, sebagai berikut :

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 32


1. Laporan aplikasi SKMPP (Sistem Kendali Mutu Program
Pertanahan) Setiap pelaksanaan tahapan kegiatan penertiban
tanah terindikasi terlantar di input melalui aplikasi SKMPP.
2. Laporan Aplikasi Sistem Informasi Tanah Terlantar (SI-TANTE)
Setiap pelaksanaan tahapan kegiatan penertiban tanah terindikasi
terlantar di input melalui aplikasi SI-TANTE.
3. Laporan Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan (bulanan)
4. Laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan berdasarkan target dan
realisasi fisik dan keuangan yang dilaporkan setiap bulan untuk
mengetahui kemajuan pelaksanaan kegiatan dan permasalahan
yang dihadapi agar dapat segera dicarikan pemecahan
masalahnya. Laporan bulanan tersebut telah diterima oleh
Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan
Penguasaan Tanah paling lambat tanggal 10 pada bulan
berikutnya dalam bentuk hardcopy dan softcopy (melalui email
dengan alamat: laporantanahterlantar@gmail.com).
5. Laporan Akhir
Laporan akhir merupakan laporan hasil kegiatan penertiban tanah
terindikasi terlantar yang telah dilaksanakan dan dituangkan
dalam Buku Laporan, mencakup :
a. Realisasi fisik dan keuangan;
b. Semua hasil kegiatan kompilasi data tanah terindikasi
terlantar yang telah dilakukan oleh Kantor Wilayah BPN
dilaporkan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional C.q. Direktur Jenderal
Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah.
Laporan akhir selain hardcopy juga dikirimkan softcopynya
melalui email resmi dengan alamat
laporantanahterlantar@gmail.com dan telah diterima oleh
Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan
Penguasaan Tanah paling lambat tanggal 1 Februari 2020.

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 33


BAB V
PENUTUP

Hal-hal yang menjadi kewajiban Kantor Wilayah BPN dalam


rangka penertiban tanah terindikasi terlantar, agar mendapat
perhatian dan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Hambatan, kendala, dan masalah dalam pelaksanaan
kegiatan tersebut, agar dimasukkan dalam laporan-laporan yang
disampaikan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional C.q. Direktur Jenderal Pengendalian
Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah.

Petunjuk Teknis Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar 34


Lampiran 1. Format Peta Administrasi
Lampiran 2. Format Peta Penguasaan Tanah
Lampiran 3. Format Peta Penggunaan Tanah
Lampiran 4. Format Peta Tanah Terindikasi Terlantar
Lampiran 5. Format Peta Kemampuan Tanah
Lampiran 5. Format Peta Rencana Tata Ruang Wilayah
Lampiran 6. Format Gambar

Anda mungkin juga menyukai